ujian tht arum
DESCRIPTION
ujian thtTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi
maupun non infeksi. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari sekret hidung dan
ludah orang yang menderita faringitis.1
1.2. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan tinjauan pustaka ini adalah untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik senior di departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan
Bedah Kepala Leher. Dalam tinjauan pustaka ini dibahas tentang definisi, etiologi, insidens,
patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan terapi dari faringitis.
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
a. Memberikan informasi pada dokter maupun tenaga kesehatan tentang Faringitis serta
berbagai hal lain yang berhubungan dengan penyakit ini.
b. Menambah pengetahuan penulis tentang penyakit Faringitis.
c. Sebagai sumber informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian atau hal lain
yang ada kaitannya dengan penyakit ini.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian
atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus
resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan
terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6.8
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini merupakan
bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap
bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-
otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor
ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.1,8
Gambar 2.1. Otot-otot Faring dan Esofagus
2
Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan
Laringofaring (Hipofaring).
Gambar 2.2. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing
Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini
antara lain : - batas atas : Basis Kranii
- batas bawah : Palatum mole
- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus,
Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian
petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 1,8
3
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan laringofaring.
Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu : - batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
sekum. 4
Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-batas
dari laringofaring antara lain, yaitu : - batas atas : epiglotis
- batas bawah : kartilago krikodea
- batas depan : laring
- batas belakang : vertebra servikalis
2.2. Fisiologi Faring
Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan artikulasi. 9
2.2.1. Fungsi Menelan
Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan
makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process of taking food into the body through the
mouth”.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang
berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini
diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang
otot menelan.
4
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung.
Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan
memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung. 9
Gambar 2.3. Proses Menelan
2.2.2. Fungsi Faring Dalam Proses Bicara
Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk menyempurnakan
proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting dalam percakapan dan bahasa
adalah cerebral cortex yang berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang
dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk
perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan.
Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak, dengan
produksi suara diatur oleh control pusat di bagian rostral otak.
5
Respirasi. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara
yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan dari
udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk
phonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur
oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara. 9
2.3. Definisi
Faringitis adalah peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun
non infeksi. 1
2.4. Etiologi
Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri (5-
40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi
dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada Influenza virus,
Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A,
cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan
terjadinya faringitis. 1
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15%
penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis
yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun.
Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae,
Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema
pallidum, Mycobacterium tuberculosis. 1
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis.
Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
2.5. Insidens
Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada dewasa.
Sekitar 15 – 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia 4 – 7 tahun, dan sekitar
10%nya diderita oleh dewasa. Faringitis ini jarang terjadi pada anak usia <3 tahun.
6
Penyebab tersering dari faringitis ini yaitu streptokokus grup A, karena itu sering disebut
faringitis GAS (Group A Streptococci). Bakteri penyebab tersering yaitu Streptococcus
pyogenes. Sedangkan, penyebab virus tersering yaitu rhinovirus dan adenovirus. Masa infeksi
GAS paling sering yaitu pada akhir musim gugur hingga awal musim semi.
2.6. Patogenesis
Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet udara yang
berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri ini
hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini
menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan
jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring.10 Periode inkubasi
faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 – 72 jam.11
Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik yang menyebabkan
bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan. Bercak tersebut terjadi sebagai akibat
dari kumpulan darah pada pembuluh darah yang rusak akibat pengaruh toksin.10
Faktor risiko dari faringitis yaitu:12
Cuaca dingin dan musim flu
Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular melalui
udara
Merokok, atau terpajan oleh asap rokok
Infeksi sinus yang berulang
Alergi
2.7. Klasifikasi Faringitis
2.7.1. Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan
faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan
7
tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi
kulit berupa maculopapular rash. 1
Gambar 2.4. Viral Pharyngitis
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis
terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi
eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan
nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,
terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. 1
b. Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan
tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri
pada penekanan. 1
8
Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis
Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam
- Anterior Cervical lymphadenopathy
- Tonsillar exudates
- absence of cough
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis
akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40%
terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi
streptococcus group A.5
c. Faringitis Fungal
Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di
orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 1
2.7.2. Faringitis Kronik
9
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis
kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis,
iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu.
Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut
karena hidungnya tersumbat. 1
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak.
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak
kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak
mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. 1
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan
tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 1
2.8. Gejala klinis
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti demam,
anorexia, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar,
pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila
ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah
dan leukosit.1,2
2.9. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan
dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan
10
leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan
hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.
2.10. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose
antara lain yaitu :
- pemeriksaan darah lengkap
- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus
group A
- Throat culture
Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.
2.11. Penatalaksanaan
Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur
dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol (isoprenosine)
diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali
pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-
6 kali pemberian/hari. 1
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A
diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg
selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid
karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid
yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3
mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik,
antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau
antiseptik. 1
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik
faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk
11
antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis
kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya
ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut. 1
2.12. Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis
biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.
2.13. Komplikasi
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler.
• Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis,
otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien
dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan
baru.
• Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan
toxic shock syndrome, peritonsiler abses
• Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barré syndrome,
encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring. 7
12
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
1. Nama : An. S
2. Umur : 25 thn
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Mahasiswi
5. Alamat : Jl. Pramuka RT/RW 002/003 Lampung
6. MR : 150327
7. Masuk RS : 27 Agustus 2015
II. ANAMNESA
Keluhan utama : Nyeri menelan
Keluhan tambahan : Rasa kering, gatal dan mengganjal di tenggorokan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke klinik THT dengan keluhan nyeri menelan dan nyeri pada
leher kiri sejak sekitar 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan semakin memberat dan
menjalar ke bagian leher sebelah kiri, tidak menjalar ke telinga, keluhan disertai
demam, tidak batuk dan tidak ada hidung tersumbat. Riwayat mengorok (-).
13
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya sebanyak 1 kali
sekitar 5 bulan yang lalu. Riwayat hipertensi disangkal, riwayat diabetes mellitus
disangkal, riwayat alergi disangkal.
3. Riwayat Operasi
Pasien mengaku pernah operasi tonsilektomi di Rumah Sakit yang berada
di Jakarta sekitar 5 tahun yang lalu
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami keluhan yang sama.
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien adalah mahasiswi hobi makan gorengan dan makanan yang kering
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
Keadaan Umum : Sakit Ringan
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 72 x/menit
Pernapasan : 22x/ menit
Suhu : 38,3˚C
Sianosis : (-)
Stridor inspirasi : (-)
Retraksi suprasternal : (-)
Retraksi intrakostal : (-)
14
2. Status Generalis
Kepala
o Bentuk : Normocephal
o Mata : anemia (-)
o Hidung : Status THT
o Telinga : Status THT
o Mulut : Status THT
o Tenggorok : Status THT
Leher
o KGB : Tidak membesar
Thoraks
o Jantung : Bj S1S2 reguler murni, murmur(-)
o Paru : Vesikuler(+/+)
Abdomen
o Hepar : Tidak teraba
o Lien : Tidak teraba
Ekstremitas : Aktif, Tonus otot kuat
15
IV. PEMERIKSAAN LOKALIS (STATUS THT)
1. Pemeriksaan Telinga
Kanan Kiri
Bentuk Telinga Luar Normal Normal
Nyeri Tragus(-)
(-)
Nyeri Tarik (-) (-)
Nyeri Retroauriculer (-) (-)
Lapang/sempit Lapang Lapang
Sekret (-) (-)
Serumen (+) (+)
Membran timpani Intak Intak
Reflek cahaya Jam 7 Jam 5
Tes garpu tala (512Hz) Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa
16
Schwabach Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Audiogram Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Gambar membran timpani
2. Pemeriksaan Hidung
Kanan Kiri
Bentuk Hidung luar Normal Normal
17
Deformitas (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
Dahi Tidak ada kelianan Tidak ada kelianan
Pipi Tidak ada kelianan Tidak ada kelianan
Krepitasi (-) (-)
Sinus paranasal
Nyeri tekan (-) (-)
Nyeri ketuk (-) (-)
Rhinoskopi anterior
Cavum nasi lapang Lapang
Mukosa tenang Tenang
Konka inferior Eutrofi, tidak hiperemis
Eutrofi, tidak hiperemis
Konka media Eutrofi, tidak hiperemis
Eutrofi, tidak hiperemis
Konka superior Tidak terlihat Tidak terlihat
Meatus nasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sekret (-) (-)
18
Septum Tidak deviasi Tidak deviasi
Rhinoskopi Posterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Transluminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Gambar Hidung
3. Pemeriksaan tenggorok
Palatum molle dan arcus faring
Kanan Kiri
Uvula Simetris
Warna Hiperemis Hiperemis19
Edema (-) (-)
Permukaan faring
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Tonsil
Ukuran T3 T3
Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Licin Licin
Kripta Melebar Melebar
Detritus (-) (-)
Eksudat (-) (-)
Perlengketan dengan pilar
(-) (-)
Gambar tenggorok20
4. Pemeriksaan Keseimbangan
Tes romberg Tidak dilakukan
Tandem Gait Tidak dilakukan
Finger to nose Tidak dilakukan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap
VI. RESUME
- Os datang dengan keluhan nyeri tenggorokan disertai demam sejak 1 minggu yang
lalu. Ibu os mengaku sejak 1 tahun yang lalu amandel os semakin membesar.
Sejak saat itu os sering mengalami demam dan nyeri tenggorokan. Os juga
mengeluh sulit menelan. Os mudah sakit dan sering terbangun saat malam hari. Os
selalu ngorok saat tidur. Os juga mengeluh batuk dan nafsu makan menurun. Os
sudah pernah berobat. riwayat batuk pilek berulang (+), riwayat KDS sampai 21
usia 2 tahun Os sering mengkonsumsi jajanan sekolah seperti ciki-ciki dan es
serta makanan rumah yang menggunakan penyedap rasa. Ibu os mengaku juga
memiliki keluhan yang serupa. Saat dilakukan pemeriksaan tonsil, tampak tonsil
dengan ukuran T3 hiperemis dan kripta melebar
2. Riwayat Penyakit Keluarga
- Ibu os menderita penyakit yang sama dengan pasien.
3. Riwayat Kebiasaan
Os sering makan ciki ciki snack yang dibeli diwarung dan sering minum es. Ibu os
sehari-hari memasak masakan menggunakan penyedap rasa. Ketika tidur os juga
mengorok
VII. DIAGNOSA KERJA
Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut
VIII. DIAGNOSA BANDING
Ca tonsil
Abses peritonsil
IX. PROGNOSA
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam: Dubia ad bonam
22
Quo ad functionam: Dubia ad bonam
X. PENATALAKSANAAN
Obat – obatan: - Cefadroksil syr 2 x 2 cth
- Parasetamol syr 2 x 2 cth
Rencana tonsilektomi dengan persiapan: (dengan syarat pasien sedang tidak
terinfeksi)
o Informed consent
o Cek laboratorium darah
o Rontgen Thorak
o Puasa 6 jam sebelum Op
o Konsul spesialis anak, konsul spesialis penyakit dalam dan konsul anastesi.
PEMBAHASAN
1. Apakah diagnosa pada pasien ini sudah tepat?
23
Diagnosa pada pasien ini sudah tepat. Diagnosa berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesa didapatkan nyeri tenggorokan dan demam yang berulang.
Keluhan ngorok saat tidur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ukuran tonsil kiri dan kanan T3/T3,
hiperemis dan kripta melebar. Temuan klinis ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila yang biasanya
disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan bakteri pathogen dalam kripta.
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri waktu menelan dan
pada kasus berat penderita menolak makan dan minum melalui mulut.
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat. Penatalaksaan sudah sesuai dengan
teori. Langkah pertama diberikan antibiotik spektrum luas cefadroksil 2 x 2 cth dan anti
piretik parasetamol 2 x 2 cth. Terapi ini diberikan dengan alasan pasien mengalami fase
eksaserbasi akut. Dimana pada teori menyebutkan penderita dengan tonsillitis akut serta
demam sebaiknya tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral
efektif untuk mengurangi nyeri serta pemberian antibiotik untuk mengatasi keadaan
infeksi bakteri.
Tonsilektomi dilakukan sampai kondisi baik. Tindakan tonsilektomi pada kasus
ini di indikasikan berdasarkan Indikasi absolut yaitu Pembesaran tonsil yang
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas, disfagia yang sangat mengganggu dan
gangguan tidur. Indikasi relatif yaitu Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi lebih
tiga kali atau lebih dalam setahun dan telah diberi penatalaksanaan medis yang adekuat).
24
Penundaan tindakan tonsilektomi dikarenakan adanya infeksi akut pada penderita yang
merupakan kontraindikasi untuk dilakukannya tonsilektomi.
25