uji eksklusif kebapakan
TRANSCRIPT
UJI EKSKLUSIF KEBAPAKAN
A. PENDAHUUAN
Terkadang, muncul situasi dimana seseorang membutuhkan kepastian, atau
bukti ilmiah tentang keturunannya, apakah benar milik mereka sendiri atau berasal
dari orang lain. Dalam kebanyakan kasus, hal ini mudah ditentukan dengan proses
persalinan. Wanita yang melahirkan seorang anak adalah jelas bahwa dia ibu dari
anak tersebut secara genetik dan hukum.1
Sayangnya, pertanyaan dari garis ayah tidak begitu mudah untuk
menjawabnya. Dalam rangka untuk membuat penentuan ayah, ilmuwan hampir
selalu bekerja mundur, dari anak ke orangtua potensial, untuk memastikan sifat
sebenarnya dari hubungan. Di masa lalu, hal ini biasanya melibatkan identifikasi
fenotipe tertentu (khususnya, jenis darah tertentu) pada anak dan menggunakan
informasi ini untuk mengatur atau mengesampingkan ayah yang memungkinkan.
Namun, sistem ini menimbulkan sejumlah masalah, tidak sedikit diantaranya
bahwa hal itu sering menghasilkan hasil yang kurang jelas. Dengan demikian,
sejak tahun 1990-an, pendekatan yang lebih umum telah mempertimbangkan
kehadiran penanda genotipe tertentu ketika mencoba untuk menetapkan ayah (dan
ibu, dalam beberapa kasus).1
Tes paternitas dapat membantu pengadilan untuk menentukan seorang
terdakwa dalam kasusperkosaan. DNA fingerprinting pada 2 orang yang
mempunyai hubungan pertalian keluarga akan mirip. Tes paternitas dapat
dilakukan untuk beberapa alasan, antara lain untuk menentukan siapakah ayah
dari seorang bayi yang dikandung oleh seorang wanita. Di dalam kasus perkosaan,
tes paternitas ini dapat diajukan oleh sang wanita (korban), sang lelaki (tertuduh)
atau penyidik untuk membuktikan bahwa bayi yang dikandung adalah memang
benar anak dari sang pemerkosa, apalagi apabila terjadi juga dugaan multiple
sexual partners. Sebuah tes paternitas dengan DNA finger printing juga dapat
membantu pengadilan untuk menentukan siapa ayah dari seorang anak sehingga
tahu kepada siapa bantuan pemeliharaan anak harus diwajibkan.2
B. DEFINISI
Tes paternitas adalah metode pembentukan hubungan genetik antara anak
dan ayah dugaan. Terlepas dari kasus-kasus kehamilan akibat perkosaan, di mana
ia digunakan untuk mengidentifikasi pelaku, identifikasi pengujian garis ayah
biasanya dicari oleh ibu yang mencoba untuk membuktikan ayah dari pria yang
menolak untuk membayar tunjangan anak.3
Awalnya, pengujian melibatkan analisis keturunan darah, yang meliputi
pembandingan sampel darah untuk keberadaan antigen yang menentukan
golongan darah seseorang. Keuntungan dari metode ini adalah bahwa hal itu
berfungsi untuk mengecualikan seorang calon ayah yang terpercaya. Jika seorang
anak memiliki antigen yang tidak ditemukan dalam darah seorang ayah yang
diduga, maka pria akan ini dikecualikan sebagai ayah biologis anak tersebut.
Tetapi karena antigen dapat ditemukan pada banyak orang yang tidak terkait,
maka keberadaan antigen dalam ayah dan darah anak tersebut tidak menjamin
keterkaitan aktual genetik mereka, sehingga uji reliabilitas ini dibatasi secara
serius.3
Tes paternitas telah meningkat secara signifikan, berkat penemuan tes DNA.
Metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap orang tua memberikan
kontribusi setengah dari DNA anak tersebut, dan setiap setengah ini menjadi
penanda unik seseorang, berbeda dari siapa pun lain. Jika penanda DNA seorang
pria ditemukan pada seorang anak, maka pria itu tidak dapat dikesampingkan
sebagai ayah dari anak tersebut. Jika pola genetik mereka cocok, probabilitas
bahwa mereka adalah ayah dan anak lebih dari 99 persen.3
Setelah ilmu pengetahuan memungkinkan, upaya untuk menentukan
hubungan genetik antara seorang pria dan seorang anak telah diprakarsai oleh
membandingkan beberapa kriteria. Analisis warna mata, bentuk telinga dan
hidung, garis rambut dahi, dan karakteristik fisik lainnya. Fitur herediter seperti
darah, kelompok sistem dan protein serum, yang ditemukan pada tahun 1900-an,
digunakan sebagai penanda untuk menentukan kekerabatan. Namun, karena
kemungkinan garis ayah hanya pada tingkat 30% -40% metode ini tidak dipakai
lagi. The Leukocyte Antigen Manusia (HLA) metode, dikembangkan pada 1970-
an, mengecualikan garis ayah pada tingkat 80%, tetapi hasil tes adalah serupa
dengan hasil tes pada darah kerabat, dan hanya bayi yang berumur 6 bulan yang
memenuhi kriteria untuk pengujian. Setelah penemuan struktur karakteristik dari
molekul DNA pada 1950-an, teknologi genetika molekuler berkembang pesat dan
profil DNA telah menjadi alat yang berharga untuk menentukan garis ayah dan
penentuan kekerabatan. Khususnya di 20 tahun terakhir, analisis DNA telah
diterima sebagai metode yang paling dapat diandalkan, dengan tingkat
probabilitas 99,999%.4
Tes DNA relatif sederhana dan dapat dilakukan di rumah atau di rumah
sakit. Sampel yang dibuat dengan mengambil swab dari sel kulit dalam pipi.
Sampel kemudian dikirim ke laboratorium untuk dianalisa dan dibandingkan
dengan masing-masing orangtua. Hasil diproduksi baik sebagai laporan
inklusioner (mengkonfirmasikan ayah) atau suatu laporan eksklusioner
(mengesampingkan).3
C. PEMICU DALAM TES PATERNITAS
Sebuah tes untuk menentukan ayah bahkan tidak dapat dibuat sampai
dimengerti apa yang sedang di uji, atau dengan kata lain, sampai dimengerti apa
itu ayah. Jika ayah hanya mengacu pada jenis tertentu dari hubungan genetik,
maka tes DNA mungkin cukup. Namun yang terbaik, hal ini menghasilkan
pandangan yang sangat tipis dari apa artinya menjadi seorang ayah, sehingga
dapat mempertemukan seorang pria yang memberikan setetes sperma untuk
membantu dalam penciptaan anak yang dia punya. Jika ini adalah yang menjadi
maksud dari menjadi seorang ayah, berarti tes DNA akan menjadi tes yang tepat
untuk ayah.5
Makna ayah memiliki tiga komponen yang dapat ditemukan dalam
seseorang dari salah satu ayah, atau penyebaran antara laki-laki yang berbeda. Ini
adalah ‘ayah kausal’, ‘ayah materi’, dan ‘ayah moral’. ‘Ayah kausal’ mengacu
pada orang yang bertanggung jawab untuk membawa anak menjadi ada, dengan
satu rute kausal tersebut, menjadi ketentuan dari sperma di alam reproduksi.
‘Ayah material’ mengacu pada seorang pria yang menyediakan material untuk
anak (dalam hal memberikan perawatan fisik, atau cara memberikan perawatan
fisik, seperti makanan, pakaian, dll). Di sisi lain ‘ayah moral’, mengacu pada pria
yang membentuk hubungan dengan seorang anak dengan penuh kasih sayang.
Ayah moral tampaknya yang paling dihargai. Perbedaan antara ayah moral dan
material dapat dipahami secara baik dengan mempertimbangkan seorang ayah
yang hadir membayar tunjangan anak, tetapi tidak memiliki hubungan sosial
dengan orang tua anak. Pria seperti itu memenuhi kriteria untuk menjadi ayah
materi, karena ia yang menyediakan sarana pendukung fisik (melalui penyediaan
dukungan finansial bagi ibu), tetapi tidak menjadi Ayah moral karena ia tidak
terlibat dalam setiap jenis hubungan orangtua (tidak ada cinta, tidak peduli sehari-
hari).5
Dalam hubungan ayah banyak, bagaimanapun ayah tidak terbagi-bagi
sepanjang jalur tersebut, dan 'ayah moral' tidak hanya peduli terhadap emosional
anak, tetapi juga sekaligus menjadi ayah kausal, yang mampu memberi saham
keuangan / tanggung jawab materi untuk membesarkan dirinya dengan ibunya.
Melalui menjadi seorang ayah moral, seorang pria layak memperoleh hak ayah,
termasuk hak untuk membuat keputusan yang mempengaruhi kehidupan anak
tersebut. Hanya seorang pria yang menunjukkan ia mampu bertindak secara
bertanggung jawab sebagai ayah dan hadir saat kepentingan anak harus memiliki
hak orang tua (termasuk, misalnya, hak untuk menentukan residensi, untuk
mengambil keputusan tentang pendidikan dan kesehatan, dll). Klaim ini
didasarkan pada gagasan bahwa hak-hak orang tua, pada dasarnya kekuatan
signifikan atas seorang anak, dan bahwa kekuatan tersebut hanya sah dipegang
oleh orang yang telah menunjukkan komitmen kasih sayang untuk seorang anak.5
Untuk menilai waktu yang tepat untuk melakukan tes paternitas yaitu
bergantung pada apa yang memotivasi atau memicu tes.
a. Pemicu yang terkait dengan kepentingan pria
1. Sebuah Pilihan untuk Anak Genetik Terkait
Seorang pria mungkin ingin memastikan bahwa ia adalah leluhur sebelum
mengambil keuangan dan tanggung jawab lainnya untuk seorang anak. Pilihan
ini bisa menjadi akibat dari beberapa faktor: misalnya, keengganan umum
untuk menjadi orangtua, keengganan untuk menambah keuangan yang tidak
perlu, perasaan bahwa ia tidak dapat melakukan investasi emosional pada
seorang anak yang tidak terkait dengannya, atau keinginan yang kuat untuk
tidak disaingi. Dengan asumsi, seperti yang diuraikan di atas, bahwa ayah
adalah kegiatan sukarela, semua alasan yang dipertahankan secara moral,
meskipun tidak sesuai dengan imbalan. Tidak ada kewajiban pribadi secara
umum untuk bertanggung jawab atas bayi yang baru lahir yang keberadaannya
tidak berasal dari beberapa tindakan atau kelalaian kita sendiri. Jika keterkaitan
genetik penting apakah seorang pria mau menjadi ayah dari seorang anak
(materi, moral atau keduanya), maka ia patut melakukan tes DNA sebelum ia
masuk ke dalam setiap jenis hubungan ayah. Mengingat bahwa pengujian
antenatal janin menggunakan darah ibu belum sepenuhnya dapat diandalkan
(dan mengingat bahwa tes juga akan membutuhkan persetujuan ibu),
kesempatan praktis pertama untuk pengujian akan berada pada saat kelahiran.5
Jika, di sisi lain, ada atau tidak adanya keterkaitan genetik tidak penting
bagi keputusannya untuk menjadi seorang ayah, ia tidak memiliki alasan untuk
meminta tes DNA. Di lain pihak, ia juga tentu wajib ikut serta dalam pengujian
sebelum mengambil tanggung jawab menjadi orang tua sejak menjadi ayah
moral yang tidak tergantung pada menjadi progenitor.5
2. Kemungkinan dari Kesalahan Penentuan Ayah
Seorang pria mungkin yakin bahwa ia dibolehkan untuk menghindari
melanjutkan tanggung jawab finansial bagi seorang anak jika ia bisa
menunjukkan bahwa ia dan anak tidak terkait genetik. Bahkan jika hasilnya
menunjukkan adanya kekerabatan genetis, fakta ini saja tidak akan
menghilangkan tanggung jawab masa depan kepada anak karena tes paternitas
bukan tes dari tanggung jawab menjadi ayah moral, tetapi hanya sebuah uji
ayah kausal oleh progenasi. Sementara tes paternitas bisa menunjukkan bahwa
pria tidak memiliki kewajiban pribadi untuk bertanggung jawab atas anak
sebagai seorang ayah kausal, namun berdasarkan pengertian mengenai ayah
moral, ia telah memperoleh kewajiban kepada anak yang kini tidak dapat
dikesampingkan.5
3. Untuk Mengecualikan Klaim atas Ayah dari Pria Lain
Beberapa kasus perselingkuhan, mungkin melibatkan orang kedua yang
ingin menegaskan klaim untuk menjadi ayah dari anak yang dihasilkan. Kita
bisa membedakan dua keadaan di sini. Yang pertama adalah di mana ayah ayah
yang mengaku terjadi sebelum atau dekat kelahiran anak. Yang kedua adalah
ketika perselisihan muncul sesaat setelah kelahiran anak dan ketika sudah ada
seorang ayah moral yang mapan.5
Jenis pertama kasus ditutupi oleh bagaimana akhirnya teratasi dengan
bagaimana hubungan antara orang-orang dewasa yang bersangkutan
menyelesaikan sendiri. Jika ibu dan bentuk non-progenitor keluarga dari pihak
anak yang akan diangkat, maka kemungkinan bahwa non-progenitor akan
menjadi seorang ayah moral. Namun, keturunan darah daging masih memiliki
kewajiban yang menjadi hambatan utama, yang ia mungkin bersedia untuk
melepaskan, dan menjalankan kewajiban ini akan membuka jalan untuk nya
menjadi Ayah moral. Dalam kasus ini, anak akan memiliki dua ayah moral,
dan tanggung jawab akan berada di semua orang tua untuk melakukan
kebajikan orang tua yang memadai untuk memastikan bahwa perilaku mereka
terhadap satu sama lain tidak merusak kepentingan anak. Jika ibu dan
progenitor membentuk sebuah hubungan, maka hanya ada sedikit ruang untuk
non-progenitor untuk memperoleh kesempatan menjadi ayah moral tanpa restu
aktif dari orang dewasa lainnya.5
Sebuah tes DNA bukan merupakan tes untuk ayah moral, dan bahkan jika
hasil tes dinyatakan negatif, ini tidak akan mempengaruhi status seseorang
sebagai seorang ayah moral. Namun di sisi lain, seorang ayah moral sebaiknya
juga ikut serta dalam tes. Dapat dikatakan bahwa itu adalah untuk kepentingan
anak untuk menyelesaikan persoalan dari genetiknya. Jika hal ini terjadi, maka
ayah moral dapat diwajibkan menyerah demi anaknya.5
b. Pemicu yang terkait dengan kepentingan anak
Seorang anak memiliki minat untuk mengetahui asal-usul genetik nya,
meskipun apakah minat ini harus menghasilkan status hak terbuka atau tidak
untuk pertanyaan. Kepentingan untuk mengetahui asal-usul genetik seseorang
kadang-kadang dianggap sebagai kebalikan dari kerugian yang disebabkan oleh
ketidaktahuan dari di mana, atau dari siapa, dirinya berasal. Apakah identitas
seseorang sebenarnya hanya tergantung dari mengetahui sejarah genetik saja, dan
apakah dengan tidak mengetahui akan mengarahkan ke segala jenis bahaya yang
nyata, mungkin tidak akan menunjukkan keutamaan, tetapi banyak orang merasa
hal ini perlu. Ini berarti bahwa hubungan ini sebenarnya bergantung pada
perspektif individu tertentu. Oleh karena itu, terlalu sederhana untuk mengatakan
bahwa semua anak perlu tahu sejarah genetik mereka, dan lebih tepat jika
mengatakan bahwa beberapa orang datang karena merasa tes ini adalah sangat
penting bagi mereka untuk memiliki informasi, namun bagi orang lain mungkin
tidak.5
D. METODE PENENTUAN STATUS KEBAPAKAN
1. Pemeriksaan Medis Berdasarkan Ciri Fisik
Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik
pemeriksaan fisik yang melihat ciri – ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna
rambut, warna kornea, bentuk muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik
tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan beberapa
pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya misalnya pemeriksaan
paternitas.6
Ilmu Kedokteran Forensik Molekuler adalah suatu bidang ilmu yang baru
berkembang dalam dua dekade terakhir, merupakan bagian dari ilmu kedokteran
forensik yang memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan
molekul atau DNA. Sebagai suatu bidang cabang ilmu kedokteran forensik yang
baru, ilmu ini melengkapi dan menyempurnakan berbagai pemeriksaan
identifikasi personal pada kasus mayat tak dikenal, kasus pembunuhan, perkosaan
serta berbagai kasus ragu ayah (paternitas).6
Jika terdapat kasus yang meragukan untuk pembuktian apakah anak tersebut
merupakan anak hasil hubungan dari pasien atau merupakan anak kandung dari
pasien, maka sebaiknya di lakukan pemeriksaan lanjutan.6
2. Pemeriksan Golongan Darah
Diantara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting
karena merupakan cairan biologik dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk
golongan manusia tertentu. Pemeriksaan darah berguna untuk membantu
menyelesaikan kasus-kasus bayi yang tertukar, penculikan anak, ragu ayah, dan
lain-lain.6
Dalam kasus yang ada kaitannya dengan faktor keturunan, hukum Mendel
memainkan peranan penting. Semua sistem golongan darah diturunkan dari orang
tua kepada anaknya sesuai hukum Mendel.6
Walaupun masih ada kemungkinan penyimpangan hukum tersebut,
misalnya pada peristiwa mutasi, namun karena frekuensinya sangat kecil
(1:1.000.000) untuk kasus-kasus forensik, hal ini dapat diabaikan.6
Hukum Mendel untuk sistem golongan darah adalah sebagai berikut:
- Antigen tidak mungkin muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak
terdapat pada salah satu atau kedua orang tuanya.
- Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut
kepada anaknya.
Pada manusia dikenal bermacam-macam sistem golongan darah yang
antigennya terletak di permukaan sel darah merah, misalnya sistem ABO, Rhesus,
MNS, Kell, Duffy, Lutheran, Lewis, Kidd, P, Sekretor/nonsekretor, Antigen
Limfosit Manusia (HLA), dan lain-lain. Selain itu dikenal pula antigen-antigen
yang terdapat diluar sel darah merah, misalnya sistem Gm, Gc, Haptoglobin (Hp),
serta sistem enzim,misalnya fosfoglukomutase (PGM), adenilate kinase (AK),
pseudokholinesterase (PCE/PKE), adenosin deaminase (ADA), fosfatase asam
eritrosit (EAP), glutamat piruvat transaminase (GPT), 6-fosfo glukonat
dehidrogenase (6PGD), glukose 6 fosfatase dehidrigenase (G6PD), yang terdapat
dalam serum.6
Pada kasus paternitas, bila hanya sistem ABO, MNS dan Rhesus yang
diperiksa, maka kemungkinannya adalah 50-60%, sedangkan bila semua sistem
diperiksa maka kemungkinannya meningkat menjadi 90%.6
Perlu diingat bahwa hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan
(probabilitas), sehingga penentuan keayahan dari seorang anak tidak dapat
dipastikan, namun sebaliknya kita dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah
seorang anak (”singkir ayah”/paternity exclusion”).6
Ada dua jenis penggolongan darah yang paling penting, yaitu penggolongan
ABO dan Rhesus (faktor Rh). Selain sistem ABO dan Rh, masih ada lagi macam
penggolongan darah lain yang ditentukan berdasarkan antigen yang terkandung
dalam sel darah merah. Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen
selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai.6
Salah satunya Diego positif yang ditemukan hanya pada orang Asia Selatan
dan pribumi Amerika. Dari sistem MNS didapat golongan darah M, N dan MN
yang berguna untuk tes kesuburan. Duffy negatif yang ditemukan di populasi
Afrika. Sistem Lutherans mendeskripsikan satu set 21 antigen. Dan sistem lainnya
meliputi Colton, Kell, Kidd, Lewis, Landsteiner-Wiener, P, Yt atau Cartwright,
XG, Scianna, Dombrock, Chido/ Rodgers, Kx, Gerbich, Cromer, Knops, Indian,
Ok, Raph dan JMH.6
a. Sistem ABO
Sebelum munculnya analisis DNA untuk ilmu forensik, metode lain
dikembangkan untuk perbandingan noda cairan biologis untuk individu. Yang
paling umum dari darah adalah pengelompokkan ABO. Karl Landsteiner, seorang
ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari 4 golongan darah dalam sistem
ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah beberapa teman
sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan mereaksikan sel darah
merah dengan serum dari para donor. Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi
dasar antigen A dan B, dikenal dengan golongan darah A dan B) dan satu macam
tanpa reaksi (tidak memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah O).
Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut
golongan A dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O.
Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega dari
Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan
darah AB, kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah
merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi.6-7
Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung
populasi atau ras. Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi golongan darah
terhadap populasi yang berbeda-beda.6
Pengelompokkan ABO mengidentifikasi antigen spesifik yang terdapat pada
permukaan sel-sel darah. Dalam populasi, individu mungkin memiliki bentuk
yang berbeda dari antigen, yang menghasilkan apa yang sering disebut sebagai
golongan darah seseorang. Membandingkan jenis darah yang diperoleh dari bukti
suatu noda, dengan seorang individu yang dicurigai memungkinkan untuk
penentuan apakah individu tersebut berkontribusi pada noda tersebut. Kelemahan
utama pada pengelompokkan darah ABO adalah bahwa ada relatif sedikit jenis
darah yang berbeda pada golongan darah ABO di seluruh populasi, sehingga sulit
untuk mengindividukan sebuah noda kejahatan. Hampir 40% dari populasi
memiliki golongan darah A dan O, dan tipe lainya sebanyak 40%. Selain
menghasilkan lebih sedikit informasi dari analisis DNA, golongan darah ABO
membutuhkan jumlah sampel yang cukup besar untuk pengujian yang akurat,
lebih dari yang diperlukan untuk prosedur tes DNA saat ini. Beberapa
laboratorium masih menggunakan penggolongan darah ABO sebagai alat
eksklusif sebuah kasus di mana tersedia sejumlah besar sampel. Namun, dengan
perkembangan metode DNA yang lebih cepat dan lebih akurat, laboratorium
forensik sebagian besar telah memberikan batasan untuk pengujian ABO.7
Sistem Golongan Darah ABO 6
b. Sistem Rhesus
Rh atau Rhesus (juga biasa disebut Rhesus Faktor) pertama sekali
ditemukan pada tahun 1940 oleh Landsteiner dan Weiner. Dinamakan rhesus
karena dalam riset digunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu
spesies kera yang paling banyak dijumpai di India dan Cina.6
Pada sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A dan
B, sedangkan pada Rh faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen Rh
(dikenal juga sebagai antigen D).6
Jika hasil tes darah di laboratorium seseorang dinyatakan tidak memiliki
antigen Rh, maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh-), sebaliknya bila
ditemukan antigen Rh pada pemeriksaan, maka ia memiliki darah dengan Rh
positif (Rh+).6
3. Pemeriksaan DNA
DNA atau Deoxyribonucleic acid (asam deoksiribonukleat) adalah struktur
kimia yang membentuk sebuah kromosom sedang asam nukleat sendirimerupakan
senyawa-senyawa polimer yang menyimpan semua informasi gen. Secara
struktural, DNA berbentuk double helix, dua helai material genetic yang terikat
spiral satu dengan yang lain. Setiap helainya mengandung sekuens bas (adenine,
guanine, sitosin dan timin) yang disebut nukleotida. Struktur kimia DNA masing-
masing orang adalah sama. Yang membedakan hanya urutan pasangan basanya.
Ada berjuta-juta pasangan basa DNA dimana masing-masing orang sekuens
(urutannya) berbeda. Terdapat pola yang berulang dalam DNA manusia. Pola ini
memberikan kita ‘fingerprint’, yang dapat menentukan apakah 2 sampel DNA
berasal dari orang yang sama, dalam pertalian keluarga, atau tak ada pertalian
keluarga sama sekali. Para ilmuwan menggunakan urutan DNA ini dan
menganalisanya untuk mendapatkan kemungkinan-kemungkinan kesesuaian.2
Penerapan profil DNA untuk analisis kekerabatan telah menyebar luas dan
menawarkan cara mudah untuk membangun hubungan biologis. Tidak
mengherankan, uji paternitas adalah bentuk paling umum dari pengujian
kekerabatan, dibandingkan dengan ratusan ribu tes yang dilakukan di seluruh
dunia setiap tahun. Sejak tes DNA pertama kali muncul pada tahun 1985, DNA
analisis telah diterapkan pada sejumlah besar tes kekerabatan, untuk pengujian
hubungan yang lebih kompleks dan identifikasi manusia.8
Informasi genetik dapat ditemukan di tulang, gigi, kulit dan jaringan lunak
lainnya, air mata, keringat, air liur, rambut akar, kotoran telinga, air mani, cairan
vagina, urin dan darah. Contohnya, air liur pada puntung rokok atau gelas minum,
atau sel-sel kulit pada roda kemudi atau kaca. Sekitar 95% dari DNA nuklir
manusia adalah non-coding DNA, yang disebut 'sampah' DNA. Daerah-daerah
non-coding adalah daerah yang diperiksa dalam pengujian DNA forensik. DNA
forensik sidik jari dimulai di Leicester, Inggris, ketika pada tahun 1984 Alec
Jeffreys menemukan hypervarible lokus yang terdiri dari sekitar 10 sampai 1000
urutan secara tandem yang diulang, masing-masing pasangan biasanya basa 10-
100 panjang.9
Setelah barang bukti telah disaring dan sampel positif telah diidentifikasi,
maka analisis DNA dapat dimulai. Molekul DNA dapat ditemukan di hampir
setiap sel di dalam tubuh seseorang, di dalam inti setiap sel di mana dikemas
menjadi 23 pasang kromosom. Satu kromosom dari masing-masing pasangan
merupakan kontribusi dari ibu individu dan lainnya oleh ayah individu. masing-
masing DNA orang adalah unik, kecuali dalam kasus kembar identik. Kembar
identik akan memiliki urutan DNA yang tepat sama. Sifat lain dari DNA yang
penting untuk analisis forensik adalah bahwa DNA seseorang adalah sama di
setiap sel dalam tubuh orang itu di sepanjang hidupnya. Meskipun ada kasus-
kasus langka yang berhubungan dengan kanker, penuaan, dan kejadian selular
lainnya, namun kejadian ini jarang mempengaruhi pemeriksaan forensik.7
Tes DNA untuk menetukan asal-usul genetik melibatkan pengujian bahan
biologis dari dua atau lebih individu untuk mengkonfirmasi atau menyangkal asal-
usul biologis. Tes memerlukan perbandingan pola pita non-coding DNA, sehingga
memungkinkan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa orangtua yang diduga
adalah orangtua biologis dari anak. Mengingat bahwa persalinan telah jelas
membuktikan hubungan antara ibu dan anak, maka tes biasanya paling sering
berhubungan dengan ayah. Pengujian secara konvensional dilakukan pada sampel
yang diperoleh melalui usapan mulut atau tusukan kecil pada jari, dalam konteks
laboratorium. Tetapi sampel sampel juga dapat diperoleh di luar laboratorium,
misalnya air liur dari minuman kaleng atau folikel rambut.10
Sistematika analisis DNA fingerprint sama dengan metode analisis ilmiah
yang biasa dilakukan di laboratorium kimia. Sistematika ini dimulai dari proses
pengambilan sampel sampai ke analisis dengan PCR (Polymerase Chain
Reaction). Pada pengambilan sampel dibutuhkan kehati-hatian dan kesterilan
peralatan yang digunakan. Setelah didapat sampel dari bagian tubuh tertentu,
maka dilakukan isolasi untuk mendapatkan sampel DNA. Bahan kimia yang
digunakan untuk isolasi adalah Phenolchloroform dan Chilex. Phenolchloroform
biasa digunakan untuk isolasi darah yang berbentuk cairan sedangkan Chilex
digunakan untuk mengisolasi barang bukti berupa rambut. Lama waktu proses
tergantung dari kemudahan suatu sampel di isolasi, bisa saja hanya beberapa hari
atau bahkan bisa berbulan-bulan. Tahapan selanjutnya adalah sampel DNA
dimasukkan kedalam mesin PCR. Langkah dasar penyusunan DNA fingerprint
dengan PCR yaitu dengan amplifikasi (penggandaan) sebuah set potongan DNA
yang urutannya belum diketahui. Prosedur ini dimulai dengan mencampur sebuah
primer amplifikasi dengan sampel genomik DNA. Satu nanogram DNA sudah
cukup untuk membuat plate reaksi. Jumlah sebesar itu dapat diperoleh dari isolasi
satu tetes darah kering, dari sel-sel yang melekat pada pangkal rambut atau dari
sampel jaringan apa saja yang ditemukan di TKP. Kemudian primer amplifikasi
tersebut digunakan untuk penjiplakan pada sampel DNA yang mempunyai urutan
basa yang cocok. Hasil akhirnya berupa kopi urutan DNA lengkap hasil
amplifikasi dari DNA Sampel. Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi
dengan elektroforesis untuk melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap
orang berbeda maka jumlah dan lokasi pita DNA (pola elektroforesis) setiap
individu juga berbeda. Pola pita inilah yang dimaksud DNA fingerprinting.
Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola pita bisa terjadi secara random
(kebetulan) sangat kecil kemungkinannya, mungkin satu diantara satu juta.
Finishing dari metode ini adalah mencocokkan tipe-tipe DNA fingerprinting
dengan pemilik sampel jaringan (tersangka pelaku kejahatan).2
Tak ada batasan usia dalam pengujian DNA. Bahkan pada janin dan orang
yang sudah meninggal dapat diaplikasikan. Pada tes paternitas sebelum anak
dilahirkan (prenatal), tes DNA dapat dilakukan dengan sampel dari jaringan janin,
umumnya pada usia kehamilan 10-13 minggu atau dengan cara amniosentesis (tes
prenatal) pada usia kehamilan 14-24 minggu. Untuk pengambilan jaringan janin
ini harus dilakukan oleh ahli kebidanan/kandungan. Ibu yang ingin melakukan tes
DNA prenatal harus berkonsultasi dengan ahli kebidanan kandungan.6
Tes DNA yang dilakukan saat kehamilan dinamakan tes prenatal atau
prenatal testing. Pada prenatal testing, sampel jaringan bisa didapat dari plasenta
(korion) atau cairan amnion (ketuban). Untuk mendapatkan sampel ini terdapat 2
metode yang dasar yaitu dengan amniosentesis (pengambilan cairan ketuban) dan
CVS (chorionic villous sampling = isolasi jonjot korion). Adapun amniosentesis
dilakukan pada usia kehamilan minggu ke 16-20, dimana pada usia ini cairan
amnion cukup banyak untuk bisa diambil. Prosedur ini dilakukan dengan panduan
ultrasonografi (USG). Sedang CVS dilakukan pada minggu ke 10-13. Namun
kedua metode ini memiliki beberapa resiko diantaranya kebocoran cairan amnion,
infeksi pada rahim dan keguguran yang terjadi pada kurang lebih 1% kejadian.
Namun apabila prosedur ini dilakukan pada tangan-tangan yang sudah ahli dan
berpengalaman, maka resiko tersebut diatas dapat ditekan. Hasil dari analisa
kedua metode ini cukup reliable dan akurat. Dari sampel jaringan ini kemudian
diisolasi DNAnya untuk dianalisa lebih lanjut dengan teknik diagnostik PCR.2
Penggunaan Pap Smear ntuk DNA fingerprinting dapat menggantikan
prosedur amniosentesis yang dilakukan secara invasif pada usia kehamilan 16-20
minggu. Metode Pap Smear ini dilakukan pada usia kehamilan 6 minggu dan
dapat menghindari resiko keguguran 1% oleh teknik invasif 1. Para dokter umum
di daerah-daerah juga dapat dengan mudah melakukannya dengan sedikit
menambah perlengkapan untuk mesin PCR untuk analisa DNAnya.2
Ibu
Anakyangdicurigai
Ayah
Identifikasi manusia yang ditemukan dari kecelakaan pesawat udara. Darah sampel diberikan oleh ibu dan ayah yang kehilangan anak. Alel
dalam profil manusia berasal dari ibu dan ayah (ditandai dengan panah).8
Ada beberapa pemeriksaan DNA yang biasa dilakukan,yaitu :
a. Konsep Polimorfisme
Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya
suatu bentuk yang berbeda daru suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat
variasi / modifikasi pada suatu lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu
populasi, maka lokus tersebut dikatakan bersifat polimorfik. Sifat polimorfik ini di
samping menunjukkan variasi individu, juga memberikan keuntungan karena
dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari yang lain.6
Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein
antara lain ialah golongan darah, golongan protein serum, sistim golongan enzim
eritrosit dan sistim HLA (Huma Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA
merupakan suatu polimorfisme pada tingkat yang lebih awal dibandingkan
polimorfisme protein, yaitu tngkat kode genetik atau DNA. Pemeriksaan
polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan Sidik DNA (DNA fingerprint), VNTR
(Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism), secara Southern blot maupun dengan PCR (Polymerase Chain
Reaction).6
Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan
polimorfisme DNA menunjukan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme
DNA menunjukkan tingkat polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak
diperlukan pemeriksaan terhadap banyak sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil
dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA masih dimungkinkan pada
bahan yang sudah membusuk, mengalami mummifikasi atau bahkan pada jenazah
yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas meliputi seluruh
sel tubuh, sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan
pemeriksaan. Keempat, dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang
kurang segar dan sedikit jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis.6
b. Pemeriksaan DNA Fingerprint
Pemeriksaan sidik DNA pertama kali dperkenalkan oleh Jeffreys pada tahun
1985. Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang
termasuk daerah non-coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata
merupakan urutan basa tertentu yang berulang sebanyak n kali.6
Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga
dinamakan multilokus. Bagian DNA ini dimiliki oleh smua orang tetapi masing-
masing individu mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama
lain, sedemikian sehingga kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA
yang sama adalah sangat kecil sekali. Bagian DNA ini dikenal dengan nama
Variable Number of Tandem Repeats (VNTR) dan umumnya tersebar pada bagian
ujung kromosom. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR ini diturunkan dari
kedua orangtua menurut hukum Mendel, sehingga keberadaanya dapat dilacak
secara tidak langsung dari orangtua, anak maupun saudara kandungnya.6
Jeffreys dan kawan - kawan menemukan bahwa suatu fragmen DNA yang
diisolasi dari DNA yang terletak dekat dengan gen globin mansuai ternyata dapat
melacak VNTR ini secara simultan. Pelacak DNA (probe) multilokus temuannya
ini dinamakan pelacar Jeffreys yang terdiri dari beberapa probe, diantaranya 16.6
dan 16.15 yang paling sering digunakan.6
Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari sel
berinti, lalu memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi
potongan-potongan. Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan
berat molekulnya (panjang potongan) dengan melakukan elektroforesis pada gel
agarose. Dengan menempatkan DNA pada sisi bermuatan negatif, maka DNA
yang bermuatan negatif akan ditolak ke sisi lainnya dengan kecepatan yang
berbanding terbalik dengan panjang fragmen DNA. Fragmen DNA yang tleha
terpisah satu sama lain di dalam agar lalu diserap pada suatu membran
nitroselulosa dengan suatu metode yang dinamakan metode Southern blot.6
Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses
untuk membuat DNA-nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru
kemudian dicampurkan dnegan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan
radioaktif dalam proses yang dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA
akan bergabung dengan fragmen DNA yang merupakan basa komplemennya.6
Untuk menampilkan DNA yang telah ber-hibridisasi dengan pelacak
berlabel ini, dipaparkanlah suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar
oleh adanya radioaktif tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakan film oleh
sinar radioaktif ini akan tampak pada fil berupa pita-pita DNA yang membentuk
gambaran serupa Barcode (label barang di supermarket).6
Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA
umumnya dapat dihasilkan sampai 20-40 buah pita DNA per-sampelnya. Pada
kasus identifikasi mayat tak dikenalm dilakukan pembandingan pita korban
dengan pita orangtua atau anak-anak tersangka korban. Jika korban benar adalah
tersangka maka akan didapatkan bahwa separuh pita anak akan cocok dengan
ibunya dan separuhnya lagi cocok dengan pita ayahnya. Hal yang sama juga dapat
dilakukan pada kasus ragu ayah (disputed paternity).6
c. Analsis VNTR lain
Setelah penemuanny Jeffreys ini, banyak terjadi penemuan VNTR lain.
Metode pemeriksaanpun menjadi beraneka ragam dengan menggunakan enzim
restriksi, sistim labeling pelacak dan pelacak yang berbeda, meskipun semua
masih menggunakan metode Southern blot seperti metode Jeffreys.6
Setelah kemudian ditemukan suatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus
tunggal (singel locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada
metode baru ini. Pada sistim pelacakan dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada
suatu pemeriksaan hanyalah satu lokus tertentu saja, sehingga pada analisis
selanjutnya hanya akan didapatkan dua pita DNA saja. Karena pola penurunan
DNA ini juga sama, maka satu pita berasal dari ibu dan pita satunya berasal dari
sang ayah.6
Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya
menjadi lebih mudah dan sederhana. Keuntungan lainn adalah ia dapat mendeteksi
jumlah pelaku perkosaan. Jika pada usap vagina korban ditemukan ada 6 pita
DNA misalnya, maka pelaku perkosaan adalah 3 orang (satu orang 2 pita).
Kelemahannya adalah jumlah pita yang sedikit membuat kekuatan diskriminasi
individunya lebih kecil, sehingga perlu identifikasi personal selain kasus
perkosaan, perlu dilakukan pemeriksaan dengan pelacakan beberapa lokus
sekaligus.6
Secara umum, metode Jeffreys dan pelacak multilokus dianjurkan untuk
kasus identifikasi personal, sedang untuk kasus perkosaan menggunakan metode
dengan pelacak lokus tunggal.6
d. Pemeriksaan RFLP
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism
(RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi
panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu
enzim restriksi mempunyai kamampuan memotong DNA pada suatu urutan basa
tertentu sehingga akan menghasilkan potongan-potongan DNA tertentu. Adanya
mutasi tertentu pada lokasi pemotongan dapat membuat DNA yang biasanya
dapat dipotong menjadi tak dapat dipotong sehingga membentuk fragmen DNA
yang lebih panjang. Variasi inilah yang menjadi dasar metode analisis RFLP.6
VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungguhnya adalah salah satu jenis
RFLP, karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemotongan dengan enzim
restriksi. Metode pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode Southern
blot tetapi dapat juga dengan metode PCR.6
e. Metode PCR
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk
memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim
polimerase DNA.6
Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur
dengan deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP,
TTP dan GTP), enzim polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan,
didinginkan lalu dipanaskan lagi akan memperbanyak diri dua kali lipat. Jika
siklus ini diulang sebanyak n kali, maka DNA akan memperbanyak diri 2n kali
lipat.6
Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untai tunggal yang
sengaja dibuat dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan
diperbanyak, sehingga dapat diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA
yang akan diperbanyak.6
Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang
berkisar antara 90-95 derajat Celsius (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai
ganda (double stranded) akan terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal
(single stranded). Proses ini dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu tertentu
(fase penempelan prier atau primer annealing) yang dihitung dengan rumus Thein
dan Walace: Suhu = 4(G + C) + 2(A + T).6
G, C, A dan T adalah jumlah basa Guaninm Sitosin, Adenin dan Timin pada
primer yang digunakan. Pada fase ini primer akan menempel pada basa
komplemennya pada DNA untai tunggal tadi. Selanjutnya, siklus diakhiri dengan
pemansan kembali antara 70-75 derajat Celsius (fase ekstensi atau elongasi), yang
akan membuat primer memperpanjang diri membentuk komplemen dari untai
tunggal dengan menggunakan bahan dNTP.6
Pemeriksaan dengan metode PCR hanya dimungkinkan jika bagian DNA
yang ingin diperbanyak telah diketahui urutan basanya. Tahapan selanjutnya
adalah menentukan dan menyiapkan primer yang merupakan komplemen dari
basa pada ujung-ujung bagian yang akan diperbanyak. Pemeriksaan PCR sendiri
merupakan suatu proses pencampuran antara DNA cetakan (template) yang akan
diperbanyak, dNTP, primer, enzim polimerase DNA dan larutan buffer dalam
reaksi 50 ul atau 100 ul. Campuran ini dipaparkan pada 3 suhu secara berulang
sebanyak n buah siklus (biasanya di bawah 35 siklus).6
Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi
amat sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan
melakukan elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.6
Lokus DNA yang dapat dianalisis dengan mteode PCR, meliputi banyak
sekali lokus VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya lokus D1S58 (dulu
disebut D1S80) dan D2S44. Metode analisis dengan PCR ini begitu banyak
disukaisehingga penemuan-penemuan lokus DNA polimorfik yang potensial
untuk analisis kasus forensik terus terjadi tanpa henti setiap saat.6
Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi
personal dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme
protein, seperti golongan darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan
pertama, ia hanya dimungkinkan dilakukan pada bahan yang segar karena protein
cepat rusak oleh pembusukan. Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan
kesimpulan eksklusi yaitu "pasti bukan" atau "mungkin".6
Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada
kelompok yang tak terkesklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak
sistim sekaligus.6
Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan
kemampuan eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap
atau bahkan pengganti yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang
nyaris seperti sidik jari.6
Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk
memperbanyak DNA jutaan sampai milyaran kali memungkinkan dianalisisnya
sampel forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku
(cakaran korban pada pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok
dan lainnya. Kelebihan lain dari pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya
untuk menganalisis bahan yang sudah berdegradasi sebagian. Hal ini penting
karena banyak dari sampel forensik merupakan sampe postmortem yang tak segar
lagi.6