peranan institusi kepabeanan dalam … peranan institusi kepabeanan dalam pembangunan program...

16
1 Peranan Institusi Kepabeanan Dalam Pembangunan Program Autorized Economic Operator Indonesia ABSTRAK Sebagai negara anggota WCO Indonesia telah melakukan berbagai program kerja sama pabean dalam forum internasional. Salah satunya adalah penandatanganan kesepakatan Framework of Standard to Secure and Facilitate Global Trade (SAFE FoS). SAFE FoS bertujuan untuk mengamankan dan memfasilitasi perdagangan internasional. Untuk mempercepat penerapan WCO Framework tersebut disusun program AEO. AEO meliputi masyarakat usaha, terdiri dari semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam international supply chain. Hubungan antara masyarakat usaha dan institusi kepabeanan sangat penting dalam pelaksanaan SAFE Framework tersebut. Banyak kemudahan pelayanan yang dapat dimasukkan dalam program AEO seperti fasilitas Mitra Utama, penggunaan electronic seal dan sebagainya. Hal yang terpenting adalah persetujuan pengguna jasa dalam pemenuhan persyaratan keamanannya dengan imbalan mendapatkan kemudahan prosedur operasional. Operator (masyarakat usaha) dapat diakreditasi oleh pihak Pabean sebagai AEO jika yang bersangkutan dapat membuktikan telah melaksanakan proses bisnis yang baik (high quality internal process) yang membuktikan barang-barang yang diangkutnya dalam keadaan aman. Dengan demikian pabean dapat memberikan fasilitas kemudahan-kemudahan pelayanan pabean atas impor/ekspor komoditi yang dilakukan oleh/atau melalui AEO tersebut. Jika ini dilakukan manfaatnya pergerakan barang akan menjadi lebih cepat yang berarti akan terjadi lower transport cost. Dilain pihak pada institusi pabean terjadi efisiensi sumber daya, sehingga pemeriksaan dapat ditargetkan lebih baik terhadap barang-barang yang tidak diketahui dan potensial dilakukan oleh unsafe operator. Kata kunci: fasilitas kemudahan pelayanan, keamanan.

Upload: lamnguyet

Post on 18-Sep-2018

264 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

Peranan Institusi Kepabeanan

Dalam Pembangunan Program Autorized Economic Operator

Indonesia

ABSTRAK

Sebagai negara anggota WCO Indonesia telah melakukan berbagai program

kerja sama pabean dalam forum internasional. Salah satunya adalah

penandatanganan kesepakatan Framework of Standard to Secure and Facilitate

Global Trade (SAFE FoS). SAFE FoS bertujuan untuk mengamankan dan

memfasilitasi perdagangan internasional. Untuk mempercepat penerapan WCO

Framework tersebut disusun program AEO. AEO meliputi masyarakat usaha, terdiri

dari semua pihak baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam

international supply chain. Hubungan antara masyarakat usaha dan institusi

kepabeanan sangat penting dalam pelaksanaan SAFE Framework tersebut.

Banyak kemudahan pelayanan yang dapat dimasukkan dalam program AEO

seperti fasilitas Mitra Utama, penggunaan electronic seal dan sebagainya. Hal yang

terpenting adalah persetujuan pengguna jasa dalam pemenuhan persyaratan

keamanannya dengan imbalan mendapatkan kemudahan prosedur operasional.

Operator (masyarakat usaha) dapat diakreditasi oleh pihak Pabean sebagai AEO

jika yang bersangkutan dapat membuktikan telah melaksanakan proses bisnis yang

baik (high quality internal process) yang membuktikan barang-barang yang

diangkutnya dalam keadaan aman. Dengan demikian pabean dapat memberikan

fasilitas kemudahan-kemudahan pelayanan pabean atas impor/ekspor komoditi yang

dilakukan oleh/atau melalui AEO tersebut. Jika ini dilakukan manfaatnya pergerakan

barang akan menjadi lebih cepat yang berarti akan terjadi lower transport cost. Dilain

pihak pada institusi pabean terjadi efisiensi sumber daya, sehingga pemeriksaan

dapat ditargetkan lebih baik terhadap barang-barang yang tidak diketahui dan

potensial dilakukan oleh unsafe operator.

Kata kunci: fasilitas kemudahan pelayanan, keamanan.

2

Peranan Institusi Kepabeanan

Dalam Pembangunan Program Autorized Economic Operator

Indonesia

Oleh: AHMAD DIMYATI

Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

Pendahuluan

Jika masyarakat ditanya mengenai tugas dan fungsi institusi kepabeanan

(baca: bea dan cukai) pada umumnya jawabannya sederhana saja, yaitu: memungut

bea masuk dan pungutan impor lainnya. Pada kenyataannya tugas dan fungsi

institusi kepabeanan bukan sekedar mengamankan keuangan negara dari bea

masuk saja. Institusi kepabeanan mempunyai peranan yang strategis dalam

perdagangan dan industri.

Jika dilihat dari visi dan misi DJBC, visinya sebagai administrasi kepabeanan

dan cukai yang bertaraf internasional, sejajar dengan institusi kepabeanan dunia.

Maka misi DJBC meliputi juga upaya memperlancar arus barang impor dan ekspor

dengan memberikan fasilitasi perdagangan, mendorong pembangunan industri, dan

perlindungan kepada industri dalam negeri, masyarakat, lingkungan, dan budaya,

melalui tugas-tugas yang diembannya. Hal ini mengingat posisi institusi kepabeanan

sebagai “penjaga pintu gerbang negara” atas barang yang masuk atau keluar dari

wilayah Republik Indonesia. Semua kebijakan impor dan ekspor yang berkaitan

dengan industri dan perdagangan pelaksanaannya dilakukan oleh institusi

kepabeanan.

Berkaitan dengan visi dan misi DJBC sebagai administrasi kepabeanan

bertaraf internasional, organisasi yang menaungi kepabeanan internasional adalah

Word Customs Organization (WCO) dimana Indonesia termasuk sebagai

anggotanya. Sebagai bagian dari komunitas pabean internasional Indonesia telah

melakukan berbagai program kerja sama pabean dalam forum internasional. Salah

satunya adalah penandatanganan kesepakatan Letter of Intent WCO Secure and

Facilitate Global Trade (SAFE) Framework of Standard, atau disebut juga

3

Framework of Standard to Secure and Facilitate Global Trade (SAFE FoS). SAFE

FoS bertujuan untuk mengamankan dan memfasilitasi perdagangan internasional.

Salah satu program SAFE FoS adalah Autorized Economic Operator (AEO).

SAFE FoS

SAFE FoS merupakan salah satu konvensi/kesepakatan yang penting yang

dihasilkan oleh organisasi kepabeanan dunia (WCO) tersebut. Konvensi penting

lainnya yang dihasilkan oleh WCO dalam rangka membangun standar-standar dan

instrumen dalam rangka menghasilkan praktek kepabeanan adalah Kyoto

Convention, Harmonized System dan Istanbul Convention.

Gambar 1

WCO Agreement

Sumber: Modul Kepabeanan Internasional, Pusdiklat Bea dan Cukai.

SAFE FoS (Framework of Standards to Secure and Facilitate Global Trade)

adalah suatu instrumen internasional yang mengandung standar-standar yang

ditetapkan oleh WCO yang bertujuan untuk mengamankan dan memfasilitasi

perdagangan internasional, serta menunjang pelaksanaan program reformasi dan

moderenisasi administrasi pabean negara anggota. Konvensi SAFE FoS disambut

baik oleh negara anggota. Hingga awal tahun 2009 tercatat 155 negara anggota

WCO (dari 174 negara anggota) yang telah menyampaikan LoI (Letter of Intent)

WCO AGREEMENT

Kyoto

Convention

n

Harmonized

System

Istanbul

Convention

SAFE

4

untuk menerapkan SAFE tersebut. Dalam hubungan ini Indonesia telah

menandatangani LoI SAFE pada tanggal 16 September 2005.

Pada prinsipnya SAFE berisi standar-standar internasional yang merupakan

pedoman bagi institusi kepabeanan maupun masyarakat usaha untuk meningkatkan

keamanan rantai perdagangan dan memfasilitasi perdagangan internasional, serta

merekomendasikan tindakan-tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan

kemampuan otoritas penegak hukum dalam menghentikan perdagangan illegal

dalam kaitannya dengan pengamanan perdagangan internasional. Instrumen

internasional tersebut mengandung 17 standar yang dikelompokan dalam 2 pilar

pokok yaitu Customs to Customs Network Arrangement dan Customs to Business

Partnership.

1. Customs to customs pillar, adalah standar untuk meningkatkan security and

facilitation of the international trade supply chain, yaitu:

a. Integrated supply chain management, prosedur pengawasan pabean

yang terintegrasi sebagaimana digariskan dalam WCO Customs

Guidelines.

b. Cargo inspection authority.

c. Modern technology in inspection equipment.

d. Risk management system.

e. High-risk cargo or container.

f. Advance electronic information.

g. Targeting and communication.

h. Performance measures.

i. Security assessment.

j. Employee integrity.

k. Outbound security inspections.

2. Customs to business pillar, adalah hubungan dengan sektor swasta yang

merupakan standar untuk meningkatkan safety and security of the

international trade supply chain, yaitu:

a. Partnership.

b. Security (best practices).

5

c. Authorization.

d. Technology.

e. Communication.

f. Facilitation.

Mengingat pentingnya SAFE FoS dalam rangka pelaksanaan program

peningkatan kapasitas (capacity building program) pada penerapan SAFE di negara

anggota, WCO menerapkan Columbus Programme, untuk implementasi SAFE FoS

yang terdiri dari 3 fase:

1. Fase need assessment yang melibatkan WDMT (WCO Diagnostic Mission

Team) untuk mengukur sejauh mana tingkat implementasi SAFE negara

anggota.

2. Fase implementasi rencana aksi berdasarkan rekomendasi dari WDMT.

3. Monitoring program yang bertujuan untuk meng-update perkembangan

program implementasi SAFE negara anggota.

Penerapan WCO Framework yang meliputi 2 pilar pokok (Customs to

Customs Network Arrangement dan Customs to Business Partnership) tersebut

didasari pada 4 elemen dasar pokok penerapan, yaitu:

1. Penerapan advance electronic cargo information;

2. Penggunaan risk management;

3. Penggunaan non intrusive inspection (scanning);

4. Pemberian fasilitasi terhadap pelaku bisnis yang telah

memenuhi standar (legitimate trade).

6

Gambar 2

Elemen dasar SAFE Framework

Sumber: WCO, The Autorized Economic Operator and The Small and Medium

Enterprise, 2010

Berdasarkan elemen pokok tersebut unsur yang dievaluasi mengarah pada

penilaian terhadap rencana strategis, logistik, manajemen SDM, peraturan dan

kebijakan hukum, pengawasan dan penindakan, hubungan dengan pihak

luar/stakeholder, audit internal dan integritas, serta teknologi informasi dan

komunikasi. Untuk mempercepat penerapan WCO Framework tersebut disusun

program AEO. AEO meliputi masyarakat usaha. Hubungan antara masyarakat

usaha dan institusi kepabeanan (administrasi pabean) sangat penting dalam

pelaksanaan SAFE Framework.

Pemerintah Republik Indonesia sebagai salah satu negara anggota yang

menandatangani Letter of Intent untuk mengimplementasi SAFE FoS telah

menindak lanjuti dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

219/PMK.04/2010 tentang Perlakuan Kepabeanan terhadap AEO. DJBC

merupakan institusi yang ditunjuk sebagai leader untuk mengembangkan program

AEO di Indonesia. DJBC sebagai administrasi pabean di Indonesia telah

merancang implementasi AEO tersebut untuk dapat dilaksanakan sesuai program

kerjanya yang akan dilakukan secara bertahap.

FOUR CORE PRINCIPLES

Advance Electronic

Information

Risk Management

Outbound Inspection

Business Partner-

ships

7

Program AEO

AEO adalah operator ekonomi yang terlibat dalam pergerakan barang dalam

rantai pasokan (supply chain) secara internasional dalam fungsi apapun yang telah

mendapat pengakuan oleh atau atas nama administrasi pabean nasional karena

telah memenuhi standar WCO atau standar keamanan rantai pasokan yang

sepadan. Dengan demikian pengertian AEO sangat luas meliputi semua pihak baik

yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam international supply chain, dari

produsen hingga pengeluaran barang di pelabuhan tujuan, dan secara keseluruhan

berada dalam secure supply chain. AEO merupakan aktualisasi dari standarisasi

fasilitas dan keamanan yang dipersyaratkan dalam rantai pasokan barang secara

global bagi setiap operator ekonomi yang memiliki keterkaitan pada proses rantai

pasokan barang secara global dalam semua aspek terkait sesuai fungsi masing-

masing. Pihak-pihak yang termasuk dalam operator ekonomi adalah: importir,

eksportir, produsen, brokers, pengangkut, konsolidator, pihak perantara, distributor,

otoritas pelabuhan, pengelola terminal, integrated operators, warehouses. Dalam

hal ini DJBC bertindak sebagai leader dalam program AEO di Indonesia.

Konsep AEO merupakan salah satu bentuk bangunan utama dalam SAFE

FoS. Hal ini merupakan bagian dari model kepabeanan internasional masa depan

(Future International Customs Model) untuk mendorong safeti perdagangan. Esensi

dari AEO konsep dijumpai pada “Customs to Business Partnerships”.

Operator/masyarakat usaha dapat diakreditasi oleh pihak Pabean sebagai AEO

(dengan memberikan sertifikat) jika yang bersangkutan dapat membuktikan telah

melaksanakan proses bisnis yang baik (high quality internal process) yang

membuktikan barang-barang yang diangkutnya dalam keadaan aman, antara lain

meliputi:

- Ensure the integrity of the information; bahwa apa yang disebutkan

dalam kontainer adalah benar, tidak lebih dan tidak kurang.

- Ensure the integrity of the employees; bahwa mereka (employees) tidak

akan menaruh barang di kontainer yang seharusnya tidak ada di sana.

- Ensure access to its premises; hal ini untuk mencegah orang-orang yang

tidak berwenang memasukkan barang ke dalam kontainer.

8

Dalam hal persyaratan dipenuhi pihak pabean akan memberikan

kepercayaan terhadap operator tersebut. Dengan demikian pabean dapat

memberikan fasilitas kemudahan-kemudahan pelayanan pabean seperti

pemeriksaan terbatas, bahkan tidak dilakukan pemeriksaan pabean atas

impor/ekspor komoditi yang dilakukan oleh atau melalui AEO tersebut. Jika ini

dilakukan manfaatnya pergerakan barang akan menjadi lebih cepat yang berarti

lower transport cost. Faedahnya bagi pihak pabean terjadi efisiensi sumber daya.

Pemeriksaan dapat ditargetkan lebih baik terhadap barang-barang yang tidak

diketahui dan potensial dilakukan oleh unsafe operator.

Beberapa negara anggota WCO telah mengimplementasikan SAFE

Framework dan diharapkan dalam beberapa tahun kedepan sebagaian besar

administrasi pabean dapat memperkenalkan AEO Program. Saat ini AEO

Programmes atau program sejenisnya yang telah diperkenalkan antara lain: United

States, European Union (UK, Sweden, Netherland), APEC, New Zealand,

Singapore. Contoh beberapa program AEO sebagai berikut:

Negara Program Keterangan

United States

C-TPAT

Customs-Trade Partnership Against Terrorism

European

European AEO Programme

Customs Simplified Procedures

New Zealand SES Secure Export Scheme

Singapore STP Secure Trade Partnerships

South Korea Electronic Seal Penggunaan segel yang dilengkapi dengan alat yang mampu mendeteksi keberadaan kontainer

Sumber: diolah dari wikipwdia.org/wiki/AEO; dan WBC edisi 457 thn.2012

WCO mendorong administrasi pabean dan pengguna jasa/masyarakat

usaha untuk mengimplementasikan SAFE Framework. Keberhasilan program AEO

diharapkan dapat menyukseskan tujuan dari SAFE Framework tersebut, yaitu untuk

mengamankan dan memfasilitasi perdagangan internasional, serta menunjang

9

pelaksanaan program reformasi dan modernisasi administrasi pabean negara

anggota. Pihak administrasi pabean (DJBC) membangun program AEO dengan

berpedoman pada standar WCO, khususnya pada 4 elemen dasar pokok penerapan

WCO Framework tersebut diatas. Pihak administrasi pabean mendorong pengguna

jasa/operator ekonomi untuk memenuhi standar sekuriti yang ditetapkan, dengan

memberikan keuntungan pada pengguna jasa berupa kemudahan-

kemudahan/fasilitas pelayanan seperti penyederhanaan prosedur pabean.

Pengguna jasa/masyarakat usaha yang memenuhi syarat akan diberikan sertifikat.

Beberapa program AEO potensi dilakukan di Indonesia mengingat DJBC

sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Program

penyederhanaan prosedur pabean dan skema pelayanan ekspor sangat mungkin

untuk dilakukan. Penggunaan electronic seal juga telah dilakukan atas pengiriman

barang dari pelabuhan ke TPS (KPPT Cikarang). Electronic seal dapat digunakan

untuk menghindari kemungkinan kontainer dimasuki dengan barang-barang ilegal,

sejak barang dimuat di lokasi pemuatan hingga tiba di lokasi tujuan; ataupun untuk

menghindari barang-barang dibongkar bukan di lokasi tujuan. Dalam

pelaksanaannya pemberian fasilitas kemudahan bagi importir/eksportir dibarengai

dengan pemenuhan persyaratan keamanan pengangkutan dalam perdagangan

internasional.

Program AEO di Indonesia akan dimulai pada bidang ekspor. Bidang

ekspor dipilih dengan mempertimbangkan kebijaksanaan pemerintah yang akan

mengembangkan sektor ekspor dan memfasilitasi iklim usaha yang berorientasi

ekspor. Sebagai tindak lanjut pihak DJBC membentuk forum working group melalui

agenda Customs to Business Dialogue. Forum ini akan dijadikan sebagai forum

pertukaran informasi dan diskusi dalam pembentukan AEO eksportir. Jika dilihat

dari sudut kepabeanan, sarana dan prasarana yang ada sudah mendukung

implementasi AEO eksportir. Ambil contoh seperti penggunaan komputerisasi pada

proses bisnis dengan sistem paperless, serta pemeriksaan fisik di lokasi eksportir.

Dari segi keamanan di kantor tertentu telah diimplementasikan pemeriksaan atas

kontainer ekspor secara cepat dengan menggunakan G-Ray. Pemeriksaan dengan

G-Ray hanya memakan waktu kurang dari 10 menit per kontainer.

10

Pada kenyataannya beberapa program yang telah dilaksanakan dan telah

dirasakan oleh masyarakat usaha antara lain berupa pemberian fasilitas Mitra

Utama (MITA) kepada importir/eksportir. Importir/eksportir yang memenuhi

persyaratan standar sekuriti yang telah ditetapkan diberikan fasilitas berupa

kemudahan penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean maupun rilis barang.

Hal tersebut mengurangi waktu dan biaya bagi masyarakat usaha. Program ini akan

dikembangkan dengan menambah kriteria keamanan yang dipersyaratkan dalam

standarisasi AEO.

Peranan DJBC

Mengingat posisi DJBC sebagai leader dalam implementasi program AEO di

Indonesia pihak administrasi pabean berperan penting dalam berinisiatif

memberikan ide atau saran dalam menyusun program AEO. Pelaksanaan program

AEO melibatkan administrasi pabean dan pengguna jasa/masyarakat usaha yang

terkait dengan kegiatan perdagangan internasional. Tujuannya adalah perdagangan

menjadi lancar namun tetap dengan tingkat keamanan yang tinggi. Pada intinya

program AEO harus menghasilkan efisiensi bagi semua pihak dengan tetap

mengedepankan unsur safetinya.

Banyak hal yang dapat dipertimbangkan dalam penerapan program AEO di

Indonesia. Penerapan program AEO dapat dimulai dari intensifikasi fasilitas

kepabeanan yang telah ada dan telah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Koordinasi dengan instansi terkait perlu dilakukan lebih

intensif seperti dengan institusi kepelabuhanan, pergudangan dan pengguna jasa

lainnya. Hal ini dilakukan disamping mata rantai pada administrasi pabean

menyangkut juga mata rantai di pelabuhan, pergudangan baik di dalam maupun di

luar pelabuhan, mata rantai perizinan dari instansi terkait juga memegang peranan

penting dalam proses penyelesaiannya. Beberapa fasilitas atau kemudahan

pelayanan pabean yang dapat diberikan sebagai insentif bagi pengguna jasa antara

lain meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Fasilitas Mitra Utama (MITA); Fasilitas MITA antara lain dapat berupa: (1)

penyampaian dokumen pemberitahuan pabean impor secara paperless; (2) tidak

dilakukan pemeriksaan pabean baik penelitian dokumen (hardcopy PIB) maupun

11

pemeriksaan fisik barang; (3) fasilitas truckloosing; (4) prenotification dengan

segala kemudahannya; (5) pembayaran berkala atas pungutan bea masuk dan

pajak dalam rangka impor; (6) pemeriksaan barang di gudang importir (bagi MITA

non Prioritas yang mengimpor barang tertentu seperti impor sementara, barang

re-impor, barang tertentu yang ditetapkan pemerintah). Fasilitas kemudahan

pelayanan pabean tersebut dapat diberikan kepada importir dengan memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan termasuk persyaratan keamanan barang dalam

rangka program AEO.

2. Fasilitas Impor Sementara; Impor sementara adalah mengimpor barang untuk

sementara waktu untuk tujuan tertentu (misalnya: pameran, pertunjukan,

kendaraan yang dibawa oleh turis asing) dan kemudian diekspor kembali.

Selama ini penyelesaian impor sementara dilakukan dengan menyampaikan

pemberitahuan pabean impor (PIB) disertai dengan Surat Keputusan Izin Impor

Sementara, dan dengan mempertaruhkan sejumlah jaminan. Fasilitas impor

sementara ini dapat lebih disederhanakan dengan pemenuhan persyaratan

tambahan sebagaimana diatur dalam Istanbul Convention. Istanbul Convention

bertujuan untuk penyederhanaan dan harmonisasi prosedur impor sementara.

Customs Convention on the ATA Carnet for the Temporary Admission of Goods

tersebut diselenggarakan di Istanbul pada tanggal 26 Juni 1990 yang mulai

berlaku tanggal 27 November 1993. Dalam pelaksanaannya digunakan dokumen

impor sementara yang disebut ATA Carnet/CPD Carnet.

ATA Carnet/CPD Carnet adalah dokumen kepabeanan internasional atas

barang impor sementara dengan mendapat jaminan melalui system jaminan

internasional, atas bea masuk dan pajak. Biasanya ATA/CPD Carnet berlaku

selama satu tahun. Akronim ATA adalah kombinasi bahasa Prancis dan Inggris

“Admission Temporaire/Temporary Admission”. Sedangkan CPD adalah “Carnet

de Passage on Douane”. Biasanya ATA Carnet diperlukan atas barang berupa:

commercial sample, professional equipment, barang pameran. Sedangkan CPD

Carnet digunakan atas alat transportasi.

ATA Carnet diterbitkan dan diotorisasi oleh National Guaranteeing

Associations (semacam KADIN di negara yang bersangkutan) yang merupakan

12

perizinan sementara atas pergerakan barang, tanpa memerlukan surat jaminan

maupun formalitas pabean yang berlaku di suatu negara. Orang yang ingin

menggunakan carnet mengajukan permohonan kepada NGA (National

Guaranteeing Associations) di negaranya dan menyerahkan jaminan (misalnya di

USA penyerahan jaminan 40% dari nilai barang). ATA Carnet mempunyai

keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

a. Mengurangi cost, meniadakan pembayaran bea masuk dan pajak, serta

jaminan setempat;

b. Penyederhanaan prosedur pabean baik di negara asal maupun negara tujuan

(single document).

Pada prinsipnya ATA Carnet dapat digunakan terhadap semua barang,

kecuali atas barang konsumsi, barang habis dipakai (disposable items) dan

barang kiriman pos. Klaim pembayaran bea masuk akan dilakukan dalam hal:

a. Barang tidak direekspor setelah satu tahun.

b. Carnet tidak dilegalisir oleh pabean negara asal maupun negara tujuan.

c. General list (barang yang diberitahukan) tidak benar.

ATA Carnet telah digunakan oleh lebih dari 70 negara. Negara yang ingin

bergabung harus mendaftar di IBCC (International Bureau of Chamber of

Commerce) sebagai bagian dari ICC (International Club of Commerce).

Dalam rangka penyederhanaan prosedur pabean sesuai dengan ketentuan

konvensi temporary admission Indonesia dapat bergabung dalam IBCC berkaitan

dengan program AEO dengan penyesuaian seperlunya. Pihak/operator yang

terkait dalam hal ini adalah KADIN dan importir.

3. Penimbunan barang impor di luar Kawasan Pabean / gudang importir

Berdasarkan ketentuan dalam perundang-undangan kepabeanan, barang impor

harus dibongkar dan ditimbun di kawasan pabean hingga formalitas pabeannya

dipenuhi. Izin timbun dapat dilakukan di luar kawasan pabean dengan izin

Kepala kantor Pabean. Selama ini kemudahan izin timbun di luar kawasan

pabean atau di luar pelabuhan diberikan dengan tujuan: (1) ditimbun di TPS lain

di luar pelabuhan; (2) ditimbun di gudang importir (importer premises).

13

Penimbunan barang impor dapat dilakukan di gudang atau lapangan importir

(importer premises) di luar Kawasan Pabean setelah mendapat persetujuan dari

Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuknya, dalam hal :

a). keadaan darurat (force majeur);

b). sifat barang yang bersangkutan sedemikian rupa sehingga tidak dapat

ditimbun di TPS di Kawasan Pabean;

c). kongesti yang dinyatakan secara tertulis oleh pihak terkait/berwenang

(misalnya dari pihak Pelindo); dan/atau

d). alasan lainnya berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean, dan

tempat tersebut memenuhi syarat untuk dilakukan penimbunan.

Fasilitas atau kemudahan penimbunan di luar kawasan pabean dapat

memberikan dampak yang besar bagi kelancaran arus barang impor maupun

ekspor. Waktu timbun di pelabuhan akan berkurang, demikian juga waktu yang

dibutuhkan dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik barang. Bagi pengguna jasa

akan memperoleh efisiensi, dan bagi pengelola pelabuhan akan dapat

menyediakan space yang cukup di lokasi timbun. Izin penimbunan di luar

kawasan pabean dapat diberikan dengan pemenuhan persyaratan yang

ditetapkan serta dengan mempertimbangkan segi keamanannya.

Kemudahan penimbunan di luar pelabuhan dapat dikombinasikan dengan

fasilitas lainnya seperti auto gate system (yang telah dilakukan bersama dengan

pihak pengelola pelabuhan), Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT)

khususnya bagi barang-barang yang wajib diperiksa oleh institusi lain seperti

Karantina; kemudahan pemberian fasilitas pelayanan truck loosing, dan

sebagainya dalam rangka memberikan kemudahan ekspor/impor dengan tetap

mengedepankan segi keamanannya baik untuk kepentingan institusi kepabeanan

maupun untuk kepentingan operator lainnya serta perdagangan internasional

pada umumnya. Pemberian kemudahan tadi melibatkan operator lainnya seperti

PT Pelindo, Syahbandar, JICT, dan Badan Otorita Pelabuhan, serta Karantina

pelabuhan. Hal yang terpenting adalah persetujuan pengguna jasa dalam

pemenuhan persyaratan keamanannya dengan imbalan mendapatkan

kemudahan prosedur operasional.

14

Hal yang telah dilakukan oleh pihak pabean untuk menjamin keamanan

barang yang dipindahlokasikan sampai ke tempat tujuan adalah dengan

penggunaan electronic seal. Penggunaan alat pengaman (segel) ini dapat

dikembangkan bukan hanya terhadap barang impor tetapi juga terhadap barang

ekspor. Diharapkan dengan penggunaan alat ini dapat meningkatkan bargaining

position dalam persetujuan perdagangan internasional dengan negara counter

part.

Di bidang ekspor pemberian kemudahan pabean sudah sangat baik.

Namun hal ini hanya melibatkan dua pihak yaitu eksportir dan pihak pabean.

Pihak pabean memberikan pelayanan proses bisnis yang mudah dan cepat

dengan penggunaan paperless document dalam sistem Electronic Data

Interchange. Pada prinsipnya atas barang ekspor hanya dilakukan pemeriksaan

administratif. Hanya sedikit barang ekspor yang dilakukan pemeriksaan fisik.

Pengawasan seperti ini dirasa kurang oleh negara counter part. Penggunaan

Gamma Ray atas barang ekspor dapat dijadikan salah satu variabel keamanan

dalam rangka pengembangan AEO.

Masih banyak kemudahan pabean yang potensil dilakukan dalam rangka

pengembangan AEO di Indonesia. Beberapa kemudahan lain yang merupakan

fasilitas perdagangan dapat dikaitkan dengan persyaratan keamanannya.

Kemudahan-kemudahan tersebut antara lain berupa: vooruitslag (pengeluaran

barang lebih dahulu walaupun kewajiban pabeannya belum sepenuhnya selesai);

returnable package, suatu proses penyelesaian atas kemasan barang

impor/ekspor yang lebih sederhana; rush handling (pelayanan segera) yang

diberikan atas impor barang tertentu sebelum pemenuhan kewajiban pabeannya;

penyampaian pemberitahuan pabean secara berkala, dan sebagainya.

Penutup

Peranan DJBC dalam rangka pengembangan progran AEO di Indonesia

menduduki posisi strategis karena Institusi pabean berada di garis depan dalam

proses perdagangan internasional. Inisiatif pemberian kemudahan dapat berasal

dari kemudahan yang potensil untuk dikembangkan serta tersedianya sarana dan

prasarana yang selama ini telah ada. Dengan menerapkan standar keamanan,

15

pihak pabean akan memberikan fasilitas kemudahan kepada AEO, berupa

pelayanan yang lebih cepat misalnya melalui pengurangan pemeriksaan pabean.

Dengan demikian diharapkan hal ini akan dapat menghemat waktu dan biaya

dalam penyelesaian barang impor/ekspor.

AEO adalah pihak yang terlibat dalam pergerakan perdagangan

internasional. Status AEO ini bukan merupakan kewajiban pengguna jasa karena

semata-mata merupakan keputusan komersil yang akan memberikan akses yang

lebih cepat dan prosedur pabean yang lebih sederhana. Apabila persyaratan

yang ditentukan telah dipenuhi, pihak pabean akan memberikan pengakuannya

dengan menerbitkan sertifikat. Dengan pemberian kemudahan, pengguna

jasa/operator didorong untuk berpartisipasi di bidang keamanan. Dampak yang

lebih luas bagi operator di Indonesia akan mendapatkan posisi tawar yang lebih

baik dengan counter part negara yang bersangkutan, termasuk juga bagi DJBC.

Daftar Pustaka

Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 219/PMK.04/2010 tentang Perlakuan Kepabeanan

terhadap AEO.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (2008), Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai

Nomor 42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor

Untuk Dipakai.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,1999, Publikasi DJBC, WTO Menuju Perdagangan Masa Depan, 1999

WCO. 1999. International Convention on Simplification and Harmonization of Custom

Procedures (Revised Kyoto Convention).Brussel.

Dimyati Ahmad, Pusdiklat BC, Modul Kepabeanan Internasional, 2009

Warta Bea Cukai Tahun XLIV Edisi 456 s.d.459 Tahun 2013

Website www.wcoomd.org/en/..., The Autorized Economic Operator and The Small and Medium Enterprise, 2010, dikutip tanggal 28 Maret 2013

Website http://en.wikipedia.org/wiki/autorizedeconomicoperator Autorized Economic Operator, dikutip tanggal 28 Maret 2013

Website http://www.gov.uk/autorized-economic-operator-certification, dikutip tanggal 28 Maret 2013

16

GLOSSARY

AEO: Autorized Economic Operator

APEC: Asia – Pacific Economic Cooperation

ATA Carnet: Admission Temporaire/Temporary Admission

CPD: Carnet de Passage on Douane

C.TPAT: Customs-Trade Partnership Against Terrorism

DJBC: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

G-RAY: Gamma - Ray

IBCC: International Bureau of Chamber of Commerce

ICC: International Club of Commerce

JICT: Jakarta International Container Terminal

KADIN: Kamar Dagang dan Industri

KPPT: Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu

LoI: Letter of Intent

MITA: Mitra Utama

NGA: National Guaranteeing Associations

PT PELINDO: PT Pelabuhan Indonesia

PIB: Pemberitahuan Impor Barang

SAFE: Secure and Facilitate Global Trade

SAFE FoS: Framework of Standards to Secure and Facilitate Global Trade

SDM: Sumber Daya Manusia

SES: Secure Export Scheme

STP; Secure Trade Partnerships

TPFT; Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu

TPS: Tempat Penimbunan Sementara

UK: United Kingdom

WCO: World Customs Organization

WDMT; WCO Diagnostic Mission Team