v. hasil dan pembahasan 5.1 rendemen...

24
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Rendemen Cookies Hasil analisis statistik yang disajikan pada Lampiran 6, menunjukkan bahwa imbangan tepung dan pati ubi jalar ungu memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen cookies ubi jalar ungu. Hasil analisis statistik pengaruh masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Pengaruh Formulasi Tepung dan Pati Ubi Jalar Ungu terhadap Rendemen Cookies Tepung Ubi Jalar Ungu : Pati Ubi Jalar Ungu Rata-rata Rendemen Cookies A (50 : 50) 89,58 ± 1,57 a B (60 : 40) 89,55 ± 0,61 a C (70 : 30) 88,18 ± 0,25 ab D (80 : 20) 86,25 ± 0,86 b Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji duncan. Berdasarkan Tabel 14., dapat dilihat bahwa nilai rendemen dari seluruh perlakuan berkisar antara 86,25 – 89,58%. Perlakuan A (50:50) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (60:40) dan perlakuan C (70:30), akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan D (80:20). Dimana perlakuan D tidak berbeda nyata dengan perlakuan C. Nilai rendemen diperoleh dari hasil perhitungan dengan membandingkan berat cookies yang dihasilkan setelah pemanggangan dan berat adonan cookies sebelum pemanggangan. Nilai rendemen pada cookies ubi jalar ungu yang cukup tinggi dipengaruhi oleh bahan yang digunakan dalam pembuatan adonan. Kadar air merupakan faktor yang sangat mempengaruhi besarnya nilai rendemen. Tidak digunakannya air dalam pembuatan cookies berperan terhadap tingginya rendemen cookies. Penggunaan atau penambahan air dalam pembuatan 1

Upload: vudieu

Post on 23-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Rendemen Cookies

Hasil analisis statistik yang disajikan pada Lampiran 6, menunjukkan

bahwa imbangan tepung dan pati ubi jalar ungu memberikan pengaruh nyata

terhadap rendemen cookies ubi jalar ungu. Hasil analisis statistik pengaruh

masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Pengaruh Formulasi Tepung dan Pati Ubi Jalar Ungu terhadap Rendemen Cookies

Tepung Ubi Jalar Ungu : Pati Ubi Jalar UnguRata-rataRendemen Cookies

A (50 : 50) 89,58 ± 1,57 aB (60 : 40) 89,55 ± 0,61 aC (70 : 30) 88,18 ± 0,25 abD (80 : 20) 86,25 ± 0,86 b

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji duncan.

Berdasarkan Tabel 14., dapat dilihat bahwa nilai rendemen dari seluruh

perlakuan berkisar antara 86,25 – 89,58%. Perlakuan A (50:50) tidak berbeda

nyata dengan perlakuan B (60:40) dan perlakuan C (70:30), akan tetapi berbeda

nyata dengan perlakuan D (80:20). Dimana perlakuan D tidak berbeda nyata

dengan perlakuan C. Nilai rendemen diperoleh dari hasil perhitungan dengan

membandingkan berat cookies yang dihasilkan setelah pemanggangan dan berat

adonan cookies sebelum pemanggangan. Nilai rendemen pada cookies ubi jalar

ungu yang cukup tinggi dipengaruhi oleh bahan yang digunakan dalam pembuatan

adonan. Kadar air merupakan faktor yang sangat mempengaruhi besarnya nilai

rendemen. Tidak digunakannya air dalam pembuatan cookies berperan terhadap

tingginya rendemen cookies. Penggunaan atau penambahan air dalam pembuatan

1

adonan cookies akan menurunkan rendemen karena pada saat dilakukan

pemanggangan, air yang terkandung dalam adonan akan diuapkan sehingga berat

cookies yang dihasilkan lebih ringan dari berat adonannya (Rahmawan, 2006).

Pada proses pemanggangan terjadi perpindahan panas dan perpindahan

massa secara simultan. Perpindahan panas terjadi dari sumber pemanas ke media

pemanas (permukaan panas dan udara panas) ke bahan yang dipanggang.

Perpindahan massa yang terjadi adalah pergerakan air dari bahan ke udara dalam

bentuk uap (Muchtadi dan Sugiyono, 2013). Menurut Affandi (2007), pada saat

pemanggangan cookies pada suhu 1600C - 2000C terjadi penurunan kadar air

sebesar 1 – 4 %. Air yang terkandung dalam cookies merupakan jenis air terikat

yang terkandung dalam bahan-bahan penyusunnya. Menurut Winarno (2004), air

terikat lebih sulit dihilangkan dengan proses pemanasan karena molekul air

membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom O dan N

seperti karbohidrat, protein, atau garam.

Berdasarkan hasil analisis statistik, semakin rendah konsentrasi tepung ubi

jalar ungu dan semakin tinggi konsentrasi pati ubi jalar ungu, nilai rendemen yang

didapatkan semakin tinggi. Rendemen tertinggi didapat pada perlakuan A (50:50)

dan rendemen terendah didapat pada perlakuan D (80:20). Hal ini dikarenakan

kadar air pada tepung ubi jalar ungu lebih tinggi dibandingkan pati ubi jalar ungu.

Berdasarkan hasil penelitian Marsetio et al. (2015), kadar air pada tepung ubi jalar

ungu klon NK102 sebesar 7,62% sedangkan pada pati ubi jalar ungu klon NK102

sebesar 4,05%. Kandungan air pada tepung dan pati ubi jalar ungu berkaitan

dengan serat yang terkandung dalam bahan baku ubi jalar ungu. Dimana kadar

serat pada tepung lebih besar dibandingkan dengan pati. Menurut Piliang dan

2

Djojosoebagio (1996), serat mempunyai kemampuan untuk secara cepat

menyerap air dalam jumlah banyak. Gugus hidroksil bebas yang bersifat polar

serta struktur matriks yang berlipat-lipat memberi peluang bagi terjadinya

pengikatan air melalui ikatan hidrogen.

5.2 Kekerasan dengan Texture Analyzer

Hasil analisis statistik yang disajikan pada Lampiran 7, menunjukkan

bahwa imbangan tepung dan pati ubi jalar ungu memberikan pengaruh nyata

terhadap nilai kekerasan cookies ubi jalar ungu. Hasil analisis statistik pengaruh

masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengaruh Formulasi Tepung dan Pati Ubi Jalar Ungu terhadap Kekerasan Cookies

Tepung Ubi Jalar Ungu : Pati Ubi Jalar UnguRata-rataKekerasan Cookies

A (50 : 50) 2904,75 ± 273,32 bB (60 : 40) 3282,90 ± 91,53 aC (70 : 30) 3364,03 ± 97,94 aD (80 : 20) 3606,27 ± 378,27 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji duncan.

Berdasarkan Tabel 15., dapat dilihat bahwa nilai kekerasan cookies dari

seluruh perlakuan berkisar antara 2904,75 – 3606,27 gF. Dimana, perlakuan A

berbeda nyata lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya. Kekerasan cookies

diukur dengan menggunakan alat Texture Analyzer TA-XT2. Prinsip pengukuran

tekstur dengan texture analyzer ialah force/deformation, yaitu mengukur besarnya

gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel pada jarak yang telah ditentukan.

Semakin besar nilai kekerasan menunjukkan bahwa cookies semakin keras.

Berdasarkan Tabel 15, cookies ubi jalar ungu memiliki nilai kekerasan yang

3

cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi tepung ubi jalar ungu dan

menurunnya konsentrasi pati ubi jalar ungu. Sebaliknya, nilai kekerasan cookies

menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi pati ubi jalar ungu dan

menurunnya konsentrasi tepung ubi jalar ungu.

Tepung ubi jalar ungu menghasilkan tekstur yang lebih keras pada cookies

dibandingkan dengan pati ubi jalar ungu. Hasil penelitian Marahastuti (1993),

menunjukkan bahwa biskuit yang disubstitusi tepung ubi jalar memiliki tekstur

yang lebih keras dibandingkan dengan biskuit yang disubstitusi pati ubi jalar,

karena tepung ubi jalar memiliki kadar protein dan daya serap air yang lebih

tinggi dibandingkan pati ubi jalar. Kadar protein tepung ubi jalar ungu sebesar

2,79% sedangkan pati ubi jalar ungu sebesar 0,25% dan daya serap air tepung ubi

jalar ungu 2,65g/g dan pati ubi jalar ungu sebesar 1,65g/g.

Serat yang terdapat pada tepung dan pati ubi jalar ungu juga turut berperan

dalam menghasilkan tekstur yang keras. Menurut Perdon et al. (1999) dalam

Setyowati et al. (2014), serat kasar mempunyai struktur yang kompleks yang

mengakibatkan cookies memiliki tekstur yang keras. Serat dapat menyerap air

sehingga dapat menganggu proses gelatinisasi sehingga proses gelatinisasi tidak

berjalan sempurna yang menyebabkan tingkat kekerasan semakin tinggi. Tepung

ubi jalar ungu mengandung serat yang lebih tinggi yaitu sebesar 4,72%

(Ambarsari et al., 2009) dibandingkan pati ubi jalar ungu sebesar 0,22%

(Ariefianto, 2015).

Tepung dan pati ubi jalar ungu tidak memiliki protein pembentuk gluten,

namun komposisi utama kedua bahan tersebut yaitu pati, memiliki peran dalam

pembentukan tekstur cookies. Menurut Subandoro et al. (2013), jumlah gluten

4

yang sedikit dalam adonan menyebabkan adonan kurang mampu menahan gas,

sehingga pori-pori yang terbentuk dalam adonan kecil. Akibatnya, adonan tidak

mengembang dengan baik, maka setelah pembakaran selesai akan menghasilkan

produk yang keras. Kandungan amilosa dan amilopektin pada tepung dan pati ubi

jalar ungu memiliki peran masing-masing dalam pembentukan tekstur cookies.

Menurut Winarno (2001), kandungan amilosa yang tinggi akan membentuk

tekstur yang keras dan kurang mengembang, sedangkan kandungan amilopektin

yang tinggi akan menghasilkan tekstur renyah, mengembang, serta porous.

Menurut Marsetio et al. (2015), kandungan amilosa pada tepung ubi jalar ungu

klon NK102 sebesar 19,07% dan pada pati ubi jalar ungu klon NK102 sebesar

27,28%.

Penambahan gula pada pembuatan cookies juga mempengaruhi tekstur dan

penampilan cookies. Hampir semua gula yang digunakan dalam pembuatan

cookies mengandung 99,8% sukrosa, kurang dari 0,05% air dan 0,05% berupa

gula invert dan karbohidrat lain selain sukrosa. Sukrosa berkontribusi untuk

membantu pembentukan tekstur remah dan volume adonan selama pencampuran

dan pemanggangan. Sukrosa dapat menaikkan suhu koagulasi telur dan menunda

gelatinisasi pati. Menurut Wade (1995), penambahan sukrosa lebih dari 55% dari

berat tepung menghasilkan cookies yang keras.

Selain gula, penambahan shortening juga mempengaruhi kekerasan

cookies. Menurut Sultan (1992), lemak dapat berpengaruh terhadap kekerasan

cookies karena lemak yang ditambahkan akan menangkap udara dan bergabung

dengan komponen-komponen lain dalam adonan. Selama proses pemanggangan,

lemak akan mencair dan melepaskan gelembung udara. Lemak yang mencair

5

berkumpul di sekeliling dinding sel dari struktur yang terkoagulasi sehingga

memberikan tekstur lembut pada produk. Lemak yang ditambahkan pada

penelitian ini sama jumlahnya untuk setiap perlakuan, sehingga penambahan

lemak (mentega dan margarin) tidak memberikan perbedaan terhadap kekerasan

cookies.

Produk jenis butter cookies yang telah beredar dipasaran memiliki nilai

kekerasan sebesar 3250 gF. Apabila dibandingkan dengan cookies ubi jalar ungu,

perlakuan B dengan perbandingan 60:40 memiliki nilai kekerasan yang paling

mendekati produk komersil. Perlakuan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan C

dan D. Oleh karena itu, perlakuan B, C dan D memiliki tingkat kekerasan yang

dapat diterima oleh konsumen.

5.3 Organoleptik

5.3.1 Warna

Hasil analisis statistik yang disajikan pada Lampiran 8, menunjukkan

bahwa imbangan tepung dan pati ubi jalar ungu memberikan pengaruh nyata

terhadap sifat kesukaan pada warna cookies ubi jalar ungu. Hasil analisis statistik

pengaruh masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Pengaruh Formulasi Tepung dan Pati Ubi Jalar Ungu terhadap Kesukaan Warna Cookies

Tepung Ubi Jalar Ungu : Pati Ubi Jalar UnguRata-rataKesukaan Warna

A (50 : 50) 4,02 ± 0,09 aB (60 : 40) 4,00 ± 0,11 aC (70 : 30) 3,85 ± 0,16 aD (80 : 20) 3,58 ± 0,09 b

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji duncan.

6

Berdasarkan Tabel 16., dapat dilihat bahwa nilai kesukaan panelis terhadap

warna cookies berkisar antara 3,58 – 4,02. Dimana, perlakuan D memiliki nilai

kesukaan terhadap warna yang berbeda nyata lebih kecil dibandingkan perlakuan

lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa rasio antara tepung dan pati ubi jalar ungu

yang digunakan secara signifikan mempengaruhi warna yang dihasilkan pada

produk cookies ubi jalar ungu.

Nilai kesukaan panelis terhadap warna cookies ubi jalar ungu menyatakan

bahwa panelis menyukai warna cookies pada semua perlakuan. Menurut

Rahmawan (2006), peningkatan substitusi tepung ubi jalar akan menghasilkan

nilai kesukaan terhadap warna yang semakin menurun. Warna produk yang

dihasilkan semakin gelap sehingga menimbulkan kesan terlalu matang atau

gosong terhadap produk tersebut. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil uji

organoleptik, dimana nilai kesukaan panelis semakin menurun dengan

meningkatnya konsentrasi tepung ubi jalar ungu.

Tepung ubi jalar ungu berperan memberikan warna ungu pada cookies dan

pati ubi jalar ungu berperan memberikan warna putih. Semakin tinggi konsentrasi

tepung ubi jalar ungu, maka intensitas warna ungu yang dihasilkan akan semakin

tinggi. Sedangkan peningkatan konsentrasi pati ubi jalar ungu akan meningkatkan

kecerahan cookies. Hal ini berkaitan dengan derajat putih dari pati ubi jalar ungu.

Menurut Marsetio et al. (2015), pati ubi jalar ungu memiliki nilai derajat putih

sebesar 57,77%.

Pembuatan cookies dengan penambahan tepung ubi jalar ungu

menghasilkan warna ungu, mulai dari ungu cerah hingga ungu tua tergantung

jumlah tepung ubi jalar ungu yang digunakan. Ubi jalar ungu memiliki kandungan

7

antosianin yang berperan sebagai pigmen warna ungu pada daging ubi jalar ungu.

Menurut Andarwulan et al. (2011), antosianin merupakan senyawa flavonoid yang

dapat menghasilkan warna merah, biru dan violet. Menurut De Man (1997),

pigmen antosianin dalam tepung ubi jalar ungu memberikan kontribusi besar pada

pembentukan warna ungu, meskipun pigmen tersebut telah rusak selama proses

pemasakan pada suhu tinggi (pemanggangan).

Warna kecoklatan akan timbul seiring dengan meningkatnya konsentrasi

tepung ubi jalar ungu. Hal tersebut disebabkan karena terjadinya reaksi Maillard,

yaitu reaksi yang terjadi antara gula pereduksi dengan gugus amina primer dari

asam amino yang dapat menyebabkan suatu produk menjadi berwarna kecoklatan

pada saat pemanggangan (Winarno, 2004) diatas suhu 1600C (Sunaryo, 1985).

Pencoklatan non-enzimatis lainnya yang dapat timbul adalah terjadinya

karamelisasi oleh gula. Gula pada cookies ubi jalar ungu didominasi oleh sukrosa.

Menurut Winarno (2004), bila sukrosa dipanaskan terus menerus sehingga

suhunya melampaui titik leburnya (160 ͦC), maka akan terjadi karamelisasi

sukrosa.

5.3.2 Aroma

Hasil analisis statistik yang disajikan pada Lampiran 9, menunjukkan

bahwa imbangan tepung dan pati ubi jalar ungu tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap sifat kesukaan pada aroma cookies ubi jalar ungu. Hasil analisis statistik

pengaruh masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 17.

8

Tabel 17. Pengaruh Formulasi Tepung dan Pati Ubi Jalar Ungu terhadap Kesukaan Aroma Cookies

Tepung Ubi Jalar Ungu : Pati Ubi Jalar UnguRata-rataKesukaan Aroma

A (50 : 50) 3,88 ± 0,11 aB (60 : 40) 3,77 ± 0,16 aC (70 : 30) 3,75 ± 0,17 aD (80 : 20) 3,79 ± 0,14 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji duncan.

Berdasarkan Tabel 17., dapat dilihat bahwa perlakuan A (50:50), B

(60:40), C (70:30) dan D (80:20) tidak berbeda nyata. Nilai kesukaan panelis

terhadap aroma cookies ubi jalar ungu berkisar antara 3,75 – 3,88 yang

menyatakan panelis menyukai aroma cookies pada semua perlakuan. Menurut

Rahmawan (2006), penilaian panelis terhadap aroma cookies ubi jalar cenderung

sama pada berbagai tingkat substitusi. Keseragaman penilaian tersebut diduga

karena penggunaan bahan-bahan pendukung seperti mentega, margarin dan susu

skim yang dapat meningkatkan aroma pada cookies yang dihasilkan. Penggunaan

bahan-bahan pendukung tersebut berjumlah sama pada semua perlakuan, sehingga

tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kesukaan aroma.

Penambahan tepung dan pati ubi jalar ungu pada pembuatan cookies

memunculkan sedikit aroma khas ubi jalar. Menurut Turelanda et al. (2016),

aroma yang harum dan khas ubi jalar ungu tersebut berasal dari kandungan pati

yang terdegradasi. Menurut Rodriques et al. (1988), karbohidrat yang terdegradasi

pada ubi jalar akan membentuk aroma dan flavor. Selain itu, munculnya aroma

pada produk panggang disebabkan oleh reaksi browning. Menurut Belitz (2000),

munculnya aroma pada produk bakery dapat disebabkan oleh reaksi Maillard dan

karamelisasi gula. Aroma yang timbul disebabkan karena pada saat proses

9

pemanggangan senyawa volatil yang terdapat pada bahan menguap. Senyawa-

senyawa volatil hasil reaksi karamelisasi umumnya berupa dihidrofuranones,

cyclopentenolones, cyclohexenolones dan pyrones.

Aroma merupakan salah satu parameter dalam penentuan kualitas suatu

produk makanan. Aroma yang khas dapat dirasakan oleh indera penciuman

tergantung dari bahan penyusun produk tersebut. Aroma menentukan kelezatan

bahan makanan karena cita rasa dari bahan pangan terdiri dari tiga komponen,

yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Bau yang dihasilkan dari makanan banyak

menentukan kelezatan bahan pangan tersebut (Rampengan et al., 1985).

5.3.3 Rasa

Hasil analisis statistik yang disajikan pada Lampiran 10, menunjukkan

bahwa imbangan tepung dan pati ubi jalar ungu tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap sifat kesukaan pada rasa cookies ubi jalar ungu. Hasil analisis statistik

pengaruh masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Pengaruh Formulasi Tepung dan Pati Ubi Jalar Ungu terhadap Kesukaan Rasa Cookies

Tepung Ubi Jalar Ungu : Pati Ubi Jalar UnguRata-rataKesukaan Rasa

A (50 : 50) 3,69 ± 0,12 aB (60 : 40) 3,75 ± 0,12 aC (70 : 30) 3,60 ± 0,13 aD (80 : 20) 3,52 ± 0,13 a

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji duncan.

Berdasarkan Tabel 18., dapat dilihat bahwa perlakuan A (50:50), B

(60:40), C (70:30) dan D (80:20) tidak berbeda nyata. Dimana penilaian panelis

terhadap kesukaan rasa berkisar antara 3,52 – 3,75 yang menyatakan panelis

10

menyukai rasa pada semua perlakuan. Menurut Mahmudatussa’adah (2014),

analisis deskriptif rasa khas tepung ubi jalar ungu menghasilkan rasa manis, rasa

tepung, rasa karamel, rasa getir dan rasa pahit. Rasa cookies yang dihasilkan juga

dipengaruhi oleh bahan-bahan pendukung, seperti penggunaan gula, garam, lemak

(margarin dan santan), telur dan bahan pemberi aroma (vanili).

Tepung dan pati ubi jalar ungu berkontribusi dalam pembentukan rasa

manis pada cookies. Kandungan gula yang terdapat dalam tepung maupun pati ubi

jalar ungu akan meningkat setelah dipanaskan. Menurut Woolfe (1999),

kandungan total gula pada ubi jalar akan mengalami perubahan setelah pemasakan

dan jumlahnya berbeda-beda tergantung kultivar. Kandungan total gula ubi jalar

setelah pemasakan cenderung meningkat dibandingkan dengan ubi jalar mentah.

Hidrolisis pati menjadi dekstrin akan menyebabkan peningkatan kadar maltosa

secara drastis. Akan tetapi gula dalam ubi jalar tetap didominasi oleh sukrosa.

Penambahan tepung dan pati ubi jalar ungu pada pembuatan cookies

kemungkinan dapat mengurangi jumlah gula yang digunakan. Menurut Aini

(2004), penggunaan ubi jalar pada pembuatan cookies dan cake bisa mengurangi

kebutuhan gula sampai 20%. Menurut Manley (2000), rasa yang terbentuk pada

cookies dipengaruhi pula oleh proses pemanggangan, dimana terjadi reaksi

Maillard yang berupa reaksi antara karbohidrat dan protein yang menghasilkan

melanoidin sebagai senyawa utama pembentuk warna dan rasa khas cookies.

Formulasi bahan-bahan pendukung dan proses pemanggangan yang

digunakan pada penelitian ini sama pada semua perlakuan, sehingga tidak

memberikan perbedaan pada rasa cookies. Selain itu, rasa khas ubi ungu yang

semakin terasa seiring dengan meningkatnya konsentrasi tepung ubi jalar ungu

11

tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Dimana rasa dari semua perlakuan

disukai oleh panelis.

5.3.4 Tekstur

Hasil analisis statistik yang disajikan pada Lampiran 11, menunjukkan

bahwa imbangan tepung dan pati ubi jalar ungu memberikan pengaruh nyata

terhadap sifat kesukaan pada tekstur cookies ubi jalar ungu. Hasil analisis statistik

pengaruh masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Pengaruh Formulasi Tepung dan Pati Ubi Jalar Ungu terhadap Kesukaan Tekstur Cookies

Tepung Ubi Jalar Ungu : Pati Ubi Jalar UnguRata-rataKesukaan Tekstur

A (50 : 50) 3,13 ± 0,06 cB (60 : 40) 4,00 ± 0,12 aC (70 : 30) 3,85 ± 0,16 aD (80 : 20) 3,52 ± 0,09 b

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji duncan.

Penilaian tekstur dalam uji organoleptik pada penelitian ini berupa

kesukaan panelis terhadap kekerasan dan kerenyahan cookies. Kerenyahan

cookies diukur dengan cara mudah atau tidaknya cookies hancur saat digigit.

Cookies yang memiliki tekstur dan struktur yang kompak serta butiran yang halus

merupakan cookies yang baik. Kerenyahan cookies dipengaruhi oleh tepung yang

digunakan, kadar air tepung, lemak, telur, gula, baking soda dan susu skim

(Rahmawan, 2006).

Berdasarkan Tabel 19., dapat dilihat bahwa nilai kesukaan panelis terhadap

tekstur cookies ubi jalar ungu berkisar antara 3,13 – 4,00. Perlakuan B (60:40)

tidak berbeda nyata dengan perlakuan C (70:30), akan tetapi berbeda nyata

12

dengan perlakuan A (50:50), dan D (80:20). Dimana perlakuan A berbeda nyata

dengan perlakuan D. Perlakuan B dan perlakuan C lebih disukai oleh panelis

dibandingkan dengan perlakuan D dan perlakuan A. Menurut Rahmawan (2006),

cookies dengan tingkat substitusi pati garut sebesar 30% dan 40% menghasilkan

tekstur dengan tingkat kesukaan paling tinggi. Penilaian panelis tersebut berkaitan

dengan nilai kekerasan perlakuan B (3282,90 gF) dan C (3364,03 gF) berdasarkan

uji kekerasan dengan texture analyzer paling mendekati nilai kekerasan produk

cookies yang beredar di pasaran yaitu 3250 gF.

Berdasarkan penilaian dari panelis, cookies yang disukai adalah cookies

dengan tekstur yang keras namun tetap renyah dan tidak rapuh ketika dipatahkan.

Perlakuan A memiliki tekstur yang cenderung rapuh dan kurang kokoh ketika

dipatahkan dan perlakuan D memiliki tekstur yang lebih keras dan kurang renyah

ketika digigit. Menurut Fellow (1990), tekstur makanan banyak ditentukan oleh

kadar air, kandungan lemak, jumlah karbohidrat (selulosa, pati dan pektin) serta

kadar proteinnya. Perubahan tekstur dapat disebabkan oleh hilangnya kandungan

air atau lemak, pecahnya emulsi, hidrolisis karbohidrat dan koagulasi atau

hidrolisis protein.

Tekstur dari cookies ubi jalar ungu banyak ditentukan oleh kandungan pati

yang terdapat dalam bahan. Menurut Williams (2001), pati merupakan komponen

yang penting dalam menentukan tekstur. Air akan terikat oleh pati ketika terjadi

gelatinisasi dan akan hilang pada saat pemanggangan. Hal ini yang menyebabkan

adonan berubah menjadi renyah pada produk panggang. Menurut Rahmanto

(1994), kadar amilopektin yang tinggi pada bahan akan mampu meningkatkan

kerenyahan dari cookies yang dihasilkan karena amilopektin dalam bahan akan

13

membentuk ikatan hidrogen dengan air dalam jumlah yang lebih banyak. Dengan

demikian, saat proses pengovenan, air akan menguap dan meninggalkan ruang

kosong dalam bahan dan membuat cookies akan menjadi lebih renyah.

Gula yang ditambahkan dalam pembuatan cookies tidak hanya

berpengaruh terhadap rasa, tetapi juga kekerasan. Gula (sukrosa) dalam adonan

cookies larut dalam air kemudian akan mengalami rekristalisasi atau

menghasilkan bentuk amorf setelah pemanggangan. Semakin tinggi kandungan

gula maka tekstur cookies akan semakin keras (Manley, 2000). Sebaliknya, lemak

berperan dalam melembutkan tekstur cookies. Semakin tinggi kandungan lemak,

maka nilai kekerasan cookies akan semakin menurun. Jumlah gula dan lemak

yang ditambahkan dalam penelitian ini sama pada semua perlakuan sehingga tidak

memberikan pengaruh terhadap perbedaan tekstur cookies yang dihasilkan.

5.3.5 Aftertaste

Hasil analisis statistik yang disajikan pada Lampiran 12, menunjukkan

bahwa imbangan tepung dan pati ubi jalar ungu memberikan pengaruh nyata

terhadap sifat kesukaan pada aftertaste cookies ubi jalar ungu. Hasil analisis

statistik pengaruh masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Pengaruh Formulasi Tepung dan Pati Ubi Jalar Ungu terhadap Kesukaan Aftertaste Cookies

Tepung Ubi Jalar Ungu : Pati Ubi Jalar UnguRata-rataKesukaan Aftertaste

A (50 : 50) 3,50 ± 0,16 abB (60 : 40) 3,69 ± 0,16 aC (70 : 30) 3,46 ± 0,04 bD (80 : 20) 3,21 ± 0,07 c

Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji duncan.

14

Berdasarkan Tabel 20., dapat dilihat bahwa nilai kesukaan panelis terhadap

aftertaste cookies ubi jalar ungu berkisar antara 3,21 – 3,69. Perlakuan B (60:40)

tidak berbeda nyata dengan perlakuan A (50:50), akan tetapi berbeda nyata dengan

perlakuan C (70:30) dan D (80:20). Dimana perlakuan A tidak berbeda nyata

dengan perlakuan C. Perlakuan D dengan konsentrasi tepung ubi jalar ungu yang

lebih tinggi mendapat penilaian netral dari para panelis. Hal ini mungkin

disebabkan karena adanya aftertaste pahit seiring dengan meningkatnya

konsentrasi tepung ubi jalar ungu. Menurut Dwiyani (2013), penggunaan tepung

ubi jalar dapat meningkatkan aftertaste karena tepung ubi jalar mengandung

komponen penyebab rasa pahit.

Rasa pahit yang timbul biasanya diakibatkan oleh berbagai molekul

dengan ukuran dan gugus fungsional yang bervariasi, seperti senyawa alifatik dan

aromatik, senyawa polisiklik, glikosida, atau aglikon (Rouseff, 1990). Rasa pahit

pada tepung ubi jalar biasanya disebabkan oleh beberapa senyawa kimia seperti

fenolik dan alkaloid (Woolfe, 1999). Ubi jalar diketahui mengandung antioksidan

dalam kelompok senyawa fenolik seperti asam klorogenat, asam isoklorogenat

dan asam kaffeat (Gibe, 2005). Menurut Woolfe (1999), komponen fenolik telah

terbukti menghasilkan rasa pahit.

5.4 Matriks Perlakuan Terbaik

Matriks perlakuan terbaik ditentukan berdasarkan hasil pengujian

rendemen, pengujian kekerasan dan uji hedonik terhadap karakteristik (warna,

aroma, rasa, tekstur, aftertaste) cookies ubi jalar ungu yang dihasilkan. Penentuan

perlakuan terbaik dilakukan dengan cara pembobotan, dimana terlebih dahulu

15

dilakukan penilaian oleh panelis terhadap masing-masing parameter. Parameter

yang sangat berpengaruh terhadap karakteristik cookies diberi nilai 4, cukup

berpengaruh diberi nilai 3 dan kurang berpengaruh diberi nilai 2. Selanjutnya,

untuk mendapatkan bobot masing-masing parameter dilakukan dengan

membandingkan skor tiap parameter dengan total skor seluruh parameter.

Contohnya, skor untuk parameter kekerasan adalah 4,0 dan total skor adalah 23,6.

Untuk mendapatkan bobot nilai tersebut dibandingkan 4/23,6 sehingga dihasilkan

bobot untuk parameter kekerasan sebesar 0,17. Selanjutnya, dilakukan

perhitungan poin untuk setiap perlakuan, dimana dilakukan perkalian antara bobot

tiap parameter dengan poin yang ditentukan. Perlakuan dengan hasil analisis

tertinggi ditandai dengan huruf a dan diberi poin 5, sedangkan huruf berikutnya

poin yang diberikan dikurangi satu poin dari poin sebelumnya. Misalkan

perlakuan B (60:40) dan perlakuan C (70:30) mendapatkan nilai tertinggi yang

tidak berbeda nyata pada parameter kesukaan terhadap tekstur, maka kedua

perlakuan tersebut ditandai dengan huruf a dan diberi poin 5. Untuk mendapatkan

bobot, poin 5 dikalikan dengan bobot parameter sebesar 0,17 sehingga dihasilkan

poin sebesar 0,85.

Perhitungan dilakukan untuk setiap parameter pada semua perlakuan.

Kemudian, dilakukan perhitungan total poin yang didapat tiap perlakuan dan

perlakuan yang mendapatkan poin tertinggi dipilih sebagai perlakuan terbaik.

Pada penelitian ini, perlakuan terbaik didapat pada perlakuan B (60:40) dengan

total poin 4,92. Oleh karena itu, perlakuan B digunakan sebagai acuan pada uji

lanjutan berupa uji proksimat yang bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia

16

pada cookies ubi jalar ungu. Hasil matriks penentuan perlakuan terbaik dapat

dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Matriks Perlakuan Terbaik

KriteriaPengamatan

BobotPerlakuanA (50%:50%)

B(60%:40%)

C(70%:30%)

D(80%:20%)

Kesukaan terhadap Warna 0,15

4,02a5

4,00a5

3,85a5

3,58b4

0,75 0,75 0,75 0,6Kesukaan terhadap Aroma 0,14

3,88a5

3,77a5

3,75a5

3,79a5

0,7 0,7 0,7 0,7Kesukaan terhadap Rasa 0,17

3,69a5

3,75a5

3,60a5

3,52a5

0,85 0,85 0,85 0,85Kesukaan terhadap Tekstur 0,17

3,13c3

4,00a5

3,85a5

3,52b4

0,51 0,85 0,85 0,68Kesukaan terhadap Aftertaste 0,11

3,50ab4,5

3,69a5

3,46b4

3,21c3

0,49 0,55 0,44 0,33Nilai Rendemen

0,09

89,58a5

89,55a5

88,18ab4,5

86,25b4

0,45 0,45 0,4 0,36Kekerasan dengan Texture Analyzer

0,17

2904,25b4

3282,90a5

3364,03a5

3606,27a5

0,68 0,85 0,85 0,85Jumlah 4,43 4,92 4,76 4,37

17

5.4 Pengamatan Penunjang

Cookies ubi jalar ungu yang memiliki karakteristik paling baik, yaitu

cookies dengan imbangan tepung ubi jalar ungu dan pati ubi jalar ungu (60 : 40)

dianalisis lebih lanjut pada pengamatan penunjang untuk diketahui karakteristik

kimia dari cookies berupa kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar

karbohidrat dan kadar serat kasar. Hasil analisis pengamatan penunjang dapat

dilihat pada tabel 22.

Tabel 22. Hasil Analisis Proksimat pada Cookies dengan Perlakuan Terbaik

Parameter Hasil Analisis (%) SNI Cookies* (%)Produk Komersil“Monde” Butter Cookies (%)

Kadar Air 3,14 Maksimum 5 -Kadar Karbohidrat 75,90 Minimum 70 67Kadar Lemak 12,14 Minimum 9,5 25Kadar Protein 6,17 Minimum 5 6,5Kadar Abu 2,65 Maksimum 1,5 -Kadar Serat Kasar 3,93 Maksimum 0,5 -Keterangan : Cookies perlakuan terbaik yaitu imbangan tepung ubi jalar ungu dan

pati ubi jalar ungu (60:40).*Sumber : SNI No. 01-2973-1992 dan SNI No.01-2973-2011

1. Kadar Air

Menurut Winarno (2002), air merupakan komponen yang penting dalam

bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan dan tekstur.

Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran

dan daya tahan bahan tersebut. Berdasarkan Tabel 22, cookies yang dibuat dari

tepung dan pati ubi jalar ungu memiliki kadar air sebesar 3,14%. Nilai tersebut

sudah memenuhi syarat SNI yang ditetapkan untuk produk cookies yaitu kadar air

maksimal sebesar 5%. Menurut Lutfika (2006), kadar air pada produk cookies

merupakan karakteristik kritis yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen

tehadap cookies karena kadar air ini menentukan tekstur (kerenyahan) cookies.

18

Kandungan air yang tinggi membuat cookies tidak renyah dan teksturnya kurang

disukai. Kadar air cookies yang rendah disebabkan bahan baku cookies

mengandung lebih sedikit air, ketebalan cookies lebih rendah dan suhu

pemanggangan lebih tinggi dari produk lainnya

Menurut Fatkurahman et al. (2012) kadar air cookies dipengaruhi oleh

proses pemanggangan karena pada saat pemanggangan terjadi penguapan air pada

adonan cookies. Ketebalan produk dan suhu pemanggangan mempengaruhi

penguapan air pada adonan yang terjadi pada tahap pemanggangan. Semakin

tinggi suhu pemanggangan, maka kehilangan air akan semakin tinggi. Rendahnya

kadar air pada cookies dipengaruhi pula oleh bahan utama yang digunakan yaitu

tepung dan pati ubi jalar ungu yang memiliki kadar air sebesar 7,62% dan 4,05%,

serta bahan-bahan pendukung lainnya seperti margarin, mentega, telur, susu skim,

gula halus dan lain-lain. Menurut Winarno (1992), kadar air pada bahan yang

berkisar 3-7% akan mencapai kestabilan optimum, sehingga pertumbuhan

mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang merusak bahan seperti browning, hidrolisis

atau oksidasi lemak dapat dikurangi.

2. Kadar Abu

Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah

bahan dibakar sampai bebas karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai

komponen yang tidak mudah menguap, tetap tertinggal dalam pembakaran dan

pemijaran senyawa organik (Soebito, 1988). Berdasarkan Tabel 22, cookies ubi

jalar ungu mengandung kadar abu sebesar 2,65%. Kadar abu pada cookies ubi

jalar ungu tidak memenuhi syarat SNI yaitu maksimal 1,5%. Hal ini dikarenakan

19

ubi jalar ungu mengandung mineral yang cukup tinggi. Kadar abu pada cookies

sebagian besar berasal dari tepung ubi jalar ungu. Menurut Zuraida dan Supriati

(2008), tepung ubi jalar mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan

dengan tepung terigu, yaitu sebesar 5,31% (Ambarsari et al., 2009). Pada pati ubi

jalar ungu, kadar abu tidak sebesar tepung ubi jalar ungu yaitu hanya sebesar

0,29% (Ariefianto, 2015), karena pembuatan pati melalui proses dekantasi dan

pencucian berulang-ulang dalam air menyebabkan mineral yang terkandung

dalam umbi ikut terlarut dalam air cucian.

Tingginya kadar abu yang terdapat dalam cookies ubi jalar ungu

menandakan banyaknya jumlah mineral yang terkandung dalam cookies.

Komponen mineral yang mendominasi pada ubi jalar ungu antara lain kalium,

fosfor, kalsium, natrium dan magnesium (Suprapta et al., 2004). Konsumsi

mineral diperlukan oleh tubuh, namun jumlahnya harus disesuaikan dengan

Angka Kecukupan Gizi karena apabila berlebihan dapat memberikan dampak

negatif bagi tubuh.

3. Kadar Lemak

Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh yang dapat memberikan nilai

energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gram

(Kurtzweil, 2006). Berdasarkan Tabel 22, kadar lemak yang terdapat pada cookies

ubi jalar ungu sebesar 12,14%. Dimana nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat

yang ditetapkan pada SNI yaitu kadar lemak pada cookies minimum 9,5%.

Namun, kadar lemak cookies masih dibawah produk komersil yang mengandung

25% lemak. Hal ini disebabkan karena perbedaan formulasi dan bahan baku yang

20

digunakan. Bahan utama pembuatan cookies yaitu tepung dan pati ubi jalar ungu

sendiri tidak banyak mengandung lemak, hanya sebesar 0,81% pada tepung ubi

jalar ungu (Ambasari et al., 2009) dan 0,37% pada pati ubi jalar ungu (Ariefianto,

2015).

Margarin, mentega dan telur pada pembuatan cookies memberikan

kontribusi terbanyak pada tingginya kadar lemak. Banyaknya margarin dan

mentega yang ditambahkan pada adonan sebesar 24,24% dan telur sebesar 10%

dengan kadar lemak masing-masing sebesar 36% dan 11,50%. Penambahan

shortening dalam jumlah yang cukup banyak menyebabkan peningkatan kadar

lemak pada cookies. Lemak sangat mempengaruhi cita rasa dan tekstur produk

pangan. Semakin tinggi jumlah lemak dalam produk pangan, maka tekstur produk

juga akan semakin lembut (Septianingrum, 2009).

4. Kadar Protein

Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh manusia, karena

berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh dan juga sebagai bahan pembangun

dan pengatur (Winarno, 2004). Penetapan kadar protein pada produk ubi jalar

dilakukan dengan metode Kjehldahl. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar

protein kasar karena dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung dalam

bahan. Berdasarkan Tabel 22, kadar protein yang terdapat pada cookies ubi jalar

ungu sebesar 6,17%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar protein pada cookies ubi

jalar ungu sudah memenuhi syarat kadar protein sesuai SNI yaitu sebesar

minimum 5% untuk jenis cookies tanpa bahan pengisi (filling) dan bahan pelapis

21

(coating). Kadar protein tersebut tidak jauh berbeda dengan kadar protein pada

produk komersil yaitu sebesar 6,5%.

Protein yang ada pada produk ditentukan oleh bahan penyusunnya. Bahan

utama dalam pembuatan cookies yaitu tepung dan pati ubi jalar ungu tidak

mengandung banyak protein jika dibandingkan dengan tepung terigu. Kadar

protein pada tepung ubi jalar ungu sebesar 2,79% (Ambarsari et al., 2009) dan

pada pati ubi jalar ungu sebesar 0,42% (Ariefianto, 2015). Sebagian besar protein

berasal dari telur dan susu skim yang ditambahkan pada pembuatan cookies

sebesar 10% dan 6% dengan jumlah protein masing-masing sebesar 12,80% dan

35,60%.

5. Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama dan beberapa golongan

karbohidrat menghasilkan serat yang berguna bagi pencernaan, serta mempunyai

peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan misalnya rasa,

warna, tekstur dan lain-lain. Karbohidrat selain berperan sebagai sumber energi

utama juga berperan mencegah pemecahan protein tubuh secara berlebihan,

kehilangan mineral dan membantu dalam metabolisme lemak dan mineral

(Winarno, 2004). Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan pangan nabati, baik

berupa gula sederhana, heksosa, pentosa maupun karbohirat dengan molekul yang

tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin (Rakhmah, 2012).

Karbohidrat merupakan komponen tertinggi pada cookies ubi jalar ungu.

Berdasarkan Tabel 22, jumlah karbohidrat yang terdapat dalam cookies ubi jalar

ungu sebesar 75,90%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar karbohidrat cookies ubi

22

jalar ungu sudah sesuai dengan SNI yaitu minimum 70%. Kadar karbohidrat

cookies ubi jalar ungu lebih tinggi dibandingkan produk komersil yang hanya

67%. Hal ini disebabkan karena bahan baku cookies berupa tepung dan pati ubi

jalar ungu kaya akan karbohidrat. Tepung ubi jalar ungu sendiri mengandung

83,81% karbohidrat (Ambarsari et al., 2009) dan pati ubi jalar ungu mengandung

87,83% pati dan 0,03% gula pereduksi (Marsetio et al., 2015).

Ditinjau dari nilai gizinya, karbohidrat dalam bahan pangan

dikelompokkan menjadi karbohidrat yang dapat dicerna yakni monosakarida

(glukosa, fruktosa, galaktosa), disakarida (sukrosa, maltosa, laktosa), serta pati.

Karbohidrat yang tidak dapat dicerna yakni oligosakarida penyebab flatulensi

(sakiosa, rafinosa dan verbaskosa), serat pangan (selulosa, pektin, hemiselulosa,

gum dan lignin) (Palupi et al., 2007).

Menurut Sugito dan Ari Hayati (2006), kadar karbohidrat yang dihitung

secara by difference dipengaruhi oleh komponen nutrisi lain, semakin rendah

komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat akan semakin tinggi. Begitu juga

sebaliknya semakin tinggi komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat akan

semakin rendah. Komponen nutrisi yang mempengaruhi besarnya kandungan

karbohidrat diantaranya adalah kandungan protein, lemak, air, dan abu.

6. Kadar Serat Kasar

Serat kasar adalah makanan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh dimana

pada umumnya serat kasar tersebut tersusun oleh karbohidrat atau polisakarida.

Kandungan serat yang tinggi dapat memperbaiki kadar gula darah yaitu

23

berhubungan dengan kecepatan penyerapan makanan (karbohidrat) masuk ke

dalam aliran darah yang dikenal dengan glycemic index (GI) (Ou et al., 2001).

Berdasarkan Tabel 22, kandungan serat kasar pada cookies ubi jalar ungu

sebesar 3,93%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar serat kasar pada cookies ubi

jalar ungu lebih tinggi dibandingkan dengan SNI Cookies (1992) yang telah

ditentukan yaitu maksimal 0,5%. Kadar serat kasar pada cookies dipengaruhi oleh

banyaknya serat kasar yang terdapat pada tepung dan pati ubi jalar ungu. Tepung

ubi jalar ungu mengandung serat kasar sebesar 4,72% (Ambarsari et al., 2009),

sedangkan pati ubi jalar ungu mengandung serat kasar sebesar 0,22% (Ariefianto,

2015). Cookies ubi jalar ungu dengan kandungan serat yang tinggi dapat

dikatakan sebagai produk unggulan yang berpotensi menjadi makanan fungsional

(Handayani, 2015).

Serat diperlukan dalam membantu mempercepat sisa makanan melalui

saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar. Serat kasar menjadi seperti karet

busa di dalam usus yang akan menyerap zat buangan dan membantu gerakan

peristaltik usus mendorong sisa makanan keluar tubuh. Serat kasar sangat penting

dalam pencegahan disfungsi alat pencernnaan seperti konstipasi, wasir, kanker

usus besar dan infeksi usus buntu. Serat kasar juga menghambat lewatnya glukosa

melalui dinding saluran pencernaan menuju pembuluh darah (Susmiati, 2007).

24