library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2doc/2012-2... · web viewefisiensi...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Software
Menurut O’Brien (2010: 124), software merupakan istilah umum untuk berbagai
jenis program yang digunakan untuk mengoperasikan dan memanipulasi komputer beserta
alat disekitarnya. Software bukanlah suatu program yang permanen, oleh karena itu seringkali
disebut sebagai variabel yang dapat berubah-ubah atau berganti dari sebuah hardware
komputer. O’Brien (2010: 124) juga memaparkan bahwa software dapat dibagi menjadi dua
tipe utama yaitu: system software dan application software.
Menurut Freescale whitepaper (2010: 5) berjudul “Freescale Technologies For
Energy Efficiency”, software dapat memainkan peran penting dalam penggunaan sistem yang
efisien. Pengaturan energi berbasis software mendukung fleksibilitas dan peningkatan
kerangka kerja yang melakukan komunikasi dengan hardware melalui device drivers,
pengaturan kebijaksanaan use-case, pemodelan performa dengan syarat real-time dan respon
terhadap tampilan eksternal dan pemberitahuan kejadian. Kerangka kerja mengijinkan
software untuk menerapkan teknik penghematan energi secara dinamis melalui beberapa
komponen hardware.
Menurut Sommerville (2011: 6), software merupakan program komputer dan
dokumentasi terkait. Produk software dapat dikembangkan untuk pelanggan tertentu atau
kepada pasar umum. Pressman (2010: 4) mengatakan bahwa software adalah: (1) program
komputer berupa instruksi yang saat dieksekusi mendukung fitur, fungsi, dan performa sesuai
keinginan; (2) struktur data yang mengizinkan program untuk memanipulasi informasi, dan
(3) deskripsi informatif pada hardware dan bentuk virtual yang menggambarkan operasi dan
kegunaan sebuah program.
Mitra (2013) dalam jurnalnya berjudul “Application of Green Computing in Framing
Energy Efficient Software Engineering” mengatakan software dapat bekerja dalam keadaan
aktif dan idle. Keadaan aktif menunjukan bahwa software sedang dijalankan sesuai
kegunaannya sehingga mengakibatkan CPU (Central Processing Unit) atau GPU (Graphic
Processing Unit) harus bekerja untuk menjalankan proses komputasi. Keadaan idle
menunjukan bahwa aplikasi software sudah dieksekusi namun sedang menunggu untuk
dijalankan. Contoh software idle adalah browser yang sudah dieksekusi, namun belum
diperintahkan untuk masuk ke laman situs.
7
7
Berdasarkan beberapa definisi para ahli, dapat disimpulkan bahwa: (1) software
merupakan sebuah program komputer yang terkait dengan hardware, (2) software yang
berfungsi dengan baik dapat digunakan untuk memanipulasi komputer maupun alat
disekitarnya, (3) software yang dapat bekerja dalam keadaan aktif dan idle dapat digunakan
untuk mengatur penggunaan sistem secara efisien. (4)
2.1.1 Klasifikasi Software
Software memiliki beberapa klasifikasi lagi di bawahnya. O’Brien (2010: 124)
mengkalsifikasikan software menjadi dua jenis, yaitu: (1) application software dan (2) system
software. Dimana application software kemudian dibagi menjadi dua jenis lagi yaitu: (1)
general-purpose application programs dan (2) application-specific program. Sedangkan
system software juga dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu: (1) system management programs
dan (2) system development programs. Di bawah ini dapat dilihat klasifikasi skema yang
dijabarkan oleh O’Brien.
Gambar 2.1 : Klasifikasi Skema Software
Sumber: O’Brien (2010: 127)
8
O’Brien (2010: 124) mengatakan bahwa selain klasifikasi yang disebutkan, masih
ada istilah umum yang dipakai untuk mengklasifikasikan application software. Hal tersebut
diklasifikasikan berdasarkan pengembangan software. Custom software merupakan sebuah
istilah digunakan untuk mengidentifikasikan software application yang dikembangkan oleh
organisasi untuk kegunaan organisasi itu sendiri.
2.1.1.1 Application Software
Pressman (2010: 4), application software adalah program yang dapat memberikan
solusi pada kebutuhan bisnis spesifik. Aplikasi ini memproses bisnis atau data teknis dengan
cara sesuai dengan operasi fasilitas bisnis atau pembuat keputusan teknis. Application
software ini juga digunakan untuk mengendalikan fungsi bisnis sesuai pada saat waktu terjadi.
Menurut O’Brien (2010: 124) application software berdasarkan tujuan umumnya
adalah sebuah program aplikasi yang melakukan pengolahan data dan informasi. Application
software merupakan program yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas pada
pengguna, sehingga terkadang disebut sebagai productivity packages.
O’Brien (2010: 124), Application software ini diklasifikasikan menjadi dua jenis
yaitu: (1) general purpose application program adalah program yang digunakan untuk
menangani pekerjaan umum bagi end users. Contohnya adalah word processing, spreadsheet,
database, software suites, web browsers, electronic mail, presentation graphics, groupware,
dan masih banyak lagi. (2) application specific programs adalah program yang dirancang
khusus untuk menangani pekerjaan spesifik dari pengguna. Contoh dari application software
ini adalah business-accounting, transaction processing, customer relationship management,
enterprise resource planning, electronic commerce, science and engineering, dan masih
banyak lagi.
2.1.1.2 System Software
Pressman (2010: 4), system software merupakan koleksi dari banyak program tertulis
yang bertugas untuk melayani program lain. System software memiliki karakteristik berbeda-
beda sesuai dengan beratnya interaksi software dengan hardware pada komputer, beratnya
penggunaan oleh berbagai pengguna, operasi bersamaan yang membutuhkan jadwal,
pembagian sumber, dan proses manajemen.
Menurut O’Brien (2010: 140) system software merupakan sebuah sistem yang terdiri
dari program-program yang melakukan pengaturan dan mendukung sistem komputer dari
sebuah aktivitas pengelolaan informasi. Sebagai contohnya, sistem operasi dan program
9
pengelolaan jaringan berperan sebagai penghubung antara hardware dan jaringan komputer
terhadap pengguna.
O’Brien (2010: 140), system software dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu:
(1) system management programs adalah program yang mengatur hardware, software,
network, dan sumber data dari sistem komputer pada saat mengeksekusi berbagai macam
informasi dari pengguna. Contoh dari system management programs ini adalah operating
systems, network management programs, database management systems, dan system utilities.
(2) system development programs merupakan program yang membantu pengguna untuk
mengembangkan informasi dari sistem program dan prosedur beserta menyiapkan program
untuk proses komputer bagi pengguna. Kebanyakan software development programs adalah
programming language and editors, macam-macam Computer-Aided Software Engineering
(CASE), dan juga programming tools.
2.1.2 Tipe-tipe Application Software
Menurut Sommerville (2011: 10) aplikasi software dapat dipisahkan menjadi
beberapa tipe sebagai berikut:
a. Stand-alone applications
Ini merupakan sistem aplikasi yang dijalankan pada komputer lokal seperti PC (Personal
Computer). Semua fungsi yang diperlukan sudah terintegrasi pada aplikasi ini sehingga
tidak perlu terkoneksi pada sebuah jaringan. Contoh dari aplikasi ini seperti aplikasi
office, Computer-Aided Design (CAD) program, aplikasi manipulasi foto, dan lain-lain.
b. Interactive transaction-based applications:
Aplikasi ini akan melakukan eksekusi komputer dari jarak jauh dan diakses oleh
pengguna dari PC atau terminal mereka sendiri. Tentu saja aplikasi web seperti aplikasi
e-commerce juga termasuk, dimana pengguna dapat berinteraksi menggunakan remote
system untuk membeli barang maupun jasa.
c. Embedded control systems:
Ini merupakan software berupa sistem pengendalian yang melakukan pengaturan pada
hardware. Contoh pada sistem terintegrasi seperti software pada telepon genggam,
software yang mengendalikan anti-lock braking pada mobil, dan software pada oven
microwave untuk pengendalian proses memasak.
d. Batch processing systems:
Sistem ini merupakan sistem bisnis yang dirancang untuk mengolah data dalam skala
besar. Input dari individu yang banyak dioleh untuk membuat korsepondensi output.
10
Contoh dari batch systems adalah sistem pembayaran berkala, seperti sistem pembayaran
telepon, dan sistem pembayaran gaji.
e. Entertainment system:
Sistem ini diutamakan untuk kepentingan personal dan bertujuan menghibur pengguna.
Kebanyakan dari sistem ini adalah permainan. Kualitas dari interaksi pada pengguna
merupakan hal terpenting yang menjadi karakteristik dari entertainment system.
f. Systems for modeling and simulation:
Sistem ini dikembangkan oleh para ilmuan dan insinyur untuk pemodelan proses fisik
atau sebuah situasi yang mencakup banyak objek. Sistem ini seringkali membutuhkan
performa tinggi untuk melakukan pekerjaan komputasi.
g. Data collection systems:
Sistem ini mengumpulkan data dari lingkungan menggunakan sekumpulan sensor dan
kemudian dikirim kepada sistem lain untuk diproses. Software ini harus berinteraksi
dengan sensor dan seringkali dipasang dalam lingkungan bertolak belakang seperti dalam
mesin atau di dalam lokasi terpencil.
h. Systems of systems:
Sistem ini tersusun dari sejumlah sistem software. Beberapa dari sistem ini mungkin saja
berupa produk software umum, seperti program spreadsheet.
2.2 Green Computing
b.2.1 Definisi Green Computing
Menurut Enterprise Management Associates white paper (2008: 3) berjudul “Green
Computing: Using IT Automation to Achieve Energy Efficiency”, green computing adalah
sebuah praktik dalam mengimplementasikan prosedur dan kebijakan yang meningkatkan
efisiensi dari pemakaian komputer dengan berbagai cara untuk mengurangi dampak dari
pemanfaatan komputer tersebut. Menurut Leonhard dan Murray (2009: 8) green computing
adalah cara pemakaian sistem komputer secara efektif dan efisien, pemanfaatan konsumsi
energi dan bertanggung jawab atas pembuangan komponen yang sudah tidak dibutuhkan.
Enterprise Management Associates white paper (2008: 3), lingkungan dan masalah
penghematan energi telah sampai pada tingkat yang tinggi dalam area bisnis akhi-akhir ini.
Kenyataannya, biaya terhadap pemakaian energi telah naik. Hal tersebut disebabkan karena
adanya pertimbangan terhadap krisis cuaca pada global warming, dampak internasional yang
terjadi, serta beberapa masalah lingkungan lainnya. Masalah-masalah yang dihadapi tersebut
membuat komunitas bisnis tersadar secara sosial maupun ekonomi.
11
Menurut Mathew (2008: 6) pada laporan seminarnya, green computing adalah
sebuah pembelajaran dan praktik dari penggunaan komputer secara efisien. Tujuan utama dari
green computing ini adalah untuk mengurangi pemakaian material berbahaya,
memaksimalkan efisiensi energi sepanjang umur produk, dan mengajukan produk yang dapat
didaur ulang.
Menurut Chakraboty (2009: 33) dalam jurnalnya mengatakan bahwa green
computing adalah sebuah praktik menggunakan energi komputer secara efisien. Green
computing adalah kebutuhan sepenuhnya untuk dapat melindungi lingkungan dan melakukan
penghematan energi selama biaya operasional yang terus meningkat pada dunia kompetitif
ini.
Menurut Australian Information Industry Association (AIIA) (2009: 9) green TI
merupakan sebuah agenda dalam melakukan pemakaian energi secara efisien. Pemakaian
energi secara efisien tersebut dapat dicapai dengan cara mengurangi pembuangan dan
pemakaian yang tidak perlu. Namun dalam hal tertentu seperti investasi untuk hal yang baru,
diperlukan teknologi efisiensi energi yang lebih. Teknologi efisiensi yang lebih tersebut
membutuhkan biaya yang lebih besar.
Gambar 2.2: Perbandingan Penerapan Green TI
Sumber: AIIA (2009)
12
Menurut Webber dan Wallace (2009: 14) green technologies adalah sebuah istilah
dimana beberapa pemimpin bisnis mempercayai filosofi back to nature. Namun pada
kenyataannya green technologies tidak hanya sekedar istilah seperti itu dan memiliki makna
yang lebih positif. Green technologies mengurangi dampak lingkungan yang terjadi pada
departemen TI. Green merupakan sebuah istilah dari efisiensi dari penggunaan teknologi.
Efisiensi juga didapat dari biaya terendah dan teknologi paling ramah lingkungan. Webber
dan Wallace (2009: 15) menyatakan bahwa ada tiga karakteristik pada green technologies: (1)
penggunaan energi peralatan TI secara efisien, penggunaan peralatan TI sesuai dengan
kapasitas yang dibutuhkan untuk menjalankan tugasnya, biaya kepemilikan dari peralatan
yang dimiliki sudah termasuk biaya pengolahan atas peralatan tidak terpakai.
Menurut Visser (2011: 9) green TI dapat dibedakan menjadi dua, yaitu melakukan
penghijauan menggunakan TI atau melakukan penghijauan pada TI itu sendiri. Lilius (2012:
4) menyimpulkan hal yang sama dengan Visser pada artikelnya. Terdapat 5 masalah pada
green computing yang telah dirumuskan sejak tahun 2009 yakni: (1) e-waste, (2) data-centers
dan servers, (3) PC, monitor, dan workstation, (4) software, (5) telekomunikasi.
Gambar 2.3: Taksonomi Green TI
Sumber: Visser (2011)
Menurut Brown (2010: 1) Masalah energi yang terjadi pada saat ini, perlu diatasi
dengan menggunakan dua strategi yaitu: (1) memaksimalkan efisiensi energi dan mengurangi
penggunaan energi; (2) mengembangkan sumber energi baru yang bersih. Menurut Gude
13
(2010: 5) untuk menerapkan green TI dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Penghematan secara tidak langsung dilakukan dengan cara memakai sistem TI yang
dapat mengurangi emisi karbon dan pembuangan dari sistem TI yang lain. Penghematan
secara langsung dilakukan dengan mengurangi pemakaian energi secara langsung pada sistem
TI. Gude (2010) mengatakan bahwa ada beberapa cara untuk mengetahui konsumsi energi
pada sistem komputer: (1) Power Factor Approximation (PFA), dimana model energi dibuat
untuk memperkirakan penggunaan energi dari sebuah aplikasi berdasarkan source code yang
dijalankan, (2) melakukan simulasikan pada aplikasi yang dijalankan dan mencatat transisi
power state dari hardware, (3) melakukan pencatatan power state dari hardware selama
aplikasi dijalankan.
Berdasarkan beberapa definisi para ahli, dapat disimpulkan bahwa green computing
merupakan sebuah praktik menggunakan pemakaian peralatan TI secara efisien. Penggunaan
terhadap peralatan TI dilakukan secara efisien untuk mengurangi penggunaan energi yang
tidak diperlukan. Green computing ini berguna untuk menangani dampak buruk terhadap
lingkungan dan menekan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan.
b.2.2 Green Software
Menurut Twente Research and Education on Software Engineering (TRESE) (2013)
green computing dapat dicapai pada software dan dengan software. Melakukan penghijauan
melalui software memiliki tujuan untuk menghemat energi dengan bantuan software.
Penghijauan pada software bertujuan untuk mengurangi dampak pada lingkungan yang
disebabkan oleh software itu sendiri.
Menurut Murugesan dan Gangadharan (2012: 40) green software merupakan
software ramah lingkungan yang dapat membantu menjaga kestabilan lingkungan. Cara
bagaimana sebuah software dikembangkan dan ditambahkan atributnya dapat memberikan
dampak bagi lingkungan. Pengembangan tersebut dapat berupa modifiability, reusability,
portability, dan performance attributes. Murugesan dan Gangadharan juga membuat
klasifikasi pada green software dan membaginya menjadi empat kategori, yaitu:
a. Software yang lebih “hijau” mengonsumsi energi lebih sedikit.
b. Software terintegrasi yang membantu hal-hal lain menjadi “hijau”
c. Software pelaporan ketahanan atau Carbon Management Software (CMS)
d. Software yang dapat beradaptasi pada perubahan cuaca, memperkirakan implikasi dan
membentuk respon bijaksana.
14
Berdasarkan beberapa definisi para ahli, dapat disimpulkan bahwa green software
merupakan sebuah software yang ramah terhadap lingkungan. Oleh karena itu, green software
dapat digunakan untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan yang disebabkan oleh
software itu sendiri. Green software merupakan software yang rendah konsumsi energi
sehingga hemat dalam penggunaan daya listrik.
b.3 Environmental Management Accounting
Irons dalam laporannya (2011: 2) mengatakan bahwa pada environmental
management accounting (EMA) manajemen akuntansi akan diklasifikasikan pada hal yang
lebih spesifik. Fokus daripada EMA ini terletak pada biaya dari energi, air, dan pembuangan
limbah. Perlu diingat bahwa inti dari EMA ini tidak sepenuhnya berupa financial costs. EMA
juga melingkupi masalah pertimbangan seperti biaya terhadap keuntungan membeli dari
pemasok yang memperhatikan lingkungan, atau efek terhadap pandangan publik terhadap
perusahaan yang gagal memenuhi peraturan lingkungan.
Zero Waste Scotland (2011: 5) mengatakan, ada beberapa masalah lingkungan yang
dapat mempengaruhi bisinis. Masalah terhadap lingkungan tersebut adalah:
1. Environment-related costs, yaitu biaya-biaya berkaitan dengan lingkungan yang dapat
mempercepat inflasi. Environment-related cost akan cenderung meningkat dikarenakan
hukum penawaran dan penerimaan dimana sebuah harga dapat mencerminkan
peningkatan kelangkaan dari sumber daya lingkungan/alam.
2. Risiko dari dampak lingkungan terhadap bisnis seperti pembatasan air, penurunan hasil
minyak bumi, peningkatan banjir, dan cuaca yang buruk. Berdasarkan hal tersebut, biaya
yang berkaitan dengan asuransi dapat meningkat.
3. Dampak lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi persepsi stakeholders dalam bisnis.
Hal tersebut dapat berdampak bagi pandangan dan reputasi bisnis di mata stakeholders,
pelanggan, pemerintah, karyawan, investor, dan organisasi non-kepemerintahan.
b.3.1 Ecoefficiency
Menurut Hansen dan Mowen (2007: 778) ecoefficiency sangat penting untuk
menjaga supaya organisasi dapat memproduksi barang dan jasa sambil mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan, pemakaian energi dan biaya. Konsep ini paling tidak
menyampaikan tiga pesan penting, yaitu: (1) meningkatkan performa dari segi ekonomis dan
ekologis bisa dilakukan secara cuma-cuma, (2) meningkatkan performa lingkungan tidak lagi
15
hanya dilihat sebatas sosialitas dan perbuatan baik melainkan lebih pada masalah kompetitif,
(3) ecoefficiency adalah hal yang mendukung pengembangan berkelanjutan.
Gambar 2.4: Sebab dan Insentif Ecoefficiency
Sumber: Hansen dan Mowen (2007: 778)
Dari Gambar 2.4 di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan perlu
melakukan ecoefficiency karena: (1) tuntutan pelanggan untuk produk yang bersih, (2) adanya
penghematan yang dapat dicapai dan keuntungan yang kompetitif, (3) menurunkan biaya
perusahaan dan mengurangi asuransi, dan (4) adanya kesempatan dan inovasi yang dapat
diambil. Sedangkan keuntungan yang perusahaan bisa dapatkan yaitu: (1) karyawan serta
produktivitas yang lebih baik dan (2) keuntungan sosial yang signifikan untuk membangun
reputasi.
b.3.2 Environmental Cost
Menurut Hansen dan Mowen (2007: 780) environmental cost adalah biaya yang
dapat terjadi karena adanya kualitas lingkungan yang rendah. Oleh karena itu, environmental
cost terhubungkan pada penciptaan, deteksi, mediasi ulang, dan pencegahan terhadap
penurunan kualitas lingkungan. Standar lingkungan dan prosedur pada environmental cost
dapat didefinisikan menjadi tiga: (1) peraturan pemerintah, (2) voluntary standards (ISO
14001) yang dikembangkan oleh International Standards Organization, dan (3) kebijakan
16
lingkungan dari pihak manajemen. Mengacu pada definisi tersebut, environmental cost dapat
diklasifikasikan menjadi empat kategori:
1. Environmental prevention costs:
Environmental prevention costs biaya dari aktivitas untuk mencegah pembuangan yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan.
2. Environmental detection costs:
Environmental detection costs adalah aktivitas biaya yang dijalankan untuk menentukan
apakah produk, proses, dan aktivitas lainnya dalam perusahaan sesuai dengan standar
lingkungan yang baik.
3. Environmental internal failure costs:
Environmental internal failure costs adalah aktivitas biaya yang dijalankan karena limbah
pembuangan telah diproduksi namun belum dibuang ke lingkungan.
4. Environmental external failure costs: adalah biaya dari aktivitas yang dijalankan setelah
pembuangan limbah pada lingkungan telah dilakukan. Pada biaya ini, dapat dibedakan
menjadi 2 lagi yaitu: (1) realized external failure costs merupakan keadaan dimana
perusahaan memproduksi limbah pada lingkungan kemudian bertanggung jawab dengan
membayar environmental cost tersebut dan (2) unrealized external failure costs (societal
costs) adalah keadaan dimana perusahaan memproduksi limbah, namun biaya tersebut
ditanggung oleh pihak di luar perusahaan.
Irons dalam laporannya (2011: 3) mengatakan bahwa ada tiga alasan mengapa
environmental cost menjadi hal penting bagi perusahaan, yaitu:
1. Masyarakat saat ini telah semakin peduli pada lingkungan. Faktanya adalah bahwa
tanggapan masyarakat terhadap gas emisi, karbon, dan limbah semakin meningkat.
Dengan begitu, perusahaan melihat hal tersebut sebagai hal penting untuk menunjukan
pada masyarakat bahwa perusahaan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
2. Environmental cost telah menjadi besar di kalangan perusahaan. Seringkali
environmental cost yang terjadi pada industri berjumlah lebih dari 20% biaya operasinya.
3. Peraturan yang berlaku terhadap lingkungan beserta denda yang harus dibayar apabila
dilanggar.
b.4 Joulemeter
Gude (2010: 9) mengatakan bahwa Joulemeter merupakan sebuah alat berupa
software yang dikeluarkan oleh Microsoft Research untuk melakukan pencatatan konsumsi
17
energi. Pada saat karakteristik dari konsumsi energi sebuah hardware telah diketauhi,
Joulemeter dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi konsumsi energi secara akurat.
Gambar 2.5: Skema Pencatatan Microsoft Joulemeter
Sumber: Gude (2010: 9)
Pada skema di atas ini, dapat dilihat bahwa ada 3 komponen utama pada saat
Joulmeter melakukan proses pencatatan data. Komponen tersebut adalah: (1) Workload
Manager berfungsi untuk melakukan pengaturan dengan menjalankan program dengan
beberapa beban kerja, (2) Event Logger menggunakan Event Tracing for Windows (ETW)
untuk menghasilkan suatu kejadian yang dapat dicatat, (3) Energy Profiler digunakan untuk
menghasilkan hasil pencatatan dalam bentuk teks maupun grafik.
Microsoft (2013) mengatakan bahwa Joulemeter adalah pengembangan metodologi
yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi energi dari peralatan komputer dan
infrastrukturnya. Joulemeter mendukung pengukuran penggunaan energi dari mesin virtual,
server, desktop, laptop, dan bahkan setiap software application yang sedang berjalan pada
komputer. Fokus Joulemeter terletak pada 2 aspek optimisasi energi. 2 hal tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Power Modeling
Joulemeter berfungsi sebagai software untuk menentukan penggunaan energi dari Virtual
Machine (VM), komputer, server, maupun software application. Joulemeter juga berfungsi
untuk mengetahui pemakaian energi dari komponen-komponen seperti CPU, monitor,
memori, dan storage.
18
Gambar 2.6: Pemodelan Energi Joulemeter
Sumber: Microsoft (2013)
Gambar 2.6 di atas menjelaskan bahwa Joulemeter dapat digunakan untuk mengetahui
energi dari sebuah hardware, software, maupun virtual machine. Dengan mengetahui
pemakaian energi dari aspek-aspek tersebut, dapat dilakukan manajemen energi,
menentukan keputusan pada data center, maupun rancangan software.
2. Power Optimization
Dengan menggunakan teknik pemodelan dari Joulemeter, optimisasi terhadap penggunaan
energi dapat ditingkatkan melalui berbagai cara. Seperti halnya pengukuran pemakaian
energi pada VM memungkinkan pengembangan teknik alokasi dana untuk data center
virtual. mengatur optimisasi pemakaian energi pada komputer, dan menggunakan software
application yang hemat energi.
2.5 TopTenReviews
TopTenReviews (TTR)(2013) menyediakan ribuan tujuan ulasa produk pada pihak
ketiga untuk membantu membuat keputusan pembelian. TopTenReviews memiliki tiga
metode dalam melakukan ulasannya. Tiga metode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kategori Ulasan
Kategori ulasan didapat dengan cara mencari tahu informasi yang dibutuhkan bagi para
pengguna. Sedangkan informasi tersebut dapat diketahui dari penelitian terhadap trend
yang terjadi, pakar pemasaran, dan keyword analysis and search demand.
19
2. Pengujian dan Penelitian
Pengujian dan Penelitian dari setiap ulasan yang ada dilakukan sesuai dengan kebiasaan
para pelanggan. Oleh karena itu, hasil pengujian dapat menggambarkan setiap produk
yang ada.
3. Penilaian dan Peringkat
Penliaian dan peringkat dilakukan setelah pengujian dan penelitian selesai dilakukan.
Penilaian dan peringkat perlu dilakukan untuk mengetahui perbandingan setiap produk.
2.6 Kerangka Berpikir
20
2.7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009
Peraturan Pemerintah RI No. 70 tahun 2009 tentang Konversi Energi.
BAB I: Ketentuan Umum
Pasal 1
1. Konservasi Energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan
sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.
2. Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya,
mekanika, kimia, dan elektromagnetika.
3. Sumber energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan energi, baik secara langsung
maupun melalui proses konversi atau transformasi.
4. Sumber daya energi adalah sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan, baik sebagai
sumber energi maupun sebagai energi
5. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis
usaha bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
6. Bentuk usaha tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan dan
berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia.
7. Pengusaha adalah perseorangan, badan usaha, bentuk usaha tetap yang melakukan
pengusahaan energi termasuk produsen peralatan pemanfaatan energi.
8. Pemanfaatan energi adalah kegiatan menggunakan energi, baik langsung maupun
tidak langsung, dari sumber energi.
10. Pengguna energi adalah perseorangan, badan usaha, bentuk usaha tetap, lembaga
pemerintah, dan lembaga non pemerintah, yang memanfaatkan energi untuk
menghasilkan produk dan/atau jasa.
11. Penggunaan sumber energi adalah perseorangan, badan usaha, bentuk usaha tetap,
lembaga pemerintah, dan lembaga non pemerintah yang menggunakan sumber
energi.
BAB II: Tanggung Jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pengusaha, dan Masyarakat.
Bagian Kesatu: Umum
Pasal 2
21
1. Konservasi energi nasional menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pengusaha dan masyarakat.
2. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
rencana induk konservasi energi nasional.
Bagian Keempat: Tanggung Jawab Pengusaha
Pasal 7
1. Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 bertanggung jawab:
a. Melaksanakan konservasi energi dalam setiap tahap pelaksanaan usaha; dan
b. Menggunakan teknologi yang efisien energi; dan/atau
c. Menghasilkan produk dan/atau jasa yang hemat energi.
BAB III: Pelaksanaan Konservasi Energi
Bagian Kesatu: Umum
Pasal 9
1. Pelaksanaan konservasi energi mencakup seluruh tahap pengelolaan energi.
2. Pengelolaan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
a. Penyediaan energi;
b. Pengusahaan energi;
c. Pemanfaatan energi; dan
d. Konservasi sumber daya energi.
Bagian Keempat: Konservasi Dalam Pemanfaatan Energi
Pasal 12
1. Pemanfaatan energi oleh pengguna sumber energi dan pengguna energi wajib
dilakukan secara hemat dan efisien.
2. Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber energi
dan/atau energi lebih besar atau sama dengan 6.000 (enam ribu) setara ton minyak
per tahun wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi.
3. Manajemen energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan:
a. Menunjuk manajer energi;
b. Menyusun program konservasi energi;
c. Melaksanakan audit energi secara berkala;
d. Melaksanakan rekomendasi hasil audit energi; dan
e. Melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Bagian Kelima: Konservasi Sumber Daya Energi
22
Pasal 14
1. Menteri menetapkan kebijakan konservasi sumber daya energi.
2. Kebijakan konservasi sumber daya energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi tetapi tidak terbatas pada:
a. Sumber daya energi yang diprioritaskan untuk diusahakan dan/atau disediakan;
b. Jumlah sumber daya energi yang dapat diproduksi; dan
c. Pembatasan sumber daya energi yang dalam batas waktu tertentu tidak dapat
diusahakan
BAB V: Kemudahaan Insentif, dan Disinsentif
Bagian Kesatu: Kemudahan dan Insentif
Pasal 17
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi kemudahan kepada pengguna
energi dan produsen peralatan hemat energi di dalam negeri yang melaksanakan konservasi
energi untuk memperoleh:
a. Akses informasi mengenai teknologi hemat energi dan spesifikasinya, dan
cara/langkah penghematan energi; dan
b. Layanan konsultasi mengenai cara/langkah penghematan energi.
Pasal 18
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi insentif kepada:
a. Pengguna energi yang menggunakan energi lebih besar atau sama dengan 6.000
(enam ribu) setara ton minyak per tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (2); dan
b. Produsen peralatan hemat energi di dalam negeri,
Yang berhasil melaksanakan konservasi energi pada periode tertentu
Pasal 19
1. Kriteria keberhasilan pelaksanaan konservasi energi bagi pengguna energi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a apabila dalam periode tertentu terjadi
penurunan:
a. Konsumsi energi spesifik; dan/atau
b. Elastisitas konsumsi energi.
Pasal 20
1. Insentif yang diberikan kepada pengguna energi dapat berupa:
a. Fasilitas perpajakan untuk hemat energi;
23
b. Pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak daerah untuk
peralatan hemat energi;
c. Fasilitas bea masuk untuk peralatan hemat energi;
d. Dana suku bunga rendah untuk investasi konservasi energi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
e. Audit energi dalam pola kemitraan yang dibiayai oleh Pemerintah.
3. Permohonan inserntif dapat diajukan oleh pengguna energi dalam hal hasil evaluasi
atas laporan pelaksanaan konservasi energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (3) huruf e sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(1), menunjukan keberhasilan pelaksanaan konservasi energi
Bagian Kedua: Disinsentif
Pasal 22
1. Pengguna sumber energi dan pengguna energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (2) yang tidak melaksanakan konservasi energi melalui manajemen energi
dikenakan disinsentif oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.
2. Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Pengumuman di media massa;
c. Denda; dan/atau
d. Pengurangan pasokan energi
Pasal 23
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (2) huruf a diberikan
paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggat waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
Pasal 24
Dalam hal pengguna sumber energi dan pengguna energi yang telah diberi peringatan
sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tidak melaksanakan konservasi
energi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
mengumumkan nama pengguna sumber energi dan pengguna energi yang bersangkutan di
media massa.
Pasal 25
1. Dalam hal 1 (satu) bulan setelah nama pengguna sumber energi dan pengguna energi
diumumkan di media massa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 tetap tidak
melaksanakan konservasi energi, yang bersangkutan dikenai denda.
24
2. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sebanyak 2 (dua) kali dari
nilai pemborosan energi yang ditimbulkan.
3. Hasil denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetorkan ke kas negara/kas
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
1. Dalam hal 1 (satu) bulan setelah pengenaan denda pengguna sumber energi dan
pengguna energi tidak membayar denda, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya menetapkan pengurangan pasokan energi kepada yang
bersangkutan.
2. Gubernur atau bupati/walikota dalam menetapkan pengurangan pasokan energi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan Menteri.
3. Pengurangan pasokan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
meghilangkan kewajiban pembayaran denda oleh pengguna sumber energi dan
pengguna energi.
2.8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012
Peraturan Pemerintah RI No. 14 tahun 2012 tentang manajemen energi.
BAB I: Ketentuan Umum
Pasal 1
1. Konservasi Energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan
sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.
2. Manajemen Energi adalah kegiatan terpadu untuk mengendalikan konsumsi energi
agar tercapai pemanfaatan energi yang efektif dan efisien untuk menghasilkan
keluaran yang maksimal melalui tindakan teknis secara terstruktur dan ekonomis
untuk meminimalisasi pemanfaatan energi termasuk energi untuk proses produksi
dan meminimalisasi konsumsi bahan baku dan bahan pendukung.
3. Penggunaan Sumber Energi adalah perseorangan, badan usaha, bentuk usaha tetap,
lembaga pemerintah, dan lembaga non pemerintah yang menggunakan sumber
energi.
4. Penggunaan Energi adalah perseorangan, badan usaha, bentuk usaha tetap, lembaga
pemerintah, dan lembaga non pemerintah, yang memanfaatkan energi untuk
menghasilkan produk dan/atau jasa.
25
5. Konsumsi Energi Spesifik adalah jumlah energi yang digunakan untuk menghasilkan
1 (satu) satuan produk atau keluaran.
6. Manajer Energi adalah orang yang ditunjuk untuk melaksanakan manajemen energi
BAB II: Pelaksanaan Manajemen Energi
Bagian Kesatu: Umum
Pasal 3
Penggunaan sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber energi
dan/atau energi lebih besar atau sama dengan 6.000 (enam ribu) setara ton minyak per tahun
wajib melakukan manajemen energi.
Pasal 4
Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber energi
dan/atau kurang dari 6.000 (enam ribu) setara ton minyak per tahun agar melaksanakan
manajemen energi dan/atau melaksanakan penghematan energi.
Bagian kedua: manajemen energi
Pasal 5
Manajemen energi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4 dilakukan dengan:
a. Menunjuk manajer energi;
b. Menyusun program konservasi energi;
c. Melaksanakan audit energi secara berkala;
d. Melaksanakan rekomendasi hasil audit energi; dan
e. Melaporkan pelaksanaan manajemen energi setiap tahun kepada menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Ketiga: Manajer Energi
1. Penggunaan sumber energi dan penggunaan energi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 wajib membentuk tim manajemen energi
2. Tim manajemen energi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diketuai oleh manajer
energi
3. Manajer energi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 bertugas:
a. Melakukan perencanaan konservasi energi yang meliputi antara lain penentuan
target dan program konservasi energi, penyusunan prosedu operasi konservasi
energi dan pelaksanaan audit energi;
26
b. Melaksanakan konserasi energi yang meliputi antara lain melaksanakan program
konservasi energi, implementasi rekomendasi hasil audit energi, dan peninkatan
kesadaran serta motivasi hemat energi bagi karyawan;
c. Melakukan pemantauan dan evaluasi yang meliputi pengukuran, pencatatan,
penyiapan laporan dan usulan tindakan perbaikan pelaksanaan program
konservasi energi.
4. Manajer energi wajib memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat: Program Konservasi Energi
Pasal 7
1. Program konservasi energi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b meliputi:
a. Program jangka pendek, antara lain perbaikan prosedur operasi, pemeliharaan dan
pemasangan alat-alat kendali sederhana;
b. Program jangka menengah dan panjang, antara lain peningkatan efisiensi
peralatan dan fuel switching;
c. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan teknik-teknik konservasi energi bagi
karyawan/operator secara terus-menerus.
2. Program konservasi energi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuat
informasi sebagai berikut:
a. Rencana yang akan dilakukan;
b. Target dan pencapaian;
c. Jenis dan konsumsi energi;
d. Penggunaan peralatan hemat energi;
e. Langkah-langkah konservasi energi; dan
f. Jumlah produk yang dihasilkan atau jasa yang diberikan.
BAB III: Pelaksanaan Penghematan Energi
Pasal 12
Pelaksanaan penghematan energi oleh pengguna sumber energi dan pengguna energi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dilakukan melalui:
a. Sistem tata udara;
b. Sistem tata cahaya;
c. Peralatan pendukung;
d. Proses produksi; dan/atau
e. Peralatan pemanfaat energi utama
27
BAB V: Insentif dan Disinsentif
Bagian Kesatu: Insentif
Pasal 15
1. Pengguna sumber energi dan pengguna energi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
dan pasal 4 yang berhasil melaksanakan konservasi energi melalui manajemen energi
selama periode tertentu diberi insentif oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
2. Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan kepada pengguna sumber
energi dan pengguna energi yang melaksanakan manajemen energi selama periode 3
(tiga) tahun berturut-turut yang dapat menurunkan konsumsi energi spesifik
sekurang-kurangnya sebesar 2% (dua persen) per tahun.
3. Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 berupa audit energi
dalam pola kemitraan yang dibiayai oleh pemerintah dan/atau direkomendasikan
mendapat prioritas pasokan energi.
4. Untuk mendapatkan insentif pengguna Sumber Energi dan Pengguna Energi harus
mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Direktur Jendral, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
5. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi dan
memutuskan menyetujui atau menolak pemberian insentif.
6. Gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memutuskan
menyetujui pemberian Insentif harus mendapatkan pertimbangan Direktur Jendral.
Bagian Kedua: Disinsentif
Pasal 16
1. Pengguna sumber energi dan pengguna energi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
yang tidak melaksanakan konservasi energi melalui manajemen energi dikenakan
disinsentif oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
2. Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Pengumuman di media massa;
c. Denda; dan/atau
d. Pengurangan pasokan energi.
28
3. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a dikenakan pada
pengguna sumber energi dan pengguna energi apabila tidak:
a. Menunjuk manajer energi;
b. Menyusun program konservasi energi;
c. Melaksanakan audit energi secara berkala;
d. Melaksanakan rekomendasi hasil audit energi; atau
e. Melaporkan pelaksanaan manajemen energi dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 ayat 3 atau ayat 4
4. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a diberikan paling
banyak 3 (tiga) kali dalam tenggat waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
5. Dalam hal penggunaan sumber energi dan pengguna energi yang telah diberi
peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud pada ayat 4 tidak
melaksanakan konservasi energi melalui manajemen energi, menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya mengumumkan nama pengguna
sumber energi dan pengguna energi yang bersangkutan di media massa.
6. Dalam hal 1 (satu) bulan setelah nama pengguna sumber energi dan pengguna energi
diumumkan di media massa sebagaimana dimaksud pada ayat 5 tetap tidak
melaksanakan konservasi energi melalui manajemen energi, yang bersangkutan
dikenai denda.
7. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat 6 dikenakan sebanyak 2 (dua) kali dari
pemborosan energi yang ditimbulkan.
8. Nilai pemborosan energi sebagaimana dimaksud pada ayat 7, dihitung berdasarkan
5% (lima persen) dari biaya energi yang digunakan oleh pengguna sumber energi dan
pengguna energi selama 1 (satu) tahun periode pelaporan.
9. Hasil denda sebagaimana dimaksud pada ayat 8 disetorkan ke kas negara/kas daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Dalam hal 1 (satu) bulan setelah pengenaan denda pengguna sumber energi dan
pengguna energi tidak membayar denda, menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya menetapkan pengurangan pasokan energi kepada
yang bersangkutan.
11. Pengurangan pasokan energi sebagaimana dimaksud pada ayat 10 ditetapkan
maksimum 5% (lima persen) dari kapasitas kontrak yang bersangkutan dengan
penyedia energi selama 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang.