ulmi fadillah sked - perioral dermatitis
DESCRIPTION
Ulmi Fadillah Sked - Perioral DermatitisTRANSCRIPT
-
1
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Referat Besar
Fakultas Kedokteran Juni 2014
Universitas Hasanuddin
DERMATITIS PERIORAL
Ramadhani Widyastuti C111 10 152
Ulmi Fadillah Juniar C111 10 156
Pembimbing:
dr. Nurmaeni
Supervisor
Dr. dr. Faridha Ilyas, Sp.KK
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Makassar
2014
-
2
DERMATITIS PERIORAL
A. DEFINISI
Dermatitis perioral adalah erupsi eritematosa yang persisten yang
terdiri dari papul kecil dan pustul dengan distribusi pertama kali di sekitar
mulut. Erupsi yang sama terjadi di kelopak mata dan periorbital disebut
dermatitis periokular. Dermatitis perioral mempunyai karakteristik papul
eritomatosa kecil, erupsi papul, pustul di sekitar mulut, dan dagu, penyakit ini
merupakan penyakit inflamasi yang banyak terdapat pada wanita dan anak-
anak.1,12
B. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis perioral pada orang dewasa lebih sering mengenai laki-laki
dibandingkan perempuan. Dermatitis perioral bentuk granulomatosa lebih
sering mengenai anak-anak dan remaja pra pubertas, juga bisa mengenai
bahkan pada bayi usia 6 bulan. Prevalensi yang meningkat didapatkan pada
anak-anak ras Afrika dan Amerika, namun beberapa penelitian selanjutnya
tidak mendukung pendapat ini.2
C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Penyebab dermatitis perioral tidak begitu jelas. Kebanyakan
penyebabnya bukan hanya satu faktor. Awalnya, terpapar sinar matahari
diperkirakan penyebab dermatitis perioral. Sekarang ini, kortikosteroid topikal
faktor induksi utama. Hal ini menyebabkan dermatitis perioral yang berat.
Penggunaan krim steroid yang terlalu lama telah terbukti mengakibatkan
dermatitis perioral sejak 25 tahun yang lalu. Namun zaman sekarang para
wanita menyangkal telah menggunakan krim semacam ini. Dermatitis perioral
sering muncul di daerah yang kering. Penggunaan benzoyl peroxide, tretinoin
dan antibiotic berbasis alkohol lotion dapat memperburuk erupsi.3,12
-
3
Meskipun agen infeksi seperti Candida spp, Demodex, dan bakteri
fusiform dicurigai, tetapi telah di konfirmasikan bahwa tidak memiliki peran
terjadinya dermatitis perioral. Iritasi dan alergi merupakan salah satu faktor
penyebab tetapi belum dapat di buktikan. Termasuk pasta gigi dan adanya
kontak intim dengan jenggot dari pasangan. Produk kosmetik terutama alas
bedak memungkinkan timbulnya efek. Immunocompromised pada anak yang
menderita leukemia dan telah menerima pengobatan dengan permethrin juga
telah terbukti dapat mengakibatkan dermatitis perioral. Dermatitis perioral
sering terjadi pada wanita muda tetapi belum terbukti adanya hubungan
dengan masalah hormonal.1,2
D. GEJALA KLINIS
Karakteristik dermatitis perioral yaitu erupsi dimulai secara tiba-tiba di
daerah nasolabial kemudian menyebar secara cepat ke perioral tetapi hanya
disepanjang garis bibir. Kondisi ini akan berlangsung secara terus menerus
secara berselang atau langsung. Biasanya bisa menyebar ke bagian kepala,
kelopak mata, dahi, dan di bagian bawah alis mata, kadang sering muncul lesi
periokular.Pruritus, nyeri serta rasa terbakar merupakan salah satu gejala yang
menonjol. Lesi terdiri dari monoformik papul dan jerawat kecil kemerahan
dan skala yang bervariabel.1
Gambar 1. Dermatitis perioral. Erupsi terbatas pada lipatan nasolabial dan kulit dagu.2
-
4
Gambar 2. Dermatitis perioral Granulomatosa. Padaanakiniterlihatpapu-
papulkecilpadakulitsekitarmulutdanmata.2
E. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, termasuk
anamnesis terhadap faktor pencetus yaitu riwayat penggunaan kortikosteroid.
Sedangkan pada gejala klinis dapat ditemukan effloresensi berupa papul
eritematosa berukuran kecil 1-3 mm dan/atau pustule tanpa komedo yang
berkelompok di sekitar mulut.13
F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari dermatitis perioral adalah sebagai berikut :
1. Rosasea
Rosasea adalah penyakit residif dan inflamasi dermatosis yang
ditandai dengan eritema pada wajah baik secara sementara maupun
menetap, pembuluh darah yang tampak, papul dan pustul. Meskipun
-
5
penyebab rosasea masih belum diketahui, beberapa faktor yang terlibat
dalam patogenesis. Hal ini juga diketahui bahwa pasien rosasea lebih
rentan terhadap iritasi5
Rosasea memberikan gejala yang berbeda dan dalam fenotipe yang
berbeda, yang mungkin terjadi bersama-sama tapi juga terjadi sendiri.6
Transient, intens eritema ("flushing and blushing")
Eritema wajah yang menetap
Papula dan pustula
Telangiektasis
Sensasi terbakar dan tertusuk
Plak eritematosa
Kulit kering, kadang-kadang berkaitan dengan dermatitis seboroik
Gambar 2. Rosasea6
2. Akne vulgaris
Akne vulgaris adalah penyakit radang pada saluran pilosebasea
yang merupakan hasil dari empat proses patofisiologis utama yaitu
proliferasi keratinosit yang abnormal dan deskuamasi yang menyebabkan
obstruksi duktus, androgen didorong peningkatan produksi sebum,
proliferasi propionibacterium acnes, dan inflamasi.11
-
6
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel
pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh
sendiri. Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorf; terdiri atas
berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodus, dan jaringan
parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut.7. Akne vulgaris biasanya
menunjukkan bukti komedo, papula besar dan kista di distribusi lebih luas
dan bereaksi lebih lambant terhadap pengobatan dibandingkan dermatitis
perioral.1
Gambar 3. Akne Vulgaris1
3. Dermatitis seboroik
Pada dermatitis seboroik, kelainan kulit terdiri atas eritema dan
skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang
tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala
berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang
kemudian mengenai seluruh kulit kepala. Bentuk yang berat ditandai oleh
adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi
dan krusta tebal. Dermatitis seboroik seperti dermatitis perioral
mempengaruhi daerah nasolabial , tetapi tidak biasanya sirkumoral , dan
kulit kepala , telinga dan alis yang sering terlibat .1,7
-
7
Gambar 4. Dermatitis Seboroik1
G. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa8
Berhenti menggunakan topikal kortikosteroid dan kosmetik. Apabila
berhenti menggunakan steroid akan terjadi dampak seperti rasa terbakar
pada kulit, hal ini harus di beritahukan pada pasien.
Medikamentosa2,8,9,10
1. Tetrasiklin 250mg/2x hari selama 2-4 minggu.
2. Doxisiklin 100mg/hari selama 2-3 minggu.
3. Minosiklin 100mg/hari.
4. Untuk anak-anak dan wanita hamil gunakan eritromisin dengan cara
menghitung berat badan biasanya 30-50mg/hari.
5. Pengobatan topikal dapat juga digunakan tapi effeknya lebih lama
daripada menggunakan pengobatan oral. Pengobatan topikal dapat
menggunakan gel metronidasole 0.75% di oleskan 2x sehari selama 14
minggu, dapat juga menggunakan krim metronidasole 1% 2x sehari
selama 8 minggu juga dapat menggunakan gel eritromicin 2% 2x
sehari selama beberapa bulan.
6. Terapi fototerapi dengan 5-aminolevulinic topikal acid.
-
8
7. Gunakan 0.1% salep takrolimus untuk menghilangkan rasa terbakar
pada kulit akibat berhenti menggunakan topikal steroid.
8. Menggunakan oral atau antibiotic topikal, adapalen topikal, asam
azaleat dan metrodinasol untuk menghilangkan bekas erupsi pada
pasien yang tidak menggunakan steroid.
9. Pada kasus berat, local immunomodulator cream seperti takrolimus
dan pimecrolimus dapat digunakan.
10. Antipruritik topikal yang tidak mengandung kortikosteroid, seperti
Liquid pramoxine hydrochloride, dapat menyembuhkan gejala
simtomatik.
F. PROGNOSIS
Dermatitis perioral merupakan penyakit self-limited disorder yang
berkembang selama beberapa minggu dan sembuh kembali selama beberapa
bulan dan jarang sampai tahunan. Jika diterapi dengan kostikosteroid saja,
episode berulang bisa terjadi. Dengan pengobatan yang sesuai kondisi bisa
membaik dan jarang kambuh.2
-
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Burns, T., et al., Rosacea, Dermatitis perioral and Similar Dermatoses, in
Rooks Textbook of Dermatology. 2010, Blackwell Publishing London. p.
43.11 - 12.
2. Goldsmith, L.A., et al., Dermatitis perioral, in Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. 2012, McGraw-Hill: New York. p. 1301-5.
3. Habif, T.P., Dermatitis perioral, in Clinical Dermatology: A Color Guide to
Diagnosis and Therapy. 2004, Mosby: New York. p. 195 - 7.
4. Rosso, J.Q.D., Management of Papulopustular Rosacea and Dermatitis
perioral with Emphasis on Iatrogenic Causation or Exacerbation of
Inflammatory Facial Dermatoses. Journal of Clinical Aesthetic Dermatology,
2011. 4(8): p. 2030.
5. Cakmak S.K, Gonul M., Kilic A., and Gul U., The Role of Contact Alergy in
Rosacea. Journal of the Turkish Academy of Dermatology. 2007;1 (2):71201a
6. Lehmann Percy M., Rosacea. Review Article in Dtsch Arztebl. 2007;
104(24): A 1741-6
7. Wasitaatmadja SM. Akne, Erupsi Akneformis, Rosasea, Rinofima. In:
Djuanda A, hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi 6.
Jakarta: FKUI; 2002.p.253;65
8. Babaoff, M. and R. Latessa, Erythematous rash on face. The Journal of
Family Practice, 2010. 59(10): p. 585 - 8.
9. James, W.D., P.R. Gross, and T.G. Berger, ACNE : Dermatitis perioral, in
Andrew's Disease of The Skin : Clinical Dermatology. 2006, Elsevier:
Philadephia. p. 249.
10. Ljubojevic S., Lipozencic J., and Turcic P. Dermatitis perioral. Acta
Dermatovenerol Croatia. 2008; 16(2):96-100
11. Dawson AL, Acne Vulgaris : Clinical review. BMJ. 2013: p.1-7
-
10
12. Jacyk, WK. Dermatitis perioral. Department of Dermatology University of
Pretoria. 2004. p. 1-2
13. Sterry W. Paus,R. Bugdorf W. Thieme Clinical Companions:
Dermatology.2006. p.537