multi partai

177

Upload: indra-tarigan

Post on 25-Jun-2015

1.384 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Multi Partai
Page 2: Multi Partai

D A F T A R I S I

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008KEP MEN KEHAKIMAN DAN HAM RINO. M.01-HU.03.02 TAHUN 2004

Penanggung JawabAbdul Wahid Masru, S.H.,M.H.

Pemimpin RedaksiMade Kamini, S.H.,M.H.

Dewan RedaksiQomaruddin, S.H.,M.H.

Suhariyono AR, S.H.,M.H.Dr. Wahiduddin Adams, M.A.Dr. Wicipto Setiadi, S.H.,M.H.

Sofyan Sitompul, S.H.,M.H.

Anggota Dewan RedaksiLinus Doludjawa, S.H.

Drs. Hudiyono Ibnu GhoffurSutirah, S.H.,M.H.

Dwi Ambar Lasmiasih, S.Pd.Mualimin Abdi, S.H.,M.H.

Julkhaidir, S.H.,M.H.Nuryakin, S.H.

Staf RedaksiTri Wahyuningsih, S.H.,M.H.Dra. Mardiningsih Welastuti

Slamet Kurniawan, S.H.I Nyoman Sukanadji

Andi Batara, S.H.,M.H.Kristiyanto, S.H.Rizki Arfah, S.H.

Sri Lisnawati, S.H.Khabiburohman, S.H.

SatirahAtminah

Lud Firdiansyah

PenerbitDirektorat Jenderal

Peraturan Perundang-undangan DepartemenHukum dan HAM RI

Jl. HR. Rasuna Said Kav. 6-7 Jakarta SelatanTelp. / Fax. (021) 5264517

E-mail:[email protected]:http//www.djpp.depkumham.go.id

ISSN 0216-1338

Dari Redaksi .............. ii

Editorial .............. iii

Artikel :

Sistem Multipartai di Indonesia

Oleh: Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP.,M.Si. .............. 1

Sistem Multipartai,Presidensial dan

Persoalan Efektivitas PemerintahOleh: Partono, SIP,MA .............. 13

Peran Partai Politik Dalam

Penyelenggaraan Pemilu Yang Aspiratifdan Demokratis

Oleh: Dr. Wicipto Setiadi, S.H.,M.H. .............. 29

Pemahaman Atas MultipartaiPerkembangan Masyarakat dan

Politik HukumOleh: Prof. Dr. Jeane Neltje Saly, S.H.,M.H. .............. 40

Demokrasi dan Partai PolitikOleh: Zainal Abidin Saleh, S.H.,M.H. .............. 56

Paradigma Baru

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008tentang Partai Politik

Oleh: A.A. Oka Mahendra, S.H. ............. 81

Penyederhanaan Partaidalam Sistem Multipartai:

Tidak KonsistenOleh: Zainal Abidin, S.H. ............. 90

Konflik Internal Partai Sebagai

Salah Satu Penyebab KompleksitasSistem Multipartai di Indonesia

Oleh: Chudry Sitompul, S.H.,M.H. ............. 102

Dampak Sistem MultipartaiDalam Kehidupan Politik Indonesia

Oleh: Drs. Zafrullah Salim, M.H. ............. 130

Informasi UU:Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2008tentang Partai Politik .............. 137

Biodata Penulis .............. 165

Page 3: Multi Partai

DARI REDAKSI

DARI REDAKSI

Kaidah demokrasi adalah harus menjunjung kedaulatan rakyat, aspirasi,keterbukaan, keadilan, tanggung jawab dan perlakuan yang tidak diskriminatifdalam Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengakui dan menjamintentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran danpendapat merupakan hak asasi manusia. Sejarah perkembangan partai politik diIndonesia sangat mewarnai perkembangan demokrasi di Indonesia. Hal ini sangatmudah dipahami, karena partai politik merupakan gambaran wajah peran rakyatdalam percaturan politik nasional atau dengan kata lain merupakan cerminantingkat partisipasi politik masyarakat.

Berawal dari keinginan untuk merdeka dan mempertahankankemerdekaan serta mengisi pembangunan, partai politik lahir dari berbagai aspirasirakyat yang berkeinginan untuk bersatu dalam wadah Negara Kesatuan RepublikIndonesia. Romantika kehidupan partai politik sejak kemerdekaan, ditandai denganbermunculannya multipartai. Harapannya dengan multipartai politik memberikankemungkinan yang lebih luas bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya danmeraih peluang untuk memperjuangkan hak-haknya serta menyumbangkankewajibannya sebagai warga negara. Penerapan sistem multipartai di Indonesiadilaksanakan pada tahun 1955, 1999 dan tahun 2004 kemudian sistem tersebutakan diterapkan juga pada tahun 2009 nanti.

Jurnal Legislasi Indonesia untuk Volume 5 Nomor 1 mengangkat tema“Sistem Multipartai di Indonesia”, yang bertujuan untuk menyambut pemilihanumum yang akan dilaksanakan pada tahun 2009 lebih demokratis dan berjalansesuai harapan rakyat Indonesia.

Kami mengharapkan komentar, kritik, dan saran dari para pembaca demiperbaikan dan penyempurnaan isi Jurnal Legislasi Indonesia. Sumbangan tulisandari pembaca tetap kami harapkan.

Selamat membaca (Redaksi).

ii

Page 4: Multi Partai

EDITORIAL

EDITORIAL

Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik adalahpemilihan umum (pemilu). Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untukikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periodetertentu. Pemilu memiliki fungsi utama untuk menghasilkan kepemimpinan yangbenar-benar mendekati kehendak rakyat dan mampu mencerminkan nilai-nilaidemokrasi dan dapat menyerap serta memperjuangkan aspirasi rakyat sesuaidengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bangsa Indonesia telah melaksanakan sembilan kali Pemilihan Umum(yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999 dan 2004).Indonesia telah menjalankan sistem multipartai sejak Indonesia mencapaikemerdekaan. Surat Keputusan Wakil Presiden M. Hatta No. X/1949 merupakantonggak dilaksanakannya sistem multipartai di Indonesia.

Walaupun konstitusi kita (UUD 1945) tidak memberikan rambu-rambuyang jelas dan tegas mengenai sistem kepartaian apa yang hendak dijalankandalam kehidupan berbangsa dan bernegara, namun konstitusi mengisyaratkanbahwa bangsa Indonesia menerapkan sistem multipartai, yaitu pada Pasal 6A(2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Pasangan Presiden dan WakilPresiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.” Daripasal tersebut tersirat bahwa Indonesia menganut sistem multipartai karena yangberhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah partaipolitik atau gabungan partai politik.

Sistem presidensial di Indonesia hingga saat ini belum dapat mewujudkansecara penuh pemerintahan yang kuat dan efektif. Praktik yang sekarang terjadiadalah ketiadaan koalisi besar yang permanen, sehingga setiap pengambilankeputusan oleh pemerintah tidak selalu mendapat dukungan penuh dari parlemen.Tidak sedikit program-program pemerintah yang memerlukan persetujuan dariparlemen, mendapatkan resistensi dari DPR, bahkan ditolak oleh DPR. Dengandemikian program atau rencana kerja pemerintah tidak dapat berjalan dengansebagaimana mestinya.

Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah mendorong terbentuknyakoalisi partai politik yang permanen. Pembatasan partai politik dilakukan denganmenerapkan berbagai prosedur sistem pemilu. Secara sah, legal, dan demokratis,sistem pemilu menjadi sarana untuk menyeleksi jumlah partai politik dalam jangkapanjang. Hal ini diperlukan sebagai upaya agar bisa tetap sejalan dengan prinsipcheck and balances dari sistem presidensial dalam rangka menciptakanpemerintahan yang kuat, stabil, dan efektif.

iii

Page 5: Multi Partai

Sejak pemilu 1999, Indonesia telah menerapkan electoral threshold sebesar2% dari suara sah nasional. Electoral Threshold didefinisikan sebagai ambangbatas syarat angka perolehan suara untuk bisa mengikuti pemilu berikutnya.Artinya, berapapun kursi yang diperoleh di parlemen, untuk turut kembali dalampemilihan umum berikutnya angka electoral threshold itu harus dicapai.

Pemilu 2004 menerapkan angka electoral threshold sebesar 3% dariperolehan suara sah nasional. Hal ini dilakukan untuk lebih memperketat partai-partai yang mengikuti Pemilu berikutnya. Semangat dari peningkatan thresholdyang semakin besar adalah untuk membangun sistem multipartai sederhanadengan pendekatan yang lebih moderat.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR,DPD, dan DPRD menggunakan sistem Parliamentary Threshold (PT) yaitusyarat ambang batas perolehan suara parpol untuk bisa masuk ke parlemen.Jadi, setelah hasil jumlah suara masing-masing partai politik diketahuiseluruhnya, lalu dibagi dengan jumlah suara secara nasional. Jika suara partaipolitik itu mencapai angka 2,5% dari jumlah suara nasional, maka dia berhakmenempatkan wakilnya di parlemen, tanpa mempermasalahkan berapa jumlahkursi hasil konversi suara yang dimiliki partai politik tersebut.

Akhirnya sistem apapun yang dipilih, masyarakat telah lama mendambakanperan nyata dari sebuah partai politik sebagai pilar utama demokrasi yang tidaksekedar hanya berorientasi pada perolehan dukungan suara dalam rangkamemperoleh kekuasaan semata namun dapat memainkan peran sebagai penghubungantara pemerintahan negara (the state) dan warga negaranya (the citizen).

iv

Page 6: Multi Partai

SISTEM MULTIPARTAI DI INDONESIA

Oleh: Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP.,M.Si.

Kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran danpendapat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul, danmengeluarkan pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkankehidupan bangsa yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yangmerdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta demokratis danberdasarkan hukum.

Hak asasi tersebut terwujud dalam institusi partai politik. Undang-UndangNomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik1 mendefinisikan bahwa Partai Politikadalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warganegara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-citauntuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat,bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan RepublikIndonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partai politik itu padapokoknya memiliki kedudukan dan peranan yang sentral dan penting dalamsetiap sistem demokrasi. Tidak ada negara demokrasi tanpa partai politik.2Karena itu partai politik biasa disebut sebagai pilar demokrasi, karena merekamemainkan peran yang penting sebagai penghubung antara pemerintahan negara(the state) dengan warga negaranya (the citizen).3

Indonesia menganut paham demokrasi yang artinya kekuasaan darirakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Yang selanjutnya dijalankan melalui

1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, (hukumham.info, 2008), hlm. 2.2 Rainer Adam, DPRD dan Partai Politik, FNS dan P3OD-UMM, dalam Sabastian Salang, PotretPartai Politik di Indonesia, Asesmen Terhadap Kelembagaan, Kiprah, dan Sistem Kepartaian (Jakarta:Forum Politisi-Friedrich Naumann Stiftung, Oktober 2007), hlm. 3.3 Sabastian Salang, hlm. 3.

ARTIKEL

1

Page 7: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

mekanisme pelembagaan yang bernama partai politik. Kemudian partai politiksaling berkompetisi secara sehat untuk memperebutkan kekuasaanpemerintahan negara melalui mekanisme pemilihan umum legislatif dan pemilihanpresiden dan wakil presiden.

Dalam demokrasi, partai politik merupakan pilar utama (bukan keduaatau ketiga), karena pucuk kendali roda pemerintahan ada di tangan eksekutif,yaitu presiden dan wakil presiden. Sebagaimana dirumuskan dalam UUD 1945Pasal 6A ayat (2), bahwa calon presiden dan calon wakil presiden diusulkanoleh partai politik atau gabungan partai politik. Artinya hak itu secaraeksklusif hanya partai politik yang disebut UUD 1945-diberikan kepada partaipolitik.

Karena itulah, semua demokrasi membutuhkan partai politik yang kuatdan mapan guna menyalurkan berbagai tuntutan warganya, memerintah demikemaslahatan umum serta memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.4 Sangatrasional argumentasinya jika upaya penguatan partai politik dibangun olehkesadaran bahwa partai politik merupakan pilar yang perlu dan bahkan sangatpenting untuk pembangunan demokrasi suatu bangsa. jadi, derajat pelembagaanpartai politik itu sangat menentukan kualitas demokratisasi kehidupan politiksuatu negara.5

Fungsi Partai Politik

Pada umumnya, para ilmuan politik biasa menggambarkan adanya empatfungsi partai politik. Keempat fungsi partai politik itu menurut Miriam Budiardjo6,meliputi: (i) sarana komunikasi politik, (ii) sarana sosialisasi politik (politicalsocialization), (iii) sarana rekrutmen politik (political recruitment), dan (iv)pengatur konflik (conflict management). Sementara dalam istilah Yves Menydan Andrew Knapp7, fungsi partai politik mencakup (i) mobilisasi dan integrasi,

4 Institute For Multyparty Democracy (IMD), Suatu Kerangka Kerja Pengembangan Partai Politikyang Demokratis, dalam Sabastian Salang, hlm. 3.5 Sabastian Salang, hlm. 3.6 Miriam Budiardjo, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 2000), hlm. 163-164, dalam JimlyAsshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstituusi (Jakarta:Konstitusi Press, 2006), hlm. 59.7 Yves Meny and Andrew Knapp, Government and Politics in Western Europe: britain, France, Italy,gemany, (Third Edition, Oxpord University Press, 1998), dalam Ibid, hlm. 59.

2

Page 8: Multi Partai

(ii) sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns),(iii) sarana rekrutmen politik, dan (iv) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.

Dalam UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, bahwa fungsi PartaiPolitik adalah sebagai sarana: (i) pendidikan politik bagi anggota dan masyarakatluas; (ii) penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsaIndonesia untuk kesejahteraan masyarakat; (iii) penyerap, penghimpun, danpenyalur aspirasi politik masyarakat; (iv) partisipasi politik warga negaraIndonesia; dan (v) rekrutmen politik.8

Kesemua fungsi partai politik tersebut sama-sama terkait satu denganyang lainnya. Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperan sangat pentingdalam upaya mengartikulasikan kepentingan atau political interests yangterdapat atau kadang-kadang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagaikepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide, visi,dan kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah itu, ide dan kebijakanatau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkanmempengaruhi atau menjadi materi9 dalam merumuskan dan menetapkankebijakan negara.

Terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan pentingdalam melakukan sosialisasi politik. Ide, visi, dan kebijakan strategis yangmenjadi pilihan partai politik disosialisasikan kepada konstituen untukmendapatkan feedback berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dalamsosialisasi itu partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikanpolitik10 bagi masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadarakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, danbernegara.11

Fungsi selanjutnya partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen politik.Partai dibentuk memang dimaksudkan menjadi kendaraan yang sah untukmenyeleksi kader-kader pemimpin12 dalam proses pengisian jabatan politikmelalui mekanisme demokrasi dengan kesetaraan dan keadilan gender.13

8 UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, hlm. 6.9 Jimly Asshiddiqie, Op.cit., hlm. 59.10 Ibid, hlm. 60.11 UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, hlm. 6.12 Ibid, hlm. 60.13 UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, hlm. 6.

Sistem Multipartai di Indonesia

3

Page 9: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik. Peranan ini berupasarana agregasi kepentingan yang berbeda-beda melalui saluran kelembagaanpartai politik. Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengelola konflik dapatdikaitkan dengan fungsi integrasi partai politik. Partai mengagregasikan danmengintegrasikan beragam kepentingan itu dengan cara menyalurkannya dengansebaik-baiknya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.14

Sistem Kepartaian

Dalam demokrasi, partai berada dan beroperasi dalam suatu sistemkepartaian tertentu. Setiap partai merupakan bagian dari sistem kepartaian yangditerapkan di suatu negara. dalam suatu sistem tertentu, partai berinteraksi dengansekurang-kurangnya satu partai lain atau lebih sesuai dengan konstruksi relasiregulasi yang diberlakukan. Sistem kepartaian memberikan gambaran tentangstruktur persaingan di antara sesama partai politik dalam upaya meraihkekuasaan dalam pemerintahan. Sistem kepartaian yang melembaga cenderungmeningkatkan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan.15

Untuk melihat sistem kepartaian suatu negara, ada dua pendekatan yangdikenal secara umum. Pertama, melihat partai sebagai unit-unit dan sebagaisatu kesatuan yang terlepas dari kesatuan-kesatuan lain. Pendekatan numerikini pernah dikembangkan Maurice Duverger (1950-an), ilmuwan politikkebangsaan Prancis. Menurut Duverger, sistem kepartaian dapat dilihat daripola perilaku dan interaksi antarsejumlah partai dalam suatu sistem politik, yangdapat digolongkan menjadi tiga unit, yakni sistem partai tunggal, sistem dwipartai, dan sistem multipartai.16

Selain itu, cara lain dapat dijadikan pendekatan yaitu teori yangdikembangkan Giovani Sartori (1976), ilmuwan politik Italia. Menurut Sartori,sistem kepartaian tidak dapat digolongkan menurut jumlah partai atau unit-unit, melainkan jarak ideologi antara partai-partai yang ada, yang didasarkanpada tiga hal, yaitu jumlah kutub (polar), jarak diantara kutub (bipolar), danarah perilaku politiknya. Sartori juga mengklasifikasikan sistem kepartaian

14 Jimly Asshiddiqie, Op.cit., hlm. 61.15 Sabastian Salang, Op.cit., hlm. 63.16 FS. Swantoro, Meneropong Sistem Kepartaian Indonesia 2020, hlm. 122-123, dalam SoegengSarjadi dan Sukardi Rinakit, Meneropong Indonesia 2020 (Jakarta: Soegeng Sarjadi Syndicate, 2004).

4

Page 10: Multi Partai

menjadi tiga, yaitu pluralisme sederhana, pluralisme moderat, dan pluralismeekstrem. Kedua pendekatan ini bisa digunakan untuk melihat sistem kepartaianIndonesia di masa lalu, kini, dan mendatang. 17

Dalam sejarahnya, Indonesia telah mempraktikkan sistem kepartaianberdasarkan pada sistem multipartai. Meski dalam derajat dan kualitas yangberbeda.

Pada pemilu pertama tahun 1955-sebagai tonggak kehidupan politik pascakemerdekaan hingga sekarang menghasilkan lima partai besar: PNI, Masyumi,NU, PKI, dan PSI. Jumlah partai yang berlaga dalam pemilu itu lebih dari 29partai, ditambah independen. Dengan sistem pemilu proporsional, menghasilkananggota legislatif yang imbang antara Jawa dan Luar Jawa. Pemilu dekade1950-an 1960-an adalah sistem multipartai tanpa ada pemenang mayoritas.18

Namun, di era demokrasi parlementer tersebut telah terjadi tingkat kompetisiyang tinggi.19

Memasuki era demokrasi parlementer yang ditandai dengandikeluarkannya Dekrit Presiden yang tujuannya untuk mengakhiri konflik ideologiantarpartai. Pada masa itu, sistem kepartaian menerapkan sistem multipartai,namun tidak terjadi kompetisi.20

Memasuki dekade 1970-an sampai Pemiliu 1971, Indonesia masihmenganut sistem multipartai sederhana (pluralisme sederhana). Waktu itu adasembilan partai politik yang tersisa dari Pemilu 1955. Kesembilan partai ditambahGolkar, ikut berlaga dalam Pemilu 1971. Fenomena menarik dalam Pemilu1971 ini adalah faktor kemenangan Golkar yang sangat spektakuler di luardugaan banyak orang. Padahal kalangan partai tidak yakin akan memenangkanpemilu. Hal itu didasari pada dua hal, yaitu ABRI tidak ikut pemilu dan Golkarbelum berpengalaman dalam pemilu. Tetapi, setelah pemilu digelar, ternyatajustru bertolak belakang, Golkar menang mutlak lebih dari 63%. Kemenanganitu menandakan Indonesia memasuki era baru, yaitu Orde Baru.

17 Ibid, hlm. 123.18 Ibid, hlm. 149.19 Sabastian Salang, Op.cit., hlm. 67.20 Ibid, hlm. 67.

Sistem Multipartai di Indonesia

5

Page 11: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Pada era orde baru, sistem kepartaian masih disebut sistem multipartaisederhana, namun antarpartai tidak terjadi persaingan.21 Karena Golkar menjadipartai hegemoni. Sehingga ada pendapat bahwa secara riil sistem kepartaianmenjurus ke sistem partai tunggal (single entry). Kenapa? Karena Golkarhanya berjuang demi status quo.22

Pada masa reformasi, Indonesia kembali menerapkan sistem multipartai.Hal ini dapat dipahami karena selama puluhan tahun kebebasan berekspresidan berserikat serta berkumpul dikekang. Sehingga ketika reformasimemberikan ruang kebebasan, hasrat para politisi untuk mendirikan partai politiktersalurkan. Sebagai sebuah proses pembelajaran, fenomena menjamurnyapartai politik mestinya dilihat sebagai sesuatu yang wajar di tengah masyarakatyang sedang mengalami euforia politik.23

Pada Pemilu 1999, yang menggunakan sistem proporsional dengan daftarcalon tertutup (stelsel daftar) diikuti 48 partai peserta pemilu. Jumlah partaisekitar 140 buah, tetapi lolos verifikasi hanya 48 partai. Dari jumlah itu, keluarenam partai besar pemenang pemilu, yakni PDI-P, Golkar, PPP, PKB, PAN,dan PBB. Sistem kepartaiannya multipartai, dan tidak ada partai pemenangpemilu yang memperoleh suara mayoritas.24

Setelah dua kali pemilihan umum paska reformasi dengan sistemmultipartai, Indonesia bisa belajar banyak. Proses evaluasi diri perlu dilakukan,baik partai-partai politik, maupun sistem yang diterapkan. Apakah partai-partaipaska reformasi telah berperan sebagai pilar demokrasi yang mendorongdemokrasi kita lebih efektif dan pemerintahan yang stabil, atau sebaliknya. Sistemkepartaian secara ideal harus mendorong pemerintahan yang stabil dandemokrasi yang semakin efektif. Bila tidak, maka tentu ada yang salah dengansistem yang diterapkan.25

Pemilu 2004 adalah pesta rakyat yang sangat bersejarah bagi Indonesia.Pasalnya, untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan pemilu secaralangsung. Keberhasilan pemilu secara langsung telah mendaulat Indonesiasebagai negara paling demokrasi ketiga di dunia setelah Amerika dan India.

21 Ibid, hlm. 67.22 FS. Swantoro, Op.cit., hlm. 157.23 Ibid, hlm. 6724 Ibid, hlm. 156.25 Ibid, hlm. 67.

6

Page 12: Multi Partai

Setelah dua kali pemilu paska reformasi dengan sistem multipartai,Indonesia bisa belajar banyak. Proses evaluasi diri perlu dilakukan, baik partai-partai politik, maupun sistem yang diterapkan. Apakah partai-partai paskareformasi telah berperan sebagai pilar demokrasi yang mendorong demokrasikita lebih efektif dan pemerintahan yang stabil, atau sebaliknya. Sistem kepartaiansecara ideal harus mendorong pemerintahan yang stabil dan demokrasi yangsemakin efektif. Bila tidak, maka tentu ada yang salah dengan sistem yangditerapkan26

Penyederhanaan Partai Politik

Sistem kepartaian yang kita bangun haruslah diarahkan untuk terwujudnyasebuah tata kelola sistem pemerintahan presidensil yang didukung oleh jumlahpartai yang sedikit di tingkat suprastruktur.

Berkaca pada pengalaman hampir sepuluh tahun paska reformasi,demokrasi Indonesia dengan sistem multipartai belum signifikan memberikanharapan bagi pengelolaan tata pemerintahan yang efektif dan efisien. Alasannyakarena sistem multipartai telah mengalami perluasan fragmentasi, sehinggamempersulit proses pengambilan setiap keputusan di legislatif. Karena itu, tidakheran bila berbagai pihak mulai mendorong penerapan sistem multipartaisederhana. Persoalannya, bagaimana mendorong proses penyederhanaan partaiharus dilakukan?

Alam demokrasi tentu tidak menggunakan larangan secara langsung bagipendirian partai politik, karena itu hak asasi yang harus dihormati. Pembatasanpartai politik dilakukan dengan menerapkan berbagai prosedur sistem pemilu.Secara sah, legal, dan demokratis, sistem pemilu menjadi alat rekayasa yangdapat menyeleksi dan memperkecil jumlah partai politik dalam jangka panjang.27

Duverger berpendapat, bahwa upaya mendorong penyederhanaan partaipolitik dapat dilakukan dengan menggunakan sistem distrik. Dengan penerapansistem distrik dapat mendorong ke arah integrasi partai-partai politik danmendorong penyederhanaan partai tanpa harus melakukan paksaan. Sementaradalam sistem proporsional cenderung lebih mudah mendorong fragmentasi partai

26 Ibid, hlm. 67.27 Denny JA, Partai Politik pun Berguguran (Yogyakarta: LKIS, 2006), hlm. 16.

Sistem Multipartai di Indonesia

7

Page 13: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

dan timbulnya partai-partai politik baru. Sistem ini dianggap mempunyai akibatmemperbanyak jumlah partai.28

Dalam sistem distrik, teritori sebuah negara dibagi menjadi sejumlahdistrik. Banyaknya jumlah distrik itu sebanyak jumlah anggota parlemen yangakan dipilih. Setiap distrik akan dipilih satu wakil rakyat.29

Dalam sistem distrik berlaku prinsip the winner takes all. Partai minoritastidak akan pernah mendapatkan wakilnya. Katakanlah, dalam sebuah distrikada sepuluh partai yang ikut serta. Tokoh dari Partai A hanya menang 25%,namun tokoh partai lain memperoleh suara yang lebih kecil. Walau hanyamendapatkan suara 25% suara, distrik itu akan diwakili oleh tokoh partai A.Sembilan tokoh lainnya akan tersingkir.30

Metode the winner takes all ini akibatnya menjadi insentif negatif bagipartai kecil. Dalam studi perbandingan, sistem distrik ini memang merangsangpartai kecil untuk membubarkan diri, atau menggabungkan diri dengan partailain, agar menjadi mayoritas. Dalam perjalanan waktu, sistem ini hanyamenyisakan dua partai besar saja. Partai kecil lainnya terkubur dengansendirinya.31

Kelebihan sistem distrik dalam menyederhanakan jumlah partai karenakursi yang diperebutkan dalam setiap distrik (daerah pemilihan) hanya satu,akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan danmengadakan kerjasama. Dengan berkurangnya partai, pada gilirannya akanmempermudah terbentuknya pemerintahan yang stabil dan meningkatkanstabilitas nasional. Selain itu, sistem distrik dapat meningkatkan kualitasketerwakilan karena wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distriksehingga hubungan dengan konstituen lebih erat, dan dengan demikian ia akanmendorong untuk memperjuangkan aspirasi mereka.32

Meskipun sistem distrik diakui dapat menyederhanakan jumlah partaipolitik, namun untuk saat ini sistem tersebut belum menjadi pilihan bagi Indonesia.Mengingat realitas sosial masyarakat Indonesia yang heterogen sehingga cukup

28 Sabastian Salang, Op.cit., hlm. 68.29 Denny JA, Op.cit., hlm. 16.30 Ibid, hlm. 16.31 Ibid, hlm. 16.32 Sabastian Salang, Op.cit., hlm. 68.

8

Page 14: Multi Partai

sulit menerapkan sistem distrik. Karena dari golongan-golongan yang ada,golongan minoritas dikhawatirkan tidak terakomodir. Karena itu, pilihan untuktetap menerapkan sistem proporsional merupakan suatu keputusan yang relevanuntuk konteks Indonesia saat ini.33

Pertanyaannya, apakah dengan menerapkan sistem proporsional jumlahpartai politik secara alami dapat terkurangi? Sistem proporsional memilikimekanisme tersendiri untuk menyederhanakan jumlah partai politik.Penyederhanaan partai politik dalam rangka menghasilkan parlemen danpemerintahan yang efektif, dalam era reformasi ini perundang-undanganmenerapkan Electoral Threshold pada Pemilu 1999 dan 2004, dan terbuktidari 48 partai politik peserta Pemilu 1999 berkurang menjadi 24 partai politikpada Pemilu 2004.

Dalam UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD,dan DPRD, Electoral Threshold didefinisikan sebagai ambang batas syaratangka perolehan suara untuk bisa mengikuti pemilu berikutnya. Artinyaberapapun kursi yang diperoleh di parlemen, untuk turut kembali dalam pemilihanumum berikutnya harus mencapai angka Electoral Threshold itu. jadi, partaipolitik yang gagal memperoleh batasan suara minimal berarti gagal untukmengikuti pemilu berikutnya.

Pada pemilu 1999, Indonesia menerapkan electoral threshold sebesar2% dari suara sah nasional. Peserta pemilu yang lolos berdasarkan perolehansuara ada enam partai. Dengan demikian, hanya keenam partai yang berhakmengikuti Pemilu 2004, yakni PDI P, Golkar, PKB, PPP, PAN, dan PBB.34

Secara prosedural, partai-partai di luar keenam partai itu tidakdiperkenankan mengikuti Pemilu 2004. Tetapi, dalam praktiknya tidak demikian,karena partai lama mengubah namanya atau menambah satu kata di belakangnama partai sebelumnya. Artinya, partai yang tidak memenuhi electoralthreshold tetap ikut pemilu berikutnya dengan karakter partai serta penguruspartainya tidak berubah.35

33 Ibid, hlm. 69.34 Ibid, hlm. 70.35 Ibid, hlm. 70.

Sistem Multipartai di Indonesia

9

Page 15: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Pemilu 2004 menerapkan angka electoral threshold menjadi 3% dariperolehan suara sah nasional. Hal ini dilakukan untuk lebih memperketat partai-partai yang mengikuti Pemilu berikutnya. Semangat dari peningkatan thresholdyang semakin besar yaitu untuk membangun sistem multipartai sederhana denganpendekatan yang lebih moderat. Dengan threshold 3%, partai yang bisamengikuti Pemilu 2009 hanya tujuh partai, yaitu Golkar, PDI P, PKB, PPP,PAN, Partai Demokrat, dan PKS.36 Tetapi faktanya di parlemen ada 17 partai.Hal ini yang mengurangi keefektifan parlemen dalam bekerja karena lambat.Artinya penerapan Electoral Threshold ternyata tidak membuat partaimengerucut dan mendukung tata kelola parlemen yang efektif .

Itulah latar belakang dari Panitia Khusus UU No. 10 Tahun 2008 tentangPemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD, telah mengundang sejumlah pakardan ahli untuk memberikan pemikiran-pemikiran yang menyatakan bahwaElectoral Threshold itu tidak dikenal di negara manapun, atau menimbulkananomali. Sehingga secara teoritis, saya kutip dari saudara Dr. Sutradara Gintingsdan Prof. Dr. Ryaas rasyid saat pembahasan UU tersebut, sesungguhnya yangada dalam sistem pemilu adalah Parliamentary Threshold yang artinya adalahsyarat ambang batas perolehan suara parpol untuk bisa masuk ke parlemen.Jadi, setelah hasil jumlah suara masing-masing partai politik diketahui seluruhnya,lalu dibagi dengan jumlah suara secara nasional. Jika suara partai politik itumencapai angka 2,5% dari jumlah suara nasional, maka dia berhakmenempatkan wakilnya di parlemen, tanpa mempermasalahkan berapa jumlahkursi hasil konversi suara yang dimiliki partai politik tersebut. Inilah teori untukmenghasilkan parlemen yang efektif.

Jika kita lakukan simulasi dengan data Pemilu 2004, maka di parlemenhanya akan ada 7 partai. Sehingga dengan Parliamentary Threshold akanterjaring sejumlah partai yang betul-betul legitimate. Sehingga sebelum pemiludiselenggarakan, dengan sendirinya partai politik akan mengukur diri sampaisejauh mana dukungan rakyat kepadanya.

Hal ini juga akan membuat fungsi-fungsi parpol yang dirumuskan dalamUU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik akan berjalan efektif karenasebelum parpol itu melakukan fungsi rekrutmen (penentuan calon legislatif),

36 Ibid, hlm. 71.

10

Page 16: Multi Partai

partai politik pasti akan lebih dulu menjalankan fungsi sosialisasi, fungsi edukasi,fungsi agregasi dan fungsi kaderisasi. Selain itu mereka juga akan berkarya danmengabdi kepada masyarakat. Disinilah adanya korelasi dan hubungan yangsangat signifikan antara UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik denganUU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD,dalam sistem multipartai di Indonesia.

Kesimpulan

Tujuan utama pemilihan umum adalah untuk menghasilkan parlemen yanglegitimate dan pemerintahan yang kuat. Hal ini menjadi tidak mungkin terwujudjika pelaksanaan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presidendilaksanakan pada saat yang bersamaan karena isu keduanya berbeda sehinggaperilaku pemilih juga tidak bisa dipastikan. Hal ini akan mengakibatkan tidakterjadinya hubungan yang signifikan antara parlemen dengan presiden dan wakilpresiden sehingga tidak terwujud tata kelola sistem pemerintahan yang stabil.

Artinya, pemilihan umum merupakan rangkaian tak terpisahkan antarapemilihan legislatif dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, adanyasequence (jeda waktu) antara keduanya, adalah untuk memastikan gambaranriil partai politik pendukung di parlemen terhadap pemerintahan presiden danwakil presiden terpilih. Karena hanya partai politik dan gabungan partai politikyang berhasil masuk parlemen-lah yang berhak mengusung pasangan calonpresiden dan calon wakil presiden.

Sehingga keluhan yang menyatakan “presiden terbelenggu” menjadi tidakrelevan, karena persoalannya bukanlah di UUD 1945, tetapi lebih pada produkdari pemilihan umum yang belum secara signifikan memposisikan danmenempatkan sistem multipartai pada proporsi yang sebenarnya.

Adalah hak rakyat untuk membuat partai politik, dan hak partai politikuntuk ikut pemilu. Tetapi untuk masuk ke parlemen ada mekanisme yang harusditempuh yaitu Parliamentary Threshold. Agar partai politik dibentuk tidakhanya sekadar untuk ikut pemilu tapi partai politik dibuat agar fungsi-fungsipartai politik dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga parpol menjadisarana dan wahana dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat menjadikeniscayaan. Dan rakyat pun akan kembali menghargai dan menghormati partaipolitik karena sesungguhnya demokrasi tidak akan mungkin tanpa adanya partaipolitik.

Sistem Multipartai di Indonesia

11

Page 17: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Inilah sistem multipartai yang kita bangun untuk diarahkan menujuterbentuknya sebuah rezim pemerintahan presidensil yang efektif. Karena dalamsistem presidensil itu tidak dikenal jumlah partai yang banyak. Selain itu, sebuahkeharusan bagi partai politik dan gabungan parpol di parlemen yang mengusungpasangan calon presiden dan calon wakil presiden untuk masing-masingmenyamakan visi dan misinya agar selanjutnya dijadikan dokumen negara yangharus dipertanggungjawabkan dan diumumkan kepada publik.

12

Page 18: Multi Partai

SISTEM MULTIPARTAI, PRESIDENSIAL DANPERSOALAN EFEKTIVITAS PEMERINTAH

Oleh: Partono, SIP, MA1

AbstrakArtikel ini berpendapat bahwa salah satu faktor utamapermasalahan efektivitas dan stabilitas pemerintah saat inidisebabkan oleh kombinasi sistem pemerintahan dan sistemkepartaian, sistem presidensial dan multipartai, tidakmendukung terciptanya sebuah pemerintahan yang efektif danstabil. Meskipun demikian, tidak dapat dinafikan bahwa faktorpersonal pejabat presiden juga mempengaruhi efektivitas danstabilitas pemerintahan yang dipimpinnya. Artikel ini kemudianmenyimpulkan bahwa untuk menciptakan sebuah pemerintahyang efektif dan stabil maka diperlukan sebuah perubahan didalam sistem politik di Indonesia. Sistem presidensial dapatmewujudkan pemerintah yang efektif dan stabil jikadikombinasikan dengan sistem kepartaian yang sederhana.

Pendahuluan

Perdebatan paling seru menjelang di selenggarakannya hajatan nasional,pemilu 2009, adalah bagaimana melanjutkan reformasi di bidang politik,khususnya sistem pemilu dan pemerintahan, yang ditujukan untuk memperkuatstabilitas dan meningkatkan efektifitas dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Tidak sedikit ahli politik berpendapat bahwa pasca turunnya PresidenSuharto, stabilitas dan efektivitas pemerintahan dinilai lemah. Kebijakan-kebijakan pemerintah tidak efektif di implementasikan, bahkan pemerintahterpilih dapat diberhentikan ditengah masa kerjanya. Contoh yang paling mudahdiingat adalah ketika Presiden Abdurrahman Wahid diturunkan dari jabatannyaoleh MPR. Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono tidak sedikitkebijakan-kebijakan atau program-program pemerintah mendapatkan

1 Penulis adalah Peneliti Senior CETRO. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakilipendapat lembaga.

13

Page 19: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

perlawanan bahkan penolakan dari DPR, misalnya pengangkatan GubernurBI, rencana meningkatkan BBM, dan sebagainya. Berbaliknya pendulum politikdi Indonesia pasca turunnya Presiden Suharto tidak lepas dari hasil amandemenUUD 1945.

Posisi presiden yang terlalu dominan di dalam sistem politik Indonesiadianggap sebagai salah satu faktor yang mendorong munculnya pemerintahanyang otoriter. Oleh karena itu dalam proses amandemen UUD 1945 kekuasaanpresiden dikurangi, disisi lain kekuasaan parlemen ditambah dan dipertegas.Amandemen ini sebenarnya dilakukan untuk menjamin terjadinya proses checksand balances antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Namun dalamkenyataanya, akibat dari amandemen adalah hubungan antara kedua lembagaini menjadi disharmoni. Akibat dari ketidakharmonisan hubungan antara kedualembaga ini menyebabkan implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah tidakberjalan dengan efektif.

Penulis berpendapat bahwa masalah dari ketidakefektifan implementasikebijakan-kebijakan pemerintah karena terdapat hubungan yang tidak harmonisantara lembaga eksekutif dengan parlemen. Akar permasalahan ini paling tidakada 2 (dua) faktor. Pertama adalah sistem politik yang diimplementasikan olehIndonesia, sistem presidensial dan sistem multipartai, tidak mendukungterciptanya pemerintahan yang stabil dan efektif. Kedua adalah personal dankapasitas yang menjadi presiden.

Di dalam tulisan ini penulis bermaksud mengidentifikasi hubungan antarasistem multipartai dan sistem presidensial kaitannya dengan permasalahanefektivitas dan stabilitas pemerintah. Selain itu, tulisan ini memberikan beberapaalternatif jawaban yang dapat diimplementasikan di Indonesia dan memberikanrekomendasi pilihan jawaban yang paling cocok dalam konteks Indonesia.

Definisi Sistem Kepartaian

Sistem multi partai adalah salah satu varian dari beberapa sistemkepartaian yang berkembang di dunia modern saat ini. Andrew Heywood(2002) berpendapat bahwa sistem partai politik adalah sebuah jaringan darihubungan dan interakasi antara partai politik di dalam sebuah sistem politikyang berjalan. Untuk mempermudah memahami sistem partai politik Heywoodkemudian memberikan kata kunci untuk membedakan tipe-tipe sistemkepartaian. Kata kunci tersebut adalah jumlah partai politik yang tumbuh atau

14

Page 20: Multi Partai

eksis yang mengikuti kompetisi mendapatkan kekuasaan melalui pemilu.Parameter “jumlah partai politik” untuk menentukan tipe sisem partai politikpertama kali dikenalkan dan dipopulerkan oleh Duverger pada tahun 1954dimana Duverger membedakan tipe sitem politik menjadi 3 sistem, yaitu sistempartai tunggal, sistem dua partai, dan sistem multipartai.

Dari definisi yang diperkenalkan oleh Duverger tersebut kita denganmudah menentukan sistem partai politik di sebuah negara. Kalau di negaratersebut hanya terdapat satu partai politik yang tumbuh atau satu partai politikyang dominan dalam kekuasaan maka dapat dipastikan bahwa sistem tersebutadalah sistem partai tunggal. Namun jika terdapat dua partai politik maka sistempartainya adalah sitem dua partai. Sebaliknya, jika di dalam negara tersebuttumbuh lebih dari dua partai politik maka dikatakan sebagai sistem multipartai.

Sartori (1976) menyatakan bahwa yang paling terpenting dari sebuahsistem kepartaian adalah sebuah pengaturan mengenai hubungan partai politikyang berkaitan dengan pembentukan pemerintahan, dan secara lebih specifikapakah kekuatan mereka memberikan prospek untuk memenangkan atauberbagi (sharing) kekuasaan pemerintah.

Meski demikian, pada perkembangan selanjutnya pendekatan yang hanyaberdasarkan jumlah dan interaksi antar partai politik tersebut mendapat kritikandan ketidaksetujuan dari beberapa ahli misalnya Bardi and Mair (2008) danBlau (2008). Bardi dan Mair berpendapat bahwa sistem kepartaian tidak bisaditentukan semata-mata oleh jumlah partai yang ikut dalam pemilu akan tetapisebagai fenomena yang multi dimensi. Selanjutnya Bardi dan Mair menjelaskanbahwa tipe partai politik dipengaruhi oleh 3 (tiga) dimensi, yaitu vertikal,horisontal dan fungsional. Dimensi veritikal yang mempengaruhi sistem partaipolitik dicontohkan dengan adanya polarisasi dan segmentasi di dalammasyarakat pemilih (bahasa, etinisitas, agama dan lain-lain). Sedangkan dimensihorisontal ditentukan oleh pembedaan level pemerintahan dan level pemilu.Dimensi fungsional disebabkan oleh karena pembedaan arena kompetisi(nasional, regional, dan lokal).

Praktek Sistem Kepartaian di Indonesia

Konsititusi kita (UUD 1945) tidak mengamanatkan secara jelas sistemkepartaian apa yang harus diimplementasikan. Meskipun demikian konstitusimengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia menerapkan sistem multipartai. Pasal

Sistem Multipartai, Presidensial dan Persoalan Efektivitas Pemerintah

15

Page 21: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

tersebut adalah pasal 6A (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa PasanganPresiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partaipolitik. Dari pasal tersebut tersirat bahwa Indonesia menganut sistem multipartaikarena yang berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presidenadalah partai politik atau gabungan partai politik. Kata “gabungan partai poltitik”artinya paling sedikit dua partai politik yang menggabungkan diri untukmencalonkan presiden untuk bersaing dengan calon lainnya yang diusung olehpartai politik lain. Dengan demikian dari pasal tersebut di dalam pemilu presidendan wakil presiden paling sedikit terdapat tiga partai politik.

Kenyataanya, Indonesia telah menjalankan sistem multi partai sejakIndonesia mencapai kemerdekaan. Surat Keputusan Wakil Presiden M. HattaNo. X/1949 merupakan tonggak dilaksanakannya sistem multipartai diIndonesia. Keputusan Wapres ini juga ditujukan untuk mempersiapkanpenyelenggaraan pemilu yang pertama pada tahun 1955. Pada pemilu tersebutdiikuti oleh 29 partai politik dan juga peserta independen (perseorangan).Beberapa partai politik yang mendapatkan suara signifikan pada pemilu pertamaantara lain PNI (22,32%), Masyumi (20,92%), NU (18,41%), PKI (16,36%),PSII (2,89%), Parkindo (2,66%), PSI (1,99%), Partai Katolik (2,04%), danIPKI (1,43%)2.

Sejak Suharto menjadi presiden pada tahun 1967 partai politik dianggapsebagai penyebab dari ketidakstabilan politik yang terjadi pada tahun1950an - 1960an. Oleh karena itu agenda yang penting untuk menciptakanpemerintahan yang stabil adalah melakukan penyederhanaan partai politik. Padapemilu pertama di masa Orde Baru, tahun 1971, terdapat 10 partai politik,termasuk partai pemerintah (Golkar) ikut berkompetisi memperebutkankekuasaan. Pada tahun 1974 Presiden Suharto melakukan restrukturisasi partaipolitik, yaitu melakukan penyederhanaan partai melalui penggabungan partai-partai politik. Hasil dari restrukturisasi partai politik tersebut adalah munculnyatiga partai politik (Golkar, PPP, dan PDI). PPP merupakan hasil fusi daribeberapa partai politik yang berasaskan Islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti).PDI merupakan hasil penggabungan dari partai-partai nasionalis dan agama

2 Wikipedia yang diakses pada tanggal 12 Mei 2008. dapat diakses di http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilu_1955.

16

Page 22: Multi Partai

non-Islam (PNI, IPKI, Parkindo, Katolik). Sedangkan Golkar adalah partaipolitik bentukan pemerintah Orde Baru.

Meskipun dari sisi jumlah partai politik yang berkembang di Indonesiapada saat itu, Indonesia dikategorikan sebagai negara yang menganut sistemmultipartai, banyak pengamat politik berpendapat bahwa sistem kepartaianyang dianut pada era Orde Baru adalah sistem partai tunggal. Ada juga yangmenyebut sistem kepartaian era Orde Baru adalah sistem partai dominan. Halini dikarenakan kondisi kompetisi antar partai politik yang ada pada saat itu.Benar, jika jumlah partai politik yang ada adalah lebih dari dua parpol sehinggadapat dikategorikan sebagai sistem multipartai. Namun jika dianalisis lebihmendalam ternyata kompetisi diantara ketiga partai politik di dalam pemilutidak seimbang. Golkar mendapatkan “privelege” dari pemerintah untuk selalumemenangkan persaingan perebutan kekuasaan.

Gerakan reformasi 1998 membuahkan hasil liberalisasi disemua sektorkehidupan berbangasa dan bernegara, termasuk di bidang politik. Salah satureformasi dibidang politik adalah memberikan ruang bagi masyarakat untukmendirikan partai politik yang dianggap mampu merepresentasikan politikmereka. Liberalisasi politik dilakukan karena partai politik warisan Orde Barudinilai tidak merepresentasikan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya.Hasilnya tidak kurang dari 200 partai politik tumbuh di dalam masyarakat.Dari ratusan parpol tersebut hanya 48 partai yang berhak mengikuti pemilu1999. Pemilu 1999 menghasilkan beberapa partai politik yang mendapatkansuara yang signifikan dari rakyat Indonesia adalah PDI.Perjuangan, Partai Golkar,PKB, PPP, dan PAN.

Peserta pemilu tahun 2004 berkurang setengah dari jumlah partai politikpemilu 1999, yaitu 24 partai politik. Berkurangnya jumlah parpol yang ikut sertadi dalam pemilu 2004 karena pada pemilu tersebut telah diberlakukan ambangbatas (threshold). Ambang batas tersebut di Indonesia dikenal dengan ElectoralThreshold. Di dalam UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu diatur bahwa partaipolitik yang berhak untuk mengikuti pemilu berikutnya adalah partai politikyang mendapatkan sekurang-kurangnya 2% jumlah kursi DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang batas tersebut dapat mengikuti pemilu berikutnyaharus bergabung dengan partai lain atau membentuk partai politik baru.

Kalau pemilu 1999 hanya menghasilkan lima parpol yang mendapatkansuara signifikan dan mencapai Electoral Threshold (ET). Meskipun persentasi

Sistem Multipartai, Presidensial dan Persoalan Efektivitas Pemerintah

17

Page 23: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

ET dinaikan dari 2% menjadi 3% jumlah kursi DPR, Pemilu 2004 menghasilkanlebih banyak partai politik yang mendapatkan suara signifikan dan lolos ETuntuk pemilu 2009. Pemilu 2004 menghasilkan tujuh partai yang mencapaiambang batas tersebut. Ketujuh partai tersebut adalah Partai Golkar, PDI.Perjuangan, PKB, PPP, Partai Demokrat, PKS, dan PAN.

Sistem Presidensialisme di Indonesia

Sistem presidensial paling tidak memiliki 2 (dua) ciri utama (Mainwarring,1990). Ciri pertama adalah kepala pemerintahan (presiden) dipilih secaraterpisah dengan pemilihan anggota parlemen. Dengan demikian hasil pemilulegislatif tidak menentukan kekuasaan pemerintah (eksekutif) secara langsung.Ciri yang kedua adalah kepala pemerintah dipilih untuk memerintah denganperiode waktu yang tetap (misalnya 5 tahun). Selain kedua ciri utama yangdikemukakan oleh Mainwaring tersebut, Heywood memberikan beberapa cirilain dari sebuah sistem presidensial. Ciri-ciri tersebut antara lain kepala negaradan kepala pemerintahan dijabat oleh seorang presiden, kekuasaan eksekutifberada di tangan presiden sedangkan kabinet yang terdiri dari menteri-menteriadalah pembantu dan bertanggungjawab kepada presiden, dan di dalam sistempresidensial terdapat pemisahan personel yang ada di parlemen dan dipemerintah.

Selain ciri-ciri utama yang telah disebutkan oleh dua ilmuwan politiktersebut masih ada ciri lain yang tidak kalah penting, yaitu hubungan antaralembaga keprisidenan dan lembaga parlemen. di dalam sistem pemerintahanpresidensial, presiden tidak memiliki kewenangan untuk membubarkanparlemen, sebaliknya parlemen tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan/memberhentikan presiden. Di beberapa negara yang menganut sistempresidensial parlemen memiliki hak impeachment. Namun demikian hakimpeachment parlemen ini disertai dengan persyaratan yang sangat berat.

Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem pemerintahanpresidensial. Berbeda dengan sistem kepartaian yang tidak diatur secara tegasoleh konstitusi, UUD 1945 secara tegas dan rinci mengatur sistem pemerintahanyang mengacu pada sistem presidensial. Pengaturan tersebut terdapat di dalamBab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara dan Bab IV tentangKementerian Negara.

18

Page 24: Multi Partai

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dipilih melalui pemilu yang terpisahdengan pemilu legislatif. Sebelum dilakukan amandemen UUD 1945 presidendan wakil presiden dipilih melalui pemilihan oleh anggota MPR. Pada rejimOrde Baru pemilihan presiden seolah-olah tidak memberikan kesan yang berartibagi republik karena setiap sidang umum untuk memilih presiden dapat dipastikananggota MPR secara aklamasi memilih kembali Presiden Suharto. Pemilihanpresiden dan wakil presiden yang terjadi di Gedung DPR/MPR pada tahun1999 kembali menjadi sorotan publik masyarakat Indonesia dan internasional.Pertama kalinya anggota MPR memilih presiden dan wakil presiden melaluipemungutan suara.

Sistem pemilihan presiden dan wakil presiden yang dilakukan oleh anggotaMPR sampai tahun 1999 dinilai kurang demokratis dan tuntutan untuk pemilihanpresiden dan wakil presiden secara langsung pada saat itu semakin kuat.Akhirnya pada tahun 2001 terjadi amandemen ketiga terhadap UUD 1945,salah satu materi yang diamandemen adalah presiden dan wakil presiden dipilihdalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Akhirnya, pada tahun 2004rakyat Indonesia pertama kali memilih kepala negara secara langsung.

Pemilu presiden secara langsung ini ditujukan untuk mendapatkanpemimpin pemerintahan dan negara yang memiliki legitimasi yang kuat karenadipilih dan didukung secara langsung oleh mayoritas rakyat Indonesia. Pemilupresiden dan wakil presiden 2004 menghasilkan pemerintahan yang memilikilegitimasi yang kuat. Namun persoalan lain yang muncul adalah pemerintahterpilih tidak mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sedangdihadapi oleh bangsa. Ketidakmampuan pemerintah mengimplementasikankebijakan-kebijakan publik disebabkan karena pemilu presiden secara langsungtidak menghasilkan pemerintahan yang efektif, kuat dan stabil.

Presidensialisme – Multi Partai dan Efektivitas Pemerintah

Banyak pernyataan yang disampaikan oleh akademisi, anggota parlemen,dan pengamat politik bahwa pemerintahan di bawah kepemimpinan PresidenSusilo Bambang Yodoyono dinilai kurang atau tidak efektif dalammengimplementasikan program-program yang dihasilkan di tengah-tengahmasyarakat. Banyak ahli yang berpendapat bahwa tidak efektifnya pemerintahanSBY disebabkan karena hubungan antara lembaga kepresidenan dan lembagaparlemen tidak baik. Tidak sedikit program-program pemerintah yang harus

Sistem Multipartai, Presidensial dan Persoalan Efektivitas Pemerintah

19

Page 25: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

mendapatkan persetujuan dari parlemen mendapatkan resistensi dari DPR,bahkan ditolak oleh DPR. Dengan demikian program atau rencana kerjapemerintah tidak dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Problem efektivitas pemerintah yang dialami oleh Indonesia saat ini jugabanyak dialami negara-negara lain yang menganut sistem pemerintahanpresidensial. Mainwaring (2008) berpendapat bahwa hanya empat negarapenganut sistem presidensial yang berhasil dalam menciptakan pemerintah yangefektif dan stabil. Keempat negara tersebut adalah Amerika Serikat, CostaRica, Columbia, dan Venezuela. Sebaliknya, mayoritas negara-negara yangmenganut sistem parlementer dinilai sukses dalam hal menjaga stabilitas danefektifitas pemerintahan. Beberapa negara tersebut antara lain; Australia, Austria,Belgia, Kanada, Denmark, Jerman, Irlandia, Belanda, Inggris, Selandia Baru,Italia, dan sebagainya.

Pertanyaan berikutnya adalah mengapa kombinasi antara sistempresidensial dan sistem multi partai yang dipraktekkan di Indonesia tidakmendorong terjadinya pemerintahan yang efektif dan stabil? Penulis tidak inginmenyatakan bahwa sistem pemerintahan memiliki korelasi langsung terhadapefektivitas pemerintahan, karena terdapat bukti kalau kedua sistem pemerintahanmampu menciptakan pemerintahan yang efektif. Meskipun tidak ada hubunganyang langsung antara sistem pemerintahan dengan efektifitas pemerintah, akantetapi ada beberapa hal di dalam sistem presidensialime yang mempengaruhiefektivitas pemerintah. Dari segi menjaga stabilitas politik dan pemerintahan,Indonesia memiliki pengalaman yang berharga dan mampu menjawab bahwasistem presidensial ternyata mampu menghasilkan stabilitas politik danpemerintahan yang lebih baik jika dibandingkan dengan sistem parlemen.Pelaksanaan demokrasi parlemen pada tahun 1950an ternyata dinilai gagal didalam menciptakan stabilitas pemerintah dan politik yang akhirnya dinilai gagalmenyejahterakan rakyat Indonesia.

Salah satu alasan Amerika dengan sistem presidensial mampumenghasilkan pemerintah yang efektif karena ditopang oleh sistem dwi-partai.Sedangkan Indonesia mempraktekan sistem presidensial dan sistem multi partai.

Ada beberapa alasan mengapa sistem presidensial dan sistem multi partaikurang berhasil di dalam menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabildibandingkan dengan sistem parlementer yang dikombinasikan dengan sistemdua partai. Menurut Mainawrring (2008) terdapat beberapa alasan/kelemahan

20

Page 26: Multi Partai

sistem presidensial yang dikombinasikan dengan sistem multipartai.Pertama, karena pemilihan presiden dan parlemen diselenggarakan secara

terpisah maka kemungkinan presiden yang terpilih adalah presiden yang tidakmendapatkan dukungan mayoritas di parlemen. Hal ini terjadi di Indonesia,Presiden SBY berasal dari partai politik yang memiliki suara dan kursi yangkecil, Partai Demokrat mendapatkan suara 7,45%. Padahal di dalam sistempresidensial dukungan parlemen kepada presiden sangat berpengaruh di dalamproses pembuatan undang-undang dan pelaksanaan kebijakan dan program –program pemerintah. Semakin besar dukungan parlemen kepada presiden makaimplementasi kebijakan publik oleh pemerintah akan semakin efektif. Sebaliknyasemakin kecil dukungan parlemen maka efektifitas pemerintah di dalammengimplementasikan kebijakan-kebijakan akan semakin berkurang.

Kedua, personal presiden – termasuk kepribadian dan kapasitas–merupakan salah satu faktor yang penting. Di dalam sebuah situasi yang sulitseperti keadaan krisis ekonomi saat ini presiden dihadapkan pada pekerjaanyang sangat banyak dan rumit. Oleh karena itu presiden juga dituntut memilikikapasitas yang baik untuk menangani berbagai permasalahan yang sedangdihadapi. Selain dituntut untuk memiliki kapasitas dalam menanganipermasalahan bangsa, karena presiden membutuhkan support/dukungan dariparlemen maka presiden juga dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasidan lobby yang baik dengan parlemen. salah satu faktor kurang efektifnyapemerintahan SBY saat ini oleh beberapa kalangan dinilai disebabkan kelemahanSBY di dalam mengelola dukungan dari koalisi partai politik yang mendukungpemerintah dan lemahnya/ketidakmampuan presiden melakukan komunikasidan lobby politik dengan parlemen.

Ketiga, di dalam sebuah sistem presidensial dan multipartai membangunkoalisi partai politik untuk memenangkan pemilu adalah hal yang sangat wajardan umum terjadi. Koalisi partai politik terjadi karena untuk mendapatkandukungan mayoritas dari parlemen merupakan sesuatu yang sangat sulit. Namunmasalahnya adalah koalisi yang dibangun di dalam sistem presidensial –khususnya di Indonesia – tidak bersifat mengikat dan permanen. Partai politikyang tergabung di dalam sebuah koalisi mendukung pemerintah bisa saja menarikdukungannya. Contohnya adalah PAN sebagai partai pendukung SBY tiba-tiba menarik dukungannya ditengah perjalanan. Tidak adanya jaminan bahwakoalisi terikat untuk mendukung pemerintah sampai dengan berakhirnya masa

Sistem Multpartai, Presidensial dan Persoalan Efektivitas Pemerintah

21

Page 27: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

kerja presiden. Partai-partai politik yang tergabung di dalam koalisi cenderungmengambil keuntungan dari pemerintah. Jika kebijakan atau program yangdiambil oleh pemerintah tidak populer partai politik cenderung melakukanoposisi.

Selanjutnya koalisi partai politik yang dibangun untuk mendukung calonpresiden tidak mencerminkan dan menjamin dukungan semua anggota parlemendari masing-masing partai politik yang ada di dalam koalisi kepada presiden.Partai politik tidak mampu melakukan kontrol terhadap para anggota-anggotanya di parlemen untuk selalu mendukung pemerintah. Hal yang menarikadalah tidak sedikit anggota DPR dari partai Golkar, PPP, PKB, yang memilikiwakilnya di kabinet melakukan perlawanan terhadap program-program yangakan dilakukan oleh pemerintah yang notabene harus di dukungnya.

Di dalam sistem parlementer koalisi partai politik lebih bersifat permanendan disiplin. Koalisi partai politik dibangun atas dasar parlemen. Anggotaparlemen dari koalisi partai politik pendukung pemerintah yang tidak mendukungkebijakan pemerintah akan dikeluarkan dari parlemen. Selain ancamandikeluarkan dari keanggotan parlemen oleh partai politiknya, jika anggota tidakmendukung program-program pemerintah agar berhasil perolehan kursi partaimereka akan terancam pada pemilu berikutnya. Sehingga suksesnya pemerintahterbentuk juga mempengaruhi citra partai politik pendukungnya.

Jika koalisi parpol dalam sistem parlementer dibangun setelah pemilu,koalisi parpol dalam sistem presidensial dibangun sebelum pemilu presidendilaksanakan. Akibatnya beberapa partai politik mendukung di dalampencalonan akan tetapi tidak mendukung ketika calon tersebut terpilih. Hal inidisebabkan, misalnya, tidak terwakilinya partai tersebut di kabinet. Kalaupunterdapat perwakilan partai di kabinet, partai politik tersebut tidakbertanggungjawab atas kebijakan-kebijakan pemerintah.

Keempat adalah lemahya penegakan fatsoen politik politisi yang ada dieksekutif maupun parlemen. Tidak bisa dipungkiri bahwa terdapat beberapapolitisi di parlemen yang tidak mengindahkan etika dalam berpolitik. Beberapaanggota DPR terkesan ingin mencari popularitas di hadapan publik denganmelakukan berbagai kritikan-kritikan terhadap semua kebijakan pemerintah,tidak peduli apakah program dan kebijakan tersebut baik atau tidak bagimasyarakat. Perilaku inilah yang menyebabkan pengambilan keputusan diparlemen sulit untuk dicapai secara efektif. Sebaliknya beberapa menteri di

22

Page 28: Multi Partai

kabinet lebih menunjukkan loyalitas kepada ketua partainya dibandingkandengan kepada presiden. Atau bahkan para pembantu presiden tersebut lebihdisibukkan dengan kegiatan konsulidasi internal partai politik dibandingkandengan membantu presiden mengimplementasikan program-programpemerintah. Tidak bisa dipungkiri kabinet hasil koalisi ini sering terjadi conflictof interest karena pejabat partai politik yang ditunjuk sebagai menteri tidakmengundurkan diri dari jabatan di partai politik.

Pilihan Solusi Masalah

Kalau kita sepakat bahwa tujuan utama penataan sistem politik Indonesiaditujukan untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil maka adabeberapa alternatif jawaban yang patut dipertimbangkan oleh para pembuatkebijakan. Beberapa alternatif tersebut adalah sebagai berikut;

1. Mengubah Sistem Presidensial menjadi Sistem ParlemenSepertinya pilihan pertama ini sangat sulit, kalau tidak dibilang mustahil,

untuk dilakukan. Selain pengalaman traumatis yang pernah dialami Indonesiapada masa demokrasi parlementer, UUD 1945 secara tegas mengamanatkanbahwa sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial. Tidak mudah untukmelakukan amandemen terhadap UUD, akan memerlukan perdebatan yangpanjang dan pasti akan mendapatkan resistensi yang sangat besar. Pilihan iniadalah tidak realistik untuk dipilih.

2. Mengubah Sistem KepartaianContoh negara yang mengimplementasikan sistem presidensial yang sukses

adalah Amerika dimana sistem presidensial di dukung oleh sistem dwi – partai.Kalau bangsa Indonesia ingin berkiblat kepada Amerika di dalam menata sistempolitiknya maka sistem multipartai haruslah diubah menjadi sistem dwi – partai.Tawaran solusi ini sepertinya juga sulit untuk direalisasikan karena akan melawanarus demokrasi. Masyarakat Indonesia yang sifatnya plural tidak akan bisadirepresentasikan oleh dua partai politik saja.

3. Mengurangi Jumlah Partai PolitikJumlah partai politik yang terlalu banyak juga merupakan salah satu faktor

penyumbang tidak efektifnya sistem pemerintah di Indonesia. Banyaknya partaipolitik yang ikut dalam pemilu menyebabkan koalisi yang dibangun untukmencalonkan presiden dan wakil presiden terlalu “gemuk” karena melibatkan

Sistem Multipartai, Presidensial dan Persoalan Efektivitas Pemerintah

23

Page 29: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

banyak parpol. Gemuknya koalisi ini mengakibatkan pemerintahan hasil koalisitidak dapat berjalan efektif karena harus mempertimbangkan banyakkepentingan. Jika saja partai politik yang ikut serta pemilu tidak banyak, makakoalisi parpol yang dibangun juga tidak akan menjadi “gemuk”. Presiden terpilihidealnya berasal dari koalisi yang sekurang-kurangnya mendapatkan dukunganparlemen 50% dari jumlah kursi DPR dan jumlah partai yang ikut berkoalisitidak banyak, cukup dua atau tiga partai saja.

Usulan solusi ini lebih moderat jika dibandingkan dengan pilihan 1 dan 2karena masih mempertahankan sistem presidensial dan sistem multi partai.Hanya saja jumlah partai di Indonesia yang terlalu banyak ini perludisederhanakan. Penyederhanaan partai politik sebenarnya sudah dilakukansejak pemilu 1999 dengan mengimplementasikan ambang batas bagi partaipolitik untuk ikut serta dalam pemilu berikutnya (Electoral Threshold) danambang batas bagi partai politik untuk mengirimkan wakilnya di parlemen(Parliamentary Threshold) – akan diberlakukan pada pemilu 2009.

4. Menyelenggarakan Pemilu Presiden dan Legislatif secaraBersama-sama (Concurrent Elections)

Beberapa pengamat politik berpendapat penyelenggaraan pemilu legislatifdan presiden secara bersama-sama, concurrent elections, akan menciptakanpemerintahan yang efektif. Dengan concurrent elections presiden terpilih akanmendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat dan mendapatkan dukungan yangkuat dari parlemen. Di dalam masyarakat/negara yang menganggap pemilihanpresiden lebih penting dibandingkan pemilihan legislatif, pemilih akan cenderungmemilih partai poltitik yang mencalonkan presiden yang didukungnya. Akibatnyapartai politik yang mendukung calon presiden terpilih akan memiliki peluangbesar untuk memenangkan pemilu legislatif. Dengan demikan mayoritas anggotaparlemen berasal dari partai tersebut.

Solusi yang ditawarkan

Alternatif solusi ketiga, mengurangi jumlah partai dan dibarengi dengankoalisi partai yang disiplin dan mengikat, adalah solusi yang paling memungkinkandalam konteks Indonesia. Berapa jumlah partai politik yang efektif dan idealbagi bangsa Indonesia yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Beberapa pengamatmengatakan bahwa masyarakat Indonesia cukup diwakili oleh 5 partai politik

24

Page 30: Multi Partai

saja. Sedangkan berdasarkan survey yang pernah diselenggarakan oleh salahsatu lembaga survey jumlah partai politik yang dikehendaki oleh publik adalah5 - 7 partai.

Lantas mekanisme seperti apa yang diperlukan untuk mengurangi jumlahpartai politik yang ada? Ada beberapa mekanisme yang bisa diberlakukan untukmelakukan penyederhanaan partai. Beberapa mekanisme telah dipraktekanoleh bangsa kita. Pertama adalah melakukan restrukturisasi seperti yangdilakukan Presiden Suharto pada tahun 1974. Kedua, memberlakukan ambangbatas (threshold). ET diberlakukan pada pemilu 2004 dan 2009. sedangkanPT diberlakukan pada pemilu 2009. ET ternyata tidak efektif untukmenyederhanakan partai politik karena para pemimpin partai yang tidak lolosET bisa mendirikan partai baru untuk ikut pemilu berikutnya. Sehingga meskipundengan menaikkan angka persentasi ET tetap saja tidak akan mengurangi jumlahpartai politik peserta pemilu. Yang efektif adalah meningkatkan angka persentasiPT. PT lebih efektif mengurangi jumlah partai politik peserta pemilu karenajelas “punishment” nya. Partai politik yang tidak mampu mencapai ambangbatas yang telah ditetapkan tidak diperbolehkan untuk mengirimkan wakilnyadi parlemen. di beberapa negara memiliki angka persentase yang berbeda-beda. Di Jerman ambang batasnya adalah 5%, sedangkan di Turki sebesar10%. Dengan ambang batas 10% Turki hanya memiliki 3 atau 4 partai politikyang memiliki wakilnya di parlemen.

Ketiga adalah dengan memperkecil alokasi kursi di masing-masing daerahpemilihan (district magnitude). Semakin kecil alokasi kursi di setiap DP makapeluang partai untuk mendapatkan kursi semakin kecil. Hanya partai-partaibesar saja yang berpeluang mendapatkan kursi. Sedangkan partai kecil danmenengah akan kehilangan peluang untuk memenangkan persaingan. Dengandemikian pengecilan alokasi kursi tersebut merupakan alat untuk menyeleksipartai politik yang benar-benar mendapat dukungan dari publik. Partai politikyang tidak mendapatkan suara signifikan secara alami didorong untukmelakukan koalisi dengan partai lain atau akan mati karena tidak mendapatkansuara dan kursi di parlemen.

Dua mekanisme penyederhanaan partai politik yang terakhir – menaikanambang batas dan memperkecil district magnitude - tersebut tentu akan lebihefektif kalau keduanya dilaksanakan secara berbarengan. Dua metode terakhirakan lebih diterima dibandingkan dengan metode yang pertama.

Sistem Multipartai, Presidensial dan Persoalan Efektivitas Pemerintah

25

Page 31: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Dengan terciptanya sistem kepartaian yang lebih sederhana maka akanmendorong koalisi partai politik yang lebih ramping, disiplin dan mengikat.Bagaimana mekanisme untuk mendorong agar supaya partai politik membangunkoalisi yang disiplin dan mengikat? Tentu yang pertama adalah memperbaikidisiplin internal partai politik masing-masing. Partai politik harus mampumengontrol anggota-anggotanya di parlemen untuk mengikuti kebijakanpartainya dalam mendukung pemerintahan. Jika perlu, partai politik memberikansanksi tegas kepada anggotanya di parlemen yang tidak mendukung programdan kebijakan pemerintah. Kedua, fatsoen politik harus ditegakkan. Para politisiyang ada di DPR dan kabinet harus sejalan dan seiring dengan program dankebijakan presiden. Pejabat partai politik yang dipilih di kabinet seharusnyamengundurkan diri dari jabatan di masing-masing partai untuk mengurangiconflict of interest. Ketiga, partai-partai politik di dalam koalisi harusberkomitmen kuat untuk terus mendukung sampai dengan pemilu presidenberikutnya.

Kesimpulan

Faktor personalitas presiden dan wakil presiden berpengaruh dalammenciptakan efektivitas dan stabilitas pemerintahan. Persoalan efektivitaspemerintahan di Indonesia saat ini lebih disebabkan oleh karena disharmonihubungan antara lembaga kepresidenan dengan parlemen. faktor kemampuanberkomunikasi, lobby, dan menjaga dan mempertahankan dukungan dariparlemen oleh presiden sangat penting dalam menciptakan pemerintah yangefektif dan stabil.

Meskipun demikian permasalahan efektifitas dan stabilitas pemerintahdi Indonesia tidak saja dipengaruhi oleh personalitas pejabat presiden dan wakilpresiden saja. Efektivitas dan stabilitas pemerintah juga dipengaruhi oleh sistempemerintahan dan sistem kepartaian yang dilaksanakan. Sistem presidensialdan sistem multipartai dengan jumlah partai yang terlalu banyak ternyatamerupakan faktor lain yang krusial. Observasi dan kajian yang dilakukan olehMainwaring (2008) menunujukkan bahwa sistem presidensial yangdikombinasikan dengan sistem multi partai yang dilaksanakan di beberapa negaragagal untuk menciptakan pemerintahan yang ideal. Amerika Serikat berhasilmenciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil karena menggunakankombinasi sistem presidensial dan dwi – partai.

26

Page 32: Multi Partai

Di Indonesia dengan masyarakat yang sangat heterogen tidak mungkinakan dibawa menuju sistem dwi – partai. Maka solusi yang ditawarkan adalahjalan tengah antara kombinasi sistem presidensial dengan multipartai yangsederhana. Multi sistem partai yang sederhana harus didukung oleh koalisi partaiyang ramping, disiplin dan mengikat.

Untuk menyederhanakan partai politik yang ada di Indonesia terdapatdua mekanisme yang dapat diimplementasikan secara bersamaan yaitumeningkatkan ambang batas (PT) dan memperkecil district magnitude.

Sistem Multipartai, Presidensial dan Persoalan Efektivitas Pemerintah

27

Page 33: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

DAFTAR PUSTAKA

Blau Adrian, The Effective Number of Parties at Four Scales, Sage PublicationVol. 14 No. 2, 2008.

Bardi, Luciano and Mair, Peter, The Parameters of Party Sistem, Sage PublicationVol. 14 No. 2, 2008.

Heywood, Andrew, Politics, Palgrave Foundations, Second Edition, New York,2002.

Mainwaring, Scott, Presidensialism, Multy Party Systems, and Democracy :The Difficult Equation, Working Paper 144 – September 1990.

Mellaz, August, Keserentakan Pemilu dan Penyederhanaan Kepartaian,Position Paper yang tidak dipublikasikan.

NIMD, Buku Pegangan Pengembangan Institusional : Suatu KerangkaKerja Pengembangan Partai Politik yang Demokratis, NIMD, DenHaag, 2006.

UUD 1945 Hasil Amandemen, Sinar Grafika, Cetakan Pertama, 2002.

28

Page 34: Multi Partai

PERAN PARTAI POLITIKDALAM PENYELENGGARAAN PEMILU

YANG ASPIRATIF DAN DEMOKRATIS

Oleh: Dr. Wicipto Setiadi, S.H.,M.H.1

A. Pendahuluan

Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik adalahpemilihan umum (Pemilu). Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untukikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau kepemimpinan daerahdalam periode tertentu. Ketika demokrasi mendapat perhatian yang luas darimasyarakat dunia, penyelenggaraan Pemilu yang demokratis menjadi syaratpenting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara. Pemilu memilikifungsi utama untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekatikehendak rakyat. Oleh karena itu, Pemilu merupakan salah satu sarana legitimasikekuasaan.

Pemilu dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila memenuhibeberapa persyaratan. Pertama, Pemilu harus bersifat kompetitif, dalam artianpeserta Pemilu harus bebas dan otonom. Kedua, Pemilu yang diselenggarakansecara berkala, dalam artian Pemilu harus diselenggarakan secara teratur denganjarak waktu yang jelas. Ketiga, Pemilu harus inklusif, artinya semua kelompokmasyarakat harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam Pemilu.Tidak ada satu pun kelompok yang diperlakukan secara diskriminatif dalamproses Pemilu. Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untukmempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasanabebas, tidak di bawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas.Kelima, penyelenggara Pemilu yang tidak memihak dan independen.

Dalam kedudukannya sebagai pilar demokrasi, peran partai politik dalamsistem perpolitikan nasional merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasionaldan kepemimpinan daerah. Pengalaman dalam rangkaian penyelenggaraanseleksi kepemimpinan nasional dan kepemimpinan daerah melalui Pemilu

1 Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, Ditjen Peraturan Perundang-undangan,Departemen Hukum dan HAM. Memperoleh gelar S1 (SH) dari Fakultas Hukum Universitas GajahMada, Yogyakarta, S2 (Magister Hukum) dari Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung,dan S3 (Doktor Ilmu Hukum) dari Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

29

Page 35: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

membuktikan keberhasilan partai politik sebagai pilar demokrasi.Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2004 dinilai cukup berhasil oleh banyakkalangan, termasuk kalangan internasional. Dengan gambaran ini dapatdikatakan bahwa sistem perpolitikan nasional dipandang mulai sejalan denganpenataan kehidupan berbangsa dan bernegara yang di dalamnya mencakuppenataan partai politik.

Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagisistem perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesiayang dinamis dan sedang berubah. Jika kapasitas dan kinerja partai politikdapat ditingkatkan, maka hal ini akan berpengaruh besar terhadap peningkatankualitas demokrasi dan kinerja sistem politik. Oleh karena itu, peran partai politikperlu ditingkatkan kapasitas, kualitas, dan kinerjanya agar dapat mewujudkanaspirasi dan kehendak rakyat dan meningkatkan kualitas demokrasi.

Pada saat ini sedang dirampungkan 5 (lima) paket Undang-Undang dibidang politik untuk menyongsong Pemilu Tahun 2009. Dari 5 (lima) paketUndang-Undang tersebut, baru berhasil diselesaikan 3 (tiga) undang-undang,yaitu:1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu

(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran NegaraNomor 4721);

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (LembaranNegara Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor4801); dan

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum AnggotaDewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 51,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4836).

Sisanya, yaitu:1. Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; dan2. Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanDaerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

akan segera dibahas di DPR pada masa sidang berikutnya.

30

Page 36: Multi Partai

B. Pemilu Demokratis

Pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkanpemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD NegaraRI Tahun 1945, dimaksudkan untuk memilih presiden dan wakil presiden,anggota DPR, DPD, DPRD, serta kepala daerah dan wakil kepala daerahyang mampu mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan dapat menyerap sertamemperjuangkan aspirasi rakyat sesuai dengan tuntutan perkembangankehidupan berbangsa dan bernegara.

Terselenggaranya Pemilu secara demokratis menjadi dambaan setiapwarga negara Indonesia. Pelaksanaan Pemilu dikatakan berjalan secarademokratis apabila setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilihdapat menyalurkan pilihannya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,dan adil. Setiap pemilih hanya menggunakan hak pilihnya satu kali danmempunyai nilai yang sama, yaitu satu suara. Hal ini yang sering disebut denganprinsip one person, one vote, one value (opovov).

Yang dimaksud dengan Pemilu yang bersifat langsung adalah rakyatsebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuaidengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara. Warga negara yang memenuhipersyaratan sebagai pemilih berhak mengikuti Pemilu dan memberikan suaranyasecara langsung. Sedangkan Pemilu yang bersifat umum mengandung maknaterjaminnya kesempatan yang sama bagi semua warga negara, tanpadiskriminasi. Pemilu yang bersifat bebas berarti bahwa setiap warga negarayang berhak memilih bebas untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan danpaksaan dari siapa pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negaradijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hatinurani dan kepentingannya. Pemilu yang bersifat rahasia berarti bahwa dalammemberikan suaranya, pemilih dijamin pilihannya tidak akan diketahui oleh pihakmana pun dan dengan jalan apa pun.

Selanjutnya, Pemilu diselenggarakan oleh penyelenggara Pemilu yangmempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas yang dilaksanakan secaralebih berkualitas, sistematis, legitimate, dan akuntabel dengan partisipasimasyarakat seluas-luasnya. Penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, pesertaPemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, dan semua pihak yangterkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama dan

Peran Partai Politik Dalam Penyelenggaraan Pemilu Yang Aspiratif dan Demokratis

31

Page 37: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

bebas dari kecurangan atau perlakuan yang tidak adil dari pihak mana pun.Pemilu harus dilaksanakan secara lebih berkualitas agar lebih menjaminkompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebihtinggi, dan memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.

C. Sistem Kepartaian Sederhana

Sistem presidensial di Indonesia hingga saat ini belum dapat mewujudkansecara penuh pemerintahan yang kuat dan efektif. Dalam rangka menciptakanpemerintahan yang kuat, stabil, dan efektif perlu didukung pula oleh sistemkepartaian yang sederhana. Dengan sistem kepartaian sederhana akan dapatdihasilkan tingkat fragmentasi yang relatif rendah di parlemen, yang pada gilirannyadapat tercipta pengambilan keputusan yang tidak berlarut-larut. Jumlah partaiyang terlalu banyak akan menimbulkan dilema bagi demokrasi, karenabanyaknya partai politik peserta Pemilu akan berakibat sulitnya tercapaipemenang mayoritas. Di sisi lain, ketiadaan partai politik yang mampu menguasaimayoritas di parlemen merupakan kendala bagi terciptanya stabilitaspemerintahan dan politik.

Seperti kita ketahui bersama, praktik yang sekarang terjadi adalahketiadaan koalisi besar yang permanen, sehingga setiap pengambilan keputusanoleh pemerintah hampir selalu mendapat hambatan dan tantangan dari parlemen.Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah mendorong terbentuknya koalisipartai politik yang permanen, baik yang mendukung pemerintahan maupunkoalisi partai politik dalam bentuk yang lain. Hal ini diperlukan sebagai upayaagar bisa tetap sejalan dengan prinsip check and balances dari sistem presidensial.

Munculnya banyak partai politik selama ini dikarenakan persyaratanpembentukan partai politik yang cenderung sangat longgar. Selain itu, penyederhanaansistem kepartaian juga terkendala oleh belum terlembaganya sistem gabunganpartai politik (koalisi) yang terbangun di parlemen atau pada saat pencalonanpresiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, serta bupati/walikotadan wakil bupati/wakil walikota. Pada Pemilu presiden Tahun 2004 dan terpilihnyabeberapa kepala daerah dan wakil kepala daerah baru-baru ini, gabungan partaipolitik (koalisi) sebetulnya sudah dilaksanakan. Namun, gabungan (koalisi)tersebut lebih bersifat instan, lebih berdasarkan pada kepentingan politik jangkapendek dan belum berdasarkan pada platform dan program politik yangdisepakati bersama untuk jangka waktu tertentu dan bersifat permanen.

32

Page 38: Multi Partai

Secara teori ada keterkaitan yang erat antara upaya penataan sistempolitik yang demokratis dengan sistem pemerintahan yang kuat dan efektif.Dalam masa transisi politik, pemahaman terhadap hubungan antara kedua prosesitu menjadi sangat penting. Karena keterbatasan waktu dan tenaga, seringkalipenataan elemen sistem politik dan pemerintahan dilakukan secara terpisah.Logika yang digunakan seringkali berbeda satu dengan yang lainnya. Dalamrealitas, semua elemen tersebut akan digunakan dan menimbulkan kemungkinankomplikasi satu dengan lainnya.

Berdasarkan pengalaman, ada hubungan yang relatif konsisten antarasistem kepartaian dengan sistem presidensial. Multipartai, terutama yang bersifatterfragmentasi, menyebabkan implikasi deadlock dan immobilism bagi sistempresidensial murni. Alasannya adalah bahwa presiden akan mengalami kesulitanuntuk memperoleh dukungan yang stabil dari legislatif sehingga upayamewujudkan kebijakan akan mengalami kesulitan. Pada saat yang sama partaipolitik dan gabungan partai politik yang mengantarkan presiden untukmemenangkan Pemilu tidak dapat dipertahankan untuk menjadi koalisipemerintahan. Tidak ada mekanisme yang dapat mengikatnya. Alasan lain adalahbahwa komitmen anggota parlemen terhadap kesepakatan yang dibuat pimpinanpartai politik jarang bisa dipertahankan. Dengan kata lain, tidak adanya disiplinpartai politik membuat dukungan terhadap presiden menjadi sangat tidak pasti.Perubahan dukungan dari pimpinan partai politik juga ditentukan oleh perubahankontekstual dari konstelasi politik yang ada.

Tawaran yang diberikan untuk memperkuat sistem presidensial agarmampu menjalankan pemerintahan dengan baik adalah denganmenyederhanakan jumlah partai politik. Jumlah partai politik yang lebihsederhana (efektif) akan mempersedikit jumlah veto dan biaya transaksi politik.Perdebatan yang terjadi diharapkan menjadi lebih fokus dan berkualitas. Publikjuga akan mudah diinformasikan baik tentang keberadaan konstelasi partaipolitik maupun pilihan kebijakan bila jumlah kekuatan politik lebih sederhana.

D. Pelembagaan Partai Politik

Problematik lain, partai politik di Indonesia dewasa ini belum terlembagasebagai organisasi moderen. Yang dimaksud dengan pelembagaan partai politikadalah proses pemantapan sikap dan perilaku partai politik yang terpola atausistemik sehingga terbentuk suatu budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip

Peran Partai Politik Dalam Penyelenggaraan Pemilu Yang Aspiratif dan Demokratis

33

Page 39: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

dasar sistem demokrasi. Dalam konteks pembangunan politik, yang terpentingbukanlah jumlah partai politik yang ada, melainkan sejauh mana kekokohandan adaptabilitas sistem kepartaian yang berlangsung. Sistem kepartaian disebutkokoh dan adaptabel, apabila partai politik mampu menyerap dan menyatukansemua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudutpandang ini, jumlah partai politik hanya akan menjadi penting bila iamempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaanyang diperlukan guna menampung partisipasi politik.

Sistem kepartaian yang kokoh sekurang-kurangnya harus memiliki duakapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai politik,sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dankekerasan. Kedua, mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompokyang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekananyang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yangkuat menyediakan organisasi partai politik yang mengakar dan prosedur yangmelembaga guna mengasimilasikan kelompok baru ke dalam sistem politik.

Penguatan partai politik di Indonesia dapat dilakukan pada 3 level, yaitu:level akar rumput, level pusat, dan level pemerintahan. Pada level akar rumput,partai politik menghadapi konteks lokal, partai politik lokal, pendukung, sertamasyarakat pemilih. Pada level pusat, partai politik menghadapi konteksnasional, partai-partai lain, dan negara. Pada level pemerintahan, partai politikmenghadapi konteks dalam pemerintahan, fraksi-fraksi lain, komisi, dan negara.

Penguatan partai politik pada level akar rumput merupakan ujung tombakpartai, merekalah yang secara langsung bersentuhan dengan basis sosial partaidan masyarakat secara umum. Pengelolaan partai politik pada akar rumput inipada akhirnya akan menentukan kuat atau lemahnya dukungan terhadap partai.Persoalan memelihara loyalitas pendukung menjadi problema utama bagi partaipolitik di akar rumput. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa perananpartai di akar rumput saat ini lebih banyak diambil oleh organisasi masyarakatsipil dan media massa. Penguatan juga harus dilakukan pada level partai dipusat. Partai di pusat bukan hanya menjadi payung bagi aktivitas partai padalevel pemerintahan, tetapi juga menjadi pendukung aktivitas pekerja partai dankoordinator berbagai kepentingan. Apa pun kebijakan yang diambil harusdikomunikasikan kepada partai politik pada level akar rumput dan pada partaipolitik di pemerintahan. Peran partai politik dalam penyelenggaraan

34

Page 40: Multi Partai

pemerintahan yang diraih oleh partai politik kemudian harus ditransformasikandalam berbagai kebijakan dengan mengedepankan kepentingan rakyat.

Pelembagaan partai politik biasa dilakukan melalui penguatan 4 (empat)komponen kunci, yakni, pengakaran partai (party rooting), legitimasi partai(party legitimacy), aturan dan regulasi (rule and regulation), dan daya saingpartai (competitiveness). Pengakaran partai politik dimaksudkan agar partaiterikat secara organik dengan masyarakat, khususnya dengan konstituennya.Dengan ini partai politik dapat secara kontinyu menjalankan fungsi-fungsinyayang terhubung secara langsung dengan masyarakat, seperti pendidikan politik,sosialisasi dan komunikasi politik dan juga agregasi kepentingan yang lebih luas.

Selanjutnya, pelembagaan kepartaian bisa juga dilakukan dengan menataaturan dan regulasi (rule and regulation) dalam partai politik. Maksudnyaadalah penguatan partai politik dengan menciptakan kejelasan struktur danaturan kelembagaan dalam berbagai aktivitas partai baik di pemerintahan, internalorganisasi, maupun akar rumput. Dengan adanya aturan main yang jelas dandisepakati oleh sebagian besar anggota, dapat dicegah upaya untuk manipulasioleh individu atau kelompok tertentu bagi kepentingan-kepentingan jangkapendek yang merusak partai. Kemudian, dalam perbaikan terhadap strukturdan aturan, dapat dilekatkan berbagai nilai demokrasi dalam pengelolaan partai.

Pelembagaan partai politik juga dilakukan dengan menguatkan daya saingpartai yakni yang berkaitan dengan kapasitas atau tingkat kompetensi partaiuntuk berkompetisi dengan partai politik lain dalam arena Pemilu maupunkebijakan publik. Daya saing yang tinggi dari partai politik ditunjukkan olehkapasitasnya dalam mewarnai kehidupan politik yang didasari pada programdan ideologi partai sebagai arah perjuangan partai. Secara teoretik, daya saingpartai berarti kapasitasnya untuk memperjuangkan program yang telah disusun.Partai politik yang demikian seringkali dianggap memiliki identitas partaiprogramatik.

Dengan demikian, secara keseluruhan pelembagaan partai dapat dilihatdari seberapa partai memperkuat dirinya dalam hal pengakaran, penguatanlegitimasi, pembuatan aturan main, dan peningkatan daya saing.

E. Fungsi Partai Politik

Persoalan lain yang dihadapi sistem kepartaian adalah belum berjalannyasecara maksimal fungsi yang dimiliki oleh partai politik, baik fungsi partai politik

Peran Partai Politik Dalam Penyelenggaraan Pemilu Yang Aspiratif dan Demokratis

35

Page 41: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

terhadap negara maupun fungsi partai politik terhadap rakyat. Fungsi partaipolitik terhadap negara antara lain adalah menciptakan pemerintahan yang efektifdan adanya partisipasi politik terhadap pemerintahan yang berkuasa. Sedangkanfungsi partai politik terhadap rakyat antara lain adalah memperjuangkankepentingan, aspirasi, dan nilai-nilai pada masyarakat serta memberikanperlindungan dan rasa aman. Kebanyakan partai politik pada saat ini belumsepenuhnya memberikan pendidikan politik dan melakukan pengkaderan sertarekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan keder-kader pemimpin yangmemiliki kemampuan di bidang politik.

Sistem kepartaian yang ada juga masih menghadapi derajat kesistemanyang rendah serta kurang mengakar dalam masyarakat, struktur organisasi partaiyang tidak stabil yang tidak mengacu pada AD/ART, dan citra partai di matapublik yang masih relatif buruk. Selain itu, partai politik yang ada pada umumnyacenderung mengarah pada tipe partai politik kharismatik dan klientelistikketimbang partai programatik.

Lemahnya pelembagaan partai politik di Indonesia, terutama disebabkanoleh belum munculnya pola partai kader. Partai politik cenderung membangunpartai massa yang memiliki ciri-ciri: meningkatnya aktivitas hanya menjelangPemilu, menganut sistem keanggotaan yang amat longgar, belum memiliki sistemseleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta belum mengembangkansistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat.

Kelemahan yang mencolok partai politik yang berorientasi pada massaadalah kurang intensif dan efektifnya kerja partai. Sepanjang tahun sebagianbesar kantor partai politik hampir tidak memiliki agenda kegiatan yang berarti.Hal ini ditandai dengan tidak dimilikinya rencana kerja partai yang bersifat jangkapanjang, menegah dan jangka pendek. Partai politik semestinya merupakansuatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,nilai-nilai, serta cita-cita yang sama, dan yang mempunyai visi, misi, programdan tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan politikitu memperjuangkan kepentingan rakyat. Sebagai akibatnya, partai politik tidakmemiliki program yang jelas dalam melakukan pendidikan politik kepadamasyarakat, melakukan artikulasi dan agregasi kepentingan, belum dapatmembangun sosialisasi politik dan komunikasi politik untuk menjembatani rakyatdengan pemerintah.

36

Page 42: Multi Partai

Partai politik semacam ini hanya berorientasi pada perolehan dukungansuara di daerah pemilihannya dalam rangka memperoleh kekuasaan tanpamemperhatikan kepentingan dan pemenuhan hak konstituennya. Hal ini yangmembuat partai gagal dalam mengembangkan dan mempertahankankepercayaan masyarakat. Dalam kondisi krisis kepercayaan masyarakatterhadap partai politik yang berakibatkan pada penurunan dukungan masyarakatterhadap perolehan suara, hal ini dapat menimbulkan frustasi bagi kader danpengurus partai. Kondisi ini akan berakibat kader dan pengurus partai yangberdedikasi tinggi sekaligus memiliki karakter, dengan mudah mengubah garispolitiknya.

Bertolak dari sistem rekrutmen dan ketidakjelasan program kerja danorientasi partai, pemenuhan hak dan kewajiban yang terabaikan, rendahnyakepercayaan masyarakat, kepemimpinan partai yang kurang responsif daninovatif sehingga menimbulkan sejumlah problematik dan konflik yang seringtidak terselesaikan oleh internal partai. Konflik yang tidak terselesaikan tersebutdisebabkan oleh terbatasnya pengaturan penyelesaian konflik yang dilakukanmelalui prinsip musyawarah mufakat internal partai, maupun penyelesaian konflik/perselisihan yang dilakukan melalui pengadilan. Tambahan lagi, tidak adanyakesadaran para pengurus untuk segera menyelesaikan konflik dan masing-masingmau menangnya sendiri akan mengakibatkan semakin berlarut-larutnya konfliktersebut.

Faktor lain yang menyebabkan lemahnya pelembagaan sistem kepartaianadalah belum ada pengaturan yang dapat dijadikan pedoman untukmembekukan kepengurusan partai politik, baik untuk kepengurusan tingkatpusat, tingkat provinsi, maupun tingkat kabupaten/kota. Problem lain yangdihadapi adalah upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalamkepengurusan partai politik sekalipun masih menemukan kendala kultural danstruktural.

F. Kemandirian Partai Politik

Problematik lain yang dijumpai adalah gejala belum adanya kemandirianpartai politik yang terkait dengan pendanaan yang tidak memadai di luar iurananggota dan subsidi negara. Iuran anggota pada sebagian besar partai politikrelatif tidak berjalan karena partai umumnya bersifat massa dan juga lemahnyamekanisme hadiah dan ganjaran di dalam internal partai. Hal ini mengakibatkan

Peran Partai Politik Dalam Penyelenggaraan Pemilu Yang Aspiratif dan Demokratis

37

Page 43: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

partai politik senantiasa tergantung atau berharap pada sumbangan daripemerintah dan pihak lain baik pribadi atau perusahaan. Akibatnya, partai politiksibuk mencari tambahan dana partai sedangkan pada saat yang bersamaanpartai politik harus memperjuangkan kepentingan rakyat.

Selain itu, mekanisme pengelolaan keuangan yang tidak didasarkan padaperencanaan dan penganggaran, pengakuntansian dan pelaporan yang baik,mengakibatkan tidak terwujudnya laporan pertanggungjawaban keuangan partaiyang transparan, akuntabel dan auditable. Hal ini mendorong rendahnya tingkatkepercayaan anggota dan masyarakat terhadap partai politik dalam mengelolakeuangan dan kekayaannya.

G. Pembentukan Partai Politik

Hal lain yang turut serta menyokong lemahnya pelembagaan partai politikadalah longgarnya syarat bagi pembentukan partai politik. UU Nomor 2 Tahun2008 tentang Partai Politik menentukan bahwa “Partai politik didirikan dandibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) orang warga negara RepublikIndonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akte notaris”.Dari ketentuan itu terlihat bahwa pendirian atau pembentukan partai politikmudah dilakukan karena cukup mengumpulkan 50 (lima puluh) orang, sehinggamendorong setiap orang atau kelompok orang untuk mendirikan partai politik.Oleh karena itu, di masa depan perlu diupayakan adanya kenaikan jumlahwarga negara yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun untuk mendirikanpartai politik paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) orang.

Hampir sebagian besar partai politik menghadapi masalah sentralisasiyang terlalu kuat dalam organisasi partai, antara lain ditandai oleh sentralisasidalam pengambilan keputusan di tingkat pengurus pusat (DPP) dan pemimpinpartai. Hal ini membuat kepengurusan partai politk di daerah sering kali tidakmenikmati otonomi politik dan harus rela menghadapi berbagai bentuk intervensidari pengurus pusat partai. Dalam kaitan ini, penyempurnaan sistem kepartaiandalam rangka mendukung penguatan sistem pemerintahan presidensial dansistem perwakilan, perlu diatur ketentuan yang mengarah pada terbentuknyasistem multipartai sederhana, terciptanya pelembagaan partai yang efektif dankredibel, terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel,dan penguatan basis dan struktur kepartaian.

38

Page 44: Multi Partai

H. Kesimpulan

Wilayah negara Indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang besardan menyebar di seluruh nusantara serta memiliki kompleksitas nasional menuntutpenyelenggara Pemilu yang profesional dan memiliki kredibilitas yang dapatdipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk lebihmeningkatkan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasipenyelenggaraan Pemilu.

Perlu dilakukan upaya untuk mengakomodasi dinamika danperkembangan masyarakat yang menuntut peran partai politik dalam kehidupanberbangsa dan bernegara serta tuntutan mewujudkan partai politik sebagaiorganisasi yang bersifat nasional dan modern. Upaya tersebut antara lain dapatditempuh melalui pendidikan politik dengan memperhatikan keadilan dankesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan hakdan kewajiban, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif warga negara, sertameningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa danbernegara.

Agar tercipta derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan mempunyaiderajat keterwakilan yang lebih tinggi, serta memiliki mekanismepertanggungjawaban yang jelas, maka penyelenggaraan Pemilu harusdilaksanakan secara lebih berkualitas dari waktu ke waktu. Oleh karena itu,perlu diupayakan perubahan untuk memperkuat lembaga perwakilan rakyatmelalui langkah untuk mewujudkan sistem multipartai sederhana yang selanjutnyaakan menguatkan pula sistem pemerintahan presidensial sebagaimanadimaksudkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

Peran Partai Politik Dalam Penyelenggaraan Pemilu Yang Aspiratif dan Demokratis

39

Page 45: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

PEMAHAMAN ATAS MULTIPARTAIPERKEMBANGAN MASYARAKAT DAN

POLITIK HUKUM1

Oleh: Prof. Dr. Jeane Neltje Saly, S.H.,M.H.

A. PengantarMultipartai yang merupakan wadah untuk mengeluarkan pendapat

setelah reformasi sampai saat ini, bahkan pernah ada di negara kita setelahkemerdekaan, mengalami pasang surut dalam keberadaannya. Ada yangmengatakan multipartai bermanfaat untuk membangun demokrasi dalamkehidupan berbangsa, dan ada yang beranggapan bahwa multipartai belumsaatnya dilaksanakan di Indonesia. Para pengamat politik beranggapan bahwakeberadaan partai setelah kemerdekaan tidak dapat menyelesaikan masalahsehingga dibubarkan, bahkan ada pula yang mengatakan bahwa membangunpartai-partai adalah kesalahan besar.2 Dan dari pihak anggota masyarakatkurang berminat memanfaatkan suaranya. Hal itu dapat dilihat dalampemberitaan di media masa tentang penggunaan hak suara di wilayah JawaBarat, misalnya Depok dalam rangka pemilihan Gubernur. Wilayah Depok hanyamenggunakan suara yang sangat minim dibandingkan dengan jumlahpenduduknya.3

Sejak reformasi sampai saat ini, dalam jangka waktu 9 (sembilan) tahun,hukum (peraturan perundang-undangan) yang mengatur kegiatan politikmengalami 3 (tiga) kali perubahan. Hal itu disebabkan perkembangan kebutuhanmasyarakat menimbulkan keragaman pandangan. Undang-Undang Nomor 2Tahun 1999 tentang Partai Politik (UU No. 2 Tahun 1999 tentang Parpol)hanya berlaku dalam jangka waktu yang singkat, 2 (dua) tahun, diganti denganUndang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (UU No.31Tahun 2002 tentang Parpol) karena dianggap multipartai yang sederhana lebihefisien dan sehat dalam proses pemilihan umum. Berlakunya UU ini hanya 6

1 Prof. Dr. Jeane N Saly. Paper berisi kumpulan pandangan Penulis dalam beberapa Artikel danpemaparan dalam seminar-seminar, baik dengan pihak asing maupun pihak nasional tentang FungsiHukum, Politik Hukum, dan Negara Berkembang, Jakarta, 24 April 2008.2 Makmur Makka, Demokrasi Pasar, http://www.xs4all.nl/~peace/pubind/mb/multipar.html, 14/06/2005, Last Update: 07/07/2005.3 Kompas, Sinar Harapan, dan Media elektronik, awal April 2008.

40

Page 46: Multi Partai

(enam) tahun diganti dengan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UUNo. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik), karena dipandang perlu menampungkebutuhan masyarakat majemuk yang beragam yang menuntut peningkatanperan, fungsi dan tanggung jawab partai politik dalam kehidupan demokrasisecara konstitusional.

Perwujudan tujuan yang ingin dicapai masih mengalami kendala. Asasdemokrasi mengeluarkan pendapat/suara ternyata masih belum dipahami olehmasyarakat. Para pengamat politik, antara lain Grafita,4 mengatakan bahwabelum saatnya prinsip demokrasi diterapkan pada pemilihan umum. Hal inidisebabkan keadaan masyarakat Indonesia yang tidak setara dalam bidangpendidikan, berakibat tidak dapat menilai kompetensi seorang pemimpin yangakan menjadi leader.

B. Permasalahan1 Bagaimana dinamika hukum partai politik dan pengaruhnya terhadap bidang

lain dalam kehidupan berbangsa sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun2008 tentang Partai Politik?

2 Bagaimana pelaksanaan politik hukum dan kendalanya dalam memenuhikebutuhan multipartai masyarakat Indonesia yang heterogen?

C. Pembahasan1. Dinamika Hukum Partai Politik dan Pengaruhnya Terhadap Bidang

lain Dalam Pembangunan NegaraPara pakar mengatakan, antara lain Bagir Manan,5 bahwa hukum saling

mempengaruhi dalam diri hukum itu sendiri tetapi juga pada bidang-bidang laindi luar hukum. Kegiatan parpol yang ditentukan dalam hukum/peraturanperundang-undangan apabila tidak berjalan sesuai dengan tujuan hukum itu,maka bidang lain di luar hukum akan terpengaruh, baik atau buruknya. Hal itubenar karena hukum bukan hanya aturan (legal substance) saja tetapi jugaada aspek lain di luar hukum yang mempengaruhi tujuan dibentuknya hukum

4 Grafita, Demokrasi, Pernyataan Kehendak Melalui Partai, dan Hak Suara Anggota Masyarakat,Surabaya Post, Surabaya, Maret 2008.5 Bagir Manan, Bahan Kuliah Pascasarjana (S3), Universitas Padjadjaran, Bandung, Maret 1999, hlm. 5.

Pemahaman Atas Multipartai Perkembangan Masyarakat dan Politik Hukum

41

Page 47: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

itu dalam perwujudannya. Sebagaimana dikatakan oleh Friedman,6 masih ada2 aspek lain, yaitu legal structur, dan legal culture. Tentunya masih banyakpandangan pakar tentang terwujudnya tujuan hukum, misalnya ditunjang olehsarana prasarana, mekanisme yang baik, dan sebagainya.

Dalam kaitan dengan kegiatan multipartai yang perlu dibenahi agar tujuandibentuknya UU parpol dapat terwujud disamping aspek sarana prasaranadan mekanisme pelaksanaannya, adalah legal culture, kesadaran akan tujuanhukum (UU parpol) tersebut. Apabila tidak demikian keberadaan partai yangberagam akan mempengaruhi bidang-bidang dan menghambat pembangunanekonomi.

Hukum yang mengatur kegiatan politik terus berkembang sesuaiperkembangan dalam masyarakat yang sangat cepat sebagai akibat arusglobalisasi yang melanda kehidupan manusia saat ini. Hal itu terjadi pula dalampembentukan hukum yang berkaitan dengan kegiatan politik di Indonesia.Dinamika hukum sebagai dasar kegiatan multipartai terus diubah sesuai denganberkembangnya masyarakat. Sejak Indonesia merdeka pengaturan hukummultipartai terus berkembang sesuai dengan berkembangnya masyarakat. Saatreformasi kegiatan multipartai didasarkan pada pertimbangan untuk menanggapiditegakkannya hak asasi manusia melalui pembentukan partai politik.

UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik yang merupakan dasarhukum pelaksanaannya dibentuk sebagai tanggapan atas ketentuan Pasal 28UUD 1945, yang menentukan hak warga masyarakat untuk berserikat,berkumpul, dan menyatakan pendapat. UU ini tidak membatasi jumlah partaiyang dibentuk oleh rakyat. Melalui partai politik rakyat dapat mewujudkanhak untuk menyatakan pendapat berkaitan dengan arah kehidupan berbangsadan bernegara. Keragaman pendapat dalam masyarakat melahirkan keinginanuntuk membentuk berbagai partai politik sesuai dengan ragam pendapat yanghidup dalam masyarakat. Dengan demikian pada hakekanya negara tidakmembatasi jumlah partai politik yang dibentuk oleh rakyat. UU No. 21 Tahun1999 tentang Partai Politik dianggap tidak dapat menampung perkembanganmasyarakat serta perubahan ketatanegaraan, dan oleh karena itu perlu

6 Friedman, Ed Candy, How to Build Character to Implementation The Law, Harvard University,Boston Masatchusstetts, USA, p. 121.

42

Page 48: Multi Partai

diperbaharui. Oleh sebab itu UU ini diganti dengan UU No. 31 Tahun 2002tentang Partai Politik, dan 6 (enam) tahun kemudian dibentuk UU No. 2 Tahun2008 Tentang Partai Politik. Dibentuknya UU ini sebagai akibat perkembanganmasyarakat yang majemuk menuntut adanya dasar hukum bagi sarana partisipasipolitik masyarakat. Tujuan pembentukannya yaitu untuk mewujudkan cita-citanasional bangsa Indonesia dalam menjaga dan memelihara keutuhan NegaraKesatuan. Selanjutnya untuk mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkanPancasila dalam perkembangan masyarakat Indonesia yang majemuk.

UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum optimal menampungdinamika masyarakat yang menuntut peran serta politik dalam kehidupanberbangsa dan bernegara serta tuntutan mewujudkan partai politik sebagaiorganisasi yang bersifat nasional dan modern. UU ini mengakomodasi beberapaparadigma baru seiring dengan menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia,melalui sejumlah pembaharuan yang mengarah pada penguatan sistem dankelembagaan partai politik, yang berkaitan dengan demokratisasi secara internaldari partai politik, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuanganpartai politik, peningkatan kesetaraan jender dan kepemimpinan partai politikdalam sistem nasional, berbangsa dan bernegara.

Pengaturannya antara lain tentang pendidikan politik denganmemperhatikan keadilan dan kesetaraan jender yang ditujukan untukmeningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasipolitik, dan inisiatif warganegara serta meningkatnya kemandirian dankedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas pertimbangantersebut, pendidikan politik terus ditingkatkan agar terbangun karakter bangsayang merupakan watak atau kepribadian bangsa Indonesia yang terbentuk atasdasar kesepahaman bersama terhadap nilai-nilai kebangsaan yang lahir dantumbuh dalam kehidupan bangsa, antara lain kesadaran kebangsaan, cinta tanahair, kebersamaan, keluhuran budi pekerti dan keiklasan untuk berkorban bagikepentingan bangsa. Dalam UU ini ditentukan larangan untuk menganut,mengembangkan, dan menyebarkan ajaran komunisme/Marxisme Leninisme,sebagaimana diamanatkan oleh Tap.MPRS No. XXV/MPRS/1966.

Tap MPRS ini diberlakukan dengan memegang teguh prinsip berkeadilandan menghormati hukum, demokratik, dan hak asasi manusia.

Tujuan pembentukan undang-undang tersebut adalah untuk menjaminkemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengemukakan suara sebagai hak

Pemahaman Atas Multipartai Perkembangan Masyarakat dan Politik Hukum

43

Page 49: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

asasi manusia untuk mewujudkan kehidupan berkebangsaan yang kuat dalamnegara kesatuan yang merdeka, sesuai dengan isi konstitusi negara, UUD 1945.

Apabila diamati maka ternyata asas demokrasi yang diterapkan dalampelaksanaan multipartai belum dapat dilakukan sebagai akibat kurangnyapendidikan berpartai dan berlapisnya taraf pendidikan anggota masyarakat.Sesuai dengan hasil pengkajian beberapa pengamat politik, antara lain Rauf,7mengemukakan bahwa banyaknya partai menimbulkan masalah baru bagipemerintah. Keadaan itu terjadi sejak kemerdekaan sampai saat ini.

Saat pemerintahan setelah kemerdekaan dianggap banyaknya partaihanya menimbulkan kesulitan dan mengganggu ketenangan masyarakat. Partai-partai saling melakukan perlawanan dan tidak bisa menyelesaikan masalah,maka saat itu diadakan kampanye untuk “menguburkan partai-partai”.Tantangan yang dihadapi adalah anggapan bahwa dengan dibubarkannya partai-partai maka terkuburlah demokrasi, demikian pandangan sebagian besar tokohpolitik yang tidak menginginkan hapusnya multipartai,

Salah satu kelemahan utama partai politik setelah masa reformasi, adalahtidak berperan secara optimal sebagaimana fungsinya sebagai partai. Partaipolitik hanya semata-mata muncul kurang lebih menjadi “perantara” bagi paraelite partai atau siapa saja untuk menduduki kekuasaan. Hal ini bisa terjadi,8karena kesalahan lahir. Ketika pemerintahan Orde Baru “lengser keprabon”dan menyerahkan jabatannya kepada Wapres pada saat itu (tahun 1998), sesuaiketentuan UUD 1945, sejumlah tokoh, termasuk tokoh partai mendesak untukmenyelenggarakan pemilu dalam waktu paling lama tiga bulan. Hal itu ditolakKepala Negara dengan pertimbangan belum adanya UU politik baru yangmerubah sistem kepartaian, dan yang akan berkuasa kembali adalah kekuatanpolitik lama yakni partai yang besar, karena orpol inilah yang sekarang memilikiinfrastruktur partai yang kuat. Diperlukan waktu minimal persiapan satu tahun.

Setahun kemudian sesuai perkiraan, terbentuklah UU No. 2 Tahun 1999tentang Partai Politik. UU ini memberi kebebasan berdirinya partai baru, dantidak melarang jumlahnya, namun sangat disayangkan karena pada umumnya

7 Rauf Andika, Pendidikan Politik dan Demokrasi Dalam Mengeluarkan Suara, Surabaya Pagi, Surabaya,Desember 2007, hlm. 3.8 A.Makmur Makka, Op.cit., hlm.1.

44

Page 50: Multi Partai

partai yang berdiri orientasinya hanya kekuasaan. Bagaimana dengan segeramengganti presiden yang dikatakannya “transisi” dan “statusquo”, kemudianmenduduki kursi kepresidenan dan membagi-bagi jabatan menteri-menteri.Para pengamat politik, antara lain Lukiman,9 mengatakan bahwa partai-partaididirikan hanya untuk memenuhi syarat administratif belaka, “platform” partaiyang muluk-muluk hanya selesai di atas kertas. Terkabul, ketika para pimpinanpartai itu akhirnya bisa berkuasa dan menduduki jabatan penting, maka selesailahtugas partai itu.

Partai yang dibentuk setelah reformasi itu pada umumnya kurang optimalmelakukan lagi konsolidasi internal yang ketat. Hal itu diindikasikan denganhasil muktamar, kongres, yang dinonjolkan adalah hanya perebutan jadipimpinan partai, bahkan kalau perlu lahir pengurus kembar. Jarang partai yangmelakukan fungsi pendidikan politik pada kader - jika memiliki kader. Tidakada “political sosialization”, atau memelihara konsensus dalam masyarakatmengenai program dan cita-cita partai yang mungkin sedang berkuasa.Bandingkan partai-partai yang didirikan sebelum pemilu 1955. Partai-partaidibentuk dengan kohesi berbagai ideologi dan agama yang jelas dan solid,seperti islam, nasionalis, sosialis, komunis, katholik, kristen serta dipimpin olehtokoh yang kharismatik yang sudah biasa dalam gerakan politik sebelumIndonesia merdeka.

Saat ini, menurut Embong Pranata,10 kegiatan partai yang menonjol dansangat dominan, hanyalah fungsi partai sebagai “mobilization of voters”, baikmenghadapi pemilu nasional yang lalu maupun dalam pilkada gubernur dankepala daerah. Ini setali tiga uang, urusan kekuasaan lagi. Dalam pilkada, bahkanpartai seperti kehilangan inisiatif. Yang muncul pertama kali adalah inisiatif paracalon, partai kemudian dikendalikan oleh para calon yang punya uang danpunya kharisma. Partai hanya memberikan stempel dan legitimasi yang bukantidak mungkin melalui tawar-menawar materi. Itulah sebabnya banyak munculcalon ganda dari satu partai, atau calon yang sebenarnya tidak terpuji dalammasyarakat, melenggang jadi calon.

9 Surabaya Pos, Keberadaan Partai, dan Manfaatnya Bagi Pendidikan Politik, Surabaya, 20 Oktober2006, hlm. 3.10 Embong Pranata, Surabaya Pagi, Fungsi Partai Dalam Membangun Bangsa dan Pelaksanaan AsasDemokrasi Berdasarkan UUD 45, Surabaya, Februari 2008, hlm. 3.

Pemahaman Atas Multipartai Perkembangan Masyarakat dan Politik Hukum

45

Page 51: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Pandangan masyarakat di atas menunjukkan bagaimana kegiatan partaipolitik yang belum secara optimal melakukan aktivitas untuk mencapai tujuanyang diinginkan untuk membangun bangsa dan negara. Hukum cukup memadai,namun aspek karakter para elit perlu dibangun (character building) untukmemahami keberadaan masyarakat yang heterogen dan bukanmemanfaatkannya dan akan berakibat tidak kondusifnya bagi lancarnyaperekonomian nasional.

Akibat dari keadaan ini akan mempengaruhi aspek lain yang ada, sepertiterhambatnya pembangunan di segala bidang, terutama bidang ekonomi.Investor akan kurang berminat menanamkan modalnya di Indonesia. Padahaldi era globalisasi saat ini, investasi ke luar dan yang datang di suatu negarasudah dihilangkan hambatannya melalui prinsip persamaan perlakuan (ArtikelIII WTO). Bahwa investor asing diperlakukan sama dengan investor domestik.Dan tentunya akan mempengaruhi peningkatan ekonomi nasional, baik melaluitransfer of technology, penyerapan tenaga kerja, manajemen, dan sumberdaya manusia.

Selain itu keadaan tersebut menimbulkan keengganan masyarakat untukikut berpartisipasi dalam berpartai. Padahal dalam kegiatan politik yangberasaskan demokrasi, semua memiliki peluang masuk dalam parpol termasukpara investor domestik. Namun saat ini konglomerat merasa kurang berminatkarena keberadaan parpol yang masih perlu dibenahi. Kurang berminatnyapelaku ekonomi termasuk konglomerat tidak tertarik menggunakan peluang itudapat dilihat dalam pernyataan-pernyataannya dalam media-media masa danelektronik.

Pelaku ekonomi sebagai salah satu aspek penunjang ekonomi nasionaltidak akan ambil pusing dengan siapa yang akan menjadi pemimpin, Yang pentingadalah terciptanya suasana politik dalam membangun bangsa ini secara amandan damai. Hal itu dapat dilihat dalam pandangan yang dikutip dari RetnoYulianty,11 tentang adanya beberapa hal dalam pernyataan juru bicarakongklomerat. Konglomerat Indonesia tidak akan ambil pusing terhadapperubahan kepemimpinan nasional (presiden), siapapun yang menggantikan

11 Retno Yulianti, Multi Partai Adalah Jalan Keluar Demokratis Bagi Politik Indonesia, http://www.xs4all.nl/~peace/pubind/mb/multipar.html, Jakarta, 10 April 2008.

46

Page 52: Multi Partai

atau menjadi presiden tidak menjadi masalah sejauh dapat menjamin stabilitasekonomi Indonesia.12 Pimpinan nasional harus dapat menjaga keamanankonglomerat, untuk mengembangkan modalnya. Kaum konglomerat memilihmenjadi penonton saja dan tidak akan aktif dalam politik indonesia.

Kaum konglomerat tersebut tidak akan melarikan diri ke luar negeri jikaada krisis, karena semua modal mereka ada di dalam negeri dan tidak mungkindilarikan keluar negeri. Berdasarkan pernyataan itu dapat digambarkan bahwakaum kapitalis akan tetap menjauhi (keep distance) politik, seakan-akankepentingan mereka (yang bersangkutan keamanan modal) diserahkan begitusaja pada politisi.

Padahal dalam prakteknya merekalah yang paling banyak terlibatterhadap kebijakan politik negara selama ini, dari soal perampasan tanah rakyat,penyogokan birokrasi, sistim pengupahan dan kesejahteraan kaum buruh,manuver terhadap partai-partai politik, sistem keamanan nasional (dari soalpenyelundupan kayu, miras sampai ekstasy ), eksistensi kapital dan pemiliknyayang tidak akan kemana-mana jika ada krisis. Padahal sudah juga menjadirahasia umum bahwa kaum kapitalis secara diam-diam melempar modalnyadalam bentuk investasi di luar negeri jauh-jauh hari sebelumnya. Seperti yangdikemukakan oleh Intelektual dalam Media Indonesia (10 November 1996)juga. Keadaan tersebut perlu dibenahi agar tidak terjadi sebagaimana di negara-negara lain seperti Uni Sovyet. Dari keadaan disintegrasi akibat permainanpolitik akan mempengaruhi disintegrasi bangsa.

Dari pengalaman Soviet Union, menunjukkan bahwa kontradiksi di dalamnegeri, akan mengundang kepentingan Luar Negeri, dalam hal ini Kapitalisnegara-negara maju, seperti Amerika dan Kapitalis Eropah Barat untukmempercepat proses krisis dan memenangkannya. Setelah rezim Gorby (danslogan glasnost perestroikanya) jatuh maka penggantinya adalah seorang yeltzinyang melempengkan jalan kapitalisme untuk menjarah setiap republik ex SovietUnion, yang sudah terpecah sehingga mudah untuk dikuasai. Sebenarnyapengalaman bangsa ini juga sudah cukup banyak. Taktik persekutuan dagangVOC, untuk memecah belah dan mengadu domba agar dapat menguasai baikbidang ekonomi, politik, dan kebudayaan. Masa tahun kolonial tersebut

12 Media Indonesia, Minggu, 10 November 1996, hlm. 3.

Pemahaman Atas Multipartai Perkembangan Masyarakat dan Politik Hukum

47

Page 53: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

mewariskan kebodohan, minder, irasionalitas, mental budak dan ketakutanuntuk mengeluarkan suara, karena terlalu sering dipecah belah dan diadu dombaoleh tuan-tuan pedagang dari negeri Belanda.

Hukum yang mengatur kegiatan multipartai yang bertujuan membangundemokrasi di Indonesia dalam pelaksanaannya tidak semudah yangdibayangkan. Kebutuhan aneka ragam dari rakyat yang berasal dari latarbelakang yang berbeda baik budaya, agama, maupun adat istiadat serta tingkatpendidikan akan beradu secara fair dan demokratis, dan akan menghasilkanpemerintahan yang semakin lama semakin baik, karena akan menunjukpemimpin yang mewakili semua aspirasi dan kepentingan mayoritas rakyat.Multipartai akan mengangkat kepentingan setiap daerah. Karena desentralisasiekonomi dan politik akan menemui jalan yang mudah, sehingga justru menjaminkeutuhan kesatuan dan persatuan bangsa. Setiap sektor sosial, aliran dankeyakinan masyarakat akan diperjuangkan lewat partai partai di DewanPerwakilan Rakyat. Negara hanyalah alat untuk melayani masyarakat dan untukkepentingan rakyat.

Hukum yang menjadi dasar berpolitik seyogyanya menampung kebutuhanmasyarakat Indonesia yang heterogen. Politik hukum yang diprogramkan dalampembangunan perlu memperhatikan perkembangan masyarakat yang semakincepat dengan meningkatnya media komunikasi melalui elektronik. Disampingaturan juga penegakannya perlu dioptimalkan dalam kehidupan berbangsa kitademi mencegah disintegrasi bangsa.

2. Pengertian Hukum, Politik Hukum dan Perkembangan MasyarakatPada umumnya, hukum dipandang oleh masyarakat saat ini sebagai

peraturan, atau undang-undang. Dan masyarakat melihat hukum sebagaigambaran pemenuhan kebutuhan mereka dalam melakukan hubungannya dengananggota masyarakat lainnya, serta patokan pelaksanaan keadilan oleh penguasa.Pandangan ini sebagian benar, karena hukum yang tidak mengandung aturanuntuk memenuhi kebutuhan masyarakat di tempat hukum tersebut berlaku,dipandang tidak efektif. Namun demikian, hukum tidak sekedar undang-undangatau peraturan tertulis.

Para ahli hukum berpandangan bahwa hukum tidak hanya peraturantertulis, tetapi juga peraturan tidak tertulis (kebiasaan yang mengikat anggotamasyarakat tersebut).

48

Page 54: Multi Partai

Pandangan ahli hukum ini dipengaruhi oleh sistem hukum yang dianut,yaitu sistem hukum kontinental, dan hukum dasar negara yang tidakmengabaikan keberadaan kebiasaan yang hidup dan mengikat anggotamasyarakat.

Lain dengan pandangan penganut hukum murni bahwa hakekat hukumdapat dipahami apabila hukum dianggap sebagai seperangkat peraturan, dalamsatu kesatuan yang berisi tata kehidupan manusia. Hal itu berarti bahwa teorihukum murni berusaha mencapai hasil-hasilnya semata-mata pada hukum positif.Austin,13 mengatakan bahwa hukum sebagai peraturan yang dibuat olehpenguasa bertujuan mengatur tingkah laku manusia.

Padahal hukum tidak saja peraturan yang mengatur kegiatan manusiadan pergaulannya, baik tertulis maupun tidak tertulis, tetapi juga prinsip-prinsiphukum, prosedur hukum, lembaga-lembaga hukum yang terkait denganperadilan, dan tindakan administrasi hukum, dan sebagainya.14

Roscoe Pound,15 mengemukakan bahwa hukum mengandung banyakaspek, baik aturan tertulis, maupun etika kehidupan, mencakup kesusilaan,keagamaan, petunjuk moral, mekanisme berpolitik, adat istiadat pada umumnya,dan pengawasan sosial sebagai suatu keseluruhan. Pengertian hukum semacam

13 John Austin, The Pure Theoy of Law and Analytical Jurisprudence, Harv .L Lev, USA, 1942. hlm.44-70.14 Bahkan pakar hukum senior,14 mengatakan bahwa hukum:“memiliki banyak aspek, terdiri dari jauh lebih banyak komponen atau unsur yang lain, seperti filsafathukum, sumber hukum, kaedah hukum, yurisprudensi, hukum kebiasaan, penegakan hukum, pelayananhukum, profesi hukum, lembaga hukum, pranata hukum, prosedur dan mekanisme hukum, hukumacara, pendidikan hukum, penelitian hukum, perilaku hukum masyarakat maupun pejabat hukum, atauperilaku profesi hukum, kesadaran hukum, dan sebagainya. Aspek-aspek di atas saling terkait dalamsatu sistem untuk melaksanakan fungsi hukum, sesuai dengan kebutuhan di mana hukum itu diberlakukan”.Berdasarkan uraian di atas, maka terlihat bahwa hukum dipandang sebagai aturan yang berkaitan satudengan lainnya secara konsisten termasuk mekanisme dan prosedurnya, dan kebiasaan yang mengikat.Hal tersebut berbeda dengan pandangan ahli hukum Amerika,14 yang melihat hukum pada pandanganhakim di pengadilan/keputusan di Pengadilan, dan peranannya sebagai lembaga hukum. Keputusanpengadilan merupakan peraturan yang dapat diikuti oleh hakim berikutnya. Hal ini sesuai denganpandangan,14 hukum Amerika yang mengatakan bahwa: Law is what the courts will do in fact. Pandanganahli hukum Belanda,14 menekankan pada kehendak pemerintah yang harus dituruti. Dan apabila tidakdikenakan sanksi. Hukum dalam kaitan ini berfungsi sebagai mengatur kehendak pemerintah, sekaliguspenegakannya.15 Roscoe Pound, The Task of Law,Franklin and Marshal College, Lancaster, Pennsylvania, USA,1946,Terj. Muh. Radjab, Bhrata, Jakarta, 1965, p.35.

Pemahaman Atas Multipartai Perkembangan Masyarakat dan Politik Hukum

49

Page 55: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

ini dikenal pada abad pertengahan, tatkala kontrol sosial,16 yaitu kesadaranbersama sebagai manusia yang dibatasi oleh kekuatan yang sepadan bagiintensitas (keadaan tingkatan, atau ukuran intensinya) untuk bertingkah lakudalam cara-cara tertentu tanpa memandang secara berlebih-lebihan kepentingansendiri dengan lingkungan sekelilingnya — belum mengenal diferensiasi–yaituproses pembedaan hak dan kewajiban warga masyarakat berdasarkan usia,jenis kelamin – ketika hanya satu istilah harus mencakup artian peraturan tertulisdan etika serta kebiasaan pada umumnya, kehidupan dalam masyarakat yangberorganisasi politik di dalam negara-negara kota, adat pada umumnya, danpengawasan sosial, sebagai suatu keseluruhan.

Pada akhir zaman pertengahan, hukum Romawi dipahami sebagai titahRaja yang diundangkan, bersifat mengikat (Codex Theodosius atau Peraturanperundang-undangan Kaisar Justinianus)-yang diajarkan di universitas-universitas. Plato, pada abad 4 SM, mengatakan bahwa negara yang idealhukum tidak dibutuhkan, karena keadilan yang berlaku sudah terdapat dalamtitah raja yang juga sebagai filosof.17 Hukum dianggapnya merupakanpencerminan akal manusia yang paling sempurna dalam kehidupan bernegarasehingga dapat diartikan sama dengan ilmu pengetahuan yang dijadikan patokanbukanlah peraturan yang diundangkan, tetapi gagasan tentang urutan sebabakibat, berdasarkan observasi.18

Dinamika hukum terus berkembang sesuai dengan berkembangnyapergaulan masyarakat. Oleh karena itu hukum harus bersifat mengayomi,mengandung asas-asas yang dijadikan rambu-rambu dalam menentukan

16 Kontrol sosial diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 523,sebagai kesadaran bersama sebagai manusia yang dibatasi oleh kekuatan yang sepadan bagi intensitas(keadaan tingkatan, atau ukuran intensinya) untuk bertingkah laku dalam cara-cara tertentu tanpamemandang secara berlebih-lebihan kepentingan sendiri dengan lingkungan sekelilingnya. Belummengenal diferensiasi (proses pembedaan hak dan kewajiban warga masyarakat berdasarkan usia, jeniskelamin).17 Encyclopaedia Britannica, Britanica Inc. USA, hlm. 716.18 Roscoe Pound, Op.cit., hlm. 37 Ahli filsafat positivis memikirkan tentang hakekat, seperti di dalamhukum yang mirip dengan hukum fisika, dan ilmu bintang, yang dapat diketemukan dengan observasidan dibuktikan kebenarannya dengan observasi lebih lanjut yang terkait dengan perkembangan sosialdan terletak pada dasar-dasar ilmu kemasyarakatan. Jadi dalam ilmu-ilmu kemasyarakatan terdapathukum.Oleh karena itu ada pandangan bahwa hukum dipengaruhi ilmu-ilmu lain dil luar hukum itu. Hukum yangadalah gagasan tentang aturan, mengandung apa yang benar yang ditegakkan oleh penguasa, yangmengatur kehidupan manusia, diundangkan dalam bentuk tulisan para ahli hukum tersebut, kemudianpada abad ke 17 mengandung hak yang dilindungi hukum, disahkan oleh Raja.

50

Page 56: Multi Partai

keputusan untuk memenuhi kepentingan masyarakat .19

Roscoe Pound,20 selanjutnya mengatakan bahwa pada abad akhir abadke 17 memasuki abad ke 18 pemikiran ahli hukum semakin bergeser padapemikiran bahwa ketertiban hukum dianggap bertujuan memelihara itikad baik,dan kesusilaan. Apa yang dibenarkan dalam kaidah kesusilaan dibenarkan dalamhukum. Pada Abad ke 19 hukum berfungsi untuk menciptakan ketertiban agarhak pribadi dilindungi sebebas-bebasnya, dan oleh karenanya undang-undangsangat dibutuhkan.

Abad ke 20 memasuki abad ke 21 menampilkan pemikiran para ahlihukum yang mengatakan dibutuhkannya ketertiban politik, dan ketertiban hukumyang berkeadilan. Ketertiban politik mengatur bagaimana pemerintahmengimplementasikan rencananya dalam melaksanakan pemerintahan denganmenampung kebutuhan masyarakat yang kompleks. Ketertiban hukummenentukan bagaimana hukum memfungsikan dirinya agar niat pemerintahtercapai (misalnya dalam melaksanakan pembangunan) dan sesuai dengankebutuhan masyarakat di mana hukum diberlakukan. Hukum di Indonesiasebagaimana di negara-negara lain yang bekas dijajah tidak hanya satu tetapibeberapa sistem hukum.21 Hal ini sesuai dengan pandangan yang dikemukakan

19 Ibid, Encyclopedia. Menurut pengertian ini, hukum yang berwibawa adalah sekumpulan penuntunyang berwibawa atau dasar-dasar kebijakan, yang dikembangkan dan ditetapkan melalui teknik penyusunanyang baik dengan tujuan yang jelas yaitu mencapai ketertiban.Dalam mencapai hukum yang otoritatif/berwenang memerintah atau berwibawa ini dicapai melaluitahapan, dimulai dengan hukum untuk memelihara perdamaian, dengan cara menerapkan keadilanmelalui ganti rugi. Hukum semacam ini mengandung kaidah atau norma yang menentukan akibathukum tertentu dan terperinci bagi suatu keadaan atau situasi tertentu yang berkenaan dengan fakta,yang dilaksanakan dengan menggunakan pemikiran secara rasional oleh para ahli hukum dalampelaksanaannya dengan dipagari asas-asas.Hukum terus berkembang seiring dengan berkembangnya masyarakat yang diindikasikan denganbervariasinya pemanfaatan sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dengan demikian diharapkanhukum dapat menfungsikan dirinya agar tidak tertinggal dari perkembangan sekelilingnya. Disampingitu tantangan semakin bertambah dengan rumitnya ketertiban ekonomi. Hukum harus menampilkandiri dapat menampung permasalahan yang terjadi. Hukum tidak hanya berfungsi sebagai aturan tingkahlaku antar anggota masyarakat, tetapi juga tingkah laku perusahaan.Keinginan manusia berkembang terus, pemikiran meningkat sehingga mulai memikirkan bahwa hukum,disamping mengandung aturan tingkah laku manusia, mengandung asas untuk menjadi pedoman dalammenafsirkan hukum. Kontrol sosial difungsikan, tidak sebagaimana pada abad pertengahan sebelumMasehi. Hal ini dibutuhkan untuk memenuhi tujuan hukum tentang bagaimana anggota masyarakatmemandangnya untuk memenuhi kebutuhan mereka.20 Roscoe Pound, Op.cit., hlm. 53.21 Kenichi Ohmae, Government in The Post–National Era, Whaton Scool Publishing, WhartonUniversity, Pensylvania, 2002, p. 121.

Pemahaman Atas Multipartai Perkembangan Masyarakat dan Politik Hukum

51

Page 57: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

ahli hukum,22 bahwa hukum dikatakan efektif apabila memenuhi kebutuhanpelaksanaan pembangunan yang diartikan,23 sebagai tindakan merombak,memperbaiki atau menghapuskan.

3. Politik Hukum dan Perkembangan serta Susunan MasyarakatPolitik hukum adalah salah satu dari tiga aspek kerangka kajian hukum,

selain Filsafat hukum, dan Ilmu hukum, yang mempunyai kekuatan saling tarikmenarik. Filsafat hukum lebih banyak meramu ide-ide tentang hukum, dan diolaholeh ilmu hukum. Politik hukum lebih banyak mengarah pada perumusan konkrittentang apa dan bagaimana seharusnya hukum yang akan datang akan dibentukdan dirumuskan agar memenuhi kebutuhan masyarakat dan tujuan pemerintahdalam program-programnya untuk mensejahterakan rakyat.

Keberadaan hukum menuntut adanya persyaratan yang merupakankebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan hakekat hukum dasar dalamnegara tersebut. Agar hukum yang akan dibentuk ditaati dan memberi keamananbagi masyarakat Indonesia, maka hukum tersebut hendaknya mengandungpesan yang tergambar dalam pembukaan UUD 45, yaitu bagaimana agar rakyatIndonesia dapat melaksanakan kehidupan yang bebas sebagai suatu bangsayang merdeka. Hal itu menuntut adanya persyaratan, baik yang terkait denganperangkat hukum/peraturan perundang-undangan, maupun sistem hubungansosial dalam kehidupan masyarakat dengan berbagai aspek kehidupan,termasuk berinteraksi dengan dunia luar.

Konsepsi umum mengatakan bahwa hukum, khususnya peraturanperundang-undangan (tertulis), adalah produk politik. Bukan saja oleh lembaga-lembaga politik seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis PermusyawaratanRakyat, atau Presiden, tetapi peraturan perundang-undangan pada dasarnyaakan mencerminkan berbagai pemikiran dan kebijaksanaan politik yang palingberpengaruh dalam negara yang bersangkutan. Pikiran politik dan kebijaksanaanpolitik yang berpengaruh tersebut dapat bersumber dari idiologi tertentu,kepentingan tertentu (seperti kepentingan para konglomerat), atau tekanan-

22 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Bandung, Bina Cipta hlm. 7.23 Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Dan Pembaharuan Hukum Dalam Pembangunan Nasional,BinaCipta, Bandung, 1978, hlm. 7.

52

Page 58: Multi Partai

tekanan sosial yang kuat dari masyarakat.24

Pada umumnya doktrin yang dianut suatu negara akan mempengaruhipolitik hukum negara tersebut. Doktrin sosialisme akan mempengaruhi politikhukum negara yang menganutnya, dan tentunya berbeda dengan politik hukumnegara yang didasarkan doktrin kapitalisme. Hukum yang dibentuk akanberbeda, misalnya saja negara penganut doktrin sosialisme, hukum di bidangekonomi di negara tersebut akan menerapkan dalam ketentuannya pemberiankewenangan kepada pemerintah untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi.Demikian pula hukum di bidang ekonomi pada negara penganut doktrinkapitalisme akan banyak mengandung ketentuan mengenai ekonomi pasar. Dibidang politik di negara tersebut akan dipengaruhi oleh pemerintah untukkepentingan rakyat.

Di negara yang memegang prinsip demokrasi akan berbedapelaksanaannya. Kemandirian rakyat akan diperhatikan, dan pemerintahberperan mengkoordinasikannya. Namun demikian secara seutuhnya prinsipitu akan dilakukan di negara-negara maju yang sifat masyarakatnya homogen,tidak sebagaimana di Indonesia yang masih bersifat heterogen(keanekaragaman), dan keadaan ini biasa terjadi di negara berkembang akibatpenjajahan.

Disamping itu dengan semakin tipisnya batas teritorial negara-negara didunia, maka dasar pembentukan hukumpun ikut terpengaruh. Pelaksanaanhukum dari negara-negara yang melakukan hubungan perdagangan akanmempengaruhi sistem hukum masing-masing negara tersebut, bergantung dariobyek-obyek yang diatur. Saat ini,25 tidak tepat lagi untuk membedakan secaratajam antara ‘serba negara’ dan ‘serba pasar’, karena bagi kebanyakan negara,pendekatan yang serba idiologis sudah berangsur-angsur ditinggalkan, dan yangdipakai sebagai patokan adalah idiologis negara untuk melindungi rakyat danmembuka diri menerima prinsip dari belahan dunia luar yang dikombinasikan.

Di bidang politik dengan cara multipartai politik hukumnya adalahmenunjang pelaksanaan hak anggota masyarakat dalam menentukan haknya

24 Bagir Manan, Pembinaan Hukum, Kumpulan Karya Tulis Menghormati 70 tahun Prof.Dr. MochtarKusumaatmadja, S.H.,LL.M, Unpad Prss, Bandung, 1999 hlm. 231.25 Bagir Manan, Op.cit., hlm. 232.

Pemahaman Atas Multipartai Perkembangan Masyarakat dan Politik Hukum

53

Page 59: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

dan juga tunduk pada kewajibannya yaitu mewujudkan cita-cita dalam kehidupanberbangsa dalam keberadaan masyarakat Indonesia yang beragam sangatrentan terhadap disintegrasi bangsa. Oleh karena itu dalam menentukan politikhukum unsur-unsur ini perlu diperhatikan, misalnya bagaimana pengaturannyaterhadap rakyat yang tingkat pendidikannya rendah (yang lebih banyak jumlahnyadi daerah-daerah) dalam memanfaatkan peluang mengeluarkan suara agar tidakdijadikan komoditas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untukkepentingannya dalam mencari kekuasaan.

D. Penutup1. Kesimpulan

a Pengaturan hukum yang menjadi patokan pelaksanaan Parpol dalamkehidupan berbangsa terus berubah sesuai perkembanganperkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam, terakhirditampung dalam UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

b Politik hukum dalam memenuhi pelaksanaan multipartai masyarakatIndonesia yang heterogen dilakukan dengan memperhatikan keadilanterhadap rakyat, antara lain memperhatikan keberadaan masyarakatbaik terhadap budaya, agama, dan adat istiadat yang berbeda.

2. Sarana Seyogyanya pelaksanaan kegiatan partai politik disamping melakukan

pemahaman dan usaha mencapai tujuan memajukan danmempersatukan bangsa, juga memperhatikan pendidikan berpolitikdan pendidikan dalam mempersiapkan anggota untuk menjadipemimpin.

b Untuk mencapai efektivitas pelaksanaan prinsip demokrasi berpolitikdalam masyarakat yang heterogen, juga hendaknya memperhatikanhak masyarakat yang tingkatan pendidikannya masih rendah dan seringdimanfaatkan untuk kepentingan partai, melalui sosialisasi dan praktekpelaksanaannya.

54

Page 60: Multi Partai

DAFTAR PUSTAKA

Bagir Manan, Pembinaan Hukum, Kumpulan Karya Tulis Menghormati 70 tahunProf.Dr. Mochtar Kusumaatmadja,SH,LL.M, Unpad Prss, Bandung,1999.

———— Bahan Kuliah Pascasarjana (S3), Universitas Padjadjaran, Bandung,Maret 1999.

Embong Pranata, Surabaya Pagi, Fungsi Partai Dalam Membangun Bangsa DanPelaksanaan Asas Demokrasi Berdasarkan UUD 45, Surabaya,Februari 2008.

Encyclopaedia Britannica, Britanica Inc. USA.

Friedman, Ed Candy, How to Build Character to Implementation The Law,Harvard University, Boston Masatchusstetts, USA.

Grafita, Demokrasi, Pernyataan Kehendak Melalui Partai, Dan Hak SuaraAnggota Masyarakat, Surabaya Post, Surabaya, Maret 2008.

John Austin, The Pure Theoy of Law and Analytical Jurisprudence, Harv .LLev, USA, 1942.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Kenichi Ohmae, Government in The Post –National Era, Whaton ScoolPublishing, Wharton University, Pensylvania, 2002, p. 121.

Makmur Makka, Demokrasi Pasar, http://www.xs4all.nl/~peace/pubind/mb/multipar.html, 14/06/2005, Last Update: 07/07/2005.

Media Indonesia, Minggu, 10 November 1996.

Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi Hukum Dalam Pembangunan Nasional,Bandung, BinaCipta hlm. 7.

———— Pembinaan Dan Pembaharuan Hukum Dalam Pembangunan Nasional,BinaCipta, Bandung, 1978.

Rauf Andika, Pendidikan Politik Dan Demokrasi Dalam Mengeluarkan Suara,Surabaya Pagi, Surabaya, Desember 2007, hlm. 3.

Retno Yulianti, Multi Partai Adalah Jalan Keluar Demokratis Bagi PolitikIndonesia, http://www.xs4all.nl/~peace/pubind/mb/multipar.html,Jakarta, 10 April 2008.

Roscoe Pound, The Task of Law,Franklin and Marshal College, Lancaster,Pennsylvania, USA,1946, Terj. Muh. Radjab, Bhrata, Jakarta, 1965.

55

Page 61: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

DEMOKRASI DAN PARTAI POLITIK

Oleh: Zainal Abidin Saleh, S.H.,M.H.

Abstrak

Menurut paham negara Demokrasi modern, Partai Politik,Pemilihan Umum dan Badan Perwakilan Rakyat merupakan tigainstitusi yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yanglain. Setiap Partai Politik akan selalu berusaha untukmemperoleh dukungan rakyat yang besar pada saat PemilihanUmum agar Badan Perwakilan Rakyat di dominasi oleh PartaiPolitik yang bersangkutan.

Pada saat pemilu dijadikan manifestasi prinsipkedaulatan rakyat, maka mulai saat itulah rakyat diberikankebebasan dalam menentukan calon-calon wakil rakyat yangtergabung dalam Partai Politik.

Kehendak rakyat ialah dasar kekuasaan pemerintah.Kehendak itu akan dilahirkan dalam pemilihan-pemilihanberkala dan jujur yang dilakukan dalam pemilihan umum danberkesamaan atas pengaturan suara yang rahasia, dengan carapemungutan suara yang bebas dan yang sederajat dengan itu.

Dengan demikian kebebasan, kejujuran, rahasia danberkesamaan merupakan hal yang esensial dalampenyelenggaraan pemilu.

A. Pendahuluan

Pelaksanaan demokrasi dalam negara demokrasi modern sudah tidakmungkin lagi dilaksanakan dengan mempergunakan model demokrasi langsung.Banyak kendala yang dihadapi, jika demokrasi langsung itu akan dilaksanakan.Oleh sebab itu, pelaksanaan demokrasi dilakukan oleh wakil-wakil rakyat yangduduk sebagai anggota Badan Perwakilan Rakyat.

Sehubungan dengan hal tersebut cara yang dipergunakan untukmenentukan keanggotaan Badan Perwakilan Rakyat tersebut adalah :1. Pemilihan Umum;2. Pengangkatan; dan3. Campuran (Kombinasi antara Pemilihan Umum dan Pengangkatan).

Pemilihan Umum merupakan salah satu sendi untuk tegaknya sistem politikdemokrasi. Tujuan Pemilihan Umum tidak lain adalah untukmengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi, dengan cara memilih wakil-

56

Page 62: Multi Partai

wakil rakyat di Badan Perwakilan Rakyat. Kesemuanya itu dilakukan dalamrangka mengikut sertakan rakyat dalam kehidupan ketatanegaraan.Dalam Pemilihan Umum tercakup dua macam hak pilih, yaitu:- Hak pilih aktif atau sering dikenal sebagai Hak untuk memilih; dan- Hak pilih pasif, yaitu hak untuk dipilih menjadi Anggota Badan Perwakilan

Rakyat.Menurut Henry B. Mayo dengan adanya Pemilihan Umum maka salah

satu nilai demokrasi dapat terwujud, artinya terjadi perpindahan kekuasaannegara dari pemegang yang lama kepada pemegang yang baru secara damai.1Perlu diketahui pula, bahwa disamping untuk menentukan keanggotaan BadanPerwakilan Rakyat, Pemilihan Umum juga dapat dipergunakan untuk menentukanorang-orang yang berhak menduduki jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

B. Pemilu dan Rekruitmen Kepemimpinan Nasional2

Salah satu fungsi utama Pemilu dalam negara demokratis tidak lain adalahuntuk menentukan Kepemimpinan Nasional secara konstitusional.Kepemimpinan Nasional yang dimaksud disini menyangkut juga kepemimpinankolektif yang direfleksikan dalam diri para Wakil Rakyat. Oleh sebab itu dalambentuk dan jenis sistem pemerintahan apapun, Pemilu menduduki posisi yangsangat strategis dalam rangka melaksanakan tujuan tersebut. Dalam sistemPresidensiil yang murni, Pemilu diselenggarakan sebanyak dua kali, yaitupertama, untuk menentukan wakil rakyat yang duduk di parlemen. Kedua,untuk menentukan Presiden (Kepala Pemerintahan) dalam rangkamenyelenggarakan Pemerintahan Negara.

Di dalam sistem parlementer, Pemilu pada prinsipnya hanya dilaksanakansatu kali, yakni utamanya untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan dudukdi Parlemen. Dan pembentukan Parlemen inilah kemudian ditentukan KepalaPemerintahan. Penentuan Kepala Pemerintahan ini biasanya sangat dipengaruhioleh komposisi perolehan suara dari Partai Politik Peserta Pemilu. Bagi Partai

1 Henry B. Mayo, dalam Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, hlm.61.2 Topik ini diambil dari Makalah B Hestu Ciptohandoyo, SH,M.Hum yang berjudul IndonesiaMenyongsong Pemilihan Umum 2004 “, Seminar Sehari “Media Law & Election, Kerjasama FH-UAJdan Indonesia Media Law & Policy Centre, Yogyakarta, 29 Juni 2002.

Dekomrasi dan Partai Politik

57

Page 63: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Politik yang menduduki kursi mayoritas, maka diberi kesempatan pertama untukmenentukan komposisi Pemerintahan Negara. Sedangkan jika ternyata dalamPemilu tidak ada satupun Partai Politik yang mampu menduduki kursi mayoritas,maka penentuan komposisi Pemerintahan Negara dilakukan dengan cara koalisi,yakni bergabungnya dua Partai Politik atau lebih untuk memperkuat suara diParlemen. Dengan demikian dalam konteks sistem Parlementer, maka korelasiantara Pemilu dan Pemilihan Kepala Pemerintahan sifatnya adalah tidaklangsung. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Sistem Presidensiil.

Di dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Sidang Umum (SU)MPR tahun 1999, kelaziman tersebut ditolak melalui argumentasi konstitusionalyang menegaskan bahwa Pemilihan Presiden merupakan wewenang MPR. Olehsebab itulah hasil Pemilu tahun 1999 tidak dapat dipergunakan sebagai ukuranuntuk menentukan secara langsung jabatan Kepala Pemerintahan. Konstitusionalkasus3 semacam inilah yang mengakibatkan Megawati harus berlapang dadauntuk memberikan kesempatan kepada KH. Abdurrahman Wahid menjadiPresiden, walaupun dalam Pemilu tahun 1999 Partai yang dipimpin olehMegawati yakni PDIP memperoleh suara (kursi) di MPR lebih kurang 36%.Hal ini berarti antara Pemilu dan Pemilihan Presiden bukan merupakan “satutarikan nafas” dalam penentuan rezim.

Dari gambaran tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa untukmelaksanakan Pemilihan Umum guna menentukan seseorang menjadi pejabatnegara (Presiden dan Wakil Presiden), dapat ditempuh melalui dua alternatif,yaitu:1. Pemilihan secara langsung, artinya para pemilih melakukan pemilihan

orang atau kontestan (peserta) yang disukai; dan2. Pemilihan secara bertingkat (tidak langsung), yaitu para pemilih melakukan

pemilihan orang-orang untuk menjadi anggota suatu lembaga kenegaraanyang mempunyai wewenang untuk memilih orang yang akan menjadi pejabatnegara tersebut. Contoh cara seperti ini pemilihan Presiden dan WakilPresiden Republik Indonesia yang dilakukan oleh MPR sebelumAmandemen UUD 1945.

3 Maksud Konstitusional Kasus disini adalah keadaan atau realitas konstitusi yang tidak sesuai denganparadigma teori ketatanegaraan.

58

Page 64: Multi Partai

Pada umumnya Anggota Partai Politik dapat duduk di LembagaPerwakilan Rakyat melalui Pemilihan Umum, tetapi karena ada kelompok-kelompok fungsional yang hidup dan berkembang di dalam suatu masyarakatserta dibutuhkan keterwakilannya di dalam Lembaga Perwakilan Rakyat, makadikenal pula adanya cara-cara pengangkatan maupun penunjukkan. Kendatipundemikian dalam negara yang menganut prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat,tentunya keberadaan anggota-anggota Lembaga Perwakilan Rakyat yangberasal dari Pemilihan Umum komposisinya harus lebih banyak ketimbanganggota-anggota Lembaga Perwakilan Rakyat yang berasal dari pengangkatanatau penunjukkan.

Sehubungan dengan pola pengisian keanggotaan Lembaga PerwakilanRakyat tersebut, maka mekanisme untuk menentukan anggota-anggota diLembaga Perwakilan Rakyat dapat digolongkan ke dalam dua sistem, yaitu :4

1. Sistem Pemilihan Organis, yakni mengisi keanggotaan Lembaga PerwakilanRakyat melalui pengangkatan atau penunjukan.

2. Sistem Pemilihan mekanis. Sistem ini sering disebut juga Pemilihan Umum.Berkaitan dengan adanya dua sistem tersebut, di bawah ini akan penulis

sampaikan pokok-pokok pikiran yang dikembangkan oleh masmg-masingsistem di atas.

1. Sistem Pemilihan Organis.

Menurut Wolhoff, sistem pemilihan organis ini dilandasi oleh pokok pikiranbahwa :5

a. Rakyat dalam suatu negara dipandang sebagai sejumlah individu yang hidupbersama dalam beraneka ragam persekutuan hidup, seperti genealogi(keluarga), teritorial (daerah), fungsional spesialis (cabang industri), lapisan-lapisan sosial (buruh, tarn) dan lembaga-lembaga sosial (LSM/ORNOP).

b. Persekutuan-persekutuan hidup inilah yang bertindak sebagai pengendalihak pilih. Artinya yang mempunyai kewenangan atau hak untuk mengutuswakil-wakilnya duduk sebagai anggota Lembaga Perwakilan Rakyat adalahPersekutuan-persekutuan hidup tersebut.

4 Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Indonesia, Gaya Media Pratama,Jakarta, 1988, hlm. 171, dst.5 Wolhoff, dalam Bintan R. Saragih, Loc.cit.

Dekomrasi dan Partai Politik

59

Page 65: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

c. Partai-partai Politik dalam struktur kehidupan kemasyarakatan seperti initidak dibutuhkan keberadaannya. Hal ini disebabkan mekanisme pemilihandiselenggarakan dan dipimpin sendiri oleh masing-masing persekutuan hiduptersebut.

Berdasarkan pokok pikiran inilah, maka keberadaan LembagaPerwakilan Rakyat - menurut sistem pemilihan organis - tidak lebih hanyamerupakan “Lembaga Perwakilan Persekutuan-persekutuan hidup”. Dengankata lain Lembaga Perwakilan yang hanya berfungsi untuk menguruskepentingan-kepentingan khusus dari persekutuan-persekutuan hidup yang adadi dalam masyarakat suatu negara. Dengan demikian melalui sistem pemilihanorganis ini kedudukan Lembaga Perwakilan menjadi lemah, dan tingkatrepresentasinya sangat rendah. Oleh sebab itu apabila Lembaga Perwakilanjenis ini akan menetapkan suatu Undang-Undang yang menyangkut hak-hakrakyat, maka Undang-Undang tersebut dapat berlaku efektif jika rakyat telahmenyetujui, misalnya melalui referendum.

2. Sistem Pemilihan Mekanis.

Masih menurut Wolhoff, sistem pemilihan mekanis berpangkal tolak daripemikiran bahwa :6

a. Rakyat di dalam suatu negara dipandang sebagai massa individu-individuyang sama.

b. Individu-individu inilah yang bertindak sebagai pengendali hak pilih aktif.c. Masing-masing individu berhak mengeluarkan satu suara dalam setiap

pemilihan untuk satu Lembaga Perwakilan Rakyat.d. Dalam negara liberal mengutamakan individu-individu sebagai kesatuan

otonom dan masyarakat dipandang sebagai suatu kompleks hubungan-hubungan antar individu yang bersifat kontraktual. Sedangkan di dalamnegara sosialis-komunis lebih mengutamakan totaliteit kolektif masyarakatdan mengecilkan peranan individu-individu dalam totaliteit kolektif ini.

e. Partai politik atau organisasi politik berperan dalam mengorganisir pemilih,sehingga eksistensinya (keberadaannya) sangat diperlukan, baik menurutsistem satu partai, dua partai ataupun multipartai.

6 Loc.cit

60

Page 66: Multi Partai

Berpangkal tolak dari pemikiran tersebut di atas, maka keberadaanLembaga Perwakilan Rakyat yang terbentuk bersifat Lembaga yangmerepresentasikan kepentingan-kepentingan politik rakyat secara menyeluruhyang dalam perkembangannya disebut sebagai Dewan Perwakilan Rakyat(DPR) atau Parlemen. Dengan adanya sistem pemilihan mekanis inilah, makadikenal adanya dua sistem Pemilihan Umum, yaitu:a. Sistem Pemilihan distrik; danb. Sistem Pemilihan Proporsional.

Dalam perkembangan lebih lanjut, kedua sistem Pemilihan Umum inimembuka peluang adanya kombinasi antara keduanya. Sistem Pemilihan yangmengkombinasikan antara sistem distrik dan Proporsional adalah sistemPemilihan Umum yang dilaksanakan di Indonesia, sebagaimana tertuang di dalamUU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilu.7 Sistem yang dimaksud adalah “SistemProporsional dengan daftar calon terbuka8

a. Sistem Pemilihan Distrik.Tatanan Pemilihan umum seperti ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Wilayah suatu negara yang menyelenggarakan suatu pemilihan untuk wakil-wakil di parlemen, dibagi atas distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya samadengan kursi yang tersedia di parlemen (kursi di Parlemen yang diperebutkandalam Pemilihan umum). Setiap distrik hanya memilih satu orang wakil untukduduk di Parlemen dari beberapa calon untuk distrik tersebut.

Jikalau pembagian distrik dirasa terlalu banyak, maka dapat jugadipergunakan cara penentuan distrik berdasarkan kursi di Parlemen di bagidua. Hal ini berarti untuk masing-masing distrik bisa mengirimkan dua calonuntuk duduk di kursi Parlemen. Contohnya: Jumlah Kursi di Parlemen adalah500. Untuk cara yang pertama dapat ditempuh dengan membagi wilayah negaramenjadi 500 distrik. Jikalau cara seperti ini mengakibatkan jumlah distrik terlalubanyak, maka dapat ditempuh dengan membagi wilayah negara menjadi 250distrik. Cara yang kedua ini mengakibatkan masing-masing distrik bisamengirimkan wakil sebanyak 2 (dua) orang.

7 Ketika buku ini disusun RUU tentang Pemilihan Umum tersebut masih dalam tahap pembicaraan diDPR-RI8 Pasal 5 ayat (l) UU tentang Pemilihan Umum.

Dekomrasi dan Partai Politik

61

Page 67: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Berdasarkan tatanan (sistem) Pemilihan distrik semacam ini, makakeuntungan yang dapat diperoleh adalah :1. Hubungan antara rakyat dengan “sang wakil” relatif dekat. Hal ini

disebabkan partai-partai politik tidak mungkin mencalonkan calon wakilrakyat yang tidak populer di masing-masing distrik. Selain itu dalamperkembangan lebih lanjut sang wakil tidak akan mengatas namakan PartaiPolitik, karena dalam Pemilihan distrik, rakyat memilih orang. Bukan PartaiPolitik.

2. Sistem ini mendorong penyatuan partai-partai (khususnya jika suatu negaraitu mempergunakan sistem multi partai). Hal ini disebabkan calon yangterpilih di masing-masing distrik hanya satu atau lebih dari satu, danterpilihnya mereka ini semata-mata hanya karena kepopuleran dankredibilitasnya. Oleh sebab itulah ada kemungkinan partai-partai politikitu bergabung untuk mencalonkan seseorang yang lebih “mumpuni” diantaramereka. Calon yang mumpuni itu belum tentu berasal dari satu partai.Bahkan ada kemungkinan adalah calon independen dan non partisan.

3. Organisasi dari penyelenggaraan pemilihan dengan sistem distrik ini relatifsederhana. Tidak memerlukan banyak orang dan banyak birokrasi untukmenyusun kepanitiaan Pemilihan. Biayanya relatif lebih murah danpenyelenggaraannya relatif singkat. Sisa suara yang terbuang tidak perludiperhitungkan.

4. Dengan mempergunakan sistem distrik, maka ada kemungkinanpertumbuhan Partai Politik yang cenderung sektarian, ideologis/aliran, danprimordialisme menjadi berkurang. Hal ini mengingat tokoh-tokoh politikyang terpilih menjadi wakil masing-masing distrik lebih mengedepankankepentingan rakyat di masing-masing distrik, ketimbang kepentingankelompok Partai yang justru kadangkala menyimpang dari kepentinganrakyat banyak.

Sedangkan kelemahan dan sistem pemilihan distrik, dapat dirumuskansebagai berikut :1. Banyak suara yang terbuang. Bahkan ada kemungkinan terjadi fenomena

Low representative Versus High representative. Artinya Calon yangmenjadi wakil dari suatu distrik, pada hakikatnya hanya memperoleh suaraminoritas (Low Representative) yang ada di distrik yang bersangkutan,jikalau dibandingkan jumlah total suara (High Representative) dari calon-

62

Page 68: Multi Partai

calon lain di distrik tersebut. Contohnya :Calon A : 40 suara.Calon B : 39 suara.Calon C : 25 suara.Calon D : 20 Suara.Calon E : 15 suara.Berdasarkan suara tersebut maka Wakil Rakyat dari Distrik tersebut adalahA. Akan tetapi bila dilihat jumlah total perolehan suara (B+C+D+E), makarepresentasi dari calon A di distrik tersebut adalah rendah (Low represen-tative).

2. Menyulitkan bagi Partai-partai kecil dan golongan-golongan minoritas untukmempunyai wakil di Lembaga Perwakilan Rakyat. Apalagi mereka initerpencar dalam berbagai distrik pemilihan.

b. Sistem Pemilihan Proporsional (Multi member constituency).Tatanan (sistem) pemilihan umum seperti ini adalah mempergunakan

mekanisme sebagai berikut. Kursi yang tersedia di Parlemen Pusat diperebutkandalam suatu Pemilihan Umum, dibagi kepada Partai-Partai Politik atau golongan-golongan politik yang ikut serta dalam Pemilihan Umum sesuai dengan imbangansuara yang diperoleh dalam pemilihan yang bersangkutan. Misalnya untukkepentingan ini ditentukan suatu perimbangan 1 : 400.000. Imbangan suaraseperti ini, artinya 1 (satu) orang wakil harus memperoleh dukungan suara400.000 rakyat pemilih yang berhak. Dengan kata lain sejumlah 400.000pemilih mempunyai 1 (satu) orang wakil di Parlemen.

Dalam sistem ini, negara dianggap sebagai satu daerah pemilihan, dantiap suara dihitung. Dalam arti bahwa suara yang diperoleh dari suatu daerahdapat ditambahkan dari suara yang diperoleh dari suatu daerah lainnya. Sehinggabesar kemungkinan setiap organisasi peserta Pemilihan Umum (Partai Politik/Golongan Politik) memperoleh kursi/wakil di Parlemen Pusat.

Kendatipun negara dianggap satu daerah pemilihan, namun mengingatluas wilayah suatu negara serta jumlah penduduk yang besar, maka padaumumnya dalam sistem pemilihan proporsional ini sering dibentuk daerahpemilihan (bukan distrik pemilihan), yaitu wilayah negara dibagi dalam daerah-daerah pemilihan.

Kemudian - dengan mempertimbangkan wilayah negara, jumlahpenduduk dan faktor-faktor politik lainnya - kursi yang tersedia di Parlemen

Dekomrasi dan Partai Politik

63

Page 69: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Pusat yang akan diperebutkan dalam Pemilihan Umum harus lebih dulu dibagikanke daerah-daerah pemilihan. Tetapi jumlah kursi yang diperebutkan ini tidakboleh satu untuk satu daerah pemilihan, melainkan harus lebih dari satu. Inilahyang sering disebut Multy member constituency. Sehingga pemenang darisatu daerah pemilihan terdiri dari lebih dari satu orang.

Contoh yang dapat dipergunakan untuk memperjelas sistem ini adalah :Misalnya suatu negara yang mempunyai 30 kursi di Parlemen akanmenyelenggarakan Pemilihan Umum dengan sistem proporsional. Langkah-langkah yang harus ditempuh adalah :- Pertama : dibagikan terlebih dahulu 30 kursi tersebut kepada daerah-

daerah pemilihan, misalnya ada 4 (empat) daerah pemilihan.- Kedua: dengan mempertimbangkan wilayah negara, jumlah penduduk dan

sebagainya, maka ditentukan sebagai berikut :Daerah Pemilihan A: 10 kursi.Daerah Pemilihan B : 7 kursi.Daerah Pemilihan C: 7 kursi.Daerah Pemilihan D : 6 kursi.

- Ketiga : misalnya kursi yang berada di daerah pemilihan A yang berjumlah10 dibagikan kepada Partai politik/golongan politik peserta PemilihanUmum sesuai dengan imbangan suara yang diperoleh dalam pemilihan umumyang bersangkutan.

- Keempat : dari hasil yang diperoleh tersebut, Partai politik/golongan politikdapat menentukan anggota-anggotanya yang akan duduk di Parlemendengan berlandaskan pada stelsel daftar calon anggota Parlemen. Stelseldaftar ini tersusun berdasarkan nomor urut. Oleh sebab itu nomor urutyang paling atas-lah yang memungkinkan untuk dapat dipilih oleh Partaipolitik yang bersangkutan sebagai wakil rakyat yang duduk di Parlemen.

Dalam perhitungan suara - dalam rangka menentukan jumlah kursi yangdiperoleh masing-masing Partai politik/golongan politik peserta Pemilihan Umum- maka cara yang ditempuh adalah dengan membagi jumlah suara yang diperolehmasing-masing peserta Pemilihan Umum dengan Bilangan Pembagi Pemilih(BPP). Sedangkan sisa suara yang mungkin ada di suatu daerah pemilihantidak dapat dipindahkan ke daerah pemilihan yang lain.

Secara ideal sistem pemilihan umum proporsional ini mengandungkebaikan-kebaikan, seperti jumlah suara pemilih yang terbuang sangat sedikit,

64

Page 70: Multi Partai

merangkum partai-partai kecil atau golongan minoritas untuk mendudukkanwakilnya di Parlemen. Akan tetapi sistem ini mengandung kelemahan yang cukupsubstansiil, yaitu :9

1. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partaibaru. Dengan keadaan yang demikian ini, maka dengan mempergunakansistem proposional justru menjurus kearah munculnya bermacam-macamgolongan, sehingga lebih mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada.Kurang mendorong untuk dipergunakan dalam mencari dan memanfaatkanpersamaan-persamaan. Dengan mempergunakan sistem ini peta Politikjustru mengarah pada politik aliran yang sarat dengan konflik ideologi.

2. Wakil-wakil yang terpilih justru merasa lebih dekat dengan indukorganisasinya, yaitu Partai Politik. Kurang memiliki loyalitas kepada rakyatpemilih. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa keberadaan PartaiPolitik dalam menentukan seseorang menjadi wakil rakyat lebih dominandari pada kemampuan individu dari sang wakil. Rakyat hanya memilihPartai Politik. Bukan memilih seorang wakil.

3. Dengan membuka peluang munculnya banyak partai, maka sistem ini justrumempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil, sebab pada umumnyapenentuan pemerintahan didasarkan pada koalisi dari dua partai atau lebih.

Disamping kedua sistem tersebut di atas, masih dijumpai adanya sistemlain, yaitu sistem Proporsional dengan daftar calon terbuka. Sistem semacamini dikembangkan oleh Indonesia dalam melaksanakan Pemilu tahun 2004.Mekanisme dari sistem ini hampir sama dengan sistem proporsional. Akan tetapidalam penentuan wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR, Partai Politik hanyamengajukan calon-calon dalam daftar yang disusun berdasarkan abjad. Bukannomor urut. Kemudian dalam pelaksanaan pemungutan suara, rakyat pemilihdisamping “mencoblos” Partai Politik yang dikehendaki, mereka juga memilihnama-nama calon wakil yang diajukan oleh Partai Politik yang bersangkutan.Cara semacam ini dimunculkan sebagai respon atas keprihatinan rakyat terhadapkualitas wakil-wakil rakyat yang lebih condong mementingkan kepentinganPartai Politik. Sehingga dengan mempergunakan cara semacam ini, diharapkanwakil rakyat benar-benar mampu membawa aspirasi rakyat pemilih. Hal ini

9 Ibid, hlm. 180

Dekomrasi dan Partai Politik

65

Page 71: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

mengingat walaupun seseorang dicalonkan oleh Partai Politik, namun secaradefinitif dapat atau tidaknya orang tersebut duduk di DPR sangat tergantungpada hasil pilihan rakyat yang diambil dari daftar calon tersebut.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang tentang Pemilihan Umum, pelaksanaanPemilu berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan dapatdipertanggungjawabkan. Perluasan asas pemilu semacam ini memang dirasaterlalu “membabi-buta”. Akan tetapi. berdasarkan pengalaman Pemilu diIndonesia yang selalu bernuansa manipulatif, penuh intimidasi, tidak jujur,sewenang-wenang, maka memang masuk akal jika asas-asas Pemilihan umumtersebut dikembangkan sedemikian rupa.

Masih berkaitan dengan asas Pemilihan Umum. Di dalam Tap MPR No.IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004dan ketentuan Pasal 22E UUD 1945 mengamanatkan bahwa penyelenggaraanpemilihan umum dilaksanakan secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyatseluas-luasnya atas dasar prinsip demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia,jujur, adil dan beradab. Berkaitan dengan ketentuan semacam inilah, makaUndang-undang tentang Pemilihan Umum mengembangkan asas PemilihanUmum.10

Pengertian dan makna asas-asas Pemilu Indonesia yang sedemikiankomplek tersebut di atas, kalau diterjemahkan lebih singkat pada hakikatnyadipergunakan untuk memberikan landasan bagi seluruh rangkaian prosespenyelenggaraan Pemilu. Hal ini berbeda dengan asas-asas Pemilu yang pernahberlaku semasa Orde Baru. Semasa Orde Baru asas-asas Pemilu yangdipergunakan hanyalah “LUBER” (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).Asas-asas semacam ini pada hakikatnya hanya dipergunakan pada saatpemungutan suara. Sementara untuk memberikan landasan filosofis bagi seluruhrangkaian proses penyelenggaraan Pemilu belum ada asasnya.

C. Tahap-tahap Penyelenggaraan Pemilihan Umum

Tahapan Pemilihan Umum di Indonesia - sebagaimana dirancang olehKPU - pada prinsipnya melalui 10 (sepuluh) tahapan teknis. Secara singkat ke

10 Lihat Penjelasan Umum dalam Draft RUU tentang Pemilihan Umum.

66

Page 72: Multi Partai

sepuluh tahapan teknis sesuai Pasal 4 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu(1) Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali(2) Tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi :

a. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilihb. Pendaftaran peserta pemiluc. Penetapan peserta pemilud. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihane. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD

Kabupaten kotaf. Masa kampanyeg. Masa tenangh. Pemungutan dan Penghitungan suarai. Penetapan hasil Pemiluj. Pengucapan sumpah janji anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD

Kab/Kota.

D. Kilas Balik Pemilu di Indonesia

Dalam catatan sejarah Indonesia telah menyelenggarakan 9 (sembilan)kali Pemilu. Sejak Pemilu tahun 1955, perkembangan untuk mencapaimasyarakat yang demokratis masih nampak suram. Kalaupun Pemilu tahun1955 dan Pemilu tahun 1999 dikatakan banyak orang adalah Pemilu yangdemokratis, namun kenyataan menunjukkan bahwa hasil-hasil Pemilu dari keduapenyelenggaraan Pemilu tersebut tidak cukup signifikan untuk dipergunakansebagai tolok ukur proses perjalanan sistem demokratis yang diidam-idamkan.

Dalam Pemilu tahun 1955 banyak analis politik dan pakar ketatanegaraanmenganggap bahwa Pemilu tersebut merupakan Pemilu yang paling demokratisyang pernah dilakukan di Indonesia. Kendatipun demikian, Herbert Feithmengemukakan bahwa penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 sesungguhnyamerupakan bentuk kompromi politik Sukarno terhadap berbagai tekanan yangmuncul dari TNI soal otoritas pemerintahan yang korup dan nepotis,percekcokan antar Partai Politik serta bancinya pemerintahan dalammenghadapi urusan-urusan ekonomi.11 Kondisi sebagaimana digambarkan oleh

11 Herbert Feith, The Indonesian Elections of 1955.

Dekomrasi dan Partai Politik

67

Page 73: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Feith ini juga nampak jelas dalam realitas politik menjelang dan sesudah Pemilutahun 1999, yang juga dianggap sebagai salah satu Pemilu di Indonesia yangdemokratis.

Kondisi Politik menjelang Pemilu tahun 1999 ditandai dengan ambruknyalegitimasi rezim Orde Baru sebagai akibat bobroknya moralitas parapenyelenggara negara melalui penguatan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)secara sistemik yang pada gilirannya mengakibatkan terjadinya krisis multi-dimensional. Kondisi semacam ini yang kemudian mengakibatkan munculnyakompromi-kompromi dikalangan elit politik setelah jatuhnya Presiden Soeharto- untuk mempercepat pelaksanaan Pemilu pada tahun 1999.

Tidak dapat dipungkiri bahwa secara umum Pelaksanaan Pemilu tahun1999 memang lebih demokratis ketimbang Pemilu-pemilu semasa Orde Baru.Akan tetapi pelaksanaan yang demokratis tersebut tidak diimbangi dan dibarengidengan kelanjutan mekanisme sistem ketatanegaraan yang demokratis pula.Bahkan disana-sini cenderung kearah anarkhis. Berbagai kompromi politik pascaPemilu tahun 1999 masih tetap mendominasi dalam penyelenggaraan sistemketatanegaraan. Konflik antara Eksekutif dan Legislatif memuncak dan takterkendali.

Dalam negara demokratis, kompromi-kompromi politik seharusnyadiletakkan dalam lingkup konstitusional (kelembagaan) demokratis secarakonstitusional. Tidak hanya sekedar pertemuan-pertemuan informal antar elitPartai Politik yang sifatnya jelas ekstra-konstitusional. Kita bisa mengambilbeberapa contoh, diantaranya adalah penentuan Kabinet di Era KH.Abdurrahman ‘Gus Dur’ Wahid dan Era Megawati Soekarno Putri yang saratdengan kompromi politik untuk bagi-bagi “kue” kekuasaan. Contoh lain adalahpertemuan-pertemuan elit Partai Politik yang dilakukan di luar Parlemen dansemakin marak guna mengambil kesepakatan-kesepakatan politik dalam rangkamenghadapi suatu moment ketatanegaraan tertentu, misalnya menghadapi SidangTahunan (ST) MPR.

Contoh-contoh tersebut di atas mengakibatkan hasil Pemilu tahun 1999hanya bermakna demokratis yang semu. Rakyat sebagai subyek utama prinsipkedaulatan rakyat masih tetap diletakkan sebagai obyek dari Partai-partai Politikdalam menancapkan hegemoninya untuk melanggengkan kekuasaan. Tragisnyaproses pembodohan rakyat masih terus saja berlangsung. Inilah gambaran kilasbalik Pemilu yang dapat penulis kemukakan secara singkat. Semoga gambaran

68

Page 74: Multi Partai

ini dapat dipergunakan sebagai refleksi untuk menyusun sistem ketatanegaraandan Pemilu yang lebih demokratis dan aspiratif.

E. Partai Politik

Keberadaan Partai Politik dalam kehidupan ketatanegaraan pertama kalidijumpai di Eropa Barat, yakni sejak adanya gagasan bahwa rakyat merupakanfaktor yang patut diperhitungkan serta diikut sertakan dalam proses politik,Dengan adanya gagasan untuk melibatkan rakyat dalam proses politik(kehidupan dan aktifitas ketatanegaraan), maka secara spontan Partai Politikberkembang menjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintahdi pihak lain.12

Dengan demikian dapat ditarik pengertian bahwa sebagai organisasi yangsecara khusus dipakai sebagai penghubung antara rakyat dengan Pemerintah,keberadaan Partai Politik sejalan dengan munculnya pemikiran mengenai pahamdemokrasi dan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan sistem ketatanegaraan.

Sudah banyak definisi yang dikemukakan oleh para sarjana mengenaipengertian Partai Politik tersebut. Definisi-definisi tersebut antara lain :13

1. Carl J. Friedrich: Sekelompok manusia yang terorganisir secara stabildengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadappemerintahan bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasaan inimemberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat idealmaupun materiil.

2. R.H. Soltou: Sekelompok warganegara yang sedikit banyak terorganisir,yang bertindak sebagai satu kesatuan politik, yang dengan memanfaatkankekuasaan memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakankebijaksanaan umum mereka.

3. Sigmund Neumann: Organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusahauntuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyatatas dasar persaingan melawan golongan atau golongan-golongan lain yangtidak sepaham.

12 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, hlm. 159.13 Ibid, hlm. 160-161.

Dekomrasi dan Partai Politik

69

Page 75: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

4. Miriam Budiardjo: Suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengantujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik(biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, kita dapat melihat adanya“benang merah” hubungan pengertian antara pendapat yang satu dengan yanglain, yaitu bahwa tujuan Partai Politik itu didirikan adalah untuk merebut ataupunmempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan guna melaksanakankebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah digariskan oleh masing-masing PartaiPolitik. Untuk merebut dan mempertahankan penguasaannya di dalamPemerintahan tentunya dilakukan secara konstitusional. Hal ini berartikeberadaan Partai Politik juga dimaksudkan sebagai sarana untuk meredamkonflik kepentingan ataupun persaingan yang muncul di lingkungan masyarakatdalam mempengaruhi pemerintahan.

Oleh sebab itu, tidak ada salahnya jikalau Keberadaan partai Politik dinegara modern dipergunakan untuk mewujudkan tatanan kehidupan kenegaraanyang lebih beradab. Hal ini mengingat sebelum dikenal adanya paham mengikutsertakan rakyat dalam sistem politik, perebutan kekuasaan selalu dilakukandengan cara kekerasan. “Kasus Ken Arok” dalam sejarah Indonesia merupakancontoh yang dapat dipergunakan disini.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, maka padahakikatnya Partai Politik adalah suatu kelompok manusia yang terorganisirsecara teratur baik dalam hal pandangan, tujuan maupun tata cara rekruitmenkeanggotaan, dengan tujuan pokok yakni menguasai, merebut ataupunmempertahankan kekuasaannya dalam pemerintahan secara konstitusional.

Tujuan Partai Politik.Setiap organisasi yang dibentuk oleh manusia tentunya memiliki tujuan-

tujuan tertentu. Demikian pula organisasi yang disebut Partai Politik. Tujuanpembentukan suatu Partai politik, disamping yang utama adalah merebut,mempertahankan ataupun menguasai kekuasaan dalam pemerintahan suatunegara - juga dapat diperlihatkan dari aktivitas yang dilakukan. RusadiKantaprawira mengemukakan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh Partai Politik

70

Page 76: Multi Partai

pada umumnya mengandung tujuan :14

a. Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkanorang-orangnya menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat turut sertamengambil atau menentukan keputusan politik atau output pada umumnya;

b. Berusaha melakukan pengawasan, bahkan oposisi bila perlu terhadapkelakuan, tindakan, kebijaksanaan para pemegang otoritas (terutama dalamkeadaan mayoritas pemerintahan tidak berada dalam tangan Partai Politikyang bersangkutan).

c. Berperan untuk dapat memadu (streamlining) tuntutan-tuntutan yang masihmentah (raw opinion), Sehingga Partai Politik bertindak sebagai penafsirkepentingan dengan mencanangkan isu-isu politik (political issue) yangdapat dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas.

Dengan melihat aktivitas dari Partai Politik tersebut di atas, maka rakyatsebagai subyek dalam sistem ketatanegaraan dapat melakukan pilihan-pilihanalternatif, yakni Partai Politik mana yang akan diikuti atau menjadi saluran politikmereka. Berkaitan dengan hal ini, di dalam struktur masyarakat yang masihpaternalistik, maka pilihan rakyat untuk berafiliasi kepada suatu Partai Politiktertentu sangat ditentukan oleh ideologi atau aliran yang dianut oleh suatu PartaiPolitik. Oleh sebab itulah di dalam negara dengan struktur masyarakat yangmasih paternalistik, Partai Politik gemar untuk memainkan ideologi-ideologiPartai guna memperoleh dukungan massa rakyat, sehingga memperkuat posisidalam kehidupan politik ketatanegaraan. Penekanan mengenai programkehendak menjadi titik tolak utama untuk memperoleh dukungan massa rakyat.Kehidupan dan aktivitas Partai politik semacam ini masih dapat dikategorikansebagai Partai Politik tradisionil.

Klasifikasi Partai Politik.15

Banyak jenis dan bentuk Partai Politik yang hidup dan berkembang didalam suatu kehidupan ketatanegaraan. Berkaitan dengan hal inilah, maka padahakikatnya Klasifikasi Partai Politik dapat digambarkan sebagai berikut:

14 Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia suatu Model Pengantar, Cet V, Sinar Baru, Bandung,1988, hlm. 62.15 Dirangkum dari Mirriam Budiano, Op.cit., hlm. 166-167.

Dekomrasi dan Partai Politik

71

Page 77: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

1. Klasifikasi Partai Politik ditinjau dari Komposisi dan FungsiKeanggotaannya. Klasifikasi semacam ini dapat dikelompokkan ke dalamdua jenis Partai Politik, yaitu :a. Partai Massa, yakni suatu Partai Politik yang lebih mengutamakan

kekuatannya berdasarkan keunggulan jumlah anggota. Oleh karenaitu biasanya terdiri dari pendukung-pendukung dari berbagai aliranpolitik dalam masyarakat yang sepakat di bawahnya dalammemperjuangkan suatu program yang biasanya luas dan agak kabur.

b. Partai Kader, yaitu suatu Partai Politik yang lebih mementingkankeketatan organisasi dan disiplin kerja dan anggota-anggotanya.Pemimpin Partai biasanya menjaga kemurnian doktrin Partai yangdianut dengan jalan mengadakan saringan calon-calon anggotanyasecara ketat.

2. Klasifikasi Partai Politik ditinjau Dari Sifat dan Orientasinya. PartaiPolitik dengan Klasifikasi semacam ini dapat dikelompokkan kedalam duajenis, yaitu :a. Partai Lindungan (Patronage Party), yaitu suatu Partai Politik yang

pada umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor (meskipunorganisasi di tingkat lokal sering cukup ketat). Disiplin yang lemahdan biasanya tidak terlalu mementingkan pemungutan iuran secarateratur. Tujuan utama dari Partai Politik jenis ini adalah memenangkanPemilihan Umum untuk anggota-anggota yang dicalonkannya. Olehsebab itu Partai semacam ini hanya giat melaksanakan aktivitasnyamenjelang Pemilu. Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah PartaiDemokrat dan Republik di AS.

b. Partai Ideologi (Partai Asas), yaitu suatu Partai Politik (biasanya)yang mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalamkebijaksanaan pemimpin dan berpedoman pada disiplin Partai yangkuat dan mengikat Hampir sebagian besar Partai-partai Politik yangada di Indonesia dapat dikategorikan sebagai Partai Ideologi.

Berdasarkan dua klasifikasi besar mengenai Partai Politik tersebut diatas - jika Partai-partai Politik itu akan melakukan koalisi - maka langkah yangpaling mudah dan relatif berhasil untuk ditempuh adalah dengan melakukankoalisi Partai Politik yang sama-sama berjenis Partai Massa atau sama-samaPartai Lindungan. Koalisi antar Partai Kader atau antar Partai Ideologi relatif

72

Page 78: Multi Partai

sulit untuk dilakukan. Apalagi Koalisi antar Partai Politik dengan Ideologi yangjauh berseberangan. Misal Koalisi antar Partai yang berideologikan keagamaantertentu.

Sistem Kepartaian.Dalam kehidupan Politik ketatanegaraan suatu negara, pada prinsipnya

dikenal adanya tiga sistem kepartaian, yaitu :16

a. Sistem Partai Tunggal (the single party system). Istilah ini dipergunakanuntuk Partai Politik yang benar-benar merupakan satu-satunya PartaiPolitik dalam suatu Negara, maupun untuk Partai Politik yang mempunyaikedudukan dominan di antara beberapa Partai politik lainnya. Namundemikian - oleh para sarjana - dianggap merupakan bentuk penyangkalandiri (contradictio in terminis), mengingat dalam pengertian sistem itusendiri akan selalu mengandung lebih dari satu unsur atau komponen.Kecenderungan untuk mengambil sistem Partai Tunggal disebabkan, karenaPimpinan negara-negara baru sering dihadapkan masalah bagaimanamengintegrasikan berbagai golongan, daerah, suku bangsa yang berbedacorak sosial dan pandangan hidupnya. Dikhawatirkan bahwa bilakeanekaragaman sosial budaya ini dibiarkan tumbuh dan berkembang,besar kemungkinan akan terjadi gejolak-gejolak sosial yang menghambatusaha-usaha pembangunan dan menimbulkan disintegrasi.

b. Sistem dua Partai (two party system). Menurut Maurice Duverger, sistemini adalah khas Anglo Saxon (Amerika, Filipina). Dalam sistem ini Partai-partai Politik dengan jelas dibagi kedalam Partai Politik yang berkuasa(karena menang dalam Pemilihan Umum) dan Partai Oposisi (karena kalahdalam Pemilihan Umum).17

c. Sistem Banyak Partai (multy party system). Pada umumnya sistemkepartaian semua ini muncul karena adanya keanekaragaman sosial budayadan politik yang terdapat di dalam suatu negara.18

16 Lihat Ibid, hlm. 167.17 Loc.cit.18 Ibid, hlm. 169.

Dekomrasi dan Partai Politik

73

Page 79: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

F. Perkembangan Partai Politik Di Indonesia.19

1. Keberadaan Partai Politik di Indonesia dimulai sejak Pemerintah HindiaBelanda mencanangkan Politik Etis pada tahun 1908. Dengan adanyaPolitik Etis ini, maka banyak kalangan cerdik pandai kaum Bumiputerayang mulai tergerak untuk ikut serta dalam kehidupan ketatanegaraanmelalui berbagai organisasi kemasyarakatan. Pelopor utama dariOrganisasi kemasyarakat tersebut adalah Boedi Oetomo.

2. Dengan keluarnya Maklumat Wk. Presiden No. X tahun 1945 tanggal16 Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah 3 Nopember 1945 -setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 - Indonesiamenganut sistem Multi Partai yang ditandai dengan munculnya 24 PartaiPolitik yang berbasis Aliran (ideologi).

3. Menjelang Pemilu tahun 1955 yang berdasarkan Demokrasi Liberalterdapat 70 Partai Politik maupun perseorangan yang mengambil bagiandalam Pemilu tersebut. Perlu diketahui bahwa Pemilu tahun 1955dipergunakan untuk memilih anggota Konstituante yang bertugas untukmerumuskan UUD yang akan menggantikan UUDS 1950, dan memilihDPR.

4. Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dilakukanlah penyederhanaansistem Kepartaian di Indonesia, yaitu :- Penpres No. 7 Tahun 1959 dan Peraturan Presiden (Perpres)

No. 13 Tahun 1960 mengatur tentang pengakuan, pengawasandan pembubaran Partai-partai Politik.

- Pada tanggal 17 Agustus 1960 PSI dan Masyumi dibubarkan.5. Tanggal 14 April 1961 diumumkan hanya 9 Partai Politik yang

mendapat pengakuan, yaitu PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, PartaiKatolik, Perti, Murba, dan Partindo. Dengan berkurangnya jumlahPartai Politik tersebut, tidak berarti konflik ideologi dalam masyarakatumum sebagai akibat pengaruh yang dibawa oleh Partai-partai Politiktersebut menjadi berkurang. Untuk mengatasi hal ini, maka padatanggal 12 Desember 1964, di Bogor diselenggarakan pertemuanPartai-Partai Politik dan menghasilkan Deklarasi Bogor.

19 Dirangkum dari Ali Moertopo, Strategi Pembangunan Nasional, Get II, CSIS, Jakarta, 1982, hlm.190, dst.

74

Page 80: Multi Partai

6. Tanggal 12 Maret 1966 setelah terjadi Pemberontakan G/30/S PKI,maka PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai Partai terlarang di In-donesia. Kemudian dimulailah usaha pembinaan Partai-partai Politikyang dilakukan oleh Orde Baru.

7. Tanggal 20 Pebruari 1968 didirikan Parmusi (Partai Muslimin Indo-nesia) sebagai langkah peleburan dan penggabungan ormas-ormasIslam yang sudah ada, dan yang belum tersalurkan aspirasinya.Pendukung dari Partai ini adalah Muhammadiyah, HMI, PII,Aliwasliyah, HSBI, Gasbindo, PUI dan IPM).

8. Tanggal 27 Pebruari 1970, Presiden Soeharto mengadakan konsultasidengan Partai-partai Politik, guna membahas gagasan untukmengelompokkan Partai-partai Politik yang ada di Indonesia.

Gagasan Pengelompokkan Partai-partai Politik.Gagasan pengelompokkan Partai-partai Politik (Fusi) di Indonesia

mengandung tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendekadalah mempertahankan stabilitas nasional dan kelancaran pembangunan dalamrangka menghadapi Pemilihan Umum. Sedangkan tujuan jangka panjang adalahmelakukan penyederhanaan kehidupan kepartaian di Indonesia sebagaimanadiamanatkan oleh Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966.

Gagasan penyederhanaan kehidupan kepartaian di Indonesia ini tidakhanya mengandung arti pengurangan jumlah Partai Politik, tetapi juga melakukanperombakan sikap dan pola kerja dari Partai-partai politik menuju orientasipada program. Juga disarankan oleh Presiden Soeharto untuk mempergunakanasas Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan gagasan ini, maka disarankan pembentukan dua kelompokPartai-partai Politik, sebagai berikut :1. Kelompok materiil-spirituil yaitu terdiri dari Partai-partai Politik yang

lebih menekankan pada pembangunan materiil tanpa mengabaikan aspekspirituil. Pengelompokkan jenis ini diikuti oleh PNI, Murba, IPKI, PartaiKatolik, dan Parkindo.

2. Kelompok Spirituil-materiil yaitu terdiri dari Partai-partai Politik yanglebih menekankan pada aspek pembangunan spirituil tanpa mengabaikanaspek meteriil. Pengelompokkan jenis ini diikuti oleh NU, Parmusi, PSIIdan Peru.

Dekomrasi dan Partai Politik

75

Page 81: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Dua pengelompokkan Partai Politik berdasarkan orientasi tersebutmemang terasa janggal. Kita ambil contoh misalnya Partai Katolik dan Parkindoyang jelas-jelas bernafaskan spirituil keagamaan, ternyata dimasukkan dalampengelompokkan materiil-spirituil. Kondisi semacam ini mungkin disebabkanadanya kesulitan-kesulitan ideologis untuk menggabungkan kedua Partaitersebut untuk masuk ke kelompok spirituil-materiil, karena sebagaimana kitaketahui kelompok spirituil-materiil terdiri dari Partai-partai Politik yang basisideologinya adalah Islam.

Pada tanggal 9 Maret 1970, terjadi pengelompokkan Partai-partai Politikdengan terbentuknya Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dariPNI. Partai Katolik, Parkindo, IPKI, dan Murba. Kemudian pada tanggal 13Maret 1970 terbentuk kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri dariNU, Parmusi, PSII dan Perti. Langkah terakhir adalah pada tanggal 5 dan 10Januari 1973 terbentuklah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai fusiKelompok Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia sebagaifusi Kelompok Demokrasi Pembangunan.

Disamping kedua kelompok (hasil Fusi) Partai Politik tersebut, ternyatadalam perkembangannya terdapat golongan-golongan fungsional yang tidakdapat dimasukkan kedalam salah satu dari Partai Politik yang berfusi tersebutdi atas. Golongan-golongan tersebut kemudian membentuk satu kelompoktersendiri yang kemudian disebut sebagai Golongan Karya (Golkar). MenurutAli Moertopo, Golongan Karya adalah golongan-golongan dalam masyarakatyang masing-masing menyumbangkan peranan khusus bagi berfungsinyamasyarakat, yakni organisasi ekonomi, kultural, sosial dan pertahanan.20

Akhirnya dalam Pemilihan Umum tahun 1971 hanya terdapat tiga benderakekuatan Politik Peserta Pemilihan Umum, yaitu dua Partai Politik (PPP danPDI) serta satu Golongan Karya (Golkar). Keberadaan ketiga organisasikekuatan sosial politik ini kemudian dikukuhkan dengan keluarnya Undang-Undang No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

Dengan adanya Undang-undang tersebut, praktis kehidupan kepartaiandi Indonesia di era Orde Baru, dibatasi. Artinya Tidak diperkenankan munculnya

20 Ibid, hlm. 197.

76

Page 82: Multi Partai

Organisasi atau Golongan Politik lainnya, di luar yang telah diatur oleh UU No.3 Tahun 1975. Walaupun Undang-Undang ini mengalami perubahanberulangkali, namun kondisi kepartian di Indonesia berjalan tetap seperti semula.Ini berarti kehidupan demokrasi yang ditandai dengan adanya jaminankebebasan masyarakat untuk berkumpul dan berserikat, menyampaikanpendapat baik tertulis maupun lisan, sebagaimana diatur di dalam Pasal 28UUD 1945 tidak terakomodasi dengan baik. Bahkan dalam berbagai hal,Pemerintahan rezim Orde Baru membatasi ruang gerak dari kedua Partai Politikyang ada.

Golkar sebagai kekuatan mayoritas dan selalu memegang posisi singlemajority selalu mendominasi peta kehidupan politik ketatanegaraan Indonesia.Kemampuan Golkar yang demikian ini, sebenarnya tidak melulu karenakekuatan diri sendiri, melainkan karena diberikannya fasilitas-fasilitas politikoleh Pemerintah. Pada hakikatnya kekuatan GOLKAR dalam lingkup politik,disebabkan oleh adanya tiga pilar utama sebagai penyangga, yakni PresidenSoeharto (sebagai Dewan Pembina GOLKAR), Birokrasi dan Militer (TNI/Polri). Bahkan dalam konteks Floating Mass (massa mengambang) yang hanyadiperkenankan untuk membentuk kepengurusan sampai ke tingkat Desa,hanyalah Golkar melalui struktur Birokrasi yang ada. Pegawai Negeri Sipil danTNI maupun Polri secara otomatis merupakan Keluarga Besar Golkar.

Dengan “keterpasungan” kehidupan kepartaian selama rezim Orde Baruinilah, maka pelaksanaaan sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi tidaksejalan alias menolakprinsip-prinsip Pemerintahan yang demokratis. Puncakdari “keterpasungan” kehidupan kepartaian di Indonesia tersebut mencapaititik kulminasi dan menimbulkan perlawanan-perlawanan politik, adalah ketikaPartai Demokrasi Indonesia “dipecah” oleh Pemerintah Orde Baru dengancara tidak mengakui kepemimpinan Megawatt Sukarno Putri, dan hanyamengakui PDI yang dipimpin oleh Soerjadi.

Perpecahan di tubuh PDI tersebut menimbulkan kemelut berkepanjanganyang pada akhimya mengakibatkan peristiwa berdarah yang sering disebut“Peristiwa Sabtu Kelabu” pada tanggal 27 Juli tahun 1996. Peristiwa inidisebabkan sikap dari aparat Keamanan yang bertindak sangat represif kepadamassa pendukung PDI versi Megawati Sukamo Putri yang menduduki KantorPusat PDI di Jln. Diponegoro Jakarta. Dari “Peristiwa Sabtu Kelabu” inilah,muncul berbagai perlawanan susulan dari para aktivis gerakan Pro demokrasi

Dekomrasi dan Partai Politik

77

Page 83: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

untuk menentang kezaliman rezim Orde Baru. Perlawanan dari para aktivispro demokrasi ini mencapai titik keberhasilan setelah Indonesia menghadapikrisis ekonomi di akhir tahun 1997 yang ditandai dengan merosotnya nilai tukarRupiah atas Dolar AS sampai berkisar Rp. 15.000,-/Dolarnya.

Kondisi ekonomi dan moneter ini kemudian menjadi titik tolak untukmenumbangkan Presiden Soeharto yang telah memegang kepemimpinannasional yang kalau diakumulasikan berlangsung sepanjang kurang lebih 32tahun. Dengan tumbangnya Presiden Soeharto inilah, maka terbuka kesempatanuntuk mengembangkan kehidupan kepartaian yang lebih demokratis. Sehinggamenjelang Pemilu tahun 1999, sistem Kepartaian di Indonesia berubah menjadisistem multi partai. Sistem seperti ini dikukuhkan dengan munculnya UU No. 2Tahun 1999 tentang Partai Politik.

Demikianlah perjalanan sejarah kehidupan kepartaian di Indonesia. Darisejarah perjalanan tersebut, kecenderungan akan menguatnya politik aliran(ideologi) yang dibawa oleh masing-masing Partai Politik masih menunjukkankekentalannya. Pertanyaannya, kapankah peta kehidupan politik Indonesia lebihmenunjukkan pola egaliter? jawaban atas permasalahan ini, sangat tergantungdan perkembangan budaya politik dan masyarakat Indonesia.

G. Penutup

a. Kesimpulan1. Tidak ada demokrasi tanpa Partai Politik.2. Partai Politik adalah produk dari kebebasan berfikir berpendapat,

berserikat dan berkumpul.3. Partai Politik merupakan alat bagi rakyat dalam menjalankan

kedaulatan rakyat.4. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah mekanisme untuk menentukan pilihan

rakyat terhadap Partai Politik.

b. SaranBanyaknya Partai Politik, merupakan konsekwensi kelirunya penilaianterhadap demokrasi Indonesia. Menyongsong Pemilu 2009 saja, tidakkurang dari 60 Partai Politik sebagai Peserta Pemilu.Oleh karena itu demi mewujudkan demokrasi sejati dan bukan demokrasisemu yang mengatas-namakan rakyat, sebaiknya Partai-partai Politik :1. Mampu memperkuat jajaran Pimpinan dan kepengurusan termasuk

78

Page 84: Multi Partai

pendidikan politik bagi kader-kadernya sehingga dapatmengembangkan organisasi partai yang baik.

2. Mampu mandiri dalam masalah keuangan sehingga tidak tergantungpada Pemerintah. Oleh karena itu perlu adanya sejumlah kader Partaiyang kaya dan dapat memberikan kontribusi kepada partainya secaramaksimal.

3. Mampu menyelesaikan konflik internal secara damai sehingga tidakmerusak citra dan keutuhan partai yang pada akhirnya akanmemperoleh simpati rakyat dalam pemilu.

4. Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan partai sebagai sarana untukpemberdayaan masyarakat karena pemberdayaan rakyat merupakanbagian tak terpisahkan dalam pembentukan kekuasaan.

Dekomrasi dan Partai Politik

79

Page 85: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

DAFTAR PUSTAKA

Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia,Studi Sosio-Legal atas Konsituante 1956-1959, Grafita, Jakarta, 1995.

Arief Budiman, Teori Negara Negara, Kekuasaan dan Ideologi, GramediaPustaka Utama, Jakarta, 1996.

Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia,Gaya Media Pratama, Jakarta, 1988.

B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan & Hak AsasiManusia (Memahami Proses Konsolidasi Sistem Demokrasi diIndonesia), Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2003.

Hamid S Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Indonesia DalamPenyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi Fakultas PascaSarjana UI, Jakarta,1990.

Hasan Al Rasyid, Pengisian Jabatan Presiden, Grafiti, Jakarta, 1999.

Ismail Suny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Cet. IV, Aksara Baru, Jakarta,1987.

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia-Jakarta, 1986

Moh. Kusnardi & Hasmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,Pusat Studi HTN-FHUI, Jakarta, 1983.

Rusadi Kartaprawira, Sistem Politik Indonesia suatu Modal Pengantar, Cet. V,Sinar Baru, Bandung, 1988.

Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen I, II, III dan IV.

Undang-Undang No. 22 Tahun 2007, tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Undang-Undang No. 2 Tahun 2008, tentang Partai Politik.

Undang-Undang No.10, tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

80

Page 86: Multi Partai

PARADIGMA BARU UU NO. 2 TAHUN 2008TENTANG PARTAI POLITIK

Oleh: A.A. Oka Mahendra, S.H.

Pendahuluan

Sesudah amandemen ke-3 UUD Negara R.I. Tahun 1945 basiskonstitusional eksistensi partai politik di Indonesia semakin kuat sebagai salahsatu pilar pelaksanaan prinsip negara yang berkedaulatan rakyat, sebagaimanadiamanatkan dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD Negara R.I. Tahun 1945dan Pasal 1 ayat (2) UUD Negara R.I. Tahun 1945.

Sebelum amandemen ke-3 UUD Negara R.I. Tahun 1945, eksistensipartai politik memperoleh dasar konstitusionalnya dalam Pasal 28 UUD yangmenjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikirandengan lisan dan tulisan dan sebagainya. Sejak amandemen ke-3 UUD secaraeksplisit ditentukan peranan partai politik dalam pengusulan pasangan calonPresiden dan Wakil Presiden (Pasal 6A ayat (2) untuk dipilih langsung olehrakyat. Selain itu UUD menentukan pula peranan partai politik sebagai pesertapemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD (Pasal 22Eayat (3).

Mengapa UUD menekankan pada salah satu fungsi partai politik sajayaitu sebagai sarana rekrutmen kepemimpinan politik? Padahal disamping itupartai politik mempunyai fungsi lainnya seperti fungsi sarana komunikasi politik,sarana sosialisasi politik dan sarana pengatur konflik (Mariam Budiardjo,1981:14-17). Sebabnya ialah karena pembentuk UUD memandang soalkepemimpinan politik sangat strategis dalam penyelenggaraan negara. Melaluiproses rekrutmen kepemimpinan yang demokratis diharapkan supra strukturpolitik akan diisi oleh pemimpin-pemimpin yang akseptabel dan kapabel melaluiproses seleksi yang demokratis. Sudah tentu fungsi lainnya dari partai politiktetap dianggap penting dan secara lebih rinci akan diatur dalam UU sebagaipelaksanaan ketentuan konstitusi.

Seperti diketahui sesudah amandemen ke-3 UUD Negara R.I. tahun1945 pada tahun 2002 telah diundangkan UU No. 31 Tahun 2002 tentangPartai Politik untuk menggantikan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politikyang dipandang sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan

81

Page 87: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

perubahan ketatanegaraan serta sebagai pelaksanaan Ketetapan MPR NomorX/MPR/2001 dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002.

Dalam perkembangan selanjutnya UU No. 31 Tahun 2002 tentang PartaiPolitik oleh pembentuk undang-undang dipandang perlu untuk diperbaharuisesuai dengan tuntutan dan dinamika masyarakat. Sehubungan dengan itu padatanggal 4 Januari 2008 telah diundangkan UU No. 2 Tahun 2008 tentang PartaiPolitik.Permasalahannya ialah:a. Mengapa UU No. 31 Tahun 2002 dicabut, apa latar belakangnya?b. Perubahan apa saja yang dimuat dalam UU No. 2 Tahun 2008?c. Apakah UU No. 2 Tahun 2008 akan menjamin peningkatan kualitas partai

politik dimasa yang akan datang?

Latar belakang pencabutan UU No. 31 Tahun 2002

Jawaban atas permasalahan mengapa UU No. 31 Tahun 2002 dicabutdapat kita simak dari konsideran menimbang dan Penjelasan Umum UU No. 2Tahun 2008.Ada 3 alasan pokok yang dikemukakan sebagai berikut:a. Untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat yang diakui dan dijamin oleh UUD Negara R.I.Tahun 1945. Prinsip kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkanpendapat sebagai hak asasi manusia harus dilaksanakan untuk mewujudkankehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan R.I. yangmerdeka, berdasarkan hukum (konsideran menimbang huruf a dan b).

b. Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntutpeningkatan peran, fungsi dan tanggung jawab partai politik dalamkehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana partisipasi politikmasyarakat (Penjelasan Umum alinea ke-2)

c. UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum optimalmengakomodasikan dinamika dan perkembangan masyarakat yangmenuntut peran partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegaraserta tuntutan mewujudkan partai politik sebagai organisasi yang bersifatnasional dan modern.

Pembentuk UU tampakya berkeinginan agar dibawah UU yang barupartai politik lebih beperan, berfungsi dan bertanggung jawab sebagai sarana

82

Page 88: Multi Partai

partisipasi politik masyarakat dalam kehidupan demokrasi. Partai politikdiharapkan tidak sekedar menjadi “mesin pengumpul suara” yang digerakkanmenjelang dan pada saat pemilihan umum. Partai politik diharapkan menjadisarana partisipasi politik masyarakat. Mariam Budiardjo (1981:1)mengemukakan “bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atausekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitudengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung,mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy)”.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa di negara-negara demokratis pemikiranyang mendasari konsep partisipasi politik ialah bahwa kedaulatan ada di tanganrakyat, yang melaksanakannya melalui kegiatan bersama untuk menetapkantujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan untuk masa berikutnya. Jadipartisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaanpolitik yang absah oleh rakyat. Partai politik diharapkan dapat menjadi saranayang efektif untuk turut menentukan kebijakan publik dan memilih pemimpinpolitik yang dipercaya untuk menjalankan kekuasaan untuk kepentingan rakyat.

Untuk itu partai politik dibangun sebagai organisasi modern. Sebagaiorganisasi modern dan bersifat nasional, maka partai politik mesti dibangundengan visi kebangsaan dengan governance culture yang demokratis. Sebagaiorganisasi modern partai politik juga harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsipkeadilan, transparansi, akuntabilitas dan responsibilitas. Dengan demikian partaipolitik akan menjadi organisasi yang sehat dan mampu memainkan peranannyadalam kehidupan politik.

Perubahan yang dimuat dalam UU No. 2 Tahun 2008

Penjelasan Umum alinea ke-4 UU No. 2 Tahun 2008 mengemukakan:“UU ini mengakomodasikan beberapa paradigma baru seiring denganmenguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, melalui sejumlah pembaharuanyang mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaan partai politik yangmenyangkut demokratisasi internal partai politik, transparansi dan akuntabilitasdalam pengelolaan keuangan partai politik, peningkatan kesetaraan gender dankepemimpinan partai politik dalam sistem nasional berbangsa dan bernegara”.Lebih lanjut pada alinea ke-5 dikemukakan antara lain: “Dalam UU inidiamanatkan perlunya pendidikan politik dengan memperhatikan keadilan dan

Paradigma Baru UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

83

Page 89: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan hakdan kewajiban, meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam kehidupanberbangsa dan bernegara”.

Marilah kita simak satu persatu apa yang disebut dengan beberapaparadigma baru dalam UU No. 2 Tahun 2008.1. Penguatan Sistem dan Kelembagaan Partai Politik

Penguatan Sistem dan Kelembagaan Partai Politik antara lain tercermindari persyaratan yang harus dipenuhi oleh partai politik untuk menjadi badanhukum khususnya yang berkaitan dengan syarat memiliki kepengurusanpaling sedikit 60% dari jumlah provinsi, 50% dari jumlah kabupaten/kotapada setiap provinsi yang bersangkutan dan 25% dari jumlah kecamatanpada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan (Pasal 3 ayat(2) huruf d).Selain itu ditentukan pula bahwa partai politik yang bersangkutan harusmemiliki rekening atas nama partai politik (Pasal 3 ayat (2) huruf e).Kemudian dalam Pasal 12 huruf j ditentukan partai politik berhakmembentuk dan memiliki organisasi sayap partai politik. Selanjutnya dalamPasal 17 ditentukan bahwa kepengurusan partai politik terdiri atas organisasitingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota dan dapatdibentuk sampai tingkat kelurahan/desa atau sebutan lain dan organisasipartai politik tersebut memiliki hubungan kerja yang bersifat hierarkis.Partai politik menurut Pasal 30 berwenang membentuk dan menetapkanperaturan dan/atau keputusan partai politik berdasarkan AD dan ART sertatidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.

2. Demokratisasi Internal Partai PolitikDemokratisasi internal partai politik antara lain tercermin dalam Pasal 22yang menentukan kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dipilihsecara demokratis sesuai dengan AD dan ART.Kemudian dalam Pasal 27 dan Pasal 28 ditentukan pengambilan keputusanpartai politik di setiap tingkatan dilakukan secara demokratis sesuai denganAD dan ART.UU No. 2 Tahun 2008 seperti juga UU No. 31 Tahun 2002 sama-samamenentukan kedaulatan partai politik berada ditangan anggota yangdilaksanakan menurut AD dan ART. Dan anggota partai politik mempunyaihak dalam menentukan kebijakan serta hak memilih dan dipilih.Dalam praktek kedaulatan anggota ini tidak benar-benar terwujud. Sebabsesungguhnya yang memanfaatkan kedaulatan dan hak-hak anggota

84

Page 90: Multi Partai

tersebut adalah anggota yang termasuk dalam lingkaran elit partai. Lebih-lebih lagi tipologi partai politik di Indonesia dekat dengan partai massa.Menurut Maurice Duverger (1981:19) “Lingkungan dalam (inner circle)ini menyerupai sedikit banyak kepemimpinan partai tradisional yang seakan-akan menyelinap di tengah-tengah jantung partai masa tersebut”.Elit politiklah yang sesungguhnya menentukan kebijakan partai termasukkepemimpinan partai. Bahkan tak jarang elit politiklah yang sesungguhnyamenentukan kebijakan partai termasuk kepemimpinan partai. Bahkan takjarang di kalangan partai politik tertentu pengambilan keputusannya bersifattop down ketimbang bottom up.

3. Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Partai PolitikMengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan partai politikdiatur secara rinci dalam Bab XV mengenai keuangan yang terdiri dariPasal 34 sampai dengan Pasal 39. Undang-undang menentukan bahwapenerimaan dan pengeluaran keuangan partai politik dikelola melaluirekening kas umum partai politik dan pengurus partai politik di setiaptingkatan melakukan pencatatan atas semua penerimaan dan pengeluarankeuangan partai politik (Pasal 36 ayat (2) dan ayat (3).Selanjutnya dalam Pasal 37 ditentukan bahwa pengurus partai politik disetiap tingkatan organisasi menyusun laporan pertanggungjawabanpenerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran berkenanberakhir.Kemudian Pasal 38 menentukan hasil pemeriksaan dan pengeluarankeuangan partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 terbukauntuk diketahui masyarakat.Ketentuan yang cukup bagus tersebut dalam praktek sulit dilaksanakan.Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa partai politik belum tertibmengelola keuangannya. Lebih-lebih lagi ketentuan Pasal 37 dan Pasal 38tersebut tidak bersifat mewajibkan sehingga pelanggaran terhadap ketentuantersebut tidak ada sanksinya.

4. Peningkatan Kesetaraan GenderPeningkatan kesetaraan gender tampaknya menjadi salah satu isu pentingdalam perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002.Pasal-Pasal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang berkaitan denganpeningkatan kesetaraan gender dimulai dari Pasal 2 ayat (5) yangmenentukan : “Kepengurusan partai politik tingkat pusat sebagaimanadimaksud pada ayat (3) disusun dengan menyertakan paling rendah 30%keterwakilan perempuan . Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 dikenai

Paradigma Baru UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

85

Page 91: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

sanksi administratif berupa penolakan pendaftaran partai politik sebagaibadan hukum oleh Departemen Hukum dan HAM.Pasal 20 menentukan kepengurusan partai politik tingkat provinsi dankabupaten / kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) danayat (3) disusun dengan memperhatikan keterwakilan perempuan palingrendah 30% yang diatur dalam AD dan ART partai politik masing-masing.Pasal 31 ayat (1) menentukan bahwa dalam melakukan pendidikan politik,partai politik memperhatikan kesetaraan gender.

5. Pendidikan PolitikPartai politik menurut Pasal 31 melakukan pendidikan politik bagimasyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya denganmemperhatikan kesetaraan gender dengan tujuan antara lain:a. Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;b. Meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;c. Meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun kesatuan

bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.Selanjutnya ditentukan bahwa pendidikan politik dilaksanakan untukmembangun etika dan budaya politk sesuai dengan Pancasila. Pendidikanpolitik sangat penting sebagai wahana untuk membangun etika dan budayapolitik.Menurut Almond dan Verba seperti dikutip oleh Affan & Gaffar (1999;101)“Negara-negara yang mempunyai civil cultur yang fungsi akan menopangdemokrasi yang stabil, sebaliknya negara-negara yang memiliki derajatcivil cultur yang rendah tidak mendukung terwujudnya sebuah demokrasiyang stabil.”Meski pendidikan politik sangat strategis, namun tampaknya partai politkbelum banyak melakukannya, karena disibukkan dengan urusan pemilihanumum dan menyelesaikan konflik-konflik internal. Partai politik juga belummampu memberikan suri teladan bagi perilaku politik yang etis dan sesuaidengan nilai-nilai budaya bangsa yang bermartabat.

Peningkatan Kualitas Partai Politik

Undang-Undang tentang Partai Politk mengatur syarat pembentukan partaipolitik, perubahan AD dan ART, asas dan ciri, tujuan dan fungsi, hak dankewajiban partai politik, keanggotaan dan kedaulatan anggota, organisasi dan

86

Page 92: Multi Partai

tempat kedudukan, pengambilan keputusan, rekrutmen politik, peraturan dankeputusan partai politik, pendidikan politik, penyelesaian perselisihan partaipolitik, keuangan, larangan, pembubaran dan penggabungan partai politk danpengawasan.

Pengaturan yang cukup lengkap tersebut tidak dengan sendirinyameningkatkan kualitas partai politik. Peningkatan kualitas partai politik dapatdiwujudkan bila partai politik terkonsolidasi dengan baik. Setidak-tidaknyakepemimpinnya di semua tingkatan cukup kuat, struktur organisasinya mantap,kader-kadernya handal dan mekanisme demokrasi dalam tubuh partai berjalandengan baik. Sudah tentu dukungan sumber daya yang memadai diperlukanuntuk membangun organisasi partai politik yang efektif. Secara fungsional partaipolitik dapat dikatakan meningkat kualitasnya apabila partai politik semakinmampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana pendidikan politk, penciptaaniklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untukkesejahteraan masyarakat, penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politikmasyarakat, partisipasi politik dan rekrutmen politik. Outcome yang diharapkanadalah stabilitas kehidupan politik dan semakin berkembangnya demokrasi.

Dewasa ini kepercayaan rakyat kepada partai politik menurun, karenapartai politik merupakan bagian dari permasalahan ketimbang bagian dari solusiuntuk memecahkan permasalahan krusial yang dihadapi bangsa Indonesia sepertimasalah kemiskinan, pengangguran, pendidikan, jaminan sosial, infrastrukturperekonomian, konflik horizontal/vertikal di beberapa daerah yang dapatmengancam keutuhan NKRI dan menurunnya peranan Indonesia dalampercaturan politik internasional.

Bahkan akhir-akhir ini partai politik sering menyuguhkan tontonan yangtidak bisa dijadikan tuntunan dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi.Partai politik dibelenggu oleh hukum besinya oligarki dan focus pada upayamemperoleh, mempertahankan dan menggunakan kekuasaan untuk kepentinganpolitiknya : Doktrin Benjamin Disraeli seperti dikutip Whitman (2003:80)menyatakan “Real politics are the possession and distribution of power”tampaknya sangat relevan dengan kondisi kepartaian di Indonesia. Partai politikberebut untuk menggeggam kekuatan dan distribusi kekuasaan dijadikan salahsatu sarana bargaining politik.

Partai politik memang perlu membenahi rumah tangganya. Partai politikperlu melakukan konsolidasi organisasi, konsolidasi kader, konsolidasi

Paradigma Baru UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik

87

Page 93: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

demokrasi internalnya dan konsolidasi program agar lebih aspirasif dan aplikatif.Sementara itu Undang-undang Partai Politik akan memberi sumbangan berhargauntuk peningkatan kualitas partai politik di masa mendatang, apabila undang-undang tersebut dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

Partai politik diharapkan tidak hanya sibuk menjelang pemilihan umumatau kongres/musyawarah/muktamar partai politik yang bersangkutan, tetapisecara nyata memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara NKRI berdasarkan Pancasiladan UUD Negara R.I Tahun 1945. Partai politik yang berfungsi secara efektifakan selalu bersama rakyat, berjuang untuk kesejahteraan rakyat.

Penutup

Dari uraian di atas dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:1. Eksistensi partai politik memiliki basis konstitusional yang kuat dalam

Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945 sebagai salah satu pilarpenyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat.

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dibentukantara lain dengan pertimbangan untuk menampung dinamika danperkembangan masyarakat yang majemuk guna meningkatkan peran, fungsidan tanggung jawab partai politik dalam kehidupan demokrasi.

3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politikmengakomodasikan paradigma baru antara lain penguatan sistemkelembagaan partai politik, yang menyangkut demokratisasi internal partaipolitik, transparasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangannya,peningkatan kesetaraan gender dan kepemimpinan partai politik dalamsistem nasional, berbangsa dan bernegara dan perlunya pendidikan politik.

4. Partai politik di masa mendatang diharapkan meningkatkan kualitasnyasehingga dapat memainkan peranan yang lebih positif untuk membangundemokrasi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Untuk itu partai politik perlu melakukan konsolidasi organisasi, kepemimpinan,kader dan programnya agar lebih aspiratif.

88

Page 94: Multi Partai

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Afan Gaffar, 1999, Politik Indonesia, Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Maurice Duverger, 1981, Partai-Partai Politik dan Kelompok-Kelompok Penekan,Bina Aksara Jakarta.

Miriam Budiardjo, 1981, Partisipasi dan Partai Politik, PT Gramedia, Jakarta.

William B Whitman, 2003, The Quotable Politician, The Lyons Press, Connecticut.

89

Page 95: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

PENYEDERHANAAN PARTAIDALAM SISTEM MULTIPARTAI: TIDAK KONSISTEN

Oleh: Zainal Abidin, S.H.

1. Pendahuluan

Paska reformasi, sistem demokrasi di Indonesia memasuki era barukhususnya dengan munculnya sistem multipartai dalam pemilu di Indonesia.Hal ini terlihat dari kehadiran partai politik dalam pemilu tahun 1999 sebanyak48 partai politik yang mengikuti pemilu. Jumlah partai yang mengikuti pemilu inijauh berbeda dengan masa Orde Baru yang hanya 3 pihak yang ikut pemiluyaitu Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan PartaiDemokrasi Indonesia (PDI).

Sistem multipartai ini dimaksudkan untuk menjamin semua partai politikdapat berpartisipasi dalam demokrasi. Sistem multipartai ini diimbangi denganadanya pembatasan jumlah partai politik yang dapat mengikuti pemilu berikutnyadengan adanya mekanisme electoral threshold (ET). Dalam pemilu Tahun1999, partai-partai politik yang tidak memenuhi jumlah kursi 2% di Parlementidak dapat mengikuti pemilu tahun 2004. Ketentuan pembatasan peserta pemilukemudian berlanjut dengan peningkatan 3% jumlah kursi di parlemen untukdapat mengikuti pemilu tahun 2009 sebagaimana diatur dalam UU No. 12Tahun 2003 tentang Pemilu.1

Pembatasan dengan ET ini kemudian dianggap sebagai cara untukmengeliminasi partai-partai yang sesungguhnya tidak diinginkan kehadirannya,dan di Indonesia threshold menjadi bentuk pembatasan untuk mengikuti pemiluberikutnya bagi partai yang ikut pemilu yang tujuannya adalah untuk mengurangijumlah partai politik. Akibatnya, partai-partai politik yang tidak memenuhi ETtidak dapat mengikuti pemilu berikutnya. Kondisi ini memunculkan gugatanbahwa mekanisme ET melanggar kontitusi yaitu UUD 1945 yang pada akhirnyaditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).2

1 Lihat Pasal 9 UU No. No. 12 Tahun 2003.2 Lihat Permohonan Judicial Review 17 Partai Politik di Mahkamah Konstitusi dalam PerkaraNo. 16/PUU-V/2007.

90

Page 96: Multi Partai

Pada tahun 2008, pemerintah dan DPR membahas revisi UU Pemiluyang menghasilkan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum AnggotaDewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah. UU ini juga masih memberikan batasan bagi partai politik untukdapat mengikuti pemilu berikutnya dengan parliamentary threshold (PT).Demikian pula dalam pengaturan tentang partai politik yang dapat mengikutipemilu tahun 2009, secara garis besar sama dengan ide penyederhanaan partaipolitik. Namun, dalam aturan peralihannya di Pasal 316 huruf (d) terdapatketentuan bahwa partai politik peserta pemilu 2004 yang tidak memenuhi 3%ET dapat mengikuti pemilu tahun 2009 asal mempunyai satu kursi di DPR.Ketentuan tersebut berarti bahwa partai politik yang hanya mempunyai 1 (satu)kursi di DPR pun bisa langsung ikut pemilu tahun 2009. Pasal 316 (d) inilahyang bisa dianggap tidak menunjukkan suatu konsistensi sikap atas kebijakanpenyederhanan partai politik peserta pemilu melalui ET.

Tulisan ini akan menguraikan tentang ketentuan ET dalam sistemMultipartai di Indonesia, khususnya dalam melihat konsistensi kebijakanpenyederhanaan partai politik dalam peraturan perudang-undangan danperlindungan terhadap partai politik dalam konstitusi. Tulisan disusunberdasarkan analisis sejumlah UU terkait dengan Pemilu dan PutusanMahkamah Konstitusi dalam perkara No. 16/PUU-V/2007.

2. Electoral Threshold Merupakan Legal Policy

Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 menegaskan posisi penting partai politikyakni “peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalahpartai politik”. Demikian pula dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yangmenyatakan “pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partaipolitik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaanpemilihan umum”. Namun demikian, masih diperlukan UU untuk mengaturtentang pemilu sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6A ayat (5) UUD 1945yang menyatakan bahwa “tatacara pelaksanaan pemilihan presiden dan wakilpresiden lebih lanjut diatur dengan UU” dan Pasal 22E ayat (6) UUD 1945yang menyatakan bahwa “ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diaturdengan UU”.

Berdasarkan konstruksi dalam UUD 1945 tersebut, kedudukan partaipolitik dan sistem pemilu kemudian dikuatkan dalam sejumlah undang-undang,

Penyederhanaan Partai dalam Sistem Multipartai: Tidak Konsisten

91

Page 97: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

diantara UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu. Dalam UU tersebut, jugadiatur ketentuan pembatasan partai politik untuk dapat mengikuti pemiluberikutnya (tahun 2009) dengan ketentuan sebagaimana pasal 9:

(1) Untuk dapat mengikuti Pemilu berikutnya, Partai Politik PesertaPemilu harus:a. memperoleh sekurang-kurangnya 3% (tiga persen) jumlah kursi

DPR;b. memperoleh sekurang-kurangnya 4% (empat persen) jumlah kursi

DPRD Provinsi yang tersebar sekurang-kurangnya di ½(setengah) jumlah provinsi seluruh Indonesia; atau

c. memperoleh sekurang-kurangnya 4% (empat persen) jumlah kursiDPRD Kabupaten/Kota yang tersebar di ½ (setengah) jumlahkabupaten/kota seluruh Indonesia.

(2) Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memenuhi ketentuansebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengikuti Pemiluberikutnya apabila:a. bergabung dengan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);b. bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan selanjutnyamenggunakan nama dan tanda gambar salah satu partai politikyang bergabung sehingga memenuhi perolehan minimal jumlahkursi; atau

c. bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhi ketentuansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan membentuk partaipolitik baru dengan nama dan tanda gambar baru sehinggamemenuhi perolehan minimal jumlah kursi.

Ketentuan dalam Pasal 9 UU No. 12 Tahun 2003 itulah yang kemudiandigunakan sebagai acuan untuk menentukan peserta pemilu tahun 2009mendatang. Hasil perolehan suara pemilu tahun 2004, dari 24 partai politikyang ikut pemilu hanya 7 partai politik yang memenuhi ketentuan 3% dan dapatlolos secara langsung mengikuti pemilu 2009, sementara sisanya 17 partai politiktidak dapat mengikuti pemilu tahun 2009 kecuali bergabung dengan partai lainuntuk memenuhi syarat 3%.3

Hasil pemilu tahun 2004 tersebut ternyata tidak cukup memuaskan partai-partai kecil yang tidak memenuhi 3% persen jumlah kursi di DPR RI dan

3 Lihat Perolehan suara dan kursi Partai di DPR RI pada pemilu 1999/2004. 7 (tujuh) partai politikyang memanuhi 3% adalah Partai Golkar, PDIP, PPP, Partai Demokrat, PAN, PKB, dan PKS.

92

Page 98: Multi Partai

kemudian mengajukan permohonan judicial review terhadap Pasal 9 ayat (1)dan (2) UU No. 12 Tahun 2003 ke MK.4 Para pemohon ini mendalilkan bahwaketentuan Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun 2003 bertentangan UUD1945 khususnya terkait dengan hak asasi manusia yakni Pasal 27 ayat (1),Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan (3), Pasal 28E ayat (3),Pasal 28F, Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2).

Permohon untuk menguji Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun2003 tersebut sejatinya merupakan pengujian terhadap ketentuan electoralthreshold, atau bisa dikatakana bahwa berdasarkan para pemohon ketentuanmengenai electoral threshold tersebut telah melanggar hak konstitusional parapemohon. MK pada akhirnya tidak mengabulkan permohonan tersebut danmenyatakan bahwa Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU Pemilu tidak bertentangandengan UUD 1945. MK berpendapat bahwa karena pasal tersebut hanyamemuat tentang persyaratan obyektif kepada semua parpol tanpa kecuali apabilaingin mengikuti pemilu berikutnya dan tidak mengurangi kedudukan warganegara dalam hukum dan pemerintahan.

MK juga menyatakan bahwa persyaratan untuk dapat mengikuti pemiluberikutnya berlaku untuk semua partai politik setelah melewati kompetisi secarademokratis melalui pemilu. Terpenuhi atau tidak terpenuhinya ketentuan ETyang menjadi syarat untuk ikut pemilu berikutnya tergantung dari partai politikyang bersangkutan dan dukungan dari pemilih, bukan kesalahan undang-undangnya.

Kebijakan ET sebetulnya merupakan kebijakan hukum (legal policy)pembentuk undang-undang dan kebijakan hukum demikian tidak bertentangandengan UUD 1945, karena UUD 1945 nyatanya memberikan mandat bebaskepada pembentuk UU untuk mengaturnya, termasuk mengenai persyaratanuntuk dapat mengikuti pemilu berikutnya dengan ketentuan ET. MKmenambahkan bahwa kebijakan hukum (legal policy) di bidang kepartaiandan pemilu tersebut bersifat objektif, dalam arti sebagai seleksi alamiah dandemokratis untuk menyederhanakan sistem multipartai yang hidup kembali diIndonesia di era refomasi.

4 Para pemohon ini terdiri dari 13 Parpol yakni PPD, PPIB, PBR, PDS, PBB, PKPI, PPDK, PNBK,Partai Pelopor, PPDI, PBSD, PSI, dan PKPB.

Penyederhanaan Partai dalam Sistem Multipartai: Tidak Konsisten

93

Page 99: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Dari berbagai pertimbangan tersebut, MK menyimpulkan bahwa Pasal9 ayat (1) dan (2) UU Pemilu tidak mempengaruhi hak untuk berserikat danberkumpul, termasuk hak untuk mendirikan partai politik, serta tidak ada unsuryang bersifat diskriminatif sehingga ketentuan dalam pasal tersebut tidakbertentangan dengan hak asasi manusia.5 Berdasarkan putusan MK, telah jelasbahwa ketentuan pembatasan partai politik untuk mengikuti pemilu bukanlahpelanggaran terhadap konstitusi. Partai-partai politik yang tidak memenuhi ET3% kemudian mulai melakukan upaya-upaya untuk dapat mengikuti pemilutahun 2009 dengan menggabungkan diri ataupun membentuk partai baru.

3. Ketidakkonsistenan dalam UU No. 10 Tahun 2008

Ketentuan mengenai ET untuk dapat mengikuti pemilu tahun 2009mendatang pada awalnya diasumsikan akan diatur dengan substansi yang samadengan Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun 2003 dalam UU pemiluyang direvisi. Hal ini tercermin dalam serangkaian dokumen tentang persiapanuntuk revisi UU No. 12 Tahun 2003 misalnya Naskah Akademis maupun RUUpenyempurnaan UU Pemilu. Demikian pula dengan dokumen Daftar InventarisMasalah (DIM) saat pembahasan RUU Pemilu di DPR.

Berdasarkan Naskah Akademik RUU Pemilu versi Pemerintah,penyempurnaan UU No. 12 Tahun 2003 pada prinsipnya ditujukan untukmenciptakan keseimbangan antara pendalaman demokrasi (deepeningdemocracy) dengan pengembangan kepemimpinan yang efektif (effectivegovernance). Agar tercapai keseimbangan antara pendalaman demokrasi(deepening democracy) dengan pengembangan kepemimpinan yang efektif(effective governance) harus dilakukan langkah-langkah regulasi yang salahsatunya adalah melakukan penyederhanaan jumlah pelaku. Kebutuhan untukmenyederhanakan jumlah pelaku adalah sangat penting sehingga ide tentangpenyederhaan jumlah pelaku inilah yang kemudian diangkat dalampenyempurnaan UU No. 12 Tahun 2003, yang antara lain diwujudkan dalampenentuan batasan threshold bagi partai politik untuk ikut serta dalam pemilihanumum. Melalui penciutan peserta Pemilu secara wajar dan rasional, diharapkan

5 Lihat Putusan MK Perkara No. No. 16/PUU-V/2007, hlm. 83.

94

Page 100: Multi Partai

pula isu-isu yang diusung oleh partai politik dalam pemilihan umum nasionaladalah betul-betul isu nasional yang terpilih dan berbobot untuk ditanganilembaga perwakilan rakyat dan pemerintah tingkat nasional.

Cakupan penyempurnaan UU No. 12 Tahun 2003 salah satu agendanyaadalah pengetatan persyaratan bagi partai peserta Pemilu legislatif dalam rangkamengkondisikan sistem multipartai sederhana. Ruang lingkup agenda pengetatanpersyaratan peserta Pemilu yang dapat dilakukan adalah:a. Memberlakukan persyaratan partai peserta Pemilu sekurang-kurangnya

12 (dua belas) bulan sebelum Pemilu diselenggarakan. Persyaratan inidiperlukan agar tersedia cukup waktu bagi calon partai peserta Pemilumemperluas jaringan organisasi serta dikenal oleh masyarakat;

b. Mempertahankan persyaratan electoral threshold (ET) bagi partai pesertaPemilu legislatif berikutnya yang ditingkatkan secara bertahap, dari 3 (tiga)persen untuk Pemilu tahun 1999 menjadi 5 (lima) persen untuk Pemilu2014. Persyaratan ET 2 (dua) persen pada Pemilu 2004 memang berhasilmengurangi jumlah partai peserta Pemilu dari 48 partai peserta Pemilu1999 menjadi separohnya (24 partai) pada Pemilu berikutnya. PersyaratanET 3 persen untuk Pemilu 2009 dan ET 5 persen untuk Pemilu 2014diharapkan dapat mengurangi jumlah partai peserta Pemilu secara lebihsignifikan lagi;

c. Partai politik yang tidak lolos ET 3 persen dapat bergabung dengan partaiyang lolos ET dan meleburkan diri, atau bergabung dengan partai-partaiyang tidak lolos ET 3 % sehingga memenuhi ET 3%, kedua metodedimaksud sebagaimana dimaksud telah diatur dalam Pasal 9 ayat (2) UUNo. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRDProvinsi dan DPRD Kabupaten/Kota;

d. Menetapkan jumlah minimal anggota partai terdaftar sekurang-kurangnya1000 (seribu) orang atau sekurang-kurangnya 1/1000 (satu permil) darijumlah penduduk pada setiap kepengurusan di tingkat provinsi maupun ditingkat kabupaten/kota yang dibuktikan dengan kepemilikan KTA (KartuTanda Anggota).

Dalam Naskah Akademis RUU tersebut juga dinyatakan adanyakesadaran bahwa terdapat berbagai problematika UU No. 12 Tahun 2003tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD yang salah satunya adalahpersyaratan electoral threshold tidak diterapkan secara konsisten. Walaupun

Penyederhanaan Partai dalam Sistem Multipartai: Tidak Konsisten

95

Page 101: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

jumlah partai peserta Pemilu berkurang, namun UU No. 12 Tahun 2003 kurangdapat mendorong terjadinya pembatasan partai-partai yang memperoleh kursidi parlemen, sehingga kebutuhan akan hadirnya partai mayoritas tidak terjadi.Oleh karenanya, dalam RUU Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD salah satumateri penting yang diatur adalah partai politik dapat menjadi peserta Pemilusetelah memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umumbagi partai politik untuk menjadi peserta Pemilu ditingkatkan menjadi memilikikepengurusan lengkap di seluruh jumlah provinsi, dan memiliki kepengurusanlengkap sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlahkabupaten/kota di tiap provinsi. Sedangkan persyaratan khusus berupaperolehan kursi bagi partai politik yang pernah mengikuti Pemilu sebelumnyaberupa perolehan sekurang-kurangnya 5 % (lima perseratus) jumlah kursi DPR,perolehan sekurang-kurangnya 5 % (lima perseratus) jumlah kursi DPRDprovinsi yang tersebar sekurang-kurangnya di ½ (setengah) jumlah provinsi diIndonesia, dan perolehan sekurang-kurangnya 5 % (lima perseratus) jumlahkursi DPRD kabupaten/kota yang tersebar sekurang-kurangnya di ½ (setengah)jumlah kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Partai politik peserta Pemilu tahun2004 yang memperoleh kurang dari 3% (tiga perseratus) jumlah kursi DPRatau memperoleh kurang dari 4% (empat perseratus) jumlah kursi DPRDprovinsi atau DPRD kabupaten/kota yang tersebar paling sedikit di 50% (limapuluh perseratus) jumlah provinsi dan di 50% (lima puluh perseratus) jumlahkabupaten/kota seluruh Indonesia, tidak boleh ikut dalam Pemilu berikutnyakecuali bergabung dengan partai politik lain. Apabila partai politik bergabungdengan partai politik lain dilakukan dengan cara:a. bergabung dengan partai politik peserta Pemilu tahun 2004;b. bergabung dengan partai politik lain yang tidak memenuhi ketentuan

perolehan kursi pada Pemilu tahun 2004 dengan menggunakan nama dantanda gambar salah satu partai politik yang bergabung; atau

c. bergabung dengan partai politik lain yang tidak memenuhi ketentuanperolehan kursi pada Pemilu tahun 2004 dengan menggunakan nama dantanda gambar baru.6

6 Lihat Naskah Akademis RUU tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (8 Mei 2007).

96

Page 102: Multi Partai

Pandangan dan paradigma tentang penyederhanaan partai politik yangmengikuti pemilu tersebut sejalan dengan pasal-pasal mengenai peserta Pemiludalam RUU Pemilu versi Pemerintah yang tercantum dalam BAB XXI KetentuanPeralihan dalam Pasal 286 dan Pasal 287.7

Pasal 286Partai politik peserta Pemilu tahun 2004 yang memperoleh 3% (tigaperseratus) atau lebih dari jumlah kursi DPR atau memperoleh palingsedikit 4% (empat perseratus) jumlah kursi DPRD provinsi atau DPRDkabupaten/kota yang tersebar paling sedikit di 50% (lima puluhperseratus) jumlah provinsi dan di 50% (lima puluh perseratus) jumlahkabupaten/kota seluruh Indonesia, ditetapkan sebagai partai politikpeserta Pemilu setelah Pemilu tahun 2004.

Pasal 287(1) Partai politik peserta Pemilu tahun 2004 yang memperoleh

kurang dari 3% (tiga perseratus) jumlah kursi DPR ataumemperoleh kurang dari 4% (empat perseratus) jumlah kursi DPRDprovinsi atau DPRD kabupaten/kota yang tersebar paling sedikitdi 50% (lima puluh perseratus) jumlah provinsi dan di 50% (limapuluh perseratus) jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia, tidakboleh ikut dalam Pemilu berikutnya kecuali bergabung denganpartai politik lain.

(2) Bergabung dengan partai politik lain dilakukan untuk memenuhiketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara:a. bergabung dengan partai politik peserta Pemilu tahun 2004

sebagaimana ketentuan dalam Pasal 286;b. bergabung dengan partai politik lain yang tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286, denganmenggunakan nama dan tanda gambar salah satu partaipolitik yang bergabung;

c. bergabung dengan partai politik lain yang tidak memenuhiketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286, denganmenggunakan nama dan tanda gambar baru.

Berdasarkan dua dokumen yaitu Naskah Akademis dan RUU, paradigmadan kebijakan penyederhaan partai politik peserta Pemilihan Umum melaluithreshold telah konsisten dengan upaya untuk mencapai keseimbangan antarapendalaman demokrasi (deepening democracy) dengan pengembangankepemimpinan yang efektif (effective governance) dan sesuai dengankesadaran bahwa UU No. 12 Tahun 2003 tidak dapat berlaku secara konsisten

7 Lihat RUU Pemilu versi pemerintah.

Penyederhanaan Partai dalam Sistem Multipartai: Tidak Konsisten

97

Page 103: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

sehingga perlu disempurnakan. Hal ini telah pula sesuai dengan PutusanMahkamah Konstitusi No. 16/PUU/V/2007.

Bahwa sampai dengan pembahasan di DPR, Rumusan Pasal 286 dan287 RUU Pemilihan Umum tetap menjadi pembahasan yang terlihat dari DaftarInventaris Masalah (DIM) terhadap RUU Pemilu.8 Bahkan sampai dengantahap-tahap akhir pembahasan RUU Pemilihan Umum, rumusan dalam Pasal286 dan 287 RUU Pemilihan Umum secara subtansi masih sama dengan Pasal9 ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun 2003.

Namun kemudian dalam pengesahan RUU Pemilihan Umum menjadiUU Pemilihan Umum (yang menjadi UU No. 10 Tahun 2008) muncul ketentuanbaru tentang dibolehkannya partai peserta Pemilihan Umum 2004 yang tidakmemenuhi threshold sebagaimana disyaratkan dalam UU Pemilihan Umumnamun mempunyai kursi di DPR dapat langsung mengikuti Pemilihan Umum2009 tanpa harus 1) bergabung dengan Partai Politik Peserta Pemilihan Umumyang memenuhi ketentuan, atau 2) bergabung dengan partai politik yang tidakmemenuhi ketentuan dan selanjutnya menggunakan nama dan tanda gambarsalah satu partai politik yang bergabung sehingga memenuhi perolehan minimaljumlah kursi, atau 3) bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhiketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 315 dengan membentuk partaipolitik baru dengan nama dan tanda gambar baru sehingga memenuhi perolehanminimal jumlah kursi sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 315 dan 316UU No. 10 Tahun 2008.

Pasal 315Partai Politik Peserta Pemilu tahun 2004 yang memperoleh sekurang-kurangnya 3% (tiga perseratus) jumlah kursi DPR atau memperolehsekurang-kurangnya 4% (empat perseratus) jumlah kursi DPRDprovinsi yang tersebar sekurangkurangnya di 1/2 (setengah) jumlahprovinsi seluruh Indonesia, atau memperoleh sekurang-kurangnya 4%(empat perseratus) jumlah kursi DPRD kabupaten/kota yang tersebarsekurang-kurangnya di 1/2 (setengah) jumlah kabupaten/kota seluruhIndonesia, ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu setelahPemilu tahun 2004.

8 Lihat Daftar Inventaris Masalah (DIM) terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pemilu AnggotaDPR, DPD dan DPRD, Buku Keempat.

98

Page 104: Multi Partai

Pasal 316Partai Politik Peserta Pemilu 2004 yang tidak memenuhi ketentuanPasal 315 dapat mengikuti Pemilu 2009 dengan ketentuan:a. bergabung dengan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 315; ataub. bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 315 dan selanjutnyamenggunakan nama dan tanda gambar salah satu partai politikyang bergabung sehingga memenuhi perolehan minimal jumlahkursi; atau

c. bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhi ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 315 dengan membentukpartai politik baru dengan nama dan tanda gambar baru sehinggamemenuhi perolehan minimal jumlah kursi; atau

d. memiliki kursi di DPR RI hasil Pemilu 2004; ataue. memenuhi persyaratan verifikasi oleh KPU untuk menjadi Partai

Politik Peserta Pemilu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Kemunculan Pasal 316 huruf (d) dalam UU No. 10 Tahun 2008 tersebutkembali menimbulkan pertanyaan mendasar tentang konsep penyederhanaanpartai politik yang dapat mengikuti pemilu (khususnya tahun 2009). Ketentuanini justru mereduksi konsep penyederhanaan partai yang akan diupayakan diIndonesia. Akibatnya, peserta Pemilihan Umum tahun 2009 tidak akan sesuaidengan yang diharapkan karena dibuka kemungkinan adanya partai politik yangdapat mengikuti Pemilihan Umum tahun 2009 meskipun tanpa memenuhithreshold. Hal ini tercermin dari kondisi awal bahwa berdasarkan hasil pemilutahun 2004 yang seharusnya hanya 7 partai politik yang dapat mengikuti pemilu2009 secara langsung menjadi 16 partai politik.9

Ketentuan sebagaimana dalam Pasal 316 huruf (d) UU No. 10 Tahun2008 ini kemudian memunculkan banyak kritikan yang pada pokoknyamenunjukkan bahwa tidak ada konsistensi mengenai konsep penyederhanaanpartai peserta pemilu.10 Bahkan ketentuan tersebut dianggap pula sebagaisebuah kemunduran dalam demokrasi dan merusak tatanan sistem pemilu.11

9 Partai-partai yang langsung dapat mengikuti pemilu tahun 2009 meskipun tidak memenuhi 3%kursi di DPR adalah PBB, PBR, PDS, PKPB, PKPI, PPDK, PNI Marhaenisme, Partai Pelopor, danPPDI.10 Media Indonesia, 1 Maret 2008; 18:29. Penghapusan ET Sebuah Kemunduran Berdemokrasi. Lihatjuga Okezone. Selasa, 4 Maret 2008; 00:35 WIB. UU Pemilu 2008 Kemunduran dari UU Pemililu2003.11 Suara Karya, Electoral Threshold Aturan Peralihan, Tragedi Politik, 6 Maret 2008.

Penyederhanaan Partai dalam Sistem Multipartai: Tidak Konsisten

98

Page 105: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Bahkan ketentuan tersebut juga dianggap merupakan ketentuan yangmemberikan perlakukan yang berbeda (diskriminatif) terhadap partai politikperserta pemilu tahun 2004 yang tidak mempunyai kursi di DPR, meskipunmendapatkan suara yang signifikan dan bahkan melebihi jumlah suara beberapapartai yang punya kursi di DPR.12

4. Penutup

Sistem Multipartai dalam pemilu di Indonesia telah berkonsekuensimembludaknya partai politik yang ingin mengikuti pemilu. Hal ini wajar karenapaska reformasi telah terbuka peluang untuk pendirian partai-partai politik barudiluar 3 partai politik yang hidup pada era Orde Baru. Namun demikian,pembatasan partai politik peserta pemilu memang perlu dilakukan untukmemperkuat dan memperdalam demokrasi. Pembatasan inipun bukanmerupakan pelanggaran terhadap konstitusi.

UU No. 10 Tahun 2008 dengan aturan peralihan Pasal 316 huruf (d)justru kembali mundur dengan ketentuan memberikan peluang partai politikyang tidak memenuhi threshold namun punyai kursi di DPR langsung ikut pemilutahun 2009. Ketentuan tersebut kembali meneguhkan sikap partai-partai politikdi DPR yang lebih mendahulukan kepentingan partainya daripada kepentinganuntuk penguatan sistem pemilu di Indonesia. Akibatnya, cita-cita untuk adanyakeseimbangan antara pendalaman demokrasi (deepening democracy) denganpengembangan kepemimpinan yang efektif (effective governance) dengan caramelakukan penyederhanaan jumlah peserta pemilu tidak tercapai.

Kedepan, semua partai politik harus konsisten dengan regulasi yang dibuatdan tidak merubah kembali tujuan dilakukannya penyederhanaan jumlah pesertapemilu. Jika tidak, apalagi dengan terus menerus merubah aturan main pemiluyang hanya ditujukan untuk kepentingan sesaat maka akan mengancamkehidupan demokrasi di Indonesia.

12 Lihat Permohonan Judicial Review 5 partai politik ke MK terhadap ketentuan Pasal 316 huruf (d)UU No. 10 Tahun 2008.

100

Page 106: Multi Partai

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DewanPerwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah.

Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DewanPerwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah.

Permohonan Judicial Review 17 Partai Politik di Mahkamah Konstitusi dalamPerkara No. 16/PUU-V/2007.

Permohonan Judicial Review 5 partai politik ke MK terhadap ketentuan Pasal316 huruf (d) UU No. 10 Tahun 2008.

Perolehan suara dan kursi Partai di DPR RI pada pemilu 1999/2004.

Putusan MK Perkara No. No. 16/PUU-V/2007.

Naskah Akademis RUU tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan PerwakilanRakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah (8 Mei 2007).

Daftar Inventaris Masalah (DIM) terhadap Rancangan Undang-Undang tentangPemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, Buku Keempat.

Media Indonesia, 1 Maret 2008; 18:29. Penghapusan ET Sebuah KemunduranBerdemokrasi.

Okezone. Selasa, 4 Maret 2008; 00:35 WIB. UU Pemilu 2008 Kemunduran dariUU Pemililu 2003.

Suara Karya, Electoral Threshold Aturan Peralihan, Tragedi Politik, 6 Maret2008.

101

Page 107: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

KONFLIK INTERNAL PARTAISEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB

KOMPLEKSITAS SISTEM MULTIPARTAI

DI INDONESIA

Oleh: Chudry Sitompul, S.H.,M.H.

I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Permasalahan

Kajian mengenai partai politik (parpol) merupakan salah aspek pentingdi dalam ilmu hukum tatanegara. Bila kita berbicara mengenai parpol, berartikita akan membicarakan mengenai partisipasi rakyat dalam dua hal, yaitupertama: partisipasi rakyat dalam menentukan arah kebijakan negara; kedua:partisipasi rakyat dalam membuat peraturan-peraturan perundang-undangan.1Oleh karena itu, kajian mengenai parpol akan terkait dengan studi mengenaipemilihan umum (pemilu) dan konsep negara hukum.

Prof. Abdul Bari Azed berpandangan bahwa konsep negara hukummerupakan pemenuhan hak-hak asasi manusia (HAM) yang harus dilindungi,dan HAM yang paling penting adalah keikutsertaan atau partisipasi rakyat dalammembuat peraturan-peraturan perundang-undangan yang akan mengaturkehidupannya.2 Dan partisipasi rakyat untuk menyalurkan kepentingannyadengan ikut serta mengambil bagian dalam pembuatan kebijakan, dan dalambentuk yang sederhana adalah dengan mengikuti pemilu, atau ikut menjadianggota parpol mendirikan parpol, atau mengakomodasi kepentingannya dalamkehidupan bernegara.

Kendati menurut teori ilmu hukum tata negara parpol merupakan suatukajian yang penting, tetapi di dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)Asli tidak menyebut (mengatur) secara eksplisit dan jelas mengenai parpol. Didalam Penjelasan UUD 1945 (Asli) menyatakan bahwa negara RepublikIndonesia adalah negara hukum dan bukan negara kekuasaan (machtstaat).Dengan demikian pentingnya peranan partai politik di dalam paradigma UUD

1 Abdul Bari Azed, dan Makmur Amir; “Pemilu dan Partai Politik di Indonesia”; Pusat Studi HukumTata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, tahun 2005, hlm. 20.2 Ibid, hlm. 62.

102

Page 108: Multi Partai

1945 (Asli) hanya dapat disimpulkan dari analisa teori-teori hukum tata negaramengenai hubungannya antara negara hukum, kedaulatan rakyat, demokrasi,dan hak asasi manusia (HAM).

Lain hal dengan UUD 1945 yang sudah dirubah (Amandemen Kedua)yang menyebut secara eksplisit mengenai parpol. Di dalam Pasal 6 A UUD1945 (Amandemen Kedua) yang menyatakan pasangan calon Presiden danWakil Presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilihanumum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

Maraknya berdirinya partai-partai baru setelah berhentinya PresidenSoeharto pada tanggal 21 Mei 1998 adalah bersamaan dengan adanyaperubahan politik yang besar pada saat itu.

Gerakan mahasiswa Indonesia pada tahun 1998 (Gerakan 1998) akanditulis tinta emas di dalam sejarah Republik Indonesia. Sekurang-kurangnyaada dua keberhasilan yang sangat fundamental dari Gerakan 1998, yaitu:pertama, berhasil memaksa Presiden Soeharto yang sudah berkuasa selama32 tahun untuk berhenti, hingga pemerintahan otoriter Orde Baru menjadi; dankedua, mendorong lahirnya Gerakan Reformasi di segala bidang.3

Pengangkatan Prof. B.J. Habibie sebagai Presiden R.I merupakantonggak awal periode reformasi.4 Prof. B.J. Habibie melakukan reformasi disegala bidang, memulihkan kehidupan di bidang sosial-ekonomi, danmeningkatkan demokrasi.5 Di dalam era Presiden Prof. B.J. Habibie, kehidupanbernegara menjadi demokratis, termasuk di dalamnya mengenai wacanapendirian partai politik (parpol) yang baru. Sri Bintang Pamungkas mempeloporimendirikan parpol yang baru, di luar tiga parpol yang diakui pada saat itu, yaituPartai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) danGolongan Karya (Golkar). Kemudian baru lahir parpol-parpol yang lain sehinggaberjumlah 48 parpol, yang pada akhirnya parpol-parpol tersebut mengikutipemilihan umum yang pertama di era reformasi pada tanggal 7 Juni 1999.

3 Lelita Yunia; “Sosialisasi Politik Mahasiswa : Partisipasi Politik Forum Kota (Forkot) dalam Gerakan1998”; Tesis, Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Pascasarjana,Depok, tahun 2002; hlm. 46-47.4 Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia mengangkat sumpah Wakil Presiden Prof. B.J. Habibieuntuk menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 setelah Soeharto menyatakanberhenti sebagai Presiden Republik Indonesia.5 Ramly Hutabarat; “Politik Hukum Pemerintahan Soeharto tentang Demokrasi Politik di Indonesia(1971-1997)”; Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, Pascasarjana, Jakarta, 2004; hlm. 197.

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

103

Page 109: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Semenjak itu, peran parpol di dalam kehidupan bernegara semakinmenonjol. Kebijakan-kebijakan negara, baik pembuatan undang-undang diDewan Perwakilan Perwakilan maupun oleh Presiden dalam mengeluarkanperaturan pelaksanaan undang-undang, banyak mendengar masukan dari parpol.Begitupun juga dalam melaksanakan pemilihan umum (pemilu) yang pertamadi era reformasi pada tanggal 7 Juni 1999, peranan partai politik sangat sentraldan strategis. Pelaksana pemilu tahun 1999 tersebut adalah Komisi PemilihanUmum (KPU) yang beranggotakan dari seluruh unsur-unsur parpol yang ikutdi dalam Pemilu 1999. Selain pelaksana Pemilu 1999, KPU juga yang membuatregulasi Pemilu 1999, penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)periode tahun 1999-2004, Utusan Golongan dan Utusan Daerah untuk AnggotaMajelis Permusyawaratan Rakyat periode tahun 1999-2004.

Demikianpun juga dalam pelaksanaan roda pemerintahan, baik di tingkatpusat maupun di daerah, peranan parpol sangat signifikan, terutama di dalampenyampaian aspirasi dan kontrol sosial. Hal tersebut terlihat di dalam prosesperubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), banyakaspirasi masyarakat yang disalurkan melalui parpol, terutama mengenaipembatasan masa jabatan presiden, penjaminan hak azasi manusia (HAM),pemilihan presiden secara langsung.

Peran parpol di dalam menyerap aspirasi masyarakat juga nampak darihasil Pemilu 2004. Hasil perolehan suara di dalam Pemilu 2004 memperlihatkanterjadi perubahan, diantaranya yang menonjol yaitu :

Nama Partai Pemilu 1999 Pemilu 2004

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 35.689.173 21.026.629

Partai Keadilan/Partai Keadilan Sejahtera 1.436.565 8.325.020

Partai Demokrat Tidak ikut 8.455.225

Sumber : Komisi Pemilihan Umum

Dari tabel di atas menunjukan adanya peran parpol di dalam menyerapaspirasi masyarakat. Sebelum Pemilu 2004 dilaksanakan, banyak masyarakat(terutama mahasiswa dan pemuda) yang tidak puas terhadap Partai DemokrasiIndonesia Perjuangan (PDIP) yang mempunyai kursi terbanyak di DPR tidakdapat memberantas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) secara tuntas,sehingga perolehan suara PDIP di dalam Pemilu 2004 menjadi menurun.

104

Page 110: Multi Partai

Sedang Partai Keadilan atau Partai Keadilan Sejahtera (nama padaPemilu 1999, yang kemudian pada Pemilu 2004 berganti nama menjadi PartaiKeadilan Sejahtera) mendapat penambahan suara yang besar (sekitar 7 jutasuara) disebabkan kalangan mahasiswa dan pemuda menaruh harapan agarpartai ini sanggup memberantas KKN secara tuntas.

Sedang Partai Demokrat yang merupakan parpol yang baru ikut Pemilu2004, mendapat suara yang melebihi Partai Keadilan Sejahtera, disebabkanketokohan Susilo Bambang Yudhoyono yang ada dibelakang Partai Demokratdiharapkan masyarakat luas untuk dapat mengelola negara yang lebih baik.

Bersamaan dengan semakin berperannya parpol dalam kehidupan negarayang demokratis, timbul konflik-konflik di dalam tubuh parpol. Salah satu konflikparpol yang menarik perhatian masyarakat adalah perselisihan di dalam tubuhPartai Kebangkitan Bangsa.

Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) pada hari Rabu tanggal16 November 2005 telah memutus perkara sengketa partai politik (parpol)antara Alwi Shihab melawan Muhaimin Iskandar di tingkat Kasasi.6 MajelisHakim Kasasi MA RI menilai pemecatan Alwi Shihab dari keanggotaan PartaiKebangkitan Bangsa (PKB) cacat hukum, karena melanggar Anggaran Dasardan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PKB. Harifin A. Tumpa (salah satuAnggota Majelis Hakim Kasasi) mengatakan kepada Harian Kompas bahwaputusan tersebut diambil melalui mufakat bulat dan Majelis Hakim tidakmengabulkan seluruh gugatan, melainkan hanya sebagian. Lebih jauhmenjelaskan bahwa menurut AD/ART PKB, pemilihan Ketua Umum DewanTanfidz dilakukan melalui muktamar yang diselenggarakan lima tahun sekali.Ketua Dewan Tanfidz bertanggungjawab kepada Muktamar. Cacat hukumyang dimaksud adalah pemecatan Alwi tidak dilakukan melalui muktamar.Menurut Harifin A. Tumpa putusan MA RI tersebut tidak membawakonsekwensi apapun, karena pengurus baru sekarang sudah ada. SelanjutnyaHarifin A. Tumpa berharap putusan MA RI tersebut membuat para pihakberdamai.

Putusan MA RI tersebut bukan saja merupakan perkembangan barusemenjak Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang

6 Harian Kompas, Sabtu 19 November 2005, hlm. 2.

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

105

Page 111: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

diundangkan pada tanggal 27 Desember 2002, tetapi juga merupakan peristiwayang pertama kali terjadi di era reformasi yang kehidupan politiknya demokratisdan liberal. Konflik kepartaian seperti yang dialami oleh PKB tersebut, jugadialami oleh parpol-parpol besar lainnya seperti Partai Demokrasi IndonesiaPerjuangan (PDIP), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Demokrat (PD).Namun perselisihan kepartaian yang pada akhir berujung berpekara dipengadilan yang dialami PDIP, PBR, dan PDR belum sampai dengan tingkatkasasi. Bahkan PBR sudah berdamai, dan gugatannya sudah dicabut. Sementaraitu perselisihan kepartaian yang pada akhir berujung berpekara di pengadilanyang dialami PKB bukan hanya gugatan dari Alwi Shihab itu saja. Pada tahun2002 PKB mengalami Dualisme Kepemimpinan antara PKB Batutulis yangdipimpin Matori Abd. Djalil dan PKB Kuningan yang dipimpin Alwi Shihab,yang pada akhirnya berpekara sampai di pengadilan.

Sesungguhnya perselisihan internal parpol bukan hanya berujung dipengadilan, tapi ada juga perselisihan internal parpol hingga mengakibatkanparpol bersangkutan pecah, antara lain seperti Haryanto Taslam yang merupakantokoh pendiri PDIP pada akhirnya mendirikan Partai Nasional BantengKemerdekaan (PNBK). Atau perselisihan internal parpol hingga menyebabkantokoh-tokoh pendiri partai meninggalkan parpol yang dibentuknya semula, antaralain Faisal Basri meninggalkan Partai Amanat Nasional (PAN).

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka yang pokok permasalahan didalam tulisan ini adalah :1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan maraknya konflik internal parpol di

awal-awal era reformasi ?2. Apa akibat-akibat yang timbul dari adanya konflik internal parpol di awal-

awal era reformasi ?

C. Kerangka Teori

1. Partai politik menurut Roy C. Macridis: 7parpol adalah suatu asosiasi yang mengaktifkan, memobilisasi rakyat, dan

7 Roy C. Macridis; “Teori-Teori Mutakhir Partai Politik” (Editor : Ichlasul Amal); Penerbit :PT. Tiara Wacana Yogya, tahun 1996, hlm. 17.

106

Page 112: Multi Partai

mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat-pendapat yang bersaing, dan memunculkan kepemimpinan politik.

2. Partai politik menurut Miriam Budiardjo:8

adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanyamempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompokini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik– (biasanya) dengan cara konstitusionil – untuk melaksanakankebijsaksanaan-kebijaksanaan mereka.

3. Partai politik menurut Carl J. Fiederich: 9adalah sekelompok manusia yang terorganisiir secara stabil dengan tujuanmerebut atau mempertahankan penguasan terhadap pemerintahan bagipimpinan partainya dan, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepadaanggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.

4. Partai politik menurut Soltau :10

adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yangbertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang – dengan memanfaatkankekuasaannya untuk memilih – bertujuan menguasai pemerintahan danmelaksanakan kebijakanaan umum mereka.

5. Partai politik menurut Sigmund Neumann :11

adalah organisasi aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasaikekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasarpersaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yangmempunyai pandangan yang berbeda.

6. Partai politik menurut Ichlasul Amal :12

adalah suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi jabatan publikuntuk dipilih oleh rakyat sehingga dapat mengontrol atau mempengaruhitindakan-tindakan pemerintah.

7. Partai politik menurut Mark N. Hagopian:13

adalah suatu organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan

8 Miriam Budiardjo; “Dasar-Dasar Ilmu Politik”; Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1991, hlm. 160.9 Ibid hlm. 161.10 Ibid hlm. 161.11 Ibid hlm. 162.12 Ichlasul Amal (Editor); “Teori-Teori Mutakhir Partai Politik”; Penerbit : PT. Tiara Wacana Yogya,tahun 1996, hlm. xv.13 Ibid hlm. xv.

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

107

Page 113: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

karakter kebijaksanaan publik dalam kerangka prinsip-prinsip kepentinganideologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasirakyat dalam pemilihan.

8. Menurut Nazuruddin Sjamsuddin, Zukifli Hamid, dan Toto Pribadi :14

Perpecahan dalam parpol bisa disebabkan tiga hal;a. Perbedaan ideologi dari para anggotanya.b. Perbedaan pelaksanaan kebijaksanaanc. Persaingan kepemimpinan dalam partai.

9. Menurut H. Anto Djawamaku :15

Ada beberapa macam konflik internal dalam tubuh partai politik, yaitu :a. Karena partai tidak memeliki platform yang jelas, sehingga

mengakibatkan tidak adanya ikatan ideologis di antara anggota partai.Ketika terjadi perpecahan yang bersifat klik, personal atau kelompok,dengan mudah hal itu memecah belah partai.

b. Faktor kepemimpinan tunggal dan manajemen yang buruk. Terlalukuatnya figur pemimpin partai politik berpotensi mematikan kaderisasidi tubuh partai politik bersangkutan. Figur yang kuat seringkali dianggapmampu menjadi perekat sementara pada saat bersamaan kader yangmemiliki kualifikasi sepadan tidak pernah dipersiapkan sebagi calonpengganti.

c. Dipandang dari proses regenerasi yang harus dilakukan, kegagalanmuncul tokoh baru dalam partai politik menunjukan kegagalan partaipolitik melakukan reformasi internal, terutama untuk revitalisasi danregenerasi terutama karena figur petingginya menjadi simbol institusi.

10. Menurut Nurcholish Madjid : 16

Sampai saat ini belum ada kedewasaan berpolitik dalam partai politik.Perpecahan partai politik umumnya disebabkan oleh egoisme politik yangbegitu besar yang merupakan indikasi ketidakdewasaan partai tersebut.Ketidakdewasaan partai juga ditunjukkan dengan ketidakberanian partaipolitik terkait untuk menjadi independen.

14 Nazuruddin Sjamsuddin, Zukifli Hamid, dan Toto Pribadi; “Sistem Politik Indonesia”; Penerbit :Karunika Jakarta, Universitas Terbuka, 1988, hlm. 5.6.15 H. Anto Djawamaku; “Percehan Partai Politik, Pemberantasan Korupsi dan Berbagai MasalahPolitik Lainnya”; dalam Jurnal Analisis CSIS : Peran Masyarakat dan Demokrasi Lokal, Jakarta,Vol. 34, No.2, 2005, hlm. 126-127.16 Harian Kompas, 11 Januari 2002.

108

Page 114: Multi Partai

II. TEORI-TEORI PARTAI POLITIK

A. Batasan dan Pengertian Partai Politik

Roy C. Macridis berpendapat bahwa partai politik (parpol) merupakankeharusan dalam kehidupan politik moderen yang demokratis, pengecualiannyahanya pada masyarakat tradisional yang sistem politiknya otoritarian yangpemerintahannya bertumpu pada tentara atau polisi.17 Sebagai organisasi, partaipolitik secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat,mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yangsaling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secaraabsah (legitimate) dan damai. Menurut Roy C. Macridis, partai politikmerupakan suatu asosiasi yang mengaktifkan, memobilisasi rakyat, dan mewakilikepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat-pendapatyang bersaing, dan memunculkan kepemimpinan politik. Oleh karena itu, partaipolitik menjadi fenomena umum dalam kehidupan politik di dalam masyarakatmoderen. Partai politik adalah alat untuk memperoleh kekuasaan dan untukmemerintah. Partai politik telah digunakan untuk mempertahankanpengelompokan yang sudah mapan (seperti gereja) atau untuk menghancurkanstatus quo seperti yang dilakukan Bolsheviks pada tahun 1917 ketikamenumbangkan kekaisaran Tsar.

Sementara itu Miriam Budiardjo berpendapat bahwa Partai politikmenurut adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanyamempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok iniialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik –(biasanya) dengan cara konstitusionil – untuk melaksanakan kebijsaksanaan-kebijaksanaan mereka.18

Partai politik menurut Carl J. Fiederich adalah sekelompok manusia yangterorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasanterhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan, berdasarkan penguasaanini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupunmateriil.19

17 Roy C. Macridis; Op.cit., hlm. 17.18 Miriam Budiardjo; Op.cit., hlm. 160.19 Ibid hlm. 161.

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

109

Page 115: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Partai politik menurut Soltau adalah sekelompok warga negara yangsedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik danyang – dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih – bertujuanmenguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakanaan umum mereka.20

Partai politik menurut Sigmund Neuman adalah organisasi aktivis-aktivispolitik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebutdukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.21

Partai politik menurut Ichlasul Amal adalah suatu kelompok yangmengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat sehinggadapat mengontrol atau mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah.22

Partai politik menurut Mark N. Hagopian adalah suatu organisasi yangdibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksanaan publik dalamkerangka prinsip-prinsip kepentingan ideologis tertentu melalui praktekkekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.23

Berdasarkan batasan-batasan mengenai parpol seperti tersebut di atas,maka dapat dikatakan bahwa :1. Dasar sosiologis dari suatu parpol adalah ideologi.2. Kepentingan dari dibentuknya suatu partai politik adalah usaha-usaha untuk

memperoleh kekuasaan.

B. Fungsi Partai Politik

Di dalam negara moderen, menurut Miriam Budiardjo, partai politikmempunyai beberapa fungsi :24

1. Sebagai sarana komunikasi politik :parpol berfungsi menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasimasyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpang-siuranpendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat moderen yang

20 Ibid, hlm. 161.21 Ibid, hlm. 162.22 Ichlasul Amal (Editor); “Teori-Teori Mutakhir Partai Politik”; Penerbit : PT. Tiara Wacana Yogya,tahun 1996, hlm. xv.23 Ibid hlm. xv.24 Miriam Budiardjo, Op.cit., hlm. 163.

110

Page 116: Multi Partai

begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akanhilang tak berbekas seperti suara di pandang pasir apabila tidak ditampungdan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Prosesini dinamakan “penggabungan kepentingan” (interest aggregation).Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalambentuk yang teratur. Proses ini dinamakan, “perumusan kepentingan”(interest articulation).

2. Sebagai sarana Sosialisasi Politik (Instrument of Political Socializzation).Di dalam ilmu politik, sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses dariseseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik didalam lingkungan masyarakat dimana ia berada. Biasanya proses sosialisasiberjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa.Proses sosialisasi politik diselenggarakan melalui ceramah-ceramahpenerangan, kursus-kursus kader, kursus penataran, dan sebagainya.

3. Sebagai sarana Rekrutmen Politik.Dalam hal ini parpol berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yangberbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai(political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluaspartisipasi politik. Juga disuahakan untuk menarik golongan muda untukdididik untuk menjadi kader yang di masa mendatang akan menggantipimpinan lama (selection of leadership).

4. Sebagai sarana pengatur konflik.Di dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapatmerupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, parpol berusahauntuk mengatasinya.

Sementara itu Ramlan Surbakti berpendapat bahwa fungsi utama partaipolitik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan untuk mewujudkanprogram-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu.25

Selain fungsi utama parpol seperti tersebut, menurut Ramlan Surbaktimasih ada fungsi parpol lainnya, yaitu :1. Sosialisasi politik.2. Rekrutmen politik.

25 Ramlan Surbakti; “Memahami Ilmu Politik”; Penerbit : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,Jakarta, 1992, hlm. 116.

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

111

Page 117: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

3. Partisipasi politik.4. Pemandu Kepentingan.5. Komunikasi Politik.6. Pengendalian Konflik.7. Kontrol Politik.

C. Jenis-Jenis Partai Politik

Perbedaan jenis-jenis partai politik yang ada di berbagai negara padadewasa ini pada hakekatnya karena perbedaan basis sosiologisnya. MenurutIchlasul Amal, sekurang-kurangnya terdapat lima jenis parpol yang dapatdiklasifikasikan berdasarkan tingkat komitmen parpol terhadap ideologi dankepentingan, yaitu :26

1. Partai Proto.2. Partai Kader.3. Partai Massa.4. Partai Diktatorial.5. Partai Catch-all.

Partai Proto adalah tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkatperkembangan seperti dewasa ini. Partai semacam ini muncul di Eropa Baratsekitar abad pertengahan hingga akhir abad ke-19. Ciri paling menonjol daripartai proto adalah pembedaan antara kelompok anggota (ins) dengan non-anggota (outs). Selebihnya, partai ini belum menunjukan ciri sebagai parpoldalam pengertian moderen. Karena, partai proto sesungguhnya adalah partaiyang dibentuk berdasarkan pengelompokan ideologis masyarakat.

Partai kader merupakan perkembangan lebih lanjut partai proto. Partaiini muncul sebelum diterapkannya sistem hak pilih secara luas bagi rakyat hinggasangat bergantung pada masyarakat kelas menengah ke atas yang memilikihak pilih, keanggotaan yang terbatas, kepemimpinan, serta para pemberi dana.Tingkat organisasi dan ideologi partai kader sesungguhnya masih rendah karenaaktivitasnya jarang didasarkan pada program dan organisasi yang kuat.Keanggotaan partai kader terutama berasal dari golongan kelas menengah keatas. Akibatnya, ideologi yang dianut partai kader adalah konservatisme ekstrem

26 Ichlasul Amal, Op.cit., hlm. xv.

112

Page 118: Multi Partai

atau maksimal reformisme moderat. Karena itu partai kader tidak memerlukanorganisasi besar yang dapat memobilasasi massa. Dengan demikian, dalampengertian ini partai kader lebih nampak sebagai suatu kelompok informaldaripada sebagai organisasi yang didasarkan pada disiplin.

Partai massa muncul pada saat terjadi perluasan hak pilih rakyat sehinggadianggap sebagai suatu respon politis dan organisasional bagi perluasan hak-hak pilih serta pendorong bagi perluasan lebih lanjut hak-hak pilih tersebut.Latar belakang muncul partai massa sangat bertolak belakang dengankemunculan partai proto maupun partai kader. Partai proto dan partai kaderterbentuk di dalam lingkungan parlemen (intra parlemen), memiliki basispendukung kelas menengah ke atas, serta memiliki tingkat organisasial danideologis yang relatif rendah. Sebaliknya, partai massa dibentuk di luarlingkungan parlemen (ekstra parleementer), berorientasi pada basis pendukungyang luas, misalnya : buruh, petani, dan kelompok agama, dan memiliki ideologiyang cukup jelas untuk memobilisasi massa serta mengembangkan organisasiyang cukup rapi untuk mencapai tujuan-tujuan ideologisnya. Tujuan utama partaimassa tidak hanya memperoleh kemenangan dalam pemilihan, tetapi jugamemberikan pendidikan politik bagi para anggotanya dalam rangka membentukelit yang langsung direkrut dari massa.

Partai Catch-all merupakan gabungan dari partai kader dan partai massa.Istilah Catch-all pertama kali dikemukakan oleh Otto Kirchheimer untukmemberikan tipologi pada kecenderungan perubahan karakteristik partai-partaipolitik di Eropa Barat pada massa pasca Perang Dunia Kedua. Catch-alldapat diartikan sebagai menampung kelompok-kelompok sosial sebanyakmungkin untuk dijadikan anggotanya. Tujuan utama partai ini adalahmemenangkan pemilihan dengan cara menawarkan program-program dankeuntungan bagi anggotanya sebagai ganti ideologi yang kaku. Dengan demikian,aktivitas partai ini erat berkaitan dengan kelompok kepentingan dan kelompokpenekan.

D. Konflik dan Perpecahan Partai Politik

Di dalam masyarakat yang demokratis, perbedaan pendapat danpersaingan di antara warga masyarakat atau golongan-golongan merupakanhal yang wajar. Perbedaan pendapat dan persaingan itu sering kali mengakibatkankonflik, bahkan mengakibatkan terjadi perpecahan.

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

113

Page 119: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Konflik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah :1). Percecokan, pertentangan;2). Ketegangan atau pertentangan antara dua kekuatan atau dua tokoh.27

Menurut Nazuruddin Sjamsuddin, Zukifli Hamid, dan Toto PribadiPerpecahan dalam parpol bisa disebabkan tiga hal:28

1) Perbedaan ideologi dari para anggotanya.2) Perbedaan pelaksanaan kebijaksanaan.3) Persaingan kepemimpinan dalam partai.

Sedangkan menurut H. Anto Djawamaku Ada beberapa macam konflikinternal dalam tubuh parpol, yaitu :29

1. Karena partai tidak memeliki platform yang jelas, sehingga mengakibatkantidak adanya ikatan ideologis di antara anggota partai. Ketika terjadiperpecahan yang bersifat klik, personal atau kelompok, dengan mudahhal itu memecah belah partai.

2. Faktor kepemimpinan tunggal dan manajemen yang buruk. Terlalu kuatnyafigur pemimpin parpol berpotensi mematikan kaderisasi di tubuh partaipolitik bersangkutan. Figur yang kuat seringkali dianggap mampun menjadiperekat sementara pada saat bersamaan kader yang memiliki kualifikasisepadan tidak pernah dipersiapkan sebagi calon pengganti.

3. Dipandang dari proses regenerasi yang harus dilakukan, kegagalan muncultokoh baru dalam parpol menunjukan kegagalan parpol melakukanreformasi internal, terutama untuk revitaslisasi dan regenerasi terutamakarena figur petingginya menjadi simbol institusi.

III. KONFLIK PARTAI POLITIK DI INDONESIAA. Berdirinya Partai Politik di Indonesia.

Dari teori-teori ilmu poltik sebagaimana yang telah diuraikan di atas,maka dapat dikatakan partai politik adalah merupakan alat yang pernah didesain

27 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Cet. Ketiga, tahun 1990, hlm. 455.28 Nazuruddin Sjamsuddin, Zukifli Hamid, dan Toto Pribadi; “Sistem Politik Indonesia”; Penerbit :Karunika Jakarta, Universitas Terbuka, 1988, hlm. 5.6.29 H. Anto Djawamaku; “Percehan Partai Politik, Pemberantasan Korupsi dan Berbagai MasalahPolitik Lainnya”; dalam Jurnal Analisis CSIS : Peran Masyarakat dan Demokrasi Lokal, Jakarta,Vol. 34, No.2, 2005, hlm. 126-127.

114

Page 120: Multi Partai

oleh manusia dan paling ampuh untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya. Karenademikian pentingnya keberadaan partai politik, sampai munculnya pameo dalammasyarakat bahwa “politisi modern tanpa partai politik sama saja dengan ikanyang berada di luar air”.

Partai politik sebagai institusi mempunyai hubungan yang sangat eratdengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini banyakdipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat yang melahirkannya. Kalau kelahiranpartai politik sebagai pengejewantahan dari kedaulatan rakyat dalam politikformal, maka semangat kebebasan selalu dikaitkan orang dalam membicarakanpartai politik sebagai pengendali kekuasaan.

Partai poltik sering dianggap sebagi salah satu atribut negara demokrasimodern, dan tidak ada seorang ahlipun dapat membantahnya, karena partaipolitik sangat diperlukan kehadirannya bagi negara-negara yang berdaulat.

Bagi negara-negara yang merdeka dan berdaulat eksistensi partai politikmerupakan prasyarat baik sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi rakyat,juga terlibat langsung dalam proses penyelenggaraan negara melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam badan-badan perwakilan rakyat.

Partai politik, sering diasosiasikan sebagai organisasi perjuangan, tempatseseorang/kelompok mencari dan memperjuangkan kedudukan politik dalamnegara. Bentuk perjuangan yang dilakukan oleh setiap partai politik tidak harusmenggunakan kekerasan/kekuatan fisik, tetapi melalui berbagai konflik danpersaingan baik intern partai maupun antar partai yang terjadi secara melembagadalam partai politik umumnya.

Sebagaimana dikatakan oleh Huszar dan Stevenson dalam bukunyaPolitical Science mengemukakan “Partai Politik ialah sekelompok orang yangterorganisir serta berusaha untuk mengendalikan pemerintahan agar supayadapat melaksanakan progam-progamnya dan menempatkan/menundukkananggota-anggotanya dalam jabatan pemerintah; partai politik berusaha untukmemperoleh kekuasaan dengan dua cara yaitu ikut serta dalam pelaksanaanpemerintah secara sah, dengan tujuan bahwa dalam pemilu memperoleh suaramayoritas dalam badan legislatif, atau mungkin bekerja secara tidak sah/subversifuntuk memperoleh kekuasaan tertinggi dalam negara yaitu melalui revolusi ataucoup d’etat.

Persaingan antar partai politik merupakan bagian intergral dalam prosespolitik, guna memperoleh kemenangan dala proses pemilu. Dengan suara

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

115

Page 121: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

mayoritas dalam pemilu, partai yang bersangkutan akan dapat berbuat banyakdalam mengendalikan negara dan pemerintahan; memperkuat danmemperjuangkan ideologi partainya; mempertahankan posisi elitnya dalamkekuasaan pemerintahan; serta merealisir tujuan lebih lanjut,yaitu mengawasikebijaksanaan umum.

Sebagaimana dikatakan Carl.J.Friederich bahwa, partai poltik adalahsekelompok manusia yang terorganisir secara mapan dengan tujuan untukmenjamin dan mepertahanlan pemimpin-pemimpinnya, tetap mengendalikanpemerintahan dan lebih jauh lagi memberikan keuntungan-keuntungan terhadapanggota partai baik keuntungan yang bersifat materiil maupun spirituiil.

Sejarah mencatat untuk pertama kali partai politik tumbuh danberkembang di negara-negara Eropa Barat, merupakan suatu tahap agarpemerintahan yang dijalankan harus berdasarkan kontitusi dan perwakilan. Hasilpembangunan politiknya telah membatasi kekuasaan Monarchi absolut danperluasan hak-hak warga negara. Keberhasilan inilah yang mendorongmeluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkanserta diikutsertakan dalam proses politik. Dan pada gilirannya menempatkanpartai politik berfungsi menjadi penghubung antara rakyat dengan pemerintahan,dimana rakyat dapat menentukan pilihannya dengan leluasa, memperjuangkankepentingannya, mengkritik rezim yamg memerintah, melakukan tata hubunganpolitik dan lain-lain.

Telah banyak penelitian empiris menunjukkan perspektif biar di manapartai-partai politik dan sistem kepartainnya bisa dianalisis dan dipahami secaralebih mendalam dalam kehidupan masa kini. Selain itu, berbagai usaha telahdilakukan untuk menghubungkan partai–partai politik dengan lembaga-lembagalain dalam masyarakat, dengan berbagai kelompok yang bertujuan mengejarkekuasaan dan pencapaian tujuan-tujuan dan kepentingannya.

Dalam konteks ini masyarakat sering dipandang sebagai organisme yangdinamis tempat berkembangnya pelbagai persaingan guna memperoleh prestisi,status, kekuasaan perasaan aman. Kompetisi yang berkembangnya biasanyadiliputi oleh tujuan-tujuan yang ingin dicapai, bahkan membawa atribut-atributkelompok yang berafiliasi untuk diperjuangkan kepentingannya. Kondisi konflikdan persaingan semacam ini merupakan hal yang lumrah dan tidak bisadielakkan dalam kehidupan sehari-hari. Telah banyak penelitian empirismenunjukkan perspektif baru di mana partai-partai politik bisa dianalisis dan

116

Page 122: Multi Partai

dipahami secara lebih mendalam.Kalau kita lihat ketentuan UUD 1945, tidak dijumpai kata-kata partai

politik, hal ini tidak berarti bahwa partai politik tidak boleh ada/diatur, apalagikalau menyangkut kepentingan bangsa dan negara. Berdasarkan pengalaman-pengalaman perkembangan demokrasi di negara kita dalam hubungannya denganpelaksanaan UUD 1945, Konsitusi RIS dan UUDS”50, telah timbulkecenderungan untuk mengatur kehidupan kepartaian.

Dilihat dari sudut ideologi dasar, munculnya partai politik di Indonesiapada masa pra kemerdekaan secara garis besar adalah sebagai aktualisasi daritiga aliran atau pandanagan politik yang menemukan momentum kelahirannyapada dekade abad ke20. Ketiga aliran itu ialah Islam, Nasionalisme, danMarxisme/Sosialisme. Aktualisasi aliran Islam muncul pertama dalam SerikatIslam (SI), sebagai partai politik pertama yang bercorak nasional. Partai SerikatIslam sering dianggap sebagai partai pelopor dan partai ini menjadi dinamis dibawah pimipinan H.O.S.Cokroaminoto. Hal yang menarik dari SI pada periodeawal adalah mampu mengidentifikasikan dirinya dengan aspirasi politik BumiPutera untuk memperjuangkan kemerdekaan. Pada tahun 1920-an dengankelahiran PKI, PNI, yang bercorak ideologi Marxisme dan Nasionalisme,membawa dampak wibawa SI menurun, dan tidak mampu bersaing denganideologi-ideologi modern yang berasal dari Barat dalam merebut massa rakyat.

PKI yang lahir pada tahun 1920, dalam tempo yang relatif singkatberkembang dengan pesat, baik di bidang organisasi maupun dalam usahamemasyarakatkan Marxisme/Komunisme. Partai ini tidak saja berhasilmempengaruhi massa rakyat, juga berhasil memikat kaum intelektual, terutamadengan memperkenalkan analisa Lenin dan Bucharin tentang imperalisme sebagaitingkat terakhir dari kapitalisme.

Bilamana pemberontakan PKI tahun 1926/1927 tidak terjadi, tidakmenutup kemungkinan PKI akan menjadi pelopor dalam perjuangan antikolonialisme/imperalisme. Kesalahan PKI waktu itu membuat satu perjuangan“pemberontakan” tanpa persiapan yang matang. Periode 1927 sampai dengan1945 aktualisasi ideologi Marxis hilang dari arena gerakan politik Indonesia.Kondisi seperti ini, kedudukannya mampu digantikan oleh PNI sebagai partairadikal-revolusioner dan Soekarno mampu belajar dari pengalaman dankelemahan SI dan PKI.

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

117

Page 123: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Kalau kita perhatikan jalan pemikiran yang melandasi organisasi-organisasi politik seperti Serikat Islam (1912), PKI (1921), PSII (1930), PNI(1927), Partindo, Parindra, dan kelompok-kelompok yang berdasarkan sukukederahan seperti Paguyuban Pasundan (1914), Serikat Sumatra (1918),Serikat Ambon (1920), Rukun Minahasa dan Kaum Betawi (1923) dan lain-lain, jelas perjuangan utama mereka adalah kemerdekaan dari kolonialisme/imperalisme. Namun kalau dikualifikasi lebih lanjut, akan menunjukkan beragamalasan dari aliran politik Islam, Nasionalisme dan Marxisme dalam melihattuntutan untuk merdeka.

Perjalanan kehidupan partai politik di Indonesia sering dihadapkan padaberbagai masalah, seperti bagaimana partai politik mengorganisir dirinya agarterbebas dari ancaman perpecahan; bagaimana hubungan antara partai politikdengan rakyat pendukungnya; bagaimana peranan ideologi di dalam kehidupanpartai untuk memperoleh sarana materiil; serta bagaimana peranan partai politikbagi kelancaran perputaran mesin partai.

Achmad Syafe’i Ma’arif mengkonstanti, bahwa perpecahan dalam partaipolitik bukan karena perbedaan penafsiran terhadap ideologi yang dianut, tetapikerena perbedaan pandangan dalam membawa ideologi itu menjadi aktual.Hal ini menyangkut sikap terhadap pemerintah Hindia Belanda, misalnya darinon-kooperatif ke kooperatif. Pada pokoknya sesudah PNI dibubarkan sampaidengan kedatangan Jepang pada tahun 1942, tidak ada satu ideologi yangdominan dalam pergerakan politik Indonesia. Sedangkan pada pendudukanJepang (1942-1945) seluruh kegiatan partai politik dihentikan.

Setelah proklamasi kemerdekaan BP-KNIP terhitung mulai tanggal 30Oktober 1945 bertindak sebagai parlemen sementara sebelum diadakanpemilu, berkeputusan untuk membentuk partai politik dengan konsep banyakpartai (multyparty), dengan pertimbangan bahwa “berbagai pendapat yang adadi dalam masyarakat akan tersalur secara tertib”. Hal lain yang menjadi dasarpertimbangan adalah “bahwa partai politik akan memperkokoh perjuanganmempertahankan kemerdekaan dan pemeliharaan keamanan masyarakat”.

Dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tertanggal 3 November1945 yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, jelas membawapartai politik garis tempat berpijak yang kokoh. Isi Maklumat itu antara lainmemuat keinginan pemerintah akan kehadiran partai politik. Dengan partaipolitik aliran paham yang ada di dalam masyarakat dapat disalurkan secara

118

Page 124: Multi Partai

teratur. Lebih meyakinkan lagi, berupa limit waktu pendirian partai politik, yakniharus sudah tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan anggota-anggota badanperwakilan rakyat pada bulan Januari 1946. Dengan dasar maklumat pemerintahini, lahirlah berbagai partai politik ditambah partai politik yang telah ada padazaman penjajahan Belanda maupun partai politik pada masa pendudukanJepang.

Partai politik yang berdiri sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintahtersebut diklasifikasikan dalam buku Kepartaian Indonesia/terbitan KementerianPenerangan tahun 1951 sebagai berikut :1. Dasar Ketuhanan:

a) Masjumi;b) Partai Sjarikat Indonesia;c) Pergerakan Tarbiah Islamiah;d) Partai Kristen Indonesia;e) Partai Katholik.

2. Dasar kebangsaan;a) Partai Nasional Indonesia (PNI);b) Persatuan Indonesia Raya (PIR);c) Partai Indonesia Raya (Parindra);d) Partai Rakyat Indonesia (PRI);e) Partai Demokrasi Rakyat (Banteng);f) Partai Rakyat Nasional (PRN);g) Partai Wanita Rakyat (PWR);h) Partai Kebangsaan Idonesia (Parki); i) Partai Kedaulatan Rakya (PKR); j) Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI);k) Ikatan Nasional Indonesia (INI);l) Partai Rakyat Jelata (PRJ);m) Partai Tani Indonesia (PTI);n) Wanita Demokrasi Indonesia (WDI).

3. Dasar Marxisme:a) Partai Komunis Indonesia (PKI);b) Partai Sosialis Indonesia;c) Partai Murba;d) Partai Buruh;

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

119

Page 125: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

e) Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai).4. Partai lain-lain:

a) Partai Demokrat Tionghoa (PTDI);b) Partai Indonesia Nasional (PIN).

Disamping itu ada dua partai politik yang cukup besar pengaruhnya dalammasyarakat, yang belum tercantum dalam daftar di atas yakni Nahdatul Ulama(NU) yang secara resmi berdiri sebagai partai politik yang bernafaskan Islamtahun 1952, dan partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)berdasarkan kebangsaan.

Adapun Alfian dalam mengelompokkan partai politik berdasarkan hasilpemilu 1955 yakni;1. Aliran nasionalis :

a) PNI;b) PRN;c) PIR Hazarin;d) Parindra;e) Partai Buruh;f) SKI;g) PIR-Wongsonegoro.

2. Partai Islam :a) Masjumi;b) NU;c) PSII;d) Perti

3. Aliran Komunis :a) PKI;b) SOBSI;c) BTI

4. Aliran Sosialis :a) PSI;b) GTI.

5. Aliran Kristen :a) Partai Katolik;b) Parkindo.

120

Page 126: Multi Partai

Cara lain menurut Alfian dengan pengelompokkan partai politik; non-agama, Islam dan Kristen. Pengelompokkan ini nampaknya relevan denganpemikiran K.H.A.Wahid Hasjim sebagai akibat dari pemerintahan diktator yangdilaksanakan oleh Jepang, maka di dalam negara kita berkembang tiga aliranyakni;a) Nasionalis opportunis;b) Nasionalis Islam; danc) Komunis/Sosialis.

Ketiga golongan utama inilah yang mendominasi kehidupan politik kitamelalui partai politik. Kalau pada zaman penjajahan konflik antar golongandapat ditutupi dengan isu melawan penjajahan, sehingga intrik politik diantaramasing-masing golongan tidak menampilkan perpecahan intern, jalan keluarnyadengan mendirikan partai baru yang juga mempunyai problem tersendiri dalammenghadapi pemerintah kolonial. Tetapi dalam perkembangan berikutnya setelahlepas dari penjajahan, nampak semakin intensif upaya menanamkan ideologidalam masyarakat dan masing-masing sebagai golongan politik menampakkanidentitas sebagai golongan yang memang memiliki ambisi untuk mempertaruhkansegalanya demi mencapai tujuan dalam kekuasaan politik.

Dengan adanya anjuran dan jaminan penderian serta hak hidup partaipolitik, maka tahun 1955 kita menyaksikan pertumbuhan partai politik yangsubur dengan diselingi konflik yang terkadang berbau antagonis diantaraberbagai golongan yang ada.

Salah satu ciri utama kehidupan politik masa demokrasi liberal ditandaidengan kabinet yang berulang kali rata-rata berumur 8 bulan. Itulah resikomultipartai yakni pertentangan yang tidak pernah berkesudahan antar elit politikterutama golongan nasionalis dan Islam. Adapun simbul kedua golongan ituadalah PNI dam Masjumi. Hanya terdapat dua kabinet yang diperintah secaraberimbang antara dua golongan tersebut. Golongan lain adalah PSI, PSII, NU,IPKI, dan beberapa partai kecil lainnya yang ikut duduk dalam kabinet sampaiberakhirnya pemilu 1955. Yang perlu dicatat bahwa masa ini nampak sekalipercaturan politik bercirikan militansi politisi sipil.

Pemilu 1955 mengangkat posisi NU dan PKI ke panggung politik danmendepak PSI ke luar, karena partai ini sangat merosot dalam perolehan suara.Karena tidak ada partai yang mayoritas dalam pemilu, membuka peluangnyaadanya koalisi. Kondisi semacam ini menjadi salah satu penyebab sering terjadi

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

121

Page 127: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

pergantian kabinet, dalam bahasa Orde Baru tidak mungkin menyelenggarakanpembangunan ekonomi karena perhatian lebih banyak ditujukan kepadapembenahan bidang politik.

Dengan konflik yang berkepanjangan dalam tubuh badan Konstituantedalam merumuskan UUD yang bersifat tetap, mendorong Presiden Soekarnomenggunakan kekuasaan ekstrakonstitusional dengan Dekritnya dan melahirkandemokrasi terpimpin. Masa ini tampak kekuasaan Presiden Soekarno mengisaphampir seluruh kekuasaan yang ada disekelilingnya dan berakhirlah kekuasaanpartai-partai politik.

Disamping cengkraman kekuasaan Soekarno, masa demokrasi terpimpinditandai pula oleh adanya keinginan kuat kaum militer untuk tampil dalamgelanggang politik dan sejak itu pula muncul kesadaran untuk mengurangi jumlahpartai politik, guna mengatasi berbagai gejolak politik. Dengan dikucilkannyaPNI dan Masjumi oleh Presiden Soekarno, memberikan angin segar bagi PKIuntuk berkiprah lebih leluasa dalam arena politik.

Dalam kurun waktu 1959-1965, tampak antara Soekarno, PKI, danTNI-AD saling bersaing, sedang partai lain kurang menunjukkan aset yangberarti dalam percaturan politik. Dengan kelihaian PKI dalam memobilisasimassa sampai pelosok pedesaan dengan kader-kader yang disiapkan begituintensif dan militan, memberikan keyakinan padanya bahwa kemenangan akandiraihnya, manakala suatu saat dilakukan pengambil alihan kekuasaan, dengancara mengucilkan kekuatan TNI-AD.

Inilah malapetaka yang dikenal dengan pemberontakkan G 30S/PKIdengan jatuhnya 7 korban perwira tinggi dan menengah TNI-AD. Darimalapetaka itulah segenap potensi bangsa terutama Militer, Angkatan 66 danumat Islam ditambah kekuatan sosial keagamaan lainnya ikut bergerakmenumpas PKI. Dengan kehancuran PKI, menghantarkan militer berkiprahdalam gelanggang politik. Kehancuran Orde Lama ditandai dengan surutnyapolitisi sipil dari gelanggang politik dan naiknya peranan militer, oleh Alfianmemberi istilah dengan “formal politik baru”.

Awal kebangkitan Orde Baru dalam melakukan pembenahan intitusipolitik, tetap berpandangan bahwa jumlah partai yang terlalu banyak tidakmenjamin adanya stabilitas politik. Usaha pertama disamping memulihkan partai-partai yang tidak secara resmi dilarang, adalah menyusun UU tentang pemiluyang dianggap sesuai dengan perkembangan masyarakat saat itu. Dan pemilu

122

Page 128: Multi Partai

yang direncanakan dilaksanakan dalam waktu dekat, ternyata baru terlaksanatahun 1971.

Kalau kita cermati kembali perjalanan partai politik di Indonesia padamasa Orde Baru, sebagai peserta pemilu tahun 1971 ada 10 partai politikyakni:1) Golongan Karya (Golkar);2) Partai Nasional Indonesia (PNI);3) Nahdatul Ulama (NU);4) Partai Katolik;5) Partai Murba;6) Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII);7) Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI);8) Partai Kristen Indonesia (Parkindo);9) Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dan;10) Partai Islam Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah).

Hasil pemilu 1971 yang menunjukkan kemenangan Golkar, kemudiandiikuti oleh Parmusi, NU, dan PNI menunjukkan kekuatan formal partai dilihatdari suara yang didapat dalam pemilihan. Hal inipun tidak lepas dari jasa ABRIdalam mensukseskan pemilu pertama dalam masa Orde Baru, yakni memberipeluang cukup leluasa bagi Golkar untuk berusaha sekuat tenaga gunamemenangkan pemilu dengan dibantu oleh pemerintah.

Dalam gelanggang percaturan politik Orde Baru, nampak hubunganantara ABRI-teknokrat untuk memperkuat birokrasi pemerintahan demikiankuat.Tidak jelas siapa menguasai siapa dalam menggambarkan hubungan ini,hanya kesan umum kekuasaan ABRI lebih kuat dari teknokrat.

Dengan adanya partai mayoritas Golkar, sangat mungkin melapangkanjalan untuk penyederhanaan kehidupan partai secara melembaga. Melalui prosesfusi yakni partai-partai Islam seperti; NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam.Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) tergabung menjadi Partai PersatuanPembangunan (PPP) adapun Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakangabungan dari Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba dan IPKI.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975, maka Pemilu1977 dan 1982 hanya tiga peserta pemilu, yakni PPP, Golkar, dan PDI dimanamasing-masing mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

123

Page 129: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

1. PPP dengan ciri ke-Islaman dan Ideologi Islam.2. Golkar dengan ciri kekaryaan dan keadilan sosial.3. PDI dengan ciri demokrasi, kebangsaan (nasionalisme) dan keadilan.

Sedang dalam Pemilu 1987 dan 1992, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 3Tahun 1975), ditetapkan agar semua parpol hanya menggunakan satu-satunyaazas, yaitu azas Pancasila. Dengan demikian perlombaan pengaruh antarkontestan hanya berorientasi pada program kerja masing-masing parpol.

Di dalam sejarah politik Indonesia, Pemilu 1999 adalah Pemilu yangdiikuti oleh paling banyak peserta setelah Pemilu 1955. Ada 48 partai yangmengikuti Pemilu 3 tahun lalu. Itu yang mengikuti Pemilu. Kalau hanya sekedarmendaftarkan diri ke pemerintah (Departemen Kehakiman dan HAM) padawaktu itu ada 141. Untuk mengingat kembali partai-partai tersebut berikut inibisa dibaca profil masing-masing partai tersebut. Di dalamnya terdapat informasimengenai nama partai, ketua umum dan sekretaris jenderal, alamat, tujuan danasasnya, serta sejarah singkatnya.

Di dalam Pemilu 2004 terdaftar 24 partai politik yang berhak ikut sertaPemilu 2004. Ke-24 parpol merupakan hasil dari proses seleksi yang cukuppanjang. Ke-24 partai ini ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2004 setelahberhasil melalui 3 tahap penyaringan. Penyaringan tahap pertama dilakukanoleh Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM). Di sini tujuanpenyaringan adalah memberikan status atau pengesahan partai politik sebagaisebuah badan hukum sebagaimana ditetapkan oleh UU No. 31 Tahun 2002Tentang Partai Politik. Pada tahap ini ada 50 partai politik yang dinyatakanlulus penyaringan.

Penyaringan tahap kedua adalah verifikasi administratif oleh KomisiPemilihan Umum (KPU). Untuk diketahui, UU No. 12 Tahun 2003 TentangPemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD menegaskan bahwa partaipolitik yang dibenarkan mengikuti Pemilu adalah partai yang sudah mendapatpengesahan sebagai badan hukum oleh Depkeh dan HAM. Ke-50 partai yanglulus penyaringan tersebut kemudian mendaftarkan diri ke KPU untuk menjadicalon peserta Pemilu.

Sesuai dengan amanat UU No. 12 Tahun 2003, khususnya Pasal 7 –10, yang kemudian dijabarkan di dalam Keputusan KPU No. 105 Tahun 2003sebagaimana diperbarui dengan Keputusan KPU No. 615 Tahun 2003, sebuah

124

Page 130: Multi Partai

partai politik berhak mengikuti Pemilu apabila memenuhi sejumlah persyaratan.Pertama, mempunyai kepengurusan lengkap di sekurang-kurangnya 2/3 jumlahprovinsi di Indonesia. Kedua, mempunyai pengurus lengkap di sekurang-kurangnya 2/3 kabupaten/kota di setiap provinsi di mana ia mempunyaikepengurusan. Ketiga, semua kepengurusan tersebut harus mempunyai kantor.Keempat, mempunyai anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1.000dari jumlah penduduk di setiap daerah di mana ia mempunyai pengurus.

Pembuktian setiap partai yang mendaftarkan diri tersebut dilakukan melaluiproses verifikasi. Ada dua tahap verifikasi di sini, yaitu verifikasi administratifdan verifikasi faktual. Hanya partai yang lulus verifikasi administratif yang bisamengikuti penyaringan tahap selanjutnya (verifikasi faktual).

Penyaringan tahap ketiga adalah verifikasi faktual. Pada tahap ini yangditeliti adalah memastikan apakah benar dokumen-dokumen mengenaikepengurusan dan keanggotaan sebagaimana di dalam verifikasi administratiftersebut mewujud di lapangan. KPU menyusun ketentuan mengenai tata caradan prosedur verifikasi tersebut di dalam Keputusan KPU No. 105 Tahun2003 dan yang diperbarui dengan Keputusan KPU No. 615 Tahun 2003.

Sebuah catatan perlu ditekankan di sini bahwa 6 dari partai tersebuttidak melalui proses verifikasi yang dilakukan oleh KPU, baik administratifmaupun faktual. Sebab, keenam partai tersebut telah lulus electoral threshold(mempunyai 2% dari jumlah kursi di DPR) di dalam Pemilu 1999. Sedangkanmenurut UU No. 12 Tahun 2003 partai yang sudah memenuhi electoralthreshold tersebut, langsung ditetapkan menjadi peserta Pemilu 2004 apabilamendaftarkan diri sebagai calon peserta Pemilu ke KPU. Keenam partaitersebut adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai GolonganKarya, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, PartaiAmanat Nasional, dan Partai Bulan Bintang.

Oleh karena jumlah partai yang mengikuti proses verifikasi ada 44. Setelahkeseluruhan proses verifikasi selesai, ada 18 partai yang lulus. Ditambah dengan6 partai yang lulus threshold, jumlah keseluruhan partai yang berhak menjadipeserta Pemilu 2004 adalah 24, yaitu :1. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme.2. Partai Buruh Sosial Demokrat.3. Partai Bulan Bintang.

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

125

Page 131: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

4. Partai Merdeka5. Partai Persatuan Pembangunan6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan9. Partai Demokrat10. Partai Keadilan Dan Persatuan Indonesia11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia13. Partai Amanat Nasional14. Partai Karya Peduli Bangsa15. Partai Kebangkitan Bangsa16. Partai Keadilan Sejahtera17. Partai Bintang Reformasi18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan19. Partai Damai Sejahtera20. Partai Golongan Karya21. Partai Patriot Pancasila22. Partai Sarikat Indonesia23. Partai Persatuan Daerah24. Partai Pelopor

B. Konflik Partai Politik di Era Reformasi

Kecenderungan konflik internal hingga dualisme kepemimpinan partaipolitik pascakongres atau muktamar kembali terjadi. Kongres PDIP di Balimembelah kepemimpinan PDIP menjadi dua poros kekuatan, antara DPP PDIPMegawati di satu sisi dengan GP PDIP-nya Roy BB Janis di sisi lain. MuktamarPKB di Semarang membuat dualisme kepemimpinan: Gus Dur-MuhaiminIskandar berhadapan dengan DPP PKB versi Alwi Shibah dan Syaifullah Yusufyang didukung oleh poros Kiai Langitan-Lirboyo. Sebelumnya soliditaskepemimpinan DPP PPP juga retak oleh konflik internal antara kaukus eliteDPP pro-Silatnas (Silaturahmi Nasional) yang anti Hamzah Haz dengan yanganti Silatnas yang pro Hamzah Haz. Fenomena kepengurusan kembar partaipolitik (parpol) di Indonesia sebagai imbas konflik internal partai sebenarnyamerupakan fenomena klasik dalam politik kepartaian di Indonesia.

126

Page 132: Multi Partai

Kepengurusan kembar partai, baca: pembelahan organisasi, telahmengakar dalam tradisi politik di Indonesia semenjak era kolonialisme hinggamembudaya di alam kemerdekaan, masa Soekarno, Orde Baru (Orba) sampaisekarang ini. Faktornya berbeda-beda. Di jaman kolonial, terjadi akibat rivalitasatau proses radikalisasi ideologi, seperti kasus perpecahan Syarikat Islam (SI)di tahun 1920-an menjadi SI “merah”-nya Semaoen dan SI “putih”-nya HOSTjokroaminoto.

Di masa Soekarno, Partai Nasional Indonesia (PNI) diperintahkanSoekarno untuk re-shaping semangat revolusionernya, dengan akibat mantanWakil PM Hardi tergusur. Sedangkan di masa Orba, pembelahan partaidisebabkan oleh intervensi rezim berkuasa yang mencoba menghancurkanpartai-partai yang diprasangkakan membahayakan kekuasaan. PNI, yangmerupakan partai pendukung kaum Soekarnois di awal Orba di –pecah menjadiPNI ASU (Ali Sastroamidjojo-Surachman) dengan PNI Osa-Usep, denganmaksud mencegah konsolidasi barisan pendukung Soekarnois. Pembelahanparpol di awal berkuasanya Orde Baru yang militeristik diorientasikan untukmemandulkan fungsi kontrol partai atas pemerintahan. Di awal 1990-an Orbamelakukan pembelahan partai pewaris simbol Soekarnois PDI, sebelah dibawah Soerjadi yang direstui pemerintah, sebelah lagi yang pro-Megawati yangdidukung arus bawah.

Jaman Reformasi Bisa disimpulkan dalam lintasan sejarah kepartaian diIndonesia, pembelahan (perpecahan) parpol yang menghasilkan dualismekepemimpinan struktural disebabkan oleh tiga faktor: Pertama, radikalisasiideologi. Kedua, intervensi kekuasaan dalam kerangka kepentingan de-ideologisasi dan de-parpolisasi. Ketiga, strategi resistensi sosial partai.

Lantas bagaimana kita menempatkan realitas ini di masa reformasi?Apakah bisa dikatakan konflik partai di era reformasi diakibatkan intervensipemerintah, atau karena proses radikalisasi ideologi, ataukah oleh sebab lain?

Sepanjang era reformasi, PPP sempat terpecah menjadi PPP Reformasisebelum akhirnya berganti nama menjadi PBR. Kemudian PKB pasca jatuhnyaGus Dur dari kursi kepresidenan terbelah menjadi PKB Batutulis di bawahkomando matori Abdul Djalil dan PKB Kuningan di bawah komando AlwiShihab dengan dukungan Gus Dur dan para kiai (ulama) kharismatik NU.

Perpecahan juga menimpa partai-partai gurem. PDKB, partai kecil yangsempat menempatkan tujuh kadernya di DPR (periode 1999-2004) terpecah

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

127

Page 133: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

menjadi dua sebelum resmi mendaftarkan diri menjadi peserta Pemilu 2004.PRD, partai radikal yang konsisten melawan Orba, pecah berkeping-kepingmenjadi PDS, PRP, dsb.

Akhirnya PDIP pasca kongres Bali, Maret 2005 juga terbelah dua menjadiPDIP dan Gerakan Pembaruan PDIP. Pepecahan ini dalam analisis sosiologisdan psikologis politik disebabkan oleh beberapa faktor: Pertama, bipolaritaskepentingan politik yang berpengaruh terhadap harmoni partai. Bipolaritas antarapragmatisme yang menjangkiti kader/elite partai berhadapan dengan idealismeyang dipegang oleh kader/elite partai yang teguh mempertahankan jiwa ideologidan garis konstitusional partai. Kedua, terhambatnya proses regenerasi akibatpola kepemimpinan yang patronatif, kharismatik, feodalistik yang menjegalkompetisi demokratis dalam pergantian kepemimpinan partai. Karena tokohyang kharismatik di dalam partai masih ingin mempertahankan otoritasnya,sementara kekuatan reformis atau dekonstruksi di jajaran kader semakin kuatdan menuntut proses percepatan suksesi. Ini terjadi di partai-partai tradisionalyang mengandalkan ikon kepemimpinan partai yang kharismatik danberbasiskan loyalitas massa kepada figur pemimpin partai. Ketiga, intervensikekuasaan politik dan modal, yang pada umumnya dilakukan poros kepentinganyang merepresentasikan keinginan pemerintah untuk menumpulkan resistensioposisional partai terhadap kebijakan pemerintah. Intervensi modal terjadi dandilakukan oleh kekuatan bisnis yang menjadikan parpol sebagai kendaraanuntuk mempermudah penguasaan aset politik yang dekat relasinya dengansumber daya ekonomi. Intervensi modal dan intervensi kekuasaan politik inimendorong lahirnya budaya money politics, intrik politik, politik dagang sapidalam arena kongres atau muktamar partai. Muncul pertanyaan: Mengapa partai-partai mudah sekali terbawa arus perpecahan yang menyulut lahirnya dualismekepemimpinan?

Perpecahan di tubuh partai yang kini marak juga dipengaruhi kondisiinternal partai-partai yang pada umumnya masih merupakan partai tradisional,yang hanya aktif dan memiliki orientasi berkompetisi dalam pemilu, yangmengandalkan ikatan perekat antara organisasi dan dukungan massa melaluikharisma ketokohan, serta yang merepresentasikan diri sebagai partai aliran.

Watak tradisionalisme kepartaian di Indonesia inilah yang menjadikanpartai gagal menjalankan fungsi normatif politik, baik dalam hal edukasi politikmassa konstituen, rekruitmen kader kepemimpinan internal dan eksternal,

128

Page 134: Multi Partai

komunikasi politik serta aktifitas transformasi konflik. Kegagalan fungsi normatifpartai akhirnya menumbuhkan pola pikir dan perilaku pragmatis di antara kaukuselite/kader pengurus partai. Mereka aktif di partai dengan tujuan berkarir diparlemen dan pemerintahan, serta dalam pemahaman bersama meletakkan partaisebagai kendaraan untuk meraih akses ke sumber daya ekonomi. Sehinggaakhirnya terjadi rivalitas politik yang tujuannya untuk bertahan atau merebutkepemimpinan di dalam partai.

Para elite partai yang mayoritas bersikap-berfikir pragmatis, menjadikanpartai sebagai alat meniti karir, alat “cari makan dan jabatan”. Karena figurpemimpin partai membawa kepentingan kaukus elite-nya, sedangkan kaukusyang gagal menempatkan tokohnya menjadi ketua umum akan tersingkir darikepengurusan partai. Berarti karir politik mereka tamat. Untuk mempertahankaneksistensi dan karir politik, akhirnya mereka—kaukus elite/kader—yang kalahterdorong membentuk struktur tandingan kepengurusan partai dengan harapanbisa melakukan posisi tawar sekaligus jika memenangkan pertikaian yuridis dipengadilan dalam persoalan absah-tidaknya kepengurusan kembar, bisamenyelamatkan masa depan karir politiknya.

Konflik Internal Partai Sebagai Salah Satu Penyebab Kompleksitas Sistem Multipartai di Indonesia

129

Page 135: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

DAMPAK SISTEM MULTIPARTAIDALAM KEHIDUPAN POLITIK INDONESIA

Oleh: Drs. Zafrullah Salim, M.H.1

I. Agenda Reformasi

Reformasi sebagai bagian dari perjalanan historis bangsa Indonesia untukmengembalikan cita-cita proklamasi seperti yang tercantum dalam PembukaanUndang-Undang Dasar 1945 tidak selalu berkaitan dengan penolakan akankemapanan dan konservatisme, melainkan harus dipandang dan diperlakukansebagai subsistem dalam proses dinamika mencapai tujuan.2 Pada awalreformasi jilid kedua (1998)3 yang ditandai dengan berakhirnya rezimpemerintahan orde baru, Bagir Manan melihat paling tidak ada empat agendareformasi dalam rangka revitalisasi tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsadan bernegara yang perlu mendapat perhatian:1. memulihkan, agar setiap orang dapat menggunakan secara wajar hak-hak

demokratis, hak-hak yang terkandung dalam prinsip negara konstitusionaldan negara berdasarkan atas hukum;

2. reformasi diarahkan pada usaha pemberdayaan suprastruktur daninfrastruktur politik agar benar-benar menjadi wahana perjuanganmewujudkan dan melaksanakan tatanan demokrasi (antara lain yang telahdiselenggarakan adalah pemilihan umum yang bebas (1999) sertakebebasan mendirikan partai);

3. reformasi birokrasi atau administrasi negara (administrative reform), yaitumelepaskan birokrasi dari ikatan politik primordial dari kekuatan politiktertentu yang menimbulkan berbagai kecemburuan politik; dan

4. reformasi ekonomi, seperti peniadaan monopoli dan membangun sistemekonomi kerakyatan.

1 Direktur Publikasi, Kerjasama, dan Pengundangan Peraturan Perundang-undangan.2 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, (Yogyakarta, FH – UII Press, 2003), hlm. 132 – 133.3 Reformasi tahun 1998 bukan yang pertama, sebab pada waktu angkatan ‘66 mencetuskan tematritura (tiga tuntutan rakyat) juga diilhami oleh semangat untuk menuntut “reformasi” menyeluruh(total) dalam segala segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

130

Page 136: Multi Partai

Kebebasan mendirikan partai politik adalah bagian esensial dari hakkonstitusional yang telah dirumuskan oleh founding fathers dalam UUD 1945.4Peraturan perundang-undangan bidang politik tentu menggunakan prinsip“kemerdekaan berserikat dan berkumpul”, yang digariskan dalam konstitusi.Hal itu sejalan pula dengan pengakuan terhadap hak-hak sipil dan politik (civiland political rights) dalam instrumen hukum internasional, yang kemudiandimasukkan dalam amendemen UUD 1945 dengan penyisipan Bab XA “HakAsasi Manusia”.5

II. Tujuan Pembaharuan Partai Politik

Sejalan dengan dinamika politik terutama sejak reformasi, yang diawalidengan perubahan dan penambahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945,upaya pengaturan partai politik terus dilakukan, yang berarti penataan kembalilegislasi partai politik dengan membentuk undang-undang partai politik yangbaru merupakan keharusan yang tidak mungkin dihindari.

Sejak awal tahun ini (4 Januari 2008) berlaku Undang-Undang Nomor2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, menggantikan Undang-Undang Nomor31 Tahun 2002. Alasan penggantian undang-undang lama antara lain adalahbelum optimalnya UU No. 31 Tahun 2002 mengakomodasi dinamika danperkembangan masyarakat yang menuntut peran partai politik (parpol) dalamkehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui UU No. 2 Tahun 2008 diharapkanpula pembaharuan yang mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaanparpol, yang menyangkut domokratisasi internal parpol, transparansi danakuntabilitas dalam pengelolaan keuangan parpol, peningkatan kesetaraangender dan kepemimpinan parpol dalam sistem nasional berbangsa danbernegara.

4 Pasal 28 UUD 1945: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisandan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.5 Butir-butir perubahan UUD 1945 demikian banyak, sehingga Ismail Sunny (guru besar em eritus FHUI) dalam suatu ceramahnya pernah mempersoalkan apakah masih tepat disebut sebagai UUD 1945?UUD 1945 lama hanya terdiri dari 71 butir, sedangkan UUD 1945 baru (setelah perubahan) terdiri dari199 butir, yang berarti perubahan dan penambahan itu sebanyak 174 butir (88 %). (lihat MachmudAziz, Kedudukan Peraturan Menteri dalam Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia, (makalah,tidak diterbitkan, 2007).

Dampak Sistem Multipartai Dalam Kehidupan Politik Indonesia

131

Page 137: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Di antara substansi UU No. 2 Tahun 2008 yang menarik untuk dianalisisadalah ketentuan mengenai pembentukan parpol yang mengokohkan kembalisistem multipartai yang telah diatur sebelumnya.

III. Pembentukan Partai Politik

Infrastruktur politik terpenting dalam negara demokrasi adalah partaipolitik, kelompok kepentingan, kelompok penekan dan lembaga-lembagaswadaya masyarakat.6 Meskipun dalam kajian tentang politik belum adakesepakatan tentang definisi partai politik, namun hukum positif di Indonesiamengartikan partai politik sebagai “organisasi yang bersifat nasional yangdibentuk oleh sekelompok warga negara secara sukarela atas dasar kesamaankehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politikanggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NegaraKesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undangNegara Republik Indonesia Tahun 1945.”7

Perubahan regulasi yang menempatkan partai politik sebagai “organisasiyang bersifat nasional” diharapkan dapat mengubah paradigma politiksekelompok kecil masyarakat yang gemar mendirikan partai politik.8 Undang-undang berfungsi sebagai “a tool of social engineering”, dalam hal ini tujuanregulasi partai politik dimaksudkan untuk membatasi kebebasan warga negaramendirikan partai dengan menetapkan persyaratan yang lebih ketat. Persyaratandimaksud antara lain melalui ketentuan mengenai “pembentukan partai politik”9

6 Oka Mahendra, Reformasi Pembangunan Hukum dalam Perspektif Peraturan Perundang-undangan,(Jakarta, tanpa penerbit, 2005), hlm. 232.7 UU No. 2 Tahun 2008, Pasal 1 angka 1. Definisi itu berbeda dengan UU No. 31 Tahun 2002, yaitudengan mengubah frasa “kepentingan anggota” menjadi “kepentingan politik anggota”, “organisasipolitik” menjadi “organisasi yang bersifat nasional”, dan menghapus frasa “melalui pemilihan umum”.Perubahan itu sangat signifikan yang mencerminkan arah reformasi di bidang regulasi partai politik.8 Dalam kajian politik, Miriam Budiardjo mengartikan partai politik sebagai “kelompok yangterorganisir dengan tujuan memperoleh jabatan-jabatan pemerintahan.” (Rafael Raga Maran, PengantarSosiologi Politik, (Jakarta, Rineka Cipta., 2007). Definisi yang agak lebih luas dikemukakan olehMilton C. Cummings yang mendefinisikan “political parties” sebagai “organized groups of individualsor other other groups who attempt to exercise power in political system by winning control of the thegovernment or influencing governmental policy.” (lihat Cummings dalam Encyclopedia Americana(1980), vol. 22, hlm. 336). Tampaknya pembentuk undang-undang tidak berani menegaskan partaipolitik sebagai sarana untuk mengantarkan para kadernya memegang kekuasaan pemerintahan,memegang kendali pemerintahan atau mempengaruhi kebijakan pemerintahan, walaupun dalam pikiranpara pendiri dan pegiat partai politik pada umumnya demikian.9 Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2008 mengharuskan kepengurusan partai politik harus mempunyai palingsedikit 60 % dari jumlah provinsi, 50 % dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan,dan 25 % dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota daerah yang bersangkutan.

132

Page 138: Multi Partai

serta organisasi dan kedudukan” partai politik.10 Dengan demikian (calon) paradeklarator politik harus benar-benar berusaha memperoleh dukungan publiksecara nasional sebelum pembentukan partai diumumkan.

Di samping itu, pendaftaran partai politik ke Departemen Hukum danHAM untuk memperoleh status sebagai badan hukum (rechtspersoon)mengharuskan partai politik menempuh proses penelitian dan/atau verifikasikelengkapan dan kebenaran semua keterangan dalam Anggaran Dasar yangtercantum akta notaris11 dan persyaratan lain yang diperlukan untuk menetapkanstatus partai sebagai badan hukum.12 Regulasi yang lebih ketat tersebut mungkinberdasarkan pengalaman sebelumnya tentang banyaknya kelompok masyarakatyang mengajukan pendaftaran partai politik. Pada tahun 2003 terdapat 112partai politik yang mendaftar di Departemen Hukum dan HAM untuk diverifikasi,84 di antaranya memenuhi syarat diverifikasi. Dan, dari 84 partai politik yangdiverifikasi itu, hanya 50 yang memenuhi syarat untuk disahkan sebagai badanhukum.13

Jelaslah bahwa politik hukum nasional pengaturan partai politikmemberikan kebebasan warga negara mendirikan partai, dengan kebijakanyang masih longgar dan liberal meskipun agak lebih ketat dibanding denganUU No. 31 Tahun 2002 yang telah dicabut.

IV. Sistem Multipartai dan Instabilitas Negara

Politik hukum yang mempertahankan sistem multipartai14 seperti tersiratdari pengaturan mengenai pembentukan partai politik tentu telah dipertimbangkansecara matang oleh pembentuk undang-undang. Dengan memperhatikan tipepartai politik yang dikenal, yaitu (i) sistem partai partai tunggal; (ii) sistem dwi

10 Pasal 17 mengharuskan kepengurusan partai politik ada pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota.. Selanjutnya Pasal 20 susunan dan komposisi kepengurusan partai politik pada semua tingkatharus pula memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30% yang diatur dalam AD/ARTpartai politik masing-masing.11 UU No. 2 Tahun 2008 Pasal 2.12 UU No. 2 Tahun 2008 Pasal 11.13 Oka Mahendra. Op.cit., hlm. 234.14 Secara sederhana system multipartai (system banyak partai, system partai banyak, multi-partysistem, multi partism, poly-partism) terwujud manakala mayoritas mutlak dalam lembaga perwakilanrakyat dibentuk atas dasar kerjasama dua kekuatan atau lebih, atau eksekutifnya tidak homogen.Mayoritas mutlak demikian tidak pernah terwujud tanpa melalui kerjasama,koalisi, atau aliansi. (lihatRusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia, (Bandung, Algensiondo, 2006), hal. 67.

Dampak Sistem Multipartai Dalam Kehidupan Politik Indonesia

133

Page 139: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

partai; dan (iii) sistem multipartai, tampaknya pilihan yang ketiga ini palingbanyak diterapkan di berbagai negara yang menganut paham demokrasi (Eropa,Asia, Afrika, dan Latin Amerika). Sistem kepartaian jelas tidak hanyamenentukan susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD melainkan jugasistem pemerintahan.

Konsekuensi sistem multipartai tidak hanya mempengaruhi mekanismedan efisiensi pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturandaerah di DPR atau DPRD, melainkan juga birokrasi pemerintahan yang harusdipegang oleh banyak orang sebagai representasi dari partai politik yang menangdalam pemilihan umum. Wakil-wakil rakyat yang duduk di legislatif danpemerintahan akan memperjuangkan aspirasi para pendukungnya yang sangatbervariasi.

Di antara dampak sistem multipartai yang penting untuk dicatat adalahkeharusan pembentukan pemerintahan koalisi (governing coalition), yangdalam praktik di masa lalu banyak menimbulkan kesulitan bagi pemerintah untukmenetapkan kebijakan stratejik karena mempertimbangkan banyak faktor. C.Cumming menulis: “The existence of several parties can make it moredifficult to form a stable governing coalition than is the face in two-partysistems.” Selanjutnya, “… such coalition are often fragile. At one extreme,governments fall repeteadly, and a country with a multiparty system mayhave three, or four, or more governments in one year.15

Pada era demokrasi parlementer (1955 – 1959) apa yang dinyatakanCumming terbukti benar. Betapa sering terjadi pergantian kabinet, sehinggainstabilitas pemerintahan itu menyebabkan peluang untuk melaksanakanpembangunan menjadi terabaikan. Atas dasar pengalaman seperti itu pula, padamasa orde baru, Presiden Soeharto menempuh kebijakan sistem multipartaiterbatas, dengan mendorong fusi partai-partai politik (hasil pemilihan umum1969) sehingga hanya ada tiga partai politik (Golkar, PPP, dan PDI) dan padafraksi DPR/DPRD sederhana menjadi 4 fraksi saja (dengan mengangkat fraksiABRI).

Lebih jauh pandangan dan analisis ahli ilmu politik, mengingatkan pulabahwa sistem multipartai yang dipakai sebagai sarana memodernisasikan

15 Milton C. Cumming, Op.cit., hlm. 339.

134

Page 140: Multi Partai

masyarakat di negara sedang berkembang, relatif menumbuhkan instabilitasdari pada di negara yang menganut sistem dua partai. Pada hakekatnya sistemmultipartai itu tidak banyak berbeda dengan tiadanya partai dalam masyarakat.Penelitian seperti dkemukakan oleh Samuel P. Huntington yang dikutip RusadiKantaprawira, memberikan gambaran tentang instabilitas akibat sistem-sistempolitik yang dianut, seperti di bawah ini:16

Hasil penelitian Huntington di atas mungkin tidak memasukkan kondisipartai politik dalam sample-nya, karena dalam masa demokrasi parlementerdahulu dan bahkan sampai sekarang belum pernah terjadi kudeta (perebutankekuasaan) seperti banyak terjadi di negara lain yang menganut sistem multipartai.

V. Representasi Partai atau Rakyat?

Dampak dari sistem multipartai adalah kepentingan apa dan siapa yangdiperjuangkan di parlemen dan pemerintahan? UU No. 2 Tahun 2008memasukkan kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara.Jelas yang pertama diperjuangkan adalah kepentingan politik anggota. Darisosiologi politik hal itu berarti urusan masyarakat, bangsa dan negara nomordua. Pertanyaan yang menggelitik, apakah yang berada di DPR/DPRD ituwakil partai politik atau wakil rakyat? Organ negara tersebut jelas bernamaDewan Perwakilan Rakyat/Daerah, bukan “dewan perwakilan partai”, yang

Distribution of Coups and Coup Attempts in ModernizingCountries Since Independence

Number of Country with CoupsCountries Number Per Cent

Communist 3 0 0One-Party 18 2 11One-Party Dominant 12 3 25Two Party 11 5 45Multiparty 22 15 68No effective Parties 17 14 83

Type of Political System

16 Rusadi Kantaprawira, Op.cit., hlm. 182.

Dampak Sistem Multipartai Dalam Kehidupan Politik Indonesia

135

Page 141: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

17 R.M. MacIver, The Web of Government, (New York, MacMillan, 1958), hlm. 208 – 210.

berarti mereka seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat secarakeseluruhan. MacIver, dengan mengutip pandangan Nicholas (penulis abadke-15) mengatakan partai politik sebagai kendaraan politik paling utama dalamdemokrasi moderen bermaksud untuk mengorganisasi pendapat masyarakattentang negara dan memperjuangkannya melalui partai politik. Namun setelahmereka berada di parlemen, mereka sesungguhnya adalah wakil dari rakyat(in uno compendio repraesentivo).17

Pengukuhan sistem multipartai dengan UU No. 2 Tahun 2008 yangdiharapkan dapat mewujudkan kaidah demokrasi yang menjunjung tinggikedaulatan rakyat, aspirasi, keterbukaan, keadilan, tanggung jawab danperlakuan yang tidak diskriminatif seperti yang diharapkan oleh pembentukundang-undang, tampaknya masih akan diuji, sejauhmana cita-cita yang demikianluhur itu terwujud? Nada pesimis tentang keampuhan regulasi politik mengaturkehidupan politik dalam tatananan budaya hukum, pernah diungkapkan olehDaniel S. Lev, pengamat senior politik hukum Indonesia yang menyatakan bahwapolitik tidak berjalan sesuai dengan aturan, tetapi berlangsung sesuai denganaturan pengaruh, uang, keluarga, status sosial, dan kekuasaan militer.

136

Page 142: Multi Partai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 2 TAHUN 2008

TENTANGPARTAI POLITIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, sertamengeluarkan pikiran dan pendapat merupakan hak asasimanusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat,berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagiandari upaya untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang kuatdalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta demokratis danberdasarkan hukum;

c. bahwa kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatanrakyat, aspirasi, keterbukaan, keadilan, tanggung jawab,dan perlakuan yang tidak diskriminatif dalam NegaraKesatuan Republik Indonesia perlu diberi landasan hukum;

d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politikmasyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasiuntuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab;

e. bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentangPartai Politik perlu diperbarui sesuai dengan tuntutan dandinamika perkembangan masyarakat;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksuddalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlumembentuk Undang-Undang tentang Partai Politik.

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 20, Pasal 22E ayat(3), Pasal 24C ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;

ARTIKEL

137

Page 143: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIAdan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh

sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaankehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentinganpolitik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhanNegara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya disingkat AD, adalah peraturandasar Partai Politik.

3. Anggaran Rumah Tangga Partai Politik, selanjutnya disingkat ART, adalahperaturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD.

4. Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentanghak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupanberbangsa dan bernegara.

5. Keuangan Partai Politik adalah semua hak dan kewajiban Partai Politikyang dapat dinilai dengan uang, berupa uang, atau barang serta segalabentuk kekayaan yang dimiliki dan menjadi tanggung jawab Partai Politik.

6. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasimanusia.

7. Departemen adalah Departemen yang membidangi urusan hukum dan hakasasi manusia.

138

Page 144: Multi Partai

BAB IIPEMBENTUKAN PARTAI POLITIK

Pasal 2(1) Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 50 (lima puluh)

orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahundengan akta notaris.

(2) Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud padaayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.

(3) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat AD danART serta kepengurusan Partai Politik tingkat pusat.

(4) AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit:a. asas dan ciri Partai Politik;b. visi dan misi Partai Politik;c. nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik;d. tujuan dan fungsi Partai Politik;e. organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;f. kepengurusan Partai Politik;g. peraturan dan keputusan Partai Politik;h. pendidikan politik; dani. keuangan Partai Politik.

(5) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud padaayat (3) disusun dengan menyertakan paling rendah 30% (tiga puluhperseratus) keterwakilan perempuan.

Pasal 3(1) Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen untuk menjadi badan

hukum.(2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai

Politik harus mempunyai:a. akta notaris pendirian Partai Politik;b. nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan

pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tandagambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuaidengan peraturan perundang-undangan;

c. kantor tetap;d. kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah

provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota padasetiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus)

UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

139

Page 145: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yangbersangkutan; dan

e. memiliki rekening atas nama Partai Politik.

Pasal 4(1) Departemen menerima pendaftaran dan melakukan penelitian dan/atau

verifikasi kelengkapan dan kebenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 dan Pasal 3 ayat (2).

(2) Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya dokumenpersyaratan secara lengkap.

(3) Pengesahan Partai Politik menjadi badan hukum dilakukan denganKeputusan Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnyaproses penelitian dan/atau verifikasi.

(4) Keputusan Menteri mengenai pengesahan Partai Politik sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam Berita Negara RepublikIndonesia.

BAB IIIPERUBAHAN ANGGARAN DASAR

DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI POLITIK

Pasal 5(1) Perubahan AD dan ART harus didaftarkan ke Departemen paling lama 14

(empat belas) hari terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut.(2) Pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan

akta notaris mengenai perubahan AD dan ART.

Pasal 6Perubahan yang tidak menyangkut hal pokok sebagaimana dimaksud dalamPasal 2 ayat (4) diberitahukan kepada Menteri tanpa menyertakan akta notaris.

Pasal 7(1) Menteri mengesahkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya dokumenpersyaratan secara lengkap.

(2) Pengesahan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkandengan Keputusan Menteri.

(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkandalam Berita Negara Republik Indonesia.

140

Page 146: Multi Partai

Pasal 8Dalam hal terjadi perselisihan Partai Politik, pengesahan perubahansebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) tidak dapat dilakukan olehMenteri.

BAB IVASAS DAN CIRI

Pasal 9(1) Asas Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.(2) Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan

kehendak dan cita-cita Partai Politik yang tidak bertentangan denganPancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

(3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) merupakan penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB VTUJUAN DAN FUNGSI

Pasal 10(1) Tujuan umum Partai Politik adalah:

a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimanadimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;

b. menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan RepublikIndonesia;

c. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila denganmenjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan RepublikIndonesia; dan

d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.(2) Tujuan khusus Partai Politik adalah:

a. meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangkapenyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;

b. memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan

UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

141

Page 147: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

c. membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara.

(3) Tujuan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)diwujudkan secara konstitusional.

Pasal 11(1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana:

a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadiwarga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsaIndonesia untuk kesejahteraan masyarakat;

c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalammerumuskan dan menetapkan kebijakan negara;

d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dane. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui

mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilangender.

(2) Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkansecara konstitusional.

BAB VIHAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 12Partai Politik berhak:a. memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara;b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;c. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik

sesuai dengan peraturan perundang-undangan;d. ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden,serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturanperundang-undangan;

e. membentuk fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat, DewanPerwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, DewanPerwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sesuai dengan peraturanperundang-undangan;

142

Page 148: Multi Partai

f. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyatdan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

g. mengusulkan pergantian antarwaktu anggotanya di Dewan PerwakilanRakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturanperundang-undangan;

h. mengusulkan pemberhentian anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat danDewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

i. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernurdan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon walikotadan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

j. membentuk dan memiliki organisasi sayap Partai Politik; dank. memperoleh bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturanperundang-undangan.

Pasal 13Partai Politik berkewajiban:a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang-undangan;b. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia;c. berpartisipasi dalam pembangunan nasional;d. menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia;e. melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya;f. menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;g. melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota;h. membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah

sumbangan yang diterima, serta terbuka kepada masyarakat;i. menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran

keuangan yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan danBelanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secaraberkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa olehBadan Pemeriksa Keuangan;

j. memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum; dank. menyosialisasikan program Partai Politik kepada masyarakat.

UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

143

Page 149: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

BAB VIIKEANGGOTAAN DAN KEDAULATAN ANGGOTA

Pasal 14(1) Warga negara Indonesia dapat menjadi anggota Partai Politik apabila telah

berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin.(2) Keanggotaan Partai Politik bersifat sukarela, terbuka, dan tidak diskriminatif

bagi warga negara Indonesia yang menyetujui AD dan ART.

Pasal 15(1) Kedaulatan Partai Politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan

menurut AD dan ART.(2) Anggota Partai Politik mempunyai hak dalam menentukan kebijakan serta

hak memilih dan dipilih.(3) Anggota Partai Politik wajib mematuhi dan melaksanakan AD dan ART

serta berpartisipasi dalam kegiatan Partai Politik.

Pasal 16(1) Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotannya dari Partai Politik

apabila:a. meninggal dunia;b. mengundurkan diri secara tertulis;c. menjadi anggota Partai Politik lain; ataud. melanggar AD dan ART.

(2) Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diatur dalam peraturan Partai Politik.

(3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota lembagaperwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai Politik diikutidengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyatsesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VIIIORGANISASI DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 17(1) Organisasi Partai Politik terdiri atas:

a. organisasi tingkat pusat;b. organisasi tingkat provinsi; danc. organisasi tingkat kabupaten/kota.

144

Page 150: Multi Partai

(2) Organisasi Partai Politik dapat dibentuk sampai tingkat kelurahan/desaatau sebutan lain.

(3) Organisasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyaihubungan kerja yang bersifat hierarkis.

Pasal 18(1) Organisasi Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.(2) Organisasi Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.(3) Organisasi Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota

kabupaten/kota.

BAB IXKEPENGURUSAN

Pasal 19(1) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.(2) Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota

provinsi.(3) Kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu

kota kabupaten/kota.(4) Dalam hal kepengurusan Partai Politik dibentuk sampai tingkat kelurahan/

desa atau sebutan lain, kedudukan kepengurusannya disesuaikan denganwilayah yang bersangkutan.

Pasal 20Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimanadimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan memperhatikanketerwakilan perempuan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) yang diaturdalam AD dan ART Partai Politik masing-masing.

Pasal 21Kepengurusan Partai Politik dapat membentuk badan/lembaga yang bertugasuntuk menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta anggotanya.

Pasal 22Kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melaluimusyawarah sesuai dengan AD dan ART.

Pasal 23(1) Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai

dengan AD dan ART.

UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

145

Page 151: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

(2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan Partai Politik tingkatpusat didaftarkan ke Departemen paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitungsejak terjadinya pergantian kepengurusan.

(3) Susunan kepengurusan baru Partai Politik sebagaimana dimaksud padaayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri paling lama 7 (tujuh) hariterhitung sejak diterimanya persyaratan.

Pasal 24 Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik hasil forum tertinggipengambilan keputusan Partai Politik, pengesahan perubahan kepengurusanbelum dapat dilakukan oleh Menteri sampai perselisihan terselesaikan.

Pasal 25Perselisihan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal24 terjadi apabila pergantian kepengurusan Partai Politik yang bersangkutanditolak oleh paling rendah 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta forum tertinggipengambilan keputusan Partai Politik.

Pasal 26(1) Anggota Partai Politik yang berhenti atau yang diberhentikan dari

kepengurusan dan/atau keanggotaan Partai Politiknya tidak dapatmembentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang sama.

(2) Dalam hal dibentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang samasebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaannya tidak diakui olehUndang-Undang ini.

BAB XPENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 27

Pengambilan keputusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan secarademokratis.

Pasal 28Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai denganAD dan ART Partai Politik.

146

Page 152: Multi Partai

BAB XIREKRUTMEN POLITIK

Pasal 29(1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk

menjadi:a. anggota Partai Politik;b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah;c. bakal calon Presiden dan Wakil Presiden; dand. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

(2) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secarademokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturanperundang-undangan.

(3) Penetapan atas rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) dilakukan dengan keputusan pengurus Partai Politik sesuai dengan ADdan ART.

BAB XIIPERATURAN DAN KEPUTUSAN PARTAI POLITIK

Pasal 30Partai Politik berwenang membentuk dan menetapkan peraturan dan/ataukeputusan Partai Politik berdasarkan AD dan ART serta tidak bertentangandengan peraturan perundang-undangan.

BAB XIIIPENDIDIKAN POLITIK

Pasal 31

(1) Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai denganruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dankesetaraan gender dengan tujuan antara lain:a. meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;b. meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; danc. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter

bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.

UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

147

Page 153: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

(2) Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untukmembangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila.

BAB XIVPENYELESAIAN PERSELISIHAN PARTAI POLITIK

Pasal 32(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat.(2) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak tercapai, penyelesaian perselisihan Partai Politik ditempuh melaluipengadilan atau di luar pengadilan.

(3) Penyelesaian perselisihan di luar pengadilan sebagaimana dimaksud padaayat (2) dapat dilakukan melalui rekonsiliasi, mediasi, atau arbitrase PartaiPolitik yang mekanismenya diatur dalam AD dan ART.

Pasal 33(1) Perkara Partai Politik berkenaan dengan ketentuan Undang-Undang ini

diajukan melalui pengadilan negeri.(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir,

dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan

negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar dikepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraanMahkamah Agung.

BAB XVKEUANGAN

Pasal 34(1) Keuangan Partai Politik bersumber dari:

a. iuran anggota;b. sumbangan yang sah menurut hukum; danc. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa

uang, barang, dan/atau jasa.(3) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf c diberikan secara proporsional kepada Partai Politik yang

148

Page 154: Multi Partai

mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanRakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.

(4) Bantuan keuangan kepada Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat(3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 35(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b yang

diterima Partai Politik berasal dari:a. perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya diatur dalam

AD dan ART;b. perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang dalam waktu 1(satu) tahun anggaran; dan

c. perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilaiRp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) per perusahaan dan/ataubadan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran.

(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada prinsipkejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatandan kemandirian Partai Politik.

Pasal 36(1) Sumber keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 merupakan

pendapatan yang dapat digunakan untuk pengeluaran dalam pelaksanaanprogram, mencakup pendidikan politik, dan operasional sekretariat PartaiPolitik.

(2) Penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik dikelola melaluirekening kas umum Partai Politik.

(3) Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan melakukan pencatatan atas semuapenerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik.

Pasal 37Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan organisasi menyusun laporanpertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahunanggaran berkenaan berakhir.

Pasal 38Hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluarankeuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 terbuka untukdiketahui masyarakat.

UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

149

Page 155: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Pasal 39Pengelolaan keuangan Partai Politik diatur lebih lanjut dalam AD dan ART.

BAB XVILARANGAN

Pasal 40(1) Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar

yang sama dengan:a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;c. nama, bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan internasional;d. nama, bendera, simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi

terlarang;e. nama atau gambar seseorang; atauf. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

dengan nama, lambang, atau tanda gambar Partai Politik lain.(2) Partai Politik dilarang:

a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; atau

b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatanNegara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Partai Politik dilarang:a. menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam

bentuk apa pun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

b. menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihakmana pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas;

c. menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badanusaha melebihi batas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

d. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badanusaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau dengan sebutanlainnya;atau

e. menggunakan fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat, DewanPerwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sebagai sumberpendanaan Partai Politik.

150

Page 156: Multi Partai

(4) Partai Politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki sahamsuatu badan usaha.

(5) Partai Politik dilarang menganut dan mengembangkan serta menyebarkanajaran atau paham komunisme/Marxisme-Leninisme.

BAB XVIIPEMBUBARAN DAN PENGGABUNGAN PARTAI POLITIK

Pasal 41Partai Politik bubar apabila:a. membubarkan diri atas keputusan sendiri;b. menggabungkan diri dengan Partai Politik lain; atauc. dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal 42Pembubaran Partai Politik atas keputusan sendiri sebagaimana dimaksud dalamPasal 41 huruf a dilakukan berdasarkan AD dan ART.

Pasal 43(1) Penggabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf

b dapat dilakukan dengan cara:a. menggabungkan diri membentuk Partai Politik baru dengan nama,

lambang, dan tanda gambar baru; ataub. menggabungkan diri dengan menggunakan nama, lambang, dan tanda

gambar salah satu Partai Politik.(2) Partai Politik baru hasil penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 dan Pasal 3.

(3) Partai Politik yang menerima penggabungan Partai Politik lain sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b tidak diwajibkan untuk memenuhi ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Pasal 44(1) Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41

diberitahukan kepada Menteri.(2) Menteri mencabut status badan hukum Partai Politik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

Pasal 45Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diumumkandalam Berita Negara Republik Indonesia oleh Departemen.

UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

151

Page 157: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

BAB XVIIIPENGAWASAN

Pasal 46Pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini dilakukan oleh lembaganegara yang berwenang secara fungsional sesuai dengan undang-undang.

BAB XIXSANKSI

Pasal 47(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,

Pasal 3, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratifberupa penolakan pendaftaran Partai Politik sebagai badan hukum olehDepartemen.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13huruf h dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Pemerintah.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13huruf i dikenai sanksi administratif berupa penghentian bantuan AnggaranPendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerahsampai laporan diterima oleh Pemerintah dalam tahun anggaran berkenaan.

(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13huruf j dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Komisi PemilihanUmum.

(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40ayat (3) huruf e dikenai sanksi administratif yang ditetapkan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat PartaiPolitik beserta anggotanya.

Pasal 48

(1) Partai politik yang telah memiliki badan hukum melanggar ketentuan Pasal40 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan kepengurusanoleh pengadilan negeri.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara PartaiPolitik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilannegeri paling lama 1 (satu) tahun.

(3) Partai Politik yang telah dibekukan sementara sebagaimana dimaksud padaayat (2) dan melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan sebagaimana

152

Page 158: Multi Partai

dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan putusan MahkamahKonstitusi.

(4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 40 ayat (3) huruf a, pengurus Partai Politik yang bersangkutandipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda 2(dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.

(5) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 40 ayat (3) huruf b, huruf c, dan huruf d, pengurus PartaiPolitik yang bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.

(6) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementarakepengurusan Partai Politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannyaoleh pengadilan negeri serta aset dan sahamnya disita untuk negara.

(7) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40ayat (5) dikenai sanksi pembubaran Partai Politik oleh MahkamahKonstitusi.

Pasal 49(1) Setiap orang atau perusahaan dan/atau badan usaha yang memberikan

sumbangan kepada Partai Politik melebihi ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana penjarapaling lama 6 (enam) bulan dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah danayang disumbangkannya.

(2) Pengurus Partai Politik yang menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha yang melebihi ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c dipidana denganpidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat darijumlah dana yang diterima.

(3) Sumbangan yang diterima Partai Politik dari perseorangan dan/atauperusahaan/badan usaha yang melebihi batas ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c disita untuk negara.

Pasal 50Pengurus Partai Politik yang menggunakan Partai Politiknya untuk melakukankegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) dituntut berdasarkanUndang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan

UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

153

Page 159: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Negara dalam Pasal 107 huruf c, huruf d, atau huruf e, dan Partai Politiknyadapat dibubarkan.

BAB XXKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 51(1) Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik tetap diakuikeberadaannya.

(2) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakanketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) paling lama padaforum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik pada kesempatanpertama sesuai dengan AD dan ART setelah Undang-Undang inidiundangkan.

(3) Partai Politik yang sudah mendaftarkan diri ke Departemen sebelumUndang-Undang ini diundangkan, diproses sebagai badan hukum menurutUndang-Undang ini.

(4) Penyelesaian perkara Partai Politik yang sedang dalam proses pemeriksaandi pengadilan dan belum diputus sebelum Undang-Undang ini diundangkan,penyelesaiannya diputus berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun2002 tentang Partai Politik.

(5) Perkara Partai Politik yang telah didaftarkan ke pengadilan sebelumUndang-Undang ini diundangkan dan belum diproses, perkara dimaksuddiperiksa dan diputus berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XXIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 52Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 31 Tahun2002 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4251), dicabut dandinyatakan tidak berlaku.

Pasal 53Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

154

Page 160: Multi Partai

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia.

Disahkan di Jakartapada tanggal 4 Januari 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 4 Januari 2008MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 2

UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

155

Page 161: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

PENJELASANATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 2 TAHUN 2008

TENTANGPARTAI POLITIK

I. UMUMUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjaminkemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaihak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupankebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yangmerdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokratis, dan berdasarkan hukum.Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntutpeningkatan peran, fungsi, dan tanggung jawab Partai Politik dalamkehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana partisipasi politikmasyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia,menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimanatermaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalamNegara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraanbagi seluruh rakyat Indonesia.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belumoptimal mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yangmenuntut peran Partai Politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegaraserta tuntutan mewujudkan Partai Politik sebagai organisasi yang bersifatnasional dan modern sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002tentang Partai Politik perlu diperbarui.Undang-Undang ini mengakomodasi beberapa paradigma baru seiringdengan menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, melalui sejumlahpembaruan yang mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaan PartaiPolitik, yang menyangkut demokratisasi internal Partai Politik, transparansidan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Partai Politik, peningkatankesetaraan gender dan kepemimpinan Partai Politik dalam sistem nasional

156

Page 162: Multi Partai

berbangsa dan bernegara.Dalam Undang-Undang ini diamanatkan perlunya pendidikan politik denganmemperhatikan keadilan dan kesetaraan gender yang ditujukan untukmeningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkanpartisipasi politik dan inisiatif warga negara, serta meningkatkan kemandiriandan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu,pendidikan politik terus ditingkatkan agar terbangun karakter bangsa yangmerupakan watak atau kepribadian bangsa Indonesia yang terbentuk atasdasar kesepahaman bersama terhadap nilai-nilai kebangsaan yang lahirdan tumbuh dalam kehidupan bangsa, antara lain kesadaran kebangsaan,cinta tanah air, kebersamaan, keluhuran budi pekerti, dan keikhlasan untukberkorban bagi kepentingan bangsa.Dalam Undang-Undang ini dinyatakan secara tegas larangan untukmenganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme sebagaimana diamanatkan oleh Ketetapan MPRSNomor XXV/MPRS/Tahun 1966. Ketetapan MPRS ini diberlakukandengan memegang teguh prinsip berkeadilan dan menghormati hukum,demokrasi, dan hak asasi manusia.Seluruh pokok pikiran di atas dituangkan dalam Undang-Undang ini dengansistematika sebagai berikut: (1) Ketentuan Umum; (2) Pembentukan PartaiPolitik; (3) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; (4)Asas dan Ciri; (5) Tujuan dan Fungsi; (6) Hak dan Kewajiban; (7)Keanggotaan dan Kedaulatan Anggota; (8) Organisasi dan TempatKedudukan; (9) Kepengurusan; (10) Pengambilan Keputusan; (11)Rekrutmen Politik; (12) Peraturan dan Keputusan Partai Politik; (13)Pendidikan Politik; (14) Penyelesaian Perselisihan Partai Politik; (15)Keuangan; (16) Larangan; (17) Pembubaran dan Penggabungan PartaiPolitik; (18) Pengawasan; (19) Sanksi; (20) Ketentuan Peralihan; dan(21) Ketentuan Penutup.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1Cukup jelas.

Pasal 2Cukup jelas.

Penjelasan UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

157

Page 163: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Pasal 3Ayat (1)

Cukup jelas.Ayat (2)

Huruf aCukup jelas.

Huruf bYang dimaksud dengan “mempunyai persamaan padapokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, dantanda gambar Partai Politik lain” adalah memiliki kemiripanyang menonjol dan menimbulkan kesan adanya persamaan,baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisanmaupun kombinasi antara unsur-unsur yang terdapat dalamnama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik lain.

Huruf cKantor tetap ialah kantor yang layak, milik sendiri, sewa,pinjam pakai, serta mempunyai alamat tetap.

Huruf dKota/kabupaten administratif di wilayah Daerah Khusus IbuKota Jakarta kedudukannya setara dengan kota/kabupatendi provinsi lain.

Huruf eCukup jelas.

Pasal 4Ayat (1)

Penelitian dan/atau verifikasi Partai Politik dilakukan secaraadministratif dan periodik oleh Departemen bekerja sama denganinstansi terkait.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Cukup jelas.

Pasal 5Cukup jelas.

158

Page 164: Multi Partai

Pasal 6Cukup jelas.

Pasal 7Cukup jelas.

Pasal 8Cukup jelas.

Pasal 9Cukup jelas.

Pasal 10Cukup jelas.

Pasal 11Cukup jelas.

Pasal 12Huruf a

Cukup jelas.Huruf b

Cukup jelas.Huruf c

Cukup jelas.Huruf d

Cukup jelas.Huruf e

Cukup jelas.Huruf f

Cukup jelas.Huruf g

Cukup jelas.Huruf h

Cukup jelas.Huruf i

Cukup jelas.Huruf j

Organisasi sayap Partai Politik merupakan organisasi yangdibentuk oleh dan/atau menyatakan diri sebagai sayap Partai Politiksesuai dengan AD dan ART masing-masing Partai Politik.

Penjelasan UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

159

Page 165: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Huruf kYang memperoleh bantuan keuangan adalah Partai Politik yangmendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan RakyatDaerah kabupaten/kota

Pasal 13Huruf a

Cukup jelas.Huruf b

Cukup jelas.Huruf c

Cukup jelas.Huruf d

Cukup jelas.Huruf e

Cukup jelas.Huruf f

Cukup jelas.Huruf g

Cukup jelas.Huruf h

Cukup jelas.Huruf i

Laporan penggunaan dana bantuan dari Anggaran Pendapatandan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerahyang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangandisampaikan oleh Partai Politik kepada Departemen DalamNegeri.

Huruf jRekening khusus dana kampanye pemilihan umum hanyadiberlakukan bagi Partai Politik peserta pemilihan umum.

Huruf kCukup jelas.

Pasal 14Cukup jelas.

160

Page 166: Multi Partai

Pasal 15Cukup jelas.

Pasal 16Cukup jelas.

Pasal 17Cukup jelas.

Pasal 18Cukup jelas.

Pasal 19Cukup jelas.

Pasal 20Cukup jelas.

Pasal 21Cukup jelas

.

Pasal 22Cukup jelas.

Pasal 23Cukup jelas.

Pasal 24Yang dimaksud dengan “forum tertinggi pengambilan keputusan PartaiPolitik” adalah musyawarah nasional, kongres, muktamar, atau sebutanlainnya yang sejenis.

Pasal 25Cukup jelas.

Pasal 26Cukup jelas.

Pasal 27Cukup jelas.

Pasal 28Cukup jelas.

Pasal 29Cukup jelas.

Penjelasan UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

161

Page 167: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Pasal 30Cukup jelas.

Pasal 31Cukup jelas.

Pasal 32Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “perselisihan Partai Politik” meliputi antaralain: (1) perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan; (2)pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik; (3) pemecatantanpa alasan yang jelas; (4) penyalahgunaan kewenangan; (5)pertanggung jawaban keuangan; dan/atau (6) keberatan terhadapkeputusan Partai Politik.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 33Cukup jelas.

Pasal 34Cukup jelas.

Pasal 35Cukup jelas.

Pasal 36Cukup jelas.

Pasal 37Cukup jelas.

Pasal 38Cukup jelas.

Pasal 39Cukup jelas.

Pasal 40Ayat (1)

Cukup jelas.

162

Page 168: Multi Partai

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Huruf a

Yang dimaksud dengan “pihak asing” dalam ketentuan iniadalah warga negara asing, pemerintahan asing, atauorganisasi kemasyarakatan asing.

Huruf bYang dimaksud dengan “identitas yang jelas” dalam ketentuanini adalah nama dan alamat lengkap perseorangan atauperusahaan dan/atau badan usaha.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dCukup jelas.

Huruf eLarangan dalam ketentuan ini tidak termasuk sumbangan darianggota fraksi.

Ayat (4)Cukup jelas.

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 41Cukup jelas.

Pasal 42Cukup jelas.

Pasal 43Ayat (1)

Penggabungan Partai Politik dalam ketentuan ini bukan merupakangabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan PerwakilanRakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerahkabupaten/kota hasil pemilihan umum tahun 2004 tidak hilangbagi Partai Politik yang bergabung.

Penjelasan UU RI No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

163

Page 169: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 44Cukup jelas.

Pasal 45Cukup jelas.

Pasal 46Yang dimaksud dengan “sesuai dengan undang-undang” dalamketentuan ini adalah sesuai dengan undang-undang organik yangmemberikan kewenangan kepada lembaga negara untuk melakukanpengawasan.

Pasal 47Cukup jelas.

Pasal 48Cukup jelas.

Pasal 49Cukup jelas.

Pasal 50Cukup jelas.

Pasal 51Cukup jelas.

Pasal 52Cukup jelas.

Pasal 53Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIATAHUN 2008 NOMOR 4801

164

Page 170: Multi Partai

BIODATA

BIODATA PENULIS

PROF. DR. JEANE NELTJE SALY, S.H.,M.H.Lahir di Kupang, 1 Nopember 1947. Riwayat Pendidikan:Sekolah Hakim dan Jaksa Negeri Malang (1967), S1 Hukum(1978), S2 di Universitas Tarumanegara-Jakarta, S3 diUniversitas Padjadjaran-Bandung. Pendidikan lainnya:Pendidikan Perancang Peraturan Perundang-undangan(1978-1979); Pendidikan Peneliti Hukum (1985-1986);Pendidikan Peneliti Hukum Departemen Hukum (1981-1984); Mengikuti Program Post Doctoral Legal Drafting

di International Institut of Social Study, Den Haag Belanda (1985-1986);Mengikuti Program Comporative Study Contract Law, Malaysia (1990). RiwayatPekerjaan: Calon Hakim Muda pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang (1967-1969), dipindahkan ke Pengadilan Negeri Bau-Bau Buton (1969-1972), alih tugaske Departemen Kehakiman (1972-1979), dan di Badan Pembinaan HukumNasional, Legal Drafter/Perancang Peraturan Perundang-undangan, DirektoratJenderal Peraturan Perundang-undangan (1980-1998), Peneliti Hukum di BadanPembinaan Hukum Nasional (1998), diangkat oleh LIPI sebagai Peneliti di BidangPenelitian Hukum Badan Pembinaan Nasional Departemen Hukum dan HAMRI, memberi kuliah hukum Dagang/Bisnis International di Beberapa UniversitasSwasta, seperti Universitas 17 Agustus 1945, Universitas Bung Karno danUniversitas Nasional Jakarta. Melakukan kegiatan penelitian, pengkajian Hukum,penulisan karya ilmiah, dan memberikan seminar/loka karya dan penataran, sertaaktif sebagai peserta seminar conferensi di negara lain (1979-2006), dalamberbagai bidang ilmu hukum, antara lain: bidang Hukum Dagang Internationaldan Pembangunan Ekonomi Nasional Negara berkembang, dan PerlindunganWanita, antara lain: Penelitian Asas-Asas Hukum Nasional Penelitian HukumAsas-Asas Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, PenelitianHukum Ekonomi Lemah, Pemerintah Daerah dan Globalisasi Perdagangan,Perlindungan Usaha Kecil di Wilayah Indonesia dalam Penerapan World TradeOrganization (WTO), Pengkajian Hukum Asylum, Refugees, Dumping danNegara berkembang dalam Pembangunan Ekonomi, dan Globalisasi PerdaganganPersaingan Curang dalam Perdagangan International dan Pengaruhnya terhadapPembangunan Ekonomi Negara-Negara ASEAN khususnya bagi Indonesiadalam kaitannya dengan penerapan WTO, dan AFTA/Asean Free Trade Area,RUU Perseroan Terbatas, RUU Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), RUU MerekPaten, Hak Cipta, serta ceramah dalam bidang Hukum antara lain: PembangunanEkonomi dan Globalisasi Perdagangan Dunia, juga Perlindungan Hukum terhadapWanita dalam penerapan Convention on The Elimination of All Forms of

165

Page 171: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

Diskrimination Againts Konvensi/Elimination terhadap segala bentukDiskriminasi Perempuan, Perlindungan Hukum terhadap Penjualan Perempuandan Anak-Anak/The Elimination of Trafficking in Women and Children dalamkaitan Tindak Perlindungan Pemerintah, serta penulisan buku/artikel tentang BisnisInternasional serta aktif sebagai peserta seminar di negara-negara lain.

Drs. AGUN GUNANDJAR SUDARSA, Bc.IP.,M.SiLahir di Bandung, 13 November 1958, Pekerjaan : AnggotaFraksi Partai Golkar DPR RI, Agama Islam. RiwayatPendidikan: SD Negeri di Jakarta, Lulus tahun 1970; SMPNegeri di Jakarta, Lulus tahun 1973; STM Negeri di Jakarta,Lulus tahun 1976; Mahasiswa Teknik sipil STTN, 1977-1979; AKIP Dept. Kehakiman di Jakarta, Lulus tahun 1982;STIA LAN Jakarta, Lulus Tahun 1991; Mahasiswa PascaSarjana Adm. Negara UI. Tahun 1994-1996; MahasiswaPasca Sarjana Kriminologi UI, Tahun 2004-2006; Riwayat

Pekerjaan: Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kls. I Tangerang, Tahun1982-1984; Staf pengajar AKIP, PUSDIKLAT Pegawai Departemen Kehakiman,Tahun 1985-1996; Anggota Komisi I DPR RI. Tahun 1997-1999; Anggota KomisiII DPR RI. Tahun 199-2004; Anggota Panitia Ad-Hoc I Badan Pekerja MPR-RI, Tahun 1999-2004; Anggota Badan Legislasi DPR RI, Tahun 2003-2004;Anggota Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Departemen Kehakiman (UUNo. 12 Tahun 1985), Tahun 1997-sekarang; Anggota Komisi III DPR RI, Tahun2004-sekarang: Anggota Forum Konstitusi, Tahun 2005-sekarang. RiwayatOrganisasi: Ketua Umum Komisariat HMI Teknik Sipil, Tahun 1978-1979;Ketua Umum Komisariat HMI AKIP, Tahun 1979-1980; Ketua Umum SENATMahasiswa AKIP, Tahun 1981-1982; Ketua Umum SENAT Mahasiswa LAN,Tahun 1989-1990; Sekjen Persatuan Mahasiswa Administrasi Indonesia, Tahun1989-1991; Ketua Cabang FKPPI Jakarta Selatan, Tahun 1982-1984; WakilKetua Cabang FKPPI Kota Tangerang; Sekretaris BAPEKADA GOLKARJakarta Selatan, Tahun 1982-1987; Sekretaris Daerah IX, FKPPI DKI JAYA,Tahun 1993-1997; Wakil Sekjen FKPPI Pusat Tahun 1993 – 1997; Ketua PPGM FKPPI, Tahun 1997-2003; Wakil Ketua Dewan Pertimbangan PP GMFKPPI, Tahun 2003-2006; Sekretaris Umum PP IKA STIA LAN, Tahun 1993-sekarang; Penasehat PP IKA AKIP, Tahun 1994-sekarang; Sekretaris UMUMPP AMPG, Tahun 1993-sekarang; Ketua PP AMPG, Tahun 2002-2005; POKJADPP Partai GOLKAR, Tahun 2002- sekarang. Kegiatan Ilmiah/Seminar/TalkShow Live: Pembicara/Narasumber dalam Seminar Sosialisasi UU ParpoldanUU Pemilu Legislatif FKKN (Forum Kajian Kebijakan Negara) di HotelBurnikarsa, Tahun 2003 Jakarta; Pembicara/Narasumber dalam Lokakaryatentang Polri dan Pemilu yang diadakan oleh Reform for Governace, Tahun2003 di Hotel Le Meridienn Jakarta; Pembicara/Narasumber dalam Seminar“Pemilu Berkah atau Bencana” diadakan oleh Senat Mahasiswa ITB, di Kampus

166

Page 172: Multi Partai

ITB, Tahun 2003 Bandung; Pembicara/Narasumber dalam berbagi SeminarSosialisasi UU Bidang Politik dan Seminar Amandemen UUD 1945 yang diadakanoleh Lembaga Informasi Nasional (LIN) diberbagai Provinsi di Indonesiasepanjang tahun 2003 hingga Awal tahun 2004; Pembicara/Narasumber dalamberbagai “Talk Show Live” tentang UU Bidang Politik, OTDA, Penegakan Hukumdan UUD 1945 yang diadakan oleh berbagai Stasiun tv seperti TVRI, ANTV,Metro TV, SCTV, RCTI, Lativi, TPI dan Trans TV pada tahun 2002, 2003 hinggaawal tahun 2004; Pembicara/Narasumber dalam berbagai “Talk Show Live”tentang UU Bidang Politik, OTDA, Penegakan Hukum dan UUD 1945 yangdiadakan oleh berbagai Stasiun radio seperti Elshinta, Cakrawala, REMACO,Delta FM, Trijaya Sakti, dan lain-lain sepanjang tahun 2002, 2003 hingga awaltahun 2004; Seminar Law and Justice: The Case For Parlianentary di Geneva –Swiss, Sept. 2006; Sosialisasi Putusan MPR RI ke Turki dan Qatar, Desember2006; Pembicara/Narasumber Seminar Nasional: “Urgensi Perubahan atas UUNo. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dalam upaya mendorongkesinambungan proses reformasi peradilan demi terwujudnya system peradilanyang bersih, akuntabel dan berwibawa di Indonesia” di Universitas ParahiyanganBandung (Kerjasama FH. Unpar dengan Komisi Yudisial); Pembicara/Narasumber “Memperkokoh Visi NKRI sebagai Negara Kepulauan” di RakornasDepartemen Kelautan dan Perikanan, Hotel Le Grandeur Mangga Dua Jakarta,Januari 2007; Pembicara/Narasumber “Kemauan Politik Membangung NegaraKepulauan” Diskusi Masyarakat Kelautan dan Perikanan Jawa Timur, Surabaya,Februari 2007; Pembicara/Narasumber “2007 Saatnya Wakil rakyat Pro Rakyat”Sarasehan di Hotel Nikko Internasional Jakarta, Februari 2007; Pembicara/Narasumber Sosialisasi /Pemasyarakatan UUD RI 1945 dan Ketetapan/Keputusan MPR RI di Departemen Sosial RI, Maret 2007; Pembicara/Narasumber The Habibie Center Bincang-Bincang “Prokontra RUU KementrianNegara dan RUU Lembaga Kepresidenan”, Maret 2007; Pembicara/Narasumber di LIPI, Diskusi Interaktif “Reformasi Kepolisian : Tantangan danProspek ke Depan”, April 2007. Lain-lain, Kursus/Pelatihan/Studi Banding:Diklat Kesamaptaan di Cirebon Tahun 1982; Diklat Menembak di Cirebon Tahun1982; Orientasi Ketahanan Nasional di Bogor Tahun 1986; P4 tingkat Nasionaldi Jakarta Tahun 1987; Diklat Spala DEPKEH di Jakarta Tahun 1994; StudiBanding Konstitusi (UDD) – ke Yunani dan Jerman tahun 2000; Ke TaiwanTahun 2001, Ke RRC Tahun 2002; Kunjungan Persahabatan Antar Parlemenke Iran Tahun 2002; Studi Banding Pencucian Uang ke Australia Tahun 2003;Kunjungan MPR RI dan Rumania Tahun 2003; Studi Banding Pansus RUUDewan Pertimbangan Presiden dan RUU Kemetrian Negara ke Amerika,Desember 2006.

Biodata Penulis

167

Page 173: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

DR. WICIPTO SETIADI, S.H.,M.H.Lahir di Purbalingga, 11 September 1957. MenyelesaikanS1 Hukum di Universitas Gajahmada Tahun 1982, S2 Hukumdi Universitas Padjajaran Tahun 1991, dan S3 Hukum diUniversitas Indonesia Tahun 2004. Pendidikan lain, Legis-lative Drafing di Belanda Tahun 1985, Program Stage padaVan Vollenhoven Institute, Leiden University Tahun 1996,International Law Course, Monash University Tahun 2000.Riwayat pekerjaan, Staf pada Pusat Dokumentasi Hukum,

BPHN Tahun 1984, Staf Subdit Perancangan Direktorat Perundang-undanganTahun 1989. Pj. Kasubdit HTN, Dit.Tata Negara dan Hukum Internasional Tahun1995, Kasubdit Hukum Internasional Dit. Tata Negara dan Hukum InternasionalTahun 1999, dan Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Tahun2004 sampai sekarang.

A.A. OKA MAHENDRA, S.H.Lahir di Bangli, 12 Juni 1946, menyelesaikan S1 Hukum diUGM di Yogyakarta. Riwayat pekerjaan, Calon Hakim padaPengadilan Negeri Denpasar Tahun 1971, Anggota DPR-RI Tahun 1971, Pegawai pada Ditjen Peradilan Umum danTUN, Departemen Kehakiman Tahun 1991, Anggota KPU,Pemilu Tahun 1999, Wakil Ketua Panitia PemilihanIndonesia Pemilu Tahun 1999, Staf Ahli Menkeh dan HAM1998, Ketua Tim Pendaftaran Ulang Parpol Tahun 2003,

Sekjen Mahkamah Konstitusi Januari sampai bulan Juli 2004, sejak Maret 2005menjabat Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, dan Penulis dibeberapa mass media. Lain-lain, menyusun dan menerbitkan buku dan peraturanperundang-undangan antara lain Undang-undang Paten, Undang-undang tentangKejaksaan, Gugatan dari Senayan, Dinamika Lembaga Perwakilan danKepemimpinan Nasional, Tanah dan Pembangunan, Menguak MasalahPertanahan, Demokrasi dan Hukum, Kepemimpinan Menurut Ajaran Hindu,dan Merajut Benang Kusut dalam Fragmentasi Etika Moral, Hukum, dan Politik.

PARTONO, SIP, MALahir di Klaten, 20 April 1977. Riwayat Pendidikan :S2/ Master of Arts Institute of Social Studies (ISS), TheHague, The Netherlands. (2005 – 2006)Jurusan Kebijakandan Manajemen Publik; S1/Sarjana Ilmu Politik UniversitasGajah Mada (1996 – 2001)Jurusan Ilmu AdministrasiNegara; SMA N 2 Klaten, Jawa Tengah (1992 – 1995);SMPN 2 Trucuk, Klaten, Jawa Tengah (1989 – 1992).

168

Page 174: Multi Partai

Pengalaman Kerja: Koordinator Peneliti CETRO (Center for ElectoralReform), April 2007 – sekarang; Dosen Tidak Tetap STIA Mandala Indonesia,Jakarta, Maret 2007 – sekarang; Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara STIABanten, Februari 2003 – September 2004; Dosen STIA Mandala Indonesia,Jakarta, Oktober 2001 – Januari 2003; Relawan IRE (Institute of Research andEmpowerment), Jogyakarta, Juni 2001 – Agustus 2001. Pengalaman Organisasi:Nov 2005 – Nov 2006 Sekretaris Umum Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) DenHaag, Belanda; Jan 1999 – Oktober 2001 Sekretaris Pimpinan RantingMuhammadiyah Kalikebo, Trucuk, Klaten; Oktober 1999 – Oktober 2001 KetuaDepartement Kaderisasi Pemuda Muhammadiyah Kec Trucuk, Klaten, Jateng;Januari 1996 – Des 1998 Ketua Ikatan Remaja Masjid Kalikebo (IRMAKA),Kalikebo, Trucuk, Klaten; Juli 1997 – Juni 1998 Anggota Presidium Permadi(Persatuan Mahasiswa Administrasi Yogjakarta); Juli 1997 – Juni1998 KetuaHimpunana Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIPOL, UGM(KMAN). Training, Kursus dan Seminar: 14 Oktober 2006 Seminar danWorkshop “ Empowering Community – to – Community Cooperation: Indone-sia – The Netherlands” yang diselenggarakan oleh ICMI Belanda, KBRI Belandadan PPI Belanda; 18 – 23 Juni 2006 Leadership and Social Justice Training, diWashington DC, Amerika, yang diselenggarakan oleh International FellowshipProgram Ford Foundation (IFP FF); 18 April – 31 Juli 2005 Kursus IELTS yangdiselenggarakan oleh Universitas Maastricht, Belanda; Oktober 2004 – Maret2005; Kursus TOEFL yang diselenggarakan oleh PPB UI, Jakarta; 21 – 24 Juni2004; Traning dan Workshop Metodologi Penelitian Dosen Negeri dan Swastase-Banten yang diselenggarakan oleh Departement Pendidikan Nasional.Publikasi: Dampak Korupsi dan Upaya Pencegahannya, Fajar Banten Juni 2004;Legitimasi Peran Militer Dalam Politik Indonesia , Fajar Banten Juli 2004; QuoVadis Suara Pemilih Islam, Fajar Banten, Agustus 2004; Pemilu 2004: BerharapMunculnya Pemimpin Nasional Baru Fajar Banten, September 2004; MewaspadaiPolitisasi Birokrasi Dalam Pilpres 2004 , Fajar Banten, September 2004; UrgensiPemilihan Presiden Dalam Penciptaan Good Governance, Fajar Banten, Agustus2004; Mencermati Legitimasi Pilkada Jakarta, Media Indonesia, 26 Juni 2007;Menunda Pilkada Jakarta?, Kompas, 8 Agustus 2007; Menyoal Kinerja TimSeleksi KPU, Suara Pembaruan 29 Agustus 2007; Oligarchy Maintained WithNew Political Party Bill, The Jakarta Post, 26 Desember 2007; A Commentaryon the Performance National Election Commission’s (KPU’s) Selection Com-mittee, dapat di akses di www.aceproject.org .

Biodata Penulis

169

Page 175: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

ZAINAL ABIDIN SALEH, S.H.,M.H.Lahir di Rangkas Bitung Banten, 28 Februari 1948.Pendidikan terakhir Pasca Sarjana Ilmu Hukum UniversitasIndonesia. Pendidikan: Fakultas Hukum UniversitasIndonesia Jurusan Hukum Tata Negara; Pasca SarjanaUniversitas Indonesia Bidang Ilmu hukum. RiwayatPekerjaan: a. di Instansi Pemerintah: Pengajar FakultasHukum Universitas Indonesia; Direktorat Sosial Politik DKIJakarta; Ass. Dep. Kantor Menpora; Widyaiswara Madya,

Pemprov. DKI Jakarta. b. di Swasta: Pengajar di Fakultas Hukum UniversitasMuhammadiyah; Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Jayabaya dan Pudekbidang Kemahasiswaan. Pengalaman Organisasi: Ketua Umum SEMAFakultas Hukum Universitas Indonesia; Care Taker DEMA UniversitasIndonesia; Ketua MPM Universitas Indonesia; Ketua HMI Cabang Jakarta;Koordinator bidang Kemahasiswaan, PB-HMI.

ZAINAL ABIDIN, S.H.Lulusan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.Terlibat dalam berbagai koalisi NGO dan juga dalampenyusunan beberapa Naskah Akademis dan RUU VersiMasyarakat. Saat ini bekerja di Yayasan Lembaga BantuanHukum Indonesia (YLBHI) sebagai Direktur Riset danPengembangan.

CHUDRY SITOMPUL, S.H.,M.H.Lahir di Jakarta, 12 Desember 1955, Pekerjaan : DosenTetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia. RiwayatPendidikan: 1986 : Sarjana Hukum, Fakultas HukumUniversitas Indonesia; 2006 : Pasca Sarjana FakultasHukum Universitas Indonesia. Riwayat Pekerjaan: 2005-Sekarang : Ketua Lembaga Pendidikan Lanjutan IlmuHukum (LPLIH) Fakultas Hukum Universitas Indonesia;2004-Sekarang : Ketua Bidang Studi Hukum Acara/Jurusan

Praktisi Hukum – Fakultas Hukum Universitas Indonesia; 2004-Sekarang:Anggota Senat Akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia; 2004-Sekarang:Ketua Sub Komisi Pengabdian Masyarakat Fakultas Hukum UniversitasIndonesia; 2004-Sekarang: Anggota Pengawasan Mutu Akademik FakultasHukum Universitas Indonesia; 1995-Sekarang : Penasehat Lembaga Konsultasi& Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Indonesia; 1992-Sekarang : Dosen Utama Mata Kuliah Praktek Hukum Fakultas Hukum

170

Page 176: Multi Partai

Universitas Indonesia; 1988-Sekarang: Pegawai Negeri tetap Fakultas HukumUniversitas Indonesia; 2000-2004: Anggota Tim Pakar Kejaksaan Agung RepublikIndonesia; 2000-2004: Sekretaris Bidang Studi Hukum Acara/Jurusan PraktisiHukum – Fakultas Hukum Universitas Indonesia; 1988-1992 : Asisten DosenMata Kuliah Praktek Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia; 1987 :Calon Pegawai Negeri Fakultas Hukum Universitas Indonesia; 1987-1995 : StaffPenasehat Hukum Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) FakultasHukum Universitas Indonesia.

Drs. ZAFRULLAH SALIM, M.H.Lahir di Sulit Air, Sumatera Barat 1 April 1953. Pendidikan:S1 Syariah (Hukum Islam); S2 Hukum Ekonomi. Pendidikandi bidang Perundang-undangan : Legislative Drafting – IndianaUniversity; Wetgevingstechniek – Leiden Universiteit.Riwayat Jabatan : Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAMKantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Jawa Barat(2007-2008); Direktur Publikasi, Kerja Sama dan PengundanganPeraturan Perundang-undangan (2008-sekarang).

171

Page 177: Multi Partai

Vol. 5 No. 1 - Maret 2008

PANDUAN PENULISAN

1. Naskah yang dikirim berbentuk karya tulis ilmiah, seperti hasil penelitianlapangan, survey, hipotesa, kajian teori, studi kepustakaan, review buku,dan gagasan kritis-konseptual yang bersifat obyektif, sistimatis, analisis, dandeskriptif.

2. Naskah yang dikirim hendaknya merupakan karya tulis asli yang belumpernah dimuat atau dipublikasikan di media lain.

3. Naskah diketik rangkap 2 (dua) spasi di atas kertas ukuran A4, panjangnaskah antara 8-25 halaman, daftar pustaka dan disertakan gambar ataufoto, tabel jika diperlukan.

4. Naskah yang dikirim disertakan disket dan disebutkan program yang dipakai.

5. Penulisan hendaknya menggunakan bahasa Indonesia yang baku, lugas,sederhana dan mudah dimengerti tidak mengandung makna ganda.

6. Pokok pembahasan atau judul penulisan berupa kalimat yang singkat danjelas, dengan kata-kata atau frasa kunci yang mencerminkan isi tulisan.

7. Sistimatika penulisan sesuai dengan aturan penulisan ilmiah, yang secaragaris besar memuat: abstrak (yang panjangnya antara 100 - 200 kata),pendahuluan (latar belakang permasalahan, tujuan ruang lingkup, danmetodologi), hasil dan pembahasan (tinjauan pustaka, data, dan analisis),penutup (kesimpulan dan saran), dan daftar pustaka ditulis berdasarkan abjad(alfabetis).

8. Pengiriman naskah dengan melampirkan softcopy berupa curriculum vitaebeserta pas photo ukuran 4 x 6 cm sebanyak 1 (satu) lembar untuk dimuatdi jurnal.

9. Isi, materi, dan subtansi tulisan merupakan tanggung jawab penulis. Redaksiberhak mengedit teknis penulisan (redaksional) tanpa mengubah arti.

10. Naskah dikirim ditujukan kepada :Redaksi Jurnal Legislasi Indonesia, Direktorat Jenderal PeraturanPerundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Jl. HR. RasunaSaid Kav. 6-7 Kuningan - Jakarta Selatan Telepon (021) 5264517/Fax(021) 5205310, e-mail : [email protected].

172