manajemen syariah · web viewbekerja dengan sungguh-sungguh ini dijelaskan dalam ayat al-quran...

31
Bagian 4 Pemahaman Tentang Etos Kerja dan Pembinaan Kerja Secara etimologis, etos berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti kebiasaan, adat, watak, perasaan. Sedangkan secara terminologis etos berarti aturan umum/cara hidup, tatanan perilaku. Menurut Clifford Geertz, etos merupakan bagian dari pandangan dunia (world view). Dengan demikian, etos berkaitan dengan moralitas, meskipun tidak identik. Warna etos tampak pada perilaku dalam bentuk reaksi spontan, sehingga kita mengenali ada orang pemberani, emosional, pembosan, jujur, tekun, sabar, solider dan sebagainya. Dengan kata lain, etos adalah sikap dasar terhadap diri sendiri dan terhadap dunia yang direfleksikan dalam kehidupan. Etos kerja adalah refleksi dari sikap hidup yang mendasar dalam menghadapi kerja. Suatu sikap kehendak yang dikehendaki secara sukarela tanpa dorongan adanya keuntungan serta harapan. Dengan kata lain, etos kerja adalah doktrin tetntang kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang mewujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka. 4.1 Etos Kerja Menurut Islam Islam adalah agama kerja. Ini tercermin dari firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 105 sebagai berikut: “Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, Allah akan melihat hasil kerjamu, begitu pula rasul-Nya serta orang-orang beriman” Seperti Allah yang senantiasa sibuk (Ar-Rahman ayat 29), maka seorang muslim juga harus selalu sibuk bekerja. Malas sangat dibenci oleh Allah seperti yang tergambar dalam doa Nabi : “Dan aku mohon perlindungan kepada-Mu daripada sikap lemah dan malas”. Sangat berbeda dengan agama-agama sakramen, yang mendasarkan peribadatannya pada sesajian (sakramen). 4.1.1 Pandangan Islam Tentang Kerja Kenapa harus dengan kerja? Tidakkah cukup dengan iman (+ taqwa) saja ? Jawabannya: tidaklah cukup kerena iman (+ taqwa) saja hanya mengungkapkan kualitas pribadi yang tak dapat diukur dari luar, dan tak dapat diintervensi orang lain. Hanya Allah yang tahu apa yang terbetik dalam dada manusia (Al-Mulk ayat 13). Oleh sebab itu untuk menjadi manusia utuh yang seimbang, baik terhadap Tuhannya maupun terhadap sesama manusia; maka bekerjalah. Kerjakanlah sesuatu yang menghubungkan seseorang dengan orang lain, dan yang memberi kesempatan menciptakan kebaikan bersama, sekaligus

Upload: trinhdiep

Post on 16-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Bagian 4Pemahaman Tentang Etos Kerja dan Pembinaan

Kerja

Secara etimologis, etos berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti kebiasaan, adat, watak, perasaan. Sedangkan secara terminologis etos berarti aturan umum/cara hidup, tatanan perilaku. Menurut Clifford Geertz, etos merupakan bagian dari pandangan dunia (world view). Dengan demikian, etos berkaitan dengan moralitas, meskipun tidak identik. Warna etos tampak pada perilaku dalam bentuk reaksi spontan, sehingga kita mengenali ada orang pemberani, emosional, pembosan, jujur, tekun, sabar, solider dan sebagainya. Dengan kata lain, etos adalah sikap dasar terhadap diri sendiri dan terhadap dunia yang direfleksikan dalam kehidupan.Etos kerja adalah refleksi dari sikap hidup yang mendasar dalam menghadapi kerja. Suatu sikap kehendak yang dikehendaki secara sukarela tanpa dorongan adanya keuntungan serta harapan. Dengan kata lain, etos kerja adalah doktrin tetntang kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang mewujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka.

4.1 Etos Kerja Menurut IslamIslam adalah agama kerja. Ini tercermin dari firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 105 sebagai berikut: “Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, Allah akan melihat hasil kerjamu, begitu pula rasul-Nya serta orang-orang beriman” Seperti Allah yang senantiasa sibuk (Ar-Rahman ayat 29), maka seorang muslim juga harus selalu sibuk bekerja. Malas sangat dibenci oleh Allah seperti yang tergambar dalam doa Nabi : “Dan aku mohon perlindungan kepada-Mu daripada sikap lemah dan malas”. Sangat berbeda dengan agama-agama sakramen, yang mendasarkan peribadatannya pada sesajian (sakramen).

4.1.1 Pandangan Islam Tentang KerjaKenapa harus dengan kerja? Tidakkah cukup dengan iman (+ taqwa) saja ? Jawabannya: tidaklah cukup kerena iman (+ taqwa) saja hanya mengungkapkan kualitas pribadi yang tak dapat diukur dari luar, dan tak dapat diintervensi orang lain. Hanya Allah yang tahu apa yang terbetik dalam dada manusia (Al-Mulk ayat 13). Oleh sebab itu untuk menjadi manusia utuh yang seimbang, baik terhadap Tuhannya maupun terhadap sesama manusia; maka bekerjalah. Kerjakanlah sesuatu yang menghubungkan seseorang dengan orang lain, dan yang memberi kesempatan menciptakan kebaikan bersama, sekaligus memungkinkan tegaknya fungsi check and balance (tawa shaubil haq, tawa shaubish shabr)Berbeda dengan pandangan-pandangan lain, kerja menurut pandangan Islam adalah :1. Bagian dari tugas hidup, yaitu ibadah (Adz-Dzariyat ayat 56)2. Memperteguh kemanusiaan dan membebaskan diri dari perhambaan

kepada selain Allah (Al-Ashr ayat 2,3)3. Manifestasi dari rasa syukur (Hadits: kerja adalah untuk mengembangkan

potensi baik pada diri sendiri dan usaha memaksimalkan potensi baik orang lain)

4. Ujian untuk menentukan kualitas hidup abadi di akhirat kelak (Al-Mulk ayat 2).

Perlu diketahun bahwa sebenarnya dasar etos kerja Islam adalah nilai-nilai Tauhid, yaitu peng-Esaan Allah dalam arti seluas-luasnya. Dalam kaitan dengan etos kerja, maka keempat fungsi kerja diatas baru akan tegak bila kerja memenuhi kualitas yang dalam terminologi Al-Qur’an disebut shaleh, yang artinya benar, indah atau serasi. Keserasian yang dimaksud adalah Keserasian Spiritual2 (Ruhaniah) dan Keserasian Material3 (Lahiriah). Keserasian ruhaniah tersebut berdimensi suprarasional dan bersifat pribadi. Biasanya hal itu diwujudkan dalam bentuk niat. Niat yang murni demi Allah semata; dalam bahasa agama disebut Ikhlas4. Tanpa itu, kerja yang dilakukan hanya akan seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu jadi bersihlah ia (Al-Baqarah ayat 264). Dapatlah dikatakan bahwa rasio tidak banyak berperan dalam proses pemenuhan syarat-syarat serasi secara ruhaniah tersebut, kecuali hanya sebagai pengantar saja, sebagaimana rasio mengantarkan seseorang pada keyakinan dan penghayatan tauhid. Seperti diketahui bahwa pada dasarnya hakekat sebuah lingkungan telah dinyatakan Allah dalam berbagai ayat Qur’an, yaitu berjalan menurut pola-pola yang tetap dan teratur. Pola-pola tersebut disebut sebagai takdir dan sunnatullah. Alam tunduk “tanpa membantah”, sedangkan manusia tidak. Agar kerja manusia sesuai dengan lingkungan natural dan sosialnya, manusia harus memahami sunnatullah itu lewat akalnya, artinya ia harus memiliki ilmunya. Dengan kata lain, keserasian lahiriah berdimensi rasional (ilmiah) dan bersifat sosial. Dalam bahasa sehari-hari, keserasian lahiriah tersebut dinyatakan dengan cara melaksanakan dan memanfaatkan hasil dari kerja yang dilakukan. Kedua keserasian tersebut adalah syarat yang perlu diusahakan dari sebuah kerja yang shaleh. Tanpa keserasian ruhaniah (niat), kerja hanya akan sia-sia (Al-Ma’idah ayat 5). Sedangkan tanpa keserasian lahiriah, kerja tidak akan menghasilkan apapun, hilang tanpa bekas diakherat. Selain dimensi keserasian, secara implisit kualitas shaleh juga bermakna indah dan baik. Bila dikaitkan dengan kerja, maka dapat diartikan bahwa indah dan baik itu merupakan esensi dari kerja. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa memilih bidang kerja, kegiatan atau profesi yang akan ditekuni adalah bagian dari etos kerja Islam. Harus ada keyakinan yang kuat bahwa kerja/profesi yang dipilih itu bermakna penuh dalam hidup. Jadi seorang muslim profesional adalah seorang yang melihat bidang kegiatannya sebagai kelanjutan dari makna atau tujuan hidupnya sebagai muslim. Demikian kuatnya hubungan itu, sehingga meskipun kegiatan/bidang profesi itu hanya bernilai alat atau jalan untuk mencapai tujuan hidup itu sendiri, seorang muslim tidak akan menyikapi bidang profesinya dengan setengah hati. Selain sungguh-sungguh, dia juga akan selalu berusaha melakukan pekerjaannya dengan itqan 5.

4.1.2 Kesediaan Menunda Kesenangan

2 Keserasian spiritual adalah keserasian yang dapat dihayati/dialami secara individual, yaitu keserasian akibat adanya penghayatan keagamaan serta apresiasi ketuhanan. Dengan kata lain adalah suatu keserasian yang berhubungan dengan Allah.

3 Keserasian material (lahiriah) adalah keserasian yang berhubungan dengan lingkungan, baik lingkungan alam (natural) maupun lingkungan manusia (sosial).

4 Ikhlas adalah sesuatu yang murni tidak bercampur dengan yang lain, hanya untuk Allah semata.5 Itqan adalah meneliti seluruh bagian yang terkait dengan cermat, sehingga pekerjaannya mendekati

kesempurnaan

Unsur lain dari etos kerja Islam adalah kesediaan menunda kesenangan sementara, bukan peningkatan produksi dan keuntungan setinggi-tingginya seperti yang dipahamkan masyarakat industri sekarang ini. Seorang profesional muslim selalu bersedia menunda kesenangan sementara demi (dan karena keyakinan akan) kebahagiaan lebih besar dibelakang hari. Penundaan kesenangan (deference of gratification) berjalan sejajar dengan sikap hidup hemat dan tidak konsumtif.Tidak sedikit pepatah klasik hemat pangkal kaya; berakit-rakit kehulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Kesemuanya itu adalah nasihat bijak yang diilhami oleh kesediaan menunda kesenangan. Maka sikap zuhud atau asketisme, baik perseorangan maupun kemasyarakatan diperlukan dalam etos kerja demi untuk kesuksesannya sendiri.Ungkapan “you may loose the battle, but you should win the war”, “wani ngalah duwur wekasane”, “lebih baik mandi keringat dalam latihan daripada mandi darah dalam pertempuran”, dan sebagainya, adalah dalil-dalil yang sangat bersangkutan dengan etos kerja. Itu semua menunjukkan sikap hidup yang berpandangan jauh kedepan, tidak menjadi tawanan kekinian dan kedisinian. “Aji-aji mumpung” bukanlah etos kerja muslim sejati. “Aji mumpung” malah menjadikan hal yang tidak sehat.

4.1.3 Pandangan StrategisDi zaman seperti sekarang ini, sangat diperlukan pandangan strategis, lebih dari sekedar taktis, dalam semangat pandangan hidup yang “future oriented”. Ini berarti bahwa seorang pelaku profesi tertentu mempunyai sikap penuh harapan kepada masa depan. Harapan adalah sumber energi pribadi dan putus harapan adalah pemupus energi pribadi. Sebuah pepatah Arab mengatakan: “Alangkah sempitnya hidup ini seandainya tidak karena lapangnya harapan”.Sebagai kebalikan dari putus asa, maka harapan adalah pendorong bagi adanya langkah-langkah awal atau inisiatif. Karena itu, seorang yang berpengharapan tidak pernah menghadapi jalan buntu. Kesulitan apapun tentu ada jalan keluarnya. Sesungguhnya diantara kesulitan itu ada kemudahan (Alam Nasyrah ayat 6)Jika banyak tidak dapat diraih, maka yang sedikitpun diterima dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Karena itu, dalam beberapa hal seorang muslim profesional perlu punya sikap puas (qana’ah), merasa puas diri dan merasa tidak perlu kepada yang lain.Orang yang berani menempuh risiko adalah seorang yang tidak berputus asa. Ia tidak akan mencari selamat dengan tidak berbuat sesuatu. Orang Inggris mengatakan: “To avoid critism; say nothing, do nothing and be nothing”. Seorang muslim pelaku profesi tertentu selalu berusaha untuk menjadi “something”, “somebody” daripada “nothing”, “nobody”, dengan keberanian menempuh risiko. Salah satu prinsip yurisprudensi Islam menyebutkan, ‘jika dua bahaya dihadapi, maka harus ditempuh salah satu yang lebih ringan’. Jadi, tidak boleh ditinggalkan tanpa perbuatan. Tapi, pada waktu yang sama seorang muslim profesional adalah orang yang tahu diri secara “pas”, tidak melebihkan diri sehingga menjadi sombong, atau mengurangkan diri sehingga menjadi rendah diri dan kurang bersyukur kepada Tuhan. Sikap yang benar adalah rendah hati. Karena itu, jika sukses ia tidak

mengklaim “kredit” atau pengakuan hanya untuk dirinya sendiri, sebaliknya jika gagal ia tidak “nelangsa”, kecewa berlarut-larut dan kehilangan harapan. Ingat, bahwa tidak seluruhnya ditentukan oleh manusia itu sendiri, melainkan ada campur tangan Yang Ghaib, Yang Maha Kuasa. Maka yang harus dikerjakannya adalah terus menerus melakukan ikhtiar, selalu mengupayakan kemungkinan yang terbaik.Seperti dalam keberhasilan ruhani diperlukan sikap istiqamah, maka kerjapun memerlukan keteguhan dan konsistenan. Kepribadian yang predictable akan melancarkan pergaulan, karena dilandasi dengan sifat amanah (dapat dipercaya karena jujur). Sebaliknya, kepribadian yang temperamental dan sulit diduga perubahannya dari suatu situasi ke situasi lain akan dengan sendirinya mempersulit tumbuhnya pergaulan yang produktif.Karena itulah dari segi spiritualnya, seorang profesional muslim menemukan kebahagiaan dalam kerja. Baginya, kerja adalah modal eksistensi dirinya, sebab ia yakin bahwa manusia tidak mendapatkan apa-apa kecuali yang ia kerjakan, sesuai apa yang tertera dalam Al-Qur’an surat Al’An’am ayat 132. Dan masing-masing orang memperoleh derajat sebanding dengan apa yang dikerjakannya dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.Maka, seorang muslim sejati yang sedang mengalami kegagalan dalam bekerja, ia tetap merasakan kebahagiaan. Sedangkan jika berhasil dengan baik dalam kerjanya, ia akan memperoleh ‘double rewards’, berupa kebahagiaan kerja itu sendiri dan keberhasilannya memperoleh sukses. Hal itu sejalan dengan sabda Rasulullah saw tentang orang yang melakukan ijtihad: “jika benar ia dapat pahala ganda, jika kelirupun ia masih dapat pahala tunggal”. Ditambah dengan pernyataan Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 110, bahwa untuk mendekati-Nya dapat dilakukan melalui kerja, maka makin lengkaplah dorongan kebahagiaan bekerja itu.

4.1.4 Etos Kerja Islam Merupakan Dasar Dari Etos Kerja ModernKarena dimensi keagamaan inilah, maka seorang muslim sejati harus bekerja dengan menyejajarkan antara kesungguhan dan dedikasi. Bekerja tidak boleh dilakukan dengan sambil lalu. Dikaitkan dengan makna dan tujuan hidup, semakin seseorang bersungguh-sungguh, semakin besar harapannya, semakin dekat pula ia menemukan jalan menuju tujuan hidupnya. Begitu pula sebaliknya, semakin setengah hati, semakin jauh pula pencapaian tujuan hidupnya.Jadi prinsip-prinsip umum yang dikenal dalam dunia kerja modern, yaitu prinsip prioritas dan optimalisasi, pencapaian prestasi dan sebagainya adalah kelanjutan dan derivasi dari prinsip etos kerja Islam. Mari kita perhatikan do’a nabi : “Ya Allah, ampuni dosaku terhadap sesuatu yang aku dahulukan, padahal bukan sesuatu yang seharusnya aku dahulukan”, atau pernyataan beliau : “Muslim yang baik adalah yang kehidupannya hari ini lebih baik dari kehidupannya kemarin, dan kehidupannya esok lebih baik dari kehidupannya hari ini”.Pada tingkat tertinggi, seorang profesional muslim yang telah menghasilkan prestasi dan posisi tertentu sebagai hasil kerjanya yang bersungguh-sungguh, harus bersedia mengorbankan hasil kerja itu demi menegakkan kebenaran yang diperintahkan Allah SWT.; dengan kata lain seluruhnya harus disubordinasikan terhadap tauhid yang harus diangkatnya tinggi-tinggi.

4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Etos KerjaPembentukan dan penguatan etos kerja ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:1. Kualitas pendidikan atau prestasi yang berhubungan dengan profesi dan

dunia kerja.2. Dorongan dari dalam diri sendiri, berupa suasana batin atau semangat

hidup yang bersumber pada keyakinan atau iman (seperti telah dibahas diatas),

3. Hubungan-hubungan tertentu.

4.2.1 Kualitas Pendidikan atau PrestasiEtos kerja sebagai sebuah paradigma, keyakinan dan sikap, pada hakekatnya memerlukan bantuan kecerdasan dan tingkat pendidikan untuk mencerahkan dan menerangi jalan. Agar dapat menetapkan pilihan-pilihan sulit secara tepat, menghadapi berbagai kemungkinan dan risiko besar yang mungkin timbul. Tanpa kecerdasan yang mencerahkan , etos kerja dapat mendorong pada tindakan-tindakan yang berlawanan dengan moralitas.

4.2.2 Dorongan Dari Dalam DiriEtika agama yang merefleksikan seberapa dalam suasana batin dan semangat hidup pemeluknya sangat besar peranannya dalam pembentukan etos kerja. Pada sebagian pemeluk agama, berkembang keyakinan keliru bahwa kaya miskin adalah takdir atau ketentuan Allah, tidak berhubungan dengan realitas ketimpangan-ketimpangan yang ada pada masyarakat serta berada diluar campur tangan manusia. Anggapan demikian tentu saja sangat menyulitkan dan bahkan memustahilkan upaya-upaya mengentaskan kemiskinan. Dari berbagai penelitian, dapat disimpulkan bahwa pandangan deterministik seperti itu ada pada berbagai kelompok pemeluk agama. Seperti diungkap Weber dalam “The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism”, dan barulah setelah Calvinisme, spirit kapitalisme dengan etos kerja tinggi itu bisa berjalan. Diantara ajaran Calvinisme yang berkorelasi positif terhdadap etos kerja adalah:1. Pekerjaan bukanlah semata-mata alat ekonomi, tetapi adalah suatu tujuan

ruhani.2. Ketamakan memang berbahaya bagi ruhani, tetapi tidak begitu berat

dibandingkan kemalasan.3. Sifat rajin, hemat, sabar dan bijaksana adalah paspor yang paling dapat

diandalkan bagi menuju kemakmuran komersial.4. Mengejar kekayaan (dulu dianggap musuh agama) dianggap sebagai

sekutu agama.Begitu juga di Jepang, agama Tokugawalah pemberi ilham bagi kebangkitan ekonomi Jepang. Seperti kita tahu, etika ekonomi Jepang modern berasal dari etika kelas samurai yang merupakan tulang punggung pembaharuan Meiji (1868-1911). Diketahui pula bahwa etika samurai itu berasal dari ajaran-ajaran Tokugawa. Sebuah contoh yang dapat diamati adalah aturan-aturan dalam rumah tangga samurai. Iwasaki, pendiri Mitsubishi yang merupakan adaptasi paling menarik dari etika samurai memegang kuat etika sebagai berikut:1. Jangan disibukkan oleh persoalan-persoalan kecil, pusatkan perhatian

kepada manajemen usaha-usaha besar2. Sekali memulai suatu usaha, yakinlah bahwa engkau akan berhasil3. Jangan melibatkan diri dalam usaha-usaha spekulatif4. Jalankan semua usaha dengan jiwa kepentingan nasional

5. Jangan sekali-kali melupakan jiwa murni pelayanan umum 6. Bekerja keraslah dan hiduplah sederhana, dan penuh perhatian kepada

orang lain7. Gunakan personil yang tepat8. Perlakukan karyawan-karyawanmu dengan baik9. Bersikaplah keras dan tegas dalam memulai suatu usaha, tetapi hati-hati

dan cermatlah dalam kelanjutan usaha itu.Diantara kalangan muslim sendiri, hal yang sama juga terjadi. Hasil penelitian Geertz tentang masyarakat muslim di Pare menyimpulkan bahwa kemajuan perekonomian masyarakat muslim Pare adalah akibat pandangan/etika agama yang dianutnya.

4.2.3 Hubungan-Hubungan TertentuFaktor lain yang mempengaruhi etos kerja seseorang atau kelompok orang adalah berupa hubungan-hubungan tertentu. Misalnya hubungan sosial, politik maupun geografis. Masyarakat Cina Perantauan mempunyai etoskerja yang tinggi. Kesadaran segagai minoritas ditengah “bumi putera”, mendorong meningkatkan etos kerjanya sehingga biasanya lebih tinggi etos kerjanya dibandingkan dengan rata-rata penduduk asli setempat. Kenyatan menunjukkan demikian meskipun etika Hindu dan Kong Hu Cu serta tradisi asli mereka tidak mengajarkan hal seperti itu.

4.3 Etos KewirausahaanEsensi kewirausahaan adalah keteladanan dalam usaha yang memungkinkan berkembangnya potensi-potensi dan peluang-peluang ekonomi. Esensi keteladanan usaha itu diwujudkan dalam komitmen moral yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Tanpa komitmen moral yang kuat, kewirausahaan akan sulit berkembang dan kuat.Moralitas utama yang perlu dijaga adalah:1. kejujuran (shidiq),2. keterbukaan (tabligh),3. komitmen kebersamaan (amanah), dan4. kesediaan mengembangkan diri terus menerus “self learn dan self

improve” (fathanah).Karena etos kerja sangat menentukan etos kewirausahaan, maka tingkat penghayatan etos kerja sangat berpengaruh pada kemampuan kewirausahaan.

Sebuah Alternatif Untuk Melakukan Manajemen Pembinaan Tenaga Kerja Berwawasan IslamUntuk menciptakan tenaga pelaksana profesional secara teknis dan non teknis di lapangan, tidak terlepas dari cara pembinaan kerjanya, mulai taraf pemula hingga profesional. Pembinaan mental selama kerja berlangsung juga sangat penting dilakukan. Hal tersebut dijelaskan secara umum pada sub-bagian berikut.

4.4.1 Konsep Dasar Cara Menciptakan Tenaga Kerja Handal Berwawasan IslamKesuksesan suatu jenis kerja sangat tergantung pada kehandalan tenaga-tenaga pelaksananya. Hal ini ditentukan oleh komponen sistem yang paling

kecil, yaitu masing-masing tenaga kerja atau orang-perorang tenaga kerja. Kehandalan seorang tenaga kerja benar-benar akan dinilai oleh Allah. Perhatikan isi petunjuk berikut: “Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, Allah akan melihat hasil kerjamu, begitu pula rasul-Nya serta orang-orang beriman” Seperti Allah yang senantiasa sibuk (Ar-Rahman ayat 29). Sehubungan adanya penilaian Allah pada setiap pekerjaan yang dilakukan maka seorang Muslim harus selalu menuju kualitas pekerjaan yang lebih baik.Tenaga kerja yang handal harus memiliki kemampuan mengoptimasikan suatu kerja dari beberapa parameter dasar, yaitu mutu, kecepatan dan biaya. Ketiga parameter tersebut biasanya saling bertentangan dalam mencapai suatu tujuan kerja. Biasanya mutu yang baik akan diiring dengan kecepatan rendah dan biaya tinggi. Bila kecepatan tinggi biasanya diikuti dengan biaya murah tetapi mutu kurang baik. Kepandaian mengoptimasi ketiga parameter di atas dapat dimiliki sesorang melalui suatu pendidikan yang tepat dan benar.Konsep pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja berkemampuan tersebut harus dilakukan secara disiplin dan berurutan. Urutan penanaman kemampuan tersebut harus dilakukan sebagai berikut:1. Urutan pertama, menanamkan pentingnya mutu suatu hasil pekerjaan

dengan dana terbatas dengan mengesampingkan kecepatan. Setiap pelatihan harus ditujukan untuk memperoleh kualitas terbaik.

2. Urutan kedua, melatih kecepatan dengan kualitas sesuai standar latihan-latihan pada urutan pertama dengan diiringi penambahan fasilitas (dana).

3. Urutan ketiga, melatih optimasi dari antara kualitas, kecepatan dan biaya.Di sini pelaksana kerja dituntut melatih diri untuk mengembangkan segala kemampuan dan kreativitas yang dimiliki. Ketiga urutan tersebut harus benar-benar berurutan tidak boleh ditukar-tukar. Pengalaman menunjukkan bahwa sangat sulit seseorang akan meningkatkan kualitas hasil kerjanya yang terlanjur berstandar rendah. Melatih meningkatkan kecepatan kerja relatif lebih mudah dibanding melatih meningkatkan standar kualitas hasil kerja. Kecepatan akan meningkat dengan sendirinya bila pekerjaan diulang-ulang terus menerus.Bila mutu dan kecepatan telah menjadi kebiasaan yang tiap-tiap hari dilakukan, penurunan fasilitas penunjang tidak terlalu mempengaruhinya. Pelatihan ini dilangsungkan terus menerus dengan makin lama makin mengurangi fasilitas penunjangnya secara tepat sampai pada batas kewajaran. Filosofi pelatihan-pelatihan tersebut merupakan dasar untuk mencapai tenaga kerja yang benar-benar memahami arti optimasi kerja.

4.4.2 Pendidikan Tenaga Pelaksana KerjaAda dua jalur pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja yang benar-benar profesional dalam arti yang luas. Jalur tersebut adalah :a. Pendidikan formal.b. Pendidikan non formal.Biasanya pada pendidikan formal di Indonesia mengajarkan filosofi dan dasar-dasar teori, kemudian disusul praktek lapangan. Pendidikan ini lebih banyak menitik beratkan pada teori, sedikit praktek dan hampir sama sekali tidak mendidik disiplin kerja. Tipe pendidikan ini biasanya cocok untuk tenaga kerja di kantor, peneliti, pengajar, data processing dan sejenisnya. Untuk menjadi tenaga pelaksana di lapangan yang profesional dalam arti yang luas masih harus melakukan penyesuaian beberapa waktu. Banyak tim-tim kerja lapangan menggunakan pelaksana berjalur pendidikan seperti ini. Biasanya tim-tim ini

berasal dari instansi pemerintah, badan-badan usaha milik negara dan beberapa perusahaan swasta.Pada pendidikan non formal di Indonesia dan di luar Indonesia biasanya menitik beratkan pendidikan pada disiplin dan praktek lapangannya, kemudian disusul penjelasan mengenai filosofi dan teori dasarnya. Pendidikan ini biasanya berlangsung secara bertahap dalam waktu cukup lama dan dapat dianalogikan seperti tahapan pada militer. Di Indonesia, tenaga dengan pendidikan seperti ini jarang ditemui di instansi-instansi dan badan-badan usaha milik negara. Tenaga ini dapat ditemukan di beberapa perusahaan swasta yang cukup handal di bidangnya. Sebagai contoh, suatu perusahaan besar yang bergerak dalam bidang loging pada kegiatan eksplorasi selalu menerima pegawai sarjana atau sarjana muda dari jurusan apa saja asal berlatar belakang fisika dan matematika (tidak mesti harus dari jurusan geofisika atau kebumian). Pegawai tersebut dididik praktek lapangan dan disiplin lapangan dengan cara dan metodanya sendiri. Sebagai contoh, tenaga-tenaga pelaksana lapangan yang handal dari survei seismik banyak diambil dari tenaga-tenaga yang tidak mempunyai pendidikan formal geofisika. Tenaga tersebut dipercaya penuh hanya dengan pendidikan non formal bertahap yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan swasta.Pada kesempatan ini dicoba untuk membandingkan kedua model pendidikan tersebut untuk menjadi tenaga pelaksana profesional secara teknis dan non teknis di lapangan. Untuk mempermudah masalah tersebut, disajikan sebuah contoh perbedaan penguasaan kemampuan manusia dan persyaratan yang dituntut di dalam pekerjaan survei (Tabel 1). Dari Tabel 1 terlihat bahwa pada pekerjaan lapangan diperlukan kemampuan non teknis lebih tinggi dibanding kemampuan teknis. Pada kemampuan teknis, nilai kedisiplinan dan kejujuran masih menempati prioritas di atas nilai ilmiah. Untuk membuat tenaga kerja mempunyai kemampuan non teknis yang tinggi, disiplin teknis yang tinggi dan kejujuran terhadap data yang tinggi, diperlukan pendidikan yang jauh lebih lama dibandingkan dengan pendidikan ilmiah. Menurut pemantauan penulis, pelaksana survei di lapangan lebih sukses dididik melalui jenjang pendidikan non formal bertahap dari pada melalui pendidikan formal. Hal ini perlu penjelasan lebih rinci tetapi tidak dapat disajikan dalam tulisan ini yang masih bersifat "pengantar".Pengetahuan global mengenai latar belakang pendidikan tenaga pelaksana survei ini perlu diketahui sebagai salah satu pertimbangan untuk memilih tenaga kerja dalam merencana suatu pekerjaan survei.

4.4.3 Salah Satu Contoh Pelatihan tenaga Kerja Untuk melatih tenaga kerja agar dan sungguh-sungguh agar menjadi tenaga handal hendaklah diberengi dengan itqan. Bekerja dengan sungguh-sungguh ini dijelaskan dalam ayat Al-Quran berikut: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (Qs. 94:7). Pelaksanaan itqan ini dapat mengadopsi dari beberapa cara yang telah terbukti sukses meskipun diluar bidang yang bersangkutan. Misalnya meneliti untuk mengadopsi cara-cara yang digunakan dalam bidang olah raga. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam dunia olah raga, ketepatan dan kecepatan bertindak selalu dibina dan dipelihara dengan latihan-latihan khusus dan kontinyu. Misalnya seorang pebulu-tangkis dapat memiliki reflek menerima smes, terlebih dahulu mereka harus latihan menerima smes beratus-ratus kali banyaknya. Kelihatannya pembinaan dan

pemeliharaan ketepatan dan kecepatan bertindak tidak ada hubungannya dengan disiplin kerja. Dari kajian manajemen, hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan. Dari sekian banyak pelaksana kerja, hanya beberapa orang saja yang secara tidak langsung atau tidak sengaja melakukan pembinaan dan pemeliharaan kecepatan dan ketepatan bertindak. Kondisi tersebut terjadi karena memang belum ada budaya dan belum ada ilmu yang benar-benar meneliti hal tersebut selain pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi (misalnya pilot penerbangan).Pada disiplin kerja penerbangan, budaya dan ilmu mengenai pembinaan dan pemeliharaan ketepatan dan kecepatan bertindak sudah cukup maju. Sebagai contoh seorang pilot tidak boleh menjadi penerbang utama meskipun telah mengetahui ilmu dan cara-cara menerbangkan pesawat bersangkutan, sebelum memenuhi jam terbang tertentu. Pilot tersebut harus menjadi penerbang pembantu terlebih dahulu selama jam terbang tertentu. Untuk mendarat di suatu bandara yang belum dikenal, seorang pilot (penerbang utama) harus berlatih beberapa kali tinggal landas dan mendarat hingga memenuhi persyaratan. Latihan dan lamanya pengalaman merupakan harga mati yang tak dapat ditawar-tawar lagi untuk melakukan suatu pekerjaan penerbangan. Meskipun disiplin kerja yang lain yang tidak beresiko sebesar disiplin kerja penerbangan tetapi latihan-latihan untuk membina ketepatan dan kecepatan bertindak atau reflek kerja perlu dilakukan untuk mengoptimalkan hasil. Sebuah contoh dari kajian dibidang pekerjaan survei geofisika, hal tersebut dapat menekan kesalahan-kesalahan kerja 5% - 20%. Angka tersebut cukup mengejutkan, apa lagi dihitung dengan nilai uang. Sehubungan hal tersebut, dalam manejemen syariah mengharuskan setiap orang yang bekerja dalam bidangnya masing-masing harus melakukan latihan-latihan untuk membina ketepatan dan kecepatan bertindak.

Tabel 4.1SEBUAH CONTOH PERBANDINGAN KEMAMPUAN AWAL TENAGA KERJA DARI PENDIDIKAN FORMAL DAN DARI PENGALAMAN PRAKTIS DALAM

SEBUAH PEKERJAAN SURVEI

Jenis kemampuantenaga kerjayang harus

dikuasaiagar profesional

Penggunaan jenis

kemampuanDi lapangan

Penguasaan jenis kemampuan awal

tenaga kerja

Pendidikanformal

Pendidikanpengalaman

praktisKemampuan teknis- Penguasaan

teori- Keterampilan

meng-operasikan alat

- Kemampuan meng-atasi kerusakan alat

- Kemampuan meme- cahkan problem teknis

10 – 45% Besar Kecil

Kemampuan non teknis- Keterampilan

me-rawat dan menjaga alat

- Kedisiplinan- Kepemimpinan

& organisasi- Kemandirian- Kemampuan

ber- adaptasi- Kemapuan

bekerja efisien

55 – 90% Kecil Besar

Arah dari latihan-latihan harus berorientasi pada tahapan-tahapan sesuai diagram alir Gambar 4.1. Baik latihan membaca peralatan, pengumpulan data, membuat sesuatu, pengontrolan kualitas dsb. selalu berorientasi sesuai diagram alir Gambar 4.1. Tahapan-tahapan Gambar 4.1 dilakukan secara pelan kemudian agak cepat, cepat dan sangat cepat. Diharapkan latihan tersebut dapat menjadi refleks kerja. Apa yang dilakukan dalam latihan pembinaan ketepatan dan kecepatan bertindak dalam disiplin kerja ini dapat dilakukan dengan cara magang atau belajar dari literatur yang lengkap.

Gambar 4.1TAHAPAN PELATIHAN MENENTUKAN

KEBIJAKAN KERJA

Sebagai penjelasan dari konsep tahapan pelatihan menentukan kebijakan kerja (Gambar 4.1) dicontohkan dari latihan seorang operator gravitimeter dalam bidang Eksplorasi agar menjadi profesional membaca gravimeter pada uraian berikut.Untuk menjadi seorang operator gravitimeter profesional, seorang operator harus melalui tahapan pelatihan sebagai berikut :a. Operator harus dapat secara cepat membedakan peralatan dalam keadaan

baik atau rusak (benar atau salah).b. Bila alat dalam keadaan baik (benar), benar atau salahnya bacaan alat

tersebut harus dapat diketahui operator secara cepat.c. Bila bacaan alat dikategorikan benar dan masih ada nois-nois yang

mengganggu, maka operator harus secara cepat menentukan hal-hal berikut : bila bacaan bernois, harus dapat memilih bacaan yang kurang bernois

dari yang bernois (memilih yang kurang salah dari yang salah-salah). bila bacaan sangat kurang noisnya, harus dapat memilih bacaan yang

benar-benar baik dari yang telah baik.

Melatih memilihyang terbenar dari yang

benar-benar

Melatih memilih yangKurang salah dariyang salah-salah

Melatih mengkonsistenkan pelaksanaanKebijakan kerja

Suksesterlatih

Melatih memilihSalah dan benar

Melatih melihatkecenderungan

Kurangsukses

Melatih menentukan kebijakan kerja

bila bacaan selalu mempunyai kecenderungan tertentu, harus dapat diketahui kecenderungan tersebut.

d. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas operator harus dapat menentukan secara cepat harga bacaan alatnya. Penentuan bacaan tersebut dilakukan melalui kebijakan relatif dalam disiplin ilmu geofisika.

e. Kebijakan tersebut harus dilakukan secara konsisten dalam setiap melakukan pembacaan alat.

f. Hal yang diuraikan pada bagian a hingga e harus diulang terus menerus dalam suatu waktu tertentu hingga diperoleh suatu refleks bacaan yang konsisten dan baik hasilnya. Bila refleks bacaan tersebut telah diperoleh, maka seorang operator dapat dikatakan sebagai operator profesional dalam membaca gravitimeter.

Kesuksesan operator dalam membina refleks bacaan gravitymeter dapat dimonitor dari nilai bacaan stasionernya tiap 10 menit secara kontinyu selama beberapa hari (tiap hari minimal 12 jam). Bila Perbandingan bacaannya antara waktu yang satu dengan waktu yang lainnya telah smooth (mengecil errornya) hingga suatu titik optimal maka operator tersebut dapat dikatakan sukses dalam melatih refleks bacaannya. Biasanya seorang pemula dengan kondisi fisik normal, memerlukan waktu kurang lebih 1 minggu untuk mencapai refleks tersebut sedang seorang operator gravitimeter hanya memerlukan waktu 1-3 hari saja.Dengan demikian agar menjadi seorang operator profesional membaca gravitymeter diperlukan waktu tertentu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Waktu tersebut harus selalu disediakan sebelum melakukan survei gravitasi. Latihan tersebut dapat dianalogikan dengan seorang pembantu pilot yang harus menempuh jam terbang tertentu untuk dapat menjadi pilot.Di dalam dunia kerja, jarang ada yang mengembangkan ketentuan-ketentuan mengenai jenis pelatihan. Dalam buku ini sengaja menunjukkan pentingnya hal tersebut. Dari kajian pengalaman, dapat ditunjukkan contoh perkiraan waktu pelatihan-pelatihan tersebut ditiap bidang kerja pada Tabel 4.2. Meskipun belum selengkap yang diharapkan, Tabel 2 dapat dijadikan sebagai acuan dari masing-masing jenis pekerjaan untuk mencapai predikat professional mengoperasikan alat.Meskipun predikat profesional dalam membaca atau mengoperasikan alat telah disandang, belum tentu seorang dapat dikatakan profesional dalam arti yang luas. Di dalam dunia kerja lapangan, masalah yang dihadapi tidak hanya membaca alat atau mengoperasikan alat tetapi masalah-masalah non-teknis jauh lebih banyak. Keprofesionalan menangani masalah-masalah non teknis sangat tergantung dari pengalaman dan tanggung jawab pelaksana kerja masing-masing.Pelatihan kerja lapangan tidak hanya dilakukan untuk membaca atau mengoperasikan alat tetapi harus dilakukan juga pada olah data dan pengontrolan kualitas. Tabel 4.3 ditunjukkan contoh perkiraan waktu atau volume pelatihan agar benar-benar mencapai predikat profesional sebagai pengontrol kualitas data.Contoh-contoh diatas memberikan penjelasan pentingnya sebuah langkah menuju tenaga kerja yang handal melalui peneratan konsep itqan. Dalam disiplin kerja lain tentunya akan berbeda caranya tetapi filosofi penerapan itqannya tetap sama.

Tabel 4.2SEBUAH CONTOH PERKIRAAN WAKTU ATAU VOLUME PELATIHAN

UNTUKMEMPEROLEH REFLEKS KERJA

( DICONTOHKAN DIBIDANG EKSPLORASI GEOFISIKA)

Jenis pekerjaan

PelaksanaKeteranganPemula Pernah

melakukan Secara

propfesional

Mengukur tahanan jenis sounding

30 – 60 sounding 5 – 10 sounding

Mengukur CSAMT

20 – 30 pengukuran 5 – 10 pengukuran

Mengukur gravitasi

7 hari 1 – 3 hari Membaca gravity-Meter secara diam selang 10 menit

Mengukur magnetik

7 hari 0,5 hari

Mengukur IP 75 – 150 set up 5 – 10 set up

Mengukur tahanan jenis kompleks

75 – 150 set up 5 – 10 set up

Mengukur EM-VLF

3 – 7 hari 2 – 3 hari

Mengukur SP 5 – 7 hari 3 – 5 hari

Mengukur TEMsounding

40 – 50 pengukuran 10 – 15 pengukuran

Catatan : Semua pengukuran dilakukan dengan cara dan prosedur yang benar.

4.4.4 Memelihara Mental Pelaksana Kerja di Tempat TerpencilKondisi mental pelaksana di lapangan terpencil sangat mempengaruhi produksi dan kualitas. Selain menyebabkan penurunan produksi pengukuran dan penurunan kualitas, penurunan mental pelaksana di lapangan juga dapat merusak peralatan-peralatan, meskipun hal tersebut terjadi dengan tidak ada unsur kesengajaan.

Pada dasarnya semua pelaksana kerja bila tidak ada gangguan kesehatan ataupun psikologi keluarga, memiliki mental yang cukup baik untuk melakukan pekerjaannya. Kondisi mental pelaksana kerja secara normal rata-rata akan menurun setelah lewat 2 bulan di lapangan terpencil. Penurunan tersebut bisa lebih awal terjadi atau lebih dari 2 bulan di lapangan, tergantung dari kondisi lapangan yang dihadapi. Secara umum penurunan tersebut disebabkan antara lain :

Tabel 4.3SEBUAH CONTOH PERKIRAAN VOLUME PELATIHAN UNTUK

MEMPEROLEHREFLEKS PENGONTROL BEBERAPA MACAM KUALITAS KERJA

(DICONTOHKAN DALAM SUATU PEKERJAAN EKSPLORASI GEOFISIKA)

Jenis pekerjaanPelaksana

KeteranganPemula Pernah melakukan

Secara profesional

Matching atau modelingSounding tahanan jenis

30 – 60 stasion

10 – 15 stasion Dengan berbagai tipe model

Modeling ID - CSAMT 30 – 60 stasion

10 – 15 stasion Dengan berbagai tipe model

Modeling TEM sounding

40 – 50 stasion

10 – 15 stasion Dengan berbagai tipe model

Mengontrol pengukuran sounding tahanan jenis

30 – 60 sounding

5 – 10 sounding

Mengontrol pengukuran gravitasi

3 – 5 lokasi survei

7 hari Mengontrol data terpadu (elevasi, posisi & gravitasi)

Mengontrol pengukuran magnetik

7 hari 2 hari

Mengontrol pengukuran IP

75 – 150 set up

5 – 10 set up

Mengontrol pengukuran tahanan jenis kompleks

75 – 100 set up

5 – 10 set up

Mengontrol pengukuran EM - VLF

2 – 3 hari 2 – 3 hari

Mengontrol pengukuran SP

5 – 7 hari 3 – 5 hari

Mengontrol pengukuran TEM sounding

40 – 50 pengukuran

10 – 15 pengukuran

Catatan : Semua pekerjaan dilakukan dengan cara dan prosedur yang benar.

1. Kesulitan medan, semakin sulit medan akan semakin cepat penurunan mental pelaksana survei

2. Kelengkapan atau keteraturan sarana penunjang, semakin baik sarana penunjang (makan, akomodasi, suasana kerja, kelancaran logistik) akan semakin lama saat penurunan mental pelaksana survei.

3. Desain penyebaran aktivitas kerja, desain kerja yang baik akan dapat merangsang gairah kerja sehingga dapat menunda penurunan mental keja.

Paduan ketiga unsur di atas yang serasi akan dapat meningkatkan semangat kerja sekaligus dapat memperlambat waktu penurunan mental kerja. Pengetahuan ini penting diketahui oleh perencana-perencana kerja agar dapat merencana dengan hasil yang optimal.

4.5 Sedikit Pesan Kepada Mereka yang Akan Melaksanakan KerjaBagaimana seharusnya kita kerja agar benar-benar bermanfaat. Bagi mereka yang beragama Islam ikutilah petunjuk berikut:1. At-Taubah ayat 105 sebagai berikut: “Dan katakanlah: Bekerjalah kamu,

Allah akan melihat hasil kerjamu, begitu pula rasul-Nya serta orang-orang beriman”

2. Malas sangat dibenci oleh Allah seperti yang tergambar dalam doa Nabi : “Dan aku mohon perlindungan kepada-Mu daripada sikap lemah dan malas”.

3. Niat yang murni demi Allah semata; dalam bahasa agama disebut Ikhlas. Tanpa itu, kerja yang dilakukan hanya akan seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu jadi bersihlah ia (Al-Baqarah ayat 264).

4. Sesungguhnya diantara kesulitan itu ada kemudahan (Alam Nasyrah ayat 6)

4.6. Penerapan Gaya Perilaku Manusia Di Lingkungan KerjaMenurut para ahli, gaya perilaku orang dapat digolongkan menjadi empat tipe yang saling berbeda. Tipe-tipe gaya perilaku tersebut kadang-kadang benar-benar terlihat menyolok kadang-kadang terlihat samar-samar. Meskipun demikian sangat perlu diketahui sebagai salah satu pertimbangan dalam menempatkan jenis pekerjaan yang cocok agar memperoleh hasil yang optimal. Gaya perilaku ini dapat dikenali dari tindakan kita sehari-hari atau dilakukan tes khusus untuk mengetahuinya. Tipe-tipe gaya perilaku tersebut adalah : Gaya perilaku orang tipe D (“dominance”) Gaya perilaku orang tipe I (“influence”) Gaya perilaku orang tipe S (“steadiness”) Gaya perilaku orang tipe C (“complience”)Keempat gaya perilaku tersebut dijelaskan dalam uraian berikut.Gaya perilaku orang tipe D (“dominance”) adalah gaya perilaku yang berfokus untuk membentuk lingkungan dengan cara “mengalahkan”. Mereka yang bergaya perilaku ini mempunyai kecenderungan sebagai berikut : Mengutamakan hasil Menerima tantangan Cepat mengambil keputusan Mementingkan logika Berkuasa

Cepat bosan Kurang sabar LugasMereka menginginkan kondisi lingkungan yang cenderung dapat melakukan tindakan atas dasar: Kekuatan dan kekuasaan Prestasi dan tantangan Kesempatan untuk keberhasilan individu Jawaban yang langsung Peluang untuk kemajuan Kegiatan bervariasi Bebas dari pengawasanGaya perilaku orang tipe I (“influence”) atau (mempengaruhi orang lain) adalah gaya perilaku yang berfokus untuk membentuk lingkungan dengan cara berusaha mempengaruhi orang lain. Gaya perilaku ini mempunyai kecenderungan sebagai berikut : Menjadi penghubung Lebih banyak berbicara daripada bertindak Menciptakan lingkungan yang memacu motivasi Bersemangat Senang membantu atau menghibur orang Memperhatikan prestiseMereka menginginkan kondisi lingkungan yang cenderung dapat melakukan tindakan atas dasar: Pengakuan dan popularitas Kebebasan mengungkapkan perasaan Aktivitas di luar “ruang lingkup” yang telah ada Hubungan yang demokratis Kesempatan untuk memberi “coaching & counsellingGaya perilaku orang tipe S (“steadiness”) adalah gaya perilaku yang berfokus untuk bekerja sama dengan orang lain untuk melaksanakan sesuatu. Gaya perilaku ini mempunyai kecenderungan sebagai berikut : Mengerjakan sesuatu yang jelas Loyal “Diam” Fokus pada hubungan antar manusia Pendengar yang baik Menenangkan orang lain Tidak dapat mengatakan “tidak” Bertindak berdasarkan perasaanMereka menginginkan kondisi lingkungan yang cenderung dapat melakukan tindakan atas dasar: Situasi yang aman Apresiasi yang tulus Pola kerja yang jelas Tenang Tidak banyak berubah kecuali memang perlu Waktu bukan hal yang utama Lingkungan yang akrab dan hangat

Gaya perilaku orang tipe C (“complience”) adalah gaya perilaku yang berfokus untuk memastikan pekerjaan memenuhi standar kualitas. Gaya perilaku ini mempunyai kecenderungan sebagai berikut : Bekerja berdasarkan aturan yang jelas Teliti dan rinci Mengutamakan kualitas Memperhatikan ketepatan Kritis Bekerja dibawah pengawasanMereka menginginkan kondisi lingkungan yang cenderung dapat melakukan tindakan atas dasar: Jaminan dan lingkungan yang aman Standar dan prosedur yang jelas Kelompok kerja yang terbuka Atasan yang terbuka Suasana suportifTipe gaya perilaku tersebut merupakan bagian dari fitrah manusia meskipun pada perkembangannya dapat berubah karena lingkungannya. Uraian diatas menjelaskan kondisi sebenarnya tipe-tipe gaya perilaku suami atau istri. Dalam kehidupan sehari-hari tentunya gaya peri laku suami atau istri tersebut tidak akan tampak jelas seperti hal-hal yang telah di jelaskan diatas. Orang lain akan memberi kesan atau pandangan yang hampir sama dengan tipe-tipe gaya perilaku seorang suami atau seorang istri tersebut ( yang dimaksud orang lain dapat diartikan suami melihat gaya perilaku istrinya atau istri melihat gaya prilaku suaminya).

4.6.1. Bagaimanakah Orang Lain Melihat Kelemahan Anda ?Berikut ini dijelaskan pendapat atau kesan orang lain dalam menilai gaya dan perilaku anda, terlepas anda sebagai seorang pegawai rendah ataupun atasan. Bila anda tergolong tipe D, orang lain memandang anda mempunyai kecenderungan berperilaku negatif sebagai berikut : Kasar Agresif Dominan Keras Mau menangMeskipun demikian anda akan dinilai sebagian orang sebagai seorang yang berperilaku positif karena terlihat cepat menentukan, mandiri, efisien, praktis, lugas dan kukuh. Bila anda tergolong tipe I, orang lain memandang anda mempunyai kecenderungan berperilaku negatif sebagai berikut : Mudah tergantung Egois Bereaksi “Manipulatif” CerewetMeskipun demikian anda akan dinilai sebagian orang sebagai seorang yang berperilaku positif karena terlihat “stimulus”, antusias, dramatis, ramah dan perhatian pada individu. Bila anda tergolong tipe S, orang lain memandang anda mempunyai kecenderungan berperilaku negatif sebagai berikut : “Mudah sesuai” (mungkin mudah mengikut)

Aneh Sangat tergantung Lambat Malu-malu Tidak punya pendapatMeskipun demikian anda akan dinilai sebagian orang sebagai seorang yang berperilaku positif karena terlihat suportif, menurut, dapat dipercaya, dapat diandalkan dan menyenangkan.Bila anda tergolong tipe C, orang lain memandang anda mempunyai kecenderungan berperilaku negatif sebagai berikut : Kritis (suka mengkomplain) Kaku Bimbang “Moralis” Pilih-pilihMeskipun demikian anda akan dinilai sebagian orang sebagai seorang yang berperilaku positif karena terlihat teliti, gigih, tertib, serius, rajin dan tekun.Dapat dimengerti bahwa kesan negatif dapat mengganggu, bahkan merusak hubungan kerja. Untuk menguranginya, mereka yang bergaya peri laku D, I, S atau C dianjurkan membaca, menelaah dan mengamalkan aturan-aturan Islam yang bersangkutan, dengan dosis yang memadai. Dengan diketahuinya hal-hal tersebut diatas diharapkan mereka dapat mengukur dirinya sendiri, mengukur diri teman sejawatnya, kemudian melatih diri sendiri dan memposisikan dirinya terhadap teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif.

4.6.2. Bagaimana Anda Menyikapi Rekan KerjaBagaiomana kita menyikapi seorang yang tergolong tipe D, anda harus mengerti bahwa untuk mencapai suatu prestasi mereka memerlukan orang atau mitra kerja yang dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : Menimbang keuntungan dan kerugian Memperhitungkan segala resiko Hati-hati Memperhatikan kebutuhan orang lain Sabar Punya rasa humor LuwesPada mereka yang tergolong tipe I, anda harus mengerti bahwa untuk mencapai suatu prestasi yang baik mereka memerlukan orang atau mitra kerja yang dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : Memusatkan perhatian pada tugas Berbicara tegas dan lugas Teliti Tekun Sabar Cepat mengambil keputusan Memberi batas waktuSeseorang yang bergaya perilaku S, anda harus mengerti bahwa untuk mencapai suatu prestasi yang baik mereka memerlukan orang atau mitra kerja yang dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : Cepat bereaksi terhadap perubahan

Mendorong untuk maju Mendorong untuk mengemukakan pendapat Memberi tekanan pada hasil Memberi batasan pada waktu Mendesak untuk mengambil keputusan Memberi tantanganSeseorang yang bergaya perilaku C, anda harus mengerti bahwa untuk mencapai suatu prestasi yang baik mereka memerlukan orang atau mitra kerja yang dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : Membuat keputusan dengan cepat Luwes Punya rasa humor Santai Pemicu ide

4.6.3. Apa Yang Seharus Dilakukan ?Untuk mengurangi kesan negatif pada masing-masing tipe gaya perilaku, telah disajikan alat yang sangat handal, yaitu Al-Quran dan Hadis. Sebenarnya aturan-aturan tersebut dilengkapi dengan petunjuk cara pemakaiannya, tetapi pada zaman sekarang yang berjarak sangat jauh dari zaman kehidupan Rasulullah telah melupakan petunjuk-petunjuk tersebut. Misalnya suatu aturan agar menolong orang-orang miskin, anak yatim dan seterusnya, ditujukan pada orang-orang mampu, bukan ditujukan pada orang-orang miskin. Perintah bersikap tegas tentunya lebih ditujukan kepada orang-orang yang berhati bimbang, demikian seterusnya. Dalam hal ini penulis menekankan pentingnya dosis menghapal dan latihan melaksanakan aturan-aturan yang berkaitan dengan manajeman dan gaya perilaku orang. Demikian juga dalam menerapkan Al-Quran dan hadis untuk mengurangi kesan negatif dari tipe-tipe gaya perilaku orang; harus menggunakan dosis yang sesuai. Para pemilik tipe gaya perilaku harus dapat menentukan dosisnya sendiri-sendiri. Misalnya Orang tipe D lebih menambah frekuensi dalam mengusahakan penerapan perintah sabar dibanding orang tipe S. Mengapa demikian ?. Karena orang bertipe S akan dengan sendirinya melakukan perintah sabar tanpa dilatih. Hal tersebut harus benar-benar dicermati, karena dosis latihan yang salah tidak akan banyak mengurangi kesan negatif tersebut. Berikut ini dijelaskan beberapa ayat Al-Quaran dan hadis untuk dipahami dan sering diingat olah masing-masing penyandang tipe gaya perilaku.

4.6.3.1. Bila anda termasuk memiliki tipe gaya perilaku dominance (D)Berikut ini dijelaskan agar mereka yang bertipe D banyak-banyak mengingat aturan-aturan Al-Quran berikut: Dan (ingatlah juga), takala Rabbmu memaklumkan:"Sesungguhnya jika

kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. 14:7)

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. 31:17)

..... apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS. 3:159)

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…(QS. 3:159)

… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. 5:2)

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. 3:134)

Bersyukur, bersabar, bertawakal, berlaku lemah lembut, tidak bersikap keras serta berhati kasar, bermusyawarah, tolong-menolong dan mudah memaafkan merupakan hal-hal penting yang benar-benar harus dihafal dan dilatih pada mereka istri yang berperilaku dominan (D).

4.6.3.2. Bila anda termasuk memiliki tipe gaya perilaku mempengaruhi orang lain (I)Gaya perilaku orang tipe I yang tampak menyolok negatif adalah egois, cerewet “manipulatif” dan mudah bereaksi. Gaya perilaku ini kadang-kadang lupa akan rahasia-rahasia yang harus disembunyikannya. Untuk menguranginya kenegatifan tersebut (dalam hal menjaga kerukunan keluarga), maka perempuan bertipe ini harus mengingat benar-benar sabda Rasulullah sebagai berikut: "Setiap wanita yang tidak cocok dengan suaminya dan membujuknya agar berbuat sesuatu diluar kemampuannya, maka amal-amalnya tidak akan diterima oleh Allah. Ia akan merasakan kemurkaan Allah di hari kebangkitan". Mereka yang bertipe I harus benar-benar mengkonsentrasikan pengamalan aturan-aturan Islam berikut ini. Rasulullah bersabda : "sejelek-jelek manusia di-sisi Allah pada hari Qiyamat ialah seorang bersendirian (membuka rahasia) dengan perempuan dan ia (suami) buka rahasia istrinya". (hadis riwayat Muslim). Dalam hadis lain juga dikatakan hal yang sama, yaitu : "Dari sebesar-besar marah disisi Allah pada hari Qiamat, ialah seorang laki-laki menerangkan rahasia kepada istrinya dan begitu pula istri kepada suami, kemudian (suami-istri) menyiarkan rahasia itu". (hadis riwayat Muslim) Hadis ini harus menjadi slogan bagi mereka-mereka yang bertipe perilaku I. Hadis ini akan mencegah seorang bertipe gaya perilaku I untuk membuka rahasia, hal ini penting diingat karena mereka kadang-kadang lupa bila telah berbicara, lupa bila telah berceritera. Seperti halnya orang-orang bertipe D, mereka yang bertipe I juga sangat perlu memokuskan diri pada ayat-ayat yang mengharuskan berbuat sabar, tawakal, syukur dan musyawarah. Perhatrikan apa yang telah disajikan di subbagian 5.3.1.

4.6.3.3. Bila anda termasuk memiliki tipe gaya perilaku “steadiness”(S)Berbahagialah anda baik sebagai seorang yang bertipe gaya perilaku S, gaya perilaku S sangat mendukung dalam menggalang kerukunan kerja. Meskipun demikian tipe gaya perilaku ini dipandang negatif oleh orang lain karena dianggap “mudah sesuai” (mungkin dianggap mudah mengikut), aneh, sangat tergantung, lambat, malu-malu dan tidak punya pendapat. Diantara hal-hal negatif tersebut yang dianggap relatif sangat negatif adalah lambat dan tidak punya pendapat; dalam kondisi ekstrim bisa dikatakan “munafik” meskipun sebenarnya tidak munafik. Untuk menguranginya, mereka yang bertipe gaya prilaku S harus benar-benar mengingat, menghayati dan mengamalkan ayat-ayat berikut ini : Agar dapat bertindak cepat dan menghargai waktu, diharuskan

mengamalkan Al-Quran yang benar-benar menghargai waktu, yaitu surat 103 ayat 1: “Demi masa”.Ini sangat penting bagi orang-orang bertipe S karena biasanya saking takutnya menyinggung perasaan orang lain, mereka selalu menunda, mengulur waktu atau lupa waktu untuk mengambil suatu keputusan. Didalam aturan agama kadang-kadang suatu menemui masalah yang sangat memerlukan ketegasan yang harus cepat diputuskan. Oleh sebab itu untuk menjaga kinerja lingkungan kerja maka orang-orang bertipe perilaku S ini harus selalu mengingat ayat tersebut diatas.

Abdullah Ibn Amir menerangkan bahwa Rasulullah bersabda :”Ada empat perkara; barang siapa ada pada yang empat tersebut adalah munafik tulen, barang siapa ada salah satu dari empat perkara tersebut adalah munafik. Empat perkara tersebut adalah : Apabila dipercaya, berkhianat; apabila berbicara, berdusta; apabila membuat perjajian dengan seseorang, ingkar; dan apabila bertengkar, curang”. Penulis tidak mengatakan bahwa orang-orang bertipe perilaku S mempunyai kecenderungan munafik tetapi perilakunya yang tidak tegas dan relatip menurut pada orang lain, dapat diartikan orang lain mendekati hal-hal seperti itu. Meskipun orang bertipe perilaku S bukan orang munafik, tidak ada jeleknya bila orang-orang ini selalu mengingat hadis tersebut diatas.

4.6.3.4. Bila anda termasuk memiliki tipe gaya perilaku “complence”(C)Tipe gaya perilaku C dipandang orang negatif karena dianggap kritis (suka mengkomplain, membetulkan), kaku, bimbang, “moralis” dan pilih-pilih. Diantara hal-hal yang diaggap paling negatif adalah kaku dan suka mengkomplain. Mengkomplin adalah pekerjaan yang baik, karena bertujuan untuk meluruskan sesuatu pada tatanannya, masalahnya difinisi tatanan yang dianggap baik ini relatif. Terlalu banyak komplin bisa menimbulkan salah pengertian. Terlalu banyak komplain menyebabkan citra “kurang bisa berterima kasih”. Mereka selalu berorientasi sesuatu yang berkualitas tinggi. Mereka yang bertipe gaya perilaku C hendaknya benar-benar menghayati sabda-sabda Rasulullah sebagai berikut: Setelah beriman kepada Allah, tidak ada karunia yang lebih besar dari pada

mempunyai kecocokan dengan pasangan hidupnya. (hal ini bisa diartikan kecocokan dengan mitra kerjanya).

Wanita yang paling baik diantara istri-istrimu adalah yang menunjukkan penghargaan ketika suaminya pulang membawa oleh-oleh dan yang tidak

merasa kecewa bila suaminya tidak membawa apa-apa. . (hal ini bisa diartikan penghargaan dari mitra kerjanya).

Barang siapa tidak berterima kasih kepada orang yang telah menolongnya, berarti dia tidak bersyukur atas rahmat yang diberikan oleh Allah.

Makan dan minumlah tetapi jangan berlebihan (QS. Al-A'raf ayat 31). Rasulullah bersabda bahwa tidak ada yang lebih buruk pada manusia dari

pada mencari kesalahan orang lain dan mengabaikan kesalahan dirinya.

4.6.3.5. Hal-hal lain perlu diperhatikan mereka yang bergaya perilaku D, I dan CNasehat-nasehat ini perlu diingat baik pada suami maupun istri yang bergaya perilaku D, I dan C. Nasehat tersebut terdapat dalam wasiat Luqman kepada puteranya. "Hai anakku jauhkanlah dirimu dari wanita-wanita yang berperangai buruk. Mereka akan membuatmu beruban sebelum waktunya. Jauhkanlah dirimu dari wanita-wanita jahat, karena mereka tidak akan mengajakmu kearah kebaikan. Dan tetaplah bersikap waspada walaupun terhadap yang baik diantara mereka". Nasehat tersebut penting agar tidak berperangai buruk.Agar mereka yang bergaya perilaku D lebih dapat mengontrol dirinya disajikan sebuah deretan ayat-ayat yang berhubungan dengan hal sabar dan bersikap lemah lembut. Ayat-ayat itu ditunjukkan dalam apendik 5. Hal yang sama juga berlaku agar mereka yang bergaya perilaku I dan S dapat mengontrol dirinya disajikan ayat ayat yang cocok; hal itu disajikan juga pada apendik 5.

4.7 Penerapan Gaya Perilaku Manusia Untuk Meningkatkan Kualitas KerjaMeskipun semua orang dapat melakukan suatu jenis pekerjaan tetapi akan lebih cocok bila dilakukan orang yang mempunyai gaya perilaku yang sesuai. Dari apa yang telah dijelaskan di subbagian-subbagian diatas dapat dipelajari kecocokan jenis pekerjaan pada mereka yang bergaya perilaku D, C, S ataupun I. Pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan ketekunan yang tinggi, misalnya pekerjaan penelitian, laboratorium, peerhitungan-perhitungan numeric, dsb. sangat cocok pada mereka yang bergaya perilaku C. Pekerjaan yang menuntut suatu ketegasan, tindakan cepat, disiplin dan sejenisnya, seperti halnya angkatan bersenjata, petugas keamanan, pekerja-pekerja keras dilapangan, dsb. coccok pada mereka yang bergaya perilaku D. Pekerjaan yang memerlukan usaha penerangan dan penjelasan terus-menerus, misalnya humas, pemasar, juru dahwah, dsb. sangat cocok pada mereka yang bergaya perilaku I. Pekerjaan yang memerlukan kesabaran, melakukan pelayanan, pekerjaan social, dsb. lebih tepat dilakukan oleh mereka yang bergaya perilaku S.Ketepatan penempetan jabatan pada orang-orang yang sesuai dengan gaya perilakunya akan menambah gairah kerja dan optimasi yang tinggi. Akan sangat ideal bila manajer dapat merangkai-rangkaikan job diskribsi dengan gaya perilaku orang-orang yang melakukan pekerjaan tersebut agar dapat memberi nilai tambah. Misalnya di lingkungan orang-orang bergaya perilaku C (di laboratorium penelitian), ditempatkan seorang yang bergaya perilaku D dengan job dirkribsi yang jelas untuk mengurangi kelemahan yang rata-rata tidak tahu batasan waktu. Hal itu memerlukan seni desain membangun sistem lingkungan kerja yang optimal. Dengan perencanaan desain lingkungan kerja yang baik diharapkan dapat memperoleh hasil yang memuaskan.

Penjelasan gaya perilaku ini kadang-kadang perlu diberikan pada suatu lingklungan kerja untuk mengurangi kesalah pahaman dalam menyikapi rekan atau mitra kerjanya. Mereka lebih dapat mengerti dan memaklumi mengapa rekan kerja atau mitra kerjanya kadang-kadang melakukan hal-hal yang tidak disukai.Dengan diketahuinya pengetahuan tentang gaya perilaku manusia maka desain hubungan kerja dapat dilakukan dengan baik sehingga memperoleh hasil yang maksimal.