uyiyiyy

49
BAB I LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama : AN. VY Umur : 13 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Mundu, Kabupaten Brebes Pekerjaan : Belum bekerja Status perkawinan : Belum kawin Agama : Islam Suku bangsa : Jawa Tanggal pemeriksaan : 11 Juni 2015 B. Anamnesis Keluhan Utama : penglihatan buram Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien anak 11 tahun datang ke poli mata RSUD Waled dengan penglihatan kabur, terutama pada mata sebelah kiri. Keluhan dirasakan sejak ± 5 tahun yang lalu. Sejak 5 tahun itu penurunan ketajaman penglihatan semakin parah. Pada mata sebelah kiri pasien mengaku seperti melihat kabut yang menutupi pandangannya. Pasien juga mengatakan lebih nyaman bermain di dalam rumahnya di bandingkan di luar rumah karena kadang terasa silau pada mata sebelah kirinya. Pasien mengaku tidak ada keluhan mata

Upload: saatria-dalam-gelap

Post on 04-Sep-2015

244 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

ytui.

TRANSCRIPT

BAB ILAPORAN KASUS

A. Identitas PasienNama:AN. VYUmur:13 tahunJenis kelamin:PerempuanAlamat:Mundu, Kabupaten BrebesPekerjaan:Belum bekerjaStatus perkawinan:Belum kawinAgama:IslamSuku bangsa:JawaTanggal pemeriksaan:11 Juni 2015

B. AnamnesisKeluhan Utama:penglihatan buramRiwayat Penyakit Sekarang:Pasien anak 11 tahun datang ke poli mata RSUD Waled dengan penglihatan kabur, terutama pada mata sebelah kiri. Keluhan dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. Sejak 5 tahun itu penurunan ketajaman penglihatan semakin parah. Pada mata sebelah kiri pasien mengaku seperti melihat kabut yang menutupi pandangannya. Pasien juga mengatakan lebih nyaman bermain di dalam rumahnya di bandingkan di luar rumah karena kadang terasa silau pada mata sebelah kirinya. Pasien mengaku tidak ada keluhan mata merah, keluhan nyeri di sekitar mata, tidak ada keluhan mata berair, tidak ada kotoran mata yang berlebih, tidak ada mual dan muntah.

Riwayat Penyakit Dahulu:Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal, riwayat trauma yang mengenai daerah mata disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga:Riwayat penyakit serupa: disangkalRiwayat Hipertensi: ya (ayah pasien)Riwayat DM: ya (ayah pasien)

Riwayat Pribadi dan Sosial:Penderita adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Proses kelahiran pasien berlangsung di rumah pasien dengan bantuan bidan desa dan tidak ada komplikasi. Saat itu usia kandungan ibu pasien 40 minggu dengan berat badan lahir 4500 Kg. Pada saat kehamilan, ibu pasien mengaku kontrol kehamilan secara teratur ke puskesmas dan tidak ada riwayat kejang, hipertensi dan tetanus. Pasien tidak mempunyai binatang peliharaan seperti kucing atau ikan.Menurut ibu pasien, perkembangan anaknya sama seperti anak-anak seusianya. Pasien mendapatkan imunisasi lengkap.Pasien berstatus BPJS Non PBI dengan kondisi sosial ekonomi menengah.

C. Pemeriksaan FisikStatus Generalis1. Keadaan Umum: tampak tenang2. Kesadaran: komposmentis3. Tanda VitalTekanan darah : -Nadi: 72 x/menit Pernapasan: 18x/menit Suhu: 36,7 C4. Kepala: dalam batas normal.5. Hidung: Nafas cuping hidung (-), darah (-), secret (-).6. Telinga: darah (-), secret (-).7. Mulut: mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-).8. Leher: JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar.

9. ThoraxJantung:ictus cordis tidak tampak, ictus cordis kuat angkat, batas jantung dalam batas normal, bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)Paru:Pengembangan dada kanan = kiri, Sonor di semua lapang paru, Suara dasar vesikuler (+/+),Suara tambahan RBK (-/-), Wheezing (-/-), Ekspirasi memanjang (-)

10. Abdomen:Dinding perut sejajar dengan dinding dada, Peristaltik (+) normal, Perkusi tympani, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba, Nyeri ketok CVA (-/-)11. EkstremitasOedemAkral dingin

Status OftalmologiOculus DexterPemeriksaanOculus Sinister

0,6Visus1/300

Teraba lembutPalpasi TIOTeraba lembut

Otoforia, baik ke segala arahArah dan gerakan bola mataOtoforia, baik ke segala arah

Sesuai dengan pemeriksaLapang pandangSesuai dengan pemeriksa

Hiperemis (-), edema (-), ptosis (-), ektropion (-), entropion (-), trikriasis (-)Palpebra superiorHiperemis (-), edema (-), ptosis (-), ektropion (-), entropion (-), trikriasis (-)

Hiperemis (-), edema (-), ptosis (-), ektropion (-), entropion (-), trikriasis (-)Palpebra inferiorHiperemis (-), edema (-), ptosis (-), ektropion (-), entropion (-), trikriasis (-)

Hiperemis (-), sekret (-), lithiasis (-), folikel (-)Konjungtiva tarsalis superiorHiperemis (-), sekret (-), lithiasis (-), folikel (-)

Injeksi konungtiva (-), injeksi silier (-) perdarahan subkonjungtiva (-), sekret (-)Konjungtiva bulbiInjeksi konungtiva (-), injeksi silier (-) perdarahan subkonjungtiva (-), sekret (-)

Injeksi konungtiva (-), injeksi silier (-) perdarahan subkonjungtiva (-), sekret (-)Konjungtiva tarsalis inferiorInjeksi konungtiva (-), injeksi silier (-) perdarahan subkonjungtiva (-), sekret (-)

Ikterik (-), warna putihSkleraIkterik (-), warna putih

Jernih (+), mengkilat (+), sikatrik (+)KorneaKejernihan (+), mengkilat (+), sikatrik (+)

Jernih (+), kedalaman dalam, hipopion (-), hifema (-)Camera oculi anteriorJernih (+), kedalaman dalam, hipopion (-), hifema (-)

Bentuk reguler, warna cokelat, Edema (-), sinekia (-)IrisBentuk reguler, warna cokelat, Edema (-), sinekia (-)

Bulat, anisokor 3mm, RCL (+), RCTL (+)PupilBulat, anisokor 3mm, RCL (+), RCTL (+)

Keruh (-), shadow test (-)LensaKeruh (-), shadow test (+)

Refleks fundus normalRefleks fundusRefleks fundus menurun

D. ResumePasien anak 11 tahun datang ke poli mata dengan keluhan penglihatan kabur, terutama pada mata sebelah kiri sejak 5 tahun yang lalu. Sejak 5 tahun itu penurunan ketajaman penglihatan semakin parah. Pada mata sebelah kiri pasien mengaku seperti melihat kabut yang menutupi pandangannya dan sering terasa silau. Pasien mengaku tidak ada keluhan mata merah, keluhan nyeri di sekitar mata, tidak ada keluhan mata berair, tidak ada kotoran mata yang berlebih, tidak ada mual dan muntah. Tidak ada keluhan yang sama sebelumnya, tidak ada riwayat di keluarga dengan keluhan yang sama. Pasien merupakan anak ke -2 dari 2 bersaudara, dilahirkan pada usia kandungan 40 minggu dengan berat badan lahir 4500 Kg di rumah dengan bantuan bidan desa dan tanpa komplikasi persalinan.Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Status oftalmologi didapatkan VOD 0,6 dan VOS 1/300, terlihat kekeruhan pada lensa mata sebelah kiri. Shadow test (+) dan penurunan refleks fundus pada mata mata sebelah kiri.

E. DiagnosisKatarak developmental OS

F. Usulan Pemeriksaan Penunjang TORCH Pemeriksaan urine lengkapG. Penatalaksanaan Ekstra capsular cataract extraction (ECCE) + IOLH. Prognosis

Ad vitam:ad bonam Ad Fungsionam:dubia ad malam Ad Sanationam:dubia ad bonamBAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Lensa MataA. Anatomi LensaPada manusia, lensa mata mempunyai bentuk bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah (avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi. Ke depan berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii (Ligamentum suspensorium lentis), yang menghubungkannya dengan korpus siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran yang semipermiabel (Lisegang, 2004).Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa (Lisegang, 2004).Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa (Lisegang, 2004).

Gambar 1. Penampang dan bagian lensa mataB. Fisiologi LensaFungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris berelaksasi, menegangkan serat zonula zinii dan memperkecil diameter anteroposterior lensa, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil maka berkas cahaya sejajar akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis dan meningkatkan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina disebut akomodasi (Guyton, 2006).Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat, dimana nukleus menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua, ukuran lensa lebih besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak seperti gray reflek atau senil reflek, yang sering disangka katarak. Karna proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia dimulai pada usia 40 tahun (Guyton, 2006).C. Metabolisme Lensa NormalTransparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (Natrium dan Kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kalium dibagian anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan Natrium lebih tinggi dibagian posterior lensa. Kalium bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar natrium masuk secara difusi ke bagian anterior untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase (Lisegang, 2004).Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase (Lisegang, 2004).

2.2 KatarakA. DefinisiKatarak merupakan suatu kelainan berupa kekeruhan lensa mata yang dapat menyebabkan gangguan penglihatandari ringan sampai berat. Kata katarak berasal dari Yunani katarraktes yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi, denaturasi protein, dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih (Ilyas, 2011).Kekeruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah lensanya (Ilyas, 2011).Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita terganggu secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan (Vaughan, 2000).Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan pada > 90% kasus.sisanya mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat pemulihan daya pandang (Vaughan, 2000).

Gambar 2. Penampilan mata dengan katarak (kanan)B. Epidemiologi Katarak merupakan penyebab utama kebutaan (0,78%) di antara penyebab kebutaan lainnya. 2 Pada umumnya kebutaan karena katarak terjadi pada usia lanjut, namun menurut hasil penelitian dilaporkan bahwa 16% 22% buta akibat katarak di Indonesia terjadi di usia produktif (di bawah 50 tahun) (Tana, 2009).Prevalensi katarak di Indonesia dalam Survei Kesehatan Rumah Tangga-Survei Kesehatan Nasional (SKRT-SURKESNAS) 2001 sebesar 4,99%. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 melaporkan prevalensi katarak pada umur 30 tahun ke atas sebesar 17,4%.Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak (Ocampo,2009).

C. Etiologi Dan Faktor RisikoPenyebab tersering katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa mata menjadi keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV, defisiensi Vit E, radang dalam bola mata, dan polusi asap. Cedera pada mata seperti pukulan keras, dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak (Vaughan, 2000).Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik lainnya seperti diabetes mellitus (Ilyas, 2011).Faktor lain yang berkaitan dengan kejadian katarak antara lain penyakit diabetes mellitus (DM), konsumsi alkohol, nutrisi, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan pekerjaan.Riskesdas 2007 melaporkan prevalensi katarak cukup tinggi pada jenis pekerjaan tertentu,yaitu petani/nelayan/buruh sebesar 17,8% dan ibu rumah tangga (IR T) sebesar 16,1%. Persentase jenis pekerjaan sebagai IRT sebesar 22,5% dan merupakan salah satu dari dua jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia setelah pekerjaan petani/nelayan/buruh (38%). Pekerjaan IRT tidak terlepas dari pekerjaan menyiapkan makanan bagi keluarga, yaitu memasak dengan menggunakan bahan bakar (Tana, 2009).D. PatofisiologiPerubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan dalam zonula zenii yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak (Vaughan, 2000).Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis: (Vaughan, 2000).1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang berada di subkapsular anterior, sehingga menyebabkan air tidak dapatdikeluarkan dari lensa dan pada akhirnya akan menimbulkanbertambahnya tekanan osmotik yang menyebabkan kekeruhan lensa.2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus bertambahsehinggaterjadi pemadatan serabutkolagendi tengah. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyaksehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa

Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut: (Ilyas, 2011)a. Kapsula1) Menebal dan kurang elastic (1/4dibanding anak)2) Mulai presbiopia3) Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur4) Terlihat bahan granular

b. Epitel semakin menipis1) Sel epitel (germinatif pada ekuatorbertambah besar dan berat)2) Bengkak dan vakuolisasimitokondria yang nyatac. Serat lensa1) Serat irreguler2) Pada korteks jelas kerusakan serat sel3) Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan triptofan disbanding normal4) Korteks tidak berwarnakarenai kadar asam askorbattinggi dan menghalangi foto oksidasi. Sinar tidak banyak mengubah protein pada seratmuda. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina (Vaughan, 2000).

Gambar 3. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarakE. KlasifikasiKatarak dapat di klasifikasikan berdasarkan, morfologi, maturitas, age of onset dan menurut terjadinya.5.1 Klasifikasi Katarak berdasarkan MorfologiA. Katarak Nuklear Terjadinnya sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan nukleus lensa menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak ini lokasinya pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus cenderung menjadi lebih gelap dan keras(sklerosis), kemudian berubah menjadi kuning sampai cokelat. Katarak nuklear merupakan bentuk yang paling jarang terjadi dan progresifitasnnya lambat. Penurunan kemampuan pandangan jauh lebih berpengaruh dibandingkan pandangan dekat atau pandangan baca, bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik oleh karena efek miopisasi (Tana, 2009).

Gambar 4. Katarak nuklear (kiri) dan tampilannya pada pemeriksaan slitlamp (kanan)

Gambar 5. Gambaran skematik katarak nuklearB. Katarak kortikalTerjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang pada lapisan korteks. Biasanya mulai timbul usia 4060 tahun dan progresifitasnya lambat,tetapi lebih cepat daripada katarak nuklear (Tana, 2009).

Gambar 6. Katarak kortikal (A), skematik katarak kortikal (B)

C. Katarak subscapsularisDaerah opak hanya terdapat di bawah kapsul, biasanya pasien merasa sangat terganggu saat membaca di cahaya yang terang dan kadang melihat halo pada malam hari. Dibagi menjadi katarak subscapsularis anterior dan subscapsularis posterior. Katarak subscapsularis anterior biasanya muncul pada keadaan glaukoma sudut tertutup akut, toksisitas amiodaron, dan Wilson desease. Sedangkan katarak subscapsularis posterior biasanya terdapat pada pasien DM, Miotonic dystrophy dan akibat penggunaan steroid (Tana, 2009).

Gambar 7. Katarak subscapularis posteriot pada pemeriksaan slitlamp (atas) dan gambaran skematiknya (bawah)

D. Katarak kapsularisDibagi menjadi 2 jenis, yaitu: (Tana, 2009).1) Anterior capsulara. Kongenital : kelainan terdapat pada membran pupil yang tidak dapat lepas pada waktu lahirb. Acquired : Pseudiexfloation syndromes, yang disertau dengan sinekia posterior.2) Posterior capsularTerdapat pada persisten hyaloid membran (kongenital). Seperti ada hubungan kapsul posterior dengan retina yang seharusnya menghilang sejak lahir.

5.2 Klasifikasi Katarak berdasarkan MaturitasA. Katarak insipienKekeruhan dimulai dari tepi equator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Pada katarak subscapsular posterior, kekeruhan mulai terihat di anterior subcapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda morgagni). Kekeruhan dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang sama (Ilyas, 2011).B. Katarak intumesenDisertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingg bilik mata menjadi dangkal dibandingk dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan saya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa (Ilyas, 2011).C. Katarak ImaturKatarak mengenai sebagian lensa dan belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degenaratif. Pada keadaan lensa mencembung dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder (Ilyas, 2011).

D. Katarak maturPada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau insipien tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada kuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang kemudian akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh. Sehingga uji bayangan iris negatif (Ilyas, 2011).E. Katarak hipermaturKatarak hipermatur merupakan katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan mengering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zenii menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenarasi dan mencair tidak dapa keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat dan disebut katarak morgagni (Ilyas, 2011).

Gambar 8. Skematik katarak hipermatur pada katarak kortikal

Gambar 9. Katarak matur (A), katarak hipermatur (B), katarak morgagni (C)

Tabel 1. Perbandingan klinis morfologi katarak

InsipienImaturMaturHipermatur

KekeruhanRinganSebagianSeluruhMasif

Cairan lensaNormalBertambahNormalBerkurang

IrisNormalTerdorongNormalTremulans

Bilik mata depanNormalDangkalNormalDalam

Sudut bilik mataNormalSempitNormalTerbuka

Shadow test-+-Pseudops

Penyulit-Glaukoma-Uveitis, glaukoma

5.3 Klasifikasi Katarak berdasarkan Age of OnsetA. Katarak kongenitalKatarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital bisa merupakan penyakit keturunan (secara autosomal dominan) atau bisa disebabkan oleh infeksi kongenital, seperti rubela, dan kelainan metabolik seperti galaktosemia. Jenis katarak kongenital : 1) Katarak lamelar atau zonularBila pada permulaan perkembangan serat lensa normal dan kemudian terjadi gangguan perkembangan serat lensa. Biasanya perkembangan serat lensa selanjutnya normal kembali sehingga nyata terlihat adanya gangguan perkembangan serta lensa pada satu lamel daripada perkembangan lensa tersebut. Katarak lamelar bersifat herediter yang diturunkan secara dominan dan biasanya bilateral (Liesegang, 2004).

b

Gambar 10. Katarak lamelar (A), skematik katarak lamelar (b)2) Katarak polaris posteriorKatarak polaris posterior ini terjadi akibat arteri hialoid yang menetap. Pada pemeriksaan akan terlihat kekeruhan di dataran belakang lensa. Bila dilakukan pemeriksaan funduskopi akan terlihat serat sisa arteri hialoid yang menghubungkan lensa bagian belakang dengan papil saraf optik. Adanya arteri hialoid yang menetap ini dapat dilihat dengan pemeriksaan ultrasonografi. Bila fudus okuli tidak tampak, maka dialakukan tindakan bedah iridektomi optik atau bila mungkin dilakukan lesenktomi. Ekstrasi linear ataupun disisio lentis merupakan kontra indikasi karena akan terjadi tarikan arteri hialoid dengan papil yang dapat mengakibatkan ablasi retina (Liesegang, 2004).3) Katarak polaris anteriorKatarak polaris arterior atau piramidalis arterior akibat gangguan perkembangan lensa pada saat mulai terbentuknya plakoda lensa. Pada saat ibu dengan kehamilan kurang dari 3 bulan mendapat infeksi virus, maka amnionya akan mengandung virus. Plakoda lensa akan mendapat infeksi virus hingga rubela masuk ke dalam vesikel akan menjadi lensa. Gambaran klinis akan terjadi ialah adanya keluhan ibu karena anaknya mempunyai leukokoria. Pada pemeriksaan subjektif akan terlihat kekeruhan pada kornea dan terdapatnaya fibrosis di dalam bilik mata depan yang menghubungkan kekeruhan kornea dengan lensa yang keruh. Kekeruhan yang terlihat pada lensa terletak di polus anterior lensa dalam bentuk piramid dengan puncak di dalam bilik mata depan. Kekeruhan lensa pada katarak polar anterior ini tidak progresif.Pengobatan dilakukan bila kekeruhan mengakibatkan tidak terlihatnya fundus bayi tersebut. Tindakan bedah yang dilakukan adalah disisio lentis atau suatu ekstraksi linear (Liesegang, 2004).4) Katarak sutural atau stelataKekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari substansi lensa bertemu, yang merupakan huruf Y yang tegak di depan, dan huruf Y yang terbalik di belakang Biasanya tidak banyak mengganggu visus (Liesegang, 2004).5) Katarak complete atau totalisBila oleh suatu sebab, terjadi kerusakan dari kapsula lensa, sehingga substansi lensa dapat keluar dan diserap, maka lensa semakin menjadi tipis dan akhirnya timbul kekeruhan seperti membran(Liesegang, 2004).B. Katarak JuvenileMerupakan katarak yang terjadi pada usia di bawah usia 9 tahun dan biasanya lanjutan dari katarak kongenital.C. Katarak senileKatarak yang terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Katarak senile merupakan katarak yang paling umum dijumpai.

5.4 Klasifikasi Katarak Berdasarkan TerjadinyaA. Katarak Developmental: terjadinya katarak ketika dalam proses pmbentukan atau pertumbuhan lensa (Liesegang, 2004).B. Katarak Degeneratif : terjadinya katarak karena proses degenerasi misal katarak senile (Ilyas, 2011).C. Katarak komplikata: terjadinya katarak karena komplikasi dari suatu penyakit mata atau sistemik (Ilyas, 2011).D. Katarak traumatik : katarak karena suatu trauma langsung atau tidak langsung, bisa disertai dislokasi ke anterior (depan) atau posterior (belakang) dari lensa (Ilyas, 2011).E. Manifestasi KlinisManifestasi katarak terjadi secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien (Tana, 2009).Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut: 1. Penurunan visus2. Silau3. Perubahan miopik4. Diplopia monocular5. Halo berwarna6. Bintik hitam di depan mataF. Diagnosis katarakDiagnosis pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui kemampuan melihat pasien.Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya (Vaughan, 2000).Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai (Vaughan, 2000).

G. TatalaksanaPenatalaksanaan definitif untuk katarak adalah ekstraksi lensa. 7.1. IndikasiIndikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus, medis, dan kosmetik (Pascolini, 2011).a. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.b. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina. c. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang hitam.7.2. Persiapan Pre-Operasi (Pascolini, 2011).a. Pasien sebaiknya dirawat semalam sebelum operasib. Pemberian informed consentc. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine 5%d. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jame. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien cemasf. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi. Tetesan diberikan tiap 15 menitg. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma, antihipertensi, atau anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat antidiabetik sebaiknya tidak diberikan pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia, dan obat antidiabetik dapat diteruskan sehari setelah operasi.7.3. AnestesiA. Anestesi UmumDigunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau retardasi mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson, dan reumatik yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri (Pascolini, 2011).B. Anestesi Lokal : 1. Peribulbar blockPaling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva dengan jarum 25 mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan TIO, hilangnya refleks Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang diakibatkan stimulus rasa sakit pada bola mata, yang mengakibatkan bradikardia dan bisa menyebabkan cardiac arrest). Komplikasi seperti perdarahan retrobulbar, rusaknya saraf optik, perforasi bola mata, injeksi nervus opticus, infeksi (Pascolini, 2011).2. Subtenon BlockMemasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul tenon 5 mm dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi diinjeksikan diantar ekuator bola mata (Pascolini, 2011).3. Topical-intracameral anesthesiaAnestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%, lidocaine 2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau infusa larutan lidokain 1%, biasanya selama hidrodiseksi (Pascolini, 2011).

7.4. Metode OperasiA. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan (Pascolini, 2011).

Gambar 11. Teknik ICCEB. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder (Pascolini, 2011).

Gambar 12. ECCE dengan pemasangan IOLC. PhacoemulsificationPhakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya. Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis (Pascolini, 2011).D. Small Incision Cataract Surgery (SICS)Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm. Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak immature, matur, dan hipermatur. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi (Pascolini, 2011).Tabel 2. Perbandingan metode operasi katarakJenis tehnik bedah katarakKeuntunganKerugian

Extra capsular cataract extraction (ECCE) Incisi kecil Tidak ada komplikasi vitreus Kejadian endophtalmodonesis lebih sedikit Edema sistoid makula lebih jarang Trauma terhadap endotelium kornea lebih sedikit Retinal detachment lebih sedikit Lebih mudah dilakukan

Kekeruhan pada kapsul posterior Dapat terjadi perlengketan iris dengan kapsul

Intra capsular cataract extraction (ICCE) Semua komponen lensa diangkat

Incisi lebih besar Edema cistoid pada makula Komplikasi pada vitreus Sulit pada usia < 40 tahun Endopthalmitis

Fakoemulsifikasi Incisi paling kecil Astigmatisma jarang terjadi Pendarahan lebih sedikit Teknik paling cepat Memerlukan dilatasi pupil yang baik Pelebaran luka jika ada IOL

7.5 Komplikasi Tindakan OperatifKomplikasi operasi katarak dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (Pascolini, 2011).A. Komplikasi preoperatifa) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki keadaan.b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk mengurangi gejala.c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari. B. Komplikasi intraoperatifa) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi ke bilik mata depan. c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE. C. Komplikasi postoperatif awalKomplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.D. Komplikasi postoperatif lanjutCystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOLImplantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens syndrome).

PROGNOSISTindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.4

BAB IIIPEMBAHASAN

Pasien seorang anak berumur 11 tahun dengan keluhan utamapenglihatan kabur. Hal ini menunjukkan telah terjadinnya penurunan indeks refraksi mata yang dapat disebabkan oleh kelainan refraksi atau pun organik bergantung pada keadaan klinis lain dan perjalanan penyakitnya. Pasien menambahkan bahwa keluhan penglihatan buram terutama pada mata sebelah kiri dimana hal ini menunjukan bahwa kemungkinan besar letak kelainannya berada di salah satu bulbi oculi dan pada kasus ini kemungkinan besar yang terkena adalah bulbi oculi sinister.Keterangan perjalanan penyakit sangat menentukan diagnosis akhir dari suatu penyakit. Pada pasien ini keluhan bermula sejak 5 tahun yang lalu dan penurunan penglihatannya hingga saat ini semakin memberat, hal ini menunjukkan progresifitas penyakit yang terus dan masih berlangsung sejak keluhan penurunan ketajaman penglihatan itu bermula.Keterangan pasien yang mengatakan bahwa pada mata sebelah kirinya seperti melihat kabut yang menutupi pandangannya dan sering terasa silau. Pandangan berkabut dan fotofobia adalah gejala-gejala yang sangat erat kaitannya dengan katarak. Pada pasien katarak, gejala pandangan seperti berkabut ini terjadi karena terhalangnya sebagian sinar yang datang yang disebabkan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menyebabkan tidak fokusnya sinar sejajar atau bayangan yang ditangkap oleh retina. Dimana hal ini juga akan berpengaruh pada toleransi mata terhadap cahaya yang masuk dan pada penderita katarak terjadi peningkatan sensitifitas terhadap cahaya yang menyebabkan fotofobia. Pasien juga mengaku tidak ada keluhan mata merah hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa katarak bukanlah suatu proses peradangan sehingga tidak mungkin menyebabkan keluhan mata merah selama tidak ada komplikasi yang mengikuti. Pasien menyangkal keluhan nyeri di sekitar mata, keluhan mata berair, tidak ada kotoran mata yang berlebih, tidak ada mual dan muntah. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keluhan pada pasien murni hanya penurunan ketajaman penglihatan saja.Adapun pada kasus ini adalah terjadinya pada usia muda merupakan salah satu variasi dari katarak yang termasuk dalam katarak kongenital ataupun katarak juvenil. Pada katarak kongenital, katarak mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Juga dicari adanya riwayat kejang ataupun terinfeksi tetanus selama kehamilan.Tidak ada keluhan yang sama sebelumnya, tidak ada riwayat di keluarga dengan keluhan yang sama. Pasien merupakan anak ke -2 dari 2 bersaudara, dilahirkan pada usia kandungan 40 minggu dengan berat badan lahir 4500 Kg di rumah dengan bantuan bidan desa dan tanpa komplikasi persalinan.Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. Status oftalmologi didapatkan VOD 0,6 dan VOS 1/300, terlihat kekeruhan pada lensa mata sebelah kiri. Shadow test (+) dan penurunan refleks fundus pada mata mata sebelah kiri.Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pasien dalam kasus ini didiagnosis sebagai katarak developmental oculi sinistra. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mencari penyebabnya meliputi pemeriksaan TORCH untuk mencari kemungkinan terjadinya infeksi TORCH terutama rubela pada saat kehamilan ibu pasien. Walaupun keterangan ibu pasien mengatakan bahwa di rumahnya tidak memelihara hewan peliharaan seperti kucing atau ikan, tidak menyingkirkan kemungkinan untuk terjadinya infeksi TORCH dan menyebabkan kelainan lensa berupa katarak kongenital mengingat kemampuan dari kuman-kuman TORCH melewati sawar plasenta. Pemeriksaan penunjang lain yang mungkin diperlukan adalah pemeriksaan analisis urin lengkap terutama pemeriksaan sedimen urin untuk mencari kemungkinan terjadinya galaktosemia sebagai penyebab dari terjadinya katarak kongenital ini.Secara umum prognosis pasien dalam kasus ini adalah cukup baik. Namun tetap ada risiko untuk terjadinya komplikasi ambliopia. Ambliopia

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2003. Rencana Strategis Nasional Penang-Gulangan Gangguan Penglihatan Dan Kebutaan (PGPK) untuk Mencapai Vision 2020. Jakarta. Guyton AC, Hall EH. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. W.B. Saunders Company. Philadelphia.Tana, Lusianawaty, Delima dan Antonius Yudi Kristanto. 2009. Peranan Penggunaan Bahan Bakar terhadap Katarak pada Ibu Rumah Tangga di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol 20:8Ilyas Sidarta. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUILiesegang, Thomas, Gregory L Skuta, Louis B Cantor. 2004. Basic and Clinical Science Course: Lens and Cataract. American Academy Of Ophtalmology.San FransiscoPascolini D, Mariotti SP. 2011. Global estimates of visual impairment. BR J Ophthalmol. Vol. 23:5. Tanggal 12 Juni 2015.Perhimpunan dokter spesialis mata indonesia. Ed. Sidarta Ilyas, Mailangkay, Hilman Taim, Raman S Widodo, Monang Simarmata, Purbo S Widodo. 2002. Ilmu Penyakit Mata: Untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran edisi ke-2. CV Sagung Seto. Jakarta.Ocampo VVD. 2009. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 12 Juni 2015Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta