ulmi fadillah - trauma nasal

27
1 BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN TRAUMA NASAL DISUSUN OLEH Muthmainna S C11110011 Ulmi Fadillah Juniar C11110156 PEMBIMBING dr. Ahmad Ardhani P DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 REFERAT AGUSTUS 2014

Upload: ulmi-fadillah-juniar

Post on 20-Dec-2015

197 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

TRANSCRIPT

Page 1: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

1

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

TRAUMA NASAL

DISUSUN OLEH

Muthmainna S C11110011

Ulmi Fadillah Juniar C11110156

PEMBIMBING

dr. Ahmad Ardhani P

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

REFERAT

AGUSTUS 2014

Page 2: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

2

A. PENDAHULUAN

Trauma merupakan penyebab kematian dan kecacatan terbanyak di

Amerika pada usia < 40 tahun, lebih dari 150.000 kecelakaan menyebabkan

kematian setiap tahunnya, dan lebih dari 500.000 trauma menyebabkan

kecacatan permanen. Dengan meningginya kecelakaan lalu lintas atau traffic

accident, ditambah dengan sifat khusus dari hidung yang merupakan bagian

tubuh yang paling menonjol serta tak ada bagian tubuh yang lain

melindunginya, maka dalam setiap kecelakaan lalu lintas dengan trauma

capitis, kemungkinan besar disertai dengan trauma nasi. Atau dapat dikatakan

trauma nasi sering bersamaan dengan trauma muka (maxillofacial

trauma).1,2,4

Tulang hidung merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki

insiden fraktur tersering ketiga setelah klavikula dan pergelangan tangan..

Cedera di dalam hidung biasanya terjadi ketika benda asing masuk ke dalam

hidung atau ketika seseorang memakai obat-obatan melalui hidung. Cedera di

luar hidung biasanya berhubungan dengan aktifitas olahraga, kekerasan,

penyiksaan atau kecelakaan. 1,2

Tulang hidung adalah tulang wajah yang paling sering patah karena

tulang tersebut adalah tulang dengan posisi paling depan pada wajah.

Meskipun tidak mengancam jiwa, patah tulang hidung dapat menyebabkan

kelainan bentuk baik secara estetik dan fungsional. Patah tulang hidung juga

dapat merusak selaput yang melapisi jalan nafas melalui hidung,

menyebabkan terbentuknya jaringan parut sehingga menyumbat jalan nafas

dan merusak indera penciuman seseorang. 1

Penanganan dan pengobatan Trauma Hidung dapat berbeda

tergantung pada kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan

pengobatan adalah pembedahan hidung. Pencegahan trauma hidung berupa

menghindari faktor risiko yang memungkinkan terjadinya trauma hidung. 1,5

Page 3: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

3

B. ANATOMI HIDUNG

Sefalik indeks adalah ukuran rasio (dalam persen), dari panjang

maksimum tulang tengkorak dengan lebar maksimum tulang tengkorak.

lndeks ini dapat menggambarkan bentuk kepala apakah lonjong, bulat atau di

antaranya. Indeks ini dibagi dalam 3 kelompok yaitu dolicocephalic atau

lonjong (di bawah 75), mesocephalic atau sedang (75-80) dan bracycephalic

atau bulat (di atasDalam melakukan pengukuran titik –titik anatomis pada

kepala dan wajah diberikan nama serta simbol yang terdiri dari satu sampai

tiga huruf, jarak titik antropometris ini menjadi ukuran antropometris, yang

digunakan dengan simbol pada kedua titik / ujung

Gambar 1: Titik-titik cephalometric

Titik – titik kefalometris yang paling umum digunakan simbol vertex (v) titik

tertinggi pada neurocranium, stylion (sty) yang merupakan titik paling distal

pada ujung processus styloideus, Alare (al) adalah titik paling lateral pada

sayap hidung, Mastoidale (ms) adalah titik paling lateral processus

mastoideus pada ketinggian lubang telinga, Fronto temporale (ft) adalah titik

paling proksimal (mendalam) pada linea temporalis tulang dahi. Prostion (pr)

pada manusia hidup terletak pada titik yang terbentuk oleh garis sentral pada

pinggir bawah gusi (letaknya ± 1 mm lebih rendah dari pada prostion pada

tengkorak). Stomion (sto) adalah titik di mana garis sentral memotong sudut

Page 4: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

4

antara bibir integumental dan sekat hidung, Trogion (t) adalah titik pada

bagian depan pinggir atas tragus, Glabela (g) adalah titik paling depan pada

dahi terletak diantara tonjolan supra orbital pada bidang Median- Sagital.

Opistocranion (op) adalah titik di bidang sentral pada tulang kepala belakang

(occipital) paling jauh dari glabela. Nasospinal (ns) adalah titik pemotongan

antara bidang Median- Sagital dengan tajuk dari hidung (spina nasalis

anterior) atau pada garis, yang menghubungkan pinggir bawah rongga

hidung (apertura piriformis). Eurion (eu) adalah titik paling distal pada sisi

neurocranium. Zygion (zy) adalah titik paling lateral pada lengkung pipi

(arcus zygomaticus), Gnation (gn) adalah titik paling bawah pada rahang

bawah (mandibula) yang di potong oleh bidang Median- Sagital. Nasion (n)

adalah titik tempat bidang Median- Sagital memotong jahitan antara sutura

fronto- nasalis. Opistion (o) adalah titik di tempat bidang Median- Sagital

memotong foramen occipitale magnum sebelah belakang. Gonion (go) adalah

titik paling bawah, posterior dan lateral pada sudut yang terbentuk oleh

cabang (ramus) dan bidang rahang bawah (corpus mandibula).

Indeks wajah dapat dihitung dengan rumus= panjang wajah (n-gn) x

100 dibagi dengan lebar wajah (zy- zy). Untuk panjang wajah di ukur dari

titik nasion sampai titik gnathion (n-gn), temukan titik nasion (dengan jari

telunjuk atau jari tengah) dan dengan jarum kaliper geser dipegang pada titik

nasion, dengan tangan kanan jarum mobil digeser dari bawah keatas sampai

ujungnya kena pada gnathion Lebar wajah diukur dari jarak antara kedua

zygion (zy- zy), kaliper ditarik dari arah kuping ke depan pada lengkung pipi,

sementara di perhatikan skala, di baca ukuran maksimal.

Hidung merupakan bagian penting pembentuk wajah, fungsinya

sebagai jalan napas, alat pengatur kondisi udara (air condition), penyaring &

pembersih udara2, indera penghidu, resonansi suara, membantu proses

berbicara, dan refleksi nasal. Hidung juga merupakan tempat bermuaranya

sinus paranasalis dan saluran air mata. 3

Page 5: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

5

Gambar 2: Facial Skeleton2

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Struktur

hidung luar dibedakan atas tiga bagian yaitu :

1. Kubah tulang. Letaknya paling atas dan bagian hidung yang tidak dapat

digerakkan.

2. Kubah kartilago (tulang rawan). Letaknya dibawah kubah tulang dan

bagian hidung yang sedikit dapat digerakkan.

3. Lobulus hidung. Letaknya paling bawah dan bagian hidung yang paling

mudah digerakkan.

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang

dilapisi oleh kulit,jaringan kulit,dan beberapa otot keci yang berfungsi untuk

melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Tulang keras terdiri dari

tulang hidung (os nasal), processus frontalis os maxilla, processus nasalis os

frontal. Sedangkan tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan

yang terletak di bagian bawah hidung yaitu sepasang kartilago nasalis

latelaris superior, sepasang kartilago nasalis latelaris inferior (kartilago ala

mayor), tepi anterior kartilago septum. 2,4

Page 6: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

6

Gambar 3: External nasal skeleton tampak A: Frontal . B: Oblique 1

Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari

atas ke bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum

nasi), 3) puncak hidung (hip), 4) ala nasi,5) kolumela, dan 6) lubang

hidung (nares anterior).

Gambar 4: Struktur Nasal ekstenal2

Page 7: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

7

Struktur Hidung bagian dalam terdiri atas:

1. Septum nasi

Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian

posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior

oleh kartilago septum (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela

membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila,

Krista palatine serta krista sfenoid.

2. Kavum nasi, terdiri dari:

Dasar hidung, dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan

prosesus horizontal os palatum.

Atap hidung, terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os

nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os

sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa

yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari

permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas

septum nasi dan permukaan kranial konka superior.

Dinding Lateral, dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os

maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang

merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina

perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.

Konka, Celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut

meatus inferior, celah antara konka media dan inferior disebut meatus

media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior.

Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang

teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari

massa lateralis os etmoid, sedangkan konka inferior merupakan tulang

tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum.

Page 8: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

8

Gambar 5: Struktur Nasal Internal

Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan

nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri

septum. Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina

horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh

prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina

pterigoideus.2

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri

ethmoidalis anterior dan posterior sebagai cabang dari arteri oftalmika

dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan

dari arteri maxilaris interna. Bagian depan hidung mendapat pendarahan

dari cabang-cabang arteri fasialis. Pada bagian depan septum terdapat

anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid anterior,

a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach

(Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera

oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan

hidung) terutama pada anak.2

Page 9: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

9

Gambar 6: Vaskularisasi cavum nasi

Vena hidung memiliki nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar

hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus

kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga

merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi

hingga ke intrakranial.

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan

sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari

n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V). Rongga hidung

lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila

melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain

memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan

vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima

serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari

n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.

petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan

sedikit di atas ujung posterior konka media. Nervus olfaktorius. Saraf ini

Page 10: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

10

turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan

kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa

olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. 2

Gambar 7: Innervasi hidung bagian lateral

Efek persarafan parasimpatis pada cavum nasi yaitu sekresi mukus dan

vasodilatasi. Dalam rongga hidung, terdapat serabut saraf pembau yang

dilengkapi sel-sel pembau. Setiap sel pembau memiliki rambut-rambut halus

(silia olfaktoria) di ujungnya dan selaput lender meliputinya untuk

melembabkan rongga hidung.

C. FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional,

fungsi fisiologi hidung dan sinus paranasalis adalah:3,4

1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning),

penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik lokal. Pada inspirasi, udara masuk melalui

nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun

ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk

lengkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi

oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air,

Page 11: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

11

sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut lendir,

sebaliknya pada musim dingin. Suhu udara yang melalui hidung diatur 37

derajat selsius. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya

pembuluh darah dibawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum

yang luas. Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama

udara akan disaring di hidung oleh ; rambut pada vestibulum nasi, silia,

palut lendir.Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-

partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini

akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. Faktor lain ialah enzim

yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, yang disebut lysozyme.

2. Fungsi penghidu karena adanya mukosa olfaktorius dan reservoir udara

untuk menampung stimulus penghidu. Hidung juga bekerja sebagai indra

penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung,

konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat dapat

mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila

menarik napas dengan kuat.

3. Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan

rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan

rasa manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk membedakan

rasa asam yang berasal dari cuka dan asam jawa.

4. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses

bicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau

hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu

pembentukan konsonan nasal (m,n,ng)

5. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi

terhadap trauma dan pelindung panas.

6. Refleks nasal, mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang

berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh

iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas berhenti, dan

Page 12: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

12

rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung

dan pankreas.

D. DEFINISI

Trauma Hidung didefinisikan sebagai cedera pada hidung atau

struktur terkait yang dapat mengakibatkan pendarahan, sebuah cacat fisik,

penurunan kemampuan untuk bernapas normal karena obstruksi, atau terjadi

gangguan penciuman. cedera mungkin baik internal maupun eksternal. 1,5

E. EPIDEMIOLOGI

Pada penelitian yang dilakukan di Brazil menyatakan bahwa

berdasarkan umur, kelompok usia 11-40 tahun sering mengalami trauma

nasal. Berdasarkan jenis kelamin, baik pria maupun wanita tidak ada

perbedaan statistik pada trauma hidung, namun insiden pada usia remaja laki-

laki dua kali lebih sering mengalami trauma hidung dibandingkan pada

perempuan.6

F. KLASIFIKASI

Trauma hidung dapat mengenai hidung, jaringan subcutis, mukosa

yang meliputi cavum nasi, kerangka tulang dan tulang rawan yang

membentuk hidung itu sendiri. Trauma pada hidung terdiri atas: 1

1. Trauma soft tissue: trauma kulit, jaringan subcutis dan mukosa yang

meliputi cavum nasi, dapat berupa contusio jaringan atau tanpa

hematoma, laserasi, echymosis, abrasi, vulnus, corpus allienum yang

tertinggal di tempat trauma atau hilangnya bagian-bagian hidung tersebut.

2. Trauma tulang: trauma pada tulang dapat berupa 1) Fraktur (kominutif

yang banyak mengenai pada orang tua, fraktur terbuka/tertutup), 2)

Dislokasi (banyak terjadi pada anak), dapat mengenai semua sendi rangka

hidung / septum, 3) Kombinasi fraktur-dislokasi. 1

Page 13: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

13

Trauma kerangka tulang dan tulang rawan dapat dibagi atas:

1. Fraktura os nasalis

2. Trauma naso-orbital

Trauma berdasarkan hubungan dengan dunia luar , dibagi atas:

1. trauma terbuka

2. trauma tertutup

Menurut arah traumanya dapat dibagi pula atas: 5

1. Trauma lateral

2. Trauma frontal

Gambar 8: Klasifikasi trauma berdasarkan arahnya

Menurut Colton and Beekhuis terdapat 4 tipe fraktur hidung berdasarkan arah

trauma:

1. Tipe I : Depresi tulang hidung unilateral. Disebabkan trauma dari arah

lateral dengan kekuatan yang ringan dan sedang

2. Tipe II : Fraktur multipel dari piramid hidung akibat trauma tumpul arah

Frontolateral. Terjadi fraktur pada os nasal dan lamina perpendikularis

dengan fragmen eksternal dislokasi ke lateral

Page 14: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

14

3. Tipe III : Fraktur bilateral dan depresi atau dislokasi os nasal karena

trauma langsung dari arah frontal. Fraktur lamina perpendikularis dan

kartilago dapat terjadi karena depresi yang hebat.

4. Tipe IV : Kompresi dan fraktur septum disebabkan trauma arah kaudal

kranial 15

Gambar 9. Fraktur Nasal (A)Unilateral, (B) Bilateral, (C) Open Book, (D) Comminuted, (E)

Posterior inferior impaction, (F) Medial canthal ligament

Page 15: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

15

G. PATOMEKANISME

Hidung merupakan bagian penting pembentuk wajah dan merupakan

struktur yang prominen dari wajah. Oleh karena struktur tersebut, hidung

mudah terkena trauma. Trauma hidung dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu

lintas, kecerobohan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga dan

perkelahian serta kecelakaan olah raga, trauma pada hidung juga bisa berupa

trauma akibat inhalasi. Trauma hidung dapat merupakan trauma sendiri atau

pun bagian trauma wajah lainnya dan dapat mengenai kulit, jaringan subkutis,

kerangka tulang, septum atau os maksila. 1,2,5,8

Trauma hidung bisa terjadi secara internal maupun eksternal. Trauma

internal pada hidung biasanya terjadi ketika sebuah benda asing (termasuk

jari) dimasukkan didalam hidung atau ketika seseorang mengonsumsi obat-

obatan penyalahgunaan (inhalants atau kokain) melalui hidung. Trauma

eksternal hidung biasanya disebabkan kekerasan atau trauma tumpul yang

dapat berhubungan dengan olahraga, tindakan pidana (pemukulan), kekerasan

yang dilakukan orangtua terhadap anak, kecelakaan mobil atau sepeda. Jenis

trauma ini dapat mengakibatkan fraktur hidung. 4,5

Kerusakan yang dapat terjadi pada trauma hidung bervariasi

tergantung dari beberapa faktor yaitu: 1,5

1. Usia

usia pasien yang sangat berpengaruh pada fleksibilitas jaringan dalam

meredam energi dari pukulan.

2. Besar kekuatan trauma/ besarnya gaya yang mengenai

Tenaga sebesar 25 – 75 pons per meter persegi cukup untuk membuat

fraktur nasal.

3. Arah pukulan dimana akan menentukan bagian nasal yang rusak.

Trauma dari arah lateral berbeda dengan trauma dari arah frontal

Page 16: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

16

Gambar 10 Menunjukkan adanya peningkatan derajat kerusakan karena peningkatan

kekuatan trauma berdasar pola trauma dari: A. arah frontal, B. arah lateral

a. Trauma lateral

Trauma dari arah lateral paling sering terjadi dan bervariasi beratnya

mulai dari fraktur sederhana ipsilateral (simple-fracture) sampai

kerusakan lengkap (complete-fracture) dari tulang nasal disertai trauma

jaringan lunak intranasal dan ekstranasal.

b. Trauma frontal

Trauma dari arah depan energi rendah biasanya memecahkan septum

lebih dahulu sebelum menyebabkan trauma piramid nasal. Pada trauma

dengan energi yang lebih besar menyebabkan pemisahan nyata dari

tulang nasal yang merupakan bagian dari fraktur nasoorbital ethmoid

kompleks5

4. Kondisi dari obyek yang menyebabkan trauma nasal

Pola trauma tulang berupa fragmen-fragmen tulang yang tidak

kominutif, penyebab tersering karena pukulan tangan saat perkelahian,

Page 17: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

17

trauma olahraga, jatuh tersandung, atau kecelakaan kendaraan

kecepatan rendah.

Pada trauma ini sejumlah energi yang besar diabsorbsi oleh kerangka

nasal dan wajah, menyebabkan putusnya fragmen tulang, rusaknya

jaringan lunak regio nasal dan rusaknya kerangka orbital wajah.

Penyebabnya biasanya pukulan keras tongkat atau pipa, jatuh dari

ketinggian, kecelakaan olahraga dengan proyektil (bola) yang bergerak

cepat, atau kecelakaan kendaraan kecepatan tinggi.

H. DIAGNOSIS

A. Anamnesis1,5,7

Jumlah terjadinya cedera secara detail akan memudahkan untuk

mengetahui tipe dan tingkat keparahan yang terjadi. Pada kasus

kecelakaan kendaraan , informasi yang bisa kita dapatkan yaitu kecepatan

mengendara, benturan secara langsung. Pada anak-anak yang duduk di

bangku depan akan berisiko pada trauma di kepala dan di servikal. Selain

itu yang harus dievaluasi adalah adanya perubahan fungsi pada

pernapasan, dan apakah ada perdarahan dengan rasa manis atau asin (

untuk megetahui kebocoran cairan serebrospinal). Anosmia persisten atau

hiposmia akan terjadi setidaknya 5% pada individu yang menderita

trauma kepala dengan atau tanpa trauma hidung.

Anamnesis mengenai riwayat pasien termasuk riwayat trauma

pada hidung, deformitas sebelumnya pada hidung, riwayat operasi,

dispneu, alergi, dan adanya riwayat sinusitis. Orang yang melakukan

rinoplasty sebelumnya akan lebih mudah mengalami fraktur hidung.

Diagnosis fraktur tulang hidung biasanya berdasarkan adanya riwayat

trauma hidung dan gejala klinis. Epistaksis mungkin dapat terjadi ataupun

tidak sama sekali, bisa disertai rhinorrhea, obstruksi jalan napas, atau

deformitas.

Page 18: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

18

B. Pemeriksaan fisis1,5,7

Pemeriksaan intranasal dilakukan dalam rangka mencari sebuah

defek berupa hematoma yang dapat mengakibatkan konsekuensi yang

serius seperti matinya jaraingan kartilago yang mengalami defek.

Pemeriksaan fisik pada hidung dilakukan untuk menentukan ada tidaknya

nyeri, mobilitas, kestabilan, dan krepitasi.

C. Pemeriksaan penunjang (Radiography) 1,5,7

Biasanya pemakaian sinar X belum diperlukan, namun pada

keadaan fraktur yang lebih hebat misal yang melibatkan beberapa tulang

sebuah computed tomography (CT scan) mungkin diperlukan. Seorang

dokter harus mencari klinis cedera terkait seperti ekimosis periorbital,

mata berair, atau diplopia (penglihatan ganda) yang menunjukkan adanya

cedera orbital. Selain itu, fraktur gigi-geligi dan kebocoran cairan

serebrospinal harus dicari. Kebocoran cairan serebrospinal

mengindikasikan adanya sebuah cedera yang lebih parah dan

memungkinkan terjadinya fraktur tulang etmoid.

I. PENATALAKSANAAN

Pilihan penatalaksanaan bisa dengan reduksi tertutup atau reduksi

terbuka pada fraktur piramida eksternal atau septum. Kesempatan terbaik

untuk keberhasilan terapi adalah pada saat 3 jam pertama setelah cedera.1

Indikasi untuk reduksi tertutup adalah fraktur unilateral atau bilateral

dari tulang hidung dan fraktur nasal septal kompleks dengan septum.

Sedangkan pada reduksi terbuka umumnya baik untuk fraktur luas dengan

diskolasi tulang hidung dan septum, deviasi piramida hidung, fraktur disertai

dislokasi pada septum bagian caudal, fraktur septum terbuka, dan deformitas

persisten setelah reduksi tertutup. Indikasi lain untuk reduksi terbuka

termasuk hematoma septum, pengurangan tulang yang tidak memadai karena

deformitas septum, cacat gabungan septum dan kartilago alar, fraktur

Page 19: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

19

pengungsi dari tulang belakang hidung anterior, dan riwayat operasi

intranasal baru-baru ini.1

Deviasi septum adalah penyebab paling banyak yang terjadi pada

obstruksi nasal Di antara pasien dengan deviasi septum, riwayat trauma

hidung atau trauma midfasial sering menunjukkan perubahan asli fitur

anatomi hidung yang normal. Indikasi septoplasti secara klinis ialah pada

deviasi septum yang mengakibatkan sumbatan hidung bilateral maupun

unilateral, epistaksis yang persisten maupun rekuren, sakit kepala akibat

contact point dengan deviasi septum, memperluas akses ke daerah kompleks

osteomeatal pada operasi sinus, akses pada operasi dengan pendekatan

transeptal transfenoid ke foss hipofise.17

Jika hanya fraktur tulang hidung saja dapat dilakukan reposisi fraktur

tersebut dengan analgesia lokal. Tetapi jika pasien tidak koperatif

memerlukan anestesi umum. Analgesia lokal dapat dilakukan dengan

memasang tampon lidokain 1-2% yang dicampur dengan epinefrin 1:1000.

Tampon kapas yang berisi obat analgesia lokal ini dipasang masing-msing 3

buah pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus

nasi superior, tepat di bawah tulang hidung. Tampon kedua diletakkan pada

konka media dan septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dekat

foramen spenopalatina. Tampon ketiga diletakkan antara konka inferior dan

septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan selama 10 menit. Kadang

diperlukan penambahan penyemprotan oxymethaxolin spray beberapa kali

melalui rinoskopi anterior untuk memperoleh efek anestesi dan vasokontriksi

yang baik.3

Penggunaan analgesia yang baik dapat memberikan hasil yang

sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan reduksi

tidak sempurna maka frajtur tulang hidung tetap saja posisi yang tidak

normal. Tindakan reduksi dikerjakan 1-2 jam setelah trauma. Di mana waktu

tersebut edema yang terjadi masih sedikit. Namun tindakan reduksi secara

lokal masih dapat dilakukan sampai 14 hari setelah trauma. Sesudah waktu

Page 20: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

20

tersebut tindakan reduksi sangat sulit dikerjakan karena sudah terjadi

kalsifikasi. Sehingga harus dilakukan rinoplasti osteotomi. 3

Alat-alat yang digunakan pada reduksi

1. Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture Elevator)

2. Cunam Asch

3. Cunam Walsham

4. Spekulum hidung pendek dan panjang (Killuan)

5. Pinset bayonet

Gambar 11 : Cunam ash, Walsham, dan Boles

Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi

dengan tindakan yang sederhana. Reposisi dilakukan dengan bantuan cunam

Walsham. Pada penggunaan cunam ini, satu sisinya dimasukkan ke dalam

kavum nasi sedangkan sisi lain di luar hidung di atas kulit yang dilindungi

dengan karer. Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi tulang

hidung, cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masng-msing bilah

ke dua rongga hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep.

Sesudah fraktur hidung dikembalikan pada keadaan semula dilakukan

Page 21: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

21

pemasangan tampon di dalam lubang hidung yang bisa ditambahkan dengan

antibiotik.3

Perdarahan yang timbil selama tindakan akan berhenti, sesudah

pemasangan tampon pada kedua rongga hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan

dengan melakukan beberapa lapis gips yang dibentuk dengan huruf T yang

dipertahankan 10-14 hari. Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan

perubahan tempat pada tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada

kulit. Kerusakan atau kelainan kulit pada hidung diusahakan untuk diperbaiki

atau direkonstruksi pada saat tindakan.3

Saat ini dikenal berbagai teknik septoplasti antara lain septoplasti

tradisional atau yang sering disebut septoplasti konvensional, septoplasti

endoskopi dan teknik open book septoplasty yang diperkenalkan oleh

Prepageran dkk. Olphen menjelaskan bahwa Cottle pada tahun 1963

memberikan konsep septoplasti konvensional, yang dikerjakan dalam 6 tahap :

(a) melepaskan mukosa periostium dan perikondrium dari kedua sisi septum;

(b) mengoreksi daerah patologis (c) membuang daerah yang patologis (d)

membentuk tulang dan tulang rawan yang dibuang (e) rekonstruksi septum (f)

fiksasi septum. Teknik untuk septoplasti dengan endoskopi adalah dengan

melakukan infiltrasi epinefrin 1:200.000 pada sisi cembung septum yang

paling mengalami deviasi menggunakan endoskopi kaku 00. Dilakukan insisi

hemitransfiksi, insisi tidak diperluas dari dorsum septum nasi ke dasar kelantai

kavum nasi, tidak seperti insisi konvensional yang diperluas sampai bagian

superior dan inferior. Pada septoplasti endoskopi hanya dibutuhkan

pemaparan pada bagian yang paling deviasi saja. lap submukoperikondrial

dipaparkan dengan menggunakan endoskopi, tulang yang patologis dan bagian

septum yang deviasi dibuang. Bekas insisi ditutup dan tidak dijahit kemudian

dipasang tampon. Sedangkan Prepageran dkk melaporkan teknik septoplasti

dengan metode open book, dimana insisi dibuat secara vertikal tepat di daerah

anterior deviasi kemudian insisi horizontal sesuai aksis deviasi paling

menonjol.17-19

Page 22: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

22

Page 23: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

23

J. PROGNOSIS

Fraktur tulang hidung tanpa malposisi memiliki prognosis yang sangat

baik, biasanya penyembuhan tanpa cacat kosmetik atau fungsional. Pada

fraktur dengan malposisi, bahkan setelah dilakukan reduksi tertutup, sering

meninggalkan kelainan kosmetik dan deviasi septum, dan mengharuskan

dilakukannya rinoplasti dan/atau septoplasti. Prognosis untuk trauma

jaringan lunak hidung tergantung pada penyebab dan sejauh mana luka yang

terjadi. Seperti cedera robek yang disebabkan oleh gigitan memakan waktu

lebih lama untuk sembuh daripada luka yang sederhana, dan mungkin

memerlukan bedah plastik di kemudian hari untuk mengembalikan

penampilan hidung. Kerusakan jaringan lapisan hidung yang disebabkan

oleh paparan iritasi asap atau tembakau dalam lingkungan biasanya

reversibel setelah pasien dijauhkan atau menghindar dari kontak dengan zat

yang merusak.1,5,8

K. KOMPLIKASI

Komplikasi cepat1

Komplikasi cepat sementara termasuk edema, ekimosis, dan hematom. Hal

tersebut bisa kembali baik secara spontan tetapi hematom pada septum

merupakan hal yang cukup serius untuk segera melakukan drainase. Hal

tersrbut bisa menyebabkan infeksi dan menyebabkan hilangnya kartilago

septum dan juga deformitas pada septum. Hematoma septum bisa di

diagnosis ketika terdapat pembengkakan yang persisten da nada rasa nyeri.

Epistaksis biasanya akan berhenti secara spontan, tetapi jika kembali hal

ini bisa dikontrol dengan tampon hidung, pengikatan pembuluh darah

untuk mencapai hemostasis. Sedalam-dalamnya perdarahan pada anterior

disebabkan karena laserasi pada arteri ethmoidal anterior, yang merupakan

cabang dari arteri carotis interna. Perdarahan pada bagian posterior

biasanya berasal dari arteri ethmoidalis posterior yang merupakan cabang

lateral dari arteri spenopalatina.

Page 24: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

24

CSS hal yang jarang terjadi dan berhubungan dengan fraktur pada

cibriform plate atay pada dinding posterior dari sinus frontal. Mendeteksi

β-transferrin pada drainase hidung adalah metode yang cukup dipercaya

untuk mendiagnosis kebocoran cairan serebrospinal.

Komplikasi lambat1

Komplikasi lambat ataupun komplikasi tertunda termasuk diantaranya

obstruksi jalan napas, fibrosis atau scar yang kontraktur, deformitas hidung

sekunder, sinekia, saddle-nose deformity, dan perforasi septum.

Penanganan terbaik pada komplikasi ini adalah dengan mencegah,

Secara umum komplikasi yang bisa terjadi di antaranya:

a. Kosmetik

Kelainan fisik secara eksternal merupakan hasil dari trauma hidung yang

termasuk diantaranya pembengkokan bagian belakang, deviasi sisi lateral

pada bagian dorsum dan ujung, serta ujung hidung yang miring. Kelainan

septum kompleks (dan obstruksi) juga bisa mengakibatkan pembengkokan

tulang, perubahan kompleks pada hidung, defleksi angular pada septum.

Secara internal, bisa ditemukan laserasi disertai obstruksi jaringan

b. Disfungsi penciuman

Trauma kepala dapat menyebabkan fraktur hidung, fraktur yang lebih dari

2 mingu menyebakan deformitas, dan anosmia post traumatic.16

c. Epistaksis dan kebocoran cairan serebrospinal

Permulaan edema dan epistaksis pada trauma hidung biasanya tanpa

intervensi bisa ditangani. Meskupun, epistaksis persisten pada trauma

nasal memerlukan tamponade. Dengan kebocoran cairan serebrospinal,

kerusakan akan terjadi secara signigikan lebih berat. Terapi yang

dilakukan biasanya melakukan observasi tertutup, bone grafting. 9,14

Page 25: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

25

d. Septal hematom dan Saddle nose deformity

Septal hematom merupakan hasil dari perdarahan, jarang terjadi secara

bilateral, di dalam subperikondrial pada septum. Jika tanpa kendali,

fibrosis pada septal kartikalago akan terjadi, diikuti dengan nekrosis dan

perforasi selama 3-4 hari. Penanganannya sangat penting dan dilakukan

pembuatan insisi secara horizontal pada dasar septal. Deformitas pada

hidung bisa terjadi akibat trauma lahir. 11

e. Perforasi septal

Perforasi septal dapat disebabkan oleh trauma iatrogenic, trauma selama

septoplasty, trauma akibat kateterisasi, pengobatan yang tidak adekuat

akibat abses septal. 10

L. KESIMPULAN

Trauma Hidung merupakan cedera pada hidung atau struktur terkait

yang dapat mengakibatkan pendarahan, sebuah cacat fisik, penurunan

kemampuan untuk bernapas normal karena obstruksi, atau terjadi gangguan

penciuman. cedera mungkin baik internal maupun eksternal. Penanganan dan

pengobatan Trauma hidung dapat berbeda tipenya tergantung pada kondisi

pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatan adalah pembedahan

hidung. Pencegahan trauma hidung berupa menghindari faktor risiko yang

memungkinkan terjadinya trauma hidung.

Page 26: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Bailey BJ, et al. Nasal Trauma : Head & Neck Surgery-Otolaryngology Vol 1.

2006.

2. Probst R, Grevers G, et al. Nose,Paranasal Sinus, and Face : Basic

Otolaryngology. A Step By Step Learning Guide. Thieme. 2006. P1-27

3. Munir M, Widiarni D, Trimatani. Trauma Muka. Dalam : Telinga Hidung

Tenggorok Kepala & Leher (edisi 7). Jakarta : FKUI; 2012. p100

4. Chegar BE, Tatum SA, NASAL FRACTURES. Cummings: Otolaryngology:

Head & Neck Surgery, 4th ed.Elsiever. 2007

5. Lalwani, AK. Nasal Trauma : Current Diagnosis & Treatment in

Otolaryngology-Head & Neck Surgery. Access Medicine;2007. p1-12

6. Gaia,RB, Machado MR,et al. Epidemiological Study of Nasal trauma in a

Otorhinology Clinic, in The South Zone of The City of Sao Paulo.

Brazil:Faculdade de Medicina de santo Amaro;2008. p1-6

7. Higuera S, Lee E, Cole P, et al. Nasal Trauma and the Deviated Nose.

Availaible in www.PRSJournal.com. 2006. p1-12

8. Miller K, Chang A. Acute inhalation injury. Emergy Medical Clinic Of North

America. University of California–Irvine Medical Center, Department of

Emergency Medicine. 2003

9. Daniel M, Raghavan U. Relation between epistaxis, external nasal deformity,

and septal deviation following nasal trauma. p1-5. Available in

www.bmj.com. 2005

10. Vuyk,H.D, Ziljker,T. Nasal Septal Perforations. Otolaringology Vol 4. p1-12

11. Cashman, Farrell, M. Shandilya. Nasal Birth Trauma: A Review of

Appropriate Treatment. International Journal of Otolaryngology Volume

2010. 2010. p1-5

12. Musleh A, Abdelazeem HM, Ethmoid mucocele and post traumatic nasal

deformity. American Journal of Reseacrh Communication. Saudi Arabia.

2013. p1-10.

Page 27: Ulmi Fadillah - Trauma Nasal

27

13. Executive Committee of the American Society of Plastic Surgeons®. Nasal

Surgery. ASPS Recommended Insurance Coverage Criteria for Third-Party

Payers. American Society of Plastic Surgery. 2006.p1-2

14. Schlosser Rodney, Epistaxis. Department of Otolaryngology Head and Neck

Surgery, Medical University The New England Journal of Medicine. 2009.

p1-6

15. Michael PO, Lipinsky Lindsay, The Treatment of Nasal Fractures A

Changing Paradigm. American Medical Association.. 2009. P1-7

16. Akdoğan Özgür Et Al. Analysis Of Simple Nasal Bone Fracture And The

Effect Of It On Olfactory Dysfunction. 2008. p1-3

17. Nawaiseh S, Al-Khtoum N. Endoscopic septoplasty: Retrospective analysis

of 60 cases. J Pak Med Assoc.2010; 60:796-8.

18. Jain L, Jain M, Chouhan AN, Harswardhan R. Convensional septoplasty

verses endoscopic septoplasty: A Comperative Study. People‟s Journal of

Scientific Research. 2011; 4(2): p.24-8

19. Budiman B, Asyari A, Pengukuran Sumbatan Hidung pada Deviasi Septum

Nasi. Jurnal Kesehatan Andalas. 2011. p1-6