universitas indonesia penerapan cognitive …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-sp-arya...

104
i UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY DAN ASSERTIVE TRAINING PADA KLIEN RISIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL STUART DAN ADAPTASI ROY DIRUANG GATOT KACA RS.DR.H MARZOEKI MAHDI BOGOR KARYA ILMIAH AKHIR ARYA RAMADIA 1106122341 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA DEPOK, JUNI 2014 Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Upload: doannhan

Post on 07-Feb-2018

239 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

i

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY DAN ASSERTIVE

TRAINING PADA KLIEN RISIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL STUART DAN ADAPTASI

ROY DIRUANG GATOT KACA RS.DR.H MARZOEKI MAHDI BOGOR

KARYA ILMIAH AKHIR

ARYA RAMADIA

1106122341

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA

DEPOK, JUNI 2014

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN TERAPI COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY DAN

ASSERTIVE TRAINING PADA KLIEN RISIKO PERILAKU

KEKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL

STUART DAN ADAPTASI ROY DIRUANG GATOT KACA RS.DR.H

MARZOEKI MAHDI BOGOR

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Spesialis Keperawatan Jiwa (Sp.Kep.J)

ARYA RAMADIA

1106122341

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA

DEPOK, JUNI 2014

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

LEMBAR PERSETUJUAN

Karya llmiah dengan Judul:

PENERAPAN COGNITIVE BEHAWO(IR THERAPY DAN,4.S,SER TIVE TRAINING

PADA KLIEN RISIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN MENGGUNAKAN

PENDEKATAN MODEL STUART DAN ADAPTASI ROY DIRUANG GATOT

KACA RS.DR.H MARZOEKI MAHDI BOGOR

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing serta telah dipertahankan dihadapan tim

penguji Karya Ilmiah Akhir Spesialis Keperawatan Jiwa Universitas Indonesia

Depok, hli20l4

Depok, Juli 2014

Pembimbing I

Prof Achir

Pembimbing II

Dr.Novy Helena, CD, S.Kp, MSc

tlt

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baikyang dikutip

maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Arya Rrmadia

NPM: 1106122341

TandaTangan :

Tanggal :O7Juni2014

f-

.s;

lv

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh:

NamaNPMProgram StudiJudul KIA

Penguji

Arya Ramadia1106122341Ners Spesialis Keperawatan JiwaPeneralran cognitive Behsviour Therapy Dan Assertive

Training Pada Klien Risiko perilaku Kekerasan Dengan

Menggunakan Pendekatan Model Stuart Dan Adaptasi Roy

Diruang Gatot Kaca Rs.Dr.H Marzoeki Mahdi Bogor

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagran persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis

Keperawatan Jiwa pada Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

DEWAI\I PENGUJI

Pembimbing I : Prof. Achir yani. S.Hamid, MN., DNSC

Penguji : Dr. Mustikasari, MARS

Penguji : dr. Feranindhya Agiananda Sp.KJ

:Heni Dwi Windarwati, S.Kp, M.Kep,Sp."* f.lfr 9 :. . ..,

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 15 Juli 2014

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLlKASITUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:Nama : Arya RamadiaNPM : 1106122341Program Studi : Pasca SarjanaFakultas : IImu KeperawatanJenis Karya : Karya IImiah Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty­

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Penerapan Cognitive Behaviour Therapy Dan Assertive Training Pada Klien

Risiko Perilaku Kekerasan Dengan Menggunakan Pendekatan Model Stuart Dan

Adaptasi Roy Diruang Gatot Kaca Rs.Dr.H Marzoeki Mahdi Bogor.

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif nu Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengaIihmedia/formatkan, mengeIoIa dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai

pemilik Hak Cipta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 15 Juli 2014

Yang mJya~ak~n,

(ArY~~dia)

viPenerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

vii

ABSTRAK

Nama : Arya Ramadia

Program Studi : Pendidikan Perawat Spesialis Jiwa

Judul : Penerapan Cognitive Behaviour Therapy Dan Assertive

Training Pada Klien Risiko Perilaku Kekerasan Dengan

Menggunakan Pendekatan Model Stuart Dan Adaptasi

Roy Diruang Gatot Kaca Rs.Dr.H Marzoeki Mahdi

Bogor

Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari marah. Respon Maladaptif

yang muncul dari marah dapat mengancam dan membahayakan diri sendiri, keluarga dan

lingkungan masyarakat sehingga meraka memerlukan pengobatan dan perawatan dirumah

sakit. Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ini adalah menggambarkan penerapan

terapi cognitive behaviour therapy dan assertive training dengan pendekatan

Model Adaptasi Roy pada klien risiko perilaku kekerasan di Rumah Sakit

Marzoeki Mahdi Bogor. Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah cognitive

behaviour therapy dan assertive training pada 8 orang dan assertive training pada

10 orang klien dalam kurun waktu 17 Februari – 18 April 2014 di Ruang Gatot

Kaca RSMM Bogor. Hasil pelaksanaan cognitive behaviour therapy dan assertive

training dapat menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada aspek

kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial dan peningkatan kemampuan

koping adaptif dalam menghadapi peristiwa yang menimbukan perilaku

kekerasan. Berdasarkan hasil diatas rekomendasi penulisan ini adalah terapi

cognitive behaviour therapy dan assertive training pada klien risiko perilaku

kekerasan dapat dijadikan standar terapi spesialis keperawatan jiwa.

Key Word : Risiko Perilaku Kekerasan, Cognitive Behavior Therapy, Assertive

Training, Model Adaptasi Roy

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

viii

ABSTRACT

Nama : Arya Ramadia

Program Studi : Mental Health Care Nursing Specialist Education

Judul : Application of Cognitive Behaviour Therapy and

Assertive Training for violent behavior clients by using

the approach of Roy Adaptation model and Stuart Model

at Marzoeki Mahdi Hospital Bogor

Violence behavior is a maladaptive response of anger. Maladaptive Response that

occur in anger can menca and endanger ownself, family and society enviroment so

they need treatment and medication in hospital . The aim of this Study is to

describe the application of Cognitive Behavior Therapy and assertive training by

using Roy Adaptation Model to client risk of violent behavior at Marzoeki Mahdi

Hospital. in Bogor. Nursing interventions was cognitive behavior therapy and

assertive training on 8 people and assertive training to 10 clients during 17

February to 18 April 2014 at Gatot Kaca Room RSMM in Bogor. The results of

the implementation of assertive training and cognitive behavior therapy may

reduce signs and symptoms of violence behavior in cognitive, affective,

physiological, behavioral and social and increase in adaptive coping skills to face

of events that raises violence behavior. Based on the result above,

recommendation from this paper is Cognitive Behavior Therapy and Assertive

Training can be used as standard therapy of psychiatric nursing specialist to client

with risk of violence behavior

Key Word: Risk of Violence Behavior, Cognitive Behavior Therapy, Assertive

Training, Roy Adaptation Model

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

ix

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya

Ilmiah Akhir dengan judul “Penerapan Terapi Cognitive Behaviour Therapy dan

Assertive Training pada klien Risiko Perilaku Kekerasan Dengan Menggunakan

Pendekatan Model Stuart Dan Adaptasi Roy Diruang Gatot Kaca Rumah Sakit

Marzoeki Mahdi Bogor”. Karya Ilmiah Akhir ini disusun dalam rangka

menyelesaiakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Spesialis Keperawatan Jiwa

pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Penyusunan Karya Ilmiah Akhir dibantu, dibimbing dan didukung oleh berbagai

pihak, dengan segala kerendahan hati penulis penulis menyampaikan terima kasih

yang setulusnya atas bantuan, bimbingan serta dukungan pada kesempatan ini

kepada yang terhormat :

1. Ibu Dra Juniati Sahar, S.Kp, M.App, Sc, Phd selaku Dekan Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia.

2. Ibu Henny Permatasari S.Kp, M.Kep, Sp.Kom selaku Ketua Program

Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

3. Ibu Prof. Achir Yani S.Hamid, DNSc selaku pembimbing I karya ilmiah akhir

yang telah membimbing penulis dengan sabar dan sudah memberikan

masukan serta motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah akhir ini.

4. Ibu Dr.Novy Helena, CD,S.Kp, M.Sc selaku pembimbing II karya ilmiah

akhir, yang dengan sabar membimbing penulis, senantiasa meluangkan waktu,

dan sangat cermat memberikan masukan untuk perbaikan karya ilmiah akhir

ini.

5. Staf Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia yang telah membekali dengan ilmu sehingga penulis mampu

menyusun tugas akhir.

6. Direktur Utama RS Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor yang telah memberikan izin

untuk praktik klinik keperawatan jiwa 3.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

x

7. Seluruh rekan perawat ruangan, khususnya ruang Gatotkaca, terima kasih atas

kerja sama selama penulis menjalani praktik klinik keperawatan jiwa 3

8. Bapak Mursyid, S.KM, MMR selaku dekan Fakultas Kesehatan dan MIPA

Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat yang telah memberikan

kesempatan dan izin kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan

Pasca Sarjana di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

9. Keluarga tercinta, kedua orang tua penulis yang selalu mengirimkan doa dan

restu untuk penulis dalam menggapai cita-cita.

10. Sahabat penulis dalam suka dan duka “Mbak Riris, Bg Jek, kak Muslimah dan

Bunda puji” yang saling memotivasi dan berbagi ilmu dan informasi dalam

segala hal tentang tesis.

11. Rekan-rekan angkatan 7 khususnya program kekhususan keperawatan jiwa

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia atas motivasi dan

dukungannya bagi penulis.

Mudah-mudahan karya ilmiah akhir ini dapat menjadi awal untuk melakukan

penelitian pengembangan terapi dalam keperawatan jiwa dalam upaya

peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan jiwa.

Depok, Juli 2014

Penulis

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................ iv

LEMBAR PENGESAHAN v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI vi

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii

DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2. Tujuan Karya Ilmiah Akhir ...................................................... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Input .......................................................................................

2.1.1 Faktor Predisposisi..............................................................

2.1.2 Faktor presipitasi.................................................................

2.1.3 Penilaian stresor..................................................................

2.1.4 Sumber Koping...................................................................

2.1.5 Diagnosa Keperawatan.......................................................

2.2 Proses .......................................................................................

2.2.1 Mekanisme Koping.............................................................

2.2.2 Penatalaksanaan Risiko Prilaku Kekerasan.......................

2.2.2.1 Cognitive Behaviour Therapy.............................................

2.2.2.2 Assertive Trainning.............................................................

2.3 Out Put.................... ................................................................

12

12

17

18

20

22

23

24

25

25

32

39

BAB 3. PROFIL RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI

BOGOR

3.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

3.2 Gambaran Pengembangan Manajemen Keperawatan Jiwa

Profesional (MPKP) RSMM Bogor..............................................

3.3 Model Praktik Keperawatan Profesional di Ruang Gatot

Kaca.........

40

42

43

BAB 4 MANAJEMEN ASUHAN DAN PELAYANAN

KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HARGA DIRI

RENDAH KRONIS

4.1 Hasil Pengkajian Klien dengan Risiko Perilaku Kekerasan di

Ruang Gatot Kaca .......................................................................

4.1.1 Karakteristik Klien............................................................

4.1.2 Faktor Predisposisi...........................................................

50

50

51

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

xii

4.1.3 Faktor presipitasi..............................................................

4.1.4 Penilaian Terhadap Stresor .............................................

4.1.5 Diagnosis Keperawatan dan Medik...................................

4.1.6 Sumber Koping.................................................................

4.1.7 Mekanisme Koping...........................................................

4.2 Penatalaksanaan Klien dengan Diagnosa Keperawatan Risiko

Perilaku Kekerasan

4.2.1 Rencana Tindakan.............................................................

4.2.2 Implementasi Keperawatan..............................................

4.2.3 Evaluasi Hasil....................................................................

4.3 Kendala Pelaksanaan Asuhan Keperawatan...........................

4.4 Rencana Tindak Lanjut...............................................................

52

53

55

56

57

58

59

60

63

63

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1.Karakteristik Klien Risiko Perilaku Kekerasan di Ruang Gatot

Kaca...............................................................................................

5.2Hasil Pengkajian Kondisi Klien dengan Risiko Perilaku

Kekerasan......................................................................................

5.3 Penerapan Terapi pada Klien Risiko Perilaku Kekerasan dengan

Pendekatan Model Adaptation Roy...............................

5.4 Efektifitas Penerapan AT dan CBT pada klien Risiko Perilaku

Kekerasan

64

67

74

78

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 . Simpulan .................................................................................... 81

6.2 . Saran .......................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pelaksanaan Manajemen Pelayanan MPKP di Ruang Gatot Kaca

RSMM Bogor......................................................................................

46

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik pasien di ruang Gatot Kaca RSMM

Bogor...................................................................................................

51

Tabel 4.2 Distribusi Faktor Predisposisi Klien dengan Risiko Perilaku

Kekerasan di ruang Gatot Kaca RSMM

Bogor....................................

52

Tabel 4.3 Distribusi Faktor Presipitasi Klien dengan Risiko Perilaku

Kekerasan di ruang Gatot Kaca RSMM Bogor..................................

53

Tabel 4.4 Distribusi Penilaian Stresor klien dengan Risiko Perilaku Kekerasan

di Ruang Gatot Kaca RSMM Bogor....................................................

54

Tabel 4.5 Distribusi Diagnosa Keperawatan yang menyertai pada klien

Risiko Perilaku Kekerasan di Ruang Gatot Kaca.............................

56

Tabel 4.6 Distribusi Diagnosa Medis dan Terapi Psikofarmaka pada klien

Risiko Perilaku Kekerasan di Ruang Gatot Kaca RS.Marzoeki

Mahdi Bogor........................................................................................

57

Tabel 4.7 Distribusi Sumber Koping Klien dengan Risiko Perilaku

Kekerasan di Ruang Gatot Kaca RS.Marzoeki Mahdi Bogor..........

57

Tabel 4.8 Distribusi Mekanisme Koping Klien dengan Risiko Perilaku

Kekerasan di Gatotkaca RS.Marzoeki Mahdi Bogor.......................

59

Tabel 4.9 Perencanaan Penatalaksanaan pada Klien dengan Risiko Perilaku

Kekerasan di Gatotkaca RS.Marzoeki Mahdi Bogor.......................

61

Tabel 4.10 Distribusi Pelaksanaan Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa pada

Klien Risiko Perilaku Kekerasan di Gatotkaca RS.Marzoeki Mahdi

Bogor....................................................................................................

61

Tabel 4.11 Distribusi Evaluasi Respon Terhadap Stresor Klien dengan Risiko

Perilaku Kekerasan sebelum dan sesudah Pemberian Cognitive

Behavior Therapy dan Assertive training di Ruang Gatot Kaca

RS. Marzoeki Mahdi Bogor ................................................................

62

Tabel 4.12 Distribusi Evaluasi Kemampuan CBT dan AT pada pasien Risiko

Perilaku Kekerasan di Ruang Gatot Kaca RS. Marzoeki Mahdi

Bogor ...................................................................................................

63

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

xiv

Tabel 4.13 Distribusi Evaluasi Kemampuan AT pada pasien Risiko Perilaku

Kekerasan di Ruang Gatot Kaca RS. Marzoeki Mahdi Bogor ...

63

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Integrasi Aplikasi Model Adaptasi Stuart dan Model Adaptasi Roy.................. 11

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tanda dan Gejala Risiko Perilaku kekerasan

Lampiran 2. Evaluasi Kemampuan Pasien Pada Pelaksanaan Assertive Trainning

Lampiran 3. Evaluasi Kemampuan Pasien Pada Pelaksanaan CBT

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

menjelaskan bahwa kesehatan merupakan keadaan dimana sehat baik secara

fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk

dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kesehatan adalah salah satu

unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan dan merupakan hak asasi manusia

yang mana sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Sehat adalah suatu kondisi dimana memungkinkan setiap orang untuk

produktif secara sosial dan ekonomi, berada dalam kondisi emosional yang

baik, kondisi fisik yang baik dan merupakan unsur kesejahteraan. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa sehat adalah suatu kondisi dimana memungkinkan

setiap orang untuk produktif secara sosial dan ekonomi, berada dalam kondisi

emosional yang baik, kondisi fisik yang baik dan merupakan unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan.

Sehat jiwa adalah keadaan fungsi jiwa yang baik, menghasilkan kegiatan yang

produktif, adanya hubungan yang baik dan kemampuan untuk beradaptasi

dengan perubahan dan mengatasi kesulitan (Stuart,2013). Kesehatan jiwa

sangat diperlukan untuk kesejahteraan individu, keluarga dan hubungan

interpersonal serta kontribusi seseorang dalam masyarakat (Stuart, 2013).

Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan positif yang ditandai dengan adanya

rasa tanggung jawab, menunjukkan kesadaran diri, mampu menunjukkan diri,

bebas dari rasa cemas dan menghadapi masalah yang dihadapi sehari-hari

(Shives, 2012). Kesehatan jiwa dapat juga diartikan sebagai kemampuan

individu dalam menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan

sesuai kemampuannya, baik itu tuntutan dalam diri sendiri maupun dari luar

dirinya. (Videbeck, 2010). Mental Action Plan mendefinisikan kesehatan jiwa

sebagai kondisi sejahtera dimanapun mampu mengelola pikiran, perasaan,

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

2

Universitas Indonesia

perilaku dan hubungan dengan orang lain (WHO, 2013-2030). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa seorang individu dikatakan sehat jiwa apabila individu

mampu beradaptasi dengan perubahan dalam dirinya maupun dari luar dirinya

dan mampu mengengelola dirinya saat menghadapi permasalahan dan tetap

produktif.

Menurut WHO (2009) prevalensi gangguan jiwa diperkirakan sebanyak 450

juta jiwa dimana sekitar 10% orang dewasa yang mengalami gangguan jiwa

dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia

tertentu selama hidupnya. Prevalensi gangguan jiwa menurut riskesdas tahun

2007 menunjukkan data prevalensi nasional untuk gangguan jiwa berat yaitu

4,6 per 1.000 penduduk. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat menurut

Riskesdas 2013 mencapai 1,7 per 1.000 penduduk populasi di Indonesia.

Dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa yang terjadi baik didunia maupun

diindonesia cukup besar.

Gangguan jiwa merupakan perubahan pola perilaku, psikologis, persepsi dan

perasaan seseorang akibat stresor yang menyebabkan gangguan fungsi peran

sosial serta penurunan kualitas hidup seseorang dimana hal ini bukan akibat

penyimpangan sosial atau konflik masyarakat (Stuart, 2013). Salah satu

bentuk gangguan jiwa berat adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan

penyakit otak kronis berupa sindrom klinis yang melibatkan perubahan

pikiran, emosi, persepsi, gerakan dan perilaku individu serta membutuhkan

strategi penatalaksanaan jangka panjang dan keterampilan koping (Videback,

2008). Skizofrenia merupakan kombinasi dari gangguan berfikir, persepsi,

perilaku dan hubungan sosial. Skizofrenia merupakan penyakit mental serius

yang mengganggu kemampuan seseorang untuk berfikir secara jelas,

mengelola emosi, membuat keputusan dan kemampuan berhubungan dengan

orang lain (NAMI, 2013). Kaplan & Sadock (2007) menjelaskan bahwa

skizofrenia merupakan sekumpulan sindroma klinik yang ditandai dengan

perubahan pikiran, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

3

Universitas Indonesia

dapat menyebabkan perubahan pikiran, emosi, persepsi, perilaku dan

hubungan sosial seseorang.

Gejala yang dapat muncul pada klien skizofrenia dibagi menjadi dua gejala

utama yakni gejala positif dan gejala negatif (Stuart, 2013). Gejala positif

diantaranya delusi, halusinasi, kekacauan kognitif, disorganisasi bicara dan

perilaku tidak teratur dan perilaku kekerasan (Videback, 2008). Gejala negatif

yang dialami klien skizofrenia seperti afek datar, tidak punya kemauan,

merasa tidak nyaman, kurang motivasi, menarik diri dari lingkungan sosial

dan harga diri rendah (Sadock & Sadock, 2004). Fontain (2009) menyebutkan

bahwa gejala negatif dari klien skizofrenia dapat dilihat dari terjadinya

penurunan motivasi, hilangnya kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-

hari, ketidakmampuan dalam merawat diri, tidak mampu mengekspresikan

perasaan serta hilangnya spontanitas dan rasa ingin tahu. Gejala yang muncul

pada klien skizofrenia baik berupa gejala positif dan gejala negatif dijadikan

sebagai dasar oleh kalangan medis dalam menegakkan diagnosa skizofrenia.

Perilaku kekerasan dapat dijumpai pada pasien skizofrenia yang tidak diobati.

Perilaku maladaptif dari gejala positif skizofrenia seperti halusinasi dapat

menjadi pencetus terjadinya perilaku kekerasan (Ranjan, Prakash, Sharma &

Shigh, 2010). Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah yang

mungkin meliputi salah satu dari kelima panca indra (Townsend, 2013).

Halusinasi merupakan suatu pengalaman persepsi yang salah tanpa adanya

stimulus dan pengalaman persepsi tersebut merupakan hal nyata bagi klien

sehingga halusinasi bisa menjadi pemicu terjadinya perilaku kekerasan akibat

persepsi yang salah dan perintah-perintah dari halusinasi yang didengar

(Lelono, Keliat, & Besral, 2011) . Beberapa penelitian menyebutkan bahwa

kelompok individu yang didiagnosa skizofrenia memiliki insiden lebih tinggi

mengalami perilaku kekerasan (APA, 2000 dalam Sadino, 2007). Dari survey

yang dilakukan oleh The National Institute of Mental Nursing Health’s

Epidemiologic Cathment Area terhadap 10.000 orang yang pernah melakukan

perilaku kekerasan ditemukan 37,7 % berhubungan dengan penyalahgunaan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

4

Universitas Indonesia

zat, 24,6% alkoholik, 12,7% skizofrenia, 11,7% gangguan depresi berat, 11%

gangguan bipolar dan 2,1% tanpa gangguan (Kaplan & Saddock, 1995 dalam

keliat 2003).Wahyuningsih (2009) menyatakan bahwa klien skizopenia

memiliki riwayat kekerasan baik sebagai pelaku, korban atau saksi sebanyak

62,5%. Sehingga dapat disimpulkan perilaku kekerasan dapat dipicu dari

gejala positif skizofrenia yaitu halusinasi.

Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari marah. Perilaku

kekerasan dipahami sebagai perilaku atau tindakan seseorang ketika ia tidak

mampu mengatasi stresor lingkungan yang dialaminya, dapat juga berupa

kebiasaan atau upaya untuk merefleksikan stresor tersebut (Stuart, 2013).

Kemarahan merupakan respon yang normal namun apabila tidak diungkapkan

dengan tidak tepat dapat menimbulkan permusuhan dan agresi (Videback,

2010). Cara mengekspresikan marah ini berfluktuasi dalam rentang adaptif

dan maladaptif mulai dari asertif, pasif dan agresif (Varcarolis, 2009; Stuart,

2013). Kemarahan yang tidak mampu diungkapkan secara asertif dapat

memanjang hingga respon yang paling maladaptif yaitu perilaku kekerasan.

perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang dapat mencederai

diri sendiri, orang lain, lingkungan secara verbal atau fisik (Stuart & Laraia,

2005). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan merupakan

respon maladaptif dari marah yang dapat memunculkan perilaku yang dapat

mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan baik secara fisik maupun

verbal.

Respon Maladaptif yang muncul dari marah dapat mengancam dan

membahayakan diri sendiri,keluarga dan lingkungan masyarakat sehingga

mereka memerlukan pengobatan dan perawatan dirumah sakit. Penelitian

Keliat (2003) tentang pemberdayaan klien dan keluarga dalam perawatan klien

skizofrenia dengan perilaku kekerasan di RSJP Bogor menemukan bahwa

perilaku kekerasan merupakan salah satu gejala yang menjadi alasan keluarga

untuk merawat klien dirumah sakit jiwa. Perilaku kekerasan merupakan

penyebab utama klien dibawa kerumah sakit yaitu 68%. Tindakan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

5

Universitas Indonesia

keperawatan yang diberikan kepada klien perilaku kekerasan bertujuan untuk

mencegah dampak negatif dari perilaku kekerasan terhadap klien, keluarga

dan lingkungan.

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien perilaku kekerasan tidak

hanya ditujukan kepada klien. Beberapa penelitian mengatakan keluarga harus

menjadi pusat pengantar pelayanan kesehatan karena bertanggung jawab

untuk mengontrol kebutuhan kesehatan anggota keluarganya yang sakit,

kebutuhan sosial dan kebutuhan emosional. Mereka menambahkan sistem

kesehatan harus memungkinkan keluarga untuk berfungsi sebagai pembuat

keputusan, caregiver, pendidik dan advokat untuk orang sakit (WFMH, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Keliat (2006) bahwa angka

kekambuhan pada klien gangguan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50%

sedangkan angka kekambuhan pada klien yang diberikan terapi keluarga

sebesar 5-15%. Ini berarti bahwa tindakan keperawatan yang tepat pada klien

dan keluarga baik di pelayanan rumah sakit maupun dimasyarakat dan

dukungan keluarga sangatlah penting dalam mengurangi masalah yang

muncul akibat perilaku kekerasan dan mengurangi angka kekambuhan

melalui tindakan psikoterapi.

Tindakan keperawatan generalis yang diberikan kepada klien perilaku

kekerasan dapat berupa kelompok maupun individu. Tindakan keperawatan

individu yang diberikan pada klien perilaku kekerasan adalah dengan

pemberian latihan fisik berupa tarik nafas dalam, pukul bantal kasur,

penjelasan mengenai 6 benar obat, melatih klien mengungkapkan secara

verbal meminta, menolak dan mengungkapkan marah dengan baik, melatih

mengontrol marah dengan spiritual. Tindakan keperawatan kelompok dapat

berupa terapi aktivitas kelompok. Untuk keluarga tindakan keperawatan yang

diberikan seseuai dengan tugas perkembangan keluarga menurut Friedman

(2010) berupa pemberian latihan yang sama dengan klien, menjelaskan cara

merawat perilaku kekerasan, menciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien

dan menggunakan pelayanan kesehatan untuk mencegah kekambuhan.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

6

Universitas Indonesia

Tindakan Keperawatan spesialis yang dapat diberikan dan telah diteliti antara

lain terapi perilaku kognitif, terapi asertif, Rational Emotive Behaviour

Therapy (REBT). Wahyuningsih (2009) melakukan penelitian terhadap 36

klien skizofrenia dengan perilaku kekerasan didapatkan hasil terapi Asertive

Training (AT) dapat menurunkan respon perilaku kekerasan secara bermakna.

Terjadi penurunan respon maladaptif (perilaku, sosial, kognitif, respon fisik

dan komposit perilaku kekerasan ) sebesar 7,50-25,78 setelah dilakukan AT.

Penelitian Alini (2010) menunjukkan bahwa AT menurunkan komposit

perilaku kekerasan (respon kognitif, afektif, perilaku, sosial, fisik) sebesar

50,4%. Fauziah (2009) mengatakan terapi perilaku kognitif dapat

meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku klien skizofrenia dengan

perilaku kekerasan. Kemampuan kognitif klien perilaku kekerasan

meningkatkan sebesar 7,92 setelah dilakukan CBT dengan p value <α 0,05

dibandingkan dengan kelompok kontrol -0,07. Kemampuan perilaku asertif

klien perilaku kekerasan setelah dilakukan CBT meningkat secara bermakna

sebesar 25,46 dengan p value < α 0,05 dibandingkan dengan kelompok kontrol

0,92. Terapi yang diberikan pada klien perilaku kekerasan diatas berfokus

pada upaya penurunan perilaku kekerasan dengan menstimulasi kognitif atau

melihat respon kognitif, respon fisik, respon sosial dan respon perilaku.

Penelitian lain Hidayat (2011), Lelono (2011) dan Sudiatmika (2011) tentang

pengaruh CBT dan REBT pada klien perilaku kekerasan menunjukkan

peningkatan secara bermakna kemampuan klien mengatasi masalah dan

penurunan tanda dan gejala marah klien perilaku kekerasan.

Berdasarkan jumlah klien yang dirawat oleh mahasiswa diruangan Gatot kaca

sebanyak 81 orang, diperoleh gambaran diagnosis medis antara lain

Skizofrenia paranoid 60 klien (85,18%), psikotik akut 10 klien (12,3%) dan

gangguan bipolar 2 orang (2,4%). Sedangkan gambaran diagnosa keperawatan

diperoleh sebagai berikut resiko perilaku kekerasan 80,24%, halusinasi

87,65%, isolasi sosial 55,5%, HDR 55,5% dan waham 7,4%. Diagnosa

keperawatan terbanyak diruang gatot kaca adalah resiko perilaku kekerasan.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

7

Universitas Indonesia

Tindakan keperawatan spesialis yang difokuskan pada karya ilmiah ini adalah

terapi perilaku kognitif dan terapi asertif untuk klien dengan resiko perilaku

kekerasan. Terapi ini diberikan untuk membantu klien meningkatkan fungsi

dan keseimbangan perilaku melalui nurturance, protection dan stimulation.

Diharapkan dengan pemberian terapi ini dapat membuat klien beradaptasi

dengan stimulus baru dan mempertahankan perilaku yang diharapkan

(nurturance), melakukan perilaku baru yang dilatih (stimulation) dan

mempertahankan perilaku dari stimulus yang kurang menyenangkan

(protection).

Pengkajian merupakan tahap penting yang dilakukan untuk mengetahui

penyebab klien mengalami gangguan jiwa. Dengan pendekatan Model Stress

Adaptation Stuart (2013) membagi pengkajian menjadi beberapa komponen

yaitu faktor predisposisi, stressor presipitasi dan penilaian terhadap stressor

serta sumber koping. Sedangkan adaptasi Roy membagi kedalam stimulus

fokal, stimulus kontekstual dan stimulus residual. Stimulus fokal yaitu semua

stimulus yang langsung menyerang individu, stimulus kontekstual yaitu semua

stimulus yang ada pada saat itu yang berkontribusi terhadap efek dari stimulus

fokal dan stimulus residual adalah faktor lingkungan yang memberi efek

terhadap situasi tertentu. Jika klien tidak mampu beradaptasi terhadap stimulus

yang diterimanya dengan menggunakan mekanisme koping yang sesuai, dapat

berdampak terhadap konsep diri, fungsi peran dan interdependensi serta

perilaku yang memunculkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dapat

ditujukan pada diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan.

Asuhan dasar model teori adaptasi Roy (2009) yang digunakan dalam

membahas kasus perilaku kekerasan adalah setiap orang selalu menggunakan

koping yang bersifat positif maupun negatif sedangkan kemampuan

beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh penyebab utama terjadinya perubahan

dan pengalaman beradaptasi. Roy mengatakan bahwa proses adaptasi

merupakan proses dan hasil dari berfikir dan berperasaan manusia sebagai

individu atau kelompok yang menggunakan kesadarannya untuk berintegrasi

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

8

Universitas Indonesia

dengan lingkungan (Roy,2009). Model adaptasi Roy digambarkan sebagai

suatu model yang terdiri dari input, proses kontrol, efektor dan output. Input

terdiri dari stimulus-stimulus yang berasal dari diri maupun lingkungan.

Proses kontrol merupakan mekanisme koping yang digunakan dalam

mengatasi stimulus yang ada. Sedangkan efektor merupakan model sistem

adaptasi internal seseorang yang meliputi fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi

peran dan interdependensi. Output merupakan respon adaptif atau respon

maladaptif yang muncul pada seseorang.

Dengan menggunakan pendekatan model adaptasi stuart dan model Adaptasi

Roy, pemberian asuhan keperawatan klien dengan risiko perilaku kekerasan

yang dilakukan di ruangan Gatot Kaca RS Dr. Marzoeki Mahdi Bogor dapat

optimal dan didukung dengan pemberian pelayanan yang tepat dengan

menggunakan manajemen pelayanan model praktek keperawatan profesional

(MPKP). Hasil penulisan dan analisis terapi serta model yang digunakan

dilaporkan dalam bentuk penulisan karya ilmiah.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Menganalisis Penerapan Cognitive Behaviour Therapy dan Assertive Therapy

pada klien Risiko perilaku Kekerasan dengan menggunakan pendekatan

Stuart dan model Adaptasi Roy di ruang Gatot Kaca RSMM Bogor.

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Mengidentifikasi karakteristik klien Risiko Perilaku Kekerasan

menggunakan pendekatan teori Stuart dan Adaptasi Roy di ruang

Gatot Kaca RSMM Bogor

1.2.2.2 Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien Risiko Perilaku

Kekerasan menggunakan pendekatan teori Stuart dan Adaptasi Roy

di ruang Gatot Kaca RSMM Bogor

1.2.2.3 Menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien Risiko Perilaku

Kekerasan dengan menggunakan pendekatan teori Stuart dan

Adaptasi Roy di ruang Gatot Kaca RSMM Bogor

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

9

Universitas Indonesia

1.2.2.4 Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Risiko Perilaku

Kekerasan dengan menggunakan pendekatan teori Stuart dan

Adaptasi Roy di ruang Gatot Kaca RSMM Bogor

1.2.2.5 Mengidentifikasi hasil evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan

pada klien Risiko Perilaku Kekerasan menggunakan pendekatan

teori Stuart dan Adaptasi Roy di ruang Gatot Kaca RSMM Bogor

1.2.2.6 Menyusun rencana tindak lanjut klien Risiko Perilaku Kekerasan

menggunakan pendekatan teori Stuart dan Adaptasi Roy di ruang

Gatot Kaca RSMM Bogor

1.2.2.7 Menyusun rekomendasi berdasarkan implikasi hasil pelaksanaan

asuhan keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan menggunakan

pendekatan teori Stuart dan Adaptasi Roy di ruang Gatot Kaca

RSMM Bogor

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

10

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Karya tulis ilmiah ini dilandasi oleh teori Stress Adaptasi Model Stuart-Laraia,

dan teori keperawatan Adaptasi Roy pada klien Risiko Perilaku kekerasan (RPK)

yang mendapatkan Assertive Training (AT) dan Cognitive Behaviour Therapy

(CBT) di ruang Gatot Kaca RSMM Bogor. Kerangka teori yang digunakan

sebagai dasar karya ilmiah ini terdiri dari proses pengkajian (input) yang terdiri

dari data awal klien perilaku kekerasan, proses yang merupakan tindakan yang

diberikan dalam mengatasi masalah yang ditemukan pada input dan output

sebagai hasil dari pencapaian proses yang dilakukan.

Pada karya ilmiah ini, input berupa proses pengkajian untuk menetapkan suatu

diagnosa dari klien. proses pengkajian pada Model Stress Adaptation Stuart

(2013) dimulai dengan mengkaji faktor predisposisi, stresor presipitasi dan

penilaian terhadap stresor. Faktor predisposisi meliputi biologi, psikologi dan

sosiokultural. Penilain terhadap stressor terdiri dari respon kognitif, afektif,

fisiologis, perilaku dan sosial. Berdasarkan hasil pengkajian yang diperoleh maka

ditegakkanlah diagnosa Risiko Perilaku Kekerasan. Selanjutnya dengan

mengidentifikasi sumber koping dan mekanisme koping yang dimiliki individu

dalam menyelesaikan permasalahan dapat menjadi penentu intervensi yang akan

diberikan kepada klien untuk menyelesaikan masalah resiko perilaku kekerasan.

Pada tahap implementasi (proses), fokus tindakan keperawatan yang diberikan

pada klien yaitu dengan memberikan Cognitive Behaviour Therapy dan Assertive

therapy. Pemberian terapi ini diharapkan mampu membuat klien beradaptasi

dengan perilaku yang baru saat berhadapan dengan stimulus yang baru yang tidak

menyenangkan.

Output merupakan hasil yang diharapkan setelah melalui tahap implementasi dari

proses tindakan yang diberikan berupa perilaku adaptif. Perubahan perilaku

kekerasan dapat dilihat dari penurunan tanda dan gejala RPK, peningkatan

kemampuan klien dalam menghadapi stresor dan hubungan interpersonal yang

meningkat. Berikut akan dijelaskan tentang pelaksanaan mulai dari input, proses

dan output dalam framework berikut ini :

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

11

Universitas Indonesia

Skema 2.1

Integrasi Aplikasi Model Adaptasi Stuart dan Model Adaptasi Roy

Input Proses kontrol &

Efektor Output

STIMULUS

1. Stimulus Fokal (Faktor presipitasi

klien RPK) : Biologi, psikologi,

sosialkultural

2. Stimulus Kontekstual (Faktor

Predisposisi klien RPK) : Biologi,

psikologi, sosialkultural

3. Stimulus Residual : sikap, norma,

keyakinan dan pemahaman individu

yang mempengaruhi keadaan tidak

efektif

Penilaian terhadap stresor : kognitif,

afektif, fisiologis, perilaku, sosial

Sumber Koping : Kemampuan

personal, Dukungan sosial, Material

Aset, Keyakinan Positif

Risiko Perilaku

Kekerasan

Perilaku

Mode Adaptasi

Fisiologis

Konsep diri

Fungsi peran

interdependensi

Mekanisme Koping

Klien RPK

Regulator

Kognator

Tindakan Keperawatan

1. Tindakan Generalis

2. Tindakan Spesialis

CBT

Sesi 1: Identifikasi pikiran dan keyakinan maladaptif

Sesi 2: Mengubah pola pikir dan keyakinan maladaptif

Sesi 3 : Mengubah perilaku maladptif

Sesi 4 : Penyelesaian masalah

Sesi 5 : Evaluasi pelaksanaan CBT

AT

Sesi 1 :identifikasi kejadian yang membuat marah/kesal

Sesi 2 :Mengungkapkan kebutuhan dan keinginan serta cara

memenuhinya

Sesi 3 : Latihan Sikap asertif dalam mengungkapkan

kebutuhan dan keinginan

Sesi 4: Latihan mengatakan “Tidak” terhadap permintaan

orang lain

Sesi 5 : Mempertahankan sikap asertif dalam mengungkapkan

kebutuhan dan keinginan

MPKP

Adaptif

Inefektif

Outcome

Perilaku Adaptif

Perubahan tanda

dan gejala dan

peningkatan

kemampuan pada

klien RPK

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

12

Universitas Indonesia

2.1 Komponen Input Sistem Asuhan Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap penting yang dilakukan untuk mengetahui penyebab

klien mengalami gangguan jiwa. Dengan pendekatan Model Stress Adaptation

Stuart (2013) membagi pengkajian menjadi beberapa komponen yaitu faktor

predisposisi, stressor presipitasi dan penilaian terhadap stressor serta sumber

koping. Teori adaptasi Roy membagi kedalam stimulus fokal, stimulus

kontekstual dan stimulus residual. Stimulus fokal yaitu semua stimulus yang

langsung menyerang individu, stimulus kontekstual yaitu semua stimulus yang

ada pada saat itu yang berkontribusi terhadap efek dari stimulus fokal dan

stimulus residual adalah faktor lingkungan yang memberi efek terhadap situasi

tertentu.

Konsep utama dari model adaptasi Roy adalah proses adaptasi. Roy mengatakan

bahwa proses adaptasi merupakan proses dan hasil dari berpikir dan berperasaan

manusia sebagai individu atau kelompok yang menggunakan kesadarannya untuk

berintegrasi dengan lingkungan (Roy,2009). Roy membagi dua bentuk mekanisme

koping yaitu regulator dan kognator. Roy juga menjelaskan tentang empat model

adaptif pada individu, yakni model fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan

interdependensi. Hasil akhir dari proses adaptasi adalah respons yang adaptif.

2.1.1 Faktor Predisposisi (Stimulus kontekstual)

Dengan menggunakan model teori adaptasi Roy terdapat stimulus kontekstual

yang merupakan stimulus yang dialami seseorang baik itu berasal dari eksternal

maupun internal

Stuart mengatakan bahwa pengalaman masa lalu memiliki makna dan pengaruh

tersendiri bagi setiap individu. Faktor predisposisi dibagi menjadi tiga elemen

yaitu biologi, psikologi dan sosiokultural.

2.1.1.1 Biologi

Faktor biologis terjadinya perilaku kekerasan pada individu dikaitkan

dengan struktur otak. Struktur otak yang berhubungan dengan perilaku

agresif adalah sistem limbik, lobus frontal dan hipotalamus. Sistem limbik

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

13

Universitas Indonesia

berkaitan erat dengan mediasi dorongan dasar (basic drive) dan ekspresi

emosi serta tingkah laku manusia seperti : makan, agresi dan respon

seksual, termasuk proses informasi dan memori. Sintesa informasi dan

memori. Sintesa informasi ke dan dari area lain di otak mempengaruhi

emosi dan perilaku (Stuart, 2013). Perubahan dalam fungsi sistem limbik

mengakibatkan terjadinya peningkatan atau penurunan perilaku agresif,

amuk dan rasa takut (Varcarolis, 2010). Lobus frontal memiliki peran

penting dalam mengarahkan perilaku dan berpikir rasional. Kerusakan

lobus frontal dapat mengakibatkan perubahan kepribadian, gangguan

penilaian, kesulitan dalam mengambil keputusan, melakukan hal yang

tidak pantas dan perilaku agresif. Hipotalamus juga berperan dalam

mempengaruhi terjadinya perilaku agresif/ kekerasan. Ketika individu

menghadapi stres yang berlebihan maka kondisi ini akan meningkatkan

level hormon steroid yang disekresi kelenjer adrenal, selanjutnya

hipotalamus merangsang kelenjer pituitari untuk menghasilkan lebih

banyak steroid (Varcarolis, 2010). Stimulasi yang berulang akan membuat

system berespon lebih kuat dan menyebabkan stress traumatik pada

individu yang bersifat permanen. Keadaan tersebut dapat merangsang

munculnya perilaku kekerasan maupun halusinasi terutama pada individu

yang rentan mengalami masalah tersebut. Ketidakseimbangan

neurotransmitter juga dapat menyebabkan munculnya perilaku kekerasan.

Norepinefrin merupakan neurotransmitter yang mempengaruhi mood dan

pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan pada zat ini akan

menyebabkan gangguan jiwa terutama yang berhubungan dengan mood,

ansietas, menarik diri, dan depresi. Serotonin berperan dalam

menyebabkan halusinasi, waham dan menarik diri pada pasien skizofrenia.

Gangguan pada kadar dopamin akan menimbulkan gangguan psikotik dan

parkinson. Asam Gama-amnobutirat berperan penting dalam penyakit

degeneratif seperti huttington dan alzheimer (Guyton, 1996;Videbeck,

2008;Stuart, 2009, Varcarilos, 2010).

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

14

Universitas Indonesia

Townsend (2013) memaparkan bahwa ada relasi yang kuat antara perilaku

kekerasan dengan alkohol dan penggunaan zat terlarang seperti kokain,

amfetamin, zat halusinogen dan anbolik steroid. Kejadian perilaku

kekerasan ditemukan 12 kali lebih besar pada penggunnaan alkohol dan

obat-obatan serta 16 kali lebih besar pada individu dengan ketergantungan

obat (Nolan, dkk dalam Stuart, 2013).

Faktor herediter dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya gangguan

jiwa. Penelitian akan adanya pengaruh genetik dalam gangguan jiwa telah

dikembangkan sejak tahun 1998 hingga 2003 oleh Human Genom Project.

Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa faktor genetik memiliki

peran dalam menyebabkan gangguan jiwa ditandai dengan banyaknya

penelitian yang melihat hubungan orang tua dan anak atau kejadian

gangguan jiwa pada kembar terutama monozigotik. Faktor genetik

berperan dalam kejadian depresi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Joska dan Stein (2008), ditemukan bahwa kejadian depresi meningkat

secara signifikan pada kembar monozigotik, yaitu sekitar 37%. Jika salah

satu dari kembar monozigotik mengalami depresi maka kembar lainnya

akan memiliki kemungkinan sebesar 37% juga.

2.1.1.2 Psikologi

Faktor predisposisi psikologi yang dapat menyebabkan gangguan jiwa

termasuk intelegensia, kemampuan bicara, moral, kepribadian,

pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologis, san

kemampuan pengontrolan diri.

Konsep diri merupakan penilaian individu terhadap dirinya berdasarkan

perilaku sesuai dengan ideal dirinya (Stuart, 2013). Konsep diri dapat

berkembang dari masa kanak-kanak dan dipengaruhi oleh adanya

penerimaan, lingkungan, dan penghargaan dari orang lain. Ketiadaan

faktor-faktor tersebut atau adanya gangguan dalam masa pertumbuhan

akan mempengaruhi konsep diri individu.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

15

Universitas Indonesia

Perubahan atau gangguan pada masa tumbuh kembang dianggap menjadi

faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa berdasarkan teori psikoanalitik

Sigmund Freud’s dan Erikson. Freud (1969, dalam Varcarolis 2010)

menyatakan bahwa gangguan perilaku muncul apabila terjadi gangguan

dalam perkembangan psikoseksual yang terbagi menjadi 5 tahap yaitu fase

oral, anal, phalic, latency dan genital. Misalnya gangguan pada tahap anal

(1-3 tahun) dapat memunculkan gejala pola pikir kaku, Obsessive

Compulsive Disorder (OCD) atau perilaku merusak, tidak terarah dan

kejam. Erik erikson (1963, dalam Varcarolis, 2010) juga menghasilkan

teori yang sama seperti gangguan pemenuhan tugas perkembangan

industry pada usia sekolah dapat menyebabkan anak menjadi harga diri

rendah.

Faktor psikologis lainnya yang dapat menyebabkan gangguan jiwa adalah

pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan seperti kejadian

pengalaman melihat kecelakaan, peristiwa yang melukai, mendapat vonis

penyakit tertentu, saksi pembunuhan atau kekerasan, terpapar perang atau

bencana alam, serangan teoris, perampokan, sandera, korban kekerasan

fisik, seksual, emosional, termasuk juga konflik sipil. Bahkan pada

beberapa kejadian menunjukkan akibat pemberhentian kerja dan

perceraian serta proses persidangan kasus karena selama persidangan

berlangsung korban kekerasan terus terstimulus untuk mengingat kejadian

sehingga korban tidak dapat menganggapnya sebagai kejadian yang telah

lalu (Blanchard et al, 1996;Ehlers et al, 1998, dalam NCCMH, 2005).

Pertahanan psikologis juga memiliki peran penting terhadap munculnya

gangguan jiwa. Ketahanan seseorang terhadap stresor akan menghasilkan

bentuk perilaku yaitu adaptif dan maladaptif. Kemampuan untuk bereaksi

secara normal terhadap masalah. Ketahanan psikologis dapat diukur

menggunakan instrumen yang mengukur kepribadian, kemampuan,

pertahanan, konsep diri dan konflik interpersonal (Stuart, 2013). Gangguan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

16

Universitas Indonesia

akibat pengalaman akan kejadian traumatik berhubungan dengan adanya

ketidakstabilan pertahanan psikologis. Maknanya, gejala hanya

berkembang pada orang yang memiliki kepribadian tidak stabil,

sebelumnya pernah memiliki masalah kesehatan mental (Gersons &

Carlier, 1992; Kinzie & Goetz, 1996; van der Kolk et al, 1996, dalam

NCCMH, 2005).

2.1.1.3 Sosiokultural

Predisposisi sosiokultural meliputi faktor usia, jenis kelamin, pendidikan,

penghasilan, pekerjaan, status sosial, latar belakang budaya, agama,

keyakinan dan pengalaman sosialisasi (Stuart, 2013).

Identifikasi faktor sosial dianggap penting karena berdasarkan beberapa

penelitian ditemukan bahwa faktor sosial menjadi faktor resiko munculnya

gangguan jiwa. Kecenderungan tingginya angka kejadian pada kelompok

jenis kelamin tertentu, kelompok usia tidak dapat disimpulkan secara

umum karena setiap bentuk gangguan memiliki kekhasan tersendiri.

Perubahan status sosial, seperti kehilangan pasangan, adanya penurunan

kemampuan fisik, kehilangan pekerjaan, penghasilan atau karena tidak

tercapainya suatu keinginan dapat menyebabkan munculnya gangguan

konsep diri (Stuart, 2009;Varcarolis & Halter, 2010).

Perbedaan budaya pada setiap wilayah juga mempegaruhi angka kejadian

gangguan jiwa atau perilaku maladaptif lainnya.. Sebagai contoh perilaku

minum-minuman beralkohol di negara-negara asia cenderung rendah, Hal

ini terjadi karena terdapat pengaruh budaya dalam bentuk pola pikir dan

perilaku individu. Budaya asia cenderung menganggap minuman

beralkohol merupakan minuman haram yang tidak baik dikonsumsi.

Contoh lainnya adalah pengguna NAPZA wanita jauh lebih sedikit jika

dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini karena wanita pengguna NAPZA

akan memiliki citra diri lebih negatif sehingga mencegah peningkatan

angka kejadian (Varcarolis & Halter, 2010).

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

17

Universitas Indonesia

Dukungan sosial dan hubungan baik dengan orang lain berperan terhadap

munculnya gangguan. Sebagaimana dikatakan bahwa tidak adanya

dukungan sosial setelah individu mengalami kejadian traumatik akan

meningkatkan risiko terjadinya PTSD kronik (Brewin et al, 2000;Ozer et

al, 2003). Pengalaman akan kejadian traumatik seringkali menimbulkan

rasa tidak percaya dengan orang lain terutama bagi korban kekerasan

sehingga mempengaruhi hubungan secara sosial. Hal ini akan

menyebabkan masalah menjadi semakin berat.

2.1.2 Faktor Presipitasi (Stimulus fokal)

Faktor presipitasi terkait dengan stimulus yang dipersepsikan individu

sebagai suatu kesempatan, tantangan, ancaman/tuntutan. Stimulus tersebut

dapat menguras energi, menyebabkan stres dan tekanan (Cohen, 2000 dalam

Stuart, 2013). Sedangkan menurut Roy stimulus fokal yaitu semua stimulus

yang ada pada saat itu yang berkontribusi terhadap efek dari stimulus fokal.

Faktor presipitasi dapat berupa elemen yang sama dengan faktor

predisposisi yaitu meliputi biologi, psikologi dan sosiokultural namun faktor

presipitasi memiliki kejelasan yang meliputi empat hal yaitu sifat stresor,

asal stresor, lamanya stresor yang dialami, dan banyaknya stresor yang

dihadapi oleh seseorang (Stuart, 2013). Faktor presipitasi terjadinya masalah

perilaku kekerasan pada klien skizoprenia dengan model adaptasi Roy

meliputi stresor biologi, psikologis dan sosial budaya.

Asal stresor terdiri dari stresor internal dan eksternal. Stresor internal

meliputi seluruh faktor yang menimbulkan kelemahan, menurunnya rasa

percaya diri, takut sakit, hilang kontrol atau terjadinya proses penuaan pada

individu. Stresor eksternal adalah stresor yang berasal dari luar individu,

seperti keluarga, kelompok masyarakat, dan lingkungan sekitar

Lama dan jumlah stresor yaitu terkait dengan sejak kapan, sudah berapa

lama, berapa kali kejadiannya (frekuensi) serta jumlah stresor. Bila baru

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

18

Universitas Indonesia

Kognitif

Afektif

Psikologi Perilaku

Sosial

pertama kali terkena masalah, maka penanganannya juga memerlukan suatu

upaya yang lebih intensif dengan tujuan untuk tindakan pencegahan primer.

Frekuensi dan jumlah stresor juga mempengaruhi individu, bila frekuensi

dan jumlah stresor terkena masalah lebih sedikit juga akan memerlukan

penanganan yang berbeda dibandingkan dengan yang mempunyai frekuensi

dan jumlah stresor lebih banyak. Dengan kata lain seorang perawat harus

memahami kondisi stresor yang dialami oleh seorang individu sehingga

penanganannya juga akan lebih baik.

Menurut Roy (2009), stimulus residual meliputi sikap, norma, keyakinan

dan pemahaman individu yang mempengaruhi keadaan tidak efektif.

Stimulu residual terdiri dari faktor internal dan eksternal yang relevan

dengan situasi yang ada tetapi sulit untuk diobservasi namun dapat

mempengaruhi munculnya gejala.

2.1.3 Penilaian terhadap stresor

Penilaian terhadap stresor merupakan suatu proses evaluasi secara

menyeluruh yang dilakukan oleh individu terhadap stresor dengan tujuan

untuk melihat tingkat kemaknaan dari suatu kejadian yang dialaminya

(Stuart, 2013). Terdapat lima respon yang dapat menggambarkan perubahan

keadaan psikologis individu yaitu kognitif, perilaku, afektif, psikologis dan

sosial (gambar 2.1). berikut penjelasan kelima faktor tersebut .

Gambar 2.1

Respon Penilaian Terhadap Stressor (Stuart,2013)

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

19

Universitas Indonesia

2.1.3.1 Respon kognitif:Bingung, perubahan status mental secara tiba-tiba,

disorientasi, gangguan daya ingat dan ketidakmampuan mengikuti petunjuk,

ada isi pikir yang delusi dan paranoid (Boyd & Nihart, 1998; Stuart, 2013),

tidak mampu memecahkan masalah, mendominasi (Keliat & Sinaga, 1991).

Pada individu dengan perilaku agresif atau perilaku kekerasan berpikir

secara irrasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata

yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang

tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.

2.1.3.2 Respon afektif: perasaan tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,

merasa ingin berkelahi, mengamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahkan,

menuntut, mudah tersinggung, euporia yang berlebihan atau tidak tepat, dan

afek labil Stuart (2013), iritabilitas, depresi, apatis (Boyd & Nihart, 1998).

2.1.3.3 Respon Fisiologis: frekuensi pernafasan meningkat, ketegangan tubuh,

muka memerah, dan sorot mata yang tajam (Rawlins, Williams & Beck,

1993) peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah serta keringat yang banyak

(Boyd & Nihart, 1998). Respon fisiologis pada perilaku kekerasan timbul

karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epinefrin

sehingga tekanan darah meningkat, takikardi (frekuensi denyut jantung

meningkat), wajah memerah, pupil membengkak, frekuensi pembuangan

urin meningkat. Peningkatan denyut jantung, mempersiapkan orang untuk

bergerak, dan peningkatan aliran darah ke tangan, menyiapkan mereka

untuk menyerang (Novaco, 2010). Keringat meningkat (terutama ketika

kemarahan itu intens), sekresi oleh adrenal medula dari katekolamin,

epinefrin, dan norepinefrin dan oleh glukokortikoid korteks adrenal

memberikan sistem simpatik efek yang memobilisasi tubuh untuk tindakan

segera. Menurut Stuart (2013), Perilaku kekerasan dapat dilihat dari wajah

tegang, tidak bisa diam, mengepalkan atau memukulkan tangan, rahang

mengencang, peningkatan pernafasan, dan kadang tiba-tiba seperti kataton.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

20

Universitas Indonesia

2.1.3.4 Respon perilaku: mondar-mandir, tidak mampu untuk duduk tenang, tangan

mengepal, menghentikan aktivitas motorik dengan tiba-tiba, kata-kata

menekan, suara keras, memerintah (Stuart, 2013). Kekerasan fisik yang

ditujukan pada diri sendiri berupa ancaman melukai. Kekerasan pada orang

lain berupa serangaan fisik, memukul dan melukai. Kekerasan pada

lingkungan berupa merusak perabotan rumah tangga, merusak harta benda

dan membanting pintu (Morison, 1993).

2.1.3.5 Respons sosial:cenderung menyalahkan orang lain, membicarakan

kesalahan orang lain, mengejek, berkata kasar dan menolak hubungan

dengan orang lain, melanggar batas jarak personal saat berinteraksi

(Rawlins, Williams & Beck, 1993), kekerasan verbal terhadap orang lain

berupa kata-kata kasar, nada suara tinggi dan bermusuhan (Morison, 1993).

Ancaman yang ditujukan pada objek nyata atau imajiner, menimbulkan

gangguan untuk menarik perhatian, suara keras, kata-kata menekan (Stuart,

2013).

2.1.4 Sumber Koping

Sumber koping adalah pilihan atau strategi yang dapat membantu untuk

memutuskan apa yang terbaik dilakukan. Menurut Stuart (2013) sumber

koping yang dimiliki individu dalam menghadapi depresi yang dialami

terdiri dari kemampuan individu (personal ability), dukungan sosial (Social

Support), material asset dan positive believe.

2.1.4.1Kemampuan Individu

Peningkatan kemampuan personal terutama dalam menghadapi masalah dan

dampaknya akan mempengaruhi mekanisme koping pasien. pengetahuan

dan intelegensia memungkinkan individu untuk melihat cara yang berbeda

dalam menghadapi situasi sulit. Kemampuan personal yang ingin dicapai

oleh pasien adalah kemampuan dalam menghadapi situasi sulit, pengetahuan

pasien akan kondisi sehat, sakit, cara penyelesaiannya.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

21

Universitas Indonesia

2.1.4.2 Dukungan sosial

Dukungan sosial menjadi penting keberadaannya bagi pasien dalam

menghadapi masalah. Tanpa adanya dukungan sosial yang cukup,

pengetahuan dan kemampuan hanya akan menjadi sia-sia karena mengalami

hambatan dalam mengaplikasikannya. Dukungan sosial dapat diberikan oleh

pasangan, keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitar.

Keluarga berperan sebagai pemberi motivasi, pengawas, sumber ekonomi

dan lainnya. Adanya dukungan sosial akan meningkatkan motivasi pasien

untuk meningkatkan status kesehatannya. Peran ekonomi juga menjadi

faktor penting. Hal ini karena pasien dengan gangguan jiwa biasanya akan

mengalami penurunan produktivitas sehingga mempengaruhi penghasilan.

Ini berarti segala bentuk dukungan hidup sehari-hari dan kebutuhan akan

pengobatan sementara akan dipenuhi oleh anggota keluarga lainnya. Fungsi

pengawasan berperan dalam mengontrol pengobatan dan melihat

perkembangan kemajuan atau kemunduran keadaan pasien. pengawasan

akan aplikasi terapi yang telah dipelajari juga dapat dilakukan.

2.1.4.3 Aset materi

Kepemilikan jaminan kesehatan, sumber rujukan dan pelayanan kesehatan

dimasyarakan serta sumber keuangan merupakan aset materi yang dimiliki

oleh pasien untuk meningkatkan kemampuan dalam menghadapi masalah.

2.1.4.4Keyakinan positif

Keyakinan diri yang positif dapat meningkatkan harapan sehingga

mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi masalah bahkan

dalam situasi yang membingungkan.

2.1.5 Diagnosa Keperawatan

Hasil dari pengkajian faktor predisposisi, stresor presipitasi dan penilaian

terhadap stresor menghasilkan beberapa diagnosa keperawatan. Pada

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

22

Universitas Indonesia

penulisan ini diagnosa yang diangkat adalah Resiko Perilaku Kekerasan

(RPK).

Risiko perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat

membahayakan diri sendiri, orang lain baik secara fisik, emosional dan atau

seksualitas (Nanda, 2012). Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon

terhadap stresor, ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan

baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan baik secara verbal

maupun non verbal (Stuart, 2013).

Dari survey yang dilakukan oleh The National Institute of Mental Nursing

Health’s Epidemiologic Cathment Area terhadap 10.000 orang yang pernah

melakukan perilaku kekerasan ditemukan 37,7 % berhubungan dengan

penyalahgunaan zat, 24,6% alkoholik, 12,7% skizoprenia, 11,7% gangguan

depresi berat, 11% gangguan bipolar dan 2,1% tanpa gangguan (Kaplan &

Saddock, 1995 dalam keliat 2003).Wahyuningsih (2009) menyatakan bahwa

klien skizopenia memiliki riwayat kekerasan baik sebagai pelaku, korban

atau saksi sebanyak 62,5%. Sehingga dapat disimpulkan perilaku kekerasan

dapat dipicu dari gejala positif skizoprenia yaitu halusinasi.

Berdasarkan jumlah klien yang dirawat oleh mahasiswa diruangan Gatot

kaca sebanyak 81 orang, diperoleh gambaran diagnosis medis antara lain

Skizoprenia paranoid 60 klien (85,18%), psikotik akut 10 klien (12,3%) dan

bipolar 2 orang (2,4%). Sedangkan gambaran diagnosa keperawatan

diperoleh sebagai berikut resiko perilaku kekerasan 80,24%, halusinasi

87,65%, isolasi sosial 55,5%, HDR 55,5% dan waham 7,4%.

2.2 Komponen Proses Sistem Asuhan Keperawatan

Penatalaksanaan tindakan keperawatan untuk menyelesaikan diagnosa

keperawatan resiko perilaku kekerasan dilakukan dalam konteks

Manajemen Pelayanan Keperawatan Profesional (MPKP). MPKP terdiri

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

23

Universitas Indonesia

atas 4 pilar utama yaitu Management Approach, Compensatory Reward,

Professional Relationship dan Patient Care Delivery.

Pilar pertama adalah pendekatan manajemen yang terdiri dari: perencanaan

(planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), dan

pengendalian (controlling). Fungsi perencanaan terdiri dari kegiatan

merumuskan visi, misi, filosofi, rencana jangka pendek (harian, bulanan dan

tahunan). Fungsi pengorganisasian terdiri dari kegiatan pembentukan

struktur organisasi, jadual dinas dan daftar alokasi pasien. Fungsi

pengarahan terdiri dari kegiatan operan, pre dan post conference, supervisi,

pendelegasian dan penciptaan iklim motivasi. Fungsi pengendalian terdiri

dari kegiatan penghitungan indikator mutu, survey diagnosa keperawatan

dan medis, survey kepuasan, dan audit dokumentasi

Kompensasi dan penghargaan merupakan pilar kedua dari pendekatan

manajemen yang mengarahkan bagaimana cara pembenrian penghargaan

terhadap staf ruang MPKP terhadap kinerja yang sudah dilakukannya.

Kegiatan yang dilakukan dalam pilar ini adalah penilaian kinerja dan

pengembangan staf. Pilar yang ketiga yaitu hubungan professional antara

perawat dengan dengan perawat sendiri, misalnya dalam melakukan rapat

tim keperawatan, dan juga antara perawat dengan profesi kesehatan lain

misalnya melalui rapat tim kesehatan, konferensi kasus, dan visit dokter.

Pilar keempat adalah pemberian asuhan keperawatan yang menjelaskan

tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat ruang MPKP dalam

memberikan asuhan keperawatan bagi klien dan keluarga yang pada

penulisan ini lebih menekankan pada penatalaksanaan diagnosa resiko

perilaku kekerasan. Berdasarkan paparan penatalaksanaan diagnosa diatas

diketahui bahwa terdapat beberapa pikoterapi yang dapat diterapkan untuk

menyelesaikan diagnosa tersebut yaitu Cognitive Behaviour Therapy (CBT)

dan Assertiveness Training.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

24

Universitas Indonesia

2.2.1 Mekanisme Koping

Stuart (2013) menyatakan bahwa mekanisme koping merupakan segala

upaya yang diarahkan pada manajemen stres. Ada tiga tipe mekanisme

koping yaitu fokus permasalahan, fokus secara kognitif dan fokus pada

emosi. Untuk mekanisme konstruktif, individu menjadikan kecemasan

sebagai suatu alaram atau tanda peringatan. Individu menerimanya sebagai

suatu pilihan dalam penyelesaian masalah seperti negosiasi terhadap,

meminta saran pada orang lain. Sedangkan mekamisme koping yang

destriktif yaitu dengan menghindari kecemasan tersebut tanpa

menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Roy juga menjelaskan ada dua bentuk .mekanisme koping, yaitu regulator

dan kognator. Selain mekanisme koping, Roy juga menjelaskan tentang

empat model adaptif pada individu, yakni model fisiologis, konsep diri,

fungsi peran dan interdependensi. Hasil akhir dari proses adaptasi berupa

respon adaptif, namun jika perilaku yang ditampilkan individu tidak

menggambarkan integritas maka akan berubah menjadi respon yang

inefektif (Robinson & Kish, 2001).

Roy (2009) menjelasakan bahwa mekanisme koping yang terjadi pada

individu diharapkan mampu mencapai mode adaptasi yang telah dilakukan

yang terdiri dari proses :

2.2.1.1 Fungsi fisiologis (biologis) yaitu sistem adaptasi terhadap oksigenasi,

nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan

dan elektrolit, fungsi neurologis dan endokrin

2.2.1.2 Konsep diri (Psikologis) yaitu kemampuan klien mengenali pola-pola

interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain

2.2.1.3 Fungsi peran (Sosiokultural) yaitu proses penyesuaian yang berhubungan

dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi

sosial dalan berhubungan dengan orang lain

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

25

Universitas Indonesia

2.2.1.4 Interdependen (Sosiokultural) merupakan kemampuan seseorang

mengenal pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melaui

hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok

2.2.2 Penatalaksanaan Risiko Perilaku Kekerasan

2.2.2.1 Cognitive Behaviour Therapy

Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian Cognitive Behaviour

Therapy, tujuan, teknik dan prosedur Cognitive Behaviour Therapy,

keuntungan Cognitive Behaviour Therapy.

Cognitive behaviour therapy (CBT) adalah terapi yang membantu individu

merubah cara berfikir dan perilakunya sehingga perubahan itu membuat

individu merasa lebih baik, dan terapi ini berfokus pada masalah here and

now serta kesulitan yang dihadapi (British Association for Behavioural

and Cognitive Psychotherapies, 2006).

CBT merupakan kombinasi dari terapi cognitive dan behaviour dan

memiliki pengaruh untuk mengatasi gangguan mood dan ansietas

(Chambless & Ollendick, 2001; DeRubeis & Crists-Christoph, 1998 dalam

Cully & Teten, 2008). CBT adalah salah satu bentuk terapi komunikasi

(Kassel & Rais, 2010). Sehingga dapat dikatakan bahwa CBT merupakan

terapi yang menggunakan pendekatan penyelesaian masalah dengan

mempelajari cara pengontrolan pikiran melalui perubahan persepsi

terhadap orang dan situasi tertentu.

CBT dilakukan melalui hubungan interpersonal pasien dengan terapis.

Hubungan yang mengedepankan rasa empati, tidak memaksakan, selama

pasien membagi pengalamannya mengalami skizofrenia. Pada terapi ini,

terapis tidak berorientasi pada mengarahkan klien untuk berfikir bahwa

gejala yang dialami tidak rasional melainkan berusaha membantu pasien

untuk fokus pada keyakinan pasien akan gejala yang dirasakan dan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

26

Universitas Indonesia

menciptakan mekanisme pertahanan yang berhubungan dengan gejala

tersebut.

2.2.2.2 Tujuan

Stallard (2002), menyebutkan bahwa CBT adalah intervensi terapeutik

yang bertujuan untuk mengurangi tingkah laku mengganggu dan

maladaptif dengan mengembangkan proses kognitif. CBT didasarkan pada

asumsi bahwa afek dan tingkah laku adalah produk dari kognisi oleh

karena itu intervensi kognitif dan tingkah laku dapat membawa perubahan

dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku. CBT pada dasarnya bertujuan

untuk mengubah keadaan atau status emosi individu, akan tetapi emosi

tidak dapat diintervensi secara langsung. Emosi dihasilkan dari adanya

stimulasn internal dan eksternal dan dipengaruhi oleh adanya perubahan

pola pikir dan perilaku. Tujuan untuk menstabilkan emosi dicapai

menggunakan CBT dengan merubah pikiran dan perilaku yang

berkontribusi menyebabkan distress emosi. CBT bertujuan untuk

menciptakan ketrampilan yang memungkinkan individu untuk

meningkatkan kesadaran akan pikiran dan perasaannya, mengidentifikasi

bagaimana situasi, pikiran dan perilaku mempengaruhi perasaan dan

meningkatkan kemampuan untuk merubah pikiran dan perilaku maladaptif

(Cully & Teten, 2008).

2.2.2.3 Teknik Pelaksanaan Terapi

Sesi I : Identifikasi pikiran dan keyakinan maladaptif

CBT meyakini bahwa terdapat 3 struktur pola pikir maladaptif atau

disfungsional terjadi pada pasien yang mengalami gangguan

psikologis yaitu pikiran otomatis, keyakinan menengah dan

keyakinan inti.

Terapi kognitif percaya bahwa respon maladaptif timbul dari distorsi

kognitif, distorsi tersebut dapat meliputi kesalahan logika, kesalahan

dalam penalaran, atau pandangan dunia individual yang tidak

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

27

Universitas Indonesia

mencerminkan realitas yang distorsi mungkin baik positif atau

negatif.

Jenis-jenis pikiran negatif atau distorsi pikiran yang ditemukan pada

klien depresi menurut Varcarolis (2008), Cullen dan Teten (2008),

Stuart (2013) :

1. All or nothing thinking yaitu seseorang memikirkan segala

sesuatu seperti warna hitam dan putih, tidak berupaya untuk

menggapai hal yang tinggi karena pada jenis distorsi ini

seseorang cenderung menghindari hal-hal yang rumit dalam

kehidupannya.

2. Overgeneralization yaitu berpikir bahwa segala sesuatu yang

dilakukan tidak akan menghasilkan yang baik, mereka cenderung

menggunakan pemikiran sesuatu yang dihasilkan akan berakibat

buruk atau kurang bagus. Labeling yaitu bentuk

overgeneralization dimana karakteristik atau kejadian dijadikan

sebagai pedoman atau standar bagi diri sendiri atau orang lain.

Contohnya : ”karena gagal dalam ujian kompetensi, saya akan

mengalami kegagalan dalam hal lain, saya lebih baik mundur”.

3. Mental Filter yaitu fokus pada kejadian negatif atau kejadian

buruk dan membiarkan pikiran tersebut mencemari atau

mempengaruhi hal yang lain.

4. Disqualifying the positive yaitu mempertahankan pandangan

negatif dengan mengulang informasi yang mendukung

pandangan positif menjadi sesuatu yang tidak relevan, tidak

akurat atau seseuatu yang tidak dipertimbangkan

5. Jumping on conclusions yaitu membuat interpretasi negatif tanpa

adanya fakta yang mendukung. Jenis distorsi ini terbagi menjadi

dua yaitu : 1) mind reading ditandai dengan menyimpulkan

pikiran negatif, respon dan motif dari orang lain,. percaya

seseorang mengetahui pikiran orang lain tanpa mengecek

kebenarannya. Contoh :”mereka pasti berfikir kalau dirinya

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

28

Universitas Indonesia

terlalu gemuk atau terlalu kurus”.; 2) fortune-teeling terror,

mengasumsi hasil negatif dari orang lain sebagai sesuatu yang

tidak dapat dielakkan lagi.

6. Magnification or minimization yaitu melebih-lebihkan sesuatu

(seperti kegagagalan atau kesuksesan orang lain) tapi tidak

mengakui hal tersebut terdiri dari catastrophizing yaitu sebagai

bentuk yang ekstrim dari magnification dimana kesalahan

diasumsikan sebagai sesuatu hasil yang akan terjadi.

7. Emotional reasoning yaitu menggambarkan kesimpulan

berdasarkan atas pernyataan emosional. Should and must

statement yaitu memberanikan diri mengarahkan diri sendiri

untuk memegang kontrol dari hal-hal yang tidak realistik dari

kejadian eksternal.

8. Personalization yaitu merasa bertanggungjawab atas kejadian

eksternal atau sistuasi yang terjadi diluar kontrol personal

9. Mudah menyimpulkan (Arbitary Inference)

Menggambarkan kesimpulan yang salah tanpa didukung data.

Contoh :”teman saya tidak pernah lama menyukai saya sebab ia

tidak mau diajak pergi”.

10. Perfeksionis (Perfectionism)

Segala harus dilakukan dengan sempurna untuk merasakan

kesempurnaan dirinya, contoh : aku akan merasa gagal jika aku

tidak mendapatkan nilai A untuk semua ujianku”

11. Ekternalisasi nilai atau standar diri (Externalization self worth)

Menentukan tata nilai sendiri untuk diterapkan pada orang lain,

contoh :”saya sudah berusaha untuk kelihatan baik setiap waktu

tetapi teman-teman saya yang tidak menginginkan saya ada

disampingnya.”

Pengkajian terhadap pikiran dan perilaku negatif klien merupakan

langkah awal yang dilakukan dalam terapi ini. Klien akan

menceritakan tentang pikiran, perasaan dan perilaku negatif yang

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

29

Universitas Indonesia

dialami. Pikiran negatif biasa dianggap sebagai pikiran yang nyata.

Pikiran otomatis muncul pada situasi tertentu dan muncul lebih cepat

dibandingkan dengan munculnya pikiran positif terhadap diri.

Pikiran otomatis merupakan manifestasi nyata dari adanya keyakinan

yang salah pada pasien dengan gangguan psikiatri.

Keyakinan menengah dapat dianggap sebagai pola yang diikuti oleh

individu mengenai kondisi tertentu namun tidak spesifik. Individu

menciptakan asumsi berdasarkan informasi yang diterima dari

lingkungan dan pola pikirnya akan berkontribusi menciptakan

pikiran dan perilaku tertentu. Sedangkan keyakinan inti adalah

keyakinan yang dipersepsikan berdasarkan pengalaman. Karena

pasien gangguan jiwa cenderung menerima informasi dengan

negatif, keyakinan positif akan cenderung perfasif.

Hasil identifikasi pikiran otomatis kemudian di informasikan dan

dijelaskan proses terjadinya pikiran tersebut kepada pasien untuk

meningkatkan kesadaran akan gangguan kognitif yang terjadi. Hal

ini menjadi penting karena kesadaran akan gangguan yang dialami

dan pemahaman akan membantu proses pelaksanaan terapi dan

tingkat keberhasilan sebagaimana dijelaskan oleh Norcross (2010)

pada penelitiannya mendapati bahwa penyusunan tujuan bersama

meningkatkan pelayanan kesehatan pada pasien gangguan jiwa

sedangkan pada pasien berguna mencegah kegagalan terapi,

menurunkan gejala dan meningkatkan kemampuan untuk

beradaptasi.

Pada tahap berikutnya, seluruh pikiran otomatis dikategorikan atau

diprioritaskan denga melihat berat dan ringannya pikiran otomatis

yang muncul. Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk

memprioritaskan pikiran ototmatis seperti membuat skala untuk

setiap pikiran dan mengurutkannya dari pikiran bernilai besar ke

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

30

Universitas Indonesia

kecil. Atau cara lainnya adalah melihat frekuensi kemunculan

pikiran ototmatis berdasarkan situasi tertentu. Perawat harus mampu

menekankan pada kebutuhan yang berorientasi pada pasien bukan

kebutuhan atau berdasarkan persepsinya.

Sesi 2 : Mengubah pola pikir dan keyakinan maladaptif

Perawat membantu pasien untuk mengenali pikiran otomatisnya,

mengklasifikasikan, mengenal keuntungan dan kerugian pikiran

otomatis. Perawat membantu klien untuk mengenal distorsi

negatifnya. Perawat dan klien sama-sama mempelajari bentuk

distorsi dan mempelajari bentuk distorsi yang ada pada klien.

perawat membantu klien untuk mengembangkan keseimbangan

berfikir dengan menanyakan beberapa pertanyaan seperti :

1. Bukti apa menunjukkan bahwa pikiran tersebut nyata?

2. Bukti apa yang menunjukkan bahwa pikiran tersebut tidak

nyata?

3. Apa yang harus saya katakan pada orang yang saya sayangi

jika ia mengalami hal ini?

4. Bila pikiran tersebut nyata apa kejadian buruk yang akan

terjadi?

5. Bila pikiran tersebut nyata apa kejadian baik yang akan

terjadi?

6. Berdasarkan beberapa sumber yang kamu miliki, apakah ada

pikiran alternatif lain yang bisa muncul berdasarkan situasi

tersebut?

7. Bisakan orang yang saya percaya, memandang situasi ini

dalam cara yang berbeda?

Pada situasi tertentu, pasien tertentu, kemampuan untuk merubah

pola pikir otomatis maladaptif tidak berjalan lancar sehingga perlu

diberikan motivasi lebih berupa reinforsemen positif dan

pemahaman pentingnya kemampuan mengkounter bagi pasien.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

31

Universitas Indonesia

Apabila pasien telah memiliki kemampuan melihat adanya bukti

kontraindikasi terhadap pikiran otomatis, langkah selanjutnya adalah

membantu pasien untuk menyelesaikan masalah daripada menguji

pikiran baru yang tercipta.

Sesi 3 : Perubahan perilaku

Pendekatan terapi keperawatan yang bertujuan merubah perilaku

maladaptif seperti mondar-mandir, tidak mampu untuk duduk

tenang, tangan mengepal, menghentikan aktivitas motorik dengan

tiba-tiba, kata-kata menekan, suara keras, memerintah (Stuart, 2013)

diawali dengan memberikan pemahaman kepada pasien hubungan

perubahan mood dengan perilaku. Langkah selanjutnya yaitu

membantu klien mengidentifikasi bentuk aktivitas yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan perasaan positif, atau perilaku lain

yang dapat membantu mengatasi pikiran otomatis.

Sesi 4 : Penyelesaian masalah

Penyelesaian masalah merupakan teknik yang secara umum dalam

proses mengidentifikasi mekanisme koping positif dalam kehidupan

sehari-hari. Dalam pengertian lainnya dikatakan bahwa penyelesaian

masalah adalah langkah untuk menganalisa masalah,

mengidentifikasi berbagai pilihan penyelesaian maslah, evaluasi dan

memutuskan perencanaan serta mengembangkan strategi dalam

pelaksanaan perencanaan (Cully & Teten, 2008).

Sesi 5 : Evaluasi hasil pelaksanaan CBT

Pada sesi lima kegiatan yang dilakukan adalah menjelaskan

pentingnya obat dan terapi modalitas untuk mencegah kekambuhan

dan mempertahankan serta membudayakan pikiran positif dan

perilaku positif yang telah dilatih.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

32

Universitas Indonesia

2.2.3 Assertiveness Training

Assertiveness Training merupakan tindakan untuk melatih seseorang

mencapai perilaku asertif (Kaplan & Saddock, 2010). Menurut Hopkins

(2005), Assertive Training yaitu terapi untuk melatih kemampuan

seseorang untuk mengungkapkan pendapat, perasaan, sikap dan hak tanpa

disertai adanya perasaan cemas. Assertive Training merupakan komponen

dari terapi perilaku dan suatu proses dimana individu belajar

mengkomunikasikan kebutuhan, menolak permintaan dan

mengekspresikan perasaan positif dan negatif secara terbuka, jujur,

langsung dan sesuai dengan pemahaman. Individu menggunakan respon

asertif mempertahankan haknya dan respek terhadap hak dan harkat orang

lain (Fortinash, 2004).

2.2.3.1 Tujuan

Tujuan Assertive Training yaitu meningkatkan penilaian diri dan orang

lain, meningkatkan harga diri, mengurangi kecemasan, meningkatkan

kemampuan dalam membuat keputusan hidup, mengekpresikan sesuatu

secara verbal dan non verbal (Hopkins, 2005), mengekpresikan kebutuhan

dan hak (Forkas, 1997), melatih keterampilan interpersonal dasar

seseorang (Stuart & Laraia, 2005), mempelajari prosedur kognitif, afektif

dan perilaku untuk meningkatkan kemampuan interpersonal, mengurangi

penghalang secara kognitif dan afektif untuk berperilaku asertif seperti

kecemasan, pikiran tidak rasional, perasaan bersalah dan marah.

2.2.3.2 Teknik Pelaksanaan terapi

Menurut Stuart dan Laraia (2005) dalam membentuk perilaku asertif ,

tahapan yang digunakan yaitu :

a. Describing, yaitu menggambarkan perilaku baru untuk dipelajari

b. Learning, Yaitu belajar perilaku baru melalui petunjuk dan

demonstrasi

c. Practicing, yaitu mempraktekkan perilaku baru dengan umpan balik

d. Transferring, menerapkan perilaku baru kedalam lingkungan yang

nyata

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

33

Universitas Indonesia

Dimodifikasi dari penelitian dan teori Forkas (1997), Stuart dan Laraia

(2005) dan Vinick (1983) serta Assertiveness Training yang dikembangkan

dan diterapkan oleh mahasiswa spesialis keperawatan jiwa angkatan 1 dan

2 tahun 2008 dan 2009 dibagi menjadi lima sesi yaitu :

a. Sesi satu : melatih kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan.

Tujuannya : klien mampu mengidentifikasi pikiran dan perasaan dan

mengungkapkan pikiran, perasaan dengan cara yang tepat.

Tehnik pelaksanaan melalui describing, modelling, role playing,

feedback, transferring.

b. Sesi dua: melatih kemampuan mengungkapkan keinginan dan

kebutuhan.

Tujuannya : klien mampu mengidentifikasi kebutuhan (sesuatu yang

memang diperlukan oleh klien) dan keinginan (sesuatu yang

diinginkan tapi kurang diperlukan oleh klien) dan mampu

mengungkapkan dengan cara yang tepat.

Tehnik pelaksanaan melalui describing, modelling, role playing,

feedback, transferring.

c. Sesi tiga : mengekspresikan kemarahan.

Tujuannya yaitu: mengidentifikasi penyebab marah, alasan, ekspresi

marah yang biasa dilakukan dan dampaknya serta melatih klien cara

mengekspresikan marah secara tepat yang meliputi bagaimana,

mengapa dan alternatif.

Tehnik pelaksanaan melalui describing, modelling, role playing,

feedback, transferring.

d. Sesi empat : mengatakan ”tidak” untuk permintaan yang tidak rasional

dan menyampaikan alasan.

Tujuannya: melatih klien mengidentifikasi permintaan yang tidak

rasional dan alasannya, mengidentifikasi cara biasa klien menolak dan

dampaknya, mengatakan ”tidak” untuk permintaan yang tidak

rasional dan alasan secara asertif.

Tehnik pelaksanaan melalui describing, modelling, role playing,

feedback, transferring.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

34

Universitas Indonesia

e. Sesi lima : mempertahankan perubahan asertif dalam berbagai situasi.

Tujuannya: klien memahami perilaku asertif yang telah dilatih,

memahami hambatan perilaku asertif, memahami manfaat perilaku

asertif dan mempertahankan perilaku asertif pada situasi yang lain.

Tehnik pelaksanaan melalui describing, transferring dan feedback

Penatalaksanaan keperawatan dalam mengatasi resiko perilaku kekerasan

dengan menggunakan CBT dan AT dilakukan dengan pendekatan model

Adaptasi Stuart dan Model Adaptasi Roy. Konsep utama model Roy adalah

adaptasi. Roy mengungkapkan adaptasi merupakan proses dan hasil dari

berpikir dan berperasaan manusia sebagai individu atau kelompok yang

menggunakan kesadarannya untuk berintegrasi dengan lingkungan (Roy,

2009).

Model adaptasi Roy digambarkan sebagai suatu model yang terdiri atas

input, proses kontrol, efektor dan output. Input pada manusia berupa

stimulus-stimulus yang diterima baik yang berasal dari lingkungan luar atau

dari dirinya sendiri. Stimulus tersebut meliputi stimulus internal yang

merupakan tingkat adaptasi individu dan menggambarkan rentang stimulus

yang bisa ditoleransi oleh individu (Fitzpatrick & Whall, 1989). Input selain

berupa stimulus yang terdiri dari faktor predisposisi dan presipitasi juga

terdiri dari penilaian terhadap stresor dan sumber koping. Stimulus yang

masuk melalui input selanjutnya akan diproses melalui proses kontrol.

Proses kontrol dari manusia adalah mekanisme koping. Ada dua mekanisme

koping, yaitu regulator dan kognator. Kedua mekanisme koping ini

bertindak untuk mencapai mode adaptif. Regulator merupakan mekanisme

koping yang berespon terhadap system saraf, kimiawi, dan endokrin (Tomey

& Alligood, 2006). Sedangkan kognator merupakan mekanisme koping

yang berespon terhadap jalur pikiran dan emosi, meliputi proses persepsi-

informasi, proses belajar, pengambilan keputusan, dan emosi (Fitzpatrick &

Whall, 1989). Mekanisme koping regulator lebih cenderung untuk masalah

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

35

Universitas Indonesia

fisik atau mekanisme tubuh, sedangkan kognator lebih cenderung kearah

pikiran dan emosi.

Mekanisme koping yang diterapkan bertujuan untuk mencapai model

adaptif, yang telah disebutkan sebelumnya. Keempat model ini ditentukan

dengan menganalisa dan mengelompokkan perilaku klien, digambarkan

sebagai suatu system yang berinteraksi dengan regulator dan kognator,

sehingga perilaku yang dihasilkan dari aktivitas regulator dan kognator ini

bisa diamati dalam keempat model adaptif tersebut (Fitzpatrick & Whall,

1989). Stimulus yang ada akan mempengaruhi invidivu sehingga akan

membuat mekanisme koping bekerja (regulator dan kognator) yang nantinya

akan mempengaruhi mode adaptif individu tersebut. Perilaku yang muncul

adalah hasil proses mekanisme koping terhadap model adaptif yang

terganggu akibat stimulus yang muncul

Efektor dalam model Roy ini terbagi atas empat model adaptif yaitu model

fisiologis, yaitu berkaitan dengan proses fisik dan kimiawi meliputi fungsi

dan aktivitas makhluk hidup. Ada lima kebutuhan yang teridentifikasi pada

model ini, yaitu oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan tidur, dan

perlindungan. Kebutuhan dasar dari model ini adalah tercapainya integritas

fisiologis (Tomey & Alligood, 2006). Berdasarkan model fisiologis ini,

semua hal yang berkaitan dengan masalah mekanisme kerja tubuh untuk

mencapai suatu kondisi yang berdaptasi. Model selanjutnya adalah konsep

diri, yang merupakan salah satu model psikososial. Model ini focus pada

psikososial dan spiritual makhluk hidup. Kebutuhan dasar dari moel ini

adalah bagaimana individu untuk menjadi sesuatu atau bermakna dengan

perasaan kesatuan, bermakna dan berguna bagi lingkungan. Konsep diri

merupakan gabungan dari keyakinan dan perasaan tentang dirinya yang

terbentuk dari persepsi internal dan persepsi dari luar dirinya sendiri

(Tomey & Alligood, 2006). Model konsep diri ini adalah merupakan

bagaimana persepsi diri individu tentang dirinya dan apa arti dan manfaat

individu untuk orang lain dan lingkungan.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

36

Universitas Indonesia

Model yang ketiga adalah model fungsi peran, yaitu model sosial yang

berfokus pada peran individu di masyarakat. Peran yang merupakan

pengharapan tentang bagaimana individu menjalankan posisinya. Peran

yang ditampilkan individu bersupa peran primer, sekunder dan tersier. Peran

primer merupakan perilaku utama yang dipakai oleh individu selama

periode tertentu, berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tahap perkembangan.

Peran sekunder meliputi semua asumsi individu untuk memenuhi tugas yang

berkaitan dengan tahap perkembangan dan peran primer. Sedangkan peran

tersier berkaitan dengan peran sekunder dan menggambarkan bagaimana

inividu memenuhi peran yang mereka jalani. Peran tersier ini menetap

secara alami, bebas dipilih oleh individu, dan meliputi aktivitas seperti klub

atau hobi (Tomey & Alligood, 2014). Model peran ini adalah peran yang

disandang oleh individu dalam kehidupannya, dimana individu tidak hanya

menyandang satu peran tapi banyak peran baik untuk diri sendiri atau di

komunitas dimana mereka berada.

Model yang terakhir adalah model interdependensi atau saling

ketergantungan. Model ini berfokus pada hubungan dekat dari seseorang.

Hubungan saling ketergantungan meliputi keinginan dan kemampuan untuk

memberi dan menerima dari orang lain meliputi semua aspek yang

ditawarkan. Ada dua hubungan yang fokus pada model ini, yaitu

interdependensi dengan orang lain yang berarti, dan interdependensi dengan

support system (Tomey & Alligood, 2014). Model interdependensi adalah

menggambarkan keterkaitan individu dengan orang lain dan support system

dimana akan ada proses memberi dan menerima dengan orang lain dan

lingkungan.

Setelah input, proses kontrol yang melibatkan mekanisme koping regulator

dan kognator, kemudian dilanjutkan dengan efektor. Efektor akan melihat

model adaptasi mana yang terganggu, bisa satu model ata beberapa model

bisa terganggu pada satu kesempatan. Hasilnya akan terlihat di output. Pada

output akan terlihat respon adaptif jika individu mampu mengatasi stimulus

yang ada dan respon inefektif jika individu tidak mampu berespon terhadap

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

37

Universitas Indonesia

stimulus dengan kemampuan yang dimilikinya (Fitzpatrick & Whall, 1989).

Jika yang muncul adalah respon yang tidak efektif ini akan membuat siklus

terulang kembali, respon inefektif tersebut menjadi stimulus dan proses

terjadi kembali sampai pada output.

Roy juga menjelaskan ada empat elemen penting yang masuk dalam teori

adaptasi, yaitu individu, lingkungan, kesehatan dan keperawatan.

Keperawatan terdiri atas dua kegiatan yaitu tujuan keperawatan dan

aktivitas keperawatan. Roy mendefenisikan keperawatan secara umum

sebagai professional kesehatan yang berfokus pada proses dan pola

kehidupan manusia, menekankan pada promosi kesehatan untuk individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat sebagai satu kesatuan (Tomey &

Alligood, 2006). Jadi keperawatan merupakan suatu profesi yang bekerja

untuk meningkatkan kesehatan klien dalam seluruh proses kehidupannya.

Keperawatan memegang peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan

yang optimal.

Roy memandang keperawatan sebagai suatu ilmu dan sebagai suatu praktik.

Keperawatan sebagai ilmu berfungsi untuk mengamati, menggolongkan,

dan menghubungkan proses dimana individu secara positif mempengaruhi

status kesehatannya. keperawatan sebagai praktik berfungsi menggunakan

ilmu pengetahuan untuk memberikan pelayanan pada kliennya (Fitzpatrick

& Whall, 1989). Tujuan keperawatan adalah untuk meningkatkan interaksi

seseorang dengan lingkungan dengan cara meningkatkan adaptasi dalam

empat model, yaitu : (1) fungsi fisiologis, (2) konsep diri, (3) fungsi peran,

(4) interdependensi. Adaptasi akan meningkatkan integritas dan

berkontribusi terhadp kesehatan individu, kualitas hidup, dan meninggal

dengan kemuliaan. Tujuan keperawatan dapat dicapai ketika stimulus fokal

berada di area adaptasi yang sudah ditetapkan oleh individu, sehingga saat

stimulus fokal muncul, individu akan mampu beradaptasi atau berespon

secara positif (Fitzpatrick &Whall, 1989).

Roy menggambarkan manusia sebagai model yang adaptif. Sebagai suatu

model yang adaptif, manusia adalah suatu keseluruhan dengan bagian-

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

38

Universitas Indonesia

bagian yang berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan (Tomey

& Alligood, 2006). Definisi lain menyebutkan bahwa manusia adalah suatu

sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang bertukar energy dan masalah

dengan lingkungan. Sebagai system, manusia juga bisa dideskripsikan

dalam hal input, proses kontrol dan umpan balik, dan output (Fitzpatrick &

Whall, 1989). Jadi manusia adalah suatu sistem yang terdiri dari input,

kontrol dan umpan balik dan output yang terbuka dan adaptif yang

berinteraksi dengan lingkungannya.

Lingkungan digambarkan sebagai dunia di dalam dan sekitar individu.

Lingkungan merupakan input untuk individu sebagai sistem yang adaptif

dan lingkungan bisa juga sebagai stimulus baik internal maupun eksternal.

Stimulus ini yang nantinya bisa dikelompokkan menjadi stimulus fokal,

kontekstual dan residual. Sehingga defenisi akhir dari lingkungan adalah

semua kondisi, situasi dan pengaruh lingkungan yang mempengaruhi

perkembangan dan perilaku dari individu atau kelompok (Fitzpatrick &

Whall, 1989). Perubahan lingkungan akan mendorong individu untuk

berespon untuk mencapai kondisi yang adaptif. Kesehatan adalah suatu

kondisi dan proses hidup dan menjadi individu yang memiliki integritas dan

keseluruhan. Jadi, integritas adalah kesehatan, jika tidak ada integritas

berarti turunnya kesehatan. Sehingga kesehatan diartikan tidak hanya

kondisi yang bebas penyakit, tapi juga usaha mempertahankan kondisi

sejahtera (Fitzpatrick & Whall, 1989).

Aplikasi model adaptasi Roy pada asuhan keperawatan pada klien dengan

resiko perilaku kekerasan ini akan dijelaskan dengan memasukkan variable-

variabel yang berkontribusi terhadap timbulnya resiko perilaku kekerasan

kedalam model adaptasi Roy. Respon resiko perilaku kekerasan

berdasarkan model adaptasi Roy dapat disebabkan oleh tiga stimulus yang

muncul dalam kehidupan individu yaitu stimulus fokal, kontekstual, dan

residual. Stimulus fokal adalah segala sesuatu atau stresor yang datang dari

luar atau dari dalam individu yang akan mencetuskan terjadinya resiko

perilaku kekerasan, diantaranya stresor biologis, psikologis maupun sosial

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

39

Universitas Indonesia

kultural. Stimulus fokal pada tulisan ini adalah faktor presipitasi yang

memunculkan respon-respon pada klien RPK seperti: respon kognitif,

afektif, perilaku, dan respon sosial.

Stimulus kontekstual adalah stimulus yang berasal dari internal atau

eksternal yang mempengaruhi stimulus fokal. Stimulus kontekstual pada

klien RPK meliputi biologi, psikologi dan sosialbudaya yang terdiri dari

karakteristik klien, yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status

perkawinan, status ekononi, dan lama mengalami sakit. Sedangkan stimulus

residual adalah faktor lingkungan lain yang mungkin membawa pengaruh

pada kondisi klien tapi sulit untuk diukur. Stimulus residual pada klien RPK

menurut Townsend (2009) diantaranya kepercayaan, pengalaman,

pengetahuan, sikap, atau ancaman yang mempengaruhi perilaku klien.

2.3 Komponen Output Sistem Asuhan Keperawatan

Pada komponen output merupakan hasil dari pelaksanaan terapi yang

diberikan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan. Dengan pemberian

asuhan keperawatan melalui pendekatan model Adaptasi Roy dan Model

Adaptasi Stuart menunjukkan terjadinya penurunan tanda dan gejala dan

peningkatan kemampuan dalam menghadapi stimulus yang berdampak

negatif pada diri klien, orang lain dan lingkungan. Tujuan pemberian

cognitive Behaviour Therapy dan Assertive Therapy adalah untuk

meningkatkan kemampuan klien dalam berperilaku adaptif dalam

menghadapi stimulus. Dengan pemberian Assertive Therapy diharapkan

klien mampu mengungkapkan kebutuhan, menolak permintaan dan

mengekspresikan perasaan positif dan negatif secara terbuka, jujur,

langsung dan sesuai dengan pemahaman. Individu menggunakan respon

asertif mempertahankan haknya dan respek terhadap hak dan harkat orang

lain (Fortinash, 2004). Dan dengan pemberian terapi CBT dapat membantu

klien dalam pengaturan kembali komponen kognitif terhadap perilaku

kekerasan. Pengaturan kembali goal,set, choice akan menghasilkan

perilaku yang adaptif.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

40

Universitas Indonesia

BAB 3

MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN DI RS.MARZOEKI

MAHDI BOGOR

Manajemen asuhan keperawatan spesialis jiwa pada klien risiko perilaku

kekerasan ini dilakukan pada tanggal 18 Februari – 18 April 2014 di Ruang Gatot

Kaca RSMM Bogor. Berikut akan di uraikan mengenai gambaran umum RSMM

Bogor, ruangan Gatot Kaca dan manajemen ruangan tempat praktik klinik

keperawatan jiwa III.

3.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

Rumah Sakit Dr.H Marzoeki Mahdi merupakan Rumah Sakit Jiwa (RSJ)

pertama di Indonesia. Didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda mendirikan

rumah sakit jiwa Bogor secara resmi pada tanggal 1 Juli 1882. Pada tahun

2001 sesuai dengan visi rumah sakit sebagai model kemandirian dan

perkembangan zaman serta adanya peningkatan pengetahuan di bidang

keperawatan, dan tahun 2009 berganti nama menjadi RS Dr. H. Marzoeki

Mahdi Bogor. RS Dr. H. Marzoeki Mahdi bekerja sama dengan Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI) telah mengembangkan bentuk

pelayanan keperawatan profesional yang dikenal dengan Model Praktik

Keperawatan Profesional (MPKP).

Struktur organisasi RS Dr. H. Marzoeki Mahdi berdasarkan pada keputusan

Menteri Kesehatan RI ditetapkan menjadi 15 UPT Depkes dengan

menerapkan PPK-BLU berdasarkan SK Menkes No. 756/Menkes/SK/VI/2007

tanggal 26 Juni 2007 dan berubah status menjadi Badan Layanan Umum

(BLU). Struktur organisasni terdiri dari Direktur Utama yang membawahi 3

Direktorat yaitu Medik dan Keperawatan, SDM dan Pendidikan, Keuangan

dan Administrasi Umum. Selain itu terdapat Dewan Pengawas, Komite Medik

yang membawahi staf medik fungsional, Komite Etik dan Hukum, serta

Satuan Pemeriksaan Intern.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

41

Universitas Indonesia

Visi dari rumah sakit ini adalah “Terwujudnya Rumah Sakit mandiri melalui

profesionalisme dan pelayanan yang bermutu dengan mengutamakan

kepuasan pelanggan dan terjangkau oleh rakyat miskin”. Misi antara lain 1).

Melaksanakan pelayanan dengan unggulan kesehatan jiwa dan NAPZA, 2)

Memberdayakan seluruh potensi yang ada di rumah sakit, 3) Mengembangkan

pelayanan kesehatan jiwa menjadi pusat rujukan nasional, 4) Mengembangkan

pendidikan kesehatan dan penelitian serta kemitraan yang seluas-luasnya, 5)

Mencapai kesejahteraan bersama. Tujuan: 1) Tercapainya jasa layanan

kesehatan jiwa dengan kualitas prima, 2) Tercapainya produk unggulan dalam

bidang kesehatan jiwa, 3) Tersedianya sumber daya manusia bidang kesehatan

jiwa yang professional dan kemitraan. Budaya Organisasi: 1) Belajar dan

berkembang profesionalisme, 2) Bekerja seimbang kebersamaan, 3) Saling

menghargai, 4) Melayani dengan baik dan tulus, 5) Motivasi dan kemitraan.

Jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi yaitu:

1) Pelayanan kesehatan jiwa: Pelayanan Gawat Darurat Psikiatri, Pelayanan

Rawat Jalan Psikiatri, Pelayanan Rawat Inap Psikiatri, 2) Pelayanan NAPZA:

Rawat Jalan, Rawat Jalan Spesialistik, Detoksifikasi, Rawap Inap, Gawat

Darurat, 3) Pelayanan umum, 4) Pelayanan Penunjang, 5) Pelayanan Hotline

Service, 6) Bagian Pendidikan dan Penelitian. Fasilitas pelayanan kesehatan

yang tersedia meliputi layanan kesehatan umum, pelayanan gawat darurat

umum dan psikiatri, pelayanan Rawat Inap Psikiatri. RSMM juga

menyediakan 1 ruangan khusus untuk pelayanan yang mengintegrasikan

masalah kesehatan fisik dengan kebutuhan psikososial klien. Ruangan ini

dibangun berdasarkan konsep Consultation Laisson Mental Health Nursing

(CLMHN). Ruangan yang diberi nama Consultation Laisson Psychiatric

(CLP) direncanakan akan dibuka untuk umum April 2013.

Ruang rawat inap psikiatri terdiri dari: Ruang Akut (Ruang Kresna Pria dan

Wanita), ruang Intermediate (Ruang Gatot kaca, Utari), Ruang Rehabilitasi :

Ruang Bratasena, Antareja, Arimbi, Nakula, Drupadi, Yudistira, ruang khusus

Anak dan Remaja (Dewi Amba), Mental Organik (Ruang Abimanyu), dan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

42

Universitas Indonesia

Psikogeriatrik (Ruang Saraswati). Ruang psikiatri lain yang dapat menerima

klien langsung dari IGD atau Poli Psikiatri adalah ruang Sadewa dan Srikandi.

3.2 Gambaran Pengembangan Manajemen Keperawatan Jiwa Profesional

(MPKP) RSMM Bogor

Pengembangan manajemen keperawatan di RSMM Bogor merupakan

langkah strategik dalam pencapaian visi RSMM pda tahun 2001, yakni

profesionalisme dan layanan bermutu. Pengembangan ini selanjutnya dikenal

sebagai Manajemen Keperawatan Jiwa Profesional (MPKP). Langkah

selanjutnya adalah kerjasama dengan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia (FIK UI) dalam pengembangan secara operasional.

MPKP pertama kali diterapkan di tiga ruang perawatan yaitu Srikandi, Kresna

dan Sadewa. Berdasarkan informasi yang diperoleh terjadi peningkatan mutu

setelah MPKP diterapkan. Hal ini dapat dilihat dari BOR sebesar 65-80% dan

AvLOS sebesar 25 hari. Angka BOR berada pada rata-rata nasional dengan

nilai AvLOS lebih rendah dari standar nasional, hal ini menunjukkan angka

yang ditampilkan di ruang MPKP RSMM lebih baik dari standar nasional.

Berdasarkan hasil tersebut sejak awal tahun 2006 kerja sama antara FIK-UI

dan RSMM dilanjutkan dengan menempatkan mahasiswa magister

keperawatan Jiwa di ruang rawat inap RSMM. Kerja sama antara FIK-UI dan

RSMM dilanjutkan dengan menempatkan mahasiswa magister keperawatan

jiwa di ruang rawat inap RSMM, dengan tujuan menerapkan MPKP baik

untuk manajemen pelayanan keperawatan maupun manajemen kasus spesialis

keperawatan jiwa di 4 ruang fisik dan 13 ruang psikiatri. Selain itu mahasiswa

juga ditempatkan di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Psikiatri, dan Poli

Jiwa dengan tujuan pencapaian kompetensi dalam menangani kasus gangguan

jiwa akut dengan tujuan mengenalkan dan menerapkan MPKP baik untuk

manajemen pelayanan keperawatan maupun manajemen kasus spesialis

keperawatan jiwa dan perkembangan MPKP pada tahun 2013 ini yaitu 4

ruangan fisik, 14 ruangan psikiatri, dan IGD telah melaksanakan MPKP.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

43

Universitas Indonesia

Penerapan manajemen pelayanan yang dikembangkan bertujuan untuk

menunjang pemberian pelayanan keperawatan yang paripurna, khususnya

keperawatan jiwa. Sehingga berdampak pada peningkatan mutu asuhan

keperawatan pada klien gangguan jiwa. Semua ruangan psikiatri di RSMM

telah menerapkan MPKP, sehingga secara umum kegiatan MPKP sudah

membudaya di setiap ruangan. Untuk pemberian asuhan keperawatan, telah

terintegrasi antara pemberian terapi generalis dan terapi spesialis keperawatan

jiwa.

3.3 Model Praktik Keperawatan Profesional di Ruang Gatotkaca

Ruang Gatot Kaca merupakan ruang intermediate psikiatri, kelas III laki-laki

yang melayani klien umum. Rata-rata lama rawat klien diruang ini adalah

sekitar 7-14 hari. Fasilitas pelayanan yang tersedia diantaranya adalah kantor

perawatan, ruang diskusi dan ruang TAK yang merangkap ruang makan,

ruang perawatan klien dengan kapasitas 35 tempat tidur, 2 kamar isolasi,

kantor perawat, taman, kamar mandi, tempat cuci piring dan gudang. Tenaga

kesehatan yang bertanggung jawab atas pemberian pelayanan di Ruang Gatot

Kaca adalah 18 orang perawat (2 orang pendidikan S1 Keperawatan, 2 orang

pendidikan Ners Keperawatan, 1 orang pendidikan S1 Kesmas, dan 13 orang

pendidikan D3), 2 orang pramu husada, 1 orang psikiater, 1 orang psikolog

dan 1 orang dokter umum. Pelaksanaan MPKP sejak tahun 2006 sd sekarang

dan berada pada level MPKP I (basic). Sudah semua tenaga perawat

mengikuti pelatihan MPKP (100%).

Indikator mutu pelayanan di Ruang Gatot Kaca pada bulan Maret 2014 yaitu

BOR sebesar 89,14 %, ALOS 7,73 hari, TOI 1,25 hari. Masalah keperawatan

pada bulan Maret 2014 sesuai dengan urutannya adalah halusinasi 24,53 %,

resiko perilaku kekerasan 17,45 %, isolasi sosial 22,41 %, Defisit perawatan

diri 14,86%, Harga diri rendah 18,63 %, Waham 1,89 % dan risiko bunuh diri

0,24%. Diagnosa medis terbesar adalah skizofrenia paranoid yaitu sebesar

97,8 %, skizoprenia dan epilepsi sebesar 2,2%.

Pelaksanaan manajemen kasus spesialis merupakan bagian dari manajemen

pelayanan yang telah di terapkan di ruang Gatotkaca selama ini. Manajemen

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

44

Universitas Indonesia

pelayanan yang dikembangkan adalah pengembangan ruang rawat

menggunakan model praktik keperawatan profesional. Model Praktik

keperawatan profesional dirancang berdasarkan empat pilar profesional yaitu

pendekatan manajemen, sistem kompensasi dan penghargaan, hubungan

profesional, dan sistem pemberian asuhan keperawatan (Keliat & Akemat,

2010). Metode penugasan yang diterapkan di ruang MPKP adalah metode

penugasan metode tim. Tenaga keperawatan yang ada di ruangan terdiri dari

Kepala Ruangan, katim, dan perawat pelaksana dengan latar pendidikan S1

Keperawatan dan D3 Keperawatan.

Pilar pendekatan manajemen berisi kegiatan manajemen yaitu perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Fungsi perencanaan terdiri

dari kegiatan penentuan visi, misi, filosofi dan pembuatan rencana jangka

pendek (tahunan, bulanan, dan harian). Fungsi pengorganisasian terdiri dari

kegiatan pembuatan struktur organisasi dan pembagian alokasi klien. Fungsi

pengarahan terdiri dari kegiatan operan, pre dan post conference, supervisi,

pendelegasian, dan penciptaan iklim motivasi. Fungsi pengarahan terdiri dari

kegiatan penghitungan indikator mutu, survei diagnosa medis dan

keperawatan, survei kepuasan, dan audit dokumentasi.

Pilar kompensasi dan penghargaan mengatur tentang mekanisme pemberian

reward terhadap kinerja staf ruang MPKP. Pilar ini terdiri dari dua kegiatan

yaitu penilaian kinerja dan pengembangan staf. Pilar hubungan profesional

mengatur tentang bagaimana pola hubungan antar tenaga kesehatan baik antar

sesama perawat maupun dengan tenga kesehatan lain. Kegiatan yang tercakup

dalam pilar ini adalah rapat tim kesehatan, rapat tim keperawatan, case

conference, dan kolaborasi saat visit dokter.

Pilar sistem pemberian asuhan keperawatan mengatur tentang kompetensi

yang harus dimiliki perawat ruang MPKP dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien dan keluarganya. Kegiatan yang tercakup dalam pilar

ini adalah pemberian asuhan keperawatan pada klien dan keluarga dengan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

45

Universitas Indonesia

diagnosa halusinasi, risiko perilaku kekerasan diri, harga diri rendah, isolasi

sosial, defisit perawatan diri, waham dan risiko bunuh diri.

Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa jumlah kegiatan MPKP adalah 32

kegiatan. Ke-32 kegiatan ini harus dikuasai oleh kepala ruangan. Kegiatan

yang menjadi kompetensi ketua tim berjumlah 19 kegiatan, yaitu pembuatan

rencana bulanan dan harian, alokasi klien, pre dan post conference, supervisi,

iklim motivasi, pendelegasian, penilaian kinerja, kolaborasi saat visit dokter,

case conference dan pemberian asuhan keperawatan pada klien dan keluarga

pada tujuh diagnosa keperawatan yang sudah ditetapkan. Kegiatan yang

menjadi kompetensi perawat pelaksana berjumlah 8 kegiatan yaitu pembuatan

rencana kerja harian dan pemberian asuhan keperawatan pada klien dan

keluarga pada tujuh diagnosa keperawatan.

Pelaksanaan kegiatan MPKP yang dilakukan oleh perawat diruang Gatot Kaca

baik itu yang dilakukan oleh kepala ruangan dan ketua Tim telah dilakukan

pembudayaan terhadap 32 kemampuan kepala ruangan dan 19 kemampuan ketua

Tim. Hasil pelaksanaan tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1

Pelaksanaan Manajemen Pelayanan MPKP

Ruang Gatot Kaca Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor, April 2014

No Kegiatan

Hasil Res 3 (Februari - April 2014)

RTL Ka Ru Katim 1 Katim 2 OD

SE EK SE EK SE EK

Management Approach

Perencanaan

1 Visi 100 100 √ Pembudayaan

2 Misi 100 100

√ Pembudayaan

3 Filosofi 100 100 √ Pembudayaan

4 Rencana Harian 100 100

100 90 75 90 √ Pembudayaan

Rencana Bulanan 100 100 75 100 75 90 √ Pembudayaan

Rencana Tahunan 100 100 100

√ Pembudayaan

Pengorganisasian

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

46

Universitas Indonesia

1 Struktur organisasi 100 100

- Pembudayaan

2 Daftar Dinas 100

100 100 100

100 100 √ Pembudayaan

3 Daftar Alokasi Pasien 100 100

100 100 100 100 √ Pembudayaan

Pengarahan

1 Operan 100 100

√ Pembudayaan

2 Pre conference 100 100 100 85

75 80 √ Pembudayaan

3 Post conference 100 100 100 85

75 80 √ Pembudayaan

4 Iklim motivasi 100 100 100 100

75 90 √ Pembudayaan

5 Pendelegasian 100 100 100 100

100 100 √ Pembudayaan

6 Supervisi 100 100 75 85

75 90 √ Pembudayaan

Pengendalian

1 Indikator Mutu 100 100

√ Pembudayaan

2 Audit Dokumentasi 75 90

√ Pembudayaan

3 Survey Kepuasan 100 100

√ Pembudayaan

4 Survey Masalah Keperawatan 100 100

√ Pembudayaan

Compensatory Reward

1 Penilaian Kinerja 75

100 100 100

75 85 √ Pembudayaan

2 Pengembangan Staf 100

100

Pembudayaan

Professional Relatioship

1 Rapat Keperawatan 100 100

- Pembudayaan

2 Case Conference 100 100 75 90 75 90

√ Pembudayaan

3 Rapat Tim Kesehatan 75 90

√ Pembudayaan

4 Visite Dokter 100 100 100 100

100 100 √ Pembudayaan

Patient Care Delivery

1 Harga diri rendah 100 100 100 85 100 100 Pembudayaan

2 Risiko perilaku kekerasan 100 100 100 85 100 100 Pembudayaan

3 Isolasi sosial 100 100 100 85 100 100 Pembudayaan

4 GSP: Halusinasi 100 100 100 100 100 100 Pembudayaan

5 GPP: Waham 100 100 75 90 75 90 Pembudayaan

6 Risiko bunuh diri 100 100 75 80 75 80 Pembudayaan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

47

Universitas Indonesia

7 Defisit perawatan diri 100 100

100 100 100 100 Pembudayaan

Kemampuan 32 dari 32

kemampuan

19 dari 19

kemampuan

19 dari 19

kemampuan

Berdasarkan hasil praktik klinik keperawatan jiwa 3 di ruang Gatotkaca.

Diketahui bahwa kepala ruangan Gatotkaca sudah mempunyai 32

kemampuan melaksanakan kegiatan MPKP, ketua tim 19 kegiatan, dan

perawat pelaksana 9 kegiatan. Pelaksanaan MPKP khususnya pilar

pemberian asuhan keperawatan sangat berkaitan dengan pelaksanaan

manajemen kasus spesialis yang dilakukan oleh residen.

Perawat ruang Gatotkaca sudah mempunyai kemampuan dalam

memberikan asuhan keperawatan pada tujuh diagnosa keperawatan jiwa.

Asuhan keperawatan klien risiko perilaku kekerasansudah pernah

dilakukan supervisi insidentil karena selama praktik klinik keperawatan

jiwa III terjadi peningkatan klien risiko bunuh diri, sehingga perlu

dilakukan supervisi insidental untuk kasus tersebut, dan juga telah

dilakukan penyegaran untuk asuhan keperawatan pada klien dengan risiko

bunuh diri. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

perawat ruang Gatotkaca mempunyai kemampuan yang baik dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa, khususnya

untuk klien dengan risiko perilaku kekerasan.

Ruang Gatotkaca memberikan asuhan keperawatan tidak hanya pada klien

namun juga pada keluarga baik secara individu maupun kelompok.

Pemberian asuhan keperawatan untuk kelompok klien, diberikan dalam

bentuk terapi aktivitas kelompok (TAK). Ruang Gatotkaca mengadakan

terapi aktivitas kelompok sebanyak satu kali sehari. Terapi aktivitas

kelompok dipimpin oleh perawat ruang Gatotkaca secara bergantian. Jenis

TAK yang dilakukan adalah sosialisasi, stimulasi persepsi, orientasi

realita, dan stimulasi sensori. Pencatatan pelaksanaan kegiatan dan

pencapaian klien TAK dicatat dalam buku laporan TAK.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

48

Universitas Indonesia

3.4 Penatalaksanaan Masalah Risiko Perilaku Kekerasan di Ruang

Gatotkaca

3.4.1 Penatalaksanaan Keperawatan

Kondisi klien dengan risiko perilaku kekerasan di ruangan Gatot Kaca

pada umumnya sudah mengalami penurunan tanda dan gejala

kekerasan. Penatalaksanaan manajemen marah sudah dilakukan di

ruang Kresna. Klien yang dipindahkan ke ruang Gatot Kaca sudah

diajarkan cara mengontrol marah dengan cara fisik (tarik nafas dalam

dan pukul bantal).

Strategi preventif, antisipasi dan manajemen krisis sesuai Stuart

(2009) dilakukan di ruang ini. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

seperti dokter atau psikolog dilakukan dalam pemberian terapi

psikofarmaka (pilar ke-3). Kesinambungan akan tindakan

keperawatan dilakukan melalui operan, pre dan post conference (pilar

ke-1) serta untuk menjamin pelayanan tetap baik dan bermutu maka

dilakukan evaluasi mutu serta pemberian reward (pilar ke-2).

Penatalaksanaan keperawatan masalah resiko perilaku kekerasan di

ruangan Gatotkaca, menggunakan pendekatan proses keperawatan,

mulai dengan kegiatan pengkajian tanda dan gejala klien dengan

menggunakan format pengkajian keperawatan yang telah tersedia di

ruangan, perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan berdasarkan

standar asuhan keperawatan untuk masalah resiko perilaku kekerasan

yang telah tersedia di ruangan, implementasi dan evaluasi yang

dilanjutkan dengan pendokumentasian tindakan dan kemampuan klien

dan keluarga pada catatan perkembangan klien.

Tindakan preventif dan antisipasi perilaku kekerasan sudah dilakukan

dengan baik. Perawat menggunakan komunikasi asertif untuk

meningkatkan kesadaran diri, pendidikan kesehatan , baik terintegrasi

dalam terapi generalis dan TAK Stimulasi Persepsi untuk klien

Perilaku Kekerasan. Strategi lingkungan belum dapat dilakukan secara

maksimal, terkait dengan faktor lain yng tidak bisa dikontrol, yakni

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

49

Universitas Indonesia

saat mahasiswa/praktikan dari beberapa instansi keperawatan dan

profesi lain melakukan praktik secara bersamaan dan dalam jumlah

yang besar. Lingkungan berubah menjadi padat, ribut, dan tidak

adanya privasi di ruang perawatan dan ruangan lain sehingga tidak

kondusif untuk proses terapi. Perawat melakukan pengaturan terhadap

jadual interaksi oleh perawat dan pengaturan ulang terhadap jadwal

klien/ruangan serta tidak memaksakan suatu kegiatan pada klien dan

lain-lain.

3.4.2 Penatalaksanaan Medis

Penanganan medis klien dengan masalah risiko perilaku kekerasan di

ruangan Gatotkaca diberikan berdasarkan diagnosis medis klien.

Pemberian terapi medis risiko perilaku kekerasan pada umumnya

masih menggunakan antipsikotik generasi pertama (APG 1) sesuai

dengan standar pengobatan dari pembiayaan pemerintah

(Jamkesda/Jamkesmas). Klien perilaku kekerasan juga mendapat

antipsikotik generasi kedua (APG 2) sesuai dengan kondisi penyakit.

Obat antipsikotik generasi pertama (APG 1) merupakan obat yang

paling sering digunakan.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

50

Universitas Indonesia

BAB IV

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN SPESIALIS JIWA PADA

KLIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

DI RUANG GATOT KACA

Bab ini akan menjelaskan tentang pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan

dan manajemen pelayanan keperawatan pada klien risiko perilaku kekerasan

dengan pemberian Cognitive Behaviour Therapy dan Assertiveness Therapy

dengan menggunakan pendekatan teori Adaptasi Roy diruang Gatot Kaca RSMM

Bogor. Pelaksanaan asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian karakteristik,

faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan

mekanisme koping.

4.1 Pengkajian

4.1.1 Karakteristik Pasien

Ruang gatot kaca merupakan ruang intermediette laki-laki. Pelaksanaan

asuhan keperawatan dilakukan mulai tanggal 17 Februari-18 April diruang

gatot kaca pada 18 klien yang mengalami Risiko prilaku kekerasan.

Karakteristik klien dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin,

pekerjaan, pendidikan pada tabel 4.1

Tabel 4.1

Distribusi karakteristik pasien diruang Gatot Kaca RSMM

(n=18)

No Karakteristik Jumlah Presentase

(%)

1 Usia

18-24 tahun

25-60 tahun

5

13

27,8

72,2

2 Jenis Kelamin

Laki-laki

18

100

3 Pendidikan

SD

Menengah (SMP-SMA)

Perguruan Tinggi

4

13

1

22,2

72,2

5,6

4 Pekerjaan

Bekerja

5

27,8

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

51

Universitas Indonesia

Tidak Bekerja 13 72,2

5 Status Perkawinan

Menikah

Belum Menikah

Duda

5

9

4

27,8

50

22,2

4.1.2 Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan

sumber daya seseorang yang dapat digunakan dalam menangani stres

(Stuart, 2013). Faktor predisposisi meliputi biologi, psikologis dan

sosialkultural. Pada klien dengan risiko perilaku kekerasan, faktor

predisposisi terjadinya masalah risiko perilaku kekerasan dapat

diidentifikasi berdasarkan tiga komponen tersebut (Stuart, 2013). Secara

rinci faktor predisposisi dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2

Distribusi Faktor Predisposisi Klien dengan Risiko Perilaku Kekerasan

Di Ruang Gatot Kaca RS.Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari-18 April 2014 (n=18)

No Faktor Predisposisi Jumlah Presentase

(%)

1 Biologi

Faktor Herediter

Riwayat gangguan jiwa

sebelumnya

Riwayat penggunaan Napza

6

9

5

33,3

50

27,8

2 Psikologi

Kepribadian Tertutup

Riwayat

Kegagalan/Kehilangan

Pengalaman yang tidak

menyenangkan

13

18

13

72,2

100

72,2

3 Sosial Kultural

Pendidikan Rendah

Status ekonomi rendah

Masalah Pekerjaan

PHK

Tidak punya pekerjaan

7

11

8

13

38,9

61,1

44,4

72,2

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa faktor predisposisi biologi terbanyak klien

risiko perilaku kekerasan adalah riwayat gangguan jiwa sebelumnya

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

52

Universitas Indonesia

sebanyak 9 orang (50%). Pada aspek psikologis yaitu riwayat

kehilangan/kegagalan sebanyak 18 orang (100%). Sedangkan aspek

sosialkultural yaitu tidak punya pekerjaan sebanyak 13 orang (72,2%).

4.1.3 Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi adalah stimulus yang berupa tantangan, ancaman/

tuntutan yang datang pada seseorang. Faktor presipitasi terdiri dari empat

komponen yaitu sifat stresor (biologis, psikologis dan sosialkultural), asal

stresor (eksternal dan internal), waktu (lamanya stresor yang dialami) dan

jumlah stresor yang dihadapi klien dengan risiko perilaku kekerasan. Faktor

presipitasi dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3

Distribusi Faktor Presipitasi Klien dengan Risiko Perilaku Kekerasan

di Ruang Gatot Kaca RS. Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari – 18 April 2014 (n=18)

No Faktor Presipitasi Jumlah Presentase

(%)

1 Biologis

Putus Obat

Obat tidak efektif

15

3

83,3

16,7

2 Psikologis

Keinginan yang tidak

terpenuhi

Kehilangan orang yang

berarti

Putus Cinta

18

10

6

100

55,6

33,3

3 Sosial Kultural

Masalah ekonomi

Masalah Pekerjaan

Konflik Keluarga

9

13

6

50

72,2

33,3

4 Asal stressor

Internal

Eksternal

18

12

100

66,7

5 Waktu stresor

Kurang dari 6 bulan

Lebih dari 6 bulan

18

6

100

33,3

6 Jumlah stresor

1-2 stresor

>2stresor

2

16

11,1

88,9

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

53

Universitas Indonesia

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dijelaskan bahwa faktor presipitasi

biologis adalah putus obat 15 klien (83,3%). Penyebab klien putus obat

adalah karena klien tidak mau minum obat setelah dirumah dan merasa

sudah sembuh serta tidak mau kontrol ulang. Faktor psikologis penyebabnya

adalah keinginan yang tidak terpenuhi (100%), kehilangan orang yang

berarti (55,5%) dan putus cinta (33,3%). Sedangkan pada stresor

sosialkutural, sebagian besar penyebabnya adalah masalah pekerjaan 72,2%,

masalah ekonomi 50% dan konflik keluarga 33,3%. Waktu stresor

terbanyak yaitu kurang dari 6 bulan yaitu sebanyak 18 orang (100%).

Jumlah stresor terbanyak yaitu lebih dari 2 stresor yaitu sebanyak 16 orang

(88,9%).

4.1.4 Penilaian terhadap stresor

Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan makna dan pemahaman

terhadap situasi yang penuh stres pada seseorang. Penilaian stresor meliputi

kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan respon sosial. Dapat dilihat pada

tabel 4.4

Tabel 4.4

Distribusi Penilaian Stresor klien dengan Risiko Perilaku Kekerasan

di Ruang Gatot Kaca RS.Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari – 18 April 2014 (n=18)

No Respon terhadap stresor Jumlah Presentase

(%)

1 Kognitif

a. Tidak mampu

mengontrol PK

b. Punya pikiran negatif dalam

menghadapi stresor

c. Mendominasi pembicaraan

d. Meremehkan keputusan

e. Flight of idea

f. Menyalahkan orang lain

12

14

6

6

2

12

66,7

77,8

33,3

33,3

11,1

66,7

2 Afektif

a. Afek labil

b. Marah

4

18

22,2

100

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

54

Universitas Indonesia

c. Kecewa/kesal

d. Curiga

e. Mudah tersinggung

f. Frustasi

g. Merasa tidak aman dan nyaman

h. Merasa Jengkel

i. Dendam

j. Ingin memukul orang lain

16

14

12

4

8

8

4

8

88,9

77,8

66,7

22,2

44,4

44,4

22,2

44,4

3 Fisiologis

a. Muka merah

b. Pandangan tajam

c. Mengatup rahang dengan kuat

d. Mengepalkan tangan

e. Tekanan darah meningkat

f. Tonus otot meningkat

g. Mual

h. Wajah tegang

i. Kewaspadaan meningkat

8

8

3

9

4

6

5

10

10

44,4

44,4

16,7

50

22,2

33,3

27,8

55,6

55,6

4 Perilaku

a. Mondar-mandir

b. Melempar/memukul benda/orang

lain

c. Merusak barang

d. Agresif

e. Sinis

f. Perilaku verbal ingin memukul

g. Memberontak

h. Nada suara keras

5

16

16

12

4

12

6

8

27,8

88,9

88,9

66,7

22,2

66,7

33,3

44,4

5 Sosial

a. Bicara kasar

b. Suara tinggi, menjerit, berteriak

c. Mengancam secara verbal atau fisik

d. Pengasingan

e. Penolakan

f. Ejekan

g. Menertawakan

h. Menarik diri

13

6

5

14

14

8

8

15

72,2

33,3

27,8

77,8

77,8

44,4

44,4

83,3

Tabel 4.4 dijelaskan bahwa sebagian besar klien dengan risiko perilaku

kekerasan memiliki respon kognitif punya pikiran negatif dalam

menghadapi stresor sebanyak 14 orang (77,8%). Respon afektif klien

risiko perilaku kekerasan merasa kecewa/kesal sebanyak 18 orang (100%).

Respon fisiologis klien ririko perilaku kekerasan yaitu wajah tampak

tegang dan kewaspadaan meningkat sebanyak 10 orang (55,6%). Respon

perilaku klien ririko perilaku kekerasan yaitu melempar dan merusak

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

55

Universitas Indonesia

barang sebanyak 16 orang (88,9%) dan respon sosial yaitu dengan

menarik diri sebanyak 15 orang (83,3%).

4.1.5 Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Medis

4.1.5.1 Diagnosa Keperawatan

Klien yang diberikan asuhan keperawatan oleh penulis tidak hanya

memiliki diagnosa risiko perilaku kekerasan saja tetapi memiliki diagnosis

keperawatan penyerta aeperti terlihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5

Distribusi Diagnosa Keperawatan yang menyertai pada klien Risiko

Perilaku Kekerasan di Ruang Gatot Kaca RS.Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari – 18 April 2014 (n=18)

Diagnosa

Keperawatan

Diagnosa Penyerta Jumlah Persentase

(%)

Risiko Perilaku

Kekerasan

Halusinasi Pendengaran 16 88,9

Harga Diri Rendah 8 44,4

Defisit perawatan diri 8 44,4

Isolasi Sosial 12 66,7

Penatalaksanaan Regimen

Terapeutik Ineffektif

13 72,2

Koping Keluarga Ineffektif 8 44,4

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa klien yang dirawat dengan risiko perilaku

kekekrasan memiliki diagnosa penyerta yaitu halusinasi pendengaran 16 orang

(88,9%), harga diri rendah 8 orang (44,4%), defisit perawatan diri 8 orang

(44,4%), isolasi sosial 12 orang (66,7%), PRTI 13 orang (72,2%),KKIE 8 orang

(44,4%).

4.1.5.2 Diagnosa Medis dan Terapi Medis

Berikut dipaparkan diagnosis medis pada klien risiko perilaku kekerasan

di Ruang Gatot Kaca Bogor pada tabel 4.6

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

56

Universitas Indonesia

Tabel 4.6

Distribusi Diagnosa Medis dan Terapi Psikofarmaka pada klien Risiko

Perilaku Kekerasan di Ruang Gatot Kaca RS.Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari – 18 April 2014 (n=18)

No Aspek Medis n (18) Persentase

(%)

1. Diagnosa Medis

- Skizofrenia paranoid

- Psikotik Akut

16

2

88,9

11,1

2. Terapi Medis

- Anti Psikotik Tipikal

- Antipsikotik Atipikal

13

5

72,2

27,8

Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan data bahwa sebagian besar klien memiliki

diagnosa medis skizofrenia paranoid (88,9%). Pemberian terapi

psikofarmaka jenis anti psikotik tipikal terbanyak adalah chlorpromazine

dengan dosis 100 mg (1 tablet perhari), triheksipenidil 2 mg (3 tablet

perhari) dan haloperidol 5 mg (2-3 tablet perhari).

4.1.6 Sumber Koping

Sumber koping adalah pilihan atau strategi yang dapat membantu untuk

memutuskan apa yang terbaik dilakukan. Menurut Stuart (2013) sumber

koping yang dimiliki individu terdiri dari kemampuan individu (personal

ability), dukungan sosial (Social Support), material asset dan positive

believe seperti yang terlihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7

Distribusi Sumber Koping Klien dengan Risiko Perilaku Kekerasan di

Ruang Gatot Kaca RS.Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari – 18 April 2014 (n=18)

No Sumber Koping Jumlah Presentase

(%)

1 Kemampuan personal

Tidak tahu cara mengatasi risiko

perilaku kekerasan

Tahu cara mengatasi risiko

perilaku kekerasan

10

8

55,6

44,4

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

57

Universitas Indonesia

2 Dukungan Sosial

a. Dukungan Keluarga

Keluarga tidak mengenal

masalah risiko perilaku

kekerasan

Keluarga tidak mampu

merawat klien risiko perilaku

kekerasan

b. Dukungan Kelompok

Tidak ada

c. Dukungan Masyarakat

Tidak Ada

15

15

18

18

83,3

83,3

100

100

3 Ketersediaan Aset

a. Pembayaran

1) BPJS

2) Pribadi

b. Jangkauan ke puskesmas/RS

1) Jauh

2) Dekat

16

2

4

14

88,9

11,1

22,2

77,8

4 Keyakinan Positif

1) Yakin akan sembuh

2) Tidak yakin akan sembuh

3) Yakin dengan pelayanan

kesehatan

18

0

18

100

0

100

Berdasarkan tabel 4.7 sebagian klien risiko perilaku kekerasan tahu cara

mengatasi masalah risiko perilaku kekerasan yaitu 10 orang (55,6%).

Sebagian besar keluarga klien tidak mengenal masalah risiko perilaku

kekerasan dan tidak mampu merawat risiko perilaku kekerasan yaitu 15

orang (83,3%). Klien tidak mendapat dukungan dari masyarakat dan

dukungan kelompok. Sebagian besar jaminan kesehatan yang digunakan

klien adalah BPJS. Sumber pelayanan kesehatan rata-rata dekat dari tempat

tinggal klien (88,9%). 18 orang klien memiliki keyakinan untuk sembuh dan

yakin dengan pelayanan kesehatan yang dijalani.

4.1.7 Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah segala upaya yang diarahkan pada manajemen

stres. (Tabel 4.8)

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

58

Universitas Indonesia

Tabel 4.8

Distribusi Mekanisme Koping Klien dengan Risiko Perilaku Kekerasan

di Gatotkaca RS.Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari – 18 April 2014 (n=18)

No Koping Mekanisme Jumlah Persentase

1.

2.

3.

4.

Diam/memendam masalah

Merokok berlebihan

Marah-marah

Menceritakan kepada orang lain

13

6

9

4

72,2

33,3

50

22,2

Mekanisme koping yang digunakan klien dengan risiko perilaku kekerasan

sebagian besar memilih untuk diam/memendam masalah sebesar 72,2%

yaitu sebanyak 13 orang.

4.2 Perencanaan

4.2.1 Rencana Tindakan

Rencana tindakan mengacu pada SAK, terapi spesialis yang diberikan pada

klien adalah CBT dan AT. Pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan

risiko perilaku kekerasan dilakukan berdasar upaya pencegahan dan

pengelolaan perilaku agresif pada klien dengan ririko perilaku kekerasan

dimana berada pada rentang strategi pencegahan, strategi antisipasi dan

strategi pembatasan (Stuart, 2013). Perencanaan asuhan keperawatan dapat

dilihat pada Tabel 4.9.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

59

Universitas Indonesia

Tabel 4.9

Perencanaan Penatalaksanaan pada Klien dengan Risiko Perilaku

Kekerasan di Gatotkaca RS.Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari – 18 April 2014 (n=18)

Strategi Pencegahan Strategi

Antisipasi

Strategi

Pembatasan

Th/Generalis Th/Spesialis Th/Spesialis Manajemen Krisis

Terapi Generalis Assertive

Trainning

Cognitive

Behaviour

Therapy

1. Restrain

2. Seclusion

4.2.2 Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan yang diberikan meliputi terapi generalis dan terapi

spesialis yang dilakukan oleh mahasiswa dan bekerjasama dengan Tim

Kesehatan di Ruang Gatot Kaca RSMM Bogor. (Tabel 4.10)

Tabel 4.10

Distribusi Pelaksanaan Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa pada Klien

Risiko Perilaku Kekerasan di Gatotkaca RS.Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari – 18 April 2014 (n=18)

No Terapi Keperawatan Jumlah

1 Terapi Generalis 18

2 Terapi Spesialis

a. Cognitive Behaviour Therapy &

Assertive Training

b. Assertive Training

8

10

Terapi generalis dilakukan kepada 18 klien, terapi generalis rata-rata

dilakukan sebanyak 3-4 kali. Tindakan keperawatan yang dilakukan berupa

mengevaluasi kemampuan yang telah dimiliki klien untuk mengontrol rasa

marahnya dan melatih kemampuan yang belum dimilki untuk mengontrol

perilaku kekerasan (cara fisik, verbal, sosial, spiritual dan patuh minum

obat). Tindakan generalis sebagian besar juga dilakukan oleh perawat

ruangan dan mahasiswa praktik yang lain.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

60

Universitas Indonesia

Terapi spesialis merupakan terapi lanjutan, diberikan terhadap 18 klien,

yaitu: Assertive training (AT) diberikan pada 10 orang klien. Assertive

training diberikan pada klien yang menunjukkan perilaku marah namun

tidak dapat mengontrol marah tersebut namun tidak menimbulkan perilaku

yang dapat membahayakan diri sendiri,orang lain dan lingkungan. Terapi

AT rata-rata diberikan dalam 5-6 kali pertemuan. Keterampilan yang dilatih

kepada klien dalam pelaksanaan assertive trainning khususnya dengan

masalah risiko perilaku kekerasan yaitu melatih kemampuan

mengungkapkan marah secara langsung dan secara asetif kepada orang lain,

mengekspresikan sesuatu secara tepat, menyampaikan kebutuhan dan

keinginan. Setelah mengikuti assertive trainning, klien menunjukkan

peningkatan kemampuan dalam hal berperilaku secara asertif terutama

dalam hal mengekspresikan kebutuhan atau keinginan baik secara verbal

maupun non verbal.

Cognitive Behavior Therapy dan Assertive training diberikan terhadap 8

klien dengan frekuensi interaksi rata-rata 7-8 kali. Cognitive Behavior

Therapy dan Assertive training ini diberikan pada klien yang memiliki

pikiran negatif yang dapat memunculkan perilaku negatif yang dapat

membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Tujuan dari

pelaksanaan terapi ini adalah merubah pikiran maupun perilaku negatif yang

ada dalam diri klien untuk dirubah menjadi hal positif yang bersifat adaptif.

Setelah dilakukan terapi kognitif perilaku klien banyak mengalami

perubahan khususnya dalam respon kognitif, perilaku dan sosialnya.

4.2.3 Evaluasi Hasil

Setelah Pemberian asuhan keperawatan maka dilakukan pengukuran

terhadap tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan. Pengukuran dilakukan

dengan menggunakan kuesioner penilaian risiko perilaku kekerasan yang

dimodifikasi berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Alat ukur

ini digunakan pada saat sebelum dilakukan pemberian Cognitive Behavior

Therapy dan Assertive training dan setelah pemberian terapi selesai.

Evaluasi hasil kemampuan klien setelah diberikan tindakan keperawatan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

61

Universitas Indonesia

adalah dengan membandingkan kondisi sebelum dan setelah mendapatkan

tindakan keperawatan. (Tabel 4.11)

Tabel 4.11

Distribusi Evaluasi Respon Terhadap Stresor Klien dengan Risiko

Perilaku Kekerasan sebelum dan sesudah Pemberian Cognitive

Behavior Therapy dan Assertive training di Ruang Gatot Kaca

RS. Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari – 18 April 2014 (n=18)

Respon AT & CBT (n=8) AT (10)

Pre Post Selisih Pre Post Selisih

Kognitif 3,75 1,86 1,89 2,8 1,5 1,3

Afektif 5,5 3 2,5 5,5 3,2 2,3

Fisiologis 3,63 0,63 3 3,4 2 1,4

Perilaku 5 2 3 3,9 1,9 2

Sosial 4,88 2,5 2,38 4,3 2,8 1,5

Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan bahwa terdapat penurunan tanda dan

gejala RPK setelah dilakukan pemberian terapi CBT dan AT pada respon

kognitif sebesar 1,89 poin, pada respon afektif sebesar 2,5 poin, respon

fisiologis sebesar 3 poin, respon perilaku sebesar 3 poin dan respon sosial

sebesar 2,38 poin. Pada klien yang mendapatkan terapi AT juga terjadi

penurunan tanda dan gejala RPK dimana pada respon kognitif terjadi

penurunan sebesar 1,3 poin, pada respon afektif sebesar 2,3 poin, pada

respon fisiologis sebesar 1,4 poin, pada respon perilaku sebesar 2 poin dan

respon sosial sebesar 1,5 poin.

Kemampuan klien dalam latihan asertif dievaluasi dengan menggunakan

alat ukur pada tiap-tiap sesi terapi. Alat ukur ini mengacu pada penelitian

Alini (2011). Kemampuan klien dalam latihan CBT juga dilakukan dengan

menggunakan alat ukur pada tiap-tiap sesi terapi CBT. Berikut kemampuan

klien RPK setelah mendapatkan terapi AT dan CBT. Total kemampuan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

62

Universitas Indonesia

untuk CBT adalah 23 kemampuan. Total kemampuan AT adalah 26

kemampuan. (Tabel 4.12)

Tabel 4.12

Distribusi Evaluasi Kemampuan CBT dan AT pada pasien Risiko

Perilaku Kekerasan di Ruang Gatot Kaca RS. Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari – 18 April 2014 (n=8)

Nama

Pasien

AT CBT

I ∑ II ∑ III ∑ IV ∑ V ∑ I ∑ II ∑ III ∑ IV ∑ V ∑

Tn.1 3 3 4 4 8 9 4 4 5 6 3 3 3 3 3 3 2 3 7 10

Tn.2 3 3 4 4 8 9 3 4 6 6 3 3 3 3 3 3 3 3 10 10

Tn.3 3 3 4 4 8 9 3 4 5 6 1 3 2 3 2 3 3 3 9 10

Tn.4 2 3 3 4 6 9 4 4 6 6 3 3 1 3 2 3 2 3 8 10

Tn.5 3 3 4 4 7 9 2 4 5 6 3 3 3 3 3 3 3 3 9 10

Tn.6 3 3 4 4 7 9 4 4 6 6 2 3 2 3 3 3 3 3 10 10

Tn.7 3 3 3 4 7 9 4 4 6 6 3 3 3 3 2 3 3 3 10 10

Tn.8 3 3 3 4 6 9 2 4 4 6 3 3 3 3 1 3 2 3 4 10

Berdasarkan Tabel 4.12 terlihat bahwa terjadi peningkatan kemampuan

dalam mengatasi tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan setelah diberi

CBT dan AT pada masing-masing klien meskipun peningkatannya tidak

maksimal.

Tabel 4.13

Distribusi Evaluasi Kemampuan AT pada pasien Risiko Perilaku

Kekerasan di Ruang Gatot Kaca RS. Marzoeki Mahdi Bogor

17 Februari – 18 April 2014 (n=10)

Nama

Pasien

AT

I ∑ II ∑ III ∑ IV ∑ V ∑

Tn.1 3 3 4 4 8 9 4 4 5 6

Tn.2 3 3 4 4 8 9 3 4 6 6

Tn.3 3 3 4 4 8 9 3 4 5 6

Tn.4 3 3 3 4 6 9 4 4 4 6

Tn.5 3 3 4 4 7 9 2 4 5 6

Tn.6 3 3 4 4 7 9 4 4 6 6

Tn.7 3 3 3 4 7 9 4 4 6 6

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

63

Universitas Indonesia

Tn.8 3 3 3 4 6 9 2 4 3 6

Tn.9 2 3 4 4 7 9 4 4 5 6

Tn.10 2 3 4 4 8 9 4 4 5 6

Berdasarkan Tabel 4.13 terlihat bahwa terjadi peningkatan kemampuan

dalam mengatasi tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan setelah diberi

terapi asertif pada masing-masing klien meskipun peningkatannya tidak

maksimal.

4.3 Kendala Pelaksanaan Asuhan Keperawatan

Kendala yang ditemukan saat pelaksanaan terapi adalah kondisi klien yang

mudah berubah dengan waktu yang tidak bisa ditenukan/tiba-tiba sehingga

dalam pelaksanaan terapi disesuaikan dengan kesiapan klien sehingga perlu

dilakukan kontrak ulang. Tingkat kemampuan klien yang berbeda-beda

menjadikan pelaksanaan terapi tidak bisa berjalan sama. Hambatan lain

kondisi ruangan sering tidak kondusif saat melakukan terapi, hal ini

disebabkan karena jumlah praktikan yang banyak dan sering berinteraksi

dengan klien dan klien merasa jenuh jika harus berinteraksi lagi. Selain itu

belum adanya ruangan khusus yang dapat digunakan untuk perawat saat

melakukan terapi, idelanya pelaksanaan terapi membutuhkan privacy agar

klien dapat secara terbuka mengungkapkan masalahnya.

4.4 Rencana Tindak Lanjut

Rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan pada klien adalah dengan

mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan dan dijadualkan dengan

difasilitasi oleh perawat diruangan. Kemudian melakukan asuhan

berkesinambungan dimana saat klien dipindahkan keruang tenang, perawat

yang ada diruangan menyampaikan kemampuan apa saja yang sudah dimiliki

klien sehingga tidak terjadi pengulangan dalam pemberian tindakan

keperawatan saat diruang tenang. Untuk keluarga diharapkan sebagai support

system bagi klien agar rutin mengunjungi klien.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

64

Universitas Indonesia

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijeaskan tentang pembahasan dari hasil pelaksanaan

manajemen asuhan keperawatan spesialis pada klien dengan risiko perilaku

kekerasan di Ruang Gatot Kaca RSMM Bogor. Penjelasan hasil pelaksanaan

asuhan keperawatan ini dimulai dengan pendekatan model Stress Adaptation

Stuart tahun 2013 dan model Stress Adaptation Roy.

5.1. Karakteristik Klien Risiko Perilaku Kekerasan di Ruang Gatot Kaca

Hasil pengkajian karakteristik pada klien risiko perilaku kekerasan meliputi

Usia, Pendidikan, Jenis Kelamin, Status perkawinan

5.1.1 Usia

Hasil pengkajian usia terbanyak klien risiko perilaku kekerasan pada

rentang usia 25-60 tahun. Penelitian Pardede (2013) usia rata-rata klien

skizoprenia adalah 35 tahun dimana usia termuda 19 tahun dan usia tertua

58 tahun. Penelitian Sudiatmika (2011) pada klien skizofrenia di RS

Marzoeki Mahdi Bogor rata-rata usianya adalah 32 tahun dengan usia

termuda 18 tahun dan usia tertua 55 tahun. Penelitian klien skizofrenia juga

dilakukan oleh Lelono (2011) di RS marzoeki Mahdi dengan rata-rata usia

klien 31 tahun dengan usia termuda 18 tahun dan usia tertua 51 tahun. Sama

juga seperti penelitian yang dilakukan oleh Sulistiowati (2012) pada klien

skizofrenia di RS Marzoeki Mahdi dengan 60 responden bahwa usia rata-

rata 30 tahun dengan usia termuda 19 tahun dan usia tertua 45 tahun.

Berdasarkan pemaparan tentang usia klien skizofrenia di atas bisa

disimpulkan usia rata-rata yang menjadi responden adalah usia dewasa

muda dan usia pertengahan dimana sesuai dengan pendapat Stuart (2009)

yang menyatakan usia merupakan aspek sosial budaya terjadinya gangguan

jiwa dengan risiko frekuensi tertinggi pada usia 25-44 tahun

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

65

Universitas Indonesia

5.1.2 Jenis Kelamin

Jenis kelamin yang teridentifikasi diruangan Gatot Kaca adalah 100% laki-

laki dengan risiko perilaku kekerasan. Ruangan yang dilakukan intervensi

untuk pengambilan data adalah ruang intermediete laki-laki. Penelitian yang

dilakukan Abel, Drake dan Goldstein (2010) menunjukkan bahwa laki-laki

cendrung menunjukkan gejala negatif dari skizofrenia daripada wanita

dimana perbedaan dicerminkan dari proses perkembangan saraf dan dampak

hubungan sosial. Penelitian yang dilakukan Holey (2010) menunjukkan

bahwa laki-laki yang menderita skizofrenia akan mengalami hubungan

interpersonal yang lebih buruk yang ditandai dengan fungsi sosial yang

buruk dibanding perempuan yang mengalami skizofrenia. Shives (2012)

menyatakan bahwa skizofrenia biasanya muncul lebih awal pada laki-laki

dibanding wanita. Pendapat yang sama disampaikan oleh Townsend (2014)

bahwa gejala skizoprenia muncul lebih awal pada pria dibanding wanita.

5.1.3 Pendidikan

Klien yang dirawat dengan masalah Risiko perilaku kekerasan di ruang

Gatot Kaca mayoritas berpendidikan menengah (SMP-SMA) yaitu 72,2%.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hastuti (2013) dimana didapatkan

hasil bahwa klien yang melakukan tindakan perilaku kekerasan

berpendidikan menengah sebanyak 46,5%. Penemuan ini berbeda dengan

penelitian terdahulu yang dilakukan Keliat (2003) dimana bahwa klien yang

melakukan tindakan perilaku kekerasan biasanya berpendidikan rendah.

Sedangkan penelitian yang dilakukan Pasaribu (2013) dimana 53,84% klien

yang dirawat diruang Gatot Kaca yang melakukan tindakan perilaku

kekerasan berpendidikan tinggi. Stuart (2013) menjelaskan bahwa strategi

koping sangat berhubungan dengan fungsi kognitif. Tingkat pendidikan

akan mempengaruhi cara berfikir, menganalisa suatu masalah, membuat

keputusan dan memecahkan masalah, serta mempengaruhi cara penilaian

klien terhadap stresor. Pendidikan yang tinggi mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang dalam pembentukan perilaku kesehatan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

66

Universitas Indonesia

(Notoatmojo,2010). Perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan tapi

juga diperoleh dari proses belajar dari lingkungan (Hambali & Jaenudin,

2013). Semakin tinggi tingkat pendidikan akan berbanding lurus dengan

keterampilan koping yang dimiliki. Stuart & Laraia (2005) menyatakan

bahwa pendidikan merupakan salah satu tolak ukur dalam membina

hubungan sosial dengan orang lain sehingga semakin tinggi pendidikan

maka akan semakin baik strategi koping yang digunakan.

5.1.4 Pekerjaan

Pada tulisan ini sebagian besar klien dengan risiko perilaku kekerasan tidak

bekerja (72,2%). Townsend (2013) mengatakan bahwa perilaku kekerasan

dikaitkan dengan masalah status sosial. Status sosial ekonomi rendah lebih

berpotensi mengalami gangguan jiwa dibanding tingkat ekonomi yang

tinggi termasuk skizoprenia. hal ini didukung oleh penelitian Sudiatmika

(2011) pada klien skizoprenia yang tidak bekerja sebanyak 53,3%.

Penelitian Lelono (2011) dalam penelitiannya pada klien skizoprenia yang

tidak bekerja sebanyak 51,7%. Keliat (2003) menyatakan bahwa perilaku

kekerasan dapat dipengaruhi oleh status klien yang tidak memiliki

pekerjaan. Keberhasilan dalam pekerjaan merupakan hal penting bagi

kehidupan pria dan wanita dimasa dewasa. Keberhasilan tidak hanya dari

segi ekonomi tapi juga hubungan pertemanan, kehidupan sosial dan

penghargaan terhadap rekan kerja. Individu yang tidak berhasil dalam

mempertahankan pekerjaan dapat menimbulkan stres. (Potter, P.A & Perry,

A.D. (2010).

5.1.5 Status Perkawinan

Berdasarkan hasil pengkajian, klien yang mengalami gangguan jiwa berada

pada usia dewasa. Menurut tahap perkembangan Erikson, pada usia dewasa

tahapan yang harus dicapai adalah menjalin hubungan intim dengan lwan

jenis dalam ikatan pernikahan. Stuart (2013) menyatakan bahwa faktor

predisposisi terjadinya perilaku kekerasan salah satunya adalah

ketidakmampuan mencintai sehingga klien yang bercerai atau tidak punya

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

67

Universitas Indonesia

pasangan beresiko mengalami gangguan jiwa. Dari data pengkajian,

sebanyak 9 orang (50%) klien dengan risiko perilaku kekerasan belum

menikah. Penelitian Pasaribu (2013) sebesar 69,23% dan penelitian Hastuti

(2013) sebesar 53,3% klien risiko perilaku kekerasan memiliki status

perkawinan belum menikah. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa

angka kejadian perilaku kekerasan pada klien skizoprenia ditemukan pada

klien yang belum menikah (Bobes, Fillat, Arango (2009); Belli dan Ural,

2012). Hasil penelitian yang dilakukan Choi dan Marks (2011)

menunjukkan bahwa individu yang sudah menikah memiliki kualitas hidup

yang lebih baik dibanding individu yang belum menikah. Dikaitkan dengan

tahap tumbuh kembang diusia dewasa, pada usia ini individu membangun

identitas dirinya,memperdalam rasa kasih sayang dan peduli terhadap orang

lain. mereka mencari arti hubungan pertemanan dan mempererat hubungan

dengan orang lain. jika seorang dewasa tidak dapat membangun hubungan

pertemanan dan keakraban akan terjadi pemisahan karena mereka takut

ditolak dan kecewa (Berger, 2005 dalam Potter, P.A & Perry, A.D. (2010).

Erickson (1969, dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan

bahwa seseorang dikatakan berada dalam dewasa awal berada dalam

hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tanpa melibatkan

kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman/intimasi maka ia akan

mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang lain,

kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain). Dapat

disimpulkan bahwa risiko perilaku kekerasan dapat muncul pada klien yang

belum mencapai tahap perkembangan di usia muda dimana klien belum

memiliki pasangan hidup dan belum menikah.

5.2. Hasil Pengkajian Kondisi dengan Risiko Perilaku Kekerasan

Hasil pengkajian pada klien dengan risiko perilaku kekerasan terdiri dari

faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber

koping dan mekanisme koping.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

68

Universitas Indonesia

5.2.1 Faktor Predisposisi

Roy mengatakan stimulus yang dialami seseorang dapat berasal dari

eksternal maupun internal. Menurut Stuart (2013) pengalaman masa lalu

memiliki makna dan pengaruh tersendiri bagi setiap individu. Faktor

predisposisi merupakan bagian dari stimulus kontekstual dalam teori

Adaptasi Roy. Faktor predisposisi meliputi biologi, psikologi dan

sosiokultural.

Hasil pengkajian faktor predisposisi pada klien dengan risiko perilaku

kekerasan di ruang Gatot Kaca didapatkan riwayat gangguan jiwa

sebelumnya. Hal ini sesuai dengan hasil pengkajian yang dilakukan Walter

(2011) dimana pada klien isolasi sosial diruang yudistira ditemukan 77,1%

klien memiliki riwayat gangguan jiwa sebelumnya. Penelitian lain

menunjukkan bahwa pasien dengan riwayat gangguan jiwa, riwayat trauma,

pengalaman yang tidak menyenangkan dan tidak adanya dukungan sosial

merupakan faktor risiko terjadinya gangguan jiwa (Brewin et al, 2000 dalam

NCCMH, 2005). Faktor biologis klien gangguan jiwa penting untuk

diketahui terkait dengan terapi psikofarmaka yang akan diberikan.

Faktor biologis terkait dengan struktur dan fungsi otak serta

neurotransmiter, selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor genetik. Pada

pengkajian ini faktor genetik menjadi faktor predisposisi pada 6 orang klien

atau sebesar 33,3%. Menurut Townsend (2013) faktor genetik biasanya

ditemukan pada individu yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan

jiwa. Faktor biologis lain adalah penggunaan Napza, hasil pengkajian

menunjukkan bahwa sebanyak 27,8% yaitu 5 orang klien memiliki riwayat

penggunaan napza.

Faktor predisposisi terkait psikologis ditemukan sebanyak 18 klien (100%)

pernah mengalami kegagalan/kehilangan. Stuart (2013) mengatakan bahwa

faktor psikologis yang meliputi konsep diri, intelektualitas, kepribadian,

moralitas, pengalaman masa lalu, koping dan keterampilan komunikasi

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

69

Universitas Indonesia

secara verbal mempengaruhi perilaku seseorang dalam hubungannya dengan

orang lain. Pengalaman masa lalu berupa kegagalan/kehilangan akan

mempengaruhi respon individu dalam mengatasi stresornya.

Faktor predisposisi terkait sosialkultural dimana ditemukan pada 13 klien

(72,2%) tidak bekerja. Townsend (2013) mengatakan bahwa perilaku

kekerasan dikaitkan dengan masalah status sosial. Status sosial ekonomi

rendah lebih berpotensi mengalami gangguan jiwa dibanding tingkat

ekonomi yang tinggi termasuk skizoprenia. hal ini didukung oleh penelitian

Sudiatmika (2011) pada klien skizoprenia yang tidak bekerja sebanyak

53,3%. Keliat (2003) menyatakan bahwa perilaku kekerasan dapat

dipengaruhi oleh status klien yang tidak memiliki pekerjaan. Faktor

predisposisi terkait sosialkultural lain adalah pendidikan yang rendah, status

ekonmi yang rendah dan kasus PHK.

5.2.2 Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi terkait dengan stimulus yang dipersepsikan individu

sebagai suatu kesempatan, tantangan, ancaman/tuntutan. Stimulus tersebut

dapat menguras energi, menyebabkan stres dan tekanan (Cohen, 2000 dalam

Stuart, 2013). Sedangkan menurut Roy stimulus fokal yaitu semua stimulus

yang ada pada saat itu yang berkontribusi terhadap efek dari stimulus fokal.

Faktor presipitasi dapat berupa elemen yang sama dengan faktor

predisposisi yaitu meliputi biologi, psikologi dan sosiokultural namun faktor

presipitasi memiliki kejelasan yang meliputi empat hal yaitu sifat stresor,

asal stresor, lamanya stresor yang dialami, dan banyaknya stresor yang

dihadapi oleh seseorang (Stuart, 2013).

Pada hasil pengkajian yang dilakukan pada klien diruang Gatot Kaca

ditemukan Faktor presipitasi terbanyak yang menyebabkan timbulnya

gangguan jiwa adalah putus obat (83,3%), Keinginan yang tidak terpenuhi

(100%), dan masalah pekerjaan (72,2%). Penelitian sebelumnya Pasaribu

(2013) dan Hastuti (2013) juga didapatkan hal yang sama yaitu klien

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

70

Universitas Indonesia

mengalami perilaku kekerasan karena putus obat. Klien mengalami putus

obat disebabkan oleh beberapa hal seperti klien merasa sudah sembuh,

adanya rasa jenuh, adanya kebosanan atau klien merasa ngantuk jika

minum obat. Varcarolis (2010) juga memaparkan bahwa pemicu klien

menghentikan pengobatan secara sepihak karena klien merasa tidak nyaman

dan tidak dapat bertoleransi terhadap efek samping dari obat yang

dikonsumsinya.

Kebanyakkan klien yang dirawat diruang Gatot Kaca mengalami gangguan

diakibatkan adanya stresor yang berasal dari luar. Stresor tidak hanya

bersumber dari eksternal tetapi juga dari internal klien. Stresor muncul

kurang dari 6 bulan dan jumlahnya lebih dari 2 stresor.

Faktor presipitasi dapat dikatakan sebagai stimulus fokal. Konsep Roy

menekankan pada proses manusia dalam beradaptasi dengan stimulus yang

ada. Stimulus yang ada akan mempengaruhi invidivu sehingga akan

membuat mekanisme koping bekerja yang nantinya akan mempengaruhi

mode adaptif individu tersebut. perilaku yang muncul adalah hasil proses

mekanisme koping terhadap model adaptif yang terganggu akibat stimulus

yang muncul. Perilaku kekerasan adalah perilaku yang muncul saat individu

menghadapi stimulus dan perilaku kekerasan tersebut bersifat maladaptif

atau inefektif sehingga perlu diarahkan untuk menjadi perilaku adaptif.

Faktor presipitasi dapat menjadi stimulus pencetus munculnya perilaku

kekerasan.

5.2.3 Penilaian Stresor

Penilaian terhadap stresor merupakan suatu proses evaluasi secara

menyeluruh yang dilakukan oleh individu terhadap stresor dengan tujuan

untuk melihat tingkat kemaknaan dari suatu kejadian yang dialaminya

(Stuart, 2013). Respon Kognitif pada klien dengan risiko perilaku kekerasan

yaitu punya pikiran negatif dalam menghadapi stresor sebanyak 14 orang

(77,8%). Penderita skizofrenia terdapat penurunan fungsi kognitif dan yang

sering ditemukan adalah gangguan memori dan fungsi eksekutif lainnya

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

71

Universitas Indonesia

(Sinaga, 2007). Gangguan memori yang paling sering terjadi adalah

gangguan memori segera dan memori jangka panjang dan fungsi eksekutif

yang terganggu adalah kemampuan berbahasa, memecahkan masalah,

mengambil keputusan, atensi dan perencanaan.

Respon afektif klien risiko perilaku kekerasan merasa kecewa/kesal

sebanyak 18 orang (100%). Sinaga (2007) menjelaskan bahwa respon

afektif berhubungan dengan rendahnya metabolisme glukosa di area

brodman 22 (korteks bahasa, asosiatif, sensori). Menurut stuart (2013)

respon afektif yang muncul perasaan tidak nyaman, merasa tidak berdaya,

jengkel, merasa ingin berkelahi, mengamuk, bermusuhan, sakit hati,

menyalahkan, menuntut, mudah tersinggung, euporia yang berlebihan atau

tidak tepat, dan afek labil, iritabilitas, depresi, apatis (Boyd & Nihart,

2002).

Respon fisiologis klien risiko perilaku kekerasan yaitu wajah tampak tegang

dan kewaspadaan meningkat sebanyak 10 orang (55,6%). Respon fisiologis

pada perilaku kekerasan timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom

bereaksi terhadap sekresi epinefrin sehingga tekanan darah meningkat,

takikardi (frekuensi denyut jantung meningkat), wajah memerah, pupil

membengkak, frekuensi pembuangan urin meningkat. Peningkatan denyut

jantung, mempersiapkan orang untuk bergerak, dan peningkatan aliran

darah ke tangan, menyiapkan mereka untuk menyerang (Novaco, 2010).

Keringat meningkat (terutama ketika kemarahan itu intens), Sekresi oleh

adrenal medula dari katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin dan oleh

glukokortikoid korteks adrenal memberikan sistem simpatik efek yang

memobilisasi tubuh untuk tindakan segera. Menurut Stuart (2013), Perilaku

kekerasan dapat dilihat dari wajah tegang, tidak bisa diam, mengepalkan

atau memukulkan tangan, rahang mengencang, peningkatan pernafasan, dan

kadang tiba-tiba seperti kataton.

Respon perilaku klien risiko perilaku kekerasan yaitu melempar dan

merusak barang sebanyak 16 orang (88,9%). Sering mondar-mandir, tidak

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

72

Universitas Indonesia

mampu untuk duduk tenang, tangan mengepal, menghentikan aktivitas

motorik dengan tiba-tiba, kata-kata menekan, suara keras, memerintah

(Stuart, 2009). Respon sosial yaitu dengan menarik diri sebanyak 15 orang

(83,3%). Klien dengan risiko perilaku kekerasan cenderung menyalahkan

orang lain, membicarakan kesalahan orang lain, mengejek, berkata kasar

dan menolak hubungan dengan orang lain, melanggar batas jarak personal

saat berinteraksi (Rawlins, Williams & Beck, 1998), kekerasan verbal

terhadap orang lain berupa kata-kata kasar, nada suara tinggi dan

bermusuhan (Morison, 1993). Ancaman yang ditujukan pada objek nyata

atau imajiner, menimbulkan gangguan untuk menarik perhatian, suara keras,

kata-kata menekan (Stuart, 2013).

5 .2.4 Sumber Koping

Sumber koping adalah pilihan atau strategi yang dapat membantu untuk

memutuskan apa yang terbaik dilakukan. Menurut Stuart (2013) sumber

koping yang dimiliki individu dalam menghadapi depresi yang dialami

terdiri dari kemampuan individu (personal ability), dukungan sosial (Social

Support), material asset dan positive believe. Dari hasil pengkajian,

sebagian klien risiko perilaku kekerasan tahu cara mengatasi masalah risiko

perilaku kekerasan yaitu 10 orang (55,6%). Sebagian besar keluarga klien

tidak mengenal masalah risiko perilaku kekerasan dan tidak mampu

merawat risiko perilaku kekerasan yaitu 15 orang (83,3%). Klien tidak

mendapat dukungan dari masyarakat dan dukungan kelompok. Sebagian

besar jaminan kesehatan yang digunakan klien adalah BPJS. Dukungan

finansial merupakan salah satu penyangga terhadap efek dari stres dimana

dengan mempunyai dukungan finansial yang kuat dapat meningkatkan

kemampuan koping klien dan keluarga meliputi harga diri dan efikasi diri

(Boen, Dalgard, Bjertnerss, 2012). Sumber pelayanan kesehatan rata-rata

dekat dari tempat tinggal klien (88,9%). 18 orang klien memiliki keyakinan

untuk sembuh dan yakin dengan pelayanan kesehatan yang dijalani.

Peningkatan kemampuan personal terutama dalam menghadapi masalah dan

dampaknya akan mempengaruhi mekanisme koping pasien. pengetahuan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

73

Universitas Indonesia

dan intelegensia memungkinkan individu untuk melihat cara yang berbeda

dalam menghadapi situasi sulit. Dukungan sosial menjadi penting

keberadaannya bagi pasien dalam menghadapi masalah. Tanpa adanya

dukungan sosial yang cukup, pengetahuan dan kemampuan hanya akan

menjadi sia-sia karena mengalami hambatan dalam mengaplikasikannya.

Dukungan sosial dapat diberikan oleh pasangan, keluarga, lingkungan dan

masyarakat sekitar.

Keluarga berperan sebagai pemberi motivasi, pengawas, sumber ekonomi

dan lainnya. Adanya dukungan sosial akan meningkatkan motivasi pasien

untuk meningkatkan status kesehatannya. Kepemilikan jaminan kesehatan,

sumber rujukan dan pelayanan kesehatan dimasyarakan serta sumber

keuangan merupakan aset materi yang dimiliki oleh pasien untuk

meningkatkan kemampuan dalam menghadapi masalah. Sedangkan

Keyakinan diri yang positif dapat meningkatkan harapan sehingga

mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi masalah bahkan

dalam situasi yang membingungkan.

5.2.5 Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah segala upaya yang diarahkan pada manajemen

stres. Hasil yang didapat pada klien yang dirawat di Gatot Kaca, mekanisme

koping yang paling banyak digunakan adalah mekanisme koping destruktif

yaitu diam/memendam masalah sebesar 72,2 %. Stuart (2013) mengatakan

pengabaian atau berdiam diri terhadap masalah yang dihadapi adalah

mekanisme koping yang berfokus pada kognitif dimana berusaha mengatasi

masalah dengan cara meredam permasalahan yang sedang dihadapi. Roy

mengatakan mekanisme koping yang diterapkan bertujuan untuk mencapai

model adaptif. Ada dua mekanisme koping, yaitu regulator dan kognator.

Kedua mekanisme koping ini bertindak untuk mencapai mode adaptif.

Regulator merupakan mekanisme koping yang berespon terhadap system

saraf, kimiawi, dan endokrin (Tomey & Alligood, 2010). Sedangkan

kognator merupakan mekanisme koping yang berespon terhadap jalur

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

74

Universitas Indonesia

pikiran dan emosi, meliputi proses persepsi-informasi, proses belajar,

pengambilan keputusan, dan emosi (Fitzpatrick & Whall, 1989). Mekanisme

koping regulator lebih cenderung untuk masalah fisik atau mekanisme

tubuh, sedangkan kognator lebih cenderung kearah pikiran dan emosi. Hasil

akhir dari proses adaptasi berupa respon adaptif, namun jika perilaku yang

ditampilkan individu tidak menggambarkan integritas maka akan berubah

menjadi respon yang inefektif (Robinson & Kish, 2001). Pemberian

tindakan keperawatan CBT dan AT bertujuan untuk membangun

mekanisme koping yang bertujuan untuk mengubah perilaku yang inefektif

menjadi adaptif ketika individu dihadapkan pada stimulus.

5.2.6 Diagnosa Medis

Hasil Pengkajian didapatkan data bahwa sebagian besar klien memiliki

diagnosa medis skizoprenia paranoid (88,9%). Kaplan dan Saddock (2007)

mengatakan bahwa jenis skizofrenia yang paling sering melakukan perilaku

kekerasan adalah skizofrenia paranoid.

5.3. Penerapan Terapi pada Klien Risiko Perilaku Kekerasan dengan

Pendekatan Model Adaptation Roy

Penatalaksanaan keperawatan dalam mengatasi resiko perilaku kekerasan

dengan menggunakan CBT dan AT dilakukan dengan pendekatan model

Adaptasi Stuart dan Model Adaptasi Roy. Konsep utama model Roy adalah

adaptasi. Roy mengungkapkan adaptasi merupakan proses dan hasil dari

berpikir dan berperasaan manusia sebagai individu atau kelompok yang

menggunakan kesadarannya untuk berintegrasi dengan lingkungan (Roy,

2009). Roy juga menjelaskan ada dua bentuk .mekanisme koping, yaitu

regulator dan kognator. Selain mekanisme koping, Roy juga menjelaskan

tentang empat model adaptif pada individu, yakni model fisiologis, konsep

diri, fungsi peran dan interdependensi. Hasil akhir dari proses adaptasi berupa

respon adaptif, namun jika perilaku yang ditampilkan individu tidak

menggambarkan integritas maka akan berubah menjadi respon yang inefektif

(Robinson & Kish, 2001).

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

75

Universitas Indonesia

Model adaptasi Roy digambarkan sebagai suatu model yang terdiri atas input,

proses kontrol, efektor dan output. Input pada manusia berupa stimulus-

stimulus yang diterima baik yang berasal dari lingkungan luar atau dari

dirinya sendiri. Stimulus tersebut meliputi stimulus internal yang merupakan

tingkat adaptasi individu dan menggambarkan rentang stimulus yang bisa

ditoleransi oleh individu (Fitzpatrick & Whall, 1989). Stimulus yang masuk

melaui input selanjutnya akan diproses melalui proses kontrol.

Proses kontrol dari manusia adalah mekanisme koping. Ada dua mekanisme

koping, yaitu regulator dan kognator. Kedua mekanisme koping ini bertindak

untuk mencapai mode adaptif. Regulator merupakan mekanisme koping yang

berespon terhadap system saraf, kimiawi, dan endokrin (Tomey & Alligood,

2010). Sedangkan kognator merupakan mekanisme koping yang berespon

terhadap jalur pikiran dan emosi, meliputi proses persepsi-informasi, proses

belajar, pengambilan keputusan, dan emosi (Fitzpatrick & Whall, 1989).

Mekanisme koping regulator lebih cenderung untuk masalah fisik atau

mekanisme tubuh, sedangkan kognator lebih cenderung kearah pikiran dan

emosi.

Mekanisme koping yang diterapkan bertujuan untuk mencapai model adaptif,

yang telah disebutkan sebelumnya. Keempat model ini ditentukan dengan

menganalisa dan mengelompokkan perilaku klien, digambarkan sebagai suatu

system yang berinteraksi dengan regulator dan kognator, sehingga perilaku

yang dihasilkan dari aktivitas regulator dan kognator ini bisa diamati dalam

keempat model adaptif tersebut (Fitzpatrick & Whall, 1989). Stimulus yang

ada akan mempengaruhi invidivu sehingga akan membuat mekanisme koping

bekerja (regulator dan kognator) yang nantinya akan mempengaruhi mode

adaptif individu tersebut. Perilaku yang muncul adalah hasil proses

mekanisme koping terhadap model adaptif yang terganggu akibat stimulus

yang muncul.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

76

Universitas Indonesia

Efektor dalam model Roy ini terbagi atas empat model adaptif yaitu model

fisiologis, yaitu berkaitan dengan proses fisik dan kimiawi meliputi fungsi dan

aktivitas makhluk hidup. Ada lima kebutuhan yang teridentifikasi pada model

ini, yaitu oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan tidur, dan perlindungan.

Kebutuhan dasar dari model ini adalah tercapainya integritas fisiologis

(Tomey & Alligood, 2010). Berdasarkan model fisiologis ini, semua hal yang

berkaitan dengan masalah mekanisme kerja tubuh untuk mencapai suatu

kondisi yang berdaptasi. Model selanjutnya adalah konsep diri, yang

merupakan salah satu model psikososial. Model ini focus pada psikososial dan

spiritual makhluk hidup. Kebutuhan dasar dari moel ini adalah bagaimana

individu untuk menjadi sesuatu atau bermakna dengan perasaan kesatuan,

bermakna dan berguna bagi lingkungan. Konsep diri merupakan gabungan

dari keyakinan dan perasaan tentang dirinya yang terbentuk dari persepsi

internal dan persepsi dari luar dirinya sendiri (Tomey & Alligood, 2010).

Model konsep diri ini adalah merupakan bagaimana persepsi diri individu

tentang dirinya dan apa arti dan manfaat individu untuk orang lain dan

lingkungan.

Model yang ketiga adalah model fungsi peran, yaitu model sosial yang

berfokus pada peran individu di masyarakat. Peran yang merupakan

pengharapan tentang bagaimana individu menjalankan posisinya. Peran yang

ditampilkan individu bersupa peran primer, sekunder dan tersier. Peran primer

merupakan perilaku utama yang dipakai oleh individu selama periode tertentu,

berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tahap perkembangan. Peran sekunder

meliputi semua asumsi individu untuk memenuhi tugas yang berkaitan dengan

tahap perkembangan dan peran primer. Sedangkan peran tersier berkaitan

dengan peran sekunder dan menggambarkan bagaimana inividu memenuhi

peran yang mereka jalani. Peran tersier ini menetap secara alami, bebas dipilih

oleh individu, dan meliputi aktivitas seperti klub atau hobi (Tomey &

Alligood, 2010). Model peran ini adalah peran yang disandang oleh individu

dalam kehidupannya, dimana individu tidak hanya menyandang satu peran

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

77

Universitas Indonesia

tapi banyak peran baik untuk diri sendiri atau di komunitas dimana mereka

berada.

Model yang terakhir adalah model interdependensi atau saling

ketergantungan. Model ini berfokus pada hubungan dekat dari seseorang.

Hubungan saling ketergantungan meliputi keinginan dan kemampuan untuk

memberi dan menerima dari orang lain meliputi semua aspek yang

ditawarkan. Ada dua hubungan yang fokus pada model ini, yaitu

interdependensi dengan orang lain yang berarti, dan interdependensi dengan

support system (Tomey & Alligood, 2010). Model interdependensi adalah

menggambarkan keterkaitan individu dengan orang lain dan support system

dimana akan ada proses memberi dan menerima dengan orang lain dan

lingkungan.

Setelah input, proses kontrol yang melibatkan mekanisme koping regulator

dan kognator, kemudian dilanjutkan dengan efektor. Efektor akan melihat

model adaptasi mana yang terganggu, bisa satu model ata beberapa model bisa

terganggu pada satu kesempatan. Hasilnya akan terlihat di output. Pada output

akan terlihat respon adaptif jika individu mampu mengatasi stimulus yang ada

dan respon inefektif jika individu tidak mampu berespon terhadap stimulus

dengan kemampuan yang dimilikinya (Fitzpatrick & Whall, 1989). Jika yang

muncul adalah respon yang tidak efektif ini akan membuat siklus terulang

kembali, respon inefektif tersebut menjadi stimulus dan proses terjadi kembali

sampai pada output.

Roy juga menjelaskan ada empat elemen penting yang masuk dalam teori

adaptasi, yaitu individu, lingkungan, kesehatan dan keperawatan.

Keperawatan terdiri atas dua kegiatan yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas

keperawatan. Roy mendefenisikan keperawatan secara umum sebagai

professional kesehatan yang berfokus pada proses dan pola kehidupan

manusia, menekankan pada promosi kesehatan untuk individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat sebagai satu kesatuan (Tomey & Alligood, 2010).

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

78

Universitas Indonesia

Aplikasi model adaptasi Roy pada asuhan keperawatan pada klien dengan

resiko perilaku kekerasan ini akan dijelaskan dengan memasukkan variable-

variabel yang berkontribusi terhadap timbulnya resiko perilaku kekerasan

kedalam model adaptasi Roy. Respon resiko perilaku kekerasan berdasarkan

model adaptasi Roy dapat disebabkan oleh tiga stimulus yang muncul dalam

kehidupan individu yaitu stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Stimulus

fokal adalah segala sesuatu atau stresor yang datang dari luar atau dari dalam

individu yang akan mencetuskan terjadinya resiko perilaku kekerasan,

diantaranya stresor biologis, psikologis maupun sosial kultural. Stimulus fokal

pada tulisan ini adalah respon-respon yang muncul pada klien RPK seperti:

respon kognitif, afektif, perilaku, dan respon sosial.

Stimulus kontekstual adalah stimulus yang berasal dari internal atau eksternal

yang mempengaruhi stimulus fokal. Stimulus kontekstual pada klien RPK

meliputi karakteristik klien, yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,

status perkawinan, status ekononi, dan lama mengalami sakit. Sedangkan

stimulus residual adalah faktor lingkungan lain yang mungkin membawa

pengaruh pada kondisi klien tapi sulit untuk diukur. Stimulus residual pada

klien RPK menurut Townsend (2014) diantaranya kepercayaan, pengalaman,

pengetahuan, sikap, atau ancaman yang mempengaruhi perilaku klien.

5.4. Efektivitas Penerapan AT dan CBT pada klien Risiko Perilaku

Kekerasan

Pemberian CBT dan AT pada klien dengan Risiko Perilaku Kekerasan

diharapkan dapat membuat klien mampu bertahan dengan perilaku adaptif

saat menghadapi stimulus yang muncul. Hasil evaluasi menunjukkan CBT

dan AT memberikan dampak yang efektif dalam menurunkan tanda dan

gejala risiko perilaku kekerasan. CBT adalah intervensi terapeutik yang

bertujuan untuk mengurangi tingkah laku mengganggu dan maladaptif

dengan mengembangkan proses kognitif. CBT bertujuan untuk menciptakan

ketrampilan yang memungkinkan individu untuk meningkatkan kesadaran

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

79

Universitas Indonesia

akan pikiran dan perasaannya, mengidentifikasi bagaimana situasi, pikiran

dan perilaku mempengaruhi perasaan dan meningkatkan kemampuan untuk

merubah pikiran dan perilaku maladaptif (Cully & Teten, 2008).

Pola pikir dan perasaan yang negatif dapat mempengaruhi perilaku klien.

pada sesi satu CBT klien Klien akan menceritakan tentang pikiran, perasaan

dan perilaku negatif yang dialami. Pikiran negatif biasa dianggap sebagai

pikiran yang nyata. Pikiran otomatis muncul pada situasi tertentu dan muncul

lebih cepat dibandingkan dengan munculnya pikiran positif terhadap diri.

Hasil identifikasi pikiran otomatis kemudian di informasikan dan dijelaskan

proses terjadinya pikiran tersebut kepada pasien untuk meningkatkan

kesadaran akan gangguan kognitif yang terjadi. Kemudian klien diminta

untuk memilih pikiran negatif yang dirasa paling sering muncul dan sangat

mempengaruhi perasaan klien. Pada sesi dua, klien dilatih untuk melawan

pikiran otomatis yang muncul dengan menggantikan pikiran tersebut dengan

pikiran yang rasional. Pada sesi ketiga, klien diminta untuk menerima

perilaku baru yang lebih adaptif dan perawat membantu memfasilitasi klien

dalam melatih perilaku baru yang akan diubah. Disesi keempat, perawat

mengevaluasi perkembangan dan perilaku positif dengan mengevaluasi

kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat dan hasil dari melawan

pikiran negatif. Kemudian sesi kelima memberikan penjelasan tentang

pentingnya psikofarmaka dan terapi modalitas untuk mencegah kekambuhan

dan mempertahankan serta membudayakan pikiran dan perilaku yang baru.

Pada terapi asertif pada sesi satu bantu klien melatih kemampuan

mengungkapkan pikiran dan perasaan pada kondisi yang tidak

menyenangkan. Pada sesi dua bantu klien untuk mampu mengungkapkan

keinginan dan kebutuhan. Pada sesi ketiga bantu klien melatih

mengekspresikan kemarahan. Pada sesi keempat bantu klien latihan

mengatakan “tidak” untuk permintaan yang tidak rasional. Dan pada sesi

kelima bantu klien mempertahankan perubahan asertif dalam berbagai

situasi.

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

80

Universitas Indonesia

Dengan pemberian tindakan keperawatan CBT dan AT mampu meningkatkan

kemampuan klien dalam mengatasi tanda dan gejala risiko perilaku

kekerasan. Hal ini dilihat dari hasil evaluasi dimana terdapat penurunan tanda

dan gejala RPK setelah dilakukan pemberian terapi CBT dan AT pada respon

kognitif sebesar 1,89 poin, pada respon afektif sebesar 2,5 poin, respon

fisiologis sebesar 3 poin, respon perilaku sebesar 3 poin dan respon sosial

sebesar 2,38 poin. Pada klien yang mendapatkan terapi AT juga terjadi

penurunan tanda dan gejala RPK dimana pada respon kognitif terjadi

penurunan sebesar 1,3 poin, pada respon afektif sebesar 2,3 poin, pada respon

fisiologis sebesar 1,4 poin, pada respon perilaku sebesar 2 poin dan respon

sosial sebesar 1,5 poin.

Penurunan tanda dan gejala RPK dengan menggunakan CBT juga dibuktikan

oleh penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2011), Hidayat (2011),

Sudiatmika (2011) dan Lelono (2011). Penurunan tanda dan gejala RPK

dengan menggunakan AT dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh

Alini (2011).

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

81

Universitas Indonesia

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis menyimpulkan hasil penulisan Karya Ilmiah Akhir dan

menyajikan saran bagi berbagai pihak yang berubungan dengan praktik klinik

keperawatan jiwa ditatanan pelayanan RSMM Bogor.

6.1 Simpulan

Karya ilmiah akhir ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan

manajemen terapi keperawatan spesialis AT dan CBT di ruang Gatot Kaca

RSMM Bogor menggunakan pendekatan Model Adaptasi Stuart dan Model

Adaptasi Roy. Simpulan yang diperoleh antara lain sebagai berikut :

1. Karakteristik klien RPK diruang Gatot Kaca berusia 25 hingga 50 tahun,

berpendidikan menengah, tidak bekerja dan sebagian besar belum

menikah

2. Faktor predisposisi gangguan jiwa pada klien berdasarkan aspek biologi,

psikologi dan sosialbudaya adalah memiliki riwayat gangguan jiwa

sebelumnya, memiliki riwayat kegagalan/kehilangan seperti putus cinta,

kehilangan orang tua, dan tidak punya pekerjaan

3. Faktor presipitasi gangguan jiwa pada klien berdasarkan aspek biologi,

psikologi dan sosial budaya adalah putus obat, keinginan yang tidak

terpenuhi, memiliki masalah dalam pekerjaan, asal stresor berasal dari

internal, waktu stresor kurang dari 6 bulan dan jumlah stresor lebih dari 2.

4. Repon yang muncul pada klien RPK pada aspek kognitif yaitu punya

pikiran negatif dalam menghadapi stresor, respon afektif pada klien RPK

muncul rasa marah, fisiologi yaitu wajah tampak tegang dan kewaspadaan

meningkat,respon perilaku cendrung muncul perilaku melempar/memukul

benda/orang lain dan sosial klien RPK cendrung menarik diri.

5. Aplikasi AT dan CBT dapat diterapkan pada klien RPK dengan rata-rata

pertemuan 7-8 kali

6. Pelaksanaan AT dan CBT sebagai psikoterapi dengan pendekatan Model

Adaptasi Stuart dan Model Adaptasi Roy membantu dalam proses

pengkajian sehingga data yang didpatkan lebih komprehensif.Aplikasi

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

82

Universitas Indonesia

Model Aadaptasi Roy diharapkan dapat membantu klien membentuk

perilaku yang Adaptif.

6.2 Saran

6.2.1 Pelayanan Keperawatan

6.2.1.1 Kepala Bidang Keperawatan

Memfasilitasi penerapan pelayanan keperawatan spesialis melalui program

perencanaan pengembangan tenaga keperawatan spesialis jiwa dan

memfasilitasi untuk tersedianya ruang konsultasi keperawatan di unit poli

psikiatri sehingga klien yang sudah pulang dari rumah sakit dapat

menerima asuhan keperawatan spesialis secara berkelanjutan

6.2.1.2 Kepala Ruangan dan Perawat Gatot kaca

a. Mempertahankan dan meningkatkan peran sebagai role model dalam

menjalankan kegiatan pelayanan MPKP dan asuhan keperawatan jiwa

khususnya pelayanan di ruang intermediete dalam penerapan tindakan

keperawatan generalis baik untuk individu, kelompok dan keluarga

sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang telah diterapkan.

b. Menerapkan kontuinitas asuhan yang telah diberikan di ruang Gatot

kaca untuk dilanjutkan pada ruangan dimana klien dipindahkan

sehingga asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien

berkelanjutan dan diakhirnya dapat dinilai secara keseluruhan

penurunan tanda dan gejala sebelum di Gatot kaca dan setelah dirawat

di Gatot kaca dan juga saat klien akan pulang. Kontuinitas asuhan juga

untuk dapat menilai peningkatan kemampuan klien setelah

mendapatkan terapi baik psikofarmaka yang diberikan oleh medis

maupun terapi keperawatan.

6.2.2 Program Spesialis Keperawatan Jiwa FIK UI

Melanjutkan kerjasama dengan pihak rumah sakit Marzoeki Mahdi

Bogor dalam memfasilitasi mahasiswa untuk praktik sebagai upaya

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

83

Universitas Indonesia

meningkatkan pelayanan kepada klien khususnya klien rirsiko perilaku

kekerasan dengan menggunakan konsep dan teori keperawatan yang

tepat.

6.2.3 Riset Keperawatan

Perlunya dikembangkan penelitian tentang penggunaan konsep model teori

yang dapat digunakan di ruang intermediete dengan klien risiko perilaku

kekerasan

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

Daftar Pustaka

Alini, Keliat, BA., Wardani IY., (2012) Pengaruh Terapi Assertiveness Training dan

Progressive Muscle Relaxation terhadap gejala dan kemampuan klien dengan perilaku

kekerasan Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak dipublikasikan

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental

disorders (5th Ed). Washington, DC: Author

Arthur & Zheng (2006). Need of Family Member about Schizophrenia. Journal of

Psychological Nursing & mental Helath Services. February, Vol.44.pg 38

Boyd, M.A. & Nihart, M.A. (2002). Psychiatric nursing contemporary practice. USA:

Lippincott Raven Publisher

Christina, (2005). Persepsi Keluarga Terhadap Anggota Keluarga yang Menderita

Gangguan Jiwa di Unit Psikiatrik Rumah Sakit Duren Sawit .Skripsi, Tidak

dipublikasikan.

Cully, J.A., Teten, A.L. (2008). A Therapist’s guide to brief Cognitive Behavioural Therapy.

Departement of Veterans Affairs. Houston

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Riset kesehatan dasar 2007.

http://www.litbang.depkes.go.id/LaporanRKD/IndonesiaNasional.pdf, diperoleh tanggal 15

Mei 2013.

Fauziah, Hamid,A.Y, Nuraini (2009). Pengaruh terapi perilaku kognitif pada klien skizoprenia

dengan perilaku kekerasan, Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak dipublikasikan

Fontaine, K.L. (2009). Mental Health Nursing. (6th ed). New Jersey: Upper saddle River

Pearson Prentice Hall

Friedman. (2010). Family nursing research, Theory, Practice. Pearson Education : New

Jersey.

Frisch, N.,C.& Frisch,L.,E (2006) Psychiatric Mental health Nursing. (3th Ed.).

Canada: Thomson corporation

Fitzpatrick, J.J & Whall, A.L (1989). Conceptual model of nursing analysis and application.

(2nd ed). Appleton & Lange. Norwalk, Connecticut San Marino, California.

Hambali, A dan Jaenudin, U. (2013). Psikologi Kepribadian. Bandung: Pustaka Setia

Hidayat, E Keliat,B.K, Wardani (2011). Pengaruh Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan

Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) terhadap klien dengan perilaku

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

uiperpustakaan
Sticky Note
Daftar Pustaka
Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

kekerasan dan harga diri rendah Di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis. Tidak

Dipublikasikan

Kaplan & Sadock. (2007). Sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan psikiatri klinis. (Jilid 1).

Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Keliat & Sinaga.(1991), Asuhan keperawatan pada klien marah, Jakarta : EGC

Keliat, B.A. (2003). Pemberdayaan klien dan keluarga dalam perawatan klien skizofrenia

dengan perilaku kekerasan di RSJP Bogor. Disertasi. Jakarta. FKM UI. tidak

dipublikasikan

Keliat, B.A. & Akemat. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Lelono SK, Keliat BA, Besral (2011). Efektivitas Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan

Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) Terhadap Klien Perilaku Kekerasan,

Halusinasi dan Harga Diri Rendah di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis. Tidak

dipublikasikan

Martin, P.F. (2010). Cognitive Behavior Therapy. http://www.minddisorders.com/Br-

Del/Cognitive-behavioral-therapy.html. diperoleh 23 Juni 2013

Mohr, W. K. (2006). Psychiatric-mental health nursing. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins.

Morison. (1993). The measurement of agression and violence in hospitalizedpsychiatric

patient. International Journal Nursing

Muller, N (2004). Mechanisms of Relapse Prevention in Schizophrenia http://www.thieme-

connect.com/ejournals/abstract/pharmaco/doi/10.1055/s-2004-832668

NANDA. (2012). Nursing diagnoses: definition & classification 2012 – 2014. Indianapolis:

Willey – Balckwell.

NAMI. (2013). Mental Ilness ;What You Need to Know. Airlington

National Collaborating for Mental Helath. (2005). Post-traumatic Stress Disorder, The

management of PTSD in asults and children in primary and secondary care.

Gaskell and the British Paychological Society. London

National Institute Mental Health. (2010). The number count : Mental Disorders in America.

www.nimh.nih.gov/health/publications/the-number-count-mental-disorder-in-

america/index diakses tanggal 1 Juli 2014. Pukul 20.00 WIB.

Notoatmojo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

O’Brien,P, kennedy,W, Ballard, K (1996). Psychiatric Nursing. An Integration of Theory and

Practice. Mc.Graw Hill ompany, USA

Parker, M and Smith, M.C (2010). Nursing theories and nursing practice.3rd

Edition.

Philadelphia. F.A Davis Company.

Pasaribu. (2013). Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa Pada Klien Risiko Perilaku

Kekerasan Mengggunakan Pendekatan Johnson’s Behavioural System Model di Ruang

Gatot Kaca Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Karya Ilmiah Akhir. Tidak

dipublikasikan.

Potter, P.A & Perry, A.D. (2010). Fundamental keperawatan. Edisi 7. Jakarta: Salemba

Medika

Ranjan. J.K, Prakash. J, Sharma. V. K, & Singh. A. R (2010).Manifestation of Auditory

Hallucination in the Cases of Schizophrenia. SIS J. Proj. Psy. & Ment. Health

(2010) 17 : 76-79

Rawlin, William & Beck, (1998) Mental health psychiatric nursing a holistic life cycle

approach. 2nd

edition. St Louis: Mosby Year Book.Inc

Riyadi, S & Purwanto, T. (2009). Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu

Roy, C. (2009). The Roy adaptation model. (3rd. Ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc.

Sadock & Sadock. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC

Shives L.R.(2012).Basic Concepts of Psychiatric Mental Health Nursing.(8th

ed).Philadelphia:Lippincott William & Wilkins

Sinaga, B.R. (2007). Skizofrenia dan diagnosa banding. Jakarta: Balai Penerbit FIK UI

Sudiatmika IK, Keliat BA, Wardani IY, (2011) Efektivitas cognitive behaviour therapy dan

rational emotive behaviour therapy terhadap klien dengan perilaku kekerasan dan

halusinasi di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

Stanhope, M, Lancaster, J (2001). Foundation of nursing in community. Community oriented

practice. 2nd

edition. St. Louis. Mosby Company

Stuart, G.W (2013). Principles and practice of psychiatric nursing. (9th edition). St Louis:

Mosby

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

Tomey, A.M & Alligood, M.R. (2014). Nursing theorists and their work. (6th

ed). St. Louis:

Mosby Years Book Inc.

Tomey, M.A (2001), Nursing Theories and Their Work, The C.V. Mosby Company St. Louis

: Mosby Years Book Inc.

Townsend, C.M. (2013). Essentials of psychiatric mental health nursing. (3th Ed.).

Philadelphia: F.A. Davis Company

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1966 Tentang Kesehatan Jiwa.

Varcarolis, Elizabeth M., dan Halter. (2010). Foundations of Psychiatric Mental Health

Nursing. (4th

edition). Philadelphia: FA Davis Company.

Videbeck, S.,L. (2010). Psychiatric mental health nursing. (3rd

edition). Philadhelpia:

Lippincott Williams & Wilkins.

Wahyuningsih, D. Keliat, B A , Hastono SP. ( 2009). Pengaruh assertiveness training terhadap

perilaku kekerasan pada klien skizoprenia di RSUD Banyumas, Tesis. Jakarta. FIK

UI. Tidak dipublikasikan

Walter.(2011). Penerapan Terapi Social Skills Training Pada Klien Isolasi Sosial Dengan

Pendekatan Teori Hubungan Interpersonal Peplau di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi

Bogor. Karya Ilmiah Akhir. Jakarta.FIK UI. Tidak dipublikasikan.

World Federation for Mental Health. (2010). Mental Health and Chronic Physical Illness.

http://www.wfmh.org/2010DOCS/WMHDAY2010.pdf diakses tanggal 14 Februari

2013

WHO. (2001). The world health report: 2001: mental health: new Understanding, new hope.

http :// www.who.int/whr/2001/en/ diperoleh pada tanggal 15 Mei 2013

WHO. (2009). Improving Health System and Service for Mental Health : WHO Library

Cataloguing-in-Publication Data.

WHO. (2006). Investing in mental health.

http://www.who.int/mental_health/en/investing_in_mnh_final.pdf. diperoleh

tanggal 15 Mei 2013

WHO. (2011). Skizofrenia. http://www.who.int/mental_health/entity/. diperoleh tanggal 15

Mei 2013

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

EVALUASI TANDA DAN GEJALA RISIKO PERILAKU KEKERASAN

NAMA PASIEN : .......................... RUANGAN : ........................................ PENILAI : .................................

No. Tanda & Gejala Tanggal

I KOGNITIF

1 Tidak mampu mengontrol PK

2 Punya pikiran negatif dalam menghadapi stresor

3 Mendominasi pembicaraan

4 Meremehkan keputusan

5 Flight of idea

6 Menyalahkan orang lain

II AFEKTIF

1 Afek labil

2 Marah

3 Kecewa/ kesal

4 Curiga

5 Mudah tersinggung

6 Frustasi

7 Merasa tidak aman dan nyaman

8 Merasa jengkel

9 Dendam

10 Ingin memukul orang lain

III FISIOLOGIS

1 Muka merah

2 Pandangan tajam

3 Mengatup rahang dengan kuat

4 Mengepalkan tangan

5 Tekanan darah meningkat

6 Tonus Otot meningkat

7 Mual

8 Wajah tegang

9 Kewaspadaan meningkat

IV PERILAKU

1 Mondar-mandir

2 Melempar/memukul benda/ orang lain

3 Merusak barang

5 Agresif/ pasif

6 Sinis

7 Perilaku verbal ingin memukul

8 Memberontak

9 Nada suara keras

V SOSIAL

1 Bicara kasar

2 Suara tinggi, menjerit, berteriak

3 Mengancam secara verbal atau fisik

4 Pengasingan

5 Penolakan

6 Ejekan

7 Mentertawakan

8 Menarik diri

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN COGNITIVE …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-5/20391289-SP-Arya Ramadia.pdf · Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti ... keluarga dan lingkungan

EVALUASI KEMAMPUAN TERAPI GENERALIS RISIKO PERILAKU KEKERASAN

NAMA PASIEN : ........................ RUANGAN : ..................................... PENILAI : ............................................

No Tanda & Gejala Tanggal

I Kemampuan Mengenali RPK

1 Menyebutkan penyebab marah/ jengkel

2 Menyebutkan tanda dan gejala saat marah

3 Menyebutkan perilaku yang dilakukan saat marah

4

Menyebutkan akibat perilaku yang dilakukan saat

marah

II Kemampuan Terapi Generalis

1 Melakukan relaksasi napas dalam

2

Melakukan pukul bantal / kasur dan membereskan

kembali tempat tidur

3

Membereskan kembali tempat tidur setelah pukul

bantak

4 Meminta dengan baik pada orang lain

5

Menolak dengan baik ajakan/ permintaan orang lain

yang tidak masuk akal

6

Mengungkapkan perasaan jengkel / marah pada orang

lain dengan baik

7

Meminta dan minum obat dengan prinsip 6 benar (

nama obat, dosis, jenis, rute/cara minum, waktu minum

obat, efek terapeutik dan efek samping obat)

8

Mengontrol marah secara spritual : berdoa, istighfar,

sembahyang

Penerapan cognitive…., Arya Ramadia, FIK UI, 2014