upaya meningkatkan keterampilan menulis cerita

162
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK DENGAN METODE PETA PIKIRAN (MIND MAPPING) (PTK pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia oleh: Wahyu Sulistiyana S840809224 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: danghuong

Post on 24-Jan-2017

232 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK

DENGAN METODE PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)

(PTK pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

oleh:

Wahyu Sulistiyana

S840809224

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK

DENGAN METODE PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)

(PTK pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo)

Disusun oleh:

Wahyu Sulistiyana

S840809224

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. ___________ _________ NIP 19440315 197804 1 001

Pembimbing II Drs. Suyono, M.Si. ___________ _________ NIP 19500301 197603 1 002

Mengetahui

Ketua Program Pendidikan Bahasa Indonesia

Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. NIP 19440315 197804 1 001

Page 3: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK

DENGAN METODE PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)

(PTK pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo)

Disusun oleh:

Wahyu Sulistiyana

S840809224

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua : Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd ___________ ___________ Sekretaris : Dr. Nugraheni Eko W.,M.Hum. ___________ ___________ Anggota Penguji 1. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. ___________ ___________ 2. Drs. Suyono, M.Si. ___________ ________ Mengetahui Ketua Program Studi

Direktur PPS UNS Pendidikan Bahasa Indonesia

Prof. Drs. Suranto Tjiptowibisono, M.Sc.,Ph.D. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. NIP 19570820 198503 1 004 NIP 19440315 197804 1 001

Page 4: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Wahyu Sulistiyana

NIM : S840809224 Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul Upaya Meningkatkan

Keterampilan Menulis Cerita Pendek dengan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping)

(PTK pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo) adalah betul-betul karya

saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi

dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari

tesis tersebut.

Sukoharjo, Januari 2011

Yang membuat pernyataan,

Wahyu Sulistiyana

Page 5: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas karunia dan pertolongan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan

tesis ini. Dalam menyelesaikan tesis ini, peneliti banyak mendapat bantuan,

bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

peneliti menyampaikan terima kasih kepada yang peneliti hormati:

1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin untuk

mengikuti program studi magister di Program Pascasarjana ini;

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan izin penyusunan tesis ini;

3. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Prof. Dr. Herman J. Waluyo,

M.Pd sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah memberi bimbingan dan saran-

saran serta motivasi untuk segera menyelesaikan tesis ini;

4. Drs. Suyana , M.Si., Pembimbing II tesis ini yang dengan penuh kesabaran dan

ketelatenan telah memberikan saran, masukan, dan arahan demi kesempurnaan

tesis ini;

5. Dwi Susilowati, S.Pd., M.Pd. Kepala SMP Negeri 4 Sukoharjo yang telah

berkenan memberi izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah

yang menjadi tanggung jawab pengelolaan dan pengawasannya;

Page 6: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

6. Drs. Wahyudi Sri Handoko, Guru Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo yang

telah berkenan menjadi kolaborator dan melaksanakan penelitian tindakan kelas

ini;

7. Keluarga Sulistya Wibawa, Spd, M.Pd, yang telah mendampingi dan memberi

dorongan selama menempuh program studi magister di Program Pascasarjana ini;

Akhirnya, peneliti hanya dapat berdoa semoga Tuhan Yang Maha Esa

melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak tersebut di atas, dan

mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi sidang pembaca.

Sukoharjo, Januari 2011

Peneliti

Wahyu Sulistiyana.

Page 7: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ………………………………………………………………..… i

PENGESAHAN PEMBIMBING................................................................ ii

PENGESAHAN PENGUJI TESIS ............................................................ iii

PERNYATAAN ......................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................... v

DAFTAR ISI ............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… xiii

ABSTRAK ................................................................................................. xv

ABSTRACT ............................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….. 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ............................................................... 9

D. Manfaat Penelitian ............................................................. 9

1. Manfaat Teoritis ............................................................. 9

2. Manfaat Praktis .............................................................. 9

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

11

A. Kajian Teori ...................................................................... 11

1. Keterampilan Menulis Cerita Pendek............................ 11

Page 8: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

a. Pengertian Keterampilan........................................... 11

b. Hakikat Menulis.......................................................... 12

1) Pengertian Menulis................................................. 13

2) Tujuan Menulis...................................................... 20

3) Manfaat Menulis..................................................... 22

4) Tahap-tahap Menulis.............................................. 25

5) Asas-asas Menulis................................................. 28

6) Jenis-jenis Tulisan................................................. 31

c. Hakikat Cerita Pendek................................................ 34

1) Pengertian Cerita Pendek....................................... 34

2) Ciri-ciri Cerita Pendek.......................................... 38

3) Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek............... 39

4) Pembahasan Unsur-unsur Cerita Pendek............. 43

d. Hakikat Pembelajaran Menulis Cerita Pendek di SMP 60

1) Pembelajaran Keterampilan Menulis Cerita Pendek 61

2) Penilaian Keterampilan Menulis Cerita Pendek...... 68

3) Model Penilaian Keterampilan Menulis Cerpen..... 70

e. Hakikat Keterampilan Menulis Cerita Pendek............. 72

2. Metode Peta Pikiran (Mind Mapping)........................... 72

a. Pengertian Metode Peta Pikiran (Mind Mapping)..... 72

b. Langkah-langkah Pembuatan Peta Pikiran (Mind

Mapping....................................................................

78

c. Implementasi Metode Peta Pikiran (Mind Mapping)

dalam Pembelajaran Menulis Cerita Pendek............

83

B. Penelitian yang Relevan ..................................................... 84

C. Kerangka Berpikir .............................................................. 86

D. Hipotesis Tindakan........................................................... 88

Page 9: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 90

A. Tempat dan Waktu Penelitian........................................... 90

B. Bentuk dan Strategi Penelitian.......................................... 91

C. Subjek Penelitian ............................................ ................... 92

Halaman

D. Sumber Data Penelitian....................................................... 92

1. Peristiwa Proses Pembelajaran Menulis Cerpen........... 92

2. Informan......................................................................... 92

3. Dokumen......................................................................... 93

E . Teknik Pengumpulan Data.... ............................................. 93

1. Observasi.............................. ....................................... 93

2. Wawancara............. ........................ .............................. 94

3. Analisis Dokumen........................................................ 95

F. Teknik Validitasi Data................................................... 95

G. Teknik Analisis Data........................... .............................. 95

H. Prosedur Penelitian.............................................................. 96

I. Indikator Keberhasilan Tindakan.......................…………. 100

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................... 102

A. Deskripsi Latar (Setting) Penelitian................................. 102

B. Kondisi Awal...................................................................... 104

C. Pelaksanaan Tindakan dan Hasil Penelitian...................... 111

1. Siklus I.......................................................................... 111

a. Perencanaan Tindakan .............................................. 111

b. Pelaksanaan Tindakan ............................................. 113

c. Observasi ................................................................. 115

d. Analisis dan Refleksi................................................... 117

2. Siklus II.......................................................................... 121

a. Perencanaan Tindakan................................................ 121

Page 10: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

b. Pelaksanaan Tindakan............................................... 123

c. Observasi ..................................................................... 124

d. Analisis dan Refleksi................................................... 127

3. Siklus III......................................................................... 130

Halaman

a. Perencanaan Tindakan................................................ 130

b. Pelaksanaan Tindakan............................................... 131

c. Observasi .................................................................. 133

d. Analisis dan Refleksi ................................................ 136

D. Pembahasan Hasil Penelitian.............................................. 138

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ....................... 144

A. Simpulan....... ............................................................... 144

B. Implikasi ............................................................................. 145

C. Saran ............................................................................. 146

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 148

LAMPIRAN …………………………………………………………… 152

Page 11: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Model Penilaian Tugas Menulis Cerita Pendek.............................

71

2 Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian…………...............

91

3 Perolehan Nilai Pretes Keterampilan Menulis Cerpen pada Kondisi Awal...............................................................................

111

4 Perolehan Nilai Tes Keterampilan Menulis Cerpen pada Siklus I 120

5 Perolehan Nilai Pretes Keterampilan Menulis Cerpen pada

Siklus II........................................................................................

129

6 Perolehan Nilai Pretes Keterampilan Menulis Cerpen pada Siklus III.....................................................................................

137

Page 12: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Penggolongan Karangan The Liang Gie (2002: 32).....................

33

2 Contoh Mind Mapping 1 (Buzan, 2007: 21).................................

80

3 Contoh Mind Mapping 2 (Buzan, 2007: 131)..............................

81

4 Contoh Mind Mapping 3 (Buzan, 2007: 35).................................

82

5 Alur Kerangka Berpikir................................................................ 89

6 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas............................................ 97

7 Gedung SMP Negeri 4 Sukoharjo................................................ 103

Page 13: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP

Negeri 4 Sukoharjo...............................................................

153

2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)......................... 174

3 Hasil Observasi....................................................................... 189

4 Hasil Wawancara.................................................................... 206

5 Instrumen Penelitian.............................................................. 210

6 Hasil Peta Pikiran Siswa........................................................ 220

7 Rekapitulasi Nilai Keterampilan Menulis Cerita Pendek........ 230

8 Foto Kegiatan Penelitian ....................................................... 232

9 Surat Keterangan Ijin Penelitian............................................ 240

Page 14: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

ABSTRAK

Wahyu Sulistiyana. S840809224. 2010. Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerita Pendek dengan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) (PTK pada Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 4 Sukoharjo). Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan peningkatan kualitas pembelajaran menulis cerpen siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo dengan menerapkan metode peta pikiran (mind mapping); (2) mengetahui peningkatan keterampilan menulis cerpen dengan penerapan metode peta pikiran (mind mapping) pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu penelitian kolaboratif antara guru dan peneliti untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam pembelajaran. Sumber data penelitian ini antara lain: peristiwa proses pembelajaran menulis cerpen, informan (guru pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo), dokumen (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, foto kegiatan pembelajaran, hasil peta pikiran siswa, cerpen). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan analisis dokumen. Untuk menguji validitas data peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis kritis berdasarkan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Proses penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus dengan empat tahap pada tiap siklusnya, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, serta tahap analisis dan refleksi.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Penerapan metode peta pikiran (mind mapping) dapat meningkatkan keaktifan, perhatian, konsentrasi, minat serta motivasi siswa dalam pembelajaran menulis cerpen. Di samping itu, penerapan metode peta pikiran (mind mapping) juga memacu guru untuk lebih terampil dalam mengelola kelas; (2) penerapan metode peta pikiran (mind mapping) dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang berimplikasi pada keterampilan menulis cerpen siswa. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata siswa yang mengalami peningkatan sebelum tindakan sampai pada tiap siklusnya. Pada kondisi awal nilai rerata 68,44 tingkat ketuntasan klasikal 41,18%. Pada siklus I, nilai rerata 71,65 tingkat ketuntasan klasikal 67,65%. Pada siklus II, nilai rerata 75,18 tingkat ketuntasan klasikal 82,35%. Pada siklus III, nilai rerata 76,88 tingkat ketuntasan klasikal 100 %.

Page 15: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

ABSTRAC Wahyu Sulistiyana, S 840809224. 2010 Improving writing Comprehension of Short Story using mind mapping method can action research at the second year of SMP 4 Sukoharjo ). Thesis. Surakarta : Education of Indonesian language in Post graduate of Sebelas Maret University, Surakarta. This research is aimed to describe improving quality of learning short Story writing to the second year of SMP 4 Sukoharjo using mind mapping method ; and to Know improving writing comprehension of short Story using Mind Mapping to the second year of SMPN 4 Sukoharjo This study used classroom action research where collaborate research between the teacher and the researcher to solve the learning problem . The data source contains teaching learning process of short story writing, informant ( the Indonesian language teacher and the students of the second year of SMPN 4 Sukaharjo), document (the lesson plan, the teaching learning activities photograph, the result of students mind mapping, short story). The methods of collecting data are observation, interview, and analyzing document.for analyze the validity of data, the researcher use triangular technique of data source, and triangular method. In analyzing data, the reseacher used criticism technique based on indicator result that is approved. There were three cycles in this action research in which each cycle used four steps, they are planning, implementing, observing, and reflecting Based on the research finding, it can be concluded that mind mapping method can increase actvity, concern, concentration, and motivation of students in learning short story writing. Beside that, mind mapping method quality of learning, especially in writing comprehension of short story. The students’ score was better after this action research. Before this action research, the mean of pre-test is 68.44 while the mean of post-test is 41.18 %. In the first cycle , the result of pre-test is 71,65 while the result of post-test is 67,65%. In the second cyle, the result of pre test is 75,18 while the result of post –test is 82,35%. In the third cycle , the result of pre-test is 76,88 while the result of post-test is 100%

Page 16: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Joni Ariadinata (2006: 23), terdapat dua hal klasik yang seringkali

disebutkan jika membicarakan pembelajaran sastra di sekolah. Pertama, siswa

menganggap bahwa karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan naskah drama) adalah

bahan–bahan yang sulit untuk dimengerti. Kedua, keengganan guru mengajarkan

sastra (karena memiliki stigma bahwa karya sastra itu sulit) sehingga kebanyakan

guru mengambil jalan pintas untuk mengajarkan teori.. Ia menambahkan bahwa dari

sisi guru, jalan pintas itu sangat memudahkan karena memang teori mudah diajarkan.

Dengan mengajarkan teori, maka tanggung jawab terhadap beban kurikulum menjadi

terkurangi. Berdasarkan pengalaman, model– model tes yang kemudian menjadi

acuan dalam ujian adalah teori (sedikit praktik, lebih–lebih apresiasi dan kreasi). Dari

sisi siswa juga melegakan karena dengan lebih banyak guru mengajarkan teori maka

beban “membaca dan menulis yang sulit” kemudian terhindarkan.

Dari paparan tersebut dapat diindikasikan bahwa pembelajaran sastra

mengalami kegagalan. Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat pembelajaran

sastra adalah satu hal yang urgen. Sastra turut memberikan kontribusi yang besar

dalam usaha pembinaan mental serta memperkaya kehidupan ruhaniah manusia.

Sastra dapat memberi pengaruh yang besar terhadap cara berpikir seseorang

mengenai hidup, mengenai baik dan buruk, mengenai benar dan salah, serta mengenai

Page 17: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

cara hidup diri sendiri dan suatu bangsa. Sastra dapat merangsang seseorang untuk

lebih memahami dan menghayati kehidupan. Sastra bukan merumuskan dan

mengabstraksikan kehidupan, tetapi menampilkannya. Pendek kata, pembelajaran

sastra merupakan satu kebutuhan dalam rangka pembentukan moral bangsa.

Urgensi pembelajaran sastra tersebut diperkuat oleh pendapat beberapa pakar.

Rahmanto (1988: 16) mengungkapkan empat manfaat pembelajaran sastra, yaitu: (1)

membantu keterampilan berbahasa, (2) meningkatkan pengetahuan budaya, (3)

mengembangkan cipta dan rasa, dan (4) menunjang pembentukan watak. Sebuah

karya sastra dapat membangkitkan daya kreativitas serta imajinasi siswa. Rangsangan

dari sebuah karya sastra mengendapkan sebuah kesadaran kreatif sekaligus kesadaran

kritis di dalam diri siswa yang akan dibutuhkan oleh cabang ilmu apa pun yang

dikehendaki. Ditambahkan oleh Ketua Mastera (Majelis Sastra Asia Tenggara)

Dendy Sugono (dalam http://ganeca.blogspirit.com/) bahwa kehidupan sastra tidak

dapat dipisahkan dari penggunaan bahasa masyarakat pendukungnya. Sastra memiliki

fungsi menumbuhkan rasa kenasionalan dan solidaritas kemanusiaan serta

mempengaruhi proses pembentukan kepribadian dan kebangsaan masyarakat.

Kemajuan sastra sering digunakan sebagai indikator kemajuan peradaban masyarakat

pendukungnya. Sementara itu, Gola Gong sebagaimana dikutip oleh Aris Kurniawan

(dalam www.republika.co.id) mengemukakan bahwa kemampuan menulis,

menganalisis, dan menyimpulkan persoalan serta meningkatnya kepekaan terhadap

nilai–nilai kemanusiaan adalah penting bagi siapa saja. Berhasilnya pengajaran sastra

memungkinkan untuk mengasah siswa ke arah sana. Tumbuhnya kesadaran siswa

Page 18: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

akan pentingnya mengapresiasi sastra akan mendorong mereka pada kemampuan

melihat persoalan secara objektif, membentuk karakter, merumuskan watak, dan

kepribadian. Pendeknya, bila salah satu tujuan pendidikan adalah meningkatkan

kualitas kemanusiaan seseorang, maka tidak bisa tidak, pengajaran sastra mesti

diletakkan sama pentingnya dengan pelajaran lain.

Terlepas dari urgensi pembelajaran sastra di atas, pada realitasnya,

pembelajaran sastra masih menemui banyak kendala. Ahmadun Yossi Herfanda dan

Gola Gong sebagaimana dikutip Aris Kurniawan (dalam www.republika.co.id)

mengungkapkan realitas terkini pembelajaran sastra di sekolah masih belum ideal.

Pembelajaran sastra yang semula bertujuan memberikan pengalaman sastra yang

mencakup pengalaman apresiatif dan ekspresif sekadar menjadi pelengkap

pembelajaran Bahasa Indonesia sehingga pembelajarannya pun kurang optimal.

Minimnya buku-buku sastra sebagai sumber belajar ditambah dengan alokasi waktu

pembelajaran yang terbatas dijadikan alasan kurang optimalnya pembelajaran sastra.

Sastra diajarkan sebatas sebagai pengetahuan sehingga hanya perlu dihafalkan.

Pengalaman sastra minim dimiliki oleh siswa terutama pengalaman kreasi seperti

menulis karya sastra, mementaskan drama, serta mendeklamasikan puisi. Jika mau

dicari kekurangan terbesar dalam pembelajaran sastra adalah minimnya kesempatan

bagi siswa untuk diajak berlatih menulis karya sastra. Anwarsono, (dalam Horison

edisi Agustus 2003) mengungkapkan bahwa salah seorang guru Bahasa dan Sastra

Indonesia di Lampung Timur mengungkapkan bahwa pengajaran sastra di sekolah

belum membanggakan karena kurang jam pelajaran, sistem pengajaran yang kurang

Page 19: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

pas, kurikulum yang hanya mendorong siswa untuk menghafal angkatan, judul karya

tanpa pernah mengajak siswa memasuki wilayah interpretasi maupun kreasi karya

sastra.

Fenomena serupa terjadi dalam pembelajaran sastra di kelas VIII A SMP

Negeri 4 Sukoharjo khususnya pada pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen).

Pembelajaran menulis cerpen masih dijejali berbagai teori tentang cerpen dengan

kegiatan praktik menulis yang sangat minim, bahkan bisa dikatakan tidak ada.

Akibatnya, siswa tidak terlatih untuk berkreasi menulis cerpen. Lebih lanjut,

keterampilan menulis siswa tidak terkembangkan dengan baik. Hal ini tercermin dari

perolehan nilai menulis siswa. Dari 34 siswa, hanya 14 siswa yang mencapai nilai di

atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) nya yaitu 70; sedangkan 20 siswa masih

mencapai nilai di bawah KKM. Hal ini berarti hanya 41,18% ketuntasan belajar

untuk kelas tersebut. Dari hasil pretes menulis cerpen yang dilakukan pada survei

awal diketahui bahwa siswa banyak melakukan kesalahan ejaan. Di samping itu,

kebanyakan siswa belum mampu menampilkan ide cerita yang kreatif dan segar. Ide

yang biasa saja pun tidak dikembangkan dengan baik. Salah satunya ditandai dengan

panjang cerita yang dihasilkan siswa. Cerpen yang ditulis siswa rata–rata tidak lebih

dari 400 kata. Tentunya hal ini kurang memenuhi syarat untuk disebut sebagai

sebuah cerpen. Di samping itu, siswa tidak bisa mengorganisasikan tulisannya dengan

baik. Unsur intrinsik belum tercakup di dalam cerpen. Pemanfaatan potensi kata juga

masih sangat kurang. Dijumpai pula konstruksi kalimat yang salah sehingga

mengaburkan makna.

Page 20: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Dari segi proses, pembelajaran pada survei awal masih dilakukan secara

konvensional. Secara terinci, pembelajaran menulis cerpen tersebut dilakukan guru

dengan langkah–langkah sebagai berikut: (1) guru menugaskan siswa untuk membaca

cerpen yang ada dalam buku teks; (2) guru menjelaskan unsur–unsur intrinsik cerpen,

siswa diharuskan mencatat; (3) guru menanyakan unsur intrinsik cerpen yang terdapat

dalam cerpen yang telah dibaca; (4) guru menugaskan siswa untuk menulis cerpen

dengan satu tema yang telah ditentukan guru; (5) guru mengumpulkan cerpen yang

telah ditulis siswa seadanya; dan (6) guru menilai cerpen siswa.

Jika diperhatikan, pembelajaran masih berpusat pada guru. Guru mendominasi

pembelajaran dengan lebih banyak menerangkan materi di depan kelas. Hal ini

mempengaruhi keaktifan siswa. Meskipun guru memberi kesempatan pada siswa

untuk bertanya atau memberikan tanggapan, tidak ada siswa yang menggunakan

kesempatan tersebut.

Di samping itu, terlihat bahwa pembelajaran yang dilakukan lebih

mementingkan hasil daripada proses. Guru menilai cerpen siswa tanpa melihat

prosesnya. Pembelajaran demikian menyebabkan siswa jenuh dan bosan. Lebih

lanjut, proses pembelajaran tersebut mematikan fungsi kerja otak kanan yang

memacu kreativitas. Padahal, kreativitas inilah yang sangat diperlukan dalam

kegiatan menulis terutama menulis fiksi (dalam hal ini cerpen). Pembelajaran yang

membosankan tanpa variasi itulah yang tidak membuat siswa merasa enjoy sehingga

tidak bisa menghasilkan ide–ide yang kreatif dan imajinatif.

Page 21: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Media serta sumber pembelajaran yang bervariatif juga tidak tampak dalam

pembelajaran. Ketiadaan sumber belajar yang bervariatif menyebabkan siswa merasa

jenuh. Diakui oleh guru pengampu pelajaran Bahasa Indonesia bahwa buku teks yang

digunakan hanya satu macam. Itu pun masih berdasar pada kurikulum lama. Adapun

sumber belajar lain yang digunakan sekaligus sebagai bahan evaluasi adalah LKS

bahasa Indonesia. Di samping itu, alokasi waktu pembelajaran yang sangat terbatas –

menjadi permasalahan tersendiri. Siswa tidak dapat menyelesaikan karangannya

karena terbatasnya waktu yang diberikan.

Sementara itu, dari hasil wawancara yang dilakukan pada guru pengampu

pelajaran Bahasa Indonesia diketahui bahwa pembelajaran menulis cerpen seolah

telah menjadi momok bagi siswa. Jangankan untuk menulis cerpen, untuk memahami

unsur intrinsik cerpen saja, siswa masih mengalami kesulitan. Oleh karena itulah,

guru lebih banyak memberikan teori tentang unsur intrinsik cerpen dan belum berani

menugaskan siswa untuk menulis cerpen. Guru berasumsi, pemahaman siswa

terhadap unsur intrinsik itulah hal yang paling penting dicapai dalam pembelajaran

menulis cerpen. Keterampilan menulis cerpen siswa akan terpupuk seiring dengan

pemahaman siswa terhadap unsur intrinsik cerpen tersebut.

Dari pihak siswa diketahui bahwa kesulitan siswa dalam menulis cerpen

disebabkan oleh tidak adanya ide. Beberapa siswa menyatakan bahwa mereka tidak

tahu apa yang mesti mereka tulis. Beberapa siswa yang lain mengungkapkan bahwa

mereka sudah memiliki ide tetapi tidak tahu cara menuangkannya dalam sebuah

karangan. Di tengah kegiatan menulis siswa sering kehabisan ide. Di samping itu,

Page 22: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

mereka merasa tidak bebas untuk menulis karena terbatasnya waktu menulis yang

diberikan. Diakui pula oleh siswa, meskipun mereka berulang kali mempelajari unsur

instrinsik cerpen, mereka masih merasa kesulitan untuk menulis cerpen.

Untuk menyikapi permasalahan tersebut diperlukan satu metode pembelajaran

yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran menulis cerpen. Diharapkan dengan

peningkatan kualitas proses pembelajaran, hasil pembelajaran berupa keterampilan

menulis cerpen siswa pun meningkat. Peta pikiran atau biasa dikenal dengan istilah

mind mapping adalah metode yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Berakar dari kesulitan siswa dalam memahami dan menerapkan unsur intrinsik dalam

cerpen yang dibuatnya serta kesulitan dalam mengembangkan ide cerita dipilihlah

metode peta pikiran (mind mapping). Metode yang dipopulerkan oleh Tony Buzan ini

merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan keterampilan menulis. Hal ini

dibuktikan oleh Awit Mariani Rosia dalam Penelitian Tindakan Kelas yang

dilakukannya pada siswa kelas I SMP 12 Bandung tahun ajaran 2004/2005. Hasil

penelitian yang berjudul “Penerapan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) dalam

Pembelajaran Menulis Narasi dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis”

menunjukkan adanya peningkatan keterampilan menulis siswa dengan penerapan

metode tersebut.

Dalam metode peta pikiran (mind mapping) tersebut, pertama-tama siswa

menuliskan satu kata kunci dari tema yang dipilih di tengah kertas. Tema tersebut

kemudian dijabarkan dalam ranting-ranting berupa unsur cerpen yang meliputi alur,

penokohan, watak, setting, sudut pandang serta ending cerita yang telah dipilih. Pada

Page 23: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

dasarnya, dengan metode ini, siswa dituntun untuk membuat perencanaan sebelum

menulis cerpen. Bila dalam perencanaan tulisan sering dikenal dengan pembuatan

kerangka karangan (outlining), maka dalam peta pikiran, outlining tersebut berupa

kata kunci yang dilengkapi dengan gambar berwarna yang dipetakan. Selain lebih

menarik, kelebihan lain dari peta pikiran ini adalah siswa dapat menambah kata kunci

di mana pun jika di tengah kegiatan menulis ia mendapatkan ide baru. Peta pikiran

tersebut dapat terus berkembang sesuai dengan keinginan penulisnya. Dengan

demikian, dalam metode ini, siswa dibebaskan untuk menulis “apa pun” sesuai

dengan keinginan serta kreativitas mereka. Di samping itu, simbol serta gambar

berwarna yang digunakan berpotensi mengoptimalkan fungsi kerja otak kanan yang

memacu kreativitas serta imajinasi sehingga diharapkan siswa tidak kehabisan ide

dalam menulis cerpen.

Implikasi dari uraian di atas dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah

perlu diterapkannya metode peta pikiran (mind mapping) sebagai upaya

meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis cerpen pada siswa

kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas

(PTK).

B. Rumusan Masalah

Berdasar pada latar belakang masalah yang dikemukakan dalam uraian di atas,

permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Page 24: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

1. Bagaimanakah peningkatan kualitas proses pembelajaran menulis cerpen dengan

penerapan metode peta pikiran (mind mapping) pada siswa kelas VIII A SMP

Negeri 4 Sukoharjo?

2. Apakah penerapan metode peta pikiran (mind mapping) dapat meningkatkan

keterampilan menulis cerpen siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan peningkatan kualitas proses pembelajaran menulis cerpen siswa

kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo dengan menerapkan metode peta pikiran

(mind mapping).

2. Mengetahui peningkatan kemampuan menulis cerpen dengan penerapan metode

peta pikiran (mind mapping) pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya khazanah ilmu

pengetahuan pembelajaran sastra khususnya pada aspek metode alternatif

pembelajaran menulis cerpen.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

1) Pembelajaran menulis cerpen menjadi lebih bermakna.

Page 25: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

2) Melatih siswa untuk berpikir imajinatif dan kreatif.

3) Meningkatkan keterampilan menulis cerpen siswa.

b. Bagi Guru

1) Meningkatkan kinerja guru.

2) Mendorong guru untuk melaksanakan pembelajaran yang inovatif kreatif.

3) Mengatasi permasalahan pembelajaran menulis cerpen yang dialami oleh

guru.

c. Bagi Peneliti

1) Mengembangkan wawasan dan pengalaman peneliti.

2) Pengaplikasian teori yang telah diperoleh.

Page 26: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori

Pada bagian Bab II berikut akan dideskripsikan beberapa konsep atau teori

yang relevan dengan topik kajian atau masalah yang diteliti. Teori atau konsep itu

meliputi teori yang berhubungan dengan (1) keterampilan menulis cerita pendek

(cerpen), dan (2) metode peta pikiran (Mind Mapping).

1. Keterampilan Menulis Cerita Pendek

Pada subbab ini akan dideskripsikan konsep-konsep atau teori-teori yang

terkait dengan keterampilan menulis cerita pendek. Untuk maksud tersebut, secara

berturut-turut pada bab ini dideskripsikan teori tentang (a) pengertian keterampilan,

(b) hakikat menulis, (c) hakikat cerita pendek, (d) hakikat pembelajaran menulis

cerita pendek di SMP, (e) hakikat keterampilan menulis cerita pendek.

a. Pengertian Keterampilan

Menurut Gagne dan Briggs (1979: 49-50) terdapat lima kategori keluaran

belajar: (1) keterampilan intelektual (intellectual skill), (2) pengaturan kegiatan

kognitif (cognitive strategy), (3) informasi verbal (verbal information), (4)

keterampilan motorik (motor skill), dan (5) sikap (attitudes).

Page 27: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Kata keterampilan yang melekat pada frasa (kelompok kata) “keterampilan

menulis cerita pendek” pada penelitian ini memiliki acuan pengertian yang sepadan

dengan salah satu kategori keluaran belajar yang disebutkan Gagne dan Briggs di

atas, yaitu keterampilan intelektual. Dijelaskan oleh Winkel (1991: 73), yang

dimaksud keterampilan intelektual ialah keterampilan untuk berhubungan dengan

lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya

konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, gambar). Menurut

Muhibbin Syah (2000: 119) keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik

melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Jadi,

keterampilan intelektual di sini berkenaan dengan kecekatan orang dalam

mendayagunakan segala fungsi mental/kognitifnya untuk mencapai hasil secara

maksimal. Melalui penjelasan itu, kata keterampilan pada penyebutan penelitian ini,

bukan dimaksudkan sebagai keterampilan motorik yang berhubungan dengan

gerakan-gerakan otot tubuh seseorang.

Berdasarkan pandangan itu, pengertian keterampilan menulis cerita pendek di

sini diartikan sebagai kecekatan seseorang (siswa) dalam hubungannya dengan

bagaimana ia mendayagunakan semua fungsi mental/kognitifnya untuk menuangkan

buah pikiran dan imajinasinya secara teratur dan terorganisasi ke dalam sebuah

karangan yang berbentuk cerita pendek.

b. Hakikat Menulis

Pada subab ini dideskripsikan (1) pengertian menulis, (2) tujuan menulis, (3)

Page 28: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

manfaat menulis, (4) tahap-tahap penulisan, (5) azas-azas menulis, dan (6) jenis-jenis

tulisan.

1) Pengertian Menulis

Menulis adalah suatu kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan

tulisan sebagai mediumnya. Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam

suatu tulisan. Adapun tulisan merupakan sebuah sistem komunikasi antar manusia

yang menggunakan symbol atau lambang bilangan yang dapat dilihat dan disepakati

pemakainya (Sabarti Akhadiah, 1998: 1.3). Pendapat lain mengatakan bahwa menulis

merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi

secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan

suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif (Henry Guntur Tarigan, 1993: 3).

Iim Rahmina (1997: 7.1) berpendapat bahwa menulis merupakan suatu

kegiatan pengungkapan ide, gagasan, pikiran, atau perasaan secara tertulis. Menurut

The Liang Gie (1992: 17), menulis merupakan padanan dari kata mengarang.

Mengarang adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan

gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk

dipahami. Unsur karang-mengarang meliputi empat hal, yaitu : (1) gagasan (idea),

adalah topik atau tema yang diungkapkan secara tertulis; (2) tuturan (discourse), yaitu

bentuk pengungkapan gagasan untuk dipahami pembaca; (3) tatanan (organization),

yaitu tertib pengaturan dan penyusunan gagasan dengan memperhatikan aturan, asas,

teknik, dan prosedur; (4) wahana (medium), yaitu sarana penghantar gagasan berupa

Page 29: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

bahasa tulis yang berkaitan dengan kosakata, tata bahasa dan retorika.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah

kegiatan berkomunikasi secara tidak langsung untuk menyampaikan pesan dengan

menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Tulisan itu terdiri atas rangkaian huruf

yang bermakna dengan segala kelengkapan lambang tulisan seperti ejaan dan

pungtuasi. Kegiatan menulis ini bersifat produktif dan ekspresif.

Menulis sebagai salah satu dari empat keterampilan berbahasa adalah media

komunikasi pengungkap pikiran, idea tau gagasan untuk mencapai suatu maksud atau

tujuan. Menulis pada hakikatnya melakukan kegiatan yang kompleks. Diungkapkan

oleh Atar Semi (1990: 8) bahwa menulis adalah pemindahan pikiran atau

perasaan ke dalam bentuk lambang-lambang bahasa. Dengan kata lain, menulis

adalah melahirkan pikiran dan perasaan lewat tulisan (Hernowo, 2002: 116). Menulis

dapat juga diartikan sebagai aktivitas berkomunikasi mengungkapkan pikiran,

perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis (Agus Suriamihardja, H.

Akhlan Husein dan Nunuy Nurjanah, 1997: 2)

The Liang Gie (2002: 3) menyamakan pengertian menulis dengan

mengarang. Diungkapkan bahwa menulis arti pertamanya ialah membuat huruf,

angka, nama, sesuatu tanda kebahasaan apa pun dengan sesuatu alat tulis ada suatu

halaman tertentu. Kini dalam pengertiannya yang luas, menulis merupakan kata

sepadan yang mempunyai arti sama dengan mengarang. Mengarang adalah segenap

rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya

melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami. Burhan

Page 30: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Nurgiyantoro (1988: 273) menambahkan pengertian menulis sebagai aktivitas

mengemukakan gagasan melalui bahasa. Aktivitas pertama menekankan unsur bahasa

sedangkan yang kedua gagasan. Gagasan merupakan makna yang menyadarkan.

Dalam tulisan, gagasan cemerlang yang tersirat dalam tulisan akan mampu memikat

pembaca dan pada akhirnya mampu membuat pembaca melakukan perubahan-

perubahan besar yang berarti dalam hidupnya.

Sebuah tulisan mencerminkan jiwa penulisnya. Oleh karenanya, kegiatan

mengarang adalah suatu proses kegiatan pikiran manusia yang hendak

mengungkapkan kandungan jiwanya kepada orang lain atau kepada diri sendiri dalam

tulisan (Widyamartaya, 1991: 9). Hernowo (2002: 215) menegaskan bahwa menulis

merupakan aktivitas intelektual praktis yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan amat

berguna untuk mengukur sudah seberapa tinggi pertumbuhan ruhani seseorang.

Aktivitas menulis juga bermanfaat menyeimbangkan fungsi kerja kedua belahan otak,

baik otak kanan maupun otak kiri. (Hernowo, 2002: 230)

Sebuah tulisan dikatakan berhasil apabila tulisan tersebut dapat dipahami

dengan mudah oleh pembaca. Segala ide dan pesan yang disampaikan dipahami

secara baik oleh pembacanya, tafsiran pembaca sama dengan maksud penulis (Semi,

1990: 8). Sopa (dalam Ari Kusmiatun, 2005: 136) menambahkan komunikasi dengan

cara menulis akan berhasil baik jika apa yang hendak disampaikan dapat sama

dengan apa yang dipersepsi. Agar terpahami dengan baik, sebuah tulisan harus

terorganisasi dengan baik. Senada dengan pendapat tersebut, Sabarti Akhdiah, Maidar

G Arsjad dan Sakura.

Page 31: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Berdasar pada beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, secara umum

dapat dikemukakan bahwa menulis adalah aktivitas melahirkan pikiran dan perasaan

lewat tulisan secara tertib dan tertata sehingga dipahami oleh pembaca.

Frunchling, Rosemary T. dan Oldham, N.B. (1976 : 7) di dalam bukunya

mengatakan sebagai berikut :

We write to communicate Such an obirous statement hardly needs to be made – or so it would seem. A lot of people, howefer, do not communiace when they write. They miscommunicate. Why ? Because writing effectively to communicate doas demand some thougt and a bit of practice – nothing more than the average person can muster. Writing – the everyday, essential writing that is our topic – is not an obscure, esoteric skill that only a few can master. Writing the everyday, essential writing that is our topic – is not an obscure, esoteric skill that only a few can master. Tulisan yang komunikatif jarang membutuhkan tindakan, akan tetapi banyak

orang yang tidak berkomunikasi ketika mereka menulis. Penyebabnya adalah menulis

secara efektif untuk berkomunikasi perlu pemikiran serius dan sedikit praktik.

Menulis yang dilakukan setiap hari, menulis hal-hal penting untuk dijadikan topik

adalah keterampilan yang cukup jelas dan hanya dipahami beberapa orang tertentu

saja, hanya sedikit yang dapat menguasai.

Menulis adalah bentuk lain dari ungkapan seorang pembicara yang tidak

harus dibimbing karena sudah menjadi kebiasaan. Bimbingan yang diharapkan

hanyalah kebenaran tulisan sesuai dengan kaidah. Menulis dan berbicara formal

menuntut kemampuan individu agar lebih selektif, lebih tetib, lebih akurat, dan lebih

efisien. Writing and formal speaking make the greatest demands upon the individual

Page 32: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

for selectiob, orderliness, occuracy, and efficiency (Irmscher, 1969: 25).

Menulis bagi sebagian orang merupakan sebuah pekerjaan yang

menyulitkan. Padahal menulis merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari

seperti menulis surat, menulis diary, maupun menulis sebagai bagian dari pekerjaan

kita sehari-hari. Untuk menimbulkan keinginan menulis harus diawali dengan

kegemaran membaca. Dengan banyak membaca, hasil pemikiran orang lain dapat

diketahui. Gaya penulisan dari seorang penulis yang karyanya kita baca dapat kita

jadikan acuan sebelum penulis itu menemukan gayanya sendiri. Dengan membaca

banyak buku, lambat laun akan timbul keinginan penulis untuk menulis dan

merenungkan pikirannya dalam bentuk tulisan.

Dapat menulis dengan baik merupakan kesenangan, anugerah, dan kepuasan

pribadi, tetapi sangat sedikit penulis yang baik mau mengungkapkan kejujurannya

bahwa tulisannya itu baik. Menyukai apa saja termasuk menulis membutuhkan

waktu, dedikasi, dan kerja keras. Akan tetapi ada sebuah cara untuk menjadikan

menulis itu menyenangkan. Anda harus banyak membaca tugas dan mendengarkan

nasihat dari instruktur. Ketika mendapatkan topik untuk karangan anda, segeralah

bekerja dengan memanfaatkan apa saja yang disebut penemuan atau ilham.

Pernyataan ini sebagaimana pendapat yang dikemukakan berikut ini.

Good writing is fun, rewarding, and ego – statisfying, but very few good writers can tell you truthfully tht is easy. Like anything else worth doing. Writing takes time, dedication, and hard work, There are ways, however, to make it easier. Do your reading assignments. Listen to your instructur’s advice. When you get the topics for your essay, star immediately doing what is sometimes called invention or brainstorming (Beidler, 1992 : 5).

Page 33: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Menulis perlu dibiasakan. Pembiasaan ini sangatlah penting karena lama-

kelamaan otot menulis kita akan semakin terlatih. Ibarat hendak bertanding olahraga,

latihan-latihan berupa pemanasan sangatlah penting untuk melemaskan otot-otot kita.

Selain itu, menulis harus dijadikan sebuah gaya hidup. Biasakanlah budaya menulis

dalam hidup sehari-hari. Tulislah diary, jurnal, surat pribadi, bahkan catatan belanja.

Di kantor, sambutlah pekerjaan yang mewajibkan kita untuk menulis dengan senang

hati. Jangan lupa, banyak-banyaklah membaca buku untuk menggali sumber

informasi yang akan memperkaya tulisan kita. Perlu diingat, sering-seringlah

membuat intisari ataupun semacam resensi bagi buku yang baru kita baca. Inipun

dapat dijadikan pembiasaan menulis. (http://carol karimartikel. blogdrive.com).

Ciri-ciri khas yang dimiliki oleh bahasa tulis dapat disebutkan antara lain

sebagai berikut : (a) dalam pemakaiannya, antara penulis dan pendengar kehilangan

sarana komunikasi yang dalam pemakaiannya bahasa lisan memberikan sumbangan

paling hakiki untuk terjadi dan berhasilnya komunikasi; (b) biasanya tidak ada

kemungkinan hubungan fisik antara penulis dan pembaca; (c) dalam hal teks tertulis,

sering kali penulis malahan tidak hadir sebagiannya ataupun seluruhnya dalam situasi

komunikasi; (d) teks tertulis juga mungkin sekali makin lepas dari kerangka referensi

aslinya. Penulis mungkin mengarang tulisannya berdasarkan situasi tertentu, situasi

pribadi, situasi sosial, dan lain-lain, pembaca yang tidak tahu situasi itu membina

situasi dan kerangka acuan tersendiri, berdasarkan situasi dia sediri sebagai pembaca

dan berdasarkan informasi yang terkandung dalam tulisan yang dibacanya; (e)

pembaca memiliki keuntungan lain, kalau dibandingkan dengan pendengar dalam

Page 34: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

situasi komunikasi; (f) teks tertulis pada prinsipnya dapat direproduksi dalam

berbagai bentuk: fotocopi, stensilan, buku, dan lain-lain; (g) komunikasi antara

penulis dan pembaca lewat tulisan membuka kemungkinan adanya jarak jauh antara

kedua belah pihak dalam hal ruang, waktu, juga dari segi kebudayaan (Teeuw, A.,

2003: 23-26).

Sebenarnya menulis itu gampang, kalau saja kita: (a) tahu apa yang akan kita

tulis; (b) punya bahan dan referensi yang lengkap; (c) bisa memetakan pikiran kita

tentang apa yang akan kita tulis; (d) punya ketetapan hati dan niat; (e) rajin berlatih

dan tidak kenal putus asa; dan (f) memiliki cukup rasa percaya diri

(http://carolkarimartikel.blogdrive.com).

Mengetahui apa yang akan kita tulis sangatlah penting karena memudahkan

kita untuk memulai menulis. Sedangkan untuk menulis suatu topik, diperlukan

sumber-sumber referensi dari berbagai media seperti koran, majalah, buku, radio,

televisi dan informasi internet.

Memetakan pikiran untuk sesuatu yang akan kita tulis perlu dilakukan agar

tulisan yang akan dibuatnya tertata secara sistematis. Yang tidak kalah pentingnya

adalah mempunyai ketetapan hati dan niat. Menulis tanpa ada niat yang kuat tidak

akan menghasilkan tulisan yang baik. Untuk itu, membulatkan tekat antara ketetapan

hati dan niat yang baik dalam menghasilkan tulisan harus tetap diperjuangkan.

Ternyata menulispun membutuhkan latihan yang rajin. Dengan latihan yang

rajin dan tidak kenal putus asa, tulisan-tulisan yang dibuatnya suatu saat akan

menampakkan bentuknya. Yang harus dilakukan adalah latihan menulis tentang apa

Page 35: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

yang dirasakan dan dialami setiap hari secara bebas dan tidak perlu takut membuat

kesalahan. Yang terakhir adalah memiliki cukup rasa percaya diri. Memiliki rasa

percaya diri akan bisa memicu semangat menulis. Kalau kita tidak memiliki rasa

percaya diri, bagaimana orang lain bisa percaya dengan kemampuan kita?

Untuk menghasilkan tulisan yang baik, seorang penulis hendaknya memiliki

tiga keterampilan dasar yang meliputi: (a) keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan

menggunakan ejaan, tanda baca, pembentukan kata, pemilihan kata serta penggunaan

kalimat yang efektif; (b) keterampilan penyajian, yaitu keterampilan pembentukan

dan pengembangan paragraph, keterampilan merinci pokok bahasan menjadi sub

pokok bahasan, menyusun pokok bahasan dan sub pokok bahasan ke dalam susunan

yang sistematis; (c) keterampilan perwajahan, yaitu keterampilan pengaturan tipografi

dan pemanfaatan sarana tulis secara efektif dan efisien, tipe huruf, dan lain-lain.

Ketiga keterampilan tersebut saling menunjang dalam kegiatan menulis tentunya

didukung oleh keterampilan menyimak, membaca serta berbicara yang baik (Semi,

1990: 10).

2) Tujuan Menulis

Tujuan yang harus dicapai melalui pembelajaran menulis di sekolah dasar

ialah agar siswa memahami cara menulis berbagai hal yang telah dikemukakan serta

mampu mengkomunikasikan ide atau pesan melalui tulisan. Tujuan menulis yang

perlu diperhatikan, bukan hanya memupuk pengetahuan dan ketrampilan menulis

tetapi juga harus memupuk jiwa estetis, informatif, dan persuasif (Supriyadi, Eues

Page 36: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Nuraeni, H. Alam Sutanjaya, Mien Rumini, 1994: 270).

Tujuan artistik atau estetis yaitu tujuan tentang nilai keindahan, tujuan

informatif, yaitu memberikan informasi kepada pembaca, tujuan persuasif, yakni

mendorong atau menarik perhatian pembaca agar mau menerima informasi yang

disampaikan penulis.

Widyamartaya (1991: 13) membedakan tujuan mengarang menjadi tiga

macam: (a) memberi tahu, memberi informasi karangan khusus ditujukan pada

pikiran untuk menambah pengetahuan, mengajukan pendapat, mengupas persoalan,

(b) menggerakkan hati, menggetarkan perasaan, mengharukan, karangan khusus

ditujukan untuk menggugah perasaan, untuk mempengaruhi, mengambil hati,

membangkitkan simpati, (c) campuran kedua hal di atas, yaitu memberi tahu

sekaligus mempengaruhi.

Setelah mencermati paparan di atas bahwa tujuan pembelajaran menulis

di sekolah dasar ialah siswa mampu menulis berbagai jenis tulisan serta mampu

mengkomunikasikan tulisan itu kepada orang lain. Secara umum tujuan menulis akan

ditentukan oleh jenis atau bentuk tulisan atau karangan yang digunakan. Misalnya,

bila jenis atau bentuk tulisan laporan atau paparan tujuan yang ingin dicapai ialah

memberitahu atau memberi informasi. Apabila jenis atau bentuk tulisan cerita atau

narasi tujuannya untuk menceritakan sesuatu agar pembaca tergerak hatinya atau

perasaannya.

Page 37: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

3) Manfaat Menulis

Memang dalam pengajaran umumnya diterima bahwa pada setiap orang

harus dikembangkan keterampilan pokok yang disebut 3R, yakni Reading, ‘Riting,

‘Ritmalic (Membaca, Menulis, Menghitung). Dari antara 3R itu, kiranya menulis

merupakan suatu keterampilan yang terbesar jasanya bagi peradaban manusia.

Bayangkan saja seandainya umat manusia tidak memiliki dan mengembangkan

keterampilan menulis sehingga tiada tulisan-tulisan yang mewariskan seluruh

kebudayaan rohaniah turun-temurun sepanjang abad mungkin manusia dewasa ini

merupakan kumpulan kera yang berbaju saja. (The Liang Gie, 2002: 22-23).

Pada penjelasan lain The Liang Gie (2002: 21) menjelaskan betapa

pentingnya kegiatan mengarang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

kemajuan perseorangan tidak diragukan lagi. Seseorang yang tidak mempunyai

keterampilan mengarang adalah ibarat burung yang sayapnya kurang satu sehingga

tidak dapat terbang jauh dan tinggi untuk mencapai sukses seluas-luasnya dalam

hidup.

Untuk menjelaskan pentingnya menulis Asul Wiyanto (2006: 3)

mengajukan pertanyaan “Mengapa kita harus menulis?” yang membedakan zaman

prasejarah ditandai dengan tidak diabadikan dengan tulisan sehingga tidak diketahui

generasi sesudahnya. Baru setelah ditemukan batu tertulis, peristiwa penting masa

lalu dapat diketahui dan manusia meninggalkan zaman prasejarah untuk memasuki

zaman sejarah.

Page 38: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Lebih lanjut Asul Wiyanto (2006: 4) mengatakan bahwa tulisan adalah

rekaman peristiwa, pengalaman, pengetahuan, ilmu, serta pemikiran manusia. Tulisan

dapat menembus ruang dan waktu. Artinya tulisan dapat dibaca oleh orang yang

berbeda diberbagai tempat pada waktu sekarang dan yang akan dating. Dengan

tulisan itu manusia lain yang tinggal di tempat yang jauh dapat menangkap dan

memahami pengetahuan dan pikiran tersebut. Hebatnya lagi tulisan dapat dibaca

sekarang, sepuluh tahun lagi, bahkan sampai kapanpun. Sampai sekarang masih

banyak kita jumpai buku-buku yang ditulis berabad-abad yang lalu dan masih dibaca

dan dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat zaman sekarang. Karena itu,

seandainya sekarang tidak ada yang mau menulis, lambat laun pengetahuan itu hilang

dan generasi berikutnya akan kembali lagi ke zaman prasejarah.

Selain itu kegiatan menulis atau mengarang akan melahirkan enam jenis

nilai, yaitu (a) kecerdasan maksudnya seseorang akan senantiasa tambah daya

pikirnya dan kemampuan khayalnya. Sampai tingkat kecerdasannya, (b)

kependidikan, yaitu dapat memelihara ketekunan kerja dan senantiasa berusaha

memajukan diri, (c) Kejiwaan, keberhasilan mengarang dapat menimbulkan kepuasan

batin, kegembiraan kalbu, kebanggaan pribadi, kepercayaan diri, (d) kemasyarakatan,

pengarang yang sudah berhasil akan mendapatkan penghargaan dari masyarakat, (e)

Keuangan, hasil tulisan atau karangan yang sudah diterima masyarakat, akan

diberikan imbalan uang, (f) Kefilsafatan, buah pikiran seseorang akan tetap abadi atau

diabadikan (The Liang Gie, 2002: 19-20).

Page 39: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Sementara itu Bernard Perey (dalam The Liang Gie, 2002: 21-22) dalam

bukunya The Power of Creative Writing (1981) berpendapat bahwa manfaat kegiatan

mengarang ada enam, yaitu mengarang sebagai suatu sarana untuk (a) pengungkapan

diri (a tool for self-expression), (b) pemahaman (a tool for understanding), (c)

membantu mengembangkan kepuasan pribadi, kebangsaan, dan suatu perasaan

bangga diri (a tool to help developing personal satifaction, pride, an a feling of self

worth), (d) suatu sarana untuk meningkatkan kesadaran dan penerapan terhadap

lingkungan sekeliling seseorang (a tool for increasing a wereness and perception of

one’s envirounment), (e) suatu sarana untuk keterlibatan secara bersemangat dan

bukannya penerimaan yang pasrah (a tool active involvement, not passive accetemee),

dan (f) suatu sarana untuk mengembangkan suatu pemahaman tentang dan

kemampuan menggunakan bahasa (a tool for developing an understanding of and

ability to use the language).

Selanjutnya Widyamartaya (1991: 8) mengatakan mengarang itu banyak

keuntungannya. Terutama bagi orang yang suka bergelut dengan ilmu pengetahuan.

Orang yang sering mengarang, pengetahuannya akan tambah dan berkembang. Sebab

untuk membuat sebuah karangan orang perlu banyak membaca. Dengan demikian

seorang pengarang akan berlatih dan terlatih membaca kritis. Mengarang juga dapat

melatih orang untuk mengeluarkan pikirannya dengan baik sehingga dapat dimengerti

orang lain. Dengan demikian pengarang yang baik tentu akan membina dan

memajukan hidup masyarakatnya sendiri.

Page 40: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

4) Tahap-tahap Penulisan

Menulis sebagai suatu aktivitas melahirkan pikiran dan perasaan lewat

tulisan secara tertata sehingga dipahami oleh pembaca merupakan suatu proses.

Sebagai suatu proses, aktivitas menulis dilakukan dalam beberapa tahap. Sabarti

Akhadiah, Maidar G. Arsjad dan Sakura H. Ridwan (1999: 3) mengemukakan tiga

tahap dalam aktivitas menulis, yaitu: (a) tahap prapenulisan, (b) tahap penulisan, dan

(c) tahap revisi.

a) Tahap Prapenulisan

Tahap ini merupakan tahap perencanaan atau persiapan menulis. Dalam

tahap ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu:

(1) Pemilihan topik

Topik merupakan bahan atau pokok pembicaraan dalam tulisan. Pemilihan

topik ini merupakan langkah awal yang penting karena topik inilah yang menentukan

apa saja yang akan dibahas dalam tulisan. Topik tulisan dapat diperoleh dari berbagai

sumber. Semi (1990: 11 - 12) mengemukakan empat sumber dalam pemilihan topik,

yaitu pengalaman, pengamatan, imajinasi serta pendapat dan keyakinan.

(2) Pembatasan topik

Setelah topik dipilih, topik tersebut perlu dibatasi. Membatasi topik berarti

mempersempit dan memperkhusus lingkup pembicaraan dalam penulisan. Topik

dapat dibatasi dengan cara membuat bagan, gambar, serta diagram.

Page 41: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

(3) Pemilihan Judul

Topik yang telah dipilih harus dinyatakan dalam judul. Judul harus

mencerminkan keseluruhan isi tulisan. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada

karangan fiktif. Judul dibuat secara mana suka oleh pengarangnya. Terkadang judul

tulisan dalam karangan fiktif sama sekali tidak berhubungan dengan isi tulisan

meskipun pada dasarnya, judul yang dipilih pengarang mengandung makna tertentu.

Di sini, judul sekadar nama atau semacam label dalam karangan. Diungkapkan oleh

Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad dan Sakura H. Ridwan (1997: 43) bahwa

penulisan judul tulisan nonformal tidak terikat pada aturan-aturan seperti yang

berlaku untuk tulisan formal. Penulis bebas merumuskan judul yang dirasa cocok

serta menarik pembaca. Meskipun demikian, perumusan judul harus mengacuhkan

kaidah-kaidah umum yang berlaku misalnya menyinggung rasa keagamaan, suku, ras,

nilai moral serta falsafah.

(4) Tujuan Penulisan Karangan

Tujuan penulisan karangan merupakan arah atau maksud yang hendak

dicapai. Tujuan penulisan harus ditentukan lebih dahulu karena tujuan tersebut akan

dijadikan titik tolak dalam seluruh kegiatan menulis. Tujuan penulisan tersebut akan

mengarahkan penulis pada jenis tulisan yang akan dibuat.

(5) Kerangka Karangan

Kerangka karangan atau sering disebut dengan outline merupakan rencana

kerja yang digunakan penulis dalam mengembangkan tulisannya. Menyusun

Page 42: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

kerangka berarti memecahkan topik ke dalam sub-subtopik. Kerangka ini dapat

berupa kerangka topik yang terdiri dari topik-topik serta kerangka kalimat yang

terdiri dari kalimat-kalimat. Penyusunan kerangka karangan ini merupakan kegiatan

terakhir yang dilakukan pada tahap persiapan.

b) Tahap Penulisan

Pada tahap penulisan, topik-topik yang telah dijabarkan ke dalam sub-

subtopik dalam kerangka karangan disusun. Penyusunan tersebut diramu dengan

bahan-bahan yang telah didapat. Dalam tahap ini, bahasa sangat diperlukan untuk

mengemukakan gagasan. Pada tahap penulisan ini perlu diperhatikan content (isi,

gagasan), form (organisasi isi), grammar (tata bahasa dan pola kalimat), style (gaya:

pilihan struktur dan kosa kata) serta mechanics (ejaan) (Burhan Nurgiyantoro, 2001:

306). Berbeda dengan karangan ilmiah, dalam karangan fiktif, aspek-aspek tersebut

tidak diberlakukan secara ketat.

c) Tahap Revisi

Tahap revisi dilakukan setelah buram seluruh tulisan telah selesai. Tulisan

tersebut perlu dibaca kenudian diperbaiki, dikurangi atau kadang diperluas. Tahap

revisi ini juga disebut dengan tahap penyuntingan yang mencakup penyuntingan isi

dan penyuntingan bahasa. Penyuntingan isi berkenaan dengan penyuntingan naskah.

Adapun penyuntingan bahasa mencakup ketepatan penyajian. Penyuntingan tulisan

disesuaikan dengan jenis naskah, berupa fiksi ataukah nonfiksi. Penyuntingan pada

tulisan fiksi lebih diarahkan pada prinsip keindahan misalnya kalimat dengan gaya

Page 43: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

tertentu, gaya tutur yang mengandaikan, klimaks dan antiklimaks, gaya penyampaian

yang mendekati gaya tutur lisan dan nonformal, lebih menyentuh rasa daripada

pikiran, gaya deskripsi yang lebih berkisah daripada menerangkan dan sebagainya.

Sementara itu, penyuntingan tulisan nonfiksi lebih diarahkan pada prinsip

kebenaran. Kalimat-kalimatnya lugas, formal, lebih menyentuh pikiran daripada rasa

serta deskripsi yang lebih bersifat menerangkan. Meskipun demikian, tidak berarti

tulisan nonfiksi kering dan akademis. Faktor keindahan juga perlu diperhatikan. Oleh

karenanya, deskripsi yang jelas, logis, mengalir, serta enak dibaca juga perlu

dipertimbangkan dalam menyunting tulisan nonfiksi tersebut.

5) Asas-asas Menulis

Setiap kegiatan yang dilakukan memerlukan sejumlah asas yang dapat

dijadikan pedoman. Demikian pula halnya dengan aktivitas menulis. The Liang Gie

(2002: 33 – 37) mengemukakan enam asas menulis –yang disebut dengan asas

mengarang– sebagai berikut.

a) Kejelasan (clarity)

Berdasarkan asas ini, setiap karangan haruslah jelas benar. Tulisan harus

mencerminkan gagasan yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembacanya. Di

samping itu, tulisan yang jelas berarti tidak dapat disalahtafsirkan oleh pembacanya.

Kejelasan berarti tidak samar-samar, tidak kabur sehingga setiap butir ide yang

diungkapkan tampak nyata oleh pembaca. Untuk memenuhi asas ini, H.W. Fowler

sebagaimana dikutip oleh The Liang Gie (2002: 34) mengungkapkan bahwa asas

Page 44: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

kejelasan dalam kegiatan menulis sepanjang menyangkut kata-kata dapat

dilaksanakan dengan memilih: (1) kata yang umum dikenal ketimbang kata yang

harus dicari-cari artinya; (2) kata yang konkret ketimbang kata yang abstrak; (3) kata

tunggal ketimbang keterangan yang panjang lebar; (4) kata yang pendek ketimbang

kata yang panjang; (5) kata dalam bahasa sendiri ketimbang kata asing.

Asas menulis yang pertama ini berlaku untuk tulisan nonfiksi ilmiah, tetapi

tidak berlaku untuk tulisan fiksi. Dalam tulisan fiksi seperti cerpen, novel, drama

maupun puisi, asas-asas tersebut sengaja dilanggar untuk memperoleh efek

keindahan.

b) Keringkasan (conciseness)

Keringkasan yang dimaksud dalam asas menulis ini bukan berarti setiap

tulisan harus pendek. Keringkasan berarti suatu tulisan tidak boleh ada penghamburan

kata, tidak terdapat butir ide yang dikemukakan berulang-ulang, gagasan tidak

disampaikan dalam kalimat yang terlalu panjang. Harry Shaw sebagaimana

diungkapkan oleh The Liang Gie (2002: 36) mengungkapkan bahwa penulisan yang

baik diperoleh dari ide-ide yang kaya dan kata-kata yang hemat, bukan kebalikannya,

ide yang miskin dan kata yang boros. Jadi, sesuatu karangan adalah ringkas bilamana

karangan itu mengungkapkan banyak buah pikiran dalam kata-kata yang sedikit.

Sebagaimana halnya dengan asas yang pertama, asas menulis yang kedua

tidak berlaku sepenuhnya untuk tulisan fiksi. Puisi terkadang diungkapkan dengan

kata yang hemat meskipun pada dasarnya mengandung berbagai gagasan. Lain halnya

Page 45: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

dengan novel dan cerpen yang diungkapkan dengan kata berlebihan untuk

memperoleh efek keindahan, memperkuat perwatakan serta memperjelas setting.

c) Ketepatan (correctness)

Asas ketepatan mengandung ketentuan bahwa suatu penulisan harus dapat

menyampaikan butir-butir gagasan kepada membaca dengan kecocokan sepenuhnya

seperti yang dimaksud oleh penulisnya (The Liang Gie, 2002: 36). Untuk menepati

asas ini, penulis harus memperhatikan berbagai aturan dan ketentuan tata bahasa,

ejaan, tanda baca serta kelaziman.

Seperti halnya dua asas sebelumnya, asas ketiga ini tidak berlaku sepenuh-

nya untuk tulisan fiksi. Tulisan fiksi bersifat multitafsir. Pemahaman pembaca bukan

bergantung pada ketepatan tulisan, akan tetapi tingkat apresiasi yang dimilikinya.

d) Kesatupaduan (unity)

Berdasar pada asas ini, segala hal yang disajikan dalam tulisan tersebut

memuat satu gagasan pokok atau sering disebut dengan tema. Tulisan yang tersusun

atas alinea-alinea tidak boleh ada uraian yang menyimpang serta tidak ada ide yang

lepas dari gagasan pokok tersebut. Asas yang sering disebut dengan syarat kohesi

suatu tulisan ini berlaku untuk semua jenis tulisan baik fiksi maupun nonfiksi.

e) Pertautan (coherence)

Jika pada asas sebelumnya sebuah tulisan harus memuat satu gagasan

pokok, maka berdasar pada asas pertautan ini tiap alinea dalam satu tulisan hendaklah

Page 46: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

berkaitan satu sama lain. Kalimat satu dengan kalimat yang lain harus

berkesinambungan. Asas yang sering disebut dengan prinsip koherensi ini berlaku

untuk semua tulisan baik jenis fiksi maupun nonfiksi.

f) Penegasan (emphasis)

Asas ini menegaskan bahwa dalam tulisan perlu ada penekanan atau

penonjolan tertentu. Hal ini diperlukan agar pembaca mendapatkan kesan yang kuat

terhadap suatu tulisan. Asas ini sangat perlu untuk diterapkan pada tulisan-tulisan

fiksi meskipun tulisan nonfiksi juga perlu memperhatikan asas ini. Penegasan pada

beberapa bagian fiksi menjadikan tulisan lebih menarik.

6) Jenis-jenis Tulisan

Ada banyak cara yang dipilih seseorang untuk mengemukakan gagasannya

dalam sebuah tulisan. Cara yang dipilih serta tujuan penulisan menghasilkan berbagai

bentuk tulisan. Semi (1990: 32) mengemukakan empat bentuk atau jenis tulisan,

yaitu: narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.

Narasi merupakan satu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan

dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi (Gorys

Keraf, 2004: 136). Penggambaran peristiwa dalam bentuk paragraf narasi didasarkan

pada perkembangan dari waktu ke waktu. Semi (1990: 33) mengemukakan ciri

penanda narasi, yaitu: (a) berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia;

(b) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian

yang benar-benar terjadi, semata-mata imajinasi, atau gabungan keduanya; (c)

Page 47: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

berdasarkan konflik; (d) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampaiannnya

bersifat sastra; (e) menekankan susunan kronologis; dan (f) biasanya memiliki dialog.

Eksposisi merupakan tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan

informasi tentang sesuatu (Semi, 1990: 37). Eksposisi ditandai dengan tulisan berupa:

pengertian atau pengetahuan; menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, kapan,

dan bagaimana; disampaikan dengan lugas serta bahasa yang baku; penggunaan

bahasa netral, tidak memihak serta tidak memaksakan sikap penulis terhadap

pembaca.

Deskripsi merupakan tulisan yang bertujuan memberikan perincian atau

detail tentang objek. Perincian tersebut memberi pengaruh pada sensitivitas dan

imajinasi pembaca atau pendengar. Tulisan deskripsi yang berhasil, dapat membawa

pembaca untuk melihat, mendengar, merasakan atau mengalami langsung objek

tersebut.

Argumentasi merupakan tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk

pembaca tentang kebenaran pendapat atau pernyataan penulis (Semi, 1990: 47).

Argumen merupakan proses penalaran. Oleh karenanya, sebuah tulisan argumentatif

dapat dikembangkan dengan teknik induktif maupun deduktif.

The Liang Gie (2002: 25) menggolongkan tulisan berdasar pada bentuk,

tujuan, isi, ciri khas, fungsi serta sifatnya. Berdasar pada bentuk --sama halnya

dengan Semi- The Liang Gie mengklasifikasikan tulisan menjadi empat, yaitu: narasi,

eksposisi, deskripsi. dan argumentasi. Berdasar ragamnya, tulisan dibedakan atas

tulisan khayali dan tulisan faktawi. Adapun berdasarkan jenisnya, tulisan digolongkan

Page 48: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

atas tulisan ilmiah, tulisan informatif, prosa serta puisi. Menurut rumpunnya, tulisan

dibedakan atas karangan kependidikan, karangan penelitian, kisah, laporan,

ringkasan, ulasan, novel, cerpen, fiksi ilmu, drama, puisi lirik epik serta dramatik.

Secara lebih jelas, penggolongan tulisan yang dikemukakan oleh The Liang Gie

dijabarkan dalam bagan sebagai berikut.

Gambar 1. Penggolongan Karangan

The Liang Gie (2002: 32)

Page 49: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Cerita pendek sebagai salah satu bentuk tulisan narasi lebih lanjut akan dipaparkan

sebagai berikut.

c. Hakikat Cerita Pendek

Pada subbab ini dideskripsikan (1) pengertian cerita pendek, (2) ciri-ciri cerita

pendek, (3) unsur-unsur pembangun cerita pendek, dan (4) pembahasan unsur-unsur

cerita pendek.

1) Pengertian Cerita Pendek

Cerita pendek menurut Boen S. Oemarjati (1991: 41) merupakan salah satu

ragam sastra, karena menunjuk pada keanekaan jenis karya tulis, selain cerita

bersambung, sajak, novel, cerita rekaan, dan sejenisnya. Istilah ragam dibedakan dari

“genre” yang lazimnya diartikan sebagai “bentuk” sastra, seperti prosa, puisi, dan

drama.

Cerita pendek merupakan cerita fiksi bentuk prosa yang singkat padat,

dengan unsur cerita berpusat pada satu peristiwa pokok sehingga jumlah dan

pengembangan pelaku terbatas, dan keseluruhan ceritanya memberikan kesan

tunggal. Ciri utama cerita pendek dari segi struktur luar dapat dikenali dari bentuk

yang singkat dan padat, sedangkan dari segi struktur dalam dapat dikenali bahwa

ceritanya berpusat pada satu konflik pokok. Kedua macam ciri utama cerita pendek

ini dapat memberikan peluang bagi ragam cerita pendek itu sendiri dalam menangkap

dan mengungkap berbagai peristiwa dalam kehidupan manusia.

Page 50: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Menurut Agus Nuryatin (1989: 225-226), cerita pendek ialah kisahan pendek

yang dimaksudkan untuk memberikan kesan tunggal yang dominan, dan yang

berpusat pada satu tokoh dalam satu situasi dan pada satu ketika. Ciri lain cerita

pendek ialah kepaduan, yakni menampilkan tokoh atau kelompok tokoh secara kreatif

dalam satu latar dan lewat lakuan lahir atau batin dalam satu situasi; sedangkan inti

cerita pendek adalah tikaian dramatik, yaitu pembenturan antara kekuatan yang

berlawanan. Dengan kata lain, tikaian tersebut sering juga disebut dengan istilah

konflik cerita, yaitu terjadinya konflik batin pada diri setiap tokoh atau konflik antara

tokoh yang satu dengan tokoh lainnya.

Dalam cerita pendek dikisahkan salah satu momen dalam kehidupan manusia.

Waktu penceritaannya pendek, jumlah baris (halamannya) pendek dapat dibaca dalam

“a single setting” (Herman J. Waluyo, 2002: 33). Ian Reid menyebutkan tiga kualitas

yang esensial dari cerita pendek, yakni (a) adanya kesan (impresi) yang menyatu

dalam diri pembaca; (b) adanya konsentrasi dari krisis (konflik); dan (c) adanya pola

(desain) yang harmonis (unity of impresion, concentrating of crisis, and symmetry of

design (1977: 54).

Jassin menjelaskan bahwa dalam cerita pendek, pengarang mengambil seri

ceritanya saja. Karena itu, ceritanya pendek (singkat) saja. Kejadian-kejadian perlu

dibatasi, yakni dibatasi pada kejadian-kejadian yang benar-benar dianggap penting

untuk membentuk kesatuan cerita. Di samping itu, cerita harus diperhatikan agar

tidak mengurangi kebulatan cerita dan biasanya berpusat pada tokoh utama dari awal

hingga akhir (1983: 71).

Page 51: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Dick Hartoko secara singkat menjelaskan bahwa dalam cerita pendek terjadi

pemusatan perhatian pada satu tokoh saja yang ditempatkan pada situasi sehari-hari

tetapi posisinya sangat menentukan (artinya menentukan perubahan dalam perspektif,

kesadaran baru, dan keputusan). Dalam cerita pendek, sering dijumpai penyelesaian

cerita yang mendadak dan penyelesaian cerita itu bersifat open ending (terbuka untuk

diselesaikan sendiri oleh pembaca). Ceita pendek menggunakan bahasa yang

sederhana tetapi sugestif. Dick Hartoko menyebutkan bahwa cerita pendek pertama

kali muncul di Amerika Serikat pada abad XIX dan kemudian dipopulerkan oleh

Edgar Allan Poe dan Nathaniel Hawthorne (keduanya kemudian dipandang sebagai

guru dan tokoh utama yang mempopulerkan cerita pendek (1986: 132).

Definisi cerita pendek yang cukup lengkap adalah yang diberikan oleh Edgar

Allan Poe yang kemudian dikutip oleh W.H. Hudson (1953: 338). Ia menyatakan

sebagai berikut:

A short story is a prose narrative “requiring from half an hour to one or two hours in its perusel. Putting the same idea into different phraseology, we may say that a short story is a story that can be easily read a single sitting. Yet while the brevity thus specified in the most obviuos characteristics of the kind of narrative in question, the evolution of the story into a definite types has been accompanied by the development also of some fairly well-marked characteristics of organism. A true short story is not merely a novel on a reduced scale, or a digest in thorty pages of matter wich would have been quite as effectively, or even more effectively handled in three hundred.

Mengacu pada pernyataan tersebut, cerita pendek merupakan cerita berbentuk

prosa “yang memerlukan waktu setengah jam sampai satu atau dua jam dalam

membacanya”. Dengan kata lain, kita dapat mengatakan bahwa cerita pendek

merupakan cerita yang dapat dengan mudah dibaca dalam waktu sekali duduk.

Page 52: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Namun, ciri khas cerita pendek yang dikatakan ringkas atau tidak membutuhkan

waktu lama untuk membacanya tersebut mengalami perubahan. Perubahan tersebut

sejalan dengan perkembangan dari beberapa karakteristik organisme cerita pendek.

Cerita pendek yang sesungguhnya bukanlah semata-mata sebuah novel dalam ukuran

kecil, atau ringkasan dalam ukuran tiga puluh halaman yang telah menjadi sama

efektifnya atau mungkin lebih efektif dibaca dibandingkan yang berhalaman tuga

ratusan.

Tentang gagasan yang dikemukakan dalam cerita pendek, Hudson

menyatakan bahwa gagasan itu harus hanya satu kesatuan. Ia menyatakan:

A short story must contain one and only one informing idea and that this idea must be worked out to its logical conclusion with absolute singlenes of aim and directness of method (1995: 339) Berdasarkan pendapat tersebut, cerita pendek harus mengandung sebuah

gagasan yang perlu diinfromasikan dan itu merupakan satu-satunya gagasan yang

dapat digarap untuk mencapai simpulan yang logis dengan satu tujuan yang pasti dan

metode yang langsung

Sementara itu, Sapardi Djoko Damono (1980: 25) mengemukakan bahwa

cerita pendek, sebagaimana halnya karya sastra lainnya memiliki pertautan budaya

dengan tempat tumbuhnya karya tersebut. Oleh karena itu, cerita pendek dan karya

sastra pada umumnya tidak akan dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan

dari lingkungan kebudayaan, atau peradaban yang telah menghasilkannya. Kehadiran

cerita pendek tidak akan terlepas dari situasi budaya masyarakat pada setiap

zamannya. Hal ini berarti setiap karya sastra mengandung unsur kreativitas, baik

Page 53: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

menyangkut permasalahannya maupun media bahasa yang digunakan, sedangkan

peristiwa yang ditampilkan dapat menunjuk ke masa silam, masa kini, atau pun masa

yang akan datang. Mengingat di dalamnya terkandung unsur kreativitas, maka cerita

pendek mempunyai peranan penting dalam pengembangan budaya bangsa. Dengan

membaca cerita pendek, orang akan tergugah terhadap suatu ide atau gagasan baru,

suatu kemungkinan baru, sehingga diharapkan mampu menumbuhkan kemampuan

berpikir yang lebih dinamis.

2) Ciri-ciri Cerita Pendek

Tentang ciri-ciri cerita pendek. Guntur Tarigan memberikan penjelasan antara

lain sebagai berikut: (a) singkat padu, dan intensif (brevity, unity, dan intensity); (b)

memiliki unsur utama berupa adegan, tokoh, dan gerak (scene, charater, dan action);

(c) bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incisive, suggestive, dan alert);

(d) mengandung impresi pengarang tentang konsepsi kehidupan; (e) menimbulkan

efek tunggal dalam pikiran pembaca; (f) mengandung detil dan inseden yang benar-

benar terpilih; (g) memiliki pelaku utama yang menonjol dalam cerita; dan (h)

menyajikan kebulatan efek dan kesatuan emosi (1984: 177).

Menurut panjangnya cerita, cerita pendek dapat diklasifikasikan menjadi dua

jenis, yakni (a) cerita pendek yang pendek (short-short story), dan (b) cerita pendek

yang panjang (long short story) (Henry Guntur Tarigan, 1984: 179). Yang pendek

memiliki kurang lebih 5.000 kata-kata (kurang lebih 12 halaman folio). Yang

penjangnya 50 sampai 90 halaman folio dapat diklasifikasikan sebagai novelet,

Page 54: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

sedangkan lebih dari itu diklasifikasikan sebagai novel. Sementara itu, tentang

panjangnya cerita pendek ini, Reid menyebutkan antara 1.600 kata hingga 20.000

kata (1977: 10); sedangkan oleh S.Tasrif seperti yang dikutip Mochtar Lubis

menyatakan bahwa panjang cerita pendek antara 500 sampai 32.000 kata. Pendpata

ini didasarkan atas naskah-naskah Frank Sugerson (1981: 12). Nugroho Notosusanto

menyebutkan cerita pendek kurang lebih memiliki 5.000 kata atau 17 halaman kuarto

spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri (dalam Henry Guntur

Tarigan, 1984: 176). Sementara Henry Guntur Tarigan sendiri menyatakan bahwa

panjang cerita pendek kurang lebih 10.000 kata (bandingkan dengan novel yang

memiliki 35.000 kata); 30 halaman kertas folio (bandingkan dengan novel sepanjang

1000 halaman); dibaca dalam 10-30 menit (bandingkan dengan novel yang

menghabiskan 120 menit); mempunyai impresi tunggal (bandingkan dengan novel

yang impresinya lebih dari satu); seleksi sangat ketat (dalam novel lebih longgar);

dan kelajuan cerita sangat cepat (dalam novel kelajuannya lebih lamban) (1984: 170-

171). Perbedaan pendapat tentang panjang cerita pendek kiranya dapat dirangkum

dalam pandangan bahwa cerita pendek memiliki kepanjangan antara 10 sampai 30

halaman folio spasi rangkap.

3) Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek

Karya sastra bentuk cerita pendek, sebagaimana bentuk cerita fiksi yang lain,

sering memiliki struktur yang kompleks dan biasanya dibangun dari unsur-unsur:

(a) tema; (b) alur atau plot; (c) penokohan; (d) latar atau setting; (e) sudut pandang

Page 55: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

atau point of view; (f) gaya bahasa; dan (g) amanat (Jakob Sumardjo dan

Saini, 1994: 37).

Menurut Hudson (1995: 130-131), unsur pembangun cerita rekaan (termasuk

cerpen) adalah: (a) plot; (b) pelaku; (c) dialog dan karakterisasi; (d) setting yang

meliputi timing dan action; (e) gaya penceritaan (style); dan (f) filsafat hidup

pengarang. Yang dimaksud dengan gaya penceritaan dapat termasuk point of view

dan gaya bercerita pengarang. Filsafat hidup pengarang termasuk juga gagasan,

ideologi, aliran kesenian yang dianut, dan sebagainya yang menyangkut pribadi

pengarang/sikapnya terhadap dunia. Dalam urian Hudson tersebut belum

dikemukakan tema dan amanat yang bersifat batin atau “unsur dalam” dari cerita

pendek (cerita rekaan).

Dalam bukunya Teknik Mengarang Mochtar Lubis menyebutkan 7 unsur

cerita rekaan (termasuk cerpen), yakni: (a) tema; (b) plot, dramatic conclic; (c)

character and deleation; (d) suspence and foreshadowing; (e) immediacy and

atmosphere; (f) point of view; and (g) limited focus and unity (1983: 14). Dalam

pembagian unsur cerita rekaan ini, sudah disebutkan adanya tema, suspense dan

foreshadowing, immedicay dan atmosphere, dan limited focus/unity.

Sementara itu, Brooks dalam bukunya How is Fiction Made juga

menyebutkan tujuh unsur pembangun cerita fiksi, yakni (a) selektivitas; (b) titik

pusat; (c) point of view; (d) gaya bercerita; (e) penanjakan cerita; (f)

movement/gerakan; dan (g) konflik (1952: 9-28). Dalam pembagian ini terdapat unsur

yang belum dibahas dei depan, aykni: seletivitas, penanjakan, movement, dan konflik.

Page 56: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Unsur penanjakan, movement, dan konflik sebenarnya termasuk di dalam

pembahasan tentang plot; sedangkan selektivitas maksudnya adalah seleksi terhadap

unsur-unsur apa yang harus diceritakan oleh pengarang. Materi cerita itu pasti akan

diseleksi oleh pengarang dan tidak semua materi disuguhkan kepada pembaca.

Henry Guntur Tarigan menyebutkan 21 unsur pembangun cerita rekaan.

Pembagian semacam ini kiranya terlalu mendetail karena ada beberapa unsur yang

dapat dijadikan satu. Adapun pembagian unsur cerita rekaan menurut Henry Guntur

Tarigan adalah sebagai berikut: (a) tema; (b) ketegangan dan pembayangan (suspense

and foresdowing); (c) alur; (d) pelukisan tokoh; (e) konflik; (f) kesegaran dan

atmosfir; (g) latar; (h) pusat penceritaan; (i) kesatuan; (j) logika; (k) interprestasi;

(l) kepercayaan; (m) pengalaman keseluruhan; (n) gerakan; (o) pola dan perencanaan;

(p) tokoh dan laku; (q) seleksi dan sugesti; (r) jarak; (s) skala; (t) kelajuan; dan

(u) gaya (1984: 124).

Dalam pembagian Henry Guntur Tarigan tersebut ada beberapa unsur yang

dapat diklasifikasikan dalam satu golongan. Konflik, kesegaran dan atmosfir,

kesatuan, logika, pengalaman keseluruhan, gerakan, kelajuan kiranya dapat

diklasifikasikan ke dalam unsur dari plot atau kerangka cerita atau yang dalam

pembagian ini disebut alur; sedangkan pola dan perencanaan, seleksi dan segesti,

jarak, pelukisan tokoh, dan skala dapat diklasifikasikan ke dalam gaya (style).

Dick Hartoko menyebutkan unsur-unsur cerita rekaan sebagai berikut: (1)

cerita; (2) alur. Pembicaraan mengenai cerita meliputi (a) fokalisator; dan (b) objek

yang difokalisasikan. Objek yang difokalisasikan meliputi: (a) tokoh-tokoh; (b)

Page 57: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

ruang; (c) hubungan-hubungan dalam kurun waktu. Pembicaraan tentang alur

meliputi: (a) peristiwa; dan (b) para pelaku. Pembicaraan tentang peristiwa meliputi:

(a) peristiwa fungsional; (b) kaitan; (c) peristiwa acuan; dan (d) hubungan antar

peristiwa.. Pembicaraan tentang para pelaku meliputi: (a) model aktualisasi; (b)

komplikasi (1984: 130- 153).

Kenney menyebut tujuh unsur pembangun cerita rekaan, yakni: (a) plot; (b)

charater; (c) setting; (d) point of view; (e) style and tone (gaya dan nada); (f) struktur

dan teknik; dan (g) tema (1966: 108-10). Di dalam pembagian ini tampak dibedakan

point of view dengan gaya/nada. Dalam pembagian terdahulu point of view termasuk

di dalamnya membahas gaya/nada.

Forster dalam bukunya yang berjudul Aspects of the Novel membahas unsur-

unsur cerita rekaan (dalam hal ini novel) menjadi 6 unsur, yakni: (a) cerita; (b)

manusia; (c) plot; (d) khayalan; (e) ramalan; dan (f) pola dan irama (1979: 19).

Sementara itu, Boulton yang menulis The Anathomy of the Novel membagi cerita

rekaan menjadi 6 unsur, yakni: point of view, plot, character, percakapan, latar dan

tempat kejadian, dan tema yang dominan (1979: 29).

Tentang unsur cerita pendek, Wellek menyatakan bahwa unsur terpenting

dalam sebuah cerita rekaan (dalam hal ini cerita pendek) adalah: (a) tema, (b) alur, (c)

penokohan, dan (d) latar (1989: 206). Pandangan ini melihat bahwa unsur-unsur lain

seprti gaya, point of view, suasana, dan hal lain yang dikemukakan di depan adalah

unsur yang bersifat sekunder.

Page 58: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

4) Pembahasan Unsur-unsur Cerita Pendek

Pembahasan terhadap unsur-unsur pembangun cerita pendek yang telah

disinggung di atas diuraikan sebagai berikut:

Tema ialah masalah yang menjadi pokok pembicaraan atau yang menjadi inti

topik dalam suatu pembahasan. Di dalam suatu cerita pendek, tema merupakan suatu

pokok persoalan yang menguasai pikiran pengarang sehingga dapat mempengaruhi

semua unsur cerita. Bila membaca sebuah karya sastra, misalnya bentuk cerita

pendek, akan ditemukan pokok masalah yang ingin disampaikan oleh pengarang. Kita

membaca cerita itu mulai dari awal sampai dengan akhir, para pelaku berbicara

tentang suatu masalah, dan dalam masalah-masalah tersebut ada masalah pokok yang

merupakan persoalan dasar dalam cerita itu. Persoalan itulah yang dimaksud dengan

tema.

Secara rinci Jakob Sumardjo (1994: 56) menjelaskan bahwa tema adalah

sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan hanya sekedar mau

bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau

dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang

kehidupan ini atau komentarnya tentang kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan tokoh

cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang tersebut.

Tema-tema dalam karya sastra adalah gambaran dari keadaan masyarakat

pada suatu zaman. Persoalan-persoalan zaman dan masalah kemasyarakatan dari

suatu kurun waktu tertentu berpengaruh dan amat menentukan pemilihan tema-tema

yang diungkapkan para sastrawan dalam karyanya. Pergeseran persoalan zaman dan

Page 59: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

persoalan kemasyarakatan itu akan menyebabkan pergeseran pemilihan tema. Tema

dalam sebuah cerita dapat disimpulkan dengan satu atau beberapa kalimat saja,

contohnya; (a) kejahatan awal akhirnya akan dapat hukuman; (b) cinta pada tanah air

lebih penting dari harta dan kedudukan; (c) cinta akan mengatasi segala kesulitan;

(d) jika orang sudah merasa banyak kehilangan baru teringat kembali kepada Tuhan;

dan lain-lain.

Berkaitan dengan masalah tema tersebut, Boulton (1970: 140) menjelaskan

bahwa dalam sebuah cerita rekaan terdapat banyak tema. Karena itu, ia

menyebutkannya adanya tema dominan. Yang dapat dirangkum dalam sebuah cerita

rekaan hanyalah adanya tema dominan (sentral) dengan tema (tema-tema) lainnya.

Adanya beberapa tema dalam sebuah cerita rekaan justru menunjukkan kekayaan

cerita rekaan itu.

Sementara itu Kennedy (1983: 103) menjelaskan tema sebuah cerita adalah

ide umum apa saja atau pengetahuan mendalam tentang seluruh cerita yang

muncul/tampak. Dalam beberapa cerita, tema adalah sangat jelas (tidak dapat

diragukan lagi). Tema yang yang disampaikan penulis akan menopang cerita dengan

rapi sehingga menjadikan cerita tersebut bentuk yang berarti.

Plot atau alur adalah sambung sinambung peristiwa yang berdasarkan hukum

sebab-akibat. Plot atau alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang

lebih penting adalah menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dengan sambung

sinambungnya peristiwa ini, maka terjadilah sebuah cerita. Sebuah cerita bermula dan

berakhir. Antara awal dan akhir inilah terjadinya alur itu. Tentu sudah jelas bahwa

Page 60: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

alur itu mempunyai bagian-bagiannya secara sederhana dapat dikenali sebagai

permulaan, pertikaian, puncak, peleraian, dan akhir.

Lukman Ali (1968: 120) menyatakan bahwa plot adalah sambung-sinambung

peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat yang tidak hanya mengemukakan apa

yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah mengapa hal itu terjadi; sedangkan

menurut Wellek, plot adalah struktur penceritaan (1968: 217). Sementara, Dick

Hartoko memberikan batasan plot sebagai alur cerita yang dibuat oleh pembaca yang

berupa deretan peristiwa secara kronologis, saling berkaitan, dan bersifat kausalitas

sesuai dengan apa yang dialami oleh pelaku cerita (1984: 149).

Plot juga berarti seleksi peristiwa yang disusun dalam urutan waktu yang

menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan mengetahui

kejadian yang akan datang (Boulton, 1979: 45). Dalam rangkaian kejadian itu

terdapat hubungan sebab-akibat yang bersifat logis, artinya pembaca merasa bahwa

secara rasional kejadian atau urutan kejadian itu memang mungkin terjadi (tidak

dibuat-buat).

Plot atau alur merupakan sesuatu yang cukup penting di dalam sebuah cerita

pendek. Berhasil tidaknya sebuah cerita pendek ditentukan pula oleh plot atau alur di

dalam karya tersebut, karena sebuah cerita merupakan rangkaian peristiwa. Peristiwa-

peristiwa itu oleh pengarang disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga menjadi

sebuah cerita. Penyusunannya tidak hanya membariskan peristiwa, tetapi memilih dan

mengatur menjadi rangkaian sebab-akibat. Untuk merangkaikan peristiwa-peristiwa

menjadi rangkaian yang bulat yang merupakan hubungan sebab- akibat, pengarang

Page 61: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

harus menyeleksinya terlebih dahulu. Hanya peristiwa-peristiwa yang berhubungan

eratlah yang dijalinkan menjadi jalinan yang bulat. Sebuah cerita akan berhasil

apabila didukung oleh peristiwa-peristiwa yang disusun secara wajar dalam rangkaian

sebab-akibat. Dengan kewajarannya, maka kejadian-kejadian di dalam cerita itu

menjadi hidup dan dapat diterima akal.

Plot atau alur cerita dimulai dengan menceritakan suatu keadaan. Keadaan itu

mengalami perkembangan dan pada akhirnya ditutup dengan sebuah penyelesaian.

Plot cerita biasanya dibuat dengan urutan sebagai berikut: (a) Situation, yaitu

pengarang mulai melukiskan keadaan; (b) Generating circumstances, yaitu peristiwa

yang bersangkut-paut mulai bergerak; (c) Rising action, yaitu keadaan mulai

memuncak; (d) Climax, yaitu peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya; dan (e)

Deneument, yaitu pengarang memberikan pemecahan masalah dari semua peristiwa.

Berdasarkan jalinan ceritanya, plot atau alur dapat dibedakan sebagai berikut:

(a) Alur lurus atau alur datar, biasanya menceritakan rangkaian kejadian secara

kronologis. Alur ini menggambarkan jalinan cerita dari awal, dilanjutkan pada

kejadian berikutnya, dan diakhiri dengan penyelesaian; (b) Alur sorot balik atau

flashback, yaitu alur yang tidak mengemukakan rangkaian peristiwa atau kejadian

secara kronologis, tetapi menggambarkan jalinan cerita dari bagian akhir kemudian

bergerak kembali ke persoalan awal; dan (c) Alur gabungan atau campuran, yaitu

pengarang tidak saja memakai satu jenis alur, tetapi kadang-kadang menggabungkan

dua jenis alur secara bersama-sama. Alur gabungan ini biasa dipakai untuk jenis

cerita yang menggambarkan cerita detektif.

Page 62: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Ada beberapa hal yang berkaitan dengan alur cerita yang sering dikatakan

hukum dari alur cerita, yakni: (a) plausibilitu (sifat masuk akal atau logis); (b) kejutan

(suprise); (c) tegangan (suspense); (d) kesatuan (unity); dan (e) ekspresi (Kenney,

1966: 19-32).

Sifat masuk akal artinya meskipun cerita it fiksi harus meyakinkan peminat

seolah-olah kejadian itu seperti benar-benar ada dalam kehidupan. Pembaca seolah-

olah melihat dan menikmati suatu kisah yang datang bukan dari dunia sekunder tetapi

dari dunia primer. Keahlian pengarang menentukan adanya sifat masuk akal ini.

Demikian juga kekuatan pengalaman batin

Dari uraian pendapat yang telah dikemukakan, pengertian tentang plot

mengandung beberapa indikator sebagai berikut:

a) Plot adalah kerangka atau struktur cerita yang merupakan jalin-menjalinnya

cerita dari awal hingga akhir.

b) Dalam plot terdapat hubungan kausalitas (sebab akibat) dari peristiwa-

peristiwa baik dari tokoh, ruang, maupun waktu. Jalinan sebab-akiobat itu

bersifat logis (masuk akal/dapat diterima akal sehat/mungkin terjadi).

c) Jalinan cerita dalam plot erat kaitannya dengan perjalan cerita tokoh-

tokohnya.

d) Konflik batin pelaku adalah sumber terjadinya plot, dan berkaitan dengan

tempat, dan waktu kejadian cerita.,

e) Plot berkaitan dengan perkembangan konflik antara tokoh antagonis dan

tokoh protagonis.

Page 63: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Penokohan, kata penokohan merupakan kata jadian dari kata tokoh, yang

berarti “pelaku”. Berbicara tentang penokohan berarti juga berbicara tentang cara-

cara pengarang dalam menampilkan pelaku melalui sifat, sikap, dan tingkah laku

pemain dalam cerita. Penokohan merupakan salah satu unsur cerita pendek yang

menggambarkan keadaan lahir maupun batin seorang tokoh atau pelaku. Secara

singkat dapat dikatakan bahwa pelukisan pelaku dapat dilaksanakan dengan

menceritakan keadaan fisik dan psikis pelaku.

Dalam menampilkan tokoh cerita, pengarang dapat melakukan dengan cara

analitik, dramatik, dan gabungan antara keduanya. Cara analitik digunakan oleh

pengarang untuk mengungkapkan atau menguraikan sifat-sifat pelaku secara

langsung. Sementara itu, dramatik ialah cara yang dipergunakan oleh pengarang

untuk mengungkapkan atau menampilkan pelaku dalam: melukiskan tempat atau

lingkungan pelaku; melukiskan dialog antara pelaku dengan pelaku, atau dialog

pelaku lain tentang pelaku utama; menampilkan pikiran-pikiran pelaku atau pendapat

pelaku lain tentang pelaku utama; dan menceritakan tingkah laku setiap pelaku.

Cara lain yang dipergunakan pengarang dalam menampilkan pelaku atau

penokohan adalah dengan: (a) Physical description, yaitu melukiskan bentuk lahir

para pelaku; (b) Portrayal of thought stream or consious tought, yaitu melukiskan

jalan pikiran para pelaku; (c) Reaction to events, yaitu melukiskan reaksi pelaku

terhadap kejadian yang ada; (d) Direct to author analysis, yaitu pengarang secara

langsung menganalisis watak pelaku; (e) Discussion of environtment, yaitu

pengarang menggambarkan keadaan yang ada disekitar para pelaku; (f) Reaction of

Page 64: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

others to-character, yaitu pengarang melukiskan bagaimana reaksi pelaku lain

terhadap pelaku utama; dan (g) Conversation of other about character, yaitu

pengarang melukiskan percakapan pelaku lain mengenai pelaku utama (Tasrif dalam

Mochtar Lubis, 1983: 11).

Pada prinsipnya ada tiga cara yang digunakan pengarang untuk menampilkan

tokoh-tokoh cerita yang diciptakannya. Ketiganya biasanya digunakan bersama-sama.

Ketiga cara tersebut adalah: (a) mtode analitis yang oleh Hudson (1963: 146) disebut

metode langsung dan oleh Kenney (1966: 34) disebut metode deskriptif atau

diskursif; (b) metode tidak langsung yang juga disebut metode peragaan atau

dramatisasi; dan (c) metode kontekstual menurut Kenney (1936: 36).

Dalam metode analitis atau deskriptif atau langsung, pengarang secara

langsung mendeskripsikan keadaan tokoh itu dengan terinci (analitis). Deskripsi

tentang diri sang tokoh itu dapat secara fisik (keadaan fisiknya), dapat secara psikis

(wataknya), dan dapat juga keadaan sosialnya (kedudukan dan pangkat) yang lazim

adalah ketiga-tiganya.

Metode tidak langsung atau metode dramatik kiranya lebih hidup daripada

metode deskriptif. Pembaca ingin diberi fakta tentang kehidupan tokohnya dalam

suatu alur cerita dan tidak perlu dibeberkan tersendiri oleh pengarang. Penokohan

secara dramatik ini biasanya berkenaan dengan penampilan fisik, hubungan dengan

orang lain, cara hidup sehari-hari, dan sebagainya.

Metode kontekstual adalah metode menggambarkan watak tokoh melalui

konteks bahasa atau bacaan yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh

Page 65: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

tersebut. Jika seorang diberi julukan “buaya” misalnya, maka tokoh itu mempunyai

watak yang dapat diwakili oleh perkataan buaya itu. Jika ia digambarkan sebagai

“ular” atau “tikus” atau “keong” atau “rajawali” atau “banteng” maka sebenarnya

pengarang menggambarkan watak tokoh melalui karakter binatang tersebut.

Penggambaran watak itu mungkin secara panjang lebar melalui tingkah laku dari

tokoh-tokoh sindiran tersebut.

Kebanyakan cerita rekaan menggunakan tiga metode sekaligus. Namun

demikian, banyak juga yang didominasi oleh salah satu metode saja.

Setting atau latar cerita, seorang pengarang dalam menyajikan cerita harus

pandai memilih hal-hal yang bermanfaat, yang dapat membantu agar cerita tersebut

menjadi lebih hidup dan lebih meyakinkan pembacanya. Peristiwa-peristiwa yang

terjadi atas pelaku harus cenderung untuk memperbesar keyakinan pembaca terhadap

sikap dan tindakan pelaku. Untuk menunjang kecenderungan tersebut pengarang

harus pula memperhatikan setting atau latar.

Yang dimaksud dengan setting atau latar adalah tempat dan masa terjadinya

cerita. Cerita yang ada dalam karya sastra itu mau tidak mau harus mempunyai

setting yang sesuai dengan waktu dan tempat terjadinya peristiwa, karena sebuah

cerita menjadi kuat kalau setting atau latar yang ada di dalamnya dapat digambarkan

dengan tepat. Setting atau latar merupakan unsur yang penting yang memperlihatkan

hubungan dengan unsur-unsur lainnya. Tidak saja erat hubungannya dengan

penokohan, tetapi amat erat hubungannya dengan tema dan amanat yang ingin

diungkapkan oleh pengarang. Suatu cerita sebagai gambaran tentang peristiwa yang

Page 66: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

menyangkut manusia, harus pula memberikan gambaran yang jelas tentang dimana,

kapan, dan bagaimana hal itu bisa terjadi. Dengan kata lain, peristiwa yang

dikisahkan harus pula lengkap dengan ruang atau tempat, waktu, dan suasana.

Hudson menyatakan bahwa setting adalah keseluruhan lingkungan cerita yang

meliputi adat istiadat, kebiasaan dan pandangan hidup tokoh (1953: 158). Stanton

menyatakan bahwa setting adalah lingkungan kejadian atau dunia dekat tempat

kejadian itu berlangsung (1965: 18-19). Hudson menyebutkan lingkungan alam

sebagai setting material dan yang lain sebagai setting sosial (1953: 158).

Latar (setting) berfungsi memperkuat pematutan dan faktor penentu bagia

kekuatan plot. Sementara itu, Abrams membatasi setting sebagai tempat terjadinya

peristiwa dalam cerita itu (1981: 157). Dalam setting, menurut Harvey, faktor waktu

lebih fungsional dari pada faktor alam (1966: 304). Wellek mengatakan bahwa setting

berfungsi untuk mengungkapkan perwatakan dan kemauan yang berhubungan dengan

alam dan manusia (1989: 220-221). Setting dapat membangun suasana cerita yang

meyakinkan.

Setting atau latar tidak terbatas pada lingkungan material semata-mata seperti

tempat terjadinya cerita, tetapi lingkungan sosial pun termasuk latar yang sering

digunakan oleh pengarang dalam cerita tersebut seperti tata cara, kebiasaan, latar

belakang lingkungan, dan lain sebagainya yang sengaja oleh pengarang dimasukkan

ke dalam komposisi cerita. Adapun maksud dan tujuan penggunaan setting atau latar

adalah: pertama, suatu latar yang dapat dengan mudah dikenal kembali, dan juga

yang dilukiskan dengan terang dan jelas serta mudah diingat, biasanya cenderung

Page 67: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan geraknya serta tindakannya.

Dengan kata lain, kalau pembaca dapat menerima latar tersebut sebagai sesuatu yang

real, maka pembaca cenderung lebih siap siaga menerima orang yang ada dalam latar

cerita tersebut beserta tingkah laku dan gerak-geriknya. Penerimaan itu tentu

penerimaan yang wajar, tidak berlebih-lebihan. Kedua, setting atau latar suatu cerita

dapat mempunyai suatu relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan arti

yang umum dari suatu cerita. Ketiga, kadang-kadang mungkin juga terjadi bahwa

setting atau latar itu dipergunakan untuk maksud-maksud yang lebih tertentu dan

terarah daripada menciptakan suatu atmosfer yang bermanfaat dan berguna.

Berdasarkan maksud dan tujuan penggunaan setting atau latar di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa setting atau latar pada dasarnya adalah tempat yang

melingkungi pelaku atau tempat terjadinya peristiwa. Tempat tersebut berhubungan

pula dengan hal-hal yang ada disekitarnya termasuk alat-alat atau benda-benda yang

berhubungan dengan tempat terjadinya peristiwa, waktu, iklim atau suasana dan

periode sejarah.

Point of view atau sudut pandang lebih banyak dalam karya sastra fiksi

daripada dalam drama. Yang dimaksud sudut pandang adalah hubungan yang terdapat

antara sang pengarang dengan alam fiktif ceritanya, atau pun antara sang pengarang

dengan pikiran atau perasaan pembacanya. Dalam sudut pandang ini akan tampak

sebagai siapa pengarang dalam sebuah cerpen atau di mana pengarang berada dalam

sebuah cerita pendek. Jadi, point of view adalah sudut pandang dari mana pengarang

bercerita, apakah dia bertindak sebagai pencerita yang tahu segala-galanya, ataukah ia

Page 68: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

sebagai orang yang terbatas. Point of view juga berarti dengan cara bagaimanakah

pengarang berperan apakah melibatkan langsung dalam cerita sebagai orang pertama,

apakah sebagai pengobservasi yang berdiri di luar tokoh-tokoh sebagai orang ketiga.

Ada beberapa pembagian sudut pandang atau point of vieuw atau juga sering

disebut pusat pengisahan, namun secara umum dapat dibedakan sebagai berikut: (a)

Pengarang sebagai pihak luaran, sebagai pengamat semata-mata. Pengarang yang

bertindak sebagai pihak luaran ini biasanya “ber- ia” kepada para tokoh cerita, atau

menyebut namanya; (b) Pengarang sebagai tokoh, baik tokoh utama maupun tokoh

bawahan. Pengarang yang berlaku demikian biasanya “ber- aku” kepada tokoh yang

diperankannya, namun tetap “ber- ia” kepada tokoh-tokoh lainnya.

Menurut Herman J. Waluyo (2002: 184-185) ada tiga jenis point of view,

yakni: (a) pengarang sebagai orang pertama dan menyatakan pelakunya sebagai

“aku”, dan disebut teknik akuan; (b) pengarang sebagai orang ketiga dan menyebut

pelaku utama sebagai “dia” teknik ini disebut teknik diaan; (c) teknik yang disebut

“omniscient narratif” atau pengarang serba tahu yang menceritakan segalanya atau

memasuki berbagai peran secara bebas; pengarang tidak memfokuskan kepada satu

tokoh cerita di dalam berceritanya, tetapi semua tokoh mendapatkan penonjolan.

Ketiga jenis metode bercerita ini dapat dikombinasikan oleh pengarang di dalam satu

cerita rekaan. Hal ini seringkali dimaksudkan untuk membuat variasi cerita sehingga

cerita tidak membosankan.

Henry Guntur Tarigan menyebutkan 4 jenis point of view, yakni: (a) tokoh

utama menceritakan ceritanya sendiri; dalam hal ini pusat tokoh identik dengan

Page 69: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

cerita; (b) cerita disalurkan oleh pengarang peninjau yang merupakan partisipan

dalam cerita itu; (c) pengarang cerita bertindak sebagai peninjau saja; dan (d)

pengarang bercerita sebagai orang ketiga (1986: 139). Sementara itu, S. Tasrif dalam

karangan Mochtar Lubis (1983: 21-22) menyebutkan adanya 4 jenis point of view

juga, yakni: (a) author omniscient, artinya pengarang mengerti segalanya; pengarang

menyebut pelaku utama sebagai “dia” tetapi tidak menyebutnya sebagai pusat cerita

sebab pengarang juga melibatkan diri terhadap pelaku-pelaku lainnya; (b) author

participant; artinya pengarang ikut berpartisipasi terhadap cerita yang disusunnya;

cara ambil peranan itu dapat secara mutlak, misalnya dalam gaya akuan di mana

pengarang bertindak sebagai aku, tetapi dapat juga hanya sebagian kecil saja; (c)

author observer, artinya pengarang hanya sebagai peninjau saja dan keterlibatnnya

tidak sebesar jenis pertama karena pengarang tidak menunjukkan keterlibatannya

tidak sebesar jenis pertama karena pengarang tidak menunjukkan dirinya tahu

segalanya; pengarang berusaha untuk mengelimisaikan peranan dirinya dan

membiarkan tokoh-tokoh tampil sehidup mungkin; dan (d) teknik multipel, yakni

penggabungan ketiga teknik yang ada di dalam sebuah cerita rekaan.

Kenney dalam bukunya How to Analyse Fiction menyebutkan klasifikasi

point of view, yakni: (a) orang pertama (akuan) atau orang ketiga (diaan); dan (b)

omniscient (serba tahu) ataukah limited (terbatas) (1966: 15). Dalam teknik point of

view yang bersifat limited, mungkin tokoh protagonis sebagai pencerita, mungkin

juga tokoh antagonis, bahkan mungkin penceritanya adalah tokoh sampingan (minor

Page 70: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

character). Menurutnya, point of view berhubungan dengan makna karya sastra dan

amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang (1966: 55-56).

Sementara itu, Boulton menyebutkan 4 metode/teknik dalam sudut pandangan

pengarang, yakni: (a) one person point of view yang menggunakan gaya akuan; (b)

third person point of view yang menggunakan gaya diaan; (c) omniscient narrator

yang menunjukkan pengarang sebagai pencerita serba tahu yang menceritakan

segalanya; dan (d) peripheral point of view yang menunjukkan pengarang sebagai

pencerita yang tidak memberikan komentar seperti dalam dokumen dan seringkali

disebut teknik objektif (1984: 30).

Setiap gaya penceritaan selalu mempunyai kelebihan dan kekurangannya

masing-masing. Dengan gaya ‘aku’, pengarang akan dapat lebih meyakinkan

pembaca. Pengalaman-pengalaman ‘aku’ sebagai pelaku seperti benar-benar terjadi.

Pemikiran-pemikiran di dalam cerita mudah meresap kepada pembacanya.

Kelemahannya adalah pengarang sebagai ‘aku’ tidak dapat mengetahui kenyataan-

kenyataan yang dialami pelaku lain dan tidak mengerti kehidupan batin pelaku lain.

Dengan gaya ‘dia’, segala sesuatunya menjadi jelas bagi pembaca. Pengarang yang

tahu segalanya menerangkan segala sesuatu kepada pembaca. Akan tetapi, cerita

menjadi tidak hidup karena pelaku berbuat tanpa kemauan sendiri. Mereka hanya

sebagai boneka atau wayang yang melakukan segala kemauan pengarang.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pada hakikatnya pembagian jenis

point of view ada kesamaannya, yakni: (a) pengarang sebagai aku (gaya akuan);

dalam hal ini ia dapat bertindak sebagai omniscient (serba tahu) dan dapat juga

Page 71: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

sebagai limited (terbatas); (b) pengarang sebagai orang ketiga (gaya diaan); dalam hal

ini ia dapat bertindak sebagai omniscient (serba tahu) dan dapat juga bertindak limited

(terbatas); (c) point of view gabungan, artinya pengarang menggunakan gabungan

dari gaya bercerita pertama dan kedua.

Gaya bahasa, dalam penggunaan gaya bahasa ini tidak ada seorang pengarang

pun yang tidak ingin menonjolkan identitas yang ada pada karya-karya yang

ditulisnya. Setiap pengarang ingin supaya dirinya dikenal dalam karya-karyanya.

Bagi pengarang, media yang paling efektif guna memproyeksikan kepribadiannya

sehingga karyanya memiliki ciri-ciri yang personal ialah dengan mempergunakan

gaya bahasa, sebab penggunaan gaya bahasalah yang merupakan aspek kesenimanan

pengarang yang paling kuat diwarnai cita rasa personal kepribadiannya. Dengan

demikian, dapatlah disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah ekspresi personal

keseluruhan respon pengarang terhadap peristiwa-peristiwa melalui media bahasa

seperti; jenis bahasa yang digunakan, kata-katanya, sifat atau ciri khas imajinasi,

struktur, dan irama kalimat-kalimatnya. Oleh karena sifatnya yang personal itu, maka

penggunaan gaya bahasa dapat memberikan kepada suatu karya sastra berupa kualitas

karakteristik yang personal, sehingga dapat membedakan pengarang yang satu

dengan yang lainnya, juga karyanya.

Persoalan yang utama mengenai gaya bahasa berkisar sekitar kata dan

penggunaannya di dalam kalimat. Persoalan ini tidak berhenti pada masalah tepat

tidaknya kata yang dipilih dan digunakan pengarang, akan tetapi menjangkau pula

lingkungan asalnya, apakah dari lingkungan pergaulan umum sehari-hari, ataukah

Page 72: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

dari lingkungan yang lebih sempit, lebih terbatas. Sebagai manusia yang dalam

situasinya sendiri tampil dengan kekhususannya dalam mengamati dunianya, melalui

ceritanya pengarang menyampaikan pengamatannya itu.

Bila kita membaca karya-karya cerita fiksi, kita katakan cerita itu menarik

apabila cara pengungkapannya komunikatif, yakni apabila bahasanya berhasil

meresapkan hasil pengamatannya itu -- tentunya setelah melalui penalaran atau

refleksi yang mendalam-- kepada pembacanya. Apabila ditinjau dari pihak pembaca,

pengarang bisa dikatakan berhasil apabila bahasa yang digunakan pengarang

berkemampuan mendayagunakan angan, perasaan, serta akal budi, sehingga pembaca

bersedia menyerap ide-ide hasil pengamatan serta penalaran pengarang atas dunianya

itu. Jelaslah bahwa proses pendayagunaan ini sangat tergantung kepada kualitas

bahasa pengarang. Apabila bahasa pengarang berkualitas keseharian, dan dibangun

berdasarkan norma-norma pemakaian bahasa yang umum, yakni bahasa yang

dipergunakan oleh sebagian besar pemakai bahasa, maka pendayagunaan itu dapat

berlangsung.

Berpegang pada kenyataan itu, gaya bahasa dikatakan efektif bila dapat

membangkitkan efek emosional serta intelektual seperti yang diperkirakan pengarang,

kata-katanya berasal dari kata-kata sehari-hari, struktur kalimatnya sederhana,

ungkapan-ungkapannya bervariasi, memiliki pola irama dalam percakapan yang

aktual, dan tidak dipaksakan.

Tujuan utama karya seni adalah untuk mengungkapkan kembali,

mereproduksi, dan menjelaskan apa yang penting dalam kehidupan ini bagi manusia.

Page 73: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Tujuan untuk menjelaskan, yang didahului pengamatan dan refleksi yang mendasar

inilah terletak daya penafsiran karya seni. Pengarang selaku manusia yang tidak dapat

bersikap acuhtakacuh terhadap gejala-gejala kehidupan yang membelitnya, tidak

dapat untuk tidak melakukan penilaian dan penafsiran terhadap gejala-gejala itu, hal

ini diungkapkan secara unik personal di dalam karyanya. Keunikan ini berakar dalam

perbedaan temperamen dan visi pengarang masing-masing dan akan memperlihatkan

dengan nyata garis-garis kepribadian pengarang apabila pengungkapan itu didukung

oleh corak pengutaraan yang individual pula. Inilah yang menyebabkan adanya sifat

personal pada gaya bahasa. Yang satu ringan, lincah, langsung, keseharian; dan yang

lainnya berbunga-bunga, melingkar-lingkar, dan padat berat.

Namun, apa pun corak gaya bahasa seorang pengarang, gaya bahasa yang

dipergunakannya harus memiliki kekuatan menerjemahkan visinya menjadi suatu

karya fiksi yang mengasyikkan. Melalui gaya bahasa, pembaca harus terbawa lebih

dekat dan lebih dekat lagi kepada dunia pengarang. Pembaca hendaknya dapat serta

secara imajinatif mendengar, melihat, dan merasakan apa yang telah didengar,

dirasakan, serta diangankan oleh pengarang. Dengan kata lain, melalui gaya

bahasanya seorang pengarang harus mampu menghidupkan kembali kehidupan nyata

yang telah demikian menarik minatnya di dalam cerita fiksinya. Tidak saja

menggambarkan tentang keadaan jasmani pelaku-pelaku pendukung ceritanya harus

meyakinkan, tetapi juga kisah hubungan antar pelaku, pelaku dengan benda-benda

serta peristiwa-peristiwa dan kehidupan rohaninya haruslah nyata dan dapat

Page 74: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

dipercaya. Kalau tidak mempunyai kesanggupan demikian, maka gaya bahasa

seorang pengarang tersebut dianggap gagal.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa gaya bahasa bukanlah sekedar

ornamen. Artinya, bukan sekedar ‘barang tempelan’ untuk pelengkap dan penyedap

yang secara struktural tidak menyatu dengan keseluruhan bangunan cerita. Bersama

unsur-unsur cerita yang lain, gaya bahasa dapat menciptakan kesatuan yang alamiah.

Penggunaan dan penempatannya dalam karya sastra berakar pada kebutuhan asasi

karya sastra itu sendiri. Secara teknis, gaya bahasalah yang menentukan

kesempurnaan cerita fiksi sebagai karya sastra. Keindahan sebagai suatu karya fiksi

ditentukan oleh gaya bahasa, dengan demikian apakah suatu karya sastra sanggup

menjalankan peranan moral yang melekat padanya, yakni mempertemukan manusia

yang satu dengan yang lain dalam suatu keselarasan pendapat. Amanat, yaitu jawaban

dari masalah yang disampaikan oleh pengarang dalam ceritanya. Di dalam tema,

pengarang mengemukakan suatu persoalan. Bagaimana seorang pengarang

menyelesaikan persoalan yang timbul itu, inilah yang disebut amanat. Jadi jelasnya,

dalam amanat sesungguhnya ada sesuatu yang ingin disampaikan pengarang baik hal

positif maupun hal negatif. Di dalam amanat akan terlihat pandangan hidup dan cita-

cita pengarang. Amanat yang baik adalah amanat yang berhasil membukakan

kemungkinan-kemungkinan yang luas dan bermanfaat bagi umat manusia dan

kemanusiaan, dan berusaha untuk menciptakan kemungkinan itu sendiri.

Di dalam cerita fiksi, khususnya cerita pendek sesuatu yang memberikan dan

membawa pembaca untuk mengambil hikmahnya, biasanya disebut amanat atau

Page 75: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

pesan. Amanat atau pesan ini merupakan endapan renungan yang disajikan kembali

kepada para pembaca, dan endapan renungan ini merupakan hasil pikiran pengarang

tentang hidup dan kehidupan yang dituangkan dalam karya sastra. Amanat juga

sering diartikan sebagai pemecahan masalah atau jalan keluar yang diberikan oleh

pengarang terhadap pokok persoalan atau tema yang ingin disampaikan pengarang

dalam sebuah cerita.

Amanat yang ada dalam sebuah cerita tidak selamanya diungkapkan secara

eksplisit, tetapi adakalanya diungkapkan oleh pengarang secara implisit. Oleh sebab

itu, tidak jarang karya-karya sastra yang besar selalu mengejutkan dan

menghebohkan, dalam arti penyelesaian ceritanya tak terduga. Untuk menentukan

amanat dalam sebuah karya sastra, terlebih dahulu kita harus mampu

mengidentifikasi tema karya sastra tersebut, sebab amanat atau pesan itu sendiri

merupakan upaya yang dilakukan oleh seorang pengarang dalam memecahkan

persoalan-persoalan yang terkandung di dalam sebuah tema.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dikemukakan bahwa pengertian cerita

pendek menunjuk pada pengertian cerita yang: (a) bersifat fiktif atau khayali dan

yang berbentuk prosa; (b) isinya singkat padat; c) memiliki satu kesan yang kuat;

(d) berpusat pada satu konflik pokok; (e) memiliki tautan budaya dengan tempat

tumbuh-kembangnya karya sastra bentuk cerpen itu sendiri.

d. Hakikat Pembelajaran Menulis Cerita Pendek di SMP

Pada subbab ini dijelaskan (1) pembelajaran keterampilan menulis cerita

Page 76: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

pendek, (2) penilaian keterampilan menulis cerita pendek, dan (3) model penilaian

keterampilan menulis cerita pendek.

1) Pembelajaran Keterampilan Menulis Cerita Pendek

Menulis cerita pendek merupakan salah satu bentuk cipta sastra yang

menjadi materi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas VIII SMP. Sebagai

salah satu materi pembelajaran, menulis cerpen perlu disampaikan dengan metode

yang tepat sehingga mencapai standar kompetensi yang diharapkan. Standar

kompetensi yang hendak dicapai yaitu siswa terampil menulis cerpen bertolak dari

peristiwa yang pernah dialami. Dalam trisula konsep pengajaran sastra yang terdiri

dari aspek apresiasi, rekreasi dan re-kreasi (Asep Yudha Wirajaya, 2005: 85), menulis

–dalam hal ini menulis cerpen– merupakan bagian dari konsep re-kreasi yang berarti

kembali untuk menciptakan suatu karya sastra bukan sekadar membaca dan

menikmati karya sastra. Penerapan metode pembelajaran harus memperhatikan

konsep serta prinsip pembelajaran. Pada dasarnya, pembelajaran bukan sekadar

kegiatan transfer pengetahuan dari guru pada siswa. Dalam pembelajaran, konteks

diciptakan secara nyata sehingga siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan tetapi

pengalaman dan keterampilan.

Max Darsono (tt: 4) menyatakan bahwa belajar secara umum adalah

terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar karena pengalaman. Lebih lanjut,

Winkel (1995: 36) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas

mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang

Page 77: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan

dan nilai sikap.

Adapun pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi

unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling

mempengaruhi tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2005: 57). Tujuan

pembelajaran yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku tentunya ke arah yang

lebih baik. Dari uraian tersebut dapat dipaparkan bahwa belajar pembelajaran

merupakan proses berkesinambungan antara pembelajar dengan segala sesuatu yang

menunjang terjadinya perubahan tingkah laku. Untuk mencapai proses yang

berkesinambungan itulah, metode pembelajaran yang tepat perlu diterapkan.

Di samping metode pembelajaran, prinsip-prinsip belajar merupakan hal

yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip digunakan sebagai patokan dalam

pembelajaran. Adapun prinsip-prinsip belajar pembelajaran adalah sebagai berikut.

a) Perhatian dan motivasi

Perhatian merupakan pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu objek (Max

Darsono, tt: 27). Belajar sebagai satu kegiatan yang kompleks sangat membutuhkan

perhatian dari siswa. Perhatian tersebut akan timbul jika bahan pelajaran yang

digunakan dibutuhkan oleh siswa. Jika bahan pelajaran dirasakan penting oleh siswa,

siswa akan termotivasi untuk belajar.

Adapun motivasi dapat diartikan sebagai tenaga yang menggerakkan dan

mengarahkan aktivitas seseorang (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 42). Motivasi dapat

Page 78: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

bersifat internal dan eksternal. Motivasi internal berarti motivasi tersebut datang dari

diri siswa sendiri. Adapun motivasi yang datang dari luar diri siswa itulah yang

disebut dengan motivasi eksternal. Motivasi ekternal dapat diupayakan guru dengan

pemilihan media yang menarik serta metode pembelajaran yang bervariatif.

b) Keaktifan

Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adnya jiwa yang sangat aktif,

jiwa yang mengolah informasi yang kita terima, tidak sekadar menyimpannya tanpa

mengadakan transformasi. Berdasarkan teori ini, anak memiliki sifat aktif,

konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 44).

Dengan demikian, pembelajaran yang tepat harus bisa mengaktifkan siswa bukan

sebaliknya, membuat siswa pasif. Kaitannya dengan hal tersebut, dominasi guru

terhadap pembelajaran sebagai satu-satunya sumber belajar tidak dibenarkan. Guru

berfungsi sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk aktif.

c) Keterlibatan langsung/berpengalaman

Prinsip pengalaman sangat penting dalam belajar dan erat kaitannya dengan

prinsip keaktifan. Siswa yang belajar dengan melakukan sendiri akan memberikan

hasil belajar yang lebih cepat dan pemahaman yang lebih mendalam. Prinsip belajar

ini, oleh John Dewey disebut “learning by doing”.

d) Pengulangan

Pengulangan diperlukan untuk menyegarkan kembali pikiran siswa terhadap

materi -materi belajar yang telah lalu. Prinsip pengulangan didasari oleh teori

Page 79: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

psikologi daya, teori psikologi asosiasi serta teori koneksionisme.

e) Tantangan

Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi pula oleh rasa ingin tahu (curiosity)

yang tinggi terhadap suatu hal. Rasa ingin tahu inilah yang membangkitkan siswa

untuk aktif belajar. Rasa ingin tahu tersebut timbul bila pembelajaran bersifat

menantang. Oleh karena itulah, guru perlu mendesain pembelajaran agar lebih

menantang misalnya dengan pemilihan media yang tepat serta metode pembelajaran

yang bervariatif.

f) Balikan dan penguatan

Balikan (feed back) merupakan masukan yang penting baik bagi siswa

maupun guru. Dengan balikan yang diberikan guru, siswa dapat mengetahui sejauh

mana kemampuannya dalam suatu hal serta letak kekurangan atau kelemahannya.

Dari balikan yang diberikan guru, siswa diharapkan dapat memperbaiki

kekurangannya. Adapun penguatan (reinforcement) diperlukan untuk memotivasi

siswa agar mempertahankan atau lebih meningkatkan hasil belajar yang dirasa sudah

baik.

g) Perbedaan individual

Siswa merupakan individu unik yang berbeda satu sama lain. Setiap anak

memiliki kemampuan, minat serta motivasi yang berbeda terhadap pembelajaran.

Perbedaan siswa ini perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran sehingga tidak lagi

Page 80: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

dikenal siswa yang pandai dan siswa yang bodoh karena tiap siswa memilki

potensinya masing-masing.

Prinsip-prinsip tersebut secara aplikatif diterapkan dalam pembelajaran

“quantum teaching” yang dikenal dengan prinsip tandur, “tumbuhkan motivasi, alami

sendiri pembelajarannya, namai tiap materi, demonstrasikan, ulangi dan rayakan

keberhasilan (De Porter, 2003: 88).

Menulis cerpen tentunya berbeda dengan menulis laras ilmiah. Dari paparan

sebelumnya, dapat dikemukakan bahwa menulis cerpen adalah aktivitas melahirkan

pikiran dan perasaan lewat prosa fiktif naratif pendek yang mengandung konflik

dramatik secara tertib dan tertata sehingga dipahami oleh pembaca. Menulis, dalam

aktivitas kebahasaan tergolong ke dalam keterampilan berbahasa aktif produktif

dengan objek karya sastra. Tentu saja aktivitas tersebut tidak sama dengan aktivitas

menulis dengan objek nonsastra/nonfiksi. Menulis cerpen tidak terikat ketat dengan

pedoman penulisan seperti halnya karya ilmiah. Dalam menulis cerpen aspek estetika

menjadi fokus utama. Tema, penokohan, plot, latar atau setting serta sudut pandang

merupakan unsur-unsur yang harus ada dalam cerpen. Demikian pula bahasa. Dalam

penulisan cerpen, diperlukan stile untuk memberikan efek estetis. Unsur-unsur stile

yang dimaksud meliputi unsur leksikal, unsur gramatikal, serta retorika yang meliputi

permajasan, penyiasatan unsur, pencitraan, kohesi.

Untuk menghasilkan sebuah cerpen yang menarik, ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan. Yang pertama adalah memilih ide. Dane Bauer (2005: 28)

mengemukakan tiga pertanyaan penting yang dapat diajukan untuk memilih ide yang

Page 81: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

efektif. Bisakah tokoh utamamu mengatasi masalahnya sendiri?; Haruskah tokoh

utamamu berjuang untuk mengatasi masalahnya?; Apakah masalah itu penting bagi

tokoh utamamu?

Pemilihan ide pada dasarnya adalah merekam objek. Dari satu objek yang

sama, pasti tidak hanya terdapat satu sudut pandang saja. Kepiawaian pengarang

terletak pada kejeliannya menangkap sudut-sudut yang mungkin tidak tampak oleh

kaca mata awam (Harris Effendi Thahar, 1999: 34). Suatu peristiwa yang terjadi di

alam kenyataan, terjadi begitu saja, biasa dan rutin, bagi seorang pengarang kadang-

kadang merupakan sesuatu yang unik dan dapat ditulis menjadi sebuah cerpen yang

apik. Untuk mengembangkan cerita, kemukakan berbagai kemungkinan dengan

pertanyaan “Bagaimana jika?” Pilih salah satu jawaban yang paling unik kemudian

kembangkan.

Kedua adalah menciptakan tokoh dengan memahami motif. Cara termudah

untuk mengetahui motif adalah membuat percakapan khayalan dengan tokoh utama.

Ajukan pertanyaan untukk tokoh utama dan biarkan tokoh utama menjawab dengan

suaranya sendiri. Tuliskan jawabannya dalam bentuk orang pertama; artinya kamu

akan menuliskan seolah-olah tokohmu berbicara tentang dirinya sendiri dan

menyebut dirinya sebagai aku. Tidak perlu menuliskan pertanyaannya tetapi hanya

jawabannya (Dane Bauer, 2005: 39). Untuk menggambarkan tokoh, bisa dengan

menggambarkan sifat lahiriah atau sifat batiniahnya (Arswendo Atmowiloto, 2002:

54). Di samping itu, penamaan tokoh akan membuat cerita lebih menarik. Hindari

Page 82: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

memakai nama tokoh yang sudah dikenal luas atau nama yang sudah terlalu biasa.

Namailah tokoh dengan nama yang unik.

Ketiga adalah memfokuskan cerita. Untuk memfokuskan cerita perlu

dirumuskan amanat atau pesan yang hendak disampaikan. Perumusan ini akan

menentukan akhir cerita serta awal cerita. Awal cerita merupakan kunci untuk

menarik perhatian pembaca. Oleh karena itu, awal cerita perlu dibuat semenarik

mungkin. Empat pertanyaan yang dapat dipilih untuk membuka cerita yaitu (who)

tentang siapa cerita ini?; (where) di mana itu terjadi?; (when) kapan itu terjadi? (what)

apa yang terjadi?

Keempat adalah memilih sudut pandang dan penciptaan dialog. Dialog perlu

dicantumkan dalam cerpen untuk memperkuat narasi. Dialog juga dapat digunakan

untuk memaparkan watak secara lebih efektif.

Kelima adalah menciptakan ketegangan atau suspense. Suspense dalam

cerita berfungsi untuk memikat pembaca. Ketegangan diciptakan dari masalah yang

dihadapi tokoh utama kemudian mengalami konflik. Penciptaan suspense erat

kaitannya dengan penciptaan alur cerpen.

Keenam adalah menentukan akhir cerita.sebuah cerita yang menarik

memiliki akhir yang mengejutkan. Akan tetapi bukan berarti akhir cerita tersebut

tidak bisa dipercaya dan terkesan dibuat-buat.

Terakhir adalah menyunting atau merevisi tulisan. Penyuntingan dilakukan

secara menyeluruh dari aspek mekanik, organisasi tulisan serta isi. Kegiatan ini

sebaiknya dilakukan setelah cerpen secara utuh telah selesai ditulis.

Page 83: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

2) Penilaian Keterampilan Menulis Cerita Pendek

Menulis merupakan bentuk kemampuan berbahasa paling akhir yang

dikuasai oleh pelajar bahasa setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca.

Aktivitas menulis ini merupakan keterampilan yang paling sulit bila dibandingkan

dengan tiga keterampilan yang lain. Aktivitas menulis merupakan aktivitas kompleks

yang melibatkan aktivitas intelektual, emosional serta spiritual. Kedua belahan otak

benar-benar dimaksimalkan untuk menghasilkan sebuah tulisan yang baik.

Kegiatan menulis sebagai kegiatan berbahasa aktif produktif sangat

berpotensi untuk dijadikan tes yang bersifat pragmatik. Implikasinya, tes menulis

hendaknya bukan semata-mata tugas untuk memilih dan menghasilkan bahasa saja

melainkan bagaimana mengungkapkan gagasan, pikiran maupun perasaan dengan

mempergunakan bahasa tulis secara tepat. Ketepatan dalam penulisan cerpen berarti

pengungkapan gagasan dalam bentuk tulisan fiktif naratif dengan memperhatikan

unsur-unsurnya. Dengan demikian, gagasan dan bahasa merupakan dua masalah

pokok yang harus diperhatikan dalam menulis cerpen.

Seperti halnya tes keterampilan berbahasa yang lain, Burhan Nurgiyantoro

(2001: 282) mengemukakan enam tingkatan tes keterampilan menulis, yaitu:

a) Tes Keterampilan Menulis Cerita Pendek Tingkat Ingatan

Tes keterampilan tingkat ingatan ini lebih bersifat teoretis. Tes yang

diberikan lebih berhubungan dengan teori menulis cerpen serta pengetahuan seputar

menulis cerpen. Teori- teori yang dimaksud misalnya definisi cerpen, unsur-unsur

Page 84: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

cerpen serta definisi menulis cerpen. Tes ini dimaksudkan untuk mengungkap ingatan

siswa. Berikut adalah contoh tes kemampuan menulis cerpen tingkat ingatan:

“Sebutkan unsur-unsur yang harus ada dalam penulisan cerpen!”

b) Tes Keterampilan Menulis Cerita Pendek Tingkat Pemahaman

Tes menulis tingkat yang kedua ini masih bersifat teoretis tetapi lebih dari

sekadar mengingat teori. Tes ini menuntut pemahaman siswa terhadap seperangkat

teori. Berikut adalah contoh tes kemampuan menulis tingkat pemahaman: “Jelaskan

apa yang dimaksud dengan konflik dalam penulisan cerpen!”

c) Tes Keterampilan Menulis Cerita Pendek Tingkat Penerapan

Tes kemampuan menulis tingkat ini telah menuntut siswa untuk benar-benar

produktif dalam artian menghasilkan atau menulis cerpen. Berikut adalah contoh tes

kemampuan menulis cerpen tingkat penerapan tersebut: “Tulislah sebuah cerpen

berdasarkan salah satu tema berikut ini! (lingkungan, kepahlawanan, persahabatan).”

d) Tes Keterampilan Menulis Cerita Pendek Tingkat Analisis, Sintesis, dan

Evaluasi

Tes keterampilan menulis ketiga tingkat ini juga menghendaki siswa untuk

menghasilkan tulisan berupa cerpen dengan penekanan yang berbeda. Pada

praktiknya, tes kemampuan menulis tingkat analisis sintesis dan evaluasi sulit untuk

dilakukan. Hasil karangan yang mencerminkan proses berpikir dan berkadar ilmiah

berisi ketiga tingkatan kognitif tersebut. Tes jenis ini dapat diberikan pada siswa

Page 85: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

misalnya dengan memberikan tugas pada siswa untuk membaca suatu wacana

kemudian dengan tema yang sama seperti pada wacana tersebut, siswa diminta untuk

menulis cerpen. Setelah itu, siswa diminta untuk menyunting cerpen yang telah

ditulisnya berdasarkan gagasan serta bahasa yang digunakan kemudian menuliskan

kembali cerpen tersebut.

Penilaian terhadap keterampilan menulis cerita pendek sebagaimana

penilaian terhadap karangan bebas yang dikemukakan Burhan Nurgiyantoro (2001:

279) memiliki kelemahan pokok, yaitu rendahnya kadar objektivitas. Bagaimanapun

juga, unsur subjektivitas penilai mempengaruhi penilaian yang dilakukan. Terlebih

jika penilaian dilakukan secara holistis, impresif, dan selintas. Penilaian yang

dilakukan bersifat menyeluruh berdasar pada kesan yang diperoleh secara selintas.

Oleh karena itu, agar penilaian dapat dilakukan secara objektif untuk keperluan

pembelajaran di sekolah, penilaian keterampilan menulis cerita pendek perlu

dilakukan secara analitis. Penilaian dengan pendekatan ini merinci karangan ke dalam

aspek-aspek atau kategori tertentu. Teknik penilaian tugas menulis cerita pendek

dapat berupa skala maupun pembobotan dengan skor.

3) Model Penilaian Keterampilan Menulis Cerita Pendek

Berikut adalah salah satu model penilaian menulis cerpen. Model yang

banyak dipergunakan pada program ESL (English as a second language) ini lebih

rinci dan teliti karena menjabarkan tiap skor dalam kriteria yang jelas.

Page 86: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Tabel 1. Model Penilaian Tugas Menulis Cerita Pendek

Aspek Skor Kriteria

I S I

27—30 22 – 26 17 – 21 13 – 16

Sangat baik – sempurna Cukup – baik Sedang – cukup Sangat kurang

Tema/ide cerita kreatif/segar; pengembangan tema kreatif; pengembangan ide tuntas; unsur intrinsik cerpen dikembangkan dengan baik; substansif Tema/ide cerita cukup kreatif/segar; pengembangan tema cukup; pengembangan ide terbatas; unsur intrinsik cerpen dikembangkan tetapi tidak lengkap; substansi kurang Tema/ide cerita terbatas; pengembangan tema tidak cukup; pengembangan ide kurang; unsur intrinsik cerpen tidak dikembangkan ; substansi tidak cukup Tema tidak jelas; tema tidak berkembang; ide mandeg; unsur intrinsik tidak ada; tidak ada substansi

O R G A N I S A S I

K O S A K A T A

18 – 20 14 – 17 10 – 13 7 - 9 18 – 20 4 – 17 10 – 13 7 - 9

Sangat baik – sempurna Cukup – baik Sedang – cukup Sangat kurang Sangat baik – sempurna Cukup – baik Sedang – cukup Sangat kurang

Ekspresi lancar; gagasan diungkapkan dengan jelas; padat; tertata dengan baik; urutan logis; kohesif dan koheren Ekspresi kurang lancar; kurang terorganisasi tetapi ide utama terlihat; bahan pendukung terbatas; urutan logis tetapi tidak lengkap Tidak lancar; gagasan kacau terpotong-potong; urutan dan pengembangan tidak logis Tidak komunikatif; tidak terorganisasi dengan baik; tidak layak nilai Pemanfaatan potensi kata maksimal; pilihan dan ungkapan kata tepat; menguasai pembentukan kata Pemanfaatan potensi kata cukup; pilihan dan ungkapan kata kadang-ladang kurang tepat tetapi tidak mengganggu Pemanfaatan potensi kata terbatas; sering terjadi kesalahan penggunaan kata dan dapat merusak makna Pemanfaatan potensi kata asal-asalan; pengetahuan tentang kosa kata rendah; tak layak nilai

P E N G B A H A S A

22 – 25 18 – 21 11 – 17 5 - 10

Sangat baik – sempurna Cukup – baik Sedang – cukup Sangat kurang

Konstruksi kompleks tetapi efektif; hanya terdapat sedikit kesalahan penggunaan bentuk bahasa Konstruksi sederhana tetapi efektif; kesalahan kecil pada konstruksi kompleks; terjadi sejumlah kesalahan tetapi makna tidak kabur Terjadi kesalahan serius dalam konstruksi kalimat; makna membingungkan atau kabur Tidak menguasai aturan sintaksis; terdapat banyak kesalahan; tidak komunikatif; tidak layak nilai

M E K A N I K

5 4 3 2

Sangat baik – sempurna Cukup – baik Sedang – cukup Sangat kurang

Menguasai aturan penulisan; hanya terdapat beberapa kesalahan ejaan; Kadang-kadang terjadi kesalahan ejaan tetapi tidak mengaburkan makna Sering terjadi kesalahan ejaan; makna membingungkan atau kabur Tidak mengusai aturan penulisan; terdapat banyak kesalahan ejaan; tulisan tak terbaca; tak layak nilai

Page 87: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

e. Hakikat Keterampilan Menulis Cerita Pendek

Berdasarkan uraian tentang konsep dan teori di atas, yang dimaksudkan

dengan keterampilan menulis cerita pendek dalam penelitian ini pada hakikatnya

adalah kecekatan seseorang (siswa) dalam hubungannya dengan bagaimana ia

mendayagunakan semua fungsi mental/kognitifnya untuk menuangkan buah pikiran

dan imajinasinya secara teratur dan terorganisasi ke dalam sebuah karangan yang

berbentuk cerita pendek yang diindikatori melalui (1) isi cerita pendek yang

dituangkan; (2) organisasi bahasa yang digunakan, (3) penggunaan kosakata, (4)

penguasaan bahasa, dan (5) penerapan unsur mekanik (ejaan dan tanda baca).

2. Metode Peta Pikiran (Mind Mapping)

Pada bab ini secara berturut-turut dideskripsikan teori atau beberapa konsep

yang berhubungan dengan (a) pengertian metode peta pikiran (mind mapping); (b)

langkah-langkah pembuatan peta pikiran (mind mapping); dan (c) implementasi

metode peta pikiran (mind mapping) dalam pembelajaran menulis cerita pendek.

a Pengertian Metode Peta Pikiran (Mind Mapping)

Peta pikiran atau disebut dengan mind mapping merupakan salah satu

metode belajar yang dikembangkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an yang didasarkan

pada cara kerja otak. Disebut metode, karena peta pikiran ini berupa urutan langkah-

langkah yang sistematis. Otak mengingat informasi dalam bentuk gambar, simbol,

bentuk-bentuk, suara musik, dan perasaan. Otak menyimpan informasi dengan pola

Page 88: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

dan asosiasi seperti pohon dengan cabang dan rantingnya. Otak tidak menyimpan

informasi menurut kata demi kata atau kolom demi kolom dalam kalimat baris yang

rapi seperti yang kita keluarkan dalam berbahasa. Untuk mengingat kembali dengan

cepat apa yang telah kita pelajari sebaiknya meniru cara kerja otak dalam bentuk peta

pikiran. Dengan demikian, proses menyajikan dan menangkap isi pelajaran dalam

peta-peta konsep mendekati operasi alamiah dalam berpikir (Sugiyanto, 2007: 41).

Peta pikiran (Mind mapping) adalah alternatif pemikiran keseluruhan otak

terhadap pemikiran linear. Mind mapping menggapai ke segala arah dan menangkap

berbagai pikiran dari segala sudut (Michael Michalko dalam Buzan, 2007: 2). Senada

dengan pendapat tersebut, Buzan (2007: 103) mengungkapkan bahwa mind mapping

adalah alat berpikir kreatif yang mencerminkan cara kerja alami otak.

Mind mapping memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan

asosiasinya dalam pola radial dan jaringan sebagaimana otak dirancang seperti yang

secara internal selalu digunakan otak, dan anda perlu membiasakan diri kembali.

Mind mapping merupakan cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam

otak dan mengambil informasi ke luar dari otak. Mind mapping adalah cara mencatat

yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan “memetakan” pikiran-pikiran kita

(Buzan, 2007: 4). Mind mapping bisa dibandingkan dengan peta kota. Bagian tengah

mind mapping sama halnya dengan pusat kota dan mewakili gagasan terpentng; jalan-

jalan protokol yang memancar keluar dari pusat kota merupakan pikiran-pikiran

utama dalam proses berpikir, jalan-jalan atau cabang-cabang sekunder merupakan

pikiran sekunder (Buzan, 2004: 6).

Page 89: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Mind mapping atau peta pikiran yang ditemukan oleh Tony Buzan ini

didasarkan pada cara kerja otak penyimpan informasi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa otak manusia tidak menyimpan informasi dalam kotak-kotak sel saraf yang

terjejer rapi, tetapi dikumpulkan pada sel-sel saraf yang bercabang-cabang. Apabila

dilihat sekilas sel-sel saraf tersebut akan tampak seperti cabang-cabang pohon.

Dengan demikian jika informasi disimpan seperti cara kerja otak, maka informasi

tersimpan makin baik dan hasil akhirnya membuat proses belajar semakin mudah.

Mind mapping merupakan salah satu keterampilan paling efektif dalam

proses berpikir kreatif. Pemetaan pikiran mirip dengan outlining tetapi lebih menarik

secara visual dan melibatkan kedua belahan otak (Wycoff, 2003: 64). Lebih lanjut,

De Porter dan Hernacki (2003: 152) mengngkapkan bahwa peta pikiran

menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik dalam suatu pola dari ide-ide

yang berkaitan seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan,

dan merencanakan. Peta ini dapat membengkitkan ide-ide orisinal dan memicu

ingatan yang mudah.

Metode peta pikiran sangat tepat digunakan dalam pembelajaran menulis.

Wycoff (2003: 84) mengemukakan bahwa pemetaan pikiran adalah cara yang sangat

baik untuk menghasilkan dan menata gagasan sebelum menulis. Bagian yang paling

sulit dalam menulis adalah mengetahui hal apa yang akan ditulis, apa temanya dan

bagimana memulainya. Dengan pemetaan pikiran, sebuah tema dijabarkan dalam

ranting-ranting tema yang lain sehingga menjadi pengembang gagasan dalam

menulis.

Page 90: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Metode pada peta pikiran (mind mapping) merupakan suatu cara meringkas

suatu tema atau pokok pikiran dengan mudah melalui peta pikiran. Cara termudah

untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil kembali informasi

tersebut ke luar dari otak. Cara tersebut membantu siswa dalam belajar. Menurut

Tony Buzan (2008: 4) mind mapping adalah cara termudah untuk menempatkan

informasi ke dalam otak dan mengambil informasi keluar dari otak. Mind mapping

merupakan cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan “memetakan”

pikiran-pikiran kita. Hal itu senada dengan pendapat berikut :

Mind mapping atau peta pikiran adalah metode mempelajari konsep yang

ditemukan oleh Tony Buzan. Konsep ini didasarkan pada kerja otak kita menyimpan

informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa otak kita tidak menyimpan informasi

dalam kotak-ktak sel saraf yng terjejer rapi melainkan dikumpulkan pada sel-sel

syaraf yang bercabang-cabang apabila dilihat sekilas akan tampak seperti

cabang-cabang pohon (http://pkab.wordpress.com/2008/02/29/peta-pikiran-mind-

mapping)

Metode peta pikiran ( mind mapping ) memiliki langkah yang sistematis.

Otak menyimpan informasi dalam bentuk gambar, simbol, bentuk-bentuk, pola dan

asosiasi seperti pohon dan cabang rantingnya. Peta pikiran (mind mapping ) yang

ditemukan oleh Tony Buzan ini merupakan suatu keterampilan yang paling efektif

dalam proses berpikir kreatif. Apabila dilihat sekilas sel-sel syaraf tersebut akan

tampak seperti cabang-cabang pohon. Pemetaan pikiran didasarkan pada cara kerja

Page 91: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

otak menyimpan informasi.

Jika otak ingin mengolah informasi secara efisien, informasi itu harus disusun

sedemikian rupa sehingga dapat “menempatkan” diri semudah mungkin. Ini artinya

jika otak bekerja utamanya dengan konsep-konsep kunci dalam suatu cara yang saling

terhubungkan dan terintegrasikan, catatan-catatan kita dan relasi kata-kata kita harus

ditata dengan cara seperti ini ketimbang dalam “baris-baris tradisional” (Buzan, 2003

: 105-106).

Mind map merupakan cara mengembangkan kreatifitas. Kreatifitas adalah

kunci bagi sukses, baik dalam memunculkan ide-ide yang cemerlang, menemukan

solusi yang inspiratif untuk menyelesaikan masalah maupun menemukan cara baru

untuk menjadi kreatif. Metode ini mampu menggali ide-ide yang cemerlang dan

mampu membebaskan seluruh potensi kreatif siswa.

Metode seperti ini melibatkan penggalian ide utama menjadi ide-ide turunan,

atributnya, turunannya, serta ide-ide terkait lainnya, dan lalu dilanjutkan untuk

masing-masing turunannya itu dengan cara yang sama : digali ide-ide turunannya,

atributnya, dan ide terkait lainnya. Untuk teknik yang satu ini, medianya cukup

dengan selembar kertas… mulai dari kertas tissue, struk ATM, A4, hingga belakang

kertas kalender (http://pkab.wordpress.com/2008/02/29/creativity-mind-

mapping/)

Mind map juga merupakan cara mencatat yang kreatif, efektif, dan

memetakan pikiran-pikiran kita, secara menarik, mudah dan berdaya guna. Kemudian

Page 92: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

ada beberapa pengertian lain lagi diantaranya adalah cara mengembangkan kegiatan

berpikir ke segala arah, menangkap berbagai pikiran dalam berbagai sudut,

mengembangkan cara pikir divergen, berpikir kreatif, alat berpikir organisasional

yang sangat hebat, dapat diistilahkan sebagai “Pisau Tentara Swiss Otak.” dan cara

termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi itu

ketika dibutuhkan (http://pkab.wordpress.com/2008/02/29/creativity-mind-

mapping/)

Dengan demikian jika informasi disimpan seperti cara kerja otak, maka

informasi yang tersimpan makin baik dan proses belajar semakin mudah. Svantesson,

(2004: 2) mengatakan bahwa menggunakan peta pembelajaran adalah sebuah upaya

efektif untuk menjadi teratur. Buzan (2008: 4) mengatakan bahwa mind mapping bisa

dibandingkan dengan peta kota. Bagian tengah mind mapping mirip dengan pusat

kota dan mewakili gagasan-gagasan, jalan-jalan protokol mewakili pikiran-pikiran

utama dalam proses berpikir dan seterusnya. Pendapat tersebut senada dengan

pernyataan berikut :

A mind map (or mind map) is a diagram used to represent word, ideas, task or other items linked to and arranged radially around a central key word or idea. It is used to generate, visualize, structure and classify ideas, and as an aid in study, organization, problem solving, and decision making. (http://pkab.wordpress.com/2008/01/28/petakonsep-sastra/). Metode peta pikiran (mind mapping) teknik atau cara yang mudah

merangkum suatu pelajaran yang memiliki suatu topik dengan cara membuat peta

pikiran, berbentuk diagram pohon, menuliskan tema atau topik di tengah kertas

kemudian menulis kata-kata kunci pada cabang-cabang tema tersebut. Kata kunci

Page 93: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

merupakan kata-kata tertentu atau kata-kata inti. Kata kunci bagaikan jalan tol yang

bisa mempercepat informasi sampai ke otak anak. Melalui kata-kata kunci yang

dipilih seperti diagram atau cabang-cabang pohon, informasi akan mudah diterima

otak. Menurut Olivia (2008: 65) Kata kunci merupakan kata-kata tertentu yang

bagaikan “jalan tol” bisa cepat sampai ke otak. Seperti halnya kata kunci, kata-kata

ini juga bisa membuka pintu langsung ke otak anak. Cara termudah membuat mind

mapping adalah memberikan prinsip dasar kata kunci.

Suroso (2004: 85) berpendapat bahwa peta pikiran merupakan sejenis teknik

merangkum suatu persoalan, sejarah, kejadian, atau suatu yang memiliki suatu topik.

Namun peta pikiran ini lebih jelas, mendalam, menarik daripada rangkuman. Sebab

dalam peta pikiran digunakan teknik grafis dan ruang (baik berupa gambar dan

symbol) serta warna untuk menandai ide-ide dalam pikiran. Senada dengan pendapat

tersebut Baeulieu (2008: 17) menegaskan bahwa sebuah “gambar” memiliki

kemampuan untuk menyampaikan informasi dengan ringkas dan dapat lebih mudah

diingat daripada penjelasan yang panjang.

Berdasar pada paparan di atas dapat dikemukakan bahwa mind mapping

merupakan metode mencatat kreatif imajinatif dengan menggunakan citra visual dan

prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan.

b Langkah-langkah Pembuatan Peta Pikiran (Mind Mapping)

Sebelum membuat sebuah peta pikiran diperlukan beberapa bahan, yaitu

kertas kosong tak bergaris, pena, pensil warna, pikiran, dan imajinasi. Buzan (2007:

Page 94: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

15) mengemukakan tujuh langkah untuk membuat mind mapping. Tujuh langkah

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Mulailah dari bagian tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan

mendatar. Mengapa? Karena memulai dari tengah memberi kebebasan kepada

otak untuk menyebar ke segala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan

lebih bebas dan alami.

2) Gunakan gambar atau foto untuk ide sentral. Mengapa? Karena sebuah gambar

bermakna seribu kata dan membantu otak menggunakan imajinasi. Sebuah

gambar sentral akan lebih menarik, membuat otak tetap terfokus, membantu otak

berkonsentrasi, dan mengaktifkan otak.

3) Gunakan warna. Mengapa? Karena bagi otak, warna sama menariknya dengan

gambar. Warna membuat mind mapping lebih hidup, menambah energi pada

pemikiran kreatif dan menyenangkan.

4) Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-

cabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua, dan seterusnya. Mengapa?

Karena otak bekerja menurut asosiasi. Otak senang mengaitkan dua (atau tiga

atau empat) hal sekaligus. Bila cabang-cabang dihubungkan akan lebih mudah

dimengerti dan diingat.

5) Buatlah garis hubung yang melengkung, bukan garis lurus. Mengapa? Karena

garis lurus akan membosankan otak. Cabang-cabang yang melengkung dan

organis seperti cabang-cabang pohon jauh lebih menarik bagi mata.

Page 95: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

6) Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis. Mengapa? Karena kata kunci tunggal

memberi lebih banyak daya dan fleksibilitas kepada mind mapping.

7) Gunakan gambar. Mengapa? Karena seperti gambar sentral, setiap gambar

bermakna seribu kata.

Berikut ini adalah beberapa contoh mind mapping.

Gambar 2. Contoh Mind Mapping 1

(Buzan, 2007: 21)

Page 96: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Gambar 3. Contoh Mind Mapping 2

(Buzan, 2007: 131)

Page 97: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Gambar 4. Contoh Mind Mapping 3

(Buzan, 2007: 35)

Page 98: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

c. Implementasi Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) dalam Pembelajaran

Menulis Cerita Pendek

Metode peta pikiran (mind mapping) sangat tepat digunakan dalam

pembelajaran menulis. Wycoff (2003: 84) mengemukakan bahwa pemetaan pikiran

adalah cara yang sangat baik untuk menghasilkan dan menata gagasan sebelum

menulis. Bagian yang paling sulit dalam menulis adalah mengetahui hal apa yang

akan tulis, apa temanya dan bagaimana memulainya.. Dengan pemetaan pikiran,

sebuah tema dijabarkan dalam ranting-ranting tema yang lain sehingga menjadi

pengembang gagasan dalam menulis.

Dalam menulis cerpen, kreativitas dan imajinasi sangat diperlukan untuk

mengembangkan ide/gagasan menjadi sebuah cerita yang menarik. Imajinasi dan

kreativitas merupakan ranah kerja otak kanan. Berdasarkan paparan sebelumnya,

diketahui bahwa mind mapping dengan gambar, warna serta kata kuncinya dapat

membangkitkan fungsi kerja otak kanan sehingga memunculkan ide-ide baru yang

kreatif dan imajinatif. Lebih jauh, bila dibandingkan dengan metode konvensional

yang selama ini diterapkan dalam pembelajaran menulis cerpen, metode mind

mapping jauh lebih baik karena melibatkan kedua belahan otak untuk berpikir. Hal ini

berbeda dengan metode konvensional yang biasanya masih bersifat teoretis praktis

yang hanya berpotensi mengoptimalkan fungsi kerja otak kiri. Kreativitas dan

imajinasi tidak terkembangkan dengan baik melalui metode konvensional tersebut.

Oleh karena itulah, metode mind mapping sangat baik untuk diterapkan dalam

Page 99: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

pembelajaran menulis cerpen.

Secara aplikatif, implementasi metode peta pikiran ini adalah sebagai

berikut. Pertama-tama siswa memilih ide cerita kemudian menuliskannya di atas

selembar kertas kosong. Penulisan berupa kata kunci dari ide yang dipilih disertai

dengan simbol atau gambar berwarna. Selanjutnya, siswa menuliskan unsur-unsur

cerpen dalam ranting-ranting yang melingkupi pusat/ide cerita tersebut. Setelah siswa

membuat perencanaan dalam bentuk peta pikiran, siswa baru ditugaskan untuk

menulis cerpen. Ide yang muncul di tengah aktivitas menulis dapat dituangkan dalam

cabang-cabang atau ranting mana pun dalam peta pikiran untuk selanjutnya

dituangkan dalam cerpen.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Awit Mariani Rosia, mahasiswa

Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

dengan judul Penerapan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) dalam Pembelajaran

Menulis Narasi dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis. Penelitian

tersebut dilaksanakan dengan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan

pada siswa kelas 1 SMPN 12 Bandung tahun ajaran 2004/2005. Dari penelitian yang

dilakukan diketahui bahwa metode mind mapping terbukti dapat meningkatkan

keterampilan menulis siswa. Hal ini terlihat dari peningkatan nilai rata-rata menulis

siswa pada kategori A dari 2% menjadi 12%; kategori B dari 16% menjadi 22%. Pada

kategori tersebut, peningkatan nilai rata-rata terjadi pada siswa yang tergolong

Page 100: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

pandai. Akan tetapi pada kategori C dan D yang notabene terdiri dari anak-anak

“slow learner”, terjadi penurunan nilai rata-rata menulis narasi siswa.

Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian ini dilakukan pada siswa

kelas VIII B SMP dengan pertimbangan materi menulis cerpen tercantum dalam

kompetensi dasar menulis sastra kelas VIII SMP. Di samping itu, pembelajaran

menulis cerpen merupakan pembelajaran yang bermasalah di kelas VIII B SMP

Negeri 4 Sukoharjo. Perbedaan yang lain, pada penelitian Awit Mariani Rosia,

variabel yang ditingkatkan adalah kemampuan menulis narasi secara luas tanpa

meningkatkan kualitas pembelajarannya sedangkan penelitian ini bertujuan untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran serta kemampuan menulis cerpen siswa.

Berdasar pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Awit Mariani Rosia, di samping

mendeskripsikan upaya meningkatkan kualitas pembelajaran menulis cerpen dengan

metode yang sama penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan

kualitas pembelajaran menulis cerpen siswa yang berimplikasi pada kemampuan

menulis cerpen siswa; apakah memperoleh hasil yang sama ataukah berbeda.

Di samping itu, cerpen merupakan salah satu dari jenis tulisan narasi. Jika

metode tersebut cocok diterapkan pada jenis tulisan narasi, maka metode tersebut

juga dapat digunakan untuk jenis cipta sastra berupa cerpen. Di samping itu, peneliti

berasumsi jika metode peta pikiran (mind mapping) dapat meningkatkan kemampuan

menulis siswa di kelas 1 SMPN 12 Bandung maka metode tersebut juga dapat

meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas VIII B SMP Negeri 4

Sukoharjo. Hal ini disebabkan oleh kedua pada jenjang yang sama (SMP). Siswa

Page 101: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

pada jenjang tersebut diasumsikan memiliki tingkat kemampuan yang hampir sama.

Oleh karena itulah, peneliti memilih metode peta pikran (mind mapping) untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran serta ketereampilan menulis cerpen pada siswa

kelas VIII B SMP Negeri 4 Sukoharjo.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran sastra disinyalir belum ideal terutama pada aspek produktif

berupa cipta sastra. Hal serupa terjadi pada pembelajaran sastra khususnya pada

pembelajaran menulis cerita pendek. Hal ini diindikasikan dari kualitas pembelajaran

serta keterampilan menulis cerita pendek siswa yang tergolong rendah. Rendahnya

kualitas pembelajaran tersebut diindikasikan oleh kurangnya keaktifan, perhatian,

konsentrasi, minat, dan motivasi siswa terhadap pembelajaran menulis cerita pendek.

Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keterampilan guru mengelola kelas. Keterampilan

pengelolaan kelas yang kurang dapat mengarahkan pada pembelajaran menulis cerita

pendek yang konvensional. Adapun rendahnya kemampuan menulis ceriata pendek

siswa ditandai oleh kreativitas, imajinasi, pengorganisasian paragraf, pemanfaatan

potensi kata, pengembangan bahasa, mekanik, dan ketuntasan belajar yang kurang

Sementara itu, sebagian besar siswa menyatakan bahwa mereka tidak tahu

apa yang mesti ditulis. Terkadang sudah ada ide, tetapi tidak bisa mengembangkan

lebih lanjut sehingga cerita tidak terselesaikan dengan baik. Beberapa cerita pendek

bahkan memiliki alur cerita yang sama dengan cerita pada sinetron kebanyakan. Di

samping itu, sebagian besar cerita pendek yang ditulis siswa memilki ending yang

Page 102: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

tidak logis. Alokasi waktu pembelajaran menulis cerita pendek yang terbatas menjadi

kendala tersendiri bagi siswa. Siswa sering tergesa-gesa menyelesaikan cerita pendek

yang ditulisnya tanpa sempat memikirkan apakah cerita pendek yang ditulisnya akan

menarik pembaca.

Berdasar pada permasalahan yang ada, dipilihlah metode peta pikiran (mind

mapping) untuk mengatasi permasalahan tersebut. Metode ini dipilih untuk

melakukan pencatatan secara ringkas dan sistematis serta dapat mengembangkan

gagasan karena rangsang visual berupa gambar serta warna yang ditawarkan. Di

samping itu, metode ini diharapkan mampu mengoptimalkan fungsi kerja otak kanan

sehingga dapat membangkitkan kreativitas dan imajinasi yang sangat diperlukan

dalam kegiatan menulis cerita pendek. Siswa dapat mengembangkan ide dari peta

pikiran yang telah dibuat sehingga tidak lagi kehabisan ide. Hal ini akan lebih

mengefektifkan waktu pembelajaran.

Berdasar pada asumsi-asumsi itulah, metode mind mapping dipilih untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran dan kemampuan menulis cerita pendek.

Penerapan metode peta pikiran dalam pembelajaran menulis cerita pendek dilakukan

secara kolaboratif antara guru dan peneliti. Kolaborasi yang dimaksud adalah guru

sebagai pelaksana tindakan dan peneliti hanya sebagai partisipan pasif yang

mengamati jalannya proses pembelajaran. Di samping dalam pelaksanaan tindakan,

kolaborasi juga dilakukan pada tahap perencanaan yaitu sebelum guru melakukan

tindakan. Tahap selanjutnya adalah observasi yang dilakukan peneliti saat guru

melakukan tindakan. Tahap yang terakhir yaitu analisis dan refleksi yang dilakukan

Page 103: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

peneliti dan guru terhadap hasil tindakan yang telah dilakukan. Keempat tersebut

membentuk daur yang berkesinambungan dengan berbagai teknik perbaikan tindakan

dari guru. Meskipun demikian, tindakan tersebut masih menerapkan metode peta

pikiran (mind mapping).

Dari penerapan metode peta pikran tersebut diharapkan terjadi peningkatan

baik pada kualitas proses pembelajaran yang ditandai dengan peningkatan keaktifan,

perhatian, konsentrasi, minat, dan motivasi siswa terhadap pembelajaran menulis

cerita pendek, maupun keterampilan menulis cerita pendek yang ditandai dengan

peningkatan kreativitas, imajinasi, pengorganisasian paragraf, pemanfaatan potensi

kata, pengembangan bahasa, mekanik pada cerpen karangan siswa dan ketuntasan

belajar. Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut (lihat gambar 5).

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, dapat diajukan

hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut:

Dengan menggunakan metode peta pikiran (mind mapping) dalam

pembelajaran sastra, khususnya menulis cerita pendek, kualitas pembelajaran dan

hasil keterampilan menulis cerita pendek siswa kelas VIII A SMP Negeri 4

Sukoharjo dapat ditingkatkan..

Page 104: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Gambar 5. Alur Kerangka Berpikir

Kualitas Proses Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Rendah

(keaktifan, perhatian, konsentrasi, minat, motivasi siswa kurang; guru kurang

terampil mengelola kelas)

Keterampilan Menulis Cerita Pendek Kurang

(kreativitas, imajinasi, pengorganisasian paragraf, pemanfaatan potensi kata,

pengembangan bahasa, mekanik, ketuntasan belajar kurang)

Kolaborasi Peneliti dan Guru

Pembelajaran menulis cerpen dengan metode mind mapping

Kondisi akhir setelah tindakan

Pelaksanaan

Pengamatan

refleksi

Perencanaan

Kualitas Proses Pembelajaran Menulis Cerita Pendek Meningkat

(keaktifan, perhatian, konsentrasi, minat, motivasi siswa meningkat; guru terampil

mengelola kelas)

Keterampilan Menulis Cerita Pendek Meningkat

(kreativitas, imajinasi, pengorganisasian paragraf, pemanfaatan potensi kata,

pengembangan bahasa, mekanik, ketuntasan belajar meningkat)

Page 105: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Sukoharjo, tepatnya di kelas

VIII A. Alasan dipilihnya sekolah ini sebagai lokasi penelitian adalah karena: (1)

Peneliti sudah memiliki hubungan yang cukup baik dengan sekolah, khususnya guru

pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah tersebut; (2) Lokasi penelitian

dekat dengan tempat tinggal peneliti; (3) Komitmen kepala sekolah untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah tersebut salah satunya dengan

penelitian tindakan kelas memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk melaksanakan

penelitian.

Sementara itu, dipilihnya kelas VIII A sebagai objek penelitian karena di

kelas tersebut terdapat permasalahan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya

pembelajaran menulis cerpen.

Waktu penelitian dilaksanakan selama lima bulan yaitu pada bulan Juli –

Nopember 2010 dengan agenda seperti dipaparkan dalam Tabel 2 berikut ini.

Page 106: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Tabel 2. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian

No

Waktu Juli Agustus September Oktober Nopember

Jenis Keg 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Persiapan survei

awal x x x x

3 Pengajuan surat izin, penyiapan instrumen serta seleksi informan

x x x 4 Pelaksanaan 1. siklus I x x 2. siklus II x x 3. siklus III x x 5 Analisis data x x x x

6 Penyusunan Laporan x x x x

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action

Research) yaitu sebuah penelitian kolaboratif antara peneliti, guru, siswa maupun staf

sekolah yang lain untuk menciptakan kinerja sekolah yang lebih baik. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kualitas pembelajaran menulis

cerpen serta keterampilan menulis cerpen siswa dengan penerapan metode peta

pikiran (mind mapping). Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk

mendeskripsikan penerapan metode peta pikiran (mind mapping) dalam pembelajaran

menulis cerpen.

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Strategi ini bertujuan untuk menggambarkan serta menjelaskan kenyataan di

lapangan. Kenyataan yang dimaksud adalah proses pembelajaran menulis cerpen

Page 107: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

sebelum dan sesudah diberi tindakan berupa penerapan metode peta pikiran (mind

mapping).

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo

sejumlah 34 siswa. Selain siswa, subjek penelitian ini adalah guru pengampu mata

pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia VIII A yaitu Bapak Drs. Wahyudi Sri

Handoko.

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini ada tiga yaitu (1) peristiwa proses

pembelajaran menulis cerpen; (2) informan; dan (3) dokumen. Ketiga sumber data

penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Peristiwa proses pembelajaran menulis cerpen.

Data yang dikumpulkan yaitu data tentang pelaksanaan pembelajaran

menulis cerpen di kelas VIII A SMP Negri 4 Sukoharjo baik sebelum tindakan

(survei awal) maupun yang telah dikenai tindakan pada setiap siklusnya.

2. Informan

Sumber data penelitian yang berupa informan di sini ada dua yaitu (a) guru

mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia di kelas VIIIA, dan (b) siswa-siswi kelas

VIIIA SMP Negeri 4 Sukoharjo.

Page 108: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Data yang dikumpulkan melalui sumber data guru adalah data tentang

pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen yang dilakukan oleh guru di kelas VIII A

SMP Negeri 4 Sukoharjo (nama guru Drs. Wahyudi Sri Handoko), hambatan-

hambatan yang dihadapi serta usaha–usaha yang ditempuh guru tersebut dalam

mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapinya ketika melaksungkan pembelajaran

menulis cerpen.

Data yang dikumpulkan melalui sumber data para siswa kelas VIII A SMP

Negeri 4 Sukoharjo adalah data mengenai keikutsertaan mereka dalam proses

pembelajaran menulis cerpen, serta kesulitan yang ditemui siswa saat menulis cerpen.

3. Dokumen

Data yang dikumpulkan, antara lain: rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP), foto kegiatan pembelajaran menulis cerpen, peta pikiran (mind mapping) yang

dibuat siswa, hasil tes siswa berupa cerpen, serta hasil angket yang terisi oleh siswa

maupun guru pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengetahui peningkatan pembelajaran yang

dicapai oleh guru maupun siswa. Teknik ini dilakukan sejak sebelum tindakan

diberikan, saat tindakan diberikan hingga akhir tindakan. Dalam observasi ini,

Page 109: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

peneliti bertindak sebagai partisipan pasif. Peneliti tidak melakukan tindakan yang

dapat mempengaruhi pembelajaran yang sedang berlangsung. Peneliti hanya

mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru maupun siswa serta

mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.

Peneliti mengambil posisi di belakang kelas.

Hasil observasi didiskusikan peneliti bersama guru pengampu. Dari hasil

diskusi ini, guru mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada dalam proses

pembelajaran yang telah dilakukan kemudian diupayakan solusinya. Solusi yang

didapat dilaksanakan pada siklus berikutnya.

Observasi terhadap guru difokuskan pada kemampuan guru dalam

mengelola kelas serta kemampuan untuk memancing keaktifan siswa dalam

pembelajaran. Adapun observasi terhadap siswa difokuskan pada keaktifan serta

minat siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data nmengenai pelaksanaan

pembelajaran menulis cerpen di kelas, hambatan-hambatan yang ditemui guru saat

pembelajaran menulis cerpen serta faktor-faktor penyebabnya. Wawancara juga

dilakukan pada siswa untuk mengetahui metode pembelajaran menulis cerpen yang

selama ini diterapkan oleh guru. Di samping itu, wawancara juga dilakukan untuk

mengetahui tanggapan siswa mengenai metode yang digunakan guru tersebut serta

kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis cerpen.

Page 110: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

3. Analisis Dokumen

Analisis dokumen dilakukan untuk mengetahui profil kemampuan menulis

cerpen kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo, kesulitan yang ditemui siswa dalam

menulis cerpen serta minat siswa terhadap pembelajaran menulis cerpen.

F. Teknik Validasi Data

Data-data dalam penelitian ini diuji validitasnya dengan beberapa teknik

triangulasi, yaitu triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Dalam penelitian

ini, peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber yang berbeda. Data yang

bersumber dari peristiwa proses pembelajaran menulis cerpen diuji keabsahannya

dengan dokumen-dokumen pendukung serta pernyataan-pernyataan informan.

Di samping itu, data yang terkumpul diuji validitasnya dengan beberapa

metode. Data yang terkumpul dari kegiatan observasi dicek kebenarannya melalui

kegiatan wawancara untuk mengungkap minat dan pelaksanaan pembelajaran

menulis cerpen di kelas serta analisis dokumen-dokumen terkait seperti naskah

cerpen, peta pikiran, dan angket yang diberikan pada siswa.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis kritis. Teknik analisis tersebut bermaksud mengungkap kekurangan dan

kelebihan kinerja guru dan siswa selama proses pembelajaran di dalam kelas. Kriteria

dalam teknik ini didasarkan pada kerangka teoretis yang telah dipaparkan

Page 111: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

sebelumnya. Hasil analisis dijadikan dasar untuk menyusun rencana tindakan kelas

berikutnya sesuai dengan siklus yang telah direncanakan. Karena penelitian ini

merupakan penelitian kolaboratif, analisis data dilakukan bersama-sama antara

peneliti dan guru pengampu. Analisis kritis terhadap keterampilan menulis cerpen

siswa mencakup isi cerpen yang ditulis siswa, pengorganisasian tulisan, kosakata

yang digunakan, pengembangan bahasa serta penerapan mekanika penulisan. Aspek

isi mencakup kreativitas siswa dalam menentukan ide cerita serta

mengembangkannya seunik mungkin. Adapun analisis kritis yang dilakukan terhadap

proses pembelajaran yang berlangsung meliputi keaktifan serta minat siswa terhadap

pembelajaran menulis cerpen.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan rangkaian tahapan penelitian dari awal

hingga akhir penelitian. Penelitian ini adalah proses pengkajian sistem berdaur

sebagaimana kerangka berpikir. Prosedur dalam Penelitian Tindakan Kelas ini

mencakup langkah-langkah: (1) persiapan, (2) studi/survei awal, (3) pelaksanaan

siklus, dan (4) penyusunan laporan. Pelaksanaan siklus meliputi (a) perencanaan

tindakan (planning), (b) pelaksanaan tindakan (acting), (c) pengamatan (observing),

(d) refleksi (reflecting). Banyaknya siklus yang telah dilaksanakan ada tiga mengingat

dalam penelitian tindakan ini, pada siklus terakhir (siklus III) telah mencapai

indikator kinerja atau capaian yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah bagan

Page 112: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

prosedur Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan sesuai dengan yang digambarkan

oleh Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi.

Siklus I

Siklus II

Gambar 6. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

(Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi, 2007: 74)

penjelasan secara garis besar mengenai masing-masing langkah tersebut diuraikan

sebagai berikut:

1. Persiapan

Pada tahap persiapan ini peneliti menemui Kepala SMP Negeri 4 Sukoharjo

yaitu Ibu Dwi Susilowati, S.Pd., M.Pd. untuk memberitahukan sekaligus meminta

izin untuk melakukan penelitian di sekolah yang menjadi wewenangnya. Peneliti

mengajukan surat izin penelitian yang dikeluarkan oleh direktur Program

Permasalahan

Refleksi 1

Perencanaan Tindakan I

Pengamatan/ mengumpulkan data II

Pelaksanaan Tindakan II

Pengamatan/ mengumpulkan data 1

Pelaksanaan Tindakan 1

Refleksi II

Perencanaan Tindakan II

Permasalahan baru hasil refleksi

Apabila permasalahan belum terselesaikan Dilanjutkan ke siklus

berikutnya

Page 113: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Pascasarjana UNS disertai proposal penelitian. Setelah peneliti mendapatkan izin dari

kepala sekolah, peneliti menemui guru pengampu pelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia yaitu Bapak Drs. Wahyudi Sri Handoko untuk mempersiapkan kegiatan

survei awal. Pada kegiatan ini, peneliti dan guru mendiskusikan kelas yang akan

digunakan untuk penelitian yaitu kelas VIII A.

2. Studi/survei awal

Untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran menulis cerpen, peneliti

melakukan survei awal di kelas yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu kelas VIII A

SMP Negeri 4 Sukoharjo. Pada tahap ini, peneliti berusaha mengenali kemampuan

siswa dalam menulis cerpen serta situasi dan kondisi pembelajaran menulis cerpen.

Pengenalan tersebut dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran menulis

cerpen, memeriksa hasil pekerjaan siswa berupa cerpen serta memberikan angket

prapenelitian pada siswa. Pada tahap ini, peneliti juga melakukan wawancara pada

guru pengampu mengenai pembelajaran menulis cerpen yang terjadi selama ini.

3. Pelaksanaan siklus

Pelaksanaan pembelajaran cerpen pada setiap siklus meliputi empat tahap.

Empat tahapn itu diuraikan sebagai berikut:

a. Perencanaan (planning)

Berdasar pada hasil identfikasi serta penetapan masalah dari kegiatan

observasi survei awal, wawancara serta angket, peneliti mengajukan alternatif

pemecahan masalah dengan menerapkan metode peta pikiran (mind mapping) dalam

Page 114: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

pembelajaran menulis cerpen. Pada tahap ini, peneliti beserta guru menyusun

skenario pembelajaran yang menerapkan metode peta pikiran (mind mapping). Di

samping itu, peneliti menyiapkan perangkat yang diperlukan selama pembelajaran

seperti kertas HVS dan pensil warna/spidol serts perangkat yang diperlukan untuk

observasi seperti lembar observasi, angket, serta dokumentasi.

b. Pelaksanaan (acting)

Tindakan yang telah direncanakan serta disepakati oleh peneliti dan guru

diimplementasikan oleh guru dalam bentuk pembelajaran menulis cerpen yang

menerapkan metode peta pikiran (mind mapping). Pelaksanaan tindakan diwujudkan

dalam langkah-langkah pembelajaran yang sistematis. Secara garis besar, sebelum

siswa praktik menulis cerpen, guru tetap memberikan materi. Materi yang diberikan

tidak terbatas pada teori tentang menulis cerpen akan tetapi langkah-langkah praktis

menulis cerpen juga diberikan sebagai bahan pembelajaran. Setelah itu, siswa

ditugasi untuk membuat perencanaan penulisan cerpen dalam bentuk peta pikiran

(mind mapping). Berdasar pada peta itulah, siswa menulis cerpen. Beberapa cerpen

yang ditulis siswa dibaca di depan kelas dan ditanggapi oleh siswa lain. Selanjutnya,

guru menilai cerpen siswa serta memberi masukan untuk perbaikan cerpen siswa.

c. Observasi dan Interpretasi

Observasi dilakukan peneliti saat pembelajaran menulis cerpen berlangsung.

Observasi berupa kegiatan pemantauan, pencatatan, serta pendokumentasian segala

kegiatan selama pelaksanaan pembelajaran. Data yang diperoleh dari kegiatan

Page 115: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

observasi kemudian diinterpretasi guna mengetahui kelebihan dan kekurangan dari

tindakan yang dilakukan.

d. Analisis dan Refleksi

Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang telah terkumpul dari hasil

observasi kemudian menyajikannya pada guru pengampu. Dari hasil analisis berupa

kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran, peneliti dan guru berdiskusi untuk

menentukan langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan pada siklus berikutnya.

Dari tahapan ini pula diketahui berhasil tidaknya tindakan yang telah diberikan.

I. Indikator Keberhasilan Tindakan

Secara garis besar, indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

meningkatnya kualitas pembelajaran serta keterampilan menulis cerpen siswa kelas

VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo. Untuk mengetahui peningkatan tersebut, digunakan

indikator sebagai berikut.

1. Kualitas proses pembelajaran menulis cerpen, ditandai dengan:

a keaktifan siswa dalam pembelajaran baik aktif bertanya maupun memberikan

tanggapan, aktif mengerjakan tugas serta menjawab pertanyaan guru;

b perhatian serta konsentrasi siswa terhadap pembelajaran;

c minat serta motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran;

d guru mampu mengelola kelas dengan baik.

Page 116: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Untuk mengetahui peningkatan kualitas pembelajaran menulis cerpen, peneliti

mengamati pembelajaran yang berlangsung menggunakan pedoman observasi.

2. Keterampilan menulis cerpen siswa, ditandai dengan:

a. kreativitas serta imajinasi siswa dalam menemukan serta mengembangkan ide

cerita;

b. mampu mengorganisasikan gagasan paragraf yang runtut, kohesif serta

koheren;

c. mampu memanfaatkan potensi kata secara maksimal;

d. mampu mengembangkan bahasa dalam struktur yang bervariatif;

e. mampu menulis cerpen dengan memperhatikan penggunaan EYD, diksi, serta

bahasa secara tepat;

f. ketuntasan hasil belajar mencapai minimal 70

Untuk mengetahui peningkatan kemampuan menulis cerpen siswa, peneliti

dan guru mengamati hasil pekerjaan siswa berupa cerpen dan menghitung

skor/capaian yang diperoleh siswa berdasarkan pedoman penilaian yang telah

disepakati oleh guru dan peneliti sebelumnya.

Page 117: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uraian mengenai hasil penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah dari

Bab I akan disajikan dalam Bab IV ini. Sebelum hasil penelitian dipaparkan, pada bab

ini diuraikan terlebih dahulu mengenai deskripsi latar atau lokasi sekolah yang

menjadi tempat penelitian. Setelah itu, baru mendeskripsikan kondisi awal

(pratindakan) pembelajaran menulis cerpen serta kemampuan menulis cerpen siswa

kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo. Dengan demikian, pada bab ini akan

dikemukakan tentang: (1) kondisi awal proses pembelajaran serta kemampuan

menulis cerpen siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo, (2) pelaksanaan

tindakan dan hasil penelitian, dan (3) pembahasan hasil penelitian. Penelitian

tindakan dilakukan dalam 3 siklus dengan 4 tahap dalam tiap siklusnya. Tahapan

tersebut meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, serta evaluasi dan

refleksi.

A. Deskripsi Latar (Setting) Penelitian

Setting atau lokasi penelitian ini adalah di SMP Negeri 4 Sukoharjo yang

beralamatkan di Jalan Slamet Riyadi Begajah Sukoharjo Nomor Telepon (0271)

591021, terletak lebih kurang dua kilometer ke arah Selatan dari Pusat Kota

Kabupaten Sukoharjo. Sekolah ini berdiri di atas lahan tanah seluas 11.930 m2,

dengan luas bangunan 2.992,5 m2, dan mulai beroperasi sejak tahun 1983.

Page 118: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Gambar 7. Gedung SMP Negeri 4 Sukoharjo

Jumlah ruang kelas ada 24 yang masing-masing berukuran 7x9 m (63m2)

Setiap kelas rata-rata terdiri dari 40 siswa dengan jumlah keseluruhan 729 siswa (dari

Kelas VII, VIII, dan IX). Jumlah guru tetap (PNS) ada 46 orang, guru tidak tetap atau

guru bantu ada 9 orang, dan guru PNS yang dipekerjakan ada 1 orang. Kepala

sekolah yang sekarang menjabat adalah Dwi Susilowati, S.Pd., M.Pd. Beliau adalah

alumni mahasiswa S2 Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang sekarang ini baru menempuh studi

lanjut S3 (Program Doktor) di Almamaternya.

Mengingat letaknya yang sangat strategis, dan relatif dekat dengan pusat kota

kabupaten, serta sangat mudah dijangkau dengan alat transportasi umum, masyarakat

sekitar khususnya lulusan SD banyak yang memilih sekolah ini terutama yang

memiliki prestasi baik. Dengan kondisi dan keberadaan yang demikian, akibatnya

Page 119: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

SMP Negeri 4 Sukoharjo mendapatkan perhatian dan peminat yang banyak, bahkan

input yang unggul dari beberapa lulusan SD sangat tertarik untuk masuk sekolah ini.

Dengan statusnya sebagai Sekolah Berstandar Nasional, tiap tahun menampakkan

kemajuan yang demikian pesat, dan lulusan yang mampu diandalkan. Hal ini terbukti

sekolah tersebut tahun ini sudah mulai diajukan rintisannya ke arah Sekolah

Berstandar Internasional.

Siswa kelas VIII A sebagai subjek penelitian ini berjumlah 34 orang.

Kemampuan akademik yang dimilikinya adalah rata-rata sedang atau cukup. Artinya,

hampir semua siswa memiliki prestasi seimbang. Guru Bahasa Indonesia yang

mengajar di kelas VIII A ini adalah Drs. Wahyudi Sri Handoko.

B. Kondisi Awal

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan survei awal. Survei

awal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran menulis cerpen

serta kemampuan awal siswa dalam menulis cerpen. Kondisi awal ini menjadi acuan

untuk menentukan tindakan apa saja yang akan dilakukan pada pembelajaran dalam

siklus selanjutnya. Survei awal dilakukan pada hari Selasa, 7 September 2010 pukul

8.20-9.20 WIB.

Pada kegiatan pratindakan guru membuka pelajaran dengan mengucapkan

salam kemudian menanyakan siswa yang tidak masuk. Beberapa siswa menjawab

“nihil”. Setelah mengisi buku harian kelas, guru memberitahukan bahwa pada

kesempatan tersebut, siswa diberi tugas untuk menulis cerpen. Mendengar tugas yang

Page 120: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

diberikan sebagian besar siswa merasa keberatan. Beberapa siswa mengeluh dan

tampak enggan. Siswa yang lain menanyakan tema, panjang cerpen serta waktu

pengumpulan. Ada juga yang menawar agar cerpen dijadikan PR dan dikumpulkan

minggu depan. Meskipun banyak siswa yang menyatakan ketidaksetujuan, dengan

tegas guru menugaskan siswa untuk menulis cerpen. Sebelumnya, guru menerangkan

unsur intrinsik cerpen kemudian menugaskan siswa untuk menganalisis unsur

intrinsik cerpen yang ada di buku paket.

Saat proses pembelajaran berlangsung, siswa terlihat pasif. Beberapa siswa

memang tampak memperhatikan keterangan guru namun tidak sedikit pula siswa

yang menguap, bosan, menopang dagu, serta sibuk beraktivitas sendiri. Dari hasil

pantauan peneliti dengan lembar observasi, diketahui bahwa siswa yang aktif dalam

pembelajaran sebanyak 14 orang atau 41,2% dari keseluruhan siswa di kelas yang

berjumlah 34 siswa. Sementara itu, siswa yang berminat pada pembelajaran –

diindikatori oleh perhatian siswa terhadap penjelasan guru – sebanyak 17 orang atau

50% dari keseluruhan siswa di kelas tersebut.

Sebenarnya guru sudah berusaha untuk mengaktifkan siswa tetapi kurang

berhasil. Guru sudah memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya tetapi tidak ada

siswa yang memanfaatkan kesempatan tersebut. Karena tidak ada pertanyaan, guru

menugaskan siswa untuk menulis cerpen. Saat menulis cerpen, siswa tampak masih

bingung dengan tema yang akan ditulis. Beberapa siswa bertanya pada temannya

sehingga suasana kelas sedikit gaduh. Setelah ditegur guru, kelas kembali tenang.

Cerpen siswa dikumpulkan sesaat setelah bel pergantian jam pelajaran berbunyi.

Page 121: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Jika dicermati, pembelajaran tersebut masih bersifat konvensional.

Pembelajaran masih berpusat pada guru meskipun siswa diberi kesempatan untuk

bertanya. Metode yang diterapkan pun kurang bervariatif. Ceramah masih

mendominasi kegiatan pembelajaran. Penugasan digunakan guru sebagai kegiatan

evaluasi pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan pada tulisan siswa lebih mengacu

pada aspek mekanik berupa penggunaan ejaan serta tanda baca. Di samping itu, aspek

kerapian tulisan sering mendapatkan porsi yang lebih besar dalam penilaian.

Meskipun dua aspek tersebut sedikit banyak mencerminkan kemampuan menulis

siswa, masih ada beberapa aspek yang seharusnya lebih diperhatikan terutama jika

dikaitkan dengan cipta sastra. Pemilihan kosakata serta pengembangan ide cerita

kurang diperhatikan dalam kegiatan evaluasi. Demikian pula dengan aspek

pengembangan bahasa kurang diperhatikan. Terhadap hasil evaluasi yang dilakukan

guru, peneliti mengajukan model penilaian yang dinilai lebih komprehensif dalam

mewadahi aspek penulisan cerpen. Model penilaian tersebut adalah model penilaian

yang digunakan dalam ESL dengan penyesuaian pada aspek penulisan cerpen.

Sehubungan dengan metode yang dipilih guru dalam pembelajaran, diakui

oleh guru bahwa beliau belum menemukan metode yang tepat dan mudah untuk

mengajarkan materi menulis cerpen. Kesulitan ini diperparah dengan rendahnya

kemampuan apresiasi sastra siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo. Siswa

masih kesulitan menganalisis unsur cerpen. Guru berasumsi jika siswa kesulitan

menganalisis unsur intrinsik cerpen, maka siswa juga akan mengalami kesulitan

menulis cerpen. Berdasarkan pada asumsi itulah, guru tidak mengajarkan materi

Page 122: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

menulis cerpen pada siswa. Guru beranggapan memahamkan siswa pada unsur

intrinsik cerpen adalah hal yang harus dilakukan terlebih dahulu. Keterampilan

menulis cerpen siswa akan terpupuk seiring dengan kemampuannya memahami unsur

intrinsik cerpen.

Di lain pihak, kesulitan yang dialami oleh guru sedikit banyak dipengaruhi

oleh ketiadaan media serta sumber pembelajaran yang bervariatif. Diakui oleh guru

bahwa buku teks yang digunakan hanya satu macam itu pun masih berdasar pada

kurikulum lama. Adapun sumber belajar lain yang digunakan sekaligus sebagai bahan

evaluasi adalah LKS Bahasa Indonesia. Cerpen yang terdapat dalam buku paket

tersebut memang tergolong sulit untuk dianalisis unsur intrinsiknya. Cerpen yang

tergolong “ringan” belum dicoba untuk digunakan. Faktor lain yang cukup

berpengaruh adalah terbatasnya alokasi waktu pembelajaran. Ditegaskan oleh guru

bahwa membaca contoh-contoh karya sastra --dalam hal ini cerpen-- adalah penting

bagi siswa guna memperoleh gambaran tentang contoh karya sastra, tapi sebagian

besar siswa tidak sempat membaca-baca karya sastra tersebut.

Melihat kenyataan tersebut, tidak mengherankan jika siswa tampak tidak

aktif selama proses pembelajaran. Metode yang konvensional, ketiadaan media,

sumber pembelajaran yang “berat” dan tidak bervariatif membuat siswa jenuh dan

enggan mengikuti pembelajaran menulis cerpen.

Dari hasil wawancara yang dilakukan pada siswa diketahui bahwa

pembelajaran menulis cerpen memang membosankan. Guru selalu menggunakan

metode ceramah untuk menyampaikan materi. Di akhir pembelajaran, guru selalu

Page 123: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

memberikan tugas sebagai evaluasi. Selain menyebabkan kejenuhan, metode tersebut

tidak memudahkan siswa untuk memahami materi cerpen meskipun materi tersebut

diajarkan berulang-ulang oleh guru. Hal ini diperkuat oleh hasil angket pratindakan

yang dibagikan pada siswa. Dari 34 siswa, 14 siswa (41,2%) menyatakan tidak

menyukai cara mengajar yang digunakan guru. Tujuh belas siswa –dalam angket

yang sama– menyatakan bahwa mereka tidak memahami materi yang disampaikan

guru. Di samping itu, materi yang diajarkan guru kurang mengena. Siswa

membutuhkan materi yang bisa menjawab pertanyaan “bagaimana cara menulis

cerpen yang baik?” bukan sekadar “apa yang disebut dengan cerpen yang baik?”.

Materi yang diberikan tidak terbatas pada unsur intrinsik cerpen tetapi juga langkah-

langkah menulis cerpen yang praktis dan mudah.

Dari hasil wawancara tersebut juga diketahui bahwa kesulitan terbesar siswa

dalam menulis cerpen disebabkan oleh tidak adanya ide. Siswa tidak tahu apa yang

mesti mereka tulis meskipun tema telah ditentukan. Ada juga beberapa siswa yang

sudah memiliki ide tetapi tidak tahu cara menuangkannya dalam sebuah karangan.

Siswa kesulitan mengembangkan gagasannya dalam beberapa paragraf utuh. Sering

kali di tengah kegiatan menulis, siswa berhenti seakan kehabisan ide. Di samping itu,

siswa merasa tidak bebas untuk menulis karena terbatasnya alokasi waktu yang

diberikan. Dalam benak siswa, siswa hanya ingin menyelesaikan cerita tanpa

mempedulikan bagus atau tidaknya cerita.

Page 124: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

Dari pretes yang dilakukan pada survei awal diketahui bahwa keterampilan

menulis cerpen siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo masih tergolong rendah.

Rendahnya keterampilan menulis cerpen tersebut tampak dalam indikator berikut ini:

1. Ide cerita tidak digarap secara kreatif

Pada dasarnya, ide cerita yang dimiliki siswa tergolong segar. Akan tetapi

pada praktiknya, siswa tidak dapat mengembangkan ide ceritanya secara kreatif.

Kebanyakan karangan yang dihasilkan siswa bertema cinta dan persahabatan dengan

alur cerita yang hampir sama. Banyak pula ditemui cerpen siswa yang memiliki alur

hampir mirip dengan alur cerita dalam sinetron. Ide cerita yang tidak terkembangkan

dengan baik berpengaruh pada panjang cerita yang dihasilkan. Cerpen yang ditulis

siswa rata-rata tidak lebih dari 400 kata. Padahal sebuah karangan fiksi disebut

sebagai cerpen jika cerita tersebut minimal terdiri atas 500 kata. Siswa kurang bisa

mengembangkan bahasa

Dari cerpen yang ditulis siswa diketahui pula bahwa siswa kurang bisa

mengembangkan bahasa. Sejumlah kesalahan masih banyak ditemui dalam

penggunaan bentuk bahasa. Kata tidak disusun menurut aturan sintaksis yang tepat.

Konstruksi kalimat yang disusun mengaburkan makna. Hasilnya, bahasa menjadi

tidak komunikatif sehingga maksud yang terkandung dalam cerpen tidak

tersampaikan dengan baik.

2. Pemanfaatan potensi kata kurang

Dari beberapa cerpen yang ditulis siswa, tampak bahwa potensi kata tidak

dimanfaatkan secara maksimal. Siswa belum mampu memanfaatkan kata dalam

Page 125: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

bentuk ungkapan-ungkapan yang indah. Akibatnya, bahasa cerpen terasa “garing”

dan membosankan untuk dibaca.

3. Siswa belum mampu mengorganisasikan gagasan dengan baik

Hal ini terlihat pada ekspresi tulisan yang kurang lancar. Gagasan dalam

paragraf terpotong-potong sehingga kurang runtut. Hal ini menyebabkan maksud

yang terkandung tidak tersampaikan dengan baik. Di samping itu, gagasan yang tidak

diorganisasikan dengan baik berpengaruh pada kelogisan cerpen.

4. Siswa masih banyak melakukan kesalahan mekanik

Kesalahan yang ditemui dalam beberapa karangan siswa adalah penggunaan

ejaan seperti penulisan huruf kapital serta penggunaan tanda baca. Siswa juga sering

menyingkat kata, misalnya “yg, pd, q, mk dan lain-lain”.

5. Sebagian besar siswa belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal (KKM)

Dari 34 siswa, siswa yang mendapat nilai kurang dari 70 ada 20 orang,

sedangkan yang memperoleh nilai di atas 70 hanya 14 orang, sehingga dapat

dikatakan ketuntasan klasikalnya hanya 41,18%. Nilai rata-rata tes keterampilan

menulis cerpen pada kondisi awal ini hanya 68,44, sedangkan KKM yang dipatok

adalah 70. Perolehan nilai rata-rata siswa tersebut masih di bawah kriteria ketuntasan

minimal (70). Berikut ini adalah tabel nilai pretes menulis cerpen siswa kelas VIII A

SMP Negeri 4 Sukoharjo yang telah dijelaskan di atas. Sementara hasil keseluruhan

tes keterampilan menulis cerpen untuk tiap-tiap siswa dapat dilihat di Lampiran....

Page 126: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

Tabel 3. Perolehan Nilai Pretes Keterampilan Menulis Cerpen pada Kondisi Awal

No Uraian Pencapaian Hasil Jumlah/ Nilai

1 Siswa yang memperoleh nilai di bawah 70 20

2 Siswa yang memperoleh nilai di atas atau sama dengan 70 14

3 Nilai rata-rata 68,44

4 Ketuntasan klasikal 41,18 %

Berdasar pada analisis di atas, dapat dikemukakan dua hal pokok yang perlu

diatasi, yaitu pembelajaran menulis cerpen yang konvensional serta kemampuan

menulis cerpen siswa yang rendah. Implikasinya, tindakan perlu dilakukan untuk

mengatasi dua hal tersebut. Untuk itulah peneliti berdiskusi dengan guru untuk

merencanakan langkah selanjutnya pada Rabu, 8 September 2010.

C. Pelaksanaan Tindakan dan Hasil Penelitian

1. Siklus I

a. Perencanaan Tindakan

Berdasar pada survei awal yang dilakukan dari kegiatan pratindakan,

diketahui bahwa ada dua permasalahan utama yang menyebabkan siswa tidak

mencapai batas minimal ketuntasan belajar. Permasalahan pertama adalah proses

pembelajaran yang konvensional. Pembelajaran ini menyebabkan siswa tidak aktif

dalam pembelajaran. Permasalahan kedua adalah kemampuan menulis cerpen yang

rendah.

Page 127: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

Bertolak dari hasil analisis itulah, peneliti berasumsi bahwa tindakan perlu

dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tahap pertama dari siklus I adalah

perencanaan tindakan. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 11 September

2010 di sekolah dengan Bapak Drs. Wahyudi Sri Handoko. Pada kesempatan tersebut

peneliti berdiskusi dengan guru. Hal-hal yang didiskusikan antara lain: (1) peneliti

menyamakan persepsi dengan guru mengenai penelitian yang dilakukan, (2) peneliti

mengusulkan diterapkannya metode peta pikiran (mind mapping) dalam pembelajaran

menulis cerpen serta menjelaskan cara penerapannya, (3) peneliti dan guru bersama-

sama menyusun RPP untuk siklus I, (4) peneliti dan guru bersama-sama merumuskan

indikator pencapaian tujuan, (5) guru dan peneliti bersama-sama membuat lembar

penilaian siswa yaitu instrumen penelitian berupa tes dan nontes. Instrumen tes

digunakan untuk menilai cerpen yang ditulis siswa. Instrumen nontes digunakan

untuk menilai sikap siswa dalam pembelajaran menulis cerpen. Instrumen nontes ini

berbentuk pedoman observasi, dan (6) menentukan jadwal pelaksanaan tindakan.

Adapun urutan tindakan yang direncanakan diterapkan dalam siklus I

sebagai berikut:

1) Guru mengondisikan kelas;

2) Guru melakukan apersepsi mengenai pengalaman siswa dalam menulis cerpen

melalui kegiatan tanya jawab;

3) Guru menerangkan unsur intrinsik cerpen dan cara membuat peta pikiran;

4) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok;

5) Guru membagikan cerpen, contoh peta pikiran, dan kertas kuarto;

Page 128: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

6) Guru menugaskan siswa untuk menganalisis unsur intrinsik cerpen dalam bentuk

peta pikiran;

7) Guru menugaskan perwakilan kelompok untuk membacakan hasil pekerjaan di

depan kelas;

8) Guru menugaskan siswa untuk menulis cerpen berdasarkan peta pikiran yang

telah dibuat;

9) Guru mengumpulkan cerpen siswa;

10) Guru menyimpulkan pembelajaran, siswa boleh bertanya;

11) Guru menutup pelajaran.

Dari kegiatan diskusi disepakati pula bahwa tindakan dalam siklus I

dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada hari Selasa, 14 September 2010

dan Rabu, 15 September 2010.

b. Pelaksanaan Tindakan I

Seperti yang telah direncanakan, tindakan siklus I dilaksanakan dalam dua

kali pertemuan yaitu Selasa, 14 September 2010 dan Rabu, 15 September 2010 di

ruang kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo. Masing–masing pertemuan berlangsung

2 x 40 menit. Pada pertemuan pertama, tindakan dilaksanakan pada pukul 8.20 – 9.20

(jam 3 – 4).

Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran menulis cerpen

pada tindakan siklus I ini adalah sebagai berikut: 1) guru membuka pelajaran dengan

mengucap salam; 2) guru mengondisikan kelas dengan melakukan presensi dan

Page 129: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

menyuruh siswa untuk mempersiapkan buku paket, LKS, serta buku catatan; 3) guru

melakukan apersepsi mengenai pengalaman siswa dalam menulis cerpen melalui

kegiatan tanya jawab; 4) guru menerangkan unsur intrinsik cerpen dan cara membuat

peta pikiran; siswa diharuskan mencatat; 5) guru membagi siswa dalam beberapa

kelompok; 6) guru membagikan cerpen, contoh peta pikiran, dan kertas kwarto; 7)

guru menugaskan siswa untuk menganalisis unsur intrinsik cerpen dalam bentuk peta

pikiran. Sampai pada langkah ketujuh ini, bel usai pelajaran berbunyi. Pembelajaran

dilanjutkan keesokan harinya Rabu, 25 September 2010 pukul 10.00 – 11.20 WIB

(jam ke 5 - 6).

Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan kedua

dalam pelaksanaan tindakan siklus I adalah: 1) guru membuka pelajaran dengan

mengucap salam; 2) guru mengondisikan kelas dengan melakukan presensi dan

menyuruh siswa untuk mempersiapkan cerpen serta pikiran yang telah dibuat pada

pertemuan sebelumnya; 3) guru melakukan apersepsi mengenai unsur intrinsik cerpen

yang telah diterangkan melalui kegiatan tanya jawab; 4) guru menugaskan siswa

untuk menulis cerpen berdasarkan peta pikiran yang telah dibuat; 5) guru

mengumpulkan cerpen siswa; 6) guru menyimpulkan pembelajaran; siswa boleh

bertanya; dan 7) guru menutup pelajaran dengan ucapan salam. Dalam tahap ini, guru

bertindak sebagai pemimpin jalannya kegiatan pembelajaran menulis cerpen di dalam

kelas, sedangkan peneliti hanya bertindak sebagai partisipan pasif.

Page 130: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

c. Observasi

Observasi dilaksanakan saat pembelajaran menulis cerpen dengan metode

peta pikiran (mind mapping) berlangsung pada Selasa, 14 September 2010 pukul 8.20

– 9.20 WIB (jam ke 3 - 4) dan Rabu, 15 September 2010 pukul 10.00 - 11.20 WIB

(jam ke 5 - 6). Observasi difokuskan pada situasi pelaksanaan pembelajaran, kegiatan

yang dilaksanakan guru serta aktivitas siswa dalam pembelajaran menulis cerpen.

Dalam observasi ini, peneliti menggunakan pedoman observasi sebagaimana

terlampir. Pada saat observasi, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan duduk

di bangku paling belakang. Sesekali, peneliti berada di samping kelas untuk

mengambil gambar.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti diperoleh hasil sebagai

berikut. Guru membuka pelajaran dengan salam kemudian melakukan presensi

dengan menanyakan siswa yang tidak masuk. Jumlah siswa yang hadir pada hari itu

34 orang. Setelah itu guru mengondisikan kelas dengan menyuruh siswa untuk

mempersiapkan buku paket, LKS serta buku catatan. Suasana kelas tenang. Beberapa

siswa berbisik-bisik melihat kehadiran peneliti dalam kelas. Melihat hal itu, guru

menyuruh siswa untuk fokus dalam pembelajaran. Sebelumnya, guru menjelaskan

kehadiran peneliti di dalam kelas.

Langkah selanjutnya, guru bertanya jawab dengan beberapa siswa mengenai

pengalaman mereka dalam menulis cerpen. Beberapa siswa mengungkapkan senang

membaca cerpen tetapi jarang menulis cerpen karena sulit. Pernyataan tersebut

diperkuat oleh data hasil angket yang diberikan pada siswa saat survei awal. Dari 34

Page 131: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

siswa, 14 siswa di antaranya (41,2%) menyatakan bahwa menulis cerpen adalah

kegiatan yang sulit. Adapun beberapa siswa yang lain suka menulis buku harian.

Dalam kegiatan tanya jawab ini, siswa terlihat antusias. Dari pantauan peneliti,

keaktifan siswa diindikasikan mencapai 53% (sekitar 18 orang). Seluruh siswa

memperhatikan pembelajaran. Tidak ditemui siswa yang mengantuk, bosan,

menopang dagu atau asyik beraktivitas sendiri. Dari pantauan peneliti dengan

menggunakan pedoman observasi diketahui bahwa siswa yang berminat/perhatian

terhadap pembelajaran sebanyak 17 orang (50%).

Langkah selanjutnya adalah guru menerangkan unsur intrinsik cerpen serta

peta pikiran. Guru menggunakan metode ceramah. Dalam kegiatan ini, beberapa

siswa tampak mulai bosan, enggan, dan beraktivitas sendiri. Guru sesekali menegur

siswa yang tidak memperhatikan pembelajaran. Setelah guru menyampaikan materi

guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya tetapi tidak dimanfaatkan

siswa dengan baik. Tidak banyak siswa yang bertanya. Kemudian guru membagi

siswa dalam beberapa kelompok. Masing-masing kelompok terdiri atas 5-6 orang.

Dalam kegiatan ini, guru mengimbau siswa untuk mengatur bangkunya secara

melingkar. Suasana kelas mulai gaduh namun dapat diatasi dengan baik oleh guru.

Selanjutnya, guru menugaskan siswa untuk menganalisis unsur intrinsik cerpen yang

dipilih guru secara kelompok kemudian mengungkapkannya dalam bentuk peta

pikiran secara individu. Pada kegiatan ini, siswa mulai gaduh. Siswa banyak bertanya

pada siswa yang lain. Guru mengingatkan siswa agar tidak gaduh dan segera

Page 132: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

menyelesaikan tugas karena tugas dikumpulkan pada hari itu juga. Peta pikiran yang

dibuat siswa dikumpulkan sesaat setelah bel ganti jam pelajaran berbunyi.

Pada pertemuan kedua guru membuka pelajaran seperti biasanya, melakukan

presensi dengan jumlah siswa yang hadir 34 orang. Langkah selanjutnya guru

memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya tetapi siswa belum ada yang

bertanya kemudian menugaskan siswa untuk mengembangkan peta pikiran yang

dibuat menjadi sebuah cerpen dengan tema yang sama. Kegiatan ini dilakukan secara

individu. Kegiatan ini berlangsung kurang lebih 50 menit. Sepuluh menit terakhir,

cerpen dikumpulkan. Guru menanyakan kesulitan yang dihadapi siswa ketika

menulis cerpen. Beberapa siswa mengungkapkan bahwa mereka masih kesulitan

menulis cerpen. Meskipun tema sudah ditentukan siswa masih kesulitan untuk

mengembangkan.

d. Analisis dan Refleksi

Dari hasil pengamatan peneliti pada tindakan siklus I, dapat dikemukakan

bahwa kualitas pembelajaran menulis cerpen belum mengalami peningkatan yang

cukup berarti. Hal ini ditandai oleh:

1) Keaktifan siswa dalam pembelajaran belum maksimal. Situasi pembelajaran masih

terlihat pasif. Guru menerangkan dan murid mendengarkan. Guru masih

mendominasi kegiatan pembelajaran sehingga siswa mendapatkan kesempatan

yang terbatas untuk turut aktif dalam pembelajaran.

Page 133: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

2) Siswa kurang memperhatikan pembelajaran. Beberapa siswa sibuk melakukan

aktivitasnya sendiri. Siswa terlihat berkonsentrasi dan memperhatikan

pembelajaran saat kegiatan berlangsung.

3) Siswa kurang berminat dan kurang termotivasi mengikuti pembelajaran. Hal ini

diindikasikan dari sikap siswa yang tampak bosan, mengantuk atau menopang

dagu saat guru menyampaikan materi.

4) Guru belum mampu mengelola kelas dengan baik. Guru belum mampu

menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung siswa untuk aktif,

berkonsentrasi, serta termotivasi untuk belajar. Guru masih menggunakan metode

ceramah yang monoton. Metode yang bersifat satu arah ini menyebabkan

interaksi antara guru dan siswa kurang.

Guru tidak banyak memberikan balikan atau penguatan. Hal ini

menyebabkan siswa tidak mengetahui kekurangan-kekurangan dalam cerpen yang

dibuatnya. Di samping itu, siswa kurang termotivasi untuk menulis cerpen.

Berdasarkan analisis tersebut, berikut ini dikemukakan refleksi dari

kekurangan yang ditemukan.

1) Guru diharapkan untuk lebih banyak berinteraksi dengan siswa. Salah satunya

dengan berkeliling kelas untuk memantau siswa saat mengerjakan tugas.

Dengan interaksi ini, siswa merasa lebih diperhatikan oleh guru sehingga siswa

lebih termotivasi untuk belajar.

2) Guru perlu memperbaiki teknik mengajar yang diterapkan. Ceramah dapat dibuat

dengan lebih bervariasi baik dengan selingan humor atau kegiatan tanya jawab.

Page 134: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

3) Guru diharapkan lebih banyak memberikan balikan dan penguatan pada cerpen

siswa. Balikan serta penguatan yang diberikan guru akan membangkitkan

motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran.

Adapun dari cerpen yang ditulis siswa pada siklus I, diketahui bahwa terjadi

peningkatan kemampuan menulis siswa. Skor dalam tiap aspek penulisan cerpen

mengalami peningkatan meskipun dalam skala kecil. Hal ini ditandai dengan

meningkatnya sejumlah indikator dalam aspek penulisan cerpen yang meliputi isi,

organisasi, pengembangan bahasa, kosakata dan mekanik meskipun masih ditemui

beberapa kekurangan, yaitu: (1) Siswa masih kesulitan untuk membuat peta pikiran.

Hal ini disebabkan oleh contoh peta pikiran yang diberikan guru masih sangat

terbatas; satu contoh peta pikiran untuk satu kelompok. Hal ini dapat diatasi

misalnya dengan memberikan contoh peta pikiran untuk masing-masing siswa. (2)

Cerpen yang ditulis siswa sebagian besar sama. Kesamaan ini disebabkan siswa

menulis cerpen berdasarkan peta pikiran yang dibuat secara berkelompok dengan

unsur intrinsik yang ditentukan. Siswa kurang bisa berkreasi dengan teknik yang

diberikan guru tersebut. Oleh karenanya, tema serta unsur intrinsik cerpen yang akan

dibuat dibebaskan bagi siswa. Di samping itu, kegiatan membuat peta pikiran

sebaiknya dilaksanakan secara individu. Siswa dianjurkan bertanya pada guru jika

menemui kesulitan agar tidak mengganggu siswa lain.

Dibandingkan dengan nilai pretes menulis cerpen, nilai rata-rata kelas

meningkat sebesar 3,21 poin dari 68,44 menjadi 71,65. Nilai tertinggi yang diraih

siswa adalah 80. Adapun nilai terendah siswa adalah 57. Adapun peningkatan

Page 135: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

keterampilan menulis cerpen siswa tercermin dari perolehan nilai menulis cerpen

pada siklus I berikut ini.

Tabel 4. Perolehan Nilai Tes Keterampilan Menulis Cerpen pada Siklus I

No Uraian Pencapaian Hasil Jumlah / Nilai

1 Siswa yang memperoleh nilai di bawah 70 11

2 Siswa yang memperoleh nilai di atas atau sama dengan 70 23

3 Nilai rata-rata 71,65

4 Ketuntasan klasikal 67,65%

Hasil tes yang disajikan pada tabel di atas, menunjukkan sejumlah 11 siswa

mendapat nilai kurang dari 70. Sebanyak 23 siswa mendapat nilai 70 atau lebih. Nilai

rata-rata kelas 71,65. Ketuntasan secara klasikal sebesar 67,65% (lihat Lampiran ...).

Berdasarkan hasil analisis dan refleksi di atas, tindakan pada siklus I

dikatakan berhasil akan tetapi belum mencapai hasil yang maksimal. Peningkatan

memang terjadi pada beberapa indikator yang telah ditentukan pada survei awal.

Akan tetapi, nilai ketuntasan klasikalnya baru 67,65%. Oleh karena itulah, siklus II

sebagai perbaikan proses pembelajaran pada siklus I perlu dilaksanakan. Pelaksanaan

siklus II ini disetujui oleh guru setelah peneliti mengajukan hasil analisis dan refleksi

siklus I pada Kamis, 16 September 2010. Akan tetapi, karena adanya kegiatan ujian

tengah semester gasal, tindakan siklus II direncanakan dilaksanakan pada bulan

Oktober 2010.

Page 136: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

2. Siklus II

a. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, disepakati bahwa Siklus II perlu

dilakukan. Persiapan dan perencanaan tindakan dilakukan pada hari Selasa, 5 Oktober

2010 di ruang guru SMP Negeri 4 Sukoharjo. Dalam kesempatan ini, peneliti

menyampaikan kembali hasil observasi dan refleksi terhadap pembelajaran menulis

cerpen yang dilakukan pada siklus I. Pada guru yang bersangkutan disampaikan

segala kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran menulis cerpen yang telah

dilakukan.

Untuk mengatasi hal tersebut, akhirnya disepakati hal–hal yang sebaiknya

dilakukan guru dalam mengajarkan menulis cerpen pada siswa. Hal–hal yang

disepakati antara lain: (1) guru lebih banyak berinteraksi dengan siswa; posisi guru

tidak hanya di depan kelas, (2) guru memberikan contoh gambar peta pikiran untuk

masing-masing siswa, (3) guru memberikan langkah–langkah praktis menulis cerpen

dengan metode ceramah yang divariasikan dengan tanya jawab, (4) guru memberikan

balikan dan penguatan pada cerpen siswa, (5) siswa menulis cerpen dengan tema

bebas sesuai dengan minat siswa, (6) siswa membuat peta pikiran secara mandiri agar

lebih bebas berkreasi dan menghindari “plagiat” seperti yang terjadi pada siklus

sebelumnya.

Peneliti dan guru kemudian menyusun RPP menulis cerpen dengan

menerapkan metode peta pikiran (mind mapping). Dalam diskusi antara guru dan

peneliti disepakati bahwa materi yang akan adalah langkah–langkah menulis cerpen.

Page 137: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

Materi ini diambil dari beberapa buku di antaranya buku karangan Marion Dane

Bauer yang berjudul “What’s your story?” serta “Mengarang itu Gampang” karangan

Arswendo Atmowiloto disertai sumber–sumber lain yang menunjang.

Di samping itu disepakati bahwa guru memberikan contoh peta pikiran untuk

menggambarkan secara konkret peta pikiran yang menarik pada masing-masing

siswa. Contoh peta pikiran diambil dari “Buku Pintar Mind Map” karya Tony Buzan.

Disepakati pula bahwa tindakan siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan,

yaitu Selasa, 12 Oktober 2010 dan Rabu, 13 Oktober 2010 di ruang kelas VIII A SMP

Negeri 4 Sukoharjo.

Pembelajaran menulis cerpen di siklus II ini rencananya akan dilaksanakan

dengan urutan sebagai berikut :

1) Guru mengondisikan kelas.

2) Guru memberikan motivasi pada siswa dengan memaparkan manfaat/ keuntungan

menulis cerpen.

3) Guru membagikan cerpen yang telah direfleksi pada siklus I serta contoh peta

pikiran untuk masing-masing siswa.

4) Guru merefleksi beberapa cerpen siswa di depan kelas.

5) Guru menanyakan kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis cerpen pada

siklus I.

6) Guru menerangkan langkah-langkah praktis menulis cerpen.

7) Guru menugaskan siswa untuk membuat peta pikiran bertema bebas.

Page 138: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

8) Guru menugaskan siswa untuk menulis cerpen berdasarkan peta pikiran yang

telah dibuat.

9) Guru mengumpulkan cerpen siswa.

10) Guru menyimpulkan pembelajaran, siswa boleh bertanya.

11) Guru menutup pelajaran.

b. Pelaksanaan Tindakan

Seperti yang telah direncanakan tindakan siklus II dilaksanakan dalam dua

kali pertemuan yaitu Selasa, 12 Oktober 2010 dan Rabu, 13 Oktober 2010 di ruang

kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo. Masing-masing pertemuan berlangsung 2 x 40

menit. Pada pertemuan pertama, tindakan dilaksanakan pada pukul 8.20 – 9.20 (jam 3

– 4). Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran menulis cerpen pada

tindakan siklus II ini adalah sebagai berikut: (1) guru membuka pelajaran dengan

mengucap salam, (2) guru mengondisikan kelas dengan melakukan presensi, (3) guru

memberi motivasi pada siswa dengan memaparkan keuntungan dan manfaat menulis

cerpen, (4) guru membagikan cerpen yang telah direfleksi dan contoh gambar peta

pikiran untuk masing-masing siswa, (5) guru merefleksi beberapa cerpen siswa di

depan kelas, (6) guru menanyakan kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis

cerpen pada siklus I, (7) guru menerangkan langkah-langkah praktis menulis cerpen,

(8) guru menugaskan siswa untuk membuat peta pikiran dengan tema bebas. Sampai

pada langkah kedelapan ini, bel usai pelajaran berbunyi. Pembelajaran dilanjutkan

keesokan harinya Rabu, 13 Oktober 2010 pukul 10.00 – 11.20 WIB (jam ke 5 - 6).

Page 139: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan kedua

dalam pelaksanaan tindakan siklus II adalah: (1) guru membuka pelajaran dengan

mengucap salam, (2) guru mengondisikan kelas dengan melakukan presensi dan

menyuruh siswa untuk mempersiapkan cerpen serta peta pikiran yang telah dibuat

pada pertemuan sebelumnya, (3) guru mengulang materi langkah-langkah praktis

menulis cerpen seperti yang telah diterangkan pada pertemuan sebelumnya, (4) guru

menugaskan siswa untuk menulis cerpen berdasarkan peta pikiran yang telah dibuat,

(5) guru mengumpulkan cerpen siswa, (6) guru menyimpulkan pembelajaran, siswa

boleh bertanya, (7) guru menutup pelajaran dengan ucapan salam. Pada tahap ini,

guru bertindak sebagai pemimpin jalannya kegiatan pembelajaran menulis cerpen di

dalam kelas, sedangkan peneliti hanya bertindak sebagai partisipan pasif.

c. Observasi

Observasi dilaksanakan saat pembelajaran menulis cerpen dengan metode

peta pikiran (mind mapping) berlangsung yaitu pada Selasa, 12 Oktober 2010 pukul

8.20 – 9.20 WIB (jam ke 3 - 4) dan Rabu, 13 Oktober 2010 pukul 10.00 - 11.20 WIB

(jam ke 5 - 6). Seperti pada siklus I, observasi difokuskan pada situasi pelaksanaan

pembelajaran, kegiatan yang dilaksanakan guru serta aktivitas siswa dalam

pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan pedoman observasi. Pada saat

observasi, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan duduk di bangku paling

belakang. Sesekali, peneliti berada di samping kelas untuk mengambil gambar.

Page 140: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

Tindakan dalam siklus II dilaksanakan selama dua kali pertemuan yaitu pada

Selasa, 12 Oktober 2010 dan Rabu, 13 Oktober 2010 di ruang kelas VIII A SMP

Negeri 4 Sukoharjo. Dalam kegiatan ini, guru mengaplikasikan solusi yang telah

disepakati dengan peneliti untuk mengatasi kekurangan pada proses pembelajaran

menulis cerpen pada siklus I. Adapun hasil pengamatan peneliti pada proses

pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II adalah sebagai berikut.

Pada awal pembelajaran (Selasa, 12 Oktober 2010) guru mengucapkan salam

kemudian menanyakan siswa yang tidak masuk. Pada hari itu, semua siswa masuk.

Pada kegiatan awal ini siswa terlihat bersemangat. Langkah selanjutnya, guru

memberikan motivasi pada siswa dengan memaparkan keuntungan serta manfaat

yang diperoleh dari kegiatan menulis cerpen. Beberapa siswa tampak tertarik dengan

apersepsi yang disampaikan guru. Hal ini terlihat dari munculnya sejumlah

pertanyaan mengenai bagaimana cara mengirimkan cerpen di media massa.

Selanjutnya, guru membagikan cerpen yang ditulis siswa pada siklus I. Kemudian,

siswa menyimak refleksi yang dilakukan guru pada cerpen siswa. Refleksi dilakukan

guru pada beberapa cerpen siswa. Kegiatan ini bertujuan agar siswa memperoleh

gambaran cerpen yang baik. Refleksi ini dilanjutkan kegiatan tanya jawab dengan

siswa mengenai kesulitan siswa dalam menulis cerpen.

Sampai pada tahap ini, siswa masih terlihat bersemangat bahkan terlihat

semakin aktif. Dari pantauan peneliti dengan menggunakan lembar observasi,

diketahui bahwa 21 anak (61,8%) aktif dalam kegiatan tersebut. Siswa merespon

pertanyaan yang diberikan guru. Siswa pun banyak yang mengajukan pertanyaan

Page 141: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

seputar kesulitan mereka dalam menulis cerpen. Kebanyakan siswa mengungkapkan

bahwa kesulitan mereka adalah menemukan ide yang kreatif, mengembangkannya,

membuat konflik yang tepat serta memulai cerita. Dalam langkah ini, sesekali guru

berkeliling kelas saat mengajukan atau menjawab pertanyaan. Setelah itu, guru

menerangkan langkah–langkah menulis cerpen praktis yang divariasikan dengan

metode tanya jawab. Pada kegiatan ini, siswa terlihat serius. Tidak ada siswa yang

tampak enggan. Hanya saja beberapa siswa masih asyik bercakap-cakap dengan

teman sebangkunya namun hal ini dapat diatasi dengan baik oleh guru melalui

teguran. Setelah itu, guru menugaskan kembali pada siswa untuk membuat kerangka

cerpen dalam bentuk peta pikiran. Sebelumnya, siswa diberi contoh peta pikiran

berwarna. Selanjutnya guru membagikan kertas kuarto polos untuk membuat peta

pikiran. Untuk tema cerpen, siswa dibebaskan untuk memilih namun disarankan

berdasar pada pengalaman siswa. Sementara siswa membuat peta pikiran, guru

berkeliling kelas dan bertanya jawab dengan siswa. Sampai pada langkah ini, bel

berbunyi. Tindakan II dilanjutkan keesokan harinya Rabu, 13 Oktober 2010.

Pada pertemuan kedua, guru mengondisikan kelas dengan menanyakan hal–

hal yang belum dipahami siswa pada pertemuan sebelumnya. Dengan tanya jawab,

guru dan siswa mengulang materi langkah-langkah menulis cerpen. Selanjutnya, guru

membagikan kertas folio bergaris serta soal menulis cerpen pada siswa. Siswa

ditugaskan kembali untuk menulis cerpen. Seperti sebelumnya, aktivitas guru

berkeliling kelas. Sebelum siswa mulai menulis, guru memberikan motivasi pada

siswa dengan menjanjikan reward untuk cerpen terbaik yang ditulis siswa. Cerpen

Page 142: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

siswa dikumpulkan sepuluh menit sebelum bel berbunyi. Pelajaran ditutup dengan

simpulan yang disampaikan oleh guru.

d. Analisis dan Refleksi

Dari hasil pengamatan peneliti pada tindakan siklus II, dapat dikemukakan

beberapa hal, yaitu:

1) Keaktifan siswa mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 27 %.

Dibandingkan dengan siklus sebelumnya, siswa yang aktif pada siklus II ini

mencapai 21 orang atau sebesar 61,8% dari jumlah siswa. Siswa sudah berani

bertanya serta merespon pertanyaan yang diajukan guru.

2) Perhatian dan konsentrasi siswa terhadap pembelajaran meningkat. Berdasarkan

pengamatan yang dilakukan peneliti dengan lembar observasi diketahui 22 orang

siswa atau 64,7% dari keseluruhan siswa memperhatikan serta berkonsentrasi

dalam pembelajaran.

3) Minat serta motivasi siswa juga mengalami peningkatan yang tajam sebesar 20%.

Sebagaimana siswa yang memperhatikan serta berkonsentrasi dalam

pembelajaran, 22 siswa atau 64,7% dari keseluruhan siswa tampak berminat dan

termotivasi mengikuti pembelajaran.

4) Keterampilan guru dalam mengelola kelas meningkat. Guru telah menerapkan

berbagai macam metode serta teknik dalam pembelajaran. Guru menerapkan

metode ceramah yang divariasikan dengan metode tanya jawab agar siswa tidak

merasa bosan. Di samping itu, untuk meningkatkan keaktifan serta perhatian

Page 143: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

siswa, guru berjalan mengelilingi kelas. Kerja kelompok tidak lagu diterapkan.

Hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki kemandirian belajar mengingat pada

siklus sebelumnya, beberapa siswa meniru hasil pekerjaan siswa yang lain. Guru

banyak memberikan balikan atau penguatan baik secara tertulis maupun lisan agar

siswa mengetahui kekurangan-kekurangan dalam cerpen yang dibuatnya.

Dari analisis serta refleksi di atas, dapat diungkapkan bahwa kualitas proses

pembelajaran sudah baik. Kekurangan hanya ditemui pada sikap siswa yang

terkadang beraktivitas (bercakap-cakap) dengan siswa yang lain. Untuk itu, interaksi

yang baik antara guru dan siswa perlu ditingkatkan. Di samping itu, untuk lebih

menarik motivasi serta perhatian siswa, guru perlu menambah reward tidak hanya

pada aspek nilai tetapi juga hadiah berupa barang atau kesempatan untuk dimuat

dalam majalah dinding atau dikirimkan ke media massa.

Adapun dari cerpen yang ditulis siswa pada siklus II, diketahui bahwa terjadi

peningkatan kemampuan menulis siswa. Skor dalam tiap aspek penulisan cerpen

mengalami peningkatan. Beberapa kelemahan yang ditemui dalam cerpen siswa pada

siklus II ini adalah pembuatan konflik serta alur cerpen. Cerpen yang dihasilkan siswa

tidak memiliki suspense yang kuat. Oleh karena itu, pembuatan alur serta konflik

cerita perlu disampaikan kembali pada siklus berikutnya. Berikut ini disajikan data

perolehan nilai menulis cerpen siswa pada siklus II.

Page 144: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

Tabel 5. Perolehan Nilai Tes Keterampilan Menulis Cerpen pada Siklus II

No Uraian Pencapaian Hasil Jumlah / Nilai

1 Siswa yang memperoleh nilai di bawah 70 6

2 Siswa yang memperoleh nilai di atas atau sama dengan 70 28

3 Nilai rata-rata 75,18

4 Ketuntasan klasikal 82,35%

Hasil nilai pada tabel di atas, menunjukkan enam siswa mendapat nilai

kurang dari (di bawah) 70. Sebanyak 28 siswa mendapat nilai 70 atau lebih. Nilai

rerata kelas 75,18. Ketuntasan secara klasikal sebesar 82,35 % (lihat Lampiran ...).

Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa nilai rerata yang dicapai sudah

memenuhi indikator kinerja. Namun, secara klasikal belum mencapai batas tuntas.

Berdasarkan hasil analisis dan refleksi di atas, tindakan pada siklus II

dikatakan berhasil akan tetapi belum mencapai hasil yang maksimal. Peningkatan

memang terjadi pada beberapa indikator dibandingkan siklus sebelumnya. Nilai rata-

rata kelas sudah mencapai batas ketuntasan meskipun masih ada delapan siswa yang

belum mencapai batas ketuntasan belajar minimal tersebut. Di samping itu, pada

cerpen siswa masih ditemui kekurangan yaitu tidak tersubstansinya alur serta konflik

yang tajam. Oleh karena itulah, siklus III sebagai perbaikan proses pembelajaran pada

siklus II perlu dilaksanakan. Pelaksanaan siklus III ini disetujui oleh guru setelah

peneliti mengajukan hasil analisis dan refleksi siklus I pada Kamis, 14 Oktober 2010.

Page 145: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

3. Siklus III

a Perencanaan Tindakan

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II, disepakati bahwa Siklus III perlu

dilaksanakan. Persiapan dan perencanaan tindakan dilakukan pada hari Sabtu, 16

Oktober 2010 di ruang guru SMP Negeri 4 Sukoharjo. Dalam kesempatan ini, peneliti

kembali menyampaikan hasil observasi dan refleksi terhadap pembelajaran menulis

cerpen yang dilakukan pada siklus II. Pada guru yang bersangkutan disampaikan

segala kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran menulis cerpen yang telah

dilakukan.

Untuk mengatasi hal tersebut, akhirnya disepakati hal–hal yang sebaiknya

dilakukan guru dalam pembelajaran menulis cerpen. Guru memaksimalkan tindakan

yang telah dilakukan dalam siklus II, yaitu lebih berinteraksi dengan siswa,

memberikan motivasi, memberikan balikan dan penguatan pada cerpen siswa serta

memberikan reward bagi siswa. Untuk meningkatkan kualitas cerpen siswa, guru

menyampaikan kembali materi langkah-langkah menulis cerpen. Materi pada siklus

ini lebih difokuskan pada alur serta konflik cerita. Peneliti dan guru kemudian

menyusun RPP menulis cerpen dengan menerapkan metode peta pikiran (mind

mapping). Pembelajaran menulis cerpen di siklus III ini rencananya akan

dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:

1) Guru mengondisikan kelas.

2) Guru memberikan reward untuk memotivasi siswa.

3) Guru membagikan cerpen yang telah direfleksi pada siklus II.

Page 146: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

4) Guru menugaskan beberapa siswa untuk membacakan cerpen di depan kelas

kemudian merefleksi cerpen tersebut.

5) Guru menanyakan kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis cerpen pada

siklus II.

6) Guru mengulas materi alur dan konflik cerpen.

7) Guru menugaskan siswa untuk membuat peta pikiran dengan tema bebas.

8) Guru menugaskan siswa untuk memperbaiki cerpen yang telah dibuat dengan

terlebih dahulu melengkapi peta pikirannya,

9) Guru mengumpulkan cerpen siswa.

10) Guru menyimpulkan pembelajaran, siswa boleh bertanya.

11) Guru menutup pelajaran.

Disepakati pula bahwa tindakan pada siklus III dilaksanakan pada Selasa, 19

Oktober 2010 dan Rabu, 20 Oktober 2010.

b Pelaksanaan Tindakan

Seperti yang telah direncanakan tindakan siklus II dilaksanakan dalam dua

kali pertemuan yaitu Selasa, 19 Oktober 2010 dan Rabu, 20 Oktober 2010 di ruang

kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo. Pada pertemuan pertama, tindakan

dilaksanakan pada pukul 8.20 – 9.20 (jam ke 3 – 4).

Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran menulis cerpen

pada tindakan siklus III ini adalah sebagai berikut: 1) guru membuka pelajaran

dengan mengucap salam, 2) guru mengondisikan kelas dengan melakukan presensi,

Page 147: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

3) guru menjanjikan reward bagi siswa untuk membangkitkan motivasi, 4) guru

membagikan peta pikiran dan cerpen yang telah direfleksi, 5) guru menugaskan

beberapa siswa untuk membacakan cerpennya di depan kelas kemudian merefleksi

cerpen tersebut, 6) guru menanyakan kesulitan yang dihadapi siswa dalam menulis

cerpen pada siklus II, 7) guru mengulas materi alur dan konflik cerpen, 8) guru

menugaskan siswa untuk memperbaiki cerpen yang telah direfleksi dengan terlebih

dahulu melengkapi peta pikirannya. Tepat saat bel berbunyi, cerpen dikumpulkan.

Pembelajaran dilanjutkan keesokan harinya Rabu, 20 Oktober 2010 pukul 10.00 –

10.40 WIB (jam ke 5).

Pada pertemuan yang kedua ini, guru tidak lagi memberikan materi menulis

cerpen karena evaluasi telah dilakukan pada pertemuan pertama. Pada pertemuan

kedua, guru mengumumkan cerpen terbaik karangan siswa. Sebelumnya, guru

membuka pelajaran dengan mengucapkan salam seperti biasanya kemudian guru

mengondisikan kelas dengan melakukan presensi. Selanjutnya, guru mengumumkan

cerpen terbaik karangan siswa. Cerpen tersebut dibacakan di depan kelas. langkah

selanjutnya, guru menugaskan siswa untuk mengisi angket yang disiapkan oleh

peneliti. Angket tersebut bertujuan untuk mengetahui minat siswa terhadap

pembelajaran menulis cerpen. Pada kesempatan tersebut, peneliti menyampaikan

terima kasih pada siswa serta guru yang telah membantu penelitian.

Dalam tahap ini, guru bertindak sebagai pemimpin jalannya kegiatan

pembelajaran menulis cerpen di dalam kelas, sedangkan peneliti hanya bertindak

Page 148: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

sebagai partisipan pasif yang memantau serta mendokumentasikan kegiatan

pembelajaran

c Observasi

Observasi dilaksanakan saat pembelajaran menulis cerpen dengan metode

peta pikiran (mind mapping) berlangsung yaitu pada Selasa, 19 Oktober 2010 pukul

8.20 – 9.20 WIB (jam ke 3 - 4) dan Rabu, 20 Oktober 2007 pukul 10.00 - 10.40 WIB

(jam ke 5). Seperti pada siklus sebelumya, observasi difokuskan pada situasi

pelaksanaan pembelajaran, kegiatan yang dilaksanakan guru serta aktivitas siswa

dalam pembelajaran menulis cerpen. Dalam observasi ini, peneliti menggunakan

pedoman observasi sebagaimana terlampir. Pada saat observasi, peneliti bertindak

sebagai partisipan pasif dan duduk di bangku paling belakang. Sesekali, peneliti

berada di samping kelas untuk mengambil gambar.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti diperoleh hasil sebagai berikut.

Tindakan dalam siklus III dilaksanakan selama dua kali pertemuan yaitu pada Selasa,

19 Oktober 2010 dan Rabu, 20 Oktober 2010 di ruang kelas VIII A SMP Negeri 4

Sukoharjo. Dalam kegiatan ini, guru mengaplikasikan solusi yang telah disepakati

dengan peneliti untuk mengatasi kekurangan pada proses pembelajaran menulis

cerpen pada siklus II. Pada awal pembelajaran (Selasa, 19 Oktober 2010) guru

mengucapkan salam kemudian menanyakan siswa yang tidak masuk. Pada hari itu,

semua siswa masuk. Pada kegiatan awal ini siswa terlihat bersemangat. Langkah

selanjutnya, guru memberitahuka bahwa guru akan memberikan reward berupa

Page 149: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

bingkisan untuk siswa yang mendapatkan nilai tertinggi. Di samping itu, guru

menjanjikan akan mengirimkan cerpen terbaik siswa ke media massa. Beberapa siswa

bersemangat dengan motivasi yang disampaikan guru. Hal ini terlihat dari sejumlah

pertanyaan serta tanggapan yang dilontarkan siswa.

Selanjutnya, guru membagikan cerpen yang ditulis siswa pada siklus II. Guru

menugaskan pada beberapa siswa untuk membacakan cerpen mereka di depan kelas.

Cerpen yang dibacakan adalah lima cerpen terbaik karya siswa pada siklus II

kemudian siswa menyimak refleksi yang dilakukan guru pada cerpen yang dibacakan

Refleksi selain dilakukan guru secara tertulis pada cerpen siswa juga dilakukan secara

lisan. Pada tahap ini, guru memberikan kesempatan pada siswa untuk

mengungkapkan kesulitan yang dihadapi saat menulis cerpen pada siklus II. Teknik

yang digunakan guru pada tahap ini adalah tanya jawab. Guru berupaya agar seluruh

siswa mau mengungkapkan pendapat baik dalam bentuk pertanyaan maupun

pernyataan. Pada tahap ini, posisi guru tidak hanya berada di depan kelas tetapi

berkeliling kelas. Pada tahap ini, siswa tampak aktif. Dari pantauan peneliti dengan

menggunakan lembar observasi diketahui terjadi peningkatan sebesar 11% dari 21

siswa yang aktif menjadi 24 siswa yang aktif. Perhatian siswa pada pembelajaran pun

meningkat terlebih saat siswa membacakan cerpen di depan kelas dan direfleksi oleh

guru. Dari pantauan peneliti pula diketahui bahwa 100% siswa memperhatikan

pembelajaran. Ini berarti minat siswa mengalmi peningktan yang cukup tajam dari

siklus sebelumnya sebesar 20%.

Page 150: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

Setelah itu, guru mengulas alur serta konflik dalam cerita. Siswa terlihat

serius. Beberapa siswa tampak mencatat keterangan guru. Tidak ada siswa yang

tampak enggan dan sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Setelah itu, guru menugaskan

pada siswa untuk memperbaiki cerpen yang ditulis pada siklus II. Sebelumnya, siswa

diminta untuk melengkapi peta pikiran yang telah dibuat sesuai dengan kreativitas

mereka. Sementara siswa mengerjakan tugas, guru berkeliling dan memberi arahan

pada beberapa siswa. Kegiatan pembelajaran diakhiri setelah guru mengumpulkan

cerpen yang telah ditulis siswa. Tindakan III dilanjutkan keesokan harinya pada hari

Rabu, 20 Oktober 2010 pukul 10.00-10.40. pertemuan kedua ini berlangsung hanya

selama satu jam pelajaran karena guru pengampu akan mengikuti rapat pada jam

11.00 WIB.

Seperti biasanya, guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam

dilanjutkan dengan mengecek kehadiran siswa. Seluruh siswa hadir pada hari itu.

Pada pertemuan tersebut guru tidak lagi memberikan materi tentang menulis cerpen

karena evaluasi telah dilakukan pada pertemuan pertama. Pada pertemuan kedua ini,

guru mengumumkan cerpen terbaik karangan siswa. Cerpen tersebut dibacakan di

depan kelas. kepada tiga peraih nilai tertinggi, guru memberikan reward serta

menjanjikan kepada 10 penulis cerpen terbaik untuk mengirimkan karya mereka ke

media massa. Langkah selanjutnya, guru menugaskan siswa untuk mengisi angket

yang disiapkan oleh peneliti. Angket tersebut digunakan peneliti untuk mengetahui

sikap serta minat mereka terhadap pembelajaran menulis cerpen pasca tindakan

berupa penerapan metode peta pikiran (mind mapping). Pada kesempatan tersebut,

Page 151: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

peneliti menyampaikan terima kasih pada siswa serta guru yang telah membantu

penelitian. Tepat pukul 10.40 WIB pembelajaran diakhiri dengan mengucapkan

salam. Dalam tahap ini, guru bertindak sebagai pemimpin jalannya kegiatan

pembelajaran menulis cerpen di dalam kelas, sedangkan peneliti hanya bertindak

sebagai partisipan pasif.

d Analisis dan Refleksi

Dari hasil pengamatan peneliti pada tindakan siklus III dapat dikemukakan

sebagai berikut.

Kualitas pembelajaran menulis cerpen mengalami peningkatan. Hal ini

terlihat dari tercapainya sejumlah indikator yang telah ditetapkan, seperti

meningkatnya keaktifan, perhatian serta konsentrasi siswa dalam pembelajaran. Di

samping itu, kekurangan-kekurangan yang ditemui dalam siklus II telah dapat diatasi

dengan baik oleh guru pada siklus III. Teknik-teknik yang diterapkan guru terbukti

dapat meningkatkan keaktifan, partisipasi, minat serta perhatian siswa terhadap

pembelajaran.

Adapun dari cerpen yang ditulis siswa pada siklus III, diketahui bahwa terjadi

peningkatan kemampuan menulis siswa. Skor dalam tiap aspek penulisan cerpen

mengalami peningkatan meskipun cerpen yang dihasilkan siswa belum sempurna.

Beberapa kesalahan yang masih ditemui siswa adalah aspek mekanik yang meliputi

kesalahan pada ejaan serta tanda baca serta kekurangtajaman konflik yang diciptakan.

Beberapa cerpen memiliki ending yang tergesa-gesa sehingga terkesan tidak logis.

Page 152: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

Pada siklus ini, masing-masing skor siswa meningkat semua siswa telah mencapai

batas minimal (70).

Dari wawancara yang dilakukan pada lima siswa tersebut, diketahui bahwa

sebenarnya mereka tidak berminat pada pembelajaran menulis cerpen. Mereka

menganggap menulis cerpen adalah kegiatan yang sangat sulit untuk dilakukan.

Meskipun begitu, siswa tersebut memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran

terbukti dari perhatian mereka pada pembelajaran menulis cerpen yang berlangsung.

Peningkatan kemampuan menulis cerpen siswa ini dapat dilihat pada capaian skor

menulis berikut ini.

Tabel 6. Perolehan Nilai Tes Keterampilan Menulis Cerpen pada Siklus III

No Uraian Pencapaian Hasil Jumlah / Nilai

1 Siswa yang memperoleh nilai di bawah 70 0

2 Siswa yang memperoleh nilai di atas atau sama dengan 70 34

3 Nilai rata-rata 76,88

4 Ketuntasan klasikal 100%

Hasil pada tabel di atas, menunjukkan bahwa tidak ada siswa yang mendapat

nilai kurang dari (di bawah) 70. Sebanyak 34 siswa mendapat nilai 70 atau lebih.

Secara individual, semua siswa telah memenuhi batas tuntas. Nilai rata-rata kelas

76,88. Ketuntasan secara klasikal sebesar 100 % (lihat Lampiran ...). Berdasarkan

hasil tersebut, dapat diketahui bahwa nilai rerata maupun ketuntasan klasikal yang

dicapai siswa telah memenuhi indikator kinerja.

Page 153: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

Berdasarkan hasil analisis dan refleksi di atas, tindakan pada siklus III

dikatakan berhasil. Peningkatan terjadi pada beberapa indikator dibandingkan siklus

sebelumnya. Nilai rata-rata kelas maupun ketuntasan klasikal telah mencapai sesuai

dengan indikator kinerja. Meskipun demikian, penelitian dipandang cukup untuk

dilaksanakan mengingat kesempatan yang diberikan kepala sekolah untuk

melaksanakan tindakan telah habis.

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasar pada permasalahan yang dirumuskan dalam bagian pendahuluan

serta paparan hasil penelitian, berikut ini dijabarkan pembahasan hasil penelitian yang

meliputi kualitas pembelajaran dan keterampilan menulis cerpen siswa kelas VIII A

SMP Negeri 4 Sukoharjo.

1. Kualitas Pembelajaran Menulis Cerpen

Tindakan-tindakan berupa penerapan metode peta pikiran (mind mapping)

yang dilaksanakan dalam tiap siklus mampu meningkatkan kualitas pembelajaran

menulis cerpen siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo. Hal ini dapat dilihat

pada indikator-indikator berikut:

a. Keaktifan Siswa

Keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis cerpen mengalami peningkatan.

Hal ini terlihat dari antusiasme siswa untuk bertanya serta mengerjakan tugas-tugas

yang diberikan tanpa rasa enggan. Hal ini berbeda dengan kondisi awal pembelajaran

menulis cerpen sebelum tindakan. Dari pantauyan peneliti, keaktifan siswa pada

Page 154: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

siklus I diindikasikan mencapai 41,2% (14 siswa). Pada siklus II keaktifan siswa

mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 27 %. Dibandingkan dengan

siklus sebelumnya, siswa yang aktif pada siklus II ini mencapai 21 orang atau sebesar

61,8% dari jumlah siswa. Siswa sudah berani bertanya serta merespon pertanyaan

yang diajukan guru. Pada siklus III terjadi peningkatan sebesar 11% dari 21 siswa

yang aktif menjadi 24 siswa yang aktif (70,6%).

b. Minat dan Motivasi Siswa

Setelah dilakukan tindakan dengan menerapkan metode peta pikiran, siswa

tampak berminat dan termotivasi mengikuti pembelajaran menulis cerpen. Siswa

memperhatikan penjelasan guru mengenai peta pikiran yang dapat diterapkan untuk

menulis cerpen meskipun pada siklus pertama, siswa masih terlihat enggan. Dari

pantauan peneliti diketahui 17 siswa (50% dari keseluruhan siswa di kelas tersebut)

berminat dan termotivasi mengikuti pembelajaran menulis cerpen. Siklus berikutnya,

terjadi peningkatan sebanyak 22 siswa (64,7%). Pada siklus terakhir terjadi

peningkatan yang cukup signifikan dari prosentase siswa yang berminat serta

termotivasi dalam pembelajaran menjadi siswa yang berminat serta termotivasi pada

pembelajaran sebanyak 26 anak (76,5%).

c. Perhatian dan Konsentrasi Siswa

Sebagaimana keaktifan, minat, dan motivasi siswa, perhatian serta konsentrasi

siswa mengalami peningkatan. Pada siklus I, sebanyak 17 anak (50% dari

keseluruhan jumlah siswa) memperhatikan serta berkonsentrasi dalam pembelajaran.

Page 155: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

Pada siklus II terjadi peningkatan dari 17 siswa menjadi 22 siswa atau 64,7% dari

keseluruhan jumlah siswa. Pada siklus III terjadi peningkatan sebesar 73,6% (25

orang).

d. Keterampilan Mengelola Kelas

Kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu penentu

keberhasilan proses pembelajaran. Pengelolaan kelas yang dilakukan guru

kolaborator berupa tindakan memotivasi siswa, memberikan perhatian, memberikan

reward pada siswa, memilih teknik serta metode yang tepat untuk menyampaikan

materi serta mengaktifkan siswa. Pada survei awal, diketahui bahwa pengelolaan

kelas yang dilakukan guru kurang baik. Hal ini terlihat dari indikator sebagai berikut:

1) guru kurang bisa memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran;

2) posisi guru lebih sering berdiri di depan kelas;

3) guru tidak memberikan stimulus bagi siswa agar lebih perhatian dan aktif di

antaranya dengan pemberian reward;

4) guru kurang bisa menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan bagi

siswa.

Setelah tindakan dilaksanakan, sedikit demi sedikit kelemahan guru mulai

berkurang. Guru tidak lagi menguasai kelas sepenuhnya akan tetapi lebih berperan

sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa dalam pembelajaran. Guru memberikan

porsi yang lebih banyak pada siswa untuk aktif dalam pembelajaran menulis cerpen

dengan metode tanya jawab. Guru juga memberikan perhatian pada siswa dengan

Page 156: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

mengelilingi kelas saat siswa mengerjakan tugas. Menurut pengamatan peneliti,

tindakan yang dilakukan guru dapat mempengaruhi suasana kelas. Pembelajaran

menjadi lebih enjoy dan menyenangkan. Minat siswa terhadap pembelajaran

meningkat. Hal ini berimplikasi pada kemampuan siswa menulis cerpen.

2. Keterampilan Siswa Menulis Cerpen

Peningkatan kualitas pembelajaran menulis cerpen juga berimplikasi pada

kemampuan siswa menulis cerpen. Kemampuan siswa menulis cerpen juga

mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari cerpen yang ditulis siswa pada tiap

siklus. Cerpen yang ditulis siswa sudah mengalami peningkatan meskipun sangat

sedikit. Peningkatan tersebut diindikatori oleh:

a) Kreativitas dan Imajinasi

Setelah tindakan dilakukan, siswa mampu memilih ide serta

mengembangkannya secara kreatif. Berbeda dengan kondisi awal, ide yang dipilih

siswa lebih segar dan kreatif. Hal ini tampak pada cerpen yang ditulis siswa.

Beberapa cerpen yang ditulis siswa memiliki ide yang sederhana tetapi

dikembangkan dngan baik. Pada tiap siklusnya, aspek ini mengalami peningkatan

yang cukup signifikan.

b) Pengorganisasian Paragraf

Dari cerpen hasil karya siswa dalam tiap siklus diketahui bahwa siswa sudah

dapat mengorganisasikan paragraf dengan baik sehingga cerpen mudah dipahami oleh

Page 157: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

pembaca. Peningkatan kemampuan pengorganisasian paragraf tersebut tampak dalam

skor capaian siswa. Pada survei awal diketahui bahwa kemampuan siswa dalam

mengorganisasikan paragraf masih rendah.

c) Pemanfaatan Potensi Kata

Dalam cerpen yang dibuat, siswa sudah mampu memanfaatkan potensi kata.

Siswa sudah mampu menggunakan ungkapan-ungkapan yang memperindah cerpen.

Judul cerpen dipilih dengan frasa yang menarik dan bervariasi. Hal ini menjadikan

cerpen siswa tidak lagi membosankan untuk dibaca.

d) Pengembangan Bahasa

Siswa sudah mampu mengembangkan bahasa dengan baik. Hal ini

diindikatori oleh panjang cerpen yang dihasilkan siswa. Jika sebelumnya siswa hanya

mampu menghasilkan cerpen yang terdiri dari 400 kata, pada siklus berikutnya, siswa

sudah mampu menghasilkan cerpen dengan panjang lebih dari 400 kata.

e) Mekanik

Kesalahan mekanik yang sebelumnya sering ditemui dalam cerpen siswa

berkurang meskipun tidak seratus persen. Penyingkatan kata sudah dapat

diminimalisasi. Penggunaan ejaan dan huruf kapital juga sudah cukup tepat.

f) Perolehan Nilai Menulis Cerpen Siswa Meningkat

Dari pretes yang dilakukan pada survei awal, diketahui bahwa kemampuan

menulis cerpen siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari capaian nilai

Page 158: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

menulis cerpen siswa.

Tabel 7. Hasil Tes Keterampilan Menulis Cerpen Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo pada Tiap Siklus

No Aspek Pencapaian Hasil Belajar Siklus

Kondisi Awal

I II III

1 Rerata kelas 68,44 71,65 75,18 76,88

2 Jumlah siswa mendapat nilai < 70 20 11 6 0

3 Jumlah siswa mendapat nilai ≥ 70 14 23 28 34

4 Ketuntasan klasikal (%) 41,18 67,65 82,35 100,00

Hasil rerata tes keterampilan menulis cerpent siswa pada kondisi awal adalah

68,44. Setelah diberikan tindakan perbaikan pada siklus I, meningkat menjadi 71,65.

Peningkatan dari rerata 68,44 menjadi 71,65 telah mencapai nilai batas sesuai dengan

indikator kinerja, yakni 70. Dari segi ketuntasan belajar, baik secara individual

maupun secara klasikal, hasil tersebut belum mencapai tujuan yang diharapkan. Dari

34 jumlah siswa, tercatat 11 siswa belum mencapai batas tuntas, 23 siswa telah

mencapai batas tuntas. Ketuntasan secara klasiakal tercatat 67,65%. Dengan

demikian, secara klasikal juga belum memenuhi batas ketuntasan yang telah

ditetapkan.

Page 159: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 144

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan tindakan kelas yang dilakukan, dan hasil analisis, dapat ditarik

simpulan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Penerapan metode peta pikiran (mind mapping) dapat meningkatkan kualitas

proses pembelajaran menulis cerpen. Hal ini ditandai dengan persentase

keaktifan, perhatian, konsentrasi, minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran

menulis cerpen yang mengalami peningkatan dalam tiap siklusnya. Pada siklus I

siswa yang aktif sebesar 41,2%, siswa yang perhatian dan konsentrasi sebesar

53%, dan siswa yang berminat dan termotivasi sebesar 50%. Pada siklus II siswa

yang aktif sebesar 61,8%, siswa yang perhatian dan konsentrasi sebesar 64,7%,

dan siswa yang berminat dan termotivasi sebesar 64,7%. Pada siklus III siswa

yang aktif sebesar 92%, siswa yang perhatian dan konsentrasi sebesar 100%, dan

siswa yang berminat dan termotivasi sebesar 100%.Di samping itu, penerapan

metode peta pikiran (mind mapping) dapat memacu guru lebih terampil

mengelola kelas.

2. Penerapan metode peta pikiran (mind mapping) dapat meningkatkan keterampilan

siswa dalam menulis cerpen. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata menulis siswa

yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu siklus I sebesar 71,65;

Page 160: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

siklus II sebesar 75,18, dan siklus III sebesar 76,88. Akan tetapi, metode peta

pikiran (mind mapping) ini kurang efektif jika digunakan oleh siswa yang

tergolong “slow learner” dan tidak memiliki minat sama sekali dalam

pembelajaran menulis.

B. Implikasi

Berdasar pada simpulan di atas, berikut ini dipaparkan implikasi dari

penelitian yang telah dilakukan. Secara teoretis, penelitian ini membuktikan teori-

teori yang telah diuraikan pada bab II. Untuk meningkatkan kualitas proses

pembelajaran menulis cerpen, metode peta pikiran (mind mapping) perlu diterapkan.

Penerapan metode ini juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran.

Dengan demikian, penerapan metode ini tidak terlepas dari peran guru sebagai

fasilitator. Di samping itu, metode ini mendukung paparan teori mengenai langkah-

langkah menulis. Pembuatan peta pikiran merupakan salah satu tahap prapenulisan

berupa pembuatan kerangka karangan.

Secara praktis, berdasarkan penelitian ini, metode peta pikiran dapat dipilih

sebagai salah satu metode alternatif untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen.

Akan tetapi, melihat ada beberapa siswa yang tidak mencapai ketuntasan hasil

belajar, penerapan metode peta pikiran (mind mapping) ini perlu memperhatikan

perbedaan individual, kemampuan, serta minat siswa. Bagi siswa yang tergolong

“slow learner”, penerapan metode peta pikiran (mind mapping) perlu diimbangi

bimbingan intensif dari guru.

Page 161: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

C. Saran

Berkaitan dengan simpulan serta implikasi penelitian di atas, peneliti dapat

mengajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi kepala sekolah

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, kompetensi guru perlu

ditingkatkan. Kompetensi tersebut berpengaruh pada kinerja guru dalam

pembelajaran di kelas. Untuk itu, kepala sekolah disarankan untuk memotivasi guru

guna meningkatkan kompetensinya, misalnya dengan melakukan Penelitian Tindakan

Kelas dan mengikutsertakan guru dalam forum-forum ilmiah seperti seminar

pendidikan, diklat, dan sebagainya. Di samping itu, kepala sekolah perlu memotivasi

guru agar lebih memperluas wawasan mengenai metode-metode pembelajaran yang

kreatif dan inovatif dan mendukung guru untuk menerapkan metode-metode tersebut

dalam pembelajaran.

2. Bagi guru pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Guru disarankan untuk meningkatkan kompetensinya, misalnya dengan

melakukan penelitian dan mengikuti forum-forum ilmiah. Di samping itu. Guru

hendaknya memperluas wawasan mengenai metode-metode yang kreatif dan inovatif

serta menerapkannya dalam pembelajaran. Penerapan tersebut perlu memperhatikan

minat serta motivasi siswa. Metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran

menulis cerpen khususnya dan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada

umumnya adalah metode peta pikiran (mind mapping).

Page 162: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

3. Bagi siswa

Siswa hendaknya dapat menerapkan metode peta pikiran (mind mapping),

metode tersebut tidak hanya dalam kegiatan menulis cerpen tetapi juga dalam

kegiatan yang lain. Di samping itu, siswa hendaknya lebih banyak lagi membaca

khususnya karya sastra agar termotivasi untuk menulis.