kppntanjungbalai.files.wordpress.com · web viewmetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau...

47
BAB II PENYUSUNAN ANGGARAN A. Gambaran Umum Penyusunan Anggaran 1. Sekilas Tentang Penganggaran Dalam setiap organisasi, penyusunan anggaran merupakan bagian penting dari proses pencapaian tujuan. Besar kecil ukuran organisasi sangat menentukan tingkat kompleksitas proses penyusunan anggaran. Pada tingkatan paling kecil adalah rumah tangga perorangan dan pada tingkatan besarnya adalah organisasi negara (pemerintahan) atau bahkan ditinjau dari kompleksitasnya, adalah pada saat kita mengelola organisasi yang berdimensi multinasional. Memang di masa manusia masih hidup pada tingkat kesederhanaan yang luar biasa; atau pada saat sumber daya organisasi berlimpah, boleh jadi penyusunan anggaran tidaklah mendesak diperlukan. Adakalanya organisasi bahkan tidak memikirkan persoalan penganggaran yang demikian itu. Demikianlah yang tersirat dari sejarah perkembangan sistem penganggaran hingga tahun 1215; saat ditandatanganinya Magna Charta oleh Raja Inggris (King John). Kala itu, King John meminta partisipasi Rakyat melalui pembayaran pajak untuk membiayai kegiatan pemerintahannya setelah dirasakannya bahwa sumber daya yang dimiliki kerajaannya kian terbatas akibat pembiayaan perang yang terus berlangsung. Rakyat pada prinsipnya menolak untuk membayar pajak sepanjang tidak ada kejelasan mengenai peruntukan penggunaan dana yang dikumpulkan dari pembayaran pajak tersebut. Semboyan ”no tax without representation(tak ada pajak tanpa keterwakilan rakyat) menjadi sangat populer 8 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Upload: doanhuong

Post on 17-May-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

BAB II

PENYUSUNAN ANGGARAN

A. Gambaran Umum Penyusunan Anggaran

1. Sekilas Tentang Penganggaran

Dalam setiap organisasi, penyusunan anggaran merupakan bagian penting dari

proses pencapaian tujuan. Besar kecil ukuran organisasi sangat menentukan tingkat

kompleksitas proses penyusunan anggaran. Pada tingkatan paling kecil adalah rumah

tangga perorangan dan pada tingkatan besarnya adalah organisasi negara

(pemerintahan) atau bahkan ditinjau dari kompleksitasnya, adalah pada saat kita

mengelola organisasi yang berdimensi multinasional.

Memang di masa manusia masih hidup pada tingkat kesederhanaan yang luar

biasa; atau pada saat sumber daya organisasi berlimpah, boleh jadi penyusunan

anggaran tidaklah mendesak diperlukan. Adakalanya organisasi bahkan tidak

memikirkan persoalan penganggaran yang demikian itu. Demikianlah yang tersirat dari

sejarah perkembangan sistem penganggaran hingga tahun 1215; saat

ditandatanganinya Magna Charta oleh Raja Inggris (King John).

Kala itu, King John meminta partisipasi Rakyat melalui pembayaran pajak untuk

membiayai kegiatan pemerintahannya setelah dirasakannya bahwa sumber daya yang

dimiliki kerajaannya kian terbatas akibat pembiayaan perang yang terus berlangsung.

Rakyat pada prinsipnya menolak untuk membayar pajak sepanjang tidak ada kejelasan

mengenai peruntukan penggunaan dana yang dikumpulkan dari pembayaran pajak

tersebut. Semboyan ”no tax without representation“ (tak ada pajak tanpa keterwakilan

rakyat) menjadi sangat populer di masa itu. Semboyan tersebut sesungguhnya

menggambarkan tuntutan rakyat untuk melakukan pengawasan atas penggunaan dana

(anggaran) pemerintahan King John.

Sejak itulah penganggaran menjadi bagian dari alat pertanggungjawaban. Bagi

organisasi pemerintahan yang demokratis seperti pemerintahan Republik Indonesia,

penganggaran menjadi alat pertanggungjawaban kepada rakyat, tentang sejauh mana

anggaran dikelola; apakah untuk kegiatan meningkatkan kemakmuran rakyat atau justru

hanya untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan semata. Rakyat yang kelak

akan menilainya.

8 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 2: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

2. Praktik Penyusunan Anggaran di Indonesia

Apabila kita perhatikan, praktik penganggaran di Indonesia menunjukkan

fenomena seperti disebutkan di atas. Pada lebih dari 15 tahun pertama usia

pemerintahan Republik Indonesia, kendati Undang-Undang Dasar 1945 telah memuat

amanat untuk membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara, tapi dalam kenyataannya hampir tidak dapat ditemukan adanya praktek

penyusunan anggaran secara komprehensif.

Dalam situasi politik dan keamanan yang diwarnai chaostic itu pemerintahan

berjalan nyaris tanpa kejelasan sistem anggaran. Benar bahwa Undang-Undang

tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU-APBN) memang ditetapkan,

tetapi itu tak lebih dari formalitas saja bagi sebuah negara seperti Indonesia yang harus

dapat menjamin kemakmuran rakyat di seluruh wilayahnya yang terbentang dari

Sabang hingga Merauke. Hal tersebut didukung oleh ketiadaan dokumentasi anggaran,

walau kita maklum akan terjadinya dispute antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan

Rakyat terkait penetapan UU-APBN pada Tahun 19601. Lebih jauh, sebagai alat

pertanggungjawaban, UU-APBN bahkan tak menunjukkan praktiknya hingga Tahun

1966, karena PAN (Perhitungan Anggaran Negara) sebagai bentuk

pertanggungjawaban publik UU-APBN ternyata baru dibuat pada Tahun 1967.

Dengan demikian, praktik penganggaran di Indonesia yang secara nyata dapat

ditemukan baru dimulai di masa Orde Baru (masa lebih dari setelah 20 tahun Indonesia

Merdeka). Di masa ini, sosok pola penyusunan anggaran pun mulai menampakkan

kejelasannya. Paling kurang, prosedur penyusunan anggaran yang mengakomodir

kepentingan hilir (bottom-up) juga dijalankan.

Melalui pola penganggaran yang lebih jelas, pencapaian (kinerja) pemerintah pun

secara fisik dapat dilihat. Bahkan, terlepas dari berbagai persepsi yang berkembang, di

sektor pertanian, kontribusi pola penganggaran ini sempat menghasilkan swasembada

pangan. Akan tetapi semua capaian kemudian seakan sirna akibat kegagalan di banyak

lini yang lainnya, terutama ketimpangan akibat keberpihakan lebih kepada pemilik

modal akibat asumsi pembangunan yang yakin betul terhadap prinsip trickle-down

effect.

9 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 3: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

1 Soeriaatmadja, Arifin (1986), hal. 15.

3. Penerapan Pola Baru Penyusunan Anggaran di Indonesia

Lahirnya pola baru penyusunan anggaran berdasarkan Undang-Undang

Keuangan Negara (UU No. 17 Tahun 2003) didasarkan atas pelajaran dari praktik

penyusunan anggaran yang pernah berlaku di Indonesia sebelumnya. Praktik tersebut

diyakini tidak dapat mendorong sikap bertanggung jawab dalam penyelenggaraan

Keuangan Negara (APBN). Lebih dari itu, pola tersebut dipandang tidak bertumpu pada

kesadaran menjadikan anggaran sebagai alat pertanggungjawaban. Oleh karena itu

keberhasilan pembangunan saat itu –bagi rakyat pada umumnya-- dirasakan semu

belaka (tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya).

Metode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang

selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus

dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan. Bila kita cermati, sejak masa Orde

Baru hingga masa awal Orde Reformasi (pasca Reformasi 1998), Indonesia

menerapkan pola penganggaran berbasis Input. Dalam pola ini, pertimbangan

penyusunan anggaran lebih didasarkan pada kebutuhan dana untuk membiayai

kegiatan pemerintahan. Dana sebagai Input pokok menentukan besaran jumlah

anggaran yang akan dibelanjakan.

Di sisi lain, kesinambungan program pun tidak terukur dengan jelas. Beruntung

pada saat itu rejim pemerintahan berlangsung terus-menerus hingga sekitar 32 tahun

masa pemerintahan sehingga program kerjanya masih bersumber dari pemerintahan

yang sama. Sementara itu, represif-nya pemerintahan saat itu cukup untuk membuat

tuntutan rakyat menjadi sesuatu yang langka. Bahkan lembaga legislatif pun hamper tak

mampu melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintahan ini. Dengan demikian

fungsi penganggaran (budget function) lembaga ini pun nyaris terabaikan.

Dewasa ini, kita berada di era global yang jauh lebih transparan. Akses rakyat

terhadap informasi mengenai hal kepemerintahan pun demikian luas dan terbuka.

Dengan demikian tuntutan rakyat pun menjadi jauh lebih tajam dan terasakan. Oleh

karena itu, pola penganggaran yang berbasis hasil (outputs, results) menjadi penting

untuk mampu mengakomodir tuntutan rakyat tersebut.

Sebagai pelayan rakyat, pemerintah atau dalam hal ini satuan kerja, dituntut dapat

menyediakan layanan publik yang jauh lebih baik dan efisien. Demikian pula dengan

10 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 4: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

ketersediaan infrastruktur dan berbagai layanan penggerak perekonomian rakyat yang

terus diminta untuk disediakan. Dengan demikian, pola penganggaran berbasis kinerja

(performance based budgeting) memperoleh momentum tepat untuk menjadi pilihan

alternatif pola penyusunan anggaran.

Sebagai Undang-Undang yang hadir dalam semangat dan amanat reformasi,

Undang-Undang bidang Keuangan Negara memantapkan pilihan pada bagaimana

memenuhi tuntutan rakyat secara memadai. Oleh karena itu, pola penganggaran

berbasis kinerja yang menghendaki penyusunan anggaran berdasarkan capaian

kegiatan yang diinginkan dirasakan tepat untuk diadopsi sebagai model dalam

memenuhi tuntutan rakyat. Dalam pola penganggaran ini, pertimbangan penyusunan

anggaran lebih didasarkan pada apa yang ingin dihasilkan dari kegiatan yang dilakukan

pemerintah dalam memenuhi kebutuhan riil di masyarakat atau dalam menunjang

kualitas pemenuhan kebutuhan dimaksud.

Dana yang diperlukan lebih merupakan konsekuensi dari proses kalkulasi antara

harga faktor produksi dengan volume kegiatan atau hasil yang diinginkan. Dengan

demikian, besaran jumlah anggaran yang akan dibelanjakan merupakan hasil pemikiran

mendalam mengenai kebutuhan yang diinginkan (need), kemampuan yang dimiliki

(buying power) dan prioritas yang perlu dipenuhi segera (want). Pemikiran tersebut

diharapkan benar-benar merupakan upaya pemenuhan kebutuhan (demand) riil yang

dapat membantu masyarakat meningkatkan taraf kemakmurannya.

Oleh karena itu, misi organisasi akan menjadi faktor penting yang akan

menentukan kegiatan tiap satuan kerja pemerintah. Ia menjadi titik pusat (core

competence) yang mewarnai hasil kerja dan bentuk kegiatan satuan kerja dimaksud.

Setiap kali satuan kerja menyiapkan penyusunan anggaran, misi akan menjadi titik tolak

dalam mempertimbangkan hasil apa yang ingin dicapainya.

Pola baru penyusunan anggaran yang kini diberlakukan oleh pemerintah Republik

Indonesia juga menghendaki pertimbangan kesinambungan antar kegiatan dan/atau

hasil antara tahun lalu, tahun ini, dan tahun mendatang. Untuk itu kerangka penyusunan

anggarannya setidaknya mempertimbangkan kerangka pengeluaran jangka menengah

(medium term expenditure framework, MTEF). Dalam kerangka MTEF ini, penyusunan

anggaran mempertimbangkan jangka pengeluaran, minimum, dalam tiga tahunan, yaitu

tahun X-1, tahun X, dan tahun X+1. Dengan pertimbangan tersebut diharapkan suatu

kegiatan atau hasil yang diinginkan dari penyediaan dana anggaran akan dapat secara

11 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 5: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

tuntas terakomodasi dan pada akhirnya dapat langsung memberi manfaat kepada

masyarakat, begitu hasil (produk) itu selesai diproduksi.

Sebagai contoh, jika penyusunan anggaran menghendaki pembuatan gedung

sekolah, maka dalam kerangka pengeluaran tersebut harus sudah diakomodasikan

seluruh kebutuhannya dari mulai tanah, bangunan, isi bangunan, dan siapa yang akan

memanfaatkan bangunan tersebut (ketersediaan guru, murid, dan fasilitas lain terkait

operasionalisasi gedung sekolah dimaksud).

Melalui pola tersebut diharapkan tidak ada hasil (produk) anggaran pemerintah

yang selanjutnya menjadi barang tak bertuan dan tidak memberikan manfaat kepada

masyarakat secara riil. Hal tersebut karena produksi barang didasarkan atas realitas

kebutuhan dan keberadaan barang dikaitkan dengan pemanfaatannya.

B. Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK)

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, metode penyusunan anggaran disempurnakan dengan

menggunakan metode Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based

Budgeting). Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan penyusunan anggaran

yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan keluaran dan hasil yang

diharapkan. Metode penyusunan anggaran ini berfokus pada pengukuran pencapaian

program/kegiatan yang akan dilaksanakan oleh satuan kerja. Berbeda dengan

penganggaran tradisional yang menekankan pada besarnya alokasi anggaran sebelum

menyusun kegiatan, PBK menyusun kegiatan dan indikator keluaran dalam rangka

penetapan alokasi yang efisien yang sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya akan

disandingkan dengan keluaran yang akan dicapai. Hal yang sangat penting dalam

upaya menuju PBK adalah sinkronisasi program dan kegiatan. Sinkronisasi ini

merupakan upaya untuk menyusun alur keterkaitan antara kegiatan dan program

terhadap kebijakan yang melandasinya. Dengan demikian kegiatan yang dilaksanakan

akan menghasilkan keluaran yang mendukung sasaran kinerja program dan

pencapaian tujuan kebijakan.

Penganggaran dengan pendekatan kinerja fokus pada efisiensi penyelenggaraan

suatu aktivitas. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input.

Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan

input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih

12 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 6: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

sedikit. Secara matematis efisiensi dapat digambarkan dalam formula produktifitas di

bawah ini :

Gambar 1. Tingkat Produktivitas

OUTPUT= PRODUKTIVITAS

INPUT

Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti

yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada

tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu

anggaran biaya yang cukup dan penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif.

Tolok ukur keberhasilan system anggaran ini adalah performance atau prestasi dari

tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan

membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja

dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia

dengan hasil yang diharapkan.

PBK dimulai dengan menetapkan rencana strategis (renstra) yang menjelaskan

visi, misi dan tujuan dari unit kerja, serta pendefinisian program yang hendak

dilaksanakan beserta kegiatan-kegiatan yang mendukung program tersebut.

Selanjutnya ditetapkan rencana kinerja tahunan yang mencakup tujuan/sasaran,

program, kegiatan, indikator dan target yang ingin dicapai dalam waktu satu tahun.

Penetapan target kinerja pada program terlihat dari indikator outcome, sedangkan

penetapan target kinerja kegiatan terlihat dari indikator keluarannya. Kegiatan-kegiatan

tersebut mencakup kegiatan tugas pokok dan fungsi (pelayanan, pemeliharaan,

administrasi umum) dan kegiatan dalam rangka belanja investasi.

1. Prinsip dan Tujuan PBK

Prinsip-prinsip dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja meliputi :

a. Alokasi anggaran berorientasi pada kinerja

Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran

dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan

menggunakan sumber daya yang efisien. Program dan kegiatan harus diarahkan

untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan dalam rencana.

13 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 7: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

b. Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap

menjaga prinsip akuntabilitas

Prinsip ini menggambarkan keleluasaan manajer dalam melaksanakan

kegiatan untuk mencapai keluaran sesuai rencana. Keleluasaan tersebut meliputi

penentuan cara dan tahapan suatu kegiatan untuk mencapai keluaran dan

hasilnya pada saat pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda dengan

rencana kegiatan. Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi anggaran pada saat

perencanaan merupakan dasar pelaksanaan kegiatan.

c. Money follow function, function followed by structure

Money follow function merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa

pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas

dan fungsi unit kerja sesuai dengan maksud pendiriannya. Function followed by

structure adalah prinsip yang menggambarkan bahwa struktur organisasi yang

dibentuk sesuai dengan fungsi yang diemban.

Penerapan prinsip ini berkaitan dengan pertimbangan bahwa:

Efisiensi alokasi anggaran dapat dicapai, karena dapat dihindari overlapping

tugas/fungsi/kegiatan.

Pencapaian output dan outcomes dapat dilakukan secara optimal, karena

kegiatan yang diusulkan masing-masing unit kerja benar-benar merupakan

pelaksanaan tugas dan fungsinya.

2. Komponen PBK

Sebagaimana tercantum dalam pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah

Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran

Kementerian Negara/Lembaga, penyusunan anggaran berbasis kinerja

memerlukan komponen-komponen sebagai berikut :

a. Indikator Kinerja

Indikator Kinerja merupakan alat ukur untuk menilai keberhasilan

pelaksanaan suatu program atau kegiatan.

b. Standar Biaya

Standar biaya yang digunakan merupakan standar biaya masukan pada

awal tahap perencanaan anggaran berbasis kinerja dan nantinya menjadi standar

14 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 8: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

biaya keluaran. Pada umumnya, standar biaya tidak digunakan oleh negara-

negara yang telah terlebih dahulu menerapkan PBK. Penggunaan standar biaya

pada penerapan PBK di Indonesia adalah sebagai alat untuk menilai efisiensi

pada masa transisi dari sistem penganggaran yang berbasis input menjadi sistem

penganggaran yang berbasis output. Standar biaya merupakan alat bantu untuk

penyusunan anggaran dan merupakan standar kebutuhan yang paling efisien

untuk menghasilkan keluaran. Namun demikian, dalam pelaksanaannya, biaya

yang dikeluarkan dapat berbeda dengan standar biaya sepanjang keluaran

kegiatan tetap dapat dicapai.

c. Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja merupakan proses penilaian dan pengungkapan masalah

implementasi kebijakan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas

kinerja, baik dari sisi efisiensi maupun efektivitas suatu program atau kegiatan.

Cara pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil

terhadap target (dari sisi efektivitas) dan realisasi terhadap rencana pemanfaatan

sumber daya (dilihat dari sisi efisiensi).

3. Penerapan PBK

PBK memberikan informasi kinerja atas pelaksanaan suatu program/kegiatan

serta dampak/hasilnya bagi masyarakat luas. Informasi kinerja yang dicantumkan

tidak hanya keluaran dan hasil pada tingkatan program/kegiatan tetapi juga

menjelaskan hubungan erat antar tingkatan tersebut. Keterkaitan dimaksud terlihat

sejak dari perumusan visi dan misi yang selanjutnya diterjemahkan dalam

program beserta alokasi anggarannya. Penentuan indikator kinerja sebagai bagian

dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja akan mendukung

perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya.

Anggaran disusun dengan mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja

(output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan.

Hasil kerjanya harus sebanding atau lebih besar dari biaya atau input yang telah

ditetapkan.

Untuk dapat menyusun anggaran berbasis kinerja dengan baik maka perlu

diperhatikan prinsip-prinsip dalam penyusunan anggaran, yaitu :

a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran

15 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 9: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan,

sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau

proyek yang dianggarkan. Oleh karena itu, anggota masyarakat berhak

mengetahui proses anggaran dalam menyalurkan aspirasi dan kepentingan

masyarakat. Selain itu, masyarakat juga berhak menuntut pertanggungjawaban

atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.

b. Disiplin Anggaran

Pendapatan yang direncanakan harus dapat terukur secara rasional dan

dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang

dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja dan didukung dengan

adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak

dibenarkan melaksanakan kegiatan/ proyek yang belum/tidak tersedia

anggarannya.

c. Keadilan Anggaran

Pemerintah berkewajiban mengalokasikan penggunaan anggarannya secara

adil tanpa diskriminasi sehingga dapat dinikmati oleh seluruh kelompok

masyarakat.

d. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran

Setiap kegiatan yang direncanakan harus efektif dalam pencapaian

kinerjanya dan efisien dalam pengalokasian dananya.

Langkah-langkah dalam penerapan PBK adalah sebagai berikut :

a. Pemahaman tujuan dan kerangka logis PBK sehingga perencana mampu

merumuskan kinerja yang akan dicapai melalui perumusan keluaran/output.

b. Penyediaan dokumen sumber yang meliputi: dokumen perencanaan sebagai

acuan alokasi anggaran, dokumen laporan akuntabilitas kinerja yang berisi

pencapaian kinerja tahun sebelumnya, dan dokumen peraturan mengenai

tugas fungsi organisasi.

c. Pengalokasian anggaran dengan memperhatikan identifikasi proritas

program/kegiatan, target yang hendak dicapai pada tahun yang dianggarkan,

ketersediaan anggaran yang ada, dan penuangan anggaran dalam rincian

pendanaan.

16 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 10: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

d. Pengukuran dan evaluasi kinerja berdasarkan sasaran dan/atau standar

kinerja kegiatan yang telah ditetapkan.

C. Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) yang

disusun oleh kementerian negara/lembaga pada dasarnya merupakan kumpulan dari

usulan rencana kerja dan anggaran satuan kerja di lingkungan kementerian

negara/lembaga tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rencana kerja dan

anggaran disusun mulai dari tingkat satuan kerja yang selanjutnya melalui proses

secara internal akan menjadi RKA-KL. Adapun proses penyusunan rencana kerja dan

anggaran satuan kerja dapat dijelaskan secara sekilas sebagai berikut :

1. Perumusan Capaian Satuan Kerja Sesuai Misi Dan Visi

Sebagaimana dijelaskan dalam gambaran umum penyusunan anggaran, hal

penting dalam menyusun rencana kerja dan anggaran dalam pola baru

penyusunan anggaran ini adalah melakukan reorientasi terhadap misi organisasi

(d.h.i. satuan kerja). Misi organisasi akan menentukan langkah satuan kerja dalam

merencanakan program kerja dan kebutuhan anggarannya untuk tiap tahun

bahkan dalam rentang waktu (tahun) tertentu seperti jangka menengah atau

jangka panjang.

Pada dasarnya, misi organisasi akan menjadi patokan dalam penyusunan

produk apa yang seyogianya dihasilkan oleh organisasi tersebut. Membaca

tuntutan rakyat secara riil dan up-to-date adalah hal penting dalam

mengakomodasi tuntutan rakyat sehingga keberadan satuan kerja dengan

layanan yang diberikannya dapat memenuhi tuntutan riil rakyat dalam rangka

meningkatkan kadar kesejahteraannya.

Produk layanan utama satuan kerja akan terus dilengkapi dan ditingkatkan

guna penyempurnaan layanan dari waktu ke waktu. Pada prinsipnya, produk

layanan satuan kerja bersifat terus-menerus dan bukan merupakan produk final,

oleh karena itu komprehensitas perencanaan baik dari segi substansi, time-line,

maupun keterkaitanya dengan kewajiban dan langkah-langkah di masa

mendatang sangat diperlukan. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut,

performance (capaian) organisasi akan dapat terencana dengan baik.

17 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 11: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

Sementara itu, sebagai bagian dari sistem perencanaan, setiap instansi

pemerintah diwajibkan menyusun Rencana Strategis. Perencanaan strategis

merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama

kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan

potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Selanjutnya, Sesuai

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (SPPN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

2006 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional bahwa

Pimpinan Kementerian/Lembaga menyiapkan Rancangan Rencana Strategis

Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) sesuai dengan tugas pokok dan

fungsinya dengan berpedoman kepada Rancangan Awal Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan menetapkan Renstra-KL setelah

disesuaikan dengan RPJMN.

Rencana strategis mengandung visi, misi, tujuan/sasaran, dan program yang

realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.

Dengan demikian, perumusan capaian pada satuan kerja dapat dilihat pada

rencana strategis yang telah disusun. Sesungguhnya rencana strategis inilah yang

harus menjadi perwujudan dari perumusan capaian satuan kerja terhadap

misinya.

2. Penyusunan Dan Penyampaian Rencana Kerja Dan Anggaran

Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) terdiri dari rencana kerja dan alokasi

anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan rencana kerja tersebut. Alokasi

anggaran tersebut diuraikan dalam program dan kegiatan yang dirinci menurut

jenis belanja, prakiraan maju untuk tahun berikutnya serta sumber dan sasaran

pendapatan.

Penyusunan rencana kerja dan anggaran pada satuan kerja diawali dengan

penyusunan rencana kerja tahunan sebagai penjabaran dari rencana strategisnya.

Hal terpenting bagi satuan kerja dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran

adalah menentukan alokasi anggaran untuk kegiatan dasar karena kegiatan ini

merupakan harus terus menerus dilaksanakan oleh satuan kerja dalam rangka

melayani masyarakat. Kegiatan dasar adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk

memenuhi kebutuhan dasar satuan kerja yang merupakan syarat minimal

berjalannya suatu organisasi atau kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam

rangka pemenuhan pelayanan publik/birokrasi sesuai tugas dan fungsi yang 18 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 12: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

diemban. Contoh kegiatan dasar antara lain: belanja untuk pembayaran gaji dan

tunjangan pegawai, belanja untuk pemeliharaan peralatan dan gedung kantor, dan

belanja pengadaan alat tulis kantor.

Pertimbangan selanjutnya dalam penyusunan anggaran adalah kegiatan

penunjang yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan. Kegiatan

penunjang dapat berupa belanja untuk sosialisasi dan koordinasi, pengadaan

peralatan dan mesin, pembangunan/rehabilitasi/renovasi gedung, pembangunan

sarana penunjang lainnya.

Penyusunan rencana kerja dan anggaran berdasarkan jenis belanja dan

peruntukannya dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Belanja Pegawai

Belanja Pegawai adalah kompensasi atas pekerjaan yang telah

dilaksanakan dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai

pemerintah (pejabat negara, PNS dan Pegawai yang dipekerjakan oleh

pemerintah yang belum berstatus PNS) yang bertugas di dalam maupun luar

negeri, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Belanja

Pegawai terdiri dari :

1) Gaji

2) Gaji Dokter PTT dan Bidan PTT

3) Honorarium, uang lembur, dan vakasi

4) Lain – lain

Yang termasuk dalam belanja pegawai lain-lain adalah :

1) Belanja pegawai untuk dharma siswa/mahasiswa asing;

2) Belanja pegawai untuk tunjangan ikatan dinas (TID);

3) Tunjangan selisih penghasilan (BPPT);

4) Honorarium yang bersumber dari PNBP;

5) Tunjangan lainnya yang besarannya telah mendapatkan persetujuan Menteri

Keuangan.

6) Uang Lauk Pauk TNI/Polri, Uang Lauk Pauk bagi anggota TNI/Polri dihitung

perhari per anggota.

7) Uang Makan PNS

Khusus belanja pegawai TNI/Polri. Besarnya uang lauk pauk bagi anggota

TNI/Polri dihitung sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

19 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 13: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

Perhitungan untuk gaji dan tunjangan dibuat berdasarkan masing - masing mata

anggaran dan dibulatkan dalam ribuan rupiah.

b. Belanja Barang.Belanja barang yaitu pengeluaran atas pembelian barang dan jasa yang

habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang

tidak dipasarkan. Pengalokasian anggaran untuk belanja barang mengacu pada

standar biaya yang telah ditetapkan. Sedangkan pengalokasian anggaran untuk

kegiatan yang belum ditetapkan standar biayanya dilakukan atas dasar Rincian

Anggaran Belanja (RAB) yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang,

dengan memperhatikan harga pasar yang berlaku dan dapat

dipertanggungjawabkan sesuai jenis serta spesifikasi yang diperlukan. Belanja

Barang dapat dibedakan menjadi Belanja Barang dan Jasa, Belanja

Pemeliharaan, Belanja Perjalanan Dinas, dan Belanja Honorarium yang terkait

Output Kegiatan.

1) Belanja Barang dan Jasa merupakan pengeluaran yang antara lain

dilakukan untuk membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang

yang habis pakai seperti alat tulis kantor, pengadaan/penggantian inventaris

kantor, langganan daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai

pekerjaan yang bersifat non fisik dan secara langsung menunjang tugas

pokok dan fungsi kementerian/lembaga, pengadaan inventaris kantor yang

nilainya tidak memenuhi syarat nilai kapitalisasi (nilai satuan barang kurang

dari Rp 300.000,00).

2) Belanja Pemeliharaan adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk

mempertahankan aset tetap atau aset tetap lainnya yang sudah ada ke

dalam kondisi normal. Belanja pemeliharaan meliputi antara lain

pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, taman, jalan lingkungan kantor,

rumah dinas, kendaraan bermotor dinas dan lain-lain yang berhubungan

dengan penyelenggaraan pemerintahan.

3) Belanja Perjalanan Dinas merupakan pengeluaran yang dilakukan untuk

membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi dan

jabatan.

20 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 14: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

4) Belanja Honorarium yang terkait dengan Output Kegiatan adalah belanja

dalam rangka mendukung kegiatan yang bersifat temporer dapat disediakan

untuk kegiatan sepanjang :

a) Pelaksanaannya memerlukan pembentukan panitia/tim/kelompok kerja;

b) Mempunyai keluaran (output) jelas dan terukur;

c) Sifatnya koordinatif dengan mengikutsertakan satker/organisasi lain;

d) Sifatnya temporer sehingga pelaksanaannya perlu diprioritaskan atau

di luar jam kerja;

e) Merupakan perangkapan fungsi atau tugas tertentu kepada PNS

disamping tugas pokoknya sehari-hari;

f) Bukan operasional yang dapat diselesaikan secara internal satker.

Contoh:

(1) Honorarium yang disediakan untuk PNS yang ditunjuk sebagai

pengelola keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi kuasa

pengguna anggaran/kuasa pengguna barang. Honorarium ini

diberikan karena perangkapan jabatan/penugasan dan

tanggungjawab.

(2) Honorarium yang disediakan untuk anggota Tim Penyusunan

Draft Peraturan Perundang-undangan yang mengikutsertakan

satker/instansi lain yang terkait. Honorarium ini diberikan dalam

rangka mencapai keluaran berupa peraturan;

(3) Honorarium yang disediakan untuk anggota Tim Penyusunan

Standar Biaya Khusus Kementerian/Lembaga yang anggotanya

terdiri dari unsure kementerian/lembaga, Kementerian Keuangan,

dan Badan Pusat Statistik. Honorarium ini disediakan dalam

rangka mencapai keluaran berupa standar biaya kegiatan

tertentu.

c. Belanja Modal

Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka

pembentukan modal yang sifatnya menambah aset kementerian negara/lembaga

dengan kewajiban untuk menyediakan biaya pemeliharaan. Dengan demikian,

21 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 15: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran untuk memperoleh aset tetap

dan aset lainnya yang member manfaat lebih dari satu perode akuntansi.

1) Aset tetap mempunyai ciri-ciri/karakteristik sebagai berikut: berwujud, akan

menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)

tahun, nilainya relatif material (di atas Rp 300.000,00 per unit). Sedangkan

batasan minimal kapitalisasi untuk Gedung dan Bangunan dan Jalan, Irigasi

dan Jaringan adalah sebesar Rp 10.000.000,00.

2) Aset Lainnya mempunyai ciri-ciri/karakteristik yaitu: tidak berwujud, akan

menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari dari 1

(satu) tahun, nilainya tidak material.

Berdasarkan hal di atas, aset akan dikategorikan dalam Belanja Modal apabila

memenuhi kriteria:

a) Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau

asset lainnya;

b) Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap;

c) Aset lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah;

d) Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.

Belanja modal terdiri dari:

1) Belanja Modal Tanah

Pengeluaran untuk pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik

nama dan sewa tanah, pengosongan, perataan, pematangan tanah,

pembuatan sertifikat tanah serta pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat

adminstratif sehubungan dengan pembentukan modal, perolehan hak dan

kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi tanah.

2) Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Pengeluaran untuk pengadaan alat-alat dan mesin-mesin yang

dipergunakan dalam kegiatan pembentukan modal/aset tetap, termasuk

biaya untuk penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas

22 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 16: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

peralatan dan mesin berat yang dimaksudkan untuk memperpanjang masa

manfaat maupun meningkatkan efisiensinya.

3) Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Pengeluaran untuk perencanaan, pembangunan, pengawasan dan

pengelolaan pembentukan modal untuk pembangunan gedung dan

bangunan negara yang perhitungannya mengikuti Standar Pembangunan

Gedung Negara, termasuk di dalamnya pengadaan berbagai kebutuhan

pembangunan gedung dan bangunan.

Termasuk kelompok belanja modal ini adalah:

a) pengadaan/pembangunan berbagai gedung dan bangunan yang

berfungsi untuk perkantoran, hunian dan pelayanan;

b) belanja untuk kelengkapan prasarana dan sarana di dalam dan di

sekitar (sepanjang beranda di dalam komplek) gedung dan bangunan

tersebut. Misalnya instalasi listrik, air, telepon, jalan komplek, pagar,

gorong-gorong lingkungan, pertamanan, lapangan parkir dll;

c) biaya-biaya untuk kegiatan rehabilitasi, renovasi dan restorasi gedung

dan bangunan yang diharapkan dapat memperpanjang masa manfaat

dari aktiva maupun meningkatkan efisiensinya.

4) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Pengeluaran yang diperlukan untuk pembangunan,

peningkatan/penambahan, penggantian, pembuatan serta perawatan

prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai jaringan atau merupakan

bagian dari jaringan, misalnya: jalan, jembatan, dam, embung, jaringan

pengairan (termasuk jaringan air bersih), jaringan instalasi/distribusi listrik

dan jaringan telekomunikasi serta jaringan lain yang berfungsi sebagai

prasarana dan sarana fisik distribusi/instalasi, akan tetapi tidak termasuk

instalasi yang terdapat di dalam gedung dan bangunan sebagaimana

dimaksud dalam penjelasan Belanja Modal Gedung dan Bangunan. Dalam

kriteria ini termasuk biaya yang berhubungan dengan perencanaan,

pengawasan, dan pengelolaan pembangunan prasarana dan sarana

tersebut di atas.

5) Belanja Modal Fisik Lainnya

23 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 17: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

Pengeluaran yang diperlukan dalam kegiatan pembentukan modal untuk

pengadaan pembangunan belanja fisik lainnya yang tidak dapat

diklasifikasikan dalam perkiraan kriteria belanja modal tanah, peralatan dan

mesin, gedung dan bangunan, jaringan, jalan, irigasi, dll.

Termasuk dalam belanja ini: kontrak sewa beli (leasehold),

pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art pieces), barang-barang

purbakala dan barangbarang untuk museum, serta hewan ternak, ternak

peliharaan, buku-buku dan jurnal ilmiah.

Perhitungan dan penilaian belanja modal dilakukan berdasarkan standar

biaya sepanjang telah ditetapkan. Sedangkan penilaian atas pekerjaan yang

belum ditetapkan dalam standar biaya dilakukan atas dasar Rincian

Anggaran Biaya (RAB) yang disusun oleh pejabat yang berwenang, dengan

memperhatikan harga pasar yang berlaku dan jenis serta spesifikasi yang

diperlukan.

6) Bunga

Bunga yaitu pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok

utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun luar negeri

yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman.

7) Subsidi

Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada

perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau

mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak

sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.

Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada

perusahaan negara dan perusahaan swasta.

8) Bantuan Sosial

Bantuan sosial yaitu transfer uang atau barang yang diberikan kepada

masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan

atau lembaga kemasyarakatan termasuk di dalamnya untuk lembaga non

pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan. Yang termasuk kedalam

bantuan sosial adalah :

24 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 18: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

a) Bantuan kompensasi sosial. Transfer dalam bentuk uang, barang atau

jasa yang diberikan kepada masyarakat, sebagai dampak dari adanya

kenaikan harga BBM.

b) Bantuan kepada lembaga pendidikan dan peribadatan. Transfer dalam

bentuk uang, barang atau jasa yang diberikan kepada lembaga

pendidikan dan peribadatan.

Dalam pelaksanaan penyusunan anggaran, perlu pula diperhatikan adanya

kegiatan/subkegiatan yang dibatasi maupun yang tidak diperkenankan untuk

dilaksanakan. Adapun kegiatan/subkegiatan yang dibatasi dalam RKA adalah

sebagai berikut :

1) Penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya,

peresmian kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang sangat

penting dan dilakukan sesederhana mungkin.

2) Pemasangan telepon baru, kecuali untuk satuan kerja yang belum ada sama

sekali.

3) Pembangunan gedung baru yang sifatnya tidak langsung menunjang

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi satuan kerja (antara lain: mess, wisma,

rumah dinas/rumah jabatan, gedung pertemuan), kecuali untuk gedung yang

bersifat pelayanan umum (seperti rumah sakit, rumah tahanan, pos

penjagaan) dan gedung/bangunan khusus (antara lain: laboratorium dan

gudang).

4) Pengadaan kendaraan bermotor, kecuali :

a) Kendaraan fungsional seperti:

(1) ambulan untuk rumah sakit;

(2) cell wagon untuk rumah tahanan;

(3) kendaraan roda dua untuk petugas lapangan.

b) Pengadaan kendaraan bermotor untuk satuan kerja baru yang sudah

ada ketetapannya dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara (Menneg PAN) dan dilakukan secara bertahap sesuai dana

yang tersedia.

c) Penggantian kendaraan operasional yang benar-benar rusak berat

sehingga secara teknis tidak dapat dimanfaatkan lagi.

25 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 19: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

d) Penggantian kendaraan yang rusak berat yang secara ekonomis

memerlukan biaya yang besar untuk selanjutnya harus dihapuskan dari

daftar inventaris dan tidak diperbolehkan dialokasikan biaya

pemeliharaannya (didukung oleh berita acara

penghapusan/pelelangan).

5) Kendaraan roda 4 dan atau roda 6 untuk keperluan antar jemput pegawai

dapat dialokasikan secara sangat selektif. Usulan pengadaan kendaraan

bermotor memperhatikan azas efisiensi dan kepatutan.

Kegiatan/subkegiatan yang tidak dapat ditampung dalam RKA yaitu:

1) Perayaan atau peringatan hari besar, hari raya dan hari ulang tahun

Kementerian Negara/Lembaga (K/L).

2) Pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga, dan

sebagainya untuk berbagai peristiwa.

3) Pesta untuk berbagai peristiwa dan POR (Pekan Olah Raga) pada K/L.

4) Pengeluaran lainnya ntuk kegiatan sejenis/serupa dengan tersebut di atas.

5) Kegiatan yang memerlukan dasar hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP)

/Peraturan Presiden (Perpres), namun pada saat penelaahan RKA belum

ditetapkan dengan PP/Perpres.

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan

Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga menyebutkan

bahwa RKAKL meliputi seluruh kegiatan satuan kerja di lingkungan kementerian

negara/lembaga termasuk kegiatan dalam rangka dekonsentrasi dan tugas

pembantuan. Berdasarkan hal tersebut, maka rencana kerja dan anggaran pada

satuan kerja selanjutnya diusulkan secara berjenjang yang nantinya akan

dikompilasi pada tingkat kementerian negara/lembaga sebagai RKA-KL untuk

disampaikan kepada Kementerian Keuangan.

Penyusunan rencana kerja dan anggaran sebagaimana telah berjalan

selama ini menggunakan program aplikasi RKA-KL yang diterbitkan oleh

Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Aplikasi ini memungkinkan

satuan kerja untuk menyusun rencana kerja dan anggaran berdasarkan

program/kegiatan/subkegiatan, jenis belanja, indikator kinerja, akun dan rencana

penarikan dana.

26 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 20: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

3. Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara /Lembaga

Pada dasarnya, penelaahan rencana kerja dan anggaran Kementerian

Negara/Lembaga (RKA-K/L) telah dilaksanakan secara internal pada kementerian

negara/lembaga masing-masing sebelum disampaikan kepada Kementerian

Keuangan. Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan rencana kerja dan

rencana strategis kementerian negara/lembaga secara keseluruhan dengan

alokasi anggaran yang tersedia. Pada tahap ini, kementerian negara/lembaga

mulai menentukan apa saja kegiatan dan belanja yang merupakan prioritas yang

harus dialokasikan anggarannya ataupun kegiatan dan belanja yang tidak prioritas

dan dapat ditunda pelaksanaannnya.

RKA disusun mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu

indikatif yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bersama Menteri Keuangan dengan

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pagu indikatif

merupakan perkiraan pagu anggaran yang diberikan kepada kementerian

negara/lembaga untuk setiap program. Selanjutnya, RKA tersebut ditelaah oleh

Bappenas dan Kementerian Keuangan. Penelaahan tersebut meliputi penelaahan

atas kesesuaian program dalam rangka menentukan program prioritas nasional

maupuan prioritas departemen.

Menteri Keuangan menerbitkan Surat Edaran pagu sementara bagi

masingmasing program yang dirinci menurut unit organisasi dan kegiatan. Atas

dasar surat edaran tersebut, kementerian negara/lembaga menyusun RKA-KL

yang selanjutya disampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk dikompilasi

dalam suatu Rencana Kerja dan Anggaran Pemerintah (RKAP).

Berdasarkan RKAP tersebut selanjutnya disusun suatu Rancangan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dalam bentuk Rancangan

Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN). RUU APBN ini selanjutnya dilengkapi dengan catatan mengenai berbagai

dasar pemikiran/pertimbangan yang dipergunakan dalam penyusunan anggaran

yang sejak lama dikenal sebagai Nota Keuangan. RUU APBN bersama Nota

Keuangan yang dipersiapkan Kementerian Keuangan tersebut selanjutnya dibawa

ke Sidang Kabinet yang dipimpin langsung oleh Presiden.

RUU APBN dan Nota Keuangan tersebut, setelah disetujui dalam Sidang

Kabinet selanjutnya akan disampaikan kepada DPR pada tanggal 16 Agustus

27 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 21: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

(sebagai bagian dari konvensi kegiatan kenegaraan Presiden di DPR).

Penyampaian tersebut merupakan sikap resmi pemerintah mengenai rencana

kerja dan anggaran yang dipersiapkannya dalam menyiapkan layanan kepada

rakyat sesuai janjinya dalam kampanye pemilihan presiden yang mendasari

terbentuknya pemerintahannya.

Menindaklanjuti penyampaian tersebut, DPR sebagai representasi rakyat

akan menguji dan membahas rencana kerja dan anggaran dimaksud, “apakah

telah sesuai dengan tuntutan rakyat atau belum”. Pengujian dan pembahasan

yang dilakukan DPR pada akhirnya akan melahirkan UU-APBN yang merupakan

otorisasi anggaran kepada pemerintah secara definitif. Dengan demikian, kini RKA

itu sudah memperoleh status sebagai rencana yang secara definitif siap

dilaksanakan.

4. Rencana Kerja Dan Anggaran Definitif

Berdasarkan persetujuan DPR terhadap RUU-APBN, tiap-tiap kementerian

negara/lembaga dapat segera melakukan konsolidasi dengan satuan-satuan kerja

pada lingkup kementerian negara/lembaganya. Konsolidasi dimaksudkan untuk

melihat kembali penyesuaian-penyesuaian yang terjadi antara RKA yang pernah

dibuatnya dan RKA yang telah memperoleh persetujuan DPR secara definitif.

Konsolidasi ini sekaligus juga memungkinkan kementerian negara segera

mempersiapkan transformasi dokumen dari RKA menjadi daftar isian pelaksanaan

anggaran (DIPA).

Sementara itu, pasca persetujuan DPR, Kementerian Keuangan juga

melakukan konsolidasi guna menyiapkan peraturan presiden mengenai rincian

anggaran. Di sisi lain, Kementerian Keuangan juga menyiapkan edaran untuk

meminta kementerian negara/lembaga segera menyampaikan DIPA untuk

ditelaah dan diberi tanda bahwa atas DIPA tersebut, Kementerian Keuangan telah

maklum dan siap untuk menyiapkan rencana pencairan dananya.

Pada prinsipnya, rencana kerja dan anggaran definitif yang sudah

seharusnya memperoleh persetujuan DPR paling lambat tanggal 31 Oktober,

selanjutnya sudah siap dilaksanakan sambil dipersiapkannya proses administratif

atas dokumentasinya.

5. Penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)

28 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 22: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

Sebagaimana dijelaskan pada bagian di atas, penyusunan DIPA lebih

merupakan proses administratif pada tingkat dokumentasi untuk keperluan

manajerial dan alat uji akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran. Oleh karena

itu, sinergi antara kementerian negara/lembaga (d.h.i. satuan-satuan kerja)

dengan Bendahara Umum Negara sangat penting bagi keberhasilan pelaksanaan

anggaran secara keseluruhan.

Dalam pasal 4 ayat 2 huruf (a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara disebutkan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga

selaku pengguna anggaran/pengguna barang kementerian negara/lembaga yang

dipimpinnya berwenang menyusun dokumen pelaksanaan anggaran. Oleh karena

itu, dalam pelaksanaan anggaran (APBN), maka Menteri/Pimpinan Lembaga

bertanggung jawab atas penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran

Kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Kewenangan Menteri/Pimpinan

Lembaga tersebut dilimpahkan kepada kepala satker pusat/unit pelaksana

teknis/satker khusus/satker non vertical tertentu/satker sementara.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana

Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga pasal 12 ayat (1) dan (2)

menyebutkan bahwa RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam

Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Anggaran Belanja Pemerintah Pusat

(ABPP) selambat-lambatnya akhir bulan November. Perpres tentang rincian APBN

tersebut menjadi dasar bagi masing-masing kementerian negara/lembaga untuk

menyusun konsep dokumen pelaksanaan anggaran. Atas dasar Perpres tersebut

satuan kerja menyusun konsep DIPA yang selanjutnya disampaikan ke Direktorat

Jenderal Perbendaharaan untuk ditelaah dan disahkan.

DIPA berlaku untuk satu tahun anggaran dan memuat informasi satuan-

satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dan

penggunaan anggaran. Disamping itu DIPA dapat dimanfaatkan sebagai alat

pengendali, pelaksanaan, pelaporan, pengawasan, dan sekaligus merupakan

perangkat akuntansi pemerintah. Pagu dalam DIPA merupakan batas

pengeluaran tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan pelaksanaanya harus dapat

dipertanggungjawabkan.

DIPA terdiri dari dua bagian yang merupakan satu kesatuan dan tidak dapat

dipisahkan, yaitu surat pengesahan DIPA yang ditandatangani oleh Direktur

Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kanwil DJPBN atas nama Menteri Keuangan 29 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 23: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

dan dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun kementerian negara/lembaga

bersangkutan. DIPA yang disusun oleh Menteri/Pimpinan Lembaga paling sedikit

memuat :

1) Pagu Anggaran yang dialokasikan;

2) Sasaran yang hendak dicapai;

3) Fungsi, program, dan kegiatan yang akan dilaksanakan;

4) Rencana penarikan dana yang akan dilakukan; dan

5) Pendapatan yang diperkirakan dapat dipungut.

DIPA tersebut selanjutnya disusun berdasarkan klasifikasi :

1) Fungsional dirinci sampai sub kegiatan;

2) Organisasi dirinci sampai dengan satuan kerja; dan

3) Ekonomi dirinci sampai dengan jenis belanja.

Kementerian negara/lembaga dalam menyusun DIPA harus mengacu

kepada APBN yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan sesuai

dengan peraturan presiden tentang rincian APBN, maka struktur penganggaran

dalam DIPA harus terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,

kegiatan, sub kegiatan, jenis belanja dan lokasi.

Unit organisasi yang digunakan dalam anggaran belanja negara adalah

klasifikasi anggaran yang dialokasikan untuk masing-masing kementerian

negara/lembaga atau bagian anggaran yang dibagi menurut organisasi tingkat

eselon/satker, sehingga kementerian negara/lembaga selaku pengguna anggaran

dan satker selaku kuasa pengguna anggaran bertanggungjawab terhadap

pelaksanaan kegiatan pendukung program sesuai dengan bagian anggarannya

masing-masing.

Satuan kerja adalah bagian dari suatu unit organisasi pada kementerian

negara/lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu

program. Kepala satuan kerja baik organisasi tingkat eselon I maupun tingkat

eselon II, eselon III atau eselon IV yang berdiri sendiri sebagai kuasa pengguna

anggaran yang dibantu dengan pejabat pengelola keuangan. Satuan kerja yang

pimpinannya ditetapkan sebagai kuasa pengguna anggaran dapat dikelompokkan

menjadi satuan kerja pusat, satuan kerja/unit pelaksana teknis, satuan kerja

khusus, satuan kerja perangkat daerah, satuan kerja non vertikal tertentu, dan

atau satuan kerja sementara (bukan UPT).

30 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 24: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

Fungsi yang digunakan dalam anggaran belanja negara adalah klasifikasi

anggaran berdasarkan fungsi pemerintahan untuk masing-masing kementerian

negara/lembaga. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang

tertentu yang dilaksanakan kementerian negara/lembaga yang dirinci ke dalam 11

fungsi utama, yaitu pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan,

ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan,

pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial. Kesebelas fungsi

utama tersebut dirinci ke dalam 79 subfungsi. Penggunaan fungsi dan subfungsi

dalam DIPA disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing

kementerian negara/lembaga.

Program adalah penjabaran kebijaksanaan kementerian negara/lembaga

dalam bentuk upaya yang berisi satu atau beberapa kegiatan dengan

menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil terukur sesuai

dengan misi kementerian negara/lembaga.

Sedangkan kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh

satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur

pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber

daya baik berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk

peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis

sumber daya tersebut sebagai masukan (input) dalam bentuk barang/jasa.

Sub kegiatan adalah bagian dari kegiatan yang menunjang usaha

pencapaian sasaran dan tujuan kegiatan tersebut. Adanya subkegiatan adalah

sebagai konsekuensi adanya perbedaan jenis dan satuan keluaran antar

subkegiatan dalam kegiatan tersebut. Dengan demikian, subkegiatan yang satu

dipisahkan dengan subkegiatan lainnya berdasarkan perbedaan keluaran.

Sebagai contoh, kegiatan pendidikan dan pelatihan aparatur negara dengan sub

kegiatan penyelenggaraan diklat penjenjangan dengan keluaran antara lain

jumlah peserta didik, subkegiatan penyelenggaraan diklat fungsional dengan

keluaran antara lain jumlah lulusan, sub kegiatan pengembangan kurikulum diklat

dengan keluaran antara lain jumlah modul.

Pengertian hasil (outcome) adalah sesuatu yang mencerminkan

berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program. Pengertian

keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang

31 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 25: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan

kebijaksanaan.

Mengenai indikator hasil adalah segala sesuatu yang akan dicapai dari

suatuprogram pada jangka menengah sesuai dengan tujuan dan sasaran

program. Sedangkan indikator keluaran adalah sesuatu yang akan dicapai secara

langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan, yang terdiri dari: biaya harga yaitu

jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu tingkat keluaran tertentu;

kuantitas yaitu jumlah unit barang atau jasa yang akan dihasilkan; kualitas yaitu

mutu barang dan atau jasa yang dihasilkan berdasarkan kepuasan penerima

manfaat dan ketepatan waktu.

Kegiatan pada prinsipnya disusun dengan mengacu kepada rencana

pembangunan jangka menengah nasional, rencana kerja pemerintah, rencana

strategis kementerian negara/lembaga dan program prioritas pendukung

kementerian negara/lembaga. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

menentukan rumusan kegiatan, antara lain :

1) Penentuan suatu kegiatan berdasarkan atas program dalam satu lingkungan

unit eselon I. Instansi pusat pada dasarnya melakukan kegiatan yang

bersifat pembinaan, koordinasi, integrasi, sinkronisasi pada setiap tahapan

manajemen atau melakukan kegiatan rintisan dalam rangka pengembangan

sistem tertentu dengan lingkup nasional.

2) Untuk kegiatan-kegiatan non fisik yang karena sifat dan permasalahannya

memerlukan keterpaduan sistem pada tingkat nasional dapat

dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai kegiatan pusat.

3) Untuk kegiatan-kegiatan fisik seperti pembangunan, perluasan, perawatan

atau pemeliharaan sarana fisik/gedung dan atau pengadaan barang/jasa

yang kegiatannya secara nyata berada di daerah propinsi/kabupaten/kota

agar dialokasikan ke daerah yang bersangkutan dengan cara

mengintegrasikan kegiatan dimaksud kedalam kegiatan di daerah yang

sejenis pada program yang sama menjadi kegiatan atau unsur kegiatan.

Apabila tidak ada kegiatan yang sejenis yang menampungnya dapat

diciptakan kegiatan baru yang berdiri sendiri. Sebagai konsekuensi

pengalokasian dana ke daerah propinsi/kabupaten/kota, maka pengadaan

32 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 26: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

barang/jasa tersebut tidak diperkenankan dilaksanakan oleh unit eselon I di

pusat.

4) Kegiatan operasional yang merupakan kegiatan lanjutan, pada waktu

menyusun anggaran yang direncanakan perlu dicantumkan prakiraan maju

untuk tahun berikutnya. Kegiatan lanjutan adalah kegiatan terusan dari

kegiatan tahun sebelumnya yang jangka waktu penyelesaiannya lebih dari

satu tahun anggaran, termasuk kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian

dari suatu rencana induk (master plan) dan kegiatan-kegiatan yang

penyelesaiannya memerlukan waktu lebih dari satu tahun (multi years).

Dokumen yang digunakan sebagai dasar penyusunan rincian kegiatan dan

anggaran dalam DIPA yaitu :

1) Undang-Undang mengenai APBN,

Alokasi anggaran dalam APBN merupakan pagu suatu Kemeterian

Negara/Lembaga yang dapat dialokasikan pada DIPA satuan kerja pada

Kemeterian Negara/Lembaga berkenaan.

2) Peraturan Presiden mengenai Rincian Angggaran Belanja Pemerintah Pusat

(RABPP) sebagai dasar alokasi.

Perpres mengenai RABPP merupakan dasar penyusunan DIPA untuk

masing-masing satuan kerja yang dirinci sampai dengan jenis belanja.

3) RKA-KL yang telah disetujui DPR dan telah ditelaah oleh Direktorat Jenderal

Anggaran.

RKA-KL hasil penelaahan dengan DJA menjadi dasar penyusunan konsep

DIPA untuk memastikan bahwa satuan anggaran dalam konsep DIPA telah

sesuai dengan formulasi anggaran yang telah disepakati.

4) Bagan Akun Standar (BAS)

Penyusunan DIPA harus memperhatikan standar dalam BAS untuk

memastikan rencana kerja telah dituangkan sesuai dengan standar kode dan

uraian yang diatur dalam ketentuan tentang akuntansi pemerintah.

5) Surat Rincian Alokasi Anggaran (SRAA) yang ditetapkan oleh Direktur

Jenderal Perbendaharaan untuk satuan kerja yang DIPA-nya ditelaah di

daerah.

33 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 27: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

Suatu dokumen pelaksanaan anggaran dapat disebut DIPA (lengkap)

apabila telah terdiri dari:

1) Surat pengesahan DIPA (SP-DIPA), berisi informasi mengenai hal-hal yang

disahkan dari DIPA dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal

Perbendaharaan atau Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan atas nama

Menteri Keuangan.

2) DIPA halaman I (Umum), terdiri dari halaman IA dan halaman IB. Halaman

IA memuat informasi yang bersifat umum dari setiap satker. Halaman IB

memuat informasi umum tentang rincian fungsi, program dan sasarannya,

serta indikator keluaran untuk masing-masing kegiatan.

3) DIPA halaman II, berisi informasi setiap satker, uraian kegiatan/sub kegiatan

beserta volume keluaran yang hendak dicapai serta alokasi dana pada

masing-masing belanja yang dicerminkan dalam mata anggaran keluaran.

Rincian halaman II untuk masing-masing DIPA adalah sebagai berikut:

a) hibah, meliputi belanja bunga utang dalam negeri, belanja bunga utang

luar negeri, penerusan pinjaman dan belanja hibah. DIPA kementerian

negara/lembaga, meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja

modal, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain.

b) DIPA perimbangan keuangan negara, meliputi belanja daerah dana

alokasi umum, belanja daerah dana alokasi khusus, belanja daerah

dana bagi hasil, belanja daerah dana penyesuaian, dan belanja daerah

dana otonomi khusus.

c) DIPA pembayaran bunga utang.

d) DIPA subsidi dan transfer berisi belanja subsidi.

e) DIPA pembiayaan, meliputi pembiayaan dalam negeri, pembiayaan

luar negeri, penerusan pinjaman dan penyertaan modal pemerintah.

4) DIPA halaman III, berisi informasi tentang rencana penarikan dana dan

penerimaan negara bukan pajak yang menjadi tanggungjawab setiap satker.

Dalam hal pencantuman angka rencana penarikan pengeluaran pada

halaman III DIPA berdasarkan rencana kerja, satker perlu memperhatikan

hal-hal sebagai berikut :

34 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 28: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

1) Untuk belanja pegawai, rencana penarikan pengeluaran per bulan

adalah seperdua belas dari pagu gaji satu tahun (agar

diperhatkan/disesuaikan pula jika terdapat perencanaan untuk

membayar Gaji ke-13 yang dalam praktek seringkali dibayarkan);

2) Untuk belanja barang dan modal, agar memperhatikan kebutuhan

berdasarkan rencana penarikan/pembayaran dalam rangka

pelaksanaan kegiatan yang meliputi rencana penarikan uang

persediaan dan rencana penarikan langsung untuk setiap bulan.

5) DIPA halaman IV, berisi catatan-catatan yaitu hal-hal yang perlu menjadi

perhatian oleh pelaksana kegiatan.

Dalam hal DIPA memerlukan perubahan, pengguna anggaran/kuasa

pengguna anggaran dapat melakukan revisi DIPA untuk selanjutnya diajukan

pengesahannya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala

Kanwil Ditjen Perbendaharaan.

Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, jenis DIPA dapat

dikelompokkan atas DIPA Kemeterian Negara/Lembaga dan DIPA Bendahara

Umum Negara.

1) DIPA Kementerian Negara/Lembaga

DIPA Satker Pusat/kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian

penggunaan anggaran dari Bagian Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga, yang dikategorikan menjadi :

a) DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat

DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian

penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga, yang

pelaksanaannya dilakukan oleh satker yang merupakan satker pusat

atau satker Kantor Pusat suatu kementerian negara/lembaga, termasuk

di dalamnya untuk DIPA Badan Layanan Umum (BLU), dan Satuan

Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT).

Satuan Kerja Pusat dapat terdiri dari satker–satker yang dibentuk oleh

kementerian negara/lembaga secara fungsional dan bukan merupakan

instansi vertikal. Sedangkan Satuan Kerja Kantor Pusat adalah satker

dalam lingkup Kantor Pusat suatu kementerian negara/lembaga.

35 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 29: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

Konsep DIPA Satker Pusat/kantor Pusat disusun dan ditetapkan oleh

satker masing-masing kementerian negara/lembaga.

b) DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah

DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah adalah DIPA yang memuat rincian

penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga, yang

pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor/Instansi Vertikal Kementerian

Negara/Lembaga di daerah. Konsep DIPA Satker Vertikal/Kantor

Daerah disusun dan ditetapkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa

Pengguna Anggaran Satuan Kerja Vertikal yang ditunjuk dan

ditetapkan oleh Menteri/ Ketua Lembaga.

c) DIPA Dana Dekonsentrasi

DIPA Dana dekonsentrasi adalah DIPA yang memuat rincian

penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga dalam rangka

pelaksanaan dana dekonsentrasi, serta pelaksanaannya dilakukan oleh

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi yang ditunjuk oleh

Gubernur. Konsep DIPA Dana Dekonsentrasi disusun dan ditetapkan

oleh Kepala SKPD yang ditunjuk oleh Gubernur berdasarkan

pendelegasian wewenang dari Menteri/Ketua Lembaga.

d) DIPA Tugas Pembantuan

DIPA Tugas Pembantuan adalah DIPA yang memuat rincian

penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga dalam rangka

pelaksanaan Tugas Pembantuan, serta pelaksanaannya dilakukan oleh

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Propinsi/Kabupaten/Kota yang

ditunjuk oleh Gubernur/Bupati/Walikota. Konsep DIPA Dana

Dekonsentrasi disusun dan ditetapkan oleh Kepala Satker Pusat yang

ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga.

2) DIPA Bendahara Umum Negara (DIPA-BUN)

DIPA BUN atau yang sebelumnya dikenal dengan DIPA Anggaran

Pembiayaan dan Perhitungan adalah DIPA yang memuat rincian

penggunaan anggaran yang bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara

Umum Negara (BA-BUN) yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku

Pengguna Anggaran. BA-BUN terdiri dari :

36 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 30: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

a) Pengelolaan Utang Pemerintah (999.01)

b) Pengelolaan Hibah (999.02)

c) Pengelolaan Investasi Pemerintah (999.03)

d) Pengelolaan Penerusan Pinjaman (999.04)

e) Pengelolaan Transfer ke Daerah (999.05)

f) Pengelolaan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (999.06)

g) Pengelolaan Transaksi Khusus (999.99)

Dalam menyusun DIPA, PA/Kuasa PA bertanggungjawab sepenuhnya

terhadap kegiatan dan perhitungan biaya yang dalam penyusunannya

berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya Umum

dan Standar Biaya Khusus.

6. Pencantuman PHLN dalam DIPA

Pencantuman pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) dalam DIPA harus

memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam loan agreement

berkenaan, karena kesalahan dalam pencantuman dana PHLN dapat berakibat

terjadinya kesalahan pembayaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam

pencantuman PHLN dalam DIPA, yaitu :

a. Status loan.

Dana PHLN harus memilki status loan yang jelas, dalam arti naskah

perjanjian pinjaman/hibah luar negeri (NPHLN) berkenaan sudah

ditandatangani dan dinyatakan efektif serta telah diberi kode registrasi

PHLN.

b. Jenis cara pembayaran.

Pencantuman cara penarikan pinjaman luar negeri (PLN) seperti Rekening

Khusus (RK), Pembayaran Langsung (PL), Pembukaan Letter of Credit (L/C)

dan Penarikan Langsung Hibah berpedoman pada SKB Menteri Keuangan

dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Bappenas Nomor: 185/ KMK.03/1995 - Kep.031/KET/5/1995 yang telah

diubah dengan SKB Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan

Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor 459/KMK.03/1999 -

Kep.264/KET/09/1999 serta ketentuan lain yang ditetapkan oleh Menteri

Keuangan.

37 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 31: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

c. Alokasi dana.

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengalokasikan dana PHLN dalam

DIPA, yaitu :

1) Jenis kegiatan/pekerjaan yang akan dibiayai harus terdapat dalam

uraian kategori dalam PHLN;

2) Dana PHLN untuk setiap kategori pengeluaran masih cukup tersedia.

Hal ini penting untuk menghindarkan terjadinya overdrawn atau

kelebihan penarikan suatu kategori;

3) Porsi dana PHLN sesuai kategori yang telah ditetapkan dalam

NPPHLN;

4) Khusus PHLN yang penarikannya melalui tatacara L/C, perlu

diperhatikan nilai kontrak pekerjaan secara keseluruhan. Hal ini

berkaitan dengan pembukaan rekening L/C di Bank Indonesia oleh

KPPN Jakarta VI dan KPPN Khusus Banda Aceh.

5) Dalam hal NPPHLN mensyaratkan adanya dana pendamping (porsi

dan non porsi), maka kementerian/lembaga wajib menyediakan dana

pendamping dalam RKA-KL

d. Standar biaya.

Pembiayaan kegiatan/subkegiatan yang bersumber dari PHLN mengacu

kepada Standar Biaya Umum (SBU), Standar Biaya Khusus (SBK) dan

Billing rate. Dalam hal belum tersedia standar biaya, maka dapat digunakan

Rincian Anggaran Biaya.

e. Kartu Pengawasan Alokasi Pagu PHLN

Kartu pengawasan tersebut memuat antara lain :

1) nama, tanggal, nomor NPPHLN;

2) nama pemberi pinjaman;

3) executing agency/implementing agency;

4) nomor register PHLN;

5) tanggal efektif PHLN;

6) closing date;

7) besaran pinjaman yang tercantum dalam NPPHLN;

8) kategori dan porsi PHLN;

38 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 32: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

9) tata cara dan rencana penarikan yang dituangkan dalam RKA-KL;

10) sisa yang belum dialokasikan.

f. Memahami NPPHLN.

Untuk menghindarkan terjadinya kegiatan-kegiatan yang ineligible, maka isi

dari loan agreement (NPPHLN) dan staff appraisal report (SAP) harus

dipahami, terutama mengenai: (i) porsi beban loan untuk masing-masing

kegiatan/kategori, (ii) kegiatankegiatan yang dapat dibiayai loan, (iii) closing

date, (iv) lokasi sasaran/cakupan kegiatan, dan (vi) ketentuan loan lainnya

jika ada (cara pembayarannya, dan sebagainya).

7. Penyusunan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK)

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan yang tertuang dalam DIPA, setelah

DIPA disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna

Anggaran menerbitkan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) yang merupakan

penjabaran lebih lanjut dari DIPA. POK berfungsi sebagai :

a. Pedoman dalam melaksanakan kegiatan/aktivitas;

b. Alat monitoring kemajuan pelaksanaan kegiatan/aktivitas;

c. Alat perencanaan kas untuk kebutuhan dana; dan

d. Sarana untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efeklivitas

pelaksanaan anggaran.

POK disusun berdasarkan DIPA dan RKA-KL yang telah disetujui DPR dan

ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan APBN. POK paling sedikit

memuat uraian tentang :

a. Kode dan nama departemen/unit organisasi/satua kerja dan program;

b. Kode dan nama kegiatan/subkegiatan/akun;

c. Rincian kegiatan/subkegiatan/akun;

d. Rincian volume, harga satuan dan jumlah biaya;

e. Sumber dana dan kode kewenangan;

f. Pelaksana Aktivitas;

g. Tata cara pengadaan/pekerjaan (kontraktual dan non kontraktual);

h. Rencana pelaksanaan kegiatan (time schedule) yang dilengkapi dengan

perkiraan penarikan dana per aktivitas per bulan.

39 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga

Page 33: kppntanjungbalai.files.wordpress.com · Web viewMetode tradisional dalam penyusunan anggaran atau line item budgeting yang selama ini digunakan tidak didasarkan pada analisa rangkaian

Dalam hal terdapat perubahan POK sebagai akibat dari revisi DIPA,

penyesuaian atas realisasi, perubahan jadwal pelaksanaan aktivitas dan lainnya,

maka POK harus disesuaikan/direvisi. Revisi terhadap POK sepanjang tidak

mengubah DIPA dilakukan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Apabila perubahan POK mengakibatkan perubahan rencana penarikan dana

per bulan, maka penyesuaian/revisi POK tersebut digunakan untuk merevisi

halaman III DIPA. Revisi halaman III DIPA disampaikan kepada Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Perbendaharaan (apabila DIPA daerah) atau kepada

Direktorat Jenderal Perbendaharaan (apabila DIPA Pusat) untuk disahkan. Revisi

sebagaimana tersebut di atas disampaikan setiap awal triwulan berikutnya.

40 | Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satker Kementerian Negara/Lembaga