uu perlindungan konsumen fix

89
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen. Pengertian konsumen adalah setiap pemakai barangdan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari perlindungan ini adalah: Adapun azas perlindungan konsumen antara lain : 1. Azas manfaat : Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan 2. Azas keadilan : Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan pada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil 3. Azas keseimbangan : Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual

Upload: atika-dewi-oktanti

Post on 29-Dec-2015

96 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hukum

TRANSCRIPT

Page 1: Uu Perlindungan Konsumen Fix

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk

melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.Sebagai contoh, para penjual

diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada

konsumen.

Pengertian konsumen adalah setiap pemakai barangdan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain,

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan

dari perlindungan ini adalah:

Adapun azas perlindungan konsumen antara lain :

1. Azas manfaat : Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-

besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan

2. Azas keadilan : Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara

maksimal dan memberikan kesempatan pada konsumen dan pelaku usaha

untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil

3. Azas keseimbangan : Memberikan keseimbangan antara kepentingan

konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual

4. Azas keamanan dan keselamatan konsumen : Memberikan jaminan atas

keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,

pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau

digunakan

5. Azas kepastian hukum : baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati

hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Prinsip-Prinsip Perlindungan Konsumen

Menurut Prof. Hans W. Micklitz, dalam perlindungan konsumen secara

garis besar dapat ditempuh dua model kebijakan. Pertama, kebijakan yang bersifat

komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha memberikan

Page 2: Uu Perlindungan Konsumen Fix

informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas informasi).Kedua, kebijakan

kompensatoris, yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan

ekonomi konsumen (hak atas keamanan dan kesehatan).

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam

perlindungan konsumen. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam

hukum dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdaasarkan Unsur Kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau

liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum, namun berlaku

dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUH Perdata, khususnya pasal

1365, 1366, dan pasal 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini

menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggujawabannya secara

hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata

berbunyi: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian

kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Pasal ini lazim dikenal sebagai

pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat

unsur pokok, yaitu: (1) adanya perbuatan, (2) adanya unsur kesalahan, (3)

adanya kerugian yang diderita, dan (4) adanya hubungan kausalitas antara

kesalahan dan kerugian.

Maksud dari kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan

hukum.Pengertian hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang,

tetapi juga kepatuhan dan kesusilaan dalam masyarakat.

Ketentuan diatas juga sejalan dengan teori umum dalam hukum acara,

yakni asas audi et alteram partem atau asas kedudukan yang sama antara

semua pihak yang diperkara. Disini hakim harus member para pihak beban

yang seimbang dan patut, sehingga masing-masing memiliki kesempatan

yang sama untuk memenangkan perkara tersebut.

Bila melihat bahwa produsen yang bertanggung jawab, maka konsumen

menggugatnya tidak dengan wanprestasi, karena tidak ada hubungan

kontraktual (privity of contract, yaitu hubungan langsung dengan

konsumen).Jadi, bila tidak ada hubungan tersebut maka menggugatnya harus

Page 3: Uu Perlindungan Konsumen Fix

berdasarkan perbuatan melawan hukum (law of Tort atau tortius

liability).Tortius Liability adalah Fault liability menggugat berdasarkan Pasal

1365 KUH Perdata, berarti siapa yang mengendalikan, dia harus

membuktikan.Bila diterapokan dalam kasus biscuit beracun, maka konsumen

harus membuktikan bahwa produsen yang bersalah.Ini tidak menguntungkan

bagi konsumen. Perlindungan terhadap konsumen menjadi mustahil kalau

berdasrakan fault liability, karena yang mengendalikan harus membuktikan.

Di Indonesia terdapat Vicarious Liability, yaitu perbuatan melawan hukum

yang berada dalam tanggungjawab majikan terhadap pekerjaan buruhnya

(Pasal 1367 KUH Perdata).

Building Owner Liability : pemilik gedung

Pete’s Master Liability : pemilik binatang peliharaan yang

bertanggungjawab.

Contoh:

Kasus Secure Parking

Dalam kasus Anny R. Gultom dan Hontas Tambunan, keduanya

kehilangan mobilnya di Plaza Cempaka Mas pada 2000 lalu.Kini perkaranya

sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).Keduanya berhasil meminta ganti

rugi pada Secure Parking Rp 60 juta sebagai kompensasi kehilangan mobil.

Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1246/K/PDT/2003 menegaskan, sesuai

dengan Pasal 1365 jo Pasal 1367 KUH Perdata, Secure Parking selaku

pengelola perparkiran, bertanggung jawab atas perbuatan melawan

hukum yang dilakukan sendiri ataupu pegawainya yang mengakibatkan

kerugian penggugat (Anny R. Gultom dan Hontas Tambunan).

2. Prinsip Praduga untuk Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini menyatakan, “Tergugat selalu dianggap bertanggung jawab

(presumption of liability principle) sampai ia membuktikan ia tidak

bersalah”.Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat.Tampak beban

pembuktian terbalik (omkering van bewijslast) diterima dalam prinsip

tersebut. UUPK pun mengadopsi sistem pembuktian terbalik ini, sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 19, 22, 23, dan 28 UUPK.

Page 4: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Dasar dari teori pembalikan beban pembuktian adalah seseorang dianggap

tidak bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya.Hal

ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah

(presumption of innocence) yang lazim dikenal dalam hukum. Namun, jika

diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak bahwa asas demikian cukup

relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban unhtuk

membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha yang digugat.Tergugat

ini yang harus menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah.Tentu saja

konsumen tidaklah berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatan-

gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat

balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan si tergugat.

3. Prinsip Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non

liability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang

sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya secara common sense

dapat dibenarkan.

4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan

prinsip tanggung jawab absolut (absolute liabilty).Kendati demikian ada pula

para ahli yang membedakan kedua terminologi diatas.Ada pendapat yang

mengatakan strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan

kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan.Namun, ada pengecualian-

pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab,

misalnya keadaan force majeure.Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip

tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.

Biasanya, prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena:

a. Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya

kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks.

b. Ketika ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau

menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya.

5. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan

Page 5: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability

principle) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai

klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.Dalam perjanjian

cuci cetak film misalnya, ditentukan bila film yang dicuci cetak itu hilang

atau rusak (termasuk akibat kesalahan petugas), maka si konsumen hanya

dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru.Prinsip

tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila diterapkan secara

sepihak oleh pelaku usaha.Dalam UUPK yang baru, seharusnya pelaku usaha

tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen,

termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya.Jika ada pembatasan

mutlak harus ada peraturan perundang-undangan yang jelas.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Populasi penduduk Negara Indonesia yang tinggi sudah tentu merupakan

representasi dari banyaknya konsumen.Konsumen dalam jumlah yang besar ini

juga harus dilindungi karena perlindungan konsumen merupakan salah satu tugas

melalui kebijakan-kebijakan Negara.Kebijakan ini telah dituangkan melalui

adanya Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai perlindungan

konsumen.Perangkat hukum ini terdiri dari 15 Bab dan terdiri dari 65 pasal.

Klausul Bab 1 tentang ketentuan umum Undang-undang nomor 8 tahun 1999

dapat dilihat seperti dibawah ini :

Pasal 1

Dalam undangundangini yang dimaksud dengan :

(1) Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastianhukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen

(2) Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalammasyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain

maupun makhlukhidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

(3) Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yangberbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukanatau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Page 6: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersam-samamelalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalamberbagai bidang ekonomi.

(4) Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik

bergerakmaupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat

dihabiskan, yang dapatuntuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau

dimanfaatkan oleh konsumen.

(5) Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang

disediakanbagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

(6) Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu

barangdan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang

dan/atau jasa yangakan dan sedang diperdagangkan.

(7) Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah

pabean.

(8) Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di

dalam wilayahRepublik Indonesia.

(9) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga

nonpemerintahyang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai

kegiatanmenangani perlindungan konsumen.

(10) Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syaratyang

telahdipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh

pelaku usaha yangdituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian

yang mengikat dan wajib dipenuhioleh konsumen.

(11) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas

menanganidan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan

konsumen.

(12) Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk

untukmembantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.

(13) Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya

meliputibidang perdagangan.

Page 7: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Bab 2 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen

mencakup tentang Asas dan tujuan dari Undang-undang Perlindungan konsumen

itu sendiri.

Pasal 2

Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,

keamanan dankeselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Pasal 3

Perlindungan konsumen bertujuan :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungidiri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya

dari eksesnegatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntuthak-haknyasebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukumdan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumensehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha

g. Produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan

keselamatankonsumen.

Bab 3 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai Hak dan Kewajiban.Bab

pertama mengenai hak dan kewajiban konsumen yang dituangkan dalam pasal 4

dan 5.Sedangkan, bagian kedua mengenai mencakup Hak dan Kewajiban pelaku

usaha yang terangkum dalam pasal 6 dan pasal 7.

Page 8: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Bagian Pertama

Hak dan Kewajiban Konsumen

Pasal 4

Hak konsumen adalah :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barangdan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau

jasatersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barangdan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketaperlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barangdan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimanamestinya;

i. Hak-hakyang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Pasal 5

Kewajiban konsumen adalah :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatanbarang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

Page 9: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 6

Hak pelaku usaha adalah :

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisidan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

Hak pelaku usaha untuk menerima atau mendapatkan pembayaran sesuai

dengan kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak apabila

barang dan/atau jasa yang diberikan kepada konsumen tidak atau kurang

memadai. Kejadian yang biasa terjadi bahwa barang yang sama tetapi

mempunyai kualitas yang berbeda, maka barang yang lebih rendah harganya

akan lebih murah dibanding kualitasnya yang lebih tinggi. Bahkan dalam

praktek terjadi diskon, tetapi barangnya adalah barang yang kualitas rendah,

barang yang tidak laku, dan bahkan barang tersebut cacat.

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidakbaik;

Konsumen yang melakukan pemfitnahan pada pelaku usaha atau mencuri

barang dari toko pelaku usaha, dapat dituntut oleh pelaku usaha untuk

mengembalikan keuntungannya dan/atau nama baiknya.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen;

Karena negara indonesia adalah negara hukum, setiap pihak yang bersengketa

diberi praduga tak bersalah, maka pelaku usaha pun berhak memiliki

pengacara untuk membela diri dalam penyelesaian sengketa dengan

konsumennya dalam hukum. Hak pelaku usaha untuk mendapat perlindungan

hukum, melakukan pembelaan diri, dan rehabilitasi sesungguhnya merupakan

hak-hak yang berkaitan dengan instansi pemerintahan.Dan badan

penyelesaian sengketa konsumen serta pengadilan dalam tugasnya yang

menyelesaikan sengketa konsumen.Melalui hak-hak tersebut diharapkan tidak

mengabaikan kepentingan pelaku usaha dalam menuntut hak-haknya.

Page 10: Uu Perlindungan Konsumen Fix

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

Jika konsumen mengklaim bahwa barang dan/atau jasa dari pelaku usaha

tidak sesuai dengan perjanjian yang ada yang diakibatkan dari kesalahan

pelaku usaha, dan konsumen tersebut mengumumkan kepada masyarakat luas

mengenai kesalahan pelaku usaha tersebut, sehingga nama baik perusahaan

atau pelaku usaha tercemar. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, kesalahan

tersebut karena ulah konsumen, maka pelaku usaha berhak merehabilitasi

namanya atau nama perusahaannya agar kembali dipercaya oleh masyarakat.

e. Hak-hakyang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 7

Kewajiban pelaku usaha adalah :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

merupakan salah satu asas yang terdapat dalam hukum perjanjian.Asas ini

terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menyatakan bahwa

perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barangdan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan;

Kewajiban kedua bagi pelaku usaha adalah memberikan informasi yang

benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Di

sisi lain, pelaku usaha berkewajiban memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan, disebabkan karena informasi merupakan hak

konsumen, karena ketiadaan informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha

merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat informasi) yang sangat

merugikan konsumen.

Page 11: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Contoh seperti yang diatur dalam Pasal 111 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa setiap makanan dan minuman yang

dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi :

1. nama produk;

2. daftar bahan yang digunakan;

3. berat bersih atau isi bersih;

4. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan

dan minuman ke dalam wilayah Indonesia; dan

5. tanggal, bulan dan tahun produksi dan kadaluarsa.

Pemberian tanda atau label harus dilakukan secara benar dan akurat.

Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai

suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu

produk tertentu.Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat

berupa representasi, per-ingatan maupun yang berupa instruksi.

Contoh Pasal 114 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan

bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah

Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan. Maksud peringatan

kesehatan adalah tulisan yang jelas dan mudah terbaca dan dapat disertai

gambar atau bentuknya. Contoh “Merokok dapat menyebab-kan kanker,

serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin

Menurut ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerin-tah Nomor 69 Tahun 1999

tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan bahwa setiap keterangan atau

pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan atau bentuk lain

yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan

pangan. Di sisi lain, terdapat peraturan lain yang terkait label dan iklan, yakni

UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 7 Tahun 1996

tentang Pangan, dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

Representasi yang benar terhadap suatu produk diperlukan bagi

konsumen.Karena, salah satu penyebab terjadinya kerugian terhadap

konsumen adalah terjadinya salah representasi terhadap produk

Page 12: Uu Perlindungan Konsumen Fix

tertentu.Dalam kaitannya ini, dengan salah representasi, banyak disebabkan

karena tergiur oleh iklan atau brosur produk tertentu, sedangkan iklan atau

brosur tersebut tidak selamanya memuat informasi yang benar, karena pada

umumnya hanya menonjolkan kelebihan produk yang dipromosikan,

sebaliknya kelemahannya ditutupi.

Informasi yang diperoleh konsumen melalui brosur dapat menjadi salah

satu alat bukti yang dipertimbangkan oleh hakim dalam gugatan konsumen

terhadap produsen.Penyampaian informasi melalui brosur-brosur secara tidak

benar yang merugikan konsumen, dikategorikan sebagai wanprestasi.Brosur

dianggap sebagai penawaran dan janji-janji yang bersifat perjanjian, sehingga

brosur dianggap diperjanjikan dalam ikatan jual beli meskipun tidak

dinyatakan secara tegas.Maka, pelaku usaha harus berhati-hati dalam

membuat brosur atau iklan, karena jika tidak sesuai dengan kenyataan dapat

dikategorikan sebagai kebohongan publik.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan

pelayanan.pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada

konsumen. Melayani konsumen secara benar dan jujur tidak diskriminatif,

harus dilakukan oleh pelaku usaha.Pelayanan ini dapat berupa pelayanan

purna jual, di mana pelaku usaha yang memproduksi barang yang

pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya satu

tahun wajib menyediakan suku cadang dan atau fasilitas purna jual dan wajib

memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku;

Asas lainnya bahwa perjanjian tidak boleh melanggar undang-undang,

ketertiban, kesusilaan, dan kepatutan.Pentingnya asas ini dalam perundingan-

perundingan atau perjanjian para pihak, yaitu pelaku usaha dengan konsumen.

Page 13: Uu Perlindungan Konsumen Fix

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barangdan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuatdan/atau yang diperdagangkan;

Hal ini merupakan pembuktian dari kebenaran pemberian informasi pelaku

usaha atas barang dan/atau jasa yang diberikan. Sehingga, pelaku usaha dapat

lepas dari tuntutan kebohongan publik

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

Pelaku usaha bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan

konsumen apabila tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang

dan atau fasilitas perbaikan dan tidak memenuhi atau gagal memenuhi

jaminan dan atau garansi yang diperjanjikan.Pelaku usaha yang

memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan atau garansi yang

disepakati dan atau diperjanjikan.Pelaku usaha wajib menjamin mutu barang

dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan standar

mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Standardisasi mutu barang diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi

Nasional, yaitu standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional

dan berlaku secara nasional. Peraturan ini dalam mendukung peningkatan

produktivitas daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau

personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan

konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat, khususnya di bidang

keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup. Di sisi lain,

Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang di dalamnya mengatur

pula masalah standardisasi berlanjut dengan kewajiban untuk menyesuaikan

peraturan di bidang standardisasi. Standar adalah spesifikasi teknis atau

sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun

berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan

syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,

Page 14: Uu Perlindungan Konsumen Fix

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman,

perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh

manfaat yang sebesar-besarnya. Standardisasi adalah proses merumuskan,

menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara

tertib dan bekerja sama dengan semua pihak.

Pelaku usaha yang menerapkan standar nasional Indonesia yang

diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat atau tanda SNI.Pelaku

usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang atau jasa yang

tidak memenuhi dan atau tidak sesuai dengan standar nasional Indonesia yang

telah diberlakukan secara wajib.Pelaku usaha yang barang dan atau jasa telah

memperoleh sertifikat produk dan atau tanda standar nasional Indonesia dari

lembaga sertifikasi produk, dilarang memproduksi dan mengedarkan barang

dan atau jasa tang tidak memenuhi SNI. SNI yang diberlakukan secara wajib

dikenakan, baik terhadap barang dan atau jasa produksi dalam negeri maupun

terhadap barang dan atau jasa impor.Dengan adanya standardisasi nasional,

akan ada acuan tunggal dalam mengukur mutu produk dan atau jasa di dalam

perdagangan, yaitu, SNI, sehingga dapat meningkatkan perlindungan kepada

konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya. Baik untuk

keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi

lingkungan.Pelaku usaha wajib memberi kesempatan kepada konsumen untuk

menguji dan atau mencoba barang dan atau jasa serta memberi jaminan dan

atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.Pelaku usaha

wajib menyediakan suku cadang dan atau fasilitas purna jual dan wajib

memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.Pelaku

usaha bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen

apabila tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan atau

fasilitas perbaikan.Pelaku usaha bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi

dan gugatan kepada konsumen apabila tidak memenuhi atau gagal memenuhi

jaminan dan atau garansi yang diperjanjikan.

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasayang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Page 15: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa, wajib memenuhi jaminan dan

atau garansi yang disepakati dan atau diperjanjikan.Pelaku usaha wajib

memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan

perjanjian.Kewajiban pelaku usaha memberi ganti rugi akibat ketidaksesuaian

terhadap barang yang diperjanjikan.Hal ini dapat berupa kelalaian atau

kesalahan pelaku usaha.Bentuk ganti rugi ini dapat berupa pengembalian

uang, penggantian barang dan jasa setara nilainya, dan perawatan kesehatan

dan atau pemberian santunan.Pemberian ganti rugi harus dilaksanakan dalam

tenggang waktu tujuh hari sejak tanggal transaksi.Pemberian ganti rugi juga

tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

Pelaku usaha dibebaskan dari kewajiban memberi ganti rugi kepada

konsumen apabila :

1. Dapat membuktikan bahwa konsumen yang melakukan kesalahan;

2. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau dimaksudkan

untuk diedarkan;

3. Cacat barang timbul pada kemudian hari;

4. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;

5. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

6. Lewatnya jangka waktu penuntutan empat tahun sejak barang dibeli atau

lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.

Para pihak harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan

yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing pihak dalam perjanjian

terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas

yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak, atau

masing-masing pihak harus mena-ruh perhatian yang cukup dalam menutup

kontrak yang berkaitan dengan itikad baik.

Bab 4 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai perbuatan yang dilarang

bagi pelaku usaha.Bab ini terdiri dari pasal 8 sampai dengan pasal 17.

Page 16: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Pasal 8

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang

dan/atau jasayang:

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan

Ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam

hitungansebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang

tersebut;

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran

sebagaimanadinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang

dan/atau jasa tersebuttidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi,

proses pengolahan, gaya, mode,atau penggunaan tertentu sebagaimana

dinyatakan dalam label atau keteranganbarang dan/atau jasa tersebut;

e. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,

iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/

pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

g. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

h. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat

nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,

tanggalpembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta

keteranganlain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/

dibuat;

i. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang

dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundanganyang

berlaku.

Page 17: Uu Perlindungan Konsumen Fix

(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau

bekas, dantercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar

atas barang dimaksud.

(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang

rusak,cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan

informasi secaralengkap dan benar.

(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang

memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari

peredaran.

Pasal 9

(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu

barangdan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:

a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga

khusus,standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik

tertentu, sejarah atauguna tertentu;

b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki

sponsor,persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu,

ciricirikerja atau aksesoritertentu;

d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai

sponsor,persetujuan atau afiliasi;

e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa

lain;

j. Menggunakan kata-katayang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya,

tidakmengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang

lengkap;

Page 18: Uu Perlindungan Konsumen Fix

k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang

untukdiperdagangkan.

(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang

melanjutkanpenawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa

tersebut.

Pasal 10

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau

membuatpernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;

b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang

dan/atau jasa;

d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Pasal 11

Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau

lelang, dilarangmengelabui/ menyesatkan konsumen dengan;

a. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolaholah

b. Telah memenuhi standar mututertentu;

c. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolaholah

d. Tidak mengandung cacattersembunyi;

e. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan

maksud untukmenjual barang lain;

f. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang

cukup denganmaksud menjual barang yang lain;

g. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup

denganmaksud menjual jasa yang lain;

Page 19: Uu Perlindungan Konsumen Fix

h. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

Pasal 12

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan

suatu barangdan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah

tertentu, jika pelakuusaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya

sesuai dengan waktu dan jumlahyang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

Pasal 13

(14)Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan

suatu barangdan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa

barang dan/atau jasa lainsecara cuma-cumadengan maksud tidak

memberikannya atau memberikan tidaksebagaimana yang dijanjikannya.

(15)Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan

obat, obattradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan

kesehatan dengancara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau

jasa lain.

Pasal 14

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:

a. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;

b. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;

c. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

d. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

Page 20: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Pasal 15

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang dilarang

melakukan dengancara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan

gangguan baik fisik maupun psikisterhadap konsumen.

Pasal 16

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan

dilarang untuk:

a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai

dengan yangdijanjikan;

b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

Pasal 17

(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan

hargabarang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang

dan/atau jasa;

b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;

c. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang

dan/ataujasa;

d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;

e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang

ataupersetujuan yang bersangkutan;

f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan

perundangundanganmengenaiperiklanan.

(1) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah

melanggarketentuan pada ayat (1).

Bab 5 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai ketentuan pencantuman

klausula baku. Bab ini terdiri dari pasal 18.

Page 21: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Pasal 18

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan

untukdiperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku

pada setiapdokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

barangyang dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

uang yangdibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh

konsumen;

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik

secaralangsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan

sepihak yangberkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara

angsuran;

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatanjasa yang dibeli oleh konsumen;

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau

Mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan

baru,tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak

oleh pelakuusaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang

dibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

untukpembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap

barang yangdibeli oleh konsumen secara angsuran.

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulitterlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulitdimengerti.

Page 22: Uu Perlindungan Konsumen Fix

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen

atauperjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2)dinyatakan batal demi hukum.

(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan

undangundangini.

Bab 6 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai tanggung jawab pelaku

usaha.Bab ini terdiri dari pasal 19 sampai dengan pasal 28.

Pasal 19

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan,pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi

barang dan ataujasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian

uangatau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,

atauperawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan

ketentuanperaturan perundang-undanganyang berlaku.

(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari

setelahtanggal transaksi.Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) tidak

(4) Menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebihlanjut mengenai adanya unsur kesalahan.Ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabilapelaku

usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan

kesalahankonsumen.

Pasal 20

Page 23: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan

segala akibatyang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Pasal 21

(1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor

apabilaimportasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan

produsen luarnegeri.

(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila

penyediaan jasaasing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan

penyedia jasa asing.

Pasal 22

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana

sebagaimanadimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan

beban dantanggungjawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa

untuk melakukanpembuktian.

Pasal 23

Pelaku usaha yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak

memenuhiganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal

19 ayat (1),ayat (2),ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan

penyelesaian sengketa konsumen ataumengajukan ke badan peradilan di tempat

kedudukan konsumen.

Pasal 24

1. Pelaku usaha yang menjual barang dan atau jasa kepada pelaku usaha lain

bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen

apabila:

a. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan

apa punatas barang dan/atau jasa tersebut;

Page 24: Uu Perlindungan Konsumen Fix

b. Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya

perubahanbarang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau

tidak sesuai dengancontoh, mutu, dan komposisi.

2. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung

jawabatas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku

usaha lain yangmembeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada

konsumen dengan melakukanperubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.

Pasal 25

1. Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan

dalambatas waktu sekurang-kurangnya1 (satu) tahun wajib menyediakan suku

cadangdan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi

sesuai denganyang diperjanjikan.

2. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas

tuntutanganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:

a. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas

perbaikan;

b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang

diperjanjikan.

Pasal 26

Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau

garansi yangdisepakati dan/atau yang diperjanjikan.

Pasal 27

Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas

kerugianyang diderita konsumen, apabila:

a. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak

dimaksudkan untukdiedarkan;

b. Cacat barang timbul pada kemudian hari;

Page 25: Uu Perlindungan Konsumen Fix

c. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;

d. Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli

atau lewatnyajangka waktu yang diperjanjikan.

Pasal 28

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi

sebagaimanadimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban

dan tanggungjawabpelaku usaha.

Bab 7 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai pembinaan dan

pengawasan.Bagian pertama mengenai pembinaan yang terdiri dari pasal

29.Sedangkan, bagian kedua mencakup pengawasan yang terdapat dalam pasal

30.

Pasal 29

1. Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan

perlindungankonsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan

pelaku usaha sertadilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

2. Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan

konsumensebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri

dan/atau menteriteknis terkait.

3. Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas

penyelenggaraan perlindungan konsumen.

4. Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud

padaayat (2) meliputi upaya untuk:

a. Terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara

pelaku usahadan konsumen;

b. Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

Page 26: Uu Perlindungan Konsumen Fix

c. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia serta meningkatnya

kegiatanpenelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan

konsumendiatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua

Pengawasan

Pasal 30

1. Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta

penerapanketentuan peraturan perundang-undangannyadiselenggarakan oleh

pemerintah,masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat.

2. Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakanoleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.

3. Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen

swadayamasyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar

di pasar.

4. Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

ternyatamenyimpang dari peraturan perundangundanganyang berlaku dan

membahayakankonsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil

tindakan sesuai denganperaturan perundangundanganyang berlaku.

5. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga

perlindungankonsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada

masyarakat dan dapatdisampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.

6. Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1),ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Page 27: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Bab 8 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai badan perlindungan

konsumen nasional.Bagian Pertama mencakup Nama, Kedudukan, Fungsi, dan

Tugas.

Pasal 31

Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan

Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 32

Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara

RepublikIndonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 33

Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran

danpertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan

konsumen diIndonesia.

Pasal 34

1. Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,

BadanPerlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas:

a. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka

penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;

b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-

undanganyang berlaku di bidang perlindungan konsumen;

c. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut

keselamatan konsumen;

d. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat;

Page 28: Uu Perlindungan Konsumen Fix

e. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan

konsumen danmemasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;

f. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat,

lembaga

g. Perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;

h. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

BadanPerlindungan Konsumen Nasional dapat bekerjasama dengan

organisasi konsumeninternasional.

Bagian Kedua

Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 35

1. Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiriatas seorang ketua merangkap

anggota,seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-

kurangnya15 (lima belas)orang dan sebanyak-banyaknya25 (duapuluh lima)

orang anggota yang mewakilisemua unsur.

2. Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan

diberhentikan olehPresiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada

Dewan Perwakilan RakyatRepublikIndonesia.

3. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen

Nasionalselama (3) tiga tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali

masa jabatanberikutnya.

4. Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh

anggota.

Pasal 36

Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur:

a. Pemerintah;

Page 29: Uu Perlindungan Konsumen Fix

b. Pelaku usaha;

c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

d. Akademis; dan

e. Tenaga ahli.

Pasal 37

Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah:

a. Warga negara Republik Indonesia;

b. Berbadan sehat;

c. Berkelakuan baik;

d. Tidak pernah dihukum karena kejahatan;

e. Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen;

dan

f. Berusia sekurang-kurangnya30 (tiga puluh) tahun.

Pasal 38

Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena:

a. Meninggaldunia;

b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri;

c. Bertempat tinggal di luar wilayah republik indonesia;

d. Sakit secara terus menerus;

e. Berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau

f. Diberhentikan.

Pasal 39

1. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen,

Nasional dibantuoleh sekretariat.

2. Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang

sekretaris yangdiangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Page 30: Uu Perlindungan Konsumen Fix

3. Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diaturdalam keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 40

1. Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat

membentukperwakilan di Ibu Kota Daerah Tingkat I untuk membantu

pelaksanaan tugasnya.

2. Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

lebih lanjutdengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen

Nasional.

Pasal 41

Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional bekerja

berdasarkantata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan

Konsumen Nasional.

Pasal 42

Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional

dibebankan kepadaanggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang

sesuai dengan peraturanperundang-undanganyang berlaku.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Perlindungan

Konsumen Nasionaldiatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bab 9 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai lembaga perlindungan

konsumen swadaya masyarakat

Pasal 44

Page 31: Uu Perlindungan Konsumen Fix

1. Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat

yangmemenuhi syarat.

2. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan

untukberperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.

3. Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi

kegiatan:

a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak

dankewajiban dan kehatihatiankonsumen dalam mengkonsumsi barang

dan/ataujasa;

b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;

c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan

perlindungankonsumen;

d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk

menerima

Keluhan atau pengaduan konsumen;

e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap

Pelaksanaan perlindungan konsumen.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen

swadayamasyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Bab 10 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai penyelesaian sengketa

Bagian Pertama

Umum

Pasal 45

1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui

lembaga yangbertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku

usaha atau melaluiperadilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Page 32: Uu Perlindungan Konsumen Fix

2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau

diluarpengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) tidakmenghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam

Undang-undang.

4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadilan,gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya

tersebut dinyatakantidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak

yang bersengketa.

Pasal 46

(1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:

a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

b. Kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;

c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi

syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran

dasarnyamenyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi

tersebut adalahuntuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah

melaksanakan kegiatansesuai dengan anggaran dasarnya;

d. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang

dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar

dan/atau korbanyang tidak sedikit.

2. Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan

konsumenswadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b,huruf c,atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban

yang tidaksedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan

PeraturanPemerintah.

Bagian Kedua

Page 33: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

Pasal 47

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk

mencapaikesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau

mengenai tindakan tertentuuntuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak

akan terulang kembali kerugian yangdiderita oleh konsumen.

Bagian Ketiga

Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Pasal 48

Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan

tentangperadilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam

Pasal 45.

Bab 11 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai badan penyelesaian

sengketa konsumen

Pasal 49

1. Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah

Tingkat IIuntuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.

2. Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa

konsumen,seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Warga negara Republik Indonesia;

b. Berbadan sehat;

c. Berkelakuan baik;

d. Tidak pernah dihukum karena kejahatan;

e. Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan

konsumen;

f. Berusia sekurang-kurangnya30 (tiga puluh) tahun.

Page 34: Uu Perlindungan Konsumen Fix

3. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah,

unsure konsumen, dan unsur pelaku usaha.

4. Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah

sedikit-dikitnya3(tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya5 (lima) orang.

5. Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa

konsumenditetapkan oleh Menteri.

Pasal 50

Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal

49 ayat (1)terdiri atas:

a. Ketua merangkap anggota;

b. Wakil ketua merangkap anggota;

c. Anggota.

Pasal 51

1. Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya

dibantu olehsekretariat.

2. Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala

sekretariat dananggota sekretariat.

3. Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat

badanpenyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 52

Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan

cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

Page 35: Uu Perlindungan Konsumen Fix

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran

ketentuan dalam undang-undangini;

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen

tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan

konsumen;

g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;

h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang

yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undangini;

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,

saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan

huruf h, yang tidak bersediamemenuhi panggilan badan penyelesaian

sengketa konsumen;

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti

lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

konsumen;

l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar

ketentuan undang-undangini.

Pasal 53

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan

penyelesaiansengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan

menteri.

Pasal 54

1. Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan

penyelesaiansengketa konsumen membentuk majelis.

Page 36: Uu Perlindungan Konsumen Fix

2. Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ganjil dan

sedikit-dikitnya3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur sebagaimana

dimaksud dalamPasal 49 ayat (3), serta dibantu oleh seorang panitera.

3. Putusan majelis final dan mengikat.

4. Ketantuan teknis lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas majelis diatur

dalam suratkeputusan menteri.

Pasal 55

Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling

lambat dalamwaktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.

Pasal 56

1. Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan

badanpenyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55

pelakuusaha wajib melaksanakan putusan tersebut.

2. Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling

lambat 14(empatbelas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan

tersebut.

3. Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu

sebagaimanadimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan badan

penyelesaian sengketakonsumen.

4. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak

dijalankanoleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen

menyerahkan putusantersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan

sesuai dengan ketentuanperundangundanganyang berlaku.

5. Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada

ayat (3)merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk

melakukan penyidikan.

Page 37: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Pasal 57

Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3)

dimintakan penetapaneksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen

yang dirugikan.

Pasal 58

1. Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana

dimaksuddalam Pasal 56 ayat (2) dalam waktu paling lambat 21 (duapuluh

satu) hari sejakditerimanya keberatan.

2. Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

para pihakdalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dapat mengajukan

kasasi ke MahkamahAgung Republik Indonesia.

3. Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam

waktu palinglambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.

Bab 12 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai penyidikan

Pasal 59

1. Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri

Sipil tertentudilingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan

tanggung jawabnya dibidangperlindungan konsumen juga diberi wewenang

khusus sebagai penyidik sebagaimanadimaksud dalam Undang-

undangHukum Acara Pidana yang berlaku.

2. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)berwenang:

a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang lain atau badan hukum yang

diduga melakukan tindak pidana dibidang perlindungan konsumen;

Page 38: Uu Perlindungan Konsumen Fix

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum

sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dibidang perlindungan

konsumen;

d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain

berkenaan

e. Dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

f. Melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat bahan

bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang

dapat dijadikanbukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan

konsumen.

g. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak

pidana di bidang perlindungan konsumen.

3. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada

PenyidikPejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

4. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik

Pejabat PolisiNegara Republik Indonesia.

Bab 13 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai s a n k s i

Bagian Pertama

Sanksi Administratif

Pasal 60

1. Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi

administratifterhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan

ayat (3), Pasal 20, Pasal25 dan Pasal 26.

2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp

200.000.000,00(duaratus juta rupiah).

Page 39: Uu Perlindungan Konsumen Fix

3. Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diaturlebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Sanksi Pidana

Pasal 61

Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.

Pasal 62

1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

8, Pasal9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a,

huruf b, huruf c,hurufe, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun ataupidana denda paling banyak Rp

2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

11, Pasal12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1)

huruf d dan huruf fdipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana

denda paling banyakRp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat

tetap ataukematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Pasal 63

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat

dijatuhkan hukumantambahan, berupa:

a. Perampasan barang tertentu;

b. Pengumuman keputusan hakim;

c. Pembayaran ganti rugi;

d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya

kerugian konsumen;

e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau

Page 40: Uu Perlindungan Konsumen Fix

f. Pencabutan izin usaha.

Bab 14 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai ketentuan peralihan

Pasal 64

Segala ketentuan peraturan perundang-undanganyang bertujuan melindungi

konsumenyang telah ada pada saat undang- undangini diundangkan, dinyatakan

tetap berlakusepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan

dengan ketentuan dalamundang-undangini.

Bab 15 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai ketentuan penutup

Pasal 65

Undang-undangini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan.Agar

setiaporang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undangundangini

denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Kasus-Kasus Yang Terkait Dengan Perlindungan Konsumen

Page 41: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Pelanggaran Hak Konsumen pada Kasus BBM

Pada kasus kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), masyarakat

konsumen tetaplah menjadi objek penderita meskipun akan diupayakan adanya

subsidi dan kompensasi dalam berbagai bentuk. Ini berarti bahwa produk-produk

kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, yang ditandai dengan kenaikan elpiji

dan harga BBM semakin memperjelas beban masyarakat sebagai konsumen akan

semakin berat.

Apa yang dilakukan pemerintah saat ini sama sekali bertentangan dengan

ketentuan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 29 UUPK, bahwa pemerintah

bertanggung jawab atas pembinaan  penyelenggaraan perlindungan konsumen

yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta

dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Secara teknis, kewajiban

pemerintah itu dilaksanakan oleh menteri, atau menteri teknis terkait.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya memperjuangkan nasib

rakyat, ternyata sekadar stempel pemerintah agar kebijakan-kebijakan yang

diambil dapat memperoleh legitimasi dari masyarakat.Kalaupun terjadi perubahan

dalam hal persentase kenaikannya, nilai perubahan itu dapat dipastikan tidak

sesuai dengan kondisi yang berkembang dan tuntutan masyarakat.Rakyat menjerit

karena harga-harga sudah telanjur meningkat jauh sebelum kepastian kenaikan

harga BBM diputuskan. Meskipun pemerintah secara aktif dan terus-menerus

melakukan sosialisasi, kenyataannya upaya tersebut tidak akan mampu

mempengaruhi melambungnya harga-harga.

Evaluasi yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)

menyebutkan, bidang pengaduan YLKI menerima 457 pengaduan konsumen

(melalui surat dan datang langsung).Jumlah pengaduan di atas sebenarnya belum

tercakup unit bisnis atau usaha massa, seperti BBM. Bayangkan saja, jika

kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Pertamina, jumlah

pengaduan mungkin akan bertambah banyak dan tidak terhitung jumlahnya.

Pengaduan tersebut bisa secara perseorangan (individu) ataupun organisasi/

lembaga.Tapi yang perlu kita pahami di sini adalah kenyataan bahwa masyarakat,

Page 42: Uu Perlindungan Konsumen Fix

terutama masyarakat kecil tetap menjadi korban.Dengan demikian, eksistensi

UUPK tampaknya semakin melenceng tidak sesuai yang sebagaimana seharusnya.

Bila kita tarik ke belakang, secara historis, UUPK lahir dimaksudkan

untuk lebih memberdayakan konsumen. Konsumen tidak lagi dijadikan sebagai

target pasar semata, melainkan dapat menjadi mitra dan jaminan pasar jangka

panjang. Atas dasar itulah, maka pada tanggal 20 April 1999 pemerintahan

Habibie mengesahkannya menjadi UU, dan mulai berlaku sejak 1 Januari 2000.

Ini berarti usia UUPK hampir memasuki usia 12 tahun, dan hebatnya, setiap

memasuki tahun baru konsumen selalu menyambutnya dengan kenaikan harga-

harga, termasuk elpiji dan BBM.

Cukup sudah selama 12 tahun mungkin untuk proses implementasi

sehingga target yang diharapkan dari UUPK dapat tercapai. Akan tetapi apa yang

menyebabkan UUPK tidak dapat diimplementasikan sampai saat ini? Dilihat dari

perkembangan yang ada, UUPK tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh

beberapa hal, adalah sebagai berikut:

1. UUPK adalah warisan kabinet Habibie. Kebiasaan yang terjadi di negara

kita adalah bahwa setiap ada pergantian kepemimpinan (kabinet), maka

akan diikuti dengan pergantian kebijakan, sehingga pemerintahan yang

baru hanya mengutamakan produk kebijakannya untuk memperoleh

popularitas. Kebijakan lama yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya

hanya dipandang sebagai suatu proses dan bukan pada nilai

kemanfaatannya.

2. Adanya tarik-menarik kekuasaan. Apa yang tergambarkan saat ini di mana

hampir pada setiap partai politik selalu muncul konflik internal. Masing-

masing kelompok menginginkan posisi dan kedudukan yang lebih besar.

Pada kasus kenaikan harga BBM, orang-orang yang ada di DPR tidak

memiliki kemauan kuat untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat

dengan cara mengkaji lebih mendalam faktor penyebab dan bentuk

kompensasi yang efektif atas kenaikan tersebut.

3. Lemahnya perangkat hukum dan kurang tegasnya aparatur. Kondisi yang

terakhir ini memang telah dirasakan jauh sebelum UU itu disahkan. Peta

Page 43: Uu Perlindungan Konsumen Fix

hukum kita yang masih berpihak pada kelompok atau individu yang kuat

menjadikan konsumen kita selalu lemah di hadapan hukum.

Adapun contoh-contoh kasus tidak seriusnya pemerintah dalam menangani

perlindungan hak-hak konsumen, adalah sebagai berikut:

a. Kasus Ajinomoto

b. Kasus Kratingdaeng

c. Kasus Minuman Tradisional

d. Kasus Obat nyamuk

e. Kasus obat-obat impor dan lain-lain

Dan juga belum termasuk masalah-masalah yang terkait dengan pelayanan

publik, seperti tarif listrik, telepon dan PDAM.Kasus-kasus tersebut hilang begitu

saja, dan bahkan muncul dengan tampilan baru. Kasus-kasus tersebut tidak

mampu diselesaikan secara tuntas mengingat masyarakat harus berhadapan

dengan para pengusaha besar (konglomerat) yang terkadang ikut menyetir

jalannya proses hukum. Dalam istilah yang sederhana bisa dikatakan bahwa

konsumen Indonesia telah termakan oleh hukum yang melindungi mereka sendiri.

Menyikapi kondisi yang terjadi saat ini, pemerintah dan lembaga-lembaga

terkait tidak boleh tinggal diam. Kita memang patut mendukung upaya-upaya

yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan elemen

mahasiswa yang selalu mengkritisi munculnya kebijakan kenaikan harga-harga.

Maka untuk menegakkan UUPK dan perlindungan hak-hak konsumen perlu di

ingat dan dipertahankan sebagai berikut:

1. UUPK menjamin hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam pasal 4

UUPK bahwa konsumen dilindungi haknya atas informasi yang benar,

jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa (poin

c). Dalam hal ini pemerintah harus dapat menjamin bahwa kenaikan harga

BBM harus betul-betul didasarkan atas perhitungan untung rugi

(matematik), dan barang yang diperjualbelikan benar-benar layak untuk

dikonsumsi.

2. Konsumen juga dilindungi haknya untuk didengar pendapat dan

keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan (poin d). Banyaknya

minyak oplosan yang beredar, harus menjadi perhatian pemerintah, karena

Page 44: Uu Perlindungan Konsumen Fix

hal itu tentu akan merugikan konsumen sebagai pemakai. Pelayanan yang

benar dan jujur, serta tidak diskriminatif juga merupakan hak-hak

konsumen yang harus diperhatikan. Apabila ketentuan-ketentuan di atas

tidak dipenuhi secara baik oleh badan usaha (pelaku usaha dan lembaga

pemerintahan), maka menjadi hak konsumen untuk mendapatkan

kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian terhadap sesuatu yang tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

3. Peran serta dan keterlibatan pihak-pihak terkait seperti, Badan

perlindungan Konsumen Indonesia (BPKN, Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK), dan lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat (LPKSM), yang diwakili oleh YLKI, serta kelompok-

kelompok mahasiswa diharapkan dapat menjadi kontrol utama atas

kebijakan-kebijakan pemerintah. Sehingga, UUPK sangat strategis   

dalam meningkatkan harkat dan martabat konsumen yang masih sering

diabaikan oleh para pelaku bisnis termasuk pemerintah.

Sehingga tercapailah keselarasan dan keseimbangan antara pihak penegak

hukum dan konsumen yang mana konsumen adalah salah satu aset yang mana

untuk menbantu dan ikut serta dalam pembangunan perekonomian di Indonesia

baik secara mikro ataupun secara makro.Di perlukan ketegasan dan konsistensi

penegak hokum untuk menjalankan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK).Maka perlu dan wajib kiranya di lindungi hak-hak konsumen

terhadap produk dan jasa selama ini.

Pelanggaran Hak Konsumen pada Kasus Pesawat Wings Air

Di Surabaya, seorang advokat menggugat Lion selaku pemilik Maskapai

Penerbangan Wings Air karena penerbangan molor 3,5 jam. Maskapai tersebut

digugat oleh seorang advokat bernama David ML Tobing. David, lawyer yang

tercatat beberapa kali menangani perkara konsumen, memutuskan untuk

melayangkan gugatan setelah pesawat Wings Air (milik Lion) yang seharusnya ia

tumpangi terlambat paling tidak sembilan puluh menit.

Kasus ini terjadi pada 16 Agustus lalu.Ia berencana terbang dari Jakarta ke

Surabaya, pukul 08.35 WIB. Tiket pesawat Wings Air sudah dibeli.Hingga batas

Page 45: Uu Perlindungan Konsumen Fix

waktu yang tertera di tiket, ternyata pesawat tak kunjung berangkat. David

mencoba mencari informasi, tetapi ia merasa kurang mendapat pelayanan. Pendek

kata, keberangkatan pesawat telat dari jadwal.

David menuding Wings Air telah melakukan perbuatan melawan hukum

dengan keterlambatan keberangkatan dan tidak memadainya layanan informasi

petugas maskapai itu di bandara. Selanjutnya David mengajukan gugatan terhadap

kasus tersebut ke pengadilan untuk memperoleh ganti rugi serta meminta

pengadilan untuk membatalkan klausul baku yang berisi pengalihan tanggung

jawab maskapai atas keterlambatan, hal mana dilarang oleh Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Dalam kasus yang menimpa David, tindakan yang dilakukan oleh pihak

Manajemen Wings Air dengan mencantumkan klausula baku pada tiket

penerbangan secara tegas merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum

perlindungan konsumen, sehingga terhadapnya dapat diklasifikasikan sebagai

tindak pidana ekonomi dalam arti luas.

Bila berbicara tentang hukum perlindungan konsumen maka kita harus pula

membicarakan tentang UU.RI No. 8 Tahun 1999 (UUPK).UUPK lahir sebagai

jawaban atas pembangunan dan perkembangan perekonomian dewasa ini.

Konsumen sebagai motor penggerak dalam perekonomian kerap kali berada

dalam posisi lemah atau tidak seimbang bila dibandingkan dengan pelaku usaha

dan hanya menjadi alat dalam aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang

sebesar-besarnya oleh pelaku usaha.

Berdasarkan penjelasan umum atas Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa faktor utama yang menjadi kelemahan

konsumen dalam perdagangan adalah tingkat kesadaran konsumen masih amat

rendah yang selanjutnya diketahui terutama disebabkan oleh rendahnya

pendidikan konsumen. Mengacu pada hal tersebut, UUPK diharapkan menjadi

landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen

swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui

pembinaan dan pendidikan konsumen.Sehingga diharapkan segala kepentingan

konsumen secara integratif dan komprehensif dapat dilindungi.

Perlindungan konsumen sebagaimana pasal 1 ayat (1) menyebutkan arti dari

Page 46: Uu Perlindungan Konsumen Fix

perlindungan konsumen yakni : segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi kepada konsumen. Sedangkan arti yang tidak kalah

penting ialah Konsumen, yakni setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Kata tidak

diperdagangkan ini berarti konsumen yang dilindungi ialah konsumen tingkat

akhir dan bukanlah konsumen yang berkesempatan untuk menjual kembali atau

reseller consumer.

Perlindungan konsumen sesuai dengan pasal 3 Undang-undang

Perlindungan Konsumen, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan

dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan

martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian

barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, menciptakan sistem

perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan

keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, menumbuhkan

kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga

tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha, meningkatkan

kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang

dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Tindakan Wings Air mencantumkan klausula baku pada tiket penerbangan

yang dijualnya, dalam hal ini menimpa David, secara tegas bertentangan dengan

Pasal 62 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan

Konsumen dimana terhadapnya dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau

pidana denda paling banyak RP. 2.000.000.000,-, namun dengan tidak

mengesampingkan prinsip Ultimum Remedium.

Yang dimaksud dengan klausula baku adalah segala klausula yang dibuat secara

sepihak dan berisi tentang pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada

pihak yang lain.

Selanjutnya berdasarkan penjelasan Pasal 18 ayat (1) UUPK disebutkan

bahwa tujuan dari pelarangan adalah semata-mata untuk menempatkan kedudukan

Konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan

Page 47: Uu Perlindungan Konsumen Fix

berkontrak.Selain itu khusus mengenai penerbangan, berdasarkan konvensi

Warsawa ditentukan perusahaan penerbangan tidak boleh membuat perjanjian

yang menghilangkan tanggung jawabnya.

Dalam kasus disebutkan bahwa, pada tiket penerbangan yang

diperjualbelikan memuat klausul “Pengangkut tidak bertanggung jawab atas

kerugian apapun juga yang ditimbulkan oleh pembatalan dan/atau keterlambatan

pengangkutan ini, termasuk segala kelambatan datang penumpang dan/atau

kelambatan penyerahan bagasi”. Berdasarkan pendapat saya, hal tersebut jelas

merupakan suatu bentuk klausula baku mengingat klausul yang termuat dalam

tiket tersebut dibuat secara sepihak oleh pihak Manajemen Wings Air yang

berisikan pengalihan tanggung jawab dalam hal terjadi kerugian dari pihak

manajemen kepada penumpang. Atas dimuatnya klausula tersebut jelas dapat

merugikan kepentingan konsumen.Penyedia jasa dapat serta merta melepaskan

tanggung jawabnya atas kerugian yang timbul baik yang ditimbulkan oleh

penyedia jasa sendiri maupun konsumen.Sehingga dapat disimpulkan bahwa

tindakan yang dilakukan oleh Wings Air selaku peusahaan milik Lion Air

bertentangan dengan pasal 18 UUPK dan Konvensi Warsawa tentang

penerbangan.

Terkait dengan penegakan hukum perlindungan konsumen, khususnya

mengenai pelarangan pemasukan klausula baku dalam setiap aktivitas

perdagangan, menurut pendapat saya belum berjalan dengan efektif dan sesuai

harapan. Disana-sini penggunaan klausula tersebut masih marak dan cukup akrab

dalam setiap aktivitas perekonomian. Selain itu, sampai sejauh ini pun

penggunaan sangsi pidana belum pernah diterapkan dalam setiap tindakan

pencantuman klausula baku. Hal tersebut menurut pendapat saya merupakan

indikator bahwa Undang-Undang No.8 Tahun 1999 belum ditaati dan diterapkan

dengan baik melainkan sejauh ini baru sampai pada tahap pemahaman dan

sosialisasi.

Pelanggaran Hak Konsumen pada Kasus Susu

Di Indonesia, nasib perlindungan konsumen masih berjalan tertatih-tatih.

Hal-hal menyangkut kepentingan konsumen memang masih sangat miskin

Page 48: Uu Perlindungan Konsumen Fix

perhatian. Setelah setahun menunggu, Kementerian Kesehatan akhirnya

mengumumkan hasil survei 47 merek susu formula bayi untuk usia 0-6 bulan.

Hasil survei menyimpulkan, tidak ditemukan bakteri Enterobacter sakazakii.

Hasil ini berbeda dengan temuan peneliti Institut Pertanian Bogor, yang

menyebutkan, 22,73% susu formula (dari 22 sampel), dan 40% makanan bayi

(dari 15 sampel) yang dipasarkan April hingga Juni 2006 terkontaminasi E

sakazakii.

Apa pun perbedaan yang tersaji dari kedua survei tersebut, yang jelas,

kasus susu formula ini telah menguak fakta laten dan manifes menyangkut

perlindungan konsumen. Ini membuktikan bahwa hal-hal menyangkut

kepentingan (hukum) konsumen rupanya memang masih miskin perhatian dalam

tata hukum kita, apalagi peran konsumen dalam pembangunan ekonomi.

Dalam perlindungan konsumen sesungguhnya ada doktrin yang disebut

strict product liability, yakni tanggung jawab produk yang bertujuan untuk

memberikan perlindungan kepada konsumen. Ini dapat kita lihat dalam Pasal 22

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang

mengatur bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan menjadi

beban dan tanggung jawab pelaku usaha.

Doktrin tersebut selaras dengan doktrin perbuatan melawan hukum (pasal

1365 KUHPerdata) yang menyatakan, “Tiap perbuatan melanggar hukum yang

membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.”

Untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum berdasar pasal

1365 KUHPerdata, suatu perbuatan harus memenuhi unsur-unsur, seperti adanya

perbuatan melawan hukum, adanya unsur kesalahan, kerugian, dan adanya

hubungan sebab-akibat yang menunjukkan adanya kerugian yang disebabkan oleh

kesalahan seseorang.

Unsur-unsur ini pada dasarnya bersifat alternatif.Artinya, untuk memenuhi

bahwa suatu perbuatan melawan hukum, tidak harus dipenuhi semua unsur

tersebut.Jika suatu perbuatan sudah memenuhi salah satu unsur saja, maka

perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum.

Page 49: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Doktrin strict product liability masih tergolong baru dalam doktrin ilmu

hukum di Indonesia.Doktrin tersebut selayaknya dapat diintroduksi dalam doktrin

perbuatan melawan hukum (tort) sebagaimana diatur dalam pasal 1365 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata.

Seorang konsumen, apabila dirugikan dalam mengonsumsi barang atau

jasa, dapat menggugat pihak yang menimbulkan kerugian.Pihak di sini bisa berarti

produsen/pabrik, supplier, pedagang besar, pedagang eceran/ penjual ataupun

pihak yang memasarkan produk.Ini tergantung dari siapa yang melakukan atau

tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi konsumen.

Selama ini, kualifikasi gugatan yang masih digunakan di Indonesia adalah

wanprestasi (default).Apabila ada hubungan kontraktual antara konsumen dan

pengusaha, kualifikasi gugatannya adalah wanprestasi.Jika gugatan konsumen

menggunakan kualifikasi perbuatan melawan hukum (tort), hubungan kontraktual

tidaklah disyaratkan.Bila tidak, konsumen sebagai penggugat harus membuktikan

unsur-unsur seperti adanya perbuatan melawan hukum.Jadi, konsumen

dihadapkan pada beban pembuktian berat, karena harus membuktikan unsur

melawan hukum.

Hal inilah yang dirasakan tidak adil oleh konsumen, karena yang tahu

proses produksinya adalah pelaku usahanya. Pelaku usahalah yang harus

membuktikan bahwa ia tidak lalai dalam proses produksinya. Untuk membuktikan

unsur tidak lalai perlu ada kriteria berdasarkan ketentuan hukum administrasi

negara tentang “Tata Cara Produksi Yang Baik” yang dikeluarkan instansi atau

departemen yang berwenang.

Berdasarkan prinsip kesejajaran kedudukan antara pelaku usaha dan

konsumen, hal itu mestinya tidak dengan sendirinya membawa konsekuensi

konsumen harus membuktikan semua unsur perbuatan melawan hukum.Oleh

karena itu, terhadap doktrin perbuatan melawan hukum dalam perkara konsumen,

seyogianya dilakukan deregulasi dengan menerapkan doktrin strict product

liability ke dalam doktrin perbuatan melawan hukum.

Hal ini dapat dijumpai landasan hukumnya dalam pasal 1504 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang menegaskan bahwa penjual bertanggung

jawab adanya cacat tersembunyi pada produk yang dijual.

Page 50: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Menurut doktrin strict product liability, tergugat dianggap telah bersalah

(presumption of quality), kecuali apabila ia mampu membuktikan bahwa ia tidak

melakukan kelalaian/kesalahan. Seandainya ia gagal membuktikan

ketidaklalaiannya, maka ia harus memikul risiko kerugian yang dialami pihak lain

karena mengonsumsi produknya.

Doktrin tersebut memang masih merupakan hal baru bagi Indonesia.

Kecuali Jepang, semua negara di Asia masih memegang teguh prinsip konsumen

harus membuktikan kelalaian pengusaha.

Sekalipun doktrin strict product liability belum dianut dalam tata hukum

kita, apabila perasaan hukum dan keadilan masyarakat menghendaki lain, kiranya

berdasarkan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang No 14 Tahun 1970, hakim wajib

menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat

(living law).

Hasilnya, berkait kasus susu formula ada hal yang patut ditarik pelajaran.

Ternyata, selama ini yang masih terpampang adalah “kedigdayaan” produsen atau

pelaku usaha termasuk pengambil kebijakan.Terlihat, pihak-pihak terkait bersikap

defensif dengan seolah menantang konsumen yang merasa dirugikan untuk

membuktikan unsur “ada/tidaknya kelalaian/ kesalahan” terhadap sebuah produk. 

Padahal, pihak-pihak berwenanglah yang harus membuktikan apakah betul ada

kesalahan/kelalaian dalam produknya tersebut.

Pelanggaran Hak Konsumen pada Kasus Munir di Garuda

Garuda sepertinya belum bisa lepas dari bayangan tragedi terbunuhnya

aktivis hak asasi manusia, Munir, di dalam salah satu pesawatnya.Flag carrier itu

dituntut membayar ganti rugi Rp 13,029 miliar oleh Suciwati, istri almarhum

Munir.Selain dianggap tidak memberikan perlindungan terhadap hak-hak

konsumen, perusahaan penerbangan itu juga dinilai tak memenuhi tanggung

jawabnya dalam menjamin keselamatan penumpang.

Seperti diketahui, Munir meninggal dalam perjalanannya menuju Belanda.

Ceritanya, mantan pendiri dan Ketua LSM Kontras itu hendak melanjutkan

pendidikan. Namun, saat di atas Rumania atau dua jam sebelum mendarat di

Page 51: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Bandara Schippol, Amsterdam, laki-laki yang juga aktif di lembaga Imparsial itu

telah wafat.

Meninggalnya aktivis hak asasi manusia itu lantas memicu kontroversi.

Berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan oleh tim dokter dari Belanda, kematian

itu disebabkan oleh racun arsen. Kandungan zat beracun di dalam cairan lambung

sebanyak 83,9 miligram per liter, sedangkan dalam darah dan urinenya masing-

masing 3,1 dan 4,8 miligram per liter.

Benar, bahwa pengadilan telah menjatuhkan vonis 14 tahun penjara buat

Pollycarpus Budihari Priyanto.Pilot senior Garuda itu dinyatakan terbukti secara

meyakinkan turut serta melakukan pembunuhan secara berencana.Namun,

hukuman itu lebih rendah dari tuntutan penjara seumur hidup yang diajukan oleh

jaksa.Apalagi, hingga kini dalang di balik tragedi itu tak kunjung terungkap.

Hal-hal itulah yang antara lain memancing Suciwati melayangkan gugatan

terhadap PT Garuda Indonesia Tbk. Kasus ini menunjukkan banyak awak

maskapai penerbangan itu yang tidak profesional dan melanggar ketentuan

keamanan penerbangan. Salah satu contoh adalah seharusnya tidak boleh terjadi

pemindahan tempat duduk dengan alasan apa pun. Tetapi kenyataannya tempat

duduk Munir dipindah sehingga tidak sesuai dengan boarding pass.

Atas kesalahan itu, Garuda pun dianggap telah menabrak Undang-Undang

tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999) dan Peraturan

Pemerintah tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (PP No. 3 Tahun

2001).

Perusahaan penerbangan itu telah melakukan perbuatan melawan hukum dan

mesti membayar ganti rugi Rp 13,029 miliar kepada penggugat.Kerugian itu

timbul dari penghasilan yang mestinya didapat Munir, uang pendidikan, terapi,

dan obat untuk dua anaknya, serta ongkos yang telah dikeluarkan untuk mengikuti

pendidikan di Belanda.

Sayangnya, pihak Garuda mengaku belum menerima surat resmi dari

pengadilan. Akibatnya, Pudjobroto, Kepala Divisi Komunikasi PT Garuda

Indonesia Tbk., belum mau menanggapi upaya hukum dari Suciwati itu dengan

alasan harus mempelajari dan mengkaji isi gugatan tersebut.

Page 52: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Pelanggaran Hak Konsumen pada Makanan dan Minuman

Masih segar di ingatan, hebohnya kasus formalin pada makanan,

ditariknya produk pengusir nyamuk HIT karena dikhawatirkan mengandung

bahan yang berbahaya bagi keamanan dan keselamatan konsumen. Juga kasus

minuman isotonik yang mengandung zat pengawet berbahaya yang disinyalir oleh

Lembaga Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet (KOMBET) yang di

supervisi oleh LP3ES Jakarta di tahun-tahun lalu ketika meneliti sejumlah produk

minuman isotonik, hasilnya menginformasikan bahwa sejumlah minuman isotonik

mengandung zat pengawet berbahaya yakni natrium benzoat dan kalium sorbet

yang bisa menyebabkan penyakit yang dalam ilmu kedokteran disebut Systemic

Lupus Erythematosus (SLE), yaitu penyakit nan mematikan yang dapat

menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia ketika antibodi yang

seharusnya melindungi tubuh manusia malah menggerogoti manusia itu sendiri.

Sekarang heboh jamu berbahaya, kosmetik berbahaya, makanan-minuman

mengandung susu produk RRC yang berbahaya, beras mengandung bahan

pengawet berbahaya dan seterusnya.

Semakin terbukanya pasar sebagai akibat dari proses mekanisme pasar

yang berkembang adalah hal yang tak dapat dielakkan. Seringkali dalam transaksi

ekonomi yang terjadi terdapat permasalahan-permasalahan yang menyangkut

persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumen akibat produk yang di

konsumsinya tidak memenuhi kualitas standar bahkan ada yang membahayakan.

Karenanya, adanya jaminan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian

atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan jasa yang diperolehnya di pasar

menjadi urgen.

Berdasarkan UU Nomor Tahun 1999, Perlindungan konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen fokusnya bertujuan pada

usaha meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan jasa, meningkatkan

pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya

sebagai konsumen.

Page 53: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Sebenarnya, adanya UU ini cukup representatif apabila telah dipahami

oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat tentang upaya menciptakan

sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan

keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, menumbuhkan

kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga

tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha, kewajiban

mereka untuk meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan

dan keselamatan konsumen. Kemudian di dalam UU Perlindungan Konsumenpun,

diatur tentang pelarangan bagi pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan

berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan

dalam label.

Hak-hak konsumen dalam UU Nomor 8 Tahun 1999, telah diatur secara

jelas. Namun, memang pada realitanya, terkadang konsumen seringkali berada

pada posisi yang kurang menguntungkan dan daya tawarnya lemah. Ini karena

mereka belum memahami hak-hak mereka dan terkadang sudah menganggap itu

persoalan biasa saja. Untuk itu mesti di bangun gerakan secara massif antar

elemen masyarakat yang peduli terhadap advokasi kepentingan konsumen.

Dalam hal ini, peran lembaga yang bergerak di bidang perlindungan

konsumen menjadi penting, peran-peran ini diakui oleh pemerintah. Lembaga

perlindungan konsumen yang secara swadaya didirikan masyarakat memiliki

kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.

Lembaga perlindungan konsumen berperan untuk menyebarkan informasi

dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian

konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa, memberikan nasihat kepada

konsumen yang memerlukannya, serta bekerja sama dengan instansi terkait dalam

upaya mewujudkan perlindungan konsumen, membantu konsumen dalam

memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen,

melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap

pelaksanaan perlindungan konsumen.

Secara nasional, selama ini dapat dinilai bahwa yang bertanggung jawab

terhadap pengawasan peredaran barang-barang dan jasa yang dikonsumsi

Page 54: Uu Perlindungan Konsumen Fix

masyarakat adalah BPOM dan departemen terkait yang mengeluarkan izin

produksi, perdagangan dan peredaran suatu produk. Mestinya pihak-pihak ini

teliti sebelum mengeluarkan izin terhadap suatu produk, jangan sampai dibohongi

pengusaha, yang akhirnya rakyat dirugikan oleh hadirnya produk yang

membahayakan. Padahal seperti kasus formalin, HIT dan juga minuman isotonik

misalnya, merupakan kasus yang sebenarnya sudah lama diketahui, namun ketika

media ramai-ramai mengangkatnya, barulah mereka bergerak.

Untuk konteks daerah, BPOM dan dinas-dinas terkait juga selalu reaktif

dalam menanggapi persoalan. Seharusnya mereka lebih proaktif dan antisipatif,

bukan menunggu telah muncul kasus ke permukaan akibat keluhan konsumen

baru mereka bertindak.

Kemudian, problem pembinaan terhadap pelaku usaha juga mesti

diperhatikan agar tumbuh kesadaran mereka untuk tidak memproduksi produk-

produk yang tidak berkualitas dan menjualnya kepada konsumen. Lebih lanjut,

penindakan secara hukum mesti tegas agar tidak menjadi preseden buruk dan

kejadiannya berulang.

Untuk itu, konsumenpun perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan,

kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya.

Sosialisasi perlindungan konsumen mesti di lakukan terutama untuk strata sosial

menengah ke bawah, dengan asumsi bahwa untuk konsumen dari strata menengah

ke bawah inilah yang lebih rentan terhadap masalah-masalah yang memerlukan

perlindungan konsumen akibat ketidakpahaman mereka.

Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli

yang tinggi terhadap konsumen (wise consumerism). Untuk peningkatan

kesadaran dan kewaspadaan konsumen, konsumen juga memiliki kewajiban untuk

membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan jasa, demi keamanan dan keselamatan. Maka telitilah

sebelum membeli dan mengkonsumsi suatu produk!

Pelanggaran Hak Konsumen pada Kosmetik Bermerkuri

Razia produk kosmetik yang berasal dari luar negeri seharusnya tidak

perlu dilakukan jika konsumen sadar untuk tidak menggunakan produk yang

Page 55: Uu Perlindungan Konsumen Fix

mengandung bahan berbahaya bagi tubuh tersebut.Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM) Kepri menemukan 179 merek kosmetika berbahaya yang

beredar di Batam.Penemuan ini tentunya bukan suatu hal yang mengejutkan

mengingat letak Batam yang berdekatan dengan negara tetangga Malaysia dan

Singapura.

Razia ini merupakan tindak lanjut keluarnya surat peringatan BPOM

nomor KH.00.01.432.6147 tanggal 26 November 2008 tentang Kosmetik

Mengandung Bahan Berbahaya dan Zat Warna yang Dilarang. Pengujian yang

dilakukan BPOM menyimpulkan terdapat 27 (dua puluh tujuh) merek kosmetik

yang mengandung bahan berbahaya dan zat warna yang dilarang digunakan dalam

kosmetik yaitu : Merkuri (Hg), Asam Retinoat (Retinoic Acid), zat warna

Rhodamin (Merah K.10) dan merah K.3. Penggunaan bahan tersebut dalam

sediaan kosmetik dapat membahayakan kesehatan dan dilarang digunakan

sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri  Kesehatan RI

No.445/MENKES/PER/V/98 Tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat

Pengawet dan Tabir Surya pada Kosmetik dan Keputusan Badan POM No

H.K.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik.

Merkuri (Hg) / Air Raksa termasuk logam berat berbahaya, yang dalam

konsentrasi kecilpun dapat bersifat racun. Pemakaian Merkuri (Hg) dapat

menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit, yang akhirnya dapat

menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan

permanent pada susunan syaraf, otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin

bahkan paparan jangka pendek dalam dosis tinggi dapat menyebabkan muntah-

muntah, diare dan kerusakan ginjal serta merupakan zat karsinogenik

(menyebabkan kanker) pada manusia.

Bahaya penggunaan Tretinoin/Retinoic Acid/Asam Retinoat dapat

menyebabkan kulit kering, rasa terbakar, teratogenik (cacat pada janin).Bahan

pewarna Merah K.10 (Rhodamin B) dan Merah K.3 merupakan zat warna sintetis

yang umumnya digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil atau tinta.Zat warna ini

merupakan zat warna karsinogenik (dapat menyebabkan kanker).Rhodamin dalam

konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati.

Page 56: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Penggunaan bahan-bahan ini dapat merugikan konsumen.Sehingga BPOM

telah menginstrusikan kepada produsen/importir/distributor untuk melakukan

penarikan produk tersebut dari peredaran dan memusnahkannya. Ancaman

hukumannya pun cukup berat yang melanggar UU no 23 tahun 1992 tentang

Kesehatan yang dapat diancam hukuman pidana 5 (lima) tahun atau denda paling

banyak Rp100.000.000 (seratus juta). Selain itu, pelaku usaha juga dapat

dikenakan tuntutan pelanggaran UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dengan ancaman Pidana Penjara 5 (lima) tahun dan denda paling

banyak Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Bagi konsumen, seharusnya berhati-

hati sebelum menggunakan produk kosmetik.Langkah sederhana yang harus

dilakukan adalah melihat kandungan yang terdapat pada produk kosmetik

tersebut.

Selanjutnya adalah melihat apakah produk kosmetik tersebut telah terdaftar pada

BPOM dengan melihat nomor registrasinya.Dan saatnya konsumen pro aktif

untuk mengingatkan pelaku usaha jika menemukan produk kosmetik berbahaya.

Simpulan

Dengan adanya undang-undang perlindungan konsumen maka konsumen

akan mendapatkan hak-haknya selain itu juga diatur tentang kewajibannya. Bukan

hanya konsumen tetapi juga kebijakan menyangkut pelaku usaha.

MAKALAH

PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN INSTRUMEN HUKUMNYA

Page 57: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Kelompok

I Made Dewa Satya P 115020300111038

Devi nur Cahya N 115020300111040

Lu’luil Bahiroh 115020300111041

Elis Nur Rohma 115020300111051

Siti Rodiah Hasana 115020300111066

Fadhilah Mega I 115020300111074

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2012

DAFTAR PUSTAKA

Page 58: Uu Perlindungan Konsumen Fix

Ahira, Anne. Perlindungan

konsumen.http://www.anneahira.com/artikel-umum/perlindungan-

konsumen.htm. (online).diakses tanggal 07 Mei 2012.

Ihsan, Soffa. 2011.Kasus Susu Formula dan Perlindungan Konsumen.

http://www.investor.co.id/home/kasus-susu-formula-dan-perlindungan-

konsumen/15923. (online).diakses tanggal 11 Mei 2012.

Kurniawan, Aries.2008.Kosmetik Bermerkuri Sebabkan Kulit Rusak Permanen.http://www.infogue.com/viewstory/2008/12/04/kosmetik_bermerkuri_sebabkan_kulit_rusak_permanen/?url=http://ariesaja.wordpress.com/2008/12/02/merkuri-sebabkan-kulit-rusak-permanen/.(online).diakses tanggal 11 Mei 2012.

Ndud, Okky.2011.Contoh Kasus tentang Perlindungan Konsumen.http://okky-

ddendud.blogspot.com/2011/05/contoh-kasus-tentang-perlindungan.html.

(online).diakses tanggal 11 Mei 2012.

Pratama, Nova Nuriati. 2011. Peranan Lembaga Perlindungan Konsumen

terhadap Hak-Hak Perlindungan

Konsumen.http://nevacipid.blogspot.com/2011/04/pernanan-lembaga-

perlindungan-konsumen.html. (online).diakses tanggal 11 Mei 2012.

Saor, Fernandes Raja. http://raja1987.blogspot.com/2008/11/analisis-kasus-posisi-

perlindungan.html. (online).diakses tanggal 11 Mei 2012.

Wikipedia. 2012. Perlindungan Konsumen.

http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen). (online).diakses

tanggal 07 Mei 2012.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen. (http://prokum.esdm.go.id/uu/1999/uu-

8-1999.pdf). (online).diakses tanggal 07 Mei 2012.

2011.Pengingkaran perlindungan hak-hak konsumen pada kasus bahan bakar

minyak (BBM).http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/pengingkaran-

Page 59: Uu Perlindungan Konsumen Fix

perlindungan-hak-hak-konsumen-pada-kasus-bahan-bakar-minyak-bbm/.

(online).diakses tanggal 11 Mei 2012.