vol. v, edisi 18, november 2020 tantangan program...

16
Vol. V, Edisi 18, November 2020 Perkembangan Kinerja Foreign Direct Investment (FDI) dan Hambatannya p. 8 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Menakar Penerimaan dan Kebijakan Pajak 2021 di Tengah Ancaman Resesi p. 12 Tantangan Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) Melalui Penggunaan Dana Pelayanan Ketahanan Pangan & Pertanian (DPKPP) p. 3

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Vol. V, Edisi 18, November 2020

    Perkembangan Kinerja Foreign Direct Investment (FDI) dan

    Hambatannyap. 8

    ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

    Menakar Penerimaan dan Kebijakan Pajak 2021 di Tengah

    Ancaman Resesip. 12

    Tantangan Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) Melalui

    Penggunaan Dana Pelayanan Ketahanan Pangan & Pertanian

    (DPKPP)p. 3

  • 2 Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

    DALAM satu dekade terakhir, kinerja FDI Indonesia mengalami peningkatan. Namun, capaian tersebut masih tertinggal dibanding Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Kamboja. Ketertinggalan tersebut tidak terlepas dari berbagai hambatan investasi yang masih dihadapi oleh investor yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia, antara lain regulasi yang menghambat, serta permasalahan lahan dan ketenagakerjaan. Agar mampu mengejar ketertinggalan, pemerintah perlu memperbaiki implementasi OSS, menyusun dan menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) secara digital, melakukan upaya cepat dan konsisten dalam meningkatkan keterampilan, kompetensi dan kualitas tenaga kerja, serta memastikan peraturan turunan dan implementasi UU Cipta Kerja mampu meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara umum.

    ANCAMAN resesi kini tengah menghantui Indonesia yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 mencapai negatif 5,32 persen dan pada kuartal III kembali minus atau negatif 3,49 persen (yoy). Kondisi resesi ini telah menekan penerimaan pajak di seluruh pos dan beberapa sektor usaha besar akibat melambatnya aktivitas perekonomian. Dampaknya, realisasi penerimaan pajak hingga September 2020 baru mencapai 62,61 persen dari target dan memberikan potensi shortfall penerimaan pajak kembali terulang. Di tahun 2021, pemerintah optimis kondisi perekonomian dan penerimaan pajak kembali pulih. Namun, pemerintah tetap perlu mencermati dampak kebijakan perpajakan tahun 2020 terhadap penerimaan pajak di tahun 2021.

    Kritik/Saran

    http://puskajianggaran.dpr.go.id/kontak

    Dewan RedaksiRedaktur

    Dwi Resti PratiwiRatna Christianingrum

    Martha CarolinaAdhi Prasetio SW.

    EditorAde Nurul Aida

    Marihot Nasution

    TAHUN 2021 menjadi momentum penting bagi pemulihan ekonomi nasional, salah satu fokus program pemulihan ekonomi akan diberikan kepada ketahanan pangan dengan memberikan DAK Non Fisik baru berupa Dana Pelayanan Ketahanan Pangan dan Pertanian (DPKPP). Dana ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan melalui pemanfaatan lahan dan penganekaragaman pangan melalui program P2L yang dinilai cukup berhasil dan diharapkan mampu mengembalikan ketahanan pangan.

    Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,

    M.Si.Pemimpin Redaksi

    Slamet Widodo

    Tantangan Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) Melalui Penggunaan Dana Pelayanan Ketahanan Pangan &

    Pertanian (DPKPP)p.3

    Perkembangan Kinerja Foreign Direct Investment (FDI) dan Hambatannyap.8

    Menakar Penerimaan dan Kebijakan Pajak 2021 di Tengah Ancaman Resesi p.12

  • 3Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    Tantangan Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) Melalui Penggunaan Dana

    Pelayanan Ketahanan Pangan & Pertanian (DPKPP)

    oleh Adhi Prasetyo S.W.*)

    M. Rizal Firmansyah**)

    Pandemi Covid-19 menyebabkan terganggunya kegiatan perekonomian di semua lini usaha, termasuk sektor pertanian. Pemerintah perlu mengantisipasi dampaknya agar kesediaan pangan tetap stabil. Di samping itu, Food Agriculture Organization (FAO) memperkirakan jumlah orang yang kekurangan gizi akan meningkat hingga 132 juta pada tahun ini. Jumlah anak-anak yang kekurangan gizi akut juga akan meningkat sebesar 6,7 juta di seluruh dunia karena pandemi Covid-19. Dengan demikian, ketahanan pangan perlu terus dijaga sehingga terwujud sistem ketahanan pangan mandiri, berdaulat, berkelanjutan dan menyejahterakan masyarakat. Ketahanan pangan bisa dimulai dari tingkat rumah tangga. Hal tersebut didukung dengan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) dalam mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan demi memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal guna mewujudkan hidup sehat, aktif, dan produktif sebagaimana amanat Undang-Undang No. 18/2012 tentang Pangan.

    Salah satu upaya yang dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 pada Peraturan Pemerintah No. 17/2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi. Terlebih pada wilayah perdesaan pada umumnya masing-masing rumah tangga memiliki lahan pekarangan yang cukup luas. Lahan pekarangan tersebut dapat dioptimalkan guna memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga dengan melakukan penanaman sayuran, buah-buahan, ternak dan ikan. Hasil panen tersebut selain dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi rumah tangga sehingga mampu menghemat pengeluaran. Jika produksinya berlebih maka berpotensi menciptakan penghasilan tambahan rumah tangga apabila direncanakan dengan baik melalui komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi.

    Lebih lanjut, tulisan ini ingin mengulas mengenai Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik yang akan muncul di tahun 2021 yaitu Dana Pelayanan Ketahanan Pangan dan Pertanian (DPKPP) yang diarahkan guna mendukung pemda dalam menyukseskan Program

    AbstrakTahun 2021 menjadi momentum penting bagi pemulihan ekonomi nasional,

    salah satu fokus program pemulihan ekonomi akan diberikan kepada ketahanan pangan dengan memberikan DAK Non Fisik baru berupa Dana Pelayanan Ketahanan Pangan dan Pertanian (DPKPP). Dana ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan melalui pemanfaatan lahan dan penganekaragaman pangan melalui program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) yang dinilai cukup berhasil dan diharapkan mampu mengembalikan ketahanan pangan. Tulisan ini akan mengevaluasi Dana Ketahanan Pangan dan Pertanian serta memberikan rekomendasi yang dihadapi P2L mulai dari tanaman dan ternak, SDM dan kelembagaan sehingga DPKPP dapat mendukung P2L agar berjalan optimal.

    *) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

    transfer ke daerah

  • 4 Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    Gambar 1. Output dan Outcome DPKPP

    Sumber: DJPK

    Pekarangan Pangan Lestari (P2L) yang sebelum sudah ada. Dimulai dari gambaran singkat mengenai DPKPP kemudian pelaksanaan P2L yang sudah ada saat ini beserta tantangannya. Dari paparan mengenai DPKPP dan P2L maka kita akan mengetahui rekomendasi yang tepat diberikan kepada pemerintah agar DPKPP dapat berjalan optimal.

    Gambaran Singkat P2L dan DPKPP

    P2L merupakan salah satu program ketahanan pangan yang memiliki tingkat keberhasilan yang relatif tinggi. Hal ini dibuktikan dengan pencapaian target daerah yang berhasil mencapai 100 persen (Badan Ketahanan Pangan/BKP, Kementerian Pertanian/Kementan, 2020). Dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021 pemerintah menambahkan DAK Non Fisik jenis baru berupa DPKPP. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan. DPKPP sendiri mendapatkan alokasi sebesar Rp204 miliar yang disalurkan kepada Dinas Pertanian/Dinas Ketahanan Pangan pada provinsi, kabupaten/kota dengan memperhatikan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan guna mendukung kegiatan penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan bagi kelompok masyarakat yang melaksanakan program P2L.

    Tujuan DPKPP adalah meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan pangan rumah tangga sehingga mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga. Bentuk kegiatan DAK Non Fisik DPKPP berupa pembiayaan terhadap perluasan sasaran program P2L, program penyuluhan, pelatihan dan pendampingan pada daerah pelaksana program P2L dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pelaksana Dinas Pertanian dan Dinas Ketahanan Pangan pada provinsi dan kabupaten/kota. Adapun penyerapan

    dana serta ketercapaian output yang didukung dengan data capaian kualitas merupakan indikator yang digunakan dalam menilai kinerja DPKPP. Lebih lanjut untuk output dan outcome DPKPP dapat dilihat pada Gambar 1.

    Penjelasan P2L

    P2L merupakan perluasan penerima manfaat dan pemanfaatan lahan dari program sebelumnya yang bernama Kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), dimana pelaksanaannya sudah dilakukan oleh BKP Kementan sejak tahun 2010 hingga 2019. KRPL adalah sebuah konsep lingkungan perumahan penduduk yang secara bersama-sama mengusahakan pekarangannya secara intensif guna dimanfaatkan menjadi sumber pangan dan gizi keluarga secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek potensi sumber daya alam dan kebutuhan gizi warga setempat, dengan tujuan meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Sementara, kegiatan P2L dilaksanakan dalam rangka mendukung program pemerintah guna penanganan daerah prioritas intervensi stunting dan/atau penanganan prioritas daerah rentan rawan pangan atau pemantapan daerah tahan pangan.

  • 5Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    pendekatan pengembangan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), pemanfaatan sumber daya lokal (local wisdom), pemberdayaan masyarakat (community engagement), dan berorientasi pemasaran (go to market). Lebih lanjut, kegiatan P2L dilaksanakan melalui tahapan yang disajikan di Gambar 2.

    Tantangan DPKPP

    Meskipun DPKPP merupakan DAK Non Fisik jenis baru, namun dalam implementasinya DPKPP merupakan perluasan terhadap sasaran program P2L dengan memberikan pembiayaan terhadap 2.230 kelompok. Dengan demikian penulis melihat permasalahan yang sering terjadi pada kegiatan KRPL yang berjalan sejak tahun 2010 hingga 2019 cukup menggambarkan tantangan apa saja yang akan dihadapi oleh DPKPP. Penulis mengidentifikasi

    Kegiatan ini merupakan kegiatan pemberdayaan kelompok masyarakat untuk budidaya berbagai jenis tanaman melalui kegiatan kebun bibit, demonstration plot (demplot), pertanaman, dan pasca panen serta pemasaran. Kegiatan P2L dapat dilakukan pada lahan yang terbatas melalui hidroponik, lahan tidur dan/atau lahan kosong yang tidak produktif, dan/atau lahan yang ada di sekitar rumah/bangunan tempat tinggal/fasilitas publik, serta lingkungan lainnya dengan batas kepemilikan yang jelas seperti asrama, pondok pesantren, rusun, rumah ibadah dan lainnya sebagai penghasil pangan dalam memenuhi pangan dan gizi rumah tangga, serta berorientasi pasar guna meningkatkan pendapatan rumah tangga.

    Dalam rangka mencapai upaya tersebut, kegiatan P2L dilakukan melalui

    Gambar 2. Tahapan Kegiatan P2L

    Sumber: Badan Ketahanan Pangan

  • 6 Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    beberapa tantangan kegiatan P2L yang diperoleh dari berbagai sumber jurnal penelitian maupun laporan akhir kegiatan, diantaranya: pertama, perihal tanaman dan ternak. Tingkat mortalitas tinggi dalam beternak unggas, serangan hama tikus terhadap tanaman bibit/persemaian serta serangan hama dan penyakit pada sayuran organik kerap terjadi. Lebih lanjut, pakan ternak yang mahal serta kontribusi pakan ternak sebesar 60-80 persen terhadap biaya operasional merupakan tantangan yang dihadapi para kelompok binaan (Balitbang, 2012).

    Kedua, mengenai sumber daya manusia (SDM). Di beberapa daerah masih ditemui kasus kekurangan tenaga kerja pada saat musim tanam atau panen (Balitbang, 2012), sampai kesibukan anggota kelompok dengan tugas utama sebagai ibu rumah tangga yang mengurus keluarga sehingga proses perawatan tanaman sedikit terganggu (Adiwibowo, et al, 2019). Kemudian pemahaman dari masyarakat serta pendamping mengenai budidaya tanaman pekarangan yang masih

    perlu ditingkatkan, serta masih ditemui pendamping yang jarang melakukan pendampingan (Dinas Ketahanan Pangan, 2018). Selanjutnya, masih lemahnya kemampuan manajerial kelompok dalam mewujudkan kemandirian, diantaranya dalam pencatatan administrasi kegiatan pengelolaan kelompok yang belum rapi dan belum mampu memahami peran dan tanggungjawabnya masing-masing sehingga antar anggota saling mengandalkan (Adiwibowo, et al, 2019).

    Ketiga, tentang kelembagaan. Dukungan pemda dalam mendukung program KRPL umumnya masih dalam level sedang dan rendah. Lebih lanjut masih banyak KRPL yang belum melakukan pengembangan potensi pasar, di sisi lain kelebihan produksi dapat dijadikan sumber modal guna pembelian bibit, pupuk ataupun sebagai tambahan penghasilan (Sinarwati et. al, 2014). Setelah itu, koordinasi antar program pembangunan pertanian masih belum dapat dipadukan dengan baik (Balitbang, 2012).

    RekomendasiDalam pelaksanaannya program KRPL yang kini bertransformasi menjadi P2L masih menemui kendala, agar DPKPP dapat optimal dalam pelaksanaannya diperlukan beberapa penyempurnaan diantaranya: pertama, tentang tanaman dan ternak, pendamping perlu lebih menggiatkan pendampingan serta memberikan edukasi mengenai bagaimana perawatan tanaman dan ternak serta penanggulangan terhadap serangan hama dan penyakit pada sayuran organik. Selanjutnya, pemerintah melalui Kementan dapat mendorong agar kelompok P2L yang lokasinya dekat dengan persawahan untuk memanfaatkan limbah hasil panen padi berupa sekam padi atau dedak penggilingan gabah untuk dijadikan pakan ternak, dengan demikian biaya yang digunakan untuk membeli pakan dapat dialihkan untuk keperluan lainnya.

    Kedua, perihal SDM dilakukan melalui pemberian pelatihan teknis, manajemen usaha tani dan pengembangan jaringan bisnis terhadap kelompok masyarakat dan pendamping P2L secara berkala dengan demikian dapat meningkatkan kompetensi dan motivasi. Di sisi lain, pemda secara berkala mengadakan perlombaan atau pameran yang melibatkan kelompok-kelompok P2L sehingga interaksi antar anggota dan kelompok bisa lebih erat serta terbukanya jejaring komunitas P2L. Berkenaan dengan pendamping kelompok, pemda dapat melakukan pembenahan dengan memastikan pendamping yang direkrut memiliki pengalaman, kompetensi dan komitmen yang kuat serta melakukan

  • 7Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    evaluasi setiap semester terhadap para pendamping. Selain itu, selama masa pandemi Covid-19, hendaknya seluruh pihak yang terlibat dalam P2L dapat tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

    Ketiga, mengenai kelembagaan, pemda perlu berkomitmen penuh dalam memberikan dukungan dan memfasilitasi berbagai kebijakan yang terkait P2L. Pemda juga dapat mengintegrasikan dana desa dan program pembangunan pertanian lainnya untuk mendukung komoditas unggulan daerah melalui kegiatan P2L. Selanjutnya setelah diberikan pelatihan SDM mengenai manajemen usaha tani, pemda perlu memfasilitasi pemasaran dari P2L melalui kemitraan dengan swasta.

    Daftar Pustaka

    Badan Ketahanan Pangan. 2019. Petunjuk Teknis Bantuan Pemerintah Kegiatan Pekarangan Pangan Lestari Tahun 2020.Jakarta. Kementan

    Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2012. Analisis Kebijakan Dan Program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL). Jakarta. Kementan

    Dinas Ketahanan Pangan. 2018. Laporan Akhir Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan melalui Kawasan Rumah Pangan Lestari Tahun 2018 Kabupaten Rejang Lebong. Bengkulu. Dinas Ketahanan Pangan

    Direktorat Transfer Khusus. 2020. Kebijakan Dana Alokasi Khusus Non Fisik. Makalah disampaikan pada acara Diskusi di Pusat Kajian

    Anggaran. Jakarta. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

    Adiwibowo, Wahyuni, Sulaiman. Strategi Penguatan Modal Sosial Perempuan Tani dalam Pemanfaatan Lahan Pekarangan Terbatas di Kabupaten Bogor. Jurnal Penyuluhan, September 2019, Vol. 15 No. 2. Bogor. IPB

    Ulpah, Yulianti, Sinarwati. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kawasan Rumah Pangan Lestari di Pulau Sumatera. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 18, No.1, Maret 2015. Jakarta. Kementan

    Republika.co.id. 2020. Pandemi Covid-19 Ancam Ketahanan Pangan Global. Jakarta

  • 8 Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    Harrod-Domar mengemukakan bahwa investasi adalah syarat yang harus dipenuhi agar suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang tangguh atau steady growth dalam jangka panjang (Kambono, 2020). Investasi akan memberikan efek ganda bagi perekonomian suatu negara, baik dari sisi penawaran agregat maupun permintaan agregat. Dengan demikian, investasi merupakan salah satu determinan penting yang menentukan kemajuan perekonomian di suatu negara.Dalam satu dekade terakhir, investasi merupakan komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia terbesar kedua setelah konsumsi rumah tangga. Kontribusinya mencapai 32,17 persen setiap tahunnya. Dari sisi pertumbuhan, kinerja investasi pada periode 2010-2019 cenderung tidak memberikan hasil yang menggembirakan. Investasi hanya mampu tumbuh 5,65 persen setiap tahunnya dan trennya pun masih berfluktuatif. Bahkan pertumbuhan dalam lima tahun terakhir masih jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan 2011 yang mampu mencapai 8,14

    persen. Di 2020, kinerja investasi mendapat tekanan yang cukup besar akibat pandemi Covid-19. Per semester pertama 2020, investasi mengalami kontraksi sebesar 3,48 persen year on year (yoy). Dari sisi komponen pembentuk, salah satu sumber investasi tersebut berasal dari Penanaman Modal Asing atau Foreign Direct Investment (FDI). Tulisan ini akan membahas kinerja FDI sebelum dan selama masa pandemi Covid-19 serta hambatan masuknya FDI ke Indonesia.Perkembangan Kinerja FDI Selama Satu Dekade, Sebelum PandemiSecara umum, nilai FDI pada periode 2010-2019 mengalami kecenderungan meningkat setiap tahunnya, kecuali 2018 mengalami penurunan sebesar Rp43,9 triliun atau sebesar 10 persen dari tahun sebelumnya (Gambar 1). Pada 2019, kembali mengalami peningkatan sebesar 7,74 persen. Penurunan yang cukup drastis pada 2018 disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah sentimen perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok, pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat yang berefek pada arus keluar dari negara-negara emerging market, serta

    Perkembangan Kinerja Foreign Direct Investment (FDI) dan Hambatannya

    oleh Robby Alexander Sirait*)

    Linia Siska Risandi**)

    AbstrakDalam satu dekade terakhir, kinerja FDI Indonesia mengalami peningkatan.

    Namun, capaian tersebut masih tertinggal dibanding Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Kamboja. Ketertinggalan tersebut tidak dapat dilepaskan dari berbagai hambatan investasi yang masih dihadapi oleh investor yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia, antara lain regulasi yang menghambat, serta permasalahan lahan dan ketenagakerjaan. Agar mampu mengejar ketertinggalan, pemerintah perlu memperbaiki implementasi Online Single Submission (OSS), menyusun dan menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) secara digital, melakukan upaya cepat dan konsisten dalam meningkatkan keterampilan, kompetensi dan kualitas tenaga kerja, serta memastikan peraturan turunan dan implementasi UU Cipta Kerja mampu meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara umum.

    *) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected] **) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

    makroekonomi

  • 9Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    gejolak harga komoditas (Tempo.co, 2019; CNBC Indonesia, 2019).Dari sisi negara asal, sumber FDI terbesar di Indonesia selama satu dekade terakhir berasal dari Singapura dengan nilai kumulatif sebesar US$64,7 miliar. Posisi berikutnya berasal dari Jepang (US$34,6 miliar) dan Tiongkok (US$13,2 miliar). Berdasarkan sektor, sektor manufaktur atau industri pengolahan merupakan sektor terbesar penempatan FDI dalam satu dekade terakhir. Nilai kumulatifnya mencapai US$112,2 miliar. Artinya, sektor manufaktur merupakan sektor primadona bagi investor asing. Sedangkan primadona berikutnya adalah sektor jasa (US$100,9 miliar) dan sektor pertambangan (US$36 miliar).Perkembangan Kinerja Investasi FDI Selama Masa Pandemi Pada 2020, kinerja FDI mengalami tekanan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang menyebar ke berbagai negara. Pandemi ini tidak hanya memicu krisis kesehatan global, namun juga memicu krisis ekonomi global. Semakin meluasnya wabah ke berbagai negara memaksa sejumlah negara (termasuk Indonesia) menerapkan kebijakan pembatasan pergerakan orang, transportasi dan logistik secara masif untuk memutus rantai penyebaran. Akibatnya, perekonomian global mendapat tekanan yang luar biasa baik dari sisi supply maupun demand, serta dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi yang semakin meningkat. Kondisi ini berdampak pada kinerja investasi di berbagai negara,

    termasuk kinerja FDI di Indonesia.Berdasarkan laporan BKPM, realisasi FDI Januari-September 2020 telah mencapai sebesar Rp301,7 triliun atau 86,7 persen dari target 2020 sebesar Rp348,1 triliun, realisasi FDI hingga September 2020 mengalami kontraksi yang cukup besar, yakni sebesar 5,34 persen. Kontraksi yang cukup besar ini akibat dari kontraksi sebesar 9,17 persen pada kuartal I dan 6,96 persen pada kuartal II. Pada kuartal III-2020, kinerja FDI sudah mulai mengalami perbaikan yakni mampu tumbuh 1,05 persen yoy atau sebesar sebesar Rp 1,1 triliun dan tumbuh 8,71 persen dibanding kuartal II-2020. Pertumbuhan ini terutama ditopang oleh FDI yang berasal dari Singapura yang bertumbuh sebesar 27,7 persen.Berdasarkan komposisi negara, FDI terbesar pada kuartal III-2020 masih berasal dari Singapura, yakni sebesar US$2,49 miliar atau 33,8 persen. Kemudian, Tiongkok (US$1,08 miliar atau 14,9 persen) dan Jepang (US$0,92 miliar atau 12,2 persen). Berdasarkan sektor, realisasi FDI terbesar kuartal III 2020 adalah industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya, yakni mencapai US$1,6 miliar atau 21,6 persen. Kemudian sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi (US$1 miliar atau 13,5 persen) dan sektor listrik, gas dan air (US$0,9 miliar atau 12,2 persen). Capaian pada kuartal III-2020 ini mengakhiri tren kontraksi yang terjadi selama dua kuartal awal 2020. Capaian

    Gambar 2. Kinerja FDI Triwulan I 2019- Triwulan III 2020

    Sumber : BKPM, diolah

    Gambar 1. Perkembangan FDI Tahun 2010-2019

    Sumber : BKPM, diolah

  • 10 Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    ini dipengaruhi oleh kondisi penyebaran wabah yang sudah semakin terkendali dan mulai menurunnya derajat ketidakpastian ekonomi global. Namun, kinerja FDI kuartal terakhir 2020 masih tetap dibayang-bayangi ketidakpastiaan kapan berakhirnya wabah Covid-19. Kepastian adanya vaksin dan semakin terkendalinya penyebaran wabah akan menjadi kunci perbaikan kinerja investasi global, termasuk kinerja FDI di Indonesia. Beberapa Hambatan Masuknya FDI di IndonesiaPada bagian sebelumnya, telah dijelaskan bahwa capaian FDI Indonesia dalam periode 2010-2019 memang menunjukkan hasil yang terus mengalami peningkatan. Namun, hal tersebut belum cukup jika melihat indikator keberhasilan lain, yang diukur dari rasio nilai FDI terhadap PDB. Selama 15 tahun terakhir, FDI Indonesia masih berada pada kisaran 1,9 persen dari PDB. Angka ini cukup tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Filipina sebesar 2,6 persen, Malaysia 3,5 persen, Vietnam 5,9 persen, dan Kamboja 11,8 persen (Ramiayu dan Sirait, 2020). Ketertinggalan ini tidak dapat dilepaskan dari berbagai hambatan investasi yang masih dihadapi oleh investor yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia, baik sebelum maupun pada masa pandemi. Menurut data Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) angka indeks FDI Regulatory Restrictiveness Index Indonesia pada 2018 sebesar 0,313 atau tertinggi ketiga di dunia setelah Filipina sebesar 0,374 dan Arab Saudi sebesar 0,372 (Katadata.co, 2019). Artinya, hambatan regulasi merupakan determinan penghambat yang cukup tinggi terhadap masuknya FDI ke Indonesia. Hal ini sejalan dengan masih banyaknya regulasi di kementerian/lembaga dan daerah menghambat proses masuknya FDI ke Indonesia. Faisal Basri menyatakan bahwa mekanisme perizinan yang dalam negeri yang berbelit, membuat investor berpikir ulang. Terutama perizinan pemerintah

    pusat dan daerah yang sering tidak sejalan (Kontan.co, 2019). Memang, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik melalui Online Single Submission (OSS) untuk memberikan kemudahan berusaha terutama dari segi perizinan kepada investor. Namun dalam pelaksanaannya, OSS belum lengkap menyediakan jenis usaha dan perizinan yang ada di Indonesia dan persoalan sistem yang belum sepenuhnya terintegrasi dengan daerah. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Taufik Ahmad, sistem perizinan investasi satu pintu atau OSS tidak efektif, dikarenakan investor tidak mengetahui apakah daerah yang mereka pilih boleh berinvestasi atau tidak. Lebih lanjut, Taufik Ahmad menyebut BKPM tidak mampu menghadirkan peta ruang investasi yang detail di Indonesia, termasuk status tanah, kepemilikan, dan lahan-lahan yang diizinkan untuk kepentingan korporasi (Tempo.co, 2020).Permasalahan lain yang menghambat arus masuk FDI ke Indonesia adalah permasalahan lahan. Permasalahan ini meliputi beberapa hal antara lain: masih belum jelasnya pemetaan batas antara hak rakyat dengan lahan yang bisa diinvestasikan, sulitnya pembebasan lahan, belum semua daerah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), serta sulitnya memperoleh perizinan izin lokasi, izin mendirikan bangunan, pengurusan sertifikat laik fungsi dan perizinan lainnya (BKPM, 2020). Permasalahan berikutnya adalah ketenagakerjaan. Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang relatif masih redah atau terbatasnya jumlah tenaga kerja terampil merupakan salah satu hambatan dari sisi ketenagakerjaan (Bisnis, 2019; Ramiayu dan Sirait, 2020). Masalah ketenagakerjaan lainnya adalah biaya tenaga kerja. Direktur Eksekutif Center of Indinesiata Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, menyatakan bahwa biaya tenaga kerja merupakan salah

  • 11Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    RekomendasiBerangkat dari berbagai hambatan yang telah dijelaskan sebelumnya, ada beberapa alternatif kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah perlu memperbaiki implementasi OSS yang dinilai masih belum efektif menyederhanakan perizinan investasi. Kedua, pemerintah perlu menyusun dan menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) secara digital agar investor lebih mudah melihat lokasi investasi melalui RDTR secara online. Ketiga, perlu upaya yang cepat dan konsisten dalam meningkatkan keterampilan, kompetensi dan kualitas tenaga kerja agar dapat menjadi trade off yang menguntungkan bagi investor atas tingginya biaya tenaga kerja di Indonesia. Terakhir, peraturan turunan dan implementasi UU Cipta Kerja yang telah disahkan harus dipastikan mampu menciptakan kemudahan berusaha di Indonesia, tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara umum.

    satu cashflow perusahaan terbesar dan permasalahan yang ada di dalam negeri mengenal istilah pesangon. Sementara dalam dunia usaha di

    Vietnam dan Thailand tidak ada bayaran dan tunjangan yang diterima karyawan ketika mereka meninggalkan pekerjaan (Kontan, 2019).

    Daftar PustakaBisnis. 2019. Ini Dia 5 Masalah yang Sering Dikeluhkan Investor. Diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20190920/9/1150761/ini-dia-5-masalah-yang-sering-dikeluhkan-investor, tanggal 28 Oktober 2020.BKPM. 2020. Laporan Kinerja 2019. Jakarta: BKPM.CNBC Indonesia. 2019. Ini Sederet Alasan kenapa Investasi 2018 Loyo. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/market/20190130161424-17-53101/ini-sederet-alasan-kenapa-investasi-2018-loyo, tanggal 23 Oktober 2020.Katadata. 2019. Ekonom Sebut Dunia Usaha Harus Waspadai Ketidakjelasan Aturan di 2020. Diakses dari https:///katadata.co.id/happyfajrian/finansial/5e9a4c554f2b8/ekonom-sebut-dunia-usaha-harus-waspadai-ketidakjelasan-aturan-di-2020, tanggal 23 Oktober 2020.Kontan. 2019. BKPM Sampaikan 5 Keluhan Investor yang Menghambat Investasi ke Indonesia. Diakses dari https://nasional.kontan.co.id/news/bkpm-sampaikan-5-keluhan-investor-yang-hambat-investasi-ke-indonesia, tanggal 23 Oktober 2020.

    Kambono, Herman. 2020. Pengaruh Investasi Asing dan Investasi Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Akuntansi, Volume 12 Nomor 1, Mei 2020, hal. 137-145.Republika. 2020. BKPM Sebut Tiga Kendala Investasi di Indonesia. Diakses dari https://www.republika.co.id/berita//qej7q8370/bkpm-sebut-tiga-kendala-investasi-di-indonesia, tanggal 23 Oktober 2020.Ramiayu, Deasy Dwi, dan Sirait, Robby Alexander. 2020. Kebijakan Penurunan Tarif Pajak Untuk Daya Saing Investasi: Urgenkah? Dalam Buku Bunga Rampai Dinamika Isu-Isu Perpajakan di Indonesia. Jakarta: Pusat Kajian Anggaran. Tempo. 2020. Survei Sebut RI Negara Paling Rumit Untuk Bisnis Indef : Bukti OSS Tak Efektif. Diakses dari https://bisnis.tempo.co/read/1397021/survei-sebut-ri-negara-paling-rumit-untuk-bisnis-indef-bukti-oss-tak-efektif/full&view=ok, tanggal 23 Oktober 2020. Tempo.co. 2019. Kepala BKPM Jelaskan Alasan Penanaman Modal Asing Turun pada 2018. Diakses dari https://bisnis.tempo.co/read/1170458/kepala-bkpm-jelaskan-alasan-penanaman-modal-asing-turun-pada-2018, tanggal 23 Oktober 2020.

  • 12 Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    Dampak pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) kini menghantui berbagai negara di belahan dunia. Penurunan aktivitas perekonomian global secara langsung turut berdampak pada terkontraksinya pertumbuhan ekonomi dua kuartal berturut-turut atau yang lebih dikenal dengan istilah resesi. Hingga saat ini, tercatat sebanyak 22 negara yang masuk ke dalam jurang resesi akibat terkontraksinya perekonomian pada kuartal I dan II (CNBC, 2020). Pada kuartal I-2020, Indonesia pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tercatat sebesar 2,97 persen. Namun seiring dengan pandemi Covid-19 di kuartal II, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru tumbuh minus 5,32 persen. Belum berakhirnya kondisi ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III kembali minus atau negatif 3,49 persen (yoy). Menurut Menteri Keuangan, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tumbuh di kisaran negatif 2,9 persen sampai dengan negatif 1,1 persen (Kompas, 2020).Terkoreksinya pertumbuhan ekonomi berdampak pada penerimaan pajak. Pada kuartal I-2020, pertumbuhan ekonomi mencapai 2,97 persen dengan

    penerimaan pajak tumbuh negatif 2,47 persen. Di periode yang sama tahun 2019, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,07 persen dengan penerimaan pajak tumbuh mencapai 1,82 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa ada kecenderungan peningkatan aktivitas ekonomi dengan pertumbuhan penerimaan pajak. Sebaliknya, ketika pertumbuhan ekonomi menurun secara year-on-year (yoy), penerimaan pajaknya juga turun.Kegagalan pemerintah dalam mencapai target penerimaan pajak (shortfall) sejatinya bukan hal yang baru. Sejak 2004, penerimaan pajak mampu mencapai target hanya terjadi 2 kali, yaitu pada tahun 2004 dan 2008. Setelah periode tersebut, realisasi penerimaan pajak turun hingga mencapai titik terendah pada 2016 sebesar 81,6 persen. Seiring dengan kondisi pandemi, penerimaan pajak dirasionalisasi melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 72/2020, dimana penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp1.198,82 triliun. Oleh karena itu, tulisan ini ingin mengulas bagaimana dampak resesi terhadap capaian realisasi penerimaan pajak 2020 dan bagaimana kebijakan pajak pada 2021 di tengah bayang-bayang resesi.

    AbstrakAncaman resesi kini tengah menghantui Indonesia yang ditandai dengan

    pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 mencapai negatif 5,32 persen dan pada kuartal III kembali minus atau negatif 3,49 persen (yoy). Kondisi resesi ini telah menekan penerimaan pajak di seluruh pos dan beberapa sektor usaha besar akibat melambatnya aktivitas perekonomian. Dampaknya, realisasi penerimaan pajak hingga September 2020 baru mencapai 62,61 persen dari target dan memberikan potensi shortfall penerimaan pajak kembali terulang. Di tahun 2021, pemerintah optimis kondisi perekonomian dan penerimaan pajak kembali pulih. Namun, pemerintah tetap perlu mencermati dampak kebijakan perpajakan tahun 2020 terhadap penerimaan pajak di tahun 2021.

    Menakar Penerimaan dan Kebijakan Pajak 2021 di Tengah Ancaman Resesi

    oleh Deasy Dwi Ramiayu*)

    Mujiburrahman**)

    *) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

    pendapatan & pembiayaan

  • 13Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    Gambar 2. Realisasi Penerimaan Pajak (dalam triliun Rp)

    Sumber: APBN KiTa (Oktober, 2020)

    Realisasi Penerimaan Pajak Sulit Capai TargetHingga September 2020, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp750,62 triliun atau 62,61 persen dari target. Dibandingkan periode yang sama tahun 2019, penerimaan pajak terkontraksi sebesar 16,86 persen. Realisasi pajak PBB dan Pajak Lainnya merupakan yang tertinggi dibanding dengan PPN dan PPnBM serta PPh. Dilihat dari tingkat pertumbuhan, pajak PPh Migas justru terkontraksi paling dalam dimana mencapai minus 45,28 persen (yoy). Dari semua jenis pajak mengalami kontraksi dibandingkan dengan periode yang sama 2019, hanya jenis PPh orang pribadi (OP) yang mampu tumbuh positif. Dilansir dari APBN KiTa (Oktober, 2020) realisasi pajak PPh OP telah mencapai Rp9,55 triliun, atau tumbuh sebesar 1,97 persen. Adapun jenis PPN dan PPnBM Impor mengalami kontraksi negatif 13,61 persen. Pengamat DDTC bahkan memprediksi penerimaan pajak tahun 2020 mengalami shortfall hingga mencapai Rp479,5 triliun (Kontan, 2020). Penurunan ini disebabkan terkontraksinya seluruh jenis penerimaan pajak bila dibandingkan periode yang sama tahun 2019 (Gambar 2).Dari sisi sektoral, masih terjadi kontraksi penerimaan pajak dari sektor utama.

    Penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan terkontraksi sebesar 17,16 persen (yoy), sektor perdagangan tumbuh minus 18,42 persen (yoy) karena masih tertekan oleh impor dan penyerahan barang/jasa dalam negeri. Penerimaan pajak sektor jasa keuangan juga tumbuh minus 5,45 persen (yoy) sebagai akibat perlambatan kredit dan penurunan suku bunga. Penerimaan sektor pertambangan turun sebesar 42,78 persen karena penurunan harga komoditas. Turunnya kegiatan konstruksi dan penjualan properti turut menekan penerimaan pajak sektor konstruksi dan real estat sebesar 19,6 persen. Selain itu, penurunan pengguna transportasi terutama sub sektor angkutan udara karena mengalami PSBB dan travel ban/travel warning oleh beberapa negara dan pembangunan sarana penunjang terus menerus menggerus penerimaan pajak sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh negatif

    Gambar 1. Perkembangan Rasio Pajak & Realisasi Penerimaan Pajak Periode 2004- 2019

    Sumber: LKPP, diolah

    Uraian Target 2020Realisasi s/d Sept. 2020

    % thd Target

    Pertumbuhan 2019-2020

    Pajak Penghasilan (PPh) 670,38 441,79 65,90 -19,15

    - Non Migas 638,52 418,16 65,49 -15,91

    - Migas 31,86 23,63 74,17 -45,28

    PPN & PPnBM 507,52 290,33 57,21 -13,61

    PBB & Pajak Lainnya 20,93 18,50 88,39 -8,86

    Jumlah 1.198,82 750,62 62,61 -16,86

  • 14 Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    11,89 persen. Perlambatan ekonomi Indonesia dan transaksi perdagangan internasional sebagai akibat pandemi Covid-19 pada satu sisi menjadi faktor utama capaian realisasi penerimaan pajak yang tumbuh negatif. Pada sisi yang lain, efek pemberian insentif pajak untuk pemulihan ekonomi nasional cukup signifikan mempengaruhi penerimaan pajak terutama pajak PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25/29 dan PPN Dalam Negeri. Rendahnya capaian penerimaan di seluruh jenis pajak secara sektoral menyebabkan target pajak pada 2020 menjadi kurang rasional. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu (2020), realisasi penerimaan pajak 2020 diprediksi tidak mencapai target. Hal ini disebabkan realisasi penerimaan pajak telah bergeser jauh dari asumsi yang tertuang dalam Perpres No. 72/2020. Asumsi penerimaan pajak diperkirakan minus 10 persen, namun pada kenyataannya realisasi penerimaan pajak hingga Agustus 2020 telah terkontraksi mencapai 16,86 persen. Dengan prediksi kondisi pandemi yang belum pulih pada kuartal IV, maka penerimaan pajak hingga akhir tahun 2020 semakin sulit untuk mencapai target.Kebijakan Perpajakan Tahun 2021Dengan lesunya penerimaan pajak tahun 2020, shortfall berpotensi kembali terulang. Sebagai dasar perhitungan penerimaan pajak tahun 2021, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp1.229,5 triliun, atau naik 2,57 persen dari tahun 2020. Dari segi rasionalitas, dengan target pajak di tahun 2020 yang sulit dicapai, maka peningkatan target pajak tahun 2021 tentu menjadi tantangan besar bagi pemerintah di tengah ancaman resesi saat ini, kecuali jika pemerintah menciptakan terobosan kebijakan pajak. Namun dalam Kerangka Ekonomi Makro-Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2021 belum menyatakan adanya terobosan reformasi di bidang perpajakan karena merupakan kelanjutan dari agenda reformasi tahun 2017-2020. Kebijakan tersebut diantaranya: 1) dalam rangka akselerasi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi,

    rencana kebijakannya berupa pemberian insentif fiskal bagi dunia usaha dan relaksasi prosedural dan administrasi; 2) dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak, rencana kebijakan berupa penambahan objek dan subjek pajak baru, meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, menerapkan pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan, serta perbaikan tata kelola dan administrasi; dan 3) dalam perluasan basis pajak, pemerintah akan menggiatkan pengenaan pajak untuk Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Namun kebijakan ini masih relatif baru dan tentunya membutuhkan proses yang lama serta dampak terhadap penerimaan yang hanya akan signifikan dalam jangka panjang. Artinya, sejauh ini belum ada terobosan besar untuk meningkatkan penerimaan pajak di tahun 2021. Jika berkaca pada kinerja penerimaan pajak sebelumnya, sepanjang tahun 2016-2019, rata-rata capaian penerimaan pajak tercatat di kisaran 87 persen dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,1 persen. Sehingga dengan model kebijakan pajak yang sama, maka capaian penerimaan pajak tahun 2021 tidak jauh berbeda dari kisaran tersebut bahkan bisa lebih buruk di bawah ancaman resesi seperti saat ini. Artinya, jika pemerintah ingin mencapai target penerimaan pajak tahun 2021, diperlukan alternatif kebijakan pajak yang dapat berdampak cepat dan langsung bagi penerimaan negara. Selain itu, pemerintah juga perlu mengevaluasi kebijakan insentif pajak yang telah dan akan menggerus penerimaan pajak di tahun 2020 ataupun di masa depan.Salah satu contoh kebijakan tersebut yaitu penurunan tarif PPh Badan menjadi sebesar 22 persen di tahun 2020 dan 20 persen mulai tahun 2021. Sebagai akibat penurunan aktivitas ekonomi tahun 2020, pemerintah memberikan insentif pajak berupa penurunan tarif PPh Badan. Kebijakan ini menyebabkan penerimaan PPh Badan hingga September 2020 tumbuh negatif 30,4 persen (yoy). Namun penurunan tarif ini tetap akan berlanjut seterusnya

  • 15Buletin APBN Vol. V. Ed. 18, November 2020

    guna mendorong pendanaan investasi. Walaupun dengan asumsi adanya perbaikan perekonomian di tahun 2021, pemerintah tetap perlu mencermati dampak kebijakan penurunan tarif PPh Badan terhadap penerimaan pajak jangka panjang, terlebih lagi struktur perpajakan di Indonesia masih ditopang oleh PPh Badan. Jika tujuan pemerintah ialah untuk memberikan ruang

    pendanaan investasi, maka kebijakan ini dirasa kurang sesuai dengan agenda reformasi perpajakan yang menekankan optimalisasi penerimaan pajak. Sebaliknya, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kebijakan penurunan tarif di tahun depan mengingat dampaknya yang sangat besar terhadap penerimaan pajak.

    RekomendasiResesi ekonomi Indonesia turut menekan peluang penerimaan pajak di tahun 2020. Sampai dengan September 2020, hampir seluruh jenis penerimaan pajak serta sektor kontributor pajak terbesar mengalami kontraksi penerimaan. Kondisi ini menyebabkan penerimaan pajak tahun 2020 diprediksi gagal mencapai targetnya lagi. Pemerintah memprediksi bahwa aktivitas ekonomi dan penerimaan pajak akan kembali pulih pada 2021. Namun perlu diperhatikan dalam agenda reformasi perpajakan tahun 2021, pemerintah masih berfokus pada upaya ekstensifikasi serta intensifikasi semata, dimana dampak penerimaannya baru akan dirasakan dalam jangka panjang. Sementara ancaman resesi saat ini membutuhkan kebijakan pajak yang dapat memberikan setidaknya dampak langsung untuk mengurangi risiko shortfall di tahun 2021. Untuk itu, pemerintah perlu menyusun roadmap yang mencakup postur-postur penerimaan pajak yang paling terdampak di tahun 2020 serta mengevaluasi efektivitas kebijakan terkait pos penerimaan tersebut. Pemerintah juga perlu mencermati dampak kebijakan tertentu yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak dalam jangka panjang. Misalnya, kebijakan penurunan tarif PPh Badan yang bertujuan untuk menjaga pendanaan pelaku usaha. Kebijakan ini mungkin cocok diterapkan di tengah kondisi ini. Namun rencana penurunan tarif pada 2021 menjadi kurang rasional mengingat penerimaan pajak masih ditopang dari PPh Badan. Sebaliknya, pemerintah sebaiknya mencari alternatif kebijakan lain sesuai dengan pemetaan masalah, evaluasi, dan risiko dampak untuk menjaga penerimaan pajak tahun 2021 tetap optimal.

    Daftar PustakaBadan Pusat Statistik. Berita Statistik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020.CNBC Indonesia. 2020. Dahsyat Efek Corona Bikin 22 Negara Terjun ke Jurang Resesi. Diakses dari: https://www.cnbcindonesia.com/market/20200822083638-17-181198/dahsyat-efek-corona-bikin-22-negara-terjun-ke-jurang-resesi/1, pada 20 Oktober 2020.Kementerian Keuangan. APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) Edisi Oktober 2020.Kontan. 2020. Pengamat Prediksi Shortfall Pajak Rp479,5 triliun. Diakses dari: https://nasional.kontan.co.id/news/pengamat-prediksi-shortfall-pajak-2020-mencapai-rp-4795-triliun, pada 19 Oktober 2020.

    Kompas.com. Sri Mulyani Proyeksi Ekonomi Kuartal III Minus 2,9 Persen Siap-Siap Resesi?. Diakses dari: https://money.kompas.com/read/2020/09/22/125539726/sri-mulyani-proyeksi-ekonomi-kuartal-iii-minus-29-persen-siap-siap-resesi?page=all, pada 18 Oktober 2020.Kontan. 2020. Pemerintah Sudah Siapkan Kebijakan Perpajakan Tahun 2021, Apa Saja?. Diakses dari: https://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-sudah-siapkan-kebijakan-perpajakan-tahun-2021-apa-saja, pada 20 Oktober 2020.Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2004-2019.

  • “Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

    Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

    www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635

    Twitter: @puskajianggaranInstagram: puskajianggaran_dprri