vasopressor dan inotropik

21
Tugas Dr.dr. Wayan Suranadi, Sp.An (KIC) dr. Made Supradnyawati Vasopressor dan Inotropik Saat terjadi keadaan hipotensi meskipun pemberian cairan telah kita lakukan, agent vasopressor sering kita gunakan. 1 Tujuan penggunaan agent vasopressor adalah untuk meningkatkan mean arterial pressure (MAP). Indikasi pemberian agent vasopressor adalah pada keadaan septik syok yang refrakter terhadap resusitasi volume yang adekuat. Indikasi lainnya meliputi penanganan vasodilatory shock saat cardiopulmonary bypass, anaphylaxis, vascular surgery (carotid endarterectomy), drug overdoses (tricyclic antidepressant) dan spinal cord trauma. 2 Sedangkan agent inotropik merupakan agent yang memiliki efek meningkatkan kontraktilitas jantung. Kontraktilitas jantung yang terganggu dapat menurunkan cardiac output sehingga tidak dapat memberikan perfusi maupun hantaran oksigen yang cukup ke jaringan. 1 Perbedaan farmakologi dari masing-masing agent vasopressor dan inotropik ini menjadi pertimbangan pemilihan agent ini dalam penggunaan klinis. Phenylephrine Phenylephrine merupakan noncatecholamine sintetik yang menstimulasi terutama reseptor α adrenergik secara langsung, hanya sebagian kecil bekerja secara tidak langsung melalui pelepasan norepinephrine. 1,3,4 Karena bukan derivat derivat 1

Upload: yehezkielyesi

Post on 25-Jul-2015

2.818 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vasopressor Dan Inotropik

Tugas Dr.dr. Wayan Suranadi, Sp.An (KIC)

dr. Made Supradnyawati

Vasopressor dan Inotropik

Saat terjadi keadaan hipotensi meskipun pemberian cairan telah kita lakukan, agent

vasopressor sering kita gunakan.1 Tujuan penggunaan agent vasopressor adalah untuk

meningkatkan mean arterial pressure (MAP). Indikasi pemberian agent vasopressor adalah

pada keadaan septik syok yang refrakter terhadap resusitasi volume yang adekuat. Indikasi

lainnya meliputi penanganan vasodilatory shock saat cardiopulmonary bypass, anaphylaxis,

vascular surgery (carotid endarterectomy), drug overdoses (tricyclic antidepressant) dan

spinal cord trauma.2 Sedangkan agent inotropik merupakan agent yang memiliki efek

meningkatkan kontraktilitas jantung. Kontraktilitas jantung yang terganggu dapat

menurunkan cardiac output sehingga tidak dapat memberikan perfusi maupun hantaran

oksigen yang cukup ke jaringan.1

Perbedaan farmakologi dari masing-masing agent vasopressor dan inotropik ini

menjadi pertimbangan pemilihan agent ini dalam penggunaan klinis.

Phenylephrine

Phenylephrine merupakan noncatecholamine sintetik yang menstimulasi terutama

reseptor α adrenergik secara langsung, hanya sebagian kecil bekerja secara tidak langsung

melalui pelepasan norepinephrine.1,3,4 Karena bukan derivat derivat catechol, tidak

diinaktifkan oleh COMT, memiliki masa kerja yang lebih panjang dibandingkan dengan

catecholamine. Phenylephrine ini bekerja langsung pada reseptor.4,5 Venokonstriksi yang

terjadi lebih besar daripada arterial konstriksi. Efek terhadap reseptor β adrenergik minimal.3

Pada dosis yang sangat tinggi, baru terlihat adanya aktivitas β. Phenylephrine merupakan

vasokonstriktor yang sangat poten, namun menyebabkan risiko penurunan aliran darah dan

perfusi jaringan. Pada pasien syok sepsis, phenylephrine menyebabkan penurunan aliran

darah splanchnic dan hantaran oksigen.1

Secara struktur phenylephrine adalah 3-hydroxyphenylethylamine, berbeda dengan

epinephrine pada tidak adanya struktur 4-hydroxyl pada cincin benzena. Secara klinis,

phenylephrine menyerupai efek norepinephrine namun kurang poten dan efek lebih lama.

Stimulasi CNS minimal.3

1

Page 2: Vasopressor Dan Inotropik

Phenylephrine 50-200 µg intravena sering diberikan kepada orang dewasa untuk

mengatasi penurunan tekanan darah sistemik karena blokade sistem saraf simpatis akibat

anesthesi regional atau vasodilatasi perifer akibat kombinasi agent inhalasi dan intravena.

Berlawanan dengan agent simpatomimetik lainnya, phenylephrine bermanfaat pada pasien

coronary artery disease dan aortic stenosis karena phenylephrine meningkatkan tekanan

perfusi koroner tanpa efek samping kronotropik.3

Pemberian infus kontinyu 20-50 µg/menit dapat mempertahankan tekanan darah

sistemik. Reflek vagal akibat phenylephrine dapat memperlambat heart rate pada pasien

supraventrikuler takidisritmia. Phenylephrine merupakan alternatif yang lebih aman untuk

keadaan maternal hipotensi sebab pH arteri umbilikal menjadi lebih tinggi dan menurunkan

insiden fetal asidosis dibandingkan ephedrine.3

Injeksi phenylephrine intravena secara cepat pada pasien coronary artery diseasae

menimbulkan vasokonstriksi perifer (tergantung dosis) dan peningkatan tekanan darah

sistemik, disertai penurunan cardiac output. Penurunan cardiac output ini mencerminkan

peningkatan afterload, namun cenderung berkaitan dengan reflek bradikardi yang dimediasi

baroreseptor sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah diastolik. Aliran darah renal,

splanchnic, dan cutaneus menurun, namun aliran darah koroner meningkat.3

Epinephrine (Adrenaline)

Epinephrine tergolong vasokonstriktor yang sangat kuat dan cardiac stimulant.4,5

Epinephrine merupakan catecholamine endogen yang dihasilkan oleh medulla adrenal dengan

aktivitas α dan β1 yang poten, dan efek β2 yang sedang. Pada dosis yang rendah, efek β

menunjukkan dominasi. Pada dosis yang lebih tinggi, efek α menjadi lebih signifikan.

Epinephrine merupakan aktivator reseptor α adrenergik yang paling kuat.3,5 Pada hipotensi

yang akut seringkali epinephrine lebih disukai dibandingkan dengan norepinephrine karena

efek β adrenergik yang lebih kuat berperan dalam mempertahakan maupun meningkatkan

cardiac output.1

Fungsi alamiah dari epinephrine bekerja pada (a) kontraktilitas jantung, (b) heart rate,

(c) tonus otot polos vaskular dan otot bronkus, (d) sekresi kelenjar, (e) proses metabolisme

seperti glikogenolisis dan lipolisis. Pemberian secara oral tidak efektif, karena epinephrine

dimetabolisme secara cepat pada mukosa gastrointestinal dan hepar. Absorpsi epinephrine

setelah pemberian secara subkutan kurang baik, karena epinephrine menyebabkan

vasokonstriksi pada tempat suntikan. Epinephrine juga kurang larut dalam lemak, sehingga

mencegah masuknya obat ke susunan saraf pusat dan minimnya pengaruh langsung pada

otak.3

2

Page 3: Vasopressor Dan Inotropik

Efek kardiovaskular yang ditimbulkan merupakan hasil dari stimulasi reseptor α dan

reseptor β adrenergik. Dosis kecil epinephrine (1-2 μg/menit IV) bila diberikan pada pasien

dewasa akan menstimulasi reseptor β2 pada pembuluh perifer. Stimulasi reseptor β1 terjadi

pada dosis yang lebih besar (4 μg/menit IV), pada dosis yang lebih besar (10-20 μg/menit IV)

akan menstimulasi reseptor α dan β adrenergik dengan efek stimulasi α yang lebih dominan

pada pembuluh darah, termasuk pembuluh darah perifer dan sirkulasi ginjal. Injeksi tunggal

epinephrine dengan dosis 0,2-0,8 μg IV menyebabkan terjadinya stimulasi jantung yang

berlangsung selama 1-5 menit, umumnya tanpa peningkatan berlebihan pada tekanan darah

sistemik atau heart rate.3

Epinephrine menstimulasi reseptor β1 yang menyebabkan peningkatan tekanan

sistolik, heart rate, dan curah jantung. Terjadi sedikit penurunan tekanan diastolik, hal ini

mencerminkan adanya vasodilatasi pada vaskularisasi otot rangka sebagai akibat stimulasi

reseptor β2.4 Sebagai hasil akhir adalah peningkatan tekanan nadi dan perubahan minimal

pada tekanan arteri rerata. Karena perubahan tekanan arteri rerata minimal maka kecil

kemungkinan untuk terjadinya refleks bradikardi akibat aktivasi baroreseptor. Epinephrine

meningkatkan heart rate dengan meningkatkan laju depolarisasi fase 4, yang juga dapat

meningkatkan resiko terjadinya disritmia. Peningkatan curah jantung yang terjadi merupakan

akibat dari meningkatnya heart rate, kontraktilitas jantung, dan aliran darah balik.3

Epinephrine menstimulasi reseptor α1 secara dominan pada kulit, mukosa, vaskular

hepar dan ginjal menghasilkan vasokonstriksi kuat. Pada vaskular otot rangka, epinephrine

menstimulasi reseptor β2 secara dominan, menghasilkan vasodilatasi. Hasil akhirnya adalah

distribusi curah jantung ke otot rangka dan menurunkan tahanan vaskular sistemik. Aliran

darah ginjal akan menurun, walau tanpa perubahan pada tekanan darah sistemik. Sekresi

renin akan meningkat karena adanya stimulasi reseptor beta di ginjal. Pada dosis terapi,

epinephrine tidak memiliki efek vasokonstriksi yang signifikan pada arteri serebral. Aliran

darah koroner akan meningkat setelah pemberian epinephrine, walaupun pada dosis yang

tidak merubah tekanan darah sistemik.3

Otot polos bronkus akan mengalami relaksasi akibat stimulasi β2 epinephrine. Efek

bronkodilatasi ini akan menjadi bronkokonstriksi dengan adanya obat blokade adrenergik β,

yang menjelaskan stimulasi α1 oleh epinephrine. Dengan stimulasi β2 akan meningkatkan

konsentrasi seluler cAMP, menurunkan mediator vasoaktif yang sering dihubungkan dengan

terjadinya gejala asma bronkial.3

Epinephrine memiliki efek yang paling signifikan terhadap metabolisme

dibandingkan catecholamin lainnya. Stimulasi reseptor β1 oleh epinephrine meningkatkan

3

Page 4: Vasopressor Dan Inotropik

glikogenolisis dan lipolisis, stimulasi reseptor α1 menghambat pelepasan insulin.

Glikogenolisis di hepar sebagai akibat dari aktivasi enzim phosphorylase hepar. Lipolisis

hepar sebagai akibat dari aktivasi enzim lipase, yang mempercepat pemecahan trigliserida

menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Infus epinephrine akan meningkatkan konsentrasi

kolesterol plasma, phospholipids, dan low density lipoproteins.3

Agonis selektif adrenergik β2 akibat infus epinephrine dosis rendah (0,05 μg/kg/menit

intravena) diduga menyebabkan aktivasi pompa Na-K pada otot rangka, menyebabkan

perpindahan ion K ke sel. Observasi dengan cara mengukur kadar Kalium darah sesaat

sebelum dimulainya induksi anestesia dibandingkan dengan kadar kalium 1-3 hari

sebelumnya didapatkan kadar yang lebih rendah pada kadar serum kalium sesaat sebelum

induksi anestesia, hal ini menjelaskan adanya pelepasan epinephrine akibat stress. Untuk

memaksimalkan keputusan klinis berdasarkan pengukuran kadar serum kalium, sebaiknya

dipertimbangkan terjadinya hipokalemia akibat dari kecemasan preoperatif dan pelepasan

epinephrine.3

Hipokalemia akibat epinephrine dapat menyebabkan terjadinya disritmia yang sering

menyertai stimulasi sistem saraf simpatis. Diantara seluruh kelenjar endokrin, hanya kelenjar

keringat yang berespon secara signifikan terhadap epinephrine, menghasilkan sekresi yang

kental dan banyak. 3

Epinephrine menyebabkan kontraksi otot radilalis iris, menyebabkan midriasis.

Kontraksi dari otot orbita menghasilkan penampilan eksopthalmus seperti pada pasien dengan

hipertiroidisme. Hal tersebut kemungkinan sebagai akibat aktivasi reseptor α adrenergik. 3

Akibat efek epinephrine terjadi relaksasi otot polos saluran gastrointestinal. Aktivasi

reseptor beta adrenergik menyebabkan relaksasi otot detrusor kandung kencing, sedangkan

aktivasi reseptor alpa adrenergik menyebabkan kontraksi otot trigonum dan otot sfingter

kandung kencing. 3

Koagulasi darah akan dipercepat oleh efek epinephrine, kemungkinan akibat dari

peningkatan aktivitas faktor V. Keadaan hiperkoagulasi saat intraoperatif dan postoperatif

kemungkinan karena pelepasan epinephrine akibat stress. Epinephrine meningkatkan jumlah

total leukosit namun pada saat bersamaan terjadi eosinopenia. 3

Pada keadaan gawat-darurat (syok dan reaksi alergi), epinephrine diberikan secara

bolus intravena 0,05-1 mg tergantung dari keparahan pada kardiovaskular. Untuk

meningkatkan kontraktilitas jantung dan heart rate, diberikan dalam infus (1 mg dalam 250

ml Dekstrosa 5 %) [D5W ; 4 μg/mL]. Dengan tetesan 2-20 μg/menit. Beberapa larutan

anestetik lokal mengandung epinephrine dengan konsentrasi 1 : 200.000 (5 μg/mL) atau 1 :

4

Page 5: Vasopressor Dan Inotropik

400.000 (2,5 μg/mL) sehingga mengurangi absorpsi sistemik dan memperpanjang durasi

kerja anestetik lokal. Epinephrine tersedia dalam bentuk ampul dengan konsentrasi 1 : 1000

(1 mg/mL) dan pada prefilled syringes dengan konsentrasi 1 : 10.000 (0,1 mg/mL) [100

μg/mL]. Untuk penggunaan pediatri tersedia konsentrasi 1 : 100.000 (100 μg/mL). 3

Norepinephrine

Norepinephrine merupakan amine endogen dihasilkan oleh medulla adrenal dan end

terminal of post ganglionic nerve fibers. Norepinephrine menunjukkan dominasi aktivitas α

adrenergik.1,3,5 Norepinephrine merupakan α agonis yang poten, menimbulkan vasokonstriksi

hebat pada arterial dan vena.3 Akibatnya, terjadi peningkatan tahanan perifer dan tekanan

darah sistolik dan diastolik.4 Namun tidak seperti epinephrine, norepinephrine memiliki efek

agonis reseptor β2 yang kecil.3

Aktivitas β adrenergik yang lemah dapat membantu mempertahankan cardiac output.

Rentang dosis intravena antara 0,05-2 µg/kg/menit. Reflek kompensasi vagal cenderung

dapat mengatasi efek langsung kronotropik positif norepinephrine dan efek inotropik positif

jantung tetap dipertahankan.4

Pemberian Infus kontinyu 4-16 µg/menit, digunakan untuk mengatasi hipotensi

refrakter. Campuran norepinephrine dengan larutan glukosa 5% memberikan derajat

keasaman yang cukup untuk mencegah oksidasi cathecolamine. Ekstravasasi yang terjadi

selama pemberian infus menyebabkan vasokonstriksi lokal dan bahkan nekrosis.3

Pemberian norepinephrine intravena menyebabkan vasokonstriksi hebat pada

vaskularisasi skeletal muscle, hepar, kidney, dan kulit.3 Meskipun terjadi vasokonstriksi yang

berlebihan pada penggunaan norepinephrine disertai dengan efek negatif pada aliran darah

khususnya sirkulasi hepatosplanchnic dan renal, namun beberapa penelitian menunjukkan

bahwa norepinephrine mampu meningkatkan tekanan darah tanpa menimbulkan penurunan

fungsi organ khususnya bila terjadi penurunan tonus vaskuler seperti pada syok septik.1

Vasokonstriksi perifer dapat menurunkan aliran darah jaringan sehingga terjadi asidosis

metabolik.3 Peningkatan afterload akibat vasokonstriksi akibat norepinephrine dapat

menambah beban jantung dan menyebabkan terjadinya gagal jantung, iskemi miokard, dan

oedem pulmonal.1

Terjadi peningkatan tahanan vaskular sistemik yang menurunkan venous return ke

jantung dan peningkatan tekanan darah sistolik, diastolik, dan mean arterial pressure.

Kombinasi antara turunnya venous return ke jantung dan reflek baroreseptor menurunnya

heart rate berkaitan dengan peningkatan mean arterial pressure cenderung menurunkan

cardiac output meskipun terdapat efek β1 dari norepinephrine.3

5

Page 6: Vasopressor Dan Inotropik

Pemberian infus kronis norepinephrine dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi

catecholamine sirkulasi sehingga terjadi vasokonstriksi prekapiler dan kehilangan protein-

free fluid ke ruang ektraseluler.3

Dopamine

Dopamine merupakan immediate metabolic precursor dari norepinephrine yang

mengaktifkan reseptor D1 di vaskular sehingga menyebabkan vasodilatasi. Aktivasi reseptor

prasinaptik D2 mampu menekan release norepinephrine. Dopamine dapat mengaktifkan

reseptor β1 di jantung. Pada dosis rendah, tahanan perifer dapat menurun. Namun pada

pemberian infus dengan kecepatan tinggi, dapat mengaktifkan reseptor α pembuluh darah,

menyebabkan vasokonstriksi, termasuk di vaskuler ginjal, sehingga menyerupai efek

epinephrine.4,5

Dopamine memiliki efek dopaminergik dominan pada dosis sangat rendah (<3

µ/kg/menit intravena) dan mampu menimbulkan dilatasi pada sirkulasi hepatosplanchnic dan

renal. Efek adrenergik dopamine bervariasi berdasarkan dosis. Pada dosis rendah, 3-10

µ/kg/menit intravena, efek β adrenergik mendominasi sehingga aliran darah meningkat secara

bersama-sama dengan tekanan darah. Pada dosis yang lebih tinggi, efek α adrenergik menjadi

sangat poten, sehingga sangat berperan pada kasus-kasus hipotensi berat. Dopamine

meningkatkan tekanan arterial terutama dengan meningkatkan cardiac index, sebagai

konsekuensi meningkatnya stroke volume dan heart rate, dengan efek tahanan vaskuler

sistemik yang minimal. Dopamine juga memiliki kekurangan, diantaranya adalah dopamine

tergolong agen yang relatif lemah, sehingga membutuhkan epinephrine atau norepinephrine

untuk mengontrol keadaan hipotensi. Dopamine dapat meningkatkan aliran darah lebih

efektif dibandingkan dengan vasopressor lainnya, namun juga meningkatkan heart rate.1

Stimulasi dopaminergik menyebabkan efek endokrin yang tidak diharapkan pada

kelenjar hipotalamopituitari, sehingga terjadi efek imunosupressan akibat menurunnya

pelepasan prolactin.1

Ephedrine

Ephedrine merupakan non katekolamin sintetik yang bekerja secara tidak langsung

merangsang reseptor α dan β adrenergik. Efek farmakologinya secara tidak langsung

berkaitan dengan pelepasan norepinephrine endogen, atau secara langsung dengan

merangsang reseptor adrenergik. Ephedrine tidak dimetabolisme oleh MAO di saluran cerna

sehingga memungkinkan untuk diabsobsi utuh oleh sirkulasi sistemik setelah pemberian oral.

Pemberian ephedrine intramuskuler memungkinkan, namun dapat mengakibatkan

vasokontriksi lokal sehingga menghambat absorbsi sistemik. Lebih dari 40 % ephedrine

6

Page 7: Vasopressor Dan Inotropik

diekskresi di urine dalam bentuk utuh setelah pemberian dosis tunggal. Inaktivasi dan

ekskresinya yang lama dapat menyebabkan pemanjangan efek simpatomimetik.3

Ephedrine pada orang dewasa diberikan 10-25 mg i.v, untuk mendapatkan efek

simpatomimetik yang digunakan untuk meningkatkan tekanan darah bila dijumpai blokade

simpatis yang diakibatkan anestesi regional atau digunakan sebagai terapi hipotensi yang

ditimbulkan oleh anestesi intravena atau anestesi inhalasi. Ephedrine juga dapat digunakan

sebagai terapi oral pada asthma bronkial karena efek vasodilatas melalui aktivasi reseptor β2

adrenergik. Efek dekongestan dapat pula timbul setelah pemberian per-oral sehingga dapat

digunakan untuk menghilangkan gejala hidung tersembat ( acute coryza).3

Dibandingkan ephineprine, onset ephedrine lebih lambat. Ephedrine sebesar

0,5mg/kgBB intramuskuler memiliki efek antiemetik yang sama seperti droperidol dengan

efek sedasi minimal bila diberikan pada pasien laparoskopi dengan anestesi umum. Efek

kardiovaskuler berupa peningkatan tekanan darah sistemik oleh ephedrine tidak sehebat

ephinephrine, namun dapat bertahan hingga 10 kali lebih lama. Sekitar 250x ephedrine

diperlukan untuk menghasilkan peningkatan tekanan darah sistemik yang sama dengan

peningkatan tekanan darah yang ditimbulkan oleh ephinephrine.3

Pemberian ephedrine intravena mengakibatkan peningkatan tekanan darah sistolik dan

diastolik, nadi dan cardiac output. Aliran darah ke ginjal dan splanchnic menurun, sedangkan

aliran darah ke koroner dan otot skeletal meningkat. Tahanan vaskular sistemik mungkin

sedikit menurun oleh karena vasokontriksi pada beberapa pembuluh darah dengan

vasodilatasi pada bagian yang lain. Efek kardiovaskuler timbul karena reseptor α merangsang

vasokontriksi arteri dan vena perifer. Peningkatan aktivitas miokard timbul karena aktivasi

reseptor β1.3

Efek peningkatan tekanan darah sistemik pada pemberian ephedrine dosis kedua tidak

sehebat pemeraian dosis pertama. Fenomena ini dikenal dengan nama tachyphylaxis yang

muncul pada beberapa obat perangsang simpatis, berkaitan dengan lama kerja obat tersebut.

Fenomena ini timbul karena persisten blokade pada reseptor adrenergik, atau kemungkinan

lainnya timbul karena penurunan kadar norepinephrine.3

Methoxamine

Methoxamine merupakan sintetik non cathecolamine bekerja langsung dan selektif

terhadap reseptor α1 adrenergik. Methoxamine memiliki efek farmakologis seperti

phenylephrine namun memiliki durasi kerja yang lebih panjang.3,4 Penggunaan dalam dosis

besar menimbulkan efek inhibisi pada reseptor β sehingga menyebabkan bradikardi.

Methoxamine sebesar 5-10 mg intravena pada orang dewasa menyebabkan vasokonstriksi

7

Page 8: Vasopressor Dan Inotropik

arterial yang hebat sehingga terjadi peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, serta

terjadi penurunan cardiac output akibat reflek bardikardi yang dimediasi baroreseptor. Terjadi

venokonstriksi minimal setelah pemberian methoxamine. Aliran darah ginjal menurun setelah

pemberian norepinephrine dosis poten. Sebaliknya, aliran darah coroner meningkat sebagai

hasil peningkatan tekanan perfusi dan peningkatan waktu aliran darah coroner akibat reflek

bardikardi. Atropine dapat mencegah reflek bradikardi dan penurunan cardiac output.

Methoxamine memiliki efek antidisritmia namun mekanismenya belum diketahui.3

Methoxamine tersedia untuk penggunaan parenteral, namun aplikasi klinis jarang dan

terbatas pada keadaan hipotensi.4

Midodrine

Midodrine merupakan suatu prodrug, dengan bantuan enzim dihidrolisis menjadi

desglymidodrine, suatu agonis reseptor selektif α1.4 Midodrine mengaktifkan reseptor pada

arteriole dan vena untuk meningkatkan tahanan vaskuler sistemik. Setelah pemberian secara

oral, midodrine diabsorbsi secara luas dan mengalami hidrolisis enzimatik menjadi metabolit

aktif, desglymidodrine.3 Konsentrasi puncak desglymidodrine dicapai sekitar 1 jam setelah

midodrine diberikan.4 Indikasi penggunaan midodrine adalah untuk pengelolaan hipotensi

orthostatik neurogenik, khususnya akibat gangguan fungsi sistem saraf otonom (diabetes

melitus, amyloidosis).3 Midodrine memiliki efikasi menghilangkan penurunan tekanan darah

saat posisi berdiri, dan menyebabkan hipertensi saat posisi supine.4

Vasopressin dan Terlipressin

Vasopressin merupakan stress hormon endogen yang memiliki fungsi yang luas,

meliputi efek pada osmolalitas dan volume darah, suhu tubuh, pelepasan insulin dan

corticotropin, memori, serta tingkah laku. Sebagai vasokonstriktor otot polos vaskuler,

berperan dalam regulasi tekanan darah. Pasien dengan syok septik, menunjukkan defisiensi

vasopressin relatif. Defisiensi ini dapat disebabkan karena berkurangnya central store

vasopressin dan pemberian vasopressin dosis rendah untuk mengembalikan kadar vasopressin

normal dapat meningkatkan tekanan arterial dan menurunkan kebutuhan catecholamine

lainnya.1,2

Suatu penelitian dilakukan oleh Morales dan kawan-kawan menunjukkan manfaat

penggunaan vasopressin di awal, yaitu dapat menurunkan kebutuhan norepinephrine dan

memperpendek masa rawat di ICU. Mereka memberikan profilaksis vasopressin 0,03

U/menit intravena sebelum cardiopulmonary bypass untuk menghindari defisiensi

vasopressin.1

8

Page 9: Vasopressor Dan Inotropik

Penggunaan vasopressin untuk vasodilatory shock yang refrakter diberikan dalam

dosis 0,01-0,04 U/menit. Kecepatan infus melebihi 0,04 U/menit tidak meningkatkan efek,

namun meningkatkan risiko efek samping iskemia miokard dan splanchnic.2

Terlipressin merupakan analog vasopressin yang sudah tersedia sejak lebih dari 20

tahun yang lalu, namun masih menjalani uji klinis fase III di United States. Terlipressin

memiliki half life 6 jam, dan durasi kerja 2 -10 jam, sedangkan vasopressin memiliki half life

6 menit dan durasi kerja 30-60 menit.1

Baik vasopressin maupun terlipressin sama-sama meningkatkan mean arterial blood pressure

dan memperbaiki fungsi renal, namun terlipressin menyebabkan menurunnya catdiac output,

sehingga diperlukan inotropik dobutamine untuk mempertahankan cardiac output.

Terlipressin berperan untuk mengatasi hipotensi setelah dilakukan induksi anesthesia pada

pasien dengan pengobatan renin-angiotensin system inhibitors jangka panjang.1

Isoproterenol

Isoproterenol merupakan aktivator simpatomimetik terhadap reseptor β1 dan β2 yang

paling poten. Sekitar 2-3 kali lebih poten dibandingkan epinephrine dan 100 kali lebih aktif

dibandingkan norepinephrine. Pada dosis klinis, isoproterenol tidak memiliki efek α agonis.

Metabolisme oleh COMT di hepar terjadi secara cepat, memerlukan infus kontinyu untuk

mempertahankan konsentrasi obat di dalam plasma. Uptake isoproterenol di postganglionik

sympathetic nerve endings minimal.3

Pemberian infus kontinyu isoproterenol 1-5 µg/menit efektif menyebabkan

peningkatan heart rate, kontraktilitas miokard, dan cardiac automaticity. Akibatnya terjadi

peningkatan cardiac output yang umumnya cukup untuk menimbulkan peningkatan tekanan

darah sistolik. Vasodilatasi pada skeletal muscle menurunkan tahanan vaskular sistemik.

Mean arterial pressure akan menurun akibat turunnya tahanan vaskular sistemik dan turunnya

tekanan darah diastolik. Penurunan tekanan darah diastolik dapat menyebabkan penurunan

aliran darah koroner dan kebutuhan oksigen akan meningkat pada keadaan takikardi.

Kombinasi yang terjadi ini sangat buruk pada pasien dengan coronary artery disease.3

Pada pasien bradidisritmia, isoproterenol digunakan untuk mempertahankan

peningkatan heart rate sebelum pemasangan cardiac pacemaker. Penggunaan isoproterenol

sebagai obat inotropik semakin jarang dengan adanya dobutamine dan phosphodiesterase

inhibitor. Penggunaan isoproterenol sebagai bronkodilator telah digantikan oleh agonis β2

spesifik.3

9

Page 10: Vasopressor Dan Inotropik

Dobutamine

Dobutamine merupakan cathecolamine sintetik bekerja agonis selektif β1

adrenergik.3,4,5 Dobutamine merupakan agen inotropik pilihan pertama pada pasien dengan

cardiac output yang rendah dimana telah mendapatkan resusitasi cairan yang adekuat.

Meskipun memiliki dominasi aktivitas β adrenergik, dobutamine juga memiliki efek α

adrenergik yang membatasi peningkatan heart rate. Awal mula pemberian dengan dosis kecil

dapat meningkatkan cardiac output secara signifikan. Dobutamine mengalami metabolisme

secara cepat, sehingga pemberian infus kontinyu 2-10 µ/kg/menit diperlukan untuk

mempertahankan konsentrasi terapeutik plasma.3 Dosis besar melebihi 20 µg/kg/menit

intravena jarang digunakan karena hanya memberi keuntungan minimal dengan efek

takikardi yang berlebihan. Dobutamine memiliki efek minimal terhadap tekanan darah

arterial. Tekanan darah arterial akan meningkat perlahan bila abnormalitas primer yaitu gagal

jantung telah diatasi. 1

Dobutamine menunjukkan efek agonis β adrenergik poten pada dosis <5µ/kg/menit.

dobutamine meningkatkan kontraktilitas miokard (reseptor β1) dan menyebabkan vasodilatasi

perifer derajat sedang (reseptor β2). Isomer levorotatory dobutamine menstimulasi reseptor

α1 pada dosis >5 µ/kg/menit dan mencegah terjadinya vasodilatasi yang lebih jauh.

Dobutamine digunakan untuk memperbaiki cardiac output pada pasien gagal jantung

kongestif, terutama bila heart rate dan tahanan vaskuler sistemik meningkat. Kombinasi

dengan obat-obatan lain bermanfaat dalam meningkatkan aktivitas dan memperbaiki

distribusi cardiac output.3

Penelitian terbaru De Backer dan kawan-kawan dengan menggunakan orthogonal

polarization spectral imaging menunjukkan bahwa dobutamine memperbaiki perfusi kapiler

pada pasien dengan syok septik, tanpa tergantung dari efek sistemik. Diduga bahwa

dobutamine memiliki efek spesifik pada aliran darah regional.1

Dobutamine menyebabkan peningkatan cardiac output yang tergantung dosis dan

penurunan tekanan pengisian arteri, tanpa peningkatan tekanan darah sistemik dan heart rate

yang signifikan. Peningkatan heart rate yang terjadi ini lebih rendah dibandingkan dengan

isoproterenol, menunjukkan aktivitas dobutamin terhadap sinoatrial node yang lebih kecil.

Berlawanan dengan dopamine, dobutamine tidak memiliki efek vasokonstriktor secara klinis

dan tahanan vaskular sistemik umumnya tidak mengalami perubahan besar. Dobutamine

tidak efektif bagi pasien yang memerlukan peningkatan tahanan vaskular sistemik

dibandingkan dengan peningkatan cardiac output untuk meningkatkan tekanan darah

sistemik. Dobutamine adalah vasodilator arteri koroner. Redistribusi cardiac output akibat

10

Page 11: Vasopressor Dan Inotropik

dobutamine menyebabkan peningkatan kehilangan panas tubuh melalui kutaneus, sehingga

terjadi penurunan suhu tubuh. Perbaikan aliran darah ginjal yang terjadi merupakan hasil dari

peningkatan cardiac output akibat dobutamine.3

Dopexamine

Dopexamine hydrochloride adalah catecholamine sintetik terbaru, memiliki struktur

yang mirip dopamine. Dopexamine memiliki aktivitas β2 adrenergik, dopaminergik, β1

adrenergik yang lemah, dan tidak memiliki efek α adrenergik langsung. Bekerja dengan

menghambat neuronal uptake catecholamine endogen. Efek inotropik positif dopexamine

kombinasi dengan efek vasodilatasi menyebabkan dopexamine berperan dalam kondisi gagal

jantung kronik dengan eksaserbasi akut dan kondisi gagal jantung dalam pembedahan

jantung. Penggunaan dopexamine dibatasi akibat efek takikardi yang ditimbulkan, khususnya

pada penggunaan dosis tinggi. Suatu penelitian meta-analisis 21 randomized controlled

studies menunjukkan tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan dopexamine untuk

memperbaiki aliran darah hepatosplanchnic atau renal pada pasien kritis.1 Dopexamine

memperbaiki creatinine clearance dan menurunkan inflamasi sistemik tanpa merubah

oksigenasi splanchnic pada pasien yang menjalani cardiopulmonary bypass.3

Phosphodiesterase inhibitor

Phosphodiesterase (PDE) merupakan enzim yang berperan dalam degradasi cyclic

nucleotide, cAMP dan cyclic guanosine monophosphate (cGMP). PDE inhibitor

memperpanjang atau meningkatkan efek fisiologis yang diperantarai cAMP dan cGMP. Agen

PDE inhibitor, seperti enoximone dan milrinone memiliki efek inotropik dan vasodilatasi.

Obat ini ditoleransi buruk pada pasien dengan hipotensi arterial, dan pemberiannya sulit

karena half life yang panjang. Pemberian secara intermitten lebih disukai dibandingkan

dengan infus kontinyu. Pemberian dosis kecil PDEIII inhibitor dapat memperkuat efek

dobutamine. Pemberian PDEIII inhibitor menimbulkan komplikasi aritmia, khususnya pada

pasien dengan penyakit jantung iskemia, berkaitan dengan efek cAMP dan kadar Ca 2+.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa milrinone memiliki efek anti inflamasi dan

memiliki peran dalam perfusi hepatosplanchnic.1

Levosimendan

Levosimendan tergolong agen yang relatif baru, memiliki efek intropik dengan

meningkatkan sensitivitas kalsium miosit dengan berikatan dengan cardiac troponin C, dan

efek vasodilator dengan membuka (adenosine triphosphate) sensitif channel potassium pada

otot polos vaskuler. Harga Levosimendan tergolong mahal dan memiliki half life yang

panjang yang secara praktik akan membatasi kegunaannya. Levosimendan menunjukkan

11

Page 12: Vasopressor Dan Inotropik

perbaikan hemodinamik yang lebih efektif dibandingkan dobutamine dan dapat menurunkan

mortalitas pada pasien gagal jantung berat. Levosimendan juga dapat digunakan sebagai

inotropik support setelah iskemi miokard, setelah myocardial stunning, pada pembedahan

jantung, dan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kanan.1

12

Page 13: Vasopressor Dan Inotropik

DAFTAR PUSTAKA

1. Vincent, J.L. (2008), Hemodynamic Support of the Critically Ill Patient, in:

Anesthesiology. Longnecker, D. E., editor. United States Of America: The McGraw-

Hill Companies, Inc.

2. Haas, C.E., LeBlanc, J.M. (2005), Critical Care Pharmacologic Principles: Vasoactive

Drugs, in: Papadakos, P.J., Szalados, J.E., editor. Critical Care The Requisites in

Anesthesiology. 1st ed. United States of America: The Elsevier Mosby.

3. Stoelting, R.K., Hillier, S.C. (2006), Sympathomimetics, in: Pharmacology &

Physiology in Anesthetic Practice. 4th Ed. United States of America: Lippincott

Williams & Wilkins.

4. Katzung, B.G. (2001), Adrenoceptor-Activating & Other Sympathomimetic Drugs,

in:. Katzung, B.G., editor. Basic & Clinical Pharmacology. 8 th Ed. United States Of

America: The McGraw-Hill Companies, Inc.

5. Morgan, Jr.G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J. (2006), Adrenergic Agonists &

Antagonists, in: Morgan, Jr.G.E., Mikhail, M.S. & Murray, M.J., editors. Clinical

Anesthesiology. 4th Ed. United States of America: the McGraw-Hill Companies.

13