widya wiwaha jangan plagiat2016eprint.stieww.ac.id/530/1/151202806 erna nurhidayati.pdf · 2018....
TRANSCRIPT
i
STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
TESIS
Diajukan oleh ERNA NURHIDAYATI
NIM : 151202806
Kepada MAGISTER MANAJEMEN
STIE WIDYA WIWAHA YOGYAKARTA
2016 STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
ii
STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Magister Manajemen
Diajukan oleh ERNA NURHIDAYATI
NIM : 151202806
Kepada MAGISTER MANAJEMEN
STIE WIDYA WIWAHA YOGYAKARTA
2016
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
iii
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada : Orang tua penulis Suami serta anak-anakku tercinta :
Dimas Prasetya RF Dinda Rahma Aulia
Almamater
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
iv
MOTTO
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yangada pada diri mereka sendiri
(Terjemahan Q.S Ar Ra’d : 11)
Tiada harta terpendam yang lebih bermanfaat dari pada ilmu pengetahuan
tiada kawan yang lebih indah dari berkata jujur tiada teman yang lebih tinggi dari kesabaran
tiada kejahatan yang lebihmemalukan dari kesombongan
(Wahab bin Munabbih)
Mengakui kekurangan diri adalah tenaga untuk kesempurnaan, terus mengisi kekurangan adalah keberanian yang luar biasa
(Hamka)
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, Pebruari 2017
ERNA NURHIDAYATI
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
vi
ABSTRAK
STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
Oleh : Erna Nurhidayati
Anak sebagai SDM penerus bangsa dan harapan masa depan keluarga, masyarakat dan negara perlu diberikan pembinaan terarah sedini mungkin, bahkan sejak dalam kandungan. Untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal antara lain dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi sejak lahir, pada menit-menit awal kehidupan, sampai usia 6 bulan ASI diberikan eksklusif tanpa makanan lainnya, kemudian setelah 6 bulan ASI tetap diberikan dengan didampingi makanan tambahan (Makanan Pendamping ASI) yang disesuaikan dengan usianya.
Dari hasil perhitungan selisih antara nilai tertimbang kekuatan organisasi dengan nilai tertimbang kelemahan organisasi adalah selisih negatif (-0,14) dan perhitungan nilai tertimbang peluang organisasi dengan nilai tertimbang ancaman organisasi adalah selisih positif (1,10), maka organisasi berdasarkan diagram cartesius SWOT berada pada posisi kuadran II. Berdasarkan posisi kuadran II pada kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program peningkatan cakupan ASI Eksklusif maka strategi yang seyogyanya digunakan yaitu Strategi Stabilisasi yang di hasilkan matriks SWOT adalah :
1. Optimalisasi program manajemen laktasi dalam upaya mendukung peningkatan ASI eksklusif.
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas melalui pelatihan-pelatihan kesehatan sehingga kegiatan penyuluhan, konseling, maupun KIE-ASI dapat lebih maksimal.
3. Meningkatkan peran serta kader dalam mendukung program gizi terutama ASI Eksklusif, jika perlu dengan memberikan reward.
4. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral dalam bidang kesehatan, termasuk tempat praktek bidan swasta untuk tidak memberikan susu formula kepada bayi yang dilahirkan disana. Dengan strategi yang baik diharapkan peningkatan kinerja puskesmas
lebih optimal dalam rangka program pemberian ASI eksklusif.
Kata Kunci : Strategi, kinerja puskesmas, pemberian ASI eksklusif.
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
vii
ABSTRACT
STRATEGY PERFORMANCE IMPROVEMENT DISTRICT PACITAN Arjosari HEALTH PROGRAM EXCLUSIVE BREAST FEEDING
By: Erna Nurhidayati
Children as the nation's next human resources and future expectations of families, communities and countries need to be given guidance targeted as early as possible, even in the womb. In order to achieve optimal growth and development, among others by providing mother's milk (ASI) to the baby at birth, in the early minutes of life, until the age of 6 months of breastfeeding is given exclusively without other food, then after 6 months of breastfeeding is still given in the presence of food additives (Complementary feeding), adjusted for age.
From the calculation of the difference between the weighted value weighted value of the organization's strengths with organizational weaknesses are negative difference (-0.14) and the calculation of the weighted value weighted value opportunities organizations with the threat of the organization is the positive difference (1.10), then the organization is based on the Cartesian diagram SWOT located on the position of the quadrant II. Based on the position on the quadrant II Puskesmas performance Arjosari Pacitan in the program increased coverage of exclusive breastfeeding, the strategy should be used, namely stabilization strategy that produced SWOT matrix is:
1. Optimization of lactation management program in order to support an increase in exclusive breastfeeding.
2. Improving the quality and quantity of health personnel in health centers through training so that health education activities, counseling, and IEC-ASI can be maximized.
3. Increasing the participation of cadres in supporting nutrition programs especially exclusive breastfeeding, if necessary, with reward.
4. Improving inter-sectoral cooperation in the health sector, including private midwife practices to not give formula to babies born there. With a good strategy is expected to increase performance over optimal
health centers in the framework of the program of exclusive breastfeeding. Keywords: Strategy, performance clinic, exclusive breastfeeding.
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala atas segala
limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
yang berjudul “STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI
KABUPATEN PACITAN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF”.
Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih sangat jauh dari
sempurna, karena keterbatasan yang penulis miliki. Meskipun demikian, penulis
telah berusaha semaksimal mungkin agar tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun para pembaca. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak atas segala bantuan yang
telah diberikan dalam rangka penyelesaian tesis ini, terutama kepada :
1. Moh. Mahsun, SE, M.Si, Ak., CA., CPA., Ketua STIE Widya Wiwaha
Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Abdul Halim, MBA., Ak., Direktur Program Magister Manajemen
STIE Widya Wiwaha Yogyakarta.
3. Nur Widiyastuti, SE, M.Si., Direktur Operasional Pasca sarjana Magister
Manajemen STIE Widya Wiwaha Yogyakarta.
4. Drs. John Suprihanto, MIM., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, masukan dan koreksi sehingga menjadi lebih baik
dan selesainya penulisan tesis ini.
5. Dra. Suci Utami W, MM., selaku Dosen Pembimbing II yang memberikan
saran dan kritik hingga terselesaikannya tesis ini.
6. Segenap pengelola dan segenap dosen program studi magister manajemen
STIE Widya Wiwaha Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu
pengetahuan dan pelayanan administrasi demi suksesnya penyelesaian studi.
7. Bapak/Ibu, suami & anak-anakku, serta saudara-saudarakuyang selalu
memotivasi dan memberi dukungan untuk menyelesaikan studi kepada
penulis.
8. Teman-teman MM kelas I5.1B yang senantiasa memberi motivasi dan
semangat untuk menyelesaikan studi kepada penulis. STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
ix
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini, semoga
kebaikan dan bantuannya mendapat balasan dari Allah SWT.
Akhirnya dengan menyadari terbatasnya kemampuan yang ada pada diri
penulis, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulisharapkan.
Semoga hasil dari tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya maupun bagi
pembaca umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Yogyakarta, Pebruari 2017
Penulis
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
x
DAFTAR ISI Halaman Judul ............................................................................................. i Halaman Persembahan ............................................................................... ii Halaman Motto .......................................................................................... iii Halaman Pernyataan ................................................................................... iv Halaman Pengesahan .................................................................................. v Abstrak ....................................................................................................... vi Abstract ...................................................................................................... vii Kata Pengantar ........................................................................................... viii Daftar Isi ..................................................................................................... x Daftar Tabel ................................................................................................ xii Daftar Gambar ............................................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................... 1 B. Perumusan Masalah ....................................................... 7 C. Pertanyaan Penelitian ..................................................... 7 D. Tujuan Penelitian ........................................................... 7 E. Manfaat Penelitian ......................................................... 8 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................... 9 A. Penelitian Sejenis ........................................................... 9 B. Strategi ........................................................................... 10 1. Pengertian Strategi.................................................... 10 2. Manajemen Strategi ................................................ 11 C. Kinerja ............................................................................ 13 1. Definisi Kinerja ....................................................... 13 2. Level Kinerja ........................................................... 14 3. Dimensi Kinerja ...................................................... 15 4. Pengukuran Kinerja ................................................. 16 D. Air Susu Ibu (ASI) ......................................................... 17 1. Definisi ASI ............................................................ 17 2. Komposisi ASI ........................................................ 18 3. Produksi Air Susu Ibu ............................................. 20 4. Waktu Pemberian ASI ............................................ 22 5. Manfaat Air Susu Ibu .............................................. 23 6. Strategi Untuk Mencapai Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif ........................................ 26 7. Masalah yang Dihadapi Selama Menyusui ............. 29 8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Memberikan ASI ..................................................... 37 9. Faktor-Faktor Pendukung Keberhasilan Pemberian ASI ........................................................ 46 STIE
Wid
ya W
iwah
a
Jang
an P
lagi
at
xi
E. Puskesmas ...................................................................... 47 1. Pengertian Puskesmas ............................................. 47 2. Standar Pelayanan Puskesmas ................................. 47 F. Analisis SWOT .............................................................. 59 G. Pendekatan Analisa SWOT............................................. 64 H. Kerangka Konseptual SWOT ......................................... 66 BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 69 A. Rancangan/ Desain Penelitian ........................................ 69 B. Metode Pengumpulan Data............................................. 69 C. Metode Analisa Data ...................................................... 69 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 72 A. Profil Puskesmas Arjosari .............................................. 72
1. Keadaan Geografi ..................................................... 72 2. Kependudukan ......................................................... 73 3. Keadaan Pendidikan ................................................ 73 4. Sumberdaya Kesehatan ........................................... 74 5. Sarana ...................................................................... 75 6. Pembiayaan Kesehatan ............................................ 76 7. Standar Pelayanan di Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ..................................................................... 76
B. Analisa Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan.......... 79
1. Identifikasi Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ............................................. 79
2. Perencanaan Strategi dan Analisis SWOT .............. 83 3. Pemberian Bobot pada Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ......................... 84 4. Pemberian Penilaian pada Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ......................... 86 5. Nilai Tertimbang dari Faktor-Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ......................... 88 6. Menentukan Posisi Organisasi ................................ 94
C. Strategi Peningkatan Kinerja ......................................... 96 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................ 99 A. Simpulan ........................................................................ 99 B. Saran ............................................................................... 100 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 102 LAMPIRAN
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Komposisi Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur 22 Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Arjosari .......... 73 Tabel 4.2 Data Tingkat Pendidikan Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Arjosari ................................................................. 73 Tabel 4.3 Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Arjosari .................................................................. 74 Tabel 4.4 Jenis Sarana Penunjang Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Arjosari......................................................... 75 Tabel 4.5 Pembobotan Faktor Kekuatan Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 84 Tabel 4.6 Pembobotan Faktor Kelemahan Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 85 Tabel 4.7 Pembobotan Faktor Peluang Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 85 Tabel 4.8 Pembobotan Faktor Ancaman Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 86 Tabel 4.9 Penilaian Faktor Kekuatan Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 86 Tabel 4.10 Penilaian Faktor Kelemahan Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 87 Tabel 4.11 Penilaian Faktor Peluang Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 87 Tabel 4.12 Penilaian Faktor Ancaman Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................................................... 88 Tabel 4.13 Total Nilai Tertimbang Dalam Analisis SWOT Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ...................................................... 89 Tabel 4.14 Selisih Nilai Tertimbang Faktor............................................... 95 Tabel 4.15 Matrik Strategi .......................................................................... 97
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Matrik SWOT ..................................................................... 65 Gambar 2.2 Gambaran Kerangka Konseptual SWOT ............................ 68 Gambar 4.1 Diagram Cartesius SWOT ................................................... 95
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh
ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM
yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan
yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan
teknologi. SDM yang berkualitas merupakan unsur penting dalam
keberhasilan Pembangunan Nasional. Anak sebagai SDM penerus bangsa
dan harapan masa depan keluarga, masyarakat dan negara perlu diberikan
pembinaan terarah sedini mungkin, bahkan sejak dalam kandungan. Untuk
mencapai tumbuh kembang yang optimal antara lain dengan memberikan
Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi sejak lahir, pada menit-menit awal
kehidupan, sampai usia 6 bulan ASI diberikan eksklusif tanpa makanan
lainnya, kemudian setelah 6 bulan ASI tetap diberikan dengan didampingi
makanan tambahan (Makanan Pendamping ASI) yang disesuaikan dengan
usianya. (KNPP RI, 2008).
Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
disebutkan dengan jelas pada Pasal 128 bahwa :
1. Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan
selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
2. Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh
dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
2
3. Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.
Kebijakan –kebijakan Pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI
1. Inpres No.14/1975 Menko Kesra selaku koordinator pelaksana
penetapan bahwa salah satu program usah perbaikan gizi adalah
peningkatan penggunaan ASI.
2. Permenkes No.240/1985 melarang produsen susu formula untuk
mencantumkan kalimat-kalimat promosi produknya yang memberikan
kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih baik mutunya dari paada
ASI.
3. Permenkes No.76/1975 menghapuskan produsen susu kental manis
(SKM) untuk mencantumka pada label produknya bahwa SKM tidak
cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah dan cukup mencolok,
melarang promosi susu formula yang di maksudkan sebagai ASI
disemua sarana pelayanan kesehatan.
4. Mengganjurkan menyusui secar eksklusif sampi bayi berumur 6 bulan
dan mengganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
5. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah
maupun suasta.
6. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI
sehingga petugas tersebut terampil dalam melaksanakan penyuluhan
pada masyarakat luas.
7. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di seluruh STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
3
rumah sakit, rumah bersalin, dan puskesmas.
8. Garis-Garis besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 dan Program
Pembanggunan Nasional (PROPENAS) menggamatkan bahwa
pembangunan diarahkan pada meningkatkan mutu Sumber Daya
Manusia (SDM). Model dasar pembentukan manusia berkualitas
dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai pemberia Air Susu Ibu
(ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI eksklusif yaitu
pemberian hanya ASI kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan.
Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
disebutkan dengan jelas pada Pasal 129 bahwa Pemerintah bertanggung
jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk
mendapatkan air susu ibu secara eksklusif. Dari Pasal 129 tersebut
mengandung kalimat “menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu
secara eksklusif”, pemerintah bertanggung jawab apabila bayi tidak
mendapatkan air susu ibu eksklusif. Pemerintah sudah menempuh berbagai
upaya antara lain melalui pemilik usaha/ perusahaan dengan kegiatan
peningkatan peran serta perusahaan dalam kesehatan reproduksi wanita.
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi.
ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009). Selama periode
sekitar 6 bulan, ASI memiliki unsur unsur yang memenuhi semua
kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh bayi kecuali jika ibu mengalami
keadaan gizi kurang yang berat (Gibney, 2009). WHO/UNICEF (2009) di STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
4
dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding,
merekomendasikan salah satu hal penting yang harus dilakukan yaitu
memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI Eksklusif sejak
lahir sampai bayi berusia 6 bulan.
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI
Eksklusif bertujuan untuk :
1. Menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif
sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya;
2. Memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif
kepada bayinya; dan
3. Meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah
Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
Berdasarkan KepMenkes RI No.450/ Menkes/ SK/ IV/ 2004 tentang
pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Indonesia terdapat 10 Langkah
Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) yaitu:
1. Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan secara tertulis dalam
Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) yang dikomunikasikan
kepada semua petugas.
2. Melakukan pelatihan pada petugas dalam hal pengetahuan dan
keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
5
sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.
4. Membantu ibu menyusui bayinya selama 30 menit setelah melahirkan.
5. Membantu ibu mengetahui cara menyusui yang benar dan cara
mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayi atas indikasi
medis.
6. Tidak memberikan makan dan minum apa pun selain ASI kepada bayi
baru lahir.
7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi
24 jam sehari.
8. Membantu ibu menyusui semau bayi, tanpa membatasi lama dan
frekuensi menyusui.
9. Tidak memberikan dot atau kompeng terhadap bayi yang diberi ASI.
10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan
merujuk ibu pada kelompok tersebut ketika pulang bersalin (DepKes RI,
2004).
Pada tahun 2015 Millenium Development Goals (MDG’s)
Indonesia menargetkan penurunan sebesar dua pertiga untuk angka
kematian bayi dan balita dalam kurun waktu 1990 - 2015. Oleh sebab itu,
Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan angka kematian bayi
dari 68/1.000 KH menjadi 23/1.000 KH dan angka kematian balita dari
97/1.000 KH menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015. Untuk menghadapi
tantangan dan target MDG’s, maka diperlukan adanya salah satu program
yaitu program IMD dan ASI Eksklusif (Depkes, 2008). Pusat Data dan STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
6
Informasi (Pusdatin) Kemenkes 2015 menunjukkan cakupan ASI Eksklusif
baru sebesar 54,3 persen dari target 80 persen. Sedangkan cakupan ASI
eksklusif di Jawa Timur tahun 2013 adalah sebesar 68,3 % dari target
sebesar 75 %. (Humas Pemprov Jatim, 2013). Di Kabupaten pacitan
cakupan ASI Ekslusif pada tahun 2015 sudah memenuhi target nasional 80
% yaitu sebesar 80,59%, dibandingkan dengan tahun 2014 cakupan ASI
Eksklusif yang baru mencapai 72,2 %. Namun demikian di wilayah kerja
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan tahun 2015 cakupan ASI Eksklusif
hanya 20,1%. (Dinkes, 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas terlihat bahwa cakupan ASI
eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan masih
dibawah target indikator nasional yaitu 80%. Dengan demikian dirasa
perlu untuk dilakukannya analisa program cakupan ASI eksklusif dan
analisa faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif.
Analisis masalah secara menyeluruh dengan menganalisa kelemahan dan
kekuatan yang dimiliki oleh program ASI eksklusif sebagai strategi untuk
merealisasikan tujuan dan sebagai dasar perencanaan peningkatan program
ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan.
Oleh karena itu kami mengambil judul penelitian ‘’STRATEGI
PENINGKATAN KINERJA PUSKESMAS ARJOSARI KABUPATEN
PACITAN DALAM PROGRAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF‘’
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
7
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan
rumusan masalah program pemberian ASI eksklusif di wilayah Puskesmas
Arjosari Kabupaten Pacitan masih rendah.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka didapatkan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apa sajakah faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
pada strategi peningkatan kinerja program pemberian ASI eksklusif di
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan ?
2. Dimana posisi Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program
pemberian ASI eksklusif berdasarkan analisa SWOT ?
3. Bagaimana strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari dalam
program pemberian ASI eksklusif ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji hal hal yang
terkait dengan strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten
Pacitan dalam program pemberian ASI eksklusif antara lain :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman pada strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten
Pacitan dalam program pemberian ASI eksklusif. STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
8
2. Menentukan posisi Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan dalam program
pemberian ASI eksklusif di berdasarkan analisa SWOT.
3. Merumuskan strategi peningkatan kinerja Puskesmas Arjosari Kabupaten
Pacitan dalam program pemberian ASI eksklusif.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pihak Puskesmas Arjosari
Dapat sebagai masukan atau salah satu bahan evaluasi dalam strategi
peningkatan kinerja dalam program pemberian ASI eksklusif di puskesmas
serta dapat membantu menentukan strategi yang tepat untuk meningkatkan
cakupan program pemberian ASI Eksklusif.
2. Bagi ilmu pengetahuan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dibidang penelitian
sejenis dan dapat pula dikembangkan lebih lanjut.
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Penelitian Sejenis
Dian Fajri Utami (2013) “Analisis Faktor Internal dan Eksternal
Program Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif Puskesmas Pariaman, Kota
Pariaman” Dari hasil analisa faktor-faktor lingkungan yang didapat adalah
faktor internal yang merupakan kekuatan dan faktor eksternal yang
merupakan peluang.
Dedi Darmawan (2012) “Strategi Komunikasi Bidan untuk
Meningkatkan Partisipasi Ibu-ibu Menyusui dalam Program ASI Eksklusif di
Jabon Sidoarjo”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi komunikasi yang
paling dominan digunakan oleh bidan adalah menggunakan komunikasi dua
arah (face to face) dengan teknik pendekatan persuasif dan metode
redudancy. Hambatan-hambatan bidan terdiri dari hambatan internal dan
eksternal. Hambatan internal adalah keengganan menyusui karena takut
bentuk payudara tidak indah lagi, pemahaman masyarakat tentang masalah
bayi sehat yang menilai dari sisi fisik yang gemuk, ASI yang keluar adalah
sedikit. Sedangkan hambatan eksternal adalah bayi kurang puas kalau hanya
dengan ASI, alasan ibu yang bekerja, dan dari pihak keluarga terutama orang
tua si-ibu yang beranggapan bahwa susu formula lebih baik.
Yarina Kriselly (2012) “Studi Kualitatif Terhadap Rendahnya
Cakupan ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kereng Pangi
Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan Propinsi Kalimantan Tengah STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
10
Tahun 2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang ASI
Eksklusif masih kurang, budaya memberikan makanan dan minuman selain
ASI kepada bayi yang baru lahir masih sangat tinggi, penyuluhan tentang ASI
Eksklusif belum dilakukan oleh petugas kesehatan, dukungan keluarga
terutama suami masih belum ada kepada ibu yang menyusui. Disarankan
untuk lebih meningkatkan sosialisasi dan penyuluhan tentang ASI eksklusif
secara rutin, meningkatkan pengawasan, dan membuat kebijakan tertulis di
Puskesmas.
Evi Purwiyanti (2011) “Studi Tentang Keberhasilan Pemberian ASI
Eksklusif pada Daerah dengan Cakupan ASI Eksklusif > 80%”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hal yang diduga mempengaruhi keberhasilan
pemberian ASI eksklusif adalah tingkat pendidikan ibu yang tinggi, tingkat
pengetahuan ibu yang cukup tinggi, adanya dukungan serta pengertian suami
untuk menyusui secara eksklusif, adanya peran kelompok potensial untuk
memberikan informasi kepada para ibu hamil dan menyusui, adanya
penyuluhan, sikap petugas yang suportif dan mau menanggapi setiap
persoalan yang sedang dihadapi.
B. Strategi
1. Pengertian Strategi
Strategi adalah perspekstif yang bukan saja mengandung
kesadaran akan posisi organisasi terhadap lingkungannya, tetapi juga
bagaimana cara pandang organisasi terhadap dunia luar. (Soeroso, 2002).
Strategi merupakan penerjemahan dari analisis lingkungan dan analisis STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
11
terhadap kemampuan internal atau kapabilitas organisasi, yang
selanjutnya diterjemahkan ke dalam struktur organisasi. (Robbins, 1990:
123). Menurut Quinn (1990) strategi adalah pola atau rencana yang
mengintegrasikan tujuan, kebijakan dan aksi utama dalam hubungan
yang kohesif. Suatu strategi yang baik akan membantu organisasi dalam
mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dalam bentuk unique
berbasis kompetensi internal serta kemampuan mengantisipasi
lingkungan. Sedangkan menurut Anthony, Parrewe dan Kacmar (1999)
strategi dapat didefinisikan sebagai formulasi misi dan tujuan organisasi,
termasuk di dalamnya adalah rencana aksi (action plans) untuk mencapai
tujuan tersebut dengan secara eksplisit mempertimbangkan kondisi
persaingan dan pengaruh-pengaruh kekuatan di luar organisasi yang
secara langsung atau tidak berpengaruh terhadap kelangsungan organisasi
(Nainggolan, 2008).
2. Manajemen Stategi
Manajemen Strategi sumber daya manusia merupakan pendekatan
manajemen strategi dalam pengelolaan sumber daya manusia, beragam
dimensi strategi diantaranya adalah :
a. Strategi merupakan pola keputusan yang koheran, terpadu dan
integrative
b. Strategi merupakan perangkat penetapan berbagai tujuan organisasi
jangka panjang, program kegiatan, dan prioritas alokasi sumber daya
c. Strategi mencerminkan lingkup kompetitif kegiatan organisasi STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
12
d. Strategi mencerminkan respon organisasi terhadap berbagai
kesempatan dan ancaman eksternal dan berbagai kekuatan,
kelemahan internal untuk mencapai keunggulan kopetitif, dengan
kata lain strategi berkaitan dengan aplikasi sumber daya
e. Strategi merupakan chanel untuk membedakan tugas tugas
manajerial pada tingkatan tingkatan korporat, bisnis dan fungsional
f. Strategi mendefinisikan kontribusi ekonomi dan bukan ekonomi
yang ingin diberikan kepada stakholdes
g. Strategi merupakan langkah langkah berisikan program program
yang indikatif untuk mewujudkan visi dan misi
Pearce and Robinson (2000) mengatakan bahwa formulasi
strategi telah diawali dengan analisis lingkungan internal dan analisis
lingkungan eksternal organisasi. Analisis lingkungan internal organisasi
dimaksudkan kegiatan untuk menilai apakah organisasi dalam posisi
yang kuat (Strength) ataukah lemah (Weaknesses), penilaian tersebut
didasarkan pada kemampuan internal (aset, modal, teknologi) yang
dimiliki oleh organisasi dalam upaya untuk mencapai misi yang telah
ditetapkan. Sedangkan analisis eksternal organisasi menunjukkan
kegiatan organisasi untuk menilai tantangan (Treath) yang dihadapi dan
peluang (Opportunity) yang dimiliki oleh organisasi dalam upaya
mencapai misi organisasi berdasar atas lingkungan ekstenalnya. Analisis
lingkungan internal dan eksternal organisasi dalam manajemen strategik
disebut dengan SWOT analysis. Dari hasil analisis SWOT tersebut STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
13
organisasi akan menentukan tujuan jangka panjang yang akan dicapai
dengan strategi korporasi (corporate strategy), atau grand strategy, atau
business strategy, serta menentukan tujuan jangka pendek atau tujuan
tahunan (annual objective) yang akan dicapai dengan strategi fungsi atau
strategi yang ditetapkan pada departemen. (Thoyib, 2005).
C. Kinerja
1. Definisi kinerja
Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik
organisasi tersebut bersifat profit oreited dan non profit oriented yang
dihasilkan selama satu periode waktu. Lebih lanjut menurut Amstrong
dan Baron (1998) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang
tertuang dalam perumusan skema strategis (strategi planning) suatu
organisasi (dikutip dalam Fahmi, 2013; 2).
2. Level Kinerja
Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache (1995)
mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu : (dikutip dalam
Sudarmanto, 2009:8)
a. Kinerja Organisasi
Merupakan pencapaian hasil pada level atau unit analisis
organisasisi. Kinerja pada level ini terkait dengan tujuan organisasi,
rancangan organisasi, dan manejemen organisasi STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
14
b. Kinerja Proses
Merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk
atau layanan. Kinerja pada level proses ini dipegaruhi oleh tujuan
proses, dan manajemen proses.
c. Kinerja individu/pekerjaan
Merupakan pencapaian atau efektifitas pada tingkat pegawai atau
pegawai. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan,
rancangan pekerjaan, dan menejemen pekerjaan serta karakteristik
individu.
3. Dimensi Kinerja
Dimensi atau indikator kinerja merupakan aspek aspek yang
menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuran ukuran dijadikan tolok
ukur dalam menilai kinerja. John Miner (1988), mengemukakan 4
dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menilai kinerja,
yaitu :(dikutip dalam Sudarmanto,2009: 12)
a. Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan
b. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan
c. Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu tingkat ketidakhadiran,
keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja yang hilang
d. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja.
4. Pengukuran kinerja
Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah selama pelaksanaan kinerja terhadap penyimpangan dari rencana STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
15
yang ditentukan, apakah kinerja dicapai sesuai jadwal yang ditentukan
atau apakah hasil kerja telah dicapai sesuai yang diharapkan. Pengukuran
kinerja hanya dapat dilakukan terhadap kinerja yang terukur dan nyata
(Moeheriono, 2009).
Armstrong (2003) menyatakan bahwa pengukuran kinerja
merupakan hal yang sangat penting untuk dapat memperbaiki
pelaksanaan kerja yang dapat dicapai. Menurutnya ada empat jenis
ukuran kinerja, yaitu: (dikutip dalam Sudarmanto, 2009: 13)
a. Ukuran uang yang mencangkup pendapatan, pengeluaran, dan
pengembalian.
b. Ukuran upaya atau dampak yang mencakup pencapaian sasaran,
penyelesaian proyek, tingkat pelayanan, serta kemampuan
mempengaruhi perilaku rekan kerja dan pelanggan
c. Ukuran reaksi yang menunjukkan penilaian rekan kerja, pelanggan
atau pemegang pekerjaan lainnya
d. Ukuran waktu yang menunjukkan pelaksanaan kinerja dibandingkan
jadwal, batas akhir, kecepatan respon, atau jumlah pekerjaan sasaran.
D. Air Susu Ibu (ASI)
1. Definisi ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan
protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar
mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya. ASI dalam
jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
16
memenuhi kabutuhan zat gizi bayi selama 6 bulan pertama (Anton
Baskoro, 2008:1).
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi.
ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009).
ASI adalah susu yang diproduksi oleh tubuh manusia sebagai
konsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum
sanggup mencerna makanan padat. (Kusumawardhani, 2010)
Menurut Depkes, 1997: 20 pengertian ASI eksklusif adalah
perilaku dimana kepada bayi sampai dengan umur 6 bulan hanya
diberikan Air Susu Ibu saja, tanpa makanan atau minuman lain kecuali
sirup obat. Sumber lain mengatakan bahwa ASI eksklusif adalah
pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal
dan tidak diberi makanan lain walaupun hanya air putih, sampai bayi
berumur 6 bulan (Hubertin Sri Purwanti, 2004: 3).
ASI Eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara Eksklusif
adalah Bayi hanya diberikan air susu tanpa makanan tambahan lain
dianjurkan sampai 6 bulan dan di susui sedini mungkin (Siswono, 2005)
ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa
tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh dan air
putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu,
biskuit, bubur nasi dan nasi tim, kecuali vitamin, mineral dan obat
(Prasetyono, 2009). STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
17
2. Komposisi ASI
Komposisi zat gizi yang terdapat dalam ASI terdiri dari :
a. Karbohidrat
Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula). ASI mengandung lebih
banyak laktosa dibanding dengan susu mamalia lainnya atau sekitar
20-30% lebih banyak dari susu sapi. Laktosa diperlukan untuk
pertumbuhan otak, salah satu produk dari laktosa yaitu galaktosa, ini
penting bagi jaringan otak yang sedang tumbuh. Laktosa
meningkatkan penyerapan kalsium yang sangat penting untuk
pertumbuhan tulang. Laktosa meningkatkan pertumbuhan bakteri
usus yang baik yaitu lactobacillus bifidus. Laktosa oleh fermentasi
akan diubah menjadi asam laktat, adanya asam laktat akan
memberikan beberapa keuntungan antara lain menghambat
pertumbuhan bakteri yang berbahaya (Utami Roesli, 2001:28).
b. Protein
Selama menyusui ibu membutuhkan tambahan protein diatas
kebutuhan normal sebesar 20 g/hari. Dasar ketantuan ini ialah bahwa
dalam tiap 100 cc ASI mengandung 1,2 g protein. Dengan demikian,
850 cc ASI mengandung 10 gram protein, efisiensi konversi protein
makanan menjadi protein susu hanya 70% (dengan variasi
perorangan). Peningkatan kebutuhan ini bukan hanya untuk
transformasi menjadi protein susu, tetapi juga untuk sintesis
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
18
hormone yang memproduksi (prolaktin) serta yang mengeluarkan
ASI yaitu hormone oksitoksin (Arisman, 2004:39).
Kandungan protein susu sapi sekitar tiga kali ASI. Hampir semua
protein dari susu sapi berupa kasein dan hanya sedikit berupa ”
souluble whey protein”. Porsi kasein yang besar ini membentuk
gumpalan liat dalam perut bayi. ASI mengandung total protein lebih
rendah tetapi lebih banyak ”soluble whey protein”, komposisi inilah
yang membentuk gumpalan lebih lunak yang lebih mudah dicerna
dan diserap (Suhardjo, 1995:72).
c. Lemak
Sekitar separuh dari energi ASI berasal dari lemak yang mudah
diserap dibandingkan dengan susu sapi. Hal ini karena ada enzim
lipase dalam ASI. Kandungan lemak total ASI bervariasi antara ibu
satu dengan lainnya dari satu fase laktasi ke fase lanilla (Suhardjo,
1995: 73). Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah, kemudian
meningkat jumlahnya. Lemak dalam ASI berubah kadarnya setiap
kali dihisap oleh bayi dan hal ini terjadi secara otomatis. Komposisi
lemak pada lima menit pertama isapan akan berbeda dengan hari
kedua dan akan terus berubah menurut perkembangan bayi dan
kebutuhan energi yang diperlukan. Jenis lemak yang ada dalam ASI
mengandung lemak rantai panjang yang dibutuhkan oleh sel jeringan
otak dan Sangat mudah dicerna karena mengandung enzim lipase.
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
19
Lemak dalam bentuk Omega 3, Omega 6, dan DHA yang sangat
diperlukan untuk sel-sel jeringan otak (Anton Baskoro, 2008:3).
d. Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relative
rendah, tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Zat besi dan
kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan
jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. (Hubertin Sri Purwanti,
2004: 19).
e. Vitamin
ASI mengandung vitamin yang lengkap. vitamin cukup untuk 6
bulan sehingga tidak perlu ditambah kecuali vitamin K, karena bayi
baru lahir ususnya belum mampu mambentuk vitamin K. Oleh
karena itu, perlu tambahan vitamin K untuk proses pembekuan darah
( Huberttin Sri Purwanti, 2004: 20).
3. Produksi Air Susu Ibu
Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Kolostrum
Kolostum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-hari
pertama setelah bayi lahir (4-7 hari), berwarna kekuning-kuningan
dan lebih kental karena mengandung banyak vitamin A, protein dan
zat kekebalan yang penting untuk kesehatan bayi (Depkes, 1997:20).
b. Air susu masa peralihan (masa transisi)
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
20
Air susu masa peralihan diproduksi pada hari ke-4 sampai hari ke-
10. Komposisi protein makin rendah, seedangkan lemak dan hydra
arang akan makin tinggi, dan jumlah volume ASI semakin
meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan terhadap aktivitas bayi
yang mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap lingkungan.
Pada masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil, begitu juga kondisi
fisik ibu. Keluhan nyeri pada payudara sudah berkurang. Oleh
karena itu, yang perlu ditingkatkan adalah kandungan protein dan
kalsium dalam makanan ibu (Hubertin Sri Purwanti, 2004: 27).
c. Air susu mature
ASI yang disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya, yang
dikatakan komposisinya relative konstan, tetapi ada juga yang
mengatakan bahwa minggu ketiga sampai minggu kelima ASI
komposisinya baru konstan, merupakan makanan yang dianggap
aman bagi bayi, bahkan ada yang mengatakan pada ibu yang sehat,
ASI merupakan makanan satu-satunya yang diberikan selama 6
bulan pertama bagi bayi, ASI merupakan makanan yang mudah
didapat, selalu tersedia, siap diberikan pada bayi tanpa persiapan
yang khusus dengan temperatur yang sesuai untuk bayi. Merupakan
cairan putih kekuning-kuningan, karena mengandung casienat,
riboflaum, dan carotene, tidak menggumpal bila dipanaskan,
volumenya sekitar 300-850 ml/hari (Anton Baskoro, 2008:11).
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
21
Untuk lebih jelas perbedaan kadar gizi yang dihasilkan kolostrum,
ASI transisi, dan ASI mature dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan komposisi Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur
Kandungan Kolostrum ASI Transisi ASI Matur
Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8
Protein gr/100 ml 1,195 0,965 1,324
Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2
Immunoglobin :
Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6
Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9
Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9
Lisosin (mg/100ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5
Laktoferin 420-520 - 250-270
(Taufan Nugroho, 2011)
4. Waktu pemberian ASI
Pemberian ASI eksklusif dianjurkan sampai bayi berusia 6 bulan,
penelitian membuktikan bahwa ASI eksklusif selama 6 bulan memang
baik bagi bayi. Naluri bayi akan membimbingnya saat baru lahir, insting
bayi membawanya mencari puting ibu. Pada jam pertama bayi
menemukan payudara ibunya, ini adalah awal hubungan menyusui yang
berkelanjutan dalam kehidupan antara ibu dan bayi menyusu. Proses
setelah IMD dilanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan
diteruskan hingga dua tahun. Berdasarkan penelitian, jika bayi yang baru STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
22
lahir dipisahkan dengan ibunya, maka hormon stres akan meningkat
50%. Otomatis hal itu akan menyebabkan kekebalan atau daya tahan
tubuh bayi menurun (Anton Baskoro, 2008: 23).
5. Manfaat Air Susu Ibu
a. Bagi Bayi
1) Sebagai nutrisi terbaik
ASI merupakan sumber zat gizi yang sangat ideal dengan
komposisi seimbang karena disesuaikan dengan kebutuhan bayi
pada masa pertumbuhannya. ASI adalah makanan bayi yang
paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Terdapat
nutrien-nutrien khusus dalam ASI yang tidak terdapat atau
sedikit terdapat dalam susu sapi (Utami Roesli, 2001:31).
2) ASI mudah dicerna.
ASI mudah dicerna, sedangkan susu sapi sulit dicerna karena
tidak mengandung enzim pencerna. Selain itu komponen kasein
yang banyak terdapat susu formula membentuk gumpalan-
gumpalan susu tebal sehingga sukar untuk dicerna. Akibatnya
akan terdapat banyak zat sisa yang tidak dicerna oleh bayi.
Selain itu, bayi akan menderita sembelit (Yunisa Priyono,
2010:76).
3) Meningkatkan daya tahan tubuh
Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapatkan zat
kekebalan/daya tahan tubuh dari ibunya melalui plasenta. Tetapi STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
23
kadar zat tersebut akan cepat menurun setelah kelahiran bayi,
sedangkan kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya
sendiri menjadi lambat. Selanjutnya akan terjadi kesenjangan
daya tahan tubuh, kesenjangan tersebut dapat diatasi apabila
bayi diberi ASI, sebab ASI adalah cairan yang mengandung
kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi bakteri, virus, dan jamur (Utami Roesli,
2001:31).
b. Bagi Ibu
1) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan
Apabila bayi disusui setelah melahirkan maka kemungkinan
terjadinya perdarahan setelah melahirkan akan berkurang. Hal
ini terjadi karena pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar
oksitosin yang berguna juga untuk konstriksi/penutupan
pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhanti.
Hal ini akan menurunkan angka kematian ibu yang merahirkan
(Utami Roesli, 2000:13).
2) Menunda kehamilan
Menyusui secara eksklusif dapat menunda daatng bulan dan
kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi
alamiah yang dikenal sebagai metode amenore laktasi (Dwi
Sunar Prasetyono, 2009:45).
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
24
c. Bagi Keluarga
1) Lebih ekonomis/ murah
Memberikan ASI jauh lebih murah dibanding memberikan susu
formula. Ibu tidak perlu membeli susu kaleng dan peralatan susu
botol. Ibu tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli susu
kaleng dan memasak air untuk susu dan peralatan membuat
susu. Ibu dari kelompok ekonomi lemah yang tidak mampu
membeli susu formula untuk bayinya seringkali mengencerkan
takaran susu formula sehingga bayi meraka sering menderita
kurang gizi (Yunisa Priyono, 2010:75).
d. Bagi Negara
1) Berkontribusi untuk pengembangan ekonomi, melindungi
lingkungan (botol-botol bekas, dot, kemasan susu dll),
menghemat sumber dana yang terbatas dan kelangkaan pangan,
berkontribusi dalam penghematan devisa negara (Depkes RI,
2005:4).
2) Penghematan devisa untuk pembelian susu formula,
perlengkapan menyusui, serta biaya menyiapakan susu,
penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah-mencret
dan sakit saluran nafas, penghematan obat-obatan, tenaga, dan
sarana kesehatan (Utami Roesli, 2000:15).
6. Strategi Untuk Mencapai Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
25
Beberapa kegiatan yang dilakukan untuk mencapai keberhasilan
pemberian ASI eksklusif (Depkes, 1997:4-12) :
a. Pengamatan situasi
Pengamatan situasi dilakukan melalui pengumpulan data pencapaian
ASI eksklusif, latar belakang budaya setempat, sumber daya dan
sarana di puskesmas dan kelompok potensial di tingkat kecamatan.
b. Pencapaian ASI eksklusif
Data yang dikumpulkan adalah pencapaian ASI eksklusif diperoleh
melalui register kohort balita dan anak pra-sekolah yang tersedia di
puskesmas.
c. Latar belakang budaya setempat
Selain data teknis, perlu juga diketahui data latar belakang budaya
setempat mengenai ASI eksklusif. Data yang dikumpulkan meliputi
persepsi, kebiasaaan, dan pola pemberian maka bayi dari
masyarakat setempat. Melakukan pengamatan tentang persepsi,
kebiasaan, dan pola pemberian makan bayi dari masyarakat
setempat. Data ini diperoleh melalui wawancara secara insidentil
terhadap beberapa ibu balita atau lainnnya yang sedang berkunjung
ke posyandu, pada saat petugas melakukan pembinaan. Jika dijumpai
salah persepsi dari masyarakat misalnya ibu tidak memberikan ASI
ekskluisf, ibu menghentikan ASI karena anak sakit, bayi diberi susu
botol, maka perlu diberi penyuluhan dan pembinaan tentang
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
26
pentingnya ASI eksklusif bagi pertumbuhan dan perkembangan
balita.
d. Sumberdaya dan sarana
Data yang dikumpulkan meliputi biaya, jumlah dan macam tenaga,
serta media penyuluhan yang tersedia di puskesmas. Sumberdaya
yang ada antara lain tenaga gizi puskesmas, bidan atau perawat,
PKK dan LSM. Sarana yang ada antara lain leaflet, booklet, dan
poster yang brekaitan denga ASI eksklusif yang dapat dimanfaatkan
untuk penyuluhan/ pembinaan.
e. Kelompok- kelompok potensial
Tenaga gizi puskesmas harus mengetahui kelompok- kelompok
potensial yang dapat digunakan sebagai sasaran yang strategis dalam
memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat.
Kelompok ini mempunyai potensi yang cukup besar dalam
mensukseskan program, oleh karena itu perlu diciptakan kerjasama
yang baik antara poetugas puskesmas dan kelompok potensial yang
ada di kecamatan. Kelompok potensial yang ada di tingkat
Kecamatan antara lain PKK, kelompok Wanita Tani, Karang taruna,
kelompok arisan dan kelompok pengajian.
f. Penyebarluasan hasil pengamatan situasi
Data ASI eksklusif, latar belakang budaya, sumber daya dan sarana,
dan kelompok potensial diinformasikan kepada berbagai pihak baik
lintas program, lintas sektor terkait dalam pertemuan terpadu. STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
27
g. Kegiatan Intervensi
1) Pendekatan pada tokoh masyarakat
Advokasi atau pendekatan kepada pemimpin Pendekatam
kepada para pejabat, tokoh masyarakat, tokoh agama di daerah
setempat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan KIE
dalam masyarakat tentang pentingnya ASI bagi tumbuh
kembang dan kecerdasan anak.
2) Orientasi
Sarana orientasi meliputi: poster dan leaflet tentang pentingnya
ASI eksklusif dan bahaya pemberian Makanan Pendamping ASI
terlalu dini dan terlalu lambat.
3) Pemberdayaan bidan desa, petugas puskesmas, kader
Pemberdayaan bidan desa dan kader dapat dilakukan melalui
pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
dalam menyebarluaskan PP-ASI.
4) Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayanan masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa
cara antara lain melalui penyuluhan massal, penyuluhan
keluarga, penyuluhan kelompok dan penyuluhan perorangan.
7. Masalah yang Dihadapi Selama Menyusui
Ada beberapa masalah pada minggu pertama menyusui :
a. Masalah Menyusui pada Ibu:
1) ASI belum keluar pada hari pertama STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
28
ASI belum keluar pada hari pertama sehingga ibu merasa
bayinya perlu diberikan munuman lain, padahal bayi yang lahir
cukup bulan dan sehat mempunyai persediaan kalori dan cairan
yang dapat membuatnya bertahan tanpa minuman selama
beberapa hari. Disamping itu, pemberian minuman sebelum ASI
keluar dapat memperlambat pengeluaran ASI karena bayi
menjadi kenyang dan malas menyusu. Padahal pengeluaran ASI
oleh isapan bayi dapat memicu produksi ASI sehingga
produksinya melimpah (Nurheti Yuliarti, 2010:34).
Dalam 24 jam pertama bayi tidak perlu cairan, jadi tidak
minumpun tidak apa-apa. Tetapi tetap harus mulai menyusui,
yang penting adalah dalam 1 jam pertama harus diberitahukan
kepada ibu untuk mulai menyusui, karena pada saat baru lahir
daya isap bayi sangat kuat, kemampuan isap ini baru akan
kembali 38 jam kemudian. Daya isap yang sangat kuat ini
disebabkan karena lahir adalah suatu trauma yang menyebabkan
adrenalin bayi tinggi sekali, sehingga kemampuan menghisap
dan menyedot sangat tinggi. Kalau ini tidak dipergunakan,
adrenalin akan turun dan hormon menyenangkan yang membuat
bayi tenang dan tertidur akan keluar, sehingga baru 1 hari
kemudian bias menyusui. Juga perlu sering menyusui untuk
merangsang ASI (Anton Baskoro, 2008:43).
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
29
2) Payudara terasa penuh dan nyeri
Saat ASI keluar pertama kali, payudara mungkin terasa panas,
berat, keras, dan seakan-akan penuh batu. Pada banyak wanita,
payudara hanya terasa penuh. Salah satu penyebab nyeri pada
puting susu adalah karena bayi mengisap dengan posisi salah.
Bayi tidak cukup banyak memasukkan areola ke mulutnya, dan
hanya menghisap dari ujung puting saja. Keadaan ini disebut
nyeri puting karena salah posisi (F Savage King, 1991:46).
3) Payudara berukuran kecil
Ukuran payudara tidak menentukan banyak sedikitnya produksi
ASI. Produksi ASI lebih ditentukan oleh banyaknya lemak pada
payudara, sedangkan kelenjar penghasil ASI sama banyaknya
pada setiap payudara. Walaupun payudara kecil, namun
produksi ASI dapat tetap mencukupi apabila manajemen laktasi
dilaksanakan dengan baik dan benar (Nurheti Yuliarti, 2010:34).
4) Puting susu lecet
Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan
menjadi lecet. Umumnya menyusui akan menyakitkan dan
kadang-kadang mengeluarkan darah. Puting susu lecet dapat
disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tetapi dapat pula
disebabkan oleh thrush (candidates) atau dermatitis (Weni
Kristiyansari, 2009:54).
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
30
5) Rendahnya produksi ASI
Banyak ibu mengeluh bahwa ASInya tidak keluar atau kelihatan
cukup. Produksi ASI akan menningkat bila bayi sering disusui
atau pabrik susu ibu dikosongkan dengan diperah. Hal yang
penting diperhatikan adalah posisi pelekatan yang betul antara
mulut bayi dengan payudara ibu. Sering seorang ibu mengatakan
sudah meneteki lebih dari 1 jam, tetapi bayi tetap menangis
seperti kehausan. Produksi ASI mengikuti prinsip ”makin tinggi
kebutuhan bayi, makin banyak produksi ASI” (Anton Baskoro,
2008:39).
6) Payudara Bengkak
Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui
dengan adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem
duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan.
Payudara bengkak ini sering terjadi pada hari ketiga atau
keempat sesudah ibu melahirkan. Statis pada pembuluh darah
dan limfe akan mengakibatkan meningkatnya tekanan
intraduktal, yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada
payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat,
akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang serta nyeri.
Kemudian diikuti penurunan produksi ASI (Soetjiningsih,
1997:107).
7) Air Susu Ibu kurang STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
31
Menilai kecukupan ASI bukan dan seringnya bayi menangis,
ingin selalu menyusu pada ibunya, atau payudara yang terasa
kosong/ lembek meski produksi ASI cukup lancar, melainkan
dari kenaikan berat badan bayi. Bila gizi ibu cukup, cara
menyusui benar, percaya diri akan kemauan dan kemampuan
menyusui bayinya, serta tidak memiliki kelainan payudara pada
4-6 bulan pertama usia bayi akan terjadi kenaikan berat badan
yang baik. Hal ini dapat dipantau dengan melihat KMS bayi.
Kenaikan berat badan yang tidak sesuai biasanya karena jumlah
ASI tidak cukup sehingga perlu tambahan sumber gizi lain
(Arief Mansjoer, 2001:325).
8) Ada benjolan nyeri pada payudara
Jaringan kelenjar pada payudara tersusun dalam bagian atau
segmen seperti terlihat pada jeruk. Saluran keluar dari setiap
segmen. Kadang-kadang saluran tersumbat, sehingga ASI dari
segmen payudara tersebut tidak mengalir dan terbentuk benjolan
nyeri (F Savage King, 1991:44).
9) Ibu hamil lagi
Ketika masih menyusui, kadang ibu sudah hamil kembali. Jika
tidak ada masalah dengan kandungannya, ibu masih dapat
menyusui. Namun, ia harus makan lebih banyak lagi. Selain itu,
mungkin ibu akan mengalami puting lecet, keletihan, ASI
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
32
berkurang, rasa ASI berubah, dan kontraksi rahim (Yunisa
Priyono, 2010:95).
10) Ibu terserang penyakit
Bukan hal yang menyenangkan bila ibu sakit, padahal harus
menyusui bayinya. Jika ibu menderita penyakit yang cukup
serius, ibu mungkin enggan menyusui atau meyakini bahwa
menyusui tidaklah aman bagi bayi. Sebenarnya, bila ibu sedang
sakit dan ingin tetap menyusui bayinya, hal ini bukanlah
masalah serius. Tindakan itu akan bermasalah jika ibu harus
minum obat yang tidak cocok bagi bayi. Bila ingin berhenti
menyusui bayi selama ibu minum obat, hendaknya ibu
memompa payudara agar suplay ASI tetap terjaga. Intinya, ibu
harus terus menerus menyusui supaya bayi memperoleh banyak
antibodi dari ASI. Bila ibu diare atau muntah-muntah karena
keracunan makanan, hemdaknya ibu tetap menyusui bayinya,
kecuali ibu sangat lemah dan perlu minum antibiotik (Dwi Sunar
Prasetyono, 2009:119).
11) Ibu yang memerlukan pengobatan
Karena takut obat-obatan yang dikonsumsinya mengganggu
bayi, sering sekali ibu berhenti menyusui. Padahal, kebanyakan
obat hanya sebagian kecil saja yang dapat melalui ASI. Itu pun
jarang berakibat ke bayi. Oleh karena itu, ahli medis tidak
pernah mengobati bayi dengan menganjurkan ibu STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
33
mengkonsumsi obat tertentu. Memang ada beberapa obat yang
sebaiknya tidak diberikan kepada ibu menyusui. Selain itu, jika
harus mengkonsumsi obat, pilihlah obat yang memiliki masa
pendek dan mempunyai rasio ASI plasma kecil (kemampuan
obat mengontaminasi ASI). Jika ibu menyusui harus
mengkonsumsi obat, sebaiknya dilakukan segera setelah
menyusui (Yunisa Priyono, 2010:94).
12) Puting susu kering, pecah-pecah dan berdarah
Minggu-minggu pertama wanita belajar menyusui, terkadang
putting susunya terlihat mengeras, lama-kelamaan pecah-pecah
bahkan berdarah. Hal ini disebabkan karena pada saat menyusui,
bayi hanya menghisap bagian puting saja dan tidak sampai ke
bagian aerola (uzzi Reiss dan Yfat M Reiss, 2004:122).
b. Masalah Yang dihadapi Bayi:
1) Bayi menolak menyusu
Bayi menolak menyusu bisa merupakan masalah penting dan
serius. Biasanya ini berhubungan dengan masalah teknik atau
pola menyusui. Kadang-kadang juga menandakan bayi sakit,
misalnya terkena infeksi atau kerusakan otak Jika bayi menolak
menyusu, biasanya merupakan cara untuk memberi tahu kepada
ibunya mengenai sesuatu yang salah. Mungkin karena bayi nyeri
akibat tumbuh gigi atau sesak nafas karena pilek. Jika bayi tetap
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
34
menolak payudara, cobalah untuk menyusuinya saat mengantuk
(Desiana Maharani, 2008:44).
2) Defekasi bayi pada minggu-minggu pertama adalah encer dan
sering sehingga dikatakan bayi menderita diare dan sering kali
petugas kesehatan menyuruh menghentikan menyusui, padahal
sifat defekasi bayi yang mendapat kolostrum memang demikian
karena kolostrum bersifat sebagai laktasi (Nurheti Yuliarti,
2010:33).
3) Bayi suka menggigit
Akibat tumbuh gigi baru, bayi biasanya menggigit puting ibu,
jika gigi bayi mulai tumbuh, biarkan ia belajar menggigit
mainan khusus. Jika bayi menggigit puting, peluk ia lebih erat
atau pencet hidungnya. Dengan begitu ia akan kesulitan bernafas
lewat hidung, sehingga akan membuka mulut dan melepaskan
gigitannya (Desiana Maharani, 2009:44).
4) Bayi sakit
Sebagian kecil sekali bayi yang sakit, dengan indikasi khusus
tidak diperbolehkan mendapat makanan per oral, tetapi apabila
sudah diperbolehkan, maka ASI harus tetap diperbolehkan
(Weni Kristiyansari, 2009:68).
5) Menyusui dengan satu payudara saja
Kadang-kadang bayi mengembangkan kesukaan pada salah satu
payudara. Itu tidak berbahaya, tapi harus dicoba untuk menyusui STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
35
dengan payudara yang tidak disukainya seperti saat minum ASI
dari payudara pilihannya (Desiana Maharani, 2009:44).
6) Bayi terlalu sering menyusu
Jika bayi sering menyusu pada hari-hari awal kelahiran, maka
hal ini merupakan sesuatu yang lumrah. Namun bila frekuensi
menyusu terlalu tinggi dan rentang waktu menyusu cukup
pendek (kurang dari 1 jam dan terjadi minimal 10 kali sehari
selama lebih dari seminggu secara berturut turut), berarti
mungkin terjadi masalah dalam menyusui. Jika bayi tiba-tiba
menjadi lebih sering menyusu setelah dua minggu, ia bisa
mengalami peningkatan pertumbuhan yang sangat pesat.
Kondisi seperti itu terjadi setelah 2, 3, 6 atau 12 minggu. Tetapi,
ibu perlu mewaspadai bila keadaan ini terus berlanjut, karena
bayi mungkin sedang sakit (Anton Baskoro, 2008:181).
7) Posisi bayi pada payudara tidak baik
Hal ini sering terjadi karena bayi telah diberi susu botol.
Kadang-kadang, ibu muda tidak mampu menempatkan bayinya
tepat terhadap payudara. Bila bayi mengisap dengan posisi
salah, bayi tidak akan bisa memeras ASI dan tidak akan dapat
merangsang refleks-refleks. Bayi akan merasa lapar sehingga
ibu mengambil kesimpulan bahwa ia tidak mempunyai cukup
ASI (F. Savage King, 1991:64).
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
36
8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Memberikan ASI
Banyak faktor sebenarnya yang menyebabkan para ibu merasa
tidak penting dan enggan untuk memberikan ASI kepada bayi mereka.
Lawrence Green (1980:120) mencoba menganalisis perilaku kesehatan
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior
causes). Banyak faktor yang menyebabkan para ibu tidak menganggap
penting dan enggan untuk memberikan ASI kepada bayi mereka, secara
garis besar ada 2 faktor: (Baskoro, 2008:73).
a. Faktor internal
Faktor internal yang mempengaruhi para ibu adalah :
1) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemberian ASI. Ibu
yang tingkat pendidikannya lebih tinggi umumnya juga
mempunyai perhatian lebih besar terhadap kebutuhan gizi anak.
Demikian juga halnya dalam pemahaman akan manfaat ASI
anak (Rulina Suradi,1992: 9). Pendidikan orang tua merupakan
salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak,
karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat
menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara
pengasuhan anak yang baik, cara menjaga kesehatan anak, dan
sebagainya (Soetjiningsih, 1995:10).
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
37
2) Tingkat pengetahuan
Mereka tidak banyak tahu manfaat apa saja yang terdapat pada
ASI, apa akibatnya kalau anak tidak menerima ASI yang cukup
dari ibu. Rendahnya tingkat pemahaman tentang pentingnya ASI
selama 6 bulan pertama kelahiran dikarenakan kurangnya
informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu
mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat yang terkandung
dalam ASI (Dwi Sunar Prasetyono, 2009:33). Asi yang keluar
pada hari pertama sampai dengan hari ke lima bahkan pada hari
ke 7 dinamakan kolostrum atau susu awal yang biasanya bersifat
cairan jernih kekuningan itu mengandung zat putih telur atau
protein dalam kadar yang tinggi, zat daya tahan tubuh dalam
kadar yang tinggi dari pada susu madu yaitu air susu ibu yang
telah berumur tiga hari (Baskoro, 2008:75). Sikap seseorang
dipengaruhi oleh pengetahuan yang dipunyainya dan ia akan
memberikan sikap negatif terhadap ASI, jika pengetahuan
tentang hal itu kurang. Kepribadian dan pengalaman hidupsi ibu
sendiri juga penting, dengan senang dan santai umumnya lebih
berhasil dalam laktasi . Ibu yang mempunyai sikap positif dan
senang terhadap menyusui, maka kemungkinan untuk berhasil
adalah lebih besar (Sri Haryati, 2006:19).
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
38
3) Informasi
Karena kurang informasi, banyak ibu menganggap susu formula
sama baiknya, bahkan lebih baik dari ASI. Hal ini menyebabkan
ibu lebih cepat memberikan susu formula jika merasa ASI
kurang atau terbentur kendala menyusui. Masih banyak pula
petugas kesehatan tidak memberikan informasi pada saaat
pemeriksaan kehamilan atau sesudah bersalin. Untuk dapat
melaksanakan program ASI eksklusif, ibu dan keluarganya perlu
menguasai informasi tentang keuntungan pemberian ASI,
kerugian pemberian susu formula, pentingnya rawat gabung,
cara menyusui yang baik dan benar, dan siapa yang harus
dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah seputar menyusui
(Yunisa Priyono, 2010:90).
4) Kondisi Kesehatan ibu
Pada hari pertama sebenarnya bayi belum memerlukan cairan
atau makanan, sehingga tidak atau belum diperlukan pemberian
cairan apalagi susu formula, sebelum ASI keluar cukup, bayi
pada 30 menit pertama setelah lahir harus disusui oleh ibunya,
hal ini bukan untuk pemberian nutrisi, tetapi untuk belajar
menyusui atau membiasakan menghisap putting susu dan juga
guna mempersiapkan ibu untuk mulai memproduksi ASI (Anton
Baskoro, 2008: 74). Ibu merasa bahwa ASI yang diberikan
secara eksklusif kepada bayi tidak cukup sehingga ibu ingin STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
39
cepat memberikan susu formula atau bubur yang terbuat dari
tepung biji-bijian kepada bayinya (Utami Roesli, 2000:20).
Adanya gangguan kesehatan dan kelainan payudara pada ibu
seperti puting susu nyeri atau lecet, payudara bengkak, saluran
susu tersumbat, radang payudara dan kelainan anatomis pada
puting susu ibu sehingga membuat ibu kesukaran dalam
memberikan ASI secara eksklusif (Soetjiningsih, 1997:105).
5) Status persalinan
Ada dua jenis persalinan, yaitu secara normal dan caesar, ibu
yang melahirkan dengan cara operasi caesar sering kali sulit
menyusui bayinya segera setelah ia lahir. Terutama jika ibu
diberikan anestasi umum. Ibu relatif tidak sadar untuk mengurus
bayinya setelah bayi lahir. Kondisi luka operasi dibagian perut
relatif membuat proses menyusui sedikit terhambat. Sementara
itu, bayi mungkin mengantuk dan tidak responsif untuk
menyusu, terutama jika ibu mendapat obat-obatan penghilang
rasa sakit sebelum operasi. Beberapa penelitian menyimpulkan
bahwa proses melahirkan dengan caesar akan menghambat
terbentuknya produksi ASI (Weni Kristiyansari, 2009:45)
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal memberikan gambaran kepada kita bahwa
begitu banyak varian-varian yang seharusnya tidak terjadi
seandainya faktor internal dapat terpenuhi oleh ibu: STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
40
1) Ibu yang bekerja
Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan
mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir
sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu upaya
pemberian ASI eksklusif. Dari berbagai penelitian menunjukkan
banyak alasan untuk menghentikan ASI dengan jumlah yang
bervariasi (Depkes, 2003). Faktor ini juga tidak luput dari
kurangnya pengetahuan dari para ibu, tidak sedikit dari apa ibu
yang bekerja akan tetapi tetap memberikan asi secara eksklusif
pada bayinya selama 6 bulan. Pada ibu bekerja cara lain untuk
tetap dapat memberikan asi secara eksklusif pada bayinya
adalah dengan memberikan asi peras. (Baskoro, 2008:74).
Selama ibu ditempat kerja, sebaiknya ASI diperah mininum 2
kali selama 15 menit. Gunakan jari tangan untuk memerah Asi,
jangan pompa terompet. ASI perah tahan 6-8 jam di udara luar,
24 jam di dalam termos berisi es batu, 48 jam di dalam lemari
es, dan tiga bulan di dalam freezer. Dengan bantuan ”tempat
kerja sayang ibu”, yaitu tempat kerja yang memungkinkan
karyawatinya menyusui secara eksklusif, keberhasilan ibu
bekerja memberikan ASI eksklusif akan menjadi lebih besar lagi
(Yunisa Priyono, 2010:86). Bekerja bukan berarti alasan untuk
menghentikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan,
meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
41
benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI, dan
dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat
tetap memberikan ASI secara ekslusif (Utami Roesli, 2000:38).
2) Pengertian dan dukungan suami
Kurangnya dukungan keluarga terutama dari suami merupakan
factor yang sering dijumpai, pemberian makanan prelaktal
terlalu dini yang merupakan kebiasaan dari keluarga menjadi
faktor penghambat untuk memberikan ASI, serta kurangnya
perhatian suami terhadap asupan gizi ibu menyusui. Suami
merupakan pendukung terbaik bagi ibu muda yang menyusui.
Bila suami bersedia, ia dapat menolong istri dalam hal ini.
Suami dapat memberitahu istrinya bahwa ia ingin istrinya
menyusui dan mengatakan bahwa ASI merupakan makanan
terbaik bagi bayi (King, 1991: 4). Ayah dapat berperan aktif
dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan
dukungan secara emosional dan bantuan- bantuan praktis
lainnya, seperti popok atau menyendawakan bayi. Pengertian
tentang perannya yang penting ini merupakan langkah pertama
bagi seorang ayah untuk dapat mendukung ibu agar berhasil
menyusui secara eksklusif (Utami Roesli, 2000: 44).
3) Sosial ekonomi
Pada keadaan sosial ekonomi yang kurang ada kecenderungan
seorang ibu untuk menyusui secara eksklusif, karena mereka STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
42
tidak mampu untuk membeli susu formula, tetapi pada keadaan
yang seperti ini juga tidak menutup kemungkinan seorang ibu
untuk memberi makanan prelaktal terlalu dini, karena takut
bayinya kelaparan. Di negara sedang berkembang, dijumpai
kecenderungan ibu-ibu lebih pendek periode memberikan ASI-
nya, dan selanjutnya menggunakan makanan pendamping ASI.
Keadaan demikian ditemukan umum pada masyarakat daerah
perkotaan. Di Indonesia, khususnya dipedesaan, penghentian
meneteki didasarkan pada alasan-alasan antara lain: hamil lagi,
anak cukup umur mendapat makanan biasa, payudara sakit, atau
air susu sedikit. Di perkotaan, sebabnya beragam antaara lain
lingkungan sosial budaya, ibu bekerja serta pengaruh iklan
makanan pengganti ASI (Suhardjo, 1995:78).
4) Latar belakang budaya setempat
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya
dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami
suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan. Sering
sekali perubahan sosial budaya memberikan pengaruh ibu untuk
memberikan ASI, seperti contohnya, ibu-ibu yang bekerja atau
kesibukan sosial lainnya, meniru teman atau tetangga yang
memberikan susu botol, serta ada perasaan ketinggalan zaman
jika menyusui bayinya (Soetjiningsih, 2002:17). Ibu- ibu dari
suku jawa memberikan makanan prelaktal sebagai peristiwa adat STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
43
yaitu simbol pembebesan bayi dari rahim ibu (Suhardjo, 1995:
134).
5) Kelompok-kelompok Potensial
Tenaga gizi puskesmas harus mengetahui kelompok potensial
yang dapat digunakan sebagai sasaran yang strategis dalam
memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat.
Kelompok ini mempunyai potensial yang cukup besar dalam
mensukseskan program, oleh karena itu perlu diciptakan
kerjasama yang baik antara petugas puskesmas dan kelompok
potensial yang ada di kecamatan (Depkes RI, 1997:7).
6) Advokasi atau pendekatan pada pemimpin
Pendekatan kepada para pejabat, tokoh masyarakat, tokoh
agama di daerah setempat diperlukan untuk meningkatkan
keberhasilan KIE dalam masyarakat tentang pentingnya ASI
bagi tumbuh kembang dan kecerdasan anak (Depkes RI,
1997:8).
7) Iklan susu formula
Gencarnya kampanye produsen susu dan makanan pendamping
ASI, serta keberhasilan distributor untuk mendistribusikannya,
merupakan faktor dominan yang manjadikan para ibu muda
terpengaruh untuk menggantikan ASI sebagai makanan utama
bayi dengan susu formula. Dalam promosi susu tersebut ada
kekeliruan konsep, yakni susu formula itu diperlukan oleh ibu STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
44
yang persediaan air susunya tidak mencukupi kebutuhan anak,
sehingga dibutuhkan susu tambahan yang diproduksi oleh
perusahaan susu. Promosi ini sangat mempengaruhi pemikiran
para ibu yang kurang memiliki pengetahuan yang luas tentang
ASI. Dengan adanya promosi tersebut para ibu dibujuk agar
mempercayai propaganda mereka, dan mulai menggunakan susu
formula sebagai pengganti ASI (Dwi Sunar Prasetyono,
2009:12).
8) Sikap petugas Kesehatan
Sikap dan pengetahuan yang dimiliki oleh petugas adalah factor
penentu kesiapan petugas dalam mengelola ibu menyusui. Ada
pendapat bahwa untuk mengembalikan posisi ASI di Rumah
Sakit tantangan yang terbesar akan datang dari para perawat dan
Dokter. Karena untuk mereka memberikan susu botol adalah
lebih mudah dan sederhana bila dibandingkan dengan
rangkaian-rangkaian kegiatan promosi ASI. Tetapi bukti nyata
akan keuntungan pemakaian ASI adalah salah satu cara untuk
mengubah sikap tersebut. Penggunaan ASI telah mengubah
sikap petugas menjadi suportif. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa sikap petugas kesehatan sangat
mempengaruhi pemilihan makanan bayi oleh ibunya. Pengaruh
ini dapat berupa sikap negatif secara pasif, sikap yang
”indifferent” yang dinyatakan dengan tidak menganjurkan dan STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
45
tidak membantu bila ada kesulitan laktasi. Sikap ini dapat pula
secara aktif, misalnya bila ada kesulitan laktasi, malah
menasihatkan ibu untuk segera beralih ke susu botol saja
(Soetjiningsih,1997:163).
9) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu program promosi kesehatan,
promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat
atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya – upaya
memfasilitasi perubahan perilaku. Hal ini berarti bahwa promosi
kesehatan adalah program kesehatan yang dirancang untuk
membawa perubahan, baik di dalam masyarakat sendiri maupun
dalam organisasi dan lingkungannya (Soekidjo Notoatmodjo,
2007:23). Seorang ibu yang tidak pernah mendapat nasehat atau
pengalaman, penyuluhan tentang ASI dan seluk beluknya dari
orang lain, maupun dari buku- buku bacaan dapat
mempengaruhi sikapnya saat ibu tersebut harus menyusui (Sri
Haryati, 2006: 19).
9. Faktor-faktor pendukung keberhasilan pemberian ASI
a. Ibu harus yakin bahwa mampu menyusui bayinya.
b. Ibu cukup minum (8-12 gelas/hari)
c. Ibu dalam keadaan pikiran tenang dan damai
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
46
d. Perhatian cara meletakkan bayi dan cara meletakkan puting pada
mulut bayi dan benar
e. Makin sering payudara dihisap bayi, makin banyak produksi susu
untuk bayi.
f. Pengertian dan dukungan keluarga, terutama dari suami sangat
penting. (Siregar Arifin, 2004)
E. Puskesmas
1. Pengertian Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu sarana
pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatau
wilayah kerja (Depkes, 2009).
2. Standar Pelayanan Puskesmas
Setiap Puskesmas mempunyai jenis pelayanan yang standar sesuai
wilayah kerja masing-masing. Beberapa Puskesmas melaksanakan jenis
kegaitan pengembangan dan penunjang sesuai kemampuan sumber daya
manusia dan sumber daya material yang dimilikinya. Secara garis besar
pelayanan di Puskesmas meliputi upaya kesehatan perorangan (UKP) dan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Berikut ringkasan pelayanan di
puskesmas :
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
47
a. Pelayanan Puskesmas didalam gedung (rawat jalan)
1). Ruangan Kartu/Loket
2). Poli Umum
3). Poli Gigi
4). Poli KIA-KB
5). Pojok Gizi
6). Ruangan Tindakan / UGD
7). Apotek
8). Gudang Obat
9). Gudang Inventaris
10). Ruangan Tata Usaha
11). Ruangan Imunisasi
12). Ruangan Laboratorium Sederhana
13). Ruangan Kepala Puskesmas
b. Pelayanan Puskesmas didalam gedung (rawat inap)
Puskesmas Rawat Inap, pada umumnya mempunyai ruangan khusus
untuk Unit Gawat Darurat, perawatan umum dan ruang bersalin
c. Pelayanan Puskesmas di luar gedung :
1). Posyandu Balita
2). Posyandu Lansia
3). Penyuluhan Kesehatan
4). Pelacakan Kasus
5). Survey PHBS STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
48
6). Rapat Koordinasi
Sedangkan Program Pokok Puskesmas yaitu :
a. Promosi Kesehatan (Promkes)
1) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
2) Sosialisasi Program Kesehatan
b. Pencegahan Penyakit Menular (P2M) :
1) Surveilens Epidemiologi
2) Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malari, Flu Burung, ISPA,
Diare, PMS
c. Pengobatan :
1) Poli Umum
2) Poli Gigi
3) Unit Gawat Darurat
4) Puskesmas Keliling
d. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) – KB
1) ANC (Antenatal Care), PNC (Post Natal Care)
2) KB (Keluarga Berencana),
3) Persalinan
4) Rujukan Resti
5) Kemitraan Dukun
e. Upaya Peningkatan Gizi
1) Penimbangan
2) Pelacakan Gizi Buruk STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
49
3) Penyuluhan Gizi
f. Kesehatan Lingkungan :
1) Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah)
2) SAMI-JAGA (sumber air minum-jamban keluarga)
3) TTU (tempat umum), Institusi
4) Survey Jentik Nyamuk
g. Pencatatan dan Pelaporan :
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
Adapun Program Tambahan/Penunjang Puskesmas antara lain :
a. Kesehatan Mata
b. Kesehatan Jiwa
c. Kesehatan Lansia
d. Kesehatan Reproduksi Remaja
e. Kesehatan Olahraga
(Program penunjang biasanya sebagai tambahan, sesuai kemampuan
puskesmas dalam melakukan pelayanan)
3. Manajemen Puskesmas
Manajemen Puskesmas didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang
bekerja secara sistematis untuk menghasilkan luaran Puskesmas yang
efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan
Puskesmas membentuk fungsi-fungsi manajemen. Ada 3 (tiga) fungsi
manajemen Puskesmas yang dikenal yakni Perencanaan, Pelaksanaan
dan Pengendalian, serta Pengawasan dan Pertangungjawaban. Semua STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
50
fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan
berkesinambungan (Departemen Kesehatan, 2004).
Manajemen Puskesmas adalah Proses Pencapaian Tujuan Puskesmas.
Untuk mencapai tujuan Puskesmas secara efektif dan efisien, pimpinan
Puskesmas dituntut untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yaitu
fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan oleh pimpinan Puskesmas secara
terorganisasi, berurutan dan berkesinambungan. Fungsi manajemen yang
digunakan oleh Puskesmas diadaptasi dari fungsi manajemen yang
dikemukakan oleh Terry dengan penambahan fungsi evaluating
(Penilaian), sehingga fungsi-fungsi manajemen Puskesmas adalah
sebagai berikut:
a. Planning (Perencanaan);
Planning (Perencanaan) adalah sebuah proses yang dimulai dengan
merumuskan tujuan Puskesmas sampai dengan menetapkan alternatif
kegiatan untuk mencapainya. Tanpa ada fungsi perencanaan
Puskesmas, tidak ada kejelasan kegiatan yang akan dilaksanakan
oleh staf untuk mencapai tujuan Puskesmas. Melalui fungsi
perencanaan Puskesmas akan ditetapkan tugas-tugas pokok staf dan
dengan tugas-tugas ini pimpinan Puskesmas akan mempunyai
pedoman supervisi dan menetapkan sumber daya yang dibutuhkan
oleh staf untuk menjalankan tugas-tugasnya.
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
51
b. Organizing (Pengorganisasian);
Organizing (Pengorganisasian) adalah serangkaian kegiatan
manajemen untuk menghimpun semua sumber daya yang dimiliki
Puskesmas dan memanfaatkan secara efisien untuk mencapai tujuan
Puskesmas. Atas dasar pengertian tersebut, fungsi pengorganisasian
juga meliputi proses pengintegrasian semua sumber daya yang
dimiliki Puskesmas.
c. Actuating (Penggerakan Pelaksanaan);
Actuating (directing, commanding, motivating, influencing) atau
fungsi penggerakan pelaksanaan Puskesmas adalah proses
pembimbingan kepada staf agar mereka mampu dan mau bekerja
secara optimal menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, dan dukungan sumber
daya yang tersedia. Kepemimpinan yang efektif, pengembangan
motivasi, komunikasi, dan pengarahan sangat membantu suksesnya
pelaksanaan fungsi aktuasi.
d. Controlling (Pengawasan/Pembimbingan);
Controlling (pengawasan dan pengendalian) adalah proses untuk
mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai
rencana yang sudah disusun dan mengadakan perbaikan jika terjadi
penyimpanagan. Pelaksanaan fungsi manajemen ini memerlukan
perumusan standar kinerja (standard performance).
e. Evaluating (Penilaian). STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
52
Evaluating (Penilaian) adalah suatu proses untuk menentukan nilai
atau tingkat keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau suatu proses yang teratur
dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan
tolok ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan
pengambilan kesimpulan serta memberikan saran-saran yang dapat
dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program (Azwar,
1998).
Meskipun kelima fungsi manajemen tersebut terpisah satu sama lain,
tetapi sebagai suatu kesatuan proses, dimana kelimanya merupakan
suatu rangkaian kegiatan yang berhubungan satu sama lain. Kelima
fungsi ini sifatnya sekuensial, artinya fungsi yang satu mendahului
fungsi yang lainnya, dimana aktivitas manajerial dimulai dengan
planning dan berakhir pada evaluating. Jika perencanaan (planning)
telah disusun, kemudian struktur organisasi dirancang sedemikian
rupa agar setiap tugas dan hubungan antar unit kerja dalam
organisasi dapat merealisasikan rencana (organizing). Jika struktur
organisasi telah dirancang, maka pimpinan memilih dan menetapkan
personalia dengan kualifikasi yang tepat untuk menempati posisi
dalam struktur organisasi dan mengerjakan berbagai tugas.
Kemudian individu atau tim yang bekerja dalam organisasi
digerakan dan diarahkan agar mereka bertindak atau bekerja efektif
untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan (actuating). STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
53
Akhirnya semua aktivitas atau operasi organisasi dikontrol untuk
mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai sesuai dengan standar
kinerja yang telah ditentukan (controlling), kemudian hasil yang
dicapai dibandingkan dengan tolok ukur atau kriteria kinerja yang
telah ditetapkan, dilanjutkan dengan kesimpulan dan saran-saran
yang dapat dilakukan pada setiap tahap pelaksanaan program
(evaluating).
Manajemen Puskesmas adalah Proses Menselaraskan Tujuan
Organisasi dan Tujuan Pegawai Puskesmas. Pembangunan kesehatan
yang diselenggarakan oleh Puskesmas bertujuan untuk mendukung
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas
agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tinginya dalam rangka
mewujudkan Indonesia Sehat 2010 (Departemen Kesehatan, 2004).
Manajemen Puskesmas adalah Proses Kerjasama dan Kemitraan
dalam Pencapaian Tujuan Organisasi. Definisi ini mengandung arti
bahwa pimpinan dalam mencapai tujuan organisasi dengan dan
melalui pengaturan dan penggerakan orang lain untuk melaksanakan
berbagai tugas organisasi yang diperlukan, atau dengan kata lain
pimpinan tidak melakukan tugas itu sendiri. Untuk itu, pimpinan
Puskesmas harus memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya
manusia (SDM) yang ada di Puskesmas sehingga tercipta kerja sama STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
54
yang dinamis dan harmonis. Agar kerja sama berlangsung dinamis
dan produktif, diperlukan kesepakatan/komitmen antara pimpinan
dengan staf tentang visi, misi, tujuan, kebijakan, strategi, program,
dan kegiatan organisasi dan hal-hal lain yang terkait dengan proses
pencapai tujuan organisasi. (Departemen Kesehatan, 2003).
Dari uraian beberapa pengertian manajemen tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa manajemen Puskesmas diselenggarakan sebagai
berikut :
1) Proses pencapaian tujuan Puskesmas;
2) Proses menselaraskan tujuan organisasi dan tujuan pegawai
Puskesmas (management by objectives atau MBO) menurut
Drucker;
3) Proses mengelola dan memberdayakan sumber daya dalam
rangka efisiensi dan efektivitas Puskesmas;
4) Proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah;
5) Proses kerjasama dan kemitraan dalam pencapaian tujuan
Puskesmas;
6) Proses mengelola lingkungan.
Untuk menciptakan sistem manajemen kinerja yang efektif, peran
pimpinan menurut Mahmudi (2005) sangat menentukan. Pimpinan
bertanggung jawab untuk:
1) Menciptakan kondisi yang dapat memotivasi pegawai;
2) Melakukan observasi kinerja pegawai; STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
55
3) Memperbaharui dan menyesuaikan tujuan, standar kinerja, dan
kompetensi kerja apabila terjadi perubahan kondisi;
4) Memberikan umpan balik atas kinerja pegawai dan memberikan
pengarahan;
5) Memberikan up grading dan pengembangan kemampuan
pegawai, dan
6) Memberikan penguatan perilaku untuk mencapai tujuan
organisasi.
Adapun langkah-langkah proses pemecahan masalah dalam
keseluruhan siklus pemecahan masalah (problem solving cycle)
dihubungkan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen
Puskesmas.
Langkah pertama dalam siklus pemecahan masalah adalah
menentukan masalah dengan baik. Ini dimulai dengan kegiatan
analisis situasi atau disebut juga identifikasi masalah. Untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di
wilayah kerja Puskesmas dan pengembangan program intervensinya,
pimpinan Puskesmas dapat menganalisis masalah kesehatan tersebut
dengan menggunakan pendekatan epidemiologi, prinsip-prinsip
kesehatan masyarakat, kedokteran pencegahan, paradigma hidup
sehat menurut Blum dan analisis sistem. Dari analisis situasi akan
diketemukan banyak masalah. Masalah adalah keadaan atau realita
yang menyimpang dari apa yang diharapkan. Atau sering juga STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
56
dikatakan bahwa masalah adalah kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan apa yang menjadi kenyataan. Umumnya dalam
kehidupan sehari-hari, sumber daya yang tersedia tidak cukup untuk
memecahkan semua masalah tersebut. Oleh sebab itu, perlu
ditentukan masalah kesehatan mana yang harus diutamakan
(diprioritaskan). Ada beberapa teknik untuk menentukan peringkat
prioritas masalah. Masalah yang sudah menjadi prioritas, perlu
dirumuskan dengan jelas. Perumusan masalah yang baik adalah jika:
(1) ada pernyataan tentang kesenjangan secara kualitatif dan/atau
kuantitatif, (2) didukung oleh data, dan (3) dinyatakan secara
spesifik apa masalah tersebut (butir 1 dan 2), siapa yang terkena,
dimana lokasinya, kapan waktunya. Untuk masalah yang sudah
dirumuskan dengan baik, kemudian ditentukan tujuan yang akan
dicapai, yaitu apakah: (1) masalah tersebut akan dikurangi sampai
tingkat tertentu atau (2) masalah tersebut dihilangkan sama sekali.
Selanjutnya adalah memilih alternative intervensi atau kegiatan yang
perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diatas. Untuk itu,
perlu dilakukan analisis determinan masalah atau kadangkadang
disebut analisis faktor risiko.
Untuk itu memerlukan suatu organisasi yang tertata dengan baik
(organizing). Pelaksanaan program atau implementasi memerlukan
fungsi penggerakan dan pelaksanaan (actuating) dengan
melaksanakan fungsi kepemimpinan, motivasi, komunikasi, dan STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
57
pengarahan serta pengawasan dan pengendalian. (controlling). Hasil
implementasi dan pelaksanaan kemudian dilakukan penilaian
(evaluating). Evaluasi ini kemudian dipergunakan sebagai masukan
dalam proses atau siklus selanjutnya dalam pemecahan masalah.
Teori tersebut mengatakan bahwa suatu perubahan pada dasarnya
adalah hasil intervensi 2 (dua) jenis kekuatan, yaitu kekuatan
pendrong (driving force) dan kekuatan penghambat (restraining
force). Kekuatan pendorong adalah kekuatan yang mempengaruhi
suatu situasi yang memberikan dorongan ke arah tertentu, mereka
cenderung menimbulkan suatu perubahan dan mempertahankan
kelangsungannya. Sedangkan kekuatan penghambat yaitu kekuatan
yang menentang atau mengurangi kekuatan pendorong.
Berdasarakan teori tersebut, suatu perubahan akan terjadi apabila
dilakukan intervensi terhadap 2 (dua) jenis kekuatan yang ada dan
yang dihadapi oleh suatu organisasi, yaitu kekuatan pendorong (+)
dan kekuatan penghambat (-) Secara garis besarnya langkah untuk
melakukan suatu perubahan, menurut teori tersebut, adalah:
a. Intervensi Kekuatan (+) dan (-)
Kedua jenis kekuatan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Kekuatan Pendorong (+), terdiri atas :
Dari internal organisasi, disebut sebagai Strength
(kekuatan). Dari eksternal organisasi, disebut sebagai
Opportunity (kesempatan /peluang). STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
58
2) Kekuatan Penghambat (-), terdiri atas :
Dari internal organisasi, dinamakan sebagai Weakness
(kelemahan). Dari eksternal, dikenal sebagai Threat
(ancaman/rintangan). Langkah ini disebut intervensi
SWOT.
b. Menetapkan tindakan intervensi pada kedua jenis kekuatan
tersebut.
Mengingat yang dihadapi adalah 2 (dua) jenis kekuatan yang
berbeda sifatnya, maka dikenal ada 2 (dua) jenis intervensi, yaitu:
1) Intervensi terhadap faktor menghambat, disebut sebagai
pemecahan, yaitu upaya menghilangkan faktor penghambat,
2) Intervensi terhadap faktor pendorong, yaitu upaya untuk
memanfaatkan kekuatan tersebut.
F. Analisis SWOT
SWOT merupakan akronim dari Strength (kekuatan) dan Weakness
(kelemahan) dalam organisasi Puskesmas, serta Opportunity (kesempatan/
peluang) dan Threat (ancaman/rintangan/tantangan) dari lingkungan eksternal
yang dihadapi organisasi Puskesmas. Yang dimaksud dengan kekuatan adalah
kompetensi khusus yang terdapat dalam organisasi Puskesmas, sehingga
Puskesmas memiliki keunggulan kompetitif di pasaran. Hal ini disebabkan
karena Puskesmas memiliki sumber daya, keterampilan, produk, dan jasa
andalan, dan sebagainya yang membuatnya lebih kuat dari pesaing dalam
memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan dan masyarakat di wilayah STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
59
kerja Puskesmas. Kelemahan adalah keterbatan atau kekurangan dalam hal
sumber daya, keterampilan, dan kemampuan yang menjadi penghalang serius
bagi penampilan kinerja Puskesmas. Adapun peluang adalah berbagai situasi
lingkungan yang menguntungkan bagi Puskesmas, sedangkan ancaman
merupakan kebalikan dari peluang. Dengan demikian ancaman adalah faktor-
faktor lingkungan yang tidak menguntungkan Puskesmas (Siagian, 2004).
Analisis SWOT dapat merupakan alat yang ampuh dalam melakukan
analisis strategik. Keampuhan tersebut terletak pada kemampuan para
penentu strategi organisasi untuk memaksimalkan peranan faktor kekuatan
dan memanfaatkan peluang serta berperan untuk meminimalisasi kelemahan
organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi.
Analisis SWOT dapat diterapkan dalam 3 (tiga) bentuk dalam membuat
keputusan strategik.
Pertama : Analisis SWOT memungkinkan para pengambil keputusan
kunci dalam organisasi menggunakan kerangka berpikir yang logis dan
holistik yang menyangkut situasi dimana organisasi berada, identifikasi dan
analisis berbagai alternatif yang layak untuk dipertimbangkan, dan
menentukan pilihan alternatif yang diperkirakan paling ampuh.
Kedua : Pembandingan secara sistimatis antara peluang dan ancaman
eksternal di satu pihak serta kekuatan dan kelemahan internal di lain pihak.
Situasi yang paling didambakan ialah pada kuadran I karena organisasi
menghadapi berbagai peluang lingkungan dan memiliki berbagai kekuatan
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
60
yang mendorong pemanfaatan berbagai peluang tersebut. Dengan kondisi
demikian, strategi yang tepat ialah strategi pertumbuhan (agresif).
Sebaliknya, organisasi yang berada pada kuadran III mengadapi
kondisi yang paling buruk karena harus manghadapi tantangan besar yang
bersumber pada lingkungan dan pada waktu yang bersamaan dilanda berbagai
kelemahan internal yang kritikal. Strategi yang tepat dalam kondisi demikian
ialah strategi defensif yaitu mengurangi atau mengubah bentuk keterlibatan
organisasi dalam produk atau jasa.
Pada Kuadran IV organisasi yang memiliki berbagai kekuatan internal
menghadapi situasi lingkungan yang tidak menguntungkan, strategi yang
paling tepat adalah strategi diversifikasi yaitu strategi memanfaatkan
kekuatan yang dimiliki sekarang untuk membuka peluang jangka panjang
dalam produk/jasa atau pasar yang lain atau baru.
Kuadran II posisi suatu organisasi yang menghadapi peluang pasar
yang besar di satu pihak akan tetapi memiliki keterbatasan kemampuan
karena berbagai kelemaan organisasi. Dalam kondisi demikian, strategi yang
tepat bagi organisasi untuk putar haluan yaitu mengambil berbagai langkah
untuk mengatasi kelemahan yang dihadapi secara internal agar peluang pasar
dapat dimanfaatkan.
Ketiga : Tantangan utama dalam penerapan analisis SWOT terletak
pada identifikasi dari posisi sebenarnya suatu organisasi, karena suatu
organisasi menghadapi berbagai peluang juga harus berupaya menghilangkan
berbagai ancaman. Mungkin pula terjadi bahwa organisasi mempunyai STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
61
berbagai kelemahan, tetapi juga berbagai faktor kekuatan dalam menghadapi
pesaing.
Karena itu analisis SWOT tidak terletak hanya pada penempatan
organisasi pada sel tertentu akan tetapi memungkinkan para penentu strategi
organisasi untuk melihat posisi organisasi yang sedang dianalisis tersebut
secara menyeluruh dari aspek produk dan/atau jasa yang dihasilkan dan pasar
yang dilayani. Kegunaan utama analisis SWOT adalah untuk penentuan
strategi dasar. Hasil analisis SWOT harus menjadi masukan bagi teknik
pemilihan strategi dasar tertentu. (Siagian, Manajemen Strategik, 2004)
4 (empat) tipe strategi :
1. Strategi SO (Strength — Opportunity),
2. Strategi WO (Weakness — Opportunity),
3. Strategi ST (Strength — Threat), dan
4. Strategi WT (Weakness-Threat).
Mencocokkan faktor-faktor eksternal dan internal kunci merupakan
bagian yang sangat sulit dalam mengembangkan Matriks TOWS dan
memerlukan penilaian yang baik dan tidak ada sekumpulan kecocokan yang
paling baik.
Strategi SO atau strategi kekuatan peluang : Menggunakan kekuatan
internal organisasi untuk memanfaatkan peluang eksternal organisasi. Semua
pimpinan menginginkan organisasi mereka berada dalam posisi di mana
kekuatan internal dapat dipakai untuk memanfaatkan tren dan peristiwa
eksternal. Organisasi umumnya akan menjalankan strategi WO, ST, atau WT STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
62
supaya mereka dapat masuk ke dalam situasi di mana mereka dapat
menerapkan strategi SO. Jika organisasi mempunyai kelemahan besar,
organisasi akan berusaha keras untuk mengatasinya dan membuatnya menjadi
kekuatan. Kalau menghadapi ancaman besar organisasi akan berusaha
menghindarinya agar dapat memusatkan perhatian pada peluang.
Strategi WO atau strategi kelemahan peluang : Bertujuan untuk
memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Kadang-
kadang peluang eksternal yang besar ada, tetapi kelemahan internal sebuah
organisasi membuatnya tidak mampu memanfaatkan peluang itu. Misalnya,
terdapat banyak permintaan pemeriksaan laboratorium klinik di Puskesmas
(peluang), tetapi Puskesmas tidak mempunyai teknologi untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium klinik tersebut (kelemahan). Salah satu
kemungkinan Strategi WO adalah menyediakan teknologi ini dengan menjadi
kerjasama/kemitraan dengan laboratorium klinik swasta yang mempunyai
kompetensi dibidang ini. Strategi WO alternatif adalah mempekerjakan atau
melatih pegawai Puskesmas untuk memiliki kemampuan teknis pemeriksaan
labotorium klinik yang diperlukan.
Strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman : Menggunakan kekuatan
organisisasi untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.
Hal ini tidak berarti bahwa organisasi yang kuat pasti selalu menghadapi
ancaman frontal dalam lingkungan eksternal. Contoh Strategi ST diterapkan
ketika organisasi mendapat ancaman dari organisasi pesaing yang meniru ide,
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
63
inovasi, dan produk/jasa yang dipatenkan (ancaman) dengan melakukan
penuntutan kerugian dan royalti.
Strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman: Merupakan taktik
defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan
menghindari ancaman eksternal. Sebuah organisasi yang dihadapkan pada
berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal berada dalam posisi yang
berbahaya, sehingga organisasi seperti itu harus berjuang agar dapat bertahan,
atau melakukan merger, rasionalisasi, menyatakan pailit atau memilih
dilikuidasi.
G. Pendekatan Analisa SWOT
Di dalam menganalisa terhadap suatu masalah dapat menggunakan
berbagai macam pendekatan. Dalam tesis ini penulis menggunakan
pendekatan Matriks SWOT, sesuai dengan namanya, memiliki empat
kuadran yang terbentuk oleh sumbu horizontal yang mencerminkan variable
lingkungan internal perusahaan dan satu sumbu vertical yang mencerminkan
lingkungan eksternal. Separoh sumbu horisotal bernilai positif merupakan
simbol kekuatan perusahaan, sedangkan separoh yang lain merupakan sumbu
bernilai negatif yang merupakan representatif kelemahan perusahaan.
Separuh sumbu vertical bernilai positif merupakan representative peluang
bisnis, seangkan separuh lainnya bernilai negatif merupakan simbol ancaman
bisnis (Suwarsono, 2009:39).
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
64
Gambar 2.1 Matrik SWOT
peluang
Kuadran II Kuadran I
Stabilisasi Pertumbuhan
kelemahan Kekuatan
Kuadran III Kuadran IV Pertahanan Diversivikasi
Ancaman Sumber : Suwarsono 2008:39
1. Kuadran I terbentuk oleh potongan sumbu horizontal positif (kekuatan
organisasi) dan potongan sumbu vertical positif ( peluang bisnis). Kuadran
I di peroleh ketika nilai tertimbang kekuatan lebih besar dari nilai
tertimbang kelemahan perusahaan dan saat yang sama nilai tertimbang
peluang lebih besar dari pada nilai tertimbang ancaman bisnis. Dengan
kata lain kuadran I terbentuk dari dua nilai positif.
2. Kuadran II terbentuk oleh potongan sumbu vertical positif (peluang bisnis)
dan potongan sumbu horizontal negatif ( kelemahan perusahaan). Kuadran
II didapat jika nilai tertimbang peluang masih lebih besar dibanding nilai
tertimbang ancaman bisnis dan saat yang sama nilai tertimbang kelemahan
lebih besar daripada kekuatan perusahaan. Posisi perusahaan di kuadran II
di bentuk oleh nilai positif dan satu nilai negatif.
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
65
3. Kuadran III terbentuk oleh potongan sumbu horizontal negatif (kelemahan
perusahaan) dan potongan sumbu vertikal negatif (ancaman bisnis).
Kuadran III diperoleh ketika nilai tertimbang kelemahan lebih besar
dibanding nilai tertimbang kekuatan perusahaan dan di saat yang sama
nilai tertimbang ancaman lebih besar daripada nilai tertimbang peluang
bisnis. Kuadran III di bentuk oleh dua nilai negatif.
4. Kuadran IV terbentuk oleh potongan sumbu vertikal negatif (ancaman
bisnis) dan potongan horizontal positif (kekuatan perusahaan). Kuadran IV
didapat jika nilai tertimbang ancaman lebih besar daripada nilai tertimbang
peluang bisnis dan saat yang sama nilai tertimbang kekuatan masih lebih
besar disbanding nilai tertimbang kelemahan perusahaan. Posisi kuadran
IV dibentuk oleh nilai negatif dan positif.
H. KERANGKA KONSEPTUAL SWOT
Konsep adalah abstraksi atau gambaran yang dibangun dengan
menggeneralisasi suatu pengertian. Kerangka Teori atau Kerangka Pikir atau
Landasan Teori adalah kesimpulan dari Tinjauan Puskata yang berisi tentang
beberapa konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan
penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan Kerangka Teori diatas
disusunlah Kerangka Konsep yaitu suatu bagan yang menggambarkan
hubungan antar konsep yang akan diteliti. Ada lima langkah untuk melakukan
analisis situasi perusahaan, antara lain:
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
66
1. Mengevaluasi seberapa baik strategi yang saat ini sedang bekerja. Ini
dilakukan dengan melihat kinerja strategi perusahaan dan menentukan
apakah berbagai strategi logis konsisten.
2. Melakukan analisis SWOT. Kekuatan perusahaan adalah hal yang penting
karena mereka dapat berfungsi sebagai pondasi utama untuk strategi.
Kelemahan perusahaan adalah penting karena mereka dapat mewakili
kerentanan perusahaan yang perlu untuk dikoreksi. Peluang dari luar dan
ancaman ikut bermain karena strategi yang baik bertujuan yang
menangkap peluang yang menarik dan bertahan terhadap ancaman yang
berguna bagi kesejahteraan perusahaan.
3. Mengevaluasi posisi biaya perusahaan dibandingkan terhadap pesaing
(menggunakan konsep analisis biaya strategis dan biaya kerja jika perlu).
Strategi harus selalu bertujuan menjaga biaya cukup sejalan dengan
saingan untuk memelihara kemampuan perusahaan secara menyeluruh
4. Mengakses posisi kompetitif perusahaan dan kekuatan kompetitif.
Langkah ini melihat bagaimana sebuah perusahaan saingan cocok pada
faktor penentu utama keberhasilan kompetitif. Peringkat kekuatan
kompetitif menunjukkan di mana letak sebuah perusahaan yang kuat dan
lemah; sebagai aturan, strategi bersaing sebuah perusahaan harus dibangun
di atas kekuatan kompetitif dan merupakan upaya untuk menopang daerah
kompetitif yang rentan. Sebuah perusahaan memiliki potensi terbaik untuk
serangan di daerah di mana perusahaan tersebut itu kuat dan saingan
lemah. STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
67
5. Menentukan beberapa isu strategis dan masalah perusahaan yang perlu
dibahas. Tujuan dari langkah analitis untuk mengembangkan agenda
strategi yang sempurna dengan menggunakan hasil dari kedua analisis
situasi perusahaan dan industri dan analisis kompetitif. Langkah ini
membantu manajemen menarik kesimpulan tentang kekuatan dan
kelemahan strategi dan menentukan beberapa isu pembuat strategi yang
perlu dipertimbangkan.
Gambar 2.2 Gambaran Kerangka Konseptual SWOT
Dari Gambar 2.2 diatas dapat diketahui bahwa gambaran konseptual
SWOT meliputi input, process, dan output dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Input merupakan strategi perusahaan saat ini, beserta faktor internal
(strength, weakness) faktor eksternal (opportunity, threat) yang
mempengaruhinya.
2. Process merupakan beberapa langkah analisis SWOT.
3. Output merupakan strategi baru dan solusi dari hasil analisis SWOT yang
dilakukan untuk mengembangkan potensial perusahaan lebih maju
Input Process Output
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
68
BAB III METODA PENELITIAN
A. Rancangan / Desain Penelitian
Rancangan Penelitian ini menggunakan metoda penelitian kualitatif, metoda
ini sering disebut metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci.
(Sugiyono, 2005)
B. Metoda Pengumpulan data
a. Metoda Observasi yaitu memperoleh data dengan pengamatan langsung
b. Metoda Wawancara yaitu memperoleh data dengan tanya jawab dengan
pihak terkait di manajemen puskesmas, antara lain :
1. Manager / Kepala Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan
2. Pelaksana gizi sebagai petugas pengelola gizi di puskesmas Arjosari
Kabupaten Pacitan
3. Salah satu ibu balita di posyandu wilayah Puskesmas Arjosari
Kabupaten Pacitan
c. Metoda Dokumentasi yaitu mencatat dokumen serta laporan tertulis yang
terdapat di puskesmas
C. Metoda Analisa Data
Dalam menganalisa penelitian ini mengunakan metoda SWOT. Analisis
SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal suatu organisasi
yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan
program kerja. Analisis internal meliputi penilaian terhadap faktor kekuatan STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
69
(Strength) dan kelemahan (Weakness). Sementara analisis eksternal
mencakup faktor peluang (Opportunity) dan tantangan (Threaths). Langkah
pokok yang digunakan untuk menyusun matriks SWOT adalah sebagai
berikut :
1. Menyusun variabel lingkungan eksternal dan internal yang diperkirakan
mempengaruhi kinerja organisasi.
2. Memberikan bobot pada masing masing indikator dengan cara
membandingkan peran satu dengan yang lainnya, yang merupakan hasil
dari pertimbangan tingkat urgensi atau kepentingan setiap variabel.
3. Memberikan penilaian/ rating terhadap besar kecilnya sumbangan dan
hambatan yang diberikan oleh masing-masing indikator terhadap
pencapaian kinerja organisasi.
4. Menghitung nilai tertimbang dari masing-masing indikator dalam satu
kategori variable dan menjumlahkannya.
5. Menentukan posisi organisasi dalam salah satu kuadran dari keempat
kuadran yang dimiliki dengan matrik SWOT dan sekaligus menentukan
strategi yang seyogyanya dilaksanakan berdasarkan posisi yang dimiliki
tersebut. Dihitung terlebih dahulu selisih nilai tertimbang antara variable
kekuatan dan kelemahan serta sekaligus nilai tertimbang antara peluang
dan ancaman. Jika selisih nilai positif, maka posisi perusahaan berada di
kuadran I, jika nilai tertimbang peluang lebih besar dari ancaman dan saat
yang sama nilai tertimbang kekuatan lebih kecil dari kelemahan maka
perusahaan berada di kuadran II. Jika selisih kedua nilai tersebut negatif, STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
70
maka posisi perusahaan berada di kuadran III. Jika tertimbang peluang
lebih kecil dari ancaman dan di saat yang sama nilai tertimbang kekuatan
lebih besar dari pada kelemahan, maka posisi organisasi berada di kuadran
IV.
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
71
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Puskesmas Arjosari.
1. Keadaan Geografi
UPT Puskesmas Arjosari dibangun diatas tanah seluas 1.908 m2
di wilayah desa Jatimalang Kecamatan Arjosari yang berjarak 2 Km
kearah utara ibukota kecamatan Arjosari dengan waktu tempuh 10 menit.
Dari ibukota Kabupaten berjarak 12 km arah utara dengan jarak tempuh
30 menit,dan berjarak 275 km arah barat daya dari ibukota propinsi Jawa
Timur dengan waktu tempuh 7 jam. Luas wilayah kerja UPT Puskesmas
Arjosari mencakup 12 desa yaitu: Gunungsari, Pagutan, Mlati, Sedayu,
Tremas, Gayuhan, Karangrejo, Karanggede, Temon, Jatimalang,
Arjosari, Gembong dengan luas wilayah kerja 79.279 km2.
Keadaan dataran diwilayah kerja UPT Puskesmas Arjosari dengan
rincian tingkat kelerengan adalah sebagai berikut :
Datar (kelas kelerengan 0-5%) seluas 19.819 km (25%)
Bergunung (kelas kelerengan >51%) seluas 59.459 km (75%)
Batas wilayah dari UPT Puskesmas Arjosari adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Desa Gondang Kecamatan Nawangan
Sebelah Selatan : Desa Tambakrejo Kecamatan Pacitan
Sebelah Timur : Desa Borang Kecamatan Arjosari
Sebelah Barat : Desa Tinatar Kecamatan Punung
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
72
2. Kependudukan
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Arjosari
NO DESA JUMLAH PENDUDUK
LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Arjosari 937 972 1909
2 Gembong 1194 1174 2368
3 Pagutan 786 934 1720
4 Gunungsari 1164 1164 2328
5 Jatimalang 1217 1194 2411
6 Gayuhan 879 879 1758
7 Tremas 959 972 1931
8 Sedayu 1707 1681 3388
9 Mlati 1550 1522 3072
10 Karangrejo 1376 1430 2806
11 Temon 2139 2060 4199
12 Karanggede 2134 2098 4232
JUMLAH 16042 16080 32122
Sumber : Data Profil Puskesmas Arjosari 2015
3. Keadaan Pendidikan
Tabel 4.2 Data Tingkat Pendidikan Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Arjosari
NO DATA PENDIDIKAN JUMLAH PROSENTASE
1 TDK/BLM SEKOLAH 14,071 46.00
2 TK 591 1.56
3 SD/MI 2404 9.78
4 SMP/MTs 1,821 5.95
5 SLTA 373 0.90
6 PERGURUAN TINGGI 298 0.97
7 LAIN-LAIN 10,656 34.83 STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
73
4. Sumberdaya Kesehatan
Tabel 4.3 Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Arjosari
NO JENIS TENAGA JUMLAH TENAGA
I Jabatan Struktural
1 Kepala Puskesmas 1
2 Kasubbag. Tata Usaha 1
II Jabatan Fungsional
1 Dokter 3
2 Dokter gigi 1
3 Penyuluh Kesehatan 1
4 Nutrisionis 1
5 Sanitarian 1
6 Laboran 1
7 Asisten Apoteker 1
8 Perawat 4
9 Bidan 2
10 Perawat gigi 1
III Jabatan Fungsional Umum
1 Administrasi Pengelola Keuangan 3
2 Bendahara Penerima 1
3 Pembantu Bidan 1
4 Pengemudi 1
5 Urusan dalam 1
IV Puskesmas Pembantu
1 Perawat 3
V Polindes/ Poskesdes/ Ponkesdes
1 Bidan di Desa 11
2 Perawat 2
VI Poskestren
1 PERAWAT 1
JUMLAH 42 STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
74
5. Sarana
Tabel 4.4 Jenis Sarana Penunjang Pelayanan Kesehatan
di wilayah kerja Puskesmas Arjosari
NO JENIS SARANA
GEDUNG KENDARAAN BERMOTOR
1 Gedung Puskesmas induk Roda empat = 2 unit
2 Gedung Pustu : Roda dua = 10 unit
a. Pustu Temon
b. Pustu Mlati
c. Pustu Pagutan
d. Pustu Karangrejo
3 Polindes/ Poskesdes
a. Arjosari
b. Mlati
c. Karangrejo
d. Tremas
e. Temon
f. Pagutan
g. Gembong
h. Jatimalang
i. Gayuhan
j. Sedayu
k. Gunungsari
l. Karanggede
4 Rumah Dinas
a. Rumdin dokter
b. Rumdin Paramedis
c. Rumdin dokter gigi
STIE
Wid
ya W
iwah
a
Jang
an P
lagi
at
75
6. Pembiyaan kesehatan
a. Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (APBN)
b. Dana Operasional Puskesmas dari pendapatan puskesmas (APBD)
c. Dana Bantuan Operasional Kesehatan (APBN)
7. Standar Pelayanan di Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan mempunyai jenis pelayanan yang
standar sesuai wilayah kerjanya dan melaksanakan jenis kegiatan
pengembangan dan penunjang sesuai kemampuan sumber daya manusia
dan sumber daya material yang dimilikinya. Secara garis besar pelayanan
di Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan meliputi upaya kesehatan
perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), berikut
ringkasan pelayanan di puskesmas :
a. Pelayanan Puskesmas didalam gedung (rawat jalan)
1). Ruangan Kartu/Loket
2). Poli Umum
3). Poli Gigi
4). Poli KIA-KB
5). Pojok Gizi
6). Ruangan Tindakan / UGD
7). Apotek
8). Gudang Obat
9). Gudang Inventaris
10). Ruangan Tata Usaha STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
76
11). Ruangan Imunisasi
12). Ruangan Laboratorium Sederhana
13). Ruangan Kepala Puskesmas
b. Pelayanan Puskesmas didalam gedung (rawat inap)
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan termasuk puskesmas
perawatan (Rawat Inap) sehingga terdapat kamar-kamar untuk
perawatan pasien rawat inap. Sedangkan untuk pelayanan pasien di
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan mempunyai ruangan khusus
untuk Unit Gawat Darurat, perawatan umum dan ruang bersalin.
c. Pelayanan Puskesmas di luar gedung :
1). Posyandu Balita
2). Posyandu Lansia
3). Penyuluhan Kesehatan
4). Pelacakan Kasus
5). Survey PHBS
6). Rapat Koordinasi
Sedangkan Program Pokok Puskesmas yaitu :
a. Promosi Kesehatan (Promkes)
1) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
2) Sosialisasi Program Kesehatan
b. Pencegahan Penyakit Menular (P2M) :
3) Surveilens Epidemiologi
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
77
4) Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu Burung, ISPA,
Diare, PMS
c. Pengobatan :
1) Poli Umum
2) Poli Gigi
3) Unit Gawat Darurat
4) Puskesmas Keliling
d. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) – KB
1) ANC (Antenatal Care), PNC (Post Natal Care)
2) KB (Keluarga Berencana),
3) Persalinan
4) Rujukan Resti
5) Kemitraan Dukun
e. Upaya Peningkatan Gizi
1) Penimbangan
2) Pelacakan Gizi Buruk
3) Penyuluhan Gizi
f. Kesehatan Lingkungan :
1) Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah)
2) SAMI-JAGA (sumber air minum-jamban keluarga)
3) TTU (tempat umum), Institusi
4) Survey Jentik Nyamuk
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
78
g. Pencatatan dan Pelaporan :
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
Adapun Program Tambahan/Penunjang Puskesmas Arjosari Kabupaten
Pacitan antara lain :
a. Kesehatan Lansia
b. Kesehatan Reproduksi Remaja
c. Kesehatan Olahraga
B. Analisa Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Puskesmas
Arjosari Kabupaten Pacitan.
1. Identifikasi Faktor Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Dan
Ancaman
l.1. Aspek Lingkungan Internal
INPUT
a. Tenaga
Penanggungjawab program adalah kepala Puskesmas, dengan
tenaga pelaksana adalah tenaga gizi dibantu oleh tenaga Promkes
dan KIA. Di desa dilakukan oleh bidan desa dengan bantuan
kader. Namun demikian pelaksana gizi di wilayah yaitu bidan
desa belum mendapatkan pelatihan khusus konseling ASI, tetapi
telah mendapatkan sosialisasi dari tenaga gizi dan bidan
koordinator puskesmas yang sebelumnya telah mengikuti
pelatihan konseling ASI ekslusif. Pelatihan konseling ASI untuk
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
79
kader juga belum ada. Kader mendapatkan pelatihan Posyandu
yang diadakan Puskesmas setiap 1atau 2 kali setahun.
b. Dana
Tidak ada dana APBD khusus untuk program peningkatan
pemberian ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Arjosari,
namun terdapat anggaran untuk kegiatan peningkatan gizi di
puskesmas.
c. Sarana
Sarana untuk pelaksanaan program peningkatan pemberian ASI
ekslusif masih kurang, hanya memanfaatkan Posyandu dan kelas
ibu sebagai tempat penyuluhan ASI ekslusif. Hanya terdapat satu
pojok ASI yang baru dibuat di Puskesmas dan model untuk
penyuluhan juga masih kurang.
d. Metode
Pelaksanaan program menggunakan metode edukatif dengan cara
memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada ibu-ibu mengenai
arti pentingnya ASI eksklusif, gizi ibu menyusui dan manajemen
laktasi. Masih ada kendala penerapan metode ini, diantaranya
ketidakhadiran ibu-ibu saat penyuluhan dan masih banyaknya
ibu-ibu yang tidak menerapkanASI ekslusif.
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
80
PROSES
a. Perencanaan
Tidak ada perencanaan khusus untuk kegiatan ASI ekslusif ini.
Perencanaan hanya sebatas perencanaan kegiatan Posyandu dan
kelas ibu.
b. Pengorganisasian
Tidak ada pengorganisasian khusus, kepala puskesmas sebagai
penanggungjawab semua program di Puskesmas termasuk
penanggungjawab kegiatan penyuluhan untuk ASI ekslusif. Di
Puskesmas Arjosari, ASI eksklusif ini merupakan bagian dari
program gizi, dibantu oleh tenaga KIA dan Promkes. Pelaksanaan
promosi dan pemantauan ASI ekslusif di desa dilakukan bidan
desa dibantu kader. Tidak ada lintas sektor atau organisasi terkait
yang mendukung pelaksanaan kegiatan.
c. Penggerakan Pelaksanaan
Upaya penggerakan sudah dilakukan oleh petugas kesehatan
melalui kegiatan penyuluhan dan penjelasan mengenai ASI
ekslusif. Narnun masih ada bidan di wilayah kerja Puskesmas
Arjosari yang memberikan susu formula pada bayi baru lahir dan
tidak memberikan informasi mengenai ASI ekslusif pada ibu.
d. Pengendalian
Hambatan kegiatan biasanya karena ketidakhadiran atau susahnya
mengumpulkan ibu-ibu saat penyuluhan, kurangnya media KIE STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
81
dan ketidakpatuhan ibu yang memberi makanan tambahan pada
bayi di bawah 6 bulan. Pemantauan ASI ekslusif harusnya
dilakukan bidan desa setiap bulan sesuai kegiatan Posyandu dan
dilaporkan 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan. Namun pemantauan
saat Posyandu ini masih jarang dilakukan oleh bidan desa.
OUTPUT
Cakupan pemberian ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas
Arjosari masih rendah, masih di bawah target yang ditetapkan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan dan juga target yang ditetapkan
secara nasional. Masih banyak ibu-ibu yang memberikan makanan
tambahan berupa susu formula, bubur dan roti. Salah satu strategi
yang dilakukan untuk meningkatkan ASI ekslusif ini adalah dengan
konseling.
1.2. Aspek Lingkungan Eksternal
a. Kebijakan Pemerintah
Belum ada kebijakan pemerintah daerah yang mendukung
pemberian ASI ekslusif diwilayah kerja Puskesmas Arjosari.
b. Budaya/KebiasaanMasyarakat
Masih ada budaya/kebiasaan masyarakat yang memberikan
pisang pada bayi kurang dari 6 bulan supaya badan anaknya kuat,
adanya pemahaman/pola pikir yang salah dari masyarakat bahwa
bayi yang masih menangis setelah disusui karena bayi tersebut STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
82
masih lapar sehingga kecendrungan masyarakat untuk
memberikan makanan tambahan. Pantangan dalarn makanan ibu
juga mernpengaruhi pemberian ASI ekslusif, seperti tidak boleh
makan cabe atau minum es pada ibu menyusui karena dapat
menyebabkan bayi demam dan mencret, sehingga ibu
menghentikan pemberian ASI.
c. Pengetahuan Ibu
Umumnya ibu-ibu sudah tahu mengenai manfaat ASI untuk bayi.
Namun masih sedikit ibu-ibu yang mengetahui tentang istilah ASI
ekslusif.
d. Pekerjaan lbu
Kesibukan ibu bekerja memang mernpengaruhi dalam pemberian
ASI ekslusif. Tempat kerja ibu juga tidak mendukung pemberian
ASI ekslusif karena tidak adanya tempat penitipan anak dan
fleksibilitas bagi ibu bekerja. Makanan tambahan yang diberikan
oleh ibu bekerja biasanya adalah susu formula.
2. Perencanaan Strategi dengan Analisis SWOT
Data primer dan sekunder hasil penelitian disampaikan kepada
petugas kesehatan yang berwenang dalam hal ini petugas gizi Puskesmas
Arjosari untuk kemudian dianalisis bersama dengan menggunakan metode
analisis SWOT. Analisis didasarkan pada logika yang memaksimalkan
kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
83
(Threats). Dilakukan evaluasi terhadap faktor internal dan faktor eksternal
yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja dalam program
peningkatan pemberian ASI ekslusif, dengan cara menentukan bobot dan
rating setiap variabel. Nilai bobot merupakan hasil dari pertirnbangan
tingkat urgensi atau kepentingan setiap variabel. Sedangkan nilai rating
didapat dengan mempertimbangkan pengaruh setiap variabel terhadap
program peningkatan pemberian ASI eksklusif. Setelah itu, nilai skor dan
nilai bobot setiap variabel dikalikan sehingga didapat total skor
pembobotan evaluasi faktor internal dan faktor eksternal.
3. Pemberian bobot pada faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman
a. Faktor Kekuatan
Tabel 4.5 Pembobotan Faktor Kekuatan
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan
No Uraian Bobot
1
Kekuatan:
- Tersedianya tenaga gizi, bidan dan kader
- Adanya program gizi cakupan ASI
Eksklusif
- Adanya Posyandu, kelas ibu, pojok gizi dan
pojok ASI
- Adanya jadwal khusus Posyandu dan kelas
ibu setiap bulan
- Adanya penyuluhan ASI Eksklusif saat
Posyandu maupun ANC
- Terdapat pencatatan dan laporan bulanan
0,29
0,24
0,14
0,19
0,10
0,05 STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
84
b. Faktor Kelemahan
Tabel 4.6 Pembobotan Faktor Kelemahan
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan
No Uraian Bobot 1
Kelemahan:
- Peran bidan desa dan kader belum optimal
- Belum ada dana khusus untuk ASI eksklusif
- Program manajemen laktasi masih kurang
- Cakupan ASI Eksklusif masih rendah
0,40
0,10
0,30
0,20
c. Faktor Peluang
Tabel 4.7 Pembobotan Faktor Peluang
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan
No Faktor-faktor strategi internal Bobot 1
Peluang:
- Lokasi wilayah Puskesmas yang cukup luas
namun mudah dijangkau petugas
- Kinerja seksi Gizi Dinas Kesehatan
Kabupaten cukup baik
- Adanya kader di wilayah kerja puskesmas
- Adanya posyandu
- Adanya tempat praktek bidan swasta
0,14
0,21
0,36
0,29
0,07
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
85
d. Faktor Ancaman Tabel 4.8
Pembobotan Faktor Ancaman Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan
No Uraian Bobot 1
Ancaman:
- Kurangnya koordinasi puskesmas dan kader
- Kurangnya pengetahuan dan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya ASI
Eksklusif
- Kurangnya dukungan keluarga tentang
pentingnya ASI Eksklusif
- Kesibukan ibu yang bekerja
0,30
0,20
0,40
0,10
4. Pemberian penilaian pada faktor-faktor kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman
a. Faktor Kekuatan Tabel 4.9
Penilaian Faktor Kekuatan Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan
No Uraian Nilai 1
Kekuatan: - Tersedianya tenaga gizi, bidan dan kader - Adanya program gizi cakupan ASI
Eksklusif - Adanya Posyandu, kelas ibu, pojok gizi dan
pojok ASI - Adanya jadwal khusus Posyandu dan kelas
ibu setiap bulan - Adanya penyuluhan ASI Eksklusif saat
Posyandu maupun ANC - Terdapat pencatatan dan laporan bulanan
3 3 3 2 3 2
SKALA LIKERT : 5 = SANGAT BAIK/SANGAT TINGGI 4 = BAIK/TINGGI 3 = CUKUP BAIK/CUKUP TINGGI 2 = KURANG 1 = BURUK/SANGAT KURANG STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
86
b. Faktor Kelemahan
Tabel 4.10 Penilaian Faktor Kelemahan
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan
No Uraian Nilai 1
Kelemahan:
- Peran bidan desa dan kader belum optimal
- Belum ada dana khusus untuk ASI eksklusif
- Program manajemen laktasi masih kurang
- Cakupan ASI Eksklusif masih rendah
3
2
3
3
SKALA LIKERT : 5 = SANGAT BAIK/SANGAT TINGGI 4 = BAIK/TINGGI 3 = CUKUP BAIK/CUKUP TINGGI 2 = KURANG 1 = BURUK/SANGAT KURANG
c. Faktor Peluang
Tabel 4.11 Penilaian Faktor Peluang
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan
No Uraian Nilai 1
Peluang: - Lokasi wilayah Puskesmas yang cukup luas
namun mudah dijangkau petugas - Kinerja seksi Gizi Dinas Kesehatan
Kabupaten cukup baik - Adanya kader di wilayah kerja puskesmas - Adanya posyandu - Adanya tempat praktek bidan swasta
3 3 4 3 2
SKALA LIKERT : 5 = SANGAT BAIK/SANGAT TINGGI 4 = BAIK/TINGGI 3 = CUKUP BAIK/CUKUP TINGGI 2 = KURANG 1 = BURUK/SANGAT KURANG
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
87
d. Faktor Ancaman
Tabel 4.12 Penilaian Faktor Ancaman
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan
No Uraian Nilai 1
Ancaman:
- Kurangnya koordinasi puskesmas dan kader
- Kurangnya pengetahuan dan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya ASI
Eksklusif
- Kurangnya dukungan keluarga tentang
pentingnya ASI Eksklusif
- Kesibukan ibu yang bekerja
2
2
3
2
SKALA LIKERT : 5 = SANGAT BAIK/SANGAT TINGGI 4 = BAIK/TINGGI 3 = CUKUP BAIK/CUKUP TINGGI 2 = KURANG 1 = BURUK/SANGAT KURANG
5. Nilai tertimbang dari faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman
Nilai tertimbang merupakan hasil perkalian antara bobot dan rating
masing-masing indikator. Setelah nilai tertimbang masing-masing indikator
ditemukan, nilai tertimbang tersebut di jumlahkan. Dari hasil pembobotan
dan penilaian tersebut di atas di peroleh tabel sebagai berikut :
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
88
Tabel 4.13 Total Nilai tertimbang dalam analisis SWOT
Puskesmas Arjosari Kabupaten Pacitan
No Kategori Variabel dan Indikator Bobot Nilai Nilai
Tertimbang 1
Kekuatan:
- Tersedianya tenaga gizi,
bidan dan kader
- Adanya program gizi
cakupan ASI Eksklusif
- Adanya Posyandu, kelas ibu,
pojok gizi dan pojok ASI
- Adanya jadwal khusus
Posyandu dan kelas ibu
setiap bulan
- Adanya penyuluhan ASI
Eksklusif saat Posyandu
maupun ANC
- Terdapat pencatatan dan
laporan bulanan
0,29
0,24
0,14
0,19
0,10
0,05
3
3
3
2
3
2
0,86
0,71
0,43
0,38
0,29
0,10
TOTAL 2,76
2
Kelemahan:
- Peran bidan desa dan kader
belum optimal
- Belum ada dana khusus
untuk ASI eksklusif
- Program manajemen laktasi
masih kurang
- Cakupan ASI Eksklusif
masih rendah
0,40
0,10
0,30
0,20
3
2
3
3
1,20
0,20
0,90
0,60
TOTAL 2,90
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
89
No Kategori Variabel dan Indikator Bobot Nilai Nilai
Tertimbang 3
Peluang:
- Lokasi wilayah Puskesmas
yang cukup luas namun
mudah dijangkau petugas
- Kinerja seksi Gizi Dinas
Kesehatan Kabupaten cukup
baik
- Adanya kader di wilayah
kerja puskesmas
- Adanya posyandu
- Adanya tempat praktek bidan
swasta
0,14
0,21
0,36
0,29
0,07
3
3
4
3
2
0,43
0,64
1,43
0,86
0,14
TOTAL 3,50 4
Ancaman:
- Kurangnya koordinasi
puskesmas dan kader
- Kurangnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat
tentang pentingnya ASI
Eksklusif
- Kurangnya dukungan
keluarga tentang pentingnya
ASI Eksklusif
- Kesibukan ibu yang bekerja
0,30
0,20
0,40
0,10
2
2
3
2
0,60
0,40
1,20
0,20
TOTAL 2,40
Dari hasil tabel 4.13 diatas, dapat dijelaskan bahwa dari faktor
kekuatan tersedianya tenaga gizi, bidan dan kader diberikan penilaian 3
berarti sumber daya manusia kesehatan di Puskesmas Arjosari yang ada STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
90
cukup dalam mendukung faktor kekuatan dalam peningkatan kinerja,
namun demikian kader posyandu belum seluruhnya aktif dan petugas gizi
di puskesmas yang hanya 1 orang belum bisa setiap bulan mendatangi
semua posyandu sesuai jadwal yang telah ada. Adanya program gizi
cakupan ASI eksklusif diberikan penilaian 3 berarti program tersebut
cukup mendukung dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kinerja
program kesehatan di puskesmas. Adanya Posyandu, kelas ibu, pojok gizi
dan pojok ASI diberikan penilaian 3 berarti cukup mendukung peningkatan
kinerja program karena dengan keberadaan fasilitas kesehatan di wilayah
sebagai kepanjangan puskesmas makan program-program kesehatan yang
telah ditargetkan dapat tercapai dan pelayanan kesehatan di masyarakat
juga terpenuhi. Adanya jadwal khusus Posyandu dan kelas ibu setiap bulan
diberikan penilaian 2 berarti faktor ini berperan dalam peningkatan kinerja,
walaupun penilaian yang diberikan tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan indikator yang lain, karena dengan adanya kegiatan setiap bulan di
posyandu dan kelas khusus ibu hamil maka pelaksanaan kegiatan dapat
secara rutin terpantau. Adanya penyuluhan ASI Eksklusif saat Posyandu
maupun ANC diberikan penilaian 3 berarti cukup mendukung peningkatan
kinerja program, karena dengan penyuluhan ini pesan-pesan kesehatan
terutama tentang ASI eksklusif dapat tersampaikan kepada sasaran
program. Terdapat pencatatan dan laporan bulanan diberikan penilaian 2,
walaupun penilaian yang diberikan pada variabel ini tidak terlalu penting,
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
91
namun variabel ini dapat digunakan untuk pemantauan dan evaluasi hasil
kinerja setiap bulan.
Dari faktor kelemahan peran bidan desa dan kader belum optimal
diberikan penilaian 3 yang berarti cukup lemah, karena peran bidan desa
dan kader sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan di wilayah.
Belum ada dana khusus untuk ASI eksklusif diberikan penilaian 2 yang
berarti variabel ini tidak begitu lemah, karena walaupun belum ada dana
khusus untuk program ASI Eksklusif, namun anggaran untuk pelaksanaan
dan pemantauan program gizi sudah dianggarkan, jadi dengan anggaran
yang ada diharapkan program pemberian ASI eksklusif sudah bisa tercakup
didalamnya. Program manajemen laktasi masih kurang diberikan penilaian
3 yang berarti variabel ini cukup lemah, karena manajemen laktasi sangat
penting bagi ibu hamil yang selanjutnya dapat berpengaruh dalam proses
menyusui, jadi program manajemen laktasi ini harus lebih digalakkan lagi.
Cakupan ASI eksklusif masih rendah diberikan penilaian 3 yang berarti
cukup lemah, karena cakupan ASI eksklusif ini sangat berpengaruh
terhadap capaian program gizi, dimana program tersebut sudah ditargetkan
capaiannya secara nasional.
Dari faktor peluang lokasi wilayah puskesmas yang cukup luas
namun mudah dijangkau petugas diberikan nilai 3 berarti cukup berpeluang
dalam menjangkau sasaran, sehingga pelaksanaan kegiatan dalam
peningkatan kinerja dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan wilayah.
Kinerja seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten cukup baik diberikan STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
92
penilaian 3 berarti cukup berpeluang dalam peningkatan kinerja, karena
dengan kinerja yang baik dari Dinas Kesehatan Kabupaten khususnya seksi
gizi maka monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan di lapangan selalu
diperhatikan dan dapat berjalan dengan baik. Adanya kader di wilayah
kerja puskesmas diberikan penilaian 4 yang berarti variabel ini
mempunyau peluang yang baik, karena dengan adanya kader di wilayah
maka kegiatan di wilayah dapat dibantu oleh kader kesehatan tersebut.
Adanya posyandu diberikan penilaian 3 berarti cukup berpeluang dalam
peningkatan kinerja, karena dengan adanya posyandu maka tersedia sarana
untuk melakukan kegiatan dan penyuluhan kepada masyarakat khusunya
balita dan ibu balita dalam upaya peningkatan kinerja program ASI
eksklusif. Adanya tempat praktek bidan swasta diberikan penilaian 2
berarti kurang berpeluang, namun variabel ini juga dibutuhkan dalam
upaya pelayanan dan penyampaian pesan kesehatan khususnya bagi ibu
dan bayinya.
Sedangkan dari faktor ancaman kurangnya koordinasi puskesmas
dan kader diberikan penilaian 2 berarti tidak terlalu menjadikan ancaman
pada peningkatan kinerja, namun koordinasi ini juga dibutuhkan dalam
kelancaran proses pelaksanaan kegiatan, dengan koordinasi dan hubungan
yang baik antara puskesmas dengan kader kesehatan yang ada di wilayah
puskesmas makan keberlangsungan program dan pelaksanaan kegiatan
akan berjalan dengan baik. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya ASI ekslusif diberikan penilaian 2 berarti STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
93
tidak terlalu menjadikan ancaman dalam peningkatan kinerja program,
namun demikian pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pemberian
ASI eksklusif ini harus terus ditingkatkan sehingga kesadaran masyarakat
akan pentingnya ASI eksklusif ini bisa tumbuh dan muncul dari dirinya
sendiri tanpa paksaan. Kurangnya dukungan keluarga tentang pentingnya
ASI eksklusif ini diberikan penilaian 3 berarti variabel ini cukup
menjadikan ancaman bagi peningkatan kinerja program peningkatan
pemberian ASI eksklusif, karena dinilai dukungan keluarga sangat
berperan penting bagi ibu hamil maupun ibu menyusui dimana keluarga
biasanya yang memperhatikan, merawat dan memenuhi kebutuhan ibu
pada saat hamil maupun menyusui. Kesibukan ibu bekerja diberikan
penilaian 2 berarti variabel ini tidak terlalu menjadikan ancaman bagi
tercapainya peningkatan kinerja program, karena mayoritas ibu-ibu bukan
pekerja yang harus bekerja seharian namun sebagai ibu rumah tangga, jadi
bagi ibu-ibu yang bekerja perlu perhatian dan penyuluhan tentang
bagaimana supaya bisa tetap memberikan ASI eksklusif kepada bayinya,
6. Menentukan posisi Organisasi
Setelah diketahui nilai tertimbang dan total nilai tertimbang
selanjutnya adalah menentukan posisi organisasi dalam kuadran dari ke
empat kuadran yang dimiliki oleh matriks SWOT sekaligus menentukan
strategi bersama yang seyogyanya diaksanakan berdasarkan posisi yang
dimiliki tersebut. Dari hasil perhitungan tersebut di atas di dapatkan selisih
nilai tertimbang sebagai berikut : STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
94
Tabel 4.14 Selisih Nilai Tertimbang Faktor
FAKTOR FAKTOR SELISIH
NILAI TERTIMBANG Nilai Tertimbang Kekuatan Organisasi NIlai Terimbang Kelemahan Organisasi
Selisih Negatif
2,76 2,90 -0,14
Nilai Tertimbang Peluang Organisasi Nilai Tertimbang Ancaman Organisasi
Selisih Positif
3,50 2,40 1,10
Dari hasil perhitungan selisih antara nilai tertimbang kekuatan
organisasi dengan nilai tertimbang kelemahan organisasi adalah selisih
negatif (-0,14) dan perhitungan nilai tertimbang peluang organisasi dengan
nilai tertimbang ancaman organisasi adalah selisih positif (1,10), maka
organisasi berada pada strategi posisi kuadran II sehingga organisasi
seyogyanya menggunakan strategi stabilisasi. Posisi organisasi dapat
digambarkan dalam gambar sebagai berikut :
Gambar 4.1 Diagram Cartesius SWOT
Peluang (Opportunity)
Kuadran II Kuadran I Stabilisasi 1 Pertumbuhan
Kelemahan (Weakness)1 Kekuatan (Strenght)
Kuadran III Kuadran IV Pertahanan Diversivikasi
Ancaman (Threat)
(-0,14)
(1,10)
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
95
Analisis penetapan posisi organisasi dalam peningkatan kinerja
program ASI ekslusif, dilakukan dengan mencari selisih total skor nilai
tertimbang dari faktor kekuatan dan kelemahan (sumbu X), serta selisih
total skor nilai tertimbang faktor peluang dan ancaman (sumbu Y). Kedua
nilai tersebut dihubungkan, sehingga diketahui posisi organisasi dalam
peningkatan kinerja program terletak pada kuadran II (Stabilisasi) yang
berarti adanya kelemahan pada internal organisasi namun memiliki
peluang yang besar. Jadi dengan peluang yang besar tersebut dapat
dimanfaatkan untuk meminimalkan kelemahan yang ada, sehingga dapat
dikembangkan dengan strategi WO pada matrik SWOT.
Pada tahap analisis digunakan matrik SWOT untuk
menggambarkan posisi Puskesmas Arjosari dalam peningkatan kinerja
program pemberian ASI ekslusif serta memperoleh strategi yang tepat
untuk dapat diimplementasikan dalam upaya mengatasi masalah yang
ditemukan.
C. Strategi Peningkatan Kinerja
Dalam kerangka konsep matriks SWOT dapat dirumuskan empat
macam strategi bersaing yang seharusnya dipilih oleh organisasi berdasarkan
posisi organisasi yang dimiliki. Organisasi dalam hal ini Puskesmas Arjosari
yang berada di kuadran II dapat menerapkan strategi stabilisasi, yaitu terdapat
kelemahan dari internal puskesmas namun memiliki berbagai peluang
lingkungan yang besar sehingga dengan peluang yang besar tersebut
diupayakan dapat meminimalkan kelemahan yang ada. STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
96
Strategi WO menggunakan peluang eksternal organisasi untuk
meminimalkan kelemahan internal organisasi. Semua pimpinan
menginginkan organisasi mereka berada dalam posisi di mana kekuatan
internal dapat dipakai untuk memanfaatkan tren dan peristiwa eksternal.
Organisasi umumnya akan berusaha menjalankan strategi atau menerapkan
strategi SO. Jika organisasi mempunyai kelemahan besar, organisasi akan
berusaha keras untuk mengatasinya dan membuatnya menjadi kekuatan.
Kalau menghadapi ancaman besar organisasi akan berusaha menghindarinya
agar dapat memusatkan perhatian pada peluang.
Table 4.15 Matriks Strategi
Peluang
Kelemahan Faktor Kelemahan (W) 1. Peran bidan desa dan kader belum
optimal 2. Belum adanya dana khusus ASI eksklusif3. Program manajemen laktasi masih
kurang4. Cakupan ASI Eksklusif masih rendah
Faktor Peluang (O) 1. Lokasi wilayah Puskesmas
yang cukup luas namunmudah dijangkau petugas
2. Kinerja seksi Gizi DinkesKabupaten yang cukup baik
3. Adanya kader kesehatan diwilayah puskesmas
4. Adanya posyandu5. Adanya tempat praktek
bidan swasta
Strategi Stabilisasi (WO) 1. Optimalisasi program manajemen laktasi2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas
tenaga kesehatan di Puskesmas sehinggakegiatan penyuluhan, konseling,maupunKIE-ASI dapat lebih maksimal
3. Meningkatkan peran serta kader dalammendukung program gizi terutama ASIEksklusif, jika perlu dengan memberikanreward
4. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral,termasuk tempat praktek bidan swastauntuk tidak memberikan susu formulakepada bayi yang dilahirkan disana.
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
97
Adapun strategi yang seyogyanya dilaksanakan di Puskesmas Arjosari
Kabupaten Pacitan sesuai dengan kuadran II (Strategi Stabilisasi) adalah
sebagai berikut :
1. Optimalisasi program manajemen laktasi.
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas
sehingga kegiatan penyuluhan, konseling, maupun KIE-ASI dapat lebih
maksimal
3. Meningkatkan peran serta kader dalam mendukung program gizi terutama
ASI Eksklusif, jika perlu dengan memberikan reward
4. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral, termasuk tempat praktek bidan
swasta untuk tidak memberikan susu formula kepada bayi yang dilahirkan
disana.
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil hasil analisa data yang telah dilakukan serta wawancara
dengan berbagai pihak dapat diambil kesimpulan yang merupakan
jawaban permasalahan yag ada adalah sebagai berikut :
1. Dapat diidentifikasi faktor faktor :
a. Kekuatan meliputi : Tersedianya tenaga gizi, bidan dan kader;
adanya program gizi cakupan ASI Eksklusif; adanya Posyandu,
kelas ibu, pojok gizi dan pojok ASI; adanya jadwal khusus
Posyandu dan kelas ibu setiap bulan; adanya penyuluhan ASI
Eksklusif saat Posyandu maupun ANC; terdapat pencatatan dan
laporan bulanan.
b. Kelemahan meliputi : Peran bidan desa dan kader belum optimal;
belum adanya dana khusus ASI eksklusif; program manajemen
laktasi masih kurang; cakupan ASI Eksklusif masih rendah.
c. Peluang meliputi : Lokasi wilayah Puskesmas yang cukup luas
namun mudah dijangkau petugas; kinerja seksi Gizi Dinkes
Kabupaten yang cukup baik; adanya kader kesehatan di wilayah
puskesmas; adanya posyandu; adanya tempat praktek bidan
swasta.
d. Ancaman meliputi : Kurangnya koordinasi puskesmas dan kader;
kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
99
pentingnya ASI Eksklusif; kurangnya dukungan keluarga tentang
pentingnya ASI Eksklusif; kesibukan ibu yang bekerja.
2. Dari hasil perhitungan selisih antara nilai tertimbang kekuatan
organisasi dengan nilai tertimbang kelemahan organisasi adalah
selisih negatif (-0,14) dan perhitungan nilai tertimbang peluang
organisasi dengan nilai tertimbang ancaman organisasi adalah selisih
positif (1,10), maka organisasi berdasarkan diagram cartesius SWOT
berada pada posisi kuadran II.
3. Berdasarkan posisi kuadran II pada kinerja Puskesmas Arjosari
Kabupaten Pacitan dalam program peningkatan cakupan ASI
Eksklusif maka strategi yang seyogyanya digunakan yaitu Strategi
Stabilisasi yang berarti adanya kelemahan pada internal organisasi
namun memiliki peluang yang besar. Jadi dengan peluang yang besar
tersebut dapat dimanfaatkan untuk meminimalkan kelemahan yang
ada.
B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dari hasil analisa permasalahan
tersebut diatas adalah sebagai berikut :
1. Optimalisasi program manajemen laktasi dalam upaya mendukung
peningkatan ASI eksklusif.
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan di Puskesmas
melalui pelatihan-pelatihan kesehatan sehingga kegiatan penyuluhan,
konseling, maupun KIE-ASI dapat lebih maksimal. STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
100
3. Meningkatkan peran serta kader dalam mendukung program gizi
terutama ASI Eksklusif, jika perlu dengan memberikan reward.
4. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral dalam bidang kesehatan,
termasuk tempat praktek bidan swasta untuk tidak memberikan susu
formula kepada bayi yang dilahirkan disana.
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
101
DAFTAR PUSTAKA
Departmen Kesehatan RI, (2009). Sistem Kesehatan. Jakarta. Depkes RI, (2008), Millenium Development Goals 2015. Jakarta. Dian Fajri Utami (2013) ‘’Analisis Faktor Internal dan Eksternal Program
Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif Puskesmas Arjosari, Kota Pariaman‘’. Artikel Penelitian.
Didik Siswanto (2015) “Strategi Peningkatan Kinerja Sumber Daya Manusia
Melalui Pendidikan dan Pelatihan pada Pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pacitan”. Tesis
Dinas Kesehatan (2015), Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten
Pacitan Tahun 2015. Pacitan. Freddy Rangkuti, (2004), Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004. Gibney, J, (2009), Gizi Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kedokteran.
ECG KNPP RI, (2008), Pemberdayaan Perempuan dalam Peningkatan Pemberian
ASI. Kemenkes RI. Menteri Kesehatan RI, (2009), Undang Undang RI Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Bandung: Citra Umbara. Prasetyono, D.S. (2009), ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik dan
Kemanfaatan-kemanfaatannya. Diva Press. Yogyakarta Prof. Dr.Sugiyono (2005), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
cet. 1, Bandung: Alfabeta Profil Puskesmas Arjosari tahun 2015 Moeheriono (2009), Pengkuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor : Ghalia
Indonesia Soeroso, Santoso (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit:
suatu Pendekatan Sistem, Cet. 1, Jakarta: EGC Sugiyono (2006), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, cet. 1,
Bandung: Alfabeta STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at
102
Suwarsono (2008), Matriks dan Skenario dalam strategi, Cet. 1, Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Umar, Husein, (2010), Desain Penelitian Marajemen Strategik. Jakarta:
Rajawali Pers. WHO (2009), Global Strategy for Infant and Young Child Feeding.
WHO.Geneva. Humas Pemprov Jatim, (2013), http://birohumas.jatimprov.go.id/index.php?
mod=watch&id=2180 Pusdatin, (2015), http://kesehatan-ibuanak.net/berita/berita-nasional/642-
cakupan-asi-eksklusif-di-indonesia-masih-rendah
STIE W
idya
Wiw
aha
Jang
an P
lagi
at