web viewbegitu materi dalam saluran pencernaan masuk ke usus besar, sebagian nutrient telah dicerna...

242
KEADAAN BAYI DAN BALITA DI INDONESIA 1 Pengertian Bayi Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 12 bulan, namun tidak ada batasan yang pasti. Menurut psikologi, bayi adalah periode perkembangan yang merentang dari kelahiran hingga 18 atau 24 bulan. Masa bayi adalah masa yang sangat bergantung pada orang dewasa. Banyak kegiatan psikologis yang terjadi hanya sebagai permulaan seperti bahasa, pemikiran simbolis, koordinasi sensorimotor, dan belajar sosial. Pada masa ini manusia sangat lucu dan menggemaskan tetapi juga rentan terhadap kematian. Kematian bayi dibagi menjadi dua, kematian neonatal (kematian di 27 hari pertama hidup), dan post-neonatal (setelah 27 hari). Pemberian makanan dilakukan dengan penetekan atau dengan susu industri khusus. Bayi memiliki insting menyedot, yang membuat mereka dapat mengambil susu dari buah dada. Bila sang ibu tidak bisa menyusuinya, atau tidak mau, formula bayi biasa digunakan di negara-negara Barat. Di negara lain ada yang menyewa "perawat basah" (wet nurse) untuk menyusui bayi tersebut. Bayi tidak mampu mengatur pembuangan kotorannya, oleh karena itu digunakanlah popok. Popok yang digunakan bayi bisa berupa popok kain biasa atau popok sekali pakai (diapers). Dewasa ini, popok sekali pakai menjadi lebih populer penggunaannya dibandingkan popok kain biasa karena lebih praktis dan tidak terlalu merepotkan. Namun, masalah baru yang utamanya timbul akibat pemakaian popok sekali pakai

Upload: dangkhuong

Post on 30-Jan-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEADAAN BAYI DAN BALITA DI INDONESIA

1 Pengertian Bayi

Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 12 bulan, namun tidak ada

batasan yang pasti. Menurut psikologi, bayi adalah periode perkembangan yang merentang

dari kelahiran hingga 18 atau 24 bulan. Masa bayi adalah masa yang sangat bergantung pada

orang dewasa. Banyak kegiatan psikologis yang terjadi hanya sebagai permulaan seperti

bahasa, pemikiran simbolis, koordinasi sensorimotor, dan belajar sosial. Pada masa ini

manusia sangat lucu dan menggemaskan tetapi juga rentan terhadap kematian. Kematian bayi

dibagi menjadi dua, kematian neonatal (kematian di 27 hari pertama hidup), dan post-

neonatal (setelah 27 hari).

            Pemberian makanan dilakukan dengan penetekan atau dengan susu industri khusus.

Bayi memiliki insting menyedot, yang membuat mereka dapat mengambil susu dari buah

dada. Bila sang ibu tidak bisa menyusuinya, atau tidak mau, formula bayi biasa digunakan di

negara-negara Barat. Di negara lain ada yang menyewa "perawat basah" (wet nurse) untuk

menyusui bayi tersebut.

            Bayi tidak mampu mengatur pembuangan kotorannya, oleh karena itu digunakanlah

popok. Popok yang digunakan bayi bisa berupa popok kain biasa atau popok sekali pakai

(diapers). Dewasa ini, popok sekali pakai menjadi lebih populer penggunaannya

dibandingkan popok kain biasa karena lebih praktis dan tidak terlalu merepotkan. Namun,

masalah baru yang utamanya timbul akibat pemakaian popok sekali pakai adalah masalah

ruam popok. Kulit bayi yang masih sensitif lebih sering tertutup dan menjadi sulit bernapas

sehingga memungkinkan timbulnya masalah ruam dan iritasi pada kulit bayi. Meskipun

masalah ruam popok merupakan masalah yang biasa terjadi, namun bila dibiarkan begitu saja

tanpa penanganan yang tepat bisa timbul masalah yang cukup serius seperti peradangan dan

infeksi kulit bayi.

2 Keadaan Kesehatan Bayi dan Anak Balita di Indonesia

Saat ini keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia menjadi hal penting

untuk diperhatikan dan dibahas. Pada beberapa masa sebelum dekade 1980an, masalah

kesehatan ibu dan anak belum terlalu mendapatkan perhatian serius. Bahkan kasus kematian

ibu dan balita pun masih menjadi sebuah fenomena kesehatan yang cukup memprihatinkan.

Menginjak pada dekade 1990an, kesehatan ibu menjadi sorotan penting di dalam program

kesehatan, khususnya terkait dengan masalah reproduksi, kehamilan dan persalinan. Di jaman

modern setelah melewati abad keemasan, yaitu era 21 ini, kesehatan ibu masih terus dipantau,

namun kesehatan bayi dan anak balita menduduki ranking pertama di dalam program-

program kesehatan. Anak, bayi dan balita merupakan generasi penerus bangsa. Di situlah

awal kokoh atau rapuhnya suatu Negara, dapat disaksikan dari kualitas para generasi

penerusnya. Jika terlahir anak-anak dengan tingkat kesehatan yang rendah, tentulah kondisi

bangsa menjadi lemah dan tidak mampu membangun negaranya secara optimal.

Saat ini distribusi dan frekuensi terjangkitnya penyakit  bayi dan anak balita seperti

diare, disentri, cacar, campak dan penyakit-penyakit berbahaya lain mengalami penurunan

yang cukup drastis dibandingkan beberapa masa sebelumnya. Keberhasilan program

imunisasi yang digelar oleh pemerintah nampaknya memberikan hasil yang tidak

mengecewakan. Meskipun di beberapa waktu terakhir ini sempat diberitakan mengenai

adanya vaksin  DPT yang menimbulkan kematian pada bayi, namun saat ini kasusnya masih

terus dipelajari. Akan tetapi secara keseluruhan, program imunisasi telah mampu menurunkan

tingkat kesakitan pada bayi dan balita cukup signifikan.

Keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia juga menyangkut  masalah gizi

buruk. Peningkatan kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat ditunjang dengan system

informasi dan tingginya tingkat pendidikan masyarakat, meningkatkan kesadaran rakyat

untuk memperhatikan kondisi kesehatan anak-anak. Orang tua berlomba memberikan yang

terbaik bagi buah hatinya. Meskipun di beberapa lapisan masyarakat masih ada yang kurang

sejahtera, namun tingkat kepedulian masyarakat lain pun juga relatif bagus sehingga keadaan

kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia bias lebih terkontrol.

Jakarta - Survei Demografi Kntatao Inckinesia (SDKI) 121 mit Departemen

Kesehatan (Depkes) mengungkapkan.rata-rata per tahun terdapat 401 bayi di Indonesia yang

meninggal dunia sebelum umurnya mencapai 1 tahun.

Bila dirinci. 157.000 bayi meninggal dunia per tahun, atau 430 bayi per hari. Angka

Kematian Balita (Akaba), yaitu 46 dari 1.000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirinci,

kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari. Parahnya,

dalam rentang waktu 2002-2007, angka neonatus tidak pernah mengalami penurunan.

Penyebab kemauan terbanyak pada periode ini disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik),

kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan akut (Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007).

3 Angka Kesakitan Dan Kematian Bayi Dan Balita

            Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia (Kompas, 2006). Derajat kesehatan anak

mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa

memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa.

Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau

penataan pembangunan bangsa (Kompas, 2006).

Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat

digunakan, antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan angka

harapan hidup waktu lahir.

4. Angka Kesakitan Bayi Dan Balita

            Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan

anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan

anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan

pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor social ekonomi, dan

pendidikan ibu.

Angka kesakitan bayi dan balita didapat dari hasil pengumpulan data dari sarana

pelayanan kesehatan (Facility Based Data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan

pelaporan.

 Adapun beberapa indikator dapat diuraikan sebagai berilkut:

1.   Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit polio telah dilakukan melalui gerakan

imunisasi polio. Upaya ini juga ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi

secara aktif terhadap kasus-kasus AFP kelompok umur <15 tahun hingga dalam kurun waktu

tertentu, untuk mencari kemungkinan adanya virus polio liar yang berkembang di masyarakat

dengan pemeriksaan spesimen tinja dari kasus AFP yang dijumpai. Ada 4 strategi dalam

upaya pemberantasan polio, yaitu: imunisasi (yang meliputi peningkatan imunisasi rutin

polio, PIN, dan Mop – up), surveilans AFP, sertifikasi bebas polio, dan pengamanan virus

polio di laboratorium

2.   TB Paru

Merupakan penyakit infesi yang meular pada sistem parnafasan yang disebabkan oleh

mikrobakteium tuberculosa yag dapat megenai bagian paru.proses peularan melalui udara

atau langsung seperti saat batuk Upaya pencegahan dan pemberantasan TB Paru dilakukan

dengan pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau

pengobatan TB paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

(Depkes RI, 2007) Pada tahun 2007 terdapat kasus BTA (+) sebanyak 758 orang, diobati 758

orang, dan yang sembuh 693 orang (91,42%).

3.   Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Dari

beberapa hasil SKRT diketahui bahwa 80% - 90% dari seluruh kasus kematian akibat ISPA,

disebabkan oleh pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab kematian pada balita dengan

peringkat pertama hasil Surkesnas 2001. ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi

dan balita diduga karena pneumonia merupakan penyakit yang akut dan kualitas

penatalaksanaan masih belum memadai.

4.   HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS)

Penderita penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan meskipun berbagai upaya

pencegahan dan penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk

antar wilayah, menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia, meningkatnya

penyalahgunaan NAPZA melalui penyuntikan, secara stimultan telah memperbesar tingkat

resiko penyebaran HIV/AIDS. Pada Penkajian anak yang terinfeksi dengan HIV positif dan

AIDS meliputi : indetitas terjadinya HIV positif atau AIDS pada anak rata – rata dimasa

perinatal sekitar usia 9-17 bulan.keluhan utamanya adalah demam dan diere berkepanjangan,

takipne,batuk,sesak nafas,dan hopoksia.kemudian diikuti adanya perubahan berat badan yang

turun secara drastis.

5.   Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh wilayah propinsi.

Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian relatif tinggi.

Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada awalnya pola

epidemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir

mengalami perubahan dengan periode antara 2 – 5 tahunan, sedangkan angka kematian

cenderung menurun. Pengkajian pada anak dengan DBD di temukan adanya peningkatan

suhu yang mendadak di sertai menggigil,adanya perdarahan kulit seperti petekhie, ekimosis,

hematom, epistaksis, hematemesis bahkan hematemesis melena.

6.   Diare

   Angka kesakitan diare hasil survey tahun 1996 yaitu 280 per 1000 penduduk dan episode

pada balita 1,08 kali per tahun. Menurut hasil SKRT dalam beberapa survei dan Surkesnas

2001, penyakit diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita (Depkes RI,

2003). Pada kasus kematian yang tinggi biasanya jumlah kematian terbanyak terjadi pada

usia balita ketika saat itu mereka rentan terhadap penyakit. Statistik menunjukkan bahwa

lebih dari 70% kematian disebabkan Diare, Penumonia, Campak, Malaria, dan Malnutrisi.

(Depkes RI, 2007). Pegkajian pada anak di tandai dengan frekuensi BAB pada bayi lebih dari

3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali per hari, bentuk cair pada buang air besar nya

kadang –kadang di sertai oleh lender dan darah, nafsu makan menurun warna nya lama-

kelamaan hijau –kejauan karena tercampur empedu.

7.   Malaria

   Pada tahun 2007 perkembangan penyakit Malaria di Kabupaten Banyuwangi yang dipantau

melalui Annual Pavasite Lincidence (API) dari hasil SPM penderita Malaria yang diobati

sebesar 100% (3.153 penderita). Sedangkan penderita klinis sebanyak 3.141 dan terdapat 12

penderita positif Malaria. sampai saat ini penyakit Kusta masih menjadi salah satu masalah

kesehatan masyarakat.

8.   Kusta

   Dalam kurun waktu 10 tahun (1991 – 2001), angka prevalensi penyakit Kusta secara nasional

telah turun dari 4,5 per 10.000 penduduk pada tahun 1991, lalu turun menjadi 0,85 per 10.000

penduduk pada tahun 2001, pada tahun 2002 prevalensi sedikit meningkat menjkadi 0,95 per

10.000, dan pada tahun 2003 kembali menurun menjadi 0,8 per 10.000 penduduk. (Depkes

RI, 2003). Meskipun Indonesia sudah mencapai eliminasi Kusta pada pertengahan tahun

2000.

9.   Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ ditekan dengan pelaksanaan

program imunisasi. Pada Profil Kesehatan ini akan dibahas penyakit Tetanus Neonatorum,

Campak, Difteri, Pertusis, dan Hepatitis B.

a)   Tetanus Neonatorum

Jumlah kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus dengan angka

kematian (CFR) 56% (Depkes RI, 2003). Angka ini sedikit menurun dibanding tahun

sebelumnya. Hal ini diduga karena meningkatnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.

Namun secara keseluruhan CFR masih tetap tinggi. Penanganan Tetanus Neonatorum

memang tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha pencegahan, yaitu Pertolongan

Persalinan yang higienis ditunjang dengan Imunisasi Tetanus Toxoid pada ibu hamil.

b)   Campak

     Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

Sepanjang tahun 2003 frekuensi KLB Campak menempati urutan keempat, setelah DBD,

Diare, dan Chikungunya dengan CFR 0,34% (Depkes RI, 2003).

c)   Difteri, Pertusis, Hepatitis B

Di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 tidak terdapat kasus Pertusis dan Hepatitis B.

Tetapi pada tahun 2007 ini terdapat kenaikan jumlah kasus Difteri, yaitu sebesar 2 kasus, dari

tahun sebelumnya yang tidak terdapat kasus Difteri.

Angka Kematian Bayi Dan Balita

            Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan

anak (WHO, 2002) karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini.

Tingginya angka kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh berbagai factor, diantaranya

adalah factor penyakit infeksi dan kekurangan gizi. Beberapa penyakit yang saat ini masih

menjadi penyebab kematian terbesar dari bayi, di antaranya penyakit diare, tetanus, gangguan

perinatal, dan radang saluran napas bagian bawah (Hapsari, 2004).

            Penyebab kematian bayi yang lainnya adalah berbagai penyakit yang sebenarnya

dapat dicegah dengan imunisasi, seperti tetanus, campak, dan difteri. Hal ini terjadi karena

masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk member imunisasi pada anak.

            Kematian pada bayi juga dapat disebabkan oleh adanya trauma persalinan dan

kelainan bawaan yang kemungkinan besar dapat disebabkan oleh rendahnya status gizi ibu

pada saat kehamilan serta kurangnya jangkauan pelayanan kesehatan dan pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan (WHO, 2002).

            Indonesia masih memiliki angka kematian bayi dan balita yang cukup tinggi. Masalah

tersebut terutama dalam periode neonatal dan dampak dari penyakit menular, terutama

pneumonia, malaria, dan diare ditambah dengan masalah gizi yang dapat mengakibatkan

lebih dari 80% kematian anak (WHO, 2002).

          Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi

belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara

garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.

            Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah

kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan

oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat

konsepsi atau didapat selama kehamilan.

            Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang

terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-

faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

            Tiga penyebab utama bayi meninggal adalah akibat berat badan rendah sebesar 29

persen, mengalami gangguan pemapasan sebesar 27 persen dan masalah nutrisi sebesar 10

persen," ungkap dr Badriul Hegar SpA(K), Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (TDAI),

dalam acara talkshow "Di Balik Kematian Bayi dan Balita dalam Rangka Hari Kesehatan

Nasional 2009" di Jakarta Convention Center Jumat (4/12). Hal itu dilakukan dengan

memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, termasuk memberi

rujukan, di mana setiap janin dalam kandungan harus tumbuh dengan baik dan bayi yang

lahir harus sehat dan selamat.

Status Gizi

            Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat kesehatan anak. Status

gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai

kematangan yang optimal. Gizi yang cukup juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh

sehingga diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi ini dapat membantu

untuk mendeteksi lebih dini risiko terjadinya masalah kesehatan. Pemantauan status gizi

dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dalam merencanakan perbaikan status kesehatan

anak.

Angka Harapan Hidup Waktu Lahir

            Angka harapan hidup waktu lahir dapat dijadikan tolok ukur selanjutnya dalam

menentukan derajat kesehatan anak. Dengan mengetahui angka harapan hidup, maka dapat

diketahui sejauh mana perkembangan status kesehatan anak. Hal ini sangat penting dalam

menentukan program perbaikan kesehatan anak selanjutnya. Usia harapan hidup juga dapat

menunjukkan baik atau buruknya status kesehatan anak yang sangat terkait dengan berbagai

factor, seperti factor social, ekonomi, budaya, dan lain-lain.

ANGKA KESAKITAN DAN KEMATIAN BAYI DAN BALITA

1.  Keadaan kesehatan bayi dan balita di Indonesia

       Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, perkembangan dan peningkatan kualitas

hidup anak merupakan upaya penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Upaya

kelangsungan hidup, perkembangan dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak

masa dini kehidupan, yaitu masa dalam kandungan, bayi dan balita. Kelangsungan hidup

anak itu sendiri dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal-awal kehidupannya,

yaitu tidak sampai mencapai usia satu tahun atau usia di bawah lima tahun.

       Bidan sebagai salah satu anggota tim kesehatan berkewajiban untuk ikut serta dalam

upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan peninkatan kualitas hidup anak indonesia.Hal

ini sesuai dengan kompetensi yang harus di kuasai sseorang bidan bekaitan dengan kesehatan

bayi  dan balita, terutama  berkenanan dengan bermutu tinggi dan komperensif pada  bayi

baru lahir sehat sampai usia 1 bulan dan kompetensi ke 7 yaitu : bidan memberikan asuhan

yang bermutu tinggi dan kompehensif pda bayi dan balita sehat usia 1 bulan sampai 5 tahun.

       Kelangsunan hidup anak ditunjukan dengan angka kematian bayi (AKB) dan angka

kematian balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita indonesia adalah

tertinggi di negara ASEAN lainnya hal ini perlu dipahami  dan ditinjak lanjuti oleh bidan dan

petugas kesehatan lainnya, menggingat indonesia memiliki beban yan berat karena wilayah

sangat luas serta jumlah penduduk yang banyak dan sangat heterogen. Sebagai anggota

organisasi profesi di bidang kesehatan, bidan harus berperan aktif dalam upaya menurunkan

angka kematian bayi dan balita.

       Hal ini selaras dengan tujuan pembanggunan milenium atau millenium development

goald’s (MGGs) nomor-empat(4), yaitu menurunkan angka kematian anak smpai 2/3nya pada

tahun 2015 penyebab kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh diare dan

penomonia (sri rezeki H,2009) banyak faktor yang menyebabkan kematian anak ini, namun

beberapa penyebab utama adalah keterlambatan mengakses pelayanan kesehatan.

Keterlambtan ini dapat disebabkan karena kurang ‘aware’-nya orang tua, jarak rumah ke

fasilitas yang jauh, atau kurangnya saran dan sumber daya manusia (SDM), termasuk

kurangnya tenaga bidan di fasilitas kesehatan yang dekat denan masyarakat untuk

menurunkan angka kesehatan dan kematian bayi dan balta di indonesia maka perlu

ditingkatkan pera post pelayanan terpadu (posyandu) serta menmpatkan bidan-bidan di post

persainan desa (polindes), menginggat beban wilayah indonesia yang sangat luas. Untuk itu,

program  pemerintah dalammemperbanyak bidan desa merupakan hal yang sangat “Urgent”

untuk memantau dan membantu kesehatan bayi dan balita yang jauh dari fasilitas kesehatan.

Hal ini karena membawa bayi/balita yang sakit ke rumah sakit bukanlah pemecah yang baik,

tetapi juga harus diktifkan pusat-pusat pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan, termasuk

bidan di tingkat desa yang dapat menjangkau masyarakat luas.

2. Angka kematian dan kesakitan bayi

a. Angka kematian bayi (AKB)

Angka kematian (mortalitas) digunakan untuk menggambarkan pola penyakit yang terjadi di

masyarakat. Kegunaan dari menggetahui angka kematian ini adalah sebagai indiktor yang

digunakan sebagai ukuran derajat  kesehatan untuk melihat status kesehatan penduduk dan

keberhasilan pelayanan kesehatan dan upaya penggobtan yang dilakukan.

Sementara itu yang dimaksud dengan kematian  bayi adalah kematian yang terjadi antara

disaat bayi lahir sampai bayi belum tepat berusia 1 tahun. Jadi, Angka kematian bayi (AKB)

adalah banyaknya kematian bayi berusia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada 1 tahun

tertentu .secara garis besar, ada pula yang membagi kematian bayi menjadi 2 berdasarkan

penyebab yaitu:

         Neonatal atau disebut juga kematiann bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi

pada bulan pertama  setelah dilhirkan. Kematian bayi neonatal atau bayi baru lahir ini

disebabkan oleh faktor-faktor anak sejak lahir, yang diperoleh orang tuanya disaat konsepsi

atau didapat selama kehamilan.

         Kematian postnatal atau disebut dengan kematian bayi endogen adalah kematian bayi

yang terjad setelah usia 1 bulan sampai menjelang usia 1 tahun yang disebabkan oleh faktor-

faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan.

Angka kematian bayi menggambarkan keaadaan sosial ekonomi dimana angka kematian

tersebut dihitung. Kegunaan angka kematian bayi utuk penggembngan perencanaan berbeda

antara kematian neonatal (bayi baru lahir) dan kematian bayi yang lainnya. Karena kematian

neonatal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan program pelayanan

kesehatan  ibu hamil, misalnya program pemberan pil besi dan suntikan anti tetanus.

Sedangkan kegunaan angka kematian post natal (usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun) sama

dengan kegunaan angka keatian anak atau balita. Namun secara garis besar, angka kematian

bayi  (AKB) per 1000 kelahiran hidup ini merupakan indikator yang paling sensitif untuk

mencerminkan permasalahan kesehatan yan berhubungan dengan faktor penyebab kematian

bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak, status gizi ibu,

upaya keluarga berancana (KB) kondisi kesehatan lingkungan dan sosial ekonomi keluarga.

Angka kematian Bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 1997 sebesar 52 per 1000 kelahiran

hidup. Pada tahun 1997 tersebut, angka kematian bayi (AKB) terendah adalah 29 per 1000

kelahiran hidup (DKI Jakarta) dan tertinggi 98 per 1000 kelahiran hidup (Nusa Tenggara

Barat). Menurut profil kesehatan 1996, selain provinsi BTB, terdapat 9 provinsi lain yang

mempunyai angka kematian bayi di atas nasional, yaitu : Lampung, Sumatera Selatan,

Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Irian Jaya, Sulawesi Tenggara,

Kalimantan Selatan dan Timor Timur (Waktu itu masih menjadi wilayah Indonesia).

Menurut survei kesehatan rumah tanggan (SKRT) tahun 2001, angka kematian bayi baru

lahir (0-28 hari) adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Yang berarti bahwa jumlah kematian

bayi baru lahir adalah : 89.770 bayi baru lahir per tahun atau 246 bayi baru lahir per hari atau

10 bayi baru lahir per jam. Sedangkan, angka kematian bayi (0-12 bulan), menurut SKRT

tahun 2001 adalah 35 per 1000 kelahiran hidup. Yang berarti jumlah kematian bayi adalah

157.000 bayi per tahun atau 430 bayi per hari atau 18 bayi per jam. Tahun 2009, depkes RI

mentargetkan penurunan angka kematian bayi baru lahir (Neonatal) dari 20 bayi baru lahir

per 1000 kelahiran hidup menjadi 5 bayi baru lahir per 1000 kelahiran hidup. Sementara itu,

target penurunan angka kematian bayi adalah dari 35 bayi per 1000 kelahiran hidup menjadi

26 bayi per 1000 kelahiran hidup.

     b. Angka Kesakitan Bayi

Angka kesakitan (morbiditas) adala perbandingan antara jumlah penduduk karena penyakit

tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun,dan dinyatakan dalam per 100

penduduk kegunaan dari mengetahui angka kesakitan ini adalah sebagai indikator yang

digunakan untuk menggambarkan pola peyakit tertentu .angka kesakitan bayi adalah

perbandingan antara jumlah penyakit bayi tertentu yang ditemukan di wilayah tertentu pada

kuru waktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit bayi tertentu yang ditemukan disuatu

wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen .

3. Angka Kesakitan Balita

Angka kesakitan balita berkaitan dengan kesakitan oleh karena adanya penyakit akut (seperti

penyakit pernafasan, infeksi, atau trauma), penyakit kronik, atau kecacatan pada masa balita.

Angka kesakitan balita adalah perbandingan antara jumlah kasus penyakit balita tertentu yang

ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit tertentu

yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen.

     Contoh lainnya adalah :

Angka kesakitan penyakit (difteri / pertusis / tetanus / Tneonatorum / campak / polioHepatitis

B) dengan jumlah anak balita pada periode waktu yang sama dikalikan seratus persen.

4. Penyebab Terjadinya Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan Balita

Angka kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. Penyebab

angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumoni

(ISPA) dan diare. Untuk itu petugas kesehatan, termasuk bidan hendaknya terus berupaya

meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kemauannya untuk menanggulangi berbagai

masalah, termasuk pneumonia dan diare. Berikut ini akan dikemukakan pembahasan tentan

kedua penyakit tersebut (Pneumonia dan diare) untuk dapat membantu bidan memahami

tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit pneumonia dan diare. Sehingga diharapkan

bidan dapat memberikan pelayanan dan perhatian yang optimal terhdap kesehatan bayi dan

balita.

     A.   ISPA  dan Pneumonia

1) Pengertian ISPA

Istilah ISPA yang merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut

diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan padanan dari istilah

Inggris Acute Respiratori Infection.

ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah suatu kelompok penyakit

yang menyerang saluran pernafasan.

Secara anatomis, ISPA dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu : ISPA atas dan Ispa

Bawah, dengan batas anatomis adalah suatu bagian dalam tenggorokkan yang

disebut epiglotis .

ISPA Atas (Acute Upper Respiratori Infection)

ISPA Atas yang perlu diwaaspadai adalah radang saluran tenggorokkan atau

otitis. Paringitis, yang disebabkan kuman tertentu (Streptococcus hemoliticus)

dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung (Endokargitis). Sedangkan radang

telinga tengah yang tidak diobati dapat berakibat terjadinya ketulian.

ISPA Bawah (Acute Lower Respiratori Infection)

Salah satu ISPA Bawah yang berbahaya adalah Pneumonia

2) Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai dengan

batuk dan kesukaran bernafas. Balita yang terserang pneumonia dan tidak segera

diobati dengan tepat sangat mudah meninggal.

Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parenkhim paru.

Pada umumnya pneumonia pada masa anak digambarkan sebagai bronkho-

pneumonia yang mana merupakan suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia

lobular (Adanya infiltrat pada sebagian area pada kedua lapangan atau bidang

paru dan sekitar bronki) dan pneumonia interstitial (Difusi Bronkiolitis dengan

eksudat yang jernih di dalam dinding alveolan tetapi bukan diruang alveolar).

Bakterial pneumonia lebih sering mengenal lobular dan sering juga terjadi

konsilidasi lobular sedangkan viral penumonia menyebabkan inflamasi pada

jaringan interstitial.

Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parynchema paru, pada umumnya

pneumonia pada masa anak digambarkan sebagai broncho pneumonia, yang

mana merupakan suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia lobular (Adanya

infiltrat pada sebagian area pada kedua lapangan atau bidang paru dan sekitar

bronchi) dan pneumonia interstitial (Diffusi Bronchiolitis dengan eksudat yang

jernih didalam dinding alveolar tetapi bukan diruang alveolar). Bakterial

pneumonial lebih sering mengenai lobular dan sering juga terjadi konsilidasi

lobular, sedangkan viral pneumonial menyebabkan inflamasi pada jaringan

interstitial.

3) Klasifikasi Pneumonia

Secara anatomi, pneumonia dapat dikenal sebagai berikut :

Pneumonia lobaris, dimana yang terserang adalah seluruh atau sekmen yang besar dari

satu atau lebih lobus pumonary. Apabila kedua paru yang terkena, maka hal ini dapat

disebut sebagai bilateral atau “Doubel” pneumonia (Pneumonia Lobular).

Broncopneumonia (Pneumonia Lobular) yang dimulai pada terminal bronchiolus

menjadi tersumbat dengan eksudat muco porulen sampai membentuk gabungan pada

daerah dekat lobulus.

Interstitial pneumonia yang mana adanya suatu proses inflamasi yang lebih atau hanya

terbatas didalam dinding alveolar (Interstitium) dan peribronchial dan jaringan inter

lobular.

Istilah lain yang menggambarkan pneumonia adalah haemorhagi fibrinous dan

necrotic, pneumonitis adalah suatu inflamasi akut yang berlokasi pada paru tanpa

dihubungkan dengan toxemia pada pneumonia lobar.

4) Penyebab ISPA dan Pneumonia

Disamping disebabkan oleh lebih dari 300 jenis kuman, baik berupa bakteri, virus

maupun rickettsia. Penyebab pneumonia pada balita di negara berkembang adalah

bakteri, yaitu streptococcus pneumonia dan haemophylus influenzae.

5) Patogenesis Pneumonia

Pneumonia masuk kedalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan ataupun

secara droplet. Proses radang pneumonia dibagi dalam 4 stadium :

o Stadium 1 : Kongesti

Kapiler melebar dan kongesti didalam alveolus terdapat eksudat jernih.

o Stadium II : Hepatisasi Merah

Lobus  dan lobulus yang terkena menjadi lebih padat dan tidak mengandung udara, warna

menjaddi merah, pada perabaan seperti hepar, didalam alveolus terdapat fibrin.

o Stadium III : Hepatisasi Kelabu

Lobus masih padat dan berwarna merah menjadi kelabu/pucat, permukaan pleura, karena

meliputi oleh fibris dan leucocyt, tempat terjadi pagositosis pneumococcus dan kapiler tidak

lagi kongesti.

o Stadium IV : Resolusi

Eksudat berkurang, didalam alveolus macrofag bertambah dan leucoccyt nectrosis serta

degenerasi lemak, fibrin kemudian diekskresi dan menghilang.

     6) Gambaran Klinis Pneumonia

Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas dengan tanda-

tanda :

o Suhu meningkat mendadak 39-40 derajat celcius, kadang-kadang disertai kejang karena

demam yang tinggi.

o Anak gelisah, dyspnoe, pernafassan cepat dan dangkal disertai cuping hidung dan sianosis

sekitar mulut dan hidung kadang-kadang disertai muntah dan diare.

o batuk setelah beberapa hari sakit, mula-mula batuk kering kemudian batuk produktif.

o Anak lebih sering pada sebelah dada yang terinfeksi

o Pada auskultasi dengan ronci basah nyaring halus dan sedang

     7) Faktor Resiko

          a. Pneumonia

Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko yaitu, faktor yang mempengaruhi

dan memprmudah penyakit. Secara umum ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu keadaan sosial

ekonomi dan cara mengasuh dan mengurus anak, keadaan gizi dan cara pemberian makanan,

serta kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Sedangkan faktor resiko untuk pneumonia

telah di identifikasikan secara rinci yaitu faktor yang meningkatkan terjadinya (Morbilitas)

pneumonia dan faktor yang meningkatkan terjadinya kematian (Mortalitas) pada pneumonia.

          b. ISPA

Secara umum terdapat 3 faktor resiko terjadinya ISPA yaitu Faktor lingkungan, faktor

individu anak, serta faktor perilaku.

1.Faktor Lingkungan

     a. Pencemaran udara di dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrassi

tinggi dapat merusak dan mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya

ISPA. Hali ini dapat terkjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur

terletak didalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita anak

bermain. Hal ini dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada dirumah

bersama-sama ibunya sehingga dosisi pencernaan akan lebih tinggi.

Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara diantaranya ada

peningkatan resiko bronchitis. Pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih

terpolusi, dimana efeek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6-10 tahun.

b. Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan bayi baik

secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

Membebaskan udara ruangan dari bau-bau, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar

lain dengan cara pengenceran udara

Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan

Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiassi tubuh, kondisi,

evaporasi atau keadaan eksternal.

 c. Keadaan hunian rumah

Kepadatan hunian didalam rumah menurut mentri kesehatan nomor

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal

menempati luas rumah 8m2. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan

penyakit dan melancarkan aktifitas. Penilitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara

kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi

udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.

2. Faktor Individu Anak

     a. Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernafasan oleh virus

melonjak pada bayi usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA

tertinggi pada umur 6-12 bulan.

     b. Berat Badan Lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan balita. Bayi dengan

berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan

dengan Berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena

pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit

infeksi, terutanama pneumonia dan sakit saluran pernafassan lainnya.

Penelitian menyebutkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan

meningkatkan kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan in menetap setelah

dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan

bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi

terhadap penyakit saluran pernafasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.

     c. Status gizi

Memasukkan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak

dipengaruhi oleh : Umur,  keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis

pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari anak itu sendiri.

Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : Berat badan lahir,

panjang badan, lingkar lengan atas. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko

yang penting untuk terjadinya ISPA beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya

hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering

mendapat pneumonia.

Balita dengan gizi yang kurang akan mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi

normal karena faktor daya tahan tubuh berkurang. Penyakit infeksi sendiri akan

menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi.

Pada keadaan gizi kurang balita mudah lebih mudah terserang “ISPA Berat” bahkan

serangannya lebih lama.

     d. Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap 6 bulan posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada

balita dari umur 1-4 tahun. Balita yang mendapatkan vitamin a yang lebih dari 6 bulan

sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya

suatu penyakit sebesar 96,6 %. Pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.

Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan

peningkatan titer anti body yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup

tinggi.

Bila antibody yang ditunjukkan terhdapat bibit penyakit dan bukan sekedar anti gen asing

yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhdap bibit

penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha masal

pemberian Vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anak pra-sekolah

seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang sebagai

satu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap

anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam

keadaan yang sebaik-baiknya.

     e. Status Imunisasi

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapatkan kekebalan

alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA

berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

seperti Difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar

dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas

ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita akan mempunyai status imunisasi

lengkap bila penderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi

lebih berat.

Cara yang paling terbukti efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan

pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia

balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat

dicegah.

3.  Faktor Prilaku

Faktor prilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita

dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu

ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang

berkumpul dan tingal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan

berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan,

maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit

ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat dan keluarga. Hal ini

perlu mendapatkan perhatian serius oleh kita ssemua karena penyakit ini banyak menyerang

balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita

mengetahui dan trampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.

Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan

mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak

balitanya tidak menjadi berat.

Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3

kategori yaitu : Perawatan penunjang oleh ibu balita, tiindakan yang segera dan pengamatan

tentang perkembangan penyakit balita, pencariaan pertolongan pada pelayanan kesehatan.

4.   Usaha yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan

balita berkaitan dengan ISPA dan Pneumonia

Seperti halnya berbagai upaya kesehatan, pemberantasan ISPA dilaksanakan oleh pemerintah

dalam hali ini Departemen Kesehatan termasuk di dalamnya petugas kesehatan(Bidan)

bersama masyarakat.

Dalam upaya penanggulangan pneumonia, Departemen Kesehatan telah menyiapkan sarana

kesehatan (seperti puskesmas, pembantu atau pustu, puskesmas, rumah sakit) untuk mampu

memberikan pelayanan penderita ISPA, pneumonia dengan tepat dan segera. Teknologi yang

dipergunakan adalah teknologi tepat guna yaitu teknologi deteksi dini pneumonia balita yang

dapat diterapkan oleh sarana kesehatan terdepan.

Caranya adalah dengan melihat ada tidaknya tarikan dinding dada kedalam dan menghitung

frekuensi (gerakan) nafas pada balita yang batuk atau sukar bernafas.

    Upaya pencegahan ISPA dan Pneumonia

Pencegahan ISPA dan pneumonia dilaksanakan melalui upaya peningkatan kesehatan seperti

imunisasi, perbaikan gizi dan perbaikan lingkungan permukiman. Peningkatan pemerataan

cakupan kualitas pelayanan kesehatan juga akan menekan morbilitas dan mortalitas ISPA dan

pneumonia

Pemerintah telah membangun rumah sakit, puskesmas, pustu (Puskesmas pembantu)

diseluruh tanah air. Pemerintah juga telah menempatkan bidan di desa-desa untuk

menggalangkan hidup bersih dan sehat, menggalangkan produksi dan distribusi obat generik

serta melaksanakan program kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu.

    Peranan masyarakat dan penanggualangan ISPA dan pneumonia

Peranan masyarakat sangat menentukan kebehasilan upaya penanggulangan ISPA dan

pneumonia. Yang terpenting adalah masyarakat memahami cara deteksi dini dan cara

mendapatkan pertolongan (care seeking). Akibat berbagai sebab, termasuk hambatan

geografi, budaya dan ekonomi, pemerintah juga menggerakan kegiatan masyarakat seperti

posyandu, pos obat desa, dan lain-lainnya untuk membantu balita yang menderita batuk atau

kesukaran bernafas yang tidak dibawa berobat sama sekali.

Selanjutnya seluruh masyarakat perlu mempraktean cara hidup yang bersih dan sehat agar

dapat terhindar dari berbagai penyakit.

B. Diare

     1. Pengertian Diare

          Berikut ini diuraikan beberapa pengertian tentang diare, antara lain

o  Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, kadang-kadang disertai dengan

darah dan lendir.

o  Diare akut cair adalah buang air besar dengan peningkatan frekuensi buang air

besar dengan konsistensi tinja cair tanpa terlihat darah. sedangkan yang dimaksud

diare akut adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.

o  Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih

dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula

bercampur lendir dan darah atau lendir saja. (ngastiah,1997).

     2. Penyebab Diare

          Diare dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :

o Faktor Infeksi

Infeksi Enteral : Merupakan infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama

diare pada anak. Rotafirus merupakan penyebab utama infeksi (70-80%), sedangkan bakteri

dan parasit ditemukan 10-20% pada anak.

o Faktor Malabsorbsi (Gangguan Absorbsi)

Seperti gangguan absorbsi karbohidrat (Pada bayi dan anak yang tersaring adalah intoleransi

laktosa), malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein.

o Faktor Makanan

Seperti alergi makanan, basi, beracun.

o Faktor Psikologis

Seperti rasa takut dan cemas.

     3.Patogenesis

Patogenesis sangat berbeda dan bervariasi sesuai dengan penyebabnya, misalnya diare yang

disebabkan oleh bakteri, patogenesisnya adalah sebagai berikut :

o Bakteri masuk kedalam saluran cerna melalui makanan atau minuman, kemudian

berkembang biak didalam saluran cerna dan pengeluaran toksin.

o Toksin merangsang epitel usus dan menyebabkan peningkatan enzim untuk mempunyai

kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari dalam sel kelumen usus

serta menghambat absorbsi natrium, klorida dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini

akan menyebabkan peninggian tekanan osmotik didalam lumen usus. Akibatnya terjadi

hiperperistaltik usus yang sifatnya mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen

usus, sehingga cairan dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar. Bila

kemampuan penyerapan kolon (Usus Besar) berkurang atau sekresi cairan melibihi

kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.

     4.  Patofisiologis

          Sebagai akibat diare akan terjadi :

o Dehidrasi

o Gangguan Keseimbangan asam-bassa atau metabolik asidosis

o Hipoglikemia

o Gangguan Gizi

o Gangguan Sirkulas

5. Usaha yang dilakukan untuk Menurunkan Angka Kesakitan & Kematian pada Bayi

Indikator MDGs ke Empat : Menurunkan Kematian Anak

Dalam MGDs yang telah disepakati para pimpinan dunia, ada 8 tujuan (GOALs) yang ingin

dicapai diantara tahun 1999-2015. Untuk mencapai 8 tujuan MDGs ini harus jelas definisi

dan konsep indikator yang akan digunakan, pada postingan sebelumnya penulis telah

memaparkan pencapaian MDGs untuk penurunan kematian anak di Polewali Mandar. Namun

bagaimana penggunaan indiktornya (terutama definisi dan konsepnya) belum dijelaskan pada

postingan tersebut, berikut penulis memposting indikator pencapaian MDGs untuk

menurunkan angka kematian anak. Targetnya selama tahun 1990 – 2105  setidaknya dapat

menjadi pedoman untuk daerah lain  dalam menurunkan angka kematian balita sebesar dua

per tiganya. Untuk mencapai target ini ada dua indikator dibuat yaitu

Indikator global atau nasional untuk memonitoring pencapaian Target ke empat

yaitu angka kematian balita, angka kematian bayi  dan proporsi campak pada

bayi yang telah mencapai usia 1 tahun.

Indiktor lokal untuk memonitoring pencapaian target keempat yaitu

pemantauan terhadap pencapaian target MDGs untuk tingkat lokal

kabupaten/kota dan kecamatan yang dapat dilakukan dengan indikator proksi

tertentu.

Berikut penjelasan kedua (Indikator global dan lokal)  indiktor tersebut :

INDIKATOR GLOBAL ATAU NASIONAL

UNTUK MEMONITORING PENURUNAN ANGKA KEMAATIAN ANAK

1.Angka Kematian Balita (AKABA)

AKABA adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum

mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Nilai normatif

Akaba > 140 sangat tinggi, antara 71 – 140 sedang dan <20 rendah.

Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan

kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan

kesehatannya. AKABA kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk.

Mengingat kegiatan registrasi penduduk di Indonesia belum sempurna sumber data ini belum

dapat dipakai untuk menghitung AKABA. Sebagai gantinya AKABA dihitung berdasarkan

estimasi tidak langsung dari berbagai survei.

Definisi Operasional Kematian Balita  dapat diurakan sebagai  Kematian yang terjadi pada

balita sebelum usia lima tahun Rumusnya

Sumber datanya dapat melalui Survey dan atau Catatan data kematian balita yang

meninggal di sarana kesehatan.

2.Angka Kematian Bayi (AKB)

AKB adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun AKB per 1000

kelahiran hidup pada tahun yang sama. Nilai normatif AKB kurang dari 40 sangat sulit

diupayakan penurunannya (hard rock), antara 40-70 tergolong sedang namun sulit untuk

diturunkan, dan lebih besar dari 70 tergolong mudah untuk diturunkan.  Indikator ini terkait

langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi

dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB

cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada Akaba. Meskipun target

program terkait khusus dengan kematian balita, AKB relevan dipakai untuk memonitor

pencapaian target program karena mewakili komponen penting pada kematian balita.

Definisi operasional dari angka kematian bayi terdahulu harus diketahui  yaitu pengertian dari

“Lahir Mati” yaitu Kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28

minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Kemudian Kematian Bayi yaitu

Kematian yang terjadi pada bayi sebelum mencapai usia satu tahun.

Sumber datanya dapat melalui survei atau catatan data kematian bayi yang meninggal di

sarana kesehatan.

Proporsi imunisasi campak (PIC) pada anak yang berusia 1 tahun

PIC adalah perbandingan antara banyaknya anak berumur 1 tahun yang telah menerima

paling sedikit satu kali imunisasi campak terhadap jumlah anak berumur 1 tahun, dan

dinyatakan dalam persentase. Indikator ini merupakan suatu ukuran cakupan dan kualitas

sistem pemeliharaan kesehatan anak di suatu wilayah. Imunisasi adalah unsur penting untuk

mengurangi kematian balita.

Sumber datanya dapat diperoleh melalui Catatan Program Imunisasi di Puskesmas atau

Form LB3 dan atau Program Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

INDIKATOR LOKAL  UNTUK MEMONITORING KEMAJUAN

KABUPATEN DAN KECAMATAN

Angka kematian anak dan angka kematian bayi untuk tingkat Kecamatan tidak tepat jika

diperoleh dari survey yang berskala nasional. Hal ini karena rancangan sampel diperuntukkan

untuk menggambarkan angka kematian anak dan bayi tingkat Kabupaten dan atau tingkat

propinsi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk menggambarkan angka kematian anak

dan angka kematian bayi digambarkan dengan indikator program yang dilaksanakan dalam

upaya menurunkan angka kematian balita dan angka kematian bayi, antara lain persentase

BBLR, cakupan kunjungan bayi, persentase pemberian vitamin A, cakupan pemberian ASI

eklusif, pemantauan pertumbuhan menggunakan data SKDN.

Berikut ini adalah definisi operasional, rumus dan sumber data indikator tersebut.

Persentase Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Definisi Operasionalnya yaitu  Bayi dengan BBLR adalah keadaan bayi lahir dengan berat

badan (BB) < 2500 gram yang ditimbang pada saat lahir atau hari ke 7 setelah lahir

Perlu diingat BBLR sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensi ≥ 5 %

Sumber data dapat diperoleh Catatan Program Gizi di Puskesmas (PWS Gizi, & LB3 KIA)

dan atau Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PWS Gizi, SIRS/RB)

Presentase Balita dengan BGM (Bawah Garis Merah)

Definisi Operasionalnya yaitu Balita dengan BGM (Bawah Garis Merah) adalah Balita

dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada pada dan di bawah garis merah pada KMS

Sumber datanya berupa Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi) dan atau Program

Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi, PWS Gizi)

Pemantauan Pertumbuhan menggunakan data SKDN

SKDN adalah singkatan dari pengertian kata-katanya yaitu

S adalah Seluruh balita yang ada di wilayah kerja

K adalah jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS atau buku KIA

D adalah jumlah seluruh balita yang Ditimbang

N adalah balita yang Naik berat badannya sesuai dengan garis pertumbuhan

Catatan: Presentase N/D merupakan indikator keberhasilan program Sumber datanya dapat

diperoleh Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi) dan atau Program Gizi Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi/ PWS Gizi)

Cakupan Kunjungan Bayi

Definisi Operasional yaitu Kunjungan Bayi adalah kunjungan bayi (umur 1-12 bulan)

termasuk neonatus (umur 1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan

standar oleh dokter, bidan, perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit

4 kali (bayi), 2 kali (neonatus) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Kunjungan Neonatus adalah kunjungan neonatus (umur 1-28 hari) untuk memperoleh

pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, perawat yang memiliki

kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 2 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu

tertentu.

Sumber datanya berupa Catatan Program Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas atau Form

LB3 dan atau Program Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Cakupan pemberian vitamin A pada balita

Definisi Operasional yaitu Balita mendapat kapsul Vit.A, 2 kali/tahun adalah Bayi umur 6-11

bulan mendapat kapsul vitamin A -1 kali dan anak umur 12-59 bulan mendapat kapsul

vitamin A dosis tinggi 2 kali per tahun di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

Sumber datanya dapat diambil pada Catatan Program Gizi di Puskesmas atau Form LB3 dan

atau Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Persentase Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif

Definisi Operasional yaitu Pemberian ASI Ekslusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu saja

kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa makanan atau minuman lain, kecuali

obat, vitamin dan mineral

Perlu diperhatikan Target cakupan pemberian ASI Ekslusif 0-6 bulan tahun 2010 adalah 80

%

Sumber datanya berupa Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi, LB3 KIA, Kohort

ASI) dan atau Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi, LB3 KIA)

Desa/kelurahan Universal Child Imunization

Definisi Operasional yaitu Desa /kelurahan Universal Child Immunization (UCI) adalah Desa

atau Kelurahan UCI adalah desa/kelurahan dimana ³ 80% dari jumlah bayi yang ada di desa

tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap pada satu kurun waktu tertentu.

Imunisasi dasar Lengkap adalah imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3

dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis DPT dan atau DPT/HB ( telah

dilaksanakan di seluruh Indonesia mulai tahun 2007), 1 dosis Campak.  Pada ibu hamil dan

wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis DT,

1 dosis campak dan 2 dosis TT.

Sumber datanya dapat diperoleh Catatan Program Imunisasi di Puskesmas atau Form LB3

dan atau Program Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Perlu diketahui MDGs Merupakan kesepakatan tujuan pembangunan yang disarikan dari

berbagai konferensi dan pertemuan tingkat dunia sepanjang dekade 1990, yang bermuara

pada dikeluarkannya Deklarasi Millenium pada tahun 2000. Berangkat dari Deklarasi

tersebut makaUnited Nation on Development Programme (UNDP) telah bekerja sama dengan

departemen PBB lainnya, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan the

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk menyepakati

tujuan, target, dan indikator yang terukur untuk menilai kemajuannya.

Keseluruhannya dari Millenium Development Goals terdiri dari 8 tujuan, 18 target, dan lebih

dari 40 indikator, Pada tahun 2002 Pemimpin dunia telah menyepakati pencapaian 

Millenium Development Goals yang selanjutnya disingkat MDGs.

Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) ini  harus dicapai dalam kurun waktu 1990-2015:

Pertama          : Memberantas kemiskinan dan kelaparan, 

Kedua             : Mewujudkan pendidikan dasar, 

Ketiga             :Meningkatkaan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, 

Keempat         : Mengurangi angka kematian bayi, 

Kelima            : Meningkatkan kesehatan ibu,

Keenam          : Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, 

Ketujuh          : Pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan 

Kedelapan      : Mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan.

ANATOMI FISIOLOGI

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN

  Pengertian Sistem Pernapasan Manusia

Respirasi atau pernapasan merupakan pertukaran Oksigen (O2) dan karbondioksida

(CO2) antara sel-sel tubuh serta lingkungan. Semua sel mengambil Oksigen yang akan

digunakan dalam bereaksi dengan senyawa-senyawa sederhana dalam mitokondria sel untuk

menghasilkan senyawa-senyawa kaya energi, air dan karbondioksida. Jadi, pernapasan juga

dapat di artikan sebagai proses untuk menghasilkan energi. Pernapasan dibagi menjadi 2

macam, yaitu:

1. Pernapasan Eksternal (luar) yaitu proses bernapas atau pengambilan Oksigen dan

pengeluaran Karbondioksida serta uap air antara organisme dan lingkungannya.

2. Pernapasan Internal (dalam) atau respirasi sel terjadi di dalam sel yaitu sitoplasma dan

mitokondria.

Sistem pernapasan terdiri atas saluran atau organ yang berhubungan dengan

pernapasan. Oksigen dari udara diambil dan dimasukan ke darah, kemudian di angkut ke

jaringan. Karbondioksida (CO2) di angkut oleh darah dari jaringan tubuh ke paru-paru dan

dinapaskan ke luar udara.

Fungsi Sistem Pernapasan

Fungsi utama sistem pernapasan adalah untuk memungkinkan ambilan oksigen dari

udara kedalam darah dan memungkinkan karbon dioksida terlepas dari dara ke udara bebas.

Meskipun fungsi utama system pernapasan adalah pertukaran oksigen dan karbon

dioksida, masih ada fungsi-fungsi tambahan lain yaitu:

·         Tempat menghasilkan suara.

·         Untuk meniup (balon, kopi/the panas, tangan, alat musik dan lain sebagainya)

·         Tertawa.

·         Menangis.

·         Bersin.

·         Batuk.

·         Homeostatis (pH darah)

·         Otot-otot pernapasan membantu kompresi abdomen (miksi,defekasi,partus).

Saluran Penghantar Udara

Pada manusia, pernapasan terjadi melalui alat-alat pernapasan yang terdapat dalam

tubuh atau melalui jalur udara pernapasan untuk menuju sel-sel tubuh. Struktur organ atau

bagian-bagian alat pernapasan pada manusia terdiri atas Rongga hidung, Farings (Rongga

tekak), Larings (kotak suara), Trakea (Batang tenggorok), Bronkus dan Paru-paru.

Alat pernapasan manusia terdiri atas beberapa organ, yaitu:

1  Rongga Hidung

Hidung adalah bangunan berongga yang terbagi oleh sebuah sekat di tengah menjadi

rongga hidung kiri dan kanan. Hidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah

dan bagian internal berupa rongga hidung sebagai alat penyalur udara.

Di bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping hidung) anterior dan di

belakang berhubungan dengan bagian atas farings (nasofaring). Masing-masing rongga

hidung dibagi menjadi bagian vestibulum, yaitu bagian lebih lebar tepat di belakang nares

anterior, dan bagian respirasi.

Permukaan luar hidung ditutupi oleh kulit yang memiliki ciri adanya kelenjar sabesa

besar, yang meluas ke dalam vestibulum nasi tempat terdapat kelenjar sabesa, kelenjar

keringat, dan folikel rambut yang kaku dan besar. Rambut ini berfungsi menapis benda-benda

kasar yang terdapat dalam udara inspirasi.

Terdadapat 3 fungsi rongga hidung :

v   Dalam hal pernafasan = udara yang di inspirasi melalui rongga hidung akan menjalani 3

proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghanatan, dan pelembaban.

v   Ephithelium olfactory = bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam penerimaan

bau.

v   Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukan suara- suara fenotik dimana ia

berfungsi sebagai ruang resonasi.

Pada potongan frontal, rongga hidung berbentuk seperti buah alpukat, terbagi dua

oleh sekat (septum mediana). Dari dinding lateral menonjol tiga lengkungan tulang yang

dilapisi oleh mukosa, yaitu:

·         Konka nasalis superior,

·         Konka nasalis medius,

·   Konka nasalis inferior, terdapat jaringan kavernosus atau jaringan erektil yaitu pleksus vena

besar, berdinding tipis, dekat permukaan.

Sinus paranasal adalah rerongga berisi udara yang terdapat dalam tulang-tulang tengkorak

dan berhubungan dengan rongga hidung. Macam-macam sinus yang ada adalah sinus

maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus sfenoidalis.

2. Faring (Rongga tekak)

Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan

nasal dan rongga mulut kepada larings pada dasar tengkorak.

Faring dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

·     Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak, belakang dan atas palatum molle. Pada

bagian ini terdapat dua struktur penting yaitu adanya saluran yang menghubungkan dengan

tuba eustachius dan tuba auditory. Tuba Eustachii bermuara pada nasofaring dan berfungsi

menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrane timpani. Apabila tidak sama,

telinga terasa sakit. Untuk membuka tuba ini, orang harus menelan. Tuba Auditory yang

menghubungkan nasofaring dengan telinga bagian tengah.

·         Orofaring merupakan bagian tengah farings antara palatum lunak dan tulang hyodi. Pada

bagian ini traktus respiratory dan traktus digestif menyilang dimana orofaring merupakan

bagian dari kedua saluran ini. Orofaring terletak di belakang rongga mulut dan permukaan

belakang lidah. Dasar atau pangkal lidah berasal dari dinding anterior orofaring, bagian

orofaring ini memiliki fungsi pada system pernapasan dan system pencernaan. refleks

menelan berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan makanan terdorong masuk ke

saluran cerna (oesophagus) dan secara stimulant, katup menutup laring untuk mencegah

makanan masuk ke dalam saluran pernapasan. Orofaring dipisahkan dari mulut oleh fauces.

Fauces adalah tempat terdapatnya macam-macam tonsila, seperti tonsila palatina, tonsila

faringeal, dan tonsila lingual.

·         Laringofaring terletak di belakang larings. Laringofaring merupakan posisi terendah dari

farings. Pada bagian bawah laringofaring system respirasi menjadi terpisah dari sitem

digestif. Udara melalui bagian anterior ke dalam larings dan makanan lewat posterior ke

dalam esophagus melalui epiglottis yang fleksibel.

3. Larings (Kotak suara)

Larings adalah suatu katup yang rumit pada persimpangan antara lintasan makanan dan

lintasan udara. Laring terangkat dibawah lidah saat menelan dan karenanya mencegah

makanan masuk ke trakea. Fungsi utama pada larings adalah untuk melindungi jalan napas

atau jalan udara dari farings ke saluran napas lainnya , namun juga sebagai organ pembentuk

suara atau menghasilkan sebagian besar suara yang dipakai berbicara dan bernyanyi.

Larings ditunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan

tiroid (Adam’s apple), yang khas nyata pada pria, namun kurang jelas pada wanita. Di bawah

tulang rawan ini terdapat tulang rawan krikoid, yang berhubungan dengan trakea.

Epiglotis terletak diatas seperti katup penutup. Epiglotis adalah sekeping tulang rawan elastis

yang menutupi lubang larings sewaktu menelan dan terbuka kembali sesudahnya. Pada

dasarnya, Larings bertindak sebagai katup, menutup selama menelan unutk mencegah

aspirasi cairan atau benda padat masuk ke dalam batang tracheobronchial.

Mamalia menghasilkan getaran dari pita suara pada dasar larings. Sumber utama suara

manusia adalah getaran pita suara (Frekuensi 50 Hertz adalah suara bas berat sampai 1700 Hz

untuk soprano tinggi). Selain pada frekuensi getaran, tinggi rendah suara tergantung panjang

dan tebalnya pita suara itu sendiri. Apabila pita lebih panjang dan tebal pada pria

menghasilkan suara lebih berat, sedangkan pada wanita pita suara lebih pendek. Kemudian

hasil akhir suara ditentukan perubahan posisi bibir, lidah dan palatum molle.

Disamping fungsi dalam produksi suara, ada fungsi lain yang lebih penting, yaitu Larings

bertindak sebagai katup selama batuk, penutupan pita suara selama batuk, memungkinkan

terjadinya tekanan yang sangat tinggi pada batang tracheobronchial saat otot-otot trorax dan

abdominal berkontraksi, dan pada saat pita suara terbuka, tekanan yang tinggi ini menjadi

penicu ekspirasi yang sangat kuat dalam mendorong sekresi keluar.

4. Trakea (Batang tenggorok)

Trakea adalah tabung terbuka berdiameter 2,5 cm dan panjang 10 sampai 12 cm. Trakea

terletak di daerah leher depan esophagus dan merupakan pipa yang terdiri dari gelang-gelang

tulang rawan. Di daerah dada, trakea meluas dari larings sampai ke puncak paru, tempat ia

bercabang menjadi bronkus kiri dan kanan. Jalan napas yang lebih besar ini mempunyai

lempeng-lempeng kartilago di dindingnya, untuk mencegah dari kempes selama perubahan

tekanan udara dalam paru-paru. Tempat terbukanya trakea disebabkan tunjangan sederetan

tulang rawan (16-20 buah) yang berbentuk huruf C (Cincin-cincin kartilago) dengan bagian

terbuka mengarah ke posterior (esofagus).

Trakea dilapisi epitel bertingkat dengan silia (epithelium yang menghasilkan lendir) yang

berfungsi menyapu partikel yang berhasil lolos dari saringan hidung, ke arah faring untuk

kemudian ditelan atau diludahkan atau dibatukkan dan sel gobet yang menghasikan mukus.

Potongan melintang trakea khas berbentuk huruf D.

5. Bronkus dan Percabangannya

Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis

kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama.

Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.

Trakea bercabang menjadi bronkus utama (primer) kiri dan kanan. Bronkus kanan lebih

pendek, lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri

pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri disebut bronkus

lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di

bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus

atas dan bawah.

Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris

(sekunder) dan kemudian menjadi lobus segmentalis (tersier). Percabangan ini berjalan terus

menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus

terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).

Bronkhiolus terminalis memiliki diameter kurang lebih 1 mm. saluran ini disebut bronkiolus.

Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos

sehingga ukurannya dapat berubah. Bronkiolus memasuki lolubus pada bagian puncaknya,

bercabang lagi membentuk empat sampai tujuh bronkiolus terminalis. Seluruh saluran udara

ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena

fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

Alveolus adalah unit fungsional paru. Setiap paru mengandung lebih dari 350 juta

alveoli, masing-masing dikelilingi banyak kapiler darah. Alveoli bentuknya peligonal atau

heksagonal. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan

respiratorius (lintasan berdinding tipis dan pendek) yang terkadang memiliki kantong udara

kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan

sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus

primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai

dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan

pori-pori kohn.

6. Paru-paru

Paru-paru adalah struktur elastis sperti spons. Paru-paru berada dalam rongga torak, yang

terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya di sisi kiri dan kanan mediastinum

(struktur blok padat yang berada di belakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri

dan vena besar, esophagus dan trakea).

Paru-paru juga di lapisi oleh pleura yaitu parietal pleura (dinding thorax) dan visceral pleura

(membrane serous). Di antara rongga pleura ini terdapat rongga potensial yang disebut

rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan surfaktan sekitar 10-20 cc cairan yang

berfungsi untukmenurunkan gaya gesek permukaan selama pergerakan kedua pleura saat

respirasi. Tekanan rongga pleura dalam keadaan normal ini memiliki tekanan -2,5 mmHg.

Paru kanan relative lebih kecil dibandingkan yang kiri dan memiliki bentuk bagian bawah

seperti concave karena tertekan oleh hati. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus

superior, medius dan inferior. Sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan

inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe,

arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.

Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber, yaitu:

a.  Arteri bronchial yang membawa zat-zat makanan pada bagian conduction portion, bagian

paru yang tidak terlibat dalam pertukaran gas. Darah kembali melalui vena-vena bronchial.

b. Arteri dan vena pulmonal yang bertanggungjawab pada vaskularisasi bagian paru yang

terlibat dalam pertukaran gas yaitu alveolus.

6. Pembuluh darah dan persarafan

Persyarafan penting dalam aksi pergerakan pernapasan disuplai melalui n.phrenicus dan

n.spinal thoraxic. Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma, sementara n.spinal thoraxic

mempersyarafi intercosta. Di samping syaraf-syaraf tersebut, paru juga dipersyarafi oleh

serabut syaraf simpatis dan para simpatis.

Di dalam paru terdapat peredaran darah ganda. Darah yang miskin oksigen dari

ventrikel kanan masuk ke paru melalui arteri pulmonalis. Selain system arteri dan vena

pulmonalis, terdapat pula arteri dan vena bronkialis, yang berasal dari aorta, untuk

memperdarahi jaringan bronki dan jaringan ikat paru dengan darah kaya oksigen. Ventilasi

paru (bernapas) melibatkan otot-otot pernapasan, yaitu diafragma dan otot-otot interkostal.

Selain ini ada otot-otot pernapasan tambahan eperti otot-otot perut.

7. Jumlah udara dalam paru

Kejadian ventilasi pulmoner dapat dijelaskan dengan membagi udara paru dalam empat

volume kapasitas. Alat yang dipakai mengukur ini adalah respirometer.

Tabel jumlah udara dalam paru

Pada

Wanita

Pada

Pria

Volume residu Adalah volume udara yang

tertinggal dalam paru

sesudah ekspirasi maksimal.

1,1L 1,2L

Tidal Volume Adalah volume udara yang

masuk dan keluar pada

pernapasan biasa, sebanyak

0,5L setiap kali bernapas.

Inspiratory

reserve volume

Adalah volume udara yang

tersisa setelah inspirasi

maksimal, selain tidal

volume.

1,9L 3,3L

Expiratory

reserve volume

Adalah volume udara yang

tersisa setelah ekspirasi

maksimal, selain tidal

volume.

0,7L 1,0L

Mekanisme Pernapasan

Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2

jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara

yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan

dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.

Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara

dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada

lebih besar maka udara masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar

maka udara akan keluar. Pernapasan yang dilakukan menyediakan suplai udara segar secara

terus menerus ke dalam membran alveoli. Keadaan ini terjadi melalui dua fase yaitu inspirasi

dan ekspirasi. Kedua fase ini sangat tergantung pada karakter paru dan rongga torax.

2.4.1        Inspirasi

inspirasi terjadi karena adanya kontraksi otot dan mengeluarkan energi

maka inspirasi merupakan proses aktif. Agar udara dapat mengalir masuk ke paru-paru,

tekanan di dalam paruharus lebih rendah dari tekanan atmosfer. Tekanan yang rendah ini

ditimbulkan oleh kontraksi otot-otot pernapasan yaitu diafragma dan m.intercosta. kontraksi

ini menimbulkan pengembangan paru, meningkatnya volume intrapulmoner. Peningkatan

volume intrapulmoner menyebabkan tekanan intrapulmoner (tekanan di dalam alveoli) dan

jalan nafas pada paru menjadi lebih kecil dari tekanan atmosfer sekitar 2 mmHg atau sekitar

¼ dari 1% tekanan atmosfer, disebabkan tekanan negative ini udara dari luar tubuh dapat

bergerak masuk ke dalam paru-paru sampai tekanan intrapulmonal seimbang kembali dengan

tekanan atmosfer.

2.4.2        Ekspirasi

Seperti halnya inspirasi, ekspirasi terjadi disebabkan oleh perubahan

tekanan di dalam paru. Pada saat diafragma dan m. intercostalis eksterna relaksasi, volume

rongga thorax menjadi menurun. Penurunan volume rongga thorax ini menyebabkan tekanan

intrapulmoner menjadi meningkat sekitar 2 mmHg diatas tekanan atmosfer (tekanan atmosfer

760 mmHg pada permukaan laut). Udara keluar meninggalkan paru-paru sampai tekanan di

dalam paru kembali seimbang dengan tekanan atmosfer.

Ekspirasi merupakan proses yang pasif, dimana di hasilkan akibat relaksasinya otot-

otot yang berkontraksi selama inspirasi. Ekspirasi yang kuat dapat terjadi karena kontraksi

yang kuat/aktif dari m.intercostalis interna dan m. abdominalis. Kontraksi m. abdominalis

mengkompresi abdomen dan mendorong isi abdomen mendesak diafragma ke atas.

Anatomi Sistem Kardiovaskuler1.    Anatomi Sistem Jantung

Jantung merupakan organ muscular berongga, bentuknya menyerupai pyramid

atau jantung pisang yang merupakan pusat sirkulasi darah ke seluruh tubuh, terletak

dalam rongga toraks pada bagian mediastinum. Ujung jantung mengarah kebawah,

ke depan bagian kiri: Basis jantung terdapat aorta batang nadai paru pembuluh balik

atas dan bawah dan pembuluh paru.

Hubungan jantung dengan alat sekitarnya:

a.    Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago kostalis tinggi kosta III-I.

b.    Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastilais.

c.    Atas setinggi torakal IV dan servikal II, berhubungan dengan aorta pulmonalis,

bronkus dekstra, dan bronkus sinistra.

d.    Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta desendens, vena

azigosis, dan kolumna vertebra torakalis.

e.    Bagian bawah berhubungan dengan diafragma.

Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat.

Penyokong jantung utama adalah paru yang menekan jantung dari samping

diafragma menyokong dari bawah, pembuluh darah besar yang keluar dan masuk

jantung sehingga jantung tidak mudah berpindah. Factor yang memengaruhi

kedudukan jantung:

a.    Faktor umur: pada usia lanjut alat-alat dalam rongga torak termasuk jantung agak

turun ke bawah.

b.    Bentuk rongga dada: perubahan bentuk torak yang menetap misalnya penderita

TBC menahun batas jantung menurun sedangkan pada asma torak melebar dan

membulat.

c.    Letak diafragma: menyokong jantung dari bawah, jika terjadi penekanan diafragma

kea ta akan mendorong bagian bawah jantung ke atas.

d.    Perubahan posisi tubuh: proyeksi jantung normal ditentukan oleh perubahan posisi

tubuh, misalnya membungkuk, tidur miring ke kiri atau ke kanan.

Lapisan jantung terdiri dari:

a.    Perikardium

Lapisan yang merupakan kantong pembungkus jantung, terletak di dalam

mediastinum minus, terletak di belakang korpus sterni dan rawan iga II-IV.

1)    Perikardium fibrosum (visceral): bagian kantong yang membatasi pergerakan

jantung terikat ke bawah sentrum tendinium diafragma bersatu dengan pembuluh

darah besar, melekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.

2)    Periakrdium serosum (parietal), dibagi menajdi dua bagian: perikardium parietalis

membatasi perikardium fibrosum, sering disebut epikardium, dan perikardium

visceral (kavitas perikardialis) yag mengandung sedikit cairan yang berfungsi

melumas untuk mempermudah pergerakan jantung.

Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lender sebagai pelican untuk menjaga agar

pergesekan antara perikardium tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap

jantung. Pada permukaan posterior jantung terdapat perikarium serosum sekitar

vena-vena besar membentuk sinus obliges dan sinus tranfersus.

b.    Miokardium

Lapisan otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri koronaria kiri

bercabang menjadi arteri desending anterior dan arteri sirkumfleks. Arteri koronaria

kanan memberikan darah untuk sinoatrial node, ventrikel kanan, permukaan

diafragma ventrikel kanan. Vena koronaria mengembalikan darah ke sinus kemudian

bersikulasi langsung ke dalam paru. Susunan miokardium:

1)    Susunan otot atria: sangat tipis dan kurang teratur, serabut-serabutnya disusun

dalam dua lapisan. Lapisan luar mencakup kedua atria. Serabut luar ini paling nyata

di bagian depan atria. Beberapa serabut masuk ke dalam septum atrioventrikular.

Lapisan dalam teridri dari serabut-serabut berbentuk lingkaran.

2)    Susunan otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari cinicn atrioventikuler

sampai ke apeks jantung.

3)    Susunan otot atrioventikular merupakan dinding pemisah antara serambi dan bilik

(atrium dan ventrikel).

c.    Endokardium (permukaan dalam jantung)

Dinding dalam atrium diliputi oleh membrane yang mengilat, terdiri dari jaringan

endotel atau selaput lender endocardium, kecuali aurikula dan bagian depan krista.

Ke arah aurikula dari ujung bawah krista terminalis terdapat sebuah lipatan

endocardium yang menonjol dikenal sebagai valvula vena kava inverior, berjalan di

depan muara vena inferior menuju ke tepi disebut fosa ovalis. Antara atrium kanan

dan ventrikel kanan terdapat hubungan melalui orifisium articular.

Bagian-bagian dari jantung:

a.    Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan pembuluh

darah besar (aorta asendens, arteri pulmonalis/vena pulomnalis dan vena kava

superior:, dibentuk oleh atrium sinistra dan sebagian atrium dekstra. Bagian

posterior berbatasan dengan aorta desendens, esophagus, vena azigos, duktus

torakalis, terdapat seitinggi vertebrae torakalis (vertebra ruas VIII)

b.    Apeks kordis: bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul. Bagian ini

dibentuk oleh ujung ventrikel sinistra dan ventrikel dekstra. Bagian apek tertutupi

oleh paru dan pleura sinistra dari dinding toraks.

Permukaan jantung (fascies kordis):

a.    Fascies sternokostalis: permukaan menghadap ke depan berbatasan dengan

dinding depan toraks, dibentuk oleh atrium dekstra, ventrikel dekstra dan sedikit

ventrikel sinistra.

b.    Fascies dorsalis: permukaan jantung mengahdap kebelakang, berbentuk segi empat

berbatasan dengan mediastinum posterior, dibentuk oleh dinding atrium sinistra,

sebagian atrium dekstra, dan sebagian kecil dinding ventrikel sinistra.

c.    Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang berbatas dengan

sternum tendinium dafragma dibentuk oelh dinding ventrikel sinistra dan sebagian

kecil ventrikel dekstra.

Tepi jantung (margo kordis):

a.    Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulaii dari vena kava

superior sampai ke apeks kordis, dibentuk oleh dinding atrium dekstra dan dinding

ventrikel dekstra, memisahkan fascies sternokostalis dengan fascies diafragmatika

sebelah kanan.

b.    Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi membentang dari bagian bawah

muara vena pulmonalis sinistra inferior sampai ke apeks kordis, dibentuk oleh

dinding atrium sinistra (diatas) dan dinidng ventrikel sinistra (di bawah) memisahkan

fascies sternokostalis dengan fascies diafragmatika sebelah kiri.

Alur permukaan jantung:

a.    Sulkus atrioventrikularis: mengelilingi batas bawah basis kordis, terletak diantara

batas kedua atrium jantung dan kedua ventrikel jantung.

b.    Sulkuls longitudinalis anterior: alur ini terdapat pada fascies sternokostalis mulai dari

celah di antara arteri polmonalis dengan aurikula sinistra, berjalan ke bawah menuju

apeks kordis. Sulkus ini merupakan batas antara kedua ventrikel dari depan.

c.    Sulkus longitudinalis posterior: alur ini terdapat pada fascies diafragmatika kordis,

muai dari sulkus koronarius sebelah kanan muara vena kava inferior menuju apeks

kordis. Sulkus ini merupakan batas antara kedua ventrikel dari belakang bawah.

Ruang-ruang jantung:

a.    Atrium dekstra: terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian dalamnya

membentuk suatu rigi atau krista terminalis. Bagian utama atrium yang terletak

posterior terhadap rigi terdapat dinding halus yang secara embriologis berasal dari

sinus venosus. Bagian atrium yang terletak di depan rigi mengalami trabekulasi

akibat berkas serabut otot yang berjalan dari krista terminalis.

1)    Muara pada atrium kanan:

a)    Vena kava superior: bermuara ke dalam bagian atas atrium kanan. Muara ini tidak

mempunyai katub, mengembalikan darah dari separoh atas tubuh.

b)    Vena kava inferior: lebih besar dari vena kava superior, bermuara ke dalam bagian

bawah atrium kanan, mengembalikan darah kejantung dari separoh badan bagian

bawah.

c)    Sinus koronalis: bermuara ke dalam atrium kanan antara vena kava inferior dengan

osteum ventrikulare, dilindungi oleh katub yang tidak berfungsi.

d)    Osteum atrioventrikuler dekstra: bagian anterior vena kava inferior dilindungi oleh

vulva bikuspidalis. Di samping itu banyak bermuara vena-vena kecil yang

mengalirkan darah dari dinding jantung ke dalam atrium kanan.

2)    Sisa-sisa fetal pada atrium kanan. Fossa ovalis dan annulus ovalis adalah dua

struktur yang terletak pada septum interartrial yang memisahkan atrium kanan

dengan atrium kiri. Fossa ovalis merupakan lekukan dangkal tempat foramen ovale

pada vetus dan annulus ovalis membentuk tepi, merupakan septum pada jantung

embrio.

b.    Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalu osteum atrioventrikuler

dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis. Dinding

ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan pulmonalis. Dinding ventrikel

kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan.

1)    Valvula trikuspidalis: melindungi osteum atrioventikuler, dibentuk oleh lipatan

endocardium disertai sedikit jaringan fibrosa, terdiri dari tiga lipatan endocardium

disertai sedikit jaringan fibrosa, terdiri dari tiga kuspis atau saringan (anterior,

septalis, dan inferior). Basis kuspis melekat pada cincin fibrosa rangka jantung. Bila

ventrikel berkontraksi M. papilaris berkontraksi mencegah agar kuspis tidak

terdorong ke atrium dan terbalik waktu tekanan intraventrikuler meningkat.

2)    Valvula pulmunalis: melindungi osteum pulmonalis, terdiri dari semilunaris arteri

pulmonalis, dibentuk oleh lipatan endocardium disertai sedikit jaringan fibrosa. Mulut

muara kuspis arahnya ke atas, ke dalam trunkus pulmonalis. Selama sistolik

ventrikel katup kuspis tertekan pada dinding trunkus pulmonalis oleh darah yang

keluar. Selama diastolic, darah mengalir kembali ke jantung masuk ke sinus. Katup

kuspis terisi dan menutup osteum pulmonalis.

c.    Atrium sinistra: terdiri dari rongga utama dan aurikula, terletak di belakang atrium

kanan, membentuk sebagian besar basis (fascies posterior), dibelakang atrium

sinistra terdapat sinus oblig pericardium serosum dan pericardium fibrosum. Bagian

dalam atrium sinistra halus dan bagian aurikula mempunyai rigi otot seperti aurikula

dekstra. Muara atrium sinistra vena pulmonalis dari masing-masing paru bermuara

pada dinding posterior dan mempunyai valvula osteum atrioventrikular sinistra,

dilindungi oleh valvula mitralis.

d.    Ventrikel sinistra: ventrikel kiri berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum

atrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta. Dinding ventrikel

sinistra tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Tekanan darah intraventrikuler kiri

enam kali lebih tinggi disbanding tekanan dari ventrikel dekstra.

1)    Valvula mitralis (bikuspidalis): melindungi osteum atrioventrikular terdiri atas dua

kuspis (kuspis anterior dan kuspis posterior). Kuspis anterior lebih besar terletak

antara osteum atrioventrikular dan aorta.

2)    Valvula semilunaris aorta: melindungi osteum aorta strukturnya sama dengan

valvula semilunaris arteri pulmonalis. Salah satu kuspisnya terletak pada dinding

anterior dan dua terletak pada dinding posterior di belakang kuspis. Dinding aorta

membentuk sinus aorta anterior merupakan asal arteri koronaria dekstra. Sinus

posterior sinistra merupakan asal arteri koronaria sinistra.

Peredaran darah jantung:

a.    Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta berjalan ke depan antara

trunkus pulmonalis dan aurikula dekstra, memberikan cabang-cabang ke atrium

dekstra dan ventrikel desktra. Pada tepi inferior jantung menuju sulkus

atrioventrikularis untuk beranastomosis dengan arteri koronaria kiri memperdarahi

ventrikel dekstra.

b.    Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra, dari sinus posterior

aorta sisintra berjalan ke depan antara trunkus pulmonalis dan aurikula kiri masuk ke

sulkus atrioventrikularis menuju ke apeks jantung memberikan darag untuk ventrikel

dekstra dan septum interventrikularis.

c.    Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung mengalir ke atrium kanan

melalui sinus koronarius yang terletak di bagian belakang sulkus atrioventrikularis

merupakan lanjutan dari V. kardiak magna yang bermuara ke atrium dekstra sebelah

kiri vena kava inferior. V. kardiak minimae dan media merupakan cabang sinus

koronarius, sisanya kembali ke atrium dekstra melalui vena kardiak anterior, melalui

vena kecil langsung ke ruang-ruang jantung.

Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis system saraf otonom

melalui pleksus kardiakus.Saraf simpatis berasal dari trunkus simpatikus bagian

servikal dan torakal bagian atas dan saraf simpatis berasal dari nervus vagus.

Serabut eferen post-ganglion berjalan ke nodus sinus atrialis dan nodus

atrioventrikularis tersebar ke bagian jantung yang lain. Serabut aferen berjalan

bersama nervus vagus berperan sebagai refleks kardiovaskuler, berjalan bersama

saraf simpatis.

2.    Sel Eksitabela.    Pengertian

Eksitabel sel adalah sel yang dapat menghantarkan impuls atau potensial aksi.

Jaringan eksitabel apabila dirangsang dengan adekuat akan memberi respon berupa

potensial aksi.

b.    Struktur dan Komposisi Sel

Membran sel merupakan bagian terluar sel yang membatasi bagian dalam sel

dengan lingkungan luar.Membran sel merupakan selaput selektif permeabel, artinya

hanya dapat dilalui molekul-molekul tertentu seperti glukosa, asam amino, gliserol,

dan berbagai ion.Berdasarkan analisis kimiawi dapat diketahui bahwa hampir

seluruh membran sel terdiri atas lapisan protein dan lapisan lipid

(lipoprotein).Membran plasma terdiri atas dua lapisan, yaitu berupa lapisan lipid

rangkap dua (lipid bilayer).Lapisan lipid disusun oleh fosfolipid.Fosfolipid adalah lipid

yang mengandung gugus fosfat dan terdiri atas bagian kepala (polar head) dan

bagian ekor (nonpolar tail).Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air), sedangkan

bagian ekorbersifat hidrofobik (tidak suka air).Lipid terdiri atas fosfolipid, glikolipid,

dan sterol.

1)    Fosfolipid, yaitu lipid yang mengandung gugusan fosfat.

2)    Glikolipid, yaitu lipid yang mengandung karbohidrat.

3)    Sterol, yaitu lipid alkohol terutama kolesterol.

Lapisan protein membran sel terdiri atas glikoprotein.Lapisan protein membentuk

dua macam lapisan, yaitu lapisan protein perifer atau ekstrinsik dan lapisan protein

integral atau intrinsik.Lapisan protein perifer membungkus bagian kepala (polar

head) lipid rangkap dua bagian luar.Lapisan protein integral membungkus bagian

kepala (polar head) lipid rangkap dua bagian dalam.

c.    Komposisi Elektrolit Intrasel dan Ekstrasel

Di dalam cairan intrasel maupun ekstrasel terdapat elektrolit, unsur penting bagi

tubuh selain air.Komposisi elektrolit pada kedua kompartemen cairan tersebut

berbeda.Kalium dan fosfat adalah elektrolit utama pada CIS, sedangkan natrium dan

klorida adalah elektrolit utama CES.Natrium dan kalium berperan dalam

keseimbangan asam-basa, keseimbangan cairan, dan fungsi sel saraf.Fosfat adalah

unsur pembentuk molekul berenergi (adenosine triphosphate-ATP), dan berperan

dalam pembentukan tulang dan gigi.Klorida berperan dalam keseimbangan asam-

basa dan cairan. Selain itu masih terdapat elektrolit lain yang memiliki fungsi

penting, misalnya kalsium dan magnesium. Kalsium berperan dalam pembentukan

tulang dan gigi, proses pembekuan darah, kontraksi otot, dan fungsi sel

saraf.Magnesium berperan dalam aktivitas enzim, pembentukan tulang, dan aktivitas

otot dan sel saraf. Kekurangan elektrolit akan menimbulkan berbagai gangguan

fungsi organ, oleh sebab itu kebutuhan elektrolit harus selalu tercukupi.

Volume cairan dan konsentrasi elektrolit selalu dipertahankan dalam keadaan

yang seimbang.Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan dengan mengatur

masukan dan keluaran air dan elektrolit. Masukan air dan elektrolit (water and

electrolite gain) diperoleh terutama melalui makan dan minum. Keluaran air dan

elektrolit (water and electrolite loss) secara eksresi melalui buang air kecil dan buang

air besar, dan secara evaporasi melalui pernafasan dan kulit dalam bentuk

keringat.Masukan dan keluaran air dikendalikan oleh otak yaitu di hipotalamus.

Perubahan volume CES maupun konsentrasi elektrolit merangsang hipotalamus

untuk mengurangi atau meningkatkan keluaran dan masukan air dengan cara

mengatur rasa haus dan eksresi air melalui ginjal.

d.    Transportasi Elektrolit Melalui Membran Sel

Membrane plasma merupakan selaput sel di sebelah luar sitoplasma.Di dalam

sitoplasma terdapat bagian-bagian yang disebut organel.Semua organel dibatasi

oleh membrane. Membrane yang membatasi organel mempunyai struktur molekul

yang sama dengan membrane plasma yang terdiri atas molekul-molekul lemak dan

protein.

Membran sel berguna sebagai pembatas antara organel-organel di bagian

dalam sel dan cairan yang membasahi semua sel. Membrane sel sangat tipis

sehingga hanya dapat diamati dengan perbesaran tinggi menggunakan mikroskop

electron.S. singer dan E. Nicolson (1972) mengemukakan teori tentang membrane

sel yang dikenal dengan teori membrane mozaik cair.Teori ini menyatakan bahwa

membrane sel tersusun oleh lapisan protein.Protein tersusun mozaik atau tersebar

dan masing-masing tersisip atau tenggelam di antara lapisan ganda fosfolipid

(bilayer fosfolipid).

Membrane sel terdiri atas kira-kira 50% lipid dan 50% protein, lipid terutama

merupakan fosfolipid dan tersusun dua lapis dan protein tersebar diantara bilayer

fosfolipid disebut protein instrinsik (integral) yang bersifat hidrofobik atau menolak

air.

Karena susunan membrane sel yang demikian maka membrane sel bersifat

semipermeable.Membrane sel tidak simetris, protein ekstrinsik yang bergabung

dengan permukaan luar membrane amat berlainan dari protein yang ekstrinsik yang

bergabung dengan membrane dalam.Membran sel berfungsi mengatur gerakan

materi atau transportasi dari atau keluar sel.

e.    Potensial Membrane

Potensial membran adalah tegangan melintasi suatu membran sel yang berkisar

dari sekitar -50 hingga -200 milivolt (tanda minus menunjukkan bahwa di dalam sel

bersifat negatif dibandingkan dengan di luarnya).Semua sel memiliki tegangan

melintasi membran plasmanya, di mana tegangan ialah energi potensial listrik-

pemisahan muatan yang berlawanan.Sitoplasma sel bermuatan negatif

dibandingkan dengan fluida ekstraseluler disebabkan oleh distribusianion dankation

pada sisi membran yang berlawanan yang tidak sama.Potensial membran bertindak

sepertibaterai, suatu sumber energi yang mempengaruhi lalulintas semua substansi

bermuatan yang melintasi membran.Karena di dalam sel itu negatif dibandingkan

dengan di luarnya, potensial membran ni mendukung transpor pasif kation ke dalam

sel dan anion ke luar sel.Dengan demikian, dua gaya menggerakkandifusi ion

melintasi suatu membran: gaya kimiawi (gradien konsntrasi ion) dan gaya listrik

(pengaruh potensial membran pada pergerakan ion).Kombinasi kedua gaya yang

bekerja pada satu ion ini disebutgradien elektrokimiawi.Perubahan lingkungan dapat

mempengaruhi potensial membran dan sel itu sendiri, sebagai conthnya,depolarisasi

dari membran plasma diduga memicu apoptosis (kematian sel yang terprogram).

f.     Potensial Aksi Tentang Sel, Jaringan, Organ, dan Sistem Organ

Pada sebuah sel yang dalam keadaan istirahat terdapat beda potensial di antara

kedua sisi membrannya. Keadaan sel yang seperti ini disebut keadaan polarisasi.

Bila sel yang dalam keadaan istirahat/polarisasi ini diberi rangsangan yang sesuai

dan dengan level yang cukup maka sel tersebut akan berubah dari keadaan istirahat

menuju ke keadaan aktif. Dalam keadaan aktif, potensial membran sel mengalami

perubahan dari negatif di sisi dalam berubah menjadi positif di sisi dalam.Keadaan

sel seperti ini disebut dalam keadaan depolarisasi.Depolarisasi ini dimulai dari suatu

titik di permukaan membran sel dan merambat ke seluruh permukaan membran.Bila

seluruh permukaan membran sudah bermuatan positif di sisi dalam, maka sel

disebut dalam keadaan depolarisasi sempurna.

Setelah mengalami depolarisasi sempurna, sel selanjutnya melakukan

repolarisasi.Dalam keadaan repolarisasi, potensial membran berubah dari positif di

sisi dalam menuju kembali ke negatif di sisi dalam.Repolarisasi dimulai dari suatu

titik dan merambat ke seluruh permukaan membran sel. Bila seluruh membran sel

sudah bermuatan negatif di sisi dalam, maka dikatakan sel dalam keadaan istirahat

atau keadaan polarisai kembali dan siap untuk menerima rangsangan berikutnya.

Aktivitas sel dari keadaan polarisasi menjadi depolarisasi dan kemudian kembali

ke polarisasi lagi disertai dengan terjadinya perubahan-perubahan pada potensial

membran sel. Perubahan tersebut adalah dari negatif di sisi dalam berubah menjadi

positif dan kemudian kembali lagi menjadi negatif. Perubahan ini menghasilkan

suatu impuls tegangan yang disebut potensial aksi (action potential). Potensial aksi

dari suatu sel akan dapat memicu aktivitas sel-sel lain yang ada di sekitarnya.

Berikut ini akan diuraikan bagaimana proses terjadinya potensial aksi dari suatu sel

yang semula dalam keadaan istirahat.

3.    Pembuluh DarahPembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah ke seluruh

tubuh.Saluran darah ini merupakan system tertutup dan jantung sebagai pemompa

darah.Fungsi pembuluh darah adalah mengangkut (transportasi) darah dari jantung

ke seluruh bagian tubuh dan mengangkut kembali darah yang sudah dipakai kembali

ke jantung.Fungsi ini disebut sirkulasi darah.Selain darah itu juga darah mengangkut

gas-gas, zat makanan, sisa metabolisme, hormone, antibodi, dan keseimbangan

elektrolit.

Pembuluh darah terdiri atas arteri dan vena.Arteri berhubungan langsung dengan

vena pada bagian kapiler dan venula yang dihubungkan oleh bagianendotheliumnya.

Arteri dan vena terletak bersebelahan.Dinding arteri lebih tebal dari pada dinding

vena.Dinding arteri dan vena mempunyai tiga lapisan yaitu lapisan bagian dalam

yang terdiri dari endothelium, lapisan tengah yang terdiri atas otot polos dengan

serat elastis dan lapisan paling luar yang terdiri atas jaringan ikat ditambah dengan

serat elastis.Cabang terkecil dari arteri dan vena disebut kapiler.Pembuluh kapiler

memiliki diameter yang sangat kecil dan hanya memiliki satu lapisan

tunggalendothelium dan sebuah membran basal.

Perbedaan struktur masing-masing pembuluh darah berhubungan dengan

perbedaan fungsional masing-masing pembuluh darah tersebut.

Pembuluh darah terbagi menjadi:

a.    Pembuluh Darah Arteri

1)    Tempat mengalir darah yang dipompa dari bilik

2)    Merupakan pembuluh yang liat dan elastis

3)    Tekanan pembuluh lebih kuat dari pada pembuluh balik

4)    Memiliki sebuah katup (valvula semilunaris) yang berada tepat di luar jantung

5)    Terdiri atas:

a)    Aorta yaitu pembuluh dari bilik kiri menuju ke seluruh tubuh

b)    Arteriol yaitu percabangan arteri

c)    Kapiler :

(1)  Diameter lebih kecil dibandingkan arteri dan vena

(2)  Dindingnya terdiri atas sebuah lapisan tunggal endothelium dan sebuah membran

basal

6)    Dindingnya terdiri atas 3 lapis yaitu :

a)    Lapisan bagian dalam yang terdiri atas Endothelium

b)    Lapisan tengah terdiri atas otot polos dengan Serat elastis

c)    Lapisan terluar yang terdiri atas jaringan ikat Serat elastis

b.    Pembuluh Balik (Vena)

1)    Terletak di dekat permukaan kulit sehingga mudah di kenali

2)    Dinding pembuluh lebih tipis dan tidak elastis.

3)    Tekanan pembuluh lebih lemah di bandingkan pembuluh nadi

4)    Terdapat katup yang berbentuk seperti bulan sabit (valvula semi lunaris) dan

menjaga agar darah tak berbalik arah.

5)    Terdiri dari :

a)    Vena cava superior yang bertugas membawa darah dari bagian atas tubuh menuju

serambi kanan jantung.

b)    Vena cava inferior yang bertugas membawa darah dari bagian bawah tubuh ke

serambi kanan jantung.

c)    Vena cava pulmonalis yang bertugas membawa darah dari paru-paru ke serambi kiri

jantung.

4.    Pembuluh LimfeSystem pembuluh limfe merupakan suatu jalan tambahan tempat cairan dapat

mengalir dari ruang interstisial ke dalam darah.Pembuluh limfe dapat mengangkut

protein dan zat berpartikel besar, ke luar ruang jaringan yang tidak dikeluarkan

dengan absorpsi secara langsung ke dalam kapiler darah.System limfe berhubungan

erat dengansirkulai darah, mengandung cairan yang bergerak, berasal dari darah,

dan mempunyai jaringan pembuluh limfe.

System limfe juga merupakan salah satu jalan utama untuk absorpsi bahan gizi

dari traktus gastrointestinal yang bertanggugn jawab untuk absorpsi lemak dan

merupakan salah satu mekansime pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pembuluh

limfe merupakan pembuluh yang lebih besar dibentuk oleh bersatunya kapilar

limfatik.Pembuluh limfatik transparan mempunyai banyak katup sehingga terlihat

seperti manik-manik.Pembuluh limfe superfisial mengaliri kulit, pembuluh limfe yang

lebih dalam mengaliri struktur tubuh yang lebih dalam, melewati dan memasuki

nodus limfe membawa sel limfosit.

Aliran limfe sangat dipengaruhi oleh aktivitas otot yang dapat mempercepat dan

mengatur alirannya. Aliran akan bertambah akibat pengaruh peristaltic, pergerakan

pernapasan, aktivitas jantung, masase, pergerakan pasif, dan pulsasi arteri di

sekelilingnya. Dinding pembuluh limfe demikian permeabelnya sehingga pertikel

yang sangat besar ukuran molekulnya di dalam jairngan dapat dilalui.

Pembuluh limfe yang kecil-kecil menyatu menjadi besar, banyak mempunayi

katup sehingga aliran cairan limfe menuju ke satu arah yaitu vena subklavia.Setiap

kali pembuluh limfe menggembung karena terisi penuh oleh cairan dari jaringan,

pembuluh limfe ini berkontraksi sehingga cairan limfe terdorong melewati katup yang

terbuka.Peristiwa ini terjadi sekitar 10 detik seklai, secara dinamik cairan interstisial

terus menerus bergerak datang dan kembali ke pembuluh darah.

B.   Fisiologi Sistem Kardiovaskuler1.    Hemodinamika Jantung

Pengaturan tekanan darah lebih cenderung diperankan oleh adanya perubahan-

perubahan tekanan osmotic dan tekanan hidrostatik baik intravaskuler maupun

ekstravaskuler. Peran utama dilakukan oleh kadar natrium yang secara langsung

memengaruhi nilai osmotic cairan, sehingga akan memengaruhi proses sekresi

aldosterone dan hormone antidiuretic. Selanjutnya hormone tersebut memengaruhi

volume darah dan tekanan darah.

Perubahan tekanan osmotic dan hidrostatik juga memengaruhi tekanan

darah.Pengaruh langsung peningkatan volume darah oleh suatu tindakan pemberian

cairan intravena, pada peristiwa perdarahan, mampu mempertahankan tekanan

darah dalam batas normal.Dalam mengatur tekanan darah, system hemodinamik

diperankan oleh adanya perubahan tekanan osmotic dan tekanan hidrostatik baik

intravaskuler maupun ekstravaskuler. Peran utama oleh kadar natrium yang secara

langsung memengaruhi nilai osmotic cairan, sehingga memengaruhi proses sekresi

aldosterone dan hormone antidiuretic. Selanjutnya kedua hormone ini akan

memengaruhi volume darah dan tekanan darah.

2.    Elektrofisiologi JantungAktifitas listrik jantung merupakan akibat dari perubahan permeabilitas

membrane sel yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membrane

tersebut.Dengan masuknya ion-ion maka muatan listrik sepanjang membrane ini

mengalami perubahan yang relative. Terdapat tiga macam ion yang mempunyai

fungsi penting dalam elektrofisiologis sel yaitu kalium (K), natrium (Na), dan kalsium

(Ca). Kalium lebih banyak terdapat di dalam sel, sedangkan kalsium dan kalium

lebih banyak terdapat diluar sel.

Dalam keadaan istirahat sel-sel otot jantung mempunyai muatan positif di

bagian luar sel dan muatan negative di bagian dalam sel. Ini dapat dibuktikan

dengan galvanometer.Perbedaan muatan bagian luar dan bagian dalam sel disebut

resting membrane potensial. Bila sel dirangsang akan terjadi perubahan muatan

dalam sel menjadi positif, sedangkan di luar sel menjadi negative. Proses terjadinya

perubahan muatan akibat rangsangan dinamakan depolarisasi. Setelah rangsangan

sel berusaha kembali pada keadaan muatan semula proses ini dinamakan

repolariasi. Seluruh proses tersebut dinamakan aksi potensial.

Aksi potensial terjadi disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanik, dan

termis. Aksi potensial dibagi dalam lima fase.

a.    Fase istirahat

Bagian luar sel jantung bermuatan positif dan bagian dalam bermuatan negative

(polarisasi). Membran sel lebih permeable terhadap kalium daripada natrium

sehingga sebagian kecil kalium merembes ke luar sel. Dengan hilangnya kalium

maka bagian dalam sel menjadi relative negative.

b.    Fase depolarisasi (cepat)

Disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas membrane terhadap natrium,

sehingga natrium menglir dari luar ke dalam.Akibatnya, muatan di dalam sel menjadi

positif sedangkan diluar sel menjadi negative.

c.    Fase polarisasi parsial

Segera setelah terjadi depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat masuknya

kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positif di dalam sel menjadi berkurang.

d.    Fase plato (keadaan stabil)

Fase depolarisasi diikuti keadaan stabil yang agak lama sesuai dengan masa

refraktor absolut dari miokard.Selama fase ini tidak terjadi perubahan muatan

listrik.Terdapat keseimbangan antara ion positif yang masuk dan yang ke luar.Aliran

kalsium dan natrium ke dalam sel perlahan-lahan diimbangi dengan keluarnyakalium

dari dalam sel.

e.    Fase repolarisasi (cepat)

Pada fase ini muatan kalsium dan natrium secara berangsur-angsur tidak mengalir

lagi dan permeabilitas terhadp kalium sangat meningkat sehingga kalium keluar dari

sel dengan cepat.Akibatnya muatan positif dalam se menjadi sangat berkurang

sehingga pada akhir muatan di dalam sel menjadi relative negative dan muatan di

luar sel relative positif.

3.    Mekanisme Jantung sebagai PompaPada tiap siklus jantung terjadi systole dan diastole secara berurutan dan teratur

dengan adanya katup jantung yang terbuka dan tertutup.Pada saat itu jantung dapat

bekerja sebagai suatu pompa sehingga darah dapat beredar ke seluruh

tubuh.Selama satu siklus kerja jantung terjadi perubahan tekanan di dalam rongga

jantung sehingga terdapat perbedaan tekanan.Perbedaan ini menyebabkan darah

mengalir dari rongga yang tekanannya lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah.

a.    Fungsi atrium sebagai pompa

Dalam keadaan normal darah mengalir terus dari vena-vena besar ke dalam

atrium.Kira-kira 70% aliran ini langsung mengalir dari atrium ke ventrikel walaupun

atrium belum berkontraksi.Kontraksi atrium mengadakan pengisian tambahan 30%

karena atrium berfungsi hanya sebagai pompa primer yang meningkatkan efektivitas

ventrikel sebagai pompa.Kira-kira 30% tambahan efektivitas, jantung terus dapat

bekerja dengan sangat memuaskan dalam keadaan istirahat normal.

b.    Fungsi ventrikel sebagai pompa

a.  Pengisian ventrikel

Selama systole ventrikel, sejumlah darah tertimbun dalam atrium karena katub

atrium ke ventrikel tertutup. Tepat setelah sistolik berakhir tekanan ventrikel turun

kembali sampai ke tekanan diastolic yang rendah. Tekanan pada atrium yang tinggi

dengan segera mendorong katub antara atrium dan ventrikel membuka dan

memungkinkan darah mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel.Ini dinamakan

periode pengisian cepat ventrikel.Periode pengisia berlangsung kira-kira 1/3 pertama

diastolic.Selama 1/3 tengah diastolic darah sedikit mengalir ke ventrikel.Darah

yangterus masuk ke dalam atrium dari vena-vena dan berjalan melalui atrium

langsung ke ventrikel.

b.  Pengosongan ventrikel selama systole

Bila kontraksi ventrikel mulai, tekanan ventrikel meningkat dengan cepat,

menyebabkan katub atrium dan ventrikel menutup. Diperlukan penambahan 0,02-

0,03 detik bagi ventrikel untuk meningkatkan tekanan yang cukup untuk mendorong

katup-katup semilunaris aorta dan semilunaris arteri pulmonalis, membuka melawan

tekanan dalam aorta dan arteri pulmonalis. Selama periode ini terjadi kontraksi pada

ventrikel tetapi tidak terjadi pengosongan.Periode ini dinamakan periode kontraksi

sistemik.

c.    Periode ejeksi

Bila tekanan ventrikel kiri meningkat sedikit di atas 80mmHg, tekanan ventrikel

dekstra sedikit di atas 8 mmHg, tekanan ventrikel sekarang mendorong membuka

katup semilunaris segera darah mulai dikeluarkan dari ventrikel. Sekitar 60% terjadi

pengosongan selama ¼ pertama systole, dan 40% sisanya dikeluarkan selaa 2/4

berikutnya, ¾ bagian systole ini dinamakan periode ejeksi.

d.    Diastole

Selama ¼ terakhir diastole ventrikel hampir tidak ada aliran darah dari vetrikel

masuk ke arteri besar walaupun otot ventrikel tetap berkontraksi.

e.    Periode Relaksasi Isometrik (isovolemik)

Pada akhir systole relaksasi ventrikel mulai dengan tiba-tiba, mungkin tekanan

dalam ventrikel turun dengan cepat. Peningkatan tekanan dalam arteri besar tiba-

tiba mendorong darah kembali kea rah ventrikel, menimbulkan bunyi penutupan

katup aorta dan pulmonal dengan keras selama 0,03-0,06 detik. Selanjutnya otot

ventrikel relaksasi dan tekanan dalam ventrikel turun dengan cepat kembali ke

tekanan diastole yang sangat rendah.Katup atrium dan ventrikel membuka

mengawali siklus pompa ventrikel yang baru.

Selama diastole, pengisian ventrikel dalam keadaan normal meningkatkan

volume setiap ventrikel sekitar 120-130 ml. Volume ini dinamakan volume akhir

diastolic.Pada waktu ventrikel kosong selama systole, volume berkurang kira-kira 70

ml, dinamakan isi sekuncup.Volume yang tersisa dalam tiap-tiap ventrikel sekitar 50-

60 ml dinamakan volume akhir sistolik.

Katup trikuspidalis dan katup bikuspidalis mencegah pengaliran balik darah dari

ventrikel ke atrium selama systole.Katup semilunaris aorta dan katup semilunaris

arteri pulmonalis mencegah alirab balik dari aorta dan arteri pulmonalis ke dalam

ventrikel selama periode diastole. Semua katup ini membuka dan menutup secara

pasif yaitu akan menutup bila selisih tekanan yang membalik mendorong darah

kembali dan membuka bila selisih tekanan ke depan mendorong darah kea rah

depan.

Seseorang yang seang istirahat jantungnya memompakan darah 4-6 liter/menit,

Dalam keadaan kerja berat mungkin diperlukan pemompaan darah sebanyak 5 kali

dari jumlah tersebut. Dua cara dasar pengaturan kerja pemompaan jantung.

a.      Autoregulasi intrinsic pemompaan akibat perubahan volume darah yang mengalir ke

dalam jantung. Hukum Frank dan Starling: Makin banyak jantung terisi selama

diastole makin besar jumlah darah dipompakan ke dalam aorta. Dalam batas

fisiologis, jantung memompakan semua darah yang masuk ke dalam jantung tanpa

mungkin terjadinya bendungan darah yang berlebihan dalam vena. Bila ventrikel

terisi oleh tekanan atrium yang lebih tinggi kekuatan kontaksi jantung meningkat,

menyebabkan jantung memompakan darah dalam jumlah yang lebih besar ke dalam

arteri.

b.      Refleksyang mengawasi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung melalui saraf

otonom. Saraf ini memengaruhi daya pompa jantung melalui dua cara, yaitu dengan

mengubah frekuensi jantung dan mengubah kekuatan kontraksi jantung.

4.    Sistem KonduksiSistem konduksi jantung meliputi :

a.    Sinoatrial node (SA node)

Suatu tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di dalam dinding atrium

kanan di ujung krista terminalis. Nodus ini merupakan pendahuluan dari kontraksi

jantung. Dari sini impuls diteruskan ke atriovenrikuler node.

b.    Atrioventrikuler node (AV node)

Susunannya sama seperti sinoatrial node, berada di dalam septum atrium dekat

muara sinus koronari. Impuls-impuls diteruskan ke bundle atrioventrikuler melalui

berkas Wenkebach.

c.    Bundel atrioventrikular

Mulai dari bundel AV berjalan ke arah depan pada tepi posterior dan tepi bawah pars

membranasea septum interventrikulare. Pada bagian cincin yang terdapat antara

atrium dan ventrikel disebut analus fibrosus rangsangan terhenti 1/10 detik,

selanjutnya menuju apeks kordis dan bercabang dua:

1)    Pars septalis dektra : Melanjut ke rah bundel AV di dalam pars muskularis septum

interventrikular menuju ke dinding depan ventrikel dektra.

2)    Pars septalis sinistra : Berjalan di antara pars membranase dan pars muskularis

sampai di sisi kiri septum interventrikularis menuju basis M. papilaris inferior ventrikel

sinistra. Serabt-serabut pars septialis kemudian bercabang-cabang menjadi serabut

terminal (serabut purkinje).

d.            Serabut penghubung terminal (serabut purkinje): anyaman yang berada pada

endocardium menyebar pada kedua ventrikel.

Jantung mendapat persarafan dari cabang simpatis dan parasimpatis dari

susunan saraf otonom.Sistem simpatis menggiatkan kerja jantung sedangkan

system parasimpatis bersifat menghambar kerja jantung.Perangsangan simpatis

jantung mempunya efek mempercepat denyut jantung sehingga menyebabkan

takikardia dan daya kontraksi jantung menjadi lebih kuat terutama kontraksi

miokardium ventrikel.

Setiap kerja jantung diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan melalui

pengendalian persarafan.Pada keadaan istirahat pengaruh nervus vagus lebih besar

dari nervus simpatikus. Waktu kerja otot atau stress tonus simpatis meningkat dan

tonus vagus menurun. Pengaturan jantung oleh persarafan terjadi secar

refleks.Untuk terjadinya refleks diperlukan stimulus dan lengkung refleks sehingga

memungkinkan terjadinya jawaban dalam bentuk menggiatkan atau menghambat

kerja jantung.

Pada refleks sinus karotikus rangsangannya mengubah tekanan darah. Bila

tekanan darah meningkat, maka kerja jantung akan dihambat oleh peningkatan

tonus parasimpatikus dan penurunan tonus simpatikus. Sebaliknya bila tekanan

darah rendah akan terjadi penggiatan kerja jantung melalui peningkatan tonus

simpatikus dan penurunan tonus vagus. Pengaruh oksigen dan karbon dioksida

terhadap jantung sukar dinilai dari hasil percobaan, karena zat ini secara langsung

atau melalui refleks juga memengaruhi pembuluh darah dan kerja jantung

5.    Pembuluh Darah Arteri, Vena, dan Sistem Kapilera.      Arteri

Arteri atau pembuluh darah nadi merupakan pembuluh darah yang keluar dari

jantung yang membawa darah ke seluruh tubuh dan alat tubuh.Pembuluh darah

yang paling besar keluar dari ventrikel sinistra, disebut aorta.Arteri mempunyai

dinding yang tebal dan kuat tetapi mempunyai sifat yang sangat elastis, terdiri dari

tiga lapisan:

1)    Tunika intima (interna): lapisan yang paling dalam, berhubungan dengan darah,

terdiri dari lapisan endothelium dan jaringan fibrosa.

2)    Tunika media: lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot polos sifatnya sangat

elastis, mempunyai sedikit jaringan fibrosa, karena susunan otot tunika ini arteri

dapat berkontraksi dan berdilatasi.

3)    Tunika eksterna (adventitia): lapisan yang paling luar terdiri dari jaringan ikat gembur

untuk memperkuat dinding arteri, jaringan fibrotic yang elastis.

Arteri mendapat darah dari pembuluh darah halus yang mengalir di dalanya,

berfungsi memberi nutrisi pada pembuluh tersebut yang disebut vosa vasorum.Arteri

dapat berkontraksi dan berdilatasi disebabkan pengaruh susunan saraf otonom.

b.      Vena

Pembuluh darah vena merupakan kebalikan dari pembuluh darah arteriyang

membawa darah dari alat-akat tubuh masuk ke jantung. Bentuk dan susunannya

hampir sama denga arteri. Katup pada vena terdapat di sepanjang pembuluh darah

untuk mencegah darah tidak kembali lagi ke sela atau jaringan.Vena yang terbesar

adalah vena pulmonalis. Vena mempunyai cabang yaitu venolus, selanjutnya

menjadi kapiler.

c.      Sistem Kapiler

Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil sehingga disebut juga pembuluh

rambut. Pada umumnya kapiler-kapiler meliputi sel-sel jaringan karena secara

langsung berhubungan dengan sel. Kapiler terdiri dari:

1)    Kapiler arteri, tempat berakhirnya arteri. Makin kecil arteriol, makin hilang lapisan

dinding dari arteri sehingga pada kapiler arteri lapisan dinding hany menjadi satu

lapisan yaitu lapisan endothelium. Lapisan yang sangat tipis ini memungkinkan

cairan darah/limfe merembes keluar membentuk cairan jaringan, membawa air,

mineral dan zat makanan melalui pertukaran gas antara pembuluh kapiler dengan

jaringan sel. Kapiler juga menyediakan oksigen dan menyingkirkan karbondioksida.

2)    Kapiler vena, lapisannya hampir sama dengan kapiler arteri. Fungsinya adalah

membawa zat sisa yang tidak terpakai oleh jaringan sel berupa zat ekskresi dan

karbondioksida. Darah dibawa keluar dari tubuh melalui venolus, vena dan

seterusnya keluar tubuh melalui tiga proses yaitu pernapasan, keringat dan feses.

Fungsi kapiler:

1)    Sebagai penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.

2)    Tempat terjadinya pertukaran zat antara darah dan cairan jaringan.

3)    Mengambil hasil dari kelenjar.

4)    Menyerap zat makanan yang terdapat dalam usus.

5)    Menyaring darah yang terdapat di ginjal.

Pintu masuk ke kapiler dilingkari oleh sfingter yang terbetuk dari otot polos. Bila

sfingter ini terbuka, darah memasuki kapiler dan bila sfingter ini tertutup, darah

langsung dari arteriole ke venolus dan tidak melalui kapiler. Tekanan darah pada

kapiler arteri bekurang sampai 30 mmHg, sesampai di ujung kapiler vena menjadi 10

mmHg. Tekanan kapiler akan meningkatkan bila arteriole berdilatasi dan sfingter

kapiler relaksasi, sehingga darah banyak masuk ke dalam kapiler.

Kapiler membuka dan menutup dengan kecepatan 6-12 kali/menit. Relaksasi

kapiler terjadi sebagai respons terhadap setiap peningkatan jumlah karbon dioksida

dan asam laktat dalam darah atau penurunan yang terjadi pada kadar oksigen.

Relaksasi tersebut menimbulkan banyak darah mencapai jaringan bila terjadi

peningkatan aktvitas metabolic. Sfingter kapiler yang menuju ke kulit berelaksasi

sebagai respons teradap peningkat suhu tubuh dan peningkatan sirkulasi melalui

kapiler karena turunnya suhu tubuh.

Mekanisme pergeseran cairan kapiler mengatur tekanan darah. Di samping

mekanisme saraf dan hormonal untuk mengatur tekanan arteri dengan cepat,

mekansime intrinsic dari sirkulasi juga membantu mengatur tekanan arteri. Biasanya

mekanisme pergeseran cairan kapiler mulai bekerja dalam beberapa menit dan

berfungsi penuh dalam beberapa jam. Ini meurpakan mekanisme perpindahan

cairan kapiler yaitu perubahan tekanan arteri disertai dengan perubahan tekanan

kapiler yang menyebabkan cairan mulai bergerak melintasi membrane kapiler

diantara darah dengan ruangan cairan interstisial.

Jiak tekanan arteri naik terlalu tinggi mengakibatkan hilangnya cairan melalui

kapiler ke dalam ruangan interstisial, menyebabkan volume darah turun. Dengan

demikian tekanan arteri kembali normal. Sebaliknya bila tekanan turun terlalu

rendah, cairan diabsorpsi ke dalam darah dan peningkatan volume cairan akan

menaikkan kembali tekanan menjadi normal.

6.    Tekanan Darah dan Sistem RegulasiSelisih antara tekanan sistolik dan diastolic disebut tekanan (pulse pressure).

Misalnya, tekanan sistolik 120 mmHg dan tekanan diastolic 80 mmHg, maka

tekanan nadi sama dengan 40 mmHg. Tekanan darah umumnya tidak selalu tetap,

berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan keadaan kesehatan. Tekanan nadi juga

akan berubah selaras dengan perubahan tekanan darah seseorang. Perubahan

tekanan nadi dipengaruhi oleh factor yang memengaruhi tekanan darah. Misalnya,

pengaruh usia dan penyakit arteriosclerosis. Pada keadaan arteriosclerosis

elastisitas pembuluh darah berkurang dan bahkan menghilang sama sekali,

sehingga tekanan nadi meningkat.

Tekanan darah sangat penting dalam system sirkulasi darah dan selalu

diperlukan untuk daya dorong mengalirkan darah di dalam arteri, arteriola, kapiler

dan system vena sehingga terbentuk aliran darah yang menetap. Jantung bekerja

sebagai pemompa darah dapat memindahkan darah dari pembuluh vena ke

pembuluh arteri pada system sirkulasi tertutup. Aktivitas pompa jantung berlangsung

dengan cara mengadakan kontraksi dan relaksasi, sehingga menimbulkan

perubahan tekanan darah dalam system sirkulasi.

Pada perekaman tekanan di dalam siste arteri, tampak kenaikan tekanan arteri

sampai pada puncaknya sekitar 120 mmHg. Tekanan ini disebut tekanan systole,

kenaikan ini menyebabkan aorta mengalami distensi sehingga tekanan di dalamnya

turun sedikit. Pada saat diastole, ventrikel tekanan aorta cenderung menurun sampai

dengan 80 mmHg. Tekanan ini dalam pemeriksaan disebut dengan tekanan

diastolic. Dengan adanya perubahan ini pada siklus jantung, inilah yang

menyebabkan terjadinya aliran darah di dalam system sirkulasi tertutup pada tubuh

manusia.

Pusat pengawasan dan pengaturan perubahan tekanan darah:

1.    System saraf: terdiri dari pusat-pusat yang terdapat di batang otak (misalnya pusat

vasomotor), di luar susunan saraf pusat (misalnya baroreseptor) dan sistemik.

2.    System humoral atau kimia: berlangsung local atau sistemik. Misalnya, renin-

angiotensin, vasopressin, epinefrin, asetilkolin, serotonin, adenosine kalsium,

magnesium, hydrogen dan valium.

3.    System hemodinamik, lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah, susunan kapiler,

perubahan tekanan osmotic, dan hidrostatik bagian luar dan dalam system vaskuler.

Pusat pengendalian tekanan dara yang terdapat pada duapertiga proksimal

medulla oblongata dan sepertiga distal pons, pusat vasomotor bertanggung jawab

atas vasokontriksi pembuluh darah. Jantung selalu berdenyut otomatis karena sel-

selnya memiliki potensial istirahat yang labil . impuls atau rangsangan selalu terjadi

dan dikirim melalui jalur saraf di medulla spinalis dan melalui saraf simpatis menuju

keo organ yang dipeliharanya, seperti jantung dan pembuluh darah.

C.   Biofisika pada Sistem Kardiovaskuler1.    Listrik Jantung

Jantung sebenarnya tergantung dalam suatu medium konduktif. Bila satu bagian

ventrikel menjadi elekronegatif bila dibandingkan dengan sisanya, arus listrik

mengalir dari daerah berdepolarisasi ke daerah berpolarisasi dalam jalur memutar

besar.

Selama sisa siklus depolarisasi arus listrik terus mengalir dalam arah dari basis

jantung menuju ke apeks, sewaktu impuls menyebar dari permukaan endokarnial ke

luar melalui otot ventrikel.

Dalam membuat perekaman elektrokardiografik, digunakan bermacam-macam

posisi standar untuk penempatan elekktroda dan positif atau negatifnya polaritas

rekaman selama setiap siklus jantung ditentukan oleh orientasi elektroda dengan

mengingat aliran arus di dalam jantung . beberapa sistem elektroda konvensional

yang biasanya disebut sandapan elektrokardiografik.

2.    Konduksi JantungDi dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang menghantarkan aliran listrik.

Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khusus,yaitu :

a.    Otomatisasi,kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.

b.    Irama,kemampuan membentuk impuls yang teratur.

c.    Daya konduksi,kemampuan untuk menyalurkan impuls.

d.    Daya rangsang,kemampuan untuk bereaksi terhadap rangasang.

Berdasarkan sifat-sifat tersebut di atas,maka secara spontan dan teratur jantung

akan menghasilkan impuls-impuls yang di salurkan melalui sistem hantaran untuk

merangsang otot jantung dan bisa menimbulkan kontraksi otot. Perjalanan impuls di

mulai dari nodus SA ke nodus AV,sampai ke serabut purkinye.

Di dinding atrium kanan terdapat nodus sinoatrial (SA). Sel-sel dari nodus SA

memiliki otomatisasi. Karena nodus SA secara normal melepaskan impuls dengan

kecepatan lebih cepat dari pada sel jantung lain dengan otomatisasi 60-100

denyut/menit. Jaringan khusus ini bekerja sebagai pemacu jantung normal. Pada

bagian bawah septum interatrial terdapat nodus atrioventrikuler(AV).Jaringan ini

bekerja untuk menghantarkan,memperlambat,potensial aksi atrial sebelum ia

mengirimnya ke ventrikel. Potensial aksi mencapai nodus AV pada waktu yang

berbeda. Nodus AV memperlambat hantaran dari potensial aksi ini sampai semua

potensial aksi telah di keluarkan atrium dan memasuki nodus AV.

Setelah sedikit perlambatan ini,nodus AV melampau potensial aksi sekaligus,ke

jaringan konduksi ventrikular, memungkinkan kontraksi simultan semua sel ventrikel.

Pelambatan nodus AV ini juga memungkinkan waktu untuk atrium secara penuh

mengejeksi kelebihan darahnya ke dalam ventrikel,sebagai persiapan untuk sistole

ventrikel.

Dari nodus AV ,impuls berjalan ke berkas his di septum interventrikular ke

cabang berkas kanan dan kiri,dan kemudian melalui satu dari beberapa serat

purkinye ke jaringan miokard ventrikel itu sendiri. Potensial aksi dapat melintasi

jaringan penghantar 3-7 kali lebih cepat dari pada melalui miokard ventrikel. Maka

berkas, cabang dan serabut purkinye dapat mendekati kontraksi simultan dari

semua bagian ventrikel,sehingga memungkinkan terjadinya penyatuan kerja pompa

maksimal.

3.    Viskositas Pembuluh Jantung

Tahanan terhadap aliran darah ditentukan tidak hanya oleh jari-jari pembuluh

darah tetapi juga oleh viskositas darah. Plasma kira-kira 1,8 kali lebih kental

dibanding air, sedangkan darah 3-4 kali lebih kental dibanding air. Jadi viskositas

bergantung sebagian besar pada hematokrit yaitu persentase volume darah yang

ditempati oleh sel darah merah. Efek viskositas in vivo menyimpang dari yang

diperkirakan oleh rumus Poiseuille-Hagen.Di pembuluh besar, peningkatan

hematokrit mwenyebabkan peningkatan viskositas yang cukup besar. Namun

dipembuluh yang diameter lebih kecil, yaitu di arteriol, kapiler dan venula, viskositas

berubah lebih sedikit per satuan perubahan hematokrit dibandingkan perubahan

viskositas di pembuluh besar. Hal ini karena perbedaan pada sifat aliran yang

melalui pembuluh kecil. Oleh sebab itu perubahan nettoviskositas persatuan

perubahan hematokrit jauh lebih kecil ditubuh dibandingkan perubahannya secara

invitro. Hal inilah yang menyebabkan mengapa perubahan hematokrit memiliki

pengaruh yang relatif kecil pada tahanan perifer kecuali pada berubahan tersebut

besar. Pada polisitemia berat, peningkatan tahannan jelas meningkatkan kerja

jantung. Sebaliknyan, pada anemia, tahanan perifer manurun, sebagai akibat

penurunan viskositas. Tentu saja penurunan hemoglobin menurunkan kemampuan

darah mengangkut O2, tetapi perbaikan aliran darah viskositas relatif.

D.   Biokimia pada Sistem Kardiovaskuler1.    Struktur dan Fungsi Enzim

Analisa enzim jantung dalam plasma merupakan bagian dari profil diagnostic,

yang meliputi riwayat, gejala, dan elektrokardiogram, untuk mendiagnosa infark

miokard. Enzim dilepaskan dari sel bila sel mengalami cedera dan membrannya

pecah. Kebanyakan enzim tidak spesifik dalam hubungannya dengan organ tertentu

yang rusak. Namun berbagai isoenzim hanya dihasilkan oleh sel miokardium dan

dilepaskan bila sel mengalami kerusakan akibat hipoksia lama dan mengakibatkan

infark. Isoenzim bocor ke rongga interstisial miokardium dan kemudian di angkut ke

peredaran darah umum oleh system limfa dan peredaran koronaria, mengakibatkan

peningkatan kadar dalam darah.

Karena enzim yang berbeda dilepaskan ke dalam darah pada periode yang

berbeda setelah infark miokard, maka sangat penting mengevaluasi kadar enzim

yang dihubungkan dengan waktu awitan nyeri dada atau gejala lainnya. Kreatinin

kinase (CK) dan isoenzimnya (CK-MB) adalah enzim paling spesifik yang di analisa

untuk mendiagnosa infark jantung akut, dan merupakan enzim pertama yang

meningkat. Laktat dehidrogenase (LDH) dan isoenzimnya juga perlu diperiksa pada

pasien yang datang terlambat berobat, karena kadarnya baru meningkat dan

mencapai puncaknya pada 2-3 hari, jauh lebih lambat dibandingkan CK.

Struktur enzim:

Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya berkisar dari hanya

62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat tautomerase, sampai dengan lebih

dari 2.500 residu pada asam lemak sintase. Terdapat pula sejumlah kecil katalis

RNA, dengan yang paling umum merupakanribosom; Jenis enzim ini dirujuk sebagai

RNA-enzim ataupun ribozim. Aktivitas enzim ditentukan oleh struktur tiga

dimensinya (struktur kuaterner). Walaupun struktur enzim menentukan fungsinya,

prediksi aktivitas enzim baru yang hanya dilihat dari strukturnya adalah hal yang

sangat sulit.

Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya

sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 3–4 asam amino) yang secara langsung

terlibat dalam katalisis. Daerah yang mengandung residu katalitik yang akan

mengikat substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai tapak aktif.

Enzim juga dapat mengandung tapak yang mengikatkofaktor yang diperlukan untuk

katalisis. Beberapa enzim juga memiliki tapak ikat untuk molekul kecil, yang sering

kali merupakan produk langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang dikatalisasi.

Pengikatan ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan aktivitas enzim. Dengan

demikian ia berfungsi sebagai regulasi umpan balik.

Sama seperti protein-protein lainnya, enzim merupakan rantai asam amino yang

melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-sifat

kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul bersama

dan membentuk kompleks protein. Kebanyakan enzim dapat mengalami denaturasi

(yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun

denaturan kimiawi. Tergantung pada jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat

reversibel maupun ireversibel.

a.    Kespesifikan

Enzim biasanya sangat spesifik terhadap reaksi yang ia kataliskan maupun terhadap

substrat yang terlibat dalam reaksi. Bentuk, muatan dan katakteristik

hidrofilik/hidrofobik enzim dan substrat bertanggung jawab terhadap kespesifikan ini.

Enzim juga dapat menunjukkan tingkatstereospesifisitas, regioselektivitas, dan

kemoselektivitas yang sangat tinggi.Beberapa enzim yang menunjukkan akurasi dan

kespesifikan tertinggi terlibat dalam pengkopian dan pengekspresian genom. Enzim-

enzim ini memiliki mekanisme "sistem pengecekan ulang". Enzim seperti DNA

polimerase mengatalisasi reaksi pada langkah pertama dan mengecek apakah

produk reaksinya benar pada langkah kedua. Proses dwi-langkah ini menurunkan

laju kesalahan dengan 1 kesalahan untuk setiap 100 juta reaksi pada polimerase

mamalia. Mekanisme yang sama juga dapat ditemukan padaRNA polimerase,

aminoasil tRNA sintetase dan ribosom.Beberapa enzim yang menghasilkan

metabolit sekunder dikatakan sebagai "tidak pilih-pilih", yakni bahwa ia dapat bekerja

pada berbagai jenis substrat yang berbeda-beda. Diajukan bahwa kespesifikan

substrat yang sangat luas ini sangat penting terhadap evolusi lintasan biosintetik

yang baru.

b.    Model “ lock & key ”

Enzim sangatlah spesifik. Pada tahun 1894, Emil Fischer mengajukan bahwa hal ini

dikarenakan baik enzim dan substrat memiliki bentuk geometri yang saling

memenuhi. Hal ini sering dirujuk sebagai model "Kunci dan Gembok". Manakala

model ini menjelaskan kespesifikan enzim, ia gagal dalam menjelaskan stabilisasi

keadaan transisi yang dicapai oleh enzim. Model ini telah dibuktikan tidak akurat,

dan model ketepatan induksilah yang sekarang paling banyak diterima.

2.    Apoptosis, Injury Sel dan Adaptasi SelApoptosis (dari bahasa Yunani;apo = “dari” dan ptosis = “jatuh”) adalah

mekanisme biologi yang merupakan salah satu jenis kematian sel terprogram.

Apoptosis adalah suatu kematian sel yang sudah direncanakan sebelumnya.

Apoptosis merupakan suatu bagian dari kehidupan; sel yang sudah tua atau rusak

akan diprogram untuk mati untuk kelangsungan hidup atau mempertahankan

fungsionalitas suatu organ tertentu.

Apoptosis berbeda dengan nekrosis.Apoptosis pada umumnya berlangsung

seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh. Contoh nyata dari

keuntungan apoptosis adalah pemisahan jari pada embrio.Apoptosis yang dialami

oleh sel-sel yang terletak di antara jari menyebabkan masing-masing jari menjadi

terpisah satu sama lain.Bila sel kehilangan kemampuan melakukan apoptosis maka

sel tersebut dapat membelah secara tak terbatas dan akhirnya menjadi kanker.

Apoptosis memiliki ciri morfologis yang khas seperti blebbing membran plasma,

pengerutan sel, kondensasi kromatin dan fragmentasi DNA,dan dimulai dengan

enzim kaspase dari kelompok sisteina protease membentukkompleks aktivasi

protease multi sub-unit yang disebut apoptosom. Apoptosom disintesis di dalam

sitoplasma setelah terjadi peningkatanpermeabilitas membran mitokondria sisi luar

dan pelepasan sitokrom c ke dalam sitoplasma,setelah terjadi interaksi antara

membran ganda sardiolipinmitokondria dengan fosfolipid anionik yang memicu

aktivitas peroksidase. Apoptosom merupakan kompleks protein yang terdiri dari

sitokrom c, Apaf-1dan prokaspase-9.

Fungsi apoptosis :

a.      Berhubungan dengan kerusakan sel atau infeksi. Dimana terjadinya apoptosis ketika

sel mengalami kerusakan yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Keputusan untuk

melakukan apoptosis berasal dari sel itu sendiri, darijaringan yang mengelilinginya,

atau dari sel yang berasal dari sistem imun.

b.      Sebagai respon stress atau kerusakan DNA

Kondisi yang mengakibatkan sel mengalami stress, misalnya kelaparan, atau

kerusakan DNA akibat racun atau paparan terhadap ultraviolet atau radiasi

(misalnya radiasi gamma atau sinar X), dapat menyebabkan sel memulai proses

apoptosis

1)      Sebagai upaya menjaga kestabilan jumlah sel

2)      Sebagai bagian dari pertumbuhan

3)      Regulasi sistem imun

Sel B dan Sel T merupakan pelaku utama pertahanan tubuh terhadap zat asing

yang dapat menginfeksi tubuh. “Sel T pembunuh” (killer T cells) menjadi aktif saat

terpapar potongan-potongan protein yang tidak sempurna (misalnya karena mutasi),

atau terpapar antigen asing karena adanya infeksi virus. Setelah sel T menjadi aktif,

sel-sel tersebut bermigrasi keluar darilymph node, menemukan dan mengenali sel-

sel yang tidak sempurna atau terinfeksi, dan membuat sel-sel tersebut melakukan

kematian sel terprogram.

Proses apoptosis secara morfologi :

Sel yang mengalami apoptosis menunjukkan morfologi unik yang dapat dilihat

menggunakan mikroskop

a.      Sel terlihat membulat. Hal itu terjadi karena struktur protein yang

menyusuncytoskeleton mengalami pemotongan oleh peptidase yang dikenal

sebagaicaspase. Caspase diaktivasi oleh mekanisme sel itu sendiri.

b.      Kromatin mengalami degradasi awal dan kondensasi.

c.       Kromatin mengalami kondensasi lebih lanjut dan membentuk potongan-potongan

padat pada membran inti.

d.      Membran inti terbelah-belah dan DNA yang berada didalamnya terpotong-potong.

e.      Lapisan dalam dari membran sel, yaitu lapisan lipid fosfatidilserina akan mencuat

keluar dan dikenali oleh fagosit, dan kemudian sel mengalamifagositosis, atau

f.        Sel pecah menjadi beberapa bagian yang disebut badan apoptosis, yang kemudian

difagositosis.

3.    Nekrosis Sela.    Pengertian Nekrosis

Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan selakut

atau trauma (misalnya: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan

cedera mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang

dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat

berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Stimulus yang terlalu

berat dan berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel akan menyebabkan

kematian sel di mana sel tidak mampu lagi mengompensasi tuntutan perubahan.

Sekelompok sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-

enzim lisis yang melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan.

Leukosit akan membantu mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi

perubahan-perubahan secara morfologis. Nekrosis biasanya disebabkan karena

stimulus yang bersifat patologis. Selain karena stimulus patologis, kematian sel juga

dapat terjadi melalui mekanisme kematian sel yang sudah terprogram di mana

setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan mati. Mekanisme ini disebut

apoptosis, sel akan menghancurkan dirinya sendiri (bunuh diri/suicide), tetapi

apoptosis dapat juga dipicu oleh keadaan iskemia.

b.    Jenis-jenis Nekrosis

Ada tujuh khasmorfologi pola nekrosis:

1)    Liquefactive nekrosis (atau nekrosis colliquative) biasanya berhubungan dengan

kerusakan seluler dan nanah formasi (misalnya pneumonia). Ini khas infeksi bakteri

atau jamur, kadang-kadang, karena kemampuan mereka untuk merangsang reaksi

inflamasi. Iskemia (pembatasan pasokan darah) di otak menghasilkan liquefactive,

bukan nekrosis coagulative karena tidak adanya dukungan substansial stroma.

2)    Gummatous nekrosis terbatas pada nekrosis yang melibatkan spirochaetalinfeksi

(misalnya sifilis).

3)    Dengue nekrosis adalah karena penyumbatan pada drainase vena dari suatu organ

atau jaringan (misalnya, dalamtorsi testis).

4)    Nekrosis Caseous adalah bentuk spesifik dari nekrosis koagulasi

biasanyadisebabkan oleh mikobakter (misalnya tuberkulosis), jamur, danbeberapa

zat asing. Hal ini dapat dianggap sebagai kombinasi dari nekrosis coagulative dan

liquefactive.

5)    Lemak nekrosis hasil dari tindakan lipasedi jaringan lemak (misalnya,pankreatitis

akut,payudara nekrosis jaringan).

6)    Nekrosis fibrinoid disebabkan oleh kekebalanyang diperantarai vaskularkerusakan.

Hal ini ditandai dengan deposisi fibrinseperti protein bahan diarteri dinding, yang

muncul buram dan eosinofilik pada mikroskop cahaya.

c.    Penyebab Nekrosis

1)    Iskhemi

Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan makanan untuk suatu

alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada infak, yaitu kematian jaringan akibat

penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan

trombus. Penyumbatan mengakibatkan anoxia. Nekrosis terutama terjadi apabila

daerah yang terkena tidak mendapat pertolongan sirkulasi kolateral. Nekrosis lebih

mudah terjadi pada jaringan-jaringan yang bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan

yang sangat rentan terhadap anoxia ialah otak.

2)    Agens biologic

Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan

trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri-bakteri yang virulen, baik endo

maupun eksotoksin. Bila toksin kurang keras, biasanya hanya mengakibatkan

radang. Virus dan parasit dapat mengeluarkan berbagai enzim dan toksin, yang

secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi jaringan, sehingga timbul

nekrosis.

3)    Agens kimia

Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan juga merupakan

juga zat yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium dan glukose, tapi kalau

konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan

kosmotik sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi yang rendah sudah dapat

merupakan racun dan mematikan sel, sedang yang lain baru menimbulkan

kerusakan jaringan bila konsentrasinya tinggi.

4)    Agens fisik

Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin, tenaga listrik,

cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena timbul

kerusakan potoplasma akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan

tata kimia potoplasma dan inti.

5)    Kerentanan (hypersensitivity)

Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara didapat (acquired) dan

menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang bersensitif terhadap obat-obatan

sulfa dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal apabila ia makan obat-obatan

sulfa. Juga dapat timbul nekrosis pada pembuluh-pembuluh darah. Dalam imunologi

dikenal reaksi Schwartzman dan reaksi Arthus.

SISTEM PENCERNAAN

2.1 Pengertian Sistem Pencernaan

Sistem perncernaan adalah sistem yang berfungsi untuk melakukan proses makanan

sehingga dapat diserap dan digunakan oleh sel-sel tubuh secara fisika maupun secara kimia.

System pencernaan ini terdiri dari saluran pencernaan (alimentar), yaitu tuba muscular

panjang yang memrentang dari mulut sampai anus, dan organ-organ aksesoris, seperti gigi,

lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu dan pancreas.Saluran pencernaan yang terletak

di bawah area diafragma disebut saluran grastrointestinal.Sedangkan pengertian dari fisiologi

pencernaan itu sendiri adalah mempelajari fungsi atau kerja system pencernaan dalam

keadaannormal.

2.2 Fungsi Sistem Pencernaan

Fungsi utama dari sistem ini adalah untuk menyediakan makanan, air, dan elektrolit

bagi tubuh dari nutrient yang dicerna sehingga siap diabsorpsi. Pencernaan berlangsung

secara mekanik dan kimia, dan meliputi proses berikut:

1.      Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.

2.      Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik oleh gigi. Makanan

kemudian bercampur dengan saliva sebelum ditelan(menelan).

3.      Peristalsis adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang menggerakkan makanan

tertelan melalui saluran pencernaan.

4.      Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi molekul kecil sehingga

absorpsi dapat berlangsung.

5.      Absorpsi adalah penggerakan produk akhir penccernaan dari lumen saluran pencernaan ke

dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat digunakan oleh tubuh.

6.      Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna, juga bakteri, dalam

bentuk feses dari saluran pencernaan.

2.3 Gambaran Besar Saluran Pencernaan

2.3.1 Dinding saluran terusun dari 4 lapisan jaringan dasar dari lumen (rongga sentral) ke arah luar.

Komponen lapisan pada setiap regia berfariasi sesuai fungsi regia.

a. Mukosa (membrane mukosa) tersusun dari tiga lapisan.

1) Epithelium yang melapisi berfungsi untuk perlindungan, sekresi, dan absorpsi. Di bagian

ujung oral dan anal saluran, lapisannya tersusun dari dari epithelium skuamosa bertingkat

tidak terkeranisasi untuk perlinndungan. Lapisan ini terdiri dari epithelium kolumnar simple

dengan sel goblet di area tersebut yang dikhususkan untuk sekresi dan absorpsi.

2) Lamina propria adalah jaringan ikat areolar yang menopang epithelium. Lamina ini

mengandung pembuluh darah, limfatik, nodular limfe, dan bebrapa jenis kelenjar.

3) Muskularis mukosa terdiri dari lapisan sirkular dalam yang tipis dan lapisan otot polos

longitudinal luar.

b. Submukosa terdiri dari jaringan ikat areolar yang mengandung pembuluh darah, pembuluh

limfatik, beberapa kelenjar submukosal, dan pleksus serabut saraf, serta sel-sel ganglion yang

disebut pleksus meissner (pleksus submukosal). Submukosa mengikat mukosa ke muskularis

eksterna.

c. Muskularis eksterna terdiri dari dua lapisan otot, satu lapisan sirkular dalam dan satu lapisan

longitudinal luar. Konstraksi lapisan sirkular mengkonstriksi lumen saluran dan kontraksi

lapisan longitudinal memperpendek dan memperlebar lumen saluran. Konstraksi ini

mengakibatkan gelombang peristalsis yang meenggerakkan isi saluran kea rah depan.

1) Muskularis eksterna terdiri dari otot rangka di mulut, faring, dan esophagus attas, serta otot

polos pada saluran selanjutnya.

2) Pleksus auerbach (pleksus mienterik) yang terdiri dari serabut saraf dan ganglion

parasimpatis, terletak diantara lapisan otot sirkular ddalam longitudinal luar.

d. Serosa(adventisia), lapisan keempat dan paling luar yang disebut juga peritoneum viseral.

Lapisan ini terdiri dari membrane serosa jaringan ikat renggang yang dilapisi epithelium

skuamosa simple. Di bawah area diafragma dan dalam lokasi tempat epithelium skuamosa

dan menghilang dan jaringan ikat bersatu dengan jaringan ikat di sekitarna area tersebut

disebut sebagai adventisia.

2.3.2 Peritoneum, mesenterium, dan omentum abdominopelvis adalah membrane erosa terlebar

dalam tubuh.

a. Peritoneum parietal melapisi rongga abdominopelvis.

b. Peritoneum viseral membungkus organ dan terhubungkan ke peritoneum parietal oleh

berbagai lipatan.

c. Rongga peritoneal adalah ruang potensial antara visceral dan peritoneum parietal.

d. Mesenterium dan omentum adalah lipatan jaringan peritoneal berlapis ganda yang merefleks

balik dari peritoneum visceral. Lipatan ini berfungsi untuk mengikat organ-organ abdominal

satu sama lain dan melabuhkannya ke dinding abdominal belakang. Pembuluh darah limfatik,

dan saraf terletak dalam lipatan peritoneal.

1) Omentum besar adalah lipatan ganda berukuran besar yang melekat pada duodenum, lambung

dan usus besar. Lipatan ini tergantung seperrti celemek di atas usus.

2) Omentum kecil menopang lambung dan duodenum sehingga terpisah dari hati.

3) Mesokolon melekatnya kolon ke dinding abdominal belakang.

4) Ligamen falsimoris melekatkan hati ke dinding abdominal depan dan difragma.

e. Organ yang tidak terbungkus peritoneum, tetapi hanya tertutup olehnya disebut

retroperitoneal (di belakang peritoneum). Yang termasuk retroperitoneal antara lain;

pankreas, duodenum, ginjal, rectum, kandung kemih, dan beberapa organ reproduksi

perempuan.

2.4 Organ-Organ Sistem Pencernaan

2.4.1 Rongga Oral, Faring Dan Esofagus

a.Rongga oral

Rongga oral adalah jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ asesoris

yangberfungsi dalam proses awal pencernaan. Rongga vestibulum (bukal) yang terletak di

antara gigi, dan bibir dan pipi sebagai batas luarnya. Rongga oral utama dibatasi gigi dan gusi

di bagian depan, palatum lunak dan keras di bagian atas, lidah dibagian bawah, dan orofaring

di bagian belakang.

b.Faring

Faring atau tekak terletak di belakang hidung, mulut, dan laring (tenggorokan). Faring

berupa saluran yang berbentuk kerucut dari bahan membrane berotot (muskulo membranosa)

dengan bagian terlebar di sebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak sampai diketinggian

vertebra servikal keenam, yaitu ketinggin tulang rawan krikoid, tempat faring bersambung

dengan usofagus. Dalam faring ini terjadi proses menelan (deglutisi) menggerakkan makanan

dari faring menuju esofagus.

c.Esofagus(kerongkongan)

Esophagus adalah tuba muscular, panjangnya sekitar 25 cm dan berdiameter 2,54 cm.

esofagus berawal pada area laringofaring, melewati difragma dan hiatus esophagus (lubang)

pada area sekitar vertebra toraks kesepuluh, dan membuka kearah lambung.

Fungsi esophagus menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristalsis.

Mukosa esophagus memproduksi sejumlah besar mukus untuk melumasi dan melindungi

esofagus.

2.4.2 Lambung

Regia-regia lambung terdiri dari bagian jantung, fundus, badan organ, dan bagian

pilorus. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin

(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi

masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.

a. Bagian jantung lambung adalah area di sekitar pertemuan esophagus dan lambung.

b. Fundus adalah bagian yang menonjol ke sisi kiri atas mulut esophagus.

c. Badan lambung adalah bagian yang terilatasi di bawah fundus, yang membentuk dua pertiga

bagian lambung. Tepi meial badan lambung yang konkaf disebut kurvatur kecil: tepi lateral

badan lambung yang konveks disebut kurvatur besar.

d. Bagian pylorus lambung menyempit di ujung bawah lambung dan membuka ke duodenum.

Antrum pylorus mengarah ke mulut pylorus yang dikelilingi sfinger pylorus muscular tebal.

Lambung berfungsi diantaranya dalah sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara

ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim, memproduksi kimus dan mucus,

factor intrinsic (menghasilkan vitamin B12), disgesti protein, dan absorpsi.

2.4.3 Usus Halus

Gambaran umum mengenai usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari

sfingter pylorus sampai ke katup ileosekal, tempatnya menyatu dengan usus besar. Diameter

usus halus kurang lebih 2,5 cm dan panjangnya 3-5 m. Secara umum proses pencernaan

dalam tubuh adalah dimulaidari lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari

(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.

Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa

di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung

untuk berhenti mengalirkan makanan. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang

mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir

(yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan

yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein,

gula dan lemak.

Fungsi usus halus adalah diantaranya secara selektif mengabsorpsi produk digesti,

usus halus juga mengakhiri proses pencernaan makanan yang dimulai di mulut dan lambung.

Proses ini diselesaikan oleh enzim usus dan enzim pancreas serta dibantu empedu dalam hati.

2.4.4 Pankreas

Pankraes merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan dasar :

o      Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

o   Pulau pankreas, menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam

duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas

akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam

bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini

hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah

besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan

asam lambung

2.4.5 Hati

Hati merupakan sebuah organ yang besar dan memiliki berbagai fungsi, beberapa

diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam

dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini

mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada

akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-

pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses

tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan

ke dalam sirkulasi umum.

2.4.6 Kandung Empedu dan saluran Empedu

Empedu memiliki 2 fungsi penting :

  Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

  Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang

berasal dari

ppenghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol

2.4.7 Usus Besar

Begitu materi dalam saluran pencernaan masuk ke usus besar, sebagian nutrient telah

dicerna dan di absorpsi dan hanya menyisakan zat-zat yang tidak tercerna. Usus besar tidak

memiliki vili, plicae cilculares (lipatan sirkular) dan diameternya lebih lebar, panjantnya

lebih pendek, dan daya renggangnya lebih besar disbandingkan usus halus. Usus besar terdiri

dari sekum (kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal), kolon (kolon

asenden, kolon tranversa, kolon desenden), rectum (bagian saluran dengan panjang 12-13cm,

yang berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.

Usus besar berfungsi diantaranya adalah:

1. Usus besar mengabsorpsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus yang tersisa dan

mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.

2. Usus besar hanya memproduksi mucus. Sekresinya tidak mengandung enzim atau hormone

pencernaan.

3. Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan memproduksi

sedikit kalori nutrient bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri juga memproduksi vitamin (K,

riboflavin, dan tiamin) dan berbagai gas.

4. Usus besar juga mengekskresi sisa dalam bentuk feses.

2.4.8 Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon

sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat

yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk

ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Orang dewasa dan

anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda

mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar

dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari

usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Dari pembahasan dalam bab 2 makalah ini, maka kesimpulan dari makalah ini adalah:

1. Pengertian dari sistem perncernaan adalah sistem yang berfungsi untuk melakukan proses

makanan sehingga dapat diserap dan digunakan oleh sel-sel tubuh secara fisika maupun

secara kimia.

2. Pengertian dari fisiologi pencernaan itu sendiri adalah mempelajari fungsi atau kerja system

pencernaan dalam keadaan normal.

3. Fungsi utama dari sistem pencernaan ini adalah untuk menyediakan makanan, air, dan

elektrolit bagi tubuh dari nutrient yang dicerna sehingga siap diabsorpsi.

Pencernaan berlangsung secara mekanik dan kimia, dan meliputi proses berikut:

(1) ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut,

(2) pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik oleh gigi. makanan

kemudian bercampur dengan saliva sebelum ditelan (menelan),

(3) peristalsis adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang menggerakkan makanan

tertelan melalui saluran pencernaan,

(4) digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi molekul kecil sehingga

absorpsi dapat berlangsung,

(5) absorpsi adalah penggerakan produk akhir penccernaan dari lumen saluran pencernaan ke

dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat digunakan oleh tubuh,

(6) egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna, juga bakteri, dalam

bentuk feses dari saluran pencernaan.

4. Gambaran Besar Saluran Pencernaan adalah terdiri dari :

(1) dinding saluran terusun dari 4 lapisan jaringan dasar dari lumen (rongga sentral) ke arah luar.

Komponen lapisan pada setiap regia berfariasi sesuai fungsi regia,

(2) Peritoneum, mesenterium, dan omentum abdominopelvis adalah membrane erosa terlebar

dalam tubuh.

5. Organ-organ system pencernaan adalah Rongga Oral, Faring Dan Esofagus, lambung, usus

halus, pancreas, hati, kandung empedu, usus besar, rectum dan anus.

3.2 Saran

Diharapkan kepada para perawat dan pelaku yang bekerja di bidang kesehatan untuk

benar-benar memahami tentanf fisiologi pencernaan pada manusia.Agar nantinya tidak terjadi

kesalahan dalam hal penyimpulan asumsi terhadap yang keluhan pasien yang bermasalah

dengan sistem pencernaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan. (Online).

http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Gray1045.png. (diakses tanggal 22 Oktober

2013).

Fisiologi Sistem Pencernaan. (Online).

http://medicastore.com/nutracare/isi_enzym.php. (diakses tanggal 22 Oktober 2013).

Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia. (Online). http://www.anneahira.com/fisiologi-

sistem-pencernaan-manusia.htm. (diakses tanggal 22 Oktober 2013).

P. Evelyn , C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedik. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Umum.

S. Ethel. W. palupi (ed). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku

Kedokteran.

SISTEM REPRODUKSI

Masa pubertas pada wanita merupakan masa produktif yaitu masa untuk mendapat

keturunan, yang berlangsung kurang lebih 40 tahun. Setelah itu, wanita memasuki masa

klimakterium yaitu masa peralihan antara masa reproduksi dengan masa senium

(kemunduran), di mana haid berangsur-angsur berhenti selama 1-2 bulan dan kemudian

berhenti sama sekali, yang disebut menopause. Selanjutnya terjadi kemunduran alat-alat

reproduksi, organ tubuh , dan kemampuan fisik.

Dalam Pengkajian pola Godon untuk Asuhan Keperawatan terdapat salah satu pola

yang disebut dengan Kajian Pola Reproduksi – Seksualitas. Salah satu Pola ini dapat

mempengaruhi Pola lainnya yang disebut juga dengan Kebutuhan Dasar Manusia menurut

Pola Gordon. Apabila salah satu terganggu pasti akan mempengaruhi yang lain. Begitu

pentingnya masalah sexualitas dalam kehidupan manusia sehingga ada pendapat ahli yang

extrim menyatakan bahwa semua tingkah laku manusia pada hakekatnya dimotifasi dan

didorong oleh sex. Maka tidaklah mengherankan bahwa ada pendapat peneliti lain

mengatakan bahwa kebanyakan gangguan kepribadian, gangguan tingkah laku terjadi oleh

adanya gangguan pola perkembangan kehidupan psikosexualnya.

1.      Genetalia Eksterna

Genetalia Eksterna terdiri dari:

a. Tundun (Mons veneris)

Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dari jaringan dan lemak, area ini

mulai ditumbuhi bulu (pubis hair) pada masa pubertas. Bagian yang dilapisi lemak, terletak di

atas simfisis pubis. Pertumbuhan rambut kemaluan ini tergantung dari suku  bangsa dan juga

dari jenis kelamin.pada wanita umumnya  batas atasnya melintang sampai pinggir atas

simfisis, sedangkan  kebawaah sampai sekitar  anus dan paha.

b. Labia Mayora

Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong. Kedua bibir ini bertemu

di bagian bawah dan membentuk perineum. Labia mayora bagian luar tertutup rambut, yang

merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris. Labia mayora bagian dalam tanpa

rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak). Ukuran labia mayora

pada wanita dewasa  panjang 7- 8 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm. Pada anak-anak kedua

labia mayora sangat berdekatan.

c. Labia Minora

Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia mayora), tanpa

rambut. Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab dan berwarna

kemerahan;Bagian atas labia minora akan bersatu membentuk preputium dan frenulum

clitoridis, sementara bagian. Di Bibir kecil ini mengeliligi orifisium vagina bawahnya akan

bersatu membentuk fourchette.

d. Klitoris

Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil. Glans clitoridis

mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif.

Analog dengan penis pada laki-laki. Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan

panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm.

e. Vestibulum (serambi)

Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora). Pada vestibula

terdapat 6 buah lubang, yaitu orifisium urethra eksterna, introitus vagina, 2 buah muara

kelenjar Bartholini, dan 2 buah muara kelenjar paraurethral. Kelenjar bartholini berfungsi

untuk mensekresikan cairan mukoid ketika terjadi rangsangan seksual. Kelenjar bartholini

juga menghalangi masuknya bakteri Neisseria gonorhoeae maupun bakteri-bakteri patogen.

f. Himen (selaput dara)

Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang menutupi

sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat

mengalir keluar. Bentuk dari himen dari masing-masing wanita berbeda-beda, ada yang

berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan ada lunak, lubangnya ada yang

seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari. Saat melakukan koitus pertama sekali dapat

terjadi robekan, biasanya pada bagian posterior.

g. Perineum (kerampang)

Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Dibatasi oleh otot-

otot muskulus levator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk menjaga kerja

dari sphincter ani.

1.      Genetalia Interna

A. VAGINA

Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan

vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus

levator ani, oleh karena itu dapat dikendalikan.

Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depannya

sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm.

Bagian serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio. Portio uteri

membagi puncak (ujung) vagina menjadi:

-Forniks anterior      -Forniks dekstra

-Forniks posterior     -Forniks sisistra

Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu

dengan pH 4,5. keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi.

Fungsi utama vagina:

1) Saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi.

2) Alat hubungan seks.

3) Jalan lahir pada waktu persalinan.

B. UTERUS

Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung

kemih dan rektum. Dinding belakang dan depan dan bagian atas tertutup peritonium,

sedangkan bagian bawah berhubungan dengan kandung kemih.Vaskularisasi uterus berasal

dari arteri uterina yang merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna (arterihipogastrika

interna).

Bentuk uterus seperti bola lampu dan gepeng.

1) Korpus uteri : berbentuk segitiga

2) Serviks uteri : berbentuk silinder

3) Fundus uteri : bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua pangkal tuba.

Untuk mempertahankan posisinya, uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan

ikat dan parametrium. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-

anak 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, multipara 8-9 cm dan > 80 gram pada wanita hamil. Uterus

dapat menahan beban hingga 5 liter

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :

a) Peritonium

Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus. Merupakan

penebalan yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat syaraf. Peritoneum

meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen.

b) Lapisan otot

Susunan otot rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan

lapisan dalam. Pada lapisan tengah membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim.

Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini

membentuk angka delapan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat,

dengan demikian pendarahan dapat terhenti. Makin kearah serviks, otot rahim makin

berkurang, dan jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri

internum anatomikum, yang merupakan batas dari kavum uteri dan kanalis servikalis dengan

osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi

selaput lendir serviks) disebut isthmus. Isthmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim

dan meregang saat persalinan.

c) Endometrium

Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara dari kelenjar

endometrium. Variasi tebal, tipisnya, dan fase pengeluaran lendir endometrium ditentukan

oleh perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Pada saat konsepsi endometrium

mengalami perubahan menjadi desidua, sehingga memungkinkan terjadi implantasi

(nidasi).Lapisan epitel serviks berbentuk silindris, dan bersifat mengeluarakan cairan secara

terus-menerus, sehingga dapat membasahi vagina. Kedudukan uterus dalam tulang panggul

ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot

panggul. Ligamentum yang menyangga uterus adalah:

1) Ligamentum latum

• Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopii.

2) Ligamentum rotundum (teres uteri)

• Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat.

• Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi.

3) Ligamentum infundibulopelvikum

• Menggantung dinding uterus ke dinding panggul.

4) Ligamentum kardinale Machenrod

• Menghalangi pergerakan uteruske kanan dan ke kiri.

• Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus.

5) Ligamentum sacro-uterinum

• Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale Machenrod menuju os.sacrum.

6) Ligamentum vesiko-uterinum

• Merupakan jaringan ikat agak longgar sehingga dapat mengikuti perkembangan

uterus saat hamil dan persalinan.

C. TUBA FALLOPII

Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan diameternya

antara 3 sampai 8 mm. fungsi tubae sangat penting, yaiu untuk menangkap ovum yang di

lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat

terjadinya konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai

mencapai bentuk blastula yang siap melakukan implantasi.

D. OVARIUM

Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan uterus di bawah

tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan

sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari

ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi adalah pematangan folikel de graaf dan mengeluarkan

ovum. Ketika dilahirkan, wanita memiliki cadangan ovum sebanyak 100.000 buah di dalam

ovariumnya, bila habis menopause.

Ovarium yang disebut juga indung telur, mempunyai 3 fungsi:

a. Memproduksi ovum

b. Memproduksi hormone estrogen

c. Memproduksi progesteron

Memasuki pubertas yaitu sekitar usia 13-16 tahun dimulai pertumbuhan folikel

primordial ovarium yang mengeluarkan hormon estrogen. Estrogen merupakan hormone

terpenting pada wanita. Pengeluaran hormone ini menumbuhkan tanda seks sekunder pada

wanita seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan rambut ketiak,

dan akhirnya terjadi pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebut menarche.

Awal-awal menstruasi sering tidak teratur karena folikel graaf belum melepaskan

ovum yang disebut ovulasi. Hal ini terjadi karena memberikan kesempatan pada estrogen

untuk menumbuhkan tanda-tanda seks sekunder. Pada usia 17-18 tahun menstruasi sudah

teratur dengan interval 28-30 hari yang berlangsung kurang lebih 2-3 hari disertai dengan

ovulasi, sebagai kematangan organ reproduksi wanita.

A.    Fisiologi Sistem  Reproduksi Wanita

1.        Hormon pada Wanita

Pada wanita, peran hormon dalam perkembangan oogenesis dan perkembangan

reproduksi jauh lebih kompleks dibandingkan pada pria. Salah satu peran hormon pada

wanita dalam proses reproduksi adalah dalam siklus menstruasi.

a.Siklus menstruasi

Menstruasi (haid) adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang

disertai pelepasan endometrium. Menstruasi terjadi jika ovum tidak dibuahi oleh sperma.

Siklus menstruasi sekitar 28 hari. Pelepasan ovum yang berupa oosit sekunder dari ovarium

disebut ovulasi, yang berkaitan dengan adanya kerjasama antara hipotalamus dan ovarium.

Hasil kerjasama tersebut akan memacu pengeluaran hormon-hormon yang mempengaruhi

mekanisme siklus menstruasi.

Untuk mempermudah penjelasan mengenai siklus menstruasi, patokannya adalah

adanya peristiwa yang sangat penting, yaitu ovulasi. Ovulasi terjadi pada pertengahan siklus

(½ n) menstruasi. Untuk periode atau siklus hari pertama menstruasi, ovulasi terjadi pada hari

ke-14 terhitung sejak hari pertama menstruasi. Siklus menstruasi dikelompokkan menjadi

empat fase, yaitu fase menstruasi, fase pra-ovulasi, fase ovulasi, fase pasca- ovulasi.

1.      Fase menstruasi

Fase menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi oleh sperma, sehingga korpus

luteum akan menghentikan produksi hormon estrogen dan progesteron. Turunnya kadar

estrogen dan progesteron menyebabkan lepasnya ovum dari dinding uterus yang menebal

(endometrium). Lepasnya ovum tersebut menyebabkan endometrium sobek atau meluruh,

sehingga dindingnya menjadi tipis. Peluruhan pada endometrium yang mengandung

pembuluh darah menyebabkan terjadinya pendarahan pada fase menstruasi. Pendarahan ini

biasanya berlangsung selama lima hari. Volume darah yang dikeluarkan rata-rata sekitar

50mL.

2.      Fase pra-ovulasi

Pada fase pra-ovulasi atau akhir siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan

hormon gonadotropin. Gonadotropin merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH.

Adanya FSH merangsang pembentukan folikel primer di dalam ovarium yang mengelilingi

satu oosit primer. Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga

folikel menjadi matang atau disebut folikel de Graaf dengan ovum di dalamnya. Selama

pertumbuhannya, folikel juga melepaskan hormon estrogen. Adanya estrogen menyebabkan

pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel penyusun dinding dalam uterus dan endometrium.

Peningkatan konsentrasi estrogen selama pertumbuhan folikel juga mempengaruhi serviks

untuk mengeluarkan lendir yang bersifta basa. Lendir yang bersifat basa berguna untuk

menetralkan sifat asam pada serviks agar lebih mendukung lingkungan hidup sperma.

3.      Fase ovulasi

Pada saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi perubahan

produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi

umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih lanjut dari hipofisis.

Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis melepaskan LH. LH merangsang

pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi, yaitu saat

terjadi pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf dan siap dibuahi oleh sperma. Umunya

ovulasi terjadi pada hari ke-14.

4.      Fase pasca-ovulasi

Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit sekunder

karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah menjadi korpus luteum. Korpus

luteum tetap memproduksi estrogen (namun tidak sebanyak folikel de Graaf memproduksi

estrogen) dan hormon lainnya, yaitu progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen

dengan menebalkan dinding dalam uterus atau endometrium dan menumbuhkan pembuluh-

pembuluh darah pada endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina

dan pertumbuhan kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga

estrogen) tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada uterus bila

terjadi pembuahan atau kehamilan.

Proses pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 sampai hari ke-28. Namun, bila

sekitar hari ke-26 tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus

albikan. Korpus albikan memiliki kemampuan produksi estrogen dan progesteron yang

rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan progesteron akan menurun. Pada kondisi ini,

hipofisis menjadi aktif untuk melepaskan FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase pasca-

ovulasi akan tersambung kembali dengan fase menstruasi berikutnya.

a.         Fertilisasi

Fertilisasi atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang mengandung ovum

dibuahi oleh sperma. Fertilisasi umumnya terjadi segera setelah oosit sekunder memasuki

oviduk. Namun, sebelum sperma dapat memasuki oosit sekunder, pertama-tama sperma harus

menembus berlapis-lapis sel granulosa yang melekat di sisi luar oosit sekunder yang disebut

korona radiata. Kemudian, sperma juga harus menembus lapisan sesudah korona radiata,

yaitu zona pelusida. Zona pelusida merupakan lapisan di sebelah dalam korona radiata,

berupa glikoprotein yang membungkus oosit sekunder.

Sperma dapat menembus oosit sekunder karena baik sperma maupun oosit sekunder

saling mengeluarkan enzim dan atau senyawa tertentu, sehingga terjadi aktivitas yang saling

mendukung.

Pada sperma, bagian kromosom mengeluarkan:

1. Hialuronidase

Enzim yang dapat melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata.

2. Akrosin

Protease yang dapat menghancurkan glikoprotein pada zona pelusida.

3. Antifertilizin

Antigen terhadap oosit sekunder sehingga sperma dapat melekat pada oosit

sekunder. Oosit sekunder juga mengeluarkan senyawa tertentu, yaitu fertilizin yang tersusun

dari glikoprotein dengan fungsi :

a.     Mengaktifkan sperma agar bergerak lebih cepat.

b.    Menarik sperma secara kemotaksis positif.

c.     Mengumpulkan sperma di sekeliling oosit sekunder.

Pada saat satu sperma menembus oosit sekunder, sel-sel granulosit di bagian korteks

oosit sekunder mengeluarkan senyawa tertentu yang menyebabkan zona pelusida tidak dapat

ditembus oleh sperma lainnya. Adanya penetrasi sperma juga merangsang penyelesaian

meiosis II pada inti oosit sekunder , sehingga dari seluruh proses meiosis I sampai

penyelesaian meiosis II dihasilkan tiga badan polar dan satu ovum yang disebut inti oosit

sekunder.Segera setelah sperma memasuki oosit sekunder, inti (nukleus) pada kepala sperma

akan membesar. Sebaliknya, ekor sperma akan berdegenerasi. Kemudian, inti sperma yang

mengandung 23 kromosom (haploid) dengan ovum yang mengandung 23 kromosom

(haploid) akan bersatu menghasilkan zigot dengan 23 pasang kromosom (2n) atau 46

kromosom.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

 Sistem reproduksi wanita terdiri atas 2 yaitu Genetalia Eksterna dan Interna.

Genetalia Eksterna terdiri atas Mons Venerum, Klitoris, Labiya mayora,labiya minora,

vestibulum,hymen dan perineum sedangkan Genetalia Interna terdiri atas vagina,uterus,tuba

fallopi dan ovarium.  Genetalia Eksterna dan Genetalia Interna memiliki perbedaan Anatomi

maupun Fisiologinya tetapi tetap memiliki keterkaitan yang saling bekerjasama yang sesuai

dengan sistemnya yaitu system reproduksi                

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk.2000. Kepita Selekta Kedokteran. Penerbit  Media Aesculapius.

Jakarta.

Manuaba, Ida. 1998.  Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana

untuk pendidikan bidan.  Penerbit buku kedokteran. Jakarta .

Kadaryanto et al. 2006.20. Biologi 2. Yudhistira, Jakarta

Saktiyono. 2004. 86-93, 96, 98.Sains : Biologi SMP 3. Esis-Penerbit Erlangga,

Jakarta.

Tim IPA SMP/MTs. 2007.14. Ilmu Pengetahuan Alam 3. 15-18. Galaxy Puspa

Mega, Jakarta.

Tim Biologi SMU.1997. 320,339-344, 348,349, 354-359. Biologi 2. Galaxy

Puspa Mega. Jakarta. 

GANGGUAN PENYAKIT

GANTOENTERITIS

A.    Anatomi dan Fisiologi

   Anatomi dan Fisiologi Lambung

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di daerah

epigastrik, di bawah diafragma dan di depan pankreas. Dalam keadaan kosong, lambung

menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas

normal lambung adalah 1 samapi 2 L (Prince, 2005). Secara anatomis lambung terdiri atas

empat bagian, yaitu: cardia, fundus, body atau corpus, dan pylorus. Adapun secara histologis,

lambung terdiri atas beberapa lapisan, yaitu: mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan

serosa. Lambung berhubungan dengan usofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan

duodenum melalui orifisium pilorik (Ganong, 2001). Mukosa lambung mengandung banyak

kelenjar dalam. Di daerah pilorus dan kardia, kelenjar menyekresikan mukus. Di korpus

lambung, termasuk fundus, kelenjar mengandung sel parietal (oksintik), yang menyekresikan

asam hidroklorida dan faktor intrinsik, dan chief cell (sel zimogen, sel peptik), yang

mensekresikan pepsinogen. Sekresi-sekresi ini bercampur dengan mukus yang disekresikan

oleh sel-sel di leher kelenjar. Beberapa kelenjar bermuara keruang bersamaan (gastric pit)

yang kemudian terbuka kepermukaan mukosa. Mukus juga disekresikan bersama HCO3-

oleh sel-sel mukus di permukaan epitel antara kelenjar-kelenjar (Ganong, 2001). Persarafan

lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk

lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Persarafan

simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut aferen

menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta

peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut eferen simpatis

menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (auerbach) dan

submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi

aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung (Prince, 2005). Seluruh suplai darah di

lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari arteri siliaka atau

trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor

dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan

arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior

duodenum (Prince, 2005).

Fisiologi Lambung Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang

berbentuk seperti kantung, dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh

asam klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki

dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan

dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin

yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan

melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi

bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen

dan pepsin. Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan

dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga

membentuk suatu kimus, dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan

kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005).

Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk

mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran

makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan

kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan

sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan

pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan

protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang

empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan

jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna

karena sebagian cairan lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan

lambung (Ganong, 2001). Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon.

Sistem saraf yang bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan

parasimpatis. Adapun hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin,

dan histamin. Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung. Pertama, fase

sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung, akibat

memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika makanan masuk lambung

akan merangsang mekanisme sekresi asam lambung yang berlangsung selama beberapa jam,

selama makanan masih berada di dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam

lambung terjadi ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap

berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting

bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu

makan sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).

b.        Usus Halus (Intestinum Minor)

Usus halus merupakan tabung kompleks berlipat-lipat yang membentang dari pilorus

sampai katup ileosekal. Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Usus

halus dibagi menjadi: duodenum, yeyunum, dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm,

mulai dari pylorus sampai yeyunum. Yeyunum dan ileum panjangnya masing-masing sekitar

3 meter. Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar, yang paling luar atau lapisan serosa

dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan viseral dan parietal, ruang yang

terletak di antara lapisan-lapisan ini dinamakan rongga peritoneum, otot yang meliputi usus

halus mempunyai 2 lapisan :

1)        Lapisan luar terdiri atas: serabut longitudinal yang telah tipis.

2)         Lapisan dalam terdiri atas: serabut-serabut sirkuler yang membantu gerakan peristaltik usus.

Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorbsi bahan-bahan nutrisi dan

air. Proses pencernaan disampaikan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus anterikus).

Dua hormon penting dalam pengaturan pencernaan usus, lemak yang bersentuhan dengan

mukosa duodenum menyebabkan kandung empedu yang dirantai oleh kerja kolesistokinin.

Fungsi usus halus:

1)      Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap oleh kapiler-kapiler dan

saluran-saluran limfe.

2)       Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

3)        Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

Fungsi usus besar:

1.      Menyerap air dan makanan.

2.      Tempat tinggal bakteri koli.

3.      Tempat faeces.

    B.     Pengertian

Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada

bayi dan lebih 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau

dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja. (Sudaryat Suraatmaja.2005)

Gastroenteritis yaitu defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah

dan atau lender dalam feses. (Suharyono,1999)

Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan yang terjadi

karena frekuensi satu kali atau lebih BAB dengan perubahan bentuknya yang encer atau cair.

(Suriadi, 2001)

Gastroenteritis adalah suatu kondisi pada gaster yang ditandai dengan adanya muntah

dan diare yang disebabkan infeksi, alergi, tidak toleran terhadap makanan tertentu atau

mencerna toksin. (Tucker,1998)

Dari bebepara pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah

buang air besar yang tidak normal atau bentuk feses encer dengan frekukensi lebih banyak

dari biasanya.

   C.    Etiologi

Penyebab diare dibagi dalam beberapa factor yaitu:

1.          Infeksi

a.       Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama pada anak

yang disebabkan infeksi bakteri (E. Colli, Salmonella,Shigella, Vibrio dll) parasit

(protozoa:E. hystolitica , G. lamblia; cacing:Askaris, trikurus; Jamur :kandida ) melalui fecal

oral : makanan , minuman,yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita

b.      Infeksi parenteral yaitu infeksi dari bagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti otitis

media akut, tonsilofaringitis, infeksi parasit : cacing,protozoa, jamur.keadaan ini terjadi pada

bayi dan anak umur dibawah 2 tahun.

2.          Malabsorsi

a.       Mal absorpsi kalbohidrat, disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa). Pada bayi

dan anak-anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.

b.      Mal absorpsi lemak

c.       Mal absorpsi protein

3.          Makanan

Makanan basi, baeracun, alergi terhadap makanan

4.          Psikologik

Rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang

telah besar.

   D.    Patofisiologi

Gastroenteritis akut ditandai dengan muntah dan diare berakibat kehilangan cairan

dan elektrolit. Penyebab utama gastroenteritis akut adalah virus (roba virus, adeno virus

enterik, norwalk virus serta parasit (blardia lambia) patogen ini menimbulkan penyakit

dengan menginfeksi sel-sel). Organisme ini menghasilkan enterotoksin atau kritotoksin yang

merusak sel atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Usus halus adalah

organ yang palilng banyak terkena.

Gastroenteritis akut ditularkan melalui rute rektal, oral dari orang ke orang. Beberapa

fasilitas perawatan harian yang meningkatkan resiko gastroenteritas dapat pula merupakan

media penularan. Transpor aktif akibat rangsang toksin bakteri terhadap elektrolit ka dalam

usus halus. Sel intestinal mengalami iritasi dan meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit,

mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga akan menurunkan

area permukaan intestinal.

Perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorpsi cairan dan elektrolit.

Peradangan dapat mengurangi kemampuan intestinal mengabsorpsi cairan dan elektrolit hal

ini terjadi pada sindrom mal absorpsi yang meningkatkan motilitas usus intestinal.

Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan gangguan dari

absorbsi dan sekresi cairan dan elektroli yang berlebihan. Cairan potasium dan dicarbonat

berpindah dari rongga ekstra seluler ke dalam tinja sehingga menyebabkan dehidrasi,

kekurangan elektrolit dapat terjadi asidosis metebolik. (Suriadi,2004: 83)

Iritasi usus oleh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus sehingga terjadi

produk sekretonik termasuk mukus. Iritasi mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga

terjadi peningkatan motiltas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang, karena waktu

yang tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di colon berkurang.

    E.     Manifestasi Klinik

Gejala awal adalah anak menjadi cengeng dan gelisah, suhu badan mungkin

meningkat, nafsu makan menurun kemudian timbul diare tinja cair, mungkin mengandung

darah atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu,

anus dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja menjadi asam akibatnya, banyaknya asam

laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus. Gejala

muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah dehidrasi diare.

Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala

dehidrasi.berat badan menurun pada bayi, ubun-ubun besar dan cekung, tonus dan turgor otot

kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering.

Gejala klinis sesuai  tingkat dehidrasi adalah sebagai berikut :

a.       Dehidrasi ringan (kehilangan 2,5% BB)

Kesadaran komposmentis, nadi kurang dari 120 kali per menit, pernafasan biasa, ubun-ubun

besar agak cekung, mata agak cekung, turgor dan tonus biasa, mulut kering.

b.      Dehidrasi sedang (kehilangan 6,9 % BB)

Kesadaran gelisah, nadi 120-140 kali per menit, pernafasan agak cepat, ubun-ubun besar

cekung, mata tampak cekung, turgor dan tonus agak kurang, mulut kering

c.       Dehidrasi berat (kehilangan > 10 % BB)

Kesadaran apatis sampai koma, nadi lebih dari 140 kali permenit, pernafasan kusmaul, ubun-

ubun besar cekung sekali, turgor dan tonus kurang sekali, mulut kering dan sianosis

Gangguan keseimbangan asam dan basa dan elektrolit :

a.       Cairan yang banyak keluar melalui BAB menyebabkan kehilangan bikarbonat, sehingga PH

menurun, PCO2 meningkat, asidosis metabolik yang ditandai pernafasan kusmaul.

b.      Terjadi hipo/hipertermi (< 130 atau > 150 mEq/L), hipokalemia (< 3 mEq).

c.       Hipoglikemi gangguan gizi

d.      Syok hipovolemi.

  

    F.     Klasifikasi

Klasifikasi Tanda dan GejalaTak ada dehidrasi Tak ada tanda dan gejala dehidrasi :

        Keadaan umum baik, sadar

        Tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, pernapasan)

dalam batas normal

Dehidrasi tak berat Dua atau lebih tanda-tanda berikut :

        Gelisah, rewel

        Mata cekung

        Air mata kurang

        Haus (minum banyak)

        Mulut dan bibir sedikit kering

        Cubitan kulit perut kembali lambat

        Tangan dan kaki hangat

Dehidrasi berat Dua atau lebih tanda-tanda berikut :

        Kondisi umum lemas

        Kesadaran menurun – tidak sadar

        Mata cekung

        Air mata tidak ada

        Tidak mampu untuk minum/minum lemah

        Mulut dan bibir kering

        Cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( ≥ 2 detik)

        Tangan dan kaki dingin

   G.    Komplikasi

a)      Dehidrasi

b)      Renjatan hipovolemik

c)      Kejang

d)     Bakterimia

e)      Mal nutrisi

f)       Hipoglikemia

g)      Intoleransi sekunder  akibat kerusakan mukosa usus.

    H.    Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik yang meliputi :

1.          Pemeriksaan Feses

-            Makroskopis dan mikroskopis.

-            pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat

intoleransi gula.

-            Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

-            Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit

-            Kultur fese (jika anak dirawat di rumah sakit, pus dalam feses atau diare yang

berkepanjangan), untuk menentukan patogen

-            Evaluasi volume, warna, konsistensi, adanya mukus atau pus pada feses

2.          Pemeriksaan Darah

-            pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor ) dalam

serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.

-            Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

-            Darah samar feses, untuk memeriksa adanya darah (lebih sering pada gastroenteritis yang

berasal dari bakteri)

-            Hitung darah lengkap dengan diferensial

3.          Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )

-            Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama

dilakukan pada penderita diare kronik.

-            Aspirasi duodenum (jika diduga G.lamblia)

4.          Uji antigen immunoassay enzim, untuk memastikan adanya rotavirus

5.          Urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi; organisme Shigella keluar

melalui urine)

    I.       Penatalaksaan Medis

Penatalaksaan klien dengan gastroenteritis adalah :

1)      Pemberian cairan

2)      Dietetik (pemberian makanan)

3)      Obat-obatan

4)      Education : memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu-ibu tentang anak-anak yang sehat

atau makanan untuk anak diare

Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui feses dengan atau

tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain

(gula, air tajin, tepung beras, dll)

Penatalaksanaan :

a.    Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan

Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:

1)   Jenis cairan yang akan digunakan

-       Cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah

dibandingkan dengan kadar kalium cairan feses.

-       Jika tidak tersedia RL, dapat diberikan cairan NaCl isotonik ditambah satu ampul

Nabikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap 1L infus NaCl isotonik.

-       Pada keadaan diare akut awal yang ringan, dapat diberikan bubuk oralit sebagai usaha awal

agar tidak terjadi dehidrasi. Atau dapat dengan pengganti oralit : air teh + 1 sendok gula +

seujung sendok garam atau air tajin + gula + garam

2)   Jumlah cairan yang akan diberikan :

-       Pada prinsipnya jumlah cairan yang akan diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar

dari tubuh.

-       Kehilangan cairan dari tubuh dapat dihitung dengan memakai rumus:

B.D. plasma dengan memakai rumus:

Kebutuhan cairan: BD plasma-1,025 x BB x 4 ml

0,001

3)   Kembali makanan semula secara bertahap, setelah dehidrasi hilang.

Misal : SGM diencerkan 1/3 takaran semula, biasanya makan nasi tim di ganti bubur dahulu.

         Keperluan cairan

Dehidrasi ringan : 150 cc / kg BB / hari

Dehidrasi sedang : 200 cc / kg BB / hari

Dehidrasi berat : infus RL, nacl, D10 %.

         untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun, BB 3 – 10 kg.

o   1 jam I : 4 ml / kg BB / jam = 10 tts / kg BB / mnt (jika set infus 1 ml = 15 tts)

o   7 jam berikutnya : 12 ml / kg BB / jam = 3 tts / kg BB / mnt (jika set infus 1 ml = 15 tts)

o   16 jam kemudian : 125 ml / kg BB, oralit per oral.

         untuk anak umur 2-5 tahun, dengan BB 10 – 15 kg

o   1 jam I : 30 ml / kg BB / jam = 3 tts / kg BB / mnt. (makro).

o   16 jam kemudian : 125 ml / kg BB oralit per oral

         untuk anak ≥ 5 tahun, dengan BB 15 – 25 kg.

o   1 jam I : 20 ml / kg BB / jam = 5 tts / kg BB / mnt (makro)

o   7 jam berikutnya : 10 ml / kg BB / jam = 2-3 tts / kg BB / mnt (makro).

o   16 jam kemudian : 125 ml / kg BB, oralit peroral.

b.    Memberikan terapi simptomatik

Pemberian terapi simptomatik harus berhati-hati dan perlu pertimbangan karena lebih banyak

kerugiannya daripada keuntungannya :

-       Pemberian anti motilitas seperti Loperamid perlu dipertimbangkan karena dapat

memperbutuk diare. Jika memang dibutuhkan karena pasien amat kesakitan diberikan dalam

jangka pendek (1-2 hari saja) dengan jumlah sedikit.

-       Pemberian antiemetik seperti Metoklopropamid juga perlu diperhatikan karena dapat

menimbulkan kejang pada anak dan remaja akibat rangsangan ekstrapiramidal.

-       Pada diare akut yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tidak ada kontraindikasi dapat

diberikan Bismuth subsalisilat maupun Loperamiddalam waktu singkat. Pada diare berat,

obat-obat tersebut perlu dipertimbangkan dalam pemberian waktu yang singkat dan

dikombinasikan dengan pemberian obat antimikrobial.

-       Pada penderita diare mungkin disertai denganLactose intolerance, oleh karena itu hindari

makanan/ minuman yang mengandung susu sapai diare membaik dan hindari makanan yang

pedas atau banyak mengandung lemak.

c.    Memberikan terapi defenitif

Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:

-       Kolera eltor:

Tetrasiklin 4x500 mg/ hari, selama 3 hari atau

Kortimoksazol, dosis awal 2x3 tab, kemudian 2x2 tab selama 6 hari atau

Kloramfenikol 4x500 mg/ hari, selama 7 hari atau gol. Fluoroquinolon

-       S.aureus: Kloramfenikol 4x500 mg/ hari

-       Salmonellosis:

Ampisilin 4x1g/ hari atau

Kortimoksazol 2x2 tab atau

Gol. Fluoroquinolon seperti Siprofloksasin 2x500 mg selama 3-5 hari

-       Shigellosis:

Ampisilin 4x1g/ hari, selama 5 hari atau

Kloramfenikol 4x500 mg/ hari, selama 5 hari

-       Injeksi Helicobacter jejuni Eritromisin 3x500 atau 4x500 mg/ hari selama 7 hari

-       Amubiasis:

Metronidazol 4x500 mg/ hari selama 3 hari atau

Tinidazol dosis tunggal 2 g/ hari selama 3 hari atau

Secnidazole dosis tunggal 2 g/ hari selama 3 hari atau

Tetrasiklin 4x500 mg/ hari, selama 10 hari

-       Giardiasis:

Quinacrine 3x100 mg/ hari selama 1 minggu atau

Chloroquin 3x100 mg/ hari selama 5 hari atau

Metronidazol 3x250 mg/ hari selama 7 hari

-       Balantidiasis: Tetrasiklin 3x500 mg/ hari, selama 10 hari

-       Kandidosis: Nystatin 3x500.000 unit selama 10 hari

-       Virus : simtomatik dan suportif

d.        Therapi

Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang

mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidarat lain (gula, air, tajin, dan lain-lain).

(a)      Obat-obatan Anti Sekresi

Asetosal dosis 25 mg / hari dengan dosis minimal 30 mg.

Klorpromazin dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari

(b)     Obat Spasmolitik

Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, tidak boleh di gunakan

(c)      Obat Antibiotik

Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebab yang

jelas. Bila penyebabnya kolera dibeirkan tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari. Antibiotik juga

diberikan bila terdapat penyakit penyerta, spt : OMA, faringitis, bronkitis atau

bronkopneumonia.

    J.      Pencegahan

Dalam pencegahan penyakit Gastroenteritis dapat dilihat dalam lima tingkat pencegahan (five

levels of prevention) sebagai berikut :

1)      Perbaikan status gizi individu/perorangan ataupun masyarakat untuk membentuk daya tahan

tubuh yang lebih baik dan dapat melawan Agent penyakit yang akan masuk kedalam tubuh,

seperti mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat gizi yang lebih baik dan

diperlukan oleh tubuh.

2)      Pemberian ASI Ekslusif kepada bayi yang baru lahir, karena ASI banyak mengandung

kalori, protein dan vitamin yang banyak dibutuhkan oleh tubuh, pencegahan ini bertujuan

untuk membentuk system kekebalan tubuh sehingga terlindung dari berbagai penyakit infeksi

seperti Gastroenteritis.

3)      Diagnosa Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)

4)      Pemberantasan Cacat (Disability Limitation)

Penyakit Gastroenteritis ini jika tidak diobati secara baik dan teratur akan dapat

menyebabkan kematian. Pembatasan kecacatan (Disability Limitation) dalam mencegah

terjadinya penyakitGastroenteritis dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya :

-       Mencegah proses penyakit lebih lanjut dengan cara melakukan pengobatan secara

berkesinambungan sehingga tercapai proses pemulihan yang baik.

-       Melakukan perawatan khusus secara berkala guna memperoleh pemulihan kesehatan yang

lebih cepat.

-       Mencuci tangan sebelum makan

5)      Rehabilitasi (Rehabilitation)

Rehabilitasi (Rehabilitation) dalam mencegah terjadinya penyakit Gastroenteritis dapat

dilakukan dengan rehabilitasi fisik/medis apabila terdapat gangguan kesehatan fisik akibat

penyakit Gastroenteritis

                              ASUHAN KEPERAWATAN

DATA FOKUS

Data Subjektif (DS) Data Objektif (DO)

   Ibu klien mengatakan BB klien

turun sebelumnya 18 kg saat ini 15

kg.

   Ibu klien mengatakan klien tidak

mau minum

       Kaji TTV:

       RR: 24 x/menit

       Suhu: 390C

       Nadi : 112 x/menit

       Keadaan umum : lemah

       Kesadaran Compos Mentis

       Turgor kulit 5 detik

       Mata tampak cekung

       Bibir tampak kering

       Klien tampak rewel

       Laboratorium feses (-)

       Terpasang IVFD KaEN 3B + KCL 12 Meq/12

jam.

       Cek Hematologi

o   Hasil cek laboratorium:

       Leukosit : 10.000 u/L

(N : 5 rbu – 10 rbu u/L)

       Hematokrit : 50 %

(N: p = 36-48%) (L =42-52%)

       Hemoglobin : 11 g/dl

(N: p = 12-16g/dl)

(L = 14-17 g/dl)

       Cek kimia darah

       Hasil cek elektrolit

       Kalium : 2,8 MEq/L

(N : 3,5 -5,5 MEq/L)

ANALISA DATANo Data Fokus Problem

1. DS =

       Ibu klien mengatakan BB klien turun sebelumnya 18 kg saat ini

15 kg.

       Ibu klien mengatakan klien tidak mau minum

DO =

  Kaji TTV:

o   RR: 24 x/menit

o   Suhu: 390C

o   Nadi : 112 x/menit

Keadaan umum : lemah

  Kesadaran umum : Compos Mentis

  Turgor kulit 5 detik

Defisit volume cairan

  Mata tampak cekung

  Bibir tampak kering

  Klien tampak rewel

  Laboratorium feses (-)

  Terpasang IVFD KaEN 3B + KCL 12 Meq/12 jam.

  Cek Hematologi

o   Hasil cek laboratorium:

  Hematokrit : 50 %

(N: p = 36-48%) (L =42-52%)

  Cek kimia darah

o   Hasil cek elektrolit

  Kalium : 2,8 MEq/L

(N : 3,5 -5,5 MEq/L)

2 DS =

       Ibu klien mengatakan BB klien turun sebelumnya 18 kg saat ini

15 kg.

       Ibu klien mengatakan klien tidak mau minum

DO =

Kaji TTV:

o RR: 24 x/menit

o Suhu: 390C

o Nadi : 112 x/menit

Keadaan umum : lemah

Kesadaran umum : Compos Mentis

Mata tampak cekung

Klien tampak rewel

Laboratorium feses (-)

Intake

o Oral = tidak ada

o Terpasang IVFD KaEN 3B + KCL 12 Meq/12

jam.= 1000 cc

Ketidak seimbangan nutrisi

Output

o Muntah = tidak ada

o IWL= 700

o Urine = 320

o Bab =300

o Jumlah =1320

Cek Hematologi

o Hasil cek laboratorium:

Hematokrit : 50 %

(N: p = 36-48%)

(L =42-52%)

Hemoglobin : 11 g/dl

(N: p = 12-16g/dl)

(L = 14-17 g/dl)

Cek kimia darah

o Hasil cek elektrolit

Kalium : 2,8 MEq/L

(N : 3,5 -5,5 MEq/L)

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DiagnosaKeperawatan Tanggalditemukan Tanggalteratasi

Kekurangan volume cairan b.d kerugian

GI berlebihan dalam tinja atau emesis

08-04-2013

Nutrisi Seimbang Kurang Dari

Kebutuhan Tubuh b.d Kerugian

Diare ,Asupan Kurang Baik

08-04-2013

INTERVENSITanggal Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

08-04-2013 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam masalah kekurangan volume cairan

dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1.      TTV pasien normal dengan :

       Td : 120/80mmhg

       Suhu : 36,5°C – 37,5oc

       Rr : 20 X/ Menit

       Nadi : 80 X/ Menit

2.      Anak menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang

memadai:

       Turgor kulit <3 detik

       Bibir lembab

       Klien Tidak rewel

       Anak mau minum

Mandiri :

1. anjurkan ibu agar klien minum sebanyak

750 cc x/24 jam.

2. pantau tanda tanda dehidarsi lanjut

3. anjurkan ibu untuk melaporkan tanda

tanda dehidrasi (turgor kulit, pengisian

kapiler,kelembapn membran mukosa)

Kolaborasi:

1. memantau cairan IVFD

2. memantau kadar elektrolit dalam darah

08-04-2013 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam diharapkan masalah nutrisi kurang

seimbang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi

dengan kriteria hasil :

1.      Anak membutuhkan gizi yang ditentukan dan

menunjukkan kenaikan berat badan yang

memuaskan.

Mandiri:

1. anjurkan ibu agar anak makan walaupun

sedikt tapi sering

2. pantau berat badan klien

3. monitor intake nutrisi pasien, jumlah

makanan yang masuk dan pola makan

4.pantau pemberian makanan

Kolaborasi:

1.jika anak tidak dapat mentoleransi

makanan, diare berlanjut maka dilakukan

pemasangan NGT

2. kolaborasi dengan ahli gizi untuk asupan

makanan

3. berikan obat diare sesuai indikasi

.

BAB III

PENUTUPDiare merupakan suatu gejala dari bermacam-macam penyakit. Penyebab pasti dari

diare ini tidak dapat diketahui secara pasti, tetapi haruslah dengan melakukan berbagai

macam pemeriksaan dan riwayat penyakit sekarang, serta apa saja yang dilakukan oleh

penderita diare terakhir sekali. Barulah diketahui klien itu menderita penyakit apa.

Dengan munculnya diare pada anak, terutama yang masih bayi tidak dapat dianggap

remeh walaupun hanya diare beberapa kali dalam sehari (diare ringan). Karena 80% lebih

tubuh bayi terdiri dari air. Yang bila terjadi diare berarti cairan dan elektrolit dalam tubuh

bayi keluar, sehingga bayi rentan untuk kekurangan cairan dan elektrolit. Apalagi bila diare

berat maka dehidrasi tidak dapat dihindari lagi dan dapat terjadi hipovolemik shock.

Oleh karena itu sebagai perawat perlu dan penting sekali untuk memberi penyuluhan

kepada masyarakat terutama kepada orang tua yang mempunyai anak dan bayi. Agar selalu

memelihara kesehatan dan mencegah timbulnya diare, dengan jalan menjaga kebersihan

baik fisik dan psikologis. Karena bila bayi stress juga dapat terjadi diare. Memperhatikan

gizi makanan juga sangat penting. Bila terjadi diare maka segeralah beri minum yang

banyak atau dengan memberikan oralit (larutan gula garam) untuk pertolongan pertama,

kemudian segeralah bawa kepada tenaga kesehatan atau rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

1.          Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (2006). Jilid 1. Edisi 4. Jakarta : FKUI.

2.          Diyanti, G.W. (2007). Studi penggunaan antibiotik pada pasien gastroenteritis dewasa pada

pasien rawat inap di ruang penyakit tropik lnfeksi pria dan wanita RSU Dr. Soetomo

Surabaya. Diperoleh tanggal 11 Maret 2010 dari http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?

id=gdlhub-gdl-s1-2007-diyantigus-

4467&node=359&start=196&PHPSESSID=735f99a341908093de36c5a6ffbdf67c,

3.          Doenges., dkk. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian perawatan pasien (M. Kariasa & N. M. Sumarwati, Terj.). Edisi 3.

Jakarta: EGC. (Naskah asli dipublikasikan pada tahun 1993)

4.          Gastroenteritis. (2009). (2010). Diperoleh tanggal 11 Maret 2010

dari http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=47

5.          Medfriendly. Feces. http://www.medfriendly.com/feces.html diunduh pada 05 Februari 2010.

6.          Perry&Potter, (2003). Basic nursing essentsial for practice. Sixth edition. Mosby: USA.

7.          Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing : concepts, process, and

practice. Sixth Edition. St. Louis : Mosby.

8.          Trisa, Cholina. kebutuhan dasar manusia eliminasi

9.          b.a.b .http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-cholina.pdf diunduh pada 05

Februari 2010.

10.      Winarno. Kondisi feses merefleksi status kesehatan anda. http://mbrio-food.com/article10.htm diunduh pada 05

Februari 2010.

DISENTRI

A.    DEFINISI

Disentri berasal dari bahasa Yunani  yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang

berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah.

disentri adalah peradangan usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air

besar. Buang air besar ini berulang-ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak

cairan dan darah.

Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari

tinja , yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi berak lebih dari

biasanya.

Jadi Disentri adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran pencernaan,

khususnya di usus besar. Yang ditandai dengan sakit perut konsistensi tinja melembek

hamper mencair dan kadang disertai darah

B.     ETIOLOGI

1.         Bakteri (Disentri basiler)

a. Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus

disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan

mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella

b. Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)

c. Salmonella

d. Campylobacter jejuni, terutama pada bayi

2.         Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia >

5 tahun

C. FACTOR RESIKO

1.      Perilaku khusus meningkatkan resiko terjadinya diare:

a. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan,

b. Menggunakan botol susu yang tercemar,

c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar dalam waktu cukup lama,

d. Menggunakan air minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja

e. Tidak mencuci tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja atau

sebelum memasak makanan,

f. Tidak membuang tinja secara benar.

D.    MANIFESTASI KLINIS

Gejala dimulai dalam 1-4 hari setelah terinfeksi. Pada anak-anak yang lebih muda,

gejala dimulai secara tiba-tiba dengan demam, rewel, perasaan mengantuk, hilangnya nafsu

makan, mual dan muntah, diare, nyeri perut dan kembung dan nyeri pada saat buang air

besar. Setelah 3 hari, tinja akan mengandung nanah, darah dan lendir. Buang air besar

menjadi lebih sering, sampai lebih dari 20 kali/hari. Bisa terjadi penurunan berat badan dan

dehidrasi berat.

Pada orang dewasa tidak terjadi demam dan pada mulanya tinja sering tidak berdarah

dan tidak berlendir. Gejalanya dimulai dengan nyeri perut, rasa ingin buang air besar dan

pengeluaran tinja yang padat, yang kadang mengurangi rasa nyeri. Episode ini berulang, lebih

sering dan lebih berat. Terjadi diare hebat dan tinja menjadi lunak atau cair disertai lendir,

nanah dan darah. Kadang penyakit dimulai secara tiba-tiba dengan tinja yang jernih atau

putih, kadang dimulai dengan tinja berdarah. Sering disertai muntah-muntah dan bisa

menyebabkan dehidrasi.

1.      Disentri basiler

a.       Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada

permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah

12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.

b.      Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.

c.       Muntah-muntah.

d.      Anoreksia.

e.       Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.

f.       Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit

kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

2.      Disentri amoeba

a.       Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.

b.      Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)

c.       Sakit perut hebat (kolik)

d.      Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).

E.     PATOFISIOLOGI

Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain makanan,

minuman yang tercemar tinja atau yang kontak langsung dengan tinja penderita. Bakteri

menyebabkan penyakit dengan menyusup ke dalam lapisan usus, menyebabkan

pembengkakan dan kadang kadang luka dangkal.

Disentri Basiler biasanya dialami anak-anak yang lebih muda. Kuman penyakit ini

masuk langsung ke dalam alat-alat pencernaan dan menyebabkan pembengkakan dan

pemborokan dangkal. Peradangan yang hebat mungkin meliputi seluruh usus besar dan juga

usus halus bagian bawah.

Organisme ini disebarkan dari satu orang ke orang lainnya melalui makanan dan air

yang sudah dikotori atau yang disebarkan oleh lalat. Kuman disentri ini hidup dalam usus

besar manusia dan menyebabkan luka pada dinding usus. Inilah yang menyebabkan kotoran

penderita seringkali tercampur nanah dan darah.

Penyakit ini biasanya menyerang dengan tiba-tiba sekitar dua hari setelah terkena

kuman terutama pada anak-anak. Setelah itu demam, anak cengeng, dan mudah mengantuk.

Nafsu makannya hilang, mual, muntah, mencret, nyeri perut disentri kembung.

Dua-tiga hari kemudian tinjanya mengandung darah, nanah dan lendir. Penderita

mungkin mengeluarkan tinja encer 20 sampai 30 kali sehari sehingga ia bisa kekurangan

cairan. Pada tahap parahnya infeksi terjadi hebat dan bisa menyebabkan kematian.

Untuk mengobatinya biasanya dilakukan dengan mengganti cairan yang keluar seperti

oralit. Selain itu pemberian antioksidan sangat penting untuk membunuh kuman. Meski

begitu upaya pencegahan adalah dengan menjaga kebersihan, membasmi lalat di rumah, serta

jaga makanan dan minuman dari kotoran.

Jika dalam kurun waktu tersebut tidak terlihat respons, harus dilakukan evaluasi

apakah disentri tersebut bukan disentri basiler tetapi disentri amuba atau kuman tersebut

sudah resisten terhadap antibiotik yang diberikan, sehingga perlu diganti.

Pengobatan disentri harus segera kalau tidak dapat membahayakan jiwa anak atau

kemungkinan komplikasi bisa terjadi.

G.    PENATALAKSANAAN MEDIS

Dokter akan memberikan antibiotik sesuai dengan gambaran klinis diare, tes

laboratorium diperlukan untuk mengetahui tanda-tanda ketahanan kuman dan jenis disentri.

Namun biasanya dokter akan memberikan antibiotik selama 5-7 hari.

Antibiotika

1.      Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang

sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan

menurunkan resiko komplikasi dan kematian.

2.      Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimokasazol (trimetoprim

10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.

3.      Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol

dibandingkan placebo10.

4.      Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o

Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal

IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

5.      Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja

berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik

harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.

6.      Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica

dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2

antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif

untuk disentri basiler.

7.      Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah Metronidazol

30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan

oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.

H.    PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1.    Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan

pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi

adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis

pada anak. Waspadai adanya syok sepsis.

2.    Komponen terapi disentri :

a.    Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit Seperti pada kasus diare akut secara umum,

hal pertama yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil

adalah penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.

b.    Diet

Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi

kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU)

dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang

diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan

sinbiotik dan preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa

obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya resiko

untuk memperpanjang masa sakit.

c.    Sanitasi

Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan§ dengan bersih sehabis

membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

1)   Upaya rehidrasi oral tidak tepat untuk :

a)    Pengobatan awal dehidrasi berat, karena cairan harus diganti dengan cepat.

b)   Penderita ileus paratikus dan perut kembung.

c)    Penderita yang tidak dapat minum.

2)   Upaya rehidrasi oral tidak efektif untuk :

a)    Penderita dengan pengeluaran tinja yang sangat banyak dan cepat (lebih dari 15

ml/kgBB/jam) serta penderita tidak dapat minum cairan dengan jumlah yang cukup untuk

mengganti kehilangannya.

b)   Penderita dengan muntah berat dan berulang-ulang.

c)    Penderita malabsorbsi glukosa; penderita seperti itu larutan oralit menyebabkan volume tinja

meningkat nyata dan tinja mengandung glukosa jumlah besar.

I.       KOMPLIKASI

1.      Dehidrasi : saat di mana tubuh kita tidak seimbang dalam kadar cairannya , tentunya banyak

cairan yang dikeluarkan daripada yang dihidupkan.

2.      Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia ( Hyponatremia merujuk pada tingkat sodium

dalam darah yang lebih rendah dari normal. Sodium adalah penting untuk banyak fungsi-

fungsi tubuh termasuk pemeliharaan keseimbangan cairan, pengaturan dari tekanan darah,

dan fungsi normal dari sistim syaraf ).

3.      Sepsis (suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik / inflammatory sytemic

rection yang dapat disebabkan oleh invansi bakteri, virus, jamur atau parasit.) dan DIC

4.      Sindroma Hemolitik Uremik : suatu penyakit dimana secara tiba-tiba jumlah trombosit

menurun (trombositopenia, sel-sel darah merah dihancurkan (anemia hemolitik) dan ginjal

berhenti berfungsi (gagal ginjal).

5.      Malnutrisi/malabsorpsi kekurangan nutrisi dari sejak dalam kandungan

6.      Hipoglikemia kekurangan glukosa dalam darah

7.      Prolapsus rectum (turunnya rektum melalui anus )

8.      Reactive arthritis : suatu kondisi yang dipicu oleh infeksi yang terjadi di tubuh - paling sering

usus, alat kelamin atau saluran kemih. Sakit sendi dan bengkak merupakan ciri khas dari

arthritis reaktif. Artritis reaktif juga dapat menyebabkan peradangan pada mata, kulit dan

saluran yang membawa urin dari kandung kemih (uretra). Arthritis reaktif juga kadang-

kadang disebut sindrom Reiter, meskipun istilah ini lebih akurat mengacu pada subtipe

artritis reaktif terutama yang mempengaruhi sendi, mata dan uretra.

9.      Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-

kadang usus yang berlubang.

10.  Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan sebagian selaput lendir

usus keluar melalui lubang dubur (prolapsus rekti).

TIFOID

2.1 Pengertian Demam Tifoid

Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus, merupakan

penyakit infeksi  akut oleh kuman Salmonela typhi yang menyerang saluran pencernaan.

Penyakit demam tifoid ini masih banyak dijumpai di negara berkembang seperti di beberapa

negara Asia Tenggara dan Afrika, terutama di daerah yang kebersihan dan kesehatan

lingkungannya kurang memadai. Di Indonesia, demam tifoid merupakan penyakit endemik

(penyakit yang terdapat sepanjang tahun) dan menduduki peringkat kedua setelah diare.

Demam tifoid sebenarnya dapat menyerang semua golongan umur, tetapi biasanya

menyerang anak usia lebih dari 5 tahun. Itulah sebabnya demam tifoid merupakan salah satu

penyakit yang memerlukan perhatian khusus. Penularan penyakit ini biasanya dihubungkan

dengan faktor kebiasaan makan, kebiasaan jajan, kebersihan lingkungan, keadaan fisik anak,

daya tahan tubuh dan derajat kekebalan anak.

2.2 Penyebab Demam Tifoid

Kuman salmonela masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang

tercemar, baik pada waktu memasak atau pun melalui tangan dan alat masak yang kurang

bersih. Bersama makanan itu, kuman salmonela akan diserap oleh usus halus dan menyebar

ke semua alat tubuh terutama hati dan limpa, sehingga membengkak dan nyeri. Kuman ini

akan meneruskan perjalannya masuk peredaran darah dan masuk ke dalam kelenjar limfe,

terutama di usus halus. Nah, di dalam dinding usus ini Salmonela membuat luka atau bahasa

medisnya tukak berbentuk lonjong.

Tukak tersebut suatu saat dapat menimbulkan perdarahan atau robekan sehingga

terjadi penyebaran infeksi ke dalam rongga perut. Kalau sudah parah maka perlu tindakan

operasi untuk mengobatinya. Tak jarang hal ini dapat menimbulkan kematian. Selain itu,

kuman salmonela yang masuk ke dalam tubuh juga mengeluarkan toksin (racun) yang akan

menimbulkan gejala demam pada penderita.

2.3 Gejala dan Tanda Demam Tifoid

Penyakit ini bisa menyerang saat bakteri tersebut masuk melalui makanan atau

minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Kemudian mengikuti

peredaran darah, bakteri ini mencapai hati dan limpa sehingga berkembang biak disana yang

menyebabkan rasa nyeri saat diraba. Gejala klinis demam tifoid pada anak dapat bervariasi

dari yang ringan hingga yang berat. Biasanya gejala pada orang dewasa akan lebih ringan

dibanding pada anak-anak. Kuman yang masuk ke dalam tubuh anak, tidak segera

menimbulkan gejala. Biasanya memerlukan masa tunas sekitar 7-14 hari. Masa tunas ini lebih

cepat bila kuman tersebut masuk melalui makanan, dibanding melalui minuman.

Gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang

ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang

ditimbulkan antara lain :

1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang

malamnya demam tinggi.

2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak

akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.

3. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan

limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga

terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa

masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.

4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan

gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa

kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).

5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing.

Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.

6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan

berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali

terjadi gangguan kesadaran.

2.4 Patogenesis Demam Tifoid

Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air

yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke

usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami

hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman

Salmonella Typi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai

kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-

kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah melalui duktus thoracicus. Kuman

salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typi

bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.

2.5 Manifestasi Klinis Demam Tifoid

Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi

yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan

sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah

disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas

tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa

perforasi usus atau perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan

gambaran klinisnya saja.

  Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua

penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah

dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus

daripada S. typhi. Sifat demam juga muncul saat sore menjelang malam hari. Menggigil tidak

biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis

malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian demam tifoid

dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai

demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat menembus

sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang

mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang

tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis

akibat perforasi usus.

Pengamatan selama 6 tahun (1987-1992) di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK

Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya terhadap 434 anak berumur 1-12 tahun dengan diagnosis

demam tifoid atas dasar ditemukannya S.typhi dalam darah dan 85% telah mendapatkan

terapi antibiotika sebelum masuk rumah sakit serta tanpa memperhitungkan dimensi waktu

sakit penderita, didapatkan keluhan dan gejala klinis pada penderita sebagai berikut : panas

(100%), anoreksia (88%), nyeri perut (49%), muntah (46%), obstipasi (43%) dan diare

(31%). Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran delirium (16%), somnolen (5%) dan

sopor (1%) serta lidah kotor (54%), meteorismus (66%), hepatomegali (67%) dan

splenomegali (7%). Hal ini sesuai dengan penelitian di RS Karantina Jakarta dengan diare

(39,47%), sembelit (15,79%), sakit kepala (76,32%), nyeri perut (60,5%), muntah (26,32%),

mual (42,11%), gangguan kesadaran (34,21%), apatis (31,58%) dan delirium (2,63%).

Sedangkan tanda klinis yang lebih jarang dijumpai adalah disorientasi, bradikardi relatif,

ronki, sangat toksik, kaku kuduk, penurunan pendengaran, stupor dan kelainan neurologis

fokal. Angka kejadian komplikasi adalah kejang (0.3%), ensefalopati (11%), syok (10%),

karditis (0.2%), pneumonia (12%), ileus (3%), melena (0.7%), ikterus (0.7%).

2.6 Komplikasi Demam Tifoid

Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan sempurna, tetapi bisa terjadi

komplikasi, terutama pada penderita yang tidak diobati atau bila pengobatannya terlambat :

       Banyak penderita yang mengalami perdarahan usus; sekitar 2% mengalami perdarahan

hebat. Biasanya perdarahan terjadi pada minggu ketiga.

       Perforasi usus terjadi pada 1-2% penderita dan menyebabkan nyeri perut yang hebat karena

isi usus menginfeksi ronga perut (peritonitis).

       Pneumonia bisa terjadi pada minggu kedua atau ketiga dan biasanya terjadi akibat infeksi

pneumokokus (meskipun bakteri tifoid juga bisa menyebabkan pneumonia).

       Infeksi kandung kemih dan hati.

       Infeksi darah (bakteremia) kadang menyebabkan terjadinya infeksi tulang (osteomielitis),

infeksi katup jantung (endokarditis), infeksi selaput otak (meningitis), infeksi ginjal

(glomerulitis) atau infeksi saluran kemih-kelamin.

2.7 Diagnosis Demam Tifoid

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan biakan darah, tinja, air kemih atau jaringan tubuh

lainnya guna menemukan bakteri penyebabnya.

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid

dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah tepi; (2) pemeriksaan

bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan kuman

secara molekuler.

1. Pemeriksaan Darah Tepi

            Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa

menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya

normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis

relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa

hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas,

spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara

penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif

menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid. 

            Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo Surabaya mendapatkan

hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa anemia (31%), leukositosis (12.5%)

dan leukosit normal (65.9%).

2. Identifikasi Kuman Melalui Isolasi atau Biakan

            Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam

biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots.

Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam

darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam

urine dan feses.

            Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak

menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor

yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2) perbandingan

volume darah dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan darah.

Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil dibutuhkan 2-4

mL. Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1

mL. Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada

bakteri dalam darah. Hal ini dapat menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih tinggi

hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume sampel yang lebih

sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Media pembiakan yang

direkomendasikan untuk S.typhi adalah media empedu (gall) dari sapi dimana dikatakan

media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi

yang dapat tumbuh pada media tersebut.

Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada

perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 40-80% atau 70-90%

dari penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga. 

Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika dan

meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai.  

Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga

minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu pertama.

Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena mempunyai sensitivitas paling

tinggi dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama

perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama

bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur darah

negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek

sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen empedu yang

diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan

secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak.  

Salah satu penelitian pada anak menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur

darah dan duodenum hampir sama dengan kultur sumsum tulang.

Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media yang digunakan,

adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam darah, volume

spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat.

Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang

rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan

yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk

dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita.

. 3. Identifikasi Melalui Uji Serologis

            Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid

dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi

antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang

diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat

digunakan pada demam tifoid ini meliputi : (1) uji Widal; (2) tes TUBEX®; (3) metode

enzyme immunoassay (EIA); (4) metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA); dan

(5) pemeriksaan dipstik.

Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai penting

dalam proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya variasi yang

luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen spesifik S. typhi oleh karena

tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk

melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang digunakan dalam uji (poliklonal atau

monoklonal) dan waktu pengambilan spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan

penyakit). 

3.1 Uji Widal

            Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun

1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum

penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan

flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.

Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam

serum. 

Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test)

atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam

prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit tetapi dapat

digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.

Penelitian pada anak oleh Choo dkk (1990) mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas masing-

masing sebesar 89% pada titer O atau H >1/40 dengan nilai prediksi positif sebesar 34.2%

dan nilai prediksi negatif sebesar 99.2%. Beberapa penelitian pada kasus demam tifoid anak

dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan sensitivitas uji Widal sebesar 64-74%

dan spesifisitas sebesar 76-83%.

            Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara lain

sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan status

gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari masyarakat

setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang

digunakan.

Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya

melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita

demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada

tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan

secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan

karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Untuk mencari

standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di

populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer

antibodi O dan H pada anak-anak sehat. Penelitian oleh Darmowandowo di RSU Dr.Soetomo

Surabaya (1998) mendapatkan hasil uji Widal dengan titer >1/200 pada 89% penderita.

           

3.2 Tes TUBEX®

            Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan

cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk

meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang

benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat

akurat  dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak

mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.

Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX® ini, beberapa

penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas

yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil

sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar

78% dan spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat

digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di

negara berkembang.

 3.3 Metode Enzyme Immunoassay (EIA) DOT

            Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG

terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi

pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid

pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi

demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak

dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M®

yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi dari IgG total

sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen

terhadap Ig M spesifik.

Penelitian oleh Purwaningsih dkk (2001) terhadap 207 kasus demam tifoid bahwa

spesifisitas uji ini sebesar 76.74% dengan sensitivitas sebesar 93.16%, nilai prediksi positif

sebesar 85.06% dan nilai prediksi negatif sebesar 91.66%. Sedangkan penelitian oleh

Gopalakhrisnan dkk (2002) pada 144 kasus demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini

sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76.6% dan efisiensi uji sebesar 84%. Penelitian lain

mendapatkan sensitivitas sebesar 79% dan spesifisitas sebesar 89%.

Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid bila

dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji Widal,

sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna tidak selalu

diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa Typhidot-M® ini dapat menggantikan uji

Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid

akut yang cepat dan akurat.

  Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan spesifisitas

yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang dengan penyakit

demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan membran nitroselulosa sedikit), tidak

menggunakan alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di tempat yang hanya

mempunyai fasilitas kesehatan sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman.

Keuntungan lain adalah bahwa antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum

ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu 4°C dan bila

hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum pasien. 

 3.4 Metode Enzyme-Linked Immunosorbent (ELISA)

            Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi

IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd)

dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi

adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA. 

Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95% pada sampel darah, 73%

pada sampel feses dan 40% pada sampel sumsum tulang. Pada penderita yang didapatkan S.

typhi pada darahnya, uji ELISA pada sampel urine didapatkan sensitivitas 65% pada satu kali

pemeriksaan dan 95% pada pemeriksaan serial serta spesifisitas 100%. Penelitian oleh Fadeel

dkk (2004) terhadap sampel urine penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini

sebesar 100% pada deteksi antigen Vi serta masing-masing 44% pada deteksi antigen O9 dan

antigen Hd. Pemeriksaan terhadap antigen Vi urine ini masih memerlukan penelitian lebih

lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada minggu

pertama sesudah panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga

pada kasus dengan Brucellosis. 

   3.5 Pemeriksaan Dipstik

            Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana dapat

mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan

membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan

antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan

komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan

di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. 

            Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 69.8% bila

dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5% bila dibandingkan dengan kultur

darah dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai prediksi positif sebesar 94.6%. Penelitian

lain oleh Ismail dkk (2002) terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji

ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%. Penelitian oleh Hatta dkk (2002) mendapatkan

rerata sensitivitas sebesar 65.3% yang makin meningkat pada pemeriksaan serial yang

menunjukkan adanya serokonversi pada penderita demam tifoid. Uji ini terbukti mudah

dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada

penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di tempat

dimana penggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara

luas.

4. Identifikasi Kuman Secara Molekuler

            Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA

(asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam

nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui

identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi.

            Penelitian oleh Haque dkk (1999) mendapatkan spesifisitas PCR sebesar 100%

dengan sensitivitas yang 10 kali lebih baik daripada penelitian sebelumnya dimana mampu

mendeteksi 1-5 bakteri/mL darah. Penelitian lain oleh Massi dkk (2003) mendapatkan

sensitivitas sebesar 63% bila dibandingkan dengan kultur darah (13.7%) dan uji Widal

(35.6%).

Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi

yang  menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan

secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR

(hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam

spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak

DNA dari spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini

penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.

2.8 Pencegahan Demam Tifoid

Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan agar setiap anggota masyarakat tidak

tertular oleh bakteri Salmonella. Pencegahan dilakukan secara umum dan khusus/imunisasi.

Demam tifoid dapat dicegah dengan kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan. Beberapa

petunjuk untuk mencegah penyebaran demam tifoid secara umum diantaranya:

1. Cuci tangan.

Cuci tangan dengan teratur meruapakan cara terbaik untuk mengendalikan demam

tifoid atau penyakit infeksi lainnya. Cuci tangan anda dengan air (diutamakan air

mengalir) dan sabun terutama sebelum makan atau mempersiapkan makanan atau

setelah menggunakan toilet. Bawalah pembersih tangan berbasis alkohol jika tidak

tersedia air.

2. Hindari minum air yang tidak dimasak.

Air minum yang terkontaminasi merupakan masalah pada daerah endemik tifoid.

Untuk itu, minumlah air dalam botol atau kaleng. Seka seluruh bagian luar botol atau

kaleng sebelum anda membukanya. Minum tanpa menambahkan es di dalamnya.

Gunakan air minum kemasan untuk menyikat gigi dan usahakan tidak menelan air di

pancuran kamar mandi.

3. Tidak perlu menghindari buah dan sayuran mentah.

Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak daripada yang

telah dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut. Untuk menghindari makanan mentah yang tercemar, cucilah buah dan

sayuran tersebut dengan air yang mengalir. Perhatikan apakah buah dan sayuran

tersebut masih segar atau tidak. Buah dan sayuran mentah yang tidak segar sebaiknya

tidak disajikan. Apabila tidak mungkin mendapatkan air untuk mencuci, pilihlah buah

yang dapat dikupas.

4. Pilih makanan yang masih panas.

Hindari makanan yang telah disimpan lama dan disajikan pada suhu ruang. Yang

terbaik adalah makanan yang masih panas. Walaupun tidak ada jaminan makanan

yang disajikan di restoran itu aman, hindari membeli makanan dari penjual di jalanan

yang lebih mungkin terkontaminasi.

Pusat control penyakit dan pencegahan telah menidentifikasi imunisasi menjadi a

genda penting bagi Negara berkembang yang menjadi tempat berkembang salmonella thypi.

Vaksin ini berlandaskan identifikasi gen bakteri dan mekanisme imunologi dari daya tahan ke

penyakit. Penggunaan vaksin ini merupakan pencegahan khusus yang dilakukan oleh negara

Indonesia, untuk menanggulangi terjadinya demam tifoid pada anak, sehingga anak menjadi

memiliki kekebalakn tubuh yang baik, meskipun kadang dirasakan efek sampingnya. Namun

hal ini sangat lah baik untuk dilakukan guna meningkatkan kesehatan masyarakat di

Indonesia terutama pada anak-anak. Vaksin ini sering dilakukan pada anak-anak dengan

rentang waktu tertentu serta komposisi tertentu sesuai dengan usia pada anak tersebut.

Ada tiga macam vaksin untuk melawan tifoid ini, yaitu:

No. Tipe Vaksin Komposisi Dosis Keberhasilan

(%)

Efek

Samping

1. parenteral

vaksin sel tak

aktif

Tersusun atas

zat asan karbol

panas sel vaksin

yang tidak aktif

60-67% Reaksi local

yang berat

2. Parenteral

Capsular poly

accharide

vaccine Vi

[ViCPs]

Natibodi

virulensi berupa

butir

polysaccharide

Sekali

suntikan 25

mcg (0,5

ml)

63-72% -sakit pada

daerah

tusukan

- demam

(3%)

-tidak enak

badan

-muntah

3. Vaksin hidup

yang

diperlemah

(Ty21a

vaksin)

S.thypi hidup

yang

diperlemah

3-4 kapsul 60-90% -sakit pada

abdomen

- mual

- muntah

- diare

- ruam

Pencegahan yang dilakukan pada pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari

demam tifoid, berikut beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:

1.     Sering cuci tangan anda.

Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari penyebaran infeksi ke

orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir) dan sabun, kemudian gosoklah tangan

selama minimal 30 detik, terutama sebelum makan dan setelah menggunakan toilet.

2.     Bersihkan alat rumah tangga secara teratur.

Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air setidaknya sekali sehari.

3.     Hindari memegang makanan.

Hindari menyiapkan makanan untuk orang lain sampai dokter berkata bahwa anda tidak

menularkan lagi. Jika anda bekerja di industri makanan atau fasilitas kesehatan, anda tidak

boleh kembali bekerja sampai hasil tes memperlihatkan anda tidak lagi menyebarkan bakteri

Salmonella.

4.     Gunakan barang pribadi yang terpisah.

Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda sendiri dan cuci dengan

menggunakan air dan sabun.

2.9 Pengobatan Demam Tifoid

Tujuan dari perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit tifoid atau types

adalah untuk menghentikan invasi kuman, mencegah terjadinya komplikasi, memperpendek

perjalanan penyakit, serta mencegah agar tak kambuh lagi. Pengobatan yang dilakukan untuk

penyakit tyfus ini dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian,

faeces dan urine untuk mencegah penularan. Selama tiga hari pasien harus berbaring di

tempat tidur hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan.

Untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing, Anda dapat

memberikan obat paracetamol. Sedangkan pada anak yang mengalami demam tifoid maka

pilihan antibiotika yang baik adalah kloramfenikol selama 10 hari. Sebaiknya konsultasikan

dengan dokter untuk menentukan obat yang baik untuk mengatasi demam tifoid. Selain

dengan obat-obatan juga ada cara tradisional untuk menyembuhkan penyakit typus yaitu

dengan menggunakan tanaman obat yang bisa kita jumpai di lingkungan kita.

1. penyembuhan penyakit typus dengan sambiloto (andrographis paniculata)

Fungsi dari tanaman ini adalah untuk menurunkan panas atau demam, fungsi lain untuk

antiracun dan antibengkak. Cukup efektif untuk meningkatkan kekebalan tubuh, serta

mengatasi infeksi dan merangsang phagocytosis. Bagian dari tanaman ini dapat diolah

menjadi obat berbentuk kapsul. Untuk penggunaannya : 1 jam sebelum makan 3 x 1 kapsul

(pagi, siang, sore).

2. Penyembuhan penyakit typus dengan bidara upas (merremia mammosa)

Tanaman ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit (analgesic), menetralkan racun dan

sebagai anti radang. Olah bagian dari tanaman ini dalam bentuk kapsul. Pemakainnya

sendiri : 3 x 1 kapsul/hari.

3. Menyembuhkan penyakit Typus dengan Rumput Mutiara

Tanaman ini sangat berguna untuk menghilangkan rasa panas dan anti radang, selain itu juga

sangat bermanfaat untuk mengaktifkan peredaran darah. Olah juga bagian tanaman ini

menjadi kapsul. Cara pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.

4. Menyembuhkan penyakit Typus dengan Temulawak

Sifat dari tanaman ini adalah bakteriostatik dan bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan

tubuh serta antiflasma atau pembengkakan. Olah bagian tanaman ini dalam bentuk kapsul.

Cara pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.

Obat-obatan yang dipakai untuk penyakit demam tifoid adalah :

1. Antibiotik

Demam tifoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi, sehingga memerlukan

antibiotik. Antibiotik lini pertama adalah chloramphenicol, amoxicillin, atau cotrimoxazole.

Antibiotik lini kedua adalah golongan fluoroquinolone (ofloxacin, ciprofloxacin) atau

golongan cephalosporine (ceftriaxone, cefixime, atau cefotaxime). Lama pemberian

antibiotik adalah 7-14 hari. Tirah baring selama demam sampai dengan 2 minggu normal

kembali. Dengan antibiotik yang tepat, lebih dari 99% penderita dapat disembuhkan.

Antibiotik yang banyak digunakan adalah kloramfenikol 100mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis

selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari. Kloramfenikol tidak bias diberikan

bila jumlah leukosit < 2000 ul. Bila pasien alergi, dapat diberikan golongan penisilin atau

kotrimoksazol.

2. Penurun panas

Penurun panas yang sering diberikan adalah paracetamol.

3. Kortikosteroid

Kortikosteroid dapat diberikan pada demam tifoid berat.

4. Diet lunak rendah serat, dan makan makanan bergizi Penderita penyakit demam Tifoid

selama menjalani perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter

untuk di konsumsi, antara lain :

a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.

b. Tidak mengandung banyak serat.

c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.

d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.

Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan dengan

mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan

seterusnya.

5. Pemberian cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi

Kadang makanan diberikan melalui infus sampai penderita dapat mencerna

makanan. Jika terjadi perforasi usus, diberikan antibiotik berspektrum luas (karena berbagai

jenis bakteri akan masuk ke dalam rongga perut) dan mungkin perlu dilakukan pembedahan

untuk memperbaiki atau mengangkat bagian usus yang mengalami perforasi.

HEMOROID

1.      Pengertian hemoroid

Hemoroid berasal dari kata haima yang berarti darah dan rheo yang berarti mengalir,

sehingga pengertian hemoroid secara harfiah adalah darah yang mengalir. Namun secara

klinis diartikan sebagai pelebaran vasa/vena didalam pleksus hemoroidalis yang tidak

merupakan keadaan patologik. tetapi akan menjadi patologik apabila tidak mendapat

penanganan/pengobatan yang baik. Hemoroid tidak hanya sekedar pelebaran vasa saja, tetapi

juga diikuti oleh penambahan jaringan disekitar vasa atau vena. Hemoroid adalah bagian

vena yang berdilatasi dalam kanal anal.

2.      Penyebab hemoroid

Berbagai penyebab yang dipercaya menimbulkan terjadinya hemoroid, antara lain sebagai

berikut :

a.       BAB dengan posisi jongkok yang terlalu lama. Hal ini akan meningkatkan tekanan vena

yang akhirnya mengakibatkan pelebaran vena. Sedangkan BAB dengan posisi duduk yang

terlalu lama merupakan factor resiko hernia, karena saat duduk pintu hernia dapat menekan.

b.      Obtipasi atau konstipasi kronis, konstipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami kesulitan saat Buang Air Besar (BAB) sehingga terkadang harus mengejan

dikarenakan feses yang mengeras, berbau lebih busuk dan berwarna lebih gelap dari biasanya

dan frekwensi BAB lebih dari 3 hari sekali. Pada obstipasi atau konstipasi kronis diperlukan

waktu mengejan yang lama. Hal ini mengakibatkan peregangan muskulus sphincter ani

terjadi berulang kali, dan semakin lama penderita mengejan maka akan membuat

peregangannya bertambah buruk.

c.       Tekanan darah (Aliran balik venosa), seperti pada hipertensi portal akibat sirosis hepatis.

Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior,media dan inferior, sehingga

peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke vena-vena ini dan

mengakibatkan hemoroid.

d.      Faktor pekerjaan. Orang yang harus berdiri,duduk lama, atau harus menggangkat barang

berat mempunyai predisposisi untuk terkena hemoroid.

e.       Olah raga berat adalah olahraga yang mengandalkan kekuatan fisik. Yang termasuk olahraga

berat antara lain mengangkat beban berat/angkat besi, bersepeda, berkuda, latihan

pernapasan, memanah, dan berenang. Seseorang dengan kegiatan berolahraga yang terlalu

berat seperti mengangkat beban berat/angkat besi, bersepeda, berkuda, latihan pernapasan

lebih dari 3 kali seminggu dengan waktu lebih dari 30 menit akan menyebabkan peregangan .

sphincter ani terjadi berulang kali, dan semakin lama penderita mengejan maka akan

membuat peregangannya

bertambah buruk.

f.       Diet rendah serat sehingga menimbulkan obstipasi.

3.      Manifestasi klinis

1.      Pembengkakan pada area anus

2.      Timbulnya rasa gatal dan nyeri

3.      Perdarahan pada faeces berwarna merah terang.

4.       Keluar selaput lendir

5.      Prolaps

6.       Duduk berjam-jam di WC.

4.      Klasifikasi hemoroid

Secara garis besar hemoroid bisa dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :

a)    Hemoroid ekternal merupakan varies vena hemoroidalis inferior.

b)   Hemoroid internal merupakan varies vena hemoroidalis superior dan media.

Sedangkan hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat, yaitu:

a.       Derajat I

Terjadi varises / pelebaran vena tetapi belum ada benjolan / prolaps saat defekasi, walaupun

defekasi dengan sekuat tenaga. Derajat I dapat diketahui melalui adanya perdarahan melalui

sigmiodoskopi.

b.      Derajat II

Adanya perdarahan dan prolaps jaringan diluar anus saat mengejan selama defekasi

berlangsung, tapi prolaps ini dapat kembali secara spontan.

c.       Derajat III

Sama dengan derajat II, hanya saja prolapsus tidak dapat kembali secara spontan dan harus

didorong (reposisi manual).

d.      Derajat IV

Prolapsus tidak dapat direduksi / inkarserasi. Benjolan / prolapsus dapat terjepit

diluar, dapat mengalami iritasi, inflamasi, oedema, dan ulserasi, sehingga saat hal ini terjadi

baru timbul rasa

5.      Patofisiologi

Hemoroid adalah bagian normal dari anorektal manusia dan berasal dari bantalan

jaringan ikat subepitelial di dalam kanalis analis. Sejak berada didalam kandungan, bantalan

tersebut mengelilingi mengelilingi dan mendukung anastomosis distal antara a. rectalis

superiordenganv.rectalis superior, media, dan inferior. Bantalan tersebut sebagian besar

disusun oleh lapisan otot halus subepitelial. Jaringan hemoroid normalmenimbulkan tekanan

didalam anus sebesar 15-20 % dari keseluruhan tekanan anus pada saat istirahat (tidak ada

aktivitas apapun) dan memberikan informasi sensoris penting yang memungkinkan anus

untuk dapat memberikan presepsi berbeda antara zat padat, cair, dan gas.Pada umumnya,

setiap orang memiliki 3 bantalan jaringan ikat subepitelial pada anus. Bantalan – bantalan

tersebut merupakan posisi-posisi dimana hemoroid bias terjadi. Ada 3 posisi utama, yaitu:

jam 3 (lateral kiri), jam 7 (posterior kanan), dan jam 11 (anterior kanan). Sebenarnya

hemoroid dapat juga menunjuk pada posisi lain, atau bahkan dapat sirkuler, namun hal ini

jarang terjadi. Mengenai jam tersebut, pemberian angka angka berdasarkan kesepakatan:

angka 6 (jam 6) menunjukan arah posterior / belakang, angka 12 (jam 12) menunjukan arah

anterior / depan, angka 3 (jam 3) menunjukan arah kiri, angka 9 (jam 9) menunjukan arah

kanan. Dengan pedoman tersebut kita bisa tentukan arah jam lainnya. Secara umum gejala

hemoroid timbul ketika hemoroid tersebut menjadi besar, inflamasi, trombosis, atau bahkan

prolaps. Adanya pembengkakan abnormal pada bantalan anus menyebabkan dilatasi dan

pembengkakan pleksus arterivenous. Hal ini mengakibatkan peregangan otot suspensorium

dan terjadi prolaps jaringan rectum melalui kanalis analis. Mukosa anus yang berwarna

merah terang karena kaya akan oksigen yang terkandung di dalam anastomosis arterivenous.

6.      Penatalaksanaan

1.    Terapi konservatif

a)      Pengelolaan dan modifikasi diet Diet berserat, buah-buahan dan sayuran, dan intake air

ditingkatkan. Diet serat yang dimaksud adalah diet dengan kandungan selulosa yang tinggi.

Selulosa tidak mampu dicerna oleh tubuh tetapi selulosa bersifat menyerap air sehingga feses

menjadi lunak. Makanan-makanan tersebut menyebabkan gumpalan isi usus menjadi besar

namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan secara

berlebihan.

b)      Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan bagi pasien dengan hemoroid derajat awal. Obat-obatan

yang sering digunakan adalah:

a.       Stool Softener, untuk mencegahkonstipasi sehingga mengurangi kebiasaan mengejan,

misalnya Docusate Sodium.

b.      Anestetik topikal, untuk mengurangi rasa nyeri, misalnya Liidocaine ointmenti 5%

(Lidoderm, Dermaflex). Yang penting untuk diperhatikan adalah penggunaan obat-obatan

topikal per rectal dapat menimbulkan efek samping sistematik.

c.       Mild astringent, untuk mengurangi rasa gatal pada daerah perianal yang timbul akibat iritasi

karena kelembaban yang terus-menerus dan rangsangan usus, misalnya Hamamelis water

(Witch Hazel)

d.      Analgesik, untuk mengatasi rasanyeri, misalnya Acetaminophen (Tylenol, Aspirin Free

Anacin dan Feverall) yang merupakan obat anti nyeri pilihan bagi pasien yang memiliki

hiperensitifitas terhadap aspirin atau NSAID, atau pasien dengan penyakit saluran pencernaan

bagian atas atau pasien yang sedang mengkonsumsi antikoagulan oral.

e.       Laxantina ringan atau berak darah (hematoscezia). Obat supositorial anti hemoroid masih

diragukan khasiatnya karena hasil yang mampu dicapai hanya sedikit. Obat terbaru di pasaran

adalah Ardium. Obat ini mampu mengecilkan hemoroid setelah dikonsumsi beberapa bulan.

Namun bila konsumsi berhenti maka hemoroid tersebut akan kambuh lagi.

2.      Terapi Tindakan Non Operatif Elektif

a)      Skleroterapi

Vasa darah yang mengalami varises disuntik Phenol 5 % dalam minyak nabati sehingga

terjadi nekrosis lalu fibrosis. Akibatnya, vasa darah yang menggelembung akan berkontraksi /

mengecil. Untuk itu injeksi dilakukan ke dalam submukosa pada jaringan ikat longgar di atas

hemoroid interna agar terjadi inflamasi dan berakhir dengan fibrosis. Untuk menghindari

nyeri yang hebat, suntikan harus di atas mucocutaneus juction (1-2 ml bahan

diinjeksikankekuadran simptomatik dengan alat hemoroid panjang dengan bantuan

anoskopi). Komplikasi : infeksi, prostitis akut dan reaksi hipersensitifitas terhadap bahan

yang disuntikan. Skleroterapi dan diet serat merupakan terapi baik untuk derajat 1 dan 4.

b)      Ligasi dengan cincin karet (Rubber band Ligation) Teknik ini diperkenalkan oleh Baron pada

tahun 1963 dan biasa dilakukan untuk hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps.

Tonjolan ditarik dan pangkalnya (mukosa pleksus hemoroidalis) diikat denga cincin karet.

Akibatnya timbul iskemik yang menjadi nekrosis dan akhirnya terlepas. Pada bekasnya

akanmengalami fibrosis dalam beberapa hari. Pada satu kali terapi hanya diikat satu

kompleks hemoroid sedangkan ligasi selanjutnya dilakukan dalam jangka waktu dua sampai

empat minggu. Komplikasi yang mungkin timbul adalah nyeri yang hebat terutama pada

ligasi mucocutaneus junction yang kaya reseptor sensorik dan terjadi perdarahan saat polip

lepas atau nekrosis (7 sampai 10 hari) setelah ligasi.

c)      Bedah Beku (Cryosurgery) Tonjolan hemoroid dibekukan dengan CO2 atu NO2 sehingga

terjadi nekrosis dan akhirnya fibrosis. Terapi ini jarang dipakai karena mukosa yang akan

dibekukan (dibuat nekrosis) sukar untuk ditentukan luasnya. Cara ini cocok untuk terapi

paliatif pada karsinoma recti inoperabel.

d)     IRC (Infra Red Cauter)

Tonjolan hemoroid dicauter / dilelehkan dengan infra merah. Sehingga terjadilah nekrosis

dan akhirnya fibrosisTerapi ini diulang tiap seminggu sekali.

3.      Terapi Operatif

1)      Hemoroidektomi Banyak pasien yang sebenarnya belum memerlukan operasi minta untuk

dilakukan hemoroidektomi. Biasanya jika ingin masuk militer, pasien meminta dokter untuk

menjalankan operasi ini. Indikasi operasi untuk hemoroid adalah sebagai berikut:

a)      Gejala kronik derajat 3 atau 4.

b)      Perdarahan kronik yang tidak berhasil dengan terapi sederhana.

c)      Hemoroid derajat 4 dengan nyeri akut dan trombosis serta gangren.

prinsip hemoroidektomi :

a.Eksisi hanya pada jaringanyang benar-benar berlebih.

b.Eksisi sehemat mungkin dilakukan sehingga anoedema dan kulit normal tidak

terganggu Spinchter ani.

2)      Stapled Hermorrhoid Surgery (Procedure for prolapse and hemorrhoids/ PPH)

Prosedur penanganan hemoroid ini terhitung baru karena baru dikembangkan sekitar tahun

1990-an. Prinsip dari PPH adalah mempertahankan fungsi jaringan hemoroid serta

mengembalikan jaringan ke posisi semula. Jaringan hemoroid ini sebenarnya masih

diperlukan sebagai bantalan saat BAB sehingga tidak perlu dibuang semua. Prosedur tidak

bisa diterapi secara konservatif maupun terapi nonoperatif

7.      Pemeriksaan penunjang

1.    Hemoglobin, mengalami penurunan < 12 mg%.

2.     Anoscopy, pemeriksaan dalam rektal dengan menggunakan alat, untuk mendeteksi ada

atau tidaknya hemoroid.

3.    Digital rectal examination, pemeriksaan dalam rektal secara digital.

4.    Sigmoidoscopy dan barium enema, pemeriksaan untuk hemoroid yang disertai

karsinoma.

5.    Inspeksi Hemoroid eksterna mudah terlihat, terutama bila sudah menjadi thrombus.

Hemoroid interna yang menjadi prolaps dapat terlihat dengan cara menyuruh pasien

mengejan. Prolaps dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.

6.    Rectal Toucher (RT)

Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak nyeri,

hemoroid ini dapat teraba bila sudah ada thrombus atau fibrosis. Apabila hemoroid sering

prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat

dengan dasar yang lebar. Rectal toucher (RT) diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan

adanya karsinoma recti.

7.        Pemeriksaan diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolaps. Anaskopi

dimasukan untuk mengamati keempat kuadran dan akan terlihat sebagai struktur vaskuler

yang menonjol kedalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran

hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan,

derajatnya, letak, besarnya, dan keadaan lain seperti polip, fissure ani, dan tumor ganas harus

diperhatikan

8.      Komplikasi

Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh

darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal dan

apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak.

Perdarahan akut semacam ini dapat menyebabkan syok hipovolemik. Sedangkan perdarahan

kronis menyebabkan terjadinya anemia, karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa

mengimbangi jumlah yangkeluar. Sering pasien datang dengan Hb 3-4. pada pasien ini

penanganannya tidak langsung operasi tetapi ditunggu sampai Hb pasien menjadi 10. prolaps

hemoroid interna dapat menjadi ireponibel, terjadi inkarserasi ( prolaps & terjepit diluar )

kemudian diikuti infeksi sampai terjadi sepsis. Sebelum terjadi iskemik dapat terjadi gangren

dulu dengan bau yang menyengat.

9.      Prognosis

Dengan terapi yang sesuai, pasien yang simptomatik akan menjadi asimptomatik. Dengan

melakukan terapi operatif dengan hemoroidektomi hasilnya sangat baik, namun bisa muncul

kembali (rekuren) dengan angka kejadian rekuren sekitar 2-5%. Terapi nonoperatif seperti

ligasi cincin karet (rubber band ligation) menimbulkan kejadian rekuren sekitar 30-50%

antara kurun waktu 5-10 tahun kedepan. Akan tetapi, hemoroid rekuren ini biasanya dapat

ditangani dengan terapi non operatif. Hingga saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan

keberhasilan terapi dengan PPH. Setelah sembuh, penderita tidak boleh sering mengejan dan

dianjurkan makan makanan yang berserat tinggi.

10.  Diagnosa keperawatan

a.    Pre operasi

         Nyeri b.d adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.

         Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama defekasi.

          Cemas b.d rencana pembedahan dan rasa malu.

b.    Post operasi

         Nyeri b.d adanya luka operasi

         Resiko tinggi perdarahan b.d hemoroidectomi

         Resiko tinggi infeksi b.d adanya luka operasi di daerah anorektal.

11.  Perencanaan keperawatan

1.      Pre operasi

N

O

Diagnosa

keperawatan

NOC NIC

1. Nyeri b.d

adanya

pembengkaka

n, trombus

pembuluh

darah pada

anus

   Setelahdilakukantindakankeperawatan

    3x24jam dengan kriteria hasil:

       Skala nyeri 0-1

       Wajah pasien tampak rileks.

1.      Kaji skala nyeri

pasien.

2.      Anjurkan untuk

menarik nafas dalam

setiap kali timbul

nyeri.

3.      Berikan posisi yang

nyaman sesuain

keinginan pasien

4.      Observasi tanda-

tanda vital

5.      Berikan bantal/alas

pantat

6.      Anjurkan tidak

mengejanyang

berlebihan saat

defekasi.

7.      Kolaborasi untuk

pemberian terapi

analgetik.

2. Konstipasi b.d

mengabaikan

dorongan

untuk defekasi

akibat nyeri

selama

defekasi.

Setelah dilakukan perawatan

selama3x24Jam dengan kriteria hasil:

       Buang air besar 1 kali perhari.

       Konsistensi faeces lembek, tidak ada

darah dan pus

       Buang air besar tidak nyeri dan tidak

perlu mengejan lama.

1.      Kaji pola eliminasi

dan konsistensi feces.

2.      berikan minum air

putih 2-3 liter perhari

(bila tidak ada

kontraindikasi)

3.      Berikan banyak

makan sayur dan

buah.

4.      Anjurkan untuk

segera berespon bila

ada rangsangan buang

air besar

5.      Anjurkan untuk

melakukan latihan

relaksasi sebelum

defekasi.

6.       Anjurkan untuk

olahraga ringan

secara teratur.

7.       kolaborasi untuk

pemberian terapi

laxantia dan analgetik

3. Cemas b.d

rencana

pembedahan

Setelah dilakukuan perawatan selama 3x24

jam dengan krteria hasil:

       Pasien mengatakan kecemasan

berkurang.

       Pasien berpartisipasi aktif dalam

perawatan.

1.      Kaji tingkat

kecemasan

2.      Kaji tingkat

pengetahuan pasien

tentang pembedahan.

3.      Berikan kesempatan

pasien untuk

mengungkapkan

perasaannya

4.      Dampingi dan

dengarkan pasien

5.      Libatkan keluarga

atau pasien lain yang

menderita penyakit

yang sama untuk

memberikan

dukungan

6.      Anjurkan pasien

untuk

mengungkapkan

kecemasannya

7.      Kolaborasi dengan

dokter untuk

penjelasan prosedur

operasi.

8.      Kolaborasi untuk

terapi anti ansietas

(bila perlu).

2.      Post operasi

N

O

Diagnosa

keperawatan

NOC NIC

1. Nyeri b.d

adanya luka

operasi.

Setelah dilakukan perawatan selama 3x24

jam dengan kriteria hasil:

       Skala nyeri 0-1

        Wajah pasien tampak rileks.

1.      Kaji skala nyeri

2.      Anjurkan teknik

nafas dalam dan

pengalihan perhatian

3.      Berikan posisi supine

4.      Observasi tanda-

tanda vital

5.      Berikan bantalan

flotasi di bawah

bokong saat duduk

6.      Kolaborasi pelunak

feses dan laksatif.

Beri masukan oral

setiap hari sedikitnya

2-3 liter cairan,

makanan berserat

7.      Kolaborasi untuk

pemberian terapi

analgetik

2. Resiko tinggi

perdarahan b.d

hemoroidectom

i.

Setelah dilakukan perawatan selama

3x24jam dengan kriteria hasil:

       balutan luka operasi tidak basah.

       Tanda-tanda vital dalam batas normal

1.      Monitor tanda-tanda

vital setiap 4 jam

selama 24 jam

pertama

2.      Monitor tanda-tanda

hipovolemik.

3.      Periksa daerah rectal

atau balutan setiap

dua jam selama 24

jam pertama.

4.      Berikan kompres

dingin

5.      Kolaborasi untuk

pemberian terapi

astrigen.

3. Resiko tinggi

b.d adanya luka

operasi di

daerah

anorektal

Setelah dilakukan perawatan selama

3x24jam dengan kriteria hasil:

       Luka sembuh dengan baik.

       tanda-tanda vital dalam batas normal.

1.      Observasi tanda-

tanda vital

2.      Kaji daerah operasi

terhadap

pembengkakn dan

pengeluaran pus

3.       Ganti tampon setiap

kali setelah BAB

4.       Kolaborasi untuk

pemberian terapi

antibiotika

FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER

Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang

saling terkait. Gelombang rangsang listrik tersebar melalui nodus SA melalui sistem

konduksi menuju miokardium untuk merangsang konduksi otot. Rangsangan listrik

ini disebut depolarisasi dan  diikuti perubahan listrik kembali yang disebut

repolarisasi. Respon mekaniknya adalah  sistolik (kontraksi otot) dan diastolik

(relaksasi otot). Aktivitas listrik sel yang dicatat secara   grafik melalui elektroda

intrasel memperlihatkan bentuk khas yang disebut potensial aksi.   Dua jenis

potensial aksi utama ±respon cepat dan respon lambat- digolongkan berdasarkan  

kekuatan depolarisasi primer, baik saluran Na+ cepat atau saluran Ca++ lambat.

Potensial aksi respon cepat ditemukan pada sel otot atrium dan ventrikel serta

serabut Purkinje.  Potensial aksi respon lambat pada nodus SA dan AV. Nodus SA,

nodus AV, dan serabut  Purkinje mampu melakukan eksitasi sendiri (automatisasi).

Nodus SA merupakan pacemaker  jantung yang dominan dengan kecepatan intrinsik

60 sampai 100 dpm. Kecepatan intrinsik  nodus AV dan serabut Purkinje masing-

masing secara berurutan adalah 40 sampai 60 dpm  dan 15 sampai 40 dpm. (Wilson,

2005)  Aliran darah melalui perifer dipengaruhi oleh mekanisme pengaturan

instrinsik dan  ekstrinsik. Mekanisme pengaturan ekstrinsik yang utama adalah saraf

simpatis. Pengaturan  intrinsik aliran darah diatur oleh keadaan jaringan lokal dan

sangat penting dalam optimasi aliran darah ke otak dan jantung. Aliran darah melalui

pembuluh darah bergantung pada variabel yang berlawanan: perbedaan tekanan

antara dua ujung pembuluh dan resistensi terhadap aliran. Hubungan variabel ini

paling baik diyunjukkan dengan hukum Ohm: Q = P / R. Berdasarkan hukum

Ohm, aliran darah atau curah jantung, merupakan fungsi perbedaan tekanan dalam

sistem pembuluh darah (MAP dikurang RAP), dan keadaan pembuluh resisten.

Dilatasi arteriol menyebabkan penurunan resistensi dan peningkatan aliran darah.   

Sebaliknya, kontriksi arteriol meningkatkan peningkatan resistensi dan penurunan

aliran

darah. (Wilson, 2005)

A.    Fungsi System Cardiovaskuler Dan Pengontrolan Curah Jantung

  Fungsi System Cardiovaskuler

Fungsi sistem kardiovaskular adalah memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan

nutrisi ke seluruh jaringan dan organ tubuh yang diperlukan dalam proses metabolisme.

Secara normal setiap jaringan dan organ tubuh akan menerima aliran darah dalam jumlah

yang cukup sehingga jaringan dan organ tubuh menerima nutrisi dengan adekuat. Sistem

kardiovaskular yang berfungsi sebagai sistem regulasi melakukan mekanisme yang bervariasi

dalam merespons seluruh aktivitas tubuh. Salah satu contoh adalah mekanisme meningkatkan

suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan tertentu, darah akan lebih

banyak dialirkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk memelihara sistem

sirkulasi organ tersebut.

Komponen Sistem Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular merupakan suatu sistem transpor tertutup yang terdiri atas:

  Jantung, sebagai organ pemompa.

  Komponen darah, sebagai pembawa materi oksigen dan nutrisi.

  Pembululi darah, sebagai media yang mengalirkan komponen darah.

Ketiga komponen tersebut harus berfungsi dengan baik agar seluruh jaringan dan

organ tubuh menerima suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat. Otot jantung, pembuluh

darah, sistem konduksi, suplai darah, dan mekanisme saraf jantung harus bekerja secara

sempurna agar sistem kardiovaskular dapat berfungsi dengan baik. Semua komponen tersebut

bekerja bersama-sama dan memengaruhi denyutan, tekanan, dan volume pompa darah untuk

menyuplai aliran darah ke seluruh jaringan sesuai kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh.

  Pengontrolan Curah Jantung

Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel per menit.

Curah jantung terkadang disebut volume jantung per menit. Volumenya kurang lebih 5 L per

menit pada laki-laki berukuran rata-rata dan kurang 20 % pada perempuan.

  Perhitungan curah jantung

Curah jantung = frekuensi jantung x isi sekuncup

  Faktor-faktor utama yang mempengaruhi curah jantung

         aktivitas berat memperbesar curah jantung sampai 25 L per menit, pada atlit yang sedang

berlatih mencapai 35 L per menit. Cadangan jantung adalah kemampuan jantung untuk

memperbesar curahnya.

         Aliran balik vena ke jantung. Jantung mampu menyesuaikan output dengan input-nya

berdasarkan alasan berikut:

o   peningkatan aliran balik vena akan meningkatkan volume akhir diastolic

o   peningkatan volume diastolic akhir, akan mengembangkan serabut miokardial ventrikel

o   semakin banyak serabut oto jantung yang mengembang pada permulaan konstraksi (dalam

batasan fisiologis), semakin banyak isi ventrikel, sehingga daya konstraksi semakin besar.

Hal ini disebut hukum Frank-Starling tentang jantung.

         Faktor yang mendukung aliran balik vena dan memperbesar curah jantung

o   pompa otot rangka. Vena muskular memiliki katup-katup, yang memungkinkan darah hanya

mengalir menuju jantung dan mencegah aliran balik. Konstraksi otot-otot tungkai membantu

mendorong darah kea rah jantung melawan gaya gravitasi.

o   Pernafasan. Selama inspirasi, peningkatan tekanan negative dalam rongga toraks menghisap

udara ke dalam paru-paru dan darah vena ke atrium.

o   Reservoir vena. Di bawah stimulasi saraf simpatis, darah yang tersimpan dalam limpa, hati,

dan pembuluh besar, kembali ke jantung saat curah jantung turun.

o   Gaya gravitasi di area atas jantung membantu aliran balik vena.

         Faktor-faktor yang mengurangi aliran balik vena dan mempengaruhi curah jantung

o   perubahan posisi tubuh dari posisi telentang menjadi tegak, memindahkan darah dari sirkulasi

pulmonary ke vena-vena tungkai. Peningkatan refleks pada frekuensi jantung dan tekanan

darah dapat mengatasi pengurangan aliran balik vena.

o   Tekanan rendah abnormal pada vena (misalnya, akibat hemoragi dan volume darah rendah)

mengakibatkan pengurangan aliran balik vena dan curah jantung.

o   Tekanan darah tinggi. Peningkatan tekanan darah aorta dan pulmonary memaksa ventrikel

bekerja lebih keras untuk mengeluarkan darah melawan tahanan. Semakin besar tahanan yang

harus dihadapi ventrikel yang bverkontraksi, semakin sedikit curah jantungnya.

         Pengaruh tambahan pada curah jantung

o   Hormone medular adrenal.

Epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin meningkatkan frekuensi jantung dan daya kontraksi

sehingga curah jantung meningkat.

o   Ion.

Konsentrasi kalium, natrium, dan kalsium dalam darah serta cairan interstisial mempengaruhi

frekuensi dan curah jantungnya.

o    Usia dan ukuran tubuh seseorang dapat mempengaruhi curah jantungnya.

o    Penyakit kardiovaskular.

`Beberapa contoh kelainan jantung, yang membuat kerja pompa jantung kurang

efektif dan curah jantung berkurang, meliputi:

1.       Aterosklerosis, penumpukan plak-plak dalam dinding pembuluh darah koroner, pada

akhirnya akan mengakibatkan sumbatan aliran darah.

2.       Penyakit jantung iskemik, supali darah ke miokardium tidak mencukupi, biasanya terjadi

akibat aterosklerosis pada arteri koroner dan dapat menyebabkan gagal jantung.

3.       Infark miokardial (serangan jantung), biasanya terjadi akibat suatu penurunan tiba-tiba pada

suplai darah ke miokardium.

4.       Penyakit katup jantung akan mengurangi curah darah jantung terutama saat melakukan

aktivitas (Ethel, 2003: 236-237).

B.     Regulasi Tekanan Darah Dan Mekanisme Jantung Sebagai Pompa

  Regulasi Tekanan darah

  Sistem Saraf

Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan mempengaruhi tahanan pembuluh

darah perifer. Dua mekanisme yang dilakukan adalah mempengaruhi distribusi darah dan

mempengaruhi diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol sistem saraf terhadap tekanan

darah melibatkan: baroreseptor dan serabut2 aferennya, pusat vasomotor dimedula oblongata

serta serabut2 vasomotor dan otot polos pembuluh darah. Kemoreseptor dan pusat kontrol

tertinggi diotak juga mempengaruhi mekanisme kontrol saraf.

Pusat Vasomotor mempengaruhi diameter pembuluh darah dengan mengeluarkan

epinefrin sebagai vasokonstriktor kuat, dan asetilkolin sebagai vasodilator. Baroresptor,

berlokasi pada sinus karotikus dan arkus aorta. Baroresptor dipengaruhi oleh perubahan

tekanan darah pembuluh arteri. Kemoresptor, berlokasi pada badan karotis dan arkus aorta.

Kemoreseptor dipengaruhi oleh kandungan O2, CO2, atau PH darah.

  Kontrol Kimia

Selain CO2 dan O2, sejumlah kimia darah juga membantu regulasi tekanan darah

melalui refleks kemoreseptor yang akan dibawa ke pusat vasomotor. Hormon yang

mempengaruhi: epinefrin dan norepinefrin, Natriuretik Atrial, ADH, angiotensin II, NO, dan

alkohol.

  Mekanisme Jantung Sebagai Pompa

Siklus jantung sebagai pompa berkaitan dengan kontraksi dan pengosongan ventrikel

yang disebut sistole, serta pengisian dan relaksasi ventrikel yang disebut diastole. Ketika

atrium berkontraksi maka ventrikel sedang relaksasi dan sebaliknya atrium relaksasi maka

disitu ventrikel sedang berkontraksi.

Diawali darah dari seluruh tubuh masuk melalui vena cava superior dan vena cava

inferior menuju atrium kanan kemudian masuk ke ventrikel kanan dan ke pembuluh arteri

pulmonalis menuju paru untuk didifusi dan oksigenasi dialirkan menuju atrium kiri,

kemudian ventrikel kiri kemudian ke aorta didistribusikan ke seluruh jaringan.

Dalam siklusnya, jantung menghasilkan dua suara. Suara jantung I (lubb), yaitu suara

yang ditimbulkan oleh penutupan dari valvula bicuspidalis dan valvula tricuspidalis (katup

atrioventrikular), menimbulkan suara panjang. Suara jantung II (dupp), yaitu suara yang

ditimbulkan oleh penutupan dari valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris pulmonal,

menimbulkan suara pendek dan tajam.

Katup-katup tersebut akan membuka dan menutup secara pasif disebabkan oleh

perbedaan tekanan antara atrium dengan ventrikel, maupun antara ventrikel dengan aorta

ataupun trunkus pulmonalis.

Secara klinis, sistole adalah periode yang terjadi diantara suara jantung I dengan suara

jantung II, sedangkan diastole adalah periode yang terjadi diantara suara jantung II dengan

suara jantung I. Fase diastole juga disebut sebagai fase pengisian, fase relaksasi (katup mitral

dan trikuspid terbuka). Sedangkan pada fase sistolik katup aorta dan pulmonal membuka,

sementara katub mitral dan trikuspid yang menutup.

Siklus jantung sebagai pompa (Cardiac cycle), dimulai dari darah masuk melalui

vena-vena besar menuju atrium (hampir sama baik kiri dan kanan), lalu dari atrium itu darah

akan mengalir langsung ke dalam ventrikel melalui valvula bicuspidalis dan valvula

tricuspidalis yang terbuka sebelum terjadi kontraksi atrium. Fase ini disebut fase pengisian

pada diastolik (passive ventricular fillingà mid-diastole atau rapid filling), dimana volume

darah dari atrium yang masuk ke ventrikel baru sebanyak 75%.

Selanjutnya, atrium akan berkontraksi dan memompa 25% darah lagi masuk ke dalam

ventrikel sehingga ventrikel menjadi penuh 100% atau sebesar 120 mL (Ending Diastolik

Volume), fase ini merupakan akhir dari diastole atau diastesis (pengisian ventrikel secara

lambat).

Kontraksi yang tadinya terjadi pada atrium (karena potensial aksi) akan menjalar

merangsang ventrikel (atrial kick). Miokardium dari ventrikel akan berkontraksi tetapi kedua

valvula semilunaris masih tertutup dan volume dari ventrikel masih tetap seperti sebelumnya.

Fase ini disebut dengan fase kontraksi isovolumetrik, dimana terjadi peningkatan tekanan

pada ventrikel melebihi tekanan pada atrium, akibatnya valvula bicuspidalis dan valvula

tricuspidalis jadi tertutup (menimbulkan suara jantung I).

Tekanan ventrikel yang meningkat akan menyebabkan kedua valvula semilunaris jadi

membuka, dimana tekanan ventrikel sinistra akan melebihi tekanan aorta saat mencapai

sekitar 80 mmHg, sedangkan tekanan ventrikel dextra akan melebihi tekanan arteri

pulmonalis saat mencapai sekitar 10 mmHg, inilah yang menyebabkan valvula semilunaris

aorta dan valvula semilunaris pulmonal jadi membuka. Pembukaan kedua valvula semilunaris

tersebut akan memulai fase ejeksi pada sistolik.

Pada fase ejeksi ini tekanan ventrikel sinistra dan aorta mencapai tekanan maksimum

yang berkisar 120 mmHg. Sebagian besar volume sekuncup akan dipompakan secara cepat

selama fase awal, dan kecepatan aliran pada aorta akan meningkat hingga mencapai

maksimum. Tekanan ventrikel tersebut kemudian mulai turun (volume sekuncup yang tersisa

dipompakan lebih lambat) sampai akhirnya di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis, ini

menyebabkan kedua valvula semilunaris menutup (menimbulkan suara jantung II). Dari fase

ini tidak semua darah dipompa keluar dari ventrikel menuju aorta dan arteri pulmonalis, tapi

ada darah yang masih tersisa dalam ventrikel sebagai volume residu yang banyaknya sekitar

40 mL (Ending Sistolik Volume). Perlu diingat bahwa pada fase ejeksi ini valvula

atrioventrikular tetap tertutup agar ketika darah dipompa ventrikel ke aorta dan arteri

pulmonalis dengan tekanan yang besar darah tersebut tidak kembali ke atrium.

Diastole sekarang dimulai dengan fase relaksasi isovolumetrik, pada fase ini kedua

valvula semilunaris dan valvula atrioventrikular masih tertutup, miokardium pun mengalami

relaksasi. Pada fase ini darah dari atrium telah terisi kembali karena ada suatu proses yang

menghasilkan efek menghisap akibat turunnya tekanan valvula atrioventrikular selama fase

ejeksi sebelumnya. Tekanan ventrikel pun menurun tajam sedangkan sebaliknya, tekanan

atrium telah naik (karena darah yang telah masuk ke atrium), hal ini menyebabkan valvula

bicuspidalis dan valvula tricuspidalis terbuka kembali.

Setelah valvula atrioventrikular tersebut terbuka, darah dari atrium mengalir ke

ventrikel tanpa kontraksi dari atrium, jadi pada fase ini siklus jantung sebagai pompa kembali

pada fase pengisian pada diastolik dan seterusnya berurutan melewati fase-fase seperti yang

sudah dijelaskan di atas.

C. System Konduktifitas Jantung Dan Elektrofosiologi

  Sistem Konduktifitas Jantung

Didalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang menghantarkan aliran listrik,

jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khusus, yaitu sebagai berikut :

1.      Otomatisasi : kemampuan menghasilkan impuls secara spontan

2.      Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur

3.      Konduktifitas : kemampuan untuk menyalurkan impul

4.      Daya rangsang : kemampuan untuk menanggapi stimulasi

Berdasarkan sifat-sifat tersebut diatas, maka secara spontan dan teratur jantung akan

menghasilkan impuls-impuls yang disalurkan melalui system hantar untuk merangsang otot

jantung dan bisa menimbulkan kontraksi otot. Perjalanan impuls dimaulai dari nodus SA,

nodus AV, sampai keserabut purkinje.

  Simpul/Nodus Sino-Atrial (Sa)

Simpul Sino-Atrial (SA) merupakan kepingan berbentuk sabit dari otot yang

mengalami spesialisasi dengan lebar kira-kira 3 mm dan panjang 1 cm, simpul ini terletak

pada dinding posterior atrium kanan tepat dibawah dan medial terhadap muara vena kava

superior, serabut-serabut simpul ini masing-masing bergaris tengah 3 – 5 mikron, berbeda

dengan serabut otot atrium sekitarnya yang bergaris tengah 15-20 mikron. Tetapi, serabut SA

berhubungan langsung dengan serabut atrium sehingga setiap potensial alksi yang mulai pada

simpul SA segera menyebar keatrium.

Disebut pemacu alami karena secara teratur mengeluarkan aliran listrik impuls yang

kemudian menggerakkan jantung secara otomatis. Pada keadaan normal, impuls yang

dikeluarkan frekuensinya 60-100 kali/menit. Respon dari impuls SA memberikan dampak

pada aktifitas atrium. SA node dapat menghasilkan impuls karena adanya sel-sel pacemaker

yang mengeluarkan impuls secara otomatis. Sel ini dipengaruhi oleh saraf simpatis dan

parasimpatis. Irama otomatis serabut sinoatrial. Sebagian terbesar serabut jantung

mempunyai kemampuan eksitasi sendiri suatu proses yang dapat menyebabkan berirama

otomatis. Ini terutama terjadi pada serabut-serabut system penghantar peroses jantung.

Bagian system ini yang terutama menunjukkan eksitasi sendiri adalah serabut simpul SA.

Berdasarkan alasan ini simpul SA biasanya mengatur kecepatan denyut seluruh jantung.

Serabut SA sedikit berbeda dari sebagian terbesar serabut otot jantung lainnya, yaitu hanya

mempunyai potensial membrane istirahat dari 55 – 60 mvolt, dibandingkan dengan 85-95

mvolt pada sebagian terbesar serabut lainnya, potensial istirahat yang rendah ini disebabkan

oleh sifat membrane yang mudah ditembus oleh ion natrium. Kebocoran natrium ini juga

yang menyebabkan eksitasi sendiri dari serabut SA.

  Lintasan Internodal Dan Penghantaran Impuls Jantung Keseluruh Atrium

Ujung serabut simpul SA bersatu dengan serabut otot atrium yang ada disekitarnya, dan

potensial aksi yang berasal dari simpul SA berjalan keluar, masuk serabut tersebut. Dengan

jalan ini, potensial aksi menyebar keseluruh masa otot atrium dan akhirnya juga kesimpul

AV. Kecepatan penghantaran dalam otot atrium sekitar 0,3 meter/detik. Tetapi penghantaran

sedikit lebih cepat dalam beberapa berkas kecil serabut otot atrium, sebagian diantaranya

berjalan langsung dari simpul SA kesimpul AV dan menghantarkan impuls jantung dengan

kecepatan sekitar 0,45-0,6 meter/detik. Lintasan ini yang dinamakan lintasan intermodal.

  Simpul/Nodus Atrioventrikular (Av)

Letaknya didalam dinding septum (sekat) atrium sebelah kanan tepat diatas katup

trikuspidalis dekat muara sinus koronarius, serabut simpul AV bila tidak dirangsang oleh

suatu sumber dari luar ,mengeluarkan impuls dengan kecepatan berirama intrinsic 40 – 60

kali/menit. AV node mempunyai dua fungsi penting sebagai berikut :

1.      Impuls jantung ditahan disini selama 0,1 atau 100 ml/detik, untuk memungkinkan pengisian

ventrikel selama atrium berkontraksi

2.      Mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai ventrikel.

Penundaan penghantaran pada simpul AV, system penghantaran diatur sedemikian rupa

sehingga impuls jantung tidak berjalan dari atrium ke ventrikel terlalu cepat, ini member

peluang bagi atrium untuk mengosongkan isinya kedalam ventrikel sebelum kontraksi

ventrikel mulai. Terutama simpul AV dan serabut penghantar penyertanya bahwa penundaan

penghantaran impuls ini dari atrium ke ventrikel.

  Bundle His

Berfungsi menghantarkan impuls dari nodus AV ke sistem bundle branch

  Bundle Branch

Merupakan lanjutan dari bundle of his yang bercabang menjadi dua bagian berikut.

1.      Right bundle branch ( RBB/ cabang kanan ), mengirim impuls ke otot jantung ventrikel

kanan

2.      Leaft bundle branch ( LBB/ cabang kiri ), yang terbagi dua yaitu :

         Deviasi kebelakang (left posterior vesicle) menghantarkan impuls ke endokardium ventrikel

kiri bagian posterior dan inferior

         Deviasi kedepan (left anterior vesicle) menghantarkan impuls ke endokardium ventrikel kiri

bagian anterior dan superior.

  Sistem Purkinje

Merupakan bagian ujung dari bundle branch. Menghantarkan atau mengirimkan

impuls menuju lapisan subendokard pada kedua ventrikel, sehingga terjadi depolarisasi yang

diikuti oleh kontraksi ventrikel.

Serabut purkinje yang meninggalkan simpul AV melalui berkas AV dan amsuk

kedalam ventrikel mempunyai sifat-sifat fungsional yang sangat berlawanan dengan sifat-

sifat fungsional serabut simpul AV, serabut purkinje mengeluarkan impuls dengan kecepatan

antara 20 – 40 kali/menit, serabut ini merupakan serabut yang sangat besar, bahkan lebih

besar dari pada serabut otot ventrikel normal, dan serabut ini menghantarkan impuls dengan

kecepatan 1,5 – 4 meter/detik, suatu kecepatan sekitar 6 kali kecepatan dalam otot jantung

biasanya dan 150 kali kecepatan dalam serabut sambungan. Hal ini

memungkinkanpenghantaran impuls jantung yang sangat cepat keseluruh system ventrikel.

Distribusi serabut-serabut purkinje didalam ventrikel. Serabut purkinje, setelah

berasal dari dalam simpul AV, membentuk berkas AV, yang kemudian menyusup melalui

jaringan fibrosa diantara katup-katup jantung dan kemudian kedalam system ventrikel.

Berkas AV hamper segera membagi diri kedalam cabang-cabang berkas kanan dan kiri yang

terletak di bawah endokardium sisi septum masing-masing. Tiap-tiao cabang ini berjalan

kebawah menuju apeks ventrikel masing-masing, tetapi kemudian membagi menjadi cabang-

cabang kecil dantersebar di sekitar tiap-tiap ruang ventrikel dan akhirnya kembali kedasar

jantung sepanjang dinding lateral. Serabut Purkinje terminal menenbus massa otot untuk

berakhir pada serabut otot. Dari saat inpuls jantung pertama-tama memasuki berkas AV

sampai ia mencapai ujung serabut purkinje, waktu total yang berlalu hanya 0,03 detik. Jadi,

sekali suatu inpuls jantung memasuki system purkinje, ia menyebar hamper dengan segera

keseleruh permukaan endokardium otot ventrikel.

  Pengaturan Eksitasi Dan Penghantaran Didalam Jantung

Simpul Sa Sebagai Pemacu Jantung

Pembangkitan dan penghantaran impuls jantung keseluruh bagian jantung, dalam

keadaan normal impuls muncul dari simpul SA. Tetapi ini tidak perlu terjadi dalam keadaan

abnormal, karena bagian-bagian lainnya dari jantung dapat memperlihatkan kontraksi

berirama dengan cara yang sama seperti serabut simpul SA, ini terutama terjadi pada simpul

AV dan serabut purkinje.

Serabut simpul AV, bila tidak dirangsang oleh suatu sumber dari luar, mengeluarkan

impuls dengan kecepatan berirama intrinsic 40-60 kali/menit, dan serabut purkinje

mengeluarkan impuls diantara 20 – 40 kali/menit. Kecepatan ini berbeda dengan kecepatan

normal simpul SA sebesar 60 -100 kali/menit.

Frekwensi simpul SA jauh lebih besar dari pada simpul AV atau serabut purkinje.

Setiap kali simpul SA mengeluarkan impuls, impulsnya dihantarkan ke serabut AV dan

purkinje, sehingga melepaskan muatan membrane peka rangsang mereka. Kemudian semua

jaringan ini, seperti juga simpul SA, kembali dari potensial aksi dan menjadi sangat

terhiperpolarisasi. Tetapi simpul SA kehilangan hiperpolarisasi ini jauh lebih cepat dari pada

dua lainnya dan memancarkan impuls baru sebelum salah satu dari dua lainnya dapat

mencapai ambang mereka untuk eksitasi sendiri. Impuls baru ini sekali lagi melepaskan

muatan simpul AV dan serabut purkinje. Proses ini berlangsung terus menerus, simpul SA

selalu merangsang jaringan-jaringan lain yang mempuanyai potensi untuk eksitasi sendiri

sebelum eksitasi sendiri itu dapat benar-benar terjadi. Jadi, simpul SA mengatur denyut

jantung karena kecepatan impuls beriramanya lebih besar dari pada bagian jantung lainnya.

Oleh karena itu, dikatakan bahwa simpul SA merupakan pemacu jantung normal.

  Pemacu Jantung Abnormal (Ektopik)

Kadang-kadang suatu bagian jantung lain mengeluarkan impuls berirama yang lebih

cepat dari pada simpul SA. Misalnya ini sering terjadi didalam simpul AV atau serabut

purkinje. Dalam salah satu kasus ini, pemacu jantung beralih dari simpul SA ke simpul AV

atau serabut purkinje yang pekah rangsang. Kadang;kadang suatu tempat didalam otot atrium

atau ventrikel mengembangkan kepekaan berkelebihan dan menjadi pemacu jantung. Suatu

pemacu jantung ditempat lain dari pada simpul SA disebut suatu pemacu jantung ektopik.

  Penyebaran Eksitasi Jantung

Depolarisasi yang dimulai pada SA node disebarkan secara radial ke seluruh atrium,

kemudian semuanya bertemu di AV node. Seluruh depolarisasi atrium berlangsung selama

kira-kira 0,1 detik. Oleh karena itu hantaran di AV node lambat maka terjadi perlambatan

kira-kira 0,1 detik (perlambatan AV node) sebelum eksitasi menyebar keventrikel.

Perlambatan ini diperpendek oleh perangsangan saraf simpatis yang menuju jantung dan akan

memanjang akibat perangsangan vagus. Dari punjak septum, gelombang depolarisasi

menyebar secara cepat didalam serat penghantar purkinye ke semua bagian ventrikel dalam

waktu 0,08-0,1 detik. Pada manusia, depolarisasi otot ventrikel di mulai pada sisi kiri septum

interventrikuler dan bergerak pertama-tama kekanan menyebrangi bagian septum.

Gelombang depolarisasi kemudian menyebar kebagian bawah septum menuju apeks jantung.

Setelah itu kembali sepanjang dinding ventrikel ke alur AV, kemudian terus berjalan dari

permukaan endokardium ke epikardium.

  Elektro Kardiogram

Sewaktu gelombang impuls berjalan melalui jantung, arus listrik menyebar kedalam

jaringan disekitar jantung, dan sebagian kecil menyebar kesemua arah permukaan tubuh. Bila

elektroda ditempatkan dipermukaan tubuh pada sisi yang berhadapan dengan jantung,

potensial listrik yang dibangkitkan oleh jantung dapat direkam, rekaman ini dikenal sebagai

elektrokardiogram (EKG).

  Sifat-Sifat Elektrokardiogram

Elektrokardiogram normal terdiri dari sebuah gelombang P, sebuah kompleks QRS

dan sebuah gelombang T. kompleks QRS sebenarnya merupakan 3 gelombang tersendiri,

gelombang Q, gelombang R dan gelombang S, kesemuanya disebabkan oleh lewatnya impuls

jantung melalui ventrikel ini. Dalam EKG yang normal, gelombang Q dan S sering sangat

kurang menonjol dari pada gelombang R dan kadang-kadang tidak ada, tetapi walau

bagaimanapun gelombang ini masih di kenal sebagai kompleks QRS.

Gelombang P disebabkan oleh arus listrik yang dibangkitkan sewaktu atrium

mengalami depolarisasi (kondisi dimana terjadi proses penyebaran impuls/sinyal pada

jantung) sebelum berkontraksi.

Gelombang QRS disebabkan oleh arus listrik yang dibangkitkan ketika ventrikel

mengalami depolarisasi sebelum berkontraksi, oleh karena itu gelombang P dan komponen-

komponen kompleks QRS adalah gelombang/fase depolarisasi.

Gelombang Q : defleksi (merupakan penyebaran proses depolarisasi) negatif pertama

sesudah gelombang P dan yang mendahului defleksi R, dibangkitkan oleh depolarisasi

permulaan ventrikel.

Gelombang R : defleksi positif pertama sesuadah gelombang P dan yang ditimbulkan

oleh depolarisasi utama ventrikel.

Gelombang S : defleksi negatif sesudah defleksi R.

Gelombang T disebabkan oleh arus listrik yang dibangkitkan sewaktu ventrikel

kembali dari keadaan depolarisasi, proses ini terjadi didalam otot ventrikel sekitar 0,25 detik

setelah depolarisasi, dan gelombang ini dikenal sebagai suatu gelombang repolarisasi

(kondisi dimana otot-otot jantung tidak melakukan aktifitas/istirahat)

  Voltase Dan Kalibrasi Waktu Pada Elektrokardiogram

Interval P – Q jangka waktu diantara permulaan gelombang P dan permulaan

gelombang QRS adalah interval diantara permulaan konraksi atrium dan permulaan kontraksi

permulaan ventrikel. Periode waktu ini disebut interval P – Q. interval ini normalnya sekitar

0,16 detik, interval ini kadang-kadang juga disebut Interval P – R gelombang Q sering tidak

ada.

Interval Q – T. kontraksi ventrikel pada dasarnya berlangsung diantara permulaan gelombang

Q dan akhir gelombang T, interval waktu ini disebut interval Q – T dan biasanya kira-kira

0,30 detik.

  Elektrofisiologi

Aktivitas listrik dari jantung merupakan akibat perubahan-perubahan permeabilitas

membrab sel, yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membrane tersebut dan

mengubah muatan listrik relative sepanjang membrane sel.

Ion keluar masuk melalui kanal cepat dank anal lambat. Ada 3 ion yang sangat berperan

yaitu K, Na, Ca. Kalium merupakan kation utama intra sel, sedangkan diekstrasel adalah

Calsium.

Potensial Aksi

Terdiri dari 5 fase elektrofisiologi:

1.      Fase istirahat- fase 4: pada keadaan istirahat bagian dalam sel relative negative sedangkan

bagian luar relative positif. Membrane sel akan lebih permeable terhadap kalium

dibandingkan natrium, karena itu sejumlah kecil ion K akan merembes keluar(dari kadar

yang tinggi ke kadar yang rendah K). dengan hilangnya ion K dari intrasel maka bagian

dalam sel menjadi relative negative.

2.      Depolarisasi cepat- fase 0(upstroke): depolarisasi sel adalah akibat permebilitas membrane

terhadap natrium sangat meningkat. Na diluar sel akan mengalir cepat masuk ke dalam sel

melalui saluran cepat sehingga mengubah muatan negative di sepanjang membrane sel,

bagian luar menjadi negative dan bagian dalam menjadi positif.

3.      Repolarisasi parsial-fase 1 (spike): segera sesudah depolarisasi maka terjadi sedikit

perubahan mendadak dari kadar ion dan timbul suatu muatan listrik relative. Tambahan

muatan negative di dalam sel menyebabkan muatan positif nya agak berkurang. Sebagai

efeknya sebagian sel itu mengalami repolarisasi. Terjadi inaktifasi dari saluran cepat Na.

4.      Plateu-fase 2: suatu plateu yang sesuai dengan periode refarkter absolute miokardium. Pada

fase ini tidak terjadi perubahn muatan listrik melalui membaran sel. Jumlah ion yg keluar

masuk dalam posisi keseimbangan. Plateu terutama disebabkan oleh aliran ion kalsium

kedalam sel secara perlahan dibantu juga oleh gerakan ion Na sedikit demi sedikit melalui

saluran lambat. Gerakan muatan positif ke dalam ini diimbangi oleh gerakan ion K ke luar.

5.      Repolarisasi cepat-fase 3(downstroke): selama repolarisasi cepat maka aliran muatan kalsium

dan natrium ke dalam sel di inaktifkan dan permeabilitas membrane terhadap kalium sangat

meningkat, kalium keluar sel dengan demikian mengurangi muatan positif didalam sel.

Bagian dalam sel akhirnya kembali ke keadaan negative dan bagian luar relative positif.

Distribusi ion pada keadaan istirahat dipulihkan kembali melalui kegitan kontinyu pompa Na-

K yang dengan aktif memindahkan kalium ke dalam sel dan Natrium ke luar sel.

D.    Sirkulasi System Cardiovaskuler Dan Darah

Sistem kardiovaskuler mendistribusikan darah ke seluruh tubuh melalui sistem

peredaran darah (sirkulasi darah). Sirkulasi darah terbagi menjadi 2 bagian yaitu sirkulasi

sistemik dan sirkulasi pulmonal.

  Sirkulasi pulmonal atau disebut juga sistem peredaran darah kecil adalah sirkulasi darah antara

jantung dan paru-paru. Darah dari jantung (ventrikel kanan) dialirkan ke paru-paru melalui

arteri pulmonalis. Darah ini banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa metabolisme

untuk dibuang melalui paru-paru ke atmosfer. Selanjutnya darah akan teroksigenasi pada

kapiler paru dan kembali ke jantung (atrium kiri) melalui vena pulmonalis.

  Sirkulasi sistemik atau peredaran darah besar adalah srikulasi darah dari jantung (ventrikel kiri)

ke seluruh tubuh (kecuali paru-paru). Darah dari ventrikel kiri dipompakan ke seluruh tubuh

melalui aorta, kemudian aorta bercabang-cabang menjadi arteri-arteri yang lebih kecil yang

tersebar ke seluruh tubuh. Selanjutnya darah dikembalikan ke jantung (atrium kanan) melalui

vena cava.

  Sirkulasi darah antara jantung dan seluruh tubuh berjalan satu arah. Darah dari ventrikel kanan

dialirkan ke paru-paru kemudian kembali ke jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh dari

ventrikel kiri melalui aorta. Aorta akan bercabang-cabang menjadi arteri, arteriola dan

kapiler. Selanjutnya dikembalikan ke jantung melalui vena (pembuluh balik).

PENYAKIT KULIT

Kulit merupakan organ terluas dan terluar penyusun tubuh manusia, tanpa kulit yang

melindungi organ dalam tubuh dan susunan tulang, manusia akan tampak mengerikan.

Kulit memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah untuk melindungi permukaan tubuh dari

faktor eksternal, menjaga suhu tubuh, serta mengeluarkan kotoran tertentu yang mana tidak

tepat bila dikeluarkan melakukan feses atau urin.

Gangguan pada kulit biasa terjadi karena beberapa faktor, seperti alergi akan suhu tertentu

(faktor iklim), lingkungan tempat tinggal yang membuat kulit menjadi lebih sensitif, gaya

hidup yang tidak bersih dan masih banyak lagi.

Gangguan Pada Kulit Manusia

Gangguan pada kulit manusia biasanya akan ditunjukkan lewat gejala yang sama, disebabkan

karena faktor setipe dan membutuhkan pengobatan yang sama, meskipun jenis penyakit kulit

yang diderita bervariasi.

Walaupun begitu, setiap penyakit kulit akan memperlihatkan varians gejala serta keparahan

dan karakteristik berbeda bahkan dapat dikatakan cukup unik. Jenis penyakit kulit yang

ditampilkan dapat terlihat atau tidak terlihat yang mana akan mengancam kehidupan

seseorang yang mengalaminya.

Gangguan Pada Kulit dan Cara Mengatasinya

Berikut ini beberapa gangguan pada kulit dan cara mengatasinya:

Eksim

Eksim merupakan penyakit kulit yang dialami oleh manusia dan ditunjukkan dengan ciri

fisik, kulit akan tampak kemerahan, bersisik, terasa gatal disaat malam hari, timbul

gelembung kecil yang berkelompok ( mengandung air atau bisa jadi nanah), kulit pecah-

pecah, terasa bengkak bahkan bisa melepuh.

Mengatasi gangguan kulit eksim bisa dilakukan secara alami, yakni dengan menggunakan

jahe yang diparut halus dan diperas airnya, air perasan jahe kemudian dicampur dengan air

perasan dari halusan lobak. Kedua air perasan alami tersebut dapat dimanfaatkan secara

langsung sebagai obat eksim oles.

Kudis dan panu

Kudis merupakan penyakit kulit yang dapat menular, mereka yang menderita kudis akan

merasakan gatal yang begitu menyiksa di malam hari, kudis akan menyerang daerah kulit

yang lembab, seperti lipatan ketiak, sela jari tangan maupun jari kaki dan tangan. Sedangkan

panu merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh pertumbuhan jamur.

Ditandai dengan bercak dan rasa gatal pada kulit, bercak berwarna putih, bisa juga merah

atau coklat tergantung dengan warna kulit asli penderita. Kudis dan panu dapat diobati

dengan menggunakan lengkuas. Tumbuk halus beberapa rimpang lengkuas lalu campur

dengan bawang putih yang telah dihaluskan, balurkan campuran alamu ini pada daerah kulit

yang terdapat kudis dan panu.

Kurap

Penyakit kulit ini menular dan disebabkan oleh infeksi jamur. Tanda kulit terinfeksi jamur

kurap dapat dilihat ketika ada lingkaran merah muda dan kulit kasar di beberapa bagian kulit.

Bisul

Berbeda dengan kurap, bisul merupakan penyakit kulit yang berupa seperti benjolan, berisi

nanah dan berwarna merah. Pada umumnya, bisul terasa panas dan dapat tumbuh di mana

pun di bagian tubuh yang lembab.

Kutu air

Penyakit ini disebabkan oleh jamur yang kemudian menyebar ke sela jari tangan, sela jari

kaki atau juga bisa terdapat pada lipatan paha. Kulit yang terkena kutu air akan memiliki

luka, khususnya pada lipatan kulit, kulit terasa gatal dan apabila kulit digaruk akan terbentuk

peradangan maupun pembengkakan di sekitar bagian kulit yang sakit.

Gangguan pada kulit bisa dicegah dengan rajin membersihkan tubuh, gunakan sabun mandi

yang mampu melawan bakteri dan mencegah pertumbuhan jamur terjadi pada permukaan

kulit. Mencegah penyakit kulit harus Anda lakukan seterusnya, karena kulit adalah bagian

penyusun tubuh yang paling mudah terlihat.

KERACUNAN

A.     Definisi

Istilah racun bersinonim dengan kata toksin dan bisa, namun memiliki definisi yang

berbeda antara yang satu dengan lainnya. Kata "toksin" didefinisi sebagai racun yang

dihasilkan dari proses biologi, atau sering disebut sebagai biotoksin. Sementara, bisa

didefinisikan sebagai cairan mengandung racun yang disekresikan atau dihasilkan oleh hewan

selama proses pertahanan diri atau menyerang hewan lain dengan gigitan maupun sengatan.

Racun adalah sesuatu yang bila masuk kedalam tubuh kita menyebabkan keadaan

tidak sehat dan bisa membahayakan jiwa ( Ircham Machfoed, dkk, 2012:87). Racun dapat

berupa obat yang diminum dengan dosis yang berlebihan, seperti misalnya obat penghilang

rasa nyeri dan pusing yang banyak dijual ditoko obat bebas, obat tidur dan lain-lainnya. Bisa

juga zat-zat kimia seperti obat pemati serangga, cairan pembersih rumah tangga atau terkena

serangan gigitan ular, serangga, atau terhisap gas-gas melalui paru-paru, pestisida yang

terserap melalui pori-pori kulit dan lain-lain.

Dalam sebuah buku forensik medis yang ditulis oleh JL Casper, racun diklasifikasikan

menjadi 5 golongan, yaitu:

a.       Racun iritan, yaitu racun yang menimbulkan iritasi dan radang. Contohnya asam mineral,

fungi beracun, dan preparasi arsenik.

b.      Racun penyebab hiperemia, racun narkotik, yang terbukti dapat berakibat fatal pada otak,

paru-paru, dan jantung. Contohnya opium, tembakau, konium, dogitalis, dan lain lain.

c.       Racun yang melumpuhkan saraf, dengan meracuni darah, organ pusat saraf dapat lumpuh

dan menimbulkan akibat yang fatal seperti kematian tiba-tiba. Contohnya asam hidrosianat,

sianida seng, dan kloroform.

d.      Racun yang menyebabkan marasmus, biasanya bersifat kronis dan dapat berakibat fatal bagi

kesehatan secara perlahan. Contohnya bismut putih, asap timbal, merkuri, dan arsenik.

e.       Racun yang menyebabkan infeksi (racun septik), dapat berupa racun makanan yang pada

keadaan tertentu menimbulkan sakit Pyaemia (atau pyemia) dan tipus pada hewan ternak.

Keracunan adalah keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau makanan

kedalam tubuh melalui berbagai cara, seperti melalaui saluran pencernaan, saluran

pernafasan, atau melalui kulit (Iskandar Junaidi, 2011:55).

B.     Macam – Macam Keracunan

a.       Keracunan makanan

Makanan adalah sesuatu yang mengandung zat-zat (nutrient) yang digunakan untuk

kelangsungan hidup manusia. Makanan mengandung zat yang dibutuhkan manusia dan

secara kontinu dibutuhkan setiap hari. Berbagai bahaya dapat terjadi berhubungan dengan

makanan. Bahaya itu mungkin karena proses yang terjadi pada makanan itu atau merupakan

sifat yang sudah ada atau zat yang berbahaya dari luar masuk dan mengotori makanan itu.

Bahaya yang dapat terjadi dari makanan adalah keracunan. Racun yang terdapat dalam

makanan mungkin merupakan racun alam yang sudah ada dalam makanan itu yang baik di

sengaja atau tidak tercampur dalam makanan. Racun dalam makanan dapat berasal dari :

1. racun alami, berbagai bahan makanan baik nabati maupun hewani yang mengandung

racun yang pada umumnya sudah di kenal oleh masyarakat, yaitu : Singkong yang

mengandung HCN, cendawan dapat mengandung muskarin, biji bengkuang

mengandung pakpakrizida, jengkol mengandung asam jengkol.

2. racun yang berasal dari luar makanan, misalnya sayuran yang terkontaminasi oleh

insektisida racun yang berbentuk bubuk di sangka tepung.

3. racun yang disebabkan karena mikro organisme yang terdapat pada makanan,

misalnya Clostridium botulium, mengeluarkan toxin yang menyerang saraf,

Streptococcus, menyebabkan diarrhea, Trichinella spiralis pada daging sapi dan babi

yang sakit.

Keracunan makanan merupakan satu penyakit Gastroenteritis Akut. Penyakit ini

terjadi karena kontaminasi bakteri hidup atau toksin yang di hasilkannya pada makanan atau

karena kontaminasi zat-zat organic dan racun yang berasal dari tanaman dan binatang.

Di Indonesia ada beberapa makanan yang sering dikonsumsi namun jika tidak hati-

hati bisa mengakibatkan keracunan diantaranya sebagai berikut:

1.      Keracunan botulinum

Botulism atau botulisme merupakan penyakit Gastroenteristi akut yang di sebabkan

oleh Eksotoksin yang di produksi Crostiridium Botulinum. Organisme anaerobic ini banyak

di temukan di dalam debu, tanah, dan dalam saluran usus hewan. Dalam makanan kaleng,

organisme ini akan membentuk spora. Masa inkubasi botulisme cepat sekitar 12-36 jam.

Gejala keracuanan batulinum biasanya muncul secara mendadak, antara 18-36 jam

setelah mangkonsumsi makanan yang tercemar kuman ini. Gejalanya berupa badan lemas

yang kemudian diikuti penglihatan yang kabur dan ganda (bendanya satu tapi seperti dua).

Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf otak lainnya sehingga penderita

mengalami kesulitan berbicara dan susah menelan.

2.      Keracunan jamur

Terdapat ratusan jamur terkenal dan dapat di konsumsi, seperti jamur merang, jamur

sampinyo dan sebagainya. Namun, tidak semua jenis jamur dapat di konsumsi karena ada

beberapa jenis yang mengandung racun. Jenis racun biasa yang di temukan adalah Amanitin

dan muskarin.

Gejala mengkonsumsi jamur beracun, racun jamur itu akan bekerja sangat cepat dan

mengakibatkan rasa mual, muntah, sakit perut, berkeringat , mencret, rasa haus , kekacauan

mental, pingsan dan bahkan konvulsi (kejang-kejang).

3.      Keracunan jengkol

Jengkol merupakan salah satu sayur lalapan yang mengandung asam jengkolat.

Apabila di konsumsi secara berlebihan, akan terjadi penumpukan dan pembentukan Kristal

asam jengkolat di dalam ginjal. cara memproses dan menghidangkan yang dapat mengurangi

kadar asam jengkol adalah dengan menanamnya sebelum memasak, dibakar, atau dibuat

keripik.

Gejala kercunan jengkol antara lain sakit pinggang yang disertai sakit perut, nyeri

sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkolat nampak keluar bersama air kencing.

Kadang-kadang juga diserti darah akibat gesekan kristal jengkol saat keluar dan melukai

saluran kemih. Bau khas jengkol pada napas, mulut, dan air kencing penderita. Keracunan

yang lebih berat dapat mengakibatkan berkurangnya air kencing atau tidak dapat kencing

sama sekali.

4.      Keracunan makanan laut

Makanan dari laut seperti kepiting, rajungan, cumi-cumi, udang, lobster, ikan, dan

lainya dapat menyebabkan keracunan, diduga racun tersebut dibawa dari gangganh yang

dimakan oleh binatang laut itu.

Gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit setelah

menyantapnya. Penderita akan mengalami mual, muntah, kesemutan disekitar mulut, badan

lemas, dan suli tbernapas.

5.      Keracunan singkong

Racun yang terdapat dalam singkong berupakan unsur senyawa sianida. Singkok

beracun ini biasanya ditanam hanya untuk pembatas pagar kebun karena binatangpun tidak

mau memakan daunnya. Racun sianida tersebut bekerja sangat cepat bahkan hanya dalam

beberapa menit setelah mengkonsumsi racun singkong gejala-gejala mulai timbul dalam dosis

besar racun itu dapat menyebabkan kematian.

Gejala keracunan sianida adalah muntah, mencret, sakit kepala, pusing, sesak napas,

badan lemah, mata melotot, mulut berbusa, pingsan, dan kejang-kejang. Bau napas keracunan

singkong khas yaitu berbau kenari pahit.

6.      Keracunan tempe/oncom/bongkrek

Keracunan tempe ditimbulkan oleh dua hal, pertama, oleh jamur beracun yang ikut

tumbuh dalam tempe tersebut. Kedua, oleh minyak goreng yang dipergunakan untuk

menggoreng tempe. Minyak goreng dapat tercemar racun arena disimpan dalam kaleng bekas

racun pembasmi serangga. Bentuk kaleng racun pembasmi serangga tersebut memang

menarik dan ideal untuk dijadikan tempat penyimpanan minyak. Meskipun sudah dicuci

berulang kali dengan menggunakan air, kaleng tersebut masih berbahaya. Ha tersebut karena

racun pembasmi serangga lebih mudah larut dalam minyak daripada dalam air.

Gejala keracunan muncul dalam beberapa menit setelahnya mengkonsumsi

tempe/oncom/bongkrek yang terkontaminasi oleh jamur beracun. Gejalanya berupa mual,

muntah, badan lemas, nyeri perut, dan pusing.

b.      Keracunan gas

Gas yaitu suatu keadaaan zat dalam hal ini molekul-molekulnya dapat bergerak sangat

bebas, dan dapat mengisi seluruh ruangan yang ditempatinya. Kondisi gas ditentukan oleh

tiga factor yaitu : tekanan, suhu dan volume.

Keracunan gas merupakan keracunan yang paling berbahaya karena keracunan gas

dapat menghambat proses respirasi. Sehingga proses pembentukan energi menjadi tidak

efektif yang pada akhirnya gas tersebut berikatan secara langsung dengan sel otot jantung

serta sel-sel tulang.

1.      Keracunan gas carbon monoksida (CO)

Carbon monoksida (CO) merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak

berasa dan tidak mengiritasi namun karbonmonoksida mudah terbakar dan sangat beracun

sehingga dapat terjadi keracunan karbon monoksida jika gas ini dihirup oleh manusia.

Karbon monoksida akan muncul ketika terjadi proses pembakaran tidak sempurna dari

sebuah kendaraan bermotor. Bisa juga muncul dari pembakaran alat pemanasan, tumpu kayu,

dan asap tembakau yang dihasilkan oleh rokok.

Adanya gas CO di dalam sistem peredaran darah manusia akan menggantikan posisi

oksigen dalam darah. Gas CO akan dengan mudah mengalir ke dalam jantung, otak, serta

organ – organ vital yang lain pada manusia, ini lah sebabnya mengapa keracunan gas

monoksida sangat berbahaya. Adanya gas karbon monoksida yang berada dalam darah akan

membuat oksigen kalah bersaing yang artinya kadar oksigen dalam darah akan jauh lebih

berkurang. Pada hal gas oksigen sangat diperlukan oleh sel, jaringan maupun organ di dalam

tubuh manusia. Dengan keberadaan karbon monoksida di dalam darah maka akan

menghambat fungsi metabolisme tubuh manusia.

Gas karbon monoksida akan menghambat proses respirasi sehingga proses

pembentukan energi tidak efektif akhirnya, Karbon monoksida berikatan secara langsung

dengan sel otot jantung serta sel – sel tulang akibatnya terjadi keracunan monoksida terhadap

sel – sel tersebut dan berakibat pada gangguan sistem saraf manusia dan uga bisa mengakibat

kematian.

Gejala keracunan karbon monoksida diawali dengan sakit kepala, rasa mual dan

muntah. Gejala keracunan karbon monoksida ini ditambah dengan beratnya rasa lelah,

banyak mengeluarkan keringat, pola pernapasan meningkat, rasa gugup yang berlebih hingga

gangguan penglihatan. Puncak dari gangguan ini adalah kehilangan kesadaran dan sakit dada

yang mendadak. Hal ini berarti karbon monoksida telah menyerang organ jantung. Banyak

kasus kematian akibat keracunan karbon monoksida karena sukar bernapas. Hal ini

diakibatkan oleh kurangnya oksigen pada sel karena sel darah tidak mengikat oksigen

melainkan mengikat karbon monoksida.

2.      Keracunan gas karbon dioksida (CO2)

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, Karbon Dioksida adalah senyawa karbon

dengan oksigen yang berupa gas tanpa warna, lebih berat dari udara, tidak terbakar, dan larut

dalam air (digunakan dalam alat pemadam kebakaran).

Karbon dioksida atau dalam ilmu kimianya CO2 adalah zat asam arang sejenis

senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang saling terikat secara kovalen dengan

sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir

di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm

berdasarkan volume walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu.

Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena ia menyerap gelombang

inframerah dengan kuat.

Menurut Otoritas Keselamatan Maritim Australia, "Paparan berkepanjangan terhadap

konsentrasi karbon dioksida yang sedang dapat menyebabkan asidosis dan efek-efek

merugikan pada metabolisme kalsium fosforus yang menyebabkan peningkatan endapan

kalsium pada jaringan lunak. Karbon dioksida beracun kepada jantung dan menyebabkan

menurunnya gaya kontraktil. Pada konsentrasi tiga persen berdasarkan volume di udara, ia

bersifat narkotik ringan dan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, dan

menyebabkan penurunan daya dengar. Pada konsentrasi sekitar lima persen berdasarkan

volume, ia menyebabkan stimulasi pusat pernapasan, pusing-pusing, kebingungan, dan

kesulitan pernapasan yang diikuti sakit kepala dan sesak napas. Pada konsentrasi delapan

persen, ia menyebabkan sakit kepala, keringatan, penglihatan buram, tremor, dan kehilangan

kesadaran setelah paparan selama lima sampai sepuluh menit.

Keracunan karbon dioksida akut dikenal sebagai lembap hitam. Para penambang

biasanya akan membawa sesangkar burung kenari ketika mereka sedang bekerja untuk

memperingati mereka ketika kadar karbon dioksida mencapai tingkat yang berbahaya.

Burung kenari akan terlebih dahulu mati sebelum kadar CO2 mencapai tingkat yang

berbahaya untuk manusia.

c.       Keracunan zat kimia

Zat kimia adalah semua materi dengan komposisi kimia tertentu. Sebagai contoh,

suatu cuplikan air memiliki sifat yang sama dan rasio hidrogen terhadap oksigen yang sama

baik jika cuplikan tersebut diambil dari sungai maupun dibuat di laboratorium. Suatu zat

murni tidak dapat dipisahkan menjadi zat lain dengan proses mekanis apapun. Zat kimia yang

umum ditemukan sehari-hari antara lain adalah air, garam (natrium klorida), dan gula

(sukrosa). Secara umum, zat terdapat dalam bentuk padat, cair, atau gas, dan dapat

mengalami perubahan fase zat sesuai dengan perubahan temperatur atau tekanan.

Keracunan zat kimia juga sering terjadi di dalam kehidupan manusia, berikut ini

beberapa zat kimia yang bisa menyebabkan keracunan :

1.      Keracunan Formalin

Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dan khas.

Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan

metanol hingga 15% sebagai pengawet.

Formalin dikenal luas sebagai bahan pembunuh hama ( desinfektan ) dan banyak

digunakan dalam industri. Sejauh ini, pemanfaatannya tidak dilarang namun setiap pekerja

yang terlibat dalam pengangkutan dan pengolahan bahan ini harus ekstra hati-hati mengingat

risiko yang berkaitan dengan bahan ini cukup besar.

Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain:

Formol , Morbicid , Methanal , Formic aldehyde, Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene

aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith, Karsan, Methylene glycol, Paraforin,

Polyoxymethylene glycols, Superlysoform, Tetraoxymethylene, Trioxane.

Gelaja dan tanda keracunan akut formalin :

1.              Jika terhirup mengakibatkan iritasi,reaksi alergi,mual,muntah,sulit bernafas,asma,sakit

kepala.

2.              Jika kontak dengan kulit,terjadi reaksi alergi,luka bakar

3.              Jika kontak dengan mata;iritasi ,gatal,mata berair dan dapat menyebabkan kebutaan.

4.              Jika tertelan;luka bakar,mual,muntah,diare,sakit perut,sakit kepala,kejang-kejang,dan koma.

Gejala dan tanda keracunan kronik formalin :

1.      Jika terhirup,mengantuk,ganguan menstruasi,steril dan kangker.

2.      Jika kontak dengan mata;iritasi,gatal,mata berair dan buta.

3.      Jika kontak dengan kulit;gatal dankerusakan hati.

4.      Jika tertelan;gataldan ganguan pencernaan

5.      Pada keadaan yangberat dapat terjadi shock,hipotermia,takhipea dan metabolik asidosis.

1.      Pestisida

Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007

mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus

yang digunakan untuk:

a.       Memberantas atau mencegah hama hama tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil

pertanian.

b.      Memberantas rerumputan.

c.       Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan.

d.      Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagianbagian tanaman, tidak

termasuk pupuk.

e.       Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak.

f.        Memberantas dan mencegah hama-hama air.

g.       Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,

bangunan dan alat-alat pengangkutan.

h.       Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada

manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau

air.

Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama, baik insekta, jamur maupun

gulma, Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi : Insektisida (pembunuh insekta),

Fungisida ( pembunuh jamur), dan Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu/gulma).

Gejala keracunan pestisida adalah pusing, perut mual-mual, mata berkunang-kunang

dan perasaan letih, muntah-muntah, gemetar, muka pucat pasi, sempoyongan jalan tidak

seimbang dan lain-lain.

C.     Pertolongan Pertama pada Keracunan

a.       Pertolongan Keracunan Makanan

1. Pertolongan Keracunan Botulinum

Korban harus segera dibawa dan dirawat di rumah sakit, karena pertolongan hanya

dengan penyuntikan serum antitoksin yang khusus untuk botulinum.

2. Pertolongan Keracunan Jamur

Apabila tidak ada muntah-muntah, penderita di rangsang agar muntah. Kemudian

lambungnya dibilas dengan larutan encer kalium permanganate (1 gram Pk dalam 2 liter air)

atau dengan meminum putih telur dicampur susu. Bila ada gangguan napas, berikan bantuan

pernapasan buatan, setelah itu bawa penderita ke rumah sakit.

3. Pertolongan Keracunan Jengkol

Pada keracunan yang ringan, penderita diberi minum air soda sebanyak-banyaknya.

Obat-obat penghilang rasa sakit dapat diberikan untuk mengurangi sakitnya. Pada keracunan

yang berat, penderita harus dibawa dan dirawat di rumah sakit.

4. Pertolongan Keracunan Makanan Laut

Korban agar dibuat muntah agar racun yang tertelan dapat dikeluarkan kembali. Bila

sudah muntah dan memang memungkinkan cucilah lambung dengan memberikan minum

kalium permanganas encer (1 gram dalam 2 liter air). Segera bawa kerumah sakit jika tidak

ada perkembangan membaik, Obat khusus untuk mengobati keracunan binatang-binatang laut

sampai sekarang belum ada.

5. Pertolongan Keracunan Singkong

Buatlah pernafasan buatan , setelah sadar usahakan agar si korban muntah, sehingga

singkong dan racunnya bisa keluar. Bila bisa membeli di apotik, belilah uap amyl nitrit,

berilah uap amyl nitrit/ammonia di depan hidungnya, setiap 2-3 menit sekali selama kurang

lebih 15-30 menit. Berikan larutan NAtrium thiosulfas 2-3 gram dalam segelas air untuk

diminum. Natrium thiosulfas sering juga disebut sebagai Hypo yang dalam fotografi

dipergunakan untuk pembuat fixer. Kemudian selimuti korban dan bawa ke dokter atau

rumah sakit, dan dalam perjalanan ke rumah sakit pertolongan seperti itu tetap diberikan.

6. Pertolongan Keracunan Tempe/Oncom/Bongkrek

Untuk keracunan dalam hal ini jika disebabkan oleh minyak yang tercemar, maka

bawalah korban ke dokter dengan membawa botol atau tempat minyak itu disimpan sehingga

cepat diberikan penawarnya. Untuk penawar racun dalam hal ini secara umum yaitu bisa

dengan mencampurkan roti yang dipanggang sampai hangus 2 bagian, garam inggris 1

bagian,teh pekat 1 bagian, di aduk sampai merata, lalu tuangkan campuran itu satu sendok the

penuh ke dalam satu gelas air. Minumkan pada penderitanya. Cara lainnya adalah dengan

meminta atau membantu korban untuk muntah, sehingga apa yang telah dimakan dan

racunnya bisa keluar. Untuk anak-anak maka dengan cara membaringkan si anak pada lutut

penolong dengan kepala di bawah dan letakkan jari penolong dibelakang kerongkongannya

supaya si anak muntah. Untuk anak yang lebih besar dapat diberikan satu atau dua gelas susu

atau putih telur atau berikan garam satu sendok the dalam 200 ml air, lalu diminum untuk

membantu kecenderungab muntah.

b.      Pertolongan Keracunan Gas

1. Keracunan Karbon Monoksida (CO)

Tindakan pertolongannya adalah dengan memindahkan korban ke tempat yang berudara

segar dan tidak boleh banyak bergerak. Selimuti tubuhnya, beri pernafasan buatan, kalau

perlu beri tambahan oksigen, kemudian bawa korban kerumah sakit.

2. Keracunan Karbon Dioksida ( CO2 )

Tindakan pertolongan adalah dengan memindahkan korban ke tempat yang berudara

segar, disiram air dingin, beri pernapasan buatan kalau perlu, beri kopi pekat melalui dubur

apabila penderita tidak sadar, pijat tangan dan kakinya. Pertolongan ini memerlukan waktu

yang lama. Oleh karena itu jangan berhenti, lakukan terus sampai berhasil.

c.       Pertolongan Keracunan Zat Kimia

1. Keracunan Formalin

Apabila terjadi keracunan formalin lakukan pembilasan lambung dengan larutan

amoniak encer (0,1%) atau dengan menggunakan air garam, lalu dimuntahkan. Penderita

dapat diberikan obat penawar seperti putih telor dan susu. Apabila ada tandatanda shock,

maka segera bawa ke rumah sakit.

2. Keracunan Pestisida

Apabila peptisida mengenai kulit, maka siramlah kulit dengan air mengalir dan

menggunakan sabun. Bila racun tertelan, bilas lambung dengan larutan soda 5% dan tindakan

lain agar zatnya dimuntahkan. Pakaian korban cuci sampai bersih kemudian bawa korban ke

rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, Iskandar. 2011. Pedoman Pertolongan Pertama. Yogyakarta. Andi Offset.

Machfoedz, Ircham, Dkk. 2012. Pertolongan Pertama di Rumah, Tempat Kerja, Di

Perjalanan. Yogyakarta : Fitramaya.

Kumoratih, Ajeng. . Panduan Praktis P3K. Surakarta : Mahkota Kita.

Margareta, Shinta. 2012. Buku Cerdas P3K. Yogyakarta : Pustaka Cerdas

Sudiatmoko. 2011. Tindakan Awal Sebelum Medis. Yogyakarta : Rona Pancaran Ilmu.