upaya meningkatkan pencegahan konflik berbasis …

21
1 JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS AGAMA MELALUI PENYULUHAN HUKUM DENGAN PENDEKATAN ANDRAGOGI Kusnandir Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenetrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Email: [email protected] Nomor Hand phone: 081380932399 ABSTRAK Indonesia ditakdirkan lahir seabagai negara yang memiliki keragaman suku, budaya, bahasa, dan agama. Keragaman tersebut selain sebagai potensi untuk membangun bangsa, juga berpotensi sebagai penyebab konflik. Agama yang seharusnya sebagai sumber etika dan moral bagi pemeluknya, karena dalam pelaksanaannya berkaitan dengan kepentingan orang banyak yang berbeda-beda agama, sehingga kerap melahirkan konflik antar pemeluk agama. Kementerian Agama sebagai institusi yang bertugas mengatur tata kehidupan umat beragama telah melakukan berbagai upaya pencegahan, termasuk melakukan penyuluhan. Namun demikian, karena penyuluhan yang dilakukan bersifat pedagogis, yang menempatkan peserta sebagai pendengar yang pasif, maka konflik masih selalu terjadi. Tujuan karya tulis ini untuk menyumbangkan pemikiran kepada instansi yang terkait dengan penyelenggaraan penyuluhan hukum dan instansi yang terkait dengan upaya pencegahan konflik berbasis agama dalam rangka mencegah terjadinya konflik berbasis agama. Dalam pelaksanaannya, penyuluhan hukum dengan pendekatan andragogi, peserta akan lebih aktif melalui kegiatan diskusi dan permainan yang dikemas dalam bentuk ice breaker (pemecah kebekuan). Dengan kegiatan ini diharapkan terbangun komunikasi dan interaksi yang intensif sesama peserta yang memiliki latar belakang agama berbeda, pada gilirannya terbangun persahabatan dan ikatan persaudaraan sesama peserta. Dengan terbangunnya ikatan persahabatan dan persaudaraan, diharapkan konflik akan mudah dicegah. Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode sekunder. Menurut Soerjono Soekanto (1984) adalah metode pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen- dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian, buku harian, dan seterusnya. Kata kunci: Meningkatkan pencegahan konflik berbasis agama.

Upload: others

Post on 18-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

1

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS AGAMA

MELALUI PENYULUHAN HUKUM DENGAN PENDEKATAN ANDRAGOGI

Kusnandir Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenetrian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Email: [email protected]

Nomor Hand phone: 081380932399

ABSTRAK

Indonesia ditakdirkan lahir seabagai negara yang memiliki keragaman suku, budaya, bahasa,

dan agama. Keragaman tersebut selain sebagai potensi untuk membangun bangsa, juga

berpotensi sebagai penyebab konflik. Agama yang seharusnya sebagai sumber etika dan

moral bagi pemeluknya, karena dalam pelaksanaannya berkaitan dengan kepentingan orang

banyak yang berbeda-beda agama, sehingga kerap melahirkan konflik antar pemeluk

agama. Kementerian Agama sebagai institusi yang bertugas mengatur tata kehidupan umat

beragama telah melakukan berbagai upaya pencegahan, termasuk melakukan penyuluhan.

Namun demikian, karena penyuluhan yang dilakukan bersifat pedagogis, yang

menempatkan peserta sebagai pendengar yang pasif, maka konflik masih selalu terjadi.

Tujuan karya tulis ini untuk menyumbangkan pemikiran kepada instansi yang terkait dengan

penyelenggaraan penyuluhan hukum dan instansi yang terkait dengan upaya pencegahan

konflik berbasis agama dalam rangka mencegah terjadinya konflik berbasis agama. Dalam

pelaksanaannya, penyuluhan hukum dengan pendekatan andragogi, peserta akan lebih aktif

melalui kegiatan diskusi dan permainan yang dikemas dalam bentuk ice breaker (pemecah

kebekuan). Dengan kegiatan ini diharapkan terbangun komunikasi dan interaksi yang

intensif sesama peserta yang memiliki latar belakang agama berbeda, pada gilirannya

terbangun persahabatan dan ikatan persaudaraan sesama peserta. Dengan terbangunnya

ikatan persahabatan dan persaudaraan, diharapkan konflik akan mudah dicegah. Metode

yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode sekunder. Menurut

Soerjono Soekanto (1984) adalah metode pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-

dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian, buku harian, dan seterusnya.

Kata kunci: Meningkatkan pencegahan konflik berbasis agama.

Page 2: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

2

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

A. Pendahuluan

Bangsa Indonesia ditakdirkan sebagai bangsa yang majemuk, baik dari

dimensi struktur sosial, ekonomi, keragaman primordial, golongan, agama, dan

sebagainya. Kemajemukan tersebut sebagai fakta yang tidak dapat dielakan, dan telah

berlangsung selama bertahun-tahun. Kemajemukan tersebut setidaknya meliputi empat

hal. Pertama, majemuk secara geografis, Indonesia terdiri atas 17.508 pulau besar

dan kecil. Kedua, majemuk secara etnis. Dari segi etnis, data Balai Pusat Statistik

(BPS) hasil sensus 2010 mencatat bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 300 etnis atau

suku bangsa.1 Kemudian, kemajemukan ketiga adalah majemuk dari segi agama. Saat

ini di Indonesia terdapat enam agama yang diakui pemerintah yaitu Islam, Kristen,

Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Data BPS menunjukkan bahwa jumlah

pemeluk Islam merupakan jumlah terbanyak yaitu 207.176.162 jiwa, Kristen

16.528.513 jiwa, Katolik 6.907.873 jiwa, Hindu 4.012.116 jiwa, Budha 1.703.254 jiwa,

pemeluk Khonghucu 117.091 jiwa , dan lainnya sebanyak 1.196.317 jiwa.

Keberadaan agama dalam kehidupan manusia sangat penting. Agama merupakan

sumber etika dan moral bagi manusia, terutama bagi pemeluknya, agar manusia

berperilaku baik, menghindari perbuatan tercela, serta menghindari perbuatan yang

bertentangan dengan hukum dan melanggar hak asasi manusia.

Indonesia sebagai negara yang religius mendudukkan agama sebagai salah satu

hak asasi manusia yang sangat mendasar yang dimiliki secara bebas oleh setiap

manusia Indonesia yang kepemilikannya dijamin Undang-Undang. Undang-Undang

Dasar 1945 menentukan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat

menurut agamanya. Kemudian, negara juga menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya dan beribadat menurut agama dan

kepercayaannya. Kebebasan bergama dan beribadah lebih lanjut ditentukan juga dalam

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 22 Ayat (1)

dan Ayat (2).

Selain dalam hukum nasional, kebebasan memeluk agama dan beribadah juga

diatur dalam hukum internasional yang sudah diakui oleh Pemerintah Republik

Indonesia. Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik2 menentukan bahwa setiap

1 Hasil sensus BPS tahun 2010, diunduh dari www.bps.go.id tanggal 4 Januari 2018, Jam 14.13 WIB.

2 Ditetapkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tanggal 16 Desember 1966

Page 3: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

3

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

orang berhak atas kebebasan berkeyakinan dan beragama, sehingga tidak seorang pun

dapat dipaksa untuk menganut suatu agama atau kepercayaan. Kebebasan menjalankan

kegiatan keagamaan atau kepercayaan, merupakan kebebasan yang pelaksanaannya

dapat dibatasi, dimana pembatasan tersebut bertujuan untuk melindungi keamanan,

ketertiban umum, dan kebabasan orang lain. Meskipun demikian, konflik sosial

berbasis agama sering kali terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Tahun 1999, tepatnya

Agustus 1999 sampai dengan Januari 2000 di Maluku Utara terjadi konflik sosial

berbasis agama yaitu antara umat Islam dengan pemeluk Kristen.3 Selain terjadi di

Maluku Utara, konflik sosial berbasis agama telah terjadi di beberapa wilayah lain,

salah satunya adalah di wilayah Provinsi Jawa Barat. Berdaarkan hasil penelitian Badan

Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia tahun 2013, selama

periode Januari sampai dengan April 2013, di Provinsi Jawa Barat terjadi delapan

konflik berbasis agama. Salah satunya adalah peristiwa pembongkaran bangunan

Gereja HKBP Setu, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 22 Maret

2013.4 Pada Maret 2017, konflik berbasis agama kembali terjadi di Kota Bekasi sebagai

protes masyarakat atas dibangunnya Gereja Santa Clara di wilayah Kecamatan Bekasi

Utara, konon gereja tersebut merupakan gereja terbesar Se-Asia, sedangkan sebagian

besar masyarakat di wilayah Kecamatan Bekasi Utara beragama Islam.5

Konflik merupakan peristiwa yang mungkin terjadi dimana saja, dengan latar

belakang saja, termasuk konflik dengan latar belakang agama. Namun demikian, apa

pun latar belakangnya, konflik harus diatasi atau harus ditangani, bila mungkin

dilakukan pencegahan. Untuk pencegahan dan penanganan konflik berbasis agama,

Kementerian Agama RI sebagai lembaga pemerintah yang bertugas mengatur tata

kehidupan beragama, bertanggung jawab melakukan pencegahan dan penanggulangan

konflik.6 Salah satu upaya pencegahan yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI

adalah melalui kegiatan Penyuluhan Peraturan Perundang-Undangan yang berhubungan

dengan pembinaan tata hidup umat beragama.

Penyuluhan merupakan cara atau pendekatan yang banyak digunakan untuk

memasyarakatkan sesuatu yang baru. Misalnya, teknologi baru atau bibit unggul baru

3 Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah, (Jakarta: M2 Print, 2002)

4 Yulianto.dkk, Penelitan, Peran Tokoh Agama dalam Pencegahan dan Penghentian Konflik Berbasis Agama,

(Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan HAM, Kementerian Hukum dan HAM RI, 2013) 5 Micael Minan, http://www.beritasatu.com/hukum-kriminalitas/421380-ini-alasan-massa-tolak-pembangunan-

gereja-santa-clara.html (diunduh 4 Januari 2018, jam 09.25 WIB). 6 Lampiran Keputusan Menteri Agama RI Nomor 473 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Penanggulangan Kerawanan Kerukunan Hidup Umat Beragama.

Page 4: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

4

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

(dalam bidang pertanian). Dalam bidang hukum, misalnya untuk memasyarakatkan

Peraturan Pewrundang-Undangan baru, atau Peraturan Perundang-Undang sudah lama

namun dipandang perlu untuk dimasyarakatkan kembali. Pendekatan penyuluhan yang

digunakan selama ini adalah pendekatan komunikasi satu arah, yang lazim digunakan

dalam pendekatan pedagogi, sehingga peserta penyuluhan cenderung pasif. Peserta

penyuluhan hanya sebagai obyek untuk mendengarkan Penyuluh berbicara.

Agar peserta penyuluhan aktif dan dapat belajar bersama, berkomunikasi dan

berinteraksi secara lebih aktif dan intensif, bahkan dapat bertukar gagasan dan

pengalaman, perlu dilakukan penyuluhan dengan pendekatan andragogi. Penyuluhan

dengan pendekatan andragogi tidak sekedar mampu membangun komunikasi dan

interaksi, serta bertukar gagasan dan pengalaman, lebih dari itu, penyuluhan dengan

pendekatan andragogi, dengan berbagai teknik, mampu mencegah konflik sosial

berbasis apa pun, termasuk konflik sosial berbasis agama.

B. Konsep Andragogi Dalam Penyuluhan Hukum

Pendekatan andragogi sebenarnya sudah lama digunakan dalam berbagai

kegiatan yang terkait dengan pendidikan. Dalam pendidikan dengan pendekatan

andragogi, peserta pendidikan banyak ambil bagian dalam proses belajar, berbeda

dengan pendekatan pedagogi dimana pesrta pendidikan bersifat pasif. Sebab itulah,

metode andragogi disebut sebagai metode atau teknik partisipatif, karena dalam proses

belajar membutuhkan banyak partisipasi dari peserta pendidikan.

Istilah pedagogi berasal dari bahasa Yunani, paid berarti kanak-kanak dan

agogos berarti memimpin. Karena itu, pedagogi dapat diartikan memimpin anak-anak

atau didefinisikan sebagai suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak.7 Kemudian,

setelah mengetahui apa itu pedagogi. Selanjutnya perlu diketahui pula, apa itu

andragogi? Seperti halnya pedagogi, andragogi juga berasal dari dua kata dalam

bahasa Yunani, yakni andra dan agogos. Andra artinya orang dewasa, dan agogos

artinya memimpin. Kemudian andragogi didefinisikan sebagai satu seni dan ilmu untuk

membantu orang dewasa belajar.8 Atau dengan kata lain, andragogi adalah ilmu

pendidikan orang dewasa. Pannen (1997) seperti dikutip oleh Suprijanto (2007) dalam

7 Malcolm Knowles, dalam Roem Topatimasang, Belajar Dari Pengalaman, Panduan Latihan Memandu

Pendidikan Orang Dewasa untuk Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren

& Masyarakat, 1990) 8 Ibid. Hal.53

Page 5: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

5

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

bukunya yang berjudul Pendidikan Orang Dewasa, merumuskan bahwa pendidikan

orang dewasa sebagai suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan

belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi orang dewasa berhubungan

dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya.9

Melihat pada kedua pengertian tersebut dia atas, maka metoda pedagogi

merujuak pada metoda untuk mendidik anak-anak, sedangkan metoda andragogi

merujuk pada metoda untuk pendidikan orang dewasa. Dalam pendekatan andragogi,

belajar dipandang sebagai proses pemecahan masalah, ketimbang sebagai proses

pemberian materi belajar tertentu. Sebagai proses pemecahan masalah yang diarahkan

untuk menemukan keadaan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dengan

pendekatan andragogi, kita akan mengetahui “dimana kita sekarang” dan “kemana kita

akan pergi”. Sebagai suatu contoh, sekarang kita berada pada keadaan lalu lintas yang

tidak tertib yang mengakibatkan kemacetan dimana-mana. Kemudian, kita menuju pada

keadaan lalu lintas yang lebih baik yaitu kondisi lalu lintas yang tertib dan teratur,

singga tidak terajdi kemacetan.

Pendekatan andragogi merupakan pendekatan yang partisipatif dengan banyak

melibatkan peserta belajar. Pengetahun dan pengalaman peserta menjadi sumber

belajar yang utama. Komunikasi yang dibangun dalam pendekatan andragogi adalah

komunikasi dua arah, bahkan komunikasi banyak arah yaitu komunikasi antara peserta

belajar dengan guru, dan antara sesama peserta belajar. Dalam pendekatan andragogi,

peserta belajar lebih aktif dengan berbagai kegiatan diskusi dengan banyak melibatkan

partisipasi peserta belajar. Guru lebih berperan sebagai fasilitator yang bertugas

memfasilitasi kegiatan belajar, seperti memfasilitasi kebutuhan belajar, membentuk

kelompok diskusi, dan memandu ice breaker. Dengan peran pesrta didik yang demikian

besar, maka metode atau pendekatan andragogi sering disebut pendekatan partisipatif.

Kemudian terkait dengan penyuluhan hukum, penyuluhan hukum dalam

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor

3 Tahun 2014 Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Hukum dan Angka Kreditnya,

Pasal 1 Ayat (3) definisi Penyuluhan Hukum adalah:

“kegiatan penyebar luasan informasi hukum dan pemahaman terhadap norma

hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta pengembangan

kualitas penyuluhan hukum guna mewujudkan dan mengembangkan kesadaran

hukum masyarakat sehingga tercipta budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat

9 Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa, Dari Teori Hingga Aplikasi, (Hakarta: PT. Bumi Aksara, 2007)

Page 6: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

6

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

hukum atau patuh terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum.”

Penyuluh adalah orang yang mempunyai tugas memberikan pendidikan,

bimbingan, dan penerangan, kepada masyarakat untuk mengatasi berbagai masalah

seperti pertanian dan kesehatan sehingga dapat mencapai sasaran yang telah

ditetapkan.10

Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2000 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, secara inplisit, Penyuluh masuk dalam kategori sebagai tenaga

pendidik, dan dapat juga berperan sebagai fasilitator. Pada Pasal 1 Ayat (6) pendidik

didefinisikan sebagai tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,

knselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutanlain

yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan

pendidikan. Dari definisi tersebut, secara inplisit, Penyuluh, termasuk juga penyulh

hukum termasuk dalam kategori sebagai tenaga pendidik, dan tentu dapat juga

berperan sebagai fasilitator.

Kemudian dalam Peraturan Menpan Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 1 (2), Penyuluh

Hukum adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab,

wewenang, dan hak secara penuh untuk melakukan kegiatan penyuluhan hukum.11

Penyuluh Hukum terdiri atas empat jenjang yaitu: (1) Penyuluh hukum Pratama

dengan Pangkat Penata Muda, golongan III/a dan Penata Muda Tk.I, golongan III/b.

(2) Penyuluh Hukum Muda dengan pangkat Penata, golongan III/c, dan Penata Muda

Tk.I golongan III/d. (3) Penyuluh Hukum Madya, Pangkat Pembina, golongan IV/a,

Pembina Tk.I, golongan IV/b, dan Pembina Utama Muda, golongan IV/c. Dan, (4)

Penyuluh Hukum Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan IV/d, dan

Pembina Utama, golongan IV/e.

Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor 3 Tahun

2014 ditentukan bahwa Penyuluh Hukum, terutama sekali Penyuluh Hukum Pratama

mempunyai tugas melaksnakan penyuluhan hukum langsung baik berupa ceramah,

simulasi hukum, maupun sosialisasi. Melihat tugas Penyuluh Hukum tersebut, maka

dalam pelaksanaan tugas menyuluh, Penyuluh Hukum dalam semua tingkatan sangat

dimungkinkan melakukan penyuluhan hukum dengan pendekatan andragogi,

mengingat dalam pendekatan andragogi banyak menggunakan simulasi. Simulasi

adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksuskan, dengan

10

http//arti-definisi-pengertian.info/pengertian-penyuluh. Diunduh 8 Januari 2018 Jam14.16 WIB. 11

Peraturan Menpan Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 1 (2).

Page 7: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

7

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

tujuan agar orang itu dapat mempelajari lebih mendalam tentang bagaimana orang itu

merasa dan berbuat sesuatu.12

Dalam konteks penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya

konflik sosial berbasis agama, Penyuluhan hukum menggunakan pendekatan

andragogi sangat tepat, karena dalam pendekatan andragogi peserta akan banyak aktif

dalam kegiatan belajar melalui berbagai teknik yang dipandu dan difasilitasi oleh

Penyuluh. Dengan teknik-teknik tersebut, peserta penyuluhan yang berbeda latar

belakang agama dan mempunyai potensi konflik yang tinggi, mereka akan dengan

mudah berkomunikasi dan berinteraksi yang secara tidak disadari akan terbangun

rasa kebersamaan, toleransi, saling pengertian, saling meghormati, sehingga.

Kedekatan dan keakraban peserta secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya

konflik.

Kegiatan penyuluhan, seperti halnya kegiatan pendidikan pada umumnya yang

pada pelaksanaannya membutuhkan beberapa komponen. Komponen penyuluhan

dengan pendekatan andragogi akan sedikit berbeda dengan komponen yang

diperlukan untuk penyukuhan dengan pendekatan pedagogi yang lebih banyak

menggunakan ceramah (komunikasi satu arah). Komponen penyuuhan yang dimaksud

di sini yaitu waktu, tempat, sarana, tenaga pelaksana (panitia), penyuluh, peserta,

metoda/teknik, dan bahan/materi penyuluhan. Untuk lebih jelasnya komponen-

komponen tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Waktu

Waktu yang diperlukan untuk penyuluhan menngunakan pendekatan andragogi

tidak sesingkat waktu yang digunakan untuk penyuluhan menggunakan metode

pedagogi, cukup dengan waktu sekitar satu jam. Penyuluhan menggunakan

pendekatan andragogi, terlebih lagi untuk pencegahan konflik sosial,

membutuhkan waktu lebih lama. Secara keseluruhan waktu yang digunakan

untuk penyuluhan menggunakan pendekatan andragogi bisa mencapai 180 menit.

Pembagian waktu meliputi untuk pembukaan 15 menit, untuk pengantar 15 menit,

untuk perkenalan dan pembentukan kelompok 30 menit, untuk diskusi 30 menit,

untuk ice breaker 45 menit, pemaparan dan tanya jawab hasil diskusi 30

menit, evaluasi dan penutupan 15 menit. Dengan waktu selama 180 menit

tersebut, melalui berbagai kegiatan, seperti pembentukan kelompok, diskusi,

12

Roestiyah N. K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008)

Page 8: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

8

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

presentasi, dan ice breaker, diharapkan akan terjalin komunikasi dan interaksi

yang intensif diantara sesama peserta penyuluhan.

2. Tempat

Tempat yang digunakan untuk Penyuluhan ini tidak harus di dalam gedung,

tetapi bisa dilaksnakan di ruang terbuka, seperti taman atau tempat terbuka

lainnya, sepanjang tidak merusak lingkungan, dan cukup aman. Apabila dipilih

ruangan di dalam gedung, maka pilihlah ruang yang cukup luas (sekitar 100

meter persegi) tanpa banyak tiang penyanggah. Kalau tempat penyuluhan

memilih di ruang terbuka, pilihlah tempat yang datar, teduh, dan cukup luas, dan

aman. . Kenapa tempat harus menggunakan tempat yang luas? Karena

Penyuluhan ini tidak hanya duduk dan mendengarkan Penyuluh berbicara, tetapi

akan banyak aktifitas fisik, seperti diskusi kelompok, pemaparan dengan teknik

tertentu, dan ice breaker.

3. Sarana

Sarana penyuluhan yang dimaksudkan di sini yaitu alat-alat untuk mendukung

kelancaran kegiatan penyuluhan, antara lain: sound system, laptop, spidol, kertas

plano, flipchat lima buah, dobel tipe, name tag, isolasi, gunting, dan sebagainya

yang diperlukan untuk menyelenggarakan penyuluhan. Roem Topatimasang

dkk,13

mendefinisikan sarana dalam kontek pendidikan adalah “alat

penunjang.”Alat penunjang ini bisa berupa makalah, poster, audio visual aids, alat

permainan dan sebagainya. Singkat kata, yang dimaksud sarana yaitu semua alat

bantu proses yang digunakan dalam kegaiatan pendidikan, termasuk kegiatan

penyuluhan. Roem melanjutkan, sebagai alat bantu, maka ia pun tetap sebagai

alat, sekedar membantu, bukan isi dan bukan pula tujuan pendidikan.

4. Tenaga Pelaksana

Tenaga pelaksana lazim disebut panitia penyelanggara. Sekecil apa pun kegiatan,

memerlukan beberapa orang yang dibentuk panita untuk memperlancar

pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Tugas penyelanggara antara lain menyiapkan

sound sistem, menyiapkan daftar hadir peserta, menyediakan konsumsi, dan

sebagainya. Dalam pendidikan, tenaga pelaksana disebut tenaga kependidikan.

5. Tenaga Penyuluh.

13

Roem Topatimasang dkk, Belajar Dari Pengalaman, Penaduan Latihan Pemndu Pendidikan Orang Dewasa

Untuk Pembangunan Masyarakat, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M),

1990).

Page 9: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

9

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

Tenaga Penyuluh yang dimaksud di sini adalah Penyuluh Hukum dari semua

jenjang (Penyuluh Hukum Pertama sampai dengan Penyuluh Hukum Utama), baik

Penyuluh Hukum Pusat yang bertugas di Badan Pembinaan Hukum Nasional

(BPHN), di Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, dan yang bertugas di Unit

Eselon Satu lainnya, maupun Penyuluh Hukum yang bertugas di Kantor Wilayah

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia, termasuk

Penyuluh Hukum yang bertugas di Bagian Hukum Sekretariat Daerah Provinsi

atau Kabupaten/Kota di Seluruh Indonesia yang telah mengikuti Training of

Trainer (ToT) Penyuluh Hukum.

6. Peserta

Peserta penyuluhan yang menggunakan pendekatan andragigi jumlahnya

cukup terbatas, tidak seperti penyuluhan pada umumnya yang jumlahnya hampir

tidak terbatas. Jumlah peserta penyuluhan di sini sebanyak 40 orang tidak dibatasi

oleh jenis kelamin, suku, ras, agama, bahasa, pandangan politik, dan latar

belakang lainnya. Karena penyuluhan ini untuk orang dewasa, maka anak-anak

atau seseorang yang belum berusia 18 tahun, meskipun sudah menikah, tidak

boleh mengikuti penyuluhan ini.

Tujuan penyuluhan ini adalah untuk meningkatkan pencegahan terjadinya

konflik sosial berbasis agama. Karena itu, peserta penyuluhan berasal dari

penganut semua agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia, yaitu Islam,

Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Jumlah setiap peserta dari

masing-masing agama diatur secara proposional. Diupayakan, peserta dari

penganut agama yang sering berkonflik mendapat kesempatan mengikui

penyuluhan paling banyak. Misalnya, di suatu wilayah yang sering berkonflik

Islam dan Kristen, maka peserta penyuluhan terbanyak pertama adalah yang

beragama Islam, kemudian yang terbanyak kedua yang beragama Kristen. Jumlah

peserta dari agama lainnya disesuikan dengan kebutuhan jumlah peserta.

Hal lain yang perlu diperhatikan terkait dengan peserta adalah peserta

penyuluhan diupayakan terdiri atas tokoh masing-masing agama, dan masyarakat

lainnya dari masing-masing agama, terutama sekali masyarakat yang pernah

terlibat dalam konflik, baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya, orang-

Page 10: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

10

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

orang yang diduga sebagai profokator, orang-orang yang diduga sebagai aktor di

balik terjadinya konflik, penting untuk diikut sertakan dalam penyuluhan.

7. Metode/teknik

Metode/teknik yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan ini adalah metode

andragogi yaitu metode belajar orang dewasa, lazim disebut dengan metode

partisipatif, dengan berbagai teknik. Metode ini sangat tepat digunakan untuk

mencegah terjadinya konflik sosial karena metode ini memungkin terjadinya

komunikasi multi arah, antara peserta dengan penyuluh, dan peserta dengan

peserta, dengan tingkat interaksi yang cukup tinggi, ditambah suasana belajar

yang menyenangkan dengan dihadirkannya diskusi kelompok dengan teknik

tertentu buzz, dilanjutkan pemaparan dengan teknik window shoping, dan

diselingi dengan berbagai permainan, sehingga kegiatan penyuluhan menjadi

kegaitan yang sangat menyenangkan dan tidak membosankan.

8. Bahan/Materi Penyuluhan.

Bahan atau materi yang dimaksudkan di sini adalah substansi penyuluhan yang

akan disampaikan oleh penyuluh kepada peserta penyuluhan. Bahan tersebut

antara lain:

a) Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia.

b) Peraturan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor

9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah.

c) Penetapan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan

Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama.

d) Lampiran Keputusan Menteri Agama RI Nomor 473 Tahun 2003 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Kerawanan Kerukunan Hidup Umat

Beragama.

e) Pembahasan Kasus Kekerasan Sosial Berbasis Agama.

Peraturan-perundangan yang dijadikan materi tersebut di atas, tentu tidak

dibahas seluruhnya, melainkan hanya diambil beberapa bagian atau pasal yang

relefan dengan tujuan penulisan.

C. Pelaksanaan Metode Andragogi Dalam Penyuluhan Hukum

Page 11: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

11

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

Pada bagian sebelumnya telah dibahas mengenai komponen apa saja yang

diperlukan untuk melaksanakan penyuluhan hukum dengan pendekatan partisipatif.

Pembahasan selanjutnya adalah bagaimana cara pelaksanaan penyuluhan hukum

dengan pendekatan partisipatif. Penyuluhan hukum dengan pendekatan partisipatif

yang menggunakan banyak teknik, tentu berbeda dengan penyuluhan hukum dengan

pendekatan non partisipatif. Pendekatan penyuluhan hukum dengan pendekatan

partisipatif banyak tahapan yang harus dilaksanakan, dan setiap tahapan

menggunakan teknik tertentu. Penyuluhan partisipatif dapat dilakukan melalui

tahapan sebagai berikut:

1. Pembukaan.

Tahap pembukaan ada dihampir semua kegiatan penyuluhan, terutama

penyuluhan yang dilaksanakan oleh instansi/lembaga tertentu. Substansi pada

acara pembukaan biasa berisi pembukaan oleh pembawa acara, laporan ketua

penyelanggara, sambutan pimpinan instansi atau yang mewakili dilanjutkan

dengan membuka acara, doa, penutup, dilanjutkan dengan kegiatan penyuluhan

yang merupakan acara inti, dipandu oleh penyuluh.

Namun, penyuluhan yang dilaksanakan secara mandiri, tidak melibatkan

institusi/lembaga mana pun, biasanya tidak disertai acara pembukaan secara

seremonial seperti tersebut di atas. Penyuluhan mandiri dalam pelaksanaannya

sejak awal hingga ahir langsung ditangani oleh penyuluh. Penyuluh bertugas

ganda yaitu membuka/memberikan pengantar, sekaligus menyampaikan materi

atau memandu kegiatan penyuluhan, memandu ice breaker, dan menutup. Karena

itu, kemampuan penyuluh melibatkan peserta penyuluhan dalam berbagai aktifitas

sangat penting. Dan inilah hakikat dari penyuluhan andragogis, penyuluh mampu

melibatkan sebesar mungkin partisipasi peserta penyuuhan.

2. Pengantar.

Sebelum sampai pada inti penyuluhan, tugas penyuluh adalah memberikan kata

pengantar kegiatan penyuluhan. Pesan yang disampaikan dalam pengantar pada

umumnya meliputi perkenalan diri, menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dalam

penyuluhan, metode dan teknik yang akan digunakan, waktu yang digunakan

untuk penyuluhan, dan tata tertib selama penyuluhan.

3. Perkenalan.

Page 12: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

12

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

Pada saat penyuluh akan memandu peserta untuk berkenalan, penyuluh

harus ingat bahwa tujuan penyuluhan ini adalah untuk mencegah konflik sosial

berbasis agama. Karena itu, dalam menentukan teknik perkenalan penyuluh harus

memilih teknik perkenalan yang tidak hanya saling mengenal nama dan identitas

lain, tetapi penyuluh harus mampu membuat peserta yang memiliki potensi

konflik cukup tinggi yang tentunya suasananya kaku bahkan mungkin tegang,

individual, dan sebagainya, berubah menjadi suasana yang nyaman, damai,

bersahabat, dan penuh rasa kebersamaan. Karena itu, penyuluh harus mampu

memilih teknik perkenalan yang dapat untuk membaurkan peserta yang

heterogen melebur menjadi satu kelompok besar dengan tingkat komunikasi dan

interaksi yang tinggi.

Dalam penyuluhan ini akan menggunakan teknik perkenalan “bertukar alas

kaki” , langkah-langkahnya yaitu pertama-tama penyuluh meminta kepada pesrta

untuk berdiri membuat lingkaran sambil berpegangan tangan. Penyuluh berdiri di

tengah lingkaran sambil memegang kantong besar yang sudah dipersiapkan

sebelumnya. Penyuluh meminta kepada semua peserta untuk melepas alas kaki

sebelah, boleh yang kanan atau yang kiri (salah satu), kemudian memasukannya

kedalam kantong. Penyluh membawa sepatu tersebut ke tempat tertentu,

kemudian mengeluarkannya dari kantong, peserta diminta mengambil satu sepatu

secara acak dengan cepat (jangan mengambil sepatu milik sendiri). Peserta

diminta untuk mencari pemilik sepatu tersebut, jika sudah ketemu dengan pemilik

sepatu, dilanjutkan dengan berkenalan dengan pemilik sepatu tersebut, meliputi

nama, domisili, status perkawinan, pekerjaan, dan tujuan mengikuti penyuluhan,

dan identitas lain yang dipandang perlu. Setelah selesai berkenalan, selanjutnya

pesrta diminta membentuk lingkaran seperti semula, kemudian minta dua atau tiga

peserta untuk menyebutkan kembali identitas pasangannya.

4. Pembentukan kelompok diskusi.

Setelah perkenalan selesai, dilanjutkan dengan pembentukan kelompok.

Jumlah peserta 40 orang tersebut dibuat menjadi lima kelompok, satu kelompok

beranggotakan delapan orang. Masih dalam bentuk lingkaran, peserta diminta

berhitung satu sampai lima secara berurutan. Selesai hitungan pertama,

dilanjutkan hitungan kedua, dan seterusnya. Kemudian, penyuluh minta kepada

peserta, peserta nomor satu bergabung dengan peserta nomor satu, peserta

Page 13: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

13

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

nomor dua bergabung dengan peserta nomor dua, dan seterusnya sampai peserta

nomor lima. Dengan demikian akan terbentuk lima kelompok, dengan setiap

kelompok beranggotakan delapan orang.

Selanjutnya, membuat nama kelompok dan pembagian tugas kelompok.

Pembuatan nama dan pembagian tugas kelompok dilakukan oleh peserta masing-

masing kelompok dengan cara bermusyawarah. Tugas penyuluh hanya

mengarahkan agar diskusi lebih terarah. Diusahakan nama kelompok diberi nama

yang sesuai dengan tema penyuluhan. Misalnya, Kelompok “TOLERANSI”,

kelompok “DAMAI”, kelompok “KERJASAMA ”, kelompok “AMAN”, dan

kelompok “DEMOKRASI”. Kelompok dibagi tugas, satu orang ketua kelompok,

satu orang skretaris, satu orang penyaji hasil diskusi, dibantu satu orang untuk

menjawab pertanyaan.

5. Pelaksanaan diskusi.

Penyuluh minta kepada masing-masing kelompok untuk menempati tempat

diskusi yang sudah disediakan. Penyuluh menyiapkan bahan diskusi lima paket

yang berisi materi diskusi (pertanyaan diskusi dimasukan ke dalam amplop)14

,

spidol, kertas plano, dan isolasi atau lakban, masing-masing lima paket.

Penyuluh minta kepada peserta untuk membagi tugas, menunjuk dua

orang untuk mempresentasikan hasil diskusi. Penyuluh minta kepada peserta agar

perwakilan kelompok mengambil paket bahan diskusi untuk didiskusikan

14

Pertanyaan/interuksi untuk diskusi:

1. Kelompok “Toleransi”

Uraikan secara singkat pasal-pasal dalam onstitusi dan dalam Undang-Undang HAM yang terkait

dengan kebesan beragama dan beribadat, serta pasal-pasal yang terkait dengan pembatasan hak.

Mengapa kebebasan beribadat perlu dibatasi..?

2. Kelompok “Damai”

Uraikan definisi dari huru hara, konflik, dan krisis.

Jelaskan perbedaan pokok dari ketiga definisi tersebut.

3. Kelompok “Kerjasama”

Uraikan Pasal 1 Penetapan Presiden RI No.1 Tahun 65

Jelaskan apa yang dimaksud di muka umm dalam Pasal 1 tersebut.

4. Kelompok “Demokrasi”

Dalam lampiran Keputusan Menteri Agama RI No.473 Tahun 2003 terdapat sembilan penyebab

konflik sosial berbasis agama. Uraikan tiga penyebab konflik, dan jelaskan upaya pencegahan dari

masing-masing penyebab tersebut, menurut kesepakatan kelompok.

5. Kelompok “Aman”

Seperti diketahui, di wilayah Kecamtan Bekasi Utara dibangun Gereja Santa Clara. Pembangunan

Gereja tersebut semapat menuai protes dari Umat Islam di wilayah tersebut yang berujung pada

konflik yang menimbulkan korban luka-luka.

Bagaimana upaya pencegahan yang seharusnya dilakukan, agar kejadian serupa tidak terjadi di

tempat lain. Mohon diskusikan dalam kelompok.

Page 14: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

14

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

kemudian minta agar semua anggota kelompok aktif dalam diskusi, sampailah

pada pelaksanaan diskusi. Jika waktu diskusi hampir habis, penyuluh segera

memberitahukan kepada peserta bahwa waktu diskusi akan segera berakhir,

misalnya “waktu diskusi tinggal lima menit lagi.” Lima menit kemudian

dibaritahukan kepada peserta “waktu diskusi sudah habis, hasil diskusi sementara

ditinggalkan di tempat diskusi, selanjutnya kita akan melakukan ice breaker agar

kita segar kembali.”

6. Pelaksanaan Ice Breaker

Setelah peserta berdiskusi sekitar 30 menit, biasanya terjandi agak

kekakuan atau ketegangan akibat adanya saling beda pendapat dan sebagainya,

dan kejadian ini sangat wajar, terlebih lagi dalam kelompok yang heterogen, sifat-

sifat ingin menang sendiri, ingin menonjolkan diri, sulit menerima pendapat orang

lain, dan sebagainya. Kebiasaan-kebiasaan semacam ini akan selalu ada dalam

kelompok diskusi, sehingga kerap menimbulkan ketegangan, yang menyebabkan

situasi menjadi beku. Oleh karena itu, setelah peserta melewati situasi ini perlu

dilakukan ice breaker untuk mengurangi atau menghilangkan kebekuan. Untuk

menghilangkan kebekuan tersebut akan dilakukan Ice breaker. Ibarat sebuah es

batu besar, kalau sudah membeku dan membatu perlu dipecahkan atau dicairkan

dengan alat pemecah es bernama ice breaker.15

dengan teknik yang penulis disebut teknik “benang kusut”. Teknik ice

breaker ini agak berbeda dengan teknik ice breaker lainnya, teknik ice breaker ini

diharapkan mampu tidak membuat peserta lebih rileks, tetapi mampu

mengurangi kesenjangan atau gap yang disebabkan perbedaan latar belakang

peserta. Seperti perbedaan status sosial, suku, agama, dan perbedaan latar

belakang lainnya. Dengan tidak adanya kesenjangan, maka akan membuat

peserta merasa lebih dekat (akrab), sehingga akan lebih mudah membangun

interaksi sesama peserta. Kalau interaksi sudah terbangun secara baik, maka

potensi konflik sudah berkurang bahkan akan hilang.

Kemudian, bagaimana langkah-langkah teknik “benang kusut” tersebut?

Pertama, peserta diminta untuk berdiri, kemudian peserta diminta untuk

melepaskan dan menyimpan barang seperti jam tangan, kaca mata, cincin, dan

sebagainya, di tas masing-masing atau tempat lain yang aman. Kedua, peserta

15

Adi Soenarno, Ice Breaker, Don’t Be Tegang, (Yogyakarta, Penertbit Andi, tanpa tahun).

Page 15: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

15

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

diminta membuat lingkaran kecil berdasarkan kelompok masing-masing, dengan

jarak yang dekat dengan peserta lain yang ada di sebelahnya. Ketiga, peserta

diminta untuk mengangkat tangan kanan dan berjabat tangan dengan peserta yang

ada di depannya, dengan demikian semua peserta di masing-masing kelompok

sudah berjabat tangan kanan dengan tangan kanananya. Keempat, peserta diminta

untuk mengangkat tangan kiri kemudian berjabat tangan dengan orang yang

berbeda. Dengan demikian setiap peserta sudah menggunakan tangannya saling

berjabat tangan dengan sesama peserta dalam kelompok masing-masing. Intruksi

serlanjutnya, intruksi kelima, dari keadaan jabat tangan ini, silahkan diurai dalam

keadaan tetap saling berpegangan (tidak boleh lepas tangan), sehingga membentuk

lingkaran seperti semula, caranya terserah kesepakatan kelompok, tetapi harus

tetap dalam posisi bergandengan tangan, tidak boleh lepas, waktunya lima menit.

Selama proses membentuk lingkaran, akan terjadi komunikasi dan interaksi

banyak arah dengan intensif, dan akan terjadi sikap saling menghormati sesama

anggota kelompok.

7. Pemaparan hasil diskusi.

Setelah peserta selesai melakukan ice breaker, selanjutnya adalah

pemaparan hasil diskusi menggunakan teknik “jaga warung.” atau disebut teknik

“window shoping.” Di awal pemaparan hasil diskusi, Penyuluh menjelaskan

kepada peserta bahwa sesi ini adalah sesi pemaparan hasil diskusi. Pemaparan

hasil diskusi akan dilakukan dengan teknik “jaga warung” atau “ teknk window

shoping.” Pembagian tugas dalam teknik ini yaitu delapan orang peserta setiap

kelompok, dua orang berperan sebagai penjaga warung, enam orang berperan

sebagai penjaga/pembeli. Penjaga warung bertugas

mempresentasikan/memaparkan hasil diskusi, kemudian pengunjung/pembeli

bertugas mengajukan pertanyaan, saran, atau masukan kepada penjaga warung.

Untuk sekali pemaparan dan tanya jawab waktunya sekitar lima menit. Setelah

selesai presentasi dan tanya jawab, Penyuluh mengintruksikan pengunjung untuk

bergerak ke warung berikutnya, searah jarum jam, yang berarti berputar ke arah

kanan, demikian seterusnya, sampai masing-masing kelompok berada di posisi

semula. Selama proses presentasi, Penyuluh selain memberi interuksi, juga

mengamati setiap kelompok untuk melihat keatifan dan prilaku masing-masing

Page 16: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

16

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

anggota kelompok. Setelah selesai, setiap kelompok diminta untuk kembali ke

tempat duduk kelompok masing-masing.

8. Tanggapan Penyuluh

Setelah selesai sesi pemaparan hasil diskusi, selanjutnya Penyuluh

memberikan tanggapan. Tanggapan bisa dilakukan secara umum untuk semua

kelompok mau pun tanggapan terhadap masing-masaing kelompok, tergantung

waktu yang tersedia. Tanggapan yang dilakukan secara umum misalnya. “selama

berlangsungnya presentasi saya mengamati dengan seksama, dari hasil

pengamatan saya semua kelompok sudah bagus, walaupun masih ada beberapa

anggota kelompok yang masih melamun, mungkin ingat anak dan isteri di rumah.”

Nah mendengar ucapan ini akan membuat semua peserta tertawa, sehingga

suasana yang semula hening, menjadi cair.

Tanggapan yang dilakukan kepada masing masing kelompok misalnya, dari

pengamatan saya kelompok “TOLERANSI” pemaparannya bagus sekali, tapi

kelihatan agak sedikit gugup, mungkin karena pengunjungnya ada yang

berjubah, seperti Raja Arab. Kelompok “DAMAI” presentasinya ber api-api,

mungkin biasa memimpin unjuk rasa, dan seterusnya. Tanggapan-tanggapan

semacam ini, kalau dsampaikan dengan gaya bercanda akan mengundang tawa

peserta, dan dapat mengakrabkan peserta.

Setelah selesai tanggapan dari Penyuluh, kalao waktunya memungkinkan,

bisa dilakukan ice breaker lagi. Ice breaker ini untuk lebih mengakrabkan sesama

peserta, karena ice breaker ini pada intinya hanya bermain-main. Dengan

bermain-main, tidak sadar bawah mereka sedang diupayakan persahabatan

mereka sedang dopererat. Jika persahabatan mereka sudah erat, maka sangat kecil

terjadi konflik.

Ice Breaker yang baik dan sederhana pelaksanaanya, dan waktu yang

digunakan juga lebih singkat, yang “RUJAKAN.” Pelaksanaannya sederhana

sekali. Peserta diminta untuk berdiri, membuat lingkaran besar dengan jarak

setengah lencang kanan. Kemudian, peserta diberi tahu bahwa peserta akan

melakukan ice breaker yang disebut “RUJAKAN.” Lazimnya rujak, terdiri dari

buah-buahan. Peserta secara spontan untuk menyebutkan buah apa saja, misalnya:

belimbing, jambu, nanas, jeruk, dan mangga. Sekarang, peserta secara bergilir

menyebutkan nama buah yang dijadikan bahan rujak: belimbing, nanas, dan

Page 17: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

17

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

seterusnya sampai, mangga. Kemudian dilanjutkan peserta berikutnya menyebut

nama belimbing, nanas, dan seterusnya sampai mangga. Demikian seterusnya,

sampai semua peserta mendapat giliran menyebut nama buah.

Langkah berikutnya, Penyuluh memberi interuksi, “kalau saya mengatakan

belimbing, maka yang tadi menyebut belimbing, bertukar tempat berdiri dengan

yang belimbing. Kemudian, “kalau saya menyebut mangga, maka yang tadi

menyebut mangga, bertukar tempat berdiri dengan yang menyebut mangga”,

demikian seterusnya, dengan gerak pindah yang cepat, dan diulang hingga

beberapa kali, sambil dilihat bagaimana prilaku peserta.

Jika sudah diulangi beberapa kali, selanjutnya Penyuluh mengiteruksikan, “kalau

saya mengatakan RUJAK, maka semua bertukar tempat. Belimbing bertukar

tempat dengan belimbing, jeruk bertukar tempat dengan jeruk dan seterusnya.”

Hingga semuanya bertukar tempat, sehingga akan tampak peserta saling berlari

mencari tempat. Dijamin, peserta akan berlari sambil tertawa berebut tempat.

9. Evaluasi, Kesan dan Pesan

Sesi evaluasi yaitu kegiatan untuk mengevaluasi kegiatan penyuluhan yang telah

dilaksnakan. Evalausi dapat dilakukan secara langsung oleh peserta. Minta satu

atau dua orang peserta untuk melakukan evaluasi terhadap seluruh proses

penyuluhan, sejak awal hingga akhir kegiatan. Ruang lingkup yang devaluasi

meliputi tempat, waktu, sarana, penyuluh, metoda/teknik, materi yang digunakan

dalam penyuluhan. Kemudian, satu orang diminta untuk memberikan kesaan dan

pesan selama mengikuti kegaitan penyuluhan menggunakan teknik andragogi,

10. Penutup.

Penyuluh menutup dengan ucapan permohonan maaf dan terima kasih, serta

menyampaikan harapan-harapan kepada peserta penyuluhan. Harapan-harapan

tersebut mengacu pada tujuan penyuluhan. Misalnya, mudah-mudahan setelah

selesai mengikuti penyuluhan Bapak-Bapak/ Ibu-Ibu/Bapak dan Ibu akan terus

menajalin silaturahmi atau persaudaraan sesama alumni penyuluhan, dan dapat

“menularkan” penyuluhan dengan model seperti ini kepada orang lain atau

kelompok-kelompok lain. Jadi Penyuluh sebaiknya tidak langsung mengatakan

“semoga setelah selesai mengikuti penyuluhan ini sesama peserta tidak akan

terjadi konflik lagi”. Bahasa seperti ini terlalu menohok, jadi diupayakan

menggunakan bahasa yang lebih halus.

Page 18: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

18

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

D. Penutup

1. Kesimpulan

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keragaman, termasuk

beragam dalam aspek agama. Keragaman agama ini, apabila dikelola dengan

baik dan benar sesungguhnya dapat menjadi potensi bagi bangsa Indonesia.

Namun sebaliknya, apabila keragaman agama tersebut tidak dikelola dengan baik

dan benar, maka akan menjadi sumber konflik yang dapat mengancam stabilitas

bangsa. Oleh karena itu, agar tidak terjadi konflik keragaman agama tersebut perlu

dikelola dengan baik dan benar. Bentuk pengelolaan tersebut salah satunya adalah

dilakukan upaya pencegahan.

Kementerian Agama sebagai lembaga pemerimtah yang memiliki tugas mengelola

tata kehidupan beragama, bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan

konflik. Beberapa upaya yang dilakukan oleh Kementerian Agama untuk

melakukan pencegahan konflik sosial berbasis agama, antara lain penyuluhan,

perumusan kode etik, pembentukan kader kerukunan umat beragama, dan

sebagainya. Namun demikian, konflik sosial berbasis agama terus saja terajdi.

Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila penulis mencoba menyumbangkan

pemikiran dengan cara membuat karya tulis ini.

Penyuluhan dalam karya tulis ini melalui pendekatan andragogi dengan

beberapa teknik yang langsung dipraktekkan oleh pesera penyuluhan, diharapkan

mampu mencegah terajdinya konflik sosial berbasis agama. Oleh karena semua

teknik yang digunakan mengandung makna untuk melatih peserta. Diskusi melatih

peserta untuk menyampaikan pendapat, dan melatih menghargai pendapat orang

lain. Presentasi melatih peserta untuk sabar mendengarkan peserta lain berbicara,

dan bertanya pada waktunya. Dan ice breaker melatih agar peserta toleran,

menerima kehadiran orang lain apa adanya, dan membangun rasa kebersamaan.

2. Saran

a. Ada pepatah jawa yang pernah penulis jadikan sebuah hiasan dinding yang

dibuat menggunakan jerami, saat penulis masih duduk di bangku Sekolah

Page 19: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

19

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

Dasar (SD), Pepatah jawa itu berbunyi, “Jerbasuki Mawa Bea”. Pepatah ini

artinya, setiap program atau kegiatan, selalu memerlukan biaya. Sehebat apa

pun program, apabila tidak didukung dengan anggaran yang memadai, maka

hasilnya kemungkinan juga kurang memadai, atau bahkan program terserbut

tidak akan terlaksana. Model penyuluhan ini mungkin saja dilakukan secara

mandiri, tetapi dalam pelaksanaannya akan mengalami banyak persoalan.

Oleh karena itu, sangat disarankan pemerintah dalam hal ini kementerian yang

menaungi Penyuluhan Hukum bersedia menyediakan anggaran yang

memadai, sehingga kegiatan penyuluhan hukum dapat terlaksana dengan baik.

b. Pencegahan hanyalah sebuah upaya. Sehebat apa pun strategi pencegahan,

apabila pihak-pihak yang berkonflik tidak menghendaki adanya kedamaian

dalam hidup, maka upaya apapun, termasuk upaya pencegahan akan menjadi

sia-sia. Karena itu, kepada pihak-pihak yang berkonflik atau mempunyai

potendi konflik, lakukanlah upaya pencegahan dari dalam diri masing-masing,

demi terwujudnya kedamaian dalam hidup.

c. Tulisan ini hanya merupakan gagasan atau pemikiran dari seorang Penyuluh

Hukum biasa yang mencoba menggabungkan pengetahuan yang diperoleh

dari beberapa literatur dan pengalaman penulis sebagai Narasumber,

Fasilitaor, dan sedikit menulis, ke dalam bentuk karya tulis. Mudah-mudahan,

tulisan ini akan bermanfaat, khususnya bagi para penyuluh hukum. Karena

itu, disarankan kepada Penyuluh Hukum yang sudah membaca dan

mencermati tulisan ini, silahkan untuk mencoba menerapkannya. Perlu

diketahui, teknik ini bisa digunakan di wilayah-wilayah rawan konflik sosial

dengan berbagai latar belakang, tidak hanya yang berlatar belakang agama.

Apabali dalam pelaksanaannya menemui kesulitan, disarankan untuk

menghubungi penulis. Siapa tau, Penulis bisa membantu untuk memperlancar

kegaitan penyuluhan.

Page 20: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

20

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

DAFTAR PUSTAKA

Amirwulan Hesti Sochmawardiah, Diskriminasi Rasial Dalam Hukum HAM, Studi Tentang

Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa, (Jaka: Genta Publising, 2013)

Minan, Micael, http://www.beritasatu.com/hukum-kriminalitas/421380-ini-alasan-massa-

tolak-pembangunan-gereja-santa-clara.html (diunduh 4 Januari 2018, jam 09.25

WIB).

Nitibaskara, Tubagus Ronny Rahman, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah, (Jakarta:

M2 Prit, 2003)

N.K, Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008)

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,

1984)

Sumartono, Kecerdasan Komunikasi, Rahasia Hidup Sukses, (Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, 2003)

Soenarno, Adi, Ice Breaker, Don’t Be Tegang, (Yogyakarta, Penertbit Andi, tanpa tahun).

Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa, Dari Teori Hingga Aplikasi, (Jakarta: PT. Bumi

Aksara, 2007)

Topatimasang, Roem, Belajar Dari Pengalaman, Panduan Latihan Memandu Pendidikan

Orang Dewasa untuk Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Perhimpunan

Pengembangan Pesantren & Masyarakat, 1990)

Yulianto dkk, Penelitan, Peran Tokoh Agama dalam Pencegahan dan Penghentian Konflik

Berbasis Agama, (Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan HAM, Kementerian Hukum

dan HAM RI, 2013)

Page 21: UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS …

21

JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id

http//arti-definisi-pengertian.info/pengertian-penyuluh. Diunduh 8 Januari 2018 Jam14.16

WIB.

Peraturan Perundang-Undangan:

Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Perubahannya, (Jakarta: Redaksi Kawan

Pustaka, 2004)

-------------, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, (Jakarta:

Ditjen HAM)

------------, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

------------, Keputusan Menteri Agama RI Nomor 473 Tahun 2003 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Penanggulangan Kerawanan Kerukunan Hidup Umat Beragama.

----------------Peraturan Menpan Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 1 (2).