papuabarat.bps.go · ii. metodologi 7 2.1 sejarah penghitungan ipm 7 2.2 pengukuran pembangunan...
TRANSCRIPT
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
PROVINSI PAPUA BARAT 2016
Nomor ISSN : 2089-1660
Nomor Publikasi : 91550.1705
Katalog : 4102002.91
Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm
Jumlah Halaman : x + 71 halaman
Naskah :
Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik
Penyunting:
Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik
Gambar Kulit :
Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik
Diterbitkan oleh :
©BPS Provinsi Papua Barat
Dicetak Oleh :
CV. Nasional Indah
Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau menggandakan sebgian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar iii
Daftar Isi vi
Daftar Tabel vii
Daftar Gambar viii
I. Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 4
1.3 Manfaat Penulisan 5
1.4 Sistematika Penulisan 5
II. Metodologi 7
2.1 Sejarah Penghitungan IPM 7
2.2 Pengukuran Pembangunan Manusia 7
2.3 Perubahan Metodologi IPM 9
2.4 Cakupan Perubahan Metodologi 11
2.5 Dampak Perubahan Metodologi 12
2.6 Implikasi IPM Metode Baru di Indonesia 13
2.7 Penghitungan IPM Metode Baru di Indonesia 14
2.8 Ilustrasi Penghitungan IPM Metode Baru 24
2.9 Klasifikasi / Pemeringkatan IPM Metode Baru 26
III. KONDISI UMUM PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI PAPUA BARAT 29
3.1 Sekilas Provinsi Papua Barat 29
3.2 Status Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 34
3.3 Pembangunan Manusia Bidang Kesehatan 36
3.4 Pembangunan Manusia Bidang Pendidikan 41
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) 42
Harapan Lama Sekolah(HLS) 43
3.5 Pembangunan Manusia Bidang Ekonomi 44
3.6 IPM dan Kemiskinan 47
3.7 Perkembangan IPM 48
3.8 Pertumbuhan IPM 51
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 vi
IV Penutup 53
4.1 Prioritas Pertama : Sektor Pendidikan 54
4.2 Prioritas Kedua : Sektor Perekonomian 58
4.3 Prioritas Ketiga : Sektor Kesehatan 54
4.4 Kesimpulan 60
Lampiran Tabel-Tabel 61
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 vii
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Hal.
5.1 Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2016
63
5.2 Harapan Lama Sekolah (HLS) Kabupaten/Kota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2016
64
5.3 Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Kabupaten/Kota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2016
65
5.4 Pengeluaran Disesuaikan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2012 - 2016
66
5.5 Indeks Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun
2012 - 2016
67
5.6 Indeks Pendidikan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun
2012 - 2016
68
5.7 Indeks Pengleuaran Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun
2012 - 2016
69
5.8 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota di Provinsi
Papua Barat Tahun 2012 - 2016
70
5.9 Laju Pertumbuhan IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Ta-
hun 2011 - 2016
71
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 ix
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Gambar Hal.
3.1 Perkembangan Penduduk Provinsi Papua Barat 30
3.2 Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2016 31
3.3 Rasio Ketergantungan Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2016 32
3.4 Perbandingan IPM Provinsi Papua Barat dengan Provinsi Papua dan
nasional Tahun 2016
33
3.5 IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2016 34
3.6 Trend IPM Provinsi Papua Barat Tahun 2011 - 2016 35
3.7 Visi Indonesia Tahun 2030 36
3.8 Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2016
37
3.9 Faktor-Faktpr Yang Mempengaruhi Indikator Indeks Harapan Hidup 38
3.10 Estimasi Angka Kematian Bayi (AKB) Seluruh Provinsi di Indonesia
Tahun 2016
39
3.11 Angka Kesakitan (Morbiditas) Kabupaten/Kota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2016
40
3.12 Faktor-Faktpr Yang Mempengaruhi Indikator Indeks Pendidikan 41
3.13 Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Kabupaten/Kota di Provinsi Papua
Barat Tahun 2016
42
3.14 Gap antara Rata-Rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah
(HLS) Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2016
44
3.15 Pengeluaran perkapita Disesuaikan Provinsi Papua Barat dan Na-
sional Tahun 2016
45
3.16 Laju Pertumbuhan Ekonomi dengan Migas dan Non MIgas Provinsi
Papua Barat Tahun 2016
46
3.17 Trend Gini Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2011 - 2016 46
3.18 Kategorisasi Hubungan antara IPM dan Persentase Penduduk Miskin
Kab/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2016
48
3.19 Indeks Komponen Penyusun IPM di Provinsi Papua Barat Tahun
2016
49
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 x
3.20 Pertumbuhan IPM Menurut Kab/Kota di Provinsi Papua Barat 52
3.21 Meningkatkan IPM dari Perspektif Sektor Pendidikan 55
3.22 Meningkatkan IPM dari Perspektif Sektor Ekonomi 58
3.23 Meningkatkan IPM dari Perspektif Sektor Kesehatan 59
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sudah banyak diungkap bahwa modal manusia (human capital) merupakan salah satu
faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas,
kinerja ekonomi diyakini juga akan menjadi lebih baik. Kualitas modal manusia ini misalnya dilihat
dari tingkat pendidikan, kesehatan atau ataupun indikator-indikator lainnya sebagaimana dapat
dilihat pada laporan pembangunan manusia yang dipublikasikan oleh United Nation Development
Programme (UNDP).
Dengan pertimbangan itu, maka dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi maka perlu
pula dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi regional. Kondisi ini
dilakukan karena pertumbuhan diyakini sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa. Oleh sebab
itu, tidaklah mengherankan jika paradigma pembangunan masih didominasi oleh pentingnya
mengejar ketertinggalan, atau yang lebih dikenal dengan paradigma pertumbuhan (growth para-
digm).
Dalam growth paradigm, pertumbuhan ekonomi diyakini sebagai ukuran utama keberhasilan
pembangunan. Hal ini disebabkan karena hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat sampai pada
lapisan yang paling bawah, baik dengan sendirinya ataupun melalui campur tangan pemerintah
(trickle-down effect). Namun hipotesis “trickle-down effect” yang melekat pada “growth paradigm”
ini yang diharapkan secara otomatis menyertai pertumbuhan ternyata tidak dapat terwujud.
Bahkan yang terjadi di banyak negara yang sedang membangun justru sebaliknya yakni kesen-
jangan menjadi semakin lebar.
Melihat berbagai kegagalan ini, maka timbullah pemikiran bahwa pertumbuhan haruslah
secara beriringan dan terencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan serta
pembagian hasil-hasilnya secara lebih merata. Semua ini pada akhirnya akan mempercepat
pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Strategi yang demikian dikenal dengan istilah “redistribution
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 2
with growth” (RWG). Strategi ini dikembangkan berdasarkan sebuah studi yang disponsori oleh
Bank Dunia pada tahun 1974 (Chenerey, at al., 1974).
Selanjutnya paradigma pembangunan dunia kembali mendapat nuansa baru. Permasalahan
hak asasi manusia semakin menjadi perhatian masyarakat dunia. Demikian pula halnya dengan
demokrasi yang makin disadari memiliki keterkaitan erat dengan keberhasilan pembangunan.
Dan akhirnya makin disadari pula bahwa fokus pembangunan haruslah bertumpu pada manu-
sianya itu sendiri. Pilihan masyarakat terhadap arah, tujuan dan jalan yang ditempuh dalam pros-
es pembangunan haruslah dapat meningkatkan sepenuhnya keberdayaan dan keikutsertaan
masyarakat dalam proses pembangunan. Dan konsep pembangunan inilah yang dianggap paling
lengkap, hal ini dikarenakan konsep pembangunan tersebut merupakan sintesa dari model-model
pembangunan sebelumnya. Model pembangunan ini yang kemudian dikenal dengan istilah para-
digma pembangunan manusia (human development paradigm).
Menurut human development paradigm, tujuan utama pemabangunan adalah memperluas
pilihan-pilihan manusia. Pengertian ini mempunyai dua sisi. Pertama, pembentukan kemampuan
manusia seperti tercermin dalam kesehatan, pengetahuan dan keahlian yang meningkat. Kedua,
penggunaan kemampuan yang telah dimilikinya untuk bekerja, menikmati kehidupan atau aktif
dalam berbagai kegiatan kebudayaan, social dan politik.
Konsep holistik dari human development paradigm memiliki empat komponen penting, yaitu:
• Produktivitas. Masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas mereka dan ber-
partisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan beru-
pah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pem-
bangunan manusia.
• Ekuitas. Masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil.
Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyara-
kat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan-
kesempatan ini.
• Kesinambungan. Akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 3
untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk per-
modalan fisik, manusia, lingkungan hidup harus dilengkapi.
• Pemberdayaan. Pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat, dan bukan tanpa
mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan pros-
es-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Tingkat capaian pembangunan manusia telah mendapatkan perhatian dari penyelenggara
negara agar hasil-hasil pembangunan tersebut dapat diukur dan dibandingkan. Terdapat
berbagai ukuran pembangunan manusia yang telah dibuat, namun tidak seluruhnya dapat dijadi-
kan sebagai sebuah ukuran standar yang dapat digunakan untuk perbandingan antar waktu dan
antar wilayah. Oleh karena itulah Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan sebuah ukuran
standar pembangunan manusia yang dapat digunakan secara internasional yaitu Indeks Pem-
bangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Indeks komposit ini terbentuk
atas empat komponen indikator, yaitu angka harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata
lama sekolah, dan pengeluaran per kapita disesuaikan.
Luasnya cakupan pembangunan manusia menjadikan peningkatan IPM sebagai manifestasi
dari pembangunan manusia. Hal ini dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam meningkatkan
kemampuan dan memperluas pilihan-pilihan manusia (enlarging the choice of the people). Dua
faktor penting yang dinilai efektif dalam pembangunan manusia adalah pendidikan dan
kesehatan. Kedua faktor ini merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mengembangkan poten-
si yang ada dalam dirinya.
Capaian pembangunan manusia yang tinggi diperlukan sebuah percepatan untuk
mendapatkan hasil yang optimal bagi tiap daerah. Berdasarkan pengalaman pembangunan
manusia di beberapa negara, untuk mempercepat pembangunan manusia dapat dilakukan
dengan distribusi pendapatan yang merata dan alokasi belanja publik yang memadai untuk bi-
dang pendidikan dan kesehatan. Sebagai contoh sukses adalah Korea Selatan yang tetap kon-
sisten mengaplikasikan dua hal tersebut. Sebaliknya Brazil harus mengalami kegagalan karena
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 4
ketimpangan distribusi pendapatan dan alokasi belanja publik yang kurang memadai untuk bi-
dang pendidikan dan kesehatan (UNDP, Bappenas, BPS, 2004).
Perhatian pemerintah Indonesia akan isu perkembangan pembangunan manusia kini se-
makin baik. Hal ini ditandai dengan dijadikannya IPM sebagai salah satu alokator Dana Alokasi
Umum (DAU) untuk mengatasi kesenjangan keuangan antar wilayah (fiscal gap) dan memacu
percepatan pembangunan di daerah. Alokator lain yang digunakan untuk mendistribusikan DAU
adalah luas wilayah, jumlah penduduk, produk domestik regional bruto (PDRB), dan Indeks Ke-
mahalan Konstruksi (IKK). Dengan adanya DAU diharapkan nantinya daerah yang mempunyai
capaian IPM yang rendah mampu untuk mengejar ketertinggalannya dari daerah lain yang
mempunyai capaian IPM lebih baik karena memperoleh alokasi dana yang berlebih. Namun hal
ini tergantung pada kebijakan dan strategi pembangunan dari masing-masing daerah apakah
mampu memanfaatkan kucuran dana yang ada untuk mencapai hasil pembangunan khususnya
pembangunan manusia secara lebih baik.
Publikasi “Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016” ini diharapkan mam-
pu memberikan gambaran tentang kondisi, posisi dan perkembangan pembangunan manusia
serta komponen-komponen penyusunnya dibandingkan dengan daerah lain dan periode sebe-
lumnya.
1.2 Tujuan Penulisan
Secara umum publikasi ini menyajikan data dan analisis indeks pembangunan manusia di
Provinsi Papua Barat tahun 2016. Untuk melihat perkembangan dan keterbandingan antar waktu
serta wilayah, umumnya data disajikan dari tahun 2014-2016 untuk membandingkan dengan
kondisi sebelumnya serta disajikan menurut kabupaten/kota.
Secara khusus, tujuan dari penulisan publikasi ini adalah:
1. Melihat perkembangan pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat tahun 2016.
2. Memberi gambaran yang lebih sederhana dan lengkap dalam melihat dampak pem-
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 5
bangunan yang dilaksanakan di Provinsi Papua Bart dan implikasinya terhadap peningkatan
kualitas penduduk.
3. Memberikan gambaran tentang seberapa besar kemajuan IPM di Provinsi Papua Barat dari
tahun ke tahun sebagai pembanding di tahun-tahun yang akan datang.
4. Mengetahui posisi relatif status capaian IPM Provinsi Papua Barat terhadap capaian IPM
Provinsi Papua Barat dan juga capaian IPM kabupaten/kota lainnya di Provinsi Papua Barat
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dari penyusunan publikasi ini adalah:
1. Tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan berbagai pihak yang berkepentingan da-
lam perencanaan program dan kebijakan di Provinsi Papua Barat, khususnya yang berkai-
tan dengan program pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat.
2. Publikasi ini dapat dijadikan rujukan atau referensi ilmiah bagi para akademisi dan masyara-
kat pendidikan yang ingin menggali informasi terkait kondisi sumber daya manusia di Provin-
si Papua Barat .
1.4 Sistematika Penulisan
Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 disusun menjadi enam
bab sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, menyajikan pendahuluan yang menguraikan secara rinci mengenai latar
belakang dan studi literatur berupa perkembangan paradigma pembangunan dan kerangka kon-
septual pembangunan manusia. Selain itu juga dibahas mengenai arah, tujuan dan sistematikan
penulisan .
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 6
Bab II Metodologi, yaitu bab yang berisi uraian tentang perubahan metodologi, metode
penghitungan masing-masing komponen sampai terbentuknya IPM Metode Baru.
Bab III Kondisi Umum Pembangunan Manusia di Provinsi Papua Barat, yang memberikan
gambaran secara lengkap hasil-hasil pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat. Pembaha-
san difokuskan pada bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian.
Bab selanjutnya yakni Bab IV menganalisis perkembangan komponen IPM. Pembahasan
diperluas dengan melakukan komparasi pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat dengan
nasional, pembahasan perkembangan IPM dan pertumbuhan IPM.
Bab V mengulas disparitas IPM antar wilayah. Didalamnya dapat diketahui bagaimana po-
sisi relatif IPM kabupaten/kota di tingkat provinsi dan posisi relatif provinsi di tingkat nasional.
Analisis dsiparitas IPM diperdalam dengan menggunakan indeks disparitas.
Publikasi ini ditutup dengan Bab VI, yang terdiri dari sub bab kesimpulan dan saran yang
berisi ringkasan dari paparan pada Bab III hingga Bab V sekaligus sebagai jawaban atas tujuan
dari penyusunan publikasi ini.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 7
BAB II METODOLOGI
2.1 Sejarah Penghitungan IPM
Indeks Pembangunan Manusia atau disingkat IPM, untuk pertama kalinya diperkenalkan
pada tahun 1990 oleh UNDP (United Nation Development Programme) dalam laporannya “Global
Human Development Report” sebagai sebuah cara alternatif untuk mengetahui perkembangan
pembangunan kualitas manusia di 177 negara.
Di Indonesia, pemantauan pembangunan manusia mulai dilakukan sejak tahun 1996 melalui
Laporan Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 1996 yang memuat informasi pembangunan
manusia untuk kondisi tahun 1990 dan 1993. Sayangnya, cakupan laporan pembangunan manu-
sia tersebut masih terbatas pada level provinsi. Namun mulai tahun 1999, informasi pem-
bangunan manusia telah disajikan sampai level kabupaten/kota.
Di Provinsi Papua Barat, pemantauan pembangunan manusia juga sudah dilakukan sejak
tahun 2006 melalui publikasi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat Tahun 2006
yang memuat kondisi pembangunan manusia Provinsi Papua Barat tahun 2005. Selanjutnya
indeks pembangunan manusia Provinsi Papua Barat dipublikasikan secara berkala dalam bentuk
publikasi tahunan Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat.
2.2 Pengukuran Pembangunan Manusia
Seperti halnya dengan konsep pembangunan ekonomi, konsep pembangunan manusia juga
terukur. Berdasarkan perspektif pembangunan, konsep pembangunan manusia tidak diukur dari
pendapatan semata, tetapi dari indeks komposit yang disebut dengan indeks pembangunan
manusia (IPM).
Idealnya indeks pembangunan manusia mencakup sebanyak mungkin variabel sehingga
benar-benar dapat mencerminkan berbagai segi kehidupan manusia yang sangat banyak dan
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 8
kompleks. Tetapi ketersediaan data statistik membatasi hal tersebut.
Pada tahap awal pengukuran indeks pembangunan manusia, pilihan diberikan pada tiga
unsur penting dimensi kehidupan manusia, yakni usia panjang dan sehat, pengetahuan dan ke-
hidupan yang layak. Indikator-indikator pembentuk indeks pembangunan manusia harus dipilih
dengan cermat agar dapat menangkap dengan baik berbagai dimensi dari pilihan-pilihan manu-
sia.
Pertama, usia panjang dan sehat (a long and healthy life). Dimensi ini diwakili oleh indi-
kator usia harapan hidup pada waktu lahir. Pertimbangannya adalah usia harapan hidup yang
tinggi mencerminkan tingkat kesehatan dan gizi yang baik. Usia harapan hidup pada waktu lahir
diukur dengan tahun. Kedua, pengetahuan (knowledge). Dimensi ini diwakili oleh indikator melek
huruf bagi orang dewasa. Kemampuan ini dianggap sebagai langkah pertama atau jendela
menuju ke dunia pengetahuan. Melek huruf diukur dalam persentase penduduk dewasa yang
mampu membaca dan menulis. Ketiga, kehidupan yang layak (a decent standard of living).
Dimensi ini diwakili oleh indikator pendapatan perkapita. Namun agar dapat diperbandingkan
antar negara, angka pendapatan perkapita tersebut perlu disesuaikan daya belinya melalui kon-
sep yang disebut dengan “purchasing power parity” (PPP) atau daya beli yang disesuaikan.
Penyesuaian perlu dilakukan untuk mencerminkan adanya “diminishing return of the income utili-
ty”.
Gambar 2.1 Dimensi, Indikator dan Indeks Dimensi Dalam
Penghi- tungan IPM Metode Lama
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 9
2.3 Perubahan Metodologi IPM
Sejak IPM dilaunching pada tahun 1990, telah dilakukan beberapa kali penyempurnaan
penghitungan IPM sebagai berikut:
Tahun 1990: komponen indikator pembangunan manusia yang digunakan adalah usia hara-
pan hidup, angka melek huruf dan produk domestik bruto (PDB) perkapita.
Tahun 1991: awalnya dimensi pengetahuan diukur dengan indikator angka melek huruf.
Indikator tersebut kemudian diperluas dengan indikator rata-rata lama bersekolah. Sehingga
komponen indikator pembangunan manusia menjadi usia harapan hidup, angka melek huruf, rata
-rata lama sekolah dan produk domestik bruto (PDB) perkapita.
Tahun 1995: karena sulitnya memperoleh informasi rata-rata lama sekolah, kemudian indi-
kator ini diganti dengan kombinasi angka partisipasi kasar pada tingkat pendidikan dasar, pen-
didikan menengah dan pendidikan tinggi. Sehingga komponen indikator pembangunan manusia
menjadi usia harapan hidup, angka melek huruf, kombinasi angka partisipasi kasar dan produk
domestik bruto (PDB) perkapita.
Tahun 2010: UNDP merubah metodologi. Indikator angka melek huruf diganti dengan indi-
kator harapan lama sekolah, karena angka melek huruf dianggap sudah tidak relevan lagi dalam
mengukur dimensi pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidi-
kan. Demikian pula halnya dengan indikator produk domestik bruto (PDB) perkapita diganti
dengan indikator produk nasional bruto (PNB) perkapita, karena produk domestik bruto (PDB)
perkapita dianggap tidak dapat menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah.
Sementara itu, metode agregasi indeks komposit diubah dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata
geometric.
Tahun 2011: penyempurnaan metodologi kembali dilakukan dengan mengganti tahun dasar
PNB perkapita dari tahun 2000 menjadi tahun 2005.
Tahun 2014: penyempurnaan metodologi kembali dilakukan dengan mengganti tahun dasar
PNB perkapita dari tahun 2005 menjadi tahun 2011. Selain itu, metode agregasi indeks pendidi-
kan juga dirubah dari rata-rata geometric menjadi rata-rata aritmetik.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 10
Mengapa Metodologi IPM Dirubah?
1. Beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Angka
melek huruf sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak
dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu, karena angka melek huruf di sebagi-
an besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan
antardaerah dengan baik.
2. PDB perkapita tidak dapat menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah.
3. Penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM menggambarkan bahwa
capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain.
Apa Saja Yang Berubah
1. Indikator
Angka melek huruf pada metode lama diganti dengan Angka Harapan Lama Sekolah
(HLS).
Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita diganti dengan Produk Nasional Bruto (PNB) per
kapita.
2. Metode Penghitungan
Metode agregasi diubah dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata geometrik.
Apa Saja Keunggulan IPM Metode Baru
1. .Menggunakan indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan baik
(diskriminatif).
Dengan memasukkan rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah, bisa didapatkan gambaran yang lebih relevan dalam pendidikan dan perubahan
yang terjadi.
PNB menggantikan PDB karena lebih menggambarkan pendapatan masyarakat
pada suatu wilayah
2. Dengan menggunakan rata-rata geometrik dalam menyusun IPM maka capaian satu dimen-si tidak dapat ditutupi oleh capaian di dimensi lain. Artinya, untuk mewujudkan pem-bangunan manusia yang baik, ketiga dimensi harus memperoleh perhatian yang sama be-
sar karena sama pentingnya.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 11
2.4 Cakupan Perubahan Metodologi
UNDP memperkenalkan penghitungan IPM metode baru dengan beberapa perbedaan nyata
dibandingkan metode lama. Setidaknya, terdapat dua hal mendasar dalam perubahan metode
baru ini. Kedua hal mendasar tersebut, terdapat pada aspek indikator dan cara penghitungan
indeks.
Gambar 2.2 Perbedaan Indikator IPM Metode Lama dan Metode Baru
Pada metode baru, UNDP memperkenalkan indikator baru pada dimensi pengetahuan yaitu
harapan lama sekolah (HLS). Indikator ini digunakan untuk menggantikan indikator AMH yang
memang sudah tidak lagi relevan. UNDP juga menggunakan indikator PNB per kapita untuk
menggantikan indikator PDB per kapita.
Selain indikator baru, UNDP melakukan perubahan cara penghitungan indeks komposit,
dimana metode rata-rata aritmatik diganti menjadi rata-rata geometrik. Cara penghitungan indeks
yang terbilang baru ini, membuat indeks cenderung sensitif terhadap ketimpangan. Dengan kata
lain, metode rata-rata geometrik menuntut adanya keseimbangan dari ketiga dimensi, sehingga
capaian IPM menjadi optimal.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 12
2.5 Dampak Perubahan Metodologi
Perubahan mendasar yang terjadi pada penghitungan IPM, tentunya membawa dampak.
Secara langsung, ada dua dampak yang terjadi akibat perubahan metode penghitungan IPM.
Pertama, perubahan level IPM. Secara umum, level IPM metode baru akan lebih rendah
dibandingkan IPM metode lama. Hal ini terjadi karena adanya perubahan indikator dan cara
penghitungan. Penggantian indikator AMH menjadi HLS, membuat angka IPM menjadi rendah.
Secara umum AMH sudah di atas 90 persen, sedangkan HLS belum cukup optimal. Selain itu,
perubahan rata-rata aritmatik menjadi rata-rata geometrik juga turut andil dalam menurunkan
level IPM metode baru. Hal ini karena, ketimpangan antar dimensi akan mengakibatkan capaian
IPM menjadi rendah.
Kedua, terjadi perubahan peringkat IPM. Perubahan indikator dan cara penghitungan mem-
bawa dampak pada peringkat IPM. Perubahan indikator berdampak pada perubahan indeks di-
mensi, sedangkan perubahan cara penghitungan berdampak signifikan terhadap agregasi in-
deks. Namun, perlu dicatat bahwa peringkat IPM antara kedua metode tidak dapat dibandingkan,
karena keduanya menggunakan metode yang tidak sama. Beberapa negara yang telah mencoba
mengimplementasikan metode baru penghitungan IPM, mencacat adanya perubahan peringkat
yang terjadi di tingkat regional.
Misalnya, China yang menerapkan metode baru di tingkat regional mulai tahun 2013 dengan
menggunakan data tahun 2011. Hasilnya, cukup menggembirakan tetapi dampak yang muncul
juga signifikan. Tercatat, beberapa provinsi mengalami perubahan drastis, antara lain Guang-
dong (4 menjadi 7), Hebei (10 menjadi 16), dan Henan (15 menjadi 20). Filipina juga mengalami
hal serupa. Terjadi perubahan peringkat yang tajam di tingkat regional. Misalnya, Abra (46 men-
jadi 51), Aklan (49 menjadi 63), Camiguin (28 menjadi 39), dan Albay (30 menjadi 43).
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 13
2.6 Implikasi IPM Metode Baru di Indonesia
Indonesia juga turut ambil bagian dalam mengaplikasikan penghitungan metode baru.
Dengan melihat secara mendalam tentang kelemahan pada penghitungan metode lama, Indone-
sia merasa perlu memperbarui penghitungan untuk menjawab tantangan masyarakat internasion-
al.
Pada tahun 2014, Indonesia secara resmi melakukan penghitungan IPM dengan
menggunakan metode baru. Namun Indonesia telah melakukan penyesuaian dalam melakukan
penghitungan IPM metode baru, yakni diantaranya:
1. Pada dimensi kesehatan, sumber data yang digunakan dalam penghitungan indikator ang-
ka harapan hidup telah diperbaharui dengan menggunakan Angka Harapan Hidup (AHH)
saat lahir hasil Proyeksi Penduduk (SP2010).
2. Pada dimensi pengetahuan, perubahan indikator perlu dilakukan dengan adanya peru-
bahan penimbang (weight) dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang meru-
pakan sumber data penghitungan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Harapan La-
ma Sekolah (HLS). Cakupan pengukuran rata-rata lama sekolah juga mengalami perubahan
yang sebelumnya mencakup penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi penduduk usia 25
tahun ke atas. Perubahan tersebut mempertimbangkan kondisi masih banyaknya masyara-
kat yang melakukan pendidikan pada rentang usia 15-25 tahun.
3. Pada dimensi pengeluaran, PNB per kapita tidak tersedia pada tingkat provinsi dan kabu-
paten/kota, sehingga digunakan pendekatan pengeluaran per kapita disesuaikan
menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Cakupan pengukuran
pengeluaran perkapita disesuaikan juga mengalami perubahan yang sebelumnya hanya
mencakup 27 komoditas menjadi 96 komoditas.
4. Penentuan nilai maksimum dan minimum menggunakan Standar UNDP untuk
keterbandingan global, kecuali standar hidup layak karena menggunakan ukuran rupiah.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 14
Gambar 2.3 Nilai Minimum dan Maksimum IPM Metode Baru
2.7 Penghitungan IPM Metode Baru
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
mengukur pencapaian pembangunan manusia dalam tiga dimensi yakni dimensi kesehatan,
dimensi pendidikan dan dimensi pengeluaran (kehidupan yang layak). Indikator-indikator pem-
bentuk indeks pembangunan manusia harus dipilih dengan cermat agar dapat menangkap
dengan baik berbagai dimensi dari pilihan-pilihan manusia.
Penghitungan Komponen IPM
1. Dimensi Kesehatan
Sebenarnya cukup banyak indikator yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi umur
panjang dan sehat. Namun dengan mempertimbangkan ketersediaan data secara umum, UNDP
memilih indikator angka harapan hidup waktu lahir (life expectancy at birth) sebagai proxy-nya.
Angka harapan hidup (AHH) didefinisikan sebagai rata-rata perkiraan banyak tahun yang
dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Secara teori, semakin baik kesehatan seseorang
maka kecenderungan untuk bertahan hidup akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin buruk
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 15
kesehatannya maka umur kehidupan orang tersebut akan semakin pendek. Dengan demikian,
AHH jelas dapat menggambarkan dimensi umur panjang dan sehat.
Dalam suatu negara yang belum memiliki sistem vital registrasi yang baik seperti Indonesia,
e0 atau AHH dihitung dengan menggunakan metode tidak langsung (yakni dengan Metode Brass
dan Varian Trussel). Metode ini menggunakan dua macam data dasar, yaitu rata-rata anak yang
dilahirkan hidup dan rata-rata anak yang masih hidup yang dilaporkan dari tiap kelompok wanita
berumur 15-49 tahun. Prosedur penghitungan e0 atau AHH dengan metode ini hanya efisien jika
dilakukan dengan menggunakan Paket Program Mortpack Lite atau software lainnya. Selanjutnya
dipilih metode Trussel dengan model West karena menurut Preston (2004), Metode Trussel
dengan Model West sangat sesuai dengan histori kependudukan Indonesia dan negara-negara
Asia Tenggara pada umumnya. Sebagai catatan, e0 atau AHH yang diperoleh dengan metode
tidak langsung merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei.
Adapun langkah-langkah penghitungan angka harapan hidup waktu lahir (e0 atau AHH)
adalah sebagai berikut:
1. Mengelompokkan umur wanita dalam interval 15 – 19, 20 – 24, 25 – 29, 30 – 34, 35 – 39, 40
– 44, dan 45 – 49 tahun;
2. Menghitung rata-rata anak yang lahir hidup (ALH) dan rata-rata anak yang masih hidup
(AMH) dari wanita pernah kawin menurut kelompok umur pada point satu di atas;
3. Input rata-rata anak yang lahir hidup (ALH) dan rata-rata anak yang masih hidup (AMH)
pada point dua di atas pada paket program MORTPACK sub program CEBCS;
4. Kemudian gunakan Metode Trussel untuk mendapatkan angka harapan hidup waktu lahir
(e0 atau AHH) dengan menggunakan referensi waktu 3 atau 4 tahun sebelum survey;
5. Melakukan ekstrapolasi guna mendapatkan angka harapan hidup waktu lahir (e0 atau AHH)
tahun 2016.
Setelah mendapatkan angka harapan hidup waktu lahir (e0 atau AHH) tahun 2016, langkah
selanjutnya adalah menghitung Indeks Kesehatan menggunakan rumus berikut:
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 16
dimana,
AHH : usia harapan hidup pada tahun 2016.
AHH(min) : usia harapan hidup minimum = 20 tahun.
AHH(maks) : usia harapan hidup maksimum = 85 tahun.
2. Dimensi Pendidikan
Menghitung Indeks Pendidikan berbeda dengan menghitung Indeks Kesehatan, karena di
dalam Indeks Pendidikan mengakomodir dua indikator komponen prestasi, yakni Indeks Harapan
Lama Sekolah (HLS) dan Indeks Rata-Rata Lama Sekolah (RLS). Indeks Harapan Lama Sekolah
(HLS) dihitung berdasarkan perubahan angka harapan lama sekolah (HLS) yang diperoleh dari
variabel lama sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur ter-
tentu di masa mendatang yang dikoreksi dengan jumlah siswa yang bersekolah di pesantren.
Sedangkan Indeks Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dihitung berdasarkan angka rata-rata lama
sekolah (RLS) yang dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan, yaitu tingkat /
kelas yang sedang atau pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Selan-
jutnya kedua indeks ini dijumlahkan dan dihitung nilai rata-ratanya.
Baik angka harapan lama sekolah (HLS) maupun angka rata-rata lama sekolah (RLS),
keduanya dihitung menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) KOR. Dalam
penghitungan nilai angka harapan lama sekolah (HLS), digunakan variabel penduduk berusia 7
tahun ke atas. Sedangkan dalam penghitungan nilai angka rata-rata lama sekolah (RLS),
digunakan variabel penduduk berusia 25 tahun ke atas.
Kedua indikator Indeks Pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat menc-
erminkan tingkat pendidikan / pengetahuan, dimana angka harapan lama sekolah (HLS) meng-
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 17
gambarkan kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam
bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Se-
dangkan cerminan angka rata-rata lama sekolah (RLS) merupakan gambaran terhadap ket-
erampilan yang dimiliki penduduk.
Berikut langkah-langkah penghitungan angka harapan lama sekolah (HLS):
1. Menghitung jumlah penduduk berusia 7 tahun ke atas menurut umur.
2. Menghitung jumlah penduduk berusia 7 tahun ke atas yang masih sekolah menurut umur.
3. Menghitung rasio penduduk berusia 7 tahun ke atas yang masih sekolah terhadap jumlah
penduduk berusia 7 tahun ke atas menurut umur. Langkah ini menghasilkan partisipasi
sekolah penduduk berusia 7 tahun ke atas menurut umur.
4. Menghitung harapan lama sekolah (HLS), yaitu dengan menjumlahkan semua partisipasi
sekolah penduduk berusia 7 tahun ke atas menurut umur sebagai berikut :
dimana,
HLS(a) : Harapan Lama Sekolaah pada umur a di tahun t.
E(i) : jumlah penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t.
P(i) : jumlah penduduk usia i pada tahun t.
i : usia (a, a+1, ..., n).
Namun, untuk mengakomodir penduduk berusia 7 tahun ke atas yang tidak tercakup dalam
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), angka harapan lama sekolah (HLS) dikoreksi dengan
siswa yang bersekolah di pesantren (sumber data dari Direktorat Pendidikan Islam),
menggunakan rumus berikut:
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 18
dimana,
HLS(a) : Harapan Lama Sekolah pada umur a di tahun t.
E(i) : jumlah penduduk usia i yang bersekolah pada tahun t.
P(i) : jumlah penduduk usia i pada tahun t.
i : usia (a, a+1, ..., n).
F : faktor koreksi pesantren.
Setelah mendapatkan angka harapan lama sekolah (HLS), maka langkah selanjutnya ada-
lah menghitung Indeks Harapan Lama Sekolah menggunakan rumus berikut:
dimana,
HLS : harapan lama sekolah pada tahun 2016.
HLS(min) : harapan lama sekolah minimum = 0 tahun.
HLS(maks) : harapan lama sekolah maksimum = 18 tahun.
Sedangkan angka rata-rata lama sekolah (RLS) dihitung dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menghitung jumlah penduduk berusia 25 tahun ke atas.
2. Melakukan konversi variabel partisipasi sekolah ke variabel lama sekolah sebagai berikut:
a. Jika partisipasi sekolahnya adalah tidak atau belum pernah bersekolah, maka lama
sekolah = 0.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 19
b. Jika partisipasi sekolahnya adalah masih bersekolah atau tidak bersekolah lagi, maka
lama sekolah mengikuti konversi gambar 2.4 dengan aturan sebagai berikut:
Gambar 2.4 Skor Lama Sekolah Berdasarkan Ijazah Terakhir
3. Menghitung rata-rata lama sekolah (RLS) menggunakan rumus sebagai berikut :
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 20
dimana,
RLS : Rata-rata Lama Sekolah di suatu wilayah.
Lama sekolah penduduk : lama sekolah penduduk ke-i di suatu wilayah.
n : jumlah penduduk (i=1, 2, 3, ..., n).
Setelah mendapatkan angka rata-rata lama sekolah (RLS), maka langkah selanjutnya ada-
lah menghitung Indeks Rata-Rata Lama Sekolah menggunakan rumus berikut:
dimana,
RLS : rata-rata lama sekolah pada tahun 2016.
RLS(min) : rata-rata lama sekolah minimum = 0 tahun.
RLS(maks) : rata-rata lama sekolah maksimum = 15 tahun.
Langkah terakhir setelah mendapatkan nilai Indeks Harapan Lama Sekolah dan Indeks Rata
-Rata Lama Sekolah, adalah menghitung Indeks Pendidikan menggunakan rumus berikut:
3. Dimensi Pengeluaran
Berbeda halnya dengan Indeks Kesehatan dan Indeks Pendidikan yang merupakan indi-
kator dampak, maka Indeks Pengeluaran diakui sebagai indikator input, yang sebenarnya kurang
sesuai sebagai indeks komponen IPM. Walaupun demikian, UNDP tetap mempertahankannya
karena indikator lain yang sesuai tidak tersedia secara global.
Selain itu, dipertahankannya indikator input juga merupakan argumen bahwa selain indikator
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 21
kesehatan, indikator pendidikan, dan indikator pengeluaran, masih banyak indikator lainnya yang
pantas diperhitungkan dalam perhitungan IPM. Dilemanya adalah bahwa memasukkan banyak
variabel atau indikator akan lebih mencerminkan luas dan kompleksitas pembangunan manusia
namun menyebabkan indikator komposit menjadi tidak sederhana atau tidak fokus. Dengan
alasan itulah, maka pendapatan nasional bruto (PNB) perkapita yang telah disesuaikan dianggap
mewakili indikator input IPM lainnya.
Namun sayangnya, untuk keperluan perhitungan IPM, data dasar pendapatan nasional bru-
to (PNB) perkapita tidak dapat digunakan untuk mengukur Indeks Pengeluaran karena bukan
ukuran yang peka untuk mengukur daya beli penduduk yang merupakan fokus IPM. Sebagai
penggantinya, maka digunakanlah indikator pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan untuk
keperluan yang sama.
Pengeluaran perkapita yang disesuaikan ini ditentukan dari nilai pengeluaran perkapita dan
paritas daya beli (Purchasing Power Parity - PPP). Rata-rata pengeluaran perkapita setahun
diperoleh dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Konsumsi Pengeluaran yang dihi-
tung dari level propinsi hingga level kabupaten/kota atas dasar harga konstan tahun 2012=100.
Sementara penghitungan paritas daya beli pada metode baru penghitungan IPM, menggunakan
96 komoditas terpilih terdiri dari 66 komoditas makanan dan 30 komoditas non makanan, dimana
metode penghitungannya menggunakan Metode Rao.
Penghitungan indikator pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan dilakukan melalui
tahapan kegiatan sebagai berikut:
1. Menghitung rata-rata pengeluaran perkapita dari Susenas KOR dengan langkah-langkah
berikut:
a. Hitung pengeluaran perkapita untuk setiap rumah tangga;
b. Hitung rata-rata pengeluaran perkapita untuk setiap provinsi atau kabupaten/kota;
c. Hitung rata-rata pengeluaran perkapita per tahun dalam ribuan Y(t)=rata-rata penge-
luaran perkapita dikali 12 dibagi 1000.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 22
2. Menghitung nilai riil rata-rata pengeluaran perkapita perkapita per tahun (atas dasar harga
konstan tahun 2012) dengan rumus:
dimana,
Y*(t) : rata-rata pengeluaran perkapita per tahun atas dasar harga konstan tahun 2012.
Y’(t) : rata-rata pengeluaran perkapita per tahun pada tahun t.
IHK(t,2012): IHK tahun t dengan tahun dasar 2012
3. Menghitung paritas daya beli per unit (Purchasing Power Parity - PPP), dengan langkah-
langkah berikut:
a. Menghitung harga rata-rata komoditas terpilih.
b. Mempelajari pola konsumsi Susenas Modul Konsumsi dengan membandingkannya
dengan pola konsumsi dari Survei Biaya Hidup (SBH). Tujuan dari perbandingan ini
adalah untuk mencari Indeks Harga Konsumen (IHK) yang sesuai untuk komoditas
terpilih yang harganya tidak terdapat pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Modul Konsumsi.
c. Menghitung paritas daya beli dengan rumus berikut:
Dimana: p(ij) : harga komoditas i di Jakarta Selatan.
p(ik) : harga komoditas i di kab/kota j.
m : jumlah komoditas.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 23
4. Menghitung pengeluaran perkapita disesuaikan dengan rumus berikut:
dimana,
Y**(t) : rata-rata pengeluaran perkapita disesuaikan.
Y*(t) : rata-rata pengeluaran perkapita per tahun atas dasar harga konstan tahun 2016.
Gambar 2.5 96 Komoditas Terpilih dalam Penghitungan Pengeluaran Perkapita Disesuaikan
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 24
Langkah terakhir setelah mendapatkan nilai pengeluaran perkapita disesuaikan, adalah
menghitung Indeks Pengeluaran menggunakan rumus berikut:
dimana,
In(pengeluaran) : anti log dari pengeluaran perkapita disesuaikan tahun 2016.
In(pengeluaran min) : anti log dari pengeluaran perkapita disesuaikan
(minimum = Rp.1.007.436,-)
In(pengeluaran maks) : anti log dari pengeluaran perkapita disesuaikan.
(maksimum = Rp.26.572.352,- )
Tahap kedua penghitungan IPM setelah menghitung masing-masing indeks komponen
adalah menghitung rata-rata geometrik dari masing-masing indeks komponen IPM tersebut
dengan rumus sebagai berikut:
2.8 Ilustrasi Penghitungan IPM Metode Baru
Sebagai ilustrasi perhitungan IPM, maka digunakan data IPM Provinsi Papua Barat tahun
2016 yang memiliki data sebagai berikut :
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 25
Berdasarkan data di atas, maka dapat dihitung masing-masing indeks komponen IPM Ka-
bupaten Manokwari sebagai berikut :
Indeks Kesehatan:
= (65,30 - 20) / (85 - 20) x 100 = 69,69 %
Indeks Harapan Lama Sekolah:
= (12,26 - 0)/(18 - 0) x 100 = 68,11 %
Indeks Rata-Rata Lama Sekolah:
= (7,06 - 0)/(15 - 0) x 100 = 47,07 %
Indeks Pendidikan:
= (68,11 % + 47,07 %) / 2 = 57,59 %
Indeks Pengeluaran:
= (ln 7.175.000 – ln 1.007.436) / (ln 26.572.352 – ln 1.007.436) x 100 = 59,99 %
Contoh Perhitungan IPM Metode Baru Provinsi Papua Barat
Tahun 2016
Tabel
2.1
No Indikator Satuan Nilai
1. Angka Harapan Hidup (AHH) Tahun 65,30
2. Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 12,26
3. Rata-Rata Lama Sekolah
(RLS)
Tahun 7,06
4. Pengeluaran per kapita yang
telah disesuaikan (PPP)
Ribu
Rupiah
7.175
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 26
IPM Provinsi Papua Barat Tahun 2016:
= 3√ (69,69 % x 57,59 % x 59,99 %)
= 62,21 %.
2.9 Klasifikasi / Pemeringkatan IPM Metode Baru
Untuk mengukur kecepatan pencapaian IPM dalam suatu kurun waktu sebagai ukuran
kemajuan pembangunan manusia di suatu daerah, maka dilakukanlah klasifikasi atau pemering-
katan IPM. Cara ini dilakukan untuk melakukan keterbandingan posisi relatif capaian IPM dari
satu wilayah terhadap wilayah yang lain berdasarkan peringkatnya dalam suatu kawasan terten-
tu.
Berdasarkan kajian aspek status capaian pembangunan manusia, UNDP (1990) melakukan
klasifikasi atau pemeringkatan tinggi rendahnya capaian IPM menjadi:
a. IPM Rendah (Low Human Development), jika nilai IPM kurang dari 50.0.
b. IPM Menengah (Medium Human Development), jika nilai IPM berada antara 50.0 – 79.9.
c. IPM Tinggi (High Human Development), jika nilai IPM sama dengan atau lebih dari 80.0.
Kemudian mulai tahun 2010, ketika UNDP merubah metodologi IPM dari metode lama men-
jadi metode baru, klasifikasi atau pemeringkatan tinggi rendahnya capaian IPM pun berubah
menjadi:
a. IPM Rendah (Low Human Development), jika nilai IPM kurang dari 60.0.
b. IPM Menengah (Medium Human Development), jika nilai IPM berada antara 60.0 – 79.9.
c. IPM Tinggi (High Human Development), jika nilai IPM sama dengan atau lebih dari 80.0.
Namun, untuk tujuan keterbandingan antar wilayah di Indonesia, yaitu untuk melakukan
keterbandingan antar kabupaten/kota, maka klasifikasi “IPM Menengah” (Medium Human Devel-
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 27
opment) dimodifikasi oleh UNDP (2010) menjadi dua klasifikasi baru sehingga klasifikasi atau
pemeringkatan status capaian pembangunan manusia berubah menjadi :
a. IPM Rendah (Low Human Development), jika nilai IPM kurang dari 60.0.
b. IPM Sedang (Medium Human Development), jika nilai IPM berada antara 60.0 – 69.9.
c. IPM Tinggi (High Human Development), jika nilai IPM berada antara 70.0 – 79.9.
d. IPM Sangat Tinggi (Very High Human Development), jika nilai IPM sama dengan atau lebih
dari 80.0.
Klasifikasi atau pemeringkatan status capaian IPM dapat digunakan secara efektif dalam
rangka advokasi untuk menunjukkan apakah upaya pembangunan yang telah dilakukan dapat
meningkatkan “klasifikasi” atau “peringkat” capaian IPM suatu wilayah.
Gambar 2.6 Klasifikasi / Pemeringkatan IPM Metode Baru
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 29
BAB III
KONDISI UMUM PEMBANGUNAN MANUSIA
PROVINSI PAPUA BARAT
Bab ini membahas status pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat dan menyajikan
secara ringkas capaian-capaian pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan serta ekonomi.
Indikator capaian pembangunan manusia, sebagaimana diukur menggunakan indeks pem-
bangunan manusia (IPM), akan dibahas dalam konteks komparatif secara regional dalam lingkup
wilayah Provinsi Papua Barat dengan harapan dapat memberikan pemaknaan yang multidimensi
terhadap angka-angka dan capaian pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat.
Lebih lanjut, dalam upaya lebih memahami letak permasalahan yang dihadapi oleh Kabupat-
en Manokwari Selatan serta memberikan informasi bagi langkah maju yang lebih akurat di masa
depan, maka dilakukan pula pembahasan dan analisis komparatif dengan kabupaten/kota
lainnya di wilayah Provinsi Papua Barat.
3.1 Sekilas Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat merupakan provinsi ke-33 dari 34 provinsi di Indonesia yang terletak di
wilayah timur Indonesia, yakni tepatnya di daerah kepala burung Pulau Papua. Provinsi yang
biasa disingkat sebagai “Pabar” ini merupakan provinsi kepulauan yang memiliki 1.945 pulau.
Letaknya berbatasan langsung dengan Provinsi Samudera Pasifik dan diapit oleh dua pulau be-
sar, yaitu Papua dan Maluku, dan terletak antara 0 0 - 40 Lintang Selatan dan 1240 - 1320 Bujur
Timur.
Secara administratif, Provinsi Papua Barat saat ini memiliki luas wilayah secara keseluruhan
mencapai 99.671,63 km2, dan sampai dengan tahun 2016 membawahi wilayah administratif
yang terdiri dari 12 kabupaten,1 kotamadya, 218 kecamatan, 95 kelurahan dan 1.744 desa.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 30
Pemerintahan Provinsi Papua Barat dipimpin oleh Gubernur Brigjen Marinir Purn. Abraham
O. Atururi dan Wakil Gubernur Irene Manibuy yang menggantikan wakil gubernur sebelumnya
Drs. Rahimin Katjong, M.Ed yang meninggal karena sakit.Komposisi keanggotaan DPRD Provin-
si Papua Barat pada tahun 2016 didominasi oleh Partai Demokrat dan Partai Golongan Karya,
dengan jumlah keanggotaan di DPRD masing-masing sebanyak 9 orang.
Indikator capaian di bidang demografi, menunjukkan bahwa Provinsi Papua Barat meru-
pakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penduduk yang cukup kecil, bahkan terkecil
kedua setelah Provinsi Kalimantan Utara. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010,
jumlah penduduk Provinsi Papua Barat hanya mencapai 765,3 ribu jiwa, dengan kepadatan
penduduk rata-rata hanya sebesar 8 jiwa per km2 dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 3,71
persen sepanjang periode tahun 2000-2010. Namun berdasarkan hasil proyeksi penduduk Ba-
dan Pusat Statistik, jumlah penduduk Provinsi Papua Barat terus mengalami peningkatan hingga
mencapai 893,4 ribu jiwa pada tahun 2016, dengan kepadatan penduduk rata-rata sebesar 9 jiwa
per km2 dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,61 persen sepanjang periode tahun 2015-
2016.
Dengan pertumbuhan penduduk sebesar 2,61 persen, Provinsi Papua Barat menjadi salah
satu provinsi dengan pertumbuhan penduduk tertinggi kedua di Indonesia setelah Provinsi Kepu-
lauan Riau sepanjang periode tahun 2015-2016.
Gambar 3.1 Perkembangan Penduduk Provinsi Papua Barat
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 31
Kepadatan penduduk kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat berkisar antara 1 sampai 354 jiwa per
km2. Kabupaten Tambrauw adalah salah satu kabupaten yang kepadatan penduduknya hanya sebesar 1
jiwa per km2, sedangkan Kota Sorong sebagai satu-satunya kotamadya di Provinsi Papua Barat adalah
kabupaten yang paling padat penduduknya, yakni sebesar 354 jiwa per km2.
Berdasarkan hasil proyeksi Badan Pusat Statistik, Provinsi Papua Barat memiliki jumlah rumah tang-
ga sebanyak 197,3 ruta dengan rata-rata rumah tangga beranggotakan sebanyak 4-5 anggota rumah
tangga.
Gambar 3.2 Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2016
Stuktur penduduk Provinsi Papua Barat dapat diketahui dari komposisi penduduk menurut kelompok
umur. Piramida penduduk pada gambar 3.2 memperlihatkan struktur penduduk yang dibagi menurut
kelompok umur dan jenis kelamin. Dari komposisi struktur penduduk menurut kelompok umur pada
piramida tersebut, terlihat bahwa bentuk piramida berbentuk piramida ekspansive atau piramida muda.
Hal ini tampak dari bentuk piramida penduduk yang lebih terdistribusi ke dalam kelompok umur usia mu-
da atau piramida yang memiliki alas yang lebar, dicirikan dengan tingkat kelahiran yang masih tinggi.
Selain itu dilihat dari besarnya median umur, penduduk Provinsi Papua Barat tahun 2016 tergolong ke
dalam penduduk usia intermediate atau menengah karena memiliki median umur 20,88 tahun. Sesuai
dengan kriteria bahwa jika suatu penduduk memiliki median umur yang berada pada rentang 20-30 tahun
dikategorikan sebagai penduduk usia menengah (intermediate).
Implikasi dari struktur penduduk muda adalah besarnya persentase penduduk yang bersiap me-
masuki batas penduduk usia kerja (economically active population) dan besarnya rasio ketergantungan
(dependency ratio). Batas bawah usia kerja di Indonesia adalah umur 15 tahun. Setelah memasuki usia
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 32
tersebut, maka mereka disebut sebagai penduduk usia kerja. Penduduk usia kerja dibagi menjadi
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Bila penduduk usia kerja tidak melakukan salah satu aktivitas
dalam kelompok bukan angkatan kerja maka termasuk ke dalam kriteria angkatan kerja. Dan bila dalam
angkatan kerja tidak melakukan aktivitas kerja maka kelompok ini termasuk ke dalam kriteria penganggu-
ran (unemployment). Dengan jumlah penduduk muda yang besar tentu potensi jumlah penduduk yang
akan terjun ke dalam angkatan kerja juga menjadi besar, untuk itu pemerintah harus bersiap menye-
diakan lapangan pekerjaan untuk menampung jumlah angkatan kerja yang besar ini. Bila permintaan
akan tenaga kerja lebih kecil dari jumlah pencari kerja, maka yang akan terjadi adalah terciptanya
pengangguran.
Salah satu implikasi lain dari struktur penduduk muda adalah tingkat beban ketergantungan yang
tinggi. Rasio ketergantungan (dependency ratio) digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat
menunjukkan keadaan ekonomi suatu daerah apakah tergolong daerah maju atau daerah yang sedang
berkembang. Semakin tinggi persentase beban ketergantungan menunjukkan semakin tingginya beban
yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk menanggung hidup penduduk yang belum
produktif dan tidak produktif lagi. Demikian pula sebaliknya.
Gambar 3.3 Rasio Ketergantungan Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2016
Gambar 3.3 memberikan informasi bahwa persentase rasio ketergantungan di Provinsi Papua Barat
masih cukup tinggi, dimana dari 100 orang yang produktif harus menanggung beban hidup sekitar 49
hingga 51 orang yang belum produktif dan tidak produktif. Dilihat dari kacamata capaian pembangunan
manusia, ketertinggalan capaian Provinsi Papua Barat dibanding capaian nasional dapat dilihat pada
seluruh dimensi pembangunan manusia, namun meskipun begitu terlihat dari tabel 3.1 bahwa capaian
Provinsi Papua Barat masih jauh lebih baik dibanding provinsi induknya yakni Provinsi Papua.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 33
Gambar 3.4 Perbandingan IPM Provinsi Papua Barat dengan Provinsi Papua
dan Nasional Tahun 2016
Indikator capaian di bidang pendidikan menunjukkan bahwa pendidikan rata-rata penduduk Provinsi
Papua Barat secara umum masih rendah. Rata-rata lama sekolah tahun 2016 hanya sebesar 7,06 tahun.
Artinya rata-rata penduduk Provinsi Papua Barat baru mampu menempuh pendidikan sampai kelas 1
SMP atau putus sekolah di kelas 2 SMP. Sementara itu, angka harapan lama sekolah tahun 2016 adalah
sebesar 12,26 tahun yang artinya lamanya sekolah yang akan dicapai oleh anak umur tertentu di masa
datang adalah 12,26 tahun atau telah menyelesaikan pendidikan dari jenjang pendidikan sekolah menen-
gah atas. Padahal idealnya, harapan lama sekolah tidak berselisih jauh dengan rata-rata lama sekolah
namun kondisi tersebut nampaknya belum tercapai di Provinsi Papua Barat.
Indikator capaian di bidang kesehatan juga menunjukkan bahwa Provinsi Papua Barat juga masih
tertinggal jika dibandingkan dengan Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Pada tahun 2016, angka
harapan hidup Provinsi Papua Barat mencapai 65,30 tahun, artinya rata-rata penduduk Provinsi Papua
Barat dapat menjalani hidup selama 65 tahun. Perkembangan angka harapan hidup per tahun di Provinsi
Papua Barat tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam satu periode jangka waktu satu tahun, yakni
hanya mengalami peningkatan 0,11 tahun dibanding tahun 2015. Hal ini berarti bahwa kondisi angka
kematian bayi (infant mortality rate) di Provinsi Papua Barat termasuk dalam kategori hardrock, artinya
dalam waktu satu tahun penurunan angka kematian bayi yang tajam sulit terjadi, sehingga implikasinya
adalah angka harapan hidup yang dihitung berdasarkan harapan hidup waktu lahir menjadi lambat untuk
mengalami kemajuan.
Indikator
Provinsi
Papua
Barat
Provinsi
Papua Nasional
Angka Harapan Hidup
(tahun)
65,30 65,12 70,90
Harapan Lama Sekolah
(tahun)
12,26 10,23 12,72
Rata-Rata Lama Sekolah
(tahun)
7,06 6,15 7,95
Pengeluaran riil perkapita
/ PPP (ribu rupiah)
7.175 6.637 10.420
Indeks Pembangunan
Manusia
62,21 58,05 70,18
Peringkat se-Indonesia 33 34 -
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 34
3.2 Status Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat
Perhatian pemerintah dalam membangun indeks pembangunan manusia di bidang kesehatan, di-
wujudkan melalui penyedian fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai. Oleh karena itu, penyediaan
fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan menjadi sebuah indikator yang layak untuk diperhatikan.
Disamping itu, indikator lainnya yang dapat digunakan sebagai tolok ukur pembangunan manusia dalam
bidang kesehatan adalah manusia sebagai objek pembangunan itu sendiri. Tingkat kesehatan seseorang
dapat dilihat dari sejarah kesehatan yang diruntut dari kondisi kesehatannya sejak lahir, balita, anak-anak
hingga dewasa. Sedangkan tingkat kesehatan pada masyarakat secara umum dapat dilihat dari tingkat
pesakitan atau jumlah keluhan kesehatan, tingkat kematian bayi, penolong kelahiran bayi, dan lain-lain.
Status pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat tahun 2016 secara umum masih dapat
dikatakan dalam kategori sedang (medium human development), meskipun berada pada urutan dua
terbawah dari semua provinsi di Indonesia. IPM Provinsi Papua Barat tahun 2016 mencapai angka 62,21
berada di atas capaian IPM Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mencapai angka 63,13 dan di bawah
capaian IPM Provinsi Papua yang mencapai angka 58,05 pada tahun yang sama.
Dalam peringkat regional di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua), Provinsi Papua
Barat menempati posisi ke-9 dari 10 provinsi, berada langsung di bawah IPM Provinsi Maluku Utara dan
di atas IPM Provinsi Papua. Berdasarkan capaian itu, Provinsi Papua Barat berada pada tingkatan
“sedang” (Medium Human Development) berdasarkan pemeringkatan UNDP tahun 2010.
Gambar 3.5. IPM Provinsi Di Indonesia Tahun 2016
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 35
Gambar 3.5 menunjukkan tingkat pencapaian pembangunan manusia di setiap provinsi di Indonesia
pada tahun 2016. IPM tertinggi dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta (yakni sebesar 79,60) dan terendah di
Provinsi Papua (yakni hanya sebesar 58,05). Dengan besaran IPM tersebut maka status pembangunan
manusia di seluruh provinsi di Indonesia (dengan menggunakan klasifikasi UNDP tahun 2010) terbagi
menjadi: satu provinsi masuk dalam klasifikasi IPM rendah (low human development), dua puluh satu
provinsi masuk dalam klasifikasi IPM sedang (medium human development) dan dua belas provinsi ma-
suk dalam klasifikasi IPM tinggi (high human development).
Dibandingkan dengan IPM seluruh provinsi di Indonesia, maka IPM Provinsi Papua Barat berada
pada posisi ke-33 dari 34 provinsi, berada langsung di bawah IPM Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan
jika dibandingkan dengan IPM seluruh provinsi di wilayah Sulampua, maka IPM Provinsi Papua Barat
berada pada posisi ke-9 dari 10 provinsi, berada langsung di bawah IPM Provinsi Maluku Utara. Selain
itu, jika dilihat trend pencapaian pembangunan manusia Provinsi Papua Barat, terlihat bahwa IPM Provin-
si Papua Barat tumbuh di atas 0,6 persen setiap tahunnya.
Gambar 3.6. Trend IPM Provinsi Papua Barat Tahun 2011-2016
Selain itu disparitas atau keesenjangan tingkat pencapaian IPM antar provinsi di Indonesia masih
sangat besar (yakni mencapai 21,55 poin), bila dibanding dengan disparitas atau kesenjangan tingkat
pencapaian IPM seluruh provinsi terhadap tingkat pencapaian IPM nasional (berkisar antara 9,42 poin
hingga 12,13 poin). Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan yang cukup besar antar berbagai provinsi
di Indonesia. Ketimpangan ini bisa terjadi antara lain disebabkan oleh ketidakmerataannya akses pada
layanan pendidikan dan juga pada layanan kesehatan.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 36
3.3 Pembangunan Manusia Bidang Kesehatan
Kesehatan, pendidikan dan ekonomi (dengan indikator income) sebagaimana dikatakan oleh
Moeloek merupakan tiga pilar yang saling berinteraksi dan berinter-relasi satu dengan yang lainnya da-
lam membentuk kualitas sumber daya manusia (Moeloek, 2005). Peningkatan status kesehatan
mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk meningkatkan tingkat pendidikan, dan pada gilirannya
mempengaruhi produktivitas masyarakat. Tanpa kesehatan yang baik, pendidikan sulit untuk dapat ber-
jalan dengan baik, dan bila kesehatan dan pendidikan tidak baik mustahil ekonomi keluarga/masyarakat
dapat membaik. Status kesehatan masyarakat juga sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Kemiski-
nan menyebabkan masyarakat kesulitan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang layak, obat-
obatan yang memadai dan bahkan memelihara lingkungan yang sehat.
Upaya peningkatan status kesehatan penduduk sangat penting karena jika status kesehatan
penduduk meningkat, berarti morbiditas atau angka kesakitan penduduk berkurang. Status kesehatan
yang lebih baik akan meningkatkan kemampuan belajar, menurunkan tingkat pembolosan kerja dan juga
meningkatkan produktivitas kerja.
Gambar 3.7 Visi Indonesia 2030
Dokumen Visi Indonesia 2030 tentang kesehatan seperti pada gambar 3.7 di atas juga memperlihat-
kan betapa kesehatan sangat erat hubungannya dengan kehidupan berkualitas dan produktif.
Gambar di atas menggambarkan pola kebijakan pembangunan kesehatan yang diadopsi oleh
Pemerintah Indonesia yang komprehensif (dana, fasilitas dan perilaku) dan terukur (pemetaan akses,
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 37
indikator yang akan dicapai dan prestasi yang diharapkan). Status kesehatan penduduk diukur dengan
berbagai cara, baik langsung maupun tidak langsung. Umumnya indikator untuk mencerminkan status
kesehatan diperoleh secara tidak langsung menggunakan estimasi tertentu, mengingat data kematian
sulit diperoleh.
Indikator yang sering digunakan untuk mencerminkan status kesehatan adalah angka mortalitas
(angka kematian), status gizi dan angka morbiditas (angka kesakitan). Sampai saat ini data untuk men-
gukur status kesehatan tersebut sangat sulit diperoleh, karena sifat kejadian insidentil dan tersebar di
masyarakat, sistem registrasi yang belum berjalan dengan baik, dan kesadaran masyarakat akan pent-
ingnya pelaporan setiap kejadian tersebut juga masih rendah.
Oleh karena itu, indikator yang digunakan untuk mencerminkan status kesehatan dalam pencapaian
IPM adalah “Angka Harapan Hidup” (AHH). Angka ini mencerminkan rata-rata tahun hidup yang masih
akan dijalani oleh seseorang sejak lahir. Angka harapan hidup tinggi akan dicapai jika penduduk mempu-
nyai status kesehatan yang baik.
Di tahun 2016, angka harapan hidup di Provinsi Papua Barat mencapai 65,30 tahun yang artinya
rata-rata penduduk Provinsi Papua Barat dapat menjalani hidup selama 65 tahun. Seperti terlihat pada
gambar 3.8, angka harapan hidup tertinggi berada di Kota Sorong yakni mencapai 69,36 tahun dan ang-
ka harapan hidup terendah berada di Kabupaten Teluk Wondama yakni hanya mencapai 58,96 tahun.
Perkembangan angka harapan hidup Provinsi Papua Barat tahun 2015-2016 tercatat mengalami pening-
katan 0,11 tahun selama satu tahun.
Gambar 3.8. Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2016
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 38
Angka harapan hidup Provinsi Papua Barat perlu juga dilihat posisinya dan dilakukan
keterbandingan dengan provinsi lainnya di Indonesia, dan juga terhadap target nasional. Angka harapan
hidup di Provinsi Papua Barat tergolong cukup rendah (yakni mencapai 65,30 tahun) jika dibandingkan
dengan angka nasional (yakni mencapai 70,90 tahun) maupun dengan provinsi lain di Indonesia dimana
Angka Harapan Hidup Provinsi Papua Barat merupakan yang terendah ketiga setelah Provinsi Sulawesi
Barat dan Provinsi Papua.
Kemudian jika dilakukan keterbandingan terhadap target nasional yang ditetapkan Pemerintah Re-
publik Indonesia dalam “Visi Indonesia 2030” melalui Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010 yang
menargetkan angka harapan hidup menjadi 72 tahun pada akhir tahun 2014, maka masih terdapat jarak
sejauh sekitar 6 sampai 7 tahun antara capaian angka harapan hidup Provinsi Papua Barat dan pen-
capaian target angka harapan hidup Indonesia tahun 2014.
Kondisi seperti ini mengindikasikan bahwa status kesehatan penduduk di Provinsi Papua Barat
masih memberikan sumbangan yang relatif rendah terhadap pencapaian Indeks Pembangunan Manusia.
Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Daerah mengingat Provinsi Papua Barat terhitung
sudah dua belas tahun lebih menjadi provinsi ke-33 di Indonesia.
Gambar 3.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indikator Indeks Harapan Hidup
Untuk menemukan penjelasan yang mendasar, perlu menggali lebih lanjut permasalahan lainnya
termasuk kesadaran penduduk akan hidup sehat di Provinsi Papua Barat. Berbagai kejanggalan juga
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 39
perlu diteliti lebih lanjut terutama terkait dengan faktor-faktor yang berpengaruh dalam perhitungan Angka
Harapan Hidup sebagaimana terlihat pada gambar 3.9.
Berdasarkan gambar 3.9, terlihat bahwa indeks harapan hidup sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
penyebab langsung seperti angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan dan juga angka
kesakitan. Angka Harapan Hidup merupakan fungsi matematis dari Angka Kematian. Panjangnya usia
hidup secara negatif berhubungan dengan rendahnya Angka Kematian (bayi lahir mati, kematian bayi
bawah 1 tahun, kematian anak balita di bawah lima tahun dan kematian ibu) dan tingginya Angka
Kesehatan. Makin tinggi angka kesehatan menyebabkan makin rendahnya angka kematian sehingga
memperbesar harapan untuk hidup.
Informasi terkait Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Papua Barat sangat sulit diperoleh. Satu-
satunya data tentang angka kematian bayi di Provinsi Papua Barat diperoleh dari estimasi angka ke-
matian bayi hasil proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035 yang ada dalam buku publikasi Indikator Pem-
bangunan Berkelanjutan 2016. Menurut publikasi tersebut, estimasi angka kematian bayi (AKB) di
Provinsi Papua Barat pada tahun 2016 adalah sebesar 44,95 per 1000 kelahiran hidup. Suatu tantangan
yang masih cukup besar jika ingin mencapai target MDGs Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 23 per
1000 kelahiran hidup tahun 2015 yang lalu.
Gambar 3.10. Estimasi Angka Kematian Bayi (AKB) Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2016
Sumber: Publikasi Indikator Pembangunan Berkelanjutan 2016, BPS
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 40
Selain permasalahan kematian bayi, faktor penyebab langsung lainnya yang berhubungan dengan
Angka Harapan Hidup (AHH) adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Informasi terkait Angka Kematian Ibu di
Provinsi Papua Barat sangat sulit diperoleh. Data yang tersedia hanyalah data estimasi dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Manokwari.
Sebagai gambaran, Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat menyebutkan bahwa Angka Kematian
Ibu (AKI) di Provinsi Papua Barat pada bulan Oktober 2014 sebesar 43 kasus. Sementara data tahun
2016 belum tersedia. Sehingga jika perkiraan Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2014 ini digunakan, maka
dapat dikatakan bahwa Provinsi Papua Barat telah mencapai target MDGs yang menargetkan Angka
Kematian Ibu (AKI) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Selain melalui Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI), status kesehatan
penduduk yang diinterpretasikan melalui Indeks Harapan Hidup juga berhubungan dengan Angka Mor-
biditas (angka kesakitan) yang menunjukkan banyaknya penduduk yang mengalami keluhan kesehatan,
sehingga mengakibatkan gangguan terhadap aktivitas sehari-hari. Informasi terkait Angka Morbiditas
(angka kesakitan) di Provinsi Papua Barat belum bisa diperoleh datanya. Satu-satunya sumber data
tentang Angka Morbiditas (angka kesakitan) yang tersedia berasal dari data hasil olah Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua Barat Tahun 2016. Menurut data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) tahun 2016, Angka Morbiditas (angka kesakitan) Provinsi Papua Barat mencapai
11,17 persen.
Gambar 3.11. Angka Kesakitan (Morbiditas) Kab/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2016
Sumber: Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat 2016
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 41
3.4 Pembangunan Manusia Bidang Pendidikan
Taraf pendidikan penduduk diukur dengan berbagai pendekatan. Cara yang paling sederhana ada-
lah dengan mengukur rata-rata lama tahun bersekolah penduduk - RLS (mean years of schooling) dan
harapan lama sekolah - HLS (expected years of schooling). Angka rata-rata lama sekolah (RLS) mem-
berikan gambaran umum secara agregat tingkat pendidikan yang diselesaikan dan tingkat keterampilan
penduduk secara umum. Sedangkan angka harapan lama sekolah (HLS) dapat memberikan gambaran
lamanya sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang.
Untuk menemukan penjelasan yang mendasar mengenai tingkat capaian pembangunan manusia di
bidang pendidikan, maka perlu diteliti lebih lanjut terutama terkait dengan faktor-faktor yang berpengaruh
dalam perhitungan Indeks Pendidikan sebagaimana terlihat pada gambar 3.11.
Gambar 3.12. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indikator Indeks Pendidikan
Indeks Pendidikan yang dihasilkan dari indeks komponen rata-rata lama sekolah (RLS) dan harapan
lama sekolah (HLS), dipengaruhi secara langsung oleh tingkat partisipasi sekolah, terutama oleh angka
partisipasi murni (APM) pada masing-masing jenjang pendidikan formal. Sedangkan secara tidak lang-
sung, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jumlah tenaga pengajar/guru, kualitas tenaga pengajar dan
mutu kurikulum pengajaran.
Satu hal penting lainnya yang seringkali diabaikan adalah bahwa angka partisipasi sekolah (APS)
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 42
tidak serta merta mencerminkan kualitas pendidikan. Angka ini hanya mencerminkan seberapa banyak
anak di usia tertentu terdaftar dan tercatat sebagai siswa pada sekolah dan menunjukan tingkat pemer-
ataan dan perluasan akses pendidikan bagi semua warga. Tidak lebih dari itu. Karena pada kenyataann-
ya, tercatatnya seorang anak sebagai siswa tidak serta merta menunjukan tingkat kehadiran di sekolah
dan dengan hadir di sekolah pun tidak berarti bisa mengikuti dan memahami pelajaran yang diberikan
dengan baik.
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)
Indikator ini (yakni rata-rata lama sekolah) meskipun menyembunyikan variasi, rentang dan distri-
busi pendidikan dalam populasi tetapi dianggap cukup baik dalam memberikan gambaran tentang kema-
juan dalam pembangunan manusia khususnya bidang pendidikan.
Secara umum, tingkat pendidikan di Provinsi Papua Barat masih sangat rendah. Secara kategorikal,
taraf pendidikan penduduk rata-rata masih rendah. Rata-rata lama sekolah penduduk umur 25 tahun ke
atas sejak tahun 2015 sampai tahun 2016 tidak mengalami perubahan yang berarti dan baru mencapai
7,06 tahun yang berarti berada tidak jauh dari lulusan sekolah dasar. Rata-rata tersebut masih berada di
bawah rata-rata nasional yang mencapai 7,95 tahun dan berada sedikit di bawah rata-rata lama sekolah
Provinsi Gorontalo yang mencapai 7,12 tahun.
Gambar 3.13. Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) Kab/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2016 https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 43
Angka rata-rata lama sekolah (RLS) di Provinsi Papua Barat bergerak sangat lamban. Pada tahun
2016, rata-rata lama sekolah (RLS) Provinsi Papua Barat mencapai 7,06 tahun atau berarti rata-rata
penduduk Provinsi Papua Barat baru mampu menyelesaikan pendidikan sampai dengan kelas 1 SMP
atau putus sekolah di kelas 2 SMP.
Berdasarkan gambar 3.13, di tahun 2016 Kota Sorong mempunyai rata-rata lama sekolah (RLS)
tertinggi dibanding dengan kabupaten/kota lainnya. Rata-rata lama sekolah (RLS) di Kota Sorong selalu
meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 10,91 tahun di tahun 2016, sehingga dapat dikatakan
bahwa rata-rata penduduk Kota Sorong baru mampu menyelesaikan pendidikan sampai dengan kelas 1
SMA. Sementara rata-rata lama sekolah (RLS) terendah selama enam tahun terakhir terjadi di Kabupat-
en Tambrauw (4,70 tahun di tahun 2016). Di kabupaten ini, rata-rata penduduk hanya bersekolah sampai
dengan kelas 4 SD atau putus sekolah di kelas 5 SD.
Masih rendahnya rata-rata lama sekolah penduduk di Provinsi Papua Barat erat kaitannya dengan
masih rendahnya tingkat keberlanjutan siswa ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau rendahnya
angka partisipasi murni (APM) pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut: dengan tidak melanjutkan pendidikan lebih tinggi, seorang siswa tidak akan memperoleh
rata-rata lama sekolah (RLS) yang lebih panjang. Jika ini terjadi pada banyak siswa yang dicerminkan
oleh semakin rendahnya angka partisipasi murni (APM) pendidikan yang lebih tinggi maka rata-rata lama
sekolah di Provinsi Papua Barat tentu akan lebih rendah.
Maka kemudian menjadi sangat penting bagi pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih
besar untuk meningkatkan tingkat keberlanjutan siswa ke pendidikan yang lebih tinggi. Setidaknya ada
beberapa penyebab rendahnya tingkat keberlanjutan, antara lain rendahnya tingkat ketersediaan sekolah
(selain sekolah dasar) di daerah-daerah, mahalnya proses memasuki sekolah baru yang lebih tinggi,
serta tuntutan sebagian orang tua agar anaknya membantu bekerja sebelum menyelesaikan pendidikan
dasar wajib 9 tahun.
Harapan Lama Sekolah (HLS)
Angka harapan lama sekolah (HLS) Provinsi Papua Barat tahun 2016 mencapai 12,26 tahun atau
mengalami peningkatan 0,20 tahun dibanding dengan kondisi tahun 2015 yang hanya mencapai 12,06
tahun. Idealnya harapan lama sekolah (HLS) tidak berbeda jauh dengan rata-rata lama sekolah (RLS).
Namun kenyataannya, sebagian besar provinsi memiliki gap yang cukup tinggi antara kedua indikator
tersebut. Dari gambar 3.14 terlihat bahwa Provinsi Papua Barat memiliki gap antara harapan lama
sekolah (HLS) dan rata-rata lama sekolah (RLS) sebesar 5,20 tahun.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 44
Gambar 3.14. Gap antara Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS)
Kab/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2016
3.5 Pembangunan Manusia Bidang Ekonomi
Dalam paradigma pembangunan manusia, pendapatan adalah alat untuk menguasai sumber daya
agar dapat hidup dengan layak. Semakin besar pendapatan, maka semakin besar pula jumlah barang
dan jasa yang tersedia untuk mendukung standar hidup yang layak. Sumber daya atau barang dan jasa
itu sendiri harus pula dilihat sebagai wahana untuk meningkatkan kemampuan individu dari segi pendidi-
kan, keterampilan, kesehatan, kemampuan dalam pergaulan di masyarakat, dan lain sebagainya bukan
barangnya itu sendiri. Dalam konteks inilah pendapatan sebagai proksi dari dimensi standar hidup yang
layak, dipilih sebagai salah satu indikator pembangunan manusia, yakni Indeks Pengeluaran.
Keterkaitan antara pendapatan perkapita dengan pembangunan manusia dapat dijelaskan sebagai
berikut: semakin tinggi pendapatan perkapita suatu daerah, maka semakin tinggi pula tingkat pem-
bangunan manusia. Sebaliknya semakin tinggi tingkat pembangunan manusia maka semakin tinggi pula
pendapatan perkapitanya. Namun hubungan tersebut tidak bersifat otomatis. Ada daerah dengan penda-
patan perkapita yang rendah tapi memiliki tingkat capaian pembangunan manusia (IPM) yang cukup
tinggi. Sebaliknya ada juga daerah dengan pendapatan perkapita yang relatif tinggi tetapi capaian pem-
bangunan manusianya tidak seimbang.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 45
Pendapatan perkapita diproksi dengan pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan. Tahun 2016,
pengeluaran perkapita riil Provinsi Papua Barat adalah yang terendah ketiga setelah Provinsi Papua dan
Provinsi Nusa Tenggara Timur yakni sebesar Rp. 7.175.000,-. Dalam lingkup wilayah Sulawesi, Maluku,
Papua (Sulampua), tingkat pengeluaran perkapita riil Provinsi Papua Barat menempati posisi teremdah
kedua setelah Provinsi Papua, mengalami peningkatan sebesar 111 ribu rupiah dari tahun 2015 yang
hanya sebesar Rp.7.064.000,- Kenaikan nilai ini diperkirakan dipengaruhi oleh semakin membaiknya
kondisi perekonomian Provinsi Papua Barat yang juga berdampak kepada semakin membaiknya kondisi
ekonomi penduduk dengan adanya kenaikan pendapatan. Hal ini mengakibatkan kemampuan masyara-
kat untuk mengakses pendidikan untuk melanjutkan sekolah dan mengakses fasilitas kesehatan menjadi
semakin baik.
Gambar 3.15. Pengeluaran Perkapita Disesuaikan Provinsi Papua Barat dan
Nasional Tahun 2010 - 2016
Berbeda halnya dengan tingkat pengeluaran perkapita yang trendnya terlihat terus mengalami pen-
ingkatan, namun untuk laju pertumbuhan ekonomi tanpa migas justru memperlihatkan trend yang se-
baliknya. Laju pertumbuhan ekonomi tanpa migas atas dasar harga konstan Provinsi Papua Barat sepan-
jang periode tahun 2012 - 2016 relatif mengalami perlambatan, dari sebesar 13,79 persen pada tahun
2015, kemudian melambat menjadi 10,99 persen pada tahun 2016. Sedangkan untuk laju pertumbuhan
ekonomi dengan migas atas dasar harga konstan Provinsi Papua Barat justru perlambatan terjadi sejak
tahun 2013 hingga tahun 2016. Berfluktuatifnya laju pertumbuhan ekonomi dengan migas ataupun tanpa
migas ini lebih disebabkan oleh meningkatnya laju pertumbuhan penduduk sebagai akibat dari masih
tingginya tingkat kelahiran di Provinsi Papua Barat.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 46
Gambar 3.16. Laju Pertumbuhan Ekonomi Dengan Migas dan Non Migas
Provinsi Papua Barat Tahun 2012 - 2016
Upaya meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat tidak hanya diukur dari aspek laju pertum-
buhan ekonomi semata tetapi yang lebih penting pada seberapa jauh geliat perekonomian dapat dini-
kmati oleh masyarakat sehingga aspek pemerataan dan pola konsumsi masyarakat merupakan hal yang
selalu terkait untuk dicermati. Asumsi bahwa laju pertumbuhan ekonomi akan mampu meningkatkan
pendapatan rata-rata masyarakat terkadang masih memiliki suatu peluang untuk memunculkan suatu
masalah ketimpangan pendapatan.
Dari pengukuran disparitas (ketimpangan) pendapatan penduduk dengan menerapkan indeks Gini
Ratio pada masyarakat Provinsi Papua Barat sepanjang tahun 2016, terbukti bahwa pertumbuhan
ekonomi di atas ternyata tidak diimbangi dengan pemerataan pembagian pendapatan dalam masyarakat.
Dan hal ini justru akan membuat kesenjangan semakin melebar antar kelompok pendapatan.
Gambar 3.17 Trend Gini Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2011 - 2016
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 47
3.6 IPM Dan Kemiskinan
Ukuran kemiskinan yang umum digunakan untuk melihat fenomena kemiskinan di suatu daerah
adalah persentase penduduk miskin. Persentase penduduk sendiri adalah persentase penduduk yang
memiliki pendapatan (atau proksi pendapatan) kurang dari jumlah yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan dasar hidup.
Walaupun demikian, kemiskinan sesungguhnya memiliki banyak dimensi selain dimensi pendapa-
tan. Dimensi lain kemiskinan, dapat dilihat dari peluang untukcmemperoleh kesehatan dan umur yang
panjang, peluang memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan lain-lain. Intinya adalah kemiskinan san-
gat terkait dengan sempitnya kesempatan seseorang dalam menentukan pilihan-pilihan hidup.
Bila kemiskinan berkaitan erat dengan semakin sempitnya kesempatan yang dimiliki, pembangunan
manusia adalah sebaliknya. Konsep pembangunan manusia adalah memperluas pilihan manusia, teruta-
ma untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan kemampuan daya beli. Dengan
hubungan yang berkebalikan tersebut, suatu daerah dengan kualitas pembangunan manusia yang baik,
idealnya memiliki persentase penduduk miskin yang rendah.
Selanjutnya, dengan menggunakan angka kemiskinan Provinsi Papua Barat sebagai cut of point,
maka seluruh kabupaten/kota dapat dibagi kedalam empat kategori. Dalam hal ini, persentase penduduk
miskin suatu kabupaten/kota dikatakan tinggi, bila lebih besar dari persentase penduduk miskin Provinsi
Papua Barat (25,43 persen) dan dikatakan rendah bila lebih kecil dari nilai tersebut. Begitu juga IPM,
dikatakan tinggi bila lebih besar dari IPM Provinsi Papua Barat (62,21) dan dikatakan rendah bila lebih
kecil dari nilai tersebut. Keempat kategori tersebut adalah sebagai berikut :
IPM Tinggi - P0 Tinggi. Kabupaten/kota dalam kategori ini memiliki kapabilitas manusia yang relatif
baik, meskipun dengan penduduk miskin yang relatif banyak. Konsentrasi lebih besar perlu diberikan
untuk menekan angka kemiskinan. Hal yang mungkin dilakukan yaitu dengan menerapkan kebijkan yang
berorientasi pada pemerataan pendapatan dan peningkatan daya beli masyarakat. Kabupaten/kota yang
termasuk dalam kelompok ini hanyalah Kabupaten Fakfak.
IPM Rendah - P0 Rendah. Kabupaten/Kota dalam kategori ini telah cukup berhasil dalam menekan
angka kemiskinannya, namun belum cukup berhasil dalam pencapaian kapabilitas penduduk. Upaya
lebih besar perlu dilakukan untuk mengejar ketertinggalan capaian pembangunan manusia yaitu dengan
perhatian yang lebih besar pada peningkatan kapabilitas dasar penduduk. Kabupaten/kota yang terma-
suk ke dalam kelompok ini adalah Kabupaten Kaimana, Sorong Selatan dan Raja Ampat.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 48
IPM Tinggi - P0 Rendah. Kondisi kabupaten/kota dalam kategori ini adalah kondisi yang paling ku-
rang. Diperlukan usaha yang lebih untuk dapat mengejar ketertinggalannya dalam menekan angka kem-
iskinan dan mempercepat capaian pembangunan manusia. Kabupaten/kota yang termasuk kedalam
kelompok ini adalah Kabupaten Sorong, Teluk Bintuni, Manokwari Selatan, Maybrat, Teluk Wondama,
Tambrauw dan Pegunungan Arfak.
IPM Rendah - P0 Tinggi. Kondisi kabupaten/kota dalam kategori ini adalah kondisi yang ideal. Kate-
gori ini mampu menekan angka kemiskinan dan pada saat yang sama mampu meraih capaian pem-
bangunan manusia yang tinggi. Kabupaten/kota yang termasuk kedalam kelompok ini adalah Kota So-
rong dan Kabupaten Manokwari sebagai ibukota Provinsi Papua Barat.
Gambar 3.18 Kategorisasi Hubungan antara IPM dan Persentase Penduduk Miskin (P0)
Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2016
3.7 Perkembangan IPM
Di tahun 2016, IPM dihitung menggunakan metode baru. Hal ini disebabkan oleh beberapa indikator
sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Angka melek huruf sudah tidak relevan
dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain
itu, karena angka melek huruf di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan
tingkat pendidikan antar daerah dengan baik. Demikian pula halnya dengan PDRB perkapita tidak dapat
menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Alasan kedua, penggunaan rumus rata-
rata aritmatik sudah tidak sesuai dalam penghitungan IPM karena capaian yang rendah di suatu dimensi
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 49
dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain.
Keuntungannya adalah terdapat indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan baik.
Dengan memasukkan rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah, bisa didapatkan gambaran
yang lebih relevan dalam pendidikan dan perubahan yang terjadi. Kemudian PNB dipilih untuk menggan-
tikan PDB karena dapat lebih menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Dengan
menggunakan rata-rata geometrik dalam menyusun IPM, dapat diartikan bahwa capaian satu dimensi
tidak dapat ditutupi oleh capaian di dimensi lain.Artinya, untuk mewujudkan pembangunan manusia yang
baik, maka ketiga dimensi harus memperoleh perhatian yang sama besar karena sama pentingnya.
Secara umum, besarnya capaian IPM Provinsi Papua Barat selalu mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Hal ini menandakan bahwa usaha-usaha pembangunan manusia telah berjalan dengan
baik, meskipun ada yang mengalami kemajuan yang pesat dan ada juga yang lambat berkembang.
Gambar 3.19. Indeks Komponen Penyusun IPM Provinsi Papua Barat Tahun 2016
Pada gambar 3.19 terlihat bahwa indeks kesehatan memberikan kontribusi terbesar dari IPM
Provinsi Papua Barat, dibandingkan dengan indeks pengeluaran dan indeks pendidikan. Sedangkan
indeks pendidikan merupakan indeks dengan kontribusi terkecil dalam penghitungan IPM Provinsi Papua
Barat.
Indeks Kesehatan dibentuk oleh satu indikator komponen yakni Indikator Harapan Hidup. Indikator
ini memberikan kontribusi paling terbesar (yakni sebesar 69,69), namun pertumbuhannya sepanjang
tahun 2015 ke tahun 2016 justru adalah yang paling terkecil (yakni sebesar 0,25 persen).
Pencapaian angka harapan hidup Provinsi Papua Barat dewasa ini bisa dikatakan menggembirakan
dan terdapat peningkatan yang cukup signifikan, tetapi belum mampu mencerminkan bahwa kualitas
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 50
kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat dapat dikatakan cukup baik. Tahun 2016 ini, capaian angka
harapan hidup (AHH) Provinsi Papua Barat baru mencapai 65,30 tahun, sedikit lebih baik dibandingkan
dengan angka harapan hidup (AHH) Provinsi Papua yang baru mencapai angka 65,12 tahun.
Tampaknya diperlukan upaya yang bersifat komprehensif dan lintas sektor, agar perbaikan derajat
kesehatan yang ditunjukkan dengan meningkatnya angka harapan hidup (AHH) dan terus menurunnya
angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (AKI) dan angka kesakitan (morbiditas) secara konsisten
dapat terwujud di masa mendatang. Atau dalam perspektif peningkatan derajat kesehatan, upaya
menurunkan tingkat kematian bayi dan ibu secara bertahap harus terus menjadi prioritas, begitu pula
halnya dengan penanganan status gizi pada balita dari waktu ke waktu agar terus ditingkatkan, dengan
tidak mengabaikan program-program lain yang bersentuhan langsung dengan perbaikan derajat
kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat guna memperkecil angka kesakitan (morbiditas).
Sedangkan untuk indeks pendidikan dibentuk oleh dua indikator komponen, yakni indikator harapan
lama sekolah (HLS) dan rata-rata lama sekolah (RLS). Indeks pendidikan adalah indeks yang mem-
berikan kontribusi paling terkecil dalam penghitungan IPM Provinsi Papua Barat, namun salah satu indi-
kator komponennya yakni indikator harapan lama sekolah (HLS) adalah indikator komponen yang mem-
berikan kontribusi terbesar kedua terhadap penghitungan IPM Provinsi Papua Barat.
Hal ini mengindikasikan bahwa upaya pembangunan di bidang pendidikan masih memerlukan inter-
vensi dan upaya yang cukup serius agar dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap capaian
pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan salah satunya
adalah penurunan angka putus sekolah dari tahun ke tahun dan peningkatan angka melanjutkan ke pen-
didikan yang lebih tinggi tampaknya harus terus digalakkan dan lebih diprioritaskan dari sekedar upaya
penuntasan buta aksara guna menunjang pencapaian rata-rata lama tahun bersekolah yang cukup mem-
banggakan, dan pada akhirnya akan memberikan angka pencapaian Indeks Pendidikan yang terus mem-
baik, karena faktanya adalah bahwa masih rendahnya pencapaian rata-rata lama sekolah (RLS)
penduduk Provinsi Papua Barat itu erat kaitannya dengan masih rendahnya tingkat keberlanjutan siswa
ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan juga masih tingginya angka putus sekolah pada jenjang pen-
didikan tertentu.
Sedangkan untuk Indeks Pengeluaran adalah indeks komponen yang memberikan kontribusi
terbesar kedua setelah indeks kesehatan (yakni sebesar 59,99). Hal ini jelas mengindikasikan mulai
membaiknya perekonomian masyarakat yang kemudian berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan
daya beli masyarakat Provinsi Papua Barat meskipun masih relatif lambat.
Relatif lambatnya peningkatan kemampuan daya beli masyarakat ini, kemungkinan lebih disebab-
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 51
kan oleh faktor-faktor eksternal dari luar Provinsi Papua Barat, seperti belum mantapnya kebijakan makro
ekonomi nasional. Padahal dalam situasi perekonomian Provinsi Papua Barat yang mulai membaik
dibandingkan tahun lalu, meskipun masih memperlihatkan laju pertumbuhan yang melambat, ekspetasi
pencapaian indikator kemampuan daya beli masyarakat sebenarnya diharapkan lebih dari kisaran
Rp.7.175.000,- setahun di tahun 2016.
Untuk itu tampaknya Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat harus menyiapkan strategi dan ke-
bijakan yang lebih berpihak kepada masyarakat terutama masyarakat miskin, seperti menyiapkan pro-
gram ketahanan pangan yang berkelanjutan, mempertahankan kemampuan daya beli masyarakat
miskin, mengaktifkan kembali program subsidi bantuan langsung tunai (BLT) atau terakhir popular
dengan nama bantuan langsung masyarakat (BLSM) yang terbukti efektif meningkatkan kemampuan
daya beli masyarakat.
3.8 Pertumbuhan IPM
Pertumbuhan IPM ditujukan untuk melihat kemajuan atau kemunduran dari pencapaian sasaran
pembangunan manusia di suatu daerah selama kurun waktu tertentu. Dengan kata lain, melalui angka
pertumbuhan ini dapat dilihat kecepatan perkembangan IPM suatu daerah.
Terdapat sebuah kecenderungan dalam sebuah pencapaian IPM, jika nilai IPM semakin mendekati
nilai maksimumnya (100 persen), maka pertumbuhannya akan semakin lambat. Sebaliknya, jika angka
capaian IPM masih berada pada level yang rendah maka kemampuan untuk memacu pertumbuhan yang
tinggi dalam capaian IPM akan lebih mudah.
Tabel 4 menunjukkan tingkat pertumbuhan IPM seluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.
Pada periode tahun 2013-2014 pertumbuhan IPM Kabupaten Manokwari mencapai 0,79 persen. Semen-
tara Kabupaten Tambrauw memiliki pertumbuhan IPM yang paling tinggi untuk periode ini, yakni men-
capai 1,47 persen. Sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Sorong dengan capaian pertum-
buhan sebesar 0,60 persen.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 52
Gambar 3.20. Pertumbuhan IPM Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Kabupaten / Kota 2013-
2014 2014-
2015
2015-
2016
Fakfak 0,67 0,30 0,97
Kaimana 1,19 0,42 1,34
Teluk Wondama 1,12 0,67 0,91
Teluk Bintuni 1,12 1,13 1,19
Manokwari 0,79 0,80 0,62
Sorong Selatan 0,88 0,63 1,02
Sorong 0,60 1,02 0,91
Raja Ampat 0,82 0,62 1,17
Tambrauw 1,47 0,75 1,16
Maybrat 0,78 0,77 1,02
Manokwari Selatan 0,68 2,30 0,94
Pegunungan Arfak 0,62 0,07 0,30
Kota Sorong 1,08 0,17 0,56
Provinsi Papua Barat 0,61 0,74 0,78
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 53
BAB IV
PENUTUP
IPM merupakan indikator penting yang dapat digunakan untuk melihat upaya dan kinerja program
pembangunan secara menyeluruh di suatu wilayah. Dalam hal ini IPM dianggap sebagai gambaran dari
hasil program pembangunan yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Demikian juga kemajuan
program pembangunan dalam suatu periode dapat diukur dan ditunjukkan oleh besaran IPM pada awal
dan akhir periode tersebut. IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah
yang mempunyai dimensi yang sangat luas, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah
dalam hal harapan hidup, intelektualitas dan standar hidup layak.
Dalam perencanaan pembangunan, IPM juga berfungsi dalam memberikan tuntunan dalam menen-
tukan prioritas dalam merumuskan kebijakan dan menentukan program. Hal ini juga merupakan tuntunan
dalam mengalokasikan anggaran yang sesuai dengan kebijakan umum yang telah ditentukan oleh pem-
buat kebijakan dan pengambil keputusan.
Indikator IPM merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pem-
bangunan manusia, baik dari sisi dampaknya terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahter-
aan) maupun yang bersifat non-fisik (intelektualitas). Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik
masyarakat diharapkan tercermin dalam angka harapan hidup dan kemampuan daya beli, sedangkan
untuk dampak non-fisiknya (intelektualitas) bisa dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh
masyarakat.
Namun perlu diingat bahwa IPM bukanlah satu-satunya alat ukur untuk menilai keberhasilan dalam
pembangunan manusia. Karena dimensi pembangunan manusia yang diukur oleh IPM hanya meliputi
tiga indikator saja, yaitu kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Aspek-aspek lain seperti kesetaran jender,
tingkat partisipasi masyarakat, kesehatan mental dan lainnya. Sehingga evaluasi dalam pembangunan
manusia perlu juga melihat indikator-indikator lain.
Penyusunan publikasi ini merupakan salah satu langkah awal sebuah proses jangka panjang
menuju masyarakat Provinsi Papua Barat yang lebih sejahtera. Langkah ini perlu diteruskan dan diikuti
dengan langkah-langkah lanjutannya. Melalui publikasi ini diharapkan Pemerintah Daerah Provinsi Papua
Barat dapat dengan lebih mudah menemukenali permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta
kelemahan dan kekuatan yang dimiliki. Hanya pemerintah yang sadar akan keadaan dirinya sendiri yang
mampu merumuskan program kerja yang relevan dan efektif. Sebagai langkah awal, tinjauan keadaan
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 54
pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat ini memang belum sempurna, tetapi langkah awal ini
sudah berada pada track yang benar.
4.1 Prioritas Pertama : Sektor Pendidikan
Berdasarkan pembahasan pada Bab 3, terlihat bahwa dari data pencapaian Indeks Pembangunan
Manusia Provinsi Papua Barat pada tahun 2016 bisa disimpulkan bahwa pencapaian Indeks Pendidikan
belum menggembirakan dan memberikan kontribusi yang paling kecil dibandingkan dengan Indeks
Pengeluaran maupun Indeks Kesehatan, sehingga dalam upaya meningkatkan capaian pembangunan
manusia di Provinsi Papua Barat, maka Indeks pendidikan menjadi kunci penting untuk meningkatkan
pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), karena melihat capaian indeks pengeluaran dan in-
deks kesehatan yang sudah cukup tinggi.
Di sektor pendidikan, penurunan angka putus sekolah dan peningkatan angka keberlanjutan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi harus tetap menjadi prioritas yang utama, mengingat hal ini akan
berdampak pada meningkatnya pencapaian angka rata-rata lama bersekolah penduduk usia sekolah di
Provinsi Papua Barat, disamping terus melakukan upaya penuntasan buta huruf, dan juga upaya-upaya
lainnya seperti pembangunan dan revitalisasi gedung-gedung sekolah sebagai upaya meningkatkan
partisipasi murid sekolah secara berkelanjutan.
Memperbaiki akses dan pemerataan pendidikan di daerah dengan penduduk yang tinggal terpencar
-pencar seperti Provinsi Papua Barat bukanlah masalah yang sederhana, dan akan memerlukan upaya
yang berbeda dari upaya-upaya perluasan akses dan pemerataan di wilayah yang padat dan merata
penduduknya. Dalam pembahasan bab sebelumnya, jarak tempuh menuju sekolah SD, SMP dan SMA
terdekat masih merupakan salah satu alasan meningkatnya angka putus sekolah bagi masyarakat yang
tinggal di daerah-daerah terpencil. Untuk mengatasi persoalan ini perlu dipikirkan pendekatan-
pendekatan yang tidak konvensional demi mendekatkan sekolah kepada tempat tinggal para siswa. Pen-
dekatan melalui pembentukan sekolah terpadu yang mencakup SD dan SMP sebagaimana telah dikem-
bangkan di banyak daerah terpencil merupakan satu alternatif kebijakan yang perlu dipertimbangkan
secara serius di Provinsi Papua Barat.
Lebih dari itu, bahkan untuk daerah yang benar-benar terpencil dapat dipertimbangkan sekolah-
sekolah dengan ruang yang berisi multi kelas. Literatur internasional menunjukkan bahwa pendekatan
ruang dengan multi kelas secara empiris dapat memfasilitasi proses pembelajaran dengan kualitas yang
tidak kalah dari kelas konvensional. Pendekatan ini dapat mulai dicoba untuk diterapkan di daerah-
daerah terpencil yang ada di Provinsi Papua Barat. Upaya-upaya lainnya yang terbilang standar seperti
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 55
perbaikan sekolah dan ruang kelas untuk menjaga kelayakan fisik tetap harus dilakukan untuk memper-
tahankan daya tampung dan mendukung proses pembelajaran yang lebih baik.
Upaya peningkatan mutu dan efisiensi internal perlu dilakukan dan diarahkan pertama-tama untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, dan menurunkan angka putus sekolah. Sulit dipungkiri bahwa
upaya ini akan memerlukan upaya multidimensi yang meliputi ketersediaan dan perbaikan persebaran
serta kualitas guru, penyediaan sarana penunjang dan media pembelajaran dan lain-lainnya.
Dalam kaitan ini, dan dengan latar belakang kondisi guru utamanya dalam hal kualifikasinya, maka
perbaikan mutu guru perlu ditempatkan pada prioritas tertinggi. Dalam konteks wilayah Provinsi Papua
Barat, dengan disparitas antar wilayah di dalamnya, prioritas pelatihan guru perlu diberikan kepada mere-
ka yang bertugas di sekolah-sekolah pelosok yang umumnya kualifikasi rata-ratanya lebih rendah dan
bahkan seringkali gurunya tidak lengkap jumlahnya. Di tempat-tempat seperti ini kapasitas guru dituntut
untuk lebih tinggi karena peran yang dimainkannya seringkali lebih banyak dibanding guru-guru di
sekolah perkotaan yang relatif serba lebih lengkap.
Dalam bab sebelumnya juga dikemukakan bahwa kesadaran akan pentingnya pendidikan di
masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan masih sangat kecil. Mereka lebih cenderung menyuruh
anak-anak mereka untuk bekerja atau membantu mencari nafkah keluarga dibanding untuk menyuruh
anak-anak mereka sekolah, bahkan terhadap anak-anak perempuan mereka, orangtua lebih cenderung
menikahkan anak-anak perempuan mereka pada usia muda. Upaya meningkatkan kesadaran akan pent-
ingnya pendidikan bagi masyarakat pedesaan ini, tidak bisa dilepaskan dari upaya memperbaiki kualitas
pendidikan itu sendiri. Secara singkat, perbaiki kualitas pendidikan kemudian tunjukkan kepada masyara-
kat bahwa bersekolah dan tidak akan memiliki perbedaan yang signifikan, maka masyarakat dengan
sendirinya akan percaya pada pendidikan.
Gambar 3.21. Meningkatkan IPM Dari Perspektif Sektor Pendidikan
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 56
4.2 Prioritas Kedua : Sektor Perekonomian
Meskipun Indeks Pengeluaran merupakan indeks penyusun IPM nomor dua paling kecil kontri-
businya terhadap capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat pada tahun 2016,
namun prioritas terhadap bidang ekonomi juga perlu dilakukan, mengingat indikator komponen penyusun
Indeks Pengeluaran, yakni pengeluaran yang disesuaikan (indeks daya beli)merupakan indikator kompo-
nen yang pertumbuhannya cukup lambat dibandingkan dengan Indeks pendidikan dan memberikan
kontribusi terkecil kedua setelah Indeks Pendidikan, bahkan lebih lambat dan lebih kecil bila dibanding-
kan dengan Indeks Pendidikan dengan indikator harapan lama sekolah (HLS) dan rata-rata lama sekolah
(RLS)..
Begitu pula halnya dalam menyusun program-program kerja ke depan, Pemerintah Daerah Provinsi
Papua Barat juga perlu memberikan prioritas utama dalam upaya meningkatkan kemampuan daya beli
masyarakat guna meningkatkan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat.
Satu-satunya instrumen untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat adalah pendapatan.
Karena pendapatan menjadi ukuran untuk melihat sejauhmana daya beli masyarakat meningkat atau
tidak. Sedangkan tingkat pendapatan masyarakat itu sendiri diukur dari seberapa besar pendapatan
tersebut bisa memenuhi kebutuhan terhadap 96 komoditas. Maksudnya, apakah pendapatan yang di-
peroleh bisa memenuhi kebutuhan seperti membeli beras lokal, daging sapi, daging ayam, membayar
listrik, membayar sewa rumah, membeli air minum, membeli ikan atau komoditas lainnya. Manakala
masyarakat bisa memenuhi kebutuhan 96 komoditas tersebut, maka bisa dikatakan indeks daya beli
masyarakat bagus atau membaik.
Namun daya beli tidaklah berdiri sendiri, karena ia merupakan tujuan akhir. Sedangkan proses un-
tuk mencapai daya beli itu sendiri ada pada pengembangan perekonomian. Peningkatan indeks
perekonomian (indeks daya beli) merupakan akibat dari pengembangan perekonomian. Sementara ber-
bicara persoalan perekonomian, ia pun tidak berdiri sendiri karena saling terkait dengan kondisi ekonomi
makro nasional. Bila terjadi guncangan ekonomi makro nasional, maka dengan sendirinya memberikan
pengaruh kepada perekonomian Provinsi Papua Barat. Hal serupa juga menyangkut kebijakan investasi,
masalah kepastian hukum, dan sebagainya. Singkat kata, kebijakan ekonomi tidaklah berdiri tunggal,
karena sangat bergantung kepada ekonomi makro nasional dan kebijakan pemerintah pusat.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka penting adanya untuk menyadarkan Pemerintah Daerah
Provinsi Papua Barat terhadap rendahnya pencapaian Indeks Pengeluaran di masyarakat. Atau jika
dipandang perlu, Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat dapat melakukan berbagai terobosan dan
kebijakan. Misalnya, alokasi anggaran APBD bisa lebih difokuskan kepada peningkatan daya beli dengan
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 57
merumuskan tujuan bersama dengan menempatkan para pemangku kepentingan (stakeholder) seperti
organisasi kemasyarakatan (ormas), perguruan tinggi (akademisi) dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM) sebagai leading sector dalam peningkatan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Provinsi Papua Barat. Upaya ini akan menjadikan para pemangku kepentingan sebagai ujung tombak
dalam peningkatan daya beli masyarakat yang kemudian juga akan memunculkan kreativitas secara
bersama-sama untuk membuat masyarakat lebih sejahtera.
Atau juga misalnya dengan menciptakan kesempatan kerja yang seluas-luasnya, karena faktor yang
mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat adalah lapangan pekerjaan yang pada akhirnya akan
mendatangkan penghasilan atau upah bagi masyarakat. Untuk itu, diperlukan adanya employment gen-
erating growth strategy yang meliputi (a) komitmen politik untuk mencapai kesempatan kerja penuh; (b)
pembangunan sumber daya manusia, termasuk pelatihan kembali tenaga kerja untuk mengantisipasi
tantangan dan perubahan global; (c) pemberdayaan usaha kecil dan sektor informal; dan (d) meningkat-
kan akses pada tanah sebagai salah satu faktor produksi utama sektor pertanian.
Untuk mewujudkan komitmen politik untuk mencapai kesempatan kerja penuh, perlu untuk secara
sadar mengarahkan keputusan investasi publik dan instrumen kebijakan untuk mengarahkan dinamika
sektor swasta pada penciptaan kesempatan kerja baru. APBD sebagai salah satu instrumen fiskal ter-
penting perlu difokuskan pada kegiatan-kegiatan prioritas yang berorientasi pada penciptaan lapangan
kerja dan dapat menjadi media untuk membangun komitmen bersama antar para pemaku kepentingan
(stakeholder).
Di bidang sumber daya manusia, pelatihan kembali tenaga kerja professional dan teknisi seyog-
yanya diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan kemudian mengikuti standar kebutuhan teknis.
Sementara untuk memperkuat sektor pertanian yang menjadi andalan Provinsi Papua Barat sebagai
lapangan usaha yang paling besar menyerap tenaga kerja, pelatihan perlu diberikan kepada para petani
melalui perbaikan lembaga penyuluhan kembali agar intensitas bimbingan dan penyuluhan dapat berke-
lanjutan.
Upaya memperkuat usaha kecil dan sektor informal sebaiknya difokuskan pada perluasan akses
terhadap kredit usaha kecil yang disertai dengan bimbingan. Langkah ini perlu difasilitasi pemerintah
daerah terkait dengan penyelesaian kredit macet yang terjadi maupun pengembangan skim-skim lain
yang dapat membuat kelompok usaha kecil memiliki kemampuan dalam mengelola kredit, termasuk di
dalamnya pembinaan usaha kecil agar lebih memahami persyaratan administrasi dan keuangan. Pem-
binaan yang lain adalah pembinaan usaha bisnis terkait dengan pemasaran dan perbaikan mutu produk
yang selama ini menjadi kendala utama usaha kecil.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 58
Akses pada tanah perlu diperluas dan diarahkan pada upaya untuk menjadikannya sebagai asset
dalam pengertian yang luas yang bisa mendukung akses pada fasilitas kredit modal kerja. Sertifikasi
tanah yang dimiliki para petani perlu diintensifkan dalam rangka membantu petani memperoleh kredit
maupun bantuan lainnya. Akses terhadap tanah juga dapat dilakukan bagi buruh tani ataupun petani
penggarap untuk dapat memiliki hak pakai dari lahan-lahan produktif yang tidak diusahakan.
Dan terakhir, fokus juga perlu ditujukan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang rentan ter-
hadap gejolak, khususnya kenaikan harga kebutuhan pokok. Kelompok ini termasuk ke dalam kelompok
paling miskin sepanjang hidupnya yakni kelompok yang tidak pernah keluar dari garis kemiskinan. Ke-
lompok ini perlu dibantu dengan subsidi pemerintah, baik melalui beras miskin (RASKIN), bantuan lang-
sung tunai (BLT), pelayanan gratis kesehatan (JAMKESMAS), maupun jangkauan gratis akses pendidi-
kan (BSM). Kelompok-kelompok ini umumnya terdapat di daerah-daerah tertinggal seperti di desa-desa
dan distrik-distrik pedalaman.
Gambar 3.22. Meningkatkan IPM Dari Perspektif Sektor Ekonomi
4.3 Prioritas Ketiga : Sektor Kesehatan
Sektor kesehatan adalah prioritas ketiga dalam pembangunan manusia setelah sektor perekonomi-
an dan sektor pendidikan. Banyak dan kompleksnya permasalahan kesehatan yang dihadapi Pemerintah
Provinsi Papua Barat akan membutuhkan penanganan bertahap dengan langkah-langkah yang strategis
demi memaksimalkan kapasitas fiskal, sumber daya manusia dan kelembagaan yang tersedia. Dengan
latar belakang untuk memperbaiki capaian pembangunan manusia dan menyiapkan sumber daya manu-
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 59
sia bagi pembangunan yang lebih bermakna maka langkah-langkah strategis tersebut perlu dilaksanakan
secara fokus.
Di sektor kesehatan, Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat mesti lebih intensif dalam hal perbai-
kan angka harapan hidup dan penurunan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI),
yang banyak dipengaruhi oleh faktor pelayanan kesehatan, lingkungan dan perilaku masyarakat.
Intervensi pelayanan diarahkan dalam rangka memperbaiki faktor lingkungan dan perilaku masyara-
kat. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana kesehatan seperti rumah sakit, poliklinik, puskesmas,
puskesmas pembantu, tempat praktek serta tersedianya tenaga-tenaga dokter, bidan dan tenaga para-
medis lain hingga ke pelosok-pelosok daerah terpencil yang terletak di daerah pedalaman perlu ditingkat-
kan untuk menunjang kualitas kesehatan penduduk.
Di bidang pelayanan kesehatan dasar, upaya-upaya pembangunan seyogyanya difokuskan pada
peningkatan keselamatan ibu hamil dan ibu melahirkan guna menurunkan angka kematian ibu, pela-
yanan imunisasi ibu, bayi dan balita, pelayanan kesehatan di daerah terpencil dan akses pada fasilitas
dan sanitasi lingkungan.
Terkait upaya peningkatan status gizi masyarakat, agenda mendesak yang perlu dilakukan adalah
dengan cara pemantauan tumbuh kembang balita dan pemberian suplemen gizi.
Di bidang sumber daya manusia, prioritas perlu diberikan pada pengembangan tenaga paramedis
yang handal. Hambatan yang dihadapi selama ini untuk merekrut tenaga medis dokter seyogyanya tidak
dijadikan hambatan yang terlalu mengganggu dalam upaya memperbaiki sumber daya manusia
kesehatan dan pelayanan kesehatan secara umum.
Gambar 3.23 Meningkatkan IPM Dari Perspektif Sektor Kesehatan
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 60
4.4 Kesimpulan
Sebagai langkah akhir dari penyusunan publikasi ini, dapat kami berikan beberapa kesimpulan dan
saran sebagai berikut,
Pertama, Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat perlu menetapkan tujuan dan sasaran rinci
pembangunan manusia. Berbagai rumusan yang terasa terlalu umum seperti meningkatkan pendidikan,
kesehatan dan standar hidup yang layak, tidak banyak membantu. Tujuan dan sasaran yang lebih rinci
tersebut bermanfaat dalam memproses penyusunan program / kegiatan pembangunan, perkembangann-
ya dapat dimonitor dan hasilnya dapat dievaluasi secara terukur.
Kedua, Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat perlu menyelenggarakan pertemuan tingkat tinggi,
semacam social summit dalam rangka menggalang kesepakatan sosial pembangunan manusia di
Provinsi Papua Barat. Melalui pertemuan yang inklusif dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder),
tujuan dan sasaran pembangunan manusia dapat diangkat menjadi komitmen politik semua pihak.
Ketiga, pembagian kerja antara pemerintah daerah dan masyarakat di antara berbagai tingkatan
pemerintahan perlu segera ditetapkan. Hal ini penting untuk menghindari duplikasi dan atau kekosongan
dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam pembagian kerja ini, perlu dipertimbangkan dua hal, yaitu
keunggulan relatif masing-masing serta sinergi antar komponen tersebut. Sementara itu pembagian kerja
antara pemerintah dengan swasta adalah dalam kaitannya dengan penyediaan barang dan jasa kepent-
ingan bersama atau perseorangan. Sinergi juga diperlukan antara kegiatan swasta, pemerintah pusat
dan pemerintah daerah agar daya guna dan hasil guna pengeluaran swasta dan pemerintah meningkat.
Keempat, Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat perlu menyusun rencana dan biaya-biaya pro-
gram pembangunan manusia serta strategi pembiayaannya. Taksiran kebutuhan dana pembangunan
dan sumber dana pembangunan ini merupakan langkah awal menuju ke allocative efficiency and opera-
tional efficiency. Langkah ini juga akan menyadarkan kepada kita semua bahwa tidak ada daerah yang
terlalu miskin untuk segera memulai pembangunan manusia.
Kelima, program pembangunan manusia yang sekarang sedang dilaksanakan perlu dievaluasi
efektivitas dan efisiensinya. Disamping itu, evaluasi juga perlu untuk pertanggung gugatan program-
program pembangunan. Tidak pada tempatnya kalau kita dari tahun ke tahun selalu meningkatkan alo-
kasi dana untuk program-program pembangunan yang ternyata tidak membantu memecahkan permasa-
lahan riil yang dihadapi masyarakat. Hasil evaluasi juga dapat dimanfaatkan untuk menyusun pem-
biayaan program-program pembangunan ke depan. Semua itu penting untuk meningkatkan hasil guna
dan daya guna dari dana pembangunan yang masih terbatas.
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 61
LAMPIRAN TABEL-TABEL
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 63
Tabel 5.1
Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2012 - 2016
Kabupaten / Kota 2012 2013 2014 2015 2016
Fakfak 67,35 67,40 67,62 67,72 67,84
Kaimana 62,89 63,21 63,57 63,59 63,79
Teluk Wondama 57,81 58,04 58,36 58,66 58,96
Teluk Bintuni 57,94 58,13 58,42 59,12 59,48
Manokwari 67,22 67,34 67,60 67,69 67,84
Sorong Selatan 64,97 65,08 65,34 65,35 65,49
Sorong 64,90 64,99 65,23 65,25 65,39
Raja Ampat 63,81 63,84 64,05 64,06 64,16
Tambrauw 58,39 58,48 58,72 59,02 59,16
Maybrat 64,39 64,43 64,65 64,65 64,73
Manokwari Selatan 66,25 66,40 66,67 66,68 66,82
Pegunungan Arfak 66,17 66,25 66,49 66,49 66,61
Kota Sorong 67,84 67,96 69,02 69,04 69,36
PAPUA BARAT 64,88 65,05 65,14 65,19 65,30
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 64
Tabel 5.2
Harapan Lama Sekolah (HLS) Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2012 - 2016
Kabupaten / Kota 2012 2013 2014 2015 2016
Fakfak 13,08 13,17 13,25 13,26 13,51
Kaimana 10,56 11,02 11,19 11,23 11,46
Teluk Wondama 9,61 9,97 10,26 10,33 10,48
Teluk Bintuni 10,87 10,94 11,21 11,30 11,62
Manokwari 12,57 12,96 13,15 13,38 13,51
Sorong Selatan 11,14 11,33 11,52 11,71 11,93
Sorong 12,24 12,35 12,38 12,60 12,81
Raja Ampat 11,07 11,20 11,34 11,44 11,65
Tambrauw 10,02 10,46 10,73 10,80 10,89
Maybrat 11,74 11,92 12,11 12,21 12,31
Manokwari Selatan - 12,13 12,18 12,19 12,20
Pegunungan Arfak - 11,00 11,05 11,06 11,07
Kota Sorong 13,55 13,76 13,95 13,99 14,00
PAPUA BARAT 11,45 11,67 11,87 12,06 12,26
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 65
Tabel 5.3
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2012 - 2016
Kabupaten / Kota 2012 2013 2014 2015 2016
Fakfak 7,96 7,97 8,09 8,12 8,22
Kaimana 7,13 7,36 7,61 7,65 7,83
Teluk Wondama 6,36 6,43 6,50 6,52 6,57
Teluk Bintuni 6,98 7,28 7,44 7,45 7,57
Manokwari 7,47 7,58 7,70 7,75 7,85
Sorong Selatan 6,50 6,64 6,75 6,84 6,95
Sorong 6,79 7,06 7,14 7,46 7,57
Raja Ampat 6,58 7,16 7,32 7,39 7,53
Tambrauw 4,27 4,40 4,53 4,61 4,70
Maybrat 5,91 5,92 5,96 6,22 6,33
Manokwari Selatan - 6,12 6,20 6,21 6,32
Pegunungan Arfak - 4,79 4,85 4,86 4,90
Kota Sorong 10,59 10,82 10,86 10,87 10,91
PAPUA BARAT 6,87 6,91 6,96 7,01 7,06
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 66
Tabel 5.4
Pengeluaran Disesuaikan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2012 - 2016
(Dalam Ribu Rupiah)
Kabupaten / Kota 2012 2013 2014 2015 2016
Fakfak 5.793 6.662 6.731 6.796 6935
Kaimana 6.850 7.167 7.224 7.341 7538
Teluk Wondama 6.884 7.162 7.222 7.317 7434
Teluk Bintuni 8.537 8.862 8.929 9.129 9208
Manokwari 10.584 10.987 11.069 11.328 11440
Sorong Selatan 5.267 5.483 5.520 5.550 5644
Sorong 5.706 6.365 6.436 6.457 6563
Raja Ampat 6.729 7.020 7.061 7.191 7393
Tambrauw 4.020 4.339 4.405 4.431 4561
Maybrat 4.309 4.519 4.562 4.576 4692
Manokwari Selatan - 4.109 4.149 4.578 4702
Pegunungan Arfak - 4.522 4.563 4.570 4594
Kota Sorong 11.786 12.455 12.515 12.590 12858
PAPUA BARAT 6.732 6.896 6.944 7.064 7175
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 67
Tabel 5.5
Indeks Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2012 - 2016
Kabupaten / Kota 2012 2013 2014 2015 2016
Fakfak 72,85 72,92 73,27 73,42 73,60
Kaimana 65,99 66,48 67,04 67,06 67,37
Teluk Wondama 58,18 58,53 59,01 59,48 59,94
Teluk Bintuni 58,37 58,66 59,11 60,19 60,74
Manokwari 72,65 72,84 73,24 73,37 73,60
Sorong Selatan 69,19 69,36 69,75 69,77 69,98
Sorong 69,07 69,21 69,59 69,62 69,83
Raja Ampat 67,40 67,44 67,77 67,78 67,94
Tambrauw 59,06 59,20 59,57 60,04 60,25
Maybrat 68,29 68,36 68,69 68,70 68,82
Manokwari Selatan 71,15 71,38 71,81 71,81 72,03
Pegunungan Arfak 71,03 71,16 71,53 71,53 71,71
Kota Sorong 73,60 73,78 75,42 75,45 75,94
PAPUA BARAT 69,05 69,31 69,44 69,52 69,69
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 68
Tabel 5.6
Indeks Pendidikan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2012 - 2016
Kabupaten / Kota 2012 2013 2014 2015 2016
Fakfak 62,87 63,14 63,77 63,89 64,93
Kaimana 53,11 55,16 56,44 56,68 57,93
Teluk Wondama 47,89 49,12 50,16 50,43 51,01
Teluk Bintuni 53,45 54,68 55,92 56,23 57,51
Manokwari 59,84 61,27 62,19 62,97 63,69
Sorong Selatan 52,61 53,58 54,49 55,33 56,31
Sorong 56,62 57,83 58,21 59,88 60,82
Raja Ampat 52,67 54,97 55,89 56,41 57,46
Tambrauw 42,06 43,70 44,90 45,37 45,92
Maybrat 52,29 52,86 53,50 54,64 55,29
Manokwari Selatan - 54,09 54,51 54,55 54,96
Pegunungan Arfak - 46,53 46,88 46,93 47,08
Kota Sorong 72,93 74,30 74,94 75,11 75,26
PAPUA BARAT 54,70 55,46 56,17 56,86 57,59
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 69
Tabel 5.7
Indeks Pengeluaran Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2012 - 2016
Kabupaten / Kota 2012 2013 2014 2015 2016
Fakfak 53,45 57,72 58,04 58,33 58,95
Kaimana 58,57 59,96 60,20 60,69 61,50
Teluk Wondama 58,73 59,94 60,19 60,59 61,07
Teluk Bintuni 65,30 66,44 66,67 67,35 67,61
Manokwari 71,87 73,01 73,24 73,95 74,25
Sorong Selatan 50,55 51,77 51,98 52,14 52,66
Sorong 52,99 56,33 56,67 56,77 57,27
Raja Ampat 58,03 59,32 59,50 60,06 60,91
Tambrauw 42,29 44,62 45,08 45,27 46,15
Maybrat 44,41 45,86 46,15 46,24 47,01
Manokwari Selatan - 42,96 43,25 46,26 47,08
Pegunungan Arfak - 45,89 46,16 46,21 46,37
Kota Sorong 75,16 76,84 76,99 77,17 77,82
PAPUA BARAT 58,04 58,78 58,99 59,51 59,99
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 70
Tabel 5.8
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2012 - 2016
Kabupaten / Kota 2012 2013 2014 2015 2016
Fakfak 62,56 64,29 64,73 64,92 65,55
Kaimana 58,99 60,36 61,07 61,33 62,15
Teluk Wondama 54,69 55,65 56,27 56,64 57,16
Teluk Bintuni 58,84 59,73 60,40 61,09 61,81
Manokwari 67,86 68,81 69,35 69,91 70,34
Sorong Selatan 56,87 57,73 58,24 58,60 59,20
Sorong 59,18 60,86 61,23 61,86 62,42
Raja Ampat 59,06 60,36 60,86 61,23 61,95
Tambrauw 47,18 48,69 49,40 49,77 50,35
Maybrat 54,13 54,93 55,36 55,78 56,35
Manokwari Selatan - 54,95 55,32 56,59 57,12
Pegunungan Arfak - 53,36 53,69 53,73 53,89
Kota Sorong 73,89 74,96 75,78 75,91 76,33
PAPUA BARAT 60,30 60,91 61,28 61,73 62,21
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat 2016 71
Tabel 5.9
Laju Pertumbuhan IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat
Tahun 2011 - 2016
Kabupaten / Kota 2011-
2012
2012-
2013
2013-
2014
2014-
2015
2015-
2016
Fakfak 0,99 2,78 0,67 0,30 0,97
Kaimana 1,93 2,31 1,19 0,42 1,34
Teluk Wondama 1,78 1,74 1,12 0,67 0,91
Teluk Bintuni 1,68 1,51 1,12 1,13 1,19
Manokwari 0,86 1,41 0,79 0,80 0,62
Sorong Selatan 1,55 1,51 0,88 0,63 1,02
Sorong 1,05 2,85 0,60 1,02 0,91
Raja Ampat 1,18 2,20 0,82 0,62 1,17
Tambrauw 2,63 3,19 1,47 0,75 1,16
Maybrat 1,58 1,47 0,78 0,77 1,02
Manokwari Selatan - - 0,68 2,30 0,94
Pegunungan Arfak - - 0,62 0,07 0,30
Kota Sorong 1,51 1,45 1,08 0,17 0,56
PAPUA BARAT 0,67 1,01 0,61 0,74 0,78
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id
https:
//pap
uabar
at.b
ps.go.id