universitas indonesia laporan praktek kerja …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366909-pr-nenden...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
CILANDAK, JAKARTA SELATAN
PERIODE 2 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NENDEN NURHASANAH, S.Farm.
1206329781
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
ii Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
CILANDAK, JAKARTA SELATAN
PERIODE 2 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Apoteker
NENDEN NURHASANAH, S.Farm.
1206329781
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
iii Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
iv Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
v Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jalan Fatmawati, Cilandak,
Jakarta Selatan Periode 2 September – 31 Oktober 2013.
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana
untuk mengembangkan wawasan kefarmasian mengenai pelayanan farmasi di
rumah sakit sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker dan merupakan
salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi
Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok.
Pada penyelesain penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
mengarahkan, yaitu kepada:
1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi atas
izin dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan
Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt sebagai Pejabat Sementara Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013.
3. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker dan
dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan
bantuan selama penulis menempuh pendidikan Apoteker di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia serta kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja
Profesi Apoteker.
4. Dr. Retnosari Andrajati, M.Si, Ph.D., Apt selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis
dalam penyusunan laporan ini.
5. Dra. Alfina Rianti, M.Pharm., Apt selaku Pembimbing umum atas waktu,
bantuan, bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
vi Universitas Indonesia
6. Dra. Maria S. Lesilolo, M.Pharm., Apt selaku Pembimbing lapangan,
terimakasih atas waktu serta bimbingan rutin selama berlangsungnya PKPA.
7. Seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Fatmawati yang telah memberikan
bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA)
8. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
9. Keluarga penulis atas dukungan doa, semangat dan materi yang tak pernah
putus.
10. Teman-teman apoteker UI 77, khususnya kelompok PKPA Fatmawati yang
telah menjadi tim yang kompak dalam menjalani hari-hari PKPA. Serta
teman-teman peserta PKPA dari Universitas Pancasila, ISTN, UNTAG dan
UBAYA.
11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini menjadi amal ibadah
yang dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan seluruh pihak yang
membacanya. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita
bimbingan dan balasan kebaikan atas amal ibadah kita. Amin.
Penulis
2014
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
vii Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
viii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Nenden Nurhasanah, S. Farm
NPM : 1206329871
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Cilandak
Apoteker di rumah sakit merupakan salah satu sumber daya manusia yang
mendukung serta terlibat dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan.
Dengan dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, calon Apoteker
diharapkan memahami peran dan tanggung jawab apoteker pada tiap bagian yang
melibatkan Apoteker di RSUP Fatmawati, mempunyai gambaran tentang hal-hal
terkait Farmasi Rumah Sakit serta mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah
dipelajari secara teoritis berkenaan dengan praktek di rumah sakit oleh calon
Apoteker. Setelah dua bulan PKPA ini dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) Fatmawati adalah melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan
pelayanan farmasi klinik. Beberapa masukkan yang dikemukakan meliputi
struktur organisasi, sistem pelaporan narkotik dan psikotropik, penyimpanan
sediaan produksi non steril, monitoring BSC produksi steril, pengaktifan kembali
program konseling, pemberian label LASA serta penempatan Apoteker di depo
IBS. Berkenaan dengan fungsi Apoteker dalam pelayanan farmasi klinik, maka
dibuatlah tugas khusus yang bertujuan untuk menilai kesesuaian terapi pasien
rawat inap yang menderita stroke (penyakit serebrovaskular). Terapi yang didapat
pasien dinilai telah sesuai, hanya saja diperlukan suatu neurotropik dan
penambahan dosis simvastatin untuk mencapai profil lipid yang diharapkan.
Kata kunci : RSUP Fatmawati, Laporan PKPA, Apoteker,
Farmasi Rumah Sakit.
Tugas umum : xii + 83 halaman; 16 lampiran
Tugas khusus : iv + 40 halaman; 5 tabel; 3 gambar
Daftar Acuan Tugas Umum : 12 (2003-2013)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 27 (1997-2013)
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
ix Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name :Nenden Nurhasanah , S. Farm
NPM :1206329871
Study Program :Profession of Apothecary - Specialization in Hospital Pharmacy
and Community
Title :Report of Advanced Pharmacy Practice Experiences at
Fatmawati Cental General Hospital Cilandak
Pharmacists in hospitals is one of the human resources that support and engage in
efforts to improve health care. This Advanced Pharmacy Practice Experiences
(APPE) expected the pharmacist cadidate to understand the role and
responsibilities of pharmacists in each section in hospital, had an overview of
related matters and apply knowledge of practical hospital pharmacy that
theoretically had been studied with respect with practice in the hospital. After two
months implemented APPE, it deduced that the roles and responsibilities of
pharmacists in hospital pharmacy was conducted pharmaceutical management and
clinical pharmacy services. The advise to increase the pharmacy’s services quality
includes organizational structure, reporting systems of narcotics and
psychotropics drugs, the storage of non sterile preparation product, monitoring
BSC for production sterile, reactivation counseling program, LASA’s labeling and
placement of Pharmacists in the IBS . Linked to the functions of pharmacists in
clinical pharmacy services, the specific task aimed to assess the suitability of
treatment of hospitalized patients who suffer a stroke (cerebrovascular disease).
Therapy patients was obtained appropriate, needed a neurotrophic and additional
doses of simvastatin for achieving expected lipid profile.
Keywords : Central General Hospital Fatmawati, Report
APPE, Pharmacist, Hospital Pharmacy.
General Assignment : xii + 83 pages; 16 appendixes
Specific Assignment : iv + 40 pages; 5 tables; 3 pictures
References of General Assignment : 12 (2003-2013)
References of Specific Assignment : 27 (1997-2013)
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH.............................................................................................................. vii
ABSTRAK.......................................................................................................... viii
ABSTRACT....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI....................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN UMUM ............................................................................ 4 2.1 Definisi Rumah Sakit..................................................................... 4
2.2 Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit ................................................... 4
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit ................................................................ 4
2.3.1 Berdasarkan Jenis Pelayanan ............................................ 4
2.3.2 Berdasarkan Pengelolaan .................................................. 6
2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati............................ 6
2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati ................................. 8
2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati ......................................... 8
2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati ................................................... 8
2.6 Visi dan Misi .................................................................................. 8
2.6.1 Motto dan Falsafah ............................................................. 9
2.6.2 Nilai .................................................................................... 9
2.6.3 Tujuan................................................................................... 10
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS........................................................... .............. 11 3.1 Instalasi Farmasi ............................................................................. 11
3.1.1 Bagan Organisasi .................................................................. 11
3.1.2 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan FRS ......................... 11
3.1.3 Analisa Kebutuhan Tenaga ................................................... 12
3.1.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ........................................... 13
3.1.5 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alkes 15
3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati................................................ 16
3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi ........................... 17
3.2.2 Visi Instalasi Farmasi ............................................................. 18
3.2.3 Misi Instalasi Farmasi ............................................................. 18
3.2.4 Tujuan Instalasi Farmasi ......................................................... 18
3.2.5 Nilai – nilai Instalasi Farmasi .................................................. 19
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
xi Universitas Indonesia
3.2.6 Kegiatan Farmasi Klinik ........................................................... 19
3.2.7 Ruang Lingkup Kegiatan Farmasi ........................................... 30
3.3 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati................................... 55
BAB 4. PEMBAHASAN .................................................................................. 57
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 80
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 80
5.2 Saran ............................................................................................... 80
DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 82
LAMPIRAN....................................................................................................... 84
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
xii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi RSUP Fatmawati....................................... 84
Lampiran 2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati........ 85
Lampiran 3 Alur Pengkajian Resep................................................................. 86
Lampiran 4 Alur Pemantauan Efek Samping Obat......................................... 87
Lampiran 5 Alur Kegiatan Pemantauan Interaksi Obat................................. 88
Lampiran 6 Alur Penyimpanan Resep dan Arsip ........................................ 89
Lampiran 7 Alur Pemusnahan Resep dan Arsip ........................................... 90
Lampiran 8 Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi......................................... 91
Lampiran 9 Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi oleh Tim Penerima ..... 92
Lampiran 10 Alur Masuk ke Ruang Produksi Aseptik .................................. 93
Lampiran 11 Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap 94
Lampiran 12 Prosedur Penyiapan Obat Rawat Jalan Secara Individual
Prescription.................................................................................. 95
Lampiran 13 Alur Pelayanan Resep di Depo Askes ...................................... 96
Lampiran 14 Alur Distribusi Obat secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati ......................................................................... 97
Lampiran 15 Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo
Instalasi Bedah Sentral........................................................... 98
Lampiran 16 Alur Program Pelayanan Informasi Obat................................... 99
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang harus
diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Ditegaskan dalam UU No. 36 Tahun 2009, kesehatan
merupakan hak asasi setiap manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Upaya kesehatan
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meingkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peingkatan kesehatan, pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan promotif, kuratif dan
rehabilitatif diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan. Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan
teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Dalam UU. No 44 tahun 2009 tertulis, Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.
Dalam keberlangsungannya sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, suatu
rumah sakit membutuhkan sediaan farmasi serta alat kesehatan yang bermutu,
bermanfaat, aman dan terjangkau. Adanya bagian kefarmasian merupakan salah
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
satu syarat yang harus dipenuhi oleh rumah sakit. Yang dimaksud dengan
"instalasi farmasi" dalam penjelasan UU. No. 44 Tahun 2009 adalah bagian dari
Rumah Sakit yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur
dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan
pembinaan teknis kefarmasian di Rumah Sakit.
Dalam PP 51 tahun 2009 disebutkan bahwa untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran dan pelayanan
sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan yaitu tenaga kefarmasian yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian.
Apoteker di rumah sakit merupakan salah satu sumber daya manusia yang
mendukung serta terlibat dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan, maka
setiap calon Apoteker harus meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan,
dan keahlian di bidang kefarmasian sehingga calon apoteker setidaknya
mempunyai bekal untuk memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang
profesional.
Sesuai dengan Pasal 5 butir c dan d, fungsi rumah sakit adalah
melaksanakan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan
penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Oleh karena itu pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Jakarta
karena RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit pemerintah yang dapat
memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan
penelitian diseluruh disiplin ilmu.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
3
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah
sebagai berikut :
a. Calon Apoteker memahami peran dan tanggung jawab apoteker pada tiap
bagian yang melibatkan Apoteker di RSUP Fatmawati diantaranya di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS), dan Tim Farmasi dan Terapi (TFT).
b. Memberi gambaran pada calon Apoteker tentang hal-hal terkait Farmasi
Rumah Sakit sehingga calon Apoteker mempunyai bekal untuk bertindak
sesuai dengan kode etik dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem
pelayanan rumah sakit.
c. Mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah dipelajari secara teoritis
berkenaan dengan praktek di rumah sakit oleh calon Apoteker.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit (UU RI No. 44/2009)
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit
mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009, rumah sakit dapat diklasifikasikan
berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
2.3.1 Berdasarkan jenis pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
2.3.1.1 Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
terdiri dari:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain, dan
13 (tiga belas) subspesialis.
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2
(dua) subspesialis dasar.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis
dasar.
2.3.1.2 Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Klasifikasi
Rumah Sakit Khusus terdiri atas :
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A
Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
b. Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C
Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.
2.3.2 Berdasarkan pengelolaan
Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi Rumah
Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat.
2.3.2.1 Rumah Sakit Publik
Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang
dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah
Sakit Privat.
2.3.2.2 Rumah sakit privat
Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Pendirian Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari
gagasan Ibu Fatmawati Soekarno untuk mendirikan rumah sakit tuberkulose anak
yang dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dengan dana
yang dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana
Bantuan Kementerian Sosial RI dilaksanakan pembangunan Gedung Rumah Sakit
Ibu Soekarno.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah
menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan
kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai
hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu
Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya pada tahun 1984
RSU Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan
tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan.
Dalam perkembangan Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit
Unit Swadana Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni tahun
1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun
1997 sesuai dengan diberlakukannya UU No.27 Tahun 1997, rumah sakit
mengalami perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan
Negara Bukan Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati
ditetapkan sebagai RS Perjan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.117 tahun
2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta. Pada
tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.1243/MENKES/SK/VIII/2005 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).
Dalam penilaian Tim Akreditasi Rumah Sakit, tahun 1997 RS Fatmawati
memperoleh Status Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP
Fatmawati memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12
pelayanan. Kemudian pada tahun 2004 RSUP Fatmawati terakreditasi 16
Pelayanan dan pada tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat
Lengkap 16 Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan
Unggulan Orthopaedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri
Kesehatan No.424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati
telah menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001 :
2007 dan saat ini (Mei 2013) sedang menuju untuk mendapatkan sertifikat JCI
(Joint Commission International).
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati
2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan upaya
penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi,
terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan, dan penelitian.
2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati
Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan:
a. Pelayanan medis
b. Pelayanan penunjang medis dan non medis
c. Pelayanan dan asuhan keperawatan
d. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit
e. Pelayanan rujukan
f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan
g. Penelitian dan pengembangan
h. Administrasi umum dan keuangan
2.6 Visi dan Misi
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan,
paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP
Fatmawati Nomor: HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, yang dimaksud dengan terdepan,
paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan:
a. Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap;
b. Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care)
serta tuntas;
c. Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah - kaidah IPTEK terkini;
d. Menjangkau seluruh lapisan masyarakat; dan
e. Berorientasi kepada para pelanggan.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
Misi dari RSUP Fatmawati adalah:
a. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan
penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan
rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis.
b. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
c. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta
berdaya saing tinggi.
d. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini.
e. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya
manusia.
2.6.1 Motto dan Falsafah
Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan Pada Kami” sedangkan
falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah:
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai - nilai luhur kemanusiaan
c. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama
d. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan
e. Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan
2.6.2 Nilai
Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional,
komunikatif, dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas.
2.6.2.1 Jujur
Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas.
2.6.2.2 Profesional
Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan peka budaya).
2.6.2.3 Komunikatif
Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
2.6.2.4 Ikhlas
Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan.
2.6.2.5 Peduli
Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.
2.6.3 Tujuan
Tujuan RSUP Fatmawati adalah:
a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi
kaidah keselamatan pasien (patient safety)
b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang
terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian.
d. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan
pelanggan.
e. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya
manusia rumah sakit.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
11 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1 Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit atau
bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu
oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian, yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar,
2003).
3.1.1 Bagan organisasi
Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi, kewenangan, dan fungsi. Kerangka organisasi minimal
mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi
klinik dan manajemen mutu, dan selalu harus dinamis sesuai perubahan yang
dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur
organisasi RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.1.2 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
3.1.2.1 Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi merupakan badan yang membantu pimpinan
rumah sakit dalam menetapkan kebijakan tentang obat dan penggunaan obat di
rumah sakit. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi - spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya. Panitia Farmasi dan Terapi sekurang - kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
orang yaitu dokter, apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga
dokter bisa lebih dari tiga orang yang mewakili semua staf medik fungsional
yang ada. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di
seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini.
Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan
formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan
obat yang diterima/ disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di
rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan.
3.1.2.2 Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri
dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan
lainnya.
3.1.2.3 Panitia lain yang terkait dengan tugas farmasi rumah sakit
Apoteker juga berperan dalam tim/ panitia yang menyangkut dengan
pengobatan antara lain:
a. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit
b. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri
c. Tim penanggulangan AIDS
d. Tim transplantasi
e. Tim PKMRS, dan lain - lain.
3.1.3 Analisa kebutuhan tenaga
3.1.3.1 Jenis ketenagaan
a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga apoteker, sarjana farmasi,
dan asisten apoteker (AMF, SMF)
b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator komputer atau
teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi
c. Pembantu pelaksana
3.1.3.2 Beban kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor - faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
a. Kapasitas tempat tidur dan BOR
b. Jumlah resep atau formulir per hari
c. Volume perbekalan farmasi
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
d. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian rawat
inap)
3.1.3.3 Jenis pelayanan
a. Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat)
b. Pelayanan rawat inap intensif
c. Pelayanan rawat inap
d. Pelayanan rawat jalan
e. Penyimpanan dan pendistribusian
f. Produksi obat
3.1.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaam perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan dimulai dari
pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
3.1.4.1 Pemilihan
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standardisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan
seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan pada transaksi
pembelian.
3.1.4.2 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar - dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain metode konsumsi, metode morbiditas atau epidemiologi, dan
metodekombinasi konsumsi dan mobirditas. Metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
3.1.4.3 Pengadaan
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan
farmasi, maupun sumbangan atau droping atau hibah.
3.1.4.4 Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
3.1.4.5 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi (penitipan barang dari pemilik kepada suatu pihak untuk
dijualkan) atau sumbangan.
3.1.4.6 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
3.1.4.7 Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik.
a. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan kegiatan
pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat
inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau
desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep
perorangan, sistem unit dosis, dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
15
Universitas Indonesia
b. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan.
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan kegiatan
pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat
jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau
desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh apotik rumah sakit.
c. Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja
Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan
pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar
jam kerja yang diselenggarakan oleh:
1) Apotik rumah sakit/ satelit farmasi yang dibuka 24 jam
2) Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi
3.1.5 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Merupakan pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin
penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan
terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan
dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan
lainnya. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
3.1.5.1 Pengkajian resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari
seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
3.1.5.2 Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interpretasi, menyiapkan/ meracik obat, memberikan label/ etiket,
penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem
dokumentasi.
3.1.5.3 Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan
yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
3.1.5.4 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
3.1.5.5 Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk
mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan
pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
3.1.5.6 Pemantauan kadar obat dalam darah
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena indeks terapi yang sempit.
3.1.5.7 Ronde atau visite
Ronde atau visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat
inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
3.1.5.8 Pengkajian penggunaan obat
Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker) satu-satunya
di Rumah Sakit yang menjalankan fungsi pengelolaan perbekalan farmasi dengan
sistem satu pintu. Instalasi Farmasi berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP
Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan
Kepala Instalasi Farmasi dan satu orang Wakil Kepala Instalasi yang membawahi
15 (lima belas) orang Penyelia, yaitu:
a. Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3)
b. Penyelia Depo Askes
c. Penyelia Depo IGD dan IRI
d. Penyelia Depo IBS
e. Penyelia Depo Teratai - IRNA A
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
f. Penyelia Depo Teratai - IRNA B
g. Penyelia Depo Griya Husada
h. Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto
i. Penyelia Gudang Farmasi
j. Penyelia Produksi Farmasi
k. Penyelia Sistem Informasi
l. Penyelia Distribusi dan Penerimaan
m. Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi
n. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
o. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi
Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 2.
3.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi
Tugas Pokok Instalasi Farmasi adalah:
a. Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.
b. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan
farmasi di RSUP Fatmawati.
c. Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas
pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.
d. Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan
kefarmasian di RSUP Fatmawati.
e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat.
f. Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi
kefarmasian.
Fungsi instalasi farmasi adalah:
a. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas
pelayanan kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati
dengan pihak - pihak terkait.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
b. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP
Fatmawati.
c. Turut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP
Fatmawati berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
d. Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi
serta tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi
di RSUP Fatmawati.
3.2.2 Visi Instalasi Farmasi
Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna,
Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia.”
3.2.3 Misi Instalasi Farmasi
Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien.
b. Mengupayakan pencapaian rasionalisasi penggunaan obat di RSUP
Fatmawati.
c. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif dan
efisien.
d. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang
orthopedi dan rehabilitasi medik.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
3.2.4 Tujuan Instalasi Farmasi
Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Menjamin pelayanan farmasi rumah sakit yang profesional dan
bertanggung jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah
sakit.
b. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien.
c. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi
seluruh masyarakat rumah sakit.
d. Meningkatkan peran instalasi farmasi sebagai bagian integral dari tim
pelayanan kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari
pelayanan farmasi.
e. Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit,
masyarakat, serta lingkungan.
f. Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan
pelatihan.
g. Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan, analisa dan evaluasi
pelayanan.
h. Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi.
3.2.5 Nilai - nilai Instalasi Farmasi
Nilai - nilai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:
a. Profesional
b. Benar dan aman (safety)
c. Penuh tanggung jawab
d. Jujur
e. Ramah dan peduli (care)
3.2.6 Kegiatan Farmasi Klinik
3.2.6.1 Pengkajian Resep
Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan skrining
resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan administratif,
farmasetis dan klinis. Pengkajian peresepanobat dilakukan terhadap resep pasien
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk resep yang telah
memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel keterangan
“Resep atau Obat telah di review Farmasi” pada resep pasien. Untuk resep yang
belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi dengan Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi permasalahan yang
ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Prosedur:
a. Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan:
1) Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap internal
dari RSUP Fatmawati
2) Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan RSUP
Fatmawati
b. Pelaksanaan skrining resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi Farmasi
untuk menilai kelengkapan:
1) Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak:
a) Nama dokter
b) Tanggal penulisan resep
c) Tanda tangan / paraf dokter penulis resep
d) Nomor rekam medik pasien
e) Nama pasien
f) Umur pasien
g) Jenis kelamin pasien
h) Berat badan pasien
i) Nama obat
j) Jumlah yang diminta dalam resep obat
k) Aturan pemakaian obat
2) Persyaratan Farmasetis dengan menilai:
a) Bentuk sediaan
b) Kekuatan sediaan
c) Kompatibilitas / ketercampuran farmasetis
d) Stabilitas sediaan
e) Cara penyimpanan obat
3) Persyaratan Klinis dengan menilai:
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
a) Indikasi obat
b) Riwayat alergi obat
c) Duplikasi pengobatan
d) Interaksi obat dengan obat
e) Interaksi obat dengan makanan
f) Kontra indikasi obat
g) Biaya obat
c. Pelaksanaan kegiatan komunikasi oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi
Farmasi dengan dokter penulis resep
1) Untuk konfirmasi bila ditemukan
a) Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep
b) Ketidaklengkapan pada aspek farmasetis resep
c) Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep
d) Resep tidak terbaca
e) Obat tidak tersedia
f) Temuan masalah resep lainnya
2) Klarifikasi dan problem solving
a) Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep
b) Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan
dengan komunikasi melalui telepon
d. Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau
Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep.
e. Pelaksanaan penandaan resep yang telah di skrining oleh Apoteker atau
Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan:
1) Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda”
berupa stempel keterangan “Resep telah di review Farmasi” pada resep
pasien.
2) Penandaan cap stempel HETIP yaitu:
a) Harga (billing)
b) Etiket
c) Timbang
d) Isi
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
e) Penyerahan dan pemeriksaan
3) Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak dapat diklarifikasi
kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada user
(pemilik resep)
3.2.6.2 Pengkajian penggunaan obat
Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengkajian
penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur
dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan pengkajian penggunaan
obat adalah:
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan/ dokter tertentu.
b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/ dokter satu
dengan yang lain.
c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Faktor - faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian penggunaan
obat antara lain:
a. Indikator peresepan
b. Indikator pelayanan
c. Indikator fasilitas
Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian
penggunaan obat secara prospektif merupakan kegiatan penilaian (assessment)
terhadap pengobatan pasien selama pasien menjalani pengobatan. Kegiatan
pengkajian penggunaan obat secara retrospektif dilakukan dengan mengumpulkan
data dari catatan rekam medik pasien pada periode tertentu. Kegiatan pengkajian
penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan Standar Prosedur Operasional
(SPO) pengkajian penggunaan obat. Kegiatan dilakukan oleh apoteker dengan
menilai adanya potensial drug related problem (DRP), yaitu:
a. Kesesuaian indikasi obat dengan diagnosa
b. Ketepatan pemilihan obat
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
c. Dosis terlalu tinggi
d. Dosis terlalu rendah
e. Efek samping obat
f. Interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan uji
laboratorium.
g. Ketidakpatuhan pasien, misalnya karena obat tidak tersedia, pasien tidak
mampu mendapatkan obat yang diinginkan, pasien tidak bisa menelan obat,
pasien tidak mengerti instruksi pemberian obat, pasien lebih suka tidak
mendapatkan pengobatan atau pasien lupa dalam pengobatan.
h. Pasien menerima terapi obat yang tidak diperlukan
Apoteker yang dapat melakukan kegiatan review pengobatan adalah apoteker
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdaftar sebagai tenaga apoteker di RSUP Fatmawati
b. Mempunyai Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
c. Telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam orientasi internal
Pada pasien rawat inap, pengkajian resep dan penggunaan obat ditujukan untuk
evaluasi terhadap resep dan pengobatan pasien. Untuk pengobatan yang telah
memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel keterangan
“Resep atau Obat telah di review Farmasi” pada Rekam Medik (RM) pasien.
Untuk obat yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan
komunikasi dengan DPJP untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan
terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian resep pada Lampiran 3.
3.2.6.3 Visite
Pelayanan kefarmasian saat ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan obat,
namun telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien
(pharmaceutical care). Hal ini juga berlaku bagi apoteker yang berada dalam
lingkup rumah sakit. Apoteker rumah sakit diharapkan mampu memberikan
pelayanan kefarmasian kepada setiap individu pasien untuk memastikan bahwa
pengobatan yang diberikan kepada setiap pasien adalah pengobatan yang rasional.
Salah satu contoh kegiatan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
pasien adalah praktek apoteker ruang rawat (ward pharmacist) dengan visite
sebagai salah satu aktivitasnya.
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker
kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik.
Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara aktif dengan
tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses penetapan keputusan
terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan oleh apoteker bertujuan
untuk:
a. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien,
perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komprehensif
b. Memberikan informasi mengenai farmakologi farmakokinetika, bentuk sediaan
obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien
c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam
pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi
d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat
akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya
Sebelum memulai praktek visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu
membekali diri dengan berbagai pengetahuan minimal: patofisiologi, terminologi
medik, farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi,
farmakoepidemiologi, interpretasi data laboratorium, dan data penunjang
diagnostik lainnya. Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain
yang harus dipertimbangkan adalah jumlah sumber daya manusia
(apoteker). Terkait keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan
pasien yang menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien
yang dapat menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut:
a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama);
b. Pasien dalam perawatan intensif;
c. Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat;
d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan ginjal;
e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical
value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin;
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
f. Pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit akan berpotensi
menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal.
Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan pelayanan
visite maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi
penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh dari rekam medik,
wawancara dengan pasien atau keluarga. Setelah informasi didapatkan maka
selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat. Pengkajian yang dilakukan
yaitu pengkajian bagi pasien dengan terapi obat yang memiliki risiko mengalami
masalah terkait penggunaan obat baik yang aktual (nyata terjadi) maupun yang
potensial (mungkin terjadi).
Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau bersama dengan
tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi. Kegiatan visite mandiri
dimulai dengan melakukan perkenalan diri kepada pasien, mendengarkan respon
yang disampaikan oleh pasein setelah itu apoteker mengidentifikasi masalah lalu
memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait
penggunaan obat. Untuk kegiatan visite tim dimulai dengan memperkenalkan diri
kepada pasien dan atau tim, mengikuti dengan seksama presentasi kasus yang
disampaikan, memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah
terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dan
melakukan pemantauan efektivitas serta keamanan penggunaan obat.
Setelah melakukan praktek visite, maka tahapan yang harus dilakukan adalah
melakukan dokumentasi yang bertujuan untuk menjamin akuntabilitas dan
kredibilitas, sebagai dasar untuk evaluasi dan perbaikan mutu kegiatan serta
sebagai materi pendidikan dan penelitian kegiatan.
a. Monitoring efek samping obat
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping.
Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap obat, pada
dosis lazim untuk manusia, yang merugikan atau tidak diharapkan untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi. Efek samping dapat dicegah dengan menghindari
faktor-faktor resiko. Adanya efek samping obat dapat meningkatkan morbiditas
sehingga meningkatkan penderitaan, lama perawatan serta kematian. Alur
pemantauan efek samping obat dapat dilihat pada Lampiran 4. MESO berguna
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
bagi badan pengawas obat, perusahaan obat dan juga akademisi. Tujuan
diadakannya MESO diantaranya adalah :
1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang
2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang baik yang
sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan.
3) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau
mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka
kejadian dan hebatnya efek samping obat
4) Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan
5) Membuat peraturan yang sesuai
6) Memberi peringatan pada masyarakat umum bila dibutuhkan
7) Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO
MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :
1) Laporan insidentil
Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit atau
laporan kasus di majalah.
2) Laporan sukarela
Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat
3) Laporan intensif di RS.
Data yang diperoleh untuk laporan ini berasal dari data yang terkumpul
kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan lain - lain). Data
yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim.
4) Laporan wajib
Adalah peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan efek
samping obat di tempat tugas atau praktek sehari-hari.
5) Laporan lewat catatan medik
Data yang dikumpul melalui riwayat penyakit serta pengobatan yang diterima.
b. Pelayanan informasi obat
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
27
Universitas Indonesia
oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Kegiatan
pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai obat
kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit serta untuk
membuat kebijakan – kebijakan yang berhubungan dengan obat (terutama bagi
Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi obat yang rasional. Luas
ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi obat adalah:
1) Rumah sakit dengan kapasitas 200 tempat tidur : 20 m2
2) Rumah sakit dengan kapasitas 400 – 600 tempat tidur : 40 m2
3) Rumah sakit dengan kapasitas 1300 tempat tidur : 70 m2
Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan atau sumber
referensi yang memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip
dan kartu arsip. Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah :
1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif
dan pasif.
2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
3) Membuat buletin, leaflet serta label obat.
4) Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan
penyusunan Formularium Rumah Sakit.
5) Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien
rawat jalan dan rawat inap.
6) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
7) Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian.
c. Monitoring interaksi obat
Program pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati meliputi tata cara
melakukan pemantauan serta pencegahan terhadap interaksi antara obat dengan
obat maupun antara obat dengan makanan yang digunakan oleh pasien di rawat
inap RSUP Fatmawati. Kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan
tahapan dari proses penilaian interaksi obat hingga pemberian rekomendasi
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
penanggulangan interaksi obat kepada dokter penanggung jawab pasien. Pada saat
mengevaluasi interaksi obat, hal yang perlu dipertimbangkan adalah level
signifikan dari interaksi yang sedang atau akan terjadi. Beberapa alternatif
pemecahan masalah yang dapat digunakan adalah :
1) Penggantian dengan obat yang lebih aman.
2) Pengaturan jadwal penggunaan.
3) Penurunan dosis obat.
4) Pemberian antidot/ pramedikasi sebelum penggunaan obat.
Alur kegiatan pemantauan interaksi obat menurut SPO yang ada dapat dilihat
pada Lampiran 5.
3.6.2.4 Konseling obat
Konseling obat adalah suatu proses yang sistematis untuk menjelaskan dan
memberikan pemahaman bagi pasien tentang pengobatan yang mereka gunakan
serta untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan pasien berkaitan
dengan penggunaan obat. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
penggunaan obat. Prosedur konsultasi obat adalah tata cara dalam pemberian
pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar dan aman.
Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan harus
dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat menjelaskan kepada pasien
atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan sehingga dapat menghindari
kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan
dengan menggunakan prosedur konsultasi obat atau pelayanan informasi obat
(PIO). Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh
apoteker pada pasien dengan kriteria:
a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker.
b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker.
c. Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang akan
pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap.
Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh apoteker di
ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat jalan
dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien tertentu diantaranya:
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
a. Pasien dengan rujukan dokter untuk berkonsultasi dengan apoteker.
b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan apoteker.
c. Pasien dengan penggunaan obat khusus seperti:
1) Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi).
2) Pasien dengan pengobatan kronis.
3) Pasien dengan riwayat alergi.
4) Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi.
5) Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi,
pengobatan HIV/ AIDS, pengobatan Tuberkulosis.
Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konsultasi dilakukan
oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat oleh
apoteker dengan tahapan berikut:
a. Perkenalan.
b. Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya.
c. Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap. Penjelasan obat
meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan obat, cara pemakaian
obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek samping obat yang mungkin
terjadi, cara pemakaian obat yang benar, interaksi antara obat dan makanan
baik yang potensial maupun aktual, dan informasi lain yang mendukung.
d. Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan.
e. Penutup.
3.6.2.5 Edukasi farmasi
Program edukasi farmasi adalah rangkaian proses pendidikan dan penyampaian
informasi tentang obat kepada pasien, keluarga pasien dan masyarakat. Program
ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman yang benar mengenai obat,
terwujudnya kepatuhan terkait dengan penggunaan obat secara benar. Prosedur
program edukasi farmasi dilakukan dengan pembuatan jadwal apoteker untuk
kegiatan edukasi berdasarkan topik bahasan tentang obat pada tiap bulan oleh
penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi. Pelaksanaan sosialisasi kepada
petugas yang telah ditentukan namanya dalam jadwal oleh penyelia administrasi
dan SDM Instalasi Farmasi tentang waktu pelaksanaan dan tema edukasi yang
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
30
Universitas Indonesia
telah dibuat melalui telepon atau copy lembar jadwal. Pelaksanaan pengumpulan
materi edukasi oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi dalam
bentuk power point atau makalah atau lainnya dalam softcopy atau hardcopy dari
apoteker pembicara minimal dua hari sebelum pelaksanaan kegiatan. Pelaksanaan
kegiatan edukasi oleh apoteker ditentukan dengan metode:
1. Penyampaian materi presentasi terbuka dan diskusi (tanya jawab) antara
pembicara dan peserta selama waktu yang telah disepakati (minimal selama 60
menit).
2. Seluruh peserta yang hadir mengisi daftar hadir yang akan digunakan sebagai
materi evaluasi pelaksanaan kegiatan.
3.2.7 Ruang Lingkup Kegiatan Farmasi
3.2.7.1 Tata Usaha Farmasi
Kegiatan yang dilakukan di Tata Usaha Farmasi adalah seluruh kegiatan
administrasi dan pelaporan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Terdapat 2
penyelia Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia Pencatatan dan Pelaporan serta
Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan
bertanggung jawab dalam pencatatan seluruh surat masuk dan surat keluar,
pembuatan laporan dan penyimpanan arsip. Penyelia Tata Usaha dan SDM
Farmasi bertanggung jawab dalam administrasi seluruh pegawai Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati, dari absensi atau kehadiran sampai cuti dan lembur pagawai.
Penyelia Tata Usaha dan SDM juga bertanggung jawab dalam pengurusan klaim
untuk seluruh pasien dengan jaminan sosial.
Pengiriman surat keluar Instalasi Farmasi dalam lingkup rumah sakit
ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, sedangkan pengiriman surat keluar
untuk lingkungan eksternal rumah sakit melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah
Sakit. Pembuatan laporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati yang dilakukan
oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan adalah sebagai berikut:
a. Pengambilan dan perekapan data untuk penyusunan laporan
1) Pengambilan data dari gudang farmasi berupa catatan
permintaan barang floor stock atau pemakaian perbekalan farmasi
dari semua satuan kerja berdasarkan formulir permintaan barang
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan keuangan dan catatan
permintaan obat atau alkes depo farmasi ke gudang farmasi untuk
pembuatan laporan pengeluaran perbekalan farmasi per depo
farmasi.
2) Pengambilan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat - obat
narkotika dan psikotropika di gudang farmasi dan seluruh depo
farmasi oleh Kepala Perbekalan Instalasi Farmasi setiap akhir
bulan untuk narkotika dan setiap akhir tahun untuk psikotropika
untuk pembuatan laporan masing-masing penggunaannya.
3) Pengambilan data jumlah penulisan resep obat dengan nama
generik dan non generik dari catatan pemantauan penulisan resep
obat generik di depo - depo farmasi setiap akhir bulan untuk
pembuatan laporan pemantauan penulisan resep obat generik.
4) Pengambilan data catatan tagihan obat pasien per depo farmasi
untuk pembuatan laporan tagihan obat pasien per depo farmasi.
5) Pengambilan data dari catatan lembar resep dan jumlah resep depo
farmasi dari pasien rawat jalan (poliklinik) dan pasien rawat inap
(ruangan) di depo - depo farmasi untuk pembuatan laporan
kegiatan instalasi farmasi.
6) Pengambilan data kwitansi dan faktur pembelian perbekalan
farmasi dari catatan pemakaian kas kecil instalasi farmasi
untuk pembuatan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi.
b. Penyusunan laporan bulanan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati oleh
Penyelia Pencatatan dan Pelaporan.
1) Penyusunan laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi
tiap depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non
generik, laporan tagihan obat pasien tiap depo farmasi, laporan
kegiatan instalasi farmasi, dan laporan pemakaian kas kecil instalasi
farmasi setiap bulan.
2) Pembuatan laporan pemakaian obat narkotika setiap bulan dan laporan
pemakaian obat psikotropika setiap akhir tahun oleh Kepala Instalasi
Farmasi.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dilakukan ke
Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat pengantar yang
ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu dikirim ke Dinas
Kesehatan Jakarta Selatan. Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran
perbekalan farmasi per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik
dan non generik, laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan
kegiatan instalasi farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan
Kepala Instalasi Rekam Medik dan Informasi Kesehatan. Pemisahan arsip yang
akan disimpan oleh Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas:
a) Arsip surat masuk, surat keluar, SK Direktur RSUP Fatmawati dan SK
Kemenkes. Alur ini dapat dilihat pada lampiran 6 yaitu alur
penyimpanan arsip.
b) Arsip Kepegawaian yang terdiri dari map masing-masing pegawai
Instalasi Farmasi
c) Arsip laporan – laporan
d) Arsip resep rawat jalan dan rawat inap. Alur penyimpanan resep dapat
dilihat pada lampiran 6.
e) Arsip catatan kehadiran pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.
f) Arsip catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.
g) Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
h) Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
Untuk pemusnahan arsip di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilakukan pada
awal tahun untuk arsip laporan dan resep yang berumur lebih dari 3 tahun serta
arsip surat masuk dan keluar yang berumur labih dari 5 tahun. Alur pemusnahan
resep dan arsip dapat dilihat pada lampiran 7.
3.2.7.2 Gudang
Kegiatan yang dilakukan di Gudang Farmasi merupakan proses kegiatan
pengelolaan perbekalan farmasi. Dalam menjalankan kegiatannya, terdapat empat
penyelia di gudang farmasi yaitu: penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan
perbekalan farmasi, penyelia distribusi dan penerimaan dan penyelia sistem
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
33
Universitas Indonesia
informasi farmasi. Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati
antara lain:
a. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam
proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan dari perencanaan
perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi
sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit
(Dirjen Binfar Alkes, 2008).
Perencanaan dilakukan setiap bulan yaitu pada tanggal 10-20 tiap bulan untuk
memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi bulan berikutnya. Perencanaan
dilakukan dengan menggunakan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
dan usulan masing-masing depo farmasi. Dalam metode komsumsi, data yang
digunakan adalah analisa penjualan masing-masing depo dan penggunaan obat
dan alkes floor stock masing-masing ruangan selama 3 bulan terakhir; terutama 1
bulan sebelumnya, melihat data stok obat yang ada dan anggaran yang tersedia.
Perencanaan yang dibuat oleh penyelia gudang farmasi diantaranya adalah
perencanaan obat, alkes habis pakai, gas medik, reagen, bahan baku, dan
kebutuhan untuk instalasi radiologi seperti film rontgen. Dasar perencanaan
merujuk pada daftar obat dalam formularium, DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) ,
DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), obat bebas dan generik. Perencanaan
yang telah dibuat akan ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi
b. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui. Tujuan pengadaan adalah mendapatkan perbekalan
farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang
terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga dan
waktu berlebihan (Dirjen Binfar Alkes, 2008).
Perencanaan yang telah ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi kemudian
dikirimkan ke Direksi RSUP Fatmawati untuk mendapatkan persetujuan
pengadaan. Pertama, perencanaan dikirimkan ke Direktur Medik dan
Keperawatan yang selanjutnya dikirimkan ke Direktur Keuangan. Direktur
Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan dikirim kembali ke Direktur
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
34
Universitas Indonesia
Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya mengirimkan ke Direktur Utama
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah mendapat persetujuan pengadaan,
data perencanaan disampaikan ke PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). PPK
akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri
(HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan dikirim ke Direktur Keuangan,
yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran untuk disetujui dan dikirim
kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur Keuangan, HPS akan dikirimkan
ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta, maka diberikan kepada Pejabat
Pengadaan Medik untuk dilakukan pemilihan harga. Bila perencanaan di atas
200 juta, maka harus ke ULP untuk dilakukan lelang secara LPSE (Layanan
Pengadaan Secara Elektronik). Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan
(SP) untuk perencanaan di bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Perintah
Kerja (SPK) untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200 juta, dan
mengirimkan ke distributor terkait. Alur pengadaan perbekalan farmasi dapat
dilihat pada Lampiran 8.
Obat-obat cito dapat diadakan dengan cara pembelian langsung, syarat pembelian
langsung obat-obat cito adalah kurang dari 20 juta. Pengadaannya dilakukan
dengan membuat disposisi untuk meminta persetujuan Direktur Medik dan
Keperawatan untuk menggunakan kas kecil Pejabat Pengadaan Medik,
sedangkan bila di luar jam kerja menggunakan kas kecil Duty Manager.
Pengadaan obat juga dilakukan untuk obat gratis atau hibah dari pemerintah,
yaitu obat HIV, obat TBC dan Metadon. Pengadaan obat-obat ini dilakukan oleh
masing-masing penanggung jawab obat pemerintah, berdasarkan laporan
pemakaian obat yang disusun setiap bulannya.
c. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai aturan kefarmasian. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin
perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah
maupun waktu kedatangan (Dirjen Binfar Alkes, 2008).
Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Tim Penerima Barang
berdasarkan Surat Pesanan (SP) yang dibuat oleh ULP (Unit Layanan Penyedia),
tender, konsinyasi atau sumbangan pada. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada pada
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
35
Universitas Indonesia
lampiran 9 yaitu alur penerimaan perbekalan farmasi oleh tim penerima. Prosedur
penerimaan perbekalan farmasi ialah sebagai berikut:
1) Perbekalan farmasi yang berasal dari distributor atau rekanan atau rumah sakit
atau apotik atau donatur diterima oleh Tim Penerima Barang Medik,
selanjutnya diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan
perbekalan farmasi di luar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang
Medik untuk obat atau alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk
obat-obat cito yang datang di luar jam kerja, maka diserahkan ke Depo IGD
untuk selanjutnya diserahterimakan ke Tim Penerima Barang Medik.
2) Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima Barang
Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan:
a) Faktur perbekalan farmasi;
b) Kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan Surat Pesanan atau SPK;
c) Kondisi perbekalan farmasi;
d) Jumlah perbekalan farmasi;
e) Tanggal kadaluwarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan farmasi
tertentu (vaksin atau reagensia) dapat kurang dari 2 tahun dengan
persetujuan user;
f) Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin untuk
alat kesehatan sedangkan Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan
berbahaya.
3) Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia Gudang
Farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang dari Tim Penerima Barang
Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang.
4) Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi yang
akan diserahkan ke Bagian Akuntansi.
5) Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang
Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi.
6) Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi.
d. Penyimpanan
Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
36
Universitas Indonesia
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat (Dirjen Binfar
Alkes, 2008). Prosedur penyimpanan perbekalan farmasi yang dilakukan di RSUP
Fatmawati adalah:
1) Pelaksanaan penyimpanan perbekalan farmasi oleh petugas farmasi dengan
memperhatikan faktor - faktor sebagai berikut:
a) Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada tempat yang terpisah
sesuai dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan
bentuk sediaan serta jenisnya dan disusun secara alfabetis.
P enyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi RSUP Fatmawati
dibedakan menjadi empat ruang besar yakni :
i. Ruang penyimpanan alat kesehatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan
kegunaan (fungsi) dan ukurannya.
ii. Ruang penyimpanan cairan atau elektrolit (infus). Cairan disimpan di
ruang yang terpisah dengan sediaan injeksi dan alat kesehatan.
Disusun di dalam dus dan diletakkan di atas pallet.
iii. Ruang penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid sediaan
tablet, obat injeksi dan semisolid disusun berdasarkan suhu kestabilan,
bentuk sediaan dan alfabetis.
iv. Ruang penyimpanan gas medik. Gas medik disimpan di gedung
terpisah, terletak dibelakang gedung teratai. Penyimpanannya
disusun berdasarkan jenis gas medik dan ukurannya.
b) Penyusunan perbekalan farmasi
i. Penyusunan perbekalan farmasi dengan metode FIFO (First In First
Out) berdasarkan waktu kedatangan perbekalan farmasi atau FEFO
(First Expired First Out) berdasarkan waktu kadaluwarsa. Metode
FIFO dan FEFO akan meletakkan perbekalan farmasi di muka atau
di depan perbekalan farmasi yang datang kemudian atau kadaluwarsa
lebih lama.
ii. Perbekalan farmasi yang mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka
penyimpanan memperhatikan sistem FEFO. Perbekalan farmasi yang
tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka penyimpanan
memperhatikan sistem FIFO.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
37
Universitas Indonesia
iii. Penyimpanan obat memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike)
untuk patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan
nama atau pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan
walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama, harus diselingi
dengan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya dan pada
rak atau tempat obat diberikan stiker LASA.
iv. Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang
kondisinya masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak
ada kemungkinan jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda
peringatan “Awas Hati - Hati Perbekalan Farmasi Mudah Pecah”
v. Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau perbekalan farmasi
masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi
untuk mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas.
vi. Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat
diletakkan di lantai menggunakan alas pallet plastik atau kayu untuk
menghindari kelembaban.
c) Suhu selama penyimpanan
i. Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat - obat, cairan infus,
alat kesehatan, pembalut, dan gas medik.
ii. Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2- 8
oC untuk obat – obat tertentu, produk biologis, dan reagensia yang
membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya sesuai
dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada petugas
yang mencatat suhu lemari pendingin pada “kartu monitor suhu”.
iii. Sediaan vaksin membutuhkan “pharmaceutical refrigerator” khusus
dan harus dilindungi dari kemungkinan matinya aliran listrik
menggunakan alarm yang akan berbunyi jika aliran listrik mati.
d) Kelembaban
Kelembaban dipantau menggunakan alat termohigrometer atau pemantau
kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara 65 % - 98
%.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
38
Universitas Indonesia
e) Cahaya matahari
Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung.
f) Sirkulasi udara
Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang
cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan.
g) Resiko kebakaran
Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan pada
Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api
Ringan).
h) Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya.
i) Pengaturan tata ruang gudang farmasi dengan memperhatikan kemudahan
bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi.
j) Pengawasan dan monitoring tempat dan fasilitas penyimpanan untuk
menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada.
k) Obat narkotika dan psikotropika yang sudah diterima dari Tim Penerima
Barang Medik RSUP Fatmawati, dicatat pada kartu stok sesuai jenis,
jumlah, expire date, dan nama distributor khusus obat narkotika, yaitu
PT. Kimia Farma. Prosedur Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika:
i. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika yang sudah dicatat/
dokumentasi dengan ketentuan:
i). Menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock
(kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis.
ii). Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam
kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat.
iii). Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak
dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya.
iv). Dilengkapi dengan kartu stok.
ii. Pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika berpedoman
kepada beberapa ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:
i). Menurut bentuk sediaan dan jenisnya.
ii). Menurut suhu dan kestabilan sediaan:
Obat disimpan dalam lemari dingin, yaitu suhu 2 - 8oC
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Obat disimpan dalam suhu kamar, yaitu 15 - 25oC
iii). Menurut sifatnya mudah terbakar
iv). Menurut ketahanan terhadap cahaya
iii. Penyusunan penyimpanan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out)
atau berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out).
iv. Penyusunan urutan pada lemari penyimpanan dilakukan secara
alfabetis, yaitu berdasarkan urutan abjad, dimulai dari huruf “A” dan
seterusnya.
v. Pencatatan obat narkotika dan psikotropika, yaitu jumlah keluar, jumlah
stok awal, jumlah stok akhir, dan petugas yang mengambil.
vi. Monitoring selama proses penyimpanan dengan melakukan pengecekan
fasilitas penyimpanan dan pengecekan kondisi fisik sediaan dan jumlah
stok narkotika dan psikotropika setiap hari.
l) Prosedur Identifikasi, Penandaan, dan Penyimpanan Obat High Alert:
i. Penerimaan obat high alert oleh Gudang Farmasi dari distributor
melalui Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati.
ii. Pemeriksaan kebenaran obat high alert yang diterima dengan memeriksa
nama, jumlah, tanggal kadaluwarsa, dan kondisi fisik obat high alert,
serta kondisi penyimpanan khusus obat high alert bila dipersyaratkan.
iii. Pemberian penanda khusus (sticker) obat high alert golongan
elektrolit konsentrasi tinggi yang diterima oleh Gudang Farmasi
dilakukan pada kardus terluar obat high alert.
iv. Pencatatan stok obat high alert yang diterima oleh Gudang Farmasi
dilakukan dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan kartu stok
gudang farmasi sebagai penambahan jumlah.
v. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan obat yang
bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat
lainnya.
vi. Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan dengan metode
FIFO dan FEFO berdasarkan urutan alfabetis dengan cara:
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
40
Universitas Indonesia
i). Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu
dingin, yaitu antara 2 – 8OC, maka disimpan pada lemari
pharmaceutical refrigerator dengan suhu terkendali.
ii). Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu
ruangan, yaitu 25OC, maka disimpan dalam lemari yang telah
diberikan penanda khusus.
iii). Untuk obat high alert yang memenuhi kriteria LASA (Look Alike
Sound Alike), maka obat tersebut diletakkan secara terpisah dengan
memberikan selingan minimal 2 obat non kategori LASA di
antaranya.
e. Pendistribusian
Proses pendistribusian yang terdapat pada gudang farmasi adalah distribusi
perbekalan dari gudang ke depo farmasi dan ke ruang- ruang rawat (floor stock).
Distribusi perbekalan farmasi ke depo-depo secara sistem komputerisasi yang
dilakukan setiap hari. Pada pagi hari staf gudang farmasi akan mengecek
permintaan dari masing-masing depo, kemudian akan dinilai secara keseluruhan
pembagian stok ke depo – depo farmasi agar manajemen persediaan di gudang
farmasi tetap baik. Setelah perbekalan farmasi disiapkan oleh petugas gudang
farmasi, maka akan dilakukan serah terima dengan petugas depo. Saat serah
terima dilakukan pengecekan volume dan tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi
Petugas menandatangani bila telah dilakukan pengecekan dan telah sesuai,
kemudian dilakukan proses pemasukkan data (input) ke sistem kemudian dicetak
untuk mendapatkan print out. Setelah itu, petugas gudang farmasi mengecek
pengeluaran sesuai atau tidak. Stok gudang farmasi akan berpindah ke depo
farmasi bila telah diverifikasi.
Proses distribusi obat dan alkes floor stock dilakukan setiap bulan sesuai jadwal
pemgambilan barang masing-masing ruang satuan medik. Permintaan
perbekalan farmasi dilakukan secara manual atau dengan mengisi formulir
permintaan dan penerimaan barang, untuk kemudian diambil oleh petugas
ruangan.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
41
Universitas Indonesia
f. Pelaporan
Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain:
1) Rekapitulasi penerimaan barang
2) Rekapitulasi pengeluaran barang
3) Rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran gas medis
4) Laporan stok opname
5) Laporan persediaan floor stock
6) Laporan narkotik (setiap bulan) dan psikotropik (setiap tahun)
7) Laporan barang sumbangan
3.2.7.3 Produksi
a. Produksi Non Steril
Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan
farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Bentuk sediaan yang
diproduksi mencakup bentuk sediaan padat, sediaan cair, dan sediaan semipadat.
Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati. Di
ruang produksi RSUP Fatmawati saat ini terdapat 43 master formula sebagai
panduan pelaksanaan produksi farmasi. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP
Fatmawati antara lain adalah untuk penghematan anggaran, terdapat sediaan
dengan formula khusus dan sediaan obat dibutuhkan segar seperti rekonstitusi
obat suntik dan obat kanker.
Bahan baku yang digunakan di produksi non steril diperoleh dari gudang
farmasi. Perencanaan dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan bulanan
sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang farmasi untuk
dilanjutkan dengan proses pengadaan. Produksi non steril mendistribusikan
produknya ke gudang farmasi. Penyimpanan di produksi non steril terbagi
menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan kegunaannya)
dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis). Pelaporan yang dilakukan oleh
produksi non steril adalah laporan jumlah perbekalan farmasi, laporan produk
yang rusak, dan laporan produk yang kadaluwarsa.
b. Produksi steril
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Produksi steril merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Kegiatan yang melakukan rekonstitusi obat kemoterapi. Untuk sediaan steril,
preparasi dilakukan di ruang produksi steril dengan menggunakan SPO (Standar
Prosedur Operasional) Aseptic dispensing preparation. Salah satu kebijakan yang
berkaitan dengan produksi steril yaitu seluruh pencampuran atau rekonstitusi obat
kemoterapi dilakukan dengan menggunakan SPO handling cytotoxic. Kegiatan
pencampuran obat kemoterapi ini hanya dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati di ruang steril/semi steril dengan menggunakan BSC. BSC atau
Biological Safety Cabinet merupakan sebuah alat kerja untuk pencampuran obat
kemoterapi yang mempunyai sistem sirkulasi udara melalui HEPA filter
sedemikian rupa sehingga dapat melindungi petugas, lingkungan serta menjaga
terhindarnya produk steril dari paparan kontaminan. Kegiatan ini dilakukan oleh
tenaga kefarmasian yang telah melakukan pelatihan internal. APD (Alat
Pelindung Diri) wajib digunakan dengan tujuan tercapainya perlindungan petugas
dari paparan obat dan bahan berbahaya saat kegiatan pelarutan obat dilakukan,
terjaganya mutu dan sterilitas produksi injeksi.
Untuk menjaga mutu sterilitas alat BSC dan LAF (Laminar Air Flow) maka perlu
dilakukan desinfeksi BSC dan LAF agar menghilangkan kontaminan infeksius
organik. Prosedur ini rutin dilakukan baik sebelum dan sesudah BSC dan LAF
digunakan. Desinfeksi ini menggunakan alkohol 95%. Sedangkan dekontaminasi
BSC dan LAF dilakukan rutin setiap 2 minggu sekali. Tujuan dekontaminasi ini
adalah untuk membersihkan BSC atau LAF tempat dilakukannya pelarutan atau
peracikan obat injeksi guna menghilangkan segala bentuk kontaminasi pada BSC
atau LAF baik organik (mikroba) maupun organik (partikel sisa obat) pada BSC
atau LAF.
Petugas produksi steril diharuskan memeriksakan kondisi fisiologisnya secara
klinik di Instalasi Patologi klinik dan Poli pegawai untuk menilai tingkat
kesehatan fisik dan mental petugas secara keseluruhan. Ini dilakukan agar kondisi
kesehatan operator terkontrol dan terjamin dalam keadaan normal tanpa adanya
kelainan akibat paparan obat kanker maupun pengaruh stress lainnya. Serta agar
tercapainya peningkatan motivasi operator/ petugas rekonstitusi bekerja secara
hati - hati dan disiplin.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
43
Universitas Indonesia
Untuk alur masuk ke ruang produksi aseptic dispensing dan pelayanan obat
sitostatika dapat dilihat pada Lampiran 10 dan lampiran 11. Pembuangan limbah
kemoterapi merupakan kegiatan membuang limbah atau sisa barang tidak terpakai
sepetri vial, ampul, syringe setelah dilakukan proses pelarutan atau pencampuran
obat kemoterapi. Pengelolaan limbah ini meliputi persiapan kontainer sampah
hingga sampah kemoterapi di kirim ke Bagian Instalasi Sanitas dan Pertamanan
(ISP) untuk dimusnahkan dengan incenerator.
3.2.7.4 Depo Rawat Jalan
Gedung Instalasi Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 terdapat
poliklinik bedah, poliklinik OK minor, poliklinik gigi dan mulut, poliklinik
ortopedi, poliklinik pegawai, poliklinik medik umum dan poliklinik jantung.
Lantai 2 terdapat poliklinik penyakit dalam, poliklinik bedah saraf, poliklinik
kebidanan dan kandungan, poliklinik edukasi, poliklinik diabetes melitus,
poliklinik gizi dan poliklinik rehabilitasi medik. Lantai 3 terdapat poliklinik
paru, poliklinik Pusat Pelayanan Kanker Terpadu (PPKT), poliklinik anestesi
anak, poliklinik akupuntur, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik mata dan
poliklinik THT (Telinga Hidung Tenggorokan). Prosedur penyiapan obat rawat
jalan secara individual dapat dilihat dalam lampiran 12. Depo farmasi terdapat di
setiap lantai gedung Instalasi Rawat Jalan. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan
lantai 1 berjumlah 5 orang yang terdiri dari 1 Apoteker, 2 Tenaga Teknis
Kefarmasian, dan 1 Juru Racik. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2
terdiri atas 1 Apoteker, 3 Tenaga Teknis Kefarmasian, 1 Juru Racik dan 1 bagian
Administrasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 hanya terdiri dari 1 Apoteker
dan 2 Tenaga Teknis Kefarmasian.
Setiap pagi masing - masing lantai depo farmasi melakukan permintaan ke
gudang farmasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 melayani pasien tunai,
jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 melayani
pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS). Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 melayani
pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok, Jamkesda Tangerang, dan pasien TBC.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien Jamkesmas, Jamkesda
Depok, dan Jamkesda Tangerang Selatan serta pasien KJS yaitu: resep asli, SJP
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
44
Universitas Indonesia
asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 IRJ lantai 1, fotocopy bukti
pendaftaran, dan surat rujukan asli puskesmas yang ditujukan untuk RSUP
Fatmawati.
Depo Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat jalan secara
individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual
prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan menyiapkan obat
pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien. Jumlah obat diberikan seluruhnya
sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian peresepan oleh
Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual
prescription adalah agar:
a. Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing obat
pada pasien rawat jalan.
b. Tercapainya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam
penggunaan obat.
Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription Lampiran
12 :
a. Penerimaan resep dari dokter / perawat ruangan oleh petugas farmasi.
b. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep.
c. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan pada
skrining resep.
d. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan / asuransi: pasien
Jamkesmas, pasien Jamkesda, atau pasien KJS.
e. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari
skrining dan kajian peresepan obat.
f. Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai. Pembayaran
dilakukan di kasir RSUP Fatmawati.
g. Pelaksanaan permohonan izin prinsip:
1) Resep pasien Jamkesmas dengan verifikasi oleh penjamin Jamkesmas, atau
2) Resep pasien KJS dengan verifikasi oleh penjamin KJS, atau
3) Verifikasi izin prinsip Direktur RSUP Fatmawati untuk perbekalan
farmasi yang tidak terjamin dalam paket pembiayaan atau menjadi beban
RSUP Fatmawati.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
h. Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket:
1) Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral / sublingual /
dan lain - lain).
2) Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal.
Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama
pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute
pemberian, dan tanggal kadarluwarsa.
i. Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien
atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi.
j. Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan
klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi
pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar
dokumentasi.
k. Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien.
Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk menuju
loket pengambilan obat. Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat
jalan dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian dengan kriteria:
1) Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
2) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat Tanda
Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK)
3) Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati
4) Selesai mengikuti masa orientasi
l. Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih
lanjut.
m. Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status
pembiayaan pasien.
3.2.7.5 Depo Askes
Depo Askes adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien rawat jalan
peserta Askes. Sumber daya manusia yang terdapat di depo Askes terdiri dari 1
orang apoteker sebagai penyelia, 6 orang asisten apoteker, 2 orang juru resep, dan
3 orang petugas administrasi. Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
46
Universitas Indonesia
Gudang Farmasi dengan menggunakan formulir permintaan barang melalui
komputer secara online (RSUP Fatmawati, 2012a). Penyimpanan barang disusun
berdasarkan obat DPHO Askes dan non DPHO Askes, bentuk sediaan, dan
disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari
tersendiri dan terkunci (double lock) (RSUP Fatmawati, 2012b). Obat - obat fast
moving diletakkan terpisah di meja. Penyimpanan barang menggunakan sistem
FIFO dan FEFO.
Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan
pelayanan pengobatan pasien Askes di Depo Farmasi Askes adalah (PT. Askes,
2004) :
a. Resep Asli
b. Surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan
c. Fotokopi kartu Askes
d. Surat Jaminan Pasien (SJP) yang didapat dari gedung Askes
Dalam melayani pasien, Depo Askes mengacu pada pedoman – pedoman yang
disesuaikan dengan status pasien. Pedoman yang digunakan di depo askes adalah
Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes merupakan acuan obat bagi pasien
peserta Askes. Dalam DPHO terdapat dua daftar obat yang dapat diberikan
kepada pasien Askes yaitu, obat peresepan umum dan obat khusus untuk penyakit
kanker. Dalam DPHO juga terdapat daftar obat dengan batasan jumlah peresepan
maksimal yang dapat diberikan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2009).
Alur pelayanan pasien di depo Askes dimulai dari masuknya resep ke bagian
penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo Askes akan
memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus dibawa oleh
pasien. Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap, selanjutnya dilakukan
skrining resep. Setelah itu, pasien akan mendapatkan nomor pengambilan obat
yang sama dengan nomor yang ada pada resep. Kemudian resep distempel dan
datanya dimasukkan ke komputer. Setelah data dimasukkan ke komputer,
selanjutnya resep diberikan kepada petugas untuk dibuatkan etiketnya. Setelah itu
resep diberikan kepada petugas penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat
racikan. Obat yang telah siap dikemas dan diserahkan ke pasien disertai
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
47
Universitas Indonesia
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat. Alur pelayanan resep
depo Askes dapat dilihat pada lampiran 13.
Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes, yaitu (RSUP Fatmawati, 2012c):
a. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
b. Laporan penulisan obat generik dan non generik.
c. Laporan penulisan obat yang masuk DPHO Askes dan non DPHO Askes.
d. Laporan analisa penjualan.
e. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
f. Laporan jumlah lembar resep dan jumlah resep.
Depo Askes memiliki pasien terbanyak dengan jumlah 200 – 300 resep per hari.
Obat yang paling sering diresepkan adalah obat untuk penyakit jantung dan
penyakit dalam. Pembayaran pasien Askes dapat diklaim ke PT Askes
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia, 2009)
3.2.7.6 Depo Rawat Inap (Teratai A dan B)
Depo farmasi rawat inap (Depo Teratai) berada tepat di tengah lantai pertama
gedung teratai. Gedung ini terdiri dari enam lantai dan memiliki kapasitas 516
tempat tidur. Dengan rincian tiap lantai sebagai berikut :
a. Lantai pertama yaitu ruangan kebidanan (emergency kebidanan, contohnya
pada kondisi pre eklampsia berat), high care unit di selatan Teratai, ruang
Thalasemia dan ruang kemoterapi.
b. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care unit di
selatan Teratai.
c. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak – anak (< 18 tahun) dan yang
belum menikah, ruang isolasi serta high care unit di selatan Teratai.
d. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di utara
Teratai.
e. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high care
unit di selatan Teratai.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
48
Universitas Indonesia
f. Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan high care unit
di selatan Teratai.
Penanggung jawab depo farmasi rawat inap terdiri dari dua penyelia. Penyelia
pertama bertanggung jawab terhadap IRNA A yang terdiri dari lantai 1, 2 dan 3,
sedangkan penyelia kedua bertanggung jawab pada IRNA B yang terdiri dari
lantai 4, 5 dan 6. Jumlah SDM di depo teratai adalah sebanyak 29 orang,
dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang, petugas perincian (billing)
sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan 17 orang merupakan
tenaga teknis kefarmasian.
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari Instalasi
Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat perincian
kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem di gudang
farmasi. Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan
bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun berdasarkan alfabetis
dan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Obat
LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunannya diberi jarak 2 box antar obat
LASA dan diberikan stiker LASA. Terdapat pharmaceutical refrigerator untuk
penyimpanan obat - obat yang membutuhkan suhu dingin untuk kestabilannya.
Obat – obat narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari dengan
double lock dan setiap obat - obat tersebut diambil maka dilakukan
pencatatan di buku penggunaan.
Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam,
diantaranya adalah sistem distribusi dosis unit atau dikenal dengan UDD (unit
dose dispensing). Dalam sistem UDD petugas menyiapkan sejumlah obat
dengan dosis sekali pakai dan disiapkan untuk keperluan pasien selama 24
jam per hari selama pasien menjalani rawat inap. Alur sistem distribusi dosis
unit tertera Lampiran 14.
Sistem selanjutnya yaitu sistem floor stock dan sistem resep individual berupa
resep yang ditulis dokter untuk tiap penderita. Sistem resep individual ini
diterapkan di lantai dua dan lantai tiga untuk pasien anak - anak yang masih
mendapatkan puyer. Depo Rawat Inap terdapat beberapa paket untuk
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
49
Universitas Indonesia
penanganan pasien. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama
halnya dengan depo - depo farmasi lain, di antaranya adalah:
a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
b. Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan.
c. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
d. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
e. Laporan barang rusak dan kadaluwarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
3.2.7.7 Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)
Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan dari Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati melayani kegawatdaruratan medik selama 24 jam. Didukung
oleh tenaga profesional dan tenaga ahli yang berpengalaman lebih dari 40 orang
yang bertugas secara shift dan akan memberikan pelayanan secara maksimal
mengatasi kegawatdaruratan medik. IGD memiliki pelayanan pendukung seperti
laboratorium Instalasi Gawat Darurat 24 jam, radiologi (USG, CT Scanning),
kamar operasi, bank darah, apotik, dan ambulance 24 jam (RSUP Fatmawati,
2009). IGD terdiri dari beberapa ruangan:
a. Ruang resusitasi (ruang merah)
Di ruang ini terdapat delapan tempat tidur, lemari emergency, dan paket resusitasi.
Lemari emergency sangat penting keberadaannya dalam ruang ini dikarenakan
pasien - pasien yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan kondisi yang
cukup parah, sehingga jika pasien mengalami kegawatdaruratan dan butuh
penanganan segera, perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD untuk
mengambil obat maupun alat kesehatan sehingga dapat menghemat waktu dalam
menolong pasien. Lemari emergency di cek setiap hari pada pagi hari dan
dilengkapi jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP
Fatmawati.
b. Ruang P2 (Ruang kuning)
Ruang ini dibagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah dimana di ruang ini
terdapat paket, namun tidak disediakan lemari emergency.
c. Ruang Triase
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
50
Universitas Indonesia
Pasien yang masuk ruangan ini dalam kondisi yang tidak terlalu parah sehingga
tidak mendapat tindakan dan tidak ada paket di ruang ini.
d. Ruang Intermediate Ward
Ruang ini digunakan pada pasien yang menunggu untuk dipindahkan ke ruang
rawat inap atau ruang lainnya.
Depo IGD dan IRI memiliki 1 orang apoteker penyelia, 1 orang administrasi, dan
14 orang asisten apoteker. Depo IGD dan IRI buka 24 jam dengan 3 shift dan
melayani pasien rawat inap serta pasien rawat jalan. Pasien rawat inap terdiri dari
pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU), Neonatus Intensive Care
Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit
(ICCU). Sedangkan pasien rawat jalan merupakan pasien yang masuk ruang IGD
seperti ruang resusitasi, ruang P2, ruang triase, maupun poli IGD.
Paket-paket yang ada di depo IGD antara lain :
a. Paket Alat Kesehatan (Alkes) ICU
b. Paket Alat Kesehatan (Alkes) NICU / PICU
c. Paket Infus Dewasa
d. Paket Resusitasi Anak
e. Paket Resusitasi Dewasa
Depo farmasi IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat kesehatan ke
gudang farmasi setiap hari secara online (RSUP Fatmawati, 2012a). Obat - obatan
disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk obat -
obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari
pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari
khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis.
Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat
dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012b). Alat
kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat
kesehatan tersebut. Jenis sediaan obat yang sering digunakan di Depo IGD dan
IRI adalah sediaan injeksi. Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi
IGD adalah (RSUP Fatmawati, 2012c):
a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
b. Laporan pemakaian obat – obat narkotika yang dibuat setiap bulan.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
51
Universitas Indonesia
c. Laporan pemakaian obat – obat psikotropika yang dibuat setiap bulan.
d. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
e. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
f. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.
g. Laporan jumlah resep dan lembar resep setiap bulan.
3.2.7.8 Depo Instalasi Bedah Sentral
Lantai 1 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Cito sebanyak 2 kamar. Pasien yang
masuk ke OK Cito merupakan pasien yang tidak direncanakan jadwal operasinya
atau yang sifatnya cito. Pada OK Cito terdapat Paket obat dan alkes OK Cito dan
lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari emergensi bedah dan
lemari emergensi anestesi. Lemari emergensi bedah berisi antibiotik, sedangkan
lemari emergensi anestesi berisi obat anestesi dan alat kesehatan. Saat pasien
masuk ke OK Cito, maka penata anestesi mengambil Paket obat dan alkes OK
Cito yang telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila obat dan alat kesehatan
dalam paket kurang, maka penata anestesi dapat mengambilnya di lemari
emergensi dan mencatatnya di Lembar Pemakaian. Setelah selesai operasi,
Lembar Pemakaian dimasukkan ke dalam Paket obat dan alkes OK Cito yang
telah terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian dan
pemakai, serta diisi kembali oleh petugas depo farmasi.
Lantai 2 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Elektif sebanyak 8 kamar dan 1
Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral. Pasien yang masuk ke OK Elektif telah
memiliki jadwal operasi. Sehari sebelum operasi, depo farmasi menerima jadwal
operasi pasien dan permintaan anestesi umum atau spinal. Depo farmasi kemudian
menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket tersebut,
sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket berdasarkan
nama pasien. Penata bedah akan mencatat permintaan di buku pada hari operasi,
kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi.
Bila terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung,
maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo
farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
52
Universitas Indonesia
farmasi akan mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila pasien telah
selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan petugas
depo farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke
administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke depo farmasi di
mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah
Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien
tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Pasien tunai dengan Paket
Bedah Prima dapat menjalankan operasi di OK Elektif atau OK Cito. Alur
pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral dapat dilihat
Lampiran 15.
Obat - obatan disusun berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan.
Untuk obat - obat yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di
lemari pendingin. Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di
lemari khusus tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan
berlapis. Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat
dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012b). Alat
kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box alat
kesehatan tersebut.
SDM yang ada di Depo Instalasi Bedah Sentral berjumlah 1 Penyelia dan 2
Asisten Apoteker. Paket anestesi spinal terdiri dari Spinocan (spinal and
diagnostic puncture) 27G x 3”, bupivacain HCl 5 mg / ml, ondansetron 4 mg / 2
ml, klonidin HCl 150 μg / ml, dan ketolorac 3%. Paket anestesi umum terdiri dari
propofol 10 mg / ml, atracurium besilat, fentanyl, ondansetron 4 mg / 2ml, dan
ketolorac 3%.
3.2.7.9 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias
dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan
pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
53
Universitas Indonesia
informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
rumah sakit serta untuk membuat kebijakan - kebijakan yang berhubungan
dengan obat (terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang terapi
obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan informasi
obat adalah:
a. 200 tempat tidur : 20 m2
b. 400 - 600 tempat tidur : 40 m2
c. 1300 tempat tidur : 70 m2
Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan yang
memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip, kartu arsip.
Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan
pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
surat atau tatap muka.
c. Membuat buletin, leaflet, label obat.
d. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan
penyusunan Formularium Rumah Sakit.
e. Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat
jalan dan rawat inap.
f. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya.
g. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
b. Alur program pelayanan informasi obat dapat dilihat pada Lampiran 16.
3.3 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah suatu unit kerja yang dibentuk untuk
membantu Direktur Rumah Sakit dalam hal membuat kebijakan tentang
penggunaan obat dan pengelolaan obat di Rumah Sakit. Tujuan dibentuknya TFT
adalah :
a. Menjamin tersedianya obat dan alat kesehatan (alkes) habis pakai yang
bermutu untuk kebutuhan pasien di RSUP Fatmawati.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
54
Universitas Indonesia
b. Tersusunnya standar obat yang berlaku di RSUP Fatmawati.
c. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan penggunaan obat dan pengelolaan yang
baik bagi pengguna maupun penyedia obat di RSUP Fatmawati.
d. Terselenggaranya penggunaan obat yang rasional dan aman di RSUP
Fatmawati.
e. Terlaksananya pengawasan, pengendalian, dan evaluasi penggunaan dan
pengelolaan obat dan alkes di RSUP Fatmawati.
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di bawah koordinasi dan bertanggung jawab
kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Struktur organisasi
TFT terdiri dari:
a. Ketua : Dokter
b. Sekretaris : Apoteker
c. Anggota : Dokter, Apoteker, dan Perawat
Tugas pokok dari TFT adalah:
a. Melaksanakan uji coba dan memberikan rekomendasi dalam pemilihan
penggunaan obat dan alkes habis pakai.
b. Menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes
habis pakai di Rumah Sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara
berkala.
c. Menyusun Antibiotic Guideline bersama-sama dengan Komite Pengendalian
Penyakit Infeksi.
d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi penulisan resep dan
penggunaan obat generik serta alkes habis pakai bersama-sama Instalasi
Farmasi.
e. Melaksanakan edukasi pada staf farmasi, profesi lainnya tentang obat dan
perbekalan kesehatan lainnya .
Formularium Obat RSUP Fatmawati adalah daftar dari seluruh item obat yang
ada di RSUP Fatmawati dalam periode waktu tertentu, yaitu maksimal 3 tahun.
Daftar obat di Formularium Obat disusun berdasarkan kelas terapi dan berisi
nama generik produk (1 item), nama merek original dari pabrik tertentu (1 item),
nama merek dagang dari pabrik tertentu (2 item), serta keterangan mengenai
bentuk sediaan, kekuatan produk dalam kemasan, dan nama pabrik pembuat.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
55
Universitas Indonesia
Formularium Obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun 1990,
kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada tahun
1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Pembuatan revisi
formularium RSUP Fatmawati tidak dilakukan setiap tahun, dikarenakan kendala
biaya untuk mencetak formularium baru dan kesulitan untuk mengumpulkan
anggota TFT.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
56 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan rujukan dan atau upaya
kesehatan penunjang, salah satunya RSUP Fatmawati. Dalam upaya memberikan
pelayanan kesehatan, RS tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kefarmasian yang
berorientasi pada pasien. Untuk menunjang hal tersebut maka dibentuk suatu
badan organisasi yaitu IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit). IFRS dipimpin oleh
seorang Kepala IFRS yaitu Apoteker dan bertanggung jawab terhadap segala
aspek hukum dan peraturan – peraturan farmasi baik terhadap pengawasan
distribusi maupun administrasi barang farmasi.
Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah
menyusun Formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan alkes
habis pakai di Rumah Sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau
tidaknya TFT rumah sakit adalah dengan melihat formularium yang disusunnya.
Pada tiap 6 bulan atau maksimal 1 tahun dilakukan evaluasi atau review untuk
penyempurnaan Formularium. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak dapat
direvisi tiap setahun sekali karena masalah biaya untuk mencetak Formularium
terbaru dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Revisi formularium
obat yang dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati adalah setiap 3 tahun sekali.
Formularium obat RSUP Fatmawati dibuat pertama kali pada tahun 1990,
kemudian dilakukan revisi dan pembaruan terus menerus yang terjadi pada tahun
1995, 2003, 2007, 2010, dan terakhir pada tahun 2012. Dengan adanya
kesinambungan proses revisi, dapat dikatakan bahwa TFT RSUP Fatmawati sudah
berjalan dengan baik.
Salah satu tugas pokok farmasi klinik RSUP Fatmawati ialah
meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan melaksanakan farmasi
klinik. Berikut ini merupakan pembahasan dari pelaksanaan kegiatan farmasi
klinik.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
57
Universitas Indonesia
a. Pengkajian Resep
Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan dalam pelayanan obat pasien. Selain itu, pengkajian resep
juga dilakukan agar tercapainya rasionalisasi penggunaan obat. Kegiatan dalam
pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan
farmasetis, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian resep tidak sepenuhnya dilakukan. Hal ini
terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap. Misalnya pada resep untuk
pasien bayi atau anak, berat badan dan umur pasien sering kali tidak tertera pada
lembar resep, padahal hal tersebut diperlukan terutama untuk menghitung dosis
maksimal pada pasien bayi atau anak. Sering kali hanya nama pasien yang tertera
pada lembar resep. Pada lembar instruksi pemberian obat pada pasien rawat inap,
terkadang tidak semua lembar ada penanda berupa stempel keterangan “Resep
telah di review Farmasi”.
Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh
banyaknya resep atau pasien yang harus dilayani oleh petugas farmasi di RSUP
Fatmawati. Selain itu, untuk melakukan pengkajian resep secara keseluruhan
cukup membutuhkan waktu sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan
secara cepat karena banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien
rawat jalan.
b. Pengkajian Penggunaan Obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pengkajian
penggunaan obat juga dilakukan untuk menilai ada tidaknya drug related problem
selama pasien menjalani pengobatan. Di RSUP Fatmawati, pengkajian
penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat jalan dengan melihat instruksi
pemberian obat yang terdapat pada rekam medik pasien. Data yang diperoleh dari
rekam medik pasien dipindahkan ke dalam lembar Formulir Terapi Pasien untuk
selanjutnya dinilai ada tidaknya masalah - masalah yang terkait dengan
pengobatan pasien.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
58
Universitas Indonesia
c. Visite
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker
kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik.
Apoteker melakukan praktik di ruang rawat sesuai dengan kompetensi dan
kemampuan farmasi klinik yang dikuasai. Visite pasien yang dilakukan di RSUP
Fatmawati diaplikasikan kepada pasien yang berada dalam perawatan intensif dan
memiliki resiko mengalami terjadinya kesalahan obat (medication errors).
Beberapa tempat dilakukannya praktik apoteker ruang rawat di RSUP Fatmawati
contohnya pada ruang perawatan pasien Intensive Care Unit (ICU), Neonatal
Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive
Cardiac Care Unit (ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang perawatan pasien
pra operasi dan post operasi.
Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan secara
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat
memperoleh informasi terkini dan komprehensif, dapat dijadikan sebagai fasilitas
pembelajaran, serta dapat langsung dikomunikasikan masalah terkait penggunaan
obat dan mengimplementasikan rekomendasi yang dibuat. Namun, kegiatan visite
ini juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah jadwal visite harus
disesuaikan dengan jadwal tim dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi
dan penyampaian informasinya kurang lengkap.
Visite yang dilakukan di RSUP Fatmawati sebagian besar terjadwalkan dan
umumnya dilakukan setiap seminggu sekali contohnya pada ruang perawatan
Rehabilitasi Medik dan High Care lantai 6 Selatan Teratai. Sedangkan untuk
pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya dilakukan 3-4 kali dalam seminggu,
hal ini disebabkan kondisi pasien pada ruang perawatan tersebut merupakan
pasien yang menderita penyakit komplikasi sehingga memungkinkan pasien
menerima bermacam - macam jenis obat. Hal ini memungkinkan terjadinya
masalah terkait obat yang dapat mempengaruhi outcome pasien sehingga
diperlukan visite yang lebih sering untuk memastikan terapi obat yang diterima
oleh pasien.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
59
Universitas Indonesia
Dalam kegiatan visite, sebelum apoteker memberikan rekomendasi maka
apoteker berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling mengklarifikasi,
mengkonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat. Pada saat visite
secara tim rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang merawat pasien.
Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau rekomendasi yang
diminta oleh tim visite kepada apoteker diantaranya adalah pemilihan terapi obat,
misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen, obat pengganti yang dapat diberikan
kepada pasien, efek samping obat, interaksi obat, segi cost effectiveness, dan lain -
lain.
Setelah rekomendasi yang diberikan oleh apoteker disetujui, selanjutnya
apoteker melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi dari sisi efektifitas dan
keamanan. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi yang
diterima aman bagi pasien. Tahap akhir dari visite adalah melakukan dokumentasi
praktik visite yang dikelola dengan baik dan terjaga kerahasiaannya. Dengan
adanya pendokumentasian yang baik dapat dijadikan sebagai jaminan
terlaksananya kegiatan visite, serta sebagai bahan evaluasi untuk peningkatan
mutu pelayanan.
d. Monitoring Efek Samping Obat
Prosedur program monitoring efek samping obat (MESO) adalah tata cara
menganalisa kejadian efek samping obat yang terjadi pada pasien. Proses ini
merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan baik
dokter, perawat, apoteker dan semua tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit
termasuk pasien dan keluarga pasien. Di RSUP Fatmawati kegiatan monitoring
penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui efek terapi dari proses pengobatan
serta kemungkinan terjadinya efek terapi dari proses pengobatan serta
kemungkinan terjadinya efek samping obat. Setiap temuan efek samping obat
dilakukan pengkajian oleh tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek
samping obat dan tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya harus
terdokumentasi dalam catatan rekam medik pasien dan dibuatkan laporan untuk
disampaikan pada Komite Mutu dan Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu
maksimal 48 jam.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
60
Universitas Indonesia
Prosedur pemantauan efek samping obat meliputi :
1) Pelaksanaan kegiatan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya
efek samping obat.
2) Pelaksanaan penerimaan laporan kejadian efek samping obat tenaga
kesehatan, keluarga pasien atau petugas lainnya.
3) Pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan temuan kejadian efek samping obat
dalam formulir pelaporan.
4) Pelaksanaan kegiatan komunikasi atau interview oleh tim kerja (tim
monitoring efek samping obat) yang terdiri dari DPJP, perawat ruangan,
apoteker ruangan.
5) Pelaksanaan kegiatan analisa oleh tim monitoring efek samping obat terhadap
hasil interview maupun laporan efek samping obat dari semua sumber.
6) Pelaksanaan kegiatan diskusi setara komprehensif sebagai media problem
solving oleh tim monitoring efek samping obat atas hasil analisa yang telah
dilakukan.
7) Pencatatan di rekam medik pasien oleh DPJP atau tim monitoring efek
samping obat tentang kejadian efek samping obat pasien. Pencatatan terkait
bentuk kejadian efek samping obat, tindakan pengatasian efek samping obat
yang terjadi dan tindakan pencegahan efek samping obat yang akan datang.
8) Pembuatan formulasi rekomendasi oleh tim monitoring efek samping obat.
Pilihan rekomendasi antara lain menghentikan pengobatan, mengganti obat
dengan yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis
obat, memberikan antidot atau premedikasi sebelum penggunaan obat, dan
membuat laporan kejadian insiden dengan mengisi formulir laporan insiden
(internal).
9) Pelaksanaan implementasi rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
efek samping obat.
10) Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan
intervensi yang dilakukan.
11) Pelaksanaan diskusi lanjutan oleh tim monitoring efek samping obat jika
diperlukan guna mencapai hasil intervensi yang telah diberikan.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
61
Universitas Indonesia
12) Pendokumentasian rekomendasi penanganan efek samping obat pada formulir
laporan MESO Nasional.
Penyampaian laporan efek samping obat yang terjadi segera
ditindaklanjuti oleh tim monitoring efek samping obat menjadi laporan ke Tim
Farmasi dan Terapi (TFT) dan Komite Mutu dan Manajemen Resiko (KMMR)
dalam waktu 48 jam; bila kejadian efek samping obat masuk dalam kategori
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Sentinel.
e. Pelayanan Informasi Obat
RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan
oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan pelayanan
informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi
telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan - pertanyaan yang diajukan
meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek
samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi,
farmakokinetik, farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan,
indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Untuk dapat
menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka dilakukan usaha penggalian
informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat
pengobatan pasien, dan riwayat alergi atau efek samping obat yang pernah dialami
pasien. Literatur yang digunakan di pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati
adalah literatur tersier.
Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan
dokumentasi yang bertujuan untuk:
1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam
menjawab pertanyaan dengan lengkap.
2) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa.
3) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.
4) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi.
5) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan.
6) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan
informasi obat.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
62
Universitas Indonesia
Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat mencakup
penilaian atau pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan cara
membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan
pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam
membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012, sempat terjadi
penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun
demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan
menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam).
Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi
obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to
date), apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah
pertanyaan yang masih sedikit.
f. Monitoring Interaksi Obat
Kegiatan pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan
seiring dengan dilakukannya pemantauan terapi obat untuk menemukan masalah
yang berkaitan dengan penggunaan obat. Menurut Standar Prosedur Operasional
(SPO) yang ada, kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan
menggunakan software interaksi obat, namun pada pelaksanaannya kegiatan
analisis masih menggunakan literatur pustaka sehingga membutuhkan waktu yang
lebih lama dalam menemukan interaksi obat yang berpotensi terjadi. Kegiatan
pemantauan interaksi obat juga tidak dilakukan rutin karena kesibukan apoteker di
pelayanan kefarmasian lainnya sehingga seringkali kegiatan pemantauan interaksi
obat yang dilakukan tidak sampai pada pemberian rekomendasi penanggulangan.
g. Konsultasi Obat
Konsultasi obat diawali dengan memperkenalkan diri kepada pasien.
Kemudian, apoteker mulai menanyakan masalah yang dihadapi pasien terkait
penggunaan obatnya. Apoteker mulai menjelaskan obat-obat yang diterima pasien
dengan memberitahukan nama obat dan indikasi obat. Dalam menjelaskan atau
memecahkan masalah pasien, apoteker menggunakan alat tulis untuk
memudahkan pasien dalam memahami penjelasan dari apoteker, misalnya
masalah waktu dan frekuensi penggunaan obat pada pasien yang mendapat
polifarmasi. Pasien yang mendapat polifarmasi sering mengalami kesulitan dalam
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
63
Universitas Indonesia
hal waktu penggunaan obat. Pasien sering menanyakan apakah semua obat yang
diberikan harus diminum bersamaan atau harus diberi jarak waktu. Pasien juga
menanyakan obat mana yang harus diminum sebelum dan sesudah makan. Setelah
pasien mendapat penjelasan tentang obatnya, apoteker akan meminta pasien untuk
mengulangi penjelasan yang dipaparkan tadi untuk menguji pemahaman pasien.
Jika pasien masih kurang jelas dengan penjelasan yang diberikan, apoteker akan
mengulangi penjelasan tersebut dan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan
dari apoteker tersebut. Setelah pasien memahami yang dijelaskan apoteker,
apoteker akan menanyakan masalah lainnya yang dialami pasien yang dapat
dibantu penanganannya oleh apoteker.
Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker kurang menggali informasi
dari pasien seperti obat, vitamin, atau jamu apa saja yang pernah atau sedang
dikonsumsi pasien. Apoteker juga tidak menanyakan apakah pasien memiliki
riwayat alergi. Apoteker hanya memberikan informasi tentang obat yang
ditanyakan oleh pasien, informasi lain seperti aturan pakai obat, efek samping
yang mungkin terjadi dan cara mengatasinya, interaksi yang mungkin terjadi
antara obat dengan obat lain termasuk vitamin dan jamu atau interaksi antara obat
dengan makanan.
h. Edukasi Farmasi
Program edukasi farmasi dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah orang
dalam ruangan tertentu guna mendengarkan penjelasan dari apoteker mengenai
tema tertentu misalnya tema tentang penggunaan dan penyimpanan obat yang
benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih satu jam, dimulai dengan
presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Peserta
diperkenankan bertanya mengenai obat berupa cara pakai, penyimpanan obat, dan
masalah-masalah terkait obat lainnya. Untuk melakukan kegiatan program
edukasi farmasi di rumah sakit diperlukan fasilitas penunjang seperti infocus,
layar, laptop, microphone, dan lain-lain. Pada saat kegiatan, dilakukan pembagian
questioner mengenai tanggapan peserta terhadap kegiatan tersebut. Hasil
questioner tersebut berguna untuk perbaikan dan koreksi terhadap kegiatan
edukasi selanjutnya. Peserta program edukasi banyak yang tidak mengisi
questioner dikarenakan tidak membawa alat tulis. Saat dilaksanakan program
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
64
Universitas Indonesia
edukasi di Depo Askes, perhatian peserta edukasi terbagi antara mendengarkan
pemaparan presenter dengan mendengarkan panggilan petugas depo farmasi yang
akan memberikan obat.
Dalam melaksanakan kegiatannya, Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
dibagi menjadi beberapa sub bagian, antara lain:
1) TU Farmasi dan SDM Farmasi serta Pencatatan dan Pelaporan
Seluruh kegiatan administrasi dan pelaporan Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati dilakukan di Tata Usaha Farmasi. Tujuan kegiatan administrasi dan
pelaporan dalam pelayanan kefarmasian adalah:
a) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
b) Tersedianya informasi yang akurat
c) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
d) Tersedianya data yang lengkap untuk perencanaan.
Selain itu, kegiatan administrasi dan pelaporan merupakan dasar dari
akreditasi yang dilakukan di rumah sakit. RSUP Fatmawati sebagai RS
pemerintah wajib melaporkan seluruh kegiatan yang dilakukan, pengawasan dari
pemerintah dilakukan dengan melakukan audit-audit baik secara internal maupun
eksternal. Jika proses administrasi dan pelaporan yang dilakukan baik, akan
mempermudah audit.
Salah satu laporan yang dilakukan adalah laporan penggunaan obat narkotika
dan psikotropika. Laporan penggunaan obat narkotika dilakukan setiap bulan dan
laporan penggunaan obat psikotropika dilakukan setiap tahun, namun tetap
dilakukan perekapan penggunaan obat psikotropika setiap bulannya.
2) Gudang Farmasi
Gudang Farmasi melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan kesehatan di
RSUP Fatmawati dari perencanaan sampai pembuatan laporan. Perencanaan
dibuat berdasarkan analisa penjualan masing-masing depo dan pemakaian obat
serta alkes floor stock tiap ruang, selain itu perencanaan juga dibuat berdasarkan
data epidemiologi di RSUP Fatmawati. Data epidemiologi bisa didapat dari
laporan 10 besar penyakit di RSUP Fatmawati yang selalu diberikan IRMIK ke
TU Farmasi setiap bulan. Dalam perencanaan pengadaan perbekalan farmasi,
usulan-usulan dari depo-depo farmasi juga bisa menjadi rujukan perencanaan,
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
65
Universitas Indonesia
untuk mengetahui obat apa saja yang belum terlayani atau untuk mengetahui obat
yang banyak diresepkan oleh dokter. Pemilihan perbekalan farmasinya
berdasarkan DOEN, DPHO Askes, dan Formularium RSUP Fatmawati. Tahap
perencanaan merupakan tahap yang krusial dimana perencanaan harus dibuat
sebaik mungkin untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi di RSUP
Fatmawati.
Pengadaan yang dilakukan oleh RSUP Fatmawati dengan cara pembelian
telah sesuai dengan ketentuan dalam Perpres No. 70 tahun 2012 tentang
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah karena sebagai rumah sakit pemerintah aset
yang ada di RSUP Fatmawati merupakan aset pemerintah. Kegiatan produksi di
RSUP Fatmawati juga merupakan salah satu kegiatan pengadaan. Selain dengan
pembelian dan produksi, pengadaan juga dilakukan untuk obat-obat program
pemerintah yang gratis. Syarat pengadaan obat-obat ini adalah pengajuan
permohonan kepada Dinas Kesehatan dan pembuatan laporan penggunaan obat
program tersebut secara periodik. Obat program ini juga hanya dapat
dipergunakan bagi pasien tertentu yang sesuai dengan kriteria.
Setelah barang datang, dilakukan proses penerimaan barang oleh tim
penerima. Ruang tim penerima sudah strategis karena terletak di bagian depan
gudang farmasi sehingga pengecekan barang bisa langsung dilakukan. Jika semua
syarat yang harus dicek sudah lengkap dan sesuai dengan faktur, tim penerima
menyerahkan barang ke gudang farmasi untuk disimpan. Penyerahan barang
dilakukan dengan membuat Berita Acara Penerimaan barang sebagai bukti bahwa
barang yang diterima terjamin kesesuaiannya. Penyimpanan seluruh perbekalan
farmasi dilakukan di gudang famasi secara terpisah sesuai dengan
pengelompokannya. Penyimpanan bahan berbahaya dan beracun masih ada atau
sebagian ditempatkan bersama dengan ruang penyimpanan obat. Seluruh label
untuk obat karsinogen, bahan berbahaya dan beracun telah ditempelkan sesuai
dengan tempatnya. Begitu pula dengan lembar MSDS untuk bahan B3, tidak
seluruhnya ditempel di dinding, tetapi ada juga berupa buku yang diletakkan di
dekat bahan B3 tersebut. Penyimpanan gas medis dilakukan di tempat yang
terpisah dari gudang induk, gas medis yang terdapat di RSUP Fatmawati antara
lain O2 kecil (1 m3) dan O2 besar (6 m
3), N2O 25 kg dan CO2 25 kg disimpan
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
66
Universitas Indonesia
berdasarkan ukuran dan pada tabung terdapat tanda B3 mudah meledak. Tempat
dan sarana penyimpanan perbekalan farmasi secara keseluruhan terlihat bersih.
Petugas melaksanakan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan
farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit (SIRS).
3) Produksi Farmasi
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati memiliki ruang produksi farmasi untuk
sediaan farmasi non steril dan steril. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan
merupakan produksi untuk keperluan rumah sakit itu sendiri, sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Kegiatan produksi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pengadaan obat tertentu (mendapatkan obat dengan harga yang lebih murah
sehingga pasien tidak membayar terlalu mahal untuk suatu obat dan lebih
menjamin kualitas obat yang dihasilkan). Selain itu, produksi juga memudahkan
penerimaan obat oleh pasien atau tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas
kembali menjadi sediaan yang telah sesuai dengan kebutuhan dan menghasilkan
produk yang tidak dijual di pasaran seperti pembuatan kapsul NaCl dan kapsul
Natrium Bikarbonat.
Sebenarnya terdapat 73 formula standar yang terdapat di ruang produksi
RSUP Fatmawati, namun hanya 43 item yang masih diproduksi sampai saat ini.
Artinya, hanya 58,9 % item obat yang masih diproduksi. Setiap kali petugas akan
melakukan produksi, petugas harus mengisi formulir master formula baik untuk
pembuatan atau pengenceran atau pengemasan kembali pada setiap tahapan
kegiatan produksi. Formulir master formula berfungsi sebagai dokumentasi dari
kegiatan produksi yang dilakukan dan juga merupakan bukti bahwa produksi yang
dilaksanakan sesuai dengan CPOB.
Setelah produk dihasilkan, produk dikemas dan diberi etiket serta tanggal
kadaluwarsa. Penyimpanan produk jadi masih dilakukan di ruang produksi sendiri
karena keterbatasan sumber daya, sementara obat-obat hasil produksi merupakan
persediaan gudang. Petugas depo farmasi yang membutuhkan produk dari
produksi non steril datang ke gudang farmasi untuk mendapatkan formulir bon
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
67
Universitas Indonesia
obat lalu datang ke produksi farmasi non steril untuk mendapatkan produknya
kemudian melaporkannya ke gudang farmasi dengan membawa formulir bon
obat. Pendistribusian obat seperti ini memiliki kekurangan karena dapat
menyebabkan timbulnya kesalahan pencatatan stok produk.
Peran apoteker sangat penting dalam mempersiapkan rekonstitusi obat kanker,
diantaranya memastikan dosis yang sesuai dengan luas permukaan tubuh pasien.
Walaupun dalam prakteknya rekonstitusi dilakukan oleh tenaga teknis
kefarmasian, akan tetapi di RSUP Fatmawati diberlakukan kebijakan agar semua
tenaga teknis kefarmasian bisa melakukan rekonstitusi termasuk apoteker. Ini
dilakukan karena paparan obat kanker secara terus menerus akan membahayakan
petugas, serta perlu tenaga kesehatan yang paham akan ketelitian dosis,
melakukan teknis aseptis dan melakukan semua prosedur secara hati-hati. Sebagai
apoteker yang bertugas di produksi steril ini, harus mampu menghitung dosis yang
tepat dari suatu zat anti kanker, serta dikaji apakah obat tersebut sesuai dengan
diagnosis pasien. apoteker juga harus dapat menentukan macam pelarut serta
mengetahui dari literatur tentang kestabilan zat aktif obat kanker.
Bagi pasien kanker, pelaksanaan kegiatan penitipan obat sitostatika
dilakukan minimal 3 hari sebelum obat digunakan untuk perawatan. Pada saat
obat diperlukan untuk perawatan, maka dilakukan permintaan pencampuran obat
sitostatika dari ruang kemoterapi pasien ke produksi farmasi steril. Obat
sitostatika harus disiapkan selalu baru karena pada umumnya, obat sitostatika
memiliki waktu kadaluwarsa selama 24 jam sehingga obat yang telah disiapkan
harus segera digunakan. Setelah obat selesai disiapkan, petugas produksi farmasi
akan membawa obat tersebut ke ruang kemoterapi pasien.
Beberapa waktu terakhir ini, pasien dengan diagnosa kanker payudara dan
serviks merupakan pasien yang paling banyak ditemui. Petugas biasanya
merekonstitusi 12 hingga 15 resep. Beberapa temuan yang diperoleh dari
kegiatan orientasi produksi steril adalah tidak dilakukan pemantauan atau
monitoring lingkungan seperti jumlah mikroba dan pemantauan jumlah partikel
di BSC misalnya dengan metode settle plate (cawan papar) atau menggunakan
alat particle counter dikarenakan keterbatasan waktu serta SDM untuk
melakukannya.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
68
Universitas Indonesia
4) Depo Instalasi Rawat Jalan
Depo Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur penyiapan obat rawat
jalan secara individual prescription dengan baik. Depo Instalasi Rawat Jalan
lantai 1 khusus melayani pasien tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo
Instalasi Rawat Jalan lantai 2 khusus melayani pasien Kartu Jakarta Sehat
(KJS). Sedangkan depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 khusus melayani pasien
Jamkesmas, Jamkesda Depok dan Tangerang Selatan, serta pasien TBC. Obat-
obatan HIV dan TBC merupakan obat-obatan program pemerintah yang
pengeluarannya dipantau oleh tim HIV dan tim TBC untuk kemudian dilaporkan
setiap bulannya ke Departemen Kesehatan RI.
Berdasarkan pengamatan penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi
Rawat Jalan lantai 1, 2 dan 3 masih ada beberapa obat yang belum ditempel label
LASA serta pada penyusunannya tidak diselingi dengan minimal 2 obat non
kategori LASA di antaranya, hal ini disebabkan karena keterbatasan luas
ruangan dan kendala kesulitan untuk mencari obat karena penyusunan obat
secara alfabetis akan terganggu oleh banyaknya obat-obatan yang termasuk
LASA. Pada depo farmasi IRJ lantai 1, 2 dan 3 juga ditemukan beberapa obat
keras yang terpajang di etalase depan umumnya berupa sediaan sirup dan topikal,
seharusnya obat keras ini disimpan di dalam depo. Selain itu, pada depo farmasi
IRJ lantai 1, 2, dan 3 persyaratan lemari narkotika telah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku yaitu terdiri dari dua pintu dengan kunci terpisah, namun dalam hal
ini penyimpanan narkotika dan psikotropika berada di dalam satu lemari
narkotika, hal ini dikarenakan jumlah sediaan narkotika yang sedikit sehingga
pada pelaksanaannya di dalam salah satu lemari terdapat pintu lagi di dalamnya
dengan kunci terpisah dari dua kunci pintu yang ada di depan.
Pembayaran di IRJ lantai 1 berdasarkan harga obat dengan persyaratan hanya
berupa resep asli, sedangkan pembayaran pada IRJ lantai 2 dan 3 berdasarkan
jaminan INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups). Besarnya jaminan INA-
CBGs per hari yaitu sebesar Rp 350.000 – Rp 400.000,- untuk keseluruhan
pelayanan kesehatan dengan pembatasan farmasi sebesar Rp 150.000,-. Jika
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
69
Universitas Indonesia
jumlah obat yang harus diberikan kepada pasien lebih dari Rp 150.000,- maka
pasien akan diberi copy resep yang dapat dilayani dikemudian hari beserta
persyaratan SJP asli yaitu kertas warna merah muda dari loket 9 yang terdapat
pada IRJ lantai 1, fotokopi pendaftaran dan rujukan asli dari puskesmas yang
ditujukan untuk RSUP Fatmawati.
5) Depo Askes
Pasien Askes merupakan pasien yang paling banyak di RSUP Fatmawati.
Mulai tanggal 1 April 2013, pasien Askes yang semula dilayani di lantai 2 dan 3
gedung Instalasi Rawat Jalan, sekarang dilayani di Depo Askes. Depo farmasi
instalasi rawat jalan lantai 2 melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS),
sedangkan depo farmasi instalasi rawat jalan lantai 3 melayani pasien Jamkesmas
dan Jamkesda (seperti Jamkesda Tangerang, Jamkesda Bogor, Jamkesda Depok,
dan lain-lain). Acuan yang dapat digunakan dalam melayani pasien Askes adalah
DPHO Askes. Acuan tersebut digunakan untuk mengetahui obat-obat apa saja
yang dapat diberikan kepada pasien Askes beserta batasan jumlah maksimal yang
dapat diberikan.
Alur pelayanan resep dimulai dari pasien membawa resep beserta berkas-
berkas yang diperlukan sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas.
Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obat-
obat dalam resep (apakah obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat
diserahkan kepada pasien). Kemudian, resep diinput untuk pemotongan stok obat,
lalu dilakukan pembuatan etiket, penyiapan obat, dan penyerahan. Masing-masing
tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda. Pada masing-masing tahap akan
dilakukan pemberian stempel HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan).
Pemberian stempel tersebut dimaksudkan agar dapat dilakukan pengecekan
kembali apabila terjadi kesalahan.
Sebelum pembuatan etiket, petugas terlebih dahulu memeriksa kartu rujukan
dan menuliskan keterangan tanggal dan obat-obat yang diberikan pada kartu
rujukan tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengecekan apabila
pasien sebelumnya telah mendapatkan obat yang sama atau pasien sebelumnya
telah menebus obat tersebut dengan jumlah maksimal. Pada bagian ini, petugas
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
70
Universitas Indonesia
akan membuatkan salinan resep untuk obat-obat yang tidak terdapat di Depo
Askes sehingga pasien dapat menebusnya di apotek lain.
Setelah etiket dibuat, selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat,
baik obat jadi maupun obat racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan
memasukkan obat ke dalam etiket sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket.
Untuk mempermudah penyiapan, obat-obat fast moving diletakkan di meja
tersendiri sehingga petugas akan lebih cepat dalam mengambil obat yang
dibutuhkan. Untuk obat yang tidak dikemas dalam kemasan blister, obat
dimasukkan ke dalam etiket dengan menggunakan peralatan seadanya karena
tidak tersedia alat hitung tablet. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi obat
apalagi jika obat dimasukkan ke dalam etiket menggunakan tangan.
Setelah obat disiapkan, obat dibawa oleh petugas ke bagian penyerahan. Alur
penyerahan obat meliputi verifikasi nomor pasien, verifikasi identitas pasien,
pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat, kemudian petugas
meminta nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan meminta tanda tangan
pasien. Pemberian informasi obat dilakukan secara singkat. Informasi yang
diberikan kepada pasien hanyalah informasi mengenai indikasi dan aturan pakai
obat. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah pasien yang dilayani sehingga
waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat. Jumlah resep yang
dilayani Depo Askes lebih kurang 200-300 resep per hari.
Dengan jumlah tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat terlayani.
Terkadang masih terdapat pasien yang belum dilayani, meskipun jam pelayanan
telah selesai. Hal ini dikarenakan kurangnya SDM yang terdapat di Depo Askes.
Selain itu, seringkali pekerjaan yang berbeda dilakukan oleh orang yang sama,
misalnya selain melakukan penyerahan obat, petugas tersebut juga melakukan
penyiapan obat.
Obat yang sering diresepkan di Depo Askes adalah obat - obat jantung. Selain
itu, terdapat obat spesifik yang dilayani di Depo Askes yaitu obat-obat
kemoterapi. Namun, untuk obat-obat kemoterapi, yang dilayani di Depo Askes
hanya berkas-berkasnya saja, sedangkan obatnya dititipkan di ruang produksi
steril di Instalasi Farmasi. Hal ini dikarenakan hanya gudang farmasi dan produksi
farmasi steril yang boleh menyimpan obat - obat kemoterapi. Obat akan diberikan
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
71
Universitas Indonesia
kepada pasien setelah direkonstitusi dan diantarkan ke ruang kemoterapi pada saat
kemoterapi akan dilakukan. Selain melayani obat DPHO Askes, Depo Askes juga
melayani obat non DPHO Askes, tetapi untuk obat-obat tersebut pasien dikenakan
biaya. Untuk obat non DPHO Askes, pembayaran dilakukan setelah penyerahan
obat. Sedangkan untuk pasien peserta Askes yang mendapatkan obat-obat DPHO
Askes, pembayaran dilakukan dengan cara melakukan klaim ke PT. ASKES.
Setelah selesai pelayanan, dilakukan input data kembali menggunakan
program yang terhubung dengan PT. ASKES. Klaim Askes dilakukan oleh
Instalasi Penagihan Pasien (IPP). Oleh karena itu, di Depo Askes disediakan
komputer yang digunakan untuk klaim Askes. Pembayaran untuk pasien peserta
Jamkesda menggunakan sistem INA CBG’s yaitu pembayaran berdasarkan paket-
paket yang telah ditentukan. Apabila tagihan pasien melebihi biaya paket yang
diberikan, selebihnya akan menjadi beban rumah sakit. Sedangkan bila tagihan
pasien kurang dari paketnya, kelebihan tersebut akan menjadi keuntungan rumah
sakit yang dapat digunakan untuk menutupi tagihan pasien yang menjadi beban
rumah sakit. Dengan demikian, terjadi subsidi silang antara pasien yang
tagihannya melebihi paket dengan pasien yang tagihannya kurang dari paket.
Penyimpanan barang di Depo Askes dilakukan berdasarkan jenis sediaannya, suhu
penyimpanan, dan disusun secara alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika
disimpan di lemari khusus (double lock). Pelaporan yang dibuat oleh Depo Askes
antara lain laporan analisa penjualan antara lain obat generik dan non generik,
narkotika dan psikotropika, jumlah resep dan jumlah R/. Penghitungan jumlah
resep dan jumlah R/ dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien yang dilayani dan
mengetahui beban kerja pegawai di Depo Askes.
6) Depo Teratai A dan B
Depo farmasi rawat inap merupakan depo yang menyediakan perbekalan
farmasi (obat dan alkes) bagi pasien rawat inap gedung teratai. Depo ini memiliki
SDM sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 3 orang,
petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 3 orang dan
17 orang merupakan tenaga teknis kefarmasian. Kegiatan - kegiatan yang
dilakukan di depo farmasi rawat inap diantaranya pengadaan obat, penyiapan
obat, distribusi hingga dokumentasi.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
72
Universitas Indonesia
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu dari
Instalasi Farmasi. IFRS bertanggung jawab terhadap obat yang beredar dan
penggunaan obat yang aman dan efektif di rumah sakit secara keseluruhan.
Tanggung jawab ini termasuk pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat untuk
konsumsi dan distribusi obat ke unit perawatan penderita. Oleh karena itu,
sistem pendistribusian obat dari IFRS ke daerah perawatan pasien harus sesuai
untuk efisiensi penggunaan sarana, personel, waktu dan juga mencegah
kesalahan atau kekeliruan agar dapat terpenuhi persyaratan penyampaian obat
yang baik yaitu benar obat, benar waktu dan frekuensi, benar dosis, benar rute
pemberian, benar pasien, benar informasi dan benar dokumentasi.
Sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap yang diterapkan setiap
rumah sakit bervariasi, hal ini tergantung pada kebijakan rumah sakit, kondisi
dan keberadaan fasilitas fisik, personel dan tata ruang rumah sakit. Di antara
sistem distribusi yang digunakan di depo farmasi rawat inap,
sistem dosis unit merupakan sistem distribusi yang paling menguntungkan
diantara sistem distribusi lainnya. Sistem ini memiliki beberapa keuntungan
diantaranya adalah pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan pasien hanya
membayar obat yang dikonsumsinya saja, semua dosis yang diperlukan pada
ruang perawat telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Hal ini membuat
perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung pasien,
sistem ini juga menghemat ruangan perawat dengan meniadakan persediaan
obat- obatan dan kemasan dosis unit dapat mengurangi kesempatan terjadinya
kesalahan obat, juga membantu penelusuran kembali kemasan apabila terjadi
penarikan obat. Namun, sistem ini juga memiliki beberapa keterbatasan
diantaranya adalah sistem ini mengharuskan obat harus sudah siap
dikonsumsi sebelum jam makan pasien sehingga perlu teknik kerja yang cepat
dan tepat, serta kebutuhan tenaga farmasi lebih banyak. Namun pada
kenyataannya, peran apoteker belum optimal, karena proses mulai dari
penerimaan resep hingga penyerahan obat ke ruang pasien lebih banyak dilakukan
oleh asisten apoteker sehingga evaluasi kerasionalan penggunaan obat pasien
masih belum dapat dilakukan secara maksimal.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
73
Universitas Indonesia
Tiap pasien memiliki map yang berisi formulir instruksi obat, kardeks, lembar
resep dan formulir pemberian obat insidentil. Formulir pemberian obat insidentil
adalah formulir untuk mencatat obat atau alat kesehatan yang diambil dari lemari
emergency yang digunakan oleh pasien. Dalam formulir ini tercantum nama,
alamat, umur pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis, diagnosa, nama dan
jumlah obat yang digunakan per hari dan tanda tangan petugas administrasi
farmasi.
Pengadaan barang di depo rawat inap berasal dari gudang farmasi,
permintaan barang dilakukan setiap hari dengan menggunakan formulir
permintaan barang. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat
perincian kebutuhan yang diinput ke komputer secara online dengan sistem
di gudang farmasi dan selanjutnya permintaan perbekalan farmasi akan
disiapkan oleh petugas gudang farmasi. Setelah perbekalan farmasi yang diminta
disiapkan, petugas gudang farmasi akan mengkonfirmasi petugas depo farmasi
melalui telepon untuk pengambilan barang dan selanjutnya dilakukan serah
terima barang antara petugas gudang farmasi dan petugas depo farmasi. Pada
saat penerimaan barang, petugas depo farmasi harus mengecek barang yang
diminta untuk memastikan kesesuaian jenis atau bentuk sediaan, jumlah, tanggal
expired date, kondisi fisik barang dan kekuatan sediaan. Setelah dilakukan
verifikasi, secara otomatis maka stok barang yang diminta oleh depo farmasi
rawat inap telah menjadi stok di depo rawat inap di dalam sistem. Dengan adanya
sistem ini, maka memungkinkan stok obat di depo farmasi dan di sistem sama
besarnya (real stock). Namun, hal ini terkadang masih belum berjalan dengan
baik, stok di depo farmasi terkadang berbeda dengan stok yang ada di sistem.
Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kurangnya SDM untuk
memantau stok yang ada. Terkadang obat-obat yang sudah digunakan lupa
untuk diinput ke sistem.
Penyimpanan perbekalan farmasi yang tersedia di depo farmasi ini cukup
lengkap dan disusun dengan teratur. Obat dipisahkan antara generik dan non
generik, bentuk sediaan dan disusun berdasarkan alfabetis agar memudahkan
pengambilan sehingga mempercepat pelayanan. Obat-obat yang memerlukan
penyimpanan suhu dingin ditempatkan pada pharmaceutical refrigerator. Obat-
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
74
Universitas Indonesia
obat mahal dan mudah pecah disimpan di dalam lemari kaca dan terkunci. Hal
ini bertujuan agar mencegah hilang atau pecahnya obat. Sediaan nutrisi juga
disimpan rapi dan terlindung dari cahaya dengan tujuan untuk menjaga kestabilan
sediaan tersebut.
Depo Farmasi Teratai memiliki beberapa unit lemari emergency
yang berisi obat dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di
ruang HCU (High Care Unit) lantai 4 Utara, 5 Selatan dan 6 Selatan. Obat dan
alkes yang terdapat dalam lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa
harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Setiap petugas mengambil obat
dan alkes dari lemari emergency harus mencatat di lembar insidentil per pasien
guna dimasukkan ke dalam tagihan pasien. Isi dari lemari emergency memiliki
standar baku. Jumlah obat yang disediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan
dalam satu malam. Setiap harinya petugas depo farmasi memiliki tugas
untuk mengecek persediaan obat dan alkes dalam lemari emergency, mencatat
pasien yang menggunakan dan mengisi kembali jika terdapat kekurangan sesuai
dengan standar baku.
Selain lemari emergency, depo farmasi juga menyiapkan kit emergency yang
disimpan di ruang perawat, dimana yang bertanggung jawab terhadap kit
emergency tersebut adalah kepala ruangan (perawat) pada masing-masing
ruangan. Kit emergency dilengkapi gembok sekali pakai dengan nomor seri yang
ditulis oleh petugas depo farmasi.
Depo farmasi rawat inap juga menyediakan paket-paket kebidanan yang
digunakan di lantai satu gedung teratai (emergency kebidanan). Paket-paket ini
disediakan agar mempercepat pelayanan obat dan alkes sampai kepada pasien
tanpa harus menunggu penyediaan dari depo farmasi. Paket-paket ini berisi obat
dan alkes yang dibutuhkan untuk pasien yang membutuhkan tindakan
penanganan yang cepat karena berhubungan dengan nyawa. Terdapat delapan
jenis paket yang tersedia antara lain Paket Kehamilan Ektopik Terganggu
(KET), Paket Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket
Partus Sectio, Paket Abortus Curetage, Paket Haemorogic Post Partum
(HPP), Paket PreEklampsia Berat (PEB) dan Paket Partus Normal.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
75
Universitas Indonesia
Sistem distribusi yang digunakan cukup beragam diantaranya resep
individual, floor stock dan dosis unit. Sistem distribusi resep individual adalah
sistem order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien melalui perawat ke
ruang pasien tersebut. Dalam sistem ini, resep orisinil oleh perawat dikirim ke
depo farmasi, kemudian resep diproses sesuai kaidah dispensing yang baik dan
obat disiapkan untuk didistribusikan kepada pasien. Sistem ini diterapkan di lantai
tiga untuk pasien anak-anak yang masih mendapatkan puyer dan lantai 2
kebidanan. Selanjutnya, sistem distribusi floor stock merupakan suatu sistem
dengan cara kelompok obat tertentu disimpan di ruang perawatan untuk
digunakan oleh seluruh pasien, biaya penggunaan obat-obat ini dihitung sebagai
biaya perawatan. Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat
penggunaan umum yang terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah
ditetapkan oleh TFT dan IFRS yang tersedia di ruang perawat, seperti
kapas, alkohol, masker. Apoteker bertanggung jawab dan bekerja sama
dengan bidang keperawatan untuk menyediakan obat dan meningkatkan
pelayanan. Sistem distribusi terakhir adalah sistem distribusi dosis unit, yaitu
sistem distribusi obat yang diresepkan oleh dokter untuk penderita selama 24
jam atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit
tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu.
Untuk penyediaan dosis unit, satu petugas depo farmasi bertanggung jawab
terhadap sejumlah pasien yang dirawat pada bagian utara dan selatan Teratai
di tiap lantai yang menerapkan sistem ini. Proses penyiapan dosis unit oleh
petugas dimulai dari pagi hari, dimulai dari pemilahan obat, penyiapan obat ke
dalam kemasan dosis unit, pengecekan kembali hingga peletakkan di dalam
trolley dosis unit sesuai dengan nama pasien. Selanjutnya, sore hari pukul 15.00
petugas depo farmasi yang bertanggung jawab mengantarkan obat dengan
menggunakan trolley dosis unit ke ruangan perawat untuk selanjutnya
dilakukan serah terima dan dilakukan pengecekan kembali. Hal ini sangat efektif
untuk memastikan bahwa obat yang diterima oleh pasien adalah obat yang
sesuai dengan yang diresepkan dan tidak ada duplikasi obat.
Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya dengan
depo-depo farmasi lainnya, diantaranya adalah laporan analisa penjualan dan
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
76
Universitas Indonesia
laporan tagihan pasien, laporan pemakaian obat-obat narkotika dan psikotropika,
laporan penulisan resep obat generik dan non generik, laporan medication error
dan stok opname setiap 3 bulan.
7) Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)
Pasien-pasien yang masuk Instalasi Gawat Darurat dipilih atau dipisahkan
sesuai kondisi dan tingkat keparahan pasien. Pasien yang butuh penanganan
segera atau dalam kondisi parah akan masuk ruangan resusitasi untuk
mendapatkan tindakan medis sesuai yang dibutuhkan pasien. Pasien yang
membutuhkan tindakan bedah akan di bawa ke ruang P2 atau ruang kuning.
Pasien yang masuk ruang triase tidak mendapat tindakan apapun dan hanya
diperiksa tanda-tanda vital dari pasien tersebut. Pasien yang masuk ruang
Intermediate Ward (IW) merupakan pasien rawat inap yang mengantri kamar di
gedung rawat inap. Pendistribusian obat untuk pasien-pasien rawat inap dilakukan
dengan sistem unit dose, sedangkan pasien rawat jalan pendistribusiannya
dilakukan dengan sistem individual prescription. Di instalasi gawat darurat
terdapat lemari emergency yang selalu diperiksa setiap pergantian shift sebanyak
tiga kali sehari, sedangkan di ruang rawat inap seperti ruang ICU, NICU, PICU
lemari emergency hanya diperiksa satu kali sehari. Lemari emergency diperiksa
jumlahnya dan siapa yang menggunakan obat tersebut pada lembar insidentil. Jika
terjadi ketidaksesuaian antara jumlah obat yang tersisa di lemari emergency
dengan yang terdapat pada lembar insidentil maka petugas depo farmasi akan
mencatatnya dan mengkonfirmasikan hal tersebut kepada perawat.
Alur permintaan obat dan alat kesehatan di depo IGD dimulai dengan pasien
masuk IGD, kemudian pasien ditempatkan di ruang sesuai kondisi pasien. Pasien
yang masuk ruang P2 akan mendapat paket yang berisi obat maupun alat
kesehatan ke depo farmasi IGD. Pasien yang masuk ruang resusitasi akan
mendapatkan paket yang telah ada di ruang resusitasi tersebut melalui perawat.
Perawat akan mencatat nama pasien yang menggunakan paket tersebut. Barang
dalam paket yang tidak digunakan oleh pasien akan dikembalikan ke depo farmasi
IGD dan dibuat rincian penagihan untuk obat dan alat yang telah dipakai oleh
pasien.
8) Depo Instalasi Bedah Sentral
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
77
Universitas Indonesia
Lemari emergensi hanya terdapat di OK Cito karena operasi bersifat segera
dan depo farmasi berada di lantai 2. Permintaan obat dan alat kesehatan antara
penata anestesi dan penata bedah dibedakan untuk mempermudah pendistribusian
keperluan setiap penata. Pada saat perincian biaya, permintaan obat dan alat
kesehatan penata anestesi dan bedah akan digabungkan. Obat di Depo Instalasi
Bedah Sentral disimpan pada lemari yang terpisah dari alat kesehatan, namun obat
tidak disusun sesuai abjad. Menurut ketentuan yang berlaku, obat seharusnya
disusun sesuai abjad untuk mempermudah pengambilan saat diperlukan. Obat
tidak disusun sesuai abjad karena fasilitas lemari penyimpanan yang sempit. Obat
yang memerlukan suhu dingin disimpan di pharmaceutical refrigerator yang
dilengkapi dengan monitor suhu.
9) PIO
RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang
dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call dengan nomor 1382.
Berbagai bentuk kegiatan pelayanan informasi obat seperti yang ada pada
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi telah dilakukan
di RSUP Fatmawati. Pertanyaan - pertanyaan yang diajukan meliputi
pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga, efek samping,
dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi, farmakokinetik,
farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan, indikasi, dan
keracunan dari suatu obat, serta pertanyaan lain-lain. Pertanyaan terbanyak
adalah mengenai dosis obat. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan
tepat, maka dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas
pasien, riwayat penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi
atau efek samping obat yang pernah dialami pasien. Literatur yang digunakan di
pelayanan informasi obat RSUP Fatmawati adalah literatur tersier, paling banyak
menggunakan DIH (Drug Information Handbook).
Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga
dilakukan dokumentasi yang bertujuan untuk:
a) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam
menjawab pertanyaan dengan lengkap.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
78
Universitas Indonesia
b) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa.
c) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.
d) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi.
e) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan pelayanan.
f) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan
informasi obat.
Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat
mencakup penilaian atau pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat
dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah
dilaksanakan pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada
pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012
sempat terjadi penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi
obat. Sekalipun demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh
apoteker. Kecepatan menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera
dijawab (< 1 jam). Berdasarkan hasil perhitungan pada bulan September
2013, sebanyak 69,23 % pertanyaan dapat dijawab dalam waktu < 1 jam.
Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi
obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up
to date), tidak ada jaringan internet untuk mengupdate informasi maupun
literatur, apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan
jumlah pertanyaan yang masih sedikit.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
79 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh setelah melakukan praktek kerja profesi
Apoteker di RSUP Fatmawati adalah:
a. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) Fatmawati adalah melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan
farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi
merupakan suatu s iklus , dimulai dari proses perencanaan, pengadaan,
penyimpanan hingga pendistribusian dengan menggunakan sistem satu pintu.
b. Peran dan fungsi Apoteker dalam kegiatan farmasi klinik di RSUP Fatmawati
yang bersifat profesional antara lain melakukan visite pasien, monitoring
atau review penggunaan obat, monitoring efek samping obat, pemberian dan
edukasi bagi staf farmasi.
c. Kegiatan PKPA di RSUP Fatmawati memberikan wadah bagi calon apoteker
untuk dapat mengaplikasikan ilmu kefarmasian yang telah diperoleh
sebelumnya.
5.2 Saran
Kegiatan kefarmasian yang dilakukan di RSUP Fatmawati sudah berjalan
baik, namun untuk mempertahankan kinerja serta meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian maka penulis menyarankan beberapa upaya berikut :
a. Untuk meringankan dan memperjelas pembagian kegiatan di Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati, sebaiknya Wakil Kepala Instalasi dibagi menjadi
3 bagian, yaitu: Waka IFRS Pelayanan, Waka IFRS Perbekalan dan Waka
IFRS Farmasi Klinik.
b. Untuk mempermudah proses pelaporan pemakaian Narkotik dan Psikotropik,
maka IFRS dapat melakukan secara online sebagaimana yang telah diterapkan
pada fasilitas pelayanan lain.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
c. Pelaporan psikotropik hendaknya dilakukan setiap satu bulan sekali
bersamaan dengan pelaporan narkotik, hal ini dilakukan untuk menjamin data
yang dilaporkan tersebut.
d. Sebaiknya penyimpanan produk hasil produksi disimpan di gudang Farmasi,
untuk mempermudah akses distribusi dan memaksimalkan ruang produksi
hanya untuk kegiatan produksi saja.
e. Untuk rekonstisusi obat yang memerlukan kondisi steril, setelah pengamatan
kami menyarankan agar perlu dilakukan monitoring lingkungan pada saat
dilakukan rekonstitusi.
f. Untuk menunjang kegiatan farmasi klinik, maka perlu diaktifkan kembali
kegiatan konseling (tanpa harus diminta oleh pasien, apoteker harus berperan
aktif dalam menentukan pasien yang membutuhkan konseling).
g. Untuk depo rawat jalan, beri Label LASA pada obat-obat LASA yang belum
dilengkapi penanda untuk meminimalisir kesalahan dalam pengambilan obat,
simpan obat keras di depo bagian dalam atau bagian yang tidak terjangkau
dengan konsumen, dan sediakan lemari psikotropik terpisah.
h. Untuk depo IBS, sebaiknya ditempatkan seorang apoteker sebagai penyelia
depo IBS.
i. Hasil dari tugas yang di berikan kepada para peserta PKPA di RSUP
Fatmawati sangat baik dijadikan acuan atau evaluasi dari kegiatan pelayanan
kefarmasian
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
81 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Daris, Azwar. (2012). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tangerang : Duwo
Okta.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2004).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2006)
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (2008). Pedoman
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia. (2009). Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi
Peserta PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas,
Balai Kesehatan Masyarakat, dan Rumah Sakit Daerah. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Kementerian Dalam
Negeri Republik Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta : Sekretariat
Negara RI.
PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia. (2004). Pedoman Bagi Peserta
Askes Sosial. Jakarta : PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia.
RSUP Fatmawati. (2012a). Keputusan Direktur Utama No. HK.
03.05/II.1/1686/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional
Hak Akses Sistem Informasi Farmasi. Jakarta : RSUP Fatmawati.
RSUP Fatmawati. (2012b). Keputusan Direktur Utama No. HK.
03.05/II.1/779/2012 tentang Penyimpanan Narkotika Dan Psikotropika.
Jakarta: RSUP Fatmawati.
RSUP Fatmawati. (2012c). Keputusan Direktur Utama No. HK.
03.05/II.1/1612/2012 (025/FAR) tentang Standar Prosedur Operasional
Tata Cara Persuratan, Pelaporan, Pengarsipan di Instalasi Farmasi.
Jakarta : RSUP Fatmawati.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
RSUP Fatmawati. (2013) Diunduh dari
http://www.fatmawatihospital.com/konten/details/profil#sejarahsingkat.
Pada : 28 Oktober 2013 Pukul 22.00 WIB.
Siregar, Charles J.P. (2003). Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Terapan. Jakarta :
EGC
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Un
ivers
itas In
do
nesia
2
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Universitas Indonesia
85
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Alur Pengkajian Resep
90
86
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Alur Pemantauan Efek Samping Obat
87
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Alur Kegiatan Pemantauan Interaksi Obat
Universitas Indonesia
88
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Alur Penyimpanan Resep dan Arsip (surat masuk, surat keluar, SK,
Laporan-laporan dan arsip Kepegawaian)
Resep
Arsip
89
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Alur Pemusnahan Resep dan Arsip
90
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Alur Pengadaan Perbekalan Farmas
91
Un
ivers
itas In
do
nesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 9. Alur Penerimaan Perbekalan Farmasi oleh Tim Penerima
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 10. Alur Masuk ke Ruang Produksi Aseptik
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 11. Alur Pelayanan Obat Sitostatika Rawat Jalan dan Rawat Inap
Rawat Jalan
Rawat Inap
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Lampiran 12. Prosedur Penyiapan Obat Rawat Jalan Secara Individual Prescription
2
Un
ivers
itas In
do
nesia
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 13. Alur Pelayanan Resep di Depo Askes
96
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 14. Alur Distribusi Obat Secara Dosis Unit di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati
97
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 15. Alur Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan di Depo Instalasi Bedah
Sentral
OK Cito
OK Elektif
Universitas Indonesia
98
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Lampiran 16. Alur Program Pelayanan Informasi Obat
Tidak Ya
Ya
User (pasien/lainnya)
Menyampaikan pertanyaan secara lisan/tertulis
Apoteker
1. Menerima pertanyaan
2. Penilaian penanya dan pertanyaan sesungguhnya
Apoteker
1. Pencatatan pertanyaan pada formulir pelayanan informasi obat.
2. Penelusuran jawaban atas pertanyaan dalam literatur.
3. Penyusunan jawaban dalam formulir pelayanan informasi obat.
4. Penyampaian jawaban kepada user.
User
1. Menerima jawaban pertanyaan
2. Memberi respon atas informasi yang telah diberikan
Selesai
Tidak
99
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
PENILAIAN KESESUAIAN TERAPI PASIEN RAWAT INAP
TERATAI LANTAI VI SELATAN RSUP FATMAWATI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NENDEN NURHASANAH, S. Farm.
1206329871
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1.2 Tujuan ...........................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1 Penilaian Kesesuaian Terapi .......................................................
2.2 Sumber Pengkajian dan Penilaian Terapi ...................................
2.2.1 Pengumpulan Data Dasar (Database) Pasien ....................
2.2.2 Melakukan penilaian terapi................................................
2.3 Stroke ..........................................................................................
2.3.1 Gambaran Umum ..............................................................
2.3.2 Terapi .................................................................................
2.4 Hipertensi ....................................................................................
2.4.1 Gambaran Umum...............................................................
2.4.2 Terapi .................................................................................
2.5 Dislipidemia ................................................................................
2.5.1 Gambaran Umum...............................................................
2.5.2 Terapi .................................................................................
2.6 Diabetes Mellitus ........................................................................
2.6.1 Gambaran Umum...............................................................
2.6.2 Terapi Farmakologi ...........................................................
2.6.2.1 Oral ........................................................................
2.6.2.2 Suntikan .................................................................
2.6.3 Terapi Kombinasi ..............................................................
BAB 3 METODE PENGKAJIAN ............................................................... 3.1 Metode Pengkajian ......................................................................
3.2 Lokasi dan Waktu Pengkajian .....................................................
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
DAFTAR ACUAN .......................................................................................
i
ii
iii
iv
1
1
2
3
3
3
3
4
8
8
9
10
10
10
11
11
12
13
13
14
14
15
15
16
16
16
17
37
38
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Stroke iskemik ............................................................................ 22
Gambar. 4.2 Algoritma terapi hipertensi ........................................................ 25
Gambar. 4.3 Indikasi untuk golongan obat secara individual ....................... 25
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan laboratorium Ny.DN........................................... 17
Tabel 4.2 Hasil pengukuran tekanan darah Ny.DN.......................................... 17
Tabel 4.3 Rekomendasi farmakoterapi stroke iskemik..................................... 24
Tabel 4.4 Efek langsung anti diabetik pada pasien diabetes tipe 2
yang memiliki faktor resiko kardiovaskuler.................................... 26
Tabel 4.5 Terapi pasien Ny.DN ....................................................................... 26
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan obat yang rasional mengharuskan pasien menerima
pengobatan serta dosis yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya masing-masing,
pada periode waktu yang cukup (adekuat) serta biaya pengobatan yang rasional
(seminimal mungkin) (WHO, 1987). Peresepan yang tidak rasional merupakan
masalah global. Kebiasaan peresepan tersebut akan mengarah kepada pengobatan
yang tidak aman dan tidak efektif, memperburuk atau memperpanjang keadaan
sakit, menyusahkan dan membahayakan pasien (Desalegn, 2013).
Pemantauan terapi obat merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien. Tujuan pemantauan terapi obat adalah meningkatkan efektivitas terapi
dan meminimalkan resiko ROTD (Reaksi Obat yan Tidak Diinginkan). Salah satu
tahap dari proses pemantauan obat yaitu penilaian atau seleksi terapi obat yang
bertujuan untuk menjamin semua terapi obat terindikasi, efektif dan aman serta
mengidentifikasi masalah terapi obat. (Siregar, 2004). Untuk menilai kesesuaian
dan efektivitas terapi maka hasil pemeriksaan laboratorium merupakan informasi
yang berharga untuk membedakan diagnosis, mengkonfirmasi diagnosis, menilai
status klinik pasien, mengevaluasi efektivitas terapi dan munculnya reaksi obat
yang tidak diinginkan (KEMENKES RI, 2011). Salah satu metode sistematis yang
dapat digunakan untuk menilai kesesuaian terapi adalah metode Subjective
Objective Assessment Planning (SOAP) (DEPKES RI, 2009).
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Cilandak merupakan rumah sakit
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna dengan
tersedianya pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat serta menjadi
rujukan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya. Informasi yang didapat dari bagian
Penelitian dan Pengembangan RSUP Fatmawati bulan Juli 2013, salah satu dari
10 kondisi klinis pasien rawat inap terbesar yaitu pasien dengan penyakit
serebrovaskular.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Stroke merupakan salah satu jenis penyakit serebrovaskular. Stroke dapat
terjadi sekunder akibat adanya kelainan jantung dan sirkulasi demikian pula
sebaliknya stroke dapat menyebabkan kelainan jantung dan sirkulasi. Faktor
resiko stroke antara lain yaitu hipertensi, diabetes, hiperlipidemik, rokok, ras,
umur dan riwayat keluarga (Jauch, 2013).
Pasien rawat inap yang menderita penyakit serebrovaskular biasanya
dirawat di IRNA Teratai lantai VI Selatan RSUP Fatmawati yang menangani
kebanyakan kasus penyakit serebrovaskular dan kardiovaskular. Berdasarkan
uraian diatas, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kesesuaian terapi pada
pasien di IRNA Teratai lantai VI Selatan RSUP Fatmawati.
1.2 Tujuan
Mengkaji kesesuaian terapi pasien rawat inap dengan ganggunan
serebrovaskular dan kardiovaskular yang dirawat di IRNA Teratai lantai VI
Selatan RSUP Fatmawati.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penilaian Kesesuaian Terapi
Pemantauan terapi obat merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Pemantauan terapi obat merupakan salah satu bentuk dari pelayanan farmasi
klinik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Tujuan pemantauan
terapi obat adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko
ROTD (Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan). Salah satu tahap dari proses
pemantauan obat yaitu penilaian atau seleksi terapi obat yang bertujuan untuk
menjamin semua terapi obat terindikasi, efektif dan aman serta mengidentifikasi
masalah terapi obat (Siregar, 2004).
Terapi obat modern berperan penting dalam memperbaiki kesehatan
dengan cara meningkatkan kualitas hidup dan dengan memperpanjang harapan
hidup. Kemajuan teknologi telah memungkinkan munculnya banyak senyawa
unik untuk mencegah dan mengobati penyakit (Cipolle, 2004).
Cakupan penilaian kesesuaian terapi obat adalah sebagai berikut
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009):
a. Kesesuaian terapi dan regimen obat pasien
b. Kesesuaian penggunaan obat (rute, dosis, jadwal)
c. Interaksi obat-obat, obat-makanan, obat-uji laboratorium, atau obat-penyakit
d. Data laboratorium klinik dan farmakokinetik untuk mengevaluasi efikasi
terapi obat serta untuk mengantisipasi efek samping, toksisitas atau efek
merugikan
e. Tanda fisik dan gejala klinik yang relevan dengan terapi obat pasien.
2.2 Sumber Pengkajian dan Pemilihan Terapi
2.2.1 Pengumpulan Data Dasar (Database) Pasien
Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses pemantauan
terapi obat. Informasi yang dikumpulkan dan digunakan sebagai bertujuan untuk
mencegah, mendeteksi, memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat. Data
dasar yang dikumpulkan yaitu demografi, riwayat medis pasien, terapi obat, hasil
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
laboratorium klinis serta kebiasaan (sosial) pasien sehari-hari (Departemen
Kesehatan, 2006).
Data dasar tersebut dapat diperoleh dari rekam medik, profil pengobatan
pasien/ pencatatan penggunaan obat, wawancara dengan pasien, anggota keluarga,
dan tenaga kesehatan lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Profil pengobatan pasien di rumah sakit dapat diperoleh dari catatan pemberian
obat oleh perawat dan kartu/formulir penggunaan obat oleh tenaga farmasi.
Untuk menilai kesesuaian terapi obat, apoteker perlu memiliki
pengetahuan tentang bagaimana menginterpretasikan hasil uji laboratorium terkait
kondisi pasien serta menganalisis data klinik pasien terkait penggunaan obat.
Kompetensi interpretasi data laboratorium sangat mendukung peran apoteker
ruang rawat. Dalam prakteknya, kemampuan ini akan memudahkan apoteker
untuk melakukan pengkajian penggunaan obat secara aktif dan berdiskusi dengan
profesi kesehatan lain tentang terapi obat (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2011).
2.2.2 Melakukan penilaian terapi
Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya
masalah terkait. Data dasar pasien harus dinilai untuk melihat adanya masalah
yang berkaitan dengan obat seperti (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2006) :
a. Adanya obat-obat tanpa indikasi
b. Kondisi medis tetapi tidak ada obat yang diresepkan
c. Pilihan obat tidak cocok untuk kondisi medis tertentu.
d. Dosis, bentuk sediaan, jadwal minum obat, rute pemberian atau metoda
pemberian kurang cocok.
e. Duplikasi terapeutik dan polifarmasi.
f. Pasien alergi dengan obat yang diresepkan. Harus dilihat apakah pasien dapat
metoleransi reaksi efek samping atau obat harus diganti.
g. Adanya interaksi: obat-obat, obat-penyakit, obat-nutrien, obat-tes laboratorium
yang potensial dan aktual dan bermakna secara klinis.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
Keberhasilan dicapai ketika hasil pengukuran parameter klinis sesuai
dengan sasaran terapi yang telah ditetapkan. Apabila hal tersebut tidak tercapai,
maka dapat dikatakan mengalami kegagalan mencapai sasaran terapi. Penyebab
kegagalan tersebut antara lain: kegagalan menerima terapi, perubahan fisiologis/
kondisi pasien, perubahan terapi pasien, dan gagal terapi.
Salah satu metode sistematis yang dapat digunakan dalam penilaian terapi
obat adalah Subjective Objective Assessment Planning (SOAP) (DEPKES RI,
2009). Metode ini digunakan dalam rangkaian pemantauan terapi terdiri dari
empat bagian yaitu (Cipolle, 2004):
a. S : Subjective
Data subyektif adalah gejala yang dikeluhkan oleh pasien contohnya
“Saya merasa kembung” atau “Saya terbangun karena batuk yang tidak berhenti”.
Keluhan utama atau chief complaint merupakan pernyataan singkat mengenai
alasan mengapa pasien datang ke rumah sakit atau mendatangi dokter, yang
dinyatakan menggunakan kata‐kata pasien sendiri. Agar dapat menyatakan
seakurat mungkin gejala (symptoms) pasien, maka tidak digunakan istilah dan
diagnosis medis (Cipolle, 2004).
Setelah keluhan lalu dilanjutkan dengan mendapatkan informasi seperti
tentang riwayat-riwayat seperti (Schwinghammer, 2005) :
1) Riwayat penyakit sekarang (history of present illness/HPI)
HPI merupakan keterangan deskriptif gejala (symptoms) pasien yang lebih
lengkap. Biasanya mencakup:
a) Waktu/tanggal awitan (onset/mulai timbul/dirasakan) gejala
b) Lokasi (precise location)
c) Sifat, kegawatan/tingkat keparahan (severity), dan lama/periode awitan
gejala
d) Ada tidaknya perburukan (eksaserbasi) dan perbaikan (remisi) kondisi
e) Efek dari terapi yang diberikan
f) Hubungan antara gejala lain jika ada, fungsi tubuh, atau aktivitas
(misalnya aktivitas, makan).
g) Tingkat gangguan terhadap aktivitas sehari‐hari.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
2) Riwayat penyakit dahulu (past medical history/PMH)
PMH meliputi penyakit serius, prosedur tindakan (misalnya bedah), dan jejas
(injury) yang dialami pasien sebelumnya.
3) Riwayat penyakit keluarga (family history/FH)
Riwayat keluarga meliputi usia dan kesehatan orangtua pasien, saudara
kandung dan anak‐anak. Untuk keluarga yang telah meninggal, usia dan sebab
kematian dicantumkan. Terutama, penyakit menurun dan resiko/kecenderungan
(misalnya diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, keganasan/kanker,
arthritis rematik, obesitas).
4) Riwayat sosial (social history/SH)
Riwayat sosial meliputi karakteristik pasien dan faktor lingkungan dan
kebiasaan yang berperan pada perkembangan penyakit. Termasuk di sini status
perkawinan, jumlah anak, latarbelakang pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik,
hobi, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan obat lain.
5) Riwayat pengobatan (medical history/Meds)
Riwayat pengobatan mencakup dokumentasi akurat obat‐obat yang dipakai
oleh pasien saat ini baik yang diresepkan maupun digunakan tanpa resep.
6) Alergi (All)
Alergi terhadap obat, makanan, hewan peliharaan dan faktor lingkungan
(misalnya rumput, debu, serbuk sari bunga) juga dicantumkan. Deskripsi akurat
mengenai reaksi alergi yang timbul juga dicantumkan. Juga harus diperhatikan
apakah reaksi yang timbul merupakan efek samping obat (“upset stomach”)
ataukah merupakan reaksi alergi yang sesungguhnya (“hives”).
7) Tinjauan sistem organ (review of systems/ROS)
Pada tinjauan sistem organ, pemeriksa (examiner) bertanya kepada pasien
mengenai adanya gejala yang berkaitan dengan setiap sistem (organ) tubuh.
Pada kebanyakan kasus, hanya temuan positif dan negatif yang relevan yang
dicatat. Pada ROS yang lengkap, sistem organ tubuh didaftar mulai dari kepala
sampai kaki dan dapat termasuk di dalamnya kulit, kepala, mata, telinga, mulut
dan tenggorokan, leher, kardiovaskular, pernafasan/respirasi, gastrointestinal,
genitourinari, endokrin, muskuloskeletal, dan sistem neuropsikiatri. Tujuan
ROS adalah untuk mengevaluasi status setiap sistem oragan tubuh dan untuk
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
mencegah pengabaian informasi yang penting. Informasi yang sudah tercantum
pada HPI tidak diulang pada ROS (Schwinghammer, 2005).
b. O: Objective
Data obyektif adalah tanda/gejala yang terukur oleh tenaga kesehatan.
Tanda-tanda obyektif mencakup tanda vital (tekanan darah, suhu tubuh, denyut
nadi, kecepatan pernafasan), hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
(Cipolle, 2004).
1) Pemeriksaan fisik
Prosedur yang dilakukan selama pemeriksaan fisik bervariasi tergantung pada
keluhan utama dan riwayat kesehatan pasien. Pada beberapa klinik, mungkin
hanya dilakukan beberapa pemeriksaan fisik tertentu. Pada klinik psikiatri,
misalnya, pemeriksaan lebih ditekankan pada jenis dan keparahan gejala dan
tidak terlalu pada pemeriksaan fisik. Dianjurkan untuk merujuk pada buku teks
yang relevan untuk mengerti prosedur khusus yang dilakukan untuk tiap sistem
organ (Schwinghammer, 2005).
2) Hasil laboratorium klinik
Hasil uji laboratorium dicantumkan pada hampir semua kasus. Nilai/rentang
rujukan dapat berbeda‐beda pada setiap laboratorium. Pada situasi yang
sebenarnya, selalu gunakan nilai/ rentang rujukan setiap laboratorium
lembaga/institusi yang terkait. Semua kasus mencantumkan pemeriksaan fisik
dan hasil laboratorium dalam batasan normal. Hasil laboratorium pada
presentasi kasus dinyatakan seperti pernyataan yang tercantum pada hasil
laboratorium yang sebenarnya (dan bukan pernyataan sederhana seperti
“pemeriksaan jantung dan sodium serum normal”) untuk menggambarkan apa
yang akan ditemui pada situasi pada praktek di klinik. Menunjukkan hasil‐hasil
pemeriksaan baik yang normal maupun abnormal akan memacu mahasiswa
untuk dapat menilai seluruh data lengkap dan mengidentifikasi informasi mana
yang penting dan relevan (Schwinghammer, 2005).
c. A : Assessment
Apoteker menganalisis dan menyatukan informasi yang didapat dari S dan
O untuk menilai keberhasilan terapi, meminimalkan efek yang tidak dikehendaki
dan kemungkinan adanya masalah baru terkait obat (Cipolle, 2004).
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
d. P : Planning
Apoteker menyusun rencana terkait tiap permasalahan yang dialami
pasien, menetapkan langkah untuk mencapai sasaran yang diharapkan dari terapi.
Setelah semua informasi penting yang relevan diperoleh dan masalah
teridentifikasi, langkah berikutnya adalah menentukan tujuan khusus dari
farmakoterapi. Luaran/hasil terapi primer meliputi (Schwinghammer, 2005):
1) Menyembuhkan penyakit (misalnya infeksi bakteri)
2) Mengurangi atau meredakan gejala (misalnya rasa nyeri pada kanker)
3) Menghentikan atau memperlambat progresi penyakit (misalnya rheumatoid
arthritis, infeksi HIV)
4) Mencegah penyakit atau timbulnya gejala (misalnya penyakit jantung koroner).
Hasil farmakoterapi lain yang penting termasuk:
1) Tidak menimbulkan komplikasi atau memperparah penyakit lain yang diderita
pasien
2) Menghindari atau meminimalkan efek samping terapi
3) Menyediakan terapi yang cost‐effective
4) Menjaga/mempertahankan kualitas hidup pasien
Sumber informasi untuk melakukan langkah ini adalah pasien atau
keluarga pasien, dokter pasien atau profesional kesehatan lain, rekam medik dan
buku teks Farmakoterapi atau pustaka rujukan lainnya. Setiap sasaran
(peningkatan yang diharapkan) dinyatakan pada kondisi yang dapat terukur
(Cipolle, 2004).
Setelah melakukan rangkaian SOAP, maka apoteker dapat mengambil
kesimpulan tentang penilaian kesesuaian terapi berdasarkan acuan atau guideline
terkait kondisi pasien.
2.3 Stroke
2.3.1 Gambaran umum
Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2002). Stroke
adalah penurunan sistem syaraf utama secara tiba-tiba ynag berlangsung selama
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
24 jam dan diperkirakan berasal dari pembuluh darah. (ISFI, 2008). Stroke dapat
diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya seperti stroke iskemik (88% ) dan
stroke hemoragik (12%) (Dipiro, 2008).
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain: umur, jenis
kelamin, ras, suku, keturunan. Faktor resiko berpotensi yang dapat dimodifikasi
ialah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi arteri, stenosis mitral, pembesaran
atrium kiri, struktur abnormal seperti aneurism septal atrium, penyakit miokard),
trancient ischemic attacks (TIA), diabetes, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol,
narkoba ( kokain, heroin, amfetamin, LSD, dan lain-lain), gaya hidup (obesitas,
fisik tidak aktif, diet, stress emosional), kontrasepsi oral,dan lain-lain.
2.3.2 Terapi farmakologi
Tujuan pengobatan stroke akut adalah (ISFI, 2008):
a. Mengurangi luka sistem syarafyang sedang berlangsung dan menurunkan
kematian dan cacat jangka panjang.
b. Mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan disfungsi sistem syaraf
c. Mencegah berulangnya stroke.
Obat-obat untuk penanganan stroke yaitu (ISFI, 2008) :
a. Anti koagulan
Anti koagulan ada yang bekerja secara tidak langsung dan secara
langsung. Yang bekerja secara langsung contohnya heparin, heparinoid,
danaparoid, hirudin, lepirudin, desirudin. Penggunaan terapi ditujukkan untuk
profilaksis trombosis vena, terapi infark miokard dan serangan serebrovaskuler,
trombosis permukaan, tromboflebitis dan hematoma permukaan.
b. Penghambat agregasi trombosit
Mekanisme kerja dari masing-masing obat golongan ini bermacam-
macam. Contohnya antara lain asam asetil salisilat, dipiridamol, tiklopidin,
klopidogrel, absiksimab dan tirofiban.
c. Fibrinolitik
Obat golongan ini membuka kembali pembuluh darah yang tersumbat oleh
berbagai sebab dan lokasi, misalnya emboli paru-paru, infark miokard akut,
trombosis vena, serta serangan serebral embolik. Contoh macam obat dari
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
golongan ini yaitu tPA (Aktivator plasminogen jaringan), streptokinase dan
urokinase.
2.4 Hipertensi
2.4.1 Gambaran umum
Hipertensi merupakan kondisi medis yang heterogen. Pada kebanyakan
pasien, penyebab hipertensi belum diketahui secara pasti, sedangkan sebagian
pasien lainnya dapat diidentifikasi penyebab terjadinya hipertensi. Berdasarkan
etiologinya, hipertensi dapat di bagi atas hipertensi esensial dan hipertensi
sekunder (Dipiro, 2008).
Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Hipertensi
merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain
mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal
maupun penyakit serebrovaskular. Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama
akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Ini merupakan status klinis yang banyak
ditemui pada pasien rawat inap RSUP Fatmawati. Hipertensi adalah faktor resiko
utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit
arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi.
Pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk
penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.
2.4.2 Terapi farmakologi
Obat-obat yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim
konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat
beta, dan antagonis kalsium (CCB). Kebanyakan pasien dengan hipertensi
memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan
darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai
apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan
darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat
dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang harus diperhatikan
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
adalah resiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan
diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia (Semchuk, 2003).
2.5 Dislipidemia
2.5.1 Gambaran umum
Kolesterol, trigliserida dan fosfolipid merupakan jenis lemak yang terdapat
dalam tubuh yang diangkut sebagai kompleks lipoprotein yang terdiri dari lemak
dan protein (apolipoprotein) (Dipiro, 1997). Hiperlipidemia atau dislipidemia
adalah peningkatan salah satu atau lebih kolesterol, kolesterol ester, fosfolipid,
atau trigliserid. Ketidaknormalan lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh yang
buruk terhadap koroner, serebrovaskular dan penyakit pembuluh arteri perifer
(ISFI, 2008).
Secara etiologi, dislipidemia dibagi menjadi dua kategori yaitu dislipidemia
primer dan dislipidemia sekunder. Dislipidemia Primer merupakan dislipidemia
yang disebabkan karena kelainan genetik. Adapun yang termasuk dalam
klasifikasi ini antara lain (Walker, 2002) :
a. Hiperkolesterolemia poligenik
b. Hiperkolesterolemia familial
c. Dislipidemia remnan
d. Hiperlipidemia kombinasi familial
e. Sindroma kilomikron
f. Hipertrigliseridemia familial
Sedangkan dislipidemia sekunder adalah dislipidemia yang disebabkan
oleh penyakit atau keadaan lain misalnya penggunaan obat-obatan. Adapun
beberapa penyakit atau keadaan yang dapat menyebabkan hiperlipidemia
sekunder antara lain (Walker, 2002):
a. Diabetes melitus
b. Gagal ginjal kronis
c. Sindroma nefrotik
d. Hipotiroidisme
e. Alkoholisme
f. Kholestasis
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
g. Gangguan hati
h. Obesitas
i. Obat-obatan
2.5.2 Terapi farmakologi
Tujuan terapi yang ingin dicapai dalam pengobatan adalah penurunan
kolesterol total dan LDL untuk mengurangi resiko pertama dan berulang dari
infark miokard, angina, gagal jantung, stroke iskemik atau kejadian lain pada
penyakit arterial perifer (ISFI, 2008).
2.5.2.1 Resin asam empedu
Kerja utama dari resin asam empedu adalah mengikat asam empedu dalam
lumen saluran cerna, dengan mekanisme mengganggu stimulasi terhadap sirkulasi
enterohepatik asam empedu sehingga akan menurunkan penyimpanan asam
empedu yang meransang hepatik sintesis asam empedu dari kolesterol. Dengan
berkurangnya penyimpanan kolesterol maka akan meningkatkan biosintesis
kolesterol dan sejumlah reseptor LDL pada membran hepatosit yang akan
menstimulasi katabolisme dari plasma sehingga akan menurunkan kadar LDL.
Contoh obat yang beredar yaitu kolesteramin, kolestipol (ISFI, 2008).
2.5.2.2 Niasin
Niasin atau asam nikotinat mengurangi sintesis hepatik VLDL yang akan
mengarah pada pengurangan sisntesis LDL. Niasin juga meningkatkan HDL
dengan mengurangi katabolismenya (ISFI, 2008). .
2.5.2.3 Inhibitor HMG CoA (3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim) Reduktase
Yang termasuk golongan obat ini yaitu atorvastatin, fluvastatin, lovastatin,
pravastatin, rosuvastatin, simvastatin. Golongan obat ini bekerja dengan cara
menghambat HMG CoA reduktase, mengganggu konversi HMG CoA reduktase
menjadi mevalonat (senyawa yang berperan dalam biosintesis kolesterol)
sehingga akan mengurangi sintesis LDL dan meningkatkan katabolisme LDL
(ISFI, 2008).
2.5.2.4 Asam fibrat
Yang termasuk golongan obat ini yaitu gemfibrozil, fenofibrat, klofibrat.
Golongan obat ini berperan dalam penurunan VLDL. Gemfibrozil misalnya, akan
meningkatkan kecepatan pemindahan lipoprotein kaya trigliserida dari plasma
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
karena perannya dalam mengurangi sistesis VLDL khususnya apolipoprotein B
(ISFI, 2008).
2.5.2.5 Ezetimibe
Obat ini bekerja dengan cara mengganggu absorpsi kolesterol dari
membran fili saluran cerna (ISFI, 2008).
2.5.2.6 Suplementasi minyak ikan
Zat ini mampu meningkatkan kolesterol HDL, menguragi kolesterol,
trigliserid, LDL dan VLDL. Minyak ikan mengandung omega-3 yang dapat
ditemukan dalam makanan ataupun suplemen yang banyak beredar di pasaran.
2.6 Diabetes Melitus
2.6.1 Gambaran umum
Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak dapat diobati
oleh obat, sehingga tujuan terapi untuk penyakit tersebut adalah mengurangi atau
menghilangkan gejala, menormalkan nilai-nilai parameter serta memperlambat
progres penyakit (PERKENI, 2011).
Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang dikarakterisasi
(ditandai) dengan hiperglikemia. Keadaan ini berhubungan dengan keadaan
abnormal dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta menyebabkan
komplikasi kronis termasuk gangguan mikrovaskular, makrovaskular, dan
neuropatik (Dipiro, 2008). Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan
(gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap beresiko
mengalami komplikasi metabolik diabetes (Price, 2002). Pasien diabetes
diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu diabetes tipe 1 karena defisiensi absolut
insulin dan diabetes tipe 2 karena resistensi insulin disertai kompensasi
peningkatan sekresi insulin yang tidak mencukupi (Dipiro, 2008).
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah DM tipe 2, yang
umumnya mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin. Kasus
DM tipe 1 yang mempunyai latar belakang kelainan berupa kurangnya insulin
secara absolut akibat proses autoimun tidak begitu banyak ditemukan di Indonesia
(PERKENI, 2011).
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
2.6.2 Terapi farmakologi
Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan (PERKENI,
2011) :
2.6.2.1 Hipoglikemik Oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan antara lain:
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid.
1) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas.
2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat)
dan Nateglinid (derivat fenilalanin).
Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial.
b. Sensitivitas terhadap Insulin
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Contohnya: Tiazolidindion.
c. Penghambat glukoneogenesis
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk, contohnya Metformin.
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan
tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus
diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan
akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.
d. Penghambat Absorpsi Glukosa/ Penghambat Glukosidase Alfa.
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan, contohnya
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
15
Universitas Indonesia
Acarbose. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek
samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
e. DPP-IV (Enzim Dipeptidylpeptidase-4) Inhibitor
Obat ini dapat merangsang pelepasan insulin serta menghambat pelepasan
glukagon.
2.6.2.2 Suntikan
Insulin diperlukan pada keadaan penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan
kombinasi OHO dosis optimal, stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,
stroke), DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan,
gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat dan pasien yang kontraindikasi dan
atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
a. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
b. Insulin kerja pendek (short acting insulin)
c. Insulin kerja menengah (intermediate acting in)
d. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
2.6.3 Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa
darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan
dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk
tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO
dapat menjadi pilihan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005).
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
16 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENGKAJIAN
3.1 Metode Pengkajian
Untuk menyusun tugas khusus ini metode yang digunakan adalah metode
pengkajian kesesuaian terapi pasien dengan mengacu pada literatur (pedoman atau
guideline). Langkah-langkah yang dilakukan yaitu pencatatan resep, interpretasi
data klinis dan pengkajian berdasarkan acuan terkait diagnosis kondisi klinis
pasien.
Pencatatan resep dilakukan setiap hari mengingat terkadang ada perubahan
dari regimen atau jenis obat yang diberikan dokter terkait kondisi klinis pasien.
Pengkajian dilakukan berdasarkan pedoman sesuai kondisi klinis masing-masing
yaitu, Guidelines for the Early Management of Patients With Acute Ischemic
Stroke (American Heart Association/American Stroke Association 2013),
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach (Dipiro, JT., 2008), Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia (PERKENI,
2011) serta beberapa jurnal yang relevan untuk dijadikan acuan dalam pengkajian.
Untuk interpretasi data klinis, acuan yang digunakan yaitu Pedoman Interpretasi
Data Klinik (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
3.2 Lokasi dan Waktu Pengkajian
Sumber data berasal dari rekam medik pasien lantai VI Selatan Gedung
Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Cilandak – Jakarta. Waktu
pengkajian dilakukan pada bulan Oktober 2013.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia 17
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Subjektif
Pasien wanita berumur 73 tahun berinisial DN. Masuk rumah sakit tanggal 27
september 2013 kemudian tanggal 8 oktober 2013 diperbolehkan pulang.
4.1.1 Keluhan :
a. Pasien mengeluhkan lemah anggota tubuh sisi kiri 1 hari SMRS.
b. Kelemahan sisi kiri dirasakan secara tiba-tiba saat pasien sedang duduk.
Awalnya seperti terasa kesemutan dan kebal.
c. Tidak ada keluhan sakit kepala, mual, muntah atau kejang.
4.1.2 Diagnosis :
a. Stroke iskemik
b. Hipertensi
c. Diabetes melitus tipe 2
d. Dislipidemia
4.1.3 Riwayat kesehatan:
Pasien mempunyai riwayat diabetes tipe 2 dan hipertensi
4.1.4 Riwayat keturunan penyakit :
Keluarga pasien memiliki riwayat penyakit stroke.
4.1.5 Riwayat pengobatan :
Pasien tidak melakukan pengobatan, tetapi jamu serta tolak angin.
4.1.6 Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.
4.2. Objektif
4.2.1 Pemeriksaan fisik :
Tekanan darah 140/80 mmHg
Frekuensi nadi 100x/menit,
Frekuensi nafas 20x/menit.
Terjadi perubahan motorik.
4.2.2 Pemeriksaan CT Scan:
Infark di ganglia basalis kanan
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
4.2.3 Data laboratorium
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan laboratorium Ny.DN
Paramater Nilai Rujukan Tanggal
27 sept' 30 sept' 02 okt'
Hb 13,2 - 17,3 g/dl 15,1
Hct 33 - 45% 44
Leukosit 5 - 10 ribu/uL 9,4
Eritrosit 4,4 - 5,9 % 4,94
Trombosit 150 - 440 rb/mm3 229 382
Darah negatif trace
Globulin 2,5 - 3 3,8
LED 0 - 10 mm 42 36
Bilirubin Direk < 0,2 0,3
SGOT 0 - 34 U/I 30 39
SGPT 0 - 40 U/ I 19 60
GDS (6) 70 - 140 217
GDP 80 - 100 132 92
GDPP 80 - 145 197 161
Natrium 125 - 147 mmol/L 138
Kalium 3,5 - 5,1 4,19
Klorida 97 - 111 111
HbA1c 4,5 - 6,3 % 5,80%
Trigliserid < 150 mg/dl 146
Kolesterol total < 200 238
Kolesterol HDL 28 - 63 mg/dl
Kolesterol LDL < 130 153
Urubilinogen < 1 1
Ureum 20 - 40 mg/dl 32 30
Kreatinin 0,6 - 1,5 mg/dl 0,9 0,7
Tabel 4.2 Hasil pengukuran tekanan darah Ny.DN
Nilai rujukan : 120/80 mmHg
Pemeriksaan 27-Sep 28-Sep 29-Sep 30-Sep 01-Okt 02-Okt 03-Okt 04-Okt 05-Okt 06-Okt 07-Okt
1 140/80 140/80 130/80 120/80 120/90 120/90 150/90 140/80 130/80 120/80 120/80
2 140/80 140/80 160/100 160/100 120/90 120/90 140/80 130/80 130/80 120/80 120/80
3 140/80 140/80 130/80 120/80 120/90 120/90 130/80 130/80 130/80 120/80 120/80
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
4.3. Assesment
Pasien Ny. DN mengalami suatu keadaan kompleks yang saling berkaitan.
Berikut kajian korelasi penyakit yang dibuat berdasarkan data subjektif dan
objektif sebelumnya.
4.3.1. Faktor resiko
4.d.1.1 Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Riwayat stroke pada keluarga pasien
Ny. DN memiliki riwayat stroke dalam keluarganya. Alasan paling masuk
akal untuk faktor keturunan adalah peniruan dalam pola hidup atau pola makan
sesama anggota keluarga.
b. Usia
Dua pertiga stroke terjadi pada orang berusia lebih dari 65 tahun
(Price&Wilson, 2002). Pada usia tua (> 60 tahun), pasien dengan penyakit
kardiovaskular seperti hipertensi, mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami
stroke (Zulkarnaini, 2008) begitu pula dengan yang terjadi pada Ny. DN.
c. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki faktor resiko mengalami stroke dibandingkan
perempuan, namun kemungkinan besar perempuan lebih sering mengalami
kematian akibat stroke (Dipiro, 2008).
4.d.1.2 Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
a. Diabetes
Diabetes, hipertensi, roko, dislipidemia, atrial fibrillation (AF),
merupakan faktor resiko stroke. Stroke pada penderita diabetes berhubungan
dengan tingginya angka kematian. Pada polpulasi penderita diabetes terlihat
adanya penurunan kemampuan neurological setelah terkena stroke. Komplikasi
mikrovaskular diabetes melitus berhubungan dengan patogenesis penyakit
serebrovaskular (Tziomalos, 2008). Kadar gula darah yang tinggi secara
berkepanjangan akan menyebabkan disfungsi sel endotel sehingga pembuluh
darah akan lebih resisten, hal ini akan memicu terbentuknya aterosklerosis. Hal
lain yang menyebabkan keterkaitan dengan diabetes adalah terjadinya kelainan
metabolisme yang dikenal sebagai keadaan protombik yaitu terjadi peningkatan
kadar inhibitor aktivator plasminogen-1, kecenderungan membentuk bekuan
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
abnormal semakin dipercepat oleh keadaan resistensi insulin sehingga
kecenderungan mengalami koagulasi semakin meningkat (Prive & Wilson, 2002).
Mekanisme terjadinya diabetes yang mengarah pada kerusakan
mikrovaskular sehingga menyebabkan penyakit serebrovaskular yaitu :
a. Peningkatan produksi radikal bebas dan stres oksidatif.
b. Peningkatan produksi produk terglikosilasi
c. Peningkatan aktivitas aldose reductase pada polyol pathway, yang mengarah
ke akumulasi sorbitol dan fruktosa intraseluler.
d. Aktivasi protein kinase C (PKC) isoforms.
Pembentukan oksigen reaktif akibat hiperglikemia dan resistensi insulin
menyebabkan kerusakan sel. Radikal oksigen bebas menurunkan bioavailabilitas
endothelium-derived nitric oxide menyebabkan vasokonstriksi, aktivasi platelet,
dan proliferasi sel otot. Radikal bebas dapat juga menyebabkan deposisis LDL
pada dinding pembuluh. Glikosilasi non enzimatik protein dan lipoprotein pada
dinding pembuluh terjadi seiring tingkat glikemik. Glikosilasi yang terjadi secara
berkelanjutan akan membentuk produk akhir yang berikatan dengan reseptor
menginduksi deposisi LDL dan reaksi oksidatif sehingga terbentuk sel busa (foam
cell). Sel busa yang terbentuk akan saling berikatan membentuk gumpalan yang
makin lama makin besar sehingga membentuk suatu lekukan atau benjolan yang
mengakibatkan penyempitan lumen pembuluh darah.Hiperglikemia akan merusak
sel syaraf dalam penumbra (daerah yang mengalami penurunan aliran darah otak
regional), menyebabkan terjadinya laktat asidosis sehingga akan mengurangi
perfusi dan menyebabkan meluasnya daerah yang mengalami infark (Tziomalos,
2008).
b. Dislipidemia
Banyak kemungkinan mekanisme yang terlibat dalam kondisi yang saling
berkaitan dan berperan dalam memperburuk kondisi pasien Ny.DN yang juga
mengalami kondisi dislipidemia. Pada pasien dengan diabetes, profil lemak
biasanya tinggi pada trigliserida, LDL dan rendah HDL (Tziomalos, 2008). Pasien
memiliki nilai LDL 153 mg/dL. Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih
meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskular. Dislipidemia yang akan
menimbulkan stres oksidatif umum terjadi pada keadaan resistensi insulin/
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
sindrom metabolik. Keadaan ini terjadi akibat gangguan lipoprotein yang sering
disebut lipid triad, meliputi : peningkatan LDL, penurunan HDL dan terbentuknya
small dense LDL yang bersifat aterogenik (mampu memicu aterosklerosis) (Price
& Wilson, 2002).
c. Hipertensi
Faktor resiko utama untuk stroke adalah hipertensi, dengan demikian
karena sebagian besar kasus hipertensi dapat diobati dan karena penurunan
tekanan datah ke tingkat normal akan mencegah stroke, diagnosis dan terapi
agresif hipertensi merupakan fokus utama. Faktor resiko demografi mencakup
usia lanjut serta riwayat stroke dalam keluarga (Price & Wilson, 2002). Faktor
resiko yang memodifikasi adalah fibrilasi atrium, diabetes melitus, kecanduan
alkohol dan merokok (Price & Wilson, 2002).
4.d.2 Penyebab keluhan
Pasien mengeluhkan lemah anggota tubuh sisi kiri yang dirasakan secara
tiba-tiba saat pasien sedang duduk. Awalnya seperti terasa kesemutan dan kebal.
Tidak ada keluhan sakit kepala, mual, muntah atau kejang.
Kesemutan dapat juga timbul karena komplikasi pada sistem
kardiovaskuler dan sarafnya. Jika sampai ada bekuan darah menempel, yang
kemudian terbawa aliran darah ke atas, dan menyumbat salah satu pembuluh
darah di otak. Bila sumbatan di otak itu mengenai daerah yang mengatur sistem
sensorik, maka pasien akan merasakan kesemutan sebelah. Bila daerah yang
mengatur sistem motorik juga terkena, kesemutan akan menjadi kelumpuhan.
Keluhan pasien juga dapat berkaitan dengan saat kadar glukosa darah
tinggi dalam jangka waktu yang lama, pembuluh darah di berbagai jaringan di
seluruh tubuh mulai mengalami gangguan fungsi dan perubahan struktur yang
berakibat ketidakcukupan suplai darah ke jaringan. Sehingga pada pasien diabetes
sering merasakan rasa kebal dan kesemutan pada kaki.
Sebagian besar stroke iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan
otak tidak peka terhadap nyeri. Tanda utama stroke muncul secara tiba-tiba.
Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di wajah, lengan, tungkai
terutama di salah satu bagian tubuh. Hilangnya koordinasi atau terjadi perubahan
motorik (Price & Wilson, 2002).
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
4.d.3 Stroke iskemik
Sekitar 80% - 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi
ini disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh
atau organ distal yang kemudian trombus tersebut dibawa melalui sistem arteri ke
otak sebagai suatu embolus. Pada orang dengan usia lanjut, penyebab yang paling
sering ditemukan adalah akibat adanya pembentukan plak aterosklerotik di
pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis (Price & Wilson,
2002).
Gambar 4.1 Stroke iskemik
Sumber : www.stroke.org
Darah dapat melalui sistem vaskular akibat adanya gradien tekanan, tetapi
dengan adanya penyempitan tersebut maka gradien tekanan akan menurun di
tempat konstriksi tersebut. Apabila penyempitan mencapai suatu tingkat kritis
tertentu akan berakibat meningkatnya turbulensi di sekitar penyumbatan sehingga
akan menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran. Iskemia serebrum
disebabkan oleh berkurangnya aliran darah yang berlangsung selama beberapa
detik sampai menit, jika lebih dari beberapa menit (15 – 20 menit) terjadi
pengurangan aliran darah maka akan terjadi infark jaringan otak. Patofisiologis
berkurangnya aliran darah ke otak dapat berupa (Price & Wilson, 2002):
a. Keadaan penyakit pada pembuluh (aterosklerosis dan trombosis, robeknya
dinding pembuluh atau peradangan)
b. Gangguan status aliran darah misalnya akibat syok atau hiperviskositas darah
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan yang berasal dari jantung atau pembuluh
ekstrakranial
d. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak.
Ada empat subtipe dasar stroke iskemik berdasarkan penyebab, yaitu
lakunar, trombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan kriptogenik
(Price & Wilson, 2002) . Pasien Ny.DN dapat dikatakan mengidap stroke lakunar
karena tipe ini biasanya dialami oleh pasien yang berusia lebih tua, memiliki
kadar kolesterol lebih tinggi dan mengidap diabetes. Retinopati proliferasi
berhubungan dengan meningkatnya resiko infark lakunar dan iskemi otak
(Tzimalos, 2008).
4.4 Planning
4.4.1 Tujuan terapi
Tujuan terapi untuk pasien Ny. DN :
a. Pemulihan aliran darah otak
b. Melindungi sel-sel otak dengan pemberian neuroproteksi.
c. Memperbaiki profil lemak dengan target penurunan LDL yaitu <70 mg/dL,
trigliserida < 150 mg/dL dan HDL >50 mg/dL.
d. Karena pasien Ny.DN sudah berumur >60 tahun maka sasaran kendali kadar
glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa yaitu (puasa 100-125 mg/dL, dan
sesudah makan 145-180 mg/dL). Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat
khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya
efek samping hipoglikemia dan interaksi obat.
e. Memperbaiki tekanan darah hingga <130/80 mmHg. Pengobatan hipertensi
harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
4.4.2 Pedoman terapi
Dasar untuk terapi pasien Ny.DN harus mempertimbangkan kondisi secara
keseluruhan karena selain terdiagnosa stroke iskemik, pasien juga memiliki
riwayat dislipidemia, hipertensi serta diabetes melitus tipe 2.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
4.4.2.1 Acuan pemilihan terapi
1) Dasar pemilihan terapi stroke iskemik
Tabel 4.3 Rekomendasi farmakoterapi stroke iskemik (Dipiro, 2008)
Keterangan : ACEI = angiotensin-converting enzim inhibitor; ASA=aspirin; INR= International
Normalize ratio; t-PA = tissue plasminogen activator
2) Dasar pemilihan terapi diabetes tipe 2
Tabel 4.4 Efek langsung anti diabetik pada pasien diabetes tipe 2
yang memiliki faktor resiko kardiovaskuler.
Resiko
kardiovaskuler Sul fonilurea Metformin Thiazolidindion
α-Glucosidase
inhibitors
Resistensi
Insulin - ↓↓ ↓↓↓ -
Nilai LDL - ↓ - atau ↓ -
Nilai HDL - - ↑↑↑ -
Trigliser ida - ↓ ↓↓ - PAI – 1 - ↓↓ ↓↓ -
Fungsi endotel - ↑ ↑↑↑ -
Berat badan ↑↑ ↓↓ ↑↑ - Adiposit
viseral ↑ ↓↓ - atau ↓
Lp (a) - ↓↓ ↑ -
Sumber : Josl in’s Diabetes Meli tus 14 edit ion (Josl in, 2006)
HDL, high-density lipoprotein; LDL, low-density lipoprotein; Lp(a), lipoprotein little A antigen;
PAI, plasminogen activator inhibitor-1. ↑↑↑, peningkatan yang berarti; ↑↑, peningkatan sedang; ↑,
peningkatan kecil; -, tidak memiliki efek.
Rekomendasi Terapi akut t-PA 0.9 mg/kg IV (Maksimal
90 kg) selama 1 jam
Dalam 3 jam onset
ASA 160–325 mg sehari,
Dimulai dalam 48 jam onset
Pencegahan penyakit
sekunder
Tanpa emboli jantung Terapi antiplatelet
Aspirin 50-325 mg/hari
Clopidogrel 75 mg/hari
Aspirin 25 mg + extendedrelease
dipiridamol 200 mg 2x sehari
Emboli jantung (fibrilasi atrium)
Semua
Warfarin (INR=2,5)
Terapi antihipertensi
Hipertensi ACEI + diuretik
Normotensi ACEI + diuretik
Dislipidemi Statin
Lipid normal Statin
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
3) Dasar pemilihan terapi hipertensi
Gambar. 4.2 Algoritma terapi hipertensi
Keterangan : rekomendasi indikasi obat-obat spesifik berdasarkan evidence-based. Kekuatan
rekomendasi ; A,B,C = baik, sedang, kurang. Kualitas evidence: 1=evidence lebih dari satu RCT.
2= evidence berdasarkan minimal satu uji klinik dengan randomisasi. 3= Bukti dari pendapat
otoritas dihormati, berdasarkan pengalaman klinis, penelitian deskriptif, atau laporan masyarakat
ahli. (ACE, angiotensin-converting enzyme; ARB, angiotensin receptor blocker; CCB, calcium
channel blocker, DBP, diastolic blood pressure; SBP, systolic blood pressure).
Gambar. 4.3 Indikasi untuk golongan obat secara individual Keterangan : rekomendasi indikasi obat-obat spesifik berdasarkan evidence-based. Kekuatan
rekomendasi ; A,B,C = baik, sedang, kurang. Kualitas evidence: 1=evidence lebih dari satu RCT.
2= evidence berdasarkan minimal satu uji klinik dengan randomisasi . 3 = Bukti dari pendapat
otoritas dihormati, berdasarkan pengalaman klinis, penelitian deskriptif, atau laporan masyarakat
ahli. (ACE, angiotensin-converting enzyme; ARB, angiotensin receptor blocker; CCB, calcium
channel blocker.)
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Aspirin, clopidogrel dan dipyridamol merupakan terapi lini pertama
sebagai anti platelet yang direkomendasikan oleh American College of Chest
Physicians (ACCP). Rekomendasi farmakoterapi lain sebagai pencegah sekunder
stroke yaitu penurun tekanan darah dan statin (Dipiro, 2008).
4.4.3 Aspek kesesuaian terapi
Penilaian kesesuaian terapi yang diberikan dapat dilihat dari :
a. Indikasi obat
b. Hubungan terapi dengan kondisi pasien
c. Hubungan pengobatan dengan data klinik dan lab.
d. Dosis Obat
e. Aturan pemakaian obat
f. Interaksi Obat
g. Efek Samping Obat
Berikut jenis dan regimen obat yang diterima Ny. DN selama dirawat di
IRNA Teratai lantai VI Selatan RSUP Fatmawati.
Tabel 4.5 Terapi pasien Ny.DN
Obat
Tanggal
28-
Sep
29-
Sep
30-
Sep
01-
Okt
02-
Okt
03-
Okt
04-
Okt
05-
Okt
06-
Okt
07-
Okt
Ora
l
Aptor 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1
Simvastatin (10 mg) 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1
Reotal caps (400 mg) 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1
Glibenklamid (5 mg) 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1
Omeprazol 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1
Anemolat 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1
Metformin 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1
Amlodipin (10 mg) 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1
Laxadin 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1 1x1
Par
ente
ral
Neulin 500 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1
Citicolin 2x2 2x2 2x2 2x2 2x2 2x2 2x2 2x2 2x2
NaCl 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1 2x1
a. Aptor (Asetosal 100 mg)
1) Indikasi Obat
Pengobatan nyeri ringan – sedang, peradangan dan demam. Dapat digunakan
sebagai profilaksis: infark miokard, stroke dan atau TIA. Penata laksanaan
rheumatoid arthritis, rheumatic fever, osteoarthritis, dan gout (dosis besar);
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
27
Universitas Indonesia
terapi tambahan dalam prosedur revaskularisasi (coronary artery bypass graft
[CABG], percutaneous transluminal coronary angioplasty [PTCA], carotid
endarterectomy), stent implantation (Lacy, 2012)
2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien
Bagi pasien Ny.DN sebagai penyandang diabetes tipe 2, pasien dengan usia
>40 tahun, memiliki riwayat keluarga penyakit kardiovaskular, menderita
hipertensi, dislipidemia diberikan terapi aspirin 75 -160 mg/hari sebagai
strategi pencegahan sekunder (PERKENI, 2011).
3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium
Asetosal berkaitan dengan data LED (laju endap darah) yang menggambarkan
ukuran kecepatan endap eritrosit, komposisi plasma serta perbandingan
seritrosit dan plasma (KEMENKES RI, 2011). Asetosal dalam dosis yang kecil
berfungsi sebagai terapi antiplatelet. Laju endap darah sebagai model prediktif
dari outcome stroke. LED merupakan sebuah penanda tidak langsung untuk
pembentukan trombus. Kadar LED yang lebih tinggi ditemukan pada pasien
lebih tua dengan lesi lebih besar dan defisit yang lebih parah saat pasien dalam
masa perjukkan maka, semua faktor ini menunjukkan kapasitas yang kurang
untuk sirklasi kolateral, yang akan mempermudah stasis darah dan
perkembangan trombus sekunder (Imran, 2004).
4) Dosis Obat
Dosis obat untuk pasien stroke , dapat diberikan oral: 75-325 mg satu sehari.
Pasien mendapat dosis 100 mg per hari.
5) Aturan pemakaian obat
1 kali sehari setelah makan.
6) Interaksi Obat (Lacy, 2012):
i). Calcium Channel Blockersv(Amlodipin): meningkatkan efek antikoagulan
ii). Sulfonylurea (glibenklamid): Aptor dapat menigikatkan efek hipoglikemik
dari glibenklamid.
iii). Asam folat (Anemolat): Hipereksresi folat. Aptor dapat menyebabkan
defisiensi asam folat dalam tubuh yang menyebabkan anemia macrocytic.
7) Efek Samping Obat
Gangguan pada gastro intestinal. (Lacy, 2012).
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
b. Simvastatin (10 mg)
1) Indikasi obat
Menurunkan kolesterol total dan LDL.
2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien
Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk
menurunkan LDL sebesar 30- 40% dari kadar awal (PERKENI, 2011). Sebuah
penelitian menunjukkan sebanyak 62% pasien diabetik yang diberi terapi
dengan santin menunjukkan hasil yang baik (Tzimalos, 2008). Pemberian obat
statin penurun lemak pada orang yang diketahui mengidap PJK dapat
mengurangi resiko mereka mengalami stroke (Price & Wilson, 2002). Untuk
menambah kemampuan statins berperan dalam penurunan nilai LDL,
memperbaiki fungsi endotelial dan aliran darah ke otak (AHA/ASA, 2013).
3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium
Parameter klinik pasien Ny.DN yang berhubungan yaitu profil lipid meliputi
nilai trigliserida, kolesterol total, LDL.
4) Dosis Obat (Lacy, 2012).
i. Untuk pasien dengan kondisi dislipidemia diberikan oral: 20-40 mg satu kali
sehari pada malam hari.
ii. Pasien dengan nilai LDL-kolesterolnya sedang dapat diberikan dosis awal
10 mg satu kali sehari.
iii. Pasien geriatri dapat diberikan dosis 20 mg satu kali sehari.
Pasien mendapat dosis 10 mg per hari, dimunim pada malam hari.
5) Aturan pemakaian obat
Obat diminum di malam hari.
6) Interaksi Obat
Tidak terdapat interaksi antara simvastatin dengan obat-obat yang diberikan
untuk pasien.
7) Efek Samping Obat
Keluhan abdominal ringan, ruam kulit, ransangangatal, nyeri kepala, lelah,
gangguan tidur, kenaikan konsentrasi transaminase, nyeri otot, kejang otot
(ISFI, 2008).
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
c. Reotal (Pentoxifylline 400 mg)
1) Indikasi obat
Pentoksifilin digunakan sebagai terapi intermiten untuk mengobati sumbatan
arteri perifer dan gangguan peredaran darah atas dasar penyakit arteri oklusif
kronis pada tungkai (Lacy, 2012).
2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien
Zat ini bekerja dengan cara mengurangi viskositas darah dengan cara
meningkatkan kemampuan deformasi leukosit dan eritrosit dan menurunkan
adesi beutrofil sehingga akan meningkatkan oksigenisasi jaringan periferal
melalui peningkatan aliran darah (DIH, 2013).
Pada pasien stroke iskemik, untuk meningkatkan vasodilatasi, obat ini berperan
dalam mengurangi viskositas darah, meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat agregasi platelet, dan menurunkan produksi radikal bebas
(AHA/ASA, 2013)
3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium
Pemeriksaan klinik penggunaan obat ini berhubungan dengan pemeriksaan
darah seperti nilai eritrosit, leukosit dan juga laju endap darah.
4) Dosis Obat
Dosis oral untuk geriatri sama dengan dosis dewasa yaitu 400 mg 3 kali sehari
bersama makan (Lacy, 2012).
5) Aturan pemakaian obat
Pasien dapat meminum obat saat sedang makan. Untuk hasil yang maksimal,
terapi sebaiknya dilakukan 2-4 minggu. Direkomendasikan untuk memperbaiki
kondisi pasien, terapi dilakukan paling sedikit 8 minggu (Lacy, 2012).
6) Interaksi Obat
Tidak terdapat interaksi antara Reotal dengan obat-obat lain yang diberikan
untuk pasien.
7) Efek Samping Obat
Mual, malaise, gangguan lambung, vertigo, pruritis, urtikaria, edema
angioneuritk(ISFI, 2008).
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
30
Universitas Indonesia
d. Glibenklamid (5 mg)
1) Indikasi obat
Diabetes melitus tipe 2 apabila diet saja kurang adekuat.
2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien
Pasien mempunyai riwayat diabetes tipe 2 yang terkontrol bila dilihat dari
kadar HbA1c 5,8%. Nilai GDPP pasien saat 197 mg/dL.
3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium
Obat ini mempengaruhi nilai kadar gula (GDS, GDP, GDPP dan HbA1c).
4) Dosis Obat
Dari sediaan yang mengandung 5 mg glibenklamid, dosis awal diberikan ½
tablet dan dapat ditingkatkan menjadi 1 tablet satu kali sehari.
5) Aturan pemakaian obat
15 - 30 menit sebelum makan
6) Interaksi Obat
Tidak terdapat interaksi antara metformin dengan obat-obat lain yang diterima
pasien.
7) Efek Samping Obat
Efek gastrointestinal, reaksi hipoglikemia dan reaksi alergi kulit (IAI, 2012).
e. Metformin
1) Indikasi obat
Terapi untuk diabetes mellitus tipe 2 (noninsulin dependent, NIDDM) sebagai
monoterapi saat hiperglikemi tidak dapat dikendalikan dengan diet dan latihan.
2) Hubungan terapi denga kondisi pasien
Pasien mempunyai riwayat diabetes tipe 2 yang terkontrol bila dilihat dari
kadar HbA1c 5,8%. Pada awal pengobatan pasien diberikan monoterapi
dengan glibenklamid. Nilai GDPP pasien saat itu masih tetap tinggi dan tidak
menunjukkan adanya perbaikan (197 mg/dL) sehingga pasien diberi terapi
kombinasi dengan metformin. Nilai GDPP pasien mengalami perbaikan
menjadi 161 mg/dL.
Pasien yang tidak menunjukkan adanya perbaikan dengan sulfonil urea tunggal
dapat diberikan terapi kombinasi dengan maksimum dosis metformin 500
mg/hari. Metformin ditoleransi dengan baik pada pasien geriatri (Lacy, 2012).
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
Tanggal 4 oktober 2013 pasien diberi monoterapi metformin saja dengan
alasan metformin mempunyai efek yang lebih baik dalam mengurangi faktor
resiko kardiovaskuler (lihat tabel 4.4).
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer
(PERKENI, 2011).
3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium.
Obat ini mempengaruhi nilai kadar gula (GDS, GDP, GDPP dan HbA1c).
4) Aturan pemakaian obat
Metformin dapat diberikan sebelum atau pada saat atau sesudah makan.
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan
tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan (PERKENI, 2011).
5) Dosis Obat
500 mg 2 kali sehari atau 850 mg satu kali sehari
6) Interaksi Obat
Tidak terdapat interaksi antara metformin dengan obat-obat lain yang diterima
pasien.
7) Efek Samping Obat
Gangguan saluran cerna, asidosis laktat (IAI, 2012).
f. Omeprazol
1) Indikasi obat
Tukak dudodental, tukak gastrik, tukak peptik, refluks esofagitis
erosif/ulseratif, sindrom Zollinger-Ellison (IAI, 2012).
2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien
Pasien Ny.DN adalah pasien geriatri yang sangat beresiko mengalami gastro
intestinal adverse effect dari pemakaian Aptor. Omeprazol digunakan sebagai
profilaksis untuk mencegah terjadinya NSAID-induced ulcers (unlabeled
indication) (Lacy, 2012).
3) Hubungan pengobatan dengan data klinik dan lab.
Tidak terdapat hubungan antara omeprazol dan data laboratorium pasien.
4) Dosis Obat
Dosis untuk dewasa diberikan sehari sekali 20 – 40 mg.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
5) Aturan pemakaian obat
Obat diminum secara utuh 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
6) Interaksi Obat
Tidak terdapat interaksi antara omeprazol dengan obat-obat lain yang diberikan
untuk pasien
7) Efek Samping Obat
Sakit kepala, diare, ruam serta gatal-gatal (ISFI, 2008).
g. Anemolat
1) Indikasi obat
Untuk mengobati anemia megaloblastik dan makrositik akibat defisiensi folat,
sebagai suplemen untuk mencegah kerusakan pembuluh syaraf (Lacy, 2012).
2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien
Ny.DN adalah pasien geriatri yang terdiagnosis stroke iskemik. Homosistein
dalam plasma memiliki hubungan dengan faktor resiko kardiovaskuler (Lacy,
2012). Asam folat melindungi pembuluh darah arteri dan kerusakan akibat
pengaruh homosistein dengan cara mengubah homosistein menjadi sistein yang
akhirnya dapat dikeluarkan melalui urin. Homosistein merupakan asam amino
sulfur yang terbentuk sebagai hasil demetilasi metionin. kadar homosistein
yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya resiko penyakit jantung, stroke
dan menurunnya fungsi kognitif (Tiantari, 2011).
3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium.
Pemeriksaan darah berhubungan dengan terapi ini.
4) Dosis Obat
Pasien diberi Anemolat 1 mg dua kali sehari
5) Interaksi Obat
Tidak terdapat interaksi obat dengan terapi obat pasien.
6) Efek Samping Obat
Tidak ada efek samping
h. Amlodipin (10 mg)
1) Indikasi obat
Hipertensi, angina stabil dan atau angina varian (IAI, 2012).
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
33
Universitas Indonesia
2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien
Adanya hipertensi akan memperberat disfungsi endotel. Maka perlu adanya
obat anti hipertensi untuk mencapai tekanan darah<130/80mmHg. Salah satu
obat yang efektif mengatasi kasus hipertensi seperti yang dialami pasien adalah
dengan mengkonsumsi sediaan yang mengandung Amlodipin. Amlodipin
merupakan kelompok Calcium Channel Blocker (CCB) yang bekerja dengan
merelaksasi otot jantung dan dinding pembuluh darah melalui penghambatan
suplai ion kalsium sehingga dapat mencegah pengerasan pembuluh darah dan
otot jantung (AHA/ASA, 2013).
Pasien yang berumur 40-79 tahun dengan tekanan darah 160/100 mmHg atau
140/90 mmHg lebih efektif menggunakan calcium channel blocker/ACE dalam
menurunkan kardiovaskuler outcomes dibandingkan dengan pemberian
regimen beta-blocker/diuretic (Lacy, 2012).
3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium
Tekanan darah memiliki hubungan dengan penggunaan obat ini sebab, seperti
yang sudah dibahas sebelumnya, hipertensi merupakan faktor paling
berpengaruh terhadap stroke iskemik yang dialami pasien.
4) Dosis Obat
5 – 10 mg 1 kali sehari
5) Interaksi Obat
Tidak terdapat interaksi obat dengan terapi obat pasien.
6) Efek Samping Obat
Pusing, kemerahan, somnolen, kelelahan otot, edema perifer, palpitasi, nyeri
abdomen, mual, mengantuk.
j. Laxadin
1) Indikasi obat
Kondisi konstipasi/susah air besar yang memerlukan perbaikan peristaltis usus,
pelicin jalannya feses, penambahan volume feses secara sistematis sehingga
feses mudah dikeluarkan. Laxadine digunakan sebagai antisipasi penggunaan
beberapa obat yang mempunyai efek samping konstipasi.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
34
Universitas Indonesia
2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien
Laxadine adalah obat pencahar yang bekerja dengan cara merangsang gerakan
peristaltis usus besar, mengfhambat reabsorpsi air dan merangsang gerakan
tinja. Laxadine dapat membantun pengobatan susah buang air besar/konstipasi.
Pasien mendapatkan terapi Reotal (Pentoxifylline 100 mg) yang mempunyai
efek samping konstipasi. Maka keadaan penumpukan kotoran di usus
menyebabkan rasa tidak enak pada perut pasien oleh karena itu pasien
mengeluhkan rasa begah. Dengan pemberian laxadin sebagai terapi pencahar
diharapkan pasien dapat mengalami defekasi keesokan harinya
3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium
Tidak terdapat hubungan antara Laxadin dengan data laboratorium
4) Dosis Obat
Laxadine diminum 1 kali sehari pada malam hari menjelang tidur (1 sendok
makan=15 ml)
5) Aturan pemakaian obat
Hindarkan pemakaian Laxadine yang terus menerus dalam waktu lama karena
dapat menyebabkan penurunan berat badan, kelemahan otot, kehilangan
caairan dan elektrolit. Hentikan penggunaan Laxadine jika terjadi gangguan
saluran pencernaan seperti mual dan muntah. Laxadine tidak dianjurkan untuk
anak-anak dibawah 6 tahun, wanita hamil & menyusui dan usia lanjut kecuali
atas petunjuk dokter (IAI, 2012).
6) Interaksi Obat
Tidak terdapat ineraksi obat
7) Efek Samping Obat
Alergi kulit
k. Citicolin
1) Indikasi obat
Kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak, trauma kepala atau operasi otak
dan serebral infark. Percepatan rehabilitasi ekstremitas atas pada pasien
hemiplegia paska apopleksia serebral, pasien dengan ektrimitas paralisis bawah
yang relatif ringan yang muncul dalam satu tahun dan sedang direhabilitasi
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
35
Universitas Indonesia
atau diberi terapi oabtaoal biasa (dengan onbat yang mengaktivasi metabolisme
serebral atau memperbaiki sirkulasi otak) (IAI, 2012).
2) Hubungan terapi denga kondisi pasien
Ny.DN memerlukan upaya neuroproteksi untuk mencegah
terjadinya/meluasnya infark otak dilakukan dengan memberikan obat-obatan
neuroprotektan sesegera mungkin dalam masa tertentu. Pada stroke iskemik
terdapat daerah yang mengalami penurunan aliran darah otak regional yang
dikenal sebagai penumbra. Daerah ini apabila tidak segera diobati akan
berakibat terjadinya perluasan kematian sel otak (infark otak). Sel-sel pada
penumbra masih dapat diselamatkan dengan melakukan reperfusi dan
neuroproteksi (Zulkarnaini, 2008).
Citicoline pada tingkat neuronal akan meningkatkan pembentukan choline.
Pada metabolisme neuron akan meningkatkan ambilan glukosa, menurunkan
pembentukan asam laktat, mempercepat pembentukan asetilkolin dan
menghambat radikalisasi asam lemak dalam keadaan iskemia, meningkatkan
biosintesa dan mencegah hidrolisis kardiolipin, memelihara asam arachidonat
terikat pada fosfatidilkolin, merangsang pembentukan glutation yang
merupakan antioksidan endogen otak terhadap radikal bebas hidrogen
peroksida dan lipid peroksidasi, mengurangi peroksidasi lipid dan
mengembalikan aktivitas Na+/K+ATP ase. Pada tingkat vaskular citicoline
akan meningkatkan aliran darah otak, meningkatkan konsumsi oksigen,
menurunkan resistensi vascular. Hasil akhir metabolisme citicoline adalah
asetilkolin, glutation, dan phosphatidyl-choline (Zulkarnaini, 2008).
3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium
Citicoline dapat mempengaruhi nilai tekanan darah dan nilai saturasi oksigen
pasien.
4) Dosis Obat
Untuk stroke iskemik: 250 – 1000 mg/hari i.v. terbagi dalam 2 - 3 kali perhari
selama 2-4 hari
5) Aturan pemakaian obat
Pemberian secara intravena harus perlahan-lahan
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
36
Universitas Indonesia
6) Interaksi Obat
Tidak terdapat interaksi antara citicoline dengan obat-obat lain yang diterima
pasien.
7) Efek Samping Obat
Ruam kulit, insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, mual, anoreksia, nilai
fungsi hati abnormal, diplopia, perubahan tekanan darah sementara dan
malaise.
l. NaCl
1) Indikasi obat
Mengembalikan keseimbangan elektrolit tubuh
2) Hubungan terapi dengan kondisi pasien
Ny.DN diberi infus NaCl selama dirawat untuk menjaga keseimbangan
elektrolit pasien.
3) Hubungan pengobatan dengan data laboratorium.
NaCl infus mempengaruhi nilai kadar natrium, kalium dan klorida pasien.
4) Dosis Obat
Infus IV diberikan 2,5 ml/kg BB/jam atau 60 tetes/70 kg BB/menit atau 180
ml/70 kg BB/jam atau disesuaikan dengan kondisi pasien (IAI, 2012).
5) Interaksi Obat
Tidak terdapat interaksi antara infus NaCl dengan obat-obat lain yang diterima
pasien.
6) Efek Samping Obat
Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, ekstravasasi.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
37 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Terapi yang diterima oleh Ny.DN saat dirawat di IRNA Teratai lantai VI
selatan RSUP Fatmawati dinilai telah sesuai.
5.2 Saran
a. Ny. DN adalah pasien geriatri yang telah mengalami penurunan kemampuan
kognitif terlebih dengan adanya stroke iskemik, maka perlu adanya
penambahan nutrisi (vitamin dan mineral) untuk syaraf (neurotropik).
b. Perlunya peningkatan dosis simvastatin menjadi 20 mg jika tidak ada perbaikan
dari profil lipid pasien.
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
38 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
American Heart Association/American Stroke Association. 2013. Guidelines for the
Early Management of Patients With Acute Ischemic Stroke: A Guideline for
Healthcare Professionals From the American Heart Association/American
Stroke Association. Greenville Avenue, Dallas, Texas : American Heart
Association
Aslam M, Tan CK, Prayitno A, 2003. Farmasi Klinis, Jakarta: Gramedia Elex Media
Komputindo.
BPOM RI. 2004. Pedoman Penilaian Efikasi dan Keamanan Antihipertensi. Jakarta
Cipolle PharmD, Robert J., Linda M. Strand, PharmD,PhD, DSc (Hon)., Peter C
Morley, PhD. 2004. Pharmaceutical Care Practice: The Clinician’s Guide 2nd
Edition. Minneapolis, Minnesota : Peters Institute of Pharmaceutical Care
College of Pharmacy University of Minnesota,.
Departemen Kesehatan Indonesia. 2009. Pedoman Pemantauan Terapi Obat. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta
Desalegn, Anteneh Assefa. 2013. Assessment of drug use pattern using WHO
prescribing indicators at Hawassa University teaching and referral hospital,
south Ethiopia: a cross-sectional study. BMC Health Srvice Research 2013,
13:170 doi:10.1186/1472-6963-13-170. Hawassa, Ethiopia : Pharmacology
Unit, School of Medicine, Hawassa University
Dipiro, JT.et al.,1997. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic 3rd
edition. UK :
Stamford : Appleton & Lange.
Dipiro, T. Joseph PharmD. 2008. Pharmacotherapy, A Phatophysiologic approach 7th
edition. The McGraw-Hill Companies, inc. USA.
Imran, kemal. 2004. Laju Endap Darah Sebagai Prediktor Awal Keluaran. Jakarta :
Ilmu Penyakit Syaraf Fakultas Kedokteran UI
Joslin, Elliott Proctor., C. Ronald Kahn & Gordon C. Weir. 2006. Diabetes Mellitus
14th
Edition. Boston : Lippincot Williams & Welkins
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik.
Jakarta
Koda-Kimble M.A., Young L.Y., Kradjan W.A., Guglielmo B.J., 2005, Applied
Theurapeutics : The Clinical Use of Drugs, 8th edition, Philadelphia :
Lippincott Williams and Wilkin,
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Lacy, Charles., Lora Armstrong, Morton Goldman, Leonard Lance. 2013. Drug
Information Handbook 22nd
Edition. Lexicomp's Drug Reference Handbooks.
Malone, P.M., Mosdell, K.W., Kier, K.L., and Stanovich, J.E., 2001, Drug
Information A Guide for Pharmacists, 2nd edition, New York: McGraw-Hill,
McGuire, K Darren. 2012. Diabetes and The Cardiovascular System. Braunwald’s
Heart Disease 9th
ed. Philadelphia : Elsevier,
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta
Price, S.A. dan Wilson, L.M. 2002. Patofisiology : Konsep klinis proses terjadinya
penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Ricklia, Hans., Steinerb, Simon. 2004.The European Journal of Heart Failure 6
Betablockers in heart failure: Carvedilol Safety Assessment (CASA 2-trial).
2004. Division of Cardiology, University Hospital, CH-3010 Bern,
Switzerland Roche Pharma (Schweiz) AG, Reinach, Switzerland.
Semchuk. 2003. Hypertension and Adherence. Canada : Ce Compliance Centre
National
Siregar Charles, JP., Amalia Lia. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Praktek, 2003.
Penerbit EGC, Jakarta.
Terry Schwinghammer, Julia Koehler. 2005. Pharmacotherapy Casebook: A Patient-
Focused Approach, 8th
Edition. The McGraw-Hill Companies.
Tiantara, Rizka. 2011. Hubungan Asupan Vitamin B6, Vitamin B12, Asam Folat,
Aktifitas Fisik dan Kadar Homosistein dengan Status Kognitif Lansia. Semarang
: Program Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.
Tziomalosa Konstantinos, et al., 2008. Diabetes mellitus and cerebrovascular disease:
which are the actual data?. Journal of Diabetes and Its Complications 23 (2009)
283–296 : Elsevier
Walker, Roger & Clive Edwards. 2002. Clinical Pharmacy and Therapeutics 3rd
edition. London : Churcill Livingston Elsevier.
WHO. 1985. The Rational Use of Drugs. Report of a conference of experts, Nairobi,
25–29 November 1985. Geneva: World Health Organization.
Zulkarnaini. 2008. Stroke Iskemik Pasca Terapi Fibrinolitik. J Kardiol Ind 2008;
29:32-9 ISSN 0126/3773
Laporan praktek…., Nenden Nurhasanah, FFar UI, 2014