universitas indonesia analisis yuridis perjanjian …

25
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN AKIBAT PERCERAIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (STUDI KASUS PERJANJIAN AKIBAT PERCERAIAN ANTARA TUAN A- NYONYA B DAN TUAN X NYONYA Y) SKRIPSI MEITHA RIA RIZKITA TARIGAN 0906519993 FAKULTAS HUKUM PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG HUBUNGAN ANTAR SESAMA ANGGOTA MASYARAKAT DEPOK JANUARI 2013 Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Upload: others

Post on 15-Nov-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN AKIBAT PERCERAIAN MENURUT

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG –

UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

(STUDI KASUS PERJANJIAN AKIBAT PERCERAIAN ANTARA

TUAN A- NYONYA B DAN TUAN X – NYONYA Y)

SKRIPSI

MEITHA RIA RIZKITA TARIGAN

0906519993

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG HUBUNGAN ANTAR

SESAMA ANGGOTA MASYARAKAT

DEPOK

JANUARI 2013

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

ABSTRAK

Nama : Meitha Ria Rizkita Tarigan

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul : Analisis Yuridis Perjanjian Akibat Perceraian Menurut Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No.1 tahun

1974 tentang Perkawinan (Studi Kasus Perjanjian Akibat

Perceraian antara Tuan A – Nyonya B dan Tuan X – Nyonya Y)

Setiap manusia pasti mempunyai keinginan untuk melangsungkan perkawinan,

yang bersifat kekal, satu kali untuk selamanya. Namun mempertahankan

perkawinan yang menyatukan dua pribadi berbeda dengan kepentingan yang

berbeda pula itu sulit sehingga pada akhirnya banyak perkawinan berakhir dengan

perceraian. Perceraian sendiri seringkali malah menimbulkan masalah baru yang

akhirnya menyebabkan banyak pihak berinisiatif untuk membuat Perjanjian untuk

mencegah masalah tersebut yaitu Perjanjian Akibat Perceraian. Seperti pada kasus

Tuan A – Nyonya B dan Tuan X – Nyonya Y yang mengikat diri dalam Perjanjian

Akibat Perceraian. Akan tetapi, baik dalam KUHPerdata maupun UU No.1 tahun

1974 tentang Perkawinan belum ditemukan ketentuan yang mengatur secara jelas

dan spesifik mengenai Perjanjian Akibat Perceraian secara satu kesatuan.

Sehingga dasar hukum dari berlakunya Perjanjian Akibat Perceraian ini harus

dilihat dari dua sisi, sisi materilnya yaitu pasal 41 UU No.1 tahun 1974 tentang

Perkawinan dan sisi formilnya yaitu pasal 1320 KUHPerdata. Isi dari Perjanjian

Akibat Perceraian ini pun harus tetap mengikuti ketentuan dalam KUHPerdata

dan UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Kata Kunci : Perkawinan, Perceraian, Perjanjian

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

ABSTRACT

Name : Meitha Ria Rizkita Tarigan

Study Program : Law

Title : Juridical Analysis of The Agreement Due to A Divorce

According to Code of Civil Law and Act No.1 of 1974 on

Marriage (A Case Study of The Agreement as A Result Of

Divorce Between Mr.A – Mrs.B and Mr.X- Mrs.Y)

Every human being must have desire to create an everlasting marriage, once and

for all. But the retained the marriage uniting two different people with different

interests si hard so that in the end a a lot of marriages ended in divorce. Divorce

itself even cause problems that eventually led to the many people who take the

initiative to make arrangements to prevent those problems, namely The

Agreement Due to A Divorce. As in the case of Mr. A – Mrs. B and Mr. X – Mrs.

Y which is binding themselves in the agreement due to a Divorce. However, both

in The Code of Civil Law as well as Act No.1 of 1974 about Marriage is not

found the provisions that regularry clearly and specially about The Agreement

Due To A Divorce in one unit. So the legal basis of the enactment of The

Agreement Due To A Divorce should be viewed from two sides, the material side

based on Article 41 of Act. No.1 of 1974 about Mariage and The Formyl based

on Article 1320 of The Code of Civil Law. The content of The Agreement Due to

A Divorce must still follow the provisions in The Code of Civil Law and Act No.1

of 1974 about Marriage.

Keywords : Marriage, Divorce, Agreement

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial atau bisa disebut juga makhluk

bermasyarakat, artinya dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak dapat

hidup sendiri melainkan selalu hidup bersama dengan orang lain, baik itu

dengan yang sama jenis maupun yang berlainan jenis (laki-laki ataupun

perempuan). Manusia juga dikatakan sebagai makhluk sosial karena dalam

diri manusia selalu ada dorongan dan kebutuhan untuk

berhubungan/berinteraksi dengan orang lain, manusia juga hanya bisa hidup di

antara manusia lainnya. Manusia baru bisa dikatakan menjadi manusia

sempurna apabila Ia hidup berhubungan atau bersama dengan orang lain.

Sebagai makhluk sosial, manusia juga memiliki banyak kebutuhan dalam

menjalani hidupnya, dimana salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi

manusia adalah kebutuhan biologis seperti kebutuhan akan kasih sayang,

melahirkan dan juga memelihara keturunan. Berdasar pada status dasar

manusia yang adalah makhluk sosial dan juga adanya dorongan pemenuhan

kebutuhan biologis sehingga pada akhirnya penting bagi manusia untuk

melakukan suatu Perkawinan.

Pasal 1 UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan sendiri memberikan

definisi Perkawinan sebagai berikut : “Perkawinan adalah ikatan lahir batin

antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan

KeTuhanan Yang Maha Esa”. Dengan dilaksanakannya perkawinan antara

laki-laki dan wanita, maka lahirlah hubungan hukum antara suami-istri

tersebut. Selain melahirkan hubungan hukum, perkawinan juga melahirkan

hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sebagai akibat dari dari

dilangsungkannya suatu perkawinan. Dalam Undang-Undang No.1 tahun

1974 diatur tentang hak dan kewajiban dari pihak suami dan juga istri sebagai

berikut :

1. Pasal 30-34 UU No.1 tahun 1974 mengatur tentang hubungan antara

suami-istri satu sama lain sebagai anggota masyarakat.

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

2. Pasal 45-49 UU No.1 tahun 1974 mengatur tentang hak dan kewajiban

suami-istri terhadap anak dalam perkawinan

3. Pasal 35-37 UU No.1 tahun 1974 mengatur tentang hubungan atau hak dan

kewajiban suami-istri terhadap harta benda mereka.

Dalam melaksanakan perkawinan pun merupakan hal yang wajar apabila

setiap pasangan laki-laki dan wanita ingin melaksanakan perkawinan yang kekal,

yang hanya sekali dalam seumur hidup. Hal ini juga sesuai dengan definisi dari

perkawinan itu sendiri yang menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir

batin pria-wanita yang kekal. Akan tetapi, tidak mudah untuk menjaga keutuhan

atau kekekalnan perkawinan tersebut dikarenakan perkawinan berarti menyatukan

dua manusia dengan jenis kelamin yang berbeda, dimana perbedaan jenis kelamin

laki-laki dan perempuan telah mengakibatkan adanya perbedaan dalam perilaku,

peran, dan posisi serta kepentingan dan juga kebutuhan antara laki-laki dan

perempuan. Apalagi bila pria dan wanita sebagai suami dan istri tidak

menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing dengan baik, jelas akan

menimbulkan kesalahpahaman, percecokan, kekhilafan, dan pertentangan.

Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam perkawinan hampir dihadapi oleh

semua pasangan yang telah menikah, hanya saja ada pasangan-pasangan yang

menganggap bahwa masalah yang ada merupakan hal yang wajar dalam

perkawinan dan mereka mampu mengatasi serta mencari jalan keluarnya. Namun

ada juga pasangan yang tidak dapat atau tidak mampu mengatasi segala

permasalahan yang muncul dalam perkawinan yang kemudian pada akhirnya

menyebabkan perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi. Menurut pasangan yang

seperti ini, apabila perkawinan tetap dipertahankan maka baik pihak suami

maupun istri dan juga anak-anak (bila ada) akan mengalami penderitaan, sehingga

kebahagiaan dan kesejahteraan yang merupakan tujuan utama dari suatu

perkawinan malahan tidak akan tercapai.1

Dalam kondisi perkawinan yang terus-menerus diwarnai dengan

pertentangan dan percecokan, UU No.1 tahun 1974 yang merupakan landasan

hukum dari perkawinan di Indonesia memberikan jalan keluar yang baik yang

1 Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia. Cet.1.

(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1991). Hal. 203

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

dianggap dapat menyelesaikan permasalahan yang ada yaitu dengan adanya

lembaga perceraian, guna mencegah kerusakan lebih parah dari kedua pasangan

tersebut dan menghindarkan kerugian yang lebih besar apabila perkawinan tetap

dilanjutkan.

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana

ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi

keputusannya;

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam

kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan

dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas

istri.

Dengan adanya pasal tersebut dapat dilihat bahwa UU sendiri telah

memberikan penegasan bahwa suami masih memiliki kewajiban untuk

melindungi istri dan memberikan biaya penghidupan kepada istri, walaupun

telah terjadi perceraian yang memutuskan perkawinan dan dengan demikian

statusnya berubah menjadi mantan istri.

Akan tetapi, pada kenyataannya yang sering terjadi di lapangan adalah

persoalan mengenai akibat-akibat hukum pasca perceraian, terutama dalam hal

nafkah. Padahal sudah jelas-jelas ditegaskan dalam pasal 41 UU No.1 tahun

1974 tersebut bahwa nafkah dari suami merupakan hak istri, dimana suami

sebagai kepala rumah tangga mempunyai kewajiban untuk memberikan

nafkah kepada istri baik ketika masih terikat dalam hubungan perkawinan

maupun juga pasca perceraian.

Selain dalam hal nafkah, permasalahan-permasalahan lain sering juga

muncul pasca perceraian antara lain suami tidak menjalankan putusan

pengadilan karena alasan-alasan tertentu, menjalankan keputusan pengadilan

tapi jumlah nafkah yang diberikan kepada mantan istri tidak sesuai dengan

keputusan pengadilan cenderung lebih kecil atau lebih sedikit, masalah hak

asuh dan biaya anak, istri melarang suami bertemu anak-anak (jika anak ikut

istri) atau bahkan masalah agama atau kepercayaan anak pun bisa

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

mengakibatkan munculnya sengketa atau permasalahan baru pasca perceraian.

Banyaknya permasalahan baru yang muncul akibat dari perceraian, baik itu

mengenai harta, nafkah, dan juga bahkan mengenai hak asuh anak, membuat

banyak pihak pada akhirnya tertarik untuk membuat suatu perjanjian yang

mengatur mengenai akibat-akibat hukum setelah perceraian yang dikenal

dengan nama Perjanjian Akibat Perceraian. Dimana banyak pihak

menganggap dengan membuat suatu perjanjian setelah perceraian yang

mengatur mengenai aspek-aspek hukum setelah putusnya perkawinan, dapat

meminimalisir munculnya sengketa atau masalah baru yang berhubungan

dengan akibat-akibat perceraian. Dengan adanya Perjanjian Akibat Perceraian

ini, baik pihak suami atau istri yang dulunya terikat dalam suatu lembaga

perkawinan dapat mengatur hak dan kewajiban yang akan diperoleh masing-

masing pihak setelah putusnya perkawinan akibat perceraian, sehingga

diharapkan tidak akan membuat masalah atau sengketa baru yang timbul

setelah perceraian.

Semakin banyak pihak yang tertarik untuk membuat Perjanjian Akibat

Perceraian ini menimbulkan suatu pertanyaan baru yaitu mengenai dasar

hukum dari Perjanjian Akibat Perceraian itu sendiri, dimana baik UU No.1

tahun 1974 dan juga KUHPerdata belum mengatur secara spesifik dan

terperinci mengenai Perjanjian Akibat Perceraian tersebut. Belum ada pasal

dalam kedua kitab undang-undang tersebut yang mengatur secara jelas

mengenai Perjanjian Akibat Perceraian ini. Oleh karena inilah, penulis merasa

tertarik untuk melakukan penelitian hukum sehubungan dengan dasar hukum

pembentukan Perjanjian Akibat Perceraian.

Sehingga dalam karya ilmiah ini, terdapat dua pokok permasalahan

yang akan dibahas yaitu :

1. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan juga Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

mengatur mengenai keabsahan suatu Perjanjian Akibat Perceraian?

2. Bagaimanakah Perjanjian Akibat Perceraian mengatur mengenai akibat-

akibat yang muncul dari suatu perceraian mencakup hak dan kewajiban

masing-masing pihak?

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

PEMBAHASAN

1.1 Kasus Posisi

1.1.1 Perjanjian Akibat Perceraian antara Tuan A dan Nyonya B

Perjanjian Akibat Perceraian ini berlangsung di antara Tuan A

yang selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama dan Nyonya B yang

selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua. Dalam perjanjian ini

disebutkan bahwa Pihak Pertama berusia 29 tahun dan berprofesi

sebagai Dokter, sedangkan Pihak Kedua berusia 31 tahun dan

berprofesi sebagai Pegawai Swasta, dan kedua pihak tersebut

sebelumnya telah melangsungkan perkawinan yang tercatat di Kantor

Urusan Agama Kabupaten/Kotamadya Jakarta Pusat.

Disebutkan dalam Perjanjian bahwa penyebab terjadinya

perceraian adalah bahwa para pihak menyadari perkawinan tersebut

telah lama berlangsung tanpa adanya keharmonisan, para pihak

merasakan tidak ada lagi kecocokan, sehingga para pihak merasa jika

perkawinan ini tetap dipertahankan maka kehidupan rumah tangga

tersebut akan membawa ketidakbahagiaan dan memberikan dampak

negatif bagi para pihak dan jalan keluar terbaik yang dipilih para pihak

adalah mengakhiri perkawinan mereka melalui perceraian.

Selain sepakat untuk mengakhiri perkawinan, para pihak juga

sepakat dan menyetujui akibat-akibat yang ditimbulkan dari perceraian

yang terjadi di antara mereka yang dituangkan dalam Perjanjian Akibat

Perceraian, seperti yang dijelaskan di bawah ini :

1. Pihak pertama akan menanggung nafkah Pihak Kedua selama

berlangsungnya gugatan perceraian sebesar Rp 1.500.000,00 (satu

juga lima ratus ribu rupiah) per bulan, yang dibayarkan secara

keseluruhan paling lambat 3 hari setelah tanggal putusan sidang

dibacakan majelis hakim, sesuai pasal 24 ayat (2) angka a PP No. 9

Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 Tahun

1974 tentang Perkawinan;

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

2. Pihak Pertama akan memberikan biaya penghidupan Pihak Kedua,

sampai Pihak Kedua menikah lagi sebesar Rp 1.500.000,00 (satu

juta lima ratus ribu rupiah) setiap bulannya yang akan diserahkan

atau dibayarkan Pihak Pertama selambat-lambatnya tanggal 15

(lima belas) tiap bulannya kepada rekening bank atas nama Pihak

Kedua, berdasarkan ketentuan pasal 41 angka c UU No.1 Tahun

1974 tentang Perkawinan;

3. Para pihak akan menanggung secara bersama-sama, masing-

masing seperdua, seluruh biaya kuasa hukum Pihak Kedua dan

biaya yang timbul atas perkara perceraian ini.

Selain poin-poin diatas, dalam Perjanjian Akibat Perceraian

ini para pihak juga berjanji bahwa dengan diajukannya

permasalahan perceraian atau Gugatan Perceraian ini ke

Pengadilan Agama Jakara Pusat oleh salah satu pihak, maka pihak

lain tidak akan mengajukan upaya hukum perlawanan, tangkisan

atau bantahan dan akan menerima putusan majelis hakim jika

putusan tersebut selaras dengan maksud perjanjian ini.

Hal terakhir yang harus diperhatikan bahwa dalam

Perjanjian tersebut juga dinyatakan bahwa Perjanjian ini baru

berlaku setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat

diputuskan dengan diktum yang selaras dengan Perjanjian ini.

1.1.2 Perjanjian Akibat Perceraian antara Tuan X dan Nyonya Y

Perjanjian kedua yang akan dianalisis dalam karya ilmiah ini

adalah Perjanjian Kesepakatan Akibat Perceraian antara Tuan X dan

Nyonya Y, dimana Tuan X berusia 34 tahun dan Nyonya Y berusia 37

tahun dan keduanya tercatat pernah melangsungkan perkawinan dan

tercatat di Kantor Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Pusat.

Dalam Perjanjian tersebut juga disebutkan bahwa dari

perkawinan antara Tuan X dan Nyonya Y tersebut telah lahir dua

orang anak laki-laki, dimana yang pertama lahir pada tanggal 29 Juli

1992 dan yang kedua lahir pada tanggal 25 Juli 1995.

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

Disebutkan dalam Perjanjian bahwa penyebab dari terjadinya

perceraian adalah dimana Para Pihak sama-sama menyadari bahwa

telah lama perkawinan berlangsung tanpa adanya keharmonisan dan

kebahagiaan, yang berujung pada dirasakannya tidak ada lagi

kecocokan di antara Para Pihak. Para Pihak merasa bahwa apabila

perkawinan di antara mereka tetap dipertahankan, maka kehidupan

rumah tangga tersebut akan semakin memburuk dan membawa

dampak negatif bagi Para Pihak dan juga bagi anak-anak. Oleh karena

itu, Para Pihak secara musyawarah dan mufakat tanpa tekanan dan

dilandasi atas kesadaran dan keikhlasan yang mendalam sepakat

untuk mengakhiri perkawinan di antara mereka.

Selain sepakat untuk mengakhiri perkawinan di antara mereka,

Para Pihak juga melakukan kesepakatan dan persetujuan mengenai

akibat-akibat perceraian yang antara lain adalah sebagai berikut :

1. Para pihak sepakat bahwa kedua anak berada dalam pemeliharaan,

bimbingan, dan asuhan dari Pihak Kedua, dikarenakan selama ini

anak-anak lebih banyak berada bersama dan juga lebih dekat

dengan Pihak Kedua. Akan tetapi meskipun kedua anak tinggal

bersama Pihak Kedua, Pihak Pertama tetap dapat mengunjungi

dan/atau membawa anak berlibur bersamanya untuk waktu-waktu

tertentu sesuai dengan kesepakatan dan musyawarah dengan Pihak

Kedua;

2. Para Pihak sepakat bahwa dengan adanya perceraian ini, Pihak

Pertama tetap membiayai keperluan sehari-hari (sandang, pangan,

papan, kesehatan) bagi kedua anak sampai dengan kedua anak

tersebut dapat hidup secara mandiri, dimana tiap bulannya Pihak

Pertama akan menyerahkan atau membayar sebesar ± Rp

2.000.000,00 (dua juta Rupiah) yang akan diserahkan atau

dibayarkan selambat-lambatnya tanggal 3 tiap bulannya kepada

Pihak Kedua melalui rekening bank Pihak Kedua;

3. Para Pihak sepakat bahwa biaya keperluan sehari-hari anak yang

menjadi kewajiban Pihak Pertama seperti yang tertulis pada poin 2

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

diatas, akan disesuaikan setiap tahunnya dengan penambahan nilai

10% per tahun atau juga disesuaikan dengan inflasi atau kenaikan

harga yang terjadi, juga akan ditinjau kembali oleh Para Pihak

apabila terdapat kejadian tertentu seperti krisis ekonomi;

4. Para Pihak sepakat bahwa harta bersama selama perkawinan yang

berupa satu buah rumah diberikan menjadi milik Pihak Kedua;

5. Para Pihak sepakat bahwa keduanya tidak saling menyalahkan,

tetap saling menghormati, menghargai, menjaga martabat, nama

baik dan keharmonisan satu sama lain terutama demi kepentingan

anak-anak;

6. Para Pihak Sepakat bahwa salah satu pihak tidak akan mengajukan

upaya hukum perlawanan, tangkisan atau bantahan dan akan

menerima putusan majelis hakim jika putusan tersebut selaras

dengan maksud perjanjian ini;

7. Para Pihak sepakat akan tetap memprioritaskan kepentingan,

kesejahteraan dan kebahagiaan hidup kedua anak sampai mereka

menjadi dewasa, menikah dan/atau hidup mandiri.

Selain poin-poin yang telah dijelaskan di atas, dalam

Perjanjian tersebut juga dinyatakan bahwa Perjanjian ini baru

berlaku setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat

diputuskan dengan diktum yang selaras dengan Perjanjian ini.

1.2 Analisis

Sebelum membahas Perjanjian Akibat Perceraian secara menyeluruh,

pertama-tama harus dilihat dulu pengaturan pasal 208 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa “Perceraian perkawinan sekali-kali tidak dapat terjadi

hanya dengan persetujuan bersama.” Dimana pasal ini memberi arti bahwa

tidak boleh diadakan kesepakan di antara para pihak yang telah menikah untuk

bercerai. Perceraian bukanlah suatu hal yang bisa diperjanjikan. Apabila

terbukti bahwa perceraian tersebut dilakukan dengan ada perjanjian atau

kesepakatan untuk bercerai sebelumnya, apalagi di saat para pihak belum

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

menikah, maka perceraian tersebut harus dibatalkan dan dianggap tidak sah

dikarenakan melanggar pasal 208 KUHPerdata.

Akan tetapi Perjanjian Akibat Perceraian yang dimaksud disini

memiliki definisi yang berbeda dengan Perjanjian Perceraian, bahwa

Perjanjian Akibat Perceraian merupakan perjanjian yang mengatur

kesepakatan para pihak mengenai akibat-akibat yang akan terjadi dari suatu

perceraian (akibat perceraian). Sedangkan Perjanjian Percerian sendiri adalah

perjanjian yang menyatakan kesepakatan para pihak untuk bercerai. Perjanjian

Perceraian jelas melanggar pasal 208 KUHPerdata, sedangkan Perjanjian

Akibat Perceraian belum diatur secara khusus baik dalam UU No.1 tahun

1974 maupun KUHPerdata.

Di Indonesia sendiri, dengan adanya unifikasi hukum dan juga

ditambah adanya asas Lex Specialis Lex Generalis, Hukum Perkawinan diatur

secara terperinci menggunakan UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan,

tidak lagi menggunakan aturan yang diatur dalam buku II tentang orang Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Meskipun menurut unifikasi hukum dan

juga menurut asas Lex Specialis Lex Generalis pengaturan mengenai

perkawinan harus mengikuti aturan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, tetapi dalam ketentuan pasal 66 UU No.1 tahun 1974 tentang

Perkawinan dikatakan bahwa :

Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan

perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya

Undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-

undang Hukum Perdata, Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen No.74,

Peraturan Perkawinan Campuran dan Peraturan-peraturan lain yang

mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang

ini, dinyatakan tidak berlaku.

Sehingga dengan adanya ketentuan ini, UU No. 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan yang merupakan dasar hukum dan landasan dari ketentuan hukum

yang mengatur mengenai Perkawinan menyatakan bahwa apabila ada

ketentuan-ketentuan yang sebelumnya telah diatur dalam KUHPerdata,

Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen No. 74 tahun 1933, Peraturan

Perkawinan Campuran dan juga peraturan lain sehubungan dengan

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

perkawinan, dan kemudian diatur kembali atau diatur lebih lanjut dalam UU

No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, maka ketentuan yang dipakai adalah

ketentuan yang terdapat dalam UU No. 1 tahun 1974, tidak lagi ketentuan

yang terdapat dalam peraturan-peraturan yang telah ada sebelumnya.

Akan tetapi, ketentuan ini juga bisa bermakna lain dimana ketentuan

ini juga bisa berarti bahwa apabila ada hal-hal mengenai Perkawinan yang

ketentuannya tidak diatur dalam UU No.1 tahun 1974, tetapi dalam kenyataan

sudah sering dipraktekkan sehingga membutuhkan dasar hukum untuk

melindunginya, maka pengaturan mengenai hal tersebut bisa kembali mengacu

kepada peraturan-peraturan yang sebelumnya telah ada dan mengatur

mengenai perkawinan seperti KUHPerdata, Ordonansi Perkawinan Indonesia

No. 74 tahun 1933 dan juga Peraturan Perkawinan Campuran serta peraturan

lainnya.

Pasal inilah yang kemudian menjadi dasar atau acuan dari pembahasan

Perjanjian Akibat Perceraian dalam karya ilmiah ini dimana ketentuan dasar

hukum dari Perjanjian Akibat Perceraian tidak atau belum diatur dalam UU

No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga pembahasan pengaturan

mengenai Perjanjian Akibat Perceraian ini bisa kembali mengacu kepada

KUHPerdata, Ordonansi Perkawinan Indonesia No. 74 dan juga Peraturan

Perkawinan Campuran serta peraturan lainnya yang mengatur mengenai

Perkawinan sebelum disahkannya UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Tetapi, meskipun belum diatur dalam UU No. 1 tahun 1974, pembahasan

mengenai Perjanjian Akibat Perceraian ini harus tetap memperhatikan

ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 sebagai

peraturan dasar dari pelaksanaan perkawinan di Indonesia.

Dengan demikian dikarenakan belum ada ketentuan hukum yang

secara khusus mengenai Perjanjian Akibat Perceraian untuk mempermudah

pembahasan Perjanjian Akibat Perceraian ini maka pembahasan perjanjian ini

akan dilihat dari dua sisi yaitu secara formil dan materil. Untuk mempermudah

pemahaman, maka hal yang akan dibahas terlebih dahulu adalah dari materil

atau isi Perjanjian Akibat Perceraian tersebut.

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

Sesuai seperti namanya Perjanjian Akibat Perceraian, maka isi dari

Perjanjian ini adalah mengatur mengenai Akibat Perceraian. Pengaturan

mengenai Akibat Perceraian bisa dilihat dalam UU No.1 tahun 1974 tentang

Perkawinan pasal 41 yang menyatakan bahwa :

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :

a. Baik Ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak,

bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,

Pengadilan memberi keputusan.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaa dan

pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana Bapak dalam

kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut Pengadilan

dapat menentukan bahwa Ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk

memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu

kewajiban bagi bekas isteri.

Selain dalam UU No. 1 tahun 1974, KUHPerdata juga mengatur

mengenai akibat dari perceraian yang antara lain terdiri dari :.

a. Pembagian harta bersama

Berdasarkan pasal 119 dan pasal 126 BW disebutkan bahwa sejak

saat dilangsungkan perkawinan terjadi percampuran harta antara suami

istri yang dikenal dengan istilah harta bersama. Percampuran harta (harta

bersama) ini terjadi selama tidak ditentukan lain oleh para pihak dalam

bentuk perjanjian perkawinan.

Harta bersama bubar atau berakhir demi hukum hanya karena

alasan kematian salah satu pihak, perceraian, pisah meja dan ranjang dan

juga karena pemisahan harta yang dituangkan dalam perjanjian sebelum

terjadinya perkawinan. Pasal 127 BW juga lebih lanjut mengatur bahwa

setelah bubarnya harta bersama, kekayaan yang diperoleh selama masa

perkawinan dibagi dua antara suami dan istri atau antara para pewaris

tanpa mempersoalkan pihak asal barang-barang tersebut.

b. Munculnya tanggung jawab memberi nafkah

Setelah perceraian dikabulkan, akan muncul kewajiban suami atau

istri untuk memberikan tunjangan kepada pihak istri atau suami yang

gugatannya dikabulkan dalam tuntutan perceraian. Hal ini diatur dalam

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

pasal 222 KUHPerdata. Kewajiban memberikan tunjangan nafkah ini baru

akan berakhir apabila pihak suami atau istri yang menerima tunjangan

nafkah ini meninggal (pasal 227 KUHPerdata).

c. Pemegang hak asuh anak

Perceraian disamping menimbulkan adanya pembagian terhadap

harta bersama juga menimbulkan mengenai pihak yang memegang hak

asuh anak. Dimana menurut pasal 229 KUHPerdata, Pengadilan yang akan

menetapkan siapa dari kedua orang tua yang akan melakukan perwalian

atau memegang hak asuh atas tiap-tiap anak, kecuali jika kedua orang tua

tersebut telah dipecat atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua.

Akan tetapi meskipun setelah perceraian hak asuh anak hanya

dipegang oleh salah satu dari kedua orang tua, tetapi hal ini tidak berarti

tanggung jawab orang tua yang tidak memegang hak asuh atas anak

menjadi terputus. Hal ini diatur secara tegas dalam pasal 45 UU No. 1

tahun 1974 yang menyatakan bahwa :

(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak

mereka sebaik-baiknya

(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

berlaku sampai anak-anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri

kewajiban mana berlaku terus menerus meskipun perkawinan antara

kedua orang tua putus.

Pasal tersebut jelas mengatur bahwa kewajiban orang tua untuk

memelihara dan mendidik anak-anak mereka berlaku terus sampai anak

tersebut kawin atau dapat berdiri sendiri. Dinyatakan dengan jelas juga bahwa

kewajiban ini terus melekat pada kedua orang tua meskipun telah terjadi

perceraian di antara mereka berdua. Perceraian atau putusnya perkawinan

tidak melepaskan kewajiban orang tua terhadap anak. Sehingga dikatakan

bahwa biasanya yang diatur setelah terjadi perceraian adalah hanya siapa dari

kedua orang tua yang dianggap paling baik untuk memegang hak asuh

terhadap anak, akan tetapi kewajiban mengurus dan mendidik anak-anak tetap

melekat pada kedua orang tua, tidak hanya orang tua yang memegang hak

asuh atas anak.

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

Berdasarkan pada penjelasan yang telah dipaparkan diatas, dilihat

bahwa isi dari Perjanjian Akibat Perceraian seharusnya mengikuti akibat

perceraian baik menurut UU No.1 tahun 1974 dan juga KUHPerdata.

Setelah mengetahui bahwa akibat perceraian ini telah diatur dalam UU

No.1 tahun 1974 dan juga KUHPerdata maka diperlukan bentuk khusus atau

bentuk formil yang mengatur mengenai akibat perceraian tersebut agar lebih

mengikat para pihak untuk melaksanakannya. Para pihak memilih bentuk

Perjanjian sebagai bentuk formil atau tertulis untuk mengatur akibat

perceraian tersebut. Dikarenakan Para Pihak memilih mengikatkan diri dalam

perjanjian, makanya kesepakatan para pihak ini disebut sebagai Perjanjian

Akibat Perceraian.

Meskipun tidak ada ketentuan dalam KUHPerdata yang secara jelas

mengatur mengenai Perjanjian Akibat Perceraian, tetapi dikarenakan para

pihak mengikatkan diri dalam perjanjian, maka perjanjian yang dibuat ini jelas

harus mengikuti ketentuan-ketentuan mengenai sahnya suatu perjanjian seperti

yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar hukum keberlakukan

Perjanjian Akibat Perceraian bisa dilihat dari dua segi yaitu segi formil dan

materiil. Segi materiil mengikuti ketentuan dalam Pasal 41 Undang-Undang

No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan sedangkan pengaturan mengenai formil

atau bentuk dari pengaturan akibat perceraian ini dikarenakan disepakati

dalam bentuk Perjanjian maka mengikuti ketentuan yang diatur dalam pasal

1320 KUHPerdata.

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penulisan karya ilmiah ini, maka dapat diberikan

kesimpulan untuk menjawab pokok permasalahan yang ada, yakni sebagai

berikut:

1. Dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata tidak ditemukan adanya ketentuan atau pasal

khusus yang mengatur mengenai Perjanjian Akibat Perceraian. Sehingga

untuk mengetahui dasar hukum yang bisa dijadikan landasan Perjanjian

Akibat Perceraian analisis harus dilakukan dari dua sisi Perjanjian Akibat

Perceraian tersebut, yaitu dari sisi formil dan sisi materil.

Dilihat dari sisi materil terlebih dahulu yaitu dari sisi isi atau objek

Perjanjian Akibat Perceraian dimana objek dari Perjanjian Akibat

Perceraian adalah akibat perceraian. Akibat Perceraian menurut

KUHPerdata adalah sebagai berikut :

a. Pembagian harta bersama (Pasal 119 jo. pasal 126 KUHPerdata)

b. Munculnya tanggung jawab memberi nafkah (Pasal 227 KUHPerdata)

c. Pemegang hak asuh anak (Pasal 229 KUHPerdata)

Selain dalam KUHPerdata, akibat perceraian juga diatur dalam pasal 41

UU No. 1 tahun 1974 yaitu :

d. Baik Ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya

e. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu

f. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas

isteri.

Sedangkan apabila dilihat dari sisi formilnya, dikarenakan para pihak

memilih mengikatkan diri dalam bentuk perjanjian yaitu Perjanjian Akibat

Perceraian, maka Perjanjian Akibat Perceraian tersebut harus memenuhi

asas-asas suatu perjanjian yaitu :

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

1. Asas kebebasan berkontrak

2. Asas Personalia

3. Asas Konsensualisme

4. Asas Pacta Sunt Servanda

5. Asas Itikad Baik

6. Asas Kepercayaan

7. Asas Kekuatan Mengikat

8. Asas Persamaan Hak – Asas Keseimbangan

9. Asas kepatutan

10. Asas kepastian hukum

Selain asas-asas perjanjian, suatu Perjanjian Akibat Perceraian harus

memenuhi syarat sahnya suatu Perjanjian sesuai pasal 1320 KUHPerdata

yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengadakan perjanjian.

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal

Dengan demikian dasar hukum suatu Perjanjian Akibat Perceraian dapat

dilihat dari dua sisi yaitu apabila dari sisi materinya mengikuti ketentuan

akibat percerain seperti yang sudah diatur dalam KUHPerdata dan UU

No.1 Tahun 1974. Sedangkan dari sisi formilnya sebagai suatu perjanjian,

Perjanjian Akibat Perceraian harus mengikuti ketentuan sahnya suatu

Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata.

2. Sesuai dengan namanya Perjanjian Akibat Perceraian, maka suatu

Perjanjian Akibat Perceraian akan mengatur mengenai akibat-akibat yang

ditimbulkan dari adanya suatu perceraian. Akibat Perceraian yang boleh

diatur atau disepakati dalam suatu Perjanjian Akibat Perceraian mencakup

hal-hal dibawah ini yaitu :

a. Pembagian harta bersama

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

Ketentuan ini diatur dalam pasal 119 jo. Pasal 126 KUHPerdata yaitu

mengatur mengenai pembagian harta bersama yang diperoleh selama

perkawinan para pihak dimana dengan adanya perceraian maka akan

membubarkan harta bersama.

b. Pemberian nafkah atau biaya penghidupan istri

Diatur dalam pasal 227 KUHPerdata dan pasal 41 huruf (c) UU No. 1

Tahun 1974 yang menyatakan bahwa suami tetap bertanggung jawab

untuk memberikan nafkah kepada si istri sampai dengan meninggalnya

salah satu pihak.

c. Pemberian hak asuh anak

Diatur dalam pasal 229 KUHPerdata dimana perceraian juga

menimbulkan munculnya tanggung jawab hak asuh anak yang

dipegang oleh salah satu pihak bisa suami atau istri. Hal yang diatur

hanyalah pemegang hak asuh, bukan kewajiban orang tua terhadap

anak dimana kewajiban orang tua terhadap anak tidak putus karena

perceraian dan tetap berlaku sampai anak itu dewasa.

d. Pemberian biaya penghidupan anak

Diatur dalam pasal pasal 41 (a) UU No.1 Tahun 1974 dimana biasanya

tanggung jawab biaya penghidupan anak diserahkan kepada pihak

Bapak selaku pencari nafkah.

Bahwa penjelasan diatas menyatakan bahwa menurut ketentuan

KUHPerdata dan UU No.1 tahun 1974 suatu Perjanjian Akibat Perceraian

akan mengatur mengenai akibat perceraian sesuai keempat poin diatas.

Tetapi apabila para pihak hendak melakukan kesepakatan-kesepakatan lain

sehubungan dengan akibat perceraian yang akan dituangkan dalam

Perjanjian Akibat Perceraian, hal tersebut tetap diperbolehkan berdasarkan

asas kebebasan berkontrak dalam suatu perjanjian selama hal yang

diperjanjikan tersebut tidak melanggar ketertiban umum, mengganggu

kepentingan umum dan melanggar kesusilaan.

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

2. Saran

1. Mengingat semakin tingginya angka perceraian di Indonesia dan

semakin banyak pihak-pihak yang tertarik untuk membuat Perjanjian

Akibat Perceraian, untuk menjamin kepastian hukum dari Perjanjian

Akibat Perceraian itu sendiri lebih baik dirumuskan suatu bab atau

pasal di dalam UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang secara

khusus mengatur mengenai Perjanjian Akibat Perceraian secara

keseluruhan. Sehingga kemudian ke depannya, Bab atau Pasal dalam

UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut bisa digunakan

sebagai landasan hukum keberlakukan Perjanjian Akibat Perceraian

dan mengakomodir seluruh aspek mengenai Perjanjian Akibat

Perceraian.

2. Untuk menjamin kepastian hukum dari Perjanjian Akibat Perceraian

itu sendiri, ada lebih baiknya untuk ke depannya juga ada ketentuan

hukum yang mengharuskan pembuatan Perjanjian Akibat Perceraian

harus diikuti dengan pendaftaran ke Notaris, seperti pada pembuatan

Perjanjian Perkawinan. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum

bagi para pihak dan memberi wewenang kepada para pihak untuk

melakukan eksekusi sesuai isi Perjanjian dan mengajukan gugatan

apabila terjadi wanprestasi terhadap Perjanjian Akibat Perceraian

tersebut.

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asfinawati, Erna Ratnaningsih dan Ines Thicren, Bila Anda Harus Bercerai : Hak

hak Perempuan Seputar Perceraian, cet.1, (Jakarta : Lembaga Bantuan

Hukum (LBH) Jakarta, 2004), hal.11

Badrulzaman, Mariam Darus, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung : Citra

Aditya Bakti,2001.

Damanhuri, H.A. Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama. Cet.I.

Bandung : CV Mandar Maju, 2007.

Darmabrata, Wahyono. Hukum Perkawinan Perdata – Syarat Sahnya

Perkawinan,

Hak dan Kewajiban Suami Istri, Harta Benda Perkawinan. Jilid I. Jakarta:

Rizkita, 2009.

Hasbullah, Frieda Husni. Hukum Kebendaan Perdata : Hak-Hak Yang Memberi

Kenikmatan. Jilid I. cet III. Jakarta : Penerbit Ind – Hil – Co, 2005.

Loudoe, J.Z dan S.Riwoe Loupatty, Ajaran Umum Perikatan dan Persetujuan

menurut KitabUndang-Undang Hukum Perdata. Surabaya : Kasnendra

Suminar, 1983, hal. 1.

Mamudji, Sri, et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta : Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Mahdi, Sri Soesilawati, Surini Ahlan Sjarif dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum

Perdata Suatu Pengantar, (Jakarta : Gitama Jaya, 2005), hal.147.

Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak : Perancang Kontrak. Jakarta : PT Raja Grafindo

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

Persada, 2007

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan yang lahir dari Perjanjian.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2003

Prodjodikoro, Wirjono (a). Hukum Perkawinan Di Indonesia. Jakarta : Sumur

Bandung,1981.

_________ (b). Asas Hukum Perjanjian, Bandung : Sumur Bandung,

Prodjohamidjojo, Martiman (a). Hukum Perkawinan Indonesia, cet.2, Jakarta :

IndonesiaLegal Center Publishing, 2007

_________ (b). Tanya Jawab Undang-Undang Perkawinan, cet. 3, Jakarta : Legal

Center Publishing, 2004.

Rasjidi, Lili. Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia.

Cet.1.Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1991.

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, edisi revisi,

Bandung :Alumni,2006.

Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta : Pustaka

Sinar Harapan, 1993.

Satrio,J (a). Hukum Perikatan yang lahir dari Perjanjian Buku II. Bandung : Citra

Aditya Bakti, 2001.

_______ (b). Hukum Harta Perkawinan. Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991.

Setiawan, R. Pokok-pokok Hukum Perikatan. (Bandung : Binacipta, 1994), hal.

65.

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

Soekanto, Soerjono. Intisari Hukum Keluarga. (Bandung : Alumni, 1980), hal 16-

17.

Soemiyati. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (UU No.1

tahun 1974 tentang Perkawinan), cet.2, Yogyakarta : Liberty, 1986.

Subekti (a), Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 2001

______ (b). Pokok-pokok Hukum Perdata, cet.31, Jakarta : Intermasa, 2003.

Subekti, Wienarsih Imam dan Sri Soesilowati Mahdi. Hukum Perorangan dan

Kekeluargaan Perdata Barat, Jakarta : Gitama Jaya, 2005.

Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional. Cet.III. Jakarta : PT Rineke Cipta,

2005.

Suharnoko. Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa Kasus. Jakarta : Prenada

Media,2004.

Sulistini, Elise T dan Rudi T. Erwin, Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara

Perkara Perdata. Jakarta : Bina Aksara, 1987

Suryodiningrat,R.M. Asas-asas Hukum Perikatan, Bandung : Tarsito, 1982.

Soimin, Soedharyo. Hukum Orang dan Keluarga – Perspektif Hukum Perdata

Barat/BW,Hukum Islam dan Hukum Adat. Cet.I. Jakarta : Sinar Grafika,

2002.

Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Di

Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.2006.

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

Widjaya, I.G.Ray. Merancang Suatu Kontrak, Jakarta : Kesaint Blanc, 2008.

Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Lainnya

Indonesia. Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU No. 1 tahun 1974, LN No.1

tahun 1974, TLN No.3019, ps.66

Indonesia. Undang-Undang tentang Perkawinan, UU No.1 tahun 1974, LN No.1

tahun 1974, TLN No. 3019.

Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Perkawinan, PP No.9 tahun 1975. Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan

oleh R.Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta : Pradnja Paramita.1996.

Indonesia. Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, UU No.23 tahun 2002.

LN No. 109 Tahun 2002. TLN No. 4235.

Internet

Anjar Nugroho, “Hak-hak Perempuan dalam Perkawinan : Perspektif Kesetaraan

Laki-Laki dan Perempuan dalam Islam”

http://pemikiranislam.wordpress.com/2007/07/27/hak-hak-perempuan-

dalam-perkawinan/. Diakses pada 27Juli 2007.

Hukum Keluarga dan Waris Pembagian Harta Gono-Gini,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1208/pembagian-harta-gono-

gini, diakses pada tanggal 6 November 2012.

Makalah, Skripsi, Tesis, Desertasi

S. Sewu, Lindawaty. Aspek Hukum Perjanjian Baku dan Posisi Berimbang Para

Pihak dalam Perjanjian Waralaba,” (Disertasi Doktor Universitas Katolik

Parahyangan, Bandung, 2007),

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN …

Kamus dan Ensiklopedia

Em Zul Fajri dan Ratu Prilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta :

Difa Publisher)

Garner, Bryan A., (ed). Black’s Law Dicitonary, 7th

Edition. St. Paul Minn : West

Publishing Co. 1990.

Poeawadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet.6 (Jakarta :Balai

Pustaka, 1983), hal.402.

Analisis yuridis..., Meitha Ria Rizkita Tarigan, FH UI, 2013