analisis tahu formalin
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI
PENETAPAN KADAR FORMALIN DALAM TAHU
DENGAN METODE IODO-IODIMETRI
Disusun oleh :
Dien Puspita C. G1F009038
Ning Uswiyatun G1F009040
Tri Hajar Handayani G1F009041
Rikha Kurniawaty G1F009043
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2012
PENETAPAN KADAR FORMALIN DALAM TAHU
DENGAN METODE IODO-IODIMETRI
I. TUJUAN
Mampu memilih dan menerapkan metode analisis untuk menganalisis bahan kimia dalam
sediaan makanan.
II. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah :
- Beaker glass
- Tabung reaksi
- Pipet tetes
- Pipet ukur
- Cawan porselin
- Rak tabung reaksi
- Gelas ukur
- Batang pengaduk
- Mortar stamper
- Buret
- Statip
- Labu erlenmeyer
III. PROSEDUR KERJA
Analisis Kualitatif
- Dihaluskan dan dihomogenkan dengan mortar dan stamper
- Setelah homogeny, diambil sedikit
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
- Ditambahkan FeCl3 beberapa tetes sampe terendam
- Ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 5-6 ml
- Reaksi menunjukkan positif jika pada tabung reaksi terbentuk cincin
berwarna ungu
Tahu
Hasil
Analisis Kuantitatif
- Ditimbang dengan seksama
- Dimasukkan pada labu ukur 100 ml yang berisi 2,5 ml air dan 1 ml
NaOH
- Dikocok dan dilarutkan dengan air sampai batas
- Diambil 10 ml dari larutan
- Ditambah 30 ml Iodin 0,1 N
- Dicampur
- Ditambah 10 ml NaOH
- Didiamkan 15 menit
- Ditambah 25 asam sulfat
- Ditambah 4 ml amilum
- Dititrasi dengan Natrium Tiosulfat 0,1 N
- Dimana 1 ml dari Iodin 0,05 M ekuivalen dengan 1,501 mg CH2O
IV. DATA PENGAMATAN
Uji Kualitatif
Tahu + FeCl3 + H2SO4 ungu membentuk cincin
Uji kuantitatif
Penetapan kadar formalin :
Banyaknya sampel
(mg)
Volume
Na2S2O3 (ml)
Normalitas
Na2S2O3 (N)
Kadar (%)
5
5
5
10,62
8,35
8,70
0,1
0,1
0,1
31,88 %
25,07 %
26,11 %
Rata-Rata 27,68 %
1 gram sampel
Analit
Hasil
V. PERHITUNGAN
Kadar 1 = V titran × N titran × BE zat × 100%
Mg Sampel
= 10,62 × 0,1 × 1,501 × 100%
5 mg
= 31,88%
Kadar 2 = V titran × N titran × BE zat × 100%
Mg Sampel
= 8,35 × 0,1 × 1,501 × 100%
5 mg
= 25,07%
Kadar 3 = V titran × N titran × BE × 100%
Mg Sampel
= 8,70 × 0,1 × 1,501 × 100%
5 mg
= 26,11%
Rata-rata = 31,88 % + 25,07% + 26,11%
3
= 27,68%
X d = )2
31,88
25,07
26,11
27,68
4,2
2,61
1,57
17,64
6,812
2,465
=
=
= 2,79
SD =
=
= 3,67
Harga ditolak jika > 2,5
(untuk data 1) = 1,50
Maka data 1 diterima sebab 1,50 < 2,5
(untuk data 2) = 0,14
Maka data 2 diterima sebab 0,14 < 2,5
(untuk data 3) = 0,56
Maka data 3 diterima sebab 0,56 < 2,5
Jadi ketiga data diterima
N = 3 ; t = 3,182
Hasil akhir dapat dinyatakan :
Kadar formalin = ± t.SD /
= 27,68 % ± ( 3,182 x 3,67 / )
= 27,68 % ± 6,74
VI. PEMBAHASAN
PRINSIP IODO-IODIMETRI
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan
oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses
oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah
senyawa dimana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya
pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi
harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator
reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun demikian, oksidator
dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator
adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks
yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang
menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion
iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi
reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan
iodimetri adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi
sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometri. Suatu kelebihan ion
iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang
kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat
berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi agak larut
dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan
menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetri. Iodium,
dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang
dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan
distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan.
(Underwood, 1986).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh
distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar
primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat
digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan
standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari
iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu
kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-
kadang dinamakan iodometri), adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam
reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I2(solid) + 2e → 2I
Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat;
reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat
pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah.
Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan
berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:
I2(aq) + I- → I3-
Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis
sebagai:
I3- + 2e → 3I-
Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida
merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium
dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod
dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk tepatnya,
semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan
dengan I2, misalnya:
I3- + 2S2O3
2- = 3I- + S4O62-
akan lebih akurat daripada:
I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O6
2- (Bassett, J. dkk., 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada
pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan
untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi
koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat
peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan
netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).
Dalam melakukan analisis kadar formalin dalam tahu dengan menggunakan titrasi iodo-
iodimetri, adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktium ini yaitu :
1. Natrium Hidroksida (NaOH)
Berfungsi sebagai larutan standar untuk mentritrasi sampel asam salisilat.
Sifat Fisika :
- Densitas dan fase : 2.100 g cm−3, cairan
- Titik lebur : 318 °C
- Titik didih : 1390 °C
- Penampilan : Cairan higroskopis tak berwarna
Sifat kimia :
- NaOH sangat mudah menyerap gas CO2
- Senyawa ini sangat mudah larut dalam air
- Merupakan larutan basa kuat
- Sangat korosif terhadap jaringan Organik
- Tidak Berbau
(Mulyono, 2006)
2. Aquades (H2O)
Rumus molekul : H2O
Massa molar : 18.0153 g/mol
Densitas dan fase : 0.998 g/cm³, cairan
0.92 g/cm³, padatan
Titik lebur : 0 °C (273.15 K) (32 ºF)
Titik didih : 100 °C (373.15 K) (212 ºF)
Penampilan : Cairan tak Berwarna, Tidak berbau (Mulyono, 2006)
Pelarut yang baik, memiliki pH 7 (netral), bukan merupakan zat pengoksidasi
kuat. Lebih bersifat reduktor daripada oksidator. Reaksi oksidasi dari air sendiri dapat
terjadi jika direaksikan dengan logam alkali atau alkali tanah.
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan
menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air
yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan (Anonim,
1995)
3. Natrium Tiosulfat / Natrii Thiosulfas
Natrium Tiosulfat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% Na2S2O3, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian : hablur besar, tidak berwarna
atau serbuk hablur kasar,. Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering
pada suhu lebih dari 33,0o. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Kelarutan
: sangat mudah larut dalam air; tidak larut dalam etanol. Wadah dan penyimpanan dalam
wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).
4. Besi (III) Klorida (FeCl3)
Besi (III) klorida, atau feri klorida, adalah suatu senyawa kimia yang merupakan
komoditas skala industri, dengan rumus kimia FeCl3. Senyawa ini umum digunakan
dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun sebagai katalis, baik di industri
maupun di laboratorium (Holleman, 2001).
Warna dari kristal besi (III) klorida tergantung pada sudut pandangnya: dari cahaya
pantulan ia berwarna hijau tua, tapi dari cahaya pancaran ia berwarna ungu-merah. Besi
(III) klorida bersifat deliquescent, berbuih di udara lembap, karena munculnya HCl, yang
terhidrasi membentuk kabut (Holleman, 2001).
Bila dilarutkan dalam air, besi (III) klorida mengalami hidrolisis yang merupakan
reaksi eksotermis (menghasilkan panas). Hidrolisis ini menghasilkan larutan yang coklat,
asam, dan korosif, yang digunakan sebagai koagulan pada pengolahan limbah dan
produksi air minum. Larutan ini juga digunakan sebagai pengetsa untuk logam berbasis-
tembaga pada papan sirkuit cetak (PCB). Anhidrat dari besi(III) klorida adalah asam
Lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis dalam sintesis organik (Holleman,
2001).
Besi (III) klorida memiliki titik lebur yang relatif rendah dan mendidih pada 315°C.
Uapnya merupakan dimer Fe2Cl6, yang pada suhu yang semakin tinggi lebih cenderung
terurai menjadi monomer FeCl3, daripada penguraian reversibel menjadi besi (II) klorida
dan gas klorin (Holleman, 2001).
5. Asam Sulfat (H2SO4)
Zat ini memiliki berat molekul 98,086 g/mol. Titik beku 3 0C dan titik didih yaitu
280 0C, dan densitasnya pada suhu 25 0C adalah 1,84 Kg/L. Asam sulfat merupakan asam
mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam
sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri
kimia (Keenan, 1991).
Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami di
bumi, oleh karena sifatnya yang higroskopis. Walaupun demikian, asam sulfat
merupakan komponen utama hujan asam (Keenan, 1991).
6. Formalin
Formalin atau Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal), merupakan
aldehida berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida awalnya disintesis
oleh kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman
tahun 1867. Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung
karbon. Terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap
tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan
oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam
kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk
manusia (Reuss 2005).
Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa
larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk dagang
'formalin' atau 'formol' ). Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit
sekali yang ada dalam bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung
beberapa persen metanol untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan
formaldehida dalam air, dengan kadar antara 10%-40%. Meskipun formaldehida
menampilkan sifat kimiawi seperti pada umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif
daripada aldehida lainnya. Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi
substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi
elektrofilik dan alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida bisa mengalami
reaksi Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol. Formaldehida bisa
membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier polioksimetilena. Formasi
zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat gas ideal, terutama pada
tekanan tinggi atau udara dingin. Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer
menjadi asam format, karena itu larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya
tidak kemasukan udara (Reuss, 2005).
7. Tahu
Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan
diambil sarinya. Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian (tauhu) yang secara
harfiah berarti "kedelai yang difermentasi". Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak
zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Aneka makanan dari tahu antara lain tahu
bacem, tahu bakso, tahu isi (tahu bunting), tahu campur, perkedel tahu, kerupuk tahu, dan
lain-lain (Anonim, 2009).
8. Indikator amilum
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai
produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Indikator yang digunakan pada titrasi
iodimetri dan iodometri adalah larutan kanji. Kanji atau pati disebut juga amilum yang
terbagi menjadi dua yaitu: Amilosa (1,4) atau disebut b-Amilosa dan Amilopektin (1,4) ;
(1,6) disebut a-Amilosa.
Namun untuk indicator, lebih lazim digunakan larutan kanji, karena warna biru
tua kompleks pati – iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih
besar dalam larutan sedikit asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan
adanya ion iodida. Molekul iod diukat pada permukaan beta amilosa, suatu konstituen
kanji. Indikator kanji yang dipakai adalah amilosa, karena jika dipakai amilopektin, maka
akan membentuk kompleks kemerah-merahan (violet) dengan iodium, yang sulit
dihilangkan warnanya karena rangkaiannya yang panjang dan bercabang dengan Mr=
50.000 – 1.000.000 (Anonim, 2009).
9. Iodin
Iodine adalah unsur kimia dengan nomor atom 53 dan massa atom 126,9044.
Iodine bukan unsur logam, dalam bentuk padat berwarna abu-abu kehitaman, sedangkan
dalam bentuk gas berwarna ungu. Mempunyai titik lebur 113,5° C dan titik didih
184,35°. Iodine ditemukan pada tahun 1811 oleh B. Courtulis. Iodine bersuber dari air
asin pada sumur garam dan endapat laut tua, dari yodidanya yang dibuat dengan
menggunakan asam sulfat dan oksidator ( Anonim, 2011).
KEGUNAAN FORMALIN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering
digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan,
Formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih; lantai,
kapal, gudang dan pakaian. Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi.
Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya
mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam membalsem untuk mematikan
bakteri serta untuk sementara mengawetkan bangkai.
Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer dan rupa-rupa
bahan kimia. Jika digabungkan dengan fenol, urea, atau melamina, formaldehida menghasilkan
resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem permanen, misalnya yang dipakai untuk
kayulapis/tripleks atau karpet. Juga dalam bentuk busa-nya sebagai insulasi. Lebih dari 50%
produksi formaldehida dihabiskan untuk produksi resin formaldehida.
Untuk mensintesis bahan-bahan kimia, formaldehida dipakai untuk produksi alkohol
polifungsional seperti pentaeritritol, yang dipakai untuk membuat cat bahan peledak. Turunan
formaldehida yang lain adalah metilena difenil diisosianat, komponen penting dalam cat dan
busa poliuretana, serta heksametilena tetramina, yang dipakai dalam resin fenol-formaldehida
untuk membuat RDX (bahan peledak). Sebagai formalin, larutan senyawa kimia ini sering
digunakan sebagai insektisida serta bahan baku pabrik-pabrik resin plastik dan bahan peledak
(Reuss, 2005).
Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi
lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen
(menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah,
diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya
kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna,
dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata.
Oleh karena itu, penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat diperhatikan karena
akan berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama dan akan terkumulasi dalam
tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, tenggorokan serasa terbakar, serta
kegerahan. Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa
menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi asam format
yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga
koma, atau sampai kepada kematiannya. Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan
terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal (Fahruddin,
2007).
CARA KERJA
1. Analisis Kuantitatif
Praktikum dimulai dengan persiapan alat dan bahan yang diperlukan. Pertama yang
dilakukan adalah pembuatan larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N. Ditimbang sesuai perhitungan
hingga tiap 1000 ml larutan mengandung 24,82 g Na2S2O3.5H2O. Kemudian dilarutkan
dalam beaker glass ditambahkan aquades sedikit, tujuannya untuk melarutkan natrium
tiosulfatnya dahulu. Agar cepat larut, gunakan air mendidih untuk melarutkannya.
Kemudian dimasukkan dalam labu ukur, dan ditambahkan dengan aquades hingga batas
garis dalam labu ukur. Namun pada praktikum sudah tersedia larutan natrium tiosulfat
tersebut, hingga kami tinggal memakai dan mengukur berapa kadar larutan Natrium tiosulfat
tersebut. Setelah itu beri label agar tidak tertukar dengan larutan lain. Dibuat juga larutan
K2Cr2O7 0,1 N, dengan cara bahan tersebut ditimbang seksama sesuai dengan perhitungan,
kemudian larutkan dalam labu ukur dengan cara yang sama dengan pelarutan natrium
tiosulfat. Setelah semua stok tersedia, lakukan pembakuan natrium tiosulfat. Dalam hal ini
natrium tiosulfat bertindak sebagai larutan standar sekunder, dan K2Cr2O7 bertindak sebagai
larutan standar primer. Dimana larutan standar sekunder haruslah dibakukan dengan
menggunakan larutan standar primer. Hal ini dikarenakan larutan tiosulfat tidak stabil dalam
jangka waktu yang lama. Bakteri yang memakan belerang dapat masuk kedalam larutan dan
proses metabolikya akan mengakibatkan pembentukan SO32-, SO4
2- dan belerang koloidal.
Belerang ini akan mengakibatkan kekeruhan dan apabila terjadi kekeruhan maka larutan
tiosulfat tersebut harus dibuang (Achmad, 2007).
Adapun cara pembakuannya yaitu tiosulfat dituangkan dalam buret 50 ml.
Sedangkan dalam labu erlenmeyer bertutup kaca, masukkan 5 ml K2Cr2O7, encerkan dengan
50 ml aquades. Tambahkan 2 g KI dan 5 ml HCl encer, tutup dan biarkan selama 10 menit.
Encerkan dengan 100 ml air. Kemudian titrasi dengan tiosulfat yang ada dalam buret, beri
indikator kanji ketika mendekati titik akhir titrasi. Akan terjadi perubahan warna disini
(analisis kualitatif), yaitu perubahan warna dari yang warna nya coklat kebiruan, akan
menjadi larutan yang tidak berwarna atau bening. Catat berapa volume natrium tiosulfat
yang dibutuhkan untuk membuat larutan yang tadinya berwarna coklat kebiruan menjadi
bening. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan keakuratan. Namun dalam
praktikum kali ini karena tidak tersedianya bahan yang lengkap, maka pembakuan tidak
dilakukan, dan untuk mengetahui berapa kadar natrium tiosulfat ini, kami mengetahui dari
praktikum sebelumnya yaitu bahwa natrium tiosulfat tersebut berkadar 0,1 N meskipun tidak
terlalu akurat.
Didapatkan konsetrasi natrium tiosulfat dari hasil pembakuan. Kemudian untuk
preparasi sampel, haluskan atau gerus 1 buah tahu yang diduga berformalin dengan mortir
dan stemper. Tujuan dari penggerusan ini adalah untuk menghomogenkan sampel tahu
tersebut, sehingga kadar formalinnya pun merata dan tidak terpusat pada satu bagian saja.
Kemudian setelah homogen dan halus, timbang sebanyak 1 gram dari tahu tersebut.
Kemudian ditambahkan 2,5 ml air dan 1 ml NaOH, kemudian ambil filtratnya. Tambahkan
iodin, tujuannya agar dapat terbentuknya iodium yang bebas. Kemudian diamkan 15 menit
agar reaksi berlangsung lebih sempurna. Tambahkan asam sulfat encer sebagai katalisator
reaksi tersebut. Setelah itu larutan dapat dititrasi dengan natrium tiosulfat, tambahkan
indikator kanji pada saat mendekati titik akhir titrasi. Larutan yang tadinya berwarna coklat
kebiruan, akan menjadi larutan kuning bening. Lakukan titrasi sebanyak 3 kali untuk
mendapatkan keakuratan dan hasil maksimal.
2. Analisis Kualitatif
Pertama kali yang dilakukan adalah penggerusan tahu dengan menggunakan mortir
dan stemper. Tujuan dari penggerusan ini adalah proses untuk menghomogenkan tahu
tersebut ketika akan diambil sebagai sampel nanti. Kemudian diambil sebagian kecil dari
sampel tersebut dari tahu yang telah dihaluskan tadi (jangan terlalu banyak), masukkan ke
dalam tabung reaksi. Lalu ditambahkan larutan FeCl3 beberapa tetes sampai sampel
terendam. Penambahan ini dilakukan untuk melepaskan ikatan formalin pada tahu tersebut.
Dan yang terakhir ditambahkan larutan H2SO4 pekat sebanyak 5 – 6 ml, larutan ini berfungsi
sebagai katalisator. Reaksi positif jika pada tabung reaksi terbentuk cincin yang berwarna
ungu.
HASIL VS PUSTAKA
Berdasarkan uji yang sudah dilakukan pada praktikum terhadap sejumlah sampel tahu,
seluruh sampel ternyata mengandung formalin dengan kadar beragam. Sampel tahu memiliki
kandungan formalin 31,88%. Ketiga 25,07%. Keempat 27,68%. Pada referensi biasanya
kandungan formalin sekitar 10-40%,
Pada praktikum kali ini, menggunakan FeCl3 untuk mengetahui keberadaan formalin
dalam tahu secara kualitatif. Cara kerjanya adalah pertama sampel (tahu) dihaluskan terlebih
dahulu dengan menggunakan alu dan lumpang kemudian ambil sedikit sampel dan masukkan ke
dalam tabung reaksi. Lalu ditambahkan larutan FeCl3 beberapa tetes sampai sampel terendam.
Dan yang terakhir ditambahkan larutan H2SO4 pekat sebanyak 5 – 6 ml. Reaksi positif jika pada
tabung reaksi terbentuk cincin yang berwarna ungu.FeCl3 digunakan untuk mengikat formalin
agar terlepas dari bahan. Formalin juga bereaksi dengan FeCl3 menghasilkan senyawa kompleks
yang berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam
Sulfat. Dan menghasilkan warna merah keunguan dan terdapat cincin berwarna ungu maka
dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut mengandung formalin (Widyaningsih dan Murtini.,
2006).
Hasil itu setidaknya mencerminkan masih tingginya tingkat peredaran tahu berformalin di
pasaran. Tahu yang mengandung formalin dapat diketahui lewat ciri-ciri antara lain tidak rusak
sampai 3 hari pada suhu kamar 25 derajat Celsius dan bisa tahan lebih dari 15 hari pada suhu
lemari es (10 derajat celsius). Tahu terlampau keras, kenyal namun tidak padat. Bau agak
menyengat (Hertanto,2011).
Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin
yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% - 40%.
Formalin sangat mudah larut dalam air. Jika dicampurkan dengan tahu misalnya, formalin
dengan mudah terserap oleh tahu. Selanjutnya, formalin akan mengeluarkan (dehydrating), dan
menggantikannya dengan formaldehid yang lebih kaku. Akibatnya bentuk tahu mampu bertahan
dalam waktu yang lama.
Sebenarnya batas toleransi Formaldehida (formalin adalah nama dagang zat ini) yang
dapat diterima tubuh manusia dengan aman adalah dalam bentuk air minum, menurut
International Programme on Chemical Safety (IPCS), adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu
hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh
dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Berdasarkan
standar Eropa, kandungan formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh melebihi 660 ppm
(1000 ppm setara 1 mg/liter). Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh
manusia pada pemakaian secara terus-menerus (Recommended Dietary Daily
Allowances/RDDA) untuk formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan. Misalnya
berat badan seseorang 50 kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa mentoleransi sebesar
50 dikali 0,2 yaitu 10 miligram formalin secara terus-menerus. Sedangkan standar United State
Environmental Protection Agency/USEPA untuk batas toleransi formalin di udara, tercatat
sebatas 0.016 ppm. Peraturan ini sejalan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas
Obat dan makanan (BPOM) di Indonesia (Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan
RI No HK.00.05.4.1745, Lampiran III "Daftar zat pengawet yang diizinkan digunakan dalam
Kosmetik dengan persyaratan..." no 38: Formaldehid dan paraformaldehid) (Fahruddin, 2007).
Walaupun daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan.
Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet
makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No.
1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Paisal 2007). Formalin dalam penggunaanya dalam bahan pangan
memang telah dilarang oleh pemerintah sebagai mana undang-undang yang melarang
penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No
722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang
Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
VII.KESIMPULAN
Pada percobaan yang sudah dilakukan pada praktikum terhadap sejumlah sampel tahu
dengan menggunakan metode iodo-iodimetri ini, seluruh sampel ternyata mengandung formalin
dengan kadar beragam. Sampel tahu memiliki kandungan formalin sebesar 31,88%, kadar yang
kedua sebesar 25,07%, dan ketiga sebesar 27,68%. Pada referensi biasanya kandungan formalin
sekitar 10-40%,
VIII. DAFTAR PUSTAKA\
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Ed. IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim. 2009. Indicator amilum.
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/iodimetri/indikator/.
Diakses tanggal 1 januari 2012.
Anonim. 2011. Definisi iodine. http://id.shvoong.com/exact-sciences/chemistry/2116459-
pengertian-iodin/#ixzz1iN8K6brs. Diakses tanggal 1 januari 2012.
Arif Fadholi. 2009. Analisis Formalin Pada Tahu. http://ariffadholi.blogspot.com/2009/10/jurnal-
analisis-formalin-pada-tahu.html diakses pada tanggal 1 Januari 2012.
Bassett, J. dkk. 1991. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Day, RA dan A.L Underwood. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.
Fahrudin. 2007. Formalin dan Bahayanya bagi Kesehatan.
http://www.tribun-timur.com/view.php?id=47300&jenis=Opini. Diakses tanggal 31
desember 2011
HAM, Mulyono. 2006. Kamus Kimia . Edisi Pertama. Bumi Aksara, Jakarta
Hertanto Soebijoto. 2011. Tak di temukan ayam berformalin.
http://regional.kompas.com/read/2011/07/29/11422453/Tak.Ditemukan.Ayam.Berforma
lin diakses pada tanggal 1 Januari 2012/
Holleman, A.F. 2001. Inorganic Chemistry. Academic Press, San Diego.
Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia untuk Universitas Jilid I. Erlangga, Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2007. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri
& Gravimetri. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Paisal. 2007. Formalin Bukan untuk Makanan. http: //www .wartamedika.com /2007/
10/formalin-bukan-untuk-makanan.html. Diakses tanggal 31 desember 2011.
Pathansali D. 1966. Notes on the biology of the cockle, Anadara granosa L. Proc. Indo-
Pacific Fish. Counc. http://en.wikipedia.org/wiki/Blood_cockle. Diakses tanggal 31
desember 2011.
Reuss G, W. Disteldorf, A.O.Gamer. 2005. Formaldehyde in Ullmann’s Encyclopedia of
Industrial Chemistry Wiley-VCH
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.
IX. LAMPIRAN
a. Penggerusan tahu berformalin
(homogen)
b. Filtrat tahu Formalin
c. Analisis Kualitatif Formalin
d. Hasil titrasi Kuantitatif (sampel 1, 2,
dan 3)