wewenang kepabeanan dan pelanggaran pidana kepabeanan

23
KEPABEANAN DAN EKSPOR IMPOR PAJAK tentang " WEWENANG KEPABEANAN DAN PELANGGARAN PIDANA KEPABEANAN " Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah kepabeanan dan ekspor impor pajak yang dibina oleh bapak Dr. Kadarisman Hidayat, M.Si Disusun Oleh KELOMPOK 12 1. Elfrida K. Tambunan : 125030400111055 2. Elyzabeth Mauli : 125030407111071 3. Yolani Veroca Manalu :125030400111069 PROGRAM STUDI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1

Upload: rizsofy

Post on 25-Sep-2015

114 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Makalah Kepabeanan tentang wewenang kepabeanan dan pelanggaran pidana kepabeanan

TRANSCRIPT

KEPABEANAN DAN EKSPOR IMPOR PAJAKtentang" WEWENANG KEPABEANAN DAN PELANGGARAN PIDANA KEPABEANAN "Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah kepabeanan dan ekspor impor pajakyang dibina oleh bapak Dr. Kadarisman Hidayat, M.Si

Disusun OlehKELOMPOK 121. Elfrida K. Tambunan: 1250304001110552. Elyzabeth Mauli : 1250304071110713. Yolani Veroca Manalu:125030400111069

PROGRAM STUDI PERPAJAKANFAKULTAS ILMU ADMINISTRASIUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2015 1.1 LATAR BELAKANG Tindak pidana kepabeanan di Indonesia masih terbilang tinggi, baik frekwensi maupun nilai kerugian negaranya. Selama tahun 2005 dan tahun berjalan 2006, jumlah penangkapan dari hasil pengawasan di kawasan pabean masing-masing 164 dan 118 dengan kerugian negara masing-masing Rp11,6M dan Rp20,2M. Sedangkan data tangkapan dari hasil patroli laut Ditjen Bea dan Cukai untuk tahun 2005 dan tahun berjalan 2006 masing-masing 128 dan 89 kali penangkapan dengan nilai kerugian negara ditaksir Rp10,9M dan Rp4,8M. Untuk rincian dan jelasnya lihat table 1,2,3 dan 4. Dapat diduga bahwa tindak pidana kepabeanan yang tidak diketahui atau tidak tertangkap jauh lebih besar lagi.Berdasarkan Undang-undang No.10 tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Keputusan Presiden No. 109 tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden No.23/2004 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 302/KMK.01/2004, tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah : Pelayanan dan Pengawasan lalu lintas barang masuk dan keluar wilayah Republik Indonesia; Pemungutan Penerimaan Negara berupa Bea Masuk (dan Cukai).Fungsi pelayanan adalah tugas DJBC untuk menjamin kelancaran arus barang dan dokumen dengan efisien dan efektif, tidak ada ekonomi biaya tinggi, mendorong peningkatan perdagangan dan daya saing. Fungsi pengawasan terutama pengawasan lalu lintas barang dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat dari upaya-upaya memasukkan barang yang dapat merusak kesehatan dan meresahkan masyarakat, merugikan konsumen, dan membahayakan keamanan negara. Pengawasan juga mengandung makna tugas pemerintah yang dalam hal ini DJBC untuk melindungi industri dalam negeri dari masuknya barang-barang ilegal dan dumping, serta tugas untuk melancarkan ekspor Indonesia, dan mencegah ekspor ilegal baik fisik ataupun hanya dokumen. Fungsi pemungutan adalah untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari Bea Masuk & PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor), serta mencegah kebocoran penerimaan negara, agar target yang sudah ditetapkan APBN tercapai.Dengan demikian jelas betapa besar dan berat tugas dan tanggungjawab DJBC, khususnya dalam mencegah dan menindak tegas pelanggaran dan tindak pidana kepabeanan yang dapat menimbulkan kerugian negara dalam arti luas, yaitu finansial, keamanan, kesehatan, gangguan perdagangan dan industri/investasi dalam negeri, serta kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

1.2 Rumusan Masalah1. Apa saja jenis-jenis wewenang kepabeanan?2. Apa saja jenis-jenis pelanggaran pidana dalam kepabeanan?3. Bagaimana kadaluarsa pemeriksaan?

1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis wewenang kepabeanan2. Untuk mengetahui Apa saja jenis-jenis pelanggaran pidana dalam kepabeanan3. Untuk mengetahui bagaimanakah kadaluarsa pemeriksaan

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Jenis-Jenis Wewenang KepabeananWewenang yang dimiliki oleh pejabat bea dan cukai dalam kepabeanan ini diperlukan dalam mendukung pelaksanaan tugasnya mengamankan hak-hak negara. Hal ini terutama dalam menghadapi barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi menurut Undang-undang. Tahap awal petugas berwenang melakukan tindakan mengunci, menyegel dan atau melekatkan pengaman yang diperlukan. Namun apabila tindakan tersebut tidak dapat dilakukan, maka berdasarkan pertimbangan tertentu dapat ditempatkan Pejabat Bea dan Cukai untuk mengawasinya. Kewenangan di bidang cukai adalah kewenangan yang diberikan kepada Direktorat Bea dan cukai untuk memeriksa apakah Barang Kena Cukai telah melunasi pembayaran cukainya. Pemeriksaan dilakukan di pabrik, tempat penyimpanan dan tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai. Tindakan Pejabat Bea dan Cukai ini tidak dapat dilakukan secara mendadak. Perlu ada pemberitahuan dan perangkat perundang-undangan yang mendukungnya. Pada Undang-undang No 11 tahun 1995 tentang Cukai telah diatur mengenai masalah kewenangan di bidang cukai dan perangkat hukumnya. Secara umum Undang-Undang Kepabeanan memberikan wewenang kepada pejabat Bea dan Cukai untuk: 1. Menggunakan segala upaya terhadap orang, barang maupun binatang untuk dipenuhinya ketentuan dalam undang-undang ini. 2. Menggunakan berbagai upaya jika dianggap perlu untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa di bidang kepabeanan yang diduga sebagai tindak pidana kepabeanan untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut undang-undang. 3. Dapat menggunakan senjata api dalam rangka menjalankan kewenangannya untuk mengambil tindakan terhadap barang, orang atau binatang, untuk mengamankan hak-hak negara. 4. Menggunakan kapal patroli yang dapat dilengkapi dengan senjata api untuk melakukan pengawasan terhadap sarana pengangkut di laut atau sungai. 5. Menegah barang dan sarana pengangkut.

6. Dapat meminta bantuan kepada instansi lain. Jika dimintai bantuan oleh pejabat bea dan cukai, instansi lain tersebut wajib memberi bantuan dan perlindungan atau memerintahkan untuk melindungi pejabat bea dan cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Maksud dari bantuan tersebut adalah sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan. Adapun instansi lain itu semua instansi pemerintah baik sipil maupun militer, contohnya Kepolisian RI, Tentara Nasional Indonesia, atau Badan Karantina.Namun dalam undang-undang kepabeanan diatur lebih spesifik lagi beberapa pasal yang mengatur wewenang kepabeanan. Berikut adalah wewenang dari kepabeanan tersebut: Wewenang Kepabeanan Berupa Pengawasan dan Penyegelan

Dalam kenyataannya tidaklah mungkin seluruh kegiatan kepabeanan di wilayah negara ini diawasi atau dijaga terus menerus oleh petugas Bea dan Cukai, untuk menjaga agar semua ketentuan kepabeanan dipatuhi. Dalam hal tertentu barang yang masih belum diselesaikan kewajiban pabeannya tidak perlu diawasi terus menerus oleh pegawai Bea dan Cukai. Pengawasan atas barang tersebut dapat dilakukan dengan melakukan penguncian, penyegelan, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi menurut Undang-Undang Kepabeanan ini yang berada di sarana pengangkut, tempat penimbunan atau tempat lain. Wewenang pejabat Bea dan Cukai yang diatur dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan keuangan negara, karena tidak diperlukan adanya penjagaan dan pengawalan secara terus menerus oleh pejabat Bea dan Cukai. Lebih lanjut dalam pasal 79 diatur bahwa segel atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi pabean di negara lain atau pihak lain dapat diterima sebagai pengganti segel atau tanda pengaman. Persyaratan dapat diterimanya segel atau tanda pengaman sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Menteri Keuangan.Dalam pasal 80 disebutkan bahwa pemilik dan/atau orang yang menguasai sarana pengangkut atau tempat-tempat yang dikunci, disegel, dan/atau dilekati tanda pengaman oleh Pejabat Bea dan Cukai, wajib menjamin agar semua kunci segel, atau tanda pengaman tersebut tidak rusak, lepas, atau hilang. Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang sebagaimana dimaksud diatas tidak boleh dibuka, dilepas, atau dirusak tanpa izin Pejabat Bea dan Cukai. Adakalanya suatu barang atau sarana pengangkut tidak dapat disegel. Dalam hal demikian tindakan yang diambil adalah penempatan petugas ditempat tersebut. Penempatan petugas tersebut dilaksanakan jika pengamanan dalam bentuk penyegelan tidak dapat dilakukan. Demikian juga jika dengan pertimbangan tertentu, tindakan penjagaan oleh petugas Bea dan Cukai merupakan tindakan yang lebih tepat untuk dilakukan. Dalam pasal 81 Undang-Undang Kepabeanan disebutkan bahwa di atas sarana pengangkut atau di tempat lain yang berisi barang di bawah pengawasan pabean dapat ditempatkan Pejabat Bea dan Cukai. Lebih lanjut apabila di sarana pengangkut atau tempat lain sebagaimana dimaksud diatas tidak tersedia akomodasi, maka pihak pengangkut atau pengusaha yang bersangkutan wajib memberikan bantuan yang layak. Pengangkut atau pengusaha yang tidak memberikan bantuan yang layak sebagaimana dimaksud, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Akomodasi yang patut disediakan untuk petugas Bea dan Cukai yang mengawasi antara lain berupa tempat atau ruang kerja, makanan dan minuman yang cukup dan sebagainya.

Wewenang Kepabeanan Berupa Pemeriksaan Atas Barang Dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memastikan kebenaran pemberitahuan pabean atas barang yang diimpor atau diekspor, maka untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen yang diajukan, pejabat Bea dan Cukai diberikan kewenangan untuk memeriksa barang impor dan ekspor. Pada saat menjalankan kewenangannya untuk memeriksa fisik barang impor atau barang ekspor, pejabat bea dan cukai berwenang untuk meminta importir, eksportir, pengusaha TPS, pengusaha TPB atau yang mewakilinya menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau bagiannya, dan membuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa. Jika permintaan seperti yang telah diuraikan pada kalimat sebelumnya tidak dipenuhi maka, pejabat bea dan cukai berwenang melakukan kegiatan tersebut (melakukan pemeriksaan secara jabatan) atas risiko dan biaya yang bersangkutan (importir,eksportir, pengusaha TPS, pengusaha TPB atau yang mewakilinya). Dan atas kejadian tersebut yang bersangkutan dikenai sanksi administrasi berupa denda Rp. 25.000.000,00. Bahkan dengan adanya perubahan Undang-Undang Kepabeanan yang baru, telah diatur kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas barang tertentu.Hasil pemeriksaan merupakan salah satu dasar yang digunakan untuk menghitung pungutan Bea Masuk. Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Impor yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari Bea Masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000 % (seribu persen) dari Bea Masuk yang kurang dibayar. Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Ekspor yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan Negara dibidang ekspor, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari pungutan negara dibidang ekspor yang kurang dibayar dan paling banyak 1000 % dari pungutan negara dibidang ekspor yang kurang dibayar. Wewenang Kepabeanan Berupa Pemeriksaan Karena Jabatan

Untuk kepentingan pengawasan, pejabat bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan karena jabatan atas fisik barang impor atau barang ekspor, sebelum atau sesudah pemberitahuan pabean disampaikan. Ketentuan mengenai tatacara sebagaimana dimaksud diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri. Dalam pasal tersebut yang dimaksud dengan pemeriksaan karena jabatan adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan Cukai karena kewenangan yang dimilikinya berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dalam rangka pengawasan. Pemeriksaan karena jabatan ini dilakukan oleh pejabat dan cukai dengan atau tanpa disaksikan oleh pemilik barang atau kuasanya. Yang dimaksud dengan pemberitahuan pabean ini adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang impor/ekspor dari kawasan pabean, misalnya PIB atau PEB.

Wewenang Kepabeanan Berupa Pemeriksaan Surat

Kewenangan pemeriksaan barang oleh Bea dan Cukai juga meliputi kewenangan memeriksa surat. Pada pasal 83 disebutkan bahwa surat yang dicurigai berisi barang impor atau barang ekspor yang dikirim melalui Pos dapat dibuka dihadapan sialamat atau jika si alamat tidak dapat ditemukan, surat dapat dibuka oleh Pejabat Bea dan Cukai bersama petugas kantor pos. Sebagai contoh, pejabat bea dan Cukai mencurigai adanya barang larangan (narkoba) yang disembunyikan/diselipkan dalam surat/kiriman pos. Pejabat Bea dan Cukai tidak serta merta dapat membukanya. Pemeriksaan kiriman pos harus dilakukan bersama-sama petugas pos, atau dilakukan dihadapan si penerima surat. Pada prinsipnya rahasia surat yang dipercayakan kepada Pos tidak dapat diganggu gugat. Namun dalam prakteknya sering terjadi pengiriman barang yang berukuran kecil dikirimkan dalam surat. Oleh karena itu surat yang dicurigai berisi suatu barang, harus dapat dibuka untuk kepentingan pemeriksaan kepabeanan.

Wewenang Kepabeanan Berupa Permintaan Catatan dan Surat Menyurat yang Berkaitan Dengan Ekspor dan Impor, Serta Wewenang Untuk Meminta Contoh Barang Untuk Pemeriksaan Pemeberitahuan Pabean

Untuk melakukan pemeriksaan pemberitahuan yang diajukan oleh importir atau eksportir secara self assesment, pejabat bea dan cukai berwenang untuk meminta kepada importir atau eksportir untuk menyerahkan catatan dan surat menyurat yang berkaitan dengan ekspor dan impor dan menyerahkan contoh barang. Atas penyerahan yang dilakukan oleh importir atau eksportir tersebut diberikan tanda bukti penerimaan oleh pejabat bea dan cukai. Dalam hal permintaan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud di atas tidak dipenuhi pejabat bea dan cukai akan melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean berdasarkan data yang ada dan mungkin akan mengakibatkan kerugian bagi yang bersangkutan.. Pengambilan contoh barang dapat pula dilakukan atas permintaan importir. Sebagai contoh jika pemberitahuan harga barang menurut Bea dan Cukai lebih rendah maka pejabat Bea dan Cukai akan meminta bukti terkait seperti kontrak pembelian, bukti tranfer pembayaran, invoice dan sebagainya. Jika yang bersangkutan tidak dapat memenuhinya maka pejabat Bea dan Cukai akan menetapkan harga sesuai ketentuan yang berlaku. Pengambilan contoh barang atas permintaan importir diperlukan untuk pembuatan pemberitahuan pabean. Misalnya karena data spesifikasi barang yang kurang jelas sehingga importir kesulitan untuk membuat pemberitahuan pabeannya. Pihak importir dapat meminta kepada Bea dan Cukai untuk melakukaan pemeriksaan pendahuluan. Untuk kepentingan pemeriksaan pendahuluan tersebut, importir dapat mengajukan permohonan pengambilan contoh barang.

Wewenang Kepabeanan Berupa Pemberian Persetujuan atau Penundaan Persetujuan Impor atau Ekspor, dan Penolakan Pemberian Pelayanan Kepabeanan

Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 85, persetujuan impor atau ekspor dapat diberikan oleh pejabat bea dan cukai dalam hal: Setelah pemberitahuan pabean yang telah memenuhi persyaratan diterima. Hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan pemberitahuan pabean. Pejabat bea dan cukai berwenang menunda persetujuan impor atau ekspor dalam hal pemberitahuan pabean tidak memenuhi persyaratan. Disamping itu diatur juga bahwa pejabat bea dan cukai berwenang menolak memberikan pelayanan kepabeanan (memblokir atau merijek) dalam hal orang yang bersangkutan belum sepenuhnya memenuhi kewajiban kepabeanan berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang berlaku. Tujuan dari ketentuan ini adalah agar orang (pengguna jasa) tersebut segera memenuhi kewajiban pabeannya. Seperti yang telah diuraikan pada (pasal sebelumnya) yang dimaksud dengan pemenuhan kewajiban pabean adalah penyerahan pemberitahuan pabean dan/atau melunasi pembayaran bea masuk atau bea keluar. Ketentuan tersebut dimaksudkan bahwa dalam hal orang yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban pabeannya, pejabat bea dan cukai segera memberikan pelayanan kepabeanan. Sebagai contoh pemblokiran terhadap importir yang tidak menyelesaikan SPTNP (Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean) pada waktunya. Ketika importir telah menyelesaikan SPTNP tersebut, maka blokir otomatis terbuka.

Wewenang Kepabeanan Berupa Pemeriksaan Pabean Terhadap Barang Tertentu Yang Diangkut Dalam Daerah Pabean Kepabeanan)

Ada wewenang baru yang diberikan kepada pejabat bea dan cukai oleh Undang-Undang Kepabeanan yang baru, yaitu wewenang untuk melakukan pemeriksaan pabean terhadap barang tertentu. Seperti yang telah kita ketahui pada pasal sebelumnya, yang dimaksud dengan pemeriksaan pabean adalah pemeriksaan fisik barang dan/ atau penelitian dokumen. Adapun pengertian barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait sebagai barang yang pengangkutannya di dalam daerah pabean diawasi. Sebagai contoh pengangkutan barang antar pulau atas komoditi kayu gergajian, pengangkutan BBM (bahan bakar minyak) dan sebagainya. Pasal ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan Pemeriksaan Pabean terhadap Barang Tertentu di atas alat angkut, di tempat pemuatan, dan di tempat pembongkaran di dalam Daerah Pabean berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk membuat pasal ini bisa diaplikasikan, maka pasal 85 ayat 3 memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk mengatur lebih lanjut atau mendelegasikannya kepada Dirjend BC untuk mengatur lebih lanjut mekanisme pemeriksaan terhadap barang tertentu.Dalam rangka memberikan pelayanan sebagai upaya untuk memperlancar arus barang, maka pemeriksaan barang di Kawasan Pabean diupayakan seminimal mungkin dengan menggunakan metode pemeriksaan pabean secara selektif. Artinya hanya terhadap barang impor dengan kriteria tertentu yang dilakukan pemeriksaan pabean. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui kebenaran pemberitahuan pabean dalam rangka menjamin terpenuhinya hak-hak negara, terhadap barang impor tersebut dilakukan pemeriksaan pembukuan (setelah barang mendapat persetujuan impor atau ekspor dan setelah keluar dari kawasan pabean) melalui mekanisme audit kepabeanan.

Wewenang Kepabeanan Berupa Pemeriksaan Pembukuan (Audit Kepabeanan)

Dalam pasal 86 Undang-Undang Kepabeanan mengenai kewenangan pemeriksaan pembukuan ditetapkan bahwa: Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yaitu importir, eksportir, pengusaha TPS, pengusaha TPB, pengangkut, dan PPJK yang selanjutnya disebut auditee. Dalam melaksanakan audit kepabeanan, pejabat bea dan cukai berwenang: a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan;b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang dan pihak lain yang terkait; c. memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, dan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan; dan d. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan. Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit kepabeanan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan audit kepabeanan sebagaimana dimaksud diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri. Audit Kepabeanan dilakukan dalam rangka pengawasan sebagai konsekuensi diberlakukannya: 1. sistem self assesment; 2. ketentuan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi; 3. pemberian fasilitas tidak dipungut, pembebasan, keringanan, pengembalian, atau penangguhan Bea Masuk yang hanya dapat diawasi dan dievaluasi setelah barang impor keluar dari Kawasan Pabean. Dalam pasal 86A disebutkan apabila dalam pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya kekurangan pembayaran bea masuk yang disebabkan oleh kesalahan pemberitahuan jumlah dan/atau jenis barang, orang wajib membayar bea masuk yang kurang dibayar dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% dan paling banyak 1000% dari bea masuk yang kurang dibayar. Ketentuan pada pasal 82 ayat 5 disamakan dengan tindak lanjut untuk temuan serupa yang ditemukan dalam pemeriksaan barang dan pemeriksaan dokumen oleh PFPD/Kasi Pabean, saat importasi Wewenang Kepabeanan Berupa Wewenang Kepabeanan Berupa Pemeriksaan Pembukuan (Audit Pemeriksaan Bangunan dan Tempat Lain)

Barang-barang yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya masih berada dibawah pengawasan Bea dan Cukai. Barang-barang tersebut biasanya masih ditimbun di TPS, TPB, atau bahkan di tempat usahanya untuk barang yang memperoleh fasilitas pembebasan, keringanan maupun penangguhan bea masuk. Demikian juga atas barang yang ditimbun yang terkena peraturan larangan dan pembatasan yang belum mendapatkan izinnya. Dalam rangka pengawasan tersebut, pejabat Bea dan Cukai diberi wewenang melakukan pemeriksaan terhadap bangunan dan tempat lain yang penyelenggaraannya telah diberi izin oleh Bea dan Cukai (TPS, TPB, TPP) atau tempat lain yang terdapat barang wajib bea masuk (perusahaan, tempat usaha yang terdapat barang yang mendapatkan fasilitas pembebasan, keringanan maupun penangguhan bea masuk) atau barang yang terkena peraturan larangan dan pembatasan. Pemeriksaan atas bangunan dan tempat lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung, diperlukan karena dapat terjadi kemungkinan pada waktu pemeriksaan, barang dipindahkan kebangunan atau tempat lain tersebut oleh yang bersangkutan. Hal ini untuk mencegah usaha menghindari pemeriksaan, atau menyembunyikan barang.Dalam pasal 88 diatur mengenai kewenangan pemeriksaan atas bangunan. Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang ini, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau tempat yang bukan rumah tinggal selain yang dimaksud dalam Pasal 87 dan dapat memeriksa setiap barang yang ditemukan. Selama pemeriksaan atas bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud, atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai, pemilik atau yang menguasai bangunan atau tempat tersebut wajib menyerahkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan barang yang berada di tempat tersebut. Bangunan dan tempat lain yang bukan rumah tinggal adalah bangunan yang dipakai bukan sebagai tempat usaha. Contohnya: bangunan yang didirikan khusus untuk menyimpan barang dan pendiriannya bukan dimaksudkan sebagai tempat usaha.

Wewenang Kepabeanan Berupa Pemeriksaan Sarana Pengangkut Lebih lengkap dalam pasal 90 UUP ketentuan pemeriksaan sarana pengangkut ditetapkan sebagai berikut: a. Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta barang di atasnya. b. Sarana pengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos dikecualikan dari pemeriksaan. c. Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3) berwenang untuk menghentikan pembongkaran barang dari sarana pengangkut apabila ternyata barang yang dibongkar tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. d. Orang yang tidak melaksanakan perintah penghentian pembongkaran dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 25.000.000,00 (dua puluhlima juta rupiah). Dalam rangka melakukan pengawasan dan dipatuhinya peraturan perundang-undangan kepabeanan ini dan peraturan perundang-undangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada DJBC, pejabat bea dan cukai diberi wewenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta barang yang ada di atasnya. Contohnya pengawasan terhadap barang larangan dan pembatasan. Penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut ini dilakukan baik ditengah laut, di perairan pelabuhaan maupun di daratan. Sudah barang tentu pemeriksaan ini dilakukan hanya terhadap sarana pengangkut yang dicurigai membawa atau mengangkut barang selundupan atau barang lain yang tidak diberitahukan dalam pemberitahuan pabean. Oleh karena itu tidak setiap sarana pengangkut dilakukan pemeriksaan oleh pihak Bea dan Cukai. Penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut serta barang diatasnya hanya dilakukan secara selektif, yang dilakukan berdasarkan pengamatan maupun informasi yang dikumpulkan. Pejabat Bea dan Cukai tidak boleh melakukan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut yang telah disegel oleh penegak hukum lain, seperti kepolisian, kejaksaan atau dinas pos. Apabila pihak Bea dan Cukai berkepentingan untuk melakukan pemeriksaan, maka pelaksanaannya harus berkoordinasi dengan instansi tersebut. Wewenang Kepabeanan Berupa Pemeriksaan Badan Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan, pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk memeriksa badan setiap orang, yang disangka membawa atau menyembunyikan barang di dalam badan atau pakaian yang dikenakannya. Kewenangan ini diatur dalam pasal 92 Undang-Undang Kepabeanan, berkaitan dengan pemenuhan kewajiban pabean sesuai Undang-Undang Kepabeanan, maupun ketentuan lain mengenai larangan dan pembatasan impor/ekspor. Pemeriksaan badan dapat dilakukan terhadap: a. Orang yang berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang masuk ke dalam Daerah Pabean; b. Orang yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya adalah tempat di luar Daerah Pabean;c. Orang yang sedang berada atau baru saja meninggalkan Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat; atau d. Orang yang sedang berada di atau saja meninggalkan Kawasan Pabean. Orang yang diperiksa sebagaimana tersebut diatas wajib memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai untuk menuju tempat pemeriksaan. Tentu saja pemeriksaan badan ini harus dilakukan sesuai dengan norma kesusilaan dan kesopanan. Pemeriksaan badan tersebut dilakukan ditempat tertutup, jika wanita diperiksa oleh petugas wanita dan sebaliknya. Atas hasil pemeriksaan tersebut dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Kewenangan Kepabeanan Berupa Kewenangan Khusus Direktur Jenderal

Dalam Undang-Undang Kepabeanan yang baru, Direktur Jenderal Bea dan Cukai diberikan kewenangan khusus berkaitan dengan penetapan tagihan kekurangan bea masuk atau denda administrasi. Hal tersebut diatur dalam pasal 92A sebagai berikut: Direktur Jenderal karena jabatan atau atas permohonan dari orang yang bersangkutan dapat:

1. membetulkan surat penetapan tagihan kekurangan pembayaran bea masuk yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan undang-undang ini. (Membetulkan kesalahan yang nyata yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai dalam menetapkan keputusan yang berkaitan dengan kepabeanan) 2. mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda dalam hal sanksi tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksi karena kekhilafan atau bukan karena kesalahannya (dalam hal ini kesalahan yang nyata dilakukan oleh orang). Pembetulan surat tagihan kekurangan pembayaran Bea Masuk menurut ayat ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan pemerintahan yang baik, sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu penetapan perlu dibetulkan menjadi sebagaimana mestinya. Pengertian membetulkan dapat berarti menambahkan atau mengurangkan atau menghapuskan, tergantung pada sifat kesalahan dan kekeliruannya. Dengan memperhatikan rasa keadilan, Direktur Jenderal karena jabatannya juga dapat membetulkan atau membatalkan surat tagihan kekurangan pembayaran Bea Masuk yang tidak benar, misalnya tidak memenuhi persyaratan formal meskipun persyaratan materialnya terpenuhi. Demikian juga, Direktur Jenderal dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa denda dalam hal ternyata orang yang dikenakan sanksi hanya melakukan kekhilafan bukan kesalahan yang disengaja atau kesalahan dimaksud terjadi akibat perbuatan orang lain yang tidak mempunyai hubungan usaha dengannya serta tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.

2.2 Jenis-Jenis Pelanggaran Pidana Dalam KepabeananPengawasan pabean adalah salah satu cara untuk mencegah dan mendeteksi adanya pelanggaran. Pengawasan yang efektif memungkinkan Bea dan Cukai mengurangi terjadinya pelanggaran. Menurut WCO Hanbook for Comercial Fraud Investigators ada enambelas tipe pelanggaran utama di Bidang kepabeanan yaitu sebagai berikut : PenyelundupanYang dimaksud dengan penyelundupan disini adalah menimpor atau mengekspor di luar tempat kedudukan Bea dan Cukai atau mengimpor/mengekspor di tempat kedudukan Bea dan Cukai tetapi dengan cara menyembunyikan barang dalam alas atau dinding dinding palsu (concealment) atau di badan penumpang.

Uraian Barang Tidak BenarUraian Barang Tidak Benar dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari bea masuk yang rendah atau menghindari peraturan larangan dan pembatasan.

Pelanggaran Nilai BarangDapat terjadi nilai barang sengaja dibuat lebih rendah untuk menghindari bea masuk atau sengaja dibuat lebih tinggi untuk memperoleh restitusi (draw-back) yang lebih besar.

Pelanggaran Negara Asal BarangMemberitahukan negara asal barang dengan tidak benar misalkan negara asal Jepang diberitahukan Thailand dengan maksud memperoleh preferensi tarif di negara tujuan. Pelanggaran Fasilitas Keringanan Bea Masuk Atas Barang Yang Diolah. Yaitu tidak mengekspor barang yang diolah dari bahan impor yang memperoleh keringanan bea masuk.Pelanggaran Impor Sementara. Tidak mengekspor barang seperti dalam keadaan semula.

Pelanggaran Perizinan Impor atau EksporMisalnya memperoleh izin mengimpor bibit bawang putih ternyata dijual ke pasaran bebas sabagai barang konsumsi.

Pelanggaran Transit BarangBarang yang diberitahukan transit ternyata di impor untuk menghindari bea.

Pemberitahuan Jumlah Muatan Barang Tidak BenarTujuannya agar dapat membayar bea masuk lebih rendah atau untuk menghindari kuota.

Pelanggaran Tujuan PemakaianMisalnya memperoleh pembebasan bea masuk dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) tetapi dijual untuk pihak lain.

Pelanggaran Spesifikasi Barang Dan Perlindungan KonsumenPemberitahuan barang yang menyesatkan untuk menghindari persyaratan dalam Undang-Undang Spesifikasi Barang atau Perlindungan Konsumen.

Barang Melanggar Hak Atas Kekayaan IntelektualYaitu barang palsu atau bajakan yang diimpor disuatu negara atau diekspor dari suatu negara.

Transaksi GelapTransaksi yang tidak dicatat dalam pembukuan perusahaan untuk menyembunyikan kegiatan ilegal. Pelanggaran ini dapat diketahui dengan mengadakan audit ke perusahaan yang bersangkutan.

Pelanggaran Pengembalian BeaKlaim palsu untuk memperoleh pengembalian bea/pajak dengan mengajukan dokumen ekspor yang tidak benar.

Usaha FiktifUsaha fiktif diciptakan untuk mendapatkan keringanan pajak secara tidak sah. Contohnya adalah perusahaan yang melakukan ekspor fiktif yang ternyata tidak mempunyai pabrik dan alamat kantornya tidak dapat ditemukan.

Likuidasi PalsuPerusahaan beroperasi dalam periode singkat untuk meningkatkan pendapatan dengan cara tidak membayar pajak. Kalau pajak terhutang sudah menumpuk kemudian menyatakan bangkrut untuk menghindari pembayaran. Pemiliknya kemudian mendirikan perusahaan baru. Di Indonesia praktek ini dipakai oleh Importir yang sudah sering dikenakan tambah bayar supaya bisa memperoleh jalur hijau maka ia mendirikan perusahaan baru.

Selain Beberapa Contoh diatas, berikut adalah tindak pidana kepabeanan menurut undang-undang kepabeanan:1. Tindak Pidana Berupa Penyelundupan Di Bidang Impor 2. Tindak Pidana Berupa Penyelundupan Ekspor 3. Tindak Pidana Berupa Penyelundupan Yang Mengganggu Sendi-Sendi Perekonomian Negara 4. Tindak Pidana Berupa Pengangkutan Barang Tertentu Tidak Sampai Ke Kantor Pabean Tujuan 5. Tindak Pidana Berupa Pemalsuan Dokumen Kepabeanan 6. Tindak Pidanan Berupa Mengakses Sistem Elektronik Kepabeanan Secara Tidak Sah 7. Tindak Pidana Terhadap Pihak Yang Mengangkut Barang Hasil Penyelundupan 8. Tindak Pidana Berupa Memusnahkan, Memotong, Menyembunyikan, atau Membuang Buku, Atau Catatan, Yang Menurut Undang-Undang Kepabeanan Harus Disimpan 9. Tindak Pidana Berupa Menghilangkan, Menyetujui, atau Turut Serta Dalam Penghilangan Keterangan Dari Pemberitahuan Pabean, Dokumen Pelengkap Pabean, Atau Catatan 10. Tindak Pidana Berupa Menyimpan dan/atau Menyediakan Blangko Faktur Dagang dari Perusahaan Yang Berdomisili Di Luar Negeri Yang Diketahui Dapat Digunakan Sebagai Kelengkapan Pemberitahuan Pabean Menurut Undang-undang ini 11. Tindak Pidana Berupa Membuka, Melepas, Merusak Kunci, Segel, Atau Tanda Pengaman 12. Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh PPJK 13. Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Badan Hukum

Dari berbagai tipe pelanggaran di atas sebagian besar adalah pengimporan atau pengeksporan di pelabuhan tempat pengawasan Bea dan Cukai. Untuk tipe pelanggaran ini informasinya lebih banyak dan lebih mudah diperoleh dari dokumen dokumen yang diajukan pada Bea dan Cukai Kantor Pelayanan, tetapi untuk penyelundupan yang terjadi di luar tempat kedudukan Bea dan Cukai informasinya harus dicari langsung di lapangan. Informasi untuk penyelundupan di luar tempat kedudukan Bea dan Cukai diperoleh melalui Surveillance dapat dilakukan oleh petugas di Kantor Pelayanan kalau diberi wewenang untuk itu. Dalam organisasi dan tata kerja yang baru kegiatan intelijen (pengumpulan dan pengolahan informasi) secara umum tidak dimungkinkan di Kantor Pelayanan. Yang dimungkinkan hanya pengumpulan informasi muatan kapal yang tercantum pada manifest. Tetapi fungsi patroli ada juga di Kantor Pelayanan dan untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan pengumpulan informasi. Tanpa informasi yang diperoleh dengan baik, patroli tidak terarah dan tidak tahu daerah rawan yang beresiko tinggi. Mau tidak mau kegiatan Intelijen harus dilakukan juga di Kantor Pelayanan agar patroli berjalan efektif. Kalau Intelijen (termasuk Surveillance) hanya dilakukan oleh petugas Kantor Wilayah tidak akan efektif dan tidak mungkin bisa meliputi seluruh wilayah karena terbatasnya jumlah petugas dan dana dibandingkan dengan luasnya wilayah. Secara teoriti bisa secara rutin dikirim satuan tugas Surveillance dari Kantor Wilayah untuk mengumpulkan dan mencari informasi ke seluruh wilayah tetapi secara teknis sulit kalau wilayahnya relatif luas. Akan lebih mudah kalau kegiatan intelijen juga dilakukan oleh Kantor Pelayanan karena mereka berada didekat sumber informasi. Penyelundupan narkotika dan psikotropika yang melalui pelabuhan laut/udara ada yang informasinya diperoleh dari pihak luar negeri melalui Kantor Pusat dan ada yang dideteksi dengan Profiling ataupun penggunaan X-Ray scanner. Dilihat dari prosentasenya berdasarkan data yang tersedia lebih banyak tangkapan yang diperoleh dari Profilling dan deteksi X-Ray dibandingkan yang berasal dari informasi yang sudah matang. Berarti dalam hal inipun Kantor Pelayanan lebih banyak menguasai informasi dan melakukan deteksi melalui pengamatan mereka sendiri terhadap gerak-gerik penumpang. Tipe pelanggaran pemberitahuan yang tidak benar, penyalahgunaan fasilitas Kepabeanan, pelanggaran perizinan impor dan sebagainya lebih mudah dideteksi melalui dokumen impor atau ekspor yang berada di Kantor Pelayanan Informasi tentang adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa diperoleh jika kita mengolah informasi-informasi dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Manifest, Bill of Lading (B/L), Invoice, Packing List, data perusahaan, data kapal, data kontainer dan lain-lain. Informasi ini sebagian besar berada di Kantor Pelayanna dan dapat digunakan setiap saat. Pada umumnya yang dianggap informasi bagi orang awam adalah pemberitahuan dari seseorang atau badan secara tertulis atau lisan bahwa akan terjadi penyelundupan yang dilakukan oleh seseorang. Informasi yang sudah matang ini di Bea Cukai lazim disebut hasil intelijen atau intelijen positif. Sebenarnya informasi tidak hanya sebatas yang sudah matang saja tetapi banyak informasi yang masih mentah berseraka disana-sini berada dalam dokumen Pabean maupun dokumen pelengkapnya, informasi ini kalau diolah juga akan menghasilkan informasi matang (intelijen positif) yang dapat digunakan mendeteksi penyelundupan atau pelanggaran Kepabeanan

2.3 Kadaluarsa Pemeriksaan

Menurut undang-undang Kepabeanan pasal 111 mengenai kadaluarsa pemeriksaan tindak pidana kepabeaan adalah tindak pidana di bidang kepabeanan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak diserahkan pemberitahuan pabean atau sejak terjadinya tindak pidana. Penjelasan Pasal 111 Kadaluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang kepabeanan dimaksudkan untuk memberikan suatu kepastian hukum, baik kepada masyarakat usaha maupun penegak hukum.

16