wanita infertil 2

20
PENUGASAN BLOK UROPOETIKA ANALISIS CASE REPORT – KODE A18 GANGGUAN GINJAL AKUT ET CAUSA IN VITRO FERTILIZATION (IVF) BAB I TERJEMAHAN CASE REPORT Wanita 30 tahun dengan infertilitas akibat kerusakan tubal telah menerima tindakan IVF (invitro fertilization). Tidak ada riwayat penyakit ginjal. Sebelumnya, pasien sudah mendapatkan dua kali tindakan tersebut di rumah sakit lain dan tidak berhasil. Pasien pernah menjalani operasi laparoskopik untuk pengangkatan sactosalpinges bilateral. Ovarium terfiksasi dengan adhesi yang kuat dan berisi cairan jernih yang banyak. Adhesiolisis tidak muncul. Investigasi yang lebih jauh mengatakan bahwa dia mempunyai periode regular selama 32-35 hari dan mempunyai status hormonal yang normal. Indeks masa tubuh (IMT) sebesar 31. Suami pasien normospermik. Pasien mendapatkan dua kali tindakan di klinik kami dengan mengunakan regimen stimulasi hormon yang sama dengan prosedur sebelumnya, yaitu dengan downregulation mengunakan agonis GnRH yang diikuti dengan stimulasi FSH sebanyak 150 IU satu kali per hari selama 5 hari yang kemudian dosisnya menjadi 125 IU. Pada tindakan 1

Upload: widodo-wido

Post on 11-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

wanita infertil 2

TRANSCRIPT

Page 1: wanita infertil 2

PENUGASAN BLOK UROPOETIKAANALISIS CASE REPORT – KODE A18

GANGGUAN GINJAL AKUT ET CAUSA IN VITRO

FERTILIZATION (IVF)

BAB I

TERJEMAHAN CASE REPORT

Wanita 30 tahun dengan infertilitas akibat kerusakan tubal telah menerima

tindakan IVF (invitro fertilization). Tidak ada riwayat penyakit ginjal.

Sebelumnya, pasien sudah mendapatkan dua kali tindakan tersebut di rumah sakit

lain dan tidak berhasil. Pasien pernah menjalani operasi laparoskopik untuk

pengangkatan sactosalpinges bilateral. Ovarium terfiksasi dengan adhesi yang

kuat dan berisi cairan jernih yang banyak. Adhesiolisis tidak muncul. Investigasi

yang lebih jauh mengatakan bahwa dia mempunyai periode regular selama 32-35

hari dan mempunyai status hormonal yang normal. Indeks masa tubuh (IMT)

sebesar 31. Suami pasien normospermik. Pasien mendapatkan dua kali tindakan di

klinik kami dengan mengunakan regimen stimulasi hormon yang sama dengan

prosedur sebelumnya, yaitu dengan downregulation mengunakan agonis GnRH

yang diikuti dengan stimulasi FSH sebanyak 150 IU satu kali per hari selama 5

hari yang kemudian dosisnya menjadi 125 IU. Pada tindakan pertama

mengahasilkan 7 oosit dan 2 embrio baik yang kemudian ditransfer. Tidak terjadi

kehamilan ataupun komplikasi. Pada tindakan kedua, yang berarti totalnya sudah

empat kali, USG pada hari ke 14 dari stimulasi tersebut menunjukkan adanya 14

folikel dengan diameter 17 mm dan beberapa folikel lain dengan ukuran 12 mm,

disertai struktur sistik dengan ukuran 40 mm. USG pada tindakan pertama sampai

ketiga tidak menunjukan adanya bukti hiperstimulasi. Selama masa tindakan

terakhir, tidak dilakukan scaning sampai pada hari ke 14. Kemudian dia diberi

HCG sebesar 6500 IU. Siklusnya dipantau dengan model Nordic yang hanya

terdiri dari ultrasound foliculometric dan tidak ada pengukuran ekstradiol serum.

Aspirasi folikel transvaginal yang dipandu dengan ultrasound dilakukan 36 jam

setelah pemberian HCG . Hasilnya menghasilkan 18 oosit, menunjukan adanya

1

Page 2: wanita infertil 2

sedasi underlight dan anastesi paraservikal yang digunakan adalah 10 ml lidokain

10%. Ovarium kiri berada di belakang uterus dan sulit dijangkau oleh pungtur.

Selama prosedur pengumpulan ia melaporkan munculnya nyeri pada perut bagian

bawah sebelah kiri . Karena hal ini beberapa folikel tidak di aspirasi dan 25 mg

phetidin diberikan dua kali. Sepuluh oosit telah dibuahi dimana empat diantaranya

menunjukan cleavage yang normal dan skor embrionya adalah 2,1. Dua embrio

lainnya, masing-masing dengan four-cell score 2,1 telah ditransfer dua hari

setelah pengumpulan oosit dan dua embrio lainnya mengalami kriopreservasi .

Luteal support diberikan tiap hari dengan vagina micronized progesterone. Nyeri

perut seperti tertusuk tusuk dirasakan sehingga diputuskan NSAID serta

parasetamol di berikan.

Ia melaporkan adanya penurunan keluaran urin sejak hari ke-2 aspirasi.

Penurunan tersebut berkembang menjadi anuria. Pada waktu yang sama, ia

merasakan gejala gastrointestinal seperti mual muntah dan penurunan nafsu

makan. Pada hari di mana embrio ditransfer, ia melaporkan munculnya gejala

nyeri perut bagian bawah dan pasien kemudian dirujuk ke bagian ginekologi.

Sejak masuk rumah sakit kretinin serumnya sebesar 329 mmol/L. USG renal

menunjukan adanya hidronefrosis sedang terutama di bagian ginjal kiri.

Pielostomi perkutans juga menunjukan gejala tersebut di bagian yang sama. USG

vaginal menunjukan pembesaran ovarium sebesar 7-9 cm di bagian kanan dan 3-6

cm di bagian kiri. Tidak ada tanda-tanda asites. Selama 24 jam masih tidak ada

urin yang keluar melalui kateter pielostomi, hanya darah ia kemudian di pasangi

kateter kandung kemih yang hanya mengeluarkan 300 ml urin selam 24 jam .

Pada saat itu, kreatinin serum meningkat menjadi 617 mml/L. Akibat adanya

oliguria persisten, kemudian diputuskan untuk memulai hemodialisis pada hari

berikutnya. Meskipun begitu sebelum dialisis nya dimulai, keluaran urin

meningkat melalui kateter pielostomi dan sedikit menuru pada kateter kandung

kemih. Kreatinin serum mulai menurun dan dialisis tidak dibutuhkan. MRI

menunjukan adanya hidronefrosis bilateral dan ovarium yang sangat besar (yang

pada ginjal kanan diameternya 13 cm pada bagian anteroposterior da dimeter 20

cm pada bagian kraniokaudal sedangkan pada ginjal kiri diameter

anteroposteriornya 9 cm dengan diameter kraniokaudalnya 10 cm) di mana

2

Page 3: wanita infertil 2

keadaan ini menyebabkan penekanan atau kompresi pada kedua ureter. Double-J

stents dimasukan ke dalam ureter melalui sitoskopi. Pasien lalu keluar dari RS

setelah 8 hari dengan nilai kretinin serum sebesar 126 mmol/L . Empat minggu

kemudian kretinin serumnya terus menurun sampai 80 dan double-J stents sudah

dilepas. USG setelah 6 minggu kemudian menunjukan tidak adanya gejala

hidronefrosis. Sayangnya kehamilannya tidak berkembang.

3

Page 4: wanita infertil 2

BAB II

RESUME CASE REPORT

Identitas Pasien

Nama : (Tidak diketahui)

Usia : 30 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Riwayat Penyakit Sekarang

- Pasien merasakan nyeri perut bagian bawah sebelah kiri pada hari di mana

di lakukannya prosedur aspirasi folikel pasca terapi IVF . pasien juga

mengeluhkan terjadi Penurunan keluaran urin (oliguria) yang berkembang

menjadi anuria 2 hari setelah aspirasi folikel transvagina pasca pemberian

HCG dan juga disertai gejala mual muntah dan penurunan nafsu makan

dan minum. pada hari dimana embrio yang kedua di transfer pasien

mengeluhkan adanya nyeri perut bagian bawah sebelah kiri. Kemudian

pasien dirujuk ke bagian ginekologi.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Mengalami infertilitas akibat kerusakan tuba dan telah menerima tindakan

IVF dengan riwayat dua kali gagal.

- Pernah menjalani operasi laparoskopi untuk mengangkat sactosalpinges

bilateral.

- Riwayat gangguan ginjal disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

- Suami pasien normospermis.

Pemeriksaan Fisik

- Status gizi : IMT 31, obesitas (berdasarkan The International

Obesity Task Force)

4

Page 5: wanita infertil 2

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan kreatinin serum (normalnya 70-150 μmlo/L)

a. Saat awal masuk rumah sakit 329 μmol/L

b. Saat mengalami gejala gangguan ginjal 617 μmol/L

c. Saat keluar dari rumah sakit (8 hari) 126 μmol/L

d. Empat minggu setelah pemeriksaan terakhir 80 μmol/L

- USG renal (saat mengalami gangguan volume urin)

Adanya gambaran hidronefrosis sedang bilateral, terutama di ginjal kiri.

USG renal (6 minggu setelah double-J stents dilepaskan)

Gambaran hidronefrosis hilang.

- USG vaginal

Adanya pembesaran ovarium (7-9 cm di bagian kanan, dan 3-6 cm di

bagian kiri)

- Pielostomi perkutans

Interpretasi yang sama dengan hasil USG renal

Diagnosis

Susp. gangguan ginjal akut postrenal et causa tindakan IVF yang menyebabkan

obstruksi saluran urinaria.

Terapi

a. Riwayat tindakan IVF

Regimen stimulasi hormon agonis GnRH.

Regimen stimulasi FSH.

Pemberian HCG 6500 IU 1xsehari.

b. Untuk menangani gejala nyeri

Pemberian Paracetamol dan NSAID

c. Untuk menangani retensi urin (sekaligus tindakan diagnostik)

Pemasangan kateter kandung kemih dan pyelostomi.

d. Pemasukan double-J stents ke dalam ureter.

5

Page 6: wanita infertil 2

BAB III

ANALISIS CASE REPORT

A. ANALISIS PATOFISIOLOGI

Secara garis besar, perjalanan penyakit yang menyebabkan gejala

gangguan ginjal akut digambarkan dengan skema di bawah ini :

- Menurut Keck et al (2007), pembesaran ovarium diperkirakan sebagai

salah satu tanda dari komplikasi terapi IVF. Tanda ini masuk ke dalam

OHSS (Ovarian Hiperstimulation Syndrome) sebagai tanda utama, dan

disertai tanda lainnya yaitu acute third-space fluid sequestration yang

patofisiologi masih kurang dipahami.

- Patofisiologi terjadinya OHSS dipengaruhi oleh interaksi hCG dan FSH

yang menyebabkan rekruitmen folikel dan pembesaran ovarium.

Sebuah kasus mengungkapkan bahwa mutasi reseptor FSH juga dapat

menyebabkan OHSS secara spontan.

- Kemungkinan mekanisme yang menyebabkan obstruksi ureter bilateral

(terkait dengan keluhan pasien) (Heldal et al, 2005):

6

Pembesaran ovarium

Penekanan terhadap

ureter (kanan)

Kerusakan ureter (kiri) akibat

trauma jarum

Obstruksi ureter

bilateral

Hidronefrosis bilateral

Kerusakan intrinsik pada

ginjal

Gangguan ginjal akut (postrenal)

- Oliguria- Anuria- Mual-muntah- ↓ nafsu makan

Page 7: wanita infertil 2

1. Pasien melaporkan nyeri pada bagian pelvis kiri selama

pengumpulan oosit dengan aspirasi folikel. Kemungkinan hal ini

disebabkan oleh cedera ureter akibat pungtur jarum.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan MRI, ovarium kanan terlihat lebih

besar dibanding ovarium kiri, sehingga kemungkinan obstruksi

pada ureter kanan disebabkan oleh penekanan ovarium yang

membesar.

- Patofisiologi gangguan ginjal akut terkait dengan gejala yang terjadi :

Melalui bagan di atas kita dapat melihat bahwa penyebab

terjadinya obstruksi ureter adalah tekanan dari pembesaran ovarium.

Obstruksi tersebut menyebabkan hambatan aliran urin melalui ureter

sehingga GFR menurun dan urin yang berasal dari ginjal menjadi

tertahan. Timbunan urin yang terus menerus akhirnya menyebabkan

aliran balik urin ke arah ginjal, sehingga ureter berdilatasi dan pada

7

Obstruksi ureter akibat pembesaran

ovarium

↑ hambatan aliran urin

dalam ureter

↓ GFR

Terjadinya reflux

vesicoureter

Hidroureter

↑ tekanan intraureter

Hidronefrosis

Perubahan bentuk pelvis dan

kaliks menjadi bentuk konveks

Kerusakan glomerulus

↓ fungsi filtrasi ginjal

GANGGUAN GINJAL AKUT

Oliguria

Anuria↑ BUN dan kreatinin serum

Gejala GI : mual-muntah

Page 8: wanita infertil 2

batas maksimalnya, maka urin akan terus naik ke ginjal dan

menyebabkan dilatasi parenkim atau yang lebih sering disebut dengan

hidronefrosis. Kerusakan awal terlihat dari perubahan bentuk kaliks

dan pelvis yang semakin menggembung sehingga papilla-papila renalis

juga ikut menggembung dan menahan aliran urin pada tubulus

kolektivus. Tahanan tersebut akhirnya menyebabkan tubulus

mengalami dilatasi dan menekan kapiler-kapiler di peritubular

sehingga kemungkinan kapiler pecah dan darah merembes ke

parenkim ginjal. Akibat lainnya, glomerulus juga dapat mengalami

dilatasi yang dapat menekan glomerulus lainnya sehingga bisa

mengalami kematian sel. Jika hal ini terjadi makan GFR dapat

menurun akibat berkurangnya alat filtrasi yang digunakan. Hal inilah

yang kemudian memicu pengurangan keluaran urin sehingga terjadi

oliguria dan anuria. (Robbins et al, 2004)

Gambar 1. Anatomi letak ovarium dan ureter

B. ANALISIS DIAGNOSIS

Melihat dari riwayat tindakan IVF dan hasil pemeriksaan USG vaginal

maupun MRI, ada pembesaran ovarium sebagai salah satu tanda OHSS.

Sehingga dengan gejala gangguan ginjal akut yang muncul saat ini maka

8

Page 9: wanita infertil 2

diagnosis yang ditegakkan adalah gangguan ginjal akut et causa

komplikasi in vitro fertilization. Diagnosis banding yang mungkin

muncul (sebagai penyebab) berdasarkan gejala oliguria adalah :

1. Haemorrhagae retroperitoneal dengan hematom yang mengobstruksi

traktus urinaria.

2. Insufisiensi prerenal akibat hipotensi

Namun berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan MRI, tidak menunjukkan

adanya hematom dan hipotensi sehingga kedua diagnosis banding di atas

dapat disingkirkan. Sehingga OHSS sebagai faktor penyebab obstruksi

menjadi lebih jelas (Winkler et al, 1992). Berdasarkan gejala dan tanda

yang muncul, OHSS yang dialami pasien termasuk ke dalam kategori

berat (Norwitz & Schorge, 2006). Gejala dan tanda tersebut adalah:

a. Mual muntah dan nafsu makan menurun

b. Oliguria

c. Pembesaran ovarium 6-12 cm

d. Distensi perut

Diagnosis gangguan ginjal akut post renal kemudian dikonfirmasi dengan

hasil data pemeriksaan di bawah ini :

- Berdasarkan gejala dan keluhan pasien

a. Penurunan keluaran urin (oliguria) yang berkembang menjadi

anuria.

b. Gejala mual-muntah dan penurunan nafsu makan.

Gejala ini dapat muncul sebagai manifestasi uremia (uremic

syndrome).

c. Nyeri perut bagian bawah.

Dilihat dari sumber obstruksinya, kemungkinan nyeri perut

yang terjadi bukan akibat dari peregangan vesica urinaria.

- Berdasarkan pemeriksaan penunjang :

a. Kreatinin serum

9

Page 10: wanita infertil 2

Berdasarkan hasil pemeriksaan kimia darah, kreatinin serum

terus meningkat sejak awal masuk rumah sakit sampai gejala

oliguria muncul dan berkembang menjadi anuria yang

menggambarkan bahwa terjadi gangguan pada ginjal. Kreatinin

serum normal berada di rentang 70-150 μmol/L. Namun pada

awal pasien masuk rumah sakit, kenaikan kreatinin mencapai

329 μmol/L yang berarti jika dimasukkan ke dalam kategori

RIFLE termasuk derajat kelainan (injury). Saat gejala oliguria

muncul kreatinin serum terus naik hingga 4x lipat, itu artinya

sudah masuk ke kategori gagal ginjal (failure). Hal inilah yang

menjadi alasan perencanaan hemodialisis dilakukan, seperti

pada kriteria AKIN.

b. Pielostomi perkutans

Salah satu indikasi dilakukannya pielostomi adalah kecurigaan

terhadap obstruksi ureter. Hal ini dikonfirmasi dengan hasil

kateter kandung kemih yang hanya mengeluarkan sedikit urin.

Pielostomi sendiri mempunyai pengertian sebuah tindakan

pembuatan lubang pada parenkim ginjal. Karena yang

dilakukan pada kasus ini adalah pielostomi perkutans untuk

memasukkan kateter, maka kateter ini dimasukkan melalui

kulit yang diteruskan ke parenkim ginjal. Ternyata tidak ada

urin yang dikeluarkan, yang keluar hanya darah. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh adanya penurunan kemampuan

filtrasi atau pecahnya kapiler akibat tekanan tubulus yang

mengalami dilatasi. Tindakan ini sebenarnya bisa dijadikan

sebagai terapi atau langkah diagnostik.

c. USG renal dan vaginal

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk melihat apakan

adanya pembesaran pada ovarium ataupun organ lain dan juga

ginjal, hal ini terkait dengan kecurigaan adanya obstruksi yang

menyebabkan hidronefrosis. karena pada kasus ini muncul

gejala gangguan ginjal. Alasan lain mnegapa USG di pilih

10

Page 11: wanita infertil 2

untuk pemeriksaan tersebut adalah faktor keamanan terhadap

pertumbuhan embrio yang baru saja di transfer.

d. MRI

Alasan mengapa MRI perlu dilakukan karena MRI memiliki

Kelebihan dibandingkan dengan (konvesional, CT, USG)

antara lain adalah kemampuan menampilkan detail anatomi

secara jelas dalam berbagai potongan (multiplanar) tanpa

mengubah posisi pasien. Selain itu hasil pencitraan yang

dihasilkan oleh MRI lebih jelas serta dapat dilihat dari berbagai

sisi tanpa melibatkan pengunaan radiasi, memberikan hasil

tanpa perlu mereposisi pasien, tidak menggunakan kontras

untuk sebagian besar pemeriksaan MRI.

C. ANALISIS TERAPI

Pada intinya, gangguan ginjal akut pada kasus ini penanganan awalnya

dimulai dari menyingkirkan penyebab obstruksi. Penyebab obstruksi pada

kasus ini adalah pembesaran ovarium akibat OHSS. Sesuai teori dan

yanng terjadi pada pasien, karena kehamilan tidak terjadi, maka gejala ini

akan hilang kurang lebih 7 hari kemudian. Oleh karena itu, terapi di bawah

ini bertujuan untuk mengurangi risiko gangguan ginjal lebih lanjut.

- Pemasangan Double J-Stents

Double-J

stents adalah

instrumen seperti

selang dengan lapisan

11

Gambar 2. Double-J stents (Ulvin, 2010)

Double-J stents setelah dipasang. Dilihat dari

gambaran foto rontgen Patel, Chaudhary, Shah,

2007

Page 12: wanita infertil 2

padat yang memiliki lengkungan di bagian pangkal dan ujungnya

yang menyerupai huruf ‘J’. Alat ini dipasang sepanjang ureter,

salah satu ujungnya berada di pelvis ginjal, dan ujung lainnya

berada di kandung kemih/vesica urinaria. Alat ini digunakan untuk

memperlebar ureter yang terblok/terobstruksi agar urin dapat tetap

mengalir ke kandung kemih. Pemasangan alat ini dilakukan dengan

panduan sitoskopi. Pada kasus ini, pemasangan double-J stents

bertujuan untuk memperlebar jalan urin pada ureter yang

terkompresi oleh ovarium yang membesar. Setelah beberapa hari

kemudian, aliran urin terlihat lebih lancar, dan dengan pemeriksaan

MRI dapat terlihat tanda hidronefrosis yang sudah tidak tampak.

Akan tetapi pada pemasangan alat ini dapat menimbulkan rasa

nyeri dan rasa terbakar di bagian punggung.

- Pemasangan Kateter Pielostomi dan Kateter Kandung Kemih

Tujuan pemasangan kateter pielostomi dan kateter vesicaurinaria

adalah untuk mengeluarkan urine yang mungkin tertahan di atas

ureter yang mengalami penekanan oleh ovarium yang membesar.

Hal ini dilakukan untuk menurunkan risiko gagal ginjal kronis dan

meminimalkan risiko toksisitas dari urin yang tertahan.

- Perencanaan Hemodialisis

Pada pasien sempat direncanakan untuk dilakukan hemodialisis

setelah gejala anuria muncul dan kadar kreatini plasma meningkat

hingga 4x lipat. Hemodialisis adalah tindakan yang dilakukan

menggunakan alat ‘pencuci darah’ dimana prinsipnya alat ini

mengeluarkan darah melalui selang kemudian zat-zat sisa yang

seharusnya dibuang melalui ginjal ‘dicuci’ dengan cairan dialisis.

Setelah melalui tabung dialisis kemudian darah dikembalikan ke

dalam tubuh, sehingga meminimalkan peningkatan kreatinin serum

untuk menurunkan risiko keracunan. Pada pasien ini akhirnya tidak

dilakukan hemodialisis setelah ginjal memperlihatkan perbaikan

12

Page 13: wanita infertil 2

dengan peningkatan keluaran urin setelah dilakukan pemasangan

double-J stents yang dikonfirmasi dengan penurunan kadar

kreatinin serum.

- Pemberian Paracetamol dan Pethidine

Kedua obat ini berfungsi sebagai analgetik, atau pengurang rasa

nyeri. Karena pasien mengeluhkan munculnya rasa nyeri di bagian

perut bagian bawah, maka obat ini diberikan sebagai terapi

simptomatik.

13