wiwik sulistyaningsih: samadhi sebagai wahana untuk...

27
Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

Upload: vanthien

Post on 16-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

Page 2: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

Daftar Isi

Halaman

A. Pengantar ............................................................................................................... 1

B. 1. Metode Penelitian ........................................... ................................ ................. 3

2. Subjek ............................................................................................................... 6

C. Hasil Penelitian ..................................................................................................... 7

1. Hasil Observasi ................................................................................................. 7

2. Hasil Wawancara .............................................................................................. 9

D. Pembahasan .......................................................................................................... 17

E. Kesimpulan ........................................................................................................... 22

Daftar Pustaka ............................................................................. .............................. 23

Page 3: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

SAMADHI SEBAGAI WAHANA UNTUK MENCAPAI

KETENANGAN HIDUP

Oleh :

Wiwik Sulistyaningsih

A. PENGANTAR

Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosial-spiritual. Sebagai makhluk biologis yang

terdiri dari sel-sel yang membentuk organ-organ, ia akan berkembang menjadi makhluk

organismik yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Sedangkan sebagai makhluk spiritual,

manusia tidak hanya berhubungan dengan orang lain dalam sistem masyarakat atau dunia,

namun ia juga berhubungan dengan Sang Pencipta. la mengakui bahwa ada suatu

kekuatan di luar dirinya yang banyak mempengaruhi kehidupannya. Setelah berbagai

usaha ia lakukan dan menemui kegagalan, maka ia akan menyerahkan dirinya pada

kekuatan ini. Selain itu spiritualitas dalam diri manusia diwujudkan dalam bentuk rasa

kasihnya terhadap sesama. Sifatnya yang altruistik yaitu keinginannya untuk memberikan

apa yang dipunyainya untuk orang lain adalah suatu tanda adanya spiritualitas tersebut

(Prawitasari, 1995).

Di dalam hidupnya manusia akan selalu berhadapan dengan perubahan. Baik

perubahan itu yang terjadi di dalam dirinya sendiri maupun perubahan yang terjadi diluar

dirinya. Kesemua perubahan tersebut dapat menimbulkan stress atau tekanan. Bila dinilai

secara positif, stress dapat mendorong timbulnya perilaku

1

Page 4: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

kreatif, inovatif atau kemampuan inisiatif. Namun sebaliknya, apabila dinilai negatif, stress

dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan pada individu.

Ketidakseimbangan yang terjadi akan mendorong individu untuk berusaha menemukan

kembali keseimbangannya. Kesanggupan untuk memelihara keseimbangan psikologik ini

adalah daya utama dalam mempertegar ketahanan mental (mental resilience), apa dan

betapapun stressor yang bermunculan yang melanda manusia (Fuad Hassan, 2000). Berbagai

upaya akan dilakukan manusia untuk memelihara keseimbangan tersebut.

Salah satu upaya untuk mendapatkan keseimbangan di dalam menjalani kehidupan yang

penuh problem dan perubahan adalah dengan cara melakukan meditasi atau samadhi. Tujuan

akhir yang ingin dicapai dengan jalan ini adalah meluasnya kesadaran dan transendensi diri.

Karena pelaku samadhi meyakini bahwa manusia berasal dan akan kembali kepada Sang

Pencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA. Untuk

itulah manusia dipandang perlu secara terus menerus menjalani transendensi dengan Sang

Pencipta. Kesadaran untuk menjalani hidup di alam semesta semestinya dibimbing oleh

kesadaran lain yang lebih tinggi. Ruh atau spiritual manusia yang bersifat luhur diyakini akan

dapat membimbing sehingga manusia dapat menjalani hidup yang selaras, harmonis, atau

menyatu dengan alam semesta.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan kondisi

psikologis yang terjadi pada seseorang. Subjek pada penelitian ini adalah orang yang

mengalami banyak kegagalan dan tekanan, namun akibat yang timbul

2

Page 5: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

bukannya kelemahan, stress, ataupun akibat negatif lainnya. Meskipun beberapa waktu

sebelumnya sempat terjadi kemunduran, namun pada akhirnya subjek justru berkembang

bertambah kuat secara mental dan spiritualnya. Dari kasus ini ingin dibahas apa dan

bagaimana manusia dapat bertahan, bahkan muncul potensi yang melebihi orang pada

umumnya, sehingga seseorang dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Juga ingin

diketahui sejauhmana telah terjadi perubahan-perubahan sikap, mental, dan perilaku

akibat berkembangnya suatu “kesadaran yang lain” pada seseorang.

Tinjauan kasus ini akan dibahas menurut perspektif psikologi transpersonal. Oleh

karenanya metode yang dipergunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif yang

berlandaskan phenomenologi. Data diambil melalui observasi partisipan dan wawancara

kepada subjek serta informan, yang dilaksanakan pada bulan Nopember sampai dengan

Desember 2001 di Surakarta.

B. 1. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif berlandaskan phenomenologi

yang mengakui empat kebenaran empirik, yaitu kebenaran empirik sensual, kebenaran

empirik logik, kebenaran empirik etik, dan kebenaran empirik transendental. Menurut

Muhadjir (2000) kemampuan penghayatan dan pemahaman manusia atas indikasi

empiri ini menjadikan manusia mampu mengenal keempat kebenaran tersebut di atas.

3

Page 6: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

Penelitian kualitatif di sini dapat didefinisikan sebagai penelitian yang memiliki tujuan

dokumentasi, identifikasi, dan interpretasi mendalam terhadap pandangan dunia, nilai,

makna, keyakinan, pikiran, dan karakteristik umum seseorang atau kelompok masyarakat

tentang peristiwa-peristiwa kehidupan, situasi kehidupan, kegiatan-kegiatan ritual, dan

gejala-gejala khusus kemanusiaan yang lain (Wiseman, 1993).

Terdapat beberapa model metodologi dalam penelitian kualitatif yakni antara lain

fenomenologi, etnometodologi, dan interaksionisme simbolik. Pada model fenomenologis,

penelitian ditekankan pada cara manusia sebagai subjek berinteraksi dengan dunia gejala,

baik terhadap objek-objek empirik maupun peristiwa. Ini sesuai dengan pengertian

fenomenologi sebagai disiplin yang mempelajari makna suatu gejala bagi manusia secara

individual. Model etnometodologi menekankan pada cara-cara orang mengkonstruk dunia

budaya mereka. Model ini terutama membahas cara berpikir antar individu berkenaan dengan

aturan-aturan etnik kultural yang melatarbelakangi interaksi sosial kelompok budaya mereka.

Sedangkan interaksionisme simbolik menekankan pada makna yang tercakup dalam

cara-cara manusia menggunakan dan menginterpretasikan pola-poly simbolik dalam

melakukan interaksi sosial (Persell, 1987).

Untuk mencapai tujuan penelitian seperti tersebut di atas, penelitian ini menggunakan

pendekatan naturalistik atau interpretif terhadap topik-topik penelitian yang dikaji.

Naturalistik berarti-peneliti melakukan penelitian

4

Page 7: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

terhadap objek-objek atau subjek-subjek penelitian dalam seting alamiah atau lingkungan

hidup asli mereka. Interpretif berarti bahwa berdasar pada lingkungan hidup asli itu

kemudian peneliti kualitatif mencoba untuk memahami secara mendalam atau membuat

interpretasi mendalam suatu gejala dalam hubungan dengan makna yang dibangun oleh

subjek atau partisipan penelitian.

Untuk mendapatkan pemahaman tentang subjek, maka penelitian dilakukan dalam

tahapan-tahapan sebagai berikut : (1) tahap refleksi yang bertujuan untuk mengidentifikasi

subjek dan permasalahan penelitian, (2) tahap pengumpulan data (observasi dan wawancara

mendalam) dan analisis data, (3) pembahasan, dan (4) kesimpulan (Denzin & Lincoln, 1994).

Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi partisipan.

Wawancara mendalam yang dilakukan terhadap subjek dan sejumlah informan lainnya

dimaksudkan untuk memperoleh data tentang pengalaman spiritual subjek, sehingga ia

berada dalam kondisi mental-spiritual seperti saat ini. la merasa memiliki dan menjalani

hidup yang penuh ketenangan dan keharmonisan. Selain itu juga dilakukan observasi untuk

memperoleh gambaran tentang dinamika psikologis dari kondisi yang dihadapi melalui

interaksi interpersonalnya dengan orang lain, termasuk pula suasana keseharian di rumahnya.

5

Page 8: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

B. 2. SUBJEK

Subjek adalah seorang pria berusia sekitar 44 tahun. la memiliki seorang anak

perempuan. Isterinya termasuk kerabat keraton Kasunanan Solo yakni salah seorang

anak dari Raja Susuhunan Paku Buwono XII. Subjek sendiri dilahirkan oleh ibu yang

bersuku Madura, sedangkan ayahnya berasal dari suku Sindh di daerah Kashmir India.

Kedua orangtuanya saat ini telah meninggal, ayahnya meninggal pada waktu subjek

berusia 10 tahun.

Selepas mengikuti pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Surakarta, ia

sempat kuliah di Institut Teknologi Bandung. Namun tidak sampai tamat, ia terkena

skorsing Drop Out sehingga harus keluar dari ITB. Kemudian ia menempuh pendidikan

hukum di Universitas Dr Sutomo di Surabaya sampai selesai sehingga bergelar sarjana

hukum.

Riwayat pekerjaan pertama yang dijalani adalah di kantor pengacara sebuah

badan hukum di Surabaya. Pekerjaan ini ditekuninya sambil kuliah sampai lulus

sarjana. Setelah itu ia pindah ke Jakarta bekerja sebagai ahli spiritual yang ditempatkan

di kantor sekretariat negara dan juga di perusahaan PT Citra milik Tutut, putri mantan

presiden Suharto. Kemudian pada Februari 1998, subjek memutuskan kembali tinggal

di Surakarta sampai saat ini. Bersama isterinya sekarang ini ia berwiraswasta berdagang

batik yang dilakukannya di sela-sela waktunya menekuni masalah spiritualitas.

6

Page 9: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

C. HASIL PENELITIAN

1. HasilObservasi

Observasi dilakukan dalam dua seting lingkungan yang berbeda, yaitu di rumah

subjek dan di ruang kelas aula tempat diselenggarakannya kursus pengenalan tentang

spritualitas manusia.

Di rumahnya subjek tinggal bersama isteri dan seorang anak. Di rumahnya juga

tinggal bersama mereka dua orang mahasiswa, yang setiap harinya juga sering mengikuti

langkah spiritual yang dilakukan oleh subjek. Pada waktu penulis datang ke rumah

(sebanyak empat kali) subjek selalu mempersilakan untuk berbincang-bincang sambil

duduk di lantai, meskipun ada ruang tamu yang berkursi. la lebih suka duduk di lantai

dengan meja rendah ada di samping bantal-bantal untuk duduk. Dari atas meja tercium

bau wangi dupa yang dibakar yang diletakkan di cawan di atas meja.

Wawancara , yang berfokus pada diri subjek dengan pengalaman-pengalamannya ini

berlangsung sekitar dua jam setiap kali pertemuan. la sangat lancar dan penuh semangat

dalam berbicara, argumentatif, dan terkesan menguasai pembicaraan. Suaranya cukup

tegas, terkadang intonasi suaranya meninggi. Dari cara berbicara terkesan subjek adalah

orang yang kokoh kuat memegang prinsip pendiriannya, banyak wawasan, dan terkadang

tidak peduli dengan pendapat orang lain. Namun ia juga bersikap rendah hati karena

menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia hanyalah setitik kecil ilmu Tuhan

yang tidak terbatas luasnya.

7

Page 10: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

Observasi kedua dilakukan di suatu ruang kelas yang berupa aula dimana subjek berperan

sebagai instruktur pelatihan. Dalam observasi partisipan ini, penulis menjadi peserta

pelatihan yang mengikuti kursus yang diberikan. Separuh dari waktu pelatihan, yakni sekitar

satu jam, dipergunakan oleh subjek untuk menjelaskan secara teori tentang masalah

spiritualitas manusia. Kemudian sejam berikutnya dipergunakan untuk praktek secara

langsung membimbing peserta kursus untuk melatih kemampuan spiritual yang dimiliki.

Pelatihan dilakukan sebanyak delapan kali, yang dilakukan pada malam hari yakni setiap

Kamis pukul 20.00 sampai 22.00 WIB. Setiap kali memberikan pelatihan, ia didampingi oleh

dua orang muridnya yang telah lebih dahulu dibimbingnya.

Dalam salah satu penyampaiannya di kelas, subjek mengajarkan bahwa manusia dapat

mengambil manfaat dari energi alam. Bila energi alam ini disimpan di dalam diri manusia,

maka simpanan energi ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan seperti misalnya untuk

penyembuhan penyakit, kekuatan fisik, ataupun kekuatan mental. Energi alam ini dapat

diambil dengan cara meditasi atau samadhi. Delapan sumber energi alam yang disebut

sebagai hasta brata ini adalah matahari, bulan, bintang, awan, air, angin, api, dan bumi.

Pada waktu berlatih mengenal energi alam, peserta diminta untuk mengambil sikap

samadhi. Kemudian subjek membimbing agar peserta mulai menyerap satu per satu energi

alam. Palo kesempatan tersebut, penulis sebagai peserta pelatihan merasakan betul sensasi

fisik seolah-olah berada di alam semesta. Sewaktu menyerap energi awan, seluruh tubuh

merasa dingin. Pada waktu menyerap

8

Page 11: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

energi angin, di seluruh tubuh terasa seperti terhembusi angin. Sedang pada waktu

menyerap energi matahari, tubuh merasakan sensasi rasa panas terutama di depan wajah

terasa sekali panas dan silau, padahal mata tertutup rapat. Peserta latihan juga merasakan

berat menahan rasa panas dan tekanan yang sangat kuat. Demikianlah setelah itu kembali

‘cooling down’, pelatihan samadhi diakhiri dengan mengucap syukur atas kebesaran

NYA.

Bila latihan terus menerus dilakukan, pelatih mengatakan bahwa tubuh akan merasa

sehat, kuat, dan keseimbangan fisik terjaga. Secara umum pelatihan tersebut bertujuan

agar peserta mampu mengenali dan selanjutnya mengembangkan kemampuan spiritual

yang dimiliki sehingga dapat bermanfaat untuk memperoleh ketenangan. Tujuan akhir

yang ingin dicapai adalah agar manusia dapat hidup secara sempurna, sehingga

selanjutnya kehidupan masyarakat yang damai, aman, dan sejahtera dapat terwujud.

2. Hasil Wawancara

Wawancara diawali dengan pernyataan subjek bahwa di era kehidupan manusia

modern dewasa ini, banyak manusia yang merasakan hidupnya hampa, mereka tidak

mengenal jati dirinya, sehingga hidup menjadi kehilangan makna. Menurutnya hal ini

terjadi karena manusia modern melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandang di

pinggiran eksistensi, tidak pada ‘pusat spiritualitas dirinya’, sehingga berakibat manusia

lupa siapa dirinya. Dalam keseluruhan hidupnya, menyangkut pengertian-pengertian

mengenai dirinya sendiri, ternyata amat

9

Page 12: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

dangkal yang diketahui. Dekadensi atau kejatuhan manusia di jaman modern ini terjadi

karena manusia kehilangan pengetahuan langsung mengenai dirinya itu. Dan selanjutnya

menjadi bergantung pada pengetahuan eksternal, yang tidak langsung berhubungan dengan

dirinya. Kemudian yang menjadi pertanyaan sekarang adalah siapakah manusia itu,

bagaimana asal usulnya, dan apa tugasnya di dunia ini.

Subjek mengatakan bahwa dalam perjalanan hidupnya sangat banyak penderitaan dan

pengorbanan yang harus dijalaninya akibat konsekuensi pilihan sikap yang diyakininya.

Setelah menyelesaikan pendidikan menengah di SMA Negeri 1 Surakarta, ia berhasil

diterima di Institut Teknologi Bandung. Namun hanya beberapa semester dijalaninya dan

tidak sempat menyelesaikan studi karena ia terkena skorsing DO dari universitas. Penyebab

jatuhnya skorsing dikatakan karena keaktifannya dalam demonstrasi politik melawan

pemerintah pada saat itu. la ikut berpartisipasi dalam penulisan buku putih yang berjudul

“Indonesia di bawah sepatu lars”. Akibatnya ia mendapat skorsing harus keluar dari ITB,

selain juga mengalami kekerasan secara fisik dan mental dari aparat. Dari pengalamannya ini

ia berpendapat bahwa menegakkan kebenaran itu harus dibayar dengan pengorbanan yang

sangat besar. Karena itulah pada umumnya orang lebih suka mencari yang aman, meskipun

kadang harus menempuh jalan yang tidak benar. Namun bagaimanapun harus ada sebagian

kecil dari masyarakat yang bersedia berjuang menegakkan kebenaran. Karena kalau tidak

demikian, maka seluruh manusia akan tersesat dan menjalani hidup secara salah.

10

Page 13: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

Setelah keluar dari ITB, subjek kembali tinggal di Surakarta. Saat itu ia merasa dirinya

menjalani kehidupan yang benar-benar kacau, disebutkannya sebagai ‘kehidupan yang

sungguh bejad’. Ia tenggelam dalam pengaruh buruk narkotika. Namun di puncak

kesesatannya tersebut, tiba-tiba ia tersentak karena ada ‘kekuatan lain’ yang

menyadarkannya. la menjadi tersadar, apalagi ketika ia mulai menatap alam semesta (yakni

menatap bintang di langit) tubuhnya menjadi bergetar penuh keringat. Seolah ia tersadar

bahwa ada zat yang Maha Kuasa yang mengatur kehidupan ini. Kemudian dari dalam

sanubarinya timbul dorongan yang sangat mendesaknya untuk mencari tahu lebih lanjut

tentang kekuatan Yang Maha tersebut.

Dorongan hati membawanya pergi ke Gunung Lawu untuk bersamadhi. Selama sekitar

satu setengah tahun sendirian ia menjalani samadhi di sana. Dalam samadhinya itu ia merasa

dibimbing oleh “sang guru”. Yang dimaksud dengan “guru” tersebut sebenarnya tidak lain

adalah ruh atau sukma dari jati diri setiap manusia. Karena sifat ruh yang suci, maka ruh itu

bisa membimbing manusia untuk menjalani kehidupan yang baik sesuai kehendak Ilahi.

Pada suatu ketika subjek diperintahkan untuk duduk di tepian lereng sebuah kawah yang

di bawahnya mengeluarkan asap belerang. Mengetahui bahwa asap belerang itu mengandung

racun yang dapat mematikan manusia, maka timbul sikap ragu-ragu subjek untuk

melaksanakannya. Sempat hampir seharian ia berpikir untuk menjalankan perintah itu atau

tidak. Akhirnya ia diingatkan “Apakah kamu ragu terhadap guru sehingga kamu kira aku

akan

11

Page 14: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

mencelakakanmu?”. Kemudian akhirnya ia berangkat dan mencari lereng kawah yang

dimaksud. Lalu ia mengambil posisi duduk di tepian lereng yang di bawahnya mengeluarkan

asap. Tidak lama setelah ia duduk, tubuhnya jatuh rebah ke belakang tersandar pada tepian

lereng. la merasa mengalami mati suri dalam jangka waktu yang lama.

Dalam kondisi mati suri itu subjek merasa ruhnya terlepas dari tubuh dan melayang, lalu

berada pada suatu kehidupan pada dimensi ruang dan waktu yang jauh sebelumnya dari saat

itu. la melihat secara tiga dimensi suatu kehidupan dalam sejarah kerajaan-kerajaan masa

lampau. Bahkan juga kehidupan manusia pada jaman pra sejarah. Selain melihat kehidupan

yang terjadi di masa lampau, subjek juga dibawa melihat kehidupan di atas langit yang

berlapis-lapis. Pada lapisan yang tertinggi, yakni tempat terdekat dengan hadirat Ilahi,

nampak cahaya yang amat menyilaukan yang tidak mampu ditangkap oleh keterbatasan

indera manusia.

Banyak lagi pengalaman-pengalaman lain yang terjadi, dari mulai subjek digoda oleh

makhluk cantik, binatang buas harimau dan ular besar yang hendak memangsa sampai

dengan makhluk yang berbentuk besar dan menyeramkan, yang semuanya ingin menguji

ketahanan mental subjek. Dalam menghadapi semua godaan tersebut, ia berserah diri

sepenuhnya dan ikhlas menjalani apapun kehendak Ilahi. Dan ternyata ia selamat dari semua

godaan tersebut. Pada tahun 1987, setelah ia dinyatakan cukup menerima pelajaran dari

‘guru’, kemudian ia turun gunung dan kembali menjalani kehidupan di tengah masyarakat.,

12

Page 15: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

Dari pengalamannya samadhi di Gunung Lawu, subjek mengatakan bahwa melalui

pengenalan terhadap alam semesta manusia dapat mengenal Tuhan. Untuk menjadi beriman,

yakni mempercayai adanya Tuhan, bisa saja seseorang memperolehnya tidak harus melalui

teks-teks Kitab Suci melainkan bisa juga melalui penalaran, pengalaman, dan perenungan

hidup. Yaitu berupaya sekuat kemampuannya untuk menjelaskan Kekuatan Gaib atau Misteri

yang menguasai alam semesta ini, bahkan juga misteri yang ada dalam diri setiap individu.

Tuhan disebut Misteri dalam arti manusia meyakini akan pengaruh dari keberadaan dan

kekuatan NYA, namun sepanjang zaman manusia merasa tidak mampu untuk mengetahui

secara pasti dengan kekuatan nalar dan inderanya (Hidayat & Nafia, 1995).

Setelah beberapa saat di Surakarta, subjek memutuskan untuk pindah ke Surabaya. Di

kota ini ia kuliah sambil bekerja. la bekerja untuk suatu kantor pengacara sebagai ‘law

investigator’. Tugasnya adalah mengumpulkan data tentang apa saja yang berkaitan dengan

kasus hukum yang sedang ditangani. Sambil bekerja ia berhasil menyelesaikan studi

sehingga bergelar sarjana hukum dari Universitas Dr Sutomo Surabaya.

Selama menjalankan tugas tersebut, ada satu pengalaman yang berkesan sangat

mendalam bagi subjek. Karena tugasnya membela orang yang berperkara, maka ia harus

berhadapan dengan mafia tanah yang ingin menguasai tanah rakyat. Pihak yang ingin

menguasai tanah berusaha membujuknya agar ia mau menerima uang sogok sebesar lima

puluh juta rupiah, dengan syarat ia mau berhenti

13

Page 16: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

membela si empunya tanah. Subjek menolak karena ia ingin membela pihak yang lemah.

Tidak disangka ternyata mafia tanah tadi menjadi marah dan dendam, lalu mengancam akan

memenjarakan subjek agar keinginannya berhasil.

Ternyata betul, tidak lama kemudian subjek dimasukkan ke penjara tanpa tahu apa

kesalahannya. Selama di penjara, ia merasakan siksaan fisik dan mental serta penganiayaan,

agar ia mau mengaku bersalah. Semua penderitaan yang dialaminya tersebut diterimanya

dengan tabah. la berprinsip bahwa untuk membela yang benar memang harus dibayar dengan

pengorbanan yang mahal. Dengan demikian rasa sakit dan penderitaan secara fisik yang

dialami tidak dirasakannya sebagai beban mental.

Kemudian tiba-tiba pada hari yang kesepuluh ia dipenjara, datang ‘guru’ yang selama ini

menempanya. Dikatakan oleh ‘guru’ tersebut bahwa besok pagi ia akan keluar dari sel. Tidak

lama setelah ‘guru’ pergi, tiba-tiba tanpa ada hujan atau pertanda alam yang lain, datang

luetir yang sangat hebat sehingga semua ralatan elektronik di kantor polisi itu terbakar dan

rusak. Ternyata betul, esok paginya tanpa ada proses apapun yang menyulitkan, subjek

diminta keluar dari,sel.

Merasa usahanya memenjarakan subjek gagal, si mafia tanah menjadi penasaran dan

mengancam untuk mengirimnya lagi ke penjara. “Tunggu, tidak lama lagi saya akan panen

udang. Saya akan punya cukup uang untuk memberi pelajaran kepadamu!”. Begitulah

ancaman yang ditujukan kepada subjek. Banyak teman-teman subjek yang menyarankan agar

ia menyerah dan minta maaf saja agar ia terhindar dari celaka. Namun subjek tetap teguh

pada pendiriannya yakni

14

Page 17: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

kejahatan harus dilawan dengan kebenaran. Maka pada malam harmya, subjek bersamadhi

sambil memohon kekuatan Ilahi untuk memancarkan energi alam, sehingga air sungai

meluap ke arah tambak udang tersebut. Selang beberapa hari kemudian teman-temannya

mengabarkan bahwa orang tadi tidak jadi panen udang karena tambaknya terkena banjir.

Dengan demikian subjek terhindar dari ancaman akan dipenjarakan lagi. Dari kejadian ini

subjek semakin yakin bahwa kebenaran Ilahi akan dapat mengalahkan segala kejahatan yang

diupayakan oleh manusia.

Setelah beberapa lama tinggal di Surabaya, subjek memutuskan untuk pindah ke Jakarta.

Selama hidup di Jakarta secara materi ia sangat berkecukupan karena memperoleh gaji yang

cukup besar. Dengan kemampuannya untuk melihat visi ke depan secara spiritual,

keahliannya dimanfaatkan sebagai staf ahli pendamping di kantor sekretariat negara dan juga

di perusahaan PT Citra milik Tutut putri mantan presiden Suharto. Pada awal tahun 1998 ia

melihat bahwa situasi kehidupan masyarakat akan mengalami kekacauan, maka pada

Februari tahun itu juga ia memutuskan untuk kembali ke Surakarta. Selain itu ia juga merasa

banyak idenya yang tidak dimanfaatkan. Karena merasa pendapatnyalah yang benar, maka ia

lebih memilih untuk mengundurkan diri. Selang tiga bulan setelah itu, tepatnya pada bulan

Mei 1998 memang betul terjadi kekacauan masyarakat yang menandai runtuhnya

pemerintahan orde baru.

Dari pengalamannya selama hidup di Jakarta, subjek menarik kesimpulan bahwa ternyata

kebanyakan orang belum memiliki kejujuran dan keberanian

15

Page 18: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

untuk berkata benar. Saat ini subjek berupaya memusatkan perhatiannya pada masalah

bagaimana bisa menyebarkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan kebaikan agar manusia

dapat hidup selaras dengan alam dan sesuai dengan hukum alam. Apabila manusia dapat

hidup sesuai dengan kehendak Ilahi, maka hidup yang penuh dengan ketenangan dan

keharmonisan akan terwujud.

Subjek juga menjelaskan bahwa kemampuan spiritual yang berkembang dan dapat

dimanfaatkan untuk kebaikan hidup hanya dapat dimiliki oleh orang yang telah mencapai

kedewasaan spiritual, selain sebelumnya juga telah mencapai kedewasaan individual dan

kedewasaan sosial. Kedewasaan spiritual ditandai dengan kemampuan untuk memahami

“Sangkan Paraning Dumadi” atau mampu bersikap bijaksana dalam menghadapi hidup.

Kedewasaan individual ditandai oleh kematangan jasmani dan jiwa, yaitu berani mengambil

alternatif dan mandiri. Sedang kedewasaan sosial ditandai oleh aktualisasi potensi dialogis,

mengendapnya rasa, tanggung jawab, kesediaan untuk mencintai dan dicintai orang lain, dan

kerelaan berkorban (Damardjati Supadjar, 1984).

Dalam melakukan samadhi atau meditasi, subjek percaya bahwa manusia dapat

mengadakan komunikasi langsung dengan Tuhan melalui tanggapan batin. Alat untuk

menghampiri ke hadirat Tuhan ini bukan panca indera atau akal, melainkan mata hati. Jalan

untuk mencapai penghayatan ini adalah penyucian hati dan meditasi. Sesudah hatinya

menjadi suci, tidak memikirkan dan tidak terikat dengan dunia (apa-apa selain Tuhan), baru

melangkah ke meditasi atau samadhi. Samadhi dilakukan dengan cara mengkonsentrasikan

seluruh pikiran dan

16

Page 19: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

kesadaran untuk merenungkan keagungan Tuhan. Meditasi pada hakekatnya berusaha

mengalihkan kesadaran terhadap dunia luar untuk dipusatkan ke alam batin.

Orang yang mampu mendekati ke hadirat Tuhan ini disebut sebagai orang yang

sanggup mencapai makrifat, dan dianggap sebagai orang sempurna. Hidupnya diliputi

ketenangan, keharmonisan, dan selalu ingin menyucikan diri sehingga selalu berjalan

lurus sesuai dengan kehendak Tuhan. Nafsu-nafsu materi yang sifatnya duniawi tidak lagi

menarik perhatiannya. Orang yang telah mencapai kesempumaan ini hidupnya diimbasi

sifat-sifat ke-Tuhanan, laksana baying-bayang Tuhan di atas alam semesta (Simuh, 1984).

D. PEMBAHASAN

Pengalaman dan penghayatan spiritual yang dialami oleh subjek dalam penelitian ini

menunjukkan adanya suatu fenomena yang dapat dijelaskan dalam perspsektif psikologi

transpersonal. Ditunjukkan dalam kasus ini telah terjadi adanya pengalaman puncak,

transendensi diri, dan penghayatan meditasi atau samadhi. Ketiga konsep ini merupakan

dasar untuk menjelaskan adanya gejala transpersonal yang dialami oleh subjek.

Pengalaman puncak dinyatakan oleh Davis (1993) memiliki beberapa (meski tidak

semua) karakteristik antara lain: emosi yang amat kuat dan mendalam mirip ekstase;

merasakan kedamaian atau ketenangan yang mendalam; merasa selaras,

17

Page 20: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

harmonis, atau menyatu dengan alam semesta; merasa tahu secara lebih mendalam atau

memiliki pemahaman yang mendalam, dan; merasa bahwa itu suatu pengalaman yang sangat

istimewa yang sukar atau mustahil diceritakan dengan kata-kata. Dalam hal ini pengalaman

puncak dialami oleh subjek sewaktu ia samadhi di Gunung Lawu, dimana ia merasakan

seperti seolah menyatu dengan alam serta, merasakan ketenangan dan harmonis di dalam

dirinya. Bersamaan dengan rasa harmoni dengan alam semesta ini, transendensi diri pada

subjek juga berlangsung. Sedangkan untuk memupuk keadaan transpersonal yang telah

dialami, subjek terus menerus melakukan meditasi atau samadhi yang bertujuan untuk

meluasnya kesadaran dan transendensi diri.

Berdasarkan pengertian psikologi transpersonal yang membahas tentang potensi tertinggi

manusia serta pengenalan dan pemahaman dari kesadaran yang transenden maupun spiritual

manusia, maka pada diri subjek telah tercapai suatu kondisi puncak. Hal ini melibatkan

keadaan kesadaran yang berubah, tercapainya potensi manusia yang tertinggi, mampu

mengatasi ego, transenden, serta menghayati spiritualitas (Alexander, 1996). Adanya

kesadaran yang berubah telah memungkinkan subjek untuk mampu melihat sesuatu yang

tidak dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu.

Pengalaman-pengalaman seperti yang telah dikemukakan oleh subjek merupakan bagian

dari fenomena psikis, yang oleh Tart (1975) disebut sebagai transpersonal experience, yaitu

sebuah pengalaman dimana ada jarak terhadap masukan sensoris (yang ada hanya

keheningan atau ectasy), sehingga eksistensi

18

Page 21: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

wadag dan waktu terlupakan. Menurut Valle (1989) dalam kondisi seperti ini subjek

mengalami transendental being, dimana individu mengalami ASCs (Altered State of

Counsciousness). Dengan kata lain self-nya lepas dari realitas fisik dan menyatu dengan

kekuatan yang transendental.

Dari pengalaman transendensinya tersebut, telah menempatkan subjek pada kondisi

memiliki kecerdasan spiritual. Ini artinya subjek mampu menilai bahwa tindakan atau jalan

hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Menurut Zohar dan

Marshall, kecerdasan spiritual ini adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ

dan EQ secara efektif, oleh karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan manusia yang

paling tinggi. Hal ini berkaitan dengan kemampuan manusia untuk transenden. Melalui

transendensi diri, manusia mampu “mengatasi” (beyond) - mengatasi masa kini, mengatasi

rasa suka dan rasa duka. Dengan demikian dapat dipahami, mengapa subjek teguh

memutuskan pilihan dan menjalani pilihan tersebut dengan berbagai resiko yang tidak mudah

untuk dijalani. Dalam hal ini kekuatannya untuk menahan segala penderitaan fisik dan

mental, dimungkinkan dengan kemampuannya bertransenden sehingga ia mampu untuk

“mengatasi”.

Selain ciri-ciri psikologis, dimensi spiritual memberikan gambaran penjelasan tentang

orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi yaitu : (1) kemampuan bersikap fleksibel;

(2) tingkat kesadaran yang tinggi; (3) kemampuan menghadapi dan memanfaatkan

penderitaan; (4) kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa takut; (5) kualitas hidup

yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai;

19

Page 22: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

(6) keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu; (7) kecenderungan untuk

melihat keterkaitan antara berbagai hal; (8) kecenderungan untuk mencari jawaban yang

mendasar; (9) pemimpin yang penuh pengabdian dan tanggung jawab; (10) kemampuan

menghayati keberadaan Tuhan; (11) memahami diri secara utuh; (12) memahami hakekat di

balik realitas; (13) menemukan hakekat diri; (14) tidak terkungkung egosentrisme; (15)

memiliki rasa cinta; (16) memiliki kepekaan batin; (17) mencapai pengalaman spiritual

(Subandi, 2001).

Orang yang tinggi kecerdasan spiritualnya antara lain dicirikan oleh adanya kemampuan

memahami hakekat di balik realitas, sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan

penderitaan. Berkaitan dengan jalan hidup subjek yang dilaluinya dengan penuh penderitaan

dan pengorbanan, maka dapat dikatakan bahwa ia adalah orang yang memiliki kecerdasan

spiritual.

Keberanian subjek untuk bersikap dan berperilaku yang agak kurang lazim, karena ia

lebih mengambil pilihan yang beresiko, ini dapat diterangkan dengan teori determinasi diri

atau Self Determination Theory. Dinyatakan oleh teori ini bahwa pengaturan sikap dan

perilaku akan terjadi jika sikap dan perilaku tersebut secara pribadi dinilai penting dan

bermakna. Dengan demikian perilaku seseorang tidak dipengaruhi oleh sesuatu di luar

dirinya, namun lebih ditentukan oleh dirinya sendiri dan bersifat otentik (Carver & Scheier,

1998).

Di dalam penjelasannya subjek cenderung mengkaitkan antara Tuhan, manusia, dan

alam. Untuk itu sudut pandang filsafat perennial akan dapat

20

Page 23: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

membantu menjelaskan hal ini. Pandangan perennial menjelaskan bahwa segala kejadian

yang bersifat hakiki, menyangkut kearifan yang diperlukan dalam menjalankan hidup yang

benar yang ini sesuai dengan tradisi besar spiritualitas manusia. Aldous Huxley (dalam

Hidayat & Nafis, 1995) menyebut bahwa filsafat perennial adalah : (1) metafisika yang

memperlihatkan suatu hakikat kenyataan Ilahi dalam segala sesuatu : kehidupan dan pikiran;

(2) suatu psikologi yang memperlihatkan adanya sesuatu dalam jiwa manusia yang identik

dengan kenyataan Ilahi; dan (3) etika yang meletakkan tujuan akhir manusia dalam

pengetahuan - yang bersifat imanen maupun transenden - mengenai suatu keberadaan.

Dengan demikian, filsafat perennial memperlihatkan kaitan seluruh eksistensi yang ada di

alam semesta ini dengan Realitas yang Terakhir.

Dalam menjalani hidupnya, subjek sangat menginginkan terwujudnya kesempumaan

hidup yang dapat dicapai melalui transendensi dengan cara samadhi. Keinginan ini hampir

sama dengan ajaran tasawuf yang menjanjikan penyelamatan. Apalagi di tengah berbagai

krisis kehidupan yang serba materialis, hedonis, sekular, plus kehidupan yang makin sulit

secara ekonomis maupun psikologis itu, tasawuf memberikan obat penawar rohani, yang

memberi daya tahan. Dalam wacana kontemporer, sering dibahas tasawuf sebagai obat

mengatasi krisis kerohanian manusia modern yang telah lepas dari pusat dirinya, sehingga ia

tidak mengenal lagi siapa dirinya, arti dan tujuan dari kehidupan di dunia ini. Ketidakjelasan

atas makna dan tujuan.hidup ini memang sangat tidak mengenakkan, dan membuat

penderitaan batin. Maka mata air tasawuf yang sejuk

21

Page 24: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

akan memberikan penyegaran dan penyelamatan pada manusia-manusia yang terasing itu

(Rachman, 2001).

E. KESIMPULAN

Subjek dalam penelitian ini menunjukkan adanya gejala transpersonal, yakni

terjadinya pengalaman puncak, transendensi diri, dan penghayatan meditasi. Hal ini

menimbulkan kesadaran yang berubah yang memungkinkan subjek mampu untuk melihat

sesuatu yang tidak dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu.

Adanya pilihan sikap dan perilaku subjek yang terkadang beresiko menimbulkan

penderitaan, atau harga mahal yang harus ditanggungnya, mengindikasikan bahwa

subjek lebih dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya daripada pengaruh eksternal.

Dalam bersikap dan berperilaku, ia cenderung berorientasi pada makna dan hakekat di

balik realitas. Kecenderungan subjek ini sesuai dengan prinsip self determination theory.

Pandangan subjek menggambarkan adanya saling keterkaitan antara seluruh

eksistensi yang ada di alam semesta, yakni Tuhan, manusia, dan alam semesta. Manusia

akan dapat hidup bermakna dan sempurna kalau ia mampu memahami keteraturan alam

semesta, untuk selanjutnya menyesuaikan diri dengan irama dan dinamika keteraturan

alam semesta itu.

Pada akhirnya, agar manusia dengan segala sikap dan perilakunya dapat dipahami

secara menyeluruh, maka seluruh aspek yang ada pada diri manusia harus dilibatkan. Hal

ini berarti, dari pandangan psikologis baik itu aspek

22

Page 25: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

biologis, psikologis, sosial, dan spiritualitas harus dipahami secara menyeluruh. Dengan

demikian gambaran utuh tentang diri manusia akan diperoleh dengan baik.

23

Page 26: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

Daftar Pustaka

Alexander, J. 1996. Human Person in the Mirror of Transpersonal Psychology. Journal of

Dharma, Vol. XXI (1), 104-124.

Carver, C.S. & Scheier, M.F. 1998. On the Self-Regulation of Behavior. Cambridge:

Cambridge University Press.

Davis, J. 1993. Introduction to Transpersonal Psychology.

Denzin, N. & Lincoln, Y.S. 1994. Handbook of Qualitative Research. London Sage

Publications.

Hanurawan, F. 2001. Kontroversi Pendekatan Kuantitatif dan Pendekatan Kualitatif dalam

Penelitian Psikologi. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang.

Hassan, F. 2000. Urbanisme dan Ketahanan Mental, dalam Tantangan Psikologi Menghadapi

Milenium Baru. Yogyakarta : Yayasan Pembina Fakultas Psikologi UGM.

Hidayat, K. & Nafis, M. W. 1995. Agama Masa Depan : Perspektif Filsafat Perennial.

Jakarta: Penerbit Paramadina.

Muhadjir, N. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta Penerbit Rake

Sarasin.

Persell, C.H. 1987. Understanding Society : An Introduction to Sociology. New York: Harper

& Row Publisher Inc.

Prawitasari, J.E. 1995. Handout Teori, sistem, dan model dalam Psikologi. Yogyakarta:

Program Pasca Sarjana UGM.

Rachman, B.M. 2001. Demam Tasawuf. Makalah. Tidak diterbitkan.

Simuh. 1984. Aspek Mistik Islam dalam Wirid Hidayat Jati. Yogyakarta Yayasan Javanologi.

Subandi, 2001. Menyoal Kecerdasan Spiritual. Makalah, dalam Seminar Spiritual

Intelligence PW IJABI, Yogyakarta.

24

Page 27: Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk ...library.usu.ac.id/download/fk/D0200630.pdfPencipta, maka tidak ada pilihan lain kecuali menjalani hidup menurut kemauan NYA

Wiwik Sulistyaningsih: Samadhi Sebagai Wahana Untuk Mencapai Ketenangan Hidup, 2002 USU Repository©2006

Supadjar, D. 1984. Kata-kata Kunci Wulang-wulang Kajawen. Yogyakarta Yayasan

Javanologi.

Tart, C.T. 1975. Transpersonal Psychology. New York : Harper & Row Publisher.

Valle, R.S. & Halling, S. (Eds). 1989. Existential Phenomenological Perspectives in

Psychology : Exploring the Breadth of Human Experience. New York Plenum Press.

Wiseman, R. 1993. The Interpretive Approach. Dalam H.C. Connote, B.Smith & R.

Wiseman (Eds). Research Methodology I : Issues and Methods in Research. Geelong:

Deakin University.

25