widya wiwaha jangan plagiat2016eprint.stieww.ac.id/530/1/151202806 erna nurhidayati.pdf · 2018....

115
i STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TESIS Diajukan oleh ERNA NURHIDAYATI NIM : 151202806 Kepada MAGISTER MANAJEMEN STIE WIDYA WIWAHA YOGYAKARTA 2016 STIE Widya Wiwaha Jangan Plagiat

Upload: others

Post on 01-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

TESIS

Diajukan oleh ERNA NURHIDAYATI

NIM : 151202806

Kepada MAGISTER MANAJEMEN

STIE WIDYA WIWAHA YOGYAKARTA

2016 STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

ii

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

TESIS

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi Magister Manajemen

Diajukan oleh ERNA NURHIDAYATI

NIM : 151202806

Kepada MAGISTER MANAJEMEN

STIE WIDYA WIWAHA YOGYAKARTA

2016

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

iii

 

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada : Orang tua penulis Suami serta anak-anakku tercinta :

Dimas Prasetya RF Dinda Rahma Aulia

Almamater

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

iv

 

MOTTO

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yangada pada diri mereka sendiri

(Terjemahan Q.S Ar Ra’d : 11)

Tiada harta terpendam yang lebih bermanfaat dari pada ilmu pengetahuan

tiada kawan yang lebih indah dari berkata jujur tiada teman yang lebih tinggi dari kesabaran

tiada kejahatan yang lebihmemalukan dari kesombongan

(Wahab bin Munabbih)

Mengakui kekurangan diri adalah tenaga untuk kesempurnaan, terus mengisi kekurangan adalah keberanian yang luar biasa

(Hamka)

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

v

 

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Pebruari 2017

ERNA NURHIDAYATI

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

vi

 

ABSTRAK

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

Oleh : Erna Nurhidayati

Anak sebagai SDM penerus bangsa dan harapan masa depan keluarga, masyarakat dan negara perlu diberikan pembinaan terarah sedini mungkin, bahkan sejak dalam kandungan. Untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal antara lain dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi sejak lahir, pada menit-menit awal kehidupan, sampai usia 6 bulan ASI diberikan eksklusif tanpa makanan lainnya, kemudian setelah 6 bulan ASI tetap diberikan dengan didampingi makanan tambahan (Makanan Pendamping ASI) yang disesuaikan dengan usianya.

Dari hasil perhitungan selisih antara nilai tertimbang kekuatan organisasi dengan nilai tertimbang kelemahan organisasi adalah selisih negatif (-0,14) dan perhitungan nilai tertimbang peluang organisasi dengan nilai tertimbang ancaman organisasi adalah selisih positif (1,10), maka organisasi berdasarkan diagram cartesius SWOT berada pada posisi kuadran II. Berdasarkan posisi kuadran II pada kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program peningkatan cakupan ASI Eksklusif maka strategi yang seyogyanya digunakan yaitu Strategi Stabilisasi yang di hasilkan matriks SWOT adalah :

1. Optimalisasi program manajemen laktasi dalam upaya mendukung peningkatan ASI eksklusif.

2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas melalui pelatihan-pelatihan kesehatan sehingga kegiatan penyuluhan, konseling, maupun KIE-ASI dapat lebih maksimal.

3. Meningkatkan peran serta kader dalam mendukung program gizi terutama ASI Eksklusif, jika perlu dengan memberikan reward.

4. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral dalam bidang kesehatan, termasuk tempat praktek bidan swasta untuk tidak memberikan susu formula kepada bayi yang dilahirkan disana. Dengan strategi yang baik diharapkan peningkatan kinerja puskesmas

lebih optimal dalam rangka program pemberian ASI eksklusif.

Kata Kunci : Strategi, kinerja puskesmas, pemberian ASI eksklusif.

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

vii

 

ABSTRACT  

STRATEGY PERFORMANCE IMPROVEMENT DISTRICT PACITAN Arjosari HEALTH PROGRAM EXCLUSIVE BREAST FEEDING

 

By: Erna Nurhidayati

Children as the nation's next human resources and future expectations of families, communities and countries need to be given guidance targeted as early as possible, even in the womb. In order to achieve optimal growth and development, among others by providing mother's milk (ASI) to the baby at birth, in the early minutes of life, until the age of 6 months of breastfeeding is given exclusively without other food, then after 6 months of breastfeeding is still given in the presence of food additives (Complementary feeding), adjusted for age.

From the calculation of the difference between the weighted value weighted value of the organization's strengths with organizational weaknesses are negative difference (-0.14) and the calculation of the weighted value weighted value opportunities organizations with the threat of the organization is the positive difference (1.10), then the organization is based on the Cartesian diagram SWOT located on the position of the quadrant II. Based on the position on the quadrant II Puskesmas performance Arjosari Pacitan in the program increased coverage of exclusive breastfeeding, the strategy should be used, namely stabilization strategy that produced SWOT matrix is:

1. Optimization of lactation management program in order to support an increase in exclusive breastfeeding.

2. Improving the quality and quantity of health personnel in health centers through training so that health education activities, counseling, and IEC-ASI can be maximized.

3. Increasing the participation of cadres in supporting nutrition programs especially exclusive breastfeeding, if necessary, with reward.

4. Improving inter-sectoral cooperation in the health sector, including private midwife practices to not give formula to babies born there. With a good strategy is expected to increase performance over optimal

health centers in the framework of the program of exclusive breastfeeding.  Keywords: Strategy, performance clinic, exclusive breastfeeding.

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

viii

 

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala atas segala

limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul “STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI

KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF”.

Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih sangat jauh dari

sempurna, karena keterbatasan yang penulis miliki. Meskipun demikian, penulis

telah berusaha semaksimal mungkin agar tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis

maupun para pembaca. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak atas segala bantuan yang

telah diberikan dalam rangka penyelesaian tesis ini, terutama kepada :

1. Moh. Mahsun, SE, M.Si, Ak., CA., CPA., Ketua STIE Widya Wiwaha

Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Abdul Halim, MBA., Ak., Direktur Program Magister Manajemen

STIE Widya Wiwaha Yogyakarta.

3. Nur Widiyastuti, SE, M.Si., Direktur Operasional Pasca sarjana Magister

Manajemen STIE Widya Wiwaha Yogyakarta.

4. Drs. John Suprihanto, MIM., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, masukan dan koreksi sehingga menjadi lebih baik

dan selesainya penulisan tesis ini.

5. Dra. Suci Utami W, MM., selaku Dosen Pembimbing II yang memberikan

saran dan kritik hingga terselesaikannya tesis ini.

6. Segenap pengelola dan segenap dosen program studi magister manajemen

STIE Widya Wiwaha Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu

pengetahuan dan pelayanan administrasi demi suksesnya penyelesaian studi.

7. Bapak/Ibu, suami & anak-anakku, serta saudara-saudarakuyang selalu

memotivasi dan memberi dukungan untuk menyelesaikan studi kepada

penulis.

8. Teman-teman MM kelas I5.1B yang senantiasa memberi motivasi dan

semangat untuk menyelesaikan studi kepada penulis. STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

ix

 

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini, semoga

kebaikan dan bantuannya mendapat balasan dari Allah SWT.

Akhirnya dengan menyadari terbatasnya kemampuan yang ada pada diri

penulis, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulisharapkan.

Semoga hasil dari tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya maupun bagi

pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, Pebruari 2017

Penulis

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

x

 

DAFTAR ISI Halaman Judul ............................................................................................. i Halaman Persembahan ............................................................................... ii Halaman Motto .......................................................................................... iii Halaman Pernyataan ................................................................................... iv Halaman Pengesahan .................................................................................. v Abstrak ....................................................................................................... vi Abstract ...................................................................................................... vii Kata Pengantar ........................................................................................... viii Daftar Isi ..................................................................................................... x Daftar Tabel ................................................................................................ xii Daftar Gambar ............................................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................... 1 B. Perumusan Masalah ....................................................... 7 C. Pertanyaan Penelitian ..................................................... 7 D. Tujuan Penelitian ........................................................... 7 E. Manfaat Penelitian ......................................................... 8 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................... 9 A. Penelitian Sejenis ........................................................... 9 B. Strategi ........................................................................... 10 1. Pengertian Strategi.................................................... 10 2. Manajemen Strategi ................................................ 11 C. Kinerja ............................................................................ 13 1. Definisi Kinerja ....................................................... 13 2. Level Kinerja ........................................................... 14 3. Dimensi Kinerja ...................................................... 15 4. Pengukuran Kinerja ................................................. 16 D. Air Susu Ibu (ASI) ......................................................... 17 1. Definisi ASI ............................................................ 17 2. Komposisi ASI ........................................................ 18 3. Produksi Air Susu Ibu ............................................. 20 4. Waktu Pemberian ASI ............................................ 22 5. Manfaat Air Susu Ibu .............................................. 23 6. Strategi Untuk Mencapai Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif ........................................ 26 7. Masalah yang Dihadapi Selama Menyusui ............. 29 8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Memberikan ASI ..................................................... 37 9. Faktor-Faktor Pendukung Keberhasilan Pemberian ASI ........................................................ 46 STIE

Wid

ya W

iwah

a

Jang

an P

lagi

at

 

xi

 

E. Puskesmas ...................................................................... 47 1. Pengertian Puskesmas ............................................. 47 2. Standar Pelayanan Puskesmas ................................. 47 F. Analisis SWOT .............................................................. 59 G. Pendekatan Analisa SWOT............................................. 64 H. Kerangka Konseptual SWOT ......................................... 66 BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 69 A. Rancangan/ Desain Penelitian ........................................ 69 B. Metode Pengumpulan Data............................................. 69 C. Metode Analisa Data ...................................................... 69 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 72 A. Profil Puskesmas Arjosari .............................................. 72

1. Keadaan Geografi ..................................................... 72 2. Kependudukan ......................................................... 73 3. Keadaan Pendidikan ................................................ 73 4. Sumberdaya Kesehatan ........................................... 74 5. Sarana ...................................................................... 75 6. Pembiayaan Kesehatan ............................................ 76 7. Standar Pelayanan di Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ..................................................................... 76

B. Analisa Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan.......... 79

1. Identifikasi Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ............................................. 79

2. Perencanaan Strategi dan Analisis SWOT .............. 83 3. Pemberian Bobot pada Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ......................... 84 4. Pemberian Penilaian pada Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ......................... 86 5. Nilai Tertimbang dari Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ......................... 88 6. Menentukan Posisi Organisasi ................................ 94

C. Strategi Peningkatan Kinerja ......................................... 96 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................ 99 A. Simpulan ........................................................................ 99 B. Saran ............................................................................... 100 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 102 LAMPIRAN

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

xii

 

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Komposisi Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur 22 Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Arjosari .......... 73 Tabel 4.2 Data Tingkat Pendidikan Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Arjosari ................................................................. 73 Tabel 4.3 Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Arjosari .................................................................. 74 Tabel 4.4 Jenis Sarana Penunjang Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Arjosari......................................................... 75 Tabel 4.5 Pembobotan Faktor Kekuatan Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 84 Tabel 4.6 Pembobotan Faktor Kelemahan Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 85 Tabel 4.7 Pembobotan Faktor Peluang Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 85 Tabel 4.8 Pembobotan Faktor Ancaman Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 86 Tabel 4.9 Penilaian Faktor Kekuatan Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 86 Tabel 4.10 Penilaian Faktor Kelemahan Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 87 Tabel 4.11 Penilaian Faktor Peluang Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 87 Tabel 4.12 Penilaian Faktor Ancaman Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 88 Tabel 4.13 Total Nilai Tertimbang Dalam Analisis SWOT Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................... 89 Tabel 4.14 Selisih Nilai Tertimbang Faktor............................................... 95 Tabel 4.15 Matrik Strategi .......................................................................... 97

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

xiii

 

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Matrik SWOT ..................................................................... 65 Gambar 2.2 Gambaran Kerangka Konseptual SWOT ............................ 68 Gambar 4.1 Diagram Cartesius SWOT ................................................... 95

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM

yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan

yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan

teknologi. SDM yang berkualitas merupakan unsur penting dalam

keberhasilan Pembangunan Nasional. Anak sebagai SDM penerus bangsa

dan harapan masa depan keluarga, masyarakat dan negara perlu diberikan

pembinaan terarah sedini mungkin, bahkan sejak dalam kandungan. Untuk

mencapai tumbuh kembang yang optimal antara lain dengan memberikan

Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi sejak lahir, pada menit-menit awal

kehidupan, sampai usia 6 bulan ASI diberikan eksklusif tanpa makanan

lainnya, kemudian setelah 6 bulan ASI tetap diberikan dengan didampingi

makanan tambahan (Makanan Pendamping ASI) yang disesuaikan dengan

usianya. (KNPP RI, 2008).

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,

disebutkan dengan jelas pada Pasal 128 bahwa :

1. Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan

selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.

2. Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah

daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh

dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

3. Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

Kebijakan –kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI

1. Inpres No.14/1975 Menko Kesra selaku koordinator pelaksana

penetapan bahwa salah satu program usah perbaikan gizi adalah

peningkatan penggunaan ASI.

2. Permenkes No.240/1985 melarang produsen susu formula untuk

mencantumkan kalimat-kalimat promosi produknya yang memberikan

kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih baik mutunya dari paada

ASI.

3. Permenkes No.76/1975 menghapuskan produsen susu kental manis

(SKM) untuk mencantumka pada label produknya bahwa SKM tidak

cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah dan cukup mencolok,

melarang promosi susu formula yang di maksudkan sebagai ASI

disemua sarana pelayanan kesehatan.

4. Mengganjurkan menyusui secar eksklusif sampi bayi berumur 6 bulan

dan mengganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.

5. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah

maupun suasta.

6. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI

sehingga petugas tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan

pada masyarakat luas.

7. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di seluruh STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

rumah sakit, rumah bersalin, dan puskesmas.

8. Garis-Garis besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 dan Program

Pembanggunan Nasional (PROPENAS) menggamatkan bahwa

pembangunan diarahkan pada meningkatkan mutu Sumber Daya

Manusia (SDM). Model dasar pembentukan manusia berkualitas

dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai pemberia Air Susu Ibu

(ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI eksklusif yaitu

pemberian hanya ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan.

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,

disebutkan dengan jelas pada Pasal 129 bahwa Pemerintah bertanggung

jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk

mendapatkan air susu ibu secara eksklusif. Dari Pasal 129 tersebut

mengandung kalimat “menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu

secara eksklusif”, pemerintah bertanggung jawab apabila bayi tidak

mendapatkan air susu ibu eksklusif. Pemerintah sudah menempuh berbagai

upaya antara lain melalui pemilik usaha/ perusahaan dengan kegiatan

peningkatan peran serta perusahaan dalam kesehatan reproduksi wanita.

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi.

ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009). Selama periode

sekitar 6 bulan, ASI memiliki unsur unsur yang memenuhi semua

kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh bayi kecuali jika ibu mengalami

keadaan gizi kurang yang berat (Gibney, 2009). WHO/UNICEF (2009) di STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding,

merekomendasikan salah satu hal penting yang harus dilakukan yaitu

memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI Eksklusif sejak

lahir sampai bayi berusia 6 bulan.

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI

Eksklusif bertujuan untuk :

1. Menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif

sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan

memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya;

2. Memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif

kepada bayinya; dan

3. Meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah

Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.

Berdasarkan KepMenkes RI No.450/ Menkes/ SK/ IV/ 2004 tentang

pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Indonesia terdapat 10 Langkah

Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) yaitu:

1. Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan secara tertulis dalam

Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) yang dikomunikasikan

kepada semua petugas.

2. Melakukan pelatihan pada petugas dalam hal pengetahuan dan

keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan

penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.

4. Membantu ibu menyusui bayinya selama 30 menit setelah melahirkan.

5. Membantu ibu mengetahui cara menyusui yang benar dan cara

mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayi atas indikasi

medis.

6. Tidak memberikan makan dan minum apa pun selain ASI kepada bayi

baru lahir.

7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi

24 jam sehari.

8. Membantu ibu menyusui semau bayi, tanpa membatasi lama dan

frekuensi menyusui.

9. Tidak memberikan dot atau kompeng terhadap bayi yang diberi ASI.

10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan

merujuk ibu pada kelompok tersebut ketika pulang bersalin (DepKes RI,

2004).

Pada tahun 2015 Millenium Development Goals (MDG’s)

Indonesia menargetkan penurunan sebesar dua pertiga untuk angka

kematian bayi dan balita dalam kurun waktu 1990 - 2015. Oleh sebab itu,

Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan angka kematian bayi

dari 68/1.000 KH menjadi 23/1.000 KH dan angka kematian balita dari

97/1.000 KH menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015. Untuk menghadapi

tantangan dan target MDG’s, maka diperlukan adanya salah satu program

yaitu program IMD dan ASI Eksklusif (Depkes, 2008). Pusat Data dan STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

Informasi (Pusdatin) Kemenkes 2015 menunjukkan cakupan ASI Eksklusif

baru sebesar 54,3 persen dari target 80 persen. Sedangkan cakupan ASI

eksklusif di Jawa Timur tahun 2013 adalah sebesar 68,3 % dari target

sebesar 75 %. (Humas Pemprov Jatim, 2013). Di Kabupaten pacitan

cakupan ASI Ekslusif pada tahun 2015 sudah memenuhi target nasional 80

% yaitu sebesar 80,59%, dibandingkan dengan tahun 2014 cakupan ASI

Eksklusif yang baru mencapai 72,2 %. Namun demikian di wilayah kerja

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan tahun 2015 cakupan ASI Eksklusif

hanya 20,1%. (Dinkes, 2015).

Berdasarkan latar belakang diatas terlihat bahwa cakupan ASI

eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan masih

dibawah target indikator nasional yaitu 80%. Dengan demikian dirasa

perlu untuk dilakukannya analisa program cakupan ASI eksklusif dan

analisa faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Analisis masalah secara menyeluruh dengan menganalisa kelemahan dan

kekuatan yang dimiliki oleh program ASI eksklusif sebagai strategi untuk

merealisasikan tujuan dan sebagai dasar perencanaan peningkatan program

ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan.

Oleh karena itu kami mengambil judul penelitian ‘’STRATEGI

PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI KABUPATEN

PACITAN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF‘’

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan

rumusan masalah program pemberian ASI eksklusif di wilayah Puskesmas

Arjosari Kabupaten Pacitan masih rendah.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka didapatkan

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apa sajakah faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman

pada strategi peningkatan kinerja program pemberian ASI eksklusif di

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ?

2. Dimana posisi Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program

pemberian ASI eksklusif berdasarkan analisa SWOT ?

3. Bagaimana strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari dalam

program pemberian ASI eksklusif ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji hal hal yang

terkait dengan strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan dalam program pemberian ASI eksklusif antara lain :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan

ancaman pada strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan dalam program pemberian ASI eksklusif. STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

2. Menentukan posisi Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program

pemberian ASI eksklusif di berdasarkan analisa SWOT.

3. Merumuskan strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan dalam program pemberian ASI eksklusif.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pihak Puskesmas Arjosari

Dapat sebagai masukan atau salah satu bahan evaluasi dalam strategi

peningkatan kinerja dalam program pemberian ASI eksklusif di puskesmas

serta dapat membantu menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan

cakupan program pemberian ASI Eksklusif.

2. Bagi ilmu pengetahuan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dibidang penelitian

sejenis dan dapat pula dikembangkan lebih lanjut.

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

 

BAB II LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sejenis

Dian Fajri Utami (2013) “Analisis Faktor Internal dan Eksternal

Program Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif Puskesmas Pariaman, Kota

Pariaman” Dari hasil analisa faktor-faktor lingkungan yang didapat adalah

faktor internal yang merupakan kekuatan dan faktor eksternal yang

merupakan peluang. 

Dedi Darmawan (2012) “Strategi Komunikasi Bidan untuk

Meningkatkan Partisipasi Ibu-ibu Menyusui dalam Program ASI Eksklusif di

Jabon Sidoarjo”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi komunikasi yang

paling dominan digunakan oleh bidan adalah menggunakan komunikasi dua

arah (face to face) dengan teknik pendekatan persuasif dan metode

redudancy. Hambatan-hambatan bidan terdiri dari hambatan internal dan

eksternal. Hambatan internal adalah keengganan menyusui karena takut

bentuk payudara tidak indah lagi, pemahaman masyarakat tentang masalah

bayi sehat yang menilai dari sisi fisik yang gemuk, ASI yang keluar adalah

sedikit. Sedangkan hambatan eksternal adalah bayi kurang puas kalau hanya

dengan ASI, alasan ibu yang bekerja, dan dari pihak keluarga terutama orang

tua si-ibu yang beranggapan bahwa susu formula lebih baik.

Yarina Kriselly (2012) “Studi Kualitatif Terhadap Rendahnya

Cakupan ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kereng Pangi

Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan Propinsi Kalimantan Tengah STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

10 

 

Tahun 2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang ASI

Eksklusif masih kurang, budaya memberikan makanan dan minuman selain

ASI kepada bayi yang baru lahir masih sangat tinggi, penyuluhan tentang ASI

Eksklusif belum dilakukan oleh petugas kesehatan, dukungan keluarga

terutama suami masih belum ada kepada ibu yang menyusui. Disarankan

untuk lebih meningkatkan sosialisasi dan penyuluhan tentang ASI eksklusif

secara rutin, meningkatkan pengawasan, dan membuat kebijakan tertulis di

Puskesmas.

Evi Purwiyanti (2011) “Studi Tentang Keberhasilan Pemberian ASI

Eksklusif pada Daerah dengan Cakupan ASI Eksklusif > 80%”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa hal yang diduga mempengaruhi keberhasilan

pemberian ASI eksklusif adalah tingkat pendidikan ibu yang tinggi, tingkat

pengetahuan ibu yang cukup tinggi, adanya dukungan serta pengertian suami

untuk menyusui secara eksklusif, adanya peran kelompok potensial untuk

memberikan informasi kepada para ibu hamil dan menyusui, adanya

penyuluhan, sikap petugas yang suportif dan mau menanggapi setiap

persoalan yang sedang dihadapi.

B. Strategi

1. Pengertian Strategi

Strategi adalah perspekstif yang bukan saja mengandung

kesadaran akan posisi organisasi terhadap lingkungannya, tetapi juga

bagaimana cara pandang organisasi terhadap dunia luar. (Soeroso, 2002).

Strategi merupakan penerjemahan dari analisis lingkungan dan analisis STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

11 

 

terhadap kemampuan internal atau kapabilitas organisasi, yang

selanjutnya diterjemahkan ke dalam struktur organisasi. (Robbins, 1990:

123). Menurut Quinn (1990) strategi adalah pola atau rencana yang

mengintegrasikan tujuan, kebijakan dan aksi utama dalam hubungan

yang kohesif. Suatu strategi yang baik akan membantu organisasi dalam

mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dalam bentuk unique

berbasis kompetensi internal serta kemampuan mengantisipasi

lingkungan. Sedangkan menurut Anthony, Parrewe dan Kacmar (1999)

strategi dapat didefinisikan sebagai formulasi misi dan tujuan organisasi,

termasuk di dalamnya adalah rencana aksi (action plans) untuk mencapai

tujuan tersebut dengan secara eksplisit mempertimbangkan kondisi

persaingan dan pengaruh-pengaruh kekuatan di luar organisasi yang

secara langsung atau tidak berpengaruh terhadap kelangsungan organisasi

(Nainggolan, 2008).

2. Manajemen Stategi

Manajemen Strategi sumber daya manusia merupakan pendekatan

manajemen strategi dalam pengelolaan sumber daya manusia, beragam

dimensi strategi diantaranya adalah :

a. Strategi merupakan pola keputusan yang koheran, terpadu dan

integrative

b. Strategi merupakan perangkat penetapan berbagai tujuan organisasi

jangka panjang, program kegiatan, dan prioritas alokasi sumber daya

c. Strategi mencerminkan lingkup kompetitif kegiatan organisasi STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

12 

 

d. Strategi mencerminkan respon organisasi terhadap berbagai

kesempatan dan ancaman eksternal dan berbagai kekuatan,

kelemahan internal untuk mencapai keunggulan kopetitif, dengan

kata lain strategi berkaitan dengan aplikasi sumber daya

e. Strategi merupakan chanel untuk membedakan tugas tugas

manajerial pada tingkatan tingkatan korporat, bisnis dan fungsional

f. Strategi mendefinisikan kontribusi ekonomi dan bukan ekonomi

yang ingin diberikan kepada stakholdes

g. Strategi merupakan langkah langkah berisikan program program

yang indikatif untuk mewujudkan visi dan misi

Pearce and Robinson (2000) mengatakan bahwa formulasi

strategi telah diawali dengan analisis lingkungan internal dan analisis

lingkungan eksternal organisasi. Analisis lingkungan internal organisasi

dimaksudkan kegiatan untuk menilai apakah organisasi dalam posisi

yang kuat (Strength) ataukah lemah (Weaknesses), penilaian tersebut

didasarkan pada kemampuan internal (aset, modal, teknologi) yang

dimiliki oleh organisasi dalam upaya untuk mencapai misi yang telah

ditetapkan. Sedangkan analisis eksternal organisasi menunjukkan

kegiatan organisasi untuk menilai tantangan (Treath) yang dihadapi dan

peluang (Opportunity) yang dimiliki oleh organisasi dalam upaya

mencapai misi organisasi berdasar atas lingkungan ekstenalnya. Analisis

lingkungan internal dan eksternal organisasi dalam manajemen strategik

disebut dengan SWOT analysis. Dari hasil analisis SWOT tersebut STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

13 

 

organisasi akan menentukan tujuan jangka panjang yang akan dicapai

dengan strategi korporasi (corporate strategy), atau grand strategy, atau

business strategy, serta menentukan tujuan jangka pendek atau tujuan

tahunan (annual objective) yang akan dicapai dengan strategi fungsi atau

strategi yang ditetapkan pada departemen. (Thoyib, 2005).

C. Kinerja

1. Definisi kinerja

Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik

organisasi tersebut bersifat profit oreited dan non profit oriented yang

dihasilkan selama satu periode waktu. Lebih lanjut menurut Amstrong

dan Baron (1998) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijakan

dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang

tertuang dalam perumusan skema strategis (strategi planning) suatu

organisasi (dikutip dalam Fahmi, 2013; 2).

2. Level Kinerja

Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache (1995)

mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu : (dikutip dalam

Sudarmanto, 2009:8)

a. Kinerja Organisasi

Merupakan pencapaian hasil pada level atau unit analisis

organisasisi. Kinerja pada level ini terkait dengan tujuan organisasi,

rancangan organisasi, dan manejemen organisasi STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

14 

 

b. Kinerja Proses

Merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk

atau layanan. Kinerja pada level proses ini dipegaruhi oleh tujuan

proses, dan manajemen proses.

c. Kinerja individu/pekerjaan

Merupakan pencapaian atau efektifitas pada tingkat pegawai atau

pegawai. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan,

rancangan pekerjaan, dan menejemen pekerjaan serta karakteristik

individu.

3. Dimensi Kinerja

Dimensi atau indikator kinerja merupakan aspek aspek yang

menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuran ukuran dijadikan tolok

ukur dalam menilai kinerja. John Miner (1988), mengemukakan 4

dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menilai kinerja,

yaitu :(dikutip dalam Sudarmanto,2009: 12)

a. Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan

b. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan

c. Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu tingkat ketidakhadiran,

keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja yang hilang

d. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja.

4. Pengukuran kinerja

Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui

apakah selama pelaksanaan kinerja terhadap penyimpangan dari rencana STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

15 

 

yang ditentukan, apakah kinerja dicapai sesuai jadwal yang ditentukan

atau apakah hasil kerja telah dicapai sesuai yang diharapkan. Pengukuran

kinerja hanya dapat dilakukan terhadap kinerja yang terukur dan nyata

(Moeheriono, 2009).

Armstrong (2003) menyatakan bahwa pengukuran kinerja

merupakan hal yang sangat penting untuk dapat memperbaiki

pelaksanaan kerja yang dapat dicapai. Menurutnya ada empat jenis

ukuran kinerja, yaitu: (dikutip dalam Sudarmanto, 2009: 13)

a. Ukuran uang yang mencangkup pendapatan, pengeluaran, dan

pengembalian.

b. Ukuran upaya atau dampak yang mencakup pencapaian sasaran,

penyelesaian proyek, tingkat pelayanan, serta kemampuan

mempengaruhi perilaku rekan kerja dan pelanggan

c. Ukuran reaksi yang menunjukkan penilaian rekan kerja, pelanggan

atau pemegang pekerjaan lainnya

d. Ukuran waktu yang menunjukkan pelaksanaan kinerja dibandingkan

jadwal, batas akhir, kecepatan respon, atau jumlah pekerjaan sasaran.

D. Air Susu Ibu (ASI)

1. Definisi ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan

protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar

mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya. ASI dalam

jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

16 

 

memenuhi kabutuhan zat gizi bayi selama 6 bulan pertama (Anton

Baskoro, 2008:1).

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi.

ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009).

ASI adalah susu yang diproduksi oleh tubuh manusia sebagai

konsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum

sanggup mencerna makanan padat. (Kusumawardhani, 2010)

Menurut Depkes, 1997: 20 pengertian ASI eksklusif adalah

perilaku dimana kepada bayi sampai dengan umur 6 bulan hanya

diberikan Air Susu Ibu saja, tanpa makanan atau minuman lain kecuali

sirup obat. Sumber lain mengatakan bahwa ASI eksklusif adalah

pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal

dan tidak diberi makanan lain walaupun hanya air putih, sampai bayi

berumur 6 bulan (Hubertin Sri Purwanti, 2004: 3).

ASI Eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara Eksklusif

adalah Bayi hanya diberikan air susu tanpa makanan tambahan lain

dianjurkan sampai 6 bulan dan di susui sedini mungkin (Siswono, 2005)

ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa

tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh dan air

putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu,

biskuit, bubur nasi dan nasi tim, kecuali vitamin, mineral dan obat

(Prasetyono, 2009). STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

17 

 

2. Komposisi ASI

Komposisi zat gizi yang terdapat dalam ASI terdiri dari :

a. Karbohidrat

Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula). ASI mengandung lebih

banyak laktosa dibanding dengan susu mamalia lainnya atau sekitar

20-30% lebih banyak dari susu sapi. Laktosa diperlukan untuk

pertumbuhan otak, salah satu produk dari laktosa yaitu galaktosa, ini

penting bagi jaringan otak yang sedang tumbuh. Laktosa

meningkatkan penyerapan kalsium yang sangat penting untuk

pertumbuhan tulang. Laktosa meningkatkan pertumbuhan bakteri

usus yang baik yaitu lactobacillus bifidus. Laktosa oleh fermentasi

akan diubah menjadi asam laktat, adanya asam laktat akan

memberikan beberapa keuntungan antara lain menghambat

pertumbuhan bakteri yang berbahaya (Utami Roesli, 2001:28).

b. Protein

Selama menyusui ibu membutuhkan tambahan protein diatas

kebutuhan normal sebesar 20 g/hari. Dasar ketantuan ini ialah bahwa

dalam tiap 100 cc ASI mengandung 1,2 g protein. Dengan demikian,

850 cc ASI mengandung 10 gram protein, efisiensi konversi protein

makanan menjadi protein susu hanya 70% (dengan variasi

perorangan). Peningkatan kebutuhan ini bukan hanya untuk

transformasi menjadi protein susu, tetapi juga untuk sintesis

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

18 

 

hormone yang memproduksi (prolaktin) serta yang mengeluarkan

ASI yaitu hormone oksitoksin (Arisman, 2004:39).

Kandungan protein susu sapi sekitar tiga kali ASI. Hampir semua

protein dari susu sapi berupa kasein dan hanya sedikit berupa ”

souluble whey protein”. Porsi kasein yang besar ini membentuk

gumpalan liat dalam perut bayi. ASI mengandung total protein lebih

rendah tetapi lebih banyak ”soluble whey protein”, komposisi inilah

yang membentuk gumpalan lebih lunak yang lebih mudah dicerna

dan diserap (Suhardjo, 1995:72).

c. Lemak

Sekitar separuh dari energi ASI berasal dari lemak yang mudah

diserap dibandingkan dengan susu sapi. Hal ini karena ada enzim

lipase dalam ASI. Kandungan lemak total ASI bervariasi antara ibu

satu dengan lainnya dari satu fase laktasi ke fase lanilla (Suhardjo,

1995: 73). Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah, kemudian

meningkat jumlahnya. Lemak dalam ASI berubah kadarnya setiap

kali dihisap oleh bayi dan hal ini terjadi secara otomatis. Komposisi

lemak pada lima menit pertama isapan akan berbeda dengan hari

kedua dan akan terus berubah menurut perkembangan bayi dan

kebutuhan energi yang diperlukan. Jenis lemak yang ada dalam ASI

mengandung lemak rantai panjang yang dibutuhkan oleh sel jeringan

otak dan Sangat mudah dicerna karena mengandung enzim lipase.

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

19 

 

Lemak dalam bentuk Omega 3, Omega 6, dan DHA yang sangat

diperlukan untuk sel-sel jeringan otak (Anton Baskoro, 2008:3).

d. Mineral

ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relative

rendah, tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Zat besi dan

kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan

jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. (Hubertin Sri Purwanti,

2004: 19).

e. Vitamin

ASI mengandung vitamin yang lengkap. vitamin cukup untuk 6

bulan sehingga tidak perlu ditambah kecuali vitamin K, karena bayi

baru lahir ususnya belum mampu mambentuk vitamin K. Oleh

karena itu, perlu tambahan vitamin K untuk proses pembekuan darah

( Huberttin Sri Purwanti, 2004: 20).

3. Produksi Air Susu Ibu

Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Kolostrum

Kolostum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-hari

pertama setelah bayi lahir (4-7 hari), berwarna kekuning-kuningan

dan lebih kental karena mengandung banyak vitamin A, protein dan

zat kekebalan yang penting untuk kesehatan bayi (Depkes, 1997:20).

b. Air susu masa peralihan (masa transisi)

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

20 

 

Air susu masa peralihan diproduksi pada hari ke-4 sampai hari ke-

10. Komposisi protein makin rendah, seedangkan lemak dan hydra

arang akan makin tinggi, dan jumlah volume ASI semakin

meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan terhadap aktivitas bayi

yang mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap lingkungan.

Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil, begitu juga kondisi

fisik ibu. Keluhan nyeri pada payudara sudah berkurang. Oleh

karena itu, yang perlu ditingkatkan adalah kandungan protein dan

kalsium dalam makanan ibu (Hubertin Sri Purwanti, 2004: 27).

c. Air susu mature

ASI yang disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya, yang

dikatakan komposisinya relative konstan, tetapi ada juga yang

mengatakan bahwa minggu ketiga sampai minggu kelima ASI

komposisinya baru konstan, merupakan makanan yang dianggap

aman bagi bayi, bahkan ada yang mengatakan pada ibu yang sehat,

ASI merupakan makanan satu-satunya yang diberikan selama 6

bulan pertama bagi bayi, ASI merupakan makanan yang mudah

didapat, selalu tersedia, siap diberikan pada bayi tanpa persiapan

yang khusus dengan temperatur yang sesuai untuk bayi. Merupakan

cairan putih kekuning-kuningan, karena mengandung casienat,

riboflaum, dan carotene, tidak menggumpal bila dipanaskan,

volumenya sekitar 300-850 ml/hari (Anton Baskoro, 2008:11).

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

21 

 

Untuk lebih jelas perbedaan kadar gizi yang dihasilkan kolostrum,

ASI transisi, dan ASI mature dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Perbedaan komposisi Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur

Kandungan Kolostrum ASI Transisi ASI Matur

Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0

Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7,0

Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8

Protein gr/100 ml 1,195 0,965 1,324

Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2

Immunoglobin :

Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6

Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9

Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9

Lisosin (mg/100ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5

Laktoferin 420-520 - 250-270

(Taufan Nugroho, 2011)

4. Waktu pemberian ASI

Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sampai bayi berusia 6 bulan,

penelitian membuktikan bahwa ASI eksklusif selama 6 bulan memang

baik bagi bayi. Naluri bayi akan membimbingnya saat baru lahir, insting

bayi membawanya mencari puting ibu. Pada jam pertama bayi

menemukan payudara ibunya, ini adalah awal hubungan menyusui yang

berkelanjutan dalam kehidupan antara ibu dan bayi menyusu. Proses

setelah IMD dilanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan

diteruskan hingga dua tahun. Berdasarkan penelitian, jika bayi yang baru STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

22 

 

lahir dipisahkan dengan ibunya, maka hormon stres akan meningkat

50%. Otomatis hal itu akan menyebabkan kekebalan atau daya tahan

tubuh bayi menurun (Anton Baskoro, 2008: 23).

5. Manfaat Air Susu Ibu

a. Bagi Bayi

1) Sebagai nutrisi terbaik

ASI merupakan sumber zat gizi yang sangat ideal dengan

komposisi seimbang karena disesuaikan dengan kebutuhan bayi

pada masa pertumbuhannya. ASI adalah makanan bayi yang

paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Terdapat

nutrien-nutrien khusus dalam ASI yang tidak terdapat atau

sedikit terdapat dalam susu sapi (Utami Roesli, 2001:31).

2) ASI mudah dicerna.

ASI mudah dicerna, sedangkan susu sapi sulit dicerna karena

tidak mengandung enzim pencerna. Selain itu komponen kasein

yang banyak terdapat susu formula membentuk gumpalan-

gumpalan susu tebal sehingga sukar untuk dicerna. Akibatnya

akan terdapat banyak zat sisa yang tidak dicerna oleh bayi.

Selain itu, bayi akan menderita sembelit (Yunisa Priyono,

2010:76).

3) Meningkatkan daya tahan tubuh

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapatkan zat

kekebalan/daya tahan tubuh dari ibunya melalui plasenta. Tetapi STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

23 

 

kadar zat tersebut akan cepat menurun setelah kelahiran bayi,

sedangkan kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya

sendiri menjadi lambat. Selanjutnya akan terjadi kesenjangan

daya tahan tubuh, kesenjangan tersebut dapat diatasi apabila

bayi diberi ASI, sebab ASI adalah cairan yang mengandung

kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai

penyakit infeksi bakteri, virus, dan jamur (Utami Roesli,

2001:31).

b. Bagi Ibu

1) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan

Apabila bayi disusui setelah melahirkan maka kemungkinan

terjadinya perdarahan setelah melahirkan akan berkurang. Hal

ini terjadi karena pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar

oksitosin yang berguna juga untuk konstriksi/penutupan

pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhanti.

Hal ini akan menurunkan angka kematian ibu yang merahirkan

(Utami Roesli, 2000:13).

2) Menunda kehamilan

Menyusui secara eksklusif dapat menunda daatng bulan dan

kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi

alamiah yang dikenal sebagai metode amenore laktasi (Dwi

Sunar Prasetyono, 2009:45).

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

24 

 

c. Bagi Keluarga

1) Lebih ekonomis/ murah

Memberikan ASI jauh lebih murah dibanding memberikan susu

formula. Ibu tidak perlu membeli susu kaleng dan peralatan susu

botol. Ibu tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli susu

kaleng dan memasak air untuk susu dan peralatan membuat

susu. Ibu dari kelompok ekonomi lemah yang tidak mampu

membeli susu formula untuk bayinya seringkali mengencerkan

takaran susu formula sehingga bayi meraka sering menderita

kurang gizi (Yunisa Priyono, 2010:75).

d. Bagi Negara

1) Berkontribusi untuk pengembangan ekonomi, melindungi

lingkungan (botol-botol bekas, dot, kemasan susu dll),

menghemat sumber dana yang terbatas dan kelangkaan pangan,

berkontribusi dalam penghematan devisa negara (Depkes RI,

2005:4).

2) Penghematan devisa untuk pembelian susu formula,

perlengkapan menyusui, serta biaya menyiapakan susu,

penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah-mencret

dan sakit saluran nafas, penghematan obat-obatan, tenaga, dan

sarana kesehatan (Utami Roesli, 2000:15).

6. Strategi Untuk Mencapai Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

25 

 

Beberapa kegiatan yang dilakukan untuk mencapai keberhasilan

pemberian ASI eksklusif (Depkes, 1997:4-12) :

a. Pengamatan situasi

Pengamatan situasi dilakukan melalui pengumpulan data pencapaian

ASI eksklusif, latar belakang budaya setempat, sumber daya dan

sarana di puskesmas dan kelompok potensial di tingkat kecamatan.

b. Pencapaian ASI eksklusif

Data yang dikumpulkan adalah pencapaian ASI eksklusif diperoleh

melalui register kohort balita dan anak pra-sekolah yang tersedia di

puskesmas.

c. Latar belakang budaya setempat

Selain data teknis, perlu juga diketahui data latar belakang budaya

setempat mengenai ASI eksklusif. Data yang dikumpulkan meliputi

persepsi, kebiasaaan, dan pola pemberian maka bayi dari

masyarakat setempat. Melakukan pengamatan tentang persepsi,

kebiasaan, dan pola pemberian makan bayi dari masyarakat

setempat. Data ini diperoleh melalui wawancara secara insidentil

terhadap beberapa ibu balita atau lainnnya yang sedang berkunjung

ke posyandu, pada saat petugas melakukan pembinaan. Jika dijumpai

salah persepsi dari masyarakat misalnya ibu tidak memberikan ASI

ekskluisf, ibu menghentikan ASI karena anak sakit, bayi diberi susu

botol, maka perlu diberi penyuluhan dan pembinaan tentang

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

26 

 

pentingnya ASI eksklusif bagi pertumbuhan dan perkembangan

balita.

d. Sumberdaya dan sarana

Data yang dikumpulkan meliputi biaya, jumlah dan macam tenaga,

serta media penyuluhan yang tersedia di puskesmas. Sumberdaya

yang ada antara lain tenaga gizi puskesmas, bidan atau perawat,

PKK dan LSM. Sarana yang ada antara lain leaflet, booklet, dan

poster yang brekaitan denga ASI eksklusif yang dapat dimanfaatkan

untuk penyuluhan/ pembinaan.

e. Kelompok- kelompok potensial

Tenaga gizi puskesmas harus mengetahui kelompok- kelompok

potensial yang dapat digunakan sebagai sasaran yang strategis dalam

memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat.

Kelompok ini mempunyai potensi yang cukup besar dalam

mensukseskan program, oleh karena itu perlu diciptakan kerjasama

yang baik antara poetugas puskesmas dan kelompok potensial yang

ada di kecamatan. Kelompok potensial yang ada di tingkat

Kecamatan antara lain PKK, kelompok Wanita Tani, Karang taruna,

kelompok arisan dan kelompok pengajian.

f. Penyebarluasan hasil pengamatan situasi

Data ASI eksklusif, latar belakang budaya, sumber daya dan sarana,

dan kelompok potensial diinformasikan kepada berbagai pihak baik

lintas program, lintas sektor terkait dalam pertemuan terpadu. STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

27 

 

g. Kegiatan Intervensi

1) Pendekatan pada tokoh masyarakat

Advokasi atau pendekatan kepada pemimpin Pendekatam

kepada para pejabat, tokoh masyarakat, tokoh agama di daerah

setempat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan KIE

dalam masyarakat tentang pentingnya ASI bagi tumbuh

kembang dan kecerdasan anak.

2) Orientasi

Sarana orientasi meliputi: poster dan leaflet tentang pentingnya

ASI eksklusif dan bahaya pemberian Makanan Pendamping ASI

terlalu dini dan terlalu lambat.

3) Pemberdayaan bidan desa, petugas puskesmas, kader

Pemberdayaan bidan desa dan kader dapat dilakukan melalui

pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan

dalam menyebarluaskan PP-ASI.

4) Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayanan masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa

cara antara lain melalui penyuluhan massal, penyuluhan

keluarga, penyuluhan kelompok dan penyuluhan perorangan.

7. Masalah yang Dihadapi Selama Menyusui

Ada beberapa masalah pada minggu pertama menyusui :

a. Masalah Menyusui pada Ibu:

1) ASI belum keluar pada hari pertama STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

28 

 

ASI belum keluar pada hari pertama sehingga ibu merasa

bayinya perlu diberikan munuman lain, padahal bayi yang lahir

cukup bulan dan sehat mempunyai persediaan kalori dan cairan

yang dapat membuatnya bertahan tanpa minuman selama

beberapa hari. Disamping itu, pemberian minuman sebelum ASI

keluar dapat memperlambat pengeluaran ASI karena bayi

menjadi kenyang dan malas menyusu. Padahal pengeluaran ASI

oleh isapan bayi dapat memicu produksi ASI sehingga

produksinya melimpah (Nurheti Yuliarti, 2010:34).

Dalam 24 jam pertama bayi tidak perlu cairan, jadi tidak

minumpun tidak apa-apa. Tetapi tetap harus mulai menyusui,

yang penting adalah dalam 1 jam pertama harus diberitahukan

kepada ibu untuk mulai menyusui, karena pada saat baru lahir

daya isap bayi sangat kuat, kemampuan isap ini baru akan

kembali 38 jam kemudian. Daya isap yang sangat kuat ini

disebabkan karena lahir adalah suatu trauma yang menyebabkan

adrenalin bayi tinggi sekali, sehingga kemampuan menghisap

dan menyedot sangat tinggi. Kalau ini tidak dipergunakan,

adrenalin akan turun dan hormon menyenangkan yang membuat

bayi tenang dan tertidur akan keluar, sehingga baru 1 hari

kemudian bias menyusui. Juga perlu sering menyusui untuk

merangsang ASI (Anton Baskoro, 2008:43).

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

29 

 

2) Payudara terasa penuh dan nyeri

Saat ASI keluar pertama kali, payudara mungkin terasa panas,

berat, keras, dan seakan-akan penuh batu. Pada banyak wanita,

payudara hanya terasa penuh. Salah satu penyebab nyeri pada

puting susu adalah karena bayi mengisap dengan posisi salah.

Bayi tidak cukup banyak memasukkan areola ke mulutnya, dan

hanya menghisap dari ujung puting saja. Keadaan ini disebut

nyeri puting karena salah posisi (F Savage King, 1991:46).

3) Payudara berukuran kecil

Ukuran payudara tidak menentukan banyak sedikitnya produksi

ASI. Produksi ASI lebih ditentukan oleh banyaknya lemak pada

payudara, sedangkan kelenjar penghasil ASI sama banyaknya

pada setiap payudara. Walaupun payudara kecil, namun

produksi ASI dapat tetap mencukupi apabila manajemen laktasi

dilaksanakan dengan baik dan benar (Nurheti Yuliarti, 2010:34).

4) Puting susu lecet

Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan

menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan dan

kadang-kadang mengeluarkan darah. Puting susu lecet dapat

disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tetapi dapat pula

disebabkan oleh thrush (candidates) atau dermatitis (Weni

Kristiyansari, 2009:54).

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

30 

 

5) Rendahnya produksi ASI

Banyak ibu mengeluh bahwa ASInya tidak keluar atau kelihatan

cukup. Produksi ASI akan menningkat bila bayi sering disusui

atau pabrik susu ibu dikosongkan dengan diperah. Hal yang

penting diperhatikan adalah posisi pelekatan yang betul antara

mulut bayi dengan payudara ibu. Sering seorang ibu mengatakan

sudah meneteki lebih dari 1 jam, tetapi bayi tetap menangis

seperti kehausan. Produksi ASI mengikuti prinsip ”makin tinggi

kebutuhan bayi, makin banyak produksi ASI” (Anton Baskoro,

2008:39).

6) Payudara Bengkak

Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui

dengan adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem

duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan.

Payudara bengkak ini sering terjadi pada hari ketiga atau

keempat sesudah ibu melahirkan. Statis pada pembuluh darah

dan limfe akan mengakibatkan meningkatnya tekanan

intraduktal, yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada

payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat,

akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang serta nyeri.

Kemudian diikuti penurunan produksi ASI (Soetjiningsih,

1997:107).

7) Air Susu Ibu kurang STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

31 

 

Menilai kecukupan ASI bukan dan seringnya bayi menangis,

ingin selalu menyusu pada ibunya, atau payudara yang terasa

kosong/ lembek meski produksi ASI cukup lancar, melainkan

dari kenaikan berat badan bayi. Bila gizi ibu cukup, cara

menyusui benar, percaya diri akan kemauan dan kemampuan

menyusui bayinya, serta tidak memiliki kelainan payudara pada

4-6 bulan pertama usia bayi akan terjadi kenaikan berat badan

yang baik. Hal ini dapat dipantau dengan melihat KMS bayi.

Kenaikan berat badan yang tidak sesuai biasanya karena jumlah

ASI tidak cukup sehingga perlu tambahan sumber gizi lain

(Arief Mansjoer, 2001:325).

8) Ada benjolan nyeri pada payudara

Jaringan kelenjar pada payudara tersusun dalam bagian atau

segmen seperti terlihat pada jeruk. Saluran keluar dari setiap

segmen. Kadang-kadang saluran tersumbat, sehingga ASI dari

segmen payudara tersebut tidak mengalir dan terbentuk benjolan

nyeri (F Savage King, 1991:44).

9) Ibu hamil lagi

Ketika masih menyusui, kadang ibu sudah hamil kembali. Jika

tidak ada masalah dengan kandungannya, ibu masih dapat

menyusui. Namun, ia harus makan lebih banyak lagi. Selain itu,

mungkin ibu akan mengalami puting lecet, keletihan, ASI

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

32 

 

berkurang, rasa ASI berubah, dan kontraksi rahim (Yunisa

Priyono, 2010:95).

10) Ibu terserang penyakit

Bukan hal yang menyenangkan bila ibu sakit, padahal harus

menyusui bayinya. Jika ibu menderita penyakit yang cukup

serius, ibu mungkin enggan menyusui atau meyakini bahwa

menyusui tidaklah aman bagi bayi. Sebenarnya, bila ibu sedang

sakit dan ingin tetap menyusui bayinya, hal ini bukanlah

masalah serius. Tindakan itu akan bermasalah jika ibu harus

minum obat yang tidak cocok bagi bayi. Bila ingin berhenti

menyusui bayi selama ibu minum obat, hendaknya ibu

memompa payudara agar suplay ASI tetap terjaga. Intinya, ibu

harus terus menerus menyusui supaya bayi memperoleh banyak

antibodi dari ASI. Bila ibu diare atau muntah-muntah karena

keracunan makanan, hemdaknya ibu tetap menyusui bayinya,

kecuali ibu sangat lemah dan perlu minum antibiotik (Dwi Sunar

Prasetyono, 2009:119).

11) Ibu yang memerlukan pengobatan

Karena takut obat-obatan yang dikonsumsinya mengganggu

bayi, sering sekali ibu berhenti menyusui. Padahal, kebanyakan

obat hanya sebagian kecil saja yang dapat melalui ASI. Itu pun

jarang berakibat ke bayi. Oleh karena itu, ahli medis tidak

pernah mengobati bayi dengan menganjurkan ibu STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

33 

 

mengkonsumsi obat tertentu. Memang ada beberapa obat yang

sebaiknya tidak diberikan kepada ibu menyusui. Selain itu, jika

harus mengkonsumsi obat, pilihlah obat yang memiliki masa

pendek dan mempunyai rasio ASI plasma kecil (kemampuan

obat mengontaminasi ASI). Jika ibu menyusui harus

mengkonsumsi obat, sebaiknya dilakukan segera setelah

menyusui (Yunisa Priyono, 2010:94).

12) Puting susu kering, pecah-pecah dan berdarah

Minggu-minggu pertama wanita belajar menyusui, terkadang

putting susunya terlihat mengeras, lama-kelamaan pecah-pecah

bahkan berdarah. Hal ini disebabkan karena pada saat menyusui,

bayi hanya menghisap bagian puting saja dan tidak sampai ke

bagian aerola (uzzi Reiss dan Yfat M Reiss, 2004:122).

b. Masalah Yang dihadapi Bayi:

1) Bayi menolak menyusu

Bayi menolak menyusu bisa merupakan masalah penting dan

serius. Biasanya ini berhubungan dengan masalah teknik atau

pola menyusui. Kadang-kadang juga menandakan bayi sakit,

misalnya terkena infeksi atau kerusakan otak Jika bayi menolak

menyusu, biasanya merupakan cara untuk memberi tahu kepada

ibunya mengenai sesuatu yang salah. Mungkin karena bayi nyeri

akibat tumbuh gigi atau sesak nafas karena pilek. Jika bayi tetap

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

34 

 

menolak payudara, cobalah untuk menyusuinya saat mengantuk

(Desiana Maharani, 2008:44).

2) Defekasi bayi pada minggu-minggu pertama adalah encer dan

sering sehingga dikatakan bayi menderita diare dan sering kali

petugas kesehatan menyuruh menghentikan menyusui, padahal

sifat defekasi bayi yang mendapat kolostrum memang demikian

karena kolostrum bersifat sebagai laktasi (Nurheti Yuliarti,

2010:33).

3) Bayi suka menggigit

Akibat tumbuh gigi baru, bayi biasanya menggigit puting ibu,

jika gigi bayi mulai tumbuh, biarkan ia belajar menggigit

mainan khusus. Jika bayi menggigit puting, peluk ia lebih erat

atau pencet hidungnya. Dengan begitu ia akan kesulitan bernafas

lewat hidung, sehingga akan membuka mulut dan melepaskan

gigitannya (Desiana Maharani, 2009:44).

4) Bayi sakit

Sebagian kecil sekali bayi yang sakit, dengan indikasi khusus

tidak diperbolehkan mendapat makanan per oral, tetapi apabila

sudah diperbolehkan, maka ASI harus tetap diperbolehkan

(Weni Kristiyansari, 2009:68).

5) Menyusui dengan satu payudara saja

Kadang-kadang bayi mengembangkan kesukaan pada salah satu

payudara. Itu tidak berbahaya, tapi harus dicoba untuk menyusui STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

35 

 

dengan payudara yang tidak disukainya seperti saat minum ASI

dari payudara pilihannya (Desiana Maharani, 2009:44).

6) Bayi terlalu sering menyusu

Jika bayi sering menyusu pada hari-hari awal kelahiran, maka

hal ini merupakan sesuatu yang lumrah. Namun bila frekuensi

menyusu terlalu tinggi dan rentang waktu menyusu cukup

pendek (kurang dari 1 jam dan terjadi minimal 10 kali sehari

selama lebih dari seminggu secara berturut turut), berarti

mungkin terjadi masalah dalam menyusui. Jika bayi tiba-tiba

menjadi lebih sering menyusu setelah dua minggu, ia bisa

mengalami peningkatan pertumbuhan yang sangat pesat.

Kondisi seperti itu terjadi setelah 2, 3, 6 atau 12 minggu. Tetapi,

ibu perlu mewaspadai bila keadaan ini terus berlanjut, karena

bayi mungkin sedang sakit (Anton Baskoro, 2008:181).

7) Posisi bayi pada payudara tidak baik

Hal ini sering terjadi karena bayi telah diberi susu botol.

Kadang-kadang, ibu muda tidak mampu menempatkan bayinya

tepat terhadap payudara. Bila bayi mengisap dengan posisi

salah, bayi tidak akan bisa memeras ASI dan tidak akan dapat

merangsang refleks-refleks. Bayi akan merasa lapar sehingga

ibu mengambil kesimpulan bahwa ia tidak mempunyai cukup

ASI (F. Savage King, 1991:64).

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

36 

 

8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Memberikan ASI

Banyak faktor sebenarnya yang menyebabkan para ibu merasa

tidak penting dan enggan untuk memberikan ASI kepada bayi mereka.

Lawrence Green (1980:120) mencoba menganalisis perilaku kesehatan

seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor

perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior

causes). Banyak faktor yang menyebabkan para ibu tidak menganggap

penting dan enggan untuk memberikan ASI kepada bayi mereka, secara

garis besar ada 2 faktor: (Baskoro, 2008:73).

a. Faktor internal

Faktor internal yang mempengaruhi para ibu adalah :

1) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemberian ASI. Ibu

yang tingkat pendidikannya lebih tinggi umumnya juga

mempunyai perhatian lebih besar terhadap kebutuhan gizi anak.

Demikian juga halnya dalam pemahaman akan manfaat ASI

anak (Rulina Suradi,1992: 9). Pendidikan orang tua merupakan

salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak,

karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat

menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara

pengasuhan anak yang baik, cara menjaga kesehatan anak, dan

sebagainya (Soetjiningsih, 1995:10).

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

37 

 

2) Tingkat pengetahuan

Mereka tidak banyak tahu manfaat apa saja yang terdapat pada

ASI, apa akibatnya kalau anak tidak menerima ASI yang cukup

dari ibu. Rendahnya tingkat pemahaman tentang pentingnya ASI

selama 6 bulan pertama kelahiran dikarenakan kurangnya

informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu

mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat yang terkandung

dalam ASI (Dwi Sunar Prasetyono, 2009:33). Asi yang keluar

pada hari pertama sampai dengan hari ke lima bahkan pada hari

ke 7 dinamakan kolostrum atau susu awal yang biasanya bersifat

cairan jernih kekuningan itu mengandung zat putih telur atau

protein dalam kadar yang tinggi, zat daya tahan tubuh dalam

kadar yang tinggi dari pada susu madu yaitu air susu ibu yang

telah berumur tiga hari (Baskoro, 2008:75). Sikap seseorang

dipengaruhi oleh pengetahuan yang dipunyainya dan ia akan

memberikan sikap negatif terhadap ASI, jika pengetahuan

tentang hal itu kurang. Kepribadian dan pengalaman hidupsi ibu

sendiri juga penting, dengan senang dan santai umumnya lebih

berhasil dalam laktasi . Ibu yang mempunyai sikap positif dan

senang terhadap menyusui, maka kemungkinan untuk berhasil

adalah lebih besar (Sri Haryati, 2006:19).

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

38 

 

3) Informasi

Karena kurang informasi, banyak ibu menganggap susu formula

sama baiknya, bahkan lebih baik dari ASI. Hal ini menyebabkan

ibu lebih cepat memberikan susu formula jika merasa ASI

kurang atau terbentur kendala menyusui. Masih banyak pula

petugas kesehatan tidak memberikan informasi pada saaat

pemeriksaan kehamilan atau sesudah bersalin. Untuk dapat

melaksanakan program ASI eksklusif, ibu dan keluarganya perlu

menguasai informasi tentang keuntungan pemberian ASI,

kerugian pemberian susu formula, pentingnya rawat gabung,

cara menyusui yang baik dan benar, dan siapa yang harus

dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah seputar menyusui

(Yunisa Priyono, 2010:90).

4) Kondisi Kesehatan ibu

Pada hari pertama sebenarnya bayi belum memerlukan cairan

atau makanan, sehingga tidak atau belum diperlukan pemberian

cairan apalagi susu formula, sebelum ASI keluar cukup, bayi

pada 30 menit pertama setelah lahir harus disusui oleh ibunya,

hal ini bukan untuk pemberian nutrisi, tetapi untuk belajar

menyusui atau membiasakan menghisap putting susu dan juga

guna mempersiapkan ibu untuk mulai memproduksi ASI (Anton

Baskoro, 2008: 74). Ibu merasa bahwa ASI yang diberikan

secara eksklusif kepada bayi tidak cukup sehingga ibu ingin STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

39 

 

cepat memberikan susu formula atau bubur yang terbuat dari

tepung biji-bijian kepada bayinya (Utami Roesli, 2000:20).

Adanya gangguan kesehatan dan kelainan payudara pada ibu

seperti puting susu nyeri atau lecet, payudara bengkak, saluran

susu tersumbat, radang payudara dan kelainan anatomis pada

puting susu ibu sehingga membuat ibu kesukaran dalam

memberikan ASI secara eksklusif (Soetjiningsih, 1997:105).

5) Status persalinan

Ada dua jenis persalinan, yaitu secara normal dan caesar, ibu

yang melahirkan dengan cara operasi caesar sering kali sulit

menyusui bayinya segera setelah ia lahir. Terutama jika ibu

diberikan anestasi umum. Ibu relatif tidak sadar untuk mengurus

bayinya setelah bayi lahir. Kondisi luka operasi dibagian perut

relatif membuat proses menyusui sedikit terhambat. Sementara

itu, bayi mungkin mengantuk dan tidak responsif untuk

menyusu, terutama jika ibu mendapat obat-obatan penghilang

rasa sakit sebelum operasi. Beberapa penelitian menyimpulkan

bahwa proses melahirkan dengan caesar akan menghambat

terbentuknya produksi ASI (Weni Kristiyansari, 2009:45)

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal memberikan gambaran kepada kita bahwa

begitu banyak varian-varian yang seharusnya tidak terjadi

seandainya faktor internal dapat terpenuhi oleh ibu: STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

40 

 

1) Ibu yang bekerja

Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan

mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir

sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu upaya

pemberian ASI eksklusif. Dari berbagai penelitian menunjukkan

banyak alasan untuk menghentikan ASI dengan jumlah yang

bervariasi (Depkes, 2003). Faktor ini juga tidak luput dari

kurangnya pengetahuan dari para ibu, tidak sedikit dari apa ibu

yang bekerja akan tetapi tetap memberikan asi secara eksklusif

pada bayinya selama 6 bulan. Pada ibu bekerja cara lain untuk

tetap dapat memberikan asi secara eksklusif pada bayinya

adalah dengan memberikan asi peras. (Baskoro, 2008:74).

Selama ibu ditempat kerja, sebaiknya ASI diperah mininum 2

kali selama 15 menit. Gunakan jari tangan untuk memerah Asi,

jangan pompa terompet. ASI perah tahan 6-8 jam di udara luar,

24 jam di dalam termos berisi es batu, 48 jam di dalam lemari

es, dan tiga bulan di dalam freezer. Dengan bantuan ”tempat

kerja sayang ibu”, yaitu tempat kerja yang memungkinkan

karyawatinya menyusui secara eksklusif, keberhasilan ibu

bekerja memberikan ASI eksklusif akan menjadi lebih besar lagi

(Yunisa Priyono, 2010:86). Bekerja bukan berarti alasan untuk

menghentikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan,

meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

41 

 

benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI, dan

dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat

tetap memberikan ASI secara ekslusif (Utami Roesli, 2000:38).

2) Pengertian dan dukungan suami

Kurangnya dukungan keluarga terutama dari suami merupakan

factor yang sering dijumpai, pemberian makanan prelaktal

terlalu dini yang merupakan kebiasaan dari keluarga menjadi

faktor penghambat untuk memberikan ASI, serta kurangnya

perhatian suami terhadap asupan gizi ibu menyusui. Suami

merupakan pendukung terbaik bagi ibu muda yang menyusui.

Bila suami bersedia, ia dapat menolong istri dalam hal ini.

Suami dapat memberitahu istrinya bahwa ia ingin istrinya

menyusui dan mengatakan bahwa ASI merupakan makanan

terbaik bagi bayi (King, 1991: 4). Ayah dapat berperan aktif

dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan

dukungan secara emosional dan bantuan- bantuan praktis

lainnya, seperti popok atau menyendawakan bayi. Pengertian

tentang perannya yang penting ini merupakan langkah pertama

bagi seorang ayah untuk dapat mendukung ibu agar berhasil

menyusui secara eksklusif (Utami Roesli, 2000: 44).

3) Sosial ekonomi

Pada keadaan sosial ekonomi yang kurang ada kecenderungan

seorang ibu untuk menyusui secara eksklusif, karena mereka STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

42 

 

tidak mampu untuk membeli susu formula, tetapi pada keadaan

yang seperti ini juga tidak menutup kemungkinan seorang ibu

untuk memberi makanan prelaktal terlalu dini, karena takut

bayinya kelaparan. Di negara sedang berkembang, dijumpai

kecenderungan ibu-ibu lebih pendek periode memberikan ASI-

nya, dan selanjutnya menggunakan makanan pendamping ASI.

Keadaan demikian ditemukan umum pada masyarakat daerah

perkotaan. Di Indonesia, khususnya dipedesaan, penghentian

meneteki didasarkan pada alasan-alasan antara lain: hamil lagi,

anak cukup umur mendapat makanan biasa, payudara sakit, atau

air susu sedikit. Di perkotaan, sebabnya beragam antaara lain

lingkungan sosial budaya, ibu bekerja serta pengaruh iklan

makanan pengganti ASI (Suhardjo, 1995:78).

4) Latar belakang budaya setempat

Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya

dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami

suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan. Sering

sekali perubahan sosial budaya memberikan pengaruh ibu untuk

memberikan ASI, seperti contohnya, ibu-ibu yang bekerja atau

kesibukan sosial lainnya, meniru teman atau tetangga yang

memberikan susu botol, serta ada perasaan ketinggalan zaman

jika menyusui bayinya (Soetjiningsih, 2002:17). Ibu- ibu dari

suku jawa memberikan makanan prelaktal sebagai peristiwa adat STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

43 

 

yaitu simbol pembebesan bayi dari rahim ibu (Suhardjo, 1995:

134).

5) Kelompok-kelompok Potensial

Tenaga gizi puskesmas harus mengetahui kelompok potensial

yang dapat digunakan sebagai sasaran yang strategis dalam

memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat.

Kelompok ini mempunyai potensial yang cukup besar dalam

mensukseskan program, oleh karena itu perlu diciptakan

kerjasama yang baik antara petugas puskesmas dan kelompok

potensial yang ada di kecamatan (Depkes RI, 1997:7).

6) Advokasi atau pendekatan pada pemimpin

Pendekatan kepada para pejabat, tokoh masyarakat, tokoh

agama di daerah setempat diperlukan untuk meningkatkan

keberhasilan KIE dalam masyarakat tentang pentingnya ASI

bagi tumbuh kembang dan kecerdasan anak (Depkes RI,

1997:8).

7) Iklan susu formula

Gencarnya kampanye produsen susu dan makanan pendamping

ASI, serta keberhasilan distributor untuk mendistribusikannya,

merupakan faktor dominan yang manjadikan para ibu muda

terpengaruh untuk menggantikan ASI sebagai makanan utama

bayi dengan susu formula. Dalam promosi susu tersebut ada

kekeliruan konsep, yakni susu formula itu diperlukan oleh ibu STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

44 

 

yang persediaan air susunya tidak mencukupi kebutuhan anak,

sehingga dibutuhkan susu tambahan yang diproduksi oleh

perusahaan susu. Promosi ini sangat mempengaruhi pemikiran

para ibu yang kurang memiliki pengetahuan yang luas tentang

ASI. Dengan adanya promosi tersebut para ibu dibujuk agar

mempercayai propaganda mereka, dan mulai menggunakan susu

formula sebagai pengganti ASI (Dwi Sunar Prasetyono,

2009:12).

8) Sikap petugas Kesehatan

Sikap dan pengetahuan yang dimiliki oleh petugas adalah factor

penentu kesiapan petugas dalam mengelola ibu menyusui. Ada

pendapat bahwa untuk mengembalikan posisi ASI di Rumah

Sakit tantangan yang terbesar akan datang dari para perawat dan

Dokter. Karena untuk mereka memberikan susu botol adalah

lebih mudah dan sederhana bila dibandingkan dengan

rangkaian-rangkaian kegiatan promosi ASI. Tetapi bukti nyata

akan keuntungan pemakaian ASI adalah salah satu cara untuk

mengubah sikap tersebut. Penggunaan ASI telah mengubah

sikap petugas menjadi suportif. Beberapa penelitian

membuktikan bahwa sikap petugas kesehatan sangat

mempengaruhi pemilihan makanan bayi oleh ibunya. Pengaruh

ini dapat berupa sikap negatif secara pasif, sikap yang

”indifferent” yang dinyatakan dengan tidak menganjurkan dan STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

45 

 

tidak membantu bila ada kesulitan laktasi. Sikap ini dapat pula

secara aktif, misalnya bila ada kesulitan laktasi, malah

menasihatkan ibu untuk segera beralih ke susu botol saja

(Soetjiningsih,1997:163).

9) Penyuluhan

Penyuluhan merupakan salah satu program promosi kesehatan,

promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat

atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat

tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya – upaya

memfasilitasi perubahan perilaku. Hal ini berarti bahwa promosi

kesehatan adalah program kesehatan yang dirancang untuk

membawa perubahan, baik di dalam masyarakat sendiri maupun

dalam organisasi dan lingkungannya (Soekidjo Notoatmodjo,

2007:23). Seorang ibu yang tidak pernah mendapat nasehat atau

pengalaman, penyuluhan tentang ASI dan seluk beluknya dari

orang lain, maupun dari buku- buku bacaan dapat

mempengaruhi sikapnya saat ibu tersebut harus menyusui (Sri

Haryati, 2006: 19).

9. Faktor-faktor pendukung keberhasilan pemberian ASI

a. Ibu harus yakin bahwa mampu menyusui bayinya.

b. Ibu cukup minum (8-12 gelas/hari)

c. Ibu dalam keadaan pikiran tenang dan damai

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

46 

 

d. Perhatian cara meletakkan bayi dan cara meletakkan puting pada

mulut bayi dan benar

e. Makin sering payudara dihisap bayi, makin banyak produksi susu

untuk bayi.

f. Pengertian dan dukungan keluarga, terutama dari suami sangat

penting. (Siregar Arifin, 2004)

E. Puskesmas

1. Pengertian Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu sarana

pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia.

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kabupaten/kota yang

bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatau

wilayah kerja (Depkes, 2009).

2. Standar Pelayanan Puskesmas

Setiap Puskesmas mempunyai jenis pelayanan yang standar sesuai

wilayah kerja masing-masing. Beberapa Puskesmas melaksanakan jenis

kegaitan pengembangan dan penunjang sesuai kemampuan sumber daya

manusia dan sumber daya material yang dimilikinya. Secara garis besar

pelayanan di Puskesmas meliputi upaya kesehatan perorangan (UKP) dan

Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Berikut ringkasan pelayanan di

puskesmas :

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

47 

 

a. Pelayanan Puskesmas didalam gedung (rawat jalan)

1). Ruangan Kartu/Loket

2). Poli Umum

3). Poli Gigi

4). Poli KIA-KB

5). Pojok Gizi

6). Ruangan Tindakan / UGD

7). Apotek

8). Gudang Obat

9). Gudang Inventaris

10). Ruangan Tata Usaha

11). Ruangan Imunisasi

12). Ruangan Laboratorium Sederhana

13). Ruangan Kepala Puskesmas

b. Pelayanan Puskesmas didalam gedung (rawat inap)

Puskesmas Rawat Inap, pada umumnya mempunyai ruangan khusus

untuk Unit Gawat Darurat, perawatan umum dan ruang bersalin

c. Pelayanan Puskesmas di luar gedung :

1). Posyandu Balita

2). Posyandu Lansia

3). Penyuluhan Kesehatan

4). Pelacakan Kasus

5). Survey PHBS STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

48 

 

6). Rapat Koordinasi

Sedangkan Program Pokok Puskesmas yaitu :

a. Promosi Kesehatan (Promkes)

1) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

2) Sosialisasi Program Kesehatan

b. Pencegahan Penyakit Menular (P2M) :

1) Surveilens Epidemiologi

2) Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malari, Flu Burung, ISPA,

Diare, PMS

c. Pengobatan :

1) Poli Umum

2) Poli Gigi

3) Unit Gawat Darurat

4) Puskesmas Keliling

d. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) – KB

1) ANC (Antenatal Care), PNC (Post Natal Care)

2) KB (Keluarga Berencana),

3) Persalinan

4) Rujukan Resti

5) Kemitraan Dukun

e. Upaya Peningkatan Gizi

1) Penimbangan

2) Pelacakan Gizi Buruk STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

49 

 

3) Penyuluhan Gizi

f. Kesehatan Lingkungan :

1) Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah)

2) SAMI-JAGA (sumber air minum-jamban keluarga)

3) TTU (tempat umum), Institusi

4) Survey Jentik Nyamuk

g. Pencatatan dan Pelaporan :

Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)

Adapun Program Tambahan/Penunjang Puskesmas antara lain :

a. Kesehatan Mata

b. Kesehatan Jiwa

c. Kesehatan Lansia

d. Kesehatan Reproduksi Remaja

e. Kesehatan Olahraga

(Program penunjang biasanya sebagai tambahan, sesuai kemampuan

puskesmas dalam melakukan pelayanan)

3. Manajemen Puskesmas

Manajemen Puskesmas didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang

bekerja secara sistematis untuk menghasilkan luaran Puskesmas yang

efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan

Puskesmas membentuk fungsi-fungsi manajemen. Ada 3 (tiga) fungsi

manajemen Puskesmas yang dikenal yakni Perencanaan, Pelaksanaan

dan Pengendalian, serta Pengawasan dan Pertangungjawaban. Semua STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

50 

 

fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan

berkesinambungan (Departemen Kesehatan, 2004).

Manajemen Puskesmas adalah Proses Pencapaian Tujuan Puskesmas.

Untuk mencapai tujuan Puskesmas secara efektif dan efisien, pimpinan

Puskesmas dituntut untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yaitu

fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan oleh pimpinan Puskesmas secara

terorganisasi, berurutan dan berkesinambungan. Fungsi manajemen yang

digunakan oleh Puskesmas diadaptasi dari fungsi manajemen yang

dikemukakan oleh Terry dengan penambahan fungsi evaluating

(Penilaian), sehingga fungsi-fungsi manajemen Puskesmas adalah

sebagai berikut:

a. Planning (Perencanaan);

Planning (Perencanaan) adalah sebuah proses yang dimulai dengan

merumuskan tujuan Puskesmas sampai dengan menetapkan alternatif

kegiatan untuk mencapainya. Tanpa ada fungsi perencanaan

Puskesmas, tidak ada kejelasan kegiatan yang akan dilaksanakan

oleh staf untuk mencapai tujuan Puskesmas. Melalui fungsi

perencanaan Puskesmas akan ditetapkan tugas-tugas pokok staf dan

dengan tugas-tugas ini pimpinan Puskesmas akan mempunyai

pedoman supervisi dan menetapkan sumber daya yang dibutuhkan

oleh staf untuk menjalankan tugas-tugasnya.

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

51 

 

b. Organizing (Pengorganisasian);

Organizing (Pengorganisasian) adalah serangkaian kegiatan

manajemen untuk menghimpun semua sumber daya yang dimiliki

Puskesmas dan memanfaatkan secara efisien untuk mencapai tujuan

Puskesmas. Atas dasar pengertian tersebut, fungsi pengorganisasian

juga meliputi proses pengintegrasian semua sumber daya yang

dimiliki Puskesmas.

c. Actuating (Penggerakan Pelaksanaan);

Actuating (directing, commanding, motivating, influencing) atau

fungsi penggerakan pelaksanaan Puskesmas adalah proses

pembimbingan kepada staf agar mereka mampu dan mau bekerja

secara optimal menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan

kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, dan dukungan sumber

daya yang tersedia. Kepemimpinan yang efektif, pengembangan

motivasi, komunikasi, dan pengarahan sangat membantu suksesnya

pelaksanaan fungsi aktuasi.

d. Controlling (Pengawasan/Pembimbingan);

Controlling (pengawasan dan pengendalian) adalah proses untuk

mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai

rencana yang sudah disusun dan mengadakan perbaikan jika terjadi

penyimpanagan. Pelaksanaan fungsi manajemen ini memerlukan

perumusan standar kinerja (standard performance).

e. Evaluating (Penilaian). STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

52 

 

Evaluating (Penilaian) adalah suatu proses untuk menentukan nilai

atau tingkat keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau suatu proses yang teratur

dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan

tolok ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan

pengambilan kesimpulan serta memberikan saran-saran yang dapat

dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program (Azwar,

1998).

Meskipun kelima fungsi manajemen tersebut terpisah satu sama lain,

tetapi sebagai suatu kesatuan proses, dimana kelimanya merupakan

suatu rangkaian kegiatan yang berhubungan satu sama lain. Kelima

fungsi ini sifatnya sekuensial, artinya fungsi yang satu mendahului

fungsi yang lainnya, dimana aktivitas manajerial dimulai dengan

planning dan berakhir pada evaluating. Jika perencanaan (planning)

telah disusun, kemudian struktur organisasi dirancang sedemikian

rupa agar setiap tugas dan hubungan antar unit kerja dalam

organisasi dapat merealisasikan rencana (organizing). Jika struktur

organisasi telah dirancang, maka pimpinan memilih dan menetapkan

personalia dengan kualifikasi yang tepat untuk menempati posisi

dalam struktur organisasi dan mengerjakan berbagai tugas.

Kemudian individu atau tim yang bekerja dalam organisasi

digerakan dan diarahkan agar mereka bertindak atau bekerja efektif

untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan (actuating). STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

53 

 

Akhirnya semua aktivitas atau operasi organisasi dikontrol untuk

mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai sesuai dengan standar

kinerja yang telah ditentukan (controlling), kemudian hasil yang

dicapai dibandingkan dengan tolok ukur atau kriteria kinerja yang

telah ditetapkan, dilanjutkan dengan kesimpulan dan saran-saran

yang dapat dilakukan pada setiap tahap pelaksanaan program

(evaluating).

Manajemen Puskesmas adalah Proses Menselaraskan Tujuan

Organisasi dan Tujuan Pegawai Puskesmas. Pembangunan kesehatan

yang diselenggarakan oleh Puskesmas bertujuan untuk mendukung

tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas

agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tinginya dalam rangka

mewujudkan Indonesia Sehat 2010 (Departemen Kesehatan, 2004).

Manajemen Puskesmas adalah Proses Kerjasama dan Kemitraan

dalam Pencapaian Tujuan Organisasi. Definisi ini mengandung arti

bahwa pimpinan dalam mencapai tujuan organisasi dengan dan

melalui pengaturan dan penggerakan orang lain untuk melaksanakan

berbagai tugas organisasi yang diperlukan, atau dengan kata lain

pimpinan tidak melakukan tugas itu sendiri. Untuk itu, pimpinan

Puskesmas harus memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya

manusia (SDM) yang ada di Puskesmas sehingga tercipta kerja sama STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

54 

 

yang dinamis dan harmonis. Agar kerja sama berlangsung dinamis

dan produktif, diperlukan kesepakatan/komitmen antara pimpinan

dengan staf tentang visi, misi, tujuan, kebijakan, strategi, program,

dan kegiatan organisasi dan hal-hal lain yang terkait dengan proses

pencapai tujuan organisasi. (Departemen Kesehatan, 2003).

Dari uraian beberapa pengertian manajemen tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa manajemen Puskesmas diselenggarakan sebagai

berikut :

1) Proses pencapaian tujuan Puskesmas;

2) Proses menselaraskan tujuan organisasi dan tujuan pegawai

Puskesmas (management by objectives atau MBO) menurut

Drucker;

3) Proses mengelola dan memberdayakan sumber daya dalam

rangka efisiensi dan efektivitas Puskesmas;

4) Proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah;

5) Proses kerjasama dan kemitraan dalam pencapaian tujuan

Puskesmas;

6) Proses mengelola lingkungan.

Untuk menciptakan sistem manajemen kinerja yang efektif, peran

pimpinan menurut Mahmudi (2005) sangat menentukan. Pimpinan

bertanggung jawab untuk:

1) Menciptakan kondisi yang dapat memotivasi pegawai;

2) Melakukan observasi kinerja pegawai; STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

55 

 

3) Memperbaharui dan menyesuaikan tujuan, standar kinerja, dan

kompetensi kerja apabila terjadi perubahan kondisi;

4) Memberikan umpan balik atas kinerja pegawai dan memberikan

pengarahan;

5) Memberikan up grading dan pengembangan kemampuan

pegawai, dan

6) Memberikan penguatan perilaku untuk mencapai tujuan

organisasi.

Adapun langkah-langkah proses pemecahan masalah dalam

keseluruhan siklus pemecahan masalah (problem solving cycle)

dihubungkan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen

Puskesmas.

Langkah pertama dalam siklus pemecahan masalah adalah

menentukan masalah dengan baik. Ini dimulai dengan kegiatan

analisis situasi atau disebut juga identifikasi masalah. Untuk

mengidentifikasi masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di

wilayah kerja Puskesmas dan pengembangan program intervensinya,

pimpinan Puskesmas dapat menganalisis masalah kesehatan tersebut

dengan menggunakan pendekatan epidemiologi, prinsip-prinsip

kesehatan masyarakat, kedokteran pencegahan, paradigma hidup

sehat menurut Blum dan analisis sistem. Dari analisis situasi akan

diketemukan banyak masalah. Masalah adalah keadaan atau realita

yang menyimpang dari apa yang diharapkan. Atau sering juga STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

56 

 

dikatakan bahwa masalah adalah kesenjangan antara apa yang

diharapkan dengan apa yang menjadi kenyataan. Umumnya dalam

kehidupan sehari-hari, sumber daya yang tersedia tidak cukup untuk

memecahkan semua masalah tersebut. Oleh sebab itu, perlu

ditentukan masalah kesehatan mana yang harus diutamakan

(diprioritaskan). Ada beberapa teknik untuk menentukan peringkat

prioritas masalah. Masalah yang sudah menjadi prioritas, perlu

dirumuskan dengan jelas. Perumusan masalah yang baik adalah jika:

(1) ada pernyataan tentang kesenjangan secara kualitatif dan/atau

kuantitatif, (2) didukung oleh data, dan (3) dinyatakan secara

spesifik apa masalah tersebut (butir 1 dan 2), siapa yang terkena,

dimana lokasinya, kapan waktunya. Untuk masalah yang sudah

dirumuskan dengan baik, kemudian ditentukan tujuan yang akan

dicapai, yaitu apakah: (1) masalah tersebut akan dikurangi sampai

tingkat tertentu atau (2) masalah tersebut dihilangkan sama sekali.

Selanjutnya adalah memilih alternative intervensi atau kegiatan yang

perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diatas. Untuk itu,

perlu dilakukan analisis determinan masalah atau kadangkadang

disebut analisis faktor risiko.

Untuk itu memerlukan suatu organisasi yang tertata dengan baik

(organizing). Pelaksanaan program atau implementasi memerlukan

fungsi penggerakan dan pelaksanaan (actuating) dengan

melaksanakan fungsi kepemimpinan, motivasi, komunikasi, dan STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

57 

 

pengarahan serta pengawasan dan pengendalian. (controlling). Hasil

implementasi dan pelaksanaan kemudian dilakukan penilaian

(evaluating). Evaluasi ini kemudian dipergunakan sebagai masukan

dalam proses atau siklus selanjutnya dalam pemecahan masalah.

Teori tersebut mengatakan bahwa suatu perubahan pada dasarnya

adalah hasil intervensi 2 (dua) jenis kekuatan, yaitu kekuatan

pendrong (driving force) dan kekuatan penghambat (restraining

force). Kekuatan pendorong adalah kekuatan yang mempengaruhi

suatu situasi yang memberikan dorongan ke arah tertentu, mereka

cenderung menimbulkan suatu perubahan dan mempertahankan

kelangsungannya. Sedangkan kekuatan penghambat yaitu kekuatan

yang menentang atau mengurangi kekuatan pendorong.

Berdasarakan teori tersebut, suatu perubahan akan terjadi apabila

dilakukan intervensi terhadap 2 (dua) jenis kekuatan yang ada dan

yang dihadapi oleh suatu organisasi, yaitu kekuatan pendorong (+)

dan kekuatan penghambat (-) Secara garis besarnya langkah untuk

melakukan suatu perubahan, menurut teori tersebut, adalah:

a. Intervensi Kekuatan (+) dan (-)

Kedua jenis kekuatan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Kekuatan Pendorong (+), terdiri atas :

Dari internal organisasi, disebut sebagai Strength

(kekuatan). Dari eksternal organisasi, disebut sebagai

Opportunity (kesempatan /peluang). STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

58 

 

2) Kekuatan Penghambat (-), terdiri atas :

Dari internal organisasi, dinamakan sebagai Weakness

(kelemahan). Dari eksternal, dikenal sebagai Threat

(ancaman/rintangan). Langkah ini disebut intervensi

SWOT.

b. Menetapkan tindakan intervensi pada kedua jenis kekuatan

tersebut.

Mengingat yang dihadapi adalah 2 (dua) jenis kekuatan yang

berbeda sifatnya, maka dikenal ada 2 (dua) jenis intervensi, yaitu:

1) Intervensi terhadap faktor menghambat, disebut sebagai

pemecahan, yaitu upaya menghilangkan faktor penghambat,

2) Intervensi terhadap faktor pendorong, yaitu upaya untuk

memanfaatkan kekuatan tersebut.

F. Analisis SWOT

SWOT merupakan akronim dari Strength (kekuatan) dan Weakness

(kelemahan) dalam organisasi Puskesmas, serta Opportunity (kesempatan/

peluang) dan Threat (ancaman/rintangan/tantangan) dari lingkungan eksternal

yang dihadapi organisasi Puskesmas. Yang dimaksud dengan kekuatan adalah

kompetensi khusus yang terdapat dalam organisasi Puskesmas, sehingga

Puskesmas memiliki keunggulan kompetitif di pasaran. Hal ini disebabkan

karena Puskesmas memiliki sumber daya, keterampilan, produk, dan jasa

andalan, dan sebagainya yang membuatnya lebih kuat dari pesaing dalam

memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan dan masyarakat di wilayah STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

59 

 

kerja Puskesmas. Kelemahan adalah keterbatan atau kekurangan dalam hal

sumber daya, keterampilan, dan kemampuan yang menjadi penghalang serius

bagi penampilan kinerja Puskesmas. Adapun peluang adalah berbagai situasi

lingkungan yang menguntungkan bagi Puskesmas, sedangkan ancaman

merupakan kebalikan dari peluang. Dengan demikian ancaman adalah faktor-

faktor lingkungan yang tidak menguntungkan Puskesmas (Siagian, 2004).

Analisis SWOT dapat merupakan alat yang ampuh dalam melakukan

analisis strategik. Keampuhan tersebut terletak pada kemampuan para

penentu strategi organisasi untuk memaksimalkan peranan faktor kekuatan

dan memanfaatkan peluang serta berperan untuk meminimalisasi kelemahan

organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi.

Analisis SWOT dapat diterapkan dalam 3 (tiga) bentuk dalam membuat

keputusan strategik.

Pertama : Analisis SWOT memungkinkan para pengambil keputusan

kunci dalam organisasi menggunakan kerangka berpikir yang logis dan

holistik yang menyangkut situasi dimana organisasi berada, identifikasi dan

analisis berbagai alternatif yang layak untuk dipertimbangkan, dan

menentukan pilihan alternatif yang diperkirakan paling ampuh.

Kedua : Pembandingan secara sistimatis antara peluang dan ancaman

eksternal di satu pihak serta kekuatan dan kelemahan internal di lain pihak.

Situasi yang paling didambakan ialah pada kuadran I karena organisasi

menghadapi berbagai peluang lingkungan dan memiliki berbagai kekuatan

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

60 

 

yang mendorong pemanfaatan berbagai peluang tersebut. Dengan kondisi

demikian, strategi yang tepat ialah strategi pertumbuhan (agresif).

Sebaliknya, organisasi yang berada pada kuadran III mengadapi

kondisi yang paling buruk karena harus manghadapi tantangan besar yang

bersumber pada lingkungan dan pada waktu yang bersamaan dilanda berbagai

kelemahan internal yang kritikal. Strategi yang tepat dalam kondisi demikian

ialah strategi defensif yaitu mengurangi atau mengubah bentuk keterlibatan

organisasi dalam produk atau jasa.

Pada Kuadran IV organisasi yang memiliki berbagai kekuatan internal

menghadapi situasi lingkungan yang tidak menguntungkan, strategi yang

paling tepat adalah strategi diversifikasi yaitu strategi memanfaatkan

kekuatan yang dimiliki sekarang untuk membuka peluang jangka panjang

dalam produk/jasa atau pasar yang lain atau baru.

Kuadran II posisi suatu organisasi yang menghadapi peluang pasar

yang besar di satu pihak akan tetapi memiliki keterbatasan kemampuan

karena berbagai kelemaan organisasi. Dalam kondisi demikian, strategi yang

tepat bagi organisasi untuk putar haluan yaitu mengambil berbagai langkah

untuk mengatasi kelemahan yang dihadapi secara internal agar peluang pasar

dapat dimanfaatkan.

Ketiga : Tantangan utama dalam penerapan analisis SWOT terletak

pada identifikasi dari posisi sebenarnya suatu organisasi, karena suatu

organisasi menghadapi berbagai peluang juga harus berupaya menghilangkan

berbagai ancaman. Mungkin pula terjadi bahwa organisasi mempunyai STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

61 

 

berbagai kelemahan, tetapi juga berbagai faktor kekuatan dalam menghadapi

pesaing.

Karena itu analisis SWOT tidak terletak hanya pada penempatan

organisasi pada sel tertentu akan tetapi memungkinkan para penentu strategi

organisasi untuk melihat posisi organisasi yang sedang dianalisis tersebut

secara menyeluruh dari aspek produk dan/atau jasa yang dihasilkan dan pasar

yang dilayani. Kegunaan utama analisis SWOT adalah untuk penentuan

strategi dasar. Hasil analisis SWOT harus menjadi masukan bagi teknik

pemilihan strategi dasar tertentu. (Siagian, Manajemen Strategik, 2004)

4 (empat) tipe strategi :

1. Strategi SO (Strength — Opportunity),

2. Strategi WO (Weakness — Opportunity),

3. Strategi ST (Strength — Threat), dan

4. Strategi WT (Weakness-Threat).

Mencocokkan faktor-faktor eksternal dan internal kunci merupakan

bagian yang sangat sulit dalam mengembangkan Matriks TOWS dan

memerlukan penilaian yang baik dan tidak ada sekumpulan kecocokan yang

paling baik.

Strategi SO atau strategi kekuatan peluang : Menggunakan kekuatan

internal organisasi untuk memanfaatkan peluang eksternal organisasi. Semua

pimpinan menginginkan organisasi mereka berada dalam posisi di mana

kekuatan internal dapat dipakai untuk memanfaatkan tren dan peristiwa

eksternal. Organisasi umumnya akan menjalankan strategi WO, ST, atau WT STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

62 

 

supaya mereka dapat masuk ke dalam situasi di mana mereka dapat

menerapkan strategi SO. Jika organisasi mempunyai kelemahan besar,

organisasi akan berusaha keras untuk mengatasinya dan membuatnya menjadi

kekuatan. Kalau menghadapi ancaman besar organisasi akan berusaha

menghindarinya agar dapat memusatkan perhatian pada peluang.

Strategi WO atau strategi kelemahan peluang : Bertujuan untuk

memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Kadang-

kadang peluang eksternal yang besar ada, tetapi kelemahan internal sebuah

organisasi membuatnya tidak mampu memanfaatkan peluang itu. Misalnya,

terdapat banyak permintaan pemeriksaan laboratorium klinik di Puskesmas

(peluang), tetapi Puskesmas tidak mempunyai teknologi untuk melakukan

pemeriksaan laboratorium klinik tersebut (kelemahan). Salah satu

kemungkinan Strategi WO adalah menyediakan teknologi ini dengan menjadi

kerjasama/kemitraan dengan laboratorium klinik swasta yang mempunyai

kompetensi dibidang ini. Strategi WO alternatif adalah mempekerjakan atau

melatih pegawai Puskesmas untuk memiliki kemampuan teknis pemeriksaan

labotorium klinik yang diperlukan.

Strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman : Menggunakan kekuatan

organisisasi untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.

Hal ini tidak berarti bahwa organisasi yang kuat pasti selalu menghadapi

ancaman frontal dalam lingkungan eksternal. Contoh Strategi ST diterapkan

ketika organisasi mendapat ancaman dari organisasi pesaing yang meniru ide,

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

63 

 

inovasi, dan produk/jasa yang dipatenkan (ancaman) dengan melakukan

penuntutan kerugian dan royalti.

Strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman: Merupakan taktik

defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan

menghindari ancaman eksternal. Sebuah organisasi yang dihadapkan pada

berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal berada dalam posisi yang

berbahaya, sehingga organisasi seperti itu harus berjuang agar dapat bertahan,

atau melakukan merger, rasionalisasi, menyatakan pailit atau memilih

dilikuidasi.

G. Pendekatan Analisa SWOT

Di dalam menganalisa terhadap suatu masalah dapat menggunakan

berbagai macam pendekatan. Dalam tesis ini penulis menggunakan

pendekatan Matriks SWOT, sesuai dengan namanya, memiliki empat

kuadran yang terbentuk oleh sumbu horizontal yang mencerminkan variable

lingkungan internal perusahaan dan satu sumbu vertical yang mencerminkan

lingkungan eksternal. Separoh sumbu horisotal bernilai positif merupakan

simbol kekuatan perusahaan, sedangkan separoh yang lain merupakan sumbu

bernilai negatif yang merupakan representatif kelemahan perusahaan.

Separuh sumbu vertical bernilai positif merupakan representative peluang

bisnis, seangkan separuh lainnya bernilai negatif merupakan simbol ancaman

bisnis (Suwarsono, 2009:39).

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

64 

 

Gambar 2.1 Matrik SWOT

peluang

Kuadran II Kuadran I

Stabilisasi Pertumbuhan

kelemahan Kekuatan

Kuadran III Kuadran IV Pertahanan Diversivikasi

Ancaman Sumber : Suwarsono 2008:39

1. Kuadran I terbentuk oleh potongan sumbu horizontal positif (kekuatan

organisasi) dan potongan sumbu vertical positif ( peluang bisnis). Kuadran

I di peroleh ketika nilai tertimbang kekuatan lebih besar dari nilai

tertimbang kelemahan perusahaan dan saat yang sama nilai tertimbang

peluang lebih besar dari pada nilai tertimbang ancaman bisnis. Dengan

kata lain kuadran I terbentuk dari dua nilai positif.

2. Kuadran II terbentuk oleh potongan sumbu vertical positif (peluang bisnis)

dan potongan sumbu horizontal negatif ( kelemahan perusahaan). Kuadran

II didapat jika nilai tertimbang peluang masih lebih besar dibanding nilai

tertimbang ancaman bisnis dan saat yang sama nilai tertimbang kelemahan

lebih besar daripada kekuatan perusahaan. Posisi perusahaan di kuadran II

di bentuk oleh nilai positif dan satu nilai negatif.

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

65 

 

3. Kuadran III terbentuk oleh potongan sumbu horizontal negatif (kelemahan

perusahaan) dan potongan sumbu vertikal negatif (ancaman bisnis).

Kuadran III diperoleh ketika nilai tertimbang kelemahan lebih besar

dibanding nilai tertimbang kekuatan perusahaan dan di saat yang sama

nilai tertimbang ancaman lebih besar daripada nilai tertimbang peluang

bisnis. Kuadran III di bentuk oleh dua nilai negatif.

4. Kuadran IV terbentuk oleh potongan sumbu vertikal negatif (ancaman

bisnis) dan potongan horizontal positif (kekuatan perusahaan). Kuadran IV

didapat jika nilai tertimbang ancaman lebih besar daripada nilai tertimbang

peluang bisnis dan saat yang sama nilai tertimbang kekuatan masih lebih

besar disbanding nilai tertimbang kelemahan perusahaan. Posisi kuadran

IV dibentuk oleh nilai negatif dan positif.

H. KERANGKA KONSEPTUAL SWOT

Konsep adalah abstraksi atau gambaran yang dibangun dengan

menggeneralisasi suatu pengertian. Kerangka Teori atau Kerangka Pikir atau

Landasan Teori adalah kesimpulan dari Tinjauan Puskata yang berisi tentang

beberapa konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan

penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan Kerangka Teori diatas

disusunlah Kerangka Konsep yaitu suatu bagan yang menggambarkan

hubungan antar konsep yang akan diteliti. Ada lima langkah untuk melakukan

analisis situasi perusahaan, antara lain:

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

66 

 

1. Mengevaluasi seberapa baik strategi yang saat ini sedang bekerja. Ini

dilakukan dengan melihat kinerja strategi perusahaan dan menentukan

apakah berbagai strategi logis konsisten.

2. Melakukan analisis SWOT. Kekuatan perusahaan adalah hal yang penting

karena mereka dapat berfungsi sebagai pondasi utama untuk strategi.

Kelemahan perusahaan adalah penting karena mereka dapat mewakili

kerentanan perusahaan yang perlu untuk dikoreksi. Peluang dari luar dan

ancaman ikut bermain karena strategi yang baik bertujuan yang

menangkap peluang yang menarik dan bertahan terhadap ancaman yang

berguna bagi kesejahteraan perusahaan.

3. Mengevaluasi posisi biaya perusahaan dibandingkan terhadap pesaing

(menggunakan konsep analisis biaya strategis dan biaya kerja jika perlu).

Strategi harus selalu bertujuan menjaga biaya cukup sejalan dengan

saingan untuk memelihara kemampuan perusahaan secara menyeluruh

4. Mengakses posisi kompetitif perusahaan dan kekuatan kompetitif.

Langkah ini melihat bagaimana sebuah perusahaan saingan cocok pada

faktor penentu utama keberhasilan kompetitif. Peringkat kekuatan

kompetitif menunjukkan di mana letak sebuah perusahaan yang kuat dan

lemah; sebagai aturan, strategi bersaing sebuah perusahaan harus dibangun

di atas kekuatan kompetitif dan merupakan upaya untuk menopang daerah

kompetitif yang rentan. Sebuah perusahaan memiliki potensi terbaik untuk

serangan di daerah di mana perusahaan tersebut itu kuat dan saingan

lemah. STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

67 

 

5. Menentukan beberapa isu strategis dan masalah perusahaan yang perlu

dibahas. Tujuan dari langkah analitis untuk mengembangkan agenda

strategi yang sempurna dengan menggunakan hasil dari kedua analisis

situasi perusahaan dan industri dan analisis kompetitif. Langkah ini

membantu manajemen menarik kesimpulan tentang kekuatan dan

kelemahan strategi dan menentukan beberapa isu pembuat strategi yang

perlu dipertimbangkan.

Gambar 2.2 Gambaran Kerangka Konseptual SWOT

Dari Gambar 2.2 diatas dapat diketahui bahwa gambaran konseptual

SWOT meliputi input, process, dan output dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Input merupakan strategi perusahaan saat ini, beserta faktor internal

(strength, weakness) faktor eksternal (opportunity, threat) yang

mempengaruhinya.

2. Process merupakan beberapa langkah analisis SWOT.

3. Output merupakan strategi baru dan solusi dari hasil analisis SWOT yang

dilakukan untuk mengembangkan potensial perusahaan lebih maju

Input Process Output

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

68 

 

BAB III METODA PENELITIAN

A. Rancangan / Desain Penelitian

Rancangan Penelitian ini menggunakan metoda penelitian kualitatif, metoda

ini sering disebut metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada

kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci.

(Sugiyono, 2005)

B. Metoda Pengumpulan data

a. Metoda Observasi yaitu memperoleh data dengan pengamatan langsung

b. Metoda Wawancara yaitu memperoleh data dengan tanya jawab dengan

pihak terkait di manajemen puskesmas, antara lain :

1. Manager / Kepala Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan

2. Pelaksana gizi sebagai petugas pengelola gizi di puskesmas Arjosari

Kabupaten Pacitan

3. Salah satu ibu balita di posyandu wilayah Puskesmas Arjosari

Kabupaten Pacitan

c. Metoda Dokumentasi yaitu mencatat dokumen serta laporan tertulis yang

terdapat di puskesmas

C. Metoda Analisa Data

Dalam menganalisa penelitian ini mengunakan metoda SWOT. Analisis

SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal suatu organisasi

yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan

program kerja. Analisis internal meliputi penilaian terhadap faktor kekuatan STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

69 

 

(Strength) dan kelemahan (Weakness). Sementara analisis eksternal

mencakup faktor peluang (Opportunity) dan tantangan (Threaths). Langkah

pokok yang digunakan untuk menyusun matriks SWOT adalah sebagai

berikut :

1. Menyusun variabel lingkungan eksternal dan internal yang diperkirakan

mempengaruhi kinerja organisasi.

2. Memberikan bobot pada masing masing indikator dengan cara

membandingkan peran satu dengan yang lainnya, yang merupakan hasil

dari pertimbangan tingkat urgensi atau kepentingan setiap variabel.

3. Memberikan penilaian/ rating terhadap besar kecilnya sumbangan dan

hambatan yang diberikan oleh masing-masing indikator terhadap

pencapaian kinerja organisasi.

4. Menghitung nilai tertimbang dari masing-masing indikator dalam satu

kategori variable dan menjumlahkannya.

5. Menentukan posisi organisasi dalam salah satu kuadran dari keempat

kuadran yang dimiliki dengan matrik SWOT dan sekaligus menentukan

strategi yang seyogyanya dilaksanakan berdasarkan posisi yang dimiliki

tersebut. Dihitung terlebih dahulu selisih nilai tertimbang antara variable

kekuatan dan kelemahan serta sekaligus nilai tertimbang antara peluang

dan ancaman. Jika selisih nilai positif, maka posisi perusahaan berada di

kuadran I, jika nilai tertimbang peluang lebih besar dari ancaman dan saat

yang sama nilai tertimbang kekuatan lebih kecil dari kelemahan maka

perusahaan berada di kuadran II. Jika selisih kedua nilai tersebut negatif, STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

70 

 

maka posisi perusahaan berada di kuadran III. Jika tertimbang peluang

lebih kecil dari ancaman dan di saat yang sama nilai tertimbang kekuatan

lebih besar dari pada kelemahan, maka posisi organisasi berada di kuadran

IV.

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

71 

 

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Puskesmas Arjosari.

1. Keadaan Geografi

UPT Puskesmas Arjosari dibangun diatas tanah seluas 1.908 m2

di wilayah desa Jatimalang Kecamatan Arjosari yang berjarak 2 Km

kearah utara ibukota kecamatan Arjosari dengan waktu tempuh 10 menit.

Dari ibukota Kabupaten berjarak 12 km arah utara dengan jarak tempuh

30 menit,dan berjarak 275 km arah barat daya dari ibukota propinsi Jawa

Timur dengan waktu tempuh 7 jam. Luas wilayah kerja UPT Puskesmas

Arjosari mencakup 12 desa yaitu: Gunungsari, Pagutan, Mlati, Sedayu,

Tremas, Gayuhan, Karangrejo, Karanggede, Temon, Jatimalang,

Arjosari, Gembong dengan luas wilayah kerja 79.279 km2.

Keadaan dataran diwilayah kerja UPT Puskesmas Arjosari dengan

rincian tingkat kelerengan adalah sebagai berikut :

Datar (kelas kelerengan 0-5%) seluas 19.819 km (25%)

Bergunung (kelas kelerengan >51%) seluas 59.459 km (75%)

Batas wilayah dari UPT Puskesmas Arjosari adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : Desa Gondang Kecamatan Nawangan

Sebelah Selatan : Desa Tambakrejo Kecamatan Pacitan

Sebelah Timur : Desa Borang Kecamatan Arjosari

Sebelah Barat : Desa Tinatar Kecamatan Punung

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

72 

 

2. Kependudukan

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Arjosari

NO DESA JUMLAH PENDUDUK

LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 Arjosari 937 972 1909

2 Gembong 1194 1174 2368

3 Pagutan 786 934 1720

4 Gunungsari 1164 1164 2328

5 Jatimalang 1217 1194 2411

6 Gayuhan 879 879 1758

7 Tremas 959 972 1931

8 Sedayu 1707 1681 3388

9 Mlati 1550 1522 3072

10 Karangrejo 1376 1430 2806

11 Temon 2139 2060 4199

12 Karanggede 2134 2098 4232

JUMLAH 16042 16080 32122

Sumber : Data Profil Puskesmas Arjosari 2015

3. Keadaan Pendidikan

Tabel 4.2 Data Tingkat Pendidikan Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Arjosari

NO DATA PENDIDIKAN JUMLAH PROSENTASE

1 TDK/BLM SEKOLAH 14,071 46.00

2 TK 591 1.56

3 SD/MI 2404 9.78

4 SMP/MTs 1,821 5.95

5 SLTA 373 0.90

6 PERGURUAN TINGGI 298 0.97

7 LAIN-LAIN 10,656 34.83 STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

73 

 

4. Sumberdaya Kesehatan

Tabel 4.3 Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Arjosari

NO JENIS TENAGA JUMLAH TENAGA

I Jabatan Struktural

1 Kepala Puskesmas 1

2 Kasubbag. Tata Usaha 1

II Jabatan Fungsional

1 Dokter 3

2 Dokter gigi 1

3 Penyuluh Kesehatan 1

4 Nutrisionis 1

5 Sanitarian 1

6 Laboran 1

7 Asisten Apoteker 1

8 Perawat 4

9 Bidan 2

10 Perawat gigi 1

III Jabatan Fungsional Umum

1 Administrasi Pengelola Keuangan 3

2 Bendahara Penerima 1

3 Pembantu Bidan 1

4 Pengemudi 1

5 Urusan dalam 1

IV Puskesmas Pembantu

1 Perawat 3

V Polindes/ Poskesdes/ Ponkesdes

1 Bidan di Desa 11

2 Perawat 2

VI Poskestren

1 PERAWAT 1

JUMLAH 42 STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

74 

 

5. Sarana

Tabel 4.4 Jenis Sarana Penunjang Pelayanan Kesehatan

di wilayah kerja Puskesmas Arjosari

NO JENIS SARANA

GEDUNG KENDARAAN BERMOTOR

1 Gedung Puskesmas induk Roda empat = 2 unit

2 Gedung Pustu : Roda dua = 10 unit

a. Pustu Temon

b. Pustu Mlati

c. Pustu Pagutan

d. Pustu Karangrejo

3 Polindes/ Poskesdes

a. Arjosari

b. Mlati

c. Karangrejo

d. Tremas

e. Temon

f. Pagutan

g. Gembong

h. Jatimalang

i. Gayuhan

j. Sedayu

k. Gunungsari

l. Karanggede

4 Rumah Dinas

a. Rumdin dokter

b. Rumdin Paramedis

c. Rumdin dokter gigi

STIE

Wid

ya W

iwah

a

Jang

an P

lagi

at

75 

 

6. Pembiyaan kesehatan

a. Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (APBN)

b. Dana Operasional Puskesmas dari pendapatan puskesmas (APBD)

c. Dana Bantuan Operasional Kesehatan (APBN)

7. Standar Pelayanan di Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan mempunyai jenis pelayanan yang

standar sesuai wilayah kerjanya dan melaksanakan jenis kegiatan

pengembangan dan penunjang sesuai kemampuan sumber daya manusia

dan sumber daya material yang dimilikinya. Secara garis besar pelayanan

di Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan meliputi upaya kesehatan

perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), berikut

ringkasan pelayanan di puskesmas :

a. Pelayanan Puskesmas didalam gedung (rawat jalan)

1). Ruangan Kartu/Loket

2). Poli Umum

3). Poli Gigi

4). Poli KIA-KB

5). Pojok Gizi

6). Ruangan Tindakan / UGD

7). Apotek

8). Gudang Obat

9). Gudang Inventaris

10). Ruangan Tata Usaha STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

76 

 

11). Ruangan Imunisasi

12). Ruangan Laboratorium Sederhana

13). Ruangan Kepala Puskesmas

b. Pelayanan Puskesmas didalam gedung (rawat inap)

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan termasuk puskesmas

perawatan (Rawat Inap) sehingga terdapat kamar-kamar untuk

perawatan pasien rawat inap. Sedangkan untuk pelayanan pasien di

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan mempunyai ruangan khusus

untuk Unit Gawat Darurat, perawatan umum dan ruang bersalin.

c. Pelayanan Puskesmas di luar gedung :

1). Posyandu Balita

2). Posyandu Lansia

3). Penyuluhan Kesehatan

4). Pelacakan Kasus

5). Survey PHBS

6). Rapat Koordinasi

Sedangkan Program Pokok Puskesmas yaitu :

a. Promosi Kesehatan (Promkes)

1) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

2) Sosialisasi Program Kesehatan

b. Pencegahan Penyakit Menular (P2M) :

3) Surveilens Epidemiologi

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

77 

 

4) Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu Burung, ISPA,

Diare, PMS

c. Pengobatan :

1) Poli Umum

2) Poli Gigi

3) Unit Gawat Darurat

4) Puskesmas Keliling

d. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) – KB

1) ANC (Antenatal Care), PNC (Post Natal Care)

2) KB (Keluarga Berencana),

3) Persalinan

4) Rujukan Resti

5) Kemitraan Dukun

e. Upaya Peningkatan Gizi

1) Penimbangan

2) Pelacakan Gizi Buruk

3) Penyuluhan Gizi

f. Kesehatan Lingkungan :

1) Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah)

2) SAMI-JAGA (sumber air minum-jamban keluarga)

3) TTU (tempat umum), Institusi

4) Survey Jentik Nyamuk

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

78 

 

g. Pencatatan dan Pelaporan :

Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)

Adapun Program Tambahan/Penunjang Puskesmas Arjosari Kabupaten

Pacitan antara lain :

a. Kesehatan Lansia

b. Kesehatan Reproduksi Remaja

c. Kesehatan Olahraga

B. Analisa Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Puskesmas

Arjosari Kabupaten Pacitan.

1. Identifikasi Faktor Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Dan

Ancaman

l.1. Aspek Lingkungan Internal

INPUT

a. Tenaga

Penanggungjawab program adalah kepala Puskesmas, dengan

tenaga pelaksana adalah tenaga gizi dibantu oleh tenaga Promkes

dan KIA. Di desa dilakukan oleh bidan desa dengan bantuan

kader. Namun demikian pelaksana gizi di wilayah yaitu bidan

desa belum mendapatkan pelatihan khusus konseling ASI, tetapi

telah mendapatkan sosialisasi dari tenaga gizi dan bidan

koordinator puskesmas yang sebelumnya telah mengikuti

pelatihan konseling ASI ekslusif. Pelatihan konseling ASI untuk

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

79 

 

kader juga belum ada. Kader mendapatkan pelatihan Posyandu

yang diadakan Puskesmas setiap 1atau 2 kali setahun.

b. Dana

Tidak ada dana APBD khusus untuk program peningkatan

pemberian ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Arjosari,

namun terdapat anggaran untuk kegiatan peningkatan gizi di

puskesmas.

c. Sarana

Sarana untuk pelaksanaan program peningkatan pemberian ASI

ekslusif masih kurang, hanya memanfaatkan Posyandu dan kelas

ibu sebagai tempat penyuluhan ASI ekslusif. Hanya terdapat satu

pojok ASI yang baru dibuat di Puskesmas dan model untuk

penyuluhan juga masih kurang.

d. Metode

Pelaksanaan program menggunakan metode edukatif dengan cara

memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada ibu-ibu mengenai

arti pentingnya ASI eksklusif, gizi ibu menyusui dan manajemen

laktasi. Masih ada kendala penerapan metode ini, diantaranya

ketidakhadiran ibu-ibu saat penyuluhan dan masih banyaknya

ibu-ibu yang tidak menerapkanASI ekslusif.

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

80 

 

PROSES

a. Perencanaan

Tidak ada perencanaan khusus untuk kegiatan ASI ekslusif ini.

Perencanaan hanya sebatas perencanaan kegiatan Posyandu dan

kelas ibu.

b. Pengorganisasian

Tidak ada pengorganisasian khusus, kepala puskesmas sebagai

penanggungjawab semua program di Puskesmas termasuk

penanggungjawab kegiatan penyuluhan untuk ASI ekslusif. Di

Puskesmas Arjosari, ASI eksklusif ini merupakan bagian dari

program gizi, dibantu oleh tenaga KIA dan Promkes. Pelaksanaan

promosi dan pemantauan ASI ekslusif di desa dilakukan bidan

desa dibantu kader. Tidak ada lintas sektor atau organisasi terkait

yang mendukung pelaksanaan kegiatan.

c. Penggerakan Pelaksanaan

Upaya penggerakan sudah dilakukan oleh petugas kesehatan

melalui kegiatan penyuluhan dan penjelasan mengenai ASI

ekslusif. Narnun masih ada bidan di wilayah kerja Puskesmas

Arjosari yang memberikan susu formula pada bayi baru lahir dan

tidak memberikan informasi mengenai ASI ekslusif pada ibu.

d. Pengendalian

Hambatan kegiatan biasanya karena ketidakhadiran atau susahnya

mengumpulkan ibu-ibu saat penyuluhan, kurangnya media KIE STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

81 

 

dan ketidakpatuhan ibu yang memberi makanan tambahan pada

bayi di bawah 6 bulan. Pemantauan ASI ekslusif harusnya

dilakukan bidan desa setiap bulan sesuai kegiatan Posyandu dan

dilaporkan 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus

kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan. Namun pemantauan

saat Posyandu ini masih jarang dilakukan oleh bidan desa.

OUTPUT

Cakupan pemberian ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas

Arjosari masih rendah, masih di bawah target yang ditetapkan oleh

Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan dan juga target yang ditetapkan

secara nasional. Masih banyak ibu-ibu yang memberikan makanan

tambahan berupa susu formula, bubur dan roti. Salah satu strategi

yang dilakukan untuk meningkatkan ASI ekslusif ini adalah dengan

konseling.

1.2. Aspek Lingkungan Eksternal

a. Kebijakan Pemerintah

Belum ada kebijakan pemerintah daerah yang mendukung

pemberian ASI ekslusif diwilayah kerja Puskesmas Arjosari.

b. Budaya/KebiasaanMasyarakat

Masih ada budaya/kebiasaan masyarakat yang memberikan

pisang pada bayi kurang dari 6 bulan supaya badan anaknya kuat,

adanya pemahaman/pola pikir yang salah dari masyarakat bahwa

bayi yang masih menangis setelah disusui karena bayi tersebut STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

82 

 

masih lapar sehingga kecendrungan masyarakat untuk

memberikan makanan tambahan. Pantangan dalarn makanan ibu

juga mernpengaruhi pemberian ASI ekslusif, seperti tidak boleh

makan cabe atau minum es pada ibu menyusui karena dapat

menyebabkan bayi demam dan mencret, sehingga ibu

menghentikan pemberian ASI.

c. Pengetahuan Ibu

Umumnya ibu-ibu sudah tahu mengenai manfaat ASI untuk bayi.

Namun masih sedikit ibu-ibu yang mengetahui tentang istilah ASI

ekslusif.

d. Pekerjaan lbu

Kesibukan ibu bekerja memang mernpengaruhi dalam pemberian

ASI ekslusif. Tempat kerja ibu juga tidak mendukung pemberian

ASI ekslusif karena tidak adanya tempat penitipan anak dan

fleksibilitas bagi ibu bekerja. Makanan tambahan yang diberikan

oleh ibu bekerja biasanya adalah susu formula.

2. Perencanaan Strategi dengan Analisis SWOT

Data primer dan sekunder hasil penelitian disampaikan kepada

petugas kesehatan yang berwenang dalam hal ini petugas gizi Puskesmas

Arjosari untuk kemudian dianalisis bersama dengan menggunakan metode

analisis SWOT. Analisis didasarkan pada logika yang memaksimalkan

kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

83 

 

(Threats). Dilakukan evaluasi terhadap faktor internal dan faktor eksternal

yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja dalam program

peningkatan pemberian ASI ekslusif, dengan cara menentukan bobot dan

rating setiap variabel. Nilai bobot merupakan hasil dari pertirnbangan

tingkat urgensi atau kepentingan setiap variabel. Sedangkan nilai rating

didapat dengan mempertimbangkan pengaruh setiap variabel terhadap

program peningkatan pemberian ASI eksklusif. Setelah itu, nilai skor dan

nilai bobot setiap variabel dikalikan sehingga didapat total skor

pembobotan evaluasi faktor internal dan faktor eksternal.

3. Pemberian bobot pada faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang

dan ancaman

a. Faktor Kekuatan

Tabel 4.5 Pembobotan Faktor Kekuatan

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan

No Uraian Bobot

1

Kekuatan:

- Tersedianya tenaga gizi, bidan dan kader

- Adanya program gizi cakupan ASI

Eksklusif

- Adanya Posyandu, kelas ibu, pojok gizi dan

pojok ASI

- Adanya jadwal khusus Posyandu dan kelas

ibu setiap bulan

- Adanya penyuluhan ASI Eksklusif saat

Posyandu maupun ANC

- Terdapat pencatatan dan laporan bulanan

0,29

0,24

0,14

0,19

0,10

0,05 STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

84 

 

b. Faktor Kelemahan

Tabel 4.6 Pembobotan Faktor Kelemahan

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan

No Uraian Bobot 1

Kelemahan:

- Peran bidan desa dan kader belum optimal

- Belum ada dana khusus untuk ASI eksklusif

- Program manajemen laktasi masih kurang

- Cakupan ASI Eksklusif masih rendah

0,40

0,10

0,30

0,20

c. Faktor Peluang

Tabel 4.7 Pembobotan Faktor Peluang

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan

No Faktor-faktor strategi internal Bobot 1

Peluang:

- Lokasi wilayah Puskesmas yang cukup luas

namun mudah dijangkau petugas

- Kinerja seksi Gizi Dinas Kesehatan

Kabupaten cukup baik

- Adanya kader di wilayah kerja puskesmas

- Adanya posyandu

- Adanya tempat praktek bidan swasta

0,14

0,21

0,36

0,29

0,07

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

85 

 

d. Faktor Ancaman Tabel 4.8

Pembobotan Faktor Ancaman Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan

No Uraian Bobot 1

Ancaman:

- Kurangnya koordinasi puskesmas dan kader

- Kurangnya pengetahuan dan pemahaman

masyarakat tentang pentingnya ASI

Eksklusif

- Kurangnya dukungan keluarga tentang

pentingnya ASI Eksklusif

- Kesibukan ibu yang bekerja

0,30

0,20

0,40

0,10

4. Pemberian penilaian pada faktor-faktor kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman

a. Faktor Kekuatan Tabel 4.9

Penilaian Faktor Kekuatan Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan

No Uraian Nilai 1

Kekuatan: - Tersedianya tenaga gizi, bidan dan kader - Adanya program gizi cakupan ASI

Eksklusif - Adanya Posyandu, kelas ibu, pojok gizi dan

pojok ASI - Adanya jadwal khusus Posyandu dan kelas

ibu setiap bulan - Adanya penyuluhan ASI Eksklusif saat

Posyandu maupun ANC - Terdapat pencatatan dan laporan bulanan

3 3 3 2 3 2

SKALA LIKERT : 5 = SANGAT BAIK/SANGAT TINGGI 4 = BAIK/TINGGI 3 = CUKUP BAIK/CUKUP TINGGI 2 = KURANG 1 = BURUK/SANGAT KURANG STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

86 

 

b. Faktor Kelemahan

Tabel 4.10 Penilaian Faktor Kelemahan

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan

No Uraian Nilai 1

Kelemahan:

- Peran bidan desa dan kader belum optimal

- Belum ada dana khusus untuk ASI eksklusif

- Program manajemen laktasi masih kurang

- Cakupan ASI Eksklusif masih rendah

3

2

3

3

SKALA LIKERT : 5 = SANGAT BAIK/SANGAT TINGGI 4 = BAIK/TINGGI 3 = CUKUP BAIK/CUKUP TINGGI 2 = KURANG 1 = BURUK/SANGAT KURANG

c. Faktor Peluang

Tabel 4.11 Penilaian Faktor Peluang

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan

No Uraian Nilai 1

Peluang: - Lokasi wilayah Puskesmas yang cukup luas

namun mudah dijangkau petugas - Kinerja seksi Gizi Dinas Kesehatan

Kabupaten cukup baik - Adanya kader di wilayah kerja puskesmas - Adanya posyandu - Adanya tempat praktek bidan swasta

3 3 4 3 2

SKALA LIKERT : 5 = SANGAT BAIK/SANGAT TINGGI 4 = BAIK/TINGGI 3 = CUKUP BAIK/CUKUP TINGGI 2 = KURANG 1 = BURUK/SANGAT KURANG

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

87 

 

d. Faktor Ancaman

Tabel 4.12 Penilaian Faktor Ancaman

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan

No Uraian Nilai 1

Ancaman:

- Kurangnya koordinasi puskesmas dan kader

- Kurangnya pengetahuan dan pemahaman

masyarakat tentang pentingnya ASI

Eksklusif

- Kurangnya dukungan keluarga tentang

pentingnya ASI Eksklusif

- Kesibukan ibu yang bekerja

2

2

3

2

SKALA LIKERT : 5 = SANGAT BAIK/SANGAT TINGGI 4 = BAIK/TINGGI 3 = CUKUP BAIK/CUKUP TINGGI 2 = KURANG 1 = BURUK/SANGAT KURANG

5. Nilai tertimbang dari faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman

Nilai tertimbang merupakan hasil perkalian antara bobot dan rating

masing-masing indikator. Setelah nilai tertimbang masing-masing indikator

ditemukan, nilai tertimbang tersebut di jumlahkan. Dari hasil pembobotan

dan penilaian tersebut di atas di peroleh tabel sebagai berikut :

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

88 

 

Tabel 4.13 Total Nilai tertimbang dalam analisis SWOT

Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan

No Kategori Variabel dan Indikator Bobot Nilai Nilai

Tertimbang 1

Kekuatan:

- Tersedianya tenaga gizi,

bidan dan kader

- Adanya program gizi

cakupan ASI Eksklusif

- Adanya Posyandu, kelas ibu,

pojok gizi dan pojok ASI

- Adanya jadwal khusus

Posyandu dan kelas ibu

setiap bulan

- Adanya penyuluhan ASI

Eksklusif saat Posyandu

maupun ANC

- Terdapat pencatatan dan

laporan bulanan

0,29

0,24

0,14

0,19

0,10

0,05

3

3

3

2

3

2

0,86

0,71

0,43

0,38

0,29

0,10

TOTAL 2,76

2

Kelemahan:

- Peran bidan desa dan kader

belum optimal

- Belum ada dana khusus

untuk ASI eksklusif

- Program manajemen laktasi

masih kurang

- Cakupan ASI Eksklusif

masih rendah

0,40

0,10

0,30

0,20

3

2

3

3

1,20

0,20

0,90

0,60

TOTAL 2,90

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

89 

 

No Kategori Variabel dan Indikator Bobot Nilai Nilai

Tertimbang 3

Peluang:

- Lokasi wilayah Puskesmas

yang cukup luas namun

mudah dijangkau petugas

- Kinerja seksi Gizi Dinas

Kesehatan Kabupaten cukup

baik

- Adanya kader di wilayah

kerja puskesmas

- Adanya posyandu

- Adanya tempat praktek bidan

swasta

0,14

0,21

0,36

0,29

0,07

3

3

4

3

2

0,43

0,64

1,43

0,86

0,14

TOTAL 3,50 4

Ancaman:

- Kurangnya koordinasi

puskesmas dan kader

- Kurangnya pengetahuan dan

pemahaman masyarakat

tentang pentingnya ASI

Eksklusif

- Kurangnya dukungan

keluarga tentang pentingnya

ASI Eksklusif

- Kesibukan ibu yang bekerja

0,30

0,20

0,40

0,10

2

2

3

2

0,60

0,40

1,20

0,20

TOTAL 2,40

Dari hasil tabel 4.13 diatas, dapat dijelaskan bahwa dari faktor

kekuatan tersedianya tenaga gizi, bidan dan kader diberikan penilaian 3

berarti sumber daya manusia kesehatan di Puskesmas Arjosari yang ada STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

90 

 

cukup dalam mendukung faktor kekuatan dalam peningkatan kinerja,

namun demikian kader posyandu belum seluruhnya aktif dan petugas gizi

di puskesmas yang hanya 1 orang belum bisa setiap bulan mendatangi

semua posyandu sesuai jadwal yang telah ada. Adanya program gizi

cakupan ASI eksklusif diberikan penilaian 3 berarti program tersebut

cukup mendukung dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kinerja

program kesehatan di puskesmas. Adanya Posyandu, kelas ibu, pojok gizi

dan pojok ASI diberikan penilaian 3 berarti cukup mendukung peningkatan

kinerja program karena dengan keberadaan fasilitas kesehatan di wilayah

sebagai kepanjangan puskesmas makan program-program kesehatan yang

telah ditargetkan dapat tercapai dan pelayanan kesehatan di masyarakat

juga terpenuhi. Adanya jadwal khusus Posyandu dan kelas ibu setiap bulan

diberikan penilaian 2 berarti faktor ini berperan dalam peningkatan kinerja,

walaupun penilaian yang diberikan tersebut lebih rendah dibandingkan

dengan indikator yang lain, karena dengan adanya kegiatan setiap bulan di

posyandu dan kelas khusus ibu hamil maka pelaksanaan kegiatan dapat

secara rutin terpantau. Adanya penyuluhan ASI Eksklusif saat Posyandu

maupun ANC diberikan penilaian 3 berarti cukup mendukung peningkatan

kinerja program, karena dengan penyuluhan ini pesan-pesan kesehatan

terutama tentang ASI eksklusif dapat tersampaikan kepada sasaran

program. Terdapat pencatatan dan laporan bulanan diberikan penilaian 2,

walaupun penilaian yang diberikan pada variabel ini tidak terlalu penting,

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

91 

 

namun variabel ini dapat digunakan untuk pemantauan dan evaluasi hasil

kinerja setiap bulan.

Dari faktor kelemahan peran bidan desa dan kader belum optimal

diberikan penilaian 3 yang berarti cukup lemah, karena peran bidan desa

dan kader sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan di wilayah.

Belum ada dana khusus untuk ASI eksklusif diberikan penilaian 2 yang

berarti variabel ini tidak begitu lemah, karena walaupun belum ada dana

khusus untuk program ASI Eksklusif, namun anggaran untuk pelaksanaan

dan pemantauan program gizi sudah dianggarkan, jadi dengan anggaran

yang ada diharapkan program pemberian ASI eksklusif sudah bisa tercakup

didalamnya. Program manajemen laktasi masih kurang diberikan penilaian

3 yang berarti variabel ini cukup lemah, karena manajemen laktasi sangat

penting bagi ibu hamil yang selanjutnya dapat berpengaruh dalam proses

menyusui, jadi program manajemen laktasi ini harus lebih digalakkan lagi.

Cakupan ASI eksklusif masih rendah diberikan penilaian 3 yang berarti

cukup lemah, karena cakupan ASI eksklusif ini sangat berpengaruh

terhadap capaian program gizi, dimana program tersebut sudah ditargetkan

capaiannya secara nasional.

Dari faktor peluang lokasi wilayah puskesmas yang cukup luas

namun mudah dijangkau petugas diberikan nilai 3 berarti cukup berpeluang

dalam menjangkau sasaran, sehingga pelaksanaan kegiatan dalam

peningkatan kinerja dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan wilayah.

Kinerja seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten cukup baik diberikan STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

92 

 

penilaian 3 berarti cukup berpeluang dalam peningkatan kinerja, karena

dengan kinerja yang baik dari Dinas Kesehatan Kabupaten khususnya seksi

gizi maka monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan di lapangan selalu

diperhatikan dan dapat berjalan dengan baik. Adanya kader di wilayah

kerja puskesmas diberikan penilaian 4 yang berarti variabel ini

mempunyau peluang yang baik, karena dengan adanya kader di wilayah

maka kegiatan di wilayah dapat dibantu oleh kader kesehatan tersebut.

Adanya posyandu diberikan penilaian 3 berarti cukup berpeluang dalam

peningkatan kinerja, karena dengan adanya posyandu maka tersedia sarana

untuk melakukan kegiatan dan penyuluhan kepada masyarakat khusunya

balita dan ibu balita dalam upaya peningkatan kinerja program ASI

eksklusif. Adanya tempat praktek bidan swasta diberikan penilaian 2

berarti kurang berpeluang, namun variabel ini juga dibutuhkan dalam

upaya pelayanan dan penyampaian pesan kesehatan khususnya bagi ibu

dan bayinya.

Sedangkan dari faktor ancaman kurangnya koordinasi puskesmas

dan kader diberikan penilaian 2 berarti tidak terlalu menjadikan ancaman

pada peningkatan kinerja, namun koordinasi ini juga dibutuhkan dalam

kelancaran proses pelaksanaan kegiatan, dengan koordinasi dan hubungan

yang baik antara puskesmas dengan kader kesehatan yang ada di wilayah

puskesmas makan keberlangsungan program dan pelaksanaan kegiatan

akan berjalan dengan baik. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman

masyarakat tentang pentingnya ASI ekslusif diberikan penilaian 2 berarti STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

93 

 

tidak terlalu menjadikan ancaman dalam peningkatan kinerja program,

namun demikian pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pemberian

ASI eksklusif ini harus terus ditingkatkan sehingga kesadaran masyarakat

akan pentingnya ASI eksklusif ini bisa tumbuh dan muncul dari dirinya

sendiri tanpa paksaan. Kurangnya dukungan keluarga tentang pentingnya

ASI eksklusif ini diberikan penilaian 3 berarti variabel ini cukup

menjadikan ancaman bagi peningkatan kinerja program peningkatan

pemberian ASI eksklusif, karena dinilai dukungan keluarga sangat

berperan penting bagi ibu hamil maupun ibu menyusui dimana keluarga

biasanya yang memperhatikan, merawat dan memenuhi kebutuhan ibu

pada saat hamil maupun menyusui. Kesibukan ibu bekerja diberikan

penilaian 2 berarti variabel ini tidak terlalu menjadikan ancaman bagi

tercapainya peningkatan kinerja program, karena mayoritas ibu-ibu bukan

pekerja yang harus bekerja seharian namun sebagai ibu rumah tangga, jadi

bagi ibu-ibu yang bekerja perlu perhatian dan penyuluhan tentang

bagaimana supaya bisa tetap memberikan ASI eksklusif kepada bayinya,

6. Menentukan posisi Organisasi

Setelah diketahui nilai tertimbang dan total nilai tertimbang

selanjutnya adalah menentukan posisi organisasi dalam kuadran dari ke

empat kuadran yang dimiliki oleh matriks SWOT sekaligus menentukan

strategi bersama yang seyogyanya diaksanakan berdasarkan posisi yang

dimiliki tersebut. Dari hasil perhitungan tersebut di atas di dapatkan selisih

nilai tertimbang sebagai berikut : STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

94 

 

Tabel 4.14 Selisih Nilai Tertimbang Faktor

FAKTOR FAKTOR SELISIH

NILAI TERTIMBANG Nilai Tertimbang Kekuatan Organisasi NIlai Terimbang Kelemahan Organisasi

Selisih Negatif

2,76 2,90 -0,14

Nilai Tertimbang Peluang Organisasi Nilai Tertimbang Ancaman Organisasi

Selisih Positif

3,50 2,40 1,10

Dari hasil perhitungan selisih antara nilai tertimbang kekuatan

organisasi dengan nilai tertimbang kelemahan organisasi adalah selisih

negatif (-0,14) dan perhitungan nilai tertimbang peluang organisasi dengan

nilai tertimbang ancaman organisasi adalah selisih positif (1,10), maka

organisasi berada pada strategi posisi kuadran II sehingga organisasi

seyogyanya menggunakan strategi stabilisasi. Posisi organisasi dapat

digambarkan dalam gambar sebagai berikut :

Gambar 4.1 Diagram Cartesius SWOT

Peluang (Opportunity)

Kuadran II Kuadran I Stabilisasi 1 Pertumbuhan

Kelemahan (Weakness)1 Kekuatan (Strenght)

Kuadran III Kuadran IV Pertahanan Diversivikasi

Ancaman (Threat)

(-0,14)

(1,10)

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

95 

 

Analisis penetapan posisi organisasi dalam peningkatan kinerja

program ASI ekslusif, dilakukan dengan mencari selisih total skor nilai

tertimbang dari faktor kekuatan dan kelemahan (sumbu X), serta selisih

total skor nilai tertimbang faktor peluang dan ancaman (sumbu Y). Kedua

nilai tersebut dihubungkan, sehingga diketahui posisi organisasi dalam

peningkatan kinerja program terletak pada kuadran II (Stabilisasi) yang

berarti adanya kelemahan pada internal organisasi namun memiliki

peluang yang besar. Jadi dengan peluang yang besar tersebut dapat

dimanfaatkan untuk meminimalkan kelemahan yang ada, sehingga dapat

dikembangkan dengan strategi WO pada matrik SWOT.

Pada tahap analisis digunakan matrik SWOT untuk

menggambarkan posisi Puskesmas Arjosari dalam peningkatan kinerja

program pemberian ASI ekslusif serta memperoleh strategi yang tepat

untuk dapat diimplementasikan dalam upaya mengatasi masalah yang

ditemukan.

C. Strategi Peningkatan Kinerja

Dalam kerangka konsep matriks SWOT dapat dirumuskan empat

macam strategi bersaing yang seharusnya dipilih oleh organisasi berdasarkan

posisi organisasi yang dimiliki. Organisasi dalam hal ini Puskesmas Arjosari

yang berada di kuadran II dapat menerapkan strategi stabilisasi, yaitu terdapat

kelemahan dari internal puskesmas namun memiliki berbagai peluang

lingkungan yang besar sehingga dengan peluang yang besar tersebut

diupayakan dapat meminimalkan kelemahan yang ada. STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

96 

Strategi WO menggunakan peluang eksternal organisasi untuk

meminimalkan kelemahan internal organisasi. Semua pimpinan

menginginkan organisasi mereka berada dalam posisi di mana kekuatan

internal dapat dipakai untuk memanfaatkan tren dan peristiwa eksternal.

Organisasi umumnya akan berusaha menjalankan strategi atau menerapkan

strategi SO. Jika organisasi mempunyai kelemahan besar, organisasi akan

berusaha keras untuk mengatasinya dan membuatnya menjadi kekuatan.

Kalau menghadapi ancaman besar organisasi akan berusaha menghindarinya

agar dapat memusatkan perhatian pada peluang.

Table 4.15 Matriks Strategi

Peluang

Kelemahan Faktor Kelemahan (W) 1. Peran bidan desa dan kader belum

optimal 2. Belum adanya dana khusus ASI eksklusif3. Program manajemen laktasi masih

kurang4. Cakupan ASI Eksklusif masih rendah

Faktor Peluang (O) 1. Lokasi wilayah Puskesmas

yang cukup luas namunmudah dijangkau petugas

2. Kinerja seksi Gizi DinkesKabupaten yang cukup baik

3. Adanya kader kesehatan diwilayah puskesmas

4. Adanya posyandu5. Adanya tempat praktek

bidan swasta

Strategi Stabilisasi (WO) 1. Optimalisasi program manajemen laktasi2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas

tenaga kesehatan di Puskesmas sehinggakegiatan penyuluhan, konseling,maupunKIE-ASI dapat lebih maksimal

3. Meningkatkan peran serta kader dalammendukung program gizi terutama ASIEksklusif, jika perlu dengan memberikanreward

4. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral,termasuk tempat praktek bidan swastauntuk tidak memberikan susu formulakepada bayi yang dilahirkan disana.

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

97 

Adapun strategi yang seyogyanya dilaksanakan di Puskesmas Arjosari

Kabupaten Pacitan sesuai dengan kuadran II (Strategi Stabilisasi) adalah

sebagai berikut :

1. Optimalisasi program manajemen laktasi.

2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas

sehingga kegiatan penyuluhan, konseling, maupun KIE-ASI dapat lebih

maksimal

3. Meningkatkan peran serta kader dalam mendukung program gizi terutama

ASI Eksklusif, jika perlu dengan memberikan reward

4. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral, termasuk tempat praktek bidan

swasta untuk tidak memberikan susu formula kepada bayi yang dilahirkan

disana.

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

98 

 

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil hasil analisa data yang telah dilakukan serta wawancara

dengan berbagai pihak dapat diambil kesimpulan yang merupakan

jawaban permasalahan yag ada adalah sebagai berikut :

1. Dapat diidentifikasi faktor faktor :

a. Kekuatan meliputi : Tersedianya tenaga gizi, bidan dan kader;

adanya program gizi cakupan ASI Eksklusif; adanya Posyandu,

kelas ibu, pojok gizi dan pojok ASI; adanya jadwal khusus

Posyandu dan kelas ibu setiap bulan; adanya penyuluhan ASI

Eksklusif saat Posyandu maupun ANC; terdapat pencatatan dan

laporan bulanan.

b. Kelemahan meliputi : Peran bidan desa dan kader belum optimal;

belum adanya dana khusus ASI eksklusif; program manajemen

laktasi masih kurang; cakupan ASI Eksklusif masih rendah.

c. Peluang meliputi : Lokasi wilayah Puskesmas yang cukup luas

namun mudah dijangkau petugas; kinerja seksi Gizi Dinkes

Kabupaten yang cukup baik; adanya kader kesehatan di wilayah

puskesmas; adanya posyandu; adanya tempat praktek bidan

swasta.

d. Ancaman meliputi : Kurangnya koordinasi puskesmas dan kader;

kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

99 

 

pentingnya ASI Eksklusif; kurangnya dukungan keluarga tentang

pentingnya ASI Eksklusif; kesibukan ibu yang bekerja.

2. Dari hasil perhitungan selisih antara nilai tertimbang kekuatan

organisasi dengan nilai tertimbang kelemahan organisasi adalah

selisih negatif (-0,14) dan perhitungan nilai tertimbang peluang

organisasi dengan nilai tertimbang ancaman organisasi adalah selisih

positif (1,10), maka organisasi berdasarkan diagram cartesius SWOT

berada pada posisi kuadran II.

3. Berdasarkan posisi kuadran II pada kinerja Puskesmas Arjosari

Kabupaten Pacitan dalam program peningkatan cakupan ASI

Eksklusif maka strategi yang seyogyanya digunakan yaitu Strategi

Stabilisasi yang berarti adanya kelemahan pada internal organisasi

namun memiliki peluang yang besar. Jadi dengan peluang yang besar

tersebut dapat dimanfaatkan untuk meminimalkan kelemahan yang

ada.

B. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan dari hasil analisa permasalahan

tersebut diatas adalah sebagai berikut :

1. Optimalisasi program manajemen laktasi dalam upaya mendukung

peningkatan ASI eksklusif.

2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas

melalui pelatihan-pelatihan kesehatan sehingga kegiatan penyuluhan,

konseling, maupun KIE-ASI dapat lebih maksimal. STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

100 

 

3. Meningkatkan peran serta kader dalam mendukung program gizi

terutama ASI Eksklusif, jika perlu dengan memberikan reward.

4. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral dalam bidang kesehatan,

termasuk tempat praktek bidan swasta untuk tidak memberikan susu

formula kepada bayi yang dilahirkan disana.

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

101 

 

DAFTAR PUSTAKA

Departmen Kesehatan RI, (2009). Sistem Kesehatan. Jakarta. Depkes RI, (2008), Millenium Development Goals 2015. Jakarta. Dian Fajri Utami (2013) ‘’Analisis Faktor Internal dan Eksternal Program

Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif Puskesmas Arjosari, Kota Pariaman‘’. Artikel Penelitian.

Didik Siswanto (2015) “Strategi Peningkatan Kinerja Sumber Daya Manusia

Melalui Pendidikan dan Pelatihan pada Pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pacitan”. Tesis

Dinas Kesehatan (2015), Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten

Pacitan Tahun 2015. Pacitan. Freddy Rangkuti, (2004), Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis,

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004. Gibney, J, (2009), Gizi Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kedokteran.

ECG KNPP RI, (2008), Pemberdayaan Perempuan dalam Peningkatan Pemberian

ASI. Kemenkes RI. Menteri Kesehatan RI, (2009), Undang Undang RI Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan. Bandung: Citra Umbara. Prasetyono, D.S. (2009), ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik dan

Kemanfaatan-kemanfaatannya. Diva Press. Yogyakarta Prof. Dr.Sugiyono (2005), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

cet. 1, Bandung: Alfabeta Profil Puskesmas Arjosari tahun 2015 Moeheriono (2009), Pengkuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor : Ghalia

Indonesia Soeroso, Santoso (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit:

suatu Pendekatan Sistem, Cet. 1, Jakarta: EGC Sugiyono (2006), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, cet. 1,

Bandung: Alfabeta STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at

102 

 

Suwarsono (2008), Matriks dan Skenario dalam strategi, Cet. 1, Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Umar, Husein, (2010), Desain Penelitian Marajemen Strategik. Jakarta:

Rajawali Pers. WHO (2009), Global Strategy for Infant and Young Child Feeding.

WHO.Geneva. Humas Pemprov Jatim,  (2013), http://birohumas.jatimprov.go.id/index.php?

mod=watch&id=2180 Pusdatin, (2015), http://kesehatan-ibuanak.net/berita/berita-nasional/642-

cakupan-asi-eksklusif-di-indonesia-masih-rendah

STIE W

idya

Wiw

aha

Jang

an P

lagi

at