uji bioavailabilitas dan bioekivalen sanmol tablet dengan pembanding panadol tablet

12
UJI BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALEN SANMOL TABLET DENGAN PEMBANDING PANADOL TABLET Usulan Penelitian untuk Praktikum Biofarmasetika A. INTISARI Parasetamol merupakan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai jenis merek. Parasetamol umumnya digunakan untuk mengatasi nyeri dan demam pada anak-anak, orang dewasa dan usia lanjut dikarenakan mudah diperoleh dan relatif aman. Saat ini banyak produk obat yang menggunakan parasetamol sebagai zat aktifnya, salah satunya adalah Sanmol. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah Sanmol bioekivalensi dengan Panadol sebagai produk ”inovator” parasetamol. Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental yang dilaksanakan mengikuti rancangan penelitian acak lengkap pola searah, dimana subyek uji yang digunakan adalah parasetamol. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah validasi metode analisis, penetapan dosis, dan menentukan bioavalaibilitas Sanmol tablet serta bioekivalensi Sanmol tablet terhadap Panadol tablet. Penetapan kadar parasetamol dalam plasma yang terkandung di dalam tablet Sanmol dan tablet Panadol dilakukan dengan mengolah data pengukuran serapan pada panjang gelombang 430 nm menggunakan persamaan kurva baku. Sedangkan, kesahihan metode ditentukan berdasarkan akurasi dan presisi yang diperoleh dari nilai perolehan kembali dan koefisien variasi. Uji bioekivalensi tablet Sanmol dan tablet Panadol dilihat dari profil farmakokinetik masing-masing tablet. Kata kunci : Parasetamol. Sanmol, Panadol, Bioavailabilitas, Bioekivalensi B. PENGANTAR I. Latar Belakang Dewasa ini parasetamol merupakan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai jenis merek. Masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih parasetamol dikarenakan mudah diperoleh dan relatif aman jika digunakan pada anak-anak, orang dewasa, hingga usia lanjut. Parasetamol pada umunya digunakan untuk mengatasi nyeri dan demam. Bentuk sediaan tablet lebih banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia karena lebih praktis dalam penyimpanan dan lebih terjaga stabilitasnya. Sanmol merupakan salah satu produk obat yang menggunakan parasetamol sebagai bahan aktifnya, dimana parasetamol yang terkandung didalamnya sebanyak 500 mg. Penelitian terhadap sanmol tablet dilakukan untuk mengetahui bioavailabilitas dan bioekivalensi. Bioavailabilitas adalah kecepatan dan jumlah ketersediaan zat aktif dari suatu bentuk sediaan obat yang diberikan; sebagaimana ditunjukkan dalam kurva konsentrasi-waktu berdasarkan pengukuran konsentrasi obat dalam sirkulasi sistemik atau ekskresi obat dalam urine. Sedangkan jika dua produk farmasi dinyatakan bioekivalensi apabila kedua produk tersebut secara farmasetika sama dan setelah pemberian dalam dosis (molar) yang sama akan menunjukkan bioavailabilitas (kecepatan dan jumlah ketersediaan zat aktif) yang sama,

Upload: lowis-yanmaniar

Post on 19-Oct-2015

539 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

track

TRANSCRIPT

UJI BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALEN SANMOL TABLET DENGAN PEMBANDING PANADOL TABLET

Usulan Penelitian untuk Praktikum BiofarmasetikaA. INTISARI

Parasetamol merupakan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai jenis merek. Parasetamol umumnya digunakan untuk mengatasi nyeri dan demam pada anak-anak, orang dewasa dan usia lanjut dikarenakan mudah diperoleh dan relatif aman. Saat ini banyak produk obat yang menggunakan parasetamol sebagai zat aktifnya, salah satunya adalah Sanmol. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah Sanmol bioekivalensi dengan Panadol sebagai produk inovator parasetamol. Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental yang dilaksanakan mengikuti rancangan penelitian acak lengkap pola searah, dimana subyek uji yang digunakan adalah parasetamol. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah validasi metode analisis, penetapan dosis, dan menentukan bioavalaibilitas Sanmol tablet serta bioekivalensi Sanmol tablet terhadap Panadol tablet.Penetapan kadar parasetamol dalam plasma yang terkandung di dalam tablet Sanmol dan tablet Panadol dilakukan dengan mengolah data pengukuran serapan pada panjang gelombang 430 nm menggunakan persamaan kurva baku. Sedangkan, kesahihan metode ditentukan berdasarkan akurasi dan presisi yang diperoleh dari nilai perolehan kembali dan koefisien variasi. Uji bioekivalensi tablet Sanmol dan tablet Panadol dilihat dari profil farmakokinetik masing-masing tablet.

Kata kunci : Parasetamol. Sanmol, Panadol, Bioavailabilitas, Bioekivalensi

B. PENGANTAR

I. Latar BelakangDewasa ini parasetamol merupakan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai jenis merek. Masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih parasetamol dikarenakan mudah diperoleh dan relatif aman jika digunakan pada anak-anak, orang dewasa, hingga usia lanjut. Parasetamol pada umunya digunakan untuk mengatasi nyeri dan demam. Bentuk sediaan tablet lebih banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia karena lebih praktis dalam penyimpanan dan lebih terjaga stabilitasnya.Sanmol merupakan salah satu produk obat yang menggunakan parasetamol sebagai bahan aktifnya, dimana parasetamol yang terkandung didalamnya sebanyak 500 mg. Penelitian terhadap sanmol tablet dilakukan untuk mengetahui bioavailabilitas dan bioekivalensi. Bioavailabilitas adalah kecepatan dan jumlah ketersediaan zat aktif dari suatu bentuk sediaan obat yang diberikan; sebagaimana ditunjukkan dalam kurva konsentrasi-waktu berdasarkan pengukuran konsentrasi obat dalam sirkulasi sistemik atau ekskresi obat dalam urine. Sedangkan jika dua produk farmasi dinyatakan bioekivalensi apabila kedua produk tersebut secara farmasetika sama dan setelah pemberian dalam dosis (molar) yang sama akan menunjukkan bioavailabilitas (kecepatan dan jumlah ketersediaan zat aktif) yang sama, sehingga diharapkan kedua obat tersebut akan memberikan efek terapi yang sama.Dalam studi bioekivalensi, sebagai pembanding digunakan obat dengan zat aktif yang sama. Pembanding hendaknya diberikan dengan rute yang sama seperti formulasi yang dibandingkan. Oleh karena itu digunakan Panadol tablet sebagai pembanding yang sama-sama mengandung parasetamol 500mg. Pemilihan ini dikarenakan Panadol merupakan produk innovator dari parasetamol.

II. Permasalahan1. Bagaimana profil farmakokinetika dari Sanmol tablet dan Panadol tablet?2. Bagaimana bioavailabilitas dari Sanmol tablet dan Panadol tablet?3. Apakah Sanmol tablet bioekuivalen dengan Panadol tablet?III. Manfaata. Manfaat TeoritisUntuk menambah kasanah ilmu pengetahuan di bidang kefarmasian mengenai permasalahan-permasalahan yang terkait dengan bioavailabilitas dan bioekivalensi.b. Manfaat PraktisPenelitian ini dapat dijadikan sebagai studi bioavailabilitas dan bioekivalensi antara sanmol tablet dan panadol tablet.

IV. Tujuan1. Untuk mengetahui profil farmakokinetika dari Sanmol tablet dan Panadol tablet.2. Untuk mengetahui bioavailabilitas dari Sanmol tablet dan Panadol tablet.3. Untuk mengetahui apakah Sanmol tablet bioequivalen dengan Panadol tablet.

V. Keaslian PenelitianKami menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penelitian Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi Sanmol Tablet dengan Pembanding Panadol Tablet yang akan kami lakukan ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain.

C. PENELAAHAN PUSTAKA

I. Metode AnalisisMetode pengukuran obat dalam media biologis semakin penting untuk banyak kelompok-kelompok sosial. Masalah-masalah yang berhubungan dengan bioavaibilitas, bioekivalensi, pengembangan obat baru, penyalahgunaan obat, farmakokinetika klinik, dan penelitian obat sangat bergantung pada metode analisis (Smith,1981).Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal penting dalam rangka penelitian farmakokinetika yang digunakan sebagai parameter-parameter antara lain yaitu:1. tetapan (laju) invasi atau tetapan absorpsii.2. volume distribusi menghubungkan jumlah obat didalam tubuh dengan konsentrasi obat (C) di dalam darah atau plasma.3. ikatan protein4. tetapan (laju) eliminasi dan waktu paruh dalam plasma (t 1/2)5. klirens renal, ekstrarenal dan total6. luas dibawah kurva dalam plasma (AUC), dan7. ketersediaan hayati (Mutshler, 1991).Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang digunakan harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan statu ketelitian yang cukup tinggi agar diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari kesalahan yang fatal. Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10% (tergantung pula alat apa yang digunakan dalam analisis). Akurasi yang baik untuk bahan obat dengan kadar kecil adalah 90-110%, akurasi untuk kadar obat yang lebih besar biasanya disepakati 95-105%, akurasi untuk bahan baku biasanya disepakati 98-102%, sedangkan untuk bioanalisis rentang akurasi 80-120% masih bisa diterima (Ritschel,1976).

II. ParasetamolParasetamol atau asetaminofen, N-asetil-4aminofenol (C8H9NO2), dengan BM 151,16 dan mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2. pemerian hablur atau serbuk hablur berwarna putih tidak berbau dan rasa pahit. Kelarutan dalam 70 bagian air dan 7 bagian etanol (95%) P dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkalihidroksida. Khasiat dan kegunaan yaitu analgetikum, antipiretikum (Anonim,1995a).Gambar struktur parasetamol :

Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu jam dan masa paruh plasma antara 1-3jam. Obat ini tersebar diseluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma. Parasetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik (Anonim, 1995b).Parasetamol sejumlah 10-15 gram dapat menyebabkan nekrosis hepatoseluler berat dan kadang-kadang nekrosis tubuli ginjal. Kadar dalam darah antara 4-10jam setelah minum obat, yang mencapai 300g/ml dapat menyebabkan kerusakan hati (Wenas,1999).

III. Metode ChafeztCincin aromatis dari parasetamol akan diaktivasi oleh asam nitrit menjadi 2-nitro-4-asetaminofenol. Produk ini kemudian dilarutkan dalam NaOH sehingga suasananya menjadi basa. Dalam suasana basa, gugus auksokrom akan bertambah kuat sehingga absorbansinya dapat terbaca pada 430 nm (Chafetz et al, 1971).

Metode ini tidak dapat mengukur dengan tepat konsentrasi parasetamol dalam plasma di bawah 50 g/mL sehingga pada konsentrasi tersebut biasanya digunakan metode kromatografi (Widdop, 1986).

IV. Spektrofotometer Uv-VisCepat, simple, sensitif telah membuat spektrofotometer UV-Vis menjadi suatu metode analisis farmasetika yang sangat popular untuk pengukuran secara kuantitatif obat dan metabolit dalam sampel biologi. Salah satu alasan penting atas kepopulerannya karena sensitivitas dari metode ini 1-10g/ml. Identifikasi kualitatif dari obat atu metabolit menggunakan spektrofotometer UV-Vis berdasarkan pada panjang gelombang maksimum yang diabsorbsi ( max). Perhitungan konsentrasi obat atau metabolit menggunakan hukum Beer pada max. Pada absorbsi yang maksimum, sensitivitas optimum akan didapat. Karena perubahan minimal untuk sedikit perubahan panjang gelombang, error diminimalkan. Hasilnya akurasi dan presisi yang baik didapatkan.(Smith,1981)Prinsip kerja spektrofotometri adalah berdasarkan atas interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi. Materi dapat berupa atom, ion, atau molekul, sedangkan radiasi elektromagnetik merupakan salah satu jenis energi yang ditransmisikan dalam ruang dengan kecepatan tinggi (Khopkar, 2003).Interaksi antara molekul yang mempunyai gugus kromofor dan radiasi elektromagnetik pada daerah sinar UV dan sinar tampak akan menghasilkan spektra resapan elektronik. Spektra resapan ini dapat digunakan untuk analisis kuantitatif karena jumlah radiasi elektromagnetik yang diserap ada hubungannya dengan jumlah molekul penyerap (Skoog, 1994)

V. Waktu Paruh Eliminasi (T1/2)t1/2 yaitu jangka waktu sampai kadar obat dalam darah menurun menjadi separuh dari harga asalnya, sebagait1/2 = (Mutschler, 1991).

VI. Model FarmakokinetikaYang dimaksud dengan model farmakokinetika adalah suatu hubungan matematika yang menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang diperiksa. Kita mempunyai model satu kompartemen jika obat setelah pemakaian segera terdistribusi dalam ruang distribusi yang dapat dilaluidengan merata. Jika proses eliminasi mungkin terjadi, model satu kompartemen disebut terbuka. Pada model dua atau lebih kompartemen terjadi distribusi obat ke dalam ruang distribusi yang dapat dilewatinya dengan kecepatan berbeda-beda. Dengan demikian, dapat dibedakan kompartemen pusat, yang secara kinetika bersifat seperti darah (organ transport), dan kompartemen perifer. Apabila pertukaran zat antara suatu kompartemen perifer dan kompartemen pusat sangat lambat, maka disebut kompartemen dalam (Mutschler, 1991).

VII. BioavailabilitasStudi bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh FDA (Food and Drug Association) untuk dipasarkan. Formula baru dari bahan obat aktif atau bagian terapeutik sebelum dipasarkan harus disetujui oleh FDA, untuk meyakinkan bahwa produk obat tersebut aman, efektif, dan memenuhi seluruh standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian (Shargel, L., Yu, B.C., Andrew, 1985).Bioavalabilitas absolut merupakan rasio ketersediaan zat aktif dalam sirkulasi sistemik suatu sediaan obat terhadap pemberian i.v. parenteral. Bioavailabilitas absolute jika diberikan pada dosis yang berbeda, membutuhkan suatu koreksi, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :Bioavailabilitas absolut =Bioavailabilitas absolute sama dengan F. Di mana F adalah fraksi obat yang terabsorpsi. Oleh karena tidak semua zat aktif tersedia dalam pemberian i.v., maka timbullah pengertian bioavailabilitas relatif.Bioavailabilitas relatif merupakan rasio ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat dibandingkan dengan standar dengan jenis zat aktif dan rute pemberian yang sama. Bioavailabilitas relatif jika diberikan pada dosis yang berbeda membutuhkan suatu koreksi, sehingga persamaan adalah sebagai berikut :Bioavailabilitas relatif =(Shargel, L., Yu, B.C., Andrew, 1985).

D. LANDASAN TEORI

Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan ukuran kecepatan absorpsi obat dan jumlah obat tersebut yang diabsorpsi secara utuh oleh tubuh, dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Uji bioavailabilitas dapat digunakan untuk menentukan bahwa produk obatnya dengan formulasi dan proses produksi yang spesifik akan memberikan efek klinik yang sebanding dengan produk obat sejenis yang diproduksi industri obat lain (produk originator atau produk inovator), yang pada uji kliniknya memberikan hasil yang baik.Studi bioekivalensi produk obat pada umumnya dengan maksud membandingkan bioavailabilitas antara suatu formulasi baru obat standar dibandingkan terhadap formulasi asli/lama, atau suatu bentuk pemakaian baru obat dibandingkan terhadap formulasi yang diperdagangkan. Tujuan uji bioekivalensi baik di pedoman WHO maupun di Indonesia adalah sama yaitu untuk menjamin bahwa obat copy yang beredar mempunyai standar yang sama dengan produk inovatornya.Parasetamol atau yang disebut juga Asetaminofen, sering digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Dalam penelitian ini, Sanmol yang mengandung zat aktif Parasetamol akan diuji bioavailabilitas dan bioekivalensinya dengan obat standar yang digunakan yaitu Panadol. Dengan mengetahui jumlah relatif obat yang diabsorpsi dan kecepatan obat berada dalam sirkulasi sistemik, dapat diperkirakan tercapai tidaknya efek terapi yang dikehendaki menurut formulasinya. Dengan demikian, bioavailabilitas dapat digunakan untuk mengetahui faktor formulasi yang dapat mempengaruhi efektivitas obat.

E. HIPOTESIS

Sanmol tablet bioekivalen dengan Panadol tablet.

F. METODOLOGI PENELITIAN

I. Jenis Dan Rancangan Penelitian1. Jenis PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian noneksperimental yang dilaksanakan mengikuti rancangan penelitian acak lengkap pola searah.2. Tahapan Penelitiana. Validasi metode analisisb. Penetapan dosisc. Menentukan bioavalaibilitas Sanmol tablet serta bioekivalensi Sanmol tablet terhadap Panadol tablet

II. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Utama1. Variabel Utamaa. Variabel Bebas : Dosis Parasetamol, Sanmol tablet dan Panadol tabletDosis Parasetamol, Sanmol tablet dan Panadol tablet adalah jumlah gram obat tiap satuan gram berat badan hewan uji yang bersangkutan.b. Variabel tergantungParameter farmakokinetik yang secara kuantitatif ditunjukkan dengan Cpmax, Tmax, Area Under Curve (AUC).2. Variabel Pengacaua. Variabel pengacau terkendaliBerat badan kelinci : 2 3 kg , Jenis kelamin : Betina, Umur : 3 4 bulan, Galur : Jawa, Jalur pemberian : Peroral, Frekuensi pemberian : satu kali, Bobot sanmol tablet, Panadol tablet, dan Parasetamol.

b. Variabel pengacau tak terkendaliStatus kesehatan hewan uji, zat gizi dalam pakan, stabilitas Obat dan kualitas bahan yang digunakan3. Definisi Operasionala. Sediaan tablet adalah sedian padat mengandung bahan obat atau tanpa bahan pengisi.b. Parameter farmakokinetik adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dalam dan / metabolitnya di dalam darah, saliva, cairan serebospinal, produk ekskresi, urin, atau feses.c. Metode Chafetz yaitu metode yang digunakan dalam penetapan kadar parasetamol dengan pereaksi asam nitrit secara kolorimetri.

III. Bahan PenelitianPanadol tablet, Sanmol tablet (Sanbe), Parasetamol, Darah kelinci, TCA 20%, Natrium nitrit 10%, Asam sulfamat 15%, NaOH 10%, Asam klorida 6 N, Heparin, Aquadest.

IV. Alat PenelitianAlat-alat gelas, spektofotometer visibel, spuit injeksi, scaple, sentrifuge, stopwatch, mikropipet, vortex, kalkulator, kertas grafik semilogaritma.

V. Tata Cara Penelitian1. Validasi Metode Analisisa. Pembuatan larutan parasetamol- Membuat larutan persediaan parasetamol dengan menimbang secara seksama dan melarutkannya dalam aquadest panas sampai 100,0 ml

- Membuat seri kadar larutan intermediet parasetamolMengambil sebanyak 1,000 ; 1,500 ; 2,000 ; 3,000 ; 4,000 ; dan 5,000 ml larutan persediaan parasetamol yang ditambahkan kedalam labu ukur 10,0 ml menggunakan buret 5 ml, diencerkan dengan aquadest sampai tanda sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan kadar 100; 150; 200; 250; 300; 400 dan 500 g/ml.b. Penentuan Operating timeLarutan intermediet parasetamol dengan kadar 250 g/ml diambil 1,0 ml, tambahkan kedalam tabung sentrifuge yang berisi 1,0 ml plasma. Kemudian tambahkan 2 ml larutan TCA 20 %, dicampur dan sentrifugasi 15 menit 3000 rpm. Supernatan bening dipindahkan dalam labu ukur 10,0 ml, tambahkan 0,5 ml HCl 6N, 1 ml NaNO2 10 %, didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya dengan hatihati tambahkan 1 ml asam sulfamat 15 % lewat dinding tabung, ditambahkan 3,5 ml NaOH 10 % dan aquadest hingga tanda. Saring dan degasing selama 5 menit. Kemudian baca serapan dengan spektrofotometer visibel 430 nm sampai diperoleh serapan yang stabil pada rentang waktu tertentu.c. Penentuan panjang gelombang maksimum parasetamolLarutan intermediet parasetamol dengan kadar 100, 250 dan 500 g/ml diambil 1,0 ml. Kemudian ditambahkan ke dalam 3 tabung sentrifuge yang masing-masing berisi 1,0 ml plasma. Pada masing-masing tabung ditambahkan 2 ml larutan TCA 20%, dicampur dan disetrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan bening yang terjadi dipindahkan kedalam labu ukur 10,0 ml lalu secara berturut turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N, 1 ml NaNO2 10 % dan didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya dengan hatihati ditambahkan 1 ml asam sulfamat 15 % lewat dinding tabung, kemudian ditambahkan 3,5 ml NaOH 10 % dan aquadest hingga tanda. Setelah itu disaring dan didegasing selama 5 menit. Kemudian membaca serapan pada operating time yang telah diperoleh pada panjang gelombang 380 - 580 nm.d. Pembuatan kurva baku parasetamolPada tiap-tiap kadar larutan intermediet parasetamol diambil 1,0 ml lalu masing- masing ditambahkan ke dalam 6 tabung sentrifuge yang berisi 1,0 ml plasma sehingga dip[eroleh seri larutan baku parasetamol dalam plasma dengan kadar 50, 75, 100, 125, 150, 200 g/ml. Kemudian menambahkan 2 ml larutan TCA 20 %, dicampur dan sentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan bening yang terjadi dipindahkan kedalam labu ukur 10,0 ml lalu secara berturutturut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N, 1 ml NaNO2 10 % dan didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya dengan hati-hati ditambahkan 1 ml asam sulfamat 15 % lewat dinding tabung, kemudian ditambahkan 3,5 ml NaOH 10 % dan aquadest hingga tanda. Setelah itu disaring dan didegasing selama 5 menit. Kemudian membaca serapan pada operating time yang telah diperoleh pada panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum.e. Menentukan perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan sistematikLarutan parasetamol dalam plasma disediakan dengan kedar berlainan (100 g/ml dan 400 g/ml). Kemudian kadar terukur masing-masing ditetapkan menggunakan kurva baku. Buatlah ini dalam 3 kali replikasi:1. Perolehan kembaliHitung nilai perolehan kembali (recovery) dan kesalahan sistemik untuk tiap besaran kadar.Perolehan kembali (P) =2. Kesalahan sistemik = 100 P3. Kesalahan acakCarilah rata-rata dan simpangan baku dari 3 kali replikasi untuk setiap besaran kadar. Hitung kesalahan acak untuk setiap besaran kadar.Kesalahan acak =

2. Penetapan waktu pengambilan cuplikan, pemilihan dosis dalam farmakokinetik dan asumsi model kompartemena. Pembuatan Larutan Stok ParasetamolMenimbang 408,35 mg Parasetamol tablet. Larutkan dengan aquadest hangat sebanyak 50 ml.b. Penetapan Kadar dengan Metode ChafeztMenimbang kelinci, memasukkan dalam holder, kemudian diambil darahnya dalam 2 avendrof (untuk blanko). Dilakukan pemberian parasetamol secara peroral kepada kelinci dengan dosis tertentu.Mengambil darah kelinci pada menit tertentu 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180 ditampung dalam avendrof. Disentrifuge selama 15 menit, 3000 rpm. Mengambil 0,5 ml plasma dalam tabung sentrifuge kemudian ditambahkan 2 ml TCA 20%. Divortex selama 1 menit, lalu sentrifuge pada 3000 rpm selama 15 menit. Mengambil 0,5 ml supernatan dalam tabung reaksi. Menambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml NaNO2 10%, didiamkan selama 15 menit. Menambahkan asam sulfamat 15% dan 3,5 ml NaOH 10%. Didegassing sampai gelembung hilang, didiamkan selama OT. Membaca absorbansi pada maksimum. Membuat plot kadar vs waktu. Membuat plot ln kadar vs waktu. Menentukan model farmakokinetiknya.

3. Menentukan bioavalaibilitas Sanmol tablet serta bioekivalensi sanmol tablet terhadap Panadol tableta. Percobaan AMengambil darah dari vena kelinci sebanyak 1,5 ml untuk blanko. Memberi perlakuan pada kelinci dengan pemberian sanmol tablet dosis 32,667mg/ kgBB kelinci secara oral. Pada menit ke tertentu 15, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180 setelah perlakuan, darah dari vena kelinci sebanyak 1,5ml disentrifuge selama 15 menit, 3000 rpm. Mengambil 0,5 ml plasma dalam tabung sentrifuge kemudian ditambahkan 2 ml TCA 20%. Divortex selama 1 menit, lalu sentrifuge pada 3000 rpm selama 15 menit. Mengambil 0,5 ml supernatan dalam tabung reaksi. Menambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml NaNO2 10%, didiamkan selama 15 menit. Menambahkan asam sulfamat 15% dan 3,5 ml NaOH 10%. Didegassing sampai gelembung hilang, didiamkan selama OT. Membaca absorbansi pada maksimum. Membuat plot kadar vs waktu. Membuat plot ln kadar vs waktu. Menentukan model farmakokinetiknya.b. Percobaan BMengambil darah dari vena kelinci sebanyak 1,5 ml untuk blanko. Memberi perlakuan pada kelinci dengan pemberian panadol tablet dosis 32,667mg/ kgBB kelinci secara oral. Pada menit tertentu setelah perlakuan, darah dari vena kelinci sebanyak 1,5ml disentrifuge selama 15 menit, 3000 rpm. Mengambil 0,5 ml plasma dalam tabung sentrifuge kemudian ditambahkan 2 ml TCA 20%. Divortex selama 1 menit, lalu sentrifuge pada 3000 rpm selama 15 menit. Mengambil 0,5 ml supernatan dalam tabung reaksi. Menambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml NaNO2 10%, didiamkan selama 15 menit. Menambahkan asam sulfamat 15% dan 3,5 ml NaOH 10%. Didegassing sampai gelembung hilang, didiamkan selama OT. Membaca absorbansi pada maksimum. Membuat plot kadar vs waktu. Membuat plot ln kadar vs waktu. Menentukan model farmakokinetiknya.

VI. Perhitungan Dosis Pemberian1. Sanmol tablet = Parasetamol 500 mg/tablet (ISO hal 209 vol 29, 2004)2. Dosis penggunaan pada manusia = 500 mg/50 kg BBKonversi manusia 70 kg- kelinci 1,5 kg = 0,07Dosis penggunaan manusia 70 kg =

Dosis pemberian kelinci 1,5 kg =

= 32,667 mg/kgBB3. Volume maksimum pemberian kelinci 2,5 kg = 20 mlVolume peberian = volume pemberian maksimum = 10 ml4. Konsentrasi

= 408,35 mg/50ml

VII. Tata Cara Analisis HasilData statistik yang dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui validasi metode dengan menentukan perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan sistematik serta data kuantitatif dari parameter farmakokinetik.

G. JADWAL PELAKSANAAN

Tahap Lamanya KegiatanMinggu ke-1 2 3 4 5 6PersiapanStudi PustakaPenelitian LaboratoriumPengumpulan Data dan PenyelesaianAnalisis DataPenyusunan Laporan

H. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995 a, Farmakope Indonesia edisi IV, 649, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, JakartaAnonim, 1995 b, Farmakologi dan Terapi edisi IV, 214, UI Press, JakartaChafetz, L., Daly, R. E., Seriftman, H., and Lomner, J. J., 1971, Selective Colorimetric Determination of Acetaminophen, 60 (3), 463-466, J. Pharm. Sci

Ritschel, W. A., 1976, Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st ed., 78, Drug Intelegence Publication Inc. Hamilton, USAShargel, L., Andrew Yu, 1999, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, Fourth Edition, 30-32, Appleton and Lange, United States of America

Wenas, 1999, Kelainan Hati Akibat Obat, Buku Ajar Bagian Dalam, jilid 1, edisi 3, 363, Gaya Baru, JakartaWiddop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat A.C., Jackson J.V., Mos, M.S., Widdop, B., Greenfield, E.S., (Eds.) Clarkes Isolation and Identification of Drugs in Pharmaceuticals, Body Fluids, and Post Mortem Material, 2nd Ed. 23, The Pharmaceutical Press, London

Darsono, Lusiana. 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan ParasetamolJurnal KimiaVol. 2, No. 1.Holford, N.H. (1998). Farmakokinetik dan Farmakodinamik: Pemilihan Dosis yang Rasional dan Waktu Kerja Obat. Dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi IV. Penerjemah: Bagian Farmakologi FKUA. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hal. 24.

Katzung, B.G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi kedelapan. Penerjemah: Bagian Farmakologi FKUA. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hal. 589.Khopkar, S. M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, diterjemahkan oleh Saptoraharjo, A., 168, 193, 204, UI Press, JakartaMutschler, E., 1991, Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, 36-38, ITB, BandungSartono., 1993. Pengaruh Pemberian Dosis Tunggal Parasetamol Terhadap Komposisi Metabolit Parasetamol Dalam Urin Tikus Jantan Malnutrisi. Dalam: Darsono, I., 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol. Available From: http://cls.maranatha.edu. (Accesed: 31st March 2011)Shargel, L., Andrew Yu, 1999, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, Fourth Edition, 30-32, Appleton and Lange, United States of AmericaShargel, L. , 2005,Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, , Edisi V, Mc Graw Hill, New YorkSkoog, A. D., West, M., Donald, J. F., 1994, Analytical Chemistry, 6th ed., 161-195, Saunde College Publishing, United Stated of America

Smith, R. & Steavary, 1981, Textbook of Biopharmaceutics Analysis A Description of Methods for The Determination of Drug in Biological Fluid, 80, Les & Febiger, PhiladelphiaSutriyo,dkk. 2004.Mikroenkapsulasi Propanolol Hidroklorida Dengan Penyalut Etil Selulosa Menggunakan Metoda Penguapan Pelarut.http://jurnal.farmasi.ui.ac. id/pdf/2004/v01n02/sutriyo010204.pdf. [3 Maret 2010].PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM TABLET KOMBINASI PARASETAMOL DENGAN KOFEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-SINAR TAMPAK Tadjuddin Naid, Syaharuddin Kasim, dan Mieke Pakaya Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, MakassarWaldon, D.J. (2008). Pharmacokinetics and Drug Metabolism. Cambridge : Amgen, Inc., One Kendall Square, Building 1000, USA.Wilmana, P. F. 1995. Analgesik Antipiretik Antiinflamasi Non Steroid dan Obat Piri. Dalam Ganiswarna, S. G. (Ed.). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia