wahyu ptiq kebangkitan tasyri

21
PERIODE KEBANGKITAN TASYRI’ MAKALAH (Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tarikh Tasyri’) Disusun Oleh: Wahyu Tri Cahyono (12.01.1099) Dosen Pengampu : Helmi Yusuf, MA. PRODI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH 0

Upload: wahyu-tri-cahyono

Post on 30-Dec-2015

252 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

periode kebangkitan tasyri

TRANSCRIPT

Page 1: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

PERIODE KEBANGKITAN TASYRI’

MAKALAH(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tarikh Tasyri’)

Disusun Oleh:

Wahyu Tri Cahyono(12.01.1099)

Dosen Pengampu :

Helmi Yusuf, MA.

PRODI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAHFAKULTAS SYARIAH

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURANJAKARTA

2013M/1434H

0

Page 2: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

A. PENDAHULUAN

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Puji syukur kami panjatkan ke hadirat

Allah swt. karena atas limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah yang

kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tarikh Tasyri’ dengan judul

“Periode Kebangkitan Tasyri’ ” bisa terselesaikan dengan baik serta tepat waktu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari

segi isi, atau tatatulisnya. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang

bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan

dan ikut membantu dalam penyusunan makalah ini, dan kami berharap makalah

ini bisa memberikan manfaat kepada para pembaca. Semoga Allah swt. senantiasa

meridhai segala usaha kita. Amin.

Berkembangnya ta’asub madzhab dan munculnya mujtahid karbitan (man

laisa lahu ahlul ijtihad) di awal abad IV H mendorong ulama-ulama masa itu

mewacanakan untuk menutup pintu ijtihad. Yang dimaksud pintu ijtihad disini

adalah ijtihad dalam terminologi ushul fikih. Sedangkan ijtihad dalam pengertian

penyesuaian suatu perkara dengan sesuatu hukum yang sudah ada tetap terbuka1.

Menjadi mujtahid ushul fikih atau mujtahid mutlak / mustaqil dibutuhkan kriteria

yang ketat, sehingga sangat sulit atau bahkan mustahil dijumpai pada masa

sekarang ini. Sedangkan ijtihad dalam pengertian ke dua pun juga sia-sia karena

sudah sedemikian rapinya hukum-hukum fikih dibukukan oleh para mujtahid

mutlak atau murid-muridnya yang menjadi mujtahid madzhab. Hukum-hukum

fikih tersebut bisa menjadi acuan hukum-hukum fikih yang diperlukan masa

sekarang, tinggal mencocokkan analogi (qiyas) nya saja.

Sebagian ulama berpendapat bahwa gaung pembaharuan mulai disuarakan

oleh Ibnu Taimiyah pada awal abad VII H, namun gerakan ini tidak menjadi

gerakan yang masif, sehingga tidak bisa dijadikan tonggak serjarah lahirnya

periode kebangkitan tasyri’. Jika dicermati, yang dimaksud dengan periode

1Ibrahim Hosen, Ijtihad dan Taqlid : Beberapa Pengertian Dasar dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, online http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/index.html, diakses tanggal 23 Desember 2013

1

Page 3: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

kebangkitan tasyri’ adalah periode kebangkitan bagi paham yang menjunjung

madzhab non-madzhab mainstream, artinya tidak mengambil madzhab yang

empat yang diakui oleh jumhur muslimin di seluruh belahan dunia. Sedangkan

bagi paham yang menganut madzhab empat, periode ini merupakan periode

lahirnya pembangkangan dan penodaan agama. Ibnu Taimiyah dianggap sebagai

pengusung paham mujassimah / antromorphisme sehingga beliau dipenjara

hingga akhir hayatnya oleh ulama dari empat madzhab, yaitu al-Qadli al-Mufassir

Badr ad-din Muhammad ibn Ibrahim ibn Jama’ah asy-Syafi’i (wafat 733 H), al-

Qadli Muhammad ibn al-Hariri al-Anshari al-Hanafi, al-Qadli Muhammad ibn

Abu Bakar al-Maliki, dan al-Qadli Ahmad ibn ‘Umar al-Maqdisi al-Hanbali2.

Perseteruan antara pemuji dan pencela Ibnu Taimiyah terus berlangsung hingga

saat ini.

Bagaimanapun, sebuah ideologi tidak bisa dikekang dalam penjara.

Pemikiran Ibnu Taimiyah diadopsi oleh Muhammad bin Abdul Wahab (wafat

1206 H), seterusnya mengilhami Jamaluddin Al-Afghani (wafat 1898 M) hingga

pada masa pembaharuan Muhammad Abduh (wafat 1906 M) dan murid-

muridnya. Maka pada abad 19 M inilah dianggap sebagai periode kebangkitan

tasyri’ dengan mendobrak apa yang dianggap sebagai kejumudan / stagnansi

dalam khasanah keilmuan Islam, khususnya dalam produk hukum Islam (fikih).

Dengan latar belakang di atas, maka makalah ini akan membahas mengenai

permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan periode kebangkitan tasyri’

pada abad 19 M hingga sekarang, yang dirumuskan sebagai berikut : (a)

bagaimana peran ulama dalam kebangkitan tasyri’?; (b) bagaimana transformasi

fikih dalam perundang-undangan?; dan (c) bagaimana perkembangan fikih

perbandingan madzhab?.

Sistematika penulisan makalah ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu

Pendahuluan, yang berisi kata pengantar, latar belakang masalah, dan rumusan

masalah. Bagian kedua yaitu Pembahasan yang berisi tokoh-tokoh dan gerakan

pembaharuannya yang dianggap berjasa dalam kebangkitan tasyri’, penyerapan

2Masyhuri Syahid, Ahlussunnah Membantah Ahmad ibn Taimiyah, (Jakarta: Syahamah Press, tt), 17

2

Page 4: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

fikih dalam perundang-undangan, dan perkembangan fikih perbandingan. Bagian

ketiga adalah penutup, yang berisi kesimpulan dari pembahasan atas masalah yang

diajukan dalam bagian pendahuluan. Bagian yang terakhir adalah Daftar Pustaka.

B. PEMBAHASAN

1. Peran Ulama dalam Kebangkitan Tasyri’

Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa periode kebangkitan tasyri’

merupakan periode kebangkitan bagi pengusung paham non madzhab. Berikut ini

adalah gerakan-gerakan yang diilhami oleh Ibnu Taimiyah.

a. Arab Saudi (Gerakan Wahabiah)

Dengan pimpinan Muhammad bin Abdul Wahab yang terjadi di Saudi

Arabia merupakan usaha permulaan ke arah kebangkitan kaum muslimin.

Gerakan tersebut menyerukan pemberantasan bid'ah-bid'ah dan khurafat-

khurafat yang merugikan dan menyerukan menjauhkan taqlid, membersihkan

Islam dari kekotoran-kekotoran yang memasukinya, dan kembali kepada

Alquran dan Hadis serta apa yang diwariskan oleh ulama salaf (ulama

dahulu)3.

b. Libia

Dengan pimpinan Muhammad bin as-Sanusi (1791-1859 M.) pada

awal ketiga belas hijriyah, yang melancarkan dakwahnya di negeri-negeri

Afrika Utara untuk membersihkan agama Islam dari noda-noda yang

dimasukkan oleh musuh-musuh Islam dan menyerukan kembali kepada

Alquran, Hadis dan apa yang ditinggalkan oleh ulama salaf.

c. Sudan

Dengan pemimpin Al-Mahdi (1843 – 1885 M) yang berjuang untuk

mengembalikan dasar hukum yang hanya berpedoman pada Alquran dan

Hadis.

d. Mesir

3Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), 211.

3

Page 5: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

Pada pertengahan abad ke tiga belas Hijriah muncul Al-Afghani

(wafat 1898 M) yang menyerukan pembaharuan-pembaharuan yang

menyeluruh bagi kaum muslimin. Muhammad Abduh (wafat 1906 M),

sebagai muridnya yang terkemuka bekerja keras dalam meratakan seruannya,

yaitu mengikuti jejak ulama-ulama salaf, kembali kepada sumber-sumber

pokok dalam istinbath (pengambilan alasan-alasan hukum) dan menjauhkan

kebekuan dan taqlid. Pemikiran Muhammad Abduh kemudian diadopsi

Rasyid Ridha, yang mengatakan dalam majalah Al-Manar sebagai berikut:

“Umat Islam tidak akan bisa bertahan membawa beban-beban dari orang-

orang yang bertaqlid terhadap satu madzhab saja”. Paham Muhammad

Abduh tersebut melancarkan serangan yang keras terhadap taqlid dan

kebekuan, dan menyerukan kebebasan serta pendekatan antar aliran

(madzhab) dalam Islam, dengan berpedoman kepada perwujudan maslahat

orang banyak dalam menetapkan hukum4.

Beberapa pemikiran Muhammad Abduh adalah :

1) Membersihkan Islam dari pengaruh-pengaruh dan kebiasaan-kebiasaan

yang bukan islami.

2) Mengadakan pembaharuan di bidang pendidikan Islam terutama di

perguruan tinggi.

3) Merumuskan dan menyatakan kembali ajaran Islam menurut alam

pikiran modern yang sesuai menurut Alquran dan Hadis.

4) Mempertahankan ajaran Islam dari pengaruh barat dan serangan agama

lain.

5) Membebaskan negeri-negeri yang penduduknya beragama Islam dari

belenggu penjajah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada masa tersebut terdapat

ulama-ulama yang berusaha mempertalikan ketentuan-ketentuan hukum Islam

dengan segala persoalan hidup, dan agar hukum Islam memegang peranan dalam

kehidupan ini.

4Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), 197

4

Page 6: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

2. Faktor Sosial Penyebab Kemunculan Tasyri' di Jaman Modern

Pada jaman para sahabat dahulu apabila mereka menjumpai suatu nash

dalam Alquran atau sunnah yang menjelaskan hukum dari peristiwa yang mereka

hadapi, mereka berpegang pada nash tersebut dan mereka berusaha memahami

maksudnya untuk menerapkanya pada peristiwa-peristiwa itu. Apabila mereka

tidak menjumpai nash dalam Alquran dan Hadis dari persoalan yang mereka

hadapi, mereka berijtihad untuk menetapkan hukumnya. Dalam berijtihadnya

mereka berpegang pada kemampuan mereka dalam bidang syariat5.

Sedangkan di jaman yang serba modern ini, kemajuan pesat yang terjadi

dalam bidang pengetahuan dan teknologi menimbulkan perubahan-perubahan

yang besar dalam segala bidang kehidupan manusia. Kalau pada masa awal Islam

berperang masih menggunakan pedang, sedangkan sekarang sudah menggunakan

senjata canggih, berupa senjata kimia dan bom nuklir. Begitu juga dengan

transportasi pada awal mula Islam masih menggunakan kuda atau unta, akan

tetapi sekarang sudah menggunakan pesawat yang mampu menjelajahi dunia

dengan kecepatang tinggi. Jelasnya dengan kemunculan ilmu pengetahuan dan

teknologi, banyak sekali muncul hal baru dalam kehidupan manusia, dan

menimbulkan perubahan-perubahan baru dalam masyarakat. Perubahan struktur

sosial dan munculnya masalah-masalah baru seperti masalah transfusi darah,

inseminasi (pembuahan) buatan, bayi tabung dan lain-lain perlu diatur dan

diselesaikan sesuai dengan kaidah Islam.

Islam sebagai agama wahyu yang terakhir dan dimaksudkan sebagai

agama yang berlaku dan dibutuhkan sepanjang zaman tentu mempunyai pedoman,

prinsip dasar yang dapat digunakan sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam

kehidupanya agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Agar

agama Islam mampu menghadapi perkembangan zaman, maka hukum Islam perlu

dikembangkan, dan pemahaman tentang Islam harus terus-menerus diperbaharui

dengan memberikan penafsiran-penafsiran terhadap nash syara’ dengan cara

5 Yusuf al-Qardhawi, Ijtihad Kontemporer, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), 23

5

Page 7: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

menggali kemungkinan atau alternatif dalam syariat yang diyakini bisa menjawab

masalah-masalah baru. Jadi pembaharuan hukum Islam dimaksudkan agar hukum

Islam tidak ketinggalan zaman dan mampu menjawab pertanyaan yang

berkesinambungan di dalamnya. Dan pembaharuan hukum Islam ini juga

dimaksudkan agar tetap ada dan diterima oleh masyarakat modern. Untuk

mengembalikan aktualitas hukum Islam atau untuk menjembatani ajaran teoritis

dalam kitab-kitab fikih hasil pemikiran-pemikiran mujtahid dengan kebutuhan

masa kini.

3. Transformasi Fikih dalam Perundang-Undangan

Transformasi fikih ke dalam perundang-undangan merupakan suatu

perubahan bentuk, dari produk penalaran fuqaha yang “beragam” (mukhtalaf fih)

menjadi produk badan penyelenggara negara yang bersifat “seragam” (muttafaq

‘alayh), yakni peraturan perundang-undangan (al-qānun). Perubahan bentuk

tersebut, dalam berbagai hal diikuti oleh perubahan substansi, sehingga dapat

dikatakan sebagai perubahan struktural dalam konteks struktur dan kultur

masyarakat bangsa karena adanya faktor determinan yang bersifat konstan bagi

perubahan kehidupan manusia secara semesta. Transformasi itu bermakna suatu

proses kontekstualisasi norma fikih (sebagai majmū‘at al-ahkām) ke dalam

struktur masyarakat bangsa. Dalam proses itu terjadi reduksi, adaptasi, dan

modifikasi norma fikih yang “anti struktur” menjadi qanun yang “terstruktur”,

yang memiliki daya ikat serta daya atur. Bahkan, dalam hal tertentu, qanun

memiliki daya paksa. Dengan demikian, ketika fikih ditransformasi ke dalam

qanun ia telah mengalami perubahan wujud dan fungsi dalam konteks sistem

hukum nasional. Fikih telah terintegrasi dengan norma lain, yang telah berubah

bentuk menjadi qanun. Bahkan dalam hal tertentu mengalami perubahan makna,

baik dalam arti perluasan makna maupun penyempitan makna6.

Usaha-usaha perundang-undangan negara sebenarnya sudah pernah

dilakukan beratus-ratus tahun yang lalu, seperti yang dilakukan oleh Ibnul

6Cik Hasan Basri, Model Penelitian Transformasi Fiqh dalam Perundang-Undangan (Penelitian), http://www.fshuinsgd.ac.id/?p=1113 diakses tanggal 23 Desember 2013

6

Page 8: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

Muqoffa pada abad ke-2 H. Ia mengirim surat kepada khalifah al-Mansur yang

menyerukan untuk dibuat undang-undang umum yang berlaku untuk semua

negeri. Undang-undang tersebut diambil dari Alquran serta Sunah, dan apabila

tidak ada nash pada keduanya maka bisa diambil dari ijtihad dengan syarat bisa

mewujudkan rasa keadilan dan kepentingan orang banyak. Surat tersebut dikirim

karena adanya perbedaan pendapat antara para fuqaha dan hakim dalam

memutuskan suatu masalah yang sama. Akan tetapi surat tersebut tidak

mendapatkan sambutan yang cukup pada masa itu, karena para fuqaha tidak mau

memaksa orang untuk mengikuti pendapat-pendapatnya, serta memperingatkan

murid-muridnya untuk tidak berfanatik buta serta mengingatkan bahwa ijtihad-

ijtihad yang dilakukan bisa kemungkinan salah7.

Usaha lain pernah dilakukan oleh Khalifah Al-Mansur, ketika ia pergi

berhaji dan singgah di Madinah, maka ia meminta kepada Imam Malik untuk

membuat ilmu fikih dan menuliskan buku-buku tentang ilmu tersebut. Khalifah

Harun Ar-Rasyid juga pernah meminta agar kitabnya ”Al-Mutawatta'” untuk

disebar di seluruh negeri serta menjadi pedoman pada peradilan dan pemberian

fatwa, namun Imam Malik menolak karena dirinya tidak lebih berhak dari fuqaha-

fuqaha terkemuka sebelumnya maka dari itu pendapatnya tidak bisa dipaksakan

untuk orang banyak. Dalam fatwa hukumnya, Imam Malik bersandar pada kitab

Allah untuk pertama kalinya, kemudian kepada Hadis. Tetapi beliau

mendahulukan amalan penduduk Madinah daripada hadits Ahad kalau terbukti

menyelisihinya8.

Pada abad ke-11 H, as-Sultan Muhammad Alamkir (1038-1118 H), salah

seorang raja India, membentuk suatu panitia yang terdiri dari ulama-ulama India

terkenal dengan diketahui oleh Syekh Nazzan. Panitia  tersebut diberi tugas untuk

membuat kitab yang menghimpun pendapat-pendapat yang disepakati dari

madzhab Hanafi, kitab tersebut terkenal dengan nama “al-Fatawi al-Hindiyah

(fatwa-fatwa Hindia)”.

7 Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, 2168Abdul Wahhab Khallaf, Khulashah Tarikh Tasyri’ Islam, (Solo: CV Ramadhani, 1991),

88

7

Page 9: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

Dari segi penyusunan kitab tersebut tidak memadai susunan buku undang-

undang, melainkan merupakan kitab fikih yang sederhana yang berisi persoalan-

persoalan yang benar-benar terjadi atau yang diperkirakan bisa terjadi.

Usaha yang nyata untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum Islam

dalam perundang-undangan negara, baru terwujud dengan munculnya kitab

“Majallatul Ahkam al Adliyah” dan “Qanunul ‘Ailaat (undang-undang keluarga)”

dari Turki pada tahun 1876 M, yang menjadi tanda permulaan masa kebangunan

hukum Islam9.

4. Perkembangan Fikih Perbandingan

Kebangunan hukum Islam pada masa modern banyak bergantung kepada

cara mempelajarinya, yaitu sistem perbandingan, yakni mempelajari hukum-

hukum syara' dengan berbagai pendapat tentang satu persoalan dan alasannya

masing-masing, serta aturan-aturan dasar yang menjadi pegangannya. Kemudian

pendapat-pendapat tersebut diperbandingkan satu sama lain, untuk di pilih

pendapat mana yang lebih benar dan diperbandingkan pula dengan hukum positif.

Di sana tidak hanya satu madzhab saja yang dikaji dan dipelajari, akan tetapi

keempat aliran hukum ahlussunah wal jama’ah.10 Memang para fuqaha masa-

masa dahulu sudah mengenal sistem perbandingan hukum dengan menyebutkan

pendapat berbagai ulama mujtahidin meskipun dalam bentuk yang sederhana.

Akan tetapi semenjak abad ke empat hijriah, dengan mengecualikan karya Ibnu

Rusyd yang sangat bernilai yaitu Bidayatul Mujtahid, perbandingan tersebut

hanya dimaksudkan untuk mengadakan pembelaan terhadap pendapat imam yang

dianutnya dan mengusahakan melemahkan pendapat imam lain. Oleh karena itu,

maka tidak ada penguatan (tarjih) suatu pendapat atas pendapat lain karena

kekuatan dalil itu sendiri. Selanjutnya kemungkinan untuk mencari pendapat yang

lebih tepat dan yang lebih sesuai dengan rasa keadilan orang banyak tidak ada

lagi. Karena penguatan salah satu pendapat dalam hukum Islam hanya terjadi

dalam lingkungan satu madzhab11.

9Roibin, Penetapan Hukum Islam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 11010 Ali, Hukum Islam, 20211 Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, 213

8

Page 10: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

Apa yang menyebabkan tidak adanya sistem perbandingan antara

pendapat-pendapat fuqaha antara madzhab ialah karena adanya fatwa untuk

bertaqlid semata-mata, dan taqlid inipun harus terbatas dalam lingkungan

madzhab empat saja yang suda terkenal dan disetujui oleh golongan Ahlussunnah.

Bahkan difatwakan pula, bahwa bagi orang-orang yang sudah mengikuti madzhab

tertentu tidak boleh berpindah kepada madzhab lain ataupun mengikuti madzhab

lain pula dalam waktu yang sama, kecuali dengan syarat-syarat tertentu. Fatwa

lain ialah bahwa fuqaha-fuqaha yang datang kemudian tidak boleh meninjau

kembali apa yang telah diputuskan oleh fuqaha-fuqaha angkatan terdahulu.

Sistem perbandingan dalam pembahasan hukum pada masa modern,

terlepas dari pendirian sesuatu aliran hukum tertentu, atau dari pembelaan

terhadapnya. Kajian ini didasarkan pada kesungguhan dalam mempelajari

berbagai pendapat yang berkembang tentang satu persoalan; dengan menjelaskan

pendapat setiap madzhab, kemudian mendiskusikannya dan barulah diketahui

pendapat yang paling kuat dalilnya dan mampu mewujudkan kemaslahatan yang

menjadi tujuan syariat12.

Fakultas-fakultas hukum dari universitas-universitas Cairo, ’Ainussyams

dan Iskandariah telah memberikan bagian yang terpenting sekali dalam usaha-

usaha kebangunan hukum Islam, baik yang berupa sistem mempelajari hukum

Islam maupun berupa tulisan-tulisan yang membawa kesegaran dan wajah yang

sebenarnya dari hukum Islam. Kemungkinan timbulnya keadaan yang

menggembirakan tersebut adalah sebagai hasil pergaulan ulama-ulama yang

memberikan pelajaran hukum Islam di fakultas-fakultas hukum tersebut dengan

sarjana-sarjana hukum positif dan saling membaca karya masing-masing sehingga

timbullah fikih perbandingan yang mencerminkan pembahasan yang luas dan

mendalam.

Dengan adanya perubahan-perubahan dalam sistem mempelajari dan

menuliskan hukum-hukum Islam seperti tersebut di atas, maka dapat menghapus

kelemahan-kelemahan yang meliputi hukum Islam selama ini dan menunjukkan

wajah yang sebenarnya, sehingga bisa menghadapai kehidupan ini dengan segala

12 Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam, (Islamabad: Risalah Gusti, 1995), 155

9

Page 11: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

peristiwanya yang terjadi untuk menerapkan hukum Islam atas peristiwa-peristiwa

tersebut.

5. Berubahnya Penilaian Orientalis terhadap Hukum Islam

Perhatian orang-orang orientalis (orang-orang Barat yang gemar

mempelajari apa yang berasal dari Timur) terhadap peninggalan-peninggalan

Islam pada umumnya berasal dari abad-abad pertengahan, ketika mereka hendak

mengetahui faktor-faktor kebesaran kaum muslimin sehingga mereka bisa

memegang tampuk pimpinan dunia pada waktu itu.

Perhatian para orientalis tersebut diwujudkan dalam bentuk mempelajari,

menyelidiki, menerjemahkan dan membahas, serta menerbitkan terhadap berbagai

buku fikih standar. Tidak sedikit juga yang mendalami persoalan hukum Islam

baik dalam bentuk buku-buku yang mereka tulis atau pembahasan-pembahasan

yang mereka muatkan majalah-majalah khusus mengenai hukum.

Dengan mengesampingkan beberapa orientalis yang sengaja memberikan

gambaran yang salah, maka banyak penghargaan yang tinggi terhadap hukum

Islam sudah banyak diberikan oleh sarjana-sarjana hukum Eropa dan Amerika.

Antara lain Kohler dari Jerman, Wignore dari Amerika, dan Delvices. Sarjana-

sarjana ini menyebutkan adanya fleksibilitas dan kemampuan yang dimiliki

hukum Islam sehingga bisa mengikuti perkembangan masa. Mereka juga

mensejajarkan hukum Islam dengan hukum Romawi dan hukum Inggris, sebagai

hukum-hukum yang telah menguasai dunia dan yang masih terus menguasainya.

Penghargaan terhadap hukum Islam tersebut dikemukakan sendiri oleh Sarjana

Hukum Barat terkenal dari Perancis, yaitu Lambert, dalam Seminar Internasional

untuk Perbandingan Hukum, yang diadakan pada tahun 193213.

Perhatian orang-orang orientalis terwujud dari kegiatan sebagai berikut:

1.      Seminar Den Haag 1937

2.      Seminar pengacara-pengacara Internasional di Den Haag tahun 1948.

3.      Seminar Paris tahun 1951

13 Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, 239

10

Page 12: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

Atas dasar pemikiran dan saran dari Seminar Paris tahun 1951, baru untuk

pertama kalinya ditampung oleh Pemerintah Syiria. Pada tanggal 3 Mei 1956

dikeluarkan Keputusan Presiden yang memberikan mandat pada Fakultas Hukum

dari Universitas Syiria untuk mengeluarkan suatu ensiklopedia Hukum Islam yang

bertujuan untuk menyusun pembahasan-pembahasan fikih Islam. Kemudian senat

universitas membentuk suatu panitia yang berhubungan dengan tokoh-tokoh

hukum Islam dan tokoh-tokoh hukum positif (barat).

Akhirnya, pada Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Bandung pada

bulan April 1965, dalam salah satu resolusinya menganjurkan kepada Universitas

al-Azhar untuk menyusun dan menerbitkan Ensiklopedia Hukum Islam, yang

dapat digunakan umat Islam sebagai pedoman dan pegangan dalam hidup dan

kehidupannya sehari-hari14.

C. PENUTUP

Kesimpulan yang diambil dari pembahasan di atas adalah sebagai berikut :

(a) Pada periode kebangkitan tasyri’ ulama-ulama pembaharu berusaha

mempertalikan ketentuan-ketentuan hukum Islam dengan segala persoalan

hidup, dan mendorong semangat ijtihad untuk merumuskan hukum baru atas

persoalan yang dihadapi.

(b) Transformasi fikih ke dalam perundang-undangan sudah terjadi pada awal

abad 2 hijriyah / 9 M, hingga mencapai bentuk yang nyata pada abad 19 M

yang ditandai dengan munculnya kitab “Majallatul Ahkam al Adliyah” dan

“Qanunul ‘Ailaat (undang-undang keluarga)” di Turki.

(c) Perkembangan fikih perbandingan pada periode tasyri’ adalah dengan

dibukanya sistem lintas madzhab pada fakultas-fakultas hukum, sehingga

hukum tidak ditinjau dari satu madzhab saja, tapi dari sudut pandang

madzhab lainnya, dan dicari mana yang lebih rajih dan bisa memberi

kemaslahatan umat sesuai tujuan syariat.

D. DAFTAR PUSTAKA

14 Ali, Hukum Islam, 205

11

Page 13: Wahyu Ptiq Kebangkitan Tasyri

Ali, Muhammad Daud. Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1998

Basri, Cik Hasan. Model Penelitian Transformasi Fiqh dalam Perundang-Undangan (Penelitian). http://www.fshuinsgd.ac.id/?p=1113 diakses tanggal 23 Desember 2013

Hanafi, Ahmad. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1970

Hosen, Ibrahim. Ijtihad dan Taqlid : Beberapa Pengertian Dasar dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, online http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/index.html diakses tanggal 23 Desember 2013

Khallaf, Abdul Wahhab. Khulashah Tarikh Tasyri’ Islam. Solo: CV Ramadhani, 1991

Roibin. Penetapan Hukum Islam. Malang: UIN-Maliki Press. 2010

Sirry, Mun’im A. Sejarah Fiqih Islam. Surabaya: Risalah Gusti, 1995

Syahid, Masyhuri. Ahlussunnah Membantah Ahmad ibn Taimiyah. Jakarta: Syahamah Press, tt.

al-Qardhawi, Yusuf. Ijtihad Kontemporer. Surabaya: Risalah Gusti. 1995

12