wps edisi 1 - floweraceh.or.idfloweraceh.or.id/download/tabloid/wps edisi 1.pdf · komponen...

8
Ureung Inong HABA HABA HABA

Upload: others

Post on 06-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: WPS Edisi 1 - floweraceh.or.idfloweraceh.or.id/download/tabloid/WPS Edisi 1.pdf · komponen perempuan di Aceh. Mulai dari DPIA I pada 2000, DPIA II pada 2005 hingga DPIA III pada

Ureung InongHABAHABAHABA

Page 2: WPS Edisi 1 - floweraceh.or.idfloweraceh.or.id/download/tabloid/WPS Edisi 1.pdf · komponen perempuan di Aceh. Mulai dari DPIA I pada 2000, DPIA II pada 2005 hingga DPIA III pada

HABA Ureung Inong

2

02 Sekapur Sirih03 POSISI GERAKAN PEREMPUAN

ACEH05 Penguatan Kelembagaan RPPA 06 Penelitian Tentang Peran Perempuan

Dalam Perdamaian07 Kampanye Gerakan Perempuan

Aceh dan Best Practise WPS08 Penyusunan Konsep Peningkatan

Kapasitas

Daftar Isi

REDAKSI

PENERBITFlower Aceh

PENANGGUNG JAWABDesy SetiawatyTIM REDAKSI

Elvida, Nisa, Evi WahyuniLayout & Cover

Hendra LesmanaALAMAT REDAKSI

Jalan Residen danubroto no.7Geuceu Kayee Jato, Banda Raya

Banda AcehTelp. 0651 - 28462

[email protected]

Websitewww.gerakanperempuanaceh.org

Assalamualaikum

Dalam edisi pertama ini Haba Ureung Inong mencoba menuangkan kegiatan bulanan serta memberi sedikit informasi mengenai posisi gerakan perempuan Aceh, kami juga memasukkan info penguatan kelembagaan RPPA, Penelitian tentang peran perempuan dalam perdamaian, penyusunan konsep peningkatan kapasitas dan kampanye gerakan perempuan best practice WPS.semoga bermanfaat

Salam redaksi

Sekapur sirih

Ureung InongHABAHABAHABA

Page 3: WPS Edisi 1 - floweraceh.or.idfloweraceh.or.id/download/tabloid/WPS Edisi 1.pdf · komponen perempuan di Aceh. Mulai dari DPIA I pada 2000, DPIA II pada 2005 hingga DPIA III pada

3

HABA Ureung Inong

esadaran perempuan Aceh Kterhadap isu-isu sentral di Aceh seperti penegakan

syariat Islam, kekerasan atas nama agama dan konflik sumber daya alam menuntut perempuan Aceh untuk mempersiapkan model strategi, kekuatan serta sinergi yang lebih luas dan matang.

Perkembangan menarik terkait DPIA adalah terjadinya transformasi sosial yang melibatkan hampir seluruh komponen perempuan di Aceh. Mulai dari DPIA I pada 2000, DPIA II pada 2005 hingga DPIA III pada 2011. Gerakan perempuan Aceh yang semula hanya terdiri dari organisasi perempuan, organisasi masyarakat, komunitas akar rumput, organisasi agama, pemerintah, meluas dan merangkul hampir seluruh elemen masyarakat perempuan Aceh bahkan ke level individu.

Jalan di tempat

Pascarehab-rekon, terjadi penurunan aktifitas program berbagai organisasi nonpemerintah (LSM) perempuan sebagai akibat langsung dari menurunnya konsentrasi dukungan finansial dari para donor, yang sedikit banyak berpengaruh terhadap kerja-kerja pengembangan kemasyarakatan

dan advokasi terhadap persoalan perempuan. Di samping juga dukungan pemerintah, terkait pemenuhan hak-hak perempuan sampai saat ini juga masih jalan di tempat.

Namun komunitas akar rumput yang berada di gampong-gampong justru menjadi pilar yang menyokong gerakan perempuan Aceh dan tetap terus bergerak mendorong partisipasi perempuan dalam mempengaruhi penetapan kebijakan maupun dalam kegiatan-kegiatan strategis demi memastikan keterwakilan perempuan dan pemenuhan hak-haknya.

Meluasnya kesadaran partisipasi perempuan di ranah publik ini memunculkan sekian banyak tantangan yang bermuara pada dua isu penting, yaitu syariat Islam dan politik. Dari sisi hambatan finansial dan regulasi, perempuan nyaris tidak menemui kendala dalam mengaktualisasikan diri, tetapi tidak dengan hambatan kultural. Perempuan-perempuan yang memiliki potensi memimpin dan pengambil kebijakan, lagi-lagi masih 'dicekal' dengan stigma bahwa perempuan belum boleh memimpin.

Demikian juga halnya dengan

stigma bagi beban dan peran di wilayah domestik. Terkait bagi beban antara laki-laki dengan perempuan, di beberapa kabupaten di Aceh perempuan selain bekerja di sawah mereka juga harus mengerjakan pekerjaan rumah, dan ini termasuk persoalan perempuan yang paling klasik secara budaya.

Bagi peran di wilayah domestik belum merupakan hasil perundingan, tetapi masih konstruksi budaya turun temurun. Sehingga kritik atas budaya ini masih perlu didiskusikan untuk melihat apakah tradisi ini dipaksakan kepada perempuan atau sudah merupakan kesepakatan berbagi peran antara laki-laki dengan perempuan.

Gerakan perempuan Aceh tidak boleh terjebak untuk mengukur keberhasilan gerakannya dengan banyaknya perempuan yang pergi ke wilayah publik. Karena tidak mungkin menafikan bahwa peran-peran domestik perempuan signifikan, sehingga keberhasilan para ibu yang mendidik anak-anak dan mengayomi keluarga di rumah sebagai bagian terpenting pembangunan peradaban suatu bangsa. Dan ini harus mendapat nilai yang sepadan jika

POSISI GERAKAN PEREMPUAN ACEHHABA Ureung Inong

Sejak Duek Pakat Inong Aceh (DPIA) I pada 2000, gerakan perempuan Aceh telah memulai tonggak sejarah baru dalam memperjuangkan hak-haknya. Perempuan Aceh telah menjadi inspirasi atas disahkannya kuota 30% kursi perempuan dalam parlemen secara nasional dan penyelesaian konflik Aceh secara damai di meja perundingan. Kedua capaian ini menjadi catatan penting untuk melihat bagaimana perjalanan gerakan perempuan Aceh selama lebih dari satu dekade itu.

DPIA memandatkan kepada gerakan perempuan Aceh memberi perhatian pada tiga isu utama, yaitu syariat Islam, pemenuhan hak korban, dan keterlibatan perempuan dalam politik. Tulisan ini mencoba menganalisa bagaimana posisi perakan perempuan Aceh di tengah sekian banyak persoalan yang masih menyudutkan posisi perempuan.**

Page 4: WPS Edisi 1 - floweraceh.or.idfloweraceh.or.id/download/tabloid/WPS Edisi 1.pdf · komponen perempuan di Aceh. Mulai dari DPIA I pada 2000, DPIA II pada 2005 hingga DPIA III pada

4

HABA Ureung Inongibandingkan dengan

dkeberhasilan gerakan

perempuan Aceh dari sisi

banyaknya jumlah perempuan

yang menjadi tuha peut, camat,

anggota legislatif atau wali kota.

Refleksi kesadaran

Ketika perempuan Aceh

melakukan gerakan, sangat

kuat refleksi kesadaran bahwa

ini adalah gerakan politik yang

membawa seluruh aspirasi

masyarakat perempuan Aceh

dan diperjuangkan oleh seluruh

komponen perempuan Aceh.

Tidak hanya organisasi baik LSM

perempuan atau organisasi

perempuan lainnya, tapi juga

secara individu. Sehingga

refleksi yang dilakukan menjadi

refleksi yang mampu

mentransformasi setiap

perubahan yang telah dilakukan

selama ini.

Salah satu yang sangat

terlihat adalah bagaimana

keterlibatan penuh gerakan

perempuan Aceh dalam

Jaringan Masyarakat Sipil Peduli

Syariat (JMSPS) memperbaiki

konsep syariat Islam di Aceh.

Mereka bukan lagi berada pada

posisi sekadar anti dan tolak

syariat Islam, namun sudah

sampai kepada tahapan

bagaimana merumuskan konsep

syariat Islam dengan alat ukur

Islam humanis untuk menilai

praktek pemerintahan yang

Islami dan penerapan Islam

yang humanis di Aceh yang

tidak melulu mengatur urusan

perempuan. Hal ini merupakan

perubahan yang sangat

fundamental bagi perakan

perempuan Aceh.

Refleksi-refleksi ini didorong

oleh kesadaran yang kuat

bahwa Aceh memiliki karakter

kebudayaannya sendiri. Sejalan

dengan itu paradigmatis

gerakan perempuan Aceh

sejatinya memiliki karakter yang

identik dan membumi dengan

konteks Aceh, sehingga gerakan

perempuan Aceh tidak bisa

menghindar dari mendiskusikan

konsep syariat Islam yang

mengejawantah dalam adat di

Aceh dan hal-hal lain yang

berkaitan dengannya.

Gerakan Perempuan Aceh

harus menyikapi secara serius

skema perubahan terkait

dukungan dunia luar terhadap

persoalan Aceh baik secara

ekonomi maupun politik.

Gerakan Perempuan Aceh tidak

boleh tidak harus membangun

kekuatan dari dalam baik dari

sisi mendorong memperkuat

masing-masing organisasi

perempuan maupun komunitas

akar rumput dengan semangat

swadaya maupun

menumbuhkan kekuatan

fundrising yang akan

membangun kemandirian dari

sekian banyak organisasi

perempuan yang memiliki

kelompok-kelompok dampingan

di berbagai daerah di Aceh.

Selain juga membangun model

kaderisasi yang terstruktur.

Dalam menyikapi isu

partisipasi perempuan dalam

politik, penting untuk

digarisbawahi bahwa gerakan

perempuan Aceh harus memiliki

peta yang akurat, terkait siapa

saja yang akan mempersiapkan

diri menjadi calon legislatif.

Perempuan Aceh harus kembali

menduduki posisi pengambil

keputusan dan tidak boleh

berpuas diri dengan

meningkatnya jumlah

perempuan di kursi legislatif

yang memperjuangkan

kepentingan partainya.

Strategi massif

Gerakan perempuan Aceh

harus membangun strategi

massif, koordinasi dan

mempersiapkan kader yang

dipastikan akan

memperjuangkan kepentingan

perempuan dan rekomendasi

DPIA, serta isu strategis lainnya

dalam setiap pengambilan

keputusan strategis di level

legislatif maupun partai.

Demikian pula dalam

merumuskan indikator

keberhasilan, hendaknya

gerakan perempuan Aceh

menjadikan kekhasan Aceh

dalam hal adat dan syariat

Islam sebagai satu kesatuan

kultur identitas Aceh.

Terakhir, gerakan

perempuan Aceh harus tetap

pada titahnya yaitu menjadi

energi bagi perubahan Aceh,

menuju terwujudnya Aceh baru

yang berkeadilan, damai,

bermartabat dan sejahtera

dengan kebijakan yang berpihak

pada perempuan melalui proses

partisipasi politik perempuan di

berbagai level dan membangun

konsep pendidikan yang adil

gender.**

Page 5: WPS Edisi 1 - floweraceh.or.idfloweraceh.or.id/download/tabloid/WPS Edisi 1.pdf · komponen perempuan di Aceh. Mulai dari DPIA I pada 2000, DPIA II pada 2005 hingga DPIA III pada

5

HABA Ureung Inong

Audiensi dengan Pengurus Partai Politik

Audiensi dengan Parpol

dilakukan di tingkat Provinsi dan

daerah berdasarkan permintaan

dar i anggota RPPA untuk

menguatkan posisi RPPA di

daerah. Audiensi tingkat provinsi

dilakukan dengan pengurus PKPI

sedang kabupaten audiensi

dilakukan dengan Partai aceh

dan demokrat (kab.Bener

meriah), partai aceh, Gerindra

dan nasdem (kab. Aceh tengah),

partai aceh, golkar dan democrat

( kota langsa)

Secara umum pertemuan

dengan partai politik di provinsi

dan kabupaten/Kota diawali

dengan penyampaian tujuan

audiensi yaitu membuka ruang

komuniksi dan saling berbagi

informasi dengan parpol di

Aceh terutama terkait

kebijakan dan khususnya

u n t u k m e n d u k u n g

p a r t i s i p a s i p o l i t i k

perempuan, memperkuat

komitmen dan ruang kerja

sama/sinergisasi terkait

upaya-upaya peningkatan

p a r t i s i p a s i p o l i t i k

perempuan.

Para pengurus parpol

y a n g d i k u n j u n g i

memberikan respon positif atas

kegiatan ini, dan mendukung

keberadaan BSUIA dan RPPA

sebaga i par tner untuk

bekerjasama memikirkan

upaya-upaya yang dapat

mendukung peningkatan

partisipasi politik perempuan

di Aceh.

Beberapa pembahasan

yang didiskusikan bersama

selama proses audiensi

dengan partai politik adalah :1. Proses Rekruitmen

2. Penentuan Dapil dan Nomor

Urut

3. Kaderisasi Perempuan

Dalam Partai Politik dan

Peningkatan Kapasitas

4. Strategi Parpol untuk

Memenangkan Ca l eg

Perempuan Pada Pemilu

2014

5. Sinergisasi Pelatihan untuk

Saksi Parpol

6. Pengawalan Suara Caleg

Perempuan

Beberapa strategi yang berhasil

dirumuskan dari hasil audiensi

dengan Pengurus Parpol yang

dikunjungi diantaranya adalah:

1) Mempersiapkan diri dan

mental untuk siap menang

dan kalah.

2) Melakukan pertemun door to

door dan inisiasi pertemuan

d e n g a n k e l o m p o k

p e r e m p u a n , p e m u d a ,

p e m a n g k u a d a t , d a n

k e l o m p o k l a i n n y a d i

masyarakat.

3) Membuat kontrak politik

yang berisi janji politik caleg

yang mengikat dengan

konstituen.

4) Me lakukan pendekatan

pendidikan politik kepada

masyarakat (menolak golput,

politik hitam, politik uang

dan kekerasan).

5) Menganalisis kinerja legislatif

incumbent, sebagai strategi

untuk bersaing.

6) Memastikan saksi yang loyal

dan jujur.

7) Kerjasama dengan caleg

yang berbeda level (DPR-

RI/DPRA/DPRK).

8) Fokus pada beberapa

desa/kecamatan yang

sangat potensial sebagai

lumbung suara.

9) M e n g g u n a k a n

p e n d e k a t a n k e

masyarakat dengan cara

yang humanis, t idak

b e r j a r a k d a n n o n -

kekerasan.**

Penguatan Kelembagaan RPPA

Page 6: WPS Edisi 1 - floweraceh.or.idfloweraceh.or.id/download/tabloid/WPS Edisi 1.pdf · komponen perempuan di Aceh. Mulai dari DPIA I pada 2000, DPIA II pada 2005 hingga DPIA III pada

6

HABA Ureung Inong

A. Training FPARPelatihan ini difasilitasi oleh dua

orang fasilitator yaitu Analiansyah

dan T. Lembong Misbah, serta

d i pe r kua t o l eh dua o rang

narasumber yaitu Eka Sri Mulyani,

MA, Ph.D dan Rasyidah, M. Ag.

Narasumber mempresentasikan

dua tema utama, yaitu paradigma

penelitian FPAR dan aplikasi FPAR.

Selanjutnya, fasilitator berperan

memperdalam masing-masing

tema. Karena kegiatan ini sifatnya

adalah pelatihan, maka fasilitator

akan lebih banyak memperdalam

aspek aplikasi FPAR.

Peserta yang dilibatkan dalam

pelatihan ini adalah mayoritas

aktivis perempuan. Pelatihan bagi

aktivis ini memiliki makna yang

sangat penting, yaitu selama ini

aktivis perempuan ini aktif dalam

m e n j a l a n k a n p r o g r a m

pendampingan masyarakat .

P r o g r a m F PA R s e j a u h i n i

d i l a k s a n a k a n u n t u k

pendamp ingan masyaraka t

kelompok perempuan untuk

m e m b e r d a y a k a n d a n

mengembangkan pengetahuan

yang mereka mi l i k i secara

terorganisir.

Tujuan yang ingin diperoleh dari

pelatihan ini adalah dipahaminya

konsep penelitian FPAR dan

perbedaannya dengan keilmuan

sosial positivistik danPeserta dapat

menerapkan metode ini dalam

penelitian dan pendampingan

masyarakat, khususnya untuk

kelompok perempuan. Kegiatan

ini dilaksanakan di Ruang Sidang

Rektor 3 lantai 3, Biro Rektor UIN

Ar-Raniry Banda Aceh, pada

tanggal 21 s.d 23 Januari 2014

dengan dihadiri oleh 30 orang

peserta yang terdiri dari aktivis

perempuan sejumlah 22 orang dan

peserta dari lingkungan UIN Ar-

Raniry sejumlah 8 (delapan)

orang.

B. Pengumpulan Data Sumber data penelitian “Peran

Perempuan dalam Mewujudkan

dan Memelihara Perdamaian di

Aceh” yang sedang dikerjakan oleh

PSW (Pusat Studi Wanita) UIN Ar-

Raniry adalah sumber primer yang

diperoleh melalui wawancara

mendalam. Pengumpulan data

tersebut telah dilakukan pada

akhir Januari s.d awal Februari

2014 yang lalu. Pengumpulan data

dilakukan oleh tim peneliti yang

dibagi kepada empat kelompok.

Pembagian kelompok tersebut

didasarkan pada empat wilayah

penelitian, yaitu Aceh Selatan,

Aceh Besar, Aceh Utara, dan Bener

Meriah.

Tim peneliti membagi kelompok

berdasarkan wilayah kerjanya dan

b e r t a n g g u n g j a w a b u n t u k

mengumulkan data dengan

melakukan wawancara terhadap

narasumber yang kriterianya telah

ditetapkan dalam workshop desain

penelitian. Penentuan narasumber

di bantu oleh asisten peneliti yang

merupakan orang d i lokas i

penelitian, sehingga diharapkan

responden yang dipilih benar-

b e n a r d a p a t m e m b e r i k a n

informasi yang dibutuhkan. Para

asisten peneliti tersebut adalah

Sarinah untuk wilayah Aceh

Selatan, Nurliani untuk Aceh

Utara, Rahmi Mironi untuk wilayah

Aceh Besar dan Rosna untuk

wilayah Bener Meriah.

C. Diskusi Refleksi Proses Penelitian

Tim peneliti, dalam kegiatan

“refleksi penelitian” ini, akan

m e n a m p i l k a n d a t a y a n g

diperolehnya dalam bentuk yang

te lah terk las i f ikas i . Hal in i

diharapkan dapat membantu

peneliti lain dan seluruh peserta

r e f l e k s i membe r i k an da t a

tambahan dan pemaknaan

terhadap data. Selain itu bisa jadi

t e r d a p a t t a w a r a n b e n t u k

klasifikasi data dari peserta

refleksi. Karena pemikiran dan

pengalaman peserta yang berasal

dari latar belakang yang beragam

t e n t u s a j a a k a n b a n y a k

memunculkan atau memperkuat

isu- isu tertentu yang layak

menjadi perhat ian penel i t i .

B e r d a s a r k an g aga s an i n i ,

pemik i ran dan pengalaman

peserta diskusi diharapkan akan

memberi makna yang signifikan

pada pengayaan data dan kualitas

hasil analisa data.

Tujuan kegiatan ini adalah untuk

merefleksi dan penyampaian data

hasil penelitian oleh tim peneliti

dari empat wilayah penelitian

(Aceh Selatan, Aceh Besar, Aceh

Utara, dan Bener Meriah) dengan

maksud untuk mendapatkan

tambahan data dan membuka

wacana dalam analisa data.

Kegiatan ini telah dilakukan

sebanyak dua kali dan masing-

masing berlangsung selama satu

hari pada tanggal 6 Februari 2014

bertemat di Takammul Meeting

Room UNI Ar-Raniry dan diikuti

oleh 25 peserta (19 perempuan

dan 6 laki-laki). Sedangkan

kegiatan yang kedua berlangsung

pada tanggal 21 Maret 2014 yang

juga dihadiri oleh 25 orang peserta

(19 perempuan dan 6 laki-laki).**

Penelitian Tentang Peran Perempuan Dalam Perdamaian

Page 7: WPS Edisi 1 - floweraceh.or.idfloweraceh.or.id/download/tabloid/WPS Edisi 1.pdf · komponen perempuan di Aceh. Mulai dari DPIA I pada 2000, DPIA II pada 2005 hingga DPIA III pada

A. Dokumentasi Best Practice WPS dan Gerakan Perempuan Aceh (Film & Media Cetak)

Dokumentas i pembela jaran

berharga dalam pelaksanaan

program WPS di Aceh akan

d isusun da lam bentuk f i lm

d o k u m e n t e r y a n g a k a n

m e n g g a m b a r k a n p e r a n

perempuan dalam berbagai

t a h a p a n . B e b e r a p a k a l i

pertemuan sudah dilakukan untuk

mendiskusikan penyusunan alur

cerita dan skrip film. Saat ini skrip

sudah dalam bentuk final dengan

alur film sebagai berikut:

1. Tahapan konflik: akan

d i s a m p a i k a n p e r a n

perempuan pada masa

k o n f l i k , d i m a n a

p e r e m p u a n m e n j a d i

tameng per l indungan

ke l ua rga dan tu l ang

p u n g g u n g e k o n o m i .

P e r e m p u a n j u g a

menjalankan peran-peran

k e m a n u s i a n u n t u k

menolong korban konflik.

2. T a h a p a n i n i s i a s i

perdamaian: perempuan

dalam berbagai posisinya

selalu berupaya untuk

mewujudkan perdamaian.

BSU IA l ah i r s ebaga i

organisas i yang akan

mengawal rekomendasi

perdamaian yang digagas

dalam Duek Pakat Inong

Aceh yang pe r t ama .

Pelibatan beberapa orang

perempuan dalam meja

p e r u n d i n g a n a k a n

didokumentasikan sebagai

sebuah catatan sejarah

3. T a h a p a n

P e n a n d a t a n g a n a n

perjanjian damai: pada

t a h a p a n i n i a k a n

digambarkan bagaimana

peran perempuan menjadi

terlemahkan karena situasi

yang mula i kondus i f.

Banyak agenda reintegrasi

y a n g m e n g a b a i k a n

p e r e m p u a n , d a n

domestikasi perempuan

mulai terjadi.

4. T a h a p a n M e n g i s i

Perdamaian: ada banyak

upaya yang telah dilakukan

oleh perempuan dalam

mengisi perdamaian, baik

m e l a l u i a d v o k a s i

kebijakan, pendampingan

l a n g s u n g k e p a d a

masyarakat dan kampanye

media.

Keseluruhan proses pembuatan

film ini akan didasarkan pada hasil

penelitian yang dilakukan oleh

PSW UIN Arraniry. Film ini akan

menggunakan bahasa yang positif

dan tidak mengedepankan unsur

kekerasan dan kesedihan. Yang

akan di munculkan dalam film ini

adalah semangat perempuan

untuk melakukan sesuatu dalam

situasi apapun.

B. Media Outbont (Kalender)Dalam periode pelaporan ini b e r h a s i l d i c e t a k d a n didistribusikan Kalender 2014. Kalender ini dicetak dalam bentuk kalender meja, yang didalamnya terdapat banyak informasi terkait dengan perdamaian dan upaya-upaya yang di lakukan oleh perempuan. Untuk menarik minat bagi penerima kalender membaca berbagai informasi yang terdapat pada kalender, maka disediakan kuis dengan hadiah yang menarik.

Kalender yang dicetak berjumlah

1250 eks dan didistribusikan

k e p a d a b e r b a g a i e l e m e n

masyarakat melalui BSUIA dan

simpulnya di kabupaten/kota serta

melalui mitra WPS Aceh kepada

seluruh kelompok dampingannya

di kabupaten/kota khususnya yang

menjadi wilayah program WPS

Aceh.

C. Kampanye Media (follow up penggunaan media sebagai alat kampanye dan penguatan website)

Kegiatan kampanye media dirancang untuk memastikan isu-isu yang terkait dengan perempuan dan perdamaian yang dijalankan oleh mitra WPS Aceh dapat tersosialisasi dengan baik dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Flower Aceh selaku mitra yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan media sudah menyediakan staf khusus untuk merancang dan memperkuat website yang diberi nama

www.gerakanperempuanaceh.org.

Kampanye Gerakan Perempuan Aceh dan Best Practise WPS

7

HABA Ureung Inong

Page 8: WPS Edisi 1 - floweraceh.or.idfloweraceh.or.id/download/tabloid/WPS Edisi 1.pdf · komponen perempuan di Aceh. Mulai dari DPIA I pada 2000, DPIA II pada 2005 hingga DPIA III pada

A . P e n y u s u n a n K o n s e p

Peningkatan Kapasitas (Pulih

Aceh)

K e g i a t a n p e n g e m b a n g a n

k a p a s i t a s s t a f k e m u d i a n

d i l an j u t kan da l am sebuah

k e g i a t a n P e l a t i h a n d a n

P e n g e m b a n g a n K o n s e p

Penguatan Psikososial Berbasis

Komunitas untuk Penanganan

Korban Kekerasan. Kegiatan ini

berlangsung selama 5 (lima) hari,

dilaksanakan di Banda Aceh dan

diikuti oleh 10 (sepuluh) orang

peserta yaitu 3(tiga) orang laki-laki

dan 7(tujuh) orang perempuan

terdiri dari Staf Pulih Aceh dan Staf

P2TP2A Aceh Selatan. Kegiatan

pelatihan dan pengembangan

konsep Penguatan psikososial

be rbas i s komun i t a s un tuk

penanganan korban kekerasan

bertujuan untuk:

1. Mengembangkan konsep

penguatan psikososial

berbasis komunitas untuk

p e n a n g a n a n k o r b a n

kekerasan berupa modul

untuk memastikan proses

peningkatan kapasitas

tersebut ber langsung

d e n g a n b a i k d a n

sistematis. Pengembangan

konsep atau penyusunan

modul juga dimaksudkan

untuk menjadikan proses

belajar bisa terus berlanjut

d a n d i k e m b a n g k a n

menjadi lebih baik.

2. Memberikan pemahaman

bagi peserta mengenai

pendekatan psikososial

dan penguatan psikososial

berbasis komunitas untuk

penanganan perempuan

korban kekerasan.

3. Memberikan pemahaman

kepada peserta mengenai

i s u d a n k e b u t u h a n

psikososial perempuan

korban kekerasan.

4. Memberikan pemahaman

diri untuk pengembangan

diri sebagai pendamping

komunitas.

5. Memberikan keterampilan

k o n s e l i n g d a n

ps i koedukas i kepada

peserta dalam melakukan

kegiatan pendampingan

p e r e m p u a n k o r b a n

kekerasan dan keluarga

korban.

6. Memberikan pemahaman

bagi peserta mengenai

k e t r a m p i l a n d a l a m

p e n a n g a n a n k a s u s

kekerasan

7. Memberikan pemahaman

kepada peserta tentang

sistem rujukan

8. Memberikan pemahaman

kepada peserta mengenai

Mekanisme aman berbasis

komunitas.

Hasil yang dicapai dari kegiatan Pelatihan dan Pengembangan Konsep Penguatan Psikososial Berbasis Komunitas untuk Penanganan Korban Kekerasan adalah adanya konsep penguatan psikososial berbasis komunitas untuk penanganan korban kekerasan.

B. Penyusunan Konsep Peningkatan Kapasitas (LBH APIK Aceh)

LBH APIK Aceh memil ih

m e l a k u k a n k e g i a t a n

m e m b a n g u n d u k u n g a n

melalui workshop terlebih

dahulu di 2 kabupaten (Aceh

Utara dan Bener Meriah)

dengan pertimbangan proses

FGD yang dilakukan di tiap

kecamatan dapat melibatkan

pemerintah daerah, tokoh kunci

d an kon t a k p e r s on d i t i a p

kecamatan untuk membantu

mempermudah proses identifikasi

tokoh adat perempuan yang akan

dilibatkan dalam pelatihan nanti.

Proses ini membantu untuk

mendapatkan masukan sejauh

mana keterlibatan perempuan dan

dukungan yang diberikan oleh

pemerintah daerah dan otoritas

gampog/desa terhadap tokoh

perempuan untuk menjadi bagian

da lam proses penyelesa ian

s e n g k e t a / m a s a l a h d i

gampog/desa.

Dari pertemuan ini berhasi l

dipetakan sejauh mana dukungan

pemerintah daerah di tingkat

kecamatan, MAA, MAG dan

otor i tas gampog/desa atas

keterlibatan perempuan dalam

p r o s e s p e n y e l e s a i a n

sengketa/kasus di gampog/desa

dan apa yang menjadi harapan

para pihak tersebut terhadap

perempuan-perempuan tokoh

adat yang akan mendapatkan

peningkatan kapasitas dalam

p r o s e s p e n y e l e s a i a n

sengketa/kasus melalui program

ini . Workshop ini sekal igus

menitipkan harapan agar para

pihak ini akan terlibat dalam

kegiatan workshop membangun

dan menyusun konsep untuk

peningkatan kapasitas tokoh adat

perempuan.

8

HABA Ureung Inong

Penyusunan Konsep Peningkatan Kapasitas