universitas indonesia perbandingan peranan …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20335106-t33044-akira...
TRANSCRIPT
i
UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN PERANAN KOMISI PERSAINGAN USAHA DI AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA, PERANCIS, JEPANG DAN
INDONESIA DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum (MH)
AKIRA MAIRILIA
1106109586
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI
JAKARTA
JANUARI 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Akira Mairilia
NPM : 1106109586
Tanda Tangan :
Tanggal : 21 Januari 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh:
Nama : Akira Mairilia
NPM : 1106109586
Program Studi : Magister Ilmu Hukum
Judul Tesis : Perbandingan Peranan Komisi Persaingan Usaha Di Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jepang dan Indonesia Dalam Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Kurnia Toha, S.H., LL.M., Ph.D
Penguji : Dr. Freddy Harris, S.H., LL.M.
Penguji : Teddy Anggoro, S.H., M.H
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 21 Januari 2013
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya yang selalu menuntun dan memberikan rahmat dalam penyelesaian tugas
akhir ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Magister Hukum. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi
Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Dalam penulisan tesis ini, penulis telah mendapatkan bimbingan, nasihat,
motivasi dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Bapak Kurnia Toha, SH., LL.M., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktunya dan selalu memberika pengetahuan untuk
membimbing penulisan tesis.
2. Bapak Dr. Freddy Harris, S.H., LL.M. dan Bapak Teddy Anggoro, S.H.,
M.H., selaku dewan penguji yang telah berkenan meluangkan waktu untuk
menguji penulisan tesis.
3. Ibu Prof. Dr. Rosa Agustina, SH.MH, selaku Dosen, sekaligus Ketua Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah mengajar dan
memberikan ilmu pengetahuan.
5. Kedua orang tuaku tercinta, Papa Drs. Husni Nasution dan Mama Syahfitri
Purnama, SH., MH., M.Pd., yang selalu menjadi orang tua dengan kasih
sayang, selalu memberikan semangat dan doa yang tidak pernah ada habisnya.
6. Adik Yumeina Tiffani, yang selalu siap menemani penulis dalam keadaan
apapun.
7. Nurul Meiliza, SH., Raja Larisayuni, SH., Fransisca Sanafi, SH., yang
menjadi motivator dan banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
v
pendidikan ini. Keberadaan mereka membuat penulis selalu bersemangat
dalam hal apapun.
8. Aditya Mahendra SH, yang semangat dan doa terbaik kepada penulis.
9. Sahabat-sabahabat Wida Diny Larasati, S.A.B., Putri Cep Alam, Risnasary,
SH., Iqbal Praherdiansyah, SH., Yanuar Wicaksono, SH., Rachmita Virdany,
SH., yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.
10. Teman-teman Kepengurusan ALSA LC UNDIP 2008-2010, yang selalu
memberikan motivasi, semangat, doa, dan persaudaraan hangat kepada
penulis. ALSA ALWAYS BE ONE.
11. Bapak dan Ibu Sekretariat Magister Hukum Ekonomi Fakultas Hukum
Universitas Indonesia yang telah banyak membantu penulis pada saat
penulisan tesis.
12. Teman- teman di Magister Hukum Ekonomi Universitas Indonesia.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu
penulis untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.
Penulis menyadari dalam penulisan ini masih banyak kekurangan yang perlu
disempurnakan. Oleh karena itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Semoga tesis ini
nantinya akan memberikan manfaat dan pembelajaran yang baik di kemudian hari.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan ini. Dengan mengucapkan terima kasih, semoga semua bantuan dan
dukungan yang telah diberikan memperoleh imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Jakarta, Januari 2013
Akira Mairilia
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Akira Mairilia
NPM : 1106109586
Program Studi : Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Ekonomi
Fakultas : Hukum
Jenis karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Perbandingan Peranan Komisi Persaingan Usaha Di Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jepang dan Indonesia Dalam Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Univeristas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 21 Januari 2013
Yang menyatakan
(Akira Mairilia)
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
vii
ABSTRAK
Nama : Akira Mairilia
Program Studi : Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Ekonomi
Judul : Perbandingan Peranan Komisi Persaingan Usaha Di Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jepang dan Indonesia Dalam Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha
Tesis ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, bagaimanakah sistem penyelesaian perkara persaingan usaha di negara Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang? Dan kedua, bagaimanakah peranan KPPU dalam penanganan perkara persaingan usaha dibandingkan dengan negara Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang? Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan perbandingan penyelesaian perkara persaingan usaha di berbagai negara, yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pilihan penyelesaian perkara persaingan usaha yang sesuai dan dapat membawa KPPU bekerja lebih baik di masa datang. Penyelesaian perkara persaingan usaha dibebankan kepada Federal Trade Commission (FTC) dan Antitrust Division of The Department of Jusrice (DOJ-AD); the Australian Competition and Consumer Commission (ACCC), Autorité; Japan Fair Trade Commission (JFTC); dan Komisi Perngawas Persaingan Usaha (KPPU). Terdapat perbedaan peranan antara tiap komisi dalam penyelesaian perkara. Perbedaan tersebut dapat ditemukan dalam tata cara penyelesaian perkara, perbedaan kewenangan dan tugas pada tiap-tiap komisi, perbedaan dalam penggunaan pembuktian dalam suatu kasus, program-program yang telah dilaksanakan dan sebagainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU sebagai organ penegak Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih banyak kekurangan dalam menjalankan peranannya. Kekurangan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya kelembagaan KPPU yang belum jelas, kewenangan KPPU yang cenderung bersifat absolute, dan sebagainya. Diperlukan penyempurnaan dari UU No.5 Tahun 1999 melalui pengaturan yang tegas mengenai hukum acara persaingan usaha guna menciptkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi Indonesia yang berpengaruh terhadap perekonomian negara.
Kata kunci:
KPPU, perbandingan peranan komisi persaingan usaha, hukum persaingan usaha
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
viii
ABSTRACT
Name : Akira Mairilia
Study Program : Law, Economic Law
Title : The Role of the Competition Commission in the United States, Australia, France, Japan and Indonesia in the Competition Settlement
This thesis mainly discusses about two issues. First, how does the dispute settlement system of competition in United States, Australia, France and Japan? And second, how does the role of KPPU to handling of competition dispute as compared to the United States, Australia, France and Japan? This research is conducted on a juridical normative method, the purpose of this research is provide a comparison of the settlement competition in many countries, which is intended to give an overview or option in dispute settlement that appropriate and could bring the KPPU to work better in the future. Competition settlement imposed on the Federal Trade Commission (FTC) and the Antitrust Division of the Department of Justice (DOJ-AD), the Australian Competition and Consumer (ACCC), Autorité, Japan Fair Trade Commission (JFTC) and Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). There are differences between each commission in settling cases. The differences can be found in the settlement procedure, the differences in the powers and duties each commission, the differences in the use evidence to a case, and so on. The result showed that KPPU as a law enforcement organ of Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 on prohibition of monopolistic practices and unfair business competition are still many lacks to execute its role. The lacks is caused by many factors, including the institutional of KPPU is not yet clear, the authority tend to be absolute, and so on. Required refinement of Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 by setting strict regulation regarding antitrust law in order to establish competition for justice, legal certainty and the benefits to Indonesia that effect to the economy.
Key words:
KPPU, the Role of Competition Commission, Antitrust Law
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR ……………………………………………………………………. vi
ABSTRAK ………………………………………………………………... vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… ix
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ………………………….. 1
1.2 Pokok Permasalahan ……………………………… 15
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………. 15
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………... 15
1.5 Kerangka Teori …………………………………… 16
1.6 Kerangka Konsepsional ………………………… 19
1.7 Metode Penelitian ………………………………… 22
1.8 Sistematika Penelitian ……………………………. 24
BAB 2 SISTEM PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA di NEGARA AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA, PERANCIS dan JEPANG …………………………………………… 26
2.1 Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Amerika Serikat …………………………………………… 26
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
x
2.1.1 Clayton Act dan Federal Trade Commission (FTC) Act………………………………………… 26
2.1.2 Kewenangan dan Fungsi Federal Trade Commission (FTC)……………………………………… 29
2.1.3 Kewenangan dan Fungsi Antitrust Division of the Departement of Justice (DOJ-AD)………. 33
2.1.4 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Amerika Serikat…………………………………….. 36
2.2 Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Australia………………………………………….. 37
2.2.1 Competition and Consumer Act 2010……. 37
2.2.2 Kewenangan dan Fungsi Australia Competition and Consumer Commission (ACCC)………… 41
2.2.3 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Australia…………………………………… 44
2.3 Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Perancis……………………………………………. 45
2.3.1 Undang-Undang Persaingan Usaha Perancis……………………………………. 45
2.3.2 Kewenangan dan Fungsi Autorité de la Concurrence
(Komisi Persaingan Usaha Perancis)…….. 49
2.3.2 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Perancis…………………………………… 51
2.4 Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Jepang……………………………………………. 53
2.4.1 Japanese Antimonopoly Law (the Antimonopoly Law (AML))…………………………………… 53
2.4.2 Kewenangan dan Fungsi Japan Fair Trade Commission (JFTC)……………………………… ……... 56
2.4.3 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Jepang…………………………………….. 58
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
xi
2.4 Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Indonesia…………………………………………… 63
2.4.1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat……………………………………… 63
2.4.2 Kewenangan dan Fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)…………………………… 65
2.4.3 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Indonesia………………………………… 75
BAB 3 PERANAN KPPU DALAM PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA DIBANDINGKAN DENGAN AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA, PERANCIS dan JEPANG………………………………………………… 86
3.1 Putusan Perkara Persaingan Usaha oleh KPPU…………………………………………….. 86
3.1.1 Putusan KPPU Nomor 17/KPPU-I/2010 Terhadap Perseroan Terbatas PT. Pfizer Indonesia dan PT. Dexa Medica atas Dugaan Kartel Obat Anti Hipertensi dengan Kandungan Amlodipine Besylate…………………………………… 86
3.1.2 Putusan KPPU Nomor 35/KPPU-I/2010 Terhadap PT. Pertamina dkk. Atas Proses Beauty Contest Donggi-Senoro…………………………………….. 96
3.1.3 Putusan KPPU Nomor 23/KPPU-L/2010 terkait Persetujuan Perpanjangan Give Away Gaji Oleh PT. Garuda Indonesia (Persero) Kepada PT. Gaya Bella Diantama dan PT. Uskarindo Prima untuk Periode Tahun 2009/2010 dan Periode Tahun 2010/2011………………………………… 100
3.2 Leniency Program bagi KPPU…………………… 102
3.3 Prosedur Penyelesaian Perkara oleh KPPU………... 105
3.4 Tantangan dalam Melakukan Penanganan Perkara Persaingan Usaha……………………………………………… 107
BAB 4 PENUTUP ………………………………………………. 112
4.1 KESIMPULAN …………………………………... 112
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
xii
4.2 SARAN ………………………………………….. 113
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 115
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 US Department and Justice………………………………. 34
Gambar 2.1 Prosedur Dalam Penyelesaian Perkara JFTC…………… 60
Gambar 2.2 Tahapan Proses Penyelesaian Sengketa Dalam Putusan KPPU…………………………………………………….. 76
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
1 UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu negara tidak lepas dari peranan perekonomian yang
berkembang dengan cepat dan efisien. Perekonomian yang berkembang dengan maju
dapat dilihat berdasarkan persaingan yang berlangsung antar pelaku usaha. Ketika
terdapat persaingan antar pelaku usaha dalam suatu negara, dapat pasti negara
tersebut maju dengan pesat karena pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi
disebabkan oleh pemanfaatan tekhnologi dan peningkatan produktifitas yang
didorong oleh pasar yang kompetitif.
Teori ekonomi pasar bebas yang diperkenalkan Adam Smith dikenal sebagai
persaingan sempurna. Dalam pasar sempurna, terdapat banyak perusahaan yang
beroperasi untuk menjual barang dengan karakteristik yang serupa. Kemampuan
mereka untuk mengatur harga pasar ditentukan oleh mekanisme penawaran (supply)
dan permintaan (demand) sendiri yang bisa dicapai oleh pasar (price equilibrium),
maksudnya ketika pelaku usaha menaikkan harga, maka kemungkinan mereka akan
kehilangan sejumlah pembeli yang mencari perusahaan atau penjual yang menjual
dengan harga murah.1
Persaingan merupakan inti dari operasi pasar, dan mendorong inovasi,
produktivitas dan pertumbuhan yang dapat menciptakan kesejahteraan. Persaingan
merupakan rivalitas antar perusahaan untuk mencapai penjualan dan mendapatkan
keuntungan, yang merupakan kekuatan pendorong dalam pasar. Pasar yang efisien
1 D. Carlton dan J. Perloff, Modern Industrian Organization, (New York: Addison-Wesley Longman, Inc, 1999), hlm. 68.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
2
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
dan adil sangat penting untuk mempercepat pembangunan sektor swasta dan
pertumbuhan ekonomi. 2
Salah satu esensi penting bagi terselenggaranya pasar sempurna adalah
persaingan pelaku pasar dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam hal ini,
persaingan usaha merupakan sebuah proses di mana pelaku usaha dipaksa menjadi
perusahaan yang efisien dengan menawarkan pilihan-pilihan produk dan dalam harga
yang lebih rendah. Untuk merebut hati konsumen, para pelaku usaha berusaha
menawarkan produk dan jasa yang menarik, baik dari segi harga, kualitas dan
pelayanan.3
Persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang paling ideal, karena
sistem pasar ini dianggap merupakan struktur pasar yang akan menjamin terwujudnya
efisiensi kegiatan memproduksi barang atau jasa. Pasar ini didefinisikan sebagai
struktur pasar atau industri di mana terdapat banyak penjuak dan pembeli, dan setiap
penjual atau pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan pasar.
Selain itu, karakteristik dari pasar yang bersaing secara sempurna adalah
dengan memberikan informasi secara luas kepada penjual maupun pembeli,
mudahnya untuk masuk dan keluar dari pasar, infrastruktur di dalam pasar layak, dan
kontrak yang dibuat antara penjual dan pembeli dapat dengan mudah dilaksanakan
(contracts can be enforced easily). Ketika semua karateristik ini terpenuhi, maka akan
tercapailah maksimalisasi keuntungan yang akan diterima oleh pelaku usaha maupun
konsumennya.
Persaingan ini dapat terjadi dalam beberapa cara, diantaranya, pelaku usaha
bersaing pada harga, fokus pada pengembangan kualitas produk atau jasa, sementara
yang lain menggunakan kewirausahaan atau keterampilan riset untuk
mengembangkan produk baru atau jasa. Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa harga
akan sampai ke tingkat biaya yang tepat, keragaman produk yang ditawarkan akan
2 Nick Godfrey, Why Is Competition Important For Growth And Poverty Reduction?, Global Forum VII on International Investment 27-28 March 2008, hlm. 3. 3 Andi Fahmi Lubis, et. al., Hukum Persaingan Usaha antara Teks & Konteks, (Jakarta: ROV Creative Media, 2009), hlm. 2.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
3
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
membuat pasar yang sesuai dengan heterogenitas kebutuhan konsumen dan selera,
dan tingkat inovasi akan menjadi tinggi.
Dari sudut pandang pelaku usaha, persaingan kuat memberikan banyak
keuntungan. Di satu sisi, persaingan seringkali membuat orang bekerja dengan
memberikan yang terbaik, memberikan tantangan yang sering kali menghasilkan
respon yang benar-benar inovatif, dan dapat memberikan sesuatu yang terbaik dari
sebuah perusahaan.
Dalam pasar persangan sempurna, jumlah pelaku usaha sangat banyak dan
kemampuan setiap pelaku usaha dianggap sedemikian kecilnya, sehingga tidak
mampu mempengaruhi pasar. Beberapa karakteristik agar sebuah pasar dapat
dikatakan pasar persaingan sempurna, yaitu:4
1) Semua pelaku usaha memproduksi barang yang homogeny (homogenitas
produk);
Produk yang homogeny adalah produk yang mampu memberikan kepuasaan
(utilitas) kepada konsumen tanpa perlu mengetahui siapa produsennya.
2) Produsen dan konsumen memiliki pengetahuan atau informasi sempurna
(perfect knowledge);
Para pelaku ekonomi (konsumen dan produsen) memiliki pengetahuan
sempurna tentang harga produk dan input yang dijual sehingga konsumen
tidak akan mengalami perlakuan harga jual yang berbeda dari satu pelaku
usaha dengan pelaku usaha lannya.
3) Output sebuah perusahaan relatif lebih kecil dibanding out pasar (small
relatively output);
Jumlah output perusahaan secara individu dianggap relative kecil
dibandingkan dengan jumlah output seluruh perusahaan dalam industri.
4 Masyhurri, Ekonomi Mikro, (Malang: UIN Press, 2007), hlm. 201.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
4
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
4) Perusahaan menerima harga yang ditentukan pasar (price taken);
Perusahaan menjual produknya dengan berpatokan pada harga yang
ditetapkan pasar (price taker) karena perusahaan tidak mampu mempengaruhi
pasar.
5) Semua perusahaan bebas masuk dan keluar pasar (free entry and exit);
Dalam pasar persaingan sempurna, factor mobilitasnya tidak terbatas dan
tidak ada yang harus dikeluarkan untuk memindahkan factor produksi.
Semua ini bertujuan untuk menumbuh kembangkan kapasitas pengusaha
nasional yang handal dan kuat bersaing di pasar regional dan internasional. Selain itu,
kebijakan ekonomi pemerintah mampu meyakinkan para investor asing dan ekportir
luar negeri mendapat kesempatan yang sama untuk bersaing di pasar dalam negeri
dengan pengusaha lokal atau nasional dalam mekanisme pasar yang sehat.
Pada era globalisasi perekonomian dunia saat ini, mendorong masuknya
barang dan/atau jasa dari berbagai negara yang meramaikan pasar dalam negeri di
berbagai negara yang berpotensi membuat suasana persangan pasar menjadi tidak
sempurna. Awal masa globalisasi ekonomi ini terjadi, pasar didominasi oleh
monopoli dan oligopoli, yang mengakibatkan mematikan proses mekanisme pasar
serta merugikan konsumen karena pasar hanya dikuasai oleh beberapa pelaku usaha.
Persaingan antara perlaku usaha yang tidak sempurna kerap kali merugikan
konsumen dan juga negara karena sektor-sektor ekonomi bergabung menjadi satu
dengan produk dan/atau jasa yang tidak saling berhubungan dan bermacam-macam
yang dapat mematikan pasar. Oleh karena itu, pengaturan hukum mengenai
persaingan usaha tidak sehat diperlukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Gobalisasi membuat transaksi ekonomi bersifat transnasional sehingga
pendayaan sumber daya tidak hanya dengan batas negara. Negara tidak dilarang
menerapkan kebijakan industry untuk melindungi kepentingan sektoral dan strategis
nasionalnya sepanjang memang dialokasikan untuk meningkatkan daya saing dan
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
5
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
kesejahteraan rakyatnya serta diterapkan dalam kebijakan persaingan (competition
policy) yang mengutamakan efisiensi, inovasi dan produktivitas.5
Dengan berlakunya pasar bebas (free trade) pada masa globalisasi menjadikan
setiap negara untuk memiliki aturan hukum mengenai persaingan ini. Salah satu
esensi penting bagi terselenggaranya pasar bebas tersebut adalah persaingan para
pelaku usaha dalam memenuhi kebutuhan konsumen.6 Dalam persaingan usaha
merupakan sebuah proses di mana para pelaku usaha dipaksa menjadi perusahaan
yang efisien dengan penawaran pilihan-pilihan produk dan jasa dalam harga yang
lebih rendah. Persaingan hanya ada bila ada dua pelaku usaha atau lebih yang
menawarkan produk dan jasa kepada para pelanggan dalam sebuah pasar. Untuk
merebut hati konsumen, para pelaku usaha berusaha menawarkan produk dan jasa
yang menaruk, baik segi harga, kualitas dan pelayanan.7
Fungsi penegakan hukum bertujuan untuk menghilangkan berbagai hambatan
persaingan berupa perilaku bisnis yang tidak sehat. Sementara proses pemberian
saran pertimbangan kepada pemerintah akan mendorong proses reformasi regulasi
menuju tercapainya kebijakan persaingan yang efektif di seluruh sektor ekonomi.
Selama ini, baik dalam proses penegakan hukum maupun dalam analisis kebijakan
Pemerintah, seringkali ditemui bahwa kebijakan menjadi sumber dari lahirnya
berbagai praktek persaingan usaha tidak sehat di beberapa sektor.
Salah satu peran pemerintah adalah bahwa mengatur monopoli dan
memastikan kompetisi. Pedoman Kebijakan Persaingan merupakan sesuatu yang
baik, dilihat sebagai pendukung baik makro-ekonomi (manajemen ekonomi nasional)
strategi dan restrukturisasi ekonomi mikro (mempromosikan perusahaan lebih efisien
dan industri). Dukungan ini membutuhkan konsistensi di berbagai bidang terkait
dengan kebijakan persaingan, terutama perdagangan dan kebijakan industri,
5 Benny Pasaribu, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 2, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2009), hlm. iii. 6 Andi Fahmi Lubis, et. Al., Opcit. 7 Ditha Wiradiputra, Hukum Persaingan Usaha: Suatu Pengantar, Bahan Ajar Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
6
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
restrukturisasi aset negara, dan pendekatan untuk memberdayakan pengusaha-
pengusaha kecil.
Kebijakan persaingan usaha merupakan salah satu bentuk intervensi yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap pasar. Dalam konsep kebijakan publik, segala
macam bentuk intervensi pemerintah di pasar dinamakan sebagai regulasi.8 Dalam
arti sempit, regulasi dapat diterjemahkan bebas sebagai bentuk intervensi pemerintah
untuk mengatasi persoalan-persoalan yang muncul di pasar berdasarkan mandate
yang diperoleh dari legislatif.
Agar pasar tetap bersaing, tidak boleh ada hambatan yang tidak perlu masuk
ke dalamnnya sehingga perusahaan baru bisa masuk ketika mereka melihat peluang
bisnis. Hambatan untuk keluar tidak boleh berlebihan, memungkinkan perusahaan
untuk meninggalkan pasar ketika tidak dapat berjalan secara efektif. Sebuah
kebijakan persaingan yang efektif juga harus melindungi hak-hak pengusaha untuk
masuk dan meninggalkan pasar.9
Hampir di seluruh negara telah memiliki kebijakan persaingan dalam
melindungi kegiatan pasar. Tujuan dari kebijakan persaingan adalah:10
1) Untuk mendorong daya guna ekonomi, yang terdiri dari tiga komponen,
yaitu:
a. Efisiensi Produktif – Perusahaan menggunakan biaya paling rendah untuk
memproduksi barang dan jasa dengan maksimal dari masukan yang
diberikan.
b. Efisiensi Alokasi – Sumber daya yang disalurkan ke sector-sektor di
mana tempat untuk menghasilkan barang dan jasa yang dihargai
konsumen.
c. Efisiensi Dinamis – Pelaku usaha berusaha untuk mempertahankan daya
saing mereka dengan berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan,
inovasi, pemasaran dan manajemen untuk tetap mengikuti perubahan
teknologi, prefensi, dan produk. 8 Ibid, hlm. 489. 9 Ibid. 10 <http://www.tariffcommission.gov.ph/competit.html>, diakses 6 November 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
7
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
2) Untuk memperbaiki kekurangan pasar;
3) Untuk meningkatkan kesejahteraan konsumen;
4) Untuk mencapai perumbuhan ekonomi yang lebih tinggi ;
5) Untuk meningkatkan daya saing, baik di pasar domestik dan luar negeri.
Pada dasarnya dalam dunia bisnis, upaya untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya merupakan perilaku yang wajar, akan tetapi langkah-langkah yang
diambil untuk mencapai tujuan tersebut harus tetap dalam koridor yang
diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Persaingan yang
sehat akan terjadi hanya dan jika ada perubahan perilaku berusaha yang sehat yang
nantinya akan dihasilkan suatu produk atau jasa dengan banyak ragam pilihan,
kualitas yang lebih baik serta harga yang sangat kompetitif.
Untuk menjaga pasar yang sempurna ini dibentuklah undang-undang anti
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (antitrust laws). Antitrust laws awalnya
berasal dari aturan hukum yang ditujukan untuk mencegah pengelompokan kekuatan
insutri-industri yang membentuk “trust” (sejenis kartel atau penggabungan) untuk
memonopoli komoditi-komoditi strategis dan menyingkirkan para pesaing lain yang
tidak tergabung dalam trust tersebut.11
Antitrust laws telah diuraikan sebagai sebuah piagam yang komprehensif
mengenai kebebasan ekonomi yang bertujuan untuk membangun persaingan bebas
sebagai aturan perdagangan.12 Pembuatan undang-undang dilakukan oleh pemerintah
untuk mengatur berbagai perdagangan dan perdangangan dengan mencegah dari
perbuatan yang melanggar hukum, penetapan harga dan monopoli, untuk
menyelenggarakan persaingan, dan untuk mendorong produksi barang dan jasa yang
berkualitas dengan harga yang rendah dengan tujuan utama uantuk menjaga
kesejahteraan masyarakat dengan memastikan bahwa tuntutan konsumen akan
dipenuhi oleh pembuatan dan penjualan barang pada harga yang wajar.
11 Andi Fahmi Lubis, et. Al, Opcit, hlm. 4. 12 Wilbur L. Fugate, Foreign Commerce and The Antitrust Laws, (Canada: Little, Brown & Company, 1982), hlm. 1.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
8
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Kebijakan tentang hukum antitrust bukanlah hal yang baru diakui oleh
negara-negara di dunia. Amerika Serikat sudah melarang praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat sejak tahun 1890 dengan adanya Sherman Act.13
Dengan diadakannya Kongres Amerika Serikat yang mengesahkan undang-
undang berjudul “Act to Protect Trade and Commerce Against Unlawful Restraints
and Monopolies”, yang lebih dikenal dengan Sherman Act, kekuasaan pasar dari
berbagai konglomerasi swasta yang besar dan kuat, yang pada waktu itu dipandang
sangat dominan dalam perekonomian dapat dikontrol dari perilaku-perilaku
diksriminatif yang merugikan konsumen akibat kekuatan monopolistik atau
oligopolistik yang mereka peroleh dari posisi dominan di pasar. Mahkamah Agung
Amerika Serikat mendefinisikan antitrust adalah suatu perjanjian komprehensif yang
bebas dan tidak terganggu sebagai prinsip utama perdagangan.14
The Sherman Act dimaksudkan untuk memerangi persekongkolan bisnis dari
perekonomian Amerika selama abad ke-19, dan sampai saat terdapat 2 kategori
prilaku yang tetap menjadi landasan penegakan antitrust law. Pertama, menyatakan
pelanggaran, melarang kontrak, persekongkolan dan konspirasi yang membatasi
perdagangan, dan mengatur penjara dan denda untuk pelanggaran. Pelaku usaha yang
membentuk kombinasi seperti itu ajan didenda sebesar $5.000 dan satu tahun penjara.
Individu dan perusahaan yang menderita kerugian karena persekongkolan
diperbolehkan untuk menuntut di pengadilan federal untuk ganti rugi. Kedua,
melarang monopoli, berusaha untuk berkonspirasi untuk memonopoli "setiap bagian
dari perdagangan atau perdagangan di antara beberapa negara, atau dengan negara
asing".
Selanjutnya, muncul empat perundang-undangan sebagai perubahan atau
tambahan untuk memperkuat aturan hukum sebelumnya. Antitrust law terbukti dapat
mencegah pemusatan kekuatan ekonomi pada sekelompok perusahaan sehingga
perekonomian lebih tersebar, membuka kesempatan usaha bagi para pendatang baru,
13 Ernest Gellhorn dan William E. Kovacic, Antitrust Law and Economics, (United States of America: West Publishing Co., 1994), hlm. 1. 14 Gregory Mankiw, Pengantar Ekonomi Mikro, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2006), hlm. 405.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
9
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
serta memberikan perlindungan hukum bagi terselenggaranya proses persaingan yang
berorientasi pada mekanisme pasar.
Pertama, terjadi pada tahun 1914 diterbitkan undang-undang baru yaitu
Clyton Act untuk memperkuat Sherman Act. Undang-undang ini mencantumkan
empat jenis persaingan yang tidak adil yang melanggar hukum, diantaranya adalah
diskriminasi harga, kontrak eksklusif dan mengikat, pembelian saham
antarperusahaan, direksi yang merangkap.15 Pada tahun ini juga diterbitkan Act to
Create a Federal Trade Commission, to Define Its Powers and Duties, and For Other
purposes yang dikenal dengan nama Federal Trade Commission Act (FTC).16
Kedua, dilakukan pada tahun 1936 yaitu dengan nama Robinson-Patman Act,
dan melarang penjualan yang lebih murah kepada seorang pembeli atau `pasar
dibanding lainnya atau untuk menjual pada "harga rendah" dengan tujuan merusak
persaingan atau menyingkirkan pesaing. Undang-undang ini juga berusaha
melindungi pengecer kecil (terutama toko-toko makanan dan obat-obatan kecil) dari
persaingan harga yang dilakukan pengusaha jaringan toko ritel, karena kemampuan
mereka untuk memperoleh harga yang lebih murah dan biaya konsesi perantara atas
pembelian dalam jumlah besar dari pemasok.17
Ketiga, dilakukan pada tahun 1938 yaitu dengan nama Wheeler-Lea Act yang
mengamandemen FTC dan melarang penayangan iklan yang salah dan menyesatkan
atas produk makanan, obat-obatan, alat-alat korektif dan produk kosmetik yang
diperdagangkan antarnegara bagian. Tujuan utamanya adalah melindungi konsumen
dari penayangan iklan yang menyesatkan.18
Keempat, pada tahun 1950 terbentuklah Celler-Kefauver Antimerger Act.
Undang-undang ini menutup kelemahan dalam Pasal 7 Clyton Act yang melarang
membeli saham perusahaan pesaing tetapi mengizinkan pembelian asset perusahaan
persaing. Undang-undang ini melarang tidak hanya melarang pembelian saham tetapi
15 Suparno, Regulasi Pemerintah Untuk Mendukung Kalangan Bisnis Serta Melindungi Konsumen, Pekerja dan Lingkungan, <www.kk.mercubuana,ac,id>, diakses 9 Oktober 2012. 16 Ayudya D. Prayoga, et. Al. (Ed.), Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, (Jakarta: Proyek Elips, 1999), hlm. 31. 17 Suparno, Loc.cit. 18 Ibid.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
10
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
juga asset perusaan saingan, jika pembelian tersebut secara nyata mengurangi
persaingan atau cenderung menciptakan monopoli.19
Hampir semua negara pada sekarang ini memiliki undang-undang antitrust
untuk menjaga keseimbangan perekonomiannya dan agar selalu tercipta persaingan
yang sempurna. Negara-negara yang menganut sistem common law tidak sedikit yang
berkiblat pada Sherman Act dan perubahan-perubahannya dalam menegakkan
peraturan antitrust laws.
Australia adalah salah satu negara common law yang berkiblat kepada
Sherman Act dalam mengatur persaingan usaha di negaranya. Pada tahun 1906,
Australia mengundangkan The Australian Industries Preservation Act (AIPA). Dalam
hal ini, masing-masing negara memiliki batasan-batasan tersendiri sesuai dengan
konstitusi negara masing-masing. Pada tahun 1965, Restrictive Trade Practice Act
menggantikan undang-undang sebelumnya. Pada saat pemerintah buruh berkuasa,
Trade Practice Act (TPA) menjadi undang-undang sesudah amandemen yang
substansial dilakukan pada tahun 1973 dan kemudian efektif diberlakukan pada
tanggal 24 Agustus 1974.20
Berdasarkan amandemen undang-undang ini, kemudian didirikanlah suatu
lembaga yang diberi kewenangan untuk mengawasi dan melindungi prilaku anti
persaingan usaha yang bernama Australian Competition and Consumer Commission
atau ACCC.21
Berbeda dengan Perancis yang menganut sistem civil law, memiliki sistem
yurisdiksi yaitu líordre judiciaire (mencakup pengadilan sipil dan komersial, serta
pengadilan pidana) dan líordre administratif (pengadilan administratif). Semua ini
pengadilan mungkin menerapkan hukum pesaingan, baik ketika pelanggaran hukum
persaingan adalah obyek dari tindakan utama atau obyek dari tindakan kedua.22
Lain lagi di Jepang, negara ini memiliki antitrust law yang diberi nama the
Antimonopoly Law (AML). Dengan berlakunya undang-undang tersebut, beberapa
19 Ibid. 20 Andi Fahmi Lubis, et.al., Opcit, hlm. 7. 21 Ibid, hlm. 8. 22 Nicholas Bessot, France, <www.ec.europa.eu>, diakses 10 Oktober 2012, hlm. 1.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
11
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
industry raksasa di Jepang terpaksa direstrukturisasi dengan memecah diri menjadi
perusahaan lebih kecil.
Di Indonesia, antitrust law diatur dalam Undang-Undang Nomkor 5 Tahun
1999 Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 33 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang kemudian disebut UU Anti
Monopoli.23 Untuk mewujudkan konsep perekonomian yang menganut sistem
ekonomi pasar (market economy) dan persaingan sehat seperti yang diinginkan oleh
dunia usaha serta program pemulihan ekonomi Indonesia maka bulan Januari 1998
dilakukan penandatanganan Memorandum Kesepakatan (letter of intent) antara
pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF), yang kemudian
dipertegas dan dituangkan dalam Memorandum Tambahan Mengenai Kebijakan
Ekonomi dan Keuangan Pemerintah Ri (Supplementary Memorandum of Economic
and Financial Policies/MEFP of the Government of Indonesia) pada 10 April 1998.24
Pemerintah Indonesia menyepakati untuk melaksanakan berbagai pembaharuan
sturtural, salah satunya adalah untuk mempersiapkan Rancangan UU Anti Monopoli
yang bertujuan untuk mengubah ekonomi Indonesia menjadi suatu ekonomi yang
terbuka, kompetitif dan efisien.25
Suatu UU Anti Monopoli yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi
berjalannya ekonomi pasar. Undang-undang ini melarang perjanjian yang
menghambat persaingan, penyalahgunaan kekuasaan monopoli dan penggabungan
perusahaan-perusahaan besar yang menguasai pasar. Undang-undang ini menjamin
terbukanya akses pasar untuk semua pihak.26 Tujuan dari pembentukan UU Anti
Monopoli ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Secara umum tujuan diberlakukannya UU Anti Monopoli, seperti yang
23 Sutan Remi Sjahdeni, Latar Belakang, Sejarah, dan Tujuan Undang-Undang Larangan Monopoli, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis May-Juni, 2002), hlm. 13. 24 L. Budi Kagramanto, Larangan Persengkokolan Tender (Perspektif Hukum Persaingan Usaha), (Yogyakarta: Srikandi, 2008), hlm. 7 25 Thee Kian Wie, Aspek-Aspek Ekonomi Ynag Perlu DIperhatikan Dalam Implementasi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol. 7, 1999), hlm. 64. 26 Kartte, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha TIdak Sehat, (Jakarta: Etcetera&Katalis, 2002), hlm. 1.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
12
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
terdapat di berbagai negara adalah untuk menjaga kelangsungan persaingan antar
pelaku usaha itu sendiri agar tetap hidup dan diakui keberadannya.27
Di samping tujuan umum, ada beberapa tujuan khusus dari UU Anti
Monopoli, terutama di beberapa negara yang telah lama menganut sistem
perekonomian yang antimonopoli dan persaingan sehat. Tujuan khusus tersebut
adalah negara ingin melindungi sistem kompetetisi, seperti apa yang telah lama
terjadi di Amerika Serikat, dengan menerapkan preserve competitive system atau
memelihara sistem kompetisi.28
Suatu aturan dapat ditegakkan secara baik diperlukan organ penegak hukum.
Suatu aturan hukum yang baik secara formil tidak akan berjalan baik jika tidak
didukung organ penegak hukumnya. Beberapa negara yang memiliki antitrust laws
diantaranya Amerika Serikat, Australia, Jepang, Perancis dan Indonesia otomatis
memerlukan suatu badan penegakan persaingan usaha (competition law enforcement
agency). Penegakan persaingan usaha ini dilakukan dengan membentuk komisi
sebagai pengawasan terhadap perjalannya pasar agat berjalan dengan sempurna.
Peranan komisi persaingan usaha di tiap-tiap negara dalam penyelesian perkara
persaingan usaha adalah berbeda tetapi pada dasarnya adalah untuk memberikan
penilaian apakah terjadi perjanjian-perjanjian yang dilarang dan kegiatan usaha yang
dilarang. Jika komisi ini menilai telah terjadi perjanjian-perjanjian yang dilarang atau
kegiatan usahanya dilarang, maka komisi ini dapat menggunakan wewenang dan
fungsinya untuk memerintahkan penghentian perjanjian-perjanjian dan kegiatan-
kegiatan yang dilarang tersebut.29
Diperlukannya komisi persaingan usaha adalah ditujukan untuk meningkatkan
interaksi dengan para pihak dalam proses anti persaingan usaha dan untuk
memperkuat mekanisme untuk melindungi hak-hak procedural para pihak tersebut.
Langkah-langkah ini akan meningkatkan transparansi dan keadilan dari proses
kompetisi. Mereka memberikan gambaran yang jelas apa yang diharapkan dari
27 L. Budi Kagramanto, Op.Cit, hlm. 13. 28 Ernest Gellhorn dan William E. Kovacic, Opcit, hlm. 38. 29 Marsiyem, Penegakan Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Hukum Volume XIV, No. 1, April 2004, <www.isjd.pdii.lipi.go.id>, diakses 10 Oktober 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
13
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
berbagai tahap penyelidikan antitrust dan meningkatkan kemampuan untuk
berinteraksi dalam bentuk pelayanan komisi. Apabila ada pihak yang memiliki
sengketa mengenai hak-hak procedural, mereka dapat menyerahkannya kepada
petugas pemeriksaan kompetisi, yang memiliki peran yang ditingkatkan selama
proses keseluruhan antitrust.30
Penegakan hukum persaingan di Amerika Serikat dibebankan kepada dua
institusi yaitu FTC dan Antitrust Division of the Department of Jusrice (DOJ-AD).
FTC berwenang untuk melalukan penyelidikan and investigasi serta menindak
pelanggaran atas antitrust law, sedangkan DOJ-AD berwenang untuk menuntut
pelanggaran tertentu dari antitrust law.31 dengan mengajukan tuntutan kriminal yang
dapat mengakibatkan denda dan hukuman penjara. Lembaga pengawasan untuk
persaingan usaha di Australia adalah the Australia Competition and Consumer
Commission (ACCC).
Perancis meiliki otoritas administrative independen untuk menganalisis dan
mengatur operasi pasar yang kompetitif untuk menjaga tatanan ekonomi yang
bernama Autorité, yang sebelumnya bernama le Conceil de la Concurrence.32 The
Japanese Fair Trade Commission (JFTC) merupakan komisi yang menangani
persaingan usaha di Jepang yang dibentuk meniru FTC di Amerika Serikat.33
Di Indonesia dalam pengawasan praktik anti monopoli dan persiangan usaha
tidak sehat memiliki suatu komisi yang bernama Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) UU N0. 5 Tahun 1999, yang berbunyi:34
(1) Untuk mengawasi pelaksaaan undang-undang ini dibentuk Komisi
Pesaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.
30 Commission Reforms Antitrust Procedures and Expands Role of Hearing Officer, <www.europa.eu>, diakses 21 November 2012. 31 Hisory of DOJ-AD, <www.justice.gov>, dikases 18 Desember 2012. 32 Reform of The French Competition Regulatory System: The Conceil De La Concurrence Becomes The Autoritie De La Concurrence, <www.autoritedelaconcurrence.fr> diakses 10 Oktober 2012. 33 Mashahiro Murakami, The Japanese Antimonopoly Act 2003, hlm. 64. 34 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha TIdak Sehat.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
14
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
(2) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan
kekuasaan pemerintah serta pihak lain.
(3) Komisi bertanggung jawab terhadap presiden.
KPPU merupakan lembaga negara yang state auxiliary organ. Secara
sederhana state auxiliary organ adalah lembaga negara yang dibentuk di luar
konstruksi dan merupakan lembaga yang membantu pelaskanaan tugas lembaga
negara pokok (eksekutif, legislative dan yudkatif).35 Dalam mengemban tugas
menegakkan UU Anti Monopoli, kekuasaan KPPU bersifat absolut, monopolistik
serta berposisi dominan, sehingga mampu berbuat apa saja, tanpa ada yang dapat
dilakukan pihak lain untuk menghentikan.
Banyak pro kontra terhadap penilaian kekuasaan KPPU yang bersifat absolute
ini, diperparah dengan banyaknya kasus perkara persaingan usaha yang mengalahkan
KPPU di depan pengadilan sampai Mahkamah Agung. Contoh pada Kasus Kartel
Obat PT. Pfizer Indonesia dan PT. Dexa Medica melawan KPPU; Kasus PT.
Carrefour yang mengalahkan KPPU; dan beberapa kasus lainnya memperlihatkan
bahwa KPPU sulit untuk membuktikan dugannya-dugaannya terhadap perkara
persaingan usaha. KPPU yang juga berwenang untuk menjatuhkan putusan dapat
bertindak tidak objektif karena dia merupakan lembaga yang di beri kewenangan dari
penyelidikan sampai penjatuhan putusan.
Dalam penulisan ini, penulis akan membandingkan peranan komisi
persaingan usaha di berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Australia, Perancis dan
Jepang dalam penyelesaian perkara persaingan usaha berdasarkan tugas dan
kewenangan komisi di negara masing-masing. Kekalahan yang sering terjadi pada
KPPU dapat saja menunjukkan bahwa KPPU belum melaksanakan peranan yang
sangat besar ini dengan baik. Kekuasaan KPPU bersifat absolut, monopolistik serta
berposisi dominan, sehingga mampu berbuat apa saja, tanpa ada yang dapat dilakukan
pihak lain untuk menghentikan ini dapat merugika dunia usaha.
35 Jumly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Tim Konpress, 2006), hlm. 24.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
15
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah
yang akan penulis angkat dalam rencana penelitian ini, antara lain:
1. Bagaimanakah sistem penyelesaian perkara persiangan usaha di negara
Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang?
2. Bagaimanakah peranan KPPU dalam pengangan perkara persaingan usaha
dibandingkan dengan Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan perbandingan sistem
penyelesaian perkara persaingan usaha di berbagai negara, yaitu Amerika
Serikat, Australia, Perancis dan Jepang yang dimaksud untuk memberikan
gambaran atau pilihan penyelesaian persaingan usaha yang lebih baik
untuk KPPU agar ke depannya berkerja lebih baik.
2. Tujuan khusus dalam penelitian ini, antara lain:
a. Untuk mengetahui perbandingan sistem penyelesaian perkara
persaingan usaha di Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang.
b. Untuk menganalisis peranan KPPU dalam penanganan perkara
persaingan usaha dibandingkan dengan di Amerika Serikat, Australia,
Perancis dan Jepang.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat diperoleh dari penulisan tesis
ini adalah diharapkan dapat memberi masukan kepada KPPU agar dapat bekerja lebih
baik dan juga kepada pemerintah agar mengkaji ulang mengenai peranan KPPU
dalam penyelesaian perkara persaingan usaha berdasarkan tugas dan kewenangan
komisi di negara. Selain itu juga diharapkan menjadi materi bagi pembacanya, baik
umum maupun para akademisi khususnya mengkaji sistem penyelesaian perkara
pesaingan usaha oleh KPPU.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
16
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
1.5 Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan pernyataan yang saling berhubungan dan tersusun
dalam sistem deduksi.36 Rencana penelitian tesis ini menerapkan teori hukum dalam
menganalisis data. Menurut Bruggink, teori hukum adalah seluruh pernyataan yang
saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan
putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang dipositifkan.
Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis data dalam rencana
penelitian tesis ini adalah teori kewenangan. Teori ini dimaksudkan untuk membahas
dan menganalisis tentang perbandingan penyelesaian perkara persaingan usaha di
berbagai negara, yaitu Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jepang dan Indonesia,
dalam hal ini untuk mengalisis bagaimana kewenangan dan fungsi KPPU dalam
menyelesaikan perkara persaingan usaha dibandingkan dengan komisi persaingan
usaha dari negara-negara tersebut. Secara konseptual, istilah wewenang atau
kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Belanda “bevoegdheid” (wewenang
atau berkuasa).
Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan
memiliki makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh
eksekutif, legislative dan yudikatif adalah kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan
unsure esensial dari suatu negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di
samping unsure-unsur lainnya, yaitu hukum; kewenangan (wewenang); keadilan;
kejujuran; kebijakbestarian; dan kebijakan.37
Menurut Ateng Syafrudin ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan
wewenang.38 Kita harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dengan
wewenang (competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang disebut
kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh
36 Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke dalam B. Arif Sidharta, Apakah Teori Hukum itu?,
(Bandung: Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, 2001), hlm. 3. 37 Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1998), hlm. 37. 38 Ateng Syarifudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, (Bandung, Universita Parahyangan, 2000), hlm. 22.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
17
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel” bagian
tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenanng
(rechtsbe voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum public,
lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat
keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan
tugasm dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.
F.P.C.L. Tonner dalam Ridwan HR berpendapat “Overheidsbevoegdheid
wordt in dit verband opgevad als het vermogen om positief recht vast te srellen en
Aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tussen overhead en te
scheppen”. Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan
untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan
hukum antara pemerintahan dengan waga negara.39
Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai
dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan disetiap negara
hukum. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan
harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.
Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yaitu suatu kemampuan
untuk melakukan suatu tindakan-tindakan hukum tertentu.
Dengan begitu, kewenangan memiliki pengertian yang berbeda dengan
wewenang. Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undang-
undang, sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi dari kewenangan, artinya
siapa saja yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang
untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam kewenangan itu.
I Dewa Gede Atmadja, dalam penafsiran konstitusi, menguraikan sebagai
berikut :
“Menurut sistem ketatanegaraan Indonesia dibedakan antara wewenang otoritatif dan wewenang persuasif. Wewenang otoritatif ditentukan secara
39 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), hlm. 100.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
18
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
konstitusional, sedangkan wewenang persuasif sebaliknya bukan merupakan wewenang konstitusional secara eksplisit”.40
Wewenang otoritatif untuk menafsirkan konstitusi berada ditangan MPR,
karena MPR merupakan badan pembentuk UUD. Sebaliknya wewenang persuasif
penafsiran konstitusi dari segi sumber dan kekuatan mengikatnya secara yuridis
dilakukan oleh :
1. Pembentukan undang-undang; disebut penafsiran otentik;
2. Hakim atau kekuasaan yudisial, disebut penafsiran Yurisprudensi;
3. Ahli hukum; disebut penafsiran doctrinal.
Setiap tindakn pemerintahan dan/atau pejabat umum harus bertumpu pada
kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui 3 sumber:
Atribusi: wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu.
Dengan demikian wewenang atribusi merupakan wewenang yang melekat
pada suatu jabatan.
Pelimpahan
a. Delegasi: wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organ
pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan perundang-undangan
b. Mandat: wewenang yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan
dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah
(atasan bawahan).
Wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu pengaruh,
dasar hukum, dan konformitas hukum. Komponen pengaruh ialah bahwa penggunaan
wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan prilaku subyek hukum, komponen
dasar hukum ialah bahwa wewenang itu harus ditunjuk dasar hukumnya, dan
komponen konformitas hukum mengandung adanya standard wewenang yaitu
standard hukum (semua jenis wewenang) serta standard khusus
(untuk jenis wewenang tertentu).41
40 I Dewa Gede Atmadja, Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka Sosialisasi Hukum: Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekuen, Pidato Pengenalan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana 10 April 1996, hlm. 2.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
19
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
KPPU adalah sebuah lembaga yang bertugas untuk menjalankan amanat yang
tertuang dalam Undang-Udang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sampai saat ini, sudah banyak
kasus/sengketa persaingan usaha tidak sehat yang dinyatakan tidak bersalah maupun
yang dihukum secara administratif. KPPU dalah sebuah lembaga yang independen,
tidak terpengaruh oleh kepentingan dari manapun, baik eksekutif maupun dari pihak
lain.42
Hal ini menenjukkkan bahwa KPPU sebagai satu-satunya lembaga penegak
hukum di bidang praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diberi
kepercayaan penuh oleh Presidan dan Dewan Perwakilan Rakyat dan bertanggung
jawab kepada Presiden.
1.5 Kerangka Konsepsional
Dalam upaya mendapatkan pemahaman yang baik dan menghindari
interpretasi yang berlainan, akan dijelaskan pengertian dari berbagai istilah yang
sering digunakan dalam rencana penelitian tesis ini. Adapun kerangka konsepsional
yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang
dan/atau atas penggunaan jasa tertenti oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha.43
2. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau
pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan daoat merugikan kepentingan umum.44
41 Philipus M. Hadjon, Penataan Hukum Administrasi, Tentang Wewenang, (Surabaya: Fakultas Hukum Unair, 1998), hlm. 2. 42 Sukarmi, Peran Kepolisian Republik Indonesia Dalam Penegakan Hukum Persiangan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 4, (Jakarta: KPPU, 2010), hlm. 28. 43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1 Angka 1. 44 Ibid, Pasal 1 Angka 2.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
20
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
3. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu
pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat
menentukan harga barang dan/atau jasa.45
4. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa
yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa
tertentu.46
5. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.47
6. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.48
7. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lan dengan nama
apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis.49
8. Persengkongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud
untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol.50
45 Ibid, Pasal 1 Angka 3. 46 Ibid, Pasal 1 Angka 4. 47 Ibid, Pasal 1 Angka 5. 48 Ibid, Pasal 1 Angka 6. 49 Ibid, Pasal 1 Angka 7. 50 Ibid, Pasal 1 Angka 8.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
21
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
9. Pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi
perdagangan barang dan/atau jasa.51
10. Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan daerah
pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan/atau jasa yang sama
atau sejenis atau substitusi dari barang dan/atau jasa tersebut.52
11. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang
perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar antara lain jumlah penjual dan
pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman produk, sistem
distribusi, dan penguasaan pangsa pasar.53
12. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam
kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan/atau jasa untuk
mencapai tujuan perusahaan antara lain pencapaian laba, pertumbuhan
asset, target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.54
13. Pangsa pasar adalah presentase nilai jual atau eli barang atau jasa tertentu
yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun
kalender tertentu.55
14. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan/atau jasa
sesuai kepastian antara para pihak di pasar bersangkutan.56
15. Konsumen adalah setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa
baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan orang lain.57
16. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.58
51 Ibid, Pasal 1 Angka 9. 52 Ibid, Pasal 1 Angka 10. 53 Ibid, Pasal 1 Angka 11. 54 Ibid, Pasal 1 Angka 12. 55 Ibid, Pasal 1 Angka 13. 56 Ibid, Pasal 1 Angka 14. 57 Ibid, Pasal 1 Angka 15. 58 Ibid, Pasal 1 Angka 16.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
22
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
17. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau
pelaku usaha.59
18. Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk
mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak
melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.60
19. Pengadilan Negeri adalah pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku, di tempat kedudukan usaha
pelaku usaha.61
20. Mahkamah Agung adalah lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk
menegakkan hukum dan keadilan yang berwenang mengadili pada tingkat
kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.62
21. Kartel adalah suatu kerjasama dari pelaku usaha produk tertentu yang
bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan dan harga serta untuk
melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.63
1.7 Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan dalam upaya pengumpulan data
atau bahan dalam rencana penelitian ini adalah metode penelitian normatif
yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka
atau data sekunder, karena yang dikaji adalah norma hukum berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan peraturan larangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat lainnya. Tipe penelitian rencana
59 Ibid, Pasal 1 Angka 17. 60 Ibid, Pasal 1 Angka 18. 61 Ibid, Pasal 1 Angka 19. 62 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 20 Ayat 1. 63 Hendy Campbell dalam Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 63.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
23
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
tesis ini merupakan penellitian doktrinal, yang penelitian-penelitian atas
hukum yang dikonsepkan dan dikembangkan atas doktrin yang dianut sang
pengembangnya.
2. Jenis Data
Data yang digunakan untuk rencana penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka. Dalam rencana penelitian ini,
data yang digunakan meliputi:
a. Bahan hukum primer, yaitu berupa ketentuan hukum dan perundang-
undangan yang terkait, antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
2) Peraturan Mahkamah AGung Republik Indonesia Nomor 03 Tahun
2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan
terhadap Putusan KPPU;
3) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2010
tentang Tata Cara Penanganan Perkara;
4) Peraturan Komisi Pengawa Persaingan Usaha No. 04 Tahun 2010
tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 tentang Kartel;
5) Sherman Act 1890
6) Clyton Act 1914
7) Robinson-Patman Act 1936
8) Wheeler-Lea Act 1938
9) Trade Practice Act 1974
10) Competition and Consumer Act 2010
11) Ordonansi 1986
12) Nouvelles Regulations Economiques (RNE)
13) Japanese Antitrust Law(the Antimonopoly Law)
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
24
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi
atau hal-hal yang berkaitan isi sumber hukum primer serta
implementasinya, antara lain:
1) Buku-buku yang berkaitan dengan larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, khususnya peranan KPPU dalam
penyelesaian perkara persaingan usaha.
2) Jurnal dan makalah yang terkait dengan permasalahan pada rencana
penelitian tesis ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memebrikan
penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder yaitu
hukum dan berbagai hukum lain yang relevan.
3. Alat Pengumpulan Data
Penulis mengumpulkan data terhadap rencana penelitian tesis ini dengan
melakukan suatu kegiatan studi dokumen terhadap data sekunder, yaitu
penulis akan melakukan studi dokumen atau bahan pustaka.
4. Analisis Data
Dalam rencana penelitian tesis ini, penulis menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif. Data primer dan sekunder yang diperoleh akan
dikemukakan dan dianalisis untuk memperoleh jawaban dan masakah yang
akan diteliti.
1.8 Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam tesis ini akan diuraikan secara sistematis. Penulisan ini
terbagi ke dalam empat bab, antara lain:
Bab 1. Pendahuluan
Bab ini akan memberikan pandangan umum tentang tulisan ini, dimana akan
diuraikan mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian,
kerangka terori, kerangka konsepsional, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
25
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Bab 2. Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Negara Amerika Serikat,
Australia, Perancis dan Jepang.
Dalam bagian ini penulis mencoba menjabarkan perbandingan mengenai
sistem penyelesaian perkara persaingan usaha Amerika Serikat, Australia, Perancis
dan Jepang.
Bab 3. Peranan KPPU dalam Penanganan Perkara Persaingan Usaha Dibandingkan
di Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang.
Bab ini akan dibahas mengenai peranan KPPU dalam penanganan perkara
persaingan usaha melalui contoh-contoh kasus yang pernah ditangani KPPU
dibandingkan dengan Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Jepang. Pada bab ini
juga akan menjelaskan apakah peranan KPPU dalam menyelesaikan perkara
persaingan usaha di Indonesia sudah tepat atau belum tepat.
Bab 4. Penutup
Bab ini terdiri dari dua sub bab, yaitu kesimpulan penulis berdasarkan pokok
permasalahan dan analisis data serta saran bagi pihak-pihak terkait.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
26 UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
BAB 2
SISTEM PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA di NEGARA AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA, PERANCIS dan JEPANG
2.1 Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Amerika Serikat
2.1.1 Clayton Act dan Federal Trade Commission (FTC) Act
The Clayton Act disetujui pada tahun 1914, memperluas peran pemerintah
dalam mengatur usaha dan menjadi dasar peraturan untuk mengatur sebagian besar
persaingan usaha pada saat ini. Berbeda dengan Sherman Act yang menjadi dasar
untuk peraturan antitrust di Amerika Serikat, Clayton Act menjelaskan dengan lebih
rinci mengenai bahaya praktik anti persaingan usaha dengan memberikan “fair
warning” kepada para pelaku usaha.64
Section 2 dari undang-undang ini melarang penjual melakukan diskriminasi
harga terhadap para pembeli yang membeli barang-barang yang sama kualitasnya,
apabila perbuatan itu mengakibatkan secara berarti berkurangnya persaingan atau
dapat menimbulkan praktik monopoli. Tujuan dari section 2 ini adalah untuk
melindungi para pengusaha kecil terhadap penetapan harga yang rendah yang
dilakukan oleh mereka yang memiliki posisi dominan yang bertujuan untuk
menyingkirkan para pengusaha kecil.
Clayton Act secara khusus melarang beberapa jenis perilaku yang berbahaya
bagi persaingan, seperti:
1) Diskriminasi harga;
2) Pembagian khusus;
3) Tying;
64 Brian Gongol, The Clayton Antitrust Act, <www.gongol.com>, diakses 26 November 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
27
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
4) Marger dan akusisi.
Dalam kasus di atas, perilaku tersebut hanya dilarang jika secara substansial
membatasi persaingan atau menciptakan monopoli. Selain itu, Clayton Act melarang
individu menjadi pemimpin dari dua atau lebih usaha yang bersaing di pangsa pasar
yang sama Clayton Act mendirikan FTC dan AD-DOJ.65 Pihak swasta juga
diperbolehkan untuk menuntut ganti rugi (termasuk kerugian) dan penegasan
keputusan apabila mereka dirugikan oleh perilaku yang dilarang oleh undang-undang
ini. Clayton Act tidak secara tegas melarang “pembesaran”, namun mengatur “cara
pembesaran” itu tercapai. Clayton Act diinterpretasikan atas tanggung jawab suatu
usaha dan para pihak yang terkena dampak tindakan bisnis.
Pada tahun yang sama, 1914, diterbitkan Act to Create a Federal Trade
Commission to Define Its Power and Duties, and For Other purposes, atau yang lebih
dikenal dengan FTC Act.66 FTC Act melarang metode, tindakan dan praktik
persaingan curang dalam perdagangan antarnegara. Undang-undang ini membuat
FTC, komisi bipartisan dari lima yang ditunjuk oleh presiden, diperkuat oleh Senat,
pelanggaran ditindak oleh polisi berdasarkan Title 15 U.S.C. §§ 41-58 FTC Act.
FTC adalah salah satu lembaga administrasi awal, sebagai bagian dari
diberlakukannya Clayton Act dan FTC Act. Kedua undang-undang ini melarang
praktik bisnis yang anti persaingan atau menghilangkan persaingan yang merugikan
konsumen, investor dan pelaku usaha secara umum.
Fungsi FTC adalah untuk melawan tindakan penipuan dan praktik perilaku
anti persaingan usaha. FTC memberlakukan Clayton Act dan FTC Act, serta sejumlah
undang-undang anti monopoli dan perlindungan konsumen lainnya.67
FTC terdiri dari lima komisaris, yang diangkat oleh Presiden, oleh dan dengan
nasihat dan persetujuan dari Senat. Tidak lebih dari tiga Komisaris menjadi anggota
dari partai politik yang sama. Para Komisaris yang diangkat pertama kali akan terus
65 Departement of Justice (DOJ), <www.uslf.practicallaw.com>, diakses 26 November 2012. 66 Ayuda D. Prayoga, et. Al, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, (Jakarta: Proyek ELips, 1999), hlm. 31. 67 Federal Trade Commission of Promotion of Export Trade and Prevention of Unfair Methods of Competition, Legal Information Institute, <www.law.cornell.ed>, diakses 27 November 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
28
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
menjabat dalam jangka masing-masing tiga, empat, lima, enam dan tujuh tahun,
mulai 26 September 1914, jangka waktu masing-masing akan ditunjuk oleh Presiden,
namun penerus mereka akan diangkat untuk jangka waktu tujuh tahun, kecuali orang
tersebut dipilih untuk mengisi lowongan hanya diangkat untuk jangka waktu yang
belum berakhir dari Komisaris yang akan digantikan. Setelah berakhirnya masa
jabatan tersebut, harus tetap melayani tugasnya sampai penerusnya telah diangkat dan
berkualitas.68
Presiden harus memilih seorang ketua dari keanggotaan Komisi. Komisaris
tidak boleh terlibat dalam usaha atau jabatan lainnya. Setiap Komisaris dapat dipecat
oleh Presiden karena inefisiensi, pengabaian tugas atau pelanggaran jabatan.
Kekosongan di Komisi tidak akan merugikan hak komisaris yang tersisa untuk
melaksanakan semua kekuasaan Komisi. Komisi harus memiliki segel resmi, yang
harus diperhatikan secara hukum.69
Visi dari FTC adalah sebuah perekonomian Amerika Serikat yang ditandai
oleh persangan yang kuat antara produsen dan konsumen untuk akses informasi yang
akurat, menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan harga rendah dan mendorong
efisiensi, inovasi dan pilihan konsumen.70
Misi dari FTC adalah untuk mencegah praktik bisnis yang anti persaingan
atau menipu atau tidak adil kepada konsumen, untuk meningkatkan pilihan informasi
kepada konsumen dan pemahaman public tentang proses yang kompetitif, dan untuk
mencapai semua ini tanpa harus membebani kegiatan usaha yang sah.71
Meskipun terdapat perbedaan mengenai efektivitas kebijakan antitrust dengan
para konsumen, pesaing dan pelaku usaha yang mendapatkan keuntungan dari
perekonomian yang kompetitif, kebijakan antitrust merupakan elemen penting dalam
68 Federal Trade Commission Established, <www.law.cornell.edu>, diakses 21 November 2012. 69 Ibid. 70 About the Federal Trade Commission, <www.ftc.gov>, diakses 21 November 2012. 71 Ibid
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
29
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
kebijakan public mengenai bisnis. FTC mendorong persaingan perdagangan yang
bebas dan adil dengan melakukan penyelidikan dan mencagah pelanggaran hukum.72
2.1.2 Kewenangan dan Fungsi Federal Trade Commission
Sejak berdirinya Federal Trade Commission (FTC) pada tahun 1914, komisi
ini telah melindungi para konsumen, investor dan juga pelaku usaha dari praktik anti
persaingan usaha, seperti monopoli, merger, penetapan harga, persekongkolan tender,
penipuan dan atau iklan yang menyesatkan dan klaim yang tidak berdasar. Komisi ini
penting untuk membantu menjalankan ekonomi Amerika Serikat agar berjalan lancar,
aman dan adil untuk para pelaku usaha, konsumen dan investor.
Pada awalnya, FTC dibebankan dengan tanggung jawab untuk mencegah atau
meredam monopoli dan untuk membawa gugatan hukum perdata terhadap
pelanggaran hukum. Monopoli menurut sifatnya adalah anti kompetitif, dan karena
itu berbahaya bagi kepentingan konsumen, investor, pelaku usaha dan perekonomian
pada umumnya.
Berdasarkan FTC Act, FTC berwenang, antara lain:73
1) Mencegah sistem persaingan yang tidak adil, dan tindakan tidak adil atau menipu
atau praktik yang mempengaruhi perdagangan;
2) Mencari ganti rugi dan bantuan lainnya atas tindakan yang merugikan konsumen;
3) Menjelaskan aturan perundang-undangan perdagangan dengan menjelaskan
praktik yang tidak adil atau penipuan, dan menetapkan persyaratan untuk
mencegah tindakan tersebut;
4) Melakukan investigasi berkaitan dengan organisasi, bisnis, praktik, dan
pengelolaan perusahaan yang bergerak di perdagangan;
5) Membuat laporan dan rekomendasi legislatif kepada Kongres.
72 Federal Trade Commission of Promotion of Export Trade and Prevention of Unfair Methods of Competition, Legal Information Institute, <www.law.cornell.ed>, diakses 27 November 2012. 73 Legal Resources –Statutes Relating to Both Missions, <www.ftc.gov>, diakses 27 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
30
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Setiap pelaku, kemitraan atau korporasi yang diharuskan oleh komisi untuk
berhenti dan menghentikan sistem persaingan yang digunakannya, dapat memperoleh
pertimbangan pemerintah melalui pengadilan banding Amerika Serikat, dalam setiap
daerah di mana sistem atau tindakan atau praktik persaingan tersebut dilaksanakan,
atau di mana pelaku, kemitraan atau korporasi tersebut tinggal atau menjalankan
usahanya, dalam waktu enam puluh hari sejak tanggal pelayangan perintah tersebut.
Komisi dapat merubah temuannya mengenai fakta-fakta, atau membuat temuan
baru, dengan alasan bukti tambahan, dan akan mengajukan perubahan atau temuan
baru, yang didukung oleh bukti dan rekomendasi final. Keputusan pengadilan bersifat
final, kecuali bahwa hal yang sama akan ditinjau kembali oleh Mahkamah Agung.74
Setiap pelaku, kemitraan atau korporasi yang melanggar perintah komisi yang
telah menjadi final, dan berlaku, didenda dan harus membayar hukuman perdata tidak
lebih dari $ 10.000 untuk setiap pelanggaran.75
Kedudukan FTC dipertegas dengan adanya penegasan di dalam FTC Act yang
menggambarkan penegasan peradilan terhadap kedudukan FTC sebagai lembaga
yang memiliki kewenangan khusus di bidang persaingan usaha.76 Biro Persaingan
FTC bekerja bersama-sama dengan Biro Ekonomi, memberlakukan antitrust law
untuk kepentingan para konsumen. Biro Persaingan diusulkan untuk memberikan
ulasan mengenai merger dan akuisisi serta peraktik bisnis lainnnya yang mungkin
anti persaingan, dan bila perlu menyerankan komisi melakukan penegakan hukum
untuk melindungi konsumen.77
Biro Persaingan FTC merupakan pembela hak-hak konsumen Amerika
dengan mendukung dan melindungi persaingan secara bebas dan kuat. Ada tiga biro
dari FTC, diantaranya adalah:78
a. Biro Perlindungan Konsumen;
74 §§ 45(c) Review of Order:Rehearing, FTC Act. 75 §§ 45(l) Review of Order:Rehearing, FTC Act. 76 Ningrum Natasya Sirait, et. Al (Ed), Peran Lembaga Peradilan dalam Menangani Perkara Persaingan Usaha, (Jakarta: Partnership for Business Competition, 2003), hlm. 61. 77 Competition Enforcement, <www.ftc.gov>, diakses 27 November 2012. 78 Marc Davis, History of the US FTC, <www.investopedia.com>, diakses 27 November 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
31
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Melindungi konsumen terhadap praktik bisnis menipu atau curang. Termasuk
mandat FTC adalah iklan yang sifatnya menipu dan produk dan/atau klaim
layanan palsu.
b. Biru Ekonomi;
Bekerja sesuai dengan Biro Persaingan untuk mempelajari efek ekonomi dari
inisiatif pembuatan undang-undang FTC dari hukum yang ada. Dalam hal
merger dan akuisisi, misalnya pemberitahuan merger yang berakibat dengan
perdagangan bebas atau harga monopoli yang memberikan dampak besar pada
perekonomian.
c. Biro Persaingan;
Menyelidiki dan mencoba pencegahan praktik bisnis anti persaingan, seperti
monopoli, penetapan harga dan pelanggaran peraturan serupa yang secara
negative dapat mempengaruhi persaingan usaha. Pelanggaran pidana pada hal
ini, ditangani oleh DOJ-AD yang bekerjasama dengan Biro Persaingan.
Kewenangan Biro Persaingan meliputi:79
1) Memberikan ulasan mengenai merger dan akuisisi, serta tantangan yang
akan mereka hadapi yaitu mengakibatkan harga yang lebih tinggi, pilihan
menjadi lebih sedikit atau kurangnya inovasi;
2) Berusaha untuk melawan perilaku anti persaingan usaha, termasuk
monopoli dan kartel;
3) Mendukung persaingan di dunia industri yang memberikan dampak baik
bagi konsumen, seperti perawatan kesehatan, perumahan, minyak dan
gas, tekhnologi dan barang sehari-hari;
4) Memberikan informasi dan menyelenggarakan konferensi dan lokakarya,
bagi konsumen, bisnis dan membuat kebijakan-kebijakan tentang isu-isu
persaingan dan analisis pasar.
Hukum menentukan bahwa FTC hanya bisa menangani pelanggaran Antitrust
Law secara perdata dan tidak memiliki juridiksi kriminal terhadap tindakan pidana
pelanggaran ketentuan Antitrust.80 79 Welcome to the Berau of Competition, <www.ftc.gov>, diakses 27 November 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
32
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Dalam hal penanganan kasus pelanggaran ketentuan persaingan dari sisi
pidana (criminal prosecutions) dilakukan oleh DOJ_AD. Dalam hal penanganan
secara perdata atas Antitrust DOJ-AD, organ ini memiliki kewenangan yang sama
dengan FTC. Untuk mencegah tumpang tindih dalam penanganan kasus; pelanggaran
Antitrust Law secara perdata, maka FTC dan DOJ-AD membagi juridiksi mereka atas
dasar jenis industri serta mengembangkan komunikasi intensif tentang penanganan
kasus-kasus pelanggaran ketentuan persaingan secara perdata.81 Untuk penanganan
kasus pelanggaran ketentuan persaingan dari sisi pidana (criminal prosecutions)
hanya dapat dilakukan oleh DOJ-AD, bukan oleh FTC, sehingga kemungkinan
tumpang tindih kewenangan dalam penegakan hukum persaingan secara pidana tidak
akan terjadi.
Dalam hubungannya mengenai penegakan hukum dan advokasi, FTC
memberikan panduan tentang penerapan undang-undang antitrust AS untuk
mendukung transparansi dan mendorong kepatuhan terhadap hukum. Sumber daya ini
membantu praktisi antitrust, pembuat kebijakan, bisnis, dan konsumen dengan
pertanyaan tentang antitrust law atau kebijakan persaingan. 82
Banyak dari dokumen panduan telah dikembangkan bersama DOJ-AD untuk
mempromosikan kebijakan persaingan yang sehat. Biro Persaingan telah
mengembangkan sumber daya tambahan untuk meningkatkan kepercayaan di pasar
melalui upaya pendidikan dan penjangkauan masyarakat yang diarahkan untuk
konsumen dan bisnis. Sumber daya pendidikan, termasuk Hitungan Persaingan dan
Pedoman Antitrust Law, menginformasikan konsumen mengenai bisnis yang serupa,
menjelaskan manfaat pasar kompetitif dan kerja Komisi untuk mendorong harga yang
80 Roger E. Meiners, Antitrust Enforcement and the Consumer, (Washington DC: US Department of Justice-Antitrust Division, 1998), hlm. 2. 81 Lukman Hakim, Sengketa Kewenangan Kelembagaan Negara dan Penataannya Dalam Kerangka Sistem Nasional, Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, hlm. 14, <www.widyagama.ac.id> , diakses 6 Januari 2013. 82 Competition Policy Guidance, <www.ftc.gov>, diakses 27 November.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
33
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
kompetitif, kualitas barang dan jasa yang lebih tinggi, dan memberikan pilihan yang
beragam melalui tindakan penegakannya.83
2.1.3 Kewenangan dan Fungsi Antitrust Division of the Departement of Justice
(DOJ-AD)
DOJ-AD berfungsi sebagai konsultan bagi warga Amerika Serikat. DOJ-AD
mewakili mereka dalam menegakkan hukum demi kepentingan umum. Melalui
ribuan jaksa, penyidik dan agen, Departemen memainkan peran kunci dalam
perlindungan terhadap penjahat dan subversi, untuk memastikan bahwa persaingan
sistem perdagangan berjalan dengan sehat.84
DOJ sendiri, didirikan oleh undang-undang pada tanggal 22 Juni 1870, dengan
Jaksa Agung sebagai kepala, sedangkan urusan dan kegiatan DOJ umumnya
dijalankan oleh Jaksa Agung. DOJ menuntut pelanggaran hukum federal dan
mewakili Pemerintah Amerika Serikat di pengadilan, jaksa mewakili hak dan
kepentingan rakyat Amerika, serta menegakkan hukum pidana dan perdata federal,
termasuk antitrust, hak sipil, lingkungan dan pajak; hakim imigrasi menjamin
pengadilan yang cepat bagi tahanan; agen khusus menyelidiki kejahatan terorganisir
dan kekerasan, obat-obatan terlarang, senjata dan pelanggaran bahan peledak; Deputi
Marshal melindungi peradilan federal, menangkap buronan dalam tahanan federal;
petugas pemasyarakatan menghukum pelaku pelanggaran dan menahan imigran
illegal. DOJ juga memberikan sokongan dana pelatihan untuk negara, daerah dan
mitra berbagai suku; untuk bersama-sama menjaga keamanan nasional, melawan
terorisme, mendukung intelejen dan operasi intelejen asing di bawah pengawas
otoritas tunggal.85
83 Ibid, diakses 27 November. 84 Robert Longley, About the US Department of Justice (DOJ), <www.usgovinfo.about.com>, diakses 18 Desember 2012. 85 US Department of Justice Overview, <www.justice.gov>, diakses 18 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
34
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Gambar 1.1: US Department and Justice86
Pada tahun 1933, di bawah pemerintahan Presiden Franklin D. Roosevelt dan
Jaksa Agung Homer S. Cummings, Divisi Antitrust (DOJ-AD) didirikan, dengan
menunjuk Harold M. Stephens sebagai Asisten Jaksa Agung pertama yang
bertanggung jawab atas Divisi Antitrust. Divisi ini menuntut pelanggaran tertentu dari
antitrust law dengan mengajukan tuntutan criminal yang dapat mengakibatkan denda
besar dan hukuman penjara.87
86 Ibid. 87 History of DOJ-AD, <www.justice.gov>, diakses 18 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
35
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Selain penegakan antitrust law, DOJ-AD juga bertindak sebagai advokat
untuk persaingan, berusaha untuk mendukung persaingan di sektor-sektor ekonomi
yang mungkin tunduk pada peraturan pemerintah. Sektor-sektor tersebut meliputi:88
Industri yang diatur secara federal, seperti komunikasi, perbankan, pertanian,
sekuritas, transportasi, energy dan perdagangan internasional;
Industri yang diatur oleh negara bagian atau lokal, seperti asuransi,
perumaham, perawatan, kesehatan, utilitas umum, lisensi professional dan
pekerjaan
Upaya advokasi Divisi meliputi partisipasi Cabang Executif dalam pembuatan
kebijakan tugas, persiapan pernyataan dalam segala tindakan legislatif, publikasi
laporan diatur dalam kinerja industri dan intervensi pada peraturan tindakan badan
pengawas.89
Kewenangan DOJ-AD diperkuat dengan disahkannya the Tunney Act pada
tahun 1974, yang secara formal dikenal sebagai Antitrust Procedures and Penalities
Act. The Tunney Act mewajibkan DOJ-AD untuk membuat pernyataan mengenai
dampak persaingan, menjelaskan, antara lain, perkara dan keringanan dalam
keputusan yang disetujui, mengevaluasi penyelesaian alternatif, dan mendiskusikan
solusi yang tesedia kepada pihak yang dirugikan
Pernyataan DOJ-AD harus diajukan bersama dengan keputusan persetujuan
yang diusulkan dan harus diterbitkan dalam Federal Register setidaknya enam puluh
hari sebelum keputusan tersebut menjadi final. DOJ-AD kemudian harus
mempertimbangkan komentar tertulis yang diajukan oleh masyarakat dan
mempublikasikan responnya ke dalam Federal Register setelah enam puluh hari.
Selanjutnya pengadilan mempertimbangkan apakah keputusan persetujuan tersebut
merupakan untuk kepentingan umum.90
88 Mission of DOJ-AD, Ibid. 89 Ibid. 90 15 U.S.C. §§ 16(b), 16 (e), dalam Jopseph G. Krauss, et. al., the Tunney Act: A House still Stand, hlm. 2, <www.americanbar.org>, diakses 18 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
36
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
2.1.4 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Amerika Serikat
Penyelesaian perkara kompetitsi di Amerika Serikat dapat dilihat dari
penyelesaian kasus-kasus antitrust di Amerika Serikat, salah satunya adalah kasus
FTC v. Standard Oil Co. of California, 449 U.S. 232 (1980). FTC mengeluarkan
keluhan terhadap Standard Oil dan beberapa perusahaan minyak bersar, yang
menyatakan bahwa FTC memiliki “anggapan” bahwa perusahaan tersebut melanggar
praktik persaingan tidak adil atau curang. Sementara penyelesaian pengaduan di
hadapan Hakim Hukum Administrasi masih tertunda, Standard Oil, setelah gagal
menarik pengeaduan tersebut, membawa tindakan ini ke Pengadilan Distrik Federal,
menyatakan bahwa FTC telah mengeluarkan keluhan tanpa harus “menganggap”
bahwa Standard Oil telah melanggar undang-undang dan meminta perintah yang
menyatakan keluhan merupakan perbuatan melangggar hukum dan mengharuskan
untuk ditarik. Tindakan tersebut ditolak oleh Pengadilan Dsitrik. Pengadilan Banding
memutar balikan dengan berpendapat bahwa Pengadilan Distrik dapat menanyakan
apakah FTC telah membuat penetapan yang menganggap Standard Oil telah
melanggar undang-undang dan pengeluaran keluhan merupakan tindakan lembaga
final di bawah §10 (c) dari the Administrative Procedure Act (APA).91
Dalam kasus di atas, FTC hanya sebagai pemberi opini terhadap suatu
tindakan yang diindikasikan melanggar antitrust law, bukan sebagai pengadilan yang
memutuskan perkara tersebut. Sistematika penyelesaian perkara persaingan usaha di
Amerika Serikat tidak melalui FTC. Proses perkara persaingan ini melalui Pengadilan
Distrik, kemudian apabila belum merasa adil, dapat diteruskan ke Pengadilan
Banding, dan terakhir dapat diajukan ke Mahkamah Agung Amerika Serikat. FTC
hanya sebagai penyelidik dan mencoba melakukan pencegahan praktik bisnis anti
persaingan, seperti monopoli, jual-rugi dan pelanggaran peraturan serupa yang secara
negative dapat mempengaruhi persaingan usaha.
91 FTC v. Standard Oil Co. of California, <www.supreme.justica.com>, diakses 4 Januari 2013.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
37
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
2.2 Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Australia
2.2.1 Competition and Consumer Act 2010
Sebelum tahun 1906 tidak ada undang-undang di Australia yang mengatur
khusus mengenai persaingan usaha, walaupun setidaknya ada tiga bentuk serangan
terhadap perilaku anti persaingan yang dilihat dari hukum adat. Serangan ini terdiri
dari monopoli, pembatasan dari doktrin perdagangan dan persekongkolan dini.
Namun, pada abad ke-20, dampak dari hukum adat yang dimiliki daerah ini telah
pudar karena penafsiran yang semakin luas atas kata “kewajaran”, di mana
pembatasan tersebut diperbolehkan asalkan pembatasan pada pihak secara “wajar”.92
Undang-undang persaingan usaha pertama Australia muncul dengan nama
Australia Industries Pelestarian Act (1906) (AIPA). Ini sangat dipengaruhi oleh
Sherman Act, bahasa dan larangan nyatanya serupa.93 Pada Bab 4 dan 7 melarang
monopoli dan trust yang berkaitan dengan perdagangan atau perdagangan dengan
negara lain dan antar negara-negara di Australia, sedangkan bagian penggabungan
dilarang apabila terlibat membatasi perdagangan dengan perusahaan asing atau
perdangangan, memperdagangkan atau perusahaan yang didirikan di Australia.
AIPA mengalami pukulan pada tahun 1913, Privy Council di Inggris (yang
mampu mengadili banding terhadap keputusan Pengadilan Tinggi Australia)
menyatakan bahwa pelanggaran hanya dapat dikatakan berdasarkan undang-undang
ketika pelaku memiliki maksud yang spesifik untuk merugikan masyarakat.
Menangkap dari keputusan utama ini bahwa AIPA sebagian besar tidak
mampu ditegakan kecuali terhadap pelanggaran antar negara yang relative kecil.
Banyak perubahan yang telah dibuat selama bertahun-tahun, masing-masing berusaha
92 Clarke and Corones, Competition Law and Policy: Cases and Materials, (South Melbourne: Oxford University Press, 2005), hlm. 1. 93 A.I. Tonking dan R. Baxt, Australian Trade Practice Reporter, (Sydney: CCH, 2005), hlm. 150.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
38
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
untuk meningkatkan keberhasilannya, tapi ini semua tidak efektif dan undang-undang
ini dicabut pada tahun 1965 setelah relative tidak efektif.94
Dalam kepatuhan kepada Kabinet, Maret 1962, Jaksa Agung Commonwealth,
Sir Garfield Barwick mengatakan bahwa ia yakin bahwa terdapat sejumlah hal
penting yang membatasi praktik perdagangan yang terjadi di Australia. Praktik-
prakitk yang dianggap paling merusak kegiatan perdagangan adalah:95
a) Jual-rugi;
b) Kartel;
c) Tying;
d) Pembagian khusus;
e) Diskriminasi harga;
f) Fixed pricing; dan
g) Kolusi tender.
Pada tahun 1965, Pemerintah Australia mengesahkan Restrictive Trade
Practice Act 1965 (‘the 1965 Act’) dan dengan demikian sesuai dengan Pembukaan
Undang-Undang itu adalah untuk menjaga persaingan di dalam perdagangan
Australia dan perdangan yang dibutuhkan untuk kepentingan umum.96
Dalam pelaksanaan dan tinjauannya, 1965 Act tidak efisien dan sulit karena
prosedur yang panjang, mahal dan terlalu terfokus, contohnya adalah keuangan pada
akhir tahun 1972-1973, pendaftaran memuat 12.360 perjanjian yang diurus oleh
Komisaris Trade Practice, hanya sekitar 193 perjanjian yang telah didaftarkan
setahun sebelumnya.97 Sementara Komisaris telah melakukan semua dengan
kekuasaannya untuk mengurangi jumlah perjanjian terdaftar, dengan bernegosiasi
94 David K. Round, et.al., Australasian Competition Law: History, Harmonisation, Issues and Lessons, <www.cepr.org>, diakses 2 Desember 2012. 95 H. Spier, Submission to 2002 review of the Trade Practices Act 1974, attachment B, <http://www.tpareview.treasury.gov.au/submissions.asp> , diakses 2 Desember 2012. 96 Ibid , diakses 2 Desember 2012. 97 Australia, Senate 1973, Debates, 27 September, dalam Ibid , diakses 2 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
39
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
dengan perusahaan-perusahaan untuk mengubah hal-hal yang merugikan
masyarakat.98
Tingkat pengagguran rendah dalam 20 tahun, suku bunga tetap pada tingkat
terendah dalam lebih dari 30 tahun terkahir, dipacu oleh inovasi dalam komunikasi,
jasa keuangan dan informasi berbasis tekhnologi perusahaan Australia bersaing
sukses melawan seluruh dunia.99 Faktor kunci pada kesuksesan ini ada pada Trade
Practice Act 1974 (TPA) yang membuat perekonomian Australia lebih terbuka dan
kompetitif.
Tujuan dari TPA adalah untuk meningkatkan kesejahteraan Australia melalui
dujungan terhadap persaingan, perdagangan yang adil dan perlindungan terhadap
konsumen (Bab 2 TPA), yang secara khusus terfokus pada:100
a. Harga yang adil;
b. Penyalahgunaan kekuatan pasar; dan
c. Pelanggaran hak-hak konsumen
Untuk mengawasi dan melindungi prilaku anti persaingan pasar, TPA
mendirikan suatu komisi yang mendorong praktik persiangan dan perdaganan yang
adil demi menguntungkan pelaku usaha, konsumen dan masyarakat, yang bernama
Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) di tahun 1995.
Tanggung jawab utamanya adalah untuk memastikan bahwa praktik perdagangan
berjalan sesuai dengan persaingan Commonwealth perdagangan yang adil dan hukum
perlindungan konsumen.101
Pada tahun 2010, TPA yang mengatur perilaku kompetitif dan konsumen
bisnis di Australia selama lebih dari 36 tahun digantikan dengan Competition and
Consumer Act 2010 (CCA). Perubahan berarti yang dibawa oleh CCA adalah akan
memaksa organiasasi dan individu yang melakukan kegiatan usaha di Australia untuk
98 H. Spier, Submission to 2002 review of the Trade Practices Act 1974, attachment B, <http://www.tpareview.treasury.gov.au/submissions.asp> , diakses 2 Desember 2012. 99 Graeme Samuel, The Practice Act-the First 30 years, ACCC Update, Desember 16th, 2004, hlm. 3. 100 The ACCC and the Trade Practice Act, <www.news.csu.edu.au>, diakses 3 Desember 2012. 101 What We do, <www.accc.gov.au>, diakses 3 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
40
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
membiasakan diri dan mematuhi sejumlah ketentuan baru, serta perintah baru dan
penataan kembali yang sebelumnya terdapat pada TPA.
Inti ketentuan hukum persaingan Australia tercantum dalam Bab IV CCA.
Berikut ini merupakan gambaran singkat tentang unsure-unsur inti dari ACCC,
diantaranya adalah:102
a. Kartel;
Kartel dilarang oleh Bab IV Bagian 1 dari ACC. Hal ini dilarang secara perdata
dan merupakan tindak pidana. Ketentuan lama mengenai penetapan harga pada ayat
45A telah dicabut, ketentuan ini diganti dengan Pasal 44ZZRD yang meliputi empat
bentuk kegiatan yaitu penetapan harga, pembagian pasarm pembatasan output dan
persekongkolan tender. Perilaku ini dilarang ketika dilakukan atau dapat memberikan
dampak terhadap “kontrak, perjanjian atau rencana yang melibatkan dua pihak atau
lebih.
Dalam kaitannya dengan penetapan harga, ketentuan tersebut harus memiliki
“tujuan dan efek” dari penetapan harga. Apabila ditemukan adanya pelanggaran
terhadap kartelm hukuman pidana hingga $ 220.000 per pelanggaran atau sampai
dengan 100 tahun penjara. Hukuman perdata untuk praktik kartel sama dengan
pelanggaran-pelanggaran lain yang terdapat pada Bab IV.
a. Trust
Pasal 45 CCA melarang perjanjian, pengaturan atau kesepakatan yang
mengadung tujuan, dampak atau dampak yang memungkinkan mengurangi
persaingan.
b. Boikot
Selain melarang perjanjian anti persangan, Pasal 45 melarang ketentuan eksklusif
(boikot).
c. Penyalahgunaan Kekuasaan Pasar
Pasal 46 ayat (1) melarang pelaku usaha mengambil keuntungan dari kekuataan
pasar yang besar dengan tujuan untuk praktik anti persaingan.
102 Australian Competition Law Overview, <www.australiancompetitionlaw>, diakses 3 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
41
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Pasal 46 ayat (1AA) memperkenalkan secara khusus mengenai jual-rugi.
Berdasarkan ketentuan ini, jual-rugi dilarang pada sebuah perusahaan yang memiliki
pangsa pasar yang besar untuk memasok barang dan/atau jasa di bawah harga pasar
untuk jangka waktu tertentu yang bertejuan untuk perilaku anti persaingan.
d. Perjanjian Tertutup
Pasal 47 CCA melarang berbagai bentu perjanjian tertutup. Secara umum,
terdapat dua kenis praktik anti persaingan dalam transaksi vertical, yaitu:
(1) Pasokan bersyarat terhadap barang atau jasa;
(2) Menolak untuk memasok dengan alsan tertentu (misalnya, pembeli
menyetujui pasokan bersyarat).
Sebagian besar bentuk perjanjian tertutup hanya dapat ditangkap apabila dapat
dibuktikan bahwa secara besar menguragi praktik persaingan (Pasal 47 ayat (10)).
e. Merger
Merger di larang apabila dapat dibuktikan bahwa memberikan dampak atau
kemungkinan terhadap persaingan usaha secara besar (Pasal 50 CCA).
2.2.2 Kewenangan dan Fungsi Australia Competition and Consumer
Commission (ACCC)
ACCC merupakan lembaga persaingan dan perlindungan konsumen di
Australia. Ini merupakan otoritas independen pemerintah yang wajib melayani
kepentingan masyarakat. Sebagian besar tugas ACCC berdasarkan TPA yang
bertujuan untuk meningkatakan kesejahteraan warga Australia dengan:103
a. Mendorong persaingan antar pelaku usaha;
b. Mendorong perdagangan yang adil oleh pelaku usaha;
c. Memberikan perlindungan bagi hubungan antara konsumen dengan pelaku
usaha.
103 Section 87B of the Trade Practice Act, 2009, hlm. 3, <www.accc.gpv.au>, diakses 3 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
42
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Berdasarkan penegakan TPA, tujuan utama ACCC adalah sebagai berikut:104
1. Menghentikan tindakan melawan hukum;
2. Mencegah perilaku yang menyinggung masa depan;
3. Membatalkan kerugian yang disebabkan oleh perilaku yang bertentangan
(misalnya dengan iklan perbaikan atau ganti rugi terhadap konsumen dan
pelaku usaha yang terkena dampak);
4. Mendorong penggungaan sistegm kepatuhan yang efektif;
5. Jika perlu, menghukum kesalahan dengan pengenaan hukuman atau denda.
Dalam hal pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan perbuatan anti
persaingan, pembatasan perdagangan (restrictive trade practice) dan kebijakan harga
(pricing policy), ACCC bertanggung jawab pada Menteri Keuangan. Namun dalam
hal-hal yang terkait dengan perlindungan terhadap konsumen, ACCC bertanggung
jawab pada Menteri Perindustrian, teknologi, dan urusan Pariwisata. Struktur,
wewenang, dan fungsi ACCC.105
Berdasarkan ketentuan Bagian VIIA TPA, ACCC memiliki wewenang untuk:
1. Melakukan pengawasan harga (sesuai dengan penjelasan undang-undang);
Berdasarkan Ketentuan bagia VIIA mengenai pengawasan harga, sebuah
perusahaan yang telah ”dilaporkan” dalam kaitannya dengan barang dan/atau jasa
tertentu tidak bisa meningkatkan harga barang dan/atau jasa yang dijualnya, tanpa
terlebih dahulu memberitahukan ACCC. Obyek dari bagian ini adalah pengawasan
terhadap harga, dengan menggunakan pengawasan pasar, pendapat menteri, tekanan
persangan yang tidak cukup untuk mencapai harga yang tepat dan melindungi
konsumen.106
Pembeitahuan merupakan inti dari fungsi pengawasan harga oleh ACCC. Dalam
ketentuan pemberitahuan harga, pelaku yang dilaporkan harus memberitahu ACCC
akan kenaikan harga jika harga yang diusulkan lebih tinggi dari tingkat harga operasi,
104 Ibid, diakses 3 Desember 2012. 105 Bab 2 Pasal 6-29 Trade Practice Act. 106 Section 95E Trade Practice Act.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
43
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
12 bulan sebelumnya. Kesalahan perusahaan yang dilaporkan dinyatakan dengan
pemberitahuan pelanggaran mengenai barang dan/atau jasa yang menimbulkan
pelanggaran terhadap undang-undang dan pelaku dapat dikenakan denda. Dalam
Bagian VIIA , ACCC harus menilai pemberitahuan harga oleh perusahaan yang
dilaporkan untuk menyatakan bahwa barang dan/atau jasa sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan dalam undang-undang, termasuk harus untuk:107
Mempertahankan investasi dan lapangan kerja, termasuk pengaruh dari
profitabilitas investasi dan pekerjaaan;
Mencegah orang atau perusahaan yang berada dalam posisi tinggi untuk
secara substansial mempengaruhi pasar atas barang dan/atau jasa dengan
mengambil keuntungan dari kekuatan tersebut untuk menetapkan hara;
Mencegah kenaikan biaya yang timbul dari kenaikan upah dan perubahan
konsisi kerja, yang relevan dengan prinsip yang ditetapkan oleh pengadilan
industrial.
2. Memantau harga pasar, dengan pendapat mentri terkait, keadaan tertentu
memerlukannya
Pemantauan berhubungan dengan penyediaan barang dan/atau jasa dalam
industri tertentu atau penyediaan barang dan/atau jasa oleh orang tertentu. Wewenang
atas pemantauan harga berdasarkan Bagian VIIA memungkinkan ACCC
mendapatkan informasi dan dokumen yang relevan dan akan ada hukuman jika tidak
diberikan.
3. Menyelidiki dugaan pelanggaran dari undang-undang yang berpotensi
memerlukan penegakan hukum ataas pelanggaran undang-undang.
ACCC memiliki kewenangan untuk memanggil dan memeriksa saks-saksi untuk
mendapatkan dokumen, mendapatkan bukti secara pribadi dan mewajibkan pelaku
untuk memberikan informasi secaar tertulis. Apabila orang-orang tersebut tidak dapat
107 Section 95G (7) Trade Practice Act.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
44
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
bekerjasama selama penyidikan atau semacam itu, dapat dianggap melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang dan dimungkinkan dikenakan denda.108
2.2.3 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Australia
Penegakan hukum persaingan usaha oleh ACCC dapat dinilai dari
pelaksanaan tugas dan kewenangan dalam penanganan penyelesaian kasus-kasus
antitrust di Australia, salah satunya adalah kasus ACCC v. April International
Marketing Service Australia Ltd. Asia Pulp & Paper Company Ltd. (Singapura) dan
PT. Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. (Indonesia), di antara tahun 2000 sampai 2004,
mengadakan perjanjian dengan pesaing untuk memberi pasokan kertas potong
uncoated woodfree folio (UWF) kepada konsumen di Australia yang berisi ketentuan
dengan tujuan dan dampak kemungkinan adanya penetapan, pengendalian atau
mempertahankan harga rata-rata per ton di mana mereka akan memasok kertas UWF
kepada konsumen di Australia dan berpengaruh terhadap ketentuan-ketentuan
pasokan harga kertas UWF di Australia. Ini bertentangan dengan Pasal 45a dan pasal
45b Competition and Consumer Act 2010.
Perintah-perintah yang telah dikeluarkan oleh ACCC atas kasus berikut
adalah:
1. Perusahaan dapat dibatasi dalam waktu lima tahun untuk membuat kontrak
atau perencanaan atau persetujuan apapun dengan satu atau lebih pesaing
penyedia kertas UWF untuk konsumen di UWF, yang memuat ketentuan
tujuan, dampak atau kemungkinan dampak atas penetapan, pengendalian atau
mempertahankan harga di mana para pihak dalam kontrak, perjanjian atau
persetujuan, atau perusahaan terkait atau agen, yang akan memasok kertas
UWF untuk konsumen di Australia (kontrak lain yang dibuat langsung dengan
pesaing yang merupakan pelanggan atau agen dari responden);
2. Bahwa Asia Pulp & Paper Company Ltd. (Singapura) harus membayar uang
sebesar $ 3.400.000; 108 Part VIIA, division 3, subdivision C Trade Practice Act.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
45
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
3. Bahwa PT. Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. (Indonesia) harus membayar uang
denda sebesar $ 800.000;
4. Bahwa perusahaan-perusaah tersebut juga harus membayar kontribusi kepada
pemohon sebesar $ 300.000.
Terhadap putusan KPPU yang dapat diajukan keberatan ke Pengadilan
Negeri, kemudian putusan tersebut dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Di
Australia, putusan ACCC dapat langsung dimintakan banding ke the Australian
Competition Tribunal. Selain itu, keputusan ACCC dapat direview oleh
Commonwealth Administrative Law Principles.109
Apabila dari hasil penelitian dan penyelidikan dapat disimpulkan bahwa
memang ada indikasi pelanggaran, ACCC akan memutuskan adanya pelanggaran dan
memberitahukannya kepada pelaku usaha melalui surat. Dalam surat tersebut
disebutkan tindakan yang harus dilakukan oleh pelaku usaha dan batas waktu harus
dipenuhinya perintah tersebut. Jika pelaku usaha tidak mengajukan banding ke the
Australian Competition Tribunal dan tidak mengindahkan perintah tersebut, ACCC
dapat memulai proses litigasi di Federal Court of Australia. Putusan dari Federal
Court ini dapat dimintakan banding ke Full Court of the Federal Court. Putusan dari
Full of the Federal Court dapat dimintakan kasasi ke High Court of Australia.110
2.3 Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Perancis
2.3.1 Undang-Undang Persaingan Usaha Perancis
Tahap transformasi ekonomi Perancis ditandai dengan perubahan terhadap
pengawasan ekonomi yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah, menjadi
bergantung pada pasar. Pemerintah telah seluruhnya atau sebagian besar
memprivatisasi perusahaan dari berbagai sector, seperti perbankan dan asuransi,
mengendalikan saham perusahaan yang listed, sperti Air France, France Telcom,
Renault dan Thales. Pemerintah juga dominan di beberapa sector lainnya, terutama di
109 Roles and Activities, The Australian Competition and Consumer Commission, <www.accc.gov.au>, diakses 3 Desember 2012. 110 Ibid.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
46
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
bidang pembangkit listrik, transportasi umum dan industry. Sektor telekomunikasi
secara bertahap dibuka untuk persaingan.111
Landasan awal ditetapkannya hukum persaingan adalah untuk mengendalikan
kartel selama Revolusi. The Le Chapelier Law 1791 mengandung ketentuan yang
melarang anggota himpunan pasar yang sama untuk berkumpul dengan tujuan atas
“kepentingan bersama” mereka. Pada tahun 1980, Penal Code melarang setiap
tindakan manipulasi harga yang dapat menghambat persaingan bebas. Ini dilarang
berdasarkan Pasal 419, dan berlaku sampai awal abad ke-19, mengikuti Pengadilan
Perancis.112
Undang-undang ini kemudian diubah di tahun 1926 dengan menggabungkan
ketentuan atas larangan Pasal 419. Pada World Economic Conference di tahun 1927,
Delegasi Perancis menyampaikan rencana pengendalian kartel, akhirnya pada waktu
itu Perancis tidak mengadopsi undang-undang persaingan tersebut. Sebuah Ordonansi
dibentuk pada tahun 1945 yang mengangap penolakan atas pembagiam diskriminasi
harga dan beberapa praktik lainnya adalah pelanggaran hukum. Parlemen berusaha
untuk meloloskan Undang-Undang Persaingan pada tahun 1953, namun gagal
disepakati. Sebaliknya, pemerintah mengeluarkan dekrit untuk melaksanakan
Ordinansi 1945. Keputusan ini berlaku hanya untuk tindakan bersama, bukan untuk
perusahaan tunggal.113
Pada tahun 1986, pemerintahan baru Perancis terpilih di bawah Perdana
Menteri Jacques Chirac yang mengatur pengahpusan Ordonansi 1945 yang
memungkinkan pemerintah untuk mengendalikan harga dan mengubah ulang hukum
persaingan usaha.114
Ordonansi 1986 melarang beberapa praktik yang dapat menghalangi
persaingan usaha, yaitu kartel dan persekongkolan yang dilarang dalam Pasal 7.
Perilaku posisi dominan diatur dalam paragraf pertama dan penyalahgunaan
kekuasaan untuk bernegosiasi dilarang oleh paragraf kedua dari Pasal 8. Pasal 10
111 François Souty, France, (South France: CUTS International, 2006), hlm. 378. 112 Ibid. 113 Ibid. 114 Frédéric Jenny, France: 1987-1994, hlm. 87, <www.piie.com>, diakses 4 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
47
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
memberikan dua jenis pengecualian terhadap praktik anti persaingan, yaitu
pengecualian hukum ketika hukum menentukan praktik anti persaingan, dan
pengecualian ekonomi ketika pelaku dapat menunukkan bahwa praktik-praktik
tersebut menyebabkan kemajuan ekonomi yang tidak mungkin diperoleh apabila
tidak dilakukan dan memberikan manfaat kepada konsumen.115
Meskipun pada prinsipnya praktik-praktik tersebut dilarang, kecuali pada
perusahaan yang memenuhi syarat pengecualian hukum atau ekonomi. Pengecualian
hukum selanjutnya berlaku ketika hukum penetapkan praktik anti persaingan di
bidang sector pertanian, misalnya beberapa professional melakukan perjanjian yang
mengenakan kuota atau membatasi harga untuk tanaman tertentu apabila telah
disetujui oleh Menteri Pertanian Perancis atau Komisi Uni Eropa.116
Selain itu, hak untuk meyerahkan kasus ke dewan, sebelumnya hanya
terbuka bagi menteri ekonomi, organisasi perdagangan, organisasi konsumen tertentu,
dan pemerintah daerah, diperpanjang sampai perusahaan. Hukum mengenai tindakan
anti persaingan dan penyalahgunaan posisi dominan mengalami perubahan tidak
begitu besar pada Ordonansi 1986. Selain itu juga muncul beberapa ketentuan dalam
melihat hukum pada praktik anti persiangan.117
Peran utama dalam menegakkan ketentuan antitrust dari peraturan baru ini
adalah mempercayakan kepada otoritas administrasi independen, yaitu le Conceil de
la Concurrence, atau Dewan Persaingan. Dewan ini terdiri dari 16 anggota, yang
sebagian besar dari sipil maupun hakim hukum administrasi, meskipun beberapa
anggota lain memiliki keahlian di bidang usaha.118
Penting untuk dicatat bahwa hukum telah banyak berubah mengenai
pembatasan perdagangan. Terdapat empat tipe pembatasan perdaganan yang dilarang
dalam Ordonansi 1945, yaitu diskriminasi harga, RPM, jual rugi dan refusal to deal.
Dua dari larangan ini, refusal to deal dan diskriminasi harga telah dihapuskan oleh 115 Frédéric Jenny, Media Under French Competition Law, Fordham International Law Journal, Volume 21, Issue 3, 1997, hlm. 679. 116 Frédéric Jenny, loc.cit, diakses 4 Desember 2012. 117 Ibid, hlm. 87 , diakses 4 Desember 2012. 118 Ibid, diakses 4 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
48
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Ordonansi 1986. Diskriminasi harga dianggap memiliki dampak terhadap kegiatan
persaingan. Pemerintah juga menetapkan larangan perihal tentang refusal to deal
berdasarkan Ordonansi 1986 dan ini dianggap penting unutk pengecer tradisional,
atas penolakan untuk menjual dengan skala besar, pengecer dengan margin kecil
tidak lagi penting.119
Tahun 2001, hukum persaingan Perancis secara lengkap disajikan dan
dikodifikasikan kembali dalam Nouvelles Régulations Économiques (RNE). RNE
memperbaharui proses penyelidikan dan keputusan dan memberikan pemberitahuan
penambahan atas persyaratan premerger, sanksi yang lebih kuat dan ketentuan yang
dapat meringankan hukuman. Dalam perhatian tehadap subjek hukum anti
persaingan, baik secara tertulis maupun dalam praktik penegakan, khususnya pada
Direction Générale de la Concurrence, de la Consummation on et da la Répression
des Fraudes (DGCCRF) mengungkapkan pentingnya konsep dari yurisprudensi
tradisional Perancis atas persaingan tidak sehat.
Perubahan Hukum Persaingan Perancis didorong dan dimediasi oleh hukum
persiangan yang menyerukan untuk memikirkan ulang mengenai sturktur Hukum
Perancis. Perubahan telah diminta tidak hanya oleh UE karena mutu hukum
persiangan mengenai negara dan bantuan terhadap pelayanan public, tetapi juga
keputusan-keputusan oleh Conseil di bawah huukum Perancis
Pada tanggal 2 Maret 2009, otoritas persaingan Perancis yang baru telah resmi
melaksanakan funginya sebagai pengatur, memberlakukan undang-undang baru
mengenai persaingan. Ini merupakan kelembagaan baru dan hasil dari kerangka
undang-undang berdasarkan modernisasi ekonomi tanggal 4 Agustus 2008 (LME)
dan Peraturan 13 November 2008 mengenai modernisasi peraturan persaingan.
Peraturan baru ini merupakan bagian dari kecenderungan menuju pembaharuan atas
Hukum Persaingan Perancis yang dimulai pada tahun 2001 yang dipengaruhi oleh
hukum European Commission (EC). Reformasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan
119 Ibid, hlm. 91, diakses 4 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
49
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
efisiensi hukum persangan Perancis, terutama melalui pembentuan Authority
Competition. 120
Garis besar hukum Perancis adalah mengikuti contoh dari Uni Eropa (UE) dan
prinsip-prinsip tentang perjanjian pembatasan, perusahaan yang dominan, merger,
dan kegiatan anti persaingan lainnya. Krieria untuk pengecualian diterapkan secara
langsung, tanpa persyaratan atau ketentuan untuk meminta persetujuan. Jadi, Perancis
telah menggunakan sistem yang sama untuk menerapkan hukumnya dengan sistem
penegakan hukum di UE. Di Perancis, menyeimbangkan manfaat ekonomi dapat
menyebabkan pengecualian atas larangan terhadap doinasi. Hukum Perancis meliputi
peninggalan istimewa untuk Commercial Code mengenai anti persaingan dan
pengawasan merger, serta berisi kewenangan untuk mengendalikan harga dan segala
praktik anti persaingan.121
2.3.2 Kewenangan dan Fungsi Autorité de la Concurrence (Komisi Persaingan
Usaha Perancis)
Kebijakan mengenai persaingan di Perancis sangat kompeks, maka
dibentuklah suatu lembaga pembuat keputusan persaingan independen yang bekerja
sama dengan pemerintah di Perancis, yang bernama le Conceil de la Concurrence (le
Counceil). Le Concei) memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan sebagai
bentuk penegakan dari kegiatan persaingan usaha. Lembaga ini merupakan lembaga
quasi-yudisial, penerus dari le Conceil, yang dibentuk tahun 1977, menggantikan
Conceil Technique des Entetes, yang dibentuk tahun 1953. Le Conceil memiliki
kewenangan untuk mengeluarkan putusan dan mengenakan denda setelah pengadilan
melakukan pemeriksaan.
Selain itu, Direktorat Persaingan dan Konsumen di Departemen Ekonomi,
Keuangan dan indsutri juga bertanggung jawab atas penerapan kebijakan persaingan.
Kedua lembaga ini mungkin menjadi sumber sinergi, tetapi juga memiliki risiko
120 Clearly Gottlieb Steen & Hamilton LLP, The New French Competition Authority and Competition Law Regime, March 30st 2009, hlm. 1, <www.csgh.com>, diakses 4 Desember 2012. 121 OECD Reviews of Regulatory Reform Review of France, October 2003, hlm. 6, <www.oecd.org>, diakses 4 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
50
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
gesekan. Beberapa aspek struktur yang bermasalah, seperti komisi independen dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sankso, memiliki sedikit kehati-hatian
dalam mengatasi sejumlah kasus yang mungkin menyebabkan keterlambatan dalam
mencapai keputusan akhir.122
Akibat modernisasi ekonomi di tahun 2008, komisi atas kewenangan
persaingan le Conceil berganti menjadi Autorité de la Concurrence (Autorité).
Perubahan ini menunjukkan tekad politik yang kuat yaitu untuk memberikan
kekuatan kepada suatu lembaga dengan kekuasaan dan sarana dengan harapan dapat
meningkatkan efisiensi untuk kepentingan bisnis dan konsumen. Perubahan ini
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi persaingan Perancis terutama dalam
pembentukan Autorité. Ketentuan utamanya adalah, sebagai berikut:123
1. Memperluas kekuasaan dan cara untuk Otoritas Kompetisi baru;
2. Mengalihkan yuridiksi atas control merger dari Kementrian Ekonomi kepada
Otoritas Kompetisi;
3. Memperkuat kekuasaan penyelidikan, terutama oleh penyelidik untuk
memungkinkan mengajukan pertanyaan yang tidak terbatas atas permintaan
penjelasan nyata.
Autorité memiliki kewenangan yang merupakan gabungan dari kewenangan
DGCCRF dan le Conseil. Penggabungan ini memberikan manfaat dalam hal kualitas,
efisiensi dan efektivitas sealam fase penyelidikan dan analisis perkara. Autorité juga
memiliki kewenangan untuk memberikan pendapat atas setiap isu persaingan dan
merumuskan rekomendasi kepada Pemerintah dalam rangka meningkatkan “fungsi
kompetitif pasar”.124
Seperti di negara-negara Eropa lainnya, otoritas kompetisi Perancis akan
dijalankan secara modern dan konsolidasi dalam melaksanakan semua praktik 122 Bruno Lasseree, The New French Competition Law Enforcement Regime, Competition Law International, October 2009, hlm. 16. 123 Clearly Gottlieb Steen & Hamilton, Opcit, hlm. 1. 124 Reform of The French Competition Regulatory System: the Conseil de la Concurrence becomes the Autorité de la Concurrence (Competition Authority), <www.autoritedelaconcurrence.fr>, diakses 6 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
51
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
peraturan-peraturan persangan usaha, diantaranya penyelidikan, praktik antitrust,
pengendalian merger, publikasi opini dan rekomendasi. Reformasi telah memberikan
kekuasaan kepada Autorité untuk bertindak sebagai “advocate kompetisi”, yang dapat
dianggap tepat untuk mengungkapkan pendapat dari sudut pandang seorang ahli
kompetisi. Selain itu juga dapat berkontribusi menyusun udang-undang atau
merekomendasikan langkah-langkah atau tindakan dalam rangka meningkatkan
fungsi kompetitif pasar. 125
Kemungkinan yang sangat penting adalah Autorité dapat mengembangkan
pengetahuan persaingan dalam rangkan mendidik masyarakat dan pelaku ekonomi
tentang pentingnya kompetisi. Oleh karena itu, Autorité berada dalam kedudukan
untuk memberi nasihat dan memperingatkan, selain tugas represif yang terus
dilaksanakannya.126
Apabila dibandingkan dengan kewenangan KPPU dengan Autorité jelas
berbeda. Autorité bukan merupakan pengadilan yang dapat memutuskan perkara.
Autorité hanya memberika opini dan rekomendasi kepada para pihak yang
bersengketa yang kemudian diteruskan kepada lembaga lain yang memiliki
kewenangan dalam hal memutus perkara. Berdasarkan hal ini Autorité menjadi
lembaga “kokoh” dalam melaksanakan kewenangannya demi mengawasi jalannya
kegiatan persaingan usaha di Perancis.
2.3.2 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Perancis
Banyak kasus yang dilaporkan oleh beberapa penggugat yang bertindak
karena kerugian langsung kepada Pengadilan Perancis, dalam perkara pelanggaran
atas praktik anti persaingan yang diatur dalam peraturan persaingan EC. Seringkali
penggugat lebih memilih untuk mengajukan klaim pertama kepada Autoritié dalam
rangka atas dugaan harus dibuktikan dan dinyatakan melanggar hukum, kemudian
125 Ibid, diakses 6 Desember 2012. 126 Ibid, diakses 6 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
52
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
dilanjutkan dengan penuntutan ganti rugi ke pengadilan berdsarkan keputusan
Autoritié.127
Hukum Persaingan Perancis membedakan antara dua jenis pelaksanaan
praktik persaingan (ìpratiques anticoncurrentiellesî. Article 420-1 to Artcle L. 420-5
of the French Commercial Code 1, equivalent to Article 81 and 82 EC) dan praktik
pembatasan (ìpratiques restrictivesî. Article L.442-1 et. Seq. Commercial Code).
Tidak ada perbedaan mendasar antara tindakan ganti rugi atas pelanggaran hukum
persaingan EC dan tindakan atas dua jenis praktik yang didefinisikan dalam hukum
nasional.128
Sistem yuridiksi Perancis terdiri dari Pengadilan Perdata, mencakup
Pengadilan Sipil dan Komersial; Pengadilan Pidana; dan Pengadilan Administratif.
Ketiga pengadilan ini dapat melaksanakan kompetensinya baik ketika obyek
utamanya merupakan pelanggaran hukum persaingan, maupun sebagai obyek
sekunder.129
Pengadilan Komersial Perancis merupakan pengadilan Perancis yang
memiliki yuridiksi lebih litigasi antara pelaku usaha (ìcommerÁantasî) atas setiap
perkara mengenai tindakan komersial. Sebagi tindakan pelanggaran hukum
persaingan, biasanya menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita dalam hal
komersial, pengadilan ini adalah yang paling mungkin untuk memberika keputusan
atas tindakan tersebut. Selanjutnya, dimungkinkan untuk banding ke Mahkamah
Agung (íCour de Cassation) adalah mungkin, tetapi hanya untuk masalah-masalah
hukum yang bertentangan dengan masalah-masalah faktual.130
Pengadilan Perdata biasanya hanya berkompeten untuk mengadili tindakan
perbuatan melawan hukum, masalah kontraktual, dan tindakan ganti rugi atas
pelanggaran hukum persaingan. Namun mengenai masalah persaingan, tindakan ini
dibawa ke Pengadilan Komersial. Pengadilan Perdata merupakan satu-satunya
127 Chantal Momège, et.al, France, <www.ec.europa.eu>, hlm.1, diakses 6 Desember 2012. 128 Ibid, diakses 6 Desember 2012. 129 Ibid, hlm.1, diakses 6 Desember 2012. 130 Ibid, hlm.3, diakses 6 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
53
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
pengadilan yang berwenang ketika penggugat atau tergugat tidak professional dengan
memutuskan untuk tidak membawa tindakannya ke Pengadila Komersial.131
Apabila nilai klaim tersebut tidak lebih dari 7.600 EUR, Pengadilan Perdata
yang berwenang adalah the Tribunal díInstance, dan apabila nilai klaim melebih
tersebut atau tidak dapat ditentukan, maka Pengadilan Perdata yang berwenanang
adalah the Tribunal de Grance Instance.132
2.4 Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Jepang
2.4.1 Japanese Antitrus Law (the Antimonopoly Law (AML))
AML merupakan alat penting dalam upaya Pemerintah Jepang untuk
membuka dan merestrukturisasi ekonomi Jepang untuk membuatnya lebih sejajar
dengan ekonomi negara-negara lainnya. Sebelum berakhirnya Perang Dunia II, ada
pemahaman yang terbatas mengenai konsep persaingan usaha yang bebas di Jepang.
Dengan datangnya Pasukan Sekutu yang memperkenalkan kebijakan demokratisasi
ekonomi dengan membubarkan zaibatsu133 dan memberlakukan AML.
Undang-undang Monopoli Jepang melarang monopoli yang dilakukan oleh
swasta (private monopolization), hambatan tidak wajar pada perdagangan
(unreasonable restraint of trade) dan praktik bisnis yang tidak sehat (unfair business
practice).134
Jepang memberlakukan hukumm persaingan, AML tahun 1947, setelah kalah
dalam Perang Dunia II, dengan menggunakan antitrust law AS sebagai model. Pada
saat yang sama, Jepang meresmikan Japan Fair Trade Commission (JFTC) sebagai
lembaga yang bertugas menegakan undang-undang antimonopoli. Setelah akhir
kependudukan sekutu, Parlemen Jepang merevisi Undang-Undang Antimonopoli dua
131 Ibid, hlm.4, diakses 6 Desember 2012. 132 Ibid, diakses 6 Desember 2012. 133 Kepemilikan secara ekslusif oleh keluarga. 134 Ayuda D. Prayoga, et. al., Opcit, hlm. 35.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
54
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
kali (tahun 1949 dan 1953), menambahkan klausul baru untuk membedakannya dari
hukum Amerika Serikat.135
Berbeda dengan antitrust law Amerika Serikat, undang-undang Jepang pada
dasarnya adalah hukum administrasi yang ditegakkan oleh personel pemerintah
melalui konsultasi pribadi dengan para pihak.
Pada awal berlakunya Undang-Undang Antimopoli Jepang, undang-undang
ini diberlakukan secara ketat, namun dalam perjalanannya, pemberlakuaannya tidak
seketat pada awalnya. Bahkan seorang pengamat dari Amerika mengatakan bahwa
penegakan hukum Undang-Undang Anti Monopoli Jepang dilakukan setengah hati
apabila dibandingkan dengan Amerika Serikat.
Penegakan AML oleh JFTC memburuk di bawah bayang-bayang kebijakan
industry yang diumumkan oleh Kementrian Perdagangan Internasional dan Industri
(MITI). Namun demikian, dimulai pada pertengahan tahun 1970, AML mulai
menunjukkan kebangkitan, dam pada tahun 1977, Jepang diperkuat dengan ketentuan
baru (terutama sebagai ukuran untuk memerangi peningkatan inflasi yang disebabkan
ileh krisis minyak di Timur Tengah). Terpenting adalah pengenalan biaya tambahan
untuk memberantas kartel illegal. Pungutan biaya memainkan peran penting dalam
pembuatan larangan yang benar-benar efektif terhadap kartel oleh JFTC. Sebelum
tahun 1977, JFTC tidak bisa memberikan sanksi untuk kartel, Namun tekanan
eksternal (terutama dari Amerika Serikat) mempengaruhi Jepang untuk memperkuat
AML dan JFTC.136
AML dibetuk untuk memberikan pembatasan pada tiga jenis perilaku, yaitu:
(1) Monopoli;
(2) Kartel;
(3) Praktik bisnis yang ridak adil.
135 Toshiaki Takigawa, The Prospect of Antitrust Law and policy in The Twenty-First Century: in Reference to the Japanese Antimonopoly Law and Japan Fair Trade Commission, Washington University Global Studies Law Review, Vol.1 2002, hlm. 276. 136 Ibid, hlm. 277.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
55
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Selain ketiga kategori diatas, AML juga mencakup ketentuan yang mengatur tentang
meger dan akuisisi. Dua undang-undang khusus juga diberlakukan untuk melengkapi
AML, yaitu the Law to Regulate Unreasonable Premium and Unreasonable
Representation dan the Law to Prevent Unreasonable Delav in Payment of
Subcintractors and Related Matters. Ini adalah kerangka peraturan yang masih
berlaku sampai dengan saat ini 137
Biaya tambahan 2% untuk melawan perusahaan yang bepartisipasi dalam
kartel dirumuskan dalam amandemen tahun 1977. Pada tahun 1992, amandemen
menigkatkan biaya tambahan sampai 6%. Amandemen tahun 2005, meningkat
menjadi 10% dan tahun 2010, akan dinaikan menjadi 15% untuk kelompok kartel dan
untuk pelanggaran berulang. Amandemen 2005 juga memperkenalkan program
kelonggaran dan ini membuat penegakan JFTC lebih efektif dalam menangani kartel
internasional.138
Kenaikan harga yang tajam pada awal 1960-an, menyebabkan AML dianggap
sebagai cahaya baru, sebagai senjata untuk memerangi harga tinggi yang dapat
dikatakan disebabkan oleh kartel, jual-rugi dan predatory pricing yang disebabkan
oleh struktur oligopolistic dalam perekonomian. Penegakan signigikan dari AML di
tahun 1960 diperjelas dengan peningkatan jumlah kasus yang ditangani oleh JFTC
mengenai penetapan harga kartel antara perusahaan dan asosasi perdagangan.139
Selain itu, peristiwa penting di tahun 1960 adalah liberalisasi perdagangan
asing dan transaksi saham. Sampai pertengahan tahun 1960, perdagangan luar negeri
dan investasi yang diatur secara ketat melalui kuota impor dan pembatasa pada
pengenalan modal asing ke Jepang. Akibatnya, ada ruang yang relative kecil untuk
persaingan bebas sebagai perkembangan liberalisasi. Peran AML meningkat di
berbagai bidang seperti lisensi paten internasional. Sebagai respon terhadap situasi
baru, JFTC mengumumkan pedoman baru uang mengatur bagaimana komisi
137 Mitsuo Matsushita, Reforming the Enforcement of the Japanede Antimonopoly Law, Loyola University Chicago Law Journal, hlm. 523, <www.luc.edu>, diakses 11 Desember 2012. 138 Ibid, hlm. 524. 139 Mitsuo Matsushita, the Antimonopoly Law of Japan, hlm. 153, <www.iie.com>, diakses 11 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
56
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
perdagangan akan mengawasi ketentuan secara ketat dalam konrak internasional
antara perusahan Jepang dan asing.140
Hukum monopoli Jepang berubah secara mendasar pada tahun 2005. Pada
tahun 2005, proses penegakan AML tersebut diubah. Suatu prosedur diperkenalkan
JFTC untuk mengeluarkan perintah untuk menghentikan dan berhenti kepada dugaan
pelanggar, mengharuskan mereka untuk menghentikan perilaku tersebut setelah
penyelidikan. Perbahan ini juga membebankan biaya tambahan administrative kepada
dugaan pelanggar dimana biaya tersebut harus dikenakan. 141
Berdasarkan prosedur ini, JFTC berinisiatif melakukan penyelidikan dan
menyimpulkan suatu pelanggara apabila terbukti, yang kemudian memberitahukan
kepada pihak yang melakukan pelanggaran. JFTC juga berwenang untuk mengambil
tindakan yang merugikan.142
2.4.2 Kewenangan dan Fungsi Japan Fair Trade Commission
Dalam rangka mempertahankan persaingan yang adil dan bebas dalam pasar,
JFTC memberlakukan AML. JFTC berupaya untuk memulihkan ketertiban dengan
memberikan perintah ketika praktik illegal telah terdeteksi, kartel, dan sebagainya.
JFTC diberi wewenang dengan undang-undang secara langsung.143 Berdasarkan Pasal
49 dari AML, memungkinkan JFTC memberikan keluhan atas sesuatu yang diduga
melanggar undang-undang, melakukan gelar pendapat, dan berhenti dan
menghentikan tindakan lainnya yang diperlukan untuk melenyapkan berbagai
pelanggaran.
JFTC merupakan lembaga penegakan AML. JFTC tediri dari seorang ketua
komisi, empat komisaris dan sekertariat. Secara kesuluran, JFTC mempekerjakan
lebih dari 500 pengacara dan pegawai lainnnya. Ketua dinominasikan oleh Perdana
Menteri, sesuai dengan persetujuan dari kedua Majelis the National Diet, kesesuaian
140 Ibid. 141 Mitsuo Matsushita, loc.cit, hlm. 526, diakses 11 Desember 2012. 142 Ibid. 143 Mary Faith Higgins, Japanese Fair Trade Commission Review of International Agreements, hlm. 45, <www.digitalcommons.lmu.edu>, diakses 1 Januari 2013.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
57
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
calon juga harus diverifikasi oleh Kaisar. Komisaris adalah yang ditunjuk oleh
Perdana Menteri dengan persetujuan the National Diet. JFTC memiliki kekuasaan
administrative, quasi administrative dan quasi yudisial. Lingkup administrasi meliputi
kekuatan lisensi (misalnnya, kekuatan untuk membenarkan kartel dengan kompetisi
adil), keharusan untuk menerima dan memeriksa pemberitahuan (seperti
pemberitahuan pembentukan asosiasi perdaganan dan penandatanganan kontrak), hak
prerogratif untuk berkonsultasi dengan kementrian lainnya dan memberikan masihat
kepada industry, juga memiliki kewenangan untuk melakukan penelitian ekonomi
dan kekuatan lainnya.144
Kekuasaan quasi legislative, diantaranya adalah kekuasaan untuk mengawasi
dan menjelaskan tentang prakti persaingan usaha tidak sehat dan untuk komoditas
RPM. Kekuasaan quasi yudisial termasuk kekuasaan untuk melakukan investigasi,
uantuk megadakan dengar pendapat administratif dan untuk membuat keputusan
mengenai kesahan atas perilaku.145
Ketika JFTC menganggap bahwa adanya pelanggaran, JFTC dapat memilih
untuk mengeluarkan pernyataan kepada pihak yang melakukan pelanggaran dan
merekomendasikan bahwa pihak tersebut harus menghentikannya. Jika pihak tersebut
menerima rekomendasi, JFTC tidak perlu melanjutkan proses dengan mengeluarkan
keputusan resmi. Apabila seperti ini,keputusan JFTC disebut dengan rekomendasi.
Apabila sidang administrasi digelar, Responden dapat mengusulkan kepada
JFTC bahwa ia akan menerima tuduhan fakta dan hukum sebagaimana tercantum
dalam pengaduan kepada JFTC dan JFTC dapat mengambil tindakan yang diperlukan
guna menghentikan perilaku tersebut dan memulihkan iklim persaingan. Keputusan
JFTC dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tokyo dan Mahkamah Agung.
Namun, pihak yang menerima keputusan rekomendasi atau putusan tersebut, tidak
dapat membahas gugatan tersebut berdasarkan kesepakatan antara responden dan
JFTC.146
144 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, (Malang: Banyumedia Publishing, 2006), hlm. 160. 145 Ibid. 146 Pasal 80 AML
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
58
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Meskipun eksistensi JFTC pada dasarnya adalah sebagai sebuah organ
administratif yang independen, namun masih terbuka celah bagi campur tangan pihak
luar yang dapat mempengaruhi independensi JFTC. Celah-celah campur tangan pihak
lain misalnya disebabkan karena aktivitas JFTC diawasi oleh Parlemen, lagipula
penunjukan ketua komisi harus dilakukan dengan persetujuan Parlemen. Di samping
itu, setiap tahun JFTC wajib menyampaikan laporan aktivitas penegakan AML pada
parlemen. Sementara itu, kewenangan rekrutmen ketua dan anggota komisi JFTC
mengusulkan perangkat aturan-aturan terkait, serta mengusulkan anggaran, berada di
tangan Perdana Menteri. Celah-celah ini yang masih memungkinkan intervensi yang
dapat mempengaruhi kinerja JFTC sebagai sebuah lembaga yang independen.147
2.4.3 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Jepang
Pada tahun 2010, rancangan undang-undang untuk merivisi AML
mengusulkan untuk merevisi prosedur internal JFTC, yaitu meniadakan post-order
sidang dan sistem pemeriksaan yang terjadi pada JFTC, dan memberikan yuridiksi
ekslukif kepada Pengadilan Distrik Tokyo untuk memeriksa banding atas perintah
JFTC. Secara khusus, JFTC telah dikatakan sebagai organisasi quasi yudisial,
sebagian karena JFTC melakukan tindakan pemeriksaan. Penghapusan sistem
pemeriksaan, tidak akan mengubah status JFTC sebagai komisi administrasi
independen, tetapi secara substantive, dari segi struktur, JFTC akan menjadi tidak
berbeda dengan instransi pemerintah lainnya.
Berdasarkan Pasal 56, dalam hal penyusunan petugas pemeriksa dan penyidik
terpisah, dan petugas pemeriksa juga diperbantukan dari luar (misalnya hakim) untuk
menjamin ketidakberpihakan. Penyelidikan JFTC dan prosedur pemeriksaan biasanya
memakan waktu setidaknya dua tahun, faktanya bahwa sangat mahal bagi perusahaan
utuk melalui penyelidikan dan pemeriksaan, dan kemudian mengajukan banding ke
Pengadilan Tinggi Tokyo untuk membatalkan keputusan JFTC. Juga, transparansi
147 Johnny Ibrahim, Opcit.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
59
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
kemungkinan akan ditingkatkan bila banding dari perintah JFTC dipindahkan ke
Pengadilan Negeri.148
148 Mitsuo Matsushita, loc.cit, hlm. 530, diakses 11 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
60
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Gambar 2.1 : Prosedur Dalam Penyelesaian Perkara JFTC
nj
Detection by the JFTC
Report by the Public to the JFTC
Submission by informents based on Leniency Program
Request by the Small and Medium Enterprise Agency (under the Act establishment of the Agency)
Administrative Investigation
Compulsory investigation for criminal cases
caution
closure
Advance notification (Cases and desist order)
warning
Advance notification (Surcharge payment order)
Opportunity to present views and to submit evidence
Opportunity to present views and to submit evidence
Cease and desist order
Surcharge payment order
Final and conclusive
Healing procedure
desicion
Decision (Revocation or modification of orders)
Lawsuit
Position of urgent injuction (Tokyo High Court)
File an accusation with the Prosecutor General
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
61
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Penjelasan
A clue for starting investigation: Apabila JFTC mendeteksi tersangka melalui
penyelidikan mantan pegawainya, informasi yang diberikan oleh masyarakat dan
Leniency Program149, ini akan memperlancar penyelidikan.150
Administrative investigation: Inspeksi di tempat dilakukan terhadap pengusaha yang
diduga melakukan tindakan illegal dalam rangka untuk menyelidiki buku akuntansi
dan dokumen terkait, dan mengikutsertakan pihak tertentu untuk melakukan
pemeriksaan secara rinci jika diperlukan.151
Compulsory investigation for criminal cases: Sesuai dengan surap perintah yang
diterbitkan oleh hakim, kunjungan dan pencarian terhadap pengusaha bersangkutan
dilakukan untuk penyitaan benda-benda yang diperlukan. Jika tuduhan pidana
dianggap beralasan sebagai hasil dari investigasi, tuduhan diajukan kepada jaksa
penuntut umum.152
Advance notification: Apabila tindakan illegal diakui sebagai hasil dari penyelidikan,
JFTC memutuskan dalam perintah untuk menghentikan dan berhenti, dan perintah
pembayaran biaya tambahan, yang dianggap wajar dan memberikan pemberitahuan
terlebih dahulu kepada para pengusaha dalam isi perintah tersebut.
Opportunity to present views and to submit evidence: Pelaku usaha dapat
menyampaikan pendangan mereka atas isi perintah dalam pemberitahuan
sebelumnya. Untuk mebjamin ukuran keputusan administrative yang adil, mereka
149 Keistimewaan bagi pelaku usaha yang terindikasi melakukan kartel atau praktik lainnya. Syaratnya, pelaku usaha tersebut bersedia membuka data dan informasi kepada KPPU mengenai kartel atau praktik lainnya yang dilakukan. 150 International Affairs Division JFTC, For Fair and Free Market Competition, hlm. 20, <www.jftc.go.jp>, diakses 1 Januari 2013. 151 Ibid. 152 Ibid.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
62
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
tidak bisa hanya menyampaikan pandangan mereka, tetapi harus turut mengajukan
bukti.153
Cease and desist orders: Perintah untuk menghentikan dan berhenti merupakan
ukuran administrasi yang ditujukan untuk mendorong penghapusan tindakan illegal.
Dalam kasus kartel, pelaku usaha yang terlibat diperintahkan untuk mencabut
kenaikan harga, dan sebagainya.154
Surcharge payment orders: Perintah pembayaran biaya tambahan adalah tindakan
administrative yang diberlakukan pada kasus-kasus seperti kartel, praktik curang dan
monopoli swasta, tambahan atas penhapusan tindakan illegal. Pembayaran biaya
tambahan dihitung sesuai dengan formula tertentu dan dibuat untuk kas negara.155
Hearing procedures and decision: Apabila permintaan untuk prosedur pemeriksaan
dibuat, penetapan fakta-fakta pelanggaran dan tinjauan yang berlaku dilakukan.
Setelah prosedur pemeriksaan, keputusan dibuat berdasarkan pada fakta-fakta
pelanggaran.156
Lawsuit: Apabila pelaku usaha tidak puas dengan keputusan, mereka dapat
mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tokyo untuk meminta pencabutan. Atas
ketiadaan bukti substansial pada keputusan atau dalam kasus pelanggaran Konstitusi,
pengadilan mencabut keputusan tersebut.157
153 Ibid. 154 Ibid. 155 Ibid. 156 Ibid. 157 Ibid.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
63
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
2.4 Sistem Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Indonesia
2.4.1 Undang-Undang No. 5 Tahun 199 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, disebut juga Undang-Undang Anti Monopoli.
Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang secara khusus mengatur
tentang persaingan dan praktik monopoli. Latar belakang dibentuknya Undang-
Undang Anti Monopoli adalah akibat terjadinya ketidak adilan antara para pelaku
pasar. Reformasi sistem ekonomi yang luas dan khususnya kebijakan regulasi yang
dilakukan sejak tahun 1980, menimbulkan situasi yang sangat kritis. Timbul
konglomerasi pelaku usaha yang dikuasai oleh keluarga atau partai tertentu.
Konglomerasi tersebut menyingkirkan pelaku usaha kecil dan menengan melalui
praktik usaha yang kasar.
Lahirnya Undang-Undang Anti Monopoli juga tidak lepas dari krisis moneter
yang kemudian berlanjut kepada krisis ekonomi yang melanda Indonesia di
pertengahan tahun 1997, di mana pemerintah didasarkan bahwa sebenarnya
fundamental ekonomi Indonesia pada waktu itu ternyata begitu lemah, lemahnya
fundamental ekonomi Indonesia terjadi karena berbagai kebijakan pemerintah di
berbagai sector ekonomi yang kurang tepat yang menyebabkan pasar menjadi
terdistorsi.158 Terdistorsinya pasar membuat harga yang terbentuk di pasar tidak lagi
melrefleksikan hukum permintaan dan hukum penawaran yang riil, proses
pembentukan harga dilakukan secara sepihak (oleh pengusaha atau produsen) tanpa
memperhatikan kualitas produk yang menerka tawarkan terhadap konsumen.159
Sesuai dengan Pasal 2 huruf a dan b Undang-Undang Anti Monopoli, asas
yang terkandung dalam Undang-Undang tersebut adalah demokrasi ekonomi.
Menurut Kurnia Toha, ciri demokrasi ekonomi adalah kolaborasi pemerintah dengan
dunia usaha, lembaga-lembaga keuangan serta lembaga-lembaga lainnya tersebut,
158 Penjelasan Undang-Undang Anti Monopoli. 159 Sutan Remi Sjahdeini, Opcit, hlm. 14.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
64
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
guna memberikan proteksi untuk melindungi, membantu, dan meringankan beban
golongan menengah ke bawah dalam mengatur kehidupan ekonomi agar tercapai
kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya.160 Undang-Undang Anti Monopoli
mencegah sistem yang melanggar proses persaingan usaha dan mencegah terjadinya
dominasi pasar.
Monopoli dan persaingan usaha merupakan hal yang biasa dalam kegiatan
ekonomi. Sejauh kegiatan itu dilakukan dalam rambu-rambu hukum, implikasi
penerapan monopoli dan persiangan usaha tidak bisa dihindari dalam mekanisme
pasar. Oleh karena itu implementasi Undang-Undang Anti Monopoli ini adalah dalam
rangka mengantisipasi pasar bebas pada era globalisasi ekonomi guna dapat
mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana teramanatkan
dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam rangka penegakan Undang-Undang Anti Monopoli dibutuhkan apartur
penegak hukum yang dapat mengawasi jalannya kegiatan pasar yang sempurna.
Lembaga ini merupakan syarat agar persaingan dapat berjalan dengan efektif. Di
Indonesia, penegakan hukum persaingan usaha diserahkan kepada Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU). Komisi ini dikatakan sebagai suatu lembaga independen
yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain.161
KPPU bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan
hukum antimonopoli atau hukum persaingan usaha. Alasan sosiologis sebagai dasar
pembentukan KPPU adalah menurunnya citra pengadilan dalam memeriksa dan
mengadili suatu perkara serta beban perkara pengadilan yang sudah menumpuk.
Alasan lain adalah dunia usaha membutuhkan penyelesaian yang cepat dan proses
pemeriksaan yang bersifat rahasia. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga khusus
yang terdiri dari orang-orang yang ahli dalam bidang ekonomi dan hukum sehingga
penyelesaian yang cepat dapat terwujud.162
160 Wawancara Kurnia Toha (Dosen dan Pakar Hukum Persaingan Usaha Universitas Indonesia), 13 Desember 2012. 161 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: SInar Grafika, 2009), hlm. 136. 162 Ayudha D. Prayoga, et al., Opcit, hlm. 128.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
65
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
KPPU tidak hanya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah,
melainkan juga pengaruh pihak lain, seperti misalnya lembaga kemasyarakatan atau
kelompok masyarakat yang memegang kekuasaan keuangan atau ekonomi.
Kemandirian komisi yang termuat dalam undang-undang tersebut adalah hak
istimewa yang diperlukan untuk dapat melaksanakan undang-undang secara efisien,
dan dengan demikian, komisi berkewajiban untuk memelihara ketidaktergantungan
tersebut dan tidak dapat membuka diri terhadap dunia luar.163
Sesuai Pasal 35 huruf g UU Anti Monopoli, KPPU diwajibkan untuk
memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kewajiban ini semata-mata merupakan
pelaksanaan prinsip administrasi yang baik, jadi KPPU tetap bebas dari pengaruh dan
kekuasaan Pemerintah.164
Perkembangan dan peningkatan aktifitas pelaku usaha di Indonesia yang
didominasi oleh beberapa penguasa mengakibatkan derivasi ekonomi dan sosial
antara pengusaha kecil dan menegah, praktik-praktik persaingan usaha tidak sehat
masih sangat sering dijumpai, untuk itulah KPPU memerankan perannya sebagai
komisi pengawas dalam elaborasi pasar agar tidak terjadi persaingan usaha yang
curang.
2.4.2 Kewenangan dan Fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Pengawasan terhadap pelanggaran Undang-Undang Anti Monopoli di
Indonesia diserahkan kepada KPPU tersurat dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang
Anti Monopoli. Untuk menindaklanjuti undang-undang ini, lahirlah Keputusan
Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha
tertanggal 8 Juli 1999 yang bertujuan untuk membentuk komisi dan menetapkan
tugas dan fungsi struktur organisasi.165
163 Suyud Margono, Opcit, hlm. 140. 164 Undang-Undang Anti Monopoli. 165 Suyud Margono, Opcit, hlm. 144.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
66
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Undang-undang Anti Monopoli memberikan wewenang kepada KPPU dalam
menangani perkara dugaan pelanggaran terhadap Undang-undang Anti Monopoli.
Dalam penanganan perkara pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha terdapat
beberapa aturan yang digunakan menjadi dasar, antara lain:166
a) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentan Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat;
b) Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawa
Persaingan Usaha, keputusan, pedoman maupun petunjuk teknis mengenai
KPPU;
c) Keputusan KPPU No. 1 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan
Perkara;
d) Hukum acara perdata, yaitu untuk ketentuan hukum acara perdata jika
pelaku usaha menyatakan keberatan atas putusan KPPU sesuai dengan
Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 atau apabila gugatan
perdata yang didasarkan pada adanya perbuatan melanggar hukum.
Alasan dibutuhkannya institusi yang secara khusus menyelesaikan kasus
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah karena hukum persaingan
usaha membutuhkan orang-orang yang memiliki latar belakang dan/atau mengerti
seluk beluk bisnis dalam rangka menjaga mekanisme pasar. Institusi yang melakukan
penegakan hukum persaingan usaha beranggotakan orang-orang yang terkait erat
dengan hukum, ekonomi dan bisnis.167
Alasan filosofis yang dapat dijadikan dasar pembentukan KPPU yaitu
dalam mengawasi pelaksanaan suatu aturan hukum diperlukan suatu lembaga yang
mendapat kewenangan dari negara ini, diharapkan lembaga pengawas ini dapat
menjalankan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya serta sedapat mungkin
mampu untuk bertindak secara independen.168
166 Jimli Assidiq, Opcit, hlm. 145. 167 Ayudha D. Prayoga, Opcit, hlm. 16. 168 Marsiyem, Loc.cit, diakses 10 November 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
67
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Adapun alasan sosiologis yang dapat dijadikan dasar pembentukan KPPU
adalah merosotnya citra pengadilan yang sudah menumpuk. Alasan lain adalah dunia
usaha metnbutuhkan penyelesaian yang cepat dan proses pemeriksaan yang
bersifat rahasia. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga khusus yang ahli
dalam bidang ekonomi dan hukum sehingga penyelesaian yang sehat dapat
terwujud.169
Sesuai dengan sifat penegakan hukum persaingan usaha, penegakan UU No. 5
Tahun 1999 adalah penegakan hukum publik yaitu jenis penegakan dimana individu
yang mengetahui terjadinya peristiwa pelanggaran tidak dapat langsung melakukan
upaya penegakannya melalui pengadilan, akan tetapi harus terlebih dahulu
disampaikan kepada KPPU dan institusi inilah yang kemudian mengambil tindakan
atas nama publik.170
Sebagai pengawas dan penegak hukum persaingan usaha, KPPU mempunyai
kedudukan yang sangat vital, karena lembaga tersebut diberikan status pengawas
pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999. Proses penegakan hukum dapat melalui dua
sudut pandang. Dari sudut pandangan kultural, penegakan hukum adalah upaya yang
dilaksanakan oleh dan untuk melaksanakan internalisasi hukum pada warga
masyarakat. Dari sudut pandangan structural proses penegakan hukum adalah
bekerjanya roda lembaga untuk menciptakan keamanan dan ketertiban sesuai dengan
ideologi.171
Dalam konteks ketatanegaraan, KPPU merupakan lembaga negara
komplementer (state auxiliary organ)172 yang mempunyai kewenangan berdasarkan
UU No. 5 Tahun 1999 untuk melakukan penegakan hukum persaingan usaha. Secara
sederhana, state auxiliary organ adalah lembaga negara yang dibentuk di luar
konstitusi dan merupkam lembaga yang membantu pelaksanaan tugas lembaga negara
pokok yang sering disebut dengan lembaga independen semu negara (quasi). Peran 169 Ibid. 170 Syamsul Maarif dalam Hanif Nur Widhiyanti, et. al, Efektivitas Putusan KPPU sebagai Lembaga Penegak Hukum Persaingan, hlm. 127, <www.isjd.pdii.lipi.go.id, diakses 11 Desember 2012. 171 Mulyanah Kusumah dalam Ibid. 172 Budi L. Kagramanto dalam Andi Fahmi Lubis, et. al., Opcit, hlm. 312.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
68
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
sebuah lembaga quasi menjadi penting sebagai upaya responsive bagi negara-negara
yang tengah transisi dari otoriterisme ke demokrasi.173
Pembentukan lembaga-lembaga auxiliary state organ di luar lembaga-
lembaga utama (main state organ) pada proses transisi menuju demokrasi tersebut
merupakan bagian dari demokratisasi kelembagaan lembaga negara dan upaya positif
bagi penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan yang lebih baik melalui peranan-
peranan tertetntu yang dijalankan oleh lembaga-lembaga negara khusus tersebut
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Kontribusi positif
yang diharapkan dari keberadaan lembaga-lembaga negara khusus ini bagi
perkembangan demokrasi di Indonesia merupakan indikasi telah berkalan dengan
baiknya proses transisi dmeokrasi menuju konsilidasi demokrasi.
Lembaga quasi tersebut menjalankan kewenangan yang sebenarnya sudah
diakomodasi oleh lembaga negara yang sudah ada, tetapi dengan ketidakpercayaan
publik (public distruct) kepada eksekutif, maka dipandang perlu dibentuk lembaga
yang sifatnya independen, dalam arti tdak merupakan bagian dari tiga pilar
kekuasaan. Lembaga-lembaga ini biasanya dibentuk pada sektor-sektor cabang
kekuasaan seperti yudikatif (quasi-judicial), eksekutif (quasi-public) yang fungsinya
bisa berupa pengawasan terhadap lembaga negara yang berada di sektor yang sama
atau mengambil alih beberapa kewenangan lembaga di sektor yang sama.174
Penegakan hukum anti monopoli dan persaingan usaha berada dalam peranan
KPPU. Namun demikian, tidak berarti bahwa lembaga lain tidak memiliki peranan
dalam menangani perkara monopoli dan persaingan usaha. Pengadilan Negeri (PN)
dan Mahkamah Agung (MA) juga diberi peranan dalam menyelesaikan perkara
tersebut. Peranan PN yaitu untuk menangani keberatan terhadap putusan KPPU dan
menangani pelanggaran hukum persaingan yang menjadi perkara pidana karena tidak
dijalankannya putusan KPPU yang sudah in kracht. Peranan MA diperlukan apabila
terjadi kasasi terhadap keputusan PN tesebut.175
173 Jimly Asshiddiqie dalam Opcit. 174 Andi Fahmi Lubis, Opcit, hlm. 312. 175 Ibid.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
69
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Peranan KPPU tersebut telah dirumuskan dalam UU No. 5 tahun 1999 pada
pasal 35 mengenai tugas KPPU, yaitu:176
a) Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai Pasal 16.
b) Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengekibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
perwsaingan usaha tidak sehat, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai
dengan Pasal 24.
c) Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan
posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Paal 25
sampau dengan Pasal 28.
d) Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang KPPU sebagaimana diatur
dalam Pasal 36.
e) Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang
berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
f) Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-
Undang ini.
g) Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja KPPU kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan Pasal 35 ayat huruf a dikatakan bahwa tugas KPPU adalah
melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, seperti oligopoli,
diskriminasi harga, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust,
oligopsomi, integrasi vertical, perjanjian tertutup dan perjanjian dengan pihak luar
negeri. Selanjutnya huruf b menugaskan KPPU untuk melakukan penilaian terhadap
kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dilarang, seperti monopoli, 176 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
70
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
monopsoni, penguasaan pasar dan persekongkolan. Sedangkan dalam huruf c KPPU
ditugaskan untuk melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya
penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, yang dapat timbul melalui posisi
dominan, jabatan rangkap, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, serta
pengambilalihan saham.177
Dalam Pasal 35 huruf e dan f menugaskan KPPU untuk memberikan saran
dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktik
monopoli dan atau persangan usaha tidak sehat, serta menyusun pedoman dan atau
publikasi yang berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini memberikan
tanggung jawab kepada KPPU untuk bertindak aktif untuk mempengaruhi kebijakan
Pemerintah dalam membuat peraturan yang berkaitan dengan praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.178
Dengan kata lain, tugas KPPU adalah melakukan penilaian apakah telah
terjadi perajanjian-perjanjian yang dilarang dan kegiatan usaha yang dilarang. Jika
KPPU menailai telah terjadi perjanjian-perjanjian yang dilarang atau kegiatan usaha
yang dilarang, maka KPPU dapat menggunakan wewenangnya untuk
memerintahkan penghentian perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiata usaha yang
dilarang tersebut
Dalam Pasal 36 Undang-Undang Anti Monopoli, ditentukan wewenang KPPU
yang meliputi:179
a) Menerima laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha tentang
dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
b) Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan/atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjdinya tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat.
177 Marsiyem, Loc.cit, hlm. 58, diakses 11 Desember 2012. 178 Ibid. 179 Undang-Undang Anti Monopoli.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
71
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
c) Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktik monopoli dan/atau persangan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh
masyarakat atau oleh pelaku usaha atu yang ditemukan oleh komisi sebagai
hasil dari penelitiannya.
d) Menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang ada atau
tidak adanya praktik monopoli dan/atau persaingan tidak sehat.
e) Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
ketantuan undang-undang ini.
f) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan ini undang-undang ini.
g) Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi ahli atau
setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan komisi.
h) Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhada pleaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini.
i) Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen atau bukti lain
guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
j) Memutuskan dan menetapkan ada atu tidaknya kerugian di pihak pelaku
usaha lain atau masyarakat.
k) Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
l) Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrative kepada pelaku usaha
yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
KPPU diberikan kewenangan dan tugas yang sangat luas meliputi eksekutif,
yudikatif, legislatif dan konsultatif. Kewenangan-kewenangan tersebut menyebabkan
komisi dapat dikatakan memiliki fungsi-fungsi yang menyerupai lembaga konsultatif,
yudikatif, legislatif maupun eksekutif, sehingga sering dikatakan bahwa komisi
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
72
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
memiliki wewenang yang tumpang tindih karena bertindak sebagai investigator
penyidik pemeriksa, penuntut, dan pemutus.180
Kelembagaan KPPU masih dipertanyakan sejak berdiri hingga saat ini oleh
berbagai pihak, termasuk lingkup pemerintahan sendiri. Masalah ini mengkondisikan
pagar penghalang bagi KPPU untuk berkembang menjadi lembaga negara yang
seutuhnya. Ada beberapa pendapat bahwa walaupun KPPU bukan lembaga judicial
ataupun penyidik, tetapi KPPU adalah lembaga penegak hukum yang tepat untuk
menyelesaikan masalah persangan usaha karena peran multifungsi serta kehlian yang
dimiliknya mampu mempercepat proses penangan perkara.181
Adapun kewenangan komisi yang dianggap meyerupai lembaga yudikatif atau
bahkan dapat dikatakan melebihi kewenangan lembaga yudikatif yaitu komisi
melakukan fungsi-fungsi penyelidikan, serta memutus, bahkan menjatuhkan
hukuman administratif atas perkara-perkara yang diperiksanya termasuk memberikan
sanksi pemberian ganti rugi kepada pihak yang dirugikan dan denda kepada pihak
yang melanggar Undang-Undang Anti Monopoli.182
Hukum pidana merupakan ultitum remedium bagi UU Anti Monopoli, yang
lebih mengedepankan tindakan administrative yang dapat ditempuh oleh KPPU
dalam menyelesaikan suatu perkara persaingan usaha tidak sehat. Sebagaimana diatur
dalam UU Anti Monopoli, kewenangan KPPU adalah untuk melakukan pemanggilan
dan pemeriksaan terhadap seseorang, di sisi lain, undang-undang ini tidak melengkapi
KPPU sebagai organ yang memiliki kewenangan untuk memaksa.183 Pentingnya
penyidik dalam penegakan hukum persaingan usaha sebagai ultitum remedium sangat
terasa ketika permasalahan secara administratif tidak lagi mampu sebagai jalan keluar
dalam penyelesaian perkara persaingan usaha.
Berdasarkan Pasal 36 huruf g yang menyebutkan “meminta bantuan penyidik
untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana 180 Santosa Maulana dalam Lukman Hakim, Ibid, hlm. 12. 181 Syamsul Maarif, Tantangan Penegakan Hukum Persangan Usaha di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 19, 2002, hlm. 13. 182 Lukman Hakim, Locit. 183 Mohammad Reza, Kerjasama KPPU dengan Penyidik dalam Penanganan TIndak Pidana Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 5 Tahun 2011, hlm. 91.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
73
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi”.
Penyidik dalam pasal tersebut merupakan pejabat polisi negara Republik Indonesia
atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan, sesuai dengan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
No. 8 Tahun 1981. KPPU memiliki kewenangan untuk memanggil pelaku usaha,
saksi, saksi ahli atau setiap orang, tetapi kewenangan tersebut tidak menyertakan
sanksi bagi orang yant tidak memenuhi panggilan tersebut. Oleh karena itu, KPPU
tidak dapat memaksakan pihak-pihak tersebut untuk memenuhi panggilan tersebut.
Kewenangan lain KPPU yang dikatakan menyerupai lembaga legislatif
dikarenakan berdasarkan kewenangannya, komisi dapat membuat peraturan-
peraturan. Menurut Erman Radjagukguk, Peraturan Komisi (Perkom) yang
dikeluarkan KPPU tidak dapat mengikat secara eksternal. Jadi, KPPU hanya
berwenang untuk menerbitkan peraturan yang mengikat internal KPPU sendiri. Selain
itu, apabila Perkom yang diterbitkan adalah untuk memperjelas isi undang-undang
dan tidak mengadakan peraturan baru, hal itu dibolehkan.184
Adapun kewenangan yang menyerupai lembaga eksekutif pada kewenangan
KPPU untuk dapat melaksanakan atau mengeksekusi kewenangan yang diberikan
oleh Undang-Undang Anti Monopoli serta peraturan pelaksanaannya termasuk
pengaturan yang dibuat oleh komisi dalam rangka pengimplementasian hukum
persaingan usaha di Indonesia.185
Apabila melihat Pasal 44 dan Pasal 45 UU no. 5 tahun 1999, pasal-pasal
tersebut banyak berbicara kaitannya dengan peradilan. Masalah yang dihadapi adalah
UU No. 5 Tahun 1999 memberikan kewenangan yang besar kepada KPPU, dimana
dalam undang-undang tersebut terdapat aspek pidana dan aspek administrasi sehingga
di dalam pelaksanaannya arus ditetapkan suatu batasan apakah KPPU merupakan
suatu badan peradilan dalam arti kekuasaan kehakiman.
184 Erman Radjagukguk, Draft Peraturan KPPU tentang RAngkap Jabatan Tidak Memuat Pranotifikasi, <www.hukumonline.com>, diakses 5 Januari 2012. 185 Lukman Hakim, Locit
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
74
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang menyebutkan:
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
Badan peradilan adalah badan yang termasuk di dalam kekuasaan kehakiman
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, antara lain Peradilan Pajak, Peradilan
Niaga, Peradilan Hak Asasi Manusia dan kesemuanya itu mempunyai tempat dan
pegangan pada Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945. Itulah yang disebut badan
peradilan, tetapi di samping itu banyak juga badan-badan yang secara formal
organisatoris bukan kekuasaan kehakiman tetapi badan tersebut mempunyai
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi dan hukuman. Salah satunya adalah KPPU.
Dikaitkan dengan kewenangan luar biasa yang diberikan KPPU berdasarkan
Pasal 36 Huruf j yang mengatakan bahwa KPPU dapat memutuskan dan menetapkan
ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat, Pasal
tersebut menjadi kontradiktif dengan arti dari kata “Putusan” sebagaimana diartikan
dalam peraturan perundang-undangan seperti dalam Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dimana secara garis besar dapat
dikatakan bahwa yang berwenang untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman
hanyalah sebuah lembaga Pengadilan. Hal tersebut di atas tentunya akan
menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum dalam proses penegakkan hukum
persaingan usaha, bahkan dikhawatirkan akan terjadi keadaan yang lebih buruk lagi
yakni terhambatnya pertumbuhan ekonomi nasional akibat dari adanya ketidakpastian
hukum tersebut.186
Upaya KPPU dalam menegakkan amanat UU No. 5 Tahun 1999 masih
mengalami banyak kekurangan dalam hukum acara yang harus dibenahi demi
menciptakan iklim yang sehat dan jujur serta upaya menciptakan lembaga hukum
186 Sigit Handoyo Subagiono, dalam Paper Tinjauan Yuridis Terhadap Kewenangan Luar Biasa KPPU Dalam Memberikan Putusan, hlm 6.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
75
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
yang bersih dan terpecaya. KPPU sesungguhnnya merupakan harapan yang cerah
bagi masyarakat khususnya pelaku usaha dalam menciptakan iklim persaingan sehat
di Indonesia.
2.4.3 Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha di Indonesia
Berdasarkan seluruh tugas yang diamanatkan oleh UU No. 5 Tahun 1999,
penegakan hukum adalah tugas utama dari seluruh tugas yang diberikan kepada
KPPU. Tugas tersebut dilaksanakan melalui penanganan perkara pelanggaran
terhadap UU No. 5 Tahun 1999 di mana proses penanganan perkara di KPPU
dilakukan melalui berbagai tehapan, hal ini dapat dilihat dalam skema penanganan
perkara oleh KPPU.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
76
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Gambar 2.2: Tahapan Proses Penyelesaian Sengketa Dalam Putusan KPPU
tidak menerima putusan
keberatan
menerima putusan
dilaksanakan
tidak ada keberatan tidak dilaksanakan
Inisiatif KPPU
Laporan Pemeriksaan Pendahuluan
Pemeriksaan Lanjutan
Penyidikan
Pembuatan Putusan
Pembacaan Putusan
PN
Penetapan Eksekusi oleh PN
Kasasi ke MA
Pelaksanaan
Selesai
Diserahkan kepada penyidik
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
77
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Tata cara penanganan perkara diatur dalam Bab VII mulai dari Pasal 38
sampai dengan Pasal 46. Dari rumusan ketentuan Pasal 38 tersebut, dapat diketahui
bahwa tidak hanya pihak yang dirugikan saja, sebagai akibat dari terjadinya
pelanggaran terhadap undang-undang ini, yang dapat melaporkan secara tertulis
kepada KPPU dengan keterangan lengkap dan jelas tentang telah terjadinya
pelanggaran serta kerugian yang ditumbulkan, melainkan juga setiap orang yang
mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terrjadi pelanggaran terhadap
undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU dengan keterangan
yang jelas tentang telah terjasinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas
pelapor. Jelas bahwa pelanggaran yang dilakukan atas undang-undang ini bukanlah
delik yang bersifat aduan dari pihak yang dirugikan.
Atas dasar ketentuan tersebut maka pemeriksaan yang dilakukan KPPU terdiri
dalam dua tahap, yaitu:187
a) Pemeriksaan Pendahuluan
Berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999, dimana jangka
waktunya adalah 30 hari sejak tanggal surat penetapan dimulainya suatu
pemeriksaan pendahuluan. Pemeriksaan pendahuluan ini didasarkan pada dua
hal, yaitu:
1. Pemeriksaan atas dasar inisiatif;
Pemeriksaan atas dasar inisiatif dilakukan atas dasar inisiatif KPPU
sendiri yang tidak didsarkan pada laporan dari pihak yang merasa
dirugikan sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1999 dalam
pemeriksaan atas dasar inisiatif KPPU pertama-tama akan membentuk
Majelis Komisi untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha dan
saksi-saksi. Majelis Komisi kemudian dengan surat penetapan menetapkan
dimulanya pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan pendahuluan
dilakukan untuk mendapatkan pengakuan terlapor berkaitan dengan
dugaan pelanggaran yang dituduhkan dan/atau mendapatkan bukti awal 187 Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Rajawali Press, 2005), hlm. 18.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
78
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
yang cukup mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh terlapor
serta merekomendasikan pada komisi untuk menetapkan perlu atau
tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.
2. Pemeriksaan atas dasar laporan.
Pemeriksaan atas dasar laporan ini adalah pemeriksaan yang dilakukan
oleh KPPU karena adanya laporan yang disampaikan baik karena ada
laporan masyarakat maupun dari pelaku usaha yang dirugikan oleh
tindakan pelaku usaha yang dilaporkan. Segera setah laporan yang
diterima oleh KPPU dianggap telah lengkap, oleh KPPU menetapkan
Majelis Komisi yang akan melakukan pemeriksaan dan penyelidikan
kepada pelaku usaha yang dilaporkan dengan surat keputusan.
Berdasarkan Pasal 38 ayat (3) UU Anti Monopoli, identitas setiap orang
yang melaporkan mengenai telah terjadinya pelanggaran terhadap UU
Anti Monopoli, selain pihak yang dirugikan, wajib dirahasiakan oleh
KPPU.
b) Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan lanjutan diatur dalam Pasal 39 UU No. 5 Tahun 1999, sebagai
berikut:
(1) Berdasarkan laporan, KPPU wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan,
dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
menerima laporan, KPPU wajib menetapkan perlu atau tidaknya
dilakukan pemeriksaan lanjutan.
(2) Dalam pemeriksaan lanjutan, KPPU wajib melakukan pemeriksaan
terhadap pelaku usaha yang dilaporkan.
(3) KPPU wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pelaku
usaha yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan.
(4) Apabila dipandang perlu, KPPU dapat mendengar keterangan saksi, saksi
ahli, dan/atau pihak lain.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
79
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Kegiatan pemeriksaan lanjutan diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 54
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 tahun 2010, hal ini
dilakukan untuk menemukan ada tidaknya bukti pelanggaran yang dituduhkan
kepada terlapor, maka Tim Pemeriksa Lanjutan melakukan serangkaian
kegiatan berupa:
a. Memeriksa dan meminta keterangan Terlapor;
b. Memeriksa dan meminta keterangan dari saksi, saksi ahli dan instansi
pemerintah;
c. Memintah, mendapatkan dan menilai surat, dokumen atau alat bukti lain;
d. Melakukan penyelidikan terhadap kegiatan Terlapor atau pihak lain terkait
deengan dugaan pelanggaran.
c) Sidang Majelis Komisi
Dalam Pasal 52 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun
2006, bahwa “Sidang Majelis Komisi dilakukan untuk menilai,
menyimpulkan dan memutuskan perkara berdasarkan bukti yang cukup
tentang terlah terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran”, yaitu pelanggaran
terhadap UU No. 5 Tahun 1999.
d) Putusan Komisi
Setelah melalui pemeriksaan pedahuluan, pemeriksaan lanjutan dan sidang
komisi, maka Majelis Komisi harus membuat putusan komisi sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 43 ayat (3) dan (4) UU No. 5 Tahun 1999.
Selanjutnya dalam memutuskan perkara yang dilakukan melalui musyawarah,
daitur dalam Pasal 55 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1
Taahun 2006, sebagai berikut:
1. Pengabulan Putusan Komisi dilakukan melalui musyawarah untuk
mufakat;
2. Apabila musyawarah tidak mencapai mufakat, Putusan diambil melalui
pemungutan suara;
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
80
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
3. Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berdasarkan
mayoritas Anggota Majelis.
Pengambilan putusan melalui sidang majelis merupakan hal yang biasa dan
juga dilakukan oleh komisi-komisi negara lain seperti Amerika Serikat.188
Konsep pengaturan di atas sangat dipengaruhi oleh pengaturan pengambilan
keputusan sidang majelis pada peradilan umum dimana suatu putusan
dikatakan sebagai putusan majelis hakim, walaupun mungkin ada anggota
majelis yang tidak setuju terhadap putusan tersebut.
Dalam Pasal 44 UU No. 5 tahun 1999 menyatakan bahswa Putusan KPPU
yang telah diterima oleh pelaku usaha, dalam jangka waktu 30 hari sejak
diterimanya pemberitahuan putusan tersebut, pelaku usaha wajib
melaksanakannya dan melaporkan pelaksanannnya kepada KPPU. Namun,
apabila kewajiban KPPU tidak dijalankan oleh pelaku usaha, KPPU akan
menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk disidik sesuai dengan
ektentuan perundang-udangan yang berlaku. Putusan KPPU dapat dijadikan
sebagai bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan
penyidikan.
Dalam penetepan putusan, KPPU berwenang untuk menjatuhkan sanksi
kepada pihak yang berlasah berupa tindakan administratif terhadap pelaku
usaha yang melanggar ketentuan UU Anti Monopoli. Berdasarkan Pasal 2
Perkom No.4 Tahun 2009 tentang Pedoman Tindakan Administratif Sesuai
Ketentuan Pasal 47 UU Anti Monopoli, yang menyebutkan bahwa:
(a) Pelaku usaha atau pihak lain yang berkepentingan dalam memahami
Pasal 47 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat;
(b) KPPU sendiri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 dan 36 UU No. 5 Tahun 1999 jo. Pasal 4 dan
188 Rahmadi Usman, Hukum Persangan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Graham Media Pustaka Utama, 204), hlm. 136.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
81
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Pasal 5 Keppres No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas
Persaingan Usaha.
Dalam Pedoman Pasal 47 ditentukan bahwa dalam menentukan besaran
denda, KPPU menempuh 2 (dua) langkah yaitu (i) menentukan besaran nilai
dasar dan (ii) melakukan penyesuaian dengan menambahkan atau mengurangi
besaran nilai dasar tersebut. Nilai dasar denda akan terkait dengan proporsi
dari nilai penjualan, tergantung dari tingkat pelanggaran, dikalikan dnegan
jumlah tahun pelanggaran. Penentuan tingkat pelanggaran akan dilakukan
secara kasus perkasus untuk setiap tipe pelanggaran, dengan
mempertimbangkan seluruh situasi yang terkati dengan kasus terebut.189
Dalam menentukan proporsi tersebut, KPPU harus mempertimbangkan
berbagai macam faktor, seperti skala perusahaan; jenis pelanggaran; gabungan
pangsa pasar dari para Terlapor; cakupan wilayah geografis pelanggaran; dan
telah atau belum dilaksanakannya pelanggaran tersebut. Sedangkan terkait
penyesuaian, Pedoman Pasal 47 menentukan KPPU dapat mempertimbangkan
keadaan yang menghasilan penambahan atau pengurangan nilai dasar denda
tersebut, seperti Terlapor mengulangi pelanggaran yang sama (memberatkan)
atau Terlapor bersikap baik dan kooperatif (meringankan).190
Dalam praktik, KPPU sering kali mendasarkan penentuan besaran denda pada
konsep yang tidak jelas dan bahkan mengabaikan ketentuan yang dibuatnya
sendiri. Pembuktian dari hal-hal tersebut akan penulis bahas dalam bab
selanjutnya.
e) Eksekusi Putusan
Terhadap putusan KPPU dapat dilakuakan dengan dua cara, yaitu:
1. Eksekusi secara sukarela
2. Eksekusi secara paksa
189 Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pedoman TIndakan Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 47 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm. 8. 190 Ibid, hlm. 9.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
82
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Eksekusi ini dilaksanakan secara paksa dengan dua cara yaitu:191
a. KPPU meminta penetapan eksekusi terhadap pengadilan negeri;
b. KPPU menyerahkan putusa tersebut untuk dilakukan penyidikan.
Pembentukan UU No. 5 Tahun 1999 memiliki dua aspek hukum, yaitu
aspek hukum perdata dan pidana. Permintaan eksekusi kepada PN
adalah melaksanakan sanksi administrative yang dikenakan KPPU,
sebagimana idmaksud dalam Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999, bersifat
perdata.
Sedangkan penyerahan putusan KPPU kepada penyidik adalah
merupakan upaya penerapan sanksi pidana kepada pelaku usaha yang
diduga telah melanggar tindak pidana berdasarkan UU No. 5 Tahun
1999, penyerahan ini dilakukan karena KPPU tidak berwenang
menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku usaha tetapi ini merupakan
wewenang peradilan umum.
Dalam praktik, pelaksanaan Eksekusi Putusan KPPU kerap kali mengalami
hambatan terutama dalam bentuk ketidakpastian eksekusi. KPPU cenderung
mengharapkan pelaksanaan putusan oleh pelaku usaha Terlapor secara sukarela.
Berdasarkan Pasal 68 ayat (2) Perkom No.1 Tahun 2010 yaitu “Dalam rangka
menjamin efektifitas Putusan, Komisi dapat mengambil langkah-langkah lain
dilluar upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.” Pasal ini menentukan KPPU dapat melakukan
tindakan selain mengajukan permintaan penetapan eksekusi, salah satunya melalui
komunikasi persuasif dengan pelaku usaha. Hal ini berbeda dengan Pasal 46 UU
Anti Monopoli yang tidak menyebutkan menengai pelaksanaan eksekusi putusan
KPPU selain dengan meminta penetapan eksekusi kepada PN.
Terhadap putusan KPPU, Pasal 44 ayat (1) UU Anti Monopoli192 mengatur
bahwa Terlapor memiliki kewajiban untuk melaksanakan dan menyampaikan
191 I Ketut Karmi Nurjaya, Peranan KPPU Dalam Menegakkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha TIdak Sehat, Jurnal DInamika Hukum Vol. 9 no. 1 Januari 2009, hlm. 88.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
83
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
laporan pelaksanaannya kepada KPPU dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak menerima pemberitahuan putusan. Penjelasan pasal tersebut menerangkan 30
(tiga puluh) hari dihitung sejak diterimanya putusan KPPU oleh Terlapor atau
kuasa hukumnya. Ketentuan tersebut berbeda dengan yang terdapat dalam Pasal
66 ayat (1) Perkom No. 1 tahun 2010193 yang menyatakan “Terlapor wajib
melaksanakan Putusan Komisi dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada
Komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya jangka waktu
pengajuan keberatan”. Hal ini menyimpulkan adanya ketidakharmonisan
pengaturan antara Perkom No. 1 tahun 2010 dengan UU No. 5 tahun 1999 yang
sangat mungkin akan menimbulkan permasalahan dalam kepastian hukum.
BANDING
Permasalahan yang lain muncul ketika pihak yang diputus bersalah oleh
KPPU mengajukan banding ke PN. Penyelesaian perkara persaingan usaha pada
tingkat banding dilakukan oleh PN, PN dapat menangani:
a) Pengajuan keberatan atas putusan KPPU;
b) Penetapan eksekusi putusan atas putusan yang telah diperiksa;
c) Pelimpahan perkara dari penuntut umum terhadap putusan KPPU yang tidak
dijalankan oleh terlapor ke PN.
Dalam UU Anti Monopoli tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai ketentuan
dan tata cara pengajuan banding. Undang-undang hanya menyebutkan bahwa jangka
waktu pemeriksaan maksimal empat hari sejak diterimanya keberatan dan jangka
192 Pasal Pasal 44 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 berbunyi “Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4), pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi”. 193 Pasal 66 ayat (1) Perkom No. 1 Tahun 2010 berbunyi “Dalam hal Terlapor tidak mengajukan keberatan terhadap Putusan Komisi sampai dengan lewat waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 665, maka Terlapor wajib melaksanakan Putusan Komisi dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65”.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
84
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
waktu penjatuhan putusan maksimal 30 hari sejak dimulai pemeriksaan.194 Pengajuan
keberatan kemudian diatur pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 03 Tahun
2005 yang mengatur mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan tata cara
pengajuan upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU.
Terdapat beberapa permasalahan dengan diterbitkannya Perma ini.
Berdasarkan Pasal 2 Butir 1 Perma No. 03 Tahun 2005 menyebutkan bahwa
“Keberatan terhadap Putusan KPPU hanya diajukan oleh Pelaku Usaha Terlapor
kepada Pengadilan Negeri ditempat kedudukan hukum usaha Pelaku Usaha tersebut”.
Dalam hal ini timbul pertanyaan mengenai hak para pelapor untuk mengajukan
banding atau tidak yang tidak dijelaskan apabila KPPU menyatakan tidak ada
pelanggaran.
Pasal 6 Perma No. 03 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa “Dalam hal
Majelis Hakim berpendapat perlu pemeriksaan tambahan, maka melalui putusan sela
memerintahkan kepada KPPU untuk dilakukan pemeriksaan tambahan”. Terhadap
ketentuan pasal tersebut timbul keraguan pada hasil pemeriksaan tambahan yang
dilakukan oleh KPPU, baik tambahan berupa dokumen dan juga tambahan berupa
saksi-saksi yang diperintahkan PN. Dapat pasti dokumen-dokumen maupun saksi-
saksi yang meringankan pelaku usaha yang mengajukan banding akan menjadi sia-sia
karena tidaklah mungkin KPPU dalam melakukan pemeriksaan tambahan yang
memperlemah putusannya sendiri. Tentu saja KPPU akan memperkuat putusan yang
diajukan banding oleh pelaku usaha, karena posisi KPPU merupakan pihak dalam
perkara banding di PN.
Dalam Pasal 42 UU Anti Monopoli, alat-alat bukti pemeriksaan komisi berupa
keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan/atau dokumen, dan keterangan pelaku
usaha. Maka, tidaklah dimungkinkan bagi KPPU untuk menggunakan indirect
evidence dalam pembuktian. America Serikat menggunakan indirect evidence dengan
sangat hati-hati, hanya untuk pelanggaran-pelanggaran yang termasuk pelanggaran
kriminal.
194 Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Anti Monopoli dan Persangan Usaha TIdak Sehat.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
85
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Ketidak konsistenan hukum acara, khususnya mengenai penggunaan alat
bukti, sangat mungkin menimbulkan masalah terkait pertimbangan atau pengambilan
keputusan. Tidak jarang putusan KPPU hanya mengedepankan alat bukti indirect
evidence dimana pembuktian tersebut sangatlah lemah di hadapan hukum acara
perdata yang lebih mengedepankan hard evidence. Maka, dalam praktek, tidak sedikit
putusan KPPU yang akhirnya dibatalkan oleh pengadilan negeri yang memeriksa
perkara Keberatan.195
Pembentuk suatu komisi dengan kewenangan yang cukup luas seperti KPPU
diperlukan ketentuan-ketentuan hukum acara yang sangat lengkap. Memang
walaupun pada akhirnya KPPU memiliki kewenangan yang luas dimana
kewenangan-kewenangan yang luas tersebut harus tetap ada batasnya. KPPU sering
melanggar banyak kewenangan sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.
195 HMBC Rikrik Rizkiyana, et.al, Catatan Kritis Terhadap Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, hlm. 42, <www.ri-advocates.com>, diakses 5 Januari 2013.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
86 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 3
PERANAN KPPU DALAM PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA DIBANDINGKAN DENGAN AMERIKA SERIKAT, AUSTRALIA,
PERANCIS dan JEPANG
3.1 Putusan Perkara Persaingan Usaha oleh KPPU
Pada bab ini akan diuraikan mengenai peranan KPPU dalam penyelesaian
persaingan usaha dibandingkan dengan Amerika Serikat, Australia, Perancis dan
Jepang. Uraian ini akan dijelaskan melalui beberapa kasus yang telah ditangani oleh
KPPU.
3.1.1 Putusan KPPU Nomor 17/KPPU-I/2010 Terhadap Perseroan Terbatas
(PT.) Pfizer Indonesia dan Perseroan Terbatas (PT.) Dexa Medica atas
Dugaan Kartel Obat Anti Hipertensi dengan Kandungan Amlodipine
Besylate.196
Pada dugaan pelanggaran ini, para pelaku usaha yang diduga melakukan
pelanggaran dan ditetapkan sebagai terlapor adalah PT. Pfizer Indonesia (Terlapor I),
PT. Dexa Medica (Terlapor II), Pfizer Inc. (Terlapor III), Pfizer Overseas LLC – d/h.
Pfizer Overseas Inc. (Terlapor IV), Pfizer Global Trading – co. Pfizer (Terlapor V)
dan Pfizer Corporation Panama (Terlapor VI). Kelompok Usaha Pfizer dengan PT.
Dexa Medica diduga melakukan pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 yaitu
menetapkan Anti Hipertensi dengan Zat Aktif Amlodipine Besylate.
Pfizer Inc. adalah induk dari Pfizer Corporation Panama sebagai pemegang
saham mayoritas dari PT. Pfizer Indonesia. Pfizer Inc. adalah pemegang paten zat
aktif Amlodipine Besylate, dengan Nomor Paten ID 0 000 321 tertanggal 10
November 1995, masa berlaku patern adalah 20 tahun sejak tanggal permintaan
patern yaitu tanggal 3 April 1987, maka masa paten berakhir tanggal 3 April 2007.
PT. Pfizer Indonesia mempunyai kewenangan terhadap operasional Pfizer Inc.
di Indonesia termasuk pemasaran, penjualan dan produksi secara terbatas, sedangkan 196 Putusan KPPU, <www.kppu.goi.id>, diakses 12 September 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
87
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
keputusan bisnis terkait raw material merupakan kewenangan Pfizer Inc. PT. Pfizer
Indonesia memiliki produk dalam kategori obat anti hipertensi dengan bahan dasar
Amlodipine Besylate. Pfizer inc. dan Pfizer Indonesia tidak memiliki perjanjian
lisensi antara tahun 1990-2007, mengacu pada fakta bahwa Pfizer Indonesia
merupakan afiliasi dari Pfizer Inc dan oleh sebab itu dapat menggunakan paten dan
merek dagang tersebut.
Pada tanggal 12 Desember 1995, PT. Dexa Medica mempunyai izin edar obat
yang mengandung zat aktif Amlopidine Besilate dengan Merek Tensivask sediaan 5
mg dengan Nomor Pendaftaran DKL 9405014110A1. Bahan baku zat aktif
Amlopidine Besylate yang dipergunakan untuk memproduksi Tensizask pada tahun
1955 didapatkan oleh PT. Dexa Medica dari Eropa. Kemudian, Pfizer Inc. melalui
PT. Pfizer Indonesia mengumumkan (somasi) terjadi pelanggaran paten atas zat aktif
Amlopidine Besylate yang dilakukan oleh PT. Dexa Medica.
Penyelesaian sengketa paten dilakukan PT. Dexa Medica dengan menemui
PT. Pfizer Indonesia untuk menanyakan kemungkinan pembelian bahan baku zat aktif
Amlopidine Besylate kepada Pfizer Inc. Untuk menyelesaikan pelanggaran atas paten
Amlopidine Besylate yang dimiliki leh Pfizer Inc, maka PT. Dexa Medica melakukan
Supply Agreement atau perjanjian pemasokan bahan baku dengan Pfizer Overseas
LLC (d/h Pfizer Overseas Inc.) yang merupakan anak perusahaan dari Pfizer Inc.
Dalam pelaksanaan Supply Agreement, yang menerima Planing Order,
memberikan persetujuan supplu, mengirimlan zat aktif Amlopidine Besylate,
menerbitkan invoice packing list, dan memberikan certificate of analysis kepada PT.
Dexa Medica adalah Pfizer Global Trading yang merupakan bagian dari Pfizer
Overseas LLC (d/h Pfizer Overseas Inc.). Berdasarkan Supply Agreement, semua
bentuk komunikasi dari PT. Dexa Medica dengan Pfizer Overseas LLC. Disampaikan
tembusan ke PT. Pfizer Indonesia, yaitu Presiden Direktur.
Setelah masa paten berakhir, PT. Dexa Medica berhak memberli zat
Amlodipine Besylate dari supplier manapun, namun PT. Dexa Medica tetap membeli
za tersebut dari Pfizer Overseas Inc. dengan pertimbangan bahwa PT. Dexa Medica
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
88
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
ingin memastikan mempertahankan efek klinis Tensivask yang sama pada saat
sebelum dan sesudah paten.
Dalam pendistribusian Novask dan Tensivask, PT. Pfizer Indonesia dan PT.
Dexa Medica sama-sama menggunakan PT. Anugerah Argon Medica. PT. Anugerah
Argon Medica merupakan anak perusahaan dari PT. Dexa Medica dengan
kepemilikan saham sebesar 98.13%. Perjanjian kerjasama distribusi antara PT. Dexa
Medica dan PT. Anugerah Argon Medica dibuat pada tanggal 30 November 1999
oleh PT. Dexa Medica dan PT. Anugerah Argon Medica yang berlaku selama 1 (satu)
tahun sejak Desember 1999. Pfizer Distribution Agreement dibuat oleh PT. Pfizer
Indonesia dan PT. Anugerah Argon Medica pada tanggal 22 November 1996.
Perjanjian distribusi antara PT. Pfizer Indonesia dengan PT. Anugerah Argon Medica
ini tidak hanya meliputi Norvask saja, melainkan juga obat-obatan lainnya.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999, KPPU dapat melakukan
pemeriksaan berdasarkan inisiatif sendiri apabila ada dugaan terjadi pelanggaran.
perdata yang diterima KPPU dari PT. IMS Health, selaku penyedia layanan survey
produk kesehatan, kenaikan harga Norvask dan Tensivask terjadi secara berkala.
Pasca paten berakhir muncul perusahaan-perusahaan lain yang memproduksi
obat anti hipertensi dengan zat aktif Amlopidine Besylate, namun dari sisi penjualan
per volume atau unit, merek Norvask dan Tensivask dalam berbagai kemasan, tetap
menjadi obat yang banyak diresepkanoleh dokter. Muncul dugaan kartel yang terjadi
antara PT. Pfizer Indonesia dan PT. Dexa Medica dalam penjualan obat yang
berbahan dasar Amlopidine Besilate.
PUTUSAN KPPU
1) PT. Pfizer Indonesia, Pfizer Inc., Pfizer Overseas LLC., PT. Pfizer Global
Trading dan Pfizer Corporation Panama terbukti secara sah dan meyakinkan
lemanggar Pasal 5, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 25 ayat (1) huruf a UU No. 5 Tahun
1999.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
89
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
2) PT. Dexa Medica terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5, Pasal
11, Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999.
3) Memerintahkan kepada PT. Pfizer Indonesia untuk menurunkan harga obat
Norvask sebesar 65 % dari HNA samoai saat outusan berkekuatan hukum tetap.
4) Memerintahkan kepada PT. Dexa Medica untuk menurunkan harga obat
Tensivask sebesar 60% dari HNA sampai saat putusan berkekuatan hukum tetap.
5) PT. Pfizer Indonesia membayar denda RP 25.000.000.000,- yang harus disetor ke
Kas Negara
6) PT. Dexa Medica membayar denda sebesar RP 20.000.000.000,-yang harus
disetor ke Kas Negara.
Atas dasar putusan KPPU tersebut, para terlapor, PT. Pfizer Indonesia, Pfizer
Inc., Pfizer Overseas LLC., Pfizer Global Trading dan Pfizer Corporation Panama
dan PT. Dexa Medica mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU No. 17/KPPU-
I/2010. Permohonan keberatan tersebut kemudian di daftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Jakarta pusat tertanggal 3 November 2012 dengan Nomor:
05/KPPU/2010/PN/Jkt.Pst. Dalam rapat Permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat pada hari Rabu, tanggal 31 Agustus 2011, memutuskan untuk
mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan I, II,
III, IV, V, dan VI untuk seluruhnya dan membatalkan putusan KPPU Nomor.
17/KPPU-I/2010 tertanggal 27 September 2010 untuk seluruhnya.
KPPU sebagai pihak yang kalah dalam putusan Pengadilan Negeri atas kasus
ini, mengajukan kasasi ke MA, yang kemudian ditolak oleh MA berdasarkan Putusan
Perkara Nomor Register 294 K/PDT.SUS/2012.197 Putusan kasasi ini menguatkan
putusan pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah
mengabulkan keberatan Kelompok Usaha Pfizer dan PT Dexa Medica atas putusan
KPPU. Putusan KPPU dibatalkan karena melanggar keputusan UU Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta
UU Nomor 14 Tahun 2001 Lembaran Negara RI Nomor 109 tentang Paten.
197 MA Tolak Permohonan Kasasi KPPU Terkait Kartel Obat, <www.tribunnews.com>, diakses 12 September 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
90
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Dengan mempelajari putusan KPPU dalam perkara di atas, ditemukan
beberapa persoalan sebagai berikut:
a) KPPU dalam memutus perkara ini menggunakan indirect evidence.
Dalam kasus ini, KPPU sebagai komisi persaingan yang menyatakan bahwa
PT. Pfizer dan PT. Dexa Media melakukan perjanjian kartel menggunakan indirect
evidence dalam pembuktiannya. Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumya
bahwa dalam menyimpulkan alat bukti yang digunakan adalah ketentuan hukum
acara perdata, yang mana indirect evidence tidak dikenal dalam hal ini. Putusan
KPPU hanya mengedepankan alat bukti indirect evidence dimana pembuktian
tersebut sangatlah lemah di hadapan hukum acara perdata yang lebih mengedepankan
hard evidence. Dengan kata lain, petunjuk merupakan alat bukti yang bergantung kepada alat
bukti lain. Jika tidak ada alat bukti lain yang menunjukan adanya pelanggaran UU
Anti Monopoli, maka KPPU tidak dapat menyatakan adanya petunjuk perlanggaran
tersebut sedangkan indirect evidence berdiri sendiri tanpa ada kaitannya dengan alat
bukti lain dan lebih mengarah kepada dugaan, penafsiran atau interpretasi, dan logika. Dalam kasus ini KPPU tidak dapat membuktikan secara sah dan meyakinkan
dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah tentang adanya perjanjian,
baik tertulis maupun tidak tertulis, yang dimaksudkan untuk menetapkan harga dan
kartel. Putusan KPPU tersebut kemudian dibatalkan oleh pengadilan negeri yang
memeriksa upaya hukum banding yang diajukan pelaku usaha Terlapor dengan
pertimbangan, salah satunya, alat bukti indirect evidence tidak dikenal dalam
peraturan perundang-undangan.
Berbeda dengan Indonesia, Amerika Serikat mengenal alat bukti indirect
evidence. Dalam yuridiksi Amerika Serikat tidak mengharuskan pembuktian bahwa
pelaku usaha menandatangani atau menyatakan perjanjian secara tertulis. Penetapan
harga, persekongkolan tender, kartel, and perjanjian lainnya dapat dibuktikan baik
oleh bukti langsung, seperti kesaksian pelaku tersebut, atau dengan bukti tidak
langsung, seperti tawaran yang mencurigakan, contohnya, laporan biaya perjalanan,
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
91
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
rekaman telepon, catatan harian bisnis. Sadar akan tanggung jawab atas rencana jahat,
dapat dibuktikan dengan bukti langsung maupun tidak langsung.198
Ada dua jenis bukti tidak langsung, yaitu bukti komunikasi dan bukti
ekonomi, yaitu:199
Communication Evidence: bukti bahwa pelaku kartel telah bertemu atau
berkomunikasi, tetapi tidak mengutarakan isi pokok komunikasi mereka. Ini
meliputi, rekaman percakapan telepon antara pelaku kartel, namun tidak
temasuk isi pokok yang sebenarnya dari komunikasi tersebut. Selain itu,
perjalanan dalam partisipasi rapat. Bukti lain yang menunjukan komunkasi
mengenai kartel, seperti waktu pertemuan membahas tentang pemanfaatan
harga permintaan atau kekuatan harga, dokumen internal yang membuktikan
pengetahuan ataau pemahaman strategi harga pesaing, seperti pengetahuan
harga yang akan datang.
Economic Evidence: pertama, ekonomi dapat membantu untuk
mengidentifikasi pasar yang cenderung terkartelisasi. Kedua, kartel dapat
dibuktian pada bukti ekonomi. Dengan kata lain, ekonomi dapat membantu
untuk, membuktikan adanya kartel dengan menganalisis perilaku pelaku usaha
di pasar.
Indirect evidence diterapkan diberbagai negara, termasuk Australia& Jepang,
dengan keadaan yang berbeda. Dalam kasus antitrust terbaru di Amerika Serikat,
otoritas persaingan cenderung menggunakan teknik ekonometrik, yang merupaka
salah satu jenis bukti tidak langsung, untuk membuktikan adanya perjanjian
penetapan harga, meskipun kebanyakan kasus, bukti ekonometrik diperlakukan
sebagai suatu hal yang diperlukan namun tidak cukup untuk membuktikan adanya
perjanjian penetapan harga.
Di Amerika Serikat, kartel dituntut sebagai tindak pidana berdasarkan
Sherman Act. Salah satu bagian Sherman Act menyebutkan bahwa “setiap perjanjian,
198 Shriya Lukee, Role of Circumstantial Evidence in the Prosecution of Cartels, hlm. 37 <www.cii.gov.in>, diakses 6 Januari 2013. 199 Ibid, diakses 6 Januari 2013.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
92
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
penggabungan dalam bentuk trust atau lainnya, atau konspirasi, yang menghalangi
perdagangan atau perdagangan antara negara bagian, atau dengan bangsa asing,
dinyatakan illegal. Pelanggaran Pidana Sherman Act dapat dihukum dengan denda
hingga $100 juta untuk perusahaan terdakwa dan $1 juta bagi perseorangan. Denda
juga dapat diatur dua kali lipat dari jumlah bruto atas kerugian para korban.
Pelanggaran pidana oleh individu atas Sherman Act juga dapat dihukum sampai
sepuluh tahun penjara.
DOJ-AD biasanya memproses penuntutan hanya bila ada bukti langsung dari
perjanjian yang melanggar hukum. Dalam kasus di mana terdakwa tidak mengaku,
bukti langsung yang diajukan adalah kesaksian dari seorang pelaku kartel, yang
menjadi pemohon kelonggaran, saksi yang kooperatif, termasuk juga video atau
dokumen yang membuktikan perjanjian melanggar hukum.200
Hanya dalam keadaan tertentu, DOJ-AD akan melanjutkan penuntutan pidana
apabila kekurangan bukti. Salah satu kasus, seperti United States v. Champion
International Corporation, yang terlibat persekongkolan tender dengan
perusagahaan-perusahaan kayu pada lelang yang diselenggarakan oleh US Forest
Service. Sebelum waktu yang dicakup pada surat dakwaan, perusahaan tersebut
sangat kompetitif. Sidang pengadilan menemukan bahwa pada waktu tertentu sidang
berakhir ketika salah satu terdakwa tidak menemukan pesaingnya dalam pelelangan
dan kemudian memutuskan untuk tidak menawarkan pada penjual lain.201
Sidang pengadilan setuju dengan terdakwa bahwa pola penawaran baru telah
berkembang oleh kekuatan ekonomi normal, kiranya tidak dalam perkembangan
perjanjian kolusi. Awal dari hal ini, perwakilan para terdakwa mulai bertemu dan
mendiskusikan penjualan mereka di masa datang dan keinginan mereka dari setiap
perusahaan. Ada atau tidaknya kesepakatan yang dibuat pada pertemuan-pertemuan
mengenai penawaran dengan cara apapun, tidak diragukan bahwa terdakwa memiliki
kesepakatan tentang penawaran. Pengadilan Banding memperkuat pengadilan yang
200 Policy Roundtables Prosecuting Cartels within Direct Evidence 2006, hlm. 174, <www.oecd.org>, diakses 6 Januari 2013. 201 Ibid, diakses 6 Januari 2013.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
93
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
menemukan bahwa adanya bukti perjanjian, meskipun DOJ tidak mampu untuk
menunjukan bukti langsung dari kesepakatan tersebut.202
Penegak hukum persaingan selalu berusaha untuk memperoleh bukti langsung
dari perjanjian dalam penuntutan kasus kartel tetapi memang sulit untuk
membuktikannya. Dalam penggunaan bukti tidak langsung, terdapat batas, karena
bukti tersebut dapat ambigu, karena itu, harus diinterpretasikan secara benar oleh
pene;iti, lembaga persaingan dan pengadilan. Terpenting adalah, bukti tersebut
digunakan bersama dengan bukti langsung.203
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa dalam Pasal 8
Perma No. 03 Tahun 2005 yang menyebutkan “kecuali ditentukan lain dalam
Peraturan Mahkamah Agung ini, ukum Acara Perdara yang berlaku diterapkan pula
terhadap Pengadilan Negeri”. Perma menyimpulkan bahwa alat bukti yang digunakan
dalam pemeriksaan perkara banding adalah alat bukti yang dikenal dalam hukum
acara perdata. Sebagaimana diatur Pasal 164 HIR, alat bukti dalam hukum acara
perdata adalah surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Maka, tidaklah
dimungkinkan bagi KPPU untuk menggunakan indirect evidence dalam pembuktian.
America Serikat menggunakan indirect evidence dengan sangat hati-hati, hanya untuk
pelanggaran-pelanggaran yang termasuk pelanggarna criminal.
Oleh sebab itu, apabila KPPU menggunakan indirect evidence dalam
pembuktian perkara kartel atau lainnya, hukum persangan usaha di sini tidak dapat
menggunakan pendekatan hukum acara perdata melainkan menggunakan pendekatan
hukum acara tersendiri atau setidaknya menggunakan pendekatan hukum acara
pidana.
b) KPPU melampaui kewenangannya
Dalam putusannya, KPPU memerintahkan perusahaan farmasi nasional itu
menurunkan harga Tensivask sebesar 60 persen dari harga neto apotek. Putusan ini
melanggar UU Anti Monopoli, yang tidak memberikan kewenangan kepada KPPU
untuk menetapkan harga.
202 Ibid, diakses 6 Januari 2013. 203 Ibid, hlm. 9, diakses 6 Januari 2013.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
94
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Timbul banyak pertanyaan mengenai eksistensi dari kewenangan KPPU yang
begitu besar. Menurut Prof. Hikmahanto, banyak putusan yang bermasalah ini
disebabkan karena ketidak sinkronan antara pertimbangan hukum dan pertimbangan
ekonomi. Selain itu, KPPU sebaiknya harus memisahkan ketiga fungsi eksekutif,
legislative dan yudikatif secara internal.204
c) KPPU tidak paham mengenai pengecualian UU Anti Monopoli
Dalam kasus ini, PT. Pfizer melakukan supply agreement adalah perjanjian
terkait hak atas kekayaan intelektual, sehingga termasuk dalam perjanjian yang
dikecualikan dari ketentuan UU Anti Monopoli. Supply agreement yang dinyatakan
KPPU sebagai bukti adanya kartel merupakan hal keliru, supply agreement tidak
mengatur harga, produksi, pemasaran, dan distribusi Tensivask maupun Norvask.205
Berdasarkan Pasal 50 UU Anti Monopoli menyebutkan bahwa yang
dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah perjanjian yang berkaitan
dnegan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta,
desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta
perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau perjanjian penetapan standar teknis
produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
atau perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk
memasok kembali barang dan atua jasa dengan harga yang lebih rendah daripada
harga yang telah diperjanjikan.
Apabila masalah sumber daya manusia yang tidak menguasai persaingan
usaha ini dapat diperkecil dengan menghadirkan saksi-saksi ahli yang berkompeten di
bidang persaingan usaha, dari segi hukum maupun ekonomi oleh KPPU sebagai
pencerah perkara yang ditanganinya.
Hal ini juga yang dilakukan FTC dalam penanganan perkara persaingan
usaha. Supply Agreement diperbolehkan tetapi perbuatan tersebut harus dilakukan
dengan tujuan usaha yang mendukung persaingan. Apabila perjanjian tersebut
204 Seminar Ikatan Keluarga Advokat universitas Indonesia, 8 Desember 2012. 205 Ignatius Andy, Obat Generik Tapi Mahal, Gatra 14 Oktober 2010.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
95
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
merupakan hasil pemaksaan atau karena kekuatan pasar yang sedemikian rupa
sehingga pemasok merasa tidak memiliki pilihan atas perjanjian, perjanjian tersebut
dainggap anti persaingan.206
d) KPPU sebagai pihak yang berperkara
Pada tingkat banding, KPPU sebagai komisi pemutus perkara tersebut menjadi
pihak yang berperkara di PN. Menurut penulis, hal ini adalah tepat, karena FTC,
ACCC, autoritie dan FTC pun merupakan pihak dalam perkara persaingan usaha.
Selain itu menurut UU Anti Monopoli, setiap orang yang melaporkan atas terjadinya
pelanggaran terhadap UU Anti Monopoli, selain pihak yang dirugikan, wajib
dirahasiakan oleh KPPU. Apabila, KPPU tidak menjadi pihak, berarti kerahasiaan
pelapor akan bocor kepada terlapor. Ketidak tepatan terjadi ketika bukti awal
pemeriksaan yang merupakan putusan KPPU dikembalikan kepada KPPU untuk
diperiksa lebih lanjut
Kewenangan KPPU yang sangat luas dalam menegakkan hukum persaingan
usaha, yang dimulai dengan menerima laporan atas dugaan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, melakukan penelitian, penyelidikan, memutuskan
sampai menjatuhkan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar undang-undang, pada
praktiknya dapat menimbulkan presumption of guilty dalam proses penegakkan
hukum persaingan usaha di KPPU karena mungkin ada penghentian perkara atau
perbedaan persepsi dalam praktik penegakan hukum persaingan usaha.
Permasalahan mengenai prosedur penanganan perkara persaingan usaha juga
pernah dialami oleh JFTC. Ketika prosedur penegakan perkara mulai diberlakukan
pada tahun 2006, Keidanren, mewakili kelompok usaha mengkritik hal itu. Asosiasi,
akademisi dan lainnya mengusulkan untuk mereformasi prosedur tersebut. Keidanren
menyatakan bahwa prosedur pemutusan tidak adil karena JFTC yang melakukan
penyelidikan, kemudian yang memperkarakan dan juga sebagai peninjau.207
206 Agreement Between Supplier and Costumer, hlm, 266, <www.pli.edu>, diakses 6 Januari 2013. 207 Mitsuo Matsushita, Loc.cit, hlm. 527, diakses 6 Januari 2013.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
96
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Oleh karena itu, pemeriksa dan komisaris JFTC tidak bisa diharapkan untuk
membuat penilaian yang objektif dan jujur mengenai putusan yang mereka keluarkan.
Keindanren menyatakan bahwa prosedur pemeriksaan administrasi harus dihapuskan
dan digantikan dengan suatu prosedur di mana para pihak dapat langsung
mengadakan permohonan kepada pengadilan.208
3.1.2 Putusan KPPU Nomor 35/KPPU-I/2010 Terhadap PT. Pertamina dkk.
atas Proses Beauty Contest Proyek Donggi-Senoro.209
Salah satu contoh penafsiran atas undang-undang dilakukan KPPU pada
perkara Nomor 35/KPPU-I/2010 dengan terlapor adalah Pertamina dkk Perkara ini
bermula dari KPPU terhadap PT Pertamina (Persero) dan tiga perusahaan lainnya
yang mempersalahkan mereka melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Yang Sehat. KPPU
memutuskan bahwa keempat perusahaan tersebut telah melakukan persekongkolan
dan diskriminasi dalam pemilihan partner strategis. KPPU berpendapat, bahwa
pemilihan partner itu yang dilakukan melalui “beauty contest” sama dengan
pengadaan barang dan jasa.210 Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
menyatakan:
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.
Istilah beauty contest tidak terdapat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Istilah ini
berasal dari kepustakaan Hukum Persaingan di luar negeri. Beauty Contest tidak sama
dengan pemilihan mitra untuk mendapatkan calon partner guna mengembangkan
suatu proyek. Pemilihan mitra tidak sama dengan tender pengadaan barang atau jasa.
Pemilihan mitra tersebut tidak masuk dalam ruang lingkup Pasal 22 Undang-
Undang No. 5 Tahun 1999 karena pemilihan mitra adalah pemilihan calon partner 208 Ibid. 209 Putusan KPPU, <www.kppu.goi.id>, diakses 12 September 2012. 210 Perkara Nomor 35/KPPU-I/2010, <www.kppu.go.id>, diakses 109 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
97
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
untuk membangun suatu usaha, bukan mengenai pengadaan barang/jasa.211 Pemilihan
partner sebagai mitra strategis dalam membangun suatu usaha didasarkan kepada
kemampuan permodalan, keahlian, dan pengalaman calon partner tersebut untuk
mengadakan investasi, bukan mengenai pengadaan barang/jasa.
Menurut Erman Rajagukguk, tindakan melampaui kewenangan terkait
penafsiran Pasal 22 yang dilakukan oleh KPPU. Seharusnya, KPPU tidak boleh
menafsirkan suatu undang-undang, yang dapat menafsirkan undang-undang adalah
hakim dalam rangka penemuan hukum. Pasal 22 mengatur tentang persekongkolan
tender. Melalui Peraturan KPPU No 2 Tahun 2010, KPPU lalu memperluas
penafsiran persekongkolan tender yang tidak hanya meliputi persekongkolan secara
horizontal, tetapi juga vertikal. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 harus dirubah
terlebih dahulu apabila ada perluasan penafsiran pada Pasal 22, satu-satunya yang
dapat melakukan penafsiran dalam rangka penemuan hukum adalah hakim, bukanlah
KPPU.212
Pada dasarnya, undang-undang bagi seorang hakim hanyalah teks yang belum
selesai dan bukan teks yang sudah final. Undang-undang yang berisi norma hukum
yang bersifat umum dan abstrak hanya mengatur secara garis besar hal-hal yang
wajib dilakukan (obligattere), yang dilarang dilakukan (prohibere) dan yang boleh
dilakukan (permittere).213 Karena itulah undang-undang bagi penyelenggara
pemerintahan bukan teks yang sudah selesai, tetapi masih perlu diatur lebih lanjut
dengan delegated legislations, sebagai secondary legislations. Oleh karena undang-
undang merupakan salah satu unsur dari sistem hukum, maka sifat dasar sistem
hukum juga menjadi sifat dasar undang-undang. 214
211 Erman Rajagukguk, Komentar Putusan Nomor 34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST.: Pemilihan Partner Usaha Tidak Sama Dengan Pengadaan Barang dan Jasa, <www.jurnalhet.com>, diakses 19 Desember 2012. 212 Akademisi Melarang KPPU Menafsirkan Undang-Undang, <www.hukumonline.com>, diakses 19 Desember 2012. 213 Anthon Freddy Susanto dalam A.A. Oka Mahendra, Penafsiran Undang-Undang dari Perspektif Penyelenggara Pemerintah, <www.djpp.depkumham.go.id>, diakses 19 Desember 2012. 214 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, hlm. 13, <www.jimly.com>, diakses 19 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
98
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Dalam hukum, metode penafsiran atau interpretasi terdiri dari beberapa jenis,
yaitu:
a) Interpretasi Gramatikal;
Titik tolak dalam penafsiran menurut bahasa adalah bahasa sehari-hari.
Ketentuan atau kaidah hukum yang tertulis dalam undang-undang diberi arti
menurut kalimat atau bahasa sehari-hari. Metode interpretasi ini disebut
interpretasi gramatikal karena untuk mengetahui makna ketentuan undang-
undang dengan cara menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau
bunyinya. Dalam interpretasi bahasa ini biasanya digunakan kamus bahasa
atau dimintakan keterangan ahli bahasa sebagai narasumber.215
b) Interpretasi Teleologis;
Menafsirkan undang-undang dengan menyelidiki maksud pembuatan dan
tujuan dibuatkannya undang-undang tersebut. Dengan interpretasi teleologis
ini, undang-undang yang masih berlaku (tetapi sudah usang atau sudah tidak
sesuai lagi) diterapkan terhadap suatu peristiwa, hubungan, kebutuhan dan
kepentingan pada masa kini. Di sini, peraturan perundang-undangan
disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru. 216
c) Interpretasi Sistematis;
Menafsirkan undang-undang yang menjadi bagian dari keseluruhan sistem
perundang-undangan dengan cara menghubungkan dengan undang-undang
lain itulah yang dinamakan interpretasi sistematis. Dengan metode penafsiran
sistematis ini hendak dikatakan bahwa dalam menafsirkan undang-undang
tidak boleh menyimpang dari sistem perundang-undangan.217
215 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2008), hlm. 344. 216 Ibid, hlm. 349. 217 Ibid, 347.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
99
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
d) Interpretasi Historis
Untuk mengetahui makna suatu kaidah dalam perundang-undangan sering
pula dilakukan dengan meneliti sejarah, atau riwayat peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan. 218
Ada 2 (dua) jenis interpretasi historis yaitu:
a. Interpretasi menurut sejarah hukum (rechts historische-interpretatie)
b. Interpretasi menurut sejarah penetapan suatu ketentuan perundang-
undangan (wet historische-interpretatie)
e) Interpretasi Komparatif;
Metode penafsiran ini penting terutama bagi hukum yang timbul dari
perjanjian internasional, karena dengan pelaksanaan yang seragam akan dapat
direalisir kesatuan hukum yang melahirkan perjanjian internasional sebagai
hukum obyektif atau kaedah hukum untuk beberapa negara. Di luar hukum
perjanjian internasional, kegunaan metode ini terbatas.219
f) Interpretasi Futuristis;
Intepretasi ini merupakan metode penemuan hukum yang bersifat antisipatif.
Metode ini dilakukan dengan menafsirkan ketentuan perundang-undangan
dengan berpedoman pada kaedah-kaedah perundang-undangan yang belum
mempunyai kekuatan hukum.220
g) Interpretsi Restriktif&Ekstensif.221
Penafsiran restriktif adalah cara penafsiran yang mempersempit arti suatu
istilah atau pengertian dalam (pasal) undang-undang.
Penafsiran ekstensif adalah menafsirkan dengan memperluas arti suatu
istilah atau pengertian dalam (pasal) undang-undang.
Menurut penulis, metode penafsiran yang digunakan dalam perkara Pertamina
(Persero) dkk. v. KPPU adalah metode penafsiran ekstensif. KPPU memperluas
218 Ibid, hlm. 345. 219 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 347. 220 A.A. Oka Mahendra, Locit, diakses 19 Desember 2012. 221 C. Asser dan Paul Scholtes, Penuntun dalam Mempelajari Hukum Perdata belanda, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2986), hlm. 85.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
100
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
penafsiran dari Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999. Berdasarkan penejalsan mengenai
penafsiran di atas, penulis berpendapat bahwa adalah hal yang diperbolehkan untuk
KPPU sebagai penyelenggara negara untuk menafsirkan undang-undang, asalkan
metode yang digunakannya tepat. Perkara Pertamina (Persero) dkk. v. KPPU dinilai
tidak tepat karena KPPU tidak memiliki kewenangan untuk memperluas suatu istilah
atau pengertian dalam pasal 22 pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Untuk
perkara lain atau perkara yang akan datang, KPPU hendaknya lebih mematangkan
metode penafsiran yang akan digunakan, jika benar-benar diperlukan.
3.1.3 Putusan KPPU Nomor 23/KPPU-L/2010 terkait Persetujuan
Perpanjangan Give Away Haji oleh PT. Garuda Indonesia (Persero)
kepada PT. Gaya Bella Diantama dan PT. Uskarindo Prima untuk
Periode Tahun 2009/2010 dan Periode Tahun 2010/2011
Dalam putusan tersebut, KPPU menyatakan bahwa Garuda secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d UU Anti Monopoli. Selain itu juga
menghukum PT. Gaya Bella Diantama dan PT. Uskarindo Prima, sebagai rekanan
Garuda. Kdua perusahaan tersebut tidak diizinkan mengikuti tender dalam lingkup
PT. Garuda Indonesia selama satu tahun sejak putusan tersebut berkekuatan hukum
tetap.
Putusan tersebut terkait atas give away haji, yaitu paket perlengkapan haji,
berupa koper, label plastik dan buklet. Atas tindakan tersebut, Garuda dipersalahkan
telah melakukan praktik diskriminasi karena maskpai tersebut telah menutup
kesempatan dengan memilih PT. Gaya Bella Diantama dan PT. Uskarindo Prima
tanpa mekanisme tender, sehingga perusahaan lain sulit masuk unteuk memberikan
harga paket haji yang lebih menarik. KPPU menjelaskan bahwa cara terbaik dalam
menentukan harga pasar adalah dengan mekanisme tender, yang tidak dilakukan
Garuda.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
101
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Putusan KPPU
1. Menyatakan Terlapor I: PT Garuda Indonesia (Persero), Terlapor II: PT. Gaya
Bella Diantama, dan Terlapor III: PT. Uskarindo Prima terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf (d) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
2. Menghukum Terlapor I: PT. Garuda Indonesia (Persero) untuk membayar denda
sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu miliar rupiah) yang harus disetorkan ke Kas
Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan
Usaha, Sekretariat Jenderal Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank
pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di
Bidang Persaingan Usaha);
3. Menghukum Terlapor II: PT. Gaya Bella Diantama, untuk membayar denda
sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu miliar rupiah), yang harus disetorkan ke Kas
Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan
Usaha, Sekretariat Jenderal Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank
pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di
Bidang Persaingan Usaha);
4. Menghukum Terlapor III: PT. Uskarindo Prima untuk membayar denda sebesar
Rp. 1.000.000.000,- (Satu miliar rupiah), yang harus disetorkan ke Kas Negara
sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha,
Sekretariat Jenderal Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank pemerintah
dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang
Persaingan Usaha);
5. Menghukum Terlapor II: PT. Gaya Bella Diantama dan Terlapor III: PT.
Uskarindo Prima untuk tidak mengikuti tender di lingkungan PT Garuda Indonesia
(Persero) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Putusan ini berkekuatan hukum
tetap;
6. Memerintahkan kepada Terlapor I: PT. Garuda Indonesia (Persero) untuk
mengembalikan kelebihan jumlah pembayaran biaya transportasi khususnya
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
102
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
komponen Give Away Haji kepada jemaah haji Indonesia sejumlah Rp.
7.075.620.468.41,- (Tujuh milyar tujuh puluh lima juta enam ratus dua puluh ribu
empat ratus enam puluh delapan rupiah dan empat puluh satu sen) melalui
Kementerian Agama RI;
Merujuk pada Perkom No. 04 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pasal 47 UU No.
5 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa:
“Ganti rugi merupakan kompensasi yang harus dibayarkan oleh pelanggar terhadap kerugian yang timbul akibat tindakan anti persaingan yang dilakukannya. Besar kecilnya ganti rugi ditetapkan oleh KPPU berdasarkan pada pembuktian kergian senyatanya oleh pelaku usaha yang merasa dirugikan.”
Perkom No. 04 Tahun 2009 juga menyebutkan bahwa:
“Proses perhitungan ganti rugi dilakukan berdasar pihak yang menerima kompensasi ganti rugi. Untuk itu melakukan perhitungan kompensasi ganti rugi pada pelaku usaha maka pelaku usaha tersebut wajib membuktikan besar kerugian senyatanya yang isa derita, lalu KPPU melakukan perhitungan mengenai kebenaran (validitas) perhitungan berdasar asas kesesuaian, keadilan dan kepatutan”.
Berdasarkan putusan KPPU di atas, KPPU memutus Terlapor agar membayar
ganti rugi kepada jemaah haji, yang mana bukan pelaku usaha. Keputusan ini tidak
sinkron dengan peraturan yang KPPU buat sendiri.
3.2 Leniency Program bagi KPPU
Dalam hal kesulitan untuk memulai pemeriksaan atas dugaan kartel dan
persaingan usaha tidak sehat lainnya, KPPU dapat menerapkan Leniency Program
seperti halnya FTC dan JFTC. Banyak negara telah menerapkan Leniency Program
sebagai insentif bagi perusahaan atau individu yang menjadi whistle-blower atas
suatu praktik kartel. Insentif itu berupa penghapusan denda seluruhnya atau
pengurangan denda secara signifikan.
Melalui program ini, kepercayaan antara sesama anggota kartel akan
ditantang. Pihak pertama yang membocorkan adanya praktik kartel pada lembaga
persaingan, akan mendapatkan imunitas atau penghapusan denda hingga 100%,
sedangkan teman-teman anggota kartel lainnya akan dikenakan denda yang besar.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
103
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Dengan demikian, lahir destabilisasi dalam setiap perjanjian kartel dan berujung pada
penurunan praktik kartel secara signifikan. 222
DOJ-AD telah menjadikan program tersebut mudah dan menarik bagi
perusahaan untuk mendekati dan berkerjasama dengan divisi tersebut. Perubahan
tersebut mencakup hal-hal berikut, yaitu:223
1) amnesti secara otomatis apabila belum dilakukan investigasi sebelumnya;
2) amnesti yang masih dapat diberikan setelah investigasi dimulai,;
3) semua pejabat, direksi serta karyawan yang bekerjasama dibebaskan dari tuntutan
pidana.
Sebagai hasil dari perubahan-perubahan tersebut, program leniency menjadi andalan
utama DOJ-AD dalam penuntutan terhadap kasus-kasus kartel internasional, dan
menjadi program leniency DOJ-AD yang paling berhasil, dan banyak dicontoh badan
otoritas persaingan Negara lain di seluruh dunia.
Penerapan program leniency di Jepang sejak pengesahan perubahan atas UU
Antimonopoli tahun 2005 JFTC untuk melaksanakan program leniency. Apabila
suatu perusahaan mengidentifikasikan adanya masalah antimonopoly yang bersifat
global, perusahaan tersebut harus mempertimbangkan untuk mengambil tindakan di
Jepang seiring dengan pengajuan permohonan berdasarkan program leniency di
Amerika Serikat dan Uni Eropa. 224
Perbedaan yang paling mencolok antara program leniency Amerika, Eropa
(Perancis), dan Jepang terletak pada leniency yang diberikan sebelum dan sesudah
dimulainya investigasi. Sebelum investigasi dimulai oleh JFTC, semua denda dapat
dihapus berdasarkan leniency. Selain perusahaan pertama, dua perusahaan yang lain
dapat menerima leniency sebagian. Setelah investigasi dimulai, leniency dapat
diberikan kepada tiga perusahaan, namun hanya leniency yang bersifat sebagian,
tanpa memperhatikan urutan perusahaan yang melapor, dimana masing-masing
222 Farid Nasution, Perlunya Leniency Program, <www.hukum.kompasiana.com>, diakses 2 Januari 2013. 223 James F. Griffin dalam Anna Maria Tri Anggraini, Program Leniency dalam Mengungkap Kartel Menurut Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha KPPU Edisi 6 –Tahun 2011, hlm. 108, <www.kppu.go.id> , diakses 6 Januari 2013. 224 Ibid, hlm. 112.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
104
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
perusahaan akan menerima penghapusan denda sebesar 30%. Berbeda dengan
Amerika Serikat dan Eropa (Perancis), leniency penuh dapat diberikan, bukan hanya
kepada pihak pertama yang melapor, tetapi juga kepada pihak yang melapor sebelum
investigasi dimulai, sedangkan leniency sebagian dapat diperoleh baik sebelum atau
setelah investigasi dimulai, meskipun ada perusahaan lain yang memperoleh leniency
sebelumnya225
Di Perancis, pada tanggal 8 Desember 2011, Autorité menetapkan adanya
kartel antara empat produsen deterjem di Perancis, yaitu Unilever, Procter & Gamble,
Henkel dan Colgate Palmolive, dan didenda dengan total sejumlah € 367. 900.000.
Perusahaan-perusahaan ini telah mengkoordinasikan strategi penjualan mereka
melalui penentuan harga penjualan dan potongan harga yang ditujukan kepada
Supermarket dan Hipermarket Perancis.226
Pada saat itu, terjadi kelonggaran yang diberikan oleh Autorité yang
melibatkan kerjasama dari semua peserta dalam program leniency Perancis. Dalam
proses pemeriksaan, Autorité bekerja sama dengan EU, memberikan sanksi kepada
perusahaan atas penetapan harga deterjen (COMP/39.579- Consumer detergents,
Decision of 13 April 2011). Ini merupakan prima facie227, tanpa prejudging ketetapan
akhir dari kedua otoritas.228
Pada akhir proses tersebus, dalam keputusannya tanggal 8 Desember 2011,
Autorité menyimpulkan bahwa dua pelanggaran atau pelanggaran yang jelas terpisah.
Keputusan Perancis berkaitan antara lain mengenai jangka waktu dan daerah yang
berbeda, jangkauan produk, dan pihak lain yang memiliki tujuan yang berbeda, yaitu
kartel terhadap harga dan promosi dari semua format bubuk cuci Perancis. Autorité
dan EC dapat secara sah mengenakan sanksi yang berbeda menyangkut masalah yang
225 Ibid, hlm. 114. 226 France: Thanks its Leniency Programme, the Autorité de la concorrunce detects Cartel of World four major Detergent Manufactures and imposes Fines amounting to € 368.000.000, <www.ec.europa.eu>, diakses 6 Januari 2013. 227 Agar hukum ditaati 228 Loc.cit, diakses 6 Januari 2013.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
105
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
sama, tanpa bertentangan dengan ne bis in idem atau pun hukum yang berlaku du
Eropa.229
Banyak kalangan meyakini bahwa program yang menghapuskan denda atau
memberikan imunitas bagi pelaku pelanggaran hukum tidak dikenal dalam sistem
hukum Indonesia, sehingga Leniency Program tidak mungkin diberlakukan di
Indonesia. Padahal, dalam memutus suatu perkara, hakim-hakim di pengadilan
Indonesia selalu mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan
dari seorang terdakwa. KPPU sendiri dalam putusannya selalu mempertimbangkan
hal-hal yang meringankan dan memberatkan sebelum menjatuhkan sanksi kepada
terlapor.230
Menurut penulis, dengan diberlakukannya Leniency Program ini dapat
menjadi jalan keluar bagi KPPU dalam kesulitannya mendapatkan direct evidence
dalam memutuskan perkara kartel dan perkara-perkara lainnya.
3.3 Prosedur Penyelesaian Perkara oleh KPPU
Ketidak jelasan kualifikasi bentuk kelembagaan KPPU, merupakan penyebab
pula dari ketidakjelasan kewenangan KPPU dalam sistem penyelesaian perkara
persaingan usaha. Pasal 36 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tidak memberikan
kewenangan penuh bagi KPPU untuk menjalankan fungsinya baik sebagai lembaga
peradilan maupun sebagai lembaga penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan. Oleh
karena itu, diperlukan adanya kejelasan kualifikasi bentuk kelembagaan KPPU.
Menurut penulis, kewenangan KPPU dalam hal penyelidikan dan penuntutan
dapat dipisah sehingga KPPU hanya menjalankan kewenangan penyelidikan,
sedangkan kewenangan penuntutan dapat diambil alih oleh kejaksaan sebagai
lembaga negara yang memang berwenang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan. Untuk itu sumber daya manusia KPPU tertutama yang memiliki
kapasitas keahlian untuk melakukan penyelidikan di bidang persaingan usaha yang
229 Ibid, diakses 6 Januari 2013 230 Farid Nasution , loc.cit.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
106
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
ada dapat dialihkan dan dibuatkan direktorat sendiri di bawah Kejaksaan seperti DOJ-
AD Amerika Serikat.
Jika menghendaki KPPU sebagai suatu lembaga penyelidikan, penyidikan
atau penuntutan, maka KPPU sepatutnya diberikan kewenangan terkait penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan seperti penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
penggeledahan, penyitaan atau kewenangan lain yang dalam praktek mendukung
kualifikasi lembaga itu. Selama ini memang berkembang kerjasama KPPU dengan
penyidik, dalam hal ini Bareskrim Polri, dalam rangka membantu penanganan
perkara dugaan pelanggaran Undang-Undang No .5 Tahun 1999.231 Namun, jika
mengacu kepada ketentuan Pasal 36 huruf g Undang-Undang No. 5 Tahun 1999,
KPPU hanya berwenang meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku
usaha, saksi, ahli atau pihak lain yang tidak memenuhi panggilan KPPU; tidak untuk
melakukan penggeledahan, penyitaan yang bertujuan untuk memperoleh bukti
pelanggaran.
Di perancis, sering kali penggugat lebih memilih mengajukan klaim kepada
Autoritiè, yang kemudian dilanjutkan ke pengadilan. Pengadilan yang berwenang
untuk menangani perkara ini adalah Pengadilan Komersial, yang biasanya
menjatuhkan tuntutan ganti rugi terhadap terlapor, dan dapat diteruskan kepada
MA.232
Berbeda dengan Jepang, setelah dilakukan pemeriksaan pendahuluan, JFTC
mengeluarkan putusan, baik tentang pelanggaran maupun upaya hukum yang harus
ditempuh. Apabila sesuai, secara bersamaan mengeluarkan putusan untuk membayar
denda. Terhadap putusan-putusan tersebut, dapat diajukan keberatan dalam
pemeriksaan administratif, dan kemudian ke pengadilan.
JFTC memainkan dua peran dalan penenagkan AML, yaitu administrasi dan
quasi yudisial. Dalam fungsi administrasi, JFTC berpedoman atas interprasi masalah,
menanggapi konsultasi dan pertanyaan dari pengusaha ata lembaga pemerintah,
231 HMBC Rikrik Rizkiyana, Loc.cit, diakses 2 Januari 2013. 232 Chantal Momège, et.al, Loc.cit, diakses 6 Januari 2013.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
107
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
membuat hubungan dengan masyarakat, pendukung kebijakan persaingan, dan
sebagainya. Dalam fungsi quasi yudisial, menyelidiki dan memutuskan kasus.233
Berdasarkan sistem ini, JFTC diberikan kewenangan untuk melakukan
investigasi pidana, sehingga JFTC dapat melakukan investigasi secara independen
(berdasarkan perintah pengadilan) apabila menurut pertimbangannya diperlukan
penuntutan pidana. Ini akan memungkinkan JFTC melakukan penegakan hukum
secara agresif terhadap pelanggaran anti monopoli. Pada saat yang bersamaan,
terdakwa akan memperoleh due process of law terkait dengan penggeledahan dan
penyitaan, dan akan menyelesaikan perdebatan tentang keabsahan penggunaan barang
bukti yang diperoleh dalam investigasi administratif yang dilakukan oleh JFTC dalam
proses penuntutan pidana.234
3.4 Tantangan KPPU dalam Melakukan Penanganan Perkara Persaingan
Usaha
KPPU sendiri merasakan kendala-kendala yang mereka hadapi merupakan
suatu tantangan dalam penegakkan hukum, baik tantangan konseptual maupun
tantangan implementatif.235 Tantangan tersebut meliputi:
1. Tantangan Konseptual
Tantangan ini muncul akibat dari konsep atau prinsip yang diberlakukan
UU No. 5 Tahun 1999. Beberapa tantangan tersebut yaitu:
a) Tercapainya Berbagai Tujuan.
Tantangan pertama berkaitan dengan tujuan UU No. 5 Tahun 1999
mengenai ketentuan yang diatur dalam Pasal 3. Pasal ini sulit dipahami
karena terlihat dalam beberapa hal mencampuradukkan antara tujuan dan
pendekatan. Efisiensi kegiatan usaha adalah sebuah tujuan sedangkan
233 Shoji Ishii, Hearing Examiner, Fair Trade Commission of Japan, the International Symposium on Justice and Efficiency in Law Enforcement, Republic of China, <www.jftc.go.jp>, diakses 6 Januari 2013. 234 Anna Maria Tri Anggraini, loc.cit, diakses 6 Januari 2013. 235 Syamsul Maarif, Tantangan Penegakan Hukum Persangan Usaha di Indonesia, Jurnal Hukum Bisni, Vol. 19 Mei-Juni 2002, hlm. 44-54
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
108
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
iklim usaha adalah sebuah pendekatan. Rumusan Pasal ini juga tidak
memisahkan antara tujuan jangka panjang dan jangka pendek. KPPU
harus mengawal upaya penegakkan undang-undang ini demi tercapainya
tujuan. Jika dilihat, tujuan UU No.5 Tahun 1999 mengandung dua hal
yaitu persaingan dan non persaingan. Tujuan persaingan di sini adalah
efisensi usaha, sedangkan tujuan non persaingan adalah menjaga
kepentingan umum. UU No.5 Tahun 1999 juga tidak mendifinisikan
kepentingan umum dan kepentingan usaha yang menimbulkan kembali
kerancuan dalam kalimatnya.
b) Fleksibilitas Penegakkan Hukum Persaingan
Dalam penegakkan UU No.5 Tahun 1999 hendaknya menampilkan
dirinya sebagai lembaga yang tidak menakutkan bagi pelaku usaha.
Fleksibilitas dalam penegakkan hukum persaingan usaha dimungkinkan
oleh UU No.5 Tahun 1999 karena tidak semua pengaduan harus diproses
sampai ke tingkat pemeriksaan lanjutan. KPPU berwenang untuk tidak
meneruskan suatu perkara dan pengakuan pelaku usaha bias menjadi
alasannya. Di Amerika Serikat, prosedur ini dikenal dengan settlement
dimana pelaku usaha pada prinsipnya mengakui kesalahannya dan
bersedia membayar sejumlah ganti rugi atas praktik usahanya yang oleh
FTC ditemukan melanggar ketentuan antitrust. Pendekatan settlement ini
dapat dikembangkan sepanjang proses dan isinya disampikan kepada
masyarakat, sehingga masyarakat menilai sejauhmana penyelesaian yang
telah dicapai KPPU cukup adil. Tantangan kemudian adalah membangun
suatu mekanisme penegakkan hukum yang fleksibel serta settlement
tersebut tidak mengarah pada terjadnya praktik kolusi antara oknum
KPPU dan pelaku usaha yang sedang diperiksa.
c) Sanksi Hukum Bagi Pejabat Pemerintah
Tantangan berikutnya terkait dengan dukungan pemerintah dalam
pengenaan sanksi hukum kepada pejabat yang terlibat pelanggara UU
No.5 Tahun 1999. Meskipun tidak secara tegas undang-undang ini
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
109
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
tampaknya membatasi wewenang KPPU yaitu hanya menjatuhkan sanksi
hukum kepada pelaku usaha.
Apabila pembatasan ini benar, maka KPPU tidak dapat menjatuhkan
sanksi hukum paling tidak secara langsung, bukian pelaku usaha termasuk
di dalamnya pimpinan proyek atau panitia lelang proyek pemerintah.
Hal ini dapat menjadi penghambat tercapainya tujuan UU No.5 Tahun
1999 khususnya dalam tender proyek pemerintah karena meskipun dapat
membuktikan adanya keterlibatan seorang pejabat pemerintah dalam
suatu pelanggaran, KPPU tidak dapat menjatuhkan sanksi hukum.
Tantangannya adalah mendapatkan dukungan langsung dari pejabat
terkait, khususnya ketika KPPU melalui putusannya meminta agar pejabat
yang terlibat dalam peanggaran undang-undang diberikan tindakan
administratif sesuai dengan wewenang yang dimilikinya.
2. Tantangan Implementasi
Tantangan implememtasi di sini dimaksudkan sebagai tantangan yang
muncul bukan karena prinsip yang terkandung dalam UU No.5 Tahun
1999 melainkan lebih sebagai tantangan yang muncul pada tingkat
impelentasi, diantaranya sebagai berikut:
a) Penyelesaian Perkara di KPPU
Dalam UU No.5 Tahun 1999 tidak disebutkan bahwa hanya perkara
dengan nilai tertentu yang perlu diperiksa di KPPU. Pencegahan
munculnya suatu perkara melalui pembatasan nilai ekonomi tampaknya
sulit dilakukan sebab tidak sesuai dengan rasa keadilan. Tugas KPPU
adalah melakukan pemeriksaan sebaik mungkin dan memberikan putusan
subyektif sehingga pelaku usaha menerima dan melaksanakan putusan.
b) Penanganan Dugaan Pelanggaran di Daerah
Ada kemungkinan besar banyak terjadi dugaan pelanggaran UU No.5
Tahun 1999 di daerah. Berdawarkan pengalaman dalam melakukan
pemeriksaan di KPPU menemukan banyak hambatan terutama karena
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
110
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
factor dan biaya. Hal ini juga dapat disebabkan karena sumber daya pada
KPPU yang kurang. Jadi terkesan KPPU hanya menyelesaikan perkara
yang ada di Jakarta.
c) Kesediaan Menjadi Pelapor dan Saksi
Dalam menegakkan UU No.5 Tahun 1999, ada dua pihak yang
memegang peranan penting yaitu pelapor dan saksi. UU No.5 Tahun 1999
tidak memberikan kewenagan kepada KPPU untuk memberikan jaminan
perlinfungan hukum kecuali kaminan bahwa identitas pelapor
dirahasiakan. Yang menjadi tantangan adalah meyakinkan kepada semua
pihak untuk segera melaporkan kepada KPPU apabila mereka mengetahui
terjadinya pelanggaran UU No.5 Tahun 1999 serta kesediaan semua pihak
yang mengetahui terjadinya pelanggaran untuk memberikan kesaksian di
KPPU
Instrumen UU No.5 Tahun 1999 memerlukan persyaratan kerjasam
dengan institusi lain, misalnya dengan pihak Kepolisian, Hakim, Jaksa
dan masyarakat pada umumnya. Tanpa kerjasama teersebut akan sulit
untuk menunjukkan eksistensi undang-undang tersebut. Dengan pihak
Kepolisian, yaitu bagaimana KPPU mendatangkan saksi. Dalam hal ini,
KPPU masih beruntung karena saksi bersedia datang walaupun ada
hukumnya. Namun KPPU bisa saja menghadapi saksi yang tidak mau
datang memenuhi panggilan KPPU. Untuk itu KPPU dapat meminta
bantuan pihak Kepolisian untuk mendatangkan saksi, walaupun Polisi
kadangkala tidak mau mendatangkan saksi sehingga KPPU bekerjasama
dengan Polisi dengan pembuatan MoU.236
d) Mendapatkan Bukti Tertulis
Tantangan bagi kita semua untuk mengarahkan pada upaya perubahan
praktik usaha bukan pada upaya perubahan praktik usaha bukan pada
upaya penghilangan barang bukti seprti merubah pada upaya
236 Pande Radja Silalahi dalam Emmy Yuhassarie, Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dan KPPU, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005), hlm.171.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
111
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
penghilangan barang bukti seprti merubah bentuk perjanjian tertulis
menjadi tidak tertulis, tetapi lebih pada perubahan perilaku dan praktik
secara tidak sehat menjadi sehat.
e) Tantangan Penasihat Hukum
Untuk menjamin due process pihak-pihak yang diperiksa oleh KPPU
berhak didampingi penasihat hukum. Tantangan bagi KPPU adalah untuk
membangun sistem yang mendorong semua pihak yang terlibat dalam
pemeriksaan tertama pihak-puhak yang diperiksa dan penasihat hukum
untuk mengungkap fakta-fakta dan kebenaran secara lebih cepat bukan
menghalang-halangi apalagi menutup fakta dan kebenaran tersebut.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
112 UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Dalam rangka mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Anti Monopoli
pada tiap-tiap negara, dibentuklah suatu komisi persaingan usaha. Komisi
ini merupakan suatu lembaga independen yang memiliki kewenangan
sangat besar. Kewenangan komisi adalah berbeda di tiap-tiap negara. Salah
satu kewenangan yang diberikan kepada komisi persaingan usaha adalah
dalam halnya penyelesaian perkara persaingan usaha.
Di Amerika Serikat, Komisi yang menangani persaingan usaha adalah
FTC. Hukum menentukan bahwa FTC hanya bisa menangani pelanggaran
Antitrust Law secara perdata dan tidak memiliki juridiksi kriminal terhadap
tindakan pidana pelanggaran ketentuan Antitrust. Dalam hal penanganan
kasus pelanggaran ketentuan persaingan dari sisi pidana (criminal
prosecutions) dilakukan oleh DOJ-AD, sehingga kemungkinan tumpang
tindih kewenangan dalam penegakan hukum persaingan secara pidana tidak
akan terjadi.
Di Australia adalah ACCC. ACCC dapat melakukan penelitian,
penyelidikan dan memberikan panduan kepada kalangan pelaku usaha dan
konsumen tentang hak dan kewajiban yang mereka miliki berkaitan
dengan hukum persaingan. Di Indonesia, terhadap putusan KPPU dapat
diajukan keberatan ke Pengadilan Negeri. Kemudian, terhadap putusan PN
tersebut, dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Di Australia,
lembaga keberatan seperti ini tidak dikenal. Keputusan ACCC dapat
langsung dimintakan banding ke the Australian Competition Tribunal.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
113
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Selain itu, keputusan ACCC juga dapat direview oleh Commonwealth
administrative law principles.
Pengadilan Komersial Perancis merupakan pengadilan Perancis yang
memiliki yuridiksi lebih litigasi antara pelaku usaha (ìcommerÁantasî) atas
setiap perkara mengenai tindakan komersial. Sebagi tindakan pelanggaran
hukum persaingan, biasanya menuntut ganti rugi atas kerugian yang
diderita dalam hal komersial, pengadilan ini adalah yang paling mungkin
untuk memberika keputusan atas tindakan tersebut. Selanjutnya,
dimungkinkan untuk banding ke Mahkamah Agung (íCour de Cassation)
adalah mungkin, tetapi hanya untuk masalah-masalah hukum yang
bertentangan dengan masalah-masalah faktual.
Komisi penegakan undang-undang anti monopoli Jepang adalah JFTC.
Ketika JFTC menganggap bahwa adanya pelanggaran, JFTC dapat memilih
untuk mengeluarkan pernyataan kepada pihak yang melakukan
pelanggaran dan merekomendasikan bahwa pihak tersebut harus
menghentikannya. Jika pihak tersebut menerima rekomendasi, JFTC tidak
perlu melanjutkan proses dengan mengeluarkan keputusan resmi. Apabila
seperti ini,keputusan JFTC disebut dengan rekomendasi.
2. Terdapat beberapa peranan antara KPPU dibandingkan dengan Amerika
Serikat, Australia, Perancis dan Jepang dalam penanganan perkara
persaingan usaha. Perbedaan tersebut terlihat dari proses penanganan
perkara di tiap-tiap negara, kewenangan masing-masing komisi persaingan
usaha dan beberapa hal seperti pembuktian dalam penganan perkara, dsb.
4.2 Saran
Peranan KPPU sangatlah penting dan dibutuhkan dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya sebagai pengawas pelaksanaan UU No.5 Tahun 1999 dan
juga dalam melakukan penanganan atas perkara persaingan usaha.
Penyempurnaan dari UU No.5 Tahun 1999. Indonesia membutuhkan
pengaturan yang tegas mengenai hukum acara persaingan usaha guna
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
114
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
menciptakan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi Indonesia yang
berpengaruh terhadap perekonomian negara.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Asser, C. dan Paul Scholtes, Penuntun dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda,
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006. Asshiddiqie, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi, Jakarta: Tim Konpress, 2006. Carlton, D. dan J. Perloff, Modern Industrian Organization, New York: Addison-
Wesley Longman, Inc, 1999. Clarke and Corones, Competition Law and Policy: Cases and Materials, South
Melbourne: Oxford University Press, 2005. Fuady, Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. Fugate, Wilbur L., Foreign Commerce and The Antitrust Laws, Canada: Little,
Brown & Company, 1982. Gellhom, Ernest dan William E. Kovacic, Antitrust Law and Economics, United
States of America: West Publishing Co., 1994. Gregory Mankiw, Pengantar Ekonomi Mikro, Jakarta: Penerbit Salemba Empat,
2006. Hadjon, Philipus M. Hadjon, Penataan Hukum Administrasi, Tentang Wewenang,
Surabaya: Fakultas Hukum Unair, 1998. Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi
Penerapannya di Indonesia, Malang: Banyumedia Publishing, 2006. Kagramanto, L. Budi, Larangan Persengkokolan Tender Perspektif Hukum
Persaingan Usaha), Yogyakarta: Srikandi, 2008. Kantaprawira, Rusadi, Hukum dan Kekuasaan, Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia, 1998.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Kartte, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, Jakarta: Etcetera & Katalis, 2002. Lubis, Andi Fahmi, et.al., Hukum Persaingan Usaha antara Teks & Konteks, Jakarta:
ROV Creative Media, 2009. Margono, Suyud, Hukum Anti Monopoli, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Marzuki, Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008. Masyhurri, Ekonomi Mikro, Malang: UIN Press, 2007. Meiners, Roger E. Meiners, Antitrust Enforcement and the Consumer, Washington
DC: US Department of Justice-Antitrust Division, 1998. Prayoga, Ayudya D., et.al, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di
Indonesia, Jakarta: Proyek Elips, 1999. Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000. R. Ridwan H., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Press, 2006. Sidharta, Jan B. Arif, Apakah Teori Hukum itu?, Bandung: Laboratorium Fakultas
Hukum Universitas Katolik Parahyangan, 2001. Sirait, Ningrum Natasya Sirait, et.al (ed), Peran Lembaga Peradilan dalam
Menangani Perkara Persaingan Usaha, Jakarta: Partnership for Business Competition, 2003.
Souty, François, France, South France: CUTS International, 2006. Tonking, A.I. dan R. Baxt, Australian Trade Practice Reporter, Sydney: CCH, 2005. Usman, Rahmadi Usman, Hukum Persangan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Graham
Media Pustaka Utama, 2004.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Wibowo, Destivano dan Harjon Sinaga, Hukum Persaingan Usaha, Jakarta: Rajawali Press, 2005.
Wiradiputra, Ditha, Hukum Persaingan Usaha: Suatu Pengantar, Bahan Ajar Hukum
Persaingan Usaha (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008.
Yuhassarie, Emmy, Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dan KPPU, Jakarta: Pusat
Pengkajian Hukum, 2005.
Jurnal: Godrey, Nick, Why Is Competition Important For Growth And Poverty Reduction?,
Global Forum VII on International Investment 27-28 March 2008. Jenny, Frédéric, Media Under French Competition Law, Fordham International Law
Journal, Volume 21, Issue 3, 1997. Lasserre, Bruno Lasseree, The New French Competition Law Enforcement Regime,
Competition Law International, October 2009. Maarif, Syamsul Maarif, Tantangan Penegakan Hukum Persangan Usaha di
Indonesia, Jurnal Hukum Bisni, Vol. 19 Mei-Juni 2002. Nurjaya, I Ketut Karmi Nurjaya, Peranan KPPU Dalam Menegakkan UU No. 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 no. 1 Januari 2009.
Pasaribu, Benny, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 2, Jakarta: Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2009. Review of Order: Rehearing, FTC Act. Reza, Mohammad, Kerjasama KPPU dengan Penyidik dalam Penanganan Tindak
Pidana Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 5 Tahun 2011.
Sjahdeni, Sutan Remi,, Latar Belakang, Sejarah, dan Tujuan Undang-Undang
Larangan Monopoli, Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis May-Juni, 2002.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Sukarmi, Peran Kepolisian Republik Indonesia Dalam Penegakan Hukum
Persiangan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha Edisi 4, Jakarta: KPPU, 2010.
Syarifudin, Ateng, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan
Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Bandung, Universita Parahyangan, 2000.
Takigawa, Toshiaki, The Prospect of Antitrust Law and policy in The Twenty-First
Century: in Reference to the Japanese Antimonopoly Law and Japan Fair Trade Commission, Washington University Global Studies Law Review, Vol.1 2002.
Wie, Thee Kian, Aspek-Aspek Ekonomi Yang Perlu Diperhatikan Dalam
Implementasi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol. 7, 1999.
Makalah: Atmadja, I Dewa Gede, Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka Sosialisasi Hukum: Sisi
Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekuen, Pidato Pengenalan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana 10 April 1996.
Murakami, Mashahiro Murakami, The Japanese Antimonopoly Act 2003. Samuel, Graeme, The Practice Act-the First 30 years, ACCC Update, Desember 16th,
2004. Subagiono, Sigit Handoyo, Tinjauan Yuridis Terhadap Kewenangan Luar Biasa
KPPU Dalam Memberikan Putusan. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Anti Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2005 tentang Tata
Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU. Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pedoman TIndakan Administratif Sesuai
Ketentuan Pasal 47. Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara. Peraturan KPPU Nomor 04 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11
tentang Kartel. Federal Trade Commission Act Trade Practice Act Anti Monopoly Law Putusan: Putusan Nomor 17/KPPU-I/2010 tentang Industri Farmasi Kelas Terapi Almodipine. Putusan Nomor 23/KPPU-L/2010 tentang Persetujuan Perpanjangan Give Away Haji. Putusan Nomor 35/KPPU-I/2010 tentang Beauty Contest Proyek Donggi-Senoro. Situs Internet: About the Federal Trade Commission, <www.ftc.gov>, diakses 21 November 2012.
Anggraini, Anna Maria Tri, Program Leniency dalam Mengungkap Kartel Menurut Persaingan Usaha, Jurnal Persaingan Usaha KPPU Edisi 6 –Tahun 2011, <www.kppu.go.id> , diakses 6 Januari 2013
Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-Undang, hlm. 13, <www.jimly.com>, diakses 19
Desember 2012. Australian Competition Law Overview, <www.australiancompetitionlaw>, diakses 3
Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Bessot, Nicholas, France, <www.ec.europa.eu>, diakses 10 Oktober 2012. Commission Reforms Antitrust Procedures and Expands Role of Hearing Officer,
<www.europa.eu>, diakses 21 November 2012. Competition Enforcement, <www.ftc.gov>, diakses 27 November 2012. Competition Policy Guidance, <www.ftc.gov>, diakses 27 November 2012. Davis, Marc, History of the US FTC, <www.investopedia.com>, diakses 27
November 2012. Departement of Justice (DOJ), <www.uslf.practicallaw.com>, diakses 26 November
2012. Federal Trade Commission of Promotion of Export Trade and Prevention of Unfair
Methods of Competition, Legal Information Institute, <www.law.cornell.ed>, diakses 27. November 2012.
Federal Trade Commission Established, <www.law.cornell.edu>, diakses 21
November 2012. Federal Trade Commission of Promotion of Export Trade and Prevention of Unfair
Methods of Competition, Legal Information Institute, <www.law.cornell.ed>, diakses 27 November 2012.
FTC v. Standard Oil Co. of California, <www.supreme.justica.com>, diakses 4 Januari 2013. Gonggol, Brian, The Clayton Antitrust Act, <www.gongol.com>, diakses 26
November 2012. Hakim, Lukman, Sengketa Kewenangan Kelembagaan Negara dan Penataannya
Dalam Kerangka Sistem Nasional, Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, <www.widyagama.ac.id>, diakses 6 Januari 2013.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Higgins, Mary Faith Higgins, Japanese Fair Trade Commission Review of International Agreements, <www.digitalcommons.lmu.edu>, diakses 1 Januari 2013.
History of DOJ-AD, <www.justice.gov>, dikases 18 Desember 2012. International Affairs Division JFTC, For Fair and Free Market Competition, hlm. 20,
<www.jftc.go.jp>, diakses 1 Januari 2013. Ishii, Shoji, Hearing Examiner, Fair Trade Commission of Japan, the International
Symposium on Justice and Efficiency in Law Enforcement, Republic of China, <www.jftc.go.jp>, diakses 6 Januari 2013.
Jenny, Frédéric Jenny, France: 1987-1994, <www.piie.com>, diakses 4 Desember
2012. Krauss, Jopseph G., et.al, the Tunney Act: A House still Stand,
<www.americanbar.org>, diakses 18 Desember 2012. Legal Resources –Statutes Relating to Both Missions, <www.ftc.gov>, diakses 27
Desember 2012. Longley, Robert, About the US Department of Justice (DOJ), <www.usgovinfo.about.com>, diakses 18 Desember 2012. Lukee, Shriya, Role of Circumstantial Evidence in the Prosecution of Cartels,
<www.cii.gov.in>, diakses 6 Januari 2013. Mahendra, A.A. Oka, Penafsiran Undang-Undang dari Perspektif Penyelenggara
Pemerintah, <www.djpp.depkumham.go.id>, diakses 19 Desember 2012.
Marsiyem, Penegakan Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Hukum Volume XIV, No. 1, April 2004, <www.isjd.pdii.lipi.go.id>, diakses 10 Oktober 2012.
Matsushita, Mitsuo, Reforming the Enforcement of the Japanede Antimonopoly Law,
Loyola University Chicago Law Journal, <www.luc.edu>, diakses 11 Desember 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
__________, the Antimonopoly Law of Japan, <www.iie.com>, diakses 11 Desember 2012.
Momège, Chantal, et.al, France, <www.ec.europa.eu>, diakses 6 Desember 2012. Nasution, Farid, Perlunya Leniency Program, <www.huukm.kompasiana.com>,
diakses 2 Januari 2013. OECD Reviews of Regulatory Reform Review of France, October 2003, hlm. 6,
<www.oecd.org>, diakses 4 Desember 2012. Radjagukguk, Erman, Draft Peraturan KPPU tentang Rangkap Jabatan Tidak
Memuat Pranotifikasi, <www.hukumonline.com>, diakses 5 Januari 2012.
__________, Komentar Putusan Nomor 34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST.:
Pemilihan Partner Usaha Tidak Sama Dengan Pengadaan Barang dan Jasa, <www.jurnalhet.com>, diakses 19 Desember 2012.
Reform of The French Competition Regulatory System: The Conceil De La
Concurrence Becomes The Autoritè De La Concurrence, <www.autoritedelaconcurrence.fr> diakses 10 Oktober 2012.
Rizkiyana, HMBC Rikrik, et.al, Catatan Kritis Terhadap Hukum Acara Persaingan
Usaha di Indonesia, <www.ri-advocates.com>, diakses 5 Januari 2013. Round, David K., et.al., Australasian Competition Law: History, Harmonization,
Issues and Lessons, <www.cepr.org>, diakses 2 Desember 2012. Roles and Activities, The Australian Competition and Consumer Commission,
<www.accc.gov.au>, diakses 3 Desember 2012. Steen, Clearly Gottlieb & Hamilton LLP, The New French Competition Authority and
Competition Law Regime, March 30st 2009, <www.csgh.com>, diakses 4 Desember 2012.
Suparno, Regulasi Pemerintah Untuk Mendukung Kalangan Bisnis Serta Melindungi
Konsumen, Pekerja dan Lingkungan, <www.kk.mercubuana.ac.id>, diakses 9 Oktober 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA - 2013
Spier, H., Submission to 2002 review of the Trade Practices Act 1974, attachment B,
<http://www.tpareview.treasury.gov.au/submissions.asp>, diakses 2 Desember 2012.
The ACCC and the Trade Practice Act, <www.news.csu.edu.au>, diakses 3
Desember 2012. US Department of Justice Overview, <www.justice.gov>, diakses 18 Desember 2012. Welcome to the Berau of Competition, <www.ftc.gov>, diakses 27 November 2012. What We do, <www.accc.gov.au>, diakses 3 Desember 2012. Widhiyanti, Hanif Nur Widhiyanti, et.al, Efektivitas Putusan KPPU sebagai
Lembaga Penegak Hukum Persaingan, <www.isjd.pdii.lipi.go.id, diakses 11 Desember 2012.
<http://www.tariffcommission.gov.ph/competit.html>, diakses 6 November 2012.
Perbandingan peranan..., Akira Mairilia, FH UI, 2013