asesmen paparan residu fungisida azoxystrobin … · konsumen di daerah istimewa yogyakarta beserta...

137
ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA AZOXYSTROBIN DALAM BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN KONSUMEN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Rushadi Jatmiko NIM : 118114131 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: truongquynh

Post on 16-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA AZOXYSTROBIN DALAM BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN

KONSUMEN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rushadi Jatmiko

NIM : 118114131

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA AZOXYSTROBIN DALAM BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN

KONSUMEN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rushadi Jatmiko

NIM : 118114131

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengesahan Skripsi Berjudul

ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA AZOXYSTROBIN DALAM BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN

KONSUMEN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh :

Rushadi Jatmiko

Nim : 118114131

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

Pada tanggal : . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Mengetahui

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

Dekan

(Aris Widayanti, M.Si., Ph.D., Apt.)

Panitia Penguji Skripsi Tanda Tangan

1. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. . . . . . . . . . . . . . .

2. Dr. Christine Patramurti, M.Si., Apt. . . . . . . . . . . . . . .

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. . . . . . . . . . . . . . .

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku persembahkan kerja keras yang telah aku lakukan untuk . . .

Allah SWT yang telah memberikan segala anugerah-Nya,

Mama yang sangat aku sayangi dan hormati atas pengorbanannya,

Keluarga besar ku yang telah memberiku semangat dan doanya,

Kasihku Meiliana N. Wijayanti yang selalu mendampingiku,

Sahabat-sabahatku tersayang,

Almamater yang kubanggakan.

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul

“ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA AZOXYSTROBIN DALAM

BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN KONSUMEN

DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”, tidak memuat karya atau bagian

karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka,

sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiatisme dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 14 Mei 2015 Penulis

Rushadi Jatmiko

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Rushadi Jatmiko

Nomor mahasiswa : 118114131

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA AZOXYSTROBIN DALAM

BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN

KONSUMEN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA beserta perangkat

yang diperlukan bila ada. Dengan demikian, saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengolah dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya

ataupun royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Dengan demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 20 Januari 2016

Yang menyatakan,

Rushadi Jatmiko

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

perlindungan dan berkat yang telah diberikan sehingga skripsi berjudul

“ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA AZOXYSTROBIN DALAM

BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN KONSUMEN

DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA” yang disusun untuk memenuhi

persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.

Farm.) dapat dikerjakan dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari campur

tangan berbagai pihak. Kesempatan ini penulis pergunakan untuk mengungkapkan

rasa terimaksih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

telah membimbing, selalu mendampingi, dan memberikan saran selama

penyusunan skripsi.

3. Ibu Dr. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan kritik, saran dan nasehat selama penyusunan skripsi.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan kritik, saran dan nasehat selama penyusunan skripsi.

5. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Penanggungjawab

Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam

penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.

6. Bapak Sanjayadi sebagai tutor yang baik untuk berdiskusi.

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Pak Parlan, Pak Mus, dan Pak Bimo selaku laboran laboratorium Fakultas

Farmasi yang telah membantu penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di

laboratorium.

8. Keluargaku tercinta dan keluarga besarku yang selalu memberi motivasi,

perhatian dan doa demi kelancaran studi dan penyusunan naskah skripsi.

9. Mei sebagai teman terbaik, sahabat seperjalanan yang tak pernah usai atas

doa, kasih sayang, pengertian, perhatian, bantuan, motivasi dan waktu yang

diberikan.

10. Teman-teman seperjuangan melon atas segala kerjasama, bantuan dan

semangat yang selalu bergelora dalam penyusunan skripsi ini dari awal

hingga akhir.

11. Teman, sahabat Mas Uzi, Mas Nanang, Essy, Arum, Sri, Devi, Yosua, Dian,

Windy, dan Mala sekaligus keluargaku atas kebersamaan, kekeluargaan,

keceriaan, suka duka, semangat dan motivasi yang diberikan.

12. Teman-teman KKN, Meli, Gerson, Hervy, dan Ria atas kebersamaan, kerja

sama, dan dukungan yang diberikan.

13. Teman-teman FST-B 2011 dan seluruh angkatan 2011, serta seluruh teman

baik di Fakultas Farmasi maupun teman-teman lain, terima kasih atas

kebersamaan yang kita bangun.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih

banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak.

Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak terutama di bidang ilmu farmasi.

Yogyakarta, 14 Mei 2015 Penulis

Rushadi Jatmiko

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ............................... vi

PRAKATA ........................................................................................................ vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix

INTISARI ......................................................................................................... xxi

ABSTRACT .................................................................................................... xxii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

1. Rumusan Masalah ...................................................................................... 3

2. Keaslian Penelitian .................................................................................... 4

3. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5

B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6

1. Tujuan Umum ............................................................................................ 6

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Tujuan Khusus ........................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 7

A. Iklim Tropis ................................................................................................ 7

B. Melon ........................................................................................................ 10

1. Jenis tanaman Melon ............................................................................... 10

2. Kandungan Melon ................................................................................... 11

3. Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Melon .......................... 11

C. Budidaya Melon di Indonesia .................................................................... 13

D. Hama pada Perkebunan Melon .................................................................. 14

1. Ulat daun .................................................................................................. 14

2. Kutu Apids ............................................................................................... 14

3. Thirps ....................................................................................................... 15

4. Antraknosa ............................................................................................... 15

E. Fungisida .................................................................................................... 16

1. Pengertian Fungisida ............................................................................... 16

2. Kategori Fungisida................................................................................... 17

3. Pengambilan Fungisida oleh Tanaman .................................................... 19

4. Kriteria Aplikasi Fungisida yang Tepat ................................................... 21

F. Efek Buruk Fungisida Golongan Strobilurin ............................................. 22

G. Azoxystrobin ............................................................................................... 23

1. Disipasi Azoxystrobin ............................................................................. 24

2. Efek Toksik Azoxystrobin ........................................................................ 26

H. Analisis kelumit (Trace Analysis) .............................................................. 26

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

I. Penentuan Laju Disipasi Fungisida ............................................................ 28

J. Penilaian Keamanan Residu Fungisida ...................................................... 29

K. Landasan Teori ........................................................................................... 30

L. Hipotesis .................................................................................................... 32

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 33

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 33

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................................ 33

1. Variable Penelitian................................................................................... 33

2. Definisi Operasional ................................................................................ 34

C. Bahan Penelitian ........................................................................................ 35

1. Bahan Utama ........................................................................................... 35

2. Bahan Kimia ............................................................................................ 36

D. Alat Penelitian ............................................................................................ 36

E. Tata Cara Penelitian ................................................................................... 37

1. Persiapan Lahan Model Perkebunan Melon ............................................ 37

2. Aplikasi Perlakuan Lahan Model Perkebunan Melon ............................. 38

3. Pengambilan Sampel Buah dari Lahan Model Perkebunan .................... 39

4. Persiapan Sampel ..................................................................................... 39

5. Ekstraksi Residu Azoxystrobin dari Matrik Buah Melon ........................ 40

6. Clean up Sampel Azoxystrobin dari Matrik Buah Melon

dengan SPE C18 ...................................................................................... 41

7. Pembuatan Larutan Kurva Baku Azoxystrobin ....................................... 41

8. Determinasi menggunakan GC-ECD ...................................................... 43

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

F. Tata Cara Analisis Hasil ............................................................................ 43

1. Penetapan Kadar Sampel ......................................................................... 43

2. Penentuan Laju Disipasi .......................................................................... 44

3. Penetapan Waktu Degradasi 50% (DT50) pada Sampel .......................... 44

4. Penentuan PHI (Pre Harvest Interval) .................................................... 44

5. Uji Pengaruh Geografis terhadap Pola Laju Disipasi .............................. 45

G. Alur Penelitian ........................................................................................... 45

1. Persiapan dan Perlakuan Lahan Permodelan ........................................... 45

2. Pengambilan Sampel Buah Melon........................................................... 46

3. Penetapan Kadar Residu Fungisida Azoxystrobin, Laju Disipasi,

DT50, dan PHI pada Buah Melon ............................................................. 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 48

A. Persiapan Lahan Model Pekebunan Melon ................................................ 48

B. Aplikasi Perlakuan Lahan Model Perkebunan Melon ............................... 52

C. Pengambilan Sampel Buah dari Lahan Model Perkebunan Melon ........... 53

D. Preparasi Sampel Buah Melon ................................................................... 54

E. Extraksi Residu Azoxystrobin dari Matrik Buah Melon ............................ 55

F. Clean up Residu Azoxystrobin dari Matrik Buah Melon

dengan SPE C18 ........................................................................................ 58

G. Penetapan Kadar Residu Fungisida Azoxystrobin dalam Sampel

Buah Melon dengan GC-ECD ................................................................... 60

1. Penentuan Kadar Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon

pada Lahan Siliran, Kulon Progo............................................................. 65

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Penentuan Kadar Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon

pada Lahan Panggungharjo, Bantul ......................................................... 67

3. Penentuan Kadar Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon

pada Lahan Wedomartani, Sleman .......................................................... 70

H. Penentuan Laju Disipasi Residu Azoxystrobin dalam Sampel

Buah Melon dan Pengaruh Geografis terhadap Pola Laju Disipasi ........... 72

1. Penetapan Laju Disipasi Redisu Azoxystrobin dalam

Sampel Daging, Keseluruhan, dan Kulit Buah Melon ............................ 72

2. Penetapan Pengaruh Kondisi Geografis terhadap Laju Disipasi

Residu Azoxystrobin pada Buah Melon ................................................... 75

I. Karakterisasi Keamanan Azoxystrobin dalam Buah Melon ....................... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 83

A. Kesimpulan ................................................................................................ 83

B. Saran .......................................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 85

LAMPIRAN ...................................................................................................... 89

BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 114

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Komposisi Kimia Buah Melon/100g Bahan ................................ 11

Tabel II. Rincian Data Azoxystrobin ........................................................... 24

Tabel III. Klasifikasi Teknik dan Metode Analisis berdasarkan

Konsentrasi Analit dalam Sampel Menurut Namiestik (2002) .... 28

Tabel IV. Kondisi Optimum GC .................................................................. 43

Tabel V. Data Suhu, Curah Hujan, dan Kelembaban

(BMKG Yogyakarta) ................................................................... 49

Tabel VI. Data pH, Bahan Organik, Komposisi dan Kelas Teksture Tana

(Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM) ................................... 50

Tabel VII. Hasil Optimasi Larutan Semprot Azoxystrobin untuk Aplikasi ... 53

Tabel VIII. Kadar Residu Azoxystrobin di Lahan Siliran, Kulon Progo ........ 65

Tabel IX. Hasil Uji F Standar Deviasi Slope dari Kurva Kadar Residu

Azoxystrobin pada Kulit dan Daging Buah Lahan Kulon Progo . 66

Tabel X. Hasil Uji T Slope dari Kurva Kadar Residu Azoxystrobin pada

Kulit dan Daging Buah Lahan Kulon Progo ................................ 67

Tabel XI. Kadar Residu Azoxystrobin di Lahan Panggungharjo, Bantul ..... 68

Tabel XII. Hasil Uji F Standar Deviasi Slope dari Kurva Kadar Residu

Azoxystrobin pada Kulit dan Daging Buah Lahan Bantul ........... 69

Tabel XIII. Hasil Uji T Slope dari Kurva Kadar Residu Azoxystrobin pada

Kulit dan Daging Buah Lahan Bantul .......................................... 69

Tabel XIV. Kadar Residu Azoxystrobin di Lahan Wedomartani, Sleman ....... 71

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel XV. Hasil Uji Anova Standar Deviasi Slope dari Kurva Kadar Residu

Azoxystrobin pada Keseluruhan Buah Lahan Bantul, Sleman,

dan Kulon Progo .......................................................................... 77

Tabel XVI. Hasil Uji Least Significant Difference Slope dari Kurva Kadar

Residu Azoxystrobin pada Keseluruhan Buah di Lahan Kulon

Progo, Sleman dan Bantul ........................................................... 77

Tabel XVII. Laju Disipasi dan DT50 Residu Azoxystrobin Di Dalam

Buah Melon .................................................................................. 80

Tabel XVIII. PHI Penggunaan Fungisida Azoxystrobin .................................... 82

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Distribusi Residu Fungisida di Lingkungan ................................ 20

Gambar 2. Struktur Azoxystrobin (Mastova, 2008) ....................................... 24

Gambar 3. Skema Persiapan dan Perlakuan Buah Melon di Lahan

Permodelan .................................................................................. 45

Gambar 4. Skema Pengambilan Sampel Buah Melon di Lahan

Permodelan .................................................................................. 46

Gambar 5. Skema Penentapan Kadar, Laju Disipasi, DT50, dan PHI

Residu Fungisida Azoxystrobin pada Buah Melon ...................... 47

Gambar 6. Pengaruh pH terhadap jumlah CO-Extraktan .............................. 56

Gambar 7. Kromatogram Baku Solvent ........................................................ 62

Gambar 8. Struktur Dekaklorobifenil (DCB) ................................................ 63

Gambar 9. Overlay Kromatogram (A) Puncak DCB dan (B) Puncak

Azoxystrobin pada GC-ECD ........................................................ 63

Gambar 10. Kurva Baku Kadar Azoxystrobin vs Rasio AUC Azoxystrobin

/ AUC DCB yang Diplotkan pada Program Power Fit ................ 64

Gambar 11. Grafik Kadar Residu Azoxystrobin vs Hari Terakhir Aplikasi

Lahan Kulon Progo ...................................................................... 73

Gambar 12. Grafik Kadar Residu Azoxystrobin vs Hari Terakhir Aplikasi

Lahan Bantul ................................................................................ 74

Gambar 13. Grafik ln Kadar Residu Azoxystrobin vs Hari Terakhir Aplikasi di

Lahan Sleman .............................................................................. 74

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 14. Kurva Pola Laju Disipasi Residu Azoxystrobin pada Buah

Melon di Lahan Bantul, Kulon Progo, dan Sleman ..................... 76

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

LAMPIRAN 1. Hasil Penelitian Tanah oleh Fakultas Pertanian UGM ......... 90

LAMPIRAN 2. Surat Permohonan Data Kondisi Geografis pada BMKG .... 91

LAMPIRAN 3. Hasil Pengamatan Iklim di Daerah Bantul oleh

BMKG DIY .......................................................................... 92

LAMPIRAN 4. Hasil Pengamatan Iklim di Daerah Sleman oleh

BMKG DIY .......................................................................... 93

LAMPIRAN 5. Hasil Pengamatan Iklim di Daerah Kulonprogo oleh

BMKG DIY .......................................................................... 94

LAMPIRAN 6. Hasil Pengamatan Curah Hujan di Daerah Bantul oleh

BMKG DIY .......................................................................... 95

LAMPIRAN 7. Foto Buah Melon .................................................................. 96

LAMPIRAN 8. Kerusakan Lahan Buah Melon Wedomartani, Sleman

Akibat Penyakit Antraknosa ................................................. 96

LAMPIRAN 9. Foto Lahan Sampel Perlakuan .............................................. 97

LAMPIRAN 10. COA Amistar ........................................................................ 99

LAMPIRAN 11. COA Standar Azoxystrobin ................................................. 100

LAMPIRAN 12. Langkah Preparasi Sampel Buah Melon ............................. 101

LAMPIRAN 13. Contoh Data Penimbangan Sampel ..................................... 104

LAMPIRAN 14. Kurva Baku Azoxystrobin ................................................... 105

LAMPIRAN 15. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar ................................ 106

LAMPIRAN 16. Contoh Perhitungan, Laju Disipasi, DT50 dan PHI ............. 107

xix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN 17. Contoh Perhitungan Signifikansi Data dengan Uji T .......... 108

LAMPIRAN 18. Label Penggunaan Formulasi Azoxystrobin Syngenta ........ 111

LAMPIRAN 19. Label Penggunaan Bibit Melon Action 434® ..................... 112

LAMPIRAN 20. Determinasi Tanaman Melon Sampel oleh

Fakultas Farmasi, UGM ...................................................... 113

xx

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

INTISARI

Pengendalian penyakit antraknosa pada buah melon sering menggunakan fungisida terutama dengan bahan aktif azoxystrobin. Senyawa azoxystrobin mempunyai sifat yang membahayakan mamalia, antara lain karsinogenik dan genotoksik. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data paparan residu fungisida azoxystrobin sebagai dasar penetapan kadar aman penggunaan fungisida azoxystrobin pada buah melon di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menentukan pre harvest interval (PHI) pada aplikasi maksimal 3 x 1 ml/L dengan volume tinggi. PHI ditetapkan melalui laju disipasi dan DT50.

Tiga lahan model perlakuan terpilih dengan perbedaan geografik, cara tanam dan tekstur tanah di Siliran Kulon Progo, Wedomartani Sleman, dan Panggungharjo Bantul. Sampel diambil pada hari -1, 0, 1, 3, 5, 7, dan 14 setelah aplikasi terakhir. Sampel dipreparasi dengan metode modifikasi QuEChERS dan dideterminasi menggunakan GC ECD.

Hasil penelitian ini kadar residu fungisida azoxystrobin pada lahan penelitian Bantul dan Kulonprogo di kulit lebih besar daripada di daging buah dengan hasil signifikansi uji T thitung > ttabel dengan α 0,05 berturut-turut adalah thit 5,83 > ttabel 1,86 dan thit 4,68 > ttabel 1,81. Kondisi geografis lahan percobaan tidak berpengaruh terhadap laju disipasi residu azoxystrobin dengan hasil tidak signifikan pada uji ANOVA dengan α 0,05 > pvalue 0,03. Kadar residu azoxystrobin di dalam buah melon dapat dikatakan aman dengan kisaran PHI pada hari ke 7 yang didapatkan pada aplikasi sesuai label di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan kadar di lahan Siliran, Kulon Progo sebesar 0,010 mg/kg, lahan Wedomartani, Sleman sebesar 0,008 mg/kg dan lahan Panggungharjo Bantul sebesar 0,008 mg/kg karena berada dibawah kadar positif list 0,01 mg/kg.

Kata kunci : Cucumis melo L., azoxystrobin, laju disipasi, pre harvest interval, GC ECD

xxi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

The restraint of anthracnose in melon often uses fungicide especially azoxystrobin as the active substance. Azoxystrobin has characteristics that can harm mammals, i.e carcinogenic and genotoxic. This research has aimed to collect explanation data about azoxystrobin fungicide residual as basic determining of safety level in using azoxystrobin fungicide in melon in Special Region of Yogyakarta by determining the pre harvest interval (PHI) on maximum application 3 x 1 ml/L with high volume. PHI is determined through dissipation rate and DT50.

Three areas of model treatment were chosen with differences in geographic, planting system, and land texture. These areas were located in Siliran Kulon Progo, Wedomartani Sleman, and Panggungharjo Bantul. Sampels were taken on day -1, 0, 1, 3, 5, 7, and 14 after the last application. Sampels were prepared by using QuEChERS modification method and determined by using GC ECD.

The result of this research is that the azoxystrobin level in Bantul and Kulonprogo research area in the skin is bigger than it is detected in the fruit’s flesh with the significant score of T test tcount > ttable with α 0,05 is in a row tcount 5,83 > tcount 1,86 and tcount 4,68 > ttable 1,81. Geographical condition of the trial area did not influence the dissipation rate of azoxystrobin residual with the not-significant score of ANOVA test α 0,05 > pvalue 0,03. Azoxystrobin residual level in melon can be categorized as safe with PHI on the seventh day for the level of Siliran Kulon Progo area with the amount 0,010 mg/kg and 0,008 mg/kg for Panggungharjo Bantul and Wedomartani Sleman area because it is under positive list which is 0,01 mg/kg.

Keywords : Cucumis melo L., azoxystrobin, dissipation, pre harvest interval, GC ECD

xxii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang

banyak dibudidayakan di Indonesia (Kristianingsih, 2010). Perkembangan

agrobisnis melon di Indonesia belakangan ini menunjukan prospek usaha yang

sangat menjanjikan. Dahulu usaha budidaya melon hanya berpusat di Cisarua

Bogor dan Kalianda Lampung, sekarang ini persebarannya semakin meluas ke

berbagai wilayah di Indonesia (Maimun, 2014).

Pada tahun 2014, produksi melon Indonesia mencapai 150,347 ton

dengan luas panen 8,185 ha yang tersebar di Jawa Timur, Banten, Jawa Tengah,

Yogyakarta, Lampung dan Nusa Tenggara Barat (Julianto, 2013). Saat ini

Indonesia sedang digalakkan penanaman buah melon untuk menjadi produsen dan

eksportir buah tropis terbesar di Asia Tenggara (Abby, 2015). Menurut studi

pendahuluan, beberapa daerah di Yogyakarta telah membudidayakan melon.

Penanaman melon tersebar di Kabupaten Kulon Progo bagian bawah, Bantul dan

beberapa daerah Sleman bagian atas.

Melindungi tanaman dari serangan organisme pengganggu tumbuhan

(OPT) merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam usaha memantapkan produksi

pertanian. Berbagai usaha dilakukan oleh petani untuk melindungi tanaman dari

gangguan OPT agar terhindar dari kerugian secara ekonomi dalam usaha taninya

(DEPTAN, 1998).

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

Seperti halnya tanaman lain, buah melon juga dapat diserang berbagai

penyakit. Salah satu penyakit yang sering dijumpai petani melon di Yogyakarta

adalah antraknosa (Anonim d, 2015). Antraknosa merupakan salah satu jenis

penyakit tanaman yang sering merepotkan petani atau pembudidaya. Kerugian

yang ditimbulkan oleh serangan antraknosa ini terbilang sangat besar, bahkan

tidak jarang penyakit antraknosa menimbulkan kegagalan panen (Kurniati, 2013).

Pengendalian penyakit antraknosa dilakukan secara kimiawi

menggunakan fungisida yang berbahan aktif seperti benomil, metil tiofanat,

carbendazim, difenoconazol, tebuconazol, clorotalonil, azoxystrobin dan

mankozeb (Anonim a, 2015). Azoxystrobin adalah senyawa β - metakrilat yang

secara struktural terkait dengan strobilurin alami, yang merupakan senyawa yang

berasal dari beberapa spesies jamur (FAO report CCPR, 2008). Senyawa

azoxystrobin mempunyai efek berbahaya bagi mamalia antara lain karsinogenik

dan genotoksik (CAC, 2014). Codex Alimentairus pada tahun 2014 menetapkan

acceptabel daily intake (ADI) of 0–0,2 mg/kgBB berdasarkan penelitian potensial

karsinogenik azoxystrobin terhadap tikus dengan kadar 300 ppm NOAEL setara

dengan 18,2 mg/kgBB per hari dan LOAEL 750 ppm setara dengan 34

mg/kgBB/hari.

Menurut studi pendahuluan, petani di daerah istimewa Yogyakarta sering

mengunakan difenokonazol dan azoxystrobin untuk membasmi antraknosa.

Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul, dalam kegiatan budidaya

melon mulai dari tanam sampai memasuki waktu panen mayoritas petani

menggunakan pupuk kimia dan pestisida berlebihan sehingga kondisi ini merusak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

kesuburan tanah (Hari, 2015). Hal ini juga tidak menutup kemungkinan residu

pestisida khususnya fungisida tersebut masih mengendap di tanaman melon.

Padahal, batas aman kadar maksimal residu senyawa azoxystrobin untuk buah

melon belum ditentukan oleh FAO sehingga mengacu pada tetapan batas aman

menurut positif list yaitu sebesar 0,01 mg/kg (The Japan Food Chemical Research

Foundation, 2015).

Supaya ketersediaan melon di pasaran tetap terjaga dan aman bagi

konsumen maka perlu mengetahui kadar residu fungisida azoxystrobin pada buah

melon dan pola laju disipasi residu fungisida azoxystrobin pada kondisi tropis di

Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini untuk menentukan selang waktu antara

aplikasi formulasi fungisida azoxystrobin terakhir hingga saat panen sehingga

dapat mengetahui waktu panen yang tepat dengan kadar residu fungisida

azoxystrobin yang rendah di bawah batas maksimum residu (BMR) di Daerah

Istimewa Yogyakarta.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memastikan buah melon

pada saat panen aman dikonsumsi dari residu fungisida azoxystrobin dengan cara

menentukan interval waktu aplikasi terakhir fungisida azoxystrobin hingga

dilakukan panen yang ditentukan dalam hari/pre harvest interval (PHI) fungisida

azoxystrobin berdasarkan laju disipasi residu fungisida azoxystrobin dari buah

melon di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat ditentukan beberapa rumusan masalah

yaitu:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

a. Berapa kadar residu azoxystrobin dalam kulit, daging, dan keseluruhan

buah melon dengan penggunaan kadar aplikasi 1ml/L kadar dengan

volume tinggi?

b. Apakah ada perbedaan pola laju disipasi residu fungisida azoxystrobin di

dalam buah melon yang dipengaruhi oleh perbedaan geografis lahan buah

melon yang digunakan?

c. Kapan pre harvest interval (PHI) yang aman dari residu fungisida

azoxystrobin pada buah melon setelah aplikasi fungisida azoxystrobin

dengan kadar 1ml/L dengan volume tinggi di Daerah Istimewa

Yogyakarta?

2. Keaslian Penelitian

Pada penelitian sebelumnya mengenai “Asesmen Paparan Residu

Fungisida Azoxystrobin dalam Buah Melon (Cucumis melo L.) terhadap

Keamanan Konsumen di Daerah Istimewa Yogyakarta” belum pernah dilakukan

di Indonesia khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun ada beberapa

penelitian yang dilakukan berkaitan dengan analisis kadar residu azoxystrobin.

Penelitian dengan judul “Azoxystrobin and Difenoconazole – Residue Study on

Melon in Italy, Spain and Southern France in 2008 and 2009” oleh Mitch Kelly

(2011) berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu menggunakan 3

lahan melon yang berbeda dengan perbedaan ketinggian.

Penelitian ini membahas tentang 5 percobaan dengan tanaman melon

yang dikondisikan dengan variasi penggunaan azoxystrobin di Eropa Selatan.

Determinasi dari senyawa azoxystrobin di melon telah diteliti dan dievaluasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

residu yang ada. Data yang diperoleh menunjukkan residu dari azoxystrobin

ditetapkan pada kadar antara 0,01 mg/kg untuk limit of quantification (LOQ) pada

melon dengan perlakuan dan tidak terdeteksi kadar azoxystrobin di setiap melon

yang tidak diberi perlakuan (sampel pada pasar bebas).

Penelitian tentang “Dissipation Pattern of Azoxystrobin, Difenoconazole

and Iprodione Treated on Field-Grown Green Garlic” oleh Hye-Rim Kang dkk.

(2011) untuk menyelidiki pola disipasi 3 pestisida, azoxystrobin, difenoconazole

dan iprodione, pada bawang putih hijau setelah pestisida diaplikasikan di

lapangan sebagai obat daun dengan aplikasi tunggal yang direkomendasikan dan

dua kali lipat kadar yang direkomendasikan. Pada penelitian yang dilakukan tidak

menggunakan perbedaan kadar bertingkat sebagai aplikasi terhadap lahan yang

akan diberikan perlakuan.

Hasil dari penelitian ini adalah residu dari azoxystrobin, difenoconazole

dan ioprodin di bawang hijau masing-masing ada dibawah MRL di hari ke 0

untuk azoxystrobin, hari ke 0 untuk difenoconazole, dan hari ke 5 untuk

ioprodine. Kesimpulannya pestisida ini aman untuk digunakan dalam pertanian

dan aman untuk konsumen.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi mengenai cara menentukan laju

disipasi dan waktu aplikasi terakhir yang tepat sebelum panen (pre

harvest interval) untuk fungisida azoxystrobin pada penggunaan 1ml/L

kadar dengan volume tinggi buah melon (Cucumis melo L.) di Daerah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

Istimewa Yogyakarta sebagai dasar evaluasi keamanan residu fungisida

azoxystrobin pada buah melon (Cucumis melo L.).

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai model

penentuan laju disipasi residu fungisida azoxystrobin pada buah melon di

Daerah Istimewa Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan umum dan khusus yaitu sebagai berikut:

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data paparan residu

fungisida azoxystrobin sebagai dasar penetapan kadar aman penggunaan fungisida

azoxystrobin pada buah melon di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

a. Penelitian ini khususnya bertujuan untuk mengetahui kadar azoxystrobin

dalam kulit, daging, dan keseluruhan buah melon dengan penggunaan

kadar aplikasi 1ml/L kadar dengan volume tinggi.

b. Mengetahui pengaruh geografis lahan terhadap pola laju disipasi fungisida

azoxystrobin di dalam buah melon.

c. Mengetahui dan menetapkan pre harvest interval (PHI) yang aman

terhadap residu fungisida azoxystrobin untuk aplikasi fungisida

azoxystrobin pada tanaman melon dengan penggunaan kadar aplikasi

1ml/L kadar dengan volume tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Iklim Tropis

Indonesia terletak di dekat khatulistiwa dan memiliki iklim tropis. Dua

pertiga dari Indonesia terdiri dari hutan hujan tropis yang merupakan rumah bagi

sebanyak 40.000 tanaman yang berbeda dan terdapat banyak hewan langka

(Skwirk, 2015).

Variabel utama iklim di Indonesia bukan suhu atau tekanan udara, tapi

curah hujan. Terlintasi oleh garis khatulistiwa, Indonesia memiliki iklim tropis

hampir seluruh daerah, dengan dataran pantai rata-rata 28°C, pedalaman dan

daerah pegunungan rata-rata 26°C dan daerah pegunungan yang lebih tinggi 23°C.

Kelembaban didaerah tersebut relatif cukup tinggi dan sejajar (Weather Online,

2015).

Kepulauan Indonesia berada di garis khatulistiwa. Hal ini berarti bahwa

seluruh daerah di Indonesia terletak di iklim tropis namun ada variasi cuaca di

pulau-pulau Indonesia yang berbeda. Secara umum iklim di seluruh Indonesia

panas dan lembab. Kelembaban menunjukkan volume kelembaban yang tinggi di

udara (Skwirk, 2015).

Meskipun sebagian besar wilayah Indonesia panas sepanjang tahun,

namun tidak di beberapa daerah. Seperti halnya gunung tertinggi di Indonesia,

puncak Jaya Wijaya yang memiliki tinggi hampir 5.000 meter dan bagian atas

ditutupi salju sepanjang tahun (Skwirk, 2015).

7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

Indonesia hanya memiliki musim penghujan dan kemarau. Musim hujan

biasanya berlangsung dari sekitar bulan November sampai Maret. Musim ini

terjadi ketika angin (dikenal sebagai angin monsoon) di arah pergeseran Indonesia

dan berasal dari Samudera Hindia. Angin ini membawa hujan lebat tetapi jumlah

hujan bervariasi di berbagai bagian Indonesia (Skwirk, 2015).

Musim kemarau biasanya dari akhir Mei sampai Oktober. Pada saat

musin ini angin muson bertiup dari arah yang berlawanan dengan musim hujan.

Angin kering dan memiliki curah hujan yang sangat sedikit. Selama musim

kemarau hutan dapat mengering dan kebakaran menjadi bahaya tersendiri, mirip

dengan kebakaran hutan di Australia (Skwirk, 2015).

Kondisi fisik di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat ditinjau dari

kondisi geografi, iklim, geologi, gomorfologi, jenis tanah, dan hidrologi daerah.

Kondisi geografi daerah menerangkan tentang posisi spasial daerah dalam

kaitannya dengan daerah lain yang ada di sekitarnya, baik dalam hal luas wilayah,

batas-batas wilayah, maupun batas-batas potensi sumberdaya alam kewilayahan.

Penggambaran kondisi geografi daerah dilakukan baik dengan deskripsi tulisan

maupun melalui presentasi peta wilayah (Pemda DIY, 2010).

Kondisi iklim suatu potensi sangat berpengaruh pada potensi daerah

bersangkutan, baik dalam potensi sumberdaya alam maupun dalam potensi

kebencanaan alam. Deskripsi klimatologis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

yang diuraikan berupa curah hujan dan suhu udara. Kedua parameter iklim ini

sangat berpengaruh pada potensi pengembangan sumberdaya alam, baik dilihat

sebagai potensi cadangan alamiah maupun potensi alam berkesinambungan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

Curah hujan sebagai input air ke permukaan bumi membawa akibat pada variasi

potensi hidrologi daerah bersangkutan, sehingga uraian hidrologi daerah tidak

boleh dipisahkan dengan kondisi klimatologisnya, terutama dengan curah hujan.

Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan mengalami proses-proses evaporasi

(kembali ke atmosfer sebagai uap air), infiltrasi (menjadi air tanah), dan

genangan/limpasan (sebagai air permukaan) (Pemda DIY, 2010).

Secara astronomis, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara

70 33' LS - 8 12' LS dan 110 00' BT - 110 50' BT. Komponen fisiografi yang

menyusun Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 (empat) satuan

fisiografis yaitu Satuan Pegunungan Selatan (Dataran Tinggi Karst) dengan

ketinggian tempat berkisar antara 150 - 700 meter, Satuan Gunungapi Merapi

dengan ketinggian tempat berkisar antara 80 - 2.911 meter, Satuan Dataran

Rendah yang membentang antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon

Progo pada ketinggian 0 - 80 meter, dan Pegunungan Kulon Progo dengan

ketinggian hingga 572 meter (Pemda DIY, 2010).

Curah hujan rata-rata 2.012 mm/thn dengan 119 hari hujan, suhu rata-rata

27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%. Angin pada umumnya bertiup angin

muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 220° bersifat

basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau bertiup angin muson

tenggara yang agak kering dengan arah ± 90° - 140° dengan rata-rata kecepatan 5-

16 knot/jam (Pemda DIY, 2010).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

B. Melon

Tanaman melon (Cucumis melo L.) berdasarkan Prajnanta (2003) secara

lengkap dilihat dari segi taksonomi tumbuhan, tanaman melon diklasifikasikan

sebagai berikut :

a. Kingdom : Platae

b. Divisio : Spermatophyta

c. Sub-divisio : Angiospermae

d. Kelas : Dikotiledoneae

e. Sub-kelas : Sympetalae

f. Ordo : Cucurbitales

g. Famili : Cucurbitaceae

h. Genus : Cucumis

i. Spesies : Cucumis melo L.

1. Jenis Tanaman Melon

Tanaman melon mempunyai banyak jenis, untuk mempermudah sistem

penanaman dan pengelompokan melon, para ahli mengklasifikasikan melon dalam

dua tipe, yaitu:

a. Netted-Melon adalah buah melon dengan kulit buah keras, kasar, berurat dan

bergambar seperti jala (net), aroma relatif lebih harum dibanding dengan

winter–melon, lebih cepat masak antara 75–90 hari, awet dan tahan lama

untuk disimpan (Samadi, 2007).

b. Winter-Melon adalah buah melon dengan kulit buah halus, mengkilat dan

aroma buah tidak harum, buah lambat untuk masak antara 90–120 hari, mudah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

rusak dan tidak tahan lama untuk disimpan, tipe melon ini sering digunakan

sebagai tanaman hias (Samadi, 2007).

2. Kandungan Melon

Melon merupakan salah satu buah yang dikonsumsi daging buahnya,

baik untuk konsumsi segar atau olahan. Melon mengandung berbagai macam

komposisi kimia (Wirakusumah, 2000). Kandungan gizi dari 100 g melon dapat

dilihat dari tabel 1 berikut :

Tabel I. Komposisi Kimia Buah Melon/100 g Bahan

Komposisi Kimia Buah Melon/100 g Bahan Jumlah

Energi (kal) 21,0 Protein (g) 0,60 Lemak (g) 0,10 Karbohidrat (g) 5,10 Kalsium (mg) 15,00 Fosfor (mg) 25,00 Serat (g) 0,30 Besi (mg) 0,50 Vitamin A (SI) 640,00 Vitamin B1 (mg) 0,03 Vitamin B2 (mg) 0,02 Vitamin C (mg) 34,00 Niacin (g) 0,80

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Melon

a. Iklim. Pada faktor ini, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi

proses perkembangan melon, yaitu angin , hujan, sinar matahari, suhu yang sejuk

dan kering antara 25-30°C serta kelembapan (Samadi, 2007). Tanaman melon

memerlukan curah hujan antara 2.000-3.000 mm/tahun. Pertumbuhan tanaman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

melon tidak banyak dipengaruhi oleh kelembaban udara, asalkan kadar air di

dalam tanah cukup tersedia (Prajnanta, 2003).

Kelembaban yang diperlukan berkisar ± 65%. Kelembaban yang tinggi

akan mempercepat perkembangan penyakit, jamur dan proses pemasakan. Angin

yang bertiup cukup keras dapat merusak pertanaman melon dan hujan yang turun

terus menerus juga akan merugikan tanaman melon (Prajnanta, 2003).

Tanaman melon membutuhkan tempat yang mendapat sinar matahari

penuh sekitar 10-12 jam/hari, suhu udaranya hangat dan kelembaban udaranya

relatif rendah. Selama proses perkecambahan idealnya pada suhu udara 28oC-

30oC, sedangkan pada periode pertumbuhan kisaran suhu yang ideal 25oC-30oC

(Rukmana, 1994).

b. Ketinggian tempat. Tanaman melon dapat tumbuh dengan cukup

baik pada ketinggian 300–900 mdpl namun, tanaman melon masih dapat

berproduksi dengan baik pada ketinggian 0-100 meter dpl. Apabila ketinggian

lebih dari 900 mdpl tanaman tidak berproduksi dengan optimal. Tanaman melon

dapat dipanen buahnya pada umur 65-75 hari setelah pindah tanam tergantung

pada varietas dan ketinggian tempat tumbuhnya. Melon yang ditanam di dataran

tinggi berumur lebih panjang daripada yang ditanam didataran rendah (Samadi,

2007).

Tanaman melon membutuhkan tempat yang mendapat sinar matahari

penuh sekitar 10-12 jam/hari, suhu udaranya hangat dan kelembaban udaranya

relatif rendah. Selama proses perkecambahan idealnya pada suhu udara 28oC-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

30oC, sedangkan pada periode pertumbuhan kisaran suhu yang ideal 25oC-30oC

(Rukmana, 1994)

c. Tanah. Jenis tanah yang paling ideal untuk melon adalah tanah

geluh berpasir yang lapisan olahnya dalam, tidak mudah becek (menggenang),

subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, dan pHnya antara 6,0-6,8

meskipun masih toleran pada pH antara 5,8-7,2 (Rukmana, 1994).

C. Budidaya Melon di Indonesia

Menurut asal-usulnya, konon tanaman melon berasal dari daerah

Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan

Afrika. Secara khusus ada yang menyebutkan bahwa melon berasal dari lembah

Persia (Syria). Tanaman ini kemudian menyebar secara luas ke Timur Tengah dan

merambah ke Eropa (Denmark, Belanda, dan Jerman). Dari Eropa, Melon dibawa

ke Amerika pada abad ke-14 dan ditanam secara luas di daerah Colorado,

California, dan Texas. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala penjuru

dunia, terutama pada daerah tropis dan subtropis mulai dari Jepang, Cina, Taiwan,

Korea, Australia, hingga berkembang di Indonesia (Prajnanta, 1997).

Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman yang banyak

dibudidayakan di Indonesia. Buah melon banyak digemari oleh masyarakat karena

buahnya yang berasa manis dan mengandung banyak air sehingga menyegarkan

apabila dimakan. Tanaman melon ini juga memiliki arti penting bagi

perkembangan sosial ekonomi masyarakat khususnya dalam meningkatkan

pendapatan petani, karena dirasa buah melon memiliki nilai ekonomis yang lebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

tinggi, adapun arti penting yang lain adalah sebagai perbaikan gizi masyarakat dan

perluasan kesempatan kerja (Kristianingsih, 2010).

Perkembangan agrobisnis melon di Indonesia belakangan ini menunjukan

prospek usaha yang sangat menjanjikan. Bila dulunya usaha budidaya melon

hanya berpusat di Cisarua Bogor dan Kalianda Lampung, sekarang ini

persebarannya semakin meluas ke berbagai wilayah di Indonesia. Misalnya saja

seperti di Daerah Grobogan, Malang, Ngawi, Pacitan, Madiun, Blitar, Sukoharjo,

Surakarta, Karang Anyar, Klaten, Kulon Progo Yogyakarta, Banten, dan lain

sebagainya (Maimun, 2014).

D. Hama pada Perkebunan Melon

Budidaya melon di daerah tropis seperti Indonesia cukup rentan dengan

serangan hama dan penyakit. Hama yang biasa menyerang budidaya melon antara

lain kutu daun, lalat buah, ulat daun, thrips, tungau. Sedangkan penyakit yang

menyerang antara lain antraknosa, busuk buah, busuk batang dan mosaik (Sobir

dan Firmansyah, 2014).

1. Ulat Daun

Ulat daun dikenal juga dengan ulat jengkal atau ulat grayuk. Daun

tanaman yang terserang tanaman ini tampak menggulung dan berlubang-lubang,

akhirnya meranggas hingga tinggal daunnya. Penanggulangan ulat daun dapat

dilakukan dengan cara teknis dan mekanis (Sobir dan Firmansyah, 2014).

2. Kutu Aphids

Hama ini mempunyai getah cairan yang mengandung madu dan di lihat

dari kejauhan mengkilap. Hama ini menyerang tanaman melon yang ada di lahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

penanaman. Aphids muda yang menyerang melon berwarna kuning, sedangkan

yang dewasa mempunyai sayap dan berwarna agak kehitaman. Gejala yang

ditimbulkan dari daun tanaman menggulung dan pucuk tanaman menjadi kering

akibat cairan daun yang dihisap hama (Sobir dan Firmansyah, 2014).

3. Thirps

Hama ini menyerang saat fase pembibitan sampai tanaman dewasa.

Nimfa thirps berwarna kekuning-kuningan dan thirps dewasa berwarna coklat

kehitaman. Thirps berkembang biak sangat cepat secara partenogenesis (mampu

melahirkan keturunan meskipun tidak kawin). Serangan dilakukan di musim

kemarau. Gejala: daun-daun muda atau tunas-tunas baru menjadi keriting, dan

bercaknya kekuningan; tanaman keriting dan kerdil serta tidak dapat membentuk

buah secara normal. Kalau gejala ini timbul harus diwaspadai karena telah tertular

virus yang dibawa hama thirps (Sobir dan Firmansyah, 2014).

4. Antraknosa

Antraknosa merupakan penyakit disebabkan oleh cendawan

Colletotrichum sp (Suryanto, 2010). Cendawan termasuk dalam Thallophita.

Makhluk hidup ini tidak mempunyai pigmen klorofil sehingga hidup sebagai

saprofit maupun parasite (Pracaya, 2007).

Gejala serangan cendawan Collectotrichum sp adalah adanya bercak

berwarna hitam dibagian kulit buah dan bercak tersebut sedikit demi sedikit

bersatu, kemudian daging buah membususk. Daun yang terserang cendawan ini

akan timbul bercak tidak teratur dengan ukuran kuran lebih 5 mm. pusat bercak

akan pecah sehingga menyebablan daun berlubang. Pada tangkai daun, serangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

menyebabkan daun layu dan rontok. Serangan pada batang muda menyebabkan

bercak berwarna kelabu dan dapat berkembang. Serangan pada bagian bunga

menyebabkan bintik-bintik kecil berwarna hitam, terutama pada keadaan cuaca

lembab (Suryanto, 2010).

Penyakit antraknosa menyerang berbagai jenis tanaman. Penyakit ini

sangat sulit dikendalikan, terutama jika kelembaban areal pertanaman sangat

tinggi. Bagian tanaman yang terserang penyakit patek atau antraknosa pada

umumnya adalah buah atau daun. Penyakit patek atau antraknosa menyerang pada

bagian daun terutama pada tanaman sansevieria, anggrek, bromelia, miracle,

seledri, dan melon. Penyakit ini juga sering menyerang buah, terutama pada

tanaman melon, apel, cabai, tomat, mangga, kopi, pepaya, alpukat, dan sebagainya

(Kurniati, 2013).

Cara menghindari serangan hama dan penyakit dengan dilakukan kultur

teknis seperti rotasi tanaman, pemupukan berimbang dan menjaga sanitasi kebun.

Bila hama dan penyakit telah menyerang semprot dengan pestisida yang cocok.

Bisa pestisida organik atau pestisida sintetis. Lakukan penyemprotan sesuai

dengan dosis anjuran (Sobir dan Firmansyah, 2014).

E. Fungisida

1. Pengertian Fungisida

Fungisida merupakan salah satu jenis dari pestisida yang mengontrol

penyakit jamur dengan menghambat atau membunuh jamur penyebab penyakit.

Namun, tidak semua penyakit yang disebabkan oleh jamur dapat dikendalikan

menggunakan fungisida (McGrath, 2004).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

2. Kategori Fungisida

Fungisida dikategorikan dengan beberapa cara menurut perbedaan

karakteristiknya. Karakteristik yang umum digunakan dalam pengkategorian

dijelaskan sebagai berikut:

a. Mobilitas di dalam tanaman. Berdasarkan kategori ini, fungisida

dibagi menjadi kontak dan sistemik. Fungisida kontak disebut dengan protectant

sedangkan sistemik disebut dengan penetrant. Fungisida kontak merupakan

fungisida yang tetap berada dipermukaan tanaman. Penggunaan yang terlalu

banyak berpotensial toksik terhadap tanaman (phytotoxic).

Penetrant atau fungisida sistemik merupakan fungisida yang diserap

dalam tanaman. Penetrant ini memiliki beberapa pergerakan setelah aplikasi,

diantaranya bergerak dalam jarak yang sangat dekat dari tempat aplikasi (sistemik

lokal atau translaminar), sistemik lemah yang dapat bergerak lebih jauh

dibandingkan sistemik lokal, xylem-mobile systemic dan phloem-mobile systemic

yang bekerja jauh lebih luas.

b. Peran dalam proteksi. Terdapat dua macam kategori fungisida yaitu

preventif dan kuratif. Fungisida kontak termasuk dalam fungisida preventif yang

cocok untuk pencegahan dengan aksi kontak pada permukaan tanaman, aplikasi

ulang diperlukan pada fungisida kontak untuk melindungi pertumbuhan tanaman

baru dan mengganti materi yang telah hilang akibat hujan, irigasi, atau

terdegradasi oleh factor lingkungan seperti matahari. Fungisida sistemik mampu

menembus tanaman sehingga beberapa fungisida sistemik baik untuk preventif

maupun kuratif (eradicant atau kick-back).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

c. Luasnya aktivitas. Berdasarkan luasnya aktivitas, fungisida

terdapat dua macam kategori yaitu single-site dan multi-site. Single-site berarti

hanya aktif pada satu titik dalam satu jalur metabolisme patogen atau melawan

kritikal enzim tunggal atau protein yang dibutuhkan oleh jamur. Fungisida ini

memiliki spesifikasi toksisitas yang tinggi, memiliki efek kecil pada sebagian

besar organisme, dan memiliki sifat sistemik. Biasanya, fungisida kontak yang

lebih tua memiliki aktivitas multi-site dan dengan demikian biasanya

mempengaruhi banyak jamur di kelas yang berbeda.

d. Modus aksi. Fungisida membunuh jamur dengan mengganggu

membran sel jamur, inaktivasi kritikal enzim atau protein, atau dengan

mengganggu proses kunci seperti produksi energi atau respirasi. Dampak lainnya

adalah mengganggu jalur metabolik spesifik seperti produksi sterol atau chitin.

Sebagai contoh, fungisida phenylamide mengikat dan menghambat fungsi RNA

polymerase dari Oomycetes, sedangkan fungisida benzimidazole menghambat

formasi beta tubulin polymerase yang digunakan oleh sel selama pembelahan inti

nukleus.

Pengetahuan secara tepat mengenai bagaimana fungisida mempengaruhi

jamur sangat membantu dalam memilih produk. Pertama, modus aksi menentukan

jamur akan dipengaruhi oleh fungisida dan dengan demikian penyakit dapat

dikontrol dengan menggunakan fungisida. Kedua, fungisida dengan modus aksi

yang lain dibutuhkan dalam program manajemen penyakit untuk menunda

perkembangan resistensi fungisida.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

e. Tipe bahan kimia. Terdapat dua kategori fugisida berdasarkan tipe

bahan kimia yaitu : anorganik dan organik. Fungisida juga dapat diklasifikasikan

berdasarkan komposisi kimia. Secara kimia, molekul organik memiliki atom

karbon di dalam struktur kimianya sedangkan anorganik tidak punya. Banyak

fungisida anorganik pertama kali dikembangan berbahan sulfur atau logam ion

seperti tembaga, timah, kadnium dan merkuri. Tembaga dan sulfur masih banyak

digunakan. Kebanyakan fungisida lain yang digunakan saat ini adalah fungisida

organik dan terdapat karbon. Istilah "organik" yang digunakan di sini berdasarkan

terminologi kimia dan berbeda dari "organik" yang digunakan untuk

menggambarkan suatu sistem pertanian yang berusaha untuk menjadi holistik dan

meningkatkan kesehatan agroekosistem (McGrath, M.T. 2004).

3. Pengambilan Fungisida oleh Tanaman

Penggunaan fungisida dapat dilakukan dengan cara semprot, tabur,

injeksi pada batang dan lain-lain. Sebagian besar fungisida diaplikasikan dengan

cara disemprot terutama pestisida dalam bentuk konsentrat teremulsikan (Kamali,

2008). Setelah penyemprotan, pestisida terdistribusi di udara, tanah, air, tumbuhan

dan manusia, seperti pada gambar menurut EXTOXNET (1993) dibawah ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

Gambar 1. Distribusi Residu Fungisida di Lingkungan

Residu fungisida yang berada di udara dan lama-kelamaan jatuh ke tanah.

Untuk jenis pestisida yang tidak mudah menguap dan bersifat persisten, fungisida

berada di dalam tanah dalam jangka waktu yang lama. Fungisida yang sudah

berada di dalam tanah dapat terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai

ke badan air penerima berupa sungai dan sumur. Fungisida yang disemprotkan

pada tanaman akan meninggalkan residu. Residu terdapat pada semua bagian

tumbuhan seperti batang, daun, buah, dan akar. Khusus untuk buah, residu

terdapat pada permukaan atau masuk ke dalam daging buah tersebut (Kamali,

2008).

Fungisida yang berada di tanaman dapat mengalami translokasi.

Translokasi atau pengambilan fungisida dalam tanaman dapat terjadi ke arah atas

(akropetal), bawah (basipetal) atau lateral. Translokasi ke bagian atas tanaman

berlangsung melalui pembuluh xylem, dimana arah lajunya sangat dipengaruhi

oleh transpirasi tanaman. Fungisida yang terserap melalui daun berasimilasi dan

cenderung berpindah ke dalam batang, yaitu melalui floem serta berakumulasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

dalam bagian yang tumbuh dari tanaman seperti akar dan ujung tanaman. Ini

merupakan pola pergerakan yang normal untuk fungisida sistemik yaitu fungisida

yang dapat diabsorpsi dan ditranslokasi oleh tanaman (Kamali, 2008).

4. Kriteria Aplikasi Fungisida yang Tepat

Untuk memperkecil dampak negative fungisida, terutama mengurangi

residu fungisida pada hasil pertanian, maka aplikasi fungisisda harus memenuhi 6

(enam) kriteria tepat, yaitu:

a. Tepat jenis. Jenis fungisida yang digunakan efektif terhadap OPT sasaran

hasil pengamatan rutin, dapat dibaca pada label kemasan.

b. Tepat mutu. Fungisida yang digunakan bermutu baik. Oleh karena itu

digunakan fungisida yang telah terdaftar dan diizinkan, tidak menggunakan

fungisida yang telah rusak, kadaluwarsa atau diduga palsu.

c. Tepat sasaran. Berdasarkan hasil pengamatan rutin secara tepat di

identifikasi jenis OPT usahakan hanya bagian tanaman yang diaplikasikan

OPT.

d. Tepat dosis dan konsentrasi. Dosis dalam liter atau kilogram fungisida per

hektar luas tanaman dan konsentrasi dalam milliliter atau gram fungisida per

liter cairan semprot yang digunakan sesuai petunjuk penggunaan pada label

kemasan.

e. Tepat waktu aplikasi. Aplikasi fungisida dilakukan pagi atau sore hari, saat

udara cerah, angin tidak terlalu kencang, dan tidak hujan. Disamping itu

OPT masih stadia awal/peka, dan poplulasi atau intensitas serangnya sudah

melampaui ambang pengendalian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

f. Tepat cara dan alat aplikasi. Cara aplikasi fungisida harus sesuai antara alat

yang digunakan dengan jenis pestisidanya dan fase tanaman yang disemprot

serta OPT sasaran (DEPTAN, 1994).

F. Efek Buruk Fungisida Golongan Strobilurin

Pestisida strobilun termasuk dalam kelompok fungisida baru dengan

registrasi azoxystrobin yang diterima EPA pada tahun 1997. Kemudian diikuti

trifloxystrobin pada tahun 1999 dan registrasi yang paling terbaru adalah

pyraclostrobin. Ketiganya merupakan agen yang efektif terhadap beberapa

patogen tanaman penting, tetapi juga memiliki beberapa sifat yang unik.

Azoxystrobin, trifloxystrobin dan pyraclostrobin merupakan family pertama

fungisida yang menyediakan control dari tiga tipe utama jamur patogenik tanaman

dan karena afinitasnya yang kuat terhadap lilin di permukaan tanaman. Mereka

mampu untuk translokasi dari atas permukaan daun sampai ke bawah

menyediakan kontrol pada kedua permukaan.

Strobilun memiliki berbagai tempat aplikasi yang memungkinkan untuk

digunakan tergantung pada produk. Strobilun terdaftar dapat digunakan pada

buah jeruk, tanaman kecil dan pohon, turfgrass, bidang dan sayuran, dan banyak

komoditas khusus. Setelah peluncuran produk fungisida ini, laporan resistensi

jamur tertentu di laporkan pertama oleh negara-negara di Asia dan Eropa, dan

berkembang sampai Amerika Utara. Strobilurin memiliki aksi yang spesifik

(menghambat respirasi pada mitokondria yang dapat mencegah perkembangan

spora dan tumbuhnya mycelial), karena hal ini menyebabkan strobilurin memiliki

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

resiko resistensi yang tinggi. Strobilurin dikatergorikan pada kategori 3 bahan

berbahaya dan dapat menyebabkan efek akut pada oral, dermal, dan pernapasan.

Pada penelitian yang telah dilaporkan, kadar yang dapat menyebabkan

toksisitas akut pada 60 kg berat badan dipaparkan sebagai berikut : konsumsi oral

dari 500 sampai 5.000 mg/kg berat badan, paparan kulit dari 2.000 sampai 20.000

mg/kg berat badan, atau menghirup 2,0-20,0 mg/L. Konsumsi oral yang

menyebabkan toksisitas akut akan sama dengan satu ons untuk satu kali paparan

sebagai dosis yang mematikan. Mereka dianggap non-onkogenik pada tikus uji di

studi toksisitas kronis. Strobilurins beracun bagi ikan dan invertebrata air. Label

produk mereka memiliki pernyataan mengenai penggunaan tindakan pencegahan

di sekitar air dan bidang yang menjadi perhatian yaitu air tanah. Dampak ekologi

lainnya tampak diabaikan (Frederick, 2015).

G. Azoxystrobin

Azoxystrobin adalah senyawa β - metakrilat yang secara struktural terkait

dengan strobilurins alami, yang merupakan senyawa yang berasal dari beberapa

spesies jamur. Azoxystrobin mempunyai spektra yang luas, fungisida sistemik

yang bertindak dengan menghambat transport elektron dalam jamur patogen.

Senyawa ini memiliki kemampuan untuk memberikan perlindungan terhadap

penyakit jamur yang disebabkan oleh kelompok Ascomycota, Deuteromycota,

Basidiomycota, dan Oomycota (FAO report CCPR, 2008). Senyawa Azoxystrobin

mempunyai efek berbahaya bagi tubuh manusia karena paling banyak

distribusinya terdapat pada ginjal dan hati (European Commision, 1998). Rincian

gambar dan data azoxystrobin dapat dilihat pada gambar dan tabel dibawah ini:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

Gambar 2. Struktur Azoxystrobin (Mastova, 2008).

Tabel II. Rincian Data Azoxystrobin Nama ISO : Azoxystrobin

IUPAC

:Methyl(E)-2-{2[6-(2-cyanophenoxy)pyrimidin-4-yloxy]phenyl}-3-methoxyacrylate

CAS No. : 131860-33-8

CIPAC No. : 571

Rumus molekuler : C22H17N3O5

Berat molekul : 403.4 g/mol

Penampakan : serbuk putih dengan bau yang khas

Titik lebur : 116 ºC

Log Pow : 2.5 (20 ºC, pH 7)

Kelarutan dalam air : 6 mg/L dalam aquades

Kelarutan dalam metanol : 20 g/L

Kelarutan dalam asetonitril : 340 g/L

Kelarutan dalam aseton : 86 g/L

Kelarutan dalam Hexan : 0.057 g/L (FAO, 2015).

1. Disipasi Azoxystrobin

Pada lingkungan terbuka azoxystrobin cepat terdegradasi, salah satunya

dikarenakan fotolisis oleh sinar matahari, dan degradasi mikrobia. Hasil dari

residu ini seperti metabolitnya juga dapat terdegradasi selama berada di tanah atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

perairan. Hasil metabolit ini dimineralisasi menjadi karbondoksida. Beberapa

hasil metabolit azoxystrobin telah diteliti senyawa metabolit ini sudah tidak

berbahaya untuk makhluk hidup berbeda dengan senyawa utamanya azoxystrobin

(Syngenta, 2005).

Dalam lingkungan perairan, paparan azoxystrobin akan dibatasi oleh sifat

fisik dan kimia dari azoxystrobin. Setelah azoxystrobin berada diperairan,

azoxystrobin akan hilang dengan teradsorpsi pada sedimen dan terdegradasi

mikroba. Faktor-faktor ini dengan tingkat aplikasi yang rendah dalam penggunaan

azoxystrobin akan menjadikan paparan pada spesies non-target di lingkungan

perairan akan rendah juga. Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa

azoxystrobin beracun untuk organisme air. Namun, penilaian mengenai risiko

azoxystrobin menunjukkan bahwa risiko untuk organisme air dan lingkungan air

toksisitasnya rendah (Syngenta, 2005).

Setelah aplikasi pada daun beberapa azoxystrobin ditemukan pada

permukaan daun. Beberapa azoxystrobin juga ditemukan setelah aplikasi di tanah

karena terbasuh oleh air hujan dan akan berikatan dengan bahan organic didalam

tanah. Oleh karena itu pergerakan Azoxystrobin sangat terbatas (Syngenta, 2005).

Azoxystrobin di lingkungan terdegradisi dengan 2 cara yaitu terdegradasi

dipermukaan tanah karena fotolisis dan mikroba. Berdasarkan beberapa penelitian

di lapangan menghasilkan kesimpulan persistensi azoxystrobin di permukaan

tanah tidak ada korelasi langsung dengan pH dan bahan organik dikarenakan ada

fotolisis dan mikroba. Penelitian juga menyatakan indikasi laju degradasi

azoxystrobin dipermukaan tanah akan meningkat ketika aktivitas mikroba juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

meningkat. Pada permukaan tanah laju degradasi azoxystrobin meningkat ketika

intensitas dan lama penyinaran matahari juga meningkat (Syngenta, 2005).

2. Efek Toksik Azoxystrobin

Setelah diluncurkan di Eropa pada tahun 1996, Amistartop® diproduksi

oleh Syngenta, menjadi salah satu fungisida yang ada di rangking atas kurang dari

3 tahun. Salah satu komponen aktif dalam Amistartop® adalah azoxystrobin

(Tomlin, 2000). Strobilurins bertindak untuk menghambat transfer elektron dalam

jalur respirasi di mitokondria, mengganggu metabolisme dan mencegah

pertumbuhan jamur (Tomlin, 2000). Hasil penghambatan ini meregangkan

oksidatif seluler yang disebabkan oleh elektron yang lepas dari rantai pernapasan ,

yang dapat didetoksifikasi oleh mitokondria superoksida dismutase mangan

(MnSOD) (Kimura dkk., 2007). Azoxystrobin mempunyai dampak racun yang

akut rendah dan kronis bagi manusia, burung, mamalia, dan menjadi sangat

beracun bagi ikan air tawar, invertebrata air tawar, dan muara/ikan laut, dan

sangat beracun pada binatang muara/vertebrata (Tomlin, 2000). Bukan hanya itu

senyawa azoxystrobin mempunyai efek berbahaya bagi mamalia antara lain

karsinogenik dan genotoksik (CAC, 2014).

H. Analisis Kelumit (Trace Analysis)

Analisis kelumit (trace analysis) adalah analisis (pengukuran jumlah

suatu zat) yang dilakukan pada keadaan konsentrasi analit pada sampel sangat

kecil dan menyebabkan kesulitan dalam memperoleh hasil yang dapat dipercaya.

Umumnya dilakukan pada kisaran di bawah bagian per juta (part per million

/ppm) misalnya 1 ppm =1μg/g = 0,0001% atau 1 mg/L untuk cairan. Selain

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

disebabkan karena rendahnya konsentrasi analit dalam matriks, ada beberapa

factor yang mungkin dapat mempengaruhi kesulitan yang dirasakan oleh analis

pada konsentrasi rendah, seperti kehilangan analit, kontaminasi, atau interferensi

(Prichard, MacKay, Points, 1996).

Beberapa masalah yang sering terjadi dalam analisis kelumit adalah:

1. Konsentrasi analit yang akan ditentukan jauh lebih rendah dibandingkan

dengan konstituen lain yang ada dalam matriks.

2. Adanya kontaminasi dari reagen, alat, atau lingkungan laboratorium yang

dapat menghasilkan false results.

3. Hilangnya analit akibat adsorpsi, degradasi, atau selama proses analisis.

4. Konstituen matriks dapat mengganggu sistem deteksi yang digunakan,

menyebabkan nilai palsu menjadi lebih tinggi, sehingga dibutuhkan

pemurnian yang lebih baik dan atau detektor yang lebih selektif.

5. Hasil yang diperoleh dengan teknik instrumen yang umum digunakan

kurang tepat dibandingkan dengan menggunakan prosedur klasik.

6. Secara umum, sulit untuk memastikan keandalan metode karena material

referensi yang tersedia untuk berbagai aplikasi analisis kelumit cukup

sedikit (Prichard, MacKay, Points, 1996).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

Tabel III. Klasifikasi Teknik dan Metode Analisis Berdasarkan Konsentrasi Analit dalam Sampel Menurut Namiesnik (2002)

General name of analyte

Analyte concentration

Common term for analytical procedure Examples

Sub-microtrace component

< 1 ppt (< 10%)

Trace analysis

Determination of doxins in sampels of various matrices

Ultra-microtrace component

< 1 ppb (< 10%)

Determination of trihalomethanes in drinking

water and human urine. Microtrace component

< 1 ppm (< 10%)

Determination of carbon monoxide in ambient air

Trace component

< 100 ppm (< 0.01%)

Determination of methane in ambient air

Secondary Component (admixture)

<1% Semi-microanalysis Determination of carbon dioxide in ambient air

Primary component 1-100% Macroanalysis Determination of oxygen in

waste gases

I. Penentuan Laju Disipasi Fungisida

Laju disipasi biasanya ditentukan dengan mengambil sampel pada

berbagai interval waktu setelah aplikasi pestisida dalam uji yang diawasi dan

dilakukan sedemikian rupa agar perawatan di lahan perlakuan sesuai dengan

tujuan penggunaan pestisida. Karena ketidakpastian sampling, residu yang diukur

selama decline study bervariasi dengan rata-rata nilai residu yang benar dan data

ini dapat menggambarkan jalannya kurva decline. Kesadaran terhadap variabilitas

yang diharapkan dari residu diperlukan. Pertimbangan penyebaran dan variabilitas

dari residu membantu untuk menghindari interpretasi salah pada perbedaan kecil

atau menarik kesimpulan yang pasti dari 1 nilai perhitungan yang tetap.

Hilangnya residu pestisida dari tanaman yang diperlakukan dipengaruhi

oleh beberapa faktor fisik, kimia, dan proses biokimia, yang jarang dapat

dijelaskan dengan hubungan sederhana. Yang paling mungkin nilai pada waktu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

tertentu dapat diperkirakan dengan menerapkan pada berbagai program komputer

(Ambrus, 2002).

Atas dasar data residu dari uji coba lapangan yang diawasi Timme, Frehse,

dan Laska mengembangkan model evaluasi dan menerapkan berbagai formula

untuk linierisasi kurva penurunan residu untuk mendapatkan hubungan linear

antara residu terukur (R) dan waktu (t). Dengan demikian, statistik regresi linear

dapat digunakan untuk menghitung penurunan residu yang paling cocok dan

keyakinan interval untuk data eksperimen. Nilai model yang digambarkan untuk

merekonstruksi kurva penurunan dalam bentuk aslinya (Ambrus, 2002).

J. Penilaian Keamanan Residu Fungisida

Praktik penggunaan fungisida oleh petani pada umumnya tidak didasarkan

pertimbangan ekologi dan ekonomi. Beberapa cara yang umum dilakukan oleh

petani antara lain adalah penyemprotan pestisida dengan dosis tinggi,

pencampuran berbagai jenis pestisida dan bahan lain, metode dan teknik

penyemprotan yang belum atau tidak benar, frekuensi penyemprotan tinggi dan

tidak memperhatikan waktu penyemprotan terakhir sebelum panen.

Residu fungisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil

pertanian, bahan pangan, atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun

tidak langsung dari penggunaan fungisida. Istilah ini mencakup senyawa turunan

pestisida, seperti senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi, dan zat

pengotor yang dapat memberikan pengaruh toksikologis (DEPTAN, 2006).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

Masalah residu funngisida pada hasil pertanian mendapat perhatian yang

serius bagi kepentingan nasional maupun internasional, hal ini disebabkan antara

lain:

1. Makin meningkatnya kesadaran konsumen tentang pengaruh negative residu

fungisida pada hasil pertanian terhadap kesehatan manusia. Konsumen akan

memilih hasil pertanian yang aman untuk dikonsumsi atau kalaupun ada

residu, makan kadarnya masih di bawah batas toleransi.

2. Makin ketatnya persyaratan keamanan pangan yang berakibat pada

meningkatnya tuntutan terhadap mutu pangan (kualitas produk).

3. Terjadinya hambatan perdagangan hasil pertanian terutama dalam ekspor

masalah residu fungisisda sudah menjadi persyaratan internasional yang

ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commisison (CAC).

4. CAC telah menetapkan maximum residue limits (MRLs) pestisida. Indonesia

juga telah mengatur batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian.

Untuk mengurangi dampak negatif residu fungisida, selain dengan aplikasi

6 tepat agar penggunaan yang efektif, pestisida yang dipilih hendaknya

mempunyai DT50 kecil (mudah terdegradasi di alam). Namun, informasi tentang

DT50 tidak mudah diperoleh karena tidak tercantum dalam label fungisida

(Kamali, 2008).

K. Landasan Teori

Indonesia terletak di dekat khatulistiwa dan memiliki iklim tropis. Salah

satu tanaman yang sedang digalakan di Indonesia adalah tanaman buah melon.

Tanaman buah melon mengandung banyak gizi namun dalam penanamannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

banyak pula faktor yang mempengaruhi, antara lain iklim, tanah dan ketinggian

tempat. Kondisi iklim dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan curah hujan dan

suhu yang cocok untuk lahan pertanian buah melon menjadikan daerah ini salah

satu penghasil buah melon yang banyak di pasaran. Pada dasarnya tanaman buah

melon juga rentan terhadap serangan penyakit, terutama penyakit antraknosa.

Penyakit ini sangat sulit dikendalikan, terutama jika kelembaban areal pertanaman

sangat tinggi. Untuk menanggulangi penyakit antraknosa, digunakan fungisida

terutama azoxystrobin.

Azoxystrobin memiliki kemampuan untuk memberikan perlindungan

terhadap penyakit jamur yang disebabkan oleh kelompok Ascomycota,

Deuteromycota, Basidiomycota dan Oomycota. Senyawa Azoxystrobin

mempunyai efek berbahaya bagi mamalia karena paling banyak distribusinya

terdapat pada ginjal dan hati. Azoxystrobin juga bersifat karsinogenik dan

genotoksik. Azoxystrobin yang diaplikasikan dapat meninggalkan residu yang

menempel pada kulit buah melon yang seperti jala pada waktu yang lama

kemudian terpenetrasi ke dalam daging buah. Aplikasi fungisida azoxystrobin

harus memenuhi kriteria aplikasi agar meminimalisir dampak negatif fungisida.

Kadar residu fungisida azoxystrobin yang sangat kecil dapat ditetapkan dengan

metode trace analysis.

Hilangnya residu fungisida azoxystrobin pada buah melon dapat

digambarkan dengan laju disipasi yaitu nilai slope dari kurva ln kadar vs hari

setelah aplikasi terakhir dengan sistem study decline. Setelah diketahui laju

disipasi maka dapat ditentukan waktu degradasi 50% (DT50) dalam hari dan PHI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

yang baik untuk panen (pre harvest interval) untuk mendapatkan hasil panen buah

melon yang aman untuk dikonsumsi sesuai dengan CAC.

L. Hipotesis

1. Kadar residu fungisida azoxystrobin dalam kulit buah melon lebih besar

dibandingkan dengan daging buah melon.

2. Kondisi geografis mempengaruhi pola laju disipasi residu fungisida

azoxystrobin pada buah melon.

3. Pada PHI yang ditetapkan dari pengolahan data, buah melon di Daerah

Istimewa Yogyakarta aman dikonsumsi dari residu fungisida azoxystrobin.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni sederhana

dengan rancangan penelitian acak lengkap pola satu arah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel penelitian dari penelitian ini adalah:

1. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kadar aplikasi

fungisida azoxystrobin dan kondisi geografis pada model penelitian.

b. Variabel Tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kadar

residu azoxystrobin pada kulit, keseluruhan dan daging buah melon, laju

disipasi, DT50, dan PHI residu fungisida azoxystrobin pada model

penelitian.

c. Variabel Pengacau Terkendali. Variabel pengacau yang dapat dikendalikan

dalam penelitian ini antara lain jenis bibit dari tanaman melon, frekuensi

penyemprotan fungisida lain, cara penyemprotan fungisida, dan

karakteristik bahan uji yang digunakan berupa buah melon yang diambil di

model penelitian.

d. Variabel Pengacau Tidak Terkendali. Variabel pengacau yang tidak dapat

dikendalikan peneliti adalah kondisi geografis (curah hujan, kelembapan,

33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

intensitas cahaya, dan kecepatan angin) dan kondisi tanah pada model

penelitian.

2. Definisi Operasional

a. Asesmen adalah pengkajian yang dilakukan terhadap pola laju disipasi

residu fungisida azoxystrobin pada buah melon (Cucumis melo L.) untuk

menetapkan batas keamanan terhadap konsumen

b. Paparan residu fungisida azoxystrobin adalah residu fungisida

azoxystrobin yang terdapat pada buah melon

c. Residu fungisida azoxystrobin adalah fungisida azoxystrobin yang

tertinggal pada buah melon yang dikarenakan adanya aplikasi fungisida

azoxystobin dinyatakan dalam satuan mg/kg

d. Kadar residu azoxystrobin pada kulit buah adalah kadar residu pada

sampel bagian kulit buah yang berbentuk kasar, berjaring dan keras

dengan ketebalan ± 0,5 cm, dinyatakan dengan satuan mg/kg.

e. Kadar residu azoxystrobin pada daging buah adalah kadar residu pada

sampel bagian daging buah yang berwarna hijau muda atau hijau

keputihan, dinyatakan dengan satuan mg/kg.

f. Kadar residu azoxystrobin pada keseluruhan buah adalah kadar residu dari

keseluruhan sampel yang terdiri dari bagian kulit dan daging buah,

dinyatakan dengan satuan mg/kg.

g. Laju disipasi adalah proses hilangnya senyawa residu fungisida

azoxystrobin pada buah melon yang disebabkan karena degradasi,

akumulasi atau peluruhan ke medium lainnya dilihat dari penurunan kadar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

residu fungisida azoxystrobin pada kulit dan daging buah melon pada

sebelum aplikasi fungisida dan hari ke 0, 1, 3, 5, 7, 14 setelah aplikasi

fungisida

h. DT50 adalah waktu dalam hari dimana 50 % dari residu azoxystrobin

terdegradasi pada aplikasinya di lahan perkebunan melon.

i. PHI adalah interval waktu aplikasi terakhir fungisida azoxystrobin hingga

dilakukan panen yang ditentukan dalam hari, dimana hari tersebut dapat

digunakan untuk memastikan buah melon pada saat panen aman

dikonsumsi dari residu azoxystrobin.

j. Keamanan konsumen adalah kadar residu fungisida azoxystrobin dalam

buah melon yang dapat diterima sebagai batas aman di bawah kadar acuan

positive list sebesar 0,01 mg/kg

k. Buah melon di Yogyakarta adalah buah melon yang ditanam pada bulan

Januari sampai dengan April di kabupaten Sleman, Bantul, dan Kulon

Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Bahan Utama

a. Buah melon dari lahan Siliran, Wates, Kulon Progo; Panggungharjo,

Sewon, Bantul; dan Wedomartani, Kalasan, Sleman hasil panen sebagai

model uji.

b. Bahan uji yang digunakan adalah larutan aplikasi fungisida azoxystrobin

yang didapat dari donasi PT. Syngenta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

2. Bahan Kimia

Standar Azoxystrobin donasi dari PT. Syngenta, standar DCB

(Dekaklorobifenil) sebagai standar internal (E. Sigma-Aldrich) CAS number 2051-

24-3 , Acetonitril (gradient grade for liquid chromatography, E. Merck) no

katalog 1.00030.4000, Metanol (for analysis, E. Merck) no katalog 1.06009.2500,

n-Hexan (for analysis, E. Merck) no katalog 1.04367.2500, aquadest

(Laboratorium Analisis Instrumental Farmasi USD), aquabidest (Laboratorium

Analisis Instrumental Farmasi USD), Magnesium sulfate (for analysis, E.Merck)

no katalog 1.05886.1000, Sodium chloride (for analysis, E. Merck) no katalog

1.06404.5000, tri-Sodium citrate dehydrate (for analysis, E. Merck) no katalog

1.06448.1000, Sodium citrate dibasic sesquihydrate (for analysis, E. Sigma-

Aldrich) no produk 71635, dan N2 UHP (PT. Samator).

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kromatografi gas HP

5890 series II dengan dilengkapi detektor ECD 63Ni dan kolom kapiler non polar

(5%-phenyl)-methylpolysiloxane, 12–50 m, i.d 0,20–0,32 mm, d.f. 0,11–0,52 µm,

neraca analitik (OHAUS Carat Series PAJ 1003, max 60/120 g, min 0,001 g, d =

0,01/0,1 mg, e = 1 mg), kolom SPE C18 6 mL dengan ukuran 400 mg,

homogeniser sample (blender), vortex, hot plate, termometer, sentrifuse, botol

plastik sentrifugasi 15 mL BIOLOGIX®, ultrasonifikasi, syringe, mikropipet,

pisau, sarung tangan, seperangkat komputer dengan CBM-102 (Shimadzu),

perangkat lunak Shimadzu Labsolutions: GC Solution versi 2.30.00SU4),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

perangkat lunak Powerfit v.6.05, sarung tangan, masker, tangki semprot 6 liter

(sprayer) dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.

E. Tata Cara Penelitian

Tata cara penelitian yang digunakan pada penelitian ini dijelaskan pada

keterangan dibawah:

1. Persiapan Lahan Model Perkebunan Melon

Penelitian ini dimulai dengan menyiapkan model perlakuan untuk

penetapan kadar residu fungisida azoxystrobin pada buah melon. Model

perkebunan melon dipilih dari 3 perkebunan melon di Daerah Istimewa

Yogyakarta. Model perkebunan melon yang dipilih harus memiliki kriteria inklusi

sebagai berikut :

a. Lahan menggunakan melon dengan bibit merk Action sp.

b. Lahan tidak menggunakan fungisida atau pestisida yang lain dengan zat

aktif azoxystrobin

c. Perbedaan setiap lahan pada sistem tanam, kondisi geografis, dan tekstur

tanah.

Pengecekan kondisi geografis lahan seperti curah hujan, kelembapan dan

suhu. Pengecekan dilakukan oleh BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika) Daerah Istimewa Yogyakarta selama proses perlakuan lahan

berlangsung. Pengecekan karakteristik tanah. Pengecekan karakteristik tanah

dilakukan oleh Fakultas Pertanian Jurusan Tanah Universitas Gajah Mada

Yogyakarta. Determinasi tanaman buah melon yang digunakan adalah Cucumis

melo L. dilakukan oleh Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

2. Aplikasi Perlakuan Lahan Model Perkebunan Melon

a. Perlakuan tanaman. Sampel melon ditanam dengan bibit merk Action®

pada 3 lahan yang digunakan sebagai model penelitian. Perlakuan terhadap

tanaman sesuai dengan kebiasaan petani menanam melon dari penyemaian bibit,

pengolahan tanah, pemupukan, penyemprotan obat-obat, dan pengairan. Jumlah

sampel yang digunakan setiap lahannya adalah 100 tanaman melon, dan larutan

fungisida azoxystrobin yang digunakan didapat dari donasi PT. Syngenta.

Kelompok kontrol menggunakan tanaman melon pada lahan yang sama diluar

sampel 100 tanaman melon perlakuan.

b. Kalibrasi penyemprotan. Kalibrasi penyemprotan dimulai dengan

mengukur luas lahan. Pengukuran luas lahan dilakukan dengan pengukuran

manual menggunakan meteran dan didapat hasil jarak antar tanaman melon dan

jarak antar baris masing-masing secara berturut-turut adalah 40 cm dan 2 meter

(lokasi Siliran, Kulonprogo), 40 cm dan 30 cm (lokasi Ngemplak, Sleman), 40 cm

dan 40 cm (lokasi Panggungharjo, Bantul). Luas tanaman melon bagian kelompok

perlakuan berbeda-beda setiap lahan yaitu masing-masing 20 meter x 30 meter

(lokasi Siliran, Kulonprogo), 22,75 meter x 1 meter (lokasi Panggungharjo,

Bantul) dan 14,0 meter x 1,9 meter (lokasi Ngemplak, Sleman). Kalibrasi

penyemprotan dilakukan sebelum aplikasi fungisida azoxystrobin menggunakan

air yang dimasukkan ke dalam tangki penyemprot pestisida dengan volume yang

diketahui. Tangki yang sudah diisi air diaplikasikan dengan berjalan seperti biasa

hingga seluruh tanaman diaplikasi sama rata. Mencatat waktu saat mulai

menyemprot sampai selesai. Air yang masih tersisa di dalam tangki dikeluarkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

lalu menghitung volumenya. Selisih volume awal air dengan volume air sisa

penyemprotan adalah volume larutan semprot yang akan diaplikasikan.

c. Aplikasi lahan. Perlakuan penyemprotan fungisida azoxystrobin dilakukan

sebanyak 3 kali dengan cara penyemprotan sesuai dengan Indonesian Good

Agrycultural Practice (IndoGAP). Dimulai dari munculnya bakal buah dengan

kondisi sempurna (bunga pada ujung bakal buah sudah mulai rontok, 10 hari

setelah perlakuan pertama, dan ketika buah melon sudah mencapai kematangan

75% (sebagai tanda panen). Kadar larutan azoxystrobin 200 mg/L dengan aturan

pakai 1 ml/L larutan semprot untuk 600 L/ha. Perhitungan kadar ditentungan

dengan luas lahan dan hasil kalibrasi yang telah dilakukan. Penyemprotan

fungisida dilakukan pada pagi hari maksimal pukul 08.00 WIB ketika lokasi lahan

tidak berangin.

3. Pengambilan Sampel Buah dari Lahan Model Perkebunan Melon Bahan uji yang digunakan adalah melon yang masih segar dipetik dari 3

model perkebunan di daerah kabupaten Bantul, Kulon Progo dan Sleman. Sampel

sebanyak 5 buah diambil dengan metode pengambilan acak terstratifikasi.

Pengambilan sampel dilakukan pada hari ke -1, 0, 1, 3, 5, 7, dan 14 setelah

penyemprotan terakhir fungisida azoxystrobin.

4. Persiapan Sampel

Sampel sebanyak 5 buah melon utuh dikumpulkan. Sampel tidak

dilakukan pencucian dan langsung ditimbang setiap buahnya. Setiap buah dibagi 4

bagian (proses quartering) lalu diambil setiap buah seperempat bagian sebagai

sampel yang akan dihomogenkan. Ada 3 kelompok perlakuan preparasi sampel

yaitu :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

a. Seperempat bagian dari setiap buah melon diambil kulit buah saja sebagai

sampel bagian kulit buah melon lalu dihomogenkan (sampel kulit/peel).

b. Seperempat bagian dari setiap buah melon diambil daging buah saja sebagai

sampel bagian daging buah melon lalu dihomogenkan (sampel daging/flesh).

c. Seperempat bagian dari setiap buah melon langsung dihomogenkan (sampel

keseluruhan/whole).

5. Ekstraksi Residu Azoxystrobin dari Matrik Buah Melon

Sebanyak 5 g sampel dari setiap kelompok sampel yang telah

dihomogenkan diambil dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge 25 ml.

Ditambahkan 2 g MgSO4; 0,5 g NaCl; 0,5 g Na3sitrat.2H2O dan 0,25 g

Na2Hsitrat.1,5H2O. Campuran yang berada di dalam tabung sentrifuge

ditambahkan 5 ml asetonitril. Tabung sentrifuge digojog selama 1 menit lalu

divortex selama 2 menit.

Tabung sentrifuge kemudian disentrifuge dengan kecepatan 5000 rpm

selama 5 menit. Supernatan yang terbentuk diambil seluruhnya kemudian

dipindahkan dalam flakon, dikeringkan dengan waterbath dan dibantu dengan gas

nitrogen. Supernatan hasil sentrifuge diambil semuanya, ditampung ke dalam

flakon bersih. Kemudian dilakukan reekstraksi dengan cara menambahkan 5 ml

asetonitril ke dalam tabung sentrifuge yang sudah diambil supernatannya lalu

digojog kembali dengan tangan selama 1 menit, divortex selama 2 manit setelah

itu dilakukan sentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Supernatan

hasil reekstraksi diambil semuanya dan ditampung ke dalam flakon yang berisi

supernatan hasil ekstraksi pertama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

Selanjutnya dikeringkan menggunakan nitrogen sehingga memperoleh

ekstrak kering. Hasil ekstraksi di dalam flakon yang sudah kering ditambahkan

0,5 ml aquabidest kemudian didegasing selama 5 menit.

6. Clean up Sampel Azoxystrobin dari Matrik Buah Melon dengan SPE C18

a. Pengkondisian dan loading sampel SPE C18. Pengkondisian

dilakukan dengan memasukkan 5 ml metanol ke dalam SPE C18 hingga

seluruhnya keluar dari SPE C18 dan dilanjutkan dengan memasukkan 5 ml

aquabidest ke dalam SPE C18. Sebelum aquabidest keluar seluruhnya dari SPE

C18, larutan hasil degasing dimasukkan ke dalam SPE C18.

b. Pencucian. Pencucian dilakukan dengan menambahkan 5 ml

aquabidest ke dalam flakon sedikit demi sedikit untuk mencuci flakon yang telah

digunakan. Setiap penambahan aquabidest hasil cucian kemudian dimasukkan ke

dalam SPE C18 hingga keseluruhan aquabidest masuk ke dalam SPE C18.

c. Elusi. Penambahan 3 ml metanol dimasukkan sedikit demi sedikit

ke dalam flakon yang telah dicuci dengan aquabidest. Setiap metanol yang

dimasukkan dalam flakon dipindahkan ke dalam SPE C18 hingga metanol

seluruhnya dipindah kedalam SPE C18 dan hasilnya ditampung dengan flakon

baru. Hasil keseluruhan elusi metanol dikeringkan dengan waterbath dan dengan

bantuan gas nitrogen.

7. Pembuatan Larutan Kurva Baku Azoxystrobin

a. Pembuatan larutan stok azoxystrobin (larutan induk). Sebanyak

kurang lebih 11,4 mg baku azoxystrobin ditimbang dengan seksama kemudian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

dilarutkan dengan 1 mL heksan sehingga didapatkan baku azoxystrobin dengan

konsentrasi 11,4 mg/ml.

b. Pembuatan larutan intermediet azoxystrobin 1 (Stok A). Sebanyak

40 µL larutan induk azoxystrobin dilarutkan ke dalam 1000 µL heksan sehingga

didapatkan konsentrasi baku azoxystrobin sebesar 0,456 µg/µL.

c. Pembuatan larutan intermediet azoxystrobin 2 (Stok D). Sebanyak

10 µL stok A diambil dengan menggunakan syringe dilarutkan ke dalam 1000 µL

heksan sehingga diperoleh larutan intermediet azoxystrobin 2 dengan konsentrasi

0.456 x 10-2 µg/µl.

d. Pembuatan seri larutan kurva baku azoxystrobin. Baku

azoxystrobin dari stok D diambil volume 1 µL, 2 µL, 3 µL, 4 µL, 5 µL, 7 µL, 10

µL, 15 µL, dan 20 µL, masing-masing ditambahkan 2 µL DCB lalu diencerkan

dengan heksan hingga volume 200 µL. Masing-masing larutan baku diinjeksikan

ke dalam kromatografi gas sebanyak 2 µL. Dalam tahap ini diperoleh hubungan

antara kadar azoxystrobin dengan rasio luas puncak azoxystrobin terhadap DCB.

e. Pembuatan larutan kurva baku adisi A. Baku azoxystrobin dari stok

D diambil volume 1 µL, 2 µL, 3 µL, 5 µL, 7 µL, 10 µL, 13 µL, 16 µL dan 20 µL,

kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam flakon yang sudah berisi ekstrak

kering matriks melon yang sebelumnya ditambahkan 2 µL DCB lalu diencerkan

hingga volume 200 µL dengan pelarut heksan. Masing-masing diinjeksikan ke

dalam kromatografi gas sebanyak 2 µL. Dalam tahap ini diperoleh hubungan

antara kadar azoxystrobin dengan rasio luas puncak azoxystrobin terhadap DCB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

8. Determinasi Menggunakan GC-ECD.

Flakon hasil pengeringan hasil clean up SPE C18 ditambahkan 0,2 ml

heksan. Larutan diinjeksi ke dalam kromatografi gas dengan detektor penangkap

elektron pada kondisi sistem kromatografi teroptimasi. Hasil optimasi oleh

Puspitasari (2015) didapat kondisi optimum yaitu :

Tabel IV. Kondisi Optimum GC Parameter Kondisi optimum

Injector (split)

Suhu injector 230 °C

Volume injeksi 2 µL

Oven Panjang kolom 12-50 cm

Fase diam 5%-phenyl-methylpolysiloxane

Temperature Terprogram 100°C (3 menit), 30°C/menit, 245°C (30 menit), 30°C/menit, 260°C (30 menit)

Detektor Detektor ECD63Ni

Suhu detektor 295 °C

Gas Gas N2 UHP

Flowrate gas 1ml/menit

F. Tata Cara Analisis Data

Tata cara analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Penentapan Kadar Sampel

Kadar residu fungisida azoxystrobin didapat dari analisis hasil yang

dilakukan dengan rasio perbandingan luas puncak azoxystrobin dalam sampel

dengan luas puncak standar adisi yang di plotkan dalam kurva baku. Data antara

rasio area sampel terhadap rasio area standar diintrapolasikan ke dalam persamaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

regresi linier kurva baku yang didapatkan. Kadar residu azoxystrobin dihitung

menggunakan persamaan:

y = ax + b

keterangan:

y = rasio antara luas area sampel dengan standar internal

x = kadar azoxystrobin .

Sehingga kadar azoxystrobin dalam sampel adalah X= = y−ab

dan x

volume akhir. Kadar dari pengukuran yang didapat, dicatat dan dimasukkan pada

kurva dengan korelasi sumbu x adalah waktu setelah penggunaan terakhir

fungisida azoxystrobin dan sumbu y adalah besarnya konsentrasi. Kemudian

dilihat distribusi dari fungisida azoxystrobin dalam kulit, daging dan keseluruhan

buah melon pada waktu setelah penggunaan terakhir fungisida azoxystrobin

(Miller, 2010).

2. Penentuan Laju Disipasi

Laju disipasi azoxystrobin dalam sampel merupakan slope dari hubungan

antara hari terakhir aplikasi vs ln massa dalam mg/kg residu azoxystrobin.

3. Penetapan Waktu Degradasi 50 % (DT50) pada Sampel

Penenetapan nilai DT50 pada sampel menggunakan rumus orde 1 yaitu :

𝐷𝑇50 = ln(0.5)𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒

(California Departement of Pesticide Regulation, 2012).

4. Penentuan PHI (Pre Harvest Interval)

Penentuan PHI dihitung dengan cara rumus, PHI = DT95 (Noegrohati,

2015).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

5. Uji Pengaruh Geografis terhadap Pola Laju Disipasi

Untuk mengetahui pengaruh geografis terhadap pola laju disipasi

menggunakan uji signifikansi ANOVA pada slope antara laju disipasi lahan

Kulon Progo, Bantul, dan Sleman (Miller, 2010).

G. Alur Penelitian

1. Persiapan dan Perlakuan Lahan Permodelan

Penanaman Tanaman Melon

Aplikasi formula fungisida azoxystrobin pada plot perlakuan sesuai perhitungan

dosis aplikasi fungisida azoxystrobin dengan kadar formulasi 200 mg/L dengan

aturan pakai 1ml/L larutan semprot dengan kadar tinggi:

Semprot 1: Muncul bakal buah pada bunga

Semprot 2: 10 hari setelah penyemprotan pertama

Semprot 3: Menjelang panen kematangan ± 75%

Gambar 3. Skema Persiapan dan Perlakuan Buah Melon di Lahan Permodelan

Kontrol Perlakuan

Kontrol Perlakuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

2. Pengambilan Sampel Buah Melon

Pengambilan 5 buah melon sampel pada -1, 0, 1 ,3, 5, 7, 14 hari setelah aplikasi terakhir dan sampel kontrol

Gambar 4. Skema Pengambilan Sampel Buah Melon di Lahan Perlakuan

100 tanaman melon

Dibagi menjadi 3 bagian

Bagian 1 Bagian 2 Bagian 3

Pilih 1 buah

secara acak per

hari sampling

Pilih 3 buah

secara acak per

hari sampling

Pilih 1 buah

secara acak per

hari sampling

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

3. Penetapan Kadar Residu Fungisida Azoxystrobin, Laju Disipasi, DT50,

dan PHI pada Buah Melon

Gambar 5. Skema Penetapan Kadar, Laju Disipasi, DT50, dan PHI Residu

Fungisida Azoxystrobin pada Buah Melon

5 buah melon sampel pada -1, 0, 1, 3, 5, 7, 14 hari setelah aplikasi terakhir dan sampel kontrol

Ekstraksi (LLE)

Clean Up (SPE) Determinasi dengan GC ECD

Preparasi dan homogenisasi sampel

Analisis Data Kadar residu dalam kulit, daging, dan keseluruhan sampel

Laju disipasi setiap lahan Hipotesis 1 Hipotesis 2

DT50 dan PHI Hipotesis 3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Lahan Model Pekebunan Melon

Penelitian yang berjudul Asesmen Paparan Residu Fugisida Azoxystrobin

dalam Buah Melon (Cucumis melo L.) terhadap Keamanan Konsumen di Daerah

Istimewa Yogyakarta dilakukan untuk melihat laju disipasi residu fungisida

azoxystrobin di dalam buah melon kemudian menentukan DT50 dan PHI. DT50

menggambarkan lama waktu dimana residu fungisida azoxystrobin terdegradasi

50% pada buah melon. PHI digunakan untuk menentukan waktu panen yang tepat

agar buah melon aman dari residu fungisida azoxystrobin dengan kadar dibawah

positive list yaitu sebesar 0,01 mg/kg. Oleh karena itu, laju disipasi sangat penting

untuk diketahui supaya melon yang dikonsumsi aman dari residu fungisida.

Penelitian ini dimulai dengan menyiapkan model perlakuan untuk

penetapan kadar residu fungisida azoxystrobin pada buah melon. Model

perkebunan melon dipilih dari 3 perkebunan melon di Daerah Istimewa

Yogyakarta. Model perkebunan melon yang dipilih harus memiliki kriteria inklusi

sebagai berikut :

1. Lahan menggunakan melon dengan bibit merk Action sp.

2. Lahan tidak menggunakan fungisida atau pestisida yang lain dengan zat

aktif azoxystrobin

3. Perbedaan setiap lahan pada sistem tanam, kondisi geografis, dan tekstur

tanah.

48

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Survei dilakukan untuk menentukan lokasi lahan yang memenuhi kriteria

inklusi. Lahan yang memenuhi kriteria inklusi tersebut diatas adalah sebagai

berikut:

1. Dusun Siliran Kecamatan Wates Kabupaten Kulonprogo (110° 10' 18.6276"

BT dan -7° 57' 37.206" LS, 16 mdpl).

2. Dusun Pelemsewu Kelurahan Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten

Bantul (110° 21' 40.5936" BT dan -7° 50' 7.8324" LS, 84 mdpl).

3. Dusun Demangan Lama Kelurahan Wedomartani Kecamatan Ngemplak

Kabupaten Sleman (110° 26' 13.236" BT dan -7° 43' 6.204"LS, 254 mdpl).

Ketiga lahan tersebut dilihat kondisi geografis dengan mencari informasi

di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) daerah Istimewa

Yogyakarta. Informasi kondisi tanah lahan didapat dengan bantuan dari Fakultas

Pertanian UGM. Data informasi kondisi geografis lahan dari BMKG dan kondisi

tanah dari Fakultas Pertanian UGM dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel V. Data Suhu, Curah Hujan dan Kelembaban (BMKG Yogyakarta)

Lokasi Rata-rata Suhu (°C)

Rata-rata Kelembaban (%)

Rata-rata Curah Hujan (mm3)

Siliran, Kulonprogo 26,2 85,3 313

Panggungharjo, Bantul 25,3 87,3 275

Wedomartani, Sleman 24,2 80,3 417,3

Tabel V menunjukkan bahwa suhu tertinggi berada pada lahan Siliran,

Kulon Progo 26,2 0C, curah hujan tertinggi berada pada lahan Wedomartani,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

Sleman 417,3 mm3, dan rata-rata kelembaban tertinggi pada lahan Panggungharjo,

Bantul 87,3%.

Tabel VI. Data pH, Bahan Organik, Komposisi dan Kelas Tekstur Tanah (Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM)

Lokasi pH Tanah

Bahan Organik

(%)

Komposisi Tanah (%) Kelas Tekstur Tanah Lempung Debu Pasir

Siliran, Kulonprogo

6,71 0,54 2,45 7,17 90,37 Pasir

Panggungharjo, Bantul

6,58 2,08 23,84 35,17 40,99 Geluh

Wedomartani, Sleman

6,67 1,09 4,64 19,97 75,39 Pasir geluhan

Tabel VI menunjukkan bahwa pH tanah tertinggi sebesar 6,71 berada

pada lahan Siliran, Kulon Progo dan bahan organik tertinggi sebesar 2,08 terdapat

pada lahan Panggungharjo, Bantul. Struktur tanah secara berturut-turut pada lahan

Siliran, Kulon Progo; Panggungharjo, Bantul; dan Wedomartani, Sleman adalah

pasir, geluh, dan pasir geluhan.

Lahan yang memiliki sifat fisik baik adalah lahan yang daya serap air dan

sirkulasi udara didalamnya cukup baik. Sifat fisik ini ditunjukan dengan tekstur

dan struktur tanah. Tekstur tanah adalah sifat fisis tanah yang berkaitan dengan

ukuran partikel pembentuk tanah seperti, pasir, debu dan lempung. Tekstur tanah

berpengaruh pada daya serap dan daya tamping air. Tanah lempung teksturnya

sangat halus, mudah menampung air tetapi daya serapnya kecil. Sebaliknya tanah

pasir mudah menyerap air, tetapi sukar menampungnya (Asviatuti, 2008).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

Model perkebunan melon tidak dilakukan pengkondisian kecuali kriteria

inklusi dan aplikasi fungisida azoxystrobin. Perlakuan diluar aplikasi bergantung

pada kebiasaan petani dalam menanam melon. Petani bebas melakukan apapun

untuk membuat tanaman melon tetap tumbuh subur dan tidak mempengaruhi

kriteria inklusi. Pemberian harian pupuk, pestisida, fungisida dan obat-obatan

tanaman dicatat oleh peneliti supaya perawatan melon yang dilakukan petani

terkontrol sesuai kriteria inklusi.

Waktu penanaman buah melon pada lahan Siliran dan Bantul adalah

adalah bulan Januari 2015 dengan target panen 60 hari pada bulan Maret 2015 dan

waktu penanaman buah melon pada lahan Sleman adalah bulan Februari 2015

dengan target panen 60 hari pada bulan April 2015. Pada masing-masing lahan

tersebut diambil 100 pohon buah melon sebagai sampel perlakuan. Selain sampel

pelakuan, diambil sampel kontrol dari lahan yang sama diluar 100 tanaman yang

diberi perlakuan aplikasi. Kontrol diharapkan dapat memberikan kontrol negatif

untuk membedakan perlakuan yang diberikan oleh peneliti. Kontrol ditetapkan

pada lahan yang sama agar memperoleh perlakuan dan budidaya yang sama oleh

petani.

Semua lahan model perkebunan melon menggunakan bibit yang sama

agar memperkecil pengaruh diluar perlakuan yang akan membuat data rancu/bias.

Varietas yang dipilih adalah buah melon (Cucumis melo. L) dengan bibit merk

Action 434® yang telah dideterminasi oleh Fakultas Farmasi, UGM. Bibit ini

dipilih karena banyak digunakan oleh petani melon di Daerah Istimewa

Yogyakarta. Melon dengan varietas Action dianggap petani sebagai melon yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

paling mudah ditanam di segala cuaca khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Benihnya bagus, penampilan tanamannya juga meyakinkan, daunnya cukup tebal

sehingga perawatannya lebih mudah dan ukuran buahnya dapat diatur sesuai

keinginan (Anonim b, 2015).

B. Aplikasi Perlakuan Lahan Model Perkebunan Melon

Perlakuan penyemprotan fungisida azoxystrobin dilakukan sebanyak 3

kali dengan cara penyemprotan sesuai dengan IndoGAP. Dimulai dari munculnya

bakal buah dengan kondisi sempurna (bunga pada ujung bakal buah sudah mulai

rontok), 10 hari setelah perlakuan pertama, dan ketika buah melon sudah

mencapai kematangan 75% (sebagai tanda panen). Sebelum aplikasi, dilakukan

optimasi penyemprotan terlebih dahulu. Optimasi dilakukan dengan cara

menyesuaikan larutan penyemprot supaya dosis fungisida azoxystrobin yang

diaplikasi diharapkan merata pada setiap lahan. Penggunaan dosis semprot setiap

lahan berdasarkan luas lahan dan menentukan volume cairan semprot fungisida

sebagai larutan semprot pada masing-masing lahan.

Hasil proses optimasi konsentrasi aplikasi yang digunakan sesuai dengan

aturan pakai yang tertera pada label fungisida. Konsentrasi yang digunakan adalah

600 L larutan semprot / ha lahan dan setiap 1 L larutan semprot mengandung 1 ml

fungisida azoxystrobin (Syngenta, 2005). Data hasil optimasi aplikasi lahan dapat

dilihat pada tabel dibawah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

Tabel VII. Hasil Optimasi Larutan Semprot Azoystrobin untuk Aplikasi

Penyemprotan

Aplikasi Penggunaan Standart Azoxystrobin

Siliran, Kulon Progo (60 m2)

Wedomartani, Sleman (26.6 m2)

Panggungharjo, Bantul (22.7 m2)

Luas 60 m2 26.6 m2 22.7 m2 Cairan semprot 4L 6L 4L

Formulasi 3.6 mL 2 ml 1,4 ml

Waktu penyemprotan hasil kalibrasi

3 menit 16 detik (3 putaran), habis (tidak ada sisa), seluruh tanaman

rata terkena semprotan

Kedua plot masing-masing 2 menit 50 detik (1 putaran),

habis (tidak ada sisa), seluruh tanaman rata terkena semprotan

6 menit (3 putaran), habis (tidak ada sisa), seluruh tanaman

rata terkena semprotan

Masing-masing lahan perlakuan berbeda pada cairan semprot larutan uji

yang dipengaruhi oleh luas dan sistem penanaman yang berbeda. Siliran, Kulon

Progo sistem penanaman pada pasir pantai yang berarti buah dibiarkan berada

diatas pasir atau mulsa. Panggungharjo, Bantul dan Wedomartani, Sleman

menggunakan tiang sebagai penyangga buah agar tetap menggantung dan tidak

mengenai tanah atau mulsa.

C. Pengambilan Sampel Buah dari Lahan Model Perkebunan Melon

Proses sampling dilakukan dengan cara acak terstratifikasi pada sampel

perlakuan dan sampel kontrol. Sampel diambil sebanyak 5 buah melon setiap hari

sampling dengan berat keseluruhan mencapai lebih dari 5 kg. Hal ini mengacu

pada FAO (2015) yang menyatakan bahwa pengambilan sampel untuk tanaman

dengan berat buah keseluruhan lebih dari 250 g diharuskan mengambil 5 buah

sampel atau sekurang-kurangnya 2 kg.

Pengambilan sampel dimulai dari sampel kontrol kemudian sampel

perlakuan pada:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

1. hari sebelum aplikasi terakhir (H-1)

2. hari aplikasi (H-0) atau 4 jam setelah aplikasi

3. hari ke-1 (H+1)

4. hari ke-3 (H+3)

5. hari ke-5 (H+5)

6. hari ke-7 (H+7)

7. hari ke-14 (H+14) setelah aplikasi terakhir.

Sampel kontrol diambil dari buah melon diluar 100 buah sampel perlakuan. Selain

itu, jarak tanamnya paling jauh dari sampel perlakuan tetapi masih pada lahan

yang sama.

Sampel diambil dengan sarung tangan lateks dan dipotong pada pangkal

buah. Sampel yang telah dipotong dibersihkan dengan sikat halus dengan perlahan

agar pasir dan kotoran yang menempel hilang dari kulit melon tetapi tidak

menghilangkan residu azoxystrobin. Melon yang bersih dimasukkan pada kantong

plastik bening dan diberikan label sampling. Kemudian sampel dimasukkan dalam

tempat kedap sinar matahari dibawa dari lahan menuju laboratorium maksimal 24

jam setelah pengambilan. Perlakuan yang hati-hati dilakukan dalam melindungi

sampel dari kehilangan senyawa target (azoxystrobin). Segera setelah tiba di

laboratorium, sampel dipreparasi (FAO, 2015).

D. Preparasi Sampel Buah Melon

Sampel yang telah tiba di laboratorium dimulai dengan proses

homogenisasi. Metode homogenisasi yang tepat sangat diperlukan untuk

mendapatkan sampel yang homogen. Homogenisasi sampel dilakukan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

blender, dimana sample portion menggunakan metode quartering yaitu dengan

cara:

1. Seperempat bagian dari setiap buah melon diambil kulit buah saja sebagai

sampel bagian kulit buah melon lalu dihomogenkan (sampel kulit/peel)

2. Seperempat bagian dari setiap buah melon diambil daging buah saja sebagai

sampel bagian daging buah melon lalu dihomogenkan (sampel daging/flesh)

3. Seperempat bagian dari setiap buah melon langsung dihomogenkan (sampel

keseluruhan/whole).

Sampling analytical portion untuk melon dilakukan dengan metode quartering

agar diperoleh sampel yang representative.

Dalam preparasi sampel, dilakukan penetapan kadar air di dalam buah

melon, untuk mengetahui perlu tidaknya penambahan air saat preparasi sampel.

Hasil uji yang dilakukan Puspitasari (2015) pada penentuan kadar air menyatakan

bahwa kandungan kadar air di dalam buah melon adalah berkisar 92,224% untuk

bagian daging, 93,782% untuk bagian whole, dan 93,050% untuk bagian kulit,

sehingga untuk preparasi sampel menurut Anastasiades (2006) dengan metode

QuEChERS yang mempersyaratkan kadar air lebih dari 80% tidak diperlukan

penambahan air.

E. Ekstraksi Residu Azoxystrobin dari Matrik Buah Melon

Metode extraksi untuk mendapatkan residu senyawa azoxystrobin dari

matrik buah melon menggunakan metode QuEChERS (Quick, Easy, Cheap,

Effective, Rugged, and Safe). Prinsip dari QuEChERS dalam penelitian ini adalah

melakukan ekstraksi analit menggunakan pelarut (acetonitril) dan 2 g MgSO4; 0,5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

g NaCl; 0,5 g Na3sitrat.2H2O; 0,25 g Na2Hsitrat.1,5H2O untuk mengurangi kadar

air yang berlebih dalam sampel dengan tetap mengatur kondisi pH agar diperoleh

recovery yang baik. Metode ini dianjutkan dengan sentrifugasi untuk dapat

memisahkan senyawa berdasarkan ukuran partikel dan berat jenis. Kemudian

dilakukan clean up dengan SPE C18 dan dideterminasi menggunakan GC-ECD.

Pemilihan metode QuEChERS ini dilakukan dengan melihat jumlah co-

extractant yang paling sedikit di dalam pelarut yang memiliki kelarutan paling

baik. Metode QuEChERS yang digunakan adalah Buffer QuEChERS karena

dengan menjaga pH sampel antara 4-5 diharapkan azoxystrobin stabil selama

proses penentapan kadar dan co-ekstraktan minimal. Menurut Anastasiades (2006)

Citrate buffer pada pH 4-5 memberikan jumlah co-extractant dalam hasil

ekstraksi yang lebih sedikit jika dibangingkan dengan jumlah co-extranctant pada

raw material original QuEChERS maupun acetate buffer. Acetonitril merupakan

pelarut yang umum digunakan dalam metode QuEChERS.

Gambar 6. Pengaruh pH terhadap Jumlah Co-Extractant

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

Buffer QuEChERS menggunakan 4 jenis garam antara lain: 2 g MgSO4;

0,5 g NaCl; 0,5 g Na3sitrat.2H2O; 0,25 g Na2Hsitrat.1,5H2O. Magnesium sulfate

digunakan untuk menginduksi pemisahan antara acetonitril dengan air dalam

sistem LLE dan meningkatkan recovery analit polar. Natrium klorida berfungsi

sebagai garam penyangga dan mengurangi interfensi senyawa polar dengan proses

salting out effect, Na3sitrat.2H2O dan Na2Hsitrat.1,5H2O ditambahkan untuk

mengontrol pH, mempertahankan tingkat pH antara 4 dan 6, dan untuk stabilitas

dasar pestisida yang sensitif. Setelah dilakukan ekstraksi, larutan organik

asetonitril yang mengandung azoxystrobin akan berada dilapisan atas

(Phenomenex, 2015).

Keunggulannya dari Buffer QuEChERS ini adalah nilai recovery yang

bagus bahkan untuk pestisida paling asam, recovery dapat diterima pada pestisida

yang sensitif terhadap asam maupun basa, mampu meningkatkan selektifitas, dan

tidak memberikan efek negatif jika menggunakan clean up PSA, tidak seperti

asetat buffer (Anastassiades, 2006).

Penggojokan dilakukan dengan kuat selama satu menit untuk memecah

gumpalan matriks sampel. Semakin kecil gumpalan matriks, maka luas

permukaan akan semakin meningkat sehingga kesetimbangan yang optimum akan

lebih cepat dicapai. Penggojokan dengan waktu 5 menit didapatkan hasil yang

efektif, yaitu dengan waktu yang relatif pendek sudah mampu mendapatkan

supernatan dengan jumlah yang cukup.

Hasil sentrifuge menunjukan bahwa acetonitril berada di bagian atas dan

air berada dibagian bawah karena massa jenis air lebih besar dari acetonitril.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

Tingkat kelarutan azoxystrobin di dalam acetonitrile sebesar 340 g/L, sedangkan

kelarutannya di dalam air hanya 6,7 mg/L. Oleh sebab inilah diperlukan

penambahan garam NaCl untuk salting out effect (mengurangi kelarutannya dalam

air, dan memaksa masuk ke dalam lapisan acetonitrile). Kemudian lapisan

asetonitril yang berada di bagian atas campuran diambil karena azoxystrobin larut

dengan baik dalam acetonitrile. Hasil supernatan diambil semua agar dapat

merepresentasikan jumlah azoxystrobin yang terekstrak dalam tiap 5 gram sampel

melon. Reekstraksi dilakukan dalam penelitian ini agar diperoleh % recovery yang

lebih baik, dan meminimalisir analit yang masih tertinggal di dalam matrik.

F. Clean Up Residu Azoxystrobin dari Matrik Buah Melon dengan SPE C18

Clean up merupakan salah satu proses yang penting untuk mendapatkan

ekstrak bersih saat dideterminasi meggunakan GC-ECD. Ektrak bersih membantu

proses pemisahan senyawa azoxystrobin di dalam GC-ECD dan tidak membuat

kolom GC-ECD cepat kotor. Melon juga memiliki kandungan karbohidrat dan

vitamin C yang cukup tinggi, adanya gugus COOH ini dapat mempengaruhi

respon detector ECD yang digunakan dalam GC sehingga harus dipisahkan dari

sampel yang akan dianalisis menggunakan GC.

Sistem yang digunakan clean up pada penelitian ini adalah sistem

reverse-phase SPE. Reversed-phase SPE yaitu metode pemisahan bahan organik

yang terlarut dalam pelarut polar sebagai fase geraknya (contoh: air) menuju fase

diam yang non polar (contoh: C18 atau C8) yang biasanya terikat dengan ikatan

van der Waals dan dispersion forces. Pemisahan ini dipengaruhi oleh perbedaan

kelarutan pada kedua fase dan potensial kimianya (Yan, 2004). Reversed-phase

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

SPE digunakan karena pada metode modifikasi oleh Anastasyades (2006) sistem

reversed-phase SPE tidak menghilangkan senyawa pestisida apapun kecuali lilin

dan lipid pada matrik.

Mengingat bahwa GC-ECD kurang spesifik jika dibandingkan dengan LC

MS/MS maka diperlukan modifikasi dari metode QuEChERS dari penelitian

Anastassiades (2006) untuk mendapatkan ektrak bersih yaitu dengan adanya

proses Clean up menggunakan SPE C18. Azoxystrobin yang memiliki log POW

sebesar 2,71 at 20 °C sehingga pada pH 5,03 tidak mengalami disosiasi dan dapat

terjerab pada fasa diam C18. Pada proses clean up penggunaan SPE C18 sebagai

fasa diam juga diharapkan mampu menjerab residu azoxystrobin dengan recovery

yang tinggi dan dengan adanya clean up ini senyawa pengganggu respon detektor

tersebut dapat berkurang sehingga meningkatkan selektifitas dan sensitifitas

metode analisis GC-ECD.

Penelitian ini menggunakan pelarut yang mampu menahan semua analit

yang dituju pada fase diam (C18) tetapi dengan ikatan yang lemah agar dapat

terelusi seluruhnya. Pada proses pencucian, senyawa yang lebih polar akan tercuci

dengan fasa gerak air dan meninggalkan residu azoxystrobin pada fasa diam (C18).

Sehingga aquabidest dipilih sebagai pelarut pertama karena azoxystrobin hanya

memiliki kelarutan sebesar 6,7 mg/L dan diharapkan tidak terlarut pada saat

pencucian. Analit yang dituju selanjutnya dielusi dengan menggunakan metanol

yang akan melepaskan residu azoxystrobin yang tertahan pada fase diam (C18)

karena kelarutan azoxystrobin di dalam metanol kurang lebih 20 g/L. Strategi ini

bermanfaat jika analit yang dituju berkadar rendah (Gandjar, 2007).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

Pada metode QuEChERS yang menggunakan sistem dispersive SPE,

kesetimbangan yang terjadi dalam sistem clean up hanya 1 kali. Pada kolom SPE

C18 yang digunakan kesetimbangan dalam sistem dapat terjadi berulang-ulang

sehingga efisiensi pemisahan semakin meningkat. Hal ini perlu dilakukan karena

detektor ECD sangat sensitif tetapi kurang spesifik.

G. Penetapan Kadar Residu Fungisida Azoxystrobin dalam Sampel Buah

Melon dengan GC-ECD

Kromatografi gas dengan detector ECD dipilih dalam penelitian ini

berdasarkan struktur dari azoxystrobin yang mengandung atom elektronegatif

seperti N dan O yang mempunyai afinitas terhadap elektron bebas. Afinitas dari

gugus elektronegatif menarik elektron bebas yang berasal dari sumber radio aktif

nikel (63Ni) pada detektor. Elektron bebas yang tertangkap dibawa keluar dari

detektor dan terjadilah pengurangan jumlah elektron pada system detektor.

Pengurangan elektron tersebut direkam dan diangggap sebagai respon

kromatogram. Semakin banyak jumlah atom elektronegatif dalam suatu senyawa

maka semakin tinggi respon pada GC-ECD (Grob, 1995).

Detektor ECD memiliki kepekaan yang tinggi dan selektif terhadap

molekul senyawa yang mengandung halogen, karbonil terkonjugasi, nitro, dan

organologam. Sebaliknya, detector ECD tidak peka terhadap gugus fungsional

keton, alkohol, dan hidrokarbon. Senyawa azoxystrobin merupakan salah satu

jenis senyawa yang mengandung halogen, sehingga pengguanaan ECD baik untuk

analisis insektisida azoxyztrobin dan memiliki sensitivitas yang tinggi

(Hendayana, 2006).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

Penentuan kadar residu fungisida azoxystrobin dalam sampel buah melon

dilakukan dengan metode standarisasi internal dengan standar internal DCB.

Persamaan Kurva baku dibuat berdasarkan hubungan rasio AUC

azoxystrobin/DCB, dengan massa yang telah di validasi oleh Puspitasari (2015).

Hasil validasi metode analisis dilakukan oleh Puspitasari (2015)

mendapatkan hasil recovery fortifikasi 0,091 ng – 0,684 ng pada buah melon

berkisar antara 84-119% dengan % RSD 17-19%, % D 0,03-17,1% dan kesalahan

ekstraksi sebesar 9,1%. Linearity range 0,002 µg/g – 0,014 µg/g dengan LOQ

0,0008 µg/g dan LLMV sebesar 0,005 µg/g. Dengan demikian validasi metode ini

memenuhi persyaratan untuk memantau kadar Azoxystrobin dalam buah melon

dibawah positif list sebesar 0,01 µg/g.

Suhu oven kolom yang digunakan adalah suhu terprogram 100°C (3

menit), 30°C/menit, 245°C (30 menit), 30°C/menit, 260°C (menit). Suhu

terprogram diharapkan mampu memisahkan puncak yang berhimpit karena titik

lebur suatu senyawa yang berdekatan (Mc Nair, 1997). Proses pemisahan juga

dilihat dari nilai volatilitas suatu senyawa yang dapat dinyatakan dalam Henry’s

Law constant, dimana semakin besar nilai konstanta Henry maka semakin cepat

senyawa tersebut menguap dan menghasilkan tR yang cepat (Kenndler, 2004).

Azoxystrobin memiliki konstanta Henry kecil yaitu sebesar 7,3 x 10-9 Pa m3/mol

sehingga dapat dianalisis menggunakan GC dengan tR sekitar 30-33 menit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

Gambar 7. Kromatogram Baku Solvent

Pada gambar di atas no 1 adalah standart internal yang digunakan pada

penelitian. Standart internal yang digunakan adalah dekaklorobifenil (DCB). DCB

muncul pada waktu retensi 20-23 menit. Standar internal dalam kimia analitik

adalah zat kimia yang ditambahkan dalam jumlah konstan untuk sampel, standar

kosong dan kalibrasi dalam analisis kimia. Zat ini kemudian dapat digunakan

untuk kalibrasi dengan memplot rasio sinyal analit dengan standar sinyal internal

sebagai fungsi konsentrasi analit dari standar. Hal ini dilakukan untuk mengoreksi

hilangnya analit selama persiapan sampel atau sampel inlet (Gandjar, 2007).

Standar internal adalah senyawa yang sangat mirip, tetapi tidak identik

dengan spesies kimia yang menarik dalam sampel. Dapat terpisah baik dari

senyawa yang dituju atau puncak-puncak lain. Mempunyai waktu retensi yang

hampir sama dengan analit. mempunyai respon yang hampir sama dengan ananlit

pada konsentrasi yang digunakan. Mempunyai kemiripan sifat-sifat dengan analit

dalam tahap penyapan sampel tetapi tidak mirip secara kimia dalam analit

(Gandjar, 2007). Struktur DCB yang diunduh dari Pubchem (2015) dapat dilihat

seperti gambar dibawah.

1 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

. Gambar 8. Struktur Dekaklorobifenil (DCB)

Puncak yang ditandai dengan no 2 adalah puncak azoxystrobin yang

muncul pada waktu retensi 30-33 menit. Pada gambar 6 dapat dilihat setiap

sampel yang dianalisis memiliki respon puncak yang sama pada tanda A yang

menunjukkan puncak dari DCB dengan waktu retensi 20-23 menit. Pada tanda B

yang menunjukkan respon puncak dari senyawa azoxystrobin pada waktu retensi

30-33 menit.

Gambar 9. Overlay Kromatogram (A) Puncak DCB dan (B) Puncak

Azoxystrobin pada GC-ECD Keterangan : kromatogram sampel keseluruhan buah kromatogram sampel kulit buah kromatogram sampel daging buah kromatogram sampel blanko kromatogram standart

A B

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada standar, sampel blanko, daging,

kulit dan keseluruhan buah puncak DCB (puncak kromatogram A) dan puncak

azoxystrobin (puncak kromatogram B) muncul pada kondisi ajeg dengan tR

berturut-turut 23 menit dan 33 menit. Pada sampel blanko dan daging buah tidak

terdapat puncak azoxystrobin sehingga pada sampel tersebut tidak mengandung

residu azoxystrobin. Pada standart, sampel kulit dan keseluruhan buah didapat

puncak azoxystrobin yang setara atau lebih dari puncak DBC sehingga pada

sampel dan standart terdapat residu azoxystrobin dengan besaran rasio puncak

azoxystrobin/puncak DCB.

Penetapan kadar residu azoxystrobin pada sampel dilakukan dengan

analisis hasil extrapolasi rasio perbandingan luas puncak azoxystrobin dalam

sampel dengan luas puncak standar adisi yang diplotkan dalam kurva baku.

Persamaan dari kurva baku ini yang akan menghasilkan kadar terhitung dari

residu azoxystrobin.

Gambar 10. Kurva Baku Kadar Azoxystrobin vs Rasio AUC Azoxystrobin/AUC DCB Diplotkan pada Program Power Fit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

Pada gambar di atas ditunjukkan kurva baku yang digunakan untuk

menghitung kadar terhitung dari residu fungisida azoxystrobin yang telah

diplotkan pada program power fit (Utrecht University Faculteit Scheikunde). Pada

program informasi lainnya juga didapatkan persamaan dari kurva baku yaitu F(x)

= -0,18373 + 9,20246 x dan correlation coefficient (r) 0,9995 menggunakan

95,0% confidence limits. Nilai r ini memenuhi persyaratan nilai r untuk uji

kategori impurity, yaitu ≥ 0,98 (Ahuja dan Dong, 2005). Oleh karena itu metode

ini memiliki linearitas yang baik untuk penetapan kadar.

1. Penentuan Kadar Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon pada Lahan

Siliran, Kulon Progo

Hasil analisis kadar residu fungisida azoxystrobin dalam keseluruhan,

kulit dan daging, pada Lahan Siliran, Kulon Progo dapat dilihat pada tabel VIII.

Pada tabel tersebut ditemukan hasil bahwa angka kadar residu fungisida

azoxystrobin terjadi penurunan baik pada keseluruhan, kulit maupun daging buah

melon. Hal ini menunjukan terjadinya proses hilangnya residu azoxystrobin.

Tabel VIII. Kadar Residu Fungisida Azoxystrobin di Lahan Siliran Kulon Progo

Hari Setelah Terakhir Aplikasi

Keseluruhan mg/kg

Kulit mg/kg

Daging mg/kg

-1 0,002 0,002 0,003 0 0,080 0,115 0,006 1 0,043 0,045 0,005 3 0,029 0,021 0,004 5 0,031 0,026 0,004 7 0,010 0,017 0,003 14 0,002 0,004 0,001

kontrol 0,000 0,000 0,000

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

Kontrol sampel yang tidak diberikan perlakuan didapat hasil 0 mg/kg pada

semua bagian buah. Sampel kontrol membuktikan bahwa petani memang tidak

menggunakan pestisida atau fungisida yang memiliki zat aktif yang sama dengan

zat aktif fungisida sebagai larutan uji yaitu azoxystrobin.

Pembuktian hipotesis 1 pada penelitian ini dapat dianalisis dengan uji

signifikansi menggunakan uji T antara kadar residu azoxystrobin pada kulit dan

daging buah. Uji signifikansi diawali dengan uji F untuk melihat signifikansi

antara standart deviasi antar slope dari kurva kadar residu azoxystrobin pada kulit

dan daging buah.

Rumus uji F yaitu: 𝐹 ℎ𝑖𝑡 = 𝑆12

𝑆22

Dari hasil perhitungan didapat hasil signifikansi standar deviasi antar slope

tidak signifikan yang dapat dilihat dari tabel dibawah.

Tabel IX. Hasil Uji F Standar Deviasi Slope dari Kurva Kadar Residu Azoxystrobin pada Kulit dan Daging Buah Lahan Kulon Progo

Alfa F hitung F table Kesimpulan

0,05 0,0001 5,05 Tidak signifikan

Tahap selanjutnya dilakukan uji T menggunakan rumus :

𝑡 ℎ𝑖𝑡 =|𝑏1 − 𝑏2|

𝑆� 1𝑛1 + 1

𝑛2

Dimana b1 adalah nilai slope kurva kadar residu pada kulit buah dan b2

adalah nilai slope kurva kadar daging buah. Kemudian dicari degree of freedom

dengan persamaan:

𝐷𝐹 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

Tabel X. Hasil Uji T Slope dari Kurva Kadar Residu Azoxystrobin pada Kulit dan Daging Buah Lahan Kulon Progo

Alfa T hitung T table Kesimpulan 0,05 4.679 1,812 signifikan

Hasil perhitungan uji T dengan α 0,05 menyatakan kadar residu

azoxystrobin pada kulit dan daging buah memiliki kadar residu azoxystrobin

berbeda signifikan karena nilai T hit > T tabel. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

kadar residu azoxystrobin pada kulit buah lebih besar daripada kadar residu

azoxystrobin pada daging buah.

Kadar residu azoxystrobin pada daging buah di lahan Kulon Progo

didapat 0,006 mg/kg pada hari aplikasi dan turun hingga sebesar 0,001 mg/kg

pada hari ke-14 setelah aplikasi. Hal ini dapat dikarenakan penentrasi

azoxystrobin pada lahan Kulon Progo sangat cepat dan buah yang berada di atas

tanah langsung membuat residu fungisida azoxystrobin pada tanah dapat ikut

berpenetrasi ke dalam daging buah. Azoxystrobin yang bersifat sistemik membuat

residunya dapat menembus bagian-bagian dari tanaman dengan jalur pada xylem

atau floem (Asviatuti, 2008).

2. Penentuan Kadar Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon pada Lahan

Panggungharjo, Bantul

Pada lahan Panggungharjo, Bantul didapatkan hasil analisis sampel yang

ditunjukkan pada tabel XI. Hasil menunjukan bahwa terdapat kadar residu

fungisida azoxystrobin yang besar pada bagian kulit dan rendah dibagian daging.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

Data menunjukan pada hari ke-7 pengambilan sampel kadar residu azoxystrobin

di daging sebesar 0,000 mg/kg.

Tabel XI. Kadar Residu Azoxystrobin di Lahan Panggungharjo, Bantul Hari Setelah

Aplikasi Terakhir Keseluruhan

mg/kg Kulit mg/kg

Daging mg/kg

-1 0,010 0,008 0,000 0 0,033 0,062 0,000 1 0,012 0,061 0,001 3 0,004 0,010 0,000 5 0,002 0,013 0,000 7 0,008 0,014 0,000

kontrol 0,000 0,000 0,000

Sampel kontrol yang dianalisis pada keseluruhan buah terdapat residu

azoxystrobin sebesar 0 mg/kg meskipun petani mengaplikasikan pestisida yang

mempunyai zat aktif yang sama untuk mematikan jamur pada tanaman yang

menyerang saat proses aplikasi sampel yang kedua. Aplikasi petani ini tidak

mempengaruhi kadar residu pada sampel kontrol karena jarak aplikasi ke dua

yaitu 10 hari setelah aplikasi pertama sangat jauh dengan waktu pengambilan

sampel kontrol.

Secara kasat mata dapat dilihat kadar residu azoxystrobin pada kulit buah

lebih besar dari daging buah, tetapi untuk melihat perbedaan yang signifikan

diperlukan uji T pada kadar residu masing-masing bagian. Pembuktian diawali

dengan uji F untuk melihat signifikansi antara standart deviasi antar slope dari

kurva kadar residu azoxystrobin pada kulit dan daging buah.

Rumus uji F yaitu: 𝐹 ℎ𝑖𝑡 = 𝑆12

𝑆22

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

Dari hasil perhitungan didapat hasil signifikansi standar deviasi antar slope tidak

signifikan yang dapat dilihat dari tabel dibawah.

Tabel XII. Hasil Uji F Standar Deviasi Slope dari Kurva Kadar Residu Azoxystrobin pada Kulit dan Daging Buah Lahan Bantul

Alfa F hitung F table Kesimpulan 0,05 0,0013 6,39 Tidak signifikan

Tahap selanjutnya dilakukan uji T menggunakan rumus :

𝑡 ℎ𝑖𝑡 =|𝑏1 − 𝑏2|

𝑆� 1𝑛1 + 1

𝑛2

Dimana b1 adalah nilai slope kurva kadar residu pada kulit buah dan b2

adalah nilai slope kurva kadar daging buah. Kemudian dicari degree of freedom

dengan persamaan:

𝐷𝐹 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2

Tabel XIII. Hasil Uji T Slope dari Kurva Kadar Residu Azoxystrobin pada Kulit dan Daging Buah Lahan Bantul

Alfa T hitung T table Kesimpulan 0,05 5,828 1,86 signifikan

Hasil perhitungan uji T dengan α 0,05 menyatakan kadar residu

azoxystrobin pada kulit dan daging buah memiliki kadar residu azoxystrobin

berbeda signifikan karena nilai T hit > T tabel. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

kadar residu azoxystrobin pada kulit buah lebih besar daripada kadar residu

azoxystrobin pada daging buah.

Kadar residu azoxystrobin pada kulit dapat lebih besar daripada kadar

residu azoxystrobin pada daging buah karena kulit buah adalah bagian pertama

yang terpapar oleh aplikasi fungisida azoxystrobin. Luas dan struktur permukaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

terluar dari buah juga berpengaruh terhadap kadar residu pada kulit buah. Bagian

kulit yang berjala atau membentuk net juga mempengaruhi residu azoxystrobin

dapat tertinggal lama di kulit kemudian akan terpenetrasi ke dalam daging buah.

Proses penetrasi ini bergantung pada kekuatan dan kecepatan residu azoxystrobin

untuk menembus matrik dari kulit buah (Noegrohati, 2015).

Pada lahan Kulon Progo digambarkan dari tabel VIII penetrasi residu

azoxystrobin cepat, ini dapat dilihat dari kadar daging buah pada hari ke-0 sudah

sebesar 0,006 mg/kg dan kemudian menurun pada setiap harinya. Residu

azoxystrobin di lahan Bantul tidak terpenetrasi cepat karena dapat dilihat di tabel

IX kadar yang ditemukan pada daging buah 1 hari setelah aplikasi terakhir sebesar

0,001 mg/kg kemudian menghilang hingga pengambilan sampel terakhir.

Pada daging buah kadar residu azoxystrobin pada lahan Bantul hanya

ditemukan sebesar 0,001 mg/kg pada hari pertama setelah aplikasi. Hal ini dapat

dikarenakan system penanaman pada lahan Bantul menggunakan anjang-anjang

sehingga residu azoxystrobin pada tanah tidak mengkontaminasi buah.

3. Penentuan Kadar Residu Azoxystrobin dalam Buah Melon pada Lahan

Wedomartani, Sleman

Pada lahan Wedomartani, Sleman petani menggunakan fungisida dengan

zat aktif yang sama dengan larutan uji fungisida azoxystrobin karena tanaman

diserang oleh penyakit yang membuat buah membusuk. Buah yang membusuk

dibawa ke laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada kemudian di

analisis oleh Dr. Ir. Christanti untuk diketahui penyakit yang menyerang. Hasil

menunjukan bahwa buah melon di lahan Sleman terserang penyakit antraknosa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

Antraknosa merupakan penyakit ganas dan harus ditanggulangi dengan fungisida

azoxystrobin, jika tidak ditangani dengan tepat akan mengalami gagal panen dan

kehilangan sampel yang lebih banyak. Penanganan antraknosa pada lahan ini tidak

berhasil. Kondisi lahan semakin buruk dan sampel buah melon sebagian besar

membusuk pada hari ke 40 setelah tanam.

Oleh karena itu, data perlakuan pada lahan Wedomartani, Sleman

dinyatakan rusak dan tidak dapat digunakan untuk menggambarkan kadar pada

daging dan kulit buah. Pada keseluruhan buah kadar dapat ditentukan dan hasil

penentuan kadar residu azoxystrobin pada keseluruhan buah seperti tabel di

bawah. Kadar residu azoxystrobin pada keseluruhan buah di lahan Wedomartani,

Sleman memiliki pola penurunan kadar yang sama dengan lahan yang lain.

Tabel XIV. Kadar Residu Azoxystrobin di Lahan Wedomartani, Sleman Hari setelah

aplikasi terakhir Keseluruhan buah

(mg/kg) H-1 0,017 H0 0,026

H+1 0,037 H+3 0,020 H+5 0,016 H+7 0,008 H+14 0,004

Kontrol 0,007

Kadar kontrol pada lahan Sleman didapat 0,007 mg/kg dikarenakan

adanya penanggulangan penyakit antraknosa pada lahan membuat petani

menggunakan fungisida dengan zat aktif yang sama dengan zat aktif yang

digunakan sebagai sampel penelitian. Kadarnya yang cukup tinggi dikarenakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

aplikasi yang dilakukan petani sebanyak 3 kali pada saat proses penanaman

berjalan.

H. Penentuan Laju Disipasi Residu Azoxystrobin dalam Sampel Buah

Melon dan Pengaruh Geografis terhadap Pola Laju Disipasi

Laju disipasi umumnya ditentukan dengan mengambil sampel pada

interval waktu setelah aplikasi terakhir suatu pestisida pada daerah tertentu yang

dapat digunakan sebagai acuan perlakuan pestisida. Hilangnya residu pestisida

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sifat fisik, kimia, dan proses

biokimia, yang semua ini jarang dideskripsikan dengan hubungan yang sederhana

(Ambrus, 2002).

1. Penetapan Laju Disipasi Residu Azoxystrobin dalam Sampel Daging,

Keseluruhan, dan Kulit Buah Melon

Pada penelitian ini laju disipasi masing-masing sampel buah melon pada

lahan yang berbeda ditentukan dengan slope atau kemiringan dari persamaan ln

kadar residu fungisida azoxystrobin (mg/kg) vs hari setelah aplikasi terakhir

fungisida azoxystrobin pada hari ke 0, 1, 3, 5, 7, dan 14. Hasil yang didapat

disajikan pada gambar berikut:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

Gambar 11. Grafik ln Kadar Residu Azoxystrobin vs Hari Terakhir Aplikasi di Lahan Kulon Progo

Persamaan dari Gambar 11 mempunyai kemiringan (slope) yang

menunjukkan kecepatan laju disipasi residu fungisida azoxystrobin dari lahan

Kulon Progo sebesar 0,2065/hari pada kulit buah, 0,2512/hari pada keseluruhan

buah, dan 0,1052/hari pada daging buah. Gambar 12 di bawah menunjukkan nilai

persamaan dari ln kadar kulit, keseluruhan dan daging buah melon versus hari

terakhir aplikasi azoxystrobin. Persamaan tersebut mempunyai kemiringan yang

ditentukan sebagai laju disipasi buah melon pada lahan Bantul sampel sebesar

0,2468/hari pada kulit buah, 0,2291/hari pada keseluruhan buah, dan 0 hari pada

daging buah.

y = -0.2065x - 2.6964 R² = 0.8959

y = -0.2512x - 2.6377 R² = 0.9668

y = -0.1052x - 5.1285 R² = 0.9443

-8.000

-7.000

-6.000

-5.000

-4.000

-3.000

-2.000

-1.000

0.0000 2 4 6 8 10 12 14 16

ln K

adar

Waktu

Kulit Keseluruhan Daging

Linear (Kulit) Linear (Keseluruhan) Linear (Daging)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

Gambar 12. Grafik ln Kadar Residu Azoxystrobin vs Hari Terakhir Aplikasi di Lahan Bantul

Pada lahan Sleman karena data yang dapat diperoleh hanya bagian

keseluruhan buah maka penentuan laju disipasi hanya pada keseluruhan saja. Laju

disipasi residu azoxystrobin pada keseluruhan buah di lahan Sleman didapat

sebesar 0,1539/hari. Pola laju disipasinya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 13. Grafik ln Kadar Residu Azoxystrobin vs Hari Terakhir Aplikasi di Lahan Sleman

y = -0.2468x - 2.9801 R² = 0.6187

y = -0.2291x - 4.1067 R² = 0.4352

y = 0 R² = #N/A

-7.000

-6.000

-5.000

-4.000

-3.000

-2.000

-1.000

0.0000 1 2 3 4 5 6 7 8

ln K

adar

Waktu

Kulit Keseluruhan Daging

Linear (Kulit) Linear (Keseluruhan) Linear (Daging)

y = -0.1539x - 3.4487 R² = 0.9207

-6.000

-5.000

-4.000

-3.000

-2.000

-1.000

0.0000 2 4 6 8 10 12 14 16

ln K

adar

Waktu

Kurva Lahan Sleman

Keseluruhan Linear (Keseluruhan)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

2. Penetapan Pengaruh Kondisi Geografis terhadap Laju Disipasi Residu

Azoxystrobin pada Buah Melon

Pengaruh geografis lahan salah satunya dapat dilihat dari aspek curah

hujan, dan suhu daerah. Menurut Lakitan (2002), variasi suhu di kepulauan

Indonesia tergantung pada ketinggian tempat, suhu udara akan semakin rendah

dengan semakin tingginya tempat dari permukaan laut. Laju disipasi umumnya

dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu transformasi enzimatik dan fotodegradasi.

Kedua faktor ini dipengaruhi oleh tekanan uap suatu senyawa, tingkat kekasaran

permukaan tanaman, dan suhu udara (Fantke dkk, 2014).

Penetapan pengaruh kondisi geografis terhadap pola laju disipasi dan

penentuan PHI menggunakan bagian keseluruhan melon karena yang mewakili

kadar dari keseluruhan buah melon. Gambar di bawah menjelaskan bahwa laju

disipasi residu azoxystrobin pada buah melon di lahan Panggungharjo, Bantul

sebesar 0,2291/hari, lahan Wedomartani, Sleman sebesar 0,1539/hari, dan lahan

Siliran, Kulon Progo sebesar 0,2512/hari. Hipotesis 2 dapat dibuktikan bahwa

kondisi geografis dapat mempengaruhi pola laju disipasi dengan menguji

signifikansi antara pola laju disipasi lahan Bantul, Sleman dan Kulon Progo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Gambar 14. Kurva Pola Laju Disipasi Residu Azoxystrobin pada Buah Melon di Lahan Bantul, Kulon Progo, dan Sleman

Uji signifikansi kurva kadar keseluruhan buah pada sampel di lahan

Bantul, Sleman, dan Kulonprogo dibuktikan dengan uji F ANOVA antara standar

deviasi slope kurva kadar residu azoxystrobin pada keseluruhan buah lahan

Bantul, Sleman, dan Kulon Progo.

Rumus uji F ANOVA yaitu: 𝐹 = 𝐵𝑒𝑡𝑤𝑒𝑒𝑛−𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 𝑒𝑠𝑡𝑖𝑚𝑎𝑡𝑒𝑊𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛−𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 𝑒𝑠𝑡𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒

Dari hasil perhitungan didapat standar deviasi slope dari kurva kadar

residu azoxystrobin pada keseluruhan buah lahan Bantul, Sleman, dan Kulon

Progo.

y = -0.2512x - 2.6377 R² = 0.9668

y = -0.1539x - 3.4487 R² = 0.9207

y = -0.2291x - 4.1067 R² = 0.4352 -7.000

-6.000

-5.000

-4.000

-3.000

-2.000

-1.000

0.0000 2 4 6 8 10 12 14 16

ln K

adar

Waktu

Kulon Progo Sleman Bantul

Linear (Kulon Progo) Linear (Sleman) Linear (Bantul)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

Tabel XV. Hasil Uji ANOVA Standar Deviasi Slope dari Kurva Kadar Residu Azoxystrobin pada Keseluruhan Buah Lahan Bantul, Sleman dan

Kulon Progo Alfa F hitung F table Kesimpulan 0,05 6,44 4,6 Signifikan

Data yang didapat dengan Fhit lebih besar daripada Ftabel membuktikan

bahwa standart deviasi dari masing-masing laju disipasi berbeda signifikan.

Kemudian dilanjutkan untuk melihat signifikansi dari nilai laju disipasi. Uji

signifikansi diakukan uji Least Significant Difference menggunakan rumus :

𝑝 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 = 𝑆�2𝑛

x 𝑡ℎ(𝑛−1)

Dimana uji ini untuk melihat dari salah satu data memiliki pengaruh terhadap data

yang lain pada variansinya kemudian dibandingkan dengan derajat kepercayaan

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu α 0,05.

Tabel XVI. Hasil Uji Least Significant Difference Slope dari Kurva Kadar Residu Azoxystrobin pada Keseluruhan Buah di Lahan Kulon Progo, Sleman,

dan Bantul Alfa p value Kesimpulan 0,05 0,03 Tidak signifikan

Hasil perhitungan uji Least Significant Difference dengan α 0,05

menyatakan ketiga lahan memiliki laju disipasi residu azoxystrobin pada

keseluruhan buah tidak berbeda signifikan karena nilai p value lebih kecil dari α.

Oleh karena itu, pola laju disipasi tidak dipengaruhi oleh kondisi geografis lahan

percobaan yang digunakan. Hasil yang tidak berbeda signifikan dapat dikarenakan

perbedaan geografis dan iklim yang kurang ekstrim. Suhu lahan pada seluruh

daerah penelitian yang rata-rata adalah suhu pertumbuhan melon yang bagus.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

Penurunan kadar residu azoxystrobin pada setiap harinya yang

menggambarkan pola laju disipasi senyawa tersebut dapat dipengaruhi oleh

kondisi geografis ataupun iklim suatu daerah. Cahaya matahari yang

menyebabkan fotodegradasi dan degradasi oleh mikroba adalah jalur utama

degradasi azoxystrobin karena sifat azoxystrobin yang mudah rusak oleh cahaya.

Suhu yang tinggi pada iklim tropis membuat reaksi fotodegradasi ini lebih cepat.

Pada penelitian Hustert (2002) dan Boudina (2007) azoxystrobin

diketahui rentan terhadap cahaya matahari dan dapat bertransformation karena

cahaya dengan jalur yang berbeda seperti photo isomerization, photo hydrolytic

dan oksidasi pada cincin benzen dan ikatan rangkap dengan hasil yang sangat

signifikan setelah penelitian yang dilakukan (Hustert dkk., 2002; Boudina dkk.,

2007 cit Adetutu, 2008).

Laju disipasi residu azoxystrobin juga dapat dikarenakan hilangnya

residu azoxystrobin salah satunya disebabkan oleh adanya biodegradasi mikroba

tanah karena jumlah bahan organik tanah yang tinggi. Azoxystrobin dengan

struktur yang relatif kompleks menyebabkan senyawa ini memiliki banyak jalur

degradasi pada lingkungan(Singh dkk, 2010).

Penelitian-penelitian baru menunjukkan adanya jalur degradasi

azoxystrobin di tanah dikarenakan pH tanah, dan bahan organik (mikroba)

(Bending dkk, 2007). Menurut Clegg bahan organik pada tanah sangat

berpengaruh pada teradsorbsinya azoxystrobin ke lingkungan (Clegg, 2014). Dua

jenis bakteri yang biasa mendegradasi azoxystrobin adalah Cupriavidus sp. dan

Rhodanobacter sp. Jenis bakteri ini yang paling banyak ditemukan pada tanah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

yang telah terpapar azoxystrobin (Howell, 2013). Beberapa hasil degradasi residu

azoxystrobin di lingkungan dapat dilihat secara lengkap pada CAC Azoxystrobin

halaman 4 pada tabel “Azoxystrobin and its metabolites/degradation products

observed in metabolism and/or environmental fate studies” (FAO, 2015).

I. Karakterisasi Keamanan Azoxystrobin dalam Buah Melon

Berdasarkan sifat fisikokimia terdapat fungisida yang tidak mudah rusak

dilingkungan dalam jangka waktu yang panjang atau bersifat persisten.

Sebaliknya ada fungisida yang mudah rusak/berubah memalui reaksi oksidasi,

reduksi, hidrolisis, atau reaksi lain menjadi bentuk senyawa lain sehingga

keberadaanya di lingkungan dalam jangka waktu pendek (tidak persisten).

Ukuran kuantitatif persistensi fungisida adalah DT50 (Dissipation Time

50%). DT50 fungisida yang satu berbeda dengan DT50 jenis fungisida yang lainnya

tergantung sifat fisikokimia fungisida yang digunakan dan iklim lingkungan

setempat. Sebagian besar pola disipasi atau degradasi pestisida di lingkungan

yaitu degradasi kimia dan degradasi mikrobial biasanya dalam bentuk waktu

paruh dan dihitung menggunakan kinetika tingkat pertama.

Perhitungan paruh waktu (DT50) umumnya menjadi dasar untuk

menunjukkan peluruhan/hilangnya residu fungisida sebagai akibat degradasi

maupun perpindahan kompartemen lingkungan (Fantke dkk, 2014). DT50 juga

digunakan untuk menentukan persistensi suatu fungisida di lingkingan. Persistensi

yang dimaksud adalah berapa lama residu ini dapat bertahan di lingkungan sekitar

setelah aplikasi. Azoxystrobin termasuk dalam fungisida golongan strobilurins

yang memiliki persistensi sedang di dalam lingkungan, dan beberapa produk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

degradasinya seperti asam azoxystrobin ditemukan sebagai bahan pencemar pada

system perairan. Hasil degradasi diketahui dikarenakan biodegradasi oleh

mikrobia (Howell, 2013).

Hasil penentuan laju disipasi residu azoxystrobin buah melon dan DT50

dipaparkan pada tabel XVII:

Tabel XVII. Laju Disipasi dan DT50 Residu Azoxystrobin Di Dalam Buah Melon

DT50/hari Sleman Kulon Progo Bantul Laju

disipasi/hari Laju

Disipasi DT50 Laju

Disipasi DT50 Laju

Disipasi DT50

Keseluruhan 0,1539 4,5 0,2512 3 0,2291 3

Tabel XVII juga menunjukkan nilai laju disipasi pada sampel keseluruhan buah di

lahan Siliran, Kulonprogo sebesar 0,2065/hari dengan DT50 selama 3 hari dan di

lahan Panggungharjo, Bantul 0,2291/hari dengan DT50 selama 3 hari, dan lahan

Wedomartani, Sleman 0,1539/hari dengan DT50 4,5 hari.

Nilai DT50 untuk residu azoxystrobin dari beberapa sumber menyatakan

hasil yang berbeda-beda menurut sampel keseluruhan buah. DT50 yang ditentukan

oleh FAO karena fotolisis pada aqueos condition buah sebesar 8,7–13,9 hari pada

kondisi pH 7 (FAO, 2008). Pada sampel buah anggur di Italia dengan laju disipasi

digambarkan dengan kinetika orde 1 dan waktu paruh (t1/2) dari azoxystrobin

selama 15,2 hari (Cabras, 1998). Penelitian lain juga menjelaskan pada

penelitiannya bahwa residu azoxytrobin yang terdeteksi pada buah anggur di India

mempunyai waktu paruh selama 2-3 hari pada keseluruhan buah dan 1,5 – 2 hari

pada daun setelah aplikasi terakhir (Sendhil, 2004).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Kondisi Italia yang subtropis lebih lama DT50 dari residu fungisida

azoxystrobin, sedang India yang termasuk negara tropis memiliki DT50 yang sama

dengan hasil penelitian. Dapat disimpulkan DT50 juga terpengaruh oleh letak

geografis dengan iklim tropis dan sub tropis. Lahan percobaan yang dilakukan

pada iklim yang sama membuat pengaruh geografis tidak berpengaruh signifikan

pada DT50. Hal ini dapat dilihat dari nilai DT50 pada kedua lahan sama selama 3

hari.

Pada iklim yang tropis dengan suhu, curah hujan, dan pemaparan cahaya

yang lebih tinggi dari pada iklim sub tropis membuat beberapa fungisida

khususnya azoxystrobin mudah terdegradasi sehingga nilai DT50 cepat. Nilai DT50

yang menggambarkan presistensi residu fungisida yang semakin tinggi membuat

residu lama tertinggal pada lingkungan dan berbahaya jika banyak terakumulasi.

Mengetahui persistensi residu dalam tanaman yang diketahui dari

parameter DT50 sangat penting untuk penentuan PHI yaitu waktu aplikasi terakhir

sebelum panen agar tidak melebihi ambang toleransi yang mana bagi manusia dan

lingkungan. Dosis atau konsentrasi yang digunakan adalah dosis minimum yang

efektif terhadap organisme pengganggu tanaman. Hal ini bertujuan agar residu

fungisida tidak tinggi dengan penggunaan fungisisda tidak berlebihan.

Keamanan konsumen juga dapat digambarkan dengan penentuan PHI

(pre harvest interval) dengan rumus PHI = DT95, karena data yang digunakan

dalam analisis ini mempunyai confidence limit 95%, sehingga kesalahan yang

diperbolehkan sebesar 5%. Data perhitungan PHI dapat dilihat dari tabel XXI di

bawah. Data menunjukkan meskipun PHI terhitung pada hari ke 6, tetapi untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

mencapai kadar di bawah 0,01 mg/kg, yaitu kadar di bawah positive list hanya

terdapat pada hari ke-7. Positive list adalah batasan yang gunakan ketika suatu

residu fungisida atau pestisida belum ditentukan nilai BMR.

Tabel XVIII. PHI Penggunaan Fungisida Azoxystrobin PHI Kulon Progo Bantul Sleman

Keseluruhan 4 hari 4 hari 9 hari

Kadar hari ke-7 setelah aplikasi terkhir pada lahan Siliran, Kulon Progo

sebesar 0,010 mg/kg, lahan Wedomartani, Sleman sebesar 0,008 mg/kg dan pada

lahan Panggungharjo Bantul sebesar 0,008 mg/kg. Dapat di buah melon di Daerah

Istimewa Yogyakarta aman dikonsumsi jika dipanen pada hari ke-7 setelah

aplikasi fungisida azoxystrobin dengan penggunaan dosis label.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan:

1. Kadar residu fungisida azoxystrobin pada lahan penelitian Bantul dan

Kulonprogo di kulit lebih besar daripada di daging buah dengan hasil

signifikansi uji T thitung > ttabel dengan α 0,05 berturut-turut adalah thit 5,83 >

ttabel 1,86 dan thit 4,68 > ttabel 1,81. Pada lahan Sleman sampel tidak dapat

analisis karena lahan percobaan rusak terserang penyakit.

2. Laju disipasi residu azoxystrobin pada buah melon di lahan Panggungharjo,

Bantul sebesar 0,2291/hari, lahan Wedomartani, Sleman sebesar 0,1539/hari,

dan lahan Siliran, Kulon Progo sebesar 0,2512/hari. Kondisi geografis lahan

percobaan tidak berpengaruh terhadap laju disipasi residu azoxystrobin

dengan hasil tidak signifikan pada uji ANOVA dengan α 0,05 lebih besar dari

p value 0,03.

3. Kadar residu azoxystrobin di dalam buah melon dapat dikatakan aman dengan

kisaran PHI pada hari ke 7 yang didapatkan pada aplikasi sesuai label di

Daerah Istimewa Yogyakarta dengan kadar di lahan Siliran, Kulon Progo

sebesar 0,010 mg/kg, lahan Wedomartani, Sleman sebesar 0,008 mg/kg dan

lahan Panggungharjo Bantul sebesar 0,008 mg/kg karena berada dibawah

kadar postif list 0,01 mg/kg.

83

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

B. Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat

penulis berikan adalah:

1. Perlu dilakukan analisis laju disipasi residu fungisida azoxystrobin pada

daerah yang berbeda di Indonesia agar data untuk menggambarkan laju

disipasi di Indonesia lebih lengkap.

2. Perlu dilakukan analisis laju disipasi residu fungisida azoxystrobin dengan

perbedaan konsentrasi pada perlakuan lahan agar memiliki perbandingan

data aplikasi yang luas.

3. Perlu dilakukan selang waktu pengambilan sampel lebih dipersempit agar

memiliki kelengkapan data pada setiap hari setelah aplikasi terakhir.

Kelengkapan data dapat menggambarkan dengan detail kadar setiap

harinya setelah aplikasi terakhir dan memperjelas pola laju disipasi.

4. Petani disarankan menggunakan anjang-anjang sebagai sistem panen yang

lebih aman dari residu fungisida azoxystrobin daripada langsung di atas

tanah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

DAFTAR PUSTAKA

Abby, M., 2015, Potensi Indonesia sebagai Eksportir Buah Tropis, http://solusibisnis.co.id/potensi-indonesia-sebagai-eksportir-buah-tropis.html, diakses pada tanggal 20 Agustus 2015.

Adetutu, E.M., 2008, Azoxystrobin and soil interactions: degradation and impact on soil bacterial and fungal communities, Journal of Applied Microbiology, The Society for Applied Microbiology, 105, 1777–1790

Ahuja, S., and Dong, M.W., 2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC, volume 6, Elsevier, Inc., USA, p. 192.

Ambrus, L., 2002, Evaluation of the Studies on Decline of Pesticide Residues, J. Agric. Food Chem. , 50, 4846-4851.

Anastassiades, Michelangelo,. 2006, The QuEChERS Method –Background Informationand Recent Developments, Community Reference LaboratoryPesticide Residuesusing Single Residue Methods, Stuttgart, p.50,66.

Anonim a, 2010, Azoxystrobin, http://www.fao.org/publications, diakses tanggal 8 Mei 2014.

Anonim b, 2015. Enggan Beralih Dari Action, http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=366:enggan-beralih-dari-action&catid=387:enggan-beralih-dari-action&Itemid=101, diakses tanggal 9-11-2015.

Anonim c, 2015, Budidaya Melon Golden, Seperti Budidaya Emas, http://dinpertan.grobogan.go.id/komoditas-123-budidaya-melon-golden-seperti-budidaya-emas.html, Diakses pada tanggal 15 Sepetember 2015.

Anonim d, 2015, Hama dan Penyakit Tanaman Melon, http://www.petanihebat.com/2014/05/hama-dan-penyakit-tanaman-melon.html diakses pada tanggal 26 November 2015.

Asviatuti, S., 2008, Dinamika Insektisida Deltametrin Pada Lahan Budidaya Cabai Besar (Capsicum annum L.), Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Bending, G.D., Rodríguez-Cruz, S., Lincoln, S.D., 2007, Fungicide impacts on microbial communities in soils with contrasting management histories, Chemosphere, 69, 82–88.

BMKG, 2015, Data Curah Hujan, Suhu, dan Kelembapan, Yogyakarta. Cabras, P., Angioni, A., Garau, V. L., Pirisi, F. M.; Espinoza, J., Mendoza, A.,

Cabitza, F., Pala, M., and Brandolini, V. 1998. Fate of azoxystrobin, fluazinam, kresoxim-methyl, mepanipyri, and tertraconazole from vine to wine. J. Agric. Food Chem. 46: 3249-3251..

California Departement of Pesticide Regulation, 2012, Standard Operating Procedure: Calculation of Pesticide Half-life from a Terrestrial Field Dissipation Study, Sacramento.

Clegg, H., Matthew J. Riding, Robin Oliver, Kevin C. Jonesa, Kirk T. Semplea, 2014, The impact of soil organic matter and soil sterilisation on the bioaccessibility of 14C-azoxystrobin determined by desorption kinetics, Journal of Hazardous Materials, 278, 336–342.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

Codex Alimetarius Commision, 2014, Evaluation of Data for Acceptabel Daily Intake and Acute Dietary Intake for Humans, Maximum Residue Levels and Supervised Trial Median Residue Values, http://www.fao.org/fileadmin/templates/agphome/documents/Pests_Pesticides/JMPR/Report08/Azoxystrobin.pdf, diakses pada tanggal 23 Desember 2014

Deptan, 1994, Penggunaan Pestisida Secara Bijaksana, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta

Deptan, 1998, Informasi Teknis Tentang Pestisida untuk Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta.

Deptan, 2006, Penggunaan Pestisida yang Baik dan Benar dengan Residu Minimum, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta

European Commision, 1998, Review Report for The Active Substance Azoxystrobin, England.

Fantke, et all, 2014, Estimating Half-Lives for Pesticide Dissipation from Plants. Enviromental Science and Technology. 48, 8588−8602.

EXTOXNET, 1993, Movement of Pesticides in The Environment, Oregon State University, http://extoxnet.orst.edu/tibs/movement.htm, diakses pada tanggal 9 Januari 2015

FAO report CCPR, 2008, Azoxystobin. Codex Alimetarius. FAO, 2015, Azoxystrobin (229), Codex Alimetarius. FAO, 2015, Recommended Methods Of Sampling For The Determination Of

Pesticide Residues For Compliance With MRLs. CAC/GL 33-1999. Frederick, M., 2015, Pesticide Toxicity Profile: Strobilurin Pesticides,

https://edis.ifas.ufl.edu/pi104 , diakses pada tanggal 11 Agustus 2015. Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, cetakan kedua,

Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Ghosh, R. K., Neera, S., 2009, Effect of Organic Manure on Sorption and

Degradation of Azoxystrobin in Soil, J. Agric. Food Chem., 57, 632–636. Grob, L.R., 1995, Modern Practice of Gas Chromatography, John Wiley and

Sons Inc., New York. p. 291-295 Hari, S., 2015, Bantul tidak merekomendasi lahan pertanian ditanami melon,

http://www.antarayogya.com/berita/334947/bantul-tidak-merekomendasi-lahan-pertanian-ditanami-melon, diakses pada tanggal 26 November 2015.

Hendayana, S., 2006, Kimia Pemisahan : Metode Kromatografi dan Elektrolisis Modern, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Howell, C., Kirk T. Semple, Gary D. Bending, 2013, Isolation and characterization of azoxystrobin degrading bacteria from soil, Chemosphere, 95, 370–378.

Hye Rim, K., dkk., 2011, Dissipation Pattern of Azoxystrobin, Difenoconazole and Iprodione Treated on Field-Grown Green Garlic, Korean J Environ Agric, Vol. 30, No. 4, pp. 446-452

Julianto. 2013, Melon Unggulan Indonesia tabloid sinar tani, http://m.tabloidsinartani.com/index.php?id=148&tx_ttnews[tt_news]=24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

53&cHash=c24b165793b5b2bac6ebe95709acf4fe, diakses pada tanggal 25 September 2015.

Juraske, R.; Antón, A.; Castells, F. 2008, Estimating half-lives of pesticides in/on vegetation for use in multimedia fate and exposure models. Chemosphere, 70, 1748−1755.

Kamali, S.R., 2008, Distribusi Insektisida Deltametrin Pada Tanaman Cabai Besar (Capsicum annum L.), Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Kelly, M., 2011, Azoxystrobin and Difenoconazole - Residue Study on Melon in Italy, Spain and Southern France in 2008 and 2009, The Food and Enviroment Reasearch Agency. pp. 3-93

Kenndler, E., 2004, Gas Chromatography, Institute for Analytical Chemistry, University of Vienna, https://anchem.univie.ac.at/fileadmin/user_upload/anchem/Gas_Chromatography_in_Capillaries.pdf , diakses pada tanggal 3 Januari 2015

Kimura, K., Tawara, S., Igarashi, K., Takenaka, A., 2007, Effect of various radical generators on insulin-dependent regulation of hepatic gene expression, Biosci, Biotechnol, Biochem, 71, 16–22.

Kristianingsih, I. D., 2010, Produksi benih melon (Cucumis melo l) unggul di Multi Global Agrindo (mga), Karangpan dan Karanganyar, Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Kurniati, N., 2013, Penyakit Pantek atau Antraknose, http://www.tanijogonegoro.com/2013/09/patek-antraknosa.html , diakses pada tanggal 26 November 2015.

Lakitan, B. 2002. Dasar-dasar Klimatologi. Raja Grafondo Pustaka. Jakarta. Maimun, Ali., 2014, Budidaya Melon Golden, Seperti Budidaya Emas. Dinas

Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab.Grobogan Prov.Jawa Tengah, http://dinpertan.grobogan.go.id/komoditas-123-budidaya-melon-golden-seperti-budidaya-emas.html, diakses pada tanggal 10 September 2015.

Mastova, K., 2008, Azoxystobin, Agricultural Research Service, United States Departement of Agriculture, USA.

Mc Grath, M.T., 2004, What are Fungicides. The Plant Health Instructor, http://www.apsnet.org/edcenter/intropp/topics/Pages/fungicides.aspx, diakses pada tanggal 11 Agustus 2015.

Mc Nair, Harold M., dan James M. Miller, 1997, Basic Gas Chromathography, John Wiley and Sons, Inc., New York.

Miller, J. N., Miller, J. C., 2010, Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry, Sixth Edition, Pearson Education Limited, UK, pp. 39-40.

Namiesnik, J., 2002, Trace Analysis Challenges and Problems, Critical Reviews in Analytical Chemistry, 32 (4), p. 272.

Noegrohati, 2015, Wawancara Pribadi. Pemda DIY, 2010, Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta,

http://jogjaprov.go.id/pemerintahan/situs-tautan/view/kondisi-geografis, diakses pada tanggal 2 Januari 2015.

Phenomenex, 2015, An Easier QuEChERS Solution for Multi-Residue Analysis from Food,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

https://phenomenex.blob.core.windows.net/documents/0a6eaba2-d9b2-4b74-a391-81ffc3e19379.pdf, diakses pada tanggal 2 Januari 2015.

Pracaya, 2007, Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar swadaya: Jakarta. Prajnanta, F., 1997, Melon: Pemeliharaan Secara Intensif, kiat sukses

beragribisnis. Penebar Swadaya, Jakarta. Prichard, E., MacKay, G.M., and Points, J., 1996, Trace Analysis: A structured

approach to obtaining reliable results, Royal Society of Chemistry, United Kingdom, pp. 1-11.

Pubchem, 2015, Decachlorobiphenyl, http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/search/#collection=compounds&query_type=text&query=%22Decachloro-1%2C1%27-biphenyl%22 , diakses pada tanggal 3 Januari 2015.

Puspitasari, R. S., 2015, Validasi Metode Analisis Residu Azoxystrobin Dalam Buah Melon (Cucumis melo L.), Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Rukmana, R., 1994, Budidaya Melon Hibrida. Kanisius, Yogyakarta. Samadi, Budi., 2007, Melon: Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen,

Yogyakarta: Kanisius. Sendhil Vel V. 2003. Evaluation of azoxystrobin 25 SC against downy mildew

and powdery mildew of grapevine. Ph.D. Thesis, Tamil Nadu Agric. Univ., Coimbatore, India, 190 pp.

Singh, N., Singh, S., 2010, Effect of moisture and compost on fate of azoxystrobin in soils, J. Environ. Sci. Health, Part B 45, 676–681.

Skwirk. 2015, online education, http://www.skwirk.com/p-c_s-1_u-149_t-447_c-1591/nsw/hsie/indonesia-understanding-our-nearest-neighbours/indonesia-s-geography-and-peoples/climate-animals-and-plants, diakses pada tanggal 10 September 2015. 41

Sobir dan Firmansyah, 2014, Berkebun melon unggul. Penebar Swadaya, Jakarta, http://alamtani.com/budidaya-melon.html, diakses pada tanggal 10 September 2015.

Suryanto, W.A., 2010, Hama dan Penyakit (masalah dan solusinya). Kanisius:Yogyakarta.

Syngenta Group, 2005, Azoxystrobin, Syngenta Crop Protection. Ink, Greensboro. The Japan Food Chemical Research Foundation, 2015, The Japanese Positive List

System for Agricultural Chemical Residues in Foods, http://www.ffcr.or.jp/zaidan/ffcrhome.nsf/pages/mrls-p, diakses pada tanggal 30 November 2015.

Tomlin, C.D.S., 2000, The Pesticide Manual, British Crop Protection Council, UK.

Weather online, 2015, Indonesia, http://www.weatheronline.co.uk/reports/climate/Indonesia.htm, diakses pada tanggal 10 September 2015.

Wirakusumah, E. S., 2000, Buah dan Sayur untuk Terapi, Penebar Swadaya, Jakarta.

Yan, B., 2004, Analysis and Purification Methods in Combinatorial Chemistry, John Wiley and Sons, Inc., New Jersey, p 268.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

LAMPIRAN 1. Hasil Penelitian Tanah oleh Fakultas Pertanian UGM

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

LAMPIRAN 2. Surat Permohonan Data Kondisi Geografis pada BMKG

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

LAMPIRAN 3. Hasil Pengamatan Iklim di Daerah Bantul oleh BMKG DIY

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

LAMPIRAN 4. Hasil Pengamatan Iklim di Daerah Sleman oleh BMKG DIY

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

LAMPIRAN 5. Hasil Pengamatan Iklim di Daerah Kulonprogo oleh BMKG DIY

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

LAMPIRAN 6. Hasil Pengamatan Curah Hujan di Daerah Bantul oleh BMKG DIY

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

LAMPIRAN 7. Foto Buah Melon

Lampiran 8. Kerusakan Lahan Buah Melon Wedomartani, Sleman Akibat Penyakit Antraknosa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

LAMPIRAN 9. Foto Lahan Sampel Perlakuan

Lahan Siliran, Kulon Progo

Lahan Wedomartani, Sleman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

Lahan, Panggungharjo, Bantul

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

LAMPIRAN 10. COA Amistar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

LAMPIRAN 11. COA Standar Azoxystrobin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

LAMPIRAN 12. Langkah Preparasi Sampel Buah Melon

a. Pemotongan pangkal buah

b. Buah dibagi menjadi 2 bagian

c. Biji di dalam buah di bersihkan

d. Buah melon dibagi menjadi 4 bagian

e. Buah dipotong lebih kecil

f. Buah dipisahkan bagian kulit dan daging

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

g. Kulit buah di timbang

h. Daging buah ditimbang

i. Buah hasil timbang dipotong kecil-kecil

j. Daging buah dihomogenkan dengan blender

k. Proses homogenisasi

l. Hasil Homogenisasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

m. Sampel homogenisasi ditimbang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

LAMPIRAN 13. Contoh Data Penimbangan Sampel

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

LAMPIRAN 14. Kurva Baku Azoxystrobin

Gambar kurva baku kadar azoxystrobin vs rasio AUC azoxystrobin/AUC DCB yang telah diplotkan pada program Power Fit.

Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are:

Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit

a0 -1.83726E-001 4.61678E-002 -2.92874E-001 -7.45775E-002

a1 9.20246E+000 1.05498E-001 8.95305E+000 9.45188E+000

POLYNOMIAL is: F(x) = -0.18373 + 9.20246 x

Correlation Coefficient: 0.99954

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

LAMPIRAN 15. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar

• Penentuan rasio Azoxystrobin/DCB Rasio azoxystrobin/DCB ditentukan dengan rumus AUC azoxystrobin/AUC DCB dapat dilihat pada tabel dibawah

AUC DCB AUC Azoxystrobin Rasio 5254,4 4349,6 0,828

• Perhitungan kadar dengan persamaan kurva baku

Persamaan kurva baku yang didapat F(x) = -0,18373 + 9,20246 x. Rasio yng sudah ditemukan dimasukkan pada persamaan sebagai F(x). x = (0,828 + 0,9640)/9,20246 x = 0,19473 ng setelah masuk pada kurva baku x sebagai C extrak. Kemudian dihitung kadar sebenarnya dalam sampel

𝐶𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =

𝐶𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑉𝑖𝑛𝑗

× 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝑃

𝑚

Keterangan:

Csampel : kadar dalam sampel (ng/g)

Cekstrak : kadar dalam ekstrak (ng)

Vinj : volume injeksi (µl)

Vsampel : volume sampel (µl)

P : faktor pengenceran

m : berat sampel (g)

sehingga hasil didapat seperti perhitungan di bawah,

𝐶𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =0,19473 𝑛𝑔

2 𝑢𝑙 × 200 𝑢𝑙 × 200 𝑢𝑙40 𝑢𝑙

5 𝑔

𝐶𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =19,5 ng/g

𝐶𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =0,0195 mg/kg

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

LAMPIRAN 16. Contoh Perhitungan, Laju Disipasi, DT50 dan PHI • Penentuan laju disipasi

Hari Setelah

Aplikasi Terakhir

Kadar Residu Azoxystrobin (mg/kg) ln Kadar

0 0,115 -2,1657 1 0,045 -3,1021 3 0,021 -3,8693 5 0,026 -3,6346 7 0,017 -4,0858 14 0,004 -5,5172

Selanjutnya memplotkan antara hari dengan ln kadar sehingga diperoleh kurva

laju disipasi dengan persamaan y = bx + a dimana b (slope) adalah laju disipasi

dengan satuan hari-1. Kurva laju disipasi dari tabel di atas :

• Penentuan DT50 Rumus DT50 = ln 0,5/slope DT50 = 0,693/0.2512 DT50 = 2,759 hari

• Penentuan PHI Rumus PHI = DT95 DT95 = DT50 + 45% DT50 DT95 = 2,759 + (45%*2,759) DT95 = 4 hari

y = -0.2065x - 2.6964 R² = 0.8959

-6

-5

-4

-3

-2

-1

00 5 10 15

ln K

adar

Waktu

Laju Disipasi

Laju Disipasi Linear (Laju Disipasi)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

LAMPIRAN 17. Contoh Perhitungan Signifikansi Data dengan Uji T

Plot dari Kurva ln Kadar Residu Azoxystrobin vs Waktu setelah Aplikasi Terakhir pada Buah Melon di Lahan Kulon Progo dengan Power Fit.

Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6)

POLYNOMIAL is: F(x) = -2.63783 - 0.25120 x

Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are:

Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit

a0 -2.63783E+000 1.59064E-001 -3.07942E+000 -2.19625E+000

a1 -2.51200E-001 2.32846E-002 -3.15841E-001 -1.86559E-001

Correlation Coefficient: -0.98325

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

Plot dari kurva ln kadar residu azoxystrobin vs waktu setelah aplikasi terakhir pada buah melon di lahan Bantul dengan Power Fit.

Polynomial Degree is: 1 , based on 5 data points (#1 to #5)

POLYNOMIAL is: F(x) = -4.10661 - 0.22912 x

Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are:

Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit

a0 -4.10661E+000 6.17569E-001 -6.07197E+000 -2.14125E+000

a1 -2.29122E-001 1.50671E-001 -7.08620E-001 2.50377E-001

Correlation Coefficient: -0.65976

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

Penentuan uji signifikansi dengan uji T. 𝐹 ℎ𝑖𝑡 = 𝑆12

𝑆22 𝐹 ℎ𝑖𝑡 = 0,02332

0,15072 𝐹 ℎ𝑖𝑡 = 0,0239

F hit dibandingkan dengan F tabel (n1,n2) Alfa F hitung F table Kesimpulan 0,05 0,0239 5,19 Tidak signifikan

𝑆2 =((𝑛1 − 1)𝑆12 + (𝑛2 − 1)𝑆22)

(𝑛1 + 𝑛2 − 2) 𝑆2 =

((6 − 1)0,02332 + (5 − 1)0,15072)(6 + 5 − 2)

𝑆2 = 0,010390874 𝑆 = 0,101935635

𝑡 ℎ𝑖𝑡 =|𝑏1 − 𝑏2|

𝑆� 1𝑛1 + 1

𝑛2

𝑡 ℎ𝑖𝑡 =| − 0,2512 − (−0,2291)|

0,1019�16 + 1

5

𝑡 ℎ𝑖𝑡 = 0,3577

𝐷𝐹 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝐷𝐹 = 6 + 5 − 2 𝐷𝐹 = 9 T hit dibandingkan dengan T tabel (α,DF)

Alfa T hitung T table Kesimpulan 0,05 0,36 1,81 Tidak signifikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

LAMPIRAN 18. Label Penggunaan Formulasi Azoxystrobin Syngenta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

LAMPIRAN 19. Label Penggunaan Bibit Melon Action 434®

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

LAMPIRAN 20. Determinasi Tanaman Melon Sampel oleh Fakultas Farmasi, UGM

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “ASESMEN

PAPARAN RESIDU FUNGISIDA AZOXYSTROBIN

DALAM BUAH MELON (Cucumis melo L.)

TERHADAP KEAMANAN KONSUMEN DI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA” dengan

nama lengkap Rushadi Jatmiko, merupakan anak

tunggal dari pasangan Joko Priyono dan Wahyu

Rujiati. Penulis lahir di Yogyakarta, 1 Januari 1992.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu

TK Pamardisiwi (1996-1998), tingkat Sekolah Dasar di SDN Glagah 1 (1998-

2004), tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMPN 9 Yogyakarta (2004-2007),

tingkat Sekolah Menengah Atas di STM Pembangunan Yogyakarta Jurusan

Analisis Kimia (2007-2011). Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa menempuh pendidikan

sarjana, penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan, seperti kegiatan Desa Mitra

2013 sebagai ketua, ketua umum kegiatan Komunitas Sadar Sehat Jaringan

Mahasiswa Kesehatan Indonesia Yogyakarta, Tiga Hari Temu Mahasiswa

Farmasi sebagai pendamping kelompok, kegiatan PPnEC sebagai anggota

pubdekdok, kegiatan Donor Darah JMKI sebagai koordinator pubdekdok, menjadi

fasilitator pada kegiatan Kelas Inspirasi Yogyakarta 2015 serta terlibat dalam

kepengurusan BEMF Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta periode 2012/2013

sebagai divisi pengabdian masyarakat. Penulis juga pernah menjadi asisten

praktikum Botani Farmasi pada tahun 2013.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI