zaman paleo megalitikum

18
ZAMAN PALEOLITIKUM Posted on 3 Maret 2011 by haries ZAMAN PALEOLITIKUM A. ZAMAN PALEOLITIKUM TUA Sejak kira-kira dua setengah tahun yang lalu umat manusia sudah berkembang kearah makhluk yang berbudaya. Bukti-bukti yang ditemukan dibeberapa tempat, misalnya di dekat danau Turkana, di Kenya, dan di Etiopia Selatan dan Jurang Olduvai, yang masih berupa peralatan dari batu yang amat kasar, menandai permulaan zaman Paleolitikum Tua. Pada masa ini mulai muncul peralatan dari batu yang lebih dikenal dengan tradisi peralatan Oldowan. Karakteristik tradisi alat ini adalah bahwa ia merupakan alat penetak untuk segala keperluan, cara pembuatannya dengan menggunakan system benturan, yaitu memukuli bahan baku dengan batu lain atau memukulkan bahan baku tersebut pada batu besar untuk melepaskan kepingan-kepingannya. Meskipun dalam segi hasil alat penetak ini masih amat kasar, tapi tradisi alat oldowan ini merupakan kemajuan teknologi yang penting bagi Hominida Purba. Mereka bisa lebih mudah mencari bahan-bahan makanan disaat alam mulai berubah. Tradisi oldowan ini juga menandai salah satu waktu bahwa sesuatu jenis makhluk beradaptasi secara cultural dan tidak secara fisik kepada kondisi lingkungan. Alat – alat oldowan ini banyak ditemukan di tepi danau atau sungai di tengah-tengah padang rumput, dan ditemukan masih dalam situs yang sangat kecil, dan juga bahwa

Upload: cayoo-skypier

Post on 21-Jan-2016

71 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

manusia purba

TRANSCRIPT

Page 1: Zaman Paleo Megalitikum

ZAMAN PALEOLITIKUMPosted on 3 Maret 2011 by haries

ZAMAN PALEOLITIKUMA. ZAMAN PALEOLITIKUM TUA

Sejak kira-kira dua setengah tahun yang lalu umat manusia sudah berkembang kearah

makhluk yang berbudaya. Bukti-bukti yang ditemukan dibeberapa tempat, misalnya di dekat

danau Turkana, di Kenya, dan di Etiopia Selatan dan Jurang Olduvai, yang masih berupa

peralatan dari batu yang amat kasar, menandai permulaan zaman Paleolitikum Tua.

Pada masa ini mulai muncul peralatan dari batu yang lebih

dikenal dengan tradisi peralatan Oldowan. Karakteristik

tradisi alat ini adalah bahwa ia merupakan alat penetak

untuk segala keperluan, cara pembuatannya dengan

menggunakan system benturan, yaitu memukuli bahan

baku dengan batu lain atau memukulkan bahan baku

tersebut pada batu besar untuk melepaskan kepingan-

kepingannya. Meskipun dalam segi hasil alat penetak ini masih amat kasar, tapi tradisi alat

oldowan ini merupakan kemajuan teknologi yang penting bagi Hominida Purba. Mereka bisa

lebih mudah mencari bahan-bahan makanan disaat alam mulai berubah. Tradisi oldowan ini

juga menandai salah satu waktu bahwa sesuatu jenis makhluk beradaptasi secara cultural dan

tidak secara fisik kepada kondisi lingkungan. Alat – alat oldowan ini banyak ditemukan di

tepi danau atau sungai di tengah-tengah padang rumput, dan ditemukan masih dalam situs

yang sangat kecil, dan juga bahwa nereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang masih

berpindah-berpindah tempat. Adapun alat-alat zaman Peleolitikum Tua, termasuk tradisi

peralatan oldowan banyak terdapat di jurang olduvai. Dalam perkembangan penetek oldowan

berubah menjadi lebih canggih dan berkembang menjadi kapak genggam acheulean. Dalam

periode ini mulailah terjadi diversivikasi kebudayaan peralatan, Homo Erectus tidak hanya

membuat kapak genggam tapi juga menciptakan alat penyerut dan alat-alat kepingan, dan

semua alat ini terbuat dari batu api. Keuntungan utama dari kemunculan alat ini adalah

semakin banyak sumber daya alam yang dapat didayagunakan dalam waktu yang lebih

singkat, dengan tenaga yang lebih sedikit, dan dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi.

Dalam zaman Acheulean yang lebih mudah, di dunia barat dikembangkan dua tehnik

pembuatan peralatan , yang menghasilkan kapak yang lebih tipis dan lebih canggih dengan

bagian mata yang lebih lurus dan lebih tajam. Metode tongkat memanfaatkan pemukul dari

Page 2: Zaman Paleo Megalitikum

tulang atau tanduk rusa untuk memukul tepi gumpala batu api, sedangkan metode bidang

pukulan berfungsi untuk membuat kapak yang lebih tajam dan lebih tipis. Peradaban Homo

Erectus semakin berkembang dengan ditemukannya penggunaan api, karena bisa dipastikan

dengan kemampuan mereka menggunakan api memungkinkan mereka untuk berpindah ke

daerah-daerah yang lebih dingin. Transisi kebudayaan Hominida antara Homo Erectus dan

Homo Sapiens tidak banyak brubah dari pendahulu mereka. Homo Sapiens Primitif tetap

menggunakan tradisi peralatan acheulean sampai beberapa ribu tahun. Akan tetapi menjelang

dua ratus ribu tahun yang lalu orang mulai menggunakan teknik Levalloision untuk membuat

peralatan.

B. ZAMAN PALEOLITIKUM MADYA

Zaman Paleolitikum Madya ditandai oleh munculnya manusia Neanderthal. Di zaman ini

muncul tradisi baru, trdisi Mousterian, yaitu trdisi pembuatan peralatan dari manusia

Neanderthal di Eropa, Asia Barat Daya, dan Afika Utara, yang menghasilkan alat-alat

kepingan yang lebih tipis daripada alat kepingan Levalloisian. Banyak situs Neandhertal yang

menunjukan bahwa pada masa ini telah adanya kepercayaan dan upacara keagamaan,

misalnya di goa Shanidar di Irak terdapat bukti bahwa adanya penguburan disertai dengan

upacara kematian. Yang paling umum terdapat di situs-situs Mousterian adalah bukti

mengenai pemujaan binatang, khusasnya pemujaan beruang gua. Situs-situs Mousterian yang

menghasilkan sejumlah artifak yang bersifat lambang murni.

C. ZAMAN PALEOLITIKUM MUDA

Paleolitikum Muda di Eropa dan Asia barat merupakan perkembangan dari tradisi

Mousterian yang sebelumnya. Peralatan meraka semakin berkembang dengan pesat,di zaman

Paleolitikum Muda mereka telah menemukan panah, pelempar tombak dan pisau batu. Dua

alat yang pertama memungkinkan mereka dalam hal penyempurnaan teknik perburuan dan

mengurangi resiko bagi si pemburu saat berburu binatang buas. Pada Paleolitikum Muda

dikenal dua teknik untuk membuat peralatan, teknik pisau adalah teknik pembuatan alat batu

dengan memukul lepas kepimgan –kepingan panjang secara paralel dari sisi sebuah gumpalan

batu yang sudah dipersiapkan secara khusus, sedangkan teknik tekanan adalah teknik

pembuatan alat batu dengan menggunakan alat tulang, tanduk rusa, atau kayu yang ditekan

dan tidak dipukulkan untuk melepaskan kepingan –kepingan kecil –kecil dari sebuah batu

api. Ada juga sebuah alat yang bernama pahat, yaitu alat alat batu yang bagian matanya

menyerupai pahat, berfungsi untuk menggarap tulang, tanduk rusa dan sejenisnya . Kegunaan

penemuan busur tidak hanya menyempurnakan teknik berburu saja, tapi busur juga bisa

digunakan untuk membuat alat musik. Pada masa ini kita tidak bisa hanya membahas tentang

Page 3: Zaman Paleo Megalitikum

satu kebudayaan tuinggal saja, karena telah adanya penyebaran manusia purba keberbagai

pelosok bumi,yang mana disetiap sisinya memiliki alam yang berbeda yang menimbulkan

tradisi yang berbeda pula..

Kesimpulan

Zaman Paleolitikum dibagi menjadi tiga, yaitu zaman

Paleolitikum Tua, zaman Paleolitikum Madya, dan

zaman Paleolitikum Muda. Kebudayaan simbolis mulai

ditemukan bersamaan denagan peralatan –peralatan

tradisi Acheulean, di zaman Paleolitikum Tua. Zaman

Paleolitikum Madya telah ada pemujaan kepada beruang

gua. Pada zaman Paleolitikum Muda telah adanya

kebudayaan seni gambar. Manusia dimasa Paleolitikum

masih merupakan pemburu binatang. Masa

Mesolittikum adalah masa manusiapurba mulai

mengenal pertanian, ketika orang belajar bagaimana

untuk menghasilkan daripada memperoleh makanan mereka, secara luas dianggap sebagai

salah satu perubahan terbesar dalam sejarah manusia, Perubahan dari pemburu-pengumpul

dengan cara pertanian hidup adalah apa yang mendefinisikan awal Neolitik atau Zaman Batu

Baru. Munculnya peradapan juga karena adanya sebuah organisasi sosial yang

mengakibatkan terbentuknya kota-kota atau desa-desa dan sistem pemerintahan serta

stratifikasi social. Pemukiman yang menetap dan permanent serta sudah mengenal pakain

yang lebih modern.

Sumber : http://sejahar.wordpress.com/2011/03/03/zaman-paleolitikum/

Page 4: Zaman Paleo Megalitikum

Mesolithikum (Zaman Batu Tengah)October 1st, 2012 in Sejarah Seni Rupa dan Desain

Setelah pleistosen berganti dengan holosen, kebudayaan paleolithikum tidak begitu

saja lenyap melainkan mengalami perkembangan selanjutnya. Di Indonesia, kebudayaan

paleolithikum itu mendapat pengaruh baru dengan mengalirnya arus kebudayaan baru dari

daratan Asia ygna membawa coraknya sendiri. Kebudayaan baru yang timbul itu dinamakan

Mesolithikum. Dari peninggalan-peninggalan tersebut dapat diketahui bahwa jaman itu

manusia masih hidup dari berburu dan menangkap ikan (Food-Gathering). Akan tetapi

sebagian sudah mempunyai tempat tinggal tetap, sehingga bisa dimungkinkan sudah

bercocok tanam walau masih sangat sederhana dan secara kecil-kecilan. Bekas-bekas tempat

tinggal mereka ditemukan di pinggir pantai (Kjokkenmoddinger) dan di dalam gua-gua

(Abris Sous Roche). Disitulah pula banyak didapatkan bekas-bekas kebudayaannya.

Penelitian di bukit kerang menghasilkan banyak penemuan kapak genggam yang

ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Paleolithikum). Kapak genggam yang

ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan pebble / kapak Sumatra. Bentuk pebble

dapat dikatakan sudah cukup sempurna dan buatannya agak halus. Hal ini membuktikan

bahwa alat-alat pada zaman mesolithikum merupakan pengembangan dari alat-alat zaman

paleolithikum, dimana cara pembuatannya lebih baik dan lebih halus dari zaman

paleolithikum.

A. HASIL KEBUDAYAAN MESOLITHIKUM

1. Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)

a. Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)

Kjokkenmoddinger adalah istilah yang

berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken

artinya dapur dan modding artinya sampah

jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya

adalah sampah dapur. Dalam kenyataan

Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau

tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah

membatu atau menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur

Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Van Stein Callenfels melakukan penelitian

Page 5: Zaman Paleo Megalitikum

di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang

ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).

 

b. Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)

Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels

melakukan penelitian di bukit kerang

tersebut dan hasilnya menemukan kapak

genggam. Kapak genggam yang ditemukan

di dalam bukit kerang tersebut dinamakan

dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi

penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut

berasal batu kali yang dipecah-pecah.

c. Hachecourt (kapak pendek)

Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak

tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak

pendek.

d. Pipisan

Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam

bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-

batu penggiling beserta landasannya). Batu

pipisan selain dipergunakan untuk

menggiling makanan juga dipergunakan

untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat

merah berasal dari tanah merah. Cat merah

diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.

 

2. Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)

Berdasarkan alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di

Sampung (daerah Ponorogo – Madiun Jawa Timur) tahun 1928 –

1931, ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung panah dan flakes,

kapak yang sudah diasah, alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga alat-

alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari

alat-alat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai

Sampung Bone Culture.

Page 6: Zaman Paleo Megalitikum

3. Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)

Abris Sous Roche (Gua tempat tinggal)

Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba

pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai

tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas.

Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara

lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes,

batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal

dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.Di antara alat-

alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang

sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture / kebudayaan

tulang dari Sampung.

 

Sumber : http://purnamaaputri.blog.stisitelkom.ac.id/2012/10/01/mesolithikum-zaman-batu-tengah/

Page 7: Zaman Paleo Megalitikum

Kebudayaan Neolithikum Sumber: e-dukasi.net

Hasil kebudayaan yang terkenal pada zaman Neolithikum ini adalah jenis kapak

persegi dan kapak lonjong. Untuk meningkatkan pemahaman Anda tentang perkembangan

kapak tersebut, maka amatilah gambar 1.7 di bawah ini.

gambar 1.7

Masih ingatkah Anda nama kapak pada gambar 1.77 Kalau Anda ingat nama kapak

tersebut berarti Anda masih ingat asal-usul penyebaran kapak tersebut melalui suatu migrasi

bangsa Asia ke Indonesia.

Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang

lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium.

Penampang kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil.

Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul/ pacul.

Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat

pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat.

Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu

api/chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan

sebagai alat upacara keagamaan, azimat atau tAnda kebesaran. Untuk lebih jelasnya bentuk

kapak persegi dari chalcedon, maka amatilah gambar 1.8 berikut ini.

Gambar 1.8. Kapak Chalcedon

Page 8: Zaman Paleo Megalitikum

Daerah asal kapak persegi adalah daratan Asia masuk ke Indonesia melalui jalur barat

dan daerah penyebarannya di Indonesia adalah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara,

Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Walaupun kapak persegi berasal dari daratan Asia, tetapi di Indonesia banyak

ditemukan pabrik/tempat pembuatan kapak tersebut yaitu di Lahat (Sumatera Selatan),

Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan serta lereng selatan gunung Ijen (Jawa

Timur).

Pada waktu yang hampir bersamaan dengan penyebaran kapak persegi, di Indonesia Timur

juga tersebar sejenis kapak yang penampang melintangnya berbentuk lonjong sehingga

disebut kapak lonjong.

Untuk mengetahui bentuk kapak lonjong, silahkan Anda amati gambar 1.9 berikut ini.

Gambar 1.9. Kapak Lonjong

Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman.

Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip

menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk

keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.

Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang

kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi.

Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan

Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga

para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum

Papua.

Sumber :http://server.smansarbg.com/libsmansa/onnet1/content/sejarah3.htm

Page 9: Zaman Paleo Megalitikum

KEBUDAYAAN MEGALITIKUM

Kebudayaan Megalitikum bukanlah suatu zaman yang berkembang tersendiri,

melainkan suatu hasil budaya yang timbul pada zaman Neolitikum dan berkembang pesat

pada zaman logam. Setiap bangunan yang diciptakan oleh masyarakat tentu memiliki fungsi.

Stonehenge merupakan sebuah monumen batu peninggalan manusia purba pada zaman

Megalitikum yang terletak di Salisbury Plain, Propinsi Wilshire, Inggris. Stonehenge sendiri

terdiri dari tiga puluh batu tegak (sarsens) dengan ukuran yang sangat besar (masing-masing

batu pada mulanya seragam tingginya,yaitu 10 meter dengan masing-masing batu

mempunyai berat 26 ton),semua batu tegak tsb disusun dengan bentuk tegak melingkar.

Patung megalitik di Pematang Panggang, Ogan

Komering Ilir (foto diambil di masa Hindia Belanda)

     Didalam 30 lingkaran batu besar tadi, juga masih

terdapat sekitar 30 batu dengan ukuran yang lebih kecil

yang dinamakan Lintels, yang disusun dengan bentuk

melingkar juga.Tapi sayang, pada saat ini kebanyakan

batu-batu tegak tadi telah terkikis dan jatuh.

1.      Contoh hasil kebudayaan zaman megalitikum

a.      Menhir

Menhir adalah batu tunggal (monolith) yang berasal dari

periode Neolitikum (6000/4000 SM-2000 SM) yang

berdiri tegak di atas tanah. Istilah menhir diambil dari

bahasa Keltik dari kata men (batu) dan hir (panjang).

Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau

berkelompok sejajar di atas tanah.

                 

                       

      

b.      Dolmen

Page 10: Zaman Paleo Megalitikum

Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan

sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek

moyang. Di bawah dolmen biasanya sering

ditemukan kubur batu. Dolmen yang merupakan

tempat pemujaan misalnya ditemukan di

Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat.

Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar

145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian

tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan di antaranya

adalah manik-manik dan gerabah.

c.       Sarkofagus

Sarkofagus atau keranda yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh

yang diberi tutup

Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali.

Menurut masyarakat Bali Sarkofagus memiliki

kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli

bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak

zaman logam.

Fungsinya sebagai tempat menyimpan mayat yang

disertai bekal kuburnya.

d.      Kubur Batu

Kubur Batu/Peti Mati yang terbuat dari batu besar

yang masing-masing papan batunya lepas satu sama

lain.

fungsi dari kubr batu adalah sebagai tempat

menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya.

e.       Punden Berundak

Page 11: Zaman Paleo Megalitikum

Punden berundak merupakan contoh

struktur tertua buatan manusia yang

tersisa di Indonesia, beberapa dari

struktur tersebut beranggal lebih dari

2000 tahun yang lalu. Punden berundak

bukan merupakan “bangunan” tetapi

merupakan pengubahan bentang-lahan

atau undak-undakan yang memotong lereng bukit, seperti tangga raksasa. Bahan utamanya

tanah, bahan pembantunya batu;menghadap ke anak tangga tegak, lorong melapisi jalan

setapak, tangga, dan monolit tegak.

fungsi dari punden berundak itu sendiri adalah sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek

moyang yang telah meninggal.

f.        Arca Batu

Arca/patung-patung dari batu yang berbentuk

binatang atau manusia. Bentuk binatang yang

digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau dan

moyet. Sedangkan bentuk arca manusia yang

ditemukan bersifat dinamis. Maksudnya,

wujudnya manusia dengan penampilan yang

dinamis seperti arca batu gajah. Arca batu gajah

adalah patung besar dengan gambaran seseorang

yang sedang menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah Pasemah

(Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca batu antara lain

Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

g.      Waruga

Waruga adalah kubur atau makam leluhur

orang Minahasa yang terbuat dari batu dan

terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk

segitiga seperti bubungan rumah dan bagian

bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya

ada ruang.

2.      Budaya Megalitik di Indonesia

Page 12: Zaman Paleo Megalitikum

Di Indonesia, beberapa etnik masih memiliki unsur-unsur megalitik yang dipertahankan

hingga sekarang

Pasemah

Pasemah merupakan wilayah dari Propinsi Sumatera Selatan, berada di kaki Gunung Dempo.

Tinggalan-tinggalan megalitik di wilayah ini tersebar sebanyak 19 situs, berdasarkan

penelitian yang di lakukan oleh Budi Wiyana (1996), dari Balai Arkeologi Palembang.

Tinggalan megalitik Pasemah muncul dalam bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat

dengan begitu dinamis dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang seniman dalam

memahat sehingga tinggalan [megalitik pasemah], disebut oleh ahli arkeologi sebagai Budaya

Megalitik Pasemah

.Nias

Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen) untuk memperingati kematian seorang

penting di Nias (awal abad ke-20). Foto koleksi Tropenmuseum, Amsterdam.

Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen

megalitik dalam kehidupannya. Lompat batu dan

kubur batu masih memperlihatkan elemen-

elemen megalitik. Demikian pula ditemukan batu

besar sebagai tempat untuk memecahkan

perselisihan.

Sumba

Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur juga masih kental menerapkan beberapa elemen

megalitik dalam kegiatan sehari-hari. Kubur batu masih ditemukan di sejumlah

perkampungan. Meja batu juga dipakai sebagai tempat pertemuan adat.

Sumber : http://dhoni-ds.blogspot.com/2011/12/hasil-kebudayaan-megalitikum-dan-

budaya.html