perlindungan konsumen terhadap …karyailmiah.narotama.ac.id/files/perlindungan konsumen... · web...
TRANSCRIPT
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI BIDANG
TRANSPORTASI KERETA API
Intan Catur Pamungkas
Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Narotama SurabayaEmail : [email protected]
ABSTRACT
PT Kereta Api Indonesia (Persero) is a State Owned Enterprise of Indonesian which
operates rail transport services. PT KAI services include passenger and freight transport. At the
end of March 2007, the House of Representatives passed the revision of Law Number 13 Year
1992, which is Law Number 23 Year 2007, which confirms that private investors as well as local
governments are given the opportunity to manage rail transport services in Indonesian. Thus, the
enactment of the law legally ends the monopoly of PT KAI in operating a train in Indonesia.
The railway facilities in Indonesia are linked with the services that culminate in the
convenience of the Indonesian rail transport services. Apart from convenience, PT KAI is also
concerned in terms of security. For example trains assign special tasks to Polisi Khusus Kereta
Api (POLSUSKA), TNI/POLRI
Key word : Service, Security, Professional
1. Pendahuluan
Latar belakang dan rumusannya
PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI)
merupakan perusahaan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang memiliki kewenangan
untuk mengelola perkeretaapian di Indonesia,
juga terus memberikan inovasi-inovasi baru
dalam memberikan layanan jasa kereta api
dengan tujuan untuk memberikan kemudahan
dan kenyamanan bagi masyarakat.
Kualitas pelayanan mempunyai
pengaruh yang besar sehingga PT. KAI harus
lebih meningkatkan kualitas pelayanan
sebagai abdi kepada negara dan masyarakat,
harus mampu dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab dalam memberikan dan
memperbaiki tingkat pelayanan pada
masyarakat. Sesuai dengan tujuan tersebut
maka PT. KAI dalam mempercepat dan
memperkuat citra perusahaan dengan
memberikan pelayanan prima atau pelayanan
yang optimal. Pelayanan yang diberikan oleh
PT. KAI harus lebih mengutamakan kepuasan
penumpang atau konsumen sehingga akan
dapat menarik masyarakat untuk memilih
transportasi Kereta Api yang pelayanannya
lebih baik. Apabila pelayanan yang diberikan
kepada penumpang atau konsumen kurang
baik akan mempengaruhi citra dari PT. KAI
sendiri.
Keadaan fasilitas yang ada harus
sesuai dengan tuntutan waktu dan
perkembangan teknologi dan perlu juga
dilakukan suatu langkah pembaruan untuk
bisa menjamin mutu pelayanan yang akan
memudahkan pihak penyedia jasa dalam
menjalankan pelayanan kereta api. Dalam
meningkatkan kualitas pelayanan haruslah
perlu diperhatikan khususnya pada
keterpaduan dalam memberikan pelayanan
dari pihak-pihak terkait yang melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya dalam
memberikan pelayanan dan mengabdikan diri
pada masyarakat serta harus dapat
meningkatkan kualitas pelayanan secara
berkesinambungan. Untuk memahami kualitas
pelayanan yang berkualitas yang diberikan
kepada masyarakat atau penumpang, perlu
diperhatikan faktor-faktor keamanan dan
keselamatan, perjalanan, ketepatan waktu,
kemudahan pelayanan, kenyamanan dan
kecepatan.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di
atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Apa bentuk pelayanan publik bagi
pengguna jasa transportasi kereta api ?
2. Apa tanggung jawab penyelenggara
sarana dan prasarana perkeretaapian di
bidang kenyamanan dan keamanan
terhadap pengguna jasa perkeretaapian ?
Metode Penelitian
Tipe Penelitian
Jenis penelitian dalam hukum ini
adalah penelitian hukum normatif atau
doktrinal. Menurut Terry Hutchincon
sebagaimana di kutip Peter Mahmud Marzuki
mendefisikan bahwa penelitian hukum
normatif adalah penelitian yang memberikan
penjelasan sistematis aturan yang mengatur
suatu kategori hukum tertentu, menganalisis
hubungan antara peraturan menjelaskan
daerah kesulitan dan mungkin memprediksi
pembangunan masa depan.1
Penelitian hukum normatif disebut juga
penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian
hukum ini, seringkali hukum dikonsepsikan
1Soejono soekanto,pengantar Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hlm 35
sebagai apa yang tertulis dalam peraturan
perundang-undangan (law in book) atau
hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau
norma yang merupakan patokan berperilaku
manusia yang dianggap pantas.
Tahapan pertama penelitian hukum
normatif adalah penelitian yang ditujukan
untuk mendapatkan hukum obyektif (norma
hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian
terhadap masalah hukum. Tahapan kedua
penelitian hukum normatif adalah penelitian
yang ditujukan untuk mendapatkan hukum
subjektif (hak dan kewajiban).2
Pendekatan Masalah
Pada penelitian hukum normatif yang
sepenuhnya menggunakan bahan hukum
sekunder, maka penyusunan kerangka teoritis
yang bersifat tentatif dapat ditinggalkan.
Pendekatan penelitian yang dilakukan
adalah dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan (statute approach), dan
pendekatan konseptual (conseptual
approach).
Pendekatan perundang-undangan
(statute approach) pendekatan yang dilakukan
dengan cara menelaah semua undang-undang
dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani.3 dalam
penelitian ini terdapat beberapa Undang-
Undang tentang perkeretaapian,Perlindungan
Konsumen dan Pelayanan Publik untuk
dijadikan pendekatan masalah.
Pendekatan konseptual (conceptual
approach). Pendekatan konseptual beranjak
dari pandangan-pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang di dalam ilmu
hukum.4 untuk menyesuaikan Undang-
Undang Perkeretaapian dengan UU pelayanan
publik serta UU perlindungan konsumen, Dan
menggunakan bahan-bahan hukum lain selain
peraturan perudang-undangan.
Sumber Bahan Hukum
Dalam penelitian ini menggunakan sumber
bahan hukum yaitu :
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang
digunakan terdiri dari peraturan
perundang-undangan, catatan resmi,
risalah dalam membuat perundang-
undangan dan keputusan hakim.5 Dalam
penelitian ini bahan hukum primer yang
digunakan adalah sebagai berikut :
2Hardijan Rusli, Metode Penelitian Hukum Normatif : Bagaimana?, Law Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun 2006, hal. 50
3 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, Kencana Predana Media Group, Jakarta, 2011, hlm 934 Ibid. hlm 955 Peter Mahmud Marzuki. op. cit.hlm 141
a. Undang-Undang no. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
b. Undang-Undang no. 25 Tahun
2005 Tentang Pelayanan
Publik
c. Undang-Undang no. 23 Tahun
2007 Tentang Perkeretaapian
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang
utama adalah buku teks karena buku teks
berisi mengenai prinsip-prinsip dasar
ilmu hukum dan pandangan-pandangan
klasik para sarjana yang mempunyai
kualifikasi tinggi.6 Dalam penelitian ini
hukum sekunder yang digunakan
meliputi :
a. Buku- buku ilmiah di bidang
hukum ;
b. Jurnal ilmiah
c. Artikel ilmiah
2. Bentuk Pelayanan Publik Bagi
Pengguna Jasa Transportasi Kereta
Api
Hak Penyelenggara Sarana dan Prasarana
Perkeretaapian
Hak adalah kuasa untuk
menerima atau melakukan suatu yang
semestinya diterima atau dilakukan melulu
oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak
lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat
dituntut secara paksa olehnya. Hak adalah
suatu kewenangan atau kekuasaan yang
diberikan oleh hukum atau suatu kepentingan
yang dilindungi oleh hukum baik pribadi
maupun umum. Maka dapat diartikan bahwa
hak adalah sesuatu yang patut atau layak
diterima.
“Hak” merupakan untuk normatik
yang berfungsi sebagai panduan perilaku,
melindungi kebebasan, kekebalan serta
menjamin adanya peluang bagi manusia
dalam rangka menjaga harkat dan
martabatnya. Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia disebutkan bahwa hak adalah (1)
yang benar, (2) milik, kepunyaan, (3)
kewenangan, (4) kekuasaan untuk berbuat
sesuatu, (5) kekuasaan untuk berbuat sesuatu
atatu untuk menuntut sesuatu, dan (6) derajat
atau martabat. Pengertian yang luas tersebut
pada dasarnya mengandung prinsip bahwa
hak adalah sesuatu yang oleh sebab itu
seseorang (pemegang) pemilik keabsahan
6 Ibid.,hlm 142
untuk menuntut sesuatu yang dianggap tidak
dipenuhi atau diingkari. Seseorang yang
memegang hak atas sesuatu, maka orang
tersebut dapat melakukan sesuatu tersebut
sebagaimana dikehendaki, atau sebagaimana
keabsahan yang dimilikinya.
Sudikno Martokusumo menyatakan
bahwa dalam pengertian hukum, hak adalah
kepentingan hukum yang dilindungi oleh
hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan
yang diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga
dapat dikatakan bahwa hak adalah suatu
tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh
hukum.7
Dalam hukum perdata dan perundang-
undangan membagi hak keperdataan dalam
dua hal, yaitu:hak mutlak dan hak nisbi.8
Kewajiban Penyelenggara Saranadan
Prasarana Perkeretaapian
Wajib adalah beban untuk memberikan
sesuatu yang semestinya dibiarkan atau
diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak
dapat oleh pihak lain manapun yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa
oleh yang berkepentingan. Kewajiban
adalah sesuatu yang harus dilakukan.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kewajiban adalah (sesuatu) yang
diwajibkan atau sesuatu yangg harus
dilaksanakan.
Kewajiban merupakan hal yang mutlak
yang dibutuhkan seseorang yang ingin hak-
haknya terpenuhi. seseorang dapat menuntut
hak-haknya jika telah memenuhi
kewajibannya.
Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
menyebutkan penyelenggara layanan publik
berkewajiban :
a. menyusun dan menetapkan standar
pelayanan;
b. menyusun, menetapkan, dan
mempublikasikan maklumat
pelayanan;
c. menernpatkan pelaksana yang
kompeten;
d. menyediakan sarana, prasarana,
dan/ atau fasilitas pelayanan publik
yang mendukung terciptanya iklim
pelayanan yang memadai;
e. memberikan pelayanan yang
berkualitas sesuai dengan asas
penyelenggaraan pelayanan publik;
7Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2003, hlm. 50
8Titik Triwulan Tuti, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2001, hlm. 153
f. melaksanakan pelayanan sesuai
dengan standar pelayanan;
g. berpartisipasi aktif dan mematuhi
peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik;
h. memberikan pertanggungjawaban
terhadap pelayanan yang
diselenggarakan;
i. membantu masyarakat dalam
memaharni hak dan tanggung
jawabnya;
j. bertanggung jawab dalarn
pengelolaan organisasi
penyelenggara pelayanan publik;
k. memberikan pertanggungjawaban
sesuai dengan hukum yang berlaku
apabila mengundurkan diri atau
melepaskan tanggung jawab atas
posisi atau jabatan; dan
l. memenuhi panggilan atau mewakili
organisasi untuk hadir atau
melaksanakan perintah suatu
tindakan hukum atas permintaan
pejabat yang berwenang dari
lembaga negara atau instansi
pemerintah yang berhak,
berwenang, dan sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Sedangkan Pasal 16 menyebutkan bahwa
kewajiban dari pelaksana pelayanan :
a. melakukan kegiatan pelayanan
sesuai dengan penugasan yang
diberikan oleh penyelenggara;
b. memberikan pertanggungjawaban
atas pelaksanaan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan;
c. memenuhi panggilan untuk hadir
atau melaksanakan perintah suatu
tindakan hukum atas permintaan
pejabat yang berwenang dari
lembaga negara atau instansi
pemerintah yang berhak,
berwenang, dan sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
d. memberikan pertanggungjawaban
apabila mengundurkan diri atau
melepaskan tanggung jawab sesuai
dengan peraturan
perundangundangan; dan
e. melakukan evaluasi dan membuat
laporan keuangan dan kinerja
kepada penyelenggara secara
berkala.
Asas dan Tujuan Penyelenggaraan
Perkeretaapian
Dalam Pasal 2 UUKA 2007
dikemukakan bahwa asas dari
penyelenggaraan perkeretaapian sebagai
bagian dari sistem transportasi nasional
diselenggarakan berdasarkan :
a. Asas manfaat
Perkeretaapian harus dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemanusiaan, peningkatan kemakmuran
rakyat, kesejahteraan rakyat, dan
pengembangan kehidupan yang
berkesinambungan bagi warga negara.
b. Asas keadilan
Perkeretaapian harus dapat memberi
pelayanan kepada segenap lapisan
masyarakat dengan biaya yang terjangkau
serta memberi kesempatan berusaha dan
perlindungan yang sama kepada semua
pihak yang terlibat dalam perkeretaapian.
c. Asas keseimbangan
Perkeretaapian harus diselenggarakan atas
dasar keseimbangan antara sarana dan
prasarana, kepentingan pengguna jasa dan
penyelenggara, kebutuhan dan
ketersediaan, kepentingan individu dan
masyarakat, antardaerah dan antarwilayah,
serta antara kepentingan nasional dan
internasional.
d. Asas kepentingan umum
Perkeretaapian harus lebih mengutamakan
kepentingan masyarakat luas daripada
kepentingan perseorangan atau kelompok
dengan memperhatikan keselamatan,
keamanan, kenyamanan, dan ketertiban.
e. Asas keterpaduan
Perkeretaapian harus merupakan satu
kesatuan sistem dan perencanaan yang
utuh, terpadu, dan terintegrasi serta saling
menunjang, baik antarhierarki tatanan
perkeretaapian, intramoda maupun
antarmoda transportasi.
f. Asas kemandirian
Penyelenggaraan perkeretaapian harus
berlandaskan kepercayaan diri,
kemampuan dan potensi produksi dalam
negeri, serta sumber daya manusia dengan
daya inovasi dan kreativitas yang bersendi
pada kedaulatan, martabat, dan
kepribadian bangsa.
g. Asas transparansi
Penyelenggaraan perkeretaapian harus
memberi ruang kepada masyarakat luas
untuk memperoleh informasi yang benar,
jelas, dan jujur sehingga masyarakat
mempunyai kesempatan berpartisipasi
bagi kemajuan perkeretaapian.
h. Asas akuntabilitas
Penyelenggaraan perkeretaapian harus
didasarkan pada kinerja yang terukur,
dapat dievaluasi, dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat.
i. Asas berkelanjutan.
Penyelenggaraan perkeretaapian harus
dilakukan secara berkesinambungan,
berkembang, dan meningkat dengan
mengikuti kemajuan teknologi dan
menjaga kelestarian lingkungan untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan
masyarakat.
Sedangkan tujuan penyelenggaraan
perkeretaapian menurut Pasal 3 UUKA 2007
bertujuan untuk memperlancar perpindahan
orang dan/atau barang secara massal dengan
selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar,
tepat, tertib dan teratur, efisien, serta
menunjang pemerataan, pertumbuhan,
stabilitas, pendorong, dan penggerak
pembangunan nasional. Yang dimaksud
dengan “secara massal” adalah bahwa kereta
api memiliki kemampuan untuk mengangkut
orang dan/atau barang dalam jumlah atau
volume besar setiap kali perjalanan, “selamat”
adalah terhindarnya perjalanan kereta api dari
kecelakaan akibat faktor internal, “aman”
adalah terhindarnya perjalanan kereta api
akibat faktor eksternal, baik berupa gangguan
alam maupun manusia, “nyaman” adalah
terwujudnya ketenangan dan ketenteraman
bagi penumpang selama perjalanan kereta api,
dan “cepat dan lancar” adalah perjalanan
kereta.
Sedangkan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, berdasarkan Pasal 4 UU
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, harus berasaskan pada :
d. Kepentingan umum
Pemberian pelayanan tidak boleh
mengutamakan kepentingan pribadi
dan/'atau golongan.
e. Kepastian hukum
Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban
dalam penyelenggaraan pelayanan.
f. Kesamaan hak
Pemberian pelayanan tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, gender, dan
status ekonomi.
g. Keseimbangan hak dan kewajiban
Pemenuhan hak harus sebanding dengan
kewajiban yang harus dilaksanakan, baik
oleh pemberi maupun penerima
pelayanan.
h. Keprofesionalan
Pelaksana pelayanan harus memiliki
kompetensi yang sesuai dengan bidang
tugas.
i. Partisipatif
Peningkatan peran sertzt masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan
harapan masyarakat.
j. Persarnaan perlakuan/ tidak diskriminatif
Setiap warga negara berhak memperoleh
pelayanan yang adil.
k. Keterbukaan
Setiap penerima pelayanan dapat dengan
mudah mengakses dan memperoleh
informasi mengenai pelayanan yang
diinginkan .
l. Akuntabilitas
Prosespenyelenggaraan pelayanan harus
dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
m. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi
kelompok rentan
Pemberian kemudahan terhadap kelompok
rentan sehingga tercipta keadilan dalam
pelayanan.
n. Ketepatan waktu
Penyelesaian setiap jenis pelayanan
dilakukan tepat waktu sesuai dengan
standar pelayanan.
o. Kecepatan, kemudahan, dan
keterjangkauan
Setiap jenis pelayanan tlilakukan secara
cepat, mudah, dan terjangkau.
Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum
Dalam Penyelenggaraan Perkeretaapian
Berdasarkan organisasi yang
menyelenggarakannya, pelayanan publik atau
pelayanan umum dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :
1. Pelayanan publik atau pelayanan umum
yang diselenggarakan oleh organisasi oleh
swasta, seperti misalnya rumah sakit
swasta, PTS, perusahaan pengangkutan
milik swasta.privat, adalah semua
penyediaan barang atau jasa publik yang
diselenggarakan
2. Pelayanan publik atau pelayanan umum
yang diselenggarakan oleh organisasi
publik. Yang dapat dibedakan lagi
menjadi :
a. Yang bersifat primer, adalah semua
penyediaan barang / jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang
di dalamnya pemerintah merupakan
satu-satunya penyelenggara dan
pengguna / klien mau tidak mau harus
memanfaatkannya.
b. Yang bersifat sekunder, adalah segala
bentuk penyediaan barang / jasa
publik yang diselenggarakan oleh
pemerintah, tetapi yang di dalamnya
pengguna / klien tidak harus
mempergunakannya karena adanya
beberapa penyelenggara pelayanan.9
Penyelenggara Pelayanan Publik adalah
instansi pemerintah yang terbagi ke dalam
unit-unit pelayanan yang secara langsung
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Ukuran keberhasilan pelayanan akan
tergambar pada indeks kepuasan masyarakat
yang diterima oleh para penerima pelayanan
berdasarkan harapan dan kebutuhan mereka
yang sebenarnya. Namun sebenarnya
pelayanan publik dapat bekerja sama dengan
pihak swasta atau diserahkan kepada swasta
apabila memang dipandang lebih efektif dan
sepanjang mampu memberikan kepuasan
maksimal kepada masyarakat.
Kepuasan pengguna jasa adalah suatu
keadaan dimana keinginan, harapan, dan
kebutuhan pelanggan telah dipenuhi dengan
baik. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila
pelayanan tersebut dapat memenuhi
kebutuhan dan harapan pelanggan.
Pengukuran kepuasan pengguna jasa
merupakan elemen penting dalam
menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih
efisien dan lebih efektif. Apabila pengguna
jasa merasa tidak puas terhadap suatu
pelayanan yang disediakan, maka pelayanan
tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan
tidak efisien.
Saat ini dapat dikatakan bahwa
pelayanan publik kereta api Indonesia dinilai
masih kurang memberi kepuasan dan juga
jaminan keamanan bagi penumpang. Dapat
dilihat pada banyaknya penumpang kereta api,
khususnya kelas ekonomi, yang terlantar di
stasiun menunggu kedatangan kereta yang
terlambat. Selain itu, fasilitas dalam stasiun
dan dalam kereta yang mengecewakan, serta
keamanan yang kurang menjamin baik
keamanan didalam stasiun maupun dalam
perjalanan. Hal ini sangat penting untuk
dikoreksi dan diperbaiki untuk lebih
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Pasal 1 Undang-undang No. 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik, menegaskan
bahwa standar pelayanan adalah tolok ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pelayanan dan acuan
penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji penyelenggara kepada
masyarakat dalam rangka pelayananan yang
berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan
terukur.
9https://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik , diakses tanggal 25 Mei 2017
Sedangkan standar pelayanan menurut
Pasal 20 UU No. 25 tahun 2009 menyebutkan
bahwa :
(1) Penyelenggara berkewajiban
menyusun dan menetapkan standar
pelayanan dengan memperhatikan
kemampuan penyelenggara,
kebutuhan masyarakat, dan kondisi
lingkungan.
(2) Dalammenyusun dan menetapkan
standar pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
penyelenggara wajib
mengikutsertakan masyarakat dan
pihak terkait.
(3) Penyelenggara berkewajiban
menerapkan standar pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(4) Pengikutsertaan masyarakat dan
pihak terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dengan
prinsip tidak diskriminatif, terkait
langsung dengan jenis pelayanan,
memiliki kompetensi dan
rnengutamakan musyawarah, serta
memperhatikan keberagaman.
(5) Penyusunan standar pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan dengan
pedoman tertentu yang diatur lebih
lanjut dalam peraturan pemerintah.
Berhubungan dengan pelayanan kepada
masyarakat, terdapat istilah yang disebut
Standar Pelayanan Minimum. Dalam
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM
48 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan
Minimum Angkutan Orang dengan Kereta
Api poin 10 disebutkan bahwa standar
pelayanan minimum adalah ukuran minimum
pelayanan yang harus dipenuhi oleh penyedia
layanan dalam memberikan pelayanan kepada
pengguna jasa yang harus dilengkapi dengan
tolok ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pelayanan dan
acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji penyedia layanan kepada
masyarakat dalam rangka pelayanan yang
berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan
terukur.
Sedangkan dalam Pasal 2 PM
Perhubungan No. 48 Tahun 2015 disebutkan
bahwa pengoperasian kereta api harus
memenuhi standar pelayanan minimum.
Standar pelayanan minimum ini merupakan
acuan bagi Penyelenggara Prasarana
perkeretaapian yang mengoperasikan stasiun
kereta api dalam memberikan pelayanan
kepada pengguna jasa stasiun kereta api dan
Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian yang
melaksanakan kegiatan angkutan orang
dengan kereta api. Standar pelayanan
minimum ini dibagi dua yaitu standar
pelayanan minimum di stasiun kereta api dan
standar pelayanan minimum dalam
perjalanan.
Sesuai pasal 3 dan pasal 4 PM
Perhubungan No. 48 Tahun 2015, standar
pelayanan minimum penumpang baik di
stasiun maupun di dalam perjalanan kereta api
paling sedikit mencakup keselamatan,
keamanan, kehandalan, kenyamanan,
kemudahan dan kesetaraan.
3. Tanggung jawabpenyelenggara sarana dan prasarana perkeretaapian di bidang kenyamanan dan keamanan terhadap pengguna jasa perkeretaapian
Ruang Lingkup Tanggung Jawab
Penyelenggara sarana Dan prasarana
Perkeretaapian
Pertanggungjawaban dari Penyelenggara
Sarana dan Prasarana Perkeretaapian, dalam
hal ini PT. KAI, ditekankan pada kualitas
pelayanan pada pengguna jasa perkeretaapian.
Pelayanan yang baik adalah bentuk tanggung
jawab yang harus dipenuhi oleh PT. KAI.
Semakin baiknya kualitas pelayanan yang
diberikan berkorelasi dengan kepuasan
pengguna jasa perkeretaapian atau konsumen.
Kepuasan pengguna jasa perkeretapian,
khususnya penumpang, adalah suatu keadaan
dimana keinginan, harapan, dan kebutuhan
pengguna jasa telah dipenuhi dengan baik.
Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila
pelayanan tersebut dapat memenuhi
kebutuhan dan harapan pengguna jasa.
Pengukuran kepuasan pengguna jasa
merupakan elemen penting dalam
menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih
efisien dan lebih efektif. Apabila konsumen
merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan
yang disediakan, maka pelayanan tersebut
dapat dipastikan tidak efektif dan tidak
efisien. Hal ini tentu sangat penting bagi
pelayanan publik. Tingkat kepuasan pengguna
jasa terhadap pelayanan merupakan faktor
yang penting dalam mengembangkan suatu
sistem penyediaan pelayanan yang tanggap
terhadap kebutuhan pelanggan,
meminimalkan biaya dan waktu serta
memaksimalkan dampak pelayanan terhadap
konsumen.
Pasal 87 UUKA 2007 menegaskan
bahwa yang menjadi tanggung jawab dari
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
antara lain :
(1) Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian bertanggung
jawab kepada Penyelenggaran
Sarana Perkeretaapian dan pihak
ketiga atas kerugian sebagai
akibat kecelakaan yang
disebabkan kesalahan
pengoperasian prasarana
perkeretaapian. Tanggung jawab
ini dilakukan dengan
memberikan ganti rugi yang
dihitung berdasarkan kerugian
yang secara nyata dialami.
(2) Tanggung jawab Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian
kepada Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian dilakukan
berdasarkan perjanjian kerja
sama antara kedua belah pihak.
(3) Penyelenggara Prasarana
Perkeretaapian bertanggung
jawab kepada pihak ketiga atas
kerugian harta benda, luka-luka
atau meninggal dunia yang
disebabkan oleh
penyelenggaraan prasarana
perkeretaapian.
(4) Penyelenggara Prasarana
Perkeretaapian
bertanggungjawab terhadap
Petugas Prasarana
Perkeretaapian yang mengalami
luka-luka atau meninggal dunia
yang disebabkan oleh
pengoperasian prasarana
perkeretaapian.
Untuk meminimalkan resiko ganti
rugi dan melaksanakan tanggung
jawabnya, menurut Pasal 167
UUKA 2007, PT. KAI sebagai
Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian wajib
mengasuransikan tanggung
jawabnya terhadap pengguna jasa
dan besarnya nilai pertanggungan
paling sedikit harus sama dengan
nilai ganti kerugian yang diberikan
kepada pengguna jasa yang
menderita kerugian sebagai akibat
pengoperasian kereta api.
Macam Pelanggaran Penyelenggara
Sarana dan Prasarana Perkeretaapian
Terhadap Pengguna Jasa Perkeretaapian
Hubungan antara PT. KAI sebagai
penyelenggara perkeretaapian dengan
penumpang, pada dasarnya merupakan
hubungan antara pelaku usaha dengan
konsumennya. Di Indonesia sendiri, hubungan
pelaku usaha dan konsumen telah dipayungi
dengan hadirnya undang-undang
perlindungan konsumen yang melindungi
konsumen dari rendahnya kualitas jasa yang
diberikan perusahaan sebagai pelaku usaha.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang berlaku pada
tanggal 20 April 2000 menjadi payung hukum
bagi tuntutan konsumen. Undang-Undang ini
menampung segala sesuatu yang berhubungan
dengan keluhan konsumen terhadap pelaku
usaha, termasuk pelaku usaha di bidang jasa.
Hal ini memberikan konsekuensi hukum
dalam perlindungan hak-hak konsumen.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut,
produsen bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerugian konsumen akibat
mengonsumsi barang atau jasa yang
dihasilkan.
PT. KAI memang terus memberikan
perbaikan dalam pelayanannya, namun masih
ada beberapa hal yang masih harus dibenahi,
salah satunya adalah memberikan pelayanan
sesuai standar pelayanan minimum. Standar
pelayanan minimum meliputi pelayanan di
stasiun keberangkatan, dalam perjalanan, dan
di stasiun tujuan. Masyarakat membutuhkan
perbaikan pelayanan, salah satunya dengan
adanya standar minimum pelayanan yang
dijalankan secara konsisten.
Menurut pasal 5 PM 9 Tahun 2011
tentang Standar Pelayanan Minimum untuk
Angkutan Orang menyatakan bahwa
masyarakat berhak memberikan saran dan
masukan terhadap standar pelayanan minimal
yang telah ditetapkan baik secara lisan atau
tertulis kepada Menteri dan/atau melalui
Direktur Jenderal. Hal ini juga mengakomodir
ketentuan Pasal 4 huruf d Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang memberikan
hak kepada konsumen untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan.
Dalam pelayanan oleh PT. KAI pada
pengguna jasa kereta api, masih ada beberapa
permasalahan yang masih kurang diperhatikan
dalam kenyamanan menggunakan jasa kereta
api. Hal ini perlu adanya perhatian dan
perbaikan dari perusahaan untuk dapat
setidaknya meminimalisir agar dapat
memberikan kepuasan dari penumpang. Hal-
hal tersebut antara lain :
1. Keterlambatan kereta api hingga 180
menit (2 jam), sehingga merugikan
penumpang.
2. Pembatalan perjalanan kereta api.
3. Masih terdapatnya AC yang bekerja
kurang maksimal di kereta api.
4. Masih terdapatnya penumpang berdiri di
kelas ekonomi kereta api lokal, yang mana
mendapat izin pemerintah.
5. Masih terdapat kurang telitinya petugas
bording pass di pintu masuk penumpang,
yang sering terdapat lolosnya penumpang
yang tidak sesuai jadwal keberangkatan.
Perlindungan Konsumen Terhadap
Fasilitas Yang Diberikan Oleh PT. KAI
Tujuan perlindungan konsumen yang ada
tersebut adalah sasaran akhir yang harus
dicapai dalam melaksanakan pembangunan di
bidang hukum perlindungan konsumen.
Perlindungan hukum berkaitan dengan hak.
Perlindungan hukum bagi konsumen berarti
perlindungan terhadap hak-hak konsumen.
Perlindungan terhadap hak-hak konsumen
berarti menyangkut upaya hukum bagi
konsumen apabila hak-hak konsumen
dilanggar, sehingga hal ini berkaitan dengan
masalah claim (tuntutan). Hak-hak konsumen
diatur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal
4 undang-undang ini mengatur dan merinci
hak-hak konsumen, yaitu :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengonsumsi barang
dan/atau jasa.
b. hak untuk memilih dan mendapatkan
barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.
d. hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau yang
digunakan.
e. hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa
f. perlindungan konsumen secara patut.
g. hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen.
h. hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
i. hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
j. hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya
Mekanisme Tanggung jawab
Penyelenggara Sarana dan Prasarana
Perkeretaapian Terhadap Pengguna Jasa
Perkeretaapian
Dalam ketentuan pasal 19 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen ditentukan bahwa
pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti kerugian atas kerusakan,
pencemaran dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa
yang dihasilkan.
Tanggung jawab profesional adalah
tanggung jawab hukum (legal liability) dalam
hubungan dengan jasa profesional yang
diberikan kepada klien. Tanggung jawab
profesional ini dapat timbul karena penyedia
jasa profesional tidak memenuhi perjanjian
yang mereka sepakati dengan klien mereka
atau akibat dari kelalaian penyedia jasa
tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan
melawan hukum.10
Dari beberapa hal yang masih
banyak dikeluhkan oleh pengguna jasa
perkeretaapian sehingga melakukan hal-hal
yang termasuk dalam penyedia jasa.
Mekanisme Tanggung jawab
Penyelenggara Sarana dan Prasarana
Perkeretaapian di Bidang Keamanan
Terhadap Pengguna Jasa Perkeretaapian
Pasal 136 UUKA 2007 menegaskan bahwa
yang menjadi tanggung jawab dari
Penyelenggara sarana Perkeretaapian antara
lain :
(1) Dalam kegiatan angkutan orang
peyelenggara sarana perkeretaapian
berwenang untuk :
a. Memeriksa karcis
b. Menindak pengguna jasa yang
tidak mempunyai karcis
c. Menertibkan pengguna jasa
kereta api atau masyarakat
yang mengganggu perjalanan
kereta api dan
d. Melaksanakan pengawasan dan
pembinaan terhadap
masyarakat yang berpotensi
menimbulkan gangguan
terhadap perjalanan kereta api
(2) Penyelenggara sarana
perkeretaapian dalam keadaan
tertentu dapat membatalkan
perjalanan kereta api apabila
terdapat hal – hal yang dapat
membahayakan keselamatan,
ketertiban dan kepentingan umum.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan
pembahasan dalam bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
10Shidarta, Op.Cit., hlm. 82
1. Bentuk Pelayanan Publik Bagi Pengguna
Jasa Transportasi keret Api adalah
Pembinaan di bidang lalu lintas dan
angkutan kereta api yang meliputi aspek-
aspek pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan lalu lintas kereta api
dilaksanakan dengan mengutamakan dan
memperhatikan pelayanan kepentingan
umum atau masyarakat pengguna jasa
kereta api, kelestarian lingkungan, tata
ruang, dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Tanggung Jawab Penyelenggara Sarana
dan Prasarana Perkeretaapian di Bidang
Kenyamanan dan Keamanan Terhadap
Pengguna Jasa Perkeretapian adalah
dengan Standar pelayanan minimum
penumpang baik di stasiun maupun di
dalam perjalanan kereta api mencakup
keselamatan, keamanan, kehandalan,
kenyamanan, kemudahan dan kesetaraan
dan dalam mengatasi keluhan dan
ketidaknyamanan penumpang dalam hal
pelayanan yang diberikan, baik itu dalam
masalah sarana dan prasarana
perkeretaapian, PT KAI memberikan
pertanggungjawaban baik itu pemberian
kompensasi kepada penumpang,
pengembalian bea tiket, pengalihan ke
kereta api maupun moda transportasi
angkutan lain, maupun perbaikan kinerja
sumber daya manusia.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Ali, Zainuddin,FilsafatHukum, SinarGrafika, Jakarta, 2006.
Departemen Pendidikandan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, BalaiPustaka, Jakarta, 2005.
Hamzah, Andi, KamusHukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005.
Ibrahim, Johnny,Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2005.
Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,Jakarta, 1989.
Kotler, Marketing Management, Twelth Edition, Prentice-Hall Inc, 2006.
Lupiyoadi, Rambat, Manajemen Pemasaran Jasa, Penerbit Salemba Empat,
Jakarta, 2001.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum,Cetakan ke-11, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009.
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2003.
Nurmayani,Hukum Administrasi Daerah,Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2009.
Purbacaraka, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya, Bandung, 2010.
Purwosutjipto, H. M. N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jilid 3 Bagian Pertama, Jambatan, Jakarta, 1991.
Rusli, Hardijan, Metode Penelitian Hukum Normatif :Bagaimana?, Law Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun 2006.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, EdisiRevisi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006
Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1989.
Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan ingkat, Cetakan ke-11,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia jilid II, Hukum Pengangkutan di Darat,
Rajawali Press, Jakarta, 1981.
TitikTriwulan, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2001.
ShintaFebrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, PrestasiPustaka, Jakarta,
2010.
MAKALAH
Haryono, Tulus, Telaah persepsi kualitas Pelayanan jasa serta penerapannya Di sektor publik dalam memasuki Era reformasi, Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar IlmuManajemen Pemasaran pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Disampaikan dalam Sidang Senat Terbuka Universitas Sebelas Maret Surakarta PadaTanggal 23 Desember 2006, Sebelas Maret University Press, Surakarta.
INTERNET
https://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publi, kdiakses tanggal 25 Mei 2017.
PERATURAN PERUNDANGAN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 tahun 2009 tentang LaluLintas dan
AngkutanKeretaApi
Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 9 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang
PeraturanMenteriPerhubungan RI Nomor : PM. 47 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimum UntukAngkutan Orang dengan Kereta Api.
PeraturanMenteriPerhubungan RI Nomor PM. 48 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang denganKeretaApi.
SK Direksi PT. KAI Nomor KEP.U/LL.03/XI/1/KA-2015 tentang
Syarat dan Tarif Angkutan KeretaApi Penumpang.
SK Direksi PT. KAI Nomor KEP.U/UM.101/III/2/KA-2015
tentang Standar Operasional Prosedur Pengamanan Di Atas KeretaApi