usahatani mina padi
TRANSCRIPT
1. Usahatani mina padi
Salah satu optimalisasi potensi lahan sawah irigasi dan peningkatan pendapatan petani adalah
dengan merekayasa lahan dengan teknologi tepat guna. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan
mengubah strategi pertanian dari sistem monokultur ke sistem diversifikasi pertanian, misalnya
menerapkan teknologi budidaya Mina Padi. Dengan adanya pemeliharaan ikan di persawahan
selain dapat meningkatkan keragaan hasil pertanian dan pendapatan petani juga dapat
meningkatkan kesuburan tanah dan air juga dapat mengurangi hama penyakit pada tanaman padi.
Sistem usaha tani minapadi telah dikembangkan di Indonesia sejak satu abad yang lalu
(Ardiwinata, 1987). Selain menyediakan pangan sumber karbohidrat, sistem ini juga
menyediakan protein sehingga cukup baik untuk meningkatkan mutu makanan penduduk di
pedesaan (Syamsiah et all. 1988).Dengan teknologi yang tepat, minapadi dapat memberi
pendapatan yang cukup tinggi. Keuntungan yang didapat dari usahatani minapadi berupa
peningkatan produksi padi dan ikan, mengurangi penggunaan pestisida, pupuk anorganik,
penyiangan dan pengolahan tanah (Suriapermana, et all., 1994)
2. Agroforestry
Konsepsi agroforestry dirintis oleh suatu tim dari Canadian International Development Centre,
yang bertugas untuk mengindentifikasi prioritas-prioritas pembangunan di bidang kehutanan di
negara-negara berkembang dalam tahun 1970-an. Oleh tim ini dilaporkan bahwa hutan-hutan
dinegara tersebut belum cukup dimanfaatkan. Penelitian yang dilakukan dibidang kehutananpun
sebagian besar hanya ditujukan kepada dua aspek produksi kayu, yaitu eksploitasi secara selektif
di hutan alam dan tanaman hutan secara terbatas.
Menurut International Council for Research in Agroforetry, mendefinisikan Agro forestry
sebagai berikut :
" Suatu sistem pengelolaan lahan dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil lahan
secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanamaan (termasuk tanaman pohon-pohonan)
dan tanaman hutan dan/atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yanag sama,
dan menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat".
(King dan Chandler, 1978)
Dalam suatu seminar mengenai Agroforestry dan pengendalian perladangan berpindah-pindah, di
Jakarta Nopember 1981, mendefinisikan Agroforestry sebagai berikut
" Suatu metode penggunaan lahan secara oftimal, yang mengkombinasikan sitem-sistem
produksi biologis yang berotasi pendek dan panjang (suatu kombinasi kombinasi produksi
kehutanan dan produksi biologis lainnya) dengan suatu cara berdasarkan azas kelestarian, secara
bersamaan atau berurutan, dalam kawasan hutan atau diluarnya, dengan bertujuan untuk
mencapai kesejahteraan rakyat " (Satjapradja, 1981).
Nair (1989) setelah meninjau kembali definisi-definis tersebut, mengusulkan untuk
menggunakan definisi yang dirumuskan oleh Lundgren dan Raintree sebagai berikut :
" Agroforestri adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi,
dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu, dsb) ditanam
bersamaan dengan tanaman pertaian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu
bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan didalamnya terdapat interaksi-interaksi
ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan" (Nair, 1989)
Menurut definisi tersebut mencakup selang variasi yang cukup luas dan dapat diklasifikasikan
berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Dasar struktural ; menyangkut–komponen, seperti sistem-, seperti sistem silvikultur,
silvopastur, agrisilvopastur.
b. Dasar fungsional ; menyangkut fungsi utama atau peranan dari sistem, terutama komponen
kayu-kayuan.
c. Dasar sosial ekonomi ; menyangkut tingkat masukan dalam pengelolaan (masukan rendah,
masukan tinggi) atau intensitas dan skala pengelolaan, atau tujuan-tujuan usaha (subsistem,
komersial, intermedier)
d. Dasar ekologi ; menyangkut kondisi lingkungan dan kecocokan ekologi dan sistem.
Bentuk Bentuk Agroforestri
Beberapa model Agroforestri yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut :
a. "Agrisilvopastur ", yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan pertimbangan masak
untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan kehutanan.
b. "Sylvopastoral system ", yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk menghasilkan kayu
dan memelihara ternak.
c. "Agrosylvo-pastoral system ", yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi
hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan, dan sekaligus untuk memelihara hewan ternak.
d. "Multipurpose forest ", yaitu sistem pengelolaan dan penanaman berbagai jenis kayu, yang
tidak hanya untuk hasil kayunya, akan tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang dapat
digunakan sebagai bahan makanan manusia, ataupun pakan ternak.
3. USAHATANI TERPADU
• Sebagian besar petani di Indonesia adalah petani kecil dengan karakteristiknya adalah (i)
penguasaan sumberdaya sangat terbatas; (ii) sangat mengantungkan hidupnya pada usahatani;
(iii) tingkat pendidikan rendah; dan (iv) secara ekonomi tergolong miskin. Saat ini diperlukan
teknologi yang sesuai untuk diterapkan oleh petani kecil, diantaranya penerapan sistem usahatani
terpadu.
• Keuntungan dari usahatani terpadu antara lain: (a) mampu meningkatkan pendapatan rumah
tangga; (b) mengurangi risiko kegagalan panen; (c) memberikan tambahan lapangan kerja bagi
keluarga; (d) meningkatkan efisiensi pengunaan sumberdaya; (e) dapat menyediakan pangan
bagi keluarga; (f) meningkatkan produktivitas lahan; dan (g) memperbaiki kesejahteraan rumah
tangga petani.
• Berbagai hasil penelitian di Indonesia menunjukkan usahatani terpadu mempunyai banyak
keunggulan dibandingkan dan satu cabang usahatani. Syam, et al. (1996), integrasi ternak dengan
tanaman mempunyai banyak keunggulan, antara lain: (a) meningkatkan pendapatan bersih
usahatani hamper dua kali; (b) dapat meningkatkan gizi masyarakat; (c) sapi dapat digunakan
sebagai tenaga kerja, selain sebagai tabungan keluarga; (d) penanaman rumput unggul dan gamal
dapat menyediakan bahan pakan ternak; (e) gamal dan pupuk kandang dapat meningkatkan
kesuburan tanah; (f) mengurangi pemakaian pupuk an-organik sampai 50%; (g) pertambahan
bobot badan harian ternak; dan (h) meningkatkan produktivitas tanaman dan ternak
• Keunggulan-keunggulan usahatani terpadu cukup prospektif untuk di kembangkan di berbagai
agroekosistem Indonesia. Namun demikian, skala usahatani yang kecil sering membuat rumah
tangga tani tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Oleh karena itu, mereka
berupaya memperoleh pendapatan lainnya dari berbagai sumber, baik usaha off-farm maupun
non-farm.
• Diversifikasi pendapatan merupakan salah satu strategi risk management terutama pada kondisi
sulitnya memperoleh layanan jasa asuransi. Selain itu, diversifikasi pendapatan juga dilakukan
karena pendapatan dan usahatani sendiri bersifat musiman, sementara kebutuhan rumah tangga
harus dipenuhi.
4. SILVOFISHERY
Pengertian dan Definisi dari Silvofishery atau Wanamina adalah suatu pola agroforestri yang
digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan mangrove. Petani
dapat memelihara ikan dan udang atau jenis komersial lainnya untuk menambah penghasilan, di
samping itu ada kewajiban untuk memelihara hutan Mangrove. Jadi prinsip silvofishery adalah
perlindungan tanaman mangrove dengan memberikan hasil dari sektor perikanan. Sistem ini
mampu menambah pendapatan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan
mangrove. Silvofishery yang telah dikembangkan selama ini menggunakan jenis Rhyzophora sp.
Silvofishery Pengelolaan terpadu mangrove-tambak diwujudkan dalam bentuk sistem budidaya
perikanan yang memasukkan pohon mangrove sebagai bagian dari sistem budidaya yang dikenal
dengan sebutan wanamina (silvofishery). Silvofishery pada dasarnya ialah perlindungan terhadap
kawasan mangrove dengan cara membuat tambak yang berbentuk saluran yang keduanya
mampu bersimbiosis sehingga diperoleh kuntungan ekologis dan ekonomis (mendatangkan
penghasilan tambahan dari hasil pemeliharaan ikan di tambak. Pemanfaatan mangrove untuk
silvofishery saat ini mengalami perkembangan yang pesat, karena system ini telah terbukti
mendatangkan keuntungan bagi pemerintah dan nelayan secara ekonomis. Fungsi mangrove
sebagai nursery ground sering dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan perikanan
(sivofishery). Keuntungan ganda telah diperoleh dari simbiosis ini. Selain memperoleh hasil
perikanan yang lumayan, biaya pemeliharaannya pun murah, karena tanpa harus memberikan
makanan setiap hari. Hal ini disebabkan karena produksi fitoplankton sebagai energi utama
perairan telah mampu memenuhi sebagai energi utama perairan telah mampu memenuhi
kebutuhan perikanan tersebut. Oleh karena itu keberhasilan silvofishery sangat ditentukan oleh
produktivitas fitoplankton.
MODEL SILVOFISHERY ATAU MODEL WANAMINA
Secara umum terdapat tiga model tambak wanamina, yaitu; model empang parit, komplangan,
dan jalur. Selain itu terdapat pula tambak sistem tanggul yang berkembang di masyarakat. Pada
tambak wanamina model empang parit, lahan untuk hutan mangrove dan empang masih menjadi
satu hamparan yang diatur oleh satu pintu air. Pada tambak wanamina model komplangan, lahan
untuk hutan mangrove dan empang terpisah dalam dua hamparan yang diatur oleh saluran air
dengan dua pintu yang terpisah untuk hutan mangrove dan empang (Bengen, 2003). Tambak
wanamina model jalur merupakan hasil modifikasi dari tambak wanamina model empang parit.
Pada tambak wanamina model ini terjadi penambahan saluran-saluran di bagian tengah yang
berfungsi sebagai empang. Sedangkan tambak model tanggul, hutan mangrove hanya terdapat di
sekeliling tanggul. Tambak jenis ini yang berkembang di Kelurahan Gresik dan Kariangau
Kodya Balikpapan. Berdasarkan 3 pola wanamina dan pola yang berkembang di masyarakat,
direkomendasikan pola wanamina kombinasi empat parit dan tanggul. Pemilihan pola ini
didasarkan atas pertimbangan:
1. Penanaman mangrove di tanggul bertujuan untuk memperkuat tanggul dari longsor, sehingga
biaya perbaikan tanggul dapat ditekan dan untuk produksi serasah.
2. Penanaman mangrove di tengah bertujuan untuk menjaga keseimbangan perubahan kualitas
air dan meningkatkan kesuburan di areal pertambakan.
Luas permukaan air di dalam tambak budidaya jenis mang-rove yang biasanya ditanam di
tanggul adalah Rhizophora sp. dan Xylocarpus sp. Sedangkan untuk di tengah/pelataran tambak
adalah Rhizophora sp. Jarak tanam mangrove di pelataran umumnya 1m x 2m pada saat
mangrove masih kecil. Setelah tumbuh membesar (4-5 tahun) mangrove harus dijarangkan.
Tujuan penjarangan ini untuk memberi ruang gerak yang lebih luas bagi komoditas budidaya.
Selain itu sinar matahari dapat lebih banyak masuk ke dalam tambak dan menyentuh dasar
pelataran, untuk meningkatkan kesuburan tambak.