user · web viewbapak dan ibu memiliki 3 orang putri yang sangat menawan. putri pertama ibu sudah...
TRANSCRIPT
Tugas Live In
28 April 2014 – 3 Mei 2014
Sesuai dengan ‘tradisi’ yang sudah ada di SMA Tarakanita 2, tahun ini, kami, anak-
anak kelas 10 tahun ajaran 2013-2014 mendapat kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan
“Live In”. Kegiatan “Live In” merupakan kegiatan hidup di tengah-tengah masyarakat dan
melakukan kegiatan aktivitas di desa layaknya seorang masyarakat desa. Kegiatan “Live In”
ini diadakan dengan tujuan agar murid-murid dapat merasakan hidup di desa dengan segala
kesederhanaannya. Dalam rentang waktu 4 hari 3 malam, kami harus ikut masuk ke dalam
kehidupan orang tua asuh kami dan melakukan kegiatan masyarakat desa. Selama ini, kita
hanya berdiam diri di kota menikmati kenyamanan seluruh fasilitas yang ada. Namun tak
pernah sekalipun kita membuka mata untuk melihata apa yang terjadi di dunia luar. Sehingga
dalam kesempatan ini, kami sekaligus melakukan pengamatan atas kehidupan masyarakat
desa. Baik dari segi nilai dan norma, perilaku, kondisi alam, mata pencaharian dan masih
banyak lagi.
Kegiatan “Live In” pada tahun ini akan diadakan di Kelurahan Pesu. Kelurahan Pesu
ini kemudian terbagi lagi menjadi 4 desa, antara lain Desa Pesu, Desa Mawen, Desa Tegal,
dan Desa Sarap. Jarak antar desa yang satu dengan desa lainnya dapat dikatakan tidak terlalu
jauh. Umumnya, jarak antar dusun ditempuh dengan menggunakan sepeda. Rumah yang
kami tempati selama 4 hari terletak di Desa Mawen. Desa Mawen merupakan salah satu desa
yang cukup luas. Desa Mawen kemudian terbagi lagi menjadi 3 daerah.
Di Desa Mawen tersebut, kami tinggal bersama keluarga Ibu Suprihatin. Letaknya
tidak begitu jauh dari kelurahan, bisa ditempuh dengan berjalan kaki maupun dengan motor
atau sepeda. Di sepanjang perjalanan menuju Desa Mawen dari Kelurahan, terbentang
hamparan sawah yang begitu luas dan lapang. Umumnya, sawah-sawah tersebut ditanami
padi. Daerah tersebut pun beriklim tropis sehingga sangat cocok untuk pertumbuhan padi.
Maka mayoritas penduduk desa bermata pencaharian sebagai petani. Selain padi, ada pula
pisang, mangga, dan pepaya. Dari segi pola pemukiman, jelas terlihat rumah-rumah di Dusun
Mawen berdekatan satu dengan yang lain. Selain itu, tidak seperti di kota, masih cukup
banyak lahan kosong yang ditutupi oleh pepohonan maupun dijadikan tempat untuk
memelihara ternak.
Janice Alberta XA / 12 || Maria Stefani XA / 16
Rumah Ibu Suprihatin dapat dibilang cukup modern dengan segala kesederhanaannya.
Temboknya sudah terbuat dari bata, bercat hijau muda yang warnanya sudah memudar.
Lantainya belum berubin dan terbuat dari semen. Atapnya masih terbuat dari kayu tanpa
plafon, namun cukup untuk melindungi kami sekeluarga dari terik matahari dan hujan. Listrik
pun sudah ada, termasuk televisi dan radio, walaupun lantainya belum berubin. Katanya,
Kecamatan Wedi ini, termasuk Desa Mawen pernah dilanda gempa dahsyat pada tahun 2006
yang menghancurkan semua rumah di sini tanpa sisa. Karena itu, rumah-rumah di desa ini
adalah bangunan baru. Rumahnya pun tergolong cukup luas. Di belakang rumah masih
terdapat tempat untuk hewan-hewan peliharaan Ibu Suprihatin. Dari kambing, ayam, hingga
merpati. Hewan-hewan tersebut dipelihara dan apabila sedang dibutuhkan, hewan tersebut
dapat dijual ke pasar. Walaupun ibu memiliki ayam, telur yang dipakai untuk dikonsumsi
dibeli dari pasar, bukan hasil sendiri. Telur yang dihasilkan ayam peliharaan biasanya
dibiarkan menetas.
Keluarga Ibu Suprihatin terdiri dari 5 orang. Bapak, yang berprofesi sebagai petani.
Selain sebagai petani, bapak juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai penebang pohon.
Ibu Suprihatin sendiri adalah seorang ibu rumah tangga. Biasanya ibu bangun di pagi hari
lalu menyiapkan makanan untuk anak-anak, mengantar mereka ke sekolah, lalu ibu bersantai
di rumah. Namun, jika sedang panen, seperti seminggu setelah kami meninggalkan desa, ibu
juga turut membantu bapak memotong padi. Bapak dan ibu memiliki 3 orang putri yang
sangat menawan. Putri pertama ibu sudah dewasa, bahkan sudah menikah dan memiliki
seorang anak berusia 5 tahun yang bernama Mohammad Junaed Fahri. Ia sudah membangun
keluarga sendiri dan tak lagi tinggal bersama bapak dan ibu. Meski begitu, pada akhir pekan
biasanya ia mengunjungi bapak dan ibu sambil mengajak serta anak dan suaminya. Putri
kedua bernama Titis. Saat ini, ia masih duduk di bangku SMP 3. Kemarin itu, ia baru saja
akan menghadapi Ujian Nasional, sehingga kami sempat membantunya dalam mata pelajaran
Matematika. Putri bungsu dalam keluarga Ibu Suprihatin bernama Puput. Ia masih kelas 5.
Walaupun masih lebih muda dari kami berdua, Titis dan Puput adalah anak yang baik dan
sangat mandiri.
Seperti yang kita ketahui, manusia adalah makhluk sosial. Sehingga sungguh tidak
mungkin seorang individu dapat hidup tanpa individu yang lain. Di desa pun demikian.
Antara individu yang satu dengan individu yang lain, individu dengan masyarakat, maupun
masyarakat dengan masyarakat terjadi suatu hubungan interaksi.
Janice Alberta XA / 12 || Maria Stefani XA / 16
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok dalam masyarakat. Agar dapat
terjadi interaksi sosial, dibutuhkan adanya kontak sosial dan komunikasi. Dalam kehidupan
sehari-hari, manusia senantiasa melakukan kontak dengan manusia lainnya. Misalnya, kontak
ayah dengan anak, kontak ibu dengan anak, kontak antar teman, kontak antar tetangga,
kontak antar anggota karang taruna, kontak antara guru dengan murid, dan masih banyak lagi.
Dan melalui kontak sosial tersebut terjadi komunikasi antar pelaku.
Berlangsungnya proses interaksi sosial di Desa Mawen didasarkan oleh banyak
faktor. Salah satunya adalah imitasi. Imitasi adalah tindakan untuk meniru orang lain sebagai
tokoh ideal. Seperti di rumah yang kami tempati, sosialisasi di keluarga membuat anak-anak
cenderung meniru kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang tuanya. Tidak hanya di
rumah, imitasi pun terjadi di sekolah, atau di kalangan teman sebaya. Selain itu, adapula
faktor berupa simpati dan empati. Umumnya, apabila sedang ada hajatan maupun pesta
perayaan, seluruh warga masyarakat akan berkumpul dan turut serta menyumbangkan tenaga
maupun bahan makanan untuk membantu. Dan apabila ada yang meninggal, seperti saat
gempa pada tahun 2006 yang menimpa Desa Mawen dan sekitarnya, warga akan ikut berduka
cita bersama walaupun mungkin tidak dekat atau tidak mengenal keluarga korban.
Di tengah masyarakat desa pun banyak terdapat kegiatan kerjasama. Setiap periode
tertentu, masyarakat desa melakukan gotong royong. Para remaja pun juga melakukan
kerjasama dalam bentuk organisasi karang taruna. Semua ini tidak luput dari interaksi antar
anggota masyarakat. Proses interaksi sosial ini disebut proses interaksi sosial asosiatif. Proses
interaksi ini cenderung menciptakan persatuan dan menggalang solidaritas di antara masing-
masing anggota kelompok yang melakukan interaksi sosial tersebut.Namun, ada pula proses
interaksi sosial disasosiatif yakni proses interaksi yang mengarah ke perpecahan, seperti
bentuk persaingan di sekolah untuk mendapatkan peringkat, hingga konflik berupa tawuran
antar sekolah.
Segala bentuk-bentuk interaksi sosial tersebut terjadi secara terus-menerus yang
berkesinambungan dan kemudian memunculkan adanya nilai dan norma dalam masyarakat.
Ada banyak nilai-nilai yang ada di desa. Ada yang positif, namun adapula yang negatif.
Namun, menurut pengamatan kami, nilai-nilai positif di desa bukan hanyalah berupa angan-
angan atau impian. Nilai-nilai berupa nilai kebersamaan, kepedulian, kesopanan, disiplin,
gotong-royong terlihat begitu nyata dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, di desa kami,
Janice Alberta XA / 12 || Maria Stefani XA / 16
Desa Mawen ini seringkali diadakan ronda malam yang dilakukan secara bergilir untuk
menjaga keamanan dan ketertiban desa. Nilai kesopanan pun masih begitu terlihat. Karena
posisi rumah yang berdekatan, umumnya masyarakat desa sungguh mengenal satu sama lain,
tak hanya tetangganya, namun juga seluruh masyarakat di dalam desa yang luas itu.
Kebanyakan dari mereka masih memiliki hubungan kekerabatan. Ibu asuh kami, Ibu
Suprihatin, bahkan memiliki 4 saudara di Desa Mawen yang tinggal berdekatan. Pada saat
kami tinggal di rumah Ibu Suprihatin pun, tak jarang ada sanak saudaranya yang datang.
Suatu kali, keponakan Ibu datang untuk menginap dan membantu-bantu ibu. Di dalam
keluarga sendiri, nilai kebersamaan juga dapat terbilang sangatlah kental. Tak seperti di kota,
di mana sebuah keluarga tidak lagi bertingkah seperti keluarga. Sikap individual di desa
jarang sekali ditemukan. Saat makan pagi maupun makan malam, seluruh anggota keluarga
saling membantu satu sama lain dan duduk bersama untuk menyantap makanan yang ada.
Kemudian, kami akan duduk di ruang tengah sambil berbincang dan menonton televisi.
Bahkan, Puput, anak Ibu Suprihatin yang paling kecil pernah berujar, Bapak seringkali
mendongeng menggunakan wayang. Jadi di tengah kesibukan masing-masing, mereka masih
bisa meluangkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga.
Menurut kami, nilai-nilai ini sungguh berfungsi dengan baik. Nilai kebersamaan dan
kekeluargaan di desa masih begitu kental sehingga kesenjangan sosial yang ada pun tidak
menimbulkan masalah besar. Mereka sudi membantu satu sama lain yang membutuhkan
bantuan. Jikalau sedang musim panen pun, mereka rela berbagi apa yang mereka punya
kepada orang lain. Nilai-nilai inilah yang mendorong masyarakat Desa Mawen menjadi
masyarakat yang berbudi luhur karena mereka berhasil merealisasikan nilai sosial yang
bermutu tinggi tersebut. Nilai-nilai ini jugalah yang meningkatkan solidaritas dalam
masyarakat. Sebagai contoh, ketika ada seorang warga desa yang meninggal, semua warga
tanpa terkecuali akan ikut berkabung. Ataupun apabila ada yang sakit, umumnya akan
diumumkan ke warga desa yang lain dan akan dikumpulkan iuran untuk menjenguk warga
desa tersebut.Walaupun tidak kenal, mereka akan tetap datang untuk menunjukkan rasa
simpati mereka. Ataupun apabila Karena kebersamaan dan rasa percaya satu sama lain yang
sangat tinggi, sistem nilai ini memberikan rasa nyaman dan aman bagi anggota masyarakat.
Mereka saling menghargai satu sama lain, saling percaya satu sama lain. Kontras dengan
kondisi kota yang masih perlu dilengkapi dengan satpam, kamera CCTV, dan lain-lain,
mereka tidak merasa perlu untuk menutup pintu rumah mereka. Bahkan tidak ada pagar yang
memisahkan antara jalan raya dengan rumah. Mungkin kita berpikir, apakah tidak takut
Janice Alberta XA / 12 || Maria Stefani XA / 16
kemasukkan pencuri? Tidak, mereka percaya rumah mereka tetap aman dengan pintu terbuka
dan tak ada yang berniat jahat untuk mengambil kepunyaan orang lain. Nilai reli
gius pun masih dapat terhitung tinggi, karena mereka tidak berani melakukan perbuatan
kriminal karena dianggap dosa. Tidak ada perasaan iri ataupun egois, karena mereka percaya
satu sama lain dan terbuka untuk berbagi dengan sesama mereka.
Memang kehidupan di desa dapat dibilang cukup tertib. Norma-norma di desa Mawen
ini menurut kami kurang tegas dan cukup ringan. Biasanya norma-norma tersebut adalah
norma tidak tertulis. Tapi bukan berarti norma ditiadakan dari masyarakat. Norma kesopanan
masih terlihat jelas di kalangan masyarakat. Ketika ada yang berkunjung ke rumah tetangga,
walaupun pintu rumah terbuka lebar, mereka tetap mengetuk pintu, tidak langsung masuk
tanpa izin. Untuk norma kesusilaan, pacaran di depan umum, seperti menunjukkan kasih
sayang yang terkadang melewati batas sangatlah dilarang karena dianggap tidak pantas. Tapi,
masih banyak remaja yang pacaran secara sembunyi-sembunyi. Untuk norma kebiasaan,
para muda-mudi maupun anak-anak masih seringkali menyapa para orang tua yang ada jika
bertemu walau hanya sekedar bertegur sapa. Ketika kami berada di desa, para orang-tua
masih menanggapi sapaan kami. Tidak ada yang berpura-pura tidak kenal maupun tidak
mendengar. Seperti yang tadi sudah disinggung, norma tata kelakuan masih kurang tegas.
Misalnya, jika terjadi tawuran, masyarakat tidak akan mengambil tindakan yang bersifat
koersif, melainkan menyerahkannya kepada pihak yang berwajib. Setelah melaporkan
pelanggaran yang terjadi, pihak berwajib akan memberikan peringatan, tapi tidak
memberikan sanksi dahulu. Ketika pelanggar telah diberi peringatan sebanyak tiga kali
barulah diambil tindakan.
Norma yang berlaku kebanyakan adalah norma adat. Banyak adat istiadat kebiasaan
yang dapat kita temukan di Desa Mawen. Contohnya ketika ada perkawinan, akan
diselenggarakan hajatan yang berlangsung paling singkat seminggu. Selama hajatan itu,
keluarga dari calon pengantin akan mengadakan pesta makan-makan dan mengundang
seluruh desa. Dalam hal ini, nilai gotong royong sangatlah terlihat. Ibu-ibu akan membantu
memasak dan menyiapkan segala sesuatu. Bapak-bapak akan meminjamkan barang dan
tenaga. Para remaja terutama yang terlibat dalam Tarang Karuna akan mengembalikan
barang-barang pinjaman dan ikut membersihkan. Seluruh desa ikut berpartisipasi dalam
setiap event. Ada juga peraturan desa yang mengatur kehidupan sehari-hari. Salah satunya
adalah norma tentang aturan penyewaan lahan. Pemerintah desa dapat menyewakan tanah
Janice Alberta XA / 12 || Maria Stefani XA / 16
resmi pemerintah kepada masyarakat untuk dijadikan lahan bersawah. Pemerintah
menentukan harga dasar pembelian sebesar Rp. 2.500.000,00,- sehingga calon pembeli harus
memberikan tawaran harga beli yang dapat bersaing untuk mendapatkan lahan tersebut.
Proses sosialisasi pun juga terjadi di lingkungan masyarakat desa. Nilai dan norma
tersebut disosialisasikan oleh orang tua maupun dari pihak sekolah. Yang terutama dan utama
adalah sosialisasi primer yang terjadi di keluarga. Keluargalah yang pertama kali
menanamkan kebiasaan, nilai dan norma dalam diri anak. Proses sosialisasi primer adalah
dasar bagi anak sebelum anak memasuki lingkungan masyarakat. Jika nilai yang
disosialisasikan yang baik-baik, maka anak pun akan berperilaku baik. Sebaliknya, apabila
keluarga cenderung tidak peduli akan anak dan nilai yang disosialisasikan buruk, maka anak
pun akan berperilaku buruk.
Karena penanaman nilai dan norma yang baik dan tegas di keluarga Ibu Suprihatin,
anak-anaknya pun menjadi anak yang penurut dan patuh. Sedari kecil, mereka sudah
dibiasakan untuk mandiri dan diajak turut serta dalam mengambil tugas-tugas rumah tangga,
seperti menyapu, mencuci piring, mencuci baju, dan lain-lain. Pembagian tugas pun
terlaksana dengan sangat baik sehingga rumah dapat terjaga kebersihan dan kerapihannya. Di
sekolah pun, sosialisasi yang dilakukan tentunya baik. Terbukti dari kebiasaan Titis dan
Puput yang selalu belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah pada sore hari. Tentunya sekolah
mendorong mereka untuk menjadi anak-anak yang tekun.
Dalam rumah sendiri, jarang sekali ada pelanggaran nilai dan norma. Dan jikalau ada ,
Ibu Suprihatin tidak akan memberi sanksi berupa kekerasan, melainkan dalam bentuk
sosialisasi partisipatoris. Jadi, anak-anak dipercaya dapat sadar akan norma-norma yang ada
dan tahu mana yang baik dan mana yang buruk.
Banyak sekali anggota masyarakat yang berperan dalam proses sosialisasi anak.
Dimulai dari keluarga, teman sebaya di sekitar rumah, sekolah, hingga media massa. Yang
paling dominan di masa kini adalah peran media massa. Di Desa Mawen, belum terdapat
jaringan internet, jika adapun masih kurang baik. Namun, mayoritas masyarakat Desa Mawen
sudah memiliki radio, terlebih lagi televisi. Di rumah kami, khususnya, televisi sering sekali
dipakai sebagai hiburan di kala bosan. Terutama karena sepulang dari sekolah, anak-anak
tidak memiliki pekerjaan lain, sehingga biasanya mereka nonton bersama ibu. Film-film yang
ditonton sebenarnya tidak pantas untuk anak seusia mereka. Tayangan yang biasa mereka
tonton berupa sinetron. Sinetron, tentunya sangatlah berbahaya bagi anak-anak, karena
Janice Alberta XA / 12 || Maria Stefani XA / 16
banyak adegan mesra yang belum pantas dan juga kata-kata kasar. Dan anehnya, tidak ada
halangan dari orang tua ataupun anjuran akan mana yang layak ditonton dan mana yang
tidak. Untuk radio pun, lagu yang diputar berupa dangdut. Dan bila didengar dengan jelas,
lagu-lagu tersebut mengandung banyak kata yang sangatlah tidak pantas.
Walaupun nilai dan norma di desa diterapkan serta dijalankan dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari, tetap saja dapat ditemukan perilaku yang menyimpang atau perilaku
yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada. Memang, norma yang ada biasanya
secara lisan atau tidak tertulis, namun norma tersebut tetap diakui di masyarakat.
Penyimpangan yang ditemukan melanggar peraturan desa dan juga adat istiadat yang berlaku
di sana. Budaya ideal adalah keadaan yang aman dan tentram, tapi nyatanya tetap saja ada
yang namanya pencurian, yang merupakan salah satu contoh perilaku menyimpang yang
bersifat mutlak. Terdapat juga penyimpangan yang telah menyesuaikan diri ke dalam
kebudayaan masyarakat Desa Mawen, yaitu konsumsi minuman keras. Tidak ada peraturan
mengenai minuman keras. Anak-anak remaja diperbolehkan untuk mengkonsumsi minuman
keras asal tidak menimbulkan keributan. Tetapi penyimpangan ini memiliki norma
penghindaran dimana penyimpangan dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau hanya pada
saat hajatan berlangsung dan tidak pada siang hari di tempat terbuka sehingga pelaku
penyimpangan tidak mendapat celaan dari masyarakat sekitar.
Perilaku menyimpang ini biasa dilakukan oleh pihak remaja. Umumnya disebabkan
oleh faktor intelegensi, di mana mungkin mereka kurang mendapatkan pendidikan mengenai
etika dalam masyarakat. Peran keluarga pun mungkin tidak harmonis atau broken home
sehingga anak terjerumus ke hal-hal yang tidak baik. Faktor sanksi yang tidak tegas dan
tergolong ringan pun tidak menimbulkan efek jera bagi pelanggar. Bahkan tidak ada aturan
mengenai rokok ataupun alkohol! Dan sangat mungkin perilaku menyimpang tersebut
merupakan hasil meniru dari media massa, terutama sinetron atau berita yang mengandung
begitu banyak unsur kekerasan.
Penyimpangan yang terjadi sangatlah beraneka ragam. Berdasarkan bentuknya, yang
paling sering terjadi adalah penyimpangan sekunder dari hasil minum-minum para remaja.
Berdasarkan sifatnya, terdapat penyimpangan positif di mana kaum wanita pun ikut menjadi
petani untuk membantu penghasilan keluarga. Berdasarkan pelaku, biasanya penyimpangan
dilakukan individual maupun kelompok.
Janice Alberta XA / 12 || Maria Stefani XA / 16
Sebagian besar penyimpangan yang terjadi di Desa Mawen termasuk kenakalan
remaja, yaitu tawuran. Adapula penyimpangan berupa kriminalitas. Biasanya kejahatan
tersebut berupa kejahatan tanpa korban maupun kejahatan kerah biru. Penyimpangan yang
dilakukan biasanya hanya merugikan diri sendiri tanpa merugikan orang lain, contohnya
mabuk-mabukan. Karena penduduk di Desa Mawen masih tergolong ekonomi menengah ke
bawah, kejahatan yang dilakukan tergolong kejahatan kerah biru karena dampaknya tidak
begitu besar. Penyimpangan juga biasa dilakukan secara individual, seperti pencurian.
Walaupun sebenarnya, pencurian yang terjadi juga merupakan salah pemilik rumah yang
menjadi korban. Karena rasa percaya yang terlalu tinggi antara satu sama lain, pintu-pintu
rumah dibiarkan terbuka lebar sehingga sangat mudah untuk orang lain keluar masuk
seenaknya tanpa diketahui. Orang yang tertangkap mencuri juga tidak akan dibawa langsung
ke polisi. Awalnya, mereka hanya akan diberi peringatan, lalu jika mereka mengulangi
perbuatan yang sama, barukah akan dilaporkan ke pihak yang berwajib. Bentuk
penyimpangan yang sering ditemukan adalah alkoholisme. Tidak hanya orang dewasa,
bahkan remaja/pelajar yang masih dibawah umur pun sudah biasa dalam hal mengkonsumsi
minuman keras. Tak jarang juga, hal ini berujung pada kenakalan remaja dalam bentuk
tawuran. Biasanya pada saat hajatan dan banyak remaja yang mabuk, akan terjadi tawuran
antara 2 kelompok yang menyebabkan banyak orang terluka. Tawuran ini akan terus
berlangsung sampai datang bantuan dari pihak instansi keamanan untuk melerai. Rokok juga
sudah bukan lagi menjadi benda asing bagi para remaja. Banyak remaja bahkan anak kecil
yang sudah merokok.
Tampaknya, walaupun ada peraturan desa dan adat istiadat, penyelenggaraan nyata
norma-norma tersebut lebih bebas daripada yang terjadi di kota bebas. Contoh lainnya adalah
mengendarai sepeda motor tanpa memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) dan tidak
menggunakan helm. Banyak remaja-remaja yang membawa motor secara kebut-kebutan dan
tidak berhati-hati. Sekarang pun banyak remaja yang terlihat berpacaran di depan umum
tanpa mempedulikan perkataan dan gosip tetangga. Banyak ditemukan 2 remaja yang sedang
berpacaran sambil berpegangan tangan atau duduk berpangkuan tanpa memperhatikan
batasan-batasan norma. Perilaku menyimpang di sini dipengaruhi oleh faktor media massa.
Para remaja tidak memiliki banyak hal untuk dilakukan sepulang sekolah sehingga mereka
akan menghabiskan waktu mereka di depan televisi untuk menonton sinetron atau
mendengarkan lagu dangdut dari radio. Sinetron atau film yang ditayangkan di saluran
televisi kebanyakan belum disaring apakah cocok untuk penonton dibawah umur. Apalagi
Janice Alberta XA / 12 || Maria Stefani XA / 16
orang tua di desa belum memiliki kesadaran untuk mengawasi tontonan anaknya, sehingga
anak dapat mendapatkan banyak informasi yang mungkin mengandung kekerasan atau hal-
hal yang tidak pantas. Banyak lagu-lagu dangdut yang mengandung lirik tidak senonoh dan
tidak cocok untuk didengarkan oleh para remaja. Pergaulan di desa juga terlalu bebas, orang
tua biasanya terlalu memberikan kepercayaan kepada anaknya dengan anggapan mengenal
semua anggota masyarakat di desa tersebut. Sehingga tanpa adanya pengawasan yang tegas,
mereka bisa mendapatkan pengaruh yang tidak baik dari lingkaran pergaulannya. Kehidupan
desa yang penuh kebersamaan dan solidaritas tetap tidak menutup kemungkinan adanya
segelintir orang yang anti sosial. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan nilai dan
norma yang berlaku di masyarakat mereka. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan
seseorang untuk menerima perbedaan sosial. Ada sedikit sikap rasisme dan stereotip yang
muncul karena penyimpangan/deviasi biologis seperti ras, suku, dll. Beberapa remaja
terdengar mengejek dan membeda-bedakan ras. Mereka juga memiliki pandangan stereotip
tentang orang yang tinggal di kota. Menurut mereka, orang yang tinggal di perkotaan tidak
dapat mengerjakan pekerjaan rumah karena semuanya telah diselesaikan oleh pembantu,
tidak mengetahui hal-hal dasar sederhana, dll. Ada juga seorang anak perempuan di Desa
Mawen yang mengalami gangguan mental, dia tidak dapat berbicara dan lancar ataupun
berkomunikasi dengan baik. Anak itu tidak disukai dan dikucilkan oleh anak-anak lain
seumurannya, walaupun orang-orang dewasa tetap memperlakukannya sama dengan yang
lain.Dengan adanya penyimpangan, tentu saja akan diadakan pengendalian sosial untuk
mempertahankan stabilitas dan keserasian sosial. Ada yang preventif, yaitu berbentuk
pencegahan sebelum penyimpangan terjadi. Dilakukan dengan cara nasihat atau peringatan
yang kebanyakan dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Ada juga yang represif, yaitu
pengendalian yang dilakukan setelah penyimpangan terjadi untuk penanggulangannya.
Pengendalian di Desa Mawen bersifat kuratif untuk memoerbaiki karena tidak melibatkan si
pelaku penyimpangan dalam proses pengendalian itu sendiri. Pengendalian dapat berupa
pendidikan yang ada di sekolah maupun di rumah. Sayangnya, pendidikan di desa ini belum
memadai. Taraf pendidikannya masih lebih rendah daripada yang ada di perkotaan sehingga
pendidikan moral pun kurang ditanami kepada para murid. Bisa juga berupa pendidikan
agama. Jika terjadi penyimpangan, hal yang pertama kali dilakukan adalah gossip/desas-
desus yang tersebar dengan cepat terutama dikalangan ibu-ibu. Lalu, darisana mulai
munculah sindiran dan cemoohan dari masyarakat sekitar. Jika pelaku penyimpang masih
belum sadar juga, maka akan mendapatkan teguran secara terbuka. Sebagai jalan terakhir
bagi lelaku yang tetap tidak berubah, akan diurus oleh pihak yang berwajib sesuai dengan
Janice Alberta XA / 12 || Maria Stefani XA / 16
peraturan yang berlaku. Lembaga yang paling berperan adalam lembaga kepolisian, lembaga
adat dan tokoh masyarakat.
Janice Alberta XA / 12 || Maria Stefani XA / 16
Janice Alberta XA / 12 || Maria Stefani XA / 16