upaya pembinaan iman melalui katekese dalam rangka
TRANSCRIPT
UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE
DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III
SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP
KALIMANTAN BARAT
MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Martinus
NIM: 011124022
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
ii
S K R I P S I
UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE
DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III
SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP
KALIMANTAN BARAT
MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI
Oleh:
Martinus
NIM: 011124022
Telah disetujui oleh:
Pembimbing,
Drs. H.J. Suhardiyanto SJ. tanggal, 2 November 2007
iii
S K R I P S I
UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE
DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III
SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP
KALIMANTAN BARAT
MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Martinus
NIM: 011124022
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
pada tanggal, 19 November 2007
dan dinyatakan memenuhi syarat
SUSUNAN PANITIA PENGUJI
Nama Tanda Tangan
Ketua : Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. ……………………
Sekretaris : F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. ……………………
Anggota : 1. Drs. H.J. Suhardiyanto SJ. ……………………
2. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. ……………………
3. Dra. Yulia Supriyati, M. Pd. ……………………
Yogyakarta, 19 November 2007
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D.
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
SMU dan Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop
Kalimantan Barat
v
MOTTO
“Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang
kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah
sumber damai sejahtera akan menyertai kamu”
(Flp 4: 9)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan
dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 2 November 2007
Penulis,
Martinus
vii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI”. Judul ini dipilih berpangkal dari keprihatinan penulis berkaitan dengan pelaksanaan pembinaan yang diupayakan dan selama ini dilaksanakan di Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop. Di satu pihak pembinaan ini sangat diperlukan para siswa seminari, di sisi lain pembinaan yang diupayakan selama ini dilaksanakan tidak berjalan dengan semestinya karena tenaga pembinanya hanya 2 pastor dan 1 awam. Dua pastor ini selain menjadi pembina di asrama seminari, juga membantu di paroki, sehingga waktunya kurang untuk mendampingi, mengkoordinasi, dan melaksanakan pembinaan di asrama, sehingga pembinaan di asrama seminari hanya merupakan kegiatan yang pokoknya asal berjalan saja, sehingga tujuan dari pembinaan yang senantiasa dicita-citakan kurang tercapai. Nyatanya minat para siswa kelas III seminari untuk melanjutkan ke jenjang seminari tinggi sangat kurang. Menurut pengalaman penulis yang pernah masuk mengenyam pendidikan di seminari itu dan informasi dari beberapa lulusan seminari, dari sekitar 50 siswa kelas III seminari, yang berani melanjutkan ke jenjang seminari tinggi hanya sekitar 5-6 siswa saja.
Persoalan mendasar skripsi ini adalah bagaimana pihak Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop mengusahakan pembinaan bagi para siswa seminari khususnya kelas III dalam mempersiapkan diri memasuki jenjang seminari tinggi? Bagaimana keadaan pembinaan yang diselenggarakan bagi para siswa seminari khususnya kelas III dalam mengolah hidup rohaninya? Katekese yang bagaimana kiranya bisa mendukung pembinaan iman para siswa seminari khususnya kelas III dalam mempersiapkan diri memasuki jenjang seminari tinggi? Untuk mengetahui praksis pembinaan iman siswa seminari di Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop, maka diadakan penelitian melalui pengumpulan data di lapangan dengan menyebarkan kuesioner kepada para siswa kelas III Seminari. Dari hasil penelitian terungkap, pembinaan iman di asrama seminari kurang menarik, kurang terorganisir, dan kurang menggunakan media/sarana pendukung. Bertolak dari hasil penelitian, penulis melakukan studi pustaka tentang pengertian tentang katekese, arti pembinaan, dan katekese sebagai pembinaan iman, dan penulis menawarkan usulan program pembinaan yang kiranya dapat berguna dan membantu para pembina seminari dalam mendampingi dan memberi pembinaan kepada para siswa dalam mempersiapkan diri memasuki jenjang seminari tinggi.
Melalui katekese, usaha pembinaan para siswa seminari diharapkan dapat lebih membantu para siswa seminari dalam mempersiapkan diri secara matang dan mantap mengambil keputusan untuk memasuki jenjang seminari tinggi. Untuk keperluan itu penulis menawarkan program katekese, sekaligus dengan penjabarannya.
viii
ABSTRACT
The title of thesis to obtain dokterandus degree is “STRIVE THE CONSTRUCTION BELIEVE CATECHISM IN ORDER TO DRAWING UP ALL STUDENT OF MIDDLE CLASS III SEMINARY ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN WEST ENTER THE HIGH SEMINARY LADDER”. The title is based on my concern on education applied in Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop. Education is needed for seminaries but in other hand, the education doesn’t run well because of fewer teachers. There are only two priests and one lay people. Two priests be teachers and also serve the parish. The consequent appear: they are less time to serve in the minor seminary so the aim of the education can’t be obtain completely. This conclusion can be drawn from the fact that many of students will not continue their study in the major seminary. There are only 5-6 of 50 who want to continue their study in the major seminary.
The problem is how to give the best education for the minor seminary student’s especially 3. grade entering major seminary? What kind of proper formation will be given for the minor seminary student’s especially 3. grade on the spritual practices? What kind catecheses can support the education of minor seminary studen’s especially 3 grade entering major seminary? The writer tries to research minor seminary St. Paulus Nyarumkop’s education and gathers the data by questioner that given to the students of minor seminary. From the research, the writer knows that the education didn’t organize well, didn’t appealing the students, and less facilitation. Based on the research, the writer tries to learn literally about catechism, education, and catechism as faith’s education, and the writer tries to give education’s programs taht can be used for the teacher in guiding their students.
The writer hopes that catechism helps the students in their preparation to make their decision to enter the major seminary. For this interest, the writer offers catechism’s program and 3 applying examples.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih-Nya yang
melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “UPAYA
PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE DALAM RANGKA
MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST.
PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT MEMASUKI JENJANG
SEMINARI TINGGI”.
Skripsi ini ditulis berdasarkan keprihatinan penulis terhadap situasi pembinaan
iman siswa Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop khususnya siswa kelas III
yang sebentar lagi akan menyelesaikan studi mereka di seminari menengah.
Pembinaan yang diupayakan oleh pembina seminari ini masih kurang menjawab dan
membantu para siswa seminari khususnya siswa kelas III dalam rangka
mempersiapkan diri guna menjawab panggilan mereka untuk memasuki jenjang
seminari tinggi, hal tersebut dikarenakan 2 pastor pembina ini selain menjadi
pembina di asrama seminari, juga membantu di Paroki St. Maria Nyarumkop,
sehingga kurang mendampingi, mengkoordinasi dan melaksanakan pembinaan di
Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop. Waktu mereka lebih banyak
digunakan di paroki, yaitu turne ke kampung-kampung. Para siswa seminari
sebenarnya perlu dipersiapkan secara sungguh-sungguh, khususnya siswa kelas III
sehingga mereka mampu dan berani mengambil keputusan pribadi secara mantap,
dewasa, dan bijaksana, untuk melanjutkan ke jenjang seminari tinggi atau pun tidak.
x
Skripsi ini dapat tersusun berkat dukungan dan bantuan pelbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis dengan hati yang tulus
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. H.J. Suhardiyanto SJ. selaku dosen pembimbing utama yang dengan
kerelaan dan kesabaran telah mendampingi, membimbing, memberikan masukan
berupa sumbangan pemikiran, mengarahkan dan memotivasi penulis dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
2. Drs. F.X. Heryatno W.W., SJ., M. Ed. selaku dosen penguji yang senantiasa
memberi semangat dan kegembiraan dan meluangkan waktu untuk mempelajari
dan memberikan masukan berkaitan isi skripsi ini.
3. Dra. Yulia Supriyati, M. Pd., selaku dosen penguji sekaligus dosen pembimbing
akademik yang telah bersedia membimbing, mendampingi, dan memotivasi
penulis selama studi sampai dengan penyelesaian skripsi ini.
4. Segenap staf, dosen, dan karyawan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang memberi
dukungan dan membantu penulis selama studi sampai selesainya penulisan
skripsi ini.
5. Pimpinan, Pastor Paroki, Bapak/Ibu Guru, dan Pembina Asrama Seminari
Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat yang telah memberikan
tempat dan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian. Juga atas
dukungan yang sangat berharga bagi penulis.
xi
6. Para siswa seminari khususnya siswa kelas III yang memberi dukungan kepada
penulis dengan mengisi kuesioner yang disebarkan.
7. Ayahku Yosef Kingkeng, ibuku Lusiana Lambang, abang Simon, abang Anton,
kakak Mariana, adik Marsius, adik Yosefina Tuti dan sanak saudara yang
tercinta, yang selalu menyemangati dan membiayai penulis selama studi di
IPPAK.
8. Istriku Agustina dan anakku Deananda yang menjadi sumber motivasi dan
semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi.
9. Febriyanto, Yusminardi, Emanuel Paulus Metubun, Heriyanto Ai dan Agung
yang menyemangati dan memotivasi untuk menyelesaikan skripsi.
10. Keluarga besar istriku yang selalu menyemangati dan membiayai penulis untuk
menyelesaikan skripsi.
11. Rekan-rekan mahasiswa, angkatan 2001 dan 2002 yang telah meneguhkan,
memberi dukungan untuk menyelesaikan skripsi.
12. Akhirnya, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu yang telah memberi bantuan dan dukungan dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman
dalam penyusunan skripsi ini, sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari rekan-rekan pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya, semoga
skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan, terlebih khusus untuk pihak Asrama Seminari Menengah St. Paulus
xii
Nyarumkop Kalimantan Barat dalam rangka mempersiapkan para siswa seminari
menengah untuk memasuki jenjang seminari tinggi.
Yogyakarta, 2 November 2007
Penulis,
Martinus
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI.................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xviii
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan........................................................................................ 4
D. Manfaat Penulisan...................................................................................... 5
E. Metode Penulisan....................................................................................... 5
F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 6
BAB II. PEMAHAMAN TENTANG KATEKESE SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PEMBINAAN IMAN SISWA SEMINARI MENENGAH ........................................................... 8
A. Gambaran Umum Katekese ....................................................................... 9
1. Arti Katekese........................................................................................ 9
xiv
2. Tujuan Katekese................................................................................... 10
3. Ciri-ciri Katekese ................................................................................. 12
4. Isi Katekese ......................................................................................... 13
5. Kekhasan Katekese .............................................................................. 14
6. Model-model Katekese ........................................................................ 15
a. Model pengalaman hidup............................................................... 16
b. Model biblis ................................................................................... 18
c. Model campuran; biblis dan pengalaman hidup ............................ 20
d. Model SCP (Shared Christian Praxis)........................................... 22
B. Pembinaan pada Umumnya ....................................................................... 31
1. Pengertian Pembinaan.......................................................................... 32
2. Tujuan Pembinaan................................................................................ 33
a. Manusia pada umumnya ................................................................ 33
b. Manusia kristiani pada umumnya .................................................. 34
c. Manusia kristiani sebagai calon imam ........................................... 34
3. Manfaat Pembinaan.............................................................................. 35
4. Bentuk Pembinaan ............................................................................... 36
a. Latihan doa..................................................................................... 36
b. Rekoleksi........................................................................................ 36
c. Retret .............................................................................................. 37
d. Live in............................................................................................. 38
C. Katekese sebagai Pembinaan Iman ............................................................ 38
1. Arti Pembinaan Iman ........................................................................... 38
xv
2. Pembinaan Iman dalam Rangka Mempersiapkan Diri Memasuki Jenjang Seminari Tinggi ..................................................................... 40
a. Pengertian Seminari ....................................................................... 40
b. Jenjang Seminari ............................................................................ 40
3. Peran Katekese dalam Rangka Mempersiapkan Diri Siswa Seminari Menengah Memasuki Jenjang Seminari Tinggi................................ 44 a. Mengembangkan hidup beriman kristiani siswa sebagai
Calon Imam.................................................................................... 44
b. Mendorong siswa seminari mengambil keputusan pribadi secara dewasa untuk memasuki jenjang Seminari Tinggi......................... 47
BAB III. PEMBINAAN IMAN SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT ............................................................................................. 50
A. Gambaran Umum Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop................. 50
1. Letak Geografis Persekolahan Katolik Nyarumkop ............................ 50
2. Latar Belakang Siswa Seminari St. Paulus Nyarumkop ...................... 51
3. Tenaga Pembina Seminari.................................................................... 51
4. Jadual Kegiatan Harian dan Kegiatan Tahunan................................... 52
a. Jadual kegiatan harian siswa seminari ........................................... 52
b. Jadual kegiatan tahunan di seminari ............................................. 53
B. Penelitian Pembinaan Iman Siswa Kelas III Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat .................................................. 54
1. Tujuan Penelitian ................................................................................. 54
2. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 54
3. Metode Penelitian ................................................................................ 54
4. Instrumen Penelitian ............................................................................ 55
xvi
5. Responden Penelitian........................................................................... 56
6. Variabel Penelitian ............................................................................... 56
7. Hasil Penelitian .................................................................................... 57
a. Identitas responden ........................................................................ 58
b. Upaya pembinaan iman untuk siswa seminari ............................... 59
c. Bentuk-bentuk pembinaan iman .................................................... 60
d. Pandangan mengenai katekese....................................................... 62
e. Usulan dan saran terhadap katekese............................................... 63
8. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................... 64
a. Identitas responden ........................................................................ 64
b. Upaya pembinaan iman untuk siswa seminari ............................... 65
c. Bentuk-bentuk pembinaan iman .................................................... 66
d. Pandangan mengenai katekese....................................................... 67
e. Usulan dan saran terhadap katekese............................................... 68
9. Rangkuman Hasil Penelitian ................................................................ 68
BAB IV. USULAN PROGRAM KATEKESE DALAM RANGKA
MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI ................. 71
A. Usulan Program Katekese dalam Pembinaan Iman Siswa Kelas III Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat .............. 71 1. Pengertian Program.............................................................................. 71
2. Pemikiran dasar.................................................................................... 72
a. Latar Belakang ............................................................................... 72
xvii
b. Tujuan ............................................................................................ 73
c. Alasan Pemilihan Tema ................................................................. 74
d. Tema dan Tujuan Tema ................................................................. 75
3. Usulan Program Pembinaan Iman bagi Siswa Kelas III Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop........................................................ 77
B. Contoh Satuan Persiapan Pembinaan Iman Siswa Kelas III Seminari
Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat ................................ 82 1. Contoh Persiapan I ............................................................................... 83
2. Contoh Persiapan II.............................................................................. 94
3. Contoh Persiapan III ............................................................................ 108
BAB V. PENUTUP.......................................................................................... 120
A. Kesimpulan ................................................................................................ 120
B. Saran........................................................................................................... 123
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 124
LAMPIRAN..................................................................................................... (1)
Lampiran 1: Denah Persekolahan Katolik Nyarumkop ................................... (2)
Lampiran 2: Jadual Harian ............................................................................... (3)
Lampiran 3: Jadual Kegiatan Tahunan ............................................................ (6)
Lampiran 4: Surat Permohonan Penelitian ...................................................... (7)
Lampiran 5: Kuesioner..................................................................................... (8)
Lampiran 6: Riwayat Hidup Santa Faustina .................................................... (11)
Lampiran 7: Sepintas Melihat Kekurangan dan Kelebihan ............................. (12)
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Lembaga
Alkitab Indonesia. (2001). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Percetakan
Lembaga Alkitab Indonesia, hlm 6.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
CT: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.
DV: Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang
Wahyu Ilahi, 18 November 1965.
EN: Evangelii Nuntiandi, Ensiklil Paus Paulus VI tentang Pewartaan
Injil dalam Dunia Modern, 8 Desember 1975.
KHK: Kitab Hukum Kanonik, (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh
Paus Yohanes Paulus II, tanggal 25 Januari 1983.
OT: Optatam Totius, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pembinaan
Imam, 28 Oktober 1965.
C. Singkatan Tarekat/Kongregasi Religius
Singkatan tarekat/kongregasi religius mengikuti Komisi Liturgi KWI.
(2003). Penanggalan Liturgi 2004: Tahun C/II. Yogyakarta: Kanisius, hlm 4-
6.
xix
D. Singkatan Lain
Art : Artikel
Bdk : Bandingkan
Dll : Dan lain-lain
Ed : Editor
IPPAK : Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan
Agama Katolik
Komkat : Komisi Kateketik
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
PAK : Pendidikan Agama Katolik
PERUM : Perguruan Untuk Masyarakat
PPL : Praktek Pengalaman Lapangan
PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
SCP : Shared Christian Praxis
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMU : Sekolah Menengah Umum
St : Santo
TOR : Tahun Orientasi Rohani
USD : Universitas Sanata Dharma
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seminari menengah merupakan tempat kaum muda memperdalam panggilan
hidup yang dimiliki untuk mengikuti Yesus Kristus dalam tugas pengembalaan
umat Allah. Di Indonesia ada banyak sekolah seminari menengah yang memang
dibangun untuk memupuk benih-benih panggilan kaum muda kristiani, dan salah
satunya di daerah Nyarumkop Kalimantan barat. Seminari menengah St. Paulus
Nyarumkop Kalimantan Barat secara umum sama dengan seminari menengah
yang ada di kepulauan Indonesia, yaitu mendidik dan membina serta
mempersiapkan para siswa seminari sedemikian rupa dalam rangka memasuki
jenjang seminari tinggi. Menjalani hidup dan panggilannya melalui pendidikan
dan pembinanan yang diberikan. Dokumen Konsili Vatikan II menyatakan
bahwa:
Di seminari-seminari menengah yang didirikan untuk memupuk tunas-tunas panggilan, para seminaris hendaknya melalui pembinaan hidup rohani yang khas, terutama dengan bimbingan rohani yang cocok, disiapkan untuk mengikuti Kristus Penebus dengan semangat rela berkorban dan hati yang jernih (OT, art. 3).
Ini menunjukkan perlu usaha dari pihak sekolah dan asrama seminari
menengah mengusahakan dan mengupayakan pembinaan-pembinaan bagi para
siswanya mengolah hidup rohani dan benih-benih panggilannya.
Para siswa yang masuk di Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop ini
memiliki benih-benih panggilan yang baru tumbuh dalam diri mereka. Dan
2
mereka yang masuk Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop dengan harapan,
benih panggilan yang baru tumbuh bisa semakin berkembang dan semakin kuat.
Untuk itu pihak keluarga siswa, pihak sekolah, dan pihak asrama seminari perlu
bekerjasama. Pihak sekolah seminari mempersiapkan para siswa dari segi
pengetahuan atau intelektual. Sedangkan pihak asramanya lebih pada pengolahan
kepribadian yaitu hidup rohani para siswanya. Penulis ingin mengembangkan
pembinaan yang diberikan di asrama bagi para siswa seminari khususnya bagi
para siswa kelas III. Berdasarkan pengalaman penulis sendiri dan cerita dari para
siswa seminari yang baru menyelesaikan studi di Seminari Menengah St. Paulus
Nyarumkop, pembinaan yang diberikan di asrama seminari adalah sebagai
berikut:
1. Doa rutin bagi para siswa yaitu doa pagi dan malam
2. Retret 1 tahun sekali
3. Pengakuan Dosa 1 tahun 2 kali
4. Pendalaman Kitab suci setiap hari Rabu
5. Perayaan Ekaristi
6. Turne ke kampung-kampung setiap hari minggu (khusus kelas III)
Bentuk-bentuk pembinaan di atas memang berjalan, tetapi para siswa
seminari mengikutinya hanya sebatas rutinitas bukan dilaksanakan dengan gairah
yang tinggi apalagi dengan peraturan yang ketat. Penulis melihat, pembinaan yang
ada masih kurang atau rasanya tidak cukup dalam mempersiapkan para siswa
khususnya kelas III seminari untuk memasuki jenjang seminari tinggi. Apalagi
kegiatan-kegiatan di atas terutama pendalaman Kitab Suci tidak ada yang menjadi
3
fasilitatornya sehingga dalam proses pelaksanaannya tidak terarah. Sedangkan
pembina seminari kurang terlibat dalam pendalaman Kitab Suci, pada hal untuk
mempersiapkan para siswa khususnya kelas III perlu pembinaan yang
berkesinambungan. Fakta yang ada, pembinaan yang diberikan hanya sebatas bisa
terlaksana saja. Menjadi pertanyaan, mengapa dari sekitar 50 orang siswa kelas
III seminari menengah, yang berani melanjutkan ke jenjang seminari tinggi hanya
1-6 siswa saja. Hal ini yang menjadi bahan permenungan penulis dan menarik
perhatian penulis untuk mencari akar masalah para siswa kelas III seminari tidak
tertarik untuk melanjutkan ke jenjang seminari tinggi. Benih-benih panggilan
yang dimiliki para siswa pada saat mereka mulai memberanikan diri memasuki
seminari menengah menjadi pudar dan hilang ketika mereka menjalankan hidup
di dalam komunitas asrama seminari. Kiranya yang menjadi akar masalahnya
adalah kurang memadainya pembinaan yang diberikan.
Berkaitan dengan pembinaan para siswa seminari khususnya kelas III
seminari menengah, penulis berpikir bahwa para siswa seminari khususnya kelas
III perlu juga mengalamai katekese untuk meningkatkan hidup rohani mereka
dalam mempersiapkan diri untuk melanjutkan ke jenjang seminari tinggi. Dengan
katekese para siswa diberi kesempatan mengungkapkan pengalaman hidup
rohaninya selama menjalani hidup di komunitas asrama dengan segala bentuk
pembinaan yang diberikan, dengan segala peraturan, serta penerapan hidup
disiplin bagi mereka. Lewat pengkomunikasian pengalaman hidup mereka dalam
menjalankan hidup di asrama, maka pembina dapat memberi bimbingan khusus
4
bagi mereka (siswa kelas III) dalam mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang
seminari tinggi.
Berangkat dari permasalahan dimuka, penulis ingin memberi sumbangan
pemikiran dan memaparkannya dalam bentuk karya tulis dengan judul “UPAYA
PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE BAGI SISWA KELAS III
SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN
BARAT DALAM MEMPERSIAPKAN DIRI MEMASUKI JENJANG
SEMINARI TINGGI” harapannya agar dengan menggunakan katekese dapat
dilakukan pembinaan bagi siswa-siswa seminari khususnya yang kelas III yang
akan menyelesaikan pendidikan di seminari menengah dan akan memasuki
jenjang seminari tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pihak asrama seminari menengah mengusahakan pembinaan bagi
para siswa seminari khususnya kelas III dalam mempersiapkan diri memasuki
jenjang seminari tinggi?
2. Bagaimana keadaan pembinaan yang diselengarakan dalam rangka membantu
para siswa seminari khususnya kelas III dalam mengolah hidup rohaninya?
3. Katekese yang bagaimana bisa mendukung pembinaan bagi para siswa
seminari khususnya kelas III dalam mempersiapkan diri memasuki jenjang
seminari tinggi secara memadai?
5
C. Tujuan Penulisan
1. Memaparkan usaha asrama seminari menengah dalam mengusahakan
pembinaan bagi para siswa seminari khususnya siswa kelas III.
2. Memaparkan keadaan pembinaan yang dilaksanakan bagi para siswa seminari
khususnya kelas III.
3. Memaparkan katekese yang bisa mendukung pembinaan bagi para siswa
seminari khususnya kelas III secara memadai.
4. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata Satu (S1) Prodi IPPAK-
USD, Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan
1. Mendapat informasi tentang pembinaan bagi siswa seminari khususnya kelas
III oleh pihak asrama seminari.
2. Mengetahui keadaan pembinaan yang diupayakan oleh pihak seminari bagi
siswa seminari khususnya kelas III.
3. Mampu menemukan katekese yang bisa mendukung pembinaan bagi siswa
seminari khususnya kelas III.
[
E. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah metode deskriptif
analisis, dimana dalam penulisan skripsi ini penulis mengumpulkan data-data
melalui penyebaran kuesioner di Asrama Seminari Menengah St. Paulus
Nyarumkop Kalimantan Barat, kemudian penulis menganalisis data-data itu
dengan buku-buku serta dokumen yang ada.
6
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisannya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan pendahuluan yang meliputi: latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : PEMAHAMAN TENTANG KATEKESE SEBAGAI SALAH
SATU BENTUK PEMBINAAN IMAN SISWA KELAS III
SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP
KALIMANTAN BARAT
Bab ini membahas gambaran umum katekese, gambaran umum
pembinaan, dan katekese sebagai pembinaan iman bagi siswa
kelas III Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan
Barat
BAB III : PRAKSIS PEMBINAAN IMAN SISWA KELAS III SEMINARI
MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN
BARAT
Bab ini akan menguraikan gambaran singkat Asrama Seminari
Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat, penelitian
tentang praxis pembinaan iman siswa kelas III di Seminari
Menengah Nyarumkop Kalimantan Barat, dan pembahasan
penelitian
7
BAB IV : USULAN PROGRAM KATEKESE DALAM RANGKA
MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI ST.
PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT
MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI
Bab ini akan menguraikan dasar pemikiran program, tema dan
dasar pemikirannya, contoh program, dan penjabaran program
pembinaan iman melalui katekese bagi siswa kelas III Seminari
Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat.
BAB V : PENUTUP
Kesimpulan
Penutup
BAB II
PEMAHAMAN TENTANG KATEKESE
SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PEMBINAAN IMAN
SISWA SEMINARI MENENGAH
Pada bagian ini penulis akan menguraikan gambaran umum katekese yang
meliputi arti katekese, tujuan katekese, ciri-ciri katekese, isi katekese, kekhasan
katekese, dan model-model katekese. Kemudian bagian kedua dibahas tentang
gambaran umum pembinaan yang meliputi arti kata pembinaan dan tujuan
pembinaan. Dan pada bagian ketiga, penulis akan membahas katekese sebagai
pembinaan iman siswa seminari menengah. Bagian ini terdiri dari arti pembinaan
iman dan pembinaan iman dalam rangka mempersiapkan para siswa memasuki
jenjang Seminari Tinggi.
A. Gambaran Umum Katekese
Katekese mengalami perkembangan sesuai dengan situasi dan keadaan
umat. Ini tentu dikarenakan umat kristiani sebagai subyek katekese tidak dapat
dipisahkan dari lingkungan tempat mereka tinggal yang mengalami perubahan
terus menerus.
1. Arti Katekese
Kata katekese berasal dari bahasa atau kata Yunani “katechein” bentukan
dari kata “kat” yang artinya pergi atau meluas, dan “echo’ yang memiliki arti
menggemakan atau menyuarakan keluar (Telaumbanua, 1999: 4). Kata katechein
9
sebagai bentukan kata berarti menggemakan atau menyuarakan keluar. Katechein
ini digunakan oleh Gereja dan umat kristiani dalam menyampaikan pewartaan
Tuhan dan mengkomunikasikan harta kekayaan imannya dalam hidup konkrit.
Kata katekese juga dapat ditemukan dalam Luk 1: 4 (diajarkan); Kis 18: 25
(Pengajaran dalam jalan Tuhan); Kis 21: 21 (mengajar); Roma 2: 18 (diajarkan); 1
Kor 14:19 (mengajar); dan Gal 6: 6 (Pengajaran). Dalam konteks ini, katekese
dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar seorang
Kristen semakin dewasa dalam iman.
Paus Yohanes Paulus II dalam dokumen Catechesi Traedendae, memberi
arti katekese sebagai:
Pembinaan iman anak-anak, kaum muda dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dan dengan maksud menghantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18)
Rumusan yang tersebut di atas ingin menyatakan bahwa katekese itu adalah
pembinaan iman untuk semua orang beriman kristiani tanpa memandang
perbedaan di antara mereka, karena kegiatan katekese bertujuan menyampaikan
ajaran Kristen secara terus menerus kepada semua umat beriman kristiani tidak
memandang usia mereka dengan harapan mereka yang mengikuti kegiatan
katekese dapat mencapai kedewasaan iman.
Katekese diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman
(penghayatan iman) antara anggota jemaat, dengan harapan melalui kesaksian
iman mereka saling membantu sedemikian rupa sehingga iman mereka masing-
masing diteguhkan dan diwujudkan dalam hidup sehari-hari. Melihat hal tersebut
katekese adalah usaha dari Gereja untuk menolong umat, agar semakin
10
memahami, menghayati dan mengembangkan serta mewujudkan imannya dalam
tindakan konkrit sehari-hari. Usaha Gereja ini menginginkan umat membangun
diri menuju kematangan iman sebagai orang kristiani (Komkat KWI, 1995: 14).
2. Tujuan Katekese
Dalam buku katekese umat dan evangelisasi baru (Komkat KWI, 1995: 14),
tujuan katekese adalah:
• Supaya dalam terang injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari.
• Pertobatan (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari.
• Hidup beriman semakin sempurna, berharap, dan mengamalkan cinta kasih dan hidup kristiani semakin dikukuhkan.
• Semakin bersatu dalam Kristus, semakin menjemaah, semakin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengkokohkan Gereja semesta.
• Mampu dan sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup di tenggah masyarakat.
Rumusan tujuan katekese di atas ingin menunjukkan bagaimana mereka
yang mengalami katekese diharapkan semakin menghayati imannya dan
melakukan pertobatan, serta sanggup menjadi saksi Kristus bagi sesamanya.
Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Catechesi Traedendae
menguraikan tujuan khas kaatekese yakni:……mengembangkan iman yang mulai
tumbuh, dan dari hari kehari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin
memantapkan perihidup Kristen umat beriman, muda maupun tua” (CT, art. 20).
Pemaparan katekese itu ditujukan kepada mereka yang baru tumbuh imannya.
Dari itu diharapkan katekese dapat membantu umat dalam mengembangkan
imannya menuju kepenuhan hidup.
11
Katekese juga bertujuan mendampingi umat untuk memperdalam imannya,
dan mampu memberi kesaksian imannya tersebut bagi semua orang. Tujuan
katekese dirumuskan dalam Sinode Para Uskup di Roma tahun 1977 yaitu:
“membawa jemaat maupun anggota perorangan kepada kematangan iman,
memupuk hidup mendalam tentang Allah dan rencana keselamatan-Nya, dan
membantu orang memahami rencana Allah dalam hidupnya (Hardawiryana, 1978:
14)”. Sementara itu menurut Amalorpavadas (1972: 8), tujuan katekese adalah
membangun, memelihara dan memperkembangkan iman, sambil membaharui,
memperdalam dan membuatnya semakin bersifat pribadi dan berbuah dalam
tindakan. Katekese diharapkan membantu umat beriman dalam
memperkembangkan imannya terus menerus dan diharapkan umat beriman
berbuah pada tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
3. Ciri-ciri Katekese
Katekese merupakan salah satu cara pewartaan Gereja dalam bentuk
pelayanan sabda. Sebagai bentuk pelayanan sabda, katekese mempunyai ciri-ciri
tersendiri yang bisa dibedakan dengan pelayanan sabda yang lain. Dalam Anjuran
Apostolik, Catechesi Traedendae tertulis:
• Katekese harus bersifat sistematis, bukan hasil improvisasi, melainkan sungguh berencana untuk mencapai tujuan tertentu;
• Katekese harus mengkaji hal-hal pokok, tanpa berpretensi mau menangani segala soal yang diperdebatkan atau mau berubah menjadi teologi atau eksegese ilmiah;
• Tetapi katekese harus cukup lengkap juga, tidak membatasi diri pada pewartaan awal misteri Kristen seperti dalam “kerygma”;
• Katekese harus merupakan inisiasi Kristen integral, terbuka bagi semua faktor hidup Kristen lainnya. (CT, art. 21).
12
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa katekese merupakan kegiatan atau
proses yang membutuhkan persiapan matang, karena katekese sendiri memiliki
tujuan, oleh karena itu perlu sungguh dipersiapkan dengan langkah-langkah yang
jelas guna mencapai tujuan yang direncanakan.
Katekese bukanlah hal yang mengarah pada persoalan teologis yang sering
diperdebatkan. Katekese lebih mengarah pada penghayatan iman umat. Selain itu
katekese ini tidak hanya berbicara seputar pewartaan akan Yesus Kristus, katekese
perlu juga mengangkat persoalan hidup yang dihadapi oleh umat dengan harapan
iman umat semakin nampak dalam tindakannya sehari-hari.
Dalam buku Membangun Gereja Indonesia 2 (Siauwarjaya, 1987: 42),
dirumuskan, bahwa fungsi katekese tidak pertama-tama menyuguhkan sederetan
pengajaran, melainkan menolong peserta untuk meneguhkan dan menghayati
iman, mengembangkan dan menghayati nilai-nilai hidup, menolong peserta agar
membaharui diri serta seluruh jemaat beriman. Ciri tersebut di atas menegaskan
bahwa katekese bukanlah sekedar penyajian pengajaran, melainkan suatu kegiatan
yang melibatkan semua peserta untuk saling berkomunikasi, saling meneguhkan
iman, memperbaharui iman dan memperkaya iman masing-masing peserta.
4. Isi Katekese
Salah satu cara pelayanan sabda bagi umat beriman adalah katekese. Yang
dibicarakan dalam katekese ini adalah seluruh ajaran, tindakan, dan pribadi Yesus
Kristus. Singkatnya isi katekese adalah hidup Yesus Kristus.
Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Catechesi Traedendae
merumuskan isi katekese yakni:
13
yang harus disampaikan di dalam katekese adalah ajaran, tindakan dan pribadi Yesus, bukan gagasan pribadi. Dengan kata lain isi pokok katekese adalah seluruh misteri hidup Yesus Kristus, dari seluruh karya dan sabda-Nya sampai peristiwa wafat dan kebangkitan-Nya (CT, art. 6).
Rumusan ini tentu ingin menunjukkan bagaimana misteri hidup Yesus
menjadi sumber katekese dan pusat katekese. Hidup Yesus Kristus sendiri
merupakan pemakluman tentang Allah yang mengasihi manusia. Hal itu ingin
menunjukkan bahwa isi katekese ini merupakan pewartaan kabar gembira bagi
mereka yang mengalami kaatekese.
Hubber (1981: 19) merumuskan, bahwa isi katekese umat adalah Yesus
Kristus sendiri. Kita berkumpul untuk bersaksi tentang iman kita akan Yesus
Kristus, pengantara kita menanggapi Sabda Allah. Berbicara mengenai katekese
pasti berbicara akan Yesus Kristus. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang
berkumpul untuk berkatekese akan mengkomunikasikan pengalamannya akan
Yesus Kristus (Komkat KWI, 1995: 14). Dalam katekese, umat bersaksi tentang
pengalaman iman mereka akan Yesus Kristus, pengantara Allah yang bersabda
kepada manusia dan pengantara manusia dalam menanggapi Sabda Allah. Yesus
Kristus ini tampil sebagai pola hidup manusia dalam Kitab Suci, khususnya dalam
Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang Tradisinya.
5. Kekhasan Katekese
Katekese sebagai salah satu cara dalam pelayanan sabda tentu memiliki
kekhasan tersendiri yang memang mampu membedakan dengan kegiatan
pelayanan sabda lainnya. Oleh karena itu ciri khas katekese adalah komunisasi
iman atau tukar pengalaman hidup beriman di mana umat sendirilah yang menjadi
14
sumber pengalamannya, dalam hidup pribadi, keluarga, pekerjaan, maupun dalam
hidup bersama dalam masyarakat sekitarnya.
Dalam katekese, masing-masing orang dan seluruh umat mendalami dan
mengalami kembali kehidupan mereka dan mendengarkan Sabda Tuhan,
sehubungan dengan pengalaman yang paling mendasar dari Yesus dan Gereja.
Katekese ini membantu jemaat untuk menerima dan membaca hidupnya dalam
terang pengalaman iman yang mendasar dalam Yesus Kristus.
Di dalam diktat PPL PAK Paroki dirumuskan kekhasan katekese yaitu:
membangkitkan dan memperluas pengalaman iman, memperdalam pengalaman
iman, mengkomunikasikan pengalaman iman, mengungkapkan pengalaman iman
(Sumarno, 2002: 6).Rumusan ini menunjukkan bahwa dalam konteks katekese,
pengalaman iman adalah kunci pembacaan dan interpretasi dari kehidupannya,
yang mencakup refleksi dan semua sarana yang digunakan untuk menganalisa
serta memperdalam pengalaman hidupnya. Akan tetapi pengalaman akan Yesus
Kristus menjadi pengalaman yang benar-benar aktual, karena tidak ada katekese
yang benar-benar terjadi tanpa adanya suatu pengalaman kristiani yang autentik
(murni dan dapat dipercaya) dari pada diterima dan ditafsirkan serta
dikomunikasikan.
Jelaslah bahwa katekese ini adalah bentuk pelayanan pastoral Sabda Tuhan
guna kematangan iman pribadi dan bersama dalam kesatuan dan persaudaraan.
{{{
15
6. Model-model Katekese
Dalam kegiatan katekese, ada banyak macam model katekese yang
ditawarkan. Model-model katekese yang ditawarkan ini lebih bersifat konstruktif
teoritis, skematis dan abstrak yang menawarkan suatu cara konseptual dan alat
untuk memahami serta menelusuri tindakan konkrit manusia dalam hidupnya
sehari-hari.
Model-model katekese yang ditawarkan ini merupakan bentuk konsep
kegiatan yang utuh yang mempunyai latar belakang pemikiran tertentu dengan
menggunakan metode tertentu. Dan berikut ini penulis akan menyajikan empat
model katekese yakni: model pengalaman hidup, model biblis, model campuran
(biblis dan pengalaman hidup, dan model SCP (Shared Christian Praxis). [
a. Model pengalaman hidup
Katekese model pengalaman hidup adalah model katekese yang bertitik
tolak dari pengalaman hidup umat yang mereka alami dalam hidup mereka sehari-
hari baik itu dalam keluarga, pekerjaan, maupun dalam hidup bermasyarakat.
Katekese model pengalaman hidup ini, ingin membantu umat untuk mengalami,
memahami, sekaligus merasakan kehadiran Allah dalam hidup mereka, sehingga
mereka sanggup merasakan dan menanggapi kehendak Allah dalam serentetan
peristiwa atau pengalaman iman yang mereka alami dalam segala kegiatan atau
aktivitas sehari-hari dengan kacamata iman atau terang iman. Untuk membantu
umat memahami, merasakan kehadiran Allah, dan mampu untuk tampil menjadi
saksi Allah bagi sesama. Guna membantu mereka mencapai semua itu, katekese
model pengalaman hidup memiliki langkah-langkah sebagai berikut: introduksi,
16
penyajian pengalaman hidup, rangkuman pendalaman pengalaman hidup,
pembacaan Kitab Suci atau Tradisi Gereja, pendalaman teks Kitab Suci atau
Tradisi, rangkuman pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi, penerapan dalam
hidup konkrit, dan penutup (Sumarno, 2002: 12).
Proses pelaksanaan katekese model pengalaman hidup ini langkah awalnya
diambil dari peristiwa konkrit dicocokkan dengan tema pertemuan yang sedang
diangkat. Peristiwa yang diangkat bisa pengalaman hidup masing-masing peserta,
bisa juga mengambil seluruh peristiwa dari koran atau surat kabar, bisa dengan
cerita rakyat, dan bisa mengangkat kisah tayangan dari CD, dll. Kemudian
pengalaman itu diungkapkan dalam kelompok kecil bila pesertanya banyak, dan
dalam kelompok besar bila pesertanya sedikit. Pembagian kelompok ini
tergantung dari jumlah peserta yang datang. Alangkah baik bila peserta dibagi
dalam kelompok kecil untuk memudahkan peserta mengungkapkan pengalaman
mereka tanpa ada rasa malu, selain itu memudahkan mereka untuk merasakan
suasana terbuka dari masing-masing peserta. Dalam pendalaman pengalaman
hidup mengajak peserta mengaktualisasikan pengalaman yang diangkat dengan
situasi hidup mereka yang konkrit. Dan tugas fasilitator adalah mendampingi,
menuntun, dan merangkum semua hasil sharing peserta katekese.
Langkah selanjutnya adalah menemukan kehendak Tuhan pada setiap
pengalaman hidup peserta katekese. Dengan kata lain pengalaman hidup peserta
dikonfrontasikan dengan pengalaman Kitab Suci. Masing-masing peserta diberi
kesempatan untuk merefleksikan teks Kitab Suci yang dibagikan atau dibacakan,
dengan menjawab pertanyaan yang sudah dipersiapkan oleh fasilitator. Fasilitator
17
berusaha membantu para peserta untuk mencari dan mengungkapkan makna atau
inti pesan Kitab Suci yang berhubungan dengan tema yang diangkat. Fasilitator
sendiri sudah mempersiapkan kemungkinan jawaban peserta katekese. Maka tugas
fasilitator ini membantu mengarahkan peserta katekese dalam merenungkan isi
Kitab Suci, selain itu mampu menciptakan suasana terbuka agar peserta merasa
tidak takut untuk mengungkapkan tafsiran atas isi Kitab Suci sesuai dengan
versinya masing-masing. Fasilitator memberi masukan atau peneguhan dari
masing-masing hasil tafsiran peserta katekese berdasarkan sumber-sumber yang
dipakai dan diolah sesuai dengan tema dan tujuan yang akan dicapai. Setelah
menghubungkan pengalaman hidup peserta katekese dan pengalaman Kitab Suci,
fasilitator menarik kesimpulan dari proses katekese dan memberi kesimpulan. Dan
fasilitator mengajak peserta katekese bersama-sama merenungkan semua proses
kegiatan katekese, kemudian membangun niat secara pribadi maupun bersama
untuk tindakan konkrit selanjutnya.
Pelaksanaan katekese model pengalaman hidup ini membantu umat untuk
mengalami kehadiran Allah serta mampu menanggapi kehendak Allah dalam
setiap langkah hidup mereka sehari-hari. Mereka dihantarkan agar berani menjadi
saksi iman bagi sesamanya. Untuk itu fasilitator perlu mampu menciptakan
suasana yang penuh kekeluargaan dan sikap terbuka sehingga mereka merasakan
kedekatan dengan yang lain sebagai satu keluarga, akhirnya mereka tidak sungkan
lagi untuk membagikan pengalaman mereka. Selain dengan sikap kekeluargaan
dan sikap terbuka mereka dapat merasakan kehadiran Allah serta menemukan
kehendak Allah dalam diri sesamanya. Harapannya mereka dapat berkembang
18
dalam iman dan mampu mengkomunikasikan imannya dalam hidup
konkrit/tindakan yang nyata.
b. Model biblis
Katekese model biblis merupakan katekese yang bertitik tolak dari Kitab
Suci yang di pilih fasilitator pada saat melaksanakan pertemuan katekese. Dalam
pelaksanaan katekese dengan model biblis ini mengajak peserta katekese untuk
merenungkan Sabda Tuhan, setelah itu mendalaminya secara pribadi maupun
kelompok, kemudian mengajak peserta katekese untuk mewujudkannya dalam
tindakan yang konkrit dalam hidup di tengah keluarga dan masyarakat. Dapat
dikatakan bahwa katekese model biblis ini melibatkan peserta dengan
merenungkan Sabda Allah untuk semakin mengalami kehadiran Allah dalam
hidupnya.
Dalam diktat PPL PAK Paroki terdapat langkah-langkah penyelenggaraan
katekese model biblis yaitu pembukaan, pembacaan teks Kitab Suci, pendalaman
teks Kitab Suci, pendalaman pengalaman hidup, penerapan dalam hidup peserta,
dan penutup (Sumarno, 2002: 12).
Proses pelaksanaan katekese model biblis ini, pertama-tama fasilitator
mengajak peserta katekese untuk mendengarkan Sabda Allah dari teks Kitab Suci
yang sudah di pilih sesuai dengan tema yang di angkat, kemudian fasilitator
memberi kesempatan kepada masing-masing peserta katekese membacakan
kembali teks Kitab Suci secara pribadi (membaca dalam hati), baru kemudian
fasilitator mengajak peserta katekese mendalami teks Kitab Suci dalam kelompok
kecil atau kelompok besar dengan panduan pertanyaan yang sudah dipersiapkan
19
oleh fasilitator. Dalam mendalami teks Kitab Suci mereka di bantu dengan
panduan beberapa pertanyaan yang sudah dipersiapkan oleh fasilitator. Peserta
katekese mengungkapkan pesan inti dari teks Kitab Suci yang baru di dengar dan
direnungkan. Selanjutnya peserta katekese diajak untuk menangkap pesan inti itu.
Fasilitator membuat rangkuman dari apa yang sudah ditemukan oleh para peserta
katekese, menghubungkannya dengan apa yang sudah dipersiapkannya dengan
menggunakan sumber-sumber lain, sehingga peserta katekese semakin diperkaya
dengan informasi baru kaitannya dengan pengetahuan iman.
Setelah peserta mendalami teks Kitab Suci, fasilitator mengajak peserta
katekese untuk menghubungkan pesan inti teks Kitab Suci yang baru dibicarakan
bersama dengan pengalaman hidup peserta katekese. Fasilitator berusaha
menuntun peserta katekese untuk mengolah pengalaman hidup yang mereka alami
didalam keluarga, pekerjaan, dan kehidupan di tengah masyarakat sesuai dengan
pesan inti teks Kitab Suci yang telah mereka bicarakan. Setelah merefleksikan
teks Kitab Suci dan menghubungkan dengan pengalaman hidup, peserta katekese
diajak membuat niat-niat secara pribadi maupun bersama untuk diwujudkan dalam
hidup ditengah keluarga, masyarakat, dan Gereja.
c. Model campuran; biblis dan pengalaman hidup
Berbicara mengenai katekese model campuran, model katekese ini
merupakan gabungan dari katekese model pengalaman hidup dengan model biblis
atau tradisi, karena katekese model campuran ini bertitik tolak dari pengalaman
hidup peserta katekese sekaligus pengalaman Kitab Suci atau Tradisi.
20
Dalam diktat kuliah PPL PAK Paroki terdapat langkah-langkah katekese
model campuran yakni:
Pembukaan, pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi, penyajian pengalaman hidup, pendalaman pengalaman hidup dan teks Kitab Suci atau Tradisi, penerapan meditative, evaluasi singkat jalannya pertemuan katekese, dan penutup (Sumarno, 2002: 13).
Langkah-langkah di atas bertujuan membantu menghubungkan sebuah
pengalaman hidup peserta dengan pengalaman Kitab Suci atau Tradisi.
Proses pelaksanaan katekese model campuran menurut diktat PPL PAK
Paroki dapat digambarkan dalam bagan berikut:
Dari bagan di atas, proses pelaksanaan katekese model campuran, langkah
pertamanya adalah menyajikan teks Kitab Suci atau Tradisi yang sudah
dipersiapkan oleh fasilitator, akan tetapi fasilitator bisa melibatkan peserta
Pembukaan
Pembacaan teks KS/Tradisi
Penyajian Pengalaman hidup
Pendalaman pengalaman hidup dan Kitab Suci/ Tradisi • Mengungkapkan hal yang mengesankan dalam penyajian pengalaman
hidup • Mencoba mencari pesan pokok dari penyajian pengalaman hidup • Menemukan tema dan pesan pokok dari penyajian pengalaman hidup • Merefleksikan dan menganalisa pesan pokok penyajian pengalaman hidup
untuk hidup sehari-hari dan mengkonfrontasikannya dengan teks Kitab Suci/Tradisi
• Rangkuman dari fasilitator sekaligus ajakan membuat niat (Sumarno, 2002: 13)
21
katekese dalam menyajikan atau membacakan teks Kitab Suci atau Tradisi itu.
Setelah mendengarkan isi teks Kitab Suci, fasilitator mengajak peserta katekese
untuk hening sejenak merenungkan kembali isi teks Kitab Suci atau Tradisi yang
baru mereka dengarkan, kemudian itu baru masuk pada penyajian pengalaman
hidup. Dalam penyajian pengalaman hidup, fasilitator bisa menggunakan media
atau sarana pendukung seperti cerita rakyat, cerita bergambar, vcd, tape recorder,
kaset, dll. Setelah mendengarkan isi teks Kitab Suci atau Tradisi dan penyajian
pengalaman hidup, fasilitator mengajak peserta katekese mendalami pengalaman
hidup sesuai dengan apa yang telah disajikan bertolak dari isi teks Kitab Suci atau
Tradisi di atas. Dalam mendalami pengalaman hidup bertitik-tolak dari Kitab Suci
atau Tradisi, fasilitator mengajak peserta katekese membentuk kelompok kecil
bila pesertanya banyak, akan tetapi bila peserta sedikit tidak perlu dibagi dalam
kelompok kecil. Dalam kelompok kecil ataupun kelompok besar peserta katekese
saling mengungkapkan kesan-kesan pribadi mereka terhadap pengalaman hidup
yang disajikan, kemudian secara obyektif mencari apa yang sebetulnya terjadi
dalam dalam penyajian pengalaman hidup tadi. Selain itu peserta katekese juga
diajak menemukan sendiri tema dam pesan pokok dari penyajian pengalaman
hidup yang di sampaikan. Kelanjutannya fasilitator mengajak peserta katekese
untuk merenungkan pesan itu bagi hidupnya sehari-hari dalam terang teks Kitab
Suci atau Tradisi yang telah didalami secara bersama-sama. Peran fasilitator
adalah merangkum refleksi pengalaman peserta katekese sehubungan dengan
tema yang dihasilkan bersama. Dan bila mungkin mengajak peserta katekese
22
memikirkan tindakan konkrit, atau paling tidak sampai pada sebuah niat pribadi
maupun bersama.
Langkah selanjutnya, fasilitator mengajak peserta katekese masuk suasana
refleksi dengan tuntunan beberapa pertanyaan yang sudah dipersiapkan. Dengan
itu fasilitator merangsang peserta katekese menarik pelajaran-pelajaran konkrit
bagi hidup mereka sehari-hari sesuai dengan penyajian pengalaman hidup dan
penyajian teks Kitab Suci atau Tradisi (Sumarno, 2002: 13).
d. Model SCP (Shared Christian Praxis)
Katekese model SCP merupakan salah satu bentuk katekese yang tidak asing
lagi bagi umat kristiani. Katekese model SCP ini pertama kali diperkenalkan oleh
seorang tokoh atau ahli katekese yang bernama Thomas H. Groome. Beliau
memperkenalkan katekese model SCP ini dengan memperkembangkan
perkembangan pendidikan. Katekese model SCP lebih menekankan proses
berkatekese yang bersifat dialogal dan partisifatif yang mampu mendorong peserta
katekese berdasarkan konfrontasi antara tradisi visi hidup peserta katekese dengan
tradisi dan visi kristiani, sehingga peserta katekese baik secara pribadi maupun
bersama berani mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan
Allah. Katekese model SCP ini bermula dari pengalaman hidup peserta katekese
yang mereka refleksikan secara kritis kemudian pengalaman hidup mereka
tersebut dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi kristiani guna
tumbuh sikap dan kesadaran baru yang mampu memotivasi ke arah keterlibatan
baru.
23
1) Pengertian S-C-P
a) Shared
Kata Shared berasal dari kata bahasa Inggris to share yang mempunyai arti
berbagi, dan dalam hal ini membagi pengalaman kepada orang lain atau biasa di
sebut sharing pengalaman (Mangunhardjana, 1985: 108). Dalam diktat PPL Pak
Paroki, sharing berarti berbagi rasa, pengalaman, pengetahuan, serta saling
mendengarkan pengalaman orang lain, (Sumarno, 2002: 16). Sharing biasa
digunakan dalam pertemuan katekese yang menekankan dialog-partisipatif antar
peserta katekese dengan suasana kebersamaan, persaudaraan, dan keterlibatan.
Dalam sharing, setiap peserta katekese mengambil bagian atau terlibat aktif dalam
mensharingkan pengalaman hidupnya dan juga bersedia mendengarkan sharing
dari orang lain.
Dalam sharing, peserta katekese harus memiliki sikap rendah hati mau
menerima dan memberi pengalaman pribadi yang saling meneguhkan. Bahkan
sebenarnya dalam sharing, yang seharusnya terjadi bukan hanya dialog antar
peserta katekese saja, akan tetapi dialog para peserta katekese dengan Tuhan.
b) Christian
Istilah Christian dalam SCP artinya kristiani yang maksudnya
mengusahakan harta kekayaan iman tradisi kristiani dan visinya sepanjang sejarah
dapat terjangkau dan relevan bagi kehidupan umat. Setiap manusia mempunyai
pengalaman dan sejarah masing-masing, manusia mempunyai tradisinya sendiri
dalam menghayati dan menjalani hidupnya atas dasar keyakinan imannya. Tradisi
kristiani ingin mengungkapkan realitas iman umat yang hidup dan sungguh-
24
sungguh dihidupi. Singkatnya tradisi kristiani ingin mengungkapkan tanggapan
manusia terhadap pewahyuan diri Allah yang terlaksana dalam hidup mereka.
Tradisi kristiani tidak bisa lepas dari visi kristiani. Visi kristiani bukan sekedar
suatu pengetahuan tertentu saja, tetapi suatu kenyataan konkrit dari isi tradisi yang
menjadi jawaban hidup orang beriman terhadap apa yang ditawarkan dalam
pengalaman iman kristiani dan janji Allah yang terungkap dalam tradisi atau
pengalaman iman kristiani. Dalam diktat PPL PAK Paroki, visi kristiani peserta
katekese merupakan kritik atas praxis perbuatannya yang menjadi ukuran
keberimanan manusia yang senantiasa terbuka akan masa depan, (Sumarno, 2002:
16).
c) Praxis
Kata praxis dalam pengertian katekese model SCP bukan hanya suatu
praktek saja, akan tetapi praxis disini lebih pada tindakan sebagai buah refleksi
dan tindakan. Praxis yang mengacu pada sebuah tindakan meliputi seluruh
keterlibatan dan apa yang perlu dilakukan manusia di dalam dunia. Tindakan
manusia itu mempunyai tujuan guna perubahan hidup manusia itu sendiri yang
mencakupi kesatuan antara praktek dan teori yang membentuk suatu kreativitas
manusia dan antara reflesi kritis dan kesadaran historis yang mengarahkan
manusia pada keterlibatan baru (Groome, 1997: 2). Dapat dikatakan praxis di sini
sebagai ungkapan pribadi manusia kaitannya dengan ungkapan emosional,
intelektual, dan spiritual. Ungkapan itu sesuai dengan apa yang peserta katekese
miliki, rasakan, dan alami.
25
Praxis memiliki tiga unsur yang saling berkaitan yaitu aktivitas, refleksi, dan
kreativitas. Ketiga unsur tersebut berguna untuk membangkitkan perkembangan
imajinasi peserta, meneguhkan kehendak peserta, dan mendorong peserta pada
praxis baru yang mampu dipertanggungjawabkan. Dalam diktat kuliah PPL PAK
Paroki tertulis arti ketiga unsur diatas:
• Aktivitas yang meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan bersama yang merupakan suatu medan masa kini guna perwujudan diri manusia.
• Refleksi yang lebih menekankan refleksi kritis terhadap tindakan histories secara pribadi dan manusia pada umumnya dalam masa lampau terhadap tindakan dan kehidupan bersama serta terhadap tradisi dan visi iman kristiani sepanjang sejarah.
• Kreativitas yang merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi dengan menekankan sifat trasenden manusia dalam dinamika menuju ke masa depan untuk sebuah tindakan yang baru (Sumarno, 2002: 14; bdk. Groome, 1997: 2).
2) Langkah-langkah S-C-P
Katekese model SCP (Shared Christian Praxis) memiliki langkah-langkah
yang berurutan dan terus mengalir. Thomas Groome mengemukakan lima langkah
pokok yang didahului dengan langkah 0 sebagai berikut:
a) Langkah Nol: Pemusatan Aktivitas
Langkah ini bertujuan mendorong peserta (subyek utama) katekese untuk
menemukan topik pertemuan yang bertolak dari konkrit mereka yang nantinya
menjadi tema dasar pertemuan. Untuk menemukan salah satu topik dasar
pertemuan, fasilitator bisa menggunakan beberapa sarana-sarana pendukung
seperti simbol, cerita, poster, video, kaset suara, film, dsb. Dengan menggunakan
beberapa sarana pendukung, tema dasar pertemuan sungguh-sungguh
mencerminkan pokok-pokok hidup, keprihatinan, permasalahan, dan kebutuhan
26
peserta. Tema dasar yang dipilih hendaknya sungguh-sungguh mampu mendorong
peserta untuk terlibat aktif dan menekankan partisipasi dan dialog sepanjang
pertemuan katekese, akan tetapi tidak bertentangan dengan iman kristiani,
(Sumarno, 2002: 17).
Fasilitator harus bisa menciptakan lingkungan dan suasana yang mendukung
(kondusif) serta mencari atau mengusahakan sarana-sarana pendukung yang dapat
menunjang guna menemukan salah satu aspek yang cocok menjadi topik dasar
pertemuan katekese.
b) Langkah Pertama: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual
Langkah ini mendorong peserta katekese untuk mengungkapkan
pengalaman faktual yang mereka alami dan mengkomunikasikan kepada peserta
yang lain. Pengungkapan pengalaman tersebut bisa pengalaman pribadi peserta,
permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, dan bisa gabungan keduanya yang
cocok dengan tema yang dihasilkan bersama (Sumarno, 2002: 18; bdk. Groome,
1997: 5).
Langkah ini di awali dengan tuntunan pertanyaan untuk membantu peserta
mengungkapkan pengalaman hidup mereka sesuai dengan topik dasar. Pertanyaan
yang di buat harus jelas, terarah, dan tidak menyinggung perasaan peserta
katekese. Peserta katekese membagikan pengalaman hidupnya sesuai dengan
pengalaman yang sungguh-sungguh terjadi atau dialami dan tidak boleh di
tanggapi sebagai suatu laporan. Dalam sharing-dialog ini, peserta katekese boleh
diam, karena diam pun merupakan salah satu cara berdialog, dan diam tidak sama
27
dengan terlibat. Peserta katekese dapat mengungkapkan pengalamannya melalui
puisi, nyanyian, tarian, gambar, lambang, simbol, dsb (Sumarno, 2002: 18).
Fasilitator dalam langkah ini perlu menciptakan suasana pertemuan yang
penuh kekeluargaan, kegembiraan, dan mendukung peserta katekese membagikan
pengalamannya. Dan fasilitator di sini harus bersikap ramah, sabar, bersahabat,
peka pada keadaan dan permasalahan yang di hadapi peserta katekese, dsb
(Sumarno, 2002: 18).
c) Langkah Kedua: Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual
Langkah ini menghantar peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman
hidup dan tindakannya. Refleksi kritis pada langkah ini ingin membantu peserta
katekese merefleksikan secara kritis pengalaman konkrit yang mereka
komunikasikan dengan memperdalam, mempertajam, dan mengolah pengalaman
mereka yang menekankan segi pemahaman (alasan, minat), kenangan (sumber-
sumber historis), imajinasi (konsekuensi yang diharapkan dan dibayangkan),
(Sumarno, 2002: 18; bdk. Groome, 1997: 5-6). Selain itu langkah ini membantu
peserta agar bertitik tolak dari pengalaman hidupnya sampai pada tingkat
kesadaran terdalam, mengolah dan menemukan makna baru yang mendorong
mereka menuju praxis baru.
Fasilitator pada langkah ini harus dapat menciptakan pertemuan yang
pesertanya saling menghormati dan mendukung setiap gagasan serta sumbang
saran peserta katekese yang lain, mendorong peserta katekese untuk mengadakan
dialog dan penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji
28
pemahaman, kenangan, dan imajinasi peserta katekese. Fasilitator harus bisa
mengkondisikan peserta katekese untuk ambil bagian mengkomunikasikan
imannya dengan menghindari kesan memaksa. Untuk memudahkan peserta
katekese terlibat aktif dalam megkomunikasikan imannya, fasilitator perlu
membuat pertanyaan yang menggali dan tidak menginterogasi atau menganggu
harga diri peserta atau apa yang sedang dirahasiakan peserta katekese (Sumarno,
2002: 19).
d) Langkah Ketiga: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih
Terjangkau
Langkah ini mengusahakan dan mengkomunikasikan agar nilai-nilai tradisi
dan visi kristiani dapat terjangkau dan dapat lebih menggema untuk kehidupan
peserta katekese yang konteks dan latar belakang kebudayaannya berlainan.
Tradisi kristiani mengungkapkan tanggapan iman umat kristiani sepanjang sejarah
pewahyuan Ilahi. Tradisi ini terungkap dalam Kitab Suci, dogma, pengajaran
Gereja, liturgi, spritualitas, devosi, seni dalam Gereja, kepemimpinan, dan
kehidupan umat beriman. Sementara itu visi kristiani mengungkapkan janji dan
tanggung jawab yang berasal dari tradisi kristiani yang bertujuan mendorong atau
memotivasi umat beriman guna berpartisipasi dalam menegakkan nilai-nilai
Kerajaan Allah di tengah-tengah hidup manusia. Tradisi dan visi kristiani
mengungkapkan pewahyuan diri dan kehendak Allah sampai pada hidup dan
karya Yesus dan mengungkapkan tanggapan manusia atas pewahyuan Allah,
(Sumarno, 2002: 19; bdk. Groome, 1997: 6).
29
Kewajiban fasilitator adalah membuat persiapan yang matang dengan belajar
sendiri, menghormati tradisi dan visi kristiani sebagai sumber yang otentik dan
normatif untuk bisa memberi penafsiran yang sejalan dengannya dan
mengikutsertakan kesaksian imannya sendiri. Fasilitator mengusahakan media
pendukung seperti audio visual atau media murah untuk menghantar peserta
katekese pada kesadaran, sehingga fasilitator tidak kelihatan mendikte dan
bersikap seperti seorang guru (Sumarno, 2002: 19).
e) Langkah Keempat: Interpretasi/Tafsir Dialektis Antara Tradisi dan Visi
Peserta
Langkah ini berdasarkan nilai tradisi dan visi kristiani mengajak peserta
katekese untuk menemukan hal-hal baru yang hendak diperkemangkan oleh
masing-masing peserta katekese. Di satu pihak peserta katekese mengintegrasikan
nilai-nilai hidup mereka ke dalam tradisi dan visi kristiani. Di lain pihak
mempersonalisasikan dan memperkaya dinamika tradisi dan visi kristiani menjadi
milik mereka sendiri (Sumarno, 2002: 20; bdk. Groome, 1997: 7).
Peserta katekese pada langkah ini mendialogkan pengolahan mereka pada
langkah pertama dan kedua dengan isi pokok langkah ketiga. Peserta katekese
diberi kesempatan untuk mendialogkan perasaan, sikap, persepsi, dan menilai
mengenai nilai tradisi dan visi kristiani berdasarkan hidup konkrit mereka serta
memberi penegasan yang menyatakan kebenaraan, nilai, dan kesadaran yang
diyakini (Sumarno, 2002: 20).
Fasilitator pada langkah ini menghormati kebebasan dan hasil penegasan
peserta katekese dengan meyakinkan peserta katekese, bahwa mereka mampu
30
mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai tradisi dan
visi kristiani. Fasilitator perlu mendorong dan mengkondisikan peserta katekese
untuk merubah sikap dari pendengar pasif guna menjadi pihak yang aktif
(Sumarno, 2002: 20).
f) Langkah Kelima: Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan
Allah di Dunia Ini
Langkah kelima ini mau menghantar peserta katekese untuk mengambil
keputusan dalam meningkatkan penghayatan imannya. Langkah ini perlu sampai
pada pemahaman, kesadaran, niat-niat dan tindakan baru yang membantu
perkembangan iman mereka sehingga mereka melakukan pertobatan terus
menerus. Langkah ini juga perlu sampai pada suatu keputusan praxis yang
merupakan tanggapan peserta katekese terhadap pewahyuan Allah yang terus
berlangsung dalam sejarah kehidupan manusia, berkembang bersamaan dengan
tradisi Gereja sepanjang sejarah dan visi kristiani. Keputusan praxis di atas
maksudnya keputusan yang mudah dilaksanakan dan menyemangati mereka
untuk setia melaksanakannya. Keputusan yang di ambil dapat beranekaragam
tingkat dan bentuknya. Keputusan itu dapat dikategorikan kedalam empat
kelompok yaitu:
• Bentuknya: aspek kognitif (pemahaman), afektif (perasaan), dan tingkah laku
• Sifatnya: personal dan interpersonal • Subyeknya: aktivitas pribadi dan tindakan bersama • Arahnya: intrn (kepentingan kelompok), ekstern (kepentingan di luar
kelompok) (Sumarno, 2002: 20).
31
Peran fasilitator pada langkah ini ialah mengusahakan agar peserta katekese
sampai kepada keputusan pribadi dan bersama. Fasilitator juga harus merangkum
hasil dari langkah pertama sampai langkah keempat, guna membantu peserta
katekese mengambil keputusan. Dengan demikian fasilitator perlu dan bisa
mengetengahkan sikap optimis yang realistis kepada peserta katekese untuk masa
depan yang lebih baik dengan keyakinan bahwa Allah senantiasa hadir dalam
situasi apapun (Sumarno, 2002: 20).
B. Pembinaan pada Umumnya
Pembinaan bagi siswa seminari menengah perlu disesuaikan dengan profil
lulusan seminari menengah yang bersangkutan. Profil yang penulis maksud adalah
kualifikasi pribadi yang perlu dicapai siswa seminari yang lulus dari seminari
menengah dan siap memasuki jenjang seminari tinggi. Profil ini menyangkut:
sikap-sikap pokok yang perlu dimiliki, pengetahuan yang dimiliki, dan
keterampilan yang perlu dikuasai. Berkaitan dengan sikap-sikap, yaitu yang
menyangkut Spritualitas Kristiani atau sikap siswa seminari sebagai orang
beriman kristiani, baik secara umum, maupun secara khusus, sebagai yang di
panggil atau tertarik menjadi imam.
1. Pengertian Pembinaan
Kata pembinaan dimengerti dari terjemahan kata Inggris yaitu training yang
artinya latihan, pendidikan, dan pembinaan. Pembinaan ini tidak bisa lepas dari
pendidikan karena keduanya sama-sama hubungannya dalam pengembangan
pribadi manusia. Akan tetapi ada perbedaan yang mendasar antara pembinaan dan
32
pendidikan. Pembinaan lebih menekankan segi pengembangan sikap, kemampuan
sikap (skill), dan kecakapan. Sedangkan pendidikan lebih menekankan
pengembangan manusia dari segi pengetahuan dan ilmu (Mangunharjana, 1986:
7).
Mangunharjana memberi arti pembinaan sebagai suatu proses belajar dengan
melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum
dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan
dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan
hidup yang sedang di jalani, (1986: 12). Rumusan arti pembinaan diatas
menunjukkan bahwa orang yang mengikuti pembinaan tidak sekedar dibantu
untuk mempelajari pengetahuan. Akan tetapi orang dilatih guna mengenal
kemampuannya dan mengembangkannya dan dapat memanfaatkannya secara
penuh dalam hidupnya secara lebih efektif. Sedangkan menurut Suhardi dalam
Spektrum no. 1 th XXIII, pembinaan merupakan proses pendampingan terus
menerus dan berkesinambungan bagi para peserta bina (1995: 32).
2. Tujuan Pembinaan
Yang menjadi tujuan dari pembinaan adalah membantu orang yang
mengikuti pembinaan, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan
kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan kecakapan dan pengetahuan baru
untuk mencapai tujuan hidup yang sedang dijalani secara lebih efisien dan efektif
dari sebelumnya, (Suhardiyanto, 1993: 6; bdk. Mangunhardjana, 1986: 12).
Sedangkan menurut Spektrum, tujuan pembinaan adalah agar peserta bina/ siswa
seminari menengah dapat mewujudkan profil lulusan seminari, sebagai arah dan
33
sasaran dalam hidup sehari-hari (1995: 32). Sehubungan dengan ini, arah yang
mau di capai:
a. Manusia pada umumnya
Pembinaan yang diberikan bagi para siswa seminari sebagai manusia pada
umumnya bertujuan agar para siswa dapat lebih mengenal diri yang meliputi
kekuatan dan kelemahannya sebagai manusia biasa. Dengan mengenal dan
menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan begitu diharapkan tumbuh
semangat untuk mengembangkan diri sehingga mereka berkembang dalam daya
cipta, bakat, dan keterampilan. Selain itu, sebagai makhluk sosial para siswa perlu
menyadari posisi diri mereka dalam hidup bersama agar mampu bergaul yang
saling mengembangkan di dalam persaudaraan (Yohanes Paulus II, 1992: 131-
132).
Para siswa perlu mensyukuri kemampuannya sebagai anugerah dari Tuhan
dan menunjukkan terima kasihnya dengan berusaha mengembangkan bakat itu
dengan cara mengembangkan diri menjadi orang yang berinisiatif, kreatif, jujur,
bertanggung jawab, dan tekun demi pengabdian dan pelayanan bagi sesama.
b. Manusia kristiani pada umumnya
Pembinaan bagi siswa seminari sebagai manusia kristiani pada umumnya
bertujuan membantu siswa seminari memiliki iman pribadi yang otentik dan
terbuka pada Sabda Allah. Iman pribadi yang otentik yang di maksud adalah siswa
seminari memiliki iman yang asli untuk percaya dan menyerahkan diri kepada
Allah lewat Yesus Kristus (Yohanes Paulus II, 1992: 133). Selain itu para siswa
34
mampu menjadikan Yesus Kristus sebagai pola hidup mereka, sehingga mereka
semakin terbuka dan ingin bersatu dengan Yesus Kristus, semakin menyadari
konsekuensi dalam mengikuti Yesus Kristus, dan semakin memiliki sikap yang
penuh tanggung jawab dan keberanian berkorban. Yang di maksud dengan
terbuka pada Sabda Allah adalah mampu mengolah hidupnya sebagai orang
beriman dengan menghayati semangat persaudaraan dan menghayati panggilan
hidupnya atas dasar Sabda Allah yang dapat di ketahui dalam Kitab Suci.
c. Manusia kristiani sebagai Calon Imam
Pembinaan yang diupayakan bagi siswa seminari dalam menanggapi
panggilan sekaligus sebagai calon imam bertujuan membantu siswa seminari guna
mampu menyerahkan diri dalam kebebasan menanggapi panggilan Tuhan,
bersedia mendengarkan dan menjawab tuntutan panggilan Tuhan atas dirinya
dengan menyerahkan diri pada kehendak Tuhan dan siap menyediakan diri
menjadi sarana pelayanan bagi orang lain. Menyerahkan diri kepada Tuhan yang
dimaksud adalah menyerahkan diri secara pribadi. Untuk itu para siswa seminari
perlu mengandalkan rahmat dari Tuhan dalam melaksanakan perutusan-Nya
dengan melayani Gereja-Nya.
3. Manfaat Pembinaan
Yang di maksud dengan manfaat pembinaan adalah peserta yang mengikuti
pembinaan mampu menangkap sekaligus memahami apa yang mereka terima, dan
kemudian mereka mampu mempraktikkan semua ilmu yang diterima dalam hidup
sehari-hari. Melalui proses pembinaan peserta dapat di bantu mengetahui dan
35
menyadari potensi-potensi diri mereka masing-masing. Potensi-potensi itu
selanjutnya di olah dalam menemukan nilai-nilai kehidupan yang mendalam
(Kristianto. SFK, 2005: 5-6). Peserta juga dibantu untuk menyadari keadaan diri
dan kehidupannya. Pihak seminari membantu peserta guna menolong dia kembali
kepada dirinya sendiri dalam rangka perkembangan hidupnya. Setelah menyadari
keadaan diri, peserta dibantu untuk memikirkan dan menganalisis keadaan
hidupnya baik segi positif maupun negatifnya. Baik dari segi kelebihan maupun
kekurangannya. Mencoba menggali dan menyadari kelebihan dan kekurangan
dalam dirinya lewat refleksi akan membantu terjadinya proses perkembangan
seseorang. Dengan mengadakan analisis terhadap situasi atau pengalaman hidup,
peserta akan terbuka terhadap kritik dan saran dari orang lain, yang berarti juga
terbuka untuk mengembangkan dirinya lebih lanjut (Mangunhardjana, 1986:13).
4. Bentuk Pembinaan
Dalam membantu siswa seminari mencapai sikap yang perlu mereka miliki,
maka diupayakan bentuk-bentuk pembinaan (metode pencapaian). Di bawah ini
penulis akan menguraikan bentuk-bentuk pembinaan (metode pencapaian) bagi
pembinaan siswa seminari menengah dalam mencapai profil yang perlu dimiliki.
a. Latihan doa
Doa adalah komunikasi manusia dengan Allah. Di dalam kamus teologi, doa
diartikan berseru, menyembah, memuliakan, bersyukur, mengungkapkan
kesedihan, dan mohon berkat kepada Allah (O’Collins, dkk, 1996: 56). Orang
melakukan doa dengan berdialog atau berkomunikai dengan Allah secara total dan
36
melibatkan seluruh jiwanya. Tentu untuk melakukan dialog atau berkomunikasi
dengan Allah dibutuhkan banyak latihan. Mendengar kata latihan, pasti muncul
dalam bayangan setiap orang, suatu ranagkaian usaha atau kegiatan yang
dilakukan secara sistematis dan teratur guna mencapai suatu hasil tertentu
(Mangunharjana, 1985: 9). Demikian juga perihal doa, orang perlu melakukan
latihan-latihan doa seperti kontemplasi, merenungkan teks Kitab Suci, dan refleksi
pribadi. Dengan banyaknya latihan doa orang akan semakin dekat dengan Allah
yang juga akan memberi kedamaian hati.
b. Rekoleksi
Re (kembali) dan koleksi (mengumpulkan) berarti rekoleksi itu adalah
mengumpulkan pengalaman-pengalaman masa lalu yang mengandung makna
untuk mengembangkan diri seseorang. Melaksanakan rekoleksi tidak jauh berbeda
dengan retret yaitu mengajak peserta meninjau kembali karya Allah atas
hidupnya dan menuntun peserta guna memberi tanggapan atas karya Allah
(Mangunhardjana, 1985: 18). Bertitik tolak dari arti rekoleksi di atas, bahan
rekoleksi di ambil dari pengalaman hidup yang sudah di jalani sebelumnya.
Kemudian dari berbagai pengalaman yang sudah di jalani perlu di olah, agar
pengalaman hidup itu lebih bermakna demi perkembangan hidup beriman orang
itu sendiri.
c. Retret
Retret adalah suatu latihan rohani untuk memperteguh iman akan Allah.
Kata retret berasal dari kata prancis ia retraite yang memiliki arti pengunduran
diri, menyendiri, menyepi, menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari, dan
37
meninggalkan dunia ramai (Mangunhardjana, 1985: 7). Dengan kata lain
mengikuti retret berarti melepaskan diri dari suasana ramai dan mengasingkan
diri ketempat sunyi guna merenungkan seluruh pengalaman manusiawinya,
mengolah pengalaman itu untuk menemukan makna hidup dan karya Allah atas
dirinya, sehingga mampu menanggapi dan menjawab cinta Allah dan bimbingan
Allah atas dirinya (Mangunhardjana, 1985: 11). Selain itu melalui retret dan
dengan pertolongan Allah peserta retret berusaha melatih kepekaannya untuk
merasakan karya cinta kasih Allah, guna makin mengenal karya cinta kasih dan
bimbingan Allah serta berani memberi tanggapan terhadap karya cinta kasih
Allah.
Dalam buku Membimbing rekoleksi diuraikan bentuk-bentuk retret
diantaranya: retret dikotbahkan artinya retret yang diberikan kepada orang dewasa
yang jumlahnya cukup besar dan bahan-bahannya diuraikan panjang lebar dan
disampaikan secara bersama-sama kepada seluruh peserta, retret setengah
terbimbing artinya retret yang bahannya disampaikan cukup terurai kepada peserta
retret secara bersama-sama, retret terbimbing penuh artinya bahan retret diberikan
secara ringkas, terkadang cukup pembahasan teks Kitab Suci secara bersama-
sama, dan retret terbimbing pribadi artinya bahan retret terkecuali bahan renungan
pertama ditentukan berdasarkan perkembangan retret dan kemudian diberikan
pembimbing retret dalam bentuk bimbingan pribadi (Mangunhardjana, 1985: 7-9).
d. Live in
“Live in” merupakan kegiatan yang dilaksanakan di tengah dan bersama
masyarakat untuk menggali, mengalami atau terlibat langsung, dan merasakan
38
seluruh pengalaman hidup masyarakat (terutama yang menyangkut pengalaman
iman mereka). Hendaknya mereka yang melaksanakan “live in” dengan sepenuh
hati menjalankan hidup bersama-sama mereka, baik dalam suka maupun duka,
sehingga kehadiran mereka mampu membawa kegembiraan dan memancarkan
sinar kasih Allah bagi keluarga tempat mereka tinggal.
C. Katekese sebagai Pembinaan Iman
1. Arti Pembinaan Iman
Sebelum dibahas arti pembinaan iman, terlebih dahulu perlu dilihat
pengertian dari iman itu sendiri. Iman merupakan tanggapan manusia terhadap
pewahyuan dan sapaan dari Allah. Konsili Vatikan II mengungkapkan:
Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan ketaatan iman. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan dengan suka rela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya (DV,art. 5).
Dengan demikian tanggapan manusia harus dinyatakan dengan
mempersembahakan kepatuhan akal budi. Walau iman menuntut kepatuhan total,
tapi iman yang ada mengandaikan kebebasan penuh dari pihak manusia karena
Allah menyapa manusia untuk masuk ke dalam persahabatan dengan diri-Nya.
Dengan imannya manusia membiarkan Allah memasuki hidupnya, dan
dengan imannya, manusia menyerahkan diri kepada Allah yang menyampaikan
rencana kehendak-Nya kepada manusia. Dengan iman pula, manusia secara
personal dan bebas untuk menanggapi diri Allah yang menjumpainya secara
39
personal juga. Maka iman bukanlah suatu pengetahuan belaka, melainkan sebuah
hubungan atau relasi pribadi antara manusia dengan Allah, yang mewahyukan
diri-Nya dan menyelamatkan.
Dari pengertian iman di atas, maka arti dari pembinaan iman seminari adalah
upaya membantu siswa seminari untuk berpedoman pada Sabda Allah (dalam
cahaya Injil) menemukan arti hidup yang sesungguhnya dalam situasinya yang
konkrit. Membantu siswa seminari menyadari kenyataan, bahwa Allah
memanggilnya dan sedang melaksanakan karya penyelamatan dalam hidup sehari-
hari dan membantu siswa seminari menjawab panggilan Allah tersebut dalam dan
melalui realitas hidup para siswa seminari (Hardawiryana, 1977: 29). Selain itu
pembinaan iman adalah membantu mendampingi peserta bina untuk menanggapi
sapaan dan pewahyuan dari Allah, sehingga mereka mampu menyerahkan dirinya
secara total pada Allah dan kehendak-Nya dengan menyediakan diri menjadi
perpanjangan tangan Allah untuk karya-Nya di dunia dengan menemukan arti
hidupnya dan menyadari kenyataan bahwa Allah memanggilnya dan menjawab
panggilan Allah melalui realitas hidupnya.
2. Pembinaan Iman dalam Rangka Mempersiapkan Diri Memasuki Jenjang
Seminari Tinggi
a. Pengertian seminari
Seminari merupakan lembaga khusus untuk pendidikan para calon imam. Di
dalam seminari dipersiapkan mereka yang merasa terpanggil untuk melanjutkan
Misi Yesus dan Para Rasul untuk mewartakan Kerajaan Allah kepada semua
40
orang. Di dalam seminari mereka dididik dan didampingi oleh pembina dengan
bekerjasama dengan orang tua sehingga menjadi manusia kristiani yang dewasa
yang mengikuti Yesus Kristus ke arah imamat dalam Gereja sebagai umat Allah
dalam dalam konteks Indonesia. Kata seminari berasal dari kata Latin Seminarium
yang berarti tempat pembibitan, tempat persemaian benih-benih. Maka, seminari
adalah sebuah tempat (sebuah sekolah yang digabung dengan asrama, tempat
belajar dan tempat tinggal) di mana benih-benih panggilan imam yang terdapat
dalam diri anak-anak muda, disemaikan secara khusus untuk jangka waktu
tertentu dengan tata cara hidup dan pelajaran yang memiliki kekhasan dari sekolah
pada umumnya (Ponoman, 2005: 1).
b. Jenjang seminari
Untuk menjadi seorang imam, seminaris perlu melewati beberapa jenjang
pendidikan dan pembinaan sebagai bekal dan persiapan hidup mereka menuju
kepribadian seseorang imam yang akan mengabdikan dirinya kepada Allah.
Adapun jenjang-jenjang seminari adalah:
1) Seminari menengah
Seminari awal bagi para seminari sebelum masuk seminari menengah adalah
keluarga. Keluarga dapat menjadi tempat persemaian awal untuk menanam
benih panggilan dalam diri seminaris. Keluarga harus mengenalkan Allah pada
anak-anaknya dan membina anaknya guna tertarik oleh panggilan Tuhan,
sehingga rahmat dan panggilan yang Tuhan tanamkan kedalam hati mereka mulai
mendapat tanggapan, pemupukan dan pemurnian sebagaimana mestinya sebelum
mereka masuk seminari.
41
Seminari menengah yang ada di Indonesia didirikan untuk membina para
siswa yang baru menyelesaikan studi di bangku SMP. Seminari menengah adalah
sebuah seminari yang melayani mereka yang merasa terpanggil dan ingin
mengembangkan panggilan itu, yang akhirnya berani mengambil keputusan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang seminari tinggi untuk menjadi imam.
Di dalam komunitas seminari menengah, para seminaris mendapat berbagai
bentuk pembinaan yang sudah ditetapkan oleh pihak seminari guna
mengembangkan panggilan yang dimiliki para siswa seminari. Melalui berbagai
bentuk pembinaan yang diupayakan diharapkan para siswa seminari benar-benar
mampu untuk menghayati panggilan Tuhan atas hidupnya, kemudian memiliki
semangat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang seminari tinggi. Tentu
keputusan para siswa seminari untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang
seminari tinggi tidak boleh menjadi paksaan dari pihak lain, akan tetapi semuanya
harus atas keputusan pribadi.
2) Tahap tahun rohani
Seminari tahun orientasi rohani (TOR) adalah sebuah tempat pembinaan
khusus benih-benih panggilan bagi mereka yang telah menyelesaikan studinya di
seminari menengah, dan yang memilih menjadi imam. Selama satu tahun mereka
mengalami pembinaan khusus di bidang kepribadian dan kerohanian sekaligus
untuk lebih mengenal dan menghayati seluk beluk seorang imam (Ponomban,
2005: 1). Tahun orientasi rohani (TOR) para seminari diberi kesempatan untuk
menguji diri dan dalam motivasi panggilan, hidup rohani, ketangguhan pribadi,
42
serta mengembangkan minat, keterampilan dasar pastoral dan cinta kasih
kegembalaan secara konkrit. Aspek ini terwujud lewat acara bergaul, bekerja
sama dengan orang lain, mengalami kegembiraan dan kesulitan di bidang pastoral.
Melalui tempaan ini, para seminaris diharapkan sanggup mengolah pengalaman,
menemukan gambaran konkrit perihal tugas-tugas kegembalaan, serta dapat
merumuskan konsep-konsep pastoral yang baru dalam praktek dan refleksi
kehidupan (Wilfrid, 2003: 16).
Di seminari tahun orientasi rohani (TOR), para seminaris dibantu
memperkuat dan mengembangkan kepribadian dan kerohanian yang telah mereka
peroleh di seminari menengah, agar mereka dapat dengan bebas mengambil
keputusan untuk menjadi imam, dan juga menyadari bahwa panggilan menjadi
imam semata-mata adalah karunia dari Allah (Komisi Seminari KWI, 1989: 42).
Untuk itu pada tahap tahun orientasi rohani (TOR), setiap kegiatan para
seminaris perlu dievaluasi untuk mengkaji perkembangan seminaris tanpa
terkerkecuali. Evaluasi perlu diperkaya dengan rekoleksi, hal ini penting supaya
para seminaris dapat senantiasa maju langkah demi langkah dalam tugas dan
hidup panggilannya. Pada masa tahun orientasi rohani (TOR), para seminaris
perlu banyak belajar dalam bekerja sama dengan rekan sejawat serta perlu
kedewasaan dalam berhadapan dengan orang lain terutama dengan kawan lain
jenis, (Wilfrid, 2003: 16).
3) Tahap seminari tinggi/sekolah tinggi filsafat teologi
Seminari tinggi adalah jenjang pembinaan terakhir dari para calon imam
sesudah mereka selesai mengikuti seminari tahun orientasi rohani (TOR).
43
Biasanya pendidikan yang di tempuh di sini, 6 tahun kuliah ditambah 1 tahun
praktek tahun orientasi pastoral. Selama mengikuti pendidikan di seminari tinggi,
para seminaris dikembangkan segi kepemimpinan rohani mereka yang meliputi
aspek kenabian, karya penyucian, dan pengembalaan, membantu mereka lebih
termotivasi untuk melayani umat. Menjalani tahun orientasi pastoral selama 1
tahun (dua semester) maksudnya adalah belajar mengenal orang-orang dan
mengalami masalah-masalahnya serta kesulitan-kesulitan di medan pastoralnya
untuk lebih mengenal tugas panggilannya dan pengabdiannya dalam Gereja yakni
untuk melayani umat. Hukum Gereja (kanon 1032§2), memberikan kemungkinan
bagi mereka yang mau atau bersedia menjadi imam sesudah mengikuti pendidikan
akademis yang memadai dan tidak mengikuti pembinaan di seminari menengah.
Uskup dapat memberikan dispensasi -sesudah penyelidikan yang matang- untuk
mengikuti pendidikan filsafat dan teologi saja, bahkan juga untuk tidak tinggal di
seminari sebagaimana lazimnya (KHK, 1991: 297).
3. Peran Katekese dalam Rangka mempersiapkan Diri Siswa Seminari
Menengah Memasuki Jenjang Seminari Tinggi
a. Mengembangkan hidup beriman kristiani siswa sebagai Calon Imam
Iman adalah penyerahan diri manusia secara total dan bebas kepada
kehendak Allah yang mewahyukan diri-Nya dalam Yesus Kristus. Penyerahan diri
manusia secara total dan bebas melibatkan seluruh akal budi dan kehendak
sepenuhnya kepada Allah (KWI 1996: 128). Dari pengertian tersebut, nampak
bahwa iman harus selalu dibina oleh manusia, memang manusia dapat beriman
44
karena bantuan Roh Kudus (Kis 6: 14; bdk. 2 Kor 3: 16-18) tetapi manusia juga
perlu aktif mengupayakan agar imannya semakin berkembang.
Iman yang dimiliki bukanlah hal mati yang hanya diterima dan dipahami
satu kali saja oleh manusia. Iman adalah suatu proses yang dinamis, maka perlu
adanya pembinaan, sehingga sesuai dengan tradisi dan dapat bertahan dalam
perubahan zaman, dan dapat membantu seseorang dalam menanggapi zaman.
Katekese adalah salah satu bentuk pewartaan Gereja yang memakai
komunikasi iman atau tukar pengalaman iman sebagai salah satu media untuk
mengembangkan iman manusia. Bila manusia memiliki iman tanpa dipraktekkan
atau diwujudkan dalam hidup sehari-hari, maka iman yang ada tidak akan
tumbuhdan berkembang, seperti iman yang tidak disertai dengan perbuatan, maka
iman itu hakekatnya adalah mati (Yak 2: 17). Dengan demikian tujuan katekese
sebagai pembinaan iman siswa seminari adalah membantu gerak pertobatan bagi
siswa seminari sebagai sikap dasar yang selalu mempersatukan dan membantu
konsolidasi sikap-sikap iman kristiani melalui tiga komponen perkembangan yaitu
pertama, komponen kognitif yaitu pendalaman pengertian dan keyakinan iman
siswa seminari, yang perlu guna membantu tercapainya kematangan sikap iman
melalui kemampuan untuk menilai dan memotivasi. Kedua, komponen afektif
yaitu konsolidasi pengambilan bagian dalam afeksi yang dituntut oleh kehidupan
beriman siswa seminari dengan pengintegrasian emosi-emosi dan perasaan-
perasaan yang terkait. Ketiga, komponen perilaku yaitu perolehan bentuk-bentuk
sikap dan kegiatan yang sesuai dengan tindakan siswa seminari sebagai orang
45
kristiani. Membina dan membimbing dinamika perkembangan iman siswa
seminari menuju kematangan eksistensi kristiani (Adisusanto, 2000c: 10)
Karena katekese akan dipakai sebagai sarana pembinaan iman siswa
seminari, maka fungsi katekese dalam pembinaan iman siswa seminari adalah
untuk mengembangkan hidup beriman mereka, dalam menghayati hidup bersama
di komunitas seminari serta menghayati panggilannya. Selain itu, agar mereka
terbantu mengolah pengalaman hidupnya sehari-hari, sehingga mampu melakukan
pertobatan (metanoia) terus menerus. Katekese perlu juga bisa membantu siswa
seminari memiliki pengetahuan yang bertambah dan mendalam tentang misteri
Yesus Kristus:
“……dalam seluruh proses evangelisasi tujuan katekese ialah menjadi tahap pengajaran dan pendewasaan, artinya: masa orang Kristen, sesudah dalam iman menerima pribadi Yesus sebagai satu-satunya Allah, dan sesudah menyerahkan diri utuh-utuh kepada-Nya melalui pertobatan hati yang jujur, berusaha makin mengenal Yesus, yang menjadi tumpuan kepercayaan: mengerti ‘misteri’-Nya, Kerajaan Allah yang diwartakan oleh-Nya, tuntutan-tuntutan maupun janji-janji yang tercantum dalam amanat Injil-Nya, dan jalan yang telah digariskan-Nya bagi siapapun yang ingin mengikuti-Nya” (Adisusanto 2000: 11).
Dalam hidup beriman kristiani, manusia menerima Yesus sebagai Allah.
Dengan pengakuan akan Yesus sebagai Allah, manusia secara mengimani dan
menyerahkan diri kepada-Nya dengan selalu berusaha semakin dekat dengan Dia.
Agar lebih mengenal Yesus, terlebih dahulu diperlukan rahmat Ilahi dan
pertolongan Roh Kudus, karena Dialah yang menyerahkan dan mengarahkan hati
mereka kepada Allah. Gereja sendiri selalu memperhatikan hidup beriman umat
termasuk hidup beriman siswa seminari. Iman yang mereka miliki bersifat bebas,
46
tidak seorang pun di paksa melawan kemauan sendiri untuk beriman. Dalam
dokumen Gereja tertulis:
“Maka Gereja berusaha untuk memperdalam, memperkokoh, memupuk, dan membuat semakin matang iman mereka yang telah di sebut kaum beriman atau orang-orang yang percaya, agar supaya mereka menjadi semakin lebih beriman lagi” (EN 54).
Sangat jelas bahwa Gereja bertanggung jawab akan perkembangan iman
umat berimannya apalagi siswa seminari sebagai calon imam. Sebagai calon
imam, siswa seminari perlu di batu mengembangkan hidup beriman mereka guna
menempuh perjalanan panggilan, yang menuju kepada penyerahan diri seutuhnya
kepada Yesus dan Gereja dalam imamat untuk di utus menjadi gembala dan
pewarta. Selain itu para perlu membuka diri terhadap bimbingan rohani, karena
dengan kerelaan membuka diri menjadikannya yakin dan mampu mengenal
panggilan Allah yakni panggilan untuk makin berkembang menjadi putera Allah,
sehingga makin menyadari dan sanggup menjawab panggilan yakni menjadi imam
atau gembala.
b. Mendorong siswa seminari mengambil keputusan pribadi secara dewasa untuk
memasuki jenjang Seminari Tinggi
Siswa seminari adalah kaum muda yang merasa tertarik menjadi imam,
untuk itu mereka membutuhkan pengukuhan dan pengarahan dalam memantapkan
diri untuk menanggapi panggilan hidupnya. Perlulah mereka dibantu dalam
memelihara bibit-bibit panggilan yang sedang tumbuh dalam hati mereka,
sehingga bibit-bibit panggilan itu dapat tumbuh dan berkembang. Gereja sendiri
perlu senantiasa memelihara bibit-bibit panggilan yang ditaburkan di dalam hati
47
kaum muda yang salah satunya melalui lembaga seminari menengah (Spektrum,
1995: 31).
Katekese adalah salah satu sarana untuk mewartakan Kabar Gembira, oleh
karena itu tujuan katekese berdasarkan PKKI II adalah:
• Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari
• Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari
• Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita
• Pula kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengkokohkan Gereja semesta
• Sehingga kita sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat (Setyakarjana, 1997: 72; bdk. Huber, 1981: 22-23).
Berangkat dari tujuan katekese, katekese diharapkan membantu siswa
seminari untuk semakin sadar dan semakin menghayati akan penyertaan Tuhan
dalam pengalaman hidup sehari-hari. Katekese sebagai pembinaan iman siswa
seminari menempatkan pengalaman religius atau pengalaman rohani yakni
pengalaman yang berhubungan langsung dan bersifat pribadi dengan Allah (
O’Collins, dkk, 1996: 243). Pengalaman religius atau pengalaman rohani yang
diolah siswa seminari yaitu pengalaman di mana siswa seminari merasakan
kehadiran dan penyertaan Tuhan dalam karya dan kehidupannya sehari-hari.
Pengalaman hidup itulah yang perlu diolah dalam katekese. Melalui katekese
siswa seminari diajak mengalami dan menyadari bahwa mereka masuk seminari
bukan semata-mata keinginan mereka sendiri, melainkan Tuhanlah yang
memanggil mereka.
48
Dengan katekese diharapkan iman siswa seminari semakin mendalam,
mantap dan mereka mampu bertanggung jawab atas imannya sendiri. Dalam
memelihara bibit-bibit panggilan yang sedang tumbuh dalam hati para siswa, agar
semakin tumbuh dan berkembang, pentinglah dilakukan sebuah pembinaan. Salah
satu bentuk pembinaan pembinaan ke arah ini adalah katekese, karena katekese
memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut:
• Katekese bersifat sistematis, terencana untuk mencapai tujuan
• Katekese dapat membangkitkan dan memperluas pengalaman iman
• Katekese dapat memperdalam pengalaman iman seseorang dengan
mengkomunikasikan pengalaman imannya dan mendapat masukan dari
pengalaman iman orang lain.
Diharapkan katekese dapat membantu para siwa mengolah imannya sampai
kepada keputusan pribadi (tindakan konkrit). Melalui katekese siswa akan dibantu
memperkembangkan benih-benih panggilan yang mereka miliki, yang akhirnya
bersamaan dengan perkembangan benih-benih panggilan itu, mereka mampu
mengambil sebuah keputusan secara dewasa, seperti murid-murid yang rela
meninggalkan semuanya (pekerjaan dan keluarganya) untuk mengikuti Yesus
(Mark 1: 16-20). Para murid mengambil keputusan untuk mengikuti Yesus tanpa
syarat. Sikap para murid itu bisa dijadikan teladan bagi para siswa seminari dalam
mengembangkan bibit-bibit panggilan yang sedang tumbuh dalam diri mereka.
Para seminaris juga perlu belajar dan meneladani Bunda Maria yang bersedia
mengandung dan melahirkan Yesus Kristus walau pun saat itu kondisinya tidak
semua semua serba jelas. Dengan sikap rendah hati Bunda Maria berkata
49
“Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; terjadilah padaku seturut kehendak-Mu itu”
(Luk 1:38). Sikap seperti inilah yang perlu ada pada para calon imam, sehingga
mereka sendiri berani berkata seperti yang disanggupkan oleh Bunda Maria.
Katekese ini akan dijadikan media bagi pengembangan bibit-bibit panggilan
para seminaris sehingga mereka terdorong dan berani mengambil keputusan
secara pribadi untuk melanjutkan pendidikan ke jengang seminari tinggi, karena
bukan pembina seminari, imam, keluarga, dan teman-temannya yang menentukan
pilihan hidupnya melainkan dirinya sendiri yang menentukan pilihan atas
bimbingan Roh Kudus, dalam menjawab sapaan Allah, yang memanggilnya untuk
mengikuti Dia sebagai imam atau gembala yang meneguhkan iman umat dan yang
mewartakan Sabda Tuhan.
BAB III
PEMBINAAN IMAN SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH
ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT
A. Gambaran Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop
1. Letak Geografis Persekolahan Katolik Nyarumkop
Seminari menengah St. Paulus didirikan di sebuah desa yang tidak terlalu
jauh dari kota Singkawang. Desa itu adalah desa Nyarunkop, oleh karena di sebut
Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop. Seminari menengah ini dinaungi
sebuah yayasan yang bernama PERUM yaitu Perguruan untuk Masyarakat.
Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop juga berada di lingkup Persekolahan
Katolik Nyarumkop yang mana Persekolahan Katolik Nyarumkop mencakupi
beberapa sekolah katolik dan asrama-asrama.
Asrama disediakan untuk para siswa-siswi yang berasal dari daerah-daerah
yang jauh, karena yang belajar di persekolahan katolik Nyarumkop bukan berasal
dari daerah sekitar Nyarumkop saja, akan tetapi kebanyakan berasal dari berbagai
daerah di Kalimantan Barat. Kebanyakan siswa-siswi yang menuntut ilmu di
Persekolahan Katolik Nyarumkop atas dorongan orang tua mereka yang pernah
mengikuti pendidikan di Nyarumkop dan semenjak Persekolahan Katolik
Nyarumkop berdiri, persekolahan ini dapat meraih prestasi yang sangat
membanggakan dan mengharumkan, sehingga Persekolahan Katolik Nyarumkop
memiliki nama besar dalam blantika pendidikan di Kalimantan Barat.
Kompleks Persekolahan Katolik Nyarumkop terletak persis di bawah
gunung Poteng, keadaan alamnya masih alami dan jauh dari keramaian, sehingga
51
sangat mendukung para siswa yang belajar di sana, keadaannya terasa tenang dan
nyaman untuk menikmati proses belajar mengajar [Lamp. 1: (2)].
2. Situasi Siswa Seminari St. Paulus Nyarumkop
Siswa yang masuk ke Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop berasal
dari berbagai daerah yang ada di Kalimantan Barat sebagai berikut: Kapuas Hulu,
Sintang, Ketapang, Pontianak, Sanggau Kapuas, Landak, Sambas, dan
Bengkayang. Mereka datang dari berbagai daerah dengan maksud dan tujuan
mengembangkan bibit-bibit panggilan untuk menjadi pastor/imam, namun ada
juga yang karena dorongan dari pihak keluarga.
Dalam menjalani kehidupan di seminari, tentu para siswa membutuhkan
waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan atau komunitas seminari, juga
dengan teman-teman yang masuk seminari, karena mereka yang masuk ke
seminari berasal dari latar belakang keluarga, daerah, dan pribadi yang berbeda-
beda, sehingga beberapa siswa yang rencana awalnya masuk seminari untuk
mengembangkan bibit-bibit panggilan hidupnya untuk menjadi imam namun
setelah melalui penyesuaian dalam komunitas seminari, merasa kurang mampu
menyesuaikan diri, sehingga dia akhirnya mengambil inisiatif untuk pindah atau
keluar dari komunitas seminari.
3. Tenaga Pembina Seminari
Tenaga pembina di Asrama Seminari St. Paulus Nyarumkop ada 3 orang
yaitu 2 orang pastor dan 1 orang tenaga awam. Tugas mereka adalah mengawas
dan mendampingi para siswa seminari, akan tepapi 2 pastor yang bertugas sebagai
pembina di seminari, juga merangkap tugasnya di paroki Nyarumkop. Waktu 2
52
pastor ini habis untuk mengadakan kunjungan ke kampung-kampung di wilayah
paroki Nyarumkop, sehingga waktu mereka untuk mendampingi para siswa sangat
kurang. Singkatnya semua kegiatan-kegiatan termasuk pembinaan bagi para siswa
seminari berjalan hanya di dampingi oleh 1 tenaga awam, akan tetapi waktunya
juga habis bersama keluarganya di rumah.
Kegiatan-kegiatan dan pembinaan bagi siswa seminari berjalan apa adanya.
Para siswa karena tidak adanya pembina yang mengawasi atau mendampingi
dengan semaunya, melaksanakan kegiatan-kegiatan terjadual dan mengikuti
pembinaan yang ada atau sama sekali tidak melaksanakan kegiatan yang terjadual
tersebut.
4. Jadual Kegiatan-kegiatan dan Pembinaan
Pembina seminari sudah membuat jadual kegiatan harian dan pembinaan
untuk para siswa. Para siswa wajib melaksanakan juga mengikuti kegiatan harian
dan pembinaan yang sudah diupayakan pembina untuk mereka.
a. Jadual kegiatan harian siswa di asrama seminari
Jadual harian merupakan pengaturan kegiatan-kegiatan harian para siswa
seminari. Jadual Harian memperlihatkan gambaran rangkaian kegiatan yang
dijalankan oleh para siswa seminari setiap harinya. Jadual ini menjadi sangat
penting bagi terwujudnya penyelenggaraan hidup bersama dalam komunitas
seminari. Melalui jadual, para siswa seminari secara tidak langsung dibantu,
diarahkan dan didampingi ke arah tercapainya perkembangan kepribadian, yang
mana melalui kegiatan-kegiatan tersebut mereka diharapkan dapat menghargai
53
waktu. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang sudah diatur dalam jadual para siswa
kurang di kontrol oleh pembina [Lam. 2: (3)].
b. Program pembinaan di asrama seminari
Dalam memperkembangkan hidup beriman dan panggilan para siswa
seminari, pembina membuat program pembinaan. Program pembinaan ini dibuat
agar pembinaan untuk siswa tidak menganggu kegiatan belajar mengajar mereka
di sekolah. Program pembinaan ini, dilaksanakan 1 tahun 1 kali saja. Pelaksanaan
pembinaan, pembina seminari bekerja dengan tim Komkat Keuskupan Agung
Pontianak. Tim Komkatlah yang mengolah tema, tujuan tema, judul pertemuan,
tujuan pertemuan, materi, metode, sarana, dan sumber bahan, bagi pembinaan
tahunan siswa seminari. Adapun bentuk-bentuk pembinaan yang ada dalam
program pembinaan bagi siswa seminari adalah: retret dan rekoleksi [Lamp. 3: (6
)].
Para siswa seminari juga dilatih keterampilan dalam melayani umat, maka
pada saat kelas III para siswa melakukan turne ke kampung-kampung untuk
melayani umat untuk memimpin ibadat sabda. Dalam kegiatan kunjungan atau
turne, pembina seminari bekerja sama dengan pihak paroki. Dalam melakukan
kunjungan atau turne, para siswa seminari berangkat hari Sabtu sore dan Minggu
sore baru pulang ke seminari, jadi para siswa harus menginap di rumah umat
setiap kali mereka melakukan kunjungan atau turne [Lamp. 3:(6)].
54
B. Penelitian Pembinaan Iman bagi Siswa Kelas III Seminari Menengah St.
Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat
Untuk mengungkapkan situasi pembinaan iman di Seminari Menengah St.
Paulus Nyarumkop diadakan penelitian.
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah untuk memaparkan:
a. Usaha asrama Seminari Menengah Nyarumkop dalam mengusahakan
pembinaan iman bagi siswa seminari khususnya siswa kelas III
b. Bentuk-bentuk pembinaan iman yang dilaksanakan bagi para siswa seminari
menengah Nyarumkop khususnya siswa kelas III
c. Masukan untuk katekese yang bisa mendukung pembinaan iman siswa
seminari menengah Nyarumkop khususnya siswa kelas III secara memadai
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Bertolak dari judul skripsi yang sedang dibahas, maka penelitian akan
dilaksanakan di Asrama Seminari Menengah St, Paulus Nyarumkop Kalimantan
Barat. Penelitian dilaksanakan pertengahan bulan Januari 2007. Hal ini
dikarenakan siswa seminari menengah sudah masuk sekolah setelah liburan Natal.
Selain itu pada pertengahan bulan Januari 2007 penulis punya waktu untuk
mengadakan penelitian.
3. Metode Penelitian
Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode survai
untuk mengumpulkan banyak data dan informasi secara meluas. Menurut
55
Suharsimi Arikunto (1998: 91-92), survai merupakan cara mengumpulkan data
dari sejumlah unit atau individu dalam waktu atau jangka waktu bersamaan.
Survai tidak hanya untuk mengetahui status gejala yang terjadi, akan tetapi juga
untuk menemukan kesamaan status dan membandingkannya dengan apa yang
sudah dipilih atau ditentukan. Survai dilakukan untuk penyelidikan dengan gerak
kearah meluas dan merata, karena mampu membenarkan keadaan sample yang
diselidiki.
4. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian penulis menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan
data. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaaan tertulis yang digunakan untuk
mengetahui informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau
hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 1998: 140). Selain itu penggunaan
kuesioner sebagai metode penelitian, karena metode kuesioner mampu
mengungkapkan persoalan cukup mendalam (Sutrisno Hadi, 1974: 185). Metode
kuesioner dibagi menjadi dua jenis yaitu kuesioner terbuka dan kuesioner tetutup.
Kuesioner terbuka adalah memberikan kesempatan kepada responden untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan dengan kalimatnya sendiri. Sedangkan
kuesioner tertutup adalah kuesioner yang daftar pertanyaannya yang diajukan
kepada responden sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal
memilih (Suharsimi Arikunto 1998: 141). Melihat kedua kusioner di atas maka
dalam penelitian penulis menggunakan kedua jenis kuesioner yaitu kuesioner
terbuka dan tertutup, di mana penulis memuat daftar pertanyaan berupa pilihan
56
(responden tinggal memilih jawaban) dan isian singkat. Penyebaran kuesioner itu
sendiri akan ditujukan bagi siswa kelas III seminari menengah.
5. Responden Penelitian
Jumlah keseluruhan siswa seminari menengah adalah 160 siswa. Dan
pengambilan sampelnya dilakukan dengan purposive sample atau sampel
bertujuan. Purposive sampel atau sampel bertujuan adalah pengambilan subyek
penelitian bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas
adanya tujuan tertentu, (Suharsimi, 1998: 127). Dari keseluruhan jumlah siswa
seminari menengah, penulis hanya mengambil 49 responden dari 160 siswa yaitu
seluruh siswa kelas III untuk dijadikan responden penelitian.. Alasan penulis
memilih kelas III untuk dijadikan responden penelitian karena penulis melihat
siswa kelas III akan menyelesaikan pendidikannya di seminari menengah dan
akan menentukan pilihan mereka untuk melanjutkan pendidikan atas pilihan
pribadinya.
6. Variabel Penelitian
Variabel merupakan segala sesuatu atau hal-hal yang menjadi obeyek
penelitian (Suharsimi Arikunto, 1998: 12). Menurut Sutrisno Hadi (1974: 224),
variabel merupakan suatu gejala atau peristiwa yang bervariasi menurut jenis dan
tingkatnya. Gejala itulah yang menjadi obyek penelitian. Dengan demikian
variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian. Untuk itu variabel yang akan diungkapkan dalam penelitian
57
berhubungan dengan pola pembinaan iman bagi siswa seminari menengah
khususnya kelas III yaitu:
a. Identitas responden
b. Upaya pembinaan iman untuk siswa seminari
c. Bentuk-bentuk pembinaan iman
d. Pandangan mengenai pelaksanaan katekese
Tabel 1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang akan diungkapkan tertera dalam table berikut:
No Variabel No Soal Jumlah
1 Identitas responden 1 s/d 4 4
2 Upaya pembinaan untuk bagi siswa seminari 5 s/d 8 4
3 Bentuk-bentuk pembinaan iman 9 s/d 15 7
4 Pandangan mengenai pelaksanaan katekese 16 s/d 20 5
Jumlah 20
7. Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan dibahas laporan hasil penelitian yang dilaksanakan di
seminari menengah St. Paulus Nyarumkop. Jumlah kuesioner yang penulis
sebarkan adalah 50 kuesioner, dari jumlah tersebut 49 orang mengembalikan
kuesioner atau 98% dari kuesioner yang disebarkan. Laporan penelitian disajikan
sesuai menurut urutan variabel penelitian yang tertera dalam Tabel. 1 yang terdiri
dari: identitas responden, upaya pembinaan iman bagi siswa seminari, bentuk-
bentuk pembinaan iman, dan pandangan mengenai pelaksanaan katekese.
58
a. Identitas responden
Pada tabel dibawah ini dipaparkan identitas responden penelitian yang
meliputi nama, umur, asal daerah, motivasi masuk seminari, yang terungkap
dalam tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Identitas Responden (N=49)
No soal
Pernyataan Alternatif jawaban Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) 3
Asal daerah / kabupaten
a. Kapuas Hulu b. Sintang c. Ketapang d. Sambas e. Pontianak f. Landak g. Bengkayang h. Sanggau
8 4 3 11 2 8 9 4
16,3 8,16 6,12 22,4 4,08 16,3 18,3 8,16
4
Motivasi masuk seminari
a. Ingin menjadi pastor/imam b. Memupuk panggilan c. Kehendak orang tua
5 41 3
10,2 83,6 6,12
Dalam Tabel 2 dapat dilihat bahwa siswa yang masuk ke Seminari
Menengah St. Paulus Nyarumkop berasal dari berbagai daerah, kabupaten, dan
keuskupan. Dari 49 responden, responden yang paling banyak masuk ke Seminari
Menengah St. Paulus Nyarumkop berasal dari Sambas (22,4%), dan responden
yang paling sedikit masuk ke seminari ini adalah dari Pontianak (4,08%). Dan
banyak responden masuk ke Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop dengan
motivasi ingin memupuk panggilan (83,6%).
59
b. Upaya pembinaan iman siswa seminari
Pada bagian ini penulis akan memaparkan hasil penelitian dari variabel
upaya pembinaan iman untuk siswa seminari, yang terungkap dalam tabel 3
sebagai berikut:
Tabel 3. Upaya pembinaan iman untuk siswa seminari (N=49)
No soal
pernyataan Jawaban alternatif Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) 5
Pihak seminari sudah mengupayakan pembinaan yang efektif
a. Sudah diupayakan b. Belum diupayakan c. Tidak tahu d. Lain-lain
39 2 0 8
79,5 4,08 0 16,3
6
Pembinaan iman yang diupayakan dilaksanakan
a. Dilaksanakan pagi dan
malam hari b. Dilaksanakan
seminggu 3 kali c. Dilaksanakan
seminggu sekali d. Lain-lain
10 9 21 9
20,4 18,3 42,8 18,3
7
Sikap terhadap pembinaan iman yang sudah ada
a. Mengikuti pembinaan
iman yang diupayakan pihak seminari karena sebagai calon imam
b. Melaksanakan pembinaan iman tergantung kesadaran hati
c. Melaksanakan pembinaan terpaksa karena peraturan yang ada
d. Lain-lain
28 11 10 0
57,1 22,4 20,4 0
60
(1) (2) (3) (4) (5) 8
Perasaan terhadap pembinaan iman yang diupayakan
a. Senang b. Biasa-biasa saja c. Bingung d. Tidak tahu
35 6 0 8
71,4 12,2 0 16,3
Hasil penelitian tentang upaya pembinaan iman bagi siswa seminari yang
tertera pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 49 responden, banyak responden
menyatakan bahwa pihak seminari sudah mengupayakan pembinaan yang efektif
(79,5%). Dan sedikit responden yang menyatakan bahwa pembinaan iman bagi
siswa seminari belum diupayakan (4,08%). 21 responden mengatakan bahwa
pembinaan iman dilaksanakan seminggu 1 kali (42,8%). 28 responden
menyatakan mereka mengikuti pembinaan iman yang diupayakan karena merasa
diri sebagai calon imam ( 57,1%). Banyak responden merasa senang terhadap
pembinaan yang diupayakan oleh pihak seminari (71,4%),dan sedikit responden
memiliki perasaan biasa-biasa saja (12,2%).
c. Bentuk-bentuk pembinaan iman
Bagian ini penulis akan menguraikan hasil penelitian dari variabel tentang
bentuk-bentuk pembinaan yang diupayakan bagi pembinaan iman siswa seminari,
yang terungkap dalam tabel 4.
Tabel 4. Bentuk-bentuk pembinaan (N=49)
No Soal
Pernyataan Jawaban alternatif Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) 9
Bentuk pembinaan iman yang diupayakan pihak
a. Retret b. Rekoleksi
25 15
51,0230,6
61
(1) (2) (3) (4) (5) Seminari c. Katekese/pembinaan
iman d. Lain-lain
9 0
18,3 0
10
Bentuk pembinaan yang sering dilaksanakan
a. Retret b. Rekoleksi c. Katekese/pembinaan
iman d. Lain-lain
5 17 27 0
10,2 34,6 55,1 0
11
Pembinaan iman yang sering diikuti
a. Selalu mengikuti b. Sering mengikuti c. Kadang-kadang
mengikuti d. Tidak pernah
mengikuti
41 7 1 0
83,6 14,2 2,04 0
12
Pembinaan iman membantu memperkembangkan hidup rohani
a. Sangat membantu b. Membantu c. Tidak membantu d. Tidak tahu
20 15 4 10
40,8 30,6 8,16 20,4
13
Pernah mengalami kesulitan dalam mengikuti bentuk pembinaan iman
a. Pernah b. Kadang-kadang c. Tidak pernah d. Tidak tahu
29 8 5 7
59,1 16,3 10,2 14,2
14
Kesulitan macam apa yang dialami dalam mengikuti bentuk pembinaan yang diupayakan.
a. Pembinaan iman tidak
terorganisir b. Pembinaan iman
terlalu monoton c. Masalah pribadi d. Lain-lain
39 5 5 0
79,5 10,2 10,2 0
15
Usaha untuk mengatasi kesulitan yang ada
a. Ya sudah b. Tidak, c. Masih dalam rencana d. Tidak tahu
45 0 5 0
91,8 0 10,2 0
62
Tabel 4. menunjukkan bahwa dari 49 responden, 25 responden mengatakan
bahwa bentuk pembinaan adalah retret (51,02%), akan tetapi banyak responden
mengatakan bentuk pembinaan iman yang sering dilaksanakan adalah
katekese/pembinaan iman (55,1%) dan sedikit responden mengatakan retret
(10,2%). Banyak responden yang selalu mengikuti pembinaan iman (83,6%), dan
1 responden mengatakan kadang-kadang mengikuti (2,04%). 20 responden merasa
pembinaan sangat membantu memperkembangkan hidup rohani (40,8%), dan
sedikit responden yang mengatakan tidak membantu (8,16%). Cukup banyak juga
responden pernah mengalami kesulitan dalam mengikuti pembinaan iman (59,1%)
Dan yang mengatakan kesulitan mengikuti pembinaan iman karena pembinaan
imannya tidak terorganisir ( 79,5%). Dari kesulitan yang dialami masing-masing,
banyak responden sudah berusaha untuk mengatasinya (91,8%).
d. Pandangan mengenai katekese
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan hasil penelitian tentang
pandangan mengenai katekese yang terungkap dalam tabel 5 berikut:
Tabel 5. Pandangan mengenai katekese (N=49)
No soal
Pernyataan Alternatif jawaban jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) 16
Di Seminari Nyarumkop dilaksanakan katekese
a. Dilaksanakan secara rutin
setiap seminggu sekali b. Kadang-kadang
dilaksanakan c. Tidak pernah
dilaksanakan d. Lain-lain
28 21 0 0
57,1 42,8 0 0
63
(1) (2) (3) (4) (5) 17
Mengikuti kegiatan katekese
a. Selalu mengikuti b. Kadang-kadang
mengikuti c. Tidak d. Lain-lain
33 16 0 0
67,332,6 0 0
18
Peranaan terhadap pelaksanaan katekese
a. Senang sekali b. Biasa-biasa saja c. Bingung d. Tidak tahu
42 7 0 0
85,714,20 0
19
Katekese membantu memperkembangkan hidup rohani
a. Sangat membantu b. Bingung c. Tidak membantu d. Tidak tahu
47 2 0 0
95,94,080 0
Tabel 5. menunjukkan bahwa dari 49 responden, 28 responden mengatakan
kegiatan katekese dilaksanakan secara rutin seminggu sekali (57,1%), dan 21
responden mengatakan kegiatan katekese kadang-kadang dilaksanakan (42,8%).
33 responden selalu mengikuti kegiatan katekese (67,3%), dan 16 responden
kadang-kadang mengikuti kegiatan katekese yang dilaksanakan (32,6%). 42
responden merasa senang sekali dengan kegiatan katekese (85,7%), dan 7
responden merasa biasa-biasa saja dengan kegiatan katekese (14,2%). 47
responden merasa kegiatan katekese sangat membantu perkembangan hidup rihani
(95,9%), dan 2 responden merasa bingung (4,08%).
e. Usulan dan saran terhadap pelaksanaan katekese
Bagian ini akan menguraikan hasil penelitian yakni harapan atau usulan
terhadp pelaksanaan katekese yang terungkap dalam tabel 6.
64
Tabel 6. Usulan/saran (N=49)
No soal
Pernyataan Alternatif jawaban Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) 20
Usulan dan saran terhadap katekese
a. Pertemuan katekese
harus menarik b. Pertemuan katekese
harus di pemandu oleh pembina
c. Pertemuan katekese perlu menggunakan media pendukung
12 16 10
24,4 32,6 20,4
Tabel 6 menunjukkan bahwa, dari 49 responden yang mengusulkan bahwa
pertemuan katekese harus di buat menarik (24,4%), pertemuan katekese harus di
pandu oleh pembina (32,6%), dan pertemuan harus menggunakan media
pendukung (20,4%).
8. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang meliputi identitas responden, upaya
pembinaan iman bagi siswa seminari, bentuk-bentuk pembinaan, pandangan
mengenai katekese, harapan atau usulan terhadap pelaksanaan katekese, maka
diadakan pembahasan tentang hasil penelitian guna mengetahui fakta yang terjadi
mengenai pembinaan di seminari. Pembahasan hasil penelitian adalah sebagai
berikut:
a. Identitas responden
Tabel. 2 menyatakan bahwa responden penelitian berasal dari beberapa
daerah, keuskupan, dan kabupaten di Kalimantan Barat. Dari hasil penelitian
responden yang palin banyak masuk ke seminari adalah dari Sambas (22,4%), dan
65
yang paling sedikit dari Pontianak (4,08%). Sementara dari Bengkayang (18,3%),
Kapuas Hulu (16,3%), Sintang (8,16%), Landak (16,3%), Sanggau Kapuas
(8,16%), dan dari Ketapang (6,12%). Dapat dilihat dan dibandingkan dengan
kabupaten lain, responden yang paling sedikit masuk ke seminari adalah dari
Kabupaten Pontianak (4,08%), dan kemungkinan minimnya minat siswa dari
Kabupaten Pontianak untuk masuk ke seminari, karena di Pontianak banyak
sekolah-sekolah Katolik dan sekolah Negeri. Responden masuk ke seminari
dengan alasan yang berbeda, tetapi kebanyakan responden masuk ke seminari
untuk memupuk panggilan (83,6%), dan ada juga responden yang masuk ke
seminari atas keinginan atau dorongan dari orang tua (6,12%). Banyaknya
responden yang masuk ke seminari untuk memupuk panggilan dan kemungkinan
mereka sungguh-sungguh memiliki harapan yang mulia untuk menjadi imam atau
gembala.
b. Upaya pembinaan iman siswa seminari
Berdasarkan Tabel. 3, banyak responden mengatakan bahwa pihak seminari
sudah mengupayakan pembinaan iman (79,5%), dan sedikit yang mengatakan
pembinaan iman itu belum diupayakan (4,08%). Melihat sedikitnya responden
yang megatakan pembinaan iman belum diupayakan, kemungkinan mereka tidak
pernah mengikuti pembinaan iman yang dilaksanakan. Cukup banyak responden
mengatakan pembinaan iman dilaksanakan seminggu 1 kali (42,8%), dan ada
beberapa responden yang menjawab lain-lain (18,3%), dan kemungkinan
beberapa responden yang menjawab lain-lain dikarenakan kurang mengikuti
pembinaan iman. Dari 49 responden, banyak responden yang berkomentar bahwa
66
mengikuti pembinaan iman karena merasa diri sebagai calon imam (57,1%), akan
tetapi tidak sedikit responden yang mengikuti pembinaan iman karena peraturan
yang ada(20,4%). Responden yang mengikuti pembinaan karena peraturan,
dimungkinkan mereka ini mengikutinya karena ada perasaan takut di hukum atau
diberi sanksi oleh pembina.
Banyak juga responden merasa senang dengan pembinaan iman yang
diupayakan (71,4%), tetapi ada beberapa responden yang memiliki sikap biasa-
biasa saja (12,2%). Responden yang memiliki sikap biasa-biasa saja
dimungkinkan mereka kurang sunguh-sungguh mengikuti pembinaan iman yang
diupayakan dan dilaksanakan.
c. Bentuk-bentuk pembinaan iman
Berdasarkan Tabel. 4, banyak responden mengatakan bentuk pembinaan
yang diupayakan oleh pihak seminari adalah retret (51,2%), yang mengatakan
rekoleksi (30,6%), dan sedikit responden yang mengatakan katekese/pembinaan
iman (18,3%), tetapi banyak responden yang menjawab bentuk pembinaan yang
sering dilaksanakan adalah katekese/pembinaan iman (55,1%), rekoleksi (36,4%),
dan sebaliknya yang menjawab retret malah sedikit (10,2%), hal tersebut
dimungkinkan bahwa pembinaan iman dalam bentuk retret kurang dilaksanakan.
Dari Tabel. 4, banyak responden yang menjawab selalu mengikuti
pembinaan iman yang dilaksanakan (83,6%), dan ada beberapa responden yang
menjawab kadang-kadang mengikuti (2,04%), dan kemungkinan beberapa
responden ini memang kurang suka dengan pembinaan iman yang dilaksanakan.
Dari pembinaan yang ikuti, banyak responden mengatakan pembinaan iman yang
67
diikuti sangat membantu perkembangan hidup rohani (40,8%), tetapi ada juga
responden yang mengatakan pembinaan iman tidak membantu (8,16%), ini
mungkin disebabkan mereka kurang sungguh dalam mengikuti pembinaan iman
yang dilaksanakan.. Dalam mengikuti pembinaan iman, banyak juga responden
yang mengatakan pernah mengalami kesulitan (59,1%), ada sedikit responden
yang mengatakan tidak pernah mengalami kesulitan dalam mengikuti pembinaan
iman (10,2%). Banyaknya responden yang mengatakan pernah mengalami
kesulitan dikarenakan pembinaan iman tidak terorganisir (79,5%), akan tetapi
banyak responden yang sudah berusaha mengatasinya (91,8%), walau ada
beberapa responden yang masih dalam rencana saja (10,2%).
d. Pandangan mengenai katekese
Berdasarkan Tabel. 5, cukup banyak responden yang mengatakan
pelaksanaan katekese/pembinaan iman dilaksanakan secara rutin seminggu 1 kali
pertemuan (57,1%), dan cukup banyak pula responden yang mengatakan
katekese/pembinaan iman kadang-kadang dilaksanakan (42,8%). Berkaitan
dengan pelaksanaan katekese diatas kemungkinan jawaban responden yang
mengatakan pelaksanaannya rutin dilaksanakan seminggu 1 kali dan kadang-
kadang dilaksanakan, kedua-duanya ada benarnya, karena dilihat dari jumlahnya,
responden yang menjawab kedua-duanya tidak jauh beda. Banyak responden yang
menjawab selalu mengikuti katekese/pembinaan iman yang dilaksanakan (67,3%),
sehingga banyak responden merasa senang sekali dengan pelaksanaan
katekese/pembinaan iman (85,7%), tetapi ada beberapa responden merasa biasa-
biasa saja dengan pelaksanaan katekese/pembinaan iman (14,2%). Banyaknya
68
responden yang menjawab senang dengan pelaksanaan katekese/pembinaan iman
karena banyak responden menjawab kalau mereka merasa katekese/pembinaan
iman sangat membantu memperkembangkan hidup rohani mereka(95,9%), walau
ada beberapa responden yang masih bingung (4,08%).
e. Usulan dan saran
Tabel 6 menunjukkan bahwa, dari 49 responden yang mengusulkan bahwa
pertemuan katekese harus menarik (24,4%), pertemuan katekese harus di pandu
oleh pembina (32,6%), dan pertemuan harus menggunakan media pendukung
(20,4%). Melihat hal itu, maka harapan responden penelitian adalah bagai mana
pertemuan katekese yang dilaksanakan harus di buat semenarik mungkin oleh
pembina atau fasilitator dengan menggunakan media-media pendukung agar
proses katekese mampu membawa mereka pada komunikasi iman yang saling
meneguhkan satu dengan yang lain.
9. Rangkuman Hasil Penelitian
Tabel. 2 menyatakan bahwa responden berasal dari berbagai daerah,
kabupaten, keuskupan, akan tetapi responden yang paling banyak berasal dari
kabupaten Sambas (22,4%), Kapuas Hulu (16,3%), kabupaten Sintang (8,16%),
kabupaten Ketapang (6,12%), kabupaten Landak (16,3%), kabupaten
Bengkayang (18,3%), dan kabupaten Sanggau Kapuas (8,16%), dan responden
yang paling sedikit berasal dari kabupaten Pontianak (4,08%). Dan banyak
responden masuk seminari untuk memupuk panggilan (83,6%), motivasi ingin
menjadi pastor/iman (10,2%), dan sedikit responden masuk seminari atas
69
kehendak orang tua (6,12%). Dari hasil penelitian menurut Tabel. 3, untuk
memperkembangkan bibit-bibit para seminaris, pihak seminari sudah
mengupayakan pembinaan iman (79,5%). Pembinaan yang diupayakan
dilaksanakan seminggu 1 kali pertemuan (42,8%), dan merasa senang dengan
pembinaan yang diupayakan (71,4%), sehingga banyak mereka mengikuti
pembinaan yang diupayakan oleh pihak seminari karena merasa diri sebagai calon
imam (57,1%).
Dari hasil penelitian menurut Tabel. 4, dikatakan bahwa bentuk pembinaan
yang diupayakan oleh pihak seminari adalah retret (51,2%), mengatakan rekoleksi
(30,6%), dan katekese/pembinaan iman (18,3%). Akan tetapi banyak responden
mengatakan bentuk pembinaan yang sering dilaksanakan adalah
katekese/pembinaan iman (55,1%), walaupun ada sebagian responden mengatakan
rekoleksi (36,4%), dan retret (10,2%). Dari pelaksanaan bentuk pembinaan, yang
selalu mengikuti pembinaan iman (83,6%), dan sering mengikuti (14,2%).
Dengan selalu mengikuti pembinaan, banyak dari mereka mengatakan pembinaan
iman sangat membantu perkembangan hidup rohani (40,8%), walau pun
demikian ada responden yang menyatakan bahwa pembinaan iman tidak
membantu (8,16%). Dalam melakukan pembinaan iman ada responden
mengatakan pernah mengalami kesulitan (59,1%), dan ada juga kadang-kadang
mengalami kesulitan (16,3%). Akan tetapi ada responden yang menyatakan yang
tidak pernah mengalami kesulitan dalam melakukan pembinaan iman (10,2%).
Dari hasil penelitian dapat dikatakan responden mengalami kesulitan dikarenakan
pembinaan iman tidak terorganisir (79,5%), ada juga dikarenakan pembinaan
70
iman terlalu monoton (10,2%), dan ada masalah pribadi (10,2%). Akan tetapi
banyak responden yang sudah berusaha mengatasinya (91,8%), walaupun ada
responden yang menyatakan bahwa masih dalam rencana untuk mengatasi
kesulitan itu (10,2%).
Dalam Tabel. 5 menunjukkan bahwa sebagian responden menyatakan
pelaksanaan katekese/pembinaan iman dilaksanakan secara rutin seminggu 1 kali
pertemuan (57,1%), walau banyak juga responden yang berkomentar bahwa
katekese/pembinaan iman kadang-kadang dilaksanakan (42,8%). Banyak
responden yang menyatakan bahwa mereka selalu mengikuti kegiatan
katekese/pembinaan iman yang dilaksanakan (67,3%), dan ada juga responden
yang mengatakan kadang-kadang mengikuti katekese/pembinaan iman (32,6%).
Dan dalam pelaksanaan katekese/pembinaan iman, banyak responden yang
mengayatakan perasaan senang (85,7%), akan tetapi ada juga responden yang
bersikap biasa-biasa saja dengan pelaksanaan katekese/pembinaan iman (14,2%).
Dari hasil penelitian banyak responden beranggapan bahwa katekese/pembinaan
iman sangat membantu memperkembangkan hidup rohani (95,9%), dan ada juga
yang masih bingung apakah katekese/pembinaan iman itu membantu
memperkembangkan hidup rohani (4,08%).
Dari Tabel. 6 menyatakan demi kelanjutan pembinaan iman bagi siswa
seminari menengah responden yang mengusulkan bahwa pertemuan katekese di
masa yang akan datang harus di buat menarik (24,4%), juga pertemuan katekese
harus di pandu oleh pembina seminari (32,6%), dan ada juga responden yang
mengusulkan pertemuan harus menggunakan media pendukung (20,4%).
BAB IV
USULAN PROGRAM KATEKESE DALAM RANGKA
MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH
ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT
A. Usulan Program Katekese Dalam Pembinaan Iman Siswa Kelas III
Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop
Bertolak dari hasil penelitian yang dilaksanakan di Seminari Menengah St.
Paulus Nyarumkop dan melihat permasalahan dan beberapa usulan dari responden
yang diteliti, maka penulis mengusulkan program pembinaan yang sekiranya
bermanfaat bagi pembinaan iman di Seminari Menengah Nyarumkop sekaligus
menjawab permasalahan-permasalahan yang diungkapkan oleh responden.
Program pembinaan iman ini sebatas usulan berdasarkan hasil penilitian,
dalam arti program ini belum praktekkan dilapangan. Program pembinaan iman
ini akan menjadi tujuan kegiatan, yang didalamnya terdapat tema, tujuan tema,
judul pertemuan, tujuan pertemuan, materi, metode, sarana, sumber bahan, dan
satuan persiapan pembinaan berkatekese.
1. Pengertian Program
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia program diartikan sebagai suatu
rancangan mengenai asas-asas serta usaha-usaha yang akan dijalankan,
(Poerwadarminto, 1961:771). Dari istilah program menurut kamus besar diatas
menunjukkan sejumlah tawaran kegiatan termasuk pendampingan dan pembinaan.
72
Program adalah prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan
urutan acara yang dilaksanakan (Mangunharjana, 1986: 16). Untuk itu program
dapat diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang disusun guna mencapai
tujuan yang didalamnya terdapat tema, tujuan tema, judul pertemuan, tujuan
pertemuan, materi, metode, sarana dan sumber bahan. Pengertian ini
mengandaikan bahwa penyusunan program dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan untuk membantu mengembangkan peserta yan dibina.
Program ini tersusun secara matang guna mempermudah proses pelaksanaan
program itu sendiri bagi mereka yang akan dibina. Hubungan program ini dengan
skrispsi ini penulis mengartikan bahwa program adalah sebuah rancangan atau
usulan kegiatan yang tersusun secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
harapannya dapat membantu pembinaan iman bagi siswa seminari menengah St
Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat.
2. Pemikiran Dasar
a. Latar Belakang
Sering kali pendampingan dan pembinaan yang disiapkan tidak sesuai
dengan permasalahan yang di alami oleh peserta bina. Sehingga pendampingan
dan pembinaan yang diadakan bagi mereka tidak menjawab apa yang menjadi
kebutuhan peserta bina. Hal itu terjadi karena pendamping atau pembina kurang
tanggap dengan situasi yang ada. Selain itu pendamping atau pembina
mengadakan pendampingan dan pembinaan kurang memperhatikan perumusan
program pendampingan sehingga proses pendampingan dan pembinaan tidak
73
mencapai apa yang menjadi target atau tujuan. Perumusan program pembinaan
katekese bagi para siswa Seminari Menengah St Paulus Nyarumkop sebagai
tindak lanjut dan bentuk konkrit dari pelaksanaan hasil penelitian yang
dilaksanakan di Asrama Seminari Menengah ini. Perumusan program katekese ini
merupakan rencana kegiatan pembinaan berkatekese bagi siswa seminari, agar
kegiatan berkatekesenya memiliki arah dan tujuan yang jelas.
Program katekese bagi siswa seminari ini, dirumuskan dalam rangka
menjawab kebutuhan para siswa seminari dalam rangka mengembangkan iman
dan menjawab panggilan Allah atas dirinya. Usulan program katekese ini
menggunakan metode Shared Christian praxis (SCP) karena melalui metode
Shared Christian Praxis (SCP) diharapkan peserta dapat dan mampu
mengungkapkan, menggali, dan menafsirkan pengalaman hidup mereka sendiri
hubungannya dengan perjalanan panggilan mereka selama tinggal di komunitas
seminari.
b. Tujuan
Suatu kegiatan pendampingan atau pembinaan akan berjalan dengan baik
atau mengenai sasaran apa bila pendampingan dan pembinaan memiliki
perencanaan secara matang juga memiliki tujuan yang jelas. Maka tujuan
penyusunan program adalah untuk memperjelas arah dan tujuan yang ingin
dicapai dalam suatu kegiatan pendampingan dan pembinaan yang dilaksanakan.
Dengan adanya program kegiatan, pendamping atau pembina dapat
74
mempersiapkan arah pendampingan dan pembinaan dengan baik serta dapat
mengantisipasi kemungkinan hambatan-hambatan yang muncul.
Tujuan penyusunan program katekese dalam skripsi ini adalah membantu
pendamping dan pembina Asrama Seminari Menengah St Paulus Nyarumkop
dalam mengembangkan iman para siswa seminari. Dengan perencanaan ini
program katekese diharapkan dapat berjalan dengan baik dan lancar sehingga
benar-benar membantu para siswa seminari untuk semakin bertumbuh dan
berkembang imannya guna menjawab panggilan Allah atas dirinya
c. Alasan Pemilihan Tema
Banyaknya siswa seminari yang masuk seminari menengah setiap tahun,
akan tetapi yang berani melanjutkan ke jenjang seminari tinggi hanya beberapa
siswa saja (1-5) saja. Hal ini tentu dikarenakan mereka belum berani mengambil
keputusan yang mantap untuk melanjutkan ke jenjang seminari tinggi. Gereja dan
umat yang ada di Kalimantan barat mengharapkan para siswa yang masuk
seminari nantinya benar-benar menjadi Imam atau Pastor, yang bisa mengabdikan
diri melayani Gereja dan umat yang ada di Kalimantan Barat. Hal ini dikarenakan
tenaga imam dan pastor yang ada di Kalimantan Barat sangat kurang.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis adakan di Asrama Seminari
Menengah St. Paulus Nyarumkop, pihak asrama seminari sudah mengupayakan
pembinaan iman bagi siswa Seminari Nyarumkop dalam mengembangkan bibit-
bibit panggilannya. Akan tetapi pembinaan iman yang diupayakan kurang
diorganisir oleh pendamping dan pembina sehingga menyebabkan pembinaan
75
iman yang ada terasa monoton. Berangkat dari keprihatinan-keprihantian tersebut,
para siswa menaruh harapan yang besar terhadap pembinaan yang akan datang
supaya proses pembinaannya diolah dan diorganisir dengan baik. Selain itu
harapan para siswa seminari adalah agar pembinaan iman katekese yang akan
dilaksanakan dapat membantu mereka mengembangkan bibit-bibit panggilan
mereka dan mampu menentukan pilihan hidup mereka untuk menjadi imam.
Dalam upaya mengembangkan bibit-bibit panggilan, para siswa seminari
membutuhkan pembinaan iman yang bisa menjawab kebutuhan mereka dalam
menentukan pilihan yaitu menjawab panggilan Allah atas dirinya atau tidak.
Melalui katekese dengan model Shared Christian Praxis (SCP), para siswa
diharapkan dapat menggali pengalaman imannya di dalam komunitas seminari
baik hubungannya dengan sesama siswa seminari, pembina dan pendamping dan
hubungannya dengan Tuhan serta membantu mereka menentukan panggilan hidup
masing-masing sesuai dengan dorongan hati mereka.
d. Tema dan Tujuan Tema
Berdasarkan uraian di atas, tema program pembinaan iman yang diusulkan
adalah:
Tema : Memantapkan panggilan Allah atas hidupku
Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat menghayati dan
mengembangkan panggilan Allah atas dirinya, sehingga
mampu menanggapi panggilan Allah secara mantap
76
Berangkat dari tema di atas, maka penulis menjabarkan usulan tema di atas
dalam tiga sub tema yang memiliki penekanan tersendiri. Keempat sub tema itu
adalah:
Sub Tema I : Hidup Rohani sebagai usaha menjalin dan menjaga hubungan
pribadi dengan Allah
Tujuan : Bersama-sama pendamping peserta menyadari bahwa
pelaksanaan hidup rohani sangat perlu dalam hidup sehari-hari,
sehingga mampu menjalin hubungan secara personal baik
dengan Allah maupun dengan sesama
Sub Tema II : Kepribadian
Tujuan : Bersama pendamping peserta dapat mensyukuri hidup adalah
anugerah Tuhan dan termotivasi memperkembangkan diri
sebagai wujud jawaban atas panggilan Tuhan.
Sub Tema III: Sosialitas
Tujuan : Bersama pendamping peserta belajar hidup bersama dalam
komunitas, sehingga mampu menjalin hubungan dengan teman-
teman sekomunitas dalam rangka menjaga dan
memperkembangkan panggilannya sebagai calon imam.
Sub Tema IV: Panggilan
Tujuan : Bersama pendamping peserta menyadari bahwa seminari tempat
pendidikan calon imam; bukan sekedar asrama siswa SMU,
sehingga peserta lebih berusaha memupuk panggilannya sebagai
calon imam yang meneladan Maria.
77
3. Usulan Program Pembinaan Iman Bagi Siswa Kelas III Seminari St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat
Tema : Memantapkan panggilan Allah atas hidupku
Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat menghayati dan mengembangkan panggilan Allah atas dirinya, sehingga semakin
mampu menanggapi panggilan Allah secara mantap
No. Tema Tujuan tema Judul pertemuan Tujuan pertemuan Uraian materi Metode Sarana Sumber bahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 Hidup Rohani
sebagai usaha menjalin dan menjaga hubungan pribadi dengan Allah
Bersama-sama pendamping peserta menyadari bahwa pelaksanaan hidup rohani sangat perlu dalam hidup sehari-hari, sehingga mampu menjalin hubungan secara personal baik dengan Allah maupun dengan sesama
a. Bangunan hidup rohaniku
b. Berelasi
dengan Tuhan dan sesama
Membantu peserta untuk mampu melihat relasinya dengan Allah dalam upaya memupuk relasinya dengan sesama. Membantu peserta untuk mampu menjalin relasi dengan Allah dan sesama
- Kebutuhan dasar manusia adalah berelasi
- Arti sebuah relasi - Kedekatan relasi
anatara Allah dan manusia serta antara manusia dengan sesamanya
- Berkomunikasi - Mendengarkan - Rekonsiliasi
- Ceramah - Diskusi
kelompok - Bermainan - bernyanyi - Ceramah - Diskusi
kelompok - Bermainan - bernyanyi
- Kertas flep - Spidol - Balpoin - Tape
recorder - Kaset - Teks Lagu - Kertas flep - Spidol - Balpoin - Tape
recorder - Kaset
- Rogers, Carl Ransom.1987. Antara Engkau dan Aku., Jakarta: Gramedia. (149-158).
- Viscoott, David, MD,1992..Mendewaskan Hubungan antar Pribadi., Yogyakarta: Kanisius. (17-42)
- Bartruff.
B.D.2003. Menjadi Pribadi yang Dikehendaki Tuhan. Jakarta Gunung Mulia. (9-18).
78
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) - Nichols.
Michael.1997. The Lost Art of Listening (Bagaimana Seni Menedengarkan Bisa Memeperbaiki dan Meningkatkan Hubungan-hubungan Anda). Jakarta: Gramedia. (83-146).
2 Kepribadian Bersama
pendamping peserta dapat mensyukuri hidup adalah anugerah Tuhan dan termotivasi memperkembangkan diri sebagai wujud jawaban atas panggilan Tuhan.
b. Hidupku adalah anugerah dari Allah
c. Mengemban
gkan talentaku
Membantu peserta untuk mampu mensyukuri anugerah yang diberikan Allah atas hidupnya, sehingga semakin bersemangat menanggapi panggilan Tuhan sebagai tanda syukur dan terimakasihnya kepada Tuhan. Membantu peserta menemukan dan menerima segala kekurangan dan kelebihannya di
- Arti hidup - Allah sumber
kehidupan. - Allah yang
memberi kehidupan.
- Syukur atas hidup yang diberikan Allah.
- Pemahaman diri - Kekurangan dan
kelebihan yang aku miliki
- Kekurangan dan
- Informasi - Penugasan - Refleksi
pribadi - Sharing - Nonton - Informasi - Diskusi
kelompok - Refleksi
- Kibab Suci - Kertas flep - Spidol - Balpoin - Tape
recorder - Kaset - Teks Lagu - Kibab Suci - Pertanyaan
panduan refleksi
- Kertas flep
- A. Heuken, dkk 1989. tantangan membina kepribadian. Jakarta: Obor (12-17).
- F. Mardi Prasetyo. 2001. Yogyakarta: Kanisius. (117-120).
- Bartruff, B.D.
2003. Menjadi Pribadi yang dikehendaki Tuhan. Jakarta:
79
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) hadapan Tuhan
sehingga mampu memperkembangkan kelebihan-kelebihan yang ada dalam diri mereka untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan dewasa dalam menjawab panggilan Tuhan
kelebihan ku menurut orang lain.
- Gambaran diri yang ku dambakan
- Niat baru menuju pribadi yang dicita-citakan.
pribadi - Bernyanyi
- Spidol - Tape
recorder - Kaset
instrument - Teks Lagu - VDC&TV
Gunung Mulia. (69-105).
- Bergant, Dianne & Karris, Robert. J. (Ed.). (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius
- Film “A Giff of Hope”
- Mangunharjana,A.M.SJ.1981. Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius. (55)
- Matius 25: 14-30.
3 Sosialitas Bersama pendamping, membina hidup bersama dalam komunitas, sehingga mampu menjalin hubungan dengan teman-teman sekomunitas dalam rangka menjaga dan memperkembangkan
a. Menerima perbedaan
Membantu peserta agar semakin menghayati arti hidup bersama orang lain sehingga mampu menerima dan mencintai orang lain walaupun berbeda demi keakraban antar mereka sebagai bekal kelak melayani berbagai macam orang sebagai pastor/gembala.
- Aku dan dia adalah ciptaan Tuhan
- Menjadi saudara bagi sesama
- Mengenal keunikan masing-masing pribadi.
- Menjalin berhubungan
- Bersama-sama tumbuh dalam persaudaraan.
- Nonton - Informasi - Refleksi - Diskusi
kelompok - Refleksi
pribadi - Bernyanyi
- Kibab Suci - TV&VCD - Tape
recorder - Kaset
instrument - Teks Lagu - Film
“Tindak Kekerasan”
- 1 Kor. 12: 12-31.
- Bergant, Dianne & Karris, Robert. J. (Ed.) 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
- Kejadian 1: 1-31, 2: 1-25, 3: 1-24.
- Signis Regio
80
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) panggilannya
sebagai calon imam.
b. Siap
mengampuni sebagai prasyarat mampu melakukan rekonsiliasi demi pelestarian persaudaraan
Agar peserta mampu mengampuni sesamanya untuk keharmonisan hubungan persahabatan dan persaudaraan.
- Menjadi diri yang
sesungguhnya. - Hati yang
mendengarkan dan yang mengampuni.
- Membuka diri untuk mengampuni.
- Ceramah - Refleksi - Diskusi
kelompok - Bermainan - bernyanyi
- Kibab Suci - Kertas flep - Spidol - Balpoin - Teks Lagu
Jawa & Bali. 2006. Pencerahan Hidup Bersama 3 Uskup.
- Alek Lanur.
1983. Menemukan diri. Yogyakarta:Kanisius.
- Haring. Bernhard. 2004. Doa Napas Hidupku. Jakarta: Obor. (55-74).
- Markus 12: 28-34.
- Roger. Carl Ransom. 1987. Antara Engkau dan Aku. Jakarta: Gramedia. (133).
4 Panggilan Bersama pendamping peserta menyadari bahwa seminari tempat pendidikan calon imam; bukan sekedar asrama
a. Aku di Panggil oleh Tuhan.
Agar peserta semakin menyadari dan memahami bahwa mereka masuk ke seminari menengah benar-benar berasal dari Tuhan, sehingga mereka perlu lebih bersungguh-sungguh
- Arti panggilan secara umum.
- Arti panggilan secara khusus.
- Pemahaman tentang panggilanku berasal dari Allah.
- Kapan Allah
- Informasi - Refleksi - Sharing - Bernyanyi
- Kibab Suci - Madah
Bhakti - Teks cerita
“Riwayat Hidup St. Paustina.
- Gitar
- LBi. 1981. Tafsir Perjanjian Baru 3 Injil Matius. Yogyakarta: Kanisius.
- Matius 4: 18-22. - Paguyuban
Devosi
81
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (8) siswa SMU,
sehingga peserta lebih berusaha memupuk panggilannya sebagai calon imam yang meneladan Maria
b. Maria
teladan bagi panggilanku.
dalam menanggapinya Agar peserta menyadari dan mengenali Bunda Maria sebagai teladan seminaris dalam menjawab panggilan Tuhan
memanggil saya? - Mengapa Allah
memanggil saya? - Allah memanggil
saya untuk apa? - Keikhlasan hati
Maria - Ketegasan Maria
dalam mengambil keputusan Tuhan.
- Bagaimana dengan sikapku dalam menjawab panggilan Tuhan?
- Informasi - Refleksi - Diskusi
kelompok - Bermainan - bernyanyi
- Kibab Suci - Kertas flep - Spidol - Balpoin - Teks Lagu
Kerahiman Ilahi. 2003. Merayakan Pesta Kerahiman Ilahi. Semarang: Paguyuban Kerahiman. (63-64).
- Bergant, Dianne
& Karris, Robert. J. (Ed.) 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
- Lukas 1:26-38. - Kahlil
Gibran.1999. Yesus Sang Anak Manusia. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
82
B. Contoh Persiapan Pembinaan Iman Siswa Kelas III Seminari Menengah
St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat
Program pembinaan iman siswa seminari khususnya kelas III yang
diusulkan dalam skripsi ini ada 8 tema pertemuan. Masing-masing tema di setiap
pertemuan dan pokok-pokok pembahasan saling berkesinambungan. Program
pembinaan iman yang usulkan ini sepenuhnya penulis serahkan kepada pihak
pembina Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop. Pihak pembina
asrama tinggal menyusun persiapan acara pertemuan dengan kreativitasnya
sendiri berkaitan dengan materi, metode, dan sarana pendukung yang bisa
mencapai tujuan yang diharapkan. Seletah 8 tema pertemuan yang diusulkan
penulis selesai dilaksanakan, maka pembina perlu merumuskan dan membuat
program pembinaan iman kembali. Dengan demikian pembinaan iman yang
diberikan di asrama seminari dapat berjalan terus menerus dan berkesinambungan.
Program yang diusulkan dilaksanakan dalam bentuk rekoleksi tetapi
langkah-langkahnya mengacu pada katekese model Shared Christian Praxis
(SCP). Penulis menawarkan program pembinaan iman tersebut di atas
dilaksanakan setiap 2 (dua) minggu sekali dan pembinaan iman tersebut
dilaksanakan pada hari minggu, karena pada hari minggu para siswa seminari
tidak ada kegiatan. Akan tetapi dalam hal ini pelaksanaan pembinaan iman dapat
juga disesuaikan dengan kesepakatan antara pendamping/pembina dan peserta
(siswa kelas III seminari). Sehingga pelaksanaan pembinaan iman itu sendiri tidak
menganggu waktu belajar atau kegiatan para siswa seminari.
83
Dalam skripsi ini penulis menawarkan 3 (tiga) contoh persiapan pembinaan
iman yang penulis pilih dari 8 tema pertemuan dalam program di atas. Tiga
contoh persiapan pembinaan iman ini dapat dijadikan sebagai gambaran atau
contoh bagi pihak pembina Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop
dalam membuat atau menyusun persiapan pembinaan iman bagi para siswa
seminari. Ketiga contoh persiapan pembinaan iman itu, sudah penulis siapkan
sedemikian rupa sehingga pihak pembina asrama dapat langsung
melaksanakannya. Apabila pihak asrama meminta penulis untuk melaksanakan
program dan persiapan yang diusulkan, maka penulis akan mengajak teman-teman
lulusan IPPAK-USD yaitu Ridan dan Febriyanto bekerja sama dengan tim
Komkat Keuskupan Agung Pontianak. Ketiga contoh persiapan pembinaan yang
penulis buat adalah sebagai berikut ini:
1. Contoh Persiapan I
a. Identitas
1) Pelaksana : Pembina seminari
2) Tema : Aku di panggil oleh Tuhan.
3) Tujuan : Agar peserta semakin menyadari dan memahami
bahwa mereka masuk ke seminari menengah benar-
benar berasal dari Tuhan, sehingga mereka perlu
lebih bersungguh-sungguh dalam menanggapinya.
4) Peserta : Siswa kelas III seminari
5) Tempat : Wisma Emaus Nyarumkop
84
6) Hari/tgl : Minggu/menyusul
7) Waktu : 09.00-15.00
8) Metode : Tanya jawab, Informasi, Refleksi pribadi, Sharing.
9) Sarana :
• Tape dan kaset instrument
• Teks Cerita dan lagu
• Gitar
• Teks Injil Lukas 4: 18-22
10) Sumber bahan :
• Paguyuban Devosi Kerahiman Ilahi. 2003.
Merayakan Pesta Kerahiman Ilahi. Semarang:
Paguyuban Kerahiman.
• LBI. 1981. Tafsir Perjanjian Baru 3 Injil
Matius. Yogyakarta: Kanisius.
• Matius 4: 18-22
11) Bentuk kegiatan : Rekoleksi (dengan langkah SCP)
12) Jadual kegiatan :
No Waktu Acara Penanggung Jawab
(1) (2) (3) (4) 1
09.00-09.20
• Pengantar • Menyanyi • Doa Pembukaan
Tim
2
09.20-10.20
Langkah I&II: Kapan Tuhan memanggilku dan apa jawabanku atas panggilan itu?
Tim
85
(1) (2) (3) (4) 3
10.20-10.30
Minum&snack
-
4
10.30-11.30
Lagkah III: Panggilan Meurut Kitab Suci
Tim
5
11.30-12.30
Langkah IV: Apa yang harus ku buat dalam memperkembang panggilan hidupku?
Tim
6
12.30-13.15
Makan Siang
-
7
13.15-13.45
Langkah V: Membuat rencana pribadi agar semakin mantap menjawab panggilan Tuhan
Tim
8
13.45-15.00
Perayaan Ekaristi
Tim&Pastor
9 15.00…… Pulang Keasrama………………
b. Pemikiran dasar
Di jaman modern sekarang ini banyak sekali tawaran yang mengundang
manusia untuk memilih dan menentukan pilihan hidupnya misalnya pilihan hidup
untuk berkeluarga dan hidup membiara. Manusia memilih dan menentukan
pilihan hidupnya didasarkan rasa tertarik, rasa prihatin, dan melihat manfaat dari
pilihannya tersebut. Pilihan hidup akan berdayaguna bagi manusia bila sebelum
meentukan pilihan manusia perlu memahami alasan, arti, tujuan, manfaat, serta
konsekuensi dari pilihan yang akan di pilihnya.
Injil Matius 4: 18-22 menggambarkan bagaimana para murid menentukan
pilihan guna menanggapi panggilan Yesus sekaligus berani menanggung
86
konsekuensinya yaitu mau meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus.
Wujud konkrit atas pilihan para murid adalah meninggalkan apa yang selama ini
menjadi jaminan hidupnya, dan mempercayakan diri kepada Yesus. Yesus
menjadi andalan dan jaminan atas pilihan hidupnya. Melalui kisah panggilan para
murid, Yesus mengajak manusia untuk berani menentukan pilihan untuk
mengikuti Dia, sekaligus bersedia menanggung konsekuensinya.
Para siswa masuk ke seminari menengah, karena merasa Tuhanlah yang
mengundang atau memanggil. Mereka masuk ke seminari menengah guna
mengembangkan bibit-bibit panggilan yang Tuhan tanamkan dalam diri mereka.
Tuhan yang memanggil, mengundang atau mengajak manusia sebagai pihak yang
dipanggil untuk menanggapi undangan-Nya, dan sebagai pihak yang dipanggil,
manusia bisa menerima atau menolak tawaran itu. Melalui rekoleksi pada hari ini,
diharapkan mereka semakin menyadari arti dan konsekuensi dari panggilan
Tuhan, dan terbantu untuk semakin mantap menentukan pilihan serta mampu
menanggapi panggilan itu secara sungguh-sungguh.
c. Pengembangan langkah
1) Pembukaan (09.00-09.20)
a) Pengantar
Rekan-rekan siswa seminari yang terkasih, selamat datang dan selamat
bertemu kembali dalam acara rekoleksi hari ini dengan tema rekoleksi “Aku di
Panggil oleh Tuhan”. Adapun tema rekoleksi hari ini, kita bersama-sama diajak
melihat kembali perjalanan panggilan kita untuk menjadi imam yang dibina di
seminari menengah hampir 3 tahun ini. Tentu kita sama-sama berharap setelah
87
mengikuti rekoleksi ini, kita semakin mantap dalam menjawab panggilan Tuhan
untuk menjadi imam/gembala.
b) Lagu dari MB no 456: Panggilan Tuhan
c) Doa Pembukaan
Allah Bapa yang Mahakasih, kami bersyukur kepada-Mu atas rahmat
panggilan yang Engkau tanamkan dalam diri kami masing-masing untuk
mengikuti Engkau. Tuhan, bimbinglah kami dalam rekoleksi hari ini agar kami
mampu membuka diri untuk melihat perjalanan panggilan kami selama ini.
Hadirlah dan pimpinlah kami masing-masing dengan Roh Kudus-Mu. Demi
Kristus, Tuhan dan Pengantara kami, yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang
masa. Amin
2) Langkah I & II: Kapan Allah memanggilku dan apa jawabanku atas
panggilan itu? (09.20-10.20)
Rekan-rekan siswa seminari marilah kita saling mendengarkan dan berbagi
pengalaman hidup sehari-hari dalam usaha menanggapi dan memupuk panggilan
Tuhan dalam hidup kita. Allahlah yang berinisiatif memanggil kita masuk ke
seminari menengah untuk Dia jadikan penjala manusia. Untuk menjawab
panggilan Allah, memang ada konsekuensinya yaitu kita harus meninggalkan
kampung halaman, rumah, teman-teman, dan keluarga kita. Untuk lebih
mendalami arti dan konsekuensi dari panggilan, marilah kita bersama-sama
mendalami cerita “ Riwayat Hidup Santa Faustina”.[Lamp.6 (11 )].
a) Penyajian cerita “ Riwayat Hidup Santa Faustina”
88
b) Mendalami cerita “Riwayat Hidup Santa Faustina” dalam kelompok (masing-
masing 5 orang) dengan panduan pertanyaan berikut:
• Kapan Tuhan memanggil Helena?
• Berapa kali Helena di panggil oleh Tuhan untuk masuk biara?
• Waktu Tuhan memanggil Helena untuk pertama kalinya, apa yang dibuat
oleh Helena? Apa penyebabnya?
• Sikap apa yang diambil Helena waktu Yesus memanggilnya untuk yang
kedua kalinya?
• Kapan Tuhan memanggil saya untuk masuk ke seminari menengah?
• Apa yang telah saya buat dalam rangka memperkembangkan panggilanku?
Coba sharingkan pengalaman panggilanmu?
• Nilai-nilai apa yang dapat diambil dan dikembangkan lewat cerita tadi,
dalam rangka memperkembangankan panggilan kita?
c) Pleno
d) Intisari cerita
Santa Faustina dilahirkan pada tanggal 25 Agustus 1905 di Glogowiec,
dekat kota Lodz di polandia. Nama asli Santa Paustina adalah Helena, dan dia
anak ke tiga dari 10 bersaudara. Pada usia muda, ia mengalami banyak peristiwa
spiritual yang unik dan banyak menghabiskan waktunya untuk berdevosi dan
berdoa. Pada saat dia berusia 7 tahun, ia mendapat panggilan Tuhan untuk hidup
religius tetapi orang tuanya tidak mau mendengar Helena masuk biara. Dan
Helena patuh kepada keluarganya, sehingga pada usia 14 tahun Helena berhenti
89
sekolah dan bekerja membantu orang tuanya, karena keluarganya miskin. Helena
bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Helena berusaha untuk tidak menghiraukan panggilan membiaranya. Akan
tetapi pada saat ia beusia 19 tahun, di saat berdansa dalam suatu pesta di halaman
belakang Katedral, ia mendapat penampakan dari Yesus. Yesus berkata kepada
Helena:
“Berapa lama Aku harus menunggumu…. Dan berapa lama kau membiarkan
Aku menderita….”
Setelah penampakan, Helena segera masuk ke Katedral, dan bertanya “
Tuhan Yesus, katakanalah apa yang harus kubuat?” dan Yesus menjawab:
“Pergilah ke Warszawa sekarang juga. Di sana, masuklah ke biara”. Dan Helena
bergegas pergi ke Warszawa dan akhirnya diterima di biara para Suster Bunda
Berbelas Kasih (Our Lady of Mercy). Di sana Helena diterima menjadi postulan
pada tanggal 1 Agustus 1925. Selanjutnya Helena masuk novisiat di biara dekat
Krakow dan diberi nama Maria Faustina.
e) Penegasan
• Panggilan untuk menjadi suster, bruder, dan pastor adalah inisiatif dari
Tuhan.
• Tuhan yang memanggil kita, dan sebagai pihak yang di panggil kita bisa
menerima dan menolak panggilan itu.
• Menerima panggilan Tuhan untuk bekerja diladang-Nya mengandung
konsekuensi yaitu kita harus meninggalkan kampung halaman, rumah,
keluarga, teman-teman, dll.
90
• Suster Maria Faustina juga meninggalkan segalanya dalam menjawab
panggilan Tuhan untuk masuk ke biara.
• Tindakan dan perbuatan Suster Maria Faustina, dapat dijadikan teladan
dalam menjawab panggilan Tuhan.
• Tuhan yang punya rencana atas hidup kita, dan kita di panggil untuk
melaksanakannya.
3) Langkah III Panggilan Menurut Kitab Suci (10.30-11.30)
a) Salah satu peserta diminta untuk membacakan teks injil Matius 4: 18-22
b) Peserta diajak mendalami teks injil Matius 4: 18-22 dalam kelompok masing-
masing 5 orang, dengan panduan pertanyaan berikut:
• Apa yang mau disampaikan dalam perikop tadi?
• Untuk apa Yesus memanggil para murid?
• Sikap apa yang ditunjukkan para murid dalam menjawab pangilan Tuhan?
• Apa makna yang dapat kita petik dalam perikop tadi?
c) Pleno
Masing-masing wakil dari kelompok melaporkan hasil kerja kelompoknya.
d) Rangkuman
Panggilan merupakan inisiatif Tuhan. Dari perikop di atas dapat kita rasakan
bahwa Yesus mengambil prakarsa, Ia berinisiatif dan mengambil tindakan
pertama. Secara penuh Yesus menyapa dan mengundang orang-orang yang
dipilih-Nya untuk meninggalkan segalanya untuk mengikuti Dia.
Panggilan menuntut suatu jawaban. Dari perikop tadi, kita lihat orang-orang yang
dipanggil Yesus memberikan jawaban dan memberi tanggapan yang positif.
91
Jawaban atau tanggapan itu dinyatakan dalam tindakan mereka yaitu SEGERA
meninggalkan jalanya, perahunya bahkan ayahnya untuk mengikuti Yesus. Ini
merupakan konsekuensi atas pilihan mengikuti Yesus yaitu berani meninggalkan
sesuatu/kelekatan perahu dan jalanya bagi seorang nelayan merupakan alat yang
vital untuk mencari nafkah, yang merupakan jaminan hidupnya sekaligus
gantungan harapan masa depannya. Semuanya ditinggalkan dan beralih kepada
Yesus. Hidup mereka dipercayakan pada kuasa Yesus, dan harapan mereka tertuju
kepada Yesus.
Kata SEGERA dapat kita temukan selama 2 kali yaitu ayat 20 dan ayat 22. Kata
SEGERA menunjukkan bahwa menjawab panggilan Tuhan tidak dapat ditunda-
tunda, perlu dibangun sikap siap sedia, hati terbuka, dan kerelaan untuk berkorban
untuk meninggalkan segala sesuatu. Ketegasan dan keberanian menanggung
konsekuensi atas pilihan menjadi tuntutan pengikut Yesus yang sejati. Tuntutan
menjadi pengikut Yesus yaitu kesiapan, kesediaan untuk menjadi penjala manusia
perlu dihidupi dan diselaraskan dengan kehendak Tuhan.
4) Langkah IV: Apa yang harus ku buat dalam memperkembang panggilan
hidupku? (11.30-12.30)
a) Pengantar
Rekan-rekan siswa seminari, dari awal pertemuan, kita sudah menemukan
arti panggilan dan konsekuensi dalam menjawab panggilan Tuhan. Kita juga
sudah melihat bagaimana sikap Suster Maria Faustina dan sikap para murid dalam
menjawab panggilan Tuhan. Sebagai orang yang di panggil Tuhan, kita pun perlu
memiliki sikap seorang pengikut yang sejati, seperti yang diteladan oleh Suster
92
Maria Faustina dan para murid, yaitu terbuka dan berani meninggalkan segala
sesuatu untuk mengikuti Yesus untuk ambil bagian dalam karya penyelamatan.
Pertemuan rekoleksi hari ini merupakan saat penuh rahmat, karena kita dibantu
untuk menyadari dan membaharui diri membangun sikap, memupuk semangat
panggilan guna menyediakan diri untuk menjawab panggilan Tuhan.
b) Refleksi
Sebagai bahan refleksi agar kita semakin menghayati arti dan konsekuensi
menjawab panggilan Tuhan, untuk semakin mantap mengambil keputusan, kita
akan merenung secara pribadi dengan panduan pertanyaan berikut:
• Melalui rekoleksi hari ini, sejauh mana saya merasa terbantu dan
termotivasi dalam menjawab panggilan Tuhan?
• Sikap mana saja yang perlu saya perjuangkan agar semakin mantap
menjawab panggilan Tuhan?
c) Beberapa peserta diminta untuk membagikan hasil permenungannya.
d) Rangkuman
Rekan-rekan siswa seminari, melalui rekoleksi ini tentu kita sama-sama
merasa dibantu untuk menjwab panggilan Tuhan. Kita menyadari bahwa
menjawab panggilan Tuhan membutuhkan sikap rela meninggalkan segala sesuatu
dan siap sedia melaksanakan kehendak Tuhan. Maka perlulah kita meneladani
sikap Suster Maria Faustina dan para murid yang mempercayakan hidupnya hanya
kepada Tuhan, dan menyediakan diri untuk dipakai oleh Tuhan, agar kita semakin
mantap menjawab panggilan Tuhan.
93
5) Langkah V: Membuat rencana pribadi agar mantap menjwab panggilan
Tuhan (13.15-13.45)
a) Pengantar
Rekan-rekan siswa seminari, kita telah bersama-sama menggali dan
mendalami pengalaman baik pengalaman dari cerita tentang Riwayat Hidup Santa
Faustina maupun pengalaman kita sendiri seputar usaha yang dilakukan untuk
memperkembangkan dan menjawab panggilan Tuhan. Pengalaman-pengalaman
itu kita pertemukan dengan pengalaman Kitab Suci tentang Yesus yang
memanggil murid-murid yang pertama. Melalui pengalaman-pengalaman itu kita
diteguhkan sekaligus mendapat gagasan baru, semangat dan harapan baru,
sehingga kita semakin berani dan mantap dalam menjawab panggilan Tuhan.
b) Refleksi pribadi dan Membuat rencana
Rekan-rekan setelah mengikuti rekoleksi ini, marilah kita memikirkan
rencana yang akan kita buat agar semakin mantap dan semakin berani menjawab
panggilan Tuhan
Dalam suasana hening, peserta diberi kesempatan berefleksi secara pribadi
dan membuat rencana pribadi, dengan panduan pertanyaan berikut:
• Apa saja yang akan saya lakukan agar semakin mantap menjawab
panggilan Tuhan?
• Hal-hal apa yang perlu saya perhatikan dalam mewujukan rencana
tersebut?
94
Rencana itu ditulis, kemudian diberinama dipersembahkan kepada Tuhan,
lewat Perayaan Ekaristi. Setelah Perayaan Ekaristi, rencana tersebut
dibagikan kembali untuk diwujudkan.
6) Penutup: Perayaan Ekaristi (13.45-15.00)
Rekoleksi ditutup dengan Perayaan Ekaristi
2. Persiapan II
a. Identitas
1) Pelaksana : Pembina Seminari
2) Tema : Mengembangkan Talentaku 3) Tujuan : Membantu peserta menemukan dan menerima
segala kekurangan dan kelebihannya di hadapan
Tuhan sehingga mampu memperkembangkan
kelebihan-kelebihan yang ada dalam diri mereka
untuk menjadi peribadi yang bertanggung jawab
dan dewasa dalam menjawab panggilan Tuhan
4) Peserta : Siswa kelas III Seminari Menengah St. Paulus
Nyarumkop Kalimantan Barat
5) Tempat : Wisma Emaus
6) Hari/tgl : Hari Minggu/ (Menyusul)
7) Waktu : 09.00-15.00
8) Metode : Nonton, informasi, penugasan, refleksi pribadi,
sharing, bernyanyi.
95
9) Sarana :
• VCD
• TV
• Kertas Flep & spidol
• Tape recorder & kaset instrument
10) Sumber bahan :
• Bartruff, B. D. 2003. Menjadi Pribadi yang
Dikehendaki Tuhan. Jakarta: Gunung Mulia
• Bergant, Dianne & Karris, Robert. J. (Ed.).
(2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru,
Yogyakarta: Kanisius
• Film “A Gift of Hope”
• Karya Kepausan Indonesia, 2003. Hatiku
Penuh Nynyin. Jakarta.
• Mangunharjana, 1981. Membimbing
Rekoleksi. Kanisius: Yogyakarta
• Matius 25: 14-30
11) Bentuk kegiatan : Rekoleksi
12) Jadual kegiatan :
No Waktu Acara Penanggung Jawab
(1) (2) (3) (4) 1
09.00-09.20
• Pengantar • Doa Pembukaan • Menyanyi
Tim
96
(1) (2) (3) (4) 2
09.20-10.20
Langkah I&II: Menggali Identitas Diri
Tim
3
10.20-10.30
Minum&snack
-
4
10.30-11.30
Langkah III: Gambaran Hidup Menurut Kitab Suci
Tim
5
11.30-12.30
Langkah IV: Apa yang Kuperbuat dengan Kekurangan dan Kelebihan yang Ada?
T im
6
12.30- 13.15
Makan Siang
-
7
13.15-13.45
Langkah V: Membuat rencana pribadi untuk pengembangan diri
Tim
8
13.45-15.00
Penutup: Misa
Tim&Pastor
9
15.00……
Pulang Keasrama………………
b. Pemikiran Dasar
Orang muda sebagai orang yang sedang berkembang merupakan generasi
dan calon tulang punggung Gereja. Sesuai dengan usia mereka kelak, orang muda
ini diharapkan menjadi penerus pewartaan Yesus bagi seluruh umat beriman.
Perkembangan jaman saat ini banyak menawarkan kenikmatan, kemegahan hidup
yang membuat kaum muda mudah kehilangan identitas dirinya. Mereka kurang
97
menyadari segala kekurangan dan kelebihan yang ada dalam diri mereka sehingga
sebagai akibatnya, mereka mudah terperangkap dalam nafsu egois yang membuat
dirinya lupa akan orang disekeliling mereka.
Hal di atas memberi gambaran bahwa pihak asrama seminari perlu
memperhatikan siswa Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop dalam
mengolah diri guna menemukan segala kekurangan dan kelebihan. Harapannya,
dengan menemukan kekurangan dan kelebihan yang ada mereka dapat dibantu
memupuk bibit-bibit panggilan yang tertanam di dalam diri mereka. Para siswa
perlu mempelajari lebih banyak tentang dirinya sendiri, karena mereka bergumul
dengan kekurangan dan kelebihannya. Mereka perlu dibantu untuk mengamati
batinnya sendiri guna mempelajari lebih banyak tentang kekurangannya,
sehingga kekurangannya disadari dan terdorong untuk mengatasi serta keluar dari
kekurangannya itu. Para siswa juga perlu menyadari bahwa kelebihan yang
mereka miliki adalah anugerah dari Tuhan dan kelebihan itu perlu dikembangkan
demi perkembangan hidup dan panggilan mereka.
Menjawab panggilan Allah bagi para siswa seminari memang tidak mudah.
Karena itu, bagi mereka perlu ada upaya pembinaan terus menerus, agar mereka
semakin menemukan arti hidup mereka agar terbantu dalam mengambil keputusan
secara dewasa dan penuh tanggung jawab menjawab panggilan Tuhan.
Dalam Matius 25: 14-30, mengisahkan tentang hamba pertama dan kedua
yang mau mengembangkan talenta yang dipercayakan kepadanya, hamba yang
ketiga tidak mau mengembangkan talentanya karena merasa TAKUT. Tuhan
menyerahkan kepda masing-masing pribadi untuk berusaha mengembangkan
98
talenta-talenta yang Dia berikan. Melalui rekoleksi ini para siswa seminari diajak
untuk menyadari kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki, sehingga
kekurangannya disadari kemudian terdorong untuk mengatasi kekurangan tersebut
dan kelebihannya semakin dikembangkan seperti hamba pertama dan hamba
kedua.
c. Pengembangan Langkah
1) Pembukaan
a) Pengantar
Rekan-rekan siswa seminari selamat datang di Wisma Emaus ini untuk
kegiatan rekoleksi hari ini. Tentu kita sama-sama berharap agar setelah mengikuti
kegiatan rekoleksi ini, hidup kita benar-benar berkembang. Apalagi kita sebagai
siswa seminari yakni sebagai calon imam, merasakan pentingnya kegiatan ini,
karena lewat kegiatan ini kita akan melihat kekurangan dan kelebihan yang kita
miliki. Harapannya dengan menemukan kekurangan dan kelebihan yang kita
miliki. Kekurangan yang kita miliki, perlu disadari agar kita berani membuka diri
dan mengatasi kekurangan itu. Sedangkan kelebihan yang ada perlu kita
kembangkan demi pemjawab sapaan Tuhan yang memanggil kita untuk bekerja
diladangnya.
b) Lagu Pembukaan: Bertemu Dalam Kasih-Nya
Bertemu dalam kasih-Nya Berkumpul dalam anugerah-Nya Mari bersuka cita semua Di dalam nama Tuhan Reff.
99
Oh saudaraku dan kau saudariku Tuhan cinta dan mengasihimu Mari bersuka cita semua Di dalam nama Tuhan
c) Doa Pembukaan
Ya Allah Bapa yang maha baik, kami mengucap syukur dan terima kasih
atas rahmat kasih yang selalu Engkau curahkan kepada kami setiap waktu, atas
segala yang kami miliki dengan segala kekurangan dan kelebihan kami masing-
masing. Kami juga bersyukur, karena Engkau telah mengumpulkan kami, siswa
kelas III seminari sebagai anak-anakMu yang terkasih untuk bersama-sama
membina diri dengan menyadari kekurangan dan kelebihan kami. Berilah kami
kekuatan agar kami mampu mengatasi kekurangan yang kami miliki, dan selalu
memperkembangkan kelebihan kami punyai. Maka kami mohon curahkanlah Roh
KudusMu atas kami selama mengikuti rekoleksi ini, sehingga semuanya dapat
berjalan dengan lancar seturut kehendakMu. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara
kami yang hidup dan bersatu dengan Dikau dan Roh Kudus, kini dan sepanjang
masa. Amin
2) Langkah: I&II: Menggali Identitas Diri (09.20-10.20)
a) Pengantar
Rekan-rekan siswa seminari, perlu kita ketahui bahwa setiap kita memiliki
kekurangan dan kelebihan tersendiri. Kekurangan yang dimiliki dapat
menyebabkan kita tersandung atau terjerumus didalamnya. Kekurangan yang kita
punyai berupa ketimpangan fisik atau kekurangan kepribadian, yang dapat
membatasi dan merintangi perkembangan hidup kita. Pertanyaan kita, bagaimana
100
kita keluar dari kekurangan yang kita miliki?. Di balik kekurangan kita, kita juga
mempunyai kelebihan. Kelebihan yang kita miliki adalah anugerah Tuhan yang
diberikan kepada kita, dan sepatutnyalah kita kembangkan. Untuk itu marilah kita
melihat sejenak film “A Gift of Hope”, perjuangan tokoh Tony Melendez dalm
film tersebut dapat memberikan inspirasi kepada kita untuk berjuangan dalam
menghadapai tantangan maupun hambatan dalam hidup kita.
b) Penyajian dan pemutaran film “A Gift of Hope”
• Pendalaman cerita
Film tadi mengisahkan tentang apa?
Apa yang mengesankan dari film ini bagi anda?
Bayangkan anda saat ini cacat seperti Toni Melendez dalam film diatas,
apa kiranya yang akan anda lakukan?
Nilai-nilai apakah yang dapat kita ambil dan kembangkan dalam hidup
kita berdasarkan film tadi?
• Intisari cerita
Film ini mengisahkan tentang Toni Melendez yang menderita cacat sejak
lahir. Ia tidak memiliki tangan seperti layaknya manusia normal. Ia terlahir cacat
dikarenakan pada saat dalam kandungan, ibunya meminum obat penghilang rasa
nyeri. Ia lahir di sebuah Negara di Amerika Latin yakni Nikaragua. Beberapa
tahun kemudian ia hijrah ke Amerika Serikat yakni los Angeles tepatnya di daerah
Chino.
Walau pun kodisi fisiknya cacat, syukurlah bahwa keluarganya tetap
mencintainya. Keluarganya memperlakukan Tony sama dengan anggota keluarga
101
lain yang normal. Perhatian dan kasih sayang yang diberikan keluarganya
membuahkan kepercayaan diri yang besar pada Tony. Ia tidak minder sehingga
mampu bergaul dengan taman-temannya. Ia memiliki bakat yang menonjol yaitu
kemampuan memainkan alat musik gitar dan bernyanyi. Bermula dari keisengan
mengamen di tepi pantai, ia bersama dengan sahabatnya meneruskan untuk
mengamen di tempat-tempat lain. Ia pun sering mengikuti kegiatan koor di gereja,
sehingga lambat laun ia semakin dikenal di daerahnya.
Hal yang tak pernah ia impikan sebelumnya adalah tampil menyanyi
dihadapan Sri Paus yang pada saat itu melakukan kunjungan pastoral ke
negaranya. Ia mewakili kaum muda Amerika Serikat mempersembahkan lagu
sebagai sebuah persembahan bagi Sri Paus. Adegan yang tak terlupakan adalah
ketika Sri Paus turun mendekatinya dan memeluk serta menciumnya. Pengalaman
yang sangat berkesan itu memberikan pegaruh besar dalam hidupnya. Pesan Sri
Paus kepada dirinya agar terus mewartakan kabar gembra melalui kemampuannya
itu selalu mendorong Tony untuk terus menerus bersaksi tentang anugerah yang
diberikan Tuhan. Iapun dapat bersaksi keliling dunia, ke Negara-negara di luar
Amerika Serikat.
Hidupnya yang mengalir menunjukkan anugerah besar yang diberikan
Tuhan. Peristiwa yang ia sebut sebagai sebuah keajaiban adalah ketika seseorang
mau menerima dirinya sebagai seorang suami. Ia sangat bersyukur dan berterima
kasih. Keinginan untuk mendapatan seorang anak tak kunjung terwujud, ia pun
berinisiatif mengadopsi seorang anak dari panti asuhan asal negaranya. Ia
102
menyebut sebagai keajaiban yang kedua. Semakin lengkaplah kebahagiaan Tony
ditengah istri dan anak tercinanya. Semua berkat anugrah Tuhan yang Maha Baik.
• Nilai-nilai yang perlu ditekankan
Dukungan orang lain (sesama) memberikan kekuatan untuk hidup.
Keterbukaan apa yang dialami menjadikan kekuatan.
Apa yang diberikan Allah adalah cukup dan baik..
Dimilikinya harapan yang besar, akan mampu memberikan harapan
kepada mereka yang tak berpengharapan
Mau memperkembangkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki
Orang yang penuh harapan adalah orang yang mampu menjawab secara
kreatif panggilannya.
3) Langkah: III. Gambaran hidup Menurut Kitab Suci (10.30-11.00)
a) Bacaan Kitab Suci Matius 25: 14-30
b) Pendalaman Kitab Suci dalam kelompok (masing-masing kelompok 5 orang)
Pertanyaan Panduan:
Apakah anda termasuk hamba yang diberi kepercayaan mengelola 5
talenta atau 2 talenta atau 1 talenta? Mengapa?
Jika anda menjadi hamba yang dipercaya mempertanggungjawabkan
talenta yang sudah diberikan itu, apakah anda sudah siap?
Jika anda menjadi hamba dalam perikop diatas, bagaimana anda telah
mengembangkan talenta-talenta yang dipercayakan kepada anda?
Bagaimana anda akan mengembangkan lebih jauh talenta-talenta yang
anda miliki?
103
c) Pleno
(Masing-masing kelompok melaporkan hasil kerja kelompoknya)
d) Rangkuman
Film “A Gift of Hope” mengisahkan bagaimana Toni Melendez yang
cacat, akan tetapi karena diterima keluarganya, walau cacat tetapi Toni tidak
minder. Dibalik cacatnya Toni memiliki kelebihan yang sangat menonjol. Toni
menyadari kelebihannya sebagai anugerah dari Allah, maka kelebihan itu
dikembangkannya dan didukung oleh keluarganya dan bermanfaat bagi orang
lain.
Setiap manusia pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-
masing. Saat menyadari kelemahannya, diharapkan mereka mampu untuk bangkit
mengatasi kelemahan-kelemahan dirinya, karena dari kelemahannya itu akan
menjadi hambatan bagi perkembangan hidupnya. Dalam upaya mengatasi
hambatan atau kesulitan hidup, ada kalanya mereka berjuang sendiri karena
merasa dirinya mampu. Namun, sebenarnya mereka membutuhkan orang lain
sebagai pendorong dan penyemangat. Kehadiran orang lain sangat perlu agar
mereka dapat semakin tumbuh dan berkembang guna menyongsong masa depan
mereka. Di sisi lain sikap terbuka terhadap pertolongan dan cinta Tuhan perlu
ditanamkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering tidak menyadari kekurangan-
kekurangan dalam diri kita. Padahal sebagai manusia tentu hidup kita memiliki
segala kekurangan dan kelebihan. Kelebihan-kelebihan inilah yang perlu kita
104
sadari dan kita kembangkan sehingga dapat untuk menetralisir kekurangan-
kekurangan kita sehingga secara keseluruhan kita tidak menjadi rendah diri.
Dalam Matius 25: 14-30, dikisahkan tentang seorang tuan yang memangil
hamba-hambanya dan memberi kepada mereka sejumlah talenta untuk
dikembangkan dan digunakan. Akan tetapi hamba yang ketiga itu penakut pada
resiko bila mengembangkan talenta yang dipercayakan Tuan kepadanya (ayat 25),
dan Tuan yang telah memberi sejumlah talenta itu bertindak tegas terhadap hamba
penakut yang tidak mengembangkan dan menggunakan talentanya dengan baik.
Apa yang dikehendaki Tuhan kepada kita lewat perumpamaan tentang talenta?.
Tuhan menghendaki kita agar mau mengembangkan kelebihan yang dimiliki
termasuk bakat-bakat yang diberikan-Nya dengan usaha yang sungguh-sungguh
untuk perkembangan diri. Janganlah meniru tindakan hamba yang ketiga yang
TAKUT untuk mengembangkan talenta yang diberikan kepadanya. Dalam
mengembangkan talenta yang Tuhan berikan, kita perlu menyadari perasaan
TAKUT. Kita harus berani menghadapi resiko untuk mengembangkan talenta-
talenta yang kita miliki, sehingga dapat dimanfaatkan dalam rangka
memperkembangkan panggilan hidup kita.
4) Langkah: IV. Apa yang Kuperbuat dengan Kelebihan dan Kekurangan
yang Ada? (13.15-13.45)
a) Pengantar
Rekan-rekan siswa seminari yang terkasih, marilah kita bersama-sama
sejenak melihat diri kita sendiri. Tentu banyak kekurangan dan kelebihan yang
kita miliki, akan tetapi kita tidak tahu harus berbuat apa dengan kekurangan dan
105
kelebihan itu. Dalam kesempatan ini, marilah kita melihat diri kita dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Telitilah, jawablah perlahan-lahan,
jangan sampai terlewati, dan jawablah sesuai dengan apa yang anda alami.
• Pertanyaan Panduan Refleksi Pribadi
Dalam menjawab pertanyaan refleksi, peserta duduk membuat lingkaran besar.
Masing-masing peserta diberi 3 lembar refleksi pribadi Lembar 1, untuk menemukan kekurangan dan kelebihan diri sendiri Lembar 2 untuk memberi penilaian teman di sebelah kiri Lembar 3 untuk memberi penilaian teman di sebelah kanan
Berilah tanda (─) untuk kekurangan yang anda miliki dan tanda (┼) untuk
kelebihan yang anda punyai.
….berani tampil di muka ….penuh semangat/energik ….penuh pemikiran ….selalu tabah ….tenang mempertimbangkan ….menerima tanggung jawab ….usaha tepat waktunya ….rajin tekun ….dapat dipercaya/diandalkan ….bekerja dengan cermat/teratur ….rapi, serius ….penuh perhatian ….optimis ….periang ….percaya diri ….bisa berdikari ….terbuka dan jujur ….rendah hati ….mau diajak bekerja sama ….mau berdialog, mengalah ….berterus terang ….menerima kritik dengan senang ….mendengar perkataan orang lain ….mengakui salah dengan rendah hati ….menghargai pendapat orang lain ….tahu diri ….tenang menerima segalanya
….penakut ….lamban bekerja ….penuh perasaan emosional ….mudah berubah/ragu-ragu ….marah dan bergolak dalam batin ….menjauhi tanggung jawab ….selalu terlambat ….malas, mudah putus asa ….tidak dapat dipercaya ….tidak teratur dalam bekerja ….sembrono ….masa bodoh, acuh tak acuh ….pesimis ….cemberut ….kurang percaya diri ….tergantung pada orang lain ….tertutup, tidak jujur ….sombong ….kerap memberontak, jual mahal ….fanatik/ngotot ….tidak berterus terang ….marah bila dikritik ….berbicara tentang diri sendiri ….menutupi kesalahan ….mendesak kemauan sendiri ….tidak tahu batas ….mudah tersinggung
106
….bersikap toleran ….aktif, kreatif, dan giat ….mendalam ….peka ….adil ….penuh harapan ….tenang sabar
….cari menang sendiri ….pasif, loyo ….dangkal ….tidak peka ….pilih-pilih ….mudah patah semangat ….ambisi, tak sabaran
[
• Penegasan
Entah besar entah kecil setiap orang tentu memiliki kelebihan dan
kelemahan
Kelebihan yang dimiliki perlu dikembangkan semaksimal mungkin, agar
diri kita semakin berkembang.
Tujuan kita memperkembangkan kelebihan yang kita punyai, bukan untuk
popularitas, akan tetapi untuk mengembangkan anugerah-anugerah Tuhan
agar mampu menjadi alat Tuhan untuk ikut serta dalam karya
penyelamatan-Nya.
Kelebihan-kelebihan yang kita miliki adalah sebuah anugerah dari Tuhan
yang patut kita syukuri dan dikembangkan.
[ 5). Langkah V. Membangun Niat (13.15-13.45)
a) Lagu: “Betapa Hatiku”
Betapa hatiku berterima kasih Yesus Kau mengasihiku, Kau memilikiku Hanya ini Tuhan persembahanku Segenap hidupku, jiwa dan ragaku S’bab tak kumiliki harta kekayaan Yang cukup berarti ‘tuk kupersembahkan Reff
Hanya ini Tuhan permohonanku Terimalah Tuhan persembahanku Pakailah hidupku sebagai alatMu
107
Seumur hidupku
b) Refleksi Pribadi (tanpa bimbingan)
Setelah melihat kelemahan dan kelebihannya, peserta diberi kesempatan
untuk membuat rencana pengembangan diri secara pribadi, dengan panduan
pertanyaan berikut:
• Apa yang akan saya buat setelah rekoleksi ini?
• Apa yang akan saya buat dengan kelemahan-kelemahan yang saya miliki?
• Apa yang akan saya lakukan dengan kelebihan-kelebihan yang saya
miliki?
• Kapan saya akan mulai melakukan perbaikan ini?
c) Menulis rencana (secara pribadi)
(peserta membuat rencana diiringi dengan musik instrument)
Peserta diajak untuk menulis rencana masing-masing tentang apa yang akan
mereka lakukan dengan kekurangan dan kelebihan yang di miliki setelah rekoleksi
ini, kemudian niat-niat yang sudah ditulis di beri nama dan dipersembahkan
kepada Tuhan pada persembahan dalam Perayaan Ekaristi. Setelah Perayaan
Ekaristi selesai, rencana masing-masing dibagikan kembali.
6). Penutup: Perayaan Ekaristi (13.45-15.00)
Perayaan Ekaristi sebagai puncak dari rekoleksi.
108
3. Contoh persiapan III
a. Identitas
1) Pelaksana : Pembina Seminari
2) Tema : Menerima Perbedaan
3) Tujuan : Membantu peserta agar semakin menghayati arti
hidup bersama orang lain sehingga mampu
menerima dan mencintai orang lain walaupun
berbeda demi keakraban antar mereka sebagai
bekal kelak melayani berbagai macam orang
sebagai pastor atau gembala.
4) Peserta : Siswa kelas III seminari
5) Tempat : Wisma Emaus Nyarumkop
6) Hari/tanggal : Minggu/menyusul
7) Waktu : 09.00-15.00
8) Metode : Nonton, informasi, diskusi kelompok, refleksi
pribadi
9) Sarana :
• VCD
• TV
• Tape & kaset instrument
• Teks 1 Korintus 12: 12-31
• Teks lagu “Cintailah Sesama” dan Tuhan
jadikan daku pembawa damai
109
• VCD “Tindak Kekerasan” Oleh Mgr. Petrus
Canisius Mandagi, MSC.
10) Sumber bahan :
• 1 Korintus 12: 12-31
• Kejadian 1: 1-31, 2: 1-25, 3: 1-24
• Signis Regio Jawa dan Bali. 2006. Pencerahan
Hidup Bersama 3 Uskup.
• Bergant, Dianne & Karris, Robert. J. (Ed.).
(2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru,
Yogyakarta: Kanisius
11) Bentuk kegiatan : Rekoleksi
12) Jadual kegiatan :
No Waktu Acara Penanggung Jawab
(1) (2) (3) (4) 1
09.00-09.20
• Pengantar • Menyanyi • Doa Pembukaan
Tim
2
09.20-10.20
Langkah I&II: Mendalami pengalaman peserta.
Tim
3
10.20-10.30
Minum&snack
-
4
10.30-11.30
Langkah III: Perbedaan menurut Kitab Suci
Tim
110
(1) (2) (3) (4) 5
11.30-12.30
Langkah IV: Apa yang harus kulakukan dengan perbedaan yang ada?
Tim
6
12.30-13.15
Makan Siang
-
7
13.15-13.45
Langkah V: Membuat rencana pribadi dan bersama demi hidup bersama yang harmonis
Tim
8
13.45-15.00
Misa Penutup
Tim&Pastor
9
15.00……
Pulang Keasrama………………
-
b. Pemikiran dasar
Dalam kitab Kejadian, dapat dipercaya bahwa yang menghendaki dan
menciptakan segala mahluk hidup di bumi ini adalah Allah, dan pada saat semua
ini tercipta Allah melihat itu baik adanya. Bahkan Allah mencipta manusia Adam
dan Hawa sebagai wakil laki-laki dan perempuan yang setara dan serupa dengan
gambaran-Nya sendiri. Allah berharap manusia yang diciptakan-Nya dapat
menguasai, memanfaatkan, memilihara dan menjaga serta melestarikan segala
yang telah diadakan-Nya, baik yang ada di darat, di laut dan di udara. Allah tidak
menunjuk salah seorang manusia yaitu Adam atau Hawa, tapi Allah
menyerahkan-Nya kepada semua manusia. Keadaan kehidupan di taman “Eden”
saat itu sangat harmonis, masing-masing hidup dengan bebas sesuai dengan
kodratnya, namun akibat ulah manusia yang ingin menyamai Allah membuat
mereka jatuh dalam dosa dan hidup menderita, karena masing-masing saling
111
menyalahkan. Adam menyalahkan Hawa, Hawa menyalahkan ular dan terjadilah
kehancuran dalam hidup bersama, karena rasa saling percaya, setia, bersaudara
tidak ada lagi. Manusia lupa bahwa dirinya dan semua mahluk hidup yang lain
Allahlah yang menciptakannya (Kej 1: 1-31, 2: 1-25, 3: 1-24).
Sebenarnya manusia sadar atau tidak sadar di dalam lubuk hati yang
terdalam terus menerus mencari dan berusaha membangun hidup yang harmonis,
tetapi juga terus menerus digoda untuk menghancurkan hidup harmonis yang
diciptakan. Setiap orang entah suku, agama, budaya, miskin, kaya, berpendidikan
atau tidak, perempuan atau laki-laki, anak dan seterusnya mempunyai kehendak
baik, pasti mencita-citakan hidup yang damai, tentram, penuh persaudaraan,
kompak, bersatu, saling mengasihi, saling memaafkan dalam bumi yang satu dan
milik semua orang ini.
Para siswa seminari yang tinggal di asrama seminari memiliki perbedaan
daerah, watak, sifat, status, dan lain-lain. Mereka pasti mencari, merindukan dan
selalu berusaha untuk menerima perbedaan yang ada, apalagi mereka sebagaii
calon imam/gembala yang nantinya harus melayani umat dan hidup bersama
dengan umat, maka mereka perlu dipersiapkan untuk menghargai dan menerima
perbedaan demi keakraban mulai dari sekarang.
Melalui teks 1 Korintus 12: 12-31, para siswa seminari ditantang dan diajak
untuk menerima perbedaaan yang ada. Teks 1 Korintus 12: 12-31, mengambarkan
Gereja diibaratkan tubuh. Tubuh dikatakan sebagai tubuh apabila ada kaki, ada
mata, ada tangan, ada telinga, dst. Dan warga Gereja merupakan anggota-anggota
tubuh tersebut, karena sebagai murid Yesus mereka ini adalah anggota-anggota
112
tubuh dan Yesus sendiri sebagai Roh dan Kepala dari tubuh itu sendiri. Semoga
teks 1 Korintus 12: 12-31 dapat memotivasi para siswa seminari mengharagi dan
menerima perbedaan-perbedaan di komunitas tempat tinggal mereka sebagai
warga Gereja.
c. Pengembangan langkah
1) Pembukaan (09.00-09.20)
a) Pengantar
Rekan-rekan yang terkasih, kami mengucapkan selamat datang dan selamat
berjumpa kembali di tempat ini. Hari ini, kita akan mengadakan rekoleksi dengan
tema “Menerima Perbedaan”. Kita yang hadir ditempat ini tentu berasal dari
berbagai daerah yang memiliki sifat dan watak yang berbeda. Kita sudah
mengalami kebersamaan di asrama seminari hampir 3 tahun, namun kita sendiri
mungkin belum sepenuhnya mampu untuk menerima perbedaan diantara kita.
Harapan kita bersama, melalui rekoleksi hari ini, kita terbantu untuk menerima
perbedaan di antara kita guna semakin akrab satu dengan yang lain,dan sebagai
bekal kelak kalau kita sudah menjadi pastor/gembala yang akan melayani banyak
orang.
b) Lagu: Cintailah Sesama
Gemuruh ombak menderu Berlomba menuju pantai Bagaikan dua insan yang bercinta
Semenjak alam tercipta Mereka saling mencinta Indahnya betapa indah ala mini Oooo…..Reff
113
Kami sudah diciptakan Untuk saling mengasihi Sadarlah, sadarlah hai kau manusia Reff
Reff: Cintailah sesamamu Seperti dirimu sendiri Bersama-sama kami nikmati Apa yang dikaruniakan-Nya
c) Doa pembukaan
Allah Bapa yang penuh kasih, tiada henti-hentinya kami mengucap syukur
kepada-Mu atas perlindungan dan penyertaan-Mu kepada kami, sehingga kami
bisa berkumpul bersama-sama ditempat ini. Bapa pada saat ini kami berkumpul di
tempat ini untuk mengadakan rekoleksi dengan tema rekoleksi “Menerima
Perbedaan”. Kami bersyukur karena kami Kau ciptakan berbeda satu dengan yang
lain. Perbedaan kami membuat dunia ini penuh dengan warna-warni. Warna ini
menjadi indah atau tidak tergantung kami yang menciptakannya. Bantulah ya
Bapa, agar kami mampu menghargai perbedaaan diantara kami, sehingga semakin
hari kami mampu hidup berdampingan, saling menghargai, saling menghormati.
Semua ini kami mohon dan serahkan kepada-Mu ya Bapa dengan perantaraan
Putra-Mu terkasih Tuhan kami Yesus Kristus. Amin.
2) Langhah I&II: Mendalami Pengalaman Peserta (09.20-10.20)
Rekan-rekan yang terkasih, dalam pertemuan hari ini, pertama-tama kita
akan mencoba melihat perbedaan-perbedaan yang ada dan telah kita alami di
dalam asrama hampir 3 tahun, dan sejauh mana kita sudah mengusahakan
penyesuaian serta penempatan diri di tengah perbedaan-perbedaan itu. Untuk
114
mengawali pertemuan kita, kita sama-sama menonton, menyimak, dan
mendengarkan pemutaran film “ Tindak Kekerasan” berikut ini.
Pemutaran film “Tindak Kekerasan” oleh Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC
Pendalaman film “Tindak Kekerasan”
• Apa yang mengesankan dari film “Tindak Kekerasan” tadi bagi anda?
• Apa yang diserukan oleh Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC dalam film
tadi?
• Bagaimana tindakan anda dengan apa yang disampaikan oleh Mgr. Petrus
Canisius Mandagi MSC dalam film tadi?
• Nilai apa yang dapat ditemukan dalam film tadi sehingga dapat bermanfaat
bagi hidup anda dalam hidup bersama?
Intisari cerita
Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC, mengatakan bahwa akhir-akhir ini
adanya bom bunuh diri yang menunjukkan tindak kekerasan. Keadaan Indonesia
sangat memprihatinkan dimana di tengah kehidupan masyarakat kekerasan dan
balas dendam mewarnai kehidupan manusia. Yang menjadi pertanyaan adalah
apakah kekerasan harus dilawan dengan kekerasan?, apakah kekerasan dilawan
dengan balas dendam?. Sebagai pengikut Yesus Kristus, kita harus menjadikan
gaya Yesus Kristus menjadi gaya kita, watak Yesus Kristus menjadi watak kita,
sifat Yesus Kristus menjadi sifat kita. Dalam injil dikisahkan Yesus Kristus
banyak mengalami masalah relasi dengan kaum manusia terutama kaum Farisi
dan Ahli Taurat. Kekerasan yang dijalankan oleh kaum Farisi dan Ahli Taurat
lebih berat lagi yaitu Yesus Kristus dipaku di kayu salib. Akan tetapi Yesus tidak
115
mendendam, malah Yesus menjawab kekerasan dengan pengampunan (lih. Matius
23: 34). Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC, mengajak kita umtuk mengikuti
teladan yang diberikan oleh Yesus yaitu untuk menjawab kekerasan bukan dengan
kekerasan dan balas dendam, tetapi dengan memaafkan dan mengampuni. Mgr.
Petrus Canisius Mandagi MSC, juga mengajak kita belajar dari perkataan Paus
Paulus Yohanes II, yaitu: kekerasan itu untung jangka pendek tetapi rugi jangka
panjang, dan sebaliknya pengampunan rugi jangka pendek tetapi untung jangka
panjang. Seruan Paus Paulus Yohanes II, mengajak kita untuk meninggalkan
gengsi, dan selalu merendahkan hati dan bersikap mengampuni. Dengan
memaafkan dan mengampuni kita akan mendapat banyak teman. Tetapi kalau kita
menjalankan kekerasan maka kita akan menciptakan musuh-musuh baru di dalam
kehidupan kita.
Nilai-nilai yang ditekankan
• Sebagai pengikut Yesus Kristus, kita harus menjadikan gaya Yesus Kristus
menjadi gaya kita, watak Yesus Kristus menjadi watak kita, sifat Yesus
Kristus menjadi sifat kita.
• Menjawab kekerasan bukan dengan kekerasan dan balas dendam, tetapi
dengan memaafkan dan mengampuni.
• Kekerasan itu untung jangka pendek tetapi rugi jangka panjang, dan
sebaliknya pengampunan rugi jangka pendek tetapi untung jangka
panjang.
• Hidup harus meninggalkan gengsi, dan selalu merendahkan hati dan
bersikap mengampuni.
116
• Dengan mengampuni kita akan mendapat banyak teman atau sahabat.
3) Langkah III: Mengolah Pengalaman Kitab Suci (10.30-11.30)
a) Salah satu peserta dimohon bantuannya membacakan teks 1 Korintus 12: 12-
31.
b) Pendalaman teks 1 Korintus 12: 12-31 (dalam kelompok, masing-masing
kelompok 5 orang).
Pertanyaan panduan
• Apa yang mau disampaikan dalam perikop tersebut?
• Makna-makna apa yang dapat dipetik dari perikop tersebut?
• Sikap apa yang ingin ditanamkan bagi kita dari isi perikop tersebut?
c) Pleno
Wakil dari masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi kelompok.
d) Rangkuman
Tubuh mengambarkan keanekaragaman dari banyak anggota, seperti setiap
anggota pada kerja sama dari anggota-anggota yang lain supaya berfungsi sebagai
bagian dari tubuh. Melalui baptis kaum beriman mengambil bagian dalam Kristus
dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Melalui Ekaristi, kaum beriman
digabungkan satu dengan yang lain dalam tubuh-Nya. Sakaramen ini memberi
kekuatan kepada kita untuk menerima dan menghargai perbedaan.
Tubuh tidak disamakan dengan salah satu anggota, tetapi membutuhkan
banyak anggota yang saling bekerja sama. Masing-masing kaum beriman adalah
anggota dari tubuh Kristus; tubuh kaum berian juga di sebut kenisah Roh Kudus
117
(lih. 1 Kor 6: 19). Tubuh mengumpulkan para anggota dan semua menjadi satu.
Semua bagian anggota secara hakiki menyumbang anggotanya untuk
pembangunan tubuh. Perbedaan dari anggota yang satu tidak dapat menjadi yang
lain, juga yang satu tidak dapat meggantikan peranan yang lain. Jika satu anggota
menderita, semua anggota yang lain menderita, dan secara naluriah mendukung
anggota yang menderita. Begitu juga, jika sebuah anggota mendapat kehormatan,
semua anggota yang lain lebih bersemangat karena mengambil bagian dalam
kehormatan itu. Dalam anggota janganlah ada persaingan, karena seriap orang
mempunyai karunia, dan memang karunia yang diterima masing-masing anggota
tidak sama, akan tetapi masing-masing anggota perlu menjaga keharmonisan
dalam satu tubuh yaitu tubuh Kristus.
1) Langkah IV: Apa yang harus kulakukan dengan perbedaan yang ada
(11.30-12.30)
a) Menyanyi lagu “Tuhan jadikan daku pembawa damai”
Reff Tuhan jadikanlah daku pembawa damai Kan kunyanyikan lagu penawar badai Tuhan jadikanlah daku penabur benih Kan kudamaikan silang selisih Bila ada kulihat lawan bermusuh Kan ku satukan dalam ikatan nan teguh Bila ada ku dengar salah di tutur Kan ku sampaikan segala kata ku yang jujur Dan bahagialah daku selamanya. Reff Bila ada ku rasa duka di dada Kan kubawakan kisah dan lagu gembira Bila ada ku raba gelap dan hitam Kan ku pancarkan cahaya-Mu di tengah malam Dan bahagialah daku selamanya. Reff
118
b) Pengantar
Rekan-rekan dari awal kita sudah diajak untuk melihat perbedaan-perbedaan
disekitar kita. Dalam slide tadi, kita juga telah melihat dan mendengar apa yang
menjadi seruan Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC, yakni kita harus meneladani
Yesus Kristus. Kita juga perlu mendalami maksud dan makna dari perkataan Paus
Yohanes Paulus II yaitu kekerasan itu untung jangka pendek tetapi rugi jangka
panjang, dan sebaliknya pengampunan rugi jangka pendek tetapi untung jangka
panjang. Pesan Paus Yohanes ini lah yang akan kita terapkan dalam hidup kita
yaitu agar kita menghargai perbedaan-perbedaan untuk menghindari konflik,
karena dengan menghargai perbedaan-perbedaan membuat kita memiliki banyak
teman atau sahabat. Dalam kesempatan ini, marilah kita melihat perjalanan hidup
kita di asrama seminari, bagaimana sikap kita dalam hidup di tengah teman-teman
yang tentu berasal dari daerah yang berbeda, watak, sifat, pribadi yang berbeda.
c) Refleksi pribadi
• Apakah selama ini saya tidak memilih-milih dalam berteman?
• Mengapa saya pilih-pilih dalam berteman?
• Sikap mana yang saya perjuangkan agar saya dapat menerima perbedaan
yang ada?
• Hikmah apa yang bisa saya petik dari VCD “Tindak Kekerasan” dan
perikop tadi?
d) Penegasan
• Dalam hidup bersama, sikap saling menghargai itu sangat perlu dijaga.
• Tidak boleh mememilh-milih dalam berteman atau bersahabat.
119
• Selalu bersikap rendah hati, mau terbuka dan mampu memaafkan sesama
yang berbuat salah.
• Meneladani Yesus Sang Maha Mengampuni dalam hidup bersama.
5) Langkah V: membuat rencana pribadi dan bersama demi hidup bersama
yang harmonis (13.15-13.45)
a) Pengantar
Setelah selesai menggali pengalaman lewat pemutaran VCD “Tindak
Kekerasan” dan persan perikop 1 Korintus 12: 12-31, peserta diajak untuk
menulis rencana masing-masing tentang apa yang akan mereka lakukan setelah
rekoleksi ini yang berkaitan dengan hubungan diantara mereka selama hidup
diasrama seminari dan hubungan mereka dengan orang lain, kemudian rencana
masing yang sudah ditulis, diberi nama dan dipersembahkan kepada Tuhan, dalam
Perayaan Ekaristi. Setelah Perayaan Ekaristi selesai, rencana dibagikan kembali
kepada peserta.
b) Pertanyaan panduan rencana pribadi
• Apa yang akan saya buat pulang dari rekoleksi hari ini?
• Apa saja yang saya perjuangkan setelah pulang dari rekoleksi ini dalam
mengatasi perbedaan yang ada?
6) Penutup: Misa/Perayaan Ekaristi (13.45-15.00)
Acara rekoleksi di tutup dengan Perayaan Ekaristi.
BAB V
PENUTUP
Sebagai akhir skripsi ini, penulis hendak mengungkapkan pokok-pokok
yang perlu diperhatikan, ditegaskan kembali, dipikirkan, dan dikembangkan
berhubungan dengan pembinaan iman siswa Seminari Menengah St. Paulus
Nyarumkop oleh pihak seminari dalam memperkembangkan bibit-bibit panggilan
yang dimiliki para siswa seminari.
Sesuai dengan kenyataan yang dialami oleh para siswa yang masuk di
Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop, dimana mereka masuk ke Seminari
Menengah St. Paulus Nyarumkop untuk memperkembangkan bibit-bibit
panggilan yang mereka miliki, akan tetapi sayang setelah melalui proses
pendidikan dan pembinaan di seminari menengah ini, banyak dari mereka malah
kurang tertarik untuk melanjutkan ke jenjang seminari tinggi. Sehubungan dengan
ini dalam skripsi ini, penulis mengusulkan saran-saran sehubungan dengan
pembinaan iman di Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop, sehingga
pembina di Asrama Seminari St. Paulus Nyarumkop dapat membantu siswa
seminari sebagai subyek bina. Penulis siap bila pihak seminari mengajak
kerjasama di bidang pembinaan iman bagi para siswa seminari.
A. Kesimpulan
Dalam membantu mengembangkan bibit-bibit panggilan para siswa
seminari sehingga mereka berani dan mantap mengambil keputusan untuk
melanjutkan ke jenjang seminari tinggi, pihak seminari sudah mengupayakan
berbagai bentuk pembinaan iman. Akan tetapi sayang pembinaan iman yang
121
diupayakan kurang terorganisir dikarenakan tenaga pembina di Asrama Seminari
Menengah St. Paulus amat kurang, hanya 2 pastor dan 1 awam. Selain bertugas
sebagai pembina di seminari, 2 pastor ini juga membantu di paroki, dan waktu
mereka lebih banyak digunakan untuk turne ke kampung-kampung guna melayani
umat. Dengan demikian waktu mereka untuk melaksanakan pembinaan di asrama
seminari sangat kurang, sehingga pembinaan iman tidak berjalan dengan
semestinya dan kurang menjawab kebutuhan para siswa seminari dalam
memperkembangkan bibit-bibit panggilannya.
Pembinaan iman yang ada kurang terkoordinasi, sehingga tidak berjalan
dengan semestinya, padahal pembinaan iman mempunyai peranan penting
dalam kehidupan umat termasuk para siswa seminari. Pembinaan iman dapat
membantu para siswa seminari semakin menghayati panggilan Tuhan atas
hidupnya dan menghayati hidup bersama dengan teman-teman di komunitas
asrama seminari untuk saling menghargai, bekerjasama, dan mendukung demi
perkembangan iman dan panggilan. Pembinaan iman tidak boleh asal terlaksana
saja. Pembinaan iman itu harus memiliki tujuan yang jelas, maka pembina
seminari maupun siswa seminari perlu mengetahui apa yang menjadi tujuan dan
manfaat pembinaan iman yang dilaksanakan. Dengan memahami tujuan dan
manfaat pembinaan iman yang dilaksanakan, kedua belah pihak akan terbantu
untuk terlibat aktif dalam melaksanakan dan mengikuti proses pembinaan iman.
Peran pembina dalam pembinaan iman sangatlah penting. Pembina di
Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop perlu mengetahui
permasalahan yang sedang dialami para siswa seminari. Dengan mengetahui
122
permasalahan yang dihadapi, pembina perlu mengusahakan materi, metode, dan
sarana sesuai dengan situasi para siswa. Untuk itu pembina perlu tanggap terhadap
kebutuhan para siswa, sehingga pembinaan iman yang diupayakan dapat
terlaksana dan mencapai tujuannya.
Siswa seminari sebagai subyek bina perlu sungguh-sunguh diperhatikan,
diarahkan, dan diberi pembinaan terus menerus, agar bibit-bibit panggilan yang
ingin mereka kembangkan di seminari menengah mampu berkembang, sehingga
mereka berani dan mampu memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang seminari
tinggi tanpa ada paksaan dari pembina, orang tua, dan orang lain, tetapi bisa
menjadikan keputusannya untuk menjadi imam itu benar-benar merupakan
kehendak sendiri atas dorongan Roh Kudus.
Dalam skripsi ini, penulis menawarkan pembinaan iman di Seminari
Menengah St. Paulus Nyarumkop melalui katekese. Penulis memilih katekese
karena proses katekese dapat menggali permasalahan yang dialami para siswa
melalui sharing dan dialog di antara mereka. Sharing dan dialog dapat membantu
mereka untuk saling meneguhkan satu dengan yang lain. Peran pembina adalah
mengarahkan serta memberi peneguhan agar mereka semakin berkembang baik
iman maupun panggilannya.
Dalam skripsi ini penulis membuat dan sekaligus menawarkan usulan
program katekese untuk membantu pembina seminari dalam rangka mengarahkan
dan memperkembangkan iman dan panggilan para siswa seminari untuk menjadi
imam. Semoga program katekese yang dibuat ini dapat membantu karya
pembinaan iman di Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop.
123
B. Saran
Agar proses pembinaan iman bagi siswa seminari dalam rangka
mempersiapkan mereka memasuki jenjang seminari tinggi agar bias berjalan
dengan lebih baik, maka penulis mengusulkan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Pihak Pembina Asrama Seminari
Pembina seminari perlu lebih memperhatikan kebutuhan para siswa
seminari dan perlu memfokuskan lebih banyak waktunya untuk mengkoodinasi
dan melaksanakan pembinaan iman yang diupayakan. Pembina seminari perlu
memperhatikan tema, tujuan, materi, dan sarana pendukung dalam pembinaan
iman. Tema pembinaannya perlu juga disesuaikan dengan masalah yang sedang
dihadapi para siswa seminari.
2. Bagi Pihak Sekolah (Tempat para siswa seminari belajar)
Pembinaan di sekolah bertujuan tercapainya tingkat intelektualitas yang
memadai sebagai persiapan diri guna melanjutkan studi di Perguruan Tinggi atau
Seminari Tinggi. Maka pihak sekolah perlu membentuk wawasan intelektual para
siswa dengan memberikan aneka ilmu pengetahuan. Pihak sekolah perlu
menciptakan suasana krasan, suasana keterbukaan, keadilan, kejujuran, dan
kemandirian, agar para siswa mampu untuk bersikap kritis terhadap pendapatnya
sendiri maupun pendapat guru dan pembimbing. Pihak sekolah perlu juga
menyediakan sarana pendukung seperti perpustakaan, buku-buku pelajaran yang
lengkap, laboratorium, komputer, dan sarana lainnya yang mendukung kelancaran
pengajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, FX. SJ. (2000). Katekese Sebagai Pendidikan Iman. (Seri Puskat No.
370). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. ________________. (2000c). Katekese Sebagai Pendidikan Iman. (Seri Puskat
No. 372). Yogyakarta: LPKP PUSKAT. Amalorpavadas, D.S (1982). Katekese Sebagai Tugas Pastoral Gereja. (Seri
Puskat No. 11). Yogyakarta: Pusat Kateketik. Bartruff, B. D. 2003. Menjadi Pribadi yang Dikehendaki Tuhan. Jakarta: Gunung
Mulia. Bergant, Dianne CSA., & Karris Robert J., OFM. (Ed). (2002). Tafsir Alkitab
Perjanjian Baru. (A.S. Hadiwiyata, Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. (Buku asli diterbitkan tahun, 1989).
Groome, Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese, (Drs. FX. Heryatno W.W. SJ., M. Ed., Penyadur). (Seri Puskat No. 356). Yogyakarta: LPKP PUSKAT. (Buku asli diterbitkan tahun 1991).
Hardawiryana, R. Dr. SJ. (1977). Pelaksana Pelayanan. Spektrum, No.1. Jakarta: Bagian Dokumentasi dan Penerangan MAWI.
____________________. (1978). Sinode Para Uskup di Roma 1977. Tentang Katekese. (Seri Pradnyawidya 1). Yogyakarta: Pradnyawidya.
Komisi Kateketik KWI. (1995). Katekese Umat dan Evangelisasi Baru. Yogyakarta: Kanisius.
Komisi Liturgi KWI. (2003). Penanggalan Liturgi 2004: Tahun C/II. Yogyakarta: Kanisius.
Komisi Seminari KWI. (1989). Pedoman Dasar Pembinaan Imam Di Indonesia. Spektrum. No.1. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Pererangan KWI.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996a). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius
__________________________. (1996b). Pedoman Gereja Katolik Indonesia. Bogor: SMK Grafika Mardi Yuana.
Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor (Dokumen asli diterbitkan tahun 1965).
Kristianto, Yosef. SFK. (2005). Teori Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Menengah. Diktat Mata Kuliah Teori PAK-PM Semester V, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
LBI. (1981). Tafsir Perjanjian Baru.3, Injil Matius. Yogyakarta: Kanisius. Lembaga Alkitab Indonesia. Alkitab Deuterokanonika. (2001). Jakarta:
Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia. Mangunharjana, A. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius _______________. (1986). Pembinaan: Arti dan Metodenya. Yogyakarta:
Kanisius.
125
_______________. (1986b). Pendampingan Kaum Muda Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius
O’Collins, Gerald SJ. & Farrugia, Edwar G. SJ. (1996). Kamus Teologi (I. Suharyo, Pr., Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. (Buku asli diterbitkan tahun 1991).
Paguyuban Devosi Kerahiman Ilahi. (2003). Merayakan Pesta Kerahiman Ilahi. Semarang: Paguyuban Kerahiman.
Paulus VI. (1993). Evangelii Nuntiandi (Tentang Karya Pewartaan Injil dalam Zaman Modern). (Hadiwikarta, J. Pr, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1975).
Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia II. (1981). Rumus Katekese Umat yang Dihasilkan PKKI II. Dalam Th. Huber (Ed.). Katekese Umat: Hasil Pertemuan antar Keuskupan se-Indonesia II (hh. 15-23). Yogyakarta: Kanisius.
Ponomban, Terry. http://www.yesaya.indocel.ned/id.html. accessed on august 28, 2007.
Poerwadarminta, W. J. (1961). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Setyakarjana, J. S. (1997). Arah Katekese di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Kateketik.
Siauwarjaya, Afra. (1987). Membangun Gereja Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.
Suhardiyanto, H.J., SJ. (1993). Kateketik Bimbingan I. Naskah untuk Studi Kateketik 10. Yogyakarta: LPKP PUSKAT.
Suhardi, Alfon S. OFM. (Ed). (1995). Pedoman Dasar Pembinaan Calon Imam Bagian Seminari Menengah. Spektrum, No.1. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
Suharsimi Arikunto.(1998). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Sumarno Ds., M.(2003). Praktek Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama
Katolik Paroki. Diktat Mata Kuliah PPL PAK Paroki Semester VII, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sutrisno Hadi, M. A. Prof. Drs.(1974). Metodologi Research I. Yogyakarta: Fakultas Psychologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Tangdilintin, Philip, Drs. (1984). Pembinaan Generasi Muda Visi dan Latihan. Jakarta: Obor.
Telaumbanua, Marinus. DR. OFM.Cap. (1999). Ilmu Kateketik: Hakikat, Metode, dan Peserta Gerejawi. Jakarta: Obor.
Wilfrid. (2003). Evaluasi TOP-er Kapusin. DUTA, 194, 16. Yohanes Paulus II. (1991). Codex Iuris Canonici. (V. Kartosiswoyo. Pr. dkk.
Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1983).
_______________. (1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
126
_______________. (1992). Pastores Dabo Vodis (Gembala-gembala akan ku angkat bagimu). (R. Hardawiryana, Penerjemah). Bogor: SMT Mardi Yuana.
LAMPIRAN
(2)
Lampiran: 1
(3)
Lampiran: 2
Jadual Harian Asrama Seminari
Hari Waktu Kegiatan (1) (2) (3)
04.00-04.30 Bangun, rapikan tempat tidur, mandi 04.30-05.15 Study/belajar (wajib) 05.15-06.15 Doa pagi dan misa di kapel 06.15-06.45 Sarapan pagi dan berangkat ke sekolah 13.15-13.45 Ambil nasi dan makan siang 13.45-15.00 Istirahat (wajib) 15.00-16.00 Kerja bakti di asrama (ruangan dan kebun) 16.00-17.15 Olah raga 17.15-18.00 Mandi 18.00-18.45 Makan Malam 18.45-20.00 Study/belajar 20.00-20.15 Doa malam di kapel 20.15-21.00 Nonton bersama/Nyantai
Senin
21.00-04.00 Tidur 04.00-04.30 Bangun, rapikan tempat tidur, mandi 04.30-05.15 Study/ belajar (wajib) 05.15-06.15 Doa pagi dan misa di kapel 06.15-06.45 Sarapan pagi dan berangkat ke sekolah 13.15-13.45 Ambil nasi dan makan siang 13.45-15.00 Istirahat 15.00-16.00 Belajar 16.00-17.15 Santai dan olah raga 17.15-18.00 Mandi 18.00-18.45 Makan malam 18.45-20.00 Belajar 20.00-20.15 Doa malam di kapel 20.15-21.00 Nonton bareng dan santai 21.00-04.00 Tidur
Selasa
04.00-04.30 Bangun, rapikan tempat tidur, mandi 04.30-05.15 Belajar 05.15-06.15 Doa pagi dan pendalaman Kitab Suci/katekese 06.15-06.45 Sarapan dan berangkat ke sekolah 13.15-13.45 Makan siang 13.45-15.00 Istirahat /tidur siang 15.00-16.00 Belajar 16.00-17.15 Santai dan olah raga 17.15-18.00 Mandi 18.00-18.45 Makan malam
Rabu 18.45-20.00 Misa bersama (SMP,SMK, dan SMA Seminari)
(4)
20.15-21.00 Santai dan nonton bersama
21.00-04.00 Tidur 04.00-04.30 Bangun, rapikan tempat tidur, mandi 04.30-05.15 Belajar 05.15-06.15 Doa pagi dan misa di kapel 06.15-06.45 Sarapan pagi dan berangkat ke sekolah 13.15-13.45 Makan siang 13.45-15.00 Istirahat/tidur siang 15.00-16.00 Kerja bakti bersih-bersih asrama 16.00-17.15 Santai dan olah raga 17.15-18.00 Mandi 18.00-18.45 Makan malam 18.45-20.00 Belajar 20.00-20.15 Doa malam di kapel 20.15-21.00 Santai dan nonton bersama
Kamis
21.00-04.00 tidur 04.00-04.30 Bangun, rapikan tempat tidur, dan mandi 04.30-05.15 Belajar 05.15-06.15 Doa pagi dan misa di kapel 06.15-06.45 Sarapan pagi dan berangkat ke sekolah 13.15-13.45 Makan siang 13.45-15.00 Istirahat siang 15.00-16.00 Studi /belajar 16.00-17.15 Santai dan olah raga bersama 17.15-18.00 Mandi/mencuci 18.00-18.45 Makan malam 18.45-20.00 Belajar 20.00-20.15 Doa malam bersama di kapel 20.15-21.00 Santai dan nonton bersama
Jumat
21.00-04.00 Istirahat/tidur malam 04.00-04.30 Bangun, rapikan tempat tidur, mandi 04.30-05.15 Belajar 05.15-06.15 Doa pagi dan misa di kapel 06.15-06.45 Sarapan pagi dan berangkat ke sekolah 13.15-13.45 Makan siang 13.45-15.00 Istirahat siang 15.00-16.00 Belajar 16.00-17.15 Santai dan olah raga 17.15-18.00 Mandi/Mencuci 18.00-18.45 Makan malam 18.45-20.00 Belajar malam 20.00-20.15 Doa malam bersama di kapel 20.15-21.30 Santai dan nonton bersama
Sabtu
21.30-05.00 Istirahat /tidur
(5)
05.00-05.45 Bangun, rapikan tempat tidur, mandi 05.45-06.00 Doa pagi bersama di kapel 06.15-07.15 Misa bersama (SMP, SMK, SMA) di gereja 07.30-08.15 Sarapan pagi 08.15-09.30 belajar 09.30-12.00 Santai, nonton, dan jalan-jalan 12.00-12.30 Makan siang 12.30-15.00 Istirahat, santai, nonton, dll 15.00-16.00 Bersih-bersih asrama 16.00-17.30 Olah raga/santai 17.30-18.00 Mandi 18.00-18.45 Makan malam 18.45-20.00 Belajar 20.00-20.15 Doa malam bersama di kapel 20.15-21.00 Santai dan nonton
Minggu
21.00-04.00 Tidur
(6)
Lampiran: 3
Program Kegiatan Tahunan No Kegiatan Keterangan (1) (2) (3) 1 Retret • Dilaksanakan 1 tahun sekali
• Pelaksanaannya setiap bulan Juni dan tanggal pelaksanaannya tidak tetap
2 Rekoleksi • Dilaksanakan 1 tahun sekali • Pelaksanaannya setiap bulan Februari dan tanggal
pelaksanaannya tidak tetap. 3 Turne kampung-
kampung • Pelaksanaan turne khusus untuk kelas III • Turne dilaksanakan di wilayah Paroki St. Maria
Nyarumkop • Para siswa kelas III berangkat turne Sabtu siang dari
asrama seminari dan Minggu sore harus sudah kembali ke asrama
• Pelaksanaan turne setiap setiap tahunnya pada bulan Februari dan Maret.
4 Pengakuan dosa • Pengakuan dosa dilaksanakan 2 tahun sekali • Pelaksanaannya menjelang hari raya Paska dan Natal • Wajib untuk semua siswa seminari
(7)
Lampiran: 4
Hal: Permohonan ijin penelitian
Kepada Yth: Pembina Asrama Seminari
Pastor Frans Yosnianto, OFM. Cap.
Di tempat
Dengan Hormat
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Martinus
NIM : 011124022
Dengan ini memohon persetujuan untuk mengadakan penelitian di asrama
seminari, dalam rangka mengumpulkan bahan untuk penulisan skripsi saya di
PRODI IPPAK – USD Yogyakarta. Adapun obyek penelitian adalah para siswa
kelas III seminari yang tinggal di asrama seminari, sehubungan dengan bentuk
dan pelaksanaan pembinaan di asrama seminari dalam rangka mempersiapkan
para siswa khususnya siswa kelas III untuk memasuki jenjang seminari tinggi.
Demikianlah surat permohonan saya, atas terkabulnya permohonan ini dan
kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
Nyarumkop, 17 Januari 2007
Menyetujui Hormat saya,
Pembina Asrama Seminari Peneliti,
Pastor Frans Yosnianto, OFM. Cap Martinus
(8)
Lampiran: 5
Daftar pertanyaan seputar pembinaan iman siswa seminari menengah khususnya siswa kelas III
Mohon dijawab sesuai dengan kenyataan yang ada! Identitas Responden 1. Nama anda……… 2. Usia anda……….. 3. Asal daerah 4. Motivasi masuk seminari Berilah tanda silang (X) pada jawaban sesuai dengan kenyataan yang ada! Upaya Pembinaan Iman Bagi Siswa Seminari 5. Menurut pendapat anda apakah pihak seminari sudah mengupayakan
pembinaan iman yang efektif? (tulislah jawaban anda pada pilihan d bila jawaban a, b, c tidak ada yang sesuai!) a. Sudah diupayakan b. Belum diupayakan c. Tidak tahu d. …………..
6. Sejauh mana pembinaan iman yang diupayakan dilaksanakan? (tulislah jawaban anda pada pilihan d bila jawaban a, b, c tidak ada yang sesuai!) a. Dilaksanakan setiap pagi hari dan malam hari b. Dilaksanakan seminggu 3 (tiga) kali c. Dilaksanakan seminggu 1 (satu) kali d. ………….
7. Bagaimana sikap anda terhadap pembinaan iman yang sudah ada? (tulislah jawaban anda pada pilihan d bila jawaban a, b, c tidak ada yang sesuai!) a. Mengikuti pembinaan iman tergantung kesadaran diri b. Melaksanakan pembinaan iman dengan terpaksa karena peraturan yang
ada c. Melaksanakan pembinaan iman tergantung kesadaran diri d. ………….
8. Perasaan anda terhadap pembinaan iman yang diupayakan bagi anda? a. Senang b. Biasa-biasa saja c. Binggung d. Tidak tahu
Berilah tanda silang (X) dibawah ini sesuai dengan kenyataan yang ada! Bentuk-bentuk Pembinaan Iman 9. Bentuk pembinaan iman macam apa yang diupayakan pihak seminari bagi
anda? (tulislah jawaban anda pada pilihan d bila jawaban a, b, c tidak ada yang sesuai!) a. Retret b. Rekoleksi
(9)
c. Katekese/pembinaan iman d. ………….
10. Bentuk pembinaan iman macam apa yang sering dilaksanakan? (tulislah jawaban anda pada pilihan d bila jawaban a, b, c tidak ada yang sesuai!) a. Retret b. Rekoleksi c. Katekese/pembinaan iman d. …………..
11. apakah bentuk pembinaan iman yang dilaksanakan sering anda ikuti? a. Selalu mengikuti b. Sering mengikuti c. Kadang-kadang mengikuti d. Tidak pernah mengikuti
12. Sering terlibat dan mengikuti bentuk pembinaan iman dalam membantu memperkembangkan hidup rohani anda? a. Sangat membantu b. Membantu c. Tidak membantu d. Tidak tahu
13. Pernahkah anda mengalami kesulitan dalam mengikuti bentuk pembinaan iman yang diupayakan? a. Pernah b. Kadang-kadang c. Tidak pernah d. Tidak tahu
14. Sesuai jawaban No. 13, kesulitan macam apa yang anda alami dalam mengikuti pembinaan yang sudah diupayakan? (tulislah jawaban anda pada pilihan d bila jawaban a, b, c tidak ada yang sesuai!) a. Pembinaan imannya tidak terorganisir b. Pembinaan iman terlalu monoton c. Masalah pribadi d. …………..
15. Apakah anda berusaha untuk mengatasi kesulitan yang ada? a. Ya, sudah berusaha, caranya……… b. Tidak, alasannya…….. c. Masih dalam rencana, yaitu………. d. Tidak tahu, alasannya……….
Berilah tanda silang (X) dibawah ini sesuai dengan kenyataan yang ada! Pandangan Mengenai Katekese 16. Apakah di Seminari Menengah Nyarumkop dilaksanakan katekese
(pembinaan iman)? (tulislah jawaban anda pada pilihan d bila jawaban a, b, c tidak ada yang sesuai!) a. Dilaksanakan secara rutin setiap……sekali b. Kadang-kadang dilaksanakan c. Tidak pernah dilaksanakan
(10)
d. …………. 17. Apakah anda mengikuti kegiatan katekese (pembinaan iman)? (tulislah jawaban
anda pada pilihan d bila jawaban a, b, c tidak ada yang sesuai!) a. Selalu mengikuti b. Kadang-kadang mengikuti c. Tidak pernah mengikuti d. ……………
18. Bagaimana perasaan anda terhadap pelaksanaan katekese (pembinaan iman)? a. Senang sekali b. Biasa-biasa saja c. Binggung d. Tidak tahu
19. Apakah katekese (pembinaan iman) membantu memperkembangkan hidup rohani anda? a. Sangat membantu, alasannya…….. b. Binggung, alasannya…….. c. Tidak membantu, alasannya…….. d. Tidak tahu, alasannya………..
20. Apakah ada usul dan saran anda terhadap pelaksanaan katekese (pembinaan iman) agar dapat memperkembangkan hidup rohani atau panggilan anda untuk menjadi imam? (tuliskan usul dan saran anda pada titik dibawah ini!)
……………………………………………………………………
(11)
Lampiran: 6
Riwayat Hidup Santa Faustina, Rasul Kerahiman Ilahi
Santa Faustina dilahirkan dengan nama Helena Kowalska pada tanggal 25
Agustus 1905 di desa kecil, Glogowiec, dekat kota Lodz di Polandia, sebagai anak ketiga dari 10 bersaudara. Walaupun keluarganya miskin, Helena mempunyai jiwa yang kaya. Sebagai gadis muda, ia mengalami banyak peristiwa spritualitas yang unik dan menghabiskan banyak waktunya dengan berdevosi dan berdoa. Pada awal Buku Catatan Harian (BCH)-nya, Helena menulis bahwa saat ia berusia 7 tahun, ia mendapat panggilan dari Tuhan untuk hidup religius.
Pada usia 14 tahun, Helena berhenti bersekolah dan terpaksa bekerja untuk membantu keluarganya. Orang tuanya tidak mau mendengar Helena ingin masuk biara. Patuh kepada orang tuanya, Helena bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Helena berusaha dengan sebaik-baiknya untuk hidup biasa dan tidak menghiraukan panggilan membiaranya. Suatu hari di usia 19 tahun, saat berdansa dalam suatu pesta di halaman belakang Katedral, ia mendapatkan penampakan dari Yesus. Yesus berkata kepada Helena:
“Berapa lama Aku harus menunggumu…dan berapa lama kau membiarkan aku menderita…” Mendapat penampakan itu, Helena segera masuk ke Katedral, dan bertanya:
“Tuhan Yesus, katakanlah apa yang harus kuperbuat?” Yesus menjawab:
“Pergilah ke Warszama sekarang juga. Di sana, masuklah ke biara.” Menanggapi panggilan Tuhan, Helena pergi ke Warszama dan akhirnya
diterima di biara para Suster Bunda Berbelas Kasih (Our Lady of Mercy), sebuah komunitas yang membantu wanita muda mengatasi masalah-masalah mereka. di sana Helena diterima menjadi biarawati postulat pada tanggal 1 Agustus 1925. kemudian Helena masuk novisiat di biara dekat Krakow dan diberi nama Maria Faustina.
Dalam tahun-tahun berikutnya, Sr. Faustina mengalami banyak pengalaman mistik. Semuanya dicatat dalam BCH dengan judul “Kerahiman Ilahi Dalam Jiwaku” (Divine Mercy in My Soul). Catatannya langsung, tanpa koreksi apapun. Karena hanya bersekolah tiga tahun, Sr. Faustina diserahi tugas-tugas biara yang sederhana, seperti berkebun, memasak, dan menjaga pintu dibelbagai biara di Krakow, Plock dan Vilnius. Walaupun hidup dan tugasnya sangat sederhana dan membosankan, ia menjalaninya dengan luar biasa. Helena beberapa minggu setelah masuk kehidupan biara, ia terkena TBC dan
menderita akibat penyakit ini. Untuk yang lama, superior dan teman-temannya tidak menyadari gangguan TBC yang menyerang Sr. Faustina. Keadannya bertambah parah, tetapi Sr. Faustina tetap mau menyelesaikan tugas-tu
(12)
Lampiran: 7
SEPINTAS MELIHAT KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Berilah tanda (-) sesuai dengan kelebihan dan kekurangan yang anda miliki! ….berani tampil di muka ….penuh semangat/energik ….penuh pemikiran ….selalu tabah ….tenang mempertimbangkan ….menerima tanggung jawab ….usaha tepat waktunya ….rajin tekun ….dapat dipercaya/diandalkan ….bekerja dengan cermat/teratur ….rapi, serius ….penuh perhatian ….optimis ….periang ….percaya diri ….bisa berdikari ….terbuka dan jujur ….rendah hati ….mau diajak bekerja sama ….mau berdialog, mengalah ….berterus terang ….menerima kritik dengan senang ….mendengar perkataan orang lain ….mengakui salah dengan rendah hati ….menghargai pendapat orang lain ….tahu diri ….tenang menerima segalanya ….bersikap toleran ….aktif, kreatif, dan giat ….mendalam ….peka ….adil ….penuh harapan ….tenang sabar
….pengecut ….lamban bekerja ….penuh perasaan emosional ….mudah berubah/ragu-ragu ….marah dan bergolak dalam batin ….menjauhi tanggung jawab ….selalu terlambat ….malas, mudah putus asa ….tidak dapat dipercaya ….tidak teratur dalam bekerja ….sembrono ….masa bodoh, acuh tak acuh ….pesimis ….cemberut ….kurang percaya diri ….tergantung pada orang lain ….tertutup, tidak jujur ….sombong ….kerap memberontak, jual mahal ….fanatik/ngotot ….tidak berterus terang ….marah bila dikritik ….berbicara tentang diri sendiri ….menutupi kesalahan ….mendesak kemauan sendiri ….tidak tahu batas ….mudah tersinggung ….cari menang sendiri ….pasif, loyo ….dangkal ….tidak peka ….pilih-pilih ….mudah patah semangat ….ambisi, tak sabaran