vanny ressia yunita.docx · web viewkita ambil contoh, pada pelaksanaan pemilu nasional tahun 2009...
TRANSCRIPT
STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PEMILU 2014
DI KOTA SURAKARTA
(Studi Kasus tentang Strategi Komunikasi Politik Calon Anggota Dewan dari
5 Partai Politik Besar di Kota Surakarta dalam Menghadapi Pemilu 2014)
Vanny Ressia Yunita
Kandyawan WP
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract2014 is a politics year for Indonesian. Indonesian people used their voting
rights to determine who the candidates of their choice who will occupy seats in parliament for the period of 2014-2019. The number of board members into the list of candidates is still greater than the number of seats reserved in parliament. Competition among candidates for the council to fight the people’s voice is done strictly. They made great efforts to get the votes of the Indonesian people.
As happened in the Board member candidates from big 5 of political party in Surakarta. To get the people’s votes, they need a political communication strategy. The objective of this study was to determine how political communication strategy conducted board members candidate from big five of political parties in Surakarta and what are the factors that can win them in the 2014 election.
The research type is qualitative research, where the research seeks to analyze a phenomenon that occurs in people with a particular method. The method used in this research is case study. A case study is efforts to collect, organize, and analyze the data about specific cases with regard to issues of concern to researchers.
Data collection techniques used interview and document / text / libraries study. To support the collection of data used snowball sampling technique, the researchers obtain the location information of the first informant research, then directed to the next informant in the A more informed and so on..
To analyze the data used analytical models braid or flow (flow models of nalysis), the third principal component which includes data reduction, data display, and drawing conclusions with each other to establish verification and is done continuously in the process of data collection. As for the validity of the data used data triangulation technique, i.e. obtained the same data from several different data sources. Keywords: Communication strategic, politics, candidates of parliament
1
Pendahuluan
Tahun 2014 ini Indonesia melaksanakan pesta demokrasi yaitu Pemilihan
Umum (Pemilu) yang digelar pada tanggal 9 April 2014. Pada pemilu tahun 2014,
masyarakat Indonesia memilih calon legislatif yang terdiri dari pemilihan anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten/Kota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi, dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Untuk Negara demokrasi seperti Indonesia,
tentunya pemilu sangat dibutuhkan. Praktek demokrasi yang utama adalah pemilu,
bahkan sudah jadi kesepakatan, bahwa pemilu merupakan syarat utama
demokrasi.
Sejak Indonesia merdeka tahun 1945, Indonesia sudah melewati berbagai
pemilu. Pemilu yang dilakukan di Indonesia, tercatat ada sebanyak sepuluh kali,
yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan
2009. Terlepas dari sejarah pemilu yang sudah berjalan sebelum-sebelumnya,
bahwa yang terpenting dari pemilu adalah partisipasi publik.
Pemilu membutuhkan partisipasi dari publik agar pemilu dapat berjalan
dengan lancar. Dalam pemilu tentunya ada yang dipilih dan ada yang memilih.
Yang dipilih adalah orang-orang yang dipercaya rakyat untuk menjadi wakil
rakyat yang mampu menampung aspirasi rakyat dan mampu membangun
pemerintahan Indonesia yang lebih baik. Mereka adalah orang yang memiliki hak
untuk dipilih, dengan memenuhi persyaratan tertentu sehingga sah menjadi calon
anggota legislatif. Pada pelaksanaan pemilu nanti, mereka akan dipilih oleh rakyat
dan akan memperebutkan suara dukungan terbanyak dari rakyat. Sedangkan, yang
memilih dalam pemilu adalah rakyat Indonesia yang mempunyai hak untuk
memilih.
Setiap calon wakil rakyat baik setingkat eksekutif maupun legislatif
membutuhkan dukungan dari publik. Publik disini diartikan sebagai khalayak,
massa, rakyat, masyarakat. Dukungan dari publik tersebut dapat berupa perolehan
suara yang didapatkan calon legislatif. Kursi yang disediakan untuk menduduki
jabatan sebagai wakil rakyat sangat terbatas, tidak sebanding dengan jumlah
calon-calon legislatif yang mengajukan diri untuk dipilih rakyat dalam pemilu.
2
Masing-masing calon legislatif memperebutkan kursi kepemimpinanan dengan
berusaha untuk mengambil suara terbanyak dari rakyat. Usaha tersebut dilakukan
dengan menarik simpati dari masyarakat. Cara menarik simpati masyarakat
tentunya dengan melibatkan proses komunikasi politik. Untuk memujudkan itu
semua, maka setiap calon legislatif membutuhkan strategi komunikasi politik
tertentu.
Kita ambil contoh, pada pelaksanaan pemilu Nasional tahun 2009 yang lalu.
Ada sejumlah 38 partai politik nasional ditambah 6 partai lokal di Aceh yang
bersaing untuk mendapatkan suara terbanyak. Total keseluruhan jumlah calon
legislatif dalam pemilu tersebut sejumlah 11.301, yang terpilih hanya 560 orang.
Jika dihitung prosentase calon legislatif yang terpilih pada tingkat nasional hanya
sebesar 4,95%.
Pada pemilu 2009 tingkat Provinsi, jumlah calon anggota legislatif yang
terdaftar sebagai calon tetap sejumlah 1.344, kuota kursi yang tersedia hanya 100
kursi parlemen. Jika diprosentase, maka kemenangan calon legislatif yang berhasil
menduduki kursi diparlemen tingkat Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 7,44%.
Sedangkan pemilu 2009 di tingkat Daerah Kota Surakarta, calon yang
berkompetisis sejumlah 543 dan kursi yang disediakan hanya 40 kursi.
Asumsi diatas berarti banyaknya calon legistatif yang bersaing dan
berkompetisi baik di tingkat Nasional, Provinsi, maupun di Daerah, tidak
sebanding dengan jumlah kursi yang disediakan di parlemen. Karena jumlah kursi
yang sedikit itu, maka para calon legislatif harus bekerja dengan giat, bersaing
untuk menarik simpati masyarakat, agar memilih mereka sehingga mereka
mendapatkan kursi di parlemen. Menarik simpati masyarakat tidak bisa dilakukan
secara instan. Mereka harus berproses dari awal hingga simpati masyarakat
didapatkannya.
Dalam usaha menarik simpati dari masyarakat, diperlukan komunikasi politik
dari calon legislatif kepada masyarakat. Komunikasi politik itu dapat dilakukan
dengan bermacam-macam cara. Misalnya dengan berkampanye di media,
berkampanye diruang publik, memasang iklan politik, melakukan seminar politik,
3
dan masih banyak lagi cara lainnya. Para calon legislatif tentunya mempunyai ciri
khas tersendiri dalam melakukan komunikasi politik kepada masyarakat.
Demi terciptanya komunikasi politik yang langsung mempengaruhi
masyarakat, harus dilakukan strategi komunikasi politik yang tepat. Hal ini sangat
diperlukan karena jika hanya mengandalkan cara-cara yang sudah biasa dilakukan
calon legislatif dalam mempengaruhi masyarakat, maka hasil yang didapatkan
tidak dapat maksimal. Bahkan yang terburuk suara rakyat akan direbut oleh calon
anggota legislatif lainnya yang lebih unggul dalam melakukan strategi komunikasi
politik. Menjadi calon legislatif tidak mudah untuk diwujudkan, mereka juga
harus bersaing dengan calon legislatif lainnya untuk mendapatkan kedudukan
yang sah sebagai anggota legislatif, baik ditingkat Daerah, Provinsi, maupun
Nasional.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah pokok dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana strategi komunikasi politik calon anggota dewan dari 5 partai
politik besar di Kota Surakarta dalam menghadapi pemilu 2014?
2. Faktor-faktor apa saja yang dapat memenangkan calon anggota dewan dari 5
partai politik besar di Kota Surakarta dalam pemilu 2014?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui strategi komunikasi politik seperti apa yang dijalankan oleh calon
anggota dewan dari 5 partai politik besar di Kota Surakarta dalam menghadapi
pemilu 2014
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang memenangkan calon anggota dewan
dari 5 partai politik besar di Kota Surakata dalam Pemilu 2014
4
Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari
kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communication, atau
communicare yang berarti “membuat sama” (to make common)1. Komunikasi
menekankan suatu pesan, pikiran, makna dianut secara sama. Pesan, pikiran dan
makna tersebut diolah dalam sebuah proses, yang disebut proses komunikasi.
Komunikasi bisa merupakan proses yang searah, dimana komunikator
(pembicara) menyampaikan pesan kepada komunikan (pendengar), demi
memenuhi kebutuhan komunikator untuk menjelaskan atau mengajak melakukan
sesuatu.
Komunikasi secara lengkap juga didefinisikan oleh Harold Lasswell, ‘(cara
yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With
What Effect?” atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa
Dengan Pengaruh Bagaimana?2. Dari definisi komunikasi diatas, jika kita cermati
komunikasi mempunyai unsur-unsur yang bergantung satu sama lain, yaitu
sumber (source), pesan, saluran atau media, penerima (receiver), dan efek3.
Menurut Littlejohn, terdapat empat tingkat komunikasi yang disepakati
banyak pakar, yaitu komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi
organisasi, dan komunikasi massa. Beberapa pakar lain menambahkan
komunikasi antar pribadi, komunikasi diadik, dan komunikasi publik. Berkaitan
dengan studi strategi komunikasi politik ini, konteks komunikasi yang lebih
ditekankan adalah komunikasi antarpribadi, komunikasi publik, dan komunikasi
massa.
2. Politik1Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung,PT Remaja Rosdakarya,2008), hlm.462 Ibid, hlm.693 Ibid,
5
Menurut Soelistyati (1984), kata politik berasal dari polis bahasa Yunani,
dapat berarti kota atau negara kota. Dari kata polis diturunkan kata-kata polites =
warga negara, politicos (ajectif) yang berarti kewarganegaraan, politike te ckne’ =
kemahiran politik, politike epitisme = ilmu politik4. Menurut Miriam Budiarjo,
pada umumnya dapat diakatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-
macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau Negara) yang menyangkut
proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan
itu5.
Sependapat dengan Miriam Budiarjo, Harold D. Laswell lebih tegas
merumuskan politik sebagai ilmu tentang kekuasaan. “when we speak of the
science of politics, we mean the science of power”6. Definisi ini mengatakan
bahwa ketika kita berbicara tentang politik, kita mengartikannya sebagai ilmu
kekuasaan.
a. Sistem Politik
Menurut Sukarna, sistem politik adalah sebagai adalah kumpulan
pendapat-pendapat, prinsip-prinsip dan lain-lain yang membentuk suatu kesatuan
yang berhubung-hubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta
melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur hubungan
antara individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan negara dan
hubungan negara dengan negara7. Dalam sistem politik diatur mengenai cara
mempertahankan kekuasan, cara mengatur hubungan antara individu, maupun
hubungan negara dengan negara lain. Dimana untuk melaksanakan sistem politik
tersebut dilakukan dengan berbagai kegiatan politik.
Di Indonesia sistem politik mengalami banyak perubahan, dimulai setelah
Indonesia merdeka, sebelum reformasi hingga sesudah reformasi. Pada dasarnya
sejak dulu Indonesia menganut sistem demokrasi, walaupun demokrasi dalam
berbagai bentuk. Ada demokrasi liberal, demokrasi terpimpin dan sekarang
Indonesia menganut sistem demokrasi pancasila.4 Soelistyati Ismail Gani,Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1984), hlm.145 Miriam Budiarjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik,(Jakarta, PT Gramedia, 1980), hlm.86 Hafied Cangara,Komunikasi Politik:Konsep,Teori dan Strategi, (Jakarta, PT Rajagrafindo Persada,2009), hlm.277 Sukarna,Sitem Politik, (Bandung, Offset Alumni, 1979) , hlm.15
6
b. Partai Politik
Mengenai definisi partai politik, banyak ahli yang mengemukakan
pendapatnya, seperti menurut Carr, ‘political party is an organization that attemps
to achieve and maintain control of government’. Partai politik adalah suatu
organisasi yang berusaha untuk mencapai dan memelihara pengawasan terhadap
pemerintah8. Definisi lainnya, diungkapkan Budiardjo, bahwa partai politik adalah
suatu kelompok yang terkelola yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai, dan cita-cita yang sama9. Tujuannya adalah untuk memperoleh
kekuasaan dan kedudukan politik.
Sementara itu, pengertian partai politik menurut Undang-Undang No.31
Tahun 2002 Republik Indonesia dinyatakan bahwa “Partai politik adalah
organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga Negara Republik
Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan Negara melalui
pemilihan umum10.
Dari beberapa definisi partai politik, Hafied Cangara mengemukakan tiga
prinsip dasar partai politik, yakni sebagai berikut11: 1) partai sebagai koalisi, 2)
partai sebagai organisasi, dan 3) partai sebagai pembuat kebijakan (policy
making). Sementara itu menurut Miriam Budiarjo, dalam Negara demokratis
partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi12, yakni : 1) partai sebagai
sarana komunikasi politik, 2) Partai sebagai sarana sosialisasi politik, 3) Partai
politik sebagai sarana recruitment politik, dan 4)Partai politik sebagai sarana
pengatur konflik (conflict management).
3. Komunikasi Politik
8 Cangara,Op.cit, hlm.2089 Ibid,hlm.20910 Ibid11 Ibid12 Miriam,Op.cit, hlm.163
7
Komunikasi politik menurut Dahlan, adalah suatu bidang atau disiplin
yang menelaah perilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat politik,
mempunyai akibat politik, atau berpengaruh terhadap perilaku politik13. Jadi
komunikasi politik bisa dirumuskan sebagai suatu proses pemindahan pesan-pesan
politik dari seseorang atau sekelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk
membuka wawasan dan mempengaruhi tingkah laku khalayak sebaai target
politik.
Dilihat dari tujuan politik, hakikat komunikasi politik adalah upaya
kelompok manusia yang mempunyai orientasi pemikiran politik atau ideologi
tertentu didalam rangka menguasai dan atau memperoleh kekuasaan, dengan
kekuasaan mana tujuan pemikiran politik dan ideologi tersebut dapat
diwujudkan14. Dalam definisi ini bisa dikatakan bahwa komunikasi dipergunakan
oleh suatu kelompok untuk mencapai kekuasaan dalam bidang politik. Disamping
itu, komunikasi politik merupakan sarana pendidikan politik atau sosialisasi
politik dalam hubungannya dengan kehidupan kenegaraan15.
Seperti halnya ilmu pengetahuan lainnya, menurut Cangara, komunikasi
politik terdiri dari beberapa unsur, yakni sumber (komunikator), pesan, media atau
saluran, penerima dan efek16.
Sependapat dengan Cangara, menurut Pawito komunikasi politik sebagai
suatu proses dapat dipahami dengan melibatkan setidaknya lima unsur : 1) pelibat
(actor atau partisipan), 2) pesan, 3) saluran, 4) situasi atau konteks, dan 5)
pengaruh atau efek17.
Komunikasi politik juga mempunyai bentuk-bentuk. Seperti menurut
Arifin, bentuk kegiatan komunikasi politik yang sudah lama dikenal dan
diterapkan para politikus, aktivis, dan komunikator politik antara lain sebagai
13 S.E.M Nirahua,Jurnal Konstitusi:Sistem Multipartai dalam Pemilihan Umum di Indonesia,(Juni,2009),Vol.II.No.1,hlm.3514 Sumarno,Dimensi-Dimensi Komunikasi Politik, (Bandung,PT Citra Aditya Bakti,1989), hlm.915 Ibid, hlm.1016 Cangara,Op,cit, hlm.3717 Pawito, Komunikasi Politik : Media Massa dan Kampanye Pemilihan, (Yogyakarta,Jalasutra,2009), hlm.6
8
berikut18: a) retorika politik, b) agitas politik, c) propaganda politik, d) public
relations (PR) politik, e) kampanye politik, f) lobi politik, dan g) lewat media
massa.
4. Strategi Komunikasi Politik
Menurut Cangara, kata strategi berasal dari bahasa Yunani klasik yaitu
“stratos” yang artinya tentara dan kata “agein” yang berarti memimpin, dengan
demikian strategi yang dimaksudkan adalah memimpin tentara19. Jadi strategi bisa
diartikan sebagai seni perang para jendral, atau strategi merupakan rancangan
yang terbaik untuk memenangkan peperangan. Sedangkan menurut Effendy,
strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen
(management) untuk mencapai suatu tujuan20. Untuk mencapai tujuan, strategi
harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya, dan tidak hanya
menunjukkan arah saja.
Middleton membuat definisi tentang strategi komunikasi sebagai
kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator,
pesan, saluran (media), penerima sampai pada pengaruh (efek) yang dirancang
untuk mencapai tujuan komunikasi yang optimal21. Memilih strategi merupakan
langkah yang penting dan krusial, oleh karena itu harus difikirkan dengan cermat.
Kesalahan dalam pemilihan strategi bisa menjadi hal yang fatal. Strategi adalah
hal yang sangat rahasia yang harus dijaga oleh orang yang merencanakan.
Strategi yang harus dijalankan dalam perencanaan komunikasi harus
diawali dengan langkah-langkah yaitu: menetapkan komunikator, menetapkan
target sasaran dan analisis kebutuhan khalayak, menyusun pesan, dan memilih
media dan saluran komunikasi22.
Metodologi Penelitian
18Mahi. M Hikmat, Komunikasi Teori dan Praktik, (Bandung, Simbiosa Rekatama Media,2010), hlm. 37-3919Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2013), hlm.6020Unong Uchjana Effendy,Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Bandung,PT Remaja Rosdakarya,2006) ,hlm.3221Cangara, Op.cit, hlm 6022 Ibid, hlm.108
9
Jenis penilitian ini adalah penelitian kualitatif, dimana penelitian ini
berusaha untuk menganalisa suatu fenomena yang terjadi di masyarakat dengan
menggunakan metode tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kasus, studi kasus adalah upaya mengumpulkan dan
mengorganisasikan serta menganalisis data tentang kasus-kasus tertentu
berkenaan dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi perhatian peneliti.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan wawancara dan studi dokumen/teks/pustaka. Untuk mendukung
pengumpulan data digunakan teknik snowball sampling, yaitu peneliti
mendapatkan informasi dari informan pertama dilokasi penelitian, kemudian
diarahkan ke informan selanjutnya yang mengetahui informasi lehih dalam dan
begitu seterusnya.
Untuk menganalisis data digunakan model analisis jalinan atau mengalir
(flow model of nalysis), yaitu ketiga komponen pokok yang meliputi reduksi data,
sajian data, dan penarikan simpulan dengan verifikasinya saling menjalin dan
dilakukan terus menerus di dalam proses pengumpulan data. Sedangkan untuk
validitas data digunakan teknik triangulasi data, yaitu memperoleh data yang sama
dari beberapa sumber data yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di 5 kantor DPC
Partai Politik Kota Surakarta, yaitu DPC PDIP, DPC PKS, DPC PAN, DPC
GOLKAR, dan DPC DEMOKRAT.
Sajian dan Analisis Data
Dalam rangka meraih dukungan dari konstituen, calon anggota dewan dari
5 partai politik besar di Kota Surakarta melakukan strategi komunikasi politik
tertentu. Ketika melakukan strategi komunikasi politik ada beberapa hal yang
diperhatikan, seperti siapa komunikator politiknya, siapa yang menjadi sasaran
dari komunikasi politiknya, pesan apa yang akan disampaikan dalam komunikasi
politiknya, dan media apa yang digunakan untuk menyampaikan komunikasi
politiknya. Selain calon anggota dewan tersebut juga melakukan bentuk-bentuk
komunikasi politik.
1. Menetapkan komunikator politik
10
Penentuan komunikator dalam komunikasi politik dari tiap-tiap partai
memiliki kriteria dan ciri khas masing-masing. Seperti pada informan dari
PDIP menyatakan;
“Saya mengembangkan banyak multiplikator, yaitu beberapa orang yang mempunyai pengaruh dilingkungan masing-masing, baik secara sektoral maupun territorial.”.(Putut Gunawan, wawancara tanggal 23 April 2014)
Pernyataan selanjutnya, diperoleh dari informan PDIP kedua;
“Saya juga membentuk tim relawan atau koordinator lapangan. Itu berasal dari satu RW, saya ambil tiga tokoh masyarakat”.(Hartanti, wawancara tanggal 16 Mei 2014).
Dari sajian data diatas dapat dianalisis bahwa calon anggota dewan
dari PDIP menentukan komunikator politik berdasarkan faktor kekuatan
(power), yaitu memilih orang-orang yang berpengaruh dalam lingkungan
dapil mereka.
Selain itu, calon anggota dewan dari partai politik lainnya, seperti
PKS dan PAN, dapat dianalisis mereka juga memilih komunikator dari
masyarakat asli di dapil mereka dengan pertimbangan komunikator tersebut
mengetahui karakter masyarakat asli di sana. Seperti pernyataan dari
informan PKS dan PAN berikut ini:
“Tim lokal itu biasanya lebih efektif, karena orang asli situ. Dia tau karakter mana yang bisa kita ajak bicara. Saya kan dari partai Islam otomatis kan mereka yang tau segmentasi saya”.(Asih Sunjoto Putra, wawancara tanggal 24 April 2014).
Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan di bawah ini:
“Tim saya dari tokoh-tokoh masyarakat setempat yang memperkenalkan saya”.(Ahmad Sapari, wawancara tanggal 25 April 2014).
Sedangkan, calon anggota dewan dari partai GOLKAR dan
DEMOKRAT, menentukan komunikator politik sesuai dengan pernyataan
mereka dibawah ini:
“Kriterianya dia harus mampu berkomunikasi dan tidak banyak cacat di masyarakat. Mampu berkomunikasi artinya dia tidak mempunyai masalah dalam berkomunikasi, dan tidak banyak cacat di masyarakat
11
diartikan seseorang yang mempunyai pribadi yang baik di masyarakat”.(Maria Sri Sumarni, wawancara tanggal 25 April 2014).
Pernyataan lain juga dinyatakan oleh informan dari Demokrat:
“Di lingkungan saya, saya menjadi Ketua RW, dan itu pengaruh sekali. Agar berpengaruh, ya saya terjun ke masyarakat”.(Suranto, wawancara tanggal 20 Mei 2014).
Dari sajian data diatas, dapat analisis bahwa calon anggota dewan dari
GOLKAR DAN DEMOKRAT, menentukan komunikator berdasarkan
kriteria yaitu harus mempunyai kredibilitas seperti mampu berbicara dan
berkomunikasi, kemudian mempunyai daya tarik dan mempunyai kekuatan
(power) untuk mempengaruhi orang-orang disekitar mereka.
2. Menenetapkan Sasaran Komunikasi Politik
Target sasaran calon anggota dewan dari 5 partai politik besar bisa
terlihat dari hasil wawancara dengan beberapa informan ini. Informan dari
PDIP menyatakan:
“Hampir semuanya, tidak ada perbedaan. Ya pemuda, PKK, masyarakat bawah, kalangan agama. Saya biasa juga diundang warga untuk hadir di pengajian, perayaan natal”. (Hartanti, wawancara tanggal 16 Mei 2014)
Pernyataan lain juga diungkapan informan dari GOLKAR:
“Sasaran saya perempuan, perempuan usia produktif. Tapi yang terbanyak ya memang masyarakat ke bawah. Kalau berkomunikasi dengan menengah ke atas ya seperti teman-teman dosen, kolega bisnis, temen organisasi mereka saya ajak bicara personal saja, karena memang sudah dekat”.(Maria Sri Sumarni, wawancara tanggal 25 April 2014).
Pernyataan selanjutnya diungkapan oleh informan dari DEMOKRAT:
“Partai Demokrat adalah partai menengah saat ini. Yang perlu diperhatikan, sistemnya adalah proposional terbuka, dan kita harus masuk ke dalam sistem itu. Jadi kita harus terjun ke masyarakat. Yang paling banyak dari segmen menengah ke bawah. Sedangkan untuk segmen menengah ke atas, mereka sudah bisa berfikir”.(Suranto, wawancara tanggal 20 Mei 2014)
Dari ketiga hasil wawancara diatas, dapat dianalisis bahwa calon
anggota dewan dari PDIP, GOLKAR dan DEMOKRAT lebih menentukan
12
target sasaran dari kalangan umum, seperti Ibu-Ibu, pemuda, masyarakat
menengah ke atas dan ke bawah. Jika dilihat dari karakteristik mayarakat,
maka calon anggota dewan dari ketiga partai ini menentukan target sasaran
lebih banyak berdasarkan aspek sosiodemografik (ibu-ibu, pemuda, kalangan
menengah atas dan bawah).
Sedangkan calon anggota dewan dari PKS dan PAN, lebih
menetapkan target sasaran dari kalangan agama. Seperti penyataan dari kedua
informan berikut ini:
“Konstituen yang banyak saya sasar itu Ibu-ibu, khusunya ibu-ibu pengajian.Kalau ibu-ibu pendekatannya dengan tema keluarga, seperti masak memasak, sedangkan remaja pendekatannya dengan tema-tema yang baru. Selain itu juga dari kalangan muslim di berbagai ormas”. (Asih Sunjoto Putra, wawancara tanggal 24 April 2014).
Pernyataan selanjutnya diungkan informan PAN berikut ini:
“Kebanyakan berinteraksi dengan Ibu-ibu dan itu ternyata lebih efektif. Selain itu juga memang berasal dari kalangan agamis. Kami banyak sowan ke tokoh-tokoh agama, tokoh kemasyarakatan. Kita mendekati kalangan agamis ya hampir semuanya, dari Muhammadiyah, Aisyah, LDII, MTA, maupun laskar-laskar itu, dewan SKS juga, kita masuk lah semua ke mereka”.(Umar Hasyim, wawancara tanggal 21 April 2014).
Dari hasil wawancara diatas dapat dianalisis bahwa calon anggota
dewan dari PKS dan PAN lebih menentukan target sasaran mereka dari
kalangan agama, khususnya agama Islam. Itu dikarenakan segmen yang bisa
mereka masuki sesuai dengan ciri khas partai mereka, yaitu partai Islam.
3. Menetapkan Pesan Komunikasi Politik
Dari data yang peneliti dapatkan melalui wawancara dengan calon
anggota dewan dari 5 partai politik besar di Kota Surakarta bahwa mereka
menetapkan pesan komunikasi politik berupa pesan yang informatif, edukatif
dan perusasif. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan PDIP
berikut:
“Jadi dasar kita merumuskan pesan itu mengacu pada visi dan misi partai. Lalu landasan strategisnya adalah kebijakan-kebijakan pembangunan yang sudah diterapkan oleh PDIP melalui kadernya yang duduk dipemerintah.
13
Lalu landasan operasionalnya apa yang dihadapi masyarakat, apa yang menjadi akar permasalahan apa yang dihadapi masyarakat, kemudian itu menjadi isu dan kita kemas menjadi pesan dan kita sodorkan adalah bom waktu dalam tanda kutip pesan yang membangkitkan emosi, membangkitkan imajinasi, harapan. Yang spesifik bagaimana mengolah pesan agar komunikasi bisa memicu berkembangnya wacana di lokasi masing-masing”.
(Putut Gunawan, wawancara tanggal 23 April 2014).
Dari data hasil wawancara diatas, dapat dianalisis bahwa calon
anggota dewan dari PDIP menetapkan pesan komuikasi politik berupa pesan
persuasif. Yaitu mengajak masyarakat untuk berfikir, membangkitkan emosi
dan harapan mereka, bahwa permasalahan-permasalahan yang dihadapi
masyarakat akan direalisasikan.
Sedangkan calon anggota dewan dari PKS, PAN, GOLKAR dan
DEMOKRAT, menentukan pesan seperti yang terlihat dari hasil wawancara
dengan informan dari PKS berikut ini:
“Jadi yang pertama selalu sampaikan, nama, keluarga, pengalaman organisasi, itu menjadi poin yang coba saya jual. Sekaligus pendidikan politik saya sampaikan kepada mereka. Pertama fungsinya adalah legilasi, kedua budgeting, dan yang ketiga controlling dan pengawasan terhadap kinerja eksekutif.. Saya juga selalu tawarkan program-program partai. Biar mereka merasakan bahwa jika ada anggota PKS yang menjadi dewan, mereka juga merasakan kehadiran PKS dengan dilaksanakannya program-program PKS di wilayah mereka yang sudah mendukung PKS”.(Sugeng Riyanto, wawancara tanggal 30 April 2014)
Informan lainnya dari PAN, menyatakan:
“Pesannya kami berharap masyarakat itu semuanya semakin cerdas dalam menghadapi pemilu yang besar ini. Jangan sampai tergiur hanya sekedar manfaat sesaat saja, yang suaranya itu dijual belikan, karena nantinya kita akan menuai akibatnya sendiri”.(Umar Hasyim, wawancara tanggal 21 April 2014).
Pernyataan selanjutnya didapatkan dari informan GOLKAR,
menyatakan:
“Ya saya memperkenalkan diri, nama, keluarga, pekerjaan saya. Dan yang ketiga saya sowan tujuannya ingin menyampaikan bahwa saya ini caleg. Kemudian kita diskusi, mereka menanyakan berbagai pertanyaaan, saya jawab”.(Taufiqurrahman, wawancara tanggal 12 Mei 2014).
14
Informan dari Demokrat juga menyatakan:
“Yang utama visi misi partai, dengan program yang rill, yang sudah dirasakan masyarakat. Kedua niat dari personal berkomitmen terhadap masyarakat dalam bentuk-bentuk yang sifatnya jangka panjang.Sehingga pendewasaan demokrasi di masyarakat lebih kami utamakan tidak transaksional dalam bentuk-bentuk tertentu yang sifatnya sesaaat”.(Supriyanto, wawancara tanggal 24 April 2014).
Dari sajian data diatas, dapat dianalisis bahwa calon anggota dewan
dari PKS, PAN, GOLKAR dan DEMOKRAT, menetapkan pesan berupa
pesan informatif (memberikan informasi tentang diri mereka), pesan edukatif
(memberikan pendidikan politik), dan pesan persuasif (mengajak konstituen
untuk berfikir, menawarkan program partai).
4. Menetapkan Media Komunikasi Politik
Penetapan media komunikasi politik sangat bergantung pada
pertimbangan masing-masing calon anggota dewan dari tiap-tiap partai
politik. Calon anggota dewan dari 5 partai politik besar di Kota Surakarta,
sama-sama menetapkan media politik berupa media format kecil, media luar
ruang, media cetak, media elektronik, dan saluran komunikasi kelompok.
Seperti yang terlihat dari hasil wawancara dengan informan PDIP:
“Saya pakai media luar ruang, kayak brosur, spanduk, stiker, kaos, alat peraga. Itu semua kan untuk memperkenalkan nomernya, kita kan harus sosialisasi nomer urut kita agar masyarakat paham”.(Hartanti, wawancara tanggal 16 Mei 2014).
Informan dari PKS juga menambahkan:
“Kita menggunakan brosur, banner, spanduk, kemudian juga di media massa. Kalau di media massa, ya ngiklan, tapi saya seringnya iklannya liputan, bukan iklan”.(Asih Sunjoto Putra, wawancara tanggal 24 April 2014).
Sedangkan informan dari PAN mengungkapkan:
“Ya sama seperti temen-temen pakai MMT, spanduk, itu aja. Paling mobil branding ada, tapi itu kan ya mobil kita sendiri”.(Achmad Sapari, wawancara tanggal 25 April 2014).
15
Hal yang serupa juga diperoleh dari informan GOLKAR:
“Ya saya membuat banner 4x6 itu, kemudian membuat spanduk, dan beberapa alat peraga seperti kartu suara, itu juga sebagai media saya”.(Taufiqurrahman, wawancara tanggal 12 Mei 2014).
Informan dari Demokrat juga menyatakan hal yang sama:
“Saya menggunakan banner ukuran 30x40, contoh surat suara ada 50, stiker dan kartu nama”.(Suranto, wawancara tanggal 20 Mei 2014).
Dari sajian hasil wawancara dengan calon anggota dewan di atas,
dapat dianalisis bahwa calon anggota dewan dari kelima partai diatas benar-
benar menggunakan media komunikasi politik, yang berupa media format
kecil, (leaflet,brosur,stiker) media luar ruang (spanduk,banner, surat suara),
media cetak (Koran), media elektronik (radio,internet,tv), dan saluran
komunikasi kelompok (pegajian,pertemuan warga).
5. Bentuk-bentuk Komunikasi Politik
Komunikasi politik penting dilakukan oleh seorang calon anggota
dewan agar memperoleh dukungan suara dari konstituen. Bentuk-bentuk
komunikasi politik yang dilakukan juga beraneka macam. Seperti terlihat dari
hasil wawancara dengan informan dari PAN dan PKS. Informan PAN
menyatakan:
“Saya berinteraksi kelompok pengajian dan taklim. Saya juga berinteraksi dengan tokoh-tokoh agama, tokoh organisasi keagamaan. Karena saya berasal dari kalangan agama, jadi saya berinteraksinya dengan mereka”.(Umar Hasyim, wawancara tanggal 21 April 2014).
Hal yang serupa juga diungkapkan oleh informan PKS:
“Saya pakai pendekatan melalui jalur model pengajian. Saya ikut pengajian, ikut ronda malam, ketika ada masyarakat yang sakit ikut menjenguk, dan takziah/melayat ketika ada masyarakat yang meninggal dunia”.(Sugeng Riyanto, wawancara tanggal 30 April 2014)
Dari hasil wawancara diatas dapat dianalisis bahwa PAN dan PKS
melakukan bentuk komunikasi politik yang bersifat religius, seperti
16
melakukan pendekatan dengan pengajian dan taklim. Ini dikarenakan kedua
partai ini adalah partai yang berciri keagamaan bila dibandingkan dengan
partai politik yang lain.
Sedangkan PDIP, GOLKAR, dan Demokrat, lebih melakukan
komunikasi yang bersifat umum, seperti menghadiri pertemuan-pertemuan
warga, mengadakan sosialiasi sendiri, mengikuti kegiatan di masyarakat, dan
mengadakan pertemuan-pertemuan umum dengan masyarakat di dapil
mereka.
Selain kelima hal diatas, dari penelitian ini peneliti menemukan faktor-
faktor yang memenangkan calon anggota dewan dalam Pemilu 2014 di Kota
Surakarta. Faktor-faktor tersebut antara lain; a) dikenal masyarakat, b) menjadi
tokoh masyarakat, c) berperan dalam masyarakat, d) mencari celah dalam
masyarakat, e) membina masyarakat, f) berinteraksi intens dan langsung dengan
masyarakat.
Kesimpulan
1. Calon anggota dewan dari 5 partai politik besar di Kota Surakarta sudah
melakukan tahapan strategi komunikasi politik, seperti menetapkan
komunikator, pesan, media, dan target sasaran.
2. Calon anggota dewan menetapkan target sasaran sesuai dengan ciri khas partai
politik mereka, seperti PKS dan PAN menetapkan target sasaran dari kalangan
religious. Sedangkan PDIP, GOLKAR, dan DEMOKRAT menetapkan target
sasaran dari kalangan umum.
3. Calon anggota dewan melakukan bentuk-bentuk komunikasi politik sesuai
dengan ciri khas partai politik mereka, seperti PAN dan PKS banyak
melakukan bentuk komunikasi yang bersifat religius. Sedangkan GOLKAR,
PDIP dan DEMOKRAT, mereka lebih melakukan komunikasi yang bersifat
umum.
4. Ada beberapa faktor yang dapat memenangkan calon anggota dewan dalam
pemilu 2014 di Kota Surakarta, yaitu dikenal masyarakat, menjadi tokoh
masyarakat, berperan dalam masyarakat, membina masyarakat, mencari celah
17
dalam masyarakat, dan berinterakasi secara intens dan langsung dengan
masyarakat.
5. Bahwa kegiatan komunikasi politik dalam prakteknya menggunakan aktivitas-
aktivitas (komunikasi) sosial-kultural, yang tidak mempunyai unsur politik,
tetapi berdampak terhadap kehidupan politik.
Saran
1. Untuk calon anggota dewan dari 5 partai politik:
a. Sebaiknya menentukan pesan politik, isi pesannya harus jelas, kepada
siapa pesan itu ditujukan dan dengan cara apa agar pesan itu dapat
tersampaikan kepada konstituen. Karena isi pesan, maupun cara penyampaian
pesa tidak bisa disamakan antara satu segmen masyarakat dengan segmen
masyarakat lain. Ada perbedaan karakter dari masing-masing segmen bahkan
masing-masing individu.
b. Sebaiknya menentukan media politik mana yang digunakan itu, harus
dilihat kegunaan dan manfaat dari media politik tersebut. Jangan sampai media
yang digunakan sia-sia dan tidak berguna.
c. Sebaiknya ketika berkomunikasi dengan berbagai segmen masyarakat,
harus dibedakan cara berkomunikasinya. Tidak bisa disamakan cara
berkomunikasi dengan masyarakat kalangan bawah, dan masyarakat kalangan
atas, atau masyarakat dengan berpendidikan tinggi, dengan masyarakat
berpendidikan rendah. Semua harus dibedakan cara berkomunikasinya agar
pesannya tersampaikan dan tidak menimbulkan kerancuan.
d. Untuk kedepan, sebaiknya semua calon angggota dewan dari partai politik
berperan untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, agar
masyarakat cerdas dalam memilih. Tidak menjadi masyarakat transaksional
yang dengan mudah dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat sesaat.
2. Untuk penelitian selanjutnya:
Studi kasus ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu diperlukan
penelitian lanjutan untuk meneliti lebih spesifik lagi mengenai strategi
komunikasi politik, khususnya strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh
18
calon anggota dewan. Maka, penulis berharap akan ada penelitian di masa
mendatang yang mengangkat mengenai strategi komunikasi politik masing-
masing calon anggota dewan dari partai politik besar di Kota Surakarta.
Daftar Pustaka
Budiarjo, Miriam. (1980) . Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia.Cangara, Hafied. (2009) . Komunikasi Politik : Konsep, Teori dan Strategi.
Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.Cangara, Hafied. (2013) . Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.Darwanto. (2005) . Televisi Sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.Effendy, Unong Uchjana. (2006) . Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.Gani, Soelistyati Ismail. (1984) . Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Ghalia
Indonesia.Hikmat, Mahi M. (2010) . Komunikasi Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.KPU Surakarta. (2009) . Dokumentasi Pemilu 2009- Peta Politik Surakarta
Kontemporer. Surakarta: KPU.Kriyantono, Rachmat. (2006) . Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Prenada.K.Yin, Robert. (2000) . Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.Marijan, Kacung. (2010) . Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi
Pasca-Orde Baru. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.Meleong, Lexy. (2006) . Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.Mulyana, Deddy. (2008) . Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.Pawito. (2007) . Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS Pelangi
Aksara Yogyakarta. . (2007) . Komunikasi Politik : Media Massa dan Kampanye Pemilihan.
Yogyakarta : Jalasutra.Sukarna. (1979) . Sitem Politik. Bandung: Offset Alumni.Sumarno. (1989) . Dimensi-Dimensi Komunikasi Politik. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.Sutopo, HB. (2002) . Metodelogi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.Surbakti, Ramlan. (2010) . Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.Syafiie, Inu Kencana. (1997) . Ilmu Politik. Jakarta: PT Rineka Cipta.Hallahan, Krik. (2007) . International Journal of Strategic Communication:
Defining Strategic Communication.
19
Graber, Doris A. and James M. Smith. (2005). Journal of Communication: Political Communication Faces the 21st Century. September. (2005).
Fathurohman, Jurnal Konstitusi: Mengukur Kesamaan Paham Demrokasi Deliberarif, Demokrasi Pancasila, dan Demokrasi Konstitusional, (November, 2011), Vol. IV. No.2
Purwoko. Politika: Jurnal Ilmu Politik: Sistem Politik Dan Pemerintahan Indonesia Setelah Reformasi. (April, 2010). Vol.1. No.1
S.E.M Nirahua, Jurnal Konstitusi: Sistem Multipartai dalam Pemilihan Umum di Indonesia, (Juni, 2009), Vol.II. No.1
20