ulum-al qur'an persentasi

15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya pengetahuan tentang teori Munasabah (korelasi) ini tampaknya berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam Mushaf Usmani sekarang tidak berdasarkan atas fakta kronologis turunnya. Sehubungan dengan ini, ulama salaf berbeda pendapat tentang urutan surat di dalam Al-Qur’an. Segolongan dari mereka berpendapat bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi SAW. Golongan lain berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad para sahabat setelah bersepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat adalah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa dengan golongan pertama, kecuali surat Al-Anfal [8] dan Bara’ah/At-Taubah [9] yang dipandang bersifat ijtihadi. Pendapat pertama didukung antara lain oleh Al-Qadi Abu Bakr dalam satu pendapatnya, Abu Bakr Ibn Al-Anbari, Al-Kirmani dan Ibn Al-Hisar. Pendapat kedua didukung oleh Malik, Al-Qadi Abu Bakar dalam pendapatnya yang lain, dan Ibn Al-Faris, sedangkan pendapat yang ketiga dianut oleh Al-Baihaqi. Salah satu perbedaan pendapat ini adalah adanya mushaf-mushaf ulama salaf yang bervariasi dalam urutan suratnya. Ada yang menyusunnya berdasarkan kronologis turunnya, seperti mushaf Ali yang dimulai dengan ayat Iqra’, kemudian sisanya disusun berdasarkan tempat turunnya (Makki kemudian Madani). Adapun mushaf Ibn Mas’ud dimulai dengan surat Al-Baqarah [2], kemudian An- Nisaa’ [4], lalu surat Ali ‘Imron [3]. B. Rumusan Masalah 1. Pengertian Munasabah? 2. Kontroversi Keberadaan Munasabah?

Upload: syukronamienparti

Post on 28-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ulum-Al Qur'an Persentasi

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahirnya pengetahuan tentang teori Munasabah (korelasi) ini tampaknya berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam Mushaf Usmani sekarang tidak berdasarkan atas fakta kronologis turunnya. Sehubungan dengan ini, ulama salaf berbeda pendapat tentang urutan surat di dalam Al-Qur’an. Segolongan dari mereka berpendapat bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi SAW. Golongan lain berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad para sahabat setelah bersepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat adalah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa dengan golongan pertama, kecuali surat Al-Anfal [8] dan Bara’ah/At-Taubah [9] yang dipandang bersifat ijtihadi.

Pendapat pertama didukung antara lain oleh Al-Qadi Abu Bakr dalam satu pendapatnya, Abu Bakr Ibn Al-Anbari, Al-Kirmani dan Ibn Al-Hisar. Pendapat kedua didukung oleh Malik, Al-Qadi Abu Bakar dalam pendapatnya yang lain, dan Ibn Al-Faris, sedangkan pendapat yang ketiga dianut oleh Al-Baihaqi. Salah satu perbedaan pendapat ini adalah adanya mushaf-mushaf ulama salaf yang bervariasi dalam urutan suratnya. Ada yang menyusunnya berdasarkan kronologis turunnya, seperti mushaf Ali yang dimulai dengan ayat Iqra’, kemudian sisanya disusun berdasarkan tempat turunnya (Makki kemudian Madani). Adapun mushaf Ibn Mas’ud dimulai dengan surat Al-Baqarah [2], kemudian An-Nisaa’ [4], lalu surat Ali ‘Imron [3].

B. Rumusan Masalah1. Pengertian Munasabah?2. Kontroversi Keberadaan Munasabah?3. Macam-macam Munasabah?4. Bagaimana urgensi dan kegunaan munasabah?

C. Tujuan1. Untuk mengetahui mengenai munasabah.2. Untuk mengetahui Kontroversi Keberadaan Munasabah.3. Untuk mengetahui macam-macam munasabah.4. Untuk mengetahui urgensi dan kegunaan munasabah.

1

Page 2: Ulum-Al Qur'an Persentasi

2

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Munasabah

Kata Munasabah secara etimologi, menurut Manna’ Khalil Al-Qattan ialah Al-Muqabarah artinya kedekatan. Dalam pengertian ini As-Suyuthi menambahkan al-Musyakalahdan Al-Muqabarah artinya kedekatan dan keserupaan.1 Az-Zarkasyi memberi contoh sebagai berikut : Fulan Yunasib Fulan, berarti si Fulan mempunyai hubungan dekat dengan si fulan itu dan menyerupainya. Dan dari kata itu lahir pula kata an-Nasib, berarti kerabat yang mempunyai hubungan dekat seperti dua orang bersaudara. Istilah munasabah digunakan dalam‘iIlat hukum dalam bab Qiyas yang berarti Al-Wasf Al-Muqarib Li Al-Hukm (gambaran/sifat yang berdekatan atau berhubungan dengan hukum.

Secara terminologi, pengertian Munasabah dapat diartikan sebagai berikut menurut berbagai tokoh, yaitu:

a. Menurut Ibn Al-Arabi :

“Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung”b. Menurut Manna’ Khalil al-Qattan :

اآليات في اآلية و اآلية بين أو الواحدة اآلية في الجملة و الجملة بين االرتباط وجهالسورة و السورة بين أو .المتعددة

“Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat didalam Al-Qur’an”.c. Menurut Al-Biqa’i, yaitu :“Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat  dengan ayat, atau surat dengan surat”.2

Dapat disimpulkan, munasabah adalah pengetahuan tentang berbagai hubungan unsur-unsur dalam Al-Qur’an, seperti hubungan antara kalimat dengan kalimat pada suatu ayat, ayat dengan ayat pada suatu surah, surah dengan surah pada sekumpulan surah, surah dengan surah, termasuk hubungan antara nama surah dengan isi atau tujuan surah, antara fawtih Al-suwar dengan isi surah, fashilah (pemisah) dengan isi ayat, dan fawatih Al-suwar dengan khawatim Al-suwar.3 Pada dasarnya pengetahuan tentang munasabah atau hubungan antara ayat-ayat itu bukan tauqifi (tak dapat

1 Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan Fi ‘Ulumil Qur’an, Daar Al-Fikr, Beirut, Jilid I, hal. 108. Dalam Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hal. 82

2 Rosihan Anwar. hal. 843 Acep Hermawan, ‘Ulumul Quran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 123.

2

Page 3: Ulum-Al Qur'an Persentasi

3

diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul), tetapi didasarkan pada ijtihadi seorang mufassir dan tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan Al-Qur’an, rahasia retorika, dan segi keterangannya yang mandiri.

Seperti halnya pengetahuan tentang Asbab Al-Nuzul  yang mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan tentang munasabah atau korelasi antar ayat dengan ayat dan surat dengan surat juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat  dengan baik dan cermat. Oleh sebab itu sebagian ulama menghususkan diri untuk menulis buku mengenai pembahasan ini. Tetapi dalam pendapat lain dikemukakan atas dasar perbedaan pendapat tentang sistematika (perbedaan urutan surat dalam Al-Qur’an) adalah wajar jika teori Munasabah Al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulama yang menekuni ‘Ulum Al-Qur’an4 walaupun keadaan sebenarnya Munasabah ini masih terus dibahas oleh para mufassir yang menganggap Al-Qur’an adalah Mukjizat secara keseluruhan baik Redaksi maupun pesan ilahi-Nya

Pengetahuan tentang munasabah ini sangat bermanfaat dalam memahami keserasian antar makna, mukjizat Al-Qur’an secara retorik, kejelasan keterangannya, keteraturan susunan kalimatnya dan keindahan gaya bahasanya. Pengetahuan mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat itu bukanlah hal yang tauqifi (tak dapaat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul); tetapi didasarkan pada ijtihad seorang mufassir dan tingkat penghayatannya terhadap kemukjizatan Al-Qur’an, rahasia retorika, dan segi keterangannya yang mandiri. Apabila korelasi itu halus maknanya, harmonis konteksnya dan sesuai dengan asas-asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu bahasa arab, maka korelasi tersebut dapat diterima.5 Hal yang demikian ini tidak berarti bahwa seorang mufassir harus mencari kesesuaian bagi setiap ayat, karena Al-Qur’a Al-Karim turun secara bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu, terkadang seorang mufassir menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak. Ketika tidak menemukan keterkaitan itu, ia tidak diperkenankan memaksakan diri, sebab jika memaksakannya juga akan menghasilkan kesesuaian yang dibuat-buat dan hal ini tidak disukai,  pernyataan ini  senada  dengan pendapat Syaikh ‘Izz Ibn Abdus-Salam.6

B. Kontroversi Keberadaan Munasabah

Ilmu munasabah yang juga disebut dengan “Tanasub Al-Aayati Wa Al-suwari” pertama kali di cetus oleh  Imam Abu Bakar An-Naisaburi (wafat tahun 324 H)7, Kemudian disusul oleh Abu Ja’far ibn Zubair yang mengarang kitab “Al-Burhanu fi Munasabati Suwar Al- Qur’ani” dan diteruskan oleh Burhanuddin Al-Buqai yang menulis kitab “Nudzumu Al-Durari fi Tanasub Al- Aayati Wa Al-suwari” dan As-

4 Rosihan Anwar, Op Cit, hal. 83.5 Manna’ Khalil al Qattan, hal. 1386 Nama lengkapnya ialah Abdul ‘Aziz bin Abdus-Salam, terkenal dengan nama Al-’Izz, seorang ulama,

mujahid dan ahli Wara’  wafat 660 H. dikutip dari Manna’ Khalil al Qattan,  hal. 139.7 Rahmad Syafei. Pengantar Ilmu Tafsir. Pustaka Setia: hal 36

Page 4: Ulum-Al Qur'an Persentasi

4

Suyuthi yang menulis kitab “Asraaru Al-Tanzilli wa Tanaasuqu Al-Durari fi Tanaasub Al-Aayati Wa Al-suwari” serta M. Shodiq Al-Ghimari yang mengarang kitab “Jawahiru Al-Bayani fi Tanasubi Wa Al-suwari Al-Qur’ani”.

Pada bagian ini muncul pertanyaan, apakah ilmu munasabah itu ada atau tidak?, dari pertanyaan ini muncul dua pendapat yang berbeda sebagai jawabannya.

Pertama, pihak yang mengatakan secara pasti pertalian yang erat antara surat dengan surat dan antara ayat dengan ayat (munasabah). Pihak ini diwakili oleh As-Syaikh ‘Izz Ad-Din Ibn ‘Abd As-Salam atau ‘Abd Al-‘Aziz Ibn, Abd As-Salam (577-600 H).8

Menurut aliran ini, munasabah adalah ilmu yang mensyaratkan bahwa baiknya kaitan pembicaraan ( ارتبط الكالم  ) itu bila antara permulaan dan  akhiranya terkait menjadi satu. Apabila hubungan itu terjadi dengan sebab yang berbeda-beda, tidaklah diisyaratkan adanya pertalian salah satunya dengan yang lain.

Kalau Al-Munasabah ditinjau secara terminologis, dalam hal ini munasabah bisa berarti suatu pengetahuan yang di peroleh secara Aqli dan bukan  di peroleh secara tauqifi. Dengan demikian, akallah yang berusaha mencari dan menemukan hubungan-hubungan, pertalian, atau keserupaan antara sesuatu itu.9 Demikian Az-Zarkasyi mengemukakan pendapatnya tentang persoalan munasabah.

Pendapat lain yang mengatakan adanya munasabah dalam Al-Quran juga di kemukakan oleh Mufassir, diantaranya As-Syuyuti, Al-Qaththan, Fazlurrahman dll.

Kedua, Pihak yang mengatakan bahwa tidak perlu ada munasabah ayat, sebab pristiwa-pristiwa tersebut  saling berlainan. Al-Quran disusun dan diturunkan serta diberi hikmah secara tauqifi dan tersusun atas petunjuk Allah. Terlepas dari kedua pendapat diatas , munasabah telah merupakan bagian tak terpisahkan dari ‘ulum Al-Quran. Apakah adanya munasabah itu ijtihadi atau tauqifi barangkali akan dapat dijawab ketika memperhatikan telaah tentang kaitan ayat dengan ayat atau surat dengan surat.

C. Macam-Macam Munasabah

Pada garis besarnya munasabah itu menyangkut pada dua hal, yaitu hubungan antara ayat dengan dan hubungan surat dengan surat. Dua pokok hubungan itu di perincian sebagai berikut.

1. Hubungan ayat dengan ayat meliputi :

a. Hubungan kalimat dengan kalimat dalam ayat.

8 Ibid. Hal 369 Ibid. Hal 36

Page 5: Ulum-Al Qur'an Persentasi

5

b. Hubungan ayat dengan ayat dalam satu surat.

c. Hubungan penutup ayat dengan kandungan ayatnya.

2. Hubungan surat dengan surat meliputi:

a. Hubungan awal uraian dengan ahir uraian surat.

b. Hubungan nama surat dengan tujuan turunnya.

c. Hubungan surat dengan surat sebelumnya.

d. Hubungan penutup surat terdahulu dengan awal surat berikutnya.10

Dalam pembahasan ini juga Manna’ Khalil Al-Qattan bependapat bahwa apabila korelasi itu halus maknanya, harmonis konteknya dan sesuai dengan asas-asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu bahasa arab, maka korelasi tersebut dapat diterima. Menurutnya munasabah terbagi kedalam tiga kategori, yaitu:11

Munasabah terletak pada perhatiannya terhadap keadaan lawan bicara, seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Ghasyiyah ayat17 – 20,

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, dan langit, bagaimana ia ditinggikan, dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan, dan bmi bagaimana ia dihamparkan”.(QS. Al-Ghasyiyah :17 – 20)

Penggabungan Unta, Langit, Gunung-gunung dan bumi berkaitan erat dengan adat dan kebiasaan hidup yang berlaku di kalangan lawan bicara yang tinggal di padang pasir, dimana kehidupan mereka bergantung pada unta sehingga mereka amat memperhatikannya. Namun keadaan demikian pun tidak mungkin berlangsung kecuali bila ada air yang dapat menumbuhkan rumput di tempat gembalaan dan diminum unta. Keadaan ini terjadi bila hujan turun, dan inilah yang menjadi sebab mengapa wajah mereka selalu menengadah ke langit. Kemudian mereka juga membutuhkan tempat berlindung, dan tidak ada tempat berlindung yang lebih baik dari pada gunung-gunung. Mereka memerlukan rerumputan dan air, sehingga meninggalkan suatu daerah dan turun ke daerah lain, dan berpindah dari tempat gembala yang tandus menuju tempat gembala yang subur. Maka apabila penghuni padang pasir mendengar ayat-ayat diatas, hati mereka merasa menyatu dengan apa yang mereka saksikan sendiri yang senantiasa tidak lepas dari benak mereka.

Munasabah antara satu surat dengan surat yang lain, misalnya pembukaan surat Al-Hadid yang diawali dengan Tasbih :12

 

10 M. Qhuraish Shihab, hal. 611 Manna’ Khalil al Qattan, Op cit, hal. 14012 Manna’ Khalil al Qattan, Ibid, hal. 141

Page 6: Ulum-Al Qur'an Persentasi

6

“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana”. (Al-Hadid [57] : 1)

Pembukaan surat ini sesuai dengan akhir surat sebelumnya – Al-Waqi’ah- yang memerintahkan bertasbih :

“Maka bertasbihlah dengan menyebut Nama Tuhammu yang Mahabesar”. (Al-Waqi’ah [56]: 96)

Demikian juga hubungan antara surat Quraisy dengan surat Al-Fiil. Ini karena kebinasaan tentara gajah, mengakibatkan orang Quraisy dapat mengadakan perjalanan pada musim dingin dan musim panas, sehingga Al-Akhfasy menyatakan bahwa hubungan antara kedua surat tersebut termasuk hubungan sebab akibat, seperti dalam firman Allah SWT :

.....“Maka dipungutlah ia (Musa) oleh keluarga fir’aun yang akibatnya ia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka”.(QS. Al-Qashash [28] :8

Munasabah  antara awal surat dengan akhir surat. Misalnya, apa yang terdapat dalam suratAl-Qashash [28]. Surat ini dimulai dengan menceritakan nabi Musa, menjelaskan langkah awal dan pertolongan yang diperolehnya, kemudian menceritakan perlakuannya ketika ia mendapatkan dua orang laki-laki yang sedang berkelahi. Kemudian Musa berdo’a ” Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tidak akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa”.13 Kemudian surat ini diakhiri dengan menghibur Nabi Muhammad SAW, bahwa ia akan keluar dari Mekah dan dijanjikan akan kembali lagi ke Mekah, serta melarangnya menjadi penolong bagi orang-orang kafir.14

D. Urgensi Dan Kegunaan Mempelajari Munasabah

Sebagaimana Asbab Al-Nuzul, Munasabah dapat berperan dalam memahami Al-Qur’an. Muhammad Abdullah Darraz berkata : ”Sekalipun permasalahan yang diungkapkan oleh surat-surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat semestinyalah ia memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan permasalahannya”.15

Maka, dalam mempelajari Munasabah ini banyak sekali terkandung Faedah dan kegunaannya, sebagaimana diuraikan dibawah ini :16

1. Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan Relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.

13 Baca Surat Al-Qashash [28] ayat 17.14 Baca juga surat Al-Qashash [28] ayat 85-8615 Rosihan Anwar, Op Cit, hal. 9616 Ibid.

Page 7: Ulum-Al Qur'an Persentasi

7

2. Mengetahui persambungan /hubungan antara bagian Al-Quran, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an sehingga memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.

3. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Bila tidak ditemukan Asbab Al-Nuzulnya. Setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lain, dimungkinkan seseorang akan  mudah mengistimbathkan hukum-hukum atau isi kandungannya.

4. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat balaghah Al-Qur’an ) serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri.

Selain kaguanaan mempelajari munasabah dianggap penting, maka seseorang yang ingin menemukan korelasi/hubungan antar ayat atau antar surat, sangat diperlukan kejernihan rohani dan rasio, agar terhindar dari kesalahan penafsiran.17 Serta membaca secara cermat kitab-kitab tafsir tentu akan membantu menemukan berbagai segi kesesuaian (munasabah) tersebut.

17 Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulum Al-Qur’an. 1998. Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. Hal 58

Page 8: Ulum-Al Qur'an Persentasi

8

BAB IIIPENUTUP

A. Simpulan

Munasabah secara etimologi, menurut Manna’ Khalil Al-Qattan ialah Al-Muqabarah artinya kedekatan. Dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali) ; atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan

Pembagian munasabah:

a. Munasabah antar ayat, yaitu munasabah antara ayat yang satu  dengan ayat yang lain

b. Munasabah antar surat, yaitu munasabah atau persambungan antara surat yang satu dengan surat yang lain.

Dalam mempelajari Munasabah ini banyak sekali terkandung Faedah dan kegunaannya, sebagaimana diuraikan dibawah ini :

1. Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan Relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya

2. Mengetahui persambungan /hubungan antara bagian Al-Quran, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an sehingga memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya

3. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Bila tidak ditemukan Asbab Al-Nuzulnya. Setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lain, dimungkinkan seseorang akan  mudah mengistimbathkan hukum-hukum atau isi kandungannya

4. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat balaghah Al-Qur’an )- serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri

Pengetahuan tentang munasabah dapat mempermudah seseorang yang akan memahami Alquran dan berupaya menafsirkannya. Karena dengan metode tafsir bir-ra’yi, para mufassir memerlukan pemahaman yang utuh terhadap makna suatu ayat yang dilihat dari keterkaitannya dengan ayat-ayat lain yang terletak sebelum maupun sesudahnya. Hal ini dapat menghindari pemahaman ayat secara parsial yang berakibat pada kekeliruan makna.

8

Page 9: Ulum-Al Qur'an Persentasi

9

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2009. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an (terj. Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an oleh Drs. Mudzakir AS, Bogor : Litera Antar Nusa).

Anwar, Rosihan. 2008. Ulum Al-Qur’an, Bandung : Pustaka Setia, , cet. I.

Chirzin, Muhammad. 1998. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa.

Hermawan, Acep. 2011. ‘Ulumul Quran, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Shihab, M. Qhuraish. 1994. Membumikan Al-Quran: fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, Bandung: Mizan.

Syafe’i, Rachmat.  2006. Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Penerbit Pustaka Setia

Page 10: Ulum-Al Qur'an Persentasi

10

MUNASABAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ulum Al Qur’an

Dosen Pengampu :

PROF. DR. H.M. ROEM ROWI, MA

Oleh :

SUKRON AMINNPM: 13.02.0620

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAMPASCA SARJANA UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI

TEBUIRENG JOMBANG2014