uin syarif hidayatullah jakarta uji aktivitas...

Download UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28068/1/ADITYA... · lebih selektif dan lebih stabil. ... fungisida, herbisida,

If you can't read please download the document

Upload: ngothuan

Post on 06-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

    SENYAWA-SENYAWA HASIL MODIFIKASI

    STRUKTUR ETIL p-METOKSISINAMAT MELALUI

    REAKSI ESTERIFIKASI TERHADAP BAKTERI

    GRAM NEGATIF DAN GRAM POSITIF

    SKRIPSI

    ADITYA RAMADHAN

    NIM 1111102000093

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI

    JAKARTA

    JUNI 2015

  • UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

    SENYAWA-SENYAWA HASIL MODIFIKASI

    STRUKTUR ETIL p-METOKSISINAMAT MELALUI

    REAKSI ESTERIFIKASI TERHADAP BAKTERI

    GRAM NEGATIF DAN GRAM POSITIF

    SKRIPSI

    Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Far).

    ADITYA RAMADHAN

    NIM 1111102000093

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI

    JAKARTA

    JUNI 2015

  • ii

    ii

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

    SENYAWA-SENYAWA HASIL MODIFIKASI

    STRUKTUR ETIL p-METOKSISINAMAT MELALUI

    REAKSI ESTERIFIKASI TERHADAP BAKTERI

    GRAM NEGATIF DAN GRAM POSITIF

    SKRIPSI

    Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Far).

    ADITYA RAMADHAN

    NIM 1111102000093

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI

    JAKARTA

    JUNI 2015

  • iii

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  • iv

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  • v

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  • vi

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    ABSTRAK

    Nama : Aditya Ramadhan

    Program Studi : Farmasi

    Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa-Senyawa Hasil Modifikasi

    Struktur Etil p-Metoksisinamat Melalui Reaksi Esterifikasi

    Terhadap Bakteri Gram Negatif dan Gram Positif

    Uji aktivitas antibakteri dilakukan pada senyawa-senyawa turunan dari etil

    p-metoksisinamat terhadap 2 bakteri Gram negatif (Pseudomonas aeroginosa, dan

    Escherichia coli) dan 3 bakteri Gram positif (Propionibacterium acne,

    Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis). Pengujian aktivitas

    antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram, menggunakan kloramfenikol

    dan klindamisin sebagai kontrol positif. Hasil dari penelitian ini menunjukan

    bahwa senyawa-senyawa turunan dari etil p-metoksisinamat yaitu butil

    p-metoksisinamat, metil p-metoksisinamat, isopropil p-metoksisinamat, dan propil

    p-metoksisinamat sebagai senyawa murni hingga konsentrasi 200 ppm tidak

    memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji.

    Kata kunci : antibakteri, esterifikasi, etil p-metoksisinamat, turunan asam sinamat,

    diffusi disk

  • vii

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    ABSTRACT

    Name : Aditya Ramadhan

    Program Study : Pharmacy

    Tittle : Antibacterial activity of modified structure ethyl

    p-methoxycinnamate organic compounds through

    esterification against Gram negative and positive bacteria

    Antibacterial activity of modified structure ethyl p-methoxycinnamate were tested

    against 2 Gram negative bacteria (Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli)

    and 3 Gram positive bacteria (Propionibacterium acne, Staphylococcus aureus

    and Staphylococcus epidermidis). Antibacterial was tested by using disc diffusion

    method, chloramphenicol and clindamycin was used as positive control. The

    results showed that derivates of etil p-methoxycinnamate, which were buthyl

    p-methoxycinnamate, methyl p-methoxycinnamate, isoprophyl

    p-methoxycinnamate, and prophyl p-methoxycinnamate as pure organic

    compounds had no activity against the tested bacterias until 200 ppm.

    Key words : antibacterial, ethyl p-methoxycinnamate, cinnamic acid derivates,

    esterification, disc diffusion

  • viii

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

    berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

    dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

    Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam negeri

    (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

    dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi

    saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima

    kasih kepada:

    (1) Kedua orang tua saya, kakak dan adik-adik saya, yang selalu memberi saya

    motivasi, doa, semangat, dan materi untuk terus menuntut ilmu, semoga

    segala hal yang mereka berikan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dan

    mendapat balasan yang jauh lebih baik oleh Allah SWT.

    (2) Ibu Ismiarni Komala, M.sc, Ph.D, Apt selaku pembimbing pertama dan Puteri

    Amelia, M. Farm, Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar

    dan selalu sabar membimbing saya dalam proses penelitian dan penyelesaian

    tugas akhir ini, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu berikan mendapat

    imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.

    (3) Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    (4) Bapak Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku Kaprodi Farmasi Fakultas Kedokteran

    dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta

    (5) Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan

    dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi

    Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

    Syarif Hidayatullah Jakarta

  • ix

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    (6) Rekan se-tim penelitian saya, Khairul Bahtiar Azhari S.Far, yang selalu

    bersedia membantu dan bersemangat untuk berjuang bersama dalam

    menyelesaikan tugas akhir ini

    (7) Notulensi saya, Happy Rahma Yulin yang senantiasa ikhlas membantu dan

    memberikan dukungan dalam proses perkuliahan dan persidangan, serta Sella

    Novitasari yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada henti.

    (8) Rekan-rekan Mikroba United dan teman seperjuangan mahasiwa/i Program

    Studi Farmasi Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    (9) Teman Satu Kontrakan, Asep Badru Zaman, Yayang Mahendra Djamin, dan

    M. Fikri Abdillah, yang senantiasa selama 4 tahun tinggal bersama dan

    berjuang bersama untuk menuntut ilmu di kampus tercinta Universitas Islam

    Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    (10) Ichasana Eskha Widya, Niekha Zoelienna Ilyas, Khairunnisa, dan Ana

    Yuliana yang selalu peduli dan seringkali membantu selama menekuni kuliah

    program studi farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas

    segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa

    manfaat bagi pengembangan ilmu.

    Ciputat, 8 Juni 2015

    Penulis

  • x

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  • xi

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................... iii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................ iv

    HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. v

    ABSTRAK............................................................................................................ vi

    ABSTRACT......................................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR........................................................................................ viii

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...................... x

    DAFTAR ISI........................................................................................................ xi

    DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiii

    DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiv

    DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xv

    BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 3

    1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................... 3

    1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................ 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4

    2.1 Kencur (Kamferia galanga L)....................................................................... 4

    2.2 Etil Para Metoksisinamat............................................................................. 5

    2.3 Turunan Asam Sinamat Sebagai Antibakteri................................................. 6

    2.3.1 Isobutil Sinamat......................................................................................... 6

    2.3.2 Etil p-Hidroksisinamat (EPHC).................................................................. 7

    2.4 Bakteri............................................................................................................ 7

    2.4.1 Klasifikasi Bakteri...................................................................................... 8

    2.4.2 Struktur Bakteri.......................................................................................... 9

    2.4.3 Reproduksi Bakteri................................................................................... 11

    2.4.4 Fase Pertumbuhan Bakteri........................................................................ 11

    2.4.5 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri................... 12

    2.5 Bakteri Uji................................................................................................... 16

    2.5.1 Pseudomonas aeruginosa.......................................................................... 16

    2.5.2 Escherichia coli......................................................................................... 17

    2.5.3 Staphylococcus aureus............................................................................... 17

    2.5.4 Propionibacterium acne........................................................................... 18

    2.5.5 Staphylococcus epidermidis....................................................................... 19

    2.6 Identifikasi Bakteri...................................................................................... 19

    2.6.1 Pewarnaan Gram....................................................................................... 20

    2.6.2 Pewarnaan Spora....................................................................................... 20

    2.6.3 Pewarnaan Kapsul..................................................................................... 21

    2.7 Uji Aktivitas Antibakteri............................................................................. 21

    2.7.1 Cara Difusi................................................................................................ 21

    2.7.2 Cara Turbidimetri..................................................................................... 22

    2.7.3 Cara Dilusi................................................................................................ 22

    2.8 Kloramfenikol............................................................................................. 22

  • xii

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.9 Klindamisin............ ................................................................... 23

    3.0 Esterifikasi dan senyawa Modifikasi strukur Gugus Ester............ 24

    BABIII METODE PENELITIAN..................................................................... 26

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................... 26

    3.2 Alat dan Bahan............................................................................................ 26

    3.2.1 Alat.......................................................................................................... 26

    3.2.2 Bahan........................................................................................................ 26

    3.3 Prosedur Penelitian...................................................................................... 27

    3.3.1 Sterilisasi Alat dan Bahan......................................................................... 27

    3.3.2 Pembuatan Media..................................................................................... 27

    3.3.3 Peremajaan Bakteri Uji............................................................................. 28

    3.3.4 Identifikasi Bakteri.................................................................................... 28

    3.3.5 Pembuatan Suspensi Bakteri..................................................................... 28

    3.3.6 Pembuatan Larutan Uji ............................................................................ 29

    3.3.7 Uji Aktivitas Antibakteri........................................................................... 29

    3.3.8 Pengamatan dan Pengukuran Zona Hambat............................................. 29

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 31

    4.1 Hasil......................................................................................................... 31

    4.1.1 Hasil Identifikasi Bakteri Uji .................................................................. 31

    4.1.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri................................................................. 31

    4.2 Pembahasan............................................................................................. 33

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 39

    5.1 Kesimpulan.................................................................................................. 39

    5.2 Saran........................................................................................................ 39

    DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 40

    LAMPIRAN......................................................................................................... 46

  • xiii

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Struktur-struktur kandungan kimia rimpang kencur........................... 5

    Gambar 2. Struktur EPMS..................................................................................... 6

    Gambar 3. Struktur isobutil sinamat...................................................................... 7

    Gambar 4. Jalur biotransformasi dari etil p-metoksisinamat menjadi etil

    p-hidroksisinamat oleh Aspergillus niger............................................. 7

    Gambar 5. Struktur kloramfenikol....................................................................... 23

    Gambar 6. Struktur klindamisin........................................................................... 24

    Gambar 7. Reaksi esterifikasi........................................................................... 24

    Gambar 8. Sampel uji, penimbangan bahan dan pelarutan sampel...................... 49

    Gambar 9. Pembuatan suspensi bakteri uji setara Mc.Farland 3.......................... 49 Gambar 10. Staphylococcus epidermidis........................................................... 50

    Gambar 11. Propionibacterium acne.................................................................... 50 Gambar 12. Escherichia coli................................................................................. 50

    Gambar 13. Pseudomonas aeroginosa.................................................................. 50 Gambar 14. Staphylococcus aureus...................................................................... 50

  • xiv

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    DAFTAR TABEL

    Halaman Tabel 1. Identifikasi bakteri pewarnaan Gram.................................................... 31

    Tabel 2. Uji aktivitas APMS dan EPMS 100 ppm.............................................. 32

    Tabel 3. Uji aktivitas APMS dan EPMS 200 ppm............................................... 32

    Tabel 4. Uji aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil-PMS, dan Propil-PMS

    100 ppm................................................................................................. 32

    Tabel 5. Uji aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil-PMS, dan Propil-PMS

    200 ppm................................................................................................. 33

  • xv

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian..................................................................... 46

    Lampiran 2. Perhitungan Pembuatan Larutan Nutrient Agar (NA)..................... 47

    Lampiran 3. Perhitungan Pembuatan Larutan Sampel Isolat............................... 48

    Lampiran 4. Gambar sampel uji dan Penimbangan............................................. 49

    Lampiran 5. Gambar Pembuatan Suspensi Bakteri.............................................. 49

    Lampiran 6. Gambar Pewarnaan Hasil Peremajaan Bakteri Uji.......................... 50

    Lampiran 7. Zona Hambat Uji aktivitas EPMS dan APMS 100 ppm.................. 51

    Lampiran 8. Zona Hambat Uji aktivitas EPMS dan APMS 200 ppm.................. 52

    Lampiran 9. Zona Hambat Uji aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil- PMS,

    dan Propil-PMS 100 ppm................................................................ 53

    Lampiran 10. Zona Hambat Uji aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil-PMS,

    dan Propil-PMS 200 ppm................................................................ 54

    Lampiran 11. Gambar Struktur Senyawa Uji........................................................ 55

    .

  • 1

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Modifikasi struktur molekul senyawa yang telah diketahui aktivitas

    biologisnya merupakan salah satu strategi dalam pengembangan obat.

    Modifikasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan senyawa baru yang

    mempunyai aktivitas lebih tinggi, masa kerja yang lebih panjang, tingkat

    kenyamanan yang lebih tinggi, toksisitas atau efek samping yang lebih rendah,

    lebih selektif dan lebih stabil. Modifikasi struktur molekul juga digunakan

    untuk mendapatkan senyawa baru yang bersifat antagonis atau antimetabolit

    (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

    Rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) sudah dikenal luas di

    masyarakat baik sebagai bumbu makanan atau untuk pengobatan, diantaranya

    adalah untuk mengobati batuk, mual, bengkak, bisul dan antitoksin seperti

    keracunan tempe bongkrek dan jamur. Komponen yang terkandung di

    dalamnya antara lain saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri.

    Tanaman ini termasuk kelas monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku

    Zingiberaceae, dan marga Kaempferia (Winarto, 2007).

    Komponen minyak atsiri dari simplisia kencur yang dianalisis secara

    GC-MS antara lain kamfen 2,22%, -pinen 2,47%, delta 3-karen 2,86%, etil

    sinamat 43,47%, etil p-metoksisinamat 31,36%, penta dekana 3,35%, dan

    borneol 3,35%. (Herbert, 2009) Ekstrak etanol kencur mempunyai daya

    antimikroba terhadap jamur kulit Trichophyton mentagrophytes dan

    Cryptococcus neoformans (Gholib, D. 2009). Ekstrak kencur juga

    menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap sejumlah organisme termasuk

    Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Candida albicans,

    Escheriachia coli, Klebsiella pneumonia, Salmonella typhi, Seratia

    marcescens, Vibrios kolera, Vibrios parahaemolyticus, Enterococcus faecalis,

    dan Pseudomonas aeruginosa (Mekseepralard et al., 2010).

  • 2

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Etil p-metoksisinamat merupakan salah satu senyawa dari turunan asam

    sinamat, beberapa dari turunan asam sinamat ini memiliki berbagai aktivitas

    biologis seperti antibakteri, antiinflamasi, antispasmodik, antimutagenetik,

    fungisida, herbisida, serta penghambat enzim tirosinase (Rudyanto, M, dan

    Hartanti, L. 2008). Etil p-metoksisinamat (EPMS) memiliki aktivitas

    antibakteri terhadap Mycobactrium tuberculosis dan Candida albicans (Yenjai

    et al., 2003). Etil p-metoksisinamat terbukti dapat menghambat Mycobactrium

    tuberculosis dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) pada 201-404 ppm

    (Lakshmanan et al., 2011). Nugraha, S A. (2012) telah melakukan uji aktivitas

    antimikroba senyawa etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari rimpang kencur

    terhadap Bacillus subtilis dan menyimpulkan bahwa senyawa etil

    p-metoksisinamat tidak mempunyai aktivitas untuk menghambat pertumbuhan

    Bacillus subtilis.

    Pada penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas antibakteri dari senyawa

    hasil modifikasi struktur etil p-metoksisinamat terhadap bakteri

    Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas

    aeroginosa, Escherichia coli, dan Propionibacterium acne. Bakteri uji yang

    dipilih berdasarkan atas pertimbangan penggolongan Gram bakteri.

    Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis mewakili bakteri

    Gram positif. Bakteri Pseudomonas aeroginosa dan Escherichia coli mewakili

    bakteri Gram negatif. Penggunaan bakteri Propionibacterium acne (Gram

    positif) mewakili bakteri penyebab inflamasi atau jerawat pada kulit wajah,

    karena beberapa turunan asam sinamat berkhasiat sebagai antiinflamasi

    (Rudyanto, dan Hartanti, L. 2008).

    Pengujian dilakukan dengan menggunakan metoda difusi agar.

    Konsentrasi senyawa aktif yang diuji sebesar 200 ppm dan 100 ppm, Cakram

    kloramfenikol (30 g) dan klindamisin (2 g) digunakan sebagai kontrol

    positif dan etanol proanalisis sebagai kontrol negatif. Penelitian uji aktivitas

    antibakteri dilakukan secara tiga kali pengujian untuk setiap isolat dan

    mikroba. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perubahan gugus

    fungsi EPMS terhadap aktivitas antibakteri.

  • 3

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    1.2 Rumusan Masalah

    1.2.1. Apakah isolat-isolat hasil modifikasi struktur dari etil

    p-metoksisinamat sebagai senyawa murni mempunyai aktivitas

    antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus

    epidermidis, Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli, dan

    Propionibacterium acne?

    1.2.2. Seberapa besarkah daya hambat aktivitas antibakteri isolat-isolat hasil

    modifikasi dari etil p-metoksisinamat terhadap bakteri Staphylococcus

    aureus, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeroginosa,

    Escherichia coli, dan Propionibacterium acne?

    1.2.3. Apakah terjadi peningkatan atau penurunan aktivitas antibakteri

    isolat-isolat hasil modifikasi dari etil p-metoksisinamat ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri etil

    p-metoksisinamat (EPMS) dan turunan hasil modifikasi struktur pada senyawa

    EPMS dan untuk melihat pengaruh perubahan gugus fungsi EPMS terhadap

    aktivitas antibakteri.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dan daya hambat yang

    ditimbulkan dari isolat-isolat hasil modifikasi struktur pada senyawa

    etil p-metoksisinamat.

    1.4.2 Untuk menambah riset tentang aktivitas antibakteri turunan hasil

    modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat.

    1.4.3 Untuk menambah khazanah pengetahuan tentang kimia obat

  • 4

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kencur (Kamferia galanga L)

    Klasifikasi kencur menurut Depkes RI (2001) adalah sebagai berikut :

    Divisi : Spermatophyta

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledonae

    Bangsa : Zingiberales

    Suku : Zingiberaceae

    Marga : Kaempferia

    Jenis : Kaempferia galanga L.

    Kencur (Kaempferia galanga) merupakan tanaman terna yang hampir

    menutupi tanah, tidak berbatang, rimpang bercabang-cabang, berdesak

    -desakan, akarakar berbentuk gelondong, kadang-kadang berumbi, panjang

    1 cm sampai 1,5 cm. Setiap tanaman berdaun sebanyak 1 sampai 3 helai,

    lebar merata dan hampir menutupi tanah, daun berbentuk jorong lebar sampai

    hampir bundar, pengkal hampir berbentuk jantung, ujung mendadak lancip,

    bagian atas tidak berambut, bagian bawah berambut halus, pinggir

    bergelombang berwarna merah kecoklatan, bagian tengah berwarna hijau,

    panjang helai daun 7 cm sampai 15 cm, lebar 2 cm sampai 8 cm, tangkai

    pendek, berukuran 3 mm sampai 10 mm, pelepah terbenam dalam tanah,

    panjang 1,5 cm sampai 3,5 cm, warna putih. Perbungaan, panjang 14 cm dan

    mengandung 4 sampai 12 bunga. Tajuk berwarna putih dengan tabung

    panjang 2,5 cm sampai 5 cm, ujung berbelahbelah berbentuk pita, panjang

    2,5 cm sampai 3 cm, lebar 1,5 mm sampai 3 mm (Depkes RI, 1977).

    Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan tanaman tropis yang

    banyak tumbuh diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang

    dipelihara. Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional

    dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak

    membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang

    diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari tanaman kencur yang

  • 5

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang disebut

    dengan rimpang kencur atau rizoma (Soeprapto, 1986).

    Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini

    (1990) yaitu etil sinamat (1), etil p-metoksisinamat (2), p-metoksistiren (3),

    karen (4), borneol (5), dan parafin (6)

    Gambar 1. Struktur-Struktur Kandungan Kimia Rimpang Kencur

    (Afriastini, 1990)

    Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan

    komponen utama dari kencur (Afriastini, 1990). Tanaman kencur mempunyai

    kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil

    p-metoksisinamat (30%), kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya

    kandungan etil p-metoksisinamat dalam kencur yang merupakan senyawa

    turunan sinamat (Inayatullah, 1997 dan Jani, 1993).

    Rimpang kencur mempunyai khasiat obat, antara lain untuk

    menyembuhkan batuk dan mengeluarkan dahak, mengeluarkan angin dari

    dalam perut, bisa juga untuk melindungi pakaian dari serangga perusak

    (Afrianstini, 1990).

    2.2 Etil Para Metoksisinamat

    Etil-p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi

    rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) yang merupakan bahan dasar

    senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan matahari. EPMS

    merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion kulit ataupun bedak

    setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil

  • 6

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    dari ester ini digantikan oleh oktil, etil heksil, atau heptil melalui

    transesterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mengurangi

    kepolaran EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang dan hal itu

    merupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabir surya (Barus, 2009).

    Kandungan etil p-metoksisinamat (EPMS) dalam rimpang kencur

    menjadi bagian yang penting dalam industri kosmetik karena bermanfaat

    sebagai bahan pemutih dan juga anti-aging atau penuaan jaringan kulit

    (Rosita, 2007).

    Senyawa EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang

    mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan

    juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga

    dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai

    variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana (Barus,

    2009).

    Gambar 2. Stuktur EPMS (Barus, 2009)

    2.3 Turunan Asam Sinamat Sebagai Antibakteri

    2.3.1 Isobutil Sinamat

    Narasimhan (2004) telah melaporkan aktivitas antibakteri terhadap

    Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis (Gram negatif

    dan Gram positif) dan aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dan

    Aspergillus niger. Isobutil sinamat menunjukkan aktivitas antibakteri yang

    kuat terhadap bakteri Gram negatif dan Gram positif serta memiliki sifat

    antijamur yang baik. Aktivitas antimikroba dari turunan asam sinamat

    adalah karena adanya gugus ester dan amida.

  • 7

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 3. Strukur isobutil sinamat (Narasimhan et al., 2004)

    2.3.2 Etil p-Hidroksisinamat (EPHC)

    Etil p-metoksisinamat (EPMC) merupakan konstituen utama dari

    rimpang Kaempferia galanga, dapat dirubah menjadi etil

    p-hydroxycinnamate (EPHC) menggunakan Aspergillus niger. Penelitian

    terhadap aktivitas antimikroba menunjukkan bahwa EPHC aktif terhadap

    Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus di MIC 333 g/mL sedangkan

    terhadap Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli dan Candida albicans

    di MIC 111 g/mL. Hal ini juga menunjukkan bahwa EPHC menunjukkan

    penghambatan pertumbuhan yang lebih potensial daripada EPMC. Selain

    itu, EPHC telah menunjukkan konsentrasi bakterisida minimum (MBC)

    terhadap B. cereus, P. aeruginosa dan E. coli pada konsentrasi 1000 g/mL

    sedangkan EPMC tidak menunjukkan potensi membunuh pada

    mikroorganisme tersebut (Omar et al., 2014)

    Gambar 4. Jalur biotransformasi dari etil p-metoksisinamat menjadi

    etil p-hidroksisinamat oleh Aspergillus niger (Omar et al., 2014)

    2.4 Bakteri

    Bakteri adalah mikroorganisme yang bersel satu, berkembang biak

    dengan cara membelah diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat

    dilihat dengan menggunakan mikroskop (Dwijoseputro, 1988).

  • 8

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.4.1 Klasifikasi Bakteri

    Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas

    tiga bagian (Pratiwi, 2008) yaitu :

    1. Bentuk Basil

    Basil dari kata bacillus, merupakan bakteri yang bentuknya

    menyerupai batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, basil

    dapat berupa batang tunggal, berpasangan atau bentuk rantai pendek atau

    panjang. Bentuk basil ini dapat dibedakan atas :

    a) Bentuk tunggal, yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan

    ujung-ujungnya yang tumpul.

    b) Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua dengan

    ujung-ujungnya yang tumpul.

    c) Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang dengan

    ujung-ujungnya yang tumpul.

    2. Bentuk kokus

    Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat atau oval, ada yang

    hidup sendiri dan ada yang dijumpai hidup berpasangan, kubus atau

    membentuk rantai panjang, bergantung pada caranya membelah diri

    kemudian melekat satu sama lain setelah pembelahan. Bentuk kokus ini

    dapat dibedakan atas :

    a) Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua.

    b) Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat.

    c) Stapilokokus, yaitu kokus yang mengelompok merupakan suatu

    untaian.

    d) Streptokokus, yaitu kokus yang bergandeng-gandengan panjang

    seperti rantai.

    e) Sarsina, kokus yang mengelompok serupa kubus.

    3. Bentuk Spiral

    Kelompok bakteri ini terdiri atas beraneka ragam bentuk bakteri

    berbentuk silinder, yang bukan lurus seperti basil melainkan melingkar.

    Bakteri bentuk spiral ini dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :

  • 9

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    a) Vibrio, yaitu bakteri yang berbentuk batang melengkung menyerupai

    koma, ada yang tumbuh sebagai benang-benang membelit atau

    berbentuk s.

    b) Spiril, yaitu dari kata spirilium yang menyerupai spiral atau lilitan

    yang sebenarnya.

    c) Spirochaeta, yaitu merupakan bakteri spiral, tetapi bakteri ini

    memiliki spiril yang bersifat fleksibel (mampu melenturkan dan

    melekukkan tubuhnya sambil bergerak).

    Berdasarkan tempat kedudukan flagel, maka bakteri dapat

    diklasifikasikan sebagai berikut (Waluyo, 2004) :

    a) Monotrik, jika flagel hanya satu dan melekat pada ujung sel.

    b) Lofotrik, jika flagel yang melekat pada salah satu ujung sel banyak.

    c) Amfitrik, jika flagel melekat pada kedua ujung sel masing-masing satu

    flagel.

    d) Peritrik, jika flagel tersebar dari ujung sampai ke sisi-sisi sel.

    e) Atrik, jika spesies tidak mempunyai flagel sama sekali.

    Berdasarkan pewarnaan Gram, maka bakteri dapat dibedakan

    menjadi dua bagian (Lay, 1994) yaitu :

    1. Bakteri Gram positif, yaitu bakteri yang dapat mengikat zat warna

    pertama (kristal violet) akan memberikan warna ungu dan setelah

    dicuci dengan alkohol, warna ungu tersebut akan tetap kelihatan.

    Kemudian ditambahkan zat warna kedua (safranin), warna ungu pada

    bakteri tidak berubah. Contoh : Stapylococcus aureus, Stapylococcus

    epidermidis, Stapylococcus saprophyticus, Streptococcus pneumoniae,

    dan Streptococcus agalactiae.

    2. Bakteri Gram negatif, yaitu bakteri yang kehilangan warna dari kristal

    violet ketika dicuci dengan alkohol dan setelah diberi zat warna kedua

    (safranin), bakteri akan memberikan warna merah muda. Contoh :

    Salmonella species, Salmonella typhi, Salmonella dysenteriae,

    Klebsiella pneumoniae, Eschericia coli, dan Pseudomonas

    aeruginosa.

    2.4.2 Struktur Bakteri

  • 10

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Struktur bakteri terbagi menjadi dua (Lay, 1994) yaitu :

    1. Struktur dasar (dimiliki oleh hampir semua jenis bakteri)

    a) Dinding sel tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan protein dan

    polisakarida (ketebalan peptidoglikan membagi bakteri menjadi

    bakteri Gram positif bila peptidoglikannya tebal dan bakteri Gram

    negatif bila peptidoglikannya tipis).

    b) Membran plasma adalah membran yang menyelubungi sitoplasma

    tersusun atas lapisaan fosfolipid dan protein. Membran plasma

    merupakan barier yang fungsinya mengatur keluar masuknya

    bahan-bahan dari dalam sel atau dari luar sel, dan hanya

    bahan-bahan tertentu saja yang dapat melewatinya.

    c) Sitoplasma adalah cairan sel

    d) Ribosom adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma, tersusun

    atas protein dan RNA.

    e) Granula penyimpanan, karena bakteri menyimpan cadangan

    makanan yang dibutuhkan.

    2. Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu)

    a) Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada

    jenis bakteri tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila

    lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir

    tersusun atas polisakarida dan air.

    b) Flagellum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau

    spiral yang menonjol dari dinding sel. Flagela tersusun dari protein

    yang disebut flagelin.

    c) Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membran

    plasma dan mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk

    proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang

    melakukan fotosintesis.

    d) Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus

    yang menonjol dari dinding sel, pilus mirip dengan flagellum tetapi

    lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari

    protein dan hanya terdapat pada bakteri Gram negatif. Fimbria

  • 11

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek daripada pilus. Pilus

    yang berfungsi sebagai alat untuk menempelkan dirinya pada sel

    hospes disebut colonizing factor.

    e) Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan

    berfotosintesis.

    f) Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri

    Gram positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak

    menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung

    sedikit sitoplasma, materi genetik dan ribosom. Dinding endospora

    yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan

    terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tumbuh menjadi sel

    bakteri baru.

    2.4.3 Reproduksi Bakteri

    Bakteri pada umumnya berkembang biak dengan membelah diri

    (binary fission). Pada waktu akan membelah sel bakteri membesar 2 kali

    semula kemudian membelah menjadi 2. Masing-masing sel bakteri yang

    baru menerima sitoplasma dan bahan genetik dalam jumlah yang sama.

    Dalam lingkungan yang ideal bakteri membelah dengan sangat cepat. Jika

    bakteri bereproduksi setiap 20 menit, maka akan terbentuk suatu koloni

    bakteri yang terdiri atas lebih dari 2 juta bakteri selama 7 jam, jika

    makanannya masih cukup. Ada beberapa bakteri yang berkembang biak

    secara konjugasi. Konjugasi terjadi antara bakteri yang sama jenisnya, jika

    satu bakteri mempunyai plasmid yang lainnya tidak. Bakteri jantan dan

    betina yang sama jenisnya saling melekatkan diri dengan membuat

    jembatan sitoplasma (pilus penghubung) dan selanjutnya terjadi pertukaran

    material genetik. Konjugasi sebetulnya jarang terjadi dan hanya pada

    beberapa spesies bakteri (Pratiwi, 2008).

    2.4.4 Fase Pertumbuhan Bakteri

    Ada 4 fase pertumbuhan bakteri, di antaranya adalah sebagai

    berikut :

    1. Fase Lambat (lag phase), yaitu fase yang terjadi antara beberapa jam

    tergantung pada umur dari sel inokulum, spesies, dan lingkungannya.

  • 12

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Waktu pada fase lag ini dibutuhkan untuk penyesuaian diri terhadap

    kondisi pertumbuhan lingkungan yang baru.

    2. Fase Cepat (Log phase), yaitu setelah beradaptasi terhadap kondisi

    baru, sel sel ini akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial

    sampai jumlah maksimum yang dapat dicapai sesuai kondisi

    lingkungan.

    3. Fase Tetap (Stationary phase), populasi bakteri jarang dapat tetap

    tumbuh secara eksponensial dengan kecepatan tinggi untuk jangka

    waktu yang lama. Setelah 48 jam, pertumbuhan eksponensial bakteri

    dengan waktu pembelahan 20 menit akan menghasilkan sebesar 2,2

    x 1031 bakteri. Pertumbuhan populasi mikroorganisme biasanya

    dibatasi oleh habisnya nutrisi yang tersedia, akibatnya kecepatan

    pertumbuhan menurun dan pertumbuhan akhirnya terhenti, fase ini

    dikatakan sebagai fase tetap (stationary phase). Komposisi sel-sel pada

    fase ini berbeda dibandingkan dengan saat fase eksponensial dan

    umumnya lebih tahan terhadap perubahan panas, dingin maupun

    radiasi.

    4. Fase Kematian (death phase), yaitu sel-sel pada fase tetap, akhirnya

    akan mati bila tidak di pindahkan ke media segar yang lain.

    Sebagaimana pertumbuhan, kematian sel juga secara eksponensial dan

    karenanya dalam bentuk logaritmis, fase menurun atau kematian ini

    merupakan penurunan secara garis lurus yang digambarkan oleh jumlah

    sel-sel yang hidup terhadap waktu. Kecepatan kematian berbeda-beda

    tergantung dari lingkungan dan spesies mikroorganisme (Waluyo,

    2004).

    2.4.5 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

    1. Nutrisi

    Semua mahluk hidup memerlukan bahan makanan untuk

    keperluan hidupnya. Bahan makanan ini diperlukan untuk sintesis bahan

    sel dan untuk mendapatkan energi. Demikian juga dengan

    mikroorganisme, untuk kehidupannya membutuhkan energi dari

  • 13

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    lingkungannya. Bahan tersebut dinamakan nutrisi (zat gizi) (Waluyo,

    2004).

    Semua mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber

    energi dan pertumbuhan selnya. Unsur unsur dasar tersebut adalah

    karbon, nitrogen, sulfur, zat besi dan sejumlah kecil logam-logam

    lainnya. Kekurangan sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi

    pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan

    kematian (Gaman, 1992).

    Perkembangbiakan mikroorganisme membutuhkan media yang

    berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi

    mikroorganisme. Media dapat dibagi berdasarkan (Lay, 1994):

    1. Konsistensinya, media dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

    a. Media padat

    b. Media cair

    c. Media semi padat

    Media padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar

    berasal dari ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat

    karena tidak diuraikan oleh mikroorganisme dan membeku pada suhu

    di bawah 45C. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media

    adalah 1,5 - 2 %.

    2. Sumber bahan baku yang digunakan, media dapat dibagi menjadi dua

    macam:

    a. Media sintetik, bahan baku yang digunakan merupakan bahan

    kimia atau bahan yang bukan berasal dari alam. Pada media

    sintetik, kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui

    secara terperinci.

    b. Media Nonsintetik, menggunakan bahan yang terdapat di alam

    biasanya tidak diketahui kandungan kimianya secara terperinci.

    Contoh: ekstrak daging, pepton, ekstrak ragi, dan kaldu daging.

    3. Berdasarkan fungsinya, media dapat dibagi menjadi:

    a. Media selektif, yaitu media biakan yang mengandung paling sedikit

    satu bahan yang dapat menghambat perkembangbiakan

  • 14

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan

    perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi.

    b. Media differensial, yaitu media untuk membedakan kelompok

    mikroorganisme tertentu yang tumbuh pada media biakan. Bila

    berbagai kelompok mikroorganisme tumbuh pada media

    differensial, maka dapat dibedakan kelompok mikrooganisme

    berdasarkan perubahan pada media biakan atau penampilan

    koloninya.

    c. Media diperkaya, yaitu dengan menambahkan bahanbahan khusus

    pada media untuk menumbuhkan mikroba yang khusus.

    2. Temperatur

    Bakteri sangat peka terhadap suhu atau temperatur dan daya

    tahannya tidak sama untuk semua spesies. Bakteri dapat

    diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan suhu

    pertumbuhan yang diperlukan, di antaranya :

    a) Bakteri Psikrofil, yakni mikroorganisme yang dapat hidup baik

    pada suhu 0-20C, dengan suhu optimumnya adalah 10-20C.

    kebanyakan golongan ini tumbuh di tempat dingin.

    b) Bakteri Mesofil, mikroorganisme yang dapat hidup dengan baik

    pada suhu 5-60C, dan memiliki suhu pertumbuhan optimal antara

    20-45C. Umumnya mikroba ini hidup dalam saluran pencernaan.

    c) Bakteri Termofil, mikroorganisme dapat hidup baik pada suhu

    45-80C. Suhu optimumnya antara 50-60C, mikroba ini terutama

    terdapat di tempat yang bertemperatur tinggi (Gaman, 1992).

    3. Oksigen

    Bakteri dapat dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan

    kebutuhan oksigen selama pertumbuhan, antara lain :

    a) Aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen di dalam

    pertumbuhannya.

    b) Anaerob yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen di dalam

    pertumbuhannya, bahkan oksigen ini dapat menjadi racun bagi

    bakteri tersebut.

  • 15

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    c) Anaerob fakultatif yaitu bakteri yang dapat hidup tumbuh dengan

    atau tanpa adanya oksigen.

    d) Mikroaerofilik yaitu bakteri yang memerlukan hanya sedikit

    oksigen dalam pertumbuhannya (Pratiwi, 2008).

    4. pH

    Pertumbuhan bakteri juga memerlukan pH tertentu, namun

    umumnya bakteri memiliki jarak pH yaitu sekitar pH 6,5-7,5 atau

    pada pH netral (Waluyo, 2004). Untuk tiap mikroorganisme dikenal

    nilai pH minimum, optimum, dan maksimum.

    Berdasarkan lingkungan pH bagi kehidupan mikroba,

    dibedakan adanya 3 golongan besar (Suriawira, 2005) yaitu :

    a) Mikroba yang asidofilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara

    2,0-5,0

    b) Mikroba yang netrofilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara

    5,5-8,0

    c) Mikroba yang alkalifilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara

    8,7-9,5

    5. Tekanan Osmosis

    Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran

    semipermiabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam

    media. Pada larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel

    mikroorganisme sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar

    dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma mengkerut

    dan lepas dari dinding sel (plasmolisis), serta menyebabkan sel secara

    metabolik tidak aktif. Mikroorganisme halofil mampu tumbuh pada

    lingkungan hipertonik dengan kadar garam yang tinggi, contohnya

    Halobacterium halobium (Dwidjoseputro, 1988).

    2.5 Bakteri Uji

  • 16

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Berikut ini merupakan beberapa contoh bakteri yang akan diuji pada

    penelitian ini:

    2.5.1 Pseudomonas aeruginosa

    Sistematika Pseudomonas aeruginosa (Dwidjoseputro, 1988) yaitu:

    Divisi : Bacteria

    Sub Divisi : Proteobacteria

    Kelas : Gamma Proteobacteria

    Bangsa : Pseudomonadales

    Suku : Pseudomonadaceae

    Marga : Pseudomonas

    Spesies : Pseudomonas aeruginosa

    P. aeruginosa adalah bakteri Gram negatif aerob obligat, berkapsul,

    mempunyai flagella polar sehingga bersifat motil, berukuran sekitar

    0,5-1,0 m. Bakteri ini tidak menghasilkan spora dan tidak dapat

    menfermentasikan karbohidrat (Toyofoku, 2011). Pseudomonas aeruginosa

    merupakan bakteri oportunis yaitu bakteri yang menyebabkan infeksi hanya

    pada orang yang keadaan imunnya menurun (Gould & Brooker. 2003).

    P. aeruginosa memproduksi alginat yang menginfeksi paru-paru dari

    penderita cystic fibrosis dan mengakibatkan masalah pernapasan yang serius

    (Govan, 1988). Pseudomonas aeruginosa juga dapat membentuk biofilm

    yang terbuat dari kapsul glikokalis untuk mengurangi keefektifan

    mekanisme sistem imun inang sehingga dapat mempertahankan hidup lebih

    lama (Esmaeli, 2011).

    P. aeruginosa digolongkan ke dalam true Pseudomonas, termasuk di

    dalamnya P. fluorescens dan P. putida, karena mengandung pigmen larut air

    yang dapat berfluoresens, dan pada P. aeruginosa berwarna hijau kebiruan.

    Fluoresensi hijau kebiruan yang ditimbulkan ini merupakan perpaduan

    bermacam pigmen. Fluoresensi kuning kehijauan muncul karena adanya

    pyoverdine dan warna hijau kebiruan yang terlihat jelas di bawah

    UV 366 nm oleh adanya pyocyanin. Selain itu, P. aeruginosa juga

    mengandung pyorubin yang berwana merah. Pseudomonas aeruginosa

  • 17

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    memproduksi katalase, oksidase, dan amonia dari arginin (Pelczar, 1988

    dan Moore et al., 2006).

    2.5.2 Escherichia coli

    Sistematika Escherchia coli : (Dwidjoseputro, 1988)

    Divisi : Protophyta

    Kelas : Schizomycetes

    Bangsa : Eubacteriales

    Suku : Enterobacteriaceae

    Marga : Escherichia

    Jenis : Escherichia coli

    E. coli merupakan bakteri Gram negatif dari famili

    Enterobacteriaceae yang hidup dalam usus kolon manusia dan usus hewan

    berdarah panas (Waites, 2001). Bakteri ini tidak berspora, berbentuk basil

    dengan diameter 0,5 m dan panjang 1,0-3,0 m, dan merupakan bakteri

    anaerob fakultatif (Welch, 2006). Bakteri ini dapat memfermentasi laktosa

    dan mampu memproduksi indol dan toxin yang dapat menyebabkan diare

    (Ryan dan Ray, 2004). E. coli mempunyai periplasman single layer dengan

    peptidoglikan, bergerak menggunakan peritrichous flagella, dan hidup baik

    pada suhu 15-48oC dengan pH 5,5-8,0 (Welch, 2006).

    Escherichia coli disebut juga Bacterium coli. Escherichia coli

    merupakan bakteri Gram negatif aerobik atau anaerobik fakultatif, lebarnya

    0,4 0, 7 m, panjang 1 4 m yang mempunyai ciri ciri : batang lurus,

    bergerak dengan flagel atau tidak bergerak. Escherichia coli tumbuh sangat

    baik pada temperatur 37C, tetapi dia dapat tumbuh pada temperatur

    8- 46C (Pelczar,1988).

    2.5.3 Staphylococcus aureus

    Sistematika Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1988) yaitu:

    Divisi : Protophyta

    Kelas : Schizomycetes

    Bangsa : Eubacteriales

    Suku : Micrococcaceae

    Marga : Staphylococcus

  • 18

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Jenis : Staphylococcus aureus

    Bakteri Staphylococcus aureus termasuk famili Staphylococcaceae

    dalam kelompok bakteri Gram positif. Hidup berkoloni seperti buah anggur

    dengan diameter sel 0,8-1,0 m. Staphylococcus aureus dapat membentuk

    koloni dalam jumlah besar yang berwarna kuning. Staphylococcus aureus

    merupakan penyebab infeksi kulit seperti bisul dan furuncules, dan selain itu

    dapat menyebabkan pneumonia, mastitis, phlebitis, meningitis, masalah

    saluran pencernaan dan urinary tract infections (Todar, 2008; Benzon,

    2001).

    Sel bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bola dengan diameter

    rata-rata 0,7-1,2 m tersusun dalam kelompok-kelompok. Pada biakan cair

    ditemukan dalam bentuk berpasangan, rantai pendek dan kokus yang

    tunggal. Kokus muda bersifat Gram positif. Bakteri Staphylococcus aureus

    tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini tumbuh baik pada

    suhu 37C. Pertumbuhan terbaik dan khas adalah pada suasana aerob,

    bersifat anaerob fakultatif dan pH optimum untuk pertumbuhan adalah 7,4.

    Koloni bakteri ini berbentuk bulat, cembung, dan mengkilap. Warna khas

    adalah kuning keemasan (Pelczar, 1988).

    2.5.4 Propionibacterium acne

    Sistematika Propionibacterium acne (Dwidjoseputro, 1988) yaitu:

    Divisi : Bacteria

    Sub Divisi : Actinobacteria

    Kelas : Actinobacteridae

    Bangsa : Actinomycetales

    Suku : Propionibacteriaceae

    Marga : Propionibacterium

    Jenis : Propionibacterium acne

    Propionibacterium acne berbentuk batang tak teratur yang terlihat

    pada pewarnaan Gram positif. Bakteri ini dapat tumbuh di udara dan tidak

    menghasilkan endospora. Bakteri ini dapat berbentuk filament bercabang

    atau campuran antara bentuk batang / filamen dengan bentuk kokoid.

    Beberapa bersifat patogen untuk hewan dan tanaman.

  • 19

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Propionibacterium acne termasuk dalam kelompok bakteri

    orynebacteria. Bakteri ini termasuk flora normal kulit, berperan pada

    patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase yang memecah asam lemak

    bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi

    jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya

    acne. Propionibacterium acne termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat.

    Bakteri ini tipikal bakteri anaerob Gram positif yang toleran terhadap udara

    (Pelczar, 1988).

    2.5.5 Staphylococcus epidermidis

    Sistematika Staphylococcus epidermidis (Lindsay J.A, 2008):

    Divisi : Firmicutes

    Kelas : Bacilli

    Bangsa : Bacillales

    Famili : Staphylococcaceae

    Marga : Staphylococcus

    Species : Staphylococcus epidermidis

    Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif, aerob

    atau anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur,

    diameter 0,8-1,0 m tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni

    berwarna putih bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37oC. Koloni pada

    pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol, berkilau, tidak

    menghasilkan pigmen, berwarna putih porselen sehingga Staphylococcus

    epidermidis disebut Staphylococcus albus, koagulasi-negatif dan tidak

    meragi manitol (Jawetz et al., 2001).

    Staphylococcus epidermidis terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul

    dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya

    berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz et al., 2001).

    2.6 Identifikasi Bakteri

    Identifik bakteri dapat dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi

    koloni meliputi pengamatan terhadap bentuk dan warna koloni (Pelczar,

    1986). Untuk memudahkan pengamatan mikroskopis, maka dilakukan

  • 20

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    berbagai prosedur pewarnaan terhadap sel bakteri yang telah difiksasi pada

    kaca obyek. Beberapa prosedur pewarnaan tersebut adalah :

    2.6.1 Pewarnaan Gram

    Pewarnaan Gram digunakan untuk mengetahui morfologi bakteri dan

    membedakan antara bakteri Gram positif dengan bakteri Gram negatif. Jika

    dilihat di bawah mikroskop, bakteri Gram positif akan berwarna ungu,

    karena dapat menahan kompleks pewarna primer karbol gentian violet

    iodium sampai akhir prosedur pewarnaan. Bakteri Gram negatif akan

    berwarna merah, karena kehilangan kompleks warna karbol gentian

    violetiodium dengan pembilasan alkohol, lalu terwarnai oleh pewarna

    tandingan air fuksin (Cappucino, 1987).

    Perbedaan reaksi kedua golongan bakteri tersebut terhadap

    pewarnaan Gram disebabkan bakteri Gram positif memiliki dinding sel tebal

    yang akan menyusut pada saat pembilasan alkohol, sehingga pori-porinya

    menutup dan mencegah keluarnya kompleks pewarna primer pada saat

    pemucatan. Sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif mengandung

    banyak lipid yang larut dalam alkohol pada saat pembilasan. Larutnya lipid

    memperbesar pori-pori dinding sel dan menyebabkan proses pemucatan

    berlangsung cepat (Cappucino, 1987).

    2.6.2 Pewarnaan Spora

    Pewarnaan spora digunakan untuk mengamati endospora bakteri.

    Endospora hanya terbentuk dalam lingkungan yang tidak menguntungkan,

    seperti kekurangan nutrisi. Bentuk ini tahan terhadap pemanasan dan

    unsur-unsur fisik lain, seperti pembekuan, kekeringan, radiasi ultraviolet

    serta bahan-bahan kimia yang dapat menghancurkan sel bakteri. Bila

    keadaan lingkungan kembali menjadi baik, maka dinding endospora akan

    pecah dan bakteri membentuk sel vegetatif kembali (Cappucino, 1987).

    Endospora merupakan bentuk kehidupan yang paling resisten,

    sehingga mampu bertahan dalam debu dan tanah selama bertahun-tahun

    Ketahanan endospora disebabkan adanya selubung spora yang keras dan

    tebal. Untuk dapat mewarnai endospora, diperlukan pemanasan agar

    pewarna dapat menembus selubung spora. Jika pewarna tersebut sudah

  • 21

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    memasuki endospora, maka pewarna tersebut akan sulit dihilangkan

    (Denyer, 2004).

    2.6.3 Pewarnaan Kapsul

    Pewarnaan kapsul digunakan untuk mengamati kapsul atau lendir

    bakteri. Beberapa jenis bakteri dan alga hijau-biru mengeluarkan

    bahan-bahan yang amat berlendir dan lengket untuk menyelubungi dinding

    sel. Bila bahan berlendir tersebut kompak dan memberikan bentuk tertentu

    (bundar atau lonjong), maka disebut kapsul. Tetapi bila bentuknya tidak

    teratur dan menempel kurang erat pada sel, maka disebut lapisan lendir.

    Kapsul bakteri sangat sukar diamati dengan mikroskop cahaya, karena tidak

    berwarna dan mempunyai indeks bias yang rendah. Selain itu, kapsul

    bakteri bersifat non-ionik, sehingga tidak dapat diwarnai dengan prosedur

    pewarnaan sederhana. Untuk mengamati kapsul, digunakan gabungan

    prosedur pewarnaan negatif dengan pewarnaan sederhana (Cappucino,

    1987).

    2.7 Uji Aktivitas Antibakteri

    Ada beberapa cara uji aktivitas antibakteri, diantaranya adalah :

    2.7.1 Cara difusi

    Sebagai pencadang dapat digunakan cakram kertas, silinder gelas,

    porselen, logam dan pencetak lubang (punch hole).

    A. Cara tuang

    Media agar yang telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri uji

    dituangkan ke dalam cawan petri, dan dibiarkan memadat. Zat

    antibakteri diteteskan ke dalam cakram, kemudian diinkubasikan pada

    suhu 37C selama 18-24 jam. Daerah bening yang terdapat di sekeliling

    cakram kertas atau silinder menunjukkan hambatan pertumbuhan

    bakteri, diamati dan diukur (Stainer et al., 1982)

    B. Cara sebar

    Media agar dituangkan ke dalam cawan petri kemudian dibiarkan

    memadat, lalu suspensi bakteri uji disebarkan. Media dilubangi dengan

    alat pencetak lubang (punch hole), ke dalamnya diteteskan zat

    antibakteri, didiamkan, lalu diinkubasikan pada suhu 37C selama

  • 22

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    18-24 jam. Zona hambat diukur yaitu daerah bening disekitar lubang

    dengan menggunakan jangka sorong (Lay, 1994).

    2.7.2 Cara Turbidimetri

    Pada cara ini digunakan media cair, yaitu dilakukan penuangan

    media ke dalam tabung reaksi, ditambahkan suspensi bakteri, kemudian

    dilakukan pemipetan larutan uji, dan inkubasi. Selanjutnya dilakukan

    pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan

    bakteri diukur dengan menggunakan instrument yang cocok, misalnya

    nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba

    (Depkes, 1995).

    2.7.3 Cara dilusi

    Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat

    minimum) dan KBM (kadar bunuh minimum) dari obat antimikroba. Prinsip

    dari metode dilusi adalah sebagai berikut :

    Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan

    sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung

    diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi

    pada suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada

    tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan

    hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba)

    adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang

    ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM

    dari obat terhadap bakteri uji (Pratiwi, 2008).

    Menurut Davis and Stout (1971), kriteria kekuatan daya antibakteri

    sebagai berikut : diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan

    lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20 mm

    dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat

    kuat.

    2.8 Kloramfenikol

    Kloramfenikol merupakan antibiotika golongan amphenicol yang

    bersifat bakteriosidal dengan memiliki aktivitas spektrum luas aktif terhadap

  • 23

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    bakteri yang patogen dengan jalan menghambat sintesis protein dengan cara

    mengikat sub unit 50 S dari pada ribosom sel bakteri dan menghambat

    aktivitas enzim peptidil transferase. Kloramfenikol dahulu digunakan dalam

    pengobatan untuk hewan ternak dan manusia tetapi karena adanya laporan

    bahwa kloramfenikol menimbulkan penyakit anemia plastik bagi manusia

    sehingga sejak tahun 1994 di Amerika dan Eropa penggunaan kloramfenikol

    tidak diijinkan untuk pengobatan hewan ternak (Martaleni, 2007). Rumus

    struktur :

    Gambar 5. Struktur kloramfenikol (sumber: USP, 2006)

    Kloramfenikol memiliki rumus molekul C11H12Cl2N2O5.

    Kloramfenikol merupakan serbuk kristal putih sampai putih keabuan atau

    putih kekuningan, tidak berbau, sangat tidak larut dalam air, sangat larut

    dalam alkohol dan propilen glikol (Depkes RI, 1995).

    Kloramfenikol termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan

    kloramfenikol dalam air pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai

    yang paling rendah. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari

    saluran cerna. Oleh karena itu pemberian kloramfenikol dilakukan secara

    peroral (Wattimena, 1990).

    2.9 Klindamisin

    Klindamisin bekerja dengan menghambat sintesis protein subunit

    50 S pada ribosom bakteri, sehingga mengganggu proses pembentukan

    rantai peptida pada bakteri (Reusser. 1975). Klindamisin dapat menghambat

    protein bakteri, racun, enzim, dan sitokin didalam jaringan. (Gemmel et al.,

    1979)

  • 24

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Klindamisin memiliki aktivitas yang tinggi terhadap berbagai bakteri

    fakultatif anaerob. Organisme Gram positif yang rentan terhadap

    klindamisin adalah Actinomyces, Eubacterium, Lactobacillus,

    Peptostreptococcus, Propionibacterium, dan spesies Staphylococcus,

    termasuk strains yang resisten terhadap penisilin. Obat ini memiliki aktivitas

    yang lemah terhadap organisme fakultatif Gram negatif. (Barry et al., 1988.

    Sutter et al.,1976. Goldstein et al., 1993)

    Gambar 6. Struktur klindamisin (Russell, Dave. 2008)

    2.10 Esterifikasi dan Senyawa Modifikasi Gugus Ester

    Esterifikasi adalah suatu reaksi ionik yang merupakan gabungan

    dari reaksi adisi dan reaksi penataan ulang eliminasi (Davidek, 1990).

    Esterifikasi juga didefinisikan sebagai reaksi antara asam karboksilat

    dengan alkohol (Gandhi, 1997). Esterifikasi dapat dilakukan dengan

    menggunakan katalis enzim (lipase) dan asam organik (asam sulfat dan

    asam klorida), dengan berbagai variasi alkohol biasanya metanol, etanol,

    propanol dan butanol (Ozgulsun, 2008 dan Yan, 2001)

    Gambar 7. Reaksi esterifikasi (Anonim, 2002)

    Modifikasi struktur dapat memberikan sifat dan aktivitas biologis

    yang berbeda pada suatu senyawa. Menurut Venkateswarlu (2006),

    perpanjangan rantai samping asam polihidroksisinamat pada rantai samping

    gugus ester asam polihidroksisinamat dengan penambahan gugus C14H29

  • 25

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    (tetradecyl) dan C20H41 (eicosanyl) tidak memberikan aktivitas antibakteri

    terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeroginosa, Baccilus

    subtilis dan Escherichia coli. Perpanjangan rantai samping asam

    polihidroksisinamat pada rantai samping gugus ester asam

    polihidroksisinamat dengan penambahan gugus butil juga tidak memberikan

    aktivitas antibakteri yang signifikan, hasilnya berbeda ketika penambahan

    gugus hidroksi ke dalam struktur cincin benzen asam polihidroksisinamat

    dan gugus butil kedalam gugus ester akan meningkatkan sensitivitas daya

    antibakterinya terhadap Bacillus Subtilis. Dalam literatur lain (Voisin.

    2007), penambahan gugus metil pada rantai samping gugus ester

    Rosmarinic acid menjadi Methyl rosmarinate menyebabkan hilangnya

    aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan

    Staphylococcus aureus.

    Menurut Siswandono dan Soekardjo (2000), struktur kimia obat

    dapat menjelaskan sifat-sifat obat dan struktur atau gugus-gugus molekul

    obat berkaitan dengan aktivitas biologisnya. Untuk mencari hubungan

    antara struktur kimia dan aktivitas biologis dapat dilakukan terutama dengan

    mengaitkan gugus fungsional tertentu. Hal ini kadang-kadang mengalami

    kegagalan karena terbukti bahwa senyawa dengan unit struktur kimia sama

    belum tentu menunjukan aktivitas biologis yang sama.

  • 26

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2015 hingga Mei 2015 di

    Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Program Studi Farmasi, Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah, Jakarta.

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Alat

    Alat-alat yang digunakan pada penelitian meliputi mikroskop

    (Shimadzu), timbangan analitik (And Gx-200), gelas ukur (Schott duran),

    labu ukur (Pyrex), gelas beaker (Schott duran), cawan petri (Normax), labu

    erlenmeyer (Schott duran), pipet tetes, batang pengaduk, corong, vial,

    sarung tangan (Sensi), masker (F-Sco), spatula, pinset (Meiden), tabung

    reaksi (Pyrex), rak tabung reaksi, ose, bunsen, laminar air flow, penangas

    (Are-heating), stirrer magnetik, pipet mikro & tip (Eppendorf), jangka

    sorong (Tricle Brand), vortex (Kk), autoklaf (All-American), inkubator

    (France etuves), kassa, kertas roti, kertas alumunium, lemari pendingin

    (Gea Pharmaceutical), kamera digital dan kapas.

    3.2.2 Bahan

    Bakteri Uji

    Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis

    ATCC 12228, Pseudomonas aeroginosa ATCC 27853, Escherichia coli

    ATCC 25922, Propionibacterium acne ATCC 11827 diperoleh dari

    Laboratorium Mikrobiologi Universitas Indonesia

    Bahan Kimia

    Etil p-metoksisinamat, asam p-metoksisinamat, metil

    p-metoksisinamat, propil p-metoksisinamat, isopropil p-metoksisinamat,

    butil p-metoksisinamat, nutrient agar (Merck), etanol proanalisis (Merck),

  • 27

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    cakram kloramfenikol 30 g (oxoid), cakram klindamisin 2 g (oxoid),

    kertas cakram blank 6 mm (oxoid), NaCl (Merck), aquadest, larutan standar

    Mc.Farland 3 (Remel), larutan kristal violet, larutan lugol 2%, alkohol 96%,

    dan safranin.

    3.3 Prosedur Penelitian

    3.3.1 Sterilisasi Alat dan Bahan

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian aktivitas antibakteri ini

    disterilkan terlebih dahulu. Cawan petri, dan tabung reaksi yang telah

    disumbat dengan kapas disterilkan dalam oven pada suhu 170oC selama

    2 jam, jarum ose dan pinset dibakar dengan pembakaran diatas api

    langsung dan media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama

    15 menit (Lay dan Hastowo, 1992).

    3.3.2 Pembuatan Media

    A. Media Agar Miring

    Nutrient agar sebanyak 5 gram dilarutkan dalam 250 mL

    aquades (20 g/1000 mL) menggunakan erlenmeyer. Setelah itu

    dihomogenkan dengan stirer diatas penangas air sampai mendidih.

    Sebanyak 5 mL dituangkan masing-masing pada 5 tabung reaksi steril

    dan ditutup dengan aluminium foil. Media tersebut disterilkan dalam

    autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit, kemudian dibiarkan pada

    suhu ruangan selama 30 menit sampai media memadat pada

    kemiringan 30. Media Agar miring digunakan untuk inokulasi bakteri

    (Lay, 1994).

    B. Media Pembenihan (Nutrient Agar)

    Media pembenihan dibuat dengan cara ditimbang 5 gram NA,

    lalu dilarutkan dalam 250 mL aquades (20 g/1000 mL) menggunakan

    erlenmeyer. Setelah itu, masing-masing media dihomogenkan dengan

    stirer diatas penangas air sampai mendidih. Media yang sudah

    homogen ini disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15

    menit, kemudian didinginkan sampai suhu 45-50oC (Lay, 1994).

  • 28

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.3.3 Peremajaan Bakteri Uji

    Bakteri uji diambil dengan jarum ose steril sebanyak satu ose, lalu

    ditanamkan pada media agar miring dengan cara menggores secara zig-zag.

    Inkubasi dalam inkubator pada suhu 37 selama 24 jam. Perlakuan yang

    sama dilakukan pada setiap jenis bakteri uji (Siregar, 2009).

    3.3.4 Identifikasi Bakteri

    Identifikasi dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi koloni

    meliputi pengamatan terhadap bentuk dan warna koloni (Pelczar, 1986).

    Identifikasi bakteri dilakukan dengan cara pewarnaan Gram. Pewarnaan

    Gram mengutip dari Fitri (2011), akuades diteteskan pada kaca objek

    ditambahkan 1 ose biakan sampel, lalu difiksasi di atas api. Tetesi

    pewarnaan kristal violet dan biarkan selama 1 menit, cuci dengan air

    mengalir, kemudian tetesi lugol 2% biarkan selama satu menit dan kembali

    dicuci dengan air mengalir. Tetesi alkohol 96% biarkan selama 10-20 detik,

    cuci dengan air mengalir dan tambahkan safranin biarkan selama

    20-30 detik kemudian cuci lagi dengan air mengalir. Keringkan dengan

    menggunakan kertas serap dan tambahkan minyak emersi dan amati di

    bawah mikroskop. Bila hasil pewarnaan diperoleh bakteri berwarna merah

    maka bakteri tersebut adalah bakteri Gram negatif, sedangkan bila diperoleh

    bakteri berwarna ungu maka bakteri tersebut adalah Gram positif.

    3.3.5 Pembuatan Suspensi Bakteri

    Bakteri uji yang telah diinokulasi diambil dengan kawat ose steril

    lalu disuspensikan kedalam tabung yang berisi 2 mL larutan NaCl 0,9%

    hingga di peroleh kekeruhan yang sama dengan standar kekeruhan larutan

    Mc. Farland (Mpila D. A, 2012). Perlakuan yang sama dilakukan pada

    setiap jenis bakteri uji dan jenis Mc. Farland yang digunakan adalah standar

    Mc. Farland 3. Kemudian diencerkan hingga memperoleh suspensi 107

    cfu/mL dengan cara mengambil 1 mL suspensi kedalam tabung reaksi steril

    dan menambahkan 10 mL NaCl 0,9 % steril. Jumlah bakteri yang sesuai

    dengan standar Mc Farland 3 setara dengan 9x108/mL (Roslizawaty,

    2013). Jumlah bakteri dalam suspensi harus berisi antara 107 dan 108 mL

    (Andrews, 2001).

  • 29

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.3.6 Pembuatan Larutan Uji

    Larutan uji dibuat dengan melarutkan isolat sampel pada pelarut

    etanol proanalisis. Untuk penentuan aktivitas mikroba, konsentrasi larutan

    yang digunakan bervariasi, yaitu sebesar 200 ppm, dan 100 ppm.

    3.3.7 Uji Aktivitas Antibakteri

    Suspensi bakteri sebanyak 1 mL dituangkan ke dalam cawan petri

    steril, setelah itu dimasukkan juga media nutrient agar, digoyang

    membentuk angka delapan agar tercampur rata, lalu ditunggu hingga media

    padat (Sutrisna, 2013). Letakkan masing masing cakram kertas yang telah

    ditetesi larutan uji dengan konsentrasi 200 ppm dan 100 ppm sebanyak

    20 L. Letakkan cakram kertas yang telah ditetesi sebanyak 20 L larutan

    etanol proanalisis sebagai kontrol negatif. Letakkan cakram sebagai kontrol

    positif, yaitu : kloramfenikol (30 g) untuk pengujian pada bakteri yang

    menggunakan Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeroginosa, dan

    Escherichia coli, dan cakram klindamisin (2 g) untuk Propionibacterium

    acne dan Staphylococcus epidermidis.

    3.3.8 Pengamatan dan Pengukuran Zona Hambat

    Cawan petri diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37C selama

    24 jam. Zona hambat antibakteri diamati berdasarkan diameter hambat yang

    ditunjukkan dengan daerah bening yang terbentuk di sekeliling kertas

    cakram dan diukur dengan menggunakan jangka sorong. Lalu hasil

    pengukuran dicatat. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan triplo.

    Pengamatan dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi. Daerah bening

    merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap antibiotik atau bahan

    antibakteri lainnya yang digunakan sebagai bahan uji yang dinyatakan

    dengan lebar diameter zona hambat (zona bening) (Vandepitte et al., 2005).

    Kemudian diameter zona hambat tersebut dikategorikan kekuatan daya

    antibakterinya berdasarkan penggolongan Davis and Stout (1971).

    Menurut Davis and Stout (1971), kriteria kekuatan daya antibakteri

    sebagai berikut : diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan

    lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20 mm

  • 30

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat

    kuat.

  • 31

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    4.1.1 Hasil Identifikasi Bakteri Uji

    Identifikasi bakteri uji dilakukan melalui pewarnaan Gram dan dilihat

    pada mikroskop perbesaran 1000 kali.

    Tabel 1. Identifikasi bakteri pewarnaan Gram

    No. Bakteri uji Bentuk Warna Klasifikasi Gram

    1 Propionibacterium acne basil (batang) ungu Positif

    2 Staphylococcus epidermidis kokus (bulat) ungu Positif

    3 Escherichia coli basil (batang) merah Negatif

    4 Pseudomonas aeroginosa basil (batang) merah Negatif

    5 Staphylococcus aureus kokus (bulat) ungu Positif

    4.1.2 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri

    Dari pengamatan uji aktivitas antibakteri APMS dan EPMS dengan

    metode difusi cakram tidak terdapat zona hambat dari sampel uji APMS,

    EPMS, butil-PMS, metil-PMS, isopropil-PMS, dan propil-PMS dengan

    konsentrasi 100 ppm hingga 200 ppm pada bakteri uji. kontrol negatif etanol

    proanalisis tidak menghasilkan zona hambat. Kontrol positif kloramfenikol

    (30 g) menghasilkan zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus, dan

    Escherichia coli, dan tidak menghasilkan zona hambat pada bakteri

    Pseudomonas aeroginosa. Cakram klindamisin (2 g) sebagai kontrol positif

    menghasilkan zona hambat pada Propionibacterium acne dan Staphylococcus

    epidermidis.

  • 32

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Tabel 2. Uji Aktivitas APMS dan EPMS 100 ppm

    No Jenis bakteri

    Kontrol (+)

    Kloramfenikol

    (30 g)

    Kontrol (+)

    Klidamisin

    (2 g)

    Kontrol

    (-)

    Etanol

    pa

    APMS

    100

    EPMS

    100

    1 P.aeruginosa - - - -

    2 E.coli 19 mm - - -

    3 S.aureus 28,46 mm - - -

    4 S.epidermidis 11,25 mm - - -

    5 P.acne 46,5 mm - - -

    Tabel 3. Uji Aktivitas APMS dan EPMS 200 ppm

    No Jenis bakteri Kontrol (+)

    Kloramfenikol

    (30 g)

    Kontrol (+)

    Klidamisin

    (2 g)

    Kontrol

    (-)

    Etanol pa

    APMS

    200

    EPMS

    200

    1 P.aeruginosa - - - -

    2 E.coli 22,56 mm - - -

    3 S.aureus 29,73 mm - - -

    4 S.epidermidis 9,6 mm - - -

    5 P.acne 46 mm - - -

    Tabel 4. Uji Aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil-PMS, dan

    Propil-PMS 100 ppm

    No Jenis bakteri

    Kontrol (+)

    Kloramfenikol

    (30 g)

    Kontrol

    (+)

    Klidamisin

    (2 g)

    Kontrol

    (-)

    Etanol

    pa

    Butil-

    PMS

    Metil-

    PMS

    Isopropil-

    PMS

    Propil-

    PMS

    1 P.aeruginosa - - - - - -

    2 E.coli 23,6 mm - - - - -

    3 S.aureus 30,9 mm - - - - -

    4 S.epidermidis 9,68 mm - - - - -

    5 P.acne 45 mm - - - - -

  • 33

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Tabel 5. Uji Aktivitas Butil-PMS, Metil-PMS, Isopropil-PMS, dan

    Propil-PMS 200 ppm

    No Jenis bakteri

    Kontrol (+)

    Kloramfenikol

    (30 g)

    Kontrol

    (+)

    Klidamisin

    (2 g)

    Kontrol

    (-)

    Etanol

    pa

    Butil-

    PMS

    Metil-

    PMS

    Isopropil-

    PMS

    Propil-

    PMS

    1 P.aeruginosa - - - - - -

    2 E.coli 21,91 mm - - - - -

    3 S.aureus 24,8 mm - - - - -

    4 S.epidermidis 10,5 mm - - - - -

    5 P.acne 45 mm - - - - -

    4.2 Pembahasan

    Sampel uji yang digunakan dalam penelitan ini diperoleh dari

    Laboratorium PHA (Pharmaceutical Halal Food Analysis) Program Studi

    Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri,

    Syarif Hidayatullah, Jakarta.

    Pengujian aktivitas antibakteri bertujuan untuk menguji sensitivitas

    bakteri terhadap senyawa butil-PMS, metil-PMS, isopropil-PMS, dan

    propil-PMS. Metode uji aktivitas antibakeri yang digunakan adalah metode

    difusi cakram dengan cara tuang. Pada metode ini sensitivitas bakteri

    terhadap sampel uji dilihat dengan adanya zona bening disekitar cakram

    kertas yang menandakan adanya daya hambat pertumbuhan bakteri.

    Dalam penelitian ini digunakan 5 bakteri uji, yaitu : Staphylococcus

    aureus ATCC 25923, Staphylococcus epidermidis ATCC 12228,

    Pseudomonas aeroginosa ATCC 27853, Escherichia coli ATCC 25922,

    Propionibacterium acne ATCC 11827. Propionibacterium acne,

    Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis digunakan untuk

    mewakili bakteri Gram positif. Pseudomonas aeroginosa, dan Escherichia

    coli digunakan untuk mewakili bakteri Gram negatif.

    Larutan sampel uji dibuat dengan cara menimbang 10 mg masing

    masing sampel uji pada alat timbangan analitik. 10 mg sampel kemudian

    dilarutan dalam labu ukur 10 mL dengan etanol proanalisis dan dicukupkan

    hingga batas garis labu ukur. Larutan uji ini setara dengan 1000 ppm,

  • 34

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    kemudian larutan uji 1000 ppm diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi

    100 ppm dan 200 ppm.

    Kontrol negatif yang menggunakan etanol proanalisis tidak

    menghasilkan zona hambat bening pada bakteri-bakteri uji yang digunakan,

    hal ini menandakan etanol proanalisis bisa digunakan sebagai kontrol negatif

    pada pengujian aktivitas antibakteri.

    Penggunaan antibiotik kloramfenikol sebagai kontrol positif

    dikarenakan kloramfenikol merupakan antibiotika golongan amphenicol yang

    bersifat bakterisidal yang memiliki aktivitas spektrum luas aktif terhadap

    bakteri yang patogen. Klindamisin sebagai kontrol positif digunakan sebagai

    pilihan obat yang umum digunakan untuk infeksi kulit karena penggunaan

    bakteri uji Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis yang

    menyebabkan infeksi kulit. Klindamisin sebagai antibakterial bekerja dengan

    menghambat pertumbuhan atau reproduksi dari bakteri yaitu dengan

    menghambat sintesa protein.

    Identifikasi bakteri melalui pewarnaan Gram dilakukan untuk

    memastikan kebenaran bakteri yang diujikan dan memastikan bahwa bakteri

    yang akan diuji tidak terkontaminasi mikroorganisme lain. Dari hasil

    pewarnaan Gram, bakteri uji sesuai dengan literatur (Dwijoseputro, 1988).

    Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk basil.

    Staphylococcus aureus berbentuk bola (kokus) dan bersifat Gram positif.

    Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif dan berbentuk

    basil. Propionibacterium acne berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada

    pewarnaan Gram positif. Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri

    Gram positif, aerob atau anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus

    berkelompok tidak teratur.

    Dari tabel hasil uji aktivitas antibakteri dapat dinilai bahwa sampel

    APMS, EPMS, butil-PMS, metil-PMS, isopropil-PMS, dan propil-PMS tidak

    memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif : Staphylococcus

    aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Propionibacterium acne, juga

    terhadap bakteri Gram negatif : Pseudomonas aeroginosa dan Escherichia

    coli. Hal ini apat dilihat pada daerah sekitar cakram yang tidak menghasilkan

  • 35

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    zona hambat bening dengan berbagai konsentrasi, yakni 100 ppm dan 200

    ppm. Dalam penelitian Nugraha, S A. (2012), senyawa etil p-metoksisinamat

    yang diisolasi dari rimpang kencur telah diuji aktivitas antimikrobanya

    terhadap Bacillus subtilis dan menyimpulkan bahwa senyawa etil p-

    metoksisinamat tidak mempunyai aktivitas untuk menghambat pertumbuhan

    Bacillus subtilis.

    Penelitian lain menunjukkan bahwa turunan EPMC yaitu etil

    p-hidroksisinamat (EPHC) menghasilkan aktivitas antibakteri terhadap

    bakteri Staphylococcus aureus dengan MIC sebanyak 333 ppm,

    Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli dengan MIC sebanyak

    111 ppm. Dari penelitian ini juga diuji bahwa EPMC hanya bisa

    menghasilkan MIC 333 ppm untuk Pseudomonas aeruginosa, dan

    Escherichia coli dan 1000 ppm untuk pada Staphylococcus aureus. EPHC

    sebagai turunan EPMC mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih baik

    baik dari pada EPMC dan memiliki aktivitas lebih tinggi terhadap bakteri

    Gram negatif, adanya gugus hidroksil pada struktur EPHC tersebut mungkin

    dapat meningkatkan aktivitas antimikroba (Omar et al., 2014). Dalam

    penelitian yang dilakukan Lakshamanan (2011) etil p-metoksisinamat dapat

    menghambat Mycobactrium tuberculosis dengan konsentrasi hambat

    minimum (MIC) pada konsentrasi 201-404 ppm.

    Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan pada konsentrasi 100 ppm

    dan 200 ppm, hal ini dikarenakan sampel yang digunakan adalah senyawa

    murni. Sebagian besar antibiotik yang berguna secara klinis setidaknya aktif

    terhadap strain uji pada tingkat 10 ppm. Senyawa murni yang tidak aktif

    setidaknya pada konsentrasi 100 ppm tidak bisa dijadikan sebagai kandidat

    untuk penggunaan klinis kecuali relatif tidak beracun atau aktif terhadap

    organisme yang kuat (Mitscher et al., 1972).

    Berdasarkan hasil diameter zona hambat, kloramfenikol mempunyai

    daya antibakteri yang sangat kuat terhadap bakteri Staphylococcus aureus

    ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, dan tidak mempunyai daya

    antibakteri terhadap Pseudomonas aeroginosa ATCC 27853. Klindamisin

    mempunyai daya antibakteri sedang terhadap Staphylococcus epidermidis

  • 36

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    ATCC 12228, dan sangat kuat terhadap Propionibacterium acne ATCC

    11827. Penggolongan daya antibakteri ini berdasarkan Davis dan Stout, yang

    menyatakan bahwa diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan

    lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20 mm

    dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat

    kuat.

    Menurut literatur (NCLLS, 2003) zona hambat yang dihasilkan

    kloramfenikol yaitu sebesar 2127 mm pada Escherichia coli ATCC 25922,

    dan 1926 mm pada Staphylococcus aureus ATCC 25923, dalam penelitian

    lain yang dilakukan oleh Awan (2013), kloramfenikol dapat menghasilkan

    zona hambat pada Staphylococcus aureus sebesar 29 mm. Standar antibiotik