uji solubilitas membran lipid
DESCRIPTION
Uji mengenai solubilitas dari membran yang ada pada sel menggunakan beberapa konsentrasi dari cairan yang berbeda pula, yaitu metanol, etanol, n-propanol dan n-butanol.TRANSCRIPT
LAPORAN PAKTIKUM BIOLOGI SEL
FRAKSINASI DAN ANALISA KOMPONEN SELULER
13 Oktober 2015
Nama : Aby Latifa RochmaNIM : 145090100111014Kelompok : 6Asisten : Didin Wahyu Agustina
LABORATORIUM BIOLOGI DASARJURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2015
LEMBAR PERNYATAAN
BAB IPENDAHULUAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Aby Latifa Rochma
NIM : 145090100111014
Menyatakan dengan sesuangguhnya bahwa isi dan laporan yang ditulis berikut ini merupakan murni dari hasil pemikirsan saya dan tidak ada unsure plagiat.
Malang, 13 Oktober 2015
Aby Latifa Rochma
(Tanda Tangan)
1.1 Latar BelakangSel merupakan unit struktural dan fungsional dari kehidupan. Pada mulanya cara
pengamatan sel dilakukan dengan mikroskop, namun seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan, komponen seluler juga dapat dianalisa ataupun diamati dengan berbagai
metode, salah satunya adalah metode biokimia. Pada teknik biokimia ini di dalamnya
mencangkup berbagai teknik utama yang dikenal sebagai fraksinasi. Pengamatan
komponen seluler melalui metode fraksinasi biasanya dilakukan dengan memecah atau
merusak atau mencerai beraikan sel atau jaringan menjadi bagian-bagian kecil yang
didasarkan pada metode fisika dan atau biokimia (Boyer, 2000). Menurut Campbell,
fraksinasi seluler merupakan suatu metode pemisahan sel dalam beberapa fraksi
menjadi organel-organel seluler yang mana pemisahan ini berdasarkan bobot jenis tiap
fraksi (Campbell, et al., 2000).
Pengamatan komponen seluler melalui metode fraksinasi juga melalui beberapa
tahap yang mana terdiri atas homogenasi dan sentrifugasi. Homogenasi dan
sentrifugasi merupakan teknik pemisahan sel, yang mana homogenasi memisahkan sel
dari jaringan penyusunnya serta pelepasan organel dari selnya, sedangkan sentrifugasi
merupakan metode yang digunakan dalam pencapaian sedimentasi, dimana partikel-
partikel yang ada dalam suatu bahan dipisahkan dari campurannya dan menggunakan
prinsip pemutaran obyek secara horizontal pada jarak raadial dari titik yang dikenakan
gaya sentrifugal (Boyer, 2000). Sehingga dengan dilakukannya homogenasi dan
sentrifugasi yang merupakan bagian dari metode fraksinasi, maka dapat diketahui
komponen-komponen penyusun dari suatu bahan atau suatu sel yang mana dapat
dipisahkan melalui metode fraksinasi dan diamati. Oleh karena itu, penting
dilakukannya praktikum mengenai fraksinasi dan analisa komponen seluler.
1.2 Dasar TeoriSel merupakan suatu unti struktural dan fungsional dari kehidupan, yang mana di
dalam sel tersusun atas berbagai macam komponen seluler. Komponen-komponen
seluler yang ada pada sel antara lain adalah nukleus, badan golgi, mitokondria, ribosom
dan lain sebagainya. Untuk dapat melihat komponen dari suatu sel, maka diperlukan
metode khusus untuk dapat mengamati dan menganalisanya. Metode yang dapat
digunakan bermacam-macam, akan tetapi salah satunya adalah metode fraksinasi.
Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran (padat,
cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi)
komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan
pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar, sedangkan
fraksi yang lebih ringan akan berada diatas. Metode yang dilakukan untuk pemisahan
bobot dari tiap fraksi ini menggunakan metode sentrifugasi (Rastogi, 2005).
Sentrifugasi yang merupakan metode untuk memisahkan bobot dari tiap fraksi
menggunakan prinsip kerja dimana obyek diputar secara horizontal pada jarak radial
dari titik yang dikenakan gaya sentrifugal. Berdasarkan prinsip yang biasa digunakan
untuk sentrifugasi, maka sentrifugasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yang
pertama adalah berdasarkan massa, ukuran atau panjang artikel, dan yang kedua
berdasarkan densitasnya. Sentrifugasi bergantung pada kekuatan sedimentasi atau
pengendapan partikel dengan memanfaatkan massa, ukuran dan densitas partikel.
Semakin cepat partikel mengendap maka semakin efektif proses sentrifugasi.
Pemisahan dapat dilakukan terhadap fasa padat cair tersuspensi maupun campuran
berfasa cair-cair. Pada pemisahan dua fasa cair dapat dilakukan apabila kedua cairan
mempunyai perbedaan rapat massa. Semakin besar perbedaan rapat massa dari kedua
cairan semakin mudah dipisahkan dengancara sentrifugasi. Semakin mudah dipisahkan
yang dimaksud adalah semakin kecil energi yang diperlukan untuk proses
pemisahannya. Kecepatan sedimentasi atau pengendapan ini ditentukan oleh beberapa
hal yaitu berat molekul dan berat partikel. Semakin tinggi bobot molekulnya maka
semakin tinggi pula kecepatanya, yang mana berat partikel akan mempengaruhi
gerakan partikel ketika disentrifugasi. Dalam keperluan lain operasi sentrifugasi juga
dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai pemisah untuk campuran maupun sebagai
operasi yang membantu proses pengeringan bahan. Fungsi pengeringan utamanya
biasanya adalah adanya tarikan udara vakum atau suhu yang agak tinggi. (Yuwono,
2008).
Sentrifugasi merupakan suatu metode yang digunakan dalam
pencapaian sedimentasi dimana partikel-partikel yang ada di dalam suatu
bahan yang dipisahkan dari fluida oleh gaya sentrifugasi yang dikenakan pada partikel.
Dalam penggunaan metode sentrifugasi ini terdapat sebuah alat yang penting. Alat
yang diperlukan dalam metode ini adalah sentrifugase. Hal ini dimaksudkan agar segala
bentuk proses pemisahan zat dapat dipercepat. Prinsip kerjanya yaitu dimana objek
diputar secara horizontal pada jarak radial dari titik dimana dititik tersebut dikenekan
gaya. Pada saat objek diputar, partikel-partikel yang ada akan berpisah dan
berpencar sesuai berat jenis masing-masing partikel. Dengan gaya yang paling
berperan adalah gaya sentrifugal. Oleh karena adanya teknik semacam ini, maka
proses pengendapan suatu bahan akan lebih cepat dan optimum dibandingkan dengan
teknik biasa. Cara pengoprasian alat sentrifugase ini sangat memperhatikan
sistem konsentrasi yang ingin dimasukkan ke dalam alat sentrifugasi dan kecepatan
putar alat. Hal pertama kali yang dilakukan pengguna adalah memasukkan nilai
konsentrasi (%) dari endapan yang diinginkan kemudian memasukkan nilai RPM
(revolutions per minute) ke dalam alatsentrifugasi. Setelah semua selesai, maka alat
sentrifugase secara otomatis akan berjalan, yang mana sebelumnya akan
mengeluarkan nilai waktu putar (t) sebelum alat berputar. Di dalam mesin sentrifugase,
terdapat suatu sensor yang digunakan untuk mengukur konsentrasi cairan yang
dihasilkan dari proses sentrifugasi (Baren, 1996). Metode sentrifugasi ini banyak
bermanfaat bagi penelitian yang khususnya dilakukan di laboratorium, misalnya seperti
pengisolasian mikroba atau pengekstrakan suatu komponen.
Sentrifus yang sangat sederhana hanya terdiri dari sebuah rotor dengan lubang-
lubang untuk meletakkan cairan wadah/tabung yang berisi cairan dan sebuah motor
atau alat lain yang dapat memutar rotor pada kecepatan yang dikehendaki. Dalam
prosesnya, sentrifus menggunakan prinsip rotasi atau perputaran tabung yang
berisilarutan agar dapat dipisahkan berdasarkan massa jenisnya. Larutan akan terbagi
menjadi dua fase yaitu supernatant yang berupa cairan dan pellet atau organel yang
mengendap. Peralatan sentrifus terdiri dari sebuah rotor atau tempat untuk meletakan
larutan yang akan dipisahkan. Rotor ini nantinya akan berputar dengan cepat yang akan
mengakibatkan larutan akan terpisah menjadi dua fase. Semakin cepat perputaran
yang dilakukan, semakin banyak pula organel sel yang dapat diendapkan, begitu juga
sebaliknya (Yuwono, 2008).
Terdapat beberapa macam sentrifus menurut Boyer (Boyer, 2000) diantaranya
adalah
a. General Purpose Centrifuge, yang mana model ini biasanya adalah tabletop
(bisa diletakkan di atas meja) yang dirancang untuk pemisahan sampel urine,
serum atau cairan lain dari bahan padat yang tidak larut. Centrifuge ini biasanya
berkecepatan 0-3000 rpm, dan bisa menampung sampel dari 5-100 ml.
b. Micro Centrifuge yang sering disebut juga microfuges, sentrifus ini memutar
microtubes khusus pada kecepatan tinggi dengan volume micotubes berkisar 0.5-
2.0 ml.
c. Speciality Centrifuge, yaitu centrifuge yang dipakai untuk keperluan yang
lebih spesifik, seperti microhematocrit centrifuges dan blood bank centrifuges,
yang dirancang untuk pemakaian spesifik di laboratorium klinik. Microhematocrit centrifuge merupakan variasi dari microcentrifuge yang dapat menampung
sampel kapiler untuk pengukuran volume hematocrit pack cell, sedangkan Blood Bank Centrifuge adalah centrifuge yang dipakai di bank darah dan serologi yang
dirancang untuk memisahkan sampel serologis dalam tabung.
Terdapat pula jenis lain dari sentrifus yang berkecepatan sangat tinggi, yaitu ultra
sentrifus, yang mana dapat berputar dengan kecepatan di atas 50.000 rpm. Selain
terdapat beberapa jenis sentrifus, ada pula beberapa jenis rotor menurut Boyer
(Boyer, 2000), diantaranya adalah
a. Swing Out / Horizontal Rotor yang mana memiliki kemampuan menghasilkan
butiran endapan yang terdistribusi merata di seluruh kolom dandapat
disesuaikan dengan berbagai tabung. Akan tetapi, kerugian dari swing out rotor
adalah kecepatannya terbatas dan menimbulkan gesekan yang tinggi yang mana
menghasilkan bunyi dan panas.
b. Fixed Angle Rotor yang mana memiliki kecepatan yang cukup tinggi dan
memiliki jalur pemisahan yang lebih pendek, sehingga memberikan dukungan
tube lebih maksimum. Selain itu, rotor jenis ini menghasilkan gesekan dan panas
lebih sedikit. Akan tetapi, tube jenis ini menghasilkan butiran endapan yang tidak
rata dan memiliki kapasitas yang terbatas.
c. Drum Rotor yang mana rotor jenis ini memiliki kapasitas yang lebih besar dan
menghasilkan butiran endapan dengan distribusi yang merata. Akan tetapi, Drum
Rotor hanya terbatas pada micro-volume tube dan tenaga yang dihasilkan lebih
kecil dari Angle Rotor
d. Winshield Rotor yang mana rotor jenis ini mampu mengurangi gesekan dan
panas yang ditimbulkan. Akan tetapi, rotor ini membutuhkan tempat yang lebih
lebar untuk menampung winshield serta menambah berat dari rotor.
1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk dapat memisahkan komponen
seluler tumbuhan berdasarkan ukurannya dengan sentrifugasi dan menganalisa
keberadaan mitokondria menggunakan ITC.
BAB IIMETODE
2.1 Waktu dan Tempat Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum adalah hari Selasa, tanggal 13 Oktober
2015, pukul 7 pagi sampai 10 WIB di Laboratorium Biologi Dasar dan Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan dan Mikroteknik, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya.
2.2 Alat dan BahanAlat yang digunakan dalam praktikum adalahntabung sentrifus 15ml, kain kasa
(cheesecloth), objek dan cover glass, rak tabung reaksi, iced bath, gelas beaker 250 ml,
karet gelang, refrigerated centrifuge, blender, tabung reaksi, water bath 37ᵒC,
mikroskop cahaya biasa serta parafilm. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan
adalah biji Pisum sativum yang sudah direndam semalam dalam sucrose 0,25 M dingin,
2,3,5 –triphenyl-tetrazolium chloride atau tetrazolium chloride (TTC) 0,05 – 1% (dibuat
dalam 0,05M potassium phosphate bufer pH 7,4), bufer sukrosa 0,25 M dingin yang
dibuat dalam 0,05 M potassium phosphate bufer pH 7,4 dan IKI (iodin).
2.3 Prosedur Kerja2.3.1 Homogenasi
Pada proses homogenasi, biji Pisum sativum kering sebanyak 5 gram direndam semalam dalam 25 ml bufer sukrosa dingin kemudian di blender selama 2-3 menit dalam kondisi dingin, yang nantinya akan dihasilkan suatu homogenat (H).
2.3.2 Filtrasi
Pada proses filtrasi, 3-4 lembar kain kasa disiapkan di atas beaker glass kemudian diikat menggunakan karet gelang dan beaker glass diletakkan ke dalam ice water bath. Lalu, homogenat dituang di atas kain kasa sehingga menyisakan residu (R) yang berada di kain kasa, sedangkan cairan hasil filtrasi dinamakan filtrat (F). Setelah itu, sisa air dalam residu diperas menggunakan kain kasa dan residunya disimpan untuk analisa selanjutnya.
2.3.3 Sentrifugasi
Pada proses sentrifugasi, filtrat diaduk di dalam beaker glass lalu dituang ke tabung sentrifus sampai skala 10 ml dan di sentrifus pada kecepatan 200 g selama kecepatan 3 menit pada suhu 4ᵒC, sehingga didapatkan hasil sentrifugasi berupa padatan yang berada di dasar tabung sentrifus, dinamakan pelet (P1), sedangkan cairan dinamakan supernatan (S1). Lalu, S1 dipindahkan ke dalam tabung sentrifus baru dan P1 disimpan untuk analisa selanjutnya. Kemudian S1 disentrifus pada kecepatan 1400 g selama 12 menit pada 4ᵒC. P2 yang diperoleh diperkirakan mengandung nukleus dan kloroplas. S2 diperkirakan mengandung mitokondria, ribosom dan partikel subseluler lainnya yang berukuran sangat kecil, dan keberadaan mitokondria akan dibuktikan pada eksperimen berikutnya.
2.3.4 Pengujian aktivitas mitokondria pada S2
Pada proses pengujian aktivitas mitokondria pada supernatan 2 ini, mula-mula S2 di tuang ke dalam tabung reaksi dan diletakkan di dalam ice bath. Lalu, resuspensi (P2) ditambahkan 3 ml bufer sukrosa dan dipipet pelan-pelan untuk
membentuk suspensi P2 lalu diletakkan di icebath. Setelah diletakkan di ice bath, 3 buah tabung reaksi disiapkan dan dilabeli A, B dan C. Kemudian dimasukkan 3 ml bufer sukrosa ke dalam tabung A, 3 ml S2 ke dalam tabung B dan 3 ml suspensi P2 ke dalam tabung C. Masing-masing tabung ditambahkan 2 ml tetrazolium, kemudian ditutup dengan parafilm dan dihomogenkan dengan cara inverting. Setelah itu, diinkubasi ke dalam water bath 37ᵒC selama 30 menit – semalam (12 jam) dan diamati warna yang terbentuk pada masing-masing tabung.
2.3.5 Pengamatan komponen sel hasil fraksinasi
Pada pengamatan kompenen sel hasil fraksinasi ini, R1 diambil sedikit menggunakan tusuk gigi, lalu diletakkan di cover glass dan ditetesi air. Kemudian diaduk menggunakan tusuk gigi dan ditutup menggunakan cover glass serta diamati di bawah mikroskop perbesaran 10x dan 400x. Kemudian diteteskan 1 tetes IKI pada ujung cover glass dan IKI dibiarkan mewarnai fragmen pada R1 sampai terbentuk warna biru gelap sembari diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x dan 400x. Setelah itu, prosedur pengamatan komponen sel hasil fraksinasi diulang pada suspensi P1 dan P2. Penambahan IKI dilakukan secara langsung pada suspensi P1 dan P2 sebelum ditutup cover glass serta diamati hal apa yang terjadi.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisa Prosedur
Proses homogenasi dimulai dengan memblender Phaseolus vulgaris yang telah direndam dalam buffer sukrosa. Perendaman dalam buffer sukrosa ini bertujuan untuk menjaga viabilitas dan integritas dari sel. Kemudian, biji Phaseolus vulgaris diblender selama 3 menit, hal ini bertujuan agar sel menjadi potongan yang lebih kecil , dinding selnya pecah dan memisahkan organela, sehingga dihasilkan homogenat.
Pada proses filtrasi, 3-4 lembar kain kasa disiapkan di atas beaker glass kemudian diikat menggunakan karet gelang dan beaker glass diletakkan ke dalam ice water bath. Homogenat yang didapatkan dari hasil pemblenderan kemudian disaring dan diperas menggunakan kain kasa agar terpisah antara filtrat dan residunya. Filtrat berada di bawah, tepatnya di dalam gelas beaker, sedangkan residu tertinggal pada kain kasa. Setelah itu, sisa air dalam residu diperas menggunakan kain kasa dan residunya disimpan untuk analisa selanjutnya. Kemudian residu dipipet sedikit dan diletakkan pada cover gelas. Setelah diletakkan di cover gelas, ditambahjan IKI dan bufer sukrosa. Penambahan IKI berfungsi untuk pewarnaan pada residu yang akan diamati, yang mana pada filtrat yang diamati pada perbesaran 100x dan 400x terlihat adanya amilum.
Pada proses sentrifugasi, filtrat diaduk di dalam beaker glass lalu dituang ke tabung sentrifus sampai skala 10 ml, kemudian ditimbang dan didapatkan berat filtrat yang berada pada tabung sentrifus seberat 16,47 gram. Kemudian filtrat di sentrifus pada kecepatan 200 g atau 1350 rpm selama 3 menit pada suhu 4ᵒC, hal ini dimaksudkan agar organela-organela terpisah berdasarkan ukuran dan densitasnya (Yuwono, 2008). Hasil sentrifugasi berupa padatan yang berada di dasar tabung sentrifus, dinamakan pelet (P1), sedangkan cairan dinamakan supernatan (S1). Lalu, S1 dipindahkan ke dalam tabung sentrifus baru dan P1 disimpan untuk analisa selanjutnya. P1 dipipet dan diletakkan pada cover gelas kemudian ditambahkan bufer sukrosa dan IKI, lalu diamati di mikroskop pada perbesaran 100x dan 400x. Penambahan bufer sukrosa dimaksudkan agar sel tetap terjaga integritasnya, sedangkan penambahan IKI agar memberi warna pada organel yang akan diamati, khususnya amilum. Pada P1 didapatkan jumlah amilum yang tidak sebanyak pada saat pengamatan residu. Amilum yang terlihat semakin kecil dan jumlahnya berkurang. Kemudian S1 disentrifus pada kecepatan 1400 g selama 12 menit pada 4ᵒC. Sentrifugasi ini berfungsi untuk memisahkan organela, lebih tepatnya seperti menggunakan prinsip eliminasi berdasarkan ukuran dan densitas (Yuwono, 2008).
Hasil sentrifugasi ke dua ini adalah P2 dan S2, dimana P merupakan pelet 2 yang berada di dasar tabung, sedangkan S2 merupakan cairan yang berada di atas pelet dan dinamakan supernatan 2. P2 dan S2 dipisahkan, lalu P2 dipipet sedikit untuk diletakkan
pada cover gelas, kemudian ditambahkan IKI dan bufer sukrosa untuk diamati di bawa mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui organela apa saja yang masih tersisa setelah terjadi 2x sentrifugasi. S2 dan P2 yang sudah dipisahkan pada tabung yang berbeda tadi, masing-masing tabung ditambahkan TTC sebanyak 3ml dan ditutup menggunakan parafilm, lalu dimasukkan dalam ice bath. Penutupan menggunakan parafilm dimaksudkan agar mencegah TTC bereaksi cahaya, karena TTC sangat peka terhadap cahaya. Setelah penutupan tabung menggunakan parafilm, maka tabung A berisi TTC yang sudah bercampur dengan P2 dan tabung B berisi TTC yang sudah bercampur dengan S2. Setelah itu, tabung A dan tabung B dimasukkan dalam water bath dalam suhu 37ᵒ selama 30 menit, hal ini untuk melihat reaksi TTC terhadap S2 dan P2 dalam rangka mengetahui ada tidaknya enzim dehidrogenase, yang mana apabila terdapat enzim tersebut, maka cairan di dalam tabung akan berubah warna menjadi merah (Mason, 2004).
3.2 Analisa Hasil
Hasil pengamatan residu yang merupakan sisa homogenat yang berada di kasa pada mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x menunjukkan adanya banyak bintik-bintik kecil berwarna hitam dengan jumlah yang masih sangat banyak, bintik hitam ini diduga adalah amilum yang terkandung dalam biji Phaseolus vulgaris (kacang merah), sedangkan warna coklat muda yang berada di sekeliling amilum diduga adalah kulit kacang merah hasil pemblenderan yang tidak terlalu halus. Pemblenderan sengaja tidak dilakukan terlalu lama, hal ini dimaksudkan agar sel tidak mengalami kerusakan, sehingga organel yang ada di dalamnya masih bisa diamati. Pemblenderan dimaksudkan untuk menghancurkan dinding sel dari Phaseous vulgaris dan memperkecil ukuran dari biji tersebut agar dapat di sentrifugasi dan diamati. Di bawah ini merupakan gambar hasil pengamatan residu pada mikroskop
Gambar 1. Residu pada mikroskop perbesaran 100x
Gambar 2. Residu pada mikroskop perbesaran 400x
Amilum adalah jenis polisakarida yang banyak terdapat di alam, yaitu sebagian besar tumbuhan terdapat pada umbi, daun, batang, dan biji-bijian. Amilum dihasilkan dari dalam daun-daun hijau sebagai wujud penyimpanan sementara dari produk fotosintesis. Amilum juga tersimpan dalam bahan makanan cadangan yang permanen untuk tanaman, dalam biji, jari-jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun, dan umbi (Poedjiadi, 2009). Pada percobaan kali ini menunjukkan adanya amilum pada biji kacang merah.
Hasil pengamatan Pelet 1 yang merupakan hasil sentrifugasi pertama menunjukkan jumlah amilum masih terbilang cukup banyak. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 200 g atau setara dengan 1350 rpm selama 3 menit. Sentrifugasi dimaksudkan untuk memisahkan organela-organela berdasarkan ukuran dan densitasnya, organela dengan ukuran yang lebih besar akan berada di dasar tabung, sedangkan organela dengan ukuran lebih kecil akan bercampur bersama supernatan yang berada di bagian atas pelet. Di bawah ini merupakan gambar pengamatan pelet pada mikroskop hasil sentrifugasi pertama yang diberi nama P1.
Gambar 3. Pelet 1 (P1) pada perbesaran 100x
Gambar 4. Pelet 1 (P1) pada perbesaran 400x
Setelah pengamatan terhadap P1 dan hasilnya menunjukkan bahwa masih terdapat cukup banyak amilum, maka pada hasil sentrifugasi yang kedua pada kecepatan 3400 rpm selama 12 menit dalam suhu 4ᵒC, dihasilkan P2 (pelet 2) dan S2 (supernatan 2), dimana pelet berada di dasar tabung dan supernatan merupakan cairan yang berada di atasnya menunjukkan hasil yang jauh berbeda dengan P1. Kandungan amilum pada P2 sudah sangat jauh berkurang. Bahkan pada saat dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x, tidak ditemukan amilum, sehingga pernyataan ini mendukung bahwa jumlah mitokondria sangat jauh berkurang dibandingkan dengan P1. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kecepatan sentrifugasi, maka organela yang didapatkan juga semakin bermacam-macam dan semakin dapat terbagi sesuai ukuran dan densitasnya (Yuwono, 2008). Hal semacam ini terjadi karena proses sentrifugasi yang dilakukan berulang-ulang, dimana pada praktikum kali ini dilakukan 2 kali proses sentrifugasi. Penyentrifugasian ini terlihat seolah-olah seperti proses eliminasi, dimana organel-organel yang ditemukan semakin lama semakin kecil ukuranya, bahkan kandungan amilum sudah sulit ditemukan pada pengamatan P2 di mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x. Di bawah ini merupakan gambar hasil pengamatan P2 pada mikroskop.
Gambar 5. Pelet 2 (P2) pada perbesaran 100x
Gambar 6. Pelet 2 (P2) pada perbesaran 400x
Hasil pengamatan S2 dan P2 yang telah dipisahkan dan ditambah TTC sebanyak 3 ml dan ditutup parafilm, kemudian dimasukkan dalam water bath pada suhu 37ᵒC selama lebih dari satu jam menunjukkan bahwa pada S2 terjadi perubahan warna menjadi merah. Perubahan warna ini menunjukkan bahwa pada S2 diduga terdapat mitokondria, dimana TTC yang digunakan berfungsi untuk mendeteksi adanya aktivitas enzim dehidrogenasi, TTC juga dapat digunakan untuk membedakan suatu jaringan metabolik dan dan jaringan inaktif. Prinsip kerja TTC adalah dimana sel hidup akan berwarna merah, hal ini disebabkan oleh reduksi pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan formazon merah, sedangkan sel-sel yang mati akan berwarna putih. Enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan respirasi. Pengujian menggunakan TTC ini juga menunjukkan persentase kemampuan biji untuk dapat hidup berdasarkan keadaan internal dari biji, pengujian germinasi, yang dikombinasikan dengan peforma dari kualitas biji, ditunjukkan dengan kemampuan fisiologikal untuk tumbuh dalam perkecambahan yang normal (Black dkk., 2006). Di bawah ini merupakan gambar S2 dan P2 yang telah di water bath selama 1 jam.
Gambar 7a. P2 dan 7b. S2, keduanya hasil water bath
Pada hasil P2 setelah di water bath tidak menunjukkan perubahan warna, atau warnanya tetap putih. Warna putih pada P2 dikarenakan P2 adalah komponen-komponen subseluler yang sudah mati dan di dalamnya tidak menunjukkan adanya aktivitas enzim dehidrogenasi yang mana enzim ini bekerja pada sel-sel hidup (Black skk., 2006). Akan tetapi, bisa jadi setelah di water bath lebih lama dari 1 jam, maka baru akan terlihat perubahan warnanya.
Pada pengamatan komponen subseluler di atas, di dapatkan adanya amilum dan indikasi adanya mitokondria. Amilum sendiri sebenarnya adalah jenis polisakarida yang banyak terdapat di alam, yaitu sebagian besar tumbuhan terdapat pada umbi, daun,
a b
batang, dan biji-bijian. Amilum terdiri dari dua macam polisakarida, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilum dihasilkan dari dalam daun-daun hijau sebagai wujud penyimpanan sementara dari produk fotosintesis. Amilum juga tersimpan dalam bahan makanan cadangan yang permanen untuk tanaman, dalam biji, jari-jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun, dan umbi. (Poedjiadi, 2009). Sedangkan mitokondria adalah salah satu bagian dari organel sel. Mitokondria dapat ditemukan pada sel hewan dan sel tumbuhan. Mitokondria sendiri berfungsi dalam respirasi sel yaitu menghasilkan energi. Secara anatomi, mitokondria memiliki dua lapisan membran atau salah satu organel sel yang bermembran rangkap. Permukaan membran luar mitokondria halus, sedangkan permukaan membran dalam mitokondria berlekuk-lekuk. Di bagian dalam mitokondria terdapat dua membran lagi, yaitu ruang intermembran dan matriks mitokondria, diantara kedua membran tersebut terdapat suatu ruang intermembran, dimana ruangan ini sempit, dan selektif. Membran bagian luar tidak dapat dilalui molekul kecil dan tidak dapat dilalui protein dan molekul besar (Vidyasangar, 2015).
Gambar 8. Mitokondria (Vidyasangar, 2015)
Lekukan lekukan pada mitokondria disebut sebagai krista. Pada bagian krista mitokondria terdapat enzim untuk fosfoforilasi oksidatif dan sistem transport elektron, sedangkan enzim dalam siklus krebs dan asam lemak terdapat dalam matriks mitokondria. Matriks mitokondria adalah ruang yang dibungkus oleh membran dalam. Di dalam matriks mitokondria ini terjadi beberapa proses metabolisme. Protein yang ikut serta dalam proses respirasi dan enzim pembuat ATP dibentuk di membran dalam. Membran dalam mitokondria juga memiliki permukaan yang luas. Luasnya membran dalam mitokondria ini berfungsi untuk meningkatkan produktivitas respirasi selular. Bagian dalam matriks mitokondria banyak mengandung ribosom, protein dan DNA. Fungsi utama mitokondria adalah melakukan respirasi sel yang mana hal tersebut akan menghasilkan suatu sintesa protein dalam bentuk ATP, sehingga secara umum, mitokondria adalah sebagai pengatur metabolisme dalam sel (Vidyasangar, 2015).
Sentrifugasi merupakan metode yang sangat baik untuk memisahkan suatu padatan dengan cairan. Hal ini dapat diaplikasikan pada banyak hal dalam rangka pemisahan fasa padatnya (Lenl, 2003). Terdapat dua macam sentrifugasi untuk teknik pemisahan
partikel, yaitu differential centrifugation and density gradient centrifugation. Density gradient centrifugation dibedakan lagi menjadi dua hal, yaitu rate-zonal dan isopycnic centrifugation. Differential centrifugation merupakan suatu cara pemisahan partikel yang paling mudah, dimana partikel-partikel dibedakan densitas atau ukuran dalam suspensi akan diendapkan pada tingkatan yang berbeda. Pembagian sedimentasi atau pemngendapan dapat ditingkatkan menggunakan gaya sentrifugal, dimana hasil dari sentrifugasi adalah suatu pelet yang akan mengendap di dasar tabung sentrifus dan supernatan yang berada di bagian atasnya dalam bentuk cairan. Differential centrifugation sering digunakan dalam proses pemroduksian fraksi subseluler dari homogenat suatu jaringan. Misalnya pada homogenat hati tikus mengandung inti, mitokondria, lisosom dan membran yang kemudian disentrifugasi pada kecepatan rendah dan dalam waktu yang singkat, maka akan dihasilkan suatu pelet yang besar dan banyak nukleus di dalamnya. Kemudian apabila disentrifugasi lagi dengan kecepatan tinggi, maka pada pelet berikutnya akan didapatkan partikel yang lebih kecil ukurannya, misalnya mitokondria. Sedangkan density gradient centrifugation merupakan metode untuk memurnikan organel subseluler dan makromolekul sehingga dihasilkan suatu gradien kerapatan yang berbeda dan terlihat berlapis-lapis. Density gradient centrifugation dibedakan menjadi dua, yaitu rate-zonal centrifugation yang mana dicirikan oleh adanya peningkatan kerapatan gradien di bagian bawah tabung dengan lapisan lapisan di bagian atasnya dan terjadi pemisahan berdasarkan ukuran molekul, sedangkan isopycnic centrifugation, pemisahan terjadi berdasarkan kepadatan molekul, dimana molekul yang sama akan bergerak menuju posisi yang sama pula dan biasanya digunakan untuk pemisahan molekul DNA (Aldrich, 20011). Di bawah ini merupakan gambar pembeda yang menunjukkan differential centrifugation, rate-zonal dan isopycnic centrifugation.
9a. 9b. 9c.
Gambar 9a. Differential Centrifugation; 9b. Rate-Zonal Centrifugation dan
9c. Isopycnic Centrifugation (Aldrich, 2011)
Setelah dilakukannya sentrifugasi pertama dan kedua, serta diamati dan diketahui kandungan apa di dalamnya, maka apabila dilakukan sentrifugasi ketiga, kemudian diamati kandungan pada hasil sentrifugasi ketiga yang menghasilkan pelet 3 (P3) dan supernatan (S3) adalah ribosom. Dugaan ini didasarkan karena ukuran ribosom yang lebih kecil dari amilum dan mitokondria, yaitu sekitar 17-20 µm. Ribosom merupakan organela yang memiliki fungsi utama dalam sintesa protein yang sesuai dengan urutan asam amino sebagaimana ditentukan dalam RNA messenger. Ribosom terdiri dari asam ribonukleat yang sering disingkat RNA (Ribonucleat Acid) dan protein, dalam jumlah yang hampir sama. Asam ribonukleat berasal dari nukleolus, di mana ribosom disintesis dalam sel. Di dalam sel, ribosom berada di dua wilayah sitoplasma. Beberapa ribosom ditemukan tersebar di sitoplasma yang disebut sebagai ribosom bebas, sementara yang lain yang melekat pada retikulum endoplasma yang disebut sebagai ribosom terikat, sehingga permukaan retikulum endoplasma ketika terikat dengan ribosom disebut retikulum endoplasma kasar (RER). Kedua ribosom bebas dan ribosom terikat memiliki struktur yang sama dan bertanggung jawab untuk produksi protein (Alim, 2013).
Larutan Isotonik merupakan larutan yang memiliki tekanan osmotik yang sama pada membran semi permeabel. Hal ini memungkinkan gerakan bebas dari air melintasi membran tanpa mengubah konsentrasi zat terlarut di kedua sisi. Larutan isotonik penggunaannya lebih sering dilakukan dalam bidang medis. Pada praktikum kali ini dilakukan larutan isotonik bufer sukrosa, contoh larutan istonik lainnya adalah cairan infus (NaCl 0,9%), larutan linger laktat, sodium klorida dan sodium fosfat (Alim, 2013).
Kendala yang dialami selama melakukan praktikum ini adalah sedikitnya cairan yang digunakan untuk sentrifugasi yang apabila akan dipipet dan diamat di bawah mikroskop menyebabkan larutan dalam tabung sentrifus tersuspensi, sehingga pelet dan supernatan tercampur dan ketika keduanya telah tercampur maka hasil amatan bisa jadi kurang sesuai. Selain itu, jumlah alat sentrifugator kurang, karena ada kelompok yang terpaksa harus menyentrifus di laboratorium lain.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sentrifugasi merupakan metode untuk memisahkan bobot dari tiap fraksi menggunakan prinsip kerja dimana obyek diputar secara horizontal pada jarak radial dari titik yang dikenakan gaya sentrifugal. Hasil sentrifugasi yang mengendap dinamakan pelet dan cairan di atasnya dinamakan supernatan. Pengamatan terhadap sentrifugasi pertama menghasilkan amilum yang mana ukuran atau bobotnya besar dan pengamatan terhadap sentrifugasi kedua menghasilkan jumlah amilum yang jauh berkurang menjadi sedikit. Sehingga penyentrifugasian yang berkali kali menyebabkan komponen seluler yang berada dalam cairan semakin tereliminasi menjadi komponen yang lebih kecil dan komponen padatan yang lebih besar diendapkan. Hasil sentrifugasi kedua menunjukkan adanya aktivitas enzim dehidrogenase yang ditunjukkan dengan warna TTC (tetrazolium chloride)
berubah menjadi merah, sedangkan larutan yang tetap berwarna putih menunjukkan komponen seluler yang sudah mati.
5.2 Saran
Sebaiknya jumlah alat water bath ditambah, agar semua hasil amatan dapat diamati di laboratorium yang sama. Selain itu, seringnya terjadi kesalahan dimana komponen pelet dan supernatan tersuspensi juga menyebabkan berbedanya hasil amatan, sehingga praktikan dan asisten diharapkan lebih berhati-hati lagi dalam memipet dan membawa hasil sentrifugasi.
FRACTIONATION AND ANALYZE CELLULAR COMPONENT
Aby Latifa R., Daniel Wangsa P., Trecy Ivani and Suhadi Syamsuddin
Biology Department
Faculty Of Mathemathic and Natural Science
Brawijaya University
Abstract
Fractionation is a method to separate organelles which can be observed and analyzed. The purpose of the practicum are to separate subcellular component using centrifugation and to indentify component of subcelluler by microscope. The first step of fractionation is homogenation which to destroy plasm membrane, then filtration to separate the filtrate and residue then, preoceed centrifugation to separate cell organells. From homogenation processes, we got homogenat and from the centrifugation we can separate the result as pellet and supernatant. In the first centrifugation were done with speed 1,350 rpm for 3 minute at 4°C and then analyzing the cell debris in the microscope in 100 and 400
magnitude. The second centrifugation were carried out with a speed of 3400 rpm for 12 minute at 4°C and there are amilums. The second pellet and supernatant was plused by TTC to looks for the dehydrogenase enzyme. The second supernatant which plused by TTC turn into red and it means there is an activity of dehydrogenase enzyme from mithocondria, but the second pellet which plused by TTC, the colour is still white and it means the cellular component was died.
Keywords: centrifugation, fractination, homogenation, pellet, supernatant
DAFTAR PUSTAKA
Aldrich, S. 2011. Biofiles : Centrifugation. World Headquarters. St Louis.
Alim, T. 2013. Biologi Sel dan Molekuler. http://www.biologi-sel.com/. Diakses tanggal 22 Oktober 2015.
Beran, J. A. 1996. Chemistry in The Laboratory. John Willey and Sons. USA.
Black, M., B. Derek, and H. Peter 2006. The Encyclopedia of Seeds. CABI.Wallingford
Boyer, Rodney. 2000. Modern Instrumental of Biochemistry 3rd Edition. Addison Wesley Longman. San Francisco.
Brundage, A. 2015. Isotonic Solution. http://study.com/. Diakses tanggal 22 Oktober 2015.
Campbell, N. A., J.B Reece dan L.G Mitchell. 2000. Biologi Edisi 1 Jilid 5. Erlangga. Jakarta.
Lenl, M. 2003. Centrifugation Based Automated Synthesis Technologies. Journal of Laboratory Automation 30 : 1-6.
Mason, J. 2004. Nursery Management. Landlink Press. Collingwood.
Poedjiadi.2009.Dasar-dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Rastogi, S. C. 2005 Cell Biology. John Willey and Sons. USA.
Vidyasangar, A. 2015. Mitochondria. http://www.livescience.com/. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2015.
Yuwono, Tribowo. 2008. Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta.
Abstrak
Fraksionasi merupakan metode pemisahan senyawa berdasarkan fraksinya. Tujuan dilakukannya fraksionasi adalah untuk mengamati komponen subseluler yang ada pada biji kacang merah. Tahapan awal fraksionasi dimulai dengan homogenasi, filtrasi dan terakhir sentrifugasi. Proses homogenasi menghasilkan homogenat, tahapan filtrasi adalah pemisahan homogenat menjadi filtrat dan residu. Sentriifugasi merupakan metode untuk memisahkan bobot dari tiap fraksi menggunakan prinsip kerja dimana obyek diputar secara horizontal pada jarak radial dari titik yang dikenakan gaya sentrifugal. Proses sentrifugasi menghasilkan pelet yang berada di dasar tabung sentrifus dan supernatan yang berada di bagian atas pelet. Sentrifugasi dilakukan 2 kali, yang pertama pada kecepatan 1350 rpm dalam waktu 3 menit dan suhu 4°C kemudian sentrifugasi kedua adalah pada kecepatan 3400 rpm dalam waktu 12 menit dan suhu 4°C. Hasil sentrifugasi pertama diamati pada mikroskop perbesaran 100 dan 400 sehingga terlihat adanya amilum dalam jumlah banyak. Pada sentrifugasi kedua dan diamati pada perbesaran yang sama dan terlihat jumlah amilum yang sudah banyak berkurang. Hasil penyentrifugasian kedua, yaitu pelet 2 dan supernatan 2 ditambahkan TTC dan diletakkan dalam water bath. S2 berubah warna menjadi merah yang berarti terdapat aktivitas enzim dehidrogenasi yang ada pada mitokondria.
Kata kunci : filtrasi, fraksionasi, homogenasi, pelet, supernatan.