bab ii konsep dasar a. pengertian -...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, A, 2001 ).
Post operasi sectio caesaria adalah keadaan dimana telah dilakukan
operasi atau pembedahan untuk melahirkan janin (Mansjoer, A, 2001).
Letak sungsang merupakan letak memanjang dengan bokong sebagai
bagian yang terendah atau presentasi bokong (Sulaiman S, 2004).
Jadi post partum sectio caesaria atas indikasi letak sungsang adalah
masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu dimana
kelahiran janinnya dilakukan dengan membuka dinding perut dan dinding
rahim dengan sayatan atau insisi atas indikasi Letak sungsang yang
merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala berada
di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Ada beberapa jenis dan klasifikasi Letak sungsang :
1. Letak bokong
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat ke atas.
8
2. Letak sungsang sempurna
Letak bokong dimana kedua kaki ada di samping bokong ( letak bokong
kaki sempurna ( lipat kejang ).
3. Letak sungsang tidak sempurna
Adalah letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga
kaki atau lutut.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi organ dan reproduksi wanita
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan organ
interna. Organ eksterna berfungsi dalam kopulsi, sedangkan organ
interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilitas sel telur dan
perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi, dapat dikatakan
berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
9
Gambar 1: Organ Reproduksi Eksterna pada wanita.(Sumber: Winkjosastro, 2005)
a. Organ eksterna, terdiri atas :
1). Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah bantalan berisi lemak yang
terletak dipermukaan anterior simphisis pubis. Setelah pubertas
kulit mons pubis tertutup rambut ikal yang membentuk pola
distribusi tertentu (escutcheon).
2). Labia mayora
Merupakan dua buah lipatan kulit dengan jaringan lemak
dibawahnya yang berlanjut ke bawah sebagai perluasan dan mons
pubis dan menyatu menjadi perineum. Pada wanita menjelang
dewasa ditumbuhi oleh pubis lanjutan dan mons veneris. Secara
embirologis labia mayora homolog dari skrotum pada pria. Setelah
melahirkan beberapa kali, labia mayora menjadi tidak terlalu
menonjol dan pada usia lanjut biasanya menjadi keriput, panjang
labia mayora 7–8 cm, lebar 2–3 cm, tebal 1–1,5 cm, dan agak
10
meruncing pada ujung bawah. Pada nullipara kedua sisi labia
terletak berdekatan sehingga menutupi sama sekali jaringan
dibawahnya. Sedangkan multipara labia mayora bisa terbuka lebar.
Labia mayora berlanjut menjadi monspubis dibagian posterior,
sedangkan pada daerah medial bergabung menjadi komisura
posterior. Pada labia mayora banyak terdapat kelenjar minyak.
Dibawah kulitnya terdapat jaringan ikat pada yang kaya akan
serabut elastin dan jaringan lemak, tetapi hampir tidak ditemukan
unsur otot. Pada bagian bawah kulit terdapat gumpalan lemak yang
merupakan bagian terbesar labia, pada jaringan lemak ini terdapat
suatu pleksus venosus yang sebagai akibat trauma eksternal dapat
robek dan membentuk hematoma.
3). Labia minora
Jaringan berwarna kemerahan yang kedua sisinya menyatu pada
ujung atas vulva disebut labia minora atau nimfe. Labia minora
merupakan dua buah lipatan tipis kulit yang terletak disebelah
dalam labia mayora. Labia mayora adalah lipatan jaringan yang
tipis dan bila terbuka terlihat lembab dan kemerahan, menyerupai
selaput mukosa. Jaringan ini ditutupi oleh epitel gepeng berlapis
dengan banyak tonjolan papila, tidak ditemukan folikel rambut
namun banyak folikel sebasea dan kadang–kadang terdapat
kelenjar keringat.
11
4). Klitoris
Klitoris identik dengan penis pada pria, kira–kira sebesar kacang
hijau sampai cabai rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris–klitoris
terdiri dari :
a). Glans
Glans terdiri dari sel–sel berbentuk fusi tormis
b). Korpus
Terdapat dua korpora kavernosa, dimana pada dindingnya
terdapat serabut otot polos
c). Krura
Bentuknya tipis dan panjang berawal dipermukaan inferior
ramus iskiopubis menyatu tepat dibawah pertengahan arkus
pubis membentuk korpus klitoris. Panjang klitoris jarang
melebihi 2 cm bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun dan
posisinya sangat berlipat karena tarikan labia minora. Akibatnya
ujung klitoris mengarah ke bawah dan menuju liang vagina.
5). Vulva
Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong,
berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir
kecil, sampai ke belakang dibatasi perineum.
12
6). Vestibulum
Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia
minora dilateral dan memanjang dari klitoris diatas hingga
fourchet dibawah. Vestibulum adalah jaringan fungsional pada
wanita yang berasal dari urogenital pada embrio. Pada tahap
kematangan terdapat 6 buah lubang uretra, vagina, 2 saluran
kelenjar bartholini dan kadang kala terdapat duktus dari kelenjar
vestibularis mayor yaitu kelenjar bartholini. Kelenjar ini terletak
dibawah otot konstriktor vagina dan kadang kala ditemukan
tertutup sebagian oleh bulbus vestibularis.
7). Introitus vagina
Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Dilindungi oleh
labia minora, dapat dilihat jika bibir kecil dibuka oleh selaput dara
(hymen).
8). Selaput dara (hymen)
Merupakan selaput yang menutupi introitus vagina. Biasanya
berlubang membentuk semilunaris, anularis, tapisan, septata atau
fimbria. Bila tidak berlubang disebut atresia himenalis atau
13
hymen imperforate, hymen akan robek pada koitus apalagi setelah
bersalin. Sisanya disebut kuruntula hymen atau sisa hymen.
9). Orifisium uretra eksterna (lubang kemih)
2/3 bagian bawah uretra terletak tepat diatas dinding depan vagina
dan bermuara pada meatus uretra. Meatus uretra terletak pada
garis tengah vestibulum 1–1,5 cm dibawah arkus pubis, letaknya
dekat dengan bagian atas liang vagina dan biasanya terlihat
menonjol berkerut–kerut.
10). Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata–rata 4
cm. Jaringan yang menopang perineum adalah diafragma peluis
dan urogenital. Perineum terdiri dari otot yang dilapisi dengan
kulit menjadi penting karena perineum dapat robek selama
melahirkan
b. Organ interna
14
Gambar 2: Organ Reproduksi Internal pada wanita.(Sumber: Winkjosastro, 2005).
1). Vagina
Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang
keatas dan kebelakang mulut vulva hingga uterus. Dinding anterior
vagina memiliki panjang kurang lebih 7,5 cm dan dinding
posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai
saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran
menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai jalan lahir saat
persalinan.
Dinding vagina terdiri dari 4 lapisan :
a). Lapisan epitel gepeng berlapis, pada lapisan ini tidak terdapat
kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk
memberikan kelembaban.
b). Jaringan efektif areoler yang dipasok pembuluh dengan baik.
15
c). Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler.
d). Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih.
Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat
servik menjulur kedalam kubah vagina terbentuk sebuah selokan
melingkar yang mengelilingi serviks. Fornik ini terbagi menjadi
4 bagian. Fornik posterior, anterior dan dua buah fornik lateral.
2). Uterus
Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh
peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang
gepeng. Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga
panggul antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior.
Uterus wanita nullipara panjang 6–8 cm, dibandingkan dengan 9-
10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah
melahirkan antara 50–70 gram, sedangkan wanita yang belum
pernah melahirkan beratnya 80 gram atau lebih.
Uterus terdiri atas :
a). Fundus uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba fallopi
berinsersi ke uterus. Didalam klinik penting diketahui sampai
16
dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat
diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.
b). Korpus uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar, rongga yang terdapat
pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri
terdiri dari 3 lapisan yaitu serosa, muskola, dan mukosa.
Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang.
c). Servik uteri
Servik merupakan bagian uterus dengan bagian khusus, terletak
dibawah istimus. Servik memiliki serabut otot polos, namun
terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin
serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan
secret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis. Jika
saluran kelenjar serviks tersumbat dapat terbentuk kista retensi
berdiameter beberapa millimeter yang disebut sebagai folikel
nabhotian.
Secara histolik uterus terdiri atas :
a). Endometrium di corpus uteri dan endoserviks uteri
17
Merupakan bagian terdalam dari uterus yaitu lapisan mukosa
yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil.
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar–kelenjar dan
jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk–keluk.
Ukuran endometrium bervariasi yaitu 0,5 mm hingga 5 mm.
Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar
danjringan mesenkim antar kelenjar yang ada didalamnya
banyak terdapat pembuluh darah.
Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu lapisan sel
kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterine
terbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini
menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga
rongga uterus tetap lembab.
b). Miometrium
Miometrium merupakan jaringan pembentuk sebagian besar
uterus dan terdiri atas kumpulan otot polos yang disatukan
jaringan ikat dengan banyak serabut elastin didalamnya.
Menurut Schwalm dan Dubnauszky, 1996 banyak serabut otot
pada uterus sedikit demi sedikit berkurang ke arah kaudal,
sehingga pada serviks otot hanya merupakan 10% dari massa
jaringan. Selama masa kehamilan terutama melalui proses
18
hipertrofi, miometrium sangat membesar, namun tidak terjadi
perubahan yang berarti pada otot di serviks.
c). Lapisan serosa, yakni peritorium visceral
Uterus sebenarnya terapung–apung dalam rongga peluis
dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya.
Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :
(1). Ligamentum cardinal sinistra et dextra (mackenrodt)
Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplai uetrus
tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari
serviks dan puncak vagina kearah lateral dinding pelvis.
Didalamnya banyak pembuluh darah antara lain vena dan
arteri uterina.
(2). Ligamentum sakro uterinium sinistra et dextra
Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak
bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan
kanan, kearah sacrum kiri dan kanan.
(3). Ligamentum rotundum sinistra et dextra
Yaitu ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi
dan berjalan dari sudut uetri kiri dan kanan, ke daerah
inguinal kiri dan kanan.
19
(4). Ligamentum latum sinistra et dextra
Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus
kearah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat.
Dibagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur
(ovarium sinistra et dextra).
(5). Ligamentum infundibula pelvicum
Yaitu ligamentum yang menahan tuba fallopi berjalan dari
arah infundibulum ke dinding pelvis. Didalamnya terdapat
urat – urat saraf. Saluran–saluran limfe, arteri dan vena
ovarica. Istmus adalah bagian uterus antara servik dan
mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan
didaerah plika vesiaka uterine. Uterus diberi darah oleh
arteri uterine sinistra et dextra yang terdiri dari ramus
eksenden dan desenden. Pembuluh darah yang lain yang
memperdarahi uterus adalah arteri ovarica sinistra et
dextra. Inversasi uterus terdiri atas sistem saraf simpatis,
parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari sistem
parasimpatis ini berada dalam panggul disebelah kiri dan
kanan os sacrum, berasal dari saraf sacral 2, 3 dan 4 dan
selanjutnya memasuki pleksus frankenhauser yang dari
sistem simpatis masuk kedalam rongga panggul sebagai
pleksus hipogastrikus melalui bifurkasia aorta dan
20
promontorium tenus kebawah dan menuju pleksus
frankenhauser. Serabut saraf tersebut memberi intervasi
pada miometrium dan endometrium. Kedua sistem
simpatik dan parasimpatik mengandung unsur motorik dan
sensorik. Simpatik menimbulkan kontraksi dan
vasokontriksi, sedangkan parasimpatik mencegah
kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.
3). Tuba fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu
uterina hingga suatu tempat didekat ovarium dan merupakan
jalanovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-
14 cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh
membran mukosa.
Tuba fallopi terdiri atas :
a). Pars interstisialis
Bagian yang terdapat di dinding uterus
b). Pars ismika
Merupakan medial tuba yang sempit seluruhnya
c). Pars ompularis
Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi
21
d). Pars infundibulum
Bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan
mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk
menangkap telur untuk kemudian menyalurkan kedalam tuba.
4). Ovarium
Ovarium merupakan orga yang berbentuk seperti buah amandel,
fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintesis
dan sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5–5 cm,
lebar 1,5–5 cm, dan tebal 0,6–1 cm, setelah menopause ovarium
sangat kecil. Normalnya ovarium terletak pada bagian atas rongga
panggul dan menempel pada lekukan dinding lateral pelvis diantara
iliaka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik
fossa ovaroca weldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum
melalui mesovarium.
Struktur umum pada ovarium dapat dibedakan menjadi:
a). Korteks
Ketebalannya sesuai dengan usia dan menjadi semakin tipis
dengan bertambahnya usia. Dalam lapisan inilah ovarium dan
folikel de graaf. Bagian yang paling luar dari korteks yang
kusam dan keputih – putihan dikenal sebagai tunika albuginea,
22
dimana permukaannya terdapat lapisan tunggal epitel muboid
yaitu epitel germinal dari waldeyer.
b). Medulla
Terdiri atas jaringan penyambung longgar yang
berkesinambungan dengan yang dari mesovarium. Terdapat
sejumlah besar arteri dan vena dalam medulla dan sejumlah
kecil serat otot polos yang berkesinambungan, serat otot
berfungsi dalam pergerakan ovarium.
Ovarium disuplai oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis.
Saraf simpatis berasal dari ovarica yang menyertai pembuluh
ovarica, beberapa berasal dari pleksus yang mengelilingi cabang
ovarica dari arteri uterina.
2. Anatomi dan fisiologi abdomen
23
Gambar 3. Anatomi Abdomen
(dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010)
a. Kulit
Gambar 4. Lapisan Abdomen
(dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010)
1) Lapisan Epidermis
Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat. Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungan
dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan
mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan,
24
tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri dari
keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh
darah dan sel-selnya sangat rapat.
2) Lapisan Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa
dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis
berupa sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak
pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
3) Lapisan subkutan
Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak
pembuluh darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit
secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya.
Dalam hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah
pengikat organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus.
Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang
disebut peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari
kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus.
b. Fasia
25
Gambar 5. Bagian Fasia
Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak
yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,.
Fasia profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia
profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's fasia
dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas
perut. Di bawah lapisan terdalam otot, maka otot abdominis
transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis
dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak..
Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama
meliputi struktur tubuh
c. Otot perut
26
Gambar 6. Lapisan Otot Perut
(dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010)
1) Otot dinding perut anterior dan lateral
Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis di
atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh beberapa
pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba adalah pita
jaringan yang membentang pada garis tengah dari procecuss
xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua
musculus rectus abdominis. Obliquus externus, obliquus
internus dan transverses adalah otot pipih yang membentuk
dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat
externus berjalan kea rah bawah dan atas ; serat obliquus
internus berjalan keatas dan kedepan ; serat transverses (otot
terdalam dari otot ketiga dinding perut) berjalan transversal di
bagian depan ketiga otot terakhir otot berakhir dalam satu
27
selubung bersama yang menutupi rectus abdominis.
2) Otot dinding perut posterior
Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian
belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas ke crista iliaca,
(Gibson, J. 2002).
3. Fisiologi post partum
Perubahan fisiologi post partum menurut (Farre, 2002) antara lain :
a. Involusio
Yaitu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan
sebelum hamil, terjadi karena masing–masing sel menjadi lebih kecil
karena systoplasmanya yang berlebihan dibuang.
1). Involusio uterus
Terjadi setelah plasenta lahir, uterus akan mengeras karena
kontraksi dan reaksi pada otot–ototnya, dapat diamati dengan
pemeriksaan tinggi fundus uteri.
a). Setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1–2 jari
dibawah pusat.
b). Pada hari ke–6 TFU normalnya berada dipertengahan simpisis
pubis dan pusat.
28
c). Pada hari ke–9 TFU sudah tidak teraba.
2). Involusio tempat melekatnya plasenta
Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta
trombosis pada endometrium terjadi pembekuan skar sebagai
proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada
endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan
pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang
b. Lochea
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari
jaringan–jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang
senggama.
Menurut pembagiannya :
1). Lochea rubra
Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari
kesatu dan kedua.
2). Lochea sanguinolenta
Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari
ke 3–6 post partum.
29
3). Lochea alba
Berwarna putih/ jernih, berisi leukosit, sel epitel, mukosa servik
dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke 1–2 minggu
setelah melahirkan.
4. Adaptasi fisik
a. Tanda–tanda vital
Suhu meningkat, dehidrasi karena perubahan hormonal tetapi bila
suhu diatas 380C dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum
perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih,
endometritis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2
atau ke 3 post partum dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun
tidak selalu.
b. Adaptasi kardiovaskuler
1). Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik ± 20
mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring
keduduk. Keadaan sementara sebagai kompensasi kardiovaskuler
terhadap penurunan tekanan dalam rongga panggul dan
pendarahan.
30
2). Denyut nadi berkisar 60–70 kali permenit, berkeringat dan
menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa–sisa
pembakaran melalui kulit sering terjadi terutama malam hari.
c. Adaptasi traktus urinarius
Selama proses kehamilan persalinan kandung kemih mengalami trauma
yang dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensitifitas
terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang
berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna. Biasanya ibu
mengalami ketidakmampuan untuk buang air kecil selama 2 hari pertama
setelah melahirkan.
d. Adaptasi sistem gastrointestinal
Diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun
kadar progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan
juga mengalami penurunan selama 1–2 hari.
e. Adaptasi sistem endokrin
Perubahan buah dada, umumnya produksi ASI baru berlangsung pada
hari ke 2–3 post partum, buah dada tampak besar, keras dan nyeri.
f. Adaptasi sistem muskuloskeletal
31
Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan
mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas
setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.
g. Perineum
Setelah partus perineum menjadi kendor karena sebelumnya meregang
oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun
tetap lebih kendor dari keadaan sebelum melahirkan (nuliparia).
h. Laktasi
Setelah partus, pengaruh menekan dari esterogen dan progesterone
terhadap hipofisis hilang penuh hormon–hormon hipofisis kembali antara
lain, laktogenic hormone (prolaktin) yang akan menghasilkan pula
mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruh akibat
kelenjar–kelenjar susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu baru
berlangsung betul pada hari ke 2–3 post partum.
5. Adaptasi fungsional
Ada 3 fase pada ibu post partum, yaitu :
a. Fase taking in (fase dependent)
1) Selama 1–2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan
ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
32
2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan
keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai ibu dan ia lebih
mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih baik
meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahatnya.
3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan
tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa
ketidaknyamanan.
b. Fase taking hold (fase independent)
1) Ibu sudah menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan
memperlihatkan bayinya.
2) Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya.
3) Ibu mulai terbuka menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan
bayinya.
c. Fase letting go (fase interdependent)
Fase ini merupakan suatu keadaan menuju peran baru
1) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih
meningkat.
2) Mengenal bayi bahwa bayi terpisah dari dirinya.
(Bobak, 2004)
33
6. Macam – macam pembedahan sectio caesaria
Sectio caesaria dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu :
a. Sectio caesaria klasik (Menurut sanger)
Lebih mudah dimulai dari insisi segmen bawah rahim dengan
indikasi:
1). Sectio caesaria yang diikuti dengan sterilisasi
2). Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi
robekan segmen bawah rahim dan perdarahan
3). Pada letak lintang
4). Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul
Keuntungan :
Mudah dilakukan karena lapangan operasi relatif luas
Kerugian :
34
Kesembuhan luka operasi relatif sulit, kemungkinan terjadi ruptur
uteri pada kehamilan berikutnya lebih besar, kemungkinan terjadi
perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar.
b. Sectio caesaria transperitoneal profunda (Menurut Kehrer)
Sectio caesaria yang merupakan persalinan dengan morbiditas dan
mortalitas rendah adalah persalinan yang paling konservatif.
Indikasi dari ibu :
1). Primigravida dengan kelainan letak
2). Primipara tua dengan disertai : kelainan letak, disproporsi sefalo
pelvik
3). Terdapat kesempitan panggul
4). Komplikasi kehamilan yaitu preeklamsi–eklamsi
Indikasi dari bayi :
a). Fetal distress / gawat janin
b). Malpresentasi dan malposisi kedudukan janin
c). Kegagalan persalinan vakum
Keuntungan :
35
Segmen bawah rahim lebih tenang, kesembuhan baik, tidak banyak
menimbulkan perlekatan.
Kerugian :
Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin, terjadi perluasan
luka insisi dan menimbulkan perdarahan.
c. Sectio caesaria ekstraperitonial (Menurut Water / Latzco)
Operasi tipe ini tidak banyak dikerjakan lagi karena perkembangan
antibiotika, dan untuk menghindarkan kemungkinan infeksi yang
dapat ditimbulkannya. Tujuannya menghindari kontaminasi kavum
uteri oleh infeksi yang terdapat diluar uterus.
7. Indikasi sectio caesaria
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias
naturalis ialah CV : 8 cm. Panggul depan CV : 8 cm dapat dipastikan
tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan
sectio caesaria, CV antara 8–10 cm bileh dicoba dengan partus
percobaan, baru setelah gagal dilakukan sectio caesaria sekunder.
c. Disproporsi sefalo pelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dengan panggul.
36
d. Ruptur uteri mengancam
e. Partus lama
f. Partus tidak maju
g. Distorsia servik
h. Preeklamsi dan hipertensi
i. Mal presentasi janin :
1. Letak lintang
Greenhill dan easman sama–sama sependapat :
a. Bila ada kesempitan panggul, maka sectio caesaria adalah cara
yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin, hidup
dan besar biasa.
b. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong
dengan sectio caesaria, walau tidak ada perkiraan panggul
sempit.
c. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong
dengan cara- cara lain.
2. Letak sungsang
Macam – macam letak sungsang :
37
Berdasarkan komposisi dari bokong dan kaki dapat ditentukan
beberapa bentuk letak sungsang sebagai berikut :
a. Letak sungsang murni (frank breech)
Terjadi bila diperiksa teraba bokong, kedua kaki menjungkit
keatas sampai kepala bayi, kedua kaki bertindak sebagai spalk
b. Letak bokong kaki sempurna (complete breech)
Terjadi bila diperiksa teraba bokong, kedua kaki berada
disamping bokong
c. Letak bokong tak sempurna (incomplete breech)
Terjadi bila diperiksa teraba bokong, disamping bokong teraba
satu kaki
d. Letak kaki (incomplete breech lain)
Bila bagian terendah teraba salah satu dan kedua kaki atau
lutut, dapat dibedakan : letak kaki bila kaki terendah, letak
lutut bila lutut terendah
(Ida Bagus, 1998)
38
C. Etiologi
Penyebab letak sungsang dapat berasal dari :
1. Sudut ibu
Keadaan rahim : rahim arkuatus, septum pada rahim, uterus
duplek, mioma bersama kehamilan, keadaan placenta : placenta letak
rendah, placenta previa, keadaan janin lahir : Kesempitan panggul,
deformitas tulang panggul, terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan
perputaran ke posisi kepala.
2. Sudut janin
Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak
sungsang : Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat, Hidrosefalus atau
anensephalus, Kehamilan kembar, Hidronion atau oligohidronion,
Prematuritas.
Dalam keadaan normal, bokong mencari tempat yang lebih luas
sehingga terdapat kedudukan letak kepala. Disamping itu kepala janin
merupakan bagian terbesar dan keras, serta paling berat melalui hukum gaya
berat, kepala janin akan menuju ke arah pintu atas pinggul. Dengan
gerakan kaki janin, ketegangan ligamentum rotundum dan kontraksi
braxon hicks, kepala janin berangsur-angsur masuk ke pintu atas
panggul.
(Manuaba, 1998)
39
D. Manifestasi klinik
1. Pernafasan
a. Pernafasan meningkat karena hipoventilasi, posisi salah, pembalut ketat
pada dada dan abdomen atas, kegemukan.
b. Kecepatan pernafasan turun karena pengaruh obat : anestesi, narkotika,
sedative.
2. Tekanan darah
a. Meningkatkan jika dalam keadaan cemas, nyeri, distensi, kandung
kemih.
b. Tekanan darah turun jika terjadi shock karena kehilangan cairan atau
hemoragi.
3. Suhu
a. Terjadi kenaikan karena reksi stress
b. Suhu turun karena dinginnya ruang operasi dan ruang pemulihan
4. Nadi
a. Meningkat karena nyeri, cemas, dilatasi perut
b. Kecepatan nadi turun karena kebanyakan dosis digitalis
5. Kenyamanan
40
a. Terdapat nyeri, mual, tumpah
b. Sikap tidur nyaman dan memperlancar ventilasi
(Long, 1996)
E. Fase – fase penyembuhan luka
1. Fase I (termasuk respon inflammatory) berlangsung selama 3 hari
a. Penutupan luka (darah membeku)
b. Fagositosis jaringan rusak dan bakteri
c. Pembentukan arus darah ke luka
2. Fase II berlangsung 3–14 hari setelah bedah
a. Kolagen dikumpulkan
b. Regenarasi sel epitel
c. Luka, granulasi jaringan
3. Fase III berlangsung dari minggu kedua sampai minggu keenam
a. Tambahan pengumpulan kolagen
b. Pembuluh darah terjepit
c. Luka : pertumbuhan jaringan menarik tinggi
4. Fase IV berlangsung beberapa bulan setelah bedah
41
a. Kolagen menciut dan memadat
b. Luka : membentuk ceruk parut, tipis dan putih
(Long, 1996)
F. Jenis Sectio Caesaria
Menurut Mochtar Rustam (1998) jenis-jenis sectio caesarea adalah :
1. Abdomen (Sectio Caesarea Abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
1) Sectio Caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada
korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
2) Sectio Caesarea ismika atau profunda dengan insisi pada segmen
bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.
b. Sectio Caesarea ekstra peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian
tidak membuka kavum abdominal.
2. Vagina (Sectio Caesarea vaginalis)
G. Tehnik Sectio Sesaria
1. Teknik Seksio Sesarea Transperitonealis Profunda
Daver Catheter di pasang dan wanita berbaring dalam letak
tredelenburg ringan. Diadakan insisi pada dinding perut pada garis
42
tengah dari simfisis sampai beberapa cm di bawah pusat. Setelah
peritorium dibuka, dipasang spekulum perut dan lapangan operasi
dipisahkan dari rongga perut dengan satu kasa panjang atau lebih.
Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah dipegang dengan piset,
plikovesitas. Uterina dibuka dan insisi diteruskan melintang jauh ke
lateral. Kemudian kandung kencing depan uterus didorong ke bawah
dengan jari. Pada segmen bawah uterus yang sudah tidak ditutup lagi
oleh peritoneum serta kandung kencing yang biasanya sudah menipis,
diadakan insisi melintang selebar 10 cm dengan ujung kanan dan kiri
agak melengkung ke atas untuk menghindari terbukanya cabang-cabang
arteria uterine. Karena uterus dalam kehamilan tidak jarang memutar ke
kanan, sebelum membuat insisi, posisi uterus diperiksa dahulu dengan
memperhatikan ligamenta rocundo kanan dan kiri, di tengah-tengah insisi
diteruskan sampai dinding uterus terbuka dan ketuban tampak, kemudian
luka yang terakhir ini dilebarkan dengan gunting berujung tumpul
mengikuti sayatan yang telah dibuat terlebih dahulu. Sekarang ketuban
dipecahkan dan air ketuban yang keluar diisap. Kemudian spekulum
perut diangkat dan lengan dimasukkan ke dalam uterus di belakang
kepala janin dan dengan memegang kepala dari belakang dengan jari-jari
tangan penolong. Diusahakan lahirnya kepala melalui lubang insisi. Jika
dialami kesulitan untuk melahirkan kepala janin dengan tangan, dapat
dipasang dengan cunan boerma. Sesudah kepala janin badan kemudian
dilahirkan dilanjutkan muka dan mulut lalu dibersihkan. Tali pusat
43
dipotong dan bayi diserahkan pada orang lain. Diberikan suntikan 10
satuan oksitosin dalam dinding uterus atau intravena, pinggir luka insisi
dipegang dengan beberapa Cunam ovum dan plasenta serta selaput
ketuban dikeluarkan secara manual. Tangan untuk sementara dimasukkan
kedalam rongga uterus untuk mempermudah jahitan luka, tangan ini
diangkat sebelum luka uterus ditutup. Jahitan otot uterus dilakukan dalam
dua lapisan yaitu lapisan pertama terdiri atas kahitan simpul dengan
catgut dan dimulai dari ujung yang satu ke ujung yang lain (jangan
mengikutsertakan desidua), lapisan kedua terdiri atas jahitan menerus
sehingga luka pada miometrium tertutup rapi.
Keuntungan pembedahan ini:
a. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
b. Bahaya peritonitis tidak besar
c. Parut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptura uteri
dikemudian hari tidak besar, karena dalam masa nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami konraksi seperti korpus
uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna (Lukito Husodo,
ilmu kebidanan 2005)
2. Teknik Seksio Sesarea Korporal
Setelah dinding perut dan peritoneum pariatale terbuka pada garis
lengan dipasang beberapa kain kasa panjang antara dinding perut dan
dinding uterus untuk mencegah masuknya air ketuban dan darah ke
44
rongga perut. Diadakan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang
10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vegika uterine.
Diadakan lubang kecil pada batang kantong ketuban untuk menghisap air
ketuban sebanyak mungkin, lubang ini kemudian dilebarkan dan janin
dilahirkan dengan tarikan pada kakinya. Setelah anak lahir korpus uteri
dapat dilahirkan dari rongga perut untuk memudahkan tindakan-tindakan
selanjutnya. Sekarang diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam
dinding uterus intravena dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan
secara manual kemudian dinding uterus ditutup dengan jahitan catgut
yang kuat dalam dua lapisan, lapisan pertama terdiri atas jahitan simpul
dan kedua jahitan menerus. Selanjutnya diadakan jahitan menerus dengan
catgut lebih tipis yang mengikutsertakan peritoneum serta bagian luar
miomtrium dan yang menutupi jahitan yang terlebih dahulu dengan rapi.
Akhirnya dinding perut ditutup secara biasa (Wiknjosastro, 2002).
3. Teknik seksio sesarea klasik
a. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan
operasi dipersempit dengan kain suci hama
b. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis
sepanjang 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis
sehingga kavum peritonial terbuka.
c. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa
laparotomi
45
d. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim
(SAR) kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting.
e. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin
dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri.
Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong
diantara kedua penjepit.
f. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 U oksitosin ke
dalam rahim secara intra demal.
g. Luka insisi SAR dijahit kembali
Lapisan I : Endometrium bersama miometrium dijahit secara
jelujur dengan benang catgut kronik
Lapisan II : hanya miometrium saja dijahit secara simopul (karena
otot SAR sangat tebal) dengan catgut kronik
Lapian III : peritoneum saja, dijahit secara simpul dengan benang
catgut biasa.
h. Setelah dinding selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi
i. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka
dinding perut dijahit (Ilmu bedah kebidanan, 2000).
4. Teknik seksio histerektomi
a. Setelah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan
hemostasis pada insisi dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur
atau simpul.
46
b. Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari
rongga pelvis
c. Mula-mula ligamentum rotundum dijepit dengan cunam kocher dan
cunam oschner kemudian dipotong sedekat mungkin dengan rahim,
dan jaringan yang sudah dipotong diligasi dengan benang catgut
kronik, bladder flap yang telah dibuat pada waktu seksio sesarea
transperitoneal profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah dan lateral.
Pada ligamentum latum belakang lubang dengan jari telunjuk tangan
kiri di bawah adneksa dari arah belakang. Dengan cara ini ureter
akan terhindar dari kemungkinan terpotong.
d. Melalui lubang pada ligamentum ini, tuba falopi, ligamentum utero
ovarika, dan pembuluh darah dalam jaringan terebut dijepit dengan 2
cunam oscher lengkung dan di sisi rahim dengan cunam kocher.
Jaringan diantaranya kemudian digunting dengan gunting Mayo.
Jaringan yang terpotong diikat dengan jahitan transfiks untuk
hemotasis dengan catgut.
e. Jaringan ligamentum latum yang sebagian besar adalah vaskuler
dipotong secara tajam ke arah serviks. Setelah pemotongan
ligamentum latum sampai di daerah serviks, kandung kencing
disisihkan jauh ke bawah dan samping
f. Pada ligamentum kardinale dan jaringan paraservikal dilakukan
panjepitan dengan cunam oscher lengkung secara ganda, dan pada
tempat yang sama di sisi rahim dijepit dengan cunam kocher lurus.
47
Kemudian jaringan diantaranya digunting dengan gunting Mayo.
Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap sehingga ligamentum
kardinale terpotong seluruhnya. Puntung ligamentum kardinale
dijahit transfiks secara ganda dengan benang catgut khronik.
g. Demikian juga ligamentum sakro-uterine kiri dan kanan dipotong
dengan cara yang sama, dan iligasi secara transfiks dengan benang
catgut khronik.
h. Setelah mencapai di atas dinding vagina serviks, pada sisi depan
serviks dibuat irisan sagital dengan pisau, kemudian melalui insisi
tersebut dinding vagina dijepit dengan cunam oscher melingkari
serviks dan dinding vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan
dinding vagina dapat dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim
akhirnya dapat diangkat.
i. Puntung vagina dijepit dengan beberapa cunam kocher untuk
hemostasis. Mula-mula puntung kedua ligamentum kardinale
dijahitkan pada ujung kiri dan kanan puntung vagina, sehingga
terjadi hemostasis pada kedua ujung puntung vagina. Puntung vagina
dijahit secara jelujur untuk hemostasis dengan catgut khromik.
Puntung adneksa yang telah dipotong dapat dijahitkan digantungkan
pada puntung vagina, asalkan tidak terlalu kencang. Akhirnya
puntung vagina ditutup dengan retro-peritonealisasi dengan
menutupkan bladder flap pada sisi belakang puntung vagina.
48
j. Setelah rongga perut dibersihkan dari sisa darah, luka perut ditutup
kembali lapis demi lapis, (Winkjosastro, 2002).
H. Komplikasi
Komplikasi akibat sectio caesaria antara lain :
a. Infeksi Puerperal (nifas)
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum keadaan pembedahan sudah
ada gejala–gejala infeksi intra partum / ada faktor–faktor yang merupakan
gejala infeksi :
1) Infeksi bersifat ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dengan
dehidrasi dan perut sedikit kembung
3) Berat dengan peritonitis sepsis ileus paralitik. Hal ini sering kita jumlah
pada partus terlambat, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intraportal karena ketuban yang telah lama
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolit dan antibiotik
yang adekuat dan tepat.
b. Perdarahan
49
Rata–rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak daripada
yang hilang dengan kelainan melalui vagina. Kira–kira 800–1000 ml yang
disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbuka,
atonia uteri dan pelepasan pada plasenta.
c. Emboli pulmonal
Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi
dibandingkan dengan melahirkan melalui vagina (normal).
d. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
e. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
(Rustam, 1998)
I. Pengkajian fokus
Pengkajian fokus pada klien post sectioo caesaria menurut Doenges, 2001,
antara lain :
1. Biodata
a. Identitas pasien
Yang berisi : Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
b. Penanggung jawab
50
Yang berisi : Nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada daerah sekitar jahitan sectio caesaria
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada daerah luka jahitan operasi
c. Riwayat penyakit dahulu
1) Apakah pernah dilakukan sectio caesaria sebelumnya
2) Apakah ada abortus pada kehamilan sebelumnya
3) Apakah ada perdarahan pada kehamilan sebelumnya
4) Apakah mempunyai riwayat hipertensi
5) Apakah mempunyai riwayat diabetes mellitus
6) Apakah mempunyai riwayat jantung
7) Apakah mempunyai riwayat asma
d. Riwayat penyakit keluarga
1) Apakah didalam keluarga ada yang pernah mengalami sectio caesaria
2) Apakah didalam keluarga pernah mengalami abortus
51
3) Adakah didalam keluarga pernah mengalami perdarahan / anemia
4) Adakah didalam keluarga mempunyai riwayat hipertensi, diabetes
mellitus, asma, jantung
e. Riwayat kehamilan
G P A
f. Riwayat persalinan
g. Riwayat haid / menstruasi
1) Menarche pada umur
2) Siklus haid (teratur 28 hari)
3) Gangguan menstruasi (dismenorea, amenorea, dll)
3. Pola kesehatan fungsional
a. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira–kira 600–800 ml
4. Integritas ego
52
a. Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai
ketakutan, marah dan menarik diri
b. Klien / pasangan dapat memiliki kepercayaan atau salah terima peran
dalam pengalaman kelahiran
c. Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi
baru
5. Eliminasi
a. Kateter mungkin terpasang
b. Bising usus tidak ada, samar atau jelas
6. Makanan / cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
7. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anesthesia spiral epidural.
8. Nyeri / ketidaknyamanan
a. Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber : misalnya
trauma bedah / insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih / abdomen,
efek–efek anestesia
b. Mulut sering kering
53
9. Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
10. Keamanan
a. Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering atau utuh
b. Jalur parenteral, bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak
dan nyeri tekan
11. Pemeriksaan Diagnostik
a. Jumlah darah lengkap, hemoglobin (Hb) / hematokrit (Ht) : mengkaji
perubahan dan kadar praoperasi dan mengevaluasi efek kehilangan
darah pada pembedahan
b. Urinalisasi kultur urine, darah, vagina, dan lokhea : pemeriksaan
tambahan didasarkan pada kebutuhan individual
54
55
J. PATHWAYS
Sumber: Bobak, 2004Carpenito, 2000Doenges, 2001Sarwono Prawirohardjo,1999
Efek sekunder
Efek anestesi
Kesadaran menurun
Penumpukansekret di jalannafas
Reflek batukmenurun
Reflek menelan
Faktor indikasi
Sectio caesaria
Letak sungsang
Persalinan
Tindakan pembedahan Spontan
Post sectio caesaria
Perubahan psikologis Perubahan fisiologis
Taking in
Dependen butuh
perlindungan
Kelemahan fisik
Taking hold
Belajar perubahan
baru
Kurang informasi
Letting go
Mampu
menyesuaikan
dengan keluarga
Laktasi
Penurunan hormon
estrogen dan
progesteron
Peningkatan
hormon prolaktin
Uterus
Kontraksi uterus
meningkat
Gangguan rasa
Penurunan hormon
estrogen
Penurunan tonus
otot dan motilitas
usus turun
Luka post
Sectio Caesaria
Reflek hisap
Puttingmenonjol
Adekuat
Bayi menolak
Putting lecet
Reflek hisaplemah
Tidak Adekuat
Jaringan
terputus
Jaringan
terbuka
Nyeri
Terputusnya
kontinuitas jaringan
Pintu masuk kuman
Invasi bakteri
Terdapat sayatan
pada luka
Jaringan terbuka
Pembuluh darah
terbuka
Reflek hisap
Puttingmenonjol
Adekuat
Bayi menolak
Putting lecet
Reflek hisaplemah
Tidak Adekuat
56
K. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada post partum section caesaria
antara lain :
1. Tidak efektifnya bersihnya jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret dari pengaruh anestesi.
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan (Doenges,
2001).
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2000).
5. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
pembedahan (Doenges, 2001).
6. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal /
rektal (Doenges, 2001).
7. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi
(Carpenito, 2000).
57
8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges,
2001).
9. Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan
dan kebutuhan perawatan diri berhubungan dengan kurangnya informasi
(Doenges, 2001).
L. Fokus intervensi
Fokus intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan antara lain :
Dx. 1. Tidak efektifnya bersihnya sekresi jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi sekret dari pengaruh anestasi.
Tujuan : - Untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas,
- Ventilasi/ oksigenasi adekuat
Kriteria hasil : - bunyi nafas baik
- klien tidak mengalami penumpukkan secret
- klien dapat melakukan batuk efektif
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital
Rasional :
58
Menentukan intervensi selanjutnya.
2. Atur posisi tidur pasien dengan kepala miring tanpa bantal
Rasional :
Posisi ini akan memudahkan dalam pembuangan sekret.
3. Ajarkan pasien cara batuk efektif dan nafas dalam
Rasional :
Membantu untuk mengeluarkan sekret yang menumpuk.
4. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan
Rasional :
Untuk menentukan kebutuhan oksigen yang diperlukan.
Dx. 2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma
pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih
(Doengoes, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang/ hilang.
Kriteria hasil : - Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri
- Klien tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat
Intervensi :
1. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan.
Rasional :
59
Membedakan karakteristik khusus dari nyeri, membantu membedakan
nyeri pasca operasi dan terjadinya komplikasi (misalnya :ileus, retensi
kandung kemih atau infeksi, dehidens luka).
2. Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi.
Rasional :
Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat.
3. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi.
Rasional :
Merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dan sensori nyeri.
4. Anjurkan ambulasi diri.
Rasional :
Menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik untuk
menghilangkan ketidaknyamanan.
5. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional :
Meningkatkan kenyamanan.
60
Dx. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan
dan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan
(Doengoes, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tinadakan keperawatan kilen dapat meningkatkan
dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan tanpa disertai nyeri.
Kriteria hasil : Klien dapat mengidentifikasi faktor – faktor yang menurunkan
toleransi aktivitas.
Intervensi :
1. Kaji respon klien terhadap aktivitas
Rasional :
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam keluhan,
kelemahan, keletihan yang berkenaan dengan aktivitas.
2. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien
sadar
Rasional :
Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktivitas klien.
3. Anjurkan klien untuk istirahat
Rasional :
61
Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenaga untuk beraktivitas,
klien dapat rileks.
4. Bantu dalam pemenuhan aktivitas sehari – hari sesuai kebutuhan
Rasional :
Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena kebutuhan
aktivitas sehari – hari dapat terpenuhi dengan bantuan keluarga dan
perawat.
5. Tingkatkan aktivitas secara bertahap
Rasional :
Aktivitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para klien sesuai yang
diinginkan, meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan koping
emosional.
Dx. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan
tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2000).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : - Tidak ada tanda–tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor dan
fungsiolaesa)
- Tanda–tanda vital normal terutama suhu (36-370 C)
62
Intervensi :
1. Monitor tanda – tanda vital
Rasional :
Suhu yang meningkat dapat menunjukkan terjadinya infeksi (color).
2. Kaji luka pada abdomen dan balutan.
Rasional :
Mengidentifikasi apakah ada tanda – tanda infeksi dan adanya pus.
3. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan
tekhnik antiseptik.
Rasional :
Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organisme infeksius.
4. Catat / pantau kadar Hb dan Ht.
Rasional :
Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar
Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
5. Kolaborasi pemberian antibiotik.
Rasional :
63
Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
Dx. 5. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
dalam pembedahan (Doengoes, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan dapat
diminimalkan.
Kriteria hasil : - Membran mukosa lembab
- Kulit tidak kering
- Hb : 12 gr.
Intervensi :
1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
Rasional :
Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasikan
pengeluaran cairan / kebutuhan pengganti dan menunjang intervensi.
2. Berikan bantuan pengukluran berkemih sesuai kebutuhan, misalnya :
privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat
diatas perineum.
Rasional :
64
Meningkatkan relaksasi otot perinela dan memudahkan upaya
pengosongan.
3. Catat munculnya mual / muntah
Rasional :
Masa post op, semakin lama durasi anestesi semakin besar resiko untuk
mual. Mual yang lebih dari 3 hari, post op mungkin dihubungkan untuk
mengontrol rasa sakit atau terapi obat lain.
4. Periksa pembalut, banyaknya perdarahan.
Rasional :
Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hemoragi.
5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai program
Rasional :
Mengganti cairan yang telah hilang.
Dx. 6. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal /
rectal (Doengoes, 2001).
65
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan
eliminasi BAB : Konstipasi.
Kriteria hasil : Klien mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya / optimal
dalam 4 hari pasca partum.
Intervensi :
1. Auskultasi terhadap adanya bising pada keempat kuadran.
Rasional :
Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral.
2. Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.
Rasional :
Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus
paralitik.
3. Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan diet makanan
serat.
Rasional :
Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan sayuran) dapat merangsang
eliminasi dan mencegah konstipasi.
66
4. Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan ambulasi
dini.
Rasional :
Latihan kaki mengencangkan otot–otot abdomen dan memperbaiki
motilitas abdomen.
5. Kolaborasi pemberian pelunak feses
Rasional :
Melunakkan feses, merangsang peristaltik, dan membantu mengembalikan
fungsi usus.
Dx. 7. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi
(Carpenito, 2000).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan laktasi efektif.
Kriteria hasil : - Klien membuata suatu keputusan
- Klien dapat mengidentifikasi aktivitas yang menentukan atau
meningkatkan menyusui yang berhasil.
Intervensi :
67
1. Kaji isapan bayi, jika lecet pada puting.
Rasional :
Menentukan kemampuan untuk memberikan perawatan yang tepat.
2. Anjurkan teknik Breast Care dan menyusui yang efektif.
Rasional :
Memperlancar laktasi.
3. Anjurkan pada klien untuk memberikan ASI eksklusif.
Rasional :
ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi sebagai pertumbuhan
optimal.
4. Berikan informasi untuk rawat gabung.
Rasional :
Menjaga, meminimalkan tidak efektifnya laktasi.
5. Anjurkan bagaimana cara memeras, menangani, menyimpan dan
mengirimkan / memberikan ASI dengan aman.
Rasional :
Menjaga agar ASI tetap bisa digunakn dan tetap higienis bagi bayi.
68
Dx. 8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
(Doengoes, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit keparawatan tidak
terjadi.
Kriteria hasil : - Klien mendemonstrasikan teknik–teknik untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
- Klien mengidentifikasi / menggunakan sumber–sumber
yang tersedia.
Intervensi :
1. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan.
Rasional :
Nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku sehingga klien
mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampai kebutuhan
fisik.
2. Tentukan tipe–tipe anestesia
Rasional :
69
Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan untuk
berbaring datar dan tanpa bantal untuk 6–7 jam setelah pemberian
anestesia.
3. Ubah posisi klien setiap 1–2 jam
Rasional :
Membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan
punggung dan perawatan perineal)
Rasional :
Memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan.
5. Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama ambulasi).
Rasional :
Mengizinkan beberapa otonomi meskipun tergantung pada bantuan
profesional.
6. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional :
Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan
untuk melaksanakan perawatan diri.
70
Dx. 9. Kurang pengetahuan berhubunagn dengan mengenai perubahan
fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan
perawatan diri (Doengoes, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengerti tentang
perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan
kebutuhan perawatan bayi.
Kriteria hasil : Klien mengungkapkan pemahaman tentang perubahan
fisiologis, kebutuhan–kebutuhan individu hasil yang
diharapkan.
Intervensi :
1. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar.
Rasional :
Penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan
Ibu, maturasi dan kompetensi.
2. Kaji keadaan fisik klien
Rasional :
71
Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam menerima
penyuluhan.
3. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang
normal.
Rasional :
Membantu klien mengenali perubahan normal.
4. Diskusikan program latihan yang tepat sesuai ketentuan.
Rasional :
Program latihan dapat membantu tonus otot–otot, meningkatkan sirkulasi,
menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan
sejahtera.
5. Demonstrasikan teknik–teknik perawatan diri
Rasional :
Membantu orang tua dalam penguasaan tugas–tugas baru.
72