validasi metode spektrof otometri visibel · pdf filepereaksi asetilaseton dan formalin...
TRANSCRIPT
VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL UNTUK PENETAPAN KADAR AMOKSISILIN MENGGUNAKAN
PEREAKSI ASETILASETON DAN FORMALIN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
oleh:
Margareta Sunarto
NIM : 038114004
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
God didn’t promise day without pain,
Laughter without sorrow, sun without rain…
But He promises strength for the day,
Comfort for the tears, and light for the way.
Disappointments are like road humps, they slow you.
Down a bit, but you’ll enjoy the smooth road afterwords.
Don’t stay on the humps too long, move on!
When you feel down, because you didn’t get what you want,
Just sit tight and be happy.
Because God must has something better to be given to you.
When something happens to you,
Good or bad, consider what it means.
There’s always a purpose in life’s events,
To teach you how to laugh more,
Or not to cry too hard.
Kupersembahkan karya ini untuk
Papa dan Mama
Sebagai rasa terima kasih dan baktiku
Andre dan Ita
Yang kucintai dan kusayangi
Almamaterku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Syukur dan terima kasih kepada Bapa di surga, Tuhan Yesus, dan Bunda
Maria atas berkat dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul ” Validasi Metode Spektrofotometri Visibel Untuk Penetapan Kadar
Amoksisilin Menggunakan Pereaksi Asetilaseton dan Formalin”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm.) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus
kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen pembimbing.
Terima kasih untuk masukan, bimbingan, dorongan, waktu, pengertian
dan perhatian yang begitu besar, serta semangat yang selalu diberikan
selama penelitian dan penyusunan skripsi ini
3. Dra. A. Nora Iska Harnita, M.Si., Apt. selaku dosen penguji, terima
kasih atas dukungan, saran, dan waktu yang diberikan.
4. Drs. Sulasmono, Apt. selaku dosen penguji, terima kasih atas dukungan
saran, dan waktu yang diberikan.
5. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Papa, Mama, Andre, Ita, buat semua doa, cinta, dukungan, perhatian,
pengertian, kesabaran, canda, dan tawa yang buat Cici selalu kuat.
Makasih banyak ya.. I love you all...
7. Pak Bambang dan Bu Kis, laboratorium analisis obat dan makanan
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, yang selalu menemani dan
membantu selama penelitian. Terima kasih banyak ya Pak, Bu…
8. Segenap laboran di Universitas Gadjah Mada dan Universitas Sanata
Dharma. Terima kasih untuk waktu dan bantuannya.
9. Arnie, Eta, teman seperjuanganku. Inget slogan kita: gagal itu biasa,
tetapi berhasil itu luar biasa… Makasih banyak teman buat dukungan,
bantuan, dan kerjasamanya.
10. Mas Isun, kakak dan sahabatku, terima kasih untuk semua keceriaan,
kesedihan, semangat, harapan, kekecewaan, dan semua hal yang pernah
aku alami dengan adanya persahabatan kita. Hope our friendship will
last forever. Aku belajar banyak hal dari persahabatan kita.. Overall,
thanks for eveything.. I Love you brother..
11. Temen-temen Eternal Choir dan Koor Gregorius Caecilia buat semua
kebersamaan, kegilaan, kekompakkan, keceriaan, dan pengertiannya.
Thanks a lot..
12. Gurit buat editan dan ilmu-ilmu komputernya, Leli buat terjemahannya.
Makasih ya..
13. Vita, Mitul, BleQ, Shyu, Nandut, Jevi, Yeyen, Reni, Asep, buat curhat-
curhat, gossip, dukungan, dan masukan buat aku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14. Temen-temen kelompok A dan temen-temen Kelas A 2003, buat
dukungan, kekompakan dan kebersamaan kita selama ini.
15. Mas Bowo, Mas Fahrul, buat diskusinya.
16. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat sederhana dan masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun sangat
diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.
Yogyakarta, Januari 2007
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Amoksisilin memiliki kemiripan struktur dengan sefaleksin yang juga memiliki gugus amin primer. Oleh karena itu, metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar sefaleksin menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin diharapkan dapat juga digunakan untuk penetapan kadar amoksisilin.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Pada penelitian ini dilakukan optimasi waktu reaksi, pH, dan volume yang menghasilkan serapan maksimum. Hasilnya kemudian digunakan dalam validasi metode. Selain itu, dilakukan pula aplikasi metode penetapan kadar tersebut pada sediaan tablet amoksisilin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa reaksi mulai stabil setelah menit ke-50 selama 30 menit, volume optimum pereaksi adalah 7 ml dan pH optimum adalah 4. Warna kuning yang terbentuk memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 401 nm. Untuk validasi metode, didapat data sebagai berikut: koefisien variansi sebesar 0,56%, perolehan kembali sebesar 104,09%, dan koefisien korelasi (r) persamaan garis linier kurva baku sebesar 0,9995. Aplikasi metode penetapan kadar pada sediaan amoksisilin menunjukkan hasil yang baik dengan kadar rata-rata amoksisilin dalam tablet adalah 589,56 mg. Dari seluruh data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa metode penetapan kadar amoksisilin secara spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin memiliki akurasi dan presisi yang baik, namun akurasinya kurang baik. Kata kunci: amoksisilin, asetilaseton, formalin, spektrofotometri visibel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT The structure of amoxicillin is similar to that of cephalexin which is also
has primary amine groups. For that reason, it is hoped that visible spectrophotometric method in determining the amount of cephalexin by using acetylacetone and formalin can also be used to determine the amount of amoxicillin.
This research is a non-experimental descriptive research. In this research, the reaction time, the pH and the volume of the reagent have been optimized to obtain the maximum absorption. Then, its result is used in the validation method. In addition, the method’s developed is applied to determine the amount of amoxicillin in the tablets. The research result shows that the reaction begin to stable from the fiftieth minutes for 30 minutes, the optimal volume of the reagent is 7 ml, and the optimal pH is 4. The yellow chromophore is scanned and showed 401 nm as a maximum wavelength. From the validation method, the coefficient of variation is 0.56%, the recovery is 104.09%, and the correlation coefficient (r) is 0.9995. The application of the method’s developed in determining amoxicillin in tablet showed a good result with the average amount of amoxicillin is 589.56 mg/tablet. From the result it can be concluded that visible spectrophotometric method to determine the amount of amoxicillin by using acethylacetone and formalin gives a good precision and linearity, but not the accuracy. Key word: amoxicillin, acetylacetone, formalin, visible spectrophotometric
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... viii
INTISARI............................................................................................................... ix
ABSTRACT ............................................................................................................ x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xvi
BAB I PENGANTAR ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
1. Perumusan masalah .................................................................... 3
2. Keaslian penelitian ..................................................................... 4
3. Manfaat penelitian ...................................................................... 5
B. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA .................................................................. 6
A. Amoksisilin ...................................................................................... 6
B. Asetilaseton ...................................................................................... 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Formalin ........................................................................................... 9
D. Spektrofotometri UV-Vis ................................................................. 10
1. Definisi spektrofotometri UV-Vis .............................................. 10
2. Konsep dasar radiasi elektromagnetik ........................................ 10
3. Tipe transisi elektron .................................................................. 11
4. Interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik .................... 13
5. Analisis kuantitatif secara spektrofotometri UV-Vis.................. 13
6. Serapan suatu larutan .................................................................. 14
7. Kesalahan fotometrik .................................................................. 15
8. Syarat-syarat penggunaan Hukum Beer...................................... 16
9. Penggunaan spektrofotometri UV-Vis dalam metode analisis ... 18
E. Pengembangan Metode Spektrofotometri......................................... 18
F. Validasi, Kesalahan, dan Parameter Metode Analisis ..................... 20
1. Validasi metode analisis ............................................................. 20
2. Kesalahan metode analisis ......................................................... 22
3. Parameter-parameter validasi metode analisis ........................... 23
G. Landasan Teori ................................................................................. 24
H. Hipotesis ........................................................................................... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 25
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................................... 25
B. Definisi Operasional ........................................................................ 25
C. Alat-alat Penelitian ........................................................................... 25
D. Bahan-bahan Penelitian .................................................................... 26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. Tata Cara Penelitian ......................................................................... 26
1. Pembuatan larutan uji ................................................................. 26
2. Optimasi penetapan kadar amoksisilin ...................................... 27
3. Pembuatan kurva baku ............................................................... 28
4. Aplikasi metode penetapan kadar amoksisilin pada tablet AM . 29
5. Validasi metode........................................................................... 30
F. Analisis Hasil ................................................................................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 31
A. Pembuatan Larutan Baku Amoksisilin ............................................. 31
B. Penetapan Waktu Reaksi dan Operating Time ................................. 31
C. Penetapan pH Optimum Pereaksi ..................................................... 36
D. Penetapan Volume Optimum Pereaksi ............................................. 38
E. Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum ....................... 39
F. Pembuatan Kurva Baku ................................................................... 41
G. Penetapan Kadar Amoksisilin dalam Tablet ..................................... 44
H. Validasi Metode Analisis ................................................................. 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 48
A. Kesimpulan ...................................................................................... 48
B. Saran ................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49
LAMPIRAN .......................................................................................................... 52
BIOGRAFI............................................................................................................. 60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Parameter Analisis yang Diperlukan Untuk Kesahihan Pengukuran 23
Tabel II. Hasil Penetapan Waktu Reaksi ......................................................... 35
Tabel III. Hasil Penetapan pH Optimum Pereaksi ............................................ 38
Tabel IV. Hasil Penetapan Volume Optimum Pereaksi .................................... 39
Tabel V. Hasil Penetapan Kurva Baku Amoksisilin........................................ 42
Tabel VI. Hasil Modifikasi Kurva Baku Amoksisilin....................................... 43
Tabel VII. Hasil Penetapan Kadar Amoksisilin dalam Tablet AM .................... 44
Tabel VIII. Data Hasil Penetapan Perolehan Kembali......................................... 46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Sefaleksin ........................................................................... 2
Gambar 2. Struktur Amoksisilin ......................................................................... 3
Gambar 3. Reaksi Antara Sefaleksin dengan Pereaksi Asetilaseton
dan Formalin .................................................................................... 8
Gambar 4. Struktur Asetilaseton ........................................................................ 9
Gambar 5. Struktur Formalin ............................................................................. 10
Gambar 6. Diagram Tingkat Energi Elektronik ................................................. 12
Gambar 7. Usulan Mekanisme Reaksi Pembuatan Pereaksi
Asetilaseton-Formalin ....................................................................... 33
Gambar 8. Usulan Mekanisme Reaksi Antara Pereaksi Asetilaseton-Formalin
dan Amoksisilin ................................................................................ 35
Gambar 9. Hasil Penetapan Operating Time ...................................................... 36
Gambar 10. Reaksi Eliminasi Pada Reaksi Antara Amoksisilin dengan Asetilaseton
dan Formalin Pada Suasana Asam dan Basa .................................... 37
Gambar 11. Spektra Panjang Gelombang Serapan Maksimum Amoksisilin
Konsentrasi 0,084 mg/ml (a), 0,117 mg/ml (b), dan 0,151 mg/ml (c)
Hasil Reaksi dengan Asetilaseton dan Formalin .............................. 40
Gambar 12. Gugus pada senyawa hasil reaksi yang memberikan serapan pada
panjang gelombang 335 nm .............................................................. 41
Gambar 13. Hubungan Konsentrasi Amoksisilin dengan Serapan Senyawa Hasil
Reaksi Antara Amoksisilin dengan Asetilaseton dan Formalin........ 43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Penimbangan Baku Amoksisilin ........................................... 52
Lampiran 2. Data Penetapan Kadar Sampel ....................................................... 53
Lampiran 3. Data Hasil Penetapan Perolehan kembali ...................................... 54
Lampiran 4. Contoh Perhitungan........................................................................ 55
Lampiran 5. Spektrum Baku Amoksisilin 0,005M............................................. 59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Saat ini, penggunaan antibiotik sebagai sarana pengobatan infeksi semakin
berkembang dalam masyarakat terutama pada pengobatan penyakit yang disebabkan
oleh mikroorganisme. Banyaknya penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme
menyebabkan antibiotik menduduki peringkat yang tinggi dalam peresepan.
Antibiotik merupakan suatu produk metabolik (zat kimia) yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau
menghambat mikroorganisme lain (Pelczar and Chan, 1988).
Amoksisilin merupakan antibiotik golongan β-laktam yang menduduki
peringkat tertinggi dalam peresepan, diantaranya dapat ditunjukkan dengan survei
yang berjudul ‘Jenis-Jenis Antibiotika yang Diresepkan dan Masuk di Beberapa
Apotek Wilayah Kotamadya Yogyakarta‘, antibiotik β-laktam tersebut menduduki
peringkat tertinggi dengan persentase 69,25%, sedangkan jika dilihat jenis
antibiotiknya, amoksisilin menduduki peringkat tertinggi dengan persentase 31,59%
(Kusuma, 2000). Selain itu, menurut Wiratih (2002) dalam penelitiannya yang
berjudul ‘Gambaran Resep Antibiotik di Apotek-Apotek yang Terletak di Perbatasan
Bagian Utara Kotamadya Yogyakarta dan Kabupaten Sleman’, antibiotik β-laktam
juga menduduki peringkat tertinggi dengan persentase 52,64%, sedangkan jika
dilihat jenis antibiotiknya, amoksisilin menduduki peringkat tertinggi dengan
persentase 51,37%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Agar dapat berefek maksimal, suatu obat harus memiliki dosis yang tepat.
Oleh karena itu, harus dilakukan pengawasan untuk menjamin mutu, khasiat, dan
keamanan penggunaan obat tersebut. Salah satu caranya adalah dengan melakukan
penetapan kadar zat aktif untuk menjamin ketepatan dosis yang akan diterima oleh
konsumen.
Amoksisilin dapat ditetapkan kadarnya dengan metode kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT) dan metode titrasi iodometri (Anonim, 1995). Kedua metode
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode KCKT memberikan hasil yang
cepat karena tidak memerlukan pemisahan terlebih dahulu, tetapi operasionalnya
mahal, sedangkan metode titrasi iodometri membutuhkan biaya yang lebih sedikit,
tetapi kurang sensitif untuk analisis dalam jumlah kecil.
Menurut Patel dkk. (1992), sefaleksin (gambar 1) dapat ditetapkan
kadarnya secara spektrofotometri visibel berdasarkan reaksi antara gugus amin
primernya dengan hasil kondensasi antara 2 mol asetilaseton dan 1 mol formalin.
C
H
NH2
C
O
NH
NO
S
COOH
CH3
. H2O
Gambar 1. Struktur sefaleksin
Gugus amin primer
Maka, amoksisilin (gambar 2) yang juga memiliki gugus amin primer diharapkan
dapat ditetapkan kadarnya dengan cara seperti pada cara penetapan sefaleksin
menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HO C
H
NH2
C
O
NH
NO
S
COOH
CH3
CH3
. 3H2O
Gambar 2. Struktur amoksisilin
Gugus amin primer
Dari penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan suatu metode analisis
yang mudah, murah, sederhana, sensitif, serta memiliki akurasi, presisi, dan linearitas
yang baik untuk menetapan kadar amoksisilin.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang, maka diperoleh permasalahan sebagai berikut :
a. apakah metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar amoksisilin
menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin memenuhi parameter
validasi metode analisis yang meliputi akurasi, presisi, dan linearitas?
b. apakah metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar amoksisilin
menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin dapat diaplikasikan pada
sediaan obat tablet amoksisilin?
2. Keaslian penelitian
Sepengetahuan peneliti, belum pernah ada penelitian tentang validasi
metode penetapan kadar amoksisilin dengan pereaksi asetilaseton dan formalin
secara spektrofotometri visibel. Penetapan kadar amoksisilin yang pernah dilakukan
antara lain titrasi iodometri hasil hidrolisis amoksisilin secara coulometri (Hidayat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1999) dan penetapan kadar penisilin sebagai pengotor pada produk obat yang beredar
di pasaran secara KCKT-spektrometri massa (Takada dkk., 2005).
Selain itu, telah dilakukan beberapa penelitian tentang penetapan kadar
yang mirip dengan metode penetapan kadar amoksisilin dengan pereaksi asetilaseton
dan formalin secara spektrofotometri, antara lain penelitian Patel dkk. (1992) tentang
penetapan kadar sefaleksin dalam berbagai sediaan secara spektrofotometri visibel
menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin, penelitian Rianti (2005) tentang
penetapan kadar sefadroksil secara spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi
etilasetoasetat dan formalin, penelitian Rofie (2005) tentang penetapan kadar
sefadroksil secara spektrofotometri ultraviolet menggunakan pereaksi etilasetoasetat
dan asetaldehid, penelitian Mirmayanti (2007) tentang penetapan kadar sefadroksil
secara spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin, dan
penelitian Roosita (2007) tentang penetapan kadar ampisilin secara spektrofotometri
visibel menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin.
3. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk pengembangan
metode analisis yang mudah, murah, sederhana, sensitif, serta memiliki akurasi,
presisi, dan linearitas yang baik untuk menetapkan kadar amoksisilin.
B. Tujuan Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. untuk mengetahui apakah metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar
amoksisilin menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin memenuhi
parameter validasi metode analisis yang meliputi akurasi, presisi, dan linearitas.
2. untuk mengetahui apakah metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar
amoksisilin menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin dapat diaplikasikan
pada sediaan tablet amoksisilin.
BAB II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Amoksisilin
Amoksisilin (gambar 2) adalah antibiotik golongan β-laktam turunan
aminopenisilin yang bersifat bakterisid, bekerja dengan menghambat sintesis dinding
sel bakteri (Petri, 2001). Tanpa adanya dinding sel, bakteri tidak dapat bertahan
terhadap pengaruh luar. Selain itu, kerusakan membran dapat mengganggu
pertukaran zat aktif yang penting untuk kehidupan bakteri (Wattimena dkk., 1997).
Antibiotik ini mempunyai spektrum kerja yang luas, dapat mengalami absorpsi cepat
dan sempurna dari saluran pencernaan, serta tahan dalam suasana asam sehingga
dapat diberikan secara oral (Petri, 2001).
Amoksisilin berupa serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau. Amoksisilin
sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut dalam benzen, dalam
karbontetraklorida, dan dalam kloroform (Anonim, 1995). Larutan yang mengandung
amoksisilin 2 mg/ml mempunyai pH antara 3,5 sampai 6,0 (Anonim, 2005). Baku
pembanding yang digunakan adalah amoksisilin Baku Pembanding Farmakope
Indonesia (BPFI), tidak boleh dikeringkan sebelum digunakan. Amoksisilin harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar terkendali (Anonim, 1995).
Tablet amoksisilin mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih
dari 120,0% C16H19N3O5S jumlah yang tertera pada etiket. Tablet amoksisilin harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar terkendali (Anonim, 2005).
Amoksisilin dapat ditetapkan kadarnya dengan berbagai cara, antara lain
(Bird, 1994):
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Metode titrimetri yang meliputi iodometri dan potensiometri. Pada penetapan
kadar menggunakan kedua metode tersebut, amoksisilin harus dihidrolisis
terlebih dahulu menjadi asam penisiloat. Selanjutnya, pada metode iodometri
hasil hidrolisis tersebut akan bereaksi dengan iodium atau kalium iodat,
sedangkan pada metode potensiometri dengan litium-metoksid, asam perklorat,
merkuri nitrat, atau kupri sulfat.
2. Metode spektrofotometri yang meliputi spektrofotometri ultraviolet dan visibel.
Pada penetapan kadar menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet,
amoksisilin harus diderivatisasi agar memberikan serapan yang cukup.
Sementara itu, pada metode spktrofotometri visibel amoksisilin akan bereaksi
dengan suatu senyawa membentuk warna yang kemudian diukur serapannya pada
daerah cahaya tampak. Salah satu contohnya adalah reaksi antara gugus karbonil
pada cincin β-laktam amoksisilin dengan hidroksilamin dan ion ferri membentuk
kompleks warna ungu yang kemudian diukur serapannya pada panjang
gelombang 480 nm.
3. Metode kromatografi yang meliputi kromatografi lapis tipis, kromatografi cair
kinerja tinggi menggunakan fase gerak campuran larutan kalium fosfat dalam air
dan asetonitril (96:4) dan fase diam oktadesilsilan, serta kromatografi gas.
Khusus untuk kromatografi gas, amoksisilin harus diderivatisasi terlebih dahulu
agar mudah menguap dan stabil pada suhu tinggi.
4. Metode lainnya seperti elektroforesis, polarografi, fluoresensi, mikrobiologi
(menggunakan Sarcina lutea atau Bacillus subtilis), dan Enzyme Linked
Immunosorbent Assay (ELISA).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Patel dkk. (1992), sefaleksin (gambar 1) dapat ditetapkan
kadarnya secara spektrofotometri visibel berdasarkan reaksi antara gugus amin
primernya dengan hasil kondensasi antara 2 mol asetilaseton dan 1 mol formalin.
Reaksi secara singkat dapat dilihat pada gambar 3 berikut:
H3COCCH2
C OH3CHCHO
CO CH3
CH2COCH3
C
O
CH3
C
H3C CH3
C
O
H3C
CH CH2
CH
C
O O
N
H
R
H
+ +
sefaleksin
+
kromofor
C C
O
NH
N
O
S
COOH
CH3
H
R =
Gambar 3. Reaksi antara sefaleksin dengan pereaksi asetilaseton-formalin (Patel dkk., 1992)
Maka, amoksisilin (gambar 2) yang juga memiliki gugus amin primer diharapkan
dapat ditetapkan kadarnya dengan cara tersebut.
B. Asetilaseton
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Asetilaseton (gambar 4) atau CH3.CO.CH2.CO.CH3 (BM = 100,211)
merupakan cairan tidak berwarna atau kuning lemah, barbau harum, dan mudah
terbakar. Satu bagian asetilaseton larut dalam delapan bagian air, dapat campur
dengan alkohol, benzen, kloroform, eter, aseton, dan asam asetat glasial (Anonim,
1989). Asetilaseton mendidih pada suhu 138-139 oC (Anonim, 1995).
H3C C
O
CH2
C
O
CH3
Gambar 4. Struktur Asetilaseton
C. Formalin
Formalin merupakan larutan 37% uap formalin (gambar 5) atau HCHO
(BM = 30,03) di dalam air. Formalin berupa cairan jernih, tidak berwarna atau
hampir tidak berwarna, bau menusuk, serta memiliki uap yang merangsang selaput
lendir hidung dan tenggorokan. Jika disimpan di tempat dingin formalin akan
menjadi menjadi keruh. Formalin dapat bercampur dengan air, alkohol, dan aseton
(Anonim, 1989). Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya, pada suhu di atas 20o (Anonim, 1995).
H C
O
H
Gambar 5. Struktur Formalin
D. Spektrofotometri UV-Vis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Definisi spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik spektroskopik yang
menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190 – 380 nm) dan
sinar tampak (380 – 780 nm) dengan instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri
UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis
sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995).
Secara umum, spektrofotometri UV-Vis terbagi menjadi dua metode, yaitu
direct spectrophotometry UV-Vis dan indirect spectrophotometry UV-Vis. Pada
direct spectrophotometry serapan energi cahaya didasarkan oleh ikatan rangkap
terkonjugasi pada senyawa tersebut. Sementara pada indirect spectrophotometry,
pengukuran serapan energi cahaya dapat dilakukan setelah senyawa mengalami
reaksi kimiawi atau modifikasi gugus kromofor (Schimer, 1982).
2. Konsep dasar radiasi elektromagnetik
Panjang gelombang cahaya ultraviolet ataupun sinar tampak yang diserap
suatu senyawa bergantung pada mudahnya terjadi promosi elektron pada senyawa
tersebut. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi
elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang
memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
panjang (Fessenden dan Fessenden, 1994). Hal tersebut sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Max Planck bahwa cahaya merupakan suatu paket energi diskret
yang disebut foton. Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terbalik dengan panjang gelombang radiasi. Rumusan energi sebuah foton
dinyatakan sebagai (Mulja dan Suharman, 1995):
E = h . v = h . λc
= h . c . v
Keterangan: E = energi yang diabsorpsi (J) h = konsatante Planck sebagai faktor pembanding = 6,63 x 10-27 erg.detik atau 6,63 x 10-34 Joule detik v = frekuensi radiasi (Hz) c = kecepatan cahaya = 3 x 1010 cm/detik λ = panjang gelombang (cm) v = bilangan gelombang (cm-1) 3. Tipe transisi elektron
Suatu senyawa dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis karena
mempunyai elektron, baik berpasangan maupun sendiri, yang dapat dieksitasikan ke
tingkat energi yang lebih tinggi (Skoog, 1985).
Ada tiga macam distribusi elektron di dalam suatu senyawa organik secara
umum, yang selanjutnya dikenal sebagai orbital elektron pi (π), sigma (σ), dan
elektron tidak berpasangan (n). Transisi yang dapat terjadi adalah (Skoog, 1985):
a. transisi σ →σ*. Pada transisi tipe ini, suatu elektron di dalam orbital
molekul bonding akan dieksitasikan ke orbital anti bonding sehingga molekul berada
dalam bentuk excited state. Untuk mengeksitasikan elektron yang berada dalam
suatu ikatan kovalen tunggal terikat kuat (orbital σ) diperlukan radiasi berenergi
tinggi atau panjang gelombang pendek. Oleh karena itu, serapan maksimum yang
disebabkan oleh transisi σ →σ* tidak pernah teramati dalam daerah ultraviolet dekat.
Transisi σ →σ* memberikan serapan maksimum pada daerah ultraviolet jauh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. transisi n → σ*. Senyawa-senyawa jenuh yang mengandung atom-atom
dengan elektron-elektron tak berpasangan (elektron non bonding) mempunyai
kemampuan untuk mengadakan transisi n → σ*. Pasangan elektron bebas tersebut
akan dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi karena elektron non bonding
tidak terikat terlalu kuat seperti elektron bonding σ, sehingga serapannya terjadi pada
panjang gelombang yang lebih besar. Akibatnya, transisi ini memerlukan energi
yang lebih kecil daripada transisi σ →σ* dan dapat disebabkan oleh radiasi di daerah
antara 150-250 nm, dengan kebanyakan puncak absorpsi tampak pada panjang
gelombang di bawah 200 nm.
c. transisi n → π* dan π → π*. Umumnya penggunaan spektroskopi serapan
pada senyawa-senyawa organik didasarkan pada transisi elektron n dan π ke π*.
Energi yang dibutuhkan cukup rendah yaitu pada daerah sekitar 200-700 nm.
Diagram tingkat energi elektronik dapat dilihat pada gambar 6 berikut:
σ* Anti bonding π* Anti bonding
E n Non bonding π Bonding σ Bonding
Gambar 6. Diagram tingkat energi elektronik
4. Interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik
Radiasi elektromagnetik dapat berinteraksi dengan molekul dalam berbagai
cara. Jika interaksinya menghasilkan transfer energi dari sumber radiasi kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
molekul maka dinamakan absorpsi (Pecsok dkk., 1976). Agar dapat mengabsorpsi
radiasi UV-Vis, suatu molekul membutuhkan gugus yang dinamakan kromofor yang
merupakan suatu gugus kovalen tak jenuh terkonjugasi yang bertanggungjawab
untuk absorpsi radiasi UV-Vis (Fell, 1986). Selain itu, dikenal pula auksokrom yang
merupakan gugus yang mengandung heteroatom yang memberikan transisi n → σ*.
Terikatnya gugus auksokrom oleh gugus kromofor secara langsung akan
mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke λ yang lebih panjang, disertai
peningkatan atau penurunan intensitas (Mulja dan Suharman, 1995).
5. Analisis kuantitatif secara spektrofotometri UV-Vis
Analisis kuantitatif zat tunggal dilakukan dengan mengukur nilai serapan
(A) pada panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum. Nilai serapan
(A) digambarkan oleh suatu hukum yang disebut hukum Lambert-Beer.
a. Hukum Lambert menyatakan bahwa intensitas cahaya yang
ditransmisikan menurun secara eksponensial sesuai dengan kenaikan tebal zat
penyerap.
b. Hukum Beer menyatakan bahwa intensitas cahaya yang ditransmisikan
menurun secara eksponensial sesuai dengan kenaikan konsentrasi zat penyerap.
Kombinasi kedua hukum tersebut menghasilkan hukum Lambert-Beer yang
menyatakan hubungan antara logaritma intensitas sinar yang masuk dengan sinar
yang keluar sebagai fungsi tebal zat penyerap dan konsentrasi zat penyerap,
dirumuskan sebagai berikut:
Log Io/I = a.c.b = A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan: a = daya serap c = konsentrasi larutan b = tebal kuvet A = serapan Io = intensitas energi yang mencapai cuplikan I = intensitas pancaran yang dikeluarkan dari cuplikan.
Nilai a atau daya serap menggambarkan nilai serapan yang spesifik dan
sering disebut A cm%1
1 yang artinya serapan larutan dengan konsentrasi 1% b/v dengan
pelarut tertentu pada kuvet setebal 1 cm adalah suatu angka yang spesifik (Fell,
1986).
6. Serapan suatu larutan
Serapan adalah karakteristik untuk suatu larutan senyawa pada suatu
panjang gelombang. Hubungan serapan dengan daya serap molar digambarkan
dengan rumus ε = a . M, dimana M adalah berat molekul senyawa (Silverstein dkk.,
1991).
Penyinaran senyawa organik tidak selalu diikuti oleh eksitasi elektron baik
dari orbital ikatan atau pasangan elektron bebas ke orbital non ikatan. Pernyataan ini
dapat dituang dalam persamaan berikut ini:
ε = 0,87 x 1020 x P x a
keterangan: P = probabilitas transisi elektron dengan nilai antara 0-1 a = panjang kromofor
Kromofor dengan panjang gelombang 1 nm akan memberikan nilai daya
serap molar (ε) sebesar 105. Pada prakteknya kromofor yang menyerap cahaya
dengan diikuti terjadinya transisi penuh akan memiliki nilai daya serap molar (ε)
lebih dari 10.000, sedang yang probabilitas transisinya rendah akan memiliki daya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
serap molar (ε) yang kurang dari 1000 (Williams dan Fleming, 1980). Nilai serapan
jenis adalah karakteristik penyerapan molekul pada pelarut dan panjang gelombang
tertentu, dan tidak tergantung konsentrasi serta lamanya radiasi (Pecsok dkk., 1976).
7. Kesalahan fotometrik
Ketepatan dan ketelitian pembacaan intensitas sinar yang sampai pada
detektor digambarkan sebagai nilai kesalahan fotometrik. Ketepatan fotometrik
berkurang pada nilai serapan rendah maupun pada nilai serapan tinggi. Pada serapan
yang rendah, intensitas sinar yang ditransmisikan baik ada maupun tidak ada sampel
hampir sama sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan sangat besar. Hal tersebut
karena ada keterbatasan kepekaan detektor. Pada serapan yang tinggi, intensitas sinar
yang sampai pada detektor sangat rendah sehingga tidak dapat diukur dengan tepat
(Pecsok dkk., 1976).
Untuk pembacaan serapan (A) atau transmitan (T) pada daerah terbatas,
kesalahan penentuan kadar hasil analisis dinyatakan sebagai:
CCΔ =
Tlog4343,0 x
TTΔ
ΔT adalah nilai rentang skala transmitan terkecil dari alat yang masih dapat terbaca
pada analisis dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Nilai ΔT untuk setiap
spektrofotometer UV-Vis biasanya bervariasi 0,2-1% dan selalu dicantumkan
sebagai spesifikasi instrumen. Dari rumus tersebut di atas dapat diperhitungkan
kesalahan pembacaan A atau T pada analisis dengan metode spektrofotometer UV-
Vis. Pembacaan A (0,2-0,8) atau %T (15-65%) akan memberikan prosentase
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesalahan analisis yang dapat diterima yaitu sebesar 0,5-1% untuk ΔT = 1 (Mulja
dan Suharman, 1995).
Apabila pengukuran dilakukan di luar rentang A (0,2-0,8) atau %T (15-
65%), maka sebaiknya dalam pengukuran digunakan panjang gelombang yang paling
tepat dan menggunakan sel dengan pencahayaan paling tepat. Hal ini untuk
menghindari besarnya kesalahan pembacaan serapan, yang berakibat pada kesalahan
penetapan kadar (Pecsok, 1976).
8. Syarat-syarat penggunaan Hukum Beer (Skoog, 1985)
a. syarat konsentrasi.
Penyimpangan Hukum Beer dapat disebabkan dari nilai yang
tergantung dari indeks bias larutan. Hubungan tersebut dapat dilihat dari
persamaan berikut (Willard dkk., 1988):
Besar penyimpangan = 22 )2(.+nnε
Keterangan: ε = daya serap molar n = indeks bias larutan
Pada konsentrasi < 0,01 M, indeks bias larutan relatif konstan tetapi
pada konsentrasi tinggi indeks bias ternyata berubah sehingga perlu dikoreksi
agar diperoleh nilai serapan yang sesuai.
Pada konsentrasi tinggi, jarak rata-rata diantara zat-zat pengabsorpsi
menjadi kecil sehingga masing-masing zat mempengaruhi distribusi muatan
tetangganya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan untuk mengabsorpsi
cahaya pada panjang gelombang yang diberikan. Oleh karena interaksi ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bergantung pada konsentrasi, maka peristiwa ini menyebabkan
penyimpangan dari kelinieran hubungan antara absorpsi dengan konsentrasi.
Pengaruh serupa kadang-kadang terjadi di dalam larutan yang mengandung
konsentrasi zat pengabsorpsi yang rendah tetapi konsentrasi zat non-
pengabsorpsinya tinggi, terutama elektrolit. Interaksi elektrostatis ion-ion
yang berdekatan dengan zat pengabsorpsi akan mempengaruhi nilai
absorptivitas molar. Pengaruh ini dapat dihindari dengan cara pengenceran.
b. syarat kimia.
Zat pengabsorpsi tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi, atau bereaksi
dengan pelarut menghasilkan suatu produk pengabsorpsi spektrum yang
berbeda dari zat yang dianalisis.
c. syarat cahaya.
Hukum Beer hanya berlaku untuk cahaya yang betul-betul
monokromatik (cahaya yang mempunyai satu macam panjang gelombang).
d. syarat kejernihan.
Kekeruhan larutan misalnya yang disebabkan oleh partikel-partikel
koloid akan menyebabkan penyimpangan hukum Beer. Sebagian cahaya akan
dihamburkan oleh partikel-partikel koloid akibatnya kekuatan cahaya yang
diabsorpsi berkurang dari yang seharusnya.
9. Penggunaan spektrofotometri UV-Vis dalam metode analisis
Spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dan
kualitatif suatu senyawa. Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri UV-
Vis dapat digolongkan menjadi tiga macam (Mulja dan Suharman, 1995) yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. analisis kuantitatif zat tunggal (analisis satu komponen)
b. analisis kuantitatif campuran dua macam zat (analisis dua komponen)
c. analisis kuantitatif campuran tiga macam zat atau lebih (analisis multi
komponen).
Analisis kualitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis hanya dipakai
untuk data sekunder atau data pendukung. Pada analisis kualitatif dengan metode
spektrofotometri UV-Vis yang dapat ditentukan ada dua yaitu:
a. pemeriksaan kemurnian spektrum UV-Vis
b. penentuan panjang gelombang serapan maksimum.
(Mulja dan Suharman, 1995)
E. Pengembangan Metode Spektrofotometri
Salah satu bentuk pengembangan metode spektrofotometri adalah dengan
reaksi pembentukan warna. Reaksi tersebut umumnya dilakukan dengan
memodifikasi kromofor dari suatu molekul sehingga dapat dideteksi di daerah visibel
(Fell, 1986). Kadarnya kemudian ditetapkan dengan membandingkan serapannya
dengan kurva baku yang dibuat menggunakan baku pembanding (Rooth dan
Blaschke, 1994).
Keuntungan utama reaksi pembentukan warna adalah bahwa metode ini
dapat menambah sensitivitas dan selektivitas spektroskopi absorpsi (Fell, 1986).
Kriteria untuk reaksi pembentukan warna yang baik adalah sebagai berikut
(Vogel, 1978):
1. kespesifikan reaksi warna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sangat sedikit reaksi yang spesifik untuk zat-zat tertentu. Oleh karena itu,
harus diupayakan agar reaksi yang terjadi spesifik untuk zat tertentu. Caranya antara
lain mereaksikan zat dengan reagen yang spesifik, mengubah kondisi percobaan, dan
mengendalikan pH.
2. kesebandingan antara warna dan konsentrasi
Intensitas warna larutan hendaknya meningkat secara linier dengan naiknya
konsentrasi zat yang akan ditetapkan.
3. kestabilan warna
Warna yang dihasilkan hendaknya cukup stabil dalam waktu tertentu untuk
memungkinkan pembacaan yang tepat.
4. reprodusibilitas
Hasil yang didapat harus dapat diulang jika dilakukan pada kondisi yang
sama.
5. kejernihan larutan
Larutan harus bebas dari endapan agar tidak menghamburkan ataupun
menyerap cahaya.
6. kepekaan tinggi
Diharapkan reaksi warna sangat peka bahkan untuk zat dalam jumlah kecil.
F. Validasi, Kesalahan, dan Parameter Metode Analisis
1. Validasi metode analisis
Validasi metode analisis diartikan sebagai suatu prosedur yang digunakan
untuk membuktikan apakah suatu metode analisis memenuhi persyaratan yang
ditentukan (Anonim, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pedoman-pedoman validasi metode analisis didukung oleh parameter-
parameter sebagai berikut :
a. ketepatan. Ketepatan (accuracy) berarti kedekatan hasil analisis yang
diperoleh dengan menggunakan metode tersebut terhadap nilai sebenarnya. Accuracy
dinyatakan dengan persen perolehan kembali (recovery) dari penambahan zat yang
diketahui kadarnya (Anonim, 2005). Untuk kadar analit ≥ 10% biasanya disepakati
perolehan kembali harus masuk dalam rentang 98-102% (Yuwono dan Indrayanto,
2005).
b. ketelitian. Ketelitian (precision) berarti ukuran kedekatan masing-
masing hasil analisis dari beberapa pengukuran di bawah kondisi analisis yang sama.
Ketelitian biasanya dinyatakan dengan standar deviasi atau relatif standar deviasi
(koefisien variasi) (Anonim, 2005).
Presisi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (Anonim, 2005):
1). repeatability adalah presisi yang dihasilkan dari pengujian suatu metode yang
dilakukan oleh individu yang sama dengan menggunakan prosedur yang sama
dan dikerjakan dalam waktu yang singkat.
2). intermediate precission adalah presisi yang dihasilkan dari pengujian suatu
metode yang dilakukan oleh individu yang berbeda dengan menggunakan
prosedur dan instrumen yang sama.
3). reproducibility adalah presisi yang dihasilkan dari pengujian suatu metode
analisis yang dikerjakan pada laboratorium yang berbeda.
Untuk kadar analit ≥ 10% biasanya disepakati koefisien variasi tidak boleh
lebih dari 2,7% (Yuwono dan Indrayanto, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. limit of detection (LOD). Limit of Detection adalah kadar terkecil
analit yang dapat terdeteksi tetapi tidak perlu secara kuantitatif. Penentuan LOD
dilakukan dengan cara membandingkan respon pengukuran analit dengan blangko.
Rasio signal-to-noise yang diterima untuk LOD adalah 2:1 atau 3:1 (Anonim, 2005).
d. limit of quantitation (LOQ). Limit of Quantitation adalah konsentrasi
terkecil analit dalam sampel yang dapat diukur dengan ketelitian dan ketepatan yang
diterima di bawah kondisi percobaan yang ditetapkan metode tersebut. Rasio signal-
to-noise yang diterima untuk LOQ adalah 10:1 (Anonim, 2005).
e. spesifisitas. Spesifisitas merupakan kemampuan pengukuran analit
secara akurat dan spesifik dengan kehadiran komponen lain (zat aktif, eksipien,
pengotor, dan produk degradasi) dalam matriks sampel (Anonim, 2005).
f. linearity. Linearity adalah kemampuan suatu metode analisis untuk
secara langsung atau melalui perhitungan matematika mendapatkan hasil uji yang
sebanding dengan kadar analit dalam sampel (Anonim, 2005).
g. range. Range suatu metode analisis diartikan sebagai interval antara
kadar terendah sampai tertinggi analit yang dapat diukur secara kuantitatif
menggunakan metode analisis tertentu dan menghasilkan ketelitian dan ketepatan,
dan linearitas yang mencukupi (Anonim, 2005).
2. Kesalahan metode analisis
Ada dua macam kesalahan pada analisis kimia menurut Mulja dan
Suharman (1995) yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Kesalahan sistematik. Kesalahan ini merupakan hasil analisis yang
menyimpang secara tetap dari nilai sebenarnya karena proses pelaksanaan prosedur
analisis. Kesalahan sistematik ini dapat diketahui sebabnya sehingga dapat
dikendalikan oleh peneliti. Beberapa cara untuk memperkecil kesalahan ini antara
lain dengan melakukan kalibrasi instrumen secara berkala, pemilihan metode dan
prosedur standar dari badan resmi, pemakaian bahan kimia dengan derajat untuk
analisis, serta peningkatan pengetahuan dari peneliti yang bekerja di laboratorium
analisis.
b. Kesalahan tidak sistematik. Kesalahan ini disebut juga penyimpangan
tidak tetap dari hasil penentuan kadar menggunakan instrumen yang disebabkan
fluktuasi dari instrumen yang dipakai (derau). Penyebab kesalahan ini tidak
diketahui. Salah satu cara untuk mengatasi kesalahan ini adalah dengan
menggunakan instrumen dengan kualitas yang baik.
3. Parameter-parameter validasi metode analisis
Uji yang paling umum dan prosedur pengukuran dapat dibagi menjadi
empat kategori, yaitu (Anonim, 2005):
a. Kategori I. Kategori ini meliputi metode analisis untuk kuantifikasi
komponen terbesar dalam obat atau zat aktif (termasuk pengawet) dalam sediaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Kategori II. Kategori ini meliputi metode analisis untuk penentuan
pengotor dalam obat atau senyawa degradasi dalam sediaan, termasuk pengukuran
kuantitatif dan uji batas.
c. Kategori III. Kategori ini meliputi metode analisis untuk penentuan
sifat-sifat fisik lain dari obat seperti uji disolusi dan uji pelepasan.
d. Kategori IV. Kategori ini meliputi metode analisis untuk uji identifikasi.
Parameter-parameter yang diperlukan untuk metode analisis dapat dilihat
pada tabel I berikut:
Tabel I. Parameter analisis yang diperlukan untuk kesahihan pengukuran
Kategori II Parameter analisis Kategori I Kuantitatif Uji batas Kategori III Kategori IV
Accuracy Ya Ya * * Tidak Precision Ya Ya Tidak Ya Tidak Specificity Ya Ya Ya * Ya
LOD Tidak Tidak Ya * Tidak LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak
Linearity Ya Ya Tidak * Tidak Range Ya Ya * * Tidak
* = mungkin diperlukan tergantung dari jenis uji
(Anonim, 2005)
G. Landasan Teori
Amoksisilin memiliki kemiripan struktur dengan sefaleksin. Penetapan
kadar amoksisilin diharapkan dapat dilakukan secara spektrofotometri visibel
menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin, seperti yang pernah dilkakukan
pada sefaleksin. Prinsip penetapan kadar tersebut adalah berdasarkan reaksi antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
amoksisilin dengan hasil kondensasi antara satu mol formalin dan dua mol
asetilaseton membentuk warna kuning yang intensitasnya kemudian diukur
menggunakan spektrofotometri visibel pada panjang gelombang serapan maksimum.
H. Hipotesis
Amoksisilin dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometer visibel
dengan menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin. Metode yang
dikembangkan tersebut memenuhi parameter validasi yaitu akurasi, presisi, dan
linearitas serta dapat diaplikasikan pada sediaan tablet amoksisilin.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif, sebab pada penelitian ini tidak dilakukan manipulasi
terhadap subjek uji. Penelitian hanya mendeskripsikan keadaan yang ada.
B. Definisi Operasional
1. Validasi metode analisis merupakan serangkaian prosedur yang digunakan untuk
membuktikan apakah suatu metode analisis memenuhi persyaratan yang
ditentukan, meliputi ketepatan, ketelitian, dan linearitas.
2. Spektrofotometri visibel adalah anggota teknik spektroskopik yang menggunakan
sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak (380 – 780 nm) dengan instrumen
spektrofotometer.
3. Kadar amoksisilin ditetapkan dalam satuan mg/tablet.
C. Alat-alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer
ultraviolet – visibel (Spectronic Genesys 5, MILTON ROY), pH meter (Hanna
Instrument pH 209), neraca analitik (Precisa 125 A.SCS Swiss Quality), penangas air,
termometer, kertas saring, dan alat-alat gelas yang lazim.
D. Bahan-bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tablet amoksisilin 500
mg dari suatu pabrik (kode=AM), standar amoksisilin (Brataco Chemika).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Asetilaseton, formalin, asam asetat glasial, natrium asetat (p.a., E. Merck), dan
akuades (Fakultas Farmasi UGM).
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan larutan uji
a. pembuatan larutan natrium asetat 0,2 M.
Sebanyak 16,4 g natrium asetat ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam
labu ukur 1 liter kemudian dilarutkan dengan akuades sampai tanda.
b. pembuatan larutan asam asetat 0,2 M.
Sebanyak 12,5 ml asam asetat 96% dipipet, kemudian diencerkan dengan
akuades sampai volume 1,0 liter.
c. pembuatan larutan NaOH 1M.
Ditimbang seksama 0,4 g NaOH kemudian dilarutkan dalam akuades bebas
CO2 sampai volume 10,0 ml.
d. pembuatan larutan HCl 2M.
Sebanyak 17,0 ml asam klorida pekat dipipet, kemudian diencerkan dengan
akuades sampai volume 100,0 ml.
e. pembuatan larutan pereaksi (Patel dkk., 1992).
Sebanyak 16,0 ml natrium asetat 0,2 M dan 34,0 ml asam asetat 0,2 M
dicampur dengan 7,8 ml asetilaseton dan 15,0 ml formalin. Panaskan 5 menit
di atas waterbath pada suhu 80 oC, dinginkan, pH diatur sampai (4,3),
kemudian diencerkan dengan akuades sampai 100,0 ml.
f. pembuatan larutan baku amoksisilin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ditimbang seksama 209,7 mg baku amoksisilin kemudian dilarutkan dengan
akuades sampai 100,0 ml hingga diperoleh konsentrasi 0,005 M.
2. Optimasi penetapan kadar amoksisilin (Patel dkk., 1992)
Pada penelitian ini dilakukan optimasi berbagai kondisi percobaan yaitu pH
pereaksi, volume pereaksi, operating time, dan panjang gelombang serapan
maksimum amoksisilin.
a. penentuan operating time.
Sebanyak 2,0 ml larutan baku amoksisilin 0,005 M dimasukkan ke
dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan larutan pereaksi pH 4 sebanyak 4
ml. Diencerkan dengan akuades sampai tanda. Diukur serapan larutan
pada panjang gelombang 400 nm, sampai diperoleh serapan yang stabil
pada rentang waktu tertentu. Dilakukan juga pengukuran blangko.
b. penetapan nilai pH yang menghasilkan serapan maksimum.
Nilai pH larutan pereaksi dibuat bervariasi, yaitu pH 3, 4, 5, 6, dan 7.
Untuk masing-masing nilai pH dipipet sebanyak 4 ml, dimasukkan ke
dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan 2,0 ml larutan baku amoksisilin
0,005 M, didiamkan selama operating time pada suhu 35 oC kemudian
encerkan dengan akuades sampai tanda. Diukur serapan larutan pada
panjang gelombang 400 nm. Dilakukan juga pengukuran blangko. Nilai
pH optimum adalah pH larutan pereaksi yang menghasilkan serapan
paling besar.
c. penetapan volume larutan pereksi yang menghasilkan serapan maksimum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari larutan pereaksi dengan pH optimum dipipet masing-masing 1, 2,
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml,
ditambahkan 2,0 ml larutan baku amoksisilin 0,005 M, didiamkan
selama operating time pada suhu 35 oC, dan diencerkan dengan akuades
sampai tanda. Diukur serapan larutan pada panjang gelombang 400 nm.
Dilakukan juga pengukuran blangko. Volume optimum adalah volume
larutan pereaksi yang menghasilkan serapan paling besar.
d. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum.
Sebanyak 1,0; 1,4; dan 1,8 ml larutan baku amoksisilin 0,005 M
masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan
larutan pereaksi dengan volume dan pH hasil optimasi. Diamkan selama
operating time pada suhu 35 oC . Diencerkan dengan akuades sampai
tanda. Larutan tersebut kemudian discan antara panjang gelombang 380
hingga 450 nm. Dilakukan juga pengukuran blangko. Panjang
gelombang serapan maksimum adalah panjang gelombang yang
memberikan serapan maksimum.
3. Pembuatan kurva baku (Patel dkk., 1992)
Larutan baku amoksisilin dipipet sebanyak 0,8; 1,0; 1,2; 1,4; dan 1,6 ml,
masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan pereaksi dengan
pH dan volume hasil optimasi. Didiamkan selama operating time pada suhu 35 oC,
diencerkan dengan akuades sampai tanda. Kemudian diukur serapannya pada
panjang gelombang serapan maksimum. Dilakukan juga pengukuran blangko. Dibuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kurva hubungan kadar vs serapan dan ditentukan persamaan regresi linier serta
koefisien korelasinya.
4. Aplikasi metode penetapan kadar amoksisilin pada tablet AM (Patel dkk.,
1992)
a. pengambilan sampel.
Sampel yang digunakan terdiri dari 1 merek tablet yang mengandung 500 mg
amoksisilin yang beredar di pasaran (tablet AM). Tablet amoksisilin yang
dipilih adalah tablet dengan nomor batch yang sama.
b. penentuan bobot rata-rata tablet.
Ditimbang 20 tablet satu persatu, kemudian dihitung bobot rata-rata tiap
tablet.
c. penetapan kadar amoksisilin dalam tablet AM (Patel dkk., 1992).
Ditimbang seksama sejumlah serbuk dari 20 tablet yang setara dengan 209,7
mg amoksisilin. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan
akuades sampai tanda. Dipipet 1,0 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml,
ditambahkan pereaksi dengan pH dan volume hasil optimasi. Didiamkan
selama operating time pada suhu 35 oC, diencerkan dengan akuades sampai
tanda. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang serapan
maksimum Dilakukan juga pengukuran blangko
5. Validasi metode
a. akurasi (dinyatakan dengan perolehan kembali).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ditimbang seksama sejumlah serbuk dari 20 tablet yang setara dengan 104,85
mg amoksisilin dan 104,85 mg baku amoksisilin. Dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 ml, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Dipipet 1,0 ml,
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan pereaksi dengan pH dan
volume hasil optimasi. Didiamkan selama operating time pada suhu 35 oC,
diencerkan dengan akuades sampai tanda. Kemudian diukur serapannya pada
panjang gelombang serapan maksimum. Dilakukan juga pengukuran blangko.
Setelah itu dihitung jumlah perolehan kembali sampel.
b. presisi (dinyatakan dengan koefisien variasi).
Penetapan koefisien variasi dilakukan dengan menggunakan data kadar
amoksisilin dalam tablet AM.
c. linearitas (dinyatakan dengan koefisien korelasi).
Penetapan koefisen korelasi dilakukan dengan menggunakan koefisien
korelasi korva baku amoksisilin.
F. Analisis Hasil
Analisis hasil penelitian berupa analisis validitas metode yang meliputi
linearitas dengan taraf kepercayaan 99%, akurasi, dan presisi. Selain itu, dilakukan
juga analisis kuantitatif berupa kadar amoksisilin yang dihitung dengan
menggunakan persamaan kurva baku.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Pembuatan Larutan Baku Amoksisilin
Larutan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan baku
amoksisilin 0,005 M dalam akuades. Larutan ini dibuat dengan cara melarutkan
209,7 mg baku amoksisilin dalam 100,0 ml akuades. Pelarut yang digunakan adalah
akuades karena amoksisilin larut dalam akuades (Anonim, 1995).
B. Penetapan Waktu Reaksi dan Operating Time (OT)
Waktu reaksi merupakan waktu yang dibutuhkan agar reaksi berlangsung
sempurna, sehingga pada pengukuran yang terbaca adalah semua amoksisilin yang
telah bereaksi.
Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pereaksi campuran
asetilaseton-formalin. Pereaksi tersebut dibuat dengan cara mencampurkan
asetilaseton dan formalin di dalam bufer asetat yang terdiri dari asam asetat dan
natrium asetat. Bufer asetat berfungsi menjaga pH pereaksi agar stabil di sekitar pH
4. Setelah dicampur, larutan dipanaskan selama 5 menit pada suhu 80 oC untuk
mempercepat reaksi. Kemudian larutan didinginkan, dan dilakukan penyesuaian pH
dengan menggunakan larutan HCl atau larutan NaOH.
Seperti yang disusulkan oleh Rofie (2005), mekanisme reaksi pembentukan
pereaksi asetilaseton-formalin dapat dilihat pada gambar 7 berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H3C C
O
CH2
C
O
CH3
asetilaseton
HH3C C
O
HC
H
C
OH
CH3
- H
H3C C
O
CH
C
OH
CH3
enol asetilaseton
O H
CH3CCH
C
H3C O
+ C
O
HH
enol asetilaseton formalin
HC
O
H3C
C
HCH2
OH
C
H3C O
H
- H2O
ß-hidroksi karbonil
C
O
H3C
CCH2
C
H3C CH2
C
O H
CH3
HC
C
O CH3
+
C
O H
H3C
C CH2
CH
C
H3C O
C
O
CH3
C
O CH3
karbonil tak jenuh a,ß enol asetilaseton
H
- H
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
p.s.
O
CH3C
CH CH2
CH
C
O
CH3
C C
H3C O O CH3
3,5-diasetil-2,6-heptanadion
Gambar 7. Usulan mekanisme reaksi pembuatan pereaksi asetilaseton-formalin
Setelah selesai dibuat, pereaksi asetilaseton-formalin tersebut kemudian
ditambahkan ke dalam sejumlah larutan baku amoksisilin, lalu didiamkan pada suhu
35 oC selama waktu tertentu hingga terbentuk warna kuning yang stabil. Mekanisme
reaksi yang diusulkan dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini:
C
O
H3C
CH CH2
CH
C
O
CH3
C C
H3C O O CH3
N
H
R
H
C
O
H3C
CH CH2
CH
C
O
CH3
C C
H3C O
H3C
NH
OH
HH
RAmoksisilin
HO C C
O
NH
N
O
H
S
COOH
CH3
CH3R =
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
p.s.C
O
H3C
CH CH2
C
C
O
CH3
C C
H3C O
H3C
HN
OH2
R
H C
O
H3C
CH CH2
C
C
O
CH3
C C
H3C ON
CH3
R
H
-H2O
H-
C
O
H3C
CH CH2
C
C
O
CH3
C C
O CH3N
CH3
R
H
H
CH
H2CN
C
C
H2C
H R
C
CH3
O
CH3C
O
H3C
C
CN
C
C
H2C C
CH3
O
CH3C
O
H3CH
ROH2
H3C
-H2O
H
p.s.
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kromofor
Gambar 8. Usulan mekanisme reaksi antara pereaksi asetilaseton-formalin dengan amoksisilin Hasil penetapan waktu reaksi dapat dilihat pada tabel II berikut:
Tabel II. Hasil penetapan waktu reaksi
Serapan* Waktu Reaksi (menit) Rep. 1 Rep. 2 Rep. 3
20 0,530 0,538 0,525 25 0,581 0,585 0,574 30 0,625 0,598 0,630 35 0,662 0,654 0,669 40 0,680 0,667 0,697 45 0,695 0,686 0,714 50 0,724 0,695 0,732 55 0,739 0,701 0,748 60 0,742 0,703 0,746 65 0,748 0,716 0,762 70 0,744 0,724 0,764 75 0,745 0,729 0,770 80 0,749 0,724 0,763
*) Serapan senyawa hasil reaksi antara amoksisilin dengan asetilaseton dan formalin
Dari penelitian didapat bahwa reaksi stabil setelah menit ke-50, berarti
pembentukan reaksi warna telah selesai pada menit ke-50 tersebut. Selanjutnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk mengetahui stabilitasnya , dilakukan penetapan OT yang merupakan rentang
waktu saat suatu senyawa memberikan serapan yang stabil.
Setelah didiamkan selama 50 menit pada suhu 35 oC larutan dibaca
serapannya menggunakan spektrofotometer selama 30 menit. Ternyata selama itu
serapan larutan masih stabil. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 9 berikut:
Gambar 9. Hasil penetapan operating time
C. Penetapan pH Optimum Pereaksi
pH optimum pereaksi adalah pH larutan pereaksi yang memberikan serapan
maksimum. Penetapan pH Optimum pereaksi bertujuan untuk menentukan pH
dimana reaksi antara amoksisilin dengan pereaksi dapat berlangsung secara
optimum. Hal tersebut karena reaksi antara amoksisilin dengan pereaksi asetilaseton-
formalin ini adalah reaksi yang sangat tergantung pada pH. Pada tahap pertama
terjadi reaksi adisi amina pada gugus karbonil (gambar 8). Bila larutan terlalu asam,
akan terjadi reaksi sebagai berikut:
RNH2 (pada amoksisilin) + H+ RNH3+
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Akibatnya, konsentrasi amina menjadi menjadi kecil sekali bahkan dapat diabaikan.
Sehingga reaksi akan menjadi lambat. Tahap kedua dalam reaksi itu adalah eliminasi
gugus H2O (gambar 8). Berbeda dengan reaksi tahap pertama, laju reaksi ini akan
bertambah dengan meningkatnya keasaman. Jika suasana larutan terlalu basa, gugus
-OH2+ tidak akan terbentuk. Sebagai gantinya, akan terbentuk gugus –OH yang
merupakan gugus pergi yang kurang baik dibandingkan dengan gugus -OH2+
(gambar 10).
C
O
H3C
CH CH2
C
C
O
CH3
C C
H3C O
H3C
HN
OH
R
H
C
O
H3C
CH CH2
C
C
O
CH3
C C
H3C O
H3C
HN R
H
OH2
suasana asam suasana basa
n formalin pada suasana asam dan basa
dak akan berlangsung sehingga
Gambar 10. Reaksi eliminasi pada reaksi antara amoksisilin dengan asetilaseton da
maka reaksi tahap kedua ti Jika hal tersebut terjadi,
reaksi tidak sempurna. Dari kedua tahap reaksi tersebut dapat disimpulkan bahwa
bertambahnya keasaman akan menyebabkan reaksi tahap dua berjalan cepat
sedangkan reaksi tahap satu berjalan lambat, demikian pula sebaliknya. Jadi perlu
dicari pH optimum yang memberikan laju reaksi paling cepat (Fessenden dan
Fessenden, 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil penetapan pH optimum pereaksi dapat dilihat pada tabel III berikut:
Tabel III. Hasil penetapan pH optimum pereaksi
Serapan* pH Pereaksi Rep. 1 Rep. 2 Rep. 3 3,0 0,586 0,608 0,592 4,0 0,746 0,750 0,740 5,0 0,447 0,487 0,458 6,0 0,274 0,265 0,269 7,0 0,258 0,250 0,252
*) Serapa yawa hasil reaksi oksisilin denga seton dan forma
anjutnya,
pH perea
D. Penetapan Volume Optimum Pereaksi
Volume n pereaksi yang
memberi
enambahkan pereaksi pH 4
dengan v
n sen antara am n asetila lin
Dari penelitian didapat bahwa pH optimum adalah pH 4. Untuk sel
ksi yang digunakan adalah pH 4.
.
optimum pereaksi adalah volume laruta
kan serapan maksimum. Penetapan volume optimum pereaksi bertujuan
untuk menentukan volume pereaksi agar semua amoksisilin dapat habis bereaksi.
Jika pereaksi yang ditambahkan kurang, dikhawatirkan belum semua amoksisilin
bereaksi sehingga pada saat pengukuran belum semua amoksisilin yang terbaca
sehingga tidak menggambarkan kadar yang sebenarnya.
Penetapan volume pereaksi dilakukan dengan m
olume yang bervariasi. Serapan kemudian diukur pada panjang gelombang
400 nm. Hasil penetapan volume optimum pereaksi dapat dilihat pada tabel IV
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel IV. Hasil penetapan volume optimum pereaksi
Serapan* Vol. Pereaksi (ml) Rep. 1 Rep. 2 Rep. 3 1 0,439 0,440 0,442 2 0,619 0,617 0,620 3 0,708 0,709 0,707 4 0,758 0,760 0,761 5 0,771 0,774 0,772 6 0,787 0,785 0,788 7 0,800 0,799 0,802 8 0,797 0,798 0,796 9 0,793 0,804 0,799 10 0,759 0,800 0,799
*) Serapa wa hasil reaksi oksisilin denga seton dan forma
dengan 7
E. Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum (λmax)
g suatu
senyawa
ingga
450 nm.
n senya antara am n asetila lin
Dari penelitian didapat bahwa serapan amoksisilin stabil saat direaksikan
ml hingga 10 ml pereaksi. Untuk selanjutnya volume pereaksi yang digunakan
adalah 7 ml.
Panjang gelombang serapan maksimum adalah panjang gelomban
yang memberikan serapan yang paling besar. Pengukuran kadar dengan
metode spektrofotometri umumnya dilakukan pada panjang gelombang serapannya
maksimum. Hal tersebut karena pada panjang gelombang serapan maksimum
perubahan serapan untuk setiap perubahan konsentrasi adalah paling besar sehingga
menghasilkan sensitifitas dan akurasi yang lebih besar. Selain itu, pada panjang
gelombang serapan maksimum absorptivitas molar senyawa relatif konstan sehingga
didapat kurva kalibrasi konsentrasi vs serapan yang linear (Pecsok dkk., 1976).
Dalam penelitian, penentuan panjang gelombang dimulai dari 380 h
Hal tersebut karena menurut Patel dkk. (1992), reaksi antara gugus amin
primer sefaleksin dengan hasil kondensasi antara satu mol formalin dan dua mol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
asetilaseton akan menghasilkan senyawa berwarna kuning yang memberikan serapan
paling besar pada panjang gelombang 400 nm. Gugus pada sefaleksin yang berperan
dalam pembentukan senyawa berwarna tersebut adalah gugus amin primer (gambar
3). Penetapan kadar amoksisilin dalam penelitian ini juga didasarkan pada reaksi
antara gugus amin primer amoksisilin dengan hasil kondensasi antara satu mol
formalin dan dua mol asetilaseton (gambar 8). Dengan demikian, diperkirakan
panjang gelombang serapan maksimum reaksi penetapan kadar ini juga berada di
sekitar 400 nm.
Untuk
c.b.a.
penentuan panjang gelombang serapan maksimum digunakan tiga
konsentras
imum dapat dilihat pada
gambar 1
Gambar 11. Spektra panjang gelombang serapan maksimum amoksisilin konsentrasi 0,084 mg/ml (a), 0,117 mg/ml (b), dan 0,151 mg/ml (c) hasil reaksi dengan
adalah
401,0 nm. Disamping itu, adanya perubahan konsentrasi tidak merubah panjang
gelombang serapan maksimum gambar 11 (a, b, dan c).
i yang bertujuan untuk melihat apakah dengan perubahan konsentrasi akan
terjadi perubahan panjang gelombang serapan maksimum.
Hasil penetapan panjang gelombang serapan maks
1 (a, b, dan c) berikut:
asetilaseton dan formalin
didapat panjang gelombang maksimum
Berdasarkan percobaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selain itu, pada spektrum terlihat bahwa senyawa hasil reaksi juga
memberikan serapan pada panjang gelombang nm. Diperkirakan, serapan tersebut
adalah serapan gugus fenol pada amoksisilin (gambar 12).
C
CN
CH2
H3C
O
C
O
CH3
CH3
H
O
S
CH3
CH3
Gambar 12. Gugus pada senyawa hasil reaksi yang diperkirakan memberikan serapan pada panjang gelombang 335 nm
F. Pembuatan Kurva Baku
si
ang selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar amoksisilin. Dalam pembuatan
kurva baku sebaiknya di amoksisilin baku dengan
konsen
HO C C
O
N
NH
COOH
C
C
CH3C
Gugus yang memberikan serapan
Pembuatan kurva baku bertujuan untuk memperoleh persamaan garis regre
y
gunakan suatu seri larutan
trasi yang berbeda yang memiliki serapan dalam rentang 0,2-0,8 pada panjang
gelombang serapan maksimum. Pembacaan serapan dalam rentang 0,2-0,8 akan
memberikan prosentase kesalahan analisis yang dapat diterima yaitu 0,5-1,0%. Hal
ini dilakukan untuk meminimalkan kesalahan sistematiknya (Mulja dan Suharman,
1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada penelitian ini, penetapan kurva baku dilakukan dengan menggunakan 5
seri konsentrasi amoksisilin yaitu 0,067; 0,084; 0,101; 0,117; dan 0,134 mg/ml
dengan replikasi sebanyak tiga kali.
Adapun hasil kurva baku dari 3 kali replikasi dapat dilihat pada tabel V
berikut:
Tabel V. Hasil penetapan kurva baku amoksisilin
Serapan* Konsentrasi Amoksisilin Rep. 1 Rep. 2 Rep. 3 (mg/ml)
0,067 0,384 0,386 0,384 0,084 0,461 0,462 0,460 0,101 0,546 0,539 0,542 0,117 0,615 0,615 0,614 0,134 0,687 0,678 0,682
A = 0,0807 B = 4,5516 r = 0,9995 α = 77,60o
Vx0 = 1,009%
A = 0,0921 A = 0,0846 B = 4,4127 B = 4,4912 r = 0,9993 r = 0,9995 α = 77,23o α = 77,44o
V x0 = 1,721% V x
0 = 1,269%*) Serapan senyawa hasil rea ksisilin de on dan for
Seluruh persamaan regresi linier pada tabel V di atas menghasilkan nilai
l dengan
taraf k
hampir membentuk garis tegak lurus dengan sumbu x. Oleh karena itu,
ksi antara amo ngan asetilaset malin
koefisien korelasi (r) hitung yang lebih besar dari koefisien korelasi (r) tabe
epercayaan 99% dan derajat bebas 3 yaitu 0,959 (Cann, 2003). Dapat
dikatakan ada korelasi bermakna antara serapan dan konsentrasi amoksisilin.
Persamaan regresi yang digunakan untuk menghitung kadar amoksisilin dalam
penelitian ini adalah persamaan y = 4,5516x – 0,0807 (replikasi 1) karena nilai r
yang diperoleh paling mendekati satu dan nilai koefisien variasi fungsi (Vx0) yang
paling kecil.
Dari data terlihat bahwa α yang didapat terlalu besar sehingga jika
digambarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dilakukan modifikasi satuan konsentrasi larutan baku sehingga didapat data yang
dapat dilihat pada tabel VI berikut:
Tabel VI. Hasil modifikasi kurva baku amoksisilin
Konsentrasi Amoksisilin Baku (mg/ml)
Konsentrasi Amoksisilin Serapan* Baku (mg/5ml)
0,067 0,335 0,384 0,084 0,420 0,461 0,101 0,505 0,546 0,117 0,585 0,615 0,134 0,670 0,687
*) Serapan hasil reaksi antara amok engan asetilaseton dan fo Persamaan kurva baku hasil modifikas oleh dengan memplotkan konsentrasi
r adalah
senyawa sisilin d rmalin
i diper
baku (mg/5 ml) vs serapan. Didapat: y = 0,9103x + 0,0807 dengan nilai
0,9995 dan α = 42,31o (gambar 13). Dengan demikian, persamaan garis tersebut
dapat digunakan untuk menetapkan kadar amoksisilin yang direaksikan dengan
asetilaseton dan formalin.
alin
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Kadar Amoksisilin (mg/5ml)
Sera
pan
Seny
awa
Has
il R
eaks
i Ant
ara
Am
oksi
sili
n de
ngan
Ase
tila
seto
n da
n F
orm
Gambar 13. Hubungan konsentrasi amoksisilin dan serapan senyawa hasil reaksi antara amoksisilin dengan asetilaseton dan formalin
y = 0,9103x + 0,0807
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G. Penetapan Kadar Amoksisilin dalam Tablet
Penetapan kadar amoksisilin dalam tablet dilakukan dengan 3 kali
penimbangan dan masing-masing penimbangan dilakukan replikasi pemipetan 3 kali.
Replikasi pemipetan bertujuan untuk m
Tablet amoksisilin yang digunakan adalah tablet dari suatu pabrik dengan
nomor batch yang sama. Dengan nomor batch yang sama, diharapkan variasi yang
terjadi pada saat formulasi dapat diminimalkan sehingga jika keragaman hasil benar-
benar menggambarkan ketelitian metode ini.
Dari hasil penelitian didapat data yang disajikan pada tabel VII berikut:
Tabel VII Hasil penetapan kadar amoksisilin dalam tablet AM
engetahui reprodusibilitasnya.
Penimbangan Sampel (mg) Serapan* Kadar (mg) % kadar KV (%) Per tablet Dlm tablet
150,0 0,533 0,530 0,528
592,24 588,42 585,80
118,45 117,68 117,16
0,55
150,0 0,536 0,526 0,529
596,29 583,18 586,99
119,26 116,64 117,40
1,14
0,532 0,532 0,532
591,04 591,04 591,04
118,21 118,21 118,21
0 150,0
=589,56 x =117,91 KV x =0,56 *) Serapan senyawa hasil reaksi antara amoksisilin dengan asetilaseton dan formalin
Dari data didapat kadar rata-rata am
oksisilin dalam tablet adalah 589,56 mg
atau s tablet
amoksisilin m dari 120,0%
jumlah yang terter (An ), karena menurut
etiket, tablet amoksisilin yang dig blet andung zat aktif
amoksisilin 500 mg/tablet.
ekitar 117,91%. Hasil tersebut masih memenuhi syarat karena
engandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih
amoksisilin dari a pada etiket onim, 2005
unakan (ta AM) meng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H. Validas e Analisi
Validasi met lisis diar agai sua dur yang digunakan
untuk buktikan suatu m nalisis m i persyara ang
ditentukan (Anonim, 2
netapan ka oksisilin kukan d elitian ini termasuk
ke dalam kategori I yaitu ntuk peneta komponen terbesar dalam
enurut
i Metod s
ode ana tikan seb tu prose
mem apakah etode a emenuh tan y
005).
Pe dar am yang dila alam pen
u pan kadar sediaan.
M Anonim (2005), parameter yang perlu ditetapkan dalam analisis kategori I
adalah akurasi, presisi, spesifisitas, linearitas, dan range.
Dalam penelitian ini, beberapa parameter yang ditetapkan adalah:
1. akurasi.
Akurasi adalah kedekatan hasil analisis yang diperoleh menggunakan suatu
metode dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dengan perolehan kembali
dari penambahan zat yang dike , 2005).
P
oksisilin. Kadar yang didapat kemudian dibandingkan
dengan kadar yang sebenarnya.
tahui kadarnya (Anonim
ada penelitian ini, penetapan perolehan kembali dilakukan dengan
menimbang sejumlah sampel yang mengandung amoksisilin kemudian ditambah
dengan sejumlah baku am
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari hasil penelitian didapat data yang disajikan pada tabel VIII berikut:
Tabel VIII. Data hasil penetapan perolehan kembali
Kadar Sebanarnya
(mg/ml) Serapan* Kadar didapat Perolehan Kembali
(mg/ml) (%)
0,515 2,39 104,37 0,510 2,36 103,06 2,29 0,518 2,40 104,80 0,514 2,38 104,39 0,516 2,39 104,82 2,28 0,509 2,35 103,07 0,516 2,39 104,82 0,510 2,36 103,06 2,28 0,513 2,38 104,39
x = 104,09 KV = 0,76%
*) Serapan senyawa hasil reaksi antara amoksisilin dengan asetilaseton dan formalin
ari data dapat dilihat bahwa rata-rata perolehan kembali yang didapat
adalah 104,09%. Hal tersebut tidak memenuhi syarat karena untuk kadar analit
10% biasanya disepakati perolehan kembali harus masuk dalam rentang 98-102%
(Yu cara
spektrofotomet n dan formalin
mem urang baik.
2. presi
D
≥
wono dan Indrayanto, 2005). Berarti metode penetapan amoksisilin se
ri visibel menggunakan pereaksi asetilaseto
iliki akurasi yang k
si.
Presisi adalah kedekatan masing-masing hasil analisis dari beberapa
penguk di bawah k nalisis yang s Presisi biasany takan
dengan persen simpangan baku atau simpanga u relatif (koef riasi)
(Anon 05).
Pada penelitian ini, penetapan presisi dilakukan dengan menggunakan data
rata-
uran ondisi a ama. a dinya
n bak isien va
im, 20
penetapan kadar amoksisilin dalam tablet AM. Dari tabel V terlihat bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rata koefisien variasi yang didapat adalah 0,56%. Hal tersebut masih memenuhi
syarat karena untuk kadar analit ≥ 10% biasanya disepakati koefisien variasi
tidak boleh lebih dari 2,7% (Yuwono dan Indrayanto, 2005). Berarti metode
penetapan amoksisilin secara spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi
asetilaseton dan formalin memiliki presisi yang baik.
linearitas. 3.
Linearitas ditentukan dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) hitung pada
per
dan derajat bebas 3 yaitu 0,959 (Cann, 2003). Dapat dikatakan
ada
samaan regresi linier kurva baku. Dari hasil penentuan kurva baku, didapat
persamaan y = 0,9103x + 0,0807 dengan r = 0,9995. Nilai koefisien korelasi (r)
hitung tersebut lebih besar dari koefisien korelasi (r) tabel dengan taraf
kepercayaan 99%
korelasi bermakna antara serapan dan konsentrasi amoksisilin. Selain itu,
didapat nilai koefisien variasi fungsi (Vx0) sebesar 1,009%. Menurut Mulja dan
Hanwar (2003), nilai Vx0 tidak boleh lebih dari 2%. Berarti metode penetapan
amoksisilin secara spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi asetilaseton
dan formalin memiliki linearitas yang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
metode spektrofotometri visibel untuk1. penetapan kadar amoksisilin
menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin memiliki presisi dan linearitas
yang baik, namun akurasinya kurang baik.
. aplikasi metode ini pada sediaan tablet amoksisilin memberikan hasil yang baik
dengan kadar rata-rata amoksisilin dalam tablet sebesar 589,56 mg.
J. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang suhu yang menghasilkan
kecepatan reaksi dan serapan yang opt
2
imum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1989, The Merck Index An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and
IV, 95-96, 1136, 1157, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
nonim, 2005, The United States Pharmacopeia, 28th ed., 138-139, 141, 143, 144, 146, United States Pharmacopeia Convention, Rockville.
ird, A. E., 1994, Amoxicillin in Analytical Profiles of Drug Substances and Excipients, 23, 4-44, Academic Press Inc., California.
ann, A. J., 2003, Maths from Scratch for Biologist, 213, John Wiley & Sons Ltd., England.
ell, A. F., 1986, Ultraviolet, Visible, and Flourescence in Clarke’s Isolation and Identification of Drugs in Pharmaceuticals Body Fluid and Post Mortem Material, 2nd ed., 221-232, The Pharmaceutical Press, London.
essenden, R. J. dan Fessenden, J. S., 1994, Kimia Organik, Diterjemahkan oleh Pudjaatmaka, A. H., Edisi ketiga, Jilid I, 23, 67-129, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Harmita, 2004, Petunjuk Pela e dan Cara Perhitungannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, I (3):117-135.
Biologicals, 11th ed., 81, 4261, Merck & Co. Inc., Rahway N. J., USA.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi
A
B
C
F
F
ksanaan Validasi Metod
Hidayat, R., 1999, Titrasi Iodometri Hasil Hidrolisis Amoksisilin Secara Coulometri, http://fa.lib.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbfa-gdl-sl-1999-rahmathida-223., diakses pada 8 April 2006.
Kusuma, resepkan dan Masuk di Beberapa Apotek Wilayah Kotamadya Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi
irmayanti, B., 2007, Validasi Metode Penetapan Kadar Sefadroksil dengan
ogyakarta.
rmasi Airlangga, III (2): 71-76.
Mulja, M. M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-10, 26-48, Airlangga University Press, Surabaya.
2000, Jenis-jenis Antibiotika yang Di
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
MPereaksi Asetilaseton dan Formaldehid secara Spektrofotometri Visibel, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Y
Mulja, M. dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik,
Majalah Fa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Patel, I. T., Devani, M. B., and Patel, T. M., 1992, Spectrophotometric Method for Determination of Cephalexin in Its Dosage Forms, J. of AOAC Int., 75 (6): 994-998.
Pelczar, M. J. and Chan, E. C. S., 1988, Elements of Microbiology, Ed III, 561,
Diterjemahkan oleh Ratna Siri Hadi Oetomo, Penerbit UI, Jakarta.
ecsok, R. L., Shields L. D., Cairns, T. Mc. and William, T. G., 1976, Modern
is of raw-Hill Companies Inc., USA.
Mada, Yogyakarta.
Roosita, ar Ampisilin dengan Pereaksi Asetilaseton dan Formaldehid secara Spektrofotometri Visibel, Skripsi,
yakarta.
PMethods Of Chemical Analysis, 2nd ed., 117, 139, 142-143, 226-235, John Wiley & Sons Inc., New York.
Petri, W. A., 2001, Antimicrobial Agents Penicillins, Cephalosporins, and Other β-
Lactam Antibiotics in Goodman and Gilman’s The Pharmalogical BasTherapeutics, 10th ed., Mc-G
Rianti, A., 2005, Penetapan Kadar Sefadroksil Secara Spektrofotometri Visibel
dengan Pereaksi Etilasetoasetat dan Formaldehid, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rofie, F., 2005, Penetapan Kadar Sefadroksil dalam Kapsul Menggunakan Metode
Spektrofotometri Ultraviolet dengan Pereaksi Etilasetoasetat dan Asetaldehid, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah
A., 2007, Validasi Metode Penetapan Kad
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Roth H. J. and Blaschke G., 1994, Pharmazeutische Analytik, diterjemahkan oleh Sarjono Kisman dan Slamet Ibrahim, 359-361, Gadjah Mada University Press, Yog
Schirmer, R. E., 1982, Modern Methods of Pharmaceuticals Analysis, I: 60-74, CRC
Press Inc., Florida. Silverstein, R. M., Bassler, G. C., and Morrill, T. C., 1991, Spectrometric
Identification of Organic Compounds, 5th ed, 292, John Wiley & Sons Inc., Canada.
Skoog, D. A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, 3rd ed., 67, 164-168, 185-
186, Saunders College Publishing, Japan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Takada, W., Adachi, T., Kihara, N., Kitamura, S., Kitagawa, T., Mifune, M., and
attimena, J. R., Sugiarso, W. C., Widianto, M. B., Sukandar E. Y., dan Setiadi, A.
illiams, D. H. dan Fleming, I., 1980, Spectroscopic Methods in Organic Chemistry,
illard, H. H., Merritt, L. L., Dean, J. A., and Settle, F. A., 1988, Instrumental
iratih, 2002, Gambaran Resep Antibiotik di Apotek-apotek yang Terletak di
ta Dharma, Yogyakarta.
uwono, M. dan Indrayanto, G., 2005, Validation of Chromatographic Methods of Analysis, Profiles of Drug Substances, Excipients, and Related Methodology, 32: 243-259.
Saito, Y., 2005, Quantitative Determination Method for Trace Amount of Penicillin Contaminants in Comercially Available Drug Product by HPLC Coupled with Tandem Mass Spectrometry, Chem. Pharm. Bull., 53 (2): 172-176.
Vogel, A. I., 1978, A Textbook of Quantitative Inorganic Analysis, 4th ed., 809-810,
846-849, The English Language Book Society, Richard Clay Ltd., Bungay.
WR., 1997, Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik, 56-61, 66, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
W3rd ed., 4, McGraw Hill Book Company, United Kingdom.
WMethods of Analysis, 7th ed., 162, Wadsworth Publishing Company, Belmont, California.
WPerbatasan Bagian Utara Kotamadya Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sana
Y
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
Lampira
n 1. Data Penimbangan Baku Amoksisilin
Kertas + zat (mg) 506,6
Kertas + sisa (mg) 297,0
Zat (mg) 209,6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2. Data Penetapan Kadar Sampel
. Perhitungan Bobot Rata-Rata Tablet a
obot tablet (g) ,7245 0,7187 ,7161 0,7183 ,7166 0,7176 ,7040 0,7110 ,7058 0,7095 ,7155 0,7219 ,7131 0,7194 ,7149 0,7239 ,7125 0,7100 ,7100 0,7219
B0000000000x = 0,71526 gram
. Penimbangan Sampel
Rep, 1 Rep, 2 Rep, 3
b Kertas + zat (g) 0,4276 0,4516 0,4514 Kertas + sisa (g) 0,2776 0,3016 0,3014
at (g) 0,1500 0,1500 0,1500 Z
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3. Data Hasil Penetapan Perolehan Kembali
dar amoksisilin dalam sampel a. Perhitungan ka
a penetapan kadar, rata-rata kad sisilin per 15 mpel
dalah 123,64 mg
adar amoksisilin dalam sampel =
Dari dat didapat ar amok 0 mg sa
a
15064,123K x 100% = 82,43%
. Penimbangan baku + sampel
b
Rep. 1 Rep. 2 Rep. 3
Baku Sampel Baku Sampel Baku Sampel Kertas+zat 0,4091 g 0,4596 g 0,4091 g 0,4593 g 0,4091 g 0,4602 g Kertas+sisa 0,3043 g 0,3095 g 0,3043 g 0,3094 g 0,3043 g 0,3104 g
zat 0,1048 g 0,1501 g 0,1048 g 0,1499 g 0,1048 g 0,1498 g
10043,82Kadar amoksisilin dalam 150,1 mg sampel (rep. 1) = x 150,1 = 123,73 mg
adar sebenarnya = kadar amoksisilin dalam sampel + kadar baku
= 2,29 mg/ml
K
= 123,73 mg + 104,8 mg
= 228,53 mg
= 228,53 mg/100ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lam n 4. r
a. Pembuatan Kurva Baku Amoksisilin
pira Contoh Pe hitungan
aquadest.
Konsentrasi baku amo
Perhitungan konsentrasi baku amoksisilin:
Baku amoksisilin yang ditimbang = 209,6 mg, dilarutkan dalam 100 ml
ksisilin = 100
6,209 = 2,096 mg/ml
Dibuat seri kurva baku dengan mempipet:
0,8 ml
v1 . c = v2 . c1
,8 . 2,096 = 25 . c1
1 = 0,067 mg/ml
,0 ml
1 . c = v2 . c2
1,2 . 2,096 = 25 . c3
3
0
c
1
v
1,0 . 2,096 = 25 . c2
c2 = 0,084 mg/ml
1,2 ml
v1 . c = v2 . c3
c = 0,101 mg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1,4 ml
v1 . c = v2 . c4
96 = 25 . c4
ml
1 . c = v2 . c5
96 = 25 . c5
ml
Seri kadar tersebut kemudian diplotkan vs serapan yang diperoleh sehingga diperoleh
persamaan kurva baku yang akan digunakan dalam penetapan kadar.
b. Penetapan Kadar Sampel
1,4 . 2,0
c4 = 0,117 mg/
1,6 ml
v
1,6 . 2,0
c5 = 0,134 mg/
Serapan yang didapat = 0,533, dimasukkan ke dalam persamaan kurva baku
0,533 = 0,9103x + 0,0807
x = 0,4967 mg/5 ml
x = 2,484 mg/ml
x = 2,484 x 50 ml
x = 124,2 mg dalam 50 ml sampel
x = 124,2 mg dalam 150 mg sampel
alam tablet = 0,1502,124kadar anoksisilin d x 715,26 = 592,24 mg
% kadar amoksisilin dalam tablet = 500
24,592 x 100% = 118,45%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Penetapan Recovery
Kadar sebenarnya = kadar amox dalam sampel + kadar amox baku
Kadar sebenarnya = 123,73 mg + 104,8 mg
ilarutkan dalam aquadest 100 ml
Kadar sebenarnya = 228,53 mg
Serbuk tersebut kemudian d
10053,228Kadar sebenarnya = = 2,29 mg/ml
bil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu 25 ml
sehingga konsentrasinya:
1 . 2,29 = 25 . c2
2
emas am
persamaan kurva baku.
asukkan ke dalam persamaan kurva baku
% recovery =
dari larutan tersebut, diam
v1 . c = v2 . c2
c = 0,0916 mg/ml
Kadar yang didapat dihitung dengan m ukkan serapan yang diperoleh ke dal
Serapan yang didapat = 0,515, dim
0,515 = 0,9103x + 0,0807
x = 0,4771 mg/5 ml
x = 0,0954 mg/ml
0916,00954,0 x 100% = 104,15%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Perhitungan Vx0
menggunakan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004): Vx0 dapat dihitung
)2/()( −−Σ Nyy Sy = 11
Di mana 1y = Bx + A
Sx0 = BSy viasi fungsi
Vx0 =
; Sx0 = standar de
0Sx
1x; Vx0 = koefisien variasi fungsi
y1
Persamaan Kurva baku replikasi 1: y = 4,5516x + 0,0807
1y (y1 - 1y ) (y1 - 1y )2 x1
0,384 0,386 -2 x 10-3 4 x 10-6 0,067 0,461 0,463 -2 x 10-3 4 x 10-6 0,084 0,546 0,540 6 x 10-3 3,6 x 10-5 0,102 0,615 0,613 2 x 10-3 4 x 10-6 0,117 0,687 0,691 -4 x 10-3 1,6 x 10-5 0,133
= 6,4 x 10-51x Σ = 0,1006
3/10.4,6 5 = 4,619 x 10-3−Sy =
5516,410.619,4 3−
= 1,015 x 10-3Sx0 =
Vx0 = x10.01,1 3−
1001006,05 % = 1,009%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5. Spektrum Baku Amoksisilin 0,005 M
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIOGRAFI
Penulis skripsi yang berjudul “Validasi Metode
Spektrofotometri Visibel Untuk Penetapan Kadar
Amoksisilin Menggunakan Pereaksi Asetilaseton dan
Formalin” ini bernama Margareta Sunarto. Penulis lahir di
Garut pada tanggal 14 Januari 1985. Anak pertama dari tiga
bersaudara dari pasangan Sunarto Yosep Tjitrahadi dan
Catharina Lena Tanzil ini mengawali pendidikannya di TK
aya Susila Garut pada tahun 1988. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya
i SD Daya Susila Garut pada tahun 1991. Selanjutnya, pada tahun 1997 penulis
enempuh pendidikan di SLTP Yos Sudarso Garut. Setelah lulus, pada tahun 2000
enulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 2 Yogyakarta. Lalu, pada tahun
003 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
harma Yogyakarta. Selama kuliah, penulis pernah menjadi asisten dosen untuk
mata kuliah praktikum spektroskopi
D
d
m
p
2
D
.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI