web viewbegitu materi dalam saluran pencernaan masuk ke usus besar, sebagian nutrient telah dicerna...
TRANSCRIPT
KEADAAN BAYI DAN BALITA DI INDONESIA
1 Pengertian Bayi
Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 12 bulan, namun tidak ada
batasan yang pasti. Menurut psikologi, bayi adalah periode perkembangan yang merentang
dari kelahiran hingga 18 atau 24 bulan. Masa bayi adalah masa yang sangat bergantung pada
orang dewasa. Banyak kegiatan psikologis yang terjadi hanya sebagai permulaan seperti
bahasa, pemikiran simbolis, koordinasi sensorimotor, dan belajar sosial. Pada masa ini
manusia sangat lucu dan menggemaskan tetapi juga rentan terhadap kematian. Kematian bayi
dibagi menjadi dua, kematian neonatal (kematian di 27 hari pertama hidup), dan post-
neonatal (setelah 27 hari).
Pemberian makanan dilakukan dengan penetekan atau dengan susu industri khusus.
Bayi memiliki insting menyedot, yang membuat mereka dapat mengambil susu dari buah
dada. Bila sang ibu tidak bisa menyusuinya, atau tidak mau, formula bayi biasa digunakan di
negara-negara Barat. Di negara lain ada yang menyewa "perawat basah" (wet nurse) untuk
menyusui bayi tersebut.
Bayi tidak mampu mengatur pembuangan kotorannya, oleh karena itu digunakanlah
popok. Popok yang digunakan bayi bisa berupa popok kain biasa atau popok sekali pakai
(diapers). Dewasa ini, popok sekali pakai menjadi lebih populer penggunaannya
dibandingkan popok kain biasa karena lebih praktis dan tidak terlalu merepotkan. Namun,
masalah baru yang utamanya timbul akibat pemakaian popok sekali pakai adalah masalah
ruam popok. Kulit bayi yang masih sensitif lebih sering tertutup dan menjadi sulit bernapas
sehingga memungkinkan timbulnya masalah ruam dan iritasi pada kulit bayi. Meskipun
masalah ruam popok merupakan masalah yang biasa terjadi, namun bila dibiarkan begitu saja
tanpa penanganan yang tepat bisa timbul masalah yang cukup serius seperti peradangan dan
infeksi kulit bayi.
2 Keadaan Kesehatan Bayi dan Anak Balita di Indonesia
Saat ini keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia menjadi hal penting
untuk diperhatikan dan dibahas. Pada beberapa masa sebelum dekade 1980an, masalah
kesehatan ibu dan anak belum terlalu mendapatkan perhatian serius. Bahkan kasus kematian
ibu dan balita pun masih menjadi sebuah fenomena kesehatan yang cukup memprihatinkan.
Menginjak pada dekade 1990an, kesehatan ibu menjadi sorotan penting di dalam program
kesehatan, khususnya terkait dengan masalah reproduksi, kehamilan dan persalinan. Di jaman
modern setelah melewati abad keemasan, yaitu era 21 ini, kesehatan ibu masih terus dipantau,
namun kesehatan bayi dan anak balita menduduki ranking pertama di dalam program-
program kesehatan. Anak, bayi dan balita merupakan generasi penerus bangsa. Di situlah
awal kokoh atau rapuhnya suatu Negara, dapat disaksikan dari kualitas para generasi
penerusnya. Jika terlahir anak-anak dengan tingkat kesehatan yang rendah, tentulah kondisi
bangsa menjadi lemah dan tidak mampu membangun negaranya secara optimal.
Saat ini distribusi dan frekuensi terjangkitnya penyakit bayi dan anak balita seperti
diare, disentri, cacar, campak dan penyakit-penyakit berbahaya lain mengalami penurunan
yang cukup drastis dibandingkan beberapa masa sebelumnya. Keberhasilan program
imunisasi yang digelar oleh pemerintah nampaknya memberikan hasil yang tidak
mengecewakan. Meskipun di beberapa waktu terakhir ini sempat diberitakan mengenai
adanya vaksin DPT yang menimbulkan kematian pada bayi, namun saat ini kasusnya masih
terus dipelajari. Akan tetapi secara keseluruhan, program imunisasi telah mampu menurunkan
tingkat kesakitan pada bayi dan balita cukup signifikan.
Keadaan kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia juga menyangkut masalah gizi
buruk. Peningkatan kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat ditunjang dengan system
informasi dan tingginya tingkat pendidikan masyarakat, meningkatkan kesadaran rakyat
untuk memperhatikan kondisi kesehatan anak-anak. Orang tua berlomba memberikan yang
terbaik bagi buah hatinya. Meskipun di beberapa lapisan masyarakat masih ada yang kurang
sejahtera, namun tingkat kepedulian masyarakat lain pun juga relatif bagus sehingga keadaan
kesehatan bayi dan anak balita di Indonesia bias lebih terkontrol.
Jakarta - Survei Demografi Kntatao Inckinesia (SDKI) 121 mit Departemen
Kesehatan (Depkes) mengungkapkan.rata-rata per tahun terdapat 401 bayi di Indonesia yang
meninggal dunia sebelum umurnya mencapai 1 tahun.
Bila dirinci. 157.000 bayi meninggal dunia per tahun, atau 430 bayi per hari. Angka
Kematian Balita (Akaba), yaitu 46 dari 1.000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirinci,
kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari. Parahnya,
dalam rentang waktu 2002-2007, angka neonatus tidak pernah mengalami penurunan.
Penyebab kemauan terbanyak pada periode ini disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik),
kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan akut (Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007).
3 Angka Kesakitan Dan Kematian Bayi Dan Balita
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia (Kompas, 2006). Derajat kesehatan anak
mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa
memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa.
Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau
penataan pembangunan bangsa (Kompas, 2006).
Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat
digunakan, antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan angka
harapan hidup waktu lahir.
4. Angka Kesakitan Bayi Dan Balita
Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan
anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan
anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan
pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor social ekonomi, dan
pendidikan ibu.
Angka kesakitan bayi dan balita didapat dari hasil pengumpulan data dari sarana
pelayanan kesehatan (Facility Based Data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan
pelaporan.
Adapun beberapa indikator dapat diuraikan sebagai berilkut:
1. Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit polio telah dilakukan melalui gerakan
imunisasi polio. Upaya ini juga ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi
secara aktif terhadap kasus-kasus AFP kelompok umur <15 tahun hingga dalam kurun waktu
tertentu, untuk mencari kemungkinan adanya virus polio liar yang berkembang di masyarakat
dengan pemeriksaan spesimen tinja dari kasus AFP yang dijumpai. Ada 4 strategi dalam
upaya pemberantasan polio, yaitu: imunisasi (yang meliputi peningkatan imunisasi rutin
polio, PIN, dan Mop – up), surveilans AFP, sertifikasi bebas polio, dan pengamanan virus
polio di laboratorium
2. TB Paru
Merupakan penyakit infesi yang meular pada sistem parnafasan yang disebabkan oleh
mikrobakteium tuberculosa yag dapat megenai bagian paru.proses peularan melalui udara
atau langsung seperti saat batuk Upaya pencegahan dan pemberantasan TB Paru dilakukan
dengan pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau
pengobatan TB paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
(Depkes RI, 2007) Pada tahun 2007 terdapat kasus BTA (+) sebanyak 758 orang, diobati 758
orang, dan yang sembuh 693 orang (91,42%).
3. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Dari
beberapa hasil SKRT diketahui bahwa 80% - 90% dari seluruh kasus kematian akibat ISPA,
disebabkan oleh pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab kematian pada balita dengan
peringkat pertama hasil Surkesnas 2001. ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi
dan balita diduga karena pneumonia merupakan penyakit yang akut dan kualitas
penatalaksanaan masih belum memadai.
4. HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS)
Penderita penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan meskipun berbagai upaya
pencegahan dan penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk
antar wilayah, menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia, meningkatnya
penyalahgunaan NAPZA melalui penyuntikan, secara stimultan telah memperbesar tingkat
resiko penyebaran HIV/AIDS. Pada Penkajian anak yang terinfeksi dengan HIV positif dan
AIDS meliputi : indetitas terjadinya HIV positif atau AIDS pada anak rata – rata dimasa
perinatal sekitar usia 9-17 bulan.keluhan utamanya adalah demam dan diere berkepanjangan,
takipne,batuk,sesak nafas,dan hopoksia.kemudian diikuti adanya perubahan berat badan yang
turun secara drastis.
5. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh wilayah propinsi.
Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian relatif tinggi.
Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada awalnya pola
epidemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir
mengalami perubahan dengan periode antara 2 – 5 tahunan, sedangkan angka kematian
cenderung menurun. Pengkajian pada anak dengan DBD di temukan adanya peningkatan
suhu yang mendadak di sertai menggigil,adanya perdarahan kulit seperti petekhie, ekimosis,
hematom, epistaksis, hematemesis bahkan hematemesis melena.
6. Diare
Angka kesakitan diare hasil survey tahun 1996 yaitu 280 per 1000 penduduk dan episode
pada balita 1,08 kali per tahun. Menurut hasil SKRT dalam beberapa survei dan Surkesnas
2001, penyakit diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita (Depkes RI,
2003). Pada kasus kematian yang tinggi biasanya jumlah kematian terbanyak terjadi pada
usia balita ketika saat itu mereka rentan terhadap penyakit. Statistik menunjukkan bahwa
lebih dari 70% kematian disebabkan Diare, Penumonia, Campak, Malaria, dan Malnutrisi.
(Depkes RI, 2007). Pegkajian pada anak di tandai dengan frekuensi BAB pada bayi lebih dari
3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali per hari, bentuk cair pada buang air besar nya
kadang –kadang di sertai oleh lender dan darah, nafsu makan menurun warna nya lama-
kelamaan hijau –kejauan karena tercampur empedu.
7. Malaria
Pada tahun 2007 perkembangan penyakit Malaria di Kabupaten Banyuwangi yang dipantau
melalui Annual Pavasite Lincidence (API) dari hasil SPM penderita Malaria yang diobati
sebesar 100% (3.153 penderita). Sedangkan penderita klinis sebanyak 3.141 dan terdapat 12
penderita positif Malaria. sampai saat ini penyakit Kusta masih menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat.
8. Kusta
Dalam kurun waktu 10 tahun (1991 – 2001), angka prevalensi penyakit Kusta secara nasional
telah turun dari 4,5 per 10.000 penduduk pada tahun 1991, lalu turun menjadi 0,85 per 10.000
penduduk pada tahun 2001, pada tahun 2002 prevalensi sedikit meningkat menjkadi 0,95 per
10.000, dan pada tahun 2003 kembali menurun menjadi 0,8 per 10.000 penduduk. (Depkes
RI, 2003). Meskipun Indonesia sudah mencapai eliminasi Kusta pada pertengahan tahun
2000.
9. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ ditekan dengan pelaksanaan
program imunisasi. Pada Profil Kesehatan ini akan dibahas penyakit Tetanus Neonatorum,
Campak, Difteri, Pertusis, dan Hepatitis B.
a) Tetanus Neonatorum
Jumlah kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus dengan angka
kematian (CFR) 56% (Depkes RI, 2003). Angka ini sedikit menurun dibanding tahun
sebelumnya. Hal ini diduga karena meningkatnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.
Namun secara keseluruhan CFR masih tetap tinggi. Penanganan Tetanus Neonatorum
memang tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha pencegahan, yaitu Pertolongan
Persalinan yang higienis ditunjang dengan Imunisasi Tetanus Toxoid pada ibu hamil.
b) Campak
Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Sepanjang tahun 2003 frekuensi KLB Campak menempati urutan keempat, setelah DBD,
Diare, dan Chikungunya dengan CFR 0,34% (Depkes RI, 2003).
c) Difteri, Pertusis, Hepatitis B
Di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 tidak terdapat kasus Pertusis dan Hepatitis B.
Tetapi pada tahun 2007 ini terdapat kenaikan jumlah kasus Difteri, yaitu sebesar 2 kasus, dari
tahun sebelumnya yang tidak terdapat kasus Difteri.
Angka Kematian Bayi Dan Balita
Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan
anak (WHO, 2002) karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini.
Tingginya angka kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh berbagai factor, diantaranya
adalah factor penyakit infeksi dan kekurangan gizi. Beberapa penyakit yang saat ini masih
menjadi penyebab kematian terbesar dari bayi, di antaranya penyakit diare, tetanus, gangguan
perinatal, dan radang saluran napas bagian bawah (Hapsari, 2004).
Penyebab kematian bayi yang lainnya adalah berbagai penyakit yang sebenarnya
dapat dicegah dengan imunisasi, seperti tetanus, campak, dan difteri. Hal ini terjadi karena
masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk member imunisasi pada anak.
Kematian pada bayi juga dapat disebabkan oleh adanya trauma persalinan dan
kelainan bawaan yang kemungkinan besar dapat disebabkan oleh rendahnya status gizi ibu
pada saat kehamilan serta kurangnya jangkauan pelayanan kesehatan dan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan (WHO, 2002).
Indonesia masih memiliki angka kematian bayi dan balita yang cukup tinggi. Masalah
tersebut terutama dalam periode neonatal dan dampak dari penyakit menular, terutama
pneumonia, malaria, dan diare ditambah dengan masalah gizi yang dapat mengakibatkan
lebih dari 80% kematian anak (WHO, 2002).
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi
belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara
garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah
kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan
oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat
konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang
terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Tiga penyebab utama bayi meninggal adalah akibat berat badan rendah sebesar 29
persen, mengalami gangguan pemapasan sebesar 27 persen dan masalah nutrisi sebesar 10
persen," ungkap dr Badriul Hegar SpA(K), Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (TDAI),
dalam acara talkshow "Di Balik Kematian Bayi dan Balita dalam Rangka Hari Kesehatan
Nasional 2009" di Jakarta Convention Center Jumat (4/12). Hal itu dilakukan dengan
memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, termasuk memberi
rujukan, di mana setiap janin dalam kandungan harus tumbuh dengan baik dan bayi yang
lahir harus sehat dan selamat.
Status Gizi
Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat kesehatan anak. Status
gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai
kematangan yang optimal. Gizi yang cukup juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh
sehingga diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi ini dapat membantu
untuk mendeteksi lebih dini risiko terjadinya masalah kesehatan. Pemantauan status gizi
dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dalam merencanakan perbaikan status kesehatan
anak.
Angka Harapan Hidup Waktu Lahir
Angka harapan hidup waktu lahir dapat dijadikan tolok ukur selanjutnya dalam
menentukan derajat kesehatan anak. Dengan mengetahui angka harapan hidup, maka dapat
diketahui sejauh mana perkembangan status kesehatan anak. Hal ini sangat penting dalam
menentukan program perbaikan kesehatan anak selanjutnya. Usia harapan hidup juga dapat
menunjukkan baik atau buruknya status kesehatan anak yang sangat terkait dengan berbagai
factor, seperti factor social, ekonomi, budaya, dan lain-lain.
ANGKA KESAKITAN DAN KEMATIAN BAYI DAN BALITA
1. Keadaan kesehatan bayi dan balita di Indonesia
Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, perkembangan dan peningkatan kualitas
hidup anak merupakan upaya penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Upaya
kelangsungan hidup, perkembangan dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak
masa dini kehidupan, yaitu masa dalam kandungan, bayi dan balita. Kelangsungan hidup
anak itu sendiri dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal-awal kehidupannya,
yaitu tidak sampai mencapai usia satu tahun atau usia di bawah lima tahun.
Bidan sebagai salah satu anggota tim kesehatan berkewajiban untuk ikut serta dalam
upaya kelangsungan hidup, perkembangan dan peninkatan kualitas hidup anak indonesia.Hal
ini sesuai dengan kompetensi yang harus di kuasai sseorang bidan bekaitan dengan kesehatan
bayi dan balita, terutama berkenanan dengan bermutu tinggi dan komperensif pada bayi
baru lahir sehat sampai usia 1 bulan dan kompetensi ke 7 yaitu : bidan memberikan asuhan
yang bermutu tinggi dan kompehensif pda bayi dan balita sehat usia 1 bulan sampai 5 tahun.
Kelangsunan hidup anak ditunjukan dengan angka kematian bayi (AKB) dan angka
kematian balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita indonesia adalah
tertinggi di negara ASEAN lainnya hal ini perlu dipahami dan ditinjak lanjuti oleh bidan dan
petugas kesehatan lainnya, menggingat indonesia memiliki beban yan berat karena wilayah
sangat luas serta jumlah penduduk yang banyak dan sangat heterogen. Sebagai anggota
organisasi profesi di bidang kesehatan, bidan harus berperan aktif dalam upaya menurunkan
angka kematian bayi dan balita.
Hal ini selaras dengan tujuan pembanggunan milenium atau millenium development
goald’s (MGGs) nomor-empat(4), yaitu menurunkan angka kematian anak smpai 2/3nya pada
tahun 2015 penyebab kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh diare dan
penomonia (sri rezeki H,2009) banyak faktor yang menyebabkan kematian anak ini, namun
beberapa penyebab utama adalah keterlambatan mengakses pelayanan kesehatan.
Keterlambtan ini dapat disebabkan karena kurang ‘aware’-nya orang tua, jarak rumah ke
fasilitas yang jauh, atau kurangnya saran dan sumber daya manusia (SDM), termasuk
kurangnya tenaga bidan di fasilitas kesehatan yang dekat denan masyarakat untuk
menurunkan angka kesehatan dan kematian bayi dan balta di indonesia maka perlu
ditingkatkan pera post pelayanan terpadu (posyandu) serta menmpatkan bidan-bidan di post
persainan desa (polindes), menginggat beban wilayah indonesia yang sangat luas. Untuk itu,
program pemerintah dalammemperbanyak bidan desa merupakan hal yang sangat “Urgent”
untuk memantau dan membantu kesehatan bayi dan balita yang jauh dari fasilitas kesehatan.
Hal ini karena membawa bayi/balita yang sakit ke rumah sakit bukanlah pemecah yang baik,
tetapi juga harus diktifkan pusat-pusat pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan, termasuk
bidan di tingkat desa yang dapat menjangkau masyarakat luas.
2. Angka kematian dan kesakitan bayi
a. Angka kematian bayi (AKB)
Angka kematian (mortalitas) digunakan untuk menggambarkan pola penyakit yang terjadi di
masyarakat. Kegunaan dari menggetahui angka kematian ini adalah sebagai indiktor yang
digunakan sebagai ukuran derajat kesehatan untuk melihat status kesehatan penduduk dan
keberhasilan pelayanan kesehatan dan upaya penggobtan yang dilakukan.
Sementara itu yang dimaksud dengan kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara
disaat bayi lahir sampai bayi belum tepat berusia 1 tahun. Jadi, Angka kematian bayi (AKB)
adalah banyaknya kematian bayi berusia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada 1 tahun
tertentu .secara garis besar, ada pula yang membagi kematian bayi menjadi 2 berdasarkan
penyebab yaitu:
Neonatal atau disebut juga kematiann bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi
pada bulan pertama setelah dilhirkan. Kematian bayi neonatal atau bayi baru lahir ini
disebabkan oleh faktor-faktor anak sejak lahir, yang diperoleh orang tuanya disaat konsepsi
atau didapat selama kehamilan.
Kematian postnatal atau disebut dengan kematian bayi endogen adalah kematian bayi
yang terjad setelah usia 1 bulan sampai menjelang usia 1 tahun yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan.
Angka kematian bayi menggambarkan keaadaan sosial ekonomi dimana angka kematian
tersebut dihitung. Kegunaan angka kematian bayi utuk penggembngan perencanaan berbeda
antara kematian neonatal (bayi baru lahir) dan kematian bayi yang lainnya. Karena kematian
neonatal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan program pelayanan
kesehatan ibu hamil, misalnya program pemberan pil besi dan suntikan anti tetanus.
Sedangkan kegunaan angka kematian post natal (usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun) sama
dengan kegunaan angka keatian anak atau balita. Namun secara garis besar, angka kematian
bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup ini merupakan indikator yang paling sensitif untuk
mencerminkan permasalahan kesehatan yan berhubungan dengan faktor penyebab kematian
bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak, status gizi ibu,
upaya keluarga berancana (KB) kondisi kesehatan lingkungan dan sosial ekonomi keluarga.
Angka kematian Bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 1997 sebesar 52 per 1000 kelahiran
hidup. Pada tahun 1997 tersebut, angka kematian bayi (AKB) terendah adalah 29 per 1000
kelahiran hidup (DKI Jakarta) dan tertinggi 98 per 1000 kelahiran hidup (Nusa Tenggara
Barat). Menurut profil kesehatan 1996, selain provinsi BTB, terdapat 9 provinsi lain yang
mempunyai angka kematian bayi di atas nasional, yaitu : Lampung, Sumatera Selatan,
Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Irian Jaya, Sulawesi Tenggara,
Kalimantan Selatan dan Timor Timur (Waktu itu masih menjadi wilayah Indonesia).
Menurut survei kesehatan rumah tanggan (SKRT) tahun 2001, angka kematian bayi baru
lahir (0-28 hari) adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Yang berarti bahwa jumlah kematian
bayi baru lahir adalah : 89.770 bayi baru lahir per tahun atau 246 bayi baru lahir per hari atau
10 bayi baru lahir per jam. Sedangkan, angka kematian bayi (0-12 bulan), menurut SKRT
tahun 2001 adalah 35 per 1000 kelahiran hidup. Yang berarti jumlah kematian bayi adalah
157.000 bayi per tahun atau 430 bayi per hari atau 18 bayi per jam. Tahun 2009, depkes RI
mentargetkan penurunan angka kematian bayi baru lahir (Neonatal) dari 20 bayi baru lahir
per 1000 kelahiran hidup menjadi 5 bayi baru lahir per 1000 kelahiran hidup. Sementara itu,
target penurunan angka kematian bayi adalah dari 35 bayi per 1000 kelahiran hidup menjadi
26 bayi per 1000 kelahiran hidup.
b. Angka Kesakitan Bayi
Angka kesakitan (morbiditas) adala perbandingan antara jumlah penduduk karena penyakit
tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun,dan dinyatakan dalam per 100
penduduk kegunaan dari mengetahui angka kesakitan ini adalah sebagai indikator yang
digunakan untuk menggambarkan pola peyakit tertentu .angka kesakitan bayi adalah
perbandingan antara jumlah penyakit bayi tertentu yang ditemukan di wilayah tertentu pada
kuru waktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit bayi tertentu yang ditemukan disuatu
wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen .
3. Angka Kesakitan Balita
Angka kesakitan balita berkaitan dengan kesakitan oleh karena adanya penyakit akut (seperti
penyakit pernafasan, infeksi, atau trauma), penyakit kronik, atau kecacatan pada masa balita.
Angka kesakitan balita adalah perbandingan antara jumlah kasus penyakit balita tertentu yang
ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit tertentu
yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen.
Contoh lainnya adalah :
Angka kesakitan penyakit (difteri / pertusis / tetanus / Tneonatorum / campak / polioHepatitis
B) dengan jumlah anak balita pada periode waktu yang sama dikalikan seratus persen.
4. Penyebab Terjadinya Angka Kesakitan dan Kematian Bayi dan Balita
Angka kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. Penyebab
angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumoni
(ISPA) dan diare. Untuk itu petugas kesehatan, termasuk bidan hendaknya terus berupaya
meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kemauannya untuk menanggulangi berbagai
masalah, termasuk pneumonia dan diare. Berikut ini akan dikemukakan pembahasan tentan
kedua penyakit tersebut (Pneumonia dan diare) untuk dapat membantu bidan memahami
tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit pneumonia dan diare. Sehingga diharapkan
bidan dapat memberikan pelayanan dan perhatian yang optimal terhdap kesehatan bayi dan
balita.
A. ISPA dan Pneumonia
1) Pengertian ISPA
Istilah ISPA yang merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut
diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan padanan dari istilah
Inggris Acute Respiratori Infection.
ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah suatu kelompok penyakit
yang menyerang saluran pernafasan.
Secara anatomis, ISPA dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu : ISPA atas dan Ispa
Bawah, dengan batas anatomis adalah suatu bagian dalam tenggorokkan yang
disebut epiglotis .
ISPA Atas (Acute Upper Respiratori Infection)
ISPA Atas yang perlu diwaaspadai adalah radang saluran tenggorokkan atau
otitis. Paringitis, yang disebabkan kuman tertentu (Streptococcus hemoliticus)
dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung (Endokargitis). Sedangkan radang
telinga tengah yang tidak diobati dapat berakibat terjadinya ketulian.
ISPA Bawah (Acute Lower Respiratori Infection)
Salah satu ISPA Bawah yang berbahaya adalah Pneumonia
2) Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai dengan
batuk dan kesukaran bernafas. Balita yang terserang pneumonia dan tidak segera
diobati dengan tepat sangat mudah meninggal.
Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parenkhim paru.
Pada umumnya pneumonia pada masa anak digambarkan sebagai bronkho-
pneumonia yang mana merupakan suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia
lobular (Adanya infiltrat pada sebagian area pada kedua lapangan atau bidang
paru dan sekitar bronki) dan pneumonia interstitial (Difusi Bronkiolitis dengan
eksudat yang jernih di dalam dinding alveolan tetapi bukan diruang alveolar).
Bakterial pneumonia lebih sering mengenal lobular dan sering juga terjadi
konsilidasi lobular sedangkan viral penumonia menyebabkan inflamasi pada
jaringan interstitial.
Pneumonia adalah suatu inflamasi pada parynchema paru, pada umumnya
pneumonia pada masa anak digambarkan sebagai broncho pneumonia, yang
mana merupakan suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia lobular (Adanya
infiltrat pada sebagian area pada kedua lapangan atau bidang paru dan sekitar
bronchi) dan pneumonia interstitial (Diffusi Bronchiolitis dengan eksudat yang
jernih didalam dinding alveolar tetapi bukan diruang alveolar). Bakterial
pneumonial lebih sering mengenai lobular dan sering juga terjadi konsilidasi
lobular, sedangkan viral pneumonial menyebabkan inflamasi pada jaringan
interstitial.
3) Klasifikasi Pneumonia
Secara anatomi, pneumonia dapat dikenal sebagai berikut :
Pneumonia lobaris, dimana yang terserang adalah seluruh atau sekmen yang besar dari
satu atau lebih lobus pumonary. Apabila kedua paru yang terkena, maka hal ini dapat
disebut sebagai bilateral atau “Doubel” pneumonia (Pneumonia Lobular).
Broncopneumonia (Pneumonia Lobular) yang dimulai pada terminal bronchiolus
menjadi tersumbat dengan eksudat muco porulen sampai membentuk gabungan pada
daerah dekat lobulus.
Interstitial pneumonia yang mana adanya suatu proses inflamasi yang lebih atau hanya
terbatas didalam dinding alveolar (Interstitium) dan peribronchial dan jaringan inter
lobular.
Istilah lain yang menggambarkan pneumonia adalah haemorhagi fibrinous dan
necrotic, pneumonitis adalah suatu inflamasi akut yang berlokasi pada paru tanpa
dihubungkan dengan toxemia pada pneumonia lobar.
4) Penyebab ISPA dan Pneumonia
Disamping disebabkan oleh lebih dari 300 jenis kuman, baik berupa bakteri, virus
maupun rickettsia. Penyebab pneumonia pada balita di negara berkembang adalah
bakteri, yaitu streptococcus pneumonia dan haemophylus influenzae.
5) Patogenesis Pneumonia
Pneumonia masuk kedalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan ataupun
secara droplet. Proses radang pneumonia dibagi dalam 4 stadium :
o Stadium 1 : Kongesti
Kapiler melebar dan kongesti didalam alveolus terdapat eksudat jernih.
o Stadium II : Hepatisasi Merah
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi lebih padat dan tidak mengandung udara, warna
menjaddi merah, pada perabaan seperti hepar, didalam alveolus terdapat fibrin.
o Stadium III : Hepatisasi Kelabu
Lobus masih padat dan berwarna merah menjadi kelabu/pucat, permukaan pleura, karena
meliputi oleh fibris dan leucocyt, tempat terjadi pagositosis pneumococcus dan kapiler tidak
lagi kongesti.
o Stadium IV : Resolusi
Eksudat berkurang, didalam alveolus macrofag bertambah dan leucoccyt nectrosis serta
degenerasi lemak, fibrin kemudian diekskresi dan menghilang.
6) Gambaran Klinis Pneumonia
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas dengan tanda-
tanda :
o Suhu meningkat mendadak 39-40 derajat celcius, kadang-kadang disertai kejang karena
demam yang tinggi.
o Anak gelisah, dyspnoe, pernafassan cepat dan dangkal disertai cuping hidung dan sianosis
sekitar mulut dan hidung kadang-kadang disertai muntah dan diare.
o batuk setelah beberapa hari sakit, mula-mula batuk kering kemudian batuk produktif.
o Anak lebih sering pada sebelah dada yang terinfeksi
o Pada auskultasi dengan ronci basah nyaring halus dan sedang
7) Faktor Resiko
a. Pneumonia
Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko yaitu, faktor yang mempengaruhi
dan memprmudah penyakit. Secara umum ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu keadaan sosial
ekonomi dan cara mengasuh dan mengurus anak, keadaan gizi dan cara pemberian makanan,
serta kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Sedangkan faktor resiko untuk pneumonia
telah di identifikasikan secara rinci yaitu faktor yang meningkatkan terjadinya (Morbilitas)
pneumonia dan faktor yang meningkatkan terjadinya kematian (Mortalitas) pada pneumonia.
b. ISPA
Secara umum terdapat 3 faktor resiko terjadinya ISPA yaitu Faktor lingkungan, faktor
individu anak, serta faktor perilaku.
1.Faktor Lingkungan
a. Pencemaran udara di dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrassi
tinggi dapat merusak dan mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya
ISPA. Hali ini dapat terkjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur
terletak didalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita anak
bermain. Hal ini dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada dirumah
bersama-sama ibunya sehingga dosisi pencernaan akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara diantaranya ada
peningkatan resiko bronchitis. Pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih
terpolusi, dimana efeek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6-10 tahun.
b. Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan bayi baik
secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
Membebaskan udara ruangan dari bau-bau, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar
lain dengan cara pengenceran udara
Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan
Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiassi tubuh, kondisi,
evaporasi atau keadaan eksternal.
c. Keadaan hunian rumah
Kepadatan hunian didalam rumah menurut mentri kesehatan nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal
menempati luas rumah 8m2. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan
penyakit dan melancarkan aktifitas. Penilitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara
kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi
udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.
2. Faktor Individu Anak
a. Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernafasan oleh virus
melonjak pada bayi usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA
tertinggi pada umur 6-12 bulan.
b. Berat Badan Lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan balita. Bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan
dengan Berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
infeksi, terutanama pneumonia dan sakit saluran pernafassan lainnya.
Penelitian menyebutkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan
meningkatkan kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan in menetap setelah
dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan
bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi
terhadap penyakit saluran pernafasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.
c. Status gizi
Memasukkan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak
dipengaruhi oleh : Umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis
pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari anak itu sendiri.
Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : Berat badan lahir,
panjang badan, lingkar lengan atas. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko
yang penting untuk terjadinya ISPA beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya
hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering
mendapat pneumonia.
Balita dengan gizi yang kurang akan mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi
normal karena faktor daya tahan tubuh berkurang. Penyakit infeksi sendiri akan
menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi.
Pada keadaan gizi kurang balita mudah lebih mudah terserang “ISPA Berat” bahkan
serangannya lebih lama.
d. Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap 6 bulan posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada
balita dari umur 1-4 tahun. Balita yang mendapatkan vitamin a yang lebih dari 6 bulan
sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya
suatu penyakit sebesar 96,6 %. Pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan
peningkatan titer anti body yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup
tinggi.
Bila antibody yang ditunjukkan terhdapat bibit penyakit dan bukan sekedar anti gen asing
yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhdap bibit
penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha masal
pemberian Vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anak pra-sekolah
seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang sebagai
satu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap
anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam
keadaan yang sebaik-baiknya.
e. Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapatkan kekebalan
alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA
berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
seperti Difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar
dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas
ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita akan mempunyai status imunisasi
lengkap bila penderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi
lebih berat.
Cara yang paling terbukti efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan
pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia
balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat
dicegah.
3. Faktor Prilaku
Faktor prilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita
dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu
ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang
berkumpul dan tingal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan
berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan,
maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit
ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat dan keluarga. Hal ini
perlu mendapatkan perhatian serius oleh kita ssemua karena penyakit ini banyak menyerang
balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita
mengetahui dan trampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.
Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan
mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak
balitanya tidak menjadi berat.
Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3
kategori yaitu : Perawatan penunjang oleh ibu balita, tiindakan yang segera dan pengamatan
tentang perkembangan penyakit balita, pencariaan pertolongan pada pelayanan kesehatan.
4. Usaha yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan
balita berkaitan dengan ISPA dan Pneumonia
Seperti halnya berbagai upaya kesehatan, pemberantasan ISPA dilaksanakan oleh pemerintah
dalam hali ini Departemen Kesehatan termasuk di dalamnya petugas kesehatan(Bidan)
bersama masyarakat.
Dalam upaya penanggulangan pneumonia, Departemen Kesehatan telah menyiapkan sarana
kesehatan (seperti puskesmas, pembantu atau pustu, puskesmas, rumah sakit) untuk mampu
memberikan pelayanan penderita ISPA, pneumonia dengan tepat dan segera. Teknologi yang
dipergunakan adalah teknologi tepat guna yaitu teknologi deteksi dini pneumonia balita yang
dapat diterapkan oleh sarana kesehatan terdepan.
Caranya adalah dengan melihat ada tidaknya tarikan dinding dada kedalam dan menghitung
frekuensi (gerakan) nafas pada balita yang batuk atau sukar bernafas.
Upaya pencegahan ISPA dan Pneumonia
Pencegahan ISPA dan pneumonia dilaksanakan melalui upaya peningkatan kesehatan seperti
imunisasi, perbaikan gizi dan perbaikan lingkungan permukiman. Peningkatan pemerataan
cakupan kualitas pelayanan kesehatan juga akan menekan morbilitas dan mortalitas ISPA dan
pneumonia
Pemerintah telah membangun rumah sakit, puskesmas, pustu (Puskesmas pembantu)
diseluruh tanah air. Pemerintah juga telah menempatkan bidan di desa-desa untuk
menggalangkan hidup bersih dan sehat, menggalangkan produksi dan distribusi obat generik
serta melaksanakan program kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu.
Peranan masyarakat dan penanggualangan ISPA dan pneumonia
Peranan masyarakat sangat menentukan kebehasilan upaya penanggulangan ISPA dan
pneumonia. Yang terpenting adalah masyarakat memahami cara deteksi dini dan cara
mendapatkan pertolongan (care seeking). Akibat berbagai sebab, termasuk hambatan
geografi, budaya dan ekonomi, pemerintah juga menggerakan kegiatan masyarakat seperti
posyandu, pos obat desa, dan lain-lainnya untuk membantu balita yang menderita batuk atau
kesukaran bernafas yang tidak dibawa berobat sama sekali.
Selanjutnya seluruh masyarakat perlu mempraktean cara hidup yang bersih dan sehat agar
dapat terhindar dari berbagai penyakit.
B. Diare
1. Pengertian Diare
Berikut ini diuraikan beberapa pengertian tentang diare, antara lain
o Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, kadang-kadang disertai dengan
darah dan lendir.
o Diare akut cair adalah buang air besar dengan peningkatan frekuensi buang air
besar dengan konsistensi tinja cair tanpa terlihat darah. sedangkan yang dimaksud
diare akut adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.
o Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampur lendir dan darah atau lendir saja. (ngastiah,1997).
2. Penyebab Diare
Diare dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
o Faktor Infeksi
Infeksi Enteral : Merupakan infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Rotafirus merupakan penyebab utama infeksi (70-80%), sedangkan bakteri
dan parasit ditemukan 10-20% pada anak.
o Faktor Malabsorbsi (Gangguan Absorbsi)
Seperti gangguan absorbsi karbohidrat (Pada bayi dan anak yang tersaring adalah intoleransi
laktosa), malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein.
o Faktor Makanan
Seperti alergi makanan, basi, beracun.
o Faktor Psikologis
Seperti rasa takut dan cemas.
3.Patogenesis
Patogenesis sangat berbeda dan bervariasi sesuai dengan penyebabnya, misalnya diare yang
disebabkan oleh bakteri, patogenesisnya adalah sebagai berikut :
o Bakteri masuk kedalam saluran cerna melalui makanan atau minuman, kemudian
berkembang biak didalam saluran cerna dan pengeluaran toksin.
o Toksin merangsang epitel usus dan menyebabkan peningkatan enzim untuk mempunyai
kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari dalam sel kelumen usus
serta menghambat absorbsi natrium, klorida dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini
akan menyebabkan peninggian tekanan osmotik didalam lumen usus. Akibatnya terjadi
hiperperistaltik usus yang sifatnya mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen
usus, sehingga cairan dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar. Bila
kemampuan penyerapan kolon (Usus Besar) berkurang atau sekresi cairan melibihi
kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.
4. Patofisiologis
Sebagai akibat diare akan terjadi :
o Dehidrasi
o Gangguan Keseimbangan asam-bassa atau metabolik asidosis
o Hipoglikemia
o Gangguan Gizi
o Gangguan Sirkulas
5. Usaha yang dilakukan untuk Menurunkan Angka Kesakitan & Kematian pada Bayi
Indikator MDGs ke Empat : Menurunkan Kematian Anak
Dalam MGDs yang telah disepakati para pimpinan dunia, ada 8 tujuan (GOALs) yang ingin
dicapai diantara tahun 1999-2015. Untuk mencapai 8 tujuan MDGs ini harus jelas definisi
dan konsep indikator yang akan digunakan, pada postingan sebelumnya penulis telah
memaparkan pencapaian MDGs untuk penurunan kematian anak di Polewali Mandar. Namun
bagaimana penggunaan indiktornya (terutama definisi dan konsepnya) belum dijelaskan pada
postingan tersebut, berikut penulis memposting indikator pencapaian MDGs untuk
menurunkan angka kematian anak. Targetnya selama tahun 1990 – 2105 setidaknya dapat
menjadi pedoman untuk daerah lain dalam menurunkan angka kematian balita sebesar dua
per tiganya. Untuk mencapai target ini ada dua indikator dibuat yaitu
Indikator global atau nasional untuk memonitoring pencapaian Target ke empat
yaitu angka kematian balita, angka kematian bayi dan proporsi campak pada
bayi yang telah mencapai usia 1 tahun.
Indiktor lokal untuk memonitoring pencapaian target keempat yaitu
pemantauan terhadap pencapaian target MDGs untuk tingkat lokal
kabupaten/kota dan kecamatan yang dapat dilakukan dengan indikator proksi
tertentu.
Berikut penjelasan kedua (Indikator global dan lokal) indiktor tersebut :
INDIKATOR GLOBAL ATAU NASIONAL
UNTUK MEMONITORING PENURUNAN ANGKA KEMAATIAN ANAK
1.Angka Kematian Balita (AKABA)
AKABA adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum
mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Nilai normatif
Akaba > 140 sangat tinggi, antara 71 – 140 sedang dan <20 rendah.
Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan
kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan
kesehatannya. AKABA kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk.
Mengingat kegiatan registrasi penduduk di Indonesia belum sempurna sumber data ini belum
dapat dipakai untuk menghitung AKABA. Sebagai gantinya AKABA dihitung berdasarkan
estimasi tidak langsung dari berbagai survei.
Definisi Operasional Kematian Balita dapat diurakan sebagai Kematian yang terjadi pada
balita sebelum usia lima tahun Rumusnya
Sumber datanya dapat melalui Survey dan atau Catatan data kematian balita yang
meninggal di sarana kesehatan.
2.Angka Kematian Bayi (AKB)
AKB adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun AKB per 1000
kelahiran hidup pada tahun yang sama. Nilai normatif AKB kurang dari 40 sangat sulit
diupayakan penurunannya (hard rock), antara 40-70 tergolong sedang namun sulit untuk
diturunkan, dan lebih besar dari 70 tergolong mudah untuk diturunkan. Indikator ini terkait
langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi
dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB
cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada Akaba. Meskipun target
program terkait khusus dengan kematian balita, AKB relevan dipakai untuk memonitor
pencapaian target program karena mewakili komponen penting pada kematian balita.
Definisi operasional dari angka kematian bayi terdahulu harus diketahui yaitu pengertian dari
“Lahir Mati” yaitu Kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28
minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Kemudian Kematian Bayi yaitu
Kematian yang terjadi pada bayi sebelum mencapai usia satu tahun.
Sumber datanya dapat melalui survei atau catatan data kematian bayi yang meninggal di
sarana kesehatan.
Proporsi imunisasi campak (PIC) pada anak yang berusia 1 tahun
PIC adalah perbandingan antara banyaknya anak berumur 1 tahun yang telah menerima
paling sedikit satu kali imunisasi campak terhadap jumlah anak berumur 1 tahun, dan
dinyatakan dalam persentase. Indikator ini merupakan suatu ukuran cakupan dan kualitas
sistem pemeliharaan kesehatan anak di suatu wilayah. Imunisasi adalah unsur penting untuk
mengurangi kematian balita.
Sumber datanya dapat diperoleh melalui Catatan Program Imunisasi di Puskesmas atau
Form LB3 dan atau Program Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
INDIKATOR LOKAL UNTUK MEMONITORING KEMAJUAN
KABUPATEN DAN KECAMATAN
Angka kematian anak dan angka kematian bayi untuk tingkat Kecamatan tidak tepat jika
diperoleh dari survey yang berskala nasional. Hal ini karena rancangan sampel diperuntukkan
untuk menggambarkan angka kematian anak dan bayi tingkat Kabupaten dan atau tingkat
propinsi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk menggambarkan angka kematian anak
dan angka kematian bayi digambarkan dengan indikator program yang dilaksanakan dalam
upaya menurunkan angka kematian balita dan angka kematian bayi, antara lain persentase
BBLR, cakupan kunjungan bayi, persentase pemberian vitamin A, cakupan pemberian ASI
eklusif, pemantauan pertumbuhan menggunakan data SKDN.
Berikut ini adalah definisi operasional, rumus dan sumber data indikator tersebut.
Persentase Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Definisi Operasionalnya yaitu Bayi dengan BBLR adalah keadaan bayi lahir dengan berat
badan (BB) < 2500 gram yang ditimbang pada saat lahir atau hari ke 7 setelah lahir
Perlu diingat BBLR sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila prevalensi ≥ 5 %
Sumber data dapat diperoleh Catatan Program Gizi di Puskesmas (PWS Gizi, & LB3 KIA)
dan atau Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PWS Gizi, SIRS/RB)
Presentase Balita dengan BGM (Bawah Garis Merah)
Definisi Operasionalnya yaitu Balita dengan BGM (Bawah Garis Merah) adalah Balita
dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada pada dan di bawah garis merah pada KMS
Sumber datanya berupa Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi) dan atau Program
Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi, PWS Gizi)
Pemantauan Pertumbuhan menggunakan data SKDN
SKDN adalah singkatan dari pengertian kata-katanya yaitu
S adalah Seluruh balita yang ada di wilayah kerja
K adalah jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS atau buku KIA
D adalah jumlah seluruh balita yang Ditimbang
N adalah balita yang Naik berat badannya sesuai dengan garis pertumbuhan
Catatan: Presentase N/D merupakan indikator keberhasilan program Sumber datanya dapat
diperoleh Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi) dan atau Program Gizi Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi/ PWS Gizi)
Cakupan Kunjungan Bayi
Definisi Operasional yaitu Kunjungan Bayi adalah kunjungan bayi (umur 1-12 bulan)
termasuk neonatus (umur 1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan
standar oleh dokter, bidan, perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit
4 kali (bayi), 2 kali (neonatus) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Kunjungan Neonatus adalah kunjungan neonatus (umur 1-28 hari) untuk memperoleh
pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, perawat yang memiliki
kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 2 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
Sumber datanya berupa Catatan Program Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas atau Form
LB3 dan atau Program Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Cakupan pemberian vitamin A pada balita
Definisi Operasional yaitu Balita mendapat kapsul Vit.A, 2 kali/tahun adalah Bayi umur 6-11
bulan mendapat kapsul vitamin A -1 kali dan anak umur 12-59 bulan mendapat kapsul
vitamin A dosis tinggi 2 kali per tahun di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
Sumber datanya dapat diambil pada Catatan Program Gizi di Puskesmas atau Form LB3 dan
atau Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Persentase Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
Definisi Operasional yaitu Pemberian ASI Ekslusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu saja
kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa makanan atau minuman lain, kecuali
obat, vitamin dan mineral
Perlu diperhatikan Target cakupan pemberian ASI Ekslusif 0-6 bulan tahun 2010 adalah 80
%
Sumber datanya berupa Catatan Program Gizi di Puskesmas (LB3 Gizi, LB3 KIA, Kohort
ASI) dan atau Program Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (LB3 Gizi, LB3 KIA)
Desa/kelurahan Universal Child Imunization
Definisi Operasional yaitu Desa /kelurahan Universal Child Immunization (UCI) adalah Desa
atau Kelurahan UCI adalah desa/kelurahan dimana ³ 80% dari jumlah bayi yang ada di desa
tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap pada satu kurun waktu tertentu.
Imunisasi dasar Lengkap adalah imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3
dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis DPT dan atau DPT/HB ( telah
dilaksanakan di seluruh Indonesia mulai tahun 2007), 1 dosis Campak. Pada ibu hamil dan
wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis DT,
1 dosis campak dan 2 dosis TT.
Sumber datanya dapat diperoleh Catatan Program Imunisasi di Puskesmas atau Form LB3
dan atau Program Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Perlu diketahui MDGs Merupakan kesepakatan tujuan pembangunan yang disarikan dari
berbagai konferensi dan pertemuan tingkat dunia sepanjang dekade 1990, yang bermuara
pada dikeluarkannya Deklarasi Millenium pada tahun 2000. Berangkat dari Deklarasi
tersebut makaUnited Nation on Development Programme (UNDP) telah bekerja sama dengan
departemen PBB lainnya, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan the
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk menyepakati
tujuan, target, dan indikator yang terukur untuk menilai kemajuannya.
Keseluruhannya dari Millenium Development Goals terdiri dari 8 tujuan, 18 target, dan lebih
dari 40 indikator, Pada tahun 2002 Pemimpin dunia telah menyepakati pencapaian
Millenium Development Goals yang selanjutnya disingkat MDGs.
Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) ini harus dicapai dalam kurun waktu 1990-2015:
Pertama : Memberantas kemiskinan dan kelaparan,
Kedua : Mewujudkan pendidikan dasar,
Ketiga :Meningkatkaan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,
Keempat : Mengurangi angka kematian bayi,
Kelima : Meningkatkan kesehatan ibu,
Keenam : Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya,
Ketujuh : Pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan
Kedelapan : Mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan.
ANATOMI FISIOLOGI
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN
Pengertian Sistem Pernapasan Manusia
Respirasi atau pernapasan merupakan pertukaran Oksigen (O2) dan karbondioksida
(CO2) antara sel-sel tubuh serta lingkungan. Semua sel mengambil Oksigen yang akan
digunakan dalam bereaksi dengan senyawa-senyawa sederhana dalam mitokondria sel untuk
menghasilkan senyawa-senyawa kaya energi, air dan karbondioksida. Jadi, pernapasan juga
dapat di artikan sebagai proses untuk menghasilkan energi. Pernapasan dibagi menjadi 2
macam, yaitu:
1. Pernapasan Eksternal (luar) yaitu proses bernapas atau pengambilan Oksigen dan
pengeluaran Karbondioksida serta uap air antara organisme dan lingkungannya.
2. Pernapasan Internal (dalam) atau respirasi sel terjadi di dalam sel yaitu sitoplasma dan
mitokondria.
Sistem pernapasan terdiri atas saluran atau organ yang berhubungan dengan
pernapasan. Oksigen dari udara diambil dan dimasukan ke darah, kemudian di angkut ke
jaringan. Karbondioksida (CO2) di angkut oleh darah dari jaringan tubuh ke paru-paru dan
dinapaskan ke luar udara.
Fungsi Sistem Pernapasan
Fungsi utama sistem pernapasan adalah untuk memungkinkan ambilan oksigen dari
udara kedalam darah dan memungkinkan karbon dioksida terlepas dari dara ke udara bebas.
Meskipun fungsi utama system pernapasan adalah pertukaran oksigen dan karbon
dioksida, masih ada fungsi-fungsi tambahan lain yaitu:
· Tempat menghasilkan suara.
· Untuk meniup (balon, kopi/the panas, tangan, alat musik dan lain sebagainya)
· Tertawa.
· Menangis.
· Bersin.
· Batuk.
· Homeostatis (pH darah)
· Otot-otot pernapasan membantu kompresi abdomen (miksi,defekasi,partus).
Saluran Penghantar Udara
Pada manusia, pernapasan terjadi melalui alat-alat pernapasan yang terdapat dalam
tubuh atau melalui jalur udara pernapasan untuk menuju sel-sel tubuh. Struktur organ atau
bagian-bagian alat pernapasan pada manusia terdiri atas Rongga hidung, Farings (Rongga
tekak), Larings (kotak suara), Trakea (Batang tenggorok), Bronkus dan Paru-paru.
Alat pernapasan manusia terdiri atas beberapa organ, yaitu:
1 Rongga Hidung
Hidung adalah bangunan berongga yang terbagi oleh sebuah sekat di tengah menjadi
rongga hidung kiri dan kanan. Hidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah
dan bagian internal berupa rongga hidung sebagai alat penyalur udara.
Di bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping hidung) anterior dan di
belakang berhubungan dengan bagian atas farings (nasofaring). Masing-masing rongga
hidung dibagi menjadi bagian vestibulum, yaitu bagian lebih lebar tepat di belakang nares
anterior, dan bagian respirasi.
Permukaan luar hidung ditutupi oleh kulit yang memiliki ciri adanya kelenjar sabesa
besar, yang meluas ke dalam vestibulum nasi tempat terdapat kelenjar sabesa, kelenjar
keringat, dan folikel rambut yang kaku dan besar. Rambut ini berfungsi menapis benda-benda
kasar yang terdapat dalam udara inspirasi.
Terdadapat 3 fungsi rongga hidung :
v Dalam hal pernafasan = udara yang di inspirasi melalui rongga hidung akan menjalani 3
proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghanatan, dan pelembaban.
v Ephithelium olfactory = bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam penerimaan
bau.
v Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukan suara- suara fenotik dimana ia
berfungsi sebagai ruang resonasi.
Pada potongan frontal, rongga hidung berbentuk seperti buah alpukat, terbagi dua
oleh sekat (septum mediana). Dari dinding lateral menonjol tiga lengkungan tulang yang
dilapisi oleh mukosa, yaitu:
· Konka nasalis superior,
· Konka nasalis medius,
· Konka nasalis inferior, terdapat jaringan kavernosus atau jaringan erektil yaitu pleksus vena
besar, berdinding tipis, dekat permukaan.
Sinus paranasal adalah rerongga berisi udara yang terdapat dalam tulang-tulang tengkorak
dan berhubungan dengan rongga hidung. Macam-macam sinus yang ada adalah sinus
maksilaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus sfenoidalis.
2. Faring (Rongga tekak)
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan
nasal dan rongga mulut kepada larings pada dasar tengkorak.
Faring dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
· Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak, belakang dan atas palatum molle. Pada
bagian ini terdapat dua struktur penting yaitu adanya saluran yang menghubungkan dengan
tuba eustachius dan tuba auditory. Tuba Eustachii bermuara pada nasofaring dan berfungsi
menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrane timpani. Apabila tidak sama,
telinga terasa sakit. Untuk membuka tuba ini, orang harus menelan. Tuba Auditory yang
menghubungkan nasofaring dengan telinga bagian tengah.
· Orofaring merupakan bagian tengah farings antara palatum lunak dan tulang hyodi. Pada
bagian ini traktus respiratory dan traktus digestif menyilang dimana orofaring merupakan
bagian dari kedua saluran ini. Orofaring terletak di belakang rongga mulut dan permukaan
belakang lidah. Dasar atau pangkal lidah berasal dari dinding anterior orofaring, bagian
orofaring ini memiliki fungsi pada system pernapasan dan system pencernaan. refleks
menelan berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan makanan terdorong masuk ke
saluran cerna (oesophagus) dan secara stimulant, katup menutup laring untuk mencegah
makanan masuk ke dalam saluran pernapasan. Orofaring dipisahkan dari mulut oleh fauces.
Fauces adalah tempat terdapatnya macam-macam tonsila, seperti tonsila palatina, tonsila
faringeal, dan tonsila lingual.
· Laringofaring terletak di belakang larings. Laringofaring merupakan posisi terendah dari
farings. Pada bagian bawah laringofaring system respirasi menjadi terpisah dari sitem
digestif. Udara melalui bagian anterior ke dalam larings dan makanan lewat posterior ke
dalam esophagus melalui epiglottis yang fleksibel.
3. Larings (Kotak suara)
Larings adalah suatu katup yang rumit pada persimpangan antara lintasan makanan dan
lintasan udara. Laring terangkat dibawah lidah saat menelan dan karenanya mencegah
makanan masuk ke trakea. Fungsi utama pada larings adalah untuk melindungi jalan napas
atau jalan udara dari farings ke saluran napas lainnya , namun juga sebagai organ pembentuk
suara atau menghasilkan sebagian besar suara yang dipakai berbicara dan bernyanyi.
Larings ditunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan
tiroid (Adam’s apple), yang khas nyata pada pria, namun kurang jelas pada wanita. Di bawah
tulang rawan ini terdapat tulang rawan krikoid, yang berhubungan dengan trakea.
Epiglotis terletak diatas seperti katup penutup. Epiglotis adalah sekeping tulang rawan elastis
yang menutupi lubang larings sewaktu menelan dan terbuka kembali sesudahnya. Pada
dasarnya, Larings bertindak sebagai katup, menutup selama menelan unutk mencegah
aspirasi cairan atau benda padat masuk ke dalam batang tracheobronchial.
Mamalia menghasilkan getaran dari pita suara pada dasar larings. Sumber utama suara
manusia adalah getaran pita suara (Frekuensi 50 Hertz adalah suara bas berat sampai 1700 Hz
untuk soprano tinggi). Selain pada frekuensi getaran, tinggi rendah suara tergantung panjang
dan tebalnya pita suara itu sendiri. Apabila pita lebih panjang dan tebal pada pria
menghasilkan suara lebih berat, sedangkan pada wanita pita suara lebih pendek. Kemudian
hasil akhir suara ditentukan perubahan posisi bibir, lidah dan palatum molle.
Disamping fungsi dalam produksi suara, ada fungsi lain yang lebih penting, yaitu Larings
bertindak sebagai katup selama batuk, penutupan pita suara selama batuk, memungkinkan
terjadinya tekanan yang sangat tinggi pada batang tracheobronchial saat otot-otot trorax dan
abdominal berkontraksi, dan pada saat pita suara terbuka, tekanan yang tinggi ini menjadi
penicu ekspirasi yang sangat kuat dalam mendorong sekresi keluar.
4. Trakea (Batang tenggorok)
Trakea adalah tabung terbuka berdiameter 2,5 cm dan panjang 10 sampai 12 cm. Trakea
terletak di daerah leher depan esophagus dan merupakan pipa yang terdiri dari gelang-gelang
tulang rawan. Di daerah dada, trakea meluas dari larings sampai ke puncak paru, tempat ia
bercabang menjadi bronkus kiri dan kanan. Jalan napas yang lebih besar ini mempunyai
lempeng-lempeng kartilago di dindingnya, untuk mencegah dari kempes selama perubahan
tekanan udara dalam paru-paru. Tempat terbukanya trakea disebabkan tunjangan sederetan
tulang rawan (16-20 buah) yang berbentuk huruf C (Cincin-cincin kartilago) dengan bagian
terbuka mengarah ke posterior (esofagus).
Trakea dilapisi epitel bertingkat dengan silia (epithelium yang menghasilkan lendir) yang
berfungsi menyapu partikel yang berhasil lolos dari saringan hidung, ke arah faring untuk
kemudian ditelan atau diludahkan atau dibatukkan dan sel gobet yang menghasikan mukus.
Potongan melintang trakea khas berbentuk huruf D.
5. Bronkus dan Percabangannya
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis
kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama.
Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.
Trakea bercabang menjadi bronkus utama (primer) kiri dan kanan. Bronkus kanan lebih
pendek, lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri disebut bronkus
lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di
bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus
atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris
(sekunder) dan kemudian menjadi lobus segmentalis (tersier). Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki diameter kurang lebih 1 mm. saluran ini disebut bronkiolus.
Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Bronkiolus memasuki lolubus pada bagian puncaknya,
bercabang lagi membentuk empat sampai tujuh bronkiolus terminalis. Seluruh saluran udara
ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena
fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus adalah unit fungsional paru. Setiap paru mengandung lebih dari 350 juta
alveoli, masing-masing dikelilingi banyak kapiler darah. Alveoli bentuknya peligonal atau
heksagonal. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius (lintasan berdinding tipis dan pendek) yang terkadang memiliki kantong udara
kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan
sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus
primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai
dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan
pori-pori kohn.
6. Paru-paru
Paru-paru adalah struktur elastis sperti spons. Paru-paru berada dalam rongga torak, yang
terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya di sisi kiri dan kanan mediastinum
(struktur blok padat yang berada di belakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri
dan vena besar, esophagus dan trakea).
Paru-paru juga di lapisi oleh pleura yaitu parietal pleura (dinding thorax) dan visceral pleura
(membrane serous). Di antara rongga pleura ini terdapat rongga potensial yang disebut
rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan surfaktan sekitar 10-20 cc cairan yang
berfungsi untukmenurunkan gaya gesek permukaan selama pergerakan kedua pleura saat
respirasi. Tekanan rongga pleura dalam keadaan normal ini memiliki tekanan -2,5 mmHg.
Paru kanan relative lebih kecil dibandingkan yang kiri dan memiliki bentuk bagian bawah
seperti concave karena tertekan oleh hati. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus
superior, medius dan inferior. Sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan
inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe,
arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber, yaitu:
a. Arteri bronchial yang membawa zat-zat makanan pada bagian conduction portion, bagian
paru yang tidak terlibat dalam pertukaran gas. Darah kembali melalui vena-vena bronchial.
b. Arteri dan vena pulmonal yang bertanggungjawab pada vaskularisasi bagian paru yang
terlibat dalam pertukaran gas yaitu alveolus.
6. Pembuluh darah dan persarafan
Persyarafan penting dalam aksi pergerakan pernapasan disuplai melalui n.phrenicus dan
n.spinal thoraxic. Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma, sementara n.spinal thoraxic
mempersyarafi intercosta. Di samping syaraf-syaraf tersebut, paru juga dipersyarafi oleh
serabut syaraf simpatis dan para simpatis.
Di dalam paru terdapat peredaran darah ganda. Darah yang miskin oksigen dari
ventrikel kanan masuk ke paru melalui arteri pulmonalis. Selain system arteri dan vena
pulmonalis, terdapat pula arteri dan vena bronkialis, yang berasal dari aorta, untuk
memperdarahi jaringan bronki dan jaringan ikat paru dengan darah kaya oksigen. Ventilasi
paru (bernapas) melibatkan otot-otot pernapasan, yaitu diafragma dan otot-otot interkostal.
Selain ini ada otot-otot pernapasan tambahan eperti otot-otot perut.
7. Jumlah udara dalam paru
Kejadian ventilasi pulmoner dapat dijelaskan dengan membagi udara paru dalam empat
volume kapasitas. Alat yang dipakai mengukur ini adalah respirometer.
Tabel jumlah udara dalam paru
Pada
Wanita
Pada
Pria
Volume residu Adalah volume udara yang
tertinggal dalam paru
sesudah ekspirasi maksimal.
1,1L 1,2L
Tidal Volume Adalah volume udara yang
masuk dan keluar pada
pernapasan biasa, sebanyak
0,5L setiap kali bernapas.
Inspiratory
reserve volume
Adalah volume udara yang
tersisa setelah inspirasi
maksimal, selain tidal
volume.
1,9L 3,3L
Expiratory
reserve volume
Adalah volume udara yang
tersisa setelah ekspirasi
maksimal, selain tidal
volume.
0,7L 1,0L
Mekanisme Pernapasan
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2
jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara
yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan
dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara
dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada
lebih besar maka udara masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar
maka udara akan keluar. Pernapasan yang dilakukan menyediakan suplai udara segar secara
terus menerus ke dalam membran alveoli. Keadaan ini terjadi melalui dua fase yaitu inspirasi
dan ekspirasi. Kedua fase ini sangat tergantung pada karakter paru dan rongga torax.
2.4.1 Inspirasi
inspirasi terjadi karena adanya kontraksi otot dan mengeluarkan energi
maka inspirasi merupakan proses aktif. Agar udara dapat mengalir masuk ke paru-paru,
tekanan di dalam paruharus lebih rendah dari tekanan atmosfer. Tekanan yang rendah ini
ditimbulkan oleh kontraksi otot-otot pernapasan yaitu diafragma dan m.intercosta. kontraksi
ini menimbulkan pengembangan paru, meningkatnya volume intrapulmoner. Peningkatan
volume intrapulmoner menyebabkan tekanan intrapulmoner (tekanan di dalam alveoli) dan
jalan nafas pada paru menjadi lebih kecil dari tekanan atmosfer sekitar 2 mmHg atau sekitar
¼ dari 1% tekanan atmosfer, disebabkan tekanan negative ini udara dari luar tubuh dapat
bergerak masuk ke dalam paru-paru sampai tekanan intrapulmonal seimbang kembali dengan
tekanan atmosfer.
2.4.2 Ekspirasi
Seperti halnya inspirasi, ekspirasi terjadi disebabkan oleh perubahan
tekanan di dalam paru. Pada saat diafragma dan m. intercostalis eksterna relaksasi, volume
rongga thorax menjadi menurun. Penurunan volume rongga thorax ini menyebabkan tekanan
intrapulmoner menjadi meningkat sekitar 2 mmHg diatas tekanan atmosfer (tekanan atmosfer
760 mmHg pada permukaan laut). Udara keluar meninggalkan paru-paru sampai tekanan di
dalam paru kembali seimbang dengan tekanan atmosfer.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif, dimana di hasilkan akibat relaksasinya otot-
otot yang berkontraksi selama inspirasi. Ekspirasi yang kuat dapat terjadi karena kontraksi
yang kuat/aktif dari m.intercostalis interna dan m. abdominalis. Kontraksi m. abdominalis
mengkompresi abdomen dan mendorong isi abdomen mendesak diafragma ke atas.
Anatomi Sistem Kardiovaskuler1. Anatomi Sistem Jantung
Jantung merupakan organ muscular berongga, bentuknya menyerupai pyramid
atau jantung pisang yang merupakan pusat sirkulasi darah ke seluruh tubuh, terletak
dalam rongga toraks pada bagian mediastinum. Ujung jantung mengarah kebawah,
ke depan bagian kiri: Basis jantung terdapat aorta batang nadai paru pembuluh balik
atas dan bawah dan pembuluh paru.
Hubungan jantung dengan alat sekitarnya:
a. Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago kostalis tinggi kosta III-I.
b. Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastilais.
c. Atas setinggi torakal IV dan servikal II, berhubungan dengan aorta pulmonalis,
bronkus dekstra, dan bronkus sinistra.
d. Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta desendens, vena
azigosis, dan kolumna vertebra torakalis.
e. Bagian bawah berhubungan dengan diafragma.
Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat.
Penyokong jantung utama adalah paru yang menekan jantung dari samping
diafragma menyokong dari bawah, pembuluh darah besar yang keluar dan masuk
jantung sehingga jantung tidak mudah berpindah. Factor yang memengaruhi
kedudukan jantung:
a. Faktor umur: pada usia lanjut alat-alat dalam rongga torak termasuk jantung agak
turun ke bawah.
b. Bentuk rongga dada: perubahan bentuk torak yang menetap misalnya penderita
TBC menahun batas jantung menurun sedangkan pada asma torak melebar dan
membulat.
c. Letak diafragma: menyokong jantung dari bawah, jika terjadi penekanan diafragma
kea ta akan mendorong bagian bawah jantung ke atas.
d. Perubahan posisi tubuh: proyeksi jantung normal ditentukan oleh perubahan posisi
tubuh, misalnya membungkuk, tidur miring ke kiri atau ke kanan.
Lapisan jantung terdiri dari:
a. Perikardium
Lapisan yang merupakan kantong pembungkus jantung, terletak di dalam
mediastinum minus, terletak di belakang korpus sterni dan rawan iga II-IV.
1) Perikardium fibrosum (visceral): bagian kantong yang membatasi pergerakan
jantung terikat ke bawah sentrum tendinium diafragma bersatu dengan pembuluh
darah besar, melekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
2) Periakrdium serosum (parietal), dibagi menajdi dua bagian: perikardium parietalis
membatasi perikardium fibrosum, sering disebut epikardium, dan perikardium
visceral (kavitas perikardialis) yag mengandung sedikit cairan yang berfungsi
melumas untuk mempermudah pergerakan jantung.
Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lender sebagai pelican untuk menjaga agar
pergesekan antara perikardium tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap
jantung. Pada permukaan posterior jantung terdapat perikarium serosum sekitar
vena-vena besar membentuk sinus obliges dan sinus tranfersus.
b. Miokardium
Lapisan otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri koronaria kiri
bercabang menjadi arteri desending anterior dan arteri sirkumfleks. Arteri koronaria
kanan memberikan darah untuk sinoatrial node, ventrikel kanan, permukaan
diafragma ventrikel kanan. Vena koronaria mengembalikan darah ke sinus kemudian
bersikulasi langsung ke dalam paru. Susunan miokardium:
1) Susunan otot atria: sangat tipis dan kurang teratur, serabut-serabutnya disusun
dalam dua lapisan. Lapisan luar mencakup kedua atria. Serabut luar ini paling nyata
di bagian depan atria. Beberapa serabut masuk ke dalam septum atrioventrikular.
Lapisan dalam teridri dari serabut-serabut berbentuk lingkaran.
2) Susunan otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari cinicn atrioventikuler
sampai ke apeks jantung.
3) Susunan otot atrioventikular merupakan dinding pemisah antara serambi dan bilik
(atrium dan ventrikel).
c. Endokardium (permukaan dalam jantung)
Dinding dalam atrium diliputi oleh membrane yang mengilat, terdiri dari jaringan
endotel atau selaput lender endocardium, kecuali aurikula dan bagian depan krista.
Ke arah aurikula dari ujung bawah krista terminalis terdapat sebuah lipatan
endocardium yang menonjol dikenal sebagai valvula vena kava inverior, berjalan di
depan muara vena inferior menuju ke tepi disebut fosa ovalis. Antara atrium kanan
dan ventrikel kanan terdapat hubungan melalui orifisium articular.
Bagian-bagian dari jantung:
a. Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan pembuluh
darah besar (aorta asendens, arteri pulmonalis/vena pulomnalis dan vena kava
superior:, dibentuk oleh atrium sinistra dan sebagian atrium dekstra. Bagian
posterior berbatasan dengan aorta desendens, esophagus, vena azigos, duktus
torakalis, terdapat seitinggi vertebrae torakalis (vertebra ruas VIII)
b. Apeks kordis: bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul. Bagian ini
dibentuk oleh ujung ventrikel sinistra dan ventrikel dekstra. Bagian apek tertutupi
oleh paru dan pleura sinistra dari dinding toraks.
Permukaan jantung (fascies kordis):
a. Fascies sternokostalis: permukaan menghadap ke depan berbatasan dengan
dinding depan toraks, dibentuk oleh atrium dekstra, ventrikel dekstra dan sedikit
ventrikel sinistra.
b. Fascies dorsalis: permukaan jantung mengahdap kebelakang, berbentuk segi empat
berbatasan dengan mediastinum posterior, dibentuk oleh dinding atrium sinistra,
sebagian atrium dekstra, dan sebagian kecil dinding ventrikel sinistra.
c. Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang berbatas dengan
sternum tendinium dafragma dibentuk oelh dinding ventrikel sinistra dan sebagian
kecil ventrikel dekstra.
Tepi jantung (margo kordis):
a. Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulaii dari vena kava
superior sampai ke apeks kordis, dibentuk oleh dinding atrium dekstra dan dinding
ventrikel dekstra, memisahkan fascies sternokostalis dengan fascies diafragmatika
sebelah kanan.
b. Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi membentang dari bagian bawah
muara vena pulmonalis sinistra inferior sampai ke apeks kordis, dibentuk oleh
dinding atrium sinistra (diatas) dan dinidng ventrikel sinistra (di bawah) memisahkan
fascies sternokostalis dengan fascies diafragmatika sebelah kiri.
Alur permukaan jantung:
a. Sulkus atrioventrikularis: mengelilingi batas bawah basis kordis, terletak diantara
batas kedua atrium jantung dan kedua ventrikel jantung.
b. Sulkuls longitudinalis anterior: alur ini terdapat pada fascies sternokostalis mulai dari
celah di antara arteri polmonalis dengan aurikula sinistra, berjalan ke bawah menuju
apeks kordis. Sulkus ini merupakan batas antara kedua ventrikel dari depan.
c. Sulkus longitudinalis posterior: alur ini terdapat pada fascies diafragmatika kordis,
muai dari sulkus koronarius sebelah kanan muara vena kava inferior menuju apeks
kordis. Sulkus ini merupakan batas antara kedua ventrikel dari belakang bawah.
Ruang-ruang jantung:
a. Atrium dekstra: terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian dalamnya
membentuk suatu rigi atau krista terminalis. Bagian utama atrium yang terletak
posterior terhadap rigi terdapat dinding halus yang secara embriologis berasal dari
sinus venosus. Bagian atrium yang terletak di depan rigi mengalami trabekulasi
akibat berkas serabut otot yang berjalan dari krista terminalis.
1) Muara pada atrium kanan:
a) Vena kava superior: bermuara ke dalam bagian atas atrium kanan. Muara ini tidak
mempunyai katub, mengembalikan darah dari separoh atas tubuh.
b) Vena kava inferior: lebih besar dari vena kava superior, bermuara ke dalam bagian
bawah atrium kanan, mengembalikan darah kejantung dari separoh badan bagian
bawah.
c) Sinus koronalis: bermuara ke dalam atrium kanan antara vena kava inferior dengan
osteum ventrikulare, dilindungi oleh katub yang tidak berfungsi.
d) Osteum atrioventrikuler dekstra: bagian anterior vena kava inferior dilindungi oleh
vulva bikuspidalis. Di samping itu banyak bermuara vena-vena kecil yang
mengalirkan darah dari dinding jantung ke dalam atrium kanan.
2) Sisa-sisa fetal pada atrium kanan. Fossa ovalis dan annulus ovalis adalah dua
struktur yang terletak pada septum interartrial yang memisahkan atrium kanan
dengan atrium kiri. Fossa ovalis merupakan lekukan dangkal tempat foramen ovale
pada vetus dan annulus ovalis membentuk tepi, merupakan septum pada jantung
embrio.
b. Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalu osteum atrioventrikuler
dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis. Dinding
ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan pulmonalis. Dinding ventrikel
kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan.
1) Valvula trikuspidalis: melindungi osteum atrioventikuler, dibentuk oleh lipatan
endocardium disertai sedikit jaringan fibrosa, terdiri dari tiga lipatan endocardium
disertai sedikit jaringan fibrosa, terdiri dari tiga kuspis atau saringan (anterior,
septalis, dan inferior). Basis kuspis melekat pada cincin fibrosa rangka jantung. Bila
ventrikel berkontraksi M. papilaris berkontraksi mencegah agar kuspis tidak
terdorong ke atrium dan terbalik waktu tekanan intraventrikuler meningkat.
2) Valvula pulmunalis: melindungi osteum pulmonalis, terdiri dari semilunaris arteri
pulmonalis, dibentuk oleh lipatan endocardium disertai sedikit jaringan fibrosa. Mulut
muara kuspis arahnya ke atas, ke dalam trunkus pulmonalis. Selama sistolik
ventrikel katup kuspis tertekan pada dinding trunkus pulmonalis oleh darah yang
keluar. Selama diastolic, darah mengalir kembali ke jantung masuk ke sinus. Katup
kuspis terisi dan menutup osteum pulmonalis.
c. Atrium sinistra: terdiri dari rongga utama dan aurikula, terletak di belakang atrium
kanan, membentuk sebagian besar basis (fascies posterior), dibelakang atrium
sinistra terdapat sinus oblig pericardium serosum dan pericardium fibrosum. Bagian
dalam atrium sinistra halus dan bagian aurikula mempunyai rigi otot seperti aurikula
dekstra. Muara atrium sinistra vena pulmonalis dari masing-masing paru bermuara
pada dinding posterior dan mempunyai valvula osteum atrioventrikular sinistra,
dilindungi oleh valvula mitralis.
d. Ventrikel sinistra: ventrikel kiri berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum
atrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta. Dinding ventrikel
sinistra tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Tekanan darah intraventrikuler kiri
enam kali lebih tinggi disbanding tekanan dari ventrikel dekstra.
1) Valvula mitralis (bikuspidalis): melindungi osteum atrioventrikular terdiri atas dua
kuspis (kuspis anterior dan kuspis posterior). Kuspis anterior lebih besar terletak
antara osteum atrioventrikular dan aorta.
2) Valvula semilunaris aorta: melindungi osteum aorta strukturnya sama dengan
valvula semilunaris arteri pulmonalis. Salah satu kuspisnya terletak pada dinding
anterior dan dua terletak pada dinding posterior di belakang kuspis. Dinding aorta
membentuk sinus aorta anterior merupakan asal arteri koronaria dekstra. Sinus
posterior sinistra merupakan asal arteri koronaria sinistra.
Peredaran darah jantung:
a. Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta berjalan ke depan antara
trunkus pulmonalis dan aurikula dekstra, memberikan cabang-cabang ke atrium
dekstra dan ventrikel desktra. Pada tepi inferior jantung menuju sulkus
atrioventrikularis untuk beranastomosis dengan arteri koronaria kiri memperdarahi
ventrikel dekstra.
b. Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra, dari sinus posterior
aorta sisintra berjalan ke depan antara trunkus pulmonalis dan aurikula kiri masuk ke
sulkus atrioventrikularis menuju ke apeks jantung memberikan darag untuk ventrikel
dekstra dan septum interventrikularis.
c. Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung mengalir ke atrium kanan
melalui sinus koronarius yang terletak di bagian belakang sulkus atrioventrikularis
merupakan lanjutan dari V. kardiak magna yang bermuara ke atrium dekstra sebelah
kiri vena kava inferior. V. kardiak minimae dan media merupakan cabang sinus
koronarius, sisanya kembali ke atrium dekstra melalui vena kardiak anterior, melalui
vena kecil langsung ke ruang-ruang jantung.
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis system saraf otonom
melalui pleksus kardiakus.Saraf simpatis berasal dari trunkus simpatikus bagian
servikal dan torakal bagian atas dan saraf simpatis berasal dari nervus vagus.
Serabut eferen post-ganglion berjalan ke nodus sinus atrialis dan nodus
atrioventrikularis tersebar ke bagian jantung yang lain. Serabut aferen berjalan
bersama nervus vagus berperan sebagai refleks kardiovaskuler, berjalan bersama
saraf simpatis.
2. Sel Eksitabela. Pengertian
Eksitabel sel adalah sel yang dapat menghantarkan impuls atau potensial aksi.
Jaringan eksitabel apabila dirangsang dengan adekuat akan memberi respon berupa
potensial aksi.
b. Struktur dan Komposisi Sel
Membran sel merupakan bagian terluar sel yang membatasi bagian dalam sel
dengan lingkungan luar.Membran sel merupakan selaput selektif permeabel, artinya
hanya dapat dilalui molekul-molekul tertentu seperti glukosa, asam amino, gliserol,
dan berbagai ion.Berdasarkan analisis kimiawi dapat diketahui bahwa hampir
seluruh membran sel terdiri atas lapisan protein dan lapisan lipid
(lipoprotein).Membran plasma terdiri atas dua lapisan, yaitu berupa lapisan lipid
rangkap dua (lipid bilayer).Lapisan lipid disusun oleh fosfolipid.Fosfolipid adalah lipid
yang mengandung gugus fosfat dan terdiri atas bagian kepala (polar head) dan
bagian ekor (nonpolar tail).Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air), sedangkan
bagian ekorbersifat hidrofobik (tidak suka air).Lipid terdiri atas fosfolipid, glikolipid,
dan sterol.
1) Fosfolipid, yaitu lipid yang mengandung gugusan fosfat.
2) Glikolipid, yaitu lipid yang mengandung karbohidrat.
3) Sterol, yaitu lipid alkohol terutama kolesterol.
Lapisan protein membran sel terdiri atas glikoprotein.Lapisan protein membentuk
dua macam lapisan, yaitu lapisan protein perifer atau ekstrinsik dan lapisan protein
integral atau intrinsik.Lapisan protein perifer membungkus bagian kepala (polar
head) lipid rangkap dua bagian luar.Lapisan protein integral membungkus bagian
kepala (polar head) lipid rangkap dua bagian dalam.
c. Komposisi Elektrolit Intrasel dan Ekstrasel
Di dalam cairan intrasel maupun ekstrasel terdapat elektrolit, unsur penting bagi
tubuh selain air.Komposisi elektrolit pada kedua kompartemen cairan tersebut
berbeda.Kalium dan fosfat adalah elektrolit utama pada CIS, sedangkan natrium dan
klorida adalah elektrolit utama CES.Natrium dan kalium berperan dalam
keseimbangan asam-basa, keseimbangan cairan, dan fungsi sel saraf.Fosfat adalah
unsur pembentuk molekul berenergi (adenosine triphosphate-ATP), dan berperan
dalam pembentukan tulang dan gigi.Klorida berperan dalam keseimbangan asam-
basa dan cairan. Selain itu masih terdapat elektrolit lain yang memiliki fungsi
penting, misalnya kalsium dan magnesium. Kalsium berperan dalam pembentukan
tulang dan gigi, proses pembekuan darah, kontraksi otot, dan fungsi sel
saraf.Magnesium berperan dalam aktivitas enzim, pembentukan tulang, dan aktivitas
otot dan sel saraf. Kekurangan elektrolit akan menimbulkan berbagai gangguan
fungsi organ, oleh sebab itu kebutuhan elektrolit harus selalu tercukupi.
Volume cairan dan konsentrasi elektrolit selalu dipertahankan dalam keadaan
yang seimbang.Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan dengan mengatur
masukan dan keluaran air dan elektrolit. Masukan air dan elektrolit (water and
electrolite gain) diperoleh terutama melalui makan dan minum. Keluaran air dan
elektrolit (water and electrolite loss) secara eksresi melalui buang air kecil dan buang
air besar, dan secara evaporasi melalui pernafasan dan kulit dalam bentuk
keringat.Masukan dan keluaran air dikendalikan oleh otak yaitu di hipotalamus.
Perubahan volume CES maupun konsentrasi elektrolit merangsang hipotalamus
untuk mengurangi atau meningkatkan keluaran dan masukan air dengan cara
mengatur rasa haus dan eksresi air melalui ginjal.
d. Transportasi Elektrolit Melalui Membran Sel
Membrane plasma merupakan selaput sel di sebelah luar sitoplasma.Di dalam
sitoplasma terdapat bagian-bagian yang disebut organel.Semua organel dibatasi
oleh membrane. Membrane yang membatasi organel mempunyai struktur molekul
yang sama dengan membrane plasma yang terdiri atas molekul-molekul lemak dan
protein.
Membran sel berguna sebagai pembatas antara organel-organel di bagian
dalam sel dan cairan yang membasahi semua sel. Membrane sel sangat tipis
sehingga hanya dapat diamati dengan perbesaran tinggi menggunakan mikroskop
electron.S. singer dan E. Nicolson (1972) mengemukakan teori tentang membrane
sel yang dikenal dengan teori membrane mozaik cair.Teori ini menyatakan bahwa
membrane sel tersusun oleh lapisan protein.Protein tersusun mozaik atau tersebar
dan masing-masing tersisip atau tenggelam di antara lapisan ganda fosfolipid
(bilayer fosfolipid).
Membrane sel terdiri atas kira-kira 50% lipid dan 50% protein, lipid terutama
merupakan fosfolipid dan tersusun dua lapis dan protein tersebar diantara bilayer
fosfolipid disebut protein instrinsik (integral) yang bersifat hidrofobik atau menolak
air.
Karena susunan membrane sel yang demikian maka membrane sel bersifat
semipermeable.Membrane sel tidak simetris, protein ekstrinsik yang bergabung
dengan permukaan luar membrane amat berlainan dari protein yang ekstrinsik yang
bergabung dengan membrane dalam.Membran sel berfungsi mengatur gerakan
materi atau transportasi dari atau keluar sel.
e. Potensial Membrane
Potensial membran adalah tegangan melintasi suatu membran sel yang berkisar
dari sekitar -50 hingga -200 milivolt (tanda minus menunjukkan bahwa di dalam sel
bersifat negatif dibandingkan dengan di luarnya).Semua sel memiliki tegangan
melintasi membran plasmanya, di mana tegangan ialah energi potensial listrik-
pemisahan muatan yang berlawanan.Sitoplasma sel bermuatan negatif
dibandingkan dengan fluida ekstraseluler disebabkan oleh distribusianion dankation
pada sisi membran yang berlawanan yang tidak sama.Potensial membran bertindak
sepertibaterai, suatu sumber energi yang mempengaruhi lalulintas semua substansi
bermuatan yang melintasi membran.Karena di dalam sel itu negatif dibandingkan
dengan di luarnya, potensial membran ni mendukung transpor pasif kation ke dalam
sel dan anion ke luar sel.Dengan demikian, dua gaya menggerakkandifusi ion
melintasi suatu membran: gaya kimiawi (gradien konsntrasi ion) dan gaya listrik
(pengaruh potensial membran pada pergerakan ion).Kombinasi kedua gaya yang
bekerja pada satu ion ini disebutgradien elektrokimiawi.Perubahan lingkungan dapat
mempengaruhi potensial membran dan sel itu sendiri, sebagai conthnya,depolarisasi
dari membran plasma diduga memicu apoptosis (kematian sel yang terprogram).
f. Potensial Aksi Tentang Sel, Jaringan, Organ, dan Sistem Organ
Pada sebuah sel yang dalam keadaan istirahat terdapat beda potensial di antara
kedua sisi membrannya. Keadaan sel yang seperti ini disebut keadaan polarisasi.
Bila sel yang dalam keadaan istirahat/polarisasi ini diberi rangsangan yang sesuai
dan dengan level yang cukup maka sel tersebut akan berubah dari keadaan istirahat
menuju ke keadaan aktif. Dalam keadaan aktif, potensial membran sel mengalami
perubahan dari negatif di sisi dalam berubah menjadi positif di sisi dalam.Keadaan
sel seperti ini disebut dalam keadaan depolarisasi.Depolarisasi ini dimulai dari suatu
titik di permukaan membran sel dan merambat ke seluruh permukaan membran.Bila
seluruh permukaan membran sudah bermuatan positif di sisi dalam, maka sel
disebut dalam keadaan depolarisasi sempurna.
Setelah mengalami depolarisasi sempurna, sel selanjutnya melakukan
repolarisasi.Dalam keadaan repolarisasi, potensial membran berubah dari positif di
sisi dalam menuju kembali ke negatif di sisi dalam.Repolarisasi dimulai dari suatu
titik dan merambat ke seluruh permukaan membran sel. Bila seluruh membran sel
sudah bermuatan negatif di sisi dalam, maka dikatakan sel dalam keadaan istirahat
atau keadaan polarisai kembali dan siap untuk menerima rangsangan berikutnya.
Aktivitas sel dari keadaan polarisasi menjadi depolarisasi dan kemudian kembali
ke polarisasi lagi disertai dengan terjadinya perubahan-perubahan pada potensial
membran sel. Perubahan tersebut adalah dari negatif di sisi dalam berubah menjadi
positif dan kemudian kembali lagi menjadi negatif. Perubahan ini menghasilkan
suatu impuls tegangan yang disebut potensial aksi (action potential). Potensial aksi
dari suatu sel akan dapat memicu aktivitas sel-sel lain yang ada di sekitarnya.
Berikut ini akan diuraikan bagaimana proses terjadinya potensial aksi dari suatu sel
yang semula dalam keadaan istirahat.
3. Pembuluh DarahPembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah ke seluruh
tubuh.Saluran darah ini merupakan system tertutup dan jantung sebagai pemompa
darah.Fungsi pembuluh darah adalah mengangkut (transportasi) darah dari jantung
ke seluruh bagian tubuh dan mengangkut kembali darah yang sudah dipakai kembali
ke jantung.Fungsi ini disebut sirkulasi darah.Selain darah itu juga darah mengangkut
gas-gas, zat makanan, sisa metabolisme, hormone, antibodi, dan keseimbangan
elektrolit.
Pembuluh darah terdiri atas arteri dan vena.Arteri berhubungan langsung dengan
vena pada bagian kapiler dan venula yang dihubungkan oleh bagianendotheliumnya.
Arteri dan vena terletak bersebelahan.Dinding arteri lebih tebal dari pada dinding
vena.Dinding arteri dan vena mempunyai tiga lapisan yaitu lapisan bagian dalam
yang terdiri dari endothelium, lapisan tengah yang terdiri atas otot polos dengan
serat elastis dan lapisan paling luar yang terdiri atas jaringan ikat ditambah dengan
serat elastis.Cabang terkecil dari arteri dan vena disebut kapiler.Pembuluh kapiler
memiliki diameter yang sangat kecil dan hanya memiliki satu lapisan
tunggalendothelium dan sebuah membran basal.
Perbedaan struktur masing-masing pembuluh darah berhubungan dengan
perbedaan fungsional masing-masing pembuluh darah tersebut.
Pembuluh darah terbagi menjadi:
a. Pembuluh Darah Arteri
1) Tempat mengalir darah yang dipompa dari bilik
2) Merupakan pembuluh yang liat dan elastis
3) Tekanan pembuluh lebih kuat dari pada pembuluh balik
4) Memiliki sebuah katup (valvula semilunaris) yang berada tepat di luar jantung
5) Terdiri atas:
a) Aorta yaitu pembuluh dari bilik kiri menuju ke seluruh tubuh
b) Arteriol yaitu percabangan arteri
c) Kapiler :
(1) Diameter lebih kecil dibandingkan arteri dan vena
(2) Dindingnya terdiri atas sebuah lapisan tunggal endothelium dan sebuah membran
basal
6) Dindingnya terdiri atas 3 lapis yaitu :
a) Lapisan bagian dalam yang terdiri atas Endothelium
b) Lapisan tengah terdiri atas otot polos dengan Serat elastis
c) Lapisan terluar yang terdiri atas jaringan ikat Serat elastis
b. Pembuluh Balik (Vena)
1) Terletak di dekat permukaan kulit sehingga mudah di kenali
2) Dinding pembuluh lebih tipis dan tidak elastis.
3) Tekanan pembuluh lebih lemah di bandingkan pembuluh nadi
4) Terdapat katup yang berbentuk seperti bulan sabit (valvula semi lunaris) dan
menjaga agar darah tak berbalik arah.
5) Terdiri dari :
a) Vena cava superior yang bertugas membawa darah dari bagian atas tubuh menuju
serambi kanan jantung.
b) Vena cava inferior yang bertugas membawa darah dari bagian bawah tubuh ke
serambi kanan jantung.
c) Vena cava pulmonalis yang bertugas membawa darah dari paru-paru ke serambi kiri
jantung.
4. Pembuluh LimfeSystem pembuluh limfe merupakan suatu jalan tambahan tempat cairan dapat
mengalir dari ruang interstisial ke dalam darah.Pembuluh limfe dapat mengangkut
protein dan zat berpartikel besar, ke luar ruang jaringan yang tidak dikeluarkan
dengan absorpsi secara langsung ke dalam kapiler darah.System limfe berhubungan
erat dengansirkulai darah, mengandung cairan yang bergerak, berasal dari darah,
dan mempunyai jaringan pembuluh limfe.
System limfe juga merupakan salah satu jalan utama untuk absorpsi bahan gizi
dari traktus gastrointestinal yang bertanggugn jawab untuk absorpsi lemak dan
merupakan salah satu mekansime pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pembuluh
limfe merupakan pembuluh yang lebih besar dibentuk oleh bersatunya kapilar
limfatik.Pembuluh limfatik transparan mempunyai banyak katup sehingga terlihat
seperti manik-manik.Pembuluh limfe superfisial mengaliri kulit, pembuluh limfe yang
lebih dalam mengaliri struktur tubuh yang lebih dalam, melewati dan memasuki
nodus limfe membawa sel limfosit.
Aliran limfe sangat dipengaruhi oleh aktivitas otot yang dapat mempercepat dan
mengatur alirannya. Aliran akan bertambah akibat pengaruh peristaltic, pergerakan
pernapasan, aktivitas jantung, masase, pergerakan pasif, dan pulsasi arteri di
sekelilingnya. Dinding pembuluh limfe demikian permeabelnya sehingga pertikel
yang sangat besar ukuran molekulnya di dalam jairngan dapat dilalui.
Pembuluh limfe yang kecil-kecil menyatu menjadi besar, banyak mempunayi
katup sehingga aliran cairan limfe menuju ke satu arah yaitu vena subklavia.Setiap
kali pembuluh limfe menggembung karena terisi penuh oleh cairan dari jaringan,
pembuluh limfe ini berkontraksi sehingga cairan limfe terdorong melewati katup yang
terbuka.Peristiwa ini terjadi sekitar 10 detik seklai, secara dinamik cairan interstisial
terus menerus bergerak datang dan kembali ke pembuluh darah.
B. Fisiologi Sistem Kardiovaskuler1. Hemodinamika Jantung
Pengaturan tekanan darah lebih cenderung diperankan oleh adanya perubahan-
perubahan tekanan osmotic dan tekanan hidrostatik baik intravaskuler maupun
ekstravaskuler. Peran utama dilakukan oleh kadar natrium yang secara langsung
memengaruhi nilai osmotic cairan, sehingga akan memengaruhi proses sekresi
aldosterone dan hormone antidiuretic. Selanjutnya hormone tersebut memengaruhi
volume darah dan tekanan darah.
Perubahan tekanan osmotic dan hidrostatik juga memengaruhi tekanan
darah.Pengaruh langsung peningkatan volume darah oleh suatu tindakan pemberian
cairan intravena, pada peristiwa perdarahan, mampu mempertahankan tekanan
darah dalam batas normal.Dalam mengatur tekanan darah, system hemodinamik
diperankan oleh adanya perubahan tekanan osmotic dan tekanan hidrostatik baik
intravaskuler maupun ekstravaskuler. Peran utama oleh kadar natrium yang secara
langsung memengaruhi nilai osmotic cairan, sehingga memengaruhi proses sekresi
aldosterone dan hormone antidiuretic. Selanjutnya kedua hormone ini akan
memengaruhi volume darah dan tekanan darah.
2. Elektrofisiologi JantungAktifitas listrik jantung merupakan akibat dari perubahan permeabilitas
membrane sel yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membrane
tersebut.Dengan masuknya ion-ion maka muatan listrik sepanjang membrane ini
mengalami perubahan yang relative. Terdapat tiga macam ion yang mempunyai
fungsi penting dalam elektrofisiologis sel yaitu kalium (K), natrium (Na), dan kalsium
(Ca). Kalium lebih banyak terdapat di dalam sel, sedangkan kalsium dan kalium
lebih banyak terdapat diluar sel.
Dalam keadaan istirahat sel-sel otot jantung mempunyai muatan positif di
bagian luar sel dan muatan negative di bagian dalam sel. Ini dapat dibuktikan
dengan galvanometer.Perbedaan muatan bagian luar dan bagian dalam sel disebut
resting membrane potensial. Bila sel dirangsang akan terjadi perubahan muatan
dalam sel menjadi positif, sedangkan di luar sel menjadi negative. Proses terjadinya
perubahan muatan akibat rangsangan dinamakan depolarisasi. Setelah rangsangan
sel berusaha kembali pada keadaan muatan semula proses ini dinamakan
repolariasi. Seluruh proses tersebut dinamakan aksi potensial.
Aksi potensial terjadi disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanik, dan
termis. Aksi potensial dibagi dalam lima fase.
a. Fase istirahat
Bagian luar sel jantung bermuatan positif dan bagian dalam bermuatan negative
(polarisasi). Membran sel lebih permeable terhadap kalium daripada natrium
sehingga sebagian kecil kalium merembes ke luar sel. Dengan hilangnya kalium
maka bagian dalam sel menjadi relative negative.
b. Fase depolarisasi (cepat)
Disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas membrane terhadap natrium,
sehingga natrium menglir dari luar ke dalam.Akibatnya, muatan di dalam sel menjadi
positif sedangkan diluar sel menjadi negative.
c. Fase polarisasi parsial
Segera setelah terjadi depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat masuknya
kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positif di dalam sel menjadi berkurang.
d. Fase plato (keadaan stabil)
Fase depolarisasi diikuti keadaan stabil yang agak lama sesuai dengan masa
refraktor absolut dari miokard.Selama fase ini tidak terjadi perubahan muatan
listrik.Terdapat keseimbangan antara ion positif yang masuk dan yang ke luar.Aliran
kalsium dan natrium ke dalam sel perlahan-lahan diimbangi dengan keluarnyakalium
dari dalam sel.
e. Fase repolarisasi (cepat)
Pada fase ini muatan kalsium dan natrium secara berangsur-angsur tidak mengalir
lagi dan permeabilitas terhadp kalium sangat meningkat sehingga kalium keluar dari
sel dengan cepat.Akibatnya muatan positif dalam se menjadi sangat berkurang
sehingga pada akhir muatan di dalam sel menjadi relative negative dan muatan di
luar sel relative positif.
3. Mekanisme Jantung sebagai PompaPada tiap siklus jantung terjadi systole dan diastole secara berurutan dan teratur
dengan adanya katup jantung yang terbuka dan tertutup.Pada saat itu jantung dapat
bekerja sebagai suatu pompa sehingga darah dapat beredar ke seluruh
tubuh.Selama satu siklus kerja jantung terjadi perubahan tekanan di dalam rongga
jantung sehingga terdapat perbedaan tekanan.Perbedaan ini menyebabkan darah
mengalir dari rongga yang tekanannya lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah.
a. Fungsi atrium sebagai pompa
Dalam keadaan normal darah mengalir terus dari vena-vena besar ke dalam
atrium.Kira-kira 70% aliran ini langsung mengalir dari atrium ke ventrikel walaupun
atrium belum berkontraksi.Kontraksi atrium mengadakan pengisian tambahan 30%
karena atrium berfungsi hanya sebagai pompa primer yang meningkatkan efektivitas
ventrikel sebagai pompa.Kira-kira 30% tambahan efektivitas, jantung terus dapat
bekerja dengan sangat memuaskan dalam keadaan istirahat normal.
b. Fungsi ventrikel sebagai pompa
a. Pengisian ventrikel
Selama systole ventrikel, sejumlah darah tertimbun dalam atrium karena katub
atrium ke ventrikel tertutup. Tepat setelah sistolik berakhir tekanan ventrikel turun
kembali sampai ke tekanan diastolic yang rendah. Tekanan pada atrium yang tinggi
dengan segera mendorong katub antara atrium dan ventrikel membuka dan
memungkinkan darah mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel.Ini dinamakan
periode pengisian cepat ventrikel.Periode pengisia berlangsung kira-kira 1/3 pertama
diastolic.Selama 1/3 tengah diastolic darah sedikit mengalir ke ventrikel.Darah
yangterus masuk ke dalam atrium dari vena-vena dan berjalan melalui atrium
langsung ke ventrikel.
b. Pengosongan ventrikel selama systole
Bila kontraksi ventrikel mulai, tekanan ventrikel meningkat dengan cepat,
menyebabkan katub atrium dan ventrikel menutup. Diperlukan penambahan 0,02-
0,03 detik bagi ventrikel untuk meningkatkan tekanan yang cukup untuk mendorong
katup-katup semilunaris aorta dan semilunaris arteri pulmonalis, membuka melawan
tekanan dalam aorta dan arteri pulmonalis. Selama periode ini terjadi kontraksi pada
ventrikel tetapi tidak terjadi pengosongan.Periode ini dinamakan periode kontraksi
sistemik.
c. Periode ejeksi
Bila tekanan ventrikel kiri meningkat sedikit di atas 80mmHg, tekanan ventrikel
dekstra sedikit di atas 8 mmHg, tekanan ventrikel sekarang mendorong membuka
katup semilunaris segera darah mulai dikeluarkan dari ventrikel. Sekitar 60% terjadi
pengosongan selama ¼ pertama systole, dan 40% sisanya dikeluarkan selaa 2/4
berikutnya, ¾ bagian systole ini dinamakan periode ejeksi.
d. Diastole
Selama ¼ terakhir diastole ventrikel hampir tidak ada aliran darah dari vetrikel
masuk ke arteri besar walaupun otot ventrikel tetap berkontraksi.
e. Periode Relaksasi Isometrik (isovolemik)
Pada akhir systole relaksasi ventrikel mulai dengan tiba-tiba, mungkin tekanan
dalam ventrikel turun dengan cepat. Peningkatan tekanan dalam arteri besar tiba-
tiba mendorong darah kembali kea rah ventrikel, menimbulkan bunyi penutupan
katup aorta dan pulmonal dengan keras selama 0,03-0,06 detik. Selanjutnya otot
ventrikel relaksasi dan tekanan dalam ventrikel turun dengan cepat kembali ke
tekanan diastole yang sangat rendah.Katup atrium dan ventrikel membuka
mengawali siklus pompa ventrikel yang baru.
Selama diastole, pengisian ventrikel dalam keadaan normal meningkatkan
volume setiap ventrikel sekitar 120-130 ml. Volume ini dinamakan volume akhir
diastolic.Pada waktu ventrikel kosong selama systole, volume berkurang kira-kira 70
ml, dinamakan isi sekuncup.Volume yang tersisa dalam tiap-tiap ventrikel sekitar 50-
60 ml dinamakan volume akhir sistolik.
Katup trikuspidalis dan katup bikuspidalis mencegah pengaliran balik darah dari
ventrikel ke atrium selama systole.Katup semilunaris aorta dan katup semilunaris
arteri pulmonalis mencegah alirab balik dari aorta dan arteri pulmonalis ke dalam
ventrikel selama periode diastole. Semua katup ini membuka dan menutup secara
pasif yaitu akan menutup bila selisih tekanan yang membalik mendorong darah
kembali dan membuka bila selisih tekanan ke depan mendorong darah kea rah
depan.
Seseorang yang seang istirahat jantungnya memompakan darah 4-6 liter/menit,
Dalam keadaan kerja berat mungkin diperlukan pemompaan darah sebanyak 5 kali
dari jumlah tersebut. Dua cara dasar pengaturan kerja pemompaan jantung.
a. Autoregulasi intrinsic pemompaan akibat perubahan volume darah yang mengalir ke
dalam jantung. Hukum Frank dan Starling: Makin banyak jantung terisi selama
diastole makin besar jumlah darah dipompakan ke dalam aorta. Dalam batas
fisiologis, jantung memompakan semua darah yang masuk ke dalam jantung tanpa
mungkin terjadinya bendungan darah yang berlebihan dalam vena. Bila ventrikel
terisi oleh tekanan atrium yang lebih tinggi kekuatan kontaksi jantung meningkat,
menyebabkan jantung memompakan darah dalam jumlah yang lebih besar ke dalam
arteri.
b. Refleksyang mengawasi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung melalui saraf
otonom. Saraf ini memengaruhi daya pompa jantung melalui dua cara, yaitu dengan
mengubah frekuensi jantung dan mengubah kekuatan kontraksi jantung.
4. Sistem KonduksiSistem konduksi jantung meliputi :
a. Sinoatrial node (SA node)
Suatu tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di dalam dinding atrium
kanan di ujung krista terminalis. Nodus ini merupakan pendahuluan dari kontraksi
jantung. Dari sini impuls diteruskan ke atriovenrikuler node.
b. Atrioventrikuler node (AV node)
Susunannya sama seperti sinoatrial node, berada di dalam septum atrium dekat
muara sinus koronari. Impuls-impuls diteruskan ke bundle atrioventrikuler melalui
berkas Wenkebach.
c. Bundel atrioventrikular
Mulai dari bundel AV berjalan ke arah depan pada tepi posterior dan tepi bawah pars
membranasea septum interventrikulare. Pada bagian cincin yang terdapat antara
atrium dan ventrikel disebut analus fibrosus rangsangan terhenti 1/10 detik,
selanjutnya menuju apeks kordis dan bercabang dua:
1) Pars septalis dektra : Melanjut ke rah bundel AV di dalam pars muskularis septum
interventrikular menuju ke dinding depan ventrikel dektra.
2) Pars septalis sinistra : Berjalan di antara pars membranase dan pars muskularis
sampai di sisi kiri septum interventrikularis menuju basis M. papilaris inferior ventrikel
sinistra. Serabt-serabut pars septialis kemudian bercabang-cabang menjadi serabut
terminal (serabut purkinje).
d. Serabut penghubung terminal (serabut purkinje): anyaman yang berada pada
endocardium menyebar pada kedua ventrikel.
Jantung mendapat persarafan dari cabang simpatis dan parasimpatis dari
susunan saraf otonom.Sistem simpatis menggiatkan kerja jantung sedangkan
system parasimpatis bersifat menghambar kerja jantung.Perangsangan simpatis
jantung mempunya efek mempercepat denyut jantung sehingga menyebabkan
takikardia dan daya kontraksi jantung menjadi lebih kuat terutama kontraksi
miokardium ventrikel.
Setiap kerja jantung diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan melalui
pengendalian persarafan.Pada keadaan istirahat pengaruh nervus vagus lebih besar
dari nervus simpatikus. Waktu kerja otot atau stress tonus simpatis meningkat dan
tonus vagus menurun. Pengaturan jantung oleh persarafan terjadi secar
refleks.Untuk terjadinya refleks diperlukan stimulus dan lengkung refleks sehingga
memungkinkan terjadinya jawaban dalam bentuk menggiatkan atau menghambat
kerja jantung.
Pada refleks sinus karotikus rangsangannya mengubah tekanan darah. Bila
tekanan darah meningkat, maka kerja jantung akan dihambat oleh peningkatan
tonus parasimpatikus dan penurunan tonus simpatikus. Sebaliknya bila tekanan
darah rendah akan terjadi penggiatan kerja jantung melalui peningkatan tonus
simpatikus dan penurunan tonus vagus. Pengaruh oksigen dan karbon dioksida
terhadap jantung sukar dinilai dari hasil percobaan, karena zat ini secara langsung
atau melalui refleks juga memengaruhi pembuluh darah dan kerja jantung
5. Pembuluh Darah Arteri, Vena, dan Sistem Kapilera. Arteri
Arteri atau pembuluh darah nadi merupakan pembuluh darah yang keluar dari
jantung yang membawa darah ke seluruh tubuh dan alat tubuh.Pembuluh darah
yang paling besar keluar dari ventrikel sinistra, disebut aorta.Arteri mempunyai
dinding yang tebal dan kuat tetapi mempunyai sifat yang sangat elastis, terdiri dari
tiga lapisan:
1) Tunika intima (interna): lapisan yang paling dalam, berhubungan dengan darah,
terdiri dari lapisan endothelium dan jaringan fibrosa.
2) Tunika media: lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot polos sifatnya sangat
elastis, mempunyai sedikit jaringan fibrosa, karena susunan otot tunika ini arteri
dapat berkontraksi dan berdilatasi.
3) Tunika eksterna (adventitia): lapisan yang paling luar terdiri dari jaringan ikat gembur
untuk memperkuat dinding arteri, jaringan fibrotic yang elastis.
Arteri mendapat darah dari pembuluh darah halus yang mengalir di dalanya,
berfungsi memberi nutrisi pada pembuluh tersebut yang disebut vosa vasorum.Arteri
dapat berkontraksi dan berdilatasi disebabkan pengaruh susunan saraf otonom.
b. Vena
Pembuluh darah vena merupakan kebalikan dari pembuluh darah arteriyang
membawa darah dari alat-akat tubuh masuk ke jantung. Bentuk dan susunannya
hampir sama denga arteri. Katup pada vena terdapat di sepanjang pembuluh darah
untuk mencegah darah tidak kembali lagi ke sela atau jaringan.Vena yang terbesar
adalah vena pulmonalis. Vena mempunyai cabang yaitu venolus, selanjutnya
menjadi kapiler.
c. Sistem Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil sehingga disebut juga pembuluh
rambut. Pada umumnya kapiler-kapiler meliputi sel-sel jaringan karena secara
langsung berhubungan dengan sel. Kapiler terdiri dari:
1) Kapiler arteri, tempat berakhirnya arteri. Makin kecil arteriol, makin hilang lapisan
dinding dari arteri sehingga pada kapiler arteri lapisan dinding hany menjadi satu
lapisan yaitu lapisan endothelium. Lapisan yang sangat tipis ini memungkinkan
cairan darah/limfe merembes keluar membentuk cairan jaringan, membawa air,
mineral dan zat makanan melalui pertukaran gas antara pembuluh kapiler dengan
jaringan sel. Kapiler juga menyediakan oksigen dan menyingkirkan karbondioksida.
2) Kapiler vena, lapisannya hampir sama dengan kapiler arteri. Fungsinya adalah
membawa zat sisa yang tidak terpakai oleh jaringan sel berupa zat ekskresi dan
karbondioksida. Darah dibawa keluar dari tubuh melalui venolus, vena dan
seterusnya keluar tubuh melalui tiga proses yaitu pernapasan, keringat dan feses.
Fungsi kapiler:
1) Sebagai penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.
2) Tempat terjadinya pertukaran zat antara darah dan cairan jaringan.
3) Mengambil hasil dari kelenjar.
4) Menyerap zat makanan yang terdapat dalam usus.
5) Menyaring darah yang terdapat di ginjal.
Pintu masuk ke kapiler dilingkari oleh sfingter yang terbetuk dari otot polos. Bila
sfingter ini terbuka, darah memasuki kapiler dan bila sfingter ini tertutup, darah
langsung dari arteriole ke venolus dan tidak melalui kapiler. Tekanan darah pada
kapiler arteri bekurang sampai 30 mmHg, sesampai di ujung kapiler vena menjadi 10
mmHg. Tekanan kapiler akan meningkatkan bila arteriole berdilatasi dan sfingter
kapiler relaksasi, sehingga darah banyak masuk ke dalam kapiler.
Kapiler membuka dan menutup dengan kecepatan 6-12 kali/menit. Relaksasi
kapiler terjadi sebagai respons terhadap setiap peningkatan jumlah karbon dioksida
dan asam laktat dalam darah atau penurunan yang terjadi pada kadar oksigen.
Relaksasi tersebut menimbulkan banyak darah mencapai jaringan bila terjadi
peningkatan aktvitas metabolic. Sfingter kapiler yang menuju ke kulit berelaksasi
sebagai respons teradap peningkat suhu tubuh dan peningkatan sirkulasi melalui
kapiler karena turunnya suhu tubuh.
Mekanisme pergeseran cairan kapiler mengatur tekanan darah. Di samping
mekanisme saraf dan hormonal untuk mengatur tekanan arteri dengan cepat,
mekansime intrinsic dari sirkulasi juga membantu mengatur tekanan arteri. Biasanya
mekanisme pergeseran cairan kapiler mulai bekerja dalam beberapa menit dan
berfungsi penuh dalam beberapa jam. Ini meurpakan mekanisme perpindahan
cairan kapiler yaitu perubahan tekanan arteri disertai dengan perubahan tekanan
kapiler yang menyebabkan cairan mulai bergerak melintasi membrane kapiler
diantara darah dengan ruangan cairan interstisial.
Jiak tekanan arteri naik terlalu tinggi mengakibatkan hilangnya cairan melalui
kapiler ke dalam ruangan interstisial, menyebabkan volume darah turun. Dengan
demikian tekanan arteri kembali normal. Sebaliknya bila tekanan turun terlalu
rendah, cairan diabsorpsi ke dalam darah dan peningkatan volume cairan akan
menaikkan kembali tekanan menjadi normal.
6. Tekanan Darah dan Sistem RegulasiSelisih antara tekanan sistolik dan diastolic disebut tekanan (pulse pressure).
Misalnya, tekanan sistolik 120 mmHg dan tekanan diastolic 80 mmHg, maka
tekanan nadi sama dengan 40 mmHg. Tekanan darah umumnya tidak selalu tetap,
berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan keadaan kesehatan. Tekanan nadi juga
akan berubah selaras dengan perubahan tekanan darah seseorang. Perubahan
tekanan nadi dipengaruhi oleh factor yang memengaruhi tekanan darah. Misalnya,
pengaruh usia dan penyakit arteriosclerosis. Pada keadaan arteriosclerosis
elastisitas pembuluh darah berkurang dan bahkan menghilang sama sekali,
sehingga tekanan nadi meningkat.
Tekanan darah sangat penting dalam system sirkulasi darah dan selalu
diperlukan untuk daya dorong mengalirkan darah di dalam arteri, arteriola, kapiler
dan system vena sehingga terbentuk aliran darah yang menetap. Jantung bekerja
sebagai pemompa darah dapat memindahkan darah dari pembuluh vena ke
pembuluh arteri pada system sirkulasi tertutup. Aktivitas pompa jantung berlangsung
dengan cara mengadakan kontraksi dan relaksasi, sehingga menimbulkan
perubahan tekanan darah dalam system sirkulasi.
Pada perekaman tekanan di dalam siste arteri, tampak kenaikan tekanan arteri
sampai pada puncaknya sekitar 120 mmHg. Tekanan ini disebut tekanan systole,
kenaikan ini menyebabkan aorta mengalami distensi sehingga tekanan di dalamnya
turun sedikit. Pada saat diastole, ventrikel tekanan aorta cenderung menurun sampai
dengan 80 mmHg. Tekanan ini dalam pemeriksaan disebut dengan tekanan
diastolic. Dengan adanya perubahan ini pada siklus jantung, inilah yang
menyebabkan terjadinya aliran darah di dalam system sirkulasi tertutup pada tubuh
manusia.
Pusat pengawasan dan pengaturan perubahan tekanan darah:
1. System saraf: terdiri dari pusat-pusat yang terdapat di batang otak (misalnya pusat
vasomotor), di luar susunan saraf pusat (misalnya baroreseptor) dan sistemik.
2. System humoral atau kimia: berlangsung local atau sistemik. Misalnya, renin-
angiotensin, vasopressin, epinefrin, asetilkolin, serotonin, adenosine kalsium,
magnesium, hydrogen dan valium.
3. System hemodinamik, lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah, susunan kapiler,
perubahan tekanan osmotic, dan hidrostatik bagian luar dan dalam system vaskuler.
Pusat pengendalian tekanan dara yang terdapat pada duapertiga proksimal
medulla oblongata dan sepertiga distal pons, pusat vasomotor bertanggung jawab
atas vasokontriksi pembuluh darah. Jantung selalu berdenyut otomatis karena sel-
selnya memiliki potensial istirahat yang labil . impuls atau rangsangan selalu terjadi
dan dikirim melalui jalur saraf di medulla spinalis dan melalui saraf simpatis menuju
keo organ yang dipeliharanya, seperti jantung dan pembuluh darah.
C. Biofisika pada Sistem Kardiovaskuler1. Listrik Jantung
Jantung sebenarnya tergantung dalam suatu medium konduktif. Bila satu bagian
ventrikel menjadi elekronegatif bila dibandingkan dengan sisanya, arus listrik
mengalir dari daerah berdepolarisasi ke daerah berpolarisasi dalam jalur memutar
besar.
Selama sisa siklus depolarisasi arus listrik terus mengalir dalam arah dari basis
jantung menuju ke apeks, sewaktu impuls menyebar dari permukaan endokarnial ke
luar melalui otot ventrikel.
Dalam membuat perekaman elektrokardiografik, digunakan bermacam-macam
posisi standar untuk penempatan elekktroda dan positif atau negatifnya polaritas
rekaman selama setiap siklus jantung ditentukan oleh orientasi elektroda dengan
mengingat aliran arus di dalam jantung . beberapa sistem elektroda konvensional
yang biasanya disebut sandapan elektrokardiografik.
2. Konduksi JantungDi dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang menghantarkan aliran listrik.
Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khusus,yaitu :
a. Otomatisasi,kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.
b. Irama,kemampuan membentuk impuls yang teratur.
c. Daya konduksi,kemampuan untuk menyalurkan impuls.
d. Daya rangsang,kemampuan untuk bereaksi terhadap rangasang.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut di atas,maka secara spontan dan teratur jantung
akan menghasilkan impuls-impuls yang di salurkan melalui sistem hantaran untuk
merangsang otot jantung dan bisa menimbulkan kontraksi otot. Perjalanan impuls di
mulai dari nodus SA ke nodus AV,sampai ke serabut purkinye.
Di dinding atrium kanan terdapat nodus sinoatrial (SA). Sel-sel dari nodus SA
memiliki otomatisasi. Karena nodus SA secara normal melepaskan impuls dengan
kecepatan lebih cepat dari pada sel jantung lain dengan otomatisasi 60-100
denyut/menit. Jaringan khusus ini bekerja sebagai pemacu jantung normal. Pada
bagian bawah septum interatrial terdapat nodus atrioventrikuler(AV).Jaringan ini
bekerja untuk menghantarkan,memperlambat,potensial aksi atrial sebelum ia
mengirimnya ke ventrikel. Potensial aksi mencapai nodus AV pada waktu yang
berbeda. Nodus AV memperlambat hantaran dari potensial aksi ini sampai semua
potensial aksi telah di keluarkan atrium dan memasuki nodus AV.
Setelah sedikit perlambatan ini,nodus AV melampau potensial aksi sekaligus,ke
jaringan konduksi ventrikular, memungkinkan kontraksi simultan semua sel ventrikel.
Pelambatan nodus AV ini juga memungkinkan waktu untuk atrium secara penuh
mengejeksi kelebihan darahnya ke dalam ventrikel,sebagai persiapan untuk sistole
ventrikel.
Dari nodus AV ,impuls berjalan ke berkas his di septum interventrikular ke
cabang berkas kanan dan kiri,dan kemudian melalui satu dari beberapa serat
purkinye ke jaringan miokard ventrikel itu sendiri. Potensial aksi dapat melintasi
jaringan penghantar 3-7 kali lebih cepat dari pada melalui miokard ventrikel. Maka
berkas, cabang dan serabut purkinye dapat mendekati kontraksi simultan dari
semua bagian ventrikel,sehingga memungkinkan terjadinya penyatuan kerja pompa
maksimal.
3. Viskositas Pembuluh Jantung
Tahanan terhadap aliran darah ditentukan tidak hanya oleh jari-jari pembuluh
darah tetapi juga oleh viskositas darah. Plasma kira-kira 1,8 kali lebih kental
dibanding air, sedangkan darah 3-4 kali lebih kental dibanding air. Jadi viskositas
bergantung sebagian besar pada hematokrit yaitu persentase volume darah yang
ditempati oleh sel darah merah. Efek viskositas in vivo menyimpang dari yang
diperkirakan oleh rumus Poiseuille-Hagen.Di pembuluh besar, peningkatan
hematokrit mwenyebabkan peningkatan viskositas yang cukup besar. Namun
dipembuluh yang diameter lebih kecil, yaitu di arteriol, kapiler dan venula, viskositas
berubah lebih sedikit per satuan perubahan hematokrit dibandingkan perubahan
viskositas di pembuluh besar. Hal ini karena perbedaan pada sifat aliran yang
melalui pembuluh kecil. Oleh sebab itu perubahan nettoviskositas persatuan
perubahan hematokrit jauh lebih kecil ditubuh dibandingkan perubahannya secara
invitro. Hal inilah yang menyebabkan mengapa perubahan hematokrit memiliki
pengaruh yang relatif kecil pada tahanan perifer kecuali pada berubahan tersebut
besar. Pada polisitemia berat, peningkatan tahannan jelas meningkatkan kerja
jantung. Sebaliknyan, pada anemia, tahanan perifer manurun, sebagai akibat
penurunan viskositas. Tentu saja penurunan hemoglobin menurunkan kemampuan
darah mengangkut O2, tetapi perbaikan aliran darah viskositas relatif.
D. Biokimia pada Sistem Kardiovaskuler1. Struktur dan Fungsi Enzim
Analisa enzim jantung dalam plasma merupakan bagian dari profil diagnostic,
yang meliputi riwayat, gejala, dan elektrokardiogram, untuk mendiagnosa infark
miokard. Enzim dilepaskan dari sel bila sel mengalami cedera dan membrannya
pecah. Kebanyakan enzim tidak spesifik dalam hubungannya dengan organ tertentu
yang rusak. Namun berbagai isoenzim hanya dihasilkan oleh sel miokardium dan
dilepaskan bila sel mengalami kerusakan akibat hipoksia lama dan mengakibatkan
infark. Isoenzim bocor ke rongga interstisial miokardium dan kemudian di angkut ke
peredaran darah umum oleh system limfa dan peredaran koronaria, mengakibatkan
peningkatan kadar dalam darah.
Karena enzim yang berbeda dilepaskan ke dalam darah pada periode yang
berbeda setelah infark miokard, maka sangat penting mengevaluasi kadar enzim
yang dihubungkan dengan waktu awitan nyeri dada atau gejala lainnya. Kreatinin
kinase (CK) dan isoenzimnya (CK-MB) adalah enzim paling spesifik yang di analisa
untuk mendiagnosa infark jantung akut, dan merupakan enzim pertama yang
meningkat. Laktat dehidrogenase (LDH) dan isoenzimnya juga perlu diperiksa pada
pasien yang datang terlambat berobat, karena kadarnya baru meningkat dan
mencapai puncaknya pada 2-3 hari, jauh lebih lambat dibandingkan CK.
Struktur enzim:
Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya berkisar dari hanya
62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat tautomerase, sampai dengan lebih
dari 2.500 residu pada asam lemak sintase. Terdapat pula sejumlah kecil katalis
RNA, dengan yang paling umum merupakanribosom; Jenis enzim ini dirujuk sebagai
RNA-enzim ataupun ribozim. Aktivitas enzim ditentukan oleh struktur tiga
dimensinya (struktur kuaterner). Walaupun struktur enzim menentukan fungsinya,
prediksi aktivitas enzim baru yang hanya dilihat dari strukturnya adalah hal yang
sangat sulit.
Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya
sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 3–4 asam amino) yang secara langsung
terlibat dalam katalisis. Daerah yang mengandung residu katalitik yang akan
mengikat substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai tapak aktif.
Enzim juga dapat mengandung tapak yang mengikatkofaktor yang diperlukan untuk
katalisis. Beberapa enzim juga memiliki tapak ikat untuk molekul kecil, yang sering
kali merupakan produk langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang dikatalisasi.
Pengikatan ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan aktivitas enzim. Dengan
demikian ia berfungsi sebagai regulasi umpan balik.
Sama seperti protein-protein lainnya, enzim merupakan rantai asam amino yang
melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-sifat
kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul bersama
dan membentuk kompleks protein. Kebanyakan enzim dapat mengalami denaturasi
(yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun
denaturan kimiawi. Tergantung pada jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat
reversibel maupun ireversibel.
a. Kespesifikan
Enzim biasanya sangat spesifik terhadap reaksi yang ia kataliskan maupun terhadap
substrat yang terlibat dalam reaksi. Bentuk, muatan dan katakteristik
hidrofilik/hidrofobik enzim dan substrat bertanggung jawab terhadap kespesifikan ini.
Enzim juga dapat menunjukkan tingkatstereospesifisitas, regioselektivitas, dan
kemoselektivitas yang sangat tinggi.Beberapa enzim yang menunjukkan akurasi dan
kespesifikan tertinggi terlibat dalam pengkopian dan pengekspresian genom. Enzim-
enzim ini memiliki mekanisme "sistem pengecekan ulang". Enzim seperti DNA
polimerase mengatalisasi reaksi pada langkah pertama dan mengecek apakah
produk reaksinya benar pada langkah kedua. Proses dwi-langkah ini menurunkan
laju kesalahan dengan 1 kesalahan untuk setiap 100 juta reaksi pada polimerase
mamalia. Mekanisme yang sama juga dapat ditemukan padaRNA polimerase,
aminoasil tRNA sintetase dan ribosom.Beberapa enzim yang menghasilkan
metabolit sekunder dikatakan sebagai "tidak pilih-pilih", yakni bahwa ia dapat bekerja
pada berbagai jenis substrat yang berbeda-beda. Diajukan bahwa kespesifikan
substrat yang sangat luas ini sangat penting terhadap evolusi lintasan biosintetik
yang baru.
b. Model “ lock & key ”
Enzim sangatlah spesifik. Pada tahun 1894, Emil Fischer mengajukan bahwa hal ini
dikarenakan baik enzim dan substrat memiliki bentuk geometri yang saling
memenuhi. Hal ini sering dirujuk sebagai model "Kunci dan Gembok". Manakala
model ini menjelaskan kespesifikan enzim, ia gagal dalam menjelaskan stabilisasi
keadaan transisi yang dicapai oleh enzim. Model ini telah dibuktikan tidak akurat,
dan model ketepatan induksilah yang sekarang paling banyak diterima.
2. Apoptosis, Injury Sel dan Adaptasi SelApoptosis (dari bahasa Yunani;apo = “dari” dan ptosis = “jatuh”) adalah
mekanisme biologi yang merupakan salah satu jenis kematian sel terprogram.
Apoptosis adalah suatu kematian sel yang sudah direncanakan sebelumnya.
Apoptosis merupakan suatu bagian dari kehidupan; sel yang sudah tua atau rusak
akan diprogram untuk mati untuk kelangsungan hidup atau mempertahankan
fungsionalitas suatu organ tertentu.
Apoptosis berbeda dengan nekrosis.Apoptosis pada umumnya berlangsung
seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh. Contoh nyata dari
keuntungan apoptosis adalah pemisahan jari pada embrio.Apoptosis yang dialami
oleh sel-sel yang terletak di antara jari menyebabkan masing-masing jari menjadi
terpisah satu sama lain.Bila sel kehilangan kemampuan melakukan apoptosis maka
sel tersebut dapat membelah secara tak terbatas dan akhirnya menjadi kanker.
Apoptosis memiliki ciri morfologis yang khas seperti blebbing membran plasma,
pengerutan sel, kondensasi kromatin dan fragmentasi DNA,dan dimulai dengan
enzim kaspase dari kelompok sisteina protease membentukkompleks aktivasi
protease multi sub-unit yang disebut apoptosom. Apoptosom disintesis di dalam
sitoplasma setelah terjadi peningkatanpermeabilitas membran mitokondria sisi luar
dan pelepasan sitokrom c ke dalam sitoplasma,setelah terjadi interaksi antara
membran ganda sardiolipinmitokondria dengan fosfolipid anionik yang memicu
aktivitas peroksidase. Apoptosom merupakan kompleks protein yang terdiri dari
sitokrom c, Apaf-1dan prokaspase-9.
Fungsi apoptosis :
a. Berhubungan dengan kerusakan sel atau infeksi. Dimana terjadinya apoptosis ketika
sel mengalami kerusakan yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Keputusan untuk
melakukan apoptosis berasal dari sel itu sendiri, darijaringan yang mengelilinginya,
atau dari sel yang berasal dari sistem imun.
b. Sebagai respon stress atau kerusakan DNA
Kondisi yang mengakibatkan sel mengalami stress, misalnya kelaparan, atau
kerusakan DNA akibat racun atau paparan terhadap ultraviolet atau radiasi
(misalnya radiasi gamma atau sinar X), dapat menyebabkan sel memulai proses
apoptosis
1) Sebagai upaya menjaga kestabilan jumlah sel
2) Sebagai bagian dari pertumbuhan
3) Regulasi sistem imun
Sel B dan Sel T merupakan pelaku utama pertahanan tubuh terhadap zat asing
yang dapat menginfeksi tubuh. “Sel T pembunuh” (killer T cells) menjadi aktif saat
terpapar potongan-potongan protein yang tidak sempurna (misalnya karena mutasi),
atau terpapar antigen asing karena adanya infeksi virus. Setelah sel T menjadi aktif,
sel-sel tersebut bermigrasi keluar darilymph node, menemukan dan mengenali sel-
sel yang tidak sempurna atau terinfeksi, dan membuat sel-sel tersebut melakukan
kematian sel terprogram.
Proses apoptosis secara morfologi :
Sel yang mengalami apoptosis menunjukkan morfologi unik yang dapat dilihat
menggunakan mikroskop
a. Sel terlihat membulat. Hal itu terjadi karena struktur protein yang
menyusuncytoskeleton mengalami pemotongan oleh peptidase yang dikenal
sebagaicaspase. Caspase diaktivasi oleh mekanisme sel itu sendiri.
b. Kromatin mengalami degradasi awal dan kondensasi.
c. Kromatin mengalami kondensasi lebih lanjut dan membentuk potongan-potongan
padat pada membran inti.
d. Membran inti terbelah-belah dan DNA yang berada didalamnya terpotong-potong.
e. Lapisan dalam dari membran sel, yaitu lapisan lipid fosfatidilserina akan mencuat
keluar dan dikenali oleh fagosit, dan kemudian sel mengalamifagositosis, atau
f. Sel pecah menjadi beberapa bagian yang disebut badan apoptosis, yang kemudian
difagositosis.
3. Nekrosis Sela. Pengertian Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan selakut
atau trauma (misalnya: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan
cedera mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang
dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat
berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Stimulus yang terlalu
berat dan berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel akan menyebabkan
kematian sel di mana sel tidak mampu lagi mengompensasi tuntutan perubahan.
Sekelompok sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-
enzim lisis yang melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan.
Leukosit akan membantu mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi
perubahan-perubahan secara morfologis. Nekrosis biasanya disebabkan karena
stimulus yang bersifat patologis. Selain karena stimulus patologis, kematian sel juga
dapat terjadi melalui mekanisme kematian sel yang sudah terprogram di mana
setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan mati. Mekanisme ini disebut
apoptosis, sel akan menghancurkan dirinya sendiri (bunuh diri/suicide), tetapi
apoptosis dapat juga dipicu oleh keadaan iskemia.
b. Jenis-jenis Nekrosis
Ada tujuh khasmorfologi pola nekrosis:
1) Liquefactive nekrosis (atau nekrosis colliquative) biasanya berhubungan dengan
kerusakan seluler dan nanah formasi (misalnya pneumonia). Ini khas infeksi bakteri
atau jamur, kadang-kadang, karena kemampuan mereka untuk merangsang reaksi
inflamasi. Iskemia (pembatasan pasokan darah) di otak menghasilkan liquefactive,
bukan nekrosis coagulative karena tidak adanya dukungan substansial stroma.
2) Gummatous nekrosis terbatas pada nekrosis yang melibatkan spirochaetalinfeksi
(misalnya sifilis).
3) Dengue nekrosis adalah karena penyumbatan pada drainase vena dari suatu organ
atau jaringan (misalnya, dalamtorsi testis).
4) Nekrosis Caseous adalah bentuk spesifik dari nekrosis koagulasi
biasanyadisebabkan oleh mikobakter (misalnya tuberkulosis), jamur, danbeberapa
zat asing. Hal ini dapat dianggap sebagai kombinasi dari nekrosis coagulative dan
liquefactive.
5) Lemak nekrosis hasil dari tindakan lipasedi jaringan lemak (misalnya,pankreatitis
akut,payudara nekrosis jaringan).
6) Nekrosis fibrinoid disebabkan oleh kekebalanyang diperantarai vaskularkerusakan.
Hal ini ditandai dengan deposisi fibrinseperti protein bahan diarteri dinding, yang
muncul buram dan eosinofilik pada mikroskop cahaya.
c. Penyebab Nekrosis
1) Iskhemi
Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan makanan untuk suatu
alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada infak, yaitu kematian jaringan akibat
penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan
trombus. Penyumbatan mengakibatkan anoxia. Nekrosis terutama terjadi apabila
daerah yang terkena tidak mendapat pertolongan sirkulasi kolateral. Nekrosis lebih
mudah terjadi pada jaringan-jaringan yang bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan
yang sangat rentan terhadap anoxia ialah otak.
2) Agens biologic
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan
trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri-bakteri yang virulen, baik endo
maupun eksotoksin. Bila toksin kurang keras, biasanya hanya mengakibatkan
radang. Virus dan parasit dapat mengeluarkan berbagai enzim dan toksin, yang
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi jaringan, sehingga timbul
nekrosis.
3) Agens kimia
Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan juga merupakan
juga zat yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium dan glukose, tapi kalau
konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan
kosmotik sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi yang rendah sudah dapat
merupakan racun dan mematikan sel, sedang yang lain baru menimbulkan
kerusakan jaringan bila konsentrasinya tinggi.
4) Agens fisik
Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin, tenaga listrik,
cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena timbul
kerusakan potoplasma akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan
tata kimia potoplasma dan inti.
5) Kerentanan (hypersensitivity)
Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara didapat (acquired) dan
menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang bersensitif terhadap obat-obatan
sulfa dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal apabila ia makan obat-obatan
sulfa. Juga dapat timbul nekrosis pada pembuluh-pembuluh darah. Dalam imunologi
dikenal reaksi Schwartzman dan reaksi Arthus.
SISTEM PENCERNAAN
2.1 Pengertian Sistem Pencernaan
Sistem perncernaan adalah sistem yang berfungsi untuk melakukan proses makanan
sehingga dapat diserap dan digunakan oleh sel-sel tubuh secara fisika maupun secara kimia.
System pencernaan ini terdiri dari saluran pencernaan (alimentar), yaitu tuba muscular
panjang yang memrentang dari mulut sampai anus, dan organ-organ aksesoris, seperti gigi,
lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu dan pancreas.Saluran pencernaan yang terletak
di bawah area diafragma disebut saluran grastrointestinal.Sedangkan pengertian dari fisiologi
pencernaan itu sendiri adalah mempelajari fungsi atau kerja system pencernaan dalam
keadaannormal.
2.2 Fungsi Sistem Pencernaan
Fungsi utama dari sistem ini adalah untuk menyediakan makanan, air, dan elektrolit
bagi tubuh dari nutrient yang dicerna sehingga siap diabsorpsi. Pencernaan berlangsung
secara mekanik dan kimia, dan meliputi proses berikut:
1. Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.
2. Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik oleh gigi. Makanan
kemudian bercampur dengan saliva sebelum ditelan(menelan).
3. Peristalsis adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang menggerakkan makanan
tertelan melalui saluran pencernaan.
4. Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi molekul kecil sehingga
absorpsi dapat berlangsung.
5. Absorpsi adalah penggerakan produk akhir penccernaan dari lumen saluran pencernaan ke
dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat digunakan oleh tubuh.
6. Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna, juga bakteri, dalam
bentuk feses dari saluran pencernaan.
2.3 Gambaran Besar Saluran Pencernaan
2.3.1 Dinding saluran terusun dari 4 lapisan jaringan dasar dari lumen (rongga sentral) ke arah luar.
Komponen lapisan pada setiap regia berfariasi sesuai fungsi regia.
a. Mukosa (membrane mukosa) tersusun dari tiga lapisan.
1) Epithelium yang melapisi berfungsi untuk perlindungan, sekresi, dan absorpsi. Di bagian
ujung oral dan anal saluran, lapisannya tersusun dari dari epithelium skuamosa bertingkat
tidak terkeranisasi untuk perlinndungan. Lapisan ini terdiri dari epithelium kolumnar simple
dengan sel goblet di area tersebut yang dikhususkan untuk sekresi dan absorpsi.
2) Lamina propria adalah jaringan ikat areolar yang menopang epithelium. Lamina ini
mengandung pembuluh darah, limfatik, nodular limfe, dan bebrapa jenis kelenjar.
3) Muskularis mukosa terdiri dari lapisan sirkular dalam yang tipis dan lapisan otot polos
longitudinal luar.
b. Submukosa terdiri dari jaringan ikat areolar yang mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfatik, beberapa kelenjar submukosal, dan pleksus serabut saraf, serta sel-sel ganglion yang
disebut pleksus meissner (pleksus submukosal). Submukosa mengikat mukosa ke muskularis
eksterna.
c. Muskularis eksterna terdiri dari dua lapisan otot, satu lapisan sirkular dalam dan satu lapisan
longitudinal luar. Konstraksi lapisan sirkular mengkonstriksi lumen saluran dan kontraksi
lapisan longitudinal memperpendek dan memperlebar lumen saluran. Konstraksi ini
mengakibatkan gelombang peristalsis yang meenggerakkan isi saluran kea rah depan.
1) Muskularis eksterna terdiri dari otot rangka di mulut, faring, dan esophagus attas, serta otot
polos pada saluran selanjutnya.
2) Pleksus auerbach (pleksus mienterik) yang terdiri dari serabut saraf dan ganglion
parasimpatis, terletak diantara lapisan otot sirkular ddalam longitudinal luar.
d. Serosa(adventisia), lapisan keempat dan paling luar yang disebut juga peritoneum viseral.
Lapisan ini terdiri dari membrane serosa jaringan ikat renggang yang dilapisi epithelium
skuamosa simple. Di bawah area diafragma dan dalam lokasi tempat epithelium skuamosa
dan menghilang dan jaringan ikat bersatu dengan jaringan ikat di sekitarna area tersebut
disebut sebagai adventisia.
2.3.2 Peritoneum, mesenterium, dan omentum abdominopelvis adalah membrane erosa terlebar
dalam tubuh.
a. Peritoneum parietal melapisi rongga abdominopelvis.
b. Peritoneum viseral membungkus organ dan terhubungkan ke peritoneum parietal oleh
berbagai lipatan.
c. Rongga peritoneal adalah ruang potensial antara visceral dan peritoneum parietal.
d. Mesenterium dan omentum adalah lipatan jaringan peritoneal berlapis ganda yang merefleks
balik dari peritoneum visceral. Lipatan ini berfungsi untuk mengikat organ-organ abdominal
satu sama lain dan melabuhkannya ke dinding abdominal belakang. Pembuluh darah limfatik,
dan saraf terletak dalam lipatan peritoneal.
1) Omentum besar adalah lipatan ganda berukuran besar yang melekat pada duodenum, lambung
dan usus besar. Lipatan ini tergantung seperrti celemek di atas usus.
2) Omentum kecil menopang lambung dan duodenum sehingga terpisah dari hati.
3) Mesokolon melekatnya kolon ke dinding abdominal belakang.
4) Ligamen falsimoris melekatkan hati ke dinding abdominal depan dan difragma.
e. Organ yang tidak terbungkus peritoneum, tetapi hanya tertutup olehnya disebut
retroperitoneal (di belakang peritoneum). Yang termasuk retroperitoneal antara lain;
pankreas, duodenum, ginjal, rectum, kandung kemih, dan beberapa organ reproduksi
perempuan.
2.4 Organ-Organ Sistem Pencernaan
2.4.1 Rongga Oral, Faring Dan Esofagus
a.Rongga oral
Rongga oral adalah jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ asesoris
yangberfungsi dalam proses awal pencernaan. Rongga vestibulum (bukal) yang terletak di
antara gigi, dan bibir dan pipi sebagai batas luarnya. Rongga oral utama dibatasi gigi dan gusi
di bagian depan, palatum lunak dan keras di bagian atas, lidah dibagian bawah, dan orofaring
di bagian belakang.
b.Faring
Faring atau tekak terletak di belakang hidung, mulut, dan laring (tenggorokan). Faring
berupa saluran yang berbentuk kerucut dari bahan membrane berotot (muskulo membranosa)
dengan bagian terlebar di sebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak sampai diketinggian
vertebra servikal keenam, yaitu ketinggin tulang rawan krikoid, tempat faring bersambung
dengan usofagus. Dalam faring ini terjadi proses menelan (deglutisi) menggerakkan makanan
dari faring menuju esofagus.
c.Esofagus(kerongkongan)
Esophagus adalah tuba muscular, panjangnya sekitar 25 cm dan berdiameter 2,54 cm.
esofagus berawal pada area laringofaring, melewati difragma dan hiatus esophagus (lubang)
pada area sekitar vertebra toraks kesepuluh, dan membuka kearah lambung.
Fungsi esophagus menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristalsis.
Mukosa esophagus memproduksi sejumlah besar mukus untuk melumasi dan melindungi
esofagus.
2.4.2 Lambung
Regia-regia lambung terdiri dari bagian jantung, fundus, badan organ, dan bagian
pilorus. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
a. Bagian jantung lambung adalah area di sekitar pertemuan esophagus dan lambung.
b. Fundus adalah bagian yang menonjol ke sisi kiri atas mulut esophagus.
c. Badan lambung adalah bagian yang terilatasi di bawah fundus, yang membentuk dua pertiga
bagian lambung. Tepi meial badan lambung yang konkaf disebut kurvatur kecil: tepi lateral
badan lambung yang konveks disebut kurvatur besar.
d. Bagian pylorus lambung menyempit di ujung bawah lambung dan membuka ke duodenum.
Antrum pylorus mengarah ke mulut pylorus yang dikelilingi sfinger pylorus muscular tebal.
Lambung berfungsi diantaranya dalah sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara
ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim, memproduksi kimus dan mucus,
factor intrinsic (menghasilkan vitamin B12), disgesti protein, dan absorpsi.
2.4.3 Usus Halus
Gambaran umum mengenai usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari
sfingter pylorus sampai ke katup ileosekal, tempatnya menyatu dengan usus besar. Diameter
usus halus kurang lebih 2,5 cm dan panjangnya 3-5 m. Secara umum proses pencernaan
dalam tubuh adalah dimulaidari lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa
di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung
untuk berhenti mengalirkan makanan. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir
(yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan
yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein,
gula dan lemak.
Fungsi usus halus adalah diantaranya secara selektif mengabsorpsi produk digesti,
usus halus juga mengakhiri proses pencernaan makanan yang dimulai di mulut dan lambung.
Proses ini diselesaikan oleh enzim usus dan enzim pancreas serta dibantu empedu dalam hati.
2.4.4 Pankreas
Pankraes merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan dasar :
o Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
o Pulau pankreas, menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam
duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas
akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam
bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini
hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah
besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan
asam lambung
2.4.5 Hati
Hati merupakan sebuah organ yang besar dan memiliki berbagai fungsi, beberapa
diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam
dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini
mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada
akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-
pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses
tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan
ke dalam sirkulasi umum.
2.4.6 Kandung Empedu dan saluran Empedu
Empedu memiliki 2 fungsi penting :
Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang
berasal dari
ppenghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol
2.4.7 Usus Besar
Begitu materi dalam saluran pencernaan masuk ke usus besar, sebagian nutrient telah
dicerna dan di absorpsi dan hanya menyisakan zat-zat yang tidak tercerna. Usus besar tidak
memiliki vili, plicae cilculares (lipatan sirkular) dan diameternya lebih lebar, panjantnya
lebih pendek, dan daya renggangnya lebih besar disbandingkan usus halus. Usus besar terdiri
dari sekum (kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal), kolon (kolon
asenden, kolon tranversa, kolon desenden), rectum (bagian saluran dengan panjang 12-13cm,
yang berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.
Usus besar berfungsi diantaranya adalah:
1. Usus besar mengabsorpsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus yang tersisa dan
mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.
2. Usus besar hanya memproduksi mucus. Sekresinya tidak mengandung enzim atau hormone
pencernaan.
3. Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan memproduksi
sedikit kalori nutrient bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri juga memproduksi vitamin (K,
riboflavin, dan tiamin) dan berbagai gas.
4. Usus besar juga mengekskresi sisa dalam bentuk feses.
2.4.8 Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk
ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Orang dewasa dan
anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan dalam bab 2 makalah ini, maka kesimpulan dari makalah ini adalah:
1. Pengertian dari sistem perncernaan adalah sistem yang berfungsi untuk melakukan proses
makanan sehingga dapat diserap dan digunakan oleh sel-sel tubuh secara fisika maupun
secara kimia.
2. Pengertian dari fisiologi pencernaan itu sendiri adalah mempelajari fungsi atau kerja system
pencernaan dalam keadaan normal.
3. Fungsi utama dari sistem pencernaan ini adalah untuk menyediakan makanan, air, dan
elektrolit bagi tubuh dari nutrient yang dicerna sehingga siap diabsorpsi.
Pencernaan berlangsung secara mekanik dan kimia, dan meliputi proses berikut:
(1) ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut,
(2) pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik oleh gigi. makanan
kemudian bercampur dengan saliva sebelum ditelan (menelan),
(3) peristalsis adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang menggerakkan makanan
tertelan melalui saluran pencernaan,
(4) digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi molekul kecil sehingga
absorpsi dapat berlangsung,
(5) absorpsi adalah penggerakan produk akhir penccernaan dari lumen saluran pencernaan ke
dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat digunakan oleh tubuh,
(6) egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna, juga bakteri, dalam
bentuk feses dari saluran pencernaan.
4. Gambaran Besar Saluran Pencernaan adalah terdiri dari :
(1) dinding saluran terusun dari 4 lapisan jaringan dasar dari lumen (rongga sentral) ke arah luar.
Komponen lapisan pada setiap regia berfariasi sesuai fungsi regia,
(2) Peritoneum, mesenterium, dan omentum abdominopelvis adalah membrane erosa terlebar
dalam tubuh.
5. Organ-organ system pencernaan adalah Rongga Oral, Faring Dan Esofagus, lambung, usus
halus, pancreas, hati, kandung empedu, usus besar, rectum dan anus.
3.2 Saran
Diharapkan kepada para perawat dan pelaku yang bekerja di bidang kesehatan untuk
benar-benar memahami tentanf fisiologi pencernaan pada manusia.Agar nantinya tidak terjadi
kesalahan dalam hal penyimpulan asumsi terhadap yang keluhan pasien yang bermasalah
dengan sistem pencernaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan. (Online).
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Gray1045.png. (diakses tanggal 22 Oktober
2013).
Fisiologi Sistem Pencernaan. (Online).
http://medicastore.com/nutracare/isi_enzym.php. (diakses tanggal 22 Oktober 2013).
Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia. (Online). http://www.anneahira.com/fisiologi-
sistem-pencernaan-manusia.htm. (diakses tanggal 22 Oktober 2013).
P. Evelyn , C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedik. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Umum.
S. Ethel. W. palupi (ed). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku
Kedokteran.
SISTEM REPRODUKSI
Masa pubertas pada wanita merupakan masa produktif yaitu masa untuk mendapat
keturunan, yang berlangsung kurang lebih 40 tahun. Setelah itu, wanita memasuki masa
klimakterium yaitu masa peralihan antara masa reproduksi dengan masa senium
(kemunduran), di mana haid berangsur-angsur berhenti selama 1-2 bulan dan kemudian
berhenti sama sekali, yang disebut menopause. Selanjutnya terjadi kemunduran alat-alat
reproduksi, organ tubuh , dan kemampuan fisik.
Dalam Pengkajian pola Godon untuk Asuhan Keperawatan terdapat salah satu pola
yang disebut dengan Kajian Pola Reproduksi – Seksualitas. Salah satu Pola ini dapat
mempengaruhi Pola lainnya yang disebut juga dengan Kebutuhan Dasar Manusia menurut
Pola Gordon. Apabila salah satu terganggu pasti akan mempengaruhi yang lain. Begitu
pentingnya masalah sexualitas dalam kehidupan manusia sehingga ada pendapat ahli yang
extrim menyatakan bahwa semua tingkah laku manusia pada hakekatnya dimotifasi dan
didorong oleh sex. Maka tidaklah mengherankan bahwa ada pendapat peneliti lain
mengatakan bahwa kebanyakan gangguan kepribadian, gangguan tingkah laku terjadi oleh
adanya gangguan pola perkembangan kehidupan psikosexualnya.
1. Genetalia Eksterna
Genetalia Eksterna terdiri dari:
a. Tundun (Mons veneris)
Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dari jaringan dan lemak, area ini
mulai ditumbuhi bulu (pubis hair) pada masa pubertas. Bagian yang dilapisi lemak, terletak di
atas simfisis pubis. Pertumbuhan rambut kemaluan ini tergantung dari suku bangsa dan juga
dari jenis kelamin.pada wanita umumnya batas atasnya melintang sampai pinggir atas
simfisis, sedangkan kebawaah sampai sekitar anus dan paha.
b. Labia Mayora
Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong. Kedua bibir ini bertemu
di bagian bawah dan membentuk perineum. Labia mayora bagian luar tertutup rambut, yang
merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris. Labia mayora bagian dalam tanpa
rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak). Ukuran labia mayora
pada wanita dewasa panjang 7- 8 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm. Pada anak-anak kedua
labia mayora sangat berdekatan.
c. Labia Minora
Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia mayora), tanpa
rambut. Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab dan berwarna
kemerahan;Bagian atas labia minora akan bersatu membentuk preputium dan frenulum
clitoridis, sementara bagian. Di Bibir kecil ini mengeliligi orifisium vagina bawahnya akan
bersatu membentuk fourchette.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil. Glans clitoridis
mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif.
Analog dengan penis pada laki-laki. Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan
panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm.
e. Vestibulum (serambi)
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora). Pada vestibula
terdapat 6 buah lubang, yaitu orifisium urethra eksterna, introitus vagina, 2 buah muara
kelenjar Bartholini, dan 2 buah muara kelenjar paraurethral. Kelenjar bartholini berfungsi
untuk mensekresikan cairan mukoid ketika terjadi rangsangan seksual. Kelenjar bartholini
juga menghalangi masuknya bakteri Neisseria gonorhoeae maupun bakteri-bakteri patogen.
f. Himen (selaput dara)
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang menutupi
sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat
mengalir keluar. Bentuk dari himen dari masing-masing wanita berbeda-beda, ada yang
berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan ada lunak, lubangnya ada yang
seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari. Saat melakukan koitus pertama sekali dapat
terjadi robekan, biasanya pada bagian posterior.
g. Perineum (kerampang)
Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Dibatasi oleh otot-
otot muskulus levator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk menjaga kerja
dari sphincter ani.
1. Genetalia Interna
A. VAGINA
Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan
vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus
levator ani, oleh karena itu dapat dikendalikan.
Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depannya
sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm.
Bagian serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio. Portio uteri
membagi puncak (ujung) vagina menjadi:
-Forniks anterior -Forniks dekstra
-Forniks posterior -Forniks sisistra
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu
dengan pH 4,5. keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi.
Fungsi utama vagina:
1) Saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi.
2) Alat hubungan seks.
3) Jalan lahir pada waktu persalinan.
B. UTERUS
Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung
kemih dan rektum. Dinding belakang dan depan dan bagian atas tertutup peritonium,
sedangkan bagian bawah berhubungan dengan kandung kemih.Vaskularisasi uterus berasal
dari arteri uterina yang merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna (arterihipogastrika
interna).
Bentuk uterus seperti bola lampu dan gepeng.
1) Korpus uteri : berbentuk segitiga
2) Serviks uteri : berbentuk silinder
3) Fundus uteri : bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua pangkal tuba.
Untuk mempertahankan posisinya, uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan
ikat dan parametrium. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-
anak 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, multipara 8-9 cm dan > 80 gram pada wanita hamil. Uterus
dapat menahan beban hingga 5 liter
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
a) Peritonium
Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus. Merupakan
penebalan yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat syaraf. Peritoneum
meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen.
b) Lapisan otot
Susunan otot rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan
lapisan dalam. Pada lapisan tengah membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim.
Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini
membentuk angka delapan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat,
dengan demikian pendarahan dapat terhenti. Makin kearah serviks, otot rahim makin
berkurang, dan jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri
internum anatomikum, yang merupakan batas dari kavum uteri dan kanalis servikalis dengan
osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi
selaput lendir serviks) disebut isthmus. Isthmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim
dan meregang saat persalinan.
c) Endometrium
Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara dari kelenjar
endometrium. Variasi tebal, tipisnya, dan fase pengeluaran lendir endometrium ditentukan
oleh perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Pada saat konsepsi endometrium
mengalami perubahan menjadi desidua, sehingga memungkinkan terjadi implantasi
(nidasi).Lapisan epitel serviks berbentuk silindris, dan bersifat mengeluarakan cairan secara
terus-menerus, sehingga dapat membasahi vagina. Kedudukan uterus dalam tulang panggul
ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot
panggul. Ligamentum yang menyangga uterus adalah:
1) Ligamentum latum
• Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopii.
2) Ligamentum rotundum (teres uteri)
• Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat.
• Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi.
3) Ligamentum infundibulopelvikum
• Menggantung dinding uterus ke dinding panggul.
4) Ligamentum kardinale Machenrod
• Menghalangi pergerakan uteruske kanan dan ke kiri.
• Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus.
5) Ligamentum sacro-uterinum
• Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale Machenrod menuju os.sacrum.
6) Ligamentum vesiko-uterinum
• Merupakan jaringan ikat agak longgar sehingga dapat mengikuti perkembangan
uterus saat hamil dan persalinan.
C. TUBA FALLOPII
Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan diameternya
antara 3 sampai 8 mm. fungsi tubae sangat penting, yaiu untuk menangkap ovum yang di
lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat
terjadinya konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai
mencapai bentuk blastula yang siap melakukan implantasi.
D. OVARIUM
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan uterus di bawah
tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan
sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari
ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi adalah pematangan folikel de graaf dan mengeluarkan
ovum. Ketika dilahirkan, wanita memiliki cadangan ovum sebanyak 100.000 buah di dalam
ovariumnya, bila habis menopause.
Ovarium yang disebut juga indung telur, mempunyai 3 fungsi:
a. Memproduksi ovum
b. Memproduksi hormone estrogen
c. Memproduksi progesteron
Memasuki pubertas yaitu sekitar usia 13-16 tahun dimulai pertumbuhan folikel
primordial ovarium yang mengeluarkan hormon estrogen. Estrogen merupakan hormone
terpenting pada wanita. Pengeluaran hormone ini menumbuhkan tanda seks sekunder pada
wanita seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan rambut ketiak,
dan akhirnya terjadi pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebut menarche.
Awal-awal menstruasi sering tidak teratur karena folikel graaf belum melepaskan
ovum yang disebut ovulasi. Hal ini terjadi karena memberikan kesempatan pada estrogen
untuk menumbuhkan tanda-tanda seks sekunder. Pada usia 17-18 tahun menstruasi sudah
teratur dengan interval 28-30 hari yang berlangsung kurang lebih 2-3 hari disertai dengan
ovulasi, sebagai kematangan organ reproduksi wanita.
A. Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
1. Hormon pada Wanita
Pada wanita, peran hormon dalam perkembangan oogenesis dan perkembangan
reproduksi jauh lebih kompleks dibandingkan pada pria. Salah satu peran hormon pada
wanita dalam proses reproduksi adalah dalam siklus menstruasi.
a.Siklus menstruasi
Menstruasi (haid) adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang
disertai pelepasan endometrium. Menstruasi terjadi jika ovum tidak dibuahi oleh sperma.
Siklus menstruasi sekitar 28 hari. Pelepasan ovum yang berupa oosit sekunder dari ovarium
disebut ovulasi, yang berkaitan dengan adanya kerjasama antara hipotalamus dan ovarium.
Hasil kerjasama tersebut akan memacu pengeluaran hormon-hormon yang mempengaruhi
mekanisme siklus menstruasi.
Untuk mempermudah penjelasan mengenai siklus menstruasi, patokannya adalah
adanya peristiwa yang sangat penting, yaitu ovulasi. Ovulasi terjadi pada pertengahan siklus
(½ n) menstruasi. Untuk periode atau siklus hari pertama menstruasi, ovulasi terjadi pada hari
ke-14 terhitung sejak hari pertama menstruasi. Siklus menstruasi dikelompokkan menjadi
empat fase, yaitu fase menstruasi, fase pra-ovulasi, fase ovulasi, fase pasca- ovulasi.
1. Fase menstruasi
Fase menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi oleh sperma, sehingga korpus
luteum akan menghentikan produksi hormon estrogen dan progesteron. Turunnya kadar
estrogen dan progesteron menyebabkan lepasnya ovum dari dinding uterus yang menebal
(endometrium). Lepasnya ovum tersebut menyebabkan endometrium sobek atau meluruh,
sehingga dindingnya menjadi tipis. Peluruhan pada endometrium yang mengandung
pembuluh darah menyebabkan terjadinya pendarahan pada fase menstruasi. Pendarahan ini
biasanya berlangsung selama lima hari. Volume darah yang dikeluarkan rata-rata sekitar
50mL.
2. Fase pra-ovulasi
Pada fase pra-ovulasi atau akhir siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan
hormon gonadotropin. Gonadotropin merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH.
Adanya FSH merangsang pembentukan folikel primer di dalam ovarium yang mengelilingi
satu oosit primer. Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga
folikel menjadi matang atau disebut folikel de Graaf dengan ovum di dalamnya. Selama
pertumbuhannya, folikel juga melepaskan hormon estrogen. Adanya estrogen menyebabkan
pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel penyusun dinding dalam uterus dan endometrium.
Peningkatan konsentrasi estrogen selama pertumbuhan folikel juga mempengaruhi serviks
untuk mengeluarkan lendir yang bersifta basa. Lendir yang bersifat basa berguna untuk
menetralkan sifat asam pada serviks agar lebih mendukung lingkungan hidup sperma.
3. Fase ovulasi
Pada saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi perubahan
produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi
umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih lanjut dari hipofisis.
Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis melepaskan LH. LH merangsang
pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi, yaitu saat
terjadi pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf dan siap dibuahi oleh sperma. Umunya
ovulasi terjadi pada hari ke-14.
4. Fase pasca-ovulasi
Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit sekunder
karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah menjadi korpus luteum. Korpus
luteum tetap memproduksi estrogen (namun tidak sebanyak folikel de Graaf memproduksi
estrogen) dan hormon lainnya, yaitu progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen
dengan menebalkan dinding dalam uterus atau endometrium dan menumbuhkan pembuluh-
pembuluh darah pada endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina
dan pertumbuhan kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga
estrogen) tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada uterus bila
terjadi pembuahan atau kehamilan.
Proses pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 sampai hari ke-28. Namun, bila
sekitar hari ke-26 tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus
albikan. Korpus albikan memiliki kemampuan produksi estrogen dan progesteron yang
rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan progesteron akan menurun. Pada kondisi ini,
hipofisis menjadi aktif untuk melepaskan FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase pasca-
ovulasi akan tersambung kembali dengan fase menstruasi berikutnya.
a. Fertilisasi
Fertilisasi atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang mengandung ovum
dibuahi oleh sperma. Fertilisasi umumnya terjadi segera setelah oosit sekunder memasuki
oviduk. Namun, sebelum sperma dapat memasuki oosit sekunder, pertama-tama sperma harus
menembus berlapis-lapis sel granulosa yang melekat di sisi luar oosit sekunder yang disebut
korona radiata. Kemudian, sperma juga harus menembus lapisan sesudah korona radiata,
yaitu zona pelusida. Zona pelusida merupakan lapisan di sebelah dalam korona radiata,
berupa glikoprotein yang membungkus oosit sekunder.
Sperma dapat menembus oosit sekunder karena baik sperma maupun oosit sekunder
saling mengeluarkan enzim dan atau senyawa tertentu, sehingga terjadi aktivitas yang saling
mendukung.
Pada sperma, bagian kromosom mengeluarkan:
1. Hialuronidase
Enzim yang dapat melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata.
2. Akrosin
Protease yang dapat menghancurkan glikoprotein pada zona pelusida.
3. Antifertilizin
Antigen terhadap oosit sekunder sehingga sperma dapat melekat pada oosit
sekunder. Oosit sekunder juga mengeluarkan senyawa tertentu, yaitu fertilizin yang tersusun
dari glikoprotein dengan fungsi :
a. Mengaktifkan sperma agar bergerak lebih cepat.
b. Menarik sperma secara kemotaksis positif.
c. Mengumpulkan sperma di sekeliling oosit sekunder.
Pada saat satu sperma menembus oosit sekunder, sel-sel granulosit di bagian korteks
oosit sekunder mengeluarkan senyawa tertentu yang menyebabkan zona pelusida tidak dapat
ditembus oleh sperma lainnya. Adanya penetrasi sperma juga merangsang penyelesaian
meiosis II pada inti oosit sekunder , sehingga dari seluruh proses meiosis I sampai
penyelesaian meiosis II dihasilkan tiga badan polar dan satu ovum yang disebut inti oosit
sekunder.Segera setelah sperma memasuki oosit sekunder, inti (nukleus) pada kepala sperma
akan membesar. Sebaliknya, ekor sperma akan berdegenerasi. Kemudian, inti sperma yang
mengandung 23 kromosom (haploid) dengan ovum yang mengandung 23 kromosom
(haploid) akan bersatu menghasilkan zigot dengan 23 pasang kromosom (2n) atau 46
kromosom.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sistem reproduksi wanita terdiri atas 2 yaitu Genetalia Eksterna dan Interna.
Genetalia Eksterna terdiri atas Mons Venerum, Klitoris, Labiya mayora,labiya minora,
vestibulum,hymen dan perineum sedangkan Genetalia Interna terdiri atas vagina,uterus,tuba
fallopi dan ovarium. Genetalia Eksterna dan Genetalia Interna memiliki perbedaan Anatomi
maupun Fisiologinya tetapi tetap memiliki keterkaitan yang saling bekerjasama yang sesuai
dengan sistemnya yaitu system reproduksi
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif dkk.2000. Kepita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius.
Jakarta.
Manuaba, Ida. 1998. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana
untuk pendidikan bidan. Penerbit buku kedokteran. Jakarta .
Kadaryanto et al. 2006.20. Biologi 2. Yudhistira, Jakarta
Saktiyono. 2004. 86-93, 96, 98.Sains : Biologi SMP 3. Esis-Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Tim IPA SMP/MTs. 2007.14. Ilmu Pengetahuan Alam 3. 15-18. Galaxy Puspa
Mega, Jakarta.
Tim Biologi SMU.1997. 320,339-344, 348,349, 354-359. Biologi 2. Galaxy
Puspa Mega. Jakarta.
GANGGUAN PENYAKIT
GANTOENTERITIS
A. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi dan Fisiologi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di daerah
epigastrik, di bawah diafragma dan di depan pankreas. Dalam keadaan kosong, lambung
menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas
normal lambung adalah 1 samapi 2 L (Prince, 2005). Secara anatomis lambung terdiri atas
empat bagian, yaitu: cardia, fundus, body atau corpus, dan pylorus. Adapun secara histologis,
lambung terdiri atas beberapa lapisan, yaitu: mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan
serosa. Lambung berhubungan dengan usofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan
duodenum melalui orifisium pilorik (Ganong, 2001). Mukosa lambung mengandung banyak
kelenjar dalam. Di daerah pilorus dan kardia, kelenjar menyekresikan mukus. Di korpus
lambung, termasuk fundus, kelenjar mengandung sel parietal (oksintik), yang menyekresikan
asam hidroklorida dan faktor intrinsik, dan chief cell (sel zimogen, sel peptik), yang
mensekresikan pepsinogen. Sekresi-sekresi ini bercampur dengan mukus yang disekresikan
oleh sel-sel di leher kelenjar. Beberapa kelenjar bermuara keruang bersamaan (gastric pit)
yang kemudian terbuka kepermukaan mukosa. Mukus juga disekresikan bersama HCO3-
oleh sel-sel mukus di permukaan epitel antara kelenjar-kelenjar (Ganong, 2001). Persarafan
lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk
lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Persarafan
simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut aferen
menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta
peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut eferen simpatis
menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (auerbach) dan
submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi
aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung (Prince, 2005). Seluruh suplai darah di
lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari arteri siliaka atau
trunkus seliakus, yang mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor
dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan
arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior
duodenum (Prince, 2005).
Fisiologi Lambung Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang
berbentuk seperti kantung, dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh
asam klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki
dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan
dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin
yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan
melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi
bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen
dan pepsin. Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan
dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga
membentuk suatu kimus, dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan
kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005).
Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk
mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran
makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan
kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan
sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan
pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan
protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang
empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan
jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna
karena sebagian cairan lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan
lambung (Ganong, 2001). Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon.
Sistem saraf yang bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan
parasimpatis. Adapun hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin,
dan histamin. Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung. Pertama, fase
sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung, akibat
memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika makanan masuk lambung
akan merangsang mekanisme sekresi asam lambung yang berlangsung selama beberapa jam,
selama makanan masih berada di dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam
lambung terjadi ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap
berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting
bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu
makan sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).
b. Usus Halus (Intestinum Minor)
Usus halus merupakan tabung kompleks berlipat-lipat yang membentang dari pilorus
sampai katup ileosekal. Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Usus
halus dibagi menjadi: duodenum, yeyunum, dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm,
mulai dari pylorus sampai yeyunum. Yeyunum dan ileum panjangnya masing-masing sekitar
3 meter. Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar, yang paling luar atau lapisan serosa
dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan viseral dan parietal, ruang yang
terletak di antara lapisan-lapisan ini dinamakan rongga peritoneum, otot yang meliputi usus
halus mempunyai 2 lapisan :
1) Lapisan luar terdiri atas: serabut longitudinal yang telah tipis.
2) Lapisan dalam terdiri atas: serabut-serabut sirkuler yang membantu gerakan peristaltik usus.
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorbsi bahan-bahan nutrisi dan
air. Proses pencernaan disampaikan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus anterikus).
Dua hormon penting dalam pengaturan pencernaan usus, lemak yang bersentuhan dengan
mukosa duodenum menyebabkan kandung empedu yang dirantai oleh kerja kolesistokinin.
Fungsi usus halus:
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap oleh kapiler-kapiler dan
saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
Fungsi usus besar:
1. Menyerap air dan makanan.
2. Tempat tinggal bakteri koli.
3. Tempat faeces.
B. Pengertian
Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau
dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja. (Sudaryat Suraatmaja.2005)
Gastroenteritis yaitu defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah
dan atau lender dalam feses. (Suharyono,1999)
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih BAB dengan perubahan bentuknya yang encer atau cair.
(Suriadi, 2001)
Gastroenteritis adalah suatu kondisi pada gaster yang ditandai dengan adanya muntah
dan diare yang disebabkan infeksi, alergi, tidak toleran terhadap makanan tertentu atau
mencerna toksin. (Tucker,1998)
Dari bebepara pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah
buang air besar yang tidak normal atau bentuk feses encer dengan frekukensi lebih banyak
dari biasanya.
C. Etiologi
Penyebab diare dibagi dalam beberapa factor yaitu:
1. Infeksi
a. Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama pada anak
yang disebabkan infeksi bakteri (E. Colli, Salmonella,Shigella, Vibrio dll) parasit
(protozoa:E. hystolitica , G. lamblia; cacing:Askaris, trikurus; Jamur :kandida ) melalui fecal
oral : makanan , minuman,yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi dari bagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti otitis
media akut, tonsilofaringitis, infeksi parasit : cacing,protozoa, jamur.keadaan ini terjadi pada
bayi dan anak umur dibawah 2 tahun.
2. Malabsorsi
a. Mal absorpsi kalbohidrat, disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa). Pada bayi
dan anak-anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
b. Mal absorpsi lemak
c. Mal absorpsi protein
3. Makanan
Makanan basi, baeracun, alergi terhadap makanan
4. Psikologik
Rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang
telah besar.
D. Patofisiologi
Gastroenteritis akut ditandai dengan muntah dan diare berakibat kehilangan cairan
dan elektrolit. Penyebab utama gastroenteritis akut adalah virus (roba virus, adeno virus
enterik, norwalk virus serta parasit (blardia lambia) patogen ini menimbulkan penyakit
dengan menginfeksi sel-sel). Organisme ini menghasilkan enterotoksin atau kritotoksin yang
merusak sel atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Usus halus adalah
organ yang palilng banyak terkena.
Gastroenteritis akut ditularkan melalui rute rektal, oral dari orang ke orang. Beberapa
fasilitas perawatan harian yang meningkatkan resiko gastroenteritas dapat pula merupakan
media penularan. Transpor aktif akibat rangsang toksin bakteri terhadap elektrolit ka dalam
usus halus. Sel intestinal mengalami iritasi dan meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit,
mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga akan menurunkan
area permukaan intestinal.
Perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorpsi cairan dan elektrolit.
Peradangan dapat mengurangi kemampuan intestinal mengabsorpsi cairan dan elektrolit hal
ini terjadi pada sindrom mal absorpsi yang meningkatkan motilitas usus intestinal.
Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan gangguan dari
absorbsi dan sekresi cairan dan elektroli yang berlebihan. Cairan potasium dan dicarbonat
berpindah dari rongga ekstra seluler ke dalam tinja sehingga menyebabkan dehidrasi,
kekurangan elektrolit dapat terjadi asidosis metebolik. (Suriadi,2004: 83)
Iritasi usus oleh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus sehingga terjadi
produk sekretonik termasuk mukus. Iritasi mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga
terjadi peningkatan motiltas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang, karena waktu
yang tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di colon berkurang.
E. Manifestasi Klinik
Gejala awal adalah anak menjadi cengeng dan gelisah, suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan menurun kemudian timbul diare tinja cair, mungkin mengandung
darah atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu,
anus dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja menjadi asam akibatnya, banyaknya asam
laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus. Gejala
muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah dehidrasi diare.
Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala
dehidrasi.berat badan menurun pada bayi, ubun-ubun besar dan cekung, tonus dan turgor otot
kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering.
Gejala klinis sesuai tingkat dehidrasi adalah sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan (kehilangan 2,5% BB)
Kesadaran komposmentis, nadi kurang dari 120 kali per menit, pernafasan biasa, ubun-ubun
besar agak cekung, mata agak cekung, turgor dan tonus biasa, mulut kering.
b. Dehidrasi sedang (kehilangan 6,9 % BB)
Kesadaran gelisah, nadi 120-140 kali per menit, pernafasan agak cepat, ubun-ubun besar
cekung, mata tampak cekung, turgor dan tonus agak kurang, mulut kering
c. Dehidrasi berat (kehilangan > 10 % BB)
Kesadaran apatis sampai koma, nadi lebih dari 140 kali permenit, pernafasan kusmaul, ubun-
ubun besar cekung sekali, turgor dan tonus kurang sekali, mulut kering dan sianosis
Gangguan keseimbangan asam dan basa dan elektrolit :
a. Cairan yang banyak keluar melalui BAB menyebabkan kehilangan bikarbonat, sehingga PH
menurun, PCO2 meningkat, asidosis metabolik yang ditandai pernafasan kusmaul.
b. Terjadi hipo/hipertermi (< 130 atau > 150 mEq/L), hipokalemia (< 3 mEq).
c. Hipoglikemi gangguan gizi
d. Syok hipovolemi.
F. Klasifikasi
Klasifikasi Tanda dan GejalaTak ada dehidrasi Tak ada tanda dan gejala dehidrasi :
Keadaan umum baik, sadar
Tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, pernapasan)
dalam batas normal
Dehidrasi tak berat Dua atau lebih tanda-tanda berikut :
Gelisah, rewel
Mata cekung
Air mata kurang
Haus (minum banyak)
Mulut dan bibir sedikit kering
Cubitan kulit perut kembali lambat
Tangan dan kaki hangat
Dehidrasi berat Dua atau lebih tanda-tanda berikut :
Kondisi umum lemas
Kesadaran menurun – tidak sadar
Mata cekung
Air mata tidak ada
Tidak mampu untuk minum/minum lemah
Mulut dan bibir kering
Cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( ≥ 2 detik)
Tangan dan kaki dingin
G. Komplikasi
a) Dehidrasi
b) Renjatan hipovolemik
c) Kejang
d) Bakterimia
e) Mal nutrisi
f) Hipoglikemia
g) Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik yang meliputi :
1. Pemeriksaan Feses
- Makroskopis dan mikroskopis.
- pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat
intoleransi gula.
- Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
- Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit
- Kultur fese (jika anak dirawat di rumah sakit, pus dalam feses atau diare yang
berkepanjangan), untuk menentukan patogen
- Evaluasi volume, warna, konsistensi, adanya mukus atau pus pada feses
2. Pemeriksaan Darah
- pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor ) dalam
serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
- Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
- Darah samar feses, untuk memeriksa adanya darah (lebih sering pada gastroenteritis yang
berasal dari bakteri)
- Hitung darah lengkap dengan diferensial
3. Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )
- Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.
- Aspirasi duodenum (jika diduga G.lamblia)
4. Uji antigen immunoassay enzim, untuk memastikan adanya rotavirus
5. Urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi; organisme Shigella keluar
melalui urine)
I. Penatalaksaan Medis
Penatalaksaan klien dengan gastroenteritis adalah :
1) Pemberian cairan
2) Dietetik (pemberian makanan)
3) Obat-obatan
4) Education : memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu-ibu tentang anak-anak yang sehat
atau makanan untuk anak diare
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui feses dengan atau
tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain
(gula, air tajin, tepung beras, dll)
Penatalaksanaan :
a. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
1) Jenis cairan yang akan digunakan
- Cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah
dibandingkan dengan kadar kalium cairan feses.
- Jika tidak tersedia RL, dapat diberikan cairan NaCl isotonik ditambah satu ampul
Nabikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap 1L infus NaCl isotonik.
- Pada keadaan diare akut awal yang ringan, dapat diberikan bubuk oralit sebagai usaha awal
agar tidak terjadi dehidrasi. Atau dapat dengan pengganti oralit : air teh + 1 sendok gula +
seujung sendok garam atau air tajin + gula + garam
2) Jumlah cairan yang akan diberikan :
- Pada prinsipnya jumlah cairan yang akan diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar
dari tubuh.
- Kehilangan cairan dari tubuh dapat dihitung dengan memakai rumus:
B.D. plasma dengan memakai rumus:
Kebutuhan cairan: BD plasma-1,025 x BB x 4 ml
0,001
3) Kembali makanan semula secara bertahap, setelah dehidrasi hilang.
Misal : SGM diencerkan 1/3 takaran semula, biasanya makan nasi tim di ganti bubur dahulu.
Keperluan cairan
Dehidrasi ringan : 150 cc / kg BB / hari
Dehidrasi sedang : 200 cc / kg BB / hari
Dehidrasi berat : infus RL, nacl, D10 %.
untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun, BB 3 – 10 kg.
o 1 jam I : 4 ml / kg BB / jam = 10 tts / kg BB / mnt (jika set infus 1 ml = 15 tts)
o 7 jam berikutnya : 12 ml / kg BB / jam = 3 tts / kg BB / mnt (jika set infus 1 ml = 15 tts)
o 16 jam kemudian : 125 ml / kg BB, oralit per oral.
untuk anak umur 2-5 tahun, dengan BB 10 – 15 kg
o 1 jam I : 30 ml / kg BB / jam = 3 tts / kg BB / mnt. (makro).
o 16 jam kemudian : 125 ml / kg BB oralit per oral
untuk anak ≥ 5 tahun, dengan BB 15 – 25 kg.
o 1 jam I : 20 ml / kg BB / jam = 5 tts / kg BB / mnt (makro)
o 7 jam berikutnya : 10 ml / kg BB / jam = 2-3 tts / kg BB / mnt (makro).
o 16 jam kemudian : 125 ml / kg BB, oralit peroral.
b. Memberikan terapi simptomatik
Pemberian terapi simptomatik harus berhati-hati dan perlu pertimbangan karena lebih banyak
kerugiannya daripada keuntungannya :
- Pemberian anti motilitas seperti Loperamid perlu dipertimbangkan karena dapat
memperbutuk diare. Jika memang dibutuhkan karena pasien amat kesakitan diberikan dalam
jangka pendek (1-2 hari saja) dengan jumlah sedikit.
- Pemberian antiemetik seperti Metoklopropamid juga perlu diperhatikan karena dapat
menimbulkan kejang pada anak dan remaja akibat rangsangan ekstrapiramidal.
- Pada diare akut yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tidak ada kontraindikasi dapat
diberikan Bismuth subsalisilat maupun Loperamiddalam waktu singkat. Pada diare berat,
obat-obat tersebut perlu dipertimbangkan dalam pemberian waktu yang singkat dan
dikombinasikan dengan pemberian obat antimikrobial.
- Pada penderita diare mungkin disertai denganLactose intolerance, oleh karena itu hindari
makanan/ minuman yang mengandung susu sapai diare membaik dan hindari makanan yang
pedas atau banyak mengandung lemak.
c. Memberikan terapi defenitif
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
- Kolera eltor:
Tetrasiklin 4x500 mg/ hari, selama 3 hari atau
Kortimoksazol, dosis awal 2x3 tab, kemudian 2x2 tab selama 6 hari atau
Kloramfenikol 4x500 mg/ hari, selama 7 hari atau gol. Fluoroquinolon
- S.aureus: Kloramfenikol 4x500 mg/ hari
- Salmonellosis:
Ampisilin 4x1g/ hari atau
Kortimoksazol 2x2 tab atau
Gol. Fluoroquinolon seperti Siprofloksasin 2x500 mg selama 3-5 hari
- Shigellosis:
Ampisilin 4x1g/ hari, selama 5 hari atau
Kloramfenikol 4x500 mg/ hari, selama 5 hari
- Injeksi Helicobacter jejuni Eritromisin 3x500 atau 4x500 mg/ hari selama 7 hari
- Amubiasis:
Metronidazol 4x500 mg/ hari selama 3 hari atau
Tinidazol dosis tunggal 2 g/ hari selama 3 hari atau
Secnidazole dosis tunggal 2 g/ hari selama 3 hari atau
Tetrasiklin 4x500 mg/ hari, selama 10 hari
- Giardiasis:
Quinacrine 3x100 mg/ hari selama 1 minggu atau
Chloroquin 3x100 mg/ hari selama 5 hari atau
Metronidazol 3x250 mg/ hari selama 7 hari
- Balantidiasis: Tetrasiklin 3x500 mg/ hari, selama 10 hari
- Kandidosis: Nystatin 3x500.000 unit selama 10 hari
- Virus : simtomatik dan suportif
d. Therapi
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidarat lain (gula, air, tajin, dan lain-lain).
(a) Obat-obatan Anti Sekresi
Asetosal dosis 25 mg / hari dengan dosis minimal 30 mg.
Klorpromazin dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
(b) Obat Spasmolitik
Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, tidak boleh di gunakan
(c) Obat Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebab yang
jelas. Bila penyebabnya kolera dibeirkan tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari. Antibiotik juga
diberikan bila terdapat penyakit penyerta, spt : OMA, faringitis, bronkitis atau
bronkopneumonia.
J. Pencegahan
Dalam pencegahan penyakit Gastroenteritis dapat dilihat dalam lima tingkat pencegahan (five
levels of prevention) sebagai berikut :
1) Perbaikan status gizi individu/perorangan ataupun masyarakat untuk membentuk daya tahan
tubuh yang lebih baik dan dapat melawan Agent penyakit yang akan masuk kedalam tubuh,
seperti mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat gizi yang lebih baik dan
diperlukan oleh tubuh.
2) Pemberian ASI Ekslusif kepada bayi yang baru lahir, karena ASI banyak mengandung
kalori, protein dan vitamin yang banyak dibutuhkan oleh tubuh, pencegahan ini bertujuan
untuk membentuk system kekebalan tubuh sehingga terlindung dari berbagai penyakit infeksi
seperti Gastroenteritis.
3) Diagnosa Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
4) Pemberantasan Cacat (Disability Limitation)
Penyakit Gastroenteritis ini jika tidak diobati secara baik dan teratur akan dapat
menyebabkan kematian. Pembatasan kecacatan (Disability Limitation) dalam mencegah
terjadinya penyakitGastroenteritis dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya :
- Mencegah proses penyakit lebih lanjut dengan cara melakukan pengobatan secara
berkesinambungan sehingga tercapai proses pemulihan yang baik.
- Melakukan perawatan khusus secara berkala guna memperoleh pemulihan kesehatan yang
lebih cepat.
- Mencuci tangan sebelum makan
5) Rehabilitasi (Rehabilitation)
Rehabilitasi (Rehabilitation) dalam mencegah terjadinya penyakit Gastroenteritis dapat
dilakukan dengan rehabilitasi fisik/medis apabila terdapat gangguan kesehatan fisik akibat
penyakit Gastroenteritis
ASUHAN KEPERAWATAN
DATA FOKUS
Data Subjektif (DS) Data Objektif (DO)
Ibu klien mengatakan BB klien
turun sebelumnya 18 kg saat ini 15
kg.
Ibu klien mengatakan klien tidak
mau minum
Kaji TTV:
RR: 24 x/menit
Suhu: 390C
Nadi : 112 x/menit
Keadaan umum : lemah
Kesadaran Compos Mentis
Turgor kulit 5 detik
Mata tampak cekung
Bibir tampak kering
Klien tampak rewel
Laboratorium feses (-)
Terpasang IVFD KaEN 3B + KCL 12 Meq/12
jam.
Cek Hematologi
o Hasil cek laboratorium:
Leukosit : 10.000 u/L
(N : 5 rbu – 10 rbu u/L)
Hematokrit : 50 %
(N: p = 36-48%) (L =42-52%)
Hemoglobin : 11 g/dl
(N: p = 12-16g/dl)
(L = 14-17 g/dl)
Cek kimia darah
Hasil cek elektrolit
Kalium : 2,8 MEq/L
(N : 3,5 -5,5 MEq/L)
ANALISA DATANo Data Fokus Problem
1. DS =
Ibu klien mengatakan BB klien turun sebelumnya 18 kg saat ini
15 kg.
Ibu klien mengatakan klien tidak mau minum
DO =
Kaji TTV:
o RR: 24 x/menit
o Suhu: 390C
o Nadi : 112 x/menit
Keadaan umum : lemah
Kesadaran umum : Compos Mentis
Turgor kulit 5 detik
Defisit volume cairan
Mata tampak cekung
Bibir tampak kering
Klien tampak rewel
Laboratorium feses (-)
Terpasang IVFD KaEN 3B + KCL 12 Meq/12 jam.
Cek Hematologi
o Hasil cek laboratorium:
Hematokrit : 50 %
(N: p = 36-48%) (L =42-52%)
Cek kimia darah
o Hasil cek elektrolit
Kalium : 2,8 MEq/L
(N : 3,5 -5,5 MEq/L)
2 DS =
Ibu klien mengatakan BB klien turun sebelumnya 18 kg saat ini
15 kg.
Ibu klien mengatakan klien tidak mau minum
DO =
Kaji TTV:
o RR: 24 x/menit
o Suhu: 390C
o Nadi : 112 x/menit
Keadaan umum : lemah
Kesadaran umum : Compos Mentis
Mata tampak cekung
Klien tampak rewel
Laboratorium feses (-)
Intake
o Oral = tidak ada
o Terpasang IVFD KaEN 3B + KCL 12 Meq/12
jam.= 1000 cc
Ketidak seimbangan nutrisi
Output
o Muntah = tidak ada
o IWL= 700
o Urine = 320
o Bab =300
o Jumlah =1320
Cek Hematologi
o Hasil cek laboratorium:
Hematokrit : 50 %
(N: p = 36-48%)
(L =42-52%)
Hemoglobin : 11 g/dl
(N: p = 12-16g/dl)
(L = 14-17 g/dl)
Cek kimia darah
o Hasil cek elektrolit
Kalium : 2,8 MEq/L
(N : 3,5 -5,5 MEq/L)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DiagnosaKeperawatan Tanggalditemukan Tanggalteratasi
Kekurangan volume cairan b.d kerugian
GI berlebihan dalam tinja atau emesis
08-04-2013
Nutrisi Seimbang Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh b.d Kerugian
Diare ,Asupan Kurang Baik
08-04-2013
INTERVENSITanggal Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
08-04-2013 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam masalah kekurangan volume cairan
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1. TTV pasien normal dengan :
Td : 120/80mmhg
Suhu : 36,5°C – 37,5oc
Rr : 20 X/ Menit
Nadi : 80 X/ Menit
2. Anak menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang
memadai:
Turgor kulit <3 detik
Bibir lembab
Klien Tidak rewel
Anak mau minum
Mandiri :
1. anjurkan ibu agar klien minum sebanyak
750 cc x/24 jam.
2. pantau tanda tanda dehidarsi lanjut
3. anjurkan ibu untuk melaporkan tanda
tanda dehidrasi (turgor kulit, pengisian
kapiler,kelembapn membran mukosa)
Kolaborasi:
1. memantau cairan IVFD
2. memantau kadar elektrolit dalam darah
08-04-2013 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan masalah nutrisi kurang
seimbang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Anak membutuhkan gizi yang ditentukan dan
menunjukkan kenaikan berat badan yang
memuaskan.
Mandiri:
1. anjurkan ibu agar anak makan walaupun
sedikt tapi sering
2. pantau berat badan klien
3. monitor intake nutrisi pasien, jumlah
makanan yang masuk dan pola makan
4.pantau pemberian makanan
Kolaborasi:
1.jika anak tidak dapat mentoleransi
makanan, diare berlanjut maka dilakukan
pemasangan NGT
2. kolaborasi dengan ahli gizi untuk asupan
makanan
3. berikan obat diare sesuai indikasi
.
BAB III
PENUTUPDiare merupakan suatu gejala dari bermacam-macam penyakit. Penyebab pasti dari
diare ini tidak dapat diketahui secara pasti, tetapi haruslah dengan melakukan berbagai
macam pemeriksaan dan riwayat penyakit sekarang, serta apa saja yang dilakukan oleh
penderita diare terakhir sekali. Barulah diketahui klien itu menderita penyakit apa.
Dengan munculnya diare pada anak, terutama yang masih bayi tidak dapat dianggap
remeh walaupun hanya diare beberapa kali dalam sehari (diare ringan). Karena 80% lebih
tubuh bayi terdiri dari air. Yang bila terjadi diare berarti cairan dan elektrolit dalam tubuh
bayi keluar, sehingga bayi rentan untuk kekurangan cairan dan elektrolit. Apalagi bila diare
berat maka dehidrasi tidak dapat dihindari lagi dan dapat terjadi hipovolemik shock.
Oleh karena itu sebagai perawat perlu dan penting sekali untuk memberi penyuluhan
kepada masyarakat terutama kepada orang tua yang mempunyai anak dan bayi. Agar selalu
memelihara kesehatan dan mencegah timbulnya diare, dengan jalan menjaga kebersihan
baik fisik dan psikologis. Karena bila bayi stress juga dapat terjadi diare. Memperhatikan
gizi makanan juga sangat penting. Bila terjadi diare maka segeralah beri minum yang
banyak atau dengan memberikan oralit (larutan gula garam) untuk pertolongan pertama,
kemudian segeralah bawa kepada tenaga kesehatan atau rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (2006). Jilid 1. Edisi 4. Jakarta : FKUI.
2. Diyanti, G.W. (2007). Studi penggunaan antibiotik pada pasien gastroenteritis dewasa pada
pasien rawat inap di ruang penyakit tropik lnfeksi pria dan wanita RSU Dr. Soetomo
Surabaya. Diperoleh tanggal 11 Maret 2010 dari http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?
id=gdlhub-gdl-s1-2007-diyantigus-
4467&node=359&start=196&PHPSESSID=735f99a341908093de36c5a6ffbdf67c,
3. Doenges., dkk. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien (M. Kariasa & N. M. Sumarwati, Terj.). Edisi 3.
Jakarta: EGC. (Naskah asli dipublikasikan pada tahun 1993)
4. Gastroenteritis. (2009). (2010). Diperoleh tanggal 11 Maret 2010
dari http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=47
5. Medfriendly. Feces. http://www.medfriendly.com/feces.html diunduh pada 05 Februari 2010.
6. Perry&Potter, (2003). Basic nursing essentsial for practice. Sixth edition. Mosby: USA.
7. Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing : concepts, process, and
practice. Sixth Edition. St. Louis : Mosby.
8. Trisa, Cholina. kebutuhan dasar manusia eliminasi
9. b.a.b .http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-cholina.pdf diunduh pada 05
Februari 2010.
10. Winarno. Kondisi feses merefleksi status kesehatan anda. http://mbrio-food.com/article10.htm diunduh pada 05
Februari 2010.
DISENTRI
A. DEFINISI
Disentri berasal dari bahasa Yunani yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah.
disentri adalah peradangan usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air
besar. Buang air besar ini berulang-ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak
cairan dan darah.
Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari
tinja , yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi berak lebih dari
biasanya.
Jadi Disentri adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran pencernaan,
khususnya di usus besar. Yang ditandai dengan sakit perut konsistensi tinja melembek
hamper mencair dan kadang disertai darah
B. ETIOLOGI
1. Bakteri (Disentri basiler)
a. Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus
disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan
mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella
b. Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
c. Salmonella
d. Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia >
5 tahun
C. FACTOR RESIKO
1. Perilaku khusus meningkatkan resiko terjadinya diare:
a. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan,
b. Menggunakan botol susu yang tercemar,
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar dalam waktu cukup lama,
d. Menggunakan air minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja
e. Tidak mencuci tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja atau
sebelum memasak makanan,
f. Tidak membuang tinja secara benar.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dimulai dalam 1-4 hari setelah terinfeksi. Pada anak-anak yang lebih muda,
gejala dimulai secara tiba-tiba dengan demam, rewel, perasaan mengantuk, hilangnya nafsu
makan, mual dan muntah, diare, nyeri perut dan kembung dan nyeri pada saat buang air
besar. Setelah 3 hari, tinja akan mengandung nanah, darah dan lendir. Buang air besar
menjadi lebih sering, sampai lebih dari 20 kali/hari. Bisa terjadi penurunan berat badan dan
dehidrasi berat.
Pada orang dewasa tidak terjadi demam dan pada mulanya tinja sering tidak berdarah
dan tidak berlendir. Gejalanya dimulai dengan nyeri perut, rasa ingin buang air besar dan
pengeluaran tinja yang padat, yang kadang mengurangi rasa nyeri. Episode ini berulang, lebih
sering dan lebih berat. Terjadi diare hebat dan tinja menjadi lunak atau cair disertai lendir,
nanah dan darah. Kadang penyakit dimulai secara tiba-tiba dengan tinja yang jernih atau
putih, kadang dimulai dengan tinja berdarah. Sering disertai muntah-muntah dan bisa
menyebabkan dehidrasi.
1. Disentri basiler
a. Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah
12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
b. Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
c. Muntah-muntah.
d. Anoreksia.
e. Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
f. Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit
kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
2. Disentri amoeba
a. Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
b. Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
c. Sakit perut hebat (kolik)
d. Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
E. PATOFISIOLOGI
Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain makanan,
minuman yang tercemar tinja atau yang kontak langsung dengan tinja penderita. Bakteri
menyebabkan penyakit dengan menyusup ke dalam lapisan usus, menyebabkan
pembengkakan dan kadang kadang luka dangkal.
Disentri Basiler biasanya dialami anak-anak yang lebih muda. Kuman penyakit ini
masuk langsung ke dalam alat-alat pencernaan dan menyebabkan pembengkakan dan
pemborokan dangkal. Peradangan yang hebat mungkin meliputi seluruh usus besar dan juga
usus halus bagian bawah.
Organisme ini disebarkan dari satu orang ke orang lainnya melalui makanan dan air
yang sudah dikotori atau yang disebarkan oleh lalat. Kuman disentri ini hidup dalam usus
besar manusia dan menyebabkan luka pada dinding usus. Inilah yang menyebabkan kotoran
penderita seringkali tercampur nanah dan darah.
Penyakit ini biasanya menyerang dengan tiba-tiba sekitar dua hari setelah terkena
kuman terutama pada anak-anak. Setelah itu demam, anak cengeng, dan mudah mengantuk.
Nafsu makannya hilang, mual, muntah, mencret, nyeri perut disentri kembung.
Dua-tiga hari kemudian tinjanya mengandung darah, nanah dan lendir. Penderita
mungkin mengeluarkan tinja encer 20 sampai 30 kali sehari sehingga ia bisa kekurangan
cairan. Pada tahap parahnya infeksi terjadi hebat dan bisa menyebabkan kematian.
Untuk mengobatinya biasanya dilakukan dengan mengganti cairan yang keluar seperti
oralit. Selain itu pemberian antioksidan sangat penting untuk membunuh kuman. Meski
begitu upaya pencegahan adalah dengan menjaga kebersihan, membasmi lalat di rumah, serta
jaga makanan dan minuman dari kotoran.
Jika dalam kurun waktu tersebut tidak terlihat respons, harus dilakukan evaluasi
apakah disentri tersebut bukan disentri basiler tetapi disentri amuba atau kuman tersebut
sudah resisten terhadap antibiotik yang diberikan, sehingga perlu diganti.
Pengobatan disentri harus segera kalau tidak dapat membahayakan jiwa anak atau
kemungkinan komplikasi bisa terjadi.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dokter akan memberikan antibiotik sesuai dengan gambaran klinis diare, tes
laboratorium diperlukan untuk mengetahui tanda-tanda ketahanan kuman dan jenis disentri.
Namun biasanya dokter akan memberikan antibiotik selama 5-7 hari.
Antibiotika
1. Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang
sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan
menurunkan resiko komplikasi dan kematian.
2. Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimokasazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
3. Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol
dibandingkan placebo10.
4. Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o
Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal
IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
5. Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja
berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik
harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
6. Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica
dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2
antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif
untuk disentri basiler.
7. Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah Metronidazol
30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan
oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi
adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis
pada anak. Waspadai adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi disentri :
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit Seperti pada kasus diare akut secara umum,
hal pertama yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil
adalah penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi
kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU)
dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang
diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan
sinbiotik dan preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa
obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya resiko
untuk memperpanjang masa sakit.
c. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan§ dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
1) Upaya rehidrasi oral tidak tepat untuk :
a) Pengobatan awal dehidrasi berat, karena cairan harus diganti dengan cepat.
b) Penderita ileus paratikus dan perut kembung.
c) Penderita yang tidak dapat minum.
2) Upaya rehidrasi oral tidak efektif untuk :
a) Penderita dengan pengeluaran tinja yang sangat banyak dan cepat (lebih dari 15
ml/kgBB/jam) serta penderita tidak dapat minum cairan dengan jumlah yang cukup untuk
mengganti kehilangannya.
b) Penderita dengan muntah berat dan berulang-ulang.
c) Penderita malabsorbsi glukosa; penderita seperti itu larutan oralit menyebabkan volume tinja
meningkat nyata dan tinja mengandung glukosa jumlah besar.
I. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi : saat di mana tubuh kita tidak seimbang dalam kadar cairannya , tentunya banyak
cairan yang dikeluarkan daripada yang dihidupkan.
2. Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia ( Hyponatremia merujuk pada tingkat sodium
dalam darah yang lebih rendah dari normal. Sodium adalah penting untuk banyak fungsi-
fungsi tubuh termasuk pemeliharaan keseimbangan cairan, pengaturan dari tekanan darah,
dan fungsi normal dari sistim syaraf ).
3. Sepsis (suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik / inflammatory sytemic
rection yang dapat disebabkan oleh invansi bakteri, virus, jamur atau parasit.) dan DIC
4. Sindroma Hemolitik Uremik : suatu penyakit dimana secara tiba-tiba jumlah trombosit
menurun (trombositopenia, sel-sel darah merah dihancurkan (anemia hemolitik) dan ginjal
berhenti berfungsi (gagal ginjal).
5. Malnutrisi/malabsorpsi kekurangan nutrisi dari sejak dalam kandungan
6. Hipoglikemia kekurangan glukosa dalam darah
7. Prolapsus rectum (turunnya rektum melalui anus )
8. Reactive arthritis : suatu kondisi yang dipicu oleh infeksi yang terjadi di tubuh - paling sering
usus, alat kelamin atau saluran kemih. Sakit sendi dan bengkak merupakan ciri khas dari
arthritis reaktif. Artritis reaktif juga dapat menyebabkan peradangan pada mata, kulit dan
saluran yang membawa urin dari kandung kemih (uretra). Arthritis reaktif juga kadang-
kadang disebut sindrom Reiter, meskipun istilah ini lebih akurat mengacu pada subtipe
artritis reaktif terutama yang mempengaruhi sendi, mata dan uretra.
9. Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-
kadang usus yang berlubang.
10. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan sebagian selaput lendir
usus keluar melalui lubang dubur (prolapsus rekti).
TIFOID
2.1 Pengertian Demam Tifoid
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus, merupakan
penyakit infeksi akut oleh kuman Salmonela typhi yang menyerang saluran pencernaan.
Penyakit demam tifoid ini masih banyak dijumpai di negara berkembang seperti di beberapa
negara Asia Tenggara dan Afrika, terutama di daerah yang kebersihan dan kesehatan
lingkungannya kurang memadai. Di Indonesia, demam tifoid merupakan penyakit endemik
(penyakit yang terdapat sepanjang tahun) dan menduduki peringkat kedua setelah diare.
Demam tifoid sebenarnya dapat menyerang semua golongan umur, tetapi biasanya
menyerang anak usia lebih dari 5 tahun. Itulah sebabnya demam tifoid merupakan salah satu
penyakit yang memerlukan perhatian khusus. Penularan penyakit ini biasanya dihubungkan
dengan faktor kebiasaan makan, kebiasaan jajan, kebersihan lingkungan, keadaan fisik anak,
daya tahan tubuh dan derajat kekebalan anak.
2.2 Penyebab Demam Tifoid
Kuman salmonela masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang
tercemar, baik pada waktu memasak atau pun melalui tangan dan alat masak yang kurang
bersih. Bersama makanan itu, kuman salmonela akan diserap oleh usus halus dan menyebar
ke semua alat tubuh terutama hati dan limpa, sehingga membengkak dan nyeri. Kuman ini
akan meneruskan perjalannya masuk peredaran darah dan masuk ke dalam kelenjar limfe,
terutama di usus halus. Nah, di dalam dinding usus ini Salmonela membuat luka atau bahasa
medisnya tukak berbentuk lonjong.
Tukak tersebut suatu saat dapat menimbulkan perdarahan atau robekan sehingga
terjadi penyebaran infeksi ke dalam rongga perut. Kalau sudah parah maka perlu tindakan
operasi untuk mengobatinya. Tak jarang hal ini dapat menimbulkan kematian. Selain itu,
kuman salmonela yang masuk ke dalam tubuh juga mengeluarkan toksin (racun) yang akan
menimbulkan gejala demam pada penderita.
2.3 Gejala dan Tanda Demam Tifoid
Penyakit ini bisa menyerang saat bakteri tersebut masuk melalui makanan atau
minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Kemudian mengikuti
peredaran darah, bakteri ini mencapai hati dan limpa sehingga berkembang biak disana yang
menyebabkan rasa nyeri saat diraba. Gejala klinis demam tifoid pada anak dapat bervariasi
dari yang ringan hingga yang berat. Biasanya gejala pada orang dewasa akan lebih ringan
dibanding pada anak-anak. Kuman yang masuk ke dalam tubuh anak, tidak segera
menimbulkan gejala. Biasanya memerlukan masa tunas sekitar 7-14 hari. Masa tunas ini lebih
cepat bila kuman tersebut masuk melalui makanan, dibanding melalui minuman.
Gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang
ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang
ditimbulkan antara lain :
1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang
malamnya demam tinggi.
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak
akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
3. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan
limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga
terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa
masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan
gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa
kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing.
Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan
berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali
terjadi gangguan kesadaran.
2.4 Patogenesis Demam Tifoid
Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air
yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke
usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami
hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman
Salmonella Typi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai
kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-
kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah melalui duktus thoracicus. Kuman
salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typi
bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.
2.5 Manifestasi Klinis Demam Tifoid
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi
yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan
sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah
disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas
tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa
perforasi usus atau perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan
gambaran klinisnya saja.
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua
penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah
dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus
daripada S. typhi. Sifat demam juga muncul saat sore menjelang malam hari. Menggigil tidak
biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis
malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian demam tifoid
dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai
demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat menembus
sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang
mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang
tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis
akibat perforasi usus.
Pengamatan selama 6 tahun (1987-1992) di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya terhadap 434 anak berumur 1-12 tahun dengan diagnosis
demam tifoid atas dasar ditemukannya S.typhi dalam darah dan 85% telah mendapatkan
terapi antibiotika sebelum masuk rumah sakit serta tanpa memperhitungkan dimensi waktu
sakit penderita, didapatkan keluhan dan gejala klinis pada penderita sebagai berikut : panas
(100%), anoreksia (88%), nyeri perut (49%), muntah (46%), obstipasi (43%) dan diare
(31%). Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran delirium (16%), somnolen (5%) dan
sopor (1%) serta lidah kotor (54%), meteorismus (66%), hepatomegali (67%) dan
splenomegali (7%). Hal ini sesuai dengan penelitian di RS Karantina Jakarta dengan diare
(39,47%), sembelit (15,79%), sakit kepala (76,32%), nyeri perut (60,5%), muntah (26,32%),
mual (42,11%), gangguan kesadaran (34,21%), apatis (31,58%) dan delirium (2,63%).
Sedangkan tanda klinis yang lebih jarang dijumpai adalah disorientasi, bradikardi relatif,
ronki, sangat toksik, kaku kuduk, penurunan pendengaran, stupor dan kelainan neurologis
fokal. Angka kejadian komplikasi adalah kejang (0.3%), ensefalopati (11%), syok (10%),
karditis (0.2%), pneumonia (12%), ileus (3%), melena (0.7%), ikterus (0.7%).
2.6 Komplikasi Demam Tifoid
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan sempurna, tetapi bisa terjadi
komplikasi, terutama pada penderita yang tidak diobati atau bila pengobatannya terlambat :
Banyak penderita yang mengalami perdarahan usus; sekitar 2% mengalami perdarahan
hebat. Biasanya perdarahan terjadi pada minggu ketiga.
Perforasi usus terjadi pada 1-2% penderita dan menyebabkan nyeri perut yang hebat karena
isi usus menginfeksi ronga perut (peritonitis).
Pneumonia bisa terjadi pada minggu kedua atau ketiga dan biasanya terjadi akibat infeksi
pneumokokus (meskipun bakteri tifoid juga bisa menyebabkan pneumonia).
Infeksi kandung kemih dan hati.
Infeksi darah (bakteremia) kadang menyebabkan terjadinya infeksi tulang (osteomielitis),
infeksi katup jantung (endokarditis), infeksi selaput otak (meningitis), infeksi ginjal
(glomerulitis) atau infeksi saluran kemih-kelamin.
2.7 Diagnosis Demam Tifoid
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan biakan darah, tinja, air kemih atau jaringan tubuh
lainnya guna menemukan bakteri penyebabnya.
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah tepi; (2) pemeriksaan
bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan kuman
secara molekuler.
1. Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya
normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis
relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa
hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas,
spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara
penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif
menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.
Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo Surabaya mendapatkan
hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa anemia (31%), leukositosis (12.5%)
dan leukosit normal (65.9%).
2. Identifikasi Kuman Melalui Isolasi atau Biakan
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam
biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots.
Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam
darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam
urine dan feses.
Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak
menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2) perbandingan
volume darah dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan darah.
Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil dibutuhkan 2-4
mL. Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1
mL. Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada
bakteri dalam darah. Hal ini dapat menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih tinggi
hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume sampel yang lebih
sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Media pembiakan yang
direkomendasikan untuk S.typhi adalah media empedu (gall) dari sapi dimana dikatakan
media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi
yang dapat tumbuh pada media tersebut.
Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada
perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 40-80% atau 70-90%
dari penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga.
Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika dan
meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai.
Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga
minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu pertama.
Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena mempunyai sensitivitas paling
tinggi dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama
perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama
bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur darah
negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek
sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen empedu yang
diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan
secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak.
Salah satu penelitian pada anak menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur
darah dan duodenum hampir sama dengan kultur sumsum tulang.
Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media yang digunakan,
adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam darah, volume
spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat.
Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang
rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan
yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk
dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita.
. 3. Identifikasi Melalui Uji Serologis
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi
antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang
diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat
digunakan pada demam tifoid ini meliputi : (1) uji Widal; (2) tes TUBEX®; (3) metode
enzyme immunoassay (EIA); (4) metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA); dan
(5) pemeriksaan dipstik.
Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai penting
dalam proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya variasi yang
luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen spesifik S. typhi oleh karena
tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk
melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang digunakan dalam uji (poliklonal atau
monoklonal) dan waktu pengambilan spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan
penyakit).
3.1 Uji Widal
Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun
1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum
penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan
flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.
Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam
serum.
Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test)
atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam
prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit tetapi dapat
digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.
Penelitian pada anak oleh Choo dkk (1990) mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas masing-
masing sebesar 89% pada titer O atau H >1/40 dengan nilai prediksi positif sebesar 34.2%
dan nilai prediksi negatif sebesar 99.2%. Beberapa penelitian pada kasus demam tifoid anak
dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan sensitivitas uji Widal sebesar 64-74%
dan spesifisitas sebesar 76-83%.
Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara lain
sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan status
gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari masyarakat
setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang
digunakan.
Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya
melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita
demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada
tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan
secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan
karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Untuk mencari
standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di
populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer
antibodi O dan H pada anak-anak sehat. Penelitian oleh Darmowandowo di RSU Dr.Soetomo
Surabaya (1998) mendapatkan hasil uji Widal dengan titer >1/200 pada 89% penderita.
3.2 Tes TUBEX®
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan
cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk
meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang
benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat
akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak
mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX® ini, beberapa
penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil
sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar
78% dan spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat
digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di
negara berkembang.
3.3 Metode Enzyme Immunoassay (EIA) DOT
Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG
terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi
pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid
pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi
demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak
dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M®
yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi dari IgG total
sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen
terhadap Ig M spesifik.
Penelitian oleh Purwaningsih dkk (2001) terhadap 207 kasus demam tifoid bahwa
spesifisitas uji ini sebesar 76.74% dengan sensitivitas sebesar 93.16%, nilai prediksi positif
sebesar 85.06% dan nilai prediksi negatif sebesar 91.66%. Sedangkan penelitian oleh
Gopalakhrisnan dkk (2002) pada 144 kasus demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini
sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76.6% dan efisiensi uji sebesar 84%. Penelitian lain
mendapatkan sensitivitas sebesar 79% dan spesifisitas sebesar 89%.
Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid bila
dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji Widal,
sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna tidak selalu
diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa Typhidot-M® ini dapat menggantikan uji
Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid
akut yang cepat dan akurat.
Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang dengan penyakit
demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan membran nitroselulosa sedikit), tidak
menggunakan alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di tempat yang hanya
mempunyai fasilitas kesehatan sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman.
Keuntungan lain adalah bahwa antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum
ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu 4°C dan bila
hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum pasien.
3.4 Metode Enzyme-Linked Immunosorbent (ELISA)
Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi
IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd)
dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi
adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA.
Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95% pada sampel darah, 73%
pada sampel feses dan 40% pada sampel sumsum tulang. Pada penderita yang didapatkan S.
typhi pada darahnya, uji ELISA pada sampel urine didapatkan sensitivitas 65% pada satu kali
pemeriksaan dan 95% pada pemeriksaan serial serta spesifisitas 100%. Penelitian oleh Fadeel
dkk (2004) terhadap sampel urine penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini
sebesar 100% pada deteksi antigen Vi serta masing-masing 44% pada deteksi antigen O9 dan
antigen Hd. Pemeriksaan terhadap antigen Vi urine ini masih memerlukan penelitian lebih
lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada minggu
pertama sesudah panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga
pada kasus dengan Brucellosis.
3.5 Pemeriksaan Dipstik
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana dapat
mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan
membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan
antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan
komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan
di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap.
Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 69.8% bila
dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5% bila dibandingkan dengan kultur
darah dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai prediksi positif sebesar 94.6%. Penelitian
lain oleh Ismail dkk (2002) terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji
ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%. Penelitian oleh Hatta dkk (2002) mendapatkan
rerata sensitivitas sebesar 65.3% yang makin meningkat pada pemeriksaan serial yang
menunjukkan adanya serokonversi pada penderita demam tifoid. Uji ini terbukti mudah
dilakukan, hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada
penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di tempat
dimana penggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara
luas.
4. Identifikasi Kuman Secara Molekuler
Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA
(asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam
nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui
identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi.
Penelitian oleh Haque dkk (1999) mendapatkan spesifisitas PCR sebesar 100%
dengan sensitivitas yang 10 kali lebih baik daripada penelitian sebelumnya dimana mampu
mendeteksi 1-5 bakteri/mL darah. Penelitian lain oleh Massi dkk (2003) mendapatkan
sensitivitas sebesar 63% bila dibandingkan dengan kultur darah (13.7%) dan uji Widal
(35.6%).
Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi
yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan
secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR
(hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam
spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak
DNA dari spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini
penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.
2.8 Pencegahan Demam Tifoid
Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan agar setiap anggota masyarakat tidak
tertular oleh bakteri Salmonella. Pencegahan dilakukan secara umum dan khusus/imunisasi.
Demam tifoid dapat dicegah dengan kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan. Beberapa
petunjuk untuk mencegah penyebaran demam tifoid secara umum diantaranya:
1. Cuci tangan.
Cuci tangan dengan teratur meruapakan cara terbaik untuk mengendalikan demam
tifoid atau penyakit infeksi lainnya. Cuci tangan anda dengan air (diutamakan air
mengalir) dan sabun terutama sebelum makan atau mempersiapkan makanan atau
setelah menggunakan toilet. Bawalah pembersih tangan berbasis alkohol jika tidak
tersedia air.
2. Hindari minum air yang tidak dimasak.
Air minum yang terkontaminasi merupakan masalah pada daerah endemik tifoid.
Untuk itu, minumlah air dalam botol atau kaleng. Seka seluruh bagian luar botol atau
kaleng sebelum anda membukanya. Minum tanpa menambahkan es di dalamnya.
Gunakan air minum kemasan untuk menyikat gigi dan usahakan tidak menelan air di
pancuran kamar mandi.
3. Tidak perlu menghindari buah dan sayuran mentah.
Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak daripada yang
telah dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut. Untuk menghindari makanan mentah yang tercemar, cucilah buah dan
sayuran tersebut dengan air yang mengalir. Perhatikan apakah buah dan sayuran
tersebut masih segar atau tidak. Buah dan sayuran mentah yang tidak segar sebaiknya
tidak disajikan. Apabila tidak mungkin mendapatkan air untuk mencuci, pilihlah buah
yang dapat dikupas.
4. Pilih makanan yang masih panas.
Hindari makanan yang telah disimpan lama dan disajikan pada suhu ruang. Yang
terbaik adalah makanan yang masih panas. Walaupun tidak ada jaminan makanan
yang disajikan di restoran itu aman, hindari membeli makanan dari penjual di jalanan
yang lebih mungkin terkontaminasi.
Pusat control penyakit dan pencegahan telah menidentifikasi imunisasi menjadi a
genda penting bagi Negara berkembang yang menjadi tempat berkembang salmonella thypi.
Vaksin ini berlandaskan identifikasi gen bakteri dan mekanisme imunologi dari daya tahan ke
penyakit. Penggunaan vaksin ini merupakan pencegahan khusus yang dilakukan oleh negara
Indonesia, untuk menanggulangi terjadinya demam tifoid pada anak, sehingga anak menjadi
memiliki kekebalakn tubuh yang baik, meskipun kadang dirasakan efek sampingnya. Namun
hal ini sangat lah baik untuk dilakukan guna meningkatkan kesehatan masyarakat di
Indonesia terutama pada anak-anak. Vaksin ini sering dilakukan pada anak-anak dengan
rentang waktu tertentu serta komposisi tertentu sesuai dengan usia pada anak tersebut.
Ada tiga macam vaksin untuk melawan tifoid ini, yaitu:
No. Tipe Vaksin Komposisi Dosis Keberhasilan
(%)
Efek
Samping
1. parenteral
vaksin sel tak
aktif
Tersusun atas
zat asan karbol
panas sel vaksin
yang tidak aktif
60-67% Reaksi local
yang berat
2. Parenteral
Capsular poly
accharide
vaccine Vi
[ViCPs]
Natibodi
virulensi berupa
butir
polysaccharide
Sekali
suntikan 25
mcg (0,5
ml)
63-72% -sakit pada
daerah
tusukan
- demam
(3%)
-tidak enak
badan
-muntah
3. Vaksin hidup
yang
diperlemah
(Ty21a
vaksin)
S.thypi hidup
yang
diperlemah
3-4 kapsul 60-90% -sakit pada
abdomen
- mual
- muntah
- diare
- ruam
Pencegahan yang dilakukan pada pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari
demam tifoid, berikut beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:
1. Sering cuci tangan anda.
Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari penyebaran infeksi ke
orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir) dan sabun, kemudian gosoklah tangan
selama minimal 30 detik, terutama sebelum makan dan setelah menggunakan toilet.
2. Bersihkan alat rumah tangga secara teratur.
Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air setidaknya sekali sehari.
3. Hindari memegang makanan.
Hindari menyiapkan makanan untuk orang lain sampai dokter berkata bahwa anda tidak
menularkan lagi. Jika anda bekerja di industri makanan atau fasilitas kesehatan, anda tidak
boleh kembali bekerja sampai hasil tes memperlihatkan anda tidak lagi menyebarkan bakteri
Salmonella.
4. Gunakan barang pribadi yang terpisah.
Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda sendiri dan cuci dengan
menggunakan air dan sabun.
2.9 Pengobatan Demam Tifoid
Tujuan dari perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit tifoid atau types
adalah untuk menghentikan invasi kuman, mencegah terjadinya komplikasi, memperpendek
perjalanan penyakit, serta mencegah agar tak kambuh lagi. Pengobatan yang dilakukan untuk
penyakit tyfus ini dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian,
faeces dan urine untuk mencegah penularan. Selama tiga hari pasien harus berbaring di
tempat tidur hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan.
Untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing, Anda dapat
memberikan obat paracetamol. Sedangkan pada anak yang mengalami demam tifoid maka
pilihan antibiotika yang baik adalah kloramfenikol selama 10 hari. Sebaiknya konsultasikan
dengan dokter untuk menentukan obat yang baik untuk mengatasi demam tifoid. Selain
dengan obat-obatan juga ada cara tradisional untuk menyembuhkan penyakit typus yaitu
dengan menggunakan tanaman obat yang bisa kita jumpai di lingkungan kita.
1. penyembuhan penyakit typus dengan sambiloto (andrographis paniculata)
Fungsi dari tanaman ini adalah untuk menurunkan panas atau demam, fungsi lain untuk
antiracun dan antibengkak. Cukup efektif untuk meningkatkan kekebalan tubuh, serta
mengatasi infeksi dan merangsang phagocytosis. Bagian dari tanaman ini dapat diolah
menjadi obat berbentuk kapsul. Untuk penggunaannya : 1 jam sebelum makan 3 x 1 kapsul
(pagi, siang, sore).
2. Penyembuhan penyakit typus dengan bidara upas (merremia mammosa)
Tanaman ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit (analgesic), menetralkan racun dan
sebagai anti radang. Olah bagian dari tanaman ini dalam bentuk kapsul. Pemakainnya
sendiri : 3 x 1 kapsul/hari.
3. Menyembuhkan penyakit Typus dengan Rumput Mutiara
Tanaman ini sangat berguna untuk menghilangkan rasa panas dan anti radang, selain itu juga
sangat bermanfaat untuk mengaktifkan peredaran darah. Olah juga bagian tanaman ini
menjadi kapsul. Cara pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.
4. Menyembuhkan penyakit Typus dengan Temulawak
Sifat dari tanaman ini adalah bakteriostatik dan bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan
tubuh serta antiflasma atau pembengkakan. Olah bagian tanaman ini dalam bentuk kapsul.
Cara pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.
Obat-obatan yang dipakai untuk penyakit demam tifoid adalah :
1. Antibiotik
Demam tifoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi, sehingga memerlukan
antibiotik. Antibiotik lini pertama adalah chloramphenicol, amoxicillin, atau cotrimoxazole.
Antibiotik lini kedua adalah golongan fluoroquinolone (ofloxacin, ciprofloxacin) atau
golongan cephalosporine (ceftriaxone, cefixime, atau cefotaxime). Lama pemberian
antibiotik adalah 7-14 hari. Tirah baring selama demam sampai dengan 2 minggu normal
kembali. Dengan antibiotik yang tepat, lebih dari 99% penderita dapat disembuhkan.
Antibiotik yang banyak digunakan adalah kloramfenikol 100mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis
selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari. Kloramfenikol tidak bias diberikan
bila jumlah leukosit < 2000 ul. Bila pasien alergi, dapat diberikan golongan penisilin atau
kotrimoksazol.
2. Penurun panas
Penurun panas yang sering diberikan adalah paracetamol.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat diberikan pada demam tifoid berat.
4. Diet lunak rendah serat, dan makan makanan bergizi Penderita penyakit demam Tifoid
selama menjalani perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter
untuk di konsumsi, antara lain :
a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
b. Tidak mengandung banyak serat.
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan dengan
mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan
seterusnya.
5. Pemberian cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi
Kadang makanan diberikan melalui infus sampai penderita dapat mencerna
makanan. Jika terjadi perforasi usus, diberikan antibiotik berspektrum luas (karena berbagai
jenis bakteri akan masuk ke dalam rongga perut) dan mungkin perlu dilakukan pembedahan
untuk memperbaiki atau mengangkat bagian usus yang mengalami perforasi.
HEMOROID
1. Pengertian hemoroid
Hemoroid berasal dari kata haima yang berarti darah dan rheo yang berarti mengalir,
sehingga pengertian hemoroid secara harfiah adalah darah yang mengalir. Namun secara
klinis diartikan sebagai pelebaran vasa/vena didalam pleksus hemoroidalis yang tidak
merupakan keadaan patologik. tetapi akan menjadi patologik apabila tidak mendapat
penanganan/pengobatan yang baik. Hemoroid tidak hanya sekedar pelebaran vasa saja, tetapi
juga diikuti oleh penambahan jaringan disekitar vasa atau vena. Hemoroid adalah bagian
vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
2. Penyebab hemoroid
Berbagai penyebab yang dipercaya menimbulkan terjadinya hemoroid, antara lain sebagai
berikut :
a. BAB dengan posisi jongkok yang terlalu lama. Hal ini akan meningkatkan tekanan vena
yang akhirnya mengakibatkan pelebaran vena. Sedangkan BAB dengan posisi duduk yang
terlalu lama merupakan factor resiko hernia, karena saat duduk pintu hernia dapat menekan.
b. Obtipasi atau konstipasi kronis, konstipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami kesulitan saat Buang Air Besar (BAB) sehingga terkadang harus mengejan
dikarenakan feses yang mengeras, berbau lebih busuk dan berwarna lebih gelap dari biasanya
dan frekwensi BAB lebih dari 3 hari sekali. Pada obstipasi atau konstipasi kronis diperlukan
waktu mengejan yang lama. Hal ini mengakibatkan peregangan muskulus sphincter ani
terjadi berulang kali, dan semakin lama penderita mengejan maka akan membuat
peregangannya bertambah buruk.
c. Tekanan darah (Aliran balik venosa), seperti pada hipertensi portal akibat sirosis hepatis.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior,media dan inferior, sehingga
peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke vena-vena ini dan
mengakibatkan hemoroid.
d. Faktor pekerjaan. Orang yang harus berdiri,duduk lama, atau harus menggangkat barang
berat mempunyai predisposisi untuk terkena hemoroid.
e. Olah raga berat adalah olahraga yang mengandalkan kekuatan fisik. Yang termasuk olahraga
berat antara lain mengangkat beban berat/angkat besi, bersepeda, berkuda, latihan
pernapasan, memanah, dan berenang. Seseorang dengan kegiatan berolahraga yang terlalu
berat seperti mengangkat beban berat/angkat besi, bersepeda, berkuda, latihan pernapasan
lebih dari 3 kali seminggu dengan waktu lebih dari 30 menit akan menyebabkan peregangan .
sphincter ani terjadi berulang kali, dan semakin lama penderita mengejan maka akan
membuat peregangannya
bertambah buruk.
f. Diet rendah serat sehingga menimbulkan obstipasi.
3. Manifestasi klinis
1. Pembengkakan pada area anus
2. Timbulnya rasa gatal dan nyeri
3. Perdarahan pada faeces berwarna merah terang.
4. Keluar selaput lendir
5. Prolaps
6. Duduk berjam-jam di WC.
4. Klasifikasi hemoroid
Secara garis besar hemoroid bisa dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
a) Hemoroid ekternal merupakan varies vena hemoroidalis inferior.
b) Hemoroid internal merupakan varies vena hemoroidalis superior dan media.
Sedangkan hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat, yaitu:
a. Derajat I
Terjadi varises / pelebaran vena tetapi belum ada benjolan / prolaps saat defekasi, walaupun
defekasi dengan sekuat tenaga. Derajat I dapat diketahui melalui adanya perdarahan melalui
sigmiodoskopi.
b. Derajat II
Adanya perdarahan dan prolaps jaringan diluar anus saat mengejan selama defekasi
berlangsung, tapi prolaps ini dapat kembali secara spontan.
c. Derajat III
Sama dengan derajat II, hanya saja prolapsus tidak dapat kembali secara spontan dan harus
didorong (reposisi manual).
d. Derajat IV
Prolapsus tidak dapat direduksi / inkarserasi. Benjolan / prolapsus dapat terjepit
diluar, dapat mengalami iritasi, inflamasi, oedema, dan ulserasi, sehingga saat hal ini terjadi
baru timbul rasa
5. Patofisiologi
Hemoroid adalah bagian normal dari anorektal manusia dan berasal dari bantalan
jaringan ikat subepitelial di dalam kanalis analis. Sejak berada didalam kandungan, bantalan
tersebut mengelilingi mengelilingi dan mendukung anastomosis distal antara a. rectalis
superiordenganv.rectalis superior, media, dan inferior. Bantalan tersebut sebagian besar
disusun oleh lapisan otot halus subepitelial. Jaringan hemoroid normalmenimbulkan tekanan
didalam anus sebesar 15-20 % dari keseluruhan tekanan anus pada saat istirahat (tidak ada
aktivitas apapun) dan memberikan informasi sensoris penting yang memungkinkan anus
untuk dapat memberikan presepsi berbeda antara zat padat, cair, dan gas.Pada umumnya,
setiap orang memiliki 3 bantalan jaringan ikat subepitelial pada anus. Bantalan – bantalan
tersebut merupakan posisi-posisi dimana hemoroid bias terjadi. Ada 3 posisi utama, yaitu:
jam 3 (lateral kiri), jam 7 (posterior kanan), dan jam 11 (anterior kanan). Sebenarnya
hemoroid dapat juga menunjuk pada posisi lain, atau bahkan dapat sirkuler, namun hal ini
jarang terjadi. Mengenai jam tersebut, pemberian angka angka berdasarkan kesepakatan:
angka 6 (jam 6) menunjukan arah posterior / belakang, angka 12 (jam 12) menunjukan arah
anterior / depan, angka 3 (jam 3) menunjukan arah kiri, angka 9 (jam 9) menunjukan arah
kanan. Dengan pedoman tersebut kita bisa tentukan arah jam lainnya. Secara umum gejala
hemoroid timbul ketika hemoroid tersebut menjadi besar, inflamasi, trombosis, atau bahkan
prolaps. Adanya pembengkakan abnormal pada bantalan anus menyebabkan dilatasi dan
pembengkakan pleksus arterivenous. Hal ini mengakibatkan peregangan otot suspensorium
dan terjadi prolaps jaringan rectum melalui kanalis analis. Mukosa anus yang berwarna
merah terang karena kaya akan oksigen yang terkandung di dalam anastomosis arterivenous.
6. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
a) Pengelolaan dan modifikasi diet Diet berserat, buah-buahan dan sayuran, dan intake air
ditingkatkan. Diet serat yang dimaksud adalah diet dengan kandungan selulosa yang tinggi.
Selulosa tidak mampu dicerna oleh tubuh tetapi selulosa bersifat menyerap air sehingga feses
menjadi lunak. Makanan-makanan tersebut menyebabkan gumpalan isi usus menjadi besar
namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan secara
berlebihan.
b) Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan bagi pasien dengan hemoroid derajat awal. Obat-obatan
yang sering digunakan adalah:
a. Stool Softener, untuk mencegahkonstipasi sehingga mengurangi kebiasaan mengejan,
misalnya Docusate Sodium.
b. Anestetik topikal, untuk mengurangi rasa nyeri, misalnya Liidocaine ointmenti 5%
(Lidoderm, Dermaflex). Yang penting untuk diperhatikan adalah penggunaan obat-obatan
topikal per rectal dapat menimbulkan efek samping sistematik.
c. Mild astringent, untuk mengurangi rasa gatal pada daerah perianal yang timbul akibat iritasi
karena kelembaban yang terus-menerus dan rangsangan usus, misalnya Hamamelis water
(Witch Hazel)
d. Analgesik, untuk mengatasi rasanyeri, misalnya Acetaminophen (Tylenol, Aspirin Free
Anacin dan Feverall) yang merupakan obat anti nyeri pilihan bagi pasien yang memiliki
hiperensitifitas terhadap aspirin atau NSAID, atau pasien dengan penyakit saluran pencernaan
bagian atas atau pasien yang sedang mengkonsumsi antikoagulan oral.
e. Laxantina ringan atau berak darah (hematoscezia). Obat supositorial anti hemoroid masih
diragukan khasiatnya karena hasil yang mampu dicapai hanya sedikit. Obat terbaru di pasaran
adalah Ardium. Obat ini mampu mengecilkan hemoroid setelah dikonsumsi beberapa bulan.
Namun bila konsumsi berhenti maka hemoroid tersebut akan kambuh lagi.
2. Terapi Tindakan Non Operatif Elektif
a) Skleroterapi
Vasa darah yang mengalami varises disuntik Phenol 5 % dalam minyak nabati sehingga
terjadi nekrosis lalu fibrosis. Akibatnya, vasa darah yang menggelembung akan berkontraksi /
mengecil. Untuk itu injeksi dilakukan ke dalam submukosa pada jaringan ikat longgar di atas
hemoroid interna agar terjadi inflamasi dan berakhir dengan fibrosis. Untuk menghindari
nyeri yang hebat, suntikan harus di atas mucocutaneus juction (1-2 ml bahan
diinjeksikankekuadran simptomatik dengan alat hemoroid panjang dengan bantuan
anoskopi). Komplikasi : infeksi, prostitis akut dan reaksi hipersensitifitas terhadap bahan
yang disuntikan. Skleroterapi dan diet serat merupakan terapi baik untuk derajat 1 dan 4.
b) Ligasi dengan cincin karet (Rubber band Ligation) Teknik ini diperkenalkan oleh Baron pada
tahun 1963 dan biasa dilakukan untuk hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps.
Tonjolan ditarik dan pangkalnya (mukosa pleksus hemoroidalis) diikat denga cincin karet.
Akibatnya timbul iskemik yang menjadi nekrosis dan akhirnya terlepas. Pada bekasnya
akanmengalami fibrosis dalam beberapa hari. Pada satu kali terapi hanya diikat satu
kompleks hemoroid sedangkan ligasi selanjutnya dilakukan dalam jangka waktu dua sampai
empat minggu. Komplikasi yang mungkin timbul adalah nyeri yang hebat terutama pada
ligasi mucocutaneus junction yang kaya reseptor sensorik dan terjadi perdarahan saat polip
lepas atau nekrosis (7 sampai 10 hari) setelah ligasi.
c) Bedah Beku (Cryosurgery) Tonjolan hemoroid dibekukan dengan CO2 atu NO2 sehingga
terjadi nekrosis dan akhirnya fibrosis. Terapi ini jarang dipakai karena mukosa yang akan
dibekukan (dibuat nekrosis) sukar untuk ditentukan luasnya. Cara ini cocok untuk terapi
paliatif pada karsinoma recti inoperabel.
d) IRC (Infra Red Cauter)
Tonjolan hemoroid dicauter / dilelehkan dengan infra merah. Sehingga terjadilah nekrosis
dan akhirnya fibrosisTerapi ini diulang tiap seminggu sekali.
3. Terapi Operatif
1) Hemoroidektomi Banyak pasien yang sebenarnya belum memerlukan operasi minta untuk
dilakukan hemoroidektomi. Biasanya jika ingin masuk militer, pasien meminta dokter untuk
menjalankan operasi ini. Indikasi operasi untuk hemoroid adalah sebagai berikut:
a) Gejala kronik derajat 3 atau 4.
b) Perdarahan kronik yang tidak berhasil dengan terapi sederhana.
c) Hemoroid derajat 4 dengan nyeri akut dan trombosis serta gangren.
prinsip hemoroidektomi :
a.Eksisi hanya pada jaringanyang benar-benar berlebih.
b.Eksisi sehemat mungkin dilakukan sehingga anoedema dan kulit normal tidak
terganggu Spinchter ani.
2) Stapled Hermorrhoid Surgery (Procedure for prolapse and hemorrhoids/ PPH)
Prosedur penanganan hemoroid ini terhitung baru karena baru dikembangkan sekitar tahun
1990-an. Prinsip dari PPH adalah mempertahankan fungsi jaringan hemoroid serta
mengembalikan jaringan ke posisi semula. Jaringan hemoroid ini sebenarnya masih
diperlukan sebagai bantalan saat BAB sehingga tidak perlu dibuang semua. Prosedur tidak
bisa diterapi secara konservatif maupun terapi nonoperatif
7. Pemeriksaan penunjang
1. Hemoglobin, mengalami penurunan < 12 mg%.
2. Anoscopy, pemeriksaan dalam rektal dengan menggunakan alat, untuk mendeteksi ada
atau tidaknya hemoroid.
3. Digital rectal examination, pemeriksaan dalam rektal secara digital.
4. Sigmoidoscopy dan barium enema, pemeriksaan untuk hemoroid yang disertai
karsinoma.
5. Inspeksi Hemoroid eksterna mudah terlihat, terutama bila sudah menjadi thrombus.
Hemoroid interna yang menjadi prolaps dapat terlihat dengan cara menyuruh pasien
mengejan. Prolaps dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.
6. Rectal Toucher (RT)
Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak nyeri,
hemoroid ini dapat teraba bila sudah ada thrombus atau fibrosis. Apabila hemoroid sering
prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat
dengan dasar yang lebar. Rectal toucher (RT) diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya karsinoma recti.
7. Pemeriksaan diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolaps. Anaskopi
dimasukan untuk mengamati keempat kuadran dan akan terlihat sebagai struktur vaskuler
yang menonjol kedalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran
hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan,
derajatnya, letak, besarnya, dan keadaan lain seperti polip, fissure ani, dan tumor ganas harus
diperhatikan
8. Komplikasi
Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh
darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal dan
apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak.
Perdarahan akut semacam ini dapat menyebabkan syok hipovolemik. Sedangkan perdarahan
kronis menyebabkan terjadinya anemia, karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa
mengimbangi jumlah yangkeluar. Sering pasien datang dengan Hb 3-4. pada pasien ini
penanganannya tidak langsung operasi tetapi ditunggu sampai Hb pasien menjadi 10. prolaps
hemoroid interna dapat menjadi ireponibel, terjadi inkarserasi ( prolaps & terjepit diluar )
kemudian diikuti infeksi sampai terjadi sepsis. Sebelum terjadi iskemik dapat terjadi gangren
dulu dengan bau yang menyengat.
9. Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, pasien yang simptomatik akan menjadi asimptomatik. Dengan
melakukan terapi operatif dengan hemoroidektomi hasilnya sangat baik, namun bisa muncul
kembali (rekuren) dengan angka kejadian rekuren sekitar 2-5%. Terapi nonoperatif seperti
ligasi cincin karet (rubber band ligation) menimbulkan kejadian rekuren sekitar 30-50%
antara kurun waktu 5-10 tahun kedepan. Akan tetapi, hemoroid rekuren ini biasanya dapat
ditangani dengan terapi non operatif. Hingga saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan
keberhasilan terapi dengan PPH. Setelah sembuh, penderita tidak boleh sering mengejan dan
dianjurkan makan makanan yang berserat tinggi.
10. Diagnosa keperawatan
a. Pre operasi
Nyeri b.d adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.
Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama defekasi.
Cemas b.d rencana pembedahan dan rasa malu.
b. Post operasi
Nyeri b.d adanya luka operasi
Resiko tinggi perdarahan b.d hemoroidectomi
Resiko tinggi infeksi b.d adanya luka operasi di daerah anorektal.
11. Perencanaan keperawatan
1. Pre operasi
N
O
Diagnosa
keperawatan
NOC NIC
1. Nyeri b.d
adanya
pembengkaka
n, trombus
pembuluh
darah pada
anus
Setelahdilakukantindakankeperawatan
3x24jam dengan kriteria hasil:
Skala nyeri 0-1
Wajah pasien tampak rileks.
1. Kaji skala nyeri
pasien.
2. Anjurkan untuk
menarik nafas dalam
setiap kali timbul
nyeri.
3. Berikan posisi yang
nyaman sesuain
keinginan pasien
4. Observasi tanda-
tanda vital
5. Berikan bantal/alas
pantat
6. Anjurkan tidak
mengejanyang
berlebihan saat
defekasi.
7. Kolaborasi untuk
pemberian terapi
analgetik.
2. Konstipasi b.d
mengabaikan
dorongan
untuk defekasi
akibat nyeri
selama
defekasi.
Setelah dilakukan perawatan
selama3x24Jam dengan kriteria hasil:
Buang air besar 1 kali perhari.
Konsistensi faeces lembek, tidak ada
darah dan pus
Buang air besar tidak nyeri dan tidak
perlu mengejan lama.
1. Kaji pola eliminasi
dan konsistensi feces.
2. berikan minum air
putih 2-3 liter perhari
(bila tidak ada
kontraindikasi)
3. Berikan banyak
makan sayur dan
buah.
4. Anjurkan untuk
segera berespon bila
ada rangsangan buang
air besar
5. Anjurkan untuk
melakukan latihan
relaksasi sebelum
defekasi.
6. Anjurkan untuk
olahraga ringan
secara teratur.
7. kolaborasi untuk
pemberian terapi
laxantia dan analgetik
3. Cemas b.d
rencana
pembedahan
Setelah dilakukuan perawatan selama 3x24
jam dengan krteria hasil:
Pasien mengatakan kecemasan
berkurang.
Pasien berpartisipasi aktif dalam
perawatan.
1. Kaji tingkat
kecemasan
2. Kaji tingkat
pengetahuan pasien
tentang pembedahan.
3. Berikan kesempatan
pasien untuk
mengungkapkan
perasaannya
4. Dampingi dan
dengarkan pasien
5. Libatkan keluarga
atau pasien lain yang
menderita penyakit
yang sama untuk
memberikan
dukungan
6. Anjurkan pasien
untuk
mengungkapkan
kecemasannya
7. Kolaborasi dengan
dokter untuk
penjelasan prosedur
operasi.
8. Kolaborasi untuk
terapi anti ansietas
(bila perlu).
2. Post operasi
N
O
Diagnosa
keperawatan
NOC NIC
1. Nyeri b.d
adanya luka
operasi.
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24
jam dengan kriteria hasil:
Skala nyeri 0-1
Wajah pasien tampak rileks.
1. Kaji skala nyeri
2. Anjurkan teknik
nafas dalam dan
pengalihan perhatian
3. Berikan posisi supine
4. Observasi tanda-
tanda vital
5. Berikan bantalan
flotasi di bawah
bokong saat duduk
6. Kolaborasi pelunak
feses dan laksatif.
Beri masukan oral
setiap hari sedikitnya
2-3 liter cairan,
makanan berserat
7. Kolaborasi untuk
pemberian terapi
analgetik
2. Resiko tinggi
perdarahan b.d
hemoroidectom
i.
Setelah dilakukan perawatan selama
3x24jam dengan kriteria hasil:
balutan luka operasi tidak basah.
Tanda-tanda vital dalam batas normal
1. Monitor tanda-tanda
vital setiap 4 jam
selama 24 jam
pertama
2. Monitor tanda-tanda
hipovolemik.
3. Periksa daerah rectal
atau balutan setiap
dua jam selama 24
jam pertama.
4. Berikan kompres
dingin
5. Kolaborasi untuk
pemberian terapi
astrigen.
3. Resiko tinggi
b.d adanya luka
operasi di
daerah
anorektal
Setelah dilakukan perawatan selama
3x24jam dengan kriteria hasil:
Luka sembuh dengan baik.
tanda-tanda vital dalam batas normal.
1. Observasi tanda-
tanda vital
2. Kaji daerah operasi
terhadap
pembengkakn dan
pengeluaran pus
3. Ganti tampon setiap
kali setelah BAB
4. Kolaborasi untuk
pemberian terapi
antibiotika
FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER
Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang
saling terkait. Gelombang rangsang listrik tersebar melalui nodus SA melalui sistem
konduksi menuju miokardium untuk merangsang konduksi otot. Rangsangan listrik
ini disebut depolarisasi dan diikuti perubahan listrik kembali yang disebut
repolarisasi. Respon mekaniknya adalah sistolik (kontraksi otot) dan diastolik
(relaksasi otot). Aktivitas listrik sel yang dicatat secara grafik melalui elektroda
intrasel memperlihatkan bentuk khas yang disebut potensial aksi. Dua jenis
potensial aksi utama ±respon cepat dan respon lambat- digolongkan berdasarkan
kekuatan depolarisasi primer, baik saluran Na+ cepat atau saluran Ca++ lambat.
Potensial aksi respon cepat ditemukan pada sel otot atrium dan ventrikel serta
serabut Purkinje. Potensial aksi respon lambat pada nodus SA dan AV. Nodus SA,
nodus AV, dan serabut Purkinje mampu melakukan eksitasi sendiri (automatisasi).
Nodus SA merupakan pacemaker jantung yang dominan dengan kecepatan intrinsik
60 sampai 100 dpm. Kecepatan intrinsik nodus AV dan serabut Purkinje masing-
masing secara berurutan adalah 40 sampai 60 dpm dan 15 sampai 40 dpm. (Wilson,
2005) Aliran darah melalui perifer dipengaruhi oleh mekanisme pengaturan
instrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme pengaturan ekstrinsik yang utama adalah saraf
simpatis. Pengaturan intrinsik aliran darah diatur oleh keadaan jaringan lokal dan
sangat penting dalam optimasi aliran darah ke otak dan jantung. Aliran darah melalui
pembuluh darah bergantung pada variabel yang berlawanan: perbedaan tekanan
antara dua ujung pembuluh dan resistensi terhadap aliran. Hubungan variabel ini
paling baik diyunjukkan dengan hukum Ohm: Q = P / R. Berdasarkan hukum
Ohm, aliran darah atau curah jantung, merupakan fungsi perbedaan tekanan dalam
sistem pembuluh darah (MAP dikurang RAP), dan keadaan pembuluh resisten.
Dilatasi arteriol menyebabkan penurunan resistensi dan peningkatan aliran darah.
Sebaliknya, kontriksi arteriol meningkatkan peningkatan resistensi dan penurunan
aliran
darah. (Wilson, 2005)
A. Fungsi System Cardiovaskuler Dan Pengontrolan Curah Jantung
Fungsi System Cardiovaskuler
Fungsi sistem kardiovaskular adalah memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan
nutrisi ke seluruh jaringan dan organ tubuh yang diperlukan dalam proses metabolisme.
Secara normal setiap jaringan dan organ tubuh akan menerima aliran darah dalam jumlah
yang cukup sehingga jaringan dan organ tubuh menerima nutrisi dengan adekuat. Sistem
kardiovaskular yang berfungsi sebagai sistem regulasi melakukan mekanisme yang bervariasi
dalam merespons seluruh aktivitas tubuh. Salah satu contoh adalah mekanisme meningkatkan
suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan tertentu, darah akan lebih
banyak dialirkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk memelihara sistem
sirkulasi organ tersebut.
Komponen Sistem Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular merupakan suatu sistem transpor tertutup yang terdiri atas:
Jantung, sebagai organ pemompa.
Komponen darah, sebagai pembawa materi oksigen dan nutrisi.
Pembululi darah, sebagai media yang mengalirkan komponen darah.
Ketiga komponen tersebut harus berfungsi dengan baik agar seluruh jaringan dan
organ tubuh menerima suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat. Otot jantung, pembuluh
darah, sistem konduksi, suplai darah, dan mekanisme saraf jantung harus bekerja secara
sempurna agar sistem kardiovaskular dapat berfungsi dengan baik. Semua komponen tersebut
bekerja bersama-sama dan memengaruhi denyutan, tekanan, dan volume pompa darah untuk
menyuplai aliran darah ke seluruh jaringan sesuai kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh.
Pengontrolan Curah Jantung
Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel per menit.
Curah jantung terkadang disebut volume jantung per menit. Volumenya kurang lebih 5 L per
menit pada laki-laki berukuran rata-rata dan kurang 20 % pada perempuan.
Perhitungan curah jantung
Curah jantung = frekuensi jantung x isi sekuncup
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi curah jantung
aktivitas berat memperbesar curah jantung sampai 25 L per menit, pada atlit yang sedang
berlatih mencapai 35 L per menit. Cadangan jantung adalah kemampuan jantung untuk
memperbesar curahnya.
Aliran balik vena ke jantung. Jantung mampu menyesuaikan output dengan input-nya
berdasarkan alasan berikut:
o peningkatan aliran balik vena akan meningkatkan volume akhir diastolic
o peningkatan volume diastolic akhir, akan mengembangkan serabut miokardial ventrikel
o semakin banyak serabut oto jantung yang mengembang pada permulaan konstraksi (dalam
batasan fisiologis), semakin banyak isi ventrikel, sehingga daya konstraksi semakin besar.
Hal ini disebut hukum Frank-Starling tentang jantung.
Faktor yang mendukung aliran balik vena dan memperbesar curah jantung
o pompa otot rangka. Vena muskular memiliki katup-katup, yang memungkinkan darah hanya
mengalir menuju jantung dan mencegah aliran balik. Konstraksi otot-otot tungkai membantu
mendorong darah kea rah jantung melawan gaya gravitasi.
o Pernafasan. Selama inspirasi, peningkatan tekanan negative dalam rongga toraks menghisap
udara ke dalam paru-paru dan darah vena ke atrium.
o Reservoir vena. Di bawah stimulasi saraf simpatis, darah yang tersimpan dalam limpa, hati,
dan pembuluh besar, kembali ke jantung saat curah jantung turun.
o Gaya gravitasi di area atas jantung membantu aliran balik vena.
Faktor-faktor yang mengurangi aliran balik vena dan mempengaruhi curah jantung
o perubahan posisi tubuh dari posisi telentang menjadi tegak, memindahkan darah dari sirkulasi
pulmonary ke vena-vena tungkai. Peningkatan refleks pada frekuensi jantung dan tekanan
darah dapat mengatasi pengurangan aliran balik vena.
o Tekanan rendah abnormal pada vena (misalnya, akibat hemoragi dan volume darah rendah)
mengakibatkan pengurangan aliran balik vena dan curah jantung.
o Tekanan darah tinggi. Peningkatan tekanan darah aorta dan pulmonary memaksa ventrikel
bekerja lebih keras untuk mengeluarkan darah melawan tahanan. Semakin besar tahanan yang
harus dihadapi ventrikel yang bverkontraksi, semakin sedikit curah jantungnya.
Pengaruh tambahan pada curah jantung
o Hormone medular adrenal.
Epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin meningkatkan frekuensi jantung dan daya kontraksi
sehingga curah jantung meningkat.
o Ion.
Konsentrasi kalium, natrium, dan kalsium dalam darah serta cairan interstisial mempengaruhi
frekuensi dan curah jantungnya.
o Usia dan ukuran tubuh seseorang dapat mempengaruhi curah jantungnya.
o Penyakit kardiovaskular.
`Beberapa contoh kelainan jantung, yang membuat kerja pompa jantung kurang
efektif dan curah jantung berkurang, meliputi:
1. Aterosklerosis, penumpukan plak-plak dalam dinding pembuluh darah koroner, pada
akhirnya akan mengakibatkan sumbatan aliran darah.
2. Penyakit jantung iskemik, supali darah ke miokardium tidak mencukupi, biasanya terjadi
akibat aterosklerosis pada arteri koroner dan dapat menyebabkan gagal jantung.
3. Infark miokardial (serangan jantung), biasanya terjadi akibat suatu penurunan tiba-tiba pada
suplai darah ke miokardium.
4. Penyakit katup jantung akan mengurangi curah darah jantung terutama saat melakukan
aktivitas (Ethel, 2003: 236-237).
B. Regulasi Tekanan Darah Dan Mekanisme Jantung Sebagai Pompa
Regulasi Tekanan darah
Sistem Saraf
Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan mempengaruhi tahanan pembuluh
darah perifer. Dua mekanisme yang dilakukan adalah mempengaruhi distribusi darah dan
mempengaruhi diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol sistem saraf terhadap tekanan
darah melibatkan: baroreseptor dan serabut2 aferennya, pusat vasomotor dimedula oblongata
serta serabut2 vasomotor dan otot polos pembuluh darah. Kemoreseptor dan pusat kontrol
tertinggi diotak juga mempengaruhi mekanisme kontrol saraf.
Pusat Vasomotor mempengaruhi diameter pembuluh darah dengan mengeluarkan
epinefrin sebagai vasokonstriktor kuat, dan asetilkolin sebagai vasodilator. Baroresptor,
berlokasi pada sinus karotikus dan arkus aorta. Baroresptor dipengaruhi oleh perubahan
tekanan darah pembuluh arteri. Kemoresptor, berlokasi pada badan karotis dan arkus aorta.
Kemoreseptor dipengaruhi oleh kandungan O2, CO2, atau PH darah.
Kontrol Kimia
Selain CO2 dan O2, sejumlah kimia darah juga membantu regulasi tekanan darah
melalui refleks kemoreseptor yang akan dibawa ke pusat vasomotor. Hormon yang
mempengaruhi: epinefrin dan norepinefrin, Natriuretik Atrial, ADH, angiotensin II, NO, dan
alkohol.
Mekanisme Jantung Sebagai Pompa
Siklus jantung sebagai pompa berkaitan dengan kontraksi dan pengosongan ventrikel
yang disebut sistole, serta pengisian dan relaksasi ventrikel yang disebut diastole. Ketika
atrium berkontraksi maka ventrikel sedang relaksasi dan sebaliknya atrium relaksasi maka
disitu ventrikel sedang berkontraksi.
Diawali darah dari seluruh tubuh masuk melalui vena cava superior dan vena cava
inferior menuju atrium kanan kemudian masuk ke ventrikel kanan dan ke pembuluh arteri
pulmonalis menuju paru untuk didifusi dan oksigenasi dialirkan menuju atrium kiri,
kemudian ventrikel kiri kemudian ke aorta didistribusikan ke seluruh jaringan.
Dalam siklusnya, jantung menghasilkan dua suara. Suara jantung I (lubb), yaitu suara
yang ditimbulkan oleh penutupan dari valvula bicuspidalis dan valvula tricuspidalis (katup
atrioventrikular), menimbulkan suara panjang. Suara jantung II (dupp), yaitu suara yang
ditimbulkan oleh penutupan dari valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris pulmonal,
menimbulkan suara pendek dan tajam.
Katup-katup tersebut akan membuka dan menutup secara pasif disebabkan oleh
perbedaan tekanan antara atrium dengan ventrikel, maupun antara ventrikel dengan aorta
ataupun trunkus pulmonalis.
Secara klinis, sistole adalah periode yang terjadi diantara suara jantung I dengan suara
jantung II, sedangkan diastole adalah periode yang terjadi diantara suara jantung II dengan
suara jantung I. Fase diastole juga disebut sebagai fase pengisian, fase relaksasi (katup mitral
dan trikuspid terbuka). Sedangkan pada fase sistolik katup aorta dan pulmonal membuka,
sementara katub mitral dan trikuspid yang menutup.
Siklus jantung sebagai pompa (Cardiac cycle), dimulai dari darah masuk melalui
vena-vena besar menuju atrium (hampir sama baik kiri dan kanan), lalu dari atrium itu darah
akan mengalir langsung ke dalam ventrikel melalui valvula bicuspidalis dan valvula
tricuspidalis yang terbuka sebelum terjadi kontraksi atrium. Fase ini disebut fase pengisian
pada diastolik (passive ventricular fillingà mid-diastole atau rapid filling), dimana volume
darah dari atrium yang masuk ke ventrikel baru sebanyak 75%.
Selanjutnya, atrium akan berkontraksi dan memompa 25% darah lagi masuk ke dalam
ventrikel sehingga ventrikel menjadi penuh 100% atau sebesar 120 mL (Ending Diastolik
Volume), fase ini merupakan akhir dari diastole atau diastesis (pengisian ventrikel secara
lambat).
Kontraksi yang tadinya terjadi pada atrium (karena potensial aksi) akan menjalar
merangsang ventrikel (atrial kick). Miokardium dari ventrikel akan berkontraksi tetapi kedua
valvula semilunaris masih tertutup dan volume dari ventrikel masih tetap seperti sebelumnya.
Fase ini disebut dengan fase kontraksi isovolumetrik, dimana terjadi peningkatan tekanan
pada ventrikel melebihi tekanan pada atrium, akibatnya valvula bicuspidalis dan valvula
tricuspidalis jadi tertutup (menimbulkan suara jantung I).
Tekanan ventrikel yang meningkat akan menyebabkan kedua valvula semilunaris jadi
membuka, dimana tekanan ventrikel sinistra akan melebihi tekanan aorta saat mencapai
sekitar 80 mmHg, sedangkan tekanan ventrikel dextra akan melebihi tekanan arteri
pulmonalis saat mencapai sekitar 10 mmHg, inilah yang menyebabkan valvula semilunaris
aorta dan valvula semilunaris pulmonal jadi membuka. Pembukaan kedua valvula semilunaris
tersebut akan memulai fase ejeksi pada sistolik.
Pada fase ejeksi ini tekanan ventrikel sinistra dan aorta mencapai tekanan maksimum
yang berkisar 120 mmHg. Sebagian besar volume sekuncup akan dipompakan secara cepat
selama fase awal, dan kecepatan aliran pada aorta akan meningkat hingga mencapai
maksimum. Tekanan ventrikel tersebut kemudian mulai turun (volume sekuncup yang tersisa
dipompakan lebih lambat) sampai akhirnya di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis, ini
menyebabkan kedua valvula semilunaris menutup (menimbulkan suara jantung II). Dari fase
ini tidak semua darah dipompa keluar dari ventrikel menuju aorta dan arteri pulmonalis, tapi
ada darah yang masih tersisa dalam ventrikel sebagai volume residu yang banyaknya sekitar
40 mL (Ending Sistolik Volume). Perlu diingat bahwa pada fase ejeksi ini valvula
atrioventrikular tetap tertutup agar ketika darah dipompa ventrikel ke aorta dan arteri
pulmonalis dengan tekanan yang besar darah tersebut tidak kembali ke atrium.
Diastole sekarang dimulai dengan fase relaksasi isovolumetrik, pada fase ini kedua
valvula semilunaris dan valvula atrioventrikular masih tertutup, miokardium pun mengalami
relaksasi. Pada fase ini darah dari atrium telah terisi kembali karena ada suatu proses yang
menghasilkan efek menghisap akibat turunnya tekanan valvula atrioventrikular selama fase
ejeksi sebelumnya. Tekanan ventrikel pun menurun tajam sedangkan sebaliknya, tekanan
atrium telah naik (karena darah yang telah masuk ke atrium), hal ini menyebabkan valvula
bicuspidalis dan valvula tricuspidalis terbuka kembali.
Setelah valvula atrioventrikular tersebut terbuka, darah dari atrium mengalir ke
ventrikel tanpa kontraksi dari atrium, jadi pada fase ini siklus jantung sebagai pompa kembali
pada fase pengisian pada diastolik dan seterusnya berurutan melewati fase-fase seperti yang
sudah dijelaskan di atas.
C. System Konduktifitas Jantung Dan Elektrofosiologi
Sistem Konduktifitas Jantung
Didalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang menghantarkan aliran listrik,
jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khusus, yaitu sebagai berikut :
1. Otomatisasi : kemampuan menghasilkan impuls secara spontan
2. Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur
3. Konduktifitas : kemampuan untuk menyalurkan impul
4. Daya rangsang : kemampuan untuk menanggapi stimulasi
Berdasarkan sifat-sifat tersebut diatas, maka secara spontan dan teratur jantung akan
menghasilkan impuls-impuls yang disalurkan melalui system hantar untuk merangsang otot
jantung dan bisa menimbulkan kontraksi otot. Perjalanan impuls dimaulai dari nodus SA,
nodus AV, sampai keserabut purkinje.
Simpul/Nodus Sino-Atrial (Sa)
Simpul Sino-Atrial (SA) merupakan kepingan berbentuk sabit dari otot yang
mengalami spesialisasi dengan lebar kira-kira 3 mm dan panjang 1 cm, simpul ini terletak
pada dinding posterior atrium kanan tepat dibawah dan medial terhadap muara vena kava
superior, serabut-serabut simpul ini masing-masing bergaris tengah 3 – 5 mikron, berbeda
dengan serabut otot atrium sekitarnya yang bergaris tengah 15-20 mikron. Tetapi, serabut SA
berhubungan langsung dengan serabut atrium sehingga setiap potensial alksi yang mulai pada
simpul SA segera menyebar keatrium.
Disebut pemacu alami karena secara teratur mengeluarkan aliran listrik impuls yang
kemudian menggerakkan jantung secara otomatis. Pada keadaan normal, impuls yang
dikeluarkan frekuensinya 60-100 kali/menit. Respon dari impuls SA memberikan dampak
pada aktifitas atrium. SA node dapat menghasilkan impuls karena adanya sel-sel pacemaker
yang mengeluarkan impuls secara otomatis. Sel ini dipengaruhi oleh saraf simpatis dan
parasimpatis. Irama otomatis serabut sinoatrial. Sebagian terbesar serabut jantung
mempunyai kemampuan eksitasi sendiri suatu proses yang dapat menyebabkan berirama
otomatis. Ini terutama terjadi pada serabut-serabut system penghantar peroses jantung.
Bagian system ini yang terutama menunjukkan eksitasi sendiri adalah serabut simpul SA.
Berdasarkan alasan ini simpul SA biasanya mengatur kecepatan denyut seluruh jantung.
Serabut SA sedikit berbeda dari sebagian terbesar serabut otot jantung lainnya, yaitu hanya
mempunyai potensial membrane istirahat dari 55 – 60 mvolt, dibandingkan dengan 85-95
mvolt pada sebagian terbesar serabut lainnya, potensial istirahat yang rendah ini disebabkan
oleh sifat membrane yang mudah ditembus oleh ion natrium. Kebocoran natrium ini juga
yang menyebabkan eksitasi sendiri dari serabut SA.
Lintasan Internodal Dan Penghantaran Impuls Jantung Keseluruh Atrium
Ujung serabut simpul SA bersatu dengan serabut otot atrium yang ada disekitarnya, dan
potensial aksi yang berasal dari simpul SA berjalan keluar, masuk serabut tersebut. Dengan
jalan ini, potensial aksi menyebar keseluruh masa otot atrium dan akhirnya juga kesimpul
AV. Kecepatan penghantaran dalam otot atrium sekitar 0,3 meter/detik. Tetapi penghantaran
sedikit lebih cepat dalam beberapa berkas kecil serabut otot atrium, sebagian diantaranya
berjalan langsung dari simpul SA kesimpul AV dan menghantarkan impuls jantung dengan
kecepatan sekitar 0,45-0,6 meter/detik. Lintasan ini yang dinamakan lintasan intermodal.
Simpul/Nodus Atrioventrikular (Av)
Letaknya didalam dinding septum (sekat) atrium sebelah kanan tepat diatas katup
trikuspidalis dekat muara sinus koronarius, serabut simpul AV bila tidak dirangsang oleh
suatu sumber dari luar ,mengeluarkan impuls dengan kecepatan berirama intrinsic 40 – 60
kali/menit. AV node mempunyai dua fungsi penting sebagai berikut :
1. Impuls jantung ditahan disini selama 0,1 atau 100 ml/detik, untuk memungkinkan pengisian
ventrikel selama atrium berkontraksi
2. Mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai ventrikel.
Penundaan penghantaran pada simpul AV, system penghantaran diatur sedemikian rupa
sehingga impuls jantung tidak berjalan dari atrium ke ventrikel terlalu cepat, ini member
peluang bagi atrium untuk mengosongkan isinya kedalam ventrikel sebelum kontraksi
ventrikel mulai. Terutama simpul AV dan serabut penghantar penyertanya bahwa penundaan
penghantaran impuls ini dari atrium ke ventrikel.
Bundle His
Berfungsi menghantarkan impuls dari nodus AV ke sistem bundle branch
Bundle Branch
Merupakan lanjutan dari bundle of his yang bercabang menjadi dua bagian berikut.
1. Right bundle branch ( RBB/ cabang kanan ), mengirim impuls ke otot jantung ventrikel
kanan
2. Leaft bundle branch ( LBB/ cabang kiri ), yang terbagi dua yaitu :
Deviasi kebelakang (left posterior vesicle) menghantarkan impuls ke endokardium ventrikel
kiri bagian posterior dan inferior
Deviasi kedepan (left anterior vesicle) menghantarkan impuls ke endokardium ventrikel kiri
bagian anterior dan superior.
Sistem Purkinje
Merupakan bagian ujung dari bundle branch. Menghantarkan atau mengirimkan
impuls menuju lapisan subendokard pada kedua ventrikel, sehingga terjadi depolarisasi yang
diikuti oleh kontraksi ventrikel.
Serabut purkinje yang meninggalkan simpul AV melalui berkas AV dan amsuk
kedalam ventrikel mempunyai sifat-sifat fungsional yang sangat berlawanan dengan sifat-
sifat fungsional serabut simpul AV, serabut purkinje mengeluarkan impuls dengan kecepatan
antara 20 – 40 kali/menit, serabut ini merupakan serabut yang sangat besar, bahkan lebih
besar dari pada serabut otot ventrikel normal, dan serabut ini menghantarkan impuls dengan
kecepatan 1,5 – 4 meter/detik, suatu kecepatan sekitar 6 kali kecepatan dalam otot jantung
biasanya dan 150 kali kecepatan dalam serabut sambungan. Hal ini
memungkinkanpenghantaran impuls jantung yang sangat cepat keseluruh system ventrikel.
Distribusi serabut-serabut purkinje didalam ventrikel. Serabut purkinje, setelah
berasal dari dalam simpul AV, membentuk berkas AV, yang kemudian menyusup melalui
jaringan fibrosa diantara katup-katup jantung dan kemudian kedalam system ventrikel.
Berkas AV hamper segera membagi diri kedalam cabang-cabang berkas kanan dan kiri yang
terletak di bawah endokardium sisi septum masing-masing. Tiap-tiao cabang ini berjalan
kebawah menuju apeks ventrikel masing-masing, tetapi kemudian membagi menjadi cabang-
cabang kecil dantersebar di sekitar tiap-tiap ruang ventrikel dan akhirnya kembali kedasar
jantung sepanjang dinding lateral. Serabut Purkinje terminal menenbus massa otot untuk
berakhir pada serabut otot. Dari saat inpuls jantung pertama-tama memasuki berkas AV
sampai ia mencapai ujung serabut purkinje, waktu total yang berlalu hanya 0,03 detik. Jadi,
sekali suatu inpuls jantung memasuki system purkinje, ia menyebar hamper dengan segera
keseleruh permukaan endokardium otot ventrikel.
Pengaturan Eksitasi Dan Penghantaran Didalam Jantung
Simpul Sa Sebagai Pemacu Jantung
Pembangkitan dan penghantaran impuls jantung keseluruh bagian jantung, dalam
keadaan normal impuls muncul dari simpul SA. Tetapi ini tidak perlu terjadi dalam keadaan
abnormal, karena bagian-bagian lainnya dari jantung dapat memperlihatkan kontraksi
berirama dengan cara yang sama seperti serabut simpul SA, ini terutama terjadi pada simpul
AV dan serabut purkinje.
Serabut simpul AV, bila tidak dirangsang oleh suatu sumber dari luar, mengeluarkan
impuls dengan kecepatan berirama intrinsic 40-60 kali/menit, dan serabut purkinje
mengeluarkan impuls diantara 20 – 40 kali/menit. Kecepatan ini berbeda dengan kecepatan
normal simpul SA sebesar 60 -100 kali/menit.
Frekwensi simpul SA jauh lebih besar dari pada simpul AV atau serabut purkinje.
Setiap kali simpul SA mengeluarkan impuls, impulsnya dihantarkan ke serabut AV dan
purkinje, sehingga melepaskan muatan membrane peka rangsang mereka. Kemudian semua
jaringan ini, seperti juga simpul SA, kembali dari potensial aksi dan menjadi sangat
terhiperpolarisasi. Tetapi simpul SA kehilangan hiperpolarisasi ini jauh lebih cepat dari pada
dua lainnya dan memancarkan impuls baru sebelum salah satu dari dua lainnya dapat
mencapai ambang mereka untuk eksitasi sendiri. Impuls baru ini sekali lagi melepaskan
muatan simpul AV dan serabut purkinje. Proses ini berlangsung terus menerus, simpul SA
selalu merangsang jaringan-jaringan lain yang mempuanyai potensi untuk eksitasi sendiri
sebelum eksitasi sendiri itu dapat benar-benar terjadi. Jadi, simpul SA mengatur denyut
jantung karena kecepatan impuls beriramanya lebih besar dari pada bagian jantung lainnya.
Oleh karena itu, dikatakan bahwa simpul SA merupakan pemacu jantung normal.
Pemacu Jantung Abnormal (Ektopik)
Kadang-kadang suatu bagian jantung lain mengeluarkan impuls berirama yang lebih
cepat dari pada simpul SA. Misalnya ini sering terjadi didalam simpul AV atau serabut
purkinje. Dalam salah satu kasus ini, pemacu jantung beralih dari simpul SA ke simpul AV
atau serabut purkinje yang pekah rangsang. Kadang;kadang suatu tempat didalam otot atrium
atau ventrikel mengembangkan kepekaan berkelebihan dan menjadi pemacu jantung. Suatu
pemacu jantung ditempat lain dari pada simpul SA disebut suatu pemacu jantung ektopik.
Penyebaran Eksitasi Jantung
Depolarisasi yang dimulai pada SA node disebarkan secara radial ke seluruh atrium,
kemudian semuanya bertemu di AV node. Seluruh depolarisasi atrium berlangsung selama
kira-kira 0,1 detik. Oleh karena itu hantaran di AV node lambat maka terjadi perlambatan
kira-kira 0,1 detik (perlambatan AV node) sebelum eksitasi menyebar keventrikel.
Perlambatan ini diperpendek oleh perangsangan saraf simpatis yang menuju jantung dan akan
memanjang akibat perangsangan vagus. Dari punjak septum, gelombang depolarisasi
menyebar secara cepat didalam serat penghantar purkinye ke semua bagian ventrikel dalam
waktu 0,08-0,1 detik. Pada manusia, depolarisasi otot ventrikel di mulai pada sisi kiri septum
interventrikuler dan bergerak pertama-tama kekanan menyebrangi bagian septum.
Gelombang depolarisasi kemudian menyebar kebagian bawah septum menuju apeks jantung.
Setelah itu kembali sepanjang dinding ventrikel ke alur AV, kemudian terus berjalan dari
permukaan endokardium ke epikardium.
Elektro Kardiogram
Sewaktu gelombang impuls berjalan melalui jantung, arus listrik menyebar kedalam
jaringan disekitar jantung, dan sebagian kecil menyebar kesemua arah permukaan tubuh. Bila
elektroda ditempatkan dipermukaan tubuh pada sisi yang berhadapan dengan jantung,
potensial listrik yang dibangkitkan oleh jantung dapat direkam, rekaman ini dikenal sebagai
elektrokardiogram (EKG).
Sifat-Sifat Elektrokardiogram
Elektrokardiogram normal terdiri dari sebuah gelombang P, sebuah kompleks QRS
dan sebuah gelombang T. kompleks QRS sebenarnya merupakan 3 gelombang tersendiri,
gelombang Q, gelombang R dan gelombang S, kesemuanya disebabkan oleh lewatnya impuls
jantung melalui ventrikel ini. Dalam EKG yang normal, gelombang Q dan S sering sangat
kurang menonjol dari pada gelombang R dan kadang-kadang tidak ada, tetapi walau
bagaimanapun gelombang ini masih di kenal sebagai kompleks QRS.
Gelombang P disebabkan oleh arus listrik yang dibangkitkan sewaktu atrium
mengalami depolarisasi (kondisi dimana terjadi proses penyebaran impuls/sinyal pada
jantung) sebelum berkontraksi.
Gelombang QRS disebabkan oleh arus listrik yang dibangkitkan ketika ventrikel
mengalami depolarisasi sebelum berkontraksi, oleh karena itu gelombang P dan komponen-
komponen kompleks QRS adalah gelombang/fase depolarisasi.
Gelombang Q : defleksi (merupakan penyebaran proses depolarisasi) negatif pertama
sesudah gelombang P dan yang mendahului defleksi R, dibangkitkan oleh depolarisasi
permulaan ventrikel.
Gelombang R : defleksi positif pertama sesuadah gelombang P dan yang ditimbulkan
oleh depolarisasi utama ventrikel.
Gelombang S : defleksi negatif sesudah defleksi R.
Gelombang T disebabkan oleh arus listrik yang dibangkitkan sewaktu ventrikel
kembali dari keadaan depolarisasi, proses ini terjadi didalam otot ventrikel sekitar 0,25 detik
setelah depolarisasi, dan gelombang ini dikenal sebagai suatu gelombang repolarisasi
(kondisi dimana otot-otot jantung tidak melakukan aktifitas/istirahat)
Voltase Dan Kalibrasi Waktu Pada Elektrokardiogram
Interval P – Q jangka waktu diantara permulaan gelombang P dan permulaan
gelombang QRS adalah interval diantara permulaan konraksi atrium dan permulaan kontraksi
permulaan ventrikel. Periode waktu ini disebut interval P – Q. interval ini normalnya sekitar
0,16 detik, interval ini kadang-kadang juga disebut Interval P – R gelombang Q sering tidak
ada.
Interval Q – T. kontraksi ventrikel pada dasarnya berlangsung diantara permulaan gelombang
Q dan akhir gelombang T, interval waktu ini disebut interval Q – T dan biasanya kira-kira
0,30 detik.
Elektrofisiologi
Aktivitas listrik dari jantung merupakan akibat perubahan-perubahan permeabilitas
membrab sel, yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membrane tersebut dan
mengubah muatan listrik relative sepanjang membrane sel.
Ion keluar masuk melalui kanal cepat dank anal lambat. Ada 3 ion yang sangat berperan
yaitu K, Na, Ca. Kalium merupakan kation utama intra sel, sedangkan diekstrasel adalah
Calsium.
Potensial Aksi
Terdiri dari 5 fase elektrofisiologi:
1. Fase istirahat- fase 4: pada keadaan istirahat bagian dalam sel relative negative sedangkan
bagian luar relative positif. Membrane sel akan lebih permeable terhadap kalium
dibandingkan natrium, karena itu sejumlah kecil ion K akan merembes keluar(dari kadar
yang tinggi ke kadar yang rendah K). dengan hilangnya ion K dari intrasel maka bagian
dalam sel menjadi relative negative.
2. Depolarisasi cepat- fase 0(upstroke): depolarisasi sel adalah akibat permebilitas membrane
terhadap natrium sangat meningkat. Na diluar sel akan mengalir cepat masuk ke dalam sel
melalui saluran cepat sehingga mengubah muatan negative di sepanjang membrane sel,
bagian luar menjadi negative dan bagian dalam menjadi positif.
3. Repolarisasi parsial-fase 1 (spike): segera sesudah depolarisasi maka terjadi sedikit
perubahan mendadak dari kadar ion dan timbul suatu muatan listrik relative. Tambahan
muatan negative di dalam sel menyebabkan muatan positif nya agak berkurang. Sebagai
efeknya sebagian sel itu mengalami repolarisasi. Terjadi inaktifasi dari saluran cepat Na.
4. Plateu-fase 2: suatu plateu yang sesuai dengan periode refarkter absolute miokardium. Pada
fase ini tidak terjadi perubahn muatan listrik melalui membaran sel. Jumlah ion yg keluar
masuk dalam posisi keseimbangan. Plateu terutama disebabkan oleh aliran ion kalsium
kedalam sel secara perlahan dibantu juga oleh gerakan ion Na sedikit demi sedikit melalui
saluran lambat. Gerakan muatan positif ke dalam ini diimbangi oleh gerakan ion K ke luar.
5. Repolarisasi cepat-fase 3(downstroke): selama repolarisasi cepat maka aliran muatan kalsium
dan natrium ke dalam sel di inaktifkan dan permeabilitas membrane terhadap kalium sangat
meningkat, kalium keluar sel dengan demikian mengurangi muatan positif didalam sel.
Bagian dalam sel akhirnya kembali ke keadaan negative dan bagian luar relative positif.
Distribusi ion pada keadaan istirahat dipulihkan kembali melalui kegitan kontinyu pompa Na-
K yang dengan aktif memindahkan kalium ke dalam sel dan Natrium ke luar sel.
D. Sirkulasi System Cardiovaskuler Dan Darah
Sistem kardiovaskuler mendistribusikan darah ke seluruh tubuh melalui sistem
peredaran darah (sirkulasi darah). Sirkulasi darah terbagi menjadi 2 bagian yaitu sirkulasi
sistemik dan sirkulasi pulmonal.
Sirkulasi pulmonal atau disebut juga sistem peredaran darah kecil adalah sirkulasi darah antara
jantung dan paru-paru. Darah dari jantung (ventrikel kanan) dialirkan ke paru-paru melalui
arteri pulmonalis. Darah ini banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa metabolisme
untuk dibuang melalui paru-paru ke atmosfer. Selanjutnya darah akan teroksigenasi pada
kapiler paru dan kembali ke jantung (atrium kiri) melalui vena pulmonalis.
Sirkulasi sistemik atau peredaran darah besar adalah srikulasi darah dari jantung (ventrikel kiri)
ke seluruh tubuh (kecuali paru-paru). Darah dari ventrikel kiri dipompakan ke seluruh tubuh
melalui aorta, kemudian aorta bercabang-cabang menjadi arteri-arteri yang lebih kecil yang
tersebar ke seluruh tubuh. Selanjutnya darah dikembalikan ke jantung (atrium kanan) melalui
vena cava.
Sirkulasi darah antara jantung dan seluruh tubuh berjalan satu arah. Darah dari ventrikel kanan
dialirkan ke paru-paru kemudian kembali ke jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh dari
ventrikel kiri melalui aorta. Aorta akan bercabang-cabang menjadi arteri, arteriola dan
kapiler. Selanjutnya dikembalikan ke jantung melalui vena (pembuluh balik).
PENYAKIT KULIT
Kulit merupakan organ terluas dan terluar penyusun tubuh manusia, tanpa kulit yang
melindungi organ dalam tubuh dan susunan tulang, manusia akan tampak mengerikan.
Kulit memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah untuk melindungi permukaan tubuh dari
faktor eksternal, menjaga suhu tubuh, serta mengeluarkan kotoran tertentu yang mana tidak
tepat bila dikeluarkan melakukan feses atau urin.
Gangguan pada kulit biasa terjadi karena beberapa faktor, seperti alergi akan suhu tertentu
(faktor iklim), lingkungan tempat tinggal yang membuat kulit menjadi lebih sensitif, gaya
hidup yang tidak bersih dan masih banyak lagi.
Gangguan Pada Kulit Manusia
Gangguan pada kulit manusia biasanya akan ditunjukkan lewat gejala yang sama, disebabkan
karena faktor setipe dan membutuhkan pengobatan yang sama, meskipun jenis penyakit kulit
yang diderita bervariasi.
Walaupun begitu, setiap penyakit kulit akan memperlihatkan varians gejala serta keparahan
dan karakteristik berbeda bahkan dapat dikatakan cukup unik. Jenis penyakit kulit yang
ditampilkan dapat terlihat atau tidak terlihat yang mana akan mengancam kehidupan
seseorang yang mengalaminya.
Gangguan Pada Kulit dan Cara Mengatasinya
Berikut ini beberapa gangguan pada kulit dan cara mengatasinya:
Eksim
Eksim merupakan penyakit kulit yang dialami oleh manusia dan ditunjukkan dengan ciri
fisik, kulit akan tampak kemerahan, bersisik, terasa gatal disaat malam hari, timbul
gelembung kecil yang berkelompok ( mengandung air atau bisa jadi nanah), kulit pecah-
pecah, terasa bengkak bahkan bisa melepuh.
Mengatasi gangguan kulit eksim bisa dilakukan secara alami, yakni dengan menggunakan
jahe yang diparut halus dan diperas airnya, air perasan jahe kemudian dicampur dengan air
perasan dari halusan lobak. Kedua air perasan alami tersebut dapat dimanfaatkan secara
langsung sebagai obat eksim oles.
Kudis dan panu
Kudis merupakan penyakit kulit yang dapat menular, mereka yang menderita kudis akan
merasakan gatal yang begitu menyiksa di malam hari, kudis akan menyerang daerah kulit
yang lembab, seperti lipatan ketiak, sela jari tangan maupun jari kaki dan tangan. Sedangkan
panu merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh pertumbuhan jamur.
Ditandai dengan bercak dan rasa gatal pada kulit, bercak berwarna putih, bisa juga merah
atau coklat tergantung dengan warna kulit asli penderita. Kudis dan panu dapat diobati
dengan menggunakan lengkuas. Tumbuk halus beberapa rimpang lengkuas lalu campur
dengan bawang putih yang telah dihaluskan, balurkan campuran alamu ini pada daerah kulit
yang terdapat kudis dan panu.
Kurap
Penyakit kulit ini menular dan disebabkan oleh infeksi jamur. Tanda kulit terinfeksi jamur
kurap dapat dilihat ketika ada lingkaran merah muda dan kulit kasar di beberapa bagian kulit.
Bisul
Berbeda dengan kurap, bisul merupakan penyakit kulit yang berupa seperti benjolan, berisi
nanah dan berwarna merah. Pada umumnya, bisul terasa panas dan dapat tumbuh di mana
pun di bagian tubuh yang lembab.
Kutu air
Penyakit ini disebabkan oleh jamur yang kemudian menyebar ke sela jari tangan, sela jari
kaki atau juga bisa terdapat pada lipatan paha. Kulit yang terkena kutu air akan memiliki
luka, khususnya pada lipatan kulit, kulit terasa gatal dan apabila kulit digaruk akan terbentuk
peradangan maupun pembengkakan di sekitar bagian kulit yang sakit.
Gangguan pada kulit bisa dicegah dengan rajin membersihkan tubuh, gunakan sabun mandi
yang mampu melawan bakteri dan mencegah pertumbuhan jamur terjadi pada permukaan
kulit. Mencegah penyakit kulit harus Anda lakukan seterusnya, karena kulit adalah bagian
penyusun tubuh yang paling mudah terlihat.
KERACUNAN
A. Definisi
Istilah racun bersinonim dengan kata toksin dan bisa, namun memiliki definisi yang
berbeda antara yang satu dengan lainnya. Kata "toksin" didefinisi sebagai racun yang
dihasilkan dari proses biologi, atau sering disebut sebagai biotoksin. Sementara, bisa
didefinisikan sebagai cairan mengandung racun yang disekresikan atau dihasilkan oleh hewan
selama proses pertahanan diri atau menyerang hewan lain dengan gigitan maupun sengatan.
Racun adalah sesuatu yang bila masuk kedalam tubuh kita menyebabkan keadaan
tidak sehat dan bisa membahayakan jiwa ( Ircham Machfoed, dkk, 2012:87). Racun dapat
berupa obat yang diminum dengan dosis yang berlebihan, seperti misalnya obat penghilang
rasa nyeri dan pusing yang banyak dijual ditoko obat bebas, obat tidur dan lain-lainnya. Bisa
juga zat-zat kimia seperti obat pemati serangga, cairan pembersih rumah tangga atau terkena
serangan gigitan ular, serangga, atau terhisap gas-gas melalui paru-paru, pestisida yang
terserap melalui pori-pori kulit dan lain-lain.
Dalam sebuah buku forensik medis yang ditulis oleh JL Casper, racun diklasifikasikan
menjadi 5 golongan, yaitu:
a. Racun iritan, yaitu racun yang menimbulkan iritasi dan radang. Contohnya asam mineral,
fungi beracun, dan preparasi arsenik.
b. Racun penyebab hiperemia, racun narkotik, yang terbukti dapat berakibat fatal pada otak,
paru-paru, dan jantung. Contohnya opium, tembakau, konium, dogitalis, dan lain lain.
c. Racun yang melumpuhkan saraf, dengan meracuni darah, organ pusat saraf dapat lumpuh
dan menimbulkan akibat yang fatal seperti kematian tiba-tiba. Contohnya asam hidrosianat,
sianida seng, dan kloroform.
d. Racun yang menyebabkan marasmus, biasanya bersifat kronis dan dapat berakibat fatal bagi
kesehatan secara perlahan. Contohnya bismut putih, asap timbal, merkuri, dan arsenik.
e. Racun yang menyebabkan infeksi (racun septik), dapat berupa racun makanan yang pada
keadaan tertentu menimbulkan sakit Pyaemia (atau pyemia) dan tipus pada hewan ternak.
Keracunan adalah keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau makanan
kedalam tubuh melalui berbagai cara, seperti melalaui saluran pencernaan, saluran
pernafasan, atau melalui kulit (Iskandar Junaidi, 2011:55).
B. Macam – Macam Keracunan
a. Keracunan makanan
Makanan adalah sesuatu yang mengandung zat-zat (nutrient) yang digunakan untuk
kelangsungan hidup manusia. Makanan mengandung zat yang dibutuhkan manusia dan
secara kontinu dibutuhkan setiap hari. Berbagai bahaya dapat terjadi berhubungan dengan
makanan. Bahaya itu mungkin karena proses yang terjadi pada makanan itu atau merupakan
sifat yang sudah ada atau zat yang berbahaya dari luar masuk dan mengotori makanan itu.
Bahaya yang dapat terjadi dari makanan adalah keracunan. Racun yang terdapat dalam
makanan mungkin merupakan racun alam yang sudah ada dalam makanan itu yang baik di
sengaja atau tidak tercampur dalam makanan. Racun dalam makanan dapat berasal dari :
1. racun alami, berbagai bahan makanan baik nabati maupun hewani yang mengandung
racun yang pada umumnya sudah di kenal oleh masyarakat, yaitu : Singkong yang
mengandung HCN, cendawan dapat mengandung muskarin, biji bengkuang
mengandung pakpakrizida, jengkol mengandung asam jengkol.
2. racun yang berasal dari luar makanan, misalnya sayuran yang terkontaminasi oleh
insektisida racun yang berbentuk bubuk di sangka tepung.
3. racun yang disebabkan karena mikro organisme yang terdapat pada makanan,
misalnya Clostridium botulium, mengeluarkan toxin yang menyerang saraf,
Streptococcus, menyebabkan diarrhea, Trichinella spiralis pada daging sapi dan babi
yang sakit.
Keracunan makanan merupakan satu penyakit Gastroenteritis Akut. Penyakit ini
terjadi karena kontaminasi bakteri hidup atau toksin yang di hasilkannya pada makanan atau
karena kontaminasi zat-zat organic dan racun yang berasal dari tanaman dan binatang.
Di Indonesia ada beberapa makanan yang sering dikonsumsi namun jika tidak hati-
hati bisa mengakibatkan keracunan diantaranya sebagai berikut:
1. Keracunan botulinum
Botulism atau botulisme merupakan penyakit Gastroenteristi akut yang di sebabkan
oleh Eksotoksin yang di produksi Crostiridium Botulinum. Organisme anaerobic ini banyak
di temukan di dalam debu, tanah, dan dalam saluran usus hewan. Dalam makanan kaleng,
organisme ini akan membentuk spora. Masa inkubasi botulisme cepat sekitar 12-36 jam.
Gejala keracuanan batulinum biasanya muncul secara mendadak, antara 18-36 jam
setelah mangkonsumsi makanan yang tercemar kuman ini. Gejalanya berupa badan lemas
yang kemudian diikuti penglihatan yang kabur dan ganda (bendanya satu tapi seperti dua).
Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf otak lainnya sehingga penderita
mengalami kesulitan berbicara dan susah menelan.
2. Keracunan jamur
Terdapat ratusan jamur terkenal dan dapat di konsumsi, seperti jamur merang, jamur
sampinyo dan sebagainya. Namun, tidak semua jenis jamur dapat di konsumsi karena ada
beberapa jenis yang mengandung racun. Jenis racun biasa yang di temukan adalah Amanitin
dan muskarin.
Gejala mengkonsumsi jamur beracun, racun jamur itu akan bekerja sangat cepat dan
mengakibatkan rasa mual, muntah, sakit perut, berkeringat , mencret, rasa haus , kekacauan
mental, pingsan dan bahkan konvulsi (kejang-kejang).
3. Keracunan jengkol
Jengkol merupakan salah satu sayur lalapan yang mengandung asam jengkolat.
Apabila di konsumsi secara berlebihan, akan terjadi penumpukan dan pembentukan Kristal
asam jengkolat di dalam ginjal. cara memproses dan menghidangkan yang dapat mengurangi
kadar asam jengkol adalah dengan menanamnya sebelum memasak, dibakar, atau dibuat
keripik.
Gejala kercunan jengkol antara lain sakit pinggang yang disertai sakit perut, nyeri
sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkolat nampak keluar bersama air kencing.
Kadang-kadang juga diserti darah akibat gesekan kristal jengkol saat keluar dan melukai
saluran kemih. Bau khas jengkol pada napas, mulut, dan air kencing penderita. Keracunan
yang lebih berat dapat mengakibatkan berkurangnya air kencing atau tidak dapat kencing
sama sekali.
4. Keracunan makanan laut
Makanan dari laut seperti kepiting, rajungan, cumi-cumi, udang, lobster, ikan, dan
lainya dapat menyebabkan keracunan, diduga racun tersebut dibawa dari gangganh yang
dimakan oleh binatang laut itu.
Gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit setelah
menyantapnya. Penderita akan mengalami mual, muntah, kesemutan disekitar mulut, badan
lemas, dan suli tbernapas.
5. Keracunan singkong
Racun yang terdapat dalam singkong berupakan unsur senyawa sianida. Singkok
beracun ini biasanya ditanam hanya untuk pembatas pagar kebun karena binatangpun tidak
mau memakan daunnya. Racun sianida tersebut bekerja sangat cepat bahkan hanya dalam
beberapa menit setelah mengkonsumsi racun singkong gejala-gejala mulai timbul dalam dosis
besar racun itu dapat menyebabkan kematian.
Gejala keracunan sianida adalah muntah, mencret, sakit kepala, pusing, sesak napas,
badan lemah, mata melotot, mulut berbusa, pingsan, dan kejang-kejang. Bau napas keracunan
singkong khas yaitu berbau kenari pahit.
6. Keracunan tempe/oncom/bongkrek
Keracunan tempe ditimbulkan oleh dua hal, pertama, oleh jamur beracun yang ikut
tumbuh dalam tempe tersebut. Kedua, oleh minyak goreng yang dipergunakan untuk
menggoreng tempe. Minyak goreng dapat tercemar racun arena disimpan dalam kaleng bekas
racun pembasmi serangga. Bentuk kaleng racun pembasmi serangga tersebut memang
menarik dan ideal untuk dijadikan tempat penyimpanan minyak. Meskipun sudah dicuci
berulang kali dengan menggunakan air, kaleng tersebut masih berbahaya. Ha tersebut karena
racun pembasmi serangga lebih mudah larut dalam minyak daripada dalam air.
Gejala keracunan muncul dalam beberapa menit setelahnya mengkonsumsi
tempe/oncom/bongkrek yang terkontaminasi oleh jamur beracun. Gejalanya berupa mual,
muntah, badan lemas, nyeri perut, dan pusing.
b. Keracunan gas
Gas yaitu suatu keadaaan zat dalam hal ini molekul-molekulnya dapat bergerak sangat
bebas, dan dapat mengisi seluruh ruangan yang ditempatinya. Kondisi gas ditentukan oleh
tiga factor yaitu : tekanan, suhu dan volume.
Keracunan gas merupakan keracunan yang paling berbahaya karena keracunan gas
dapat menghambat proses respirasi. Sehingga proses pembentukan energi menjadi tidak
efektif yang pada akhirnya gas tersebut berikatan secara langsung dengan sel otot jantung
serta sel-sel tulang.
1. Keracunan gas carbon monoksida (CO)
Carbon monoksida (CO) merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak
berasa dan tidak mengiritasi namun karbonmonoksida mudah terbakar dan sangat beracun
sehingga dapat terjadi keracunan karbon monoksida jika gas ini dihirup oleh manusia.
Karbon monoksida akan muncul ketika terjadi proses pembakaran tidak sempurna dari
sebuah kendaraan bermotor. Bisa juga muncul dari pembakaran alat pemanasan, tumpu kayu,
dan asap tembakau yang dihasilkan oleh rokok.
Adanya gas CO di dalam sistem peredaran darah manusia akan menggantikan posisi
oksigen dalam darah. Gas CO akan dengan mudah mengalir ke dalam jantung, otak, serta
organ – organ vital yang lain pada manusia, ini lah sebabnya mengapa keracunan gas
monoksida sangat berbahaya. Adanya gas karbon monoksida yang berada dalam darah akan
membuat oksigen kalah bersaing yang artinya kadar oksigen dalam darah akan jauh lebih
berkurang. Pada hal gas oksigen sangat diperlukan oleh sel, jaringan maupun organ di dalam
tubuh manusia. Dengan keberadaan karbon monoksida di dalam darah maka akan
menghambat fungsi metabolisme tubuh manusia.
Gas karbon monoksida akan menghambat proses respirasi sehingga proses
pembentukan energi tidak efektif akhirnya, Karbon monoksida berikatan secara langsung
dengan sel otot jantung serta sel – sel tulang akibatnya terjadi keracunan monoksida terhadap
sel – sel tersebut dan berakibat pada gangguan sistem saraf manusia dan uga bisa mengakibat
kematian.
Gejala keracunan karbon monoksida diawali dengan sakit kepala, rasa mual dan
muntah. Gejala keracunan karbon monoksida ini ditambah dengan beratnya rasa lelah,
banyak mengeluarkan keringat, pola pernapasan meningkat, rasa gugup yang berlebih hingga
gangguan penglihatan. Puncak dari gangguan ini adalah kehilangan kesadaran dan sakit dada
yang mendadak. Hal ini berarti karbon monoksida telah menyerang organ jantung. Banyak
kasus kematian akibat keracunan karbon monoksida karena sukar bernapas. Hal ini
diakibatkan oleh kurangnya oksigen pada sel karena sel darah tidak mengikat oksigen
melainkan mengikat karbon monoksida.
2. Keracunan gas karbon dioksida (CO2)
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, Karbon Dioksida adalah senyawa karbon
dengan oksigen yang berupa gas tanpa warna, lebih berat dari udara, tidak terbakar, dan larut
dalam air (digunakan dalam alat pemadam kebakaran).
Karbon dioksida atau dalam ilmu kimianya CO2 adalah zat asam arang sejenis
senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang saling terikat secara kovalen dengan
sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir
di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm
berdasarkan volume walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu.
Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena ia menyerap gelombang
inframerah dengan kuat.
Menurut Otoritas Keselamatan Maritim Australia, "Paparan berkepanjangan terhadap
konsentrasi karbon dioksida yang sedang dapat menyebabkan asidosis dan efek-efek
merugikan pada metabolisme kalsium fosforus yang menyebabkan peningkatan endapan
kalsium pada jaringan lunak. Karbon dioksida beracun kepada jantung dan menyebabkan
menurunnya gaya kontraktil. Pada konsentrasi tiga persen berdasarkan volume di udara, ia
bersifat narkotik ringan dan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, dan
menyebabkan penurunan daya dengar. Pada konsentrasi sekitar lima persen berdasarkan
volume, ia menyebabkan stimulasi pusat pernapasan, pusing-pusing, kebingungan, dan
kesulitan pernapasan yang diikuti sakit kepala dan sesak napas. Pada konsentrasi delapan
persen, ia menyebabkan sakit kepala, keringatan, penglihatan buram, tremor, dan kehilangan
kesadaran setelah paparan selama lima sampai sepuluh menit.
Keracunan karbon dioksida akut dikenal sebagai lembap hitam. Para penambang
biasanya akan membawa sesangkar burung kenari ketika mereka sedang bekerja untuk
memperingati mereka ketika kadar karbon dioksida mencapai tingkat yang berbahaya.
Burung kenari akan terlebih dahulu mati sebelum kadar CO2 mencapai tingkat yang
berbahaya untuk manusia.
c. Keracunan zat kimia
Zat kimia adalah semua materi dengan komposisi kimia tertentu. Sebagai contoh,
suatu cuplikan air memiliki sifat yang sama dan rasio hidrogen terhadap oksigen yang sama
baik jika cuplikan tersebut diambil dari sungai maupun dibuat di laboratorium. Suatu zat
murni tidak dapat dipisahkan menjadi zat lain dengan proses mekanis apapun. Zat kimia yang
umum ditemukan sehari-hari antara lain adalah air, garam (natrium klorida), dan gula
(sukrosa). Secara umum, zat terdapat dalam bentuk padat, cair, atau gas, dan dapat
mengalami perubahan fase zat sesuai dengan perubahan temperatur atau tekanan.
Keracunan zat kimia juga sering terjadi di dalam kehidupan manusia, berikut ini
beberapa zat kimia yang bisa menyebabkan keracunan :
1. Keracunan Formalin
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dan khas.
Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan
metanol hingga 15% sebagai pengawet.
Formalin dikenal luas sebagai bahan pembunuh hama ( desinfektan ) dan banyak
digunakan dalam industri. Sejauh ini, pemanfaatannya tidak dilarang namun setiap pekerja
yang terlibat dalam pengangkutan dan pengolahan bahan ini harus ekstra hati-hati mengingat
risiko yang berkaitan dengan bahan ini cukup besar.
Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain:
Formol , Morbicid , Methanal , Formic aldehyde, Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene
aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith, Karsan, Methylene glycol, Paraforin,
Polyoxymethylene glycols, Superlysoform, Tetraoxymethylene, Trioxane.
Gelaja dan tanda keracunan akut formalin :
1. Jika terhirup mengakibatkan iritasi,reaksi alergi,mual,muntah,sulit bernafas,asma,sakit
kepala.
2. Jika kontak dengan kulit,terjadi reaksi alergi,luka bakar
3. Jika kontak dengan mata;iritasi ,gatal,mata berair dan dapat menyebabkan kebutaan.
4. Jika tertelan;luka bakar,mual,muntah,diare,sakit perut,sakit kepala,kejang-kejang,dan koma.
Gejala dan tanda keracunan kronik formalin :
1. Jika terhirup,mengantuk,ganguan menstruasi,steril dan kangker.
2. Jika kontak dengan mata;iritasi,gatal,mata berair dan buta.
3. Jika kontak dengan kulit;gatal dankerusakan hati.
4. Jika tertelan;gataldan ganguan pencernaan
5. Pada keadaan yangberat dapat terjadi shock,hipotermia,takhipea dan metabolik asidosis.
1. Pestisida
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007
mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus
yang digunakan untuk:
a. Memberantas atau mencegah hama hama tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil
pertanian.
b. Memberantas rerumputan.
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan.
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagianbagian tanaman, tidak
termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak.
f. Memberantas dan mencegah hama-hama air.
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau
air.
Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama, baik insekta, jamur maupun
gulma, Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi : Insektisida (pembunuh insekta),
Fungisida ( pembunuh jamur), dan Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu/gulma).
Gejala keracunan pestisida adalah pusing, perut mual-mual, mata berkunang-kunang
dan perasaan letih, muntah-muntah, gemetar, muka pucat pasi, sempoyongan jalan tidak
seimbang dan lain-lain.
C. Pertolongan Pertama pada Keracunan
a. Pertolongan Keracunan Makanan
1. Pertolongan Keracunan Botulinum
Korban harus segera dibawa dan dirawat di rumah sakit, karena pertolongan hanya
dengan penyuntikan serum antitoksin yang khusus untuk botulinum.
2. Pertolongan Keracunan Jamur
Apabila tidak ada muntah-muntah, penderita di rangsang agar muntah. Kemudian
lambungnya dibilas dengan larutan encer kalium permanganate (1 gram Pk dalam 2 liter air)
atau dengan meminum putih telur dicampur susu. Bila ada gangguan napas, berikan bantuan
pernapasan buatan, setelah itu bawa penderita ke rumah sakit.
3. Pertolongan Keracunan Jengkol
Pada keracunan yang ringan, penderita diberi minum air soda sebanyak-banyaknya.
Obat-obat penghilang rasa sakit dapat diberikan untuk mengurangi sakitnya. Pada keracunan
yang berat, penderita harus dibawa dan dirawat di rumah sakit.
4. Pertolongan Keracunan Makanan Laut
Korban agar dibuat muntah agar racun yang tertelan dapat dikeluarkan kembali. Bila
sudah muntah dan memang memungkinkan cucilah lambung dengan memberikan minum
kalium permanganas encer (1 gram dalam 2 liter air). Segera bawa kerumah sakit jika tidak
ada perkembangan membaik, Obat khusus untuk mengobati keracunan binatang-binatang laut
sampai sekarang belum ada.
5. Pertolongan Keracunan Singkong
Buatlah pernafasan buatan , setelah sadar usahakan agar si korban muntah, sehingga
singkong dan racunnya bisa keluar. Bila bisa membeli di apotik, belilah uap amyl nitrit,
berilah uap amyl nitrit/ammonia di depan hidungnya, setiap 2-3 menit sekali selama kurang
lebih 15-30 menit. Berikan larutan NAtrium thiosulfas 2-3 gram dalam segelas air untuk
diminum. Natrium thiosulfas sering juga disebut sebagai Hypo yang dalam fotografi
dipergunakan untuk pembuat fixer. Kemudian selimuti korban dan bawa ke dokter atau
rumah sakit, dan dalam perjalanan ke rumah sakit pertolongan seperti itu tetap diberikan.
6. Pertolongan Keracunan Tempe/Oncom/Bongkrek
Untuk keracunan dalam hal ini jika disebabkan oleh minyak yang tercemar, maka
bawalah korban ke dokter dengan membawa botol atau tempat minyak itu disimpan sehingga
cepat diberikan penawarnya. Untuk penawar racun dalam hal ini secara umum yaitu bisa
dengan mencampurkan roti yang dipanggang sampai hangus 2 bagian, garam inggris 1
bagian,teh pekat 1 bagian, di aduk sampai merata, lalu tuangkan campuran itu satu sendok the
penuh ke dalam satu gelas air. Minumkan pada penderitanya. Cara lainnya adalah dengan
meminta atau membantu korban untuk muntah, sehingga apa yang telah dimakan dan
racunnya bisa keluar. Untuk anak-anak maka dengan cara membaringkan si anak pada lutut
penolong dengan kepala di bawah dan letakkan jari penolong dibelakang kerongkongannya
supaya si anak muntah. Untuk anak yang lebih besar dapat diberikan satu atau dua gelas susu
atau putih telur atau berikan garam satu sendok the dalam 200 ml air, lalu diminum untuk
membantu kecenderungab muntah.
b. Pertolongan Keracunan Gas
1. Keracunan Karbon Monoksida (CO)
Tindakan pertolongannya adalah dengan memindahkan korban ke tempat yang berudara
segar dan tidak boleh banyak bergerak. Selimuti tubuhnya, beri pernafasan buatan, kalau
perlu beri tambahan oksigen, kemudian bawa korban kerumah sakit.
2. Keracunan Karbon Dioksida ( CO2 )
Tindakan pertolongan adalah dengan memindahkan korban ke tempat yang berudara
segar, disiram air dingin, beri pernapasan buatan kalau perlu, beri kopi pekat melalui dubur
apabila penderita tidak sadar, pijat tangan dan kakinya. Pertolongan ini memerlukan waktu
yang lama. Oleh karena itu jangan berhenti, lakukan terus sampai berhasil.
c. Pertolongan Keracunan Zat Kimia
1. Keracunan Formalin
Apabila terjadi keracunan formalin lakukan pembilasan lambung dengan larutan
amoniak encer (0,1%) atau dengan menggunakan air garam, lalu dimuntahkan. Penderita
dapat diberikan obat penawar seperti putih telor dan susu. Apabila ada tandatanda shock,
maka segera bawa ke rumah sakit.
2. Keracunan Pestisida
Apabila peptisida mengenai kulit, maka siramlah kulit dengan air mengalir dan
menggunakan sabun. Bila racun tertelan, bilas lambung dengan larutan soda 5% dan tindakan
lain agar zatnya dimuntahkan. Pakaian korban cuci sampai bersih kemudian bawa korban ke
rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, Iskandar. 2011. Pedoman Pertolongan Pertama. Yogyakarta. Andi Offset.
Machfoedz, Ircham, Dkk. 2012. Pertolongan Pertama di Rumah, Tempat Kerja, Di