akad al qardh

31
BAB I PENDAHULUAN Banyak ayat dalam Al Quran yang mendorong perdagangan dan perniagaan, dan Islam menyatakan sikap bahwa tidak boleh ada hambatan bagi perdagangan dan bisnis yang jujur, halal, agar setiap orang bisa memperoleh penghasilan, menafkahi keluarga dan memberi sedekah kepada mereka yang kurang beruntung, sebagaimana Islam mengatur dan mempengaruhi semua bidang kehidupan lainnya. Demikian pula mengatur perilaku bisnis dan perniagaan. 1 Lembaga keuangan syariah seperti bank syariah, asuransia syariah, pembiayaan syariah merupakan aplikasi dari sistem ekonomi syariah 2 1 ? Mervyn Lewis and Latifa Algaoud, Islamic Banking, Edward Elgar, Massachusetts,2001,h.45 2 ? Pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22 yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut syariah, meliputi : Bank Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksa Dana Syariah, Obligasi Syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,Sekuritas Syariah, Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah,Dana Pensiun lembaga Keuangan Syariah,Bisnis Syariah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah. 1

Upload: abdulmalikhasan

Post on 14-Aug-2015

257 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

akad

TRANSCRIPT

Page 1: Akad Al Qardh

BAB I

PENDAHULUAN

Banyak ayat dalam Al Quran yang mendorong perdagangan dan

perniagaan, dan Islam menyatakan sikap bahwa tidak boleh ada hambatan

bagi perdagangan dan bisnis yang jujur, halal, agar setiap orang bisa

memperoleh penghasilan, menafkahi keluarga dan memberi sedekah kepada

mereka yang kurang beruntung, sebagaimana Islam mengatur dan

mempengaruhi semua bidang kehidupan lainnya. Demikian pula mengatur

perilaku bisnis dan perniagaan. 1 Lembaga keuangan syariah seperti bank

syariah, asuransia syariah, pembiayaan syariah merupakan aplikasi dari

sistem ekonomi syariah2 yang merupakan bagian dari nilai-nilai dari ajaran

Islam yang mengatur bidang perkonomian umat dan tidak terpisahkan dari

aspek-aspek lain ajaran Islam yang komprehensif dan universal.

Komprehensif berarti ajaran Islam merangkum seluruh aspek kehidupan,

baik ritual maupun sosial kemasyarakatan termasuk bidang universal.

Universal bermakna bahwa syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap

waktu dan tempat tanpa memandang ras, suku, golongan dan agama sesuai

prinsip Islam sebagai ” rahmatan lil alamin” . 3

1 ? Mervyn Lewis and Latifa Algaoud, Islamic Banking, Edward Elgar, Massachusetts,2001,h.452 ? Pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22 yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut syariah, meliputi : Bank Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksa Dana Syariah, Obligasi Syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,Sekuritas Syariah, Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah,Dana Pensiun lembaga Keuangan Syariah,Bisnis Syariah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah.

3 ? Trisadini Prasastinah Usanti, “ Karakteristik Prinsip Kehati-hatian Pada Kegiatan Usaha Perbankan Syariah”, Disertasi, Pascasarjana, Unair,2010,h. Lihat juga Muhamad Syafi’i Antonio , Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press,

1

Page 2: Akad Al Qardh

Al Quran sangat banyak mendorong manusia untuk melakukan bisnis.

(QS. Al Jumuah:10). Al Quran juga memberi petunjuk agar dalam bisnis

tercipta hubungan yang harmonis; saling ridha dan tidak ada unsur

eksploitasi ( QS. Al Nisa:29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan,

seperti keharusan membuat administrasi transaksi kredit. (QS. Al

Baqarah:282).4 Prinsip-prinsip bisnis yang ideal dilakukan oleh Nabi

Muhammad Saw dan para sahabatnya, beberapa petunjuk mengenai etika

bisnis yang diberikan oleh Nabi Muhammad Saw, diantaranya ialah :5

1. Prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran

2. Pelaku bisnis tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial dalam kegiatan bisnis

3. Tidak melakukan sumpah palsu

4. Pelaku bisnis harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis

5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut

6. Tidak boleh menjelek-jelekkan bisnis orang lain

7. Tidak boleh melakukan ihtikar6

8. Takaran,ukuran dan timbangan yang benar

9. Bisnis tidak boleh menganggu kegiatan ibadah

10. Membayar upah sebelum keringat karyawan kering

11. Tidak monopoli

12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi mudharat yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial.

13. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal bukan barang yang haram

14. Bisnis yang dilakukan dengan suka rela tanpa paksaan

15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya

Jakarta,2001,h..44 ? Muhamad Hidayat, An Introduction to The Sharia Economic, Zikrul Hakim, Jakarta, 2010,h.505 ? Ibid.,h.51-546 ? Ihtikar ialah menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu dengan tujuan agar harganya suatu saat naik dan keuntungan besar diperolehnya.

2

Page 3: Akad Al Qardh

16. Memberikan tenggang waktu apabila pengutang belum mampu membayar

17. Bisnis yang dilakukan bersih dari unsur riba

Sedangkan dalam kegiatan perbankan syariah ada empat prinsip utama

yang senantiasa mendasari jaringan kerja perbankan yaitu :7

1. Perbankan non riba2. Perniagaan halal tidak haram3. Keridhaan pihak-pihak dalam berkontrak4. Pengurusan dana yang amanah, jujur, dan bertanggung jawab

Sedangkan Mervyn K Lewis dan Lativa M Algoud mengemukakan bahwa

prinsip-prinsip dalam pembiayaan Islam adalah :

a. Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba)8

b. Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah, zakatc. Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan

sistem nilai Islam (haram)d. Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maysir9 (judi) dan

gharar10 (ketidakpastian)e. Penyedian takaful (asuransi Islam)11

Demikian juga yang dikemukakan oleh Abdul Ghofur Anshori

menekankan pada prinsip-prinsip yang melandasi operasional lembaga

keuangan Islam meliputi :

7 ? Jafril Khalil, “ Prinsip Syariah dalam Perbankan”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.20. Agustus-September 2002, h.47 8 ? Pada penjelasan Pasal 1 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan, Riba yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah- (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah).

9 ? Pada penjelasan Pasal 1 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan , maisir yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan10 ? Pada penjelasan Pasal 1 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan , gharar yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah11 ? Mervyn Lewis and Latifa Algaoud, Op.cit., h.48

3

Page 4: Akad Al Qardh

1. Prinsip ta’awun (tolong menolong), yaitu prinsip saling membantu sesama dalam meningkatkan taraf hidup melalui mekanisme kerjasama ekonomi dan bisnis. Hal ini sesuai dengan anjuran Al Qur’an : “ Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan takwa serta janganlah bertolong menolong dalam berbuat keji dan permusuhan”. ( QS. Al-Maidah:2).

2. Prinsip tijaroh (bisnis), yaitu prinsip mencari laba dengan cara yang dibenarkan oleh syariah. Lembaga keuangan syariah harus dikelola secara professional, sehingga dapat mencapai prinsip efektif dan efisien.

3. Prinsip menghindari iktinaz (penimbunan uang), yaitu menahan uang supaya tidak berputar, sehingga tidak memberikan manfaat kepada masyarakat umum. Hal ini jelas terlarang, karena dapat menyebabkan terhentinya perekonomian.

4. Prinsip pelarangan riba, yakni menghindarkan setiap transaksi ekonomi dan bisnisnya dari unsur ribawi dengan menggantikannya melalui mekanisme kerja sama (mudharabah) dan jual beli ( al-buyu). Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Al Qur’an: “ Sesungguhnya orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang terkena/kemasukan syetan. Yang demikian ini disebabkan mereka mengatakan bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS.Al Baqarah:275).

5. Prinsip pembayaran zakat. Disamping sebagai lembaga bisnis, lembaga keuangan syariah juga menjalankan fungsinya sebagai lembaga sosial. Ia menjalankan fungsi sebagai lembaga amil yang mengelola zakat, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar. 12

Dalam fiqih muamalah13 akad dibedakan dalam berbagai

penggolongan dilihat dari beberapa sudut pandang, salah satunya membagi

akad dalam dua macam yaitu akad tijarah/mu’awadah dan akad tabarru’14.

Akad tijarah/mu’awadah adalah akad yang bertujuan untuk mendapatkan

keuntungan, atau akad yang menyangkut transaksi bisnis dengan motif

untuk memperoleh laba (profit oriented). Contoh akad tijarah adalah akad

12 ? Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah Di Indonesia: Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta, 2006,h.86 (selanjutnya disingkat dengan Abdul Ghofur Anshori I)13 ? Hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan, misalnya dalam persoalan jual beli, utang piutang, kerjasama dagang, perserikatan, kerjasama dalam penggarapan tanah dan sewa menyewa, sebagaimana dikutip dari Abdul Rahman Ghazaly,et.al, Fiqh Muamalat, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2010, h.414 ? Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, RajaGrafindo,Jakarta, 2007,h.83

4

Page 5: Akad Al Qardh

yang berdasarkan prinsip jual-beli (murabaha, salam dan istishna), akad

yang berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), akad

yang berdasarkan prinsip sewa-menyewa (ijarah dan ijarah wa iqtina/

ijarah muntahia bittamlik).

Akad tabarru’ adalah jenis akad yang berkaitan dengan transaksi non

profit. Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis yang mencari

keuntungan. Akad yang menitik beratkan pada prinsip tolong menolong

tidak mengutamakan mencari untung. Melakukan kebaikan yang

mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh akad tabarru’

adalah akad qardh, rahn, hiwalah,wakalah, kafalah, wadiah dan lain-lain.

Salah satu akad tabarru adalah akad pinjam meminjam (Al Qardh).

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dikaji adalah

Bagaimana konsep pinjam meminjam dengan akad Al Qardh menurut

Islam?

5

Page 6: Akad Al Qardh

BAB II

PEMBAHASAN

Pada transaksi pinjam meminjam bukan termasuk sebagai usaha

pengembangan modal, akan tetapi hubungan bisnis dalam ajaran Islam

tidak hanya didasari kepentingan semata, tetapi juga di dasari atas tolong

menolong. Terkadang dalan bisnis tidak selalu untung bahkan merugi

sehingga tidak menutup kemungkinan untuk berhutang untuk menutup

kerugian tersebut.

Mengenai masalah hutang, Rasulullah SAW tidak suka membiasakan

umatnya berhutang. Hutang dalam pandangan Islam adalah merupakan

kesusahan pada waktu malam dan suatu penghinaan di waktu siang. Justru

itu, nabi senantiasa berdoa kepada Allah SWT supaya terhindar dari

berhutang. Islam amat menitikberatkan masalah hutang dan nilai

melaksanakan pembayarannya, karena orang mati meninggalkan hutang

akan dibalas pada hari kiamat. Walaupun Islam masih memberikan ruang

dan kelonggaran untuk berhutang khususnya dalam keadaan darurat dan

amat memerlukannya yaitu dalam masalah yang membawa kebaikan.

Tetapi, perlu diingat di samping Islam memberi kelonggaran tersebut,

setiap hutang itu wajib dijelaskan dan dibayar15

Pinjam meminjam adalah memberikan sesuatu yang halal kepada

orang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, dan

15 ? Khairul Gahazali, Konsep Berhutang dalam Islam, Progressive Publishing House SDN.BHD, Kuala Lumpur, 2009,h.vii

6

8

Page 7: Akad Al Qardh

akan mengembalikan barang yang dipinjamnya tadi dalam keadaan utuh.16

Para fuqaha mendefinisikan Al’Ariah sebagai pembolehan oleh pemilik

akan miliknya untuk dimanfaatkan oleh orang lain dengan tanpa ganti

kerugian (imbalan)17 untuk Ariah diisyaratkan tiga hal, sebagai berikut :

1. Bahwa orang yang meminjamkan adalah pemilik yang berhak untuk

menyerahkannya

2. Bahwa materi yang dipinjamkan dapat dimanfaatkan

3. Bahwa pemanfaatan itu dibolehkan.

Dari definisi ini menunjukkan bahwa pinjam meminjam dalam Islam hanya

untuk diambil manfaatnya tanpa diperbolehkan bagi pihak yang

meminjamkan untuk mengambil keuntungan dari pihak yang

meminjamkan. Dalam hal pinjam meminjam uang atau dalam istilah

Arabnya dikenal dengan Al Qardh dibedakan menjadi dua macam yaitu :18

1. Qardh – Al Hasan, yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang lain,

dimana pihak yang dipinjami sebenarnya tidak ada kewajiban

mengembalikan. Adanya Qardh al hasan ini sejalan dengan

ketentuan Al Quran surat At Taubah ayat 60 yang memuat tentang

sasaran atau orang-orang yang berhak atas zakat, yang salah satunya

adalah Gharim yaitu pihak yang mempunyai utang di jalan Allah.

Melalui Qardh Al hasan maka dapat membantu sekali orang yang

16 ? Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media, Yogjakarta, 2006, h.123(selanjutnya disingkat dengan Abdul Ghofur Anshori II)

17 ? Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, dialih bahasakan oleh H.Kamaluddin A. Marzuki, Alma’arif, Bandung, 1987, h.68,18 ? Abdul Ghofur Anshori II, Op.Cit.,h.123

7

Page 8: Akad Al Qardh

berutang di jalan Allah untuk mengembalikan utangnya kepada

orang lain tanpa adanya kewajiban baginya untuk mengembalikan

utang tersebut kepada pihak yang meminjami. Keberadaan akad ini

merupakan karakteristik dari kegiatan usaha perbankan syariah yang

berdasarkan pada prinsip tolong menolong.

2. Al Qardh yaitu meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan

kewajiban mengembalikan pokoknya kepada pihak yang

meminjami.

Pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Tentang Qardh

diartikan sebagai pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban

pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau

cicilan dalam waktu tertentu. Adapun landasan syariahnya pada Surat Al

Hadid ayat 11 :

“ Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,

Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan

memperoleh pahala yang banyak”

Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa :

Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah seorang muslim yang meminjamkan

muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sadaqah

(HR.Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Baihaqi)

8

Page 9: Akad Al Qardh

Dalam contoh akad Al Qardh pada klausulnya disebutkan bahwa

Pasal 1

JUMLAH & TUJUAN PINJAMAN

1. Berdasarkan syarat dan ketentuan dalam Akad

ini, Bank setuju untuk memberikan pinjaman kepada NASABAH

untuk jumlah yang tidak melebihi Rp.

-------------------------------------------------------------------

oleh karenanya Bank memperoleh fee.19 Dengan demikian Nasabah telah berhutang kepada BANK SYARIAH sejumlah sebagai berikut :------------------------------Jumlah Hutang Pokok Rp. ----------

Biaya Administrasi Rp. -------------------

Jumlah/Besarnya hutang Rp. -----------------------

2. NASABAH berjanji serta bahwa pinjaman

sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini semata-mata

dipergunakan untuk pelunasan

Pasal 2

JANGKA WAKTU DAN CARA PEMBAYARAN

1. Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar

kembali jumlah seluruh hutangnya kepada BANK sebagaimana

tersebut dalam Pasal 1 Akad ini dalam jangka waktu

terhitung sejak Akad ini ditandatangani dan berakhir pada tanggal...

dengan cara membayar sekaligus atau mengangsur pada tiap-tiap waktu sesuai dengan jadwal angsuran yang ditetapkan.-----------------

2. Fee/Ujrah atas fasilitas pinjaman yang disediakan Bank untuk kepentingan Nasabah akan dibayarkan/ dilunasi seketika dan sekaligus dimuka oleh Nasabah pada saat pencairan pinjaman.--------

3. Setiap pembayaran oleh Nasabah kepada Bank akan diperhitungkan

sebagai angsuran/ pelunasan atas pokok pinjaman.----------------------

4. Dalam hal jatuh tempo pembayaran kembali Pinjaman bertepatan

dengan bukan pada hari kerja Bank, maka Nasabah berjanji dan

19 Bank syariah tidak menetapkan kenuntungan

9

Page 10: Akad Al Qardh

dengan ini mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran pada hari

pertama Bank beroperasi

kembali.------------------------------------------

5. Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran oleh Nasabah kepada

Bank, maka Nasabah berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk

membayar biaya administrasi keterlambatan kepada Bank sebesar

Rp. ------------------------- untuk tiap-tiap hari keterlambatan,

terhitung sejak saat kewajiban pembayaran tersebut jatuh tempo

sampai dengan tanggal dilaksanakannya pembayaran kembali.------

Pinjam meminjam merupakan akad yang menitikberatkan pada

sikap tolong menolong atau ta’awun dan dengan demikian maka

balasannya akan berupa pahala dari Allah Swt. Salah satu prinsip yang

mendasari akad adalah prinsip ta’awun (saling menguntungkan) setiap

akad yang dilakukan harus bersifat saling menguntungkan semua pihak

yang berakad. Suatu akad harus memperhatikan kebersamaan. Dalam

surat Al Maidah ayat 2 menerangkan : “ … Hendaklah kamu tolong

menolong dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kamu tolong

menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan”. Ayat ini menerangkan

bahwa tolong menolong dalam ketaqwaan merupakan salah satu faktor

penegak agama karena saling tolong menolong akan menciptakan rasa

saling memiliki di antara umat sehingga akan lebih mengikat

persaudaraan. 20 Sedangkan dalam hadits nabi dikatakan bahwa ariah

(barang pinjaman) adalah barang yang wajib dikembalikan ( HR. Abu

Daud dan At—Tirmizi). Kaidah fiqh:“Setiap utang piutang yang

mendatangkan manfaat (bagi yang berpiutang, muqridh) adalah riba.”20 ? Abd.Shomad dan Trisadini P.Usanti, “ Asas-Asas Perikatan Islam dalam Akad Pembiayaan”, Yuridika, Volume 24, No.3. September-Desember, 2009, h.214

10

Page 11: Akad Al Qardh

Menurut bahasa Al Qardh adalah memotong. Dikatakan misalnya. “

saya melakukan qardh terhadap sesuatu dengan menggunakan gunting.”

Qardh adalah sesuatu yang engkau berikan kepada seseorang yang suatu

saat akan anda minta kembali. Seolah-olah engkau memotongnya dari harta

milikmu. Pinjaman itu sendiri terkadang berupa harta dan terkadang berupa

kehormatan. Secara terminologis arti peminjaman adalah menyerahkan harta

kepada orang yang menggunakannya untuk dikembalikan gantinya suatu

saat.21 Menurut istilah para ahli fikih, al qardh adalah memberikan suatu

harta kepada orang lain untuk dikembalikan tanpa ada tambahan. Al Qardh

(pinjam meminjam) hukumnya boleh dan dibenarkan secara syariat. Tidak

ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam hal ini. Orang yang

membutuhkan boleh menyatakan ingin meminjam. Ini bukan sesuatu yang

buruk, bahkan orang yang akan dipinjami justru dianjurkan (mandub). Dalil

mengenai hal ini terdapat dalam Al Quran : surat Al Baqarah ayat 245.22

Dari dalil-dalil tentang disyariatkannya al qardh diketahui bahwa pada

dasarnya hukum pinjam-meminjam adalah sunah bagi orang yang

meminjamkan dan mubah bagi orang yang meminjam. Ini adalah hukum al

qardh dalam situasi biasa. Terkadang ada situasi-situasi yang mengubah

hukumnya, bergantung pada sebab seorang meminjam. Oleh karena itu,

hukumnya bisa berubah sebagai berikut :23

21 ? Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Ash- Shawi, Ma La Yasa’ at-Tajira Jahluhu, diterjemahkan oleh Abu Umar Basyir dengan judul Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta, 2008,h.25422 ? Musthafa Dib Al-Bugha, Fiqh Al-Mu’awadhah, diterjemahkan oleh Fakhri Ghafur dengan judul : Buku Pintar Transaksi Syariah, Mizan Publika, Jakarta,2010.,h.5223 ? Ibid.,h.55

11

Page 12: Akad Al Qardh

Haram apabila seseorang memberikan pinjaman, padahal dia mengetahui

bahwa pinjaman itu akan digunakan untuk perbuatan haram seperti untuk

membeli minuman khamar, berjudi

Makruh apabila yang memberi pinjaman mengetahui bahwa peminjam

akan menggunakan hartanya bukan untuk kemaslahatan, tetapi untuk

berfoya-foya dan menghambur-hamburkannya. Begitu juga peminjam

mengetahui bahwa dirinya tidak akan sanggup mengembalikan pinjaman

itu.

Wajib, apabila ia mengetahui bahwa peminjam membutuhkan harta untuk

menafkahi diri, keluarga, dan kerabatnya sesuai dengan ukuran yang

disyariatkan, sedangkan peminjam itu tidak memiliki cara lain untuk

mendapatkan nafkah itu selain dengan meminjam.

Apabila transaksi pinjam meminjam telah sah, konsekuensi hukumnya harus

dijalankan yaitu berpindahnya kepemilikan harta yang dipinjam dari

pemberi pinjaman kepada peminjam. Dengan ketentuan peminjam harus

mengganti harta tersebut ketika orang yang meminjamkan menagihnya.24

Keberadaan dari pembiayaan Qardh – Al Hasan merupakan pembeda

dengan kredit pada bank konvensional karena salah satu fungsi bank syariah

adalah berfungsi sosial. Pembiayaan Qardh – Al Hasan ini sumber dananya

berasal dari zakat, infaq dan shodaqah dan diberikan atas dasar tolong

menolong, peminjam hanya berkewajiban mengembalikan jumlah pokok

yang diterima pada waktu yang telah disepakati. Tidak ada imbalan yang

diberikan oleh si peminjam terbatas pada biaya administrasi. Apabila si

peminjam tidak mampu mengembalikan dan dipastikan

24 Ibid.,h.61

12

Page 13: Akad Al Qardh

ketidakmampuannya maka dihapus seluruh kewajibannya. Sebagaimana

dalam hadits nabi SAW : “ Orang yang melepaskan seorang muslim dari

kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat;

dan Allah senantiasa menolong hambaNya selama ia (suka) menolong

saudaranya.” (HR.Muslim)

Al-Quran tidak mencela hutang, dengan menganjurkan secara terinci cara

mencatat hutang, sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 282 :

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuámalah (jual-beli, utang-piutang dan sebagainya) tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada utangnya. Jika yang berutang itu orang lemah akalnya atau lemah mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang lelaki diantaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil: dan janganlah kamu jemu menuliskan utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu adalah lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat untuk tidak menimbulkan keraguanmu, (tulislah muamalahmu itu ). Kecuali dalam hal perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, tidak ada dosa bagi kamu jika tidak menuliskannya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” 25

M.Quraish Shihab dalam Tafisr Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan

Keserasian Al-Quran menyebutkan ayat ini dikenal oleh para ulama dengan

nama ayat al-Mudayanah (ayat utang-piutang). Ayat ini menegaskan

25 ? Al Mizan, Al Quran Disertai Terjemahan dan Transliterasi, Mizan Pustaka, Bandung, 2010

13

Page 14: Akad Al Qardh

tentang anjuran atau menurut sebagian ulama kewajiban menulis utang

piutang dan mempersaksikannya di hadapan pihak ketiga yang

dipercaya/notaris, sambil menekankan perlunya menulis utang walau

sedikit, disertai dengan jumlah dan ketetapan waktunya.26 Perintah ayat ini

secara redaksional ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tetapi yang

dimaksud adalah mereka yang melakukan transaksi utang piutang, bahkan

secara lebih khusus adalah berutang. Ini agar yang memberi piutang merasa

lebih tenang dengan penulisan itu. Menuliskannya adalah perintah atau

tuntunan yang sangat dianjurkan, walau kreditor tidak memintanya.

Muamalah yang dimaksud adalah muamalah yang tidak secara tunai yakni

utang piutang. Apabila bertransaksi utang piutang tidak ditulis maka

transaksi tersebut tetap sah sepanjang memenuhi rukun dan syarat akad.

Dari ayat-ayat tersebut terdapat dua nasehat pokok untuk setiap

orang yang melakukan transaksi utang piutang, yaitu :27

a. Dikandung oleh pernyataan untuk waktu yang ditentukan. Ini bukan

saja mengisyaratkan bahwa ketika berutang masa pelunasannya

harus ditentukan, tetapi juga mengesankan ketika berutang

seharusnya sudah tergambar dalam benak pengutang, bagaimana

serta dan dari sumber mana pembayarannya diandalkan. Ini secara

tidak langsung mengantar sang muslim untuk berhati-hati dalam

berutang. Sedemikian keras tuntunan kehati-hatian sampai-sampai

26 ? M.Quraish Shihab, Tafisr Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume I, Lentera Hati, Jakarta, 2000, h.562-56327 ? Ibid

14

Page 15: Akad Al Qardh

Nabi SAW enggan menshalati mayat yang berutang tanpa ada yang

menjamin utangnya.

b. Perintah menulis utang piutang dipahami oleh banyak ulama

sebagai anjuran, bukan kewajiban.28 Demikian praktek para sahabat

Nabi ketika itu, demikian juga yang terbaca pada ayat berikut.

Memang sungguh sulit perintah itu diterapkan oleh kaum muslimin

ketika turunnya ayat ini jika perintah menulis utang piutang bersifat

wajib, karena kepandaian tulis menulis ketika itu sangat langka.

Namun demikian ayat ini mengisyaratkan perlunya belajar tulis

menulis karena dalam hidup ini setiap orang dapat mengalami

kebutuhan pinjam dan meminjamkan. Perintah menulis dapat

mencakup perintah kepada kedua orang yang bertransaksi, dalam

arti salah seorang menulis, dan apa yang ditulisnya diserahkan

kepada mitranya jika mitra pandai tulis baca. Bila mitranya tidak

pandai, atau keduanya tidak pandai, maka mereka hendaknya

mencari orang ketiga sebagaimana bunyi lanjutan ayat. Dan”

hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan

adil”. Yakni dengan benar, tidak menyalahi ketentuan Allah dan

perundangan yang berlaku dalam masyarakat.29 Dengan ditulis

utang tersebut dan disaksikan oleh dua orang saksi maka ada

kepastian hukum dan menghindari sengketa dikemudian hari. Bukti

28 ? Pada transaksi perbankan khususnya perintah menulis harus dimaknai sebagai kewajiban bukan sebagai anjuran, karena sangat riskan bagi perbankan bilamana transaksi perbankan dibuat secara lisan, bahkan kalau transaksi perbankan dibuat secara lisan maka berdosalah para pihak yang membuat transaksi tersebut. 29 ? Ibid, h.565

15

Page 16: Akad Al Qardh

tulisan merupakan salah satu dari alat-alat bukti sebagaimana diatur

pada pasal 1866 BW.

Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 19/DSN-MUI/IV/2001

Tentang AL-QARDH. Ditentukan bahwa Al-Qardh adalah pinjaman yang

diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan. Dan Nasabah al-

Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang

telah disepakati bersama. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat meminta jaminan kepada nasabah

bilamana dipandang perlu. Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan

(sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam

akad. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh

kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan

ketidakmampuannya, LKS dapat:

a. memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau

b. menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.30

LKS dapat memberikan sanksi kepada nasabah jika :

1. Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan

sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena

ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada

nasabah.

2. Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1

dapat berupa --dan tidak terbatas pada—penjualan barang jaminan. Jika

30 ? Dalam surat Al-Baqarah ayat 280 : “.. Dan jika orang yang berhutang di dalam kesempitan, tunggulah sehingga waktu lapang dan jika kamu sedekahkan, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

16

Page 17: Akad Al Qardh

barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi

kewajibannya secara penuh.31

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirangkum sebagai berikut:

No. Al Qardh/Al-Ariah Pinjam Meminjam

Dasar Hukum

Al Maidah ayat 2 Pasal 1754-1773 BW

keuntungan Tanpa keuntungan bunga

transaksi Transaksi nir laba Transaksi komersil

Hubungan para pihak

Orang yang memberi pinjaman (muqridh) dan orang yang meminjam (muqtaridh)

Kreditor-debitor

Jaminan Keberadaan jaminan bila dipandang perlu

Ada jaminan

31 ? Ketentuan umum dalam fatwa tentang al qardh juga diatur sama dalam Pasal 612 sampai Pasal 617 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008

17

Page 18: Akad Al Qardh

BAB III

PENUTUP

Pinjam meminjam merupakan akad yang menitikberatkan pada sikap

tolong menolong atau ta’awun dan dengan demikian maka balasannya akan

berupa pahala dari Allah Swt. Salah satu prinsip yang mendasari akad

adalah prinsip ta’awun (saling menguntungkan) setiap akad yang dilakukan

harus bersifat saling menguntungkan semua pihak yang berakad.

Akad tabarru’ adalah jenis akad yang berkaitan dengan transaksi non profit.

Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis yang mencari

keuntungan. Akad yang menitik beratkan pada prinsip tolong menolong

tidak mengutamakan mencari untung. Melakukan kebaikan yang

mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh akad tabarru’ salah

satunya adalah akad qardh. Menurut istilah para ahli fikih, al qardh adalah

memberikan suatu harta kepada orang lain untuk dikembalikan tanpa ada

tambahan. Al Qardh (pinjam meminjam) hukumnya boleh dan dibenarkan

secara syariat. Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam hal

ini.

18

18

Page 19: Akad Al Qardh

DAFTAR PUSTAKA

Mervyn Lewis and Latifa Algaoud, Islamic Banking, Edward Elgar,

Massachusetts,2001.

Trisadini Prasastinah Usanti, “ Karakteristik Prinsip Kehati-hatian Pada

Kegiatan Usaha Perbankan Syariah”, Disertasi, Pascasarjana,

Unair,2010,h. Lihat juga Muhamad Syafi’i Antonio , Bank Syariah:

Dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta,2001.

Muhamad Hidayat, An Introduction to The Sharia Economic, Zikrul Hakim,

Jakarta, 2010.

Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah Di Indonesia: Konsep, Implementasi

dan Institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta,

2006.

Abdul Rahman Ghazaly,et.al, Fiqh Muamalat, Kencana Prenada Media,

Jakarta, 2010.

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, RajaGrafindo,Jakarta, 2007.

Khairul Gahazali, Konsep Berhutang dalam Islam, Progressive Publishing

House SDN.BHD, Kuala Lumpur, 2009.

Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia,

Citra Media, Yogjakarta, 2006.

Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, dialih bahasakan oleh H.Kamaluddin A.

Marzuki, Alma’arif, Bandung, 1987.

Abd.Shomad dan Trisadini P.Usanti, “ Asas-Asas Perikatan Islam dalam

Akad Pembiayaan”, Yuridika, Volume 24, No.3. September-

Desember, 2009.

Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Ash- Shawi, Ma La Yasa’ at-Tajira

Jahluhu, diterjemahkan oleh Abu Umar Basyir dengan judul Fikih

Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta, 2008.

Musthafa Dib Al-Bugha, Fiqh Al-Mu’awadhah, diterjemahkan oleh Fakhri

Ghafur dengan judul : Buku Pintar Transaksi Syariah, Mizan

Publika, Jakarta,2010.

19

Page 20: Akad Al Qardh

Al Mizan, Al Quran Disertai Terjemahan dan Transliterasi, Mizan Pustaka,

Bandung, 2010

M.Quraish Shihab, Tafisr Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-

Quran, Volume I, Lentera Hati, Jakarta, 2000.

20