urb v 1360912731

Upload: anonymous-0wovwfsi

Post on 04-Mar-2016

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

paper

TRANSCRIPT

  • 40 MPA 317 / Pebruari 2013

    Barangkali bagi sebagian besarkita tidak pernah menduga bahwasemakin maju perkembangan ilmu pe-ngetahuan dan teknologi, justru ba-hasa Inggris malahdipinggirkan da-lam kurikulum sekolah dasar. Kitaakan mahfum bila bahasa Inggrismenjadi salah satu mata pelajaran po-kok. Di samping karena bahasa Ing-gris merupakan bahasa internasional,literatur-literatur dari negara-negaraBarat juga menggunakan bahasa Ing-gris. Tanpa menguasai bahasa Ing-gris dengan baik, tentu proses trans-fer ilmu juga akan terganggu. Apalagisaat ini salah satu program pemerin-tah dalam mendongkrak mutu pendi-dikan nasional adalah dengan mendi-rikan sekolah RSBI (Rintasan SekolahBertaraf Internasional). Salah satumodal penting dalam RSBI ini adalahkemampuan menggunakan bahasaInggris dengan baik.

    Dalam kurikulum yang akan di-berlakukan mulai tahun ajaran yangakan datang, tahuan ajaran 2013/2014,pemerintah berancang-ancang me-mangkas sejumlah mata pelajaran disekolah dasar. Kesembilan atau kese-puluh mata pelajaran yang ada di se-kolah dasar selama ini akandipangkasmenjadi enam mata pelajaran. Keenammata pelajaran itu adalah PendidikanAgama, Pendidikan Pancasila danKewarganegaraan, Bahasa Indone-sia, Matematika, Seni Budaya danKeterampilan, dan Pendidikan Jasma-ni dan Kesehatan. Lalu kemana IlmuPengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pe-ngetahuan Sosial (IPS), bahasa Ing-gris, dan bahasa Daerah?

    Pemerintah akan mengintegra-sikan IPA dan IPS ke dalam mata pe-lajaran yang lain. Sementara posisibahasa Daerah tetap menjadi muatanlokal. Dan yang mengejutkan adalahbahasa Inggris. Dalam kurikulum se-kolah dasar itu nantinya, bahasa Ing-gris akan dimasukkan ke dalam salah

    satu kegiatan ekstrakurikuler. BahasaInggris bukan lagi menjadi salah satumata pelajaran.

    Alasan pemerintah memangkassejumlah mata pelajaran mungkinbisa kita terima. Kita memahami matapelajaran di sekolah dasar memangterlalu banyak dan membebani.Anak-anak bangsa yang berusia berkisarantara 6 sampai 12 tahun itu setiaphari dijejali dengan berbagai teori dantugas-tugas sekolah yang sering kalimembuat mereka stres, bahkan orangtuanya. Kemudian kita mengagung-agungkan anak yang meraih pering-kat pertama walaupun kerap kali yangberambisi meraih peringkat tersebutbukan anaknya, melainkan orangtuanya. Kita lebih mementingkan sisiknowledge (pengetahuan) diban-dingkan skill (keterampilan), dan ter-kesan melupakan sisi attitude (si-kap).

    Pola pendidikan yang memargi-nalkan sikap inilah kemudian meng-hasilkan generasi muda yang sukatawuran di jalan, suka merampas hakorang lain, tidak tahu sopan santunhingga perilaku korupsi yang meng-gerogoti bangsa dari dalam.Apalahartinya kita memiliki nenek moyangyang terkenal dengan kearifan dankeramahannya hingga ke seluruhdunia, apabila nilai-nilai adiluhungtersebut tidak dapat kita pertahankandan tertanam kuat pada setiap anakbangsa. Bandingkan dengan negaraAustralia. Konon, nenek moyang me-reka adalah narapidana kriminal Ke-rajaan Inggris. Kini Australia, yangnenek moyangnya narapidana krimi-nal itu, termasuk 10 negara terbaik se-bagai tempat tinggal manusia dengantingkat kriminalitas (Kota Melbour-ne). Ini karena para guru dan pendi-dik di Australia lebih khawatir jikamurid mereka tidak jujur, tidak maumengantre, tidak memiliki kepeduliandan berempati, tidak hormat kepada

    orang lain, dan tidak memiliki etikasopan santun. Menurut mereka, un-tuk membuat anak cerdas secara aka-demik hanya dibutuhkan waktu 36bulan mengajar secara intensif.Tapi,untuk mendidik perilaku seoranganak dibutuhkan waktu lebih dari 15tahun.

    Tampaknya pemerintah semakinmenyadari peranan intellegencequestion (kecerdasan akademik) da-lam kehidupan tidak terlalu besarsebagaimana yang dibayangkan se-lama ini. Ini sejalan dengan panda-pat Goleman. Dalam buku EmotionalIntellegence, Goleman (2005) menga-takan kecerdasan akademik palingtinggi menyumbang 20 persen ter-hadap kesuksesan seseorang dalamhidup. Keberhasilan hidup justru le-bih banyak ditentukan oleh hal-hallain seperti kecerdasan emosional.Kecerdasan emosional mencakuppengendalian diri, semangat dan kete-kunan, serta kemampuan untuk me-motivasi diri sendiri. Sudah saatnyakita mengelola pendidikan berbasispada karakter atau pembentukan wa-tak sejak dini. Namun, apakah semuaalasan di atas menjadi dasar untukmenempatkan bahasa Inggris men-jadi salah satu kegiatan ekstrakurilulerdalam kurikulum sekolah dasar?

    Bagi pengajar, praktisi, peminatdan penikmat bahasa Inggris, kebi-jakan di atas tentu tidak dapat dite-rima. Bahasa Inggris bukan menjadipemicu dan penyebab merosotnyamoralitas bangsa.Tidak ada kaitanantara bahasa Inggris dengan moralbangsa. Suka tidak suka bangsa iniharus menguasai bahasa Inggris un-tuk dapat menyejajarkan diri denganbangsa-bangsa lain di dunia. Untukitulah bahasa Inggris harus diajarkansejak dini. Bahasa Inggris harus dija-dikan sebagai salah satu mata pelajar-an paling tidak sejak jenjang sekolahdasar. Kesungguhan dan keantau-

    Ketika Bahasa InggrisDipinggirkan di Sekolah DasarOleh Suyipno *)

    02 LAYOUT B - HAL 26 - 43 - PEBRUARI 2013.pmd 1/28/2013, 12:36 PM40

  • 41MPA 317 / Pebruari 2013

    siasan untuk menguasai bahasa Ing-gris akan sangat berkurang jika ba-hasa Inggris hanya menjadi salahsatu kegiatan ekstrakurikuler. Prosesperencanaan, pelaksanaan, hinggapenilaian bahasa Inggris sebagai ke-giatan ekstrakurikuler akan sangatberbeda sekali baik substansi mau-pun maknanya kala bahasa Inggrisdijadikan sebagai salah satu mata pe-lajaran.

    Salah satu alasan penting yangmenunjukkan betapa pentingnyapembelajaran bahasa Inggris sejakdini adalah critikal period hypoth-esis. Yaitu masa kritis belajar bahasayang berlangsung hingga memasukiusia pubertas (sekitar 12 tahun).Masa ini merupakan masa emas, ma-sa yang paling tepat bagi anak untukbelajar bahasa.Asher dan Garcia(1969) pernah meneliti hubungan an-tara usia dan kedatangan imigranKuba ke Amerika dengan aksen dalamberbahasa Inggris. Penelitian dilaku-kan terhadap kelompok anak yangberusia1-6 tahun, 7-12 tahun, dan 13-19 tahun ketika sampai di Amerika.Setelah 5 tahun mereka tinggal diAmerika, didapatkan temuan bahwa70% anak yang berusia 1-6 tahunnyaris mirip seperti penutur aslinyadalam berbahasa Inggris. Hanya 30%anak yang aksen bahasa pertamanyayang masih kedengaran ketika ber-bahasa Inggris. Sementara imigranyang berusia 7-12 mampu berbahasaInggris hampir seperti penutur asli-nya sebanyak 40%, sekitar 43% mam-pu berbahasa Inggris dengan aksenbahasa pertama yang masih sedikitkelihatan. Dan sisanya 17% mampuberbahasa Inggris dengan aksen ba-hasa pertama yang kental. Untuk imi-gran yang berusia 13-19 tahun, hanya7% yang mampu berbahasa Inggrisnyaris seperti penutur aslinya, 27%mampu berbahasa Inggris denganaksen bahasa pertama yang masihkelihatan, dan 66% mampu berbahasaInggris dengan aksen bahasa perta-ma yang kental.

    Mempertentangkan antara ba-hasa Inggris sebagai suatu mata pe-lajaran dan masuk ke dalam salah satukegiatan ekstrakurikuler secara terusmenerus tak akan ada manfaatnya.Sebenarnya yang paling substansiyang harus segera dibenahi dalampembelajaran bahasa Inggris adalah

    proses dalam kegiatan belajar meng-ajar. Ada baiknya kita bertanya padadiri sendiri.Berapa tahun kita belajarbahasa Inggris? Sejak kapan dansampai kapan kita belajar bahasa Ing-gris? Sejak masuk di jenjang sekolahapa dan sampai di jenjang sekolahapa kita belajar bahasa Inggris? Danpertanyaan puncaknya adalah apa-kah sekarang kita sudah bisa berko-munikasi dengan bahasa Inggris de-ngan baik secara lisan maupun de-ngan tulisan?

    Pada umumnya kita belajar ba-hasa Inggirs sejak di sekolah lanjutantingkat pertama (SLTP) hingga seko-lah lanjutan tingkat atas (SLTA). Iniberarti kita belajar bahasa Inggris se-lama enam tahun.Waktu belajar yanglebih dari cukup untuk dapat berko-munikasi dengan bahasa Inggris. Ke-nyataannya tidak seperti itu.Kita ti-dak dapat berkomunikasi mengguna-kan bahasa Inggris dengan baik. Bah-kan, ada yang sama sekali tidak mema-haminya. Tapi lucunya, lulus SLTA.Artinya nilai bahasa Inggrisnya lebihdari cukup.

    Langkah awal yang harus sege-ra dibenahi dalam pembelajaran ba-hasa Inggris adalah pola pikir penga-jar atau guru. Selama guru masih me-mandang bahasa Inggris sebagaiknowledge, jangan berharap anak-anak kita akan mampu berbahasa Ing-gris dengan baik. Karena materi yangakan diterima anak-anak adalah gram-mar (tata bahasa). Anak-anak akandijejali dengan berbagai teori keba-hasaan. Anak-anak akan diajari teorimenyusun kalimat dalam bentukpresent tense, past tense, futuretense, dan segudang teori lainnya.Mereka tidak memiliki kesempatanyang memadai untuk langsung prak-tik berbahasa Inggirs. Mereka tidakmemiliki kesempatan mengekspre-sikan dirinya dengan bahasa Inggris.Mereka tidak memiliki kesempatanmelafalkan suatu kata dengan tepat.Bagaimana mungkin dapat berbaha-sa Inggris tanpa adanya latihan ataupraktik. Sama halnya dengan sese-orang yang ingin menjadi pemainbola voli. Bagaimana mungkin ia da-pat melakukan service atau smashhanya dengan duduk di kelas men-dengarkan penjelasan guru tentangteori-teori service dan smash. Untukdapat melakukan service dan smash

    tentu harus turun ke lapangan danberlatih dengan keras.

    Pola pikir yang seharusnya di-miliki oleh guru atau pengajar bahasaInggris adalah memandang bahasaInggris sebagai skill, bukan sebagaiknowledge. Pandangan ini tak me-nampik pentingnya teori dalam pem-belajaran. Teori tetap penting, tetapijangan sampai teori menghalangiatau membuat seseorang takut mem-buat kesalahan dalam praktik. Sebabkalau anak-anak sudah takut membu-at suatu kesalahan, mereka akanenggan atau tidak mau praktik lagi.Oleh karena itu teori jangan disampai-kan secara vulgar, artinya disampai-kan secara terpisah dengan praktik.Anak-anak diberi kesempatan yangluas praktik menggunakan bahasaInggris. Biarkan dulu mereka melaku-kan kesalahan, yang penting merekamau dan berani berbahasa Inggris.Baru kemudian sambil lalu kitamasukkan grammar-nya sedikit demisedikit ketika mereka berpraktik.

    Dengan pola pikir yang diba-ngun di atas, tujuan pembelajaran ba-hasa Inggris agar anak mampu ber-komunikasi dengan bahasa Inggrisakan mudah tercapai. Rencana peme-rintah memasukkan bahasa Inggris kedalam kegiatan ekstrakurikuler danbukan sebagai suatu mata pelajaranlagi dalam kurikulum sekolah dasarmendatang hendaknya jangan sam-pai mengurangi semangat dan antau-sisme para pendidik atau stakehold-ers yang lain dalam mencapai tujuanpembelajaran bahasa Inggris. Mari-lah kita ambil hikmahnya. Justrudengan menempatkan bahasa Inggrissebagai salah satu kegiatan ekstra-kurikuler, kita akan lebih leluasamengelola kegiatan pembelajaranyang lebih mengarah pada praktik.Kita tidak akan terlalu terikat padawaktu dan aturan yang membeleng-gu seperti ketika bahasa Inggris men-jadi salah satu mata pelajaran. Kalauhal ini dapat disikapi dengan baik,malah pembelajaran bahasa Inggrisakan lebih fun. Dan tentu saja kalaubahasa Inggris sudah menyenang-kan bagi anak, generasi-generasimendatang akan mampu berbahasaInggris dengan baik.z

    *) Kepala SD Negeri PandeanPaiton Kab. Probolinggo

    02 LAYOUT B - HAL 26 - 43 - PEBRUARI 2013.pmd 1/28/2013, 12:36 PM41