zona ekonomi eksklusif

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara Kepulauan (Archipelagic State) terbesar di dunia. Indonesia mempunyai perairan laut seluas ± 5,8 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km 2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km 2 dengan potensi lestari sumber daya ikan sebesar 6,11 juta ton per tahun. Untuk landas kontinen, Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat di laut sampai dengan kedalaman 200 meter. Batas laut teritorial sejauh 12 mil dari garis dasar lurus dan perbatasan ZEE sejauh 200 mil dari garis dasar laut. Setelah Perang Dunia (PD) ke II, Hukum Laut yang merupakan cabang Hukum Internasional telah mengalami perubahan yang mendalam. Faktor yang menyebabkan perubahan tersebut adalah banyaknya negara yang sudah merdeka setelah PD II, kemajuan teknologi dunia, dan bertambah tergantungnya bangsa-bangsa kepada laut sebagai sumber daya alam. Peran hukum laut bukan hanya karena 70% dari permukaan bumi terdiri dari laut, laut sebagai jalur yang menghubungkan suatu bangsa dengan bangsa yang lain ke seluruh belahan bumi untuk berbagai macam kegiatan, dan bukan hanya karena kekayaannya. Pada zaman dahulu, hukum laut pada pokoknya hanya mengurus kegiatan-kegiatan di atas permukaan laut, namun

Upload: andreas-wewen-sitompul

Post on 28-Jan-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hukum Laut Internasional

TRANSCRIPT

Page 1: Zona Ekonomi Eksklusif

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara Kepulauan (Archipelagic State) terbesar di dunia.

Indonesia mempunyai perairan laut seluas ± 5,8 juta km2 dengan garis pantai sepanjang

81.000 km dan terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km2 serta

perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2 dengan potensi

lestari sumber daya ikan sebesar 6,11 juta ton per tahun. Untuk landas kontinen,

Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat di laut sampai dengan

kedalaman 200 meter. Batas laut teritorial sejauh 12 mil dari garis dasar lurus dan

perbatasan ZEE sejauh 200 mil dari garis dasar laut.

Setelah Perang Dunia (PD) ke II, Hukum Laut yang merupakan cabang Hukum

Internasional telah mengalami perubahan yang mendalam. Faktor yang menyebabkan

perubahan tersebut adalah banyaknya negara yang sudah merdeka setelah PD II,

kemajuan teknologi dunia, dan bertambah tergantungnya bangsa-bangsa kepada laut

sebagai sumber daya alam. Peran hukum laut bukan hanya karena 70% dari permukaan

bumi terdiri dari laut, laut sebagai jalur yang menghubungkan suatu bangsa dengan

bangsa yang lain ke seluruh belahan bumi untuk berbagai macam kegiatan, dan bukan

hanya karena kekayaannya.

Pada zaman dahulu, hukum laut pada pokoknya hanya mengurus kegiatan-kegiatan

di atas permukaan laut, namun sekarang ini juga telah diarahkan pada dasar laut dan

dengan semua biota laut yang vital bagi kehidupan manusia dan kekayaan mineral yang

terkandung di dalamnya. Hukum laut dulunya bersifat unidimensional, tetapi sekarang

berubah menjadi pluridimensional yang sekaligus mengubah filosofi dan konsepsi

hukum laut di masa lalu.

Diadakannya perjanjian internasional yang bertujuan sebagai bentuk menghargai

laut dan memberi batas-batas wilayah laut suatu negara, adalah Konvensi Hukum Laut

yang merupakan perjanjian internasional yang dihasilkan dari Konferensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ketiga yang berlangsung dari tahun 1973

sampai dengan tahun 1982, yaitu United Nations Convention On The Law Of The Sea,

Page 2: Zona Ekonomi Eksklusif

2

yang disingkat dengan UNCLOS1. UNCLOS mengakui bahwa Indonesia merupakan

Negara Kepulauan.

Dengan ditetapkannya Indonesia sebagai Negara Kepulauan, menjadi keuntungan

tersendiri yang sangat besar bagi Indonesia bahkan diberikan pula ZEE. Dengan

demikian, Indonesia yang ditetapkan sebagai Negara Kepulauan harus bertanggungjawab

untuk menjaga keutuhan wilayah lautnya, serta melestarikan dan melindungi sumber

daya alam di wilayah lautnya itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan Zona Ekonomi Eksklusif?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan Zona Ekonomi Eksklusif di dunia dan di

Indonesia?

3. Bagaimana Hak Berdaulat, Kewajiban Yurisdiksi dan hak-hak lain yang dimiliki

Indonesia dalam Zona Ekonomi Ekslusif?

4. Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan Indonesia terhadap Zona Ekonomi Eksklusif

yang dimiliki?

5. Bagaimana penentuan batas luar dan lebarnya Zona Ekonomi Eksklusif?

6. Bagaimana Delimitasi terhadap Zona Ekonomi Eksklusif?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk mengetahui pengertian Zona Ekonomi Eksklusif.

2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Zona Ekonomi Eksklusif di dunia dan di

Indonesia.

3. Untuk mengetahui Hak Berdaulat, Kewajiban Yurisdiksi dan hak-hak lain yang

dimilliki Indonesia dalam Zona Ekonomi Eksklusif.

4. Untuk mengetahui kegiatan yang dapat dilakukan Indonesia terhadap Zona Ekonomi

Eksklusif yang dimiliki.

5. Untuk mengetahui penentuan batas luar dan lebarnya Zona Ekonomi Eksklusif.

6. Untuk mengetahui Delimitasi terhadap Zona Ekonomi Eksklusif.

1 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut, https://id.wikipedia.org/wiki/, terakhir diakses 18 Juni 2015.

Page 3: Zona Ekonomi Eksklusif

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE)

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar

pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas

kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan

bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa.2

Berdasarkan Pasal 2 UU RI No. 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia, menyebutkan bahwa Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar

dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan

undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah

di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari

garis pangkal laut wilayah Indonesia.3

Zona Ekonomi Eksklusif juga dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah laut diluar

laut teritorial, dimana negara-negara pantai memiliki kedaulatan atas semua sumber daya

alam didalamnya.

Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar

sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk

memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada

persiapan untuk UNCLOS III.

B. Sejarah Perkembangan ZEE di Dunia dan Indonesia

Pada tanggal 28 September 1945 Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman, telah

mengeluarkan suatu proklamasi No. 2667, “Policy of the United States with respect to

the Natural Resources of the Subsoil and Seabed of the Continental Shelf”. Latar

belakang yang mendasari keluarnya Proklamasi Truman adalah;

1. Banyaknya negara yang merdeka atau menyatakan merdeka;

2. Kemajuan teknologi;

3. Banyak negara yang menyadari laut sebagai sumber daya alam yang potensial.

2 Boer Mauna, Hukum Internasional, Bandung: PT. Alumni, 2005, hlm. 653 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983.

Page 4: Zona Ekonomi Eksklusif

4

Pada pokoknya, proklamasi ini melontarkan pengertian baru tentang rezim

Continental Shelf (Landas Kontinen). Menurut Truman, landas kontinen merupakan

suatu kelanjutan alamiah dari wilayah daratan dengan tujuan mengamankan dan

mencadangkan sumber kekayaan alam serta penguasaan atas sumber daya alam di

bawahnya tanpa adanya effective occupation. Isi dari proklamasi Truman adalah sebagai

berikut;

1. Perlu pencarian Sumber Daya Alam baru dari minyak bumi dan mineral lain untuk

kebutuhan jangka panjang.

2. Perlu adanya eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alam yang terdapat di

seabed dan subsoil landas kontinen Negara Amerika Serikat dengan memanfaatkan

kemajuan teknologi.

3. Landas kontinen Amerika Serikat merupakan kelanjutan alamiah dari wilayah daratan

sehingga usaha untuk mengolah kekayaan alamnya memerlukan kerjasama dan

perlindungan dengan negara pantai yang berbatasan.

Tindakan sepihak Amerika Serikat tersebut berpengaruh terhadap perkembangan

rezim hukum ZEE 200 mil dan diikuti oleh negara-negara Amerika Latin yang

mengemukakan argumentasi yang bertujuan untuk melindungi sumber-sumber kekayaan

alam yang banyak terdapat di perairan sejauh 200 mil, termasuk dasar laut dan tanah di

bawahnya. Negara-negara tersebut antara lain; Argentina, dengan teori “Epi Continental

Sea”; Ekuador, Cili dan Peru dengan teori “Bloma”. Lalu diikuti oleh Meksiko,

Honduras, Kostarika, dan El-Salvador.

Pada tahun 1952, lahirlah suatu deklarasi, yaitu Deklarasi Santiago yang

ditandatangani oleh negara Cili, Ekuador dan Peru. Tujuan utama deklarasi itu adalah

pelaksanaan yurisdiksi eksklusif terhadap sumber-sumber kekayaan alam yang terdapat

diperairannya yang sejauh 200 mil laut dimana sumber-sumber tersebut sangat

bermanfaat bagi pelaksanaan pembangunan di negara-negara peserta deklarasi.

Dalam lingkaran sejauh 200 mil itu, hak-hak lintas damai (innocent passage), tidak

terganggu (inoffensive) dan tetap diakui sebagaimana mestinya. Sehubungan dengan

klaim beberapa negara mengenai ZEE 200 mil laut ini, PBB menyelenggarakan

Konferensi Hukum Laut (UNCLOS) I pada tahun 1958, dan UNCLOS II pada tahun

1960 di Jenewa, terutama bertujuan untuk menetapkan lebar laut wilayah. Namun, usaha

dari konvensi tersebut gagal dan mengakibatkan meluasnya tindakan negara-negara

dalam mengklaim kedaulatan mereka di laut yang berbatasan dengan pantainya,

termasuk klaim yurisdiksi 200 mil. Klaim-klaim ini berkembang sekitar tahun 1960-

Page 5: Zona Ekonomi Eksklusif

5

1970, terutama yang mengklaim yurisdiksi 200 mil dan tidak terbatas hanya pada negara-

negara Amerika Latin saja, melainkan juga meluas sampai pada negara-negara di Asia-

Afrika.4

Negara-negara seperti Benin, Brazilia, Ekuador, Guinea, panama, Peru, Siera Leone

dan Somalia tetap mengklaim yurisdiksi 200 mil laut sebagai laut wilayah, tetapi negara-

negara seperti Argentina, Bangladesh, Cili, Kostarika, El-Salvador, Guatemala,

Honduras, India, Eslandia, Meksiko, Nikaragua, Uruguai dan Amerika Serikat

mengajukan klaim mereka yang sejalan dan selaras dengan tuntunan yang telah diajukan

oleh negara-negara peserta Deklarasi Santiago. Dalam perkembangannya, delegasi

Kenya secara resmi telah mengajukan usul draft article yang mengatur tentang ZEE

dalam persidangan Seabed Committee 18 Agustus 1972, yang selanjutnya dimasukkan

dalam List of Subjects and Issues dan dibahas dalam UNCLOS III.5

Di antara negara-negara yang mengklaim yurisdiksi laut 200 mil tersebut

mempunyai pendapat yang berbeda-beda dengan apa yang telah dideklarasikan

sebelumnya. Hal ini terbukti dengan terjadinya perdebatan yang sengit diantara negara-

negara peserta UNCLOS III, masing-masing negara mempertahankan kepentingannya

yang menjadi latar belakang klaimnya itu. Perdebatan tersebut merupakan bagian laut

bebas apakah memiliki rezim hukum spesifik.

Negara Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris, Jepang dan Jerman Barat bersitegang

dengan pendapatnya bahwa ZEE 200 mil harus merupakan laut bebas dengan ketentuan;

Negara-negara pantai diberi wewenang tertentu kekayaan alamnya; dan Kebebasan

lautan, termasuk kebebasan menggunakannya untuk kepentingan militer, tetap terjamin

bagi semua bangsa.

Sedangkan Negara-negara pantai terutama negara-negara yang tergabung dalam

kelompok 77 tetap mempertahankan pendapatnya bahwa konsep ZEE merupakan suara

konsepsi sui generis (tidak ada bentuk ilmu lain yang dapat dibandingkan dengan ilmu

hukum) yang memiliki rezim khusus mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban

negaranya. Dengan demikian, negara-negara kelompok 77 tetap menentang

dipertahankannya status laut bebas bagi ZEE, walaupun mengakui beberapa kebebasan

dilaut lepas dengan ketentuan bahwa hak-hak tersebut harus diperinci secara jelas dan

tegas.

4 Albert W. Koers, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut; Suatu Ringkasan, terjemahan Rudi M. Rizki, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1991, hlm.18

5 ) Loc.cit.

Page 6: Zona Ekonomi Eksklusif

6

Negara-negara tak berpantai (Landlocked States) dan negara-negara secara geografis

tidak beruntung (Geographically Disadvantaged States) menuntut hak-hak yang sama

dengan negara-negara pantai, baik di bidang perikanan maupun sumber-sumber

kekayaan laut lainnya di dasar laut.

Namun, negara-negara pantai hanya bersedia memberikan surplus perikanan yang

tidak dapat diambil oleh negara-negara pantai kepada negara-negara yang tidak memiliki

pantai. Dasar tuntutan mereka adalah prinsip “Common Heritage of Mankind” yang

mengklaim hak yang sama dengan negara-negara pantai untuk mengambil kekayaan

alam di ZEE tersebut.

Dengan jalan perundingan dan mufakat, kemudian perbedaan pendapat dapat

dipersatukan sehingga perjuangan mengenai rezim hukum ZEE 200 mil akhirnya dapat

dirumuskan. Kepentingan semua pihak ditampung tanpa saling merugikan. Dengan

demikian, ZEE 200 mil tidak dikualifikasikan sebagai laut bebas dan tidak sebagai laut

wilayah, namun sebagai suatu rezim sui generis, ZEE mempunyai ketentuan hukum

sendiri.

Setelah mengalami amandemen-amandemen dalam Informal Single Negotiating

Text (INST) dan Revised Singel Negotiating Text (RSNT), ketentuan-ketentuan

mengenai ZEE 200 mil dimuat dalam pasal 55-75 Bab V Informal Composite

Negotiating Text (ICNT).

Indonesia pun turut menyuarakan pernyataan atas kepemilikan ZEE dengan

Deklarasi Djuanda, yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana

Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja. Deklarasi Djuanda adalah

deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut

sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah

NKRI.

Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada

Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen

Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan ini, pulau-pulau di wilayah

Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut

di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas

melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara

kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari

beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik

Page 7: Zona Ekonomi Eksklusif

7

Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi

UU No.4/PRP/1960 Tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik

Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan

pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui

secara internasional.

Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau

terluar ( kecuali Irian Jaya ), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang

8.069,8 mil laut.

Setelah melalui perjuangan yang panjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya

dapat diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ke III. Isi dari

Deklarasi Djuanda yang ditulis pada 13 Desember 1957 itu sendiri, menyatakan:

1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak

tersendiri,

2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan,

3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah

Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan:

a. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan

bulat,

b. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara

Kepulauan,

c. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan

keselamatan NKRI.

Menlu RI, Mochtar Kusumaatmadja, dalam penjelasannya mengenai Pengumuman

Pemerintah tentang ZEE Indonesia pada tanggal 21 Maret 1980, menegaskan bahwa

walaupun ketentuan-ketentuan tentang ZEE dalam Bab V ICNT belum berhasil

diresmikan menjadi suatu Konvensi Hukum Laut Internasional, dengan semakin

banyaknya negara yang mengumumkan ZEE 200 mil, maka rezim itu melalui proses

pembentukan Hukum Kebiasaan Internasional, dewasa ini telah menjadi Hukum Laut

Internasional yang baru. Konvensi Hukum Laut Internasional ke III ini telah

ditandatangani di Montego Bay, Jamaika, pada tanggal 10 Desember 1982.

Kemudian, Indonesia meratifikasi Konvensi tersebut ke dalam bentuk undang-

undang, yakni UU RI No. 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations

Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang

Page 8: Zona Ekonomi Eksklusif

8

Hukum Laut) dan secara khusus juga mengatur tentang ZEE Indonesia dengan UU RI

No. 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

C. Hak Berdaulat, Kewajiban Yurisdiksi dan Hak-Hak Lain Yang Dimiliki Indonesia

dalam ZEE

Hak Berdaulat, Kewajiban Yurisdiksi dan hak-hak lain yang dimiliki Indonesia

dalam ZEE di atur dalam Pasal 4 UU RI No.5 Tahun 1983 yang menyebutkan bahwa:

(1) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai dan

melaksanakan:

a. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan

konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di

bawahnya serta air di atasnya dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan

eksploitasi ekonomis zona tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan

angin;

b. Yurisdiksi yang berhubungan dengan :

1. Pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan

bangunan-bangunan lainnya;

2. Penelitian ilmiah mengenai kelautan;

3. Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut;

c. Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan Konvensi Hukum

Laut yang berlaku.

(2) Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya, hak berdaulat,

hak-hak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan

Landas Kontinen Indonesia, persetujuan-persetujuan antara Republik Indonesia

dengan negara-negara tetangga dan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang

berlaku.

(3) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan penerbangan

internasional serta kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai

dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku.6

Hak berdaulat Indonesia yang dimaksud oleh undang-undang tersebut tidak sama

atau tidak dapat disamakan dengan kedaulatan penuh yang dimiliki dan dilaksanakan

6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983.

Page 9: Zona Ekonomi Eksklusif

9

oleh Indonesia atas laut wilayah, perairan Nusantara dan perairan pedalaman Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, maka sanksi-sanksi yang diancam di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia berbeda dengan sanksi-sanksi yang diancam di perairan yang berada dibawah

kedaulatan Republik Indonesia tersebut.

Sedangkan yurisdiksi Indonesia di zona itu adalah yurisdiksi membuat dan

menggunakan pulau buatan, instalasi, dan bangunan, riset ilmiah kelautan, perlindungan

dan pelestarian lingkungan laut. Hak-hak lain berdasarkan hukum internasional adalah

hak Republik Indonesia untuk melaksanakan penegakan hukum dan hot pursuit terhadap

kapal-kapal asing yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan peraturan

perundang-undangan Indonesia mengenai ZEE. Kewajiban lainnya berdasarkan hukum

internasional adalah kewajiban Republik Indonesia untuk menghormati hak-hak negara

lain, misalnya kebebasan pelayaran dan penerbangan (freedom of navigation and

overflight) dan kebebasan pemasangan kabel-kabel dan pipa-pipa bawah laut (freedom of

the laying of submarine cables and pipelines) dan kewajiban menetapkan batas-batas

ZEE Indonesia dengan negara tetangga berdasarkan perjanjian, pembuatan peta dan

koordinat geografis serta menyampaikan salinannya ke Sekjen PBB.

Hak dan kewajiban negara lain di ZEE diatur oleh Pasal 58 Bab V Konvensi Hukum

Laut, yaitu sebagai berikut:7

1. Di Zona Ekonomi Eksklusif, semua negara baik negara berpantai atau tidak berpantai

menikmati dengan tunduk pada ketentuan yang relevan konvensi ini, kebebasan-

kebebasan pelayaran dan penerbangan, serta kebebasan meletakkan kabel dan pipa

bawah laut yang disebutkan dalam pasal 87 dan penggunaan laut yang berkaitan

dengan pengoperasian kapal, pesawat udara, dan kebel serta pipa di bawah laut, dan

sejalan dengan ketentuan-ketentuan lain konvensi ini.

2. Pasal 88 sampai pasal 115 dan ketentuan hukum internasional lain yang berlaku

diterapkan bagi ZEE sepanjang tidak bertentangan dengan bab ini.

3. Dalam melaksanakan hak-hak memenuhi kewajiban berdasarkan konvensi ini di ZEE,

negara-negara harus memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban

negara pantai dan harus mentaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh

negara pantai sesuai dengan ketentuan konvensi ini dan peraturan hukum internasional

sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan bab ini.

Dalam melaksanakan hak-hak dan kebebasan tersebut, Negara lain harus

menghormati peraturan perundang-undangan Indonesia sebagai negara pantai yang

7) Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut.

Page 10: Zona Ekonomi Eksklusif

10

mempunyai zona ekonomi eksklusif tersebut. Negara pantai dapat menegakkan peraturan

perundang-undangannya sebagaimana di cantumkan dalam pasal 73 yaitu:8

1. Negara pantai dapat, dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan

eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona

ekonomi eksklusif mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal,

memeriksa, menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana diperlukan

untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai

dengan ketentuan konvensi ini,

2. Kapal-kapal yang ditangkap dan awaknya kapalnya harus segera dibebaskan setelah

diberikan suatu uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainya,

3. Hukuman negara pantai yang dijatuhkan terhadap pelanggaran peraturan perundang-

undangan perikanan di zona ekonomi eksklusif tidak boleh mencakup pengurungan,

jika tidak ada perjanjian sebaliknya antara negara-negara yang bersangkutan, atau

setiap bentuk hukuman badan lainya,

4. Dalam hal penangkapan atau penahanan kapal asing negara pantai harus segera

memberitahukan kepada negara bendera, melalui saluran yang tepat, mengenai

tindakan yang diambil dan mengenai setiap hukuman yang kemudian dijatuhkan

Aparatur penegak hukum di bidang penyidikan di ZEE Indonesia adalah TNI

Angkatan Laut yang ditunjuk oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Pengadilan yang berwenang mengadili pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang

ini adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi pelabuhan dimana

dilakukan penahanan terhadap kapal dan/atau orang-orang.

D. Kegiatan yang dapat Dilakukan Indonesia Terhadap ZEE yang Dimiliki

Kegiatan-kegiatan tersebut yakni untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya

alam atau kegiatan-kegiatan lainnya, untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi ekonomis

seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin di ZEE Indonesia yang dilakukan

oleh WNI atau badan hukum Indonesia harus berdasarkan izin dari Pemerintah Republik

Indonesia. Apabila kegiatan-kegiatan tersebut yang dilakukan oleh negara asing, orang

atau badan hukum asing harus berdasarkan persetujuan internasional antara Pemerintah

Republik Indonesia dengan negara asing yang bersangkutan. Dalam syarat-syarat

perjanjian atau persetujuan internasional dicantumkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban

8) Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut.

Page 11: Zona Ekonomi Eksklusif

11

yang harus dipatuhi oleh mereka yang melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di

zona tersebut, antara lain kewajiban untuk membayar pungutan kepada Pemerintah

Republik Indonesia.9

Sumber daya alam hayati pada dasarnya memiliki daya pulih kembali, namun tidak

berarti tak terbatas. Dengan adanya sifat-sifat yang demikian, maka dalam melaksanakan

pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati, Pemerintah Republik Indonesia

menetapkan tingkat pemanfaatan baik di sebagian atau keseluruhan daerah di ZEE

Indonesia.

Dalam hal usaha perikanan Indonesia belum dapat sepenuhnya memanfaatkan

seluruh jumlah tangkapan yang diperbolehkan tersebut, maka selisih antara jumlah

tangkapan yang diperbolehkan dan jumlah kemampuan tangkap (capacity to harvest)

Indonesia, boleh dimanfaatkan oleh negara lain dengan izin Pemerintah Republik

Indonesia berdasarkan persetujuan internasional. Misalnya jumlah tangkapan yang

diperbolehkan ada 1.000 (seribu) ton sedangkan jumlah kemampuan tangkap Indonesia

baru mencapai 600 (enam ratus) ton maka negara lain boleh ikut memanfaatkan dari sisa

400 (empat ratus) ton tersebut dengan izin Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan

persetujuan internasional.10

E. Batas Luar dan Lebarnya ZEE

Angka yang dikemukakan mengenai lebarnya ZEE adalah 200 mil atau 370,4 km.

Kelihatannya angka ini tidak menimbulkan kesukaran dan dapat diterima oleh negara-

negara berkembang dan negara-negara maju. Semenjak dikemukakannya gagasan ZEE,

angka 200 mil dari garis pangkal sudah menjadi pegangan. Sekiranya lebar laut wilayah

12 mil sudah diterima. Kenyataannya, lebar sebenarnya ZEE adalah 200-12 = 188 mil.

Sebagaimana telah dikemukakan hak-hak negara pantai atas kedua laut tersebut berbeda

yaitu kedaulatan penuh atas laut wilayah (teritorial) dan hak-hak berdaulat atas ZEE

untuk tujuan eksploitasi sumber kekayaan yang terdapat di daerah laut tersebut.

Garis batas terluar ZEE dan garis penetapan batas yang ditarik sesuai dengan

ketentuan Pasal 74 Konvensi UNCLOS, harus dicantumkan pada peta dengan skala atau

skala-skala yang memadai untuk menentukan posisinya. Bilamana perlu, daftar titik-titik

koordinat geografis yang memerinci datum geodetik dapat menggantikan garis batar

terluar atau garis-garis penetapan yang demikian.9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983.10 ) Mohamad Sodik, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya, Bandung: PT. Refika Aditama, 2014,

hlm.90

Page 12: Zona Ekonomi Eksklusif

12

Negara pantai harus mengumumkan sebagaimana mestinya peta atau daftar

koordinat geografis demikian dan harus memberikan salinan setiap peta atau daftar

demikian kepada Sekjen PBB

Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut teritorial. Zona batas luas tidak boleh

melebihi kelautan 200 mil dari garis dasar dimana luas pantai teritorial telah ditentukan.

Kata-kata dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil adalah batas maksimum dari

ZEE, sehingga jika ada suatu negara pantai yang menginginkan wilayahnya ZEE-nya

kurang dari itu, negara itu dapat mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja negara-

negara pantai tidak akan memilih mengurangi wilayah ZEEnya kurang dari 200 mil,

selain karena kehadiran wilayah ZEE negara tetangga.

Luas 200 mil menjadi pilihan maksimum untuk ZEE karena berdasarkan sejarah dan

politik, 200 mil tidak memiliki geografis umum, ekologis dan, biologis nyata. Pada awal

Konvensi UNCLOS, zona yang paling banyak di klaim oleh negara pantai adalah 200

mil, diklaim negara-negara Amerika Latin dan Afrika. Lalu untuk mempermudah

persetujuan penentuan batas luar ZEE maka dipilihlah figur yang paling banyak

mewakili klaim yang telah ada.

200 mil dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh negara Cili yang

awalnya mengaku termotivasi pada keinginan untuk melindungi operasi paus lepas

pantainya. Industri paus hanya menginginkan zona seluas 50 mil. contoh yang paling

menjanjikan muncul dalam perlindungan zona adalah diadopsi dari Deklarasi Panama

1939. Zona ini telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya adalah 200 mil, padahal

faktanya luasnya beranekaragam dan tidak lebih dari 300 mil.11

F. Delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif

Mengingat ZEE yang merupakan zona baru, dalam penerapannya oleh negara-

negara menimbulkan situasi bahwa negara-negara yang berhadapan atau berdampingan

yang jarak pantainya kurang dari 200 mil laut harus melakukan suatu delimitasi (batasan)

ZEE satu sama lain. Seperti halnya delimitasi batas landas kontinen, prinsip hukum

delimitasi ZEE diatur dalam pasal 74 Konvensi Hukum Laut 1982. Rumusan pasal ini

secara mutatis mutandis sama dengan pasal 83 tentang delimitasi landas kontinen.

11) Joko P. Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, hlm.72

Page 13: Zona Ekonomi Eksklusif

13

Sebelum zona ini lahir, negara-negara pada umumnya mengenal konsepsi zona

perikanan sehingga perjanjian yang dibuat adalah perjanjian batas zona perikanan pula

perjanjian batas ZEE antar negara berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 masih belum

begitu banyak. Indonesia baru menetapkan perjanjian ZEE hanya dengan Australia

melalui perjajian antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Australia

tentang penetapan batas ZEE dan batas-batas dasar laut tertentu yang ditandatangani di

Perth pada tanggal 14 Maret 1997. Indonesia masih harus membuat perjanjian ZEE

dengan negara yang berbatasan laut dengan Indonesia selain Australia.

Penetapan batas ZEE antar negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan

harus diadakan dengan persetujuan atas dasar hukum internasional, sebagaimana

ditetapkan dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, untuk mencapai suatu

pemecahan yang adil. Apabila tidak dapat dicapai persetujuan dalam jangka waktu yang

pantas, negara-negara yang bersangkutan harus menggunakan prsedur yang ditentukan

dalam Bab XV yaitu proses konsiliasi.12

Sambil menunggu suatu persetujuan, negara-negara yang bersangkutan, dengan

semangat baik pengertian dan kerjasama, harus melakukan setiap usaha untuk

mengadakan pengaturan sementara yang bersifat praktis dan selama peralihan ini tidak

membahayakan atau menghalangi dicapainya suatu persetujuan akhir. Pengaturan

demikian tidak boleh merugikan bagi tercapainya penetapan akhir mengenai

perbatasan.13

Dalam hal adanya suatu persetujuan yang berlaku antara negara-negara yang

bersangkutan, maka masalah yang bertalian dengan penetapan batas ZEE harus

ditetapkan sesuai dengan ketentuan persetujuan itu.14

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

12) Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut.13) Loc.cit.14) Loc.cit.

Page 14: Zona Ekonomi Eksklusif

14

Dengan banyaknya aktivitas di zona ZEE, keberadaan rezim legal dari ZEE dalam

Konvensi Hukum Laut sangat dibutuhkan. Berdasarkan Pasal 2 UU RI No. 5 Tahun 1983,

Zona Ekonomi Eksklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai,

yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam

di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi,

terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa.

Awal mula ZEE muncul dari kebutuhan-kebutuhan negara-negara yang dengan

melakukan pengakuan (klaim) dan untuk memperluas batas yurisdiksi negara pantai atas

lautnya. Bahkan Indonesia pun ikut menyuarakan klaim atas kepemilikan ZEE dengan

sebuah deklarasi yang disampaikan oleh dikarenakan wilayah Indonesia terdiri dari

banyak pulau Perbedaan pendapat dari banyak negara tersebut dapat dipersatukan tanpa

ada pihak yang rugi setelah dua kali Konvensi tersebut dilakukan namun gagal, tetapi

berhasil pada Konvensi yang ketiga yang kemudian disahkan di Montego Bay, Jamaika,

pada tanggal 10 Desember 1982.

Dengan keuntungan yang dimiliki Indonesia (pengakuan oleh UNCLOS atas ZEE),

Indonesia berdaulat atas hak-hak yang dimiliki dan juga dapat melakukan beberapa

kegiatan atas ZEE yang dimiliki dan tentu saja sangat berguna bagi perkembangan dan

kemajuan negara.

Daftar Pustaka

Sumber Buku:

Page 15: Zona Ekonomi Eksklusif

15

Koers, Albert W. 1991. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut; Suatu Ringkasan. Diterjemahkan oleh: Rudi M. Rizki. Yoyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kusumaatmadja, Mochtar. 2003. Konsepsi Hukum Negara Nusantara: Pada Konferensi Hukum Laut III. Bandung: PT. Alumni.

Mauna, Boer. 2005. Hukum Internasional (Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Edisi ke-2). Bandung: PT. Alumni.

Sodik, Dikdik Mohamad. 2014. Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia. Bandung : PT. Refika Aditama.

Subagyo, P. Joko. 2002. Hukum Laut Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sumber Perundangan:Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Ekskusif Indonesia.

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut

Sumber Internet:

https://id.wikipedia.org/wiki/ Diakses pada tanggal 18 Juni 2015.