· web view149 oleh gbhn 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani...

196
BAB 3 SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN POKOK DALAM PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG KEDUA DAN PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEENAM

Upload: trinhkhue

Post on 09-May-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

BAB 3SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN POKOK

DALAM PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG

KEDUA DAN PEMBANGUNAN LIMA TAHUN

KEENAM

Page 2:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam
Page 3:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

BAB 3SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN POKOK

DALAM PEMBANGUNAN JANGKA PANJANGKEDUA DAN PEMBANGUNAN LIMA TAHUN

KEENAM

I. PENDAHULUAN

Sasaran dan kebijaksanaan pokok Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) dan Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI) menggambarkan wujud masa depan bangsa Indonesia serta langkah-langkah yang akan diambil untuk mencapainya dalam kurun waktu dua puluh lima dan lima tahun yang akan datang, bertolak dari hasil-hasil yang telah dicapai dalam masa pembangunan yang telah lalu, tantangan dan kendala yang harus dan akan dihadapi, serta peluang yang dapat dimanfaatkan.

Bab ini merupakan rangkuman kebijaksanaan pokok dan sasaran dari seluruh bidang pembangunan yang terdiri atas bidang ekonomi; bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan; bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; bidang ilmu pengetahuan dan teknologi; bidang

125

Page 4:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

hukum; bidang politik, aparatur negara, penerangan, komunikasi, dan media massa; serta bidang pertahanan keamanan. Sasaran dan kebijaksanaan pokok makro dan bidang-bidang yang lebih terinci akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya.

II. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN

Pembangunan dalam PJP II dan Repelita VI yang dilaksanakan dengan berlandaskan hasil pembangunan dalam PJP I memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dan sekaligus mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain yang telah lebih maju. Untuk mencapai hal itu, dihadapi berbagai tantangan yang harus diatasi. Dalam mengatasi tantangan tersebut, perlu diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi, baik sebagai kendala yang dapat menghambat maupun peluang yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan. Tantangan, kendala, dan peluang, beberapa di antaranya yang pokok, diuraikan di bawah ini.

1. Tantangan

Pembangunan dalam PJP I telah menghasilkan peningkatan kesejahteraan rakyat yang pokok-pokoknya telah diuraikan dalam Bab 2. Namun, apa yang telah dicapai selama ini disadari masih jauh dari cita-cita pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Mengingat bahwa pada hakikatnya tujuan pembangunan adalah untuk manusia, maka semua tantangan yang dihadapi akan bermuara pada tantangan utama pembangunan, yaitu bagaimana agar kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan secara lebih cepat, lebih merata, dan lebih adil, sehingga makin mengarah pada tercapainya tujuan pembangunan nasional.

Salah satu indikator peningkatan kesejahteraan rakyat adalah pendapatan per kapita. Selama PJP I pendapatan per kapita sudah

126

Page 5:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

meningkat dengan nyata dari sekitar US$70 pada tahun 1969 menjadi sekitar US$700 menjelang akhir PJP I. Walaupun peningkatan ini cukup pesat, pendapatan per kapita rakyat Indonesia masih rendah, apabila misalnya dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Pendapatan per kapita merupakan salah satu ukuran kemajuan suatu bangsa. Sebagai bangsa yang ingin maju dan mandiri, dengan tingkat kemajuan yang paling tidak sejajar dengan bangsa lain yang telah maju, pendapatan per kapita mutlak perlu ditingkatkan. Mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain tersebut merupakan tantangan besar dalam Repelita VI dan PJP II.

Peningkatan pendapatan per kapita itu sendiri terkait secara langsung pada laju pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dalam masa pembangunan yang lampau telah dapat diturunkan secara berarti. Namun, secara absolut jumlah penduduk Indonesia masih sangat besar dan persebarannya masih belum merata. Menurunkan lebih lanjut pertumbuhan penduduk dan memeratakan persebarannya merupakan suatu tantangan yang berat dan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, sejalan dengan upaya menyejahterakan kehidupan rakyat.

Di samping laju pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan per kapita terkait langsung pada tingkat pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain, menjadi tantangan yang besar pula untuk meningkatkan laju pertum-buhan ekonomi pada tingkat yang cukup tinggi dan secara berkesinambungan selama PJP II, sehingga dapat secara nyata mengangkat harkat, martabat, dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Pertumbuhan saja tidak memadai apabila pemanfaatannya tidak merata. Meskipun telah banyak dicapai kemajuan dalam PJP I, masih ada berbagai kesenjangan, yaitu-kesenjangan antardaerah, misalnya antara kawasan barat dan timur Indonesia dan antara daerah perdesaan dan perkotaan; kesenjangan

127

Page 6:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

antarsektor; dan kesenjangan antargolongan ekonomi atau strata pendapatan masyarakat. Adanya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial menuntut usaha yang sungguh-sungguh untuk mengatasinya agar tidak berkelanjutan dan berkembang ke arah keangkuhan dan kecemburuan sosial. Adanya ketimpangan juga bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial bangsa Indonesia seperti tercermin dalam sila kelima Pancasila. Selain itu, kesenjangan juga berarti bahwa berbagai potensi tidak termanfaatkan secara optimal. Karena itu, meningkatkan pemerataan atau memperkecil kesenjangan merupakan tantangan besar dalam PJP II.

Belum terdistribusinya hasil-hasil pembangunan secara merata dapat pula terlihat dari jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Selama PJP I penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sudah sangat menurun jumlahnya, tetapi masih cukup besar. Ini berarti masih cukup banyak masyarakat yang sangat rendah kesejahteraannya. Rendahnya pendapatan telah mengakibatkan penduduk dalam kelompok ini tidak mampu meningkatkan pendidikan dan derajat kesehatannya, baik bagi dirinya maupun bagi keluarganya. Rendahnya pendidikan dan derajat kesehatan pada gilirannya mempersulit upaya meningkatkan pendapatan. Ini merupakan lingkaran kemiskinan yang harus diputuskan. Oleh sebab itu, salah satu tantangan dalam PJP II adalah menuntaskan masalah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga di samping kesejahteraannya meningkat, peranannya dalam pembangunan akan makin meningkat pula.

Pertumbuhan berarti percepatan peningkatan produksi yang memerlukan perluasan pasar. Perluasan pasar dalam skala yang cukup besar akan sangat ditentukan oleh kemampuan bersaing dalam memasarkan hasil-hasil produksi, baik kemampuan bersaing dalam hal mutu maupun harga. Peningkatan daya saing memerlukan produktivitas lebih tinggi dan berarti memerlukan sumber daya manusia yang makin berkualitas. Menghasilkan mutu sumber daya manusia berarti meningkatkan taraf pendidikan dan

128

Page 7:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

keterampilan, serta derajat kesehatannya. Oleh sebab itu, peningkatan taraf pendidikan dan keterampilan dan derajat kesehatan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat strategis dan penting artinya untuk menunjang pembangunan yang dipercepat. Dalam hal ini meningkatkan pendidikan, keterampilan, dan derajat kesehatan masyarakat merupakan tantangan pula dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai sumber daya pembangunan yang paling penting. Dalam lingkup yang lebih luas tantangannya adalah meningkatkan intensitas dan kualitas peran serta masyarakat dalam pembangunan.

Di samping masalah mutu sumber daya manusia, pembangunan masih dihadapkan pula pada tingkat pertumbuhan penduduk usia kerja yang cukup tinggi, bersamaan dengan peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). Dengan demikian, dalam PJP II masih akan terjadi pertumbuhan angkatan kerja yang relatif tinggi, padahal sekarang ini jumlah tenaga kerja yang menganggur, setengah menganggur, ataupun bekerja penuh dengan produktivitas dan penghasilan yang rendah masih cukup besar. Oleh sebab itu, menciptakan lapangan kerja dalam jumlah yang cukup besar selama dua puluh lima tahun yang akan datang merupakan tantangan yang penting dan tidak ringan.

Masalah pokok lain dalam PJP II adalah gejala terjadinya perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan. Pergeseran ini akan dipercepat oleh proses industrialisasi yang akan makin meningkat. Pada akhir PJP II sebagian besar penduduk Indonesia diperkirakan akan berada di wilayah perkotaan. Hal ini membawa berbagai dampak dan akibat, yang dapat merugikan baik daerah perdesaan maupun perkotaan. Daerah perdesaan akan kehilangan tenaga kerja yang umumnya lebih produktif dan terdidik dan daerah perkotaan akan menghadapi masalah sosial ekonomi dan sosial politik akibat urbanisasi. Dengan demikian, menjadi tantangan pula untuk membangun perekonomian perdesaan dengan cukup cepat sehingga kecenderungan urbanisasi dapat dikurangi di

129

Page 8:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

samping membangun wilayah perkotaan secara serasi dengan pembangunan wilayah perdesaan sehingga keduanya dapat saling menunjang.

Pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju dan mandiri tidak dapat dilepaskan dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Pengembangan iptek harus dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga mampu menghadapi tantangan-tantangan pembangunan di masa depan. Dengan demikian, tantangan dalam PJP II di bidang iptek adalah agar pemanfaatan, pengembangan serta penguasaan pembangunan iptek dapat mempercepat peningkatan kecerdasan dan kemampuan bangsa, mempercepat proses pembaharuan, meningkatkan produktivitas dan efisiensi, memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas, harkat dan martabat bangsa serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Peningkatan laju pertumbuhan akan meningkatkan limbah produksi, dan oleh karena itu, mempunyai dampak langsung terhadap lingkungan. Di samping itu, kenaikan produksi akan meningkatkan pula kebutuhan akan bahan mentah yang sebagian besar akan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Padahal, untuk menjaga kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan, sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dapat dijaga dan dipertahankan kelestariannya. Oleh sebab itu, meningkatkan pertumbuhan jangka panjang yang sekaligus menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan tantangan besar pula dalam upaya pembangunan yang berkelanjutan, yaitu pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Proses memacu pertumbuhan pada tempo yang tinggi harus disertai pengembangan pranata sosial dan budaya masyarakat yang mendukung. Meningkatnya arus globalisasi akan meningkatkan pula arus masuknya berbagai budaya, ajaran serta paham yang tidak sesuai dengan budaya nasional sehingga dapat mengganggu stabilitas nasional. Dengan demikian, tantangannya adalah

130

Page 9:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

memelihara, mengembangkan, dan memantapkan pranata sosial dan budaya agar keterbukaan masyarakat dan interaksi dengan bangsa dan budaya lain, serta pertumbuhan ekonomi yang cepat tidak menimbulkan masalah sosial dan pengaruh yang merugikan kepribadian dan keutuhan bangsa serta yang dapat mengganggu stabilitas nasional.

2. Kendala

Dalam upaya memecahkan berbagai masalah pembangunan nasional harus diperhitungkan faktor yang menghambat dan menjadi kendala, yang antara lain sebagai berikut.

Terbatasnya sumber pertumbuhan merupakan masalah, antara lain keterbatasan sumber daya alam. Ketersediaan sumber daya alam makin menurun bahkan ada yang telah hampir mencapai titik kritisnya karena tidak semua sumber daya alam dapat diperbarui.

Pembangunan yang ingin dipercepat dalam 5 tahun dan 25 tahun mendatang memerlukan manusia yang makin tinggi kualitasnya. Dewasa ini sebagian besar angkatan kerja kita masih rendah tingkat pendidikan dan keterampilannya. Sebagian besar tenaga kerja masih berpendidikan sekolah dasar atau bahkan tidak tamat sekolah dasar. Kelompok pekerja dengan tingkat pendidikan seperti ini masih akan berada di lingkungan kerja sampai akhir PJP II. Di samping itu, sebagian yang cukup besar dari angkatan kerja baru yang akan memasuki pasar tenaga kerja juga kurang terampil dan terbatas pendidikannya. Kenyataan ini merupakan kendala yang dapat menghambat upaya mempercepat pembangunan.

Untuk meningkatkan pertumbuhan, pemanfaatan potensi semua daerah perlu dikembangkan. Potensi beberapa daerah, khususnya di kawasan timur Indonesia, masih belum berkembang secara optimal karena keterbatasan prasarana dan sumber daya manusia serta keterbatasan pasar setempat. Pembangunan prasarana dan sumber daya manusia membutuhkan waktu yang

131

Page 10:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

panjang, baik untuk pembangunannya maupun waktu pengembalian investasi yang ditanamkan. Pertumbuhan pasar juga memakan waktu yang lama. Tiga faktor tersebut merupakan kendala yang cukup besar karena dapat mengurangi minat untuk menanam modal di daerah-daerah tersebut sehingga mobilisasi dana, pengembangan potensi yang ada di daerah, dan pengembangan daerah menjadi terhambat.

Pembangunan memerlukan devisa yang dihasilkan melalui ekspor. Peningkatan ekspor dalam jangka panjang sangat ditentukan oleh perkembangan perekonomian negara-negara maju. Dalam memasuki Repelita VI, perkembangan ekonomi dunia, dan khususnya negara maju, belum tampak akan pulih kembali dengan cepat. Akibatnya, pertumbuhan pasar dunia tidak dapat diharapkan terlalu banyak. Selain itu, berkembang pula gejala proteksi di kalangan negara-negara maju. Dalam keadaan demikian, persaingan ekspor sesama negara berkembang juga menjadi lebih ketat. Di samping itu, persaingan bukan hanya makin ketat untuk memperebutkan pangsa pasar, tetapi juga untuk memperoleh sumber dana dari luar negeri yang masih dibutuhkan untuk pembangunan.

3. Peluang

Di samping ada beberapa kendala yang harus dihadapi dalam menjawab tantangan pembangunan, ada pula peluang yang dapat dimanfaatkan dan dapat memberikan keyakinan dan kepercayaan diri bahwa bangsa Indonesia mampu mewujudkan cita-cita pembangunannya.

Keberhasilan pembangunan selama 25 tahun yang lampau menjadi modal bagi pembangunan tahap berikutnya.

Laju pertumbuhan ekonomi dalam PJP I, yang dapat dipertahankan pada tingkat yang cukup tinggi, telah menciptakan landasan yang kuat dan dapat dimanfaatkan sebagai momentum

132

Page 11:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

bagi pembangunan dalam PJP II, dan memberi peluang untuk mendorong dan memacu pertumbuhan pada tingkat yang lebih tinggi. Di samping itu, struktur ekonomi yang makin seimbang membuat landasan ekonomi menjadi lebih kukuh sehingga proses industrialisasi akan berlangsung di atas landasan yang mantap.

Dalam PJP II, pembangunan membutuhkan investasi dalam jumlah yang cukup besar; sebagian besar diharapkan berasal dari masyarakat. Iklim usaha yang sehat, kondisi perekonomian yang mantap, dan upaya pemerintah yang sungguh-sungguh untuk menghapuskan berbagai hambatan antara lain melalui deregulasi dan debirokratisasi telah menambah keyakinan dunia usaha mengenai perekonomian Indonesia. Diharapkan bahwa masyarakat, khususnya dunia usaha, dapat berperan lebih besar lagi dalam pertumbuhan ekonomi di masa depan sehingga Pemerintah dapat mencurahkan perhatian lebih besar pada upaya pemerataan dan pembangunan sumber daya manusia.

Jumlah penduduk dan tenaga kerja Indonesia yang besar, apabila dapat lebih dimanfaatkan secara efisien dan efektif, merupakan peluang yang tak ternilai harganya. Jumlah tenaga kerja yang besar, apabila dapat diimbangi dengan peningkatan pendidikan dan keterampilan, akan merupakan sumber peningkatan produksi. Lebih jauh lagi, penduduk yang besar jumlahnya, apabila dapat diimbangi dengan peningkatan pendapatannya, akan dapat menyerap peningkatan hasil produksi dalam negeri. Keseluruhan proses ini akan merupakan rangkaian yang saling memperkuat satu sama lainnya.

133

Page 12:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Dari sisi ketenagakerjaan, keberhasilan wajib belajar enam tahun dalam PJP I telah membuka peluang untuk lebih meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Paling tidak mulai tahun 1990 (enam tahun setelah wajib belajar enam tahun dilaksanakan), tenaga kerja yang memasuki lingkungan kerja sebagian besar sudah berpendidikan minimal tamat sekolah dasar yang berarti kualitas tenaga kerja yang baru sudah makin meningkat. Di samping itu,

Page 13:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

keberhasilan wajib belajar enam tahun dapat mendorong pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun. Ditunjang oleh keadaan gizi dan kesehatan yang makin baik secara berangsur-angsur tetapi pasti, tenaga kerja yang memasuki pasar kerja akan makin tinggi tingkat pendidikan dan derajat kesehatannya sehingga peningkatan produktivitas dan efisiensi lebih mudah untuk dicapai.

III. SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN POKOK PEMBANGUNAN

GBHN 1993 mengamanatkan bahwa Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Kedua merupakan proses kelanjutan, peningkatan, perluasan, dan pembaharuan dari Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Pertama.

Dalam Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Kedua, bangsa Indonesia memasuki proses tinggal landas menuju terwujudnya masyarakat yang maju, adil, makmur, dan mandiri berdasarkan Pancasila. Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Kedua merupakan masa kebangkitan nasional kedua bagi bangsa Indonesia yang tumbuh dan berkembang dengan makin mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta makin menggeloranya semangat kebangsaan untuk membangun bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju.

Rencana pembangunan dalam tahap Pembangunan Jangka Panjang Kedua merupakan upaya untuk mewujudkan amanat GBHN tersebut.

GBHN 1993 telah memberikan gambaran mengenai kondisi yang diinginkan, baik dalam jangka sedang 5 tahun maupun dalam jangka panjang 25 tahun, sehingga secara bertahap cita-cita bangsa Indonesia seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 dapat dicapai, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

134

Page 14:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Dengan demikian, sasaran, kebijaksanaan, dan program dalam Rencana Pembangunan 25 Tahun Kedua (PJP II) dan Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI) harus mengacu kepada sasaran dan arah kebijaksanaan yang ditetapkan dalam GBHN 1993, baik untuk jangka panjang 25 tahun maupun jangka sedang 5 tahun.

Tujuan Pembangunan Jangka Panjang Kedua adalah mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, sasaran umum Pembangunan Jangka Panjang Kedua adalah terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Untuk mencapai sasaran tersebut, titik berat Pembangunan Jangka Panjang Kedua diletakkan pada bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan kualitas sumber daya manusia dan didorong secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilaksanakan seirama, selaras, dan serasi dengan keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional.

Pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang Kedua diarahkan untuk tetap bertumpu kepada Trilogi Pembangunan. Pertumbuhan

135

Page 15:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

ekonomi yang cukup tinggi diperlukan untuk menggerakkan dan memacu pembangunan di bidang-bidang lain sekaligus sebagai kekuatan utama pembangunan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dengan lebih memberi peran kepada rakyat untuk berperan serta aktif dalam pembangunan, dijiwai semangat kekeluargaan didukung oleh stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, melalui pembangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Arahan GBHN 1993 tersebut menjadi pedoman dalam menyusun sasaran pembangunan dalam PJP II. Segenap upaya pembangunan harus diarahkan untuk memajukan serta memperkuat kemandirian bangsa. Sasaran pembangunan harus dapat diukur hingga seberapa jauh kemajuan dan kemandirian ingin dan dapat dicapai. Tingkat kemajuan suatu bangsa dinilai berdasarkan berbagai ukuran.

Ditinjau dari tingkat perkembangan ekonomi, kemajuan suatu bangsa diukur dari tingkat kemakmurannya yang tercermin pada tingkat pendapatan dan pembagiannya. Lebih tinggi pendapatan rata-rata dan lebih merata pembagiannya, suatu bangsa dikatakan lebih makmur, dan dengan demikian lebih maju. Negara yang maju juga pada umumnya adalah negara yang industri dan sektor jasanya telah berkembang. Lembaga dan pranata ekonomi telah tersusun dan tertata, dan berfungsi dengan baik, sehingga mendukung perekonomian yang efisien dengan produktivitas yang tinggi. Negara yang maju umumnya adalah juga negara yang perekonomiannya stabil; dalam negara itu, gejolak dapat diredam oleh ketahanan ekonominya.

Selain diukur berdasarkan indikator ekonomi, tingkat kemajuan suatu negara juga diukur berdasarkan berbagai indikator sosial yang pada umumnya berkaitan dengan kualitas sumber daya manusianya. Suatu negara dikatakan lebih maju apabila tingkat pendidikannya lebih tinggi. Hal itu tercermin pada tingkat

136

Page 16:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

pendidikan terendah serta tingkat partisipasi pendidikan dan jumlah tenaga ahli serta profesional yang dihasilkan oleh sistem pendidikan. Selain aspek kuantitas, aspek kualitas pendidikan juga mempengaruhi perkembangan kemajuan suatu bangsa.

Kemajuan suatu bangsa juga diukur berdasarkan indikator kependudukan, termasuk derajat kesehatan. Ada kaitan yang erat antara kemajuan suatu bangsa dengan laju pertumbuhan penduduk. Bangsa yang sudah maju biasanya laju pertumbuhan penduduknya lebih kecil. Selain itu, angka harapan hidup lebih tinggi. Juga kualitas pelayanan sosial lebih baik. Secara keseluruhan kualitas sumber daya manusia yang makin baik akan tercermin dalam produktivitas yang makin tinggi.

Selain memiliki berbagai indikator sosial ekonomi yang lebih baik, bangsa yang maju juga telah memiliki sistem dan kelembagaan politik, termasuk hukum yang mantap. Lembaga politik dan kemasyarakatan telah berfungsi berdasarkan aturan dasar, yaitu konstitusi yang ditetapkan oleh rakyatnya. Bangsa yang maju juga ditandai oleh peran serta rakyat yang nyata dan efektif dalam segala aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik, maupun pertahanan keamanan. Dalam aspek politik, sejarah menunjukkan adanya keterkaitan erat antara kemajuan suatu bangsa dan sistem politik yang dianutnya. Bangsa yang maju pada umumnya adalah yang menganut demokrasi, dengan sendirinya yang sesuai dengan budaya dan Tatar belakang sejarahnya. Bangsa yang maju adalah bangsa yang warganya terjamin hak-haknya, yang terjamin rasa keamanan dan ketenteraman dalam kehidupannya.

Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain, pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunannya;

137

Page 17:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

pembiayaan pembangunan bersumber dari dalam negeri, yang berarti sumber pembiayaan dalam negeri lebih kukuh sehingga ketergantungan kepada sumber dari luar negeri adalah kecil; kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok, dan apabila karena kondisi alam tidak memungkinkan, kelemahan itu diimbangi dengan keunggulan lain, sehingga tidak membuat ketergantungan dan kerawanan; dan daya tahan yang tinggi terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia.

Meskipun penting, kemandirian di bidang ekonomi bukan merupakan satu-satunya ukuran. Kemandirian adalah kepercayaan terhadap kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian. Kemandirian mencerminkan pula ketangguhan suatu bangsa. Dengan demikian, kemandirian adalah sikap dan merupa-kan masalah budaya dalam arti yang seluas-luasnya. Sikap kemandirian harus dicerminkan dalam setiap aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.

Untuk mencapai tingkat kemajuan dan kemandirian yang diinginkan, sumber daya ekonomi harus berkembang dengan cepat. Oleh sebab itu, selama PJP II harus diupayakan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, lebih tinggi dari yang telah dapat dicapai dalam PJP I, yaitu diproyeksikan rata-rata sekitar 7 persen per tahun. Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh laju pertumbuhan penduduk yang makin rendah dan diupayakan melalui perubahan struktur lapangan kerja yang makin seimbang dan produktif. Pertumbuhan penduduk direncanakan menurun menjadi sekitar 0,9 persen per tahun menjelang akhir PJP II dari sekitar 1,7 persen pada akhir PJP I. Apabila kedua sasaran pokok itu dapat dicapai, maka pada akhir PJP II pendapatan per kapita bangsa Indonesia akan meningkat menjadi 4 kali dari tingkat yang sekarang, yaitu menjadi sekitar US$2,600 pada harga konstan 1989/90. Dengan demikian, harga nominalnya akan jauh lebih tinggi.

Dalam rangka pembangunan ekonomi yang seiring dengan peningkatan mutu sumber daya manusia dan pemerataan kegiatan

138

Page 18:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

dan hasil pembangunan, maka pertumbuhan ekonomi harus diupayakan makin bersumber dari sumber daya manusia, yaitu dari peningkatan produktivitas dan efisiensi, di samping pemanfaatan pertumbuhan tenaga kerja dan modal. Dalam kaitan ini, pada akhir PJP II diupayakan agar sebagian besar pertumbuhan ekonomi Indonesia bersumber dari efisiensi dan produktivitas masyarakat. Peningkatan produktivitas dan efisiensi ini sangat tergantung pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang tercermin antara lain pada peningkatan keterampilan, kreativitas, kemampuan teknologi dan kemampuan manajemen serta kepemimpinan yang efektif dan tepat. Dalam hal ini, pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja merupakan unsur-unsur yang teramat penting dalam pembangunan sumber daya manusia.

Untuk mendukung sasaran tersebut, pembangunan pendidikan dikembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan pembangunan dan menghasilkan sumber daya manusia yang makin berkualitas, dan sesuai dengan permintaan tenaga kerja di berbagai bidang pembangunan. Strategi yang paling pokok dalam pembangunan pendidikan dalam PJP II adalah meningkatkan wajib belajar pendidikan dasar dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Sasaran ini ingin dicapai kalau dapat dalam 10 tahun, selambat-lambatnya dalam 15 tahun atau tiga repelita.

Dengan demikian, pada akhir PJP II seluruh anak kelompok usia sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) telah dapat mengikuti pendidikan dasar 9 tahun. Selain itu, pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi juga akan ditingkatkan. Pada akhir PJP II tingkat partisipasi sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) akan menjadi 80 persen dari 35 persen pada akhir PJP I. Tingkat partisipasi pendidikan tinggi akan menjadi 25 persen dari 10 persen sekarang.

Di samping pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan yang makin meluas, mute pendidikan akan ditingkatkan, termasuk dengan mengembangkan budaya, keimanan, ketaqwaan, kejuangan

139

Page 19:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

serta meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan juga akan makin diarahkan dan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja produktif di semua bidang, sektor, dan kegiatan pembangunan.

Di bidang kesehatan, usia harapan hidup akan menjadi di atas 70 tahun pada akhir PJP II dari 63 tahun pada akhir PJP I. Tingkat kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup menurun menjadi 26 pada akhir PJP II dari 58 pada akhir PJP I. Pada kurun waktu yang sama, tingkat kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran menurun menjadi 80 dari 425.

Apabila sasaran tersebut di atas tercapai, tingkat kemakmuran, kesejahteraan, kecerdasan, dan produktivitas bangsa Indonesia sudah akan makin tinggi. Kualitas sumber daya manusia yang makin tinggi memungkinkan bangsa Indonesia mampu menghadapi persaingan yang makin ketat memasuki abad ke-21.

Dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, sektor industri memegang peranan yang makin penting sebagai motor penggerak perekonomian. Selain itu, sektor industri juga diandalkan sebagai penyerap utama tambahan angkatan kerja produktif, secara bertahap menggantikan peran sektor pertanian. Bersamaan dengan itu, keterkaitan antara sektor industri dan sektor pertanian ditingkatkan dengan makin mengembangkan agroindustri dan agrobisnis. Demikian pula, keterkaitan industri dengan sektor yang mengelola sumber daya alam lainnya seperti pertambangan ditingkatkan sehingga pijakan industri menjadi lebih kukuh.

Sektor industri dikembangkan menjadi makin efisien dan berdaya saing tinggi. Pola produksi di sektor industri dikembangkan dari barang yang mengandalkan pada tenaga kerja murah dan padat sumber daya alam menjadi barang yang bernilai tambah tinggi dari padat keterampilan. Di masa mendatang, persaingan dalam menjual produk yang didasarkan atas sumber daya alam ataupun tenaga murah akan makin ketat. Oleh karena

140

Page 20:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

itu, Indonesia harus beralih menjadi produsen barang-barang industri yang bermutu tinggi. Kunci untuk memenangkan persaingan antara lain adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk peningkatan kemampuan inovasi, rancang bangun, dan rekayasa yang harus makin dipercepat.

Pembangunan industri harus pula dilaksanakan dengan senantiasa memperhatikan sumbangannya terhadap pemecahan masalah sosial ekonomi yang mendesak, seperti kesempatan kerja, kemiskinan, dan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Untuk memperkuat struktur industri nasional, pembinaan dan pengembangan industri menengah dan kecil, termasuk industri di perdesaan ditingkatkan, sehingga makin besar dan kuat peranannya dalam perekonomian nasional. Dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan, industri yang akan dikembangkan dipilih secara hati-hati, hemat dalam pemanfaatan sumber daya alam dan energi, serta menggunakan teknologi yang efisien, produktif, dan bersih serta tidak membahayakan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Sektor pertanian akan tetap memegang peranan strategis dalam PJP II karena sektor ini masih akan merupakan sumber mata pencaharian utama dari sebagian besar angkatan kerja di Indonesia, di samping fungsinya untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia yang terus meningkat. Namun, produktivitas rata-rata per tenaga kerja di sektor pertanian, meskipun secara absolut masih meningkat, masih jauh berada di bawah produktivitas rata-rata di sektor lainnya. Perbedaan produktivitas, dengan kata lain juga perbedaan pendapatan, antara pekerja sektor pertanian dan sektor lainnya harus dapat diperkecil. Oleh karena itu, upaya yang amat penting lainnya, di samping meningkatkan produktivitas pertanian, adalah memperbaiki nilai tukar sektor pertanian dan perdesaan dengan sektor lainnya dan sektor perkotaan. Upaya untuk meningkatkan produktivitas di sektor pertanian harus ditempuh melalui pengembangan cara baru dan pemanfaatan teknologi tepat guna yang hams makin diintensifkan.

141

Page 21:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Selain itu, harus diupayakan peralihan angkatan kerja dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa dengan memberikan bekal kesiapan dan keterampilan yang memadai, melalui pelatihan, pemagangan, dan berbagai usaha lainnya, dengan mengikut-sertakan dunia usaha.

Pembangunan sektor industri dan pertanian memerlukan dukungan sektor jasa seperti jasa perhubungan, perdagangan, dan pelayanan keuangan yang andal dan efisien. Keterkaitan antara sektor industri, pertanian dan sektor primer lainnya serta sektor jasa sangat penting dalam rangka mewujudkan jaringan kegiatan ekonomi yang efisien dan produktif. Di sektor perdagangan, sistem distribusi diperluas dan dimantapkan dalam rangka meningkatkan peranan pasar dalam negeri serta memperluas pasar luar negeri. Pelayanan jasa perhubungan dikembangkan dan diselenggarakan secara efisien sehingga makin memperlancar arus lalu lintas orang, barang, jasa, dan informasi ke seluruh wilayah tanah air termasuk wilayah terpencil. Sementara itu, pariwisata ditingkatkan mutu pelayanannya dan dikembangkan daerah tujuan dan objeknya, serta sarana dan prasarana pendukungnya sehingga pariwisata yang memiliki potensi besar dapat dijadikan andalan dalam penerimaan devisa dan perluasan kesempatan kerja. Pasar tenaga kerja di luar negeri juga harus dimanfaatkan dengan mempersiapkan tenaga kerja terampil untuk memasukinya.

Ketersediaan prasarana ekonomi yang tidak seimbang dengan peningkatan produksi barang dan jasa merupakan kendala dan menimbulkan inefisiensi ekonomi secara nasional. Oleh karena itu, untuk mendukung kegiatan ekonomi yang akan meningkat dengan pesat dalam PJP II, prasarana ekonomi seperti jalan, jembatan, pengairan, pelabuhan laut dan udara, sarana pengangkutan, tenaga listrik, dan telekomunikasi dipercepat pembangunannya. Penyediaan berbagai prasarana ekonomi itu di masa lalu umumnya dilaksanakan Pemerintah. Namun, menyadari keterbatasan kemampuan pemerintah, partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam membangun prasarana akan makin didorong.

142

Page 22:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Dalam pelaksanaannya, kepentingan masyarakat umum harus tetap dilindungi, tetapi di pihak lain suasananya harus sehat dan menarik sehingga dunia usaha dapat memperoleh keuntungan yang wajar.

Penanggulangan kemiskinan mendapat prioritas utama dalam PJP II. Pengalaman menunjukkan bahwa usaha untuk mengurangi kemiskinan memerlukan waktu yang cukup panjang. Diperlukan waktu yang tidak kurang dari dua dasawarsa untuk menurunkan tingkat kemiskinan dari sekitar 60 persen dari jumlah penduduk pada tahun 1970 menjadi sekitar 15 persen pada akhir PJP I. Walaupun sudah jauh berkurang, jumlah penduduk miskin ini masih cukup besar; dan oleh sebab itu, hal itu harus segera diatasi. Ketimpangan serta kesenjangan sosial itu harus ditangani dengan sungguh-sungguh dalam PJP II agar tidak berkelanjutan dan, seperti diingatkan oleh GBHN 1993, agar jangan sampai berkembang ke arah keangkuhan dan kecemburuan sosial. Dengan kebijaksanaan umum sektoral dan regional yang akan dilanjutkan dan ditingkatkan ditambah program khusus untuk menanggulangi kemiskinan, diharapkan dalam dua Repelita sebagian besar masalah kemiskinan menurut kriteria yang berlaku sekarang sudah dapat teratasi.

Upaya pemerataan pembangunan antardaerah akan menjadi perhatian pula, terutama karena masih dirasakan adanya perbedaan yang cukup menonjol antara satu daerah dan daerah lainnya, yang tercermin dalam berbagai indikator ekonomi dan sosial. Pembangunan daerah dalam PJP II diharapkan akan dapat lebih menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah, antar- dan antara kota dan desa, antarsektor, serta membuka dan mempercepat pembangunan kawasan timur Indonesia, daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya. Upaya ini pelaksanaannya harus disesuaikan dengan prioritas dan potensi daerah yang bersangkutan.

Berkaitan dengan upaya pertumbuhan dan pemerataan, pembangunan dunia usaha akan mendapat perhatian besar dalam

143

Page 23:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

PJP II. Struktur dunia usaha nasional harus berkembang lebih seimbang agar dunia usaha makin maju dan andal. Oleh sebab itu, lapisan pengusaha menengah dan kecil didorong agar meningkat, baik jumlah maupun kualitasnya dalam PJP II. Dengan demikian, penguasaan serta pemilikan aset nasional yang tercipta dalam proses pembangunan juga akan lebih merata dan berkeadilan sehingga akan lebih menjamin pembangunan yang berkesinam-bungan yang mendapat dukungan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya. Dengan dukungan dunia usaha yang kuat landasan dan strukturnya, pada akhir PJP II Indonesia diharapkan sudah dapat menjadi bangsa industri dan bangsa niaga yang tangguh.

Sasaran dan arah kebijaksanaan jangka panjang yang pokok-pokoknya tercantum di atas akan mulai dilaksanakan pada Repelita VI yang merupakan awal dari PJP II.

Tujuan Repelita VI adalah menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin yang lebih selaras, adil, dan merata; serta meletakkan landasan pembangunan yang mantap untuk tahap pembangunan berikutnya. Sasaran umum Repelita VI adalah tumbuhnya sikap kemandirian dalam diri manusia dan masyarakat Indonesia melalui peningkatan peran serta, efisiensi, dan produktivitas rakyat dalam rangka meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan lahir batin. Adapun prioritas Repelita VI adalah pembangunan sektor-sektor di bidang ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Untuk mencapai tujuan dan sasaran umum Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI) tersebut, disusun sasaran dan kebijaksanaan pembangunan yang berdasarkan hasil pembangunan yang dicapai selama PJP I, sasaran yang ingin dicapai dalam PJP II, tantangan dan kendala yang diperkirakan akan dihadapi, ba ik dar i da lam maupun dar i luar neger i , dan potensi

144

Page 24:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

pengembangan yang dapat dimanfaatkan, baik dari dalam maupun dari luar negeri.

Selama Repelita VI laju pertumbuhan ekonomi diupayakan untuk mencapai rata-rata 6,2 persen per tahun. Sumber pertumbuhan utama selain berasal dari peningkatan investasi dan peningkatan pemanfaatan tenaga kerja, juga berasal dari peningkatan produktivitas seluruh perekonomian. Peningkatan produktivitas masyarakat dan efisiensi guna mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi akan terus diupayakan. Selama Repelita VI, sekitar 22 persen dari pertumbuhan ekonomi merupakan sumbangan dari peningkatan produktivitas masyarakat. Sejalan dengan itu, produktivitas tenaga kerja yang diukur dengan nisbah nilai tambah per pekerja rata-rata akan meningkat sebesar 3,3 persen per tahun.

Secara sektoral, sasaran pertumbuhan pertanian adalah rata-rata sekitar 3,4 persen per tahun, industri pengolahan rata-rata 9,4 persen per tahun dan di dalamnya industri pengolahan nonmigas diproyeksikan meningkat dengan rata-rata 10,3 persen per tahun, sedangkan sektor lain pertumbuhannya rata-rata 6,0 persen per tahun, di antaranya sektor pemerintahan tumbuh rata-rata sebesar 4,6 persen per tahun. Dengan perkembangan sektoral seperti itu, peranan sektor industri dalam harga konstan 1989/90 akan meningkat menjadi sekitar 24,1 persen dan sektor pertanian turun menjadi sekitar 17,6 persen. Sedangkan peranan sektor lainnya akan menurun menjadi 58,3 persen, di antaranya sektor pemerintahan menurun menjadi 5,6 persen. Laju pertumbuhan penduduk menurun menjadi sekitar 1,51 persen per tahun pada akhir Repelita VI dari sekitar 1,66 persen pada akhir Repelita V. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan penduduk seperti itu, pada akhir Repelita VI produk domestik bruto nominal per kapita Indonesia akan melampaui US$1.000 atau secara nyata pendapatan per kapita rata-rata meningkat sekitar 4,7 persen per tahun.

145

Page 25:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Upaya untuk lebih memeratakan pembangunan serta menanggulangi kemiskinan akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Upaya pemerataan pembangunan melalui kebijaksanaan makro akan diwujudkan dalam kebijaksanaan fiskal, moneter, dan neraca pembayaran yang serasi dan dinamis. Dalam rangka mendukung peningkatan pemerataan berusaha, kebijaksanaan untuk memajukan golongan usaha kecil, menengah, dan koperasi melalui perluasan aksesnya terhadap sumber daya ekonomi serta kemudahan memasuki pasar akan terus ditingkatkan. Upaya peningkatan pemerataan pendapatan dilaksanakan melalui penciptaan dan perluasan lapangan kerja, peningkatan pendidikan dan keterampilan, serta peningkatan kesehatan masyarakat. Pemerataan pembangunan antarsektor diupayakan melalui penyeimbangan secara bertahap peranan dan sumbangan ketiga sektor ekonomi, yaitu pertanian, industri, dan jasa dalam rangka menciptakan nilai tambah dan produktivitas ekonomi nasional yang tinggi sehingga ketimpangan pendapatan dapat dikurangi. Upaya pemerataan pembangunan daerah diwujudkan dengan mendorong investasi dan sumber daya manusia ke wilayah yang belum berkembang.

Untuk menanggulangi kemiskinan akan diupayakan koordinasi berbagai kebijaksanaan dan program pembangunan yang sudah ada, yang meliputi semua bidang dan sektor pembangunan, baik kebijaksanaan dan program sektoral maupun kebijaksanaan dan program regional. Di samping itu, mulai Repelita VI akan dilancarkan kebijaksanaan khusus dalam bentuk penyediaan dana sebagai modal usaha yang penggunaannya ditentukan sendiri oleh penduduk miskin. Selain itu, juga akan dipercepat pembangunan prasarana dasar perdesaan yang ketiadaannya membuat desa tersebut menjadi tertinggal. Untuk itu, akan dilaksanakan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), yang akan dimulai pada tahun pertama Repelita VI. Sasaran dari kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan ini adalah berkurangnya penduduk miskin absolut menjadi sekitar 12 juta orang, atau 6 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada akhir Repelita VII masalah kemiskinan absolut diharapkan sebagian besar sudah teratasi.

146

Page 26:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Untuk menunjang pertumbuhan dan pemerataan, kebijak-sanaan ekonomi makro yang berhati-hati dilanjutkan. Stabilitas ekonomi akan dipertahankan agar senantiasa mantap. Laju inflasi diupayakan tidak melampaui rata-rata 5 persen per tahun. Transaksi berjalan diharapkan terus membaik dan makin mantap sehingga rasio defisitnya terhadap produksi nasional selalu dapat dipertahankan di bawah 2 persen. Cadangan devisa yang mendukung kestabilan moneter dan lalu lintas devisa terus dipertahankan, dengan mengupayakan besarnya cadangan minimal sekitar 5 bulan impor. Untuk mencapai sasaran ini kuncinya adalah terus meningkatkan ekspor nonmigas, yang diproyeksikan naik rata-rata 16,8 persen per tahun, di dalamnya ekspor industri manufaktur naik dengan rata-rata 17,8 persen per tahun.

Cermin peningkatan kemandirian dalam perekonomian terlihat pada posisi utang yang diproyeksikan senantiasa berada di dalam batas-batas yang aman, bahkan sebagai persentase dari produk domestik bruto (PDB), stok utang Indonesia diharapkan menurun dari sekitar 57 persen pada akhir Repelita V menjadi sekitar 46 persen pada akhir Repelita VI. Rasio pelunasan utang pemerintah dan swasta terhadap ekspor (Debt Service Ratio, DSR) diupayakan pula terus menurun dari sekitar 30,5 persen pada akhir Repelita V menjadi sekitar 20,6 persen pada akhir Repelita VI.

Selama Repelita VI, peranan bantuan luar negeri sebagai sumber dana untuk anggaran pembangunan diusahakan terus berkurang, sedangkan peranan tabungan pemerintah diupayakan terus meningkat. Peranan tabungan pemerintah dalam anggaran pembangunan menunjukkan peningkatan dari sekitar 62 persen pada akhir Repelita V menjadi sekitar 68 persen pada akhir Repelita VI. Selain itu, persentase pelunasan pokok dan bunga pinjaman luar negeri pemerintah dalam pengeluaran rutin akan menurun dari 44,3 persen menjadi 32,0 persen. Demikian pula, peranan penerimaan migas dalam penerimaan dalam negeri akan berkurang dari sekitar 29 persen menjadi hanya sekitar 16 persen.

147

Page 27:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Rasio pajak terhadap PDB nonmigas akan meningkat dari 12,5 persen pada akhir Repelita V menjadi 15,6 persen pada akhir Repelita VI. Semuanya itu mencerminkan ekonomi yang makin mandiri yang menjadi sasaran pembangunan. Untuk mencapai sasaran tersebut kuncinya adalah meningkatnya penerimaan nonmigas dalam negeri terutama pajak. Penerimaan pajak diharapkan meningkat rata-rata 17,3 persen per tahun dalam Repelita VI sehingga peranan penerimaan pajak dalam penerimaan dalam negeri akan meningkat dari sekitar 65 persen pada akhir Repelita V menjadi sekitar 78 persen pada akhir Repelita VI. Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi tersebut di atas dipersyaratkan tersedianya dana investasi yang memadai, yang dalam Repelita VI diperlukan sekitar Rp660 triliun atau sekitar 80 persen lebih besar dari realisasi investasi selama Repelita V atau sekitar 175 persen dari rencana investasi Repelita V. Untuk dapat mencapainya, peranan dunia usaha harus makin didorong dan ditingkatkan karena lebih dari 73 persen dari investasi tersebut diharapkan bersumber dari masyarakat.

Pada Repelita VI angkatan kerja diperkirakan akan meningkat sekitar 12,6 juta orang. Sebagian besar peningkatan tersebut diupayakan dapat diserap di berbagai sektor, yaitu sektor pertanian diharapkan menyerap sekitar 1,9 juta orang, industri sekitar 3 juta orang dan 7 juta orang diserap oleh sektor-sektor lain. Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka yang pada tahun 1990 diperkirakan 3,2 persen akan dapat diturunkan menjadi 0,8 persen pada akhir Repelita VI. Selain itu, dalam rangka mengurangi pengangguran terselubung, jam kerja rata-rata per pekerja diupayakan meningkat.

Berbagai sasaran dan kebijaksanaan pokok ini akan diuraikan lebih rinci menurut bidang dan sektor pembangunan di bagian-bagian berikut pada bab ini, yang akan diawali dengan pembangunan lintas sektor dan lebih rinci lagi dalam bab-bab sektor yang bersangkutan.

148

Page 28:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

IV. SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN LINTAS SEKTORAL

Selain kegiatan pembangunan yang dikelompokkan di berbagai bidang dan sektor di dalam GBHN 1993, ada upaya nasional yang bersifat lintas sektoral yang penanganannya dilaksanakan di semua bidang dan sektor, dan di seluruh daerah. Oleh karena sifat lintas sektoralnya dan pentingnya keterpaduan penanganannya, serta keterkaitan pembangunan dalam PJP II, meskipun tidak tercantum dalam GBHN 1993 sebagai sektor tersendiri dalam salah satu bidang pembangunan, dalam buku Repelita VI ini berbagai masalah tersebut dibahas dalam bab-bab tersendiri.

Dua bab dalam Repelita VI ini yang teramat pokok adalah yang berkenaan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia serta upaya pemerataan dan penanggulangan kemiskinan. Dalam kedua bab tersebut, dikembangkan pokok-pokok pikiran dalam GBHN 1993 mengenai kedua masalah yang amat mendasar itu, sebagai kerangka dan upaya memadukan kebijaksanaan dan program-program pembangunan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta pemerataan pembangunan dan penang-gulangan kemiskinan, yang akan dilaksanakan di berbagai bidang dan sektor.

Selain itu, juga dikembangkan pendekatan terpadu dalam pembangunan perkotaan dan perdesaan yang dilakukan oleh berba-gai bidang dan sektor sehingga keduanya dapat berjalan secara serasi dan saling menunjang. Berkaitan dengan itu, dan dengan mengantisipasi aspek-aspek pembangunan yang makin kompleks dengan kegiatan yang makin intensif, penataan ruang dan pertanahan dipandang sebagai masalah yang akan makin menonjol dan mempengaruhi jalannya pembangunan di masa depan. Sehubungan dengan itu, penataan ruang dan pertanahan yang merupakan kegiatan pembangunan yang penting, yang diamanatkan

149

Page 29:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam satu bab tersendiri.

Di bawah ini diuraikan berbagai sasaran dan pokok kebijak-sanaan mengenai berbagai masalah yang besar dan mendasar serta bersifat lintas sektoral itu.

1. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Sasaran peningkatan kualitas sumber daya manusia pada PJP II adalah terwujudnya kehidupan masyarakat yang makin sejahtera lahir batin secara adil dan merata, serta terwujudnya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak yang baik, bersikap amanah, mengamalkan ajaran agama dan ilmunya, berbudi pekerti luhur, tangguh, sehat jasmani dan rohaninya, cerdas, patriotik, berdisiplin, kreatif, produktif, profesional, serta memiliki kemampuan dalam memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai iptek. Sasaran lainnya adalah terwujudnya manusia yang mandiri, maju dan tetap berkepribadian bangsa Indonesia, mampu mengatasi hambatan budaya, sadar akan hak dan kewajibannya, memiliki kemampuan kewiraswastaan dan kemampuan kepemimpinan yang andal, memiliki kesetiakawanan sosial yang tinggi, memiliki wawasan kebangsaan dan bela negara, memiliki kesadaran dan etika politik yang tinggi serta bersikap dan berperilaku sesuai dengan budaya politik Pancasila.

Di samping itu, menjadi sasaran pula meningkatnya peradaban, harkat dan martabat manusia Indonesia, dan makin kuatnya jati diri dan kepribadian bangsa, meningkatnya keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidupnya, terwujudnya sistem kelembagaan dan dilaksanakannya peraturan perundang-undangan yang menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia secara mantap, serta cukup besarnya peran serta masyara-kat dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

150

Page 30:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Sasaran peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam Repelita VI adalah makin meningkatnya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang tercermin dari meningkatnya keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, akhlak, pengamalan ajaran agama dan ilmunya, sikap amanah, kesehatan jasmani dan rohani, kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan, etos kerja produktif, tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, wawasan dan kemampuan iptek, serta kesadaran dan pemahaman pentingnya menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sasaran lainnya adalah tumbuhnya sikap kemandirian, makin berkembangnya kemampuan kepemimpinan dan kewiraswastaan, serta makin banyaknya kader pembangunan bangsa yang mempunyai idealisme, patriotisme, semangat kejuangan, kepeloporan, disiplin dan kepedulian sosial, serta memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya.

Guna tercapainya efektivitas dan efisiensi manajemen sumber daya manusia, pada akhir Repelita VI lembaga pelaksana peningkatan kualitas sumber daya manusia sudah makin tertata. Selain itu, pemahaman dan peran serta masyarakat termasuk swasta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia makin meningkat, serta perangkat hukum yang menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia sudah ditetapkan.

Agar peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat lebih terarah, dalam arti sasarannya dapat dicapai, dengan berpegang teguh pada asas pembangunan dan kaidah penuntun sebagaimana yang diamanatkan GBHN, dalam pelaksanaannya harus memper-hatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat, tidak terlepas dari pembangunan bidang/sektor lainnya, memper-hatikan perkembangan iptek, serta memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup bagi terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan.

151

Page 31:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam Repelita VI dilakukan melalui empat kebijaksanaan, yaitu peningkatan kualitas hidup yang meliputi baik kualitas manusianya seperti jasmani, rohani, dan kejuangan maupun kualitas kehidupannya; peningkatan kualitas sumber daya manusia yang produktif dan upaya penyebarannya; peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkemampuan dalam memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai iptek yang berwawasan lingkungan; serta pengembangan pranata yang meliputi kelembagaan dan perangkat hukum yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kebijaksanaan tersebut merupakan kebijaksanaan yang bersifat lintas sektoral serta menjadi dasar keterpaduan kebijaksanaan dan program yang bersifat sektoral.

2. Pemerataan Pembangunan dan Penanggulangan Kemiskinan

Secara umum sasaran pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dalam PJP II adalah terwujudnya perekonomian nasional yang mandiri dan andal berdasarkan demokrasi ekonomi untuk menumbuhkan perekonomian rakyat dan meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat secara selaras, adil dan merata; terwujudnya keseimbangan, keserasian, dan keselarasan perkembangan dan kemajuan antara satu daerah dengan daerah lain, dan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa; serta makin meratanya kemakmuran dan berkurangnya kesenjangan antargolongan ekonomi, terutama antara golongan berpendapatan rendah dengan golongan berpendapatan lebih tinggi, sehingga berkurang ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang dapat menimbulkan keangkuhan dan kecemburuan sosial.

Secara khusus, sasaran penanggulangan kemiskinan dalam PJP II adalah teratasinya secara tuntas masalah kemiskinan absolut, baik di perdesaan maupun di perkotaan, serta meningkatnya kemampuan desa sehingga tidak ada lagi desa tertinggal di seluruh tanah air.

152

Page 32:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Sasaran pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dalam Repelita VI adalah meningkatnya kemampuan dan peranan usaha rakyat terutama koperasi, dan usaha kecil termasuk usaha tradisional dan informal, serta usaha menengah yang tumbuh dari usaha kecil dalam perekonomian nasional; meningkatnya kemampuan daerah, baik aparat pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga masyarakat maupun masyarakat secara keseluruhan, serta berkembangnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab; berkurangnya kesenjangan kemajuan antara perkotaan dan perdesaan dan meningkatnya pembangunan di kawasan timur Indonesia dan daerah tertinggal lainnya; meningkatnya keterkaitan antara sektor-sektor ekonomi terutama sektor pertanian dengan sektor industri dan jasa; makin seimbang dan meningkatnya nilai tukar komoditas pertanian terhadap komoditas industri dan jasa; tumbuh dan berkembangnya usaha menengah, usaha kecil, termasuk usaha informal dan tradisional yang tangguh dan mandiri sebagai kekuatan utama perekonomian nasional; serta meningkatnya pemerataan dalam kesempatan usaha, lapangan kerja, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Sasaran penanggulangan kemiskinan dalam Repelita VI adalah berkurangnya penduduk miskin, khususnya penduduk miskin absolut menjadi sekitar 12. juta orang, atau 6 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada Repelita VII masalah kemiskinan absolut, seperti tercermin dari jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, sebagian besar sudah dapat diatasi. Demikian pula, pada akhir Repelita VII desa-desa tertinggal telah dapat dibebaskan dari kondisi kemiskinan.

Kebijaksanaan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dalam Repelita VI menegaskan arah pembangunan nasional menuju tercapainya sasaran umum PJP II, yaitu tercipta-nya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir dan batin

153

Page 33:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara berdasarkan Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya, serta antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Upaya untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui kebijaksanaan di seluruh bidang pembangunan dan dilaksanakan secara serasi dan terpadu dalam berbagai kebijaksanaan ekonomi makro, kebijaksa-naan sektoral, dan regional.

3. Perkotaan dan Perdesaan

Sasaran pembangunan perkotaan dan perdesaan dalam PJP II adalah terwujudnya keserasian dan keseimbangan pembangunan perkotaan dan perdesaan, antara desa dan kota, antardesa dan, antarkota dalam rangka pembangunan yang merata, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Dalam mencapai sasaran umum pembangunan perkotaan dan perdesaan dalam PJP II, sasaran pembangunan perkotaan dan perdesaan dalam Repelita VI adalah meningkatnya secara makin serasi dan seimbang peranan daerah perkotaan dan perdesaan dalam pembangunan nasional dan pembangunan daerah, dengan meningkatnya otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab; mantapnya keterkaitan, baik fisik maupun sosial ekonomi, antara daerah perkotaan dan perdesaan; tercapai-nya keseimbangan pertumbuhan pembangunan antarwilayah, kawasan, desa dan kota; serta mantapnya lembaga perekonomian di perkotaan dan perdesaan dalam menciptakan struktur perekonomian yang lebih kukuh. Seiring dengan itu, sasaran lainnya adalah meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan; meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat termasuk semakin berkurangnya jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal

154

Page 34:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

baik di perkotaan maupun di perdesaan; serta meningkatnya mutu lingkungan hidup -- baik lingkungan fisik, sosial maupun ekonomi -- di wilayah perkotaan dan perdesaan sehingga mendukung pembangunan berkelanjutan.

Untuk mewujudkan sasaran tersebut, pembangunan perkotaan dalam Repelita VI ditempuh melalui berbagai kebijaksanaan yang antara lain adalah mengembangkan dan memantapkan sistem perkotaan; meningkatkan kemampuan dan produktivitas kota; meningkatkan kemampuan sumber daya manusia; memantapkan kelembagaan dan kemampuan keuangan perkotaan; melembagakan pengelolaan pembangunan yang terencana dan terpadu; memantapkan perangkat peraturan pendukung pembangunan perkotaan; dan meningkatkan kualitas lingkungan fisik dan sosial ekonomi perkotaan.

Dalam pembangunan perdesaan ditempuh berbagai kebijaksanaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di perdesaan; meningkatkan kemampuan produksi masyarakat; mengembangkan prasarana dan sarana di perdesaan; melembaga-kan pendekatan pengembangan wilayah/kawasan terpadu; dan memperkuat lembaga pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan desa.

4. Penataan Ruang dan Pertanahan

Sasaran umum penataan ruang dan penataan pertanahan dalam PJP II adalah terciptanya pola tata ruang wilayah nasional dan daerah yang mantap; mantapnya proses penataan ruang secara terpadu, efektif, dan efisien; terciptanya sistem administrasi pertanahan yang andal dan tertib yang memberi jaminan kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan masyarakat; serta tersedianya ruang gerak yang memadai bagi pembangunan dan penyelengga-raan pertahanan keamanan negara.

Sasaran penataan ruang dan penataan pertanahan dalam Repelita VI adalah tersedianya sistem informasi yang mendukung

155

Page 35:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

penataan ruang dan penataan pertanahan; meningkatnya kesadaran dan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam penataan ruang dan penataan pertanahan; terwujudnya lembaga dan aparatur penataan ruang dan penataan pertanahan yang berkualitas dan berkemampuan tinggi; serta terwujudnya keterpaduan penataan dan pemanfaatan ruang untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan pertahanan keamanan.

Dalam mewujudkan sasaran penataan ruang dan penataan pertanahan dalam Repelita VI, kebijaksanaan pokok yang ditempuh adalah mengembangkan kelembagaan melalui penetapan organisasi pengelolaan yang mantap, dengan rincian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas; meningkatkan kemampuan aparatur yang dapat mendukung kegiatan penataan ruang dan penataan pertanahan di pusat dan di daerah; memasyarakatkan penataan ruang dan penataan pertanahan kepada masyarakat dan dunia usaha; memantapkan pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan bagi pembangunan nasional dan daerah; dengan perhatian khusus pada kawasan cepat berkembang/ andalan/strategis; memantapkan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk pengamanan terhadap kawasan yang memiliki aset penting negara; meningkatkan sistem informasi, pemantauan dan evaluasi dalam penataan ruang dan penataan pertanahan.

V. SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG EKONOMI

1. Industri

Sasaran pembangunan industri pada akhir PJP II adalah terwujudnya sektor industri yang kuat dan maju, sehingga mampu menunjang terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal.

Wujud industri yang kuat dan maju memiliki ciri, antara lain industri yang berdaya saing tinggi dan bertumpu pada sumber daya

156

Page 36:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

manusia industrial yang berkualitas dan kemampuan penguasaan teknologi yang tinggi sehingga mampu menghasilkan produk unggulan bernilai tambah tinggi; struktur industri yang kukuh dan seimbang dengan keterkaitan yang erat, baik antarindustri maupun antara sektor industri dan sektor lainnya, sehingga mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap gejolak perubahan; industri yang makin tersebar ke seluruh wilayah tanah air dengan memanfaatkan potensi sumber daya dan posisi geografis Indonesia secara serasi sehingga mampu memacu pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan akses ke pasar dunia; industri kecil dan menengah yang berkembang semakin andal sebagai tulang punggung pembangunan industri, terutama industri kecil dan menengah sebagai pemasok dan penopang industri unggulan; prasarana fisik dan kelembagaan yang andal dan mendukung kelangsungan proses inovasi serta pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.

Pada akhir PJP II sektor industri diperkirakan akan mampu memberikan sumbangan sekitar 32,5 persen dalam PDB dalam harga konstan 1989/90 dan selama PJP II diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja baru sekitar 19,0 juta atau 27,6 persen dari keseluruhan tambahan kesempatan kerja. Dengan demikian, pada akhir PJP II sektor industri akan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 28,9 juta orang. Untuk itu, laju pertumbuhan sektor industri pengolahan selama PJP II diperkirakan mencapai rata-rata 9,2 persen per tahun dan kesempatan kerja industri akan tumbuh rata-rata 4,4 persen per tahun. Khusus untuk industri pengolahan nonmigas, perkiraan pertumbuhannya adalah sebesar 9,8 persen. Produktivitas tenaga kerja selama 25 tahun mendatang akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 4,8 persen per tahun.

Sasaran pembangunan industri dalam Repelita VI sebagai bagian dari sasaran bidang ekonomi adalah tertata dan mantapnya industri nasional yang mengarah pada penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan, dan penyebaran industri ke seluruh wilayah Indonesia, dan makin kukuhnya struktur industri dengan

157

Page 37:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

peningkatan keterkaitan antara industri hulu, industri antara, dan industri hilir serta antara industri besar, industri menengah, industri kecil, dan industri rakyat, serta keterkaitan industri dengan sektor ekonomi lainnya.

Sasaran pembangunan industri dalam Repelita VI tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi tercapainya tingkat pertumbuhan industri yang cukup tinggi, baik dalam nilai tambah, kesempatan kerja maupun ekspor sehingga sektor industri makin efektif menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi; terciptanya struktur industri yang makin kuat dan dalam, didukung oleh kemampuan teknologi yang makin meningkat dan pemanfaatan sumber daya ekonomi yang optimal; meningkatnya daya saing industri sehingga menghasilkan produk unggulan yang mampu menerobos pasar internasional dan mengurangi ketergantungan pada impor; berkembangnya industri kecil dan menengah, termasuk industri di perdesaan sehingga makin meningkatkan peran serta masyarakat secara produktif dalam kegiatan industri; dan meluasnya persebaran lokasi industri ke daerah, termasuk kawasan timur Indonesia, sehingga mampu mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi di daerah dan potensi sumber daya daerah, dalam upaya lebih memeratakan pembangunan.

Pertumbuhan nilai tambah sektor industri, termasuk industri pengolahan migas dalam Repelita VI, adalah rata-rata 9,4 persen per tahun. Industri pengolahan nonmigas berkembang dengan laju pertumbuhan rata-rata 10,3 persen per tahun.

Pada tingkat pertumbuhan industri seperti tersebut di atas, sumbangan industri pengolahan dalam PDB secara keseluruhan pada akhir Repelita VI akan mencapai 24,1 persen dan sumbangan industri pengolahan nonmigas 21,3 persen. Bersamaan dengan kenaikan produksi hasil industri, ekspor hasil industri diharapkan meningkat dengan laju kenaikan rata-rata sebesar 17,8 persen per tahun. Sementara itu, penyerapan tenaga kerja di sektor industri akan mencapai 12.960 ribu orang pada akhir Repelita VI, yang

158

Page 38:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

berarti akan tercipta perluasan lapangan kerja baru di sektor industri untuk 3.020 ribu orang.

Untuk mendukung tercapainya sasaran pembangunan industri, dalam Repelita VI ditempuh serangkaian kebijaksanaan, yang pada dasarnya bertumpu pada strategi, yaitu pembangunan industri yang berspektrum luas dan berorientasi pada pasar internasional, yang meliputi industri padat sumber daya alam dengan memanfaatkan teknologi yang makin maju, industri padat karya yang makin padat keterampilan industri padat teknologi; pembangunan industri dengan mempercepat penguasaan teknologi dalam rangka memantapkan basis industrialisasi untuk menghasilkan produk industri unggulan; pembangunan industri yang bertumpu pada mekanisme pasar dengan dunia usaha sebagai pemeran utamanya; dan pembangunan industri yang mengutamakan tercapainya pertumbuhan bersamaan dengan pemerataan dengan memberikan prioritas pada berbagai industri yang mampu tumbuh dengan cepat dan meningkatkan peran serta masyarakat secara luas dan produktif.

2. Pertanian

Sasaran utama pembangunan pertanian dalam PJP II adalah terciptanya sektor pertanian yang maju, efisien, dan tangguh. Hal ini dicerminkan oleh meningkatnya peranan sektor pertanian dalam menunjang pertumbuhan ekonomi yang tinggi, terpenuhinya kebu-tuhan rakyat akan pangan, meningkatnya daya beli rakyat, serta meningkatnya kemampuan penyediaan bahan mentah untuk pengembangan industri. Sasaran lainnya adalah meningkatnya kualitas sumber daya manusia dan kualitas masyarakat pertanian, meningkatnya penguasaan iptek dan berkembangnya kelembagaan pertanian yang tangguh, makin terkait dan terpadunya sektor pertanian dengan sektor industri, dan jasa, serta terbentuknya jaringan kegiatan agroindustri dan agrobisnis yang produktif.

Sejalan dengan meningkatnya peran serta, efisiensi, dan produktivitas rakyat serta meningkatnya pendapatan petani,

159

Page 39:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

sasaran pertumbuhan sektor pertanian dalam PJP II adalah sekitar 3,5 persen per tahun. Sektor pertanian diharapkan dapat menyerap tambahan kesempatan kerja sebanyak 2.835 ribu orang sehingga jumlah kesempatan kerja pada akhir PJP II di sektor pertanian adalah sekitar 40,8 juta orang.

Sasaran pembangunan pertanian dalam Repelita VI sesuai amanat GBHN 1993 adalah meningkatnya pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan, serta meningkatnya diversifikasi usaha dan hasil pertanian, serta meningkatnya intensifikasi dan ekstensi-fikasi pertanian yang didukung oleh industri pertanian. Menjadi sasaran pula pembangunan pertanian dalam Repelita VI adalah meningkatnya produktivitas tenaga kerja dan kesempatan kerja di sektor pertanian, terwujudnya penyediaan pangan yang beraneka ragam, dan hasil pertanian dengan mutu dan derajat pengolahan hasil yang lebih baik, serta meningkatnya peran pertanian dalam pembangunan wilayah. Sasaran selanjutnya adalah terpeliharanya kemantapan swasembada pangan, meningkatnya kemampuan petani dalam menerapkan dan menguasai teknologi pertanian, meningkat-nya produktivitas usaha tani, meningkatnya daya saing dan pangsa hasil pertanian di pasar dalam negeri dan luar negeri, makin ber -fungsi dan meningkatnya kemampuan kelembagaan pertanian dalam mengembangkan agrobisnis dan agroindustri.

Dalam Repelita VI sektor pertanian diperkirakan tumbuh dengan rata-rata sebesar 3,4 persen per tahun. Untuk itu, pertumbuhan tanaman pangan dan hortikultura diharapkan sekitar 2,5 persen per tahun, peternakan sekitar 6,4 persen per tahun, perkebunan sekitar 4,2 persen per tahun dan perikanan sekitar 5,2 persen per tahun. Sasaran penyerapan tenaga kerja adalah sekitar 1,9 juta orang. Sumbangan sektor pertanian terhadap PDB akan menurun dari 20,2 persen pada tahun 1993 menjadi sekitar 17,6 persen pada tahun 1998, atau menurun sekitar 2,6 persen per tahun.

160

Page 40:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Kebijaksanaan untuk mencapai sasaran tersebut, antara lain adalah meningkatkan efisiensi sistem produksi pertanian dan mengembangkan iklim usaha yang sehat untuk meningkatkan investasi di bidang pertanian, terutama untuk mendukung pengembangan usaha pertanian rakyat; menjaga kestabilan harga pangan melalui pengendalian harga, khususnya harga pangan yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pendapatan riil dan kestabilan ekonomi; mengembangkan usaha pertanian rakyat terpadu melalui sistem agrobisnis, termasuk mengembangkan sistem lembaga keuangan di perdesaan, meningkatkan penyediaan sarana produksi, dan mengembangkan kelembagaan pemasaran, serta meningkatkan peranan koperasi di perdesaan/KUD; menyederhanakan prosedur perizinan dan meningkatkan jaminan kepastian berusaha; mendorong investasi di bidang usaha pertanian di daerah tertinggal, terutama di kawasan timur Indonesia dan daerah tertinggal lainnya di kawasan barat Indonesia; memperluas usaha diversifikasi komoditas dalam usaha tani rakyat dan diversifikasi wilayah; serta meningkatkan konservasi dan rehabilitasi tanah kritis, lahan pertanian yang ditelantarkan serta mencegah eksploitasi sumber daya perikanan taut yang melampaui daya dukung lestari sumber daya.

3. Pengairan

GBHN 1993 mengamanatkan bahwa air, tanah, dan lahan yang mempunyai nilai ekonomi dan fungsi sosial, pemanfaatannya perlu diatur dan dikembangkan dalam pola tata ruang yang terkoordinasi bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat melalui berbagai penggunaan, terutama untuk keperluan permukiman, pertanian, kehutanan, industri, pertambangan dan kelistrikan, serta prasarana pembangunan lainnya. Pembangunan pengairan dilakukan pula dengan pendekatan terpadu sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan hidup, berkembangnya pembangunan wilayah dan daerah, serta berkembangnya perindustrian dan sektor ekonomi lainnya, yang semuanya ini

161E

Page 41:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

membutuhkan sumber daya air sebagai keperluan hidup dan pendukung pembangunan.

Dengan mengingat makin pentingnya arti air dan sumbernya bagi pembangunan yang berkelanjutan, pembangunan pengairan yang di dalam GBHN 1993 digabungkan ke dalam sektor pertanian disajikan dalam bab tersendiri dalam buku Repelita VI. Sasaran PJP II serta Repelita VI dan pokok kebijaksanaan pembangunan pengairan adalah sebagai berikut ini.

Sasaran pembangunan pengairan dalam PJP II adalah terwujudnya penyediaan air yang cukup dan merata bagi kelangsungan kehidupan manusia dan kebutuhan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia yang dicerminkan oleh tersedianya air baku yang cukup bagi kebutuhan masyarakat; terwujudnya sistem alokasi air yang efisien dan efektif serta adil, baik antarsektor maupun antarwilayah; dan terpeliharanya kelestarian sumber air dan meningkatnya kualitas lingkungan hidup.

Dalam Repelita VI, pembangunan pengairan diarahkan pada penyediaan air yang memadai bagi permukiman, pertanian, industri, pariwisata, kelistrikan, dan keperluan lainnya. Dalam rangka ini, sasaran pembangunan pengairan pada akhir Repelita VI adalah tersedianya sumber daya air sekitar 210 meter kubik per detik bagi permukiman untuk mencakup sekitar 72 persen dari jumlah penduduk, sekitar 3.700 meter kubik per detik untuk mengairi sawah seluas 6.200 ribu hektare, sekitar 380 meter kubik per detik untuk mengairi tambak seluas 370 ribu hektare, sekitar 20 meter kubik per detik untuk mengairi padang penggembalaan ternak seluas 50 ribu hektare, dan sekitar 110 meter kubik per detik untuk sektor industri serta pariwisata.

Untuk menunjang sasaran penyediaan sumber daya air tersebut, sasaran pembangunan fisik selama Repelita VI adalah terwujudnya pembangunan sejumlah prasarana pengairan, seperti waduk, bendung, dan saluran irigasi berikut penyiapan lahan

162

Page 42:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

sawah yang diperlukan, pengembangan daerah rawa, dan tambak, serta untuk pembangkit tenaga listrik. Sasaran lain adalah terse-lenggaranya pengendalian sungai, termasuk pengendalian banjir dan pengamanan daerah pantai.

Kebijaksanaan yang ditempuh untuk mencapai berbagai sasaran pembangunan pengairan dalam Repelita VI pada pokoknya adalah meningkatkan efisiensi pemanfaatan dan pengalokasian air, memantapkan prasarana pengairan, meningkatkan pemanfaatan sumber daya air, mengendalikan kerusakan lingkungan hidup, dan memantapkan kelembagaan pengairan.

4. Pangan dan Perbaikan Gizi

Sasaran pembangunan pangan dalam PJP II adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga, yang antara lain tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dan terjangkaunya harga pangan oleh masyarakat, dan terwujudnya diversifikasi konsumsi pangan, dengan tersedianya berbagai komoditas pangan dan pangan olahan. Sasaran lain adalah terjaminnya keamanan pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan tidak sesuai dengan keyakinan masyarakat.

Sasaran pembangunan pangan pada Repelita VI adalah makin mantapnya ketahanan pangan yang dicirikan oleh terpeliharanya kemantapan swasembada pangan secara dinamis. Artinya secara keseluruhan selama Repelita VI swasembada pangan, khususnya beras, dapat dipelihara dan dipenuhi dengan produksi dalam negeri. Apabila pada tahun tertentu karena kondisi objektif persediaan beras di dalam negeri tidak mencukupi, dimungkinkan untuk impor beras. Sebaliknya, dalam keadaan berlebih dimungkinkan untuk ekspor. Dalam hubungan ini, ketersediaan berbagai komoditas pangan akan meningkat. Selain itu, ketersediaan energi, baik yang berasal dari karbohidrat maupun dari protein hewani juga meningkat.

163

Page 43:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Untuk mencapai sasaran tersebut, upaya yang dilakukan dalam Repelita VI adalah meningkatkan ketahanan pangan, yang meliputi peningkatan produksi, daya beli masyarakat, distribusi dan peningkatan kemampuan penyediaan pangan serta terkoordinasinya kebijaksanaan harga; mendorong diversifikasi konsumsi pangan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pola pangan yang beranekaragam untuk meningkatkan gizinya; meningkatkan keamanan pangan untuk melindungi masyarakat dari pangan yang berbahaya untuk kesehatan dan bertentangan dengan keyakinan; dan mengembangkan kelembagaan pangan yang efektif dan efisien dengan meningkatkan keterpaduan, koordinasi, dan kerja sama lembaga-lembaga yang terkait dalam pembangunan pangan, antara Pemerintah dan masyarakat, dan antarkelompok masyarakat.

Sasaran perbaikan gizi dalam PJP II adalah terwujudnya kesadaran gizi yang tinggi di masyarakat yang antara lain tercermin dari pola konsumsi pangan masyarakat yang beraneka ragam dan bermutu gizi seimbang, dan tercapainya penurunan prevalensi penyakit bukan infeksi akibat gizi-lebih, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker sampai pada tingkat yang serendah mungkin sehingga tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berarti. Merupakan sasaran pula dalam PJP II adalah turunnya secara bermakna berbagai jenis penyakit gizi-kurang, terutama pada bayi, anak balita, dan ibu hamil sehingga tidak lagi menjadi masalah gizi masyarakat.

Sasaran perbaikan gizi pada Repelita VI adalah tercapainya konsumsi rata-rata karbohidrat dan protein per orang per hari sebesar 2.150 kilokalori dan 46,2 gram protein. Untuk itu, di masyarakat tersedia pangan yang cukup dengan mutu gizi rata-rata per orang per hari 2.500 kilokalori dan 55 gram protein. Guna memenuhi pedoman umum gizi seimbang, dari 55 gram protein tersebut, 15 gram berasal dari protein hewani yang terdiri atas 9 gram protein ikan dan 6 gram protein yang berasal dari ternak. Sasaran lain adalah menurunnya prevalensi empat masalah gizi-kurang, yaitu gangguan akibat kurang iodium (GAKI), anemia gizi

164

Page 44:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

besi (AGB), kurang vitamin A (KVA), dan kurang energi dan protein (KEP) antara 25 persen sampai 75 persen dari keadaan pada akhir PJP I, terutama pada wanita pranikah, wanita hamil, wanita menyusui, bayi, balita, dan anak sekolah, khususnya sekolah dasar (SD).

Sasaran tersebut dicapai dengan meningkatkan penyuluhan gizi masyarakat; meningkatkan upaya penanggulangan gangguan akibat kekurangan iodium, anemia gizi besi pada wanita hamil, kurang vitamin A, dan kurang energi dan protein; meningkatkan produktivitas dan efisiensi upaya perbaikan gizi; meningkatkan kegiatan penelitian unggulan di bidang pangan dan gizi; dan meningkatkan kemitraan antara Pemerintah dan swasta dalam upaya perbaikan gizi masyarakat.

5. Tenaga Kerja

Dalam PJP II sasaran pokok pembangunan ketenagakerjaan adalah terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk dapat menyerap tambahan angkatan kerja baru yang masuk pasar kerja dan mengurangi setengah pengangguran; berkurangnya kesenjangan produktivitas antarsektor dan meningkatnya pemerataan kesempatan kerja antardaerah; berkurangnya secara absolut jumlah pekerja di sektor pertanian dan meningkatnya kesempatan kerja sektor industri, jasa dan lainnya; meningkatnya kualitas tenaga kerja yang ditunjukkan oleh profesionalisme, kemandirian, etos kerja, dan produktivitas yang makin meningkat; dan terciptanya kelembagaan ketenaga-kerjaan yang mantap dalam rangka terwujudnya hubungan industrial atas dasar Pancasila dan UUD 1945 dengan terlaksananya perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja yang berkeadilan. Peningkatan kualitas tenaga kerja digambarkan oleh kontribusi sumber daya manusia terhadap pertumbuhan ekonomi yang makin besar sehingga pada akhir PJP II sebagian besar pertumbuhan ekonomi berasal dari sumber daya manusia yang juga merupakan sasaran pembangunan ketenagakerjaan.

165

Page 45:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Dalam PJP II diharapkan dapat tercipta 68,6 juta tambahan kesempatan kerja baru. Sasaran ini terdiri dari tambahan kesempatan kerja baru bagi pengusaha dengan buruh tetap sebesar 4,2 juta, buruh/karyawan sebesar 63,5 juta, dan status pekerjaan lainnya sebesar 0,9 juta.

Dalam Repelita VI tambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja diperkirakan sebesar 12,6 juta. Dengan laju pertumbuh-an ekonomi di berbagai sektor pembangunan, kesempatan kerja dalam Repelita VI akan bertambah dengan 11,9 juta, yaitu di sektor pertanian termasuk kehutanan, peternakan dan perikanan sebesar 1,9 juta, di sektor industri pengolahan 3,0 juta, di sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan, hotel, dan restauran sebesar 2,2 juta, di sektor jasa kemasyarakatan sebesar 2,3 juta dan sektor lainnya sebesar 2,5 juta. Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka yang pada tahun 1990 sebesar 3,2 persen akan dapat diturunkan menjadi 0,8 persen pada tahun 1998. Jumlah penganggur terbuka sebesar 0,8 persen tersebut atau sekitar 0,7 juta ini terdiri atas, antara lain, tenaga kerja keluaran sistem pendidikan dan pelatihan yang baru masuk pasar kerja dan mencari pekerjaan serta angkatan kerja yang pindah pekerjaan.

Untuk mendukung tercapainya berbagai sasaran tersebut, kebijaksanaan pembangunan ketenagakerjaan dalam Repelita VI pada pokoknya adalah (a) pembinaan iklim bagi perluasan lapangan kerja, peningkatan efisiensi dan produktivitas di semua sektor, antara lain dengan menciptakan iklim usaha yang sehat dan dinamis, meningkatkan kualitas SDM dengan mengembangkan sistem keterpaduan antara dunia pendidikan dan pelatihan keterampilan yang sepadan dengan kebutuhan pasar kerja, menyeimbangkan penyebaran investasi antara Jawa dan luar Jawa; (b) peningkatan kualitas tenaga kerja antara lain dengan mengupayakan adanya kemitraan pelatihan tenaga kerja antara penyelenggara dan pengguna tenaga kerja dalam bentuk kerja sama dengan ser ika t peker ja dan asos ias i profes i ker ja dan

166

Page 46:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

mengupayakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; (c) pendayagunaan tenaga kerja produktif melalui program khusus bagi kelompok angkatan kerja tertentu, seperti tenaga kerja muda terdidik, penganggur dan setengah penganggur, dan (d) peningkatan kesejahteraan tenaga kerja melalui penciptaan hubungan industrial Pancasila yang serasi dan didukung oleh perbaikan syarat-syarat kerja dan perlindungan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita dan anak yang terpaksa bekerja.

6. Perdagangan

Sasaran pembangunan perdagangan dalam PJP II adalah terwujudnya sistem perdagangan yang maju dengan sistem distribusi yang mantap sebagai ciri perekonomian yang mandiri dan andal sebagaimana diamanatkan dalam GBHN 1993. Dengan demikian, dalam PJP II bangsa Indonesia akan menjadi bangsa niaga yang andal dan tangguh di dunia.

Sasaran pembangunan perdagangan dalam negeri dalam Repelita VI adalah makin meningkatnya peran pasar dalam negeri dengan pola perdagangan dan sistem distribusi yang makin meluas dan mantap. Sasaran tersebut dijabarkan lebih lanjut dengan berkembangnya sistem pemasaran dan distribusi nasional yang makin meluas, mantap, efisien, dan efektif; terciptanya iklim perdagangan dalam negeri yang sehat yang mendorong pengembangan dan perluasan usaha perdagangan; berkembangnya pasar lokal dan. pasar wilayah di daerah perdesaan, terutama di daerah terpencil, pedalaman, perbatasan, transmigrasi, dan kawasan timur Indonesia; dan berkembangnya peranan usaha perdagangan skala menengah dan kecil, termasuk usaha perdagangan informal, rumah tangga, dan usaha tradisional beserta berkembangnya peranan koperasi di bidang perdagangan.

Sasaran pembangunan perdagangan luar negeri dalam PJP II adalah terwujudnya Indonesia .sebagai bangsa niaga yang andal di dunia, meningkatnya daya saing komoditas nonmigas di pasar internasional; terciptanya sistem perdagangan ekspor yang

167

Page 47:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

terintegrasi dengan sistem perdagangan dalam negeri serta meningkatnya produktivitas dan efisiensi sesuai dengan dinamika perkembangan pasar internasional; terciptanya struktur dunia usaha yang lebih kukuh, produktif, efisien, dan berkeadilan sehingga dapat meningkatkan peranan dan kedudukan eksportir menengah dan kecil di pasar internasional; terwujudnya perubahan komposisi ekspor yang membesar ke arah hasil industri dan jasa yang bernilai tambah tinggi; dan dimanfaatkannya secara optimal potensi dan peluang pasar internasional, terutama pasar kawasan Asia Pasifik.

Dalam Repelita VI sasaran perdagangan luar negeri adalah perluasan pasar luar negeri, yang tercermin dengan meningkatnya nilai ekspor nonmigas dan diperkuatnya struktur ekspor nonmigas ke arah ekspor hasil industri. Ekspor nonmigas direncanakan meningkat dengan rata-rata sebesar 16,8 persen per tahun sehingga pada akhir Repelita VI tercapai jumlah US$61,2 miliar. Nilai ekspor hasil pertanian, hasil industri, dan hasil pertambangan tumbuh dengan rata-rata berturut-turut sebesar 6,8 persen, 17,8 persen, dan 15,0 persen per tahun; dengan nilai ekspor pada akhir Repelita VI diperkirakan berturut-turut US$3,6 miliar, US$54,8 miliar, dan US$2,8 miliar. Sumbangan nilai ekspor hasil industri, pertanian, dan pertambangan pada akhir Repelita VI adalah berturut-turut 89,4 persen, 5,9 persen, dan 4,7 persen.

Dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sektor perdagangan sebesar 6,6 persen, pertumbuhan kesempatan kerja di sektor perdagangan, termasuk hotel dan restoran dalam Repelita VI adalah rata-rata 3,5 persen per tahun sehingga pada akhir Repelita VI sektor perdagangan mampu menyerap 14 juta orang tenaga kerja atau 15,3 persen dari total kesempatan kerja tersedia. Dengan demikian, dalam Repelita VI sektor perdagangan, termasuk hotel dan restoran akan menyerap tambahan tenaga kerja sekitar 2,2 juta orang.

Kebijaksanaan pembangunan perdagangan dalam negeri dalam Repelita VI pada pokoknya meliputi upaya untuk memantapkan dan

168

Page 48:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

memperluas pasar; meningkatkan perlindungan terhadap konsumen; menciptakan persaingan usaha yang sehat yang melindungi pengusaha dan pedagang menengah dan kecil; mengembangkan kewirausahaan pengusaha dan pedagang menengah dan kecil; dan meningkatkan peran koperasi di sektor perdagangan.

Kebijaksanaan pembangunan perdagangan luar negeri dalam Repelita VI pada pokoknya adalah meningkatkan daya saing komoditas ekspor; meningkatkan struktur ekspor nonmigas; memperluas negara tujuan ekspor; meningkatkan informasi usaha; mengembangkan sarana dan prasarana perdagangan; meningkatkan fasilitas perkreditan ekspor; meningkatkan peran dan partisipasi aktif Indonesia dalam kerja sama perdagangan internasional, baik bilateral, regional maupun multilateral, termasuk negara-negara anggota Gerakan Nonblok; meningkatkan kemampuan ekspor pengusaha dan pedagang menengah dan kecil; dan mengendalikan impor.

7. Transportasi

Sasaran pembangunan transportasi dalam PJP II adalah mendukung terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal melalui penyelenggaraan sistem transportasi nasional yang efisien.

Sasaran pembangunan transportasi dalam Repelita VI adalah meningkatnya peranan sistem transportasi nasional dalam memenuhi kebutuhan mobilitas manusia, barang, dan jasa; terwujudnya sistem transportasi nasional yang makin efisien yang didukung oleh kemampuan penguasaan teknologi dan sumber daya manusia yang berkualitas; meningkatnya peran serta masyarakat dalam usaha transportasi; meluasnya jaringan transportasi yang menjangkau daerah terpencil dan terisolasi, terutama di kawasan timur Indonesia; dan tersedianya pelayanan transportasi yang andal untuk mendukung industri, pertanian, perdagangan, dan pariwisata.

169

Page 49:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Sasaran pertumbuhan sektor transportasi dalam Repelita VI adalah rata-rata 7,0 persen per tahun. Dengan pertumbuhan ini, sektor transportasi dapat memberikan tambahan kesempatan kerja kepada 0,75 juta orang selama Repelita VI. Sasaran yang ingin dicapai di bidang transportasi pada akhir Repelita VI adalah terwujudnya jalan arteri, kolektor, dan lokal sepanjang 267.370 kilometer; jalan tol sepanjang 660 kilometer; panjang jalan kereta api 5.401 kilometer; tersedianya kapasitas armada pelayaran yang mampu mengangkut muatan dalam negeri sebanyak 167 juta ton dan muatan ekspor impor sebesar 210,3 juta ton; dan tersedianya kapasitas armada udara yang mampu mengangkut penumpang dalam negeri sebanyak 12,2 juta orang dan penumpang luar negeri sebanyak 9,6 juta orang.

Untuk mewujudkan berbagai sasaran pembangunan transpor-tasi dalam Repelita VI, diupayakan untuk mengembangkan sistem transportasi nasional yang andal, berkemampuan tinggi, terpadu, dan efisien; mengembangkan transportasi regional dengan perhatian khusus kepada daerah tertinggal, terutama kawasan timur Indonesia; mengembangkan transportasi perkotaan; mendukung pembangunan industri, pertanian, perdagangan, dan pariwisata; meningkatkan kualitas pelayanan sarana dan prasarana transportasi; meningkatkan peran serta masyarakat; mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi; dan meningkatkan daya saing transportasi nasional.

8. Pertambangan

Sasaran pembangunan pertambangan dalam PJP II adalah mendukung terciptanya perekonomian nasional yang mandiri dan andal melalui pendayagunaan sumber daya alam mineral dan energi secara hemat dan optimal serta berwawasan lingkungan. Dalam rangka itu, pada akhir PJP II diharapkan bahwa seluruh kebutuhan informasi dasar geologi, baik berupa peta dasar geologi maupun informasi bencana alam geologis dan lingkungan hidup, telah

170

Page 50:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

tersedia. Dalam PJP II diharapkan telah tercapai tingkat kemandirian yang tinggi melalui penguasaan pengetahuan dan teknologi; pemurnian, pengolahan, serta penggunaan bahan hasil tambang; dan peningkatan manajemen usaha pertambangan. Dalam hal minyak bumi dan gas bumi diharapkan eksplorasi dan pengusahaan di laut dalam sudah makin berkembang dan hampir seluruh cekungan tersier sudah dieksplorasi.

Sasaran pembangunan pertambangan dalam Repelita VI adalah meningkatnya produksi dan diversifikasi hasil tambang untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan sumber energi primer, serta meningkatnya ekspor dan pemenuhan keperluan masyarakat lainnya; terwujudnya sistem pengelolaan pertambangan yang efisien dan produktif yang didukung oleh kemampuan penguasaan teknologi dan sumber daya manusia yang berkualitas; meningkatnya peran serta masyarakat dalam usaha pertam- bangan, terutama melalui wadah koperasi; meluasnya pembangunan pertambangan di daerah guna mendukung pengembangan wilayah, terutama kawasan timur Indonesia; dan tersedianya pelayanan informasi geologi dan sumber daya mineral yang andal, baik untuk eksplorasi lanjut, penataan ruang maupun mitigasi bencana alam geologis.

Sasaran pembangunan pertambangan di bidang geologi dan sumber daya mineral dalam Repelita VI, antara lain, adalah penyelesaian peta geologi dan daerah bahaya gunung api Indonesia, yang terdiri atas pemetaan dan penyelidikan geologi dan geofisika sejumlah 104 peta; pemetaan dan penyelidikan geologi kelautan sejumlah 25 lembar peta dan 30 lokasi; inventarisasi dan pemetaan serta eksplorasi sumber daya mineral sejumlah 55 lembar peta dan 105 lokasi; dan pemetaan hidrogeologi sebanyak 25 lembar.

Di bidang pertambangan mineral dan batu bara sasaran yang hendak dicapai pada akhir Repelita VI, terutama, adalah produksi batu bara mencapai 71 juta ton, produksi timah 40,3 ribu ton, produksi bijih nikel 2.750 'ribu ton, produksi bauksit 1 juta ton,

171

Page 51:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

produksi tembaga 1.761 ribu ton, produksi emas 70.600 kilogram dan perak 143.000 kilogram. Di bidang minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi sasarannya dalam Repelita VI, antara lain, adalah produksi minyak bumi dan kondensat sebesar 547,5 juta barel, dan produksi gas bumi sebesar 2.960 miliar kaki kubik.

Pertumbuhan sektor pertambangan diharapkan dapat mencapai rata-rata 2,6 persen per tahun selama Repelita VI. Dengan tingkat pertumbuhan ini diharapkan bahwa sektor pertambangan dapat meningkatkan kesempatan kerja dari sekitar 842 ribu orang pada tahun 1993 menjadi 989 ribu orang pada akhir Repelita VI. Dengan demikian, sektor pertambangan diharapkan mampu menciptakan tambahan kesempatan kerja untuk 147 ribu orang selama Repelita VI. Penyerapan tenaga kerja ini terutama diharapkan terjadi dari makin tumbuh dan berkembangnya usaha pertambangan rakyat, termasuk pertambangan skala kecil (PSK) dalam bentuk koperasi.

Untuk mencapai berbagai sasaran tersebut, kebijaksanaan pembangunan pertambangan pada pokoknya adalah mengem-bangkan informasi geologi dan sumber daya mineral sebagai pendukung dasar pembangunan pertambangan; memantapkan penyediaan komoditas mineral dan energi melalui peningkatan produksi dan diversifikasi hasil tambang; meningkatkan peran serta rakyat dan melestarikan fungsi lingkungan hidup dalam pembangunan pertambangan; mengembangkan kemampuan sumber daya manusia dan penguasaan teknologi pertambangan guna mendukung peningkatan efisiensi serta produktivitas usaha pertambangan; mengembangkan iklim usaha, kemitraan berusaha serta sistem pendukung lainnya bagi peningkatan efektivitas pembangunan pertambangan.

9. Kehutanan

Sasaran pembangunan kehutanan dalam PJP II adalah terwujudnya keseimbangan fungsi hutan sebagai sumber daya

172

Page 52:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

pembangunan dan penyangga sistem kehidupan secara lestari dan efisien melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran serta peran serta aktif masyarakat luas.

Dalam Repelita VI sasaran utama adalah terpeliharanya hutan alam yang masih utuh seluas 92,4 juta hektare. Hal itu berarti pula terpeliharanya potensi hutan alam yang utuh sehingga menghasilkan produksi yang maksimum dan lestari. Sejalan dengan itu semua, penduduk miskin di sekitar dan di dalam hutan meningkat pula kesejahteraannya.

Sasaran produksi kayu bulat selama Repelita VI adalah sekitar 188,3 juta meter kubik atau rata-rata sekitar 37,67 juta meter kubik per tahun. Produksi kayu bulat tersebut bersumber dari hutan alam produksi tetap dengan rata-rata produksi per tahun sekitar 22,53 juta meter kubik, hutan alam konversi 3,72 juta meter kubik, hutan tanaman 2,71 juta meter kubik, dan hutan tanaman rakyat serta kebun rakyat sekitar 8,71 juta meter kubik.

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, kebijak-sanaan pembangunan kehutanan pada pokoknya meliputi upaya untuk memantapkan kawasan hutan dan meningkatkan mutu serta produktivitas hutan negara dan hutan rakyat; meningkatkan efisiensi dan produktivitas pengelolaan hutan dan hasil hutan; meningkatkan peran serta masyarakat dan menanggulangi kemiskinan sekitar hutan serta meningkatkan pendapatan daerah tertinggal; meningkatkan peran serta koperasi, usaha menengah, kecil, dan tradisional dalam pembangunan kehutanan; melestarikan hutan sebagai pelindung lingkungan hidup dan ekosistem; dan meningkatkan kemampuan pengelolaan hutan di daerah.

10. Usaha Nasional

Sasaran pengembangan usaha nasional dalam PJP II adalah terwujudnya struktur dunia usaha nasional yang makin kukuh dan makin berimbang sehingga usaha koperasi, usaha swasta, dan

173

Page 53:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

usaha negara dapat melaksanakan peran dan fungsinya sesuai dengan amanat demokrasi ekonomi. Di samping itu, menjadi sasaran pula terciptanya lapisan pengusaha menengah yang makin besar jumlahnya dan lapisan pengusaha kecil serta koperasi yang makin kuat, tangguh, dan berperan dalam perekonomian nasional; terwujudnya Indonesia sebagai bangsa niaga yang andal; dan mantapnya daya saing usaha nasional di pasar dunia; serta seimbangnya persebaran investasi antardaerah, antarsektor, dan antargolongan ekonomi. Dalam PJP II diharapkan dapat ditumbuhkan 4,2 juta pengusaha formal dengan buruh dan karyawan tetap.

Dalam Repelita VI, sasarannya adalah terwujudnya kualitas dan kemampuan usaha kecil, informal, dan tradisional yang makin kuat dan makin terorganisasi ke dalam unit usaha formal, terutama koperasi. Dengan demikian dapat terwujud pula usaha menengah dan kecil yang jumlahnya makin besar dan berkualitas serta berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan nilai tambah. Menjadi sasaran pula dalam Repelita VI meningkatnya jumlah pengusaha menengah yang tangguh yang berasal dari tumbuhnya pengusaha baru, dan dari peningkatan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah serta makin meningkatnya kemampuan dan kemandirian lapisan pengusaha kecil dengan peran yang makin besar dalam perekono-mian nasional; meningkatnya keterkaitan dan kemitraan usaha yang sejajar antara pengusaha besar, menengah, dan kecil yang saling mendukung dan saling menguntungkan; meningkatnya kemampuan koperasi untuk berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat; serta makin meningkatnya efisiensi dan produktivitas badan usaha milik negara (BUMN) sehingga makin berperan baik sebagai perintis, penggerak, dan pengarah usaha yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak dan usaha strategis maupun sebagai stabilisator perekonomian nasional serta makin meningkatnya perolehan laba sebagai salah satu sumber penerimaan negara dan makin meningkatnya kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam Repelita VI direncanakan tumbuhnya sekitar 555 ribu pengusaha formal.

174

Page 54:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Pokok kebijaksanaan pengembangan usaha nasional dalam Repelita VI untuk mencapai berbagai sasaran tersebut adalah menata struktur dunia usaha yang lebih seimbang, merata, berkeadilan, kukuh, dan mandiri, antara lain dengan membina dan melindungi usaha kecil dan tradisional serta golongan ekonomi lemah dan mengembangkannya menjadi pengusaha kecil yang tangguh; meningkatkan kemampuan pengusaha menengah dan kecil, yang merupakan bagian terbesar dari pengusaha nasional, melalui peningkatan prakarsa, etos kerja, dan peran sertanya di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat; meningkatkan daya saing usaha nasional, melalui peningkatan kerja sama, keterkaitan, dan kemitraan usaha yang luas antara badan usaha koperasi, negara, dan swasta; meningkatkan dan menyebarkan investasi dengan memobilisasi dana pembangunan, menciptakan iklim investasi yang mendukung, serta memberikan kemudahan dan insentif fiskal dan moneter yang menarik, terutama untuk investasi di kawasan timur Indonesia dan daerah tertinggal lainnya; meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas serta memantapkan peran BUMN dengan meningkatkan kemampuan penyelenggaraan dan pengelo-laannya, termasuk peningkatan daya saingnya, memberi kesempatan kepada BUMN untuk mengembangkan usaha sesuai dengan fungsi dan peranannya secara mandiri, serta mendorong keikutsertaan BUMN dalam mengembangkan dan melindungi usaha menengah dan kecil.

11. Pariwisata

Dalam PJP II sasaran pembangunan kepariwisataan adalah mantapnya pariwisata sebagai sektor andalan, yang membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya bagi masyarakat. Pada akhir PJP II jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) diproyeksikan akan mencapai 13,5 juta.

Dengan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun 12,9 persen pada akhir Repelita VI jumlah kunjungan wisman diperkirakan

175

Page 55:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

mencapai 6,5 juta sehingga dapat menghasilkan penerimaan devisa sekitar US$9 miliar. Jumlah kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) diperkirakan 84,2 juta dengan pengeluaran lebih dari Rp9 triliun. Dengan demikian, akan terbuka 900 ribu lapangan kerja baru di bidang kepariwisataan.

Untuk mencapai sasaran tersebut, pokok kebijaksanaan kepariwisataan dalam Repelita VI meliputi berbagai upaya untuk meningkatkan pariwisata sebagai sektor andalan, meningkatkan daya saing kepariwisataan nasional, mengembangkan pariwisata nusantara, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam kepariwisataan, dan meningkatkan peran serta koperasi, usaha swasta terutama menengah dan kecil, serta masyarakat pada umumnya.

12. Pos dan Telekomunikasi

Sasaran pembangunan pos dan telekomunikasi dalam PJP II adalah kukuhnya kemampuan pos dan telekomunikasi untuk mendukung terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal. Sasaran pembangunan pos dan giro pada khususnya pada akhir PJP II adalah semua kecamatan, kawasan potensial perkotaan dan perdesaan yang ada dapat dilayani dengan fasilitas fisik pelayanan pos; pelayanan pos komersial dan pelayanan pos cepat sudah menjangkau semua kantor pos; dan pelayanan pos elektronik telah mencakup sebagian besar kantor pos potensial. Sasaran pembangunan telekomunikasi pada khususnya pada akhir PJP II adalah jumlah telepon sudah mencapai 39,40 juta satuan sambungan atau kepadatan telepon 15,25 satuan sambungan per 100 penduduk dengan tingkat keberhasilan panggil 90 persen untuk sambungan lokal dan 80 persen untuk sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), dan industri telekomunikasi nasional sudah mampu bersaing di pasaran internasional.

Sasaran pembangunan pos dan giro dalam Repelita VI adalah meningkatnya mutu pelayanan, efisensi dan produktivitas,

176

Page 56:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

diversifikasi pelayanan, serta perluasan fasilitas fisik pelayanan pos ke seluruh ibu kota kecamatan dan telah mencakup sekurang-kurangnya 40 persen dari seluruh desa yang ada.

Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijaksanaan pembangunan pos dan giro dalam Repelita VI meliputi berbagai upaya untuk meningkatkan keberhasilan dan ketepatan waktu tempuh; meningkatkan mutu, jenis dan efisiensi pelayanan; meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan iptek; meningkatkan peran serta koperasi dan swasta; dan meningkatkan fungsi pos dan giro sebagai penghimpun dana masyarakat.

Sasaran pembangunan telekomunikasi dalam Repelita VI adalah pembangunan telepon sebanyak 5 juta satuan sambungan sehingga kepadatan telepon menjadi 3,91 satuan sambungan per 100 penduduk. Sasaran penting lainnya adalah meningkatnya mutu pelayanan serta jangkauan telekomunikasi sehingga meliputi seluruh ibu kota kabupaten dan ibu kota kecamatan, serta 50 persen dari desa yang ada, meningkatnya jumlah telepon umum dan warung telekomunikasi.

Untuk mencapai sasaran tersebut, ditempuh berbagai kebijak-sanaan, yang pokok-pokoknya adalah meningkatkan jangkauan pelayanan, meningkatkan pemerataan pelayanan, meningkatkan mute pelayanan, meningkatkan peran serta koperasi dan swasta, meningkatkan efisiensi pelayanan, meningkatkan penguasaan dan penerapan iptek dalam penyelenggaraan telekomunikasi, mening-katkan industri telekomunikasi, meningkatkan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta meningkatkan telekomunikasi khusus dan telekomunikasi hankam.

13. Koperasi

Sesuai dengan amanat GBHN 1993, sasaran pembangunan koperasi dalam PJP II adalah terwujudnya koperasi sebagai badan

177

Page 57:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, tangguh, kuat, dan mandiri serta sebagai sokoguru perekonomian nasional, yang merupakan wadah untuk menggalang kemampuan ekonomi rakyat di semua kegiatan perekonomian nasional sehingga mampu berperan utama dalam meningkatkan kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Sasaran pembangunan bidang ekonomi dalam Repelita VI diantaranya adalah tertata dan mantapnya kelembagaan dan sistem koperasi agar koperasi makin efisien serta berperan utama dalam perekonomian rakyat dan berakar dalam masyarakat.

Adapun sasaran pembangunan koperasi dalam Repelita VI di antaranya adalah koperasi yang makin maju, makin mandiri, dan makin berakar dalam masyarakat, serta menjadi badan usaha yang sehat dan mampu berperan di semua bidang usaha, terutama dalam kehidupan ekonomi rakyat.

Sasaran operasional pembangunan koperasi dalam Repelita VI adalah makin meningkatnya kualitas sumber daya manusia koperasi yang berdampak pada makin meningkatnya kemampuan organisasi dan manajemen koperasi, makin meningkatnya partisipasi aktif anggota, serta makin meningkatnya pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan teknologi tepat; makin kukuhnya struktur permo-dalan koperasi; makin kukuhnya jaringan usaha koperasi secara horizontal dan vertikal; serta makin berfungsi dan berperannya lembaga gerakan koperasi. Dengan demikian, diharapkan daya saing koperasi dan kesejahteraan anggota koperasi makin meningkat pula.

Selain sasaran yang bersifat umum itu, ditetapkan pula sasaran pengembangan koperasi di perdesaan dan perkotaan. Sasaran pengembangan koperasi di perdesaan adalah terwujudnya 2.700 KUD mandiri baru dalam rangka terwujudnya minimal satu buah KUD mandiri pada setiap kecamatan; makin mantapnya 5.000 KUD mandiri untuk berfungsi sebagai pusat pengembangan perekonomian di perdesaan sehingga mampu menggerakkan,

178

Page 58:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

mengelola, dan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada secara optimal dalam rangka meningkatkan pendapatan, kesempatan usaha, dan lapangan kerja di perdesaan; serta terwujudnya minimal satu buah KUD mandiri inti yang mampu mengelola komoditas andalan di setiap kabupaten dan berperan sebagai pusat, pengembangan koperasi lain di sekitarnya.

Sasaran pengembangan koperasi di perkotaan adalah tumbuhnya 8.000 koperasi karyawan baru pada perusahaan yang belum memiliki koperasi karyawan; terwujudnya 3.000 koperasi karyawan mandiri; serta makin terkonsolidasi dan mantapnya 4.000 koperasi pegawai negeri dan koperasi di lingkungan ABRI, 1.500 koperasi serba usaha, 24.000 koperasi di bidang jasa keuangan, 1.500 koperasi di bidang industri dan ketenagalistrikan, dan 1.000 koperasi pedagang pasar, perumahan, jasa wisata, dan profesi.

Untuk mencapai berbagai sasaran di atas, kebijaksanaan umum pembangunan koperasi dalam Repelita VI adalah meningkatkan prakarsa, kemampuan, dan peran serta gerakan koperasi melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan dan memantapkan kelembagaan, usaha, dan sistem koperasi untuk mewujudkan peran utamanya di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat.

Secara khusus, kebijaksanaan pembangunan koperasi dalam Repelita VI adalah meningkatkan akses dan pangsa pasar; memperluas akses terhadap sumber permodalan, memperkukuh struktur permodalan, dan meningkatkan kemampuan pemanfaatan modal koperasi; meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen; meningkatkan akses terhadap teknologi dan meningkatkan kemampuan memanfaatkannya; dan mengembangkan kerja sama antarkoperasi dan kemitraan usaha dengan badan usaha lainnya.

179

Page 59:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Mengingat lingkup pembangunan koperasi sangat luas dan terkait dengan berbagai sektor pembangunan lainnya, pelaksanaan kebijaksanaan di atas dilakukan secara terpadu dan selaras dengan pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan perkoperasian di sektor tersebut. Berbagai kebijaksanaan tersebut juga dilaksanakan di daerah tertinggal dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan kelompok masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.

14. Pembangunan Daerah

Sasaran pembangunan daerah dalam PJP II sebagaimana diamanatkan dalam GBHN 1993 adalah mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab serta makin meratanya pembangunan dan hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dalam mencapai sasaran pembangunan daerah dalam PJP II, sasaran dalam Repelita VI adalah berkembangnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab dengan titik berat pada daerah tingkat II; meningkatnya kemandirian dan kemampuan daerah dalam menyelenggarakan pembangunan di daerah; tercapainya sasaran pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah untuk lebih menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi antardaerah, antarkawasan, serta antara kota dan desa; makin terkoordinasinya pembangunan antarsektor dan antara pembangunan sektoral dan pembangunan daerah; meningkatnya dan makin selarasnya peranan daerah perkotaan dan perdesaan dalam pembangunan nasional dan daerah dalam menyeimbangkan pertumbuhan antarwilayah; meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk makin berkurangnya jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal di perkotaan dan perdesaan; meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan; makin mantapnya lembaga perekonomian di daerah, mulai dari perdesaan; telah tersedianya rencana tata ruang yang efektif, operasional dan diketahui masyarakat luas; meningkatnya mutu

180

Page 60:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

lingkungan hidup yang mendukung pembangunan daerah yang berkelanjutan; berkembangnya budaya daerah seiring dengan perkembangan nilai budaya baru akibat kemajuan dalam masyarakat; dan berkembangnya pemanfaatan teknologi dalam pembangunan daerah.

Dalam mewujudkan sasaran pembangunan daerah, dalam Repelita VI dikembangkan berbagai kebijaksanaan, yang antara lain adalah meningkatkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, memantapkan penyelenggaraan urusan yang telah menjadi urusan otonomi daerah, baik tingkat I maupun tingkat II; meningkatkan kemampuan aparatur, kelembagaan dan keuangan pemerintah daerah; meningkatkan keserasian pertumbuhan antardaerah, antara lain dengan memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan antardaerah dengan mengembangkan potensi sesuai dengan kondisi daerah; meningkatkan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah dalam rangka memacu pertumbuhan melalui pemerataan, dan dengan menciptakan keterkaitan fungsional antardaerah, antarwilayah, antarkota, antardesa, dan antara kota dan desa. Kebijaksanaan lain yang seiring adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk mendorong kegiatan ekonomi daerah dengan memberikan kemudahan dan deregulasi di daerah tingkat I dan II untuk menciptakan iklim usaha yang makin baik, meningkatkan investasi, ekspor nonmigas, peranan dan pertumbuhan usaha menengah dan kecil, termasuk koperasi dan penciptaan lapangan kerja; mengembangkan partisipasi aktif masyarakat, termasuk pengembangan peranan wanita dan pemuda dalam pembangunan yang dilaksanakan dengan mendorong dan membina organisasi kemasyarakatan, organisasi wanita dan pemuda, lembaga perekonomian rakyat termasuk koperasi, lembaga tradisional, dan lembaga kemasyarakatan lainnya; memantapkan penggunaan perangkat penataan ruang dalam pembangunan daerah sedemikian rupa sehingga pemanfaatan ruang dalam mengisi pembangunan di daerah dilakukan secara optimal dan berkelanjutan; mengembangkan budaya daerah dalam rangka memperkuat jati diri

181

Page 61:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

bangsa serta menunjang pembangunan nasional, antara lain di bidang pendidikan dan kepariwisataan; dan mengembangkan pemanfaatan teknologi dengan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia.

15. Kelautan

Sasaran pembangunan kelautan dalam PJP II adalah terwujudnya kedaulatan atas wilayah perairan Indonesia dan yurisdiksi nasional dalam Wawasan Nusantara; terciptanya industri kelautan yang kuat dan maju yang didorong oleh kemitraan usaha yang kukuh antara badan usaha koperasi, negara, dan swasta serta pendayagunaan sumber daya kelautan yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, maju, dan profesional, dengan iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga terwujud kemampuan untuk mendaya-gunakan potensi laut guna peningkatan kesejahteraan rakyat secara optimal; serta terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Dalam rangka pendayagunaan sumber daya laut dan dasar laut, sasaran PJP II yang menyangkut berbagai industri kelautan adalah terwujudnya industri perikanan yang mandiri dan sekaligus meningkatkan taraf hidup nelayan, terwujudnya kemampuan industri maritim dan perkapalan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan dalam negeri dan untuk ekspor, terwujudnya pelayanan angkutan laut yang andal dalam suatu sistem transportasi nasional, dan terwujudnya kondisi dan pelayanan pariwisata yang andal.

Sasaran umum pembangunan kelautan dalam Repelita VI dititikberatkan pada penguatan, pendalaman, peningkatan, perluasan, dan penyebaran industri kelautan ke seluruh wilayah Indonesia. Dalam Repelita VI produksi penangkapan dan budi daya perikanan laut diproyeksikan mencapai 3,4 juta ton per tahun atau rata-rata pertumbuhannya sebesar 5,2 persen per tahun. Industri perkapalan, diupayakan dapat membangun dan merawat kapal sampai dengan ukuran 100 ribu dead weight ton (DWT). Industri

182

Page 62:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

bangunan lepas pantai diharapkan mampu memproduksi konstruksi bangunan lepas pantai sampai kedalaman 300 meter. Selain itu, juga akan ditetapkan batas wilayah perairan di Zona Ekonomi Eksklusif.

Berkenaan dengan sasaran tersebut, pokok kebijaksanaan pembangunan kelautan dalam Repelita VI adalah menegakkan kedaulatan dan yurisdiksi nasional; mendayagunakan potensi laut dan dasar laut; meningkatkan harkat dan taraf hidup nelayan; mengembangkan potensi berbagai industri kelautan nasional dan penyebarannya di seluruh wilayah tanah air; memenuhi kebutuhan data dan informasi kelautan serta memadukan dan mengem-bangkannya dalam suatu jaringan sistem informasi geografis kelautan; dan mempertahankan daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan hidup laut.

16. Kedirgantaraan

Sasaran sektor kedirgantaraan dalam PJP II adalah terwujudnya pengakuan dan tegaknya kedaulatan atas dirgantara nasional dan pengakuan internasional atas kepentingan Indonesia dalam pendayagunaan dirgantara secara menyeluruh, terwujudnya kemampuan pemanfaatan wilayah dan sumber daya dirgantara, dan terwujudnya kemandirian industri kedirgantaraan.

Dalam kelompok industri wahana dirgantara, industri pesawat terbang Indonesia dalam PJP II akan diupayakan mampu membuat pesawat terbang sampai dengan kapasitas 130 penumpang dan helikopter dengan kapasitas 30 penumpang. Telekomunikasi diupayakan untuk dapat menjangkau seluruh pelosok tanah air, baik dengan menggunakan komunikasi satelit maupun teresterial, serta dapat menimbulkan sebaran kemanfaatan bagi perkembangan industri pendukung lainnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan energi angin dan energi surya bagi rumah tangga di berbagai daerah terpencil, pemanfaatan energi ini akan ditingkatkan. Wahana iklim dan cuaca diupayakan akan mampu memberikan

183

Page 63:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

prakiraan yang akurat dalam waktu singkat dan prakiraan iklim yang bersifat tahunan.

Sasaran pembangunan kedirgantaraan pada Repelita VI dalam rangka penegakan kedaulatan adalah terwujudnya penyempurnaan kelembagaan kedirgantaraan nasional, tersusunnya konsepsi kedirgantaraan nasional, tersusunnya peraturan perundang-undangan kedirgantaraan nasional, berhasilnya perjuangan dalam forum internasional tentang geo-stationary orbit (GSO), dan ratifikasi berbagai konvensi internasional.

Selanjutnya, sasaran pengembangan teknologi kedirgantaraan pada Repelita VI adalah meningkatnya penguasaan teknologi kedirgantaraan, berkembangnya rekayasa dan produksi konfigurasi pesawat terbang dengan kapasitas 50-80 orang dengan kecepatan transonik, terwujudnya pelayanan informasi inderaja nasional, tersedianya peta dasar rupa bumi yang mampu memenuhi kebutuhan, serta meningkatnya kemampuan nasional untuk mendukung sistem navigasi. Juga diharapkan dapat terpenuhi peta angin dan peta insolasi, terciptanya industri yang membuat perangkat keras dan lunak bagi pengembangan energi angin dan surya, meningkatnya kemampuan dalam prakiraan iklim dan cuaca, serta telah dirumuskannya pola pemanfaatan ruang dirgantara nasional.

Berkenaan dengan sasaran tersebut, kebijaksanaan pembangunan kedirgantaraan dalam Repelita VI pada pokoknya adalah menegakkan kedaulatan atas wilayah dirgantara nasional; mengembangkan potensi industri dirgantara; mencukupi kebutuhan transportasi udara dan menjamin keselamatan penerbangan; serta menjamin kelestarian fungsi lingkungan dirgantara.

17. Keuangan

Sasaran pembangunan keuangan dalam PJP II adalah meningkatnya tabungan nasional yang meliputi tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah

184

Page 64:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

meningkat dalam kerangka kebijaksanaan fiskal yang tetap didasarkan pada prinsip anggaran berimbang dan dinamis yang menjamin pemerataan pembangunan yang meluas, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis. Tabungan masyarakat terus meningkat melalui kebijaksanaan moneter yang didukung kebijaksanaan di bidang lain, yang menjamin kestabilan nilai mata uang dan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi, pengembangan lembaga keuangan dan perbankan yang efisien dan makin meluas jangkauannya. Dana untuk pembiayaan pembangunan dalam PJP II terutama digali dari sumber kemampuan sendiri. Sumber dana luar negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap, dengan prinsip peningkatan kemandirian.

Sasaran pembangunan keuangan negara dalam Repelita VI adalah meningkatnya tabungan pemerintah (bruto) dari Rp95, 1 triliun selama Repelita V menjadi Rp169,4 triliun selama Repelita VI. Sasaran pembangunan moneter dalam Repelita VI terutama adalah meningkatnya tabungan masyarakat dari Rp246,4 triliun selama Repelita V menjadi Rp453,4 triliun selama Repelita VI. Sumber dana luar negeri (netto) peranannya makin berkurang menjadi hanya sekitar 5,6 persen atau Rp37,3 triliun selama Repelita VI dari 8,0 persen selama Repelita V.

Untuk mencapai sasaran pembangunan keuangan selama Repelita VI, akan ditempuh berbagai kebijaksanaan penerimaan pajak dan bukan pajak; mengoptimalkan pengeluaran rutin; meningkatkan efektivitas pengeluaran pembangunan; memantapkan stabilitas harga; meningkatkan efisiensi lembaga keuangan; dan mengupayakan agar cadangan devisa di atas kebutuhan 5 bulan pembiayaan impor.

18. Transmigrasi

Penyelenggaraan transmigrasi dalam PJP II ditujukan untuk mengembangkan transmigrasi swakarsa yang sebesar-besarnya dengan berbagai pola usaha di bidang pertanian ataupun

185

Page 65:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

nonpertanian. Sasaran yang ingin dicapai dalam PJP II adalah meningkatnya pendapatan transmigran dan masyarakat di daerah transmigrasi sekurang-kurangnya setingkat dengan pendapatan rata-rata nasional; berkembangnya berbagai kegiatan usaha, seperti agrobisnis, agroindustri, dan koperasi yang tangguh di luar Jawa, yang dapat menjadi daya tarik transmigrasi swakarsa mandiri; meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat di daerah transmigrasi, terutama dalam hal kesehatan dan pendidikan setaraf dengan rata-rata nasional; berbaurnya masyarakat setempat di daerah transmigrasi dengan para transmigran; berkurangnya penduduk di kawasan rawan atau daerah padat penduduk yang mengganggu ekosistem; berkurangnya kesenjangan, baik antargolongan masyarakat maupun antarwilayah serta berkembang-nya kondisi sosial ekonomi wilayah sehingga persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara makin kukuh.

Sasaran pembangunan transmigrasi dalam Repelita VI adalah bertambahnya minat untuk bertransmigrasi swakarsa mandiri; makin mudahnya akses daerah transmigrasi terhadap pasar; meningkatnya pendapatan transmigran secara bertahap sehingga diperoleh tabungan yang dapat digunakan bagi perluasan usaha; serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat di daerah transmigrasi, terutama taraf pendidikan dan derajat kesehatan.

Sasaran kuantitatif yang akan dicapai adalah penempatan transmigran baru sekitar 600.000 kepala keluarga yang terdiri atas 350.000 kepala keluarga transmigran umum dan transmigran swakarsa berbantuan, serta 250.000 kepala keluarga transmigran swakarsa mandiri; dibukanya permukiman transmigrasi baru sekitar 1.200 unit dengan luas lahan pertanian sekitar , 500.000 hektare; dan dibangunnya 350.000 unit rumah lengkap dengan sarana air bersih dan fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan para transmigran.

Untuk mencapai sasaran tersebut pokok kebijaksanaannya adalah mengarahkan transmigrasi ke kawasan timur Indonesia,

186

Page 66:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

mendukung pengembangan wilayah, membantu mengentaskan penduduk dari kemiskinan, mendorong tumbuhnya transmigrasi swakarsa mandiri, mengembangkan agrobisnis, agroindustri, dan usaha lain di daerah transmigrasi, meningkatkan efisiensi dan efektivitas kelembagaan transmigrasi, dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta memanfaatkan iptek.

19. Energi

Sasaran utama pembangunan energi pada akhir PJP II adalah terjaminnya kemandirian dalam energi, yaitu tercapainya suatu kondisi dinamis yang mampu mengimbangi kebutuhan energi yang meningkat dengan menjamin penyediaannya dengan mutu dan pelayanan yang memadai sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Adapun sasaran yang akan dicapai secara bertahap selama PJP II adalah optimalnya pemanfaatan energi yang tidak dapat diekspor, lebih berperannya energi baru dan terbarukan secara kuantitatif dan kompetitif, tercapainya pangsa batu bara sebagai sumber daya energi dalam pemenuhan kebutuhan energi sebesar 50 persen pada skala nasional, diterapkannya teknologi batu bara bersih pada seluruh fasilitas yang menggunakan batu bara, tercapainya pemanfaatan panas bumi sebesar 25 persen dari potensi yang ada, meningkatnya pemanfaatan gas bumi untuk keperluan domestik, seimbangnya peran swasta dengan Pemerintah dalam penyediaan tenaga listrik, terwujudnya rasio elektrifikasi di atas 95 persen, sedangkan jumlah desa yang mendapat aliran tenaga listrik mencapai 100 persen pada akhir Repelita VII; dimulainya pembangunan pusat listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan berpegang pada prinsip menguntungkan secara ekonomis, layak secara teknis, diterima secara sosial budaya dan tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan; dan melembaganya upaya penghematan energi.

Sasaran yang hendak dicapai pada akhir Repelita VI adalah menurunnya pangsa minyak bumi dalam penyediaan energi dan meningkatnya pangsa energi nonminyak bumi, khususnya gas bumi

187

Page 67:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

dan batu bara, serta berkembangnya energi baru dan terbarukan. Untuk itu, beberapa sasaran kuantitatif yang akan diwujudkan pada akhir Repelita VI adalah penyediaan minyak bumi mencapai 360,0 juta barel; penyediaan gas bumi mencapai 162,6 juta SBM; dibangunnya jaringan pipa gas bumi sepanjang 2.060 km; produk-si liquefied natural gas (LNG) mencapai 28 juta ton; produksi bate bara mencapai 71 juta ton; penggunaan briket batu bara untuk rumah tangga mencapai 4,8 juta ton briket; pemakaian minyak tanah sektor rumah tangga sebanyak 30 persen digantikan oleh briket batu bara; pemanfaatan tenaga air mencapai 33,6 juta setara barel minyak (SBM); pemanfaatan panas bumi mencapai 12,0 juta SBM; rasio elektrifikasi mencapai 60 persen; rasio elektrifikasi desa mencapai 79 persen; penghematan pemakaian energi menca-pai rata-rata 15 persen. Penghematan energi akan berhasil mengu-rangi pemakaian energi, seperti tercermin dalam intensitas energi yang turun dari 3.115 SBM/juta US Dollar pada tahun 1994/95 menjadi 2.812 SBM/juta US Dollar pada tahun terakhir Repelita VI.

Kebijaksanaan yang ditempuh untuk mencapai berbagai sasaran pembangunan energi, termasuk tenaga listrik, dalam Repelita VI pada pokoknya adalah meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan sumber daya energi; meningkatkan efisiensi, penganekaragaman, dan konservasi energi; meningkatkan sarana dan prasarana; meningkatkan fungsi kelembagaan; meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan teknologi; meningkatkan peran serta masyarakat; dan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dalam pemanfaatan energi.

20. Lingkungan Hidup

Sasaran pembangunan lingkungan hidup dalam PJP II sesuai dengan arahan GBHN 1993 adalah tetap terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan meningkatnya dukungan fungsi lingkungan hidup dalam membangun perekonomian yang mandiri dan andal.

188

Page 68:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Sasaran pembangunan lingkungan hidup dalam Repelita VI, antara lain, adalah meningkatnya pengenalan jumlah dan mutu sumber alam dan jasa lingkungan yang tersedia di alam, pengenalan tingkat kerusakan, penggunaan, serta kemungkinan pengembangannya; terpeliharanya sumber alam dan lingkungan hidup yang masih utuh agar kesempatan bagi pembangunan yang lebih beranekaragam di masa depan tidak berkurang; terpeliharanya kawasan konservasi, hutan lindung, keaneka-ragaman hayati, dan fungsi ekosistem khususnya, seperti wilayah Daerah Aliran Sungai, terumbu karang dan hutan bakau; terbentuknya sistem kelembagaan lingkungan yang lebih efisien dan efektif mulai tingkat pusat sampai ke daerah, baik dalam lingkungan pemerintah, dunia usaha maupun organisasi masyarakat; terkendalinya pencemaran perairan dan udara yang disebabkan oleh kegiatan pembangunan atau cara hidup masyarakat; terkendalinya kerusakan pantai dan terpeliharanya mutu dan fungsi kawasan pantai untuk berbagai keperluan pembangunan; dan dapat direhabilitasinya lahan kritis, baik di luar maupun di dalam kawasan hutan yang dikaitkan dengan rehabilitasi daerah aliran sungai.

Berdasarkan sasaran tersebut, kebijaksanaan pembangunan lingkungan hidup dalam Repelita VI, antara lain, adalah mengarahkan agar dalam memilih lokasi untuk pembangunan senantiasa dijaga supaya tidak mengurangi fungsi dan mutu lingkungan; mengurangi produksi limbah; mengelola limbah secara terpusat dan memadai; menetapkan baku mutu lingkungan; melestarikan alam dan merehabilitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan mengembangkan kelembagaan, peran serta masyarakat, dan kemampuan sumber daya manusia.

189

Page 69:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

VI. SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT, PENDIDIKAN, DAN KEBUDAYAAN

1. Kesejahteraan Sosial

Pada akhir PJP II diharapkan kesejahteraan masyarakat sema-kin merata, sebagian besar penyandang masalah kesejahteraan sosial telah terbina dan terangkat harkat dan martabatnya, serta potensi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial semakin tergali. Di samping itu, pada akhir PJP II diharapkan telah terwujud kemampuan masyarakat untuk secara swadaya dan aktif dapat menanggulangi dan/atau memperkecil malapetaka yang ditimbul-kan oleh bencana alam atau musibah lainnya.

Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial dalam Repelita VI adalah terlayaninya 225 ribu orang lanjut usia; terlayani dan terehabilitasinya 230 ribu orang penyandang cacat; terbinanya 450 ribu orang anak yang terlantar, 23 ribu karang taruna, 4.100 organisasi sosial, 62 ribu tenaga kesejahteraan sosial, 48,3 ribu kepala keluarga (KK) masyarakat terasing, dan 202,3 ribu KK fakir miskin. Di samping itu, terlayani dan terehabilitasinya 15 ribu orang anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika serta 31 ribu orang tunasosial. Meningkatnya jumlah dan kualitas tempat penitipan anak dan balita yang ibunya bekerja juga merupakan sasaran yang akan diupayakan. Sasaran lainnya adalah meningkatnya nilai-nilai kepeloporan, keperintisan dan ke-pahlawanan.

Di samping berbagai sasaran tersebut, dalam Repelita VI akan diupayakan meningkatnya kesadaran dan kesiagaan masyarakat dalam penanggulangan bencana alam dan musibah lainnya serta tersedianya tenaga profesional dan peralatan yang memadai untuk penanggulangan bencana. Penyusunan peta daerah rawan bencana dan pemanfaatan informasi mengenai kerawanan suatu daerah dalam penyusunan rencana umum tata ruang pada setiap tingkat

190

Page 70:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

juga merupakan sasaran Repelita VI. Sasaran selanjutnya adalah terlaksananya koordinasi yang makin meningkat dan mantap dalam menanggulangi bencana melalui penyusunan sistem dan satuan perlindungan masyarakat serta mekanisme penanggulangan benca-na secara nasional secara menyeluruh dan terpadu.

Untuk mencapai sasaran tersebut, ditempuh berbagai kebijak-sanaan, antara lain meningkatkan penyuluhan dan pembimbingan sosial, meningkatkan pembinaan kesejahteraan sosial anak terlantar, meningkatkan pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia, meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat, meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika, meningkatkan upaya penanggulangan bencana, melakukan pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing dan terpencil, dan meningkatkan peranan organisasi sosial serta pelayanan dan rehabilitasi sosial tunasosial.

2. Pendidikan

Sasaran pembangunan pendidikan dalam PJP II adalah terselenggaranya pendidikan nasional yang makin bermutu dan merata yang mampu mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, tangguh, sehat, cerdas, patriotik, berdisiplin, kreatif, produktif, dan profesional.

Dalam usaha mencapai hal itu, salah satu sasaran pokok pembangunan pendidikan dalam PJP II adalah tercapainya Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang akan diupayakan terlaksana dalam tiga repelita. Hal ini akan ditunjukkan dengan meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan dasar menjadi sekitar 117 persen pada akhir PJP II untuk SD dan madrasah ibtidaiyah (SD-MI), dan sekitar 118 persen untuk SLTP dan madrasah tsanawiyah (MTs). APK pendidikan menengah akan ditingkatkan menjadi 80 persen untuk SLTA dan madrasah aliyah

191

Page 71:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

(MA), dan untuk perguruan tinggi (PT), termasuk perguruan tinggi agama (PTA) menjadi 25 persen.

Menjadi sasaran pula meningkatnya mutu guru yang pada akhir PJP II semua guru SD-MI telah mempunyai kualifikasi serendah-rendahnya setara D-2 dan guru SLTP dan SLTA serendah-rendahnya S-1. Pada tingkat perguruan tinggi proporsi dosen berkualifikasi S-2 dan S-3 menjadi sekitar 80 persen, dan jumlah mahasiswa program ilmu-ilmu sosial, termasuk kependidikan dan humaniora terhadap jumlah mahasiswa ilmu dasar, ilmu pengetahuan alam, dan eksakta mencapai rasio yang lebih serasi dan seimbang.

Upaya pembebasan tiga buta, yaitu buta aksara Latin dan angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar akan dituntaskan dalam PJP II. Juga pada akhir PJP II, peran serta masyarakat menjadi lebih aktif dan terarah dalam upaya peningkatan perluasan dan kualitas pendidikan. Kerja sama antara lembaga pendidikan dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pendidikan diharapkan sudah terwujud secara nyata.

Sasaran pembangunan pendidikan dalam Repelita VI adalah mantapnya penataan pendidikan nasional untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, dengan mengutamakan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dasar serta perluasan pendidikan keahlian dan kejuruan.

Sehubungan dengan itu, dalam Repelita VI salah satu sasaran pula adalah terwujudnya keterkaitan dan kesepadanan yang lebih baik antara pendidikan dan dunia kerja; meningkatnya pemerataan pendidikan di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan yang ditunjukkan oleh APK pada akhir Repelita VI sekitar 115 persen

192

Page 72:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

untuk SD termasuk MI, sekitar 66 persen untuk SLTP termasuk MTs, sekitar 41 persen untuk SLTA termasuk MA, dan sekitar 13 persen untuk PT termasuk PTA; meningkatnya jumlah guru SD yang berkualifikasi D-2, guru SLTP yang berkualifikasi S-1; dan menurunnya angka buta aksara penduduk usia 10 tahun ke atas menjadi sekitar 10 persen.

Untuk mencapai berbagai sasaran pembangunan pendidikan dalam Repelita VI, ditempuh berbagai kebijaksanaan, antara lain melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; membina pendidikan menengah umum dan kejuruan; membina pendidikan tinggi; membina pendidikan luar sekolah; membina guru dan tenaga kependidikan lainnya; mengembangkan kurikulum; mengembangkan buku; membina sarana dan prasarana pendidikan; meningkatkan peran serta masyarakat, termasuk dunia usaha, dalam penyelenggaraan pendidikan; dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pendidikan.

3. Kebudayaan

Sasaran pembangunan kebudayaan nasional dalam PJP II adalah makin mantap dan berkembangnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat, dan martabat manusia Indonesia dan makin kukuhnya jati diri dan kepribadian bangsa.

Sasaran pembangunan kebudayaan nasional dalam Repelita VI adalah meningkatnya penghayatan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang menjiwai perilaku manusia dan masyarakat dalam segenap aspek kehidupan. Sasaran tersebut dijabarkan lebih lanjut dengan makin kukuhnya jati diri, kepribadian bangsa dan jiwa persatuan dan kesatuan, dan kebanggaan nasional; terwujudnya sikap maju dan mandiri melalui penanaman budaya iptek; makin mantapnya mekanisme penyaringan terhadap pengaruh kebudayaan yang negatif yang disebarluaskan melalui berbagai media, serta makin meningkatnya penyebarluasan informasi dan pertukaran budaya, baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional.

193

Page 73:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Sasaran pembinaan kebahasaan, kesastraan, dan kepustakaan antara lain adalah makin meningkatnya pemakaian dan mutu pemakaian bahasa Indonesia dengan baik dan benar, serta makin berkembangnya bahasa Indonesia sebagai bahasa iptek; tersusunnya bahan bacaan bermutu yang digali dari naskah kuno, cerita rakyat, dan sejarah kepahlawanan; meningkatnya penulisan dan penerjemahan berbagai buku bermutu; serta terselenggaranya pelayanan perpustakaan sampai ke perdesaan dalam rangka mengembangkan minat baca dan minat belajar masyarakat.

Dalam pembinaan kesenian, sasaran yang akan dicapai, antara lain, adalah tergali dan terbinanya kesenian daerah yang hampir punah serta berkembangnya bentuk kesenian kreasi baru, terutama yang berakar pada puncak-puncak budaya daerah.

Sasaran pembinaan tradisi, peninggalan sejarah dan permuseuman, antara lain, adalah berkembangnya tradisi, pening-galan sejarah, dan purbakala sebagai unsur pembentuk rasa cinta tanah air dan kebanggaan nasional, serta makin meningkatnya fungsi museum sebagai tempat rekreasi dan lembaga pendidikan budaya, termasuk sebagai wahana pembudayaan iptek sejak usia dini.

Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan kebudayaan nasional ditempuh berbagai kebijaksanaan, yang meliputi pembinaan dan pengembangan nilai-nilai budaya, antara lain melalui indentifikasi peranan budaya dan pengembangan komunikasi pemikiran budaya; pembinaan kebahasaan, kesastraan, dan kepustakaan antara lain melalui pemasyarakatan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar serta peningkatan mutu perpustakaan; pembinaan kesenian antara lain melalui peningkatan apresiasi masyarakat terhadap kesenian daerah serta peningkatan peran serta masyarakat, termasuk dunia usaha dan organisasi kesenian dalam membina dan mengembangkan kesenian; dan pembinaan tradisi, peninggalan sejarah, dan permuseuman antara

194

Page 74:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

lain melalui peningkatan pengamanan dan perlindungan benda cagar budaya dan peningkatan peranan museum sebagai wahana penelitian dan pendidikan budaya, termasuk pengembangan budaya iptek sejak usia dini.

4. Kesehatan

Sasaran pembangunan kesehatan pada PJP II adalah terselenggaranya pelayanan kesehatan yang makin bermutu dan merata yang mampu mewujudkan manusia Indonesia yang tangguh, sehat, cerdas, dan produktif.

Dalam rangka itu, dalam PJP II sasaran peningkatan derajat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya angka harapan hidup waktu lahir menjadi sekitar 70,6 tahun; menurunnya angka kematian kasar menjadi 7,4 per 1.000 penduduk; menurunnya angka kematian bayi menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup; menurunnya angka kematian ibu melahirkan menjadi 80 per 100.000 kelahiran hidup. Dalam rangka perbaikan gizi masyarakat, sasarannya adalah menurunnya persentase anak balita yang menderita kurang energi protein menjadi 5 persen; menurunnya persentase bayi yang lahir dengan berat badan rendah menjadi 6 persen; menurunnya anemia gizi pada ibu hamil menjadi 9 persen; dan menurunnya gangguan akibat kekurangan iodium menjadi 9 persen, serta anak balita terbebas dari kekurangan vitamin A.

Sasaran pembangunan kesehatan dalam Repelita VI adalah meningkatnya derajat kesehatan melalui peningkatan kualitas dan pelayanan kesehatan yang makin menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dalam rangka itu, sasaran yang akan dicapai adalah meningkatnya angka harapan hidup waktu lahir menjadi sekitar 64,6 tahun, menurunnya angka kematian kasar menjadi sekitar 7,5 per 1.000 penduduk; menurunnya angka kematian bayi menjadi 50 per 1.000 kelahiran hidup; dan menurunnya angka kematian ibu melahirkan menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup.

195

Page 75:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Sasaran keadaan gizi masyarakat pada akhir Repelita VI adalah menurunnya prevalensi empat masalah gizi kurang, yaitu gangguan akibat kurang iodium menjadi 18 persen; anemia gizi pada ibu hamil menjadi 40 persen, balita menjadi 40 persen dan tenaga kerja wanita menjadi 20 persen; kurang energi protein menjadi 30 persen; dan kurang vitamin A pada anak balita menjadi 0,1 persen.

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, pokok kebijaksanaan pembangunan kesehatan dalam Repelita VI yang terpenting adalah meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan; meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin dan desa tertinggal; meningkatkan status gizi masyarakat; meningkatkan upaya pelayanan kesehatan pada tenaga kerja; meningkatkan penyuluhan kesehatan masyarakat; mengembangkan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mendukung pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu; meningkatkan peran serta masyarakat dan organisasi profesi; meningkatkan mobilisasi dana masyarakat untuk pembiayaan kesehatan; meningkatkan manajemen upaya kesehatan; serta mengoptimasikan penyediaan, pengelolaan, dan pendayagunaan tenaga kesehatan.

5. Kependudukan

Sasaran pembangunan kependudukan pada akhir PJP II adalah meningkatnya kualitas penduduk, terkendalinya kualtitas penduduk termasuk persebarannya, dan terwujudnya norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.

Dalam rangka peningkatan kualitas penduduk pada akhir PJP II, sasaran angka harapan hidup yang ingin dicapai adalah 70,6 tahun.

Sementara itu, laju pertumbuhan penduduk ditekan menjadi 0,88 persen, angka kelahiran kasar 16,1 per seribu penduduk,

196

Page 76:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

pertambahan alamiah 8,8 per seribu penduduk, dan angka kematian bayi 26 per seribu kelahiran hidup. Dengan demikian, pada akhir PJP II jumlah penduduk keseluruhan diperkirakan akan menjadi 258,2 juta orang.

Sasaran pembangunan kependudukan pada akhir Repelita VI adalah menurunnya laju pertumbuhan penduduk dari 1,66 persen pada tahun 1993 menjadi 1,51 persen pada tahun 1998 sehingga jumlah penduduk mencapai 204,4 juta; meningkatnya angka harapan hidup menjadi sekitar 64,6 tahun; dan menurunnya angka kematian bayi menjadi sekitar 50 kematian per seribu kelahiran hidup.

Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan kependudukan, ditempuh berbagai kebijaksanaan untuk meningkatkan kualitas penduduk agar potensi penduduk dapat dikembangkan secara optimal; mengendalikan pertumbuhan dan kuantitas penduduk melalui gerakan keluarga berencana; mengarahkan persebaran dan mobilitas penduduk sesuai dengan daya dukung lingkungan dan kebutuhan tenaga kerja; menyempurnakan sistem informasi kependudukan agar dapat meningkatkan mutu dan liputan data kependudukan; serta meningkatkan daya guna dan kesejahteraan penduduk usia lanjut dengan tetap mengutamakan peran keluarga dalam masyarakat.

6. Keluarga Sejahtera

Sasaran pembangunan keluarga sejahtera dalam PJP II adalah terwujudnya keluarga kecil sejahtera melalui pelembagaan dan pembudayaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS) secara luas dan merata di seluruh lapisan masyarakat. Dengan sasaran tersebut, pada akhir PJP II akan dicapai penurunan angka kelahiran total menjadi 2,01 per wanita dari 2,87 per wanita pada akhir PJP I.

Sasaran dalam Repelita VI adalah menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi 2,60 per wanita; meningkatnya

197

Page 77:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

kepedulian dan peran serta masyarakat dalam rangka mewujudkan sikap dan perilaku kemandirian; dan terwujudnya tatanan gerakan Keluarga Berencana (KB) secara menyeluruh untuk dijadikan landasan pembangunan selanjutnya.

Dalam mencapai sasaran tersebut, pokok kebijaksanaan yang ditempuh, antara lain, adalah mengembangkan ketahanan dan meningkatkan kualitas keluarga, dalam rangka mewujudkan kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa; meningkatkan kelembagaan gerakan KB, dengan menggalakkan keperdulian dan peran serta pemuka agama, pemuka masyarakat, organisasi kemasyarakatan serta lembaga kemasyarakatan lainnya; dan mengembangkan kerja sama internasional program KB.

7. Anak dan Remaja

Sasaran pembinaan anak dan remaja dalam PJP II adalah terwujudnya kualitas anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa yang sehat jasmani, rohani, dan berwawasan Nusantara yang memiliki delapan ciri atau astacitra anak Indonesia, yaitu rajin beribadah; hormat dan bakti kepada orang tua dan guru; jujur dan cakap dalam membawakan diri serta peka akan seni; pandai membaca dan menulis serta rajin belajar dan bekerja; terampil, penuh prakarsa, rajin berkarya mengejar prestasi dan berjiwa gotong royong; mandiri, penuh semangat, berdisiplin dan bertanggung jawab; sehat dan berhati riang, penuh keyakinan dalam usaha menghadapi masa depan; dan cinta tanah air. Pada akhir PJP II semua anak Indonesia telah dapat mengikuti pendidikan dasar sembilan tahun.

Sasaran pembinaan anak dan remaja dalam Repelita VI adalah meningkatnya anak yang mempunyai status gizi dan kesehatan yang baik; meningkatnya jumlah anak dan remaja yang mengikuti pendidikan dasar sembilan tahun; meningkatnya minat baca dan belajar di kalangan anak dan remaja; terpelihara dan terbinanya

198

Page 78:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

anak yang kurang beruntung dan terlantar; menurunnya tingkat kenakalan remaja dan terhindarnya anak dan remaja dari bahaya penyalahgunaan obat terlarang, zat adiktif, dan narkotika; dan meningkatnya kesadaran dan peran orang tua dalam mendidik dan membina anak dan remaja, terutama dalam keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan budi pekerti luhur.

Dalam rangka mencapai sasaran di atas, kebijaksanaan pembinaan anak dan remaja, pada pokoknya adalah meningkatkan status gizi dan kesehatan; meningkatkan pendidikan; menumbuh-kan wawasan iptek; menumbuhkan dan meningkatkan idealisme dan patriotisme; meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungan; meningkatkan peran keluarga dan masyarakat dalam pembinaan anak dan remaja; serta meningkatkan pembinaan dan perlindungan hukum anak dan remaja.

8. Pemuda

Sasaran pembinaan dan pengembangan pemuda dalam PJP II ialah terwujudnya pemuda sebagai generasi pewaris nilai-nilai luhur budaya dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, serta sebagai insan pembangunan yang maju dan mandiri.

Sasaran pembinaan dan pengembangan pemuda dalam Repelita VI adalah meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pemuda serta kemampuannya untuk memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai iptek; meningkatnya partisipasi pemuda dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berlandaskan Pancasila; meningkatnya rasa kesetiakawanan sosial, serta kepedulian pada lingkungan sosial dan lingkungan hidup; meningkatnya kualitas pemuda sebagai pewaris nilai-nilai luhur budaya bangsa yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa; dan meningkatnya kualitas kepemimpinan pemuda sebagai kader penerus cita-cita perjuangan bangsa.

199

Page 79:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Berdasarkan sasaran pembangunan tersebut, kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan pemuda pada pokoknya adalah meningkatkan perluasan kesempatan bagi pemuda untuk mempero-leh pendidikan dan pelatihan; meningkatkan peran serta pemuda dalam pembangunan di bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, dan pertahanan keamanan; meningkatkan kepeloporan dan kepe-mimpinan pemuda dalam pembangunan; dan meningkatkan kelem-bagaan dan organisasi kepemudaan.

9. Peranan Wanita

Sasaran peningkatan peranan wanita dalam PJP II adalah meningkatnya kualitas wanita dan terciptanya iklim sosial budaya yang mendukung bagi wanita untuk mengembangkan diri dan meningkatkan peranannya dalam berbagai dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sasaran peningkatan peranan wanita dalam Repelita VI adalah meningkatnya taraf pendidikan wanita, antara lain ditunjukkan dengan makin menurunnya jumlah penduduk wanita yang menderita tiga buta (buta aksara Latin dan angka, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar); meningkatnya kualitas SDM wanita melalui pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek; meningkatnya derajat kesehatan wanita termasuk keluarganya sehingga memungkinkan wanita berperan aktif dalam kegiatan pembangunan; meningkatnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja, wanita dan makin sempurna dan mantapnya perlindungan terhadap tenaga kerja wanita, termasuk hak dan jaminan sosialnya; meningkatnya peranan ganda wanita dalam pembinaan keluarga dan peran sertanya yang aktif di masyarakat secara serasi dan seimbang; berkembangnya iklim sosial budaya yang lebih mendukung upaya mempertinggi harkat dan martabat wanita; dan makin mantapnya organisasi kewanitaan dan makin aktif peranannya dalam pembangunan.

Dalam rangka mewujudkan sasaran-sasaran tersebut di atas, kebijaksanaan yang ditempuh pada pokoknya adalah meningkatkan

200

Page 80:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

kualitas wanita sebagai sumber daya pembangunan; meningkatkan kualitas dan perlindungan tenaga kerja wanita; meningkatkan peran ganda wanita dalam keluarga dan masyarakat; mengembangkan iklim sosial budaya yang mendukung kemajuan wanita; serta membina kelembagaan dan organisasi kewanitaan.

10. Perumahan dan Permukiman

Sasaran pembangunan perumahan dan permukiman dalam PJP II adalah tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman yang makin layak dan terjangkau, baik dalam jumlah maupun kualitasnya, serta terciptanya suasana kehidupan permukiman yang memberikan rasa aman, damai, tenteram, dan sejahtera, dan makin mantapnya peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pendanaan dan penye-lenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman, yang ditun-jang oleh iklim berusaha yang menarik.

Sasaran pembangunan perumahan dan permukiman dalam Repelita VI adalah makin terarah dan meratanya pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman dengan kualitas hunian serta pelayanan prasarana dasar yang layak dan terjangkau, terutama oleh masyarakat berpenghasilan rendah; makin efisien dan efektifnya pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; meningkatnya peran serta masyarakat, koperasi, dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman termasuk pendanaannya; makin meningkatnya kesempatan usaha dan lapangan kerja dalam bidang industri penunjang pembangunan perumahan dan permukiman, seiring dengan pengembangan perumahan dan permukiman; dan terciptanya lingkungan perumahan dan permukiman yang layak, bersih, sehat, dan aman dengan segala fasilitas lingkungan permukimannya.

Sasaran kuantitatif yang ingin dicapai dalam Repelita VI dalam rangka pembangunan perumahan bagi rakyat adalah

201

Page 81:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

pengadaan lebih kurang 500.000 unit rumah meliputi rumah inti, rumah sangat sederhana (RSS), dan rumah sederhana (RS); per-baikan kawasan kumuh sebesar 21.250 hektare di 125 kota di kawasan yang kepadatannya cukup tinggi; peremajaan kawasan kumuh sebesar 750 hektare; serta pemugaran perumahan dan permukiman di 20.000 desa tertinggal.

Di samping itu, dalam Repelita VI dibangun prasarana air bersih, dengan peningkatan kapasitas produksi air bersih sebesar 30.000 liter per detik di perkotaan yang melayani lebih dari 22 juta orang serta perluasan pelayanan air bersih di perdesaan di 22.000 desa yang melayani lebih dari 16,5 juta orang.

Kebijaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman da-lam Repelita VI pada pokoknya adalah menyelenggarakan pemba-ngunan perumahan dan permukiman yang terjangkau oleh masya-rakat luas; menyelenggarakan pembangunan perumahan dan per-mukiman yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; mening-katkan peran serta masyarakat dalam penyediaan pelayanan pe-rumahan dan permukiman; mengembangkan sistem pendanaan pe-.

rumahan dan permukiman, terutama yang dapat membantu masya-rakat berpenghasilan. rendah; memantapkan pengelolaan pemba-ngunan perumahan dan permukiman secara terpadu; dan mengem-bangkan perangkat peraturan perundang-undangan pendukung.

11. Olahraga

Sasaran pembangunan olahraga dalam PJP II dititikberatkan pada pembudayaan olahraga dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dan peningkatan prestasi olahraga nasional pada Olim-piade dan Asian Games. Peran serta dunia usaha makin besar dalam penyelenggaraan dan pendanaan kejuaraan nasional, re-gional, dan internasional seperti Pekan Olahraga Nasional (PON), Southeast Asian (Sea Games), Asian Games, dan Olimpiade.

Sasaran pembangunan olahraga dalam Repelita VI adalah meningkatnya pemasalan olahraga secara luas dan merata ke

202

Page 82:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

seluruh pelosok tanah air yang mencakup seluruh lapisan masyarakat; meningkatnya peringkat pada Asian Games dan mempertahankan juara umum pada Sea Games; meningkatnya perolehan medali emas pada Olimpiade; dan terciptanya sistem pembinaan olahraga yang mendukung peningkatan prestasi.

Guna mencapai sasaran tersebut di atas, ditempuh berbagai kebijaksanaan antara lain meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya olahraga; meningkatkan prestasi olahraga melalui pembibitan dan pembinaan olahraga sejak usia dini, pemantauan bakat dan pemilihan bibit olahragawan berpotensi; meningkatkan pembinaan terhadap tenaga keolahraga-an; meningkatkan peran serta masyarakat dan organisasi keolah-ragaan yang tumbuh di masyarakat termasuk di perdesaan dalam upaya mendorong keberhasilan pemasalan dan pemasyarakatan olahraga; dan mengembangkan iklim yang mendukung pening-katan keterpaduan dan koordinasi antarlembaga dan instansi terkait guna menumbuhkan pengertian dan tanggung jawab bersama dalam pembinaan dan pengembangan olahraga.

VII. SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG AGAMA DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

Sasaran pembangunan bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada PJP II adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang penuh keimanan dan ketaqwaan, penuh kerukunan yang dinamis antar- dan antara umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, yang tercermin dalam suasana kehidupan yang harmonis serta kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa selaras dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila.

203

Page 83:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Dalam pendidikan agama, sasaran PJP II adalah meningkatnya angka partisipasi penduduk usia sekolah yang mengikuti pendidikan agama pada setiap jenjang yang ditunjukkan dengan angka partisipasi kasar (APK), yaitu madrasah ibtidaiyah (MI) menjadi sekitar 15 persen dari sekitar 12 persen pada akhir PJP I; madrasah tsanawiyah (MTs) menjadi sekitar 18 persen dari sekitar 9 persen pada akhir PJP I; madrasah aliyah (MA) menjadi sekitar 7 persen dari sekitar 3 persen pada akhir PJP I; dan perguruan tinggi agama pada akhir PJP II ditingkatkan menjadi sekitar 3 persen dari sekitar 1 persen pada akhir PJP I.

Sasaran pembangunan bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Repelita VI adalah mantapnya penataan kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang harmonis, yang tercermin dengan makin meningkatnya keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, makin meningkatnya kerukunan kehidupan umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, makin meningkatnya peran serta umat dalam pembangunan melalui pendidikan di lingkungan keluarga, di masyarakat, dan di sekolah, bersamaan dengan perluasan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan untuk menunaikan ibadah masing-masing.

Sasaran pendidikan agama pada akhir Repelita VI adalah peningkatan angka partisipasi kasar (APK), yaitu untuk MI menjadi sekitar 14 persen (APK tingkat SD secara keseluruhan pada akhir Repelita VI sekitar 115 persen); untuk MTs menjadi sekitar 11 persen (APK SLTP secara keseluruhan pada akhir Repelita VI sekitar 66 persen); untuk MA menjadi hampir 4 persen (APK pendidikan menengah secara keseluruhan pada akhir Repelita VI sekitar 41 persen); dan untuk perguruan tinggi agama selama Repelita VI akan dipertahankan pada sekitar 1,2 persen (APK pendidikan tinggi secara keseluruhan pada akhir Repelita VI sekitar 13 persen).

204

Page 84:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, kebijaksanaan pembangunan di bidang agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam Repelita VI pada pokoknya meliputi upaya mengembangkan kehidupan beragama sehingga terbina kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kualitas kerukunan antar- dan antara umat beragama dalam usaha memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa; meningkatkan peran serta umat beragama dalam pembangunan; meningkatkan pengamalan kehidupan beragama, baik di dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial kemasyarakatan; meningkatkan pelayanan dan kelancaran penunaian ibadah haji bagi umat Islam sesuai dengan kemampuan masyarakat; dan meningkatkan pendidikan agama dan keagamaan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan, termasuk prasekolah.

VIII. SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Sasaran pembangunan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam PJP II adalah tercapainya kemampuan nasional dalam pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing bangsa yang diperlukan untuk memacu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup menuju masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri serta sejahtera, yang dilandasi nilai spiritual, moral, dan etik didasarkan nilai luhur budaya bangsa serta nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sasaran pengembangan riset adalah kemitraan riset melalui kontribusi pihak swasta dan masyarakat dalam pembiayaan dan pelaksanaan kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apabila pada saat ini diperkirakan sekitar 80 persen dari total biaya kegiatan penelitian dan pengembangan adalah

205

Page 85:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

pembiayaan pemerintah, diharapkan akan terjadi pergeseran peran pembiayaan pemerintah menjadi sekitar 20-30 persen pada akhir PJP II. Demikian pula, apabila pada saat ini sekitar 70 persen biaya kegiatan iptek dipergunakan untuk kegiatan di lembaga pemerintah, pada akhir PJP II diharapkan sekitar 60-70 persen dari total biaya kegiatan iptek dipergunakan oleh swasta/ masyarakat untuk meningkatkan mutu produk dan mutu proses produksi agar meningkatkan daya saing di pasar internasional. Pergeseran tersebut diharapkan akan meningkatkan jumlah biaya kegiatan pengembangan iptek yang saat ini sekitar 0,3 persen terhadap PDB menjadi sekitar 2 persen pada akhir PJP II.

Untuk mencapai kemampuan yang setara dengan negara-negara tetangga dan negara industri di Asia Pasifik, kebutuhan sarjana MIPA dan perekayasa dalam derajat S-1 adalah lebih dari 15 ribu per tahunnya pada awal PJP II, dan terus meningkat menjadi 65 ribu sarjana per tahunnya pada akhir PJP II. Selain itu, tenaga teknik lulusan D-3 dan politeknik meningkat sehingga pada akhir PJP II jumlah tenaga peneliti, pengajar, teknisi, operator, dan penyelia dengan pelbagai derajat pendidikan yang berkemampuan dan andal di bidang iptek mendekati 1 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Sasaran pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Repelita VI adalah meningkatnya kemampuan memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai iptek yang dilaksanakan dengan mengutamakan peningkatan kemampuan alih teknologi melalui perubahan dan pembaharuan teknologi yang didukung oleh pengembangan kemampuan cumber daya manusia, prasarana dan sarana yang memadai, serta peningkatan mutu pendidikan sehingga mampu mendukung upaya penguatan, pendalaman, dan perhiasan industri dalam rangka menunjang industrialisasi menuju terwujud-nya bangsa Indonesia yang maju, mandiri, unggul, dan sejahtera.

Sasaran pengembangan iptek adalah terciptanya kelembagaan iptek yang mampu mendukung berkembangnya kemitraan riset,

206

Page 86:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

kemampuan iptek di bidang pertanian, industri, dan dunia usaha serta pendidikan iptek yang diharapkan makin tertata dan mampu mengefektifkan kebijaksanaan dan program pengembangan iptek serta mengefisienkan penggunaan sumber dana yang tersedia sesuai dengan perkembangan dan tuntutan pembangunan.

Sehubungan dengan itu, dalam Repelita VI pokok kebijak-sanaan dalam pembangunan bidang iptek adalah mengembangkan nilai-nilai iptek dan membentuk budaya iptek di masyarakat; mendorong kemitraan riset; mempercepat upaya manufaktur progresif; meningkatkan mutu produk dan proses produksi, produktivitas, efisiensi, dan inovasi dalam penguasaan iptek; meningkatkan kualitas, kuantitas, dan komposisi sumber daya manusia iptek; dan mengembangkan penataan dan pengelolaan kelembagaan iptek.

IX. SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG HUKUM

Sasaran pembangunan bidang hukum dalam PJP II adalah terbentuk dan berfungsinya sistem hukum nasional yang mantap, bersumberkan Pancasila dan UUD 1945, dengan memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, serta mampu mengamankan dan mendukung pembangunan nasional, yang didukung oleh aparatur hukum, sarana, dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar dan taat hukum.

Sasaran dalam Repelita VI adalah penataan hukum nasional dengan meletakkan pola pikir yang mendasari penyusunan sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945; penyusunan kerangka sistem hukum nasional serta penginven-tarisasian dan penyesuaian unsur tatanan hukum dalam rangka pembaharuan hukum nasional; peningkatan penegakan hukum dan

207

Page 87:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

pembinaan aparatur hukum; serta peningkatan sarana dan prasarana hukum.

Untuk mencapai sasaran tersebut di atas dalam Repelita VI ditempuh berbagai kebijaksanaan dalam pembangunan bidang hukum yang pokok-pokoknya adalah meningkatkan penataan hukum nasional; meningkatkan pembinaan peradilan; meningkatkan penerapan hukum dan penegakan hukum; meningkatkan penyuluhan hukum; memantapkan kelembagaan aparatur hukum dan meningkatkan kemampuan profesional aparatnya; dan meningkatkan sarana dan prasarana hukum.

X. SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK, APARATUR NEGARA, PENERANGAN, KOMUNIKASI, DAN MEDIA MASSA

1. Politik Dalam Negeri

Sasaran pembangunan politik dalam PJP II adalah tercipta dan berfungsinya tatanan kehidupan politik yang konstitusional berdasarkan demokrasi Pancasila yang mantap dan dinamis, dengan kualitas manusia dan masyarakat yang memiliki kesadaran dan etika politik yang tinggi serta bersikap dan berperilaku sesuai dengan budaya politik Pancasila dalam semangat persatuan dan kesatuan bangsa yang berwawasan Nusantara serta makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab.

Sasaran pembangunan politik dalam Repelita VI adalah tertatanya kehidupan politik yang didukung oleh suasana yang memungkinkan berkembangnya budaya politik yang mengarah pada perwujudan sikap keterbukaan yang bertanggung jawab dalam komunikasi antar- dan antara suprastruktur dan infrastruktur politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; serta terselenggaranya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab.

208

Page 88:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Untuk mewujudkan berbagai sasaran pembangunan politik tersebut di atas, pokok-pokok kebijaksanaan dalam Repelita VI adalah mengembangkan etika, moral, dan budaya politik; meningkatkan pemasyarakatan dan pembudayaan P4; meningkat-kan peran dan fungsi suprastruktur politik; meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum; meningkatkan kualitas dan kemandirian organisasi kekuatan sosial politik dan organisasi kemasyarakatan; serta mengembangkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab.

2. Hubungan Luar Negeri

Sasaran pembangunan hubungan luar negeri dalam PJP II adalah makin mantapnya hubungan luar negeri yang dilandasi prinsip politik luar negeri bebas aktif yang makin mampu menunjang kepentingan nasional serta makin mampu mendukung terwujudnya tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Sasaran penyelenggaraan hubungan luar negeri dalam Repelita VI adalah meningkatnya hubungan kerja sama internasional yang saling menguntungkan dan menunjang kepentingan nasional.

Sasaran tersebut dijabarkan lebih lanjut, yaitu meningkatnya peranan Indonesia dalam upaya menyelesaikan berbagai masalah dunia, khususnya yang mengancam perdamaian dunia dan yang bertentangan dengan rasa keadilan dan kemanusiaan, dalam mempererat persahabatan dan kerja sama yang saling menguntungkan antara bangsa-bangsa, dalam mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan serta dalam menyempurnakan struktur organisasi PBB sehingga mampu mencerminkan situasi hubungan internasional yang demokratis; meningkatnya kerja sama multilateral dan bilateral, baik regional maupun global, terutama di antara negara-negara nonblok; meningkatnya kerja sama ekonomi dan kerja sama teknik

209

Page 89:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

antarnegara berkembang dan sesama anggota GNB; meningkatnya peranan GNB dan kesatuan sikap serta kerja sama di antara negara berkembang, serta meningkatnya dialog Utara-Selatan; meningkatnya kerja sama antarnegara anggota ASEAN, terutama di bidang ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka memperkukuh ketahanan nasional masing-masing negara ke arah terwujudnya ketahanan regional; meningkatnya kerja sama keamanan, baik di lingkungan ASEAN, khususnya, maupun di kawasan Pasifik; serta meningkatnya kemampuan diplomasi agar terwujud kondisi yang mendukung kepentingan nasional.

Hubungan luar negeri pada Repelita VI diselenggarakan dengan memperhatikan kepentingan nasional serta menegakkan kedaulatan, kemandirian, dan kepribadian bangsa. Untuk itu, dikembangkan berbagai kebijaksanaan yang pada pokoknya adalah meningkatkan penerapan dan memantapkan prinsip politik luar negeri bebas aktif; meningkatkan upaya perwujudan tatanan dunia baru; meningkatkan kerja sama multilateral dan bilateral, baik regional maupun global sesuai kepentingan nasional; dan meningkatkan peran GNB.

3. Aparatur Negara

Sasaran pembangunan aparatur negara dalam PJP II sesuai dengan amanat GBHN 1993 adalah tercipta dan berfungsinya aparatur negara yang bersih, bertanggung jawab, penuh pengabdi-an, dan profesional. Menjadi sasaran pula makin mantapnya pelaksanaan peranan, fungsi, dan hubungan antara lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara sesuai dengan kedudukannya sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945, dan selaras dengan dinamika kemajuan, kecerdasan, dan semangat masyarakat untuk berperan serta aktif dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan.

Sasaran pembangunan aparatur negara dalam Repelita VI sesuai amanat GBHN 1993 adalah tertatanya manajemen aparatur

210

Page 90:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

negara untuk meningkatkan kualitas, kemampuan, dan kesejahteraan manusianya. Menjadi sasaran pula terwujudnya sistem administrasi negara yang makin andal, profesional, efisien, efektif, serta tanggap terhadap aspirasi rakyat dan terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis dalam tatanan kehidupan nasional, regional, dan global serta mampu menjamin kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan negara dan pembangunan; meningkatnya semangat pengabdian dan kemampuan aparatur pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan, khususnya dalam melayani, mengayomi, mendorong dan menumbuhkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan; serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, permasalahan, kepentingan, dan kebutuhan rakyat, terutama yang masih hidup dalam kemiskinan atau rakyat kecil. Sasaran lainnya adalah meningkatnya perwujudan otonomi daerah di tingkat II yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab; meningkatnya kemampuan kelembagaan dan efisiensi serta efektivitas pelaksanaan fungsi dan peranan aparatur kecamatan dan pemerintahan desa dan kelurahan; serta makin mantapnya keterpaduan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan seluruh aparatur pemerintah baik di pusat maupun daerah; terwujudnya kepegawaian negara yang berkualitas, memiliki kemampuan profesional, keahlian dan keterampilan, kepemimpinan, serta semangat pengabdian dan disiplin yang tinggi; taat dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;

211

Page 91:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

meningkatnya kesejahteraan pegawai negeri; serta terwujudnya sistem kearsipan yang andal.

Untuk mencapai berbagai sasaran dalam pembangunan aparatur negara tersebut, kebijaksanaan yang ditempuh pada pokoknya ialah meningkatkan disiplin aparatur negara; memantapkan organisasi kenegaraan; mendayagunakan organisasi pemerintahan; menyempurnakan manajemen pembangunan; dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparatur negara, baik di pusat maupun di daerah.

Page 92:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

4. Penerangan, Komunikasi, dan Media Massa

Sasaran pembangunan penerangan, komunikasi, dan media massa pada PJP II adalah terselenggaranya penerangan, komu-nikasi, dan media massa yang mampu menggugah peran serta rakyat dan berfungsi positif terhadap upaya mengoptimalkan dan memeratakan manfaat pembangunan di segala bidang, memantap-kan persatuan dan kesatuan bangsa serta meningkatkan kualitas demokrasi.

Sehubungan dengan sasaran tersebut, menjadi sasaran pula dalam PJP II terwujudnya masyarakat yang sadar informasi, yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan informasi, sekaligus pemerataan informasi serta berlangsungnya interaksi terbuka dan bertanggung jawab dalam proses komunikasi, dan tercapainya integrasi sosial dalam menunjang pembangunan nasional.

Sasaran pembangunan penerangan, komunikasi, dan media massa pada Repelita VI adalah meningkatnya kemampuan dan kegiatan penerangan, komunikasi, dan media massa dalam menggerakkan dan menggairahkan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan.

Sasaran tersebut dijabarkan lebih lanjut, yaitu meluasnya informasi pembangunan secara terpadu dan merata; terciptanya kondisi sosial budaya yang makin mantap dan dinamis; serta berkembangnya potensi masyarakat secara optimal dalam mendukung pembangunan; makin meningkatnya kemampuan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana, pemanfaatan media massa dan teknologi penerangan; serta meningkatnya kualitas dan kuantitas materi penerangan sesuai dengan kebutuhan dan kemajuan teknologi; makin berkembangnya interaksi positif antara pers, pemerintah, dan masyarakat, dan meningkatnya peranan pers yang bebas dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila; dan

212

Page 93:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

meningkatnya pemerataan informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik sehingga sampai pelosok perdesaan.

Di samping itu, sasaran lainnya adalah terbinanya solidaritas dan kerja sama antarnegara berkembang untuk menyebarluaskan semangat ASEAN, wawasan Asia Pasifik, dan Gerakan Nonblok, serta menghadapi ketidakseimbangan arus informasi internasional, antara lain melalui kerja sama penyiaran, pertukaran berita, paket siaran radio dan televisi, serta tenaga ahli antarnegara; terbentuknya citra yang positif dan pengertian dunia internasional terhadap harkat dan martabat bangsa Indonesia melalui komunikasi internasional, yang menunjang upaya pembangunan nasional.

Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, ditempuh berbagai kebijaksanaan, antara lain meningkatkan upaya memasyarakatkan dan membudayakan nilai-nilai Pancasila melalui jalur penerangan, komunikasi, dan media massa; mengarahkan upaya pembangunan watak dan kepribadian Pancasila yang mampu memupuk rasa cinta terhadap nusa, bangsa, dan negara, dalam memperkuat jati diri bangsa Indonesia, mendukung upaya pembangunan ekonomi serta membentuk etos kerja yang tinggi; memanfaatkan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membangun masyarakat yang sadar ilmu pengetahuan dan teknologi; mengarahkan upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai warga suatu negara hukum; serta mengembangkan tata informasi nasional antarinstansi dan antardaerah yang dapat menunjang komunikasi di perdesaan dan di perkotaan, ataupun di luar negeri melalui perwakilan-perwakilan Indonesia, dalam upaya menyebarluaskan dan memeratakan informasi mengenai pembangunan nasional seluas-luasnya.

5. Sistem Informasi dan Statistik

Dalam GBHN 1993 di berbagai sektor terdapat petunjuk mengenai pentingnya pengembangan sistem dan jaringan informasi. Statistik merupakan . salah satu informasi yang paling

213

Page 94:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

penting bagi pembangunan nasional. Pembangunan sistem informa-si dan statistik, yang dibahas dalam satu bab tersendiri, mempunyai sasaran dan kebijaksanaan sebagai berikut.

Sasaran pembangunan sistem informasi dalam PJP II adalah terwujudnya sistem informasi yang andal, didukung oleh kualitas sumber daya manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri sehingga tercipta masyarakat yang sadar informasi. Pada akhir PJP II, kemampuan penyelenggaraan sistem informasi sudah sejajar dengan bangsa lain yang telah maju.

Sasaran pembangunan sistem informasi pada akhir Repelita VI adalah terciptanya sistem informasi yang mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas di seluruh sektor pembangunan. Sasaran lainnya adalah berkembangnya jaringan sistem informasi di berba-gai bidang pembangunan seperti bidang ekonomi, iptek, hukum, serta sektor aparatur negara, penerangan, komunikasi, dan media massa, yang berkemampuan memanfaatkan pusat informasi di dalam dan luar negeri. Selain itu, industri teknologi informasi di dalam negeri sudah lebih mampu memenuhi kebutuhan akan perangkat keras, perangkat lunak, dan jasa yang dibutuhkan di dalam negeri.

Untuk mewujudkan sasaran pembangunan sistem informasi pada Repelita VI, ditempuh berbagai kebijaksanaan antara lain melaksanakan pembakuan perangkat keras, perangkat lunak, format struktur dan klasifikasi data, personel dan prosedur, untuk menjamin integrasi seluruh sistem baik struktur, data, informasi maupun jaringannya agar mampu meningkatkan kemudahan komunikasi; menyempurnakan dan memantapkan tatanan organisa-si yang berkembang terus sesuai dengan bertambah besarnya akti-vitas sistem informasi; meningkatkan kemampuan dan penggunaan industri teknologi informasi dalam negeri, baik barang maupun jasa, dengan melibatkan dan meningkatkan peran serta masyarakat; meningkatkan penyebaran informasi ke dan dari luar negeri tentang potensi pasar yang dimiliki agar dapat menunjang kegiatan ekspor

214

Page 95:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

barang dan jasa ekspor, meningkatkan jumlah serta mutu barang dan jasa ekspor, meningkatkan daya saing, serta meningkatkan penciptaan dan perluasan lapangan kerja.

Sasaran pembangunan statistik pada PJP II adalah terwujudnya sistem statistik nasional terpadu yang andal, yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas.

Sasaran pembangunan statistik dalam Repelita VI adalah berkembangnya sistem perstatistikan nasional yang makin terpadu yang mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas pembangunan secara sektoral, lintas sektor, nasional, dan regional.

Untuk mencapai sasaran pembangunan statistik tersebut, kebijaksanaan yang ditempuh pada Repelita VI adalah menyempurnakan penyelenggaraan statistik melalui peningkatan keseragaman kegiatan statistik, peningkatan usaha pengintegrasian pelaksanaan survei dan sensus dengan periodisasi tertentu, pemanfaatan secara optimal data statistik hasil registrasi dari berbagai instansi, pemanfaatan survei inti, peningkatan cakupan dan lingkup data, peningkatan ketepatan waktu penyajian, pengembangan teknik dan metode sesuai dengan standar inter-nasional, dan pemanfaatan teknologi yang andal dalam pengolahan serta penyebarluasan data statistik; meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan kesadaran masyarakat dan badan usaha akan pentingnya statistik dan penggunaannya, sehingga meningkatkan peran masyarakat dan badan usaha dalam kegiatan perstatistikan, baik sebagai sumber informasi statistik maupun sebagai pemakai data statistik, serta peningkatan kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan tenaga statistik; dan mengembangkan kelembagaan statistik, baik di pusat maupun di daerah.

215

Page 96:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

XI. SASARAN DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTAHANAN KEAMANAN

Sasaran pembangunan bidang pertahanan keamanan pada PJP II adalah terwujudnya kekuatan dan kemampuan pertahanan keamanan negara (hankamneg) dengan daya tangkal yang tangguh berdasarkan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (sishankamrata), yang tercermin dari kemampuan segenap komponen kekuatan hankamneg yang andal, kesadaran bela negara yang tinggi, pelaksanaan Dwifungsi ABRI dan kemanunggalan ABRI-rakyat yang makin mantap dan dinamis, didukung sarana dan prasarana, industri strategis yang andal sesuai dengan kemajuan iptek, serta keamanan dan ketertiban masyarakat yang mantap.

Sehubungan dengan itu, penyelenggaraan pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) pada akhir PJP II diharapkan dapat menjangkau sekitar 80 persen di lingkungan pendidikan dan lingkungan pekerjaan, dan sekitar 10 persen di lingkungan permukiman. Pembangunan kemampuan rakyat terlatih (ratih) adalah terwujudnya kemampuan untuk menjamin ketertiban umum, perlindungan rakyat, keamanan rakyat, dan perlawanan rakyat dengan kekuatan ratih minimum satu satuan setingkat regu di setiap desa, satu satuan setingkat peleton di setiap kecamatan, dan satu satuan setingkat kompi di setiap Dati II yang siap dikerahkan untuk menggandakan kekuatan hankam terutama pada kompartemen strategis di kawasan barat Indonesia. Pembangunan kemampuan perlindungan masyarakat (linmas) adalah terwujudnya kemampuan masyarakat untuk secara aktif mampu mengatasi dan menanggu-langi malapetaka akibat bencana alam, bencana perang, dan bencana lainnya dengan mewujudkan sistem dan satuan-satuan linmas minimum 2 regu di setiap desa, terwujudnya unit operasional penanggulangan bencana di setiap kecamatan, terwujudnya satuan linmas proyek vital dan satuan tugas linmas penanggulangan bencana di setiap daerah tingkat II, terutama di daerah rawan bencana. Sementara itu, pembangunan ABRI pada

216

Page 97:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

PJP II mengacu pada enam kemampuan pokok ABRI untuk mampu mengatasi tiga daerah krisis sekaligus, mengatasi gangguan keamanan dalam negeri termasuk keamanan dan ketertiban masyarakat, dan mampu melaksanakan pembinaan teritorial dan fungsi sospol secara lebih baik. Komponen pendukung yang mencakup wilayah negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana prasarana termasuk industri strategis diharapkan sudah dapat terbina dengan baik agar mampu mendukung kepentingan hankamneg.

Sasaran pembangunan bidang hankam dalam Repelita VI sebagaimana diamanatkan GBHN 1993 adalah mantapnya penataan kemampuan segenap komponen hankamneg dalam sishankamrata sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan mulai penataan perangkat dan perwujudan rakyat terlatih (ratih) dan perlindungan masyarakat (linmas) secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan; pembangunan ABRI yang lebih efisien, efektif, dan modern agar berkemampuan optimum, baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun sosial politik, yang didukung oleh makin mantapnya kemanunggalan ABRI-rakyat serta makin meningkatnya keterpaduan pembinaan dan penyiapan komponen pendukung hankamneg.

Perangkat lunak yang berkait dengan PPBN diupayakan untuk dipenuhi pada Repelita VI, termasuk undang-undang tentang ratih dan undang-undang tentang linmas. Perintisan dan pengorganisasian ratih dilaksanakan dengan minimum satu satuan setingkat kompi masing-masing di dua kompartemen strategis yang bersumber d u i pertahanan sipil (hansip)/perlawanan keamanan rakyat (wankamra), resimen mahasiswa (menwa), dan satuan pengamanan (satpam), Pada Repelita VI diharapkan dapat terbentuk satuan linmas sebagai inti penanggulangan bencana awal di tingkat kecamatan dan di lingkungan pekerjaan, serta terbentuk-nya ruang data pusat pengendali operasional penanggulangan bencana di tingkat pusat. Di samping itu, pemasyarakatan doktrin

217

Page 98:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

hankamneg dilanjutkan terutama di lingkungan pendidikan, permukiman termasuk daerah rawan/perbatasan, dan di lingkungan pekerjaan.

Sasaran pembangunan ABRI pada Repelita VI tetap mengacu pada enam kemampuan pokok ABRI dengan menyelenggarakan pengamatan wilayah, khususnya di daerah rawan, untuk mencegah dan menindak setiap gangguan keamanan, termasuk gangguan kamtibmas sehingga rakyat akan terlindungi serta terjamin rasa aman dan rasa keadilannya. Untuk itu, kualitas personel dan peralatan sistem senjata ABRI harus meningkat dibarengi dengan meningkatnya kesejahteraan prajurit. Kuantitas personel dan peralatan sistem senjata juga ditingkatkan, terutama untuk pemantapan satuan yang telah ada.

Sasaran kemampuan pendukung hankamneg pada Repelita VI yang mencakup pembinaan wilayah negara, sumber daya alam dan buatan, sarana prasarana termasuk industri strategis makin meningkat dalam rangka kepentingan hankamneg.

Untuk mewujudkan sasaran pada Repelita VI, ditempuh berbagai kebijaksanaan, yaitu memantapkan konsepsi tentang ratih dan linmas, konsepsi PPBN, serta menyempurnakan metode pembinaan tenaga rakyat dalam rangka pembinaan kekuatan ratih dan linmas serta tenaga produktif; meningkatkan kesejahteraan prajurit ABRI dan kualitas kejuangan serta profesionalisme sesuai dengan perkembangan iptek; meningkatkan kuantitas dan kualitas kekuatan ABRI yang mencakup personel, alat utama sistem senjata, dan fasilitas sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada dalam rangka penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara; meningkatkan kemampuan sospol ABRI dan memantapkan kemanunggalan ABRI-rakyat; serta meningkatkan dan meman-tapkan kemampuan pembinaan wilayah negara, sumber daya alam dan buatan, sarana prasarana termasuk industri strategis, survei dan pemetaan nasional, dan meningkatkan kerja sama internasional di bidang keamanan dalam upaya perwujudan ketahanan regional.

218

Page 99:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

XII. SISTEM PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN PEMBANGUNAN

GBHN 1993 menekankan pentingnya peranan pengawasan untuk menjamin keberhasilan dan efisiensi pembangunan. Oleh karena itu, dalam buku Repelita VI ada bab yang secara khusus membahas masalah sistem pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.

Sasaran pendayagunaan sistem pelaksanaan dan pengawasan pembangunan dalam PJP II pada dasarnya meliputi penyempurnaan keseluruhan unsur sistem kelembagaan, prasarana dan sarana, serta peningkatan kemampuan profesional sumber daya manusia pada aparatur pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan ketepatan dan kejelasan kebi-jaksanaan, kesederhanaan prosedur pelaksanaan, kelancaran dan kecepatan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, serta pemberian pelayanan kepada sesama aparatur dan masyarakat, yang secara keseluruhan diarahkan kepada meningkatnya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.

Secara lebih rinci sasaran pendayagunaan sistem pelaksanaan dan pengawasan pembangunan dalam Repelita VI adalah sebagai berikut.

Penyesuaian serta penyederhanaan berbagai prosedur pelak-sanaan pembangunan, khususnya yang bertalian dengan pengadaan barang dan jasa, pengajuan dan persetujuan revisi anggaran, penggunaan hasil produksi dalam negeri, bentuk dan persetujuan kontrak, peran serta pengusaha golongan ekonomi lemah, pemantauan dan pelaporan serta pertanggungjawabannya. Pengambilan keputusan yang lebih terdesentralisasi sehingga mempercepat pengambilan keputusan yang diperlukan dalam berbagai kegiatan pelaksanaan.

219

Page 100:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Koordinasi penyusunan rencana pelaksanaan pembangunan yang makin mantap, baik sektoral maupun regional, dan sistem pemantauan, pelaporan, pengawasan, dan pengendalian pelaksanaannya, serta terwujudnya sistem komunikasi yang mantap melalui pengembangan dan peningkatan sistem jaringan informasi yang sudah ada. Sejalan dengan itu, juga merupakan sasaran pendayagunaan sistem pelaksanaan pembangunan adalah meningkatnya keserasian dan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan, program, dan proyek sektoral dan yang bersifat lintas sektoral, regional, lintas daerah, dan lintas lembaga, baik yang sumber dananya dari APBN maupun APBD.

Efisiensi dan efektivitas sistem pelaksanaan dan pengawasan keuangan negara dan pembangunan yang meningkat dan makin terpadu serta konsisten melalui pemantapan sistem pengawasan internal dan eksternal, dan peningkatan keterpaduan pelaksanaan pengawasan melekat, pengawasan fungsional, dan pengawasan masyarakat disertai pemantapan pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan tersebut. Sasaran lainnya adalah mantapnya sistem dan mekanisme pengawasan yang mendorong adanya sinergi pengecekan dan pengujian silang dari pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat terhadap pengawasan melekat sehingga pengawasan melekat membudaya dalam sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan serta dapat berperan sebagai tulang punggung pengawasan internal Pemerintah dan menjadi unsur yang pokok dalam upaya mencegah tindakan tercela.

Kemampuan teknis dan manajerial sumber daya manusia aparatur pemerintahan yang meningkat, dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha. Dengan meningkatnya kemampuan tersebut, mutu, efisiensi dan perumusan kebijaksanaan, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pembangunan serta pelayanan kepada dunia usaha dan masyarakat dapat lebih ditingkatkan.

220

Page 101:  · Web view149 oleh GBHN 1993 dan tersebar di berbagai bidang dan sektor, perlu pula ditangani secara sungguh-sungguh dalam PJP II dan Repelita VI, dan oleh karenanya dibahas dalam

Untuk mencapai berbagai sasaran tersebut, kebijaksanaan yang ditempuh dalam Repelita VI mencakup pendayagunaan keseluruhan sistem pelaksanaan dan pengawasan pembangunan yang dilakukan sedini mungkin sejak tahap perencanaan, meliputi pemantapan koordinasi, kerja sama, dan hubungan kelembagaan; pemantapan sistem perencanaan penyusunan program dan anggaran; peningkatan kualitas sumber daya manusia; penyempurnaan sistem pemantauan, pengendalian dan pertanggungjawaban; serta peningkatan keterpaduan dan konsistensi pelaksanaan pengawasan pembangunan.

Untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan pembangunan nasional, peranan lembaga yang melaksanakan fungsi pemeriksaan, pengawasan, dan pengendalian perlu makin dikembangkan. Dalam hubungan ini, terutama Badan Pemeriksa Keuangan, wajib meningkatkan kegiatannya sesuai dengan wewenang dan fungsinya yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Sebagai penutup pembahasan di dalam bab ini, ingin digarisbawahi amanat GBHN 1993 bahwa berhasilnya pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila tergantung pada peran aktif masyarakat serta pada sikap mental, tekad, dan semangat serta ketaatan dan disiplin para penyelenggara negara serta seluruh rakyat Indonesia. Sehubungan dengan itu, semua kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga kemasyarakatan lainnya perlu menyusun program menurut fungsi dan kemampuan masing-masing dalam rangka melaksanakan Garis-garis Besar Haluan Negara.

Pada akhirnya, pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila akan memperkuat jati diri dan kepribadian manusia, masyarakat, dan bangsa Indonesia yang tercermin dalam kehidupan yang serba selaras, serasi, dan seimbang.

221