puspijak.orgpuspijak.org/download/rpi 5 april 2010.pdfpuspijak.org

218
i DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEHUTANAN 2010-2014 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF

Upload: dangcong

Post on 13-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

i

DEPARTEMEN KEHUTANANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEHUTANAN

2010-2014

R E N C A N APENELITIAN INTEGRATIF

Page 2: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 3: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iii

Pengantar

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah mengambil langkah strategis dengan menetapkan Rencana Penelitian Integratif (RPI) 2010-2014, sesuai dengan tema penelitian dari Roadmap Penelitian Kehutanan 2010-2025 yang telah dijabarkan ke dalam Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan bertanggung jawab terhadap Program Lanskap, Program Perubahan Iklim, dan Program Kebijakan, Buku RPI ini memuat 7 (tujuh) RPI yang menjadi bagian dari Program-Program tersebut, yaitu 1) Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS, 2) Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan, 3) Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan, 4) Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan, 5) Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim, 6) Penguatan Tata Kelola Kehutanan, 7) Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan.

RPI 2010-2014 merupakan acuan utama penyusunan rencana penelitian 2010-2014, baik bagi Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan maupun Balai Penelitian lingkup Badan Litbang Kehutanan sebagai pelaksana kegiatan, sehingga pada akhir periode RPI dapat diperoleh hasil penelitian terintegrasi yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna.

Bogor, Maret 2010Kepala Pusat,

Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.ScNIP. 19580108 198603 2 002

BoBoBBBBBBBBBBBBBBBBB gor, Maret 2010KeKeKeKeKKeKeKeKeKKKKKKKKKKeeKKeKeKeKeKeKeeKeKeKKKeKeKeKKeKeKeKeKeKeKeKeKeeKeKeKeeKeeKeKeKeKeKeKeKeeKeKeKeKeeKeKeKKeKeKeeKeKKeKeKeKeKKKKKKeKeKKKeKKeKKKKeKKKeKeeKKeKeKKepapappapappapapapapapapapapapapapapapappappapppappapapapapappapapappapapappppapppappppapapppappppappppappapappaappappaapappaapaapp la Pusat,

rDDDDDDDrDDDDrDrDDDDDDrDDrDrDDDDrDDDrDDDrDDrDDrDDDDDDDrDrDDDDDrDDDDDrDDDDDrrDDDDDDDrDrrrrrDDDDDrrrDDDrrrDrDDDrrDDrDDDrDrDDDDrDDDDrDrDDrrrrrrrrrrDrrrDrrrrDDDrrrrrDDrrrDrrrrrrDDDDrrrrrrrrrr. . . ................. IIIrIrIrIIIrrIrrIrIrrrrrIrIrIIrIIIIrrIIrIIIrIIIrrrrIIrIIrIIIrIrrrrrrrrIrrrrrIrrrrrrIIrrrrrrrrr. .. NuNNNNNNNNNNN r MaMaMaMaMaMaMaaMaaMaaMaMaMaaaaM sripatin, NNNNNINININININIIINNNNINNNIIINNIINIIINIIININNINNIINIINNNINNNNNNNN PPPPP.P.PPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPP 195580108 198603

Page 4: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iv RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 5: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

v

Rencana Penelitian Integratif (RPI) Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan

1. Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

2. Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

3. Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

4. Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

5. Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

6. Penguatan Tatakelola Kehutanan

7. Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

Page 6: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vi RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 7: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iManajemen Lanskap Hutan Berbasis DASMManajemenn Laanskap Hutan Berbaerrbaerbasis DASAAS iiSSSSS ii

Manajemen Lanskap Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DASHutan Berbasis DAS

PU

SA

T P

EN

EL

ITIA

N S

OS

IAL

EK

ON

OM

I DA

N K

EB

IJAK

AN

KE

HU

TA

NA

NW

ebsite : ww

w.puslitsosekhut.w

eb.id

Page 8: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 9: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iiiManajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Lembar Pengesahan

Page 10: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iv RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 11: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vManajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Daftar Isi

Lembar Pengesahan ................................................................................... iii

Daftar Isi ....................................................................................................... v

Daftar Tabel ............................................................................................... vii

Daftar Singkatan ......................................................................................... ix

I. Abstrak ................................................................................................1

II. Latar Belakang .....................................................................................1

III. Rumusan Masalah .............................................................................. 3

IV. Hipotesis ............................................................................................. 5

V. Tujuan dan Sasaran .............................................................................6

VI. Luaran .................................................................................................6

VII. Ruang Lingkup ....................................................................................6

VIII. Metode ............................................................................................... 7

IX. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu, dan Rencana Biaya ........ 11

X. Organisasi ..........................................................................................13

XI. Daftar Pustaka ...................................................................................13

XII. Kerangka Kerja Logis .........................................................................14

Page 12: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vi RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 13: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viiManajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Daftar Tabel

Table 1. Instansi Pelaksana, Tata Waktu, dan Rencana Biaya ..................12

Page 14: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 15: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ixManajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Daftar Singkatan

BPK : Balai Penelitian Kehutanan

CBD : Convention on Biological Diversity

CIFOR : Center for International Forestry Research

DAS : Daerah Aliran Sungai

DSS : Decision Support System

FAO : Food and Agricultural Organisation

GIS : Geographic Information System

GPS : Global Positioning System

Iptek : Ilmu pengetahuan dan Teknologi

KPH : Kesatuan Pengelolaan hutan

LHP : Laporan Hasil Penelitian

RPI : Rencana Penelitian Integratif

SFM : Sustainable Forest Management

UUD : Undang-undang Dasar

UPT : Unit Pelaksana Teknis

Page 16: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

x RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 17: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

1Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

I. ABSTRAKPengelolaan hutan di Indonesia dihadapkan pada tiga isue utama yaitu tata

ruang, trade-off s tujuan manajemen hutan dan kepentingan para pihak, serta pelestarian sumberdaya hutan atau SFM. Pendekatan klasik untuk mengelola hutan yang memisahkan aspek ekologi dari sosial-ekonomi dan lingkungan sekitar tidak berhasil menahan laju deforestasi maupun degradasi hutan, yang mengakibatkan sumberdaya ini menjadi semakin terancam kelestariannya. Penataan ruang melalui alokasi spasial penggunaan hutan perlu diintegrasikan dengan kepentingan (interests) dari berbagai pihak. Melalui penelitian integratif manajemen lanskap hutan diharapkan dapat disusun rekomendasi kebijakan untuk memperluas peran hutan dalam mendukung pembangunan daerah, melalui integrasi interests para pihak ke dalam rencana pembangunan kehutanan yang akan mendukung tata kelola kehutanan yang baik, good forest governance. Penelitian Integratif Manajemen Lanskap Berbasis Daerah Aliran Sungai dimaksudkan untuk menyediakan strategi kebijakan bagi pengambil keputusan (Decision Support System, DSS) yang dapat dipakai untuk mempertahankan keberadaan hutan dan memperluas peran hutan, termasuk meningkatkan kerentanaan hutan terhadap perubahan iklim. Penelitian ini dilakukan dengan membangun konsep manajemen lanskap hutan yang selanjutnya akan diujicobakan di berbagai DAS yang memiliki karakteristik kepadatan penduduk tinggi, dan mengalami tekanan yang berat. Melalui penelitian ini diharapkan dapat dikaji dinamika spasial perubahan lanskap hutan disertai dengan dinamika sosial-ekonomi dan lingkungan yang mempengaruhi perubahan tersebut. Sasaran yang akan dicapai dari Penelitian Integratif Manajemen Lanskap Berbasis Daerah Aliran Sungai antara lain terwujudnya luas hutan optimal di dalam suatu wilayah DAS disertai dengan sebaran fungsi hutan yang mendukung pengelolaan hutan secara lestari.

Kata kunci: manajemen lanskap, lanskap hutan, landuse, landuse change.

II. Latar Belakang

“Forest management is not rocket science, it is far more complex” (Thomas & Bunnel, 2001). Kalimat tersebut di atas menyebutkan bahwa mengelola hutan jauh lebih kompleks, rumit dari ilmu yang dipakai untuk membangun sebuah roket. Kompleksitas tersebut antara lain disebabkan oleh adanya berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan hutan dan seringkali faktor tersebut berada di luar kemampuan manajemen untuk mengendalikannya. Baik faktor yang bersifat ekologi dan ekonomi serta sosial saling terkait keberadaannya dan mempengaruhi kelestarian pengelolaan hutan.

Page 18: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

2 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Tantangan pengelolaan hutan di Indonesia adalah untuk mempertahankan sekaligus melestarikan sumberdaya hutan yang tersisa, disamping mengoptimalkan berbagai fungsi yang ada sehingga keberadaan hutan mampu memenuhi kebutuhan yang semakin beragam serta memberikan peran yang lebih luas kepada masyarakat. Pengelolaan hutan juga dihadapkan pada perubahan iklim yang melanda dunia. Hutan di Indonesia dilaporkan menyumbang emisi ketiga terbesar di dunia, yang mempengaruhi fungsi hutan sebagai sumber kehidupan masyarakat di sekitarnya maupun sebagai stabilitas sistem penyangga lingkungan secara luas.

Pendekatan klasik untuk mengelola hutan di Indonesia dilakukan sesuai dengan fungsi hutan yang telah ditetapkan, yaitu sebagai hutan produksi, konservasi dan hutan lindung. Pendekatan manajemen ini terbukti tidak berhasil menahan laju deforestasi maupun degradasi hutan, yang mengakibatkan sumberdaya ini menjadi semakin terancam kelestariannya. Kelestarian hutan tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkungan sekitarnya. Pengelolaan sumberdaya alam perlu dilakukan dengan berorientasi ekosistem secara keseluruhan. Pendekatan semacam ini dapat dilakukan dengan menerapkan manajemen lansekap hutan yang memandang hutan sebagai suatu kesatuan fungsi, dan pengelolaannya tidak dapat dipisahkan dari tujuan untuk memenuhi kebutuhan yang beragam1, baik yang bersifat ekologis, ekonomis maupun kebutuhan sosial. Dengan kata lain, melalui manajemen lansekap hutan rencana pengelolaan sumberdaya ditujukan untuk memproduksi komoditas sekaligus mempertahankan nilai ekologi yang ada melalui kegiatan pemantauan, kontrol struktur spasial maupun dinamikanya.

Lanskap disepakati melalui konvensi negara-negara Eropa sebagai suatu areal yang dipahami oleh masyarakat memiliki karakter unik. Karakter tersebut merupakan resultante aksi dan interaksi dari berbagai faktor, baik yang bersifat alami maupun hasil pengaruh manusia. Keunikan karakteristik alam tersebut yang merupakan salah satu alasan untuk melakukan perlindungan hutan melalui kerangka hukum konservasi.

Lanskap hutan dicirikan oleh karakteristiknya sebagai bentang alam yang didominasi oleh adanya hutan yang wilayahnya meliputi dari daerah hulu hingga ke bagian hilir suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Manajemen

1 Menurut Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Kehutanan no 41/1999, hutan di Indonesia dikelola agar dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan ekonomi sekaligus pemeratan sosial, pemantapan stabilitas politik serta pelestarian ekologis-lingkungan.

Page 19: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

3Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

lanskap bermaksud menata hutan secara spasial termasuk merencanakan alokasi penggunaannya sesuai dengan kepentingan (interests) dari berbagai pihak. Melalui manajemen lanskap kepentingan para pihak untuk menggunakan ruang di-integrasikan dengan tujuan pengelolaan di tingkat tapak atau lokal, wilayah maupun tingkat nasional. Melalui penelitian integratif manajemen lanskap hutan diharapkan dapat disusun rekomendasi kebijakan untuk memperluas peran hutan dalam mendukung pembangunan daerah, melalui integrasi interests para pihak ke dalam rencana pembangunan kehutanan yang akan mendukung tata kelola kehutanan yang baik, good forest governance.

III. Rumusan Masalah

Secara tradisional, pengelolaan hutan ditujukan terutama untuk memproduksi kayu dan kurang memperhatikan pengelolaan untuk tujuan yang lain. Tuntutan untuk melestarikan jenis yang terancam punah serta melindungi habitat atau zona sensitif serta tempat-tempat yang historis, dan juga zona perairan melalui pembatasan penebangan pohon menuntut pendekatan pengelolaan sumberdaya alam secara terintegrasi.

Menurut data FAO (2007), tingkat deforestasi hutan di dunia mencapai 13,7 juta hektar per tahun, sedangkan penanaman yang dilakukan hanya mencapai 0,7 juta hektar per tahun. Lebih dari setengah luas hutan global yang ada terdeforestasi atau terdegradasi; dimana 40% dari hutan yang lebat dikonversikan menjadi penggunaan lain seperti misalnya untuk pengembangan pertanian, peternakan, dan 10% telah dibuka atau terfragmentasi. Kondisi tersebut merupakan penyebab utama merosotnya kualitas dan kesehatan hutan. Selanjutnya diprediksi bahwa sebanyak 1 juta jenis tanaman dan binatang akan punah dalam jangka waktu 15 – 20 tahun mendatang. Akibatnya, pendekatan manajemen yang dilakukan saat ini dapat dikatakan gagal untuk mempertahankan dan melestarikan lanskap hutan untuk generasi mendatang.

Pendekatan pengelolaan hutan yang dilakukan saat ini memiliki beberapa keterbatasan. Diantaranya dan yang paling utama adalah skala atau fokus dari pengelolaan itu sendiri. Sebagai contoh, rencana pengelolaan mencakup berbagai nilai yang tidak mungkin diintegrasikan pengelolaannya. Disamping itu, memprioritaskan nilai tertentu dan mengensampingkan nilai lainnya akan membatasi proses lanskap yang penting serta berdampak luas. Disamping itu, secara tidak disadari rancangan dan implementasi dari kegiatan penebangan dan penerapan silvikultur tertentu meninggalkan fragmentasi hutan, yaitu terputusnya rangkaian hutan yang padat menjadi

Page 20: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

4 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

pulau-pulau hutan yang terisolasi. Keadaan ini dikhawatirkan akan mempengaruhi proses biodiversity dan ekologi di masa mendatang.

Hutan di Indonesia, kawasannya tersebar dari puncak gunung (Semeru, Rinjani, Puncak Jaya, Merbabu dan lain-lain) hingga wilayah perairan, seperti misalnya di Bunaken, Wasur di Papua, Danau Sentarum dll. Kawasan hutan tersebut ditetapkan oleh pemerintah dan dikelola sesuai dengan fungsinya yang telah ditetapkan. Luas kawasan hutan terus merosot. Laporan terakhir dari Badan Planologi Kehutanan menyebutkan bahwa luas wilayah hutan mencapai 123,46 juta ha, yang dikelola untuk produksi kayu dan hasil hutan seluas 71,52 juta ha, untuk perlindungan tata air seluas 31,78 juta ha dan untuk konservasi fl ora, fauna endemik serta bentang alam spesifi k seluas 23,60 juta ha (Arsyad, 2008).

Sebagaimana diamanatkan di dalam UUD 1945, pemerintah memiliki mandat untuk mengelola hutan di Indonesia dan memberikan/mendelegasikan hak pengelolaannya. Undang-undang Kehutanan yang baru tahun 1999 mengamanatkan pemerintah untuk melakukan desentralisasi urusan kehutanan dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah kabupaten untuk mengurus pengelolaan hutan yang memiliki fungsi produksi dan fungsi lindung. Sedangkan urusan pengelolaan hutan konservasi masih berada pada pemerintah pusat. Ketentuan ini selaras dengan penataan kembali pemerintahan daerah yang dilakukan melalui UU no 32 dan UU no 33 tahun 2004, yang menggantikan UU no 25 dan UU no 27 tahun 1999.

Seiring diberlakukannya kebijakan desentralisasi urusan pemerintahan, luas hutan di Indonesia dilaporkan semakin menipis dan kondisinya semakin merosot. Laju penurunan luas hutan yang dilaporkan oleh Departemen Kehutanan pada tahun 2002 mencapai 2,8 juta hektar hutan per tahun. Laju tersebut meningkat 50,5 % dibandingkan dengan tingkat deforestasi dalam periode 12 tahun yang terjadi pada tahun1986 s/d 1997, yang dilaporkan mencapai 1,86 juta hektar. Angka tersebut didukung oleh Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch (2000) yang melaporkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun laju deforestasi di Indonesia mencapai 2 juta ha/tahun atau 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan laju deforestrasi tahun 1980an. Penyebabnya adalah sistem politik dan ekonomi yang korup dengan menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi. Laju deforestasi yang paling tinggi terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan, sehingga apabila tidak dilakukan upaya yang signifi kan maka kedua pulau tersebut tidak akan memiliki hutan alam tropis lagi paska tahun 2012.

Page 21: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

5Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Hasil studi yang dilakukan oleh CIFOR melaporkan berbagai penyebab dari meningkatnya laju deforestasi di Indonesia. Selain sebagai akibat terjadinya ekonomi krisis di tahun 1997, meningkatnya laju deforestasi hutan terkait erat dengan reformasi politik dan desentralisasi urusan kehutanan yang mengakibatkan hutan di Indonesia semakin ter-fragmentasi dan rentan terhadap kebakaran.

Penyebab utama menipisnya luas hutan berasal dari adanya konversi lahan dari kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan kehutanan menjadi kawasan non-kehutanan. Konversi paling tinggi adalah untuk keperluan pertanian dan perkebunan yang dilaporkan mencapai 8,2 juta ha hingga periode 1999/2000 tahun. Selain itu untuk pembangunan infrastruktur pengembangan daerah seperti pembuatan jalan baru yang menerobos kawasan hutan (lindung, konservasi dan produksi) dan memfasilitasi terjadinya pembukaan hutan lebih luas lagi. Kegiatan penebangan hutan untuk produksi kayu dan non-kayu yang melejit pada tahun 1992/1993 dengan produksi sekitar 28,2 juta m3, kebakaran hutan dan juga pemekaran pemerintahan daerah yang ditandai dengan terbentuknya propinsi baru, meningkatnya jumlah kabupaten dan pemerintahan daerah di tingkat desa. Di lain pihak peranan hutan semakin dirasakan pentingnya bagi masyarakat, yang ditandai dengan meningkatnya tutupan hutan di luar kawasan sebagai hutan rakyat, serta pembangunan hutan kota yang diamanatkan melalui PP 65 tahun 2003.

Pendekatan manajemen lansekap dimaksudkan untuk menyelesaikan tiga issue utama yang menjadi tantangan bagi Departemen Kehutanan. Ketiga issue tersebut meliputi tata ruang, trade-off s tujuan manajemen hutan dan kepentingan para pihak, serta pelestarian sumberdaya hutan atau SFM.

Dalam hubungannya dengan tata ruang, keberadaan hutan semakin terdesak dengan pesatnya pembangunan daerah dan pemekaran wilayah administrasi. Kegiatan pembangunan daerah bertumpu pada sektor-sektor yang menggunakan lahan, seperti pertanian dan perkebunan, pembuatan jalan serta pembangunan perumahan. Kegiatan tersebut menuntut adanya pelepasan lahan hutan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang berorientasi sektoral. Akibatnya tata guna hutan yang alokasinya telah disepakati pada tahun 1986 ditinjau kembali dan diselaraskan dengan adanya tuntutan pembangunan daerah serta kebutuhan yang semakin berkembang. Manajemen lanskap hutan menjawab isue penataan ruang ini melalui optimasi pemanfaatan lahan hutan serta pembangunan model luas dan sebaran hutan minimal.

Page 22: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

6 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Pemanfaatan hutan dihadapkan pada adanya trade-off berbagai interest, masa waktu serta tujuan pengelolaan. Kebutuhan masing-masing individu untuk memperoleh pangan, sandang dan papan seringkali berbenturan dengan kebutuhan kelompok yang menginginkan keselarasan, kebudayaan dan kenikmatan. Selain itu, kebutuhan makan yang harus dipenuhi masa kini, untuk waktu yang sesaat, seringkali berseberangan dengan adanya kebutuhan perlindungan ataupun konservasi yang sifatnya jangka panjang. Manajemen lanskap hutan diharapkan menjawab permasalahan ini melalui pengaturan kembali fungsi hutan serta distribusinya agar keberadaan hutan dapat dirasakan manfaatnya secara optimal.

Kelestarian hutan tidak hanya ditentukan oleh pilihan sistem silvikultur yang digunakan tetapi juga ditentukan kekompakan fungsi hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem. Melalui manajemen lansekap hutan karakteristik ekosistem dapat diidentifi kasi serta diketahui faktor penentu kelestarian sumberdaya hutan.

IV. Hipotesis

Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah penataan ruang (pembangunan wilayah) dan penatagunaan hutan berbasis DAS akan mengurangi frekuensi terjadinya bencana banjir, erosi dan longsor dan mendukung penerapan pelaksanaan KPH.

V. Tujuan dan Sasaran

Penelitian Integratif Manajemen Lansekap berbasis Daerah Aliran Sungai bertujuan untuk menyediakan strategi kebijakan bagi pengambil keputusan (Decision Support System, DSS) yang dapat dipakai untuk mempertahankan keberadaan hutan dan memperluas peran hutan, termasuk meningkatkan ketahanan (resiliensi) hutan terhadap perubahan iklim.

Sasaran yang akan dicapai dari Penelitian Integratif Manajemen Lanskap Berbasis Daerah Aliran Sungai adalah :

1. Tersedianya rekomendasi mengenai luas hutan optimal di dalam suatu wilayah DAS disertai dengan sebaran fungsi hutan yang mendukung pengelolaan hutan secara lestari

2. Tersedianya informasi mengenai interest para pihak ke dalam berbagai level manajemen dari tingkat operasional, wilayah hingga tingkat nasional

Page 23: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

7Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

VI. Luaran

Rencana Penelitian Integratif Manajemen Lanskap Berbasis Daerah Aliran Sungai diharapkan menghasilkan :

1. Rekomendasi model penataan ruang dan penatagunaan hutan berbasis DAS sebagai dasar untuk menentukan luas hutan dan sebaran fungsi hutan yang optimal dalam penataan ruang wilayah

2. Rekomendasi model peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perekonomian yang berwawasan lingkungan

Luaran tersebut diharapkan dapat dipakai sebagai landasan untuk menerbitkan kebijakan untuk menentukan luas hutan optimal dan sebaran fungsinya di dalam wilayah DAS dan memberikan bahan pembelajaran untuk melakukan manajemen lanskap hutan.

VII. Ruang Lingkup

Sebagai suatu alat perencanaan, pendekatan lanskap mencari hubungan aksi yang dilakukan di tingkat lapangan - di tingkat petani atau pengelola hutan - dengan tingkat lansekap atau ekosistem. Merujuk pada keberhasilan dan kegagalan pendekatan yang dilakukan berbasis sektor, lanskap menghasilkan pendekatan antar sektor dan terintegrasi sehingga secara langsung dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan pembangunan yang telah disepakati guna memberantas kemiskinan dan menjamin terciptanya kelestarian lingkungan.

Pengambilan keputusan di sektor sumberdaya alam beserta perencanaannya semakin banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pengambil keputusan dan perencana dengan demikian dituntut untuk membangun praktek dan menyesuaikan diri sesuai dengan isue yang berkembang.

Desentralisasi dan pelimpahan otoritas untuk pengambilan keputusan di bidang perencanaan dan alokasi sumberdaya lahan dipandang sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kemiskinan dan menciptakan tata pemerintahan yang baik. Keberhasilan perencanaan di tingkat komuniti seringkali menjadi lemah apabila dihadapkan pada isue lingkungan dan sosial ekonomi yang berada di luar jangkauan atau pengaruhnya. Hal ini menggarisbawahi semakin pentingnya pendekatan lanskap untuk menyelaraskan berbagai kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang seringkali saling bertentangan.

Page 24: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

8 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Selaras dengan itu, CBD yang telah diratifikasi berbagai negara anggota menuntut peran pemerintah untuk menerapkan pendekatan berbasis ekosistem dalam merencanakan pengelolaan sumberdaya alam yang didasari dengan prinsip best practice yang harus dipedomani. Hal ini menuntut dilakukannya koordinasi antar sektor serta pengambilan keputusan yang dilakukan secara bertingkat – termasuk di tingkat lanskap dengan mengikutsertakan berbagai interest yang ada pada stakeholder – yang berimplikasi pada kompleksitas dan proses pelibatan multi-pihak.

Implementasi praktis pendekatan lanskap meliputi penerapan proses integratif yang diadaptasi pada konteks lokal. Penerapan ini menuntut keahlian baru serta alat perencanaan yang kemungkinan berbeda dari praktek konvensional yang biasa kita lakukan.

VIII. Metode

A. Kerangka Konseptual

Manajemen lansekap merupakan konsep yang mempengaruhi bagaimana hutan dikelola secara luas. Terdapat empat dimensi yang menjadi pertimbangan dan dicerminkan di dalam pengambilan keputusan untuk mendorong dan melestarikan fungsi ekosistem disamping memberikan hasil barang dan jasa kepada masyarakat luas. Keempat dimensi tersebut mencakup aspek ekonomi, ekologi, teknologi dan sosial, yang diuraikan sebagai berikut.

Aspek sosial: lahan, yang merupakan aspek manajemen merupakan properti, yang dimiliki suatu entitas yaitu masyarakat. Pengambil keputusan suatu lanskap yang dikelola adalah masyarakat. Konsekuensinya, publik menginginkan untuk terlibat, diikutsertakan dalam perencanaan penggunaan lahan dan penatagunaan lahan. Demikian juga dengan masyarakat, mereka memiliki hak sekaligus kewajiban dalampengelolaan lahan publik. Mengingat adanya intervensi terhadap hutan mempengaruhi masyarakat yang tinggal di dalamnya, dengan demikian keterlibatan masyarakat sangat esensial di dalam manajemen lanskap hutan.

Peran publik dalam penggunaan sumberdaya sangat esensial dewasa ini.Melalui kelompok-kelompok tertentu, publik mendiskusikan dan mengkritisi penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya, bagaimana pohon ditebang, spesies dilindungi serta regulasi dan kebijakan disusun menghadapi perubahan iklim. Pada umumnya perdebatan terpolarisasi pada dua kutub kategori penggunaan lahan, yaitu cut it down or lock it up artinya tebang atau pertahankan. Perdebatan tersebut mencakup nilai ekologi dengan

Page 25: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

9Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

tanpa mengabaikan produksi untuk komoditas/tertentu. Tendensi yang ada bahwa publik menginginkan peran secara aktif di dalam tahap penyusunan rencana, dan keterlibatan publik tersebut akan membentuk model atau konsep manajemen ekosistem di masa yang akan datang.

Aspek Ekonomi: Nilai ekonomi merupakan pembatas bagi setiap kegiatan, demikian juga halnya dengan MLH. Di dalam perencanaan, hasil hutan non-kayu mempengaruhi perolehan nilai ekonomi. Sebagai contoh, lahan hutan diperlukan juga untuk perlindungan biodiversitas, konservasi nasional dan rekreasi selain untuk produksi kayu. Selanjutnya, peningkatan kegiatan manajemen di tingkat lanskap akan berimplikasi menaikkan biaya manajemen dibandingkan dengan fokus pengelolaan pada kayu. Namun demikian, biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi kayu, mengkonservasi habitat liaran, biodiversitas dan ekologi di dalam suatu hamparan bentang lansekap kemungkinan akan lebih murah apabila dilakukan secara terpisah-pisah. Dengan adanya pengalihan lahan untuk tujuan perlindungan dan bukannya untuk produksi kayu yang dipasarkan akan mengurangi efi siensi, peningkatan biaya untuk memperoleh kayu dan substitusinya. Pengelolaan yang ditujukan untuk mendukung habitat yang beragam, di lain pihak penebangan dilakukan untuk menutup ongkos operasi dapat mengurangi biaya yang diperlukan untuk memproduksi kedua output tersebut.

Aspek Ekologi: Tujuan utama dari manajemen hutan adalah untuk mempertahankan sekaligus melestarikan ekosistem yang sehat dan produktif. Di dalam pengelolaan, perspektif ekosistem mempertimbangkan perlunya merancang strategi manajemen alternatif yang sensitif terhadap keseimbangan berbagai komponen hutan. Komponen yang penyusun utamanya adalah organisme di dalam ekosistem hutan terorganisir secara hierarkis kedalam fungsi kelompok dan terikat terhadap proses yang kompleks melalui lingkungan fi siknya serta ikatan yang lainnya.

Ekosistem memiliki tiga atribut, yaitu komposisi, struktur atau pola dan fungsi atau proses. Komposisi menunjukkan identitas serta keragaman elemen di dalam suatu kelompok yang meliputi keseluruhan jenis fl ora dan fauna. Struktur merupakan organisasi fi sik suatu sistem. Secara khusus, struktur menunjuk pada pengaturan spasial dari adanya ‘patches’ dan hubungan keterkaitan yang ada di dalamnya. Fungsi tersebut meliputi proses ekologi dan evolutionary termasuk di dalamnya gene fl ow, disturbance dan siklus hara. Dengan kata lain, fungsi ekologi dikenali melalui capture (penangkapan), produksi, siklus, penyimpanan dan output dari sumberdaya tersebut. Elemen lain dari ekosistem yang mampu mewujudkan harmoni adalah hubungan atau interaksi yang ada pada karakteristik tersebut yang menjadikan sistem tersebut dinamis. Sebagai

Page 26: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

10 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

contoh, adanya fungsi tergantung pada struktur yang membentuknya. Dalam hal ini, pengaruh manusia pada seluruh karakteristik ekosistem yang perlu menjadi pertimbangan bagi para perencana.

Dengan adanya deskripsi ekosistem seperti tersebut di atas, manajemen yang dilakukan untuk melestarikan karakteristik tersebut menjadi penting dan kompleks. Manajemen perlu memahami kompleksitas tersebut dan memberikan pengukuran secara kuantitatif terhadap karakteristik yang ada, serta menawarkan rancangan prosedur yang dapat dipakai untuk mempertahankan dinamika sistem dalam jangka waktu yang lama dengan tanpa mengorbankan keseimbangan ekosistem itu sendiri disamping mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Peluang inilah yang akhirnya ditangkap oleh paradigma manajemen lansekap.

Manajemen lanskap berorientasi pada skala makro, dan bukannya pada individual species. Manajemen lanskap hutan menitikberatkan pada kompleksitas jejaring interaksi yang mempengaruhi kualitas udara, air, tanah, vegetasi, insect, hewan liar dan mikro-organisme. Teori hierarchy menyatakan ‘apabila unit di tingkat bawah berinteraksi dan menghasilkan perilaku yang lebih atas serta perilaku tersebut mengontrol yang ada di bawahnya maka perencanaan harus dilakukan pada skala yang lebih luas. Dengan demikian, pendekatan dalam skala luas –pada level lanskap- merupakan pilihan tunggal untuk mengelola keragaman hayati. Fokus manajemen lanskap hutan dengan demikian adalah struktur lanskap hutan, mosaik patches kondisi hutan yang bervariasi dalam hal isi (content) maupun skala nya, dilengkapi dengan kejadian alam (proses geomorphopic dan ekologi) serta adanya intervensi manusia.

Aspek IPTEK: Akumulasi pengetahuan di bidang kehutanan mempengaruhi manajemen ekosistem hutan. Adanya perubahan tujuan dari suatu manajemen, fi losofi dan proses yang ada mengakibatkan perubahan fundamental di kehutanan. Disiplin baru muncul, seperti misalnya ekologi lanskap, modeling tata ruang hutan, etika lingkungan, konservasi biologi secara keseluruhan membantu kedewasaan ide manajemen lanskap. Selain itu, terdapat juga perkembangan teknologi komputer untuk menangani permasalahan sumberdaya hutan yang terdapat dalam skala luas dan waktu yang lama. Guna menjamin nilai hutan secara lestari, para pengelola atau manajer memerlukan alat pengambil keputusan yang lebih baik serta database spasial yang komprehensif.

Perkembangan Sistem Informasi Geografis (SIG) secara dramatis mampu meningkatkan kemampuan manajer sumberdaya serta para peneliti untuk mengumpulkan, menyimpan, mempertahankan, memanipulasi,

Page 27: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

11Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

membangun model serta memonitor mosaik lanskap dengan menggunakan inventarisasi hutan digital. Monitoring hutan dapat dilakukan melalui remote sensing dengan resolusi yang tinggi, Geographic Positioning System (GPS) serta data yang diorganisir melalui GIS. Kemampuan tersebut mampu mengubah cakupan permasalahan kehutanan serta pertanyaan yang diajukan. Saat ini, dapat dikatakan mudah untuk melakukan klasifi kasi spasial, menganalisis dan membangun model dan memantau adanya perubahan hutan dalam skala yang luas dengan berbagai atribut yang ada disamping mencermati hubungannya dengan nilai hasil hutan kayu dan non-kayu.

Sangat memungkinkan saat ini untuk membangun strategi manajemen spasial dengan menerapkan teknik operational research seperti optimisasi, simulasi untuk memanipulasi pola spasial dengan cara pendugaan target pola lanskap dari waktu ke waktu. Dengan menguji adanya perubahan pola lanskap sebagai suatu aktivitas yang terencana maupun intervensi manusia dan atau kejadian alam, maka dinamika lanskap akan mudah dipahami. Penerapan GIS dikombinasikan dengan teknik penghitungan komputer lainnya seperti artificial intellegence dan remote sensing data ataupun analisis citra serta hasil inventarisasi memudahkan untuk mengelola jumlah data yang berlimpah. Di samping itu, proses pengambilan keputusan akan menjadi semakin berkualitas. Keadaan ini yang diinginkan bahwa manajemen lanskap akan menjadi operasional. Strategi kebijakan untuk mempertahankan keberadaan hutan, memperluas peranannya serta memperkuat kerentanannya terhadap perubahan iklim dapat dilakukan dengan cara menyusun model optimasi luas hutan dan mengintegrasikannya ke dalam perencanaan penggunaan hutan dalam suatu wilayah DAS.

Kerangka konseptual yang disusun tersebut perlu dikomunikasikan ke berbagai lokasi penelitian yang terpilih. Komunikasi tersebut diperlukan untuk verifikasi jenis data yang diperlukan serta penyusunan rencana pengendalian penelitian di lapangan, termasuk monitoring data dan pelaporan progres penelitian. Sehubungan dengan itu maka kegiatan pengumpulan data lapangan sudah mulai dilakukan di awal tahun penelitian. Termasuk pengumpulan data untuk kegiatan. Kajian Lanskap hutan pada berbagai kondisi DAS dan Analisis persepsi multipihak terhadap lanskap hutan. Kegiatan penelitian Integrasi multi-strategi ke dalam multi-level manajemen lanskap dilakukan pada tahun ke 2 setelah tersedia data awal dari penelitian yang lain.

Page 28: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

12 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

B. Kerangka Analisis

Manajemen lanskap hutan dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Memahami konteks, prinsip dan relevansi pendekatan tingkat lanskap bagi tata kelola sumberdaya alam saat ini;

2. Memahami bagaimana proses perencanaan di tingkat lanskap dapat dibangun serta bagaimana dapat difasilitasi;

3. Mengenali berbagai alat yang dipakai untuk menerapkan pendekatan tingkat lanskap dan berpengalaman dalam menerapkan serta mengadaptasinya sesuai dengan kondisi aktual;

4. Memahami peran pendekatan tingkat lanskap untuk memperbaiki pengambilan keputusan, pengelolaan secara berkelanjutan serta monitoring sumberdaya alam.

Kerangka analisis yang dipakai di dalam penelitian manajemen lanskap meliputi analisis dinamika spasial penggunaan lanskap hutan yang dikombinasikan dengan dinamika sosial-ekonomi dan politik para pengguna lanskap hutan. Kombinasi analisis tersebut dapat dilakukan apabila tahapan penelitian tersebut dibawah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Secara keseluruhan analisis manajemen lanskap hutan dimaksudkan untuk menghasilkan model optimasi luas dan sebaran fungsi hutan di dalam suatu wilayah.

Kegiatan dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Review status riset manajemen lanskap hutan, untuk menghasilkan kerangka konseptual Penelitian Integratif Manajemen Lanskap Hutan.

2. Analisis persepsi multipihak terhadap lanskap hutan dimaksudkan untuk menghasilkan model lanskap hutan berbasis persepsi para pihak. Kegiatan ini mencakup identifi kasi persepsi multipihak tentang lanskap hutan dan identifi kasi berbagai faktor yang mempengaruhi persepsi multipihak tentang lanskap hutan

3. Analisis paduserasi Tata Ruang Daerah dengan Tata Guna Hutan yang dimasudkan untuk mengetahui demand dan suplai lahan kehutanan untuk pembangunan daerah. Kegiatan ini dilakukan dengan pendekatan identifikasi faktor koheren dan sinergitas penggunaan ruang dan identifi kasi faktor yang mempengaruhi alokasi dan penggunaan ruang

4. Sintesa dan analisa model spasial dinamis dan model sosial-ekonomi lansekap hutan.

Page 29: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

13Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

IX. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu, dan Rencana Biaya

Rencana Penelitian Integratif akan dilaksanakan untuk jangka waktu lima tahun, dimulai pada tahun 2010 dan diharapkan pada akhir tahun 2014 sudah dapat diperoleh hasil akhirnya. RPI ini meliputi lima kegiatan penelitian yang akan dilakukan secara simultan selama periode tersebut. Penelitian ini diawali dengan melakukan review status riset manajemen lanskap pada tahun 2010, mengingat pendekatan ini merupakan hal baru bagi kehutanan. Hasil review selanjutnya dipakai sebagai landasan untuk menyusun kerangka konseptual (conceptual framework) penelitian integratif manajemen lanskap hutan berbasis DAS. Selain itu juga dilakukan kegiatan analisis paduserasi tata ruang wilayah (daerah) dengan tata guna hutan. Kedua kegiatan tersebut hanya dilakukan selama satu tahun, yaitu di awal tahun penelitian 2010, mengingat informasi yang dihasilkan dari kedua kegiatan tersebut menjadi landasan untuk penyusunan kerangka konseptual yang selanjutnya akan diterapkan untuk pengumpulan data di lapangan.

Kegiatan akan dilaksanakan oleh Puslitsosek dan instansi lingkup Badan Litbang Kehutanan. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu, dan Rencana Biaya tersaji dalam Tabel 1.

Table 1. Instansi Pelaksana, Tata Waktu, dan Rencana Biaya

KODE Program/ RPI/ Luaran/ Kegiatan PELAKSANA

TAHUN PELAKSANAAN

2010 2011 2012 2013 2014

Program 1 Lanskap

1 RPI 1 Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

1.1 Luaran 1 : Rekomendasi model penataan ruang dan penatagunaan hutan berbasis DAS sebagai dasar untuk menentukan luas hutan dan sebaran fungsi hutan yang optimal di dalam penataan ruang wilayah

1.1.1 Review status riset manajemen lanskap hutan

1.1.1.4 Puslitsosek 100

1.1.2 Kajian Lanskap Hutan pada berbagai kondisi DAS

1.1.2.4 Puslitsosek 100 100 100

1.1.2.11 BPK Ciamis 125

1.1.2.7 BPK Aek Nauli 125

1.1.2.9 BPK Palembang 125

1.1.2.13 BPK Mataram 125

Page 30: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

14 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

KODE Program/ RPI/ Luaran/ Kegiatan PELAKSANA

TAHUN PELAKSANAAN

2010 2011 2012 2013 2014

1.1.3 Analisis paduserasi Tata Ruang Daerah dengan Tata Guna Hutan

1.1.3.4 Puslitsosek 150

1.2 Luaran 2 : Rekomendasi model peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan perekonomian yang berwawasan lingkungan

1.2.1 Analisis persepsi multipihak terhadap lanskap hutan

1.2.1.4 Puslitsosek 100

1.2.1.9 BPK Palembang 100

1.2.1.13 BPK Mataram 100

1.2.1.18 BPK Makasar 100

1.2.1.7 BPK Aek Nauli 100

1.2.1.12 BPK Solo 100

1.2.2 Integrasi multiple strategi ke dalam multi-level manajemen lanskap

1.2.2.4 Puslitsosek 100 100

1.2.2.12 BPK Solo 100

1.2.2.11 BPK Ciamis 100

1.2.2.7 BPK Aek Na Uli 100

1.2.2.9 BPK Palembang 100

TOTAL 100 1000 750 400

X. Organisasi

RPI akan dikoordinasi oleh Puslitsosek, dengan koordinator Ir. Retno Maryani, MSc. Dalam pelaksanaannya akan melibatkan UPT Lingkup Badan Litbang Kehutanan, seperti BPK Aek Na Uli, BPK Solo, BPK Makasar, juga dengan instansi terkait lainnya. Koordinator akan dibantu Tim Koordinasi yang ditetapkan oleh Kepala Puslitsosek.

XI. Daftar Pustaka

Anonimus. A hierarchical spatial framework for forest landscape planning. Ecological Modelling 182 (2005) 25-48. www.sciencedirect.com

Food and Agricultural Organization (2007) State of the World Forest

Jianguo Liu., Kalan Ickes., Peter S. Ashton., James V Lafrankie and Manokaran (1999). Spatial and Temporal Impacts of Adjacent Areas on the Dynamics of Species Diversity in a Primary Forests. In Spatial

Page 31: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

15Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Modeling of Forest Lanscape Change: approaches and applications. Cambridge University Press.

Mladenoff , David.J., William Lawrence Baker (1999). Development of Forest and Modelling approaches. In Spatial Modeling of Forest Lanscape Change: approaches and applications. Cambridge University Press.

Riiters, Kurt H., James D. Wickham and Timothy G Wade. An Indicator of Forest Dynamics Using a Shifting Landscape Mosaic. Ecological Indicators, Volume 9 Issue 1. January 2009, pages 107-117.

Yanuariadi, Tetra (1999). Sustainable Land Allocation. GIS-based decision support for industrial forest plantation development in Indonesia. ITC Publication Series, No 71 (Dissertation No. 59). ISBN 90-6164-167-5. International Institute for Aerospace Survey and Earth Science (ITC). PO.Box.6, 7500 AA Enschede. The Netherlands.

XII. Kerangka Kerja Logis

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

TUJUAN:Menyediakan strategi kebijakan (decission support system, dcs) untuk mempertahankan keberadaan hutan, memperluas peran hutan dan meningkatkan ketahanan hutan terhadap perubahan iklim.

Dihasilkannya rekomendasi yang dapat dipakai sebagai landasan pengambilan kebijakan untuk mempertahankan keberadaan hutan, memperluas peran hutan dan meningkatkan ketahanan hutan terhadap perubahan iklim.

Dokumen mengenai rekomendasi kebijakan untuk mempertahankan hutan yang dikemas dalam bentuk produk LHP, Publikasi Ilmiah, dan Policy brief

Tidak ada perubahan mendasar dalam hal kewenangan pemerintah untuk mengatur pengelolaan hutan (UU No. 41/1999) dan PP No.38/2007

Dukungan penuh dari pemerintah daerah yang mewakili tiga contoh DAS

Page 32: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

16 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

SASARAN:• Tersedianya

rekomendasi mengenai luas hutan optimal di dalam suatu wilayah DAS disertai dengan sebaran fungsi hutan yang mendukung pengelolaan hutan secara lestari

• Tersedianya informasi mengenai interest para pihak ke dalam berbagai level manajemen dari tingkat operasional/lokal, wilayah hingga tingkat nasional

Telah dilaksanakannya penelitian penataan ruang dan penatagunaan hutan sesuai dengan karakteristik ekologi, ekonomi dan sosial yang mengutamakan daya dukung DAS

Sintesis hasil penelitian tentang peningkatan peran fungsi hutan dalam mempengaruhi iklim mikro, mengatur tata air dan melindungi keanekaragaman hayati.

Sintesis hasil penelitian terkait dengan kegiatan perekonomian yang berwawasan lingkungan

Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan pembangunan wilayahnya berbasis DAS dan berwawasan lingkungan

Sintesis hasil penelitian terkait dengan peranan hutan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakatLHPPolicy BriefPublikasi

LUARAN:1. Rekomendasi model

penataan ruang dan penatagunaan hutan berbasis DAS sebagai dasar untuk menentukan luas hutan dan sebaran fungsi hutan yang optimal di dalam penataan ruang wilayah

Dilaksanakannya : 1) Review status riset manajemen lanskap, 2) Kajian lanskap pada berbagai kondisi DAS, 3) Analisis padu serasi tata ruang daerah dengan tata guna hutan

Dokumen LHP, Publikasi dan Policy Brief

Seluruh judul penelitian dapat dilaksanakan oleh para penanggung jawab

Page 33: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

17Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

2. Rekomendasi model peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perekonomian yang berwawasan lingkungan

Dilaksanakannya penelitian : 1) Analisis persepsi multipihak terhadap lanskap hutan, 2) Integrasi multiple strategi ke dalam multi level manajemen lanskap

Dokumen LHP, Publikasi dan Policy Brief

Seluruh judul penelitian dapat dilaksanakan oleh para penanggung jawab

KEGIATAN:

1.1. Review status riset manajemen lanskap hutan

Penelitian berhasil menemukan konsep penelitian integratif terkait manajemen lanskap hutan

Dokumentasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Sumberdaya mendukung dan aksesibilitas ke berbagai perpustakaan dan publikasi mudah

1.2 Kajian lanskap hutan pada berbagai kondisi DAS

Penelitian berhasil: (1) menyusun karakteristik berbagai kondisi DAS; (2) mengidentifi kasi sebaran luas dan fungsi hutan pada berbagai kondisi DAS; dan (3) menganalisi hubungan antara faktor sosial-politik,ekonomi dan ekologi- biofi sik yang mempengaruhi sebaran luas dan fungsi hutan pada berbagai kondisi DAS

Dokumentasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Adanya dukungan penuh dari para pemangku kepentingan terkait dengan manajemen lanskap

1.3 Analisis Paduserasi Tata Ruang Daerah dengan Tata Guna Hutan

Penelitian berhasil: (i) menyusun pola paduserasi Tata Ruang dengan Tata Guna Hutan di tingkat nasional dan sub-nasional; dan (ii) menganalisis faktor sosial-politik, ekonomi dan ekologi/biofi sik yang menentukan tercapainya paduserasi;

Dokumentasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan pembangunan wilayahnya berbasis DAS dan berwawasan lingkungan

Page 34: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

18 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

2.1. Analisis persepsi multipihak terhadap lanskap hutan

Penelitian berhasil: (1) mengidentifi kasi pihak-pihak yang terkait dengan manajemen lanskap hutan; (2) menyusun persepsi multipihak dalam hubungannya dengan manajemen lanskap hutan; dan (3) menganalisis faktor sosial-politik, ekonomi yang mempengaruhi persepsi multipihak terhadap manajemen lanskap hutan

Dokumentasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Pemerintah Pusat dan Daerah bersungguh-sungguh melaksanakan pembangunan antar sektor di wilayahnya secara terpadu dan berwawasan lingkungan

2.2. Integrasi multiple strategi ke dalam multi-level manajemen lanskap hutan

Penelitian berhasil: (1) menyusun berbagai strategi di dalam manajemen lanskap hutan; (2) mengidentifi kasi adanya berbagai level manajemen lanskap hutan; dan (3) membuat model integrasi multiple strategi ke dalam multi-level manajemen lanskap hutan

Dokumentasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh kepada arah penelitian

Page 35: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iPengembangan Hutan Kota/Lanskap PerkotaanPengembangan Hutan Kota/Lanskap PerkotaanKota/Lans i

Pengembangan Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Hutan Kota/Lanskap

PerkotaanPerkotaan

Page 36: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 37: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iiiPengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

Lembar Pengesahan

Page 38: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iv RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 39: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vPengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

Daftar Isi

Lembar Pengesahan ................................................................................... iii

Daftar Isi ....................................................................................................... v

Daftar Gambar ............................................................................................ vi

Daftar Tabel ............................................................................................... vii

Daftar Singkatan ......................................................................................... ix

I. Abstrak ................................................................................................1

II. Latar Belakang .................................................................................... 2

III. Rumusan Masalah .............................................................................. 3

IV. Tujuan dan Sasaran .............................................................................4

V. Luaran .................................................................................................4

VI. Ruang Lingkup .................................................................................... 5

VII. Metode ............................................................................................... 5

VIII. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu dan Rencana Biaya .......... 11

IX. Organisasi ..........................................................................................12

X. Daftar Pustaka ...................................................................................12

XI. Kerangka Kerja Logis ........................................................................15

Page 40: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vi RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Daftar Gambar

Gambar 1. Pengembangan jenis dan luas ekosistem ruang terbuka hijau menurut struktur dan fungsi dalam Hutan Kota (modifi kasi dari Kartawinata dan Samsoedin, 2007) ................ 7

Gambar 2. Faktor sosial budaya dan ekonomi pemilihan jenis pohon dalam pengembangan Hutan Kota ........................................... 7

Page 41: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viiPengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

Table 1. Metode Analisis RPI Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan .......................................................................9

Table 2. Instansi Pelaksana, Tata Waktu dan Rencana Biaya ................... 11

Daftar Tabel

Page 42: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 43: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ixPengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

Daftar Singkatan

ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

BBPD : Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

BPK : Balai Penelitian Kehutanan

DSS : Decision Support System

LHP : Laporan Hasil Penelitian

RPI : Rencana Penelitian Integratif

RTH : Ruang Terbuka Hijau

RTRWN : Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

TAHURA : Taman hutan rakyat

UI : Universitas Indonesia

UPT : Unit Pelaksana Teknis

Page 44: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

x RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 45: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

1Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

I. ABSTRAK Pembangunan fi sik di perkotaan yang perencanaannya kurang memadai

telah menyebabkan rusaknya lingkungan perkotaan. Kondisi ini diperparah oleh kegiatan ekonomi di sektor produksi maupun konsumsi yang menghasilkan limbah melebihi daya dukung lingkungan, sehingga ekosistem perkotaan tidak mampu lagi menampung dan mengolah limbah secara alami. Fakta yang kita lihat sekarang ini memperlihatkan kondisi lingkungan yang buruk berupa kerusakan hutan alam maupun hutan buatan termasuk rusaknya ekosistem di perkotaan. Oleh karena itu, keinginan untuk menyejahterakan masyarakat akan tercapai apabila dilakukan perubahan kebijakan yang juga memperhitungkan manfaat keberadaan sumberdaya alam termasuk sumberdaya genetik pohon-pohonan dan jasa lingkungan khususnya ekosistem di perkotaan. Ekosistem perkotaan termasuk dalam kategori ekosistem buatan. Contoh ekosistem yang selalu berinteraksi dengan ekosistem di perkotaan, antara lain, bendungan, danau/situ, sempadan sungai, areal terbuka hijau, hutan tanaman, pekarangan, areal pemukiman, kawasan industri, jalan raya seperti jalan tol dan lain-lain. Prinsip pengembangan dan pengelolaan Hutan Kota untuk mencapai fungsinya adalah mengelola faktor lingkungan, sosial dan ekonomi. Dalam rangka tercapainya pembangunan dan pengembangan Hutan Kota di Indonesia, beberapa permasalahan mendasar yang teridentifikasi diantaranya, Rencana Induk Pembangunan Hutan Kota, pedoman dasar operasional pembangunan Hutan Kota, bencana banjir, masalah polusi udara, kontaminasi air tanah dan sungai serta sampah perkotaan. Promosi potensi sumberdaya genetik pohon-pohonan melalui upaya konservasi ex-situ pada ruang-ruang hijau di perkotaan, dan refungsionalisasi kawasan hijau, situ, danau, bantaran sungai sebagai daerah resapan air perlu dilakukan melalui pembangunan Hutan Kota dan ruang terbuka hijau yang terencana secara baik dan benar. Penelitian ini bertujuan menghasilkan data dan informasi serta IPTEK dalam rangka mendukung terciptanya keseimbangan lingkungan fi sik (iklim mikro, kualitas udara, air dan radiasi) ekosistem perkotaan melalui pembangunan dan pengembangan Hutan Kota. Ruang lingkup kegiatan penelitian Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan tahun 2010-2014 adalah konservasi plasma nutfah pohon-pohonan, analisis kelembagaan dan peraturan pendukung, mencari komposisi jenis pohon sesuai dengan lokasi dan fungsi kawasan ruang terbuka hijau, pengembangan areal persemaian, model Hutan Kota di kawasan pemukiman, kawasan perkotaan, kawasan industri, bantaran sungai, situ dan bendungan, kajian nilai konservasi, ekonomi, jasa lingkungan, rekreasi dan estetika, Design Engineering Hutan Kota, dan pengembangan sistem pembangunan kawasan terbuka hijau baik di ekosistem hulu maupun ekosistem perkotaan. Melalui aktivitas di atas hasil yang diharapkan adalah rekomendasi kebijakan pengembangan hutan kota berbasis demografi , policy brief, laporan kajian dan hasil-hasil penelitian serta bahan

Page 46: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

2 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

pembelajaran dalam rangka mendukung keberhasilan pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan.

Kata kunci: hutan kota, lanskap perkotaan, ekosistem, pengelolaan, sumberdaya genetik pohon-pohonan, konservasi tanah dan tata air.

II. Latar Belakang

Pembangunan fisik di perkotaan yang diharapkan dapat mensejahterakan kehidupan manusia, dalam perkembangannya telah menimbulkan permasalahan tersendiri akibat perencanaan yang kurang memadai. Pertumbuhan penduduk serta pembangunan infrastruktur untuk mendukung kegiatan ekonomi di perkotaan menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan seperti hilangnya ruang terbuka hijau, rusaknya fungsi resapan air, polusi air dan udara.

Tujuan pembangunan pada dasarnya adalah terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun fakta yang kita lihat sekarang ini memperlihatkan kondisi lingkungan yang buruk berupa kerusakan hutan alam maupun hutan buatan termasuk rusaknya ekosistem di perkotaan. Cita-cita untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai apabila didukung oleh kebijakan yang mumpuni yang juga memperhitungkan manfaat keberadaan sumberdaya alam termasuk plasma nutfah pepohonan dan jasa lingkungan khususnya ekosistem di perkotaan sebagai sumber ekonomi tidak langsung. Upaya merevitalisasi ekosistem di perkotaan dapat dilakukan, antara lain, melalui pengembangan Hutan Kota/lanskap perkotaan.

Ekosistem perkotaan termasuk dalam kategori buatan. Contoh ekosistem yang selalu berinteraksi dengan ekosistem di perkotaan, antara lain, bendungan yang serupa dengan ekosistem danau/situ, sempadan sungai, ruang terbuka hijau, ekosistem pekarangan, kawasan pemukiman, kawasan perkantoran, kawasan industri dan jalan raya termasuk jalan tol. Namun demikian, interaksi yang diharapkan tidak terjadi karena adanya kerusakan beberapa komponen ekosistem. Sebagai contoh, kawasan sekitar danau di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) yang jumlahnya ribuan pada umumnya mengalami kerusakan. Oleh karena itu, ekosistem danau perlu menjadi prioritas dalam pengelolaannya karena merupakan bagian dari lingkungan perkotaan yang berfungsi sebagai pengatur iklim dan banjir maupun sebagai tempat resapan air.

Walaupun upaya untuk memperbaiki ekosistem di perkotaan telah banyak dilakukan, antara lain, dengan melakukan kegiatan penanaman di banyak lokasi di Jakarta (Gerakan Sejuta Pohon, Pembangunan Hutan Kota

Page 47: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

3Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

Kampus UI Depok, Pembangunan Hutan Kota Eks Kawasan Kemayoran, Pembangunan Hutan Kota Mabes ABRI Cilangkap, Pembangunan Hutan Kota Bumi Perkemahan Cibubur dan pembangunan hutan kota di banyak tempat di Jabodetabek termasuk kegiatan konservasi alam berupa pengembangan koridor konservasi melalui penanaman pohon di kawasan jalan tol), koordinasi dengan pihak terkait dalam pengelolannya secara integratif perlu terus dilakukan.

Kiprah dan partisipasi Badan Litbang Kehutanan dalam kegiatan pembangunan dan pengembangan Hutan Kota di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1989, melalui penelitian, seminar di dalam dan luar negeri serta kerjasama dengan instansi terkait (Samsoedin et. al., 1989a, 1989b, Samsoedin dan Sutisna, 1990, Samsoedin, 1991; Samsoedin, 1992; Samsoedin dan Setyawati, 1993; Samsoedin dan Mogea, 1993; Samsoedin, 1994; Samsoedin, 1997a, Samsoedin, 1997b; Samsoedin et. al., 2006; Samsoedin, 2007a; 2007b; 2007c ). Namun secara aktif kegiatan ini dimulai lagi pada tahun 2006, antara lain, melalui dijalinnya kerjasama dengan Pemerintah Kota Padang dalam pembuatan Design Engineering Pembangunan Hutan Kota Malvinas seluas 20 hektar serta kerjasama dengan Pemerintah Kota Bogor dalam evaluasi keberadaan pepohonan di kawasan hijau. Kerjasama antara Departemen Kehutanan dan PU yang ditandatangani oleh kedua Menteri terkait pada tahun 2006 tentang Penghijauan di kawasan jalan tol juga merupakan langkah nyata dalam membangun RTH di sekitar perkotaan.

Permasalahan ekosistem perkotaan yang demikian kompleks telah mendorong Badan Litbang Kehutanan untuk secara konsisten mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka memperbaiki kerusakan ekosistem di perkotaan melalui kegiatan penelitian pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan.

III. Rumusan Masalah

Upaya-upaya mereduksi dampak negatif pembangunan fisik dan ekonomi perkotaan sudah banyak dilaksanakan oleh berbagai pihak (pemerintah, swasta, masyarakat). Salah satu upaya yang berdampak positif dalam mengatasi permasalahan ini adalah melalui pembangunan dan pengembangan hutan kota yang sejak tahun 2002 telah memiliki kekuatan hukum dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Namun demikian dalam perjalanannya PP No. 63 ini belum berjalan dengan optimal. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Page 48: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

4 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

1. Apakah kebijakan dan peraturan perundang-undangan, khususnya PP. 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota, dalam upaya perbaikan ekosistem perkotaan sudah cukup memadai dan sejauhmana upaya para pihak dalam melaksanakannya?

2. Seberapa jauh masyarakat menghargai hutan kota dan lanskap perkotaan dalam konteks pembangunan perkotaan?

3. Ilmu pengetahuan dan teknologi apakah yang diperlukan untuk membangun dan mengembangkan hutan kota/lanskap perkotaan?

IV. Tujuan dan Sasaran

Tujuan penelitian adalah menghasilkan data dan informasi serta ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menyediakan strategi kebijakan (Decision Support System) pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan dalam proses pengambilan keputusan. Sasaran yang akan dicapai adalah:

1. Tersedianya rekomendasi terkait kebijakan pengembangan dan pengelolaan hutan kota

2. Tersedianya rekomendasi kebijakan pengembangan hutan kota berbasis demografi

3. Tersedianya rekomendasi tentang jenis-jenis pohon potensial untuk pengembangan hutan kota

4. Tersedianya rekomendasi bentuk ideal pengembangan zonasi fungsi hutan kota di daerah pantai (low laying coastal cities) dan daratan tertutup (Land lock)

V. Luaran

Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025 secara jelas memberi arahan bahwa hutan telah ditetapkan sebagai azas dari lanskap dan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) digunakan sebagai basis dalam arahan lanskap. Disamping itu, target per periode (phase) didasarkan pada urutan prioritas penanganan obyek, yaitu untuk pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan diarahkan pada daerah perkotaan berdasarkan tingkat kepadatan penduduk dibagi ke dalam dua zona, yaitu daratan tertutup yang tidak mempunyai akses langsung ke laut (land locked cities) yang rentan terhadap perubahan iklim karena terkendala batas administratif pemerintahan wilayah di sekitarnya dan daerah perkotaan yang rentan terhadap perubahan iklim terutama dengan naiknya permukaan air laut, yaitu perkotaan dengan elevasi rendah yang berada di sepanjang pantai (low-laying coastal cities).

Page 49: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

5Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

Luaran RPI Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan yang hendak dicapai dalam waktu lima tahun mendatang (kegiatan RPI tahun 2010-2014) adalah berupa:

1. Hasil kajian dan rekomendasi tentang aspek kebijakan hutan kota/lanskap perkotaan

2. Hasil kajian dan rekomendasi tentang aspek biofi sik hutan kota/lanskap perkotaan

Melalui dua luaran di atas diharapkan terwujudnya strategi pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan yang diadopsi oleh pengguna.

VI. Ruang Lingkup

Penelitian difokuskan pada upaya-upaya penyediaan ilmu dan teknologi pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan dan pengembangan sistem kelembagaan yang mendukung kebijakan pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan. Kegiatan penelitian didasarkan pada Road Map Penelitian dan Pengembangan Kehuanan 2010-2025, yaitu mencakup zonasi fungsi hutan kota di daerah pantai (low laying coastal cities) dan daratan tertutup (land lock).

VII. Metode

A. Kerangka Konseptual

1. Sejarah Hutan Kota

Sejarah Hutan Kota telah dimulai sekitar 15.000 tahun lalu ketika manusia di Timur Tengah dan Afrika Utara memulai kebiasaan hidup mereka secara menetap dengan melakukan kegiatan bercocok tanam di sepanjang sungai Tigris, Euphrates, Indus dan Nil yang subur (Miller, 1988). Peradaban manusia terus berlanjut di sepanjang sungai Nil dan sungai Euphrates dan mencapai puncaknya pada 3.000 tahun Sebelum Masehi pada saat dimulainya pembangunan piramid dan monumen-monumen lainnya. Pot-pot gantung (the hanging gardens) di kota Babylon dipercaya oleh para ahli sebagai awal dari penggunaan tanaman secara terencana (the intentional use of urban vegetation) (Miller, 1988).

Di Indonesia, ornamen tanaman pada candi Borobudur yang dibangun oleh Dinasti Syailendra pada abad ke-8 merupakan bentuk sejarah pemanfaatan tanaman. Hutan Kota sebenarnya telah dimulai oleh nenek moyang kita pada saat itu. Mereka telah menanam pepohonan di sekitar

Page 50: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

6 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

tempat tinggalnya untuk menopang kehidupan mereka sehari-hari. Penanaman pohon secara lebih teratur dimulai oleh bangsa Belanda yang mulai menjajah bangsa kita ketika mereka memasuki negeri ini pada tahun 1602. Bekas-bekas dari kegiatan mereka masih nampak sampai sekarang dengan masih terpeliharanya pohon-pohon besar di tepi jalan di kota Bogor, Bandung, Medan dan beberapa kota lainnya. Setelah merdeka, penanaman secara berkelompok dilakukan pemerintah pada saat menjadi tuan rumah Games of the New Emerging Forces atau yang kita kenal dengan Ganefo pada tahun 1963. Pepohonan yang ditanam di sekitar Gelora Senayan 43 tahun yang lalu masih dapat kita lihat disana. Namun demikian, secara resmi, pembangunan Hutan Kota dicanangkan oleh Pemerintah pada saat menjadi tuan rumah Kongres Kehutanan Sedunia ke-7 di Jakarta pada tahun 1978. Penanaman pohon oleh para peserta kongres di atas lahan 5 hektar di lingkungan Gedung Manggala Wanabakti menjadi patok sejarah dicanangkannya pembangunan Hutan Kota.

Menurut PP No. 63 tahun 2002 Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai Hutan Kota oleh pejabat yang berwenang dengan tujuan untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Dalam Bab I Pasal 3 disebutkan bahwa fungsi Hutan Kota adalah memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fi sik kota dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.

Kerusakan hutan yang diakibatkan oleh perladangan berpindah dan perambahan ilegal yang sering mengikuti kegiatan pembalakan dan kemudian diikuti oleh pembangunan perkebunan kelapa sawit umumnya terjadi di hutan pamah dipterokarpa Kalimantan dan Sumatera (Kartawinata dan Samsoedin, 2007). Melihat kenyataan terjadinya degradasi hutan alam yang begitu cepat, upaya-upaya penyelamatan sumberdaya genetik pohon-pohonan harus secepat mungkin dilaksanakan. Dalam kasus ini Hutan Kota dapat berperan sebagai kawasan konservasi ex-situ bagi jenis-jenis pohon yang belum diketahui potensinya.

Prinsip pengembangan dan pengelolaan Hutan Kota untuk mencapai fungsinya sebagai penunjang ekosistem perkotaan yang utama adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Faktor lingkungan, sosial budaya dan ekonomi dalam pemilihan jenis dalam pengembangan Hutan Kota disajikan dalam Gambar 2.

Page 51: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

7Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

Terlantar

Rehabilitasi

Diterlantarkan

Ekosistem RuangTerbuka Hijau

Struktur EkosistemKota

FungsiEkosistem

JenisTanaman &Luas Areal

Pemulihan

Lahan Kritis, Terpolusi

Penggantian JenisTanaman

Pengayaan Jenis

PerkembanganEkosistem Normal

Gambar 1. Pengembangan jenis dan luas ekosistem ruang terbuka hijau menurut struktur dan fungsi dalam Hutan Kota (modifi kasi dari Kartawinata dan Samsoedin, 2007)

Faktor EkonomiBiaya PembangunanBiaya PemeliharaanBiaya Pengangkutan

Faktor SosialEstetikaFungsiEksternalNegatif

Faktor Tempat

Seleksi Jenis

Kendala KulturalStrukturPenutup LahanPolusiUtilities

Kendala LingkunganEdafikIklimPhisiografikBiologis

Gambar 2. Faktor sosial budaya dan ekonomi pemilihan jenis pohon dalam pengembangan Hutan Kota

Page 52: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

8 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

2. Lanskap perkotaan.

Lanskap dapat diartikan sebagai tata ruang atau bentang alam yang di dalamnya terdiri dari berbagai kegiatan baik yang berjalan secara alami maupun bentuk kegiatan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Oleh karena itu, proses kegiatan di dalam lanskap akan selalu berhubungan dengan proses sosial ekonomi dan ekologi atau yang dikenal dengan ekologi lanskap. Ekologi lanskap merupakan ilmu baru yang baru dikembangkan di negara-negara Eropa setelah Perang Dunia II. Perkembangan ekologi lanskap berjalan secara progresif, dinamis dan merupakan proses global yang berhubungan dengan ilmu ekologi dan berkaitan erat dengan berbagai disiplin ilmu seperti geografi , botani, zoologi, animal behaviour dan arsitektur lanskap (Farina, 1998).

Menurut Daryadi et.al. (2002), sejalan dengan berjalannya waktu, lanskap secara terus menerus berubah. Perubahan ini merupakan bagian dari proses evolusi. Namun demikian, perubahan atau degradasi lanskap bisa lebih cepat terjadi karena aktivitas manusia yang menjadikan perubahan amat berbeda bila dibandingkan dengan perubahan pada lanskap karena gangguan alam.

Perkembangan atau perubahan lanskap dapat dibedakan ke dalam lima tipe (Forman dan Gordon (1986) dalam Daryadi et.al. 2002) sebagai berikut:

1. Lanskap alamiah (perkembangan/perubahan terjadi karena alam bukan manusia)

2. Lanskap pengelolaan (perkembangan/perubahan terjadi karena missmanagement misal buruknya sistem pengelolaan hutan produksi)

3. Lanskap budidaya (perkembangan/perubahan terjadi karena budidaya usaha tani yang terkait erat dengan pengembangan wilayah dan transportasi. Proses perubahan lanskap budidaya terjadi melalui tiga tahap, yaitu: usaha tani tradisional, kombinasi tradisional dan moderen dan moderen yang pada perkembangannya menghasilkan bentuk-bentuk pemukiman terpencar, kemudian berkelompok dan akhirnya menyatu menjadi pedesaan dan perkotaan.

4. Lanskap pedesaan (perkembangan/perubahan terjadi karena adanya kegiatan manusia, antara lain, kebun dan pekarangan).

5. Lanskap perkotaanLanskap perkotaan terbentuk karena adanya perubahan struktur lanskap alamiah yang terdegradasi menjadi bentuk alam perkotaan akibat aktivitas manusia.

Page 53: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

9Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

Lingkungan di perkotaan sebagai penyangga kehidupan mahluk hidup khususnya manusia terdiri dari berbagai ekosistem. Sastrapradja et al., (1989) mengklasifi kasi ekosistem di Indonesia menjadi empat kelompok ekosistem utama, yaitu: ekosistem bahari, ekosistem darat alami, ekosistem suksesi dan ekosistem buatan. Ekosistem perkotaan termasuk dalam kategori buatan. Contoh ekosistem yang selalu berinteraksi dengan ekosistem di perkotaan, antara lain, bendungan yang serupa dengan ekosistem danau/situ, sempadan sungai, ruang terbuka hijau, ekosistem pekarangan, kawasan pemukiman, kawasan perkantoran, kawasan industri dan jalan raya seperti jalan tol.

B. Metode Analisis

Metode analisis untuk masing-masing luaran dipaparkan pada Tabel 1.

Table 1. Metode Analisis RPI Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

Kegiatan Metode Analisis

1. Kajian kebijakan pengembangan dan pengelolaan hutan kota

Penelitian akan dilaksanakan dengan : • Analisis dokumen• Analisis stakehoders• Lokakarya atau focus group discussion• Analisis sistem pengelolaan Hutan Kota yang •ada

serta partisipasi masyarakat di perkotaan• Analisis ekosistem hutan di perkotaan yang

dilaksanakan dengan metode valuasi sumberdaya hutan yang sudah dikembangkan

• Analisis strategi alih teknologi dilakukan dengan menggunakan pendekatan kelayakan ekonomi, lingkungan dan sosial

2. Kajian peran faktor demografi dalam hubungannya dengan pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan

Penelitian akan dilaksanakan melalui: • Kajian faktor biofi sik • Analisis model hutan kota yang ada saat ini dan

telah ditetapkan oleh pemerintah setempat• Analisis peran masyarakat dalam pengembangan

hutan kota/lanskap perkotaan

Page 54: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

10 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Kegiatan Metode Analisis

3. Kajian jenis pohon potensial untuk pengembangan hutan kota

• Inventarisasi jenis-jenis pohon di perkotaan dalam rangka mengidentifi kasi jenis-jenis pohon yang sesuai dengan pola Hutan Kota yang akan dikembangkan

• Parameter pohon yang diukur: (1) Diameter dan tinggi pohon (2) Model tajuk, bentuk daun, bentuk cabang dan

bentuk batang(3) Kondisi pohon (4) Daya tumbuh di lahan kritis atau lahan terpolusi

dan lahan dengan keadaan air tanah tinggi (situ dan bantaran sungai)

(5) Fenologi pohon (buah dan bunga)

4. Kajian pengembangan zonasi fungsi hutan kota daerah pantai dan daratan tertutup

• Analisis jenis-jenis pohon di daerah pantai dan daratan

• Analisis tipe ekosistem (alam dan binaan) di kawasan pantai dan daratan

C. Rencana Lokasi

Lokasi yang dipilih untuk pelaksanan kegiatan RPI adalah ibukota propinsi yang pertumbuhan penduduknya meningkat dengan tajam dari tahun ke tahun. Selain pertumbuhan penduduk, pertimbangan dipilihnya kota-kota di atas adalah karena kota-kota tersebut merupakan urat nadi dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara sehingga perlu diupayakan keseimbangan lingkungannya. Kota-kota yang dipilih adalah kawasan hilir Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), kawasan hulu Bopuncur (Bogor-Puncak-Cianjur), Bandung, Padang, Medan, Samarinda, Makasar, Mataram dan Denpasar, meliputi Hutan Kota, taman kota, arboretum, kebun raya, kebun percobaan, kebun koleksi, kebun botani, TAHURA (taman hutan rakyat), pohon tepi jalan, taman kota, lapangan golf, kawasan industri, kawasan pemukiman, kawasan perkantoran, sempadan sungai, bantaran kereta api, kolong jembatan, jalan layang, jalan tol, saluran listrik tegangan tinggi, kawasan sekitar danau,waduk, rawa, zona penyangga, perkebunan, perladangan, persawahan, pertanian dan kawasan pantai.

Page 55: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

11Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

VIII. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu dan Rencana Biaya

Waktu penelitian RPI adalah 5 tahun (2010-2014) dan rencana tata waktu pelaksanaan kegiatan penelitian pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan yang akan dilaksanakan oleh Puslitsosek dan UPT litbang Kehutanan di daerah dapat dilihat pada Tabel 2.

Table 2. Instansi Pelaksana, Tata Waktu dan Rencana Biaya

Kode TEMA/RPI / LUARAN / KEG-IATAN PELAKSANA

TAHUN PELAKSANAAN / ANG-GARAN (juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

TEMA 7 LANSKAP HUTAN

2 Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

2.1 Luaran 1 : Hasil kajian dan rekomendasi tentang aspek kebijakan hutan kota/lanskap perkotaan

2.1.1 Kajian kebijakan pengembangan dan pengelolaan hutan kota

2.1.1.4 Puslitsosek 100 150 100 100

2.1.1.7 BPK Aek Nauli 100

2.1.1.18 BPK Makasar 100

2.1.1.11 BPK Ciamis 100

2.1.1.6 BBPD Samarin-da

100

2.2 Luaran 2 : Hasil kajian dan rekomendasi tentang aspek biofi sik hutan kota/lanskap perkotaan

2.2.1 Kajian peran faktor demografi dalam hubungannya dengan pengembangan hutan kota

2.2.1.4 Puslitsosek 150 100 100 100

2.2.1.7 BPK Aek Nauli 100

2.2.1.9 BPK Palem-bang

100

2.2.1.18 BPK Makasar 100

2.2.1.11 BPK Ciamis 100 100

2.2.2 Kajian jenis pohon potensial untuk pengembangan hutan kota

2.2.2.4 Puslitsosek 150 150 150 150

2.2.2.7 BPK Aek Nauli 150

2.2.2.9 BPK Palem-bang

150

Page 56: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

12 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Kode TEMA/RPI / LUARAN / KEG-IATAN PELAKSANA

TAHUN PELAKSANAAN / ANG-GARAN (juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

2.2.2.18 BPK Makasar 150

2.2.2.11 BPK Ciamis 150

2.2.2.6 BBPD Samarin-da

150

2.2.3 Kajian pengembangan zonasi fungsi hutan kota daerah pantai dan daratan tertutup

2.2.3.4 Puslitsosek 100 100 100 100

2.2.3.7 BPK Aek Nauli 100

2.2.3.9 BPK Palem-bang

100

2.2.3.18 BPK Makasar 100

2.2.3.11 BPK Ciamis 100

2.2.3.6 BBPD Samarin-da

100

TOTAL ANGGARAN 200 1350 900 1050 550

IX. Organisasi

Penelitian ini akan dilaksanakan dibawah koordinasi Puslitsosek dengan melibatkan instansi terkait lingkup Badan Litbang Kehutanan seperti BPK Aek Nauli, BPK Palembang, BPK Makasar, BPK Ciamis dan BBP Dipterokarpa Samarinda. Jika diperlukan, outsourcing dari instansi terkait lainnya dapat dilakukan.

Penentuan koordinator RPI ditetapkan berdasarkan keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan, sedangkan tim koordinasi akan ditetapkan oleh Kepala Pusat.

X. Daftar Pustaka

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2009. ROADMAP Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025. Departemen Kehutanan.

Daryadi, L., Q.A.B. Priarso, T.S. Rostian dan E. Wahyuningsih. 2002. Konservasi Lanskap. Alam, Lingkungan dan Pembangunan. Penerbit: Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia/Indonesian Zoological Parks Association.

Page 57: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

13Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

Farina, A. 1998. Principles and Methods in Landscape Ecology. Chapman and Hall. London-Weinheim-New York-Tokyo-Melbourne-Madras.

Forman, R.T.T. and M. Gordon. 1986. Landscape Ecology. John Wiley&Son. Inc.

Kartawinata, K. dan I. Samsoedin. 2007. Rehabilitasi Lahan Hutan Rusak dan Pemulihan Ekosistem di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Miller, R. W. 1988. Urban Forestry: Planning and Managing Urban Greenspaces. Prentice Hall, aglewood Cliff s, New Jersey 07632.

Samsoedin, I., J.P Mogea and O. Satjapraja. 1989a. Potential Forest Plants for Ornamental Purposes. Flower Cultivation and Bussiness Seminar. Jakarta, 12-13 June.

Samsoedin, I.,S. Riswan and Y. Jafarsidik. 1989b. Endangered Plant Species with Emphases on Economic Tree Species. Asean Workshop. Bogor, 20-21 June.

Samsoedin, I. dan U. Sutisna. 1990. Prospek Pengembangan Jenis Pohon Serba Guna. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Jenis-Jenis Pohon Serba Guna. Kerjasama Badan Litbang Kerhutanan-Departemen Kehutanan dengan F/Fred Project Winrock International. Bogor, 19-20 Juni.

Samsoedin, I., 1991. The Role of Trees in an Urban Area in Indonesia. School of Agricultural and Forest Sciences. University of Wales, Bangor, Gwynedd LL 572 UW, United Kingdom (unpublished).

Samsoedin, I., 1992. Structural Damage Caused by Tree Roots in the London Area. School of Agricultural and Forest Sciences, University of Wales, Bangor, Gwynedd LL 572 UW, United Kingdom. MSc, Thesis. (Unpublished).

Samsoedin, I. and T. Setyawati. 1993. Urban Forestry and It’s Role in Conserving Biodiversity: The Case of Jakarta. Tropical Environmental Management Workshop, Biodiversity for Sustainable Development in Southeast Asia. Dumoga Bone National Park. Toraut, North Sulawesi. February 6-18. p.24.

Samsoedin, I. and J.P. Mogea. 1993. Ex-situ Biodiversity Conservation in Some Urban Areas in Indonesia. XV International Botanical Congress, Yokohama, Japan. August 28-September 3.

Samsoedin, I. 1994. Toraut Arboretum, A Proposed Site for Biodiversity Ex-situ Conservation and Sustainable Development for Wallace Area. Wallace Development Institute, Jakarta. Serpong, 6-9 june.

Page 58: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

14 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Samsoedin, I. 1997a. Potential Indigenous Plants for Urban Areas. Paper Presented on the Workshop on Biodiversity, FRIM, Kuala Lumpur, Malaysia. 27-28 November.

Samsoedin, I. 1997b. Studi potensi jenis-jenis pohon Indonesia untuk daerah perkotaan. Hal 183-188. Dalam. Prosiding Diskusi Hasil-hasil Penelitian. Penerapan hasil Litbang Konservasi Sumberdaya Alam (KSDA) untuk Mendukung Pengelolaan Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Diterbitkan oleh: P3HKA, Bogor 20-21 Maret. 193 hal.

Samsoedin, I., E. Subiandono, dan M. Bismark. 2006. Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Kota. Paper dipresentasikan pada diskusi GETEK, Padang.

Samsoedin, I. 2007a. Sejarah perkembangan hutan kota di Indonesia dan fondasi hukumnya. Kelompok Peneliti Konservasi Sumberdaya Alam. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. (Unpublished).

Samsoedin, I. 2007b. The ‘bush’ city of Bogor. Kelompok Peneliti Konservasi Sumberdaya Alam. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. (Unpublished).

Samsoedin, I. 2007c. Sekelumit tentang kota Bogor dan pepohonannya. Kelompok Peneliti Konservasi Sumberdaya Alam. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. (Unpublished).

Sastrapradja, D.S., S. Adisoemarto, K. Kartawinata, S. Sastrapradja dan M. A. Rifai. 1989. Keanekaragaman Hayati untuk Kelangsungan Hidup Manusia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi-LIPI. Bogor.

Whitmore, T.C and I. Samsoedin. 1993. Description of Forest Types of The Bukit Tigapuluh Area. p.25 – 27. In: Rain Forest and Resource Management. Proceedings of the Norindra Seminar, Jakarta, 25 – 26 May. p.233.

Page 59: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

15Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

XI. Kerangka Kerja Logis

No Narasi Indikator Alat Verifi kasi Asumsi

1 Tujuan:Menghasilkan data dan informasi serta ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menyediakan strategi kebijakan (Decision Support System) pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan dalam proses pengambilan keputusan

Dihasilkannya rekomendasi strategi pengembangan hutan kota/ lanskap

Dokumen mengenai :• Rekomendasi

kebijakan pengembangan hutan kota berbasis demografi

• Petunjuk teknis revitalisasi ekosistem hutan di perkotaan

• Informasi tentang teknologi revitalisasi ekosistem hutan di perkotaan yang dikemas dalam LHP, Publikasi. Policy Brief

• Pemerintah (Propinsi dan Kota/ Kabupaten) mendukung program pembangunan hutan di perkotaan

• Ada kepastian kawasan/ lanskap perkotaan.

2 Sasaran1. Tersedianya

rekomendasi terkait kebijakan pengembangan dan pengelolaan hutan kota

• Telah dilaksanakannya kegiatan penelitian terkait sistem pengelolaan dan ekosistem hutan kota dalam implementasi PP 63 tahun 2002

• LHP dan policy brief tentang PP 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota

Tersedianya hasil-hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai dasar dalam membuat kebijakan pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan

2. Tersedianya rekomendasi kebijakan pengembangan hutan kota berbasis demografi

• Telah dilaksanakannya kegiatan penelitian terkait kebijakan pengembangan hutan kota berbasis demografi

• Sintesis hasil penelitian, publikasi dan policy brief tentang kebijakan pengembangan hutan kota berbasis demografi

Page 60: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

16 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

No Narasi Indikator Alat Verifi kasi Asumsi

3. Tersedianya rekomendasi tentang jenis-jenis pohon potensial untuk pengembangan hutan kota

• Dilaksanakannya penelitian terkait dengan jenis-jenis pohon potensial untuk pengembangan hutan kota

• LHP, policy brief, publikasi tentang fungsi hutan kota di daerah pantai dan daratan tertutup

4. Tersedianya rekomendasi bentuk ideal pengembangan zonasi fungsi hutan kota di daerah pantai (low laying coastal cities) dan daratan tertutup (Land lock)

• Dilaksanakannya kegiatan penelitian terkait dengan bentuk pengembangan zonasi fungsi hutan kota di daerah pantai dan daratan tertutup

• Pembahasan hasil-hasil penelitian di tingkat Badan Litbang Kehutanan

3 Luaran:

1. Hasil kajian dan rekomendasi tentang aspek kebijakan hutan kota/lanskap perkotaan

Dilaksanakannya penelitian tentang aspek kebijakan pengelolaan dan pengembangan hutan kota

• Dokumen sintesis, LHP, publikasi dan policy brief

• Sumberdaya penelitian tercukupi.

• Seluruh judul penelitian dapat dilaksanakan dengan baik oleh para pelaksana.

• Data sudah lengkap dan valid.

2. Hasil kajian dan rekomendasi tentang aspek biofi sik hutan kota/lanskap perkotaan

Dilaksanakannya penelitian : 1) Kajian peran faktor demografi dalam hubungannya dengan pengembangan hutan kota/hutan kota, 2). Kajian jenis potensial untuk pengembangan hutan kota, 3) Kajian pengembangan zonasi fungsi hutan kota daerah pantai dan daratan tertutup

• Dokumen sintesis, LHP, publikasi ilmiah dan semipopuler, policy brief, buku mengenai jenis-jenis pohon untuk pengembangan hutan kota yang dilengkapi dengan deskripsi, gambar dan lain-lain.

Page 61: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

17Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan

No Narasi Indikator Alat Verifi kasi Asumsi

• Demplot model hutan kota yang dilengkapi dengan koleksi jenis-jenis pohon potensial kurang dikenal.

4 Kegiatan:

1.1 Kajian kebijakan pengembangan dan pengelolaan hutan kota

• Penelitian dapat memberikan informasi tentang status terkini IPTEK dan peraturan perundang-undangan terkait dengan pengembangan ekosistem hutan di perkotaan

• Dokumen hasil penelitian, publikasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian

• Bahan pembelajaran untuk pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan

• Penelitian berlangsung sesuai RPTP.

• Tidak ada kendala teknis.

• Koordinasi berlangsung secara baik.

2.1. Kajian peran faktor demografi dalam hubungannya dengan pengembangan hutan kota/lanskap perkotaan

• Penelitian dapat memberikan informasi untuk penyusunan kebijakan sosialisasi revitalisasi ekosistem hutan di perkotaan

• Dokumen hasil penelitian, publikasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian

2.2. Kajian jenis pohon potensial untuk pengembangan hutan kota

• Penelitian dapat memberikan informasi kemampuan jenis-jenis pohon dalam menyerap dan menyerap polutan.

• Dokumen hasil penelitian, publikasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian

Page 62: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

18 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

No Narasi Indikator Alat Verifi kasi Asumsi

• Penelitian dapat memberikan informasi dan persyaratan teknis pembangunan dan pengelolaan jenis-jenis pohon untuk kawasan perkotaan; taman, jalur ruang terbuka hijau, kawasan pemukiman, kawasan industri, bantaran sungai, kebun dan pekarangan.

• Dokumen hasil penelitian, publikasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian

2.3. Kajian pengembangan zonasi fungsi hutan kota daerah pantai dan daratan tertutup

• Penelitian dapat memberikan informasi tentang potensi dan nilai ekologis ruang terbuka hijau di perkotaan, serta dapat menjawab permasalahan dalam mewujudkan Hutan Kota yang sesuai fungsinya.

Page 63: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iEkonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi Pengurangan Emisi

dari Deforestasi dan dari Deforestasi dan DegradasiDegradasi

Page 64: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 65: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iiiEkonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

Lembar Pengesahan

Page 66: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iv RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 67: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vEkonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

Daftar Isi

Lembar Pengesahan ................................................................................... iii

Daftar Isi ....................................................................................................... v

Daftar Gambar ............................................................................................ vi

Daftar Tabel ............................................................................................... vii

Daftar Singkatan ......................................................................................... ix

I. Abstrak ................................................................................................1

II. Latar Belakang .................................................................................... 2

III. Rumusan Masalah ..............................................................................4

IV. Hipotesis ............................................................................................. 5

V. Tujuan dan Sasaran ............................................................................. 5

VI. Luaran ................................................................................................6

VII. Ruang Lingkup ....................................................................................6

VIII. Metode ............................................................................................... 7

IX. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu dan Rencana Biaya ...........9

X. Organisasi .......................................................................................... 11

XI. Daftar Pustaka ................................................................................... 11

XII. Kerangka Kerja Logis .........................................................................13

Page 68: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vi RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Daftar Gambar

Gambar 1. Infrastruktur yang Diperlukan REDD (MoF, 2008) ................... 7

Gambar 2. Kerangka Pikir Riset Integratif .................................................8

Gambar 3. Metode Analisis Penelitian........................................................9

Page 69: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viiEkonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

Table 1. Matriks instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya penelitian ................................................................................... 10

Daftar Tabel

Page 70: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 71: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ixEkonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

Daftar Singkatan

BBPD : Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

BPHPS : Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat

BPK : Balai Penelitian Kehutanan

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

CIFOR : Center for International Forestry Research

COP : Conference of the Parties

GDP : Gross domestic product

GRK : Gas rumah kaca

ICRAF : International Centre for Research in Agroforestry

Iptek : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

LHP : Laporan Hasil Penelitian

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

MoF : Ministry of Forestry

PHL : Pengelolaan Hutan Lestari

REDD : Reducing Emission from Deforestation and Degradation

RPTP : Rencana Penelitian Tim Peneliti

SBSTA : Subsidiary Body for Scientifi c and Technological Advice

SDM : Sumberdaya manusia

UNFCCC : United Nations Framework Convention on Climate Change

UPT : Unit Pelaksana Teknis

Page 72: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

x RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 73: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

1Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

I. ABSTRAKPengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Emission

from Deforestation and Degradation, REDD) merupakan suatu upaya untuk mengatasi masalah perubahan iklim. Hal ini karena semua negara yang sudah meratifi kasi kesepakatan kerangka kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim mempunyai kewajiban untuk mengatasi perubahan iklim berdasarkan prinsip permasalahan bersama dengan tanggung jawab berbeda (common but diff erentiated responsibilities). REDD ini merupakan mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

Untuk mengetahui upaya yang diperlukan untuk mengatasi masalah perubahan iklim tanpa mengurangi tujuan pembangunan lokal dan nasional diperlukan dukungan penelitian yang integratif mencakup aspek sosial, ekonomi, kebijakan. Dukungan penelitian ini diperlukan mulai dari tahap persiapan, sampai tahap pelaksanaan untuk mencapai keberhasilan mekanisme REDD. Beberapa metode analisis yang berbeda akan digunakan untuk mempelajari dan memahami aspek yang berbeda-beda, diantaranya adalah analisis kelembagaan, analisis sistem, analisis biaya manfaat dan lain-lain.

Penelitian yang akan dilakukan ditujukan untuk menjawab pertanyaan terkait REDD dan REDD plus yaitu, bagaimana: (i) meningkatkan kapasitas hutan dalam penyerapan dan penyimpanan carbon, (ii) mempertahankan stok carbon, dan (iii) mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi. Analisis untuk menjawab pertanyaan tersebut mencakup aspek kelembagaan dan kebijakan yang diperlukan, temasuk bagaimana melibatkan semua pihak dalam kesepakatan global termasuk masyarakat lokal dan adat, aspek ekonomi termasuk pendanaan dan pemasaran yang paling feasibel, analisis manfaat dan resiko, serta penanganan tata kelola yang baik dalam pelaksanaan dan distribusi manfaat dan tanggung jawab di semua tingkat pelaksanaan. Pada akhir kegiatan diharapkan diperoleh rekomendasi strategi Iptek Sosek dan Kebijakan REDD dalam bentuk publikasi ilmiah dan populer, Policy Brief, petunjuk teknis, dan berbagai bahan pembelajaran REDD dan REDD Plus.

Kata Kunci : Emisi, REDD, REDD Plus, kelembagaan, sistem, biaya, manfaat, resiko, karbon, kebijakan

Page 74: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

2 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

II. Latar Belakang

Pengurangan Emisi dari Deforestasi1 dan Degradasi Hutan (Reducing Emission from Deforestation and Degradation, REDD) merupakan suatu upaya untuk mengatasi masalah perubahan iklim. Hal ini karena semua negara yang sudah meratifi kasi kesepakatan kerangka kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) mempunyai kewajiban untuk mengatasi perubahan iklim berdasarkan prinsip permasalahan bersama dengan tanggung jawab berbeda (common but diff erentiated responsibilities). Indonesia melalui UU No. 6/1994 telah mensahkan konvensi UNFCCC ini.

Deforestasi dan degradasi hutan memberikan kontribusi terhadap emisi CO2. Kontribusi deforestasi dan degradasi terhadap emisi gas rumah kaca global yaitu 18 %, (Stern, 2007), dan 75 persennya berasal dari negara berkembang. Stern (2007) juga mengemukakan untuk menekan laju emisi global pada level 440-550 ppm atau untuk menstabilkan kembali iklim global, apabila dilakukan saat ini diperlukan biaya sebesar 1 sampai 3.5% GDP global2. Apabila upaya penekanan ini ditunda, biaya dan resikonya akan lebih tinggi, bahkan dapat mencapai 5 - 20 % dari GDP global.

Karena itu Indonesia mempunyai peran yang penting untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Hal ini terutama karena luasnya hutan Indonesia dan pentingnya penghindaran deforestasi dalam upaya mengurangi emisi CO2. Luas kawasan hutan di Indonesia yang mencapai 120 juta ha atau sekitar 60 persen dari total luas Indonesia mempunyai fungsi langsung dan tidak langsung yang telah dikenal secara luas. Selain berperan sebagai sumber pendapatan untuk 1,35 % angkatan kerja langsung, dan 5.4 persen angkatan kerja tidak langsung, hutan merupakan tulang punggung ekonomi nasional antara tahun 1980s – 1990s. Fungsi tidak langsung hutan adalah sebagai sumber mega biodiversitas, pengatur iklim mikro, pengatur tata air dan kesuburan tanah. Dalam konteks perubahan iklim, hutan dapat berperan baik sebagai sink (penyerap/penyimpan carbon) maupun source (pengemisi carbon). Deforestasi dan degradasi meningkatkan source, sedangkan aforestasi, reforestasi dan kegiatan pertanaman lainnya meningkatkan

1 Defi nisi deforestasi yang akan digunakan perlu disepakati. Menurut Keputusan 11/CP.7UNFCCC deforestasi didefi nisikan sebagai konversi hutan menjadi bukan hutan sebagai akibat langsung dari aktivitas manusia. Di dalam submisi ke SBSTA 25 yang lalu, Indonesia mengajukan defi nisi “Deforestasi sebagai hilangnya hutan akibat aktivitas manusia yang meliputi konversi hutan menjadi penggunaan lain yang memiliki stok karbon yang lebih rendah, dan hilangnya hutan akibat dari proses degradasi yang berkelanjutan sebagai akibat dari kebakaran yang beruntun dan pemanenan kayu yang tidak berkelanjutan”.

2 1 % GDP global saat ini sekitar US $ 400 million.

Page 75: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

3Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

sink. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang terjadi di kehutanan Indonesia bersumber dari deforestasi terutama konversi hutan untuk penggunaan lain seperti pertanian, perkebunan, pemukiman, pertambangan, dan prasarana wilayah, serta degradasi (penurunan kualitas hutan akibat illegal logging, kebakaran, over cutting, perladangan berpindah (slash and burn), dan perambahan. Ditambah dengan posisi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan belasan ribu pulau, ndonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim, baik dari sisi lingkungan, sosial, ekonomi. Karena itu mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim adalah masalah survival dan masalah pembangunan yang berkelanjutan. Dan perubahan iklim merupakan salah satu kendala dalam upaya mencapai pembangunan kehutanan yang berkelanjutan dan penanggulangan kemiskinan. Hal ini karena dari sisi suplai, pertama, proporsi luas hutan di Indonesia, menyebabkan kehutanan merupakan sumber daya strategis untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim akibat kemungkinan meningkatnya emisi GRK. Kedua, tinggi tingkat ketergantungan terhadap sektor berbasis lahan seperti pertanian dan kehutanan, yang sensitif terhadap perubahan iklim. Ketiga, relatif rendahnya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita yang menjadikan kapasitas terbatas.

Secara lebih terinci pengurangan emisi kehutanan diarahkan pada:

1. Peningkatan kapasitas hutan dalam penyerapan dan penyimpanan carbon (semua kegiatan penanaman dan rehabilitasi hutan),

2. Mempertahankan stok carbon ( konservasi hutan dan Sustainable Forest Management yang merupakan hasil dari Bali Plan di Conference of the Parties (COP) 13 di Bali, yang dikenal dengan sebutan REDD plus1,

3. Mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi: PHL, pencegahan illegal logging, penanggulangan kebakaran, pencegahan konversi dan perambahan

Beberapa kegiatan yang berkaitan adalah rehabilitasi hutan dan lahan yang terdegradasi dan mengelola hutan yang masih tersisa, mengelola kawasan konservasi, kawasan lindung, dan hutan produksi alam, mencegah konversi dan kebakaran hutan. Dengan dilakukan kegiatan ini berarti Indonesia sudah mengurangi emisi CO2 dan meningkatkan resiliensi terhadap perubahan iklim. Rehabilitasi lahan terdegradasi dan

1 Dengan defi nisi ini artinya, kegiatan pengayaan hutan, penerapan sistem silvikultur dengan dampak tebang rendah (reduced impact logging), menkonservasi karbon di hutan konservasi dan lindung, dapat masuk ke dalam kategori kegiatan REDD plus.

Page 76: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

4 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

mengarahkan pengembangan hutan tanaman dan perkebunan ke lahan-lahan tersebut, akan meningkatkan kapasitas hutan dalam menyerap dan menyimpan carbon, dan pada akhirnya juga meningkatkan resiliensi terhadap perubahan iklim. Disamping itu juga mempertahankan fungsi-fungsi lain seperti konservasi sumberdaya genetik dan keaneka-ragamannya, perlindungan tata air, serta fungsi sosial-ekonomi terutama bagi masyarakat yang menggantungkan sumber penghidupannya dari hutan.

Karena itu, tekanan perubahan iklim memerlukan penetapan kebijakan dan strategi yang dapat mengakomodasi semua pihak baik di tingkat lokal, nasional, regional maupun global. Selain itu, pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi akan memberikan revenue yang signifi kan bagi Indonesia dalam mendukung pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan. Potensi tersebut akan sangat ditentukan oleh kesiapan dan kemampuan Indonesia melakukan: (i) Pemantauan perubahan penutupan hutan dan cadangan stok karbon, dan (ii) Kesiapan perangkat peraturan dan kelembagaan untuk mendukung pelaksanaan REDD baik secara horizontal maupun vertikal.

III. Rumusan Masalah

Sebagai suatu mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan merupakan hasil kesepakan negara-negara yang tergabung dalam kerangka konvensi UNFCCC, REDD mensyaratkan berbagai kesepakatan yang dikeluarkan dalam setahun sekali dalam konferensi para pihak UNFCCC. Kesepakatan ini diharapkan dapat diakomodasi oleh negara yang menginginkan mekanisme REDD ini diterapkan. Untuk Indonesia, berdasarkan studi MoFor (2008), diperlukan lima pilar penyangga kegiatan REDD yaitu: (i) Pembangunan Referensi Tingkat Emisi (Reference Emission Level – REL )1, Penyiapan Strategi REDD Indonesia, (iii) Pembangunan Monitoring Sistem, (iv) Mekanisme Pasar, dan (v) Mekanisme Distribusi Insentif dan Tanggung Jawab.

Untuk mempersiapkan kelima pilar tersebut diperlukan upaya yang tidak sedikit, mulai dari peningkatan kesadaran dan peningkatan kapasitas

1 Emisi referensi merupakan tingkat emisi yang akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan berapa besar tingkat penurunan emisi yang berhasil dilakukan dari pencegahan kegiatan konversi dan kerusakan hutan yang akan dijadikan basis besarnya kompensasi yang akan diberikan. Penentuan emisi referensi masih akan dinegosiasikan di COP13 di Bali, diantaranya dengan mengikuti pola emisi historis, dengan membuat model pendugaan emisi ke depan dan dengan menggunakan besar emisi atau stok karbon sebelum atau menjelang kegiatan REDD dilaksanakan (MoFor, 2008).

Page 77: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

5Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

untuk para pihak terkait REDD, konsultasi dan komunikasi stakeholders, peningkatan akses terhadap data, informasi, dan teknologi; penyiapan regulasi dan identifi kasi dan pelibatan instansi penanggung jawab dan pihak-pihak yang menangani atau terkait pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi.

Untuk menjawab masalah tersebut, diperlukan dukungan penelitian yang integratif, yang mencakup aspek sosial, ekonomi, kebijakan. Penelitian yang akan dilakukan ditujukan untuk menjawab pertanyaan terkait REDD dan REDD plus yaitu, bagaimana: (i) meningkatkan kapasitas hutan dalam penyerapan dan penyimpanan karbon, (ii) mempertahankan stok karbon, dan (iii) mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi. Analisis untuk menjawab pertanyaan tersebut mencakup aspek kelembagaan dan kebijakan yang diperlukan, temasuk bagaimana melibatkan semua pihak dalam kesepakatan global termasuk masyarakat lokal dan adat, aspek ekonomi termasuk pendanaan dan pemasaran yang paling feasibel, analisis manfaat dan resiko, serta penanganan tata kelola yang baik dalam pelaksanaan dan distribusi manfaat dan tanggung jawab di semua tingkat pelaksanaan.

IV. Hipotesis

Hipotesis yang dikembangkan dari pertanyaan-pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kapasitas hutan dalam pengurangan emisi merupakan upaya strategis untuk mitigasi GRK.

2. Faktor tingginya tingkat ketergantungan terhadap sektor berbasis lahan seperti Pertanian, Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi dan Depdagri, memerlukan penangan harmonisasi kebijakan, regulasi, institusional dan teknis bersama.

3. Kondisi sosial dan ekonomi lokal, nasional, dan internasional berpengaruh pada perumusan kebijakan dan kelembagaan untuk strategi pengurangan emisi mitigasi kehutanan.

V. Tujuan dan Sasaran

Tujuan umum penelitian ini adalah menyediakan IPTEK sosek dan kebijakan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi Hutan. Tujuan penelitian secara khusus adalah:

1. Mengidentifi kasi dan merumuskan strategi mitigasi perubahan iklim kehutanan dengan melakukan analisis terhadap:

Page 78: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

6 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

a. Distribusi insentif dan peran dalam REDD dan REDD Plusb. Tata kelola, Kelembagaan dan Kebijakan REDD dan REDD Plusc. Pasar d. Analisis Kelayakan, Analisis Biaya dan Manfaat (Opp. dan Transaksi)e. Resiko f. Colateral Benefi tg. Tenurial, Resiko Sosial, masyarakat adat/ parapihak

2. Menghasilkan rekomendasi strategi Iptek Sosek dan Kebijakan REDD dalam bentuk publikasi ilmiah dan populer, Policy Brief, petunjuk teknis, dan berbagai bahan pembelajaran REDD dan REDD Plus.Sasaran penelitian ini adalah :a. Tersedianya informasi pengetahuan dan teknis sosial ekonomi b. Distribusi insentif dan tanggung jawabc. Tatakelola, Kelembagaan dan Kebijakan REDD dan REDD Plusd. Pasar e. Analisis Kelayakan, Analisis Biaya dan Manfaat (Opp. dan Transaksi)f. Resiko g. Colateral Benefi th. Tenurial, Resiko Sosial, masyarakat adat/ parapihak

3. Tersedianya rekomendasi strategis iptek sosek dan kebijakan dalam mendukung implementsi REDD dan REDD plus

VI. Luaran

1. Informasi iptek sosek mitigasi perubahan iklim2. Rekomendasi kebijakan strategi REDD dan REDD Plus

VII. Ruang Lingkup

Penelitian ini didasarkan pada Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025 dan infrastruktur yang diperlukan dalam persiapan REDD sebagaimana dilihat dalam Gambar 1. Fokus dari penelitian ini sesuai dengan temanya difokuskan pada infrastruktur 2, 4 dan 5, yaitu strategi, pasar dan pendistribusian tanggungjawab dan insentif dari REDD. Dengan coverage dari kegiatan ini nasional dan sub nasional.

Page 79: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

7Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

CO2 $Reference

Emission LevelStrategy Monitoring Market/

FundingDistribution

1 2 3 4 5

WG-FCCREDDI Guideline REDDI Committee

Historical emission/future scenario

• Forest cover and carbon stock changes,

• National registry

National approach,sub-nationalimplementation

Attractiveness,Source of fund

Awareness raisingCapacity buildingAccess to dataAccess to technologyStakeholders communication

Rekomendasi IFCA 2007 : Strategi REDD di 5 tipe landscapes : Hutan Produksi, Hutan Konservasi, HTI, Peat land, Pengembangankelapa sawit (terkait perubahanpenggunaan lahan)

Responsibilities and benefits

Gambar 1. Infrastruktur yang Diperlukan REDD (MoF, 2008)

VIII. Metode

A. Kerangka Pikir Riset

Riset ini akan lebih memfokuskan pada bagaimana fungsi hutan sebagai pengemisi karbon dapat dihindari, beserta mekanisme pendanaan dan metode yang telah diakui secara internasional, baik voluntari maupun compliance (REDD).

Kerangka pikir riset dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar terlihat bahwa aspek yang akan dilihat adalah: (i) aspek sosial dan budaya, (ii) ekonomi dan (iii) kelembagaan dan kebijakan, serta (iii) metode, monitoring dan pelaporan. Aspek sosial dan budaya akan meliputi tenurial, resiko sosial, masyarakat adat dan peningkatan kapasitas parapihak umumnya. Untuk aspek ekonomi mencakup Distribusi insentif dan peran dalam REDD dan REDD Plus. Untuk aspek ekonomi mencakup tatakelola, kelembagaan dan kebijakan REDD dan REDD Plus, Pasar Analisis Kelayakan, Analisis Biaya dan Manfaat (Opp. dan Transaksi), Resiko dan colateral benefi t. Untuk kelembagaan dan kebijakan meliputi penelitian kesiapan kelembagaan, termasuk regulasi dan kelembagaan.

Page 80: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

8 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Problem 2P bl 1 Problem 2Rehabilitasi, Deforestasi,

Degradasi hutan

Problem 1Pemanasan Global

REDDVolunCDM Funds

Sink/Removal

Source/Emisi

Hutan

PenggunaKebijakan, Kelembagaandan Institusi

Gambar 2. Kerangka Pikir Riset Integratif

B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi:

1. Desk study dalam upaya mencari riset status dan sinkronisasi penelitian yanga telah dan sedang dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian seperti CIFOR, ICRAF, universitas, dan lembaga penelitian lainnya.

2. Survei dalam rangka pengumpulan data kuantitatif dan data kualitatif di tingkat sub nasional di daerah dan nasional di pusat. Di daerah (dinas kehutanan provinsi dan kebupaten/kota), Swasta, BUMN, serta masyarakat dan kalangan LSM, dalam rangka validasi dan pengkayaan hasil desk study.

3. Wawancara (konsultasi) dengan pakar yang terkait dari lembaga penelitian dan universitas.

Page 81: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

9Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

C. Metode Analisis

Beberapa metode analisis yang berbeda akan digunakan untuk mempelajari dan memahami aspek yang berbeda-beda, diantaranya adalah analisis kelembagaan, analisis sistem, analisis biaya manfaat dan lain-lain. Secara umum analisis yang digunakan tertera dalam Gambar 3.

PENDEKATAN KUANTITATIFModeling, Simulasi, Kuantitatif

analysis, Economic analysis, Analisis biaya

PENDEKATAN KUANTITATIF DAN

KUANTITATIF Matrix, AHP, PRA,

IPCC guidelinePE

NDEK

ATAN

EM

PIRI

S

Uji k

onsis

tens

i, Ga

p

Anal

isis,

Skor

ing

Gambar 3. Metode Analisis Penelitian

Secara khusus, metode analisis akan diperjelas dalam masing-masing Rencana Penelitian Tim Peneliti (RPTP).

IX. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu dan Rencana Biaya

Instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya penelitian tersaji pada tabel 1.

Page 82: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

10 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Table 1. Matriks instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya penelitian

Kode RPI / LUARAN / KEGIATAN PELAKSANA

TAHUN PELAKSANAAN / ANGGARAN (juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

PROGRAM 7 PERUBAHAN IKLIM

16 Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

16.1 Luaran 1 : Informasi iptek sosek mitigasi perubahan iklim

16.1.1 Analisis Distribusi Insentif dan Peran REDD dan REDD plus

16.1.1.4 PUSLITSOSEK 150 150

16.1.2 Analisis Biaya, Manfaat, dan Resiko REDD dan REDD plus

16.1.2.4 PUSLITSOSEK 250 250

16.1.2.6 BBPD Samarin-da

100 100

16.1.2.19 BPK Manok-wari

100 100

16.1.2.8 BPHPS Kuok 100 100

16.1.2.12 BPK Solo 100 100

16.1.3 Analisis Sosial budaya REDD

16.1.3.4 PUSLITSOSEK 150 250 100

16.1.3.6 BBPD Samarin-da

100 100

16.1.3.19 BPK Manok-wari

100 100

16.1.3.8 BPHPS Kuok 100 100

16.1.3.18 BPK Makassar 100 100

16.2 Luaran 2. Rekomendasi kebijakan strategi REDD dan REDD Plus

16.2.1 Kajian Tatakelola REDD dan REDD plus

16.2.1.4 PUSLITSOSEK 300 300

16.2.1.18 BPK Manok-wari

100 100

16.2.1.8 BPHPS Kuok 100 100

16.2.1.18 BPK Makassar 100 100

16.2.2 Analisis Pasar dan Pendanaan REDD

16.2.2.4 PUSLITSOSEK 250 250 250

16.2.3 Analisis Kebijakan dan Kelembagaan REDD dan REDD plus

16.2.3.4 PUSLITSOSEK 150 200 200

Page 83: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

11Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

Kode RPI / LUARAN / KEGIATAN PELAKSANA

TAHUN PELAKSANAAN / ANGGARAN (juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

16.2.3.6 BBPD Samarin-da

100 100 100

16.2.3.19 BPK Manok-wari

100 100 100

16.2.3.11 BPK Ciamis 100 100 100

16.2.3.13 BPK Mataram 100 100 100

16.2.3.12 BPK Solo 100 100 100

TOTAL ANGGARAN 550 2600 2600 1150

X. Organisasi

RPI ini berada dibawah koordinasi Puslitsosek, dengan koordinator Dr. Kirsfi anti L. Ginoga, MSc. Dalam pelaksanaannya akan melibatkan UPT lingkup Badan Litbang Kehutanan seperti BBPD Samarinda, BPK Manokwari, BPK Palembang, serta instansi terkait lainnya.

XI. Daftar Pustaka

Boer, R. 2007. Presentasi pembukaan pada Workshop Nasional IFCA. Jakarta. November 2007.

Chomitz, K.M. 2006. Policies for national-level avoided deforestation programs: a proposal for discussion. Background paper for Policy Research Report on Tropical Deforestation

Geoff rey Heal, G. and Kevin Conrad. 2005. A solution to climate change in the world’s rainforests Financial Times. http://www.typepad.com/t/trackback/3762041.

Indonesia Forestry Climate Alliance (IFCA). 2007. Laporan konsolidasi Penurunan emisi gas rumah kaca dari pencegahan konversi dan degradasi hutan (REDD). Departemen Kehutanan. Jakarta

IPCC. 2000. Land use, Land-use change, and Forestry-Intergovernmental Panel on Climate Change Special Report (eds. Watson R.T., Noble I.R., Bolin B., Ravindranath N.H., Verardo D.J., Dokken D.J.) Cambridge University Press,

IPCC. 2001. Summary for Policy Makers. In Climate Change 2001: Mitigation Contribution of Working Group III to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, Cambridge University Press: Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA.

Page 84: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

12 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

IPCC 2006, 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories Programme, Eggleston H.S., Buendia L., Miwa K., Ngara T. and Tanabe K. (eds). Published: IGES, Japan.IPCC

Kremen, C., J. O. Niles, M. G. Dalton, G. C. Daily, P. R. Ehrlich, J. P. Fay, D. Grewal,

R. P. Guillery. 2000. Economic Incentives for Rain Forest Conservation Across Scales. Science. June 2000 Vol 288. www.sciencemag.org.

Moutinho, P. dan Stephan Schwartzman. 2005. Tropical Deforestation and Climate Change. IPAM - Instituto de Pesquisa Ambiental da Amazônia ; Washington DC - USA

Stern, N. 2007. Stern Review: The Economics of Climate Change.

Murdiyarso, D, dan Hetty Herawati. 2005. Carbon Forestry: Who Will Benefi t?. CIFOR. Bogor.

Moutinho, Paulo, and Stephan Schwartzman. 2005. Tropical deforestation and climate change / edited by. -- Belém - Pará - Brazil : IPAM - Instituto de Pesquisa Ambiental da Amazônia ; Washington DC - USA : Environmental Defense.

Niles, J. O., S. Brown, J. Pretty, A.Ball, J. Fay. 2001. Potential Carbon Mitigation and Income in Developing Countries from Changes in Use and Management of Agricultural and Forest Lands. Centre for Environment and Society Occasional Paper 2001-04, University of Essex. UK.

Niles, J.O., S. Brown, J. Pretty, A.S. Ball, and J. Fay. 2002. Potential carbon mitigation and income in developing countries from changes in use and management of agricultural and forest lands. Phil.Trans.R.Soc.Land. The Royal Society.

Philibert, Cédric. 2005. Approaches For Future International Co-Operation. Organisation for Economic Co-operation and Development International Energy Agency. Organisation de Coopération et de Développement Economiques Agence internationale de l’énergie. Paris.

Santilli, Ma’rcio, Paulo Moutinho, Stephan Schwartzman, Daniel Nepstad, Lisa Curran and Carlos Nobre. 2005. Tropical deforestation and the kyoto protocol An editorial essay. Climatic Change (2005) 71: 267–276.

Santilli, M. P. Moutinho, S. Schwartzman, D. Nepstad, L. Curran, and C. Nobre. 2005. Tropical deforestation and the Kyoto Protocol. Climate Change (2005) 71:267-276.

Page 85: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

13Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

Schlamadinger, B. N. Bird, S. Brown, J. Canadell, B. Clabbers, M. Dutschke,J. Fiedler, A. Fischlin, P. Fearnside, C. Forner, A. Freibauer, P. Frumhoff , N. Hoehne, T. Johns, M. Kirschbaum, A. Labat, G. Marland, A. Michaelowa, L. Montanarella, P. Moutinho, D. Murdiyarso, N. Pena, K. Pingoud, Z. Rakonczay, E. Rametsteiner, J. Rock, M.J.Sanz, U. Schneider, A. Shvidenko, M. Skutch, P. Smith, Z. Somogyi, E. Trines, M. Ward, Y. Yamagata. 2005. Options for including LULUCF activities in a post-2012 international climate agreement. Final Draft for publication in Special Issue of Environment Science and Policy. 2005.

Schlamadinger, B. N., L. Ciccarese, M. Dutschke, P. M. Fearnside, S. Brown, D. Murdiyarso. 2005. Should we include avoidance of deforestation in the international response to climate change? CIFOR. Bogor.

Stiglitz, J. E. 2005. Global Green Trade. Http://www.typepad.com/

XII. Kerangka Kerja Logis

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

TUJUAN :Umum :Menyediakan IPTEK sosek dan kebijakan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi Hutan

Khusus :1. Mengidentifi kasi

dan merumuskan strategi mitigasi perubahan iklim kehutanan

2. Menghasilkan rekomendasi strategi Iptek Sosek dan Kebijakan REDD dalam bentuk publikasi ilmiah dan populer, Policy Brief, petunjuk teknis, dan berbagai bahan pembelajaran REDD dan REDD Plus

Dihasilkannya rekomen-dasi-rekomendasi tentang:a) Distribusi Insentif

dan Tanggung Jawab REDD

b) Rumusan Tata kelolac) Rekomendasi

Kebijakan dan Kelembagaan REDD dan REDD Plus

d) Potensi dan Peluang Pasar dan Pendanaan karbon

e) Kelayakan, Biaya (Resiko) dan Manfaat (Colateral Benefi t) Kegiatan REDD dan REDD Plus

f) Peranan Tenurial, Resiko Sosial, masyarakat adat dan parapihak dalam kegiatan REDD dan REDD Plus

Dokumen mengenai rekomendasi implementasi kegiatan REDD dan REDD plus, yang dikemas dalam síntesis formulasi hasil penelitian, Laporan, Jurnal dan Policy Brief

SDM dan sumberdaya lain mendukung

Page 86: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

14 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

SASARAN :1. Tersedianya

Informasi pengetahuan dan teknis sosial ekonomi, yang meliputi aspek a) Distribusi

Insentif dan tanggung jawab

b) Tata kelola, Kelembagaan dan Kebijakan REDD dan REDD Plus

c) Pasar dan Pendanaan

d) Analisis kelayakan, Analisis Biaya dan Manfaat (Opp. dan Transaksi)

e) Resiko f) Colateral Benefi tg) Tenurial,

Resiko Sosial, masyarakat adat, parapihak

Telah dilakukannya penelitian terkait dengan:

a. Distribusi Insentif dan tanggung jawab

b. Tatakelola, Kelembagaan dan Kebijakan REDD dan REDD Plus

c. Pasar dan Pendanaand. Analisis Kelayakan,

Analisis Biaya dan Manfaat (Opp. dan Transaksi)

e. Resiko f. Colateral Benefi tg. Tenurial, Resiko Sosial,

masyarakat adat, parapihak

Sintesis hasil penelitian terkait IPTEK Sosek Kebijakan Mitigasi Perubahan Iklim

SDM dan sumberdaya lain mendukung

2. Tersedianya rekomendasi strategis iptek sosek dan kebijakan dalam mendukung implementasi REDD dan REDD Plus

Tersedianya rekomendasi strategis Iptek Sosek dan Kebijakan REDD dan REDD plus

Tersediannya Laporan,Publikasi Ilmiah danPolicy Brief

SDM dan sumberdaya lain mendukung

Page 87: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

15Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

LUARAN :1. Informasi iptek

sosek mitigasi perubahan iklim

1. Dilaksanakannya penelitiannya (i) Analisis Distribusi Insentif dan Peran REDD dan REDD plus, (ii) Analisis Biaya, Manfaat, dan Resiko REDD dan REDD plus, dan (iii)

Analisis Sosial budaya REDD

5 ( lima) publikasi ilmiah dan populer, Policy Brief, dan naskah akademis

SDM dan sumberdaya lain mendukung

2. Rekomendasi kebijakan strategi REDD dan REDD Plus

2. Dilaksanakannya penelitian (i) Kajian Tatakelola REDD dan REDD plus, (ii) Analisis Pasar dan Pendanaan REDD, dan (iii) Analisis Kebijakan dan Kelembagaan REDD dan REDD plus

5 (lima) publikasi ilmiah dan populer, Policy Brief, dan naskah akademis

SDM dan sumberdaya lain mendukung

KEGIATAN:1.1 Analisis Distribusi

Insentif dan Peran REDD dan REDD plus

1.2 Analisis Biaya, Manfaat, dan Resiko REDD dan REDD plus

1.3 Analisis Sosial budaya REDD

2.1 Kajian Tatakelola REDD dan REDD plus

2.1 Analisis Pasar dan Pendanaan REDD

2.2 Analisis Kebijakan dan Kelembagaan REDD dan REDD plus

Penelitian berhasil menghasilkan formulasi peran, tanggungjawab dan insentif parapihak terkait REDD dan REDD plus

Dokumen hasil penelitian, laporan,Publikasi

SDM dan sumberdaya lain mendukung

Page 88: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

16 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 89: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iPengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

Pengembangan Pengembangan Perhitungan Emisi Perhitungan Emisi

GRK Kehutanan GRK Kehutanan ((InventoryInventory))

Page 90: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 91: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iiiPengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

Lembar Pengesahan

Page 92: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iv RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 93: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vPengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

Daftar Isi

Lembar Pengesahan ................................................................................... iii

Daftar Isi ....................................................................................................... v

Daftar Gambar ............................................................................................ vi

Daftar Tabel ............................................................................................... vii

Daftar Singkatan ......................................................................................... ix

I. Abstrak ................................................................................................1

II. Latar Belakang .....................................................................................1

III. Rumusan Masalah ............................................................................. 2

IV. Hipotesis .............................................................................................4

V. Tujuan dan Sasaran .............................................................................4

VI. Luaran ................................................................................................. 5

VII. Ruang Lingkup .................................................................................... 5

VIII. Metode ...............................................................................................8

IX. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu, dan Rencana Biaya .......15

X. Organisasi ..........................................................................................17

XI. Daftar Pustaka ...................................................................................17

XII. Kerangka Kerja Logis ........................................................................ 18

Page 94: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vi RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Daftar Gambar

Gambar 1. Sumber emisi dan serapan GRK untuk sektor Agriculture, Forestry and Land Use (AFOLU) (Sumber: IPCC 2006) ............6

Gambar 2. Strategi Penelitian Inventarisasi GRK Kehutanan ....................8

Page 95: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viiPengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

Table 1. Negara-negara pengemisi GRK, tanpa LULUCF (Baumertz et al, 2005) ................................................................. 3

Table 2. Negara pengemisi GRK terbesar di dunia (Juta Ton CO2 e) (Peace, 2007) ................................................................................ 3

Table 3. Komponen GRK dan potensinya terhadap pemanasan global ..6

Table 4. Pilihan Pendekatan dan Tiers ...................................................... 7

Table 5. Kategori penutupan lahan menurut IPCC dan kategori penutupan lahan/hutan di Indonesia ........................................ 10

Table 6. Format pelaporan umum hasil inventarisasi GRK sektor LULUCF ........................................................................................13

Table 7. Matriks instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya ........15

Daftar Tabel

Page 96: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 97: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ixPengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

Daftar Singkatan

AGB : Above Ground Biomass

ALU : Agriculture and Landuse

BAU : Business as Usual

BBPD : Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

BGB : Below Ground Biomass

BPK : Balai Penelitian Kehutanan

BPHPS : Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat

CAIT : Climate Analysis Indicators Tool

CDM : Clean Development Mechanism

Ditjen : Direktorat Jenderal

GL : Guideline

GN RHL : Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan

GPG : Good Practice Guidance

GRK : Gas Rumah Kaca

HR : Hutan Rakyat

HTI : Hutan Tanaman Indonesia

HTR : Hutan Tanaman Rakyat

INCAS : Indonesia National Carbon Accounting System

IPB : Institut Pertanian Bogor

IPCC : International Panel on Climate Change

LHP : Laporan Hasil Penelitian

LULUCF : Land Use, Land Use Change and Forestry

MAI : Mean Annual Increment

MRV : Measurable, Reportable and Verifi able

NFI : National Forest Inventory

OMOT : One Man One Tree

PHKA : Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Page 98: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

x RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

REDD : Reduced Emission from Deforestation and Degradation

REDDI : Reduced Emission from Deforestation and Degradation in Indonesia

REL : Reference Emission Level

RLPS : Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial

RPI : Rencana Penelitian Integratif

Tier : Tingkat Kerincian

UNFCCC : United Nations Framework Convention on Climate Change

WRI : World Resource Institute

Page 99: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

1Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

I. ABSTRAKSektor Kehutanan yang dalam konteks perubahan iklim termasuk kedalam

sektor LULUCF (land use, land use change and forestry) adalah salah satu sektor penting yang harus dimasukkan dalam kegiatan inventarisasi gas rumah kaca (GRK). Kehutanan memainkan peranan penting dalam siklus karbon. Di tingkat global, kontribusi sektor LULUCF sebesar 18 %, sedangkan di tingkat nasional mencapai 74 %. Indonesia penting untuk menerapkan metode inventarisasi gas rumah kaca dengan hasil inventarisasi yang lebih akurat dan terpercaya sehingga diakui oleh internasional. Hasil perhitungan emisi GRK kehutanan yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifi kasi (measurable, reportable and verifi able), perlu untuk pengembangan kegiatan perdagangan karbon di Indonesia baik melalui mekanisme pasar sukarela atau wajib (compliance) termasuk mekanisme REDD. Kajian mengenai kondisi terkini metode perhitungan emisi perlu dilakukan sebagai informasi guna mengembangkan sistem perhitungan GRK di Indonesia. Tingkat kerincian (Tier) yang lebih tinggi (Tier 2 atau 3) untuk activiy data dan emission factor diperlukan guna memperoleh hasil perhitungan emisi yang akurat. Untuk kepentingan inventarisasi gas rumah kaca, berbagai metode inventarisasi telah dikembangkan. Diantaranya IPCC (International Panel on Climate Change) telah mengembangkan metode yang telah diaplikasikan secara luas oleh negara-negara yang meratifi kasi UNFCCC. Aplikasi metode IPCC Guideline memerlukan data dan informasi yang lebih komprehensif mencakup tidak hanya sektor kehutanan tapi juga sektor pertanian. Penelitian dalam RPI mencakup kajian tentang inventarisasi GRK kehutanan, penelitian untuk memperbaiki activity data dan faktor emisi/serapan lokal untuk berbagai tipe hutan atau penggunaaan lahan, serta pengaplikasian IPCC GL untuk perhitungan emisi. Hal ini guna memperbaiki sistem inventarisasi GRK khususnya kehutanan yang MRV untuk berbagai keperluan dimasa yang akan datang.

Kata Kunci : inventarisasi gas rumah kaca, IPCC Guideline, sektor LULUCF

II. Latar Belakang

Sektor Kehutanan yang dalam konteks perubahan iklim termasuk kedalam sektor LULUCF (Land Use, Land Use Change and Forestry) adalah salah satu sektor penting yang harus dimasukkan dalam kegiatan inventarisasi gas rumah kaca. Kehutanan memainkan peranan penting dalam siklus karbon. Laporan Stern (2007) menyebutkan kontribusi sektor LULUCF sebesar 18 %, sedangkan di Indonesia First National Communication melaporkan LULUCF sebesar 74 %. Sebagian besar pertukaran karbon dari atmosfer ke biosfi r daratan terjadi di hutan. Status dan pengelolaan hutan

Page 100: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

2 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

akan sangat menetukan apakah suatu wilayah daratan sebagai penyerap karbon (net sink) atau pengemisi karbon (source of emission).

Di Indonesia estimasi penghitungan emisi tahun 1990-an menunjukkan hasil yang sangat bervariasi yaitu antara 41 - 163 juta ton, dengan serapan karbon antara 187 - 337 juta ton (Boer et al., 1999). Variasi ini disebabkan oleh perbedaan activity data (misalnya luas hutan, luas grassland, konversi dan penggunaan lahan lainnya), konsumsi kayu, faktor emisi, metode pengukuran serta asumsi yang digunakan dalam analisis.

Untuk kepentingan inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) kehutanan diperlukan data yang akurat dan metode yang diakui internasional untuk melaporkan perkembangannya. Hal ini untuk mendukung tercapainya hasil perhitungan emisi GRK kehutanan yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifi kasi (measurable, reportable and verifi able), untuk pengembangan kegiatan perdagangan karbon di Indonesia baik melalui mekanisme pasar sukarela atau wajib (compliance).

III. Rumusan Masalah

Kontribusi sektor kehutanan dalam emisi GRK cukup besar. Berbagai laporan menyebutkan, tanpa kontribusi sektor LULUCF Indonesia ada diperingkat 15 dunia sedangkan dengan LULUCF indonesia adalah negara pengemisi terbesar ke 3 di dunia sebagaimana terlihat pada Tabel-Tabel berikut.

Page 101: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

3Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

Table 1. Negara-negara pengemisi GRK, tanpa LULUCF (Baumertz et al, 2005)

Table 2. Negara pengemisi GRK terbesar di dunia (Juta Ton CO2 e) (Peace, 2007)

Untuk memberikan informasi besarnya emisi dan serapan dari sektor LULUCF di Indonesia, diperlukan data yang valid, terutama dari segi metode, asumsi dan waktu. Karena itu inventarisasi dan pelaporan perubahan emisi dengan menggunakan metode yang secara internasional

Page 102: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

4 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

sudah terakreditasi perlu untuk dilakukan, sebagai salah satu kewajiban negara-negara yang meratifi kasi konvesi perubahan iklim – United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Sampai saat ini metode penghitungan emisi yang dikeluarkan oleh IPCC (International Panel on Climate Change) adalah metode yang digunakan oleh seluruh negara yang meratifi kasi UNFCCC. Untuk negara Non-Annex 1 dapat menggunakan revised IPCC 1996 guideline sementara itu negara maju yang masuk dalam negara Annex 1 sejak tahun 2005 wajib menggunakan metode dalam LULUCF GPG 2003. Meskipun demikian, negara non-Annex 1 disarankan agar juga menggunakan LULUCF-Good Practice Guidance (GPG) 2003 atau 2006 IPCC Guide Line (GL).

Perhitungan emisi GRK kehutanan termasuk aplikasi IPCC GL 2006 diharapkan akan menghasilkan inventarisasi yang lebih akurat, mengurangi ketidakpastian (reduced uncertanity) dan konsisten dalam pembagian kategori lahan. Hasil perhitungan emisi akan menghasilkan estimasi serapan dan emisi GRK untuk seluruh kategori lahan, stock karbon (carbon pool) yang relevan, serta non CO2 gas (berdasarkan analisis key source/sink category).

Sampai saat ini Indonesia belum memiliki institusi khusus yang melakukan inventarisasi dan monitoring GRK. Hal ini menimbulkan permasalahan yaitu kurangnya ketersediaan data perubahan penggunaan lahan (activity data) dan faktor emisi/serapan lokal (emission/removal factors) untuk seluruh kategori lahan, carbon pool dan non-CO2 gas yang terkait, yang sangat berpengaruh terhadap tingkat akurasi dan kerincian hasil inventarisasi.

IV. Hipotesis

Peningkatan pemahaman dan pengetahuan tentang perhitungan emisi GRK sektor kehutanan dan penggunaan faktor emisi atau serapan lokal akan meningkatkan kualitas hasil perhitungan emisi GRK sektor kehutanan (peningkatan dari Tier 1 menjadi Tier 2 atau 3).

V. Tujuan dan Sasaran

Menyediakan informasi, pengetahuan dan teknologi perhitungan emisi dan serapan gas rumah kaca (GRK) kehutanan. Sasaran yang ingin dicapai adalah :

1. Diketahuinya informasi tentang perhitungan emisi GRK kehutanan yang meliputi metode inventarisasi, institusi dan data kegiatan, faktor emisi atau serapan, pengurangan emisi dari substitusi penggunaan energi

Page 103: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

5Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

fosil menjadi biomas serta sistem monitoring dan pelaporan serta kontribusi sektor kehutanan di Indonesia dalam target penurunan emisi sebesar 26%.

2. Diketahuinya faktor serapan dan emisi lokal untuk berbagai jenis vegetasi atau hutan

3. Diaplikasikannya metode IPCC GL untuk penghitungan emisi GRK kehutanan, serta metode penghitungan Reference Emission Level (REL).

Diharapkan para pihak yang nantinya berkepentingan dalam pelaksanaan perhitungan perubahan emisi dapat melakukannya dengan lebih mudah, dan memberikan hasil yang baik. Aplikasi dari penghitungan emisi menggunakan IPCC GL juga merupakan alat untuk menentukan REL atau referensi emisi (baseline), yang merupakan salah satu infrastruktur yang diperlukan untuk kesiapan pelaksanaan mekanisme pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD) di Indonesia (REDDI). Untuk menetapkan REL ini diperlukan metode yang terukur, dapat dilaporkan dan dapat diverifi kasi (MRV- measurable, reportable, verifi able), serta telah diakui secara internasional.

VI. Luaran

Penelitian ini akan menghasilkan luaran :

1. Rekomendasi hasil kajian inventarisasi GRK kehutanan 2. Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi atau serapan

GRK kehutanan (hutan alam dan tanaman) 3. Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi GRK (metode IPCC GL 2006)

dan metode penentuan REL

VII. Ruang Lingkup

Dalam kaitannya dengan perubahan iklim, sektor kehutanan dapat berfungsi sebagai pengemisi karbon (emitter) dan penyerap karbon (sinker), sebagaimana terlihat pada Gambar 1 berikut:

Page 104: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

6 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Gambar 1. Sumber emisi dan serapan GRK untuk sektor Agriculture, Forestry and Land Use (AFOLU) (Sumber: IPCC 2006)

Selain CO2, sektor AFOLU juga mengemisi GRK lainnya seperti N2O dan CH4. Gas-gas ini memiliki potensi pemanasan global (GWP) yang lebih besar dibandingkan dengan CO2. Tabel 3 menunjukkan jenis gas rumah kaca dan besarnya potensi gas tersebut terhadap pemanasan global.

Table 3. Komponen GRK dan potensinya terhadap pemanasan global

Komponen GRK Potensi Pemanasan Global (GWP)

Carbon Dioxide, CO2 1

Methane, CH4 23

Nitrous Oxide, N2O 296

Hydrofl uorocarbons, HFC 120 – 12.000

Perfl uorocarbons, PFC 5.700 – 11.900

Sulfur Hexafl uoride 22.200Sumber: IPCC Third Assessment Report (2001)

Dalam inventarisasi GRK, metode yang telah disepakati dan digunakan oleh negara-negara yang meratifi kasi UNFCCC adalah metode IPCC GL 2006. Metode ini memberikan tahapan dan langkah yang diperlukan untuk pengukuran, pemantauan dan pelaporan perubahan emisi.

Page 105: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

7Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

Komponen penting dalam inventarisasi GRK adalah data kegiatan (activity data) dan faktor emisi atau serapan (emission factor). Activity data merupakan kuantifi kasi perubahan luas areal untuk setiap kategori emisi atau serapan. Sedangkan faktor emisi/serapan adalah kemampuan untuk mengemisi atau menyerap GRK dari suatu unit/kategori lahan yang dikonversi (misalnya dalam ton CO2/biomas per ha per tahun). Masing-masing activity data dan emission factor memiliki tingkat kerincian (Tier). Tingkat kerincian atau Tiers yang digunakan tertera pada Tabel 1. Terdapat tiga pilihan kerincian, yaitu Tier 1, 2 dan 3. Penelitian ini bertujuan agar terjadi peningkatan kerincian dalam inventarisasi GRK kehutanan (tidak lagi menggunakan Tier 1 untuk mendukung sistem pelaporan yang baik serta skema perdagangan karbon lainnya termasuk pasar sukarela dan mekanisme REDD).

Table 4. Pilihan Pendekatan dan Tiers

Pendekatan untuk menentukan perubahan luas areal (Activity Data)

Tingkat kerincian faktor emisi (Emission Factor) (Tier): perubahan cadangan karbon

1. Pendekatan Non-spasial : dari data statistik negara/global (mis FAO )—memberikan gambaran umum perubahan luas hutan

Tier 1 (basic). Memakai data yang diberikan oleh IPCC (data default values) pada skala global

2. Berdasarkan peta, hasil survey dan data statistik nasional/lokal

Tier 2 (intermediate). Data spesifi k dari tiap negara (nasional/lokal) untuk beberapa jenis hutan yang dominan atau yang utama

3. Data spatial dari interpretasi penginderaan jauh dengan resolusi tinggi

Tier 3 (most demanding). Data cadangan karbon dari Inventarisasi Nasional, yang diukur secara berkala atau dengan modelling

Dengan demikian lingkup penelitian ini adalah terkait inventarisasi GRK kehutanan yaitu penyediaan data dan informasi, serta menyajikan proses dan pilihan perhitungan emisi yang meliputi 5 carbon pools, jenis GRK dan tingkat kerincian (Tier) untuk berbagai kategori penutupan lahan.

Page 106: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

8 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

VIII. Metode1. Kajian metode

inventarisasi2. Kajian Institusi dan

Data Kegiatan

KajianinventarisasiGRKkehutanan

Data Kegiatan(Activity Data)

3. Kajian faktor emisidan serapan

4. Kajian penguranganemisi dari hasilsubstitusi

PenelitianInventarisasiGRK

kehutanan substitusipenggunaan energifossil menjadi biomas

5. Kajian sistemmonitoring/Pelaporan

6. Kajian penurunanemisi 26 %

InformasiIlmiahTemplate danRekomendasiGRK

KehutananTeknikperhitungankarbon untukperbaikanfaktor emisidan serapan

emisi 26 %

1. Hutan alam gambut2. Hutan alam mineral3. Hutan tanaman

gambut

InventarisasiGRKKehutanan

GRKkehutanan(hutan alamdan tanaman)

A lik i

4. Hutan tanamanmineral

M d IPCC kAplikasiPerhitunganemisi GRK

1. Metode IPCC untuklokasi Sumatera

2. Metode REL

Gambar 2. Strategi Penelitian Inventarisasi GRK Kehutanan

A. Kajian Inventarisasi GRK

1. Kajian Metode Inventarisasi

Kajian meliputi berbagai metode telah dikembangan untuk menghitung besarnya emisi di sektor LULUCF. Metode yang paling banyak dipakai adalah metode inventarisasi GRK yang dikembangkan oleh IPCC. IPCC telah mengembangkan metode inventasisasi GRK sejak tahun 1996, yaitu melalui IPCC Guideline revised 1996, IPCC Good Practice Guidance 2003 dan IPCC Guideline 2006.

Dalam IPCC GL 1996, kategori LUCF terdiri dari (1) Changes in forest and other woody biomass stocks (2) Forest and grassland conversion (3) Abandonment of croplands, pastures, plantation forests or other managed lands (4) CO2 emissions and removals from soils dan (5) Others.

IPCC GL 1996 tersebut direvisi melalui GPG 2003 dan terakhir IPCC GL 2006. Aplikasi IPCC GL 2006 akan menghasilkan inventarisasi yang lebih baik, mengurangi ketidakpastian (reduced uncertainty), konsistensi pembagian kategori lahan, estimasi serapan dan emisi GRK untuk seluruh kategori lahan, stok karbon (carbon pool) yang relevan serta non CO2 gas

Page 107: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

9Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

(berdasarkan analisis key source/sink category). Hal ini berimplikasi kepada penyediaan data untuk activity data dan faktor emisi terhadap seluruh kategori lahan, carbon pool dan non-CO2 gas yang terkait.

LULUCF IPCC GPG 2006, membagi kategori lahan dalam 6 kategori yaitu: (1) Forest land, (2) Grassland, (3) Cropland, (4) Wetland, (5) Settlement, and (6) Other land. Setiap kategori tersebut memiliki potensi GRK masing-masing tergantung dari kegiatan yang terjadi pada masing-masing penggunaan lahan.

Metode lain diantaranya adalah National Carbon Accounting System yang dikembangkan oleh Australia dan saat ini sedang dicoba untuk disesuaikan dan diadopsi oleh Indonesia menjadi Indonesian National Carbon Accounting System (INCAS).

University of Colorado juga mengembangkan software untuk menghitung emisi gas rumah kaca khususnya sektor Agriculture and Landuse (ALU) software. Software ini pada dasarnya untuk mendukung sistem inventarisasi GRK dengan metode IPCC. Hasil dari penggunaan program ini akan sama dengan IPCC GL.

Sistem lain diantaranya adalah yang dikembangkan oleh World Resource Institute (WRI) yang dikenal dengan CAIT program. Sementara itu di TN Lore Lindu telah dipasang alat untuk memonitor CO2, alat ini perlu dipelajari/dianalisis untuk kemungkinan pengembangan di wilayah lain dan dapat memberikan kontribusi terhadap sistem perhitungan GRK.

2. Kajian Institusi dan Data Kegiatan (Activity Data)

Dalam kegiatan inventarisasi GRK, faktor yang sangat menentukan besarnya GRK adalah luas perubahan lahan yang terjadi selama periode waktu tertentu. Untuk menghasilkan data besarnya perubahan penggunaan lahan diperlukan informasi dari hasil citra satelit. Institusi yang bertanggung jawab dalam penyediaan data perubahan penutupan lahan di Indonesia untuk sektor kehutanan adalah Ditjen Planologi.

Kegiatan ini akan mengkaji sistem yang ada dan akan dikembangkan oleh Ditjen Planologi termasuk Teknologi Remote Sensing dan jenis satelit atau images yang digunakan.

Klasifi kasi penutupan lahan yng dikembangkan oleh IPCC adalah 6 kategori yaitu: (1) Forest land, (2) Grassland, (3) Cropland, (4) Wetland, (5) Settlement, and (6) Other land. Sampai saat ini sistem pembagian kategori penutupan lahan yang dikembangkan oleh Departemen Kehutanan (Ditjen

Page 108: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

10 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Planologi) adalah 23 kategori. Kategori ini apabila dihubungkan dengan kategori lahan menurut IPCC adalah sebagai berikut :

Table 5. Kategori penutupan lahan menurut IPCC dan kategori penutupan lahan/hutan di Indonesia

Kategori IPCC 2006 Kategori Hutan

FL Hutan Lahan Kering Primer (UD)FL Hutan Rawa Primer (UD)FL Hutan Mangrove Primer (UD)FL Hutan Lahan Kering Sekunder (D)FL Hutan Rawa Sekunder (D)FL Hutan Mangrove Sekunder (D)FL Hutan Tanaman

Area Penggunaan Lain (APL)GL Belukar WL Belukar rawaOL Tanah terbukaWL RawaCL PertanianCL Pertanian campur semakCL TransmigrasiS Permukiman

GL Padang rumputCL SawahCL PerkebunanOL TambakOL Bandara

- Air- Awan

Page 109: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

11Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

3. Kajian Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan

Dalam rangka inventarisasi GRK kehutanan, selain activity data informasi yang diperlukan adalah faktor emisi atau serapan. Faktor emisi atau serapan untuk kehutanan merupakan kemampuan jenis vegetasi atau hutan untuk tumbuh (mean annual increment/MAI) atau potensi biomas (stok) dari tipe hutan tertentu.

Banyak tipe hutan di indonesia yang dibagi menurut fungsinya (hutan lindung, hutan produksi atau hutan konservasi), menurut ketinggian dari permukaan laut (hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan pegunungan), menurut iklim (hutan hujan, hutan musim), menurut jenis tanah (hutan gambut, hutan pada tanah mineral), hutan alam, hutan tanaman, dan sebagainya.

Untuk menghitung emisi atau serapan dari setiap perubahan kondisi atau jenis tutupan hutan perlu didukung oleh informasi luas perubahan tutupan (activity data) dan faktor emisi atau serapan. Berbagai studi telah dilakukan di Indonesia untuk mendapatkan faktor emisi dan serapan. Selain itu IPCC juga telah menyediakan angka default untuk jenis hutan, pada kondisi iklim dan tanah tertentu. Penggunaan faktor emisi atau serapan lokal akan meningkatkan kerincian (Tier) sedangkan penggunaan angka default merupakan tingkat kerincian yang paling rendah (Tier 1).

Kajian akan dilakukan dengan mengumpulkan hasil berbagai studi menyangkut pertumbuhan dan stok karbon pada berbagai tipe penutupan lahan/hutan. Kajian juga akan mengumpulkan hasil inventarisasi atau studi tentang biomas yang dilakukan oleh Ditjen Planologi melalui petak permanen dari kegiatan National Forest Inventory (NFI), kelti Biometrika pada Pusat Litbang Hutan Tanaman dan Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, termasuk informasi dari perkembangan penyusunan NCASI (National Carbon Accounting System Indonesia) dari hasil kerjasama Indonesia dengan Australia. Informasi juga dikumpulkan untuk mengetahui 5 karbon pool yaitu biomas diatas tanah (above ground biomass/AGB), biomas dibawah tanah (below ground biomass /BGB), kayu-kayu mati (dead organic matter), serasah (litter), dan tanah serta pool yang keenam yaitu penebangan kayu.

Selain dari perubahan penutupan lahan, emisi GRK kehutanan juga berasal dari kegiatan pemupukan (pemberian kapur) dan kebakaran. Kedua sumber emisi ini menghasilkan GRK lain selain CO2 yaitu CO, CH4, N2O, dan NOx

Page 110: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

12 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

4. Kajian pengurangan emisi dari hasil substitusi penggunaan energi bio-mas sebagai pengganti energi fosil

Emisi GRK banyak dihasilkan dari penggunaan energi fosil yang tidak terbarukan. Salah satu kontribusi sektor kehutanan dalam rangka penurunan emisi GRK adalah substitusi penggunaan energi fosil menjadi energi yang berasal dari biomas. Mekanisme ini telah disepakati internasional dalam bentuk Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/CDM). Kajian akan difokuskan pada potensi, peluang, tantangan dan hambatan dalam pemanfaatan dan pengembangan energi biomas untuk menggantikan energi fosil.

5. Kajian kontribusi sektor kehutanan dalam target penurunan emisi 26%

Kajian kontribusi sektor kehutanan dalam target penuruan emisi dilakukan dengan menganalisa trend emisi yang telah lalu sebagai basis terhadap estimasi perhitungan sampai tahun 2020. Data yang dapat digunakan diantaranya adalah hasil dari Second National Communication.

Selanjutnya dilakukan kajian terhadap emisi BAU ( Bussines as Usual) yang didasarkan kepada sumber emisi utama dari inventarisasi GRK yaitu deforestasi, degradasi, kebakaran dan pengelolaan lahan gambut. Selain itu dikumpulkan informasi tentang sumber serapan (removal) BAU yaitu pertumbuhan hutan dan penanaman. Sejarah pencapaian penanaman dari berbagai program yang telah dilaksanakan merupakan informasi penting tentang kemampuan rata-rata penanaman berdasarkan BAU. Berbagai asumsi berdasarkan referensi dilakukan terkait dengan activity data serta faktor emisi dan serapan.

Kajian terhadap emisi mitigasi dilakukan dengan mengkaji kebijakan mitigasi yang ada, kajian upaya penuruan emisi (REDD, pencegahan deforestasi dan kebakaran) serta kajian berbagai rencana penanaman seperti HTI, HTR, HR, GN RHL, OMOT dsb. Berbagai asumsi berdasarkan referensi dilakukan terkait dengan activity data serta faktor emisi dan serapan untuk mitigasi. Dari hasil perhitungan menggunakan asumsi pada BAU dan skenario mitigasi, dilakukan estimasi proyeksi emisi sampai tahun 2020 yang hasilnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafi k penurunan emisi.

6. Kajian sistem monitoring dan pelaporan

Hasil dari penghitungan emisi dan serapan GRK disajikan dalam tabel yang merupakan format umum dalam pelaporan hasil inventarisasi GRK. Untuk mengisi tabel 6 (enam) tersebut yang merupakan ringkasan dari hasil perhitungan inventarisasi gas rumah kaca, IPCC telah mengembangkan

Page 111: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

13Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

tabel-tabel dalam format Microsoft Excel. Pengisian data ke dalam tabel excel memerlukan informasi yang rinci mencakup data kegiatan (Activity Data), misalnya perubahan lahan dan luas hutan yang tetap sebagai hutan, luas tanaman pertanian, luas padang rumput dan sebagainya. Selain itu diperlukan informasi mencakup faktor emisi atau removal yang lokal spesifi k seperti data pertumbuhan (Mean Annual Increment - MAI) untuk berbagai jenis hutan atau tanaman.

Table 6. Format pelaporan umum hasil inventarisasi GRK sektor LULUCF

Sumber GRK dan kategori serapan

Net Emisi / Serapan CO2

CH4 N2O NOx CO

(Gg)

Kategori penggunaan lahan total

A. Lahan hutan

A.1. FL sisa FL

A.2. Konversi lahan ke FL

B. Lahan pertanian

B.1. CL tetap CL

B.2. Konversi lahan ke CL

C. Lahan rumput

C.1. GL tetap GL

C.2. Konversi lahan ke GL

D. Lahan basah

D.1. WL tetap WL

D.2. Konversi lahan ke WL

E. Pemukiman

E.1. Set. tetap Set.

E.2. Konversi lahan ke Set.

F. Lahan lain

F.1. OL. tetap OL.

F.2. Konversi lahan ke OL.

G. Lainnya (specify)

Pembakaran biomas

Pemberian kapur

Page 112: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

14 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

B. Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK kehutanan (hutan alam dan hutan tanaman)

Penelitian ini untuk menghasilkan faktor emisi dan serapan lokal guna meningkatkan akurasi hasil perhitungan emisi GRK. Dari hasil kajian faktor emisi dan serapan akan diketahui tipe hutan/vegetasi yang masih memerlukan hasil penelitian. Selain perhitungan biomas (stok dan pertumbuhan) penelitian juga akan mencakup perhitungan karbon pool yang lain seperti serasah (litter), kayu mati (dry organic matter) dan tanah. Pada garis besarnya penelitian akan dilakukan pada hutan alam dan tanaman tanah mineral serta tanah gambut. Selain itu penelitian juga akan mencakup GRK selain CO2 yang berasal dari kebakaran dan pemupukan yaitu CO, CH4, N2O, dan NOx. Kontribusi GRK kehutanan banyak dihasilkan dari lahan gambut yaitu akibat drainase, pengelolaan dan kebakaran. Penelitian pada lahan gambut akan mencakup faktor emisi dan serapan serta potensi lahan gambut dalam menyerap dan mengemisi GRK.

C. Aplikasi Perhitungan Emisi GRK (Metode IPCC)

Sampai saat ini metode penghitungan emisi yang dikeluarkan oleh IPCC adalah metode yang digunakan oleh seluruh negara yang meratifi kasi UNFCCC. Dalam perjalanannya metode inventarisasi yang dikeluarkan oleh IPCC telah berkembang selama 3 kali, yaitu metode inventasisasi GRK tahun 1996, yaitu melalui IPCC Guideline revised 1996, IPCC Good Practice Guidance 2003 dan IPCC Guideline 2006.

Dalam IPCC GL 1996, kategori LUCF terdiri dari : (i) perubahan di hutan dan simpanan biomas berkayu lainnya, (ii) hutan (forest) dan padang alang-alang (grassland) yang dikonversi, (iii) lahan pertanian (croplands), lahan penggembalaan (pastures), dan hutan tanaman (plantation forests) yang diterlantarkan atau lahan yang dikelola lainnya (other managed lands), (iv) emisi dan serapan CO2 dari tanah, dan (v) lainnya. IPCC GL 1996 tersebut direvisi melalui GPG 2003 dan terakhir IPCC GL 2006.

Aplikasi IPCC GL 2006 diharapkan akan menghasilkan inventarisasi yang lebih akurat, mengurangi ketidak pastian (reduced uncertainty), konsisten dalam pembagian kategori lahan dan estimasi serapan dan emisi GRK untuk seluruh kategori lahan, stok karbon (carbon pool) yang relevan, serta non CO2 gas (berdasarkan analisis key source/sink category). Ketersediaan data perubahan penggunaan lahan (activity data) dan faktor emisi dan serapan terhadap seluruh kategori lahan, carbon pool dan non-CO2 gas yang terkait sangat menentukan tingkat akurasi inventarisasi.

Page 113: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

15Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

Penelitian ini merupakan aplikasi penghitungan emisi menggunakan tabel-tabel IPCC GL 2006, dengan wilayah studi di Sumatera dan Papua. Penelitian meliputi aplikasi penghitungan GRK menggunakan IPCC GL 2006 di Indonesia, hambatan yang ada, data pendukung yang diperlukan serta rekomendasi untuk meningkatkan akurasi dari metode ini di Indonesia. Penelitian dan kajian ini diharapkan akan menghasilkan cara aplikasi IPCC GL 2006 sehingga bisa dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan dengan pengukuran, pemantauan dan pelaporan pengurangan atau penambahan emisi GRK di Indonesia.

Hasil aplikasi penghitungan emisi merupakan informasi yang menjadi masukan untuk penetapan REL. Selain itu akan dilakukan kajian secara khusus mengenai berbagai metode/alternatif untuk menentukan REL pada skala nasional maupun sub nasional.

IX. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu, dan Rencana Biaya

Pelaksana RPI adalah Puslitosek dan UPT lingkup Badan Litbang Kehutanan, yang relevan dengan topik penelitian serta representasi lokasi penelitian. Jangka waktu RPI adalah 5 tahun mulai tahun 2010 sampai tahun 2014. Jadwal untuk setiap kegiatan selama tahun 2010-2014, instansi pelaksana, dan kebutuhan anggaran adalah sebagai berikut :

Table 7. Matriks instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya

Kode Program/RPI/Luaran/ Kegiatan

Instansi pelaksana

Tahun (juta rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

PROGRAM 7 PERUBAHAN IKLIM

17 Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan

17.1 Luaran 1 : Rekomendasi sistem inventarisasi GRK kehutanan

17.1.1 Kajian metode inven-tarisasi GRK

17.1.1.4 Puslitsosek 75 75

17.1.2 Kajian Institusi dan Data Kegiatan (Activity Data)

17.1.2.4 Puslitsosek 75 75

17.1.3 Kajian faktor emisi dan serapan

17.1.3.4 Puslitsosek 75 75

17.1.4 Kajian pengurangan emisi dari hasil substitusi penggunaan energi fosil menjadi biomas

17.1.4.4 Puslitsosek 75 75

Page 114: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

16 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Kode Program/RPI/Luaran/ Kegiatan

Instansi pelaksana

Tahun (juta rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

17.1.5 Kajian sistem monitoring dan pelaporan

17.1.5.4 Puslitsosek 75 75

17.1.6 Kajian target penurunan emisi kehutanan 26 %

17.1.6.4 Puslitsosek 75 75

17.2 Luaran 2 : Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK kehutanan (hutan alam dan hutan tanaman)

17.2.1 Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK Kehutanan pada Hutan Alam Gambut

17.2.1.4 Puslitsosek 150 150 150

17.2.1.15 BPK Banjarbaru 70 100 100

17.2.2 Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK Kehutanan pada Hutan Alam Tanah Mineral

17.2.2.4 Puslitsosek 150 150 150 150

17.2.2.6 BBPD Samarinda 150 150 150 150

17.2.2.19 BPK Manokwari 107 150 150 150

17.2.3 Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK Kehutanan pada Hutan Tanaman Gambut

17.2.3.4 Puslitsosek 150 150 150

17.2.3.8 BPHPS Kuok 100 100 100

17.2.3.9 BPK Palembang 100 100 100

17.2.4 Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK Kehutanan pada Hutan Tanaman Tanah Mineral

17.2.4.4 Puslitsosek 150 150 150 150

17.2.4.11 BPK Ciamis 100 100 100 100

17.2.4.14 BPK Kupang 100 100 100 100

17.2.4.6 BBPD Samarinda 127 150 150 150

17.3 Luaran 3 : Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi GRK (Metode IPCC)

17.3.1 Aplikasi perhitungan emisi GRK di Wilayah Sumatera

17.3.1.4 Puslitsosek 150 150

17.3.1.8 BPHPS Kuok 100 100

17.3.1.9 BPK Palembang 100 100

17.3.2 Kajian Penentuan REL

17.3.2.4 Puslit Sosek 100 100

TOTAL ANGGARAN 454 2000 2350 1900 600

Page 115: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

17Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

X. Organisasi

Penelitian akan dilaksanakan dibawah kordinasi Puslitsosek, dengan melibatkan instansi terkait lingkup Badan Litbang Kehutanan. Jika diperlukan, akan ditempuh mekanisme outsourcing dari instansi lain seperti IPB, Ditjen Planologi, PHKA, RLPS, dan instansi terkait lainnya.

XI. Daftar Pustaka

Baumert, K.A, T. Herzog and J. Pershing. 2005. Navigating the Numbers : Greenhouse Gas Data and International Climate Policy. World Resource Institute.

Boer, R., Hendri and Gintings, N.: 1999. ‘Emissions and uptake of greenhouse gases by Indonesian forest’. Paper delivered to F7 network.

First National Communication. 1999. The Indonesia First National Communication to the UNFCCC. KLH. Indonesia.

IPCC. 2001. IPCC Third Assessment Report

IPCC. 1996. Revised 1996 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. IGES, Japan. IPCC

IPCC. 2003. Good Practice Guidance for Land Use, Land-Use Change and Forestry. Intergovernmental Panel on Climate Change. IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme. IGES. Japan.

IPCC. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme. IGES, Japan.

PEACE. 2007. Indonesia and Climate Change: Current Status and Policies. DFID, World Bank.

Stern, N. 2007. ‘The Stern Review: The Economics of Climate Change. Cambridge University Press. Cambridge.

Page 116: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

18 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

XII. Kerangka Kerja Logis

No NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

A. Tujuan: Menyediakan informasi, pengetahuan dan teknologi perhitungan emisi dan serapan gas rumah kaca (GRK) kehutanan

Tersedianya informasi ilmiah mengenai : • inventarisasi GRK

kehutanan,• database faktor

emisi dan serapan GRK,

• data kegiatan (activity data) yang diperlukan untuk inventarisasi GRK kehutanan,

• model/template perhitungan, monitoring dan pelaporan emisi GRK,

• hasil aplikasi IPCC dalam inventarisasi GRK kehutanan.

Dokumen dalam bentuk laporan, policy brief dan publikasi ilmiah mengenai inventarisasi GRK kehutanan, database faktor emisi atau serapan GRK, data kegiatan (activity data) yang diperlukan untuk inventarisasi GRK kehutanan, model/template perhitungan, monitoring dan pelaporan emisi GRK, serta hasil aplikasi IPCC inventarisasi GRK kehutanan

Penelitian dilaksanakan, tidak ada kendala di lapangan, tersedia anggaran dan pelaksana kegiatan.

B. Sasaran:

1. Diketahuinya informasi tentang perhitungan emisi GRK kehutanan

Telah dilaksanakannya penelitian yang terkait dengan inventarisasi GRK kehutanan

Tersedianya LHP dan sintesis hasil penelitian/kajian tentang inventarisasi GRK kehutanan.

Penelitian dilaksanakan, tidak ada kendala di lapangan, tersedia anggaran dan pelaksana kegiatan.

2. Diketahuinya faktor serapan dan emisi lokal untuk berbagai jenis vegetasi atau hutan

Telah dilaksanakannya penelitian yang terkait dengan perhitungan karbon untuk perbaikan faktor serapan dan emisi lokal

Tersedianya LHP dan sintesis hasil penelitian/kajian tentang Faktor serapan atau emisi lokal

Sda

3. Diaplikasikannya IPCC GL untuk inventarisasi GRK

Telah dilaksanakannya penelitian yang terkait dengan perhitungan emisi menggunakan IPCC GL

Tersedianya LHP dan publikasi ilmiah hasil perhitungan emisi menggunakan IPCC GL

Sda

Page 117: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

19Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

No NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

C. Luaran

1. Rekomendasi hasil kajian inventarisasi GRK kehutanan

Dilaksanakannya penelitian/kajian : 1) Metode inventarisasi 2) Institusi dan Data

Kegiatan (Activity Data)

3) Faktor emisi dan serapan

4) Pengurangan emisi dari hasil substitusi penggunaan energi fossil menjadi biomas

5) Sistem monitoring dan pelaporan

6) Target penurunan emisi

-Dokumen sintesis hasil penelitian/kajian tentang inventarisasi GRK kehutanan,-LHP, Policy Brief

Tidak ada kendala di lapangan, tersedia anggaran dan pelaksana kegiatan.

2. Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK kehutanan (hutan alam dan tanaman)

Dilaksanakannya penelitian teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK kehutanan pada hutan alam dan hutan tanaman gambut serta hutan alam dan hutan tanaman tanah mineral

• Dokumen sintesis hasil penelitian/kajian tentang Faktor serapan dan emisi lokal

• LHP, Policy Brief

Sda

3. Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi GRK (metode IPCC) dan metode REL

Dilaksanakannya penelitian aplikasi perhitungan emisi GRK (metode IPCC) dan metode REL

• Dokumen. hasil perhitungan emisi menggunakan IPCC GL

• LHP, Policy Brief

Sda

Page 118: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

20 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

No NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

D. Kegiatan

1.1 Kajian metode inventarisasi GRK

1.2 Kajian Institusi dan Data Kegiatan (Activity Data)

1.3 Kajian faktor emisi dan serapan

1.4 Kajian pengurangan emisi dari hasil substitusi penggunaan energi fosil menjadi biomas

1.5 Kajian sistem monitoring dan pelaporan

1.6 Kajian target penurunan emisi kehutanan 26 %

2.1. Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK kehutanan pada hutan alam gambut

2.2. Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK kehutanan pada hutan alam mineral

Kajian berhasil mengumpulkan informasi terkini (state of the art) tentang inventarisasi GRK, faktor emisi dan serapan, substitusi penggunaan energi fosil menjadi biomas serta sistem monitoring dan pelaporan.

Penelitian menghasilkan faktor emisi dan serapan lokal GRK

Dokumen rencana dan hasil kajian/penelitian, presentasi dan publikasi hasil penelitian/kajian

Dokumen rencana dan hasil kajian/penelitian, presentasi dan publikasi hasil penelitian/kajian

Penelitian dilaksanakan, tidak ada kendala di lapangan, tersedia anggaran dan pelaksana kegiatan.

Sda

2.3. Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK kehutanan pada hutan tanaman gambut

2.4. Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan GRK kehutanan pada hutan tanaman mineral

Page 119: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

21Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory)

No NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

3.1. Aplikasi Perhitungan emisi GRK (metode IPCC) di wilayah Sumatera

3.2. Kajian penentuan REL

Diketahuinya emisi GRK untuk wilayah Sumatera, metode penentuan REL serta rekomendasi perbaikan dalam rangka aplikasi perhitungan emisi menggunakan IPCC GL

Dokumen rencana dan hasil perhitungan emisi GRK metode IPCC dan metode REL

Sda

Page 120: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

22 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 121: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iAdaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

Adaptasi Bioekologi Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi dan Sosial Ekonomi

Budaya terhadap Budaya terhadap Perubahan IklimPerubahan Iklim

Page 122: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 123: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iiiAdaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

Lembar Pengesahan

Page 124: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iv RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 125: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vAdaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

Daftar Isi

Lembar Pengesahan ................................................................................... iii

Daftar Isi ....................................................................................................... v

Daftar Gambar ............................................................................................ vi

Daftar Tabel ............................................................................................... vii

Daftar Singkatan ......................................................................................... ix

I. Abstrak ................................................................................................1

II. Latar Belakang .....................................................................................1

III. Rumusan Masalah .............................................................................. 3

IV. Tujuan dan Sasaran ............................................................................4

V. Luaran ................................................................................................4

VI. Ruang Lingkup .................................................................................... 5

VII. Metode ............................................................................................ 10

VIII. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu, dan Rencana Biaya ........17

IX. Organisasi ......................................................................................... 19

X. Daftar Pustaka .................................................................................. 19

XI. Kerangka Kerja Logis ........................................................................ 22

Page 126: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vi RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Daftar Gambar

Gambar 1. Ekosistem hutan, barang dan jasa hutan serta hubungannya dengan kehidupan manusia (sumber : Locatelly (2008), Seppala (2009)) ........................... 11

Gambar 2. Kerentanan ekosistem dan masyarakat (sumber: Locatelly (2008)) ......................................................12

Gambar 3. Konsep Kerentanan terhadap Perubahan ...............................12

Page 127: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viiAdaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

Table 1. Kegiatan penelitian, instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya ............................................................................. 18

Daftar Tabel

Page 128: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 129: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ixAdaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

Daftar Singkatan

AC : Adaptive Capacity

AHP : Analytic Hierarchy Process

ANP : Analytic Network Process

BBPBTH : Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

BPHPS : Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat

BPK : Balai Penelitian Kehutanan

IAM : Integrated assessment models

IPCC : International Panel on Climate Change

LHP : Laporan hasil penelitian

RPI : Rencana Penelitian Integratif

Page 130: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

x RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 131: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

1Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

I. ABSTRAKPerubahan iklim sudah terjadi dan dampaknya telah dirasakan banyak

pihak. Perubahan iklim yang ditandai dengan cuaca ekstrim, meningkatnya permukaan air laut dan suhu udara, pergeseran musim dan intensitas curah hujan, berpengaruh pada ekosistem hutan juga kehidupan manusia. Pengaruh perubahan iklim sangat terasa terutama di negara-negara berkembang, khususnya pada masyarakat kurang mampu yang penghidupannya tergantung pada sumber daya alam (hutan). Berbagai keterbatasan menjadikan mereka tidak mempunyai banyak pilihan kecuali beradaptasi dengan lingkungan yang sudah berubah agar tetap dapat bertahan hidup. Pemerintah sebagai penanggung jawab Negara dan kehidupan masyarakat sejahtera sangat penting perannya dalam penyusunan strategi adaptasi dan pelaksanaannya.

Di Indonesia, belum didapat banyak informasi tentang kerentanan ekosistem hutan dan masyarakat terhadap perubahan iklim serta bentuk adaptasinya. Penelitian terkait dengan hal ini masih sangat terbatas dan perlu dilakukan untuk mendapatkan basis ilmiah penyusunan strategi adaptasi.

Penelitian ‘Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim’ tahun 2010 hingga 2014 diharapkan akan menghasilkan publikasi, policy bief, dan rekomendasi terkait dengan strategi adaptasi dalam pengelolaan sumber daya hutan dan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Penelitian ini mentargetkan empat luaran: i. Hasil analisis tentang kerentanan hutan tropis terhadap perubahan iklim dan rekomendasi kebijakan adaptasinya; ii. Informasi atau hasil analisis tentang adaptasi spesies dan genetik terhadap perubahan iklim; iii. Hasil analisis tentang kerentanan sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim dan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan resiliensi masyarakat terhadap perubahan iklim; iv. Basis kebijakan penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan masyarakat.

Kata kunci : adaptasi, bioekologi, sosial ekonomi, budaya, perubahan iklim, kerentanan

II. Latar Belakang

Terjadinya perubahan iklim telah dilansir oleh International Panel on Climate Change (IPCC). Perubahan iklim merupakan masalah bersama dan dampaknya dirasakan manusia diberbagai belahan bumi. Adanya perubahan iklim dapat dilihat antara lain melalui naiknya permukaan air laut, mencairnya tutupan es di daerah kutub, meningkatnya frekuensi kebakaran, mewabahnya hama penyakit dan munculnya banyak badai dan cuaca ektrim (IPPC, 2007a).

Page 132: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

2 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Perubahan iklim terjadi karena banyaknya CO2 di atmosfi r. Keadaan ini memberikan dampak terhadap ekosistem hutan dan kehidupan manusia, terutama mereka yang berdomisili di negara berkembang, kurang mampu kondisi sosial ekonominya dan penghidupannya tergantung pada hutan. Hasil penelitian di berbagai negara antara lain menunjukkan adanya perubahan fenologi dan produktivitas tumbuhan, pergerakan spesies, jumlah populasi tumbuhan pohon, merebaknya serangga, dan perubahan distribusi spesies (Ayres et al. 2009a; Fischlin et.al. 2009). Didapatkan juga bahwa dampak perubahan iklim lebih terlihat nyata pada hutan boreal dari pada tipe hutan lainnya, namun berbagai faktor terkait dengan kerentanan hutan terhadap perubahan iklim lebih terlihat nyata di hutan tropis (Ayres et al. 2009a). Terkait dengan masyarakat, perubahan iklim yang berpengaruh pada ketersediaan air berdampak pada sumber nafk ah, ketahanan pangan, juga kesehatan (Neil Adger et.al. 2009). Kondisi ini memberikan stres sosial.

Dampak dari perubahan iklim berbeda dari satu tempat ke tempat lain dikarenakan perbedaan tingkat kerentanan ekosistem hutan dan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Untuk tetap bertahan hidup atau mempertahankan kelestariannya, baik tanaman, hewan maupun manusia perlu beradaptasi.

Adaptasi merupakan upaya makhluk hidup yang mengarah pada persiapan atau penyesuaian diri terhadap dampak perubahan iklim yang sedang terjadi. Adaptasi menjadi semakin penting artinya dan sangat perlu untuk dilakukan karena upaya melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim tidak cukup. Perubahan iklim tidak dapat sepenuhnya dihindari dan berbagai kebijakan terkait dengan mitigasi memerlukan waktu untuk dapat berjalan dengan efektif. Individu, masyarakat maupun pemerintah perlu menyadari adanya perubahan iklim dan mempersiapkan berbagai strategi untuk beradaptasi, termasuk strategi yang bersifat antisipatif.

Untuk mendapatkan strategi adaptasi yang sesuai diperlukan informasi tentang kerentanan ekosistem hutan dan masyarakat terhadap perubahan iklim. Namun belum banyak penelitian di Indonesia mengarah kesana. Oleh karena itu, penelitian ‘Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Terhadap Perubahan iklim’ akan mengakses kerentanan dan kapasitas adaptasi dari ekosistem hutan, vegetasi dan masyarakat di dalam dan sekitar hutan terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim, serta mendapatkan model dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan, sosial ekonomi masyarakat dan biaya adaptasi. Hasil penelitian ini antara lain dimaksudkan untuk menyediakan ilmu pengetahuan dan teknologi adaptasi, serta memberi masukan ilmiah kepada para pengambil kebijakan sebagai bahan pertimbangan pembuatan kebijakan terkait

Page 133: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

3Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

dengan adaptasi perubahan iklim, dasar pembuatan berbagai opsi adaptasi untuk menghindari dampak yang membahayakan dari perubahan iklim, dan memanfaatkan keuntungan dari kesempatan yang diberikan oleh perubahan iklim.

III. Rumusan Masalah

Sumber daya alam (hutan) dan manusia atau masyarakat (yang oleh Koentjaraningrat, 1984, didefi nisikan sebagai kolektif manusia dalam arti yang seluas-luasnya yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka pandang sama) keberadaannya saling mengkait. Hutan menyediakan produk barang dan jasa kepada masyarakat, dan masyarakat melakukan pengelolaan terhadap hutan dengan harapan untuk mendapat produk barang dan jasa hutan secara lestari.

Di Indonesia, sumber daya hutan mendapat tekanan kuat dari luar. Krisis pangan, energi, dan air bersih yang dialami bangsa Indonesia, menjadikan hutan makin dituntut perannya untuk memasok kebutuhan hidup khalayak luas. Kawasan hutan yang mencapai 120 juta ha (60% dari total luas daratan) pada akhirnya perlu dikelola dengan bijak agar menghasilkan produk dan jasa hutan secara lestari serta tetap terjaganya aspek perlindungan dan konservasi.

Perubahan iklim langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada ekosistem hutan, namun ekosistem hutan mampu mencapai klimaksnya yang baru pada kondisi yang berbeda (Andreas Fischlin et.al 2009). Hasil penelitian di berbagai negara seperti Finlandia, Nigeria, India, Australia, Canada dsb menunjukkan bahwa perubahan iklim berpengaruh pada merebaknya hama dan penyakit tanaman, frekuensi kebakaran, produk barang dan jasa hutan serta fenologi, kehidupan dan kesehatan manusia, dsb (Andreas Fischlin, 2009; Matthew Ayres, 2009a; Matthew Ayres, 2009b).

Perubahan iklim baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Meski banyak diantara masyarakat tidak memahami perubahan iklim, mereka yang penghidupannya dari hasil pertanian dan bergantung pada sumber daya alam (hutan) merasakan dampaknya. Sebagaimana terjadi di Desa Wonorejo, Kecamatan Banyu Putih, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur, musim kemarau dirasakan masyarakat menjadi lebih panjang dan ketersediaan air menurun, menjadikan hasil pertanian menurun dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga selama 1 tahun. Kondisi ini menjadikan mereka lebih sering masuk ke hutan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, ekonomi (uang tunai) dan energi (kayu bakar). Pengelola Taman Nasional Baluran,

Page 134: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

4 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Propinsi Jawa Timur merasakan dalam kawasan mereka terjadi kekurangan pasokan air untuk minum dan berkubang satwa. Banyak kubangan yang mengering dan secara rutin harus diisi air agar satwa-satwa bertahan hidup dan tidak lari keluar kawasan guna mencari air.

Adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan upaya makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuhan) untuk tetap bertahan pada kondisi lingkungan yang telah berubah. Adaptasi juga dimaksudkan sebagai upaya melestarikan ekosistem hutan untuk dapat menghasilkan barang dan jasa secara lestari bagi kepentingan masyarakat dan makhluk hidup lain yang tinggal di dalam dan sekitarnya. Adaptasi yang dilakukan dapat bersifat antisipatif atau reaktif, autonomous atau terencana, sektoral atau multisektoral. Di Indonesia, penelitian terkait dengan dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan masyarakat belum banyak dilakukan, sehingga belum banyak diketahui tingkat kerentanan mereka dan upaya adaptasinya.

Pada akhirnya pengelolaan hutan tropis, kebijakan dan program pembangunan terkait dengan sektor kehutanan perlu memperhatikan dampak perubahan iklim dan potensi adaptasi ekosistem hutan dan masyarakat agar kepentingan khalayak umum terhadap pemenuhan ekonomi, pangan, energi dan air dapat terpenuhi secara lestari. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada para pengambil keputusan dalam penyempurnaan kebijakan dan pengelolaan sumber daya alam (hutan) terkait dengan dampak dan strategi adaptasi terhadap perubahan.

IV. Tujuan dan Sasaran

A. Tujuan

Menyediakan ilmu pengetahuan tentang tingkat kerentanan hutan dan masyarakat serta adaptasinya terhadap perubahan iklim.

B. Sasaran

Diperolehnya informasi tentang tingkat kerentanan hutan dan sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan serta tersedianya basis ilmiah untuk penyusunan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim.

V. Luaran

RPI ‘Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya Terhadap Perubahan Iklim’ diharapkan memberikan 4 (empat) luaran, yaitu:

Page 135: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

5Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

1. Hasil analisis tentang kerentanan hutan tropis terhadap perubahan iklim dan rekomendasi kebijakan adaptasinya

2. Informasi hasil analisis tentang adaptasi spesies dan genetik terhadap perubahan iklim

3. Hasil analisis tentang kerentanan sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan terhadap perubahan ikilm dan cuaca ekstrim, dan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan resiliensi masyarakat terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim

4. Basis kebijakan penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan masyarakat di masa mendatangLuaran tersebut dapat berupa publikasi ilmiah dan popular minimal

sebanyak 5 buah dan policy brief.

VI. Ruang Lingkup

Penelitian ‘Adaptasi Bioekologi dan Social Ekonomi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim’ akan dilakukan dari tahun 2010 hingga 2014. Penelitian ini akan melihat kondisi hutan, vegetasi dan satwa, genetis tumbuhan, produktivitas dan fenologinya, masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang penghidupannya bergantung pada sumber daya hutan, dan melakukan modeling dampak perubahan iklim terhadap hutan, sosial ekonomi masyarakat, dan biaya adaptasi. Lingkup RPI meliputi 4 (empat) kegiatan yang terintegrasi. Kegiatan-kegiatan dimaksud beserta cakupan masing-masing kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

A. Analisis Kerentanan Hutan Terhadap Perubahan Iklim

Meliputi 4 (empat) kegiatan, yaitu:

1. Analisis kerentanan tumbuhan hutan akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim Secara konsep, perubahan satu atau lebih dimensi iklim (a.l. temperature dan curah hujan) akan mempengaruhi proses ekosistem hutan (Ayres, et.al. 2009). Perubahan dari proses ekosistem dapat berdampak pada distribusi, biodiversitas dan jasa ekosistem. Terkait dengan konsep tersebut, cakupan analisa ini meliputi dua atau lebih hal berikut: i. perubahan luasan dan distribusi tipe hutan; ii. komposisi spesies tumbuhan hutan; iii. perpindahan ekosistem hutan (misal dari hutan spruce ke hutan pinus, atau dari hutan ke savana - Nobre and Oyama 2003, Fischlin et al. 2007, Mendes 2007); iv. kelangsungan hidup seedling dan sapling; v. hilangnya fl ora dan fauna endemik yang lazim di

Page 136: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

6 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

suatu daerah (biodiversitas), dan vi. invasi hama dan penyakit tanaman atau spesies baru. Hal ini pada akhirnya dapat mempengaruhi stabilitas ekologi.

2. Analisis kerentanan satwa hutan akibat perubahan ilim dan cuaca ekstrim Perubahan iklim diduga berperan terhadap keberadaan satwa termasuk species langka di masa mendatang. Hal ini dikarenakan perubahan iklim diduga mempengaruhi kondisi habitat satwa, juga musim berbunga dan produksi biji/buah yang merupakan pakan satwa, ketersediaan air, suhu udara, dsb. Terkait dengan hal tersebut, analisa kerentanan satwa terhadap perubahan iklim mencakup dua atau lebih hal berikut: perubahan perilaku satwa, kemampuan reproduksi, besaran populasi, kemampuan untuk bertahan hidup, perubahan distribusi, wabah hama dan penyakit satwa, serta pola migrasi.

3. Kerentanan jasa hutan air akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim Perubahan iklim mempengaruhi keberadaan air, sebagaimana terjadi di Bali Barat, Indonesia. Perubahan iklim menyebabkan berkurangnya air untuk bertani dan pemenuhan kebutuhan air minum. Disisi lain, perubahan iklim di Philippines menjadikan jumlah penduduk yang kekurangan air berkurang (Seppala, 2009).

Perubahan iklim dalam kaitannya dengan jasa hutan (air) secara khusus akan menganalisa pengaruh perubahan iklim terhadap ketersediaan dan kontinuitas air (penurunan atau peningkatan kapasitas air) di sungai, dam, reservoir air dsb. Bila memungkinkan, penting juga untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kualitas air (misal salinitas air karena adanya intrusi air laut ke daratan).

4. Analisis dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrim terhadap produktivitas hutan dan fenologi Fenologi adalah aktivitas musiman hewan dan tumbuhan. Pergeseran fenologi sebagai dampak dari pemanasan global antara lain berupa pergeseran musim kawin, pertunasan dan pembungaan tumbuhan. Perubahan iklim juga diperkirakan mempengaruhi produktivitas hutan. Produktivitas hutan tropis diperkirakan meningkat bila tersedia cukup air (Seppala, 2009). Dalam analisis dampak perubahan iklim terhadap produktivitas hutan dan fenologi akan mencakup pergeseran fenologi dan produktivitas hutan tropis terutama kayu dan pangan.

Page 137: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

7Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

B. Informasi hasil analisis tentang adaptasi spesies dan genetik terhadap perubahan iklim

Perubahan iklim menjadikan tanaman perlu beradaptasi untuk mempertahankan kelestariannya. Bentuk adaptasi dimungkinkan dengan berbagai cara seperti plastisitas fenotipik, migrasi untuk mendapatkan kondisi yang sesuai, atau evolusi. Untuk mengantisipasi dan mempertahankan kelangsungan hidup tanaman pohon umur panjang, sangat diperlukan sumber benih spesifi k dari spesies dengan karakter adaptif yang cocok dengan prediksi perubahan iklim yang akan datang. Beberapa karakter adaptif pada tanaman dapat dilihat dari persen hidup, pertumbuhan, ketahanan terhadap kekeringan, dll (Bradley St Clair dan Howe, 2007). Terkait dengan hal tersebut, analisis adaptasi spesies dan genetik terhadap perubahan iklim akan meliputi 3 hal berikut:

1. Identifikasi spesies pohon yang potensial untuk dikembangkan di ekosistem pantai dan daerah kering, ekosistem hutan dataran rendah, ekosistem pegunungan dan sebaran alaminyaUntuk kepentingan ini akan dilakukan identifi kasi jenis di sebaran alami spesies pohon yang potensial untuk dikembangkan di ekosistem pantai dan pegunungan.

2. Koleksi materi genetik dari spesies teridentifi kasi dari berbagai variasi habitat untuk uji spesies & uji provenans Koleksi materi genetik akan dilakukan dengan cara mengumpulkan benih di habitat-habitat alami termasuk habitat yang ekstrim pada saat musim berbuah.

3. Uji provenansi spesies teridentifi kasi di lahan masyarakatUji penanaman pada lokasi yang baru dan cocok dengan gambaran prediksi perubahan iklim yang akan datang (misal daerah kering, daerah bergaram tinggi, dll) diharapkan merupakan langkah tepat untuk menyediakan species dan genotip yang tahan di daerah-daerah berkondisi ekstrim atau marginal. Terkait dengan kegiatan ini akan dilakukan 2 hal: i. pembibitan spesies dari masing-masing provenans biji yang terkumpul dan pembibitan spesies yang sudah dimuliakan; ii. Pelaksanaan pembangunan uji species, uji provenans dan genetik, pemeliharaan dan evaluasi.

Pada ekosistem pegunungan hanya akan dilakukan identifi kasi spesies dan dokumentasi berbagai karakter lingkungan tempat spesies tumbuh yang meliputi: iklim mikro dan karakter fi siologisnya. Hal ini dikarenakan sulitnya mencari lokasi penelitian di ekosistem pegunungan untuk uji

Page 138: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

8 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

spesies dan uji genetik. Dalam uji spesies dan uji genetik dipersyaratkan kondisi yang seragam, meliputi keseragaman lingkungan (perbedaan kelerengan tidak lebih dari 5%) dan keseragaman edapik (keseragaman tanah dalam blok) dan lokasi yang memenuhi persyaratan tersebut tidak mudah didapat.

Bila memungkinkan akan dilakukan juga uji spesies dan uji genetik pada ekosistem hutan dataran rendah yang merupakan ekosistem antara (antara ekosistem pantai dan ekosistem pegungan). Spesies yang akan di identifi kasi pada ekosistem antara adalah spesies yang sudah dimuliakan. Hal ini terkait dengan upaya besar-besaran untuk merehabilitasi kawasan hutan dan terjadinya penggundulan hutan. Replikasi di beberapa tempat akan dilakukan untuk mengetahui kondisi adaptasi terhadap perubahan ilklim.

C. Hasil analisis tentang kerentanan sosial ekonomi masyarakat di dalam & sekitar hutan terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim & rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan resistensi masyarakat terhadap perubahan iklim

Perubahan iklim diperkirakan berdampak pada kapasitas hutan untuk menyediakan jasa ekosistem. Hal ini memberikan konsekuensi yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat, terutama mereka yang kurang mampu dan kehidupannya sangat tergantung pada hutan. Adaptasi harus mereka lakukan untuk dapat bertahan hidup.

Penaksiran kerentanan dan strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim akan dikaitkan dengan ketahanan pangan, ketersedian energi, dan kelangsungan ekonomi. Penaksiran akan mempertimbangkan berbagai faktor seperti kondisi sosial ekonomi keluarga atau komunitas, lokasi geografi dan latar belakang budaya, akses mereka terhadap sumber daya alam (hutan), serta program pembangunan dan kebijakan pemerintah setempat. Bentuk adaptasi yang dilakukan terhadap kehidupan masyarakat akan mempertimbangkan skala lokal dan regional; strategi adaptasi yang dilakukan (proaktif atau reaktif, autonomous atau terencana, sektoral atau multisektoral); kendala serta biaya adaptasi.

Penelitian kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim masih relatif baru di sektor kehutanan dan berbagai metode digunakan untuk mengukur tingkat kerentanan masyarakat. Penelitian ini dimaksudkan juga untuk mengeksplorasi berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengetahui kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di sektor kehutanan.

Page 139: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

9Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

D. Basis kebijakan penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan masyarakat di masa mendatang.

Pola iklim di Asia Tenggara sudah berubah cukup nyata (Seppala, 2009) dan Stern Review (2007) menginformasikan bahwa Asia Tenggara, termasuk Indonesia, lebih rentan terhadap perubahan iklim di banding belahan bumi lainnya. Dengan demikian penting bagi Indonesia untuk mempunyai kebijakan yang efektif untuk penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan masyarakat juga pengurangan terhadap kerentanan.

Terkait dengan hal tersebut perlu diketahui pola dan proyeksi perubahan iklim, kerentanan hutan dan masyarakat serta proyeksinya ke depan, serta melakukan monitoring terhadap dampak perubahan iklim dan proyeksinya di masa mendatang. Informasi tersebut bermanfaat untuk menentukan bentuk atau opsi adaptasi yang tepat guna menghidari dampak yang membahayakan dari perubahan iklim, serta penentuan bentuk tindakan untuk meningkatkan resiliensi hutan dan masyarakat terhadap perubahan iklim.

Terdapat tiga kegiatan yang akan dilakukan terkait dengan basis kebijakan penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan masyarakat. Kegiatan dimaksud meliputi:

1. Modeling dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutanKegiatan ini akan memproyeksikan dampak perubahan iklim terhadap tumbuhan hutan, satwa, jasa (air), fenologi dan produktivitas hutan.

2. Modeling dampak perubahan iklim terhadap sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutanPerubahan iklim dapat berdampak pada skala desa hingga nasional. Kegiatan ini direncanakan untuk memproyeksikan dampak perubahan iklim terhadap kehidupan masyarakat, terutama mereka yang kurang mampu dan kehidupannya sangat tergantung pada hutan, minimal pada skala kecamatan dan terkait dengan ketahanan pangan, ketersediaan energi, dan keberlangsungan ekonomi.

3. Modeling biaya adaptasi dan peningkatan resiliensi terhadap perubahan iklimKondisi sosial, ekonomi, dan kebijakan yang cukup dinamis menjadikan pemilihan bentuk adaptasi yang tepat tidak mudah didapat karena cukup kompleks dan menghadapi banyak pilihan. Adaptasi dapat berupa perubahan pola pengelolaan sumber daya alam (hutan, lahan, air, dsb), penggantian spesies, varietas, atau komposisi tanaman,

Page 140: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

10 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

pembangunan infrastruktur, perubahan perilaku, teknologi, kebijakan, dsb. yang kesemuanya adaptif terhadap kondisi lingkungan baru.

Adaptasi memerlukan waktu, daya upaya yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak, dan dalam banyak hal memerlukan biaya cukup besar pada skala keluarga, kelompok masyarakat, desa, hingga skala nasional bahkan internasional. Studi yang dilakukan World Bank mendapatkan bahwa biaya adaptasi akan terus bertambah seiring dengan waktu. Besarnya biaya tersebut tergantung, antara lain, pada magnitude dari perubahan iklim, besarnya dampak dan tindakan atau bentuk adaptasi yang dilakukan.

Modeling Biaya Adaptasi akan memberikan informasi besaran biaya untuk melakukan adaptasi juga aspek-aspek yang memerlukan biaya adaptasi yang besarnya cukup signifi kan. Dalam modeling akan menimbang berbagai biaya adaptasi pada skope yang lebih besar pada skala nasional dan cross sectoral serta meliputi berbagai aspek (pengelolaan, teknologi, sosial ekonomi, dsb) dan akan memperhitungkan kebutuhan ke depan sehingga dapat diketahui keuntungan dari pilihan tindakan adaptasi di masa mendatang. Modeling juga membicarakan tentang ‘ketidakpastian (uncertainities) dan kemungkinan (probabilities)’, membantu memahami sensitivitas dari faktor-faktor yang beradaptasi dan saling berinteraksi serta konsekuensi biaya adaptasi, membantu mengidentifi kasi biaya per sektor (yang beresiko), menunjukkan bahwa adaptasi akan mengurangi resiko kerusakan yang parah dari perubahan iklim dan biaya adaptasi yang lebih besar di masa mendatang.

VII. Metode

A. Kerangka Konseptual

1. Kerentanan Terhadap Perubahan Iklim

Hutan berperan penting bagi kehidupan manusia. Secara umum peran tersebut disajikan pada Gambar 1.

Page 141: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

11Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

SUPPORTING SERVICES (Supporting necessary for the production of all other ecosystem services)

Nutrient cycling Primary production Soil formation Provision of habitat Biodiversity maintenance

PROVISIONING Wood products Non-wood products Water

REGULATINGClimate Regulation Food regulation Disease regulation

CULTURALAesthetic Spiritual Recreational

SECURITY Personal safety Secure resource access Security from disaster

HEALTH Access to clean air and water

Strength Feeling well

GOOD SOCIAL RELATIONSocial cohesion Mutual respect Ability to help others

BASIC MATERIAL FOR LIFEAdequate livelihood Sufficient nutritious food Shelter Access to goods

FREEDOM OF CHOICE AND ACTION

Gambar 1. Ekosistem hutan, barang dan jasa hutan serta hubungannya dengan kehidupan manusia (sumber : Locatelly (2008), Seppala (2009))

Hutan menyediakan barang dan jasa lingkungan untuk kelangsungan hidup manusia. Sebaliknya manusia melakukan pengelolaan terhadap hutan dengan maksud untuk mendapatkan barang dan jasa hutan secara lestari. Perubahan iklim akan mempengaruhi ekosistem hutan dan manusia, secara positif ataupun negatif. Besarnya pengaruh tersebut tergantung pada sensitifi tas dan kapasitas adaptasi dari ekosistem hutan, manusia atau masyarakat, serta kemampuan manajemen. Efek negatif akan menjadi makin besar di masa mendatang bila tidak dilakukan penanganan. Adanya pengaruh negatif ini menandakan bahwa ekosistem hutan dan manusia rentan terhadap perubahan iklim.

Page 142: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

12 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Climate Change Other driver of change Exposure

Vulnerability of a coupled human-environment system to the loss of ecosystem services

Sensitivity

Adaptive capacity

Ecosystem (hutan)

Sensitivity

Adaptive capacity

SocietyEcosystem good & services

Management

Adaptive Capacity

Gambar 2. Kerentanan ekosistem dan masyarakat (sumber: Locatelly (2008))

Kerentanan terhadap perubahan iklim dalam International Panel on Climate Change (IPCC) diartikan sebagai keterbatasan kapasitas yang dimiliki untuk mengatasi konsekuensi negatif dari perubahan iklim. Kerentanan dapat juga diartikan sebagai derajat kemudahan suatu sistem terkena dampak, atau ketidakmampuan untuk menanggulangi dampak, termasuk dampak dari variabilitas iklim dan kondisi ekstrim. Hutan dan masyarakat memperlihatkan kerentanan yang berbeda terhadap iklim yang bervariasi, tergantung pada daerah dan tipe hutan, kondisi geografi s, latar belakang budaya, kebijakan, kelembagaan, dsb.

Metzger et al. (2006) dan IPCC (2007) mendefi nisikan kerentanan sebagai fungsi dari eksposure, sensitifi tas suatu sistim untuk berubah, dan kapasitas beradaptasi yang dipunyai (yaitu resilience). Gambaran umum dari konsep kerentanan terhadap perubahan iklim disajikan pada Gambar 3.

Forest Good and Services

Society

Forest Good & Services

Society

Climate Change

Forest

Good & Service

Gambar 3. Konsep Kerentanan terhadap Perubahan

Page 143: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

13Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan juga bervariasi. Sebagai contoh: masyarakat miskin dengan mobilitas geografi s yang rendah akan lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim dibandingkan dengan mereka yang mempunyai mobilitas tinggi. Mereka memerlukan kebijakan dan pengelolaan terhadap hutan tempat mereka bergantung untuk mengurangi kerentanan mereka (Reid and Huq, 2007).

Pengelolaan hutan lestari sangat esensial untuk mengurangi kerentanan hutan terhadap perubahan iklim. Terdapat keterbatasan kapasitas hutan dan masyarakat (yang kehidupannya tergantung pada hutan) untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Komitmen yang kuat diberbagai pihak pada level nasional maupun lokal sangat esensial untuk menghadapi berbagai tantangan dalam beradaptasi dan merealisasikan pengelolaan hutan lestari.

Kerentanan manusia terhadap perubahan iklim ditentukan oleh berbagai faktor seperti kondisi sosial ekonomi dan latar belakang budaya dari suatu keluarga atau komunitas, akses terhadap sumber daya alam, lokasi geografi , infrastruktur, serta program pembangunan.

Kondisi sosial ekonomi dan latar belakang budaya yang meliputi, antara lain, pendidikan formal dan informal, teknologi yang dimiliki, akses informasi, kemampuan ekonomi pada umumnya berpengaruh terhadap tindakan yang akan dilakukan atau kapasitas masyarakat dalam mengatasi atau mengantisipasi terjadinya suatu bencana atau sembuh kembali (recovery).

Akses masyarakat terhadap sumber daya alam dapat membantu mengurangi besarnya bencana yang bakal diterima dan mengurangi kerentanan masyarakat karena hutan merupakan sumber ekonomi, pangan, energi, dll. Akses masyarakat ke sumber daya alam (khususnya hutan Negara) di Indonesia diatur pemerintah. Berbagai kebijakan dikeluarkan terkait dengan pemanfaatan hutan oleh masyarakat dan hal ini mempengaruhi kerentanan masyarakat juga kerentanan hutan.

Lokasi geografis biasanya dikaitkan dengan lokasi pekerjaan atau lokasi tempat tinggal yang aman bencana serta ketersediaan infrastruktur (misal sarana irigasi, dam, saluran pembuangan air, dsb) akan berdampak pada magnitude kerawanan masyarakat terhadap bencana. Pemetaan lokasi geografi s dan sarana infrastruktur yang tersedia dapat memberikan gambaran tentang kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap bencana. Hal lain yang juga sangat penting artinya adalah program pemerintah terkait dengan pembangunan infrastruktur dan penanganan

Page 144: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

14 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

atau antisipasi terhadap ancaman bencana, serta penerapan early warning system.

Semua faktor tersebut menentukan kerentanan masyarakat, opsi adaptasi dan memilih satu atau kombinasi dari opsi adaptasi yang paling diinginkan serta paling praktis untuk dilaksanakan dan paling efektif.

2. Adaptasi Terhadap Perubahan iklim

Adaptasi dalam IPCCC (2007b) didefi nisikan sebagai penyesuaian dari alam atau manusia terhadap kondisi iklim aktual atau terhadap prediksi kondisi iklim yang bakal terjadi serta dampak yang akan ditimbulkan. Adaptasi dapat berupa antisipatif atau reaktif, autonomus atau terencana, sektoral atau multisektoral. Sebagai contoh, adaptasi biologi adalah autonomous dan reaktif. Namun manusia dengan kemampuan yang dimilikinya dapat melakukan berbagai macam tindakan terhadap perubahan sebagai upaya untuk beradaptasi. Mereka beradaptasi untuk mengurangi kerentanan atau meningkatkan ketahanan (resilience) guna mengantipasi perubahan-perubahan yang sudah diperkirakan bakal terjadi (adaptasi antisipatif) (Adger et al. 2007).

Terkait dengan hutan, tidak ada cara universal yang dapat diterapkan untuk adaptasi hutan terhadap perubahan iklim. Pengelola hutan selayaknya fleksibel untuk menentukan bentuk adaptasi yang paling tepat pada kondisi setempat. Diperlukan pendekatan yang fl eksibel dan sesuai dengan konteks yang ada serta tidak tergantung pada satu pilihan. Upaya adaptasi selayaknya menyediakan beberapa solusi teknis dengan mempertimbangkan kelembagaan di masyarakat.

Strategi adaptasi banyak yang memfokuskan pada pengurangan kerentanan atau penguatan kemampuan untuk tetap bertahan terhadap efek perubahan iklim. Oleh karena itu kerentanan sangat erat kaitannya dengan adaptasi. Strategi adaptasi yang berorientasikan pada pengurangan kerentanan dapat meliputi (Adger et al.2007):

1. Altering exposure, antara lain dengan sistem pemberitahuan dini (early warning system)

2. Pengurangan sensitivitas pada sistem yang terkena dampak antara lain dengan penanaman tanaman yang lebih tahan terhadap perubahan temperatur atau keterbatasan air, peningkatan kapasitas dam, atau pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap banjir pada daerah-daerah yang rentan banjir.

Page 145: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

15Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

3. Peningkatan ketahanan atau kemampuan untuk meredam gangguan sosial dan sistem ekologi yang memungkinkan populasi untuk pulih kondisinya seperti sedia kala.Dengan demikian, kapasitas untuk beradaptasi merupakan fungsi dari

berbagai elemen, termasuk kemampuan untuk memodifi kasi eksposure (keterbukaan) terhadap resiko yang terkait dengan perubahan iklim, kemampuan untuk dapat pulih dari kehilangan yang diakibatkan perubahan iklim, dan kemampuan untuk mendapatkan berbagai kesempatan baru yang muncul dalam proses beradaptasi (Adger dan Vincent, 2005). Pilihan terhadap opsi adaptasi dan kombinasinya sangat tergantung pada kerentanannya, yang sangat dipengaruhi antara lain oleh kondisi sosial ekonomi dari rumah tangga dan masyarakat, lokasi tempat mereka tinggal, hubungan atau jaringan kerja dan akses mereka pada sumber daya dan penguasa. Smit et al (2001) dalam Locatelli (2008) menyatakan bahwa kapasitas adaptasi ditentukan oleh sumberdaya ekonomi (termasuk keuangan, manusia), teknologi, informasi dan keterampilan, infrastruktur; institusi (termasuk regulasi), dan kesetaraan, dimana keterbatasan pada salah satu dari elemen diatas dapat membatasi kapasitas adaptif secara umum. Hal tersebut memberikan banyak sekali opsi adaptasi.

B. Metode Pengumpulan Data

Data untuk kepentingan penelitian ini dikumpulkan dengan berbagai metode. Metode dimaksud meliputi:

1. Desk study guna mendapatkan informasi tentang kondisi terkini dan mensinkronkan berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh instansi lain terkait dengan adaptasi terhadap perubahan iklim.

2. Survey lapangan untuk mendapatkan data kuantitatif dan kualitatif. 3. Wawancara, konsultasi, dan diskusi kelompok dengan responden

maupun para pakar terkait dengan topik penelitian.

C. Alat Analisis

Penaksiran Kerentanan (Vulnerability) dalam penelitian ini akan memakai rumusan IPCC. Dinyatakan bahwa kerentanan merupakan fungsi dari tiga aspek: Exposure (E), Sensitivity (S) dan Adaptive Capacity (AC). Secara ringkas, rumusan tersebut dapat dituliskan sbb:

V= f (Exposure+Sensitivity-Adaptive Capacity)

1. Exposure dimaksudkan sebagai derajat (seberapa jauh) suatu sistem secara alamiah rentan terhadap perubahan iklim. Suhu dan curah hujan merupakan dua dari berbagai faktor dari iklim yang punya pengaruh

Page 146: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

16 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

cukup signifi kan terhadap kehidupan dan persebaran vegetasi hutan dan satwa.

2. Sensitivitas dimaksudkan sebagai “derajat atau tingkat suatu sistem terkena dampak sebagai akibat dari semua elemen perubahan iklim, termasuk karakteristik iklim rata-rata, variabilitas iklim, dan frekuensi serta besaran ekstrim. Dampak tersebut dapat merugikan ataupun menguntungkan. Efek-efek tersebut dapat secara langsung (seperti perubahan hasil panen karena perubahan iklim atau variabilitas temperatur) atau secara tidak-langsung (seperti kerusakan yang disebabkan oleh kenaikan frekuensi banjir di pesisir sebagai akibat dari kenaikan muka air-laut)” (McCarthy et al., 2001, p. 6).

3. Kapasitas adaptif (adaptive capacity) didefi nisikan sebagai “kemampuan satu sistem untuk menanggulangi konsekuensi dari perubahan iklim atau menyesuaikan diri pada perubahan iklim (termasuk variabilitias iklim dan iklim ekstrim), mengurangi potensi kerusakan, atau mengambil keuntungan dari kondisi yang disediakan iklim yang berubah tersebut (McCarthy et al., 2001 dalam Locatelli et al. 2008). Kerentanan dan adaptasi terhadap perubahan iklim mempunyai

cakupan cukup luas, meliputi sumber daya alam (hutan) dan para pemangku kepentingan di sektor kehutanan. Dengan demikian, RPI ini meliputi aspek yang cukup luas dari fi siologi tanaman, sosial-ekonomi, kebijakan, manajemen, teknologi, dsb. Oleh karena itu, alat analisa dalam RPI meliputi berbagai macam sesuai dengan data dan tujuannya. Alat analisa dimaksud antara lain:

1. Analytic Hierarchy Process (AHP) 2. Simple Ranking3. Simple Rating4. Expert Panel Judgment5. Fuzzy Logic6. Rapid Hydrological Assessment7. Analytic Network Process (ANP)8. Participatory Method9. Integrated assessment models (IAM) 10. Participatory Vulnerability Assessment 11. Adaptation assessment12. Analisa biaya (untuk pengadaan, pembangunan, kehilangan

pendapatan)

Page 147: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

17Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

D. Lokasi Penelitian

Penelitian RPI ‘Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya Terhadap Perubahan Iklim’ akan dilakukan pada ekosistem yang ekstrim atau rentan terhadap perubahan iklim, yang meliputi ekosistem pantai, savana, atau hutan dataran rendah dan ekosistem hutan pegunungan. Ekosistem hutan dataran rendah yang merupakan ekosistem antara hutan pantai dan hutan pegunungan penting artinya karena banyak pembangunan kehutanan berupa hutan tanaman dan penduduk tinggal pada ekosistem tersebut, dan ekosistem antara tersebut dimungkinkan akan menjadi ekosistem ekstrim. Secara tepat lokasi penelitian akan ditentukan kemudian, namun lokasi penelitian tersebut diharapkan mempunyai ciri-ciri sbb:

1. Pada lokasi tersebut terdapat hutan, masyarakat (yang penghidupannya tergantung pada sumber daya hutan), dan kalau dimungkinkan terdapat satwa

2. Beberapa lokasi penelitan terpilih aman dari perusakan karena akan dilakukan pengamatan berulang untuk mendapatkan data seriesDirencanakan penelitian ini akan dilakukan dalam satu lokasi yang

misalnya dibatasi oleh satu Daerah Aliran Sungai. Disini akan dikaji berbagai aspek kerentanan baik hutan, tumbuhan, satwa, masyarakat, maupun kebijakannya. Dari penelitian terpadu dan terfokus pada satu lokasi ini diharapkan akan didapat gambaran menyeluruh dan utuh tentang kerentanan, bentuk adaptasi yang ada atau yang telah dilakukan terkait dengan social, ekonomi, dan lingkungan serta kebijakan yang ada. Pemberian opsi adaptasi serta saran kebijakan terkait dengan adaptasi terhadap perubahan iklim akan lebih mudah dilakukan karena tersedianya berbagai hasil penelitian yang mendukung.

VIII. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu, dan Rencana Biaya

RPI ‘Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya Terhadap Perubahan Iklim’ direncanakan untuk 5 tahun dari tahun 2010 hingga 2014. Penelitian ini akan melibatkan beberapa balai penelitian di Indonesia. Topik penelitian, balai pelaksana dan tahun dilaksanakan penelitian disajikan pada tabel 1.

Page 148: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

18 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Table 1. Kegiatan penelitian, instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya

Kode Program/ RPI/ Luaran/ Kegiatan Pelaksana

Tahun Pelaksanaan

2010 2011 2012 2013 2014

PROGRAM 7 PERUBAHAN IKLIM

18 RPI : Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Terhadap Perubahan iklim

18.1 Luaran 1 : Hasil analisis tentang kerentanan hutan tropis terhadap perubahan iklim dan rekomendasi kebijakan adaptasinya

18.1.1 Analisis kerentanan tumbuhan hutan akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim

18.1.1.12 BPK Solo 100 100 100

18.1.2 Analisis kerentanan satwa hutan akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim

18.1.2.16 BPK Samboja 125 125 100

18.1.3 Analisis kerentanan jasa hutan air akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim

18.1.3.12 BPK Solo 100 100 100

18.1.3.14 BPK Kupang 125 125 125

18.1.4 Analisis dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrim terhadap produktivitas hutan dan fenologi

Puslitsosek 150 150 150 150

18.2 Luaran 2: Informasi hasil analisis tentang adaptasi spesies dan genetik terhadap perubahan iklim

18.2.1 Identifi kasi spesies pohon yang potensial untuk dikembangkan di ekosistem pantai, daerah kering, hutan dataran rendah, dan ekosistem hutan pegunungan serta sebaran alaminya

18.2.1.5 BBPBPTH Yogyakarta

75 150 150

18.2.2 Koleksi materi genetik dari spesies teridentifi kasi dari berbagai variasi habitat untuk uji spesies & uji provenans atau uji genetis

18.2.2.5 BBPBPTH Yogyakarta

150 150 150

18.2.3 Uji provenansi spesies teridentifi kasi di lahan masyarakat

18.2.3.5 BBPBPTH Yogyakarta

150 150 150 150

18.3 Luaran 3 : Hasil analisis tentang kerentanan sosial ekonomi masyarakat di dalam & sekitar hutan terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim & rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan resiliensi masyarakat terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim

Page 149: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

19Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

Kode Program/ RPI/ Luaran/ Kegiatan Pelaksana

Tahun Pelaksanaan

2010 2011 2012 2013 2014

18.3.1 Penaksiran kerentanan dan strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan musim dan cuaca ekstrim pada ekosistem pantai, daerah kering dan hutan dataran rendah

18.3.1.4 Puslitsosek 150 150 150

18.3.2 Penaksiran kerentanan dan strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan musim dan cuaca ekstrim pada ekosistem pegunungan

18.3.2.8 BPHPS Kuok 100 100

18.3.2.19 BPK Manokwari 150 150

18.4 Luaran 4: Basis kebijakan penaggulangan dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan masyarakat di masa mendatang

18.4.1 Modeling dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan

18.4.1.4 Puslitsosek 150

18.4.2 Modeling dampak perubahan iklim terhadap sosek masyarakat di dalam dan sekitar hutan

18.4.2.4 Puslitsosek 150

18.4.3 Modeling biaya adaptasi dan peningkatan resiliensi terhadap perubahan iklim

18.4.3.4 Puslitsosek 150

TOTAL ANGGARAN 775 1650 1050 1000 550

IX. Organisasi

Penelitian ini akan dilaksanakan dibawah koordinasi Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan dengan koordinator RPI: Dr. Niken Sakuntaladewi dan akan melibatkan peneliti dari berbagai instansi lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kehutanan, seperti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta (BBPBPTH), BPK Manokwari, BPK Solo, BPHPS Kuok, dan outsourcing dari instansi terkait lain jika dibutuhkan.

X. Daftar Pustaka

Adger.W.N., Agrawala, S., Mirza, M.M.Q., Conde, C., O’Brien, K., Pulhin, J., Pulwarty, R., Smit, B. and Takahashi, K. 2007. Assessment of adaptation practices, options, constraints and capacity. In: Parry, M.L., Canziani, O.F., Palutikof, J.P., van der Linden, P.J. and Hanson, C.E. (eds.). Climate Change 2007: Impacts, adaptation and vulnerability.

Page 150: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

20 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC). Cambridge University Press, Cambridge, UK. P. 717-743

Adger, Neil, Maria Brockhaus, Carol J. Pierce Colfer and Brent Sohnger. 2009. Future Socio-Economic Impacts and Vulnerabilities dalam Adaptation of Forests and People to Climate Change (Risto Seppala, Alexander Buck, Pia Katila, editor). IUFRO World Series Volume 22.

Adger, W.N. dan Vincent, K. 2005. Uncertainty in adaptive capacity. Comptes Rendus Geoscience, 337(4): 399-410.

Ayres, Matthew, David Karnosky and Ian Thompson. 2009a. Forest Responses and Vulnerabilities to Recent Climate Change dalam Adaptation of Forests and People to Climate Change (Risto Seppala, Alexander Buck, Pia Katila, editor). IUFRO World Series Volume 22.

Ayres, Matthew, David Karnosky, Seppo Kellomaki, Bastian Louman, Chin Ong, Gian-Kasper Plattner, Heru Santoso and Ian Thompson. 2009b. Future Environmental Impacts and Vulnerability dalam dalam Adaptation of Forests and People to Climate Change (Risto Seppala, Alexander Buck, Pia Katila, editor). IUFRO World Series Volume 22.

Bastiaan Louman. 2007. Forest Ecosystem Services: A Conerstone for Human Well-Being dalam Adaptation of Forest and People to Climate Change. Pp. 15 – 52

Bradley St Clair, J and Howe, Gt. 2007. Genetic maladaptation of coastal Douglas-fir seedlings to future climates. Global Change Biology, 13:1441-1454

Brockhaus, Maria dan Houria Djoudi. 2008. Adaptation at the interface of forest ecosystem good and services and livestock production systems in Northern Mali. CIFOR Info Brief no. 19. www.cifor.cgiar.org.

Brooks, N., Adger, W.N. and Kelly P.M. 2005. The determinants of vulnerability and adaptive capacity at the national level and the implications for adaptation. Global Environmental Change 15 (2): 151-163

Diaz, S., Tilman, D., fargione, J., Chaopin, F.S., Dirzo, R., Kitzberger, T., Gemmill, B., Zobel, M., Vila, M., Mitchell, C., Wilby, A., Daily, G.C., Galetti, M., Laurance, W.F., Pretty, J., Naylor, R., Power, A. dan Harvell, D.2005. Biodiversity regulation of ecosystem services. Dalam: Hassan, R., Scoles, R. dan Ash, N. (eds.), Ecosystem and Human Well-Being: Current State and Trends. Millenium Ecosystem Assessment Volume I. Island Press, Washington, D.C. p. 297-329.

Page 151: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

21Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

Fischlin, A., Midgley, G.F., Price, J.T., Leemans, R., Gopal, B., Velichko, A.A. 2007. Ecosystems, their properties, goods and services. Dalam Parry, M.L., Canziani, O.F., Palutikof, J.P., van der Linden, P.J. dan Hanson C.E. (eds.). Climate Change 2007: Impacts, adaptation and vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Inergovernmental Panel of Climate Change (IPCC). Cambridge University Press, Cambridge, UK. P. 211-272.

Fischlin, Andreas, Peter Gluck, John Innes. Alan Lucier. John Parrotta, Heru Santoso, Ian Thomson, dan Anita Wreford. 2009. Forest Ecosystem Services: A Cornerstone for Human Well-Being dalam Adaptation of Forests and People to Climate Change (Risto Seppala, Alexander Buck, Pia Katila, editor). IUFRO World Series Volume 22.

Fontaine, C., Dajoz, I., Meriguet, J. dan Loreau, M. 2005. Functional diversity of plant pollinator interaction webs enhances the persistence of plant communities. PLoS Biology 4: 129 – 135.

Houghton, R.A. 2005. Tropical deforestation as a source of green-house gas emission.

IPPC. 2007a. Impact, adaptation and vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessement Report of the Environmental Panel on Climate Change (IPCC). Parry, M.L., Canziani, O.F., Palutifof, J.P., van der Linden, P.J. and Hanson, C.E. (eds.). Cambridge University Press, Cambridge, UK. 973 p.

IPCC. 2007b. Summary for policy makers. Climate Change 2007: Impacts, adaptation and vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel for Climate Change (IPCC). Parry, M.L., Canziani, O.F., Palutikof, J.P., van der Linden, P.J. dan Hanson, C.E. (eds.). Cambridge University Press, Cambridge, U.K., p. 7 – 22.

Locatelli,Bruno, Markku Kannined, Maria Brockhaus, Carol J.P. Colfer, Daniel Murdiyarso, dan Heru Santoso. 2008. Facing an uncertain future. How forests and people can adapt to climate change. Forest Perspectives no. 5. CIFOR. Indonesia

MEA (Millenium Ecosystem Assessment). 2005. Ecosystem and hutam well-being. Synthesis. Island Press, Washington D.C. 137p.

Mendes, H. 2007. Brazil faces forecast of heat and dust. Science and Development Network. http://www.SciDev.Net (12 Desember 2008)

Page 152: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

22 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Mettzger, M.J., Rounsevell, M.D.A., Acosta-Michlik, L., Leemans, R. and Schroter, D. 2006. The vulnerability of ecosystem services to land use change. Agriculture Ecosystem and Environment 114: 69 – 85.

Nobre, C. dan Oyama, M. 2003. A new climate-vegetation equilibrium state for Tropical South America. Geophysical Research Letters 30(23): 2199-2203

Reid, H. and Huq, S. 2007. Community-based adaptation. A Vital approach to the threat climate change poses to the poor. IIED Briefi ng paper. http://www.iied.org/pubs (dikutip Desember 12, 2008) 2 p.

SCBD (Secretariat of the Convention on Biological Diversity). 2003. Interlinkages between biological diversity and climate change. Advice on the integration of biodiversity considerations into the implementation of the UNFCCC and its Kyoto protocol. CBD Technical Series no. 10. SBD, Montreal. 154 p.

Seppala, Risto, Alexander Buck, Pia Katila (edt.). 2009. Adaptation of Forests and People to Climate Change – A Global Assessment Report. IUFRO World Series Volume 22. IUFRO. Austria

Seppala, Risto, Alexander Buck, Pia Katila (edt.). 2009. Making forest fi t for climate change. A Global view of climate-change impacts on forests and people and options for adaptation. Policy Brief. Ministry for Foreign Aff airs of Findland .International Union of Forest Research Organization.

XI. Kerangka Kerja Logis

Narasi Indikator Alat verifi kasi Asumsi

TUJUAN :

Menyediakan ilmu pengetahuan tentang tingkat kerentanan hutan dan masyarakat serta adaptasi nya terhadap perubahan iklim

Dihasilkannya :• Hasil analisis tentang

kerentanan hutan tropis terhadap perubahan iklim dan rekomendasi kebijakan adaptasinya • Informasi atau hasil

analisis tentang adaptasi spesies dan genetik terhadap perubahan iklim

Dokumen informasi mengenai tingkat kerentanan hutan dan masyarakat serta adaptasi nya terhadap perubahan iklim, yang dikemas dalam bentuk LHP, Publikasi, Policy Brief

• Tidak terjadi

perubahan kebijakan/ peraturan terkait

• Dukungan dari pihak terkait dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian

Page 153: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

23Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

Narasi Indikator Alat verifi kasi Asumsi

• Hasil analisis tentang kerentanan sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan terhadap variasi musim dan cuaca ekstrim dan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan resistensi masyarakat terhadap perubahan iklim

• Basis kebijakan penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan masyarakat di masa mendatang

SASARAN:

Diperolehnya informasi tentang tingkat kerentanan hutan dan sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan serta tersedianya basis ilmiah untuk penyusunan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim

• Telah dilaksanakan penelitian dan diperolehnya informasi tentang tingkat kerentanan hutan dan sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan akibat perubahan iklim, strategi adaptasi serta modelling dampak dan modeling biaya perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan masyarakat

• Sintesis hasil penelitian terkait dengan tingkat kerentanan hutan dan sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan serta tersedianya basis ilmiah untuk penyusunan strategi adaptasi terhadap PI

• Publikasi ilmiah minimal 5 buah

• Policy brief

• Tersedia SDM peneliti

• Dana tersedia tepat waktu

• Ada komitment instansi penelitian

• Tidak ada perubahan kebijakan mendasar tentang arah penelitian

• Ada kerjasama pemerintah pusat dan daerah

• Ada interest pemerintah pusat dan daerah thd adaptasi bioekologi dan sosekbud terhadap perubahan iklim

Page 154: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

24 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Narasi Indikator Alat verifi kasi Asumsi

LUARAN:

1. Hasil analisis tentang kerentanan hutan tropis terhadap perubahan iklim dan rekomendasi kebijakan adaptasinya

Dilaksanakannya penelitian dan diperolehnya informasi tentang kerentanan hutan tropis, satwa hutan, jasa hutan (air), produktivitas hutan dan fenologi akibat perubahan iklim

• Sintesis hasil tentang kerentanan hutan tropis terhadap perubahan iklim dan rekomendasi kebijakan adaptasinya

• Laporan penelitian

• Publikasi• Policy Brief

2. Informasi hasil analisis tentang adaptasi spesies dan genetik terhadap perubahan iklim

Dilaksanakannya penelitian dan diperolehnya informasi tentang ‘identifi kasi species pohon yang potensial untuk ekologi pantai, daerah kering, dan ekosistem pegunungan, koleksi materi genetik, dan uji provenans’

• Sintesis hasil tentang analisis tentang adaptasi spesies dan genetik terhadap perubahan iklim

• Laporan penelitian

• Publikasi• Policy Brief

3. Hasil analisis tentang kerentanan sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim ,dan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan resiliensi masyarakat terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim

Dilaksanakannya penelitian dan diperolehnya informasi tentang ‘kerentanan masyarakat terhadap perubahan musim dan cuaca ekstrim, strategi adaptasi, dan rekomendasi terhadap pemerintah pusat dan daerah dalam pengarusutamaan adaptasi terhadap perubahan musim dan cuaca ekstrim

• Sintesis hasil analisis tentang kerentanan sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan terhadap perubahan musim dan cuaca ekstrim

• Rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan resistensi masyarakat terhadap perubahan iklim

• Laporan penelitian • Publikasi• Policy Brief

Page 155: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

25Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

Narasi Indikator Alat verifi kasi Asumsi

4. Basis kebijakan penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan masyarakat di masa mendatang

Dilaksanakannya penelitian dan diperolehnya informasi tentang ‘modelling ekosistem hutan, sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan, dan biaya adaptasi akibat perubahan iklim’

• Sintesis hasil atau rekomendasi kabijakan penanggulangan dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan masyarakat di masa mendatang

• Publikasi• Policy Brief• Laporan penelitian

KEGIATAN: 1.1. Analisis kerentanan

tumbuhan hutan akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim

Peneltian dapat menjawab tentang tingkat kerentanan vegetasi hutan akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim.

• Laporan kemajuan kegiatan (hasil survey) lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Laporan penelitian• Publikasi

1.2. Analisis kerentanan satwa hutan akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim

Penelitian dapat memberikan informasi tentang tingkat kerentanan satwa hutan akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrim

• Laporan kemajuan kegiatan lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Laporan penelitian• Publikasi

1.3. Analisis kerentanan jasa hutan air terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim

Penelitian dapat memberikan informasi tentang ‘Kerentanan jasa hutan (air) terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrim’

• Laporan kemajuan kegiatan lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Laporan penelitian• Publikasi

1.4. Analisis dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrim terhadap produktivitas hutan dan fenologi

Penelitian dapat memberikan informasi tentang dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrim terhadap produktivitas hutan dan fenologi’.

• Laporan kemajuan kegiatan lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Laporan penelitian

• Publikasi

Page 156: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

26 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Narasi Indikator Alat verifi kasi Asumsi

1.1. Identifi kasi spesies pohon yang potensial untuk dikembangkan di ekosistem pantai, daerah kering, hutan dataran rendah dan ekosistem pegunungan serta sebaran alaminya

Penelitian dapat memberikan informasi tentang spesies pohon yang potensial untuk dikembangkan di ekosistem pantai dan daerah kering, dan ekosistem pegunungan serta sebaran alaminya’

• Laporan kemajuan kegiatan lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Laporan penelitian

• Publikasi

1.2. Koleksi materi genetik dari spesies teridentifi kasi dari berbagai variasi habitat untuk uji spesies dan uji provenans atau uji genetis

Penelitian dapat memberikan informasi tentang ‘koleksi materi genetik dari spesies teridentifi kasi dari berbagai variasi habitat untuk uji spesies dan uji provenance’

• Laporan kemajuan kegiatan lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Laporan penelitian• Publikasi

1.3. Uji provenansi spesies teridentifi kasi di lahan masyarakat

Penelitian dapat memberikan informasi tentang ‘hasil uji provenansi spesies teridentifi kasi’

• Laporan kemajuan kegiatan lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Publikasi• Laporan

penelitian

1.1. Penaksiran kerentanan dan strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan musim dan cuaca ekstrim pada ekosistem pantai, daerah kering dan hutan dataran rendah

Penelitian dapat memberikan informasi tentang ‘Penaksiran kerentanan dan strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan musim dan cuaca ekstrim pada ekosistem pantai, daerah kering dan hutan dataran rendah’

• Laporan kemajuan kegiatan lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Laporan penelitian

• Publikasi

1.2. Penaksiran kerentanan dan strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan musim dan cuaca ekstrim pada ekosistem pegunungan

Penelitian dapat memberikan informasi tentang ‘Penaksiran kerentanan dan strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan musim dan cuaca ekstrim pada ekosistem pegunungan’

• Laporan kemajuan kegiatan lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Laporan penelitian• Publikasi

1.1. Modeling dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan

Penelitian dapat memberikan informasi tentang ‘modeling dampak perubahan iklim terhadap ekosistem hutan’

• Laporan kemajuan kegiatan lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Laporan penelitian

• Publikasi

Page 157: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

27Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim

Narasi Indikator Alat verifi kasi Asumsi

1.2. Modeling dampak perubahan iklim terhadap sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan

Penelitian dapat memberikan informasi tentang ‘modeling dampak perubahan iklim terhadap sosek masyarakat di dalam dan sekitar hutan ‘

• Laporan kemajuan kegiatan lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Laporan penelitian

• Publikasi

1.3. Modelling biaya adaptasi dan peningkatan resiliensi terhadap perubahan iklim

Penelitian dapat memberikan informasi tentang ‘modeling biaya adaptasi dan peningkatan resiliensi terhadap perubahan’

• Laporan kemajuan kegiatan lapangan

• Hasil analisa data lapangan

• Laporan penelitian

• Publikasi

Page 158: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

28 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 159: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iPenguatan Tatakelola Kehutanan

Penguatan Penguatan Tatakelola Tatakelola

KehutananKehutanan

Page 160: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 161: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iiiPenguatan Tatakelola Kehutanan

Lembar Pengesahan

Page 162: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iv RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 163: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vPenguatan Tatakelola Kehutanan

Daftar Isi

Lembar Pengesahan ...................................................................................iii

Daftar Isi ...................................................................................................... v

Daftar Gambar ............................................................................................vi

Daftar Tabel ...............................................................................................vii

Daftar Singkatan ........................................................................................ ix

I. Abstrak ............................................................................................... 1

II. Latar Belakang .................................................................................... 1

III. Rumusan Masalah ............................................................................. 3

IV. Hipotesis ............................................................................................ 5

V. Tujuan dan Sasaran ............................................................................ 5

VI. Luaran ............................................................................................... 6

VII. Ruang Lingkup ................................................................................... 7

VIII. Metode .............................................................................................. 7

IX. Instansi Pelaksana, Tata Waktu dan Rencana Biaya ........................ 17

X. Organisasi .........................................................................................18

XI. Daftar Pustaka ..................................................................................18

XII. Kerangka Kerja Logis ....................................................................... 20

Page 164: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vi RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Daftar Gambar

Gambar 1. Tiga Pilar Tatakelola Pemerintahan ........................................10

Page 165: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viiPenguatan Tatakelola Kehutanan

Table 1. Rencana instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya .... 17

Daftar Tabel

Page 166: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 167: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ixPenguatan Tatakelola Kehutanan

Daftar Singkatan

AHP : Analytic Hierarchy Process

B-C : Benefi t - Cost

BBPD : Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

BPHPS : Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat

BPK : Balai Penelitian Kehutanan

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

CIFOR : Center for International Forestry Research

DEPHUT : Departemen Kehutanan

DFID : Department for International Development

Ditjen : Direktorat Jenderal

HPH : Hak Pengusahaan Hutan

ICRAF : International Centre for Research in Agroforestry

IDS : Institute of Development Studies

IIED : International Institute for Environment and Development

IPB : Institut Pertanian Bogor

IUPHHK : Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

KPH : Kesatuan Pemangkuan Hutan

LHP : Laporan Hasil Penelitian

Litbanghut : Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

PHKA : Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

RKT : Rencana Kerja Tahunan

RLPS : Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial

RPI : Rencana Penelitian Integratif

RPTP : Rencana Penelitian Tim Peneliti

SDH : Sumber Daya Hutan

SWOT : Strength Weakness Opportunity Threat

UI : Universitas Indonesia

Page 168: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

x RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

UGM : Universitas Gajah Mada

UPT : Unit Pelaksana Teknis

Page 169: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

1Penguatan Tatakelola Kehutanan

I. ABSTRAKPengurusan hutan (forest administration) selama ini tanpa disadari telah

mngabaikan tata kelola hutan yang baik (good forest governance) karena desakan pembangunan ekonomi. Hal ini diindikasikan oleh semakin meningkatnya permasalahan dan isu yang muncul baik yang berhubungan dengan sumberdaya hutan dan kaitannya dengan kondisi sosial, maupun terhadap lingkungan hidup. Fungsi pemerintah sebagai regulator, fasilitator, dan supervisor dalam pengurusan hutan di satu pihak masih sangat lemah, namun di pihak lain dipandang cenderung berlebihan dan tidak efektif.

Tata kelola kehutanan yang baik (Good Forest Governance) hanya bisa diwujudkan apabila para pembuat kebijakan (decision makers) dan pelaksana (executive) dalam pembangunan kehutanan mampu mengkaji forest governance yang telah dipengaruhi oleh dinamika sosial seperti kebijakan seperti desentralisasi. Beberapa tahun terakhir, para pihak terkait (stakeholders) telah banyak menyoroti forest governance dalam implementasinya. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya permasalahan dan isu yang muncul baik yang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan hutan maupun dampaknya terhadap lingkungan hidup. Faktor pendorong lain munculnya isu ini adalah kosekuensi logis dari proses desentralisasi pemerintahan (otonomi) yang implementasinya masih berlangsung hingga saat ini. Kajian ini dimaksudkan untuk menyediakan pengetahuan dan informasi yang relevan serta keterampilan untuk mengidentifi kasi skema-skema dan mekanisme tata kelola kehutanan yang baik dengan melakukan analisis terhadap: (1) kelembagaan kehutanan; (2) administrasi peredaran hasil hutan; (3) sistem rujukan dan penilaian tata kelola kehutanan yang baik. Beberapa metode dan pendekatan yang sesuai dengan topik yang akan dikaji akan digunakan sebagai alat analisis. Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 5 tahun dan akan dicapai melalui tiga tahap yaitu tahap pendahuluan, tahap pemantapan, dan tahap kolaborasi.

Kata Kunci : tata kelola, desentralisasi, kelembagaan, peredaran, hasil hutan

II. Latar Belakang

Hal yang terakhir misalnya ditunjukkan oleh aturan-aturan yang sangat restrictive bagi pihak pengelola di lapangan (unit manajemen) untuk mengimplementasikan manajemen hutan yang kondisi biofi sik dan sosiokulturalnya sangat beragam. Demikian pula kebijakan pemerintah dianggap kaku dan kurang kondusif terhadap kondisi pasar yang dinamis. Namun di sisi lain muncul pernyataan bahwa banyak pemilik hak pengusahaan hutan dan manajer perusahaan yang kurang peduli akan aturan-aturan yang dibuat untuk menjamin kelestarian hutan. Dengan demikian diperlukan

Page 170: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

2 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

sebuah kajian komprehensif mengenai akar permasalahan pengelolaan hutan baik di sisi pemerintah, swasta maupun masyarakat dalam kerangka kebijakan desentralisasi.

Setelah lebih dari 30 tahun menjalani sistem pengelolaan hutan sentralistik, UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang lebih luas kepada Pemerintah Kabupaten di Indonesia dalam mengelola sumberdaya alam di daerahnya. Dengan adanya UU tersebut, daerah mempunyai hak untuk menetapkan kebijakan daerahnya sendiri secara otonom. Sementara itu, pemerintah tingkat provinsi pada prakteknya masih lebih banyak berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Pada tahun berikutnya, Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000. Semestinya PP ini dapat memperjelas pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Pusat dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Sayangnya, PP tersebut hanya mengatur kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pusat, sedangkan kewenangan Pemerintah Kabupaten tidak dinyatakan secara jelas.

Menyadari adanya beberapa kelemahan UU No 22 Tahun 1999, maka pemerintah kemudian merevisi UU tersebut menjadi UU No. 32 Tahun 2004. Dengan direvisinya UU Nomor 22 Tahun 1999 menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004, maka kewenangan antara Provinsi dan Kabupaten setara, sehingga semua urusan pemerintahan (hak, kewajiban, kewenagan dan tanggung jawab) lintas kabupaten menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Meskipun oleh beberapa kalangan UU No 32 dipandang sebagai bentuk resentralisasi, namun bagi proponennya UU No 32 merupakan langkah penataan kembali hierarki hukum yang sebelumnya mengalami kesenjangan. Peraturan setingkat menteri yang sebelumnya tidak mendapat tempat dan menjadi salah satu sumber permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya alam, termasuk hutan, kembali mendapat tempat (sebagai acuan bagi peraturan daerah) sepanjang peraturan tersebut diamanatkan atau menjadi turunan dari suatu peraturan pemerintah (PP). Demikian pula UU No 32 melakukan penataan terhadap kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan daerah dalam urusan pemerintahan termasuk didalamnya bidang kehutanan.

Konsekuensi dari perubahan-perubahan UU di sektor pemerintahan berimbas pada penyesuaian-penyesuaian kebijakan dan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan yang pada gilirannya menjadi salah satu faktor penentu arah tata kelola kehutanan yang menyangkut pengurusan dan pengelolaan hutan di Indonesia. Berkaitan dengan hal

Page 171: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

3Penguatan Tatakelola Kehutanan

tersebut beberapa PP yang diturunkan dari UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pun mengalami beberapa kali penyesuaian, termasuk aturan-aturan di bawahnya.

Proses desentralisasi dalam tata kelola kehutanan belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Proses ini baru direspons sebatas jargon-jargon maupun wacana-wacana daripada langkah-langkah konkrit yang membuahkan hasil. Konfl ik atau ketidak harmonisan antara pemerintah pusat – daerah serta meningkatnya peranan politik dalam pemerintahan cenderung mengorbankan dan menimbulkan tekanan-tekanan yang baru terhadap hutan (at the expense of forest resources).

Kondisi open access kawasan hutan dewasa ini terjadi akibat lemahnya pengelolaan hutan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta pemegang ijin usaha akibat ketiga pihak dimasa lalu. Kelemahan ini menjadi salah satu penyebab tidak dapat dikendalikannya penebangan kayu, sumber kegagalan pelaksanaan rehabilitasi hutan maupun lahan, maupun lemahnya pelaksanaan perlindungan dan konservasi hutan (Kartodihardjo, 2006).

Dalam sisi rantai suplai (supply chain) hutan, telah terjadi kemerosotan mulai dari penetapan kawasan, pemberian ijin pemanfaatan, pembuatan RKT hingga peredaran kayu bulat. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merosotnya jumlah Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) maupun Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang beroperasi maupun volume produksi kayu bulat dari IUPHHK/HPH di berbagai wilayah seperti di Sumatera. Penyebab utama adalah disamping oleh kemorosotan potensi hutan produksi juga lemahnya tata kelola hutan yang ada. Pembentukan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) secara teoritis pada kawasan hutan negara sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 6 Tahun 2007 dapat menutup kesenjangan pengelolaan hutan dewasa ini oleh karena itu memerlukan penelitian untuk pelaksanaannya. Peraturan pusat sering mengalami perubahan (berganti) atau tidak serta merta diikuti peraturan pelaksanaan (petunjuk teknis) kerapkali menyulitkan pemerintah daerah maupun pelaku ekonomi. Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan indikasi dari lemahnya tata kelola kehutanan di Indonesia yang memerlukan kajian mendalam mengenai akar permasalahan di balik gejala tersebut.

III. Rumusan Masalah

Beberapa sisi yang banyak disorot dalam upaya perbaikan tata kelola kehutanan antara lain adalah yang berhubungan dengan: (i) lemahnya kontrol pemerintah pusat dan daerah dan kurangnya sinergi keduanya

Page 172: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

4 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

sehingga merugikan negara maupun sumberdaya hutan; (ii) tidak ditegakkannya aturan dan hukum untuk keuntungan pihak-pihak tertentu; (iii) masih lemahnya kelembagaan (kurangnya efektivitas organisasi dan perumusan kebijakan di tingkat pemerintahan) secara umum; (iv) lemahnya pengendalian pada sisi produksi dan peredaran hasilnya karena lemahnya integritas tata kelola kawasan; (v) belum adanya rujukan dan batasan kinerja yang jelas tentang performa tata kelola kehutanan yang baik. Dari kelima isu tata kelola kehutanan tersebut dapat dirumuskan beberapa akar masalah yang potensial untuk diteliti sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan yang tidak tepat dan merugikan negara, masyarakat dan lingkungan;

2. Tidak terjadinya sinergi dan adanya konflik antar instansi dalam pengurusan sumberdaya hutan yang mengakibatkan deforestasi dan degradasi;

3. Ketidakpastian hukum yang menimbulkan konfl ik kepentingan dan mengakibatkan tidak terurusnya sumberdaya hutan secara baik antara lain diindikasikan oleh belum terbangunnya unit-unit pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung;

4. Dinamika sosial, ekonomi, politik dan budaya, tidak terantisipasi dengan baik;

5. Kelemahan peraturan mengakibatkan kerusakan sumberdaya hutan, kerugian pada penerimaan negara, pelaku ekonomi dan masyarakat;

6. Belum adanya kesepakatan tentang kriteria untuk acuan pelaksanaan tata kelola kehutanan yang baik;

Dari keenam akar masalah tata kelola kehutanan tersebut dapat dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh pada perubahan politik, ekonomi dan internasional dalam perumusan kebijakan di bidang kehutanan? Bagaimana proses-proses perumusan kebijakan di bidang: (1) Penentuan kawasan hutan; (2) Land Tenure; (3) Perlindungan dan Pelestarian SDH; (4) Pemanfaatan hasil hutan; dan (5) Bagaimana pola intervensi kelompok kepentingan dalam perumusan kebijakan atau perundang-undangan di bidang kehutanan?

2. Sampai sejauhmana keutuhan dan kekonsistenan peraturan yang dibuat sehingga dapat diikuti dan dilaksanakan oleh pelaksana di lapangan?

3. Apakah terjadi tumpang tindih dan kekosongan wewenang antar instansi internal DEPHUT, antara DEPHUT dan instansi lain, serta antara instansi pusat dan daerah? Bagaimana strategi penyelesaian

Page 173: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

5Penguatan Tatakelola Kehutanan

permasalahan kekosongan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan dan konfl ik antar peraturan perundang-undangan bidang kehutanan dengan bidang-bidang lainnya serta intra peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan?

4. Bagaimana struktur organisasi DEPHUT harus dibangun dan dikembangkan untuk menyesuaikan dengan permasalahan kehutanan dan prinsip-prinsip tata kelola yang baik?

5. Faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam membangun kriteria operasional yang dapat dipergunakan untuk menilai tata kelola kehutanan berdasarkan prinsip-prinsip umum good governance di lingkup Pemerintah Pusat dan daerah, dan perusahaan.

IV. Hipotesis

Hipotesis yang dikembangkan dari pertanyaan-pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Konstelasi politik, perubahan ekonomi dan tekanan internasional berpengaruh pada pola intervensi kelompok kepentingan dalam perumusan kebijakan atau perundang-undangan di bidang kehutanan

2. Implementasi desentralisasi urusan kehutanan khususnya desentralisasi pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi masih mengalami berbagai hambatan

3. Tumpang tindih dan kekosongan wewenang antar instansi di bidang kehutanan merupakan salah satu masalah utama deforestasi dan degradasi hutan.

4. Pembangunan KPH masih berjalan lamban karena kelembagaan yang ada belum sesuai dengan kepentingan para pihak.

5. Struktur organisasi Departemen Kehutanan dan perumusan kebijakan saat ini masih belum mampu menangani persoalan kehutanan secara efektif dan akuntabel.

6. Sampai saat ini belum ada kriteria operasional untuk menilai tata kelola kehutanan berdasarkan prinsip-prinsip umum good governance yang disesuaikan dengan kondisi politik, sosial budaya masyarakat, dan ekonomi

V. Tujuan dan Sasaran

Tujuan umum rencana penelitian integratif ini adalah: Menguatkan dan meningkatkan tata kelola kehutanan dan kinerja Dephut melalui penataan organisasi dan proses pengambilan keputusan. Tujuan tersebut

Page 174: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

6 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

dicapai melalui kajian-kajian terhadap status tata kelola kehutanan saat ini serta berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian tata kelola kehutanan yang baik, serta bentuk-bentuk organisasi departemen serta skema, mekanisme pengambilan keputusan lingkup departemen.

Tujuan RPI Tata Kelola Kehutanan secara khusus adalah:

1. Meningkatkan tatakelola dalam implementasi desentralisasi Hutan Lindung dan Produksi dengan mengkaji proses implemantasinya

2. Meningkatkan kinerja Dephut melalui penataan organisasi dan proses pengambilan keputusan

3. Meningkatkan pembangunan KPH melalui perbaikan kelembagaan dan kebijakan KPH

4. Mengkaji sistem rujukan prinsip-prinsip good governance dan penilaian atas tata kelola kehutanan yang baik berdasarkan kesepakatan para pihak melalui pembentukan indikator kemajuan forest governance

Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Tersedianya rekomendasi menuju terbangunnya desentralisasi hutan lindung dan produksi yang dapat dijadikan pijakan dalam pengambilan kebijakan kehutanan

2. Tersedianya rekomendasi bentuk organisasi dan skema dan mekanisme perumusan kebijakan Dephut dan peran UPT dalam implementasi desentralisasi kehutanan serta rekomendasi kelembagaan KPH

3. Tersedianya rumusan indikator/ indeks kemajuan forest governance

VI. Luaran

1. Rekomendasi kelembagaan dalam implementasi desentralisasi pada hutan lindung khususnya tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk berjalannya desentralisasi pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi

2. Rekomendasi peran Pusat khususnya UPT dalam implementasi desentralisasi

3. Rekomendasi struktur organisasi Dephut dan skema dan mekanisme perumusan kebijakan di Dephut

4. Rekomendasi kebijakan pembangunan KPH5. Rumusan indikator (indeks) kemajuan forest governance

Luaran tersebut akan dikemas dalam bentuk produk Laporan Hasil Penelitian, publikasi ilmiah dan policy brief.

Page 175: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

7Penguatan Tatakelola Kehutanan

VII. Ruang Lingkup

Aspek-aspek penelitian yang dikaji adalah masalah-masalah yang researchable terkait dengan persoalan: (1) kelembagaan desentralisasi; (2) rantai peredaran hasil hutan; (3) indikator tata kelola yang baik. Cakupan penelitian dibatasi pada beberapa isu:

1. Organisasi dan Perumusan kebijakan di sektor kehutanan2. Pelaksanaan peraturan perundangan-undangan dalam desentralisasi di

bidang kehutanan (hutan lindung dan produksi)3. Peran dan tata hubungan kerja lembaga-lembaga di bidang kehutanan4. Tata kelola kawasan melalui pembentukan unit manajemen5. Insentif dan disinsentif pelaksanaan tata kelola kehutanan yang baik6. Perumusan indikator tata kelola kehutanan yang baik

Penelitian ini difokuskan pada pilar pemerintah, dari tiga pilar tata kelola kehutanan yaitu pemerintah, kalangan bisnis dan masyarakat. Namun demikian pilar kalangan bisnis dan masyarakat tetap dikaji secara terbatas. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan sumberdaya dan adanya asumsi bahwa pihak-pihak lain sudah banyak meneliti tentang tata kelola kehutanan dari aspek masyarakat dan kalangan bisnis.

VIII. Metode

A. Kerangka Teoritis Tata Kelola Kehutanan

Tata Kelola (Pemerintahan) Kehutanan (forest governance) dapat didefinisikan sebagai seperangkat kesepakatan-kesepakatan yang mengatur interaksi para pihak dalam mengelola sumberdaya hutan dan untuk menentukan kebijakan-kebijakan pengelolaan hutan. Pada dasarnya prinsip-prinsip umum good governance dapat diterapkan di bidang kehutanan. Prinsip-prinsip tersebut meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) partisipatif (participatory); (2) orientasi kesepakatan (consensus oriented); (3) akuntabel (accountable); (4) transparan (transparent); (5) cepat tanggap (responsive); (6) efektif dan efi sien (eff ective and effi cient); (7) adil dan inklusif (equitable and inclusive); (8) mengikuti aturan hukum (follows the rule of law); dan (9) memiliki visi strategis (strategic vision). Hasil workshop parapihak Good Governance tahun 2007 menyimpulkan bahwa dari 9 prinsip tersebut, bagi Indonesia saat ini yang paling utama adalah 5 prinsip yaitu: partispatif, akuntabilitas, transparansi, keadilan didepan hukum, dan efektivitas pemerintahan. Terlepas dari prinsip-prinsip tersebut perlu ada indikator yang dapat mengukur kemajuan tata kelola

Page 176: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

8 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

kehutanan (yang baik) berdasarkan persepsi para pihak yang berkecimpung dalam sektor kehutanan Indonesia,

Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) harus menjamin keterlibatan para pihak secara bebas dengan tetap memandang hak dan kewajiban masing-masing yang dapat diketahui secara transparan dan akuntabel. Tata kelola pemerintahan yang baik juga harus menjamin kesetaraan, dalam pengertian bahwa pemberlakuan hukum adalah harus berimbang dan diperlakukan bagi setiap individu pada tataran yang sama dan harus mampu menjadi penengah berbagai macam kepentingan untuk mencapai tujuan terbaik bersama. Aturan hukum dalam tata pemerintahan yang baik harus tidak berpihak dan tidak berlaku secara khusus. Aturan hukum tidak hanya berlaku sepihak artinya hanya mengatur kewajiban bagi pihak ketiga dalam hal ini perusahaan (pelaku bisnis) dan atau kelompok masyarakat, namun juga haknya secara berimbang, misalnya kejelasan mengenai tata waktu proses, biaya yang harus dibayarkan atau gratis, peringkat penilaian secara wajar dan adil. Aturan hukum juga mengatur apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah sebagai pihak regulator dan pihak lain sebagai objek regulasi.

IIED telah mengidentifi kasi 5 sistem utama yang menunjang tata kelola pemerintahan yang baik, jika sistem-sistem tersebut mencakup atribut tata kelola yang baik (dalam kurung), yaitu: (1) Informasi (akses, jangkauan, mutu, transparansi); (2) Mekanisme partisipasi (keterwakilan, kesamaan peluang, akses); (3) Pendanaan (internalisasi eksternalitas, efi siensi biaya); (4) Keterampilan (kesamaan dan efi siensi dalam pengembangan modal sosial dan personal); dan (5) Manajemen perencanaan dan proses (penentuan prioritas, pengambilan keputusan, koordinasi dan akuntabilitas). Sejauh mana sebuah organisasi mampu mengadopsi beragam prinsip-prinsip di atas menunjukkan seberapa baik tatakelola organisasi tersebut yang pada akhirnya akan menjadi jaminan bagi keberhasilan program pembangunan dan pengembangan yang telah dirumuskan.

Dalam satu sistem negara tiga pilar utama penyangga governance yang saling terkait dan tidak terpisahkan adalah elemen penyelenggara negara, elemen pelaku bisnis dan elemen masyarakat yang membangun perwujudan suatu trilogi. Masing masing elemen dalam trilogi memiliki karakteristik tersendiri, namun dalam pencapaian perikehidupan ke depan yang lebih baik ketiganya harus bersinergi dan berinteraksi untuk menggapai tujuan yang sama. Ketiga pilar tersebut adalah: (1) Penyelenggara Negara; (2) Pelaku Bisnis; dan (3) Masyarakat.

Page 177: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

9Penguatan Tatakelola Kehutanan

Pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi dan administratif untuk mengelola urusan bangsa, mengelola mekanisme, proses dan hubungan yang memiliki kompleksitas tinggi antar warga negara dan kelompok-kelompok yang mengartikulasikan kepentingannya (mandat) dan menuntut hak dan kewajibannya dapat dilakukan secara adil dengan mencari solusi atas perbedaan-perbedaan yang timbul merupakan gambaran dari arti governance dari mandat yang diemban penyelenggara negara. Berdasarkan pengertian governance tersebut, ada tiga kelompok aspek pada pilar-pilar governance, yakni economic governance (Tata Kelola Pemerintahan yang berkaitan dengan Ekonomi – Tata Kelola Ekonomi), political governance (Tata Kelola Pemerintahan yang berkaitan dengan Politik – Tata Kelola Politik) dan administrative governance (Tata Kelola Pemerintahan yang berkaitan dengan Administrasi – Tata Kelola Administrasi).

Penciptaan struktur, sistem dan proses yang digunakan oleh suatu entitas bisnis untuk dapat memberikan jaminan keberlangsungan hidup perusahaan baik keberlangsungan ekonomi maupun fi nansial untuk jangka panjang, dengan tuntutan untuk tetap memperhatikan seluruh stakeholder yang terkait, yang memiliki arti adanya transparansi dalam menjalankan roda perusahaan dan adanya tanggungjawab sosial yang harus diemban melalui corporate social responsibility. Interaksi yang dibangun dalam bentuk struktur, sistem dan proses tersebut dipergunakan sebagai dasar mekanisme pengecekan dan perimbangan yang adil (checks and balances) atas kewenangan guna pengendalian dari peluang penyalahgunaan asset perusahaan dan pengelolaan yang tidak benar.

Interaksi individu-individu dalam aspek sosial, ekonomi dan politik membuat kesatuan kemasan individu-individu tersebut menjadi suatu masyarakat yang memiliki satu kesatuan tujuan. Keberadaan masyarakat dalam wujud kelembagaan merupakan salah satu unsur yang turut mendukung keberhasilan tata pemerintahan yang baik. Kelembagaan masyarakat memfasilitasi interaksi sosial untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang bersinggungan dengan tiga elemen good governance, yakni politik, sosial dan ekonomi. Masyarakat dengan sendirinya merupakan bagian yang tidak terpisahkan (embedded) dari kegiatan-kegiatan dalam tiga pilar tata pemerintahan itu sendiri sehingga tidak saja merupakan unsur pelaku checks and balances namun juga memberikan kontribusi dan memperkuat keberadaan 2 (dua) pilar lainnya.

Page 178: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

10 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

PEMERINTAH

PROGRAM PRIORITAS

TATA PEMERINTAHAN

YANG BAIK

outcome outcome

TATA KELOLA EKONOMI, KEBIJAKAN DAN ADMINISTRASI

TATA PEMERINTAHAN

YANG BAIK

CHECK AND BALANCE YANG KUAT

CHECK AND BALANCE YANG KUAT

MASYARAKAT PELAKU BISNIS

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Gambar 1. Tiga Pilar Tatakelola Pemerintahan

B. Kerangka Konseptual Penelitian Tata Kelola Kehutanan

Penelitian ini didasarkan pada fenomena gejala kerusakan hutan dan inefisiensi serta ketidakefektifan pengurusan hutan saat ini sehingga memunculkan serangkaian persoalan-persoalan sosial ekonomi. Permasalahan-permasalahan tersebut akan dilihat dari empat aspek yaitu: (1) kelembagaan; (2) rantai peredaran hasil hutan; (3) kriteria dan indikator tata kelola yang baik; dan (4) pengelolaan sumberdaya manusia kehutanan. Dari masing-masing aspek tersebut akan dianalisis berbagai persoalan dan faktor-faktor yang berpengaruh baik pada sisi pemerintah, pelaku bisnis maupun masyarakat.

Aspek kelembagaan akan dipelajari dengan menggunakan analisis kelembagaan yang antara lain berupa hubungan antar pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan hutan menyangkut peran para pihak dan pengaruh antara satu pihak dengan pihak yang lain. Indeks tata kelola kehutanan dikaji berdasarkan kriteria dan indikator tata kelola yang baik akan dikaji dengan menggunakan analisis sistem yang dimulai dari analisis faktor-faktor penentu hingga pengembangan seperangkat tolok ukur pencapaian tata kelola yang baik.

C. Kerangka Pendekatan Penelitian

Untuk melakukan riset kebijakan (policy research) maka perlu terlebih dahulu dipahami proses kebijakan (policy processes) khususnya:

Page 179: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

11Penguatan Tatakelola Kehutanan

“Bagaimana perumusan kebijakan secara Tradisional vs Policy processes”. Dalam hubungan ini uraian berikut diambil dari materi yang dipublikasikan oleh Institute of Development Studies (2006). Proses kebijakan merupakan hubungan antara ilmu pengetahuan, keahlian dan kebijakan, kepentingan politik, partisipasi publik dan teori jejaring (network).

1. Kebijakan Dalam Pandangan Tradisional

Model tradisional dari pembuatan kebijakan memandang proses ini bersifat linear dimana keputusan yang rasional diambil oleh otoritas yang berwenang dalam bidang kebijakan tertentu. Pendekatan ini memandang pembuatan kebijakan melalui sejumlah tahapan yang berakhir pada suatu keputusan.

Pemahaman isyu atau permasahan kebijakan

(agenda setting)

Eksplorasi opsi opsi yang mungkin untuk memecahkan masalah

Menimbang biaya dan manfaat setiap opsi

Membuat pilihan yang rasional atas opsi terbaik (decision making)

Implementasi kebijakan

Evaluasi

Dalam model ini, implementasi kebijakan dipandang sebagai aktivitas terpisah yang dimulai begitu kebijakan dibuat atau diputuskan. Dan implementasi kebijakan seharusnya menuju penyelesaian masalah awal yang dicoba dipecahkan.

Model ini menganggap pembuat kebijakan mendekati isu secara rasional, melalui tahapan logis dari proses, dan secara cermat mempertimbangkan semua informasi yang relevan. Jika kebijakan tidak mencapai apa yang diinginkan, kesalahan tidak ditimpakan pada kebijakannya namun pada politik atau kegagalan manajemen dalam mengimplementasikannya karena kurangnya kemauan politik, manajemen yang lemah atau kekurangan sumberdaya.

Page 180: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

12 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Model tradisional juga menganggap bahwa terdapat pemisahan yang jelas antara fakta (pendekatan kebijakan yang rasional yang didasarkan pada bukti-bukti, ilmu dan pengetahuan yang obyektif) dan tata nilai (value). Pembuatan kebijakan merupakan proses yang bersifat birokratis dan admistratif. Peranan ekspert dipandang kritis dalam proses membuat keputusan yang rasional, dan ekspertise ilmiah dianggap independen dan obyektif. Pemikiran yang berlaku adalah semacam “kebijakan didasarkan bukti fakta” (evidence-based policy); atau kebijakan yang berakar dari ilmu yang baik.

Meskipun asumsi-asumsi yang digunakan diatas sulit dipenuhi (pervasive), namun model linear masih banyak digunakan dalam praktek. Namun, riset atas proses kebijakan menunjukkan bahwa pendekatan tradisional diatas merupakan refl eksi yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

2. Apakah Policy processes ?

Menggeser fokus analisis ke kebijakan yang didasarkan pada proses berarti menggeser model kebijakan yang linear dan rasional (Pendekatan Tradisional) kepada proses yang kompleks dan rumit melalui mana kebijakan dipahami, diformulasikan dan diimplementasikan, dan sejumlah aktor yang terlibat. Proses kebijakan memiliki karakteristik berikut:

1. Pembuatan kebijakan harus dipahami sebagai proses politik sebagaimana sebagai suatu Analisis atau pemecahan masalah. Proses pembuatan kebijakan bukanlah bersifat teknis , aktivitas rasional murni yang sering diperkirakan.

2. Pembuatan kebijakan bersifat incremental, kompleks dan rumit, bersifat iterative, dan sering didasarkan atas eksperimentasi, belajar dari kesalahan, dan mengambil tindakan koreksi. Sehingga, tidak ada hasil keputusan kebijakan tunggal yang optimal.

3. Selalu terdapat tumpang tindih dan agenda yang kompetitif; dimungkinkan tidak tercapai kesepakatan yang utuh diantara para pihak atas permasalahan kebijakan yang riil.

4. Keputusan tidak diskrit (tunggal berdiri sendiri); fakta dan nilai-nilai (values) saling terkait. Penilaian atas value memainkan peranan yang besar.

5. Implementasi kebijakan melibatkan diskresi dan negosiasi oleh pekerja ujung tombak (memberi staf lebih banyak ruang gerak untuk inovasi daripada yang seharusnya).

Page 181: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

13Penguatan Tatakelola Kehutanan

6. Ekspert teknis dan pembuat kebijakan saling mengkonstruksi kebijakan. Atau dengan perkataan lain, peneliti berkontribusi pada pembuatan kerangka (framing) isyu kebijakan dengan mendefi nisikan bukti fakta (evidence) yang dapat dihasilkan dan signifi kansinya terhadap kebijakan.

7. Proses-proses kebijakan sering mengandung suatu perspektif yang merupakan biaya bagi pihak yang lain – dan seringkali perspektif si miskin dan pihak yang termarginalkan.

Secara esensi, riset proses kebijakan mempertanyakan bagaimana permasalahan dan solusi kebijakan didefi nisikan, oleh siapa, dan dengan dampak bagaimana ?

3. Konsep dan Pendekatan

Terdapat 3 (tiga) pendekatan utama untuk memahami pembuatan kebijakan. Satu menekankan pada politik ekonomi dan interaksi antara negara dan masyarakat sipil, dan kelompok kepentingan. Yang lain mengkaji sejarah dan praktek yang terkait dengan pergeseran diskursus, dan bagaimana hal ini membentuk dan membimbing masalah kebijakan dan rangkaian tindakan. Yang ketiga memberi penekanan kepada peran dan agen (atau kapasitas untuk membuat perubahan) dari individu aktor-aktor.

IDS (2006) mengembangkan dan mengelaborasi kerangka sederhana yang mengkaitkan ketiga tema yang saling terkait tersebut:

1. Pengetahuan dan diskursus (bagaimana narasi kebijakan) ? Bagaimana hal tersebut dibuat kerangkanya dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan riset, dsb.

2. Aktor dan jejaring (siapa yang terlibat dan bagaimana mereka saling terkait?)

3. Politik dan kepentingan (apa yang mendasari dinamika kekuatan?)

Pada tingkat tertentu, memahami policy process datang dari pemahaman ketiga unsur tersebut – pada interseksi dari tiga perspektif yang tumpang tindih tersebut. Sehingga, untuk memahami mengapa kebijakan mengambil bentuk tertentu perlu memahami tidak saja pembentukan kerangka ilmiah dari isu – naratif yang menjelaskan cerita kebijakan - , tetapi juga bagaimana posisi kebijakan menjadi terangkai kokoh dalam jejaring (aktor, pendanaan, professional dan hubungan lainnya, dan teristimewa institusi dan organisasi tertentu, dan dinamika kekuatan yang mengkungkungnya.

“Policy narrative”. Cerita tentang perubahan kebijakan memiliki permulaan, pertengahan dan suatu akhir. Mereka menggambarkan

Page 182: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

14 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

kejadian-kejadian atau mendefi nisikan dunia dalam cara tertentu, sehingga membentuk keputusan kebijakan. Policy narrative member baik diagnosa dan perangkat tindakan dan intervensi. Ia mendefinisikan masalah, menjelaskan bagaimana ia muncul ke permukaan, dan menunjukkan apa yang perlu dilakukan untuk menghindarkan bencana atau mencapai suatu akhir yang berhasil (happy ending), apa yang salah dan bagaimana hal tersebut diperbaiki. Ia mendapat validitas meskipun kenyataannya seringkali menyerdehanakan isyu dan proses yang kompleks. Simplifi kasi cenderung memikat dalam hal menghindari kekaburan dan mendukung program aksi. Hal ini yang membuat narrative yang sederhana menarik bagi politisi atau manajer – mengabaikan pihak yang lemah.

“Aktor dan Jejaring”. Jejaring, koalisi dan aliansi aktor-aktor (individu atau institusi) dengan visi yang sama – keyakinan yang serupa, codes of conduct, kesamaan pola perilaku – adalah penting dalam menyebarkan dan mempertahankan narrative melalui pembujukan publik dan pengaruh seperti jurnal, konferensi, pendidikan atau cara informal. Proses negosiasi dan tawar menawar diantara kelompok kepentingan yang saling berkompetisi adalah penting (sentral) dalam pembuatan kebijakan. Kebijakan dapat timbul dan tenggelam sebagai hasil dari perubahan dari efektivitas berbagai jejaring aktor-aktor yang terlibat (IDS, 2006).

“Politik dan Kepentingan”. Politik membentuk proses kebijakan dalam beberapa cara :

1. Konteks politik terbentuk oleh kepentingan otoritas regim tertentu untuk tetap berkuasa. Kompetisi juga terjadi diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat karena perbedaan kepentingan terkait dengan alokasi sumberdaya, atau keprihatinan masyarakat.

2. Proses kebijakan dipengaruhi oleh sejumlah kepentingan kelompok yang menggunakan kekuatannya dan kewenangannya atas pembuatan kebijakan. Hal ini mempengaruhi setiap tahapan proses, dari pembentukan agenda, hingga identifi kasi alternatif, pembobotan opsi, pemilihan yang paling menguntungkan dan implementasinya. Kepentingan aktor dalam kebijakan berasal dari instansi pemerintah, pelaksana organisasi donor dan ekspert independen – dibentuk dalam narrative tertentu.

3. Kebijakan dinyatakan sebagai obyektif, netral, bebas nilai, dan seringkali diberi kemasan secara hukum dan ilmiah, yang menekankan pada rasionalitas. Dengan cara ini, sifat politis dari kebijakan tersembunyi melalui penggunaan bahasa teknis, yang menekankan pada rasionalitas dan obyektivitas.

Page 183: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

15Penguatan Tatakelola Kehutanan

4. Birokrat tidaklah semata-mata pelaksana kebijakan; mereka juga memiliki agenda personal dan politik sendiri untuk bernegosiasi. Politik birokrat, misalnya seperti persaingan dalam kementrian-kementrian untuk memperoleh kendali atas arena kebijakan, merupakan hal yang relevan.

4. Ruang Kebijakan (Policy Space)

Konsep policy space terkait dengan sampai tingkat mana pembuat kebijakan dibatasi dalam pembuatan kebijakan oleh kekuatan-kekuatan seperti pendapat jejaring aktor yang dominan atau naratif. Jika terdapat tekanan yang kuat untuk mengadopsi strategi tertentu, maka pembuat keputusan tidak memiliki ruang yang banyak untuk mempertimbangkan opsi-opsi yang lebih banyak. Dapat pula terjadi seorang individu memiliki kapasitas (leverage) yang sangat besar atas proses sehingga dapat memaksakan preferensinya dalam pembentukan pilihan kebijakan.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi:

1. Desk study dengan bahan referensi hasil-hasil penelitian yang telah ada dalam tata kelola dan desentralisasi yang berasal dari berbagai lembaga penelitian, universitas, dan lain-lain, serta produk-produk peraturan perundangan yang ada

2. Survei dalam rangka pengumpulan data kuantitatif dan data kualitatif berupa pendapat pejabat kunci pada instansi terkait di pusat dan daerah (dinas kehutanan provinsi dan kabupaten/kota), BUMN dan HPH, serta masyarakat dan kalangan LSM, dalam rangka validasi (pengkayaan hasil desk study)

3. Wawancara dengan pakar yang terkait dari lembaga penelitian dan universitas, serta pakar-pakar lain yang dianggap relevan.

4. Group atau focused group discussions dengan para pihak

E. Metode Analisis

Sebagaimana telah dipaparkan pada bagian 8.2, beberapa metode analisis yang berbeda akan digunakan untuk mempelajari dan memahami aspek yang berbeda-beda, diantaranya adalah analisis kelembagaan, analisis sistem, analisis organisasi dan pengambilan keputusan dan lain-lain. Secara khusus, metode analisis akan diperjelas dalam masing-masing Rencana Penelitian Tim Peneliti (RPTP). Meskipun demikian pendekatan penelitian khususnya untuk Analisis kebijakan (policy analysis) secara umum mengikuti

Page 184: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

16 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

materi yang diuraikan pada Sub Bab 8.3. Berbagai instrumen analisis dalam bentuk metoda kuantitatif maupun kualitatif dapat dijumpai pada berbagai buku teks tentang pembuatan kebijakan, manajemen dan ekonomi. Secara ringkas dibawah ini beberapa metoda kuantitatif sebagai pengantar.

1. B/C ratio

Analisis ini digunakan untuk membandingkan benefi t-cost ratio dari masing-masing pilihan kebijakan. Alternatif kebijakan yang memiliki nilai B-C ratio yang tertinggi memiliki prioritas tinggi untuk dipilih. Analisis B-C ratio memiliki beberapa bentuk dan merupakan metoda yang paling banyak digunakan.

2. Analytic Hierarchie Process (AHP)

Analisis ini digunakan untuk membandingkan alternatif-alternatif kebijakan dengan cara memberi bobot pada setiap alternatif kebijakan melalui pembandingan berpasangan. AHP dapat mengintegrasikan hal-hal yang bersifat “intangible” di benak pengambil keputusan melalui pembandingan berpasangan tersebut. Alternatif kebijakan yang memiliki nilai bobot tertinggi memperoleh prioritas tertinggi untuk dipilih.

3. Analisis regressi (Multivariate)

Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan faktor-faktor. Faktor-faktor mana yang paling berpengaruh atas suatu kejadian atau memberikan dampak yang besar perlu mendapat perhatian yang lebih besar dalam pembuatan kebijakan.

4. Model-model Optimasi

Analisis ini digunakan untuk memperoleh solusi kebijakan yang optimal dari banyak (jumlah tak terbatas) pilihan-pilihan kebijakan. Model ini mensyaratkan permasalahan dirumuskan secara matematis dimana terdapat fungsi obyektif dan kendala-kendala yang membatasi pilihan kebijakan. Model-model optimasi yang umum dipakai adalah Linear Programming dan Goal Programming.a. Analisis SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)

Analisis ini digunakan untuk mendapatkan strategi kebijakan yang sesuai dengan melihat Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Ancaman yang dihadapi suatu organisasi pemerintahan atau perusahaan.

Page 185: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

17Penguatan Tatakelola Kehutanan

b. Analisis resikoAnalisis ini digunakan untuk melihat peluang terjadinya hasil (outcome) yang merugikan dan konsekuensi kerusakan yang terjadi jika hasil tersebut benar-benar terjadi. Analisis ini merupakan suatu proses mengidentifi kasi resiko-resiko untuk memperkirakan dampaknya serta peluang terjadinya.

IX. Instansi Pelaksana, Tata Waktu dan Rencana Biaya

Pada prinsipnya, Puslitsosek memiliki tugas menyusun Rencana Penelitian Integratif, sebagai koordinator penelitian-penelitian, pelaksana penelitian yang bersifat makro (nasional) atau lintas wilayah, dan pembuat sintesa hasil-hasil penelitian. Sedangkan Balai Besar dan BPK menyusun RPTP dan melaksanakan penelitian (mikro) sesuai dengan kondisi lokal yang berkembang dalam wilayah kerja masing-masing balai sesuai yang digariskan dalam RPI. Keterkaitan penelitian makro dengan mikro menjadi sangat penting untuk penelitian-penelitian desentralisasi dan KPH dari sudut stakeholders yang terlibat, demikian pula dalam penelitian indikator kemajuan tatakelola kehutanan. Oleh karena itu penelitian mikro di daerah menjadi sangat penting dalam pencapaian sasaran penelitian (rekomendasi kebijakan, indikator tata kelola dll).

Table 1. Rencana instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya

Kode RPI / LUARAN / KEGIATAN PELAKSANATAHUN PELAKSANAAN/

ANGGARAN (juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

24 Penguatan Tata Kelola Kehutanan

24.1 Luaran 1 : Rekomendasi kelembagaan dalam Implementasi desentralisasi pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi

24.1.1.4 Kajian Implementasi Desentralisasi Urusan Kehutanan pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi

PUSLITSOSEK 125 150 150

24.2 Luaran 2 : Rumusan bentuk dan organisasi Dephut dan skema perumusan kebijakan dan Peran UPT dalam implementasi desentralisasi

24.2.1.4 Analisis Peran UPT Lingkup Departemen Kehutanan Dalam Implementasi Desentralisasi Kehutanan

PUSLITSOSEK 150

Page 186: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

18 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Kode RPI / LUARAN / KEGIATAN PELAKSANATAHUN PELAKSANAAN/

ANGGARAN (juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

24.2.2.4 Kajian Organisasi dan Mekanisme Perumusan Kebijakan di Pusat PUSLITSOSEK 150 150

24.3 Luaran 3 : Rekomendasi kebijakan pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

24.3.1 Analisis Kelembagaan dan Kebijakan KPH

24.3.1.4 PUSLITSOSEK 125 150

24.3.1.19 BPK Manokwari 100 100

24.3.2 Kajian Pengaruh Hak Atas Lahan (Land Tenure) dalam pembangunan KPH

24.3.2.4 PUSLITSOSEK 150 150

24.3.2.15 BPK Banjarbaru 100

24.4 Luaran 4 : Indikator/indeks kemajuan forest governance

24.4.1.4 Kajian Indikator Kemajuan Forest Governance PUSLITSOSEK 150 150 150

24.4.2.4 Kajian Good Corporate Governance di Bidang Kehutanan PUSLITSOSEK 125 150

TOTAL ANGGARAN 475 800 600 450 150

X. Organisasi

Penelitian ini akan dilaksanakan dibawah koordinasi Puslitsosek dengan melibatkan instansi terkait lingkup Badan Litbang Kehutanan. Jika diperlukan akan ditempuh mekanisme outsourcing dari instansi terkait lainnya.

XI. Daftar Pustaka

Antara News, 2007. Indonesia Emitter Karbon Terbesar Ketiga Dunia 23/03/07 21:05 (http://www.antara .co.id/profi l/). Diakses, 25 Maret 2007.

Badan Planologi Kehutanan, 2005. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2005. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Fisher, R.J.2007. Devolution and decentralization of forest management in Asia and the Pacifi c. (http://www.fao.org). Diakses 30 Maei 20007.

Greenpeace, 2007. Indonesia layak peroleh Rekor Dunia sebagai Penghancur Hutan Tercepat. http://www. greenpeace.org/seasia/id/press/press-

Page 187: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

19Penguatan Tatakelola Kehutanan

releases/Indonesia-layak-peroleh -rekor?mode=send. Diakses, 27 April 2007.

Hari Sutanta, 2007. Indonesia duduki peringkat kedua setelah Brazil sebagai kawasan deforestasi terbesar di dunia (http://www.beritabumi.or.id/ aboutus /php).

Institute of Development Studies.2006. Understanding Policy Processes.University of Sussex. Brighton BN1 9RE,UK.

Kompas, 2007. Insentif Cegah Deforestasi. http://www.kompas.com/ kompas-cetak/ 0703/29/humaniora/3415274.htm. Diakses, 29 April 2007.

Mayers, J. dan Bass, S. 1999. Policy that works for forests and people. Policy that works series no. 7: Series Overview. International Institute for Environment and Development, London.

Media Indonesia, 2006. Negara Rugi Rp 8,4 T Akibat Perusakan Hutan Dan Lingkungan. http://www. Mediaindonesia.com. Diakses, 25 April 2007.

PP No. 6 Th 2007 ttg Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. http://www.Dephut.go.id. Diakses, 15 Mei 2007.

Badan Litbang Kehutanan.2009.Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Jakarta.

Rully, S, 2007. Pembalakan Liar dan Deforestasi http://www.walhi.or.id/ kampanye/ hutan/jeda/070328_pmblkn_liar_cu/

Sutton, Rebecca.1999. The Policy Process: An Overview. Overseas Development Institute. Portland House.London.

Tim Kajian Forest Governance dalam Konteks Desentralisasi Badan Litbang Kehutanan. 2007. Tatakelola Kehutanan di Indonesia

Tim Kajian Forest Governance dalam Konteks Desentralisasi Badan Litbang Kehutanan.2007.Agenda Riset Forest Governance Badan Litbang Kehutanan

UU RI No. 32 Th 2004 tentang Pemerintah Daerah. Penerbit Citra Umbara, Bandung.

UU RI No. 33 Th 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah. Penerbit Citra Umbara, Bandung.

Page 188: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

20 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

World Bank, 2005. Forest and Forestry Home Page, available from http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTARD/EXTFORESTS/0,,menuPK:985797~pagePK:149018~piPK:149093~theSitePK:985785,00.html, Last updated 13th September 2005, (Accessed 28/10/05).

XII. Kerangka Kerja Logis

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

TUJUAN

Menguatkan dan meningkatkan tata kelola kehutanan dan kinerja Dephut melalui penataan organisasi dan proses pengambilan keputusan.

Dihasilkannya rekomendasi:• Kelembagaan

dalam Implementasi desentralisasi pada hutan lindung dan hutan produksi

• Peran Pusat khususnya UPT dalam implementasi desentralisasi

• Struktur organisasi Dephut dan skema dan mekanisme perumusan kebijakan di Dephut

• Rekomendasi kebijakan pembangunan KPH

• Rumusan indikator kemajuan forest governance

Dokumen mengenai rekomendasi implementasi desentralisasi sektor kehutanan dan arah perbaikan di masa mendatang dan organisasi Dephut serta skema pengambial kebijakanyang dikemas dalam bentuk produk LHP, Publikasi ilmiah, dan Policy brief

Tidak terjadi perubahan signifi kan terhadap UU 32 2004 serta UU dan peraturan pelaksanaan terkait lainnya

Dukungan penuh dari pihak-pihak yang terkait dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian

SASARAN

a. Tersedianya rekomendasi menuju terbangunnya desentralisasi hutan lindung dan produksi yang dapat dijadikan pijakan dalam pengambilan kebijakan kehutanan

Telah dilaksanakan penelitian terkait dengan: Kelembagaan dan implementasi desentralisasi hutan lindung dan produksi;

Sintesis hasil penelitian terkait dengan desentralisasi sektor kehutanan

Tersedia hasil-hasil penelitian yang menjadi bahan sintesis

Page 189: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

21Penguatan Tatakelola Kehutanan

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

b. Tersediannya rekomendasi bentuk organisasi dan skema dan mekanisme perumusan kebijakan Dephut dan peran UPT dalam implementasi desentralisasi kehutanan serta rekomendasi kelembagaan KPH

Telah dilakukannya penelitian terkait degan aspek-aspek: (1) bentuk organisasi dan perumusan kebijakan Dephut; (2) Peran UPT dalam desentralisasi; (3) Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH);

LHP, Publikasi, dan Policy brief aspek-aspek: (1) Implementasi desentralisasi hutan lindung dan produksi ; (2) bentuk dan skema perumusan kebijakan Dephut; (3) Peran UPT dalam desentralisasi kehutanan (4) pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

Tersedia hasil penelitian yang menjadi bahan rekomendasi kebijakan

c. Rumusan indikator kemajuan forest governance

Telah dilakukannya penelitian terkait: (1) kriteria dan indikator tata kelola kehutanan yang baik; (2) Kajian good corporate governance

LHP, Publikasi dan Policy brief indikator tata kelola kehutanan yang baik

Dilakukannya pembahasan tingkat pimpinan Badan Litbang atas hasil ringkasan kebijakan

LUARAN

1 Rekomendasi kelembagaan dalam Implementasi desentralisasi pada hutan lindung dan hutan produksi

Dilaksanakannya penelitian-penelitian: (1) Implementasi desentralisasi hutan lindung dan produksi.

Dokumen sintesis tentang desentralisasi kehutanan

Dokumen LHP, Publikasi, Policy brief

Seluruh judul penelitian dapat dilaksanakan oleh para penanggung jawab

Page 190: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

22 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

2 Rumusan bentuk dan organisasi Dephut dan skema perumusan kebijakan dan Peran UPT dalam implementasi desentralisasi

Dilaksanakannya penelitian-penelitian: (1)Kajian organisasi dan mekanisme perumusan kebijakan di pusat (Dephut), (2) Peran Unit-Unit Pelaksana Teknis lingkup Departemen Kehutanan dalam implementasi desentralisasi kehutanan

Dokumen sintesis tentang organisasi Dephut

Dokumen LHP, Publikasi, Policy brief

Seluruh judul penelitian dapat dilaksanakan oleh para penanggung jawab

3 Rekomendasi kebijakan pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

Dilaksanakannya penelitian-penelitian: (1) Analisis Kelembagaan dan Kebijakan KPH; (2) Kajian pengaruh hak atas lahan (land tenure) dalam pembangunan KPH

Dokumen sintesis tentang kelembagaan KPH

Dokumen LHP, Publikasi, Policy brief

Seluruh judul penelitian dapat dilaksanakan oleh para penanggung jawab

4 Indikator kemajuan forest governance

Dilaksanakan penelitian: (1) Kajian indikator kemajuan forest governance, (2) Kajian good corporate governance

Dokumen sintesis tentang kriteria kemajuan forest governance

Dokumen LHP, Publikasi, Policy brief

Seluruh judul penelitian dapat dilaksanakan oleh para penanggung jawab

KEGIATAN

1.1. Kajian implementasi Desentralisasi Urusan Kehutanan Pada :

Penelitian berhasil menjawab pertanyaan apakah arah implementasi desentralisasi hutan lindung dan produksi saat ini sudah benar dan faktor-faktor apa yang menghambat implementasi kewenangan

Dokumen hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Sumberdaya mendukung dan tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh pada arah penelitian

Page 191: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

23Penguatan Tatakelola Kehutanan

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

1.1.1. Hutan Lindung Penelitian berhasil menjawab pertanyaan seberapa jauh implementasi pemberian kewenangan Hutan Lindung kepada daerah; Syarat-syarat apa yang diperlukan bagi keterlaksanaan dalam implementasi kewenangan oleh daerah

Dokumen hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Sumberdaya mendukung dan tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh pada arah penelitian

1.1.2 Hutan Produksi Penelitian berhasil menjawab pertanyaan seberapa jauh implementasi pemberian kewenangan Hutan Produksi kepada daerah; Syarat-syarat apa yang diperlukan bagi keterlaksanaan dalam implementasi kewenangan oleh daerah; Bagaimana persepsi pelaku ekonomi tentang implementasi pemberian kewenangan kepada daerah

Dokumen hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Sumberdaya mendukung dan tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh pada arah penelitian

2.1 Analisis peran Unit-Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Departemen Kehutanan dalam implementasi desentralisasi kehutanan

Penelitian berhasil menjawab pertanyaan seberapa efektif dan efi sien keberadaan UPT Departemen Kehutanan dalam mendukung desentralisasi urusan kehutanan : Bagaimana meningkatkan efektifi tas UPT dalam peningkatan kinerja Dephut dan masa depan Dephut

Dokumen hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Sumberdaya mendukung dan tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh pada arah penelitian

Page 192: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

24 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

2.2. Kajian Organisasi dan Mekanisme Perumusan Kebijakan di Pusat

2.2.1 Analisis proses perumusan kebijakan atau perundang-undangan di Departemen Kehutanan

2.2.2 Analisis organisasi Departemen Kehutanan

Penelitian berhasil menjawab pertanyaan bagaimana kelompok-kelompok kepentingan dalam perumusan kebijakan atau perundang-undangan di Departemen Kehutanan dan skema perumusan yang akuntabel : Proses dan mekanisme perumusan kebijakan yang mampu melahirkan kebijakan yang efektif dan akuntabel

Penelitian berhasil menjawab pertanyaan apakah struktur organisasi Departemen Kehutanan saat ini memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah kehutanan dan seberapa jauh daya adaptasinya untuk mencapai pengelolaan hutan lestari. Perbandingan dengan bentuk Holding dan Integratif

Dokumen hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Dokumen hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Sumberdaya mendukung dan tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh pada arah penelitian

Sumberdaya mendukung dan tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh pada arah penelitian

3.1. Analisis Kelembagaan dan Kebijakan KPH

Penelitian berhasil menjawab pertanyaan tentang struktur dan susunan organisasi yang mengakomodir kepentingan pusat dan daerah serta aturan yang membagi kewenangan pusat dan daerah secara seimbang berdasarkan azas manfaat

Dokumen hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Sumberdaya mendukung dan tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh pada arah penelitian

Page 193: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

25Penguatan Tatakelola Kehutanan

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

3.2.Kajian pengaruh hak atas lahan (land tenure) dalam pembangunan KPH

Penelitian berhasil menjawab pertanyaan tentang bagaimana hak atas lahan dalam pembangunan KPH. Bagaimana bentuk kelembagaan yang dapat mengakomodir kepentingan stakeholders atas pengelolaan KPH

Dokumen hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Sumberdaya mendukung dan tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh pada arah penelitian

4.1. Kajian indikator kemajuan forest governance

Penelitian berhasil mengidentifi kasi kriteria dan indikator, dan indeks yang dapat dipakai mengukur kemajuan tatakelola kehutanan (Pemerintah pusat dan daerah serta pelaku ekonomi) secara operasional

Dokumen hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Sumberdaya mendukung dan tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh pada arah penelitian

4.2.Kajian Good Corporate Governance di bidang kehutanan

Penelitian berhasil menjawab pertanyaan apakah saat ini perusahaan-perusahaan kehutanan telah melakukan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan indikator apa yang secara efektif dapat menilai kemajuan implementasi-nya ; identifi kasi faktor yang berperan dalam tata kelola perusahaan yang baik.

Dokumen hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Sumberdaya mendukung dan tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh pada arah penelitian

Page 194: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

26 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 195: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iPenguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

Penguatan Tata Penguatan Tata Kelola Industri dan Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Perdagangan Hasil

HutanHutan

Page 196: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 197: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iiiPenguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

Lembar Pengesahan

Page 198: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

iv RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 199: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vPenguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

Daftar Isi

Lembar Pengesahan ...................................................................................iii

Daftar Isi ...................................................................................................... v

Daftar Tabel ...............................................................................................vii

Daftar Singkatan ........................................................................................ ix

I. Abstrak ............................................................................................... 1

II. Latar Belakang .................................................................................... 1

III. Rumusan Masalah ............................................................................. 6

IV. Tujuan dan Sasaran ........................................................................... 6

V. Luaran ................................................................................................ 6

VI. Ruang Lingkup ................................................................................... 7

VII. Metode .............................................................................................. 8

VIII. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu dan Rencana Biaya Penelitian ........................................................................................... 9

IX. Organisasi .........................................................................................10

X. Daftar Pustaka ..................................................................................10

XI. Kerangka Kerja Logis .........................................................................11

Page 200: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

vi RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 201: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viiPenguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

Table 1. Kontribusi Sektor Kehutanan dan Hasil-Hasilnya dalam Pembentukan Produk Domestik Bruto Harga Konstan 2000 .... 2

Table 2. Pertumbuhan Sektor Kehutanan dalam Perekonomian Harga Konstan 2000 .................................................................... 4

Table 3. Pertumbuhan Sektor Industri Kayu dan Produk-Produk Lainnya dalam Perekonomian Harga Konstan 2000 .................. 5

Table 4. Rencana lokasi penelitian ........................................................... 9

Table 5. Matriks instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya penelitian .................................................................................... 9

Daftar Tabel

Page 202: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

viii RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 203: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

ixPenguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

Daftar Singkatan

B/C : Benefi t/Cost

DR : Dana Reboisasi

HHL : Hasil Hutan Lain

HHBK : Hasil Hutan Bukan Kayu

HR : Hutan Rakyat

HS : Harmonized System

HTI : Hutan Tanaman Industri

HTR : Hutan Tanaman Rakyat

IKBR : Industri Kayu, Bambu dan Rotan

IRR : Internal Rate of Return

KBP : Kayu Bulat dan Perburuan

LHP : Laporan Hasil Penelitian

PDB : Produk Domestik Bruto

PSDH : Provisi Sumberdaya Hutan

Page 204: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

x RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Page 205: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

1Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

I. ABSTRAKKontribusi sektor kehutanan pada Produk Domestik Bruto nasional dapat

mencapai lebih dari 2% apabila tidak terjadi illegal logging dan illegal trade serta inefi siensi pemanfaatan hutan dan pengolahan kayu serta pasar kayu tidak terdistorsi. Secara umum penelitian integratif ini bertujuan untuk mengaji tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan dan secara khusus mengaji: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman, (2) daya saing investasi industri hasil hutan, dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan. Besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman dikaji menggunakan indikator ekonomi: nilai tegakan (stumpage value), dan indikator kelembagaan: pengaturan penyediaan lahan hutan tanaman. Daya saing investasi industri hasil hutan (tanaman) dikaji menggunakan indikator ekonomi: benefi t/cost ratio (B/C ratio), internal rate of return (IRR) serta penawaran dan permintaan kayu, dan indikator kelembagaan: perizinan usaha hutan tanaman. Daya saing perdagangan hasil hutan dikaji menggunakan indikator ekonomi: keunggulan komparatif (comparative advantage) dan efi siensi sistem tataniaga, serta indikator kelembagan: pengaturan perdagangan hasil hutan di dalam dan luar negeri, termasuk harmonized system (HS) dan non tariff barrier. Sasaran penelitian integratif ini adalah diperolehnya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman, (2) daya saing investasi industri hasil hutan, dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan. Hasil penelitian integratif ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan dalam menetapkan kebijakan memperbaiki tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan, termasuk di dalamnya perhitungan besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman.

Kata Kunci : industri, perdagangan, investasi, hasil hutan, daya saing.

II. Latar Belakang

Sumberdaya hutan memiliki tiga peran. Pertama adalah sebagai penghasil barang dan jasa. Sebagai penghasil barang, sumberdaya hutan menyediakan Hasil Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Sebagai penghasil jasa, ekosistem hutan mempertahankan, antara lain: penyediaan sumber mata air, pembentukan iklim mikro, penyerapan karbon (carbon sequestration) dan pemandangan alam yang unik. Kedua adalah sebagai penopang sistem kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Komunitas masyarakat lokal yang hidup di sekitar hutan memandang hutan sebagai sumber mata pencaharian maupun hutan sebagai sarana peribadatan (Colfer, et al, 2001). Sebagai sumber mata pencaharian, karena hutan bisa menjadi tempat untuk mencari nafk ah dengan memanfaatkan hasil hutan berupa kayu, rotan, madu dan ikan. Sebagai sarana peribadatan,

Page 206: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

2 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

karena hutan bisa menjadi tempat peribadatan tertentu. Ketiga adalah sebagai sistem penyangga kehidupan. Sebagai sistem penyangga kehidupan, sumberdaya hutan membentuk dan mempertahankan fungsi-fungsi ekologis (rantai makanan dan kehidupan beragam makhluk hidup, fl ora dan fauna) dalam keseimbangan dan berkelanjutan. Sehingga hutan dapat berfungsi sebagai penjaga siklus makanan beragam makhluk hidup; pengatur tata air dan pencegah banjir; pengendali erosi; pencegah intrusi air laut; pemelihara kesuburan tanah; dan pembentuk kondisi udara bersih.

Meskipun peran sumberdaya hutan sangat penting bagi kehidupan umat manusia, peran sektor kehutanan dalam perekonomian sangat kecil, yaitu hanya sekitar 1% dari PDB (Produk Domestik Bruto) dan bila produk-produk kayu olahan juga dimasukkan, hanya meningkat menjadi sekitar 2% dari PDB (Tabel 1). Namun kontribusi yang kecil bukan hanya milik sektor kehutanan. Sektor-sektor yang lain, seperti perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, serta perikanan juga memiliki kontribusi yang kurang lebih sama dengan sektor kehutanan, yaitu sekitar 2%. Sektor pertambangan migas juga memiliki kontribusi yang tidak besar sekitar 6%, sementara industri migas malah hanya sekitar 3%, lebih kecil dibanding tanaman bahan makanan sekitar 7%. Persoalan pokoknya bukanlah pada besaran kontribusi sektor kehutanan, melainkan dampak penggandanya (multiplier eff ect) dalam perekonomian dan yang lebih penting lagi, adakah sumberdaya hutan dimanfaatkan secara lestari?

Table 1. Kontribusi Sektor Kehutanan dan Hasil-Hasilnya dalam Pembentukan Produk Domestik Bruto Harga Konstan 2000

UraianMiliar Rupiah

2004 2005 2006 2007 2008* 2009**

PDB 1.656.516,8 1.750.656,1 1.846.654,9 1.963.974,30 2.082.315,9 2.176.975,5

1. Kehutanan

Persentase terhadap PDB

17.433,8

1,05%

17.176,9

0,98%

16.784,1

0,91%

16.401,40

0,84%

16.543,3

0,79%

16.793,8

0,77%

2. Industri kayu & produk-produk lainnya

Persentase Terhadap PDB

20.325,5

1,23%

20.138,5

1,15%

20.006,2

1,08%

19.657,60

1,00%

20.335,8

0.98%

20.039,2

0.92%

Page 207: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

3Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

UraianMiliar Rupiah

2004 2005 2006 2007 2008* 2009**

PDB 1.656.516,8 1.750.656,1 1.846.654,9 1.963.974,30 2.082.315,9 2.176.975,5

3. Kehutanan & hasil-hasilnya (1+2)

Persentase Terhadap PDB

37,759.30

2,28%

37,315.40

2,13%

36,693.10

1,99%

36.059,00

1,84%

36.879,1

1.77%

36.833,0

1.69%

Sumber: BPS; * angka sementara ; ** angka sangat sementara

Jika sektor kehutanan dan hasil-hasilnya didisagregasi ke dalam tiga subsektor, yaitu: industri kayu, bambu dan rotan (IKBR), kayu bulat dan perburuan (KBP), dan hasil hutan lain (HHL), hasil penelitian (Astana dkk, 2003) menunjukkan masing-masing memiliki nilai pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja yang tinggi. Nilai pengganda output subsektor IKBR adalah 1,926 - 2,664, subsektor KBP, 1,401 - 1,841 dan subsektor HHL, 1,387 - 1,907. Nilai pengganda output subsektor IKBR sebesar 1,926 memiliki arti bahwa jika output subsektor IKBR meningkat sebesar satu satuan akibat kenaikan permintaan akhir, maka output perekonomian akan meningkat sebesar 1,926 satuan. Sedangkan nilai pengganda pendapatan subsektor IKBR adalah 1,946 - 4,020, subsektor KBP, 1,406 - 2,053 dan subsektor HHL, 1,453 - 1,680. Nilai pengganda pendapatan subsektor IKBR sebesar 1,946 memiliki arti bahwa jika pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor IKBR meningkat sebesar satu satuan akibat kenaikan permintaan akhir, maka pendapatan rumah tangga dalam perekonomian akan meningkat sebesar 1,946 satuan. Nilai pengganda tenaga kerja subsektor IKBR adalah 4,961 - 8,035, sub sektor KBP, 1,140 - 1,496 dan sub sektor HHL, 1,178 - 1,186. Nilai pengganda tenaga kerja subsektor IKBR sebesar 4,961 memiliki arti bahwa bila penyerapan tenaga kerja di sektor IKBR meningkat sebanyak satu satuan akibat kenaikan permintaan akhir, maka penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian akan meningkat sebesar 4,961 satuan.

Meskipun sektor kehutanan memiliki nilai pengganda dalam perekonomian yang tinggi, namun peranan tersebut akan hilang jika hutannya tidak dimanfaatkan secara lestari. Dapat dibayangkan jika produksi kayu dan hasil hutan lainnya sama dengan nol, karena hutan (produksi) sudah habis ditebang, maka apa yang akan terjadi dalam perekonomian adalah impor kayu dan hasil hutan lain untuk memenuhi kebutuhan. Ini tentunya akan menguras devisa, dan pada gilirannya akan mengganggu neraca pembayaran (balance of payment) dan perekonomian

Page 208: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

4 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

secara keseluruhan, terlebih bila cadangan devisa dalam kondisi tipis. Kenyataan menunjukkan sejak pembangunan ekonomi dimulai tahun 1970an, laju kerusakan sumberdaya hutan terus meningkat. Laju kerusakan dan pengurangan sumberdaya hutan lebih tinggi dibanding laju pemulihan dan penambahan. Luas tutupan dan potensi per ha hutan terus mengalami penurunan. Kerusakan dan pengurangan sumberdaya hutan mengganggu tiga peran sumberdaya hutan, yaitu: sebagai penghasil barang dan jasa; sebagai penopang sistem kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat; dan sebagai sistem penyangga kehidupan.

Seiring dengan penurunan luas tutupan dan potensi per ha hutan (produksi), PDB sektor kehutanan dan hasil-hasilnya mengalami pertumbuhan negatif. Pada tahun 2004 meskipun PDB sektor kehutanan mengalami pertumbuhan positif sebesar 1,28%, rataan per tahun periode 2004-2009 mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0.40% (Tabel 2). Dalam periode 2004-2009, sektor industri kayu dan produk-produk lainnya juga mengalami pertumbuhan negatif rataan per tahun sebesar 0.57% (Tabel 3). Pertumbuhan PDB sektor kehutanan dan hasil-hasilnya yang negatif memberikan bukti telah terjadinya pemanfaatan hutan yang tidak lestari. Ini merupakan sebuah fenomena yang ironis, karena hutan merupakan sumberdaya yang terbarukan.

Table 2. Pertumbuhan Sektor Kehutanan dalam Perekonomian Harga Konstan 2000

Tahun Miliar Rupiah % Pertumbuhan

2004 17.433,80 1,28

2005 17.176,90 -1,47

2006 16.686,90 -2,85

2007 16.401,40 -1,71

2008* 16.543,30 0.87

2009** 16.793,80 1,51

Rataan 16.839,35 -0.40Sumber: BPS ; * angka sementara; ** angka sangat sementara

Page 209: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

5Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

Table 3. Pertumbuhan Sektor Industri Kayu dan Produk-Produk Lainnya dalam Perekonomian Harga Konstan 2000

Tahun Miliar Rupiah % Pertumbuhan

2004 20.325,50 -2,07

2005 20.138,50 -0,92

2006 20.006,20 -0,66

2007 19.657,60 -1,74

2008* 20.335.80 3,45

2009** 20.039.20 -1,46

Rataan 20083.80 -0.57Sumber: BPS ; * angka sementara; ** angka sangat sementara

Kontribusi sektor kehutanan dapat mencapai lebih dari 2% apabila tidak terjadi illegal logging dan illegal trade serta inefi siensi pemanfaatan hutan dan pengolahan kayu serta pasar kayu tidak terdistorsi. Terkait hal ini, terdapat pandangan bahwa kegiatan investasi di bidang industri hasil hutan dipandang kurang menarik dibanding industri bukan hasil hutan (perkebunan), karena prosedur investasi yang kurang transparan dan kelayakan fi nansial yang relatif rendah. Di samping itu, terdapat juga pandangan bahwa kebijakan industri dan perdagangan hasil hutan belum kondusif. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor kehutanan relatif kecil karena pembagian keuntungan (manfaat) secara berkeadilan belum sepenuhnya diterapkan dan cenderung menurun karena produksi kayu tidak lestari.

Dampak krisis fi nansial global diperkirakan semakin menekan investasi industri dan perdagangan hasil hutan namun pada tingkat tertentu dapat menguntungkan dari sisi penghematan stok hutan. Guna meningkatkan kontribusi sektor kehutanan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto nasional diperlukan upaya perbaikan tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan. Tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan yang baik akan meningkatkan investasi industri dan perdagangan hasil hutan serta memungkinkan peningkatan perolehan pungutan bukan pajak sektor kehutanan. Meningkatnya investasi industri dan perdagangan hasil hutan pada gilirannya akan meningkatkan kontribusi sektor kehutanan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto nasional. Untuk itu penelitian integratif ini dilakukan.

Page 210: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

6 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

III. Rumusan Masalah

Kontribusi sektor kehutanan dapat mencapai lebih dari 2% apabila tidak terjadi illegal logging dan illegal trade serta inefi siensi pemanfaatan hutan dan pengolahan kayu serta pasar kayu tidak terdistorsi. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan. Tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan yang baik akan meningkatkan investasi industri dan perdagangan hasil hutan serta memungkinkan upaya peningkatan penerimaan negara bukan pajak dari hasil hutan. Peningkatan investasi dan perdagangan hasil hutan pada gilirannya akan menaikkan kontribusi sektor kehutanan dalam pembentukkan Produk Domestik Bruto nasional. Permasalahannya adalah apa saja faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan, (2) daya saing investasi industri hasil hutan, dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan. Daya saing investasi industri hasil hutan yang dikaji meliputi: (a) investasi usaha Hutan Tanaman Industri (HTI; hasil hutan kayu HTI), (b) investasi usaha Hutan Tanaman Rakyat (HTR; hasil hutan kayu HTR), (c) investasi usaha Hutan Rakyat (HR; hasil hutan kayu HR), dan (d) investasi usaha perkebunan (sebagai pembanding). Daya saing perdagangan hasil hutan yang dikaji adalah daya saing perdagangan produk kehutanan yang berorientasi pasar ekspor (kayu dan rotan). Besaran pungutan bukan pajak yang dikaji adalah besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman (HTI; HTR).

IV. Tujuan dan Sasaran

Secara umum bertujuan untuk mengkaji tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan dan secara khusus mengkaji: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman, (2) daya saing investasi industri hasil hutan, dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan.

Sasaran yang ingin dicapai :

1. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman

2. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing investasi industri hasil hutan.

3. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing perdagangan hasil hutan.

V. Luaran

Luaran yang diharapkan :

Page 211: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

7Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

1. Rekomendasi kebijakan perhitungan besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman.

2. Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing investasi industri hasil hutan dari sisi: (1) penawaran dan permintaan kayu, (2) kelayakan fi nansial usaha hutan tanaman, dan (3) perizinan usaha hutan tanaman.

3. Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing perdagangan hasil hutan yang berorientasi ekspor dari sisi: (1) keunggulan produk kehutanan, (2) efi siensi sistem tataniaga, (3) harmonized system (HS), dan (4) non tariff barrier.

VI. Ruang Lingkup

Jenis kegiatan untuk memberikan rekomendasi kebijakan besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman terdiri dari:

1. Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman 2. Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman.

Jenis kegiatan untuk memberikan rekomendasi peningkatan daya saing investasi industri hasil hutan terdiri dari:

1. Analisis penawaran dan permintaan kayu 2. Analisis kelayakan fi nansial usaha hutan tanaman dan perkebunan 3. Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan

Jenis kegiatan untuk memberikan rekomendasi peningkatan daya saing perdagangan hasil hutan terdiri dari:

1. Analisis keunggulan produk kehutanan2. Analisis efi siensi sistem tataniaga produk kehutanan3. Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan4. Analisis non-tariff barrier produk kehutanan

Page 212: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

8 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

VII. Metode

A. Kerangka Pikir

Kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian nasional ditentukan oleh perkembangan investasi industri dan perdagangan hasil hutan. Besaran pungutan bukan pajak hasil hutan (DR- Dana Reboisasi dan PSDH- Provisi Sumber Daya Hutan) mempengaruhi perkembangan investasi industri dan perdagangan hasil hutan. Perkembangan investasi industri hasil hutan mempengaruhi perkembangan perdagangan hasil dan sebaliknya, perkembangan perdagangan hasil hutan mempengaruhi perkembangan investasi industri hasil hutan.

Perkembangan investasi industri hasil hutan bergantung pada seberapa jauh industri hasil hutan memiliki daya saing dalam menarik investor untuk berinvestasi di bidang industri hasil hutan. Sedangkan perkembangan perdagangan hasil hutan bergantung pada seberapa jauh hasil hutan memiliki daya saing dalam merebut pangsa pasar, khususnya dalam konteks perdagangan internasional. Besaran pungutan bukan pajak hasil hutan serta daya saing investasi industri dan perdagangan hasil hutan dipengaruhi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan. Faktor-faktor ini merupakan permasalahan yang menjadi fokus kajian ini.

B. Metode Analisis

1. Besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman dikaji menggunakan indikator ekonomi: nilai tegakan (stumpage value) dan indikator kelembagaan: pengaturan penyediaan lahan hutan tanaman.

2. Daya saing investasi industri hasil hutan dikaji menggunakan indikator ekonomi: benefi t/cost ratio (B/C ratio), internal rate of return (IRR), penawaran dan permintaan kayu, serta indikator kelembagaan: perizinan usaha hutan tanaman.

3. Daya saing perdagangan hasil hutan dikaji menggunakan indikator ekonomi: keunggulan komparatif (comparative advantage), efi siensi sistem tataniaga, dan indikator kelembagaan: pengaturan perdagangan hasil hutan di dalam dan luar negeri, termasuk harmonized system (HS) dan non tariff barrier.

C. Lokasi penelitian

Rencana lokasi penelitian adalah sebagaimana tabel 4 berikut.

Page 213: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

9Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

Table 4. Rencana lokasi penelitian

No. Kegiatan Lokasi

1. Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman ; Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman

Jawa Tengah, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah

2. Analisis penawaran dan permintaan kayu; Analisis kelayakan fi nansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan

Jawa Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur

3. Analisis keunggulan produk kehutanan; Analisis efi siensi sistem tataniaga produk kehutanan; Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan; Analisis non-tariff barrier produk kehutanan

Jawa Timur, Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat

VIII. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu dan Rencana Biaya Penelitian

Instansi pelaksana yang terlibat dalam penelitian, tata waktu penelitian serta rencana biaya yang diperlukan tersaji pada tabel 5.

Table 5. Matriks instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya penelitian

Kode PROGRAM/RPI / LUARAN / KEGIATAN PELAKSANA

TAHUN PELAKSANAAN / ANGGARAN (juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

PROGRAM 7 KEBIJAKAN KEHUTANAN

25 Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

25.1 Luaran 1 : Rekomendasi kebijakan perhitungan besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman

25.1.1.4 Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman

PUSLITSOSEK 150

25.1.2.4 Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman

PUSLITSOSEK 150

25.2 Luaran 2 : Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing investasi industri hasil hutan

25.2.1.4 Analisis penawaran dan permintaan kayu

PUSLITSOSEK 150

Page 214: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

10 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Kode PROGRAM/RPI / LUARAN / KEGIATAN PELAKSANA

TAHUN PELAKSANAAN / ANGGARAN (juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

25.2.2.4 Analisis kelayakan fi nansial usaha hutan tanaman dan perkebunan;

PUSLITSOSEK 150

25.2.3.4 Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan

PUSLITSOSEK 100

25.3 Luaran 3 : Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing perdagangan hasil hutan

25.3.1.4 Analisis keunggulan produk kehutanan;

PUSLITSOSEK 200

25.3.2.4 Analisis efi siensi sistem tataniaga produk kehutanan

PUSLITSOSEK 150

25.3.3.4 Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan

PUSLITSOSEK 150

25.3.4.4 Analisis non-tariff barrier produk kehutanan

PUSLITSOSEK 150

TOTAL ANGGARAN 300 400 650

IX. Organisasi

Penelitian ini akan dilaksanakan di bawah koordinasi Puslitsosek dengan melibatkan instansi lingkup Badan Litbang Kehutanan dan instansi terkait lain.

X. Daftar Pustaka

Astana S., D. Djaenudin dan M. Z. Muttaqin. 2003. Kajian Peranan Sektor Kehutanan dalam Perekonomian Daerah. Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi 4 (1). Puslitbang Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Bogor.

Coelfer, C. J. P., R. L. Wadley, E. Harwell, and R. Prabhu. 2001. Assessing Intergenerational Access to Resources: Using Criteria and Indicators in West Kalimantan, Indonesia in People Managing Forests: The Links between Human Well-Being and Sustainability, ed. by Coelfer and Byron. Resources for The Future and CIFOR. Washington.

Page 215: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

11Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

XI. Kerangka Kerja Logis

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

TUJUAN:Secara umum bertujuan untuk mengaji tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan dan secara khusus mengaji: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan, (2) daya saing investasi industri hasil hutan dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan

Dihasilkan nya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman, (2) daya saing investasi industri hasil hutan, dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan

Dokumen data/informasi/rekomendasi kebijakan terkait dengan faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan (LHP, publikasi, dan Policy Brief )

Kebijakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penelitian kondusif.

SASARAN:

1. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman

Telah dilaksanakan sintesa hasil penelitian: Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman; Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman.

Sintesa hasil penelitian terkait besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman. LHP, Publikasi, dan Policy Brief nilai tegakan dan kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman

Tersedia hasil-hasil penelitian sebagai bahan sistesis identifi kasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman

2. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing investasi industri hasil hutan

Telah dilaksanakan sintesa hasil penelitian: Analisis penawaran dan permintaan kayu;Analisis kelayakan fi nansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan

Sintesa hasil penelitian terkait daya saing daya saing investasi industri hasil hutan . LHP, Publikasi, dan Policy Brief penawaran dan permintaan kayu; kelayakan fi nansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan

Tersedia hasil-hasil penelitian sebagai bahan sistesis identifi kasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing investasi industri hasil hutan

Page 216: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

12 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

3. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing perdagangan hasil hutan

Telah dilaksanakan sintesa hasil penelitian: Analisis keunggulan produk kehutanan; Analisis efi siensi sistem tataniaga produk kehutanan; . Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan; Analisis non-tariff barrier produk kehutanan

Sintesa hasil penelitian terkait daya saing perdagangan hasil hutan. LHP, Publikasi, dan Policy Brief keunggulan komparatif produk kehutanan ; efi siensi sistem tataniaga produk kehutanan; harmonized system (HS) produk kehutanan; non-tariff barrier produk kehutanan

Tersedia hasil-hasil penelitian sebagai bahan sistesis identifi kasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing perdagangan hasil hutan

LUARAN:

1. Rekomendasi kebijakan perhitungan besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman

Dilaksanakannya penelitian: Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman; Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman.

Dokumen hasil penelitian terkait besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman. Dokumen LHP, Publikasi, dan Policy Brief nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman; kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman

Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan.Kendala dan hambatan dalam merumuskan luaran diatasi.

2. Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing investasi industri hasil hutan

Dilaksanakannya penelitian: Analisis penawaran dan permintaan kayu;Analisis kelayakan fi nansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan

Dokumen hasil penelitian terkait daya saing investasi industri hasil hutan. LHP, Publikasi, dan Policy Brief penawaran dan permintaan kayu; kelayakan fi nansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan

Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan.Kendala dan hambatan dalam merumuskan luaran diatasi.

Page 217: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

13Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

3. Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing perdagangan hasil hutan

Dilaksanakannya penelitian:Analisis keunggulan produk kehutanan ; Analisis efi siensi sistem tataniaga produk kehutanan; Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan; Analisis non-tariff barrier produk kehutanan

Dokumen hasil penelitian terkait daya saing perdagangan hasil hutan.LHP, Publikasi, dan Policy Brief keunggulan komparatif produk kehutanan ; efi siensi sistem tataniaga produk kehutanan; harmonized system (HS) produk kehutanan; non-tariff barrier produk kehutanan

Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan.Kendala dan hambatan dalam merumuskan luaran diatasi.

KEGIATAN:

1.1. Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman

1.2. Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman

Penelitian berhasil memperoleh informasi: 1. Nilai tegakan

hutan tanaman dan faktor-faktor yang mempengaruhi

2. Kelemahan dan kelebihan alokasi dan distribusi lahan hutan, perizinan dan persyaratan penyediaan lahan hutan tanaman

Dokumen presentasi dan pembahasan hasil penelitian: Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman; Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman.

Sumberdaya (kuantitas dan kualitas) mendukung . Tidak terjadi perubahan kebijakan yang membatalkan pelaksanaan penelitian

Page 218: puspijak.orgpuspijak.org/download/RPI 5 April 2010.pdfpuspijak.org

14 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

2.1. Analisis penawaran dan permintaan kayu

2.2 Analisis kelayakan fi nansial usaha hutan tanaman dan perkebunan

2.3. Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan

Penelitian berhasil memperoleh informasi:1. Penawaran dan

permintaan kayu nasional dan faktor-faktor yang mempengaruhi

2. Perbandingan kelayakan fi nansial usaha hutan tanaman dan perkebunan

3. Perbandingan perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan

Dokumen presentasi dan pembahasan hasil penelitian: Analisis penawaran dan permintaan kayu; Analisis kelayakan fi nansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan

Sumberdaya (kuantitas dan kualitas) mendukung . Tidak terjadi perubahan kebijakan yang membatalkan pelaksanaan penelitian

3.1. Analisis keunggulan produk kehutanan

3.2. Analisis efi siensi sistem tataniaga produk kehutanan

3.3. Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan

3.4. Analisis non-tariff barrier produk kehutanan

Penelitian berhasil memperoleh informasi:1. Keunggulan

produk kehutanan dan faktor-faktor yang mempengaruhi, termasuk informasi mengenai keunggulan kayu dan non kayu, dampak lingkungan kayu, serta preferensi konsumen.

2. Efi siensi sistem tataniaga produk kehutanan

3. Harmonized system (HS) produk kehutanan

4. Non-tariff barrier produk kehutanan

Dokumen presentasi dan pembahasan hasil penelitian: Analisis keunggulan komparatif produk kehutanan ; Analisis efi siensi sistem tataniaga produk kehutanan; . Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan; Analisis non-tariff barrier produk kehutanan

Sumberdaya (kuantitas dan kualitas) mendukung . Tidak terjadi perubahan kebijakan yang membatalkan pelaksanaan penelitian