v. hasil dan pembahasan penelitian berdasarkan gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks...

37
75 V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis existing condition pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu, Jawa Barat yang menggunakan aplikasi Rapfish dengan metode Multidimensional Scaling (MDS), diperoleh status keberlanjutan setiap dimensi (ekologi, ekonomi, teknologi, sosial) dan status keberlanjutan keterpaduan dimensi (multidimensi) pengelolaan rumpon. Untuk merekomendasikan kebijakan yang akan di lakukan untuk pengelolaan rumpon yang berkelanjutan di Barat Daya perairan Pelabuhan ratu, diperoleh hasil analisis kebijakan dengan menggunakan Analitical Hierarchy Process (AHP) 5.1.1 Status Keberlanjutan Pengelolaan Rumpon Setiap Dimensi 5.1.1.1 Status Keberlanjutan Pengelolaan Rumpon Dimensi Ekologi Terkait dengan dimensi ekologi ini, analisis MDS dengan mempertimbangkan beberapa atribut yang berpengaruh menghasilkan indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Pelabuhanratu yang kemudian disingkat Ikb-PENGRUMPON-Ekologi. Atribut yang dipertimbangkan dalam analisis MDS dari dimensi ekologi ini terdiri dari: (1) tingkah laku ikan di sekitar rumpon, (2) suhu perairan, (3) salinitas perairan, (4) arus perairan, (5) kedalaman atraktor rumpon di perairan, (6) zona/kawasan pengelolaan rumpon di perairan, dan (7) batas wilayah administrasi pengelolaan rumpon di perairan. Berdasarkan hasil analisis MDS, diketahui nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon dari dimensi ekologi (Ikb-PENGRUMPON-Ekologi) adalah 57,14 pada skala keberlajutan 1 – 100. Nilai indeks ini menunjukkan bahwa dari analisis tujuh atribut yang ada, status keberlanjutan pengelolaan rumpon di perairan Pelabuhanratu termasuk kategori ”cukup” secara ekologi. Menurut Kruskal dalam Jhonson dan Wichern (1992), kategori cukup bila nilai indeks berada pada kisaran 51 – 75. Gambar 5.1 memperlihatkan hasil analisis MDS

Upload: dangtu

Post on 06-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

75

V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis existing condition pengelolaan rumpon di Barat

Daya perairan Pelabuhanratu, Jawa Barat yang menggunakan aplikasi Rapfish

dengan metode Multidimensional Scaling (MDS), diperoleh status keberlanjutan

setiap dimensi (ekologi, ekonomi, teknologi, sosial) dan status keberlanjutan

keterpaduan dimensi (multidimensi) pengelolaan rumpon. Untuk

merekomendasikan kebijakan yang akan di lakukan untuk pengelolaan rumpon

yang berkelanjutan di Barat Daya perairan Pelabuhan ratu, diperoleh hasil

analisis kebijakan dengan menggunakan Analitical Hierarchy Process (AHP)

5.1.1 Status Keberlanjutan Pengelolaan Rumpon Setiap Dimensi

5.1.1.1 Status Keberlanjutan Pengelolaan Rumpon Dimensi Ekologi

Terkait dengan dimensi ekologi ini, analisis MDS dengan

mempertimbangkan beberapa atribut yang berpengaruh menghasilkan indeks

keberlanjutan pengelolaan rumpon di Pelabuhanratu yang kemudian disingkat

Ikb-PENGRUMPON-Ekologi. Atribut yang dipertimbangkan dalam analisis

MDS dari dimensi ekologi ini terdiri dari: (1) tingkah laku ikan di sekitar

rumpon, (2) suhu perairan, (3) salinitas perairan, (4) arus perairan, (5) kedalaman

atraktor rumpon di perairan, (6) zona/kawasan pengelolaan rumpon di perairan,

dan (7) batas wilayah administrasi pengelolaan rumpon di perairan.

Berdasarkan hasil analisis MDS, diketahui nilai indeks keberlanjutan

pengelolaan rumpon dari dimensi ekologi (Ikb-PENGRUMPON-Ekologi) adalah

57,14 pada skala keberlajutan 1 – 100. Nilai indeks ini menunjukkan bahwa dari

analisis tujuh atribut yang ada, status keberlanjutan pengelolaan rumpon di

perairan Pelabuhanratu termasuk kategori ”cukup” secara ekologi. Menurut

Kruskal dalam Jhonson dan Wichern (1992), kategori cukup bila nilai indeks

berada pada kisaran 51 – 75. Gambar 5.1 memperlihatkan hasil analisis MDS

Page 2: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

76

yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat

Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi ekologi.

57.14

BAD

DOWN

GOOD

UP

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X Setelah Rotasi : Skala Keberlanjutan

Sum

bu

YSete

lah

Rota

si

Ikb-PENGRUMPON-Ekologi Titik Referensi Utama

Titik Referensi Tambahan

Gambar 5.1 Hasil analisis MDS yang menunjukkan nilai Ikb-PENGRUMPON-

Ekologi di Barat Daya perairan Pelabuhanratu

Untuk mengetahui atribut sensitif yang memberikan kontribusi terhadap

nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon dari dimensi ekologi, maka

dilakukan analisis leverage. Berdasarkan hasil analisis leverage yang dilakukan,

diketahui bahwa atribut zona/kawasan pengelolaan rumpon merupakan atribut

yang paling tinggi kontribusinya yaitu dengan nilai 12,37. Sedangkan atribut

lainnya yang kontribusinya cukup besar terhadap nilai indeks keberlanjutan

pengelolaan rumpon dari dimensi ekologi adalah arus perairan dengan nilai 9,37,

suhu perairan dengan nilai 8,38, dan salinitas perairan dengan nilai 6,49. Secara

detail kontribusi setiap atribut terkait dimensi ekologi disajikan pada Gambar

5.2.

Page 3: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

77

Analisis Leverage Dimensi Ekologi

1.23

8.38

6.49

9.37

2.73

12.37

3.17

0 2 4 6 8 10 12 14

Tingkah laku ikan

Suhu perairan

Salinitas perairan

Arus perairan

Kedalaman atraktor rumpon di perairan

Zona/kaw asan pengelolaan rumpon

Batas w ilayahA

trib

ut

Perubahan Root Mean Square (RMS) Ordinasi Jika Salah Satu Atribut Dihilangkan

(pada Skala Keberlanjutan 0 - 100)

Gambar 5.2 Peran masing-masing atribut dari dimensi ekologi yang dinyatakan

dalam bentuk perubahan nilai RMS

5.1.1.2 Status Keberlanjutan Pengelolaan Rumpon dari Dimensi Ekonomi

Analisis Multidimensional Scaling (MDS) terkait status keberlanjutan

pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi ekonomi

dilakukan dengan mempertimbangkan enam atribut yang relevan. Adapun

keenam atribut tersebut adalah : (1) rasio usaha perikanan tangkap yang

bergantung rumpon dianalisis, (2) pertumbuhan usaha pendukung penangkapan,

(3) nilai B/C ratio usaha pennagkapan ikan di sekitar rumpon, (4) kontribusi

terhadap PAD, (5) pendapatan nelayan rumpon (terutama nelayan skala kecil),

dan (6) konsumsi rumah tangga nelayan rumpon (terutama nelayan skala kecil)

diukur dari konsumsi beras per tahun.

Dari analisis MDS yang dilakukan, diketahui bahwa nilai indeks

keberlanjutan pengelolaan rumpon di perairan Pelabuhanratu dari dimensi

ekonomi (Ikb-PENGRUMPON-Ekonomi) adalah 82,67 pada skala keberlajutan

1 – 100. Berdasarkan nilai indeks tersebut, maka status keberlanjutan

pengelolaan rumpon di perairan Pelabuhanratu termasuk kategori ”baik” secara

ekonomi karena nilainya berada pada kisaran 76 - 100. Hal ini berarti

pengelolaan rumpon di perairan Pelabuharatu dilihat dari dimensi ekonomi telah

memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan dimensi ekologi.

Gambar 5.3 memperlihatkan hasil analisis MDS terkait status keberlanjutan

pengelolaan rumpon dari dimensi ekonomi.

Page 4: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

78

82.67

BAD GOOD

DOWN

UP

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X Setelah Rotasi : Skala Keberlanjutan

Sum

bu

YSete

lah

Rota

si

Ikb-PENGRUMPON-Ekonomi Titik Referensi Utama

Titik Referensi Tambahan

Gambar 5.3 Hasil analisis MDS yang menunjukkan nilai Ikb-PENGRUMPON-

Ekonomi di Barat Daya perairan Pelabuhanratu

Untuk mengetahui jenis-jenis atribut yang sensitif memberikan kontribusi

terhadap nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon dari dimensi ekonomi

tersebut, maka disajikan hasil analisis leverage pada Gambar 5.4.

Analisis Leverage Dimensi Ekonomi

6.96

5.45

3.21

4.24

8.72

5.08

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Rasio usaha perikanan tangkap bergantung rumpon

Pertumbuhan usaha pendukung penangkapan

Nilai B/C ratio

Kontribusi terhadap PAD

Pendapatan nelayan rumpon (terutama nelayan kecil)

Konsumsi RTN rumpon (terutama nelayan skala kecil)

Atr

ibu

t

Perubahan Root Mean Square (RMS) Ordinasi Jika Salah Satu Atribut Dihilangkan

(pada Skala Keberlanjutan 0 - 100)

Gambar 5.4 Peran masing-masing atribut dari dimensi ekonomi yang

dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai RMS

Page 5: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

79

Berdasarkan Gambar 5.4, diketahui bahwa atribut pendapatan nelayan

rumpon (terutama nelayan kecil) merupakan atribut yang paling sensitif yaitu

dengan nilai 8,72, kemudian berturut-turut diikuti oleh atribut rasio usaha

perikanan tangkap yang bergantung pada rumpon dengan nilai 6,96,

pertumbuhan usaha pendukung penangkapan dengan nilai 5,45, dan konsumsi

rumah tangga nelayan / RTN rumpon (terutama nelayan skala kecil) dengan nilai

5,08.

5.1.1. 3 Status Keberlanjutan Pengelolaan Rumpon dari Dimensi Teknologi

Analisis Multidimensional Scaling (MDS) terkait status keberlanjutan

pengelolaan rumpon di perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi dilakukan

dengan mempertimbangkan enam atribut yang relevan. Adapun keenam atribut

tersebut adalah : (1) penerapan teknologi ramah lingkungan, (2) rasio hasil

tangkapan terhadap TAC, (3) keuntungan nelayan dari penangkapan di sekitar

rumpon, (4) tingkat investasi pengusahaan rumpon, (5) penggunaan BBM untuk

penangkapan di rumpon, dan (6) Tingkat akuntabilitas (pemenuhan ketentuan

hukum dan perundang-undangan berlaku (CCRF, UU No 31/2002 tentang

Perikanan, Peraturan Daerah, dan hukum adat). Gambar 5.5 memperlihatkan

hasil analisis MDS terkait status keberlanjutan pengelolaan rumpon dari dimensi

teknologi tersebut.

47.20

DOWN

BAD GOOD

UP

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X Setelah Rotasi : Skala Keberlanjutan

Sum

bu

YSete

lah

Rota

si

Ikb-PENGRUMPON-Teknologi Titik Referensi Utama

Titik Referensi Tambahan

Gambar 5.5 Hasil analisis MDS yang menunjukkan nilai Ikb-PENGRUMPON-

Teknologi di barat Daya perairan Pelabuhanratu

Page 6: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

80

Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan

pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi

teknologi (Ikb-PENGRUMPON-Teknologi) adalah 47,20 pada skala

keberlajutan 1 – 100. Untuk mengetahui jenis-jenis atribut yang sensitif terhadap

nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon dari dimensi ekonomi tersebut

diperlukan hasil analisis leverage. Seperti pada Gambar 5.6

Analisis Leverage Dimensi Teknologi

6.23

5.45

4.36

8.12

7.64

1.29

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Penerapan teknologi ramah lingkungan

Rasio hasil tangkapan terhadap TAC

Keuntungan nelayan dari penangkapan di sekitar

rumpon

Tingkat investasi pengusahaan rumpon

Penggunaan BBM untuk penangkapan di rumpon

Tingkat akuntabilitas

Atr

ibu

t

Perubahan Root Mean Square (RMS) Ordinasi Jika Salah Satu Atribut Dihilangkan

(pada Skala Keberlanjutan 0 - 100)

Gambar 5.6 Peran masing-masing atribut dari dimensi teknologi yang

dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai RMS

Hasil analisis leverage pada Gambar 5.6 memperlihatkan peran masing-

masing atribut dalam memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan

pengelolaan rumpon dari dimensi teknologi di peroleh ada 4 (empat) atribut

sensitif yaitu; 1) tingkat investasi pengusahaan rumpon, 2) penggunaan BBM

untuk penangkapan di rumpon, 3) penerapan teknologi ramah lingkungan, 4)

rasio hasil tangkapan terhadap TAC.

5.1.1.4 Status Keberlanjutan Pengelolaan Rumpon dari Dimensi Sosial

Dalam analisis Multidimensional Scaling (MDS) terkait status

keberlanjutan pengelolaan rumpon di perairan Pelabuhanratu dari dimensi sosial

ini digunakan sembilan atribut untuk pertimbangan. Adapun kesembilan atribut

tersebut adalah : (1) tingkat pendidikan nelayan, (2) kemudahan mendapat

pelayanan kesehatan, (3) status penggunaan bahan berbahaya, (4) Pengaruh

Page 7: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

81

terhadap habitat, (5) keamanan bagi nelayan, (6) keamanan hasil tangkapan

sekitar rumpon bagi konsumen, (7) potensi konflik stakeholders (antar nelayan),

(8) pengaruh terhadap keanekaragaman hayati dan (9) pengaruh terhadap ikan-

ikan yang dilindungi. Adapun hasil MDS tersebut diperlihatkan pada Gambar

5.7.

66.52

BAD GOOD

DOWN

UP

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X Setelah Rotasi : Skala Keberlanjutan

Sum

bu

XSete

lah

Rota

si

Ikb-PENGRUMPON-Lingkungan-Sosial

Titik Referensi Utama

Titik Referensi Tambahan

Gambar 5.7 Hasil analisis MDS yang menunjukkan nilai Ikb-PENGRUMPON-

Sosial di Barat Daya perairan Pelabuhanratu

Berdasarkan analisis MDS yang dilakukan, diketahui bahwa nilai indeks

keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari

dimensi sosial (Ikb-PENGRUMPON-Sosial) adalah 66,52 pada skala

keberlajutan 1 – 100. Bila mengacu kepada kategori indeks, maka status

keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu

termasuk kategori ”cukup” secara dimensi sosial karena nilainya berada pada

kisaran 51 - 75.

Untuk mengetahui jenis-jenis atribut yang sensitif memberikan

kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon dari dimensi

sosial, maka pada Gambar 5.8 disajikan hasil analisis leverage terhadap setiap

atribut yang dipertimbangkan. Berdasarkan Gambar 5.8 tersebut, diketahui

bahwa diperoleh 5(lima) atribut sensitif dalam pengelolaan rumpon dimensi

Page 8: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

82

sosial yaitu: 1) atribut pengaruh terhadap ikan-ikan yang dilindungi, 2) atribut

pengaruh terhadap ikan-ikan yang dilindungi, 3) potensi konflik stakeholders, 4)

pengaruh terhadap habitat, 5) pengaruh terhadap keanekaragaman hayati.

Analisis Leverage Dimensi Lingkungan Sosial

2.37

2.12

3.94

4.32

1.25

0.46

4.42

3.12

5.25

0 1 2 3 4 5 6

Tingkat pendidikan nelayan

Kemudahan mendapat pelayan kesehatan

Status penggunaan bahan berbahaya

Pengaruh terhadap habitat

Keamanan bagi nelayan

Keamanan hasil tangkapan bagi konsumen

Potensi konflik stakeholders

Pengaruh terhadap keanekaragaman hayati

Pengaruh terhadap ikan-ikan yang dilindungi

Atr

ibu

t

Perubahan Root Meran Square (RMS) Ordinasi Jika Salah Satu Atribut Dihilangkan

(pada Skala Keberlanjutan 0 - 100)

Gambar 5.8 Peran masing-masing atribut dari dimensi sosial yang dinyatakan

dalam bentuk perubahan nilai RMS

5.1.2 Status Keberlajutan Pengelolaan Rumpon dengan Keterpaduan

Dimensi Pengelolaan (Multidimensi)

Gambar 5.9 memperlihatkan hasil analisis MDS detail tentang nilai

indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu

dari pertimbangan terpadu dimensi ekologi, ekonomi, teknologi dan lingkungan

sosial. Berdasarkan Gambar 5.9, diketahui bahwa nilai Ikl-PENGRUMPON-

Pelabuhanratu sebesar 55,96 pada skala keberlanjutan 1 – 100. Nilai indeks ini

berada pada kisaran 51 – 75 sehingga status keberlanjutan pengelolaan rumpon

di Barat Daya perairan Pelabuhan termasuk kategori ”cukup” berdasarkan

keterpaduan semua dimensi pengelolaan yang ada.

Page 9: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

83

55.96

UP

DOWN

GOODBAD

-60

-40

-20

0

20

40

60

0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X Setelah Rotasi : Skala Keberlanjutan

Sum

bu

YSete

lah

Rota

si

Ikb-PENGRUMPON-Pelabuhanratu

Titik Referensi Utama

Titik Referensi Tambahan

Gambar 5.9 Hasil analisis MDS yang menunjukkan nilai Ikb-PENGRUMPON-

di Barat Daya Perairan Pelabuhanratu

Adapun nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, ekonomi, teknologi

dan sosial digambarkan dengan diagram layang (kite diagram, seperti Gambar

5.10.

Gambar 5.10 Kite diagram keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Dayaperairan Pelabuhanratu

Dari 28 atribut dimensi yang dianalisis, terdapat17 atribut sensitif yang

berpengaruh atau perlu diintervensi untuk meningkatkan status keberlanjutan

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00Ekologi

Ekonomi

Teknologi

Lingkungan Sosial

Page 10: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

84

pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu Jawa Barat. Atribut-

atribut sensitif tersebut adalah seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Atribut yang sensitif mempengaruhi indeks keberlanjutan pengelolaanrumpon di perairan pelabuhanratu

No Dimensi Pengelolaan Atribut Yang Sensitif1 Ekologi Zona/kawasan pengelolaan rumpon

Arus perairan Suhu perairan Salinitas perairan

2 Ekonomi Pendapatan nelayan rumpon (terutamanelayan kecil)

Rasio usaha perikanan tangkap yangbergantung pada rumpon

Pertumbuhan usaha pendukungpenangkapan

Konsumsi rumah tangga nelayan / RTNrumpon (terutama nelayan skala kecil)

3 Teknologi Tingkat investasi pengusahaan rumpon Penggunaan BBM untuk penangkapan

di rumpon Penerapan teknologi ramah lingkungan Rasio hasil tangkapan terhadap TAC

4 Sosial Pengaruh terhadap ikan-ikan yangdilindungi

Potensi konflik stakeholders Pengaruh terhadap habitat Status penggunaan bahan berbahaya Pengaruh terhadap keanekaragaman

hayati

Untuk mengetahui apakah hasil analisis MDS untuk setiap dimensi

maupun untuk keterpaduan dimensi (multidimensi) layak dan menyerupai

kondisi sebenarnya kegiatan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan

Pelabuhanratu, maka perlu dilakukan uji terhadap koefisien diterminasi (R2) dan

stress. Bila hasil uji statistik tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka

perlu dilakuan kroscek dan penambahan atribut baru dalam analisis. Adapun

hasil uji statistik terhadap koefisien diterminasi (R2) dan stress di tampilkan

pada Tabel 5.2.

Page 11: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

85

Tabel 5.2 Hasil uji statistik terhadap koefisien diterminasi (R2) dan stress

Hasil UjiMulti

DimensiDimensiEkologi

DimensiEkonomi

DimensiTeknologi

DimensiLingkungan

Sosial

Stress 0.21 0.2 0.13 0.22 0.19

R2 0.95 0.96 0.98 0.95 0.96

Selanjutnya dalam analisis keberlanjuta juga dilakukan uji Monte Carlo,

yaitu untuk mengkroscek hasil pengujian tingkat kepercayaan nilai indeks

keberlanjutan pengelolaan rumpon baik untuk setiap dimensi maupun untuk

keterpaduan dimensi dengan hasil uji Monte Carlo tersebut. Hasil analisis

Monte Carlo tersebut disajikan pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Hasil analisis Monte Carlo terkait nilai indeks keberlanjutan

Nilai Indeks KeberlanjutanDimensi Pengelolaan Analisis

MDSAnalisis

Monte Carlo

Keterangan

Multidimensi 55.96 56.21 Identik

Dimensi Ekologi 57.14 57.05 Identik

Dimensi Ekonomi 82.67 82.81 Identik

Dimensi Teknologi 47.20 47.33 Identik

Dimensi Sosial 66.52 66.48 Identik

5.1.3 Atribut Kunci

Untuk menentukan atribut kunci yang merupakan dasar dalam

penyusunan alternatif kebijakan pengelolaan rumpon yang berkelanjutan di Barat

Daya perairan Pelabuhanratu, diperlukan analisis keterkaitan dari atribut

existing conditon yang berpengaruh (sensitif) dalam analisis keberlanjutan

pengelolaan rumpon. Hasil analisis keterkaitan atribut berpengaruh (sensitif)

tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.11

Page 12: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

86

Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang

Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji

Konsumsi

RTN rumpon Pengaruh thd habitat

Penerapan teknologi

ramah lingkungan

Penggunaan BBMTingkat investasi

pengusahaan rumpon

Pertumbuhan usaha

pendukung penangkapan

Pendapatan

nelayan rumpon

Rasio UPT bergantung

rumpon

Arus perairan

Zona pengelolaan rumpon

Salinitas perairanPengaruh terhadap

keanekaragaman hayati

Suhu perairan

Status penggunaan

bahan berbahaya

Rasio hasil

tangkapanPotensi konflik

Pengaruh terhadap

ikan yg dilindungi

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00

Ketergantungan

Pengaru

hpotensi konflik

Gambar 5.11 Tingkat kepentingan atribut sensitif yang berpengaruh dalamanalisis keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairanPelabuhanratu

Berdasarkan Gambar 5.11, terdapat empat atribut dengan ketergantungan

dan pengaruh tinggi dan tiga atribut dengan pengaruh tinggi dalam pengelolaan

rumpon. Atribut yang mempunyai ketergantungan dan pengaruh tinggi ada 4

atribut yaitu tingkat investasi pengusahaan rumpon, zona/kawasan pengelolaan

rumpon, pendapatan nelayan rumpon (terutama nelayan kecil) dan potensi

konflik. Sedangkan atribut yang mempunyai pengaruh tinggi dalam pengelolaan

rumpon terdiri dari pengaruh terhadap ikan-ikan yang dilindungi, penggunaan

BBM, dan rasio usaha perikanan tangkap yang bergantung pada rumpon.

5.1.4 Hasil Analisis Kebijakan Pengelolaan Rumpon Yang Berkelanjutan

Berdasarkan hasil analisis kebijakan terhadap pengelolaan rumpon di

Barat Daya Pelabuhanratu, diperoleh 5 (lima) level dengan rasio kepentingannya

seperti tampilan pada Gambar 5.12

Page 13: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

87

Gambar 5.12 Struktur Hierarkhi dan rasio kepentingan Pengelolaan Rumponyang Berkelanjutan di Barat Daya Perairan Pelabuhanratu, JawaBarat.

Berdasarkan Gambar 5.12, bahwa pada level 2 struktur tersebut aktor

yang mempunyai berkepentingan utama adalah nelayan kemudian baru,

pengusaha, pemerintah dan ilmuan, lebih dirinci terlihat pada Gambar 5.13.

Level 5alternatif

Perbaikanmekanisme

pembiayaan

pengadaanrumpon dan

investasi(0.291)

Penetapanzona pengelolaan rum

pon

(0.460)

Penyediaan BBMkhususuntuk

penangkapanikan dirumpon(0.100)

Pengaturan jumlahnelayan

danarmadapenangKapan(0.149)

Level 4Sub kriteria

Level 3Dimensi/kriteria

Teknologi(0.055)

Sosial(0.262)

Pendapatannelayan(0.568)

Tingkatinvestasi

(0.071)

Pengaruhterhadapikan-ikanyang dilindungi

(0.167)

Rasio usahaperikananperairan(0.112)

Pertumbuhan UP(0.244)

KonsumsiRTN

(0.057)

Penggunaan BBM(0.571)

Teknologi RL(0.122)

Rasio TAC(0.235)

Potensi konflik( 0.497)

Pengaruh terhadap

Habitat (0.064)

Status penggunaanbahan berbahaya

(0242)

Pengaruh thdkeanekaragaman

hayati (0.037)

Ekologi(0.118)

Ekonomi(0.565)

Arusperairan(0.239)

SalinitasPerairan

(0.065)

Zona/kawasan(0.594)

Suhuperairan

(0.147)

Level 2Aktor

Pengelolaan Rumpon Yang Berkelanjutan

Pemerintah(0.155)

Pengusaha(0.247)

Ilmuan(0.057)

Nelayan(0.541)

Level 1Fokus/Tujuan

Page 14: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

88

Gambar 5.13 Hasil Analisis Kepentingan Aktor Pengelolaanrumpon

Pada level 3, yaitu dimensi yang mempengaruhi keberlanjutan

pengelolaan rumpon, diperoleh hasil kepentingan sesuai dengan Gambar 5.14.

Pada level 4 ini, dimensi ekonomi mempunyai kepentingan utama, setelah itu

diikuti oleh dimensi sosial, ekologi dan terakhir teknologi.

Gambar 5.14 Hasil Analisis Kepentingan Dimensi Pengelolaan

Pada level 4, diperoleh rasio kepentingan sub-kriteria dimensi ekonomi

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.15

Page 15: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

89

Rasio Kepentingan

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

pendapatan Nelayan

rasio Usaha Perikanan

pertumbuhan UP

konsumsi RTN

Rasio Kepentingan

Gambar 5.15. Rasio Kepentingan sub-kriteria Dimensi Ekonomi

Pada dimensi sosial, rasio kepentingan sub kriterianya ditunjukkan pada

Gambar 5.16.

Rasio kepentingan

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6Ikan

ygdilin

dung

ikonflik

habitat

baha

nbe

rbah

aya

kean

ekarag

aman

Rasio kepentingan

Gambar 5.16 Rasio Kepentingan sub-kriteria Dimensi Sosial.

Sedangkan hasil analisis AHP, sub-kriteria ekologi dan teknologi serta

rasio kepentingannya masing-masing ditampilkan pada Gambar 5.17 dan

Gambar 5.18

Page 16: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

90

Rasio Kepentingan

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

zona

arus

suhu

salinitas

Rasio Kepentingan

Gambar 5.17. Rasio Kepentingan sub-kriteria Dimensi Ekologi.

Rasio Kepentingan

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

tkt investasi

pengg. BBM

teknologi RL

rasio TAC

Rasio Kepentingan

Gambar 5.18. Rasio Kepentingan sub-kriteria Dimensi Teknologi.

Berdasarkan judgement semua stakeholder dan pakar pada setiap level

diperoleh bobot dan prioritas alternatif kebijakan pengelolaan rumpon di Barat

Daya perairan Pelabuhanratu. Hasil analisis alternatif kebijakan disajikan pada

Gambar 5.19.

Page 17: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

91

Gambar 5.19 Hasil analisis kepentingan alternatif kebijakan pengelolaan rumpon

5.2 Pembahasan

5.2.1 Analisis Keberlanjutan Dimensi Pengelolaan Rumpon di Barat Daya

Perairan Pelabuhanratu

Berdasarkan hasil analisis leverage (Gambar 5.2) dimensi ekologi, bahwa

dari 7 (tujuh) atribut dimensi ekologi yang dianalisis diperoleh 4 (empat) atribut

sensitif yaitu: 1) atribut zona/kawasan pengelolaan rumpon merupakan atribut

yang paling tinggi kontribusinya yaitu dengan nilai (12,37), 2) atribut arus

perairan dengan nilai (9,37), 3) suhu perairan dengan nilai 8,38, dan 4) salinitas

perairan dengan nilai 6,49. Atribut sensitif ini merupakan atribut pengungkit

yang dapat memberikan kontribusi besar terhadap nilai indeks keberlanjutan

pengelolaan rumpon dimensi ekologi di Barat Daya perairan Pelabuhanratu.

Atribut-atribut ini perlu menjadi perhatian dan dikelola dengan baik dalam

penentuan arah dan kebijakan dari dimensi ekologi sehingga atribut sensitif

tersebut dapat meningkatkan keberlanjutan dimensi ekologi pengelolaan

rumpon. Hal ini karena walaupun saat ini status pengelolaan rumpon sudah

termasuk berkelanjutan dalam kategori ”cukup berkelanjutan” maka diperlukan

peningkatan kategori keberlanjutan dari dimensi ekologi.

Munculnya atribut zona/kawasan pengelolaan sebagai atribut sensitif,

karena saat ini pemasangan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu belum

mempertimbangkan zona/kawasan pengelolaan rumpon secara ekologi . Hal ini

0.460

0.149

0.290

0.100

Page 18: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

92

merupakan sesuatu yang penting, karena zona merupakan ruang yang

berdasarkan karateristik biologis dan potensi sumberdaya yang merupakan daya

dukung yang berlangsung sebagai satu kesatuan ekosistem. Zona ini merupakan

suatu hasil dari analisis ruang yang menyangkut kualitas-kualitas fisik dan

sesuatu pernyataan mengenai pola kesesuaian dan penggunaan sumberdaya yang

ada serta dapat merupakan petunjuk menyeluruh bagi perencanaan.

Dengan tidak adanya pengaturan dari zona pemanfaatan dan pemasangan

rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu, maka sumberdaya yang

dimanfaatkan dalam jangka panjang akan terancam. Selain itu, akibat belum

adanya zona/kawasan pemasangan rumpon cenderung akan menimbulkan

konflik penggunaan ruang di laut tersebut yang sangat menentukan

keberlanjutan rumpon. Berdasarkan data dilapangan bahwa konflik yang terjadi

berkaitan dengan rumpon adalah perebutan fishing ground,

pencurian/pengrusakan rumpon, jalur pelayaran dan konflik wilayah

pengelolaan. Mengacu pada nilai sensitifitas atribut zona/kawasan cukup besar,

oleh karena itu perlu pengaturan zona/kawasan agar pemasangan rumpon

dilakukan pada zona/kawasan pemanfaatan atau pada zona/kawasan pemanfaatan

terbatas yang telah disepakati oleh semua yang berkepentingan dan ditetapkan

secara hukum sehingga secara sifnifikan meningkatkan status keberlanjutan

rumpon secara ekologi.

Atribut arus, salinitas dan suhu perairan muncul sebagai atribut sensitif

muncul karena berkaitan kesesuaian penempatan rumpon dengan parameter

fisika dan kimia yang merupakan daya dukung perairan dalam arti lingkungan

perairan tempat kehidupan ikan yang berasosiasi dengan rumpon. Produktivitas

jangka panjang suatu stok ikan berkaitan dengan daya dukung atau lingkungan

perairan. Apabila daya dukung perairan terhadap ikan target rendah maka

produktifitasnya juga rendah sehingga mempengaruhi keberlanjutan dari rumpon

yang dipasang atau yang dimanfaatkan. Berdasarkan data diperoleh di lapangan,

di lokasi pemasangan rumpon suhu perairan adalah 22,2-22,7°C, salinitas

29,34‰ dan arus sebesar 0,75 knot. Menurut Cayre (1991), bahwa suhu

optimal dari ikan madidihang adalah 25-27°C, salinitas perairan yang optimal

bagi ikan tuna sebesar 33‰ dan arus perairan 0,75 knot (Gooding dan

Page 19: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

93

Magnuson (1967). Nilai ini mencerminkan bahwa untuk daya dukung perairan

cukup baik sehingga tingkah laku ikan berasosiasi dengan rumpon juga cukup

mendukung, namun diperlukan lokasi yang optimal untuk mendukung

kesesuaian ikan target yang akan ditangkap. Menurut Batubara (1981), bahwa

kisaran suhu optimum dari jenis ikan tuna mata besar adalah 17 - 23°C pada

kedalaman 50 – 400 meter, madidihang adalah 14 - 22ºC pada kedalaman 200 –

300 meter. Selanjutnya disampaikan bahwa jenis ikan tuna dan cakalang pada

umumnya menghuni perairan dengan salinitas 18 - 38‰. Khusus untuk atribut

arus, penempatan rumpon di laut sangat dipengaruhi oleh kekuatan arus. Jika

arus perairan di laut besar maka keberadaan rumpon dapat terancam karena

rumpon bisa hanyut, dan sebaliknyai jika arus terlalu rendah juga tidak

mendukung produktifitas perairan. Oleh karena itu arus merupakan parameter

yang harus diperhatikan untuk keberlanjutan pemasangan dan pemanfaatan

rumpon di laut. Saat ini, penempatan rumpon di Barat Daya perairan

Pelabuhanratu mendukung keberlanjutan rumpon, hal ini dapat dibuktikan bahwa

jenis ikan yang ditangkap di rumpon selalu meningkat yang didominasi ikan

target yaitu ikan cakalang (K.Pelamis) dan jenis tuna (Thunnus,sp). Sesuai hasil

penelitian Martosubroto dan Malik (1989) bahwa sebaran kedua jenis ikan

tersebut diantaranya banyak terdapat di perairan Selatan Jawa dan hidup

berasosiasi dengan rumpon (Subani,1958). Hasil tangkapan ikan di perairan

Pelabuhanratu dengan adanya rumpon menjadi meningkat yaitu pada tahun 2004

(sebelum ada rumpon) poroduksi ikan tuna dan cakalang sebesar 793.813 kg,

sedangkan pada tahun 2005, 2006, 2007 berturut-turut (setelah ada rumpon)

yaitu 1.912.369 kg, 1.383,673 kg, 2.030.657 kg. Peningkatan dari produksi tuna

pada tahun 2005 disebabkan karena meningkatnya jumlah armada penangkapan

ikan dan nelayan yang menangkap ikan dengan menggunakan alat bantu rumpon.

Sesuai dengan teori Hochachka (1979) dalam Longhurst dan Pauly (1987) yang

menyatakan secara universal ikan tertarik pada benda terapung dan berasosiasi

dengan benda tersebut dalam hal ini rumpon sehingga membentuk scooling dan

menjadikan fishing ground baru bagi nelayan (Monintja,1995). Namun

berdasarkan hasil penelitian Nahib (2007), harga ikan semakin meningkat maka

cenderung effort penangkapan meningkat sehingga produksi meningkat, namun

Page 20: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

94

dampak jangka panjang keberadaan rumpon akan menimbulkan produksi

semakin meningkat sehingga mengakibatkan penurunan stok ikan dan pada titik

tertentu akan menimbulkan keuntungan sumberdaya tidak lagi diperoleh.

Berdasarkan hasil analisis leverage dimensi ekonomi (Gambar 5.4),

diketahui bahwa atribut pendapatan nelayan rumpon (terutama nelayan kecil)

merupakan atribut yang paling sensitif yaitu dengan nilai 8,72, kemudian

berturut-turut diikuti oleh atribut rasio usaha perikanan tangkap yang bergantung

pada rumpon dengan nilai 6,96, pertumbuhan usaha pendukung penangkapan

dengan nilai 5,45, dan konsumsi rumah tangga nelayan / RTN rumpon (terutama

nelayan skala kecil) dengan nilai 5,08.

Atribut pendapatan nelayan yang memanfaatkan rumpon di Barat Daya

perairan Pelabuhanratu dari dimensi ekonomi muncul sebagai atribut sensitif

dengan nilai yang paling besar dibandingkan dengan atribut sensitif lainnya

dimensi ekonomi, karena dengan adanya rumpon sebagai alat bantu penangkapan

ikan jumlah hasil tangkapan meningkat sehingga pendapatan nelayan meningkat

dengan kata lain memberikan manfaat yang signifikan. Begitu juga dengan

munculnya atribut rasio usaha perikanan tangkap yang bergantung pada rumpon

sebagai atribut sensitif disebabkan karena dengan pemanfaatan rumpon sebagai

alat bantu penangkapan ikan rasio usaha penangkapan ikan yang bergantung

pada rumpon semakin meningkat. Atribut sensitif lainnya pada pengelolaan

rumpon yang berkelanjutan dimensi ekonomi adalah pertumbuhan usaha

pendukung penangkapan karena dengan semakin berkembangnya usaha rumpon

maka semakin meningkatnya usaha pendukung penangkapan ikan lainnya. Hal

ini dapat dilihat bahwa, jumlah nelayan yang menangkap dengan alat bantu

rumpon semakin meningkat dan jumlah armada penangkapan juga meningkat

maka usaha perikanan tangkap yang berkaitan dengan rumpon juga semakin

meningkat. Atribut lainnya yang muncul sebagai atribut sensitif adalah

konsumsi rumah tangga nelayan, karena dengan meningkatnya pendapatan

nelayan maka kebutuhan akan konsumsi rumah tangga nelayan yang dicirikan

dengan konsumsi beras semakin meningkat. Agar nilai indeks keberlanjutan

dapat meningkat maka diperlukan penekanan pada atribut-atribut sensitif

tersebut.

Page 21: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

95

Berdasarkan nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi (Gambar 5.6),

maka status keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan

Pelabuhanratu termasuk kategori ”kurang” secara teknologi karena nilainya

berada pada kisaran 26 – 50, artinya pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan

Pelabuhanratu dari dimensi teknologi tidak berkelanjutan. Bila melihat Gambar

5.6 tersebut, maka atribut sensitif yang paling tinggi berurutan adalah tingkat

investasi pengusahaan rumpon dengan nilai 8,12, penggunaan BBM untuk

penangkapan di rumpon dengan nilai 7,64, penerapan teknologi ramah

lingkungan dengan nilai 6,23, dan rasio hasil tangkapan terhadap TAC dengan

nilai 5,45. Tingkat akuntabilitas tidak memberikan kontribusi besar terhadap

indeks keberlanjutan dari dimensi teknologi bisa jadi karena dalam pengelolaan

rumpon saat ini belum terlalu dibutuhkan. Berarti dalam pengelolaan rumpon di

Barat Daya perairan Pelabuhanratu atribut sensitif ini tidak dikelola dengan baik

Hal ini terlihat bahwa penggunaan teknologi rumpon laut dalam sebagai alat

bantu penangkapan ikan tuna dan cakalang memerlukan teknologi yang lebih

komplek dibandingkan dengan rumpon laut dangkal. Oleh karena itu diperlukan

investasi yang besar. Munculnya atribut tingkat investasi pengusahaan rumpon

sebagai atribut sensitif karena pemanfaatan rumpon dilakukan oleh nelayan skala

kecil yang mempunyai modal terbatas, dan sesuai dengan CCRF (1995) bahwa,

penggunaan teknologi penangkapan dan alat bantu penangkapan hendaknya

investasi rendah. Saat ini pemasangan dan pembuatan rumpon berasal dari

bantuan pemerintah, dan pengusaha perikanan. Nelayan skala kecil hanya

sebagai pemanfaatan rumpon dan pendapatan nelayan dilakukan sistim bagi hasil

dengan pemilik investasi.. Berdasarkan hasil analisis di lapangan bahwa untuk

membuat satu unit rumpon laut dalam di Barat Daya perairan Pelabuhanratu

diperlukan biaya di atas Rp. 50.000.000,- bahkan sampai dengan Rp 102.000.000

(pada kedalaman > 400 m). Apabila nelayan tersebut akan berinvestasi untuk

pembuatan teknologi rumpon laut dalam ini maka dalam lima tahun pendapatan

bersihnya hanya lebih kurang Rp 45.000.000,-, artinya penerimaan bersih baru

dapat diterima pada tahun ke-5 yaitu dalam satu bulan hanya Rp.750.000,-. Oleh

karena itu pengelolaan rumpon dengan teknologi rumpon laut dalam sebaiknya

dilakukan dengan berkelompok. Dengan demikian atribut ini perlu perhatian

Page 22: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

96

dalam pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu agar dapat

berkelanjutan.

Atribut penggunaan BBM untuk penangkapan ikan menjadi atribut

sensitif dimensi teknologi, karena biaya operasional penggunaan BBM untuk

penangkapan ikan 50-60% dari biaya total operasional penangkapan ikan. Sesuai

dengan CCRF (1995) hendaknya mengkonsumsi bahan bakar minyak rendah.

Padahal saat ini, lokasi pemasangan rumpon cukup jauh dengan waktu tempuh

menuju rumpon 26- 36 jam maka diperlukan suatu cara untuk menghemat BBM

yang digunakan. Alat tangkap yang digunakan adalah pancing, dimana saat ini

belum selektif karena ukuran pancing yang digunakan belum distandarkan

sehingga ikan-yang ditangkap cenderung berukuran kecil (baby tuna). Saat ini ,

usaha perikanan tangkap yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN

Pelabuhanratu yang ada lebih mengandalkan hasil tangkapan, dan bukan

bagaimana pengelolaan rumpon diantara anggota kelompok nelayan. Atribut

sensitif lainnya adalah penerapan teknologi ramah lingkungan, rasio hasil

tangkapan terhadap TAC dan keuntungan nelayan dari penangkapan di sekitar

rumpon disebabkan karena dengan penerapan teknologi ramah lingkungan

melalui selektifitas alat tangkap maka rasio penangkapan akan tidak melebihi

TAC sehingga keuntungan nelayan menangkap ikan di sekitar rumpon selalu

berkelanjutan. Semua atribut sensitif harus menjadi perhatian berdasarkan

dengan CCRF (1995) sehingga dapat meningkatkan status keberlanjutan

pengelolaan rumpon di barat Daya perairan Pelabuhanratu. Namun demikian,

selain atribut sensitif, atribut tingkat akuntabilitas tetap menjadi perhatian karena

harus menggunakan prinsip kehati-hatian dengan aturan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan hasil analisis leverage dimensi sosial (Gambar 5.8), atribut

pengaruh terhadap ikan-ikan yang dilindungi merupakan atribut yang paling

tinggi kontribusinya terhadap status keberlanjutan pengelolaan rumpon yaitu

dengan nilai 5,25. Sedangkan atribut lainnya yang kontribusinya cukup besar

terhadap nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon dari dimensi sosial

adalah potensi konflik stakeholders dengan nilai 4,42, pengaruh terhadap habitat

dengan nilai 4,32, status penggunaan bahan berbahaya dengan nilai 3,94, dan

pengaruh terhadap keanekaragaman hayati dengan nilai 3,12. Keamanan hasil

Page 23: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

97

tangkapan bagi konsumen merupakan atribut yang paling rendah kontribusinya

terhadap indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di perairan Pelabuharatu.

Hal ini bisa jadi karena hasil tangkapan rumpon memang tidak berbahaya

sehingga tidak terlalu dipermasalahkan secara sosial. Atribut sensitif pengaruh

terhadap ikan-ikan yang dilindungi muncul karena saat ini tingkat sosial dari

nelayan yang memanfaatkan rumpon sebagian besar rendah maka mereka tidak

mempedulikan jenis dan ukuran ikan yang diperbolehkan di tangkap. Hal ini

terbukti dengan banyaknya ikan-ikan yang berukuran kecil (baby tuna)

tertangkap dan tetap dijual. Hal ini sangat penting menjadi perhatian karena

apabila tidak dilakukan perhatian melalui penyuluhan oleh pembina sehingga

kelestarian sumberdaya ikan tetap lestari. Munculnya atribut sensitif potensi

konflik stakeholders karena adanya kecemburuan sosial antara nelayan yang

memanfaatkan rumpon dengan nelayan yang tidak memanfaatkan sehingga

dalam operasi penangkapan cenderung menimbulkan konflik. Atribut pengaruh

terhadap habitat muncul sebagai atribut sensitif karena keberadaan rumpon akan

mempengaruhi habitat sumberdaya ikan apabila tidak ditempatkan tidak sesuai

dapat mengakibatkan kerusakan habitat sumberdaya laut lainnya.

Begitu juga untuk atribut sensitif status penggunaan bahan berbahaya dan

pengaruh terhadap keanekaragaman hayati. Kedua atribut sensitif tersebut

berkaitan dengan tingkat pendidikan nelayan yang rendah maka cenderung

memperoleh hasil tangkapan dengan cara destruktif sehingga mengakibatkan

terancamnya keanekaragaman hayati. Oleh karena itu atribut ini perlu dikelola

dengan baik agar kelestarian sumberdaya laut dalam mendukung keberadaan

rumpon dapat berkelanjutan. Agar indeks keberlanjutan dimensi sosial dapat

ditingkatkan maka diperlukan perhatian terhadap atribut-atribut sensitif

disampaing atribut lainnya.

5.2.2 Analisis Keberlanjutan Multi Dimensi Pengelolaan Rumpon di

Barat Daya Perairan Pelabuhanratu

Status keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan

Pelabuhanratu ini ditentukan melalui pertimbangan menyeluruh dengan kata lain

multidimensi dari dimensi pengelolaan yang ada. Terkait dengan ini, maka

dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi teknologi, dan dimensi sosial yang

Page 24: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

98

sebelumnya dianalisis secara tersendiri akan digabungkan sehingga didapatkan

nilai indeks keberlanjutan terpadu yang disingkat dengan Ikl-PENGRUMPON-

Pelabuhanratu. Berdasarkan Gambar 5.9, bahwa nilai indeks keberlanjutan

secara multidimensi (ekologi, ekonomi, teknlogi, sosial) diperoleh 55,96 yang

berarti pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu termasuk

berkelanjutan dengan kategori cukup. Walaupun indeks keberlanjutan

multidimensi pengelolaan rumpon di Barat daya perairan Pelabuhanratu saat ini

(existing condition) berkelanjutan, tetapi dimensi teknologi tidak berkelanjutan

dengan kategori kurang (47,20).

Berdasarkan Tabel 5.1 ada 17 atribut yang sensitif berkontribusi terhadap

indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu.

Untuk mendukung pengelolaan yang berkelanjutan, maka atribut yang sensitif

perlu dikelola dengan baik, sehingga memberi manfaat positif bagi keberlanjutan

pengelolaan rumpon di Pelabuhanratu. Hal ini penting supaya berbagai program

dan kebijakan terkait dengan rumpon dapat dilakukan secara efektif dan efisien

sesuai dengan kebutuhan pengelolaan di lokasi.

Untuk mengetahui apakah hasil analisis MDS untuk setiap dimensi

maupun untuk keterpaduan dimensi (multidimensi) layak dan menyerupai

kondisi sebenarnya kegiatan pengelolaan rumpon di barat Daya perairan

Pelabuhanratu, maka perlu dilakukan uji terhadap koefisien diterminasi (R2) dan

stress. Bila hasil uji statistik tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka

perlu dilakuan kroscek dan penambahan atribut baru dalam analisis. Tabel 5.2

memperlihatkan hasil uji statistik terhadap koefisien diterminasi (R2) dan stress

terkait keberlanjutan pengelolaan rumpon di Pelabuhanratu. Menurut Kavanagh

dan Pitcher (2004), model yang baik ditunjukkan dengan nilai R2 di atas

kepercayaan 95% (atau dalam bentuk rasio di atas 0,95) dan nilai stress dibawah

nilai 0,25. Terkait dengan ini, maka hasil analisis MDS yang diperoleh dalam

penelitian ini sesuai dengan yang dipersyaratkan baik untuk setiap dimensi

maupun untuk keterpaduan dimensi (multidimensi). Terkait dengan ini, maka

hasil analisis tersebut layak digunakan untuk menjelaskan keempat dimensi

pengelolaan rumon yang dianalisis. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi

(semakin mendekati 1), maka hasil analisis semakin dipercaya. Sedangkan

Page 25: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

99

semakin kecil nilai stress yang diperoleh, maka semakin baik kualitas hasil

analisis yang telah dilakukan.

Untuk menguji tingkat kepercayaan nilai indeks keberlanjutan

pengelolaan rumpon baik untuk setiap dimensi maupun untuk keterpaduan

dimensi, maka perlu dilakukan kroscek mengunakan analisis Monte Carlo.

Analisis Monte Carlo merupakan analisis yang dikembangkan menggunakan

teknik random number berdasarkan teori statistika untuk mendapatkan dugaan

peluang suatu model matematis. Upaya untuk mendapatkan solusi tersebut

dilakukan dengan perhitungan berulang-ulang. Dalam kaitan dengan pengujian

nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon hasil analisis MDS ini, analisis

Monte Carlo dibutuhkan untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor

untuk atribut dari setiap dimensi pengelolaan yag ditawarkan. Kesalahan

tersebut dapat bersumber dari kesalahan prosedur pelaksanaan penelitian,

perbedaan pemahaman peneliti dalam memberi nilai untuk setiap atribut,

kesalahan dalam pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data),

stabilitas proses analisis MDS yang terganggu, nilai stress yang terlalu tinggi dan

lainnya.

Berdasarkan Tabel 5.3 terlihat bahwa hasil analisis MDS terkait indeks

keberlanjutan pengelolaan rumpon identik atau serupa dengan hasil analisis

Monte Carlo. Hasil analisis kedua metode tersebut mengindikasikan: 1)

kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut tidak ada, 2) variasi pemberian

skor akibat perbedaan opini relatif kecil, 3) proses analisis yang dilakukan secara

berulang-ulang relatif stabil, dan 4) kesalahan pemasukan data dan adaya data

yang hilang dapat dihindari. Terkait dengan hasil analisis tersebut, maka nilai

indeks keberlanjutan yang digunakan untuk menjelaskan kondisi pengelolaan

rumpon di Pelabuhanratu dari dimensi ekologi, ekonomi, teknologi, dan

lingkungan, serta keterpaduan semua dimensi tersebut layak untuk dipercaya.

5.2.3 Analisis Atribut Kunci dalam Pengelolaan Rumpon

Peningkatan indeks keberlanjutan secara multidimensi sebaiknya dilakukan

dengan mengintervensi semua atribut sensitif dari masing-masing dimensi.

Namun demikian, untuk mendapatkan artribut kunci sebagai dasar alternatif

Page 26: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

100

kebijakan, dilakukan analisis keterkaitan antar atribut sensitif. Atribut kunci

yang diperoleh mempunyai ketergantungan dan pengaruh tinggi atau minimal

mempunyai pengaruh tinggi dalam pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan

Pelabuhanratu. Tingkat ketergantungan dan pengaruh tingggi tersebut dapat

dilihat dari tingkat gangguan atribut yang serius terhadap pengelolaan bila tidak

diperhatikan, peran atribut yang hilang atau meningkat drastis tergantung kondisi

atribut, ketergantungan tinggi pelaku atau komponen pengelolaan terhadap

atribut, dan lain-lain. Untuk lebih akurat dan konprehensifnya arah dan

kebijakan yang diambil, maka tingkat pengaruh dan ketergantungan dari setiap

atribut yang sensitif tersebut perlu dianalisis.

Berdasarkan hasil analisis keterkaitan antar atribut sensitif yang dianalisis

(Gambar 5.11), terdapat empat atribut dengan ketergantungan dan pengaruh

tinggi dan tiga atribut dengan pengaruh tinggi dalam pengelolaan rumpon.

Atribut yang mempunyai ketergantungan dan pengaruh tinggi adalah tingkat

investasi pengusahaan rumpon, zona/kawasan pengelolaan rumpon, pendapatan

nelayan rumpon (terutama nelayan kecil) dan potensi konflik. Sedangkan atribut

yang mempunyai pengaruh tinggi adalah pengaruh terhadap ikan-ikan yang

dilindungi, penggunaan BBM untuk penangkapan di rumpon, dan rasio usaha

perikanan tangkap yang bergantung pada rumpon. Ketujuh atribut tersebut

menjadi “atribut kunci” yang akan dikelola dengan baik dalam suatu skenario

kebijakan pengelolaan sehingga terjadi keberlanjutan dalam pengeloalan rumpon

di Barat Daya perairan Pelabuhanratu, Jawa Barat.

Munculnya atribut tingkat investasi pengusahaan rumpon,

zona/kawasan pengelolaan rumpon, pendapatan nelayan rumpon dan potensi

konflik sebagai faktor kunci yang mempunyai ketergantungan dan pengaruh

tinggi disebabkan keempat atribut ini saling mempengaruhi dan saling

ketergantungan. Nelayan yang memanfaatkan rumpon adalah nelayan usaha

skala kecil, sedangkan investasi pemasangan rumpon cukup mahal maka saat ini

modal pemasangan dan pembuatan rumpon dilakukan oleh pemilik modal dan

pendapatan dilakukan dengan sistim bagi hasil sehingga pendapatan nelayan

tidak optimal. Jumlah nelayan yang belum memanfaatkan rumpon jauh lebih

besar dari yang telah memanfaatkan sehingga terjadi kecemburuan sosial yang

Page 27: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

101

berpotensi menimbulkan konflik. Selain itu, potensi konflik juga dapat dipicu

karena belum adanya penetapan zona pengelolaan rumpon. Sesuai hasil analis

keterkaitan atribut sensitif, maka diperoleh atribut kunci yang merupakan kunci

dalam opsi atau alternatif kebijakan yang akan di terapkan di lokasi penelitian,

sehingga alternatif tersebut ditempatkan dilevel 5 pada struktur AHP.

Berdasarkan atribut kunci tersebut maka diperoleh alternatif kebijakan

pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu yang terdiri dari:

1. Penetapan zona pengelolaan rumpon

2. Pengaturan jumlah nelayan dan armada penangkapan yang memanfaatkan

rumpon

3. Penyediaan BBM khusus untuk penangkapan ikan di rumpon

4. Perbaikan mekanisme pembiayaan pengadaan rumpon

5.2.4 Analisis Kebijakan Pengelolaan Rumpon Yang Berkelanjutan di

Barat Daya Perairan Pelabuhanratu

Rancangan hierarki ini merupakan hasil pengembangan hubungan atau

interaksi terpadu semua komponen yang terkait dengan pengelolaan rumpon di

Barat Daya perairan Pelabuhanratu, Propinsi Jawa Barat. Hal ini penting supaya

alternatif kebijakan pengelolaan rumpon yang berkelanjutan yang dipilih benar-

benar merupakan alternatif terbaik yang telah mempertimbangkan berbagai

aspek/komponen yang terkait baik secara horizontal maupun vertikal. Untuk

mendapatkan hasil yang menyeluruh dan akurat, maka digunakan AHP atau

Analitical hierarkhi Process (AHP). Model AHP digunakan untuk memilih

kebijakan yang penting untuk dilaksanakan dan yang lebih aspiratif dari empat

alternatif kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya. Kriteria yang digunakan

dalam model AHP penentuan kebijakan pengelolaan rumpon adalah kriteria

manajemen pelaksanaan pembangunan, khususnya terkait: aktor/stakeholders,

dimensi pembangunan berkelanjutan, dan kriteria pelaksanaan untuk masing-

masing prinsip pengelolaan untuk menentukan prioritas kebijakan pengelolaan

rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu. Hirarki AHP disusun dengan lima

level yang memperlihatkan tahapan proses penetapan prioritas.

Keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan

Pelabuhanratu, Propinsi Jawa Barat ditentukan oleh kondisi pengelolaan yang

Page 28: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

102

ada saat ini, pihak yang berkepentingan (aktor), dimensi dan sub kriteria yang

mempengaruhi pengelolaan rumpon, alternatif kebijakan pengelolaan yang

ditawarkan serta strategi implementasi kebijakan yang akan diterapkan.

Hasil kajian pendahuluan di lokasi penelitian ada 4 (empat) pihak yang

berkepentingan atau disebut juga aktor yang ditempatkan pada level 2 yaitu

pemerintah, pengusaha, ilmuan dan nelayan. Pada level 3 merupakan dimensi

yang mempengaruhi pengelolaan rumpon saat ini, yaitu dimensi ekologi,

ekonomi, teknologi, sosial. Hasil analisis MDS pada Sub-Bab sebelumnya telah

dikaji status keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan

Pelabuhanratu yang kemudian menjadi perhatian penting dalam analisis hierarki

menggunakan AHP ini. Berdasarkan analisis akhir dari MDS terkait tingkat

kepentingan berbagai atribut yang sensitif baik dari dimensi ekologi, ekonomi,

teknologi, dan sosial, diperoleh 17 (tujuh belas) atribut yang sensitif artinya

yang memberikan kontribusi atau pengungkit terhadap keberlanjutan pengelolaan

rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu. Atribut sensitif ini yang kemudian

digunakan untuk pencapaian dimensi yang dikelompokkan ke dalam empat

dimensi sesuai dengan dimensi pengelolaan rumpon di Pelabuhanratu yang telah

dianalisis sebelumnya. Atribut sensitif ini dalam struktur AHP merupakan sub-

kriteria dimensi, sehingga di tempatkan pada level 4 pada struktur AHP

pengelolaan rumpon yang berkelanjutan. Pada level 5, ditempatkan alternatif

kebijakan yang akan direkomendasikan untuk pengelolaan rumpon yang

berkelanjutan di Barat Daya perairan Pelabuhanratu Jawa Barat. Analisis

terhadap alternatif kebijakan ini merupakan tahapan akhir dari analisis AHP

terkait penentuan kebijakan terbaik/prioritas dalam pengelolaan rumpon yang

berkelanjutan untuk mengakomodir pihak yang berkepentingan dengan

dipengaruhi dimensi (ekologi, ekonomi, teknologi dan sosial) yang mempunyai

kepentingan yang lebih dibandingkan dengan dimensi yang lain.

Pengisian kuesioner matriks perbandingan berpasangan disampaikan

kepada stakeholders yang prominent di wilayah kajian. Keinginan dan

preferensi stakeholder merupakan aspirasi pemerintah, pengusaha, nelayan, dan

ilmuan terhadap kebijakan yang diinginkannya terkait dengan pengelolaan

rumpon yang berkelanjutan di Pelabuhanratu, baik untuk kepentingan saat ini

Page 29: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

103

maupun di masa yang akan datang. Penentuan prioritas kebijakan dilakukan

dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan agar diperoleh hasil yang

partisipatif dan akomodatif sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat

dilaksanakan dan didukung oleh semua stakeholder. Analisis dilakukan pada

setiap level dari hirarki penentuan kebijakan dalam pengelolaan rumpon yang

berkelanjutan di Barat Daya perairan Pelabuhanratu. Bobot dan prioritas yang

dianalisis adalah hasil kombinasi gabungan dari pendapat dan penilaian seluruh

stakeholder pada setiap matriks perbandingan berpasangan.

Pada level 2 (aktor) diperoleh hasil analisis yaitu nelayan mempunyai

nilai paling besar (bobot 0,542) yang berarti merupakan aktor yang mempunyai

kepentingan utama dalam penentuan kebijakan pengelolaan rumpon di Barat

Daya perairan Pelabuhanratu. Hal ini menunjukkan bahwa aspirasi nelayan

menjadi fokus perhatian dalam penentuan kebijakan yang akan diterapkan dalam

keberlanjutan rumpon. Hal ini sesuai dengan tujuan dari keberadaan rumpon

yaitu meningkatkan kesejahteraan nelayan di barat Daya perairan Pelabuhanratu.

Aktor yang menjadi prioritas kedua adalah pengusaha (bobot 0,247). Pengusaha

merupakan aktor penting dalam tahap implementasi kegiatan karena investasi

rumpon modalnya berasal dari pengusaha, sehingga keberlanjutan rumpon perlu

melibatkan pengusaha dalam tiap tahap kegiatan mulai dari perencanaan,

pelaksanaan hingga evaluasi. Oleh karena itu pengusaha dan nelayan

merupakan dua aktor yang bermitra dalam pengelolaan rumpon di Barat Daya

perairan Pelabuhanratu. Selain itu, pengusaha juga memegang peranan penting

dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya di lokasi penelitian.

Pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah dan pusat merupakan aktor

prioritas ketiga dalam pengelolaan rumpon karena memegang otoritas dalam

pengaturan keberlanjutan rumpon mulai dari perencanaan sampai dengan

evaluasi untuk menjamin kelestarian pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk

kesejahteraan masyarakat dengan didukung peran aktif ilmuwan dalam membuat

kajian ilmiah.

Pada level 3, hasil analisis rasio kepentingan setiap dimensi yang

mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan

Page 30: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

104

Pelabuhanratu diperoleh bahwa kepentingan dimensi ekonomi diperoleh pada

urutan pertama dengan rasio kepentingan sebesar 0.565, kemudian diikuti

diemnsi sosial sebesar 0.262, dimensi ekologi 0,118 dan dimensi tekonologi

sebesar 0.055 (Gambar 5.14). Hasil ini sesuai dengan urutan nilai indeks

keberlanjutan dari masing-masing dimensi yaitu keberlanjutan dimensi ekonomi

mempunyai nilai indeks paling besar yaitu 82,72, setelah itu diikuti oleh dimensi

sosial sebesar 66,52, ekologi sebesar 57,14 dan terakhir dimensi teknologi

sebesar 47,20. Hal ini merupakan indikator bahwa pada umumnya stakeholder

mementingkan aspek ekonomi karena tujuan dari keberadaan rumpon adalah

untuk meningkatkan kesejahteraan khususnya nelayan yang memanfaatkan

rumpon dan mendukung usaha yang berkaitan dengan keberadaan rumpon

dalam usaha penangkapan ikan di Barat Daya perairan Pelabuhanratu.

Pada dimensi ekologi dan sub-kriteria zona/kawasan (0.5940) yang

mempunyai kepentingan utama dibandingkan dngan sub-kriteria lainnya. Hal ini

disebabkan karena kepentingan zona/kawasan pengelolaan rumpon berkaitan

dengan kelestarian sumberdaya ikan khususnya bagi ikan target. Apabila ikan

target dari keberadaan rumpon tidak lestari maka mengakibatkan ketidak

berlanjutan rumpon dalam hal ini rumpon laut dalam karena daya dukung

sumberdaya ikan yang menurun. Namun yang lebih penting lagi, dengan adanya

zona pengelolaan rumpon maka rumpon yang dipasang dapat lebih bermanfaat

dan dapat mengurangi konflik sehingga dapat diterima oleh semua yang

berkepentingan pemanfaatan lokasi barat Daya perairan Pelabuhanratu Jawa

Barat.

Sub-kriteria penggunaan BBM (0.571) dari dimensi teknologi,

merupakan paling utama dan setelah itu baru sub-kriteria rasio total awalable

catch (TAC) (0.235) dalam keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya

perairan Pelabuhanratu. Hal ini disebabkan karena bahwa penggunaan BBM

yang rendah merupakan hal yang penting dalam usaha penangkapan ikan di laut

tergantung pada teknologi kapal yang digunakan karena merupakan komponen

biaya operasional yang terbesar. Oleh sebab itu ketersediaan dan penggunaan

BBM sangat penting dalam usaha penangkapan ikan berbasis rumpon.

Penggunaan BBM yang rendah dengan biaya yang terjangkau oleh nelayan

Page 31: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

105

merupakan salah satu kriteria pada pengelolaan perikanan secara bertanggung

jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries). TAC merupakan hal yang

penting dalam pengelolaan usaha perikanan tangkap karena penggunaan

teknologi rumpon dan alat tangkap akan berkaitan dengan jumlah ikan target

yang akan ditangkap, sehingga kelestarian sumberdaya ikan dapat dipertahankan

dengan pengaturan penangkapan ikan yang tidak melebihi TAC. Apabila jumlah

ikan yang ditangkap di Barat Daya perairan Pelabuhanratu melebihi TACnya,

maka kelestarian sumberdaya ikannya dapat menurun sehingga akan

mempengaruhi keberlanjutan rumpon yang dikelola.

Dimensi sosial mempunyai prioritas kedua dalam kepentingan

pengelolaan rumpon yang berkelanjutan disebabkan keberadaan rumpon telah

memberikan manfaat yang nyata bagi nelayan maupun bagi usaha yang berkaitan

dengan rumpon dan usaha pendukung perikanan tangkap lainnya. Namun

jumlah nelayan yang belum dapat memanfaatkan rumpon jauh lebih besar

dibandingkan dengan yang telah memanfaatkannya dan memicu potensi konflik.

Untuk itu diperlukan pengaturan dimensi sosialnya sehingga dapat

meminimalkan konflik. Pentingnya dimensi ekologi dalam pengelolaan rumpon

adalah karena mempertahankan kelestarian sumberdaya ikan yang menjadi target

penangkapan pada pengusahaan rumpon dan daya dukung perairan sehingga

rumpon dapat berkelanjutan. Dimensi teknologi pada urutan kepentingan paling

rendah disebabkan karena para responden masih beranggapan dengan

menggunakan alat tangkap yang ada sudah cukup mendapatkan hasil tangkapan

dibandingkan dengan sebelum keberadaan rumpon.

Pada level 4, sub-kriteria dari setiap dimensi pengelolaan, diperoleh hasil

analisis kepentingan setiap sub-kriteria tersebut. Pada dimensi ekonomi

(Gambar 5.15) yang merupakan prioritas kepentingan utama, diperoleh sub-

kriteria pendapatan nelayan (0.568) memiliki kepentingan utama dan kemudian

diikuti oleh sub-kriteria pertumbuhan usaha pendukung rumpon (0.244) dan rasio

usaha perikanan yang bergantung dengan keberadaan rumpon (0.122). Hal ini

disebabkan karena keberadaan rumpon memang sangat penting bagi nelayan

karena dapat meningkatkan pendapatannya dan meningkatkan pertumbuhan

Page 32: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

106

usaha pendukung rumpon serta keberadaan rumpon akan meningkatkan

ketergantungan usaha perikanan lainnya.

Pada dimensi sosial, sub-kriteria potensi konflik (0.497) merupakan

prioritas utama disamping sub-kriteria lainnya karena keberadaan rumpon sangat

berpotensi terjadinya konflik antar nelayan karena kecemburuan sosial, seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 5.16. Untuk itu perhatian dalam penanganan

konflik sangat menentukan keberlanjutan rumpon di Barat Daya perairan

Pelabuhanratu.

Pada dimensi ekologi, sub-kriteria zona/kawasan (0.5940) yang

mempunyai kepentingan utama (Gambar 5.17) dibandingkan dngan sub-kriteria

lainnya. Hal ini disebabkan karena kepentingan zona/kawasan pengelolaan

rumpon berkaitan dengan kelestarian sumberdaya ikan khususnya bagi ikan

target. Apabila ikan target dari keberadaan rumpon tidak lestari maka

mengakibatkan ketidak berlanjutan rumpon dalam hal ini rumpon laut dalam

karena daya dukung sumberdaya ikan yang menurun.

Sub-kriteria penggunaan BBM (0.571) dari dimensi teknologi (Gambar

5.18), merupakan paling utama dan setelah itu baru sub-kriteria rasio total

awalable catch (TAC) (0.235) dalam keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat

Daya perairan Pelabuhanratu. Hal ini disebabkan karena bahwa penggunaan

BBM yang rendah merupakan hal yang penting dalam usaha penangkapan ikan

di laut tergantung pada teknologi kapal yang digunakan karena merupakan

komponen biaya operasional yang terbesar. Oleh sebab itu ketersediaan dan

penggunaan BBM sangat penting dalam usaha penangkapan ikan berbasis

rumpon. Penggunaan BBM yang rendah dengan biaya yang terjangkau oleh

nelayan merupakan salah satu kriteria pada pengelolaan perikanan secara

bertanggung jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries). TAC

merupakan hal yang penting dalam pengelolaan usaha perikanan tangkap karena

penggunaan teknologi rumpon dan alat tangkap akan berkaitan dengan jumlah

ikan target yang akan ditangkap, sehingga kelestarian sumberdaya ikan dapat

dipertahankan dengan pengaturan penangkapan ikan yang tidak melebihi TAC.

Apabila jumlah ikan yang ditangkap di Barat Daya perairan Pelabuhanratu

Page 33: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

107

melebihi TACnya, maka kelestarian sumberdaya ikannya dapat menurun

sehingga akan mempengaruhi keberlanjutan rumpon yang dikelola.

Berdasarkan Gambar 5.19, alternatif penetapan zona pengelolaan rumpon

mempunyai rasio kepentingan paling tinggi yang berarti merupakan prioritas

pertama dibandingkan empat alternatif kebijakan pengelolaan rumpon lainnya,

yaitu sebesar 0,460 pada inconsistency terpercaya 0,05. Kepentingan alternatif

kebijakan perbaikan mekanisme pembiayaan pengadaan rumpon diperoleh pada

urutan kedua dengan rasio kepentingan 0,290. Sedangkan alternatif kebijakan

pengaturan jumlah nelayan dan armada penangkapan yang memanfaatkan

rumpon dan alternatif kebijakan penyediaan BBM khusus untuk penangkapan

ikan di rumpon merupakan urutan ke tiga dan keempat dengan masing-masing

rasio kepentingan sebesar 0,149 dan 0,100.

Penetapan zona pengelolaan rumpon mempunyai rasio kepentingan

paling tinggi dibandingkan empat opsi kebijakan lainnya. Kepentingan zona

pengelolaan rumpon sebenarnya sudah terlihat pada persepsi kepentingan pada

sub-kriteria dimana mempunyai kepentingan paling tinggi dibandingkan dengan

sub-kriteria lainnya.

Menurut Dahuri (2000) pembangunan kelautan dan perikanan yang

berkelanjutan di wilayah pesisir dan lautan yang diarahkan pada aspek teknis,

ekologis, sosial ekonomi dan hukum. Keterpaduan aspek ini untuk pemanfaatan

sumberdaya perikanan dan kelautan yang harus memperhatikan keharmonisan

spasil (ruang), daya dukung perairan dan pemanfaatan secara berkelanjutan.

Pengaturan ruang laut memang sesuatu yang sudah harus diperlukan dan

merupakan kebutuhan utama dalam pengelolaan perikanan dan kelautan yang

berkelanjutan. Zona merupakan ruang yang penggunaannya disepakati bersama

antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.

Penetapan zona khususnya di Selatan perairan Pelabuhanratu bertujuan sebagai

dasar dalam rangka penataan ruang laut untuk perencanaan, pemanfaatan dan

pengendalian pemanfaatan. Dengan adanya zona maka diperoleh zonasi-zonasi

yang mempertimbangkan keselarasan, keserasian keseimbangan dengan daya

dukung ekosistem, dimensi ruang dan waktu, dimensi teknologi dan sosial serta

ekonomi dan keterpaduan pemanfaatan sumberdaya. Hal ini mengingat bahwa

Page 34: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

108

di Barat Daya perairan Pelabuhanratu termasuk Teluk Pelabuhanratu yang

merupakan perairan Samudera Hindia merupakan perairan yang kaya akan

keanekaragaman sumberdaya laut.

Perairan Barat Daya pelabuhanratu mempunyai potensi juga untuk

pengembangan sumberdaya laut lainnya yaitu budidaya laut, daerah

penangkapan ikan, lokasi pemijahan penyu dan ikan-ikan tertentu dan juga

merupakan suatu kawasan wisata laut yang indah dan alur perairan kapal-kapal

penangkap ikan yang akan mendaratkan hasil tangkapannya di PPN

Pelabuhanratu. Berdasarkan hasil penelitian Nahib (2008), bahwa keberadaan

rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu telah menyebabkan peningkatan

kemampuan daya tangkap sebesar 7-10%, peningkatan produksi sebesar 22%,

dan penurunan kapasitas daya dukung 3-10%. Hal ini berarti bahwa dengan

keberadaan rumpon sangat memberikan tingkat keuntungan yang relatif baik

bagi nelayan sehingga kecenderungan semakin banyaknya rumpon yang akan

diusahan. Dalam jangka pendek memang memberikan keuntungan yang nyata

bagi nelayan, apalagi ikan hasil tangkapan rumpon mempunyai harga lebih tinggi

dibandingkan dengan yang tidak dirumpon atau penambahan jumlah rumpon

semakin meningkat, sehingga ekploitasi ikan di rumpon semakin meningkat.

Apabila hal ini dibiarkan terus menerus, maka jangka panjang dapat menurunkan

hasil tangkapan karena kapasitas daya dukungnya dalam hal ini stok sumberdaya

ikan menurun sehingga keuntungan yang diperoleh juga akan menurun.

Berdasarkan penelitian bahwa dengan keberadaan rumpon Catch Per Unit Effort

(CPUE) meningkat, namun stok atau biomass ikan pada suatu lokasi tersebut

tetap sama sehingga ketersediaan sumberdaya ikan dapat menurun.

Pengaturan zona pengelolaan rumpon merupakan hal yang sangat penting

dan prioritas utama dilakukan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya

pengaturan zona, maka zonasi dari pengelolaan dapat ditentukan sehinga jumlah

rumpon dan jumlah nelayan yang akan memanfaatkan rumpon dapat diatur dan

dipertanggung jawabkan oleh pengguna dan pemanfatan rumpon. Berdasarkan

hasil penelitian sebelumnya bahwa, di Barat Daya perairan Pelabuhanratu

termasuk Samudera Hindia merupakan daerah migrasinya ikan-ikan ekonomis

penting yaitu ikan target pada rumpon laut dalam. Oleh karena itu rumpon-

Page 35: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

109

rumpon dipasang di sekitar perairan tersebut sehingga ikan target dapat

berkumpul dan mudah ditangkap di sekitar rumpon yang dipasang. Dtambah lagi

mengingat keberadaan rumpon tersebut termasuk perairan Samudera Hindia

yang pemanfaatan ikan pelagis besar telah berstatus secara penuh, maka

Samudera Hindia yang dalam pengelolaan bersama regional yang disebut Indian

Ocean Tuna Commission (IOTC)( merupakan salah satu organisasi Regional

Fisheries Management Orgazation (RFMO) di bawah FAO), pada sidang the

10Th session of the Scientific Committee of Indian Ocean Tuna Commission,

IOTC (FAO, 2007) merekomendasikan untuk menurunkan hasil tangkapan jenis-

jenis ikan tersebut sampai pada hasil tangkapan sebelum tahun 2003 di

Samudera Hindia, bahkan IOTC telah memberikan warning terhadap rumpon-

rumpon yang dipasang di Samudera Hindia.

Dengan adanya penetapan zona pengelolaan rumpon, maka kapasitas

rumpon dapat ditentukan di suatu zonasi yang merupakan zona dengan

mempertimbangkan kesesuaian ekologi, ekonomi, sosial nelayan dan pelaku

usaha penangkapan ikan di Barat Daya perairan Pelabuhanratu, sehingga daya

dukung sumberdaya ikan target dapat berlanjut dalam jangka panjang. Selain itu

dengan penetapan dan pengaturan zona pengelolaan rumpon di Barat Daya

perairan Pelabuhanratu, pelaku usaha yang berkepentingan harus mentaatinya

sehingga akan dapat meminimalisasikan potensik konflik antar nelayan bahkan

antar pengguna kawasan laut lainnya yang merupakan ancaman yang cukup

besar dalam keberlanjutan rumpon tersebut. Penetapan zona pengelolaan

rumpon dapat dilakukan oleh pemerintah pusat bersama-sama dengan

pemerintah daerah dan instansi lainnya yang terkait yang harus ditatati oleh

pelaku usaha rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu. Untuk itu

kepentingan ilmuan dalam meneliti zona pengelolaan tersebut sangatlah penting

dalam mendukung keberlanjutan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu.

Saat ini, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Nomor 30 tahun 2004

tentang Pemanfaatan dan Pemasangan Rumpon menimbulkan beberapa

kerancuan dalam pemasangan rumpon. Pada Keputusan ini, bahwa belum diatur

secara jelas penetapan zona pemasangan rumpon, hanya lebih mengatur

kewenang pemasangan rumpon. Kewenangan pemberian izin pemasangan

Page 36: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

110

rumpon di laut pada Keputusan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang kewenangan Pemerintah Daerah yaitu, pemasangan

rumpon di perairan >12 mil dibeikan izin oleh pemerintah pusat, di perairan 4

mil – 12 mil diberikan izin oleh pemerintah provinsi dan di perairan <4 mil

diberikan izin oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Selanjutnya pada keputusan

tersebut diatur bahwa pemasangan rumpon mempunyai jarak minimal 10 mil

antar rumpon yang lainnya, sedangkan Kabupaten/Kota hanya mempunyai

kewenangan 4 mil, dan provinsi hanya berkewenangan 6 mil. Hal ini juga

menimbulkan permasalah baik bagi pelaku usaha maupun bagi pemerintah.

5.2.5 Stategi Implementasi Pengelolaan Rumpon yang berkelanjutan di

Barat Daya Perairan Pelabuhanratu, Jawa Barat.

Berdasarkan analisis kebijakan, penetapan zona pengelolaan rumpon di

Barat Daya perairan Pelabuhanratu, Jawa Barat direkomendasikan sebagai

prioritas pertama kebijakan pengelolaan rumpon yang berkelanjutan, maka

diperlukan strategi implementasinya yaitu :

1. Pemerintah dalam hal ini pusat dan daerah sebagai regulator menyediakan

kebijakan penetapan zona pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan

Pelabuhanratu termasuk perairan Teluk perairan Pelabuhanratu. Dengan

adanya penetapan zona pengelolaan rumpon, maka dengan mengajak pelaku

usaha pengelolaan rumpon (nelayan) dan pemangku kepentingan lainnya

untuk menyepakati zona pengelolaan yang telah ditetapkan. Dengan

demikian maka antar nelayan dan pengusaha yang akan memanfaatkan

rumpon bersepakat untuk menetapkan lebih lanjut titik pengusahaan rumpon

di perairan tersebut dan akan diperoleh rasio jumlah rumpon yang akan

dipasang berdasarkan daya dukung dimensi pengelolaan rumpon. Dengan

adanya penetapan tersebut maka setiap yang memanfaatkan rumpon merasa

bertanggung jawab atas rumpon yang dipasang. Bagi pengusaha dan nelayan

yang memanfaatkan rumpon, penetapan zona tersebut merupakan jaminan

keamanan atas pengusahaan rumpon dan kepastian daerah penangkapan ikan,

sehingga keuntungan optimal dapat diperoleh.

Page 37: V. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berdasarkan Gambar 5.5, diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rumpon di Barat Daya perairan Pelabuhanratu dari dimensi teknologi

111

2. Setelah penetapan zona pengelolaan, perlu dilakukan sosialisasi oleh

pemerintah kepada seluruh pemangku kepentingan pengelolaan rumpon di

selatan perairan Pelabuhanratu Jawa Barat.

3. Penetapan zona pengelolaan rumpon ini secara ilmiah harus diteliti berdasar

daya dukung dimensi pengelolaan rumpon. Hal ini penting karena terkait

dengan jaminan kelestarian sumberdaya ikan, habitat dan plasma nutfah yang

dibutuhkan bagi pengembangan IPTEKS dalam rangka pengelolaan rumpon

yang berkelanjutan. Selain itu, mengingat potensi konflik yang besar dalam

pemanfaatan rumpon, maka dimensi sosial juga merupakan pertimbangan

penelitian dalam penetapan zona pengelolaan rumpon.

4. Pelaku usaha (nelayan, pengusaha) perikanan tangkap yang memanfaatkan

rumpon mentaati aturan kebijakan penetapan zona pengelolaan rumpon.

5. Monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan rumpon

Monitoring dilakukan oleh pemerintah untuk memastikan rumpon yang

dipasang berada pada zona yang telah ditetapkan. Sedangkan evaluasi

dilakukan untuk mengetahui kelestarian sumberdaya ikan yang ditangkap di

Selatan perairan Pelabuhanratu.

6. Pembinaan oleh pemerintah terhadap nelayan pemanfatan rumpon di Selatan

Perairan Pelabuhanratu Jawa Barat. Agar keberadaan rumpon dapat berlanjut

perlu dilakukan pembinaan terhadap pengelolaan rumpon tersebut.