waad akad

16
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi disektor riil melalui aktivitas investasi atau jual beli serta memberikan pelayanan jasa simpanan atau perbankan bagi para nasabah dalam aktivitasnya bank syariah akan memberikan produk bank syariah. Produk yang diberikan oleh bank syariah tidak terlepas mengenai akad dan konsep keuntungan dalam islam. Dalam islam, menurut penuturan Ibnu Arabi, transaksi ekonomi tanpa unsure ‘Iwad sama dengan riba. Akad Akad berasal dari bahasa Arab ‘aqada artinya mengikat atau mengkokohkan. Secara bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabath) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya pada yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu. Dalam Al-Qur’an kata alqdu terdapat pada surat Al-Maidah ayat 1, bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya. Istilah al-aqdu dapat disamakan dengan istilah verbentenis dalam KUH Perdata¹. Menurut undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah dalam pasal 1 angka (13) akad adalah kesepakatan tertulis antara bank syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.

Upload: siscaedline

Post on 16-Apr-2015

322 views

Category:

Documents


32 download

TRANSCRIPT

Page 1: WAAD AKAD

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme

ekonomi disektor riil melalui aktivitas investasi atau jual beli serta memberikan pelayanan

jasa simpanan atau perbankan bagi para nasabah dalam aktivitasnya bank syariah akan

memberikan produk bank syariah. Produk yang diberikan oleh bank syariah tidak terlepas

mengenai akad dan konsep keuntungan dalam islam. Dalam islam, menurut penuturan Ibnu

Arabi, transaksi ekonomi tanpa unsure ‘Iwad sama dengan riba.

Akad

Akad berasal dari bahasa Arab ‘aqada artinya mengikat atau mengkokohkan. Secara

bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabath) maksudnya

adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya pada

yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.

Dalam Al-Qur’an kata alqdu terdapat pada surat Al-Maidah ayat 1, bahwa manusia

diminta untuk memenuhi akadnya. Istilah al-aqdu dapat disamakan dengan istilah verbentenis

dalam KUH Perdata¹.

Menurut undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah dalam pasal 1

angka (13) akad adalah kesepakatan tertulis antara bank syariah atau UUS dan pihak lain

yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip

syariah.

Sedangkan pengertian perjanjian adalah suatu persetujuan dimana suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih (Ibid

2007 : 45) perbedaan antara perikatan islam (Akad) dengan perikatan KUHPerdata adalah

dalam tahapan perjanjiannya dimana dalam hukum perikatan islam (akad) janji pihak pertama

dan pihak kedua terpisah atau dua tahap sedangkan dalam KUHPerdata hanya satu tahap

setelah ada perjanjian maka timbul perikatan.

Akad, yang disebut juga perjanjian, kesepakatan atau transaksi, dapat diartikan

sebagai komitmen yang terbingkai dengan nilai-nilai syariah. Dalam istilah fiqih secara

umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang

¹ Al-Qur’an dan terjemahnya Khadim Haramain asy Syarifain, Mamlakah Arabiah Asuudiyah

Page 2: WAAD AKAD

muncul dari satu pihak seperti wakaf, talak dan sumpah maupun yang muncul dari dua pihak

seperti jual beli, sewa, wakalah dan gadai.

Dalam arti khusus, akad diartikan sebagai keterkaitan antara ijab, yang diesebut juga

pernyataan penawaran atau pemindahan kepemilikan, dan qabul, yang disebut juga

pernyataan penerimaan kepemilikan, dalam lingkup yang diisyaratkan dan berpengaruh pada

sesuatu (Santoso, 2003). Pada akad terdapat tiga rukun. Yang pertama adalah pelaku akad.

Pelaku akad haruslah orang yang mampu melakukan akad untuk dirinya (ahliyah) dan

mempuyai otoritas Syariah yang diberikan pada seseorang dan merealisasikan akad sebagai

perwakilan dari yang lain (wilayah). Selanjutnya, yang kedua yakni objek akad. Objek akad

harus ada ketika terjadi akad, harus sesuatu yang disyariatkan, harus bida diserahterimakan

ketika terjadi akad, dan harus sesuatu yang jelas antara dua peluku akad. Dan rukun yang

terakhir shighah atau pernyataan pelaku akad, yaitu ijab dan qabul. Ijab qabul harus jelas

maksudnya, sesuai antara ijab dan qabul dan bersambung antara ijab dan qabul.

Terdapat empat syarat yang terdapat pada akad yaitu syarat berlakunya akad

(In’iqod); syarat sahnya akad (Shihah); syarat terealisasikannya akad (Nafadz); syarat Lazim.

Syarat In’iqod ada yang umum dan khusus. Syarat umum harus selalu ada pada setiap akad,

seperti syarat yang harus ada pada pelaku akad, objek akad dan Shighah akad, akad bukan

pada sesuatu yang diharamkan, dan akad pada sesuatu yang bermanfaat. Sementara itu, syarat

khusus merupakan sesuatu yang harus ada pada akad-akad tertentu, seperti syarat minimal

dua saksi pada akad nikah. Syarat shihah, yaitu syarat yang diperlukan secara syariah agar

akad berpengaruh, seperti dalam akad perdagangan harus bersih dari cacat. Syarat nafadz ada

dua, yaitu kepemilikan, yaitubarang dimiliki oleh pelaku dan berhak menggunakannya, dan

wilayah. Syarat Lazim, yaitu bahwa akad harus dilaksanakan apabila tidak cacat.

Menurut Musthafa Az-Zarka suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang

dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan mengikatkan dirinya.

Kehendak tersebut sifatnya tersembunyi dalam hati, oleh karena itu menyatakannya masing-

masing harus mengungkapkan dalam suatu pernyataan yang disebut Ijab dan Qobul². Dapat

diperoleh tiga unsure yang terkandung dalam akad, yaitu sebagai berikut:

² Nazir, Habib, Muhammad Hasanuddin, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syari’ah, Bandung: Kaki Langit,

2004. Hal 45.

Page 3: WAAD AKAD

a. Pertalian Ijab dan Qobul

Ijab adalah pernyataan kehendak oleh suatu pihak (mujib) untuk melakukan sesuatu

atau tidak melakukan sesuatu. Qobul adalah pernyataan menerima atau menyetujui

kehendak mujib tersebut oleh pihak lainnya (qobil). Ijab dan Qobul ini harus ada

dalam melaksanakan suatu perikatan (akad)

b. Dibenarkan oleh Syara’

Akad yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariah atau hal-hal yang

diatur oleh Allah SWT dalam Al Qur’an dan Nabi Muhammad SAW dalam Al

Hadist. Pelaksanaan akad dan tujuan akad maupun obyek akad tidak boleh

bertentangan dengan syariah. Jika bertentangan mengakibatkan akad itu tidak sah.

c. Mempunyai akibat hukum terhadap obyeknya

Akad merupakan salah satu dari tindakan hukum (tasharruf). Adanya akad

menimbulkan akibat hukum terhadap obyek hukum yang diperjanjikan oleh para

pihak dan juga memberikan konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat para

pihak³.

Subyek akad (aqid) dalam hukum perikatan islam adalah sama dengan subyek hukum

pada umumnya yaitu pribadi-pribadi yang padanya terdapat ketentuan berupa pembebanan

kewajiban dan perolehan hak. Subyek hukum terdiri dari dua macam yaitu manusia dan

badan hukum kaitannya dengan ketentuan dalam hukum islam4 Manusia. Manusia sebagai

subyek hukum perikatan adalah pihak yang sudah dapat dibebani hukum yang disebut

mukallaf. Mukallaf adalah orang yang telah mampu bertindak secara hukum, baik yang

berhubungan dengan tuhan maupun dalam kehidupan sosial. Kata mukallaf berasal dari

bahasa arab yang berarti yang membebani hukum. Dalam hal ini adalah orang-orang yang

telah dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya dihadapan Allah SWT.

a. Badan hukum. Badan hukum adalah badan yang dianggap dapat bertindak dalam

hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban, dan perhubungan hukum terhadap

orang lain atau badan lain. Hukum memiliki kekayaan yang terpisah dari perorangan.

Yang dapat menjadi badan hukum adalah dapat berupa negara, daerah otonomi,

perkumpulan orang-orang5. Dalam islam badan hukum tidak diatur secara khusu

³ Ghofroni A. Mas’adi Op cit., hal 76-77

4 Dewi, Gemala, Hukum Perbankan, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004. Hal 15

Page 4: WAAD AKAD

namum terlihat dari beberapa dalil menunjukan adanya badan hukum dengan

menggunakan istilah Syarkah (persekutuan) yang dibentuk berdasarkan hukum dan

milik tanggung jawab kehartaan yang terpisah dari pendirinya.

Perbedaan wa’ad dan akad

Dalam falam fiqh, muamalat islam membedakan antara wa’ad dengan akad. Wa’ad

adalah janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya sementara akad adalah kontrak

kedua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat satu pihak yakni pihak yang member janji

berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya, sedangkan pihak yang diberi janji tidak

memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya6.

Untuk wa’ad, terms and condition belum ditetapkan secara rinci dan spesifik (unwell

defined) dimana bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya maka sanksi yang

diterimanya lebih merupakan sanksi moral. Disisi lain, Akad mengikat kedua belah pihak

yang saling bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban

mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, terms and

condition sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik (well defined) dimana bila salah satu atau

kedua belah pihak yang terikat dalam kontrak itu sudah tidak dapat memenuhi kewajibannya,

maka yang bersangkutan atau mereka menerima sanksi seperti yang disepakati dalam akad.

Tabel perbedaan akad dan wa’ad

Wa’ad Akad

Definisi Janji antara satu pihak

dengan pihak lainnya

Kontrak antara kedua belah

pihak

Hubungan pengikatan Mengikat satu pihak yakni

pihak yang member janji

berkewajiban untuk

melaksanakan kewajibannya

Mengikat kedua belah pihak

yang saling bersepakat

Pengenaan sanksi Jika pihak yang berjanji tidak

dapat memenuhi kewajiban,

sanksi yang diterima

biasanya adalah sanksi moral

Jika salah satu pihak atau

kedua belah pihak yang

terikat dalam kontrak tidak

dapat memenuhi

kewajibannya, maka ia atau

Page 5: WAAD AKAD

mereka menerima sanksi

yang sudah disepakati dalam

akad

Akad atau transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinya terutama diturunkan dari

kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian dari kebiatan tolong menolong

(tabarru’). Turunan dari tijarah adalah perniagaan (al-bai’) yang berbentuk kontrak

pertukaran dan kontrak bagi hasil dengan segala variasinya. Cakupan akad yang akan dibahas

meliputi akad perniagaan (Al-Bai’) yang umum digunakan untuk produk bank syariah.

Allah telah menghalalkan perniagaan (Al-Bai’) dan mengharamkan riba (QS 2:275). Inilah

dasar utama operasi bank syariah yang meninggalkan penggunaan sistem bunga dan

menerapkan penggunaan sebagian akad-akad perniagaan dalam produk-produk bank syariah7.

Dalam melihat produk-produk bank syariah, selain bentuk atau nama produknya, yang perlu

diperhatikan adalah prinsip syariah yang digunakan oleh produk yang bersangkutan dalam

akadnya (perjanjian), dan bukan hanya nama produknya sebagaimana produk-produk

konvensional. Hal ini terkait dengan bagaimana hubungan antara bank dan nasabah yang

menentukan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selain itu, suatu produk bank syariah

dalam menggunakan prinsip-prinsip syariah yang berbeda. Demikian juga, satu prinsip

syariah dapat diterapkan pada beberapa produk yang berbeda.

Akad atau transaksi yang berhubungan dengan kegiatan usaha bank syariah dapat

digolongkan ke dalam transaksi untuk mencari keuntungan (tijarah) dan transaksi tidak untuk

mencari keuntungan (tabarru’). Transaksi untuk mencari keuntungan dapat dibagi lagi

menjadi dua, yaitu transaksi yang mengandung kepastian (Natural Certainty Contract atau

NCC), yaitu kontrak dengan prinsip nonbagi hasil, yaitu jual-beli dan sewa, dan transaksi

lainnya adalah transaksi yang mengandung ketidakpastian (Natural Uncertainty Contracts

5 R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perdata, cetakan ke 8, Bandung : Sumur Bandung, 1981, hal. 23

6 Karim, Adiwarman. Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006, hal.

65

Page 6: WAAD AKAD

atau NUC), yaitu kontrak dengan prinsip bagi hasil. Menurut Karim (2004), transaksi NCC

berlandaskan pada teori pertukaran sedangkan NUC berlandaskan pada teori percampuran.

Semua transaksi untuk mencari keuntungan tercakup dalam pembiayaan dan pendanaan

sedangkan transaksi tidak untuk mencari keuntungan tercakup dalam pendanaan, jasa

pelayanan (fee based income), dan kegiatan sosial.

Natural Certain Contracts adalah kontrak atau akad dalam bisnis yang memberikan

kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktunya (timing). Objek

pertukarannya, baik barang maupun jasa, ditetapkan di awal akad dengan pasti baik

jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of

delivery). Pihak-pihak yang bertransaksi saling mempertukarkan asetnya, baik real assets

maupun financial assets. Natural Uncertainty Contracs adalah kontrak atau akad dalam bisnis

yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return) baik dari segi jumlah maupun

waktunya. Pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya menjadi satu kesatuan dan

kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk mendapat keuntungan. Keuntungan dan

kerugian ditanggung bersama8

Skema jenis akad / transaksi

Berbagai jensi akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat dibagi ke dalam enam

kelompok pola, yaitu, yang pertama pola titipan, seperti wadi’ah yad amanah dan wadi’ah

yad dhamanah. Akad berpola titipan (Wadi’ah) ada dua, yaitu wadi’ah yad amanah dan

wadi’ah yad dhamanah. Pada awalnya, Wadi’ah muncul dalam bentuk yad al-amanah

‘tangan amanah’ yang kemudian dalam perkembangannya memunculkan yadh-dhamanah

‘tangan penanggung’. Akad wadi’ah yad Dhamanah ini akhirnya banyak dipergunakan dalam

aplikasi perbankan syariah dalam produk-produk pendanaan.

Pola selanjutnya yaitu pola pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan. Akad pola

pinjaman, satu-satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam perbankan syariah

adalah Qardh dan turunanya Qardhul Hasan. Karena bunga dilarang dalam islam, maka

pinjaman Quardh maupun Quardhul Hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih khusus

7 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Hal. 37

8 Karim, Adiwarman, Bank Islam: analisis fiqih dan keuangan, PT Raja Grafindo Persada, 2007 hal51-52

Page 7: WAAD AKAD

lagi, pinjaman Quardhul Hasan merupakan pinjaman kebajikan yang tidak bersifat komersial

tetapi bersifat sosial.

Pola berikutnya adalah pola bagi hasil, seperti mudharabah dan musharakah.Akad

pola bagi hasil, akad bank syariah yang utama dan paling penting yang disepakati oleh para

ulama adalah akad dengan pola bagi hasil dengan prinsip mudharabah (trustee profit sharing)

dan musyarakah (joint venture profit syaring). Prinsipnya adalah al-ghunm bi’l-ghurm atau

al-kharaj bi’l-daman, yang berarti bahwa tidak ada bagian keuntungan tanpa ambil bagian

dalam risiko (Al-Omar dan Abdel-Haq, 1996) atau untuk setiap keuntungan ekenomi riil

harus ada biaya ekonomi riil (Khan, 1995)

Konsep bagi hasil yang digambarkan dalam buku fiqih pada umumnya diasumsikan

bahwa pihak yang bekerjasama bermaksud untuk memulai atau mendirikan suatu usaha

patungan (joint venture) ketika semua mitra usaha turut berpartisipasi sejak awal beroperasi

dan tetap menjadi mitra usaha sampai usaha berakhir pada waktu semua asset dilikuidasi.

Jarang sekali ditemukan konsep usaha yang terus berjalan ketika mitra usaha bisa dating dan

pergi setiap saat tanpa mempengaruhi jalannya usaha.

Pola keempat adalah pola jual beli, seperti murabahah, salam, dan istishna. Akad pola

jual beli, jual beli (buyu’, jamak dari bai’) atau perdagangan atau perniagaan atau trading

secara terminology Fikih islam berarti tukar menukar harga atas dasar saling ridha (rela), atau

memindahkan kepemilikan dengan imbalan pada sesuatu yang diizinkan (Santosa, 2003). Jual

beli dibolehkan syariah berdasarkan Alquran, Sunnah, dan Ijmak (consensus) para ulama.

Dalam QS 2:274 disebutkan bahwa “Allah menghalalkan perniagaan (al-bai’) dan

mengharamkan riba.” Sedangkan dalam QS 4:29 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah

kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam

perdagangan yang berlaku atas dasar suka dama suka antar kamu.” 9

Pola selanjutnya adalah pola sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina. Transaksi

nonbagi hasil selain yang berpola jual beli adalah transaksi berpola sewa atau ijarah. Ijarah,

biasanya juga disebut sewa, jasa, atau imbalan merupakan akad yang dilakukan atas dasar

suatu manfaat dengan imbalan jasa. Ijarah adalah istilah dalam fikih islam yang berarti

9 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Hal. 76

Page 8: WAAD AKAD

memberikan sesuatu untuk disewakan. Menurut Sayyid Sabiq, ijarah adalah suatu jenis akad

untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Jadi, hakikatnya ijarah adalah penjualan

manfaat10. Dan untuk pola terakhir adalah pola lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah,

ujr, sharf, dan rahn.

Fiqh muamalat membagi akad, berdasarkan dari segi ada atau tidak adanya

kompensasi, menjadi dua bagian yakni akad tabarru’ dan akad tijarah. Pada hakikitnya akad

tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan balasan dari Allah Swt semata

itu sebabnya akad ini tidak bertujuan untuk mencari keuntungan komersil sedangkan akad

tijarah adalah segala macam perjanjian for profit transaction dimana akad ini dilakukan

dengan tujuan mencari keuntungan11

10 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Hal. 99

11 Karim, Adiwarman, Bank Islam: analisis fiqih dan keuangan, PT Raja Grafindo Persada, 2007 hal 66-70

Page 9: WAAD AKAD

Skema jenis akad/transaksi bank syariah12

JENIS AKAD / TRANSAKSI

TABARRU’(tidak mencari untung)

PENDANAAN

JASA PERBANKAN

SOSIAL

TIJARAH(mencari untung)

PENDANAAN

PEMBIAYAAN

JASA PERBANKAN

Pola Titipan Wadi’ah yad Dhamanah

Pola Pinjaman Qardh Qardhul Hasan

Pola lainnya Wakalah, Kafalah, Hiwalah, Rahn

Lain-lain Hibah, Waqf, Shadaqah, Hadiah

DENGAN KEPASTIAN

NONBAGI HASIL

JASA PERBANKAN

DENGAN KETIDAKPASTIAN

BAGI HASIL

Pola Jual Beli Murabahah Salam Istishna

Pola Sewa Ijarah Ijarah wa Iqtina Ujr

Pola Lainnya Sharf

Pola Bagi Hasil Mudharabah Musharakah

Lain-lain Muzara’ah, Musaqah, Mukharabah

Page 10: WAAD AKAD

12 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Hal. 38.

Skema akad dan produk bank syariah13

13 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Hal. 39.

Pendanaan SosialJasa PerbankanPembiayaan

Pola Titipan-Wadiah yad Dhamanah (Giro, Tabungan)

Pola Pinjaman-Qardh (Giro, Tabungan)

Pola Bagi Hasil-Mudharabah Mutlaqah Mudharabah Muqayadah (executing) (Tabungan, Deposito, Investasi, Obligasi)

Pola Sewa-Ijarah (Obligasi)

Pola Pinjaman-Qardhul Hasan (Pinjaman Kebajikan)

Pola Lainnya-Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn, Ujr, Sharf (Jasa Keuangan)

Pola Titipan-Wadi’ah yad Amanah (Jasa Non Keuangan)

Pola Bagi Hasil-Mudharabah Muqayyadah (Channelling) (Jasa Keagenan)

Pola Bagi Hasil-Mudharabah-Musyarakah(Investement Financing)

Pola Jual Beli-Mudharabah-Salam-Istishna(Trade Financing)

Pola Sewa-Ijarah-Ijarah wa iqtina(Trade Financing)

Pola Pinjaman-Qardh(Talangan)

Page 11: WAAD AKAD

Daftar Pustaka:

Al-Qur’an dan terjemahnya Khadim Haramain asy Syarifain, Mamlakah Arabiah Asuudiyah

Dr. Habib Nazir, Muhammad Hasanuddin, S.Ag. Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan

Syari’ah, Kaki langit, Bandung , 2004.

Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Karim, Adiwarman, Bank Islam: analisis fiqih dan keuangan, PT Raja Grafindo Persada,

2007