uji petik kualitas makanan tempe
TRANSCRIPT
Bab 1, halaman 1
UJI PETIK KUALITAS MAKANAN TEMPE
PADA UMKM DI DKI JAKARTA
Ari WB Raharjo1, Tety Elida2. 1Dosen Fakultas Tehnik Industri, Universitas Gunadarma,
2Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma 1,2Jl. Margonda Raya no. 100, Depok, Jawa Barat,Telp. 21 78881112, Facs. 21
78881110 Email: [email protected], [email protected]
ABTRAK Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang berperan dalam pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kualitas kesehatan masyarakat. Tempe adalah salah satu pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Berkenaan dengan itu, tempe harus diproduksi dengan baik, sehat, bersih dan aman dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi proses produksi tempe dalam memenuhi standar keamanan pangan nasional. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dengan sampel 3 UMKM di DKI Jakarta serta dilakukan selama 2 bulan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah secara umum, semua UMKM sudah mengetahui dan menyadari jika produk UMKM berpotensi menimbulkan bahaya keracunan dan kesehatan masyarakat; Pengetahuan sebagian UMKM mengenai CPPOB sudah cukup memadai dan sebagian lagi masih sangat rendah; masih ditemukan UMKM yang mempunyai standar kualitas produksi produk, jauh dibawah standar CPPOB.
Kata Kunci: Keamanan Pangan, Tempe, CPPOB, Jakarta
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang berperan dalam pertumbuhan,
pemeliharaan dan peningkatan derajat kualitas kesehatan masyarakat. Negara
berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan
konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada
tingkat nasional maupun daerah. Aman mencakup bebas dari cemaran biologis,
mikrobiologi, kimia, logam berat, dan cemaran lain yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Untuk itu pengolahan pangan
harus dapat dijamin keamanannya. Keamanan pangan antara lain dipengaruhi oleh
jumlah bahan tambahan pangan yang digunakan, cemaran mikroba dan kandungan
cemaran kimia seperti racun yang secara alami terdapat dalam bahan baku, zat
kimia berbahaya yang terbentuk pada saat pengolahan produk pangan dan
Bab 1, halaman 2
senyawa hasil migrasi kemasan pangan. Salah satu bahan tambahan pangan
adalah bahan pengawet yang umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan
yang mempunyai sifat mudah rusak agar dapat bertahan lama, menghambat atau
memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan
oleh mikroba, dalam beberapa produk pangan bahan tambahan pangan bahkan
digunakan untuk menambah daya tarik konsumen. Seiring dengan pesatnya teknik
pengolahan pangan, penggunaan bahan tambahan pangan kimia berbahaya pada
produk makanan sulit untuk dihindari, oleh harena itu pengujian karakteristik mutu
dan keamanan dalam industri pangan semakin hari semakin penting.
Formalin seringkali digunakan sebagai pengawet makanan/minuman lainnya,
pengawetannya dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui cara
pencampuran, atau penyelupan. Kadar formalin yang dicampurkan mungkin tidak
terlalu banyak sehingga konsumen tidak bisa membedakan makanan berformalin
atau tanpa formalin. Mengingat formalin (formaldehyde) berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan,
merupakan bahan kimia yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan,
maka betapapun kecilnya kandungan formalin dalam makanan, harus tetap
dianggap sebagai unsur yang membahayakan kesehatan. Keamanan pangan
merupakan tanggung jawab bersama dan harus ditangani secara terpadu,
melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders); balk dari pemerintah,
industri, dan konsumen. Keberadaan cemaran bahan tambahan pangan pada
pangan olahan, pada prinsipnya dapat dihindari atau dikurangi dengan menerapkan
cara-cara pengolahan dan penyimpanan pangan yang baik dan benar.
Tempe merupakan salah satu makanan yang dikonsumsi sebagian besar
masyarakat. Kehadiran makanan ini membantu meningkatkan selera makan dan
juga menambah sumber protein masyarakat. Selain menjadi bagian dari lauk pauk
makanan masyarakat, tempe juga dikonsumsi dalam bentuk makanan jajanan /
cemilan seperti tempe mendoan, tempe goreng tepung dan lain sebagainya. Oleh
karena tempe telah menjadi makanan yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat
maka penelitian ini memilih makanan ini sebagai obyek penelitian.
I.2 Tujuan:
Tujuan penelitian ini adalah sbb:
1. Mengidentifikasi permasalahan pada industri Makanan/minuman tempe di
DKI Jakarta dalam meningkatkan kualitas produknya
Bab 1, halaman 3
2. Mengedukasi para pelaku industri Makanan/minuman tempe mengenai cara
produksi yang aman dan higienis
II. METODE
Penelitian ini dilakukan di wilayah DKI Jakarta pada UMKM tempe. Pemilihan
sampel dilakukan dengan tehnik purposive sampling. Jumlah sampel adalah 3
UMKM. Pengambilan data dilakukan dengan interview dan kuisioner. Pengolahan
dan analisa data menggunakan analisa deskriptif dan berlangsung selama 3 bulan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Volume Produksi dan Bahan-bahan
Volume produksi UMKM ini dalam 1 hari sekitar 1 kuintalkacang kedelai untuk
menghasilkan 40 tempe ukuran panjang sekitar 2 meter. Untuk memproduksi
produk-produk tersebut, UMKM ini menggunakan bahan-bahan makanan yaitu:
1. Kacang kedelai
2. Ragi dari LIPI
Bahan baku utama yang digunakan pada industri tempe adalah kacang kedelai.
Bahan baku kedelai yang digunakan di UMKM adalah kedelai import. Menurut
Susanto dan Saneto (1994), ukuran biji kedelai ditentukan berdasarkan bobotnya
per 100 biji, ukurannya tergolong kecil apabila memiliki bobot 8-10 g/100 biji,
berukuran sedang jika bobotnya 10-13 g/100 biji, dan berukuran besar bila bobotnya
> 13 g/100 biji. Ukuran biji ini berpengaruh terhadap pemanfaatan kedelai.
Mayoritas pengrajin tempe menyukai biji kedelai yang warna kulitnya kuning dan
ukurannya besar, karena menghasilkan tempe yang warnanya cerah dan
volumenya besar (Antarlina et al. 2000). Oleh karena itu, pengrajin tempe lebih
memilih kedelai impor yang ukuran bijinya lebih besar, seragam, dan kualitasnya
lebih baik (bebas dari kotoran/campuran), sehingga tidak memerlukan tambahan
tenaga dan waktu untuk membersihkan sebelum diolah menjadi tempe.
Menurut SNI 01-3922-1995,kedelai kuning adalah kedelai yang kulit bijinya
berwarna kuning dan apabila dipotong melintang memperlihatkan warna kuning
pada pada irisan keping bijinya. Untuk bahan baku tempe yang baik, kedelai yang
digunakan harusnya memiliki syarat mutu kualitatif seperti bebas hama penyakit,
tidak berbau busuk, asam dan bau asing lainnya.
Terdapat beberapa kriteria mutu kedelai berda
rusak, kotoran, butir warna lain dan keriput (SNI 01
menghasilkan tempe dengan mutu yang baik, kedelai yang digunakan sebaiknya
kedelai mutu kelas I, yaitu yang memiliki criteria
rusak 1%, kotoran 0%, butir warna lain 1% dan keriput 0%.
Ragi tempe atau laru merupakan faktor lain selain kedelai yang juga memiliki
peranan penting untuk keberhasilan pembuatan tempe yang be
umumnya pengarajin tempe menggunakan tiga jenis laru, yaitu laru instan, laru
yang dibuat secara tradisional dari tempe yang dikeringkan dan campuran laru
instan dengan onggok tapioka.
oleh LIPI, namun kemudian diperbanyak dengan cara menambahkan pada onggok
tapioka. RAPRIMA adalah laru instan yang diproduksi oleh LIPI dan paling banyak
digunakan oleh pengrajin tempe, dimana laru ini hanya mengandung kultur murni
dari Rhizopus oligosp
laru yang dibuat secara tradisional dan laru campuran
mikroorganisme yang lebih beragam sehingga dapat mempengaruhi mutu tempe
yang dihasilkan. Penggunaan laru RAPRIMA dapat menghasi
tekstur yang kompak (Rahardjo, 2009).
Terdapat beberapa kriteria mutu kedelai berdasarkan kadar air, butir belah, butir
rusak, kotoran, butir warna lain dan keriput (SNI 01-3922
menghasilkan tempe dengan mutu yang baik, kedelai yang digunakan sebaiknya
kedelai mutu kelas I, yaitu yang memiliki criteria kadar air 13%, butir
rusak 1%, kotoran 0%, butir warna lain 1% dan keriput 0%.
Gambar 1. Kedelai Import UMKM Tempe
Ragi tempe atau laru merupakan faktor lain selain kedelai yang juga memiliki
penting untuk keberhasilan pembuatan tempe yang be
umumnya pengarajin tempe menggunakan tiga jenis laru, yaitu laru instan, laru
yang dibuat secara tradisional dari tempe yang dikeringkan dan campuran laru
instan dengan onggok tapioka. UMKM menggunakan laru instan yang diproduk
oleh LIPI, namun kemudian diperbanyak dengan cara menambahkan pada onggok
RAPRIMA adalah laru instan yang diproduksi oleh LIPI dan paling banyak
digunakan oleh pengrajin tempe, dimana laru ini hanya mengandung kultur murni
dari Rhizopus oligosporus yang ditumbuhkan pada media steril. Sedangkan pada
laru yang dibuat secara tradisional dan laru campuran, dapat mengandung
mikroorganisme yang lebih beragam sehingga dapat mempengaruhi mutu tempe
yang dihasilkan. Penggunaan laru RAPRIMA dapat menghasilkan tempe dengan
tekstur yang kompak (Rahardjo, 2009).
Bab 1, halaman 4
sarkan kadar air, butir belah, butir
3922-1995). Untuk
menghasilkan tempe dengan mutu yang baik, kedelai yang digunakan sebaiknya
kadar air 13%, butir belah 1%, butir
Ragi tempe atau laru merupakan faktor lain selain kedelai yang juga memiliki
penting untuk keberhasilan pembuatan tempe yang bermutu baik. Pada
umumnya pengarajin tempe menggunakan tiga jenis laru, yaitu laru instan, laru
yang dibuat secara tradisional dari tempe yang dikeringkan dan campuran laru
menggunakan laru instan yang diproduksi
oleh LIPI, namun kemudian diperbanyak dengan cara menambahkan pada onggok
RAPRIMA adalah laru instan yang diproduksi oleh LIPI dan paling banyak
digunakan oleh pengrajin tempe, dimana laru ini hanya mengandung kultur murni
orus yang ditumbuhkan pada media steril. Sedangkan pada
dapat mengandung
mikroorganisme yang lebih beragam sehingga dapat mempengaruhi mutu tempe
lkan tempe dengan
Hal lain yang juga penting dan berpengaruh pada proses pembuatan tempe adalah
sumber air yang digunakan. Sumber air yang digunakan oleh
air Sungai Teluk Gong dan Air PDAM. Air Sungai Teluk Gong digunakan untuk
proses pencucian, perendaman dan perebusan kedelai tanpa kulit. Sedangkan air
PDAM digunakan untuk membilas kedelai hasil dari proses perebusan.
Proses pembuatan tempe merupakan
menggunakan air. O
kontaminasi yang akan menyebabkan penurunan mutu tempe. Menururt Odonkor
dan Joseph (2013) bakteri Coliform dan Salmonella sp merupakan kontaminan
mikroorganisme yang dijadikan standar kebersihan pangan, selain itu adanya
bakteri ini pada produk makanan
yang berpotensi menyebabkan penyakit pada manusia. SNI 3144:2015
mempersyaratkan maksimal 10 APM/g untuk jum
negatif/25g. Ini artinya air yang akan digunakan pada pembuatan tempe tidak boleh
sama sekali mengandung bakteri Salmonella dan jumlah Coliform dibawah 10
APM/g.
B. Kemasan
Produk tempe dikemas dalam plastik dan dalam daun
mempunyai label apapun baik merek, tanggal produksi, cara penyajian, kandungan
zat gizi dll.
C. Ruang Usaha
Gambar 2. Laru/Ragi Tempe Instan
Hal lain yang juga penting dan berpengaruh pada proses pembuatan tempe adalah
sumber air yang digunakan. Sumber air yang digunakan oleh U
air Sungai Teluk Gong dan Air PDAM. Air Sungai Teluk Gong digunakan untuk
proses pencucian, perendaman dan perebusan kedelai tanpa kulit. Sedangkan air
PDAM digunakan untuk membilas kedelai hasil dari proses perebusan.
Proses pembuatan tempe merupakan salah satu proses yang banyak
. Oleh karena itu, air yang digunakan harus bebas dari
kontaminasi yang akan menyebabkan penurunan mutu tempe. Menururt Odonkor
dan Joseph (2013) bakteri Coliform dan Salmonella sp merupakan kontaminan
ganisme yang dijadikan standar kebersihan pangan, selain itu adanya
bakteri ini pada produk makanan / minuman mengindikasikan adanya bakteri lain
yang berpotensi menyebabkan penyakit pada manusia. SNI 3144:2015
mempersyaratkan maksimal 10 APM/g untuk jumlah Coliform dan Salmonella sp.
negatif/25g. Ini artinya air yang akan digunakan pada pembuatan tempe tidak boleh
sama sekali mengandung bakteri Salmonella dan jumlah Coliform dibawah 10
Produk tempe dikemas dalam plastik dan dalam daun pisang. Kemasan tidak
mempunyai label apapun baik merek, tanggal produksi, cara penyajian, kandungan
Bab 1, halaman 5
Hal lain yang juga penting dan berpengaruh pada proses pembuatan tempe adalah
UMKM berasal dari
air Sungai Teluk Gong dan Air PDAM. Air Sungai Teluk Gong digunakan untuk
proses pencucian, perendaman dan perebusan kedelai tanpa kulit. Sedangkan air
PDAM digunakan untuk membilas kedelai hasil dari proses perebusan.
salah satu proses yang banyak
air yang digunakan harus bebas dari
kontaminasi yang akan menyebabkan penurunan mutu tempe. Menururt Odonkor
dan Joseph (2013) bakteri Coliform dan Salmonella sp merupakan kontaminan
ganisme yang dijadikan standar kebersihan pangan, selain itu adanya
minuman mengindikasikan adanya bakteri lain
yang berpotensi menyebabkan penyakit pada manusia. SNI 3144:2015
lah Coliform dan Salmonella sp.
negatif/25g. Ini artinya air yang akan digunakan pada pembuatan tempe tidak boleh
sama sekali mengandung bakteri Salmonella dan jumlah Coliform dibawah 10
pisang. Kemasan tidak
mempunyai label apapun baik merek, tanggal produksi, cara penyajian, kandungan
Bab 1, halaman 6
Ruang usaha UMKM ini terbagi menjadi 2 lokasi. Lokasi pertama digunakan untuk
mencuci dan merebus kedelai. Sedangkan lokasi kedua digunakan untuk proses
peragian dan pembuatan tempe.
Lokasi pertama berukuran sekitar 10 m2 dan berada di sebelah aliran sungai. Lokasi
kedua berukuran 9 x 14 meter2 dan bersamaan dengan mess karyawan. Ruangan
produksi ini masih terbuka terhadap udara luar dan dikelilingi oleh tembok semen.
Langit-langit ruangan ini berupa semen cor-coran untuk dasar lantai 2. Ruangan ini
tidak mempunyai jendela dan ventilasi udara karena memang sudah terbuka ke
arah depan. Lantai ruangan ini terbuat dari semen.
Cahaya dalam ruangan mengandalkan cahaya matahari walaupun terdapat juga
lampu penerangan yang belum ada pelindungnya. Kelembaban di ruangan ini
cukup lembab dan suhu ruangan relatif sama dengan suhu udara luar.
D. Sumber Energi dan Air
Sumber energi yang digunakan dalam proses produksi adalah listrik dari PLN dan
kayu bakar. Untuk sumber air, UMKM ini menggunakan air sungai untuk mencuci
dan merebus kedelai dan air tanah untuk proses peragian.
E. Higiene dan Sanitasi
UMKM ini mempunyai sebuah toilet untuk karyawan dan tidak mempunyai washtafel
untuk mencuci tangan. Untuk membersihkan kacang kedelai yang sudah direbus
dan alat-alat disediakan kran air di salah satu sudut bagian depan ruangan. Dalam
membersihkan alat-alat, UMKM ini tidak menggunakan sabun cuci karena akan
mengganggu proses peragian. Di ruangan ini juga tidak terdapat sabun cuci tangan
dan lap.
Bab 1, halaman 7
F. Limbah
Limbah cair dibuang langsung ke kali melalui saluran yang ada. Sedangkan lembah
padat dikumpulkan di tempat sampah untuk kemudian diambil oleh petugas
kebersihan setempat.
G. Perlengkapan Karyawan dan Larangan
Dalam bekerja, karyawan masih belum menggunakan peralatan tambahan sebagai
tindakan higienis seperti menggunakan tutup kepala, masker dan lain-lain.
Karyawan itu masih bekerja secara tradisional yaitu menggunakan pakaian biasa
atau kaos singlet atau beberapa orang tidak menggunakan baju.
Karyawan juga tidak dilarang untuk merokok atau makan minum selama bekerja.
Larangan hanya disampaikan secara lisan berupa larangan tidak boleh makan pada
saat bekerja. Pada dinding-dinding ruang produksi juga tidak terlihat pengumuman-
pengumuman yang terkait tindakan higienis.
H. Gudang
UMKM ini belum mempunyai gudang khusus untuk menyimpan bahan-bahan
makanan. Penyimpanan masih dilakukan diruang produksi tanpa ada pembatas
antara ruang penyimpanan dengan ruang produksi. Bahan-bahan ini juga belum
ada label terkait FIFO / FEFO.
I. Alat-alat Produksi
Alat-alat produksi yang digunakan pada UMKM ini antara lain adalah:
a. Drum untuk pencucian kacang kedelai
b. Drum untuk perebusan kacang kedelai 3 unit
c. Drup untuk proses peragian 3 unit
d. Tatakan kayu pencetak tempe 2 buah
e. Pisau pelubang
Pada pembuatan tempe dibutuhkan beberapa peralatan untuk dapat menjamin
kegiatan produksi berlangsung. Peralatan-peralatan yang digunakan tersebut akan
memengaruhi mutu tempe yang dihasilkan. Oleh karena itu, peralatan yang
digunakan harus peralatan yang food grade seperti stainless steel, tidak berkarat
dan tahan terhadap asam, karena selama proses perendaman akan terjadi
Bab 1, halaman 8
penurunan nilai pH, baik terjadi secara spontan atau dilakukan dengan penambahan
asam.
Berdasarkan hasil pengamatan di UMKM, peralatan yang digunakan mayoritas
bukan berbahan dasar stainless steel. Untuk proses pencucian dan perendaman
menggunakan drum plastik dan drum besi, sedangkan untuk perebusan
menggunakan drum besi. Beberapa drum besi tampak sudah berkarat. Rak untuk
pemerana atau fermentasi tempe menggunakan bambu. Penggunaan drum besi
berpotensi mengakibatkan cemaran logam. Menurut Sparinga dan Puspitasari
(2015) bahwa 23% hasil tempe pengrajin mengandung cemaran logam berat Cd
(Kadmium). Hal ini dikarenakan terjadinya korosi dari drum terutama saat
perebusan dengan suhu tinggi, dimana kenaikan suhu berbanding lurus dengan
kenaikan konstanta laju reaksi korosi.
J. Proses Produksi
Proses pembuatan tempe pada dasarnya adalah proses fermentasi kedelai dengan
ragi/laru tempe. Cara pengolahan tempe di tingkat pengrajin, dapat berbeda antara
satu daerah dengan daerah lain dan antara satu pengrajin dengan pengrajin lainnya
(Astuti et al. 2000). Secara umum tahapan proses pembuatan tempe meliputi
pembersihan atau sortasi kedelai, pencucian dan perebusan, pengupasan kulit,dan
pencucian, penirisan dan pendinginan, penambahan laru tempe, pencampuran,
pengemasan dan pemeraman. Proses pembuatan tempe yang dilakukan UMKM
adalah sebagai berikut pembersihan kedelai, perendaman, kupas kulit, perebusan,
penirisan, pemberian laru tempe, pengemasan dan pemeraman.
Proses pembersihan, pencucian, perendaman dan perebusan di UMKM dilakukan
dengan menggunakan air yang bersumber dari sungai Teluk Gong. Air sungai
merupakan salah satu sumber air yang memiliki resiko kontaminan yang cukup
besar. Kontaminan yang berupa bakteri Coliform adalah kontaminan yang sering
ditemukan pada air. Bakteri Salmonella sp. dan Coliform dapat ditemui dalam
pangan karena adanya kontaminasi yang dapat bersumber dari air yang terkena
polusi air buangan mengandung Salmonella dan Coliform atau dapat juga terjadi
secara tidak langsung, yaitu melalui tangan manusia atau alat-alat yang digunakan
(Hatta et al, 2012). Sumber kontaminasi adalah pada saat tahapan pemisahan kulit
dan pencucian kedelai dan kontak langsung pekerja dengan air untuk proses
produksi sangat dominan.
Bab 1, halaman 9
Keterlibatan mikroorganisme pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe dimulai
sejak proses perendaman kedelai. Air rendaman kedelai kaya akan gula-gula
sederhana yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa. Gula-gula sederhana tersebut,
terutama glukosa merupakan substrat utama bagi mikroorganisme untuk tumbuh.
Mikroorganisme yang ada dapat berupa bakteri atau khamir dan dapat ditemukan
kapang dalam jumlah sedikit. Oleh karena itu dilakukan perebusan setelah
perendaman. Tujuan perebusan ini, selain melunakkan kedelai, adalah untuk
memusnahkan mikroorganisme kontaminan, menginaktifkan tripsin-inhibitor,
menyebabkan protein terdenaturasi, yang akan lebih mudah digunakan oleh kapang
yang ada pada ragi/laru tempe.
Lingkungan produksi adalah area dimana produksi berlangsung. Lingkungan
produksi harus higienis dan didesain untuk dapat mencegah dan mengurangi
kontaminasi selama proses produksi berlangsung. Lingkungan produksi tempe
meliputi proses pencucian, perendaman, perebusan hingga ruang
pemeraman/fermentasi. Tempe merupakan salah satu produk makanan yang
memiliki resiko terkontaminasi bakteri yang cukup tinggi. Bakteri sudah
teridentifikasi dari mulai proses perendaman, setelah perebusan bahkan proses
pengemasan. Cemaran mikroba pada tempe dapat berasal dari bahan baku,
pekerja, peralatan pengolahan, dan lingkungan produksi. Tempe berkualitas baik
dengan ketahanan produk cukup lama memerlukan perhatian dalam kebersihan
proses dan bahan yang digunakan (Sukardi et al, 2008).
Berdasarkan pengamatan, proses produksi di UMKM belum memperhatikan aspek
higienis dan sanitasi. Hal ini juga dapat dilihat pada karyawan, yang belum memberi
perhatian pada penggunaan perlengkapan hygiene, seperti apron, masker, penutup
kepala dan perlengkapan lainnya. Begitu pula dengan peralatan produksi yang
digunakan. Berdasarkan observasi lapangan, masih ditemukan drum berkarat yang
masih digunakan untuk proses pencucian dan perebusan. Gambar 3 menunjukkan
salah satu karyawan yang belum menyadari pentingnya menjaga higienis diruang
pemeraman.
Gambar
Kemasan yang digunakan
memuat informasi tentang merk dagang, berat bersih, BPOM RI MD, Halal MUI,
komposisi, petunjuk penyimpanan, saran penyajian, masa simpan, kode produksi
dan tanggal kadaluarsa sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
Pangan No 18 Tahun 2012 Pasal 97 dan Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1999.
Perlu advokasi dan pendek
pengarajin yang ada di
sudah menjadi mand
aturan. Pelaku industri dapat dikenakan sangsi jika tidak memenuhi persyaratan
tentang label kemasan ini.
Gambar 2. Karyawan Saat Proses Pengemasan
Kemasan yang digunakan UMKM adalah kemasan plastik
memuat informasi tentang merk dagang, berat bersih, BPOM RI MD, Halal MUI,
komposisi, petunjuk penyimpanan, saran penyajian, masa simpan, kode produksi
dan tanggal kadaluarsa sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
Pangan No 18 Tahun 2012 Pasal 97 dan Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1999.
Perlu advokasi dan pendekatan secara khusus dan persuasif kepada para
pengarajin yang ada di UMKM ini, karena pencantuman label pada kemasan
sudah menjadi mandatory atau wajib dipenuhi oleh industri dan sesuai dengan
elaku industri dapat dikenakan sangsi jika tidak memenuhi persyaratan
tentang label kemasan ini.
Bab 1, halaman 10
Karyawan Saat Proses Pengemasan
k dan daun, tanpa
memuat informasi tentang merk dagang, berat bersih, BPOM RI MD, Halal MUI,
komposisi, petunjuk penyimpanan, saran penyajian, masa simpan, kode produksi
dan tanggal kadaluarsa sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pada UU
Pangan No 18 Tahun 2012 Pasal 97 dan Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1999.
khusus dan persuasif kepada para
karena pencantuman label pada kemasan
atory atau wajib dipenuhi oleh industri dan sesuai dengan
elaku industri dapat dikenakan sangsi jika tidak memenuhi persyaratan
Bab 1, halaman 11
Gambar 3. Proses Produksi Tempe
Pencucian Kacang
Kedelai
Perendaman selama
1 malam
Pengupasan Kulit Ari
dan Pencucian
Perebusan 2,5 jam
Penirisan dan
Pendinginan
Penambahan Ragi
Pencetakan dan
Fermentasi
Pemotongan
Tempe Siap Jual
Bab 1, halaman 12
K. Layout Produksi
Layout produksi merupakan 1 ruangan terbuka (tidak bersekat), dan digunakan
untuk semua proses produksi mulai dari tempat penyimpanan bahan baku (kacang
kedelai), tempat pencucian, tempat fermentasi dan pengemasan. Masing-masing
dibuat dalam beberapa rak. DI ujung ruangan terdapat kamar tidur dan toilet.
Sementara itu, pencucian dan tungku perebusan terdapat di dekat penampungan air
yang terletak di seberang jalan ruang produksi (langsung terhubung dengan sungai
pembuangan).
Layout produksi UMKM ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4. Layout Mess Pengrajin di lantai 2
Gambar
Permasalahan
UMKM-UMKM ini akan mendapatkan masalah jika bahan baku kedelai langka atau
harga bahan baku ini menjadi mahal. Harga kac
pada nilai kurs antara US Dollar terhadap Rupiah. Jika nilai kurs US Dollar naik
terhadap Rupiah maka otomatis harga beli kacang kedelai juga meningkat. Pada
proses penjualan, UMKM
UMKM ini belum dapat menentukan sendiri volume produksi tempe yang dihasilkan.
Gambar 5. Layout Produksi Tempe lantai 1
ini akan mendapatkan masalah jika bahan baku kedelai langka atau
harga bahan baku ini menjadi mahal. Harga kacang kedelai sangat tergantung
pada nilai kurs antara US Dollar terhadap Rupiah. Jika nilai kurs US Dollar naik
terhadap Rupiah maka otomatis harga beli kacang kedelai juga meningkat. Pada
UMKM ini sangat tergantung pada volume permintaan
ini belum dapat menentukan sendiri volume produksi tempe yang dihasilkan.
Bab 1, halaman 13
ini akan mendapatkan masalah jika bahan baku kedelai langka atau
ang kedelai sangat tergantung
pada nilai kurs antara US Dollar terhadap Rupiah. Jika nilai kurs US Dollar naik
terhadap Rupiah maka otomatis harga beli kacang kedelai juga meningkat. Pada
ini sangat tergantung pada volume permintaan pasar.
ini belum dapat menentukan sendiri volume produksi tempe yang dihasilkan.
Bab 1, halaman 14
Oleh karena itu, jika permintaan tinggi maka volume produksi menjadi tinggi dan jika
permintaan rendah maka volume produksi juga rendah. Pada kondisi ini, UMKM
berada pada posisi tawar yang rendah terhadap pembeli sehingga peluang untuk
“mandiri” menjadi belum terbuka.
Hasil observasi kualitatif mengindetifikasikan bahwa pemilik UMKM masih belum
menyadari secara penuh tentang proses produksi pangan yang aman, higienis dan
berkualitas. Selama produk tempe ini masih dapat diserap pasar dan tidak ada
keluhan dari pembeli maka produk UMKM ini masih dianggap aman, higienis dan
berkualitas.
Rancangan Perbaikan Kualitas Produksi
Menimbang permasalahan dan kondisi UMKM pada bab-bab sebelumnya maka
rancangan perbaikan kualitas produksi adalah sebagai berikut:
Bab 1, halaman 1
Tabel 1. Rancangan Pengembangan UMKM
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
1 LOKASI 1) Pabrik/tempat produksi harus jauh dari daerah lingkungan yang tercemar atau daerah tempat kegiatan industri/usaha yang menimbulkan pencemaran terhadap pangan olahan
tempat produksi jauh dari daerah lingkungan yang tercemar atau daerah tempat kegiatan industri/usaha yang menimbulkan pencemaran terhadap pangan olahan
2) Jalan menuju pabrik/tempat produksi seharusnya tidak menimbulkan debu atau genangan air, dengan disemen, dipasang batu atau paving block dan dibuat saluran air yang mudah dibersihkan
Jalan menuju pabrik/tempat produksi tidak menimbulkan debu atau genangan air
3) Lingkungan pabrik/tempat produksi harus bersih dan tidak ada sampah teronggok
Lingkungan pabrik/tempat produksi harus bersih dan tidak ada sampah teronggok
4) Pabrik/tempat produksi seharusnya tidak berada di daerah yang mudah tergenang air atau daerah banjir
tempat produksi seharusnya tidak berada di daerah yang mudah tergenang air atau daerah banjir
5) Pabrik/tempat produksi seharusnya bebas dari semak-semak atau daerah sarang hama
6) Pabrik/tempat produksi seharusnya jauh dari tempat pembuangan sampah umum, limbah atau permukiman penduduk kumuh, tempat rongsokan dan tempat-tempat lain yang dapat menjadi sumber cemaran
tempat produksi jauh dari tempat pembuangan sampah umum, limbah atau permukiman penduduk kumuh, tempat rongsokan dan tempat-tempat lain
7) Lingkungan di luar bangunan pabrik/tempat produksi yang terbuka seharusnya tidak digunakan untuk kegiatan produksi.
Lingkungan di luar bangunan tempat produksi yang terbuka tidak digunakan untuk kegiatan produksi
2 BANGUNAN
a. Umum.
Bab 1, halaman 2
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
Bangunan dan ruangan dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene sesuai dengan jenis pangan olahan yang diproduksi serta sesuai urutan proses produksi, sehingga mudah dibersihkan, mudah dilakukan kegiatan sanitasi, mudah dipelihara dan tidak terjadi kontaminasi silang diantara produk.
Bangunan dan ruangan direnovasi untuk memenuhi persyaratan teknik dan higiene serta sesuai urutan proses produksi, sehingga mudah dibersihkan, mudah dilakukan kegiatan sanitasi, mudah dipelihara dan tidak terjadi kontaminasi silang diantara produk.
b. Desain dan tata letak.
Bagian dalam ruangan dan tata letak pabrik/tempat produksi seharusnya dirancang sehingga memenuhi persyaratan higiene pangan olahan yang mengutamakan persyaratan mutu dan keamanan pangan olahan, dengan cara: baik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta melindungi makanan atau minuman dari kontaminasi silang selama proses.
Bagian dalam ruangan dan tata letak tempat produksi disusun kembali untuk memenuhi persyaratan higiene pangan olahan yang mengutamakan persyaratan mutu dan keamanan pangan olahan, dengan cara: baik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta melindungi makanan atau minuman dari kontaminasi silang selama proses.
c. Struktur ruangan.
Struktur ruangan harus terbuat dari bahan yang tahan lama, mudah dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi. Struktur ruangan pabrik/ tempat produksi pengolahan pangan meliputi: lantai, dinding, atap, pintu, jendela, ventilasi dan permukaan tempat kerja serta penggunaan bahan gelas, dengan persyaratan sebagai berikut:
struktur ruangan dibuat dari bahan yang tahan lama, mudah dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi.
1) Lantai.
Konstruksi lantai didesain sedemikian rupa sehingga memenuhi praktek higiene pangan olahan yang baik yaitu tahan lama, memudahkan pembuangan air, air tidak tergenang dan mudah dibersihkan serta mudah didesinfeksi. Persyaratan lantai ruangan sebagai berikut:
Konstruksi lantai direnovasi untuk memenuhi praktek higiene pangan olahan yang baik yaitu tahan lama, memudahkan pembuangan air, air tidak tergenang dan mudah dibersihkan serta mudah didesinfeksi
Bab 1, halaman 3
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
a) Lantai ruangan produksi seharusnya kedap air, tahan terhadap garam, basa, asam/bahan kimia lainnya, permukaan rata tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan
Lantai ruangan produksi kedap air, tahan terhadap garam, basa, asam/bahan kimia lainnya, permukaan rata tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan
b) Lantai ruangan produksi yang juga digunakan untuk proses pencucian, seharusnya mempunyai kemiringan yang cukup sehingga memudahkan pengaliran air dan mempunyai saluran air atau lubang pembuangan sehingga tidak menimbulkan genangan air dan tidak berbau
mempunyai kemiringan yang cukup
c) Lantai dengan dinding seharusnya tidak membentuk sudut mati atau sudut siku-siku yang dapat menahan air atau kotoran tetapi membentuk sudut melengkung dan kedap air
Lantai dengan dinding membentuk sudut melengkung dan kedap air
d) Lantai ruangan untuk kamar mandi, tempat cuci tangan dan sarana toilet seharusnya mempunyai kemiringan yang cukup kearah saluran pembuangan sehingga tidak menimbulkan genangan air dan tidak berbau.
Lantai ruangan untuk kamar mandi, tempat cuci tangan dan sarana toilet mempunyai kemiringan yang cukup
2) Dinding
Konstruksi dinding atau pemisah ruangan didesain sehingga tahan lama dan memenuhi syarat higiene pangan olahan yang baik yaitu mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta melindungi pangan olahan dari kontaminasi selama proses dengan persyaratan sebagai berikut:
a) Dinding ruang produksi seharusnya terbuat dari bahan yang tidak beracun
Bab 1, halaman 4
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
b) Permukaan dinding ruang produksi bagian dalam seharusnya terbuat dari bahan yang halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan
Permukaan dinding ruang produksi bagian dalam terbuat dari bahan yang halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan
c) Dinding ruang produksi seharusnya setinggi minimal 2 m dari lantai dan tidak menyerap air, tahan terhadap garam, basa, asam atau bahan kimia lain
Dinding ruang produksi setinggi minimal 2 m dari lantai dan tidak menyerap air, tahan terhadap garam, basa, asam atau bahan kimia lain
d) Pertemuan dinding dengan dinding pada ruang produksi seharusnya tidak membentuk sudut mati atau siku-siku yang dapat menahan air dan kotoran, tetapi membentuk sudut melengkung sehingga mudah dibersihkan
Pertemuan dinding dengan dinding pada ruang produksi membentuk sudut melengkung sehingga mudah dibersihkan
e) Permukaan dinding kamar mandi, tempat cuci tangan dan toilet, seharusnya setinggi minimal 2 m dari lantai dan tidak menyerap air serta dapat dibuat dari keramik berwarna putih atau warna terang lainnya.
Permukaan dinding kamar mandi, tempat cuci tangan dan toilet, setinggi minimal 2 m dari lantai dan tidak menyerap air serta dapat dibuat dari keramik berwarna putih atau warna terang lainnya.
3) Atap dan langit-langit
Konstruksi atap dan langit-langit didesain sehingga memenuhi syarat higiene pangan olahan yang baik yaitu dapat melindungi ruangan dan tidak mengakibatkan pencemaran pada produk dengan persyaratan sebagai berikut:
Bab 1, halaman 5
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
a) Atap seharusnya terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor
Atap terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor. Langit-langit terbuat dari bahan yang tidak mudah terkelupas atau terkikis, mudah dibersihkan dan tidak mudah retak, tidak berlubang dan tidak retak untuk mencegah keluar masuknya binatang termasuk tikus dan serangga serta mencegah kebocoran. Langit-Iangit dari lantai setinggi minimal 3 m Permukaan langit-langit rata, berwarna terang dan mudah dibersihkan Penerangan pada permukaan kerja dalam ruangan produksi terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan serta mudah dibersihkan
b) Langit-langit seharusnya terbuat dari bahan yang tidak mudah terkelupas atau terkikis, mudah dibersihkan dan tidak mudah retak
c) Langit-langit seharusnya tidak berlubang dan tidak retak untuk mencegah keluar masuknya binatang termasuk tikus dan serangga serta mencegah kebocoran
d) Langit-Iangit dari lantai seharusnya setinggi minimal 3 m untuk memberikan aliran udara yang cukup dan mengurangi panas yang diakibatkan oleh proses produksi
e) Permukaan langit-langit seharusnya rata, berwarna terang dan mudah dibersihkan
f) Permukaan langit-Iangit di ruang produksi yang menggunakan atau menimbulkan uap air seharusnya terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi cat tahan panas
g) Penerangan pada permukaan kerja dalam ruangan produksi seharusnya terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan serta mudah dibersihkan.
4) Pintu
Persyaratan pintu ruangan sebagai berikut:
a) Seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, kuat dan tidak mudah pecah
Pintu dibuat dari bahan tahan lama, kuat dan tidak mudah pecah. Permukaan pintu ruangan seharusnya rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan, mudah ditutup dengan baik, membuka keluar.
b) Permukaan pintu ruangan seharusnya rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan
c) Pintu ruangan termasuk pintu kasa dan tirai udara harus mudah ditutup dengan baik
Bab 1, halaman 6
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
d) Pintu ruangan produksi seharusnya membuka keluar agar tidak masuk debu atau kotoran dari luar.
5) Jendela dan ventilasi
Persyaratan jendela ruangan sebagai berikut:
a) Dapat dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah atau rusak Jendela dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah atau rusak. Permukaan jendela rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan. Jendela dari lantai seharusnya setinggi minimal 1 m, dengan letak jendela tidak boleh terlalu rendah Jumlah dan ukuran jendela sesuai dengan besarnya bangunan.Desain jendela dibuat sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya penumpukan debu. Jendela dilengkapi dengan kasa pencegah serangga yang dapat dilepas.
b) Permukaan jendela harus rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan
c) Jendela dari lantai seharusnya setinggi minimal 1 m untuk memudahkan membuka dan menutup, dengan letak jendela tidak boleh terlalu rendah karena dapat menyebabkan masuknya debu
d) Jumlah dan ukuran jendela seharusnya sesuai dengan besarnya bangunan
e) Desain jendela seharusnya dibuat sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya penumpukan debu
f) Jendela seharusnya dilengkapi dengan kasa pencegah serangga yang dapat dilepas sehingga mudah dibersihkan.
Persyaratan Ventilasi sebagai berikut:
a) Seharusnya menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu dan panas yang timbul selama pengolahan yang dapat membahayakan kesehatan karyawan
Ventilasi menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu dan panas yang timbul selama pengolahan, tidak mencemari pangan olahan yang diproduksi, dilengkapi dengan kasa, mudah dilepas dan dibersihkan.
b) Dapat mengontrol suhu agar tidak terlalu panas
c) Dapat mengontrol bau yang mungkin timbul
d) Dapat mengatur suhu yang diperlukan atau diinginkan
Bab 1, halaman 7
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
e) Harus tidak mencemari pangan olahan yang diproduksi melalui aliran udara yang masuk
f) Lubang ventilasi seharusnya dilengkapi dengan kasa untuk mencegah masuknya serangga serta mengurangi masuknya kotoran ke dalam ruangan, mudah dilepas dan dibersihkan.
6) Permukaan tempat kerja
a) Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan harus berada dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi
Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan harus berada dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi, dibuat dari bahan yang tidak menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi dengan bahan pangan olahan, detergen dan desinfektan.
b) Permukaan tempat kerja seharusnya dibuat dari bahan yang tidak menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi dengan bahan pangan olahan, detergen dan desinfektan.
7) Penggunaan bahan gelas (glass)
Perusahaan seharusnya mempunyai kebijakan penggunaan bahan gelas yang bertujuan mencegah kontaminasi bahaya fisik terhadap produk jika terjadi pecahan gelas.
SOP penggunaan bahan gelas
3 FASILITAS SANITASI
a. Umum
Fasilitas sanitasi pada bangunan pabrik/tempat produksi dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene.
Fasilitas sanitasi pada tempat produksi dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene
b. Sarana penyediaan air
1) Sarana penyediaan air (air sumur atau air PAM) seharusnya dilengkapi dengan tempat penampungan air dan pipa-pipa untuk mengalirkan air
Sarana penyediaan air (air sumur atau air PAM) dilengkapi dengan tempat penampungan air dan pipa-pipa untuk mengalirkan air. Sumber air minum atau air bersih untuk proses produksi cukup dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan. Air yang digunakan untuk proses produksi
Bab 1, halaman 8
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
2) Sumber air minum atau air bersih untuk proses produksi harus cukup dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan peraturan perundangundangan
dan mengalami kontak langsung dengan bahan pangan olahan memenuhi syarat kualitas air bersih. Air yang tidak digunakan untuk proses produksi dan tidak mengalami kontak langsung dengan bahan pangan olahan mempunyai sistem yang terpisah dengan air untuk konsumsi atau air minum. Sistem pemipaan dibedakan antara air minum atau air yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan dengan air yang tidak kontak langsung dengan bahan pangan olahan.
3) Air yang digunakan untuk proses produksi dan mengalami kontak langsung dengan bahan pangan olahan seharusnya memenuhi syarat kualitas air bersih
4) Air yang tidak digunakan untuk proses produksi dan tidak mengalami kontak langsung dengan bahan pangan olahan seharusnya mempunyai sistem yang terpisah dengan air untuk konsumsi atau air minum
5) Sistem pemipaan seharusnya dibedakan antara air minum atau air yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan dengan air yang tidak kontak langsung dengan bahan pangan olahan, misalnya dengan tanda atau warna berbeda.
c. Sarana pembuangan air dan limbah
1) Pembuangan air dan limbah seharusnya terdiri dari sarana pembuangan limbah cair, semi padat/padat
Pembuangan air dan limbah akan terdiri dari sarana pembuangan limbah cair, semi padat/padat. Sistem pembuangan air dan limbah didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan olahan, air minum dan air bersih. Limbah dibuang ke tempat khusus.
2) Sistem pembuangan air dan limbah seharusnya didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan olahan, air minum dan air bersih
3) Limbah harus segera dibuang ke tempat khusus untuk mencegah agar tidak menjadi tempat berkumpulnya hama binatang pengerat, serangga atau binatang lainnya agar tidak mencemari bahan pangan olahan maupun sumber air
4) Wadah untuk limbah bahan berbahaya, seharusnya terbuat dari bahan yang kuat, diberi tanda dan tertutup rapat untuk menghindari terjadinya tumpah yang dapat mencemari produk.
d. Sarana pembersihan/pencucian
Bab 1, halaman 9
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
1) Pembersihan/pencucian seharusnya dilengkapi dengan sarana yang cukup untuk pembersihan/pencucian: bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (lantai, dinding dan Iain-lain).
Pembersihan/pencucian dilengkapi dengan sarana yang cukup untuk pembersihan/pencucian: bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (lantai, dinding dan Iain-lain). Sarana pembersihan dilengkapi dengan sumber air bersih dan / atau suplai air panas dan dingin.
2) Sarana pembersihan seharusnya dilengkapi dengan sumber air bersih dan apabila memungkinkan dapat dilengkapi dengan suplai air panas dan dingin. Air panas berguna untuk melarutkan sisa-sisa lemak dan untuk tujuan disinfeksi peralatan.
e. Sarana toilet
Persyaratan sarana toilet dan toilet sebagai berikut:
1) Sarana toilet seharusnya didesain dan dikonstruksi dengan memperhatikan persyaratan higiene, sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan
Sarana toilet didesain dan dikonstruksi dengan persyaratan higiene, sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan. Letak toilet tidak terbuka langsung ke ruang pengolahan dan selalu tertutup. Toilet diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun atau deterjen sesudah menggunakan toilet. Toilet harus selalu terjaga dalam keadaan bersih. Area toilet cukup mendapatkan penerangan dan ventilasi. 2) Letak toilet seharusnya tidak terbuka langsung ke ruang pengolahan
dan selalu tertutup
3) Toilet seharusnya diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun atau deterjen sesudah menggunakan toilet
4) Toilet harus selalu terjaga dalam keadaan yang bersih
5) Area toilet seharusnya cukup mendapatkan penerangan dan ventilasi.
f. Sarana higiene karyawan
1) Industri pengolahan pangan seharusnya mempunyai sarana hygiene karyawan untuk menjamin kebersihan karyawan guna mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan olahan yaitu fasilitas untuk cuci tangan, fasilitas ganti pakaian dan fasilitas pembilas sepatu kerja
2) Fasilitas untuk cuci tangan seharusnya:
Bab 1, halaman 10
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
a) Diletakkan di depan pintu masuk ruangan pengolahan, dilengkapi kran air mengalir dan sabun atau detergen.
Fasilitas cuci tangan diletakkan di depan pintu masuk ruangan pengolahan, dilengkapi kran air mengalir dan sabun atau detergen, dilengkapi dengan alat pengering tangan, tempat sampah yang tertutup dan tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai jumlah karyawan.
b) Dilengkapi dengan alat pengering tangan (handuk, kertas serap atau bila mungkin dengan alat pengering aliran udara panas).
c) Dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup.
d) Tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai jumlah karyawan
3) Fasilitas ganti pakaian untuk mengganti pakaian dari luar dengan pakaian kerja seharusnya dilengkapi tempat menyimpan/menggantung pakaian kerja dan pakaian luar yang terpisah
Fasilitas ganti pakaian dilengkapi tempat menyimpan / menggantung pakaian kerja dan pakaian luar yang terpisah
4) Fasilitas pembilas sepatu kerja seharusnya ditempatkan di depan pintu masuk tempat produksi.
Fasilitas pembilas sepatu kerja seharusnya ditempatkan di depan pintu masuk tempat produksi
4 MESIN DAN PERALATAN
a. Umum
Bab 1, halaman 11
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
Mesin/peralatan yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan didesain, dikonstruksi dan diletakkan sehingga menjamin mutu dan keamanan produk yang dihasilkan.
Mesin/peralatan yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan didesain, dikonstruksi dan diletakkan sehingga menjamin mutu dan keamanan produk yang dihasilkan
b. Mesin/peralatan yang dipergunakan dalam proses produksi seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Sesuai dengan jenis produksi Mesin/alat yang digunakan sesuai dengan jenis produksi. Permukaan mesin/alat yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan: halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air dan tidak berkarat, tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari mesin/peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahan-bahan lain yang menimbulkan bahaya, mudah dilakukan pembersihan, didesinfeksi dan pemeliharaan, terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang.
2) Permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan: halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air dan tidak berkarat
3) Tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari mesin/peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahan-bahan lain yang menimbulkan bahaya
4) Mudah dilakukan pembersihan, didesinfeksi dan pemeliharaan untuk mencegah pencemaran terhadap bahan pangan olahan
5) Terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang, sehingga memudahkan pemeliharaan, pembersihan, desinfeksi, pemantauan dan pengendalian hama.
c. Tata letak mesin/peralatan
Mesin/peralatan seharusnya ditempatkan dalam ruangan yang tepat dan benar sehingga:
1) Diletakkan sesuai dengan urutan proses sehingga memudahkan praktek higiene yang baik dan mencegah terjadinya kontaminasi silang
Mesin/alat diletakkan sesuai dengan urutan proses, memudahkan perawatan, pembersihan dan pencucian serta berfungsi sesuai dengan tujuan kegunaan dalam proses produksi.
2) Memudahkan perawatan, pembersihan dan pencucian
Bab 1, halaman 12
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
3) Berfungsi sesuai dengan tujuan kegunaan dalam proses produksi.
d. Pengawasan dan pemantauan mesin/peralatan 1) Mesin/peralatan harus selalu diawasi, diperiksa dan dipantau untuk menjamin bahwa proses produksi pangan olahan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
Mesin/peralatan akan diawasi, diperiksa dan dipantau, mudah diawasi dan dipantau dan dilengkapi dengan alat pengatur dan pengendali kelembaban, aliran udara dan perlengkapan lainnya yang mempengaruhi keamanan pangan olahan.
2) Mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi (memasak, memanaskan, membekukan, mendinginkan atau menyimpan pangan olahan) harus mudah diawasi dan dipantau
3) Mesin/peralatan dapat dilengkapi dengan alat pengatur dan pengendali kelembaban, aliran udara dan perlengkapan lainnya yang mempengaruhi keamanan pangan olahan.
e. Bahan perlengkapan dan alat ukur
1) Bahan perlengkapan mesin/peralatan terbuat dari kayu seharusnya dipastikan cara pembersihannya yang dapat menjamin sanitasi
Alat produksi yang terbuat dari kayu, pastikan cara pembersihannya
2) Alat ukur yang terdapat pada mesin/peralatan seharusnya dipastikan keakuratannya.
5 BAHAN
a. Umum
Bahan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong termasuk air dan bahan tambahan pangan (BTP).
b. Persyaratan bahan (bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan BTP) sebagai berikut:
Bab 1, halaman 13
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
1) Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan
Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan, tidak rusak, busuk atau mengandung bahanbahan berbahaya, tidak merugikan atau membahayakan kesehatan dan memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan.
2) Bahan yang digunakan harus tidak rusak, busuk atau mengandung bahanbahan berbahaya
3) Bahan yang digunakan harus tidak merugikan atau membahayakan kesehatan dan memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan
4) Penggunaan BTP yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan seharusnya memiliki izin dari otoritas kompeten.
c. Persyaratan air sebagai berikut:
1) Air yang merupakan bagian dari pangan olahan seharusnya memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai peraturan perundang-undangan
Air yang merupakan bagian dari pangan olahan memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai peraturan perundang-undangan. Air yang digunakan untuk mencuci/kontak langsung dengan bahan pangan olahan, memenuhi persyaratan air bersih sesuai peraturan perundang-undangan. Air dijaga jangan sampai tercemar oleh bahan-bahan dari luar.
2) Air yang digunakan untuk mencuci/kontak langsung dengan bahan pangan olahan, seharusnya memenuhi persyaratan air bersih sesuai peraturan perundang-undangan
3) Air, es dan uap panas (steam) harus dijaga jangan sampai tercemar oleh bahan-bahan dari luar
4) Uap panas (steam) yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan atau mesin/peralatan harus tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi keamanan pangan olahan
5) Air yang digunakan berkali-kali (resirkulasi) seharusnya dilakukan penanganan dan pemeliharaan agar tetap aman terhadap pangan yang diolah.
Bab 1, halaman 14
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
6 PENGAWASAN PROSES A. Umum
Untuk mengurangi terjadinya produk yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan, perlu tindakan pencegahan melalui pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan timbul bahaya pada setiap tahap proses. Perusahaan diharapkan menerapkan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan tindakan pencegahan yang efektif terhadap kemungkinan timbul bahaya selama tahap-tahap proses produksi.
Penyiapan SOP
B. Pengawasan Proses 1) Umum
Pengawasan proses dimaksudkan untuk menghasilkan pangan olahan yang aman dan layak untuk dikonsumsi dengan:
a) memformulasikan persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan bahan baku, komposisi, proses pengolahan dan distribusi
Sistem pengawasan memformulasikan persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan bahan baku, komposisi, proses pengolahan dan distribusi; mendesain, mengimplementasi, memantau dan mengkaji ulang sistem pengawasan yang efektif.
b) mendesain, mengimplementasi, memantau dan mengkaji ulang sistem pengawasan yang efektif.
2) Untuk setiap jenis produk seharusnya dilengkapi petunjuk yang menyebutkan mengenai:
a) Jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan Untuk setiap jenis produk dilengkapi petunjuk yang menyebutkan mengenai: a) Jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan
b) Tahap-tahap proses produksi secara terinci
Bab 1, halaman 15
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
c) Langkah-Iangkah yang perlu diperhatikan selama proses produksi b) Tahap-tahap proses produksi secara terinci c) Langkah-Iangkah yang perlu diperhatikan selama proses produksi d) Jumlah produk yang diperoleh untuk satu kali proses produksi e) Lain-lain informasi yang diperlukan.
d) Jumlah produk yang diperoleh untuk satu kali proses produksi
e) Lain-lain informasi yang diperlukan.
3) Untuk setiap satuan pengolahan (satu kali proses) seharusnya dilengkapi petunjuk yang menyebutkan mengenai:
a) Nama produk Untuk setiap satuan pengolahan (satu kali proses) dilengkapi petunjuk yang menyebutkan mengenai: a) Nama produk b) Tanggal pembuatan dan kode produksi c) Jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan dalam satu kali proses pengolahan d) Jumlah produksi yang diolah e) Lain-lain informasi yang diperlukan.
b) Tanggal pembuatan dan kode produksi
c) Jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan dalam satu kali proses pengolahan
d) Jumlah produksi yang diolah
e) Lain-lain informasi yang diperlukan.
4) Pengawasan waktu dan suhu proses
Waktu dan suhu dalam proses produksi (pemanasan, pendinginan, pembekuan, pengeringan dan penyimpanan produk) harus mendapat pengawasan dengan baik untuk menjamin keamanan produk pangan olahan.
mendapat pengawasan dengan baik
mendapat pengawasan dengan baik
C. Pengawasan bahan
1) Bahan yang digunakan dalam proses produksi seharusnya memenuhi persyaratan mutu
Bahan yang digunakan dalam proses produksi memenuhi persyaratan mutu; diperiksa terlebih dahulu secara organoleptik dan fisik dan juga diuji secara kimia dan
2) Bahan yang akan digunakan seharusnya diperiksa terlebih dahulu secara organoleptik dan fisik (adanya pecahan gelas, kerikil dan lain-lain) dan juga diuji secara kimia dan mikrobiologi di laboratorium
3) Perusahaan seharusnya memelihara catatan mengenai bahan yang digunakan.
Bab 1, halaman 16
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
mikrobiologi di laboratorium. UMKM memelihara catatan mengenai bahan yang digunakan.
D. Pengawasan terhadap kontaminasi
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari luar dan kontaminasi silang, diperlukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1) Proses produksi harus diatur sehingga dapat mencegah masuknya bahan kimia berbahaya dan bahan asing ke dalam pangan yang diolah, misalnya bahan pembersih, pecahan kaca, potongan logam, kerikil dan Iain-lain
Proses produksi diatur sehingga dapat mencegah masuknya bahan kimia berbahaya dan bahan asing ke dalam pangan yang diolah
2) Bahan-bahan beracun harus disimpan jauh dari tempat penyimpanan pangan dan diberi label secara jelas
Bahan-bahan beracun harus disimpan jauh dari tempat penyimpanan pangan dan diberi label secara jelas
3) Bahan baku harus disimpan terpisah dari bahan yang telah diolah atau produk akhir
Bahan baku harus disimpan terpisah dari bahan yang telah diolah atau produk akhir
4) Tempat produksi harus selalu mendapat pengawasan dengan baik
Tempat produksi harus selalu mendapat pengawasan dengan baik
5) Karyawan seharusnya menggunakan alat-alat pelindung seperti baju kerja, topi dan sepatu karet serta selalu mencuci tangan sebelum masuk tempat produksi
Karyawan seharusnya menggunakan alat-alat pelindung seperti baju kerja, topi dan sepatu karet serta selalu mencuci tangan sebelum masuk tempat produksi
Bab 1, halaman 17
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
6) Permukaan meja kerja, peralatan dan lantai tempat produksi harus selalu bersih dan bila perlu didesinfeksi setelah digunakan untuk mengolah/ menangani bahan baku, terutama daging, unggas dan hasil perikanan
Permukaan meja kerja, peralatan dan lantai tempat produksi harus selalu bersih dan bila perlu didesinfeksi setelah digunakan untuk mengolah
7) Kontaminasi bahan gelas (glass):
a) Seharusnya menghindari penggunaan bahan gelas, porselen di tempat produksi, area pengemasan dan area penyimpanan
menghindari penggunaan bahan gelas, porselen
b) Lampu di tempat pengolahan, pengemasan dan penyimpanan harus dilindungi dengan bahan yang tidak mudah pecah
Lampu di tempat pengolahan, pengemasan dan penyimpanan harus dilindungi dengan bahan yang tidak mudah pecah
c) Di tempat produksi, pengemasan dan penyimpanan, seharusnya menggunakan wadah/alat tara pangan dan tidak menggunakan bahan gelas
menggunakan wadah/alat tara pangan dan tidak menggunakan bahan gelas
e) Bagian produksi harus mencatat kejadian gelas pecah di unit pengolahan yang mencakup waktu, tanggal, tempat, produk terkontaminasi dan tindakan koreksi yang diambil.
mencatat kejadian gelas pecah
mencatat kejadian gelas pecah
e. Pengawasan proses khusus
1) Proses produksi khusus atau tahap lainnya yang dapat menimbulkan bahaya pada pangan olahan harus mendapat pengawasan. Proses produksi atau tahap tersebut misalnya: proses iradiasi, penutupan hermetis pada pengalengan, dan pengemasan vakum
2) Khusus untuk proses iradiasi pangan olahan harus memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh instansi kompeten.
7 PRODUK AKHIR
a. Umum
Bab 1, halaman 18
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
Diperlukan penetapan spesifikasi produk akhir yang bertujuan:
1) Memproduksi pangan olahan dengan mutu seragam yang memenuhi standar atau persyaratan yang ditetapkan
mutu seragam yang memenuhi standar atau persyaratan yang ditetapkan
2) Meningkatkan kepercayaan konsumen akan produk yang dihasilkan.
Meningkatkan kepercayaan konsumen
b. Persyaratan produk akhir.
Produk akhir yang dihasilkan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Produk akhir harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh otoritas kompeten dan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan konsumen
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh otoritas kompeten dan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan konsumen
3) Mutu dan keamanan produk akhir sebelum diedarkan seharusnya diperiksa dan dipantau secara periodik (organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi).
sebelum diedarkan seharusnya diperiksa dan dipantau secara periodik
8 LABORATORIUM
a. Umum
Bab 1, halaman 19
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
Adanya laboratorium dalam perusahaan memudahkan industri pengolahan pangan mengetahui secara cepat mutu bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan BTP yang masuk ke dalam pabrik / tempat produksi serta mutu produk yang dihasilkan.
9 KARYAWAN
a. Umum
Higiene dan kesehatan karyawan yang baik akan memberikan jaminan bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan yang diolah tidak akan mencemari produk.
b. Persyaratan bagi karyawan pada industri pengolahan pangan sebagai berikut:
1) Karyawan seharusnya mempunyai kompetensi dan memiliki tugas secara jelas dalam melaksanakan program keamanan pangan olahan
Karyawan mempunyai kompetensi dan memiliki tugas secara jelas dalam melaksanakan program keamanan pangan olahan
2) Karyawan harus dalam keadaan sehat, bebas dari luka/penyakit kulit, atau hal lain yang diduga mengakibatkan pencemaran terhadap produk
3) Karyawan seharusnya mengenakan pakaian kerja/alat pelindung diri antara lain sarung tangan, tutup kepala dan sepatu yang sesuai dengan tempat produksi
Karyawan mengenakan pakaian kerja/alat pelindung diri antara lain sarung tangan, tutup kepala dan sepatu yang sesuai dengan tempat produksi
Bab 1, halaman 20
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
4) Karyawan harus mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan dan tidak makan, minum, merokok, meludah, atau melakukan tindakan lain di tempat produksi yang dapat mengakibatkan pencemaran produk
Karyawan harus mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan dan tidak makan, minum, merokok, meludah, atau melakukan tindakan lain di tempat produksi
5) Karyawan yang diketahui atau diduga menderita penyakit menular, harus tidak diperbolehkan masuk ke tempat produksi
6) Karyawan dalam unit pengolahan harus tidak memakai perhiasan, jam tangan atau benda lainnya yang membahayakan keamanan produk.
c. Pengunjung yang memasuki tempat produksi seharusnya menggunakan pakaian pelindung dan mematuhi persyaratan higiene yang berlaku bagi karyawan
Pengunjung yang memasuki tempat produksi menggunakan pakaian pelindung dan mematuhi persyaratan higiene yang berlaku bagi karyawan
d. Industri pengolahan pangan seharusnya menunjuk dan menetapkan personil yang terlatih dan kompeten sebagai penanggung jawab pengawasan keamanan pangan olahan.
UMKM pengolahan pangan menunjuk dan menetapkan personil yang terlatih dan kompeten sebagai penanggung jawab pengawasan keamanan pangan olahan
10 PENGEMAS
a. Umum
Penggunaan pengemas yang sesuai dan memenuhi persyaratan akan mempertahankan mutu dan melindungi produk terhadap pengaruh dari luar seperti:
sinar matahari, panas, kelembaban, kotoran, benturan dan lain-lain.
Penggunaan pengemas yang sesuai dan memenuhi persyaratan akan mempertahankan mutu dan melindungi produk
b. Persyaratan kemasan untuk mengemas produk sebagai berikut:
Bab 1, halaman 21
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
1) Harus melindungi dan mempertahankan mutu produk pangan olahan terhadap pengaruh dari luar, terutama selama penyimpanan dalam jangka waktu lama
Harus melindungi dan mempertahankan mutu produk pangan olahan terhadap pengaruh dari luar
2) Harus dibuat dari bahan yang tidak larut atau tidak melepaskan senyawa-senyawa tertentu yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu produk
dibuat dari bahan yang tidak larut atau tidak melepaskan senyawa-senyawa tertentu
3) Harus tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan dan peredaran (kemasan tidak mudah penyok, sobek atau pecah selama proses produksi atau jika terkena benturan selama pengangkutan)
Harus tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan dan peredaran
4) Seharusnya menjamin keutuhan dan keaslian produk di dalamnya
menjamin keutuhan dan keaslian produk
5) Desain dan bahan kemasan harus memberikan perlindungan terhadap produk dalam memperkecil kontaminasi, mencegah kerusakan dan memungkinkan pelabelan yang baik
memberikan perlindungan terhadap produk dalam memperkecil kontaminasi, mencegah kerusakan dan memungkinkan pelabelan yang baik
6) Bahan pengemas atau gas yang digunakan dalam pengemasan produk harus tidak beracun, mempertahankan mutu produk dan melindungi produk terhadap pengaruh dari luar
7) Kemasan yang dipakai kembali seperti botol minuman harus kuat, mudah dibersihkan dan didesinfeksi jika diperlukan, serta tidak digunakan untuk mengemas produk non-pangan
8) Bahan pengemas harus disimpan dan ditangani pada kondisi higienis, terpisah dari bahan baku dan produk akhir.
Bahan pengemas harus disimpan dan ditangani pada
Bab 1, halaman 22
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
kondisi higienis, terpisah dari bahan baku dan produk akhir
11 LABEL DAN KETERANGAN PRODUK
a. Umum
Kemasan diberi label yang jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen dalam memilih, menangani, menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi produk
b. Label produk harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan atau perubahannya
c. Label pangan olahan seharusnya dibuat dengan ukuran, kombinasi warna/ bentuk yang berbeda untuk setiap jenis pangan olahan, agar mudah dibedakan.
12 PENYIMPANAN
a. Umum
Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi (bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, BTP) dan produk akhir dilakukan dengan baik sehingga tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan olahan.
b. Cara Penyimpanan
1) Penyimpanan bahan dan produk akhir
Cara penyimpanan bahan dan produk akhir yang baik sebagai berikut:
Bab 1, halaman 23
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
a) Bahan yang digunakan dalam proses pengolahan dan produk akhir harus disimpan terpisah di dalam ruangan yang bersih, aliran udara terjamin, suhu sesuai, cukup penerangan dan bebas hama
b) Penyimpanan bahan baku seharusnya tidak menyentuh lantai, menempel dinding dan jauh dari langit-langit
c) Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan ditempatkan secara terpisah sehingga dapat dibedakan antara:
- sebelum dan sesudah diperiksa
- memenuhi dan tidak memenuhi syarat
- bahan dan produk akhir yang masuk/diproduksi lebih awal digunakan/diedarkan lebih dahulu (first-in, first-out)
d) Penyimpanan bahan seharusnya menggunakan sistem kartu yang menyebutkan: nama bahan, tanggal penerimaan, asal bahan, tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran dan informasi lain yang diperlukan
e) Penyimpanan produk akhir seharusnya menggunakan sistem kartu yang menyebutkan: nama produk, tanggal produksi, kode produksi, tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran dan informasi lain yang diperlukan.
Penyimpanan produk akhir menggunakan sistem kartu yang menyebutkan: nama produk, tanggal produksi, kode produksi, tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran dan informasi lain yang diperlukan.
2) Penyimpanan bahan berbahaya
Penyimpanan bahan berbahaya (disinfektan, insektisida, pestisida, rodentisida, bahan mudah terbakar/meledak dan bahan berbahaya lainnya) harus dalam ruangan tersendiri dan diawasi agar tidak mencemari bahan dan produk akhir, serta tidak membahayakan karyawan.
Penyimpanan bahan berbahaya (disinfektan, insektisida, pestisida, rodentisida, bahan mudah terbakar/meledak) dalam ruangan tersendiri dan diawasi agar tidak mencemari bahan dan produk akhir, serta tidak membahayakan karyawan.
3) Penyimpanan wadah dan pengemas
Bab 1, halaman 24
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
Penyimpanan wadah dan pengemas harus rapih, di tempat bersih dan terlindung agar saat digunakan tidak mencemari produk.
Penyimpanan wadah dan pengemas rapih, di tempat bersih dan terlindung
4) Penyimpanan label
Label seharusnya disimpan secara rapih dan teratur agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaannya.
Label disimpan secara rapih dan teratur
5) Penyimpanan mesin/peralatan produksi
Penyimpanan mesin/peralatan produksi yang telah dibersihkan tetapi belum digunakan harus dalam kondisi baik.
13 PEMELIHARAAN DAN PROGRAM SANITASI
a. Umum
Pemeliharaan dan program sanitasi terhadap fasilitas produksi (bangunan, mesin/peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah dan lainnya) dilakukan secara berkala untuk menjamin terhindarnya kontaminasi silang terhadap pangan yang diolah.
b. Pemeliharaan dan pembersihan
1) Fasilitas produksi (bangunan, mesin/peralatan dan lainnya) seharusnya dalam keadaan terawat dengan baik agar prosedur sanitasi berjalan efektif, mesin/peralatan tetap berfungsi sesuai prosedur yang ditetapkan, terutama pada tahap kritis dan menghindari terjadinya pencemaran fisik, kimia dan biologis/mikrobiologis.
2) Pembersihan dan sanitasi mesin/peralatan produksi:
Bab 1, halaman 25
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
a) Mesin/peralatan produksi yang berhubungan langsung dengan bahan dan produk harus dibersihkan dan dikenakan tindakan sanitasi secara teratur
Mesin/peralatan produksi yang berhubungan langsung dengan bahan dan produk harus dibersihkan dan dikenakan tindakan sanitasi secara teratur
b) Mesin/peralatan produksi yang tidak berhubungan langsung dengan produk harus selalu dalam keadaan bersih
c) Mesin/peralatan produksi harus selalu dibersihkan/dicuci untuk menghilangkan sisa-sisa bahan dan kotoran serta dapat dilakukan tindakan desinfeksi
d) Bahan kimia pencuci harus ditangani dan digunakan sesuai prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel untuk menghindari pencemaran terhadap bahan dan produk
Bahan kimia pencuci harus ditangani dan digunakan sesuai prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel
e) Alat angkut dan alat pemindahan barang di dalam pabrik/tempat produksi seharusnya dalam keadaan bersih dan tidak merusak barang yang diangkut atau dipindahkan.
c. Prosedur pembersihan dan sanitasi
1) Prosedur pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan:
a) Proses fisik dengan penyikatan, penyemprotan air bertekanan atau penghisap vakum
b) Proses kimia menggunakan deterjen, basa atau asam
c) Gabungan proses fisik dan kimia.
2) Kegiatan pembersihan dan sanitasi seharusnya dilakukan dengan:
a) Menghilangkan kotoran dari permukaan
b) Melepaskan tanah dan lapisan jasad renik dari mesin/peralatan dengan menggunakan deterjen atau merendamnya di dalam Iarutan deterjen
Bab 1, halaman 26
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
c) Membilas dengan menggunakan air bersih yang memenuhi persyaratan untuk menghilangkan tanah yang sudah terlepas dan sisa deterjen
d) Pembersihan kering atau cara lain untuk menghilangkan sisa-sisa bahan yang diolah dan kotoran
e) Jika diperlukan melakukan tindakan desinfeksi.
d. Program pembersihan
1) Program pembersihan dan desinfeksi seharusnya menjamin semua bagian dari pabrik/tempat produksi telah bersih, termasuk pencucian alat-alat pembersih
2) Program pembersihan dan desinfeksi seharusnya dilakukan secara berkala serta dipantau ketepatan dan keefektifannya dan jika perlu dilakukan pencatatan
3) Catatan program pembersihan seharusnya mencakup:
a) Ruangan, mesin/peralatan dan perlengkapan Catatan program pembersihan seharusnya mencakup: a) Ruangan, mesin/peralatan dan perlengkapan b) Karyawan yang bertanggung jawab terhadap pembersihan c) Cara dan frekuensi pembersihan d) Cara memantau kebersihan.
b) Karyawan yang bertanggung jawab terhadap pembersihan
c) Cara dan frekuensi pembersihan
d) Cara memantau kebersihan.
e. Program pengendalian hama
1) Hama (binatang pengerat, serangga, unggas dan lainnya) merupakan penyebab utama menurunnya mutu dan keamanan pangan olahan. Praktek higiene yang baik harus diterapkan untuk mencegah masuknya hama ke dalam pabrik. Program pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan serangan hama melalui:
a) Program sanitasi yang baik a) Program sanitasi yang baik
Bab 1, halaman 27
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
b) Pengawasan terhadap bahan-bahan yang masuk ke dalam pabrik/tempat produksi
b) Pengawasan terhadap bahan-bahan yang masuk ke dalam pabrik/tempat produksi c) Memantau atau mengurangi penggunaan pestisida, insektisida dan rodentisida yang dapat mencemari produk.
c) Memantau atau mengurangi penggunaan pestisida, insektisida dan rodentisida yang dapat mencemari produk.
2) Untuk mencegah masuknya hama ke dalam pabrik/tempat produksi seharusnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
a) Bangunan pabrik/tempat produksi dalam keadaan terawat dengan kondisi baik untuk mencegah masuknya hama a) Bangunan pabrik/tempat produksi dalam keadaan terawat dengan kondisi baik untuk
mencegah masuknya hama b) Lubang-lubang dan saluran yang memungkinkan masuknya hama dalam keadaan tertutup c) Jendela, pintu dan ventilasi dilapisi dengan kasa dari kawat untuk menghindari masuknya hama d) Hewan seperti anjing dan kucing tidak boleh berkeliaran di lingkungan dan didalam pabrik/tempat produksi.
b) Lubang-lubang dan saluran yang memungkinkan masuknya hama dalam keadaan tertutup
c) Jendela, pintu dan ventilasi dilapisi dengan kasa dari kawat untuk menghindari masuknya hama
d) Hewan seperti anjing dan kucing tidak boleh berkeliaran di lingkungan dan didalam pabrik/tempat produksi.
3) Untuk mencegah timbulnya sarang hama di dalam pabrik/tempat produksi diperlukan tindakan sebagai berikut:
a) Pangan olahan seharusnya disimpan dan disusun dengan baik, tidak langsung bersentuhan dengan lantai dan jauh dari dinding serta langit-langit
b) Ruangan di dalam maupun di luar pabrik/tempat produksi seharusnya dalam keadaan bersih
c) Tempat sampah harus dalam keadaan tertutup dan dibuat dari bahan yang tahan hama
d) Pabrik/tempat produksi dan lingkungannya seharusnya diperiksa dan dipantau dari kemungkinan timbulnya sarang hama.
4) Sarang hama seharusnya segera dimusnahkan.
Bab 1, halaman 28
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
5) Pembasmian hama dengan bahan kimia, bahan biologi atau secara fisik seharusnya dilakukan tanpa mempengaruhi mutu dan keamanan produk.
f. Penanganan limbah.
Penanganan, pengolahan/pembuangan limbah pabrik/tempat produksi dilakukan dengan cara yang tepat dan cepat dengan tindakan sebagai berikut:
1) Limbah yang dihasilkan dari proses produksi, seharusnya tidak dibiarkan menumpuk di lingkungan pabrik/tempat produksi, segera ditangani, diolah atau dibuang
Limbah yang dihasilkan dari proses produksi, seharusnya tidak dibiarkan menumpuk di lingkungan pabrik/tempat produksi
2) Limbah padat seharusnya segera dikumpulkan untuk dikubur, dibakar atau diolah
Limbah padat seharusnya segera dikumpulkan untuk dikubur, dibakar atau diolah
3) Limbah cair harus diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke luar pabrik/tempat produksi atau ke sungai
Limbah cair harus diolah terlebih dahulu
4) Limbah gas seharusnya diatur dan diolah sehingga tidak mengganggu kesehatan karyawan dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
14 PENGANGKUTAN
a. Umum
Pengangkutan produk akhir membutuhkan pengawasan untuk menghindari kesalahan dalam pengangkutan yang mengakibatkan kerusakan dan penurunan mutu serta keamanan pangan olahan.
Bab 1, halaman 29
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
b. Persyaratan wadah dan alat pengangkutan Wadah dan alat pengangkutan seharusnya didesain sehingga:
1) Tidak mencemari produk Persyaratan wadah dan alat pengangkutan Wadah dan alat pengangkutan didesain sehingga: 1) Tidak mencemari produk 2) Mudah dibersihkan dan jika perlu didesinfeksi 3) Memisahkan produk dari bahan non-pangan selama pengangkutan 4) Melindungi produk dari kontaminasi terutama debu dan kotoran 5) Mampu mempertahankan suhu, kelembaban dan kondisi penyimpanan 6) Mempermudah pengecekan suhu, kelembaban dan kondisi lainnya.
2) Mudah dibersihkan dan jika perlu didesinfeksi
3) Memisahkan produk dari bahan non-pangan selama pengangkutan
4) Melindungi produk dari kontaminasi terutama debu dan kotoran
5) Mampu mempertahankan suhu, kelembaban dan kondisi penyimpanan
6) Mempermudah pengecekan suhu, kelembaban dan kondisi lainnya.
c. Pemeliharaan wadah dan alat pengangkutan. 1) Wadah dan alat pengangkutan pangan olahan seharusnya dipelihara dalam keadaan bersih dan terawat dan tidak digunakan untuk mengangkut bahan-bahan berbahaya
Bab 1, halaman 30
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
2) Jika wadah dan alat pengangkutan pangan olahan digunakan untuk mengangkut bahan-bahan lain, harus dilakukan pembersihan dan jika perlu didesinfeksi.
15 DOKUMENTASI DAN PENCATATAN
a. Umum
Perusahaan yang baik melakukan dokumentasi dan pencatatan mengenai proses produksi dan distribusi yang disimpan sampai batas waktu yang melebihi masa simpan produk. Hal ini akan berguna untuk meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk, mencegah produk melampaui batas kadaluwarsa dan meningkatkan keefektifan sistem pengawasan pangan olahan.
melakukan dokumentasi dan pencatatan mengenai proses produksi dan distribusi yang disimpan sampai batas waktu yang melebihi masa simpan produk
b. Dokumentasi/catatan yang diperlukan
Dokumentasi/catatan seharusnya dimiliki dan dipelihara oleh perusahaan yang meliputi: catatan bahan yang masuk, proses produksi, jumlah dan tanggal produksi, distribusi, inspeksi dan pengujian, penarikan produk dan mampu telusur bahan, penyimpanan, pembersihan dan sanitasi, kontrol hama, kesehatan karyawan, pelatihan, kalibrasi dan lainnya yang dianggap penting.
Dokumentasi/catatan dimiliki dan dipelihara oleh perusahaan yang meliputi: catatan bahan yang masuk, proses produksi, jumlah dan tanggal produksi, distribusi, inspeksi dan pengujian, penarikan produk dan mampu telusur bahan, penyimpanan, pembersihan dan sanitasi, kontrol hama, kesehatan karyawan, pelatihan, kalibrasi dan lainnya yang dianggap penting
16 PELATIHAN
a. Umum
Bab 1, halaman 31
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
Pelatihan dan pembinaan merupakan hal penting bagi industri pengolahan pangan dalam melaksanakan sistem higiene. Kurangnya pelatihan dan pembinaan terhadap karyawan merupakan ancaman terhadap mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Pembina dan pengawas pengolahan harus mempunyai pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene pangan olahan agar mampu mendeteksi resiko yang mungkin terjadi dan bila perlu mampu memperbaiki penyimpangan yang terjadi.
b. Program pelatihan
Program pelatihan yang diberikan seharusnya dimulai dari prinsip dasar sampai pada praktek cara produksi yang baik, meliputi pelatihan/ penyuluhan yang terkait dengan:
1) Dasar-dasar higiene karyawan dan higiene pangan olahan kepada petugas pengolahan
Program pelatihan yang diberikan seharusnya dimulai dari prinsip dasar sampai pada praktek cara produksi yang baik, meliputi pelatihan/ penyuluhan yang terkait dengan: 1) Dasar-dasar higiene karyawan dan higiene pangan olahan kepada petugas pengolahan 2) Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan mutu dan kerusakan pangan olahan termasuk yang mendukung pertumbuhan jasad renik patogen dan pembusuk 3) Faktor-faktor yang mengakibatkan penyakit dan keracunan melalui pangan olahan 4) Cara produksi pangan olahan yang baik termasuk penanganan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan 5) Prinsip-prinsip dasar pembersihan dan sanitasi mesin/peralatan dan fasilitas lainnya 6) Penanganan bahan pembersih atau bahan kimia berbahaya bagi petugas.
2) Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan mutu dan kerusakan pangan olahan termasuk yang mendukung pertumbuhan jasad renik patogen dan pembusuk
3) Faktor-faktor yang mengakibatkan penyakit dan keracunan melalui pangan olahan
4) Cara produksi pangan olahan yang baik termasuk penanganan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan
5) Prinsip-prinsip dasar pembersihan dan sanitasi mesin/peralatan dan fasilitas lainnya
6) Penanganan bahan pembersih atau bahan kimia berbahaya bagi petugas.
Bab 1, halaman 32
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
17 PENARIKAN PRODUK
a. Umum Penarikan produk merupakan tindakan menarik produk dari peredaran/ pasaran. Hal ini dilakukan apabila produk tersebut diduga menjadi penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan olahan.
b. Tindakan penarikan produk
Jika produk yang dihasilkan tersebut diduga menimbulkan bahaya (penyakit atau keracunan), maka diperlukan tindakan sebagai berikut:
1) Penarikan produk dari peredaran/pasaran harus dilakukan oleh perusahaan Jika produk yang dihasilkan tersebut diduga menimbulkan bahaya (penyakit atau keracunan),
maka diperlukan tindakan sebagai berikut: 1) Penarikan produk dari peredaran/pasaran harus dilakukan oleh perusahaan 2) Manager atau kepala produksi harus sudah menyiapkan prosedur penarikan produk dari peredaran/pasaran 3) Produk lain yang dihasilkan pada kondisi yang sama dengan produk penyebab bahaya seharusnya ditarik dari peredaran/pasaran 4) Masyarakat seharusnya diberi informasi tentang kemungkinan beredarnya produk yang menimbulkan bahaya 5) Produk yang ditarik harus diawasi sampai dimusnahkan atau digunakan untuk keperluan lain tetapi bukan untuk konsumsi manusia 6) Produk yang terbukti berbahaya, proses produksinya harus dihentikan sampai masalahnya telah diatasi.
2) Manager atau kepala produksi harus sudah menyiapkan prosedur penarikan produk dari peredaran/pasaran
3) Produk lain yang dihasilkan pada kondisi yang sama dengan produk penyebab bahaya seharusnya ditarik dari peredaran/pasaran
4) Masyarakat seharusnya diberi informasi tentang kemungkinan beredarnya produk yang menimbulkan bahaya
5) Produk yang ditarik harus diawasi sampai dimusnahkan atau digunakan untuk keperluan lain tetapi bukan untuk konsumsi manusia
6) Produk yang terbukti berbahaya, proses produksinya harus dihentikan sampai masalahnya telah diatasi.
18 PELAKSANAAN PEDOMAN
a. Perusahaan seharusnya mendokumentasikan operasionalisasi program CPPOB
a. Perusahaan seharusnya mendokumentasikan operasionalisasi program CPPOB b. Manajemen perusahaan harus bertanggung jawab atas sumber daya untuk menjamin
Bab 1, halaman 33
No. Uraian CPPOB Tahap Rancangan:
pra pengolahan pengolahan penyimpanan pendistribusian
b. Manajemen perusahaan harus bertanggung jawab atas sumber daya untuk menjamin penerapan CPPOB
penerapan CPPOB c. Karyawan sesuai fungsi dan tugasnya harus bertanggung jawab atas pelaksanaan CPPOB.
c. Karyawan sesuai fungsi dan tugasnya harus bertanggung jawab atas pelaksanaan CPPOB.
Keterangan: Sudah dilaksanakan Improvement Design Dapat
dilaksanakan Improvement Design Sulit
dilaksanakan Tidak berlaku di UMKM tersebut
Bab 1, halaman 1
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sbb:
1. Secara umum, semua UMKM dalam kegiatan ini sudah mengetahui dan
menyadari jika produk UMKM berpotensi menimbulkan bahaya keracunan dan
kesehatan masyarakat;
2. Pengetahuan sebagian UMKM mengenai CPPOB sudah cukup memadai dan
sebagian lagi masih sangat rendah;
3. Masih ditemukan UMKM yang mempunyai standar kualitas produksi produk,
jauh dibawah standar CPPOB.
4. Masalah umum yang dihadapi UMKM-UMKM tersebut antara lain adalah harga
bahan baku utama yang cenderung naik dan mahal, kerusakan mesin, aliran
listrik yang terhenti dan volume pasar yang semakin menurun. Selain itu,
masalah kesadaran tentang higiene dan sanitasi karyawan juga masih rendah
pada beberapa UMKM.
Saran
1. Program sosialisasi CPPOB dan pembinaan UMKM-UMKM dalam pelaksanaan
CPPOB perlu ditingkatkan dalam bentuk program kerjasama antar instasi
lingkup dinas terkait;
2. Program peningkatan kualitas makanan dan minuman ini dan program-program
sejenis, perlu diadakan setiap tahun untuk membina UMKM-UMKM lain yang
belum mendapat kesempatan untuk mengikuti program ini;
Bab 1, halaman 2
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, T.W, A.S. Fahmi, U. Amalia. 2006. Diversification of Fisheries Products. Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani (Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi). Graha Ilmu. Bandung.
Anonim. (2006a). Bakso Daging, Minuman Sari Lidah Buaya, Roti Manis, Menu Sehat Bagi Manusia, Sari Buah. Jurnal Teknologi Pangan & Agroindustri. 1 (6): 5-79.
Anonim. 2004. Tetap Sehat Dengan Produk Makanan Olahan. Tiga Serangkai. Solo.
Astawan, M. 2008. Sehat dengan Hidangan Hewani. Penebar Swadaya, Jakarta.
Astuti M, Meliala A, Dalais FS, Wahlqvist ML. 2000. Tempe, a Nutritious and Healthy Food from Indonesia. Asia Pacific J. Clin.Nutr. 9 (4): 322-325.
Astuti M. 1996. The history of the development of tempe. In: Bunga Rampai Tempe Indonesia. Indonesia Tempe Foundation (20-41).
Aulawi T dan Ninsix R.2009. Sifat Fisik Bakso Daging Sapi Dengan Bahan Pengenyal Dan Lama Penyimpanan Yang Berbeda . Jumal Petemakan Vol 6 No 2 September 2009 (44 - 52)
Badan Standardisasi Nasional. 2015. Tempe Kedelai (SNI 3144 : 2015).Jakarta
Badan Standarisasi Nasional. 2013. Standar Nasional Indonesia SNI 7757:2013. Otak-otak Ikan. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta
Badan Standarisasi Nasional.2014. SNI 38182014. Bakso Daging. Jakarta.
BPS DKI. Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2019.
BSN. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk Dunia. Jakarta
BSN: SNI 01-3142-1998. Tahu. Diakses dari https://kupdf.net/. 3 Desember 2019. 09.09.
BSN: SNI 3818:2014. Bakso Daging. Diakses dari https://www.academia.edu. 3 Desember 2019. 09.09.
Chrismanuel, A. Y. B. Pramono dan B. E. Setyani . 2012. Efek Pemanfaatan Karaginan sebagai Edible Coating terhadap pH, Total Mikroba dan H2S Pada Bakso Selama Penyimpanan 16 Jam. Animal Agriculture Journal. Vol. 1 (2) 286 – 292
Depkes R1, 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Direktora Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta.
Dewan Standardisasi Indonesia, 1995. SNI 013947-1995. Daging sapi/kerbau. Departemen Per industrian dan Perdagangan
Dinas Perindustrian dan Energi (DPE) Provinsi DKI Jakarta. 2018. Data Sentra IKM di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018. http://data.jakarta.go.id. Diakses, 27 November 2019, 02.00.
Bab 1, halaman 3
Dipo Shilla. 2018. "Sering Dikira Tidak Sehat, Ini Kandungan Gizi Pasta", https://glitzmedia.co/post/wellness/health-body/sering-dikira-tidak-sehat-ini-kandungan-gizi-pasta. 3 December 2019. 14.07.
Ekawatiningsih, P.dkk (2008) Restoran Untuk Sekolah Menengah Kejuruan jilid II. Jakarta: Depdiknas
Elvira Syamsir. 2009. Pembuatan Tahu. http://ilmupangan.blogspot.com (diakses tanggal 7 November 2019)
Fadlan, F. 2001. Mempelajari Pengaruh Bahan Pengisi dan Balum Makanan Tambahan Terhadap Mutu Fisik dan Organoleptik Bakso Sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
FAO in IndonesiaStronger Food Control for Safer Food in Indonesia (http://www.fao.org/indonesia)
Fardiaz D. An Integrated System to Improve Food Safety in Indonesia Dedi Fardiaz BPOM RI
Fasoyiro, S.B., 2014. Physical, Chemical and Sensory Qualities of Roselle Water Extractcoagulated Tofu Compared with Tofu from Two Natural Coagulants. Nigerian Food Journal., 32(1), pp. 97 – 102
Fermented Food, Farnworth, ED., Eds., CRC Press, Boca Raton, London, pp 475-494.
Fitrial, Y. 2000. Pengaruh konsentrasi tepung tapioka, suh dan lama perebusan terhadap mutu gel daging ikan cucut ayam (Carcharinus limbatus) (tesis). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Fung DYC, and Crozier-Dodson A. 2008. Tempeh, A mold-Modified Indigenous
Gaffar, R. 1998. Sifat fisik dan palatabilitas bakso daging ayam dengan bahan pengisi tepung sagu dan tepung tapioka. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hariadi P. 2008. Beban Ganda Keamanan Pangan di Indonesia
Hariadi P. 2016. Double Burdens of Food Safety of Indonesia. IPB University.
Hartari, WR, Sartika D, and Suharyono AS. 2018 (publ). Using Ceara Rubber as Natural Anti-Microbe in Reducing Contamination of Staphylococcus aureus, Salmonella sp., Vibrio sp. and Escherichia coli in Mackerel Tuna Fish (Euthynnus affinis).Proceeding International Conference On Cassava, Bandar Lampung, November 23rd – 24th, 2017. ISBN 978-602-0860-26-8. LPPM Unila published. pp:5459.
Hatta, Wahyuni, Dini M, Endah M. N.. 2012. Sumber-Sumber Kontaminasi Bakteri Pada Dangke di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Hendy S. 2019. Slide Presentasi. Good Manufacturing Practices (GMP)
Indriyati dan Joko Prayitno Susanto. 2009. Pengolahan Limbah Cair Industri Minuman Ringan. J. Tek. Ling Vol 10 Hlmn 85-89
International Agency for Research on Cancer (IARC). 2012. IARC Monpgraph Volume 100C: Arsenic, Metal,Fibres and Dust : A review Human For Carcinogenic (http ://monograph.iarc.fr.
Bab 1, halaman 4
Karim, Mutemainna., Susilowati, A. dan Asnidar, 2013. Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap Otak-Otak dengan Bahan Baku Ikan Berbeda. Jurnal Balik Diwa Sains dan Teknologi Volume 4 No. 1 Januari-Juni 2013. Makassar.
Kemenperin. 2018. Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja IKM Ditargetkan Naik Setiap. https://kemenperin.go.id. Diakses, 27 November 2019, 02.00.
Kemenperin. 2019. Katrol Mutu IKM Pangan, Kemenperin Fasilitasi Sertifikat Halal. https://kemenperin.go.id. Diakses, 27 November 2019, 03.16.
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. PT. Panebar Swadaya, Jakarta
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Roti (Teori Dan Praktek). EbookPangan.com.
Koswara,S S.2009. Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori Dan Praktek). EbookPangan.com.
Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan: Parakassi, A dan Y. Amulia. Meat Science UI Press. Jakarta
Malik R A, dkk. 2016. Pengolahan limbah industry bakery menggunakan system stripper-lumpur aktif. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (JRTPPI) 7(2). 2016
Midwest Research Institute. 1995. Emission Factor Documentation for AP-42 Section 9.9.5. Pasta Manufacturing. The United States Environmental Protection Agency.
Miyake, Y., Y. Hirasawa and M. Miyanabe. 1985. Technology of Manufacturing. Info Fish Marketing Digest No. 5: 29 – 32.
Moenir M, dkk. 2014. Pengolahan Air Limbah Industri Teh Botol Dengan Teknologi Biologis Anaerobik Uasb – Wetland . Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (JRTPPI) Vol. 5, No. 2, November 2014 (59 - 66)
Nurjanah, RR. Nitibaskara dan E. Madiah. 2005. Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat terhadap Karakteristik Fisik Otak-Otak Ikan Sapu-Sapu (Liposarcus pardalis). Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Vol. VII No. 1.
Pagani M.A. 1985. Pasta Products from Non Convensional Raw Materials, P 5268. Di dalam Ch. Mercier and C. Centralelli (ed.). 1985. Pasta and Extrusion Cooked Foods. Proceeding of an International Symposium Held in Milan. Italy. 25-26 march 1985
Pandit, 2008. Optimalkan Distribusi Hasil Perikanan. (online) http://www.balipost.co. id diakses tanggal 3 Desember 2019.
Pritasari K. 2018 (dalam Hari Keamanan Pangan Sedunia, Kasus Keracunan Makanan Masih Hantui Indonesia. www.liputan6.com)
Putra DAP, Agustini TW dan Wijayanti I. 2015. Pengaruh Penambahan Karagenan Sebagai Stabilizer Terhadap Karakteristik Otak-Otak Ikan Kurisi (Nemipterus Nematophorus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol 4 (2) :1-10
Putri SA. 2018. Challenge to Enforce Food Safety Law and Regulation in Indonesia. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 175 (2018) 012216
Rachma EW. 2015. Penanganan Limbah Industri Pangan(Biskuit dan Bakso)
Bab 1, halaman 5
Rahayu.2000. Aktifitas mikroba bumbu masakan tradisional hasil olahan industri terhadap bakteri pathogen dan perasa. Buletin Industri Pangan XI (2) : 42-48.
Rainaya. 2014. Laporan Hasil Pengamatan Aktivitas Industri Kerupuk Di Bojonegoro Dan Dampaknya Bagi Lingkungan.
Ranken. M.D. 2000. Water Holding Capacity of Meat and Its Control Them. And inc 24: 1502.
Rianto G R. 2017. Dampak Industri Pabrik Roti Terhadap Lingkungan.
Saono S, Hull RR, and Dhamcharee B. 1986 A Concise Handbook of Indigenous Fermented Foods in the Asia Countries. Indonesian Institute of Sciences, Jakarta, Indonesia.
Sarwono, Pieter Saragih. 2005. Membuat Aneka Tahu. Penebar Swadaya: Depok
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Somjit, K., Rutanapornwaresakul, Y., Hara, K., and Nazaki, Y. 2005. The cryprotectant effect of shrimp chitin and shrimp chitin hyrolysate on denaturation and unfrozen water of lizard surimi during frozen strotage. Food Res. Int. 28: 345-355.
Sundari D dkk. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan Terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Diakses dari: https://media.neliti.com. 3 Desember 2019. 09.47.
Tan, S.M., Chung, N.M., Fujiwara, T., Kuang, H.K., Hasegawa H. 1987. Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Product in Southeast Asia. Singapore: MFRD-SEAFDEC.
Uju. 2006. Pengaruh Penyimpanan Beku Surimi terhadap mutu bakso Ikan Jangilus (Isthioporus sp.). Staf Pengajar pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK. IPB. Bogor.
WHO, 2016. 10 Facts on Food Safety https://www.who.int.
WHO, 2019. Food Safety. Key Facts https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/food-safety
Wibowo.2006. . Pembuatan Bakso Ikan dan Daging. Penebar Swadaya. Jakarta
Widaningrum, I. 2015. Teknologi Pembuatan Tahu Yang Ramah Lingkungan (Bebas Limbah). Jurnal Dedikasi : 14-21.
Widowati, S. 2016. Teknologi Pengolahan Kedelai. Balitkabi.Litbang.Pertanian.go.id (diakses tanggal 10 November 2019).
Widyaningsih, T. D., dan E. S. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana, Surabaya.
Winarno, 2002. Kimia Pangan Dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, FG.1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT, Gramedia. Jakarta
Bab 1, halaman 6